Anda di halaman 1dari 5

Analisis Pendapatan Petani Padi di Kelurahan Toronipa Kecamatan Soropia

Kabupaten Konawe

Noprianto

Program Studi Perbankan Syariah, Institut Agama Islam Negeri Kendari

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendapatan petani padi di


Kelurahan Toronipa Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe. Populasi
dalam penelitian ini adalah sebanyak 300 orang dan jumlah sampel
dalam penelitian ini adalah sebanyak 10 persen atau sama dengan 30
petani padi yang ada di Kelurahan Toronipa.

Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan


dengan Observasi, Wawancara Angket dan Dokumentasi Sedangkan
untuk mengetahui pendapatan petani padi digunakan analisis R/C
Ratio. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah produksi
sebagian besar petani padi di Kelurahan Toronipa Kecamatan Soropia
berkisar antara 6.000 – 6.499Kg yaitu sebanyak 30 responden atau
23,33 persen, Dimana total penerimaan Rp20.887.500,00 dibandingkan
total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp5.062.433.33. Sehingga total
pendapatan petani padi sebesar Rp15.825.066.67 dan analisis R/C
menunjukkan bahwa usahatani padi yang ada di Kelurahan Toronipa
menguntungkan atau layak untuk di usahakan.

Kata kunci: Biaya, Pendapatan, Efesiensi Biaya R/C.

1
PENDAHULUAN

Indonesia merupakan Negara dengan keanekaragaman hayati yang sangat beragam,ditunjang


karena ketersediaan sumber daya lahan yang luas dan subur, serta iklim yang cocok untuk
kegiatan pertanian, memungkinkan Indonesia menjadi Negara agraris terbesar di dunia.
Salah satu komoditas tanaman pangan di Indonesia adalah padi yang hasil produksinya masih
menjadi bahan makanan pokok. Padi merupakan tanaman pertanian dan merupakan tanaman
utama dunia. Pertanian di Indonesia dapat dikatakan sebagai roda penggerak perekonomian
nasional.
Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting perananya dalam Perekonomian
disebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. Hal tersebut bisa kita lihat dengan
jelas dari peranan sektor pertanian di dalam menampung penduduk serta memberikan
kesempatan kerja kepada penduduk. Supriadiputra dan Setiawan (2005:25) menjelaskan
bahwa Indonesia sudah merintis usaha peningkatan produksi beras sejak Pelita I sampai saat
ini. Hasilnya cukup menggembirakan dengan tercapainya swasembada beras pada tahun
1984.

Peningkatan produksi beras Nasional cukup menggembirakan. Namun, apabila dilihat


secara menyeluruh hal itu belum meningkatkan pendapatan para petani. Pemilikan lahan
garapan per kapita yang relatif sempit menjadi alasannya. Salah satu jalan keluar yang dapat
ditempuh untuk dapat meningkatkan pendapatan petani, yaitu dengan merekayasa lahan
pertanian dengan teknologi yang tepat guna. Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu
dengan mengubah strategi pertanian dari sistem monokultur ke arah diversivikasi pertanian.

Lumintang (2013:47) menyatakan bahwa besar kecilnya pendapatan usahatani padi sawah
yang diterima oleh penduduk di Desa dipengaruhi oleh penerimaan biaya produksi.
Pembangunan pertanian perlu mendapat perhatian yang lebih baik, sekalipun prioritas pada
kebijaksanaan industrialisasi sudah dijatuhkan, namun sektor pertanian dapat memiliki
kemampuan untuk menghasilkan surplus. Hal ini terjadi bila produktifitas diperbesar
sehingga menghasillkan pendapatan petani yang lebih tinggi dan memungkinkan untuk
menabung dan mengakumulasikan modal.
Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam struktur pembanguan
perekonomian nasional. “Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia dapat
dilihat dari aspek kontribusinya terhadap BPD (Badan Perwakilan Desa), penyediaan
lapangan kerja, penyediaan penganekaragaman menumakan, kontribusinya untuk mengurangi
jumlah orang-orang miskin dipedesaan dan peranannya terhadap nilai devisa yang dihasilkan
dari ekspor” (Soekartawi, 2010).

2
Menurut laporan dari FAO (food and agriculture Organization) yang dipublikasikan
pada Juli 2015, sepuluh produsen beras terbesar di dunia ( jutaan tons).

Tabel 1 : Produsen Beras Dunia


No Negara Volume Produksi
1 China 206,5 ton
2 India 153,8 ton
3 Indonesia 70,8 ton
4 Bangladesh 52,4 ton
5 Vietnam 45 ton
6 Thailand 34,3 ton
7 Myanmar 28,9 ton
8 Filipina 18,9 ton
9 Brazil 12,1 ton
10 Jepang 10,5 ton
Sumber : FAO (food and agriculture Organization),2015

Indonesia adalah negara terbesar ketiga yang memproduksi beras terbanyak di dunia,
Indonesia masih tetap perlu mengimpor beras hampir setiap tahun (walau biasanya hanya
untuk menjaga tingkat cadangan beras). Situasi ini disebabkan karena para petani
menggunakan teknik-teknik pertanian yang tidak optimal ditambah dengan konsumsi per
kapita beras yang besar (oleh populasi yang besar).
Di Kecamatan Soropia khususnya pada Kelurahan Toronipa mengenai tanaman padi, hasil
produksi yang dicapai oleh petani contoh sangat bervariasi dan bila dikelompokkan, 53
persen responden mengaku hanya memproduksi kurang dari 50 kuintal gabah kering giling
per hektar, selebihnya mampu menghasilkan diatas 50 kuintal per hektar. Secara rata-rata
produktivitas tanaman padi tentunya dapat dikategorikan cukup rendah bila dibandingkan
dengan daerah penghasil beras lainnya. Lebih lanjut, relatif rendahnya produktivitas dilahan
pertanian baik langsung maupun tidak langsung tidak menunjang penerimaan keluarga dari
kegiatan pokok.

PENELITIAN TERDAHULU

Hasil penelitian Khanisa & Sudrajat (2013) yang berjudul Analisis Pendapatan
Petani Tembakau Di Desa Menggoro Kecamatan Tembarak Kabupaten Temanggung. Hasil
penelitian menunjukkan adanya perbedaan pendapatan pada setiap luas kelas lahan. Semakin
luas lahan pertanian tembakau yang diusahakan, maka pendapatannya juga semakin tinggi.
Faktor yang paling berpengaruh terhadap besarnya pendapatan petani tembakau adalah luas
lahan. Sumbangan pendapatan dari usahatani tembakau terhadap pendapatan total rumah
tangga petani sebesar 86,2%. Perbedaannya dari penelitian ini terletak pada lokasi penelitian

3
yaitu di daerah Jombang serta tidak diperluas menggunakan uji regresi linier berganda tetapi
lebih fokus kepada biaya produksi dan pendapatan petani.

Hasil penelitian terdahulu yang dapat dijadikan referensi untuk menunjang penelitian
ini. Maramba (2011) mengenai Analisis Pendapatan Usahatani Jeruk Manis pada Petani
Peserta Sekolah Lapang Good Agriculture Practise di Kecamatan Dau kabupaten Malang.
Hasil penelitian diperoleh bahwa besarnya produksi dan pendapatan petani yang mengikuti
anjuran Sekolah Lapang Good Practice (SL-GAP) lebih tinggi dibandingkan sebelum
mengikuti Sekolah Lapang Good Agriculture Practice (SL-GAP). Rata-rata produksi sebelum
adanya SL-GAP sebesar 2.966 Kg dengan harga jual Rp. 3.500/Kg dan sesudah adanya SL-
GAP sebesar 3.080 Kg dengan harga jual Rp. 4.000/Kg. Ratarata pendapatan sesudah SL-
GAP sebesar Rp. 5.342.498 lebih tinggi dari pada sebelum adanya SL-GAP sebesar Rp.
3.103.843. Nilai R/C ratio sebelum adanya SL-GAP sebesar 1,42 dan sesudah adanya SL-
GAP sebesar 1,76 maka dapat dinyatakan bahwa usahatani jeruk manis tersebut sudah efisien.
Perbedaannya dari penelitian ini terletak pada objek penelitian berupa komoditas tembakau di
daerah Jombang.
Penelitian mawati M.L (2013), menggunakan variabel tingkat produksi, pendapatan
bersih petani, biaya produksi, biaya variabel, harga produksi, R/C ratio dan titik impas
penjualan, dengan menggunakan metode deskriptif dan analisis usaha. Kesimpulannya bahwa
besar kecilnya pendapatan usahatani padi sawah yang diterima oleh penduduk didesa
dipengaruhi oleh penerimaan dan biaya produksi. Jika produksi dan harga jual padi sawah
semakin tinggi maka akan meningkatkan penerimaan. Apabila biaya produksi lebih tinggi
dari penerimaan maka akan menyebabkan kerugian usaha para petani.
Penelitian yang dilakukan oleh Phahlevi.R (2013), menggunakan metode analisis
deskriptif dan induktif. Jenis data yang digunakan adalah data primer dengan sampel yang
digunakan merupakan petani yang tergabung dalam gabungan kelompok tani di Padang
Panjang, variabel yang digunakan adalah tingkat pendapatan, harga jual padi sawah, biaya
usahatani dan jumlah produksi. Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Luas lahan, harga jual padi dan jumlah biaya usahatani berpengaruh signifikan terhadap
jumlah produksi.
2. Luas lahan, harga jual padi dan jumlah produksi berpengaruh signifikan terhadap
pendapatan petani.

Penelitian yang dilakukan Suprayitno (2013), menggunakan metode deskriptif


kuantitatif. Jenis data yang digunakan adalah data primer yang didapatkan langsung dari
lokasi penelitian di Desa Genjor, Kecamatan Sugihwaras, Kabupaten Bojonegoro.
Pengambilan sampel dengan menggunakan rumus slovin dengan tingkat toleransi yang
digunakan 10% jumlah sampel sebesar 49 orang, variabel yang digunakan adalah variabel
benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja dan hasil produksi. Hasil penelitian ini adalah seluruh
pengujian benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap
pendapatan petani cabai hanya hasil produksi saja yang berpengaruh signifikan.

4
LANDASAN TEORITIS
Menurut undang-undang nomor 19 tahun 2013 tentang perlindungan dan
pemberdayaan petani menyatakan petani adalah warga negara Indonesia perseorangan
dan/atau beserta keluarganya yang melakukan usaha tani di bidang tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan, dan a/atau peternakan. Petani adalah seseorang yang bergerak di
bidang pertanian utamanya dengan cara melakukan pengelolaan tanah dengan tujuan untuk
menumbuhkan dan memelihara tanaman seperti padi, bunga, buah dan lain-lain dengan
harapan untuk memperoleh hasil dari tanaman tersebut untuk digunakan sendiri ataupun
menjualnya keorang lain.
Petani dan anggota keluarganya yang lain menyediakan seluruh atau sebagian besar
tenaga kerja yang digunakan dalam usaha tani. Pada umumnya mereka tidak menerima upah
tunai (cash wage) secara langsung sehingga biaya atas penggunaanya sebagai faktor produksi
seringkali diabaikan. Kompensasi diterima secara tidak langsung melalui pengeluaran biaya
hidup keluarga. Kompensasi ini mungkin sangat bervariasi sejalan dengan variasi net income
dari tahun ke tahun (Haryanto, 2009).
Pendapatan
Menurut Soekartawi (1986) Pendapatan usahatani dibedakan atas pendapatan kotor
dan pendapatan bersih, pendapatan kotor petani didefinisikan sebagai nilai produk total
usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual.
Pendapatan kotor usahatani sendiri dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni
pendapatan kotor tunai dan pendapatan kotor tidak tunai. Pendapatan kotor tunai adalah nilai
uang yang diterima dari penjualan produk hasil usaha tani dan tidak mencangkup pinjaman
uang untuk keperluan usahatani yang berbentuk benda dan yang dikonsumsi. Adapun
pendapatan kotor tidak tunai adalah pendapatan bukan dalam bentuk uang, namun hasil panen
yang dikonsumsi, digunakan dalam usahatani lainnya untuk makanan atau disimpan dalam
gudang dan pembayaran dalam bentuk benda. Pendapatan bersih usahatani adalah selisih
antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Pendapatan bersih
usatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktorfaktor
produksi kerja, pengelolaan dan modal milik sediri atau pinjaman yang dinvestasikan
kedalam usahatani.
Menurut Arsyad, (2004) pendapatan sering digunakan sebagai indikator pembangunan
selain untuk membedakan tingkat kemajuan ekonomi antara negara maju dengan negara
sedang berkembang. Jhingan (2003) pendapatan adalah penghasilan berupa uang selama
periode tertentu. Maka dari itu, pendapatan dapat diartikan sebagai semua penghasilan atau
menyebabkan bertambahnya kemampuan seseorang, baik yang digunakan untuk konsumsi
maupun untuk tabungan. Dengan pendapatan tersebut digunakan untuk keperluan hidup dan
untuk mencapai kepuasan.

Anda mungkin juga menyukai