Anda di halaman 1dari 1

Keberadaan asas legalitas dalam hukum pidana, selain tidak memberikan kepastian

hukum, juga membuka rongga celah yang cukup lebar bagi pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab untuk digunakan melakukan tindakan-tindakan diluar batas
kewajaran. Ya, benar saja, sekarang buat apa takut melakukan tindak pidana? Kan
pedomannya ada di pasal 1 KUHP bahwa tidak ada ancaman pidana bagi
perbuatan atau tindakan tertentu yang belum diatur ketentuannya dalam
undang-undang. Jadi, asalkan tindak pidana yang dilakukan tidak dicantumkan
dalam UU, ya jangan takut di pidana, dan yang terjadi tindakan kriminal semakin
merajalela sedangkan hukum yang berfungsi sebagai kontrol kedudukannya
dikalahkan dengan adanya asas legalitas ini.

Sesuai dengan penjelasan yang sudah saya uraikan di atas, bahwa hakim punya
kekuasaan penuh untuk menjalankan dan mengadili suatu proses peradilan, namun
kalimat “mempunyai kekuasaan penuh” seketika menjadi abu-abu ketika
dihadapkan dengan asas legalitas yang berlaku dalam hukum pidana di Indonesia.
Karena asas ini mempersempit ruang gerak hakim untuk menemukan dan
membentuk suatu kaidah hukum yang pada suatu kasus terkadang ketentuannya
sama sekali belum diatur dalam undang-undang yang berlaku. Kembali pada kasus
narkoba yang pernah menjerat Raffi Ahmad, ketika Pasal Pasal 10 Ayat ( 1 ) UU
No 48 tentang Kekuasaan Kehakiman mengamanatkan hakim untuk wajib
memeriksa dan mengadili perkara tanpa alasan apapun, maka hakim dituntut
untuk bisa melakukan inovasi dengan menemukan dan membentuk hukum baru
ketika perkara yang ditanganinnya belum tertulis dalam undang-undang.

Anda mungkin juga menyukai