Anda di halaman 1dari 2

Saat seminar pondok pesantren se-Indonesia tahun 1965 di Yogyakarta KH Imam Zarkasyi, salah

satu Trimurti pendiri Gontor, mengatakan bahwa hal yang paling penting dalam pesantren bukanlah
pelajarannya semata-mata, melainkan juga jiwanya. Jiwa itulah yang akan memelihara kelangsungan
hidup pesantren dan menentukan filsafat hidupnya. KH Imam Zarkasyi menuangkan perkataanya
tersebut dalam panca jiwa pondok modern. Kelima jiwa tersebut adalah: keikhlasan, kesederhanaan,
kesanggupan menolong diri sendiri (zelp help) atau berdikari (berdiri diatas khaki sendiri), ukhuwah
islamiyah, dan kebebasan. Panca jiwa inilah yang menjadi filsafat hidup Pondok Modern Darussalam
Gontor. Hal inilah yang menarik seorang Menteri Wakaf Mesir Syeikh Hasan Baquri untuk berkunjung
ke Pondok Modern Gontor tahun 1956, beliau mengatakan: “Saya tidak tertarik melihat banyaknya
santri di Pondok ini, tetapi yang membuat saya tertarik adalah Pondok Modern Gontor mempunyai
jiwa dan filsafat hidup yang akan menjamin kelangsungan hidupnya.”

Jiwa dan filsafat yang telah menjadi satu menjadikanya salah satu kekuatan Gontor sehingga bisa
tumbuh dan berkembang hingga saat ini.
  
1.  Jiwa Keikhlasan
Jiwa ini berarti sepi ing pamrih, yakni berbuat sesuatu bukan karena didorong oleh keinginan untuk
mendapatkan keuntungan tertentu. Segala perbuatan dilakukan dengan niat semata-mata untuk
ibadah, lillah. Seorang Kyai ikhlas medidik dan para pembantu kyai ikhlas dalam membantu
menjalankan proses pendidikan serta para santri yang ikhlas dididik. Jiwa ini menciptakan suasana
kehidupan pondok yang harmonis antara kyai yang disegani dan santri yang ikhlas dididik. Jiwa ini
menciptakan suasana kehidupan pondok yang harmonis antara kyai yang disegani dan santri yang
taat, cinta dan penuh hormat. Jiwa ini menjadikan santri senantiasa siap berjuang di jalan Allah, di
manapun dan kapanpun.

2.  Jiwa Kesederhanaan


Jiwa kesederhanaan ini mengandung arti agung, dan bukan berarti pasif (bahasa jawa=narimo).
Bukan juga berati suatu kemiskinan ataupun kemelaratan. Akan tetapi sederhana dalam konteks ini
adalah sesuai kebutuhan dan mengandung unsur kekuatan atau ketabahan hati serta penguasaan
diri dalam menghadapi perjuangan hidup dengan segala kesulitan. Hasil di balik jiwa kesederhanaan
ini adalah akan terpancarnya jiwa besar, berani maju terus dalam menghadapi perjuangan hidup, dan
pantang mundur dalam segala keadaan. Selain itu juga akan tumbuh dari jiwa keikhlasan ini
mental/karakter yang kuat yang menjadi syarat bagi suksesnya perjuangan dalam segala kehidupan.

3.  Jiwa Berdikari (berdiri diatas kaki sendiri)


Jiwa ini merupakan senjata ampuh dalam pendidikan di dalam pondok modern. Jiwa Berdikari bukan
saja berarti dalam arti bahwa santri selalu belajar dan berlatih mengurus segala kepentingannya
sendiri tetapi juga pondok pesantren itu sendiri tidak pernah menyandarkan kehidupannya kepada
bantuan atau belas kasihan orang lain. Hal inilah yang dinamakan sama-sama memberikan iuran dan
sama-sama memakai (zelp berdruifing systeem). Tetapi tidak berarti bersikap kaku dengan tidak
menerima bantuan dari orang yang hendak membantu.

4.  Jiwa Ukhuwwah Islamiah


Kehidupan di pondok pesantren diliputi suasana persaudaraan yang akrab, sehingga segala suka dan
duka dirasakan bersama dalam jalinan ukhuwwah Islamiah. Tidak ada dinding yang dapat
memisahkan antara mereka. Ukhuwah ini bukan saja selama mereka di pondok, tetapi juga
mempengaruhi ke arah persatuan ummat dalam masyarakat setelah mereka terjun di lapangan
kehidupan yang sesungguhnya.

5.  Jiwa Bebas


Arti bebas disini dititikberatkan pada berpikir, berbuat, dan menentukan masa depannya; bebas
dalam artian tetap terjaga dalam lingkaran kebaikan. Sebagaimana bapak kyai selalu berpesan
“kebebasan seseorang selalu terbatasi dengan kebebebasan orang lain”. Dengan prinsip jiwa bebas
ini para santri bebas dalam memilih dan menentukan jalan hidupnya di masyarakat kelak, dengan
jiwa besar dan optimis dalam menghadapi kesulitan.
Lima panca jiwa ini yang selalu dijadikan para penghuni Gontor sebagai landasan utama dalam
menjalankan kegiatan sehingga membuat gontor selalu dinamis dan dapat memunculkan slogan “al-
ma'hadu laa yanaamu abadan” dan diharapkan bagi para santri menjadi seorang yang militan dan
dapat menjadi pemimpin umat yang baik  untuk masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai