Anda di halaman 1dari 5

FENOMENA EKONOMI RAKYAT TERKAIT NAIKNYA HARGA BBM

KENAIKAN BBM VS DERITA RAKYAT[1]

Oleh Muhammad Julijanto[2]

Pendahuluan

Reformasi yang menggelinding dan menerjang bangsa kita dalam kurun 15 tahun terakhir
setidaknya merupakan sebuah konsekuensi dari adanya desakan – kalau bisa disebut
“paksaan” – dari dinamika dan keterbukaan global. Hal ini inherent dari kecenderungan
adanya perubahan kutub dunia dari arus bipolar ke arah multipolar. Perubahan ini
mengemuka sebagai konsekuensi logis dimasukinya tatanan dunia baru yang memberi
banyak domain implikasi.

Implikasi dominan yang begitu mononjol dan menjadi mainstream global, ternyata dihela
oleh perubahan tatanan ekonomi-politik yang berlangsung dalam skala massif, tanpa
menafikan komponen-komponen lain yang ikut bertarung dalam kancah global, bagaimana
ekonomi politik global telah mengubah tatanan primordial keberlangsungan nation state dan
nation society. Urgensitas ekonomi-politik karena turut menentukan pelbagai segmen dan
komponen masyarakat, termasuk tata nilai, norma, struktur, sistem, budaya serta visi dan
strategi masa depan sebuah negara-bangsa yang telah berdaulat sekalipun[3].

Fenomena ekonomi politik global inilah yang mengimbas dalam tataran persoalan dalam
negeri Indonesia selama hampir satu dekade ini. Munculnya tuntutan untuk memperbesar
partisipasi rakyat (publik), besarnya harapan akan kedaulatan rakyat, besarnya harapan akan
urgensitas kelompok menengah, tututan demokratrisasi, isu hak asasi manusia, perburuhan,
lingkungan, dan seterusnya, dapat disimpulkan sebagai arus global yang telah “terhunus”
dalam kecenderungan besar dalam negeri.

Eskalasi politik nasional bekaitan dengan hajat hidup rakyat yang semakin mendesak
menuntut adanya kenaikan harga BBM yang menjadi korban adalah rakyat kecil, sementara
banyak dana-dana pembangunan yang tidak sampai kepada penggunanya, atau banyak
kebocoran anggaran yang digunakan oleh para pejabat, sementara masyarakat tidak
mendapatkan keuntungan tersebut.

Mengapa harus ada kenaikan harga BBM? Apakah tidak ada alternatif untuk menyiasati
kenaikan BBM? Bagaimana reaksi rakyat terhadap rencana kenaikan BBM?

Pembahasan

Di Indonesia, BBM sudah menjadi  komoditas politik. Tatkala harga BBM diturunkan ada
partai memanfaatkan momen itu, seolah-olah partai itulah pendukung kebijakan penurunan
harga. Karena itu, menjadi logis ketika harga BBM naik, isu politiknya jauh lebih kuat
ketimbang isu ekonomimnya[4]. Masalah BBM akan memengaruhi banyak segi dalam hajat
hidup rakyat.
Beban pemerintah terkait dengan subsidi minyak terlihat kian berat yang dapat mengganggu
pembangunan berbagai sektor lainnya. Pemerintah menyatakan dana anggaran BBM subsidi
diperkirakan menembus angka Rp 160 triliun sampai akhir 2011. Dengan begitu pemerintah
harus menambah anggaran hingga Rp 30 triliun karena dalam APBN-P 2011 subsidi BBM
dipatok Rp 129,7 triliun. Tahun 2012, pemerintah menganggarkan subsidi energi Rp 168,56
triliun terdiri atas subsidi BBM dan elpiji 3 kg Rp 123,6 triliun, serta subsidi listrik Rp 44,96
triliun termasuk pembayaran kekurangan subsidi listrik 2010 Rp 4,5 triliun (SM, 14-
15/12/11)[5].

Kenaikan BBM merupakan bentuk ketidakadilan karena masih banyaknya penyimpangan


dalam penyelenggaraan negara yang berujung kepada daya serap pembangunan tidak berjalan
optimal, lihat data dana korupsi yang hanya menguntung segelintir orang dan beratnya beban
ekonomi rakyat kalangan bawah.

Tidak semua kebijakan pemerintah yang dikeluarkan menuai keberhasilan terhadap


masyarakat yang telah lama didera kemiskinan. Harapan tinggal harapan, manakala untuk
menapaki hidup yang dirasakan membelenggu hidupnya. Jangankan untuk mencukupi
kebutuhan satu minggu suatu keluarga, sedangkan untuk kebutuhan makan sehari tiga kali
kadang harus menahan nafas.

Setiap ada kenaikan harga BBM pertambahan kemiskinan terus meroket, sementara tingkat
kesejahteraan berjalan di tempat, banyak korban baru akibat kenaikan harga BBM. Lihat data
kemiskinan berikut ini.

Kemiskinan

Sejak tahun 1998 terus terjadi pengurangan angka kemiskinan dari 49,50 juta atau 24,23
persen (1998) hingga 35,10 juta atau 15,97 persen (2005). Namun pada Maret 2006 terjadi
peningkatan angka kemiskinan menjadi 39,05 juta (17,75 persen) (Sensus 2006). (Kompas,
27/2/2007).

Menurut ukuran UNDP peringkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia berada di
urutan 111 dengan indeks 0,734 atau masih di bawah satu tingkat dibandingkan bangsa
Palestina yang berada di posisi 110 dengan indeks 0,737. Indonesia jauh di bawah Malaysia
berada di peringkat 66 dengan indeks 0,829. Peringkat Indonesia semakin menurun dalam
dua tahun terakhir. Jika pada 2007 berada di peringkat 107 dari 177 negara. Pada tahun 2009
dan 2010 berturut-turut menurun menjadi peringkat ke 111. Angka ini jauh di bawah negara-
negara ASEAN.

Berdasarkan hasil survei BPS angka kemiskinan Indonesia pada 2009 sebesar 32,53 juta jiwa
(14,15 persen). Problem kemiskinan masih membelit bangsa ini dari waktu kewaktu. Menurut
sensus penduduk 2010 oleh Badan Pusat Statistik jumlah orang miskin di Indonesia sebanyak
13,3 % atau 31,02 juta orang[6].

Hasil survei yang dirilis 8 Maret 2010 oleh Political & Economic Risk Consultancy (PERC)
yang berbasis di Hong Kong, Indonesia menempati nilai 9,07 dari angka 10 sebagai negara
paling korup yang disurvei tahun 2010. Nilai tersebut naik dari tahun lalu yang poinnya 7,69.

Utang Negara
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menyebut utang Indonesia pada 2012
mencapai 937 triliun. Angka ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya sebesar Rp
1.803 triliun. Utang pada pemerintahan Megawati ke xaman SBY sebesar Rp 705 triliun.
Posisi utang pada masa megawati sebesar Rp 232 triliun pada tahun 2003. Sedang posisi
utang masa SBY Rp 1.937 triliun pada tahun anggaran 2012[7].

Selain itu anggaran PNPM Mandiri yang bersalah utang mengalami kebocoran sebesar Rp
200 miliar. Dengan, demikian, Indonesia berhutang tetapi hanya untuk dikorup oleh pejabat-
pejabat publik.

Pada tahun 2012 dengan utang sejumlah Rp 1.937 triliun dibadi 295 juta orang, berarti untuk
setiap satu orang penduduk  mempunyai utang sebesar Rp 7.478.764,-.

Sementara tahun 2010 Jumlah utang pemerintah pusat Rp1.686 triliun terdiri atas utang
dalam bentuk pinjaman luar negeri 68,04 miliar dolar AS (36,5 %). Sedangkan utang dalam
bentuk surat berharga negara sebesar 118,39 miliar dolasr AS atau Rp. 1.064 triliun (63,5 %).

Dibandingkan dengan posisi per 31 Desember 2009 posisi utang pemerintah per 31 Desember
2010 menunjukkan kenaikan. Total utang pemerintah pusat per 31 Desember 2009 mencapai
Rp 1.590,66 triliun atau 169,22 miliar dolar AS (memakai kurs Rp 9.400 per dolar AS[8].

Permasalahan utang luar negeri Indonesia bukanlah masalah sepele. Ketegangan politik dan
sosial sangat terkait dengan persoalan ini. Penguasa pembuat dosa di masa lalu seakan lepas
tangan dengan mewariskan utang kepada rakyat yang sulit dilunasi dalam waktu yang cepat.
Diperlukan puluhan tahun untuk menyelesaikan utang tersebut, da itu pun jika pemerintah
tidak menciptakan utang baru.

Utang luar negeri adalah derita rakyat. Pembayaran utang luar negeri pemerintah memakan
porsi anggaran negara (APBN) yang terbesar dalam satu dekade terakhir. Jumlah pembayaran
pokok dan bungan utang hampir dua kali lipat anggaran pembanguan, dan memakan lebih
dari separuh penerimaan pajak dari rakyat. Pembayaran cicilan utang sudah mengambil porsi
52 % dari total epenerimaan pajak yang dibayarkan rakyat Rp 219,4 trilyun[9]

Orang Kaya Baru

Sementara fenomena lain Hasil riset Global Wealth Report yang diterbitkan oleh The Credit
Suisse Research Institute itu menunjukkan, dalam satu dekade terakhir kekayaan orang
Indonesia naik lima kali lipat menjadi 1,8 triliun dolar AS atau Rp 16.200 triliun.
Pertumbuhan kenaikan kekayaan tersebut merupakan yang tertinggi di kawasan Asia-Pasifik.
Total jumlah penduduk 232 juta, hanya 60 ribu orang memiliki kekayaan di atas satu juta
dolar. Sekitar 20 persen dari total penduduk memiliki kekayaan antara 10 ribu-100 ribu dolar.
Slebihnya, hampir 80 % kekayaannya berada di bawah 10 ribu dolar. Sebagian besar
kekayaan tersebut tersimpan dalam bentuk properti[10].

Pertumbuhan ekonomi yang terjadi selama ini tidak banyak menetes pada masyarakat bawah.
Sampai saat ini masih ada 32 juta masyarakat hidup di bawah garis kemiskinan. Tidak ada
gunanya pertumbuhan ekonomi tinggi, tapi hanya dinikmati oleh segelintir orang. Tak ada
gunanya kekayaan masyarakat Indonesia melejit lima kali lipat kalau ternyata yang
menikmati hanya nol koma no persen dari jumlah penduduk.
Rakyat butuh langkah nyata untuk memberikan kesejahteraan. Karena itu, pemerintah jangan
membanggakan pertumbuhan jika tidak memberikan pemerataan pada masyarakat.

Kondisi Masyarakat

Dalam laporan survei bertajuk Consumer Confidence toward 2012 itu, tergambar pandangan
masyarakat atas situasi ekonomi dan sosial. Di antara berbagai persoalan yang terjadi pada
bangsa ini, masyarakat paling khawatir dengan masalah kenaikan harga barang dan jasa,
termasuk harga bahan bakar minyak (BBM), sembilan bahan pokok (sembako), tarif listrik,
dan sebagainya (60%). Pada tahun sebelumnya, persoalan itu belum mengganggu pikiran
banyak orang (9%)[11].

Masalah sosial meningkatnya angka penggangguran (41%) termasuk salah satu dari tiga
persoalan bangsa yang paling banyak disebut dalam survei MRI, selain masalah ekonomi tadi
dan korupsi (40%). Semuanya melejit dibandingkan dengan perhatian masyarakat pada tahun
sebelumnya. Menarik juga untuk mengetahui bahwa kekhawatiran terhadap korupsi
meningkat dari 18% pada tahun sebelumnya menjadi 40% pada tahun ini.

BPS mencatat angka pengangguran didominasi lulusan sarjana. Pada Agustus 2009 tingkat
pengangguran terbuka sebesar 7,87 %, pada Februari 2010 angkanya turun jadi 7,41 % dan
Agustus 2010 kembali turun menjadi 7,14 %. Hal tersebut terkait dengan pertumbuhan
ekonomi yang diperkirakan hanya sekitar 6 %.

Berdasarkan latar belakang pendidikan pengangguran lulusan SD jumlanya kecil hanya 3,81
% dari total pengangguran. Justru lulusan perguruan tinggi mendominasi angka
pengangguran yakni; lulusan diploma I-III sebanyak 11,92 %, sedangkan lulusan universitas
atau sarjana 12,78 %. Lulusan SMA 11, 9 %, SMK 11,87 % dan SMP sebanyk 7,45 %[12].

Jumlah angkatan kerja pada Agustus sebesar 116,5 juta orang, naik 2,7 juta orang atau nik
500 ribu dari posisi Februari sebesar 116 juta orang. Dari angka tersebut, yang bekerja
sebesar 108,2 juta atau naik 3,3 juta orang dibandingkan dengan posisi Agustus 2009 yang
sebesar 104,9 juta.

Kesimpulan

Stabilitas yang lebih kokoh hanya dapat terjadi jika digerakkan terutama oleh faktor-faktor
internal seperti produktivitas dan daya saing yang lebih tinggi, ekspor dan investasi yang
lebih tinggi. Hal itu hanya dapat terjadi jika didukung oleh kepemimpinan yang lebih efektif
(trong and effective leadership) dalam bidang politik maupun ekonomi. Tanpa itu, banyak
masalah di sektor riil dan lapangan kerja hanya akan menjadi wacana tiada henti, tanpa solusi
masalah yang berarti.

Kemudian ada alternatif pemecahan yang dikemukakan Tim Pengkaji  Pembatasan BBM
Bersubsidi dengan memakai asumsi tiap kenaikan harga minyak 1 dolar AS akan menambah
defisit APBN Rp 0,8 triliun. Ada tiga opsi yang dikemukan tim ini untuk melakukan
pemecahan masalah kenaikan harga minyak dunia di atas batas psikologis 100 dolar per
barel, yang mengakibatkan kenaikan beban subsidi .

Pertama; menaikkan harga premium Rp 500 per liter dari Rp 4.500 menjadi Rp 5.000, namun
angkutan umum diberi jaminan kembalian (cash back) sehingga tarif angkutan umum tidak
naik. Kedua; harga pertamax dibatasi maksimal Rp 8.000 per liter. Ketiga; menjatah
konsumsi BBM dengan sistem kendali (SM, 10/03/11).

[1] Dialog Interaktif Apakah Kenaikan Harga BBM Bisa Mensejahterakan Rakyat? Yang
diselenggarakan oleh HMI Cabang Sukoharjo dan HMI Badko DIY dan Jateng, Forum
Pelajar Sukoharjo, dan Himpunan Kerukunan Mahasiswa dan Masyarakat Tegal (HIMMAT),
di Aula Kelurahan Pabelan Kartasura Sukoharjo, Kamis, 29 Maret 2012

[2] Muhammad Julijanto, M. Ag., adalah  Ketua HMI Cabang Surakarta 1996-1997, Dosen
Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam IAIN Surakarta, Sekretaris LBH Perisai Kebenaran
Wonogiri.

[3] Mukhaer Pakkanna, “Pengantar Redaksi Implikasi Keterbukaan Ekonomi-Politik Respon


Kritis Era Reformasi”, dalam Equilibrium, Vol. 2, No. 3, September-Desember 2004, hlm. 2.

[4] FX Sugiyanto, Gerakan Antikenaikan Harga,,


http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/03/28/181518/Gerakan-
Antikenaikan-Harga-. diakses, 28/3/2012

[5] Purbayu Budi Santosa , Dilema Menaikkan Harga Minyak ,


http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/12/30/171845/Dilema-Menaikkan-
Harga-Minyak. diakses, 30/12/2011

[6] Supomo, “Refleksi 11 Tahun Solopeduli Peduli adalah Solusi”, Solopos, 12/10/2010, hlm.
4

[7] Koran O, 6 Februari 2012, hlm. 6. “Utang RI Hampir Rp 2.000 triliun”

[8] Republika, 28/1/2011 hlm.13

[9] www.walhi.or.id. Dalam Sutia Budi, “Utang Luar Negeri dan Strategi Penyelesaiannya”,
dalam Equilibrium, Vol. 2, No. 3, September-Desember 2004, hlm. 40.

[10] Republika, 15 Oktober 2010, hlm, 4

[11] http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/03/28/181476/Optimisme-
Masyarakat-Cenderung-Turun. diakses, 28/3/2012

[12] “Pengangguran Didominasi Sarjana”, dalam Solopos, 2/12/2010, hlm. 5

Anda mungkin juga menyukai