Anda di halaman 1dari 18

Reeferat

PHACOMORPHIC GLAUCOMA
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
di Departemen Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

Oleh:

Nadya Salsabila Elkarasjzi, S.Ked

04084822225090

Pembimbing:

dr. Prima Maya Sari, SpM(K), Subsp. GL

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA


RSUP DR. MOH. HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Telaah Ilmiah

PHACOMORPHIC GLAUCOMA

Oleh:
Nadya Salsabila Elkarasjzi, S.Ked
04084822225090

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik senior di Departemen Ilmu Kesehatan Mata RSUP
Mohammad Hoesin Palembang Periode 23 Mei – 18 Juni 2022.

Palembang, Juni 2022

dr. Prima Maya Sari, SpM(K), Subsp. GL

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul
“Phacomorphic Glaucoma” untuk memenuhi tugas ilmiah yang merupakan bagian
dari sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya di Departemen Ilmu
Kesehatan Mata RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang. Pada kesempatan ini,
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Prima Maya Sari, SpM(K),
Subsp. GL, selaku pembimbing yang telah membantu memberikan arahan dan
masukan sehingga tugas ilmiah ini dapat penulis selesaikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas ilmiah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikianlah penulisan tugas ilmiah
ini, semoga bermanfaat.

Palembang, Juni 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... ii
KATA PENGANTAR.......................................................................................... iii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................2
2.1. Anatomi Bilik Mata Depan ............................................................................ 2
2.2. Fisiologi Humor Akuos.................................................................................. 3
2.3. Phacomorphic Glaucoma .............................................................................. 4
2.3.1 Definisi........................................................................................................... 4
2.3.2 Epidemiologi.................................................................................................. 5
2.3.3 Etiologi........................................................................................................... 5
2.3.4 Patofosiologi .................................................................................................. 5
2.3.5 Tanda dan Gejala Klinis................................................................................. 6
2.3.6 Diagnosis........................................................................................................ 7
2.3.7 Diagnosis Banding .......................................................................................
11 2.3.8 Prognosis......................................................................................................
11 2.3.9 Tatalaksana...................................................................................................
12 BAB III
KESIMPULAN......................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................15

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Trabecular Meshwork ...........................................................................


3 Gambar 2. Gambaran glaukoma sudut tertutup
akut .............................................. 7 Gambar 3. Pemeriksaan
gonioskopi........................................................................ 8 Gambar 4. Perkiraan
kedalaman bilik mata dengan penyinaran oblik.................... 8 Gambar 5.
Glaukoma stadium awal memperlihatkan takik fokal – inferior tepi
neuroretina............................................................................................................... 9
Gambar 6. Pencekungan glaukomatosa yang khas. ................................................ 9
Gambar 7. Pencekungan glaukomatosa “bean-pot” pada diskus optikus. ............ 10
Gambar 8. Pemeriksaan defek lapangan pandang pada penderita glaukoma dengan
Humphrey analyzer............................................................................................... 11
v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Glaukoma yang diinduksi lensa adalah glaukoma sekunder di mana lensa


kristalin terlibat dalam mekanisme peningkatan tekanan intraokular (TIO).
Glaukoma dapat terjadi dalam bentuk sudut terbuka atau sudut tertutup, dan ada 4
varian yang berbeda: fakolitik, partikel lensa, fakoantigenik, dan fakomorfik.1
Phacomorphic glaucoma lebih sering terjadi di negara berkembang. Banyak
pasien pertama kali berkonsultasi untuk pengobatan ketika katarak mereka telah
berkembang menjadi glaukoma fakomorfik. Misalnya dalam sebuah penelitian di
India 3,91% dari pasien katarak dilaporkan dengan glaukoma fakomorfik. Hal ini
dikarenakan alasan bahwa sebagian besar pasien melalui tradisi berabad-abad
menganggap bahwa katarak dewasa adalah tahap yang tepat untuk operasi katarak.
Namun ketika glaucoma fakomorfik telah berkembang, sebagian besar pasien ini
terpaksa segera melapor karena rasa sakit dan kehilangan penglihatan secara tiba
tiba.2
Pada tahap penyakit ini pengobatan pada dasarnya terdiri dari dua langkah,
yaitu mengurangi tekanan intraocular serta tindakan operasi katarak. Tekanan
intraokular biasanya berkurang secara medis, tetapi beberapa penulis telah
melaporkan hasil yang sukses dengan irodotomi laser Neodymium –Yag.
Perawatan medis biasanya terdiri dari: Acetazolamide 500mg melalui injeksi
intravena; Gliserin 1-1,5 gr/Kg berat badan, dan infus Manitol 20%. 1-2Gm/Kg
berat badan. Namun perawatan medis dapat menyebabkan perasaan tidak nyaman,
memakan waktu lebih banyak, dan tidak selalu berhasil.2

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Bilik Mata Depan

Pengaturan tekanan intraokular tidak lepas dari struktur bilik mata depan. Hal
tersebut disebabkan oleh aliran humor akuos yang melewati bilik mata depan
sebelum memasuki kanal Schlemm. Bilik mata depan dibentuk oleh sudut antara
komea perifer dan iris. Berdasarkan Vaughan (2010), ciri-ciri anatomi bilik mata
depan adalah:3
1. Terdapat garis Schwalbe yang merupakan batas akhir endotel dan membrane
Descement komea.
2. Terdapat anyaman trabekula (trabecular meshwork) yang terletak di atas kanal
Schlemm. Anyaman ini tampak berbentuk segitiga dengan dasarnya yang
mengarah ke korpus siliaris pada potongan melintang. Anyaman trabekula
sendiri tersusun atas jaringan kolagen dan elastik sebagai lembaran-lembaran
berlubang yang membentuk semacam saringan. Anyaman yang menghadap
ke bilik mata depan disebut anyaman uvea, sedangkan yang menghadap ke
korpus siliaris disebut anyaman komeoskleral.
3. Terdapat taji sklera (scleral spur), yaitu penonjolan sklera ke arah dalam dan di
antara korpus siliaris dan kanal Schlemm.
Selain struktur disebut di atas, iris dan korpus siliaris juga membentuk bilik mata
depan. Iris merupakan bagian uvea sebagai perpanjangan korpus siliaris ke anterior.
Iris memisahkan bilik mata depan dengan bilik mata belakang dan terletak
bersambungan dengan permukaan anterior lensa. Fungsi iris adalah untuk mengatur
cahaya yang masuk ke mata.

2
3
Gambar 1. Trabecular Meshwork
Dari potongan melintang, korpus siliaris bentuk segitiga dan membentang ke
depan dari ujung anterior koroid ke pangkal iris. Berdasarkan Vaughan (2010),
korpus siliaris terdiri dari:3
Prosesus siliaris, yang terbentuk dari kapiler dan vena yang bermuara ke vena
vorteks. Fungsi prosesus siliaris dan epitel yang melapisi memproduksi humor akuos.
Epitel terdiri dari dua lapisan. Lapisan pertama terletak di sebelah dalam, dan
merupakan perluasan neuroretina ke anterior dan tidak mempunyai pigmen. Lapisan
kedua terletak di sebelah luar merupakan perluasan lapisan epitel pigmen retina.
Muskulus siliaris adalah otot polos yang tersusun dari gabungan serabut otot
longitudinal, sirkuler dan radier. Serabut longitudinal berfungsi untuk membuka dan
menutup trabekula sehingga mengatur aliran keluar humor akuos. Kontraksi otot
longitudinal akan membuka anyaman trabekula dan mempercepat aliran humor akuos
melalui sudut bilik mata depan. Serabut sirkuler dan radier mempunyai fungsi
akomodasi karena kedua serabut ini melekat pada lensa kristalina.3

2.2. Fisiologi Humor Akuos

Humor akuos adalah cairan bening yang mengisi dan membantu membentuk
ruang anterior dan posterior mata. Lensa dan kornea harus tetap jelas untuk
memungkinkan transmisi cahaya, dan karena itu tidak dapat diinvestasikan dalam
pembuluh darah. Humor akuos analog dengan pengganti darah untuk struktur
avaskular ini dan menyediakan nutrisi, menghilangkan produk ekskresi dari
4

metabolisme, mengangkut neurotransmiter, menstabilkan struktur okular dan


berkontribusi pada pengaturan homeostasis jaringan ocular ini. Humor akuos juga
memungkinkan sel-sel inflamasi dan mediator untuk beredar di mata dalam kondisi
patologis, serta obat-obatan untuk didistribusikan ke struktur okular yang berbeda.4
Humor akuos menyediakan media transparan dan tidak berwarna antara
kornea dan lensa dan merupakan komponen penting dari sistem optik mata. Humor
akuos disekresikan oleh epitel siliaris yang melapisi proses siliaris dan memasuki
ruang posterior. Awalnya, untuk mencapai ruang posterior, berbagai konstituen
humor akuos harus melintasi tiga komponen jaringan dari proses siliaris - dinding
kapiler, stroma, dan bilayer epitel. Penghalang utama untuk mengangkut jaringan ini
adalah membran sel dan kompleks junctional terkait dari lapisan epitel non-
berpigmen. Humor akuos yang beredar mengalir di sekitar lensa dan melalui pupil ke
ruang anterior. Di dalam ruang anterior, gradien suhu menciptakan pola aliran
konvektif, yang ke bawah dekat dengan kornea di mana suhu lebih dingin, dan ke
atas di dekat lensa di mana suhu lebih hangat.5
Humor akuos meninggalkan mata dengan aliran pasif melalui dua jalur pada
sudut ruang anterior, secara anatomis terletak di limbus. Jalur konvensional terdiri
dari humor akuos yang melewati meshwork trabecular (aliran trabecular), melintasi
dinding bagian dalam kanal Schlemm, ke lumennya, dan ke saluran kolektor yang
mengalir, vena berair dan vena episkleral. Rute non-konvensional terdiri dari
meshwork uveal dan wajah anterior otot siliaris (uveoscleral outflow). Humor akuos
memasuki jaringan ikat antara bundel otot, melalui ruang suprachoroidal, dan keluar
melalui sklera.5
Keseimbangan ada antara produksi dan drainase humor akuos. Gangguan
aliran keluar berair, biasanya melalui jalur konvensional, menghasilkan elevasi TIO,
yang merupakan faktor risiko utama dalam patogenesis glaucoma.5 2.3.
Phacomorphic Glaucoma

2.3.1 Definisi
Glaukoma adalah kumpulan penyakit dengan karakteristik umum berupa
neuropati optik yang berhubungan dengan hilangnya lapang pandang dengan
peningkatan tekanan intraokular (TIO) merupakan faktor risiko utama.6 Glaukoma
farkomorfik merupakan salah satu glaukoma akibat kelainan lensa. Glaukoma
fakomorfik adalah glaukoma sekunder sudut tertutup akut yang disebabkan oleh
intumesensi lensa atau lensa yang membesar.7
5

2.3.2 Epidemiologi
Meskipun tidak ada statistik epidemiologi formal yang tersedia, penutupan
sudut dari katarak hipermatur lebih sering terjadi di negara-negara di mana katarak
sering terjadi dan pembedahan tidak tersedia yang dapat menyebabkan glaucoma
fakomorfik. Glaukoma fakomorfik dapat terjadi pada semua ras. Glaukoma
fakomorfik terjadi sama pada pria dan wanita.8
Umumnya, glaukoma fakomorfik diamati pada pasien yang lebih tua dengan
katarak senilis, tetapi dapat terjadi pada pasien yang lebih muda setelah katarak
traumatis atau katarak intumescent yang berkembang pesat.8
2.3.3 Etiologi
Faktor-faktor tertentu mempengaruhi pasien untuk glaukoma fakomorfik,
sebagai berikut:8
• Katarak intumesen
• Katarak traumatis
• Katarak senilis yang berkembang pesat
Glaukoma fakomorfik lebih sering terjadi pada mata hiperopia yang lebih kecil
dengan lensa yang lebih besar dan Anterior Chamber yang lebih dangkal. Angle
closure attack dapat dipicu oleh dilatasi pupil dalam cahaya redup. Dilatasi ke posisi
tengah merelaksasi iris perifer sehingga dapat membungkuk ke depan, bersentuhan
dengan anyaman trabekula, menyebabkan blok pupil. Penutupan sudut juga
difasilitasi oleh tekanan yang berasal dari posterior lensa dan pembesaran lensa itu
sendiri. Kelemahan zonula akibat pengelupasan kulit, trauma, atau usia dapat
berperan dalam menyebabkan glaukoma fakomorfik.8

2.3.4 Patofosiologi
Pada mata dengan pembentukan katarak senilis, lensa menjadi bengkak atau
intumescent. Reduksi progresif terjadi pada sudut iridokorneal. Pada mata seperti ini,
glaukoma blok pupil disebabkan oleh perubahan ukuran lensa dan posisi permukaan
lensa anterior. Penutupan sudut mungkin disebabkan oleh mekanisme blok pupil yang
meningkat, atau mungkin karena perpindahan diafragma lensa-iris ke depan.1
Aposisi iridolenticular ini mengganggu aliran aqueous humor dari bilik posterior ke
bilik anterior ruang. Hal ini menyebabkan akumulasi akuos di ruang posterior,
mendorong akar iris ke depan, yang pada akhirnya dapat membentuk koneksi
6

anyaman trabekula dan menyebabkan penutupan sudut. Faktor predisposisi glaukoma


fakomorfik salah satunya adalah hiperopia, yang berhubungan dengan ruang anterior
yang lebih kecil.1
Glaukoma fakomorfik dapat terjadi melalui 3 mekanisme:
1. Blok pupil
Intumesensi lensa menyebabkan lensa dapat menyerap cukup banyak cairan
sewaktu mengalami perubahan – perubahan katarak (katarak imatur) sehingga
ukurannya membesar secara bermakna, melewati batas bilik depan mata, dan
menimbulkan sumbatan pupil.3 Akibatnya, aliran aqueous humor terhambat,
aqueous humor tersebar di bilik mata belakang, mengakibatkan tekanan di bilik
mata belakang meningkat, mendorong iris perifer ke depan sehingga sudut bilik
mata depan tertutup.9
2. Tanpa blok pupil
Lensa yang membengkak dapat menimbulkan dorongan mekanik pada
permukaan iris ke arah depan sehingga terjadi penyempitan dan penutupan
lensa.9
3. Kombinasi
Blok pupil disertai dorongan iris ke depan.9

2.3.5 Tanda dan Gejala Klinis


Glaukoma fakomorfik mempunyai gambaran gejala dan tanda seperti hampir
sama dengan glaukoma sudut tertutup primer akut, kecuali lensa dalam keadaan
katarak dan membengkak.10
Gejala yang terjadi adalah sebagai berikut:10
1. Nyeri
Serangan nyeri akut terjadi dengan onset yang tiba-tiba, dengan nyeri hebat
pada mata yang menjalar ke cabang-cabang N. V (N. Trigeminus) 2. Nausea,
muntah, lemah lesu seringkali karena berkaitan dengan nyeri yang dirasakan.
3. Penurunan visus secara cepat dan progresif, mata merah, fotofobia, dan
lakrimasi terjadi pada semua kasus.
Tanda yang dapat ditemukan adalah sebagai berikut:10
1. Kelopak mata edematus.
7

2. Kemosis konjungtiva dan kongesti konjungtiva karena pembuluh darah


ciliaris dan konjungtiva mengalami kongesti.
3. Kornea menjadi edematus dan insensitif.
4. Bilik mata depan sangat dangkal, flare aqueous dapat terlihat pada bilik
mata depan.
5. Sudut bilik mata depan tertutup total.
6. Iris mengalami perubahan warna.
7. Pupil semidilatasi, tidak reaktif terhadap cahaya maupun akomodasi.
8. Lensa katarak dan membengkak.
9. TIO meningkat secara bermakna.
10.
Diskus optikus edematus dan hiperemi.
2.3.6 Diagnosis
Diagnosis diawali dengan anamnesa dengan keluhan mata merah, nyeri, dan
visus menurun. Kemudian, dari gambaran klinis dietmukan hiperemi siliar dan
konjungtiva, edema kornea, bilik mata depan dangkal, pupil iris midriasis, iris
bombans akibat blok pupil, lensa katarak imatur – matur, TIO sangat tinggi, dan
sudut bilik mata depan tertutup.9

Gambar 2. Gambaran glaukoma sudut tertutup akut

Penilaian glaukoma secara klinis dapat dilakukan dengan:


1. Tonometri
Tonometri adalah pengukuran tekanan intraokular (TIO). Tonometer Schiotz
mengukur indentasi kornea yang ditimbulkan oleh beban yang diketahui sebelumnya.
Rentang tekanan intraokular normal adalah 10 – 21 mmHg. Pada usia lanjut, batas
atasnya adalah 24 mmHg.3
8

2. Gonioskopi
Gonioskopi adalah penilaian keadaan sudut bilik mata depan dengan visualisasi
langsung struktur – struktur sudut. Apabila keseluruhan trabekular Meshwork, taji
sklera, processus iris dapat terlihat, sudut dinyatakan terbuka. Apabila hanya garis
Schwalbe atau sebagian kecil dari trabekular Meshwork yang dapat terlihat, sudut
dinyatakan sempit. Apabila garis Schwalbe tidak terlihat, sudut dinyatakan tertutup.3

Gambar 3. Pemeriksaan gonioskopi


Gambar 4. Perkiraan kedalaman bilik mata dengan penyinaran oblik

3. Penilaian diskus optikus


Diskus optikus normal memiliki cekungan di tengahnya. Atrofi optikus akibat
glaukoma menimbulkan kelainan – kelainan diskus khas yang terutama ditandai oleh
berkurangnya substansi diskus, yang terdeteksi sebagai pembesaran cekungan diskus
optikus dan disertai dengan pemucatan diskus di daerah cekungan.3
9

Pada glaukoma, mungkin terdapat pencekungan (cupping) superior dan


inferior dan disertai pembentukan takik (notching) fokal di tepi diskus optikus.
Kedalaman cekungan juga meningkat. Sering, pembuluh retina di diskus tergeser ke
arah nasal. Hasil akhir dari proses pencekungan glaukoma adalah “bean-pot” yang
tidak memperlihatkan jaringan saraf di bagian terpinya.3
“Cup and disc ratio” adalah perbandingan antara ukuran cekungan terhadap
diameter diskus. Apabila terdapat kehilangan lapangan pandang atau peningkatan
tekanan intraokular, cup and disc ratio lebih dari 0,5 atau terdapat asimetri yang
bermakna antara kedua mata sangat diindikasikan atrofi glaukomatosa. Bukti klinis
lain adanya kerusakan neuron pada glaukoma adalah atrofi lapisan serat saraf retina
yang mendahului kelainan diskus optikus.3
Penilaian diskus optikus dapat dilakukan dengan oftalmoskopi langsung atau
dengan pemeriksaan menggunakan lensa 78 dioptri atau lensa kontak kornea khusus
yang memberikan gambaran tiga dimensi.3
Gambar 5. Glaukoma stadium awal memperlihatkan takik fokal – inferior tepi
neuroretina

Gambar 6. Pencekungan glaukomatosa yang khas.


10

Gambar 7. Pencekungan glaukomatosa “bean-pot” pada diskus optikus.

4. Pemeriksaan lapangan pandang

Penurunan lapangan pandang akibat glaukoma sendiri tidak spesifik karena


gangguan ini terjadi akibat defek berkas serat saraf. Namun, pola kelainan lapangan
pandang, sifat progresivitas, dan hubungannya dengan kelainan diskus optikus
merupakan ciri khas penyakit glaukoma. Gangguan lapangan pandang akibat
glaukoma mengenai 300 lapangan pandang bagian sentral. Perubahan paling dini
adalah semakin nyatanya bintik buta, kemudian meluas membentuk skotoma Bjerrum
dan skotoma arkuata. Skotoma arkuata sering disertai dengan nasal step (Roenne).
Pengecilan lapangan pandang perifer cenderung berawal di perifer nasal, yang
selanjutnya mungkin berhubungan ke defek arkuata menimbulkan breakthrough
perifer. Lapangan pandang perifer temporal dan 5 – 100 sentral baru terpengaruh
pada stadium lanjut. Pada stadium akhir, ketajaman penglihatan sentral mungkin
normal, tetapi hanya 5o lapangan pandang di tiap-tiap mata. Pada glaukoma lanjut,
pasien mungkin memiliki ketajaman penglihatan 20/20, tetapi secara legal buta.3
Cara untuk memeriksa lapangan pandang adalah dengan automated perimeter
(contoh : Humphrey), perimeter Goldmann, Friedmann field analyzer, dan layar
tangent.3
11

Gambar 8. Pemeriksaan defek lapangan pandang pada penderita glaukoma dengan


Humphrey analyzer

2.3.7 Diagnosis Banding


1. Glaukoma sudut tertutup primer akut
Kelainan mata yang terjadi karena tekanan intraokular (TIO) meningkat secara
cepat sebagai hasil dari tertutupnya sudut bilik mata depan secara total dan
mendadak akibat blok pupil karena kondisi primer mata dengan segmen anterior
yang kecil. Pada kelainan ini, lensa tampak jernih dan pupil lebar lonjong.9
2. Glaukoma sudut tertutup sekunder karena uveitis
Glaukoma sekunder sudut terbuka ataupun tertutup yang disebabkan radang pada
iris dan corpus ciliaris. Pada kelainan ini tampak adanya keratik presipitat, flare
dan sel sinekia posterior total, iris bombans sudut tertutup.9
3. Glaukoma neovaskuler
Glaukoma sekunder yang disebabkan adanya neovaskularisasi pada permukaan
iris, sudut, dan trabekular Meshwork.9
4. Glaukoma fakolitik
Glaukoma sekunder sudut terbuka yang timbul akibat keluarnya protein lensa pada
katarak matur dan hipermatur.9

2.3.8 Prognosis
Tujuan terapi glaukoma adalah menghentikan kecepatan kerusakan visual.
Sampai saat ini, penurunan tekanan intraokular (TIO) masih merupakan terapi utama.
Beberapa pasien masih akan tetap mengalami kehilangan penglihatan meski terdapat
penurunan tekanan yang bermakna. Namun, penurunan tekanan intraokular (TIO)
dengan cepat menurunkan laju progresivitas secara bermakna. Jika diagnosis
terlambat ditegakkan, bahkan ketika telah terjadi kerusakan penglihatan bermakna,
mata kemungkinan besar mengalami kebutaan meski diberikan terapi. Jika tekanan
12

intraokular (TIO) tetap terkontrol setelah terapi akut glaukoma sudut tertutup, maka
kecil kemungkinannya terjadi kerusakan penglihatan progresif. Demikian pula untuk
glaukoma sekunder jika terapi penyebab dasar menghasilkan penurunan tekanan
intraokular (TIO) ke kisaran normal.11

2.3.9 Tatalaksana
1. Medikamentosa

Penatalaksanaan medikamentosa pada glaucoma adalah untuk segera menurunkan


tekanan intraokular (TIO) dengan obat – obatan.9

a. Bahan hiperosmotik

Obat – obat hiperosmotik digunakan untuk mengurangi tekanan intraokular dengan


membuat plasma jadi hipertonik terhadap aqueous humor. Dosis semua obat rata –
rata 1,5 g / kg.3

1) Gliserin (Osmoglyn)
Gliserin umumnya diberikan per oral dalam larutan 50% dengan air (1 ml gliserin
beratnya 1,25 g). Dosisnya 1,5 g /kg. Efek hipotensif maksimum tercapai dalam 1
jam dan bertahan 4 – 5 jam. Pemberian per oral dan tidak terjadi efek diuretik
adalah keuntungan gliserin dibanding obat lain.3
2) Mannitol (Osmitrol)
Sediaannya dalam bentuk larutan 5-25% untuk suntikan. Dosis 1,5 – 2 g / kg
intravena, biasanya dengan kadar 20%. Efek hipotensif maksimum terjadi dalam 1
jam dan bertahan 5 – 6 jam. Masalah “overload” kardiovaskuler dan paru lebih
sering terjadi pada obat ini.3

b. Karbonik anhidrase inhibitor

Penghambatan anhidrase karbonat pada corpus ciliaris mengurangi sekresi aqueous


humor. Pemberian penghambat anhidrase karbonat per oral terutama berguna dalam
menurunkan tekanan intraokular dapat dipakai pada glaukoma sudut tertutup dengan
sedikit efek. Pemberian per oral menimbulkan efek maksimum kira – kira setelah 2
jam, sedangkan pada pemberian intravena setelah 20 menit. Lama efek maksimal 4 –
6 jam setelah pemberian per oral.3
13

c. β adrenergik antagonis tetes mata

Timolol maleate (Timopic, Betimol).3

Sediaan : larutan 0,25 % dan 0,5 % ; gel 0,25 % dan 0,5 %.

Dosis : 1 tetes larutan 0,25 % atau 0,5 % di setiap mata, diberikan 1 – 2 x sehari bila
perlu. 1 tetes gel 1 x sehari.

Timolol maletae adalah obat β adrenergik antagonis non-selektif yang diberikan


secara topikal untuk beberapa jenis glaukoma sekunder. Satu kali pakai dapat
menurunkan tekanan intraokular selama 12- 24 jam. Timolol tidak mempengaruhi
ukuran pupil atau tajam penglihatan. Penggunannya harus hati – hati pada penderita
yang diketahui kontraindikasi terhadap penggunaan sistemik obat β adrenergik
antagonis (misalnya asthma, gagal jantung).

2. Tindakan pembedahan

a. Bila katarak matur dan tensi sudah turun dengan obat, segera ekstraksi katarak.
Apabila tensi tidak turun dengan obat, dapat dilakukan sklerostomi posterior untuk
aspirasi viterous melalui pars plana untuk menurunkan TIO, kemudian dilakukan
ekstraksi katarak melalui iridektomi perifer.9

b. Bila katarak imatur dan tensi dapat turun dengan obat, dilakukan laser iridotomi
atau iridektomi melalui kornea. Selanjutnya, gonioskopi ulang, bila hasilnya sudut
tertutup atau terbuka sempit, dilakukan trabekulektomi. Apabila tensi tidak turun
dengan obat, dilakukan bedah filtrasi lebih dulu. Ekstraksi katarak dilakukan pada
tahap berikutnya. Operasi katarak diusahakan dengan insisi kecil melalui kornea
untuk mengurangi kerusakan konjungtiva.9
BAB III
KESIMPULAN

Glaukoma fakomorfik adalah glaukoma sekunder sudut tertutup akut yang


disebabkan oleh intumesensi lensa atau lensa yang membesar. Glaukoma fakomorfik
dapat terjadi melalui 3 mekanisme, yaitu dengan blok pupil, tanpa blok pupil, atau
kombinasi. Glaukoma fakomorfik mempunyai gambaran gejala nyeri, nausea,
muntah, lemah lesu, penurunan visus secara cepat dan progresif, mata merah,
fotofobia, dan lakrimasi. Tanda yang dapat ditemukan adalah kelopak mata
edematus, kemosis konjungtiva dan kongesti konjungtiva, kornea menjadi edematus
dan insensitif, bilik mata depan sangat dangkal, sudut bilik mata depan tertutup total,
iris mengalami perubahan warna, pupil semidilatasi, tidak reaktif terhadap cahaya
maupun akomodasi, lensa katarak dan membengkak, TIO meningkat secara
bermakna dan diskus optikus edematus dan hiperemi.

Penatalaksaan glaukoma fakomorfik adalah dengan segera menurunkan


tekanan intraokular (TIO) dengan obat – obatan, seperti bahan hiperosmotik
(Gliserin, Mannitol), karbonik anhidrase inhibitor (Acetazolamid), β adrenergik
antagonis tetes mata (Timolol) dan dilakukan tindakan pembedahan. Prognosis untuk
glaukoma sekunder, jika terapi penyebab dasar dapat menghasilkan penurunan
tekanan intraokular (TIO) ke kisaran normal dan dilakukan dengan cepat akan
menurunkan laju progresivitas secara bermakna. Namun, jika diagnosis terlambat
ditegakkan terutama setelah terjadi kerusakan penglihatan, kemungkinan besar
mengalami kebutaan meski diberikan terapi.

14
15

DAFTAR PUSTAKA
1. Kelly L, Sarwat S. Lens-Induced Glaucoma. Ophtalmic Pearls: Glaucoma.
2016. 55-56.
2. Abdul Rasheed. Phacomorphic Glaucoma: An Easy Approach. Pak J
Ophtalmol. 2007; 23(2): 77-79
3. Vaughan, Asbury. Oftalmologi Umum. Jakarta: EGC; 2010. 4. Goel M,
Picciani RG, Lee RK, Bhattacharya SK. Aqueous humor dynamics: a review.
Open Ophthalmol J. 2010;4:52-59. Published 2010 Sep 3.
doi:10.2174/1874364101004010052.
5. Ahmad, Syed Shoeb. Acute Lens Induced Glaucomas: A review. Journal of
Acute Disease 2017. 6. 47-52. 10.12980/jad.6.2017JADWEB-2016-0065. 6.
Ulilil C. Glaukoma. Buku Ajar Kepaniteraan Klinik SMF Mata RSU Haji
Surabaya. 2013. Surabaya: RSU Haji.
7. American Academy of Ophthalmology (AAO). Glaucoma. 2005. USA:
American Academy of Ophthalmology.
8. Harpreet G. Phacomorphic Glaucoma Clinical Presentation.2021. Available on
https://emedicine.medscape.com/article/1204917-clinical#b5 9. Nurwasis.
Glaukoma. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata. 2013. Surabaya: Airlangga
University Press.
10. AK Khurana. Comprehensive Ophthalmology Fourth Edition. 2007. New
Delhi: New Age International.
11. James. Lecture Notes Oftalmologi Edisi Kesembilan. 2006. Jakarta: Penerbit
Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai