Anda di halaman 1dari 5

SOAL 1

Setidaknya ada tiga corak kerangka normatif sistem komunikasi. Dari masing-masing corak tersebut, jelaskan
bagaimana kedudukan masyarakat di dalamnya!

JAWABAN:

Sekarang ini, corak sistem komunikasi berkembang ke arah sistem konvergensi antara media massa konvensional,
internet dan telekomunikasi. Dalam hal ini corak sistem komunikasi dapat dikelompokkan menurut ideologi dominan
di dunia dengan beberapa modifikasinya antara lain, sistem komunikasi otoriter, sistem komunikasi bebas, sistem
komunikasi dengan tanggung jawab sosial, sistem komunikasi Komunis-Soviet, sistem komunikasi media
pembangunan dan sistem komunikasi demokratik-partisipan.

Untuk di Indonesia ada tiga fase corak kerangka sistem komunikasi dalam sejarah perjalanannya, yaitu:
1. Pengaturan sistem komunikasi pada masa pemerintahan orde baru yang bercorak otoritatif (otoritarian-
media pembangunan).
2. Pengaturan sistem komunikasi pada masa pasca reformasi melalui deregulasi berbagai peraturan yang
membelenggu kebebasan informasi dan menggantinya dengan peraturan-peraturan baru yang lebih aspiratif
dan akomodatif terhadap berbagai perkembangan yang terjadi (liberal-demokartik-partisipan).
3. Fase ini menguatnya peran pasar yang menentukan arah kebijakan komunikasi sebagai sebuah industri
(liberal-tanggungjawab sosial).

Pertama, pada masa lalu di masa pemerintahan orde baru yang bercorak otoritarian, penguasaan, dan kontrol
pemerintah terhadap sistem komunikasi sangatlah kuat. Mekanisme kontrol dilakukan dengan membuat berbagai
regulasi melalui peraturan-peraturan yang memungkinkan pemerintah dapat mengambil tindakan-tindakan yang
represif terhadap lembaga-lembaga media yang dianggap tidak sejalan atau tidak mendukung terhadap
kebijaksanaan pemerintah.

Tidak hanya lembaga media, akan tetapi hampir semua kekuatan dalam masyarakat tersubordinasi pada
kekuasaan dan kepentingan pemerintah, dan diarahkan untuk mendukung kebijakan dan kepentingan kekuasaan.
Hubungan antara pemerintah sebagai lembaga superbody pada masa pemerintahan orde baru dengan elemen-
elemen kemasyarakatan lainnya dapat digambarkan sebagai berikut:

Pada gambar di atas, menunjukkan arah hubungan dalam bentuk segitiga dalam hal ini pemerintah sebagai
suprastruktur dalam sistem kemasyarakatan pengemban kekuasaan, melakukan pengendalian dan pengaturan
terhadap media massa dan masyarakat. Pemerintah mengontrol media massa dan masyarakat secara langsung, dan
pemerintah menggunakan media massa untuk mengontrol (opini) masyarakat.

Pengendalian dan pengaturan terhadap media massa dan masyarakat dilakukan untuk menjamin kepatuhan
terhadap seperangkat norma yang ditetapkan pemerintah demi terwujudnya integrasi dan stabilitas dalam
masyarakat. Dengan demikian, ciri media masa pada sistem pemerintahan yang bercorak otoritarianisme pada
umumnya cenderung pada gaya media massa yang memusat (sentripetal), artinya memusar atau membuat pusaran
ke dalam.

Kedua, pada masa reformasi memberikan pengaruh pada perubahan sistem komunikasi yang ada. Perubahan itu
beralih dari sistem komunikasi otoritatif kepada sistem komunikasi partisipatif. Melalui reformasi, keran kebebasan
telah dibuka selebar-lebarnya dan memberikan kebebasan pada masyarakat untuk berpartisipasi dalam
penyelenggaraan bidang komunikasi.

Pada era reformasi konstelasi hubungan antara pemerintah dengan elemen-elemen kemasyarakatan lainnya
(media massa dan masyarakat) dapat digambarkan sebagai berikut:
Pada ilustrasi di atas arah hubungan antara media massa, pemerintah dan masyarakat berada dalam posisi
interaksi yang cenderung ekual. Pemerintah tidak lagi sebagai faktor dominan dan determinan yang melakukan
pengendalian terhadap sistem media dan juga pada masyarakatnya. Sistem media dan koalisi masyarakat sipil telah
melahirkan sistem kemasyarakatan yang lebih terbuka, egaliter, dan demokratis. Kebebasan pers dan kebebasan
masyarakat saling mendukung dalam menciptakan iklim kehidupan yang demokratis.

Perubahan politik yang terjadi pada masa reformasi telah mendorong demokratisasi yang luar biasa dalam peran
dan partisipasi masyarakat di bidang komunisasi. Namun, kebebasan bermedia yang tercipta seiring dengan
kebebasan politik yang sebelumnya terkurung, berkembang menjadi kebebasan yang tanpa kendali. Media memuat
apapun tanpa mempertimbangkan lagi etika-etika yang menyangkut tanggung jawab sosial dalam bermedia.

Media saat itu bergerak pada corak gayanya yang bercorak sentrifugal, yakni kecenderungan media dalam
mengunggulkan gagasan perubahan, kebebasan, keanekaragaman, dan fragmentasi (McOuail, 1987 : 59). Dengan
melihat pada ciri yang ada maka sistem komunikasi pada fase kedua ini mencerminkan sistem komunikasi yang
bercorak liberalistik-demokratik-partisipan.

Ketiga, pada masa ini pascareformasi dalam bentuk konsolidasi penataan peran media dalam kaitannya dengan
kehidupan masyarakat, pemerintah dan pemodal. Kebebasan bermedia tetap dipertahankan sebagai salah satu
instrumen demokrasi yang memberikan kontrol pada pemerintah dan aspek kehidupan masyarakat lainnya, namun
kebebasan itu harus dilandasai pada tanggung jawab dan etika profesional dalam bermedia.

Pada fase ke tiga ini kedudukan media dalam kaitannya dengan pemerintah, masyarakat, dan pemilik modal
dapat digambarkan sebagai berikut:

Media dalam hal ini melakukan fungsi intermediasi di antara kepentingan tiga entitas dalam unsur
kemasyarakatan, yakni pemerintah, pemodal, dan masyarakat, selain juga kepentingan dari institusi media itu sendiri.

Kedudukan masyarakat pada fase ini, berkepentingan dalam memiliki akses informasi yang seluas luasnya
berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan dalam menyuarakan kepentingannya kepada pemerintah. Media
harus menjaga keseimbangan di antara kepentingan-kepentingan ini dengan bersikap netral, profesional, dan
independen.

Melihat ciri yang demikian ini, maka sistem komunikasi pada fase ketiga ini dapat dikatakan sebagai sistem
komunikasi yang bercorak bebas dan bertanggungjawab secara sosial. Gaya media merupakan kombinasi antara gaya
sentrifugal yang mengunggulkan kebebasan, perubahan, keanekaragaman dan fragmentasi dengan gaya sentripetal
yang cenderung pada harmoni, kohesi dan kesatuan dalam masyarakat.

SOAL Pemberitaan Omnibus Law menimbulkan gejolak yang luas dari masyarakat di Indonesia.
Dengan menggunakan perspektif fungsi pers, analisis bagaimana pers melaksanakan lima fungsi tersebut dalam kasus
Omnibus Law sertakan dengan contoh yang mendukung argumentasimu!

JAWABAN:

Keberadaan pers adalah fungsional dalam masyarakat, oleh karenanya pers memiliki peran yang penting dalam
melakukan transformasi berbagai kehidupan di masyarakat. Peran dan fungsi pers dalam masyarakat, sebagai berikut:

1. Pers sebagai sarana informasi


Fungsi ini yang pertama dan utama yang dilakukan pers sebagai lembaga sosial. Pers memberikan informasi yang
seluas-luasnya dan secepat-cepatnya pada masyarakat tentang berbagai isu-isu aktual yang harus diketahui
masyarakat.

Dalam kasus Omnibus Law, media massa menyampaikan informasi kepada masyarakat sebuah peristiwa aksi
demonstrasi oleh mahasiswa dan buruh dalam aksi penolakan terhadap Undang-undang Cipta Kerja yang disahkan
dalam rapat paripurna DPR RI. Dalam informasi tersebut disampaikan, jumlah demonstran, lokasi demonstrasi, hingga
tuntutan demonstran.

Contoh berita media massa, VOA Indonesia


Judul: Puluhan Ribu Orang Demo Tolak UU Cipta Kerja
(https://www.voaindonesia.com/a/puluhan-ribu-orang-demo-tolak-uu-cipta-kerja/5613938.html)

2. Pers sebagai sarana edukasi (pendidikan)


Fungsi pers juga dalam rangka mendidik masyarakat menjadi masyarakat yang lebih berbudaya dan beradab.
Informasi apapun yang disampaikan oleh pers tentunya haruslah dalam rangka mendidik (to educate). Fungsi
idealisme pers harus lebih tinggi, dalam mengemban tanggungjawab sosialnya sebagai lembaga pendidik yang
mencerahkan masyarakat.

Dalam kasus Omnibus Law, media massa menyampaikan informasi kepada masyarakat tentang bahwa Omnibus Law
resmi menjadi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 setelah disahkan oleh DPR RI. Kemudian catatan fraksi partai
terhadap UU Omnibus Law. Perjalanan Omnibus Law dari awal hingga disahkan serta pro kontra terhadap UU
Omnibus Law tersebut. Sehingga masyarakat akan mengerti perjalanan UU Omnibus Law dari awal hingga disahkan,
kemudian terjadi aksi penolakan.

Contoh berita, Liputan6.com


Judul: Resmi Jadi UU, Berikut Perjalanan Omnibus Law Cipta Kerja yang Penuh Pro Kontra
(https://www.liputan6.com/news/read/4398446/resmi-jadi-uu-berikut-perjalanan-omnibus-law-cipta-kerja-yang-
penuh-pro-kontra)

3. Pers sebagai sarana koreksi


Pers juga dikenal sebagai membawakan aspirasi masyarakat menjaga berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat.
Sehingga sering juga disebut, sebagai pilar keempat demokrasi, sebagai bentuk pengawasan dan kontrol terhadap
lembaga-lembaga kekuasaan yang ada, agar lembaga kekuasaan yang ada tetap berjalan menurut garis yang
ditetapkan dalam konstitusi sebagai penyelenggara kekuasan untuk kepentingan rakyat, bukan lembaga yang korup
dan menjadi kekuasan absolut.

Dalam kasus Omnibus Law, media massa juga melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran. Ketika pemerintah
dan DPR mengesahkan UU Omnibus Law hingga tuai aksi penolakan, terus diberitakan media massa. Kemudian pihak-
pihak yang berkompeten menyampaikan pendapatnya tentang Omnibus Law di media massa, baik itu pto dan kontra
sehingga pengambil kebijakan yakni pemerintah bisa mengkoreksi bila terjadi kesalahan. Atas berita tersebut,
merupakan kontrol terhadap kebijakan pemerintah, sehingga diketahui memang ada kesalahan setelah pihak-pihak
yang keberatan melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kemudian pihak-pihak yang berkompeten
menyampaikan pendapatnya tentang Omnibus Law di media massa, baik itu pihak yang pro dan kontra sehingga
pengambil kebijakan yakni pemerintah bisa mengkoreksi bila terjadi kesalahan.

Contoh berita, antaranews.com


Judul: Problematik pemerintah dan DPR selesaikan perbaikan UU Cipta Kerja
(https://www.antaranews.com/berita/2567293/problematik-pemerintah-dan-dpr-selesaikan-perbaikan-uu-cipta-
kerja)

4. Pers sebagai mediasi


Pers memiliki peran mediasi atau penghubung antara realitas sosial yang objektif dengan pengalaman-pengalaman
pribadi khalayak. Pers menjadi penghubung antara satu peristiwa dengan peristiwa yang lain, orang yang satu dengan
peristiwa yang lain, atau orang yang satu dengan yang lain pada saat yang sama sehingga khalayak dapat memahami
secara keseluruhan terhadap kejadian-kejadian tertentu yang diberitakan. Dengan peran mediasi ini, pers dapat
meluaskan pendangan khalayak dan memungkin khalayak untuk mampu memahami tentang apa yang terjadi di
sekitarnya.

Dalam kasus Omnibus Law, media massa bisa menjadi saluran penghubung berbagai institusi yang berbeda,
pemerintah dengan masyarakatnya, media menyampaikan informasi untuk membentuk persepsi terhadap kelompok
atau pemerintah. Seperti misalkan Presiden Joko Widodo menyampaikan manfaat dari UU Omnibus Law di media
massa. Kemudian disatu sisi lainnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, juga
menyampaikan ada 12 poin keberatan terhadap UU Omnibus Law. Ruang ini, merupakan sebagai mediasi para pihak-
pihak yang bersangkutan menyampaikan pendapatnya.

Contoh berita:
- Omnibus law: Jokowi persilakan penolak UU Cipta Kerja gugat ke MK, setelah demonstrasi besar di berbagai kota
(https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-54410069)
- Presiden KSPI Said Iqbal Jelaskan 12 Poin UU Cipta Kerja yang Ditolak Buruh
(https://news.detik.com/berita/d-5206615/presiden-kspi-said-iqbal-jelaskan-12-poin-uu-cipta-kerja-yang-ditolak-
buruh)

5. Pers sebagai sarana rekreasi/hiburan


Pers juga mempunyai fungsi menghibur yang memainkan fungsi rekreatif bagi khalayaknya. Dalam pers sering
terdapat karikatur-larikatur yang lucu, cerita pendek atau cerita bersambung, teka-teki silang, ataupun anekdot-
anekdot lain yang terdapat dalam masyarakat. Tentu ini bisa menjadi saran yang menghibur, menyelingi berita-berita
lain yang mungkin terkesan berat atau serius.

Sedangkan untuk dalam kasus Omnibus Law ini, program acara Talk Show di stasiun televisi menurut saya juga masuk
sarana hiburan selain terdapat sarana edukasi dalam tayangannya. Sehingga apa yang disajikan media televisi dalam
program Talk Show tentang penolakan UU Omnibus Law dan memberikan hiburan yang edukatif kepada masyarakat.

Contohnya pada program acara Talk Show "Rosi" di Kompas TV. Dalam Talk Show tersebut, menghadirkan sejumlah
narasumber dari dua pihak yang pro dan kontra terhadap Undang-Undang Omnibus Law.

SOAL Media di Indonesia perlahan mulai berubah bentuk dari semula berbentuk fisik kearah digitalisasi.
Penggabungan bentuk dan fungsi ini dinamakan konvergensi media. Mengapa banyak media melakukan konvergensi?
Bagaimana dampak konvergensi pada industri media secara umum?

JAWABAN :
Banyaknya media melakukan konvergensi, dikarenakan selain perkembangan teknologi dengan hadirnya internet,
juga merubah pola kebutuhan publik akan infromasi. Media massa yang selama ini menjadi media utama dalam
penyebaran informasi dan penyampai pesan-pesan periklanan dituntut keniscayaannya untuk melakukan konvergensi
dengan media lain. Konvergensi media merupakan hal yang tak terelakkan untuk menjamin eksistensi dari masing-
masing media yang ada dan dalam kerangka memenuhi aspirasi pengguna media yang semakin berkembang.

Konvergensi media adalah kerja bersama ketika media massa tradisional seperti media cetak radio, televisi, dan
film bersinergi, berkolaborasi, dikombinasikan dengan teknologi baru separti televisi kabel, internet, mobile phone,
dan data base. Dengan konvergensi media ini maka selain fungsi pelayanan sebagai penyampai informasi menjadi
semakin compactible dan komprehensif, distribusi informasinya juga semakin cepat dan semakin luas menjangkau
seluruh segmen publik.
Menjamurnya media online atau portal berita dari sejumlah penerbitan surat kabar ataupun siaran televisi yang
dapat diakses melalui media virtual, ataupun penggunaan pola-pola liputan pada media virtual yang diterapkan oleh
media televisi dalam meng“update” berbagai informasi yang ditayangkan, menunjukkan bahwa konvergensi media
menjadi pilihan cerdas dalam menyikapi hadirnya media baru dan dalam memperluas kanal atau jalur lalu lintas
informasi kepada publik. Konvergensi media bukan saja memperkaya informasi yang disajikan, melainkan juga
memberi pilihan kepada khalayak untuk memilih informasi yang sesuai dengan selera mereka.

Menurut, Preston: 2001, konvergensi media memberikan kesempatan baru yang radikal dalam penanganan,
penyediaan, penyebaran dan pemrosesan seluruh bentuk informasi, baik yang bersifat visual, audio, data, dan
sebagainya.

Selain itu, hadirnya internet sebagai media baru tidak seharusnya disikapi secara "vis a vis” sebagai pesaing yang
mengancam eksistensi media massa konvensional dalam mendapatkan kue iklan. Setiap media memiliki keunggulan
dan kelemahannya, dan memiliki responsibility dan accountabilitpy masing-masing dalam kaitannya dengan digital
divide atau kesenjangan antara yang memiliki akses dan kontrol kepada teknologi baru dengan mereka yang tidak
memilikinya (Norris, 2001).

Meski diyakini tidak akan ada satu pun jenis media yang akan membunuh jenis media lainnya karena masing
masing memiliki karakter berbeda, menjadikan masing masing media ketat dengan karakternya justru akan
mengurangi kemampuan media itu dalam memberikan pelayanannya kepada publik. Publik akan lebih memilih media
yang lebih aspiratif terhadap kepentingan dirinya, baik dari segi isi informasi maupun kemudahan dan keleluasaan
dalam menggunakan atau mengaksesnya.

Sebagaimana dikemukakan oleh M. Gunawan Alif (2008), tantangan media dan periklanan yang didorong oleh
perkembangan cepat teknologi komunikasi dan informasi adalah pada konvergensi media. Media baru telah
menyebabkan terjadinya perubahan pada media habit dan pola konsumsi media masyarakat. Kondisi ini mendorong
sejumlah industri media seperti industri penerbitan melakukan investasi untuk mendidik pembaca agar masih mau
membaca penerbitan mereka. Melalui konvergensi, kedalaman isi surat kabar, drama televisi, dan kekuatan (data)
dari internet, dapat dipadukan menjadi satu.

Dampak konvergensi media ini akan meningkatkan kompetisi antarmedia, berbagai perusahaan media berlomba
dalam mengabarkan pemberitaannya. Mulai dari mengutamakan kecepatan hingga diferensiasi konten. Seperti
contohnya, Media Massa Kompas yang awalnya menerbtikan edisi cetak yakni Koran. Namun saat ini Kompas
memiliki edisi digitalnya, Kompas.com serta Kompas TV yang juga ditayangkan di Media Sosial 'Youtube".

Sumber :
Putra, I. Gusti Ngurah. Widodo A.S. 2020. Sistem Komunikasi Indonesia. Banten: Universitas Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai