Anda di halaman 1dari 7

(Statment)

Gandeng 'Mitra Baru' Demi Genjot Ekspor, RI Bisa Manfaatkan Teknologi


akarta - Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani
mengatakan, Indonesia perlu perlu menggandeng mitra ekspor baru alias non tradisional untuk
menggenjot kinerja ekspor.

Dia bilang, sebenarnya pemerintah sendiri telah membuka pasar melalui perjanjian-perjanjian
dagang baru.

"Market sendiri sudah mulai banyak perjanjian dagang itu untuk membuka akses market baru.
Walaupun kita punya tradisional market, kita juga mau buka non tradisional market. Makanya
kita masuk pasar Afrika, Amerika Selatan," ujarnya kepada detikcom, Minggu (27/10/2019).

Dengan terjalinnya kerja sama dengan negara-negara baru, diharapkan Indonesia memiliki
akses ekspor yang lebih luas. sehingga, volume dan nilai ekspornya juga bisa meningkat di
tengah perlambatan ekonomi global.

"Kita lihat situasi saat ini terjadi penurunan ekonomi global, kalau dilihat negara kita, ekspor
market kita ada penurunan karena ekonomi turun," katanya

Baca juga: Jadi Wamendag, Jerry Sambuaga Dapat Tugas Ini dari Jokowi

Di lain pihak, terbukanya tujuan ekspor baru juga harus diimbangi dengan peningkatan akses
informasi terkait ekspor itu sendiri.

Direktur Utama Electronic Data Interchange Indonesia (EDII), E Helmi Wantono mengatakan,
tiap negara tentu memiliki kebijakan ekspor dan impor tersendiri yang tak banyak diketahui.
Melihat fakta itu, pelaku usaha juga perlu diberikan akses informasi terhadap ragam kebijakan
itu agar ekspor oleh pengusaha lebih mudah dilakukan.

"Setiap negara di dunia memiliki syarat dan ketentuan yang berbeda dalam kegiatan ekspor
impor, sehingga dengan adanya database perdagangan ini akan memberikan dampak
penghematan yang maksimal pagi eksportir dan importir," tuturnya.

Dalam kaitannya dengan akses informasi kebijakan ekspor negara tujuan, pengusaha di RI
sebenarnya bisa memanfaatkan perkembangan teknologi.

Helmi mengatakan, EDII bekerja sama dengan eCommerce asal Singapura, Global eTrade
Services (GeTS), melakukan inovasi dengan menambahkan fitur CALISTA Intelligent Agent (IA)
untuk melengkapi layanan Trade2Gov.

"Dengan penambahan fitur ini, aplikasi Trade2Gov semakin memudahkan para Pelaku Usaha
untuk menentukan langkah-langkah strategis dalam menjalankan kegiatan ekspor-impor karena
aplikasi ini telah dilengkapi fitur data intelijen yang diperlukan mencakup kepatuhan
perdagangan, dan analisis risiko pengiriman kargo untuk komunitas perdagangan, karena
memiliki data perdagangan 40 negara di seluruh dunia," ujar Helmi.

Baca juga: Seabrek PR Kabinet Ekonomi Jokowi dari Pengusaha

Sementara hal senada juga diungkapkan CEO GeTS, Chong Kok Keong bahwa dengan fitur ini,
Pengguna Jasa dapat memanfaatkan kecerdasan buatan dalam aplikasi ini untuk menyusun
dan menganalisis data secara real-time yang bermuara pada penyusunan strategi perdagangan
yang ideal.

"Bisnis dapat beradaptasi dengan lanskap geopolitik yang bergeser atau faktor lingkungan
lainnya saat melakukan perdagangan. CALISTA IA memudahkan perdagangan dengan strategi
paling tepat untuk membantu kegiatan bisnis dalam memaksimalkan efisiensi dan akurasi,
sehingga memudahkan kegiatan operasional bisnis dalam hal aksesibilitas dan dapat prediksi,"
pungkasnya.

Rancangan Perjanjian Dagang Indonesia-Mozambik Segera Diteken

Artikel ini telah tayang di Katadata.co.id dengan judul "Rancangan Perjanjian Dagang


Indonesia-Mozambik Segera Diteken" , https://katadata.co.id/berita/2019/08/21/rancangan-
perjanjian-dagang-indonesia-mozambik-segera-diteken
Penulis: Rizky Alika
Editor: Ekarina

Indonesia dan Mozambik siap meneken perjanjian dagang terbatas (Preferential Trade


Agreement/PTA) dalam waktu dekat. Kerja sama dengan Mozambik dinilai bisa menjadi salah
satu pintu masuk produk Indonesia ke kawasan Afrika lain.  Menteri Perdagangan Enggartiasto
Lukita mengatakan, PTA  tersebut merupakan perundingan pertama yang diselesaikan di
kawasan Afrika. "Negosiasinya relatif cepat karena baru diluncurkan April 2018. Kini telah
selesai (dirundingkan)," kata dia dalam siaran pers, Rabu (21/8).

Pernyataan itu diungkap Enggar di sela Indonesia-Africa Infrastructure Dialogue (IAID) di Nusa
Dua, Bali yang juga dihadiri Duta Besar Indonesia di Mozambik Tito Dos Santos Baptista dan
Duta Besar Mozambik di Indonesia, Belmiro Jose Malate.

Enggar menambahkan, perundingan perjanjian dagang Indonesia Mozambik merupakan tindak


lanjut instruksi Presiden Joko Widodo untuk meningkatkan akses ke pasar nontradisional. Ini
dimaksudkan untuk mendorong ekspor di tengah kecamuk perang dagang. Mozambik dianggap
sebagai pasar potensial karena memiliki pelabuhan laut dan zona perdagangan bebas. Dengan
begitu, kawasan ini bisa menjadi hub atau penghubung  masuknya produk Indonesia ke
kawasan Afrika bagian Selatan. Namun, perjanjian dagang Indonesia-Mozambik hanya terbatas
pada perdagangan barang yang mencakup produk prioritas serta produk unggulan kedua
negara. Kerja sama ini diharapkan dapat memberikan dampak perekonomian yang cepat serta
meningkatkan perdagangan kedua negara.
Enggar pun menilai, PTA tersebut berpotensi meningkatkan surplus neraca perdagangan
Indonesia-Mozambik. Karena, Indonesia akan memberikan tarif preferensi terhadap sekitar 200
pos tarif kepada Mozambik mencakup kapas, tembakau, produk perikanan, sayur-sayuran, dan
kacang-kacangan. Sebaliknya, Mozambik juga memberikan tarif preferensi sekitar 200 pos tarif
kepada produk perikanan, buah-buahan, minyak kelapa sawit, margarin, sabun, karet, produk
kertas, alas kaki, serta produk tekstil Indonesia. Dengan demikian, produk Indonesia dinilai
akan lebih kompetitif dibandingkan produk negara lain di pasar Mozambik. Di samping itu,
importir Indonesia dapat mengimpor bahan baku dengan harga yang lebih murah untuk
kemudian diekspor.

Mozambik merupakan negara tujuan ekspor ke-17 dan sumber impor ke-18 bagi Indonesia di
benua Afrika. Total perdagangan Indonesia-Mozambik pada 2018 sebesar US$ 91,88 juta.
Kemendag mencatat, ekspor Indonesia ke Mozambik pada tahun lalu sebesar US$ 61,4 juta
dengan impor sebesar US$ 30,5 juta.
Dengan demikian, Indonesia surplus US$ 30,9 juta. Produk ekspor utama Indonesia ke
Mozambik pada tahun lalu di antaranya mencakup minyak kelapa sawit dan turunannya (US$
27,3 juta), sabun (US$ 9,8 juta), dan industrial monocarboxylic fatty acids (US$ 7,9 juta).
Kemudian, organic surface-active agents (US$ 3,3 juta), kertas dan karton (US$ 2,8 juta),
karung dan tas (US$ 1,5 juta), margarin (US$ 1,5 juta), dan semen portland (US$ 1,1 juta).
Sedangkan, produk impor utama Indonesia dari Mozambik adalah kacang tanah (US$ 22,6
juta), tembakau tidak diolah (US$ 4,1 juta), dan kapas (US$ 2,8 juta). Kemudian, bijih mangan
dan konsentrat (US$ 417 ribu), besi paduan (US$ 246 ribu), dan kacang polong kering (US$
197 ribu).

Suasana kegiatan ekspor impor di kawasan Tanjung Priok,  Jakarta Utara (28/6). Tiongkok
tetap merupakan negara tujuan ekspor utama dan terbesar Indonesia dengan nilai US$ 9,55
miliar atau 15,13% dari total ekspor. Jumlah ini diikuti AS dengan nilai US$ 7,25 miliar atau
11,49%, dan Jepang dengan nilai US$ 5,67 miliar atau 8,98%. \

Pemerintah Diminta Genjot Ekspor ke Negara Nontradisional


Negara-negara di Afrika bisa menjadi pasar ekspor yang potensial bagi produk
Indonesia.
Selasa, 28 Mei 2019 | 10:45 WIB
Rizky Alika

Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta mengatakan,
pemerintah perlu mendorong ekspor ke pasar nontradisional. Menurutnya, Indonesia masih
memiliki negara tujuan ekspor yang potensial, seperti Tanzania, Kenya, Mesir, Afrika Selatan,
dan Nigeria.

"Pemerintah harus fokus membuka pasar ekspor baru. Negara Afrika bisa menjadi potensi
ekspor Indonesia," kata dia di Hotel Pullman, Jakarta, Senin (28/5).
Berdasarkan data Bank Dunia dan United Nation (UN) Comtrade, Tanzania memiliki potensi
pasar yang besar berdasarkan populasi penduduknya, yaitu sebanyak 57,3 juta jiwa.
Sementara, kontribusi ekspor Indonesia ke Tanzania saat ini baru 0,15%. Adapun komoditas
utama ekspor Indonesia ke Tanzania meliputi minyak kelapa sawit dan turunannya sebesar
77,7%.

Selain itu, Kenya memiliki potensi pasar sebesar 49,7 juta jiwa, namun kontribusi ekspor
Indonesia masih 0,17%. Komoditas utama yang dapat diekspor ke sana meliputi minyak kelapa
sawit dan turunannya sebesar 65,2%.

Kemudian, potensi pasar Nigeria mencapai 190,9 juta jiwa. Namun, kontribusi ekspor Indonesia
baru sebesar 0,23%. Komoditas utama ekspor ke Nigeria terdiri dari kertas ddan kertas karton
sebesar 23,6%.

(Baca: Di Balik Membesarnya Defisit Neraca Dagang Indonesia)

Di luar negara tersebut, Arif juga menyebutkan ada potensi ekspor yang besar ke India dan
Tiongkok untuk produk nonmigas. Bila pemerintah dapat bersinergi dalam mengembangkan
pasar ekspor, Arif menilai pertumbuhan ekspor sebesar 7% per tahun dapat tercapai.

Hal ini juga harus diiringi dengan diversifikasi produk ekspor Indonesia. Salah satu contohnya,
diversifikasi produk seperti sereal, garam dan sulfur, kimia anorganik, minyak atsiri dan
resinoid, wewangian, kosmetik atau toilet, serta alas kaki.

Berdasarkan data UN Comtrade 2018, ekspor sereal baru berkontribusi sebesar 0,04%
terhadap total ekspor, sementara pertumbuhan secara tahunannya mencapai 1.624% (year on
year/yoy). Kemudian, sumbangan ekspor garam dan sulfur mencapai 0,18% terhadap ekspor
nasional dengan pertumbuhan 53% (yoy).

Begitu juga ekspor kimia anorganik baru menyumbang 0,63% terhadap ekspor nasional dengan
pertumbuhan sebesar 39,5% secara tahunan. Lalu, ekspor minyak atsiri dan resinoid, wewangian,
kosmetik atau toilet memberikan andil terhadap ekspor nasional sebesar 0,43% dengan
pertumbuhan 8,8% dibandingkan 2017 lalu.

Selain itu, peningkatan nilai tambah produk ekspor juga menjadi penting. "Apakah mau terus ekspor
sawit dan kernel palm oil? Atau diolah menjadi oleochemical?" ujarnya.

(Baca: Indonesia Gandeng Argentina Demi Tekan Defisit Neraca Dagang)

Strategi lainnya, komoditas ekspor unggulan dearah dapat terus didorong. Sebab, masih banyak
produk komoditas daerah yang belum dikelola dan masih diekspor dalam bentuk mentah. KEIN
menyebutkan, potensi ekspor yang dapat dikembangkan seperti kopi dan teh rempah dari Aceh.
Selain itu, ada pula lemak dan minyak hewan/nabati dari Kalimantan Tengah serta bijih tembaga
dan konsentrat dari Papua.
Di sisi lain, peran ekonomi digital juga menjadi penting untuk meningkatkan ekspor. Ini dapat
dilakukan dengan memanfaatkan ekonomi digital pada lima sektor terbesar, yaitu makanan dan
minuman, tekstil dan busana, otomotif, elektronik, dan produk kimia.

Sementara Anggota KEIN Hendri Saparini mengatakan peningkatan ekspor bisa dilakukan dengan
menguatkan ekonomi politik. Sebab, ekspor menuju mitra dagang utama, Tiongkok dan Amerika
Serikat (AS) menjadi terbatas lantaran adanya perang dagang.

"Kalau mau dorong ekspor, political economy harus dijalankan. Cari pasar baru yang bisa serap
ekspor," ujarnya

Untuk kontra
Hambatan Dagang Berpotensi Mengancam Ekspor Industri Pulp dan Kertas Penulis: Michael
Reily Editor: Ekarina 25/1/2019, 05.00 WIB

Artikel ini telah tayang di Katadata.co.id dengan judul "Hambatan Dagang Berpotensi


Mengancam Ekspor Industri Pulp dan
Kertas" , https://katadata.co.id/berita/2019/01/25/hambatan-dagang-berpotensi-mengancam-
ekspor-industri-pulp-dan-kertas
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina

Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) menyatakan hambatan perdagangan internasional
berpotensi mengancam ekspor produk pulp dan kertas Indonesia. Penyebabnya, hambatan
dagang seperti penerapan trade remedies, tarif bea masuk yang tinggi, serta hambatan nontarif
semakin meningkat di dunia.

Terlebih, persaingan perdagangan global semakin ketat, menyusul semakin banyaknya mitra
dagang tradisional maupun non tradisional yang menerapkan praktik proteksionisme. Tercatat,
ada 37 kasus pengenaan tuduhan dumping, 6 kasus tuduhan subsidi, serta 8 kasus tuduhan
safeguards pada periode 1995 hingga 2017.
Menurutnya, salah satu negara yang kerap melakukan tuduhan dumping dan subsidi yakni
Amerika Serikat (AS), Pakistan, India, Australia, serta Korea Selatan. Tuduhan itu pun
berpotensi menghambat perdagangan hingga tahun lamanya. Sementara itu, hambatan tarif
untuk negara tradisional juga masih tinggi, terutama target wilayah pasar potensial seperti
Afrika.
Selain itu, ada pula hambatan nontarif lain seperti peraturan China National Tobacco
Corporation (CTNC) di Tiongkok serta sertifikat Forest Stewardship Council (FSC) di Uni Eropa.
Sentimen negatif  juga kerap menjadi alasan dikenannya hambatan nontarif terhadpa produk
pulp kertas Indonesia. "Opini terhadap produk Indonesia semakin banyak lewat kampanye
negatif terkait kelestarian lingkungan," ujarnya.

Padahal bahan baku untuk pulp dan kertas Indonesia memiliki kelebihan, selain karena jenisnya
beragam,  waktu tanamnya pun lebih singkat yaitu hanya sekitar 5 tahun, sehingga
produktivitasnya lebih besar. Sedangkan, bahan baku produk asing punya waktu tanam lebih
lama antara 20 tahun hingga 40 tahun.

Oleh karena itu, dia masih optimistis ekspor pulp dan kertas akan terus meningkat. Sepanjang
2018, nilai ekspor pulp dan kertas sebesar US$ 7,26 miliar, naik 15,15% daripada 2017 yang
hanya US$ 6,30 miliar.

Hal itu pula yang mengantarkan industri pulp dan kertas Indonesia pada posisi nomor satu di Asia
Tenggara. Sementara di tingkat dunia, industri pulp dan kertas masih  menempati posisi 10 besar.
Sehingga, dengan potensi industrinya yang besar, dia optimistis ada peningkatan ekspor sebesar 5% tahun
ini.  Apalagi, posisi Indonesia yang berada dekat dengan pasar Tiongkok dan India yang terkenal dengan
populasinya yang besar. Ditambah lagi konsumsi nasional juga besar. "Kami optimis karena kami punya
keunggulan kompetitif dan komparatif," katanya lagi.

Apalagi, posisi Indonesia yang berada dekat dengan pasar Tiongkok dan India yang terkenal
dengan populasinya yang besar. Ditambah lagi konsumsi nasional juga besar. "Kami optimis
karena kami punya keunggulan kompetitif dan komparatif," katanya lagi. Sementara itu, Menteri
Perdagangan Enggartiasto Lukita mengaku pemerintah tengah meningkatkan ekspor beberapa
komoditas unggulan, salah satunya pulp dan kertas.

Pemerintah pun sedang mengidentifikasi permasalahan penghambat ekspor dan


mencari solusi untuk mengatasi kendala, terutama untuk kayu sebagai bahan baku.
Enggar juga mengungkapkan pemerintah tengah mengejar target penyelesaian 12
perjanjian perdagangan internasional. Yang mana dalam perundingan tersebut, pulp
dan kertas adalah salah satu komoditas yang

diprioritaskan. https://economy.okezone.com/read/2019/05/21/320/2058519/mahalnya-
tiket-pesawat-jadi-kendala-ekspor-makanan-ri-ke-afrika

Mahalnya Tiket Pesawat Jadi Kendala Ekspor Makanan RI ke Afrika


JAKARTA - Produk makanan dan minuman asal Indonesia banyak diminati oleh
pasar Afrika. Namun, catatan Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia
(GAPMMI), produk makanan dan minuman (mamin) kita memiliki tantangan berat di
pasar Afrika.
Ketua Umum GAPMMI, Adhi Lukman, menerangkan selama ini ekspor produk
mamin Indonesia kerap terkendala tarif yang mahal.
Adhi menerangkan beberapa negara di Afrika, menerapkan tarif yang mahal sehingga
menghambat ekspor mamin Indonesia. Hal ini menjadi pekerjaan rumah yang harus
diselesaikan oleh pemerintah.
"Ini (tarif mahal) perlu kita selesaikan. Kendala saat ini tarif masih tinggi. Ditambah,
biaya transportasi di Afrika dan Amerika Selatan masih mahal. Ini menjadi tantangan
bagi eskpor produk kita," ujar Adhi dikutip dari Sindonews, Selasa (21/5/2019).
Adhi menambahkan, tarif mahal ini menjadi penyebab ekspor produk mamin
Indonesia kalah bersaing dengan negara tetangga, karena masih kurangnya dukungan
pemerintah dalam meningkatkan kerjasama perdagangan di Afrika.
"Kalau masalah tarif bisa kita atasi, kemungkinan besar semakin banyak permintaan
akan produk kita. Makanya kita harus melakukan banyak perjanjian kerjasama agar
produk kita mudah masuk kesana padahal permintaan di sana banyak," katanya.
(rhs)

Anda mungkin juga menyukai