Lupus adalah penyakit inflamasi kronis yang disebabkan oleh sistem imun tubuh yang
bekerja dengan keliru. Dalam kondisi normal, sistem imun seharusnya melindungi tubuh dari
serangan infeksi virus atau bakteri. Sedangkan pada pengidap lupus, sistem imun justru
menyerang jaringan dan organ tubuh sendiri. Inflamasi yang disebabkan oleh lupus bisa
menyerang berbagai bagian tubuh, antara lain sel darah dan paru-paru.
Lupus kerap dijuluki sebagai penyakit seribu wajah karena kelihaiannya dalam meniru gejala
penyakit lain. Kesulitan diagnosis biasanya dapat menyebabkan langkah penanganan yang
kurang tepat. Penyakit ini dibedakan dalam beberapa jenis, salah satunya lupus eritematosus
sistemik (systemic lupus erythematosus/SLE).
Setidaknya ada sepertiga pengidap jenis lupus ini yang juga memiliki kondisi autoimun
lainnya, seperti penyakit tiroid atau sindrom Sjogren. Kondisi ini dapat berujung pada
munculnya komplikasi, termasuk gangguan pada masa kehamilan. Di samping itu, proses
pengobatannya juga bisa membuat pengidapnya rentan terhadap infeksi serius.
Jenis lupus ini yang paling sering diidap masyarakat umum. Ia dapat menyerang jaringan
serta organ tubuh mana saja dengan tingkat gejala yang ringan sampai parah.
Banyak yang hanya merasakan beberapa gejala ringan untuk waktu lama atau bahkan tidak
sama sekali sebelum tiba-tiba mengalami serangan yang parah. Timbulnya rasa nyeri dan
lelah berkepanjangan merupakan salah satu gejala ringan SLE. Oleh karena itu, pengidap
SLE bisa merasa tertekan, depresi, dan cemas, meski hanya mengalami gejala ringan.
DLE pada dasarnya hanya menyerang kulit. Namun, dampak yang ditimbulkan oleh lupus
jenis ini mampu menyerang jaringan dan organ tubuh lainnya. DLE umumnya bisa
dikendalikan dengan menghindari paparan langsung sinar matahari dan obat-obatan.
Rambut rontok.
Pitak permanen.
Ruam merah dan bulat, seperti sisik pada kulit yang terkadang akan menebal dan
menjadi bekas luka.
Efek samping obat pasti berbeda-beda pada tiap orang. Kira-kira ada lebih dari 100 jenis obat
yang bisa menimbulkan efek samping yang mirip dengan gejala lupus pada orang-orang
tertentu.
Gejala lupus akibat obat umumnya akan hilang jika berhenti mengonsumsi obat tersebut,
sehingga tidak perlu menjalani pengobatan khusus. Namun, jangan lupa untuk selalu
berbicara dengan dokter sebelum memutuskan berhenti mengonsumsi obat dengan resep
dokter.
Terdapat beberapa faktor yang bisa meningkatkan terjadi lupus, antara lain:
Faktor Hormon:
Usia. Lupus memang bisa menyerang segala usia, tetapi usia 15 sampai 40 tahun
merupakan usia yang paling sering didiagnosis penyakit ini.
Jenis Kelamin. Lupus lebih sering menyerang wanita daripada pria.
Faktor Genetik:
Ras. Gangguan ini lebih rentan terjadi pada orang-orang dengan kulit berwarna,
terutama pada ras Asia, Afrika, dan Hispanik.
Riwayat Keluarga. Seseorang yang memiliki kerabat tingkat pertama atau kedua
dengan penyakit lupus akan memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkannya.
Faktor Lingkungan
Meski dipahami bahwa memiliki faktor risiko lupus tidak berarti kamu pasti akan terkena
lupus. Hal tersebut hanya berarti kamu memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan dengan
dibandingkan orang lain yang tidak memilikinya.
Meski gejala SLE bervariasi, tetapi ada tiga gejala utama yang umumnya selalu muncul,
yaitu:
Melakukan rutinitas sehari-hari yang sederhana, misalnya tugas rumah tangga atau rutinitas
kantor, dapat membuat pengidap SLE merasa sangat lelah. Rasa lelah yang ekstrem ini
mungkin saja tetap dialami pengidapnya, meski sudah mendapatkan istirahat yang cukup.
Selain hidung dan pipi, tangan dan pergelangan tangan merupakan bagian tubuh lain yang
mungkin mengalami ruam. Ruam pada kulit akibat SLE dapat membekas secara permanen
dan bertambah parah jika terpapar sinar matahari akibat reaksi fotosensitivitas.
Gejala utama lain dari SLE adalah rasa nyeri. Pada sebagian besar kasusnya, gejala ini
muncul pada persendian tangan dan kaki. Rasa nyeri juga mungkin dapat berpindah dengan
cepat dari sendi satu ke sendi lain. Meskipun demikian, kondisi ini tidak akan menyebabkan
kerusakan atau cacat permanen pada persendian.
Ada beragam gejala lain yang dapat muncul. Berikut ini beberapa gejala SLE lain yang
mungkin dialami pengidapnya:
Sariawan berulang.
Demam tinggi (38 derajat Celsius atau lebih).
Tekanan darah tinggi.
Pembengkakan kelenjar getah bening.
Sakit kepala.
Rambut rontok.
Mata kering.
Sakit dada.
Hilang ingatan.
Napas pendek akibat inflamasi paru-paru, dampak ke jantung, atau anemia.
Tubuh menyimpan cairan berlebihan, sehingga terjadi gejala, seperti pembengkakan
pada pergelangan kaki
Jari-jari tangan dan kaki yang memutih atau membiru jika terpapar hawa dingin atau
karena stres (fenomena Raynaud).
Faktanya, tim medis tidak memiliki suatu metode pasti untuk mendiagnosis lupus. Beberapa
hal yang dinilai adalah tanda dan gejala yang timbul dan mengesampingkan kondisi potensial
lainnya yang dapat menjadi penyebab penyakit ini.
Namun, beberapa antibodi yang spesifik berhubungan dengan lupus, termasuk ds-DNA dan
antibodi Smith (Sm). Antibodi Sm sendiri kerap dihubungkan dengan penyakit ginjal terkait
SLE.
Awalnya, ahli medis akan melihat riwayat kesehatan dan melakukan pemeriksaan fisik.
Setelah rincian didapatkan dan hasil dari pemeriksaan fisik terlihat, beberapa pemeriksaan
kesehatan akan dilakukan.
Tes Darah. Pemeriksaan ini termasuk hitung darah lengkap, yaitu tes yang berguna
untuk menentukan jumlah dan jenis sel darah yang ada di dalam tubuh. Tes lain yang
mungkin dilakukan adalah sedimentasi eritrosit, tes protein C-reaktif, dan tes antibodi
anti-nuklir yang mampu melihat peningkatan pada aktivitas sistem imunitas di tubuh.
Tes Urine. Untuk hal ini, ahli medis menggunakan urinalisis untuk menentukan
peningkatan kadar darah atau protein dalam urine. Pemeriksaan ini mampu
menunjukkan jika lupus dapat memengaruhi ginjal.
Tes Pencitraan. Rontgen dada dan ekokardiogram juga kerap digunakan untuk
mengindikasikan peradangan atau penumpukan cairan di dalam atau di sekitar jantung
dan paru-paru.
Biopsi Jaringan. Pengambilan sampel sel dari area ruam yang mirip dengan gejala
lupus juga dapat dilakukan untuk menentukan sel khas dari pengidap penyakit ini.
Jika seseorang mengalami kerusakan pada ginjal, biopsi pada organ tersebut dapat
membantu untuk menentukan pengobatan yang tepat.
SLE tidak bisa disembuhkan, pengobatan dilakukan untuk mengurangi tingkat gejala serta
mencegah kerusakan organ pada pengidap SLE. Beberapa dekade lalu penyakit ini bahkan
dipandang sebagai penyakit terminal atau tidak memiliki harapan sembuh sehingga bisa
berujung pada kematian.
Ketakutan ini disebabkan oleh banyaknya pengidap pada saat itu yang meninggal dunia
akibat komplikasi dalam kurun waktu 10 tahun setelah didiagnosis mengidap SLE. Namun,
kini obat-obatan untuk SLE terus berkembang, sehingga dapat membantu hampir semua
pengidapnya bisa hidup normal, atau setidaknya mendekati tahap normal.
Selain itu, bantuan dan dukungan dari keluarga, teman, serta staf medis juga berperan penting
dalam membantu para pengidap SLE dalam menghadapi penyakit ini.
Ada beberapa komplikasi yang dapat disebabkan oleh lupus. Hal ini dapat terjadi akibat
peradangan yang ditimbulkan penyakit tersebut. Beberapa kemungkinan komplikasi akibat
lupus yang dapat terjadi, antara lain:
Jika kamu mengidap lupus, sangat penting bagi untuk tetap berpegang pada rencana
perawatan yang telah dikembangkan oleh penyedia layanan kesehatan. Dengan selalu
memastikan melakukan hal ini, tidak hanya membantu untuk mencegah kambuhnya lupus,
tetapi juga membantu mencegah kerusakan organ.
Ada berbagai hal yang bisa dilakukan untuk mencegah diri dari serangan penyakit lupus
dengan menghindari faktor-faktor risiko yang dapat meningkatkan gejalanya. Beberapa cara
pencegahannya, antara lain:
Jika mengalami beberapa gejala tersebut, segeralah temui dokter untuk mendapatkan
penanganan dan saran medis yang tepat. Penanganan yang tepat dapat meminimalkan akibat,
sehingga pengobatan bisa lebih cepat dilakukan.