PEMBEDAHAN PADA
GLAUKOMA
Disusun Oleh:
Syarifah, S.Ked
04084822225044
Dosen Pembimbing:
dr. Prima Maya Sari, Sp.M(K), Subsp. GL
Disusun Oleh:
Syarifah, S.Ked
04084822225044
Telaah ilmiah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen Ilmu Penyakit Mata RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
periode 15 Agustus – 11 September 2022.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan kasih-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan telaah ilmiah
ini dengan judul “Pembedahan Pada Glaukoma” yang merupakan bagian sistem
pembelajaran dan penilaian kepaniteraan klinik, khususnya Bagian/Departemen
Ilmu Penyakit Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr.
Prima Maya Sari, Sp.M(K), Subsp. GL selaku pembimbing yang telah
meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan pengarahan dalam
penyusunan telaah ilmiah ini.
Dalam penyusunan telaah ilmiah ini, penulis menyadari sepenuhnya
bahwa telaah ilmiah ini masih terdapat kekurangan, baik dari isi maupun teknik
penulisan. Sehingga apabila ada kritik dan saran dari semua pihak untuk
kesempurnaan telaah ilmiah, penulis ucapkan banyak terima kasih.
Demikianlah penulisan telaah ilmiah ini, semoga dapat berguna bagi kita
semua.
Syarifah, S.Ked
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
2.1. Anatomi Fungsional.................................................................................3
2.2. Dinamika Aqueous Humor......................................................................7
2.2.1..................... Pembentukan dan Komposisi Aqueous Humor
8
2.2.2................................................. Drainase Aqueous Humor
10
2.2.3......................................................... Tekanan Intraokular
12
2.3. Pembedahan Pada Glaukoma.................................................................12
2.3.1Laser ......................................................................................................12
2.3.2Trabekulektomi......................................................................................21
BAB III RINGKASAN........................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................29
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu teknik pembedahan filtrasi yang sering dikerjakan pada pasien
glaukoma adalah trabekulektomi. Tujuan pada teknik pembedahan
trabekulektomi adalah untuk menurunkan TIO dengan membuat saluran humor
aqueous baru dari bilik mata depan ke ruang subkonjungtiva. Trabekulektomi
sering dilakukan apabila terapi medikamentosa gagal 2 mencapai TIO yang
ditargetkan atau menimbulkan efek samping yang tidak dapat ditoleransi oleh
pasien (American Academy of Ophthalmology, 2011) (Chen, 2008) (Giaconi et
al., 2013). TIO yang meningkat pada pasien glaukoma juga dapat diturunkan
dengan teknik pembedahan fakoemulsifikasi (Cioffi, 2008). Peningkatan lajur
aliran humor aqueous akibat peningkatan kedalaman bilik mata depan
1
menyebabkan aliran humor aqueous ke arah anyaman trabekular menjadi lebih
lancar. Keadaan ini merupakan salah satu yang mengakibatkan penurunan TIO
pasca fakoemulsifikasi (Neiman et al., 2005). Pada beberapa penelitian juga
telah dikembangkan tindakan operasi kombinasi (trabekulektomi dan
fakoemulsifikasi) untuk menangani pasien glaukoma sudut tertutup yang
memiliki tekanan intraokular yang sangat tinggi. Tindakan operasi kombinasi ini
sangat disarankan untuk menstabilkan tekanan intraokular (American Academy
of Ophthalmology, 2009).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan (Chen, Lu dan Cheng, 2009)
terhadap 52 pasien glaukoma sudut tertutup yang dilakukan tindakan
trabekulektomi di Tri-Services General Hospital Taiwan antara tahun 2001 and
2004 didapatkan adanya penurunan tekanan intraokular hingga < 21 mmHg pada
34 pasien (65,4%) dengan trabekulektomi tanpa menggunakan obat-obatan anti
glaukoma dan 9 pasien lainnya (17,3%) juga mengalami penurunan tekanan
intraokular hingga < 21 mmHg setelah tindakan trabekulektomi namun dengan
menggunakan obat-obatan anti glaukoma. 4 Angka keberhasilan tindakan
trabekulektomi pada penelitian ini mencapai 82,7%, hal ini menunjukkan
efektifitas pembedahan sebagai terapi galukoma.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Mata adalah salah satu organ sensoris yang memiliki fungsi dalam
penglihatan. Ukuran mata manusia normal berkisar antara 22-27 mm pada
anteroposterior dan diameternya berkisar antara 69-85 mm. Bola mata
terdiri dari tiga lapisan, dari luar ke dalam secara berurutan adalah tunika
fibrosa (sklera dan kornea), tunika vaskulosa (iris, badan siliar dan koroid)
dan tunika nervosa (retina).3,-5 Bola mata dibagi menjadi dua rongga mata
yaitu bagian anterior ( di depan lensa) dan bagian posterior (di belakang
lensa). Rongga bagian anterior diisi oleh cairan yang disebut aqueous
humor dan rongga mata bagian posterior diisi oleh viterous humor yang
dilapisi oleh badan vitreous. Rongga mata bagian anterior dibagi lagi
menjadi dua ruangan yaitu bilik mata depan (ruang antara kornea dan iris)
dan bilik mata belakang (ruang antara iris dan lensa).6,7 Pada bagian anterior
dari bilik mata depan bersinggungan dengan bagian posterior kornea, pada
bagian posterior dari bilik mata depan bersinggungan dengan bagian
3
Anterior iris dan lensa dan pada bagian perifer dari bilik mata depan
terdapat sudut drainase. Pada bilik mata belakang, bagian anteriornya
bersinggungan dengan bagian posterior iris dan pada bagian posterior
bersinggungan dengan zonula zinii, pada bagian tengah terdapat lensa dan
pada bagian perifer terdapat prosesus siliaris. Pada badan vitreous, bagian
anterior bersinggungan dengan zonula zinii dan badan siliar serta bagian
posterior dari lensa, dan pada bagian posterior bersinggungan dengan nervus
optikus dan retina.4,5
Proses visualisasi terjadi ketika cahaya masuk melalui kornea,
kemudian selanjutnya cahaya berturut-turut melintasi (1) bilik mata depan,
(2) pupil, (3) lensa dan melalui badan vitreous kemudian jatuh ke retina,
selanjutnya impuls visual ditransmisikan ke otak melalui nervus optikus.4
Fungsi mata tergantung pada kemampuannya untuk menerima dan
memproses energi dari cahaya di lingkungan, dengan menghasilkan
potensial aksi dalam sel-sel saraf khusus, dan menyampaikan potensial
tersebut melalui nervus optikus (saraf kranial II) ke otak. Kornea, iris, badan
siliaris, dan lensa semuanya berperan dalam mentransmisikan dan
memfokuskan cahaya ke komponen sensor mata di retina. Struktur seperti
koroid, aqueous humor dan vitreous humor, serta sistem lakrimal penting
untuk keseimbangan fisiologis, pemeliharaan tekanan yang tepat, dan nutrisi
jaringan okular.4,5
Struktur okular utama yang berhubungan dengan dinamika aqueous humor
adalah badan siliar sebagai tempat produksi aqueous humor, trabecular
meshwork dan uveoscleral pathway sebagai jalur drainase aqueous humor.
Badan siliar menempel pada scleral spur dan memiliki bentuk menyerupai
segitiga siku-siku. Prosesus siliaris merupakan bagian dari badan siliar yang
berfungsi sebagai tempat produksi aqueous humor yang berada di bagian
anterior di daerah yang disebut pars plicata. Epitel prosesus siliaris memiliki
dua lapisan: lapisan dalam yang tidak berpigmen yang berkontak dengan
aqueous humor di bilik mata belakang dan lapisan luar yang berpigmen yang
berkontak dengan stroma prosesus siliaris. Bagian posterior dari badan siliar,
4
disebut pars plana, memiliki lapisan yang lebih datar dan bertemu dengan
koroid di ora serrata. Baik saraf simpatis dan parasimpatis mempersarafi
badan siliar. Serabut parasimpatis berasal dari nukleus Edinger-Westphal dan
ganglion pterigopalatina. Serabut simpatis berasal dari ganglion superior
servikal dan pleksus karotis. Serabut sensorik berasal dari ganglion trigeminal
melalui nervus oftalmikus.1-3
6
Gambar 2.3. Anatomi jaringan drainase aqueous humor. a)
uveal meshwork; b) coronosclerar meshwork; c) Schwalber
line; d) Schlemm’s canal; e) saluran konektor; f) otot
longitudinal badan siliar; g) sclerar spur
Dikutip dari : Netter FH. Atlas Anatomi Manusia. Edisi Ke-6.
7
memungkinkan sel inflamasi dan mediator bersirkulasi di mata, begitu juga
obat agar dapat terdistribusi ke jaringan mata berbeda.3
Aqueous humor disekresikan secara aktif ke bilik mata belakang oleh
epitel tidak berpigmen yang melapisi prosesus siliaris di pars plicata. Untuk
mencapai bilik mata belakang, berbagai konstituen aqueous humor harus
melintasi tiga komponen jaringan prosesus siliaris yaitu dinding kapiler,
stroma, dan epitel bilayer. Setelah memenuhi bilik mata belakang, aqueous
humor mengalir ke bilik mata depan melalui pupil.1,2
Drainase aqueous humor terjadi secara pasif melalui dua jalur pada
sudut bilik mata depan, yang secara anatomis terletak di limbus. Jalur
konvensional dimulai dari aqueous humor yang melewati trabecular
meshwork, masuk ke dalam lumen Schlemm's canal, menuju saluran
kolektor internal dan keluar melalui vena episklerla. Jalur non-konvensional
terjadi di uveal meshwork dan sisi anterior otot siliaris, aliran aqueous
humor memasuki jaringan ikat di antara berkas otot, melalui ruang
suprakoroid, dan keluar melalui sklera.1-3
Sekresi dan drainase aqueous humor dipengaruhi oleh tekanan vena
10
Gambar 2.4 Aliran Aqueous Humor
Dikutip dari : Xinghuai S. Dai Y. Medical Treatment of Glaucoma.
11
memberikan rata-rata tekanan intraokular yakni 15.5 ± 2.6 mmHg.1,3
2.3.1 laser
Laser saat ini sudah banyak dipakai dan diterapkan untuk berbagai
kepentingan.Penggunaan dalam bidang komputer dan bidang medis
mengalami perkembangan yang signifikan. Laser merupakan kepanjangan
dari light amplification by stimulated emission of radiation memiliki prinsip
fisika yang sama dengan arti singkatannya yaitu pancaran cahaya yang
diperkuat oleh adanya emisi radiasi. Laser sendiri diawali oleh temuan Albert
Einstein tentang stimulated emission of radiation. Tiga sifat dasar dari laser
adalah monokrom, divergensiminimal dan koheren. Laser yang dipancarkan
dapat memiliki panjang gelombang yang berbeda tergantung dari sumber
cahaya, media serta filter yang dipakai contoh Nd: yang memiliki panjang
gelombang 1064 nm, Diode 800-810 nm, Argon 488 nm. sifat lain yang
penting dari instrument laser adalah hasil laser yang kontinyu atau pulse.
Laser yang kontinyu dihasilkan terus) menerusseperti pendar cahaya senter
12
sedangkan laser pulse dihasilkan dalam bentuk satu semburan sinar laser
dalam periode tertentu umumnya dalam millisecond.
Photon yang berasal dari sumber cahaya tertentu yang kontak dengan
permukaan jaringanmata dapat direfleksikan kembali kepada sumbernya,
dibelokkan ketika melewati permukaan jaringan, menyebar ketika melewati
jaringan atau melewati jaringan tanpa ada interaksi. Photonyang diabsorpsi
oleh jaringan akan menyebabkan perubahan atom dan molekul. secara klinis
interaksi antara laser dan jaringan yang berguna dibagi menjadi fotokimia,
termal (fotokoagulasidan fototermoablasi) atau ionisasi. Interaksi klinis laser
dan jaringan yang banyak dipakai dalam penanganan gangguan di mata adalah
efek termal dan ionisasi.
Laser di bidang mata cukup banyak digunakan, antara lain penanganan
penyakit retina seperti pada diabetik retinopati, kemudian bedah refraktif
seperti LASIK, penanganan posterior capsule opacity dan glaukoma. Pada
glaucoma penggunaan terapi laser meliputi penanganan open angle glaucoma
yaitu laser trabeculoplasty (LTP) untuk meningkatkan outflow aqueous dan
cyclophotocoagulation untuk menurunkan produksi aqueous. Sedangkan pada
angle closureglaucoma atau angle closure, laser digunakan dengan laser
iridotomy (LPI) untuk melepaskan blok pupil, laser peripheral iridoplasty
untuk memodifikasi permukaan iris serta CPC untuk menurunkan produksi
aqueous.
Pada terapi glaukoma, efek laser bekerja dalam dua mekanisme. Mekanisme
pertama foton akan diserap oleh chromophores mata yaitu melanin,
hemoglobin dan xantofil atau air. Deposisi energi yang terjadi akan
menyebabkan denaturasi protein saat terjadi peningkatan suhu (450 - 65 0
)
jaringan. Hal ini secara klinis berguna untuk iridoplasti atau koagulasi pada
pembuluh darah yang mengalami perdarahan. Jika energi yang diberikan
ditingkatkan, peningkatan suhu yang tinggi akan menyebabkan destruksi fokal
dari jaringan target (fotokoagulasi). Jika peningkatan suhu terjadi diatas titik
didih air (65 0 -100 0) maka akan terbentuk dan terlihat gelembung gas yang
mengandung uap air dan gas akibat jaringan yang rusak. Mekanisme kedua
yaitu efek laser pada jaringan dengan titik fokal tertentu dangan laser
berkekuatan tinggi dan pulse yang singkat. Hal ini akan membentuk plasma
13
yang menyerap foton dan berikutnya memancarkannya sehingga dapat
menembus struktur jaringan pada jaringan target dan melindungi jaringan
disekitarnya. Hal ini berguna pada iridektomi.
a. Laser Trabekuloplasti
Argon Laser Trabeculoplasty (ALT) dilakukan dengan menembakan laser
berkali-kali ditrabecular meshwork. Mekanisme laser trabekuloplasti sehingga
dapat menurukan tekanan intraokuler dengan menyebabkan kontraksi fokal
jaringan kolagen pada trabecular meshwork dan melebarkan ruang
intertrabekuler disekitarnya sehingga dapat meningkatkan outflow aqueous,
atau mengubah fungsi sel endothelial trabekuler untuk memecah diri dan
bermigrasi, menghasilkan matrik ekstraseluler yang tidak menghambat ouflow
dan memberikan efek selektif pada sel endothelial dan merangsang datangnya
makrofag pada selective laser trabeculoplasty. Indikasi LTP adalah glaucoma
sudut terbuka yang gagal dengan terapi medikamentosa, sebgai pelengkap
terapi medikamentosa serta dapat digunakan untuk terapi primer. Umumnya
ALT dipergunakan untuk mengurangi tekanan intra okuler pada pasien
dengan glukoma sudut terbuka primer, juga dipakai pada penderita glaucoma
dengan pseudoexfoliation sindrom dan pigmentary glaucoma. Selain itu dapat
juga digunakan pada penderita glaucoma akibat penggunaan steroid.
Kontraindikasi LTP adalah adanya edema kornea, glaucoma sudut tertutup
yang menyeluruh, usia kurang dari 83 tahun serta pada beberapa glaucoma
sekunder sudut terbuka seperti pada uveitic glaucoma maupun angle recession
glaucoma.
Persiapan yang dilakukan berupa penjelasan pada pasien tentang tindakan
yang akan dilakukan. Pemberian setetes brimonidine 0,15% - 2,0% atau
apraclonidine 1% satu setengah jam sebelum dan atau segera setelah
trabekuloplasti dilakukan. Pemberian bahan alpha adrenergic agonist tadi
efektif untuk meminimalisir peningkatan TIO post operasi. Selain itu dapat
diberikantetesan pilocarpine 2% -4% serta anesthesia topikal sebelum
tindakan dilakukan.
Tindakan ALT dapat dilakukan dengan menggunakan lensa gonioskopi
Goldman, lensa trabekuloplasti empat cermin Ritch, lensa Magna view gonio
14
argon/diode laser atau lensa Latina SLT gonio laser. Tindakan ALT dilakukan
dengan ukuran spot size 50 um dan exposure time 0,1 detik. Kekuatan laser
yang digunakan diatur antara 300 – 1000 mW sampai terjadi depigmentasi
minimal atau gelembung kecil di bagian depan trabecular meshwork. Titik-
titik laser ditempatkan dengan jarak 3 derajat satu sama lain. Dahulu prosedur
ALT dilakukan dengan membuat 100 titik dalam 3600 bagian anterior dari
trabecular meshwork, tetapi saat ini pemberian 50 titik pada 180 0 dapat
menurunkan peningkatan TIO post operasi. Kemudian diukur TIO setelah 1
bulan, bila TIO belum mencapai tekanan yang diinginkan maka ALT
dapatditambahkan pada 1800 sisanya.
Tekanan intra okuler diukur setelah 30 – 60 menit post operasi. 6ika tekanan
tidak meningkat atau meningkat minimal maka pasien dapat dipulangkan.
Pengobatan glaucomasegera setelah ALT dilakukan dihentikan terlebih
dahulu, tetapi dapat diberikan sampai TIO kembali kelevel aman kira- kira
selama 4-6 minggu. Dapat dipertimbangkan untuk pemberian topikal
kortikosteroid empat kali sehari selama 1 minggu atau obat- obatan NSAID
untuk mengendalikan inflamasi post operasi.
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain peningkatan TIO akut post operasi
yang dapat terjadi dalam 1 jam atau kurang setelah ALT dilakukan.
15
Pemberian brimonidine dan apraclonidine satu jam sebelum ALT dan segera
setelah ALT efektif untuk mencegah peningkatan TIO setelah tindakan.
Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah peripheral anterior sinekia yang
dapat terjadi pada 46% pasien dalam waktu 3 bulan setelah ALT. Selain itu
mata kabur setelah tindakan, kerusakan sel epitel dan endotel kornea, proses
inflamasi dan penyempitan lapang pandang yang progresif dapat terjadi.
ALT memiliki tingkat kesuksesan yang baik untuk menurunkan tekanan intra
okuler (TIO) akan tetapi efeknya berkurang seiring dengan waktu. Dalam
jangka pendek angka kesuksesan 65- 95% dapat menurunkan TIO sebesar 20-
30 %. Angka kesuksesan dalam 5 tahun mencapai 50% akan tetapi terjadi
pengurangan efek sebesar 5- 10% pertahun. Penelitian oleh Ikke Sumantri
pada tahun 2007 menunjukan angka kesuksesan 68,9% dengan penurunan
TIO sebesar 20,4%. Respon terapi ALT dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti TIO sebelum terapi, usia, ras, tipe glaucoma dan afakia/pseudofakia.
18
Gambar 2 a. Argon Laser Iridotomy. B. Nd:YAG Laser Iridotomy
Tekanan intra okuler harus dievaluasi kembali 30-60 menit setelah tindakan.
Dila terjadi peningkatan TIO dievaluasi kembali 30 menit kemudian untuk
menyisihkan kemungkinan peningkatan TIO lebih tinggi yang memerlukan
pengobatan. Evaluasi 1 hari post operasi perludilakukan pada pasien dengan
peningkatan TIO >8 mmHg post operasi. Peningkatan TIO yang signifikan
memerlukan pengobatan glaucoma standar. Ahli mata akan memberikan
kortikosteroid topikal (prednisolone acetate 1%) setiap 5 menit dalam 1 jam
pertama dan dilanjutkan 4 kali sehari selama empat hari dan menjadwalkan
follow up 1 minggu setelah tindakan.
Komplikasi dari laser iridotomi antara lain perdarahan, katarak fokal,
peningkatan TIO, peradangan dan penutupan kembali iridotomi. Posterior
sinekia juga sering terjadi setelah iridotomi. Hal ini dapat diatasi dengan
menghindari penggunaan pilocarpine post operasi, penggunaan kortikosteroid
topika yang sering dan mendilatasi mata segera setelah tindakan.
19
e. Cyclophotocoagulation
Pasien glaucoma stadium lanjut umumnya gagal dengan terapi medis dan
biasanya telah menjalani tindakan filtrasi yang tidak memberikan hasil yang
memuaskan sehingga menyebabkan sikatrik di konjungtiva dan sinekia
anterior perifer yang luas. Salah satu metode alternatif untuk mengatasi hal ini
adalah dengan siklodestruktif yang berfungsi untuk mengurangi jumlah
produksi humor aqueous sehingga seimbang dengan aqueous outflow. Tehnik
siklodestruktif dengan laser dipakai untuk mengganti tehnik-tehnik
sebelumnya seperti sikloablasi dengan diatermi atau siklocryoterapi berupa
transklera sikloptokoagulas(CPC) dengan laser ND:YAG dan laser kontak
diode.
Mekanisme kerja kontak CPC dengan laser diode akan menyebabkan
memutihnya pars plikata dan nekrosis koagulasi dari epitel dan stroma badan
silier. Hal tersebut akan menekan produksi humor aqueous baik itu melalui
hilangnya fungsi sekresi dari epitel badan silier maupun berkurangnya perfusi
vaskuler di badan silier atau kombinasi keduanya. selain itu dengan CPC
dapat mengurangi TIO karena terjadi peningkatan outflow melalui system
uveoskleral.
Aplikasi CPC secara klinis dapat dilakukan pada glaucoma refrakter yang
tidak terkontrol dengan terapi medis, trabekuloplasti atau pemebedahan filtrasi
konvensional. Selain itu CPC digunakan juga pada glaucoma congenital dan
glaucoma neovaskuler.
Untuk melakukan CPC umumnya diperlukan injeksi anastesi peribulber atau
20
retrobulber 3-5 mL dengan lidocain HCI atau kombinasi dengan bupivacaine
HCI. ND:YAG laser yang digunakan memakai continues wave (cw) dengan
probe yang memiliki ujung sapphire 2.2 mm yang memancarkan continues
wave 1,1-1,0 detik. Energi yang dipakai sebesar 4-8 J dengan power 4-9 W
dan durasi 0,5-0,7 detik serta dilakukan 30-40 aplikasi laser. Tindakan dengan
laser diode kontak, energi dipancarkan melalui fiberoptik dengan diameter
600 um yang diarahkan melalui G-probe yang dirancang memancarkan sinar
laser 1.2 mm dibelakang limbus. Hasil yang baik diperoleh dengan pengaturan
1-2 W selama 2,0 detik (3,75-4,5 J). CPC dengan laser kontak diode dapat
dilakukan sampai 16-18 aplikasi laser pada 270 0
di mata didaerah badan
silier. Dila diperlukan 0P0 ulangan dapat dilakukan pada daerah badan silier
270 0 termasuk quadran yang sudah pernah diterapi.
Inflamasi post tindakan selalu terjadi dan ditangani dengan perberian
prednisolone asetat/hidroklorida 1% topikal setiap 1 atau 2 jam dan atropine
sulfat 1% dua kali sehari selama beberapa hari pertama. Pengobatan dapat
disesuaikan dengana tingkat inflamasi yang terjadi. Pengobatan glaucoma
dapat dilanjutkan sampai hari tindakan dilakukan dan dapat dilanjutkan
keesokan harinya bila masih diperlukan. TIO perlu diukur 1-2 jam setelah
tindakan, 1 hari post tindakan dan selanjutnya sesuai kebutuhan.
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain hiperemi konjungtiva, uveitis
anterior, nyeri, perdarahan, ptisis bulbi, simpatetik ophthalmia, berkurangnya
tajam penglihatan serta perforasidari sclera yang tipis.
2.3.2 Trabekulektomi
Pada saat ini, bila seorang dokter ahli mata dihadapkan untuk mengerjakan
bedah anti glaukoma, maka lazimnya yang terpikir adalah melakukan
trabekulektomi. Dari kepustakaan, dapat diketahui, trabekulektomi
merupakan bedah anti glaukoma yang sekarang paling banyak dilakukan,
memberikan hasil yang terbaik, dan dapat digunakan untuk semua jenis
glaukoma.
Semula operasi ini dirancang sebagai trabekulokanalektomi, yang
mengharapkan tekanan intraokuler dapat turun oleh karena akuos dapat
mengalir ke seluruh Schlemm yang ikut terpotong pada waktu pengangkatan
21
sebagian trabekulum. Dikemukakan, walaupun terdapat beberapa mekanisme
penyebab turunnya tekanan intraokuler, ternyata yang paling menonjol adalah
terjadinya pengaliran akuos langsung ke bawah konjungtiva. Hal ini terlihat
dengan terbentuknya gelembung (bleb) akuos di bawah jaringan tersebut pada
kasus-kasus yang terkontrol. Dengan demikian, mekanisme tersebut tidak
banyak berbeda dengan apa yang dicapai bedah filtrasi klasik. Cara
pembedahannya sendiri tidak banyak berbeda dengan bedah filtrasi klasik,
hanya saja dibuat flep sklera yang ternyata merupakan dasar keuntungan dari
jenis operasi anti glaukoma ini, dalam hal mengurangi penyulit pasca bedah.
Cara yang sekarang banyak dilakukan adalah mengguna- kan flep sklera
yang berbasis pada limbus tersebut, tetapi tanpa melakukan dialisis, seperti
yang dikemukakan kembali oleh Cairns (1970). Pada tahun 1972, ia
melaporkan hasil baik pada 95% di antara kasus-kasus yang dilakukan dengan
metode tersebut. Pada tulisan ini, selair, akan dibicarakan mengenai teknik
pembedahan dan penyulit -penyulit yang dapat terjadi selama bedah
trabekulektomi, juga usaha-usaha untuk mengatasi penyulit tersebut.
22
4. Pembuatan jendela trabekula sebesar 2 x 2 mm. Sayatan dibuat dengan
pisau silet dimulai pada ke.dua sisi kanan dan kiri tegak luaus pada limbus,
lak bagian psoterior. Bagian depan digunting dengan gunting Vannas.
5. Iridektomi perifer. Bersihkan bibir luka pada waktu iridektomi,
parhatikan bahwa pupil lonjong ke arah jendela trabekula. Reposisi iris
biasanya cukup dilakukan dengan menekan dan mendorong- nya ke arah
pupil dari luar, melalui perifer kornea di atasnya.
6. Kedua jahitan sementara flep sklera dikuatkan. Bila perlu ditambah satu
atau lebih jahitan lagi.
7. Flep tenon konjungtiva dijahit secala jclujur pada yang berbasis limbus.
Pada flep dengan basis difornik, cukup dibuat 2 jahitan pada kedua ujung
sayatan, setelan konjungtiva ditarik dan diyakini dapat menutup bekas
sayatan.
8. Injeksi antibiotika subkonjungtiva dan diberikan salep mata antibiotika.
23
24
Penyulit-penyulit yang dapat terjadi selama pembedahan
Penyulit-penyulit lebih sering terjadi pada pembedahan pemula dan
mereka yang melakukannya kurang hati-hati serta kurang memperhatikan
faktor-faktor predisposisi penyulit.
a. Perdarahan
Perdarahan dapat terjadi pada satiap tahapan pembedahan. Pasien usia
lanjut, hipertensi, arterio sklerosis, kelainan pem- bekuan, penyaldt
obstruksi pernafasan merupakan predis- posisi. Begitu pula penderita
glaukoma kongesti dan posisi kepala penderita yang terlampau rendah dari
badan. Sebagian pendarahan dapat dicegah, misalnya dengan
menggunakan jarum yang tidak memotong pada waktu mem- buat tali
kendali. Perdarahan pada waktu membuat flep tenon konjungtiva dapat
dikurangi dengan diseksi tidak me- motong. Kauterisasi pembuluh darah
pada permukaan sklera hendaknya dilakukan sebelum pembuatan flep
sklera. Pada waktu iridektomi, diyakini bahwa tidak memotong badan
siliar atau iris terlalu basal. Irigasi dengan BSS atau penekanan dengan
kapas, tidak jarang dapat menghentik an perdarahan. Bila melakukan
kauterisasi, sebaiknya dilakukan dengan cara kauterisasi bidang basah,
terutama bila mengkauterisasi dipermukaan sklera dan di bibir jendela
trabekula. Hifema yang meng- ganggu dibersihkan dengan irigasi bilik
mata depan melalui lobang parasintesis.
b. Konjungtiva robek
Robekan konjungtiva umumnya terjadi di daerah litrbus kornea. Hal ini
akan mengganggu pembentukan bleb pada pembedahan trabekulektomi
yang mempergunakan flep tenon konjungtiva dengan basis limbus. Luka
tersebut akan menjadi lebih terbuka dan berbentuk lobang kancing (button
hole) pada waktu penjahitan kembali flep tenon - konjungtiva. Masalah
ini tidak perlu ada bila trabekulektomi dilakukan dengan menggunakan
flep tenon - konjungtiva yang berbasis pada fornik. Robekan tersebut harus
dijahit, dan dianjurkan untuk menjehitnya dengan benang 10 - 0 dan jarum
yang tidak me- motong, serta menyertakan tenon di bawahnya sampai
tidak ada kebocoran lagi.
c. Perforasi sklera/kornea dan flep sklera robek
25
Perforasi sklera biasanya terjadi pada waktu membuat inaisi batas flep
sklera yang terlalu dalam atau diseksi sklera, terutama bila flep sklera
dibuat terlalu tebal dan mengguna- kan pisau yang tajam. Oleh karena itu,
membuat batas flep sklera sebaiknya dimulai dengan his. permulaan yang
tidak terlalu dalam. Sedang sayatan berikutnya, yaitu untuk mencapai
kedalaman yang diingini, dapat dibuat dengan sedikit menarik satu sisi
bibir luka sayatan permulaan untuk melihat kedalamannya. Dianjurkan
pula untuk tidak melakukan diseksi sklera dengan pisau yang terlah. tajam.
Biasanya dipergunakan pisau beaver atau pisau gulf seperti waktu
melakukan operasi pterygium. Jika perforasi terjadi juga, tetapi kecil, dapat
dibiarkan. Per- forasi yang cukup panjang dijahit dengan benang 10 - 0,
dan bila ada perdarahan dari badan siliar harus dikontrol dulu se- belum
penjahitan sklera.
Perforasi kornea yang prematur tidak perlu terlalu di- risaukan, oleh
karena dapat disertakan pada waktu membuat jendela trabekula. Robeknya
flep sklera dapat dihindari dengan tidak me- megang flep pada tepinya,
tetapi menjepitnya agak lebar pada sisirya. Selain itu, jangan membuat flep
sklera terlalu tipis dan menarik flep terlalu kuat.
d. Iris tidak prolap atau prolap berlebihan
Umumnya iris mudah prolap bila jendela trabekula di- buat pada tempat
yang tepat. Iris akan sukar atau tidak prolap bila jendela trabekula terlak
posterior, lebih- lebih bila pengangkatan jaringan trabekulum tidak
lengkap, adanya sinekhia posterior atau iris yang kaku karena pengobatan
miotikum yang lama. Bila jendela trabekula baik, iris juga dapat dibuat
prolap dengan menyuntikkan BSS melalui lobang parasintesis. Hindari
memasukkan pinset iris terlalu dalam ke bilik mata depan untuk menarik
iris, oleh karena dapat menimbulkan trauma pada lensa. Prolap iris yang
berlebihan dapat terjadi pada pupil yang lebar, adanya penekanan terhadap
bolamata, meningkatnya tekanan di ruang posterior atau terjebaknya
akuos di bilik mata belakang. Adalah bijaksana untuk tidak langsung
melakukan iricektomi, tetapi iridotomi dahulu pada keadaan demikian.
e. Bilik mata depan yang dangkal/rata
Bilik mata depan yang menjadi sangat dangkal disebab- kan oleh
26
banyaknya akuos yang keluar, biasanya setelah iridektomi. Umumnya ke
dalaman bilik mata depan kembali setelah flep sklera dijahit kembali. Ada
kalanya ruang anterior tersebut tetap dangkal sehingga perlu dibentuk
dengan memasukkan BSS melalui lubang parasintesis. Pengisian ini pun
sering dilakukan untuk mengetahui banyak. sedikitnya drainase akuos
melalui celah- celah flep sklera. Bila ia terlalu banyak, diperlukan
penambahan jahitan flep sklera. Pada keadaan-keadaan tertentu, bilik mata
depan dapat tidak terbentuk atau kembali menghilang walt.upun sudah
dicoba mengisinya dengan hawa. Untuk ini harus waspada akan adanya
dorongan terhadap diafragma iris lensa ke depan, oleh karena
meningkatnya tekanan di ruang posterior. Penyebab-penyebab tersebut
selayaknya harus diketahui lebih dini sejak awal pembedahan, adalah:
1. Akinesia dan anestesia retrobulber, termasuk massase bola mata yang
tidak sempurna.
2. Penekanan bola mata oleh kelopak mata atau speculum palpebra.
3. Posisi kepala terlalu rendah.
Dalam keadaan yang ekstrim dan lazim disertai dengan meningkatrya
tekanan bola mata, bilik mata depan baru dapat dibentuk setelah
melakukan sklerotomi posterior untuk mengurangi volume di rongga mata
bagian belakang.
27
BAB III
KESIMPULAN
28
DAFTAR PUSTAKA
3. Zhangrong Q., et.al. Aqueous humor dynamics in human eye. China : MBE :
2021
5. Ludwig PE, Jessu R., Czyz CN. Physiology, Eye. StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing: 2020.
6. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi Revisi Berwarna
Ke-12. Edisi Revisi. Widjajakusumah MD, Tanzil A, editors. Singapore:
Elsevier Singapore Pte Ltd: 2016.
29