Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH SOSIOLOGI

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ROBATAL


UPACARA AROKAT MAKAM

Di Susun Oleh :
Fatimatus Zahroh

SMA NAZHATUT THULLAB


PONDOK PESANTREN NAZHATUT THULLAB
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah dengan judul “Kearifan Lokal Masyarakat Robatal Upacara
Arokat Makam” ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Penulis sangat
berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Prajjan , 21 Oktober 2021

Fatimatus Zahroh
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Kearifan Lokal
B. Arokat makam
BAB 3 : PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah Negara yang memiliki letak geografis yang sangat
luas, sehingga dari keluasan itu tersebut terdapat berbagai macam etnis dan
golongan yang menjadi penghuninya, namun meski demikian hal itulah
yang menjadikan Indonesia satu. Keanekaragamanlah yang melahirkan
perbedaan kebudayaan, keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia yang
berasal dari berbagai daerah.
Dua tokoh budaya Hefner dan Erni Budiwati berkata bahwa adat
mempunyai berbagai macam penggunaan regional, keanekaragaman adat
merupakan wujud atau sebuah simbol perbedaan sebagai salah satu sumber
identitas mereka. Sebuah pengakuan pembenaran masa yang telah lampau
dapat di aplikasikan dalam adat, karena adat merupakan pensahitan dari
kejadian yang menjadi kultur di masa lampau dimana waktu itu nenek
moyang menjadi konstruktor penegakan pranata yang di ikuti selamanya.
Adat seperti kecapatan virus men-infact hampir segala aspek kehidupan
komunitas yang dampaknya seluruh perilaku dari tiap individu sangat di
batasi dan di kodifikasi karena adat melahirkan budaya yang tak pernah
hilang sebagai wujud karya para leluhur.
Menurut koentjraningrat unsur - unsur religi adalah sebagai berikut :
1. Emosi keagamaan yang menyebabkan manusia bersikap religius.
2. Sistem keyakinan yang mengandung bayangan manusia dengan
tuhan, wujud dari alam gaib sebagai nilai norma. Ajaran dari religi
yang bersangkutan.
3. Sistem ritus dan upacara yang merupakan usaha manusia dalam
mencari hubungan dengan tuhan, dewa-dewa, atau makhluk halus
yang mendiami alam gaib.
4. Umat atau kesatuan sosial yang menganut sistem keyakinan dan
melaksanakan ritus dan upacara.
Masyarakat Madura di satu sisi merupakan masyarakat yang agamis
dengan menjadikan Islam sebagai Agama dan keyakinannya, hal ini
tercermin dalam ungkapan “abhantal syahadat, asapo’ iman, apajung Allah”,
yang menggambarkan bahwa orang Madura itu berjiwa Agama Islam.
Pembawaan berkeagamaan dan ketaatan pada agama, menyebabkan
mereka tunduk pasrah sepenuhnya pada se kobassah (yang maha kuasa).
Kepasrahan ini sesuai benar dengan peribahasa orang Madura yang secara
tegas menyatakan bahwa asepak sama’ basar (bersifat maha mendengar dan
maha melihat). Ja’issah alla ta’ ekenneng tendha (kekuasaan allah tak dapat
di tiru). Atas kepercayaan ini, orang Madura dalam menjalani hidupnya
akan selalu ikhlas sepenuhnya, serta manggu’ ka karsana allah (tunduk pada
kehendak allah). Untuk itu, orang Madura di tuntun dan di tuntut agar ta’
pegge’ lema bektona (tidak putus melaksanakan shalat wajib yang lima
waktu), serta rajin mendalami alqur’an sebab ngajih bandhanah akherat
(mengaji modal atau bekal untuk akhirat). Memang, menjadi keyakinan dan
pegangan hidup orang Madura bahwa pada hakikatnya kehidupan umat
manusia di tunjukan untuk mencapai kebahagian dunia dan akhirat.
Masjid, Makam dan sumur adalah fokus penting dalam prosesi
upacara pada masyarakat pesisir. Ketiganya menjadi tempat-tempat sakral
yang mesti menjadi tempat penting di dalam kehidupan masyarakat. Sebagai
medan budaya, ketiganya memiliki keunikan sendiri, yakni sebagai tempat
yang memiliki nuansa atau aura yang berbeda dengan profan atau duniawi.
Di sini masyarakat melakukan kegiatan ritual untuk memperoleh Barakah
(dalam Bahasa Arab) yang mengalami desimilasi menjadi berkah (dalam
Bahasa Jawa). Apapun namanya, yang jelas bahwa motif penyebab atau
because motive di antara mereka yang menyelenggarakan berbagai ritual
adalah keinginan yang kuat untuk memperoleh rahmat dan kebahagiaan.
Prosesi penyelenggaraan upacara di sebut sebagai selamatan, berasal dari
bahasa arab “Salama” yang mengalami desimilasi menjadi slamet, makna
hasil akhir dari rangkaian upacara adalah memperoleh keselamatan. Jadi,
baik proses maupun hasil akhir dari rangkaian upacara adalah memperoleh
keselamatan dan kebahagiaan. Oleh karena itu, motif tujuan dari rangkaian
kegiatan itu adalah keinginan yang kuat untuk memperoleh keselamatan.
Untuk memperoleh keselamatan tersebut, berbagai upacara di lakukan mulai
dari upacara lingkaran hidup, upacara kalenderikal, upacara tolak balak, dan
acara upacara-upacara hari penting. Upacara tersebut dapat di lakukan di
rumah atau di luar rumah. Upacara kalendrikal dan sebagian upacara
lingkaran hidup dilakukan di masjid. Sedangkan upacara tolak balak, bisa di
lakukan di rumah atau di sumur dan makam. Selain upacara-upacara ini,
upacara penting yang di lakukan secara berkelanjutan adalah upacara di
makam dan sumur. Bewgitu juga arokat makam yang merupakan salah satu
upacara yang berasal dari Desa Gunung Rancak, Kecamatan Robatal,
Kabupaten Sampang.
Arokat Makam merupakan upacara arokat yang di lakukan oleh
masyarakat Gunung Rancak dalam rangka berziarah ke makam, dengan
membaca do’a-doa agar masyarakat dan desanya terhindar dari segala
marabahaya atau musibah, dan supaya mendapatkan keselamatan dan
keberkahan.
Upacara Arokat Makam juga merupakan budaya masa lalu yang
mengandung makna dan eksistensinya kini masih di pertahankan di tengah
masyarakat yang mulai berfikiran modern, seperti masyarakat Desa Gunung
Rancak Kecamatan Robatal Kabupaten Sampang, yang memiliki 7.403 jiwa
tersebut 3 % nya adalah insan akademis, namun karena komunitas yang
masih erat di pertahankan akhirnya upacara Arokat Makam sampai saat ini
masih terlaksana, Arokat Makam sebenarnya di laksanakan setiap tanggal 1
Hijriyah namun, bisa juga di laksanakan secara mendadak itupun apabila di
butuhkan seperti warga desa terserang penyakit, kemarau panjang, dan hasil
panen tidak melimpah atau rusak
Kenyataan diatas sangatlah jelas bahwa tradisi sangatlah
berpengaruh terhadap kehidupan. Seperti halnya yang terjadi pada
masyarakat Desa Gunung Rancak Kecamatan Robatal Kabupaten Sampang,
upacara Arokat Makam yang termasuk bagian tradisi yang di laksanakan
oleh masyarakatnya, sampai pada saat ini masyarakat Desa Gunung Rancak
Kecamatan Robatal Kabupaten Sampang ini di kenal oleh masyarakat
sekitar dengan upacara “Arokat Makam”. Tidak ada yang mengetahui secara
pasti, sejak kapan dan mulai abad ke berapa Arokat Makam ini bermula,
upacara ini di lakukan dengan beberapa cara, di antaranya: masyarakat
mendatangi kuburan seorang bhuju’, yang ada Dusun Malenggur Desa
Gunung Rancak Kecamatan Robatal Kabupaten Sampang.
Arokat makam di Desa Gunung Rancak di lakukan rutin tiap
menyambut tahun Hijriyah di makam bhuju’ Midi yang merupakan
keturunan bhuju’ Angris keturunan bhuju’ Batu Ampar Pamekasan, karena
bhuju’ Midi adalah tokoh yang sangat kharismatik di waktu hidupnya.
Upacara Arokat Makam di lakukan mulai jam 09.00 pagi sampai selesai,
semuanya berawal dari persiapan penduduk yang membuat makanan mulai
dari jajanan pasar 7 (tujuh) macam, di antaranya: plotan etem, nasi pote
dalam bentuk tumpeng, yang di satukan di tengah tengah makam kemudian
di kelilingi oleh masyarakat yang berdo’a mengharap berkah yang
memimpin do’anya tidak sembarang orang, akan tetapi di pimpin oleh orang
yang sudah ahlinya. Karena bacaannya do’a pada umumnya, tapi memakai
Bahasa Jawa asli yang penelitipun tidak memahami artinya.
Bentuk dan cara upacara semacam itu tidak jarang mendapat
kritikan, dimana Masyarakat Gunung Rancak di tuntut untuk selalu
menggunakan rasio dan pengalaman-pengalaman orisinil, dengan tujuan
mereka dapat meninggalkan kebudayaan-kebudayaan nenek moyang mereka
yang di pandang sudah tidak pantas di lakukan di era modern ini oleh
sebagian pemuda di desa tersebut. Dengan semangat untuk tetap menjaga
tradisi leluhur, serta keyakinan mistis yang mereka pegang mungkin
menjadikan upacara Arokat Makam sampai sekarang tetap eksis.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana upacara Arokat Makam dalam konstruksi masyarakat
Gunung Rancak Kecamatan Robatal Kabupaten Sampang Madura ?
2. Bagaimana pandangan masyarakat sekitar terhadap upacara Arokat
Makam di Desa Gunung Rancak Kecamatan Robatal Kabupaten
Sampang?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui upacara Arokat Makam dalam kontruksi masyarakat
di Desa Gunung Rancak Kecamatan Robatal Kabupaten Sampang.
2. Untuk mengetahui pandangan masyarakat sekitar terhadap upacara
Arokat Makam di Desa Gunung Rancak Kecamatan Robatal Kabupaten
Sampang. khususnya bagi masyarakat yang ada di Desa Gunung Rancak
Kecamatan Robatal Kabupaten Sampang.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kearifan Lokal


1. Definisi
Ada beberapa definisi system kearifan local menurut beberapa ahli,
di antaranya ialah: Kearifan lokal merupakan pengetahuan lokal yang
sudah demikian menyatu dengan sistem kepercayaan, norma dan budaya
dan diekspresikan di dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam waktu
yang cukup lama ( Sunaryo dan Laxman (2003). Menurut Keraf (2002),
kearifan lokal atau kearifan tradisional yaitu semua bentuk keyakinan,
pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun
perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis.
Sistem kearifan lokal secara netral dan dinamik di kalangan dunia
barat biasanya disebut dengan istilah Indigenous Knowledge (Warren,
dalam Adimiharja, 2004). Konsep kearifan lokal atau kearifan tradisional
atau sistem pengetahuan lokal (indigenous knowledge system) adalah
pengetahuan yang khas milik suatu masyarakat atau budaya tertentu yang
telah berkembang lama sebagai hasil dari proses hubungan timbal-balik
antara masyarakat dengan lingkungannya (Marzali, dalam Mumfangati,
dkk., 2004). Jadi, konsep sistem kearifan lokal berakar dari sistem
pengetahuan dan pengelolaan lokal atau tradisional. Karena hubungan
yang dekat dengan lingkungan dan sumber daya alam, masyarakat lokal,
tradisional, atau asli, melalui “uji coba” telah mengembangkan
pemahaman terhadap sistem ekologi dimana mereka tinggal yang telah
dianggap mempertahankan sumber daya alam, serta meninggalkan
kegiatan-kegiatan yang dianggap merusak lingkungan (Mitchell, 2003).
Pengetahuan lokal ternyata bisa menjadi salah satu solusi
mengatasi dampak perubahan iklim disektor pertanian terutama dalam
mengatasi krisis pangan ditingkat komunitas.Sebuah penelitian terbaru
dari International Institute for Environment and Development (IIED)
mengungkapkan kearifan lokal yang diajarkan turun temurun telah
menuntun masyarakat tradisional yang terbelakang sekalipun mampu
bertahan menghadapi perubahan iklim.Praktek-praktek tradisional itu
disesuaikan dengan ketinggian tempat, jenis tanah, curah hujan dan
sebagainya yang kesemuanya mendukung keberlanjutan lingkungan. Para
petani telah terbiasa menggunakan tanaman lokal untuk mengendalikan
hama dengan cara memilih varietas tanaman yang mampu mentolerir
kondisi ekstrim seperti kekeringan dan banjir, menanam beragam
tanaman untuk menghadapi ketidakpastian di masa depan. Pemuliaan
varietas jenis baru secara lokal ini dilakukan berdasarkan ciri-ciri kualitas
yang melindungi keanekaragaman hayati.
Secara umum, kearifan lokal (dalam situs Departemen Sosial RI)
dianggap pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi
kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal
dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan
mereka.Dengan pengertian-pengertian tersebut, kearifan lokal bukan
sekedar nilai tradisi atau ciri lokalitas semata melainkan nilai tradisi yang
mempunyai daya-guna untuk untuk mewujudkan harapan atau nilai-nilai
kemapanan yang juga secara universal yang didamba-damba oleh
manusia.Dari definisi-definisi itu, kita dapat memahami bahwa kearifan
lokal adalah pengetahuan yang dikembangkan oleh para leluhur dalam
mensiasati lingkungan hidup sekitar mereka, menjadikan pengetahuan itu
sebagai bagian dari budaya dan memperkenalkan serta meneruskan itu
dari generasi ke generasi.Beberapa bentuk pengetahuan tradisional itu
muncul lewat cerita-cerita, legenda-legenda, nyanyian-nyanyian, ritual-
ritual, dan juga aturan atau hukum setempat.
Kearifan lokal menjadi penting dan bermanfaat hanya ketika
masyarakat lokal yang mewarisi sistem pengetahuan itu mau menerima
dan mengklaim hal itu sebagai bagian dari kehidupan mereka. Dengan
cara itulah, kearifan lokal dapat disebut sebagai jiwa dari budaya lokal.
2. Budaya
Kebudayaan adalah suatu fenomena universal. Setiap masyarakat
bangsa di dunia memiliki kebudayaan, meski bentuk dan coraknya
berbeda-beda dari masyarakat bangsa yang satu ke masyarakat bangsa
lainnya. Kebudayaan secara jelas menampakkan kesamaan kodrat
manusia dari berbagai suku, bangsa dan ras. Orang bisa mendefinisikan
manusia dengan caranya masing-masing, namun manusia sebagai
makhluk budaya merupakan suatu fakta historis yang tak terbantahkan
oleh siapapun juga. Sebagai cultural being, manusia adalah pencipta
kebudayaan.
Dari sisi etnis dan budaya daerah sejatinya menunjuk kepada
karaktreristik masing-masing keragaman bangsa Indonesia. Pada sisi
yang lain, karakteristik itu mengandung nilai-nilai luhur memiliki sumber
daya kearifan, di mana pada masa-masa lalu merupakan sumber nilai dan
inspirasi dalam strategi memenuhi kebutuhan hidup, mempertahankan
diri dan merajut kesejehteraan kehidupan mereka. Artinya masing-
masing etnis itu memiliki kearifan lokal sendiri, seperti etnis Lampung
yang dikenal terbuka menerima etnis lain sebagai saudara (adat muari,
angkon), etnis Batak juga terbuka, Jawa terkenal dengan tata-krama dan
perilaku yang lembut, etnis Madura dan Bugis memiliki harga diri yang
tinggi, dan etnis Cina terkenal dengan keuletannya dalam usaha.
Demikian juga etnis-etnis lain seperti, Minang, Aceh, Sunda, Toraja,
Sasak, Nias, juga memiliki budaya dan pedoman hidup masing yang khas
sesuai dengan keyakinan dan tuntutan hidup mereka dalam upaya
mencapai kesejehtaraan berasma. Beberapa nilai dan bentuk kearifan
lokal, termasuk hukum adat, nilai-nilai budaya dan kepercayaan yang ada
sebagian bahkan sangat relevan untuk diaplikasikan ke dalam proses
pembangunan kesejahteraan masyarakat.
3. Komponen Kebudayaan
Setiap manusiahidup tergolong dalam kelompok-kelompok
tertentu. Pembentkan kelompok-kelompok tersebut di latar belakangi
oleh kesamaan identitas diantara mereka. Adapun faktorfaktor kesamaan
yang mendorong pembentukan kebudayaan suatu kelompok di sebut
sebagai komponen kebudayaan. Ada beberapa komponen kebudayaan
yang terpenting antara lain:
a) Pandangan hidup, kosmologi dan ontologi.
Dalam setiap kebudayaan selalu ada pandangan hidup atgau
kosmologi serta antologi. Kalau di contohkan dalam setiap struktur
individu manusia, selalu terbentuk hirarki ontology yang mengakui
antara lain sebagai berikut:
 Adanya wujud tertinggi
 Bersifat supernatural
 Adanya norma yang mengatur masalah-masalah
 Adanya bentuk-bentuk tinggi rendahnya kehidupan
 Adanya obyek-obyek bahan manusia
 Ada lingkungan alam sebagai tempat manusia tinggal.
Persepsi manusia tentang adanya relasi individu dengan unsure-
unsur tersebut tersusun pada suatu hirarki berdasarkan atas
kepentingan terhadap unsure itu, yakni : kepercayaan, sikap, dan nilai.
Niulai unsure ini selalu dikenal dalam setiap uraian tentang ontology
kebudayaan.
b) Kepercayaan atau sistem ideology
Rokeach dalam Lili Weri, yang merupakan seorang psikologi
menjelaskan bahwa dalam sebuah kebudayaan ada kepercayaan.
Kepercayaan, sikap dan nilai berada dalam derajat hirarki tertentu
dalam kebudayaan.
B. Arokat Makam
1. Definisi
Upacara Arokat Makam merupakan salah satu bentuk ritual atau
upacara yang di lakukan atau di laksanakan oleh masyarakat dalam
rangka berziarah ke makam, dengan membaca do’a-doa agar masyarakat
dan desanya terhindar dari segala marabahaya atau musibah, dan supaya
mendapatkan keselamatan dan keberkahan. Secara sederhana barangkali
dapat di katakan bahwa upacara Arokat Makam merupakan sejenis
ibadah yang di jalankan dengan tradisitradisi adat masyarakat Desa
Gunung Rancak. Varian ini lebih mirip dengan kebanyakan ritualitas
yang ada di Pulau Jawa. Dalam ritual ini yang paling menonjol dan
sentral adalah do’a-do’a yang di panjatkan pada masyarakat mendatangi
kuburan. Mereka yang berdo’a ini adalah orang-orang yang beragama
islam. Do’a-do’a yang mereka baca, tata cara berdo’a, dan tempat
peribadatan atau praktik ibadah lain, merupakan ciri keislaman mereka.
Upacara Arokat Makam juga merupakan salah satu termasuk
bagian tradisi yang di laksanakan oleh masyarakatnya, sampai pada saat
ini masyarakat Desa Gunung Rancak Kecamatan Robatal Kabupaten
Sampang ini di kenal oleh masyarakat sekitar dengan upacara “Arokat
Makam”. Tidak ada yang mengetahui secara pasti, sejak kapan dan mulai
abad ke berapa upacara Arokat Makam ini bermula, ritual ini di lakukan
dengan beberapa cara, di antaranya: masyarakat mendatangi kuburan
seorang bhuju’, yang ada Dusun Malenggur Desa Gunung Rancak
Kecamatan Robatal Kabupaten Sampang.
Arokat Makam di Desa Gunung Rancak di lakukan rutin tiap
menyambut tahun Hijriyah di makam bhuju’ midi yang merupakan
keturunan bhuju’ angris keturunan bhuju’ Batu Ampar Pamekasan,
karena bhuju’ midi adalah tokoh yang sangat kharismatik di waktu
hidupnya. Upacara Arokat Makam di lakukan mulai jam 07.00 pagi
sampai jam 12 .00 siang, semuanya berawal dari persiapan penduduk
yang membuat makanan mulai dari jajanan pasar 7 (tujuh) macam, di
antaranya: plotan etem, plotan pote, yang di satukan di tengah tengah
makam kemudian di kelilingi oleh masyarakat yang berdo’a mengharap
keselamatan dan keberkahan yang memimpin do’anya tidak sembarang
orang, akan tetapi di pimpin oleh orang yang sudah ahlinya.
2. Simbol dan praktek
Sangat kompleksnya kebudayaan di Indonesia, naufal ramzi
membagi kebudayaan dalam tiga bagian terpenting,36 yaitu: pertama
kebudayaan – kebudayaan yang bercorak “spiritual magis” atau “religio
magis” dengan corak barang budaya yang penuh degan nilainilai magis,
mistis, kebatinan dan penuh pula dengan hal-hal yang tidak rasional.
Produk budaya islam seperti tasawuf atau mistik islam tak jarang
terlempar ke pabrik budaya yang satu ini untuk kemudian di olah
menurut coraknya, sehingga corak islamnya menjadi kabur. Yang paling
nyata dari hasil kebudayaan ini adalah kesenian-kesenian yang di hidupi
dengan mitos-mitos dan kerap kali lebih berpenampilan lokal.
Kedua, kebudayaan – kebudayaan corak “rasional sekuler” atau
materialisme sekuler. Pabrik yang kedua ini menghasilkan barangbarang
budaya yang merujuk pada pola hidup berhura-hura, kemewahan hambar
dan tak jarang konsumennya ialah konsumen utama kebudayaan
“spiritual magis”. Masyarakat yang tinggal di perkotaan secara umum
lebih mudah dipengaruhi corak rasional sekuler ini.
Ketiga, adalah agama yang termasuk di dalamnya Islam, walaupun
muncul perbedaan pendapat tentang pengaruh hasil-hasil kebudayaannya.
Berbeda dengan pabrik yang terdahulu, pabrik ketiga sebagai penghasil
barang-barang budaya yang mempunyai landasan barang kemasan yang
berbeda.
Baik simbol maupun praktek ritualitas yang di gunakan dalam
sistem kepercayaan tertentu di hasilkan melalui kesepakatan sosial.
Simbol merupakan ekspresi material yang melalui sistem kepercayaan
masyarakat. Bentuk dan makna simbol tidak pernah lahir secara natural
melainkan dikonstruksikan melalui kesepakatan antara anggota
masyarakat. Begitu juga halnya dengan ritualitas sebagai wujud
mendalami sistem kepercayaan yang di yakini masyarakat. Ritualitas
dihasilkan melalui kesepakatan anggota masyarakat untuk mengikat diri
pada nilai dan makna yang terkandung dalam ritualitas tersebut.
Dalam simbol maupun realitas, masyarakat mengungkapkan nilai-
nilai yang disepakati secara kolektif. Baik ritualitas maupun simbol yang
di gunakan biasanya memuat makna yang sangat kompleks dan kaya
menyangkut hal-hal yang imijinatif dan emosional.38 Misalnya, simbol
ritualitas yang di gunakan oleh masyarakat Desa Gunung Rancak
Kecamatan Robatal Kabupaten Sampang ketika mengadakan upacar
Arokat Makam. Simbol upacaranya yang di gunakan masyarakat dalam
upacara ini jajanan pasar dan kembang, yang di tempatkan di makam
bujhu’ Midi penembahan sebagai bentuk penghormatan.
3. Upacara Arokat Makam di Desa Gunung Rancak
Hasil wawancara dan observasi yang di lakukan oleh peneliti
Khusnul Khatimah 2011 lakukan di lapangan, dari hasil penelitian ini
telah di temukan beberapa temuan yang ada di lapangan, di antaranya
bahwa ada salah satu budaya di Desa Gunung Rancak ini, budaya ini
sampai sekarang masih di lestarikan. Yaitu budaya upacara Arokat
Makam, yang masyarakatnya sangat antusias mengikuti pelaksanaannya.
Arokat Makam merupakan upacara yang di lakukan oleh masyarakat
untuk mendapat keberkahan dan keselamatan desanya. Dalam pandangan
saya Arokat Makam itu bagus di laksanakan karena di dalamnya juga ada
unsur religinya, yang bernuansa islami. Dan ada juga sebagian remaja
yang kadang tidak percaya dengan upacara Arokat Makam tersebut, tapi
pada akhirnya juga dia akan ikut sendiri karena kesadarannya.
Penjelasan Kepala Desa Gunung Rancak H. Mawardi Upacara
Arokat Makam merupakan ritual yang di laksanakan oleh masyarakat
Gunung Rancak untuk mendapatkan keselamatan dan keberkahan. Dan
rangkaian upacara arokat makam itu juga berunsur religi yang di
dalamnya ada unsur-unsur do’a islami. Dan ada juga sebagian remaja
yang tidak percaya dengan upacara Arokat Makam. Mungkin karena dari
pola pikirnya yang tidak percaya dengan mistis.
a) Asal – Usul Upacara Arokat Makam
Lambe’ tegasnya dengan logat bahasa madura kentalnya yang
dalam bahasa Indonesia artinya ”dahulu kala” Arokat Makam bermula
dari nenek moyang yang kemudian di sebut buju’ , yang semasa
hidupnya memiliki pengaruh yang sangat luar biasa, serta memiliki
kharismatik dan di segani oleh seluruh kalangan beliau bernama buju’
Midi, yang merupakan keturunan buju’ Anggris di desa Robatal yang
memiliki silsilah keturunan buju’ batu Ampar Pamekasan.
Sedangkan menurut H. Mudali yang merupakan salah satu tokoh
adat, mengatakan bahwa pada zaman dahulu “di Desa Gunung Rancak
amatlah damai serta hasil alamnya melimpah ruah sehingga
masyarakat hidup damai dan sejahtera hal itu membuat masyarakat
bahagia, suasana kondusif amatlah sangat terasa, hal itu berlangsung
cukup lama, namun ternyata pada suatu ketika terjadi cobaan serta
musibah yang melanda Desa Gunung Rancak yakni terjadinya
serangan penyakit yang amat ganas yang menyerang sebagian
masyarakat dan tanpa di ketahui penyebab penyakit tersebut, penyakit
tersebut disebut oleh masyarakat terdahulu dengan istilah penyakit
“ta’on” entah bahasa medisnya apa, siapapun yang telah terinfeksi
penyakit tersebut akan mengalami kematian secara mendadak, tak
perduli orang dewasa maupun anak kecil, penyakit tersebut sangatlah
mengancam ketenangan masyarakat, Sehingga membuat masyarakat
menjadi sangat resah dan gelisah, oleh karena kegelisahan itu akhirnya
masyarakat bermusyawarah dan menghadap kepada buju’ Midi untuk
mencari solusi penyembuhan penyakit tersebut.
Selain penyakit ta’on masyarakat juga terkena penyakit kelera
yaitu sebuah penyakit yang menyerang ketahanan tubuh sehingga
tubuh akan kurus kering. Dan pada akhirnya tidak bisa terselamatkan.
Pada situasi seperti itu buju’ Midi bingung dan konsultasi kepada para
sesepuh termasuk buju’ Anggris, yang kemudian di situlah buju’ Midi
mendapatkan solusi karena buju’ midi di perintahkan oleh buju’
Anggris untuk melaksanakan Arokat terdahulu yang harus di
laksanakan di Desa Gunung Rancak, dengan niatan memohon kepada
Allah.
Setelah itu buju’ Midi memerintahkan kepada masyarakat untuk
berkumpul, untuk menyampaikan perintah tersebut, Setelah semua
masyarakat berkumpul akhirnya buju’ Midi menjelaskan kepada
halayak ramai yang hadir untuk menyiapkan segala sesuatu untuk
melaksanakan Arokat dan mempersiapkan seluruh persyaratan dan
tahapan yang ada. Kemudian buju’ Midi memberikan pengumuman
tersebut warga pulang ke rumah masing- masing, untuk mengambil
dan mempersiapkan Arokat dan membawa segala hasil panen yang
bisa di makan termasuk pisang,dan sebagian memasak.
Sebagian warga di tunjuk untuk menyiapakan perlengkapan
Arokat seperti :
 Nasi putih
 Plotan item / ketah hitam
 Bunga
 Serta jajan pasar.
 Kemenyan
 Buah-buahan hasil Alam.
 Jajan pasar waktu itu seadanya
Karena waktu itu belum ada jajan seperti roti, kerupuk dan lain-
lain, maklum belum ada alat canggih untuk pembutan jajanan pasar
seperti sekrang, Setelah itu masyarakat berbondong- bondong menuju
pemakaman dan berdo’a memohon kepada Allah untuk kesejahteraan
masyarakat dan terbebasnya segala musibah yang waktu itu
membelenggu Desa Gunung Rancak, dan dalam acara tersebut buju’
Midi sebagai Pemimpin doa.
Konon setelah acara itu, ternyata Allah mengabulkan dan
masyarakat menjadi tenang dan bahagia karena segala bentuk
penyakit yang dulunya menyerang tiba-tiba mulai tidak terasa lagi.
Dan lambat laun sirna, Dan akhirnya melihat kenyataan itu buju’
Midi bahagia dan bersyukut kepada Allah SWT serta menganjurkan
kepada masyarakat Gunung Rancak untuk melakukan upacara Arokat
Makam sebagai simbol syukur kepada Allah, karena hanya Allah dzat
yang maha pengasih dan penyayang kepada Makhluknya.
Sampai saat ini upacara Arokat Makam tersebut masih saja
dilakukan, dari waktu kewaktu tetap dilestarikan oleh warga Desa
Gunung Rancak. Dan sudah menjadi tradisi yang diagendakan setiap
tahun. Yang kemudian dilaksanakan pada setiap tanggal 11 assyura,
selain itu Juga dilakukan pada waktu tertentu tergantung situasi yang
ada, jika itu memang harus mengadakan upacara Arokat Makam
meskipun bukan Tanggal 11 upacara Arokat Makam itu akan
dilaksanakan Oleh masyarakat sekitar.
Disinilah yang menjadi keunikan tersendiri bagi peneliti, karena
melihat do’a yang masih memakai Bahasa Jawa Tulen, yang masih
kental dan identik dengan Wali Songo, sehingga sebagaimana yang
telah disinggung didepan sebagian masyarakat meyakini bahwa
Upacara Arokat Makam Memang awal mulanya merupakan
Peninggalan Wali Songo Yang telah menyiarkan Agama islam di
penjuru Nusantara tak terkecuali di Pulau Madura. Hal itu dapat
dibuktikan dengan adanya doa-doa tersebut.
b) Pelaksanaan Upacara Arokat Makam
Upacara adat di Pimpin oleh beberapa orang berdasarkan
asalusul leluhurnya. Mereka memimpin bersama-sama, tidak ada yang
mendominasi, tidak ada yang berkuasa mutlak. Tiap keputusan
merupakan hasil keputusan musyawarah dengan tokoh lainnya. Tokoh
yang berasal dari keturunan buju’ yang mengesahkan hasil keputusan.
Para pemimpin itu di bantu oleh seorang penghulu yang sehari-hari
biasa di mintai do’a oleh masyarakat sekitar selain upacara Arokat
Makam.
Mereka juga di bantu oleh juru do’a yang terdiri dari beberapa
orang yang bertugas secara bergantian. Mulai dari pembacaan yasin,
pembacaan tahlil, dan terakhir pembacaan doa Pangrokat
Menurut ibu Surinten salah satu sesepu desa mengatakan
bahwa,“semimpin duweh jiah bing keturunannah jiah, se bedeh
katurunannah buju’ midi. Ben bedheh syarat se wejib bedheh e
lakonah Arokat Makam jiah se bedeh e disah gunung rancak.”50
Maksud pernyataan di atas adalah pemimpin do’a adalah keturunan
(Buju’ Midi). Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam
pelaksanaan upacara Arokat Makam yang diadakan di Desa Gunung
Rancak.
Adapun persyaratan Bagi Peserta upacara Arokat Makam ; 1)
Hubungan antara suami dalam rumah tangga mereka harus harmonis,
rukun lahir batin. 2) Wanita yang haid tidak di perkenankan mengikuti
upacara. 3) Biaya untuk pelaksanaan upacara arokat makam harus dari
hasil usaha yang halal dan di ridhoi allah, bukan di peroleh dari hasil
pinjaman.
c) Sesajen khusus yang di persiapkan untuk upacara Arokat Makam
Dalam pelaksanaan upacara Arokat Makam, ada juga sesajen
khusus yang harus dipersiapkan yaitu:
 Tompeng adalah Sebuah Masakan Nasi Putih yang amat
Tradisional yakni tebuat dari beras namun berbentuk Lonjong
di lapisi Daun Pisang dan didalamnya terdapat telor ayam dan
uang receh sebagai simbol pelengkap yang memang telah
turun temurun dilaksanakan oleh masyarakat Desa Gunung
Rancak
 Plotan Etem yakni masakan dari ketan yang berwarna agak ungu
kehitam-hitaman yang merupakan syarat mutlak dalam
pelaksanaan rokat karena sebagian warga meyakini bahwa
plotan etem sangat di senangi oleh arwah sesepuh.
Ada beberapa penjelasan yang amat menarik dari sesajen yang
harus dilaksankan dari upacara Arokat Makam sendiri, yakni terletak
pada sesajen Nasi yang terdiri dari dua warna Nasi Putih yang
terhidang dan Nasi hitam atau Plotan etem, kenapa keduanya harus
ada dalam setiap pelaksanaan rokat makam, ada makna yang
terkandung didalamnya yakni ;
 Warna putih, sebagai lambang kesucian yang diartikan sebagai
kodrat manusia waktu pertama dilahirkan kedunia yang dalam
keadaan suci
 Warna hitam, melambangkan bahwa didalam menapaki perjalan
hidup manusia pasti dipenuhi dengan berbagai macam cobaan
hidup yang apabila manusia tak kuat menghadapinya maka dia
akan terjerumus kedalam kehidapat yang tiada manfaat
terperdaya godaan hawa nafsu dan syetan yang menyesatkan.
 Jajanan pasar adalah jajanan yang mengandung tujuh macam
jajanan pasar yang terbuat dari hasil bumi sebagai simbol rasa
terima kasih terhadap hasil bumi yang ada, karena Arokat
Makam pada hakikatnya adalah Arokat Makam Yang
dilaksanakan di Makam Buju’ dengan harapan di Desa Gunung
Rancak dapat menjadi desa yang aman, tentram, sejahtera dan
terbebas dari segala musibah.
d) Tahapan Upacara Arokat Makam
Sebagaimana dalam pelaksanaan upacara Arokat pada
umumnya, didalam pelaksanaan Arokat Makam juga memiliki
tahapan porses yang harus dilakukan dalam pelaksaannya.
Pelaksanaannya dilaksanakan Jam 09.00 pagi,sampai selesai dah batas
acara pelaksanan Upacara Arokat Makam tidak menentu karena
memang tergantung terhadap situasi dan kondisi yang ada waktu
pelakasanaan.
Warga yang hadir dalam acara tersebut diharuskan memakai
pakaian islami yang sopan tidak ada ketentuan dalam pakaian,
sedangkan khusus wanita yang haid tidak boleh ikut dalam acara
tersebut, karena hal itu dianggap bisa menggagalkan ritual tersebut,
berdasarkan keyakinan masyarakat wanita yang haid dianggap tidak
suci sehingga tidak boleh bergabung atau mengikuti upacara Arokat
Makam. Selanjutnya yang hadir menyerahkan jajanan yang mereka
bawa, dan di tumpuk di area Komplek Pemakaman para Bengatoah
atau Buju’ di iringi pembakaran kemenyan dari dupa.
Dalam upacara Arokat Makam tahapannya adalah sebagai berikut;
 Pembacaan Surat Yasin
 Khotmil Qur’an yang dilakukan oleh tiga puluh orang pilihan
yang memang fasih membaca al-quran, dengan catatan satu
orang satu jus.
 Pembacaan Tahlil yang di khususkan kepada seluruh Nenek
Moyang atau dalam bahasa maduranya “buju’” dan
keturunnya.dan ini dipimpin oleh seorang tokoh yang memang
keturunan Buju’
 Membaca doa pangrokat dalam istilah maduranya, doa ini
adalah doa yang memang khusus yang memakai bahasa Jawa
kuno, dan dari sinilah masyarakat mengambil kesimpulan
kalau Arokat memang dibawa oleh orang jawa sebagai
penyebar agama islam ke madura dalam artian salah satu Wali
Songo.
Perjalanan upacara Arokat Makam secara prinsip perjalanan
kegiatan Arokat Makam. Selama satu hari peneliti mencoba mengikuti
setiap runtutan upacara Arokat Makam. Bapak sapi’ adalah satu
seorang pemuka adat, menegaskan bahwa do’a-do’a yang di bacakan
dalam upacara Arokat Makam adalah berdasarkan cara islam , dan ada
beberapa bacaan yang lain juga ada yang menggunakan mantra
khusus. Menurutnya, upacara Arokat Makam saat ini sudah menjadi
tradisi di masyarakat.
Pada hari kamis tanggal 09 Juni 2011, ketika peneliti tiba di
lokasi sekitar jam 13.30 WIB, sungguh diluar dugaan, di area sekitar
asta yang dalam istilah masyarakat Sampang di sebut sebagai makam
atau tempat peristirahatan orang-orang terhormat, sudah hadir ratusan
orang. Beberapa sudah bersiap dengan menunggu di sekitar pintu asta.
Di pintu inilah yang kelak akan terjadi peristiwa dramatis. Dimana
para peziarah ini akan berebut masuk. Karena keyakinan mereka,
barang siapa yang bisa lebih dulu masuk dan segera memanjatkan
do’a di depan makam atau pesarean leluhur mereka, do’anya akan
cepat terkabulkan. ‘’ ujar salah satu seorang penziarah.
Terik matahari masih menyapu kawasan yang berada di pesawahan
itu. Dan orang – orang masih terus berdatangan. Ada yang melalui
tabunan. Hingga dua jam berikutnya belum tampak upacara segera di
mulai. Namun beberapa saat kemudian, tampak beberapa orang
datang, tanpa sepatah kata mereka langsung mengambil posisi bersilah
di depan pemakaman . kesibukan lain ada di pendopo kecil yang
letaknya di dekatnya pemakaman mbah huzen. Di sana terdapat
beberapa orang untuk menyiapkan hidangan untuk para ziarah . Tepat
jam 16.00 WIB, setelah beberapa upacara pendahulu di lakukan ,
maka penziarah menyantapi hidangan yang telah tersedia di sekitar
pemakaman itu, setelah selesai ada beberapa orang yang pulang ke
rumahnya masing-masing. Tapi di sekitar lokasi buju’ Midi masih
juga ramai. Walaupun perlahan penziarah meninggalkan asta, namun
masih ada saja beberapa beberapa yang datang. Bahkan hingga
matahari hampir tenggelam masih ada saja yang tetap berkirim do’a,
atau sekedar membaca Al-qur’an. Keadaan ini mengisyaratkan betapa
pentingnya upacara Arokat Makam ini bagi mereka.
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keanekaragaman nilai sosial budaya masyarakat yang terkandung di
dalam kearifan lokal itu umumnya bersifat verbal dan tidak sepenuhnya
terdokumentasi dengan baik. Di samping itu ada norma-norma sosial, baik
yang bersifat anjuran, larangan, maupun persyaratan adat yang ditetapkan
untuk aktivitas tertentu yang perlu dikaji lebih jauh. Dalam hal ini perlu
dikembangkan suatu bentuk knowledge management terhadap berbagai
jenis kearifan lokal tersebut agar dapat digunakan sebagai acuan dalam
proses perencanaan, pembinaan dan pembangunan kesejahteraan
masyarakat secara berkesinambungan.
Bentuk kegiatan upacara Arokat Makam ini dapat mempererat
hubungan sosial bagi masyarakat Gunung Rancak Kecamatan Robatal
Kabupaten Sampang. Bahkan yang tidak mengikuti upacara tersebut akan
mendapatkan paksaan dari masyarakat sekitar.

B. Saran
Kebudayaan Indonesia bukanlah kebudayaan yang tertutup dan
terkurang dalam dirinya sendiri, tetapi terbuka bagi dunia luas. Namun
demikian adalah kewajiban kita sebagai generasi Indonesia
mempertahankan akarakar yang memang miliki kita. Akar-akar yang
menjadi identitas diri yang jelas. Kesetiaan kepada akar-akar budaya, sama
sekali tidak berarti bahwa orang hidup dalam tatanan tradisional dan beku,
tetapi hidup dalam tradisi baru yang dinamis dan maju.
DAFTAR PUSTAKA
Alo, lili, Weri. 2001. Gatra-gatra Komunikasi Antar Budaya, Bandung: Remaja
Ending.“System Kearifan
Lokal”.http://www.deptan.go.id/dpi/detailadaptasi3.php.
Hassan, shadaly. 1993. Sosiologi untuk masyarakat Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta.
Ishomuddin. 2005. Sosiologi Perspektif Islam, Malang: Catalog Dalam Terbitan UMM
Press.
Jojo. “kearifan lokal”. http://merdekaahmad.blogspot.com/2012/11/kearifan-
lokal.html.
Johan Iskandar, “Mitigasi Bencana Lewat Kearifan Lokal”, Kompas, 6 Oktober
2009.
Mien Ahmad, Rifa’i. 2007. Manusia Madura, Yogyakarta: Pilar Media.
Rosdakarya. Arikunto, Suharsimi. 1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,
Jakarta: PT Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai