file:///C:/Users/hp/Downloads/3028-Article%20Text-5800-1-10-20171215.pdf
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Kata “demokrasi” mungkin menjadi salah satu istilah politik yang paling dikenal
oleh banyak orang. Ungkapan “democracy is a government of the people, by the
people, for the people” yang disampaikan oleh Abraham Lincoln pun telah melekat
begitu kuat dalam ingatan kita sehingga demokrasi lebih sering dikenal dengan
sebutan pemerintahan rakyat. Demokrasi begitu dibanggakan oleh para penganutnya
karena konsep dasarnya yang menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia,
mengedepankan keadilan, kebebasan berpendapat, dan lainnya. Demokrasi dianggap
sebagai satu-satunya sistem politik yang memungkinkan adanya praktik kebebasan
politik secara bebas dan setara di suatu negara. Oleh karena itu, negara-negara
demokrasi tanpa segan menyebarkan prinsip-prinsip demokrasi ke negara lainnya
dengan harapan negara-negara tersebut akhirnya ikut menerapkan dan merasakan
dampak positif dari demokrasi.
Demokrasi merujuk kepada konsep kehidupan negara dan atau masyarakat, yaitu
warga negara dewasa turut berpartisipasi dalam pemerintahan melalui wakilnya yang
dipilih melalui pemilu.. Pemerintah di negara demokrasi juga mendorong dan
menjamin kemerdekaan berbicara, beragama, berpendapat, berserikat bagi setiap
warga negara, menegakkan rule of law, adanya pemerintahan mayoritas yang
menghormati hak-hak kelompok minoritas dan masyarakat yang warga negaranya
saling memberi peluang yang sama untuk mendapatkan kehidupan yang layak.
Seperti halnya dengan Teori Demokrasi Dewey (1916/1996) mengatakan bahwa
demokrasi adalah model kehidupan sosial yang tidak hanya berbicara soal politik an
sich. Demokrasi dalam implementasinya membutuhkan peran dan kerja sama semua
pihak, seperti institusi sosial, lembaga politik, ekonomi, lembaga pendidikan, saintis,
lembaga agama artistik dan semua warga dalam sebuah negara. Inilah demokrasi
dalam sudut yang komprehensif dan bersifat integratif konektif antara yang satu
dengan yang lainnya.
PKI dan komunisme yang kembali dibicarakan oleh masyarakat awam, seakan
menimbulkan teror baru dalam kehidupan berbangsa di Indonesia. Komunisme
dianggap kembali mengancam Indonesia dan menimbulkan keresahan di masyarakat.
Kondisi ini membuat aparat penegak hukum bersikap sigap untuk peka terhadap
potensi kebangkitan PKI pada masa kini. Aparat pun segera melakukan tindakan razia
terhadap atribut berlambang palu-arit mirip lambang PKI dan menyita buku-buku
berbau komunis atau sejarah PKI di sejumlah daerah Indonesia. Demikian pula
terhadap lagu yang dinilai merupakan simbol gerakan PKI, yaitu lagu Genjer-genjer.
Melalui aksi razia di Mojokerto. Seorang musikus yang menyanyikan lagu itu
ditangkap dan diperiksa oleh aparat kepolisian.
Dasar dari tindakan aparat kepolisian kembali merazia dan menertibkan
kemungkinan berkembangnya komunisme adalah Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara, yaitu TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966
Tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan sebagai Organisasi
Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis
Indonesia dan Larangan setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan
Faham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme. Selain TAP MPRS tersebut,
larangan terhadap paham komunisme juga terdapat di dalam Pasal 107 Undang-
Undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana yang berkaitan dengan Kejahatan terhadap Keamanan Negara.
PEMBAHASAN
1. Demokrasi Rakyat
Menurut peristilahan komunis, demokrasi rakyat adalah bentuk khusus
demokrasi yang memenuhi fungsi diktator proletar (a special form of democracy
fulfilling the functions of proletarian dictatorship). Bentuk khusus ini tumbuh dan
berkembang di negara-negara Eropa Timur seperti Cekoslovakia, Polandia, Hongaria,
Rumania, Bulgaria, dan Yugoslavia, serta Tiongkok. Menurut Georgi Dimitrov,
seorang tokoh yang pernah menjabat sebagai perdana menteri Bulgaria, demokrasi
rakyat merupakan: “Arah dalam masa transisi yang bertugas untuk menjamin peran
negara ke arah sosialisme (a state in the transitional destined to development on the
path to socialism).
Pertumbuhan demokrasi rakyat berbeda di tiap-tiap negara sesuai dengan
situasi sosial politik setempat. Di Uni Soviet, sebagai hasil dari perkembangan politik
yang amat kaku dan penuh ketegangan antara golongan komunis dan golongan anti
komunis, pada akhirnya hanya diakui adanya satu partai dalam masyarakat;
golongan-golongan lainnya disingkir kan secara paksa.
Di negara-negara Eropa Timur secara resmi terdapat sistem multi-partai
dengan kedudukan serta peranan partai komunis yang dominan. Hal ini disebabkan
karena perkembangan selama dan sesudah Perang Dunia II, yakni ketika pendudukan
Nazi Jerman atas negara-negara Eropa Timur memaksa golongan-golongan komunis
untuk bekerja sama dengan golongan golongan lainnya dalam masyarakat setempat
dalam rangka melancarkan perlawanan terhadap tentara pendudukan. Setelah Nazi
Jerman dapat ditundukkan, pasukan-pasukan Uni Soviet yang tergabung dalam
Tentara Merah mengambil alih kekuasaan. Berkat kehadiran dan kekuatan Tentara
Merah itu, partai-partai komunis setempat yang umumnya merupakan minoritas
berhasil merebut pucuk pimpinan dan kekuasaan pemerintahan negara.
2. Demokrasi Nasional
Pada tahun 1960, dalam pertemuan ke-81 partai komunis di Moskow gagasan
Khrushchev dirumuskan secara lebih terperinci dan dicetuskan suatu pola baru, yaitu
negara Demokrasi Nasional (national democratic state). Demokrasi Nasional
dianggap suatu tahapan dalam perkembangan negara demokrasi borjuis (national
bourgeois state) menjadi demokrasi rakyat sebagai suatu bentuk diktator proletariat.
Pada akhir tahun 1964 disadari bahwa konsep Demokrasi Nasional tidak
realistis, karena beberapa negara yang tadinya dianggap sudah matang untuk
terbentuknya Demokrasi Nasional, seperti Guinea, Ghana, Mali, Republika
Południowej Afryki (R.P.A. - Republik Afrika Selatan), Aljazair, dan Burma ada
yang tidak memperlihatkan kemajuan ke arah demokrasi rakyat, bahkan ada di
antaranya yang membubarkan partai komunis setempat. Sekali lagi, golongan
komunis terpaksa meninjau kembali konsep Demokrasi Nasional yang baru
dicetuskan itu dan menentukan sikap terhadap negara borjuis nasional yang tidak
memihak tetapi membatasi ataupun menutup sama sekali ruang gerak partai-partai
komunis setempat.
Upaya untuk pembaharuan sistem politik dilakukan secara bertahap di China
dengan membuka keran kebebasan terlebih dulu di tingkat lokal melalui pemilihan
langsung memilih kepala desa. Upaya reformasi sistem politik yang lebih substantif
belum sepenuhnya berhasil dijalankan walaupun saat ini, jika dibandingkan dengan
situasi di masa sebelumnya, masyarakat China sudah menikmati lebih banyak
kebebasan. Sementara itu, karakteristik sistem politiknya tidak lagi sering dicirikan
sebagai totaliter dan otoriter, tapi sudah mengarah ke soft authoritarianism. Meskipun
demikian, harapan munculnya demokrasi dalam arti sesungguhnya seperti yang kita
kenal dewasa ini di banyak negara tampaknya belum akan terjadi dalam waktu dekat
di China.