Anda di halaman 1dari 6

Machine Translated by Google

Sudut Pandang Manajemen Riset 1(4) 2020. November. hal 94-99

ISSN: 2722-791X (Online)

Sudut Pandang Manajemen Riset

https://journal.accountingpointofview.id/index.php/povrema

Perlindungan Hukum bagi Konsumen Industri Rumah Tangga Tidak Berlabel dan Berlisensi dari
Makanan dan minuman

Retno Sari Dewi


1
Fakultas Hukum, Universitas Tulungagung, Kimangunsarkoro Beji, Tulungagung, Jawa Timur 66233, Indonesia.

Informasi Pengajuan: Abstrak

Diterima 11 September 2020 Di era globalisasi dan zaman modern ini, banyak industri makanan dan minuman
Diterima 08 November 2020 yang tumbuh dan berkembang. Dewasa ini semakin banyak pelaku usaha
Tersedia online 04 Desember 2020
makanan yang memiliki usaha skala besar, menengah, atau kecil, usaha skala
rumah tangga yaitu industri makanan rumah tangga. Berbagai inovasi diciptakan
dengan membuat berbagai bentuk kreasi home industry. Salah satu yang paling
kata kunci : populer adalah bisnis di sektor makanan dan minuman; Sehingga keamanan
Perlindungan Konsumen pangan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam konsumsi sehari-hari.
Etika bisnis Oleh karena itu, beberapa rumusan masalah penelitian antara lain (misalnya
Hukum administratif bagaimana tanggung jawab pemerintah terhadap konsumen yang dirugikan akibat
Industri Makanan dan Minuman mengkonsumsi produk makanan dan minuman yang tidak berlabel dan tidak
UKM
berlisensi dari Industri Rumah Tangga? Dan Bagaimana pelaksanaan pengawasan
terhadap produk Industri Rumah Tangga berupa makanan dan minuman yang
Surel :
sarie.soegito@gmail.com tidak berlabel dan tidak memiliki izin untuk melindungi konsumen? Apakah hasil
studi menunjukkan bahwa struktur tanggung jawab produsen makanan, khususnya
industri rumah tangga yang tidak memiliki izin, terbatas pada domain administratif?
Pangan yang telah dikonsumsi oleh konsumen di laboratorium, sehingga perlu
diupayakan perlindungan hukum yang komprehensif dan penegakan peraturan
terkait dengan penerbitan izin industri rumah tangga makanan dan minuman.

Ini adalah artikel akses terbuka di bawah Lisensi Internasional CC BY


4.0. © Sudut Pandang Manajemen Riset (2020)

1. Perkenalan

Pangan memiliki peran yang komprehensif dalam kehidupan karena kehidupan manusia tidak dapat lepas dari kebutuhan akan
pangan. Untuk memenuhi kebutuhan pangan tersebut masyarakat tidak sepenuhnya membuat sendiri, sehingga terjadi transaksi
jual beli antara orang yang berposisi sebagai pembeli, konsumen, dan kelompok orang yang menyediakan kebutuhan pangan
tersebut disebut dengan penjual (Ramlawati et al., 2019). Hal itulah yang memacu para pengusaha yang bergerak di bidang produksi
dan pengolahan bahan pangan untuk menghasilkan pangan bagi masyarakat (konsumen) dalam jumlah banyak (Aditya, 2012; Kim
& Yoo, 2015). Di era globalisasi dan zaman modern ini, banyak industri makanan dan minuman yang tumbuh dan berkembang. Saat
ini semakin banyak pelaku usaha makanan dengan skala usaha besar, menengah, atau kecil, salah satunya adalah usaha skala rumah tangga.

kan
Penulis yang sesuai. Retno Sari Dewi
Alamat email: sarie.soegito@gmail.com

,
Machine Translated by Google

Nika & Herman. Sudut Pandang Manajemen Riset 1(3) 2020. Agustus. hal 30-35 95

yaitu home industry food (P-IRT) (Arfah & Aditya, 2019). Menurut penjelasan Pasal 91 ayat (2) UU Pangan, P-IRT adalah industri
pangan dengan tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan manual hingga semi-otomatis, yang memproduksi
terutama pangan olahan (Resdiana, 2017; Siwi). , 2019).
Dalam kelangsungan hidupnya, konsumen kini lebih memilih produk makanan cepat saji, khususnya produk P-IRT, karena
harganya lebih terjangkau di pasaran (Shammi et al., 2020). Produk P-IRT yang lebih dikenal masyarakat adalah Home Industry
makanan dan minuman. Industri Rumah Tangga Makanan dan minuman merupakan salah satu industri yang memiliki potensi
besar dan prospek pertumbuhan yang baik (Hayashi, 2002). Hal ini dibuktikan dengan banyaknya industri rumah tangga yang
tersebar luas di seluruh tanah air, meskipun dalam jenis dan skala usaha yang berbeda. Berbagai inovasi telah diciptakan
dengan membuat berbagai bentuk kreasi home industry, salah satunya adalah bisnis yang paling marak di sektor makanan dan
minuman (Firman et al., 2020; Nurhilalia et al., 2019). Antara lain: membuat donat, coklat, hingga roti, minuman kemasan dari
lidah buaya, rumput laut, dan lain sebagainya. Sejak awal hanya sebagai kegiatan mengisi waktu luang; ternyata produk Home
Industry ini sudah mulai mendapatkan respon pasar yang cukup baik. Faktor pendukung tumbuh dan berkembangnya Industri
Rumah Tangga adalah industri tersebut menggunakan hampir 100% bahan baku yang ada di dalam negeri, dipasarkan di dalam
negeri, dikonsumsi oleh masyarakat, dan memberikan kontribusi kepada masyarakat kecil dan menengah. Berdasarkan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan mengatur bahwa tujuan pengaturan, pembinaan, dan
pengendalian pangan adalah untuk menyediakan pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi untuk
kepentingan kesehatan manusia.
(R. Indonesia & Indonesia, 1996). Mempertimbangkan hal tersebut di atas, SP-IRT (Sertifikat Produksi Industri Rumah Tangga)
dan izin Dinas Kesehatan diperlukan untuk meningkatkan kualitas industri rumah tangga pangan, menempatkan industri rumah
tangga pangan pada posisi yang strategis dan sehat (Saguy & Sirotinskaya, 2014). Keamanan pangan merupakan faktor penting
yang harus diperhatikan dalam konsumsi sehari-hari. Padahal, selain tersedia dalam jumlah yang cukup, harga yang terjangkau
juga harus memenuhi syarat lain: sehat, aman, dan halal (Yousaf & Xiucheng, 2018; Majdi et al., 2020). Jadi sebelum pangan
diedarkan harus memenuhi syarat mutu, penampakan, dan kandungan arseniknya, sehingga terlebih dahulu pangan tersebut
harus benar-benar aman untuk dikonsumsi. Artinya, makanan tidak boleh mengandung bahan berbahaya

Masyarakat menginginkan ketahanan pangan yang bergizi dan tidak mengganggu kesehatan seseorang. Banyak Industri
Rumah Tangga Pangan (IRTPs) atau usaha kecil menengah yang bergerak di bidang makanan bungkus atau jajanan tradisional.
Masih banyak produsen makanan jajanan kemasan yang belum mencantumkan label yang sesuai sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (1) huruf (i) UU Perlindungan Konsumen. Dikemudian hari disebut UUPK, yaitu tidak memasang label atau
membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran. Berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal
pembuatan, efek samping, nama dan alamat pelaku usaha, dan keterangan lain penggunaan yang menurut ketentuan harus
dipasang/dibuat (R. Indonesia, 1999). ). Hal ini juga melanggar Pasal 97 ayat (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang
Pangan
(Pemerintah Republik Indonesia, 2012), Hal ini juga melanggar Pasal 97 ayat (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang
Pangan (Presiden Republik Indonesia, 1999) Dan Keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK. 00.05.5.1639 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik Bagi Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT), yang
mewajibkan pelaku usaha untuk mencantumkan label yang sesuai pada produk pangannya (Hanif, 2017).

Produk P-IRT adalah makanan kemasan khusus yang tidak disertai label yang memenuhi standar kesehatan. Memang
produk-produk tersebut cukup berbahaya jika dikonsumsi oleh masyarakat sebagai konsumen karena mengkonsumsi produk
makanan tanpa mengetahui komposisi, berat/kadar bersih, aturan pakai, tanggal pembuatan, efek samping, dan tanggal
kadaluarsa yang terkandung dalam produk tersebut. Produk P-IRT yang tidak berlabel dalam penelitian ini dipasarkan di toko-
toko dan pasar tradisional. Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang studi ini, beberapa rumusan masalah penelitian antara
lain (misalnya bagaimana tanggung jawab pemerintah terhadap konsumen yang mengalami kerugian akibat mengkonsumsi
makanan dan minuman dari produk Home Industry yang tidak berlabel dan tidak memiliki izin? dan minuman yang tidak bertanda
dan tidak berizin sebagai upaya melindungi konsumen)

2 Metode Penelitian

Penelitian adalah kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistem-
Machine Translated by Google

96 Nika & Herman. Sudut Pandang Manajemen Riset 1(3) 2020. Agustus. hal 30-35

secara aktif, dan konsisten. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif (Linos & Carlson, 2017). Dalam penelitian ini, jika dilihat dari perspektif
pendekatan penelitian. Penelitian ini menggunakan sistem yuridis normatif, atau bisa juga disebut yuridis sosiologis. Pendekatan yuridis
sosiologis membahas suatu masalah yang dibahas berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang kemudian dikaitkan
dengan realitas yang terjadi di masyarakat.

3 Hasil dan Pembahasan

3.1. Pertanggungjawaban Pemerintah terhadap Konsumen Yang Mengalami Kerugian Akibat Mengkonsumsi Makanan dan Minuman
Industri Rumah Tangga Tanpa Label dan Tanpa Label

Memberikan jaminan mutu dan keamanan pangan kepada konsumen merupakan kewajiban pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan
usahanya. Pendaftaran suatu produk pangan yang diolah oleh Home Industri merupakan jaminan mutu dan keamanan pangan atas
kesesuaian suatu produk pangan sehingga konsumen dapat mengkonsumsinya (Singh et al., 2019; Saguy & Sirotinskaya, 2014).
Pendaftaran produk pangan olahan Industri Rumah Tangga (Home Industry) diterbitkan oleh Dinas Kesehatan agar produk pangan
tersebut dapat beredar secara legal di pasaran. Dalam hal ini, permasalahan pangan olahan pangan yang beredar di pasaran merupakan
permasalahan yang harus mendapat perhatian khusus dalam upaya penataan kesehatan secara menyeluruh. Peningkatan produksi
industri pangan yang masif bukan berarti tidak menimbulkan konsekuensi bagi pemerintah karena produk yang dihasilkan harus dikontrol
dan diawasi secara cermat.
Produk pangan memiliki kualitas dan keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan (Handayani et al., 2018). Dalam hal seberapa besar
tanggung jawab pemerintah atas kerugian akibat mengkonsumsi makanan dan minuman dari produk industri rumah tangga yang tidak
berlabel dan tidak memiliki izin, itu hanya bersifat administratif. Dalam pengertian itu, tanggung jawab pemerintah terbatas pada peran
manajerial; yakni pengawasan yang diatur dalam Pasal 30 ayat 1 menyebutkan bahwa bagian pemerintah sebatas pemeliharaan yang
dilakukan bersama masyarakat dan
lembaga swadaya masyarakat (Kismadana, 2017).
Apabila terjadi kerugian konsumen akibat mengkonsumsi makanan dan minuman Industri Rumah Tangga yang tidak berlabel dan
tidak berizin, maka produsen yang bertanggung jawab. Tanggung jawab pelaku usaha atas kerugian konsumen sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 diatur secara tegas dalam bab VI, mulai dari Pasal 19, yaitu:

1. Pelaku usaha bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan kerugian kepada
konsumen karena barang dan jasa konsumen yang diproduksi atau diperdagangkan.
2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/jasa yang
nilainya sama atau setara, pemeliharaan kesehatan, dan pemberian manfaat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
3. Kompensasi diberikan dalam batas waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.
4. Pemberian ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak menghilangkan kemungkinan adanya tuntutan
pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku apabila pelaku usaha tersebut dapat membuktikan
bahwa kesalahan tersebut adalah kesalahan konsumen.

3.2. Pengawasan terhadap produk Home Industri berupa makanan dan minuman yang tidak berlabel dan tidak memiliki izin merupakan
upaya untuk melindungi konsumen.

Pasal 30 ayat 1 undang-undang perlindungan konsumen menyatakan bahwa pengawasan penyelenggaraan perlindungan konsumen
dilakukan oleh (misalnya pemerintah, masyarakat, lembaga perlindungan konsumen non pemerintah).
Sedangkan untuk pelaku pangan tersebut akan selalu mendapat perhatian dari Pemerintah berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2012 tentang Pangan tepatnya pasal 108, seperti:

1. Dalam menyelenggarakan penyelenggaraan pangan, pemerintah berwenang melalui pengawasan.


2. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan terhadap pemenuhan:
Machine Translated by Google

Nika & Herman. Sudut Pandang Manajemen Riset 1(3) 2020. Agustus. hal 30-35 97

sebuah.
Ketersediaan dan kecukupan pangan pokok yang aman, bergizi, dan terjangkau daya beli masyarakat.

b. Persyaratan keamanan pangan, mutu pangan, dan gizi pangan, serta label dan
iklan.
3. Pengawasan terhadap:
sebuah. Ketersediaan (dan) kecukupan pangan pokok sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf (a)
dilaksanakan oleh instansi pemerintah yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang pangan.

b. Persyaratan keamanan pangan, mutu pangan dan gizi pangan, serta persyaratan label dan iklan pangan
sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b, untuk pangan olahan, dilaksanakan oleh instansi pemerintah
yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang obat dan pangan. kontrol.

c. Keamanan pangan, mutu pangan, gizi pangan, serta persyaratan label dan iklan pangan sebagaimana
dimaksud pada ayat 2 huruf (b), untuk pangan segar, dilaksanakan oleh instansi pemerintah yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pangan. .
d. Pemerintah melakukan pemantauan, evaluasi, dan pengawasan secara berkala terhadap kegiatan atau
proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan distribusi pangan oleh pelaku usaha pangan.

Berdasarkan pasal di atas, yang dapat melakukan pengawasan pangan adalah instansi pemerintah yang melaksanakan tugas
pengawasan obat dan makanan pemerintah. Pasal 29 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa:

“Pemerintah bertanggung jawab membina pelaksanaan perlindungan konsumen yang


menjamin diperolehnya hak-hak konsumen dan pelaku usaha serta terlaksananya
kewajiban konsumen dan pelaku usaha.”

Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam praktek dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Republik Indonesia.
Berdasarkan ketentuan UU Pangan diketahui bahwa yang berwenang melakukan pembinaan adalah Dinas Lingkungan Hidup
Kementerian Kesehatan. Sementara pengawasan dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan.

4. Kesimpulan

Berangkat dari pembahasan dan mengacu pada rumusan masalah yang telah ditentukan, penulis menyimpulkan bahwa:

1. Bentuk tanggung jawab produsen pangan khususnya Industri Rumah Tangga yang tidak memiliki izin dari Dinas Kesehatan
kepada konsumen atas produknya terbatas pada domain administratif. Tanggung jawab pemerintah kepada konsumen
apabila seseorang mengalami kerugian akibat mengkonsumsi produk pangan olahan dari Industri Rumah Tangga yang
tidak memiliki izin hanya sebatas melakukan serangkaian pemeriksaan untuk mengetahui penyebab kerugian dan
menutupi biaya pemeriksaan sampel. produk pangan yang telah dikonsumsi konsumen di laboratorium. Melakukan
pembinaan kepada konsumen melalui media massa mengenai produk makanan olahan Home Industry yang aman dan
layak dikonsumsi. Memberikan sanksi dan nasehat sosial kepada produsen yang produknya terbukti merugikan—
menengah antara produsen dan konsumen yang merasa dirugikan. Adapun ketentuan yang lebih mengikat bahwa
produsen harus bertanggung jawab, berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
Pasal 19 ayat (1); menyatakan bahwa pelaku usaha bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan kerugian kepada konsumen akibat kon-
Machine Translated by Google

98 Nika & Herman. Sudut Pandang Manajemen Riset 1(3) 2020. Agustus. hal 30-35

barang dan atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan. Selanjutnya berdasarkan Pasal 19 ayat (2), kompensasi
yang dimaksud berupa pengembalian atau penggantian barang dan jasa yang nilainya sama dan setara beratnya,
pemeliharaan kesehatannya, dan pemberian pembayaran atas kerugian yang diderita akibat perbuatan melawan hukum.
sumer.
2. Pelaksanaan pengawasan produk P-IRT di Kota Trenggalek untuk melindungi konsumen belum sepenuhnya dilaksanakan
karena Pemerintah Kota Trenggalek hanya menerapkan “sanksi” berupa pernyataan bahwa pelaku usaha akan
mematuhi ketentuan pengamanan PIRT. Dalam hal ini upaya perlindungan konsumen tidak berjalan dengan baik
karena pemerintah juga diberikan kewenangan untuk melakukan tindakan administratif sebagaimana tercantum dalam
Pasal 47 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan.

5 Referensi

Aditya, HP (2012). Analisis Pengaruh Harga, Data Demografi, Promosi terhadap Promosi Pembelian Impulsif
Dan Pengaruhnya Terhadap Budaya Konsumerisme Relatif Pada Konsumen KFC Kota Makassar. Tesis.
Arfah, A., & Aditya, HPKP (2019). Analisis Produktivitas dan Distribusi Tenaga Kerja Wanita di Industri FB.
Jurnal Ilmu Distribusi, 17(3), 31-39. https://doi.org/10.15722/jds.17.03.201903.31
Firman, A., Mustapa, Z., Ilyas, GB, & Putra, AHPK (2020). Hubungan TQM terhadap Kinerja Manajerial: Bukti dari Sektor
Properti di Indonesia. Dalam Jurnal Ilmu Distribusi (Vol. 18, Edisi 1, hlm. 47–57). https://doi.org/10.15722/
jds.18.01.20201.47
Handayani, E., Santi Dewi, IG, Purnomo, W., & Phitaloka, AE (2018). Legalitas kemasan makanan untuk
produksi usaha kecil dan menengah (UKM). Seri Konferensi IOP: Ilmu Bumi dan Lingkungan 175, 12191, 1–8.

Hanif, A. (2017). Implementasi Peraturan BPOM Nomor Hk. 03.1. 23.04. 12.2205 Tahun 2012 Tentang Pedoman
Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (P-IRT) Di Kabupaten Pemalang. Universitas Negeri
Semarang.
Hayashi, M. (2002). Peran subkontrak dalam pengembangan UKM di Indonesia:: Bukti tingkat mikro dari industri
pengerjaan logam dan permesinan. Jurnal Ekonomi Asia, 13(1), 1–26.
Indonesia, Pemerintah Republik. (2012). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
Jakarta (ID): Sekretariat Negara.
Indonesia, Presiden Republik. (1999). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label
dan Iklan Pangan. Lembaran Negara Republik Indonesia, 131.
Indonesia, R. (1999). Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Lembaran Negara RI Tahun,
8.
Indonesia, R., & Indonesia, PR (1996). Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Lembaran Negara RI
Tahun, 3656.
Kim, S.-H., & Yoo, B.-K. (2015). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan dan Loyalitas Pelanggan
dalam Rantai Restoran Keluarga* . Jurnal Ilmu Distribusi, 13(5), 103–111. https://doi.org/10.15722/jds.13.5.201505.103

Kismadana, DS (2017). Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan Dalam melakukan Pembelaan Hukum Bagi Konsumen
(Kajian Pasal 30 Ayat (1) Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan). Kumpulan Jurnal
Mahasiswa Fakultas Hukum.
Linos, K., & Carlson, M. (2017). Metode kualitatif untuk penulisan tinjauan hukum. U.Chi. L. Rev., 84, 213.
Majdi, MZ, Rizkiwati, BY, & Wirasasmita, RH (2020). Penguatan Nilai Produk Home Industry Menuju
Kesejahteraan Masyarakat Desa Suradadi, Terara, Lombok Timur. Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat, 5(2), 587–
595.
Nurhilalia, Rahman Kadir, A., Mahlia, M., Jusni, & Aditya, HPKP (2019). Determinan orientasi pasar terhadap kinerja UKM:
Perspektif RBV dan SCP. Dalam Jurnal Ilmu Distribusi (Vol. 17, Edisi 9, hlm. 35-45). https://doi.org/10.15722/
jds.17.09.201909.35
Ramlawati, Putra, AHPK, Yasni, Basalamah, J., & Mappatompo, A. (2019, Juli). Mengapa Milenial Makan Di Luar Rumah?
BT - Konferensi Internasional Pertama tentang Kehidupan, Inovasi, Perubahan, dan Pengetahuan (ICLICK 2018).
https://www.atlantis-press.com/article/125913306
Resdiana, L. (2017). perlindungan hukum terhadap konsumen produk industri rumah tangga pangan (IRT-P) yang tidak
Machine Translated by Google

Nika & Herman. Sudut Pandang Manajemen Riset 1(3) 2020. Agustus. hal 30-35 99

label pangan di Kabupaten Karawang. UIN Sunan Gunung Djati Bandung.


Saguy, IS, & Sirotinskaya, V. (2014). Tantangan dalam memanfaatkan potensi penuh inovasi terbuka di industri makanan dengan
fokus pada usaha kecil dan menengah (UKM). Tren Ilmu & Teknologi Pangan, 38(2), 136-148.
Shammi, M., Bodrud-Doza, M., Towfiqul Islam, ARM, & Rahman, MM (2020). Pandemi covid19,
krisis sosial ekonomi dan tekanan manusia di rangkaian terbatas sumber daya: Sebuah kasus dari Bangladesh. Heliyon,
6(5). https://doi.org/10.1016/j.heliyon.2020.e04063
Singh, RK, Luthra, S., Mangla, SK, & Uniyal, S. (2019). Aplikasi teknologi informasi dan komunikasi untuk pertumbuhan berkelanjutan
UKM di industri makanan India. Sumber Daya, Konservasi dan Daur Ulang, 147, 10–18.
Siwi, AAD (2019). Pengembangan produk pangan industri rumah tangga tidak berlabel oleh pelaku usaha terdaftar nomor 8 tahun
1999 tentang perlindungan konsumen dan teori maslahah: Studi di Desa Karang Tengah Kecamatan Bagor Kabupaten
Nganjuk. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Yousaf, S., & Xiucheng, F. (2018). Strategi pemasaran kuliner dan pariwisata halal di website pemerintah: A
analisis awal. Manajemen Pariwisata, 68, 423–443.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.tourman.2018.04.006

Anda mungkin juga menyukai