Anda di halaman 1dari 2

Bersamamu

Hei, kamu yang di sana. Yang dibentang spasi dan jeda bernama jarak.
Masih penasaran? Aku masih menyimpannya, loh. Jawaban untuk
pertanyaan yang tak pernah kauajukan.

Aku percaya pertemuan ada untuk sebuah alasan. Dan pada akhirnya aku
tahu alasan itu. Hanya saja yang tak bisa kupercaya sampai sekarang
adalah ketika kamu yang tadinya adalah ketiadaan, bagaimana caranya
bisa masuk ke dalam pikiranku perlahan? Dan menimbulkan kerinduan
yang tak tertahankan?

Tunggu, kita ini dipisahkan oleh jarak. Kautahu, aku manusia paling tak
bersuara. Aku adalah manusia yang saban hari berjalan menunduk; tak
kuasa menatapmu sembari menyadari kesederhanaanku.

Satu hal yang kupelajari selama ini adalah waktu bisa mencuatkan rasa.
Aku yakin kamu pasti sudah tahu seperti apa. Aku yakin, kamu pasti
sudah pernah terjatuh sebelumnya dalam perasaan yang meranggas
kerinduanmu.

Aku yakin kaupasti bertanya-tanya. Semua orang membicarakanmu. Tapi


tak sekalipun ada aku terlibat di dalamnya. Kaupasti bertanya-tanya,
mengapa aku tak pernah bertanya kepadamu?

Hei, menatapmu diam-diam itu menyenangkan, Nona. Hari-hariku


dipenuhi getir pahit. Dipenuhi sesak di dada. Asumsikan saja kautahu
bahwa aku tidak sendirian menatapmu. Bahkan, aku tergeser hingga di
barisan paling belakang yang mengagumimu.

Tidak, kupikir aku jatuh dalam dekapan perasaan kepadamu. Lumrah


memang. Aku manusia. Begitu pun kamu. Pun asumsikan saja, aku tak
pernah punya keberanian untuk melangkah lebih jauh; memilikimu.

Bersamamu, aku kembali mengerti perihal seperti apa rasanya


menunggu. Bersamamu, aku mengerti perihal terlambat tuk
mengungkapkan. Bersamamu, aku mengerti bagaimana caranya tuk ikhlas
melepaskan.

Pertemuan kita terjadi untuk sebuah alasan. Ya, untukku mengerti


seperti apa rasanya kehilangan.

Anda mungkin juga menyukai