Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH

SEJARAH INDONESIA
PROFIL TOKOH NASIONAL PENGGERAK
KAUM MUDA

Disusun oleh:
Sholehati Nuringtyas Wibowo
XII IPA 2
Guru Sejarah Indonesia: Septia Fajri, S.Pd

MAN 5 JAKARTA
2022/2023
PROFIL

Nama Lengkap

Mara Walanda Maramis

Alias

Maria Josephine Catherine Maramis

Agama

Kristen

Tempat Lahir

Kema

Tanggal Lahir

Minggu, 1 Desember 1872

Zodiak

Sagittarius

Warga Negara

Indonesia

Suami

Joseph Frederick Caselung Walanda

Saudara

Andries Maramis

Pendidikan

 Sekolah Melayu, Maumbi


Penghargaan

 Pahlawan Pergerakan Nasional (20 Mei 1969)

BIOGRAFI
Maria Josephine Catherine Maramis (1 Desember 1872 – 22 April 1924), atau yang lebih
dikenal sebagai Maria Walanda Maramis, adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia karena
usahanya untuk mengembangkan keadaan wanita di Indonesia pada permulaan abad ke-20. Setiap
tanggal 1 Desember, masyarakat Minahasa memperingati Hari Ibu Maria Walanda Maramis, sosok
yang dianggap sebagai pendobrak adat, pejuang kemajuan dan emansipasi perempuan di dunia politik
dan pendidikan. Menurut Nicholas Graafland, dalam sebuah penerbitan "Nederlandsche Zendeling
Genootschap" tahun 1981, Maria ditahbiskan sebagai salah satu perempuan teladan Minahasa yang
memiliki "bakat istimewa untuk menangkap mengenai apapun juga dan untuk mengembangkan daya
pikirnya, bersifat mudah menampung pengetahuan sehingga lebih sering maju daripada kaum lelaki".

Untuk mengenang jasanya, telah dibangun Patung Walanda Maramis yang terletak di
Kelurahan Komo Luar, Kecamatan Wenang, sekitar 15 menit dari pusat kota Manado yang dapat
ditempuh dengan angkutan darat. Di sini, pengunjung dapat mengenal sejarah perjuangan seorang
wanita asal Bumi Nyiur Melambai ini. Fasilitas yang ada saat ini adalah tempat parkir dan pusat
perbelanjaan.

Kehidupan awal

a. Makam Maramis di dekat Manado

Maria lahir di Kema, sebuah desa kecil yang sekarang berada di kabupaten Minahasa
Utara, Kecamatan Kema (hasil pemekaran Kecamatan Kauditan) provinsi Sulawesi Utara.
Orang tuanya adalah Bernadus Maramis dan Sarah Rotinsulu.[4] Dia adalah anak bungsu dari
tiga bersaudara di mana kakak perempuannya bernama Antje dan kakak laki-lakinya bernama
Andries. Andries adalah ayah dari Alexander Andries Maramis yang terlibat dalam
pergolakan kemerdekaan Indonesia dan menjadi menteri dan duta besar dalam pemerintahan
Indonesia pada mulanya. Maria menjadi yatim piatu pada saat ia berumur enam tahun karena
kedua orang tuanya jatuh sakit dan meninggal dalam waktu yang singkat. Paman Maria yaitu
Mayor Ezau Rotinsulu yang waktu itu adalah kepala distrik di Maumbi membawa Maramis
dan saudara-saudaranya ke Maumbi dan mengasuh dan membesarkan mereka di sana.[4] Dari
kepindahan itu, ia juga berteman dengan kaum terpelajar misalnya seorang pendeta bernama
Jan Ten Hoeve. Maria beserta kakak perempuannya dimasukkan ke Sekolah Melayu di
Maumbi. Sekolah itu mengajar ilmu dasar seperti membaca dan menulis serta sedikit ilmu
pengetahuan dan sejarah. Ini adalah satu-satunya pendidikan resmi yang diterima oleh
Maramis dan kakak perempuannya karena perempuan pada saat itu diharapkan untuk menikah
dan mengasuh keluarga.

b. Dorongan Bumi Minahasa

Pada akhir abad 19 dan awal abad 20 terbagi menjadi 8 kelompok etnis (walak) yang
berada dalam proses ke arah satu unit geopolitik yang disebut Minahasa dalam suatu tatanan
kolonial Hindia Belanda. Sejalan dengan hal ini Hindia Belanda mengadakan perubahan
birokrasi dengan mengangkat pejabat-pejabat tradisional sebagai pegawai pemerintah yang
bergaji dan di bawah kuasa seorang residen. Komersialisasi agraria melahirkan perkebunan-
perkebunan kopi dan kemudian kopra membuat ekonomi ekspor berkembang pesat,
penanaman modal mengalir deras, dan kota-kota lain tumbuh seperti Tondano, Tomohon,
Kakaskasen, Sonder, Romboken, Kawangkoan, dan Langowan.

PIKAT

Setelah pindah ke Manado, Maramis mulai menulis opini di surat kabar setempat yang
bernama Tjahaja Siang. Dalam artikel-artikelnya, ia menunjukkan pentingnya peranan ibu dalam
keluarga di mana kewajiban ibu untuk mengasuh dan menjaga kesehatan anggota-anggota
keluarganya. Ibu juga yang memberi pendidikan awal kepada anak-anaknya. Menyadari wanita-
wanita muda saat itu perlu dilengkapi dengan bekal untuk menjalani peranan mereka sebagai
pengasuh keluarga, Maramis bersama beberapa orang lain mendirikan Percintaan Ibu Kepada Anak
Temurunannya (PIKAT) pada tanggal 8 Juli 1917. Tujuan organisasi ini adalah untuk mendidik kaum
wanita yang tamat sekolah dasar. Lebih spesifik, tujuan dari organisasi ini adalah:

1. Menyediakan suatu waktu bagi kaum perempuan Minahasa agar mereka dapat saling bergaul
dan mengenal
2. Membawa masa depan pemuda Minahasa
3. Membiasakan para perempuan Minahasa untuk mengeluarkan dan merumuskan pandangan-
pandangan serta pikiran-pikirannya secara bebas.

Melalui kepemimpinan Maramis di dalam PIKAT, organisasi ini bertumbuh dengan dimulainya
cabang-cabang di Minahasa, seperti di Maumbi, Tondano, dan Motoling. Selain itu, cabang di luar
Minahasa antara lain di Sangir Talaut (Sangihe-Talaud), Poso, Gorontalo, dan Ujung
Pandang.Cabang-cabang di Jawa juga terbentuk oleh ibu-ibu di sana seperti di Batavia, Bogor,
Bandung, Cimahi, Magelang, dan Surabaya. Pada tanggal 2 Juni 1918, PIKAT membuka sekolah
Manado. Di sekolah ini mereka diajari hal-hal rumah tangga seperti memasak, menjahit, merawat
bayi, pekerjaan tangan, dan sebagainya. Maramis terus aktif dalam PIKAT sampai pada kematiannya
pada tanggal 22 April 1924. Di sekolah ini,

Untuk menghargai peranannya dalam pengembangan keadaan wanita di Indonesia, Maria


Walanda Maramis mendapat gelar Pahlawan Pergerakan Nasional dari pemerintah Indonesia pada
tanggal 20 Mei 1969.

Hak pilih wanita di Minahasa

Pada tahun 1919, sebuah badan perwakilan dibentuk di Minahasa dengan nama Minahasa
Raad. Mulanya anggota-anggotanya ditentukan, tetapi pemilihan oleh rakyat direncanakan untuk
memilih wakil-wakil rakyat selanjutnya. Hanya laki-laki yang bisa menjadi anggota pada waktu itu,
tetapi Maramis berusaha supaya wanita juga memilih wakil-wakil yang akan duduk di dalam badan
perwakilan tersebut. Usahanya berhasil pada tahun 1921 di mana keputusan datang dari Batavia yang
memperbolehkan wanita untuk memberi suara dalam pemilihan anggota-anggota Minahasa Raad.
Kehidupan keluarga

Perangko Maria Walanda Maramis keluaran tahun 1999

Maramis menikah dengan Joseph Frederick Calusung Walanda, seorang guru bahasa pada
tahun 1890. Setelah pernikahannya dengan Walanda, ia lebih dikenal sebagai Maria Walanda
Maramis. Mereka mempunyai tiga anak perempuan. Dua anak mereka dikirim ke sekolah guru di
Betawi (Jakarta). Salah satu anak mereka, Anna Matuli Walanda, kemudian menjadi guru dan ikut
aktif dalam PIKAT bersama ibunya.

Buatlah 5 pertanyaan dan jawaban sekaligus tentang pentingnya


pendidikan bagi generasi muda pejuang pada masa sebelum
kemerdekaan
1. Pertanyaan: Apa akibat dari negara yang tidak memiliki pendidikan?

Jawaban: adanya kebodohan rakyat yang membuat rakyat menderita, miskin dan gampang dijajah
oleh negara asing.    

2. Pertanyaan: Siapakah yang mendapat pendidikan pada masa penjajahan?

Jawaban: para keturunan bangsawan atau golongan ningrat saja. Sedangkan rakyat biasa tidak dapat
menenmpuh pendidikan.    

3. Pertanyaan: Apakah golongan bangsawan yang mendapat pendidikan dapat meneruskan pendidikan
ke luar negeri?

Jawaban: iya, keturunan bangsawan juga mendapatkan pendidikan ke luar negeri seperti ke negara
Barat . Contohnya Belanda. Tokoh yang menempuh pendidikan Barat seperti Drs. Mohammad Hatta.

4. Pertanyaan: Apakah peran pendidikan pada masa penjajahan?

Jawaban: dapat menciptakan rasa persatuan dan kesatuan, dapat melahirkan rasa nasionalisme yang
tinggi.    

5. Pertanyaan: Apa saja wujud dari dampak rakyat yang mendapat kesempatan belajar atau sekolah
bahkan hingga ke luar negeri?

Jawaban: adanya pergerakan nasional yang ditandai dengan mendirikan organisasi-organisasi di


berbagai bidang. Bidang tersebut meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya, pendidikan.  

Anda mungkin juga menyukai