Anda di halaman 1dari 7

A.

Tri Ayu Utami Ibrahim


4518101017
Resume
Anak Berkebutuhan Khusus & Cara Penanganannya
A. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Sebelum kita beranjak ke penanganan anak yang berkebutuhan khusus, maka yang
pertama yang harus kita pahami adalah yang dimaksud anak berkebutuhan khusus. Anak-
anak yang memiliki keterbatasan fisik, psikis ataupun akademik sering disebut dengan
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Menurut Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2011 tentang
Kebijakan Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus dijelaskan bahwa Anak Berkebutuhan
Khusus adalah anak yang mengalami keterbatasan/keluarbiasaan baik fisik, mental-
intelektual, sosial, maupun emosional yang berpengaruh secara signifikan dalam proses
pertumbuhan dan perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
Secara umum Anak Berkebutuhan Khusus, atau yang sering disingkat sebagai ABK adalah
suatu kondisi dimana anak memiliki karakteristik khusus yangberbeda dengan anak pada
umumnya yaitu mengalami keterbatasan/keluarbiasaan baik pada fisik, mental-intelektual,
sosial, maupun emosional.
Adapun anak berkebutuhan khusus dikelompokkan menjadi :
1. Tunarungu
Istilah tunarungu berasal dari kata “tuna” dan “rungu”, tuna artinya rusak atau cacat dan
rungu artinya pendengaran, seseorang dapat dikatakan tunarungu apabila ia memiliki
kerusakan/kelainan pada organ pendengarannya yang menyebabkan ia tidak dapat
mendengar atau kurang mampu mendengar suara yang seharusnya mampu didengar orang
normal.
2. Tunanetra
Dimata masyarakat umum, tunanetra atau yang lebih dikenal dengan buta adalah
seseorang yang tidak bisa melihat atau seseorang yang telah kehilangan fungsi
penglihatannya, padahal pengertian tunanetra tidak sesempit itu, karena anak yang hanya
mampu melihat dengan keterbatasan (low vision) juga disebut tunanetra, Seperti yang
didefinisikan oleh Somantri (1996:54)anak tunanetra adalah anak yang mengalami
gangguan penglihatan, baik sebagian atau menyeluruh yang menyebabkan proses
penerimaan informasi kurang optimal.
3. Tunadaksa

Istilah tunadaksa berasal dari kata “tuna” dan “daksa”, tuna yang berarti rusak atau cacat
dan “daksa” yang berarti tubuh. Menurut Sutjihati Somantri tunadaksa adalah suatu
keadaan yang terganggu atau rusak sebagai akibat dari gangguan bentuk atau hambatan
pada otot, sendi dan tulang dalam fungsinya yang normal. Kondisi ini bisa disebabkan
oleh kecelakaan, penyakit atau juga bisa disebabkan karena pembawaan sejak lahir.
Dimasyarakat sendiri istilah tunadaksa masih belum terlalu familiar, masyarakat menyebut
tunadaksa dengan kata cacat atau cacat tubuh. Padahal kata cacat adalah kata yang kurang
baik untuk di ucapkan, apalagi untuk anak berkebutuhan khusus.Tunadaksa yang dialami
seseorang dapat terjadi karena bawaan dari lahir ataupun disebabkan oleh penyakit dan
kecelakaan.

4. Tunagrita
Tunagrahita adalah seseorang yang mengalami hambatan fungsi kecerdasan intelektual
dan adaptasi tingkah laku yang terjadi pada masa perkembangannya dan juga
menyebabkan kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi maupun sosial.
5. Autis

Autis adalah gangguan perkembangan saraf yang kompleks yang gejalanya sudah terlihat
sebelum anak berusia tiga tahun. Seseorang yang mengalami autisme memiliki gangguan
dan masalah dalam berinteraksi dengan orang lain, kadang anak autisme terlihat sangat
linglung, terkucil, terasing, tidak mau melakukan kontak mata dengan orang lain, tidak
mau bermain bersama teman-temannya, sering mengulang gerakan-gerakan secara terus
menerus dan berlebihan. Akibat gangguan ini seseorang yang mengidap gangguan autis
sulit unutk belajar berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya dan
menyebabkan seolah-olah ia hidup dalam dunianya sendiri.

B. Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus

1. Tunanetra
Untuk anak Tunanetra dalam penanganannya dapat menggunakan berbagai alat yang dapat
membantu baik dalam beradaptasi juga membantu dalam hal pembelajaran. Media tersebut yaitu
huruf braille yang dapat membantu anak tunanetra membaca. Selanjutnya adalah tape recorder.
Melalui tape recorder, penjelasan materi pelajaran yang dijelaskan oleh guru di kelas dapat
direkam, sehingga ketika mengulang pelajaran dan anak- anak tunanetra dapat mendengarkan
rekaman tersebut. Anak-anak tunanetra perlu pendampingan yang lebih daru orang tua dan guru,
karena dengan begitu mereka merasa tersupport.
Jangan terbiasa untuk mengasihani anak atau memanjakannya. Karena hal ini akan membuat anak
menjadi tidak mandiri dan tidak percaya diri. Perlakukan anak sebagaimana orangtua
memperlakukan anak regular (normal). Dukung anak untuk dapat melakukan aktivitas sehari-
harinya.
Ajak anak untuk bergaul dengan sebanyak mungkin orang di sekitarnya, seperti keluarga, teman-
teman, orang yang lebih dewasa, orang yang lebih muda, dan sebagainya. Ajak anak berpartisipasi
dalam acara keluarga dan kegiatan rumah tangga sehari-hari, sehingga ia terbiasa untuk mandiri,
bertanggung jawab, dan percaya diri.
Kedua orangtua harus kompak, konsisten, dan penuh kasih sayang terhadap anak. Orangtua yang
kompak dan harmonis akan membuat anak merasa diterima dan didukung dalam segala hal,
sehingga anak juga semangat untuk sukses, walaupun memiliki kekurangan.

anak Tuna Grahita memiliki kemampuan kecerdasan yang terbatas, mereka masih bisa
dioptimalkan melalui teknik-teknik pendidikan tertentu agar bisa mengembangkan tingkah
laku- tingkah laku tertentu
2. Tunarungu
Anak tunarungu memiliki keterbatasan dalam pendengarannya. Sehingga anak tersebut dalam
berkomunikasi harus menggunakan bahasa isyarat. Disini anak tuna rungu mendapatkan bina
wicara agar anak dapat berkomunikasi dengan baik. Tunarungu dalam berkomunikasi meggunakan
bahasa isyarat.
Anak tunarungu bisa berkonsentrasi dan cepat memahami kejadian yang sudah dialaminya dan
bersifat konkret bukan hanya hal yang diverbalkan. Anak tunarungu membutuhkan metode yang
tepat untuk meningkatkan kemampuan berbahasanya yaitu metode yang dapat menampilkan
kekonkretan sesuai dengan apa yang sudah dialaminya. Metode pembelajaran untuk anak
tunarungu haruslah yang kaya akan bahasan konkret dan tidak membiarkan anak untuk berfantasi
mengenai hal yang belum diketahui.
3. Tunadaksa
Prinsip-prinsip pembelajaran yang perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran anak tunadaksa
yaitu, pelayanan medis, pelayanan pendidikan, pelayanan sosial yang pada dasarnya juga
tidak dapat lepas dengan prinsip rehabilitasi dan habilitasi.
Habilitasi adalah usaha yang dilakukan seseorang agar anakmenyadari bahwa mereka masih
memiliki kemampuan atau potensi yang dapat dikembangkan meski kemampuan atau potensi
tersebut terbatas.
Rehabilitasi
adalah usaha yang dilakukan dalam berbagai bentuk dan cara, sedikit-demi sedikit
mengembalikan kemampuan yang hilang atau belum berfungsi optimal.

4. Tunagrita
Anak Tuna Grahita memiliki kemampuan kecerdasan yang terbatas, mereka masih bisa
dioptimalkan melalui teknik-teknik pendidikan tertentu agar bisa mengembangkan tingkah laku-
tingkah laku tertentu
yang diperlukan agar bisa hidup dalam sebuah masyarakat . Tingkah laku-tingkah laku apa yang
bisa dikembangkan digolongkan dalam tingkah laku yang disebut sebagai tingkah laku adaptif,
yaitu tingkah laku yang terkait dalam 10 area hidup. Derajat penguasaan tingkah laku-tingkah laku
tersebut juga amat ditentukan oleh derajat keparahan gangguan kecerdasannya (juga derajat
gangguan-gangguan penyertanya). Hingga hari ini, telah berkembang berbagai teknik pembelajaran
yang ditujukan untuk anak Tuna Grahita. Siapa yang bertanggung jawab mengembangkan tingkah
laku adaptif tersebut? Seharusnya sekolah, rumah, lingkungan masyarakat dan negara, yang
tujuannya selain agar anak bisa mengembangkan tingkah laku adaptif, juga seyogyanya
mengembangkan anak agar bisa bekerja sesuai dengan kemampuannya.

5. Autis

Umumnya, kesulitan merupakan suatu kondisi tertentu yang ditandai dengan adanya
hambatan-hambatan dalam kegiatan mencapai Mirza Maulana dalam bukunya “Anak
Autis”, penanganan autisme mencakup dua hal, yaitu penanganan dini dan penanganan
terpadu. Untuk penanganan dini, terdiri dari beberapa cara:
a. Intervensi dini
Autisme memang merupakan gangguan neurobioligis yang menetap. Gejalanya tampak
pada gangguan bidang komunikasi, interaksi dan perilaku. Gangguan neurobiligis tidak
bisa diobati, tetapi gejala-gejalanya bisa dihilangkan atau dikurangi, sampai orang awam
tidak lagi dapat membedakan mana anak non-autis dan mana anak autis. Semakin dini
terdiagnosis dan terintervensi, semakin besar kesempatan untuk “sembuh”. Penyandang
autisme dinyatakan sembuh bila gejalanya tidak kentara lagi sehingga ia mampu hidup dan
berbaur secara normal dalam masyarakat luas. Intervensi ini bisa dilakukan dengan
berbagai cara, yang penting berusaha merangsang anak secara intensif sedini mungkin
agar ia mampu keluar dari dunianya sendiri.
b. Dibantu Terapi di Rumah

Salah satu metode adalah intervensi dini yang banyak diterapkan di Indonesiaa adalah
modifikasi atau lebih dikenal ABA (aplied behavior analysis), yang ditemukan oleh
psikolog asal Amerika, O. Ivar Lovaas di tahun 1964.22 Melaluimetode ini, anak dilatih
melakukan berbagai macam keterampilan yang berguna bagi hidup bermasyarakat,
misalnya berkomunikasi, berinteraksi, berbicara, berbahasa dan seterusnya. Namun
terutama yang perlu diterapkan adalah latihan kepatuhan. Hal ini sangat penting agar
mereka dapat mengubah perilaku seenaknya sendiri menjadi perilaku yang lazim dan
diterima masyarakat. Kelebihan metode intervensi ini adalah pendekatannya yang
sistematis, terstruktur dan terukur pada penyandang autisme untuk mengetahui
ketidakmampuannya. Penanganan Anak Autis dalam Interaksi Sosial .
yang diperlukan agar bisa hidup dalam sebuah masyarakat . Tingkah laku-tingkah laku apa yang bisa
dikembangkan digolongkan dalam tingkah laku yang disebut sebagai tingkah laku adaptif, yaitu
tingkah laku yang terkait dalam 10 area hidup. Derajat penguasaan tingkah laku-tingkah laku
tersebut juga amat ditentukan oleh derajat keparahan gangguan kecerdasannya (juga derajat
gangguan-gangguan penyertanya). Hingga hari ini, telah berkembang berbagai teknik pembelajaran
yang ditujukan untuk anak Tuna Grahita. Siapa yang bertanggung jawab mengembangkan tingkah
laku adaptif tersebut? Seharusnya sekolah, rumah, lingkungan masyarakat dan negara, yang
tujuannya selain agar anak bisa mengembangkan tingkah laku adaptif, juga seyogyanya
mengembangkan anak agar bisa bekerja sesuai dengan kemampuannya.
Gambar dibawah ini menunjukkan bahwa ada 3 sisi dalam pemfungsian anak Tuna
Grahita, yang harus bekerja sama, sisi pertama adalah fakta bahwa anak tuna
Grahita bermasalah karena poternsi kecerdasannya kurang. Namun demikian telah
berkembang konsep-konsep pengajaran yang mendukung optimasi/
pemfungsian potensi anak Tuna Grahita (Lihat Snell,Martha E,1978). Sisi yang kedua adalah Faktor
lingkungan , rumah, sekolah masyarakat merupakan sebuah faktor yang bisa membantu
memfungsikan potensi anak tuna Grahita. Sisi ketiga merupakan sisi yang harus dirumuskan
yaitu bagaimana agar rumah, sekolah, masyarakat dan lingkungan kerja di masyarakat bisa
membantu mendukung agar anak Tuna Grahita bisa memfungsikan potensi-potensinya
5. Autis
Umumnya, kesulitan merupakan suatu kondisi tertentu yang ditandai dengan adanya
hambatan-hambatan dalam kegiatan mencapai

suatu tujuan, sehingga memerlukan usaha yang lebih berat lagi untuk dapat mengatasinya.19
Pada kondisi tertentu, pekerja sosial juga mengalami kesulitan ketika menangani anak autis.
Menurut Mirza Maulana dalam bukunya “Anak Autis”, penanganan autisme mencakup dua
hal, yaitu penanganan dini dan penanganan terpadu. Untuk penanganan dini, terdiri dari
beberapa cara:
a. Intervensi dini:20 Autisme memang merupa- kan gangguan neurobioligis yang menetap.
Gejalanya tampak pada gangguan bidang komunikasi, interaksi dan perilaku. Gang-
guan neurobiligis tidak bisa diobati, tetapi gejala-gejalanya bisa dihilangkan atau di-
kurangi, sampai orang awam tidak lagi dapat membedakan mana anak non-autis dan
mana anak autis. Semakin dini terdiagnosis dan ter- intervensi, semakin besar
kesempatan untuk “sembuh”. Penyandang autisme dinyatakan sembuh bila gejalanya
tidak kentara lagi se- hingga ia mampu hidup dan berbaur secara normal dalam
masyarakat luas. Intervensi ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, yang penting
berusaha merangsang anak secara intensif sedini mungkin agar ia mampu ke- luar dari
dunianya sendiri.
b. Dibantu Terapi di Rumah:21Salah satu me- tode intervensi dini yang banyak diterapkan
di Indonesiaa adalah modifikasi atau lebih dikenal ABA (aplied behavior analysis),
yang ditemukan oleh psikolog asal Amerika,
O. Ivar Lovaas di tahun 1964.22 Melalui metode ini, anak dilatih melakukan berba- gai
macam keterampilan yang berguna bagi hidup bermasyarakat, misalnya berkomu-
nikasi, berinteraksi, berbicara, berbahasa dan seterusnya. Namun terutama yang perlu
diterapkan adalah latihan kepatuhan. Hal ini sangat penting agar mereka dapat
mengubah perilaku seenaknya sendiri menjadi perilaku yang lazim dan diterima
masyarakat. Kelebi- han metode intervensi ini adalah pendekatan- nya yang sistematis,
terstruktur dan terukur pada penyandang autisme untuk mengetahui
ketidakmampuannya.

Anda mungkin juga menyukai