Anda di halaman 1dari 109

KEWIRAUSAHAAN BAGI MAHASISWA DI ERA

REVOLUSI INDUSTRI 4.0

MAKALAH

Dianjurkan Sebagai Syarat Untuk

Memperoleh Sertifikat PROPANKA

Disusun oleh :
Nugroho Teguh Santoso 2115207001

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
YPKP SANGGA BUNA
2022

1
Menurut Wikipedia, industri 4.0 merupakan nama tren otomasi dan pertukaran data

terkini dalam teknologi pabrik. Istilah ini mencakup sistem siber-fisik, internet untuk segala,

komputasi awan, dan komputasi kognitif. dapat disimpulkan bahwa revolusi industri 4.0

adalah mengajak para pelaku usaha atau industri untuk lebih memaksimalkan peran dan

fungsi internet dalam mengembangkan bisnisnya. Hingga saat ini, Pemerintah juga tengah

gencar mensosialisasikan revolusi industri 4.0 di Indonesia. Meski keberadaan hambatan

untuk memgimplementasikan industri 4.0 juga tidak dapat dihindari, seperti konektivitas

internet. Hal ini masih menjadi PR untuk Pemerintah, agar seluruh pelosok negeri

mendapatkan akses internet. Kecanggihan dalam menggunakan internet, data dan mesin di

era revolusi industri 4.0 telah melahirkan berbagai terobosan brilian yang melahirkan

efisiensi memudahkan masyarakat dalam mengakses informasi. Di dunia wirausaha

khususnya sektor industri, di mana teknologi informasi dan komunikasi dimanfaatkan

sepenuhnya. Tak cuma pada proses produksi, juga pada seluruh rantai nilai industri agar

menumbuhkan model bisnis yang kontemporer berbasis digital agar meraih efisiensi yang

tinggi dan kualitas produk lebih baik.

Semua tahu, bisnis digital beberapa tahun belakangan ini telah menjadi sebuah tren

usaha yang cukup menggiurkan. Bukan hanya itu, bisnis digital juga menjadi wadah bagi

generasi muda untuk menyalurkan kreativitas menjadi sebuah peluang usaha. Banyak juga

wirausahawan muda inovatif yang ikut berkontribusi dalam memberikan solusi untuk

masalah sosial yang ada melalui bisnis digital.

Beberapa tahun terakhir ini kita dikejutkan dengan perubahan-perubahan bisnis yang

sangat luar biasa. Masyarakat yang semakin sering mengonsumsi konten-konten berbentuk

digital setiap harinya, mulai dari akses melalui telepon genggam, laptop, pc kantor, dan

lainnya. Semua aktivitas dalam hidup kita sangat bergantung dengan internet. Mulai dari

bangun tidur, berolahraga, berangkat sekolah, berangkat kerja, makan siang, janji bertemu

2
dengan teman atau klien menonton hiburan, melakukan pembayaran, hingga membeli barang,

semuanya menggunakan internet. Digital marketing menjadi sangat begitu penting karena

akan menjadi masa depan kegiatan marketing, dan nampaknya media digital akan segera

menggantikan media-media dengan bentuk yang masih tradisional. Metode komunikasi

digital marketing lebih praktis dan efisien serta menawarkan potensial yang lebih untuk para

pelaku marketing

Kecanggihan dalam men-sinergikan internet, data dan mesin di era revolusi industri

4.0 telah melahirkan berbagai terobosan brilian yang melahirkan efisiensi memudahkan

masyarakat dalam mengakses harga yang lebih terjangkau. Sebut saja transportasi on line

yang bisa meluluhlantahkan transportasi dengan metode manual konvensional. Demikian hal

nya dengan gerai-gerai supermarket yang eksistensinya terancam oleh dahsyatnya online

marketing yang memberi kesempatan luas bagi semua orang untuk berposisi sebagai penjual.

Seperti bisnis jual beli online yang semakin menjanjikan di era revolusi industri 4.0.

Memang bisnis jual beli online sudah besar sejak 10 tahun yang lalu berkat Forum Jual Beli

di Kaskus, namun munculnya berbagai macam e-commerce di Indonesia membuat para

pelaku bisnis kecil-kecilan bisa memanfaatkan kehadiran mereka secara maksimal.

Di era revolusi industri 4.0, sangat penting membangun karakter bisnis atau

entrepreneurship generasi muda. Agar mereka memiliki kesadaran mengubah budaya kerja

'mencari kerja' menjadi budaya 'menciptakan kerja dan lapangan kerja'. Spirit enterpreneur

harus ada di dalam diri milenial " Maka penting, generasi muda sebagai generasi milenial

sebagai calon pemimpin bangsa harus tampil sebagai sumber daya berkualitas, di samping

memiliki rasa tanggung jawab sosial yang tinggi. Salah satunya, tentu dibangun melalui

karkater entreprenership

dengan cara :

3
1. menumbuhkan karakter wirausaha,

2. menumbuh-kembangkan wirausaha baru kreatif yang inovatif berbasis teknologi, dan

3. membantu mahasiswa dalam menentukan keunikan bisnis berbasis teknologi dengan

menemukan celah pasar yang tepat untuk meningkatkan peluang keberhasilan bisnis.

Mahasiswa di era revolusi industri 4.0 adalah kaum muda yang mempunyai

kompetensi akademik yang baik, berjiwa entrepreneur, menguasai future skills (soft & hard

skills) sebagai modal kompetensi diri. Dimana dalam perkembangannya revolusi industry 4.0

adalah Internet of Things (IoT) konsep dimana suatu alat fisik atau mesin yang terkoneksi

dengan jaringan internet, Big Data, dan Argumented Reality. Kemudian Cyber Security,

Artifical Intelegence, Addictive Manufacturing, Integrated System, dan Cloud Computing.

Meskipun salah satu dampak era revolusi industri 4.0 adalah butuh mengeluarkan

biaya yang tinggi, namun digitalisasi terhadap usaha yang dijalankan saat ini sangatlah

penting. Dengan adanya teknologi canggih ini dapat meningkatkan efektifitas dan

produktivitas. Produk yang dihasilkan lebih beragam dengan harga yang terjangkau.

Sehingga mampu mencukupi kebutuhan pasar. (Tri Sugiarti Ramadhan, Dosen FEB

Universitas Islam Malang)

MENTERI Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KUKM) Anak Agung Gede

Ngurah Puspayoga menyebut era revolusi industri 4.0 membuka peluang bagi siapa pun

untuk menjadi pengusaha, termasuk mhasiswa di perguruan tinggi.

Mereka bisa mengembangkan potensi yang ada dan membuka lapangan kerja baru bagi

masyarakat sekitar. "Kalau ada kemauan, semua pasti bisa berwirausaha. Apa lagi kaum

milennial itu dikenal kreatif, inovatif," ujar Puspayoga di Kampus IKIP PGRI Denpasar, Bali,

pekan lalu.

4
Teknologi, lanjut dia, sudah bagaikan makanan sehari-hari bagi kaum muda dan itu

seharusnya digunakan untuk kegiatan positif dan menghasilkan nilai tambah. "Seperti anak

saya. Dulu dia sempat jualan baju secara daring. Sekarang mau buka usaha cukur rambut.

Anak muda memang harus seperti itu. Maksimalkan keahlian dan peluang yang ada,"

tegasnya Untuk mendorong peran pelajar yang lebih besar dalam dunia usaha, Kementerian

KUKM pun menyelenggarakan pelatihan pemanfaatan teknologi di Kampus IKIP PGRI

Denpasar. Para mahasiswa diberikan ilmu untuk menjadi digital enterpreneur dengan produk-

produk yang menjadi keunggulan di daerah tersebut. Mengingat Denpasar merupakan tujuan

utawa wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri, produk-produk kerajinan seperti

lukisan, patung, dan ukir-ukiran merupakan komoditas unggulan utama. Di sisi hulu,

pemerintah juga memberi pemahaman terkait upaya untuk mendapatkan modal usaha.

Kementerian KUKM memiliki beberapa program pembiayaan, salah satunya Wirausaha

Pemula (WP). Sejak 2011 hingga 2018, Kementerian KUKM telah menyalurkan bantuan

sebesar Rp246,76 miliar kepada 20.382 wirausaha pemula. Pemerintah juga berkomitmen

membantu pengembangan usaha di sektor hilir hingga pemasaran. Komitmen lengkap itu

dituangkan dalam nota kesepahaman bersama (MoU) tentang pengembangan kewirausahaan

di kalangan mahasiswa yang ditandatangani Menteri Koperasi dan UKM dengan Rektor IKIP

PGRI Bali I Made Suarta. "Kami harap sinergi ini bisa memunculkan wirausaha-wirausaha

baru yang andal," ucap Suarta. (Pra/E-1)

Gempuran era digital dan revolusi industri 4.0 sudah pasti tidak bisa dibendung lagi.

Pilihannya tinggal, kita bisa bertahan hidup di era teknologi canggih atau punah? Karena itu,

penting bagi mahasiswa dan kaum milenial untuk membangun karakter kewirausahaan atau

entrepreneurship. Tujuannya sederhana, agar mahasiswa mampu meningkatkan taraf ekonomi

wilayahnya dan mampu memberikan nilai ekonomis kepada masyarakat.

5
Itulah simpulan Dr. Syahril Chaniago, M.Pd. selaku Kepala Bagian Umum Ditjen

Belmawa Kemenristekdikti dalam wokshop dan kuliah umum bertajuk "Membangun

Karakter Kewirausahaan Mahasiswa di Era Revolusi Industri 4.0" di Universitas Patimura,

Ambon pada Sabtu, 19 Mei 2019.

Melalui acara ini diharapkan mahasiswa memiliki kemampuan individu dalam

menciptakan peluang ekonomis dari sebuah ide usaha baik skala kecil maupun skala besar.

Karena itu, bagi kalangan perguruan tinggi, Kewirausahaan menjadi mata kuliah wajib agar

mahasiswa mampu menemukan inovasi bisnis di masyarakat dengan dukungan aplikasi ilmu

dan teknologi supermodern.

"Di era revolusi industri 4.0, sangat penting membangun karakter bisnis atau

entrepreunership mahasiswa. Agar mereka memiliki kesadaran mengubah budaya kerja

'mencari kerja' menjadi budaya 'menciptakan kerja dan lapangan kerja'. Spirit enterprenuer

harus ada di dalam diri mahasiswa" ujar Dr. Syahril Chaniago di sela acara di Ambon.

Oleh karena itu, lanjut Dr. Syahril, Kemenristekdikti telah membuat program

"Kompetisi Bisnis Mahasiswa Indonesia (KBMI)" sebagai wadah untuk mempraktikkan ilmu

dan keterampilan berwirausaha yang sudah didapat oleh mahasiswa melalui pemberian

modal.  

KBMI bertujuan 1) menumbuhkan karakter wirausaha, 2) menumbuh-kembangkan

wirausaha baru kreatif yang inovatif berbasis teknologi, dan 3) membantu mahasiswa dalam

menentukan keunikan bisnis berbasis teknologi dengan menemukan celah pasar yang tepat

untuk meningkatkan peluang keberhasilan bisnis. Jalan untuk sukses dan menuju kehidupan

yang lebih baik, memang tidak mudah.

6
Maka penting, mahasiswa sebagai generasi milenial sebagai calon pemimpin bangsa

harus tampil sebagai sumber daya berkualitas, di samping memiliki rasa tanggung jawab

sosial yang tinggi. Salah satunya, tentu dibangun melalui karkater entrepreneurship. 

Mahasiswa di era revolusi industri 4.0 adalah kaum muda yang mempunyai

kompetensi akademik yang baik, berjiwa entrepreneur, menguasai future skills (soft & hard

skills) sebagai modal kompetensi diri.

"Dan untuk itu, seorang entrepreneur, bukanlah orang yang memilih usaha di semua

bidang, namun memilih bidang usaha yang cocok dengan kemampuan dan minat yang

dimiliki lalu mempelajari, mengamati dari dekat, mengumpulkan informasi yang dibutuhkan,

dan yang terpenting mau bergerak dengan pengetahuannya untuk membangun usaha" tambah

Dr. Syahril Cahniago mengakhiri kuliah umumnya.

Surabaya-(26/10/2019) Dalam era revolusi industri 4.0 mahasiswa tidak hanya

dituntut mengenai persoalan pendidikan saja. Tetapi mahasiswa dituntut untuk memiliki jiwa

kewirausahaan dengan mengembangkan nilai-nilai positif pada sikap kewirausahaan yaitu

gigih, ulet, sabar, tekun. Dalam upaya mensinergikan serta mengembangkan kemampuan

para mahasiswa di dunia kewirausahaan para mahasiswa pendidikan IPA mengadakan

Seminar Nasional Kewirausahaan.

Para mahasiswa Pendidikan IPA yang dihimpun oleh Himpunan Mahasiswa

Pendidikan Matematika. Membuat suatu kegiatan Seminar Nasional Kewirausahaan dengan

tema kegiatan “Strategi Menjadi Entrepreneur Muda di Era Revolusi Industri 4.0”

Seminar Kewirausahan ini diadakan di Gedung SAC UIN Sunan Ampel Surabaya dengan

peserta dalam kegiatan Seminar Nasional ini ialah seluruh Mahasiswa UIN Sunan Ampel

Surabaya, Mahasiswa PTN/PTS di wilayah Surabaya dan Sekitarnya serta Masyarakat

Umum.

7
Tujuan dari kegiatan Seminar Nasional Kewirausahaan ini adalah untuk

memperdalam dan mengembangkan pegetahuan tentang kewirausahaan, Memberi motivasi

pkepada para mahasiswa untuk berani berwirausaha, mengetahui strategi dalam mejalankan

bisnis dalam menghadapi permasalahan di dunia usaha.

Dengan diadakannya Seminar Nasional Kewirausahaan ini, para Mahasiswa

Pedidikan IPA berharap dapat bermanfaat sebagai sarana ilmu pegetahuan untuk

meingkatkan aprsiasi generasi muda dalam bidang entrepreneur. Serta sebagai sarana untuk

memotivasi seluruh audience dalam meningkatkan peran entrepreneur di era Revolusi

Industri 4.0.

Seminar Nasional dibuka pukul 07.00 untuk Heregistrasi peserta. Setelah itu dimulai

pukul 09.45 dengan Sambutan oleh ketua pelaksana yaitu Imroatus Sholikhah, ketua

HIMAPTIKA yaitu M. Abdulloh Sahal, Ketua Prodi Pedidikan IPA yaitu Dr. Nur Wakhidah,

S.Pd, M.Si. serta Ketua Jurusan Pendidikan MIPA yaitu Dr. Suparto, M.Pd.I.

 Setelah itu, tiba saat nya acara inti yang di isi oleh Narasumber Rahmi Awalia dan

Dr. Budiyono Saputro, M.Pd. Narasumber mengisi materi sesuai dngan tema Seminar yaitu

“Strategi Menjadi Entrepreneur Muda di Era Revolusi Industri 4.0” serta dilanjut degan sesi

tanya jawab para peserta kepada pemateri.

Sebelum penutupan acara, tedapat pembagian Doorprize dan pemberian Cindera mata

kepada narasumber. Selanjtnya acara ditutup degan bacaan doa.

Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita mendorong mahasiswa dan akademisi

untuk menumbuhkan semangat kewirausahaan di era industri 4.0 sekaligus berkontribusi

dalam perekonomian Indonesia.

8
Hal tersebut ia sampaikan dalam kuliah umum di Universitas Tarumanegara, Jakarta

yang dihadiri lebih dari 200 mahasiswa “Kita harus menumbuhkan semangat kewirausahaan

bagi generasi muda dan mendorong mereka mempelajari konsep kewirausahaan yang relevan

di era industri 4.0.

Enggar mengatakan, masyarakat, utamanya mahasiswa harus mempersiapkan diri,

baik dari segi mental, pengetahuan, dan keterampilan. Sehingga, saat era tersebut datang,

manusia-manusia di Indonesia sudah siap dan mampu berdaya saing. Enggar mengatakan,

pada 2018, di negara-negara maju, sebanyak 14 persen dari total penduduk usia kerja adalah

wirausahawan. Sedangkan wirausahawan di Indonesia hanya mencapai 3,1 persen dari

jumlah penduduk. "Ini yang perlu terus didorong untuk terus menumbuhkan minat

kewirausahan bagi para generasi muda," kata Enggar.

Dalam paparannya, Enggar menekankan bahwa kewirausahaa harys ditekuni dengan

serius. Kewirausahaan merupakan pemberdayaan dan kemitraan. "Maju bersama dengan

mitra dan tidak boleh ada yang dirugikan,” tambah Enggar. Selain itu, lanjut Enggar,

wirausahawan merupakan pimpinan yang visioner, artinya yang harus bisa memberdayakan

staf dan bawahannya untuk lebih maju dan siap menjadi pemimpin. Untuk menjadi visioner,

ada tiga hal yang diperlukan, yaitu ekspansif, berani mengambil risiko, berpikir di luar

kebiasaan (thinking out of the box).

Enggar mengatakan, kewirausahaan di era revolusi industri 4.0 merupaka kompetisi

dalam kecepatan menyampaikan dan menjual ide. Kuncinya adalah menciptakan kebutuhan

pasar, selalu belajar, dan meningkatkan produktivitas. Untuk itu, proses belajar di lembaga

pendidikan dan universitas harus berpusat pada mahasiswa dan tidak lagi mendengarkan

paparan pengajar satu arah. Proses belajar juga harus mengajak mahasiswa untuk berpikir

9
kreatif dan inovatif. Enggar juga menekankan para pengajar untuk menjadi mentor yang aktif

membimbing dan mendorong anak didiknya mencapai potensi terbaik.

CEO Region VIII/Jawa 3 Surabaya, R Erwan Djoko Hermawan, mengungkapkan

bahwa di era revolusi industri 4.0 ini diperlukan pendekatan dengan para mahasiswa. “Hal

tersebut dimaksudkan agar kita (Bank Mandiri, red) dapat memiliki literasi yang cukup baik

dalam menghadapi masalah ini,” ujar Erwan, sapaan akrabnya.

Lebih lanjut, Erwan mengatakan bahwa banyak kemungkinan yang akan dihadapi

dunia perbankan, diantaranya gejolak makroekonomi, persaingan dengan bank lain yang

semakin agresif, disrupsi financial technology (Fintech), serta kondisi politik yang tidak

menentu. “Perubahan perilaku konsumen juga berdampak besar di dunia perbankan, hal ini

yang membuat kami mencari solusi di tiap tahunnya,” imbuhnya.

Erwan juga memaparkan bahwa mahasiswa harus berinovasi seperti mengembangkan

aplikasi baru atau berwirausaha untuk bersaing di era ini. Untuk menjembatani potensi

mahasiswa yang ingin memulai berwirausaha, Bank Mandiri siap untuk menjadi wadah para

generasi milenial yang ingin berproses. “Karena kami (Bank Mandiri, red), ingin mahasiswa

bisa menata dirinya agar dapat berubah dan tidak tertinggal jauh,” lanjutnya.

Erwan menyebutkan bahwa kini banyak perusahaan asing yang bergabung dengan

Bank Mandiri. Perusahaan-perusahaan tersebut dinilai cocok untuk menjembatani mahasiswa

sebagai langkah awal untuk menjadi wirausahawan muda. “Saya menunggu kontribusi

mahasiswa untuk berwirausaha, cukup mulai dengan fokus mengejar masa depan dan jangan

pernah menengok ke belakang,” tambahnya penuh harap.

Senada dengan Erwan, Ir Mas Agus Mardiyanto ME PhD, Wakil Rektor II Bidang

Perencanaan, Keuangan dan Sarana Prasarana ITS, mendorong mahasiswa untuk memiliki

10
bakat wirausaha. Pria kelahiran 16 Agustus 1962 di Blora tersebut juga turut menyoroti

tantangan di era disrupsi yang cukup berat ini.

Alumni Teknik Sipil ITS tersebut juga menghimbau mahasiswa untuk berani memulai

serta tak gentar mengembangkan usaha-usaha baru. Para generasi milenial ini dirasa dapat

menyaingi perusahaan-perusahaan luar yang ada. “Kuncinya ada pada diri masing-masing

individu, jika ingin sukses maka bangkitkan semangat wirausahamu mulai sekarang,”

pesannya.

Sebagai penutup, Erwan mengingatkan mahasiswa bahwa di tahun 2020 mendatang, Bank

Mandiri akan menghelat kompetisi Wirausahawan Muda Mandiri (WMM) yang merupakan

program utama Bank Mandiri yang telah dilaksanakan sejak tahun 2007. “Kompetisi ini akan

dihadiri oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, dan akan memilih calon-calon

wirausahawan muda yang kompeten,” jelasnya.

Tidak hanya lokakarya, dalam acara ini nantinya PT Mandiri Capital Indonesia (MCI)

yang juga merupakan innovation arm Bank Mandiri, akan memfasilitasi sepuluh mahasiswa

yang terpilih untuk bekerja sama dengan start-up yaitu Moka dan Jurnal untuk mendapatkan

pelatihan dan pembinaan gratis selama tiga bulan mendatang.

Revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan inovasi dalam teknologi informasi

``internet of things'' memberikan dampak yang luas bagi perekonomian di seluruh dunia

termasuk Indonesia. Peran serta perguruan tinggi bisa dilakukan melalui implementasi

pendidikan kewirausahaan dengan memanfaatkan teknologi digital, karena perguruan tinggi

merupakan agent of change yang mempersiapkan mahasiswa menjadi pribadi unggul,

tangguh, dan kompeten dalam terjun bermasyarakat. Tujuan dari penulisan artikel ini

memberikan gambaran tentang Pendidikan kewirausahaan yang diselenggarakan di perguruan

11
tinggi untuk memberi bekal enterpreneur pada mahasiswa agar siap menghadapi dunia kerja

dengan memanfaatkan teknologi digital. Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini

adalah deskriptif dengan menggunakan studi kepustakaan sehingga menghasilkan paparan

yang berupa gagasan teori tentang pentingnya pendidikan kewirausahaaan pada mahasiswa

dengan memanfaatkan teknologi digital. Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa membekali

mahasiswa character building enterpreneur 4.0 yaitu cerdas, amanah dan kreatif termasuk di

dalamnya upaya peningkatan aspek 5C (creative, cognitive, collaborative, competence,

cohesiveness) dan mampu mencetak generasi digitalpreneur.

Tuntutan bagi lulusan perguruan tinggi tidak hanya mampu bekerja di perusahaan dan

instansi lain, melainkan juga harus memiliki jiwa kewirausahaan untuk menciptakan

lapangan pekerjaan baru dengan memanfaatkan peluang yang muncul dari revolusi 4.0.

Perguruan tinggi akan menghadapi tantangan dalam mempersiapkan dan melengkapi SDM

dengan kompetensi serta ketrampilan yang tepat untuk menghadapi revolusi 4.0 agar terus

mampu berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan bangsa Nasir(2018) .

Sebuah PT harus mampu mencetak input (mahasiswa) melalui proses pendidikan yang

mampu melahirkan out put (lulusan) yang cakap, berkarakter, dan berdaya saing. Maka

perlunya penyesuaian terhadap sistem dan program pendidikan tinggi supaya relevan dengan

revolusi 4.0. Salah satunya melalui pendidikan kewirausahaan dengan memanfaatkan

teknologi digital. Mengapa demikian, karena kehidupan di abad 21 menuntut berbagai

perubahan pendidikan yang mendasar. Untuk melaksanakan perubahan dalam bidang

pendidikan tersebut UNESCO sejak tahun 1998 telah mengemukakan dua basis landasan:

pertama pendidikan harus diletakkan pada empat pilar yaitu belajar mengetahui (learning to

know), belajar melakukan (learning to do), belajar hidup dalam kebersamaan (learning to live

together) dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be); kedua belajar seumur hidup (life

12
long learning)Wijaya et al. (2016) . Perubahan pendidikan di abad 21 harus diikuti oleh

perguruan tinggi untuk diterapkan kepada mahasiswa, supaya mereka nanti setelah lulus siap

terjun di masyarakat. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan menjadikan sistem yang

dianut oleh setiap Perguruan Tinggi haruslah berangsur diubah. Seiring dengan kebutuhan

dan tuntutan tersebut, perubahan kurikulum ini menjadi upaya untuk pengembangan inovasi

terhadap suatu tuntutan tersebut. Pemerintah Indonesia di era Presiden Joko Widodo

menargetkan Indonesia menjadi kekuatan ekonomi digital terbesar di ASEAN pada tahun

2020 dengan proyeksi nilai transaksi e-commerce mencapai 130 juta USD. Ekonomi digital

merupakan suatu hal yang menandakan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi pada masa

yang akan datang, ditandai dengan semakin pesatnya perkembangan bisnis atau transaksi

perdagangan yang menggunakan layanan internet sebagai media dalam berkomunikasi,

kolaborasi dan bekerjasama antar perusahaan atau individu. Maka untuk mewujudkan tujuan

pemerintah tersebut diperlukan peran perguruan tinggi dalam mencetak generasi penerus

bangsa yang siap menghadapi kompetisi global yaitu revolusi 4.0. Pendidikan kewirausahaan

yang selama ini diterapkan di perguruan tinggi masih belum memanfaatkan teknologi digital

terutama pada mata kuliah praktik KWU mahasiswa hanya membuat busnis plan sementara

pada saat praktik konsep busnis plan yang sudah dibuat kadang tidak terpakai. Maka disini

diperlukan sinkronisasi antara busniss plan dan praktik KWU dengan tujuan untuk

mengarahkan, mendampingi mahasiswa. Masalah yang dihadapi yaitu bagaimana pendidikan

kewirausahaan yang diberikan pada perguruan tinggi bisa memanfaatkan teknologi digital,

meskipun kita tahu bahwa mahasiswa sekarang bukanlah golongan yang gaptek tetapi

kepandaian yang mereka miliki dibidang teknologi digital belum dimanfaatkan untuk peluang

menjadi enterpreneur. Dengan kondisi yang seperti itu maka dosen dituntut untuk bisa

mengarahkan model pembelajaran kewirausahaan dengan memanfaatkan teknologi digital.

13
Berdasarkan latar belakang di atas artikel ini bertujuan untuk mengetahui pentingnya

pendidikan kewirausahaan pada mahasiswa dengan memanfaatkan teknologi digital.

Pada abad 21 dikenal dengan masa pengetahuan (knowledge age), dimana semua

alternative upaya pemenuhan kebutuhan hidup dalam berbagai konteks lebih berbasis

pengetahuan. Upaya pemenuhan kebutuhan hidup yang dimaksud meliputi: bidang

pendidikan berbasis pengetahuan (knowledge based education), pengembangan ekonomi

berbasis pengetahuan (knowledge based economic), pengembangan dan pemberdayaan

masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge based social empowering), dan pengembangan

dalam bidang industri pun berbasis pengetahuan (knowledge based industry). Mukhadis

(2013) Lembaga pendidikan yang diharapkan dapat menghasilkan lulusan dengan

kemampuan akademis pada bidang keilmuan yang ditekuni yaitu perguruan tinggi. Maka

perguruan tinggi harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

yang berkembang dengan pesat guna melakukan penyebaran dan pembaharuan terutama

terhadap aktifitas dan proses pembelajaran yang berlangsung di dalamnya. Program

Mahasiswa Wirausah dilaksanakan di Perguruan Tinggi dikembangkan melalui Kementrian

Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Pengembangkan tersebut ditujukan untuk

memberikan bekal pengetahuan, ketrampilan dan sikap atau jiwa wirausaha

(enterpreneurship) berbasis Ipteks kepada mahasiswa agar dapat mengubah mindset dari job

seeker menjadi job creator serta menjadi pengusaha yang tangguh dan sukses dalam

menghadapi persaingan global. Oleh karena itu karakter kewirausahaan diantara mahasiswa

harus dibangkitkan agar jumlah wirausaha terdidik dari kalangan perguruan tinggi meningkat

dan jumlah pengangguran berkurang. Lulusan perguruan tinggi dan mempunyai gelar sarjana

tidak bisa dengan mudah mencari pekerjaan, meskipun banyak mahasiswa berkonsentrasi

untuk menjadi seorang pekerja atau karyawan namun faktanya banyak lulusan perguruan

tinggi yang masih menganggur. Maka melalui wirausaha akan mengarahkan mahasiswa

14
(lulusan) menemukan ide dan inovasi yang kreatif sehingga mampu membuat usaha baru

tidak lagi terfokus pada mencari kerja dan menjadi pekerja lagi, melainkan bisa menciptakan

dan membuka lapangan kerja. Kurnia et al. (n.d) Pada tahun 2030 Indonesia mengalami

bonus demografi dimana jumlah penduduk usia produktif diperkirakan 60% dan 27%

diantaranya adalah penduduk muda, dimana mereka berpotensi menjadi wirausaha. Pada

revolusi 4.0 perkembangan gaya hidup masyarakat sudah mengarah ke digitalisasi. Data dari

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2017 internet sudah

menjangkau 51,8% populasi Indonesia. .

Ekonomi digital masih menjadi tantangan bagi sebagian pengusaha, karena bagi yang

mampu beradaptasi, keuntungan berlipat ganda akan didapat. Sebaliknya, pengusaha yang

tidak dapat mengikuti kecanggihan perkembangan zaman bukan tidak mungkin akan jauh

ketinggalan. Anak-anak muda menjadi kelompok yang sangat antusias menggeluti bisnis

berbasis digital. Maka disini sangat diperlukan implementasi pendidikan kewirausahaan pada

mahasiswa dengan memanfaatkan teknologi digital sebagai upaya menghadapi revolusi 4.0.

Alasan apa yang mendasari yaitu pertama; posisi kewirausahaan dalam perekonomian

Indonesia di abad 21 pada ekonomi kreatif dan digital. Indonesia mengalami beberapa tahap

perkembangan perekonomian yaitu abad 18 masa ekonomi pertanian, abad 19 ekonomi

industri, abad 20 ekonomi informasi dan abad 21 sekarang ini masuk pada ekonomi kreatif

dan digital. Salahuddin (2017) Indonesia mengalami beberapa tahap perkembangan

perekonomian yaitu abad 18 masa ekonomi pertanian, abad 19 ekonomi industri, abad 20

ekonomi informasi dan abad 21 sekarang ini masuk pada ekonomi kreatif dan digital.

Ekonomi kreatif menjadi salah satu konsep untuk pengembangan perekonomian di Indonesia.

Dimana Indonesia bisa mengembangkan model ide dan talenta dari rakyat untuk dapat

menginovasi dan menciptakan suatu hal. Pola pikir kreatif sangat diperlukan untuk tetap

tumbuh berkembang serta bertahan dimasa yang akan datang. Purnomo (2016) Pertumbuhan

15
ekonomi yang terjadi di Indonesia selama tahun 2017 didorong oleh banyaknya pengguna

internet yang bertransaksi melalui daring. Bisnis pada era digital bukan lagi mempersoalkan

produk apa yang dijual, melainkan bagaimana cara menjual dan mempromosikannya. Potensi

bisnis pada era digital sangat lebar, terutama untuk industri kreatif. Berbagai platform

perdagangan elektronik yang terus tumbuh menjadi angin segar bagi Usaha Kecil dan

Menengah (UKM) di Indonesia untuk memasarkan produknya. Ekonomi digital adalah

penggabungan beberapa teknologi yaitu general purpose technologies (GPTs) dengan

berbagai kegiatan ekonomi dan sosial yang dilakukan orang-orang melalui internet dan

teknologi terkait. Hal ini mencakup infrastruktur fisik, yang didasarkan pada teknologi digital

(broadband lines, routers), perangkat yang digunakan untuk mengakses (Google, Salesforce),

serta aplikasi yang memiliki power (IoT, data analytics, dan cloud computing). Pertumbuhan

ekonomi digital yang sedang tren di Indonesia apa saja? Ada 3 sektor yang sedang

mengalami pertumbuhan pesat, yaitu on-demand services, financial technology (fintech), dan

e-commerce. Melalui pendidikan kewirausahaan yang diberikan kepada mahasiswa dengan

memanfaatkan teknologi digital mampu mendorong niat mahasiswa untuk berwirausaha.

Alasan kedua; Pendidikan kewirausahaan diperguruan tinggi diperlukan dalam bidang

apapun tanpa memperhatikan bidang yang ditekuni atau profesi seseorang Susilaningsih

(2017) . Penyelenggaraan pendidikan enterpreneur di perguruan tinggi behubungan dengan

membangun karakter wirausaha, pola pikir wirausaha yang selalu kreatif dan inovatif,

menciptakan nilai tambah atau nilai-nilai baik, memanfaatkan peluang dan berani mengambil

resiko. Menghadapi tantangan masa depan yang sangat kompetitif, maka perilaku

kewirausahaan diperlukan bagi semua bidang pekerjaan atau profesi. Oleh karena itu

pendidikan kewirausahaan dapat dilaksanakan di perguruan tinggi dan diberlakukan kepada

semua mahasiswa tanpa memandang bidang ilmu yang dipelajari. Ketiga; mahasiswa mampu

membangun jiwa kewirausahaan dengan menciptakan berbagai ide dan inovasi yang kreatif,

16
kemudian mampu memanfaatkan dan mengikuti perkembangan digital technology yang

sangat pesat sehingga akan menciptakan lapangan pekerjaan baru dan jumlah pengangguran

menurun Kurnia et al. (n.d) . Perguruan tinggi perlu mengembangkan jiwa kewirausahaan

dikalangan mahasiswa dengan memanfaatkan ekonomi digital sebagai bekal mereka ketika

lulus di masyarakat. Banyak lulusan dari perguruan tinggi untuk memenuhi kebutuhan hidup

mereka berlomba-lomba mencari pekerjaan dan kadang mereka harus menganggur karena

tidak mendapatkan pekerjaan tersebut. Dengan berwirausaha mahasiswa bisa

mengembangkan inovasi atau ide baru menjadi sebuah usaha. Di abad 21 yang serba canggih

ini seharusnya generasi muda khususnya mahasiswa lebih mengerti dan bisa memanfaatkan

teknologi digital. Keempat; tantangan era industry 4.0 yaitu dengan menjadi wirausahawan

dibidang ilmunya, caranya dengan menjadi seorang wirausahawan yang peduli, mandiri,

kreatif dan adaptif Hakim and Rahman (2019) . Era revolusi industri 4.0 merupakan era

terjadinya perubahan-perubahan besar pada semua bidang kehidupan sebagai dampak

teknologi modern, tidak terkecuali perubahan juga terjadi dalam bidang pendidikan.

Mahasiswa yang telah mendapat pendidikan kewirausahaan kemungkinan akan bersikap

menghargai atau tidak menghargai tentang kewirausahaan. Sikap kewirausahaan harus

ditingkatkan dengan menggunakan pendekatan komprehensif dan terpadu agar mahasiswa

terpupuk sikap kesadaran.

17
Dari beberapa alasan di atas, mengapa begitu pentingnya pendidikan kewirausahaan

diberikan kepada mahasiswa dengan memanfaatkan teknologi digital karena bisa membekali

mahasiswa character building enterpreneur 4.0. Berbekal pendidikan kewirausahaan

diharapkan pengangguran dari lulusan perguruan tinggi bisa terkurangi. Seperti kita ketahui

pengangguran yang terjadi disebabkan orientasi pendidikan yang dilakukan di perguruan

tinggi masih tertumpu pada kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi saja.

Padahal idealnya perguruan tinggi juga harus berorientasi pada paradigma enterpreneur

education. Artinya, mengubah pola pikir dari menjadi pekerja ke bagaimana menciptakan

lapangan kerja atau menjadi wirausaha. Prasetyo (2019) “Dalam konteks paradigma

enterpreneur education, pendidikan yang mengarah pada kompetensi di bidang enterpreneur

perlu diberikan secara konsisten dari awal masuk hingga mahasiswa lulus. Sehingga lulusan

perguruan tinggi tidak hanya memiliki character building dan employbility skill, tapi juga

enterpreneur skill. Oleh karena itu kurikulum pendidikan seharusnya dirancang bertujuan

untuk membentuk lulusan agar bisa sukses dalam karier sebagai pekerja maupun sebagai

pebisnis atau wirausaha. Dengan demikian tidak ada lulusan perguruan tinggi yang

menganggur karena mereka yang terserap ke pasar kerja memiliki kemampuan untuk

18
berwirausaha. Karakter yang akan dibentuk melalui pendidikan kewirausahaan yaitu cerdas,

amanah dan kreatif termasuk di dalamnya upaya peningkatan aspek 5C (creative, cognitive,

collaborative, competence, cohesiveness) dan mampu mencetak generasi digitalpreneur.

Digitalpreneur merupakan pelaku bisnis yang bergerak dibidang teknologi informasi dan

komunikasi. Pendidikan enterpreneur diperlukan mahasiswa dengan mengembangkan

kepandaian mereka dalam penggunaan Medsos (Media Sosial) bisa menjadikan sebuah

peluang usaha melalui bisnis online. Menggunakan pengetahuan mereka untuk hal-hal yang

positif dan menguntungkan. Dengan membangun karakter seorang enterpreneur yang

meliputi kreatif, kognitif, kollaboratif, kompeten dan keterpaduan Unpatti,- Kuliah Umum

bertajuk “Membangun Karakter Kewirausahaan Mahasiswa Di Era Revolusi Industri 4.0”

yang digelar di Aula lantai 2 Gedung Rektorat Unpatti Sabtu (18/5) menghadirkan

Narasumber Kepala Bagian Umum  Ditjen Belmawa Kemenristekdikti Dr. Syahril Chaniago.

Rektor Universitas Pattimura Prof. Dr. M.J. Saptenno ,SH,M.Hum saat membuka

kegiatan  dalam sambutannya menyampaikan terimakasih kepada Dr. Syahril Chaniago yang

telah meluangkan waktu memberikan kuliah Umum bagi mahasiswa Unpatti. Beliau juga

mengucap terimakasih bagi Wakil Rektor III Dr. Jusuf Madubun, MSi yang mengadakan

Kuliah umum karena begitu pentingnya membangun karakter kewirausahaan bagi

mahasiswa. Dilihat dari perkembangan sekarang ini mahasiswa harus mengubah pola pikir

bahwa ketika lulus kuliah nanti akan menjadi Pegawai Negeri Sipil melainkan sedari

sekarang haruslah berusaha membuat sesuatu atau membangun sesuatu yang nantinya bisa

dikelola sendiri yang memberi hasil atau keuntungan, ujar Saptenno.

Menurut Rektor, pada jaman sekarang mahasiswa harusnya lebih berkompetisi untuk

membuat hal-hal yang baru, membangun usaha sendiri yang nantinya jika setiap lapangan

pekerjaan sudah penuh kita mampu bertahan dan berlomba di Era Revolusi Industri 4.0

19
Melalui acara ini Dr. Syahril Chaniago mengharapkan mahasiswa memiliki

kemampuan individu dalam menciptakan peluang ekonomi dari sebuah ide usaha, baik skala

kecil maupun skala besar. Karena itu bagi kalangan Perguruan Tinggi, kewirausahaan

menjadi mata kuliah wajib agar mahasiswa mampu menemukan inovasi bisnis di masyarakat

dengan dukungan aplikasi ilmu dan teknologi supermoderen.

Gempuran era digital dan Revolusi Industry 4.0 sudah pasti tidak bisa di bendung

lagi, pilihannya apakah kita bisa bertahan hidup di era teknologi canggih atau punah? Karena

itu, penting bagi mahasiswa dan kaum milenial untuk membangun karakter kewirausahaan

atau entrepreneurship. Tujuannya sederhana, agar mahasiswa mampu meningkatkan taraf

ekonomi wilayahnya dan mampu memberikan nilai ekonomis kepada masyarakat, itulah

kesimpulan Dr.Syahril Chaniago. M.Pd.

Kuliah umum ini dihadiri  oleh Wakil Rektor III Dr. Jusuf Madubun, M.Si, Kabag

Kemahasiswaan dan Humas French Olifir Pattiruhu, S.Sos, Wakil Dekan III Fakultas Teknik

Ir. L. Wattimury, MT dan diikuti oleh mahasiswa penerima BIDIKMISI angkatan 2018.

Walaupun lambat dibanding negara-negara maju, Indonesia sudah masuk dalam era

industri 4.0. Menurut Faisal, Direktur Penelitian Center of Reform on Economics (CORE),

menyatakan bahwa gejala revolusi industri 4.0 mulai tampak pada industri padat modal dan

tren investasi tahun 2017 yang cenderung masuk ke industri minim tenaga kerja (Angriani,

2018). Industry 4.0 menggunakan teknologi utama Cyber-Physical System (CPS), yaitu

kombinasi sistem fisik dan cybernetic (Klingenberg, 2017). CPS memfasilitasi perbaikan

mendasar untuk proses industri yang terlibat dalam manufaktur, teknik, penggunaan material,

rantai pasokan, dan manajemen siklus hidup (Haeffner & Panuwatwanich, 2018). Sistem

tersebut akan membawa perusahaan menjadi smart, akibatnya peran manusia akan tergeser

20
(Kagermann, Wahlster, & Helbig, 2013) pekerjaan manusia banyak digantikan oleh mesin

dan robot sehingga orang yang terlibat dalam produksi semakin sedikit (Haeffner &

Panuwatwanich, 2018). Wolter et.al juga menyatakan hal yang sama bahwa tantangan yang

dihadapi dalam era industri 4.0 antara lain berkurangnya banyak pekerjaan karena proses

teknologi informasi dan otomatisasi (Sung, 2018). Berkenaan dengan kehidupan di era

industri 4.0, Herlambang, (2018) mengungkapkan bahwa manusia Indonesia harus memiliki

kompetensi utuh sebagai bekal kehidupan dewasa ini yaitu sikap keterbukaan dan

keterampilan berpikir kritis, berpikir kreatif, dapat berkomunikasi dan berkolaborasi. Agar

manusia memiliki bekal kompetensi tersebut diperlukan adanya pendidikan. Terkait dengan

pendidikan, Moravec menyatakan bahwa industri 4.0 menuntut pendidikan melompat dari

kerangka pendidikan 2.0 atau 3.0 saat ini ke pendidikan 4.0, yaitu pendidikan yang

membangun praktik inovasi individu maupun tim atau memberdayakan siswa untuk

menghasilkan inovasi, sebagai tindak lanjut produksi pengetahuan pada pendidikan 3.0

(Harkins, 2008; Diwan, 2017). Sejalan dengan itu, Cepi Riyana mengungkapkan bahwa

tantangan pendidikan di era revolusi industri 4.0 berupa perubahan dalam mengembangkan

inovasi kreatif di berbagai bidang (Kautsar & Ibrahim, 2018).

Menurut Tilaar (2012), apabila Indonesia mau mengadakan quantum leap untuk dapat

sejajar dengan bangsa yang telah maju, maka pendidikan entrepreneur harus digalakkan,

karena sikap entrepreneur (entrepreneurship) merupakan tingkah laku (behavior) yang

diadasarkan pada kemampuan berpikir kreatif dan invatif. Pertanyaannya yang timbul dan

perlu dijawab berkenaan dengan pendidikan untuk era industri 4.0 adalah “Apakah

pendidikan kewirausahaan dapat menjadi solusi bagi kehidupan manusia di era industri 4.0

Indonesia? Bagaimana mengimplementasikan pendidikan tersebut secara lebih efektif pada

jenjang pendidikan yang ada?”. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu dikaji tentang

konsep teoretik pendidikan kewirausahaan sebagai solusi dampak era industri 4.0 Indonesia.

21
Pendidikan kewirausahaan diartikan sebagai isi, metode, dan aktivitas yang mendukung

pengembangan motivasi, kompetensi, dan pengalaman yang membuatnya memungkinkan

untuk menerapkan, mengelola, dan berpartisipasi dalam proses pemberian nilai tambah

(Rasmussen, Moberg, & Revsbech, 2015). Pendidikan kewirausahaan yang mencakup isi,

metode, dan aktivitas ditujukan untuk memberikan/mengembangkan pengetahuan, pola pikir,

sikap, motivasi, keterampilan, dan pengalaman kewirausahaan (Sumarno, Gimin, Haryana, &

Saryono, 2018), sedangkan tujuan pendidikan kewirausahaan untuk universitas adalah

bekerja dengan orang lain; pengembangan berbagai bentuk bisnis; kompetensi pribadi:

kepekaan sosial, kepercayaan diri, empati, berpikir kritis, pengambilan keputusan, dan

orientasi tindakan (Čapienė & Ragauskaitė, 2017). Konten aktif dalam pendidikan

kewirausahaan bagi lulusan untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan kompetensi

serta niat positif menuju memulai bisnis melalui pengalaman (Williamson, Beadle, &

Charalambous, 2013). Dalam pendidikan kewirausahaan, metode yang direkomendasikan

adalah metode belajar berbasis pengalaman atau tindakan seperti simulasi,

kunjungan/ekslporasi perusahaan, menulis rencana bisnis (Weber & Funke, 2012). Di

samping itu juga dapat melakukan sesuatu yang praktis dan kesempatan untuk

mempertanyakan, menyelidiki, berbicara, dan berdiskusi dengan para wirausahawan,

memberikan pengetahuan dan keterampilan serta menstimulasi sikap (Arasti, Mansoreh, &

Imanipour, 2012). Untuk melatih dan atau mengembangkan kreativitas, dapat dilakukan

melalui 4P yaitu: 1) Pembentukan pribadi kreatif, 2) Motivasi Pendorong kreativitas, 3)

Proses kreativitas, dan 4) Produk kreatif (Kodrat & Christina, 2015). Bagi Indonesia,

kewirausahaan itu penting karena Indonesia membutuhkan kebijakan baru yang mendorong

semangat entrepreneurship agar tercapai pertumbuhan ekonomi yang stabil (Handrimurtjahjo,

2013) karena jumlah wirausahawan di Indonesia baru sekitar 1,6 persen (Sumarno &

Suarman, 2017) atau kurang dari 2% (Jati & Priyambodo, 2015). Selain itu, pendidikan

22
merupakan hal yang penting untuk menstimulasi kewirausahaan; dan hubungan yang positif

dan kuat antara pendidikan dan kinerja kewirausahaan juga telah terbukti (Raposo & Paço,

Pendidikan kewirausahaan sebaiknya dilaksanakan secara terpisah dan secara terintegrasi.

Secara terpisah yaitu dengan cara mengadakan pelajaran atau perkuliahan kewirausahaan

yang menjadi mata pelajaran atau mata kuliah tersendiri dan tercantum dalam kurikulum.

Secara terintegrasi dilaksanakan melalui mata pelajaran atau mata kuliah non-kewirausahaan

dengan cara mengkaitkan unsur-unsur kewirausahaan dalam pembelajaran atau perkuliahan

non-kewirausahaan (Sumarno et al., 2018).

Di samping melalui intra kurikuler (pembelajaran atau perkuliahan), pendidikan

kewirausahaan sebaiknya juga dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan co-kurikuler maupun

ekstra kurikuler (dalam perguruan tinggi dikenal dengan unit kegiatan mahasiswa).

Cokurikuler bersifat penunjang mata pelajaran atau mata kuliah seperti praktek lapangan,

pendirian koperasi siswa, atau unit produksi sekolah; sedangkan ekstra kurikuler bersifat

tidak menunjang mata pelajaran atau mata kuliah secara langsung seperti klub

siswa/mahasiswa kreatif. Pendidikan kewirausahaan penting untuk menciptakan SDM yang

memiliki kecakapan kreatif dan inovatif serta kecakapan sosial lainnya. Menurut Bourgeois

(2012), pendidikan kewirausahaan sangat penting tidak hanya untuk membentuk pola pikir

kaum muda, tetapi juga untuk memberikan keterampilan dan pengetahuan yang penting untuk

mengembangkan budaya kewirausahaan. Selain itu, pentingnya pendidikan kewirausahaan

bagi penyiapan SDM di era industri 4.0 juga karena alasan adanya peningkatan digitalisasi

manufaktur yang didorong oleh munculnya analisis, kemampuan, dan kecerdasan bisnis (Lee,

Lapira, Bagheri, & Kao, 2013). Untuk dapat memenuhi kebutuhan itu, maka pendidikan

kewirausahaan harus dapat dilaksanakan secara kolaboratif antar berbagai pihak baik dalam

bentuk pelatihan maupun pendidikan. Pendidikan kewirausahaan tidak hanya penting bagi

perguruan tinggi tetapi dipersiapkan sejak pendidikan dasar bahkan sejak pendidikan usia

23
dini (Tilaar, 2012). Dampak Negatif Revolusi Industri 4.0 Bagi Tenaga Kerja

Berkembangnya teknologi digital pada era industri 4.0 ditandai adanya revolusi internet yang

dikenal dengan internet of thing dan juga munculnya robot-robot yang akan mendisrupsi

manusia menggantikan pekerjaan mereka sehingga menimbulkan pengangguran (Safuan,

2018) atau distraktif terhadap pekerja (Angriani, 2018). Pekerjaan-pekerjaan yang

sebelumnya dilakukan oleh manusia, digantikan oleh sistem digital internet dan robot.

Akibatnya pada era industri 4.0 akan banyak pekerjaan hilang (Harususilo, 2018;

Safuan, 2018) yaitu 35% job (jenis pekerjaan) yang dipelajari di perguruan tinggi saat ini

akan hilang dalam 5 tahun mendatang dan 75% job akan hilang pada 10 tahun mendatang

(Linangkung, 2017). Organisasi Buruh Internasional (ILO) juga memproyeksikan bahwa

Indonesia akan memindahkan 56 persen pekerjaan ke otomatisasi pada beberapa dasawarsa

mendatang (Tanaya, 2018). Akibat dari itu semua adalah meningkatnya pengangguran

sebagai hasil akumulasi dari tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan dan pertumbuhan

angkatan kerja baru yang tidak mendapatkan pekerjaan. Dampak positif revolusi industri 4.0

bagi tenaga kerja Selain dampak negatif yang muncul, revolusi industri 4.0 sebenarnya

memunculkan dampak positif. Revolusi industri 4.0 memiliki potensi besar yang akan

menghasilkan cara-cara baru untuk menciptakan nilai dan model bisnis baru, yang akan

menyediakan kesempatan untuk mengembangkan dan menyediakan layanan hilir

(Kagermann et al., 2013). Industri 4.0 membawa perubahan yang luas, oleh karena itu,

pengembangan Industri 4.0 tidak hanya akan membuka peluang bagi industri manufaktur,

tetapi juga membuka peluang baru lainnya untuk membuat perkembangan ini terjadi; banyak

pekerjaan baru yang diciptakan (Haeffner & Panuwatwanich, 2018; Safuan, 2018). Revolusi

industri 4.0 menginisiasi lahirnya model bisnis baru dengan strategi lebih inovatif dan

disruptif dengan cakupan yang luas mulai dari dunia bisnis, perbankan, transportasi, sosial

masyarakat, hingga pendidikan (Suwardana, 2017). Adanya efektivitas dan efisiensi industri

24
di era industri 4.0 secara tersembunyi mengindikasikan adanya potensi peluang usaha yang

lebih menarik yang pada gilirannya akan meningkatkan peluang kerja. Industry 4.0

mendorong peningkatan efisiensi dan produktivitas gaya hidup kita saat ini, yang salah

satunya mengarah ke penciptaan produk dan pasar baru (Diwan, 2017). Menurut Irianto

(2017), industri 4.0 memiliki peluang: innovation ecosystems, competitive industrial base,

investment on technologies, dan integrate SME & enterpreneurship. Tuntutan Kompetensi

Era Industri 4.0 Pada era industri 4.0, tugas pekerjaan yang bersifat manual berulang

sederhana akan digantikan oleh robot dan mesin, tenaga kerja (manusia) akan mengambil alih

tugas yang terkait dengan manajemen, oleh karenanya memerlukan keterampilan pribadi

yang lebih kuat seperti komunikasi, koordinasi, dan keterampilan lunak lainnya untuk

mengambil alih tanggung jawab dan pengambilan keputusan (Haeffner & Panuwatwanich,

2018). Menurut Andoko (Harususilo, 2018), ada beberapa kompetensi yang dibutuhkan untuk

mempersiapkan era industri 4.0 diantaranya adalah kemampuan memecahkan masalah

(problem solving), beradaptasi (adaptability), kolaborasi (collaboration), kepemimpinan

(leadership), dan kreatifitas serta inovasi (creativity and innovation). Menurut Brodjonegoro

(2018), kecakapan era 4.0 adalah kemampuannya dalam menangani persoalan yang kompleks

melalui kecakapan non-rutin dan kecakapan sosial. Menurut Muhadjir Effendy, Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, ada lima kemampuan yang harus dimiliki generasi

muda dalam rangka menghadapi revolusi industri keempat ialah kemampuan berpikir kritis,

kreatif dan inovatif, kemampuan berkomunikasi, kemampuan bekerja sama, dan percaya diri,

sebagai modal yang sangat dibutuhkan untuk bisa masuk abad 21 dan menguasai serta

bergaul dalam revolusi industri 4.0 (Ariyanti, 2018). Untuk memenuhi tuntutan kompetensi

era industri 4.0 maka diperlukan literasi baru dengan kemampuan komunikasi, kolaborasi,

berpikir kritis, kreatif dan inovatif (Suwardana, 2017).

25
Pendidikan Kewirausahaan Sebagai Solusi Dampak dan Tuntutan Era Industri 4.0

Sebagaimana diungkapkan dimuka, pendidikan kewirausahaan merupakan isi, metode, dan

aktivitas yang mendukung pengembangan kompetensi kepekaan sosial, kepercayaan diri,

empati, berpikir kritis, pengambilan keputusan, dan orientasi tindakan untuk menerapkan,

mengelola, dan berpartisipasi dalam proses pemberian nilai tambah. Konten aktif dalam

pendidikan kewirausahaan adalah pengetahuan, keterampilan dan kompetensi serta niat

positif. Menurut Mulyani dkk., nilainilai pokok kewirausahaan dapat dirinci menjadi 17,

yaitu: 1) mandiri, 2) kreatif, 3) berani mengambil resiko, 4) berorientasi pada tindakan, 5)

kepemimpinan, 6) kerja keras, 7) jujur, 8) disiplin, 9) inovatif, 10) tanggungjawab, 11)

kerjasama, 12) pantang menyerah, 13) komitmen, 14) realistis, 15) rasa ingin tahu, 16)

komunikatif, dan 17) motivasi kuat untuk sukses (Mulyani et al., 2010). Untuk dapat

memiliki pekerjaan atau meraih peluang (kerja dan usaha) di era industri 4.0, sumber daya

manusia dituntut memiliki kompetensi atau kemampuan yang berkenaan dengan berpikir

kritis, kreatif, inovatif, berkomunikasi, bekerja sama, dan percaya diri, dan lainnya.

Kemampuan tersebut sangat terkait dengan kompetensi dan nilai-nilai kewirausahaan.

Tuntutan kemampuan era industri 4.0 tersebut ternyata juga terkait erat dengan atau jiwa dan

sikap wirausaha atau wiraswastawan; dan juga sesuai dengan inti dari kewirausahaan yaitu

kreativitas dan inovasi (Alma, 2010; Jati & Priyambodo, 2015; Sumarno & Suarman, 2017).

Proses kreatifitas hanya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki jiwa dan sikap

kewirausahaan (Suryana, 2013). Bila disimak, dapat dengan jelas diketahui bahwa

kemampuan yang dituntut dari era industri 4.0 (antara lain berupa kemampuan berpikir kritis,

kreatif dan inovatif, berkomunikasi, bekerja sama, percaya diri, berkoordinasi, tanggung

jawab, mengambil keputusan, memecahkan masalah, beradaptasi, dan kepemimpinan)

merupakan nilai-nilai pokok atau jiwa dan sikap kewirausahaan yang dihasilkan dari

pendidikan kewirausahaan. Artinya bahwa pendidikan kewirausahaan dapat menjadi solusi

26
atas tuntutan era industri 4.0, karena melalui pendidikan kewirausahaan, kemampuan atau

kompetensi sumber daya manusia yang dituntut era industri 4.0 dapat dipenuhi. Terpenuhinya

tuntutan kemampuan sumber daya manusia pada era industri 4.0, akan mampu meraih

dampak positifnya yang berupa peluang usaha baru seperti: cara-cara baru untuk menciptakan

nilai dan model bisnis baru, pengembangan dan penyediaan layanan hilir, penciptaan produk

dan pasar baru, innovation ecosystems, competitive industrial base, investment on

technologies, dan integrate SME & enterpreneurship. Bila peluang usaha yang ada dapat

diraih, maka tercipta peluang kerja yang baru. Peluang kerja yang baru dapat diraih karena

kemampuan sumber daya manusia yang ada sudah sesuai tuntutannya. Diraihnya peluang

kerja dan peluang usaha era industri 4.0, akan mengatasi dampak negatifnya yang berupa

pengangguran akibat pergeseran pekerjaan. Hal yang demikian menunjukkan bahwa

pendidikan kewirausahaan dapat menjadi solusi atas dampak era industri 4.0. Implementasi

Pendidikan Kewirausahaan Pendidikan kewirausahaan ditujukan untuk membentuk dan

mengembangkan sikap, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman kewirausahaan.

Pembentukan sikap kewirausahaan seharusnya dimulai dari jenjang pendidikan pra sekolah,

seperti Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Education, Audiovisual and Culture Executive

Agency juga menyatakan bahwa pendidikan adalah kunci untuk membentuk sikap,

keterampilan, dan budaya anak muda, maka pendidikan kewirausahaan harus ditangani sejak

usia dini (Bourgeois, 2012).

Membangun nilainilai atau sikap kewirausahaan pada anak usia dini lebih kepada

bagian membangun sifat dan karakter yang mandiri dan bertanggungjawab melalui

pendidikan wirausaha secara teoritis maupun praktis, serta contoh nyata (Santika, 2017).

Metode pendidikan kewirausahaan pada jenjang pra sekolah cocok dilaksanakan melalui

pendekatan bermain dan atau kegiatan-kegiatan yang mengandung prinsip bermain.

Pendidikan kewirausahaan pada jenjang pendidikan dasar Sekolah Dasar (SD) antara lain

27
berkenaan dengan berbagai keterampilan akademik dan keterampilan sosial (soft skill) yang

berupa berpikir kritis, berpikir kreatif, berkomunikasi jelas, asertif, dan solutif (Zuchdi,

Prasetya, & Masruri, 2013). Selain itu, nilai-nilai inovatif, mandiri, nilai tambah, berani

mengambil risiko, dan mampu melihat peluang juga dapat dituangkan dalam kurikulum

kewirausahaan di sekolah dasar (Suryaman & Karyono, 2017). Hasil penelitian di Maroko

menunjukkan bahwa anak usia 11-12 tahun merupakan periode yang cukup untuk

mengembangkan self-efficacy, keterampilan nonkognitif yang dibutuhkan untuk menjadi

wirausaha (Hassi, 2016). Pendidikan kewirausahaan yang berkenaan dengan karakter dapat

dilaksanakan secara terintegrasi dalam semua mata pelajaran, kegiatan ekstrakurikuler, dan

kegiatan pembiasaan. Di samping itu, juga dapat dilakukan melalui kegiatan Market Day

secara rutin sehingga siswa mengenal kegiatan berdagang kemudian terbiasa, dan dari

kebiasaan tersebut tumbuh dalam diri siswa karakter wirausahawan yaitu: rasa percaya diri,

berani mengambil resiko, bertanggungjawab, komunikatif serta terbiasa untuk memiliki ide

barang jualan, dan mengatur keuangan, serta memimpin (Sulistyowati & Salwa, 2016).

Pendidikan kewirausahaan dengan Program “My first company: Entrepreneurship by

Playing” di SD ternyata dapat mengembangkan kemampuan kewirausahaan siswanya baik

yang berupa pengetahuan, skill, nilai-nilai, maupun pengalaman kewirausahaannya

(Carcamo-Solís, Arroyo-Lopez, AlvarezCastanon, & García-Lopez, 2017). Pendidikan

kewirausahaan untuk jenjang pendidikan SD juga mengembangkan keterampilan

kewirausahaan secara terintegrasi pada Mata Pelajaran (Mapel) Seni Budaya dan Prakarya.

Mapel tersebut diarahkan untuk memunculkan kreativitas peserta didik, yang ditekankan

untuk mengembangkan ide-ide melalui pendekatan naturalistik, dan dibelajarkan dengan

pendekatan tematik (Kemdikbud RI, 2016). Tidak beda dengan SD, pendidikan

kewirausahaan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) juga meliputi penanaman nilai-nilai

percaya diri, kreatif, berpikiran ke depan, berorientasi kepada hasil, kerja keras, ber-tanggung

28
jawab, inovatif dan jujur (Saputra, 2011). Selain itu juga karakter kepemimpinan, tanggung

jawab, disiplin, kreatif, inovatif, berani mengambil resiko, kerja keras, motivasi kuat, pantang

menyerah, kerja sama, dan komunikatif (Syaifuddin & Kalim, 2016). Untuk penanaman dan

pengembangan karakter kewirausahaan di SMP dapat dilakukan melalui kegiatan rutin,

kegiatan spontan, pemodelan, pengajaran, dan penguatan lingkungan sekolah (Safitri, 2015).

Pengembangan minat kewirausahaan siswa SMP dapat diintegrasikan pada pelajaran melukis

dengan pendekatan scientific sell, yaitu pendekatan ilmiah ditambah kegiatan menjual hasil

ciptaan melukisnya (Fitroni, 2017). Pengembangan aspek kewirausahaan dari kajiannya

Fitroni sebenarnya tidak hanya nilai-nilai karakter atau sikap dan jiwa kewirausahaan saja,

tetapi sudah dapat dikembangkan aspek pengetahuan dan keterampilannya. Pengetahuan

kewirausahaan yang dapat diungkap atau ditanamkan kepada siswa seperti konsep menjual,

kuntungan, dan promosi; sedangkan keterampilan kewirausahaannya yaitu keterampilan

memproduksi atau membuat lukisan, mempromosikan, dan menjualnya kepada konsumen

serta menghitung biaya dan keuntungannya.

Menurut Mulyani et al., (2010), nilai-nilai kewirausahaan yang dapat diintegrasikan di

SMP sederajat meliputi mandiri, kreatif, berani mengambil risiko, berorientasi pada tindakan,

kepemimpinan, kerja keras, konsep, dan skill/keterampilan. Dimulainya penanaman aspek

pengetahuan dan keterampilan kewirausahaan pada jenjang pendidikan SMP sesuai dengan

tujuan SMP yang antara lain membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik

agar menjadi manusia yang berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif, mandiri, dan percaya

diri. Pengembangan pengetahuan dan keterampilan kewirausahaan pada jenjang pendidikan

SMP diitegrasikan melalui Mapel Prakarya. Mapel ini diarahkan pada pengembangan

keterampilan dilakukan pada tingkat manipulasi (modifikasi) yang diarahkan untuk

menghasilkan produk. Pada mapel ini, pembentukan nilai keterampilan kewirausahaan

dilakukan melalui penyelarasan antara kemampuan dan minat dengan motif berwirausaha

29
yang bertujuan melatih koordinasi otak dengan keterampilan teknis (Kemdikbud RI, 2016).

Pendidikan kewirausahaan untuk jenjang pendidikan menengah sudah mulai mengarah pada

pengembangan pengetahuan dan keterampilan kewirausahaan yang lebih luas dan dalam.

Pada Sekolah Mengah Atas (SMA) atau Madrasah Aliyah (MA), lebih ditekankan pada aspek

pengetahuannya. Namun demikian, aspek sikap atau karakter kewirausahaan tetap perlu

dikembangkan. Pengembangan pengetahuan dan keterampilan kewirausahaan pada jenis

pendidikan SMA juga dilakukan pada sebagian besar negara-negara di Eropa (Bourgeois,

2012). Di Indonesia, pengembangan pengetahuan dan keterampilan kewirausahaan

dilaksanakan secara terintegrasi, seperti Mata Pelajaran (Mapel) Ekonomi untuk aspek

pengetahuan dan keterampilan kewirausahaan, dan Mapel lainnya untuk aspek sikap

kewirausahaan; dan juga secara terpisah melalui Mapel tersendiri yaitu Prakarya dan

Kewirausahaan. Mapel tersebut mengembangkan pengetahuan dan keterampilan kecakapan

hidup berbasis seni, teknologi dan ekonomi, melatih keterampilan mencipta karya, melatih

memanfaatkan media dan bahan berkarya seni dan teknologi, serta menumbuh kembangkan

jiwa wirausaha melalui melatih dan mengelola penciptaan karya (produksi), mengemas, dan

usaha menjual (Werdhaningsih, Haryudanti, Jamrianti, & Wirmas, 2017).

Hasil penelitian Hermansyah, Natuna, & Sumarno (2017) mengungkapkan bahwa

pelaksanaan pembelajaran kewirausahaan dapat membentuk karakter kewirausahaan di

kalangan peserta didik. Latihan-latihan keterampilan dalam pembelajaran prakarya dan

kewirausahaan memberikan pengalaman praktik kewirausahaan peserta didik. Menurut hasil

penelitian (Faidah, Harti, & Subroto, 2018), pengalaman ekonomi berpengaruh signifikan dan

positif terhadap perilaku ekonomi siswa. Pengalaman ekonomi dan perilaku ekonomi

berkenaan dengan kegiatan atau aktivitas kewirausahaan yang berupa memproduksi,

mengemas, dan menjual produk secara menguntungkan. Pengalaman dan perilaku ekonomi

dapat diimplementasikan melalui Koperasi Siswa. Untuk Sekolah Menengah Kejuruan

30
(SMK) atau Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), pendidikan kewirausahaan juga

dilaksanakan secara terintegrasi dan terpisah. Pelaksanaan secara terintegrasi yaitu melalui

Mapel lain dalam Kelompok Mapel Umum untuk pengembangan sikap kewirausahaan dan

dalam Kelompok Mapel Muatan Peminatan Kejuruan (Kelompok Dasar Bidang Keahlian,

Dasar Program Keahlian, dan Kompetensi Keahlian) untuk pembentukan dan pengembangan

keterampilan. Di samping itu, ada Mapel Produk Kreatif dan Kewirausahaan sebagai Mapel

tersendiri yang merupakan pelaksanaan pendidikan kewirausahaan secara terpisah. Mapel ini

merupakan perubahan atas Mapel Prakarya dan Kewirausahaan yang ada pada kurikulum

2013 sebelum revisi 2017. Mapel Produk Kreatif dan Kewirausahaan mengintegrasikan

bidang/program/kompetensi keahlian kedalam kewirausahaan, yaitu mempelajari usaha dari

bidang keahliannya. Inti pokok materi belajarnya yaitu mulai dari menganalisis peluang

usaha bidang keahliannya, merencanakan produk kreatifnya, memproduksinya, menghitung

kelayakannya, memasarkan, serta menyusun keuangan usaha tersebut. Mapel ini

mengembangkan sikap, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman praktis kewirausahaan.

Disamping melalui mata pelajaran, pendidikan kewirausahaan di SMK/MAK juga

dilaksanakan melalui praktik yang berbasis produksi dan bisnis pendukung mata pelajaran.

Praktik tersebut diantaranya: Teaching Factory, Techno Park, Business Center dan Koperasi

Siswa. Teaching factory adalah pembelajaran berbasis produksi/jasa yang mengacu kepada

standar dan prosedur yang berlaku di industri, dan dilaksanakan dalam suasana seperti yang

terjadi di industri (Manalu et al., 2017). Menurut Hadlock et al., (2008), dalam learning

factory peserta belajar cara mendefinisikan masalah, membangun prototipe, menulis proposal

bisnis, dan membuat presentasi tentang solusi mereka, bagaimana memenuhi tenggat waktu

dan harapan, membangun dan bekerja di tim multidisiplin, dan menggunakan beragam bakat

orang. Direktorat Pembinaan SMK mengungkapkan bahwa pengembangan nilai-nilai

kewirausahaan dalam teaching factory yaitu: Karakter wirausaha: kemampuan/spirit

31
mengatasi hambatan/halangan; Kemampuan berkompetisi: inovasi, efisiensi, kreatif;

Kemampuan problem solving, decision making; Kemampuan dasar wirausaha: rencana

bisnis, rencana keuangan, pemasaran, hubungan pelanggan, pembiayaan produk;

Kemampuan berkomunikasi; Kemampuan produksi yang berorientasi ke customer; dan

Interaksi dengan industri secara alami berdasarkan manfaat (Khurniawan et al., 2016).

Berbagai teaching factory dari berbagai SMK dihimpun kedalam satu wadah yang disebut

Technopark yang merupakan salah satu bentuk wadah (integrator) untuk menghubungkan

antara SMK-SMK teaching factory dengan dunia industri. Technopark SMK menggabungkan

ide, inovasi, dan knowhow dari berbagai SMK pelaksana teaching factory dan kemampuan

finansial (dan marketing) dari dunia bisnis (Khurniawan et al., 2016). Secara konseptual

teoretik, pendidikan kewirausahaan yang dilaksanakan melalui praktik teaching factory dan

technopark memberikan bekal bagi siswa dan lulusan SMK untuk dapat memasuki era

industri 4.0 secara kompetitif. Menurut (Hidayat, 2011), model teaching factory efektif

meningkatkan kompetensi produktif siswa. Kompetensi tergambarkan pada nilai kognitif dan

kompetensi vokasional (soft skill dan hard skill).

Business center atau Pusat Bisnis SMK merupakan kegiatan ekonomi yang

diselenggarakan oleh sekolah dan ditujukan untuk masyarakat umum. Pada pusat bisnis

dilakukan bisnis berbasis bidang keahlian siswa yang disebut bisnis center tehnopreneurship,

seperti Bidang Otomotif membuka Bengkel Motor, Bidang Multi Media & Broadcasting

membuka Studio Foto dan Shooting, Bidang Audio Video dengan Bengkel Audio Video,

bidang pemesinan dengan bengkel las dan bubut, dan bidang lain untuk bisnis lainnya seperti

Bank mini, Apotik, Klinik kesehatan, dll (Hadam, Rahayu, & Ariyadi, 2017). Pusat bisnis

SMK dimulai tahun 2011 dan merupakan pengembangan dari program Unit Produksi. Unit

Produksi merupakan bentuk pengembangan SMK berbasis industri yang paling sederhana

(dimulai tahun 2000); kemudian dikembangkan lagi menjadi Unit Bisnis atau Bisnis Center

32
sebagai pengembangan SMK berbasis industri yang berkembang; dan mulai tahun 2011

dikembangkan menjadi teaching factory sebagai pengembangan SMK berbasis industri yang

berkembang dalam bentuk factory sebagai tempat belajar (Manalu et al., 2017). Praktik

teaching factory, techno park, dan business center bagi Indonesia dapat diimplementasikan

melalui wadah Koperasi Siswa. Pengaruh pusat bisnis terhadap kewirausahaan siswa SMK

dibuktikan oleh penelitian (Rimadani & Murniawaty, 2018) dan (Kuat, 2015) yang

menyimpulkan bahwa kegiatan bisnis center berpengaruh terhadap jiwa kewirausahaan siswa.

Koperasi siswa juga dapat meningkatkan skill berwirausaha (Arnila, 2017). Pada jenjang

pendidikan tinggi, pendidikan kewirausahaan dilaksanakan secara terpisah dan juga

terintegrasi. Pendidikan kewirausahaan yang dilaksanakan secara terpisah diselenggarakan

melalui mata kuliah kewirausahaan dan atau kegiatan ekstra kurikuler kewirausahaan,

sedangkan yang terintegrasi diselenggarakan melalui mata kuliah non kewirausahaan ataupun

kegiatan intra kurikuler. Tingkatan kompetensi kewirausahaan pada pendidikan tinggi dapat

dibagi menjadi kompetensi kewirausahaan dasar, menengah, dan lanjut, yang ranahnya

mencakup ranah afektif, kognitif, dan psikomotor (Sumarno et al., 2018). Tiga tingkatan

kompetensi kewirausahaan tersebut untuk menyesuaikan kemampuan awal kewirausahaan

mahasiswa. Mahasiswa yang berasal dari SMA/MA memerlukan kompetensi kewirausahaan

dasar hingga lanjut, sedangkan mahasiswa yang berasal dari SMK/MAK cenderung cukup

dengan kompetensi kewirausahaan lanjut atau menengah. Hasil penelitian Kurjono, Mulyani,

& Murtadlo (2018) menunjukkan bahwa minat kewirausahaan mahasiswa jurusan ilmu sosial

lebih tinggi dibanding mahasiswa jurusan sains. Hal itu dapat dimaklumi karena mahasiswa

jurusan ilmu sosial pada umumnya berasal dari SMA/MA jurusan Ilmu Sosial yang telah

mendapat pelajaran terkait kewirausahaan atau ekonomi. Di samping itu juga dapat berasal

dari SMK/MAK yang sudah banyak mendapatkan kewirausahaan baik dari pelajaran maupun

praktik. Secara umum pendidikan kewirausahaan di pendidikan tinggi dapat diselenggarakan

33
melalui perkuliahan kewirausahaan, pelatihan kewirausahaan, Program Kreativitas

Mahasiswa bidang Kewirausahaan (PKM-K), Magang atau Coop Usaha, Program Mahasiswa

Wirausaha (PMW) atau Kompetisi Bisnis Mahasiswa (KBMI), Inkubator Bisnis, Kuliah

Kerja Usaha (KKU), maupun Koperasi Mahasiswa (Sumarno et al., 2018); (Siswoyo, 2009).

Pengembangan kewirausahaan di pendidikan tinggi sebaiknya berbasis technopreneurship

agar kewirausahaan yang dijalankan mahasiswa atau lulusannya berbasis ilmu pengetahuan

yang memadai sehingga tidak menjadi pesaing usaha-usaha kecil. Untuk dapat

mengembangkan technopreneur di pendidikan tinggi perlu adanya integrasi kewirausahaan

kedalam perkuliahan bidang ilmu jurusan sehingga mahasiswa mampu memanfaatkan ilmu

bidang jurusannya untuk menjadi basis usahanya. Di samping pengitegrasian kewirausahaan

dalam kuliah bidang ilmu jurusan/program studi (prodi), diperlukan juga adanya unit khusus

yang menangani/mengelola kegiatan kewirausahaan mahasiswa dari tingkat prodi/jurusan

hingga tingkat universitas/lembaga pendidikan tingginya.

Melalui pendidikan kewirausahaan, tuntutan sumber daya manusia era industri 4.0

yang berupa kemampuan berpikir kritis, kreatif dan inovatif, komunikatif, kolaboratif,

percaya diri, koordinatif, tanggung jawab, mengambil keputusan, memecahkan masalah,

beradaptasi, dan kepemimpinan) dapat dipenuhi oleh nilai-nilai pokok atau jiwa dan sikap

kewirausahaan yang dihasilkan dari pendidikan kewirausahaan. Terpenuhinya tuntutan

kemampuan sumber daya manusia pada era industri 4.0, dampak positif yang

ditimbulkannnya dapat diraih. Bila peluang usaha yang ada dapat diraih, maka tercipta

peluang kerja yang baru karena kemampuan sumber daya manusia yang ada sudah sesuai

tuntutannya. Diraihnya peluang kerja dan peluang usaha era industri 4.0, akan mengatasi

dampak negatifnya yang berupa pengangguran akibat pergeseran pekerjaan. Hal yang

demikian menunjukkan bahwa pendidikan kewirausahaan dapat menjadi solusi atas dampak

34
dan tuntutan era industri 4.0 Indonesia. Pendidikan kewirausahaan seharusnya

diselenggarakan mulai dari pendidikan pra sekolah hingga pendidikan tinggi. Pada jenjang

pendidikan pra sekolah, pendidikan kewirausahaan dilaksanakan secara terintegrasi dalam

kegiatan bermain anak. Tujuannya utamanya untuk menanamkan/menumbuhkan nilai-nilai

atau sikap dan karakter kewirausahaan. Pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP),

pendidikan kewirausahaan diselenggarakan secara terintegrasi dalam Mata Pelajaran (Mapel)

non kewirausahaan. Tujuannya untuk membentuk dan mengembangkan sikap dan karakter

kewirausahaan serta pengenalan pengetahuan kewirausahaan. Pada jenjang pendidikan

mengah SMA/MA, pendidikan kewirausahaan untuk memberikan pengetahuan serta

mengembangkan sikap dan keterampilan kewirausahaan terkait bidang ilmu pengetahuannya.

Pada SMK/MAK pendidikan kewirausahaan untuk mengembangkan sikap, pengetahuan,

keterampilan, dan penglaman kewirausahaan. Selain melalui Mapel, keterampilan

kewirausahaan harus dipraktikkan melalui kegiatan usaha nyata dalam bentuk pendirian dan

penyelenggaraan unit-unit bisnis secara komprehensif sebagai implementasi kompetensi

bidang keahlian dan kewirausahaannya seperti Teaching factory, Techno park, Business

center ataupun Koperasi Siswa. Pada jenjang pendidikan tinggi, pendidikan kewirausahaan

sebaiknya diselenggarakan secara terpisah/khusus melalui Mata

Kuliah (Makul) Kewirausahaan dan juga terintegrasi melalui Makul lainnya. Makul

Kewirausahaan untuk memberikan pengetahuan serta mengembangkan sikap dan

keterampilan kewirausahaan. Makul lainnya untuk mengembangkan sikap dan keterampilan

kewirausahaan terkait bidang ilmu pengetahuannya. Implementasi keterampilan

kewirausahaan berbasis bidang ilmu dapat dilaksanakan melalui program-program kreativitas

mahasiswa, kewirausahaan mahasiswa, bisnis mahasiswa, coop mahasiswa, Koperasi

Mahasiswa, dan unit-unit bisnis lainnya yang sebaiknya dikoordinasikan oleh lembaga/unit

khusus pengelola kewirausahaan perguruan tinggi atau terintegrasi pada unit-unit kegiatan

35
mahasiswa mulai dari level program studi hingga level perguruan tinggi. Penyelenggaraan

pendidikan kewirausahaan secara sinergis, integratif, dan berkelanjutan dari jenjang

pendidikan usia dini hingga pendidikan tinggi akan memberikan kompetensi kewirausahaan

yang komprehensif untuk meraih peluang era industri 4.0 melalui penciptaan pekerjaan bagi

dirinya dan masyarakatnya. Untuk terselenggaranya dan tercapainya tujuan pendidikan

kewirausahaan secara lebih efeektif, disarankan: 1. Perlu koordinasi dan sinkronisasi antar

jenjang pendidikan untuk pembentukan dan pengembangan sikap, pengetahuan,

keterampilan, dan pengalaman kewirausahaan yang aplikatif dan berkesinambungan

/berkelanjutan. 2. Perlu koordinasi dan integrasi antar guru atau dosen, mata pelajaran atau

mata kuliah, unit dalam internal satuan pendidikan untuk efektifitas pendidikan

kewirausahaan. 3. Perlu dibangun dan dikembangkan sinergitas antar/antara sekolah,

perguruan tinggi, pemerintah, DUDI, dan masyarakat untuk mengembangkan kewiraushaan

siswa, mahasiswa, dan masyarakat.

Rektor Universitas Krisnadwipayana (Unkris) Dr. Ir Ayub Muktiono S.Ip. CIQaR

menandatangani nota kesepahaman dengan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI)

Badan Pengurus Cabang Kota Bekasi, Jawa Barat, Kamis (27/5/2021). Penandatanganan

Nota Kesepahaman ini menjadi langkah awal Unkris berbenah dalam membekali para

mahasiswa untuk mempersiapkan diri sebagai intelektual terdidik yang mampu menjadi

dirinya ditengah seluruh proses kehidupan yang tidak mudah.

Hadir dalam penandatangan nota kesepahaman ini dari Unkris, Rektor, Warek 3,

Ketua Lembaga Pengabdian Masyarakat, Ketua  dan Sekretaris Lembaga Pengembangan

Kreativitas dan Kebangsaan, Kepala Humas , Kepala Bagian Kemahasiswaan dan Badan

Eksekutif Mahasiswa. Dari HIPMI BPC Kota Bekasi hadir Ketua, Bendahara dan jajarannya,

Ketua HIPMI PT Kota Bekasi dan jajarannya.

36
Rektor dalam sambutannya mengatakan bahwa salah satu tantangan mahasiswa ke depan

adalah bagaimana mereka nanti menghadapi bonus demografi. “Kewirausahaan dapat

menjadi solusi dalam mempersiapkan generasi pencetak dunia usaha minimal untuk diri

mahasiswa sendiri,” kata Rektor.

Warek 3 Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Dr. Parbuntian Sinaga SH, MH

yakin bahwa kewirausahaan  menjadi “instrumen” yang tepat dalam  mengatasi persoalan

para mahasiswa dalam meningkatkan kualitas dirinya menjadi lebih baik.

“Banyak teori yang menyampaikan bahwa wirausaha itu tidak dilahirkan namun diciptakan

melalui proses pelatihan, bimbingan dan pendampingan,” jelasnya.

Dan Unkris telah melakukan berbagai upaya untuk memberikan bekal dan wawasan

yang cukup bagi mahasiswa dalam bidang kewirausahaan. Salah satu langkah kongkritnya

adalah dengan membentuk Lembaga Pengembangan Kreativitas dan Kebangsaan pada bulan

november 2020 yang diketuai oleh Dr. Susetya Herawati ST, M.Si. Lembaga ini merupakan

upaya Unkris untuk lebih dapat menjawab kebutuhan mahasiswa di era Revolusi Industri 4.0

yang menuntut mahasiswa lebih kreatif, inovatif, solutif, berdaya saing dan mandiri.

Kreativitas dan inovasi tersebut ditumbuhkan melalui mindset kewirausahaan, tertantang

untuk menyelesaikan hambatan dan ancaman dengan solusi yang baik, kuat, tangguh, tidak

mudah menyerah.

Lebih lanjut Parbuntian menyampaikan bahwa Unkris saat ini memiliki 14 Unit Kegiatan

Mahasiswa (UKM). Namun ia tidak terlalu yakin apakah selama ini UKM-UKM tersebut

beranggotakan mahasiswa mahasiswa yang memiliki mindset kewirausahaan, ataukah hanya

ikut UKM sekedar mengisi waktu .

“Ini yang harus dimotivasi, mereka sudah memilih mengikuti UKM artinya mereka memiliki

minat ke sana, namun apakah minat itu terbimbing dengan baik ? Ini yang menjadi pekerjaan

rumah Unkris khususnya pada Wakil Rektor 3,” kata Parbuntian.

37
Untuk mendorong itu semua, tegas Parbuntian saatnya Unkris membuka diri melalui

pandangan yang lebih luas dengan melakukan kerjasama -kerjasama, dan salah satunya

kerjasama dengan Himpunan Pengusaha Muda (HIPMI) BPC Kota Bekasi. “Kita para orang

tua dan pendidik di Unkris ini menginginkan bahwa mahasiswa Unkris adalah mereka yang

tidak saja berilmu dan berpengetahuan, tetapi mereka para mahasiswa yang mampu memiliki

emphati pada kehidupan dirinya sendiri  dan lingkungannya dalam memberikan solusi

solusi,” tukasnya.

Parbuntian  meminta  LPKK segera merancang program-program dalam rangka

sinergitas percepatan program kewirausahaan mahasiswa di era digital Revolusi Industri 4.0 

bersama HIPMI BPC Kota Bekasi. Dan rancangan program -program tersebut hendaknya

juga dapat dikolaborasikan dengan Lembaga Pengabdian Masyarakat yang di ketuai ibu Dr.

Siswantari  SH MH MM.

Parbuntian bahkan menyebut dua Srikandi Unkris ini memiliki kekuatan spiritual

sebagai “Duet Integralistik” dalam memajukan Unkris.

Sementara itu, Ketua BPC HIPMI Kota Bekasi, Yogi Kurniawan , S.I Kom,

menyambut baik respon yang sangat positif dan bersemangat dari para pimpinan Unkris

dalam upaya mencerdaskan anak bangsa. Mencerdaskan dengan implementasi yang langsung

terasa dalam mendorong pembangunan , khususnya pada ketahanan ekonomi dengan basis

pemberdayaan para mahasiswa melalui kewirausahaan.

HIPMI sendiri memiliki program yang sama di seluruh Indonesia baik di tingkat

pusat, daerah sampai cabang untuk terus meradiasikan mindset kewirausahaan bagi generasi

muda. “Hal ini penting karena merekalah nanti yang akan mewudutkan Indonesia sampai

pada tahun 2045 atau Indonesia emas,” kata Yogi.

Dan Unkris salah satu kampus swasta dengan usia yang sudah tua yang berada di

lingkungan wilayah kota Bekasi tentu dengan sinergi  program dengan BPC HIPMI Kota

38
Bekasi akan menjadi satu terobosan menarik di mana Unkris bekerjasama dengan organisasi

professional di luar kampus. “Kami tidak akan menggurui tetapi kami akan bersama sama

dengan bapak dan ibu dosen , pembimbing di Unkris untuk terus memberikan dorongan,

motivasi pada mahasiswa dalam berwirausaha. Wirausaha tidak seperti membangun candi

Prambanan yang jadi hanya semalam, tetapi ada proses , kesabaran, ketekunan,dan pelaksana

program di Unkris nanti akan langsung dilaksanakan oleh Ketua HIPMI PT Kota Bekasi yang

di Ketuai Rigel Pawallo,” tutup Yogi.

Kepala PPBK Unisbank, Fitika Andraini, M.Kn menyampaikan bahwa kuliah umum

ini adalah agenda yang rutin dilaksanakan PPBK Unisbank untuk memberikan motivasi dan

menumbuhkan jiwa entrepreneur kepada para mahasiswa.

Lebih lanjut, Fitika menjelaskan bahwa jumlah mahasiswa di Unisbank yang saat ini

menggeluti usaha mandiri semakin banyak, salah dua narasumber nya diambilkan dari alumni

Unisbank yang saat ini menggeluti dunia usaha. “Ini memang kami hadirkan narasumber dari

alumni, Sasi Batik Mangrove dan Ismarbani dari Lindungi Hutan” ungkapnya. Selaku

narasumber lain adalah Nasruhan Kholil yang merupakan pebisnis murni.

Para narasumber menceritakan pengalamannya kepada para peserta mulai dari saat

masih menjadi mahasiswa sambil bekerja hingga saat ini memiliki usaha sendiri yang

dijadikan sebagai sandaran pokok hidupnya.

Menjalankan bisnis bukanlah ajang coba-coba yang bisa dilakukan tanpa mempuyai

perencanaan. Maka dari itu langkah awal dalam memulai bisnis harus mencari tahu siapa

target pasar dari usaha yang akan dijalankan. Dengan mengetahui target pasar maka usaha

tersebut dapat menentukan seperti apa produk yang diinginkan oleh konsumen.

39
“Pembisnis yang sukses adalah orang-orang yang mampu memanfaatkan momen

sekitar, dan pintar melihat peluang,”  ungkap salah seorang narasumber.

Kewirausahaan adalah proses dinamik untuk menciptakan tambahan kemakmuran

(Buchari Alma, 2011:33). Istilah kewirausahaan EHUDVDO GDUL WHUMHPDKDQ

³(QWUHSUHQHXUVKLS¥Menurut Thomas W. Zimmerer, Kewirausahaan merupakan

gabungan dari kreativitas, inovasi dan keberanian menghadapi resiko yang dilakukan dengan

cara kerja keras untuk membentuk usaha baru. .DWD ³:LUDXVDKD¥ PHUXSDNDQ

WHUMHPDKDQ dari istilah bahasa inggris entrepreneur, yang artinya adalah orang-orang

yang mempunyai kemampuan untuk melihat dan menilai kesempatan peluang bisnis.J. B. Say

menggambarkan pengusaha sebagai orang yang mampu memindahkan sumber-sumber

ekonomi dari tingkat produktivitas rendah ke tingkat produktivitas tinggi karena mampu

menghasilkan produk yang lebih banyak. Kewirausahaan berasal dari kata wira dan

usaha.Menurut dari segi etimologi (asal usul kata).Wira, artinya pejuang, pahlawan, manusia

unggul, teladan, gagah berani, berjiwa besar, dan berwatak agung.Usaha, artinya perbuatan

amal, bekerja, berbuat sesuatu.Jadi, wirausaha adalah pejuang atau pahlawan yang berbuat

sesuatu. Wirausaha dapat mengumpulkan sumber daya yang di butuhkan guna mengambil

keuntungan dari padanya, dan mengambil tindakan yang tepat guna untuk memastikan

keberhasilan usahanya. Wirausaha ini bukan faktor keturunan atau bakat, tetapi sesuatu yang

dapat dipelajari dan dikembangkan. Fungsi dan peran adanya wirausaha dalam menentukan

perkembangan dan kemajuan suatu bangsa telah dibuktikan oleh beberapa negara maju

seperti Amerika, Jepang, juga tetangga terdekat Indonesia yaitu Malaysia dan Singapura.Di

negara Amerika sampai saat ini sudah lebih dari 12% penduduknya menjadi pengusaha dan

banyak terlibat langsung dalam kegiatan wirausaha.Hal itulah yang menjadikan negara

Amerika sebagai negara yang terus mengalami perkembangan dan kemajuan. Kemudian

40
negara Jepang lebih dari 10% warganya sebagai pelaku wirausaha dan lebih dari 240

perusahaan Jepang skala kecil, menengah dan besar berdiri di wilayah Indonesia.

Padahal negara Jepang mempunyai luas wilayah yang kecil dan memiliki sumber

daya alam yang masih kurang mendukung namun dengan tekad dan semangat serta jiwa

wirausahanya yang menjadikan negara Matahari tersebut sebagai salah satu negara terkaya di

benua Asia dalam bidang iptek dan perekonomianya. dan pembangunan negaranya dapat

berkembang jauh lebih cepat dibandingkan dengan negara Indonesia. Di negara kita

Indonesia, usaha dalam menanamkan jiwa dan semangat kewirausahaan bagi mahasiswa di

perguruan tinggi terus digalakan dan ditingkatkan, tentunya dengan berbagai metode dan

strategi yang membuat mahasiswa tertarik untuk berwirausaha.Bahkan pada tingkat

pemerintah melalui Kementrian Koordinator Perekonomian telah memberikan peraturan

kepada seluruh lembaga pendidikan yang ada di Indonesia, dari pendidikan dasar sampai

pendidikan tinggi diwajibkan untuk memberikan mata pelajaran atau mata kuliah

Kewirausahaan tersebut. Ada beberapa usaha atau teknik yang perlu diterapkan dalam

meningkatkan minat dan kegiatan kewirausahaan bagi para peserta didik, yaitu: 1.

Pembentukan Pusat studi kewirusahaan Kampus, seperti: a. Koperasi Mahasiswa (KOPMA)

di UMY b. Koperasi Kesejahteraan Mahasiswa (KOKESMA) ITB, c. Community

Entrepreneur Program (CEP) UGM, d. Center for Entrepreneurship Development & Studies

(CEDS) di UI, e. BSI Entrepreneruship Center (BEC) di BSI, f. Center for Entrepreneurship,

Change, & Third Sector (CECT) di Univ. Tri Sakti, Melalui media pembentukan pusat

kewirausahaan kampus tersebut, akan banyak kegiatan yang dapat dilaksanakan seperti:

Seminar, Pelatihan, Loka karya, Praktek usaha, kerjasama usaha, dll. 2. Menganggap penting

kewirausahaan dikampus dan menjadikan mata kuliah kewirausahaan sebagai hal yang harus

diberikan kepada mahasiswa, materi kewirausahaan tidak sebatas formalitas, sehingga harus

di design materi dan metode dalam pembelajarannya. 3. Memaksimalkan dalam

41
memanfaatkan Program kewirausahaan yang digagas oleh lembaga pemerintah, seperti:

pendidikan tinggi (Dikti) melalui Direktur Kelembagaan Ditjen Dikti dan disampaikan

kepada para PTS melalui Kopertis. Program Peningkatan Kompetensi Tenaga Kerja dan

Produktivitas

Setidaknya selain linearitas dalam 3. Program pemagangan dosen di dunia

menyiapkan dosen atau tenaga pendidik, usaha, perguruan tinggi harus mempersiapkan 4.

Program sarasehan dengan mitra tenaga pendidik atau Dosen yang mampu usaha, melakukan

hal-hal sebagai berikut, yaitu: 5. Program pembinaan dan pendampingan 1. Memberikan

paradigma baru tentang dosen baru. pentingnya kewirausahaan. Dengan program tersebut,

tentunya setiap 2. Menginspirasi dan memotivasi dosen tidak hanya sekedar mengajar

mahasiswa menjadi SDM yang kewirausahaan saja, tetapi mampu mandiri. mewujudkan dan

merealisasikan apa yang 3. Merubah atau mengarahkan pola pikir telah diberikan kepada

mahasiswa pada mahasiswa menjadi seorang yang saat mengajar. berjiwa wirausaha. 4.

Memberikan contoh karya nyata b. Mengembangkan Kurikulum Berbasis kewirausahaan dan

menyuguhkan Wirausaha. cerita sukses. Merumuskan sistem atau metode 5. Menghasilkan

mahasiswa atau alumni pembelajaran dan pelatihan kewirusahaan, menjadi seorang

wirausaha sukses. perguruan tinggi harus mendesign mata kuliah atau materi kewirausahaan

untuk Program peningkatan Dosen sebagai mahasiswanya disesuaikan dengan target tenaga

pendidik ini dapat dilakukan dengan yang akan dicapai. Diawali dari pembuatan melalui

berbagai cara, diantaranya sebagai konsep pembelajaran yang harus dipantau berikut: oleh

bidang akademik, yaitu: Silabus, 1. Program pelatihan kewirausahaan satuan acara

pengajaran (SAP), Slide untuk tenaga pendidik, Presentasi dan handout, modul teori, modul

2. Program seminar, workshop, lokakarya praktek, pembuatan buku panduan, sampai

kewirausahaan. pada program kunjungan dan pengamatan

d. Menjalin Kerjasama dengan Lembaga Usaha.

42
Kerjasama ini penting dilakukan oleh perguruan tinggi, dengan adanya kerja sama

akan meningkatkan kualitas dosen dan mahasiswa, memberikan kesempatan magang usaha

bagi dosen dan mahasiswa, serta memberikan kesempatan kerjasama usaha khususnya untuk

mahasiswa atau alumni. Sehingga mahasiswa dapat menganalisa dan mengamati bentuk

usaha nyata yang pada akhirnya akan mempunyai gambaran ketika kelak lulus dan berencana

mewujudkan keinginanya untuk berwirausaha.

e. Kerjasama dengan Lembaga Keuangan. Mewujudkan mahasiswa atau alumni

sebagai seorang wirausaha, perguruan tinggi harus memberikan fasilitas dan kemudahan bagi

mahasiswanya dalam membuka usaha, salah satunya dengan cara menjadi fasilitator dan

mediator antara mahasiswa dengan lembaga keuangan dalam hal kemudahan kredit usaha

bagi mahasiswa ketika berkeinginan untuk melakukan wurausaha. Kerjasama ini dapat

menjadi kesempatan bagi mahasiswa untuk mewujudkan menjadi wirausahawan muda. Pada

umumnya mahasiswa ketika memiliki keinginan untuk berwirusaha terkendala dengan modal

dana. Kerjasama inilah yang harus dilakukan oleh perguruan tinggi. g. Membuat kebijakan

harus sudah memiliki usaha sebagai syarat kelulusan mahasiswa. Salah satu pemicu

meningkatnya semangat kewirusahaan dari mahasiswa adalah dengan dibuatnya kebijakan

syarat kelulusan, selain masa studi, indeks prestasi, dan syarat-syarat lain, syarat harus sudah

memiliki usaha sepertinya layak untuk diterapkan oleh perguruan tinggi.

Semakin maju suatu negara dapat tercermin dari semakin banyak orang yang terdidik

dan sekaligus kemungkinan semakin banyak pula yang menganggur, oleh sebab itu, semakin

dirasakan akan pentingnya dunia wirausaha. Pembangunan akan lebih berhasil jika ditunjang

oleh keberadaan wirausaha yang dapat membuka lapangan kerja, karena kemampuan

pemerintah untuk itu sangat terbatas. Wirausaha merupakan salah satu pelaku pembangunan

yang potensial, baik dalam jumlah maupun mutunya. Di satu sisi, kuantitas dan kualitas

wirausaha di Indonesia masih tergolong kurang memadai, jika dibandingkan jumlah total

43
penduduk. Di sisi lain, keberadaan wirausaha dirasakan sangat diperlukan sebagai salah satu

faktor pendukung kemajuan perekonomian suatu bangsa. Perkembangan teori dan definisi

wirausaha berawal dari terjemahan dari bahasa Perancis yaitu entrepreneur yaitu orang yang

mendobrak sistem ekonomi dengan memperkenalkan barang dan jasa baru, dengan

menciptakan bentuk organisasi baru ataupun mengolah bahan baku baru (Alma, 2008).

Definisi ini menekankan bahwa seorang wirausaha adalah orang yang mampu melihat

peluang dan menciptakan manfaat dari peluang tersebut. Proses kewirausahaan meliputi

semua kegiatan dan tindakan untuk mengejar dan memanfaatkan peluang. Kewirausahaan

adalah konsep dasar yang menghubungkan berbagai bidang ilmu yang berbeda, antara lain;

ekonomi, sosiologi, dan sejarah. Kewirausahaan bukan hanya di bidang interdisiplin yang

biasa dilihat atau ditemukan di institusi pendidikan, melainkan pokok-pokok yang

menghubungkan kerangka konseptual utama dari berbagai disiplin ilmu dan dianggap sebagai

kunci dari blok bangunan ilmu sosial yang terintegrasi (Casson, 2012). Sisi lain mengenai

kewirausahaan adalah salah satu dari sejumlah masukan yang berkontribusi terhadap

keseluruhan penampilan ekonomi suatu negara, bersama-sama dengan komponen modal dan

sumberdaya manusia. Hal tersebut adalah dipandang sebagai faktor masukan (input) yang

memperbaiki efisiensi perekonomian dan merupakan subtitusi terhadap faktor lainnya.

Kewirausahaan diakui sebagai suatu aspek bisnis yang menempati posisi penting untuk

meningkatkan vitalitas dan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Mahasiswa dan lulusan

perguruan tinggi, seringkali melihat bahwa pekerjaan di bidang kewirausahaan adalah

sebagai suatu alternatif pilihan karir yang menarik.

Kewirausahaan dipandang sebagai representasi kebebasan, realisasi diri, dan lebih

bergengsi daripada pekerjaan sebagai karyawan pada suatu perusahaan/organisasi (Luthje &

Franke, 2003). Jadi, kewirausahaan mencerminkan alternatif penanggulangan pengangguran

dan/atau diskriminasi di pasar kerja, dan sebagai jalur pengentasan kemiskinan (Singh et al.,

44
2008). Di banyak negara, kewirausahaan dipandang sebagai agen revitalisasi untuk mengatasi

masalah pengangguran, katalis potensial dan inkubator kemajuan teknologi, produk, dan

inovasi pasar, sehingga eksistensinya perlu diperluas, terutama di negara-negara sedang

berkembang (Ali et al., 2011). Sejalan dengan itu, Raab et al. (2005) mengemukakan bahwa

rendahnya intensitas kegiatan kewirausahaan di suatu negara merupakan faktor utama yang

bertanggungjawab terhadap perkembangan ekonomi yang rendah (negatif). Terdapat

konsensus bahwa pewirausaha adalah seseorang yang secara bebas memiliki dan secara aktif

mengelola bisnis skala kecil (Collins et al., dalam Rahman & Rahman, 2011), atau secara

operasional, didefinisi sebagai seseorang yang menciptakan usaha baru dan menerapkan

praktek-praktek yang ditujukan untuk meningkatkan ukuran usahanya (Johnson, 1990).

Unsur esensial dari kewirausahaan adalah adanya dimensi keberanian untuk menanggung

risiko. Seperti dikemukakan oleh Ali et al. (2011), pewirausaha adalah mereka yang biasanya

mengatur dan mengembangkan usahanya sendiri dan memetik manfaat dari berbagai bidang

termasuk pengetahuan, pengalaman, pandangan kreatif, dukungan jejaring, dan

penanggungan risiko. Tahun 2009, pemerintah (melalui perguruan tinggi) juga telah

mencanangkan program pembelajaran kewirausahaan bagi mahasiswa yang dikenal dengan

Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) dan Program Kreatifitas Mahasiswa Kewirausahaan

(PKMK). Tujuan program ini adalah agar para lulusan perguruan tinggi tidak hanya sebagai

job seeker tetapi juga menjadi job creater.

Konsep pembelajaran kewirausahaan bagi mahasiswa muncul ketika ada wacana

apakah kewirausahaan itu bakat atau dapat diajarkan. Melalui program bantuan dalam bentuk

PMW dan PKMK ini, mahasiswa dilatih menjadi wirausaha dengan dana hibah Dirjen Dikti

yang besarnya berkisar antara Rp. 4–25 juta per kelompok. Kemudian, karena sesuatu hal,

program PMW dihentikan dan hanya ada program PKMK saja. Di samping program

kewirausahaan yang diluncurkan oleh pemerintah, pihak swasta juga tergerak secara aktif

45
berpartisipasi dalam pengembangan kewirausahaan. Orientasi pembelajaran kewirausahaan

ditujukan kepada mahasiswa didasarkan pada pemikiran sederhana dengan keyakinan bahwa

jika orang-orang yang tidak berpendidikan formal atau setidak-tidaknya bukan berpendidikan

tinggi bisa berhasil, apalagi mereka adalah mahasiswa atau lulusan perguruan tinggi. Alma

(2008) menyatakan bahwa suatu negara akan mampu membangun perekonomiannya apabila

memiliki wirausaha minimal 2 persen dari jumlah penduduknya. Data Badan Pusat Statistis

Indonesia untuk negara Indonesia dengan jumlah penduduk per tahun 2014 sebesar 253,60

juta orang, mengindikasikan idealnya harus ada 5.07 juta wirausaha untuk membangun

perekonomian Indonesia. Berdasarkan jumlah tersebut, tercermin peluang besar, baik dari sisi

peningkatan perekonomian negara maupun pengembangan minat bisnis bagi wirausaha.

Hendra (2011), menyatakan bahwa sebagian besar perguruan tinggi di Singapura, Malaysia,

Australia, Inggris, Amerika dan negara lain, telah menjadikan entrepreneurship sebagai mata

kuliah penting. Hal tersebut juga dijawab oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

Udayana dengan memberikan kewirausahaan sebagai salah satu mata kuliah wajib yang

ditempuh oleh setiap mahasiswa. Nurhasanah (2013) menyebutkan, kehidupan pendidikan

dalam lingkup pendidikan tinggi memiliki potensi yang sama besarnya dalam upaya

menumbuhkan benih-benih karakter yang baik. Proses pendidikan pada perguruan tinggi

memiliki peran yang strategis dalam mewujudkan idealisme membentuk karakter manusia

Indonesia yang baik dan unggul. Pengajar juga memiliki peran penting dalam menularkan

semangat membangun karakter anak bangsa. Salah satu upaya nyata dalam membangun

karakter anak didik adalah dengan melakukan internalisasi dalam proses pembelajaran.

Internalisasi nilai-nilai ke dalam proses pembelajaran yang berlangsung di kampus perlu

dikaji secara mendalam tentang potensi dari mata kuliah terkait dengan materi yang

disampaikan dan nilai-nilai yang bersesuaian untuk dibangun melalui suatu strategi

pembelajaran. Pengalaman dan pengetahuan tentang kewirausahaan sangat penting

46
dipertimbangkan sebagai faktor yang turut menentukan potensi kewirausahaan. Sigh et al.

(2008) menjelaskan, berdasarkan teori kewirausahaan (entrepreneuship theory), terdapat

hubungan yang jelas antara pendidikan atau pengetahuan kewirausahaan dengan gagasan

serta intensi untuk memulai usaha baru. Oleh sebab Itu pula mengapa banyak perguruan

tinggi mencantumkan mata kuliah kewirausahaan pada kurikulumnya. Tujuannya tidak lain

adalah untuk meningkatkan potensi kewirausahaan dari pewirausaha potensial.

Peran jasa pendidikan seperti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana

adalah mengetahui dan mengembangkan potensi kewirausahaan mahasiswanya untuk bisa

masuk dan bersaing di pasar usaha. Pemahaman tentang potensi kewirausahaan mahasiswa,

maka fakultas akan dapat memfasilitasi apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh

mahasiswanya, serta memberikan saran pertimbangan dan konsultasi mengenai usaha atau

bisnis yang bisa disesuaikan dengan minat dan potensinya masing-masing. Hal tersebut

menjadi menarik, sehingga penelitian ini berupaya menganalisis potensi kewirausahaan

mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, sehingga dapat diketahui

lebih awal dan mengembangan potensi tersebut menjadi peluang usaha yang layak. Pemilihan

mahasiswa sebagai subjek penelitian berdasarkan pandangan bahwa kelompok ini dapat

merepresentasikan pewirausaha potensial di negara maju maupun di negara yang sedang

berkembang (Mueller, 2004). Mereka dipandang sudah memiliki pemahaman dan

pengetahuan yang relatif lebih komprehensif tentang dunia usaha dibandingkan dengan

mahasiswa yang belum menempuh mata kuliah kewirausahaan (entrepreneurship), disamping

karena variabel-variabel umur, pengalaman belajar, dan tahun sukses, dapat dikontrol. Tujuan

penelitian ini Untuk mengetahui potensi kewirausahaan dan faktor-faktor yang

mempengaruhi potensi kewirausahaan mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

Udayana. Kewirausahaan Studi-studi empiris tentang potensi kewirausahaan dan hubungan

karakteritik individu dengan perilaku serta keberhasilan kewirausahaan, sudah banyak

47
dilakukan. Akan tetapi, sebagian studi memfokuskan kajiannya pada tingkat individu, karena

menurut Thang et al. (2009) dan Muller dan Goic (2002), potensi kewirausahaan

dipresentasikan oleh segmen penduduk yang tidak hanya mempersepsikan bahwa peluang

ada di lingkungannya, namun juga memiliki karakteristik personal untuk mendirikan usaha

baru.

Teori yang digunakan sebagai pedoman untuk mengkaji hubungan antara karakteristik

personal dan potensi kewirausahaan adalah teori atribusi. Pendekatan atribusi digunakan

untuk menganalisis, mengapa beberapa orang menjadi berpotensi sebagai wirausaha (Raab et

al., 2002). Komparasi wirausaha perempuan dan laki-laki adalah berbeda dalam hal kinerja,

gaya pengambilan keputusan, dan strategi yang diterapkan. Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa gender dipertimbangkan sebagai penentu atribut kepribadian dan

pencapaian suatu tujuan (Green, 1995). Hudges dan Fatkin (1985) menggambarkan bahwa

laki-laki memiliki risk-taking propensity yang lebih tinggi dibandingkan perempuan.

Scotchmer (2007) menyatakan bahwa perempuan bersifat lebih konservatif dibandingkan

kaum laki-laki, sehingga menunjukkan keberanian yang lebih kecil untuk menanggung risiko

dibandingkan laki-laki. Maka dari itu, dikatakan bahwa laki-laki menunjukkan toleransi

terhadap risiko yang lebih besar dibandingkan perempuan dalam upaya pengembangan usaha

baru. Satu hal perlu digarisbawahi bahwa semua karakteristik tersebut diperbandingkan

antara pewirausaha perempuan dan laki-laki yang sudah eksis dan menjalankan usahanya.

Pendekatan-pendekatan ini tidak mempertimbangkan indikasi apakah terdapat perbedaan

antara perempuan dan laki-laki dalam hal niat (potensi) untuk membangun usaha baru atau

memulai suatu bisnis. Dengan kata lain, studi-studi ini tidak berada dalam posisi

membandingkan perempuan dan laki-laki dalam hal propensitas untuk memulai usaha. Risiko

merupakan hal yang berkaitan erat dengan upaya memulai bisnis baru. (Collins et al., 2004)

menyatakan bahwa risiko adalah unsur esensial yang dihadapi oleh pewirausaha, sehingga

48
preferensi terhadap risiko dapat mempengaruhi keputusan individu untuk memulai usaha

(Brockhaus, Sr. (1980).

Potensi kewirausahaan menuntut orientasi risiko derajat tinggi. Risk taking

propensity merupakan atribut personal yang mengindikasikan kemampuan seseorang

mengatasi situasi yang penuh risiko (Raab et al., 2002). Dijelaskan bahwa individu yang

memiliki risk taking propensity yang tinggi, cenderung untuk mengambil keputusan yang

lebih baik dalam situasi tidak pasti, dibandingkan dengan yang memiliki propensitas

penanggungan risiko yang rendah. Dengan demikian risk-taking propensity berhubungan

positif dengan potensi kewirausahaan. Perkembangan teori dan definisi wirausaha adalah

terjemahan dari bahasa Perancis yaitu entrepreneur yang berarti orang yang mendobrak

system ekonomi yang ada dengan memperkenalkan barang dan jasa yang baru, dengan

mencuptakan bentuk organisasi baru atau mengolah bahan baku (Alma;2008).

Kewirausahaan menurut Ciputra (2009) adalah mengubah kotoran dan rongsokan menjadi

emas. Pola pikir mahasiswa dengan struktur kritis-analitis dan skeptis seharusnya mampu

mengubah mindset atau pola pikir yang dianut. Pola pikir entrepreneur menurut Kasali, dkk

(2012) adalah pola pikir positif, kreatif, keuangan dan pola pikir produktif, sebagai contoh

pola pikir adalah “saat balita, kita mampu berjalan”. Kita mampu karena tidak banyak

berpikir negatif akan resiko, takut jatuh dan sebagainya. Pada definisi ini ditekanklan bahwa

seorang wirausaha adalah orang yang melihat peluang dan menciptakan manfaat dari peluang

tersebut. Proses kewirausahaan meliputi semua kegiatan fungsi dan tindakan untuk mengejar

dan memanfaatkan peluang. Kewirausahaan adalah konsep dasar yang menghubungkan

berbagai bidang ilmu yang berbeda antara lain ekonomi, sosiologi, dan sejarah.

Kewirausahaan bukanlah hanya bidang interdisiplin yang biasa kita lihat atau

temukan di institusi pendidikan, melainkan pokok pokok yang menghubungkan kerangka

konseptual utama dari berbagai disiplin ilmu dan dianggap kunci dari blok bangunan ilmu

49
social yang terintegrasi (Casson,2012). Sisi pandang lain mengenai kewirausahaan adalah

salah satu dari sejumlah masukan yang menyumbang terhadap keseluruhan penampilan

ekonomi suatu Negara. Menurut Ciputra (2009) seorang wirausahawan haruslah bersikap

kreatif–inovatif, dan mampu menangkap atau menciptakan peluang. Berani mengambil resiko

yang terukur. Penalaran yang bersifat kritis–analitis ini mendasari terciptanya pemikiran

kreatif dan inovatif. Karena tanpa penalaran yang kritis serta analitis tidak akan mampu

menciptakan sesuatu yang kreatif. Penalaran skeptis mengarahkan kepada apakah sesuatu

yang akan dilakukan itu akan berhasil. Kalau berhasil, berapa kemungkinan kegagalan itu.

Jadi penalaran skeptis akan membawa ke arah perhitungan terhadap resiko seandainya suatu

peluang itu muncul dan diambil sebagai suatu kegiatan usaha. Seorang wirausaha dituntut

tidak menciptakan peluang (menciptakan kebutuhan) buka menunggu atau menangkap

peluang atau menunggu peluang (Suryana, 2004). Menurut Risky (2011), secara sederhana

arti wirausahawan (entrepreneur) adalah orang yang berjiwa berani mengambil resiko untuk

membuka usaha dalam berbagai kesempatan berjiwa berani mengambil resiko artinya

bermental mandiri dan berani memulai usaha, tanpa diliputi rasa takut atau cemas sekalipun

dalam kondisi tidak pasti. Sedangkan definisi wirausaha mahasiswa adalah wirausaha yang

pelaku utamanya adalah masih berstatus mahasiswa, dengan melakukan aktivitas usaha

diselasela kuliahnya dengan pemanfaatan waktu sebaik mungkin. Wirausaha mahasiswa

adalah cara pintar mencuri strategi sebelum menghadapi dunia bisnis dan dunia kerja yang

sebenarnya. Berwirausaha pada dasarnya tidak perlu menunggu datangnya atau adanya

peluang. Peluang yang sifatnya potensial yang bisa dirubah menjadi peluang riil, misalnya

semua mahasiswa membawa telepon genggam (HP), tetapi tidak ada yang jual pulsa di

kampus. Peluang tersebut bisa berarti langsung artinya langsung bisa dimanfaatkan sebagai

kesempatan usaha. Kesempatan bagi mahasiswa berwirausaha terbuka luas, namun masih

sangat sedikit yang memanfaatkannya. Mereka lebih memilih keadaan nyaman (comfort

50
zone) daripada mencoba memasuki keadaan ketidakpastian. Diperlukan dorongan dan

motivasi agar mereka mau mencoba menapak jalan menjadi wirausaha. Potensi diri Potensi

diri merupakan kemampuan, kekuatan, baik yang belum terwujud maupun yang telah

terwujud, yang dimiliki seseorang, tetapi belum sepenuhnya terlihat atau dipergunakan secara

maksimal. Jadi kalau dihubungkan dengan kewirausahaan berarti kemampuan, kekuatan yang

dimiliki seseorang dalam berusaha atau melakukan suatu usaha. Secara umum, potensi dapat

diklasifikasikan sebagai berikut. 1) Kemampuan dasar, seperti tingkat intelegensi,

kemampuan abstraksi, logika dan daya tangkap. 2) Etos kerja, seperti ketekunan, ketelitian,

efisiensi kerja dan daya tahan terhadap tekanan. 3) Kepribadian, yaitu pola menyeluruh

semua kemampuan, perbuatan, serta kebiasaan seseorang, baik jasmaniah, rohaniah,

emosional maupun sosial yang ditata dalam cara khas di bawah aneka pengaruh luar.

Menurut Gardner (2004), potensi yang terpenting adalah intelegensi, sebagai berikut: 1)

Intelegensi linguistik, intelegensi yang menggunakan dan mengolah kata-kata, baik lisan

maupun tulisan, secara efektif. Intelegensi ini antara lain dimiliki oleh para sastrawan, editor

dan jurnalis.

2) Intelegensi matematis-logis,

kemampuan yang lebih berkaitan dengan penggunaan bilangan pada kepekaan pola logika

dan perhitungan. 3) Intelegensi ruang, kemampuan yang berkenaan dengan kepekaan

mengenal bentuk dan benda secara tepat serta kemampuan menangkap dunia visual secara

cepat. Kemampuan ini biasanya dimiliki oleh para arsitek, dekorator dan pemburu. 4)

Intelegensi kinestetik-badani, kemampuan menggunakan gerak tubuh untuk mengekspresikan

gagasan dan perasaan. Kemampuan ini dimiliki oleh aktor, penari, pemahat, atlet dan ahli

bedah. 5) Intelegensi musikal, kemampuan untuk mengembangkan, mengekspresikan dan

menikmati bentuk-bentuk musik dan suara. Kemampuan ini terdapat pada pencipta lagu dan

penyanyi. 6) Intelegensi interpersonal, kemampuan seseorang untuk mengerti dan menjadi

51
peka terhadap perasaan, motivasi, dan watak temperamen orang lain seperti yang dimiliki

oleh seseorang motivator dan fasilitator. 7) Intelegensi intrapersonal, kemampuan seseorang

dalam mengenali dirinya sendiri. Kemampuan ini berkaitan dengan kemampuan berefleksi

(merenung) dan keseimbangan diri. 8) Intelegensi naturalis, kemampuan seseorang untuk

mengenal alam, flora dan fauna dengan baik. 9) Intelegensi eksistensial, kemampuan

seseeorang menyangkut kepekaan menjawab persoalan-persoalan terdalam keberadaan

manusia, seperti apa makna hidup, mengapa manusia harus diciptakan dan mengapa kita

hidup dan akhirnya mati. Potensi diri sebaiknya dikembangkan dengan cara berusaha dengan

keras. Karena potensi ini tidak akan berpengaruh bila kita tidak berusaha untuk

mengembangkan dan mewujudkannya. Potensi Kewirausahaan Potensi utama dalam

membangun dan mengembangkan kewirausahaan yang berhasil bermula dari pendidikan dan

pengalaman bisnis kecil-kecilan yang dimiliki oleh seseorang (Alma,2008).

Dorongan membentuk wirausaha juga dating dari temen pergaulan, lingkungan

keluarga, masyarakat, sahabat dimana mereka dapat berdiskusi tentang ide dan masalah yang

dihadapi serta cara mengatasinya. Menurut Zimmerer dan Scarborough (2002), mengatakan

membuka dan menjalankan sebuah bisnis tidak memberi jaminan bahwa pengusaha akan

menghasilkan cukup uang untuk hidup, tapi kesuksesan bisnis dating dari peluang untuk

menggunakan potensi diri sepenuhnya. Menumbuhkan jiwa wirausaha mahasiswa dimulai

dari minat. Minat merupakan faktor utama yang tidak dimiliki oleh mahasiswa dalam bidang

menghasilkan uang. Padahal dari segi manfaat dengan melakukan aktivitas dengan modal

utamanya adalah berani, maka selain untuk kepentingan pribadi mahasiswa, juga untuk

kepentingan negeri yang membutuhkan kompetensi pribadi-pribadi yang bisa berkontribusi di

dalam menanggulangi kemiskinan. Sebagian, ada yang antusias dan bersemangat

mengikutinya, dan ada juga yang semangatnya hanya di mulut saja namun tidak di

aplikasikan. Di sisi lain, ada yang bersemangat namun dengan alasan tidak memiliki bakat,

52
dan yang lebih parah ada yang tidak tahu sama sekali. Banyak manfaat yang bisa diambil,

terutama bagi mahasiswa tingkat akhir untuk mendapat modal dasar mendirikan usaha.

Program kewirausahaan diharapkan dapat mengurangi pengangguran intelektual yang

tergerak untuk berkompetisi, walaupun dari jumlah lulusannya hanya setengah yang

mengaplikasikan proposal secara nyata. Alasan terbesar dari mahasiswa yang tidak ikut

bersaing dalam menjalankan usaha adalah tidak berbakat. Hal-hal yang bisa dilakukan untuk

merangsang pertumbuhan jiwa wirausaha bisa dilakukan dengan cara menggalakkan arti

pentingnya wirausaha dan menghilangkan mitos yang berkembang di mahasiswa bahwa

memiliki jiwa tinggi dalam hal wirausaha bukan hanya untuk dijadikan penghuni di kepala

namun juga harus dikembangkan dan diaplikasikan. Mengembangkan apa yang tersimpan di

otak dengan mencari informasi merupakan hal yang paling utama. Informasi-informasi yang

berguna bisa dipelajari untuk melihat peluang bisnis yang bisa diterapkan. Selain

karaketristik kewirausahaan, faktor-faktor kontekstual juga seringkali digunakan sebagai

ukuran potensi kewirausahaan. Luthje & Franke (2003) menyatakan bahwa salah satu faktor

kontekstual yang turut berperan dalam propensitas menangkap peluang berwirausaha adalah

ketersediaan dana untuk memulai usaha. Ketersediaan dana ini berhubungan dengan parental

role modeling, dimana latar belakang keluarga (orang tua) turut berperan dalam propensitas

kewirausahaan. Dalam hal ini, individu (mahasiswa) yang orang tuanya adalah pewirausaha

cenderung melaporkan keinginan yang lebih besar untuk memulai usaha baru dibandingkan

dengan mereka yang berasal dari latar belakng keluarga dengan orang tua bukan

pewirausaha. Di samping itu, status kemahasiswaan juga turut menentukan kecenderungan

untuk berwirausaha. Faktor kontekstual yang berhubungan dengan status ini adalah

partisipasi dalam kegiatan ekstra kurikuler. Mereka yang terlibat aktif dalam kegiatan-

kegiatan tersebut ditengarai memiliki wawasan yang lebih luas mengenai potensi

53
kewirausahaan, selain karena pengetahuan yang dimiliki, juga karena relatif luasnya jejaring

yang dimiliki, dibandingkan mahasiswa yang tidak terlibat dalam aktivitas kemahasiswaan.

Karakteristik Kewirausahaan Keberhasilan dalam kewirausahaan ditentukan oleh

kebutuhan untuk berprestasi. Mereka yang memiliki motivasi yang tinggi lebih besar

kemungkinannya untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang enerjik dan inovatif yang

memerlukan perencanaan masa depan dan mencerminkan tanggung jawab individual

terhadap luaran tugas yang dilakukan (Collins et al., 2004). Menurut Landi (2013) Seorang

wirausaha yang efektif dan sukses akan mempunyai beberapa karakteristik berikut : 1)

Percaya diri Wirausaha selalu yakin terhadap dirinya, berpikir bebas dan bersikap independen

serta senantiasa bersifat optimis terhadap ramalan dan pandangan masa depan. Berkaitan

dengan kepercayaan diri, seorang wirausaha mempunyai mutu kepemimpinan dan sifat

dinamis yang pada umumnya mempunyai sikap, kepribadian dan sifat yang positif terhadap

diri sendiri dan masa depannya. 2) Berorientasi lingkungan Seorang wirausaha mempunyai

hati yang lembut, mudah bergaul dengan berkawan dengan orang-orang di sekelilingnya,

tidak membedakan apakah orang tersebut klien, pesaing atau pegawainya. 3) Berorientasi

pada tugas Seorang wirausaha akan terus bekerja keras dan mempunyai keinginan dan

semangat baja untuk bekerja dan berusaha, selain tahan banting dan bersugguhsungguh dalam

daya usahanya. 4) Ide dan Kreatif Seorang wirausaha selalu memikirkan tentang konsep asli

atau original dan mempunyai pemikiran yang kreatif serta selalu mencoba memperbaharui

barangbarang dan jasa yang telah dicipta dan ditunjukkan di pasaran. Ini memberikan

keistimewaan dan kedudukan yang lebih baik dari pesaing-pesaingnya 5) Berorientasikan

masa depan Seorang wirausaha senantiasa memandang ke depan dan tidak menoleh ke

belakang dalam kegiatannya, seperti memiliki pandangan meluas tentang masa depan dan

kesempatan yang ada. Sikap dan pandangan juga selalu positif terhadap kemungkinan masa

depan. Seorang wirausaha memandang masa depan dengan penuh harapan dan penuh

54
kesempatan-kesempatan yang tidak boleh di lepaskan. 6) Bersedia mengambil risiko

Perusahaan selalu menghadapi risiko disebabklan ketidaktentuan masa depannya. Wirausaha

merupakan orang yang senantiasa bersedia menghadapi dan menanggung resikonya maka

lebih tinggilah kemungkinan untung dan bukan halangan bagi seorang wirausaha.

7) Kemampuan membuat keputusan Seorang wirausaha merupakan seseorang yang pandai

membuat keputusan dan tahu masalah yang bakal dihadapinya di masa depan. Disamping itu,

juga dapat mengetahui berbagai informasi yang diperlukan untuk membuat keputusan.

Berdasarkan informasi dan keyakinan dirinya, wirausaha dapat membuat keputusan. 8)

Berorientasikan perencanaan Seorang wirausaha selalu mempunyai upaya untuk

merencanakan semua kegiatannya. Perencanaan ini dapat menyelaraskan semua aspek yang

berkaitan dengan tindakannya pada masa depan. Hal inilah yang menjadikan seorang

wirausaha lebih sistematis dalam kerja dan menjadikan seorang wirausaha bijaksana dalam

melaksanakan proyek atau rencananya. 9) Kemampuan mendirikan usaha Wirausaha juga

mempunyai keistimewaan dalam mengelola segala kegiatan, pegawai dan perusahaannya.

Seorang wirausaha dapan menggunakan potensi yang dimiliki orang-orang disekelilingya

untuk mengelola perusahaan dan aktivitasya. Kemampuan membagikan kerja kepada orang

bawahan dan sikap mempercayai pegawai dengan sepenuhnya merupakan sikap positif setiap

wirausaha yang membantu untuk berhasil. 10) Kemampuan manajemen Seorang wirausaha

dikatakan mempunyai kemampuan yang alamiah untuk memimpin dan mengelola organisai

dan perusahaan. Wirausaha dapat mewujudkan tim kerja atau kelompok dan dapat

memberikan efek yang menyeluruh dalam manajemen dan menjamin keberhasilan

perusahaan.

Kemampuan menjadi manajer yang baik didasarkan pada kemampuan merencanakan,

mengorganisikan, memimpin dan mengawasi, adalah merupakan kualitas manajemen yang

harus dimiliki seorang wirausaha. Kemampuan manajemen dapat diuraikan sebagai berikut;

55
1. Kualifikasi diri, menunjukkan bahwa profilnya sesuai untuk seorang wirausaha yang

sukses. 2. Kecakapan, menunjukkan bahwa mahasiswa memiliki kualifikasi diri untuk

membuka usaha. 3. Keberhasilan, menunjukkan bahwa mahasiswa memiliki potensi

keberhasilan untuk membuka usaha. 4. Bekerjasama, menunjukkan bahwa mahasiswa

memiliki kemampuan kerja sama yang baik. 5. Keahlian, menunjukkan bahwa mahasiswa

memiliki keahlian yang sesuai untuk membuka usaha.

Karakteristik Responden Dalam penelitian ini objek penelitian adalah mahasiswa

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana yang dibagi kedalam 3 (tiga) jurusan,

dapat dilihat pada Tabel berikut :

Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa responden mempunyai proporsi sama dari

tiga jurusan yang ada di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, sedangkan untuk

proporsi angkatan tahun 2011 lebih sedikit dikarenakan sudah habisnya mata kuliah yang

diambil dibanding angkatan tahun 2012 yang masih banyak masih mengambil perkuliahan.

Untuk karakteristik jenis kelamin sebagian besar diperoleh responden perempuan,

dikarenakan jumlah mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana sebagian

besar perempuan. 1. Kecakapan diri Kecakapan diri berwirausaha responden diukur dengan

56
lima indikator yang terkait dengan kemampuan untuk mewujudkan keberhasilan suatu usaha.

Hasil penelitian terlihat pada Tabel berikut.

Pada kecakapan diri, diajukan lima butir pertanyaan, sebagian besar, yaitu empat

pertanyaan dijawab “ya” sedangkan pertanyaan “menyusun urutan tingkat kecakapan”

(X2.2), direspon dengan rata-rata “tidak. Artinya bahwa, berdasarkan jawaban responden

tersebut tercermin sebagian besar responden (mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Udayana) telah memiliki kecakapan diri untuk berwirausaha. 3. Harapan

Keberhasilan Harapan terhadap keberhasilan responden diukur dengan 8 indikator yang

terkait dengan harapannya untuk menjadi orang yang berhasil setelah lulus kuliah. Terlihat

pada Tabel berikut.

57
Harapan akan keberhasilan dimasa yang akan datang, diajukan delapan pertanyaan

kepada responden. Rata-rata jawaban responden sebagian besar menjawab “ya” sedangkan

dua pertanyaan, yaitu “pertimbangan produk berbeda” (X3.2) dan “keyakinan mendapatkan

uang lebih banyak” (X3.7) dijawab “tidak”. Artinya bahwa sebagian besar responden

(mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana) telah memiliki harapan akan

keberhasilan dimasa datang. 4. Kecakapan kerjasama Keahlian bekerjasama responden

diukur dengan delapan indikator yang terkait dengan kemampuannya menjalin kerjasama

bisnis dalam berwirausaha. Dapat dilihat pada Tabel berikut. sebagian besar menjawab “ya”

sedangkan dua pertanyaan; Apakah mitra usaha anda mempunyai tujuan yang lebih bersifat

saling melengkapi daripada saling bertentangan terhadap tujuan perusahaan dan Jika seorang

diantara mitra usaha anda gagal melaksanakan tugas (X4.2), adakah mekanisme pemindahan

tugas ke tempat yang lebih sesuai (X4.7) 4.2.5. Identifikasi keahlian responden Keahlian

responden sangat penting untuk mewujudkan dan meyakinkan keberhasilan usaha.

Identifikasi dilakukan terhadap delapan keterampilan bisnis tertentu, dilihat pada Tabel

berikut.

58
Berdasarkan hasil identifikasi keahlian responden yang ditanyakan dengan delapan

butir pertanyaan tentang keahlian/keterampilan bisnis, ditemukan bahwa sebagian besar

responden memberikan jawaban dengan skor di atas rata-rata, kecuali keterampilan ke-3 yaitu

“pengembangan produk” memiliki skor di bawah rata-rata (1,69). Berdasarkan kajian tersebut

terlihat bahwa responden telah sebagian besar memiliki keterampilan bisnis yang cukup baik

untuk berwirausaha. 1. Analisis kualifikasi kewirausahaan Analisis potensi kewirausahaan

ini, mengadopsi pola yang dikembangkan oleh Mas’ud dan Mahmud (2006, 217). Jika

jawaban responden atas 17 butir pertanyaan dalam kuesioner adalah “ya”, maka dikatakan

tercapai skor sempurna. Apabila jawaban “tidak” yang diberikan responden terhadap empat

atau lebih (≥ 4) pertanyaan yang yang diajukan, maka minat untuk menjadi wirausaha perlu

dipertimbangkan kembali. Berdasarkan data pada Tabel 4.1, jumlah jawaban “ya” “ya”

sebanyak 13, sedangkan jawaban “tidak” sebanyak 4. Profil yang dianggap sesuai untuk

seorang wirausahawan sukses apabila skor yang dicapai sebesar 14 atau lebih. Berdasarkan

59
perhitunagan tersebut, maka responden kurang memiliki profil yang sesuai untuk menjadi

wirausahawan sukses, jika dilihat dari kualifikasi kewirausahaan. Jika ditelusuri lebih jauh,

maka jawaban “tidak” diberikan pada pertanyaan; menyukai persaingan bisnis, stamina

prima, ketabahan menghadapi masalah dan cara memecahkan masalah. Artinya bahwa,

responden belum memahami makna persaingan bagi kemajuan usaha yang akan

dikebangkan, faktor kesehatan fisik dan mental yang kurang diyakini akan mampu

mendukung pengembangan usaha, kurang tabah jika menghadapi masalah dan kurang

memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah yang akan terjadi pada usaha yang akan

dikembangkan. 2. Analisis kecakapan diri berwirausaha Pada kecakapan berwirausaha,

diajukan lima pertanyaan dan satu pertanyaan dijawab dengan “tidak” dan empat pertanyaan

dijawab “ya” (Tabel 4.2). Pola yang sama dipergunakan untuk melakukan analisis ini.

Pertanyaan yang kurang sesuai dengan kriteria wirausahawan sukses diberikan pada

pertanyaan kemampuan menyusun urutan tingkat kecakapan yang diperlukan untuk

berwirausaha. Jadi responden belum memiliki skala prioritas untuk menentukan kecakapan

apa yang semestinya didahulukan untuk memulai suatu usaha. 3. Analisis harapan

keberhasilan Harapan akan keberhasilan ke depan diukur dengan delapan pertanyaan.

Responden sebagian besar responden menjawab “y”, kecuali pertanyaan X4.2 dan pertanyaan

X4.7. kondisi tersebut menggambarkan bahwa responden belum mampu melakukan

pertimbangan inovasi produk agar berbeda dengan produk pesaing, jika akan melakukan

kegiatan bisnis. Di sisi lain, responden juga belum memiliki keyakinan bahwa melakukan

kegiatan bisnis akan mendapatkan uang lebih banyak dibandingkan dengan kegiatan lain.

Masalah ini akan menstimuli sifat dan watak responden untuk lebih menjadi job seeker

ketimbang job creator. 4. Analisis kecakapan kerjasama Kecakapan atau keterampilan untuk

melakukan kerjasama, diukur dengan delapan pertanyaan dan sebagian besar telah menjawab

“ya”, kecuali pertanyaan X.4.2 dan X4.7. kondisi ini mencerminkan bahwa responden belum

60
memiliki pemahaman tentang calon mitra usahanya, apakah calon mitra tersebut mempunyai

tujuan yang bersifat saling melengkapi ataukah malah bertentangan terhadap tujuan

perusahaan yang akan didirikan. Disamping itu responden juga kurang memikirkan

mekanisme pemindahan tugas ke tempat yang lebih sesuai, jika seorang diantara mitra

usahanya gagal melaksanakan tugas. Masalah ini menyangkut kemampuan komunikasi

internal dan eksternal responden sebagai calon wirausaha. 5. Analisis keahlian/keterampilan

bisnis Keahlian atau keterampilan bisnis yang telah dikuasai responden dianalisis dengan

mengajukan delapan pertanyaan yang terkait dengan penguasaan keterampilan bisnis

responden. Hampir semua keterampilan bisnis telah dikuasai, kecuali keterampilan bisnis ke-

3 yaitu pengembangan produk yang terkait dengan inovasi dan diferensiasi dengan skor di

bawah rata-rata (1,69). Hasil ini sejalan dengan analisis harapan akan keberhasilan di atas

bahwa responden kurang memahami pentingnya berinovasi. Kondisi ini akan mempersulit

perkembangan usaha responden dalam rangka persaingan dan globalisasi. Implikasi

Manajerial Hasil penelitian ini diperoleh implikasi terhadap objek yang diteliti, bahwa

potensi mahasiswa mempunyai pengaruh signifikan terhadap pengembangan kemampuan

dalam bidang kewirausahaan. Sehingga peningkatan dan pengembangan potensi

kewirausahaan mahasiswa dapat memberikan kontribusi positif pada pelaksanaan operasional

dan kesuksesan kewirausahaan mahasiswa itu sendiri. Mengenai pengaruh karakteristik

kewirausahaan mahasiswa diharapkan sudah memiliki beberapa kompetensi yang dapat

membantu terwujudnya rencana bisnis yang dibuat. Melalui proses pembelajaran di bangku

perkuliahan diharapkan dapat menambah khasanah dan pematangan ide serta konsep

kewirausahaan mahasiswa, sehingga nantinya menjadi siap berkompetisi di dunia bisnis

Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini terdapat keterbatasan yang mempengaruhi

kondisi dari penelitian yang dilakukan, sehingga dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan

tujuan penyempurnaan dan komplesivitas penelitian mendatang. Adapun keterbatasan dalam

61
penelitian ini antara lain: 1) Ruang lingkup penelitian terbatas pada variable potensi dan

karakteristik kewirausahaan mahasiswa, sedangkan masih terdapatnya variabel pendukung

kewirausahaan lain yang dapat diteliti. 2) Sedikitnya responden yang digunakan dalam

penelitian ini dibandingkan dengan jumlah populasi yang ada, dikarenakan oleh keterbatasan

waktu dan kemampuan dalam melakukan penelitian ini.

Konon standar ideal kuantitas jumlah pengusaha adalah 2 % dari jumlah penduduk

dari suatu negara. Ini berarti, pertumbuhan ekonomi suatu negara, sedikit banyak dipengaruhi

oleh kewirausahaan. Padahal, saat ini jumlah wirausahawan di Indonesia hanya sekitar 1,6

persen dari jumlah penduduk Indonesia. Itupun hanya angka kisaran kasar, sebagaimana

disampaikan oleh Wakil Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Bidang Perbankan dan

Finansial, Rosan P. Roeslani, dalam acara "Seminar Nasional Modal Ventura 2015:

Revitalisasi Perusahaan Modal Ventura di Indonesia" pada 27 April 2015

(bisnis.news.viva.co.id) Pada kesempatan yang sama, Rosan juga menyinggung tentang

realitas wirausahawan produktif yang masih relative kecil. Wirausahawan yang produktif dan

inovatif hanya 0,2-0,3 persen, jauh dari Malaysia yang sebanyak 2,1 persen, Korea 4,4

persen, Tiongkok 10 persen, Jepang 10 persen, dan Amerika Serikat 12 persen. Hal ini tentu

menjadi indicator pertumbuhan ekonomi yang cukup kecil dalam ekonomi mikro Indonesia.

Sementara, seakan menegaskan fenomena ini, realitas tingkat pengangguran terdidik yang

cukup tinggi menjadi preseden buruk bagi perkembangan wirausaha. Terbatasnya lapangan

pekerjaan, seakan memperparah keadaan, dengan sulit terserapnya angkatan kerja yang

ada.Selama ini, paradigm yang terbangun di kalangan lulusan perguruan tinggi, masih

berorientasi sebagai pencari kerja daripada sebagai pencipta kerja (job creator).

Kecenderungan ini, bisa jadi karena sistem pembelajaran di berbagai perguruan tinggi yang

masih terfokus pada bagaimana menyiapkan para mahasiswa yang cepat lulus dan

mendapatkan pekerjaan, bukan sebaliknya, yang siap menciptakan pekerjaan. Dari sini,

62
Pendidikan tinggi perlu kiranya lebih menyiapkan lulusannya menjadi sarjana yang mampu

hidup mandiri, berkreasi, memanfaatkan sains dan teknologi serta seni yang telah

dipelajarinya, untuk mampu berkonstribusi dalam sector ekonomi. Di sisi lain, data statistik

memperkirakan bahwa dalam sepuluh tahun ke depan, bangsa Indonesia akan mendapat

bonus demografi. Bonus Demografi merupakan gejala kependudukan di mana jumlah usia

produktif lebih banyak dari pada usia tidak produktif. Pada tahun 2010, proporsi penduduk

usia produktif adalah sebesar 66,5 persen. Proporsi ini terus meningkat mencapai 68,1 persen

pada tahun 2028 sampai tahun 2031 (www.hukumonline.com). Sehingga 15 tahun yang akan

datang, diperkirakan penduduk Indonesia yang produktif lebih banyak daripada penduduk

yang tak produktif. Kenyataan ini kemudian meniscayakan dua kemungkinan. Jika usia

produktif tersebut diberdayakan menjadi sumber daya manusia yang produktif, maka akan

menjadi “berkah” bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Sebaliknya, jika usia produktif ini

tidak memiliki kompetensi dan skill yang relevan maka hanya akan menjadi “musibah”,

sampah bagi problem demografi. Karena sesuai dengan data Badan Perencanaan

Pembangunan Nasional (Bappenas), jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun

meningkat tajam. Jika pada sensus penduduk tahun 2010 jumlah populasi Indonesia sebesar

237, 6 juta, maka pada tahun 2035 mendatang diperkirakan meningkat menjadi 305,6 juta

jiwa. Sebuah lompatan demografi yang luar biasa. Dan kecenderungan ini tidak hanya terjadi

di Indonesia saja, dunia secara umum terancam dengan kecenderungan yang disebut over

population ini. Fenomena bonus demografi, harus dipahami sebagai sebuah anugrah bagi

peningkatan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan Sumber daya manusia

(SDM) yang produktif harus diupayakan, dalam rangka menyambut anugerah besar tersebut.

Dan salah satu semen yang bisa diupayakan adalah pengembangan jiwa wirausaha di

kalangan remaja dan generasi muda. Wirausaha, yang menjadi tulang punggung bagi

penyerapan tenaga kerja, yang pada akhirnya berkonstribusi pada pertumbuhan ekonomi

63
harus menjadi strategi praktis bagi pelaku kebijakan. Mahasiwa sebagai bagian penting bagi

generasi penerus, diharapkan mampu memulai jiwa kewirausahaan ini. Paradigma pencari

kerja yang selama ini lebih mendominasi nalar piker kita, harus mampu didongkrak dengan

pembangunan semangat kemandirian mahasiswa. Kreatifitas dan inovasi, pada tataran ini

menjadi ide dasar bagi pengembangan jiwa wirausaha di kalangan mahasiswa. Penanaman

intensi wirausaha di kalangan mahasiswa tentu nya harus didukung oleh factor-faktor yang

bisa mempengaruhinya. Hal ini nantinya bisa menjadi alternative pengembangan intense

wirausaha tersebut. Beberapa factor yang mempengaruhi intense wirausaha ini diantaranya

adalah kebutuhan berprestasi (need for achievement), efikasi diri, dan kesipan instrument.

Variabel yang lain yang juga penting, seperti pendidikan, lingkungan, sosialiasi dan lainnya.

STAIN Kudus sebagai salah satu Perguruan Tinggi, tentunya juga terundang untuk mengatasi

kecenderungan tersebut di atas. Penanaman jiwa wirausaha di kampus, setidaknya member

bekal bagi maasiswa setelah lulus nantinya. Terlebih, STAIN kudus memiliki program studi

yang sebetulnya terkait erat dengan intense wirausaha ini, yaitu prodi ekonomi syariah (ES)

dan Prodi manajemen Bisnis syariah (MBS). Kedua prodi ini diharapkan menjadi kampium

bagi implementasi wirausaha di kalangan mahasiswa di STAIN Kudus.

Intensi Wirausaha Dalam bahasa Inggris, istilah wirausaha ini seringkali

diterjemahkan menjadi entrepreneur atau entrepreneurship. RW Griffin (2004), sebagaimana

dikutip Herdiana (2013: 143) menjelaskan wirausaha sebagai keberanian menanggung resiko

kepemilikan bisnis dengan pertumbuhan dan ekspansi sebagai tujuan utama. Senada dengan

Griffin, Kasmir juga menjelaskan wirausahawan sebagai orang yang berjiwa berani

mengambil resiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan (Kasmir, 2006: 20).

Artinya, seseorang tersebut bermental mandiri dan berani memulai usaha, tanpa diliputi rasa

takut atau cemas dalam kondisi ketidak pastian. Sehingga seorang wirausahawan selalu

berusaha mencari, memanfaatkan dan menciptakan peluang-peluang usaha yang dapat

64
memberikan keuntungan. Resiko dianggap sebagai sesuatu tantangan untuk memotivasi

ketangguhan usaha tersebut. Intensi atau minat merupakan kecenderungan terhadap suatu hal

yang disenangi. Minat atau Intensi ini merefleksikan keinginan individu untuk mencoba

menetapkan perilaku. Dalam hal ini ada tiga hal yang terkait dengan intensi ini.

Pertama, sikap terhadap perilaku. Sikap terhadap perilaku dipengaruhi oleh keyakinan

bahwa perilaku tersebut akan membawa kepada hasil yang diinginkan atau tidak diinginkan.

Individu yang memiliki keyakinan yang positif terhadap suatu perilaku akan memiliki

kecenderungan untuk melakukan tindakan tersebut. Atau dengan kata lain, sikap yang

mengarah pada perilaku ditentukan oleh konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku, yang

disebut dengan istilah keyakinan terhadap perilaku. Kedua, norma subjektif. Keyakinan

mengenai perilaku apa yang bersifat normatif (yang diharapkan orang lain) dan motivasi

untuk bertindak sesuai dengan harapan normatif tersebut membentuk norma subjektif dalam

individu. Keyakinan yang mendasari norma subjektif yang dimiliki individu disebut sebagai

keyakinan normatif. Ketiga, kontrol perilaku yang disadari. Merupakan keyakinan tentang

ada atau tidaknya faktor-faktor yang memfasilitasi dan menghalangi performansi perilaku

individu. Kontrol perilaku ditentukan oleh pengalaman masa lalu dan perkiraan individu

mengenai seberapa sulit atau mudahnya untuk melakukan perilaku yang bersangkutan.

Keyakinan ini didasari oleh pengalaman terdahulu tentang perilaku tersebut, yang

dipengaruhi oleh informasi dari orang lain, misalnya dari pengalaman orang-orang yang

dikenal/teman-teman. Selain itu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang meningkatkan

atau mengurangi kesulitan yang dirasakan jika melakukan tindakan atau perilaku tersebut.

Kontrol perilaku ini sangat penting artinya ketika rasa percaya diri seseorang sedang berada

dalam kondisi lemah. Selanjutnya, Riyanti (2008) mengatakan bahwa intensi merupakan

posisi seseorang dalam dimensi probabilitas subjektif yang melibatkan suatu hubungan antara

dirinya dengan beberapa tindakan. Intensi, menurut Sanjaya (2007) yakni menghubungkan

65
antara pertimbangan yang mendalam yang diyakini dan diinginkan oleh seseorang dengan

tindakan tertentu. Selanjutnya intensi adalah kesungguhan niat seseorang untuk melakukan

perbuatan atau memunculkan suatu perilaku tertentu. Maka intensi kewirausahaan dapat

diartikan sebagai niat atau keinginan yang ada pada diri seseorang untuk melakukan suatu

tindakan wirausaha (Wijaya, 2007). Menurut Indarti & Kristiansen (2003) intensi wirausaha

seseorang terbentuk melalui tiga tahap yaitu motivasi (motivation), kepercayaan diri (belief)

serta ketrampilan dan kompetensi (skill & competence). Setiap individu mempunyai

keinginan (motivasi) untuk sukses. Individu yang memiliki need for achievement yang tinggi

akan mempunyai usaha yang lebih untuk mewujudkan apa yang diinginkannya. Kebutuhan

akan pencapaian membentuk kepercayaan diri (belief) dan pengendalian diri yang tinggi

(locus of control). Pengendalian diri yang tinggi terhadap lingkungan memberikan individu

keberanian dalam mengambil keputusan dan risiko yang ada (Wijaya; 2007).

Kebutuhan Berprestasi Kebutuhan berprestasi merupakan salah satu motif yang

melatar belakangi perilaku seseorang. Secara umum, manusia mempunyai kebutuhan untuk

lebih baik, berprestasi, menjadi pemenang, kaya dan sebagainya. Hal ini, dalam kajian

psikologi dikenal dengan kebutuhan berprestasi atau need for achievement. Secara teoritis,

kebutuhan merupakan konstruk mengenai kekuatan di bagian otak yang mengorganisir

berbagai proses seperti persepsi, berfikir, dan berbuat untuk mengubah kondisi yang ada dan

tidak memuaskan. Kebutuhan ini bisa dibangkitkan oleh proses internal, tetapi lebih sering

dirangsang oleh faktor lingkungan. Biasanya, need atau kebutuhan ini dibarengi dengan

perasaan atau emosi khusus, dan memiliki cara khusus untuk mengekspresikannya dalam

mencapai pemecahannya (Alwisol, 2007: 218) Abraham Maslow merupakan salah satu yang

mengungkapkan teori kebutuhan. Maslow menyebutkan bahwa tingkah laku individu berguna

untuk memenuhi kebutuhannya, di mana teori ini mempunyai empat prinsip landasan, yaitu

(Santoso, 2010: 111): a. Manusia adalah binatang yang berkeinginan b. Kebutuhan manusia

66
tampak terorganisir dalam kebutuhan yang bertingkat-tingkat c. Bila salah satu kebutuhan

terpenuhi, kebutuhan lain akan muncul d. Kebutuhan yang telah terpenuhi tidak mempunyai

pengaruh, dan kebutuhan lain yang lebih tinggi menjadi dominan. Dalam kebutuhan manusia,

Abraham Maslow membagi menjadi lima macam kebutuhan manusia (Santoso, 2010: 112),

yaitu: physical needs (kebutuhan-kebutuhan fisik), safety needs (kebutuhan-kebutuhan rasa

aman), social needs (kebutuhan-kebutuhan sosial), esteem needs (kebutuhan- kebutuhan

penghargaan) dan self actualization (kebutuhan aktualisasi diri). Teori kebutuhan lainnya,

juga dinyatakan oleh David McClelland. Teorinya tentang kebutuhan untuk berprestasi (need

for achievement) disingkat dengan sebuah symbol yang kemudian menjadi sangat terkenal: n

-Ach. Menurut McClelland, orang yang memiliki n-Ach yang tinggi mempunyai kepuasan

bukan karena imbalan materi tetapi karena berhasil menyelesaikan pekerjaan dengan baik.

Berdasarkan tipe-tipe kebutuhan, maka ada beberapa permedaan dalam teori kebutuhan ini

(Calvin, 1993:39). Pertama, ada perbedaan Antara kebutuhan-kebutuhan primer, misalnya

kebutuhan akan udara, makan, minum, sex, dan kebutuhan-kebutuhan sekunder misalnya

kebutuhan akan pengakuan, prestasi, kekuasaan, otonomi, dan kehormatan. Kedua,

membedakan antara kebutuhan-kebutuhan terbuka, misalnya dalam tingkah laku motorik, dan

kebutuhan tertutup misalnya dalam dunia fantasi atau mimpi. Ketiga, kebutuhan-kebutuhan

yang memusat dan kebutuhan-kebutuhan yang menyebar. Keempat, ada kebutuhan-

kebutuhan proaktif dimana suatu kebutuhan yang bergerak secara spontan, dan kebutuhan-

kebutuhan reaktif dimana akibat dari respon terhadap suatu peristiwa. Kelima, perbedaan

antara kegiatan proses, kebutuhan- kebutuhan modal, dan kebutuhan-kebutuhan akibat

mengarah pada suatu keadaan yang diinginkan atau hasil akhir. Persiapan Instrumen

Ketersediaan informasi usaha merupakan faktor penting yang mendorong keinginan

seseorang untuk membuka usaha baru (Indarti, 2004) dan faktor kritikal bagi pertumbuhan

dan keberlangsungan usaha. Penelitian yang dilakukan oleh Singh dan Krishna (1994) di

67
India membuktikan bahwa keinginan yang kuat untuk memperoleh informasi adalah salah

satu karakter utama seorang wirausaha. Pencarian informasi mengacu pada frekuensi kontak

yang dibuat oleh seseorang dengan berbagai sumber informasi. Hasil dari aktivitas tersebut

sering tergantung pada ketersediaan informasi, baik melalui usaha sendiri atau sebagai bagian

dari sumber daya sosial dan jaringan. Ketersediaan informasi baru akan tergantung pada

karakteristik seseorang, seperti tingkat pendidikan dan kualitas infrastruktur, meliputi

cakupan media dan sistem telekomunikasi (Kristiansen, 2002). Efikasi Diri Efikasi atau

keyakinan diri merupakan kepercayaan bahwa seorang individu mampu dan bisa melakukan

sesuatu. Efikasi diri mengacu pada keyakinan sejauh mana individu memperkirakan

kemampuan dirinya dalam melaksanakan tugas atau melakukan suatu tugas yang diperlukan

untuk mencapai suatu hasil tertentu. Keyakinan akan seluruh kemampuan ini meliputi

kepercayaan diri, kemampuan menyesuaikan diri, kapasitas kognitif, kecerdasan dan

kapasitas bertindak pada situasi yang penuh tekanan. Efikasi diri akan berkembang

berangsur-angsur secara terus menerus seiring meningkatnya kemampuan dan bertambahnya

pengalaman-pengalaman yang berkaitan (Ormrod, 2008: 20). Efikasi diri adalah penilaian

seseorang tentang kemampuannya sendiri untuk menjalankan perilaku tertentu atau mencapai

tujuan tertentu (Ormrod, 2008: 20). Efikasi diri memiliki keefektifan yaitu individu mampu

menilai dirinya memiliki kekuatan untuk menghasilkan sesuatu yang diinginkan. Tingginya

efikasi diri yang dipersepsikan akan memotivasi individu secara kognitif untuk bertindak

secara tepat dan terarah, terutama apabila tujuan yang hendak dicapai merupakan tujuan yang

jelas. Menurut bandura (dalam Freidmen, 2006: 2830), ada empat sumber efikasi diri. a.

Pengalaman keberhasilan (mastery experience). Keberhasilan yang didapatkan akan

meningkatkan efikasi diri yang dimilki seseorang sedangkan kegagalan akan menurunkan

efikasi dirinya. Apabila keberhasilan yang didapatkan seseorang lebih banyak karena faktor-

faktor di luar dirinya, biasanya tidak akan membawa pengaruh terhadap peningkatan efikasi

68
diri. Akan tetapi, apabila keberhasilan itu didapat melalui hambatan yang besar dan

merupakan hasil perjuangan sendiri maka hal itu akan membawa pengaruh terhadap

peningkatan efikasidiri. b. Vicarious experience atau modeling, Yaitu meniru pengalaman

keberhasilan orang lain yang memiliki kemiripan dengan individu dalam mengerjakan suatu

tugas biasanya akan meningkatkan efikasi diri seseorang dalam mengerjakan tugas yang

sama. Efikasi tersebut didapat melalui social models yangbiasanya terjadi pada diri seseorang

yang kurang pengetahuan tentang kemampuan dirinya sehingga melakukan modeling. Namun

efikasi diri yang didapat tidak akan berpengaruh bila model yang diamati tidak memilki

kemiripan atau berbeda denganmodel c. Social Persuasion. Yaitu informasi tentang

kemampuan yang disampaikan secara verbal oleh seseorang yang berpengaruh biasanya

digunakan untuk menyakinkan seseorang bahwa ia cukup mampu melakukan suatu tugas. d.

Physiological & emotion state. Yakni kecemasan dan stres yang terjadi dalam diri seseorang

ketika melakukan tugas sering diartikan suatu kegagalan.

Pada umumnya seseorang cenderung akan mengharapkan keberhasilan dalam kondisi

yang tidak di warnai oleh ketegangan dan tidak merasakan adanya keluhan atau gangguan

somantik lainnya. a. Pengaruh kebutuhan berprestasi dengan intensi wirausaha Hasil dari

korelasi parsial antara kebutuhan berprestasi dengan intensi wirausaha pada mahasiswa ES

dapat dijelaskan bahwa, diperoleh angka korelasi sebesar 0, 048. sedangkan angka

probabilitas (sig) 0,783 yang dalam hal ini lebih besar dari batas tolerance 0,05. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa korelasi tidak signifikan pada taraf 5 % maupun taraf 1%. Dengan

demikian hipotesis nihil (H0) diterima dan hipotesis alternative (Ha) ditolak. Sedangkan pada

mahasiswa MBS dapat, diperoleh angka korelasi sebesar 0, 075. Sedangkan angka

probabilitas (sig) 0,665 yang dalam hal ini lebih besar dari batas tolerance 0,05. Sehingga

dapat dipahami bahwa korelasi tidak signifikan, baik pada taraf 5 % maupun taraf 1%.

Dengan demikian hipotesis nihil (H0) diterima dan hipotesis alternative (Ha) ditolak. b.

69
Pengaruh persiapan instrumen dengan intensi wirausaha Hasil dari korelasi parsial antara

kesiapan instrumen dengan intensi wirausaha pada mahasiswa ES diperoleh angka korelasi

sebesar 0,250. Sedangkan angka probabilitas (sig) 0,141 yang dalam hal ini lebih besar dari

batas tolerance 0,05. Sehingga terdapat korelasi tidak signifikan pada taraf 5 % maupun taraf

1%. Dengan demikian hipotesis nihil (H0) diterima dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak.

Sedangkan pada mahasiswa MBS, diperoleh angka korelasi sebesar 0, 192. Sedangkan angka

probabilitas (sig) 0,262 yang dalam hal ini lebih besar dari batas tolerance 0,05. Sehingga

korelasi tidak signifikan pada taraf 5 % maupun taraf 1%. Dengan demikian hipotesis nihil

(H0) diterima dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak. c. Pengaruh efikasi diri dengan intensi

wirausaha Hasil dari korelasi parsial antara efikasi diri dengan intensi wirausaha pada

mahasiswa ES, diperoleh angka korelasi sebesar 0, 383. Sedangkan angka probabilitas (sig)

0,021 yang dalam hal ini lebih kecil dari batas tolerance 0,05. Sehingga korelasi signifikan

pada taraf 5 % maupun taraf 1%. Dengan demikian hipotesis nihil (H0) ditolak dan hipotesis

alternative (Ha) diterima. Sedangkan pada mahasiswa MBS, diperoleh angka korelasi sebesar

0, 537. Sedangkan angka probabilitas (sig) 0,001 yang dalam hal ini lebih kecil dari batas

tolerance 0,05. Sehingga korelasi tidak signifikan pada taraf 5 % maupun taraf 1%. Dengan

demikian hipotesis nihil (H0) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Analisis Korelasi

ganda dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh secara bersama-sama variabel kebutuhan

berprestasi (X1), persiapan instrumen (X2) dan Efikasi diri (X3) terhadap intense wirausaha

(Y) Dari data di atas, diperoleh nilai koefiensi korelasi ganda sebesar dengan nilai F sebesar

3.022. Untuk mengetahui signifikasi, dapat dibandingkan tingkat signifikansi 0,043 lebih

kecil dari 0,05. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama, kebutuhan

berprestasi (X1), persiapan instrumen (X2) dan efikasi diri (X3) pada mahasiswa MBS

berpengaruh signifikan terhadap Intensi wirausaha (Y). Hasil regresi dari persamaan

regresinya berdasarkan pengolahan SPSS didapatkan nilai B1= -0,119, B2= 0,321 dan B3=

70
0,346 dan besarnya konstansta = 15,746. Berdasarkan harga-harga tersebut, untuk

menunjukkan sumbangan setiap harga X dari seluruh harga X dan Y maka dibuat persamaan

regresinya Y= 15,746 - 0,119X1 + 0,321 X2 + 0,346X3. Persamaan garis regresi tersebut

menunjukkan rasio Y akan menurun sebesar 0,119/unit bila X1 meningkat satu unit, variabel

Y akan meningkat 0,321/unit bila nilai X2 meningkat satu unit, dan Nilai Y akan meningkat

0,346/unit jika X3 meningkat satu unit. Sedangkan untuk mengetahui besarnya presentase

variabel bebas atau variabel prediktornya terhadap variabel terikat, diperoleh nilai koefisien

determinasi (R square) sebesar, 0,216. Selanjutnya nilai tersebut dikalikan 100, sehingga

diperoleh prosentasi pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat adalah 21,6 %.

Sedangkan 78,4% (100%-21,6%) dipengaruhi oleh variabel lain. Dari data di atas, diperoleh

nilai koefiensi korelasi ganda sebesar dengan nilai F sebesar 6.963. Untuk mengetahui

signifikasi, dapat dibandingkan tingkat signifikansi 0,001 lebih kecil dari 0,05. Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama, kebutuhan berprestasi (X1),

persiapan instrumen (X2) dan efikasi diri (X3) pada mahasiswa MBS berpengaruh signifikan

terhadap Intensi wirausaha (Y). Hasil regresi dari pengolahan SPSS, diketahui B1= -0,240,

B2= 0,312 dan B3= 0,528 dan besarnya konstansta = 14,864. Berdasarkan harga-harga

tersebut, untuk menunjukkan sumbangan setiap harga X dari seluruh harga X dan Y maka

dibuat persamaan regresinya Y= 14,864 + -0,240X1 + 0,312 X2 + 0,528X3. Persamaan garis

regresi tersebut menunjukkan rasio Y akan menurun sebesar 0,240/unit bila X1 meningkat

satu unit, variabel Y akan meningkat 0,312/unit bila nilai X2 meningkat satu unit, dan Nilai Y

akan meningkat 0,528/unit jika X3 meningkat satu unit. Sedangkan untuk mengetahui

besarnya presentase variabel bebas atau variabel prediktornya terhadap variabel terikat,

diperoleh nilai koefisien determinasi (R square) sebesar, 0,388. Selanjutnya nilai tersebut

dikalikan 100, sehingga diperoleh prosentasi pengaruh variabel bebas terhadap variabel

terikat adalah 38,8%. Sedangkan 61,2% (100%-38,8%) dipengaruhi oleh variabel lain.

71
Implikasi Penelitian Berdasar hasil analisis korelasi sederhana antar variabel, dapat dijelaskan

sebagai berikut: 1. Berdasar analisis korelasi parsial, dapat dijelaskan bahwa korelasi variabel

kebutuhan berprestasi terhadap intensi wirausaha adalah tidak signifikan. Hal ini berlaku

untuk kedua kelompok, baik mahasiswa ES maupun MBS. Nilai signifikansi masing-masing

kelompok di bawah nilai 0, 05, yakni 0,783 untuk mahasiswa ES dan 0,665 untuk mahasiswa

MBS. Dengan demikian variabel kebutuhan berprestasi tidak berpengaruh signifikan terhadap

intensi wirausaha. Hal ini boleh jadi karena kebutuhan berprestasi merupakan sesuatu yang

“kurang” begitu dianggap penting bagi mahasiswa dalam meningkatkan intensi wirausaha. 2.

Pada variabel kesiapan instrument pun menunjukkan angka siginifikansi yang lebih besar dari

nilai 0,05. Sehingga bisa dipahami bahwa kesiapan instrument tidak berpengaruh signifikan

terhadap intense wirausaha mahasiswa. Hal ini bisa dijelaskan dengan fenomena mahasiswa

yang tidak semuanya memiliki kesiapan instrumen. Apalagi bagi mahasiswa yang orientasi

studinya besar. Mereka tidak berani ‘nyambi’ bekerja ataupun berwirausaha. Dalam segi

modalpun boleh di kata mahasiswa masih sangat jauh dari akses modal, mengingat realitas

ekonomi mahasiswa STAIN Kudus yang bisa disebut menengah ke bawah. Sehingga

kesiapan instrument tidak dianggap penting bagi mahasiswa untuk meningkatkan intense

berwirausaha. 3. Lain halnya dengan variabel efikasi diri. Kedua kelompok, baik mahasiswa

ES maupun mahasiswa MBS, memiliki korelasi yang signifikan terhadap variabel intensi

wirausaha mahasiswa. Masingmasing nilai signifikansinya, yaitu 0,021 untuk mahasiswa ES

dan 0,001 untuk mahasiswa MBS. Hal ini bisa dijelaskan bahwa kepercayaan diri menjadi

modal utama bagi mahasiswa dalam melakukan kegiatan wirausaha. Pengamatan sederhana

menunjukkan bahwa cukup kepercayaan diri yang kuat untuk menciptakan intense wirausaha.

Hal ini kiranya positif bagi upaya pengembangan semangat wirausaha di kalangan

mahasiswa. Perlu pelatihan dan dorongan, khsusnya dari dosen maupun kampus untuk

melakukan motivasi bagi mahasiswa dalam berwirausaha. Dari analisis korelasi parsial di

72
atas memberikan penjelasan bahwa secara parsial, hanya variabel efikasi diri yang secara

parsial berpengaruh terhadap intensi wirausaha bagi mahasiswa. Dalam implikasi penelitian,

pada mahasiswa ES, intensi wirausaha akan akan menurun sebesar 0,119/unit bila kebutuhan

berprestasi meningkat satu unit. Intensi wirausaha akan meningkat 0,321/unit bila nilai

persiapan intrumen meningkat satu unit. Demikian juga halnya, nilai intensi wirausaha

mahasiswa akan meningkat 0,346/unit jika efikasi diri mahasiswa meningkat satu unit. Pada

fenomena mahasiswa MBS, menampakkan kecenderungan yang sama. Yakni intensi

wirausaha akan menurun sebesar 0,240/unit bila kebutuhan berprestasi meningkat satu unit.

Intensi wirausaha akan meningkat 0,312/unit bila nilai persiapan intrumen meningkat satu

unit. Demikian juga halnya, nilai intensi wirausaha mahasiswa akan meningkat 0,528/unit

jika efikasi diri mahasiswa meningkat satu unit. Dari kedua data tersebut, variabel efikasi diri

memberikan kontribusi yang paling besar terhadap intense wirausaha, baik bagi mahasiswa

ES maupun MBS. Sebaliknya variabel kebutuhan berprestasi keduanya memiliki kontribusi

negatif terhadap intensi wirausaha mahasiswa. Selanjutnya secara bersama-sama pada

mahasiswa ES ketiga variabel independen berpengaruh terhadap intensi wirausaha sebesar

21,6 %. Selebihnya, sebanyak 78,4% dipengatuhi oleh variabel lain. Senada dengan hal ini,

pada mahasiswa MBS secara bersama-sama pada mahasiswa ES ketiga variabel independen

berpengaruh terhadap intensi wirausaha sebesar 38,8 %. Selebihnya, sebanyak 61,2

dipengaruhi oleh variabel lain. Dari sini bisa dibandingkan bahwa pengaruh kebutuhan

berprestasi, persiapan instrument dan efikasi diri berbengaruh terhadap intense wirausaha

mahasiswa MBS lebih besar dari pada mahasiswa ES. Meskipun pengaruh ketiga variabel

tersebut tidak begitu besar perbedaan angkanya, namun setidaknya memberi gambaran

terhadap kecemderungan antara mahasiswa ES dan MBS. Kecenderungan ini bisa dijelaskan

dengan dua hal. Pertama, nama program studi itu sendiri. Program studi manajemen Bisnis

Syariah (MBS) lebih menekankan pada bidang bisnis atau usaha. Hal ini berbeda dengan

73
Ekonomi Syariah yang lebih berbicara bidang ekonomi secara umum. Kedua, realitas ini

kemudian mempengaruhi sistem nilai yang dimiliki oleh mahasiswa. Mahasiswa MBS

merasa lebih percaya diri dalam berbisnis atau berwirausaha. Hal ini juga bisa dilihat dari

nilai regresi yang nilainya cukup besar bagi mahasiswa MBS daripada mahasiswa ES.

Kebutuhan berprestasi dan persiapan instrumen tidak berpengaruh terhadap intensi

wirausaha, baik mahasiswa Prodi ES maupun mahasiswa Prodi MBS STAIN Kudus.

Sedangkan efikasi diri berpengaruh signifikan terhadap intensi wirausaha, baik mahasiswa

Prodi ES maupun mahasiswa Prodi MBS STAIN Kudus. Kebutuhan berprestasi, persiapan

instrument dan efikasi diri secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap intensi

wirausaha mahasiswa Prodi ES dan MBS STAIN Kudus. Ketiga variabel independen

berpengaruh terhadap intensi wirausaha sebesar 21,6 %. Selebihnya, sebanyak 78,4%

dipengatuhi oleh variabel lain. Sedangkan pada mahasiswa MBS secara serempak atau

bersama-sama ketiga variabel independen berpengaruh terhadap intensi wirausaha sebesar

38,8 %. Selebihnya, sebanyak 61,2 % dipengaruhi oleh variabel lain.

Penelitian ini berjudul Enterpreneurship Bagi Mahasiswa: Antara Bisnis dan

Kebutuhan Hidup (Studi Kasus Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiah Al-Amin Kreo

Tangerang) . Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan tujuh narasumber

mahasiswa yang masih aktif berkuliah serta melakukan aktivitas bisnis. Penelitian fokus pada

latar belakang mahasiswa berwirausaha ditinjau dari lingkungan pendidikan, ekspektasi

pendapatan, dan motivasi. Penelitian juga membahas tentang proses mahasiswa dalam

menciptakan usahanya. Temuan dalam penelitian ini menunjukan bahwa mahasiswa

wirausahawan memilih untuk berwirausaha karena pengaruh latar belakang motivasi untuk

memenuhi kebutuhan hidup mereka. Faktor eksternal seperti lingkungan keluarga,

pendidikan, ekspektasi pendapatan memiliki peran dalam mendorong intensi berwirausaha

mahasiswa. Mahasiswa menciptakan usaha yang mudah untuk dijalankan sambil berkuliah.

74
Mahasiswa wirausahawan menciptakan usaha dengan ide yang berasal dari realita kehidupan

seharihari dan dari passion atau hobi mereka. Mereka membutuhkan partner dalam

membangun usahanya. Dalam proses menciptakan usaha mahasiswa memiliki hambatan

seperti keterbatasan modal, keterbatasan waktu dan pengelolaan awal usaha yang masih

kacau.

Kebijakan pemerintah yang berpihak pada pengembangan budaya kewirausahaan

sudah dimulai sejak tahun 1995 dan terus berkembang hingga kini.1 Di awal kebijakan

tersebut Presiden Republik Indonesia (RI) saat itu menginstruksikan kepada seluruh

masyarakat dan bangsa Indonesia untuk mengembangkan programprogram kewirausahaan.

Sejak saat itu gerakan pendidikan kewirausahaan mulai diprogramkan oleh berbagai

organisasi, baik organisasi bidang pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi, serta

organisasi pemerintah dan swasta. Melalui gerakan ini diharapkan budaya kewirausahaan

dapat menjadi bagian etos kerja masyarakat dan bangsa Indonesia, yang pada akhirnya dapat

dilahirkan wirausahawirausaha baru yang andal, tangguh dan mandiri.2 Dewasa ini, banyak

perguruan tinggi di Indonesia yang telah memasukkan mata kuliah kewirausahaan ke dalam

kurikulum mereka sebagai salah satu mata kuliah pokok yang wajib diikuti oleh seluruh

mahasiswa.

3. Pendidikan kewirausahaan tidak hanya memberikan landasan teoretis mengenai

konsep kewirausahaan tetapi membentuk sikap, perilaku, dan pola pikir (mindset) seorang

wirausahawan (entrepreneur).

4 Hal ini merupakan investasi modal manusia untuk mempersiapkan para mahasiswa

memulai bisnis baru melalui integrasi pengalaman, keterampilan, dan pengetahuan penting

untuk mengembangkan dan memperluas sebuah bisnis.5 Pendidikan kewirausahaan juga

dapat meningkatkan minat para mahasiswa untuk memilih kewirausahaan sebagai salah satu

75
pilihan karier selain pilihan karier menjadi pegawai swasta, PNS, atau pegawai BUMN di

mana secara signifikan dapat mengarahkan sikap, perilaku, dan minat ke arah

kewirausahaan.6 Sejak dicanangkannya pendidikan kewirausahaan hingga saat ini, subtansi

dari model pendidikan ini banyak mendiskusikan atau seringkali dikonotasikan dengan

pendidikan bisnis. Hal ini dapat dilihat dari kurikulum pendidikan kewirausahaan yang

disiapkan oleh sebagian besar penyelenggara pendidikan kewirausahaan. Kurikulum

pendidikan kewirausahaan umumnya berisi materi dan aktivitas yang berhubungan dengan

membangun sikap mental kewirausahaan, melatih keterampilan berkomunikasi, membangun

jejaring dan menyusun rencana bisnis yang berorientasi pada keuntungan. Oleh karena itu

tidaklah mengherankan ketika suatu perguruan tinggi mewajibkan mata kuliah kewirausahaan

bagi seluruh mahasiswanya.7 Optimisme, sikap nilai dan status kewirausahaan atau

keberhasilan8 Keberhasilan wirausahawan ditentukan oleh perilaku kewirausahaan.9 Perilaku

kewirausahaan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal, faktor internal yaitu hak

kepemilikan, kemampuan/kompetensi dan insentif, sedangkan faktor eksternal meliputi

lingkungan, dimana faktor yang berasal dari lingkungan di antaranya adalah kebijakan

pemerintah, model peran, peluang, pesaing, dan sumber daya.10 Wirausaha merupakan orang

yang menciptakan sebuah bisnis yang berhadapan dengan risiko dan ketidakpastian,

bertujuan memperoleh profit dan mengalami pertumbuhan dengan cara mengidentifikasi

kesempatan dan memanfaatkan sumber daya yang diperlukan. Dewasa ini, banyak

kesempatan untuk berwirausaha bagi setiap orang yang jeli melihat peluang bisnis tersebut.

Karier kewirausahaan dapat mendukung kesejahteraan masyarakat yaitu menghasilkan

imbalan finansial yang nyata.11 Fenomena entrepreneur di kalangan anak muda dalam

beberapa tahun terakhir semakin populer. Apalagi, dengan banyaknya seminar motivasi,

buku-buku bacaan serta pemberitaan yang mengupas seputar kesuksesan pelaku usaha

sehingga mendorong mereka untuk terjun dalam dunia bisnis.12 Bisnis di kalangan

76
mahasiswa kini sangat menjamur, selain menjadi mata kuliah pilihan di berbagai Fakultas.

Hal ini seakan sudah menjadi tren, istilahnya “gak bisnis gak keren”. Skalanya pun

bervariasi, dari yang kecil-kecilan seperti jualan pulsa sampai yang besar seperti membuat

koskosan. Keinginan mahasiswa tersebut memang beragam, ada yang memang ingin serius

bisnis karena untuk mencukupi kebutuhan, ikut-ikutan, mengisi waktu luang dan

sebagainya.13 Agar bisnis dapat berkembang, maka harus dikelola dengan baik. Rasulullah

SAW telah memberikan contoh yang dapat diteladani dalam berbisnis yaitu: 1;Kejujuran,

2;Keadilan, 3;Barang atau produk yang dijual haruslah barang yang halal, baik dari segi dzat

nya maupun cara mendapatkannya, dan 4; Tidak ada unsur penipuan. Selain itu, bisnis harus

dilakukan berdasarkan etika. Etika bisnis dalam syari’ah Islam adalah akhlak dalam

menjalankan bisnis sesuai dengan nilai-nilai Islam dan sebagai rambu-rambu dalam

melakukan transaksi agar tetap berjalan dalam koridor nilai-nilai Islam sehingga dalam

melaksanakan bisnisnya tidak perlu ada kekhawatiran, sebab diyakini sebagai sesuatu yang

baik dan benar.14 Menjadi seorang entrepreneur adalah sebuah pilihan menjalankan bisnis

untuk memenuhi kebutuhan hidup, karena sebagian dari mereka menjalankan bisnis untuk

bisa membiayai pendidikan kuliah dengan hasil usahanya sendiri dan membiaskan hidup

mandiri tanpa ingin membebani orang lain.15 Sebagaimana di ketahui bahwa alQur’an adalah

sumber nilai sumber dari segala sumber untuk pegangan hidup umat Islam. Maka terkait itu,

al-Qur’an telah membicarakan bisnis, sekaligus merupakan bukti bahwa Islam memberikan

perhatian terhadap bisnis sebagai prata sosial. Bahkan al-Qur’an juga memotivasi usaha

komersial dan perdagangan dengan cara memberikan keberanian atau semangat untuk

berwiraswasta.16 Dalam al-Qur’an, bisnis dijelaskan melalui kata “tijarah” yang mencakup

dua makna, yaitu: pertama, perniagaan secara umum yang mencakup perniagaan antara

manusia dengan Allah. Ketika seseorang memilih petunjuk dari Allah, mencintai Allah dan

Rasul-Nya, berjuang di jalan-Nya dengan harta dan jiwa, membaca kitab Allah, mendirikan

77
salat, menafkahkan sebagian rezekinya, maka itu adalah sebaik-baiknya perniagaan antara

manusia dengan Allah. Dalam salah satu ayat al-Qur’an dijelaskan bahwa ketika seseorang

membeli petunjuk Allah dengan keesaan, maka ia termasuk seseorang yang beruntung.

Terkait entrepreneurship mahasiswa yang dijalankannya sambil berkuliah maka peneliti

mewawancarai salah satu mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiah Al-Amin Kreo Tangerang.

Sebut saja Narasumber C, C mulai berbisnis “Warung Nasi Sambal Gledek” sejak semester 7

(tujuh) di toko sekitar kawasan jalan pesantren pada sore hingga malam hari. Pemilihan brand

produknya pun berasal dari namanya sendiri agar lebih mudah dikenal. Sebelum berjualan

ayam goreng di Warung Sambal Geledek, C sempat berjualan buah-buahan. Semenjak

semester 1 (satu), C memang sudah bekerja di salah satu perusahaan jasa pembersih ruangan

sebagai asisten manager. Namun, pekerjaan tersebut tidak berlangsung lama karena ternyata

mengganggu waktu kuliahnya.17Alasan kenapa C mulai berbisnis adalah karena desakan

kebutuhan hidup, bagaimana ia bisa memperoleh pendapatan atau gaji tanpa harus

mengganggu kuliahnya. Dari sini, C memutuskan untuk berbisnis. Bisnis yang sampai

sekarang masih ia tekuni adalah usaha warung sambal geledeknya. Usahanya ini sudah

berjalan lebih dari satu tahun, dan dari usahanya itu ia bisa membiayai kuliahnya sendiri

bahkan bisa membeli barang-barang yang dapat menunjang perkuliahan, seperti sepeda

motor, laptop, modem, dan lain-lain.

Modal awal berasal dari hasil usaha bisnis dan gaji yang sebelumnya ia peroleh.

Promosi dilakukan melalui media sosial dan dari mulut ke mulut, khususnya antar-mahasiswa

STIT Al-Amin Kreo Tangerang. Sedangkan untuk kemampuan kewirausahaannya ia

dapatkan dari proses perjalanan bisnisnya karena dilakukan secara otodidak. Terkait dengan

persoalan diatas, peneliti membahas entrepreneurship di kalangan mahasiswa sebagai bisnis

dan kebutuhan hidup serta kaitan nya dengan pendidikan. Hal ini mengingat sudah banyak

dikalangan mahasiswa yang berkecimpung di dunia kewirausahaan yang menjadikannya

78
sebagai bisnis dan kebutuhan hidup. Penelitian ini mengambil studi kasus. Sebagai salah satu

varian dalam penelitian kualitatif, studi kasus memberikan uraian dan penjelasan

komprehensif mengenai suatu setting tertentu, dokumen, atau suatu kejadian tertentu.18

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti mengidentifikasi beberapa permasalahan sebagai

berikut: 1) Terdapat mahasiswa yang melakukan aktivitas bisnis di kalangan mahasiswa STIT

Al-Amin Kreo Tangerang; 2) Kecenderungan mahasiswa STIT Al-Amin menjalankan

entrepreneurship saat masih menjalankan pendidikan di bangku kuliah; 3) Korelasi bisnis

dengan kebutuhan hidup mahasiswa. Penelitian ini membataskan bahasannya pada aktivitas

entrepreneurship pada mahasiswa Sekolah Tingi Ilmu Tarbiah (STIT) Al-Amin Kreo

Tangerang Dalam membahas aktivitas entrepreneurship mahasiswa STIT Al-Amin Kreo

Tangerang, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Sebab dalam penelitian

kualitatif, peneliti mengkaji sesuatu dalam setting natural dan menafsirkan fenomena terkait

dengan makna. Penelitian kualitatif sebagaimana yang dikatakan oleh Sharan B. Merriam,

memiliki empat karakteristik utama yaitu: 1) Menekankan pada proses, pemahaman, dan

makna; 2) Peneliti berfungsi sebagai instrumen utama dalam pengumpulan dan analisis data;

3) Proses bersifat induktif; 4) Hasilnya bersifat deskripsi yang kaya.19 Penelitian Kualitatif

bersifat induktif, peneliti membiarkan permasalahanpermasalahan muncul dari data atau

dibiarkan terbuka untuk interpretasi. Data dihimpun dengan pengamatan yang saksama ,

mencakup deskripsi dalam konteks yang mendetail disertai catatan-catatan hasil wawancara

yang mendalam, serta hasil analisis dokumen dan catatan-catatan. Penelitian kualitatif

mempunyai dua tujuan utama, yaitu 1) Menggambarkan dan mengungkapkan (to describe

and explore); 2) Menggambarkan dan menjelaskan (to describe and explain). Berdasarkan

tujuan yang ingin dicapai itulah maka penelitian kualitatif menggunakan instrumen

pengumpulan data yang sesuai dengan tujuannya.20 Dalam menganalisis data, penelitian ini

mengacu pada prosedur analisis data Milles dan Hubermen. Menurut Milles dan Hubermen,

79
analisis data dalam penelitian kualitatif, secara umum dimulai sejak pengumpulan data,

reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Unsurunsur

metodologi dalam prosedur ini sekaligus mencerminkan komponen-komponen analisis yang

bersifat interaktif.21 Kegiatan analisis selama pengumpulan data dimaksud untuk

menetapkan fokus di lapangan, menyusun temuan sementara, pembuatan rencana

pengumpulan data berikutnya, pengembangan pernyataan-pernyataan analitis dan penetapan

sasaran-sasaran data berikutnya. Kemudian dari pengumpulan data (data collection) tersebut,

direduksi (data reduction) sebagai upaya pemilihan pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, dan mengabstrakkan data-data lapangan.22 Kemudian dari Sebab dalam

penelitian kualitatif, peneliti mengkaji sesuatu dalam setting natural dan menafsirkan

fenomena terkait dengan makna. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode studi kasus. Sebagai salah satu varian dalam penelitian kualitatif, studi kasus

memberikan uraian dan penjelasan komprehensif mengenai suatu setting tertentu.23

Beberapa jenis observasi partisipan, mulai dari orientasi yang paling aktif sampai yang paling

pasif adalah cara peneliti memposisikan diri saat melakukan penelitian kualitatif. Namun,

observasi partisipan tidak dengan sendirinya merupakan metode pengumpulan data. Peneliti

masih harus melakukan beberapa kegiatan khusus untuk mengumpulkan data: 1. Interview

atau wawancara terstruktur. Wawancara dapat berlangsung dalam berbagai bentuk, namun

demi menjaga argumen, maka penulis dapat mempertimbangkan semua bentuk ke dalam

wawancara terstruktur. Semua wawancara melibatkan interaksi antara pewawancara dan

peserta (atau orang yang diwawancarai). Wawancara terstruktur dengan hati-hati menuliskan

interaksi. Dalam metode wawancara ini peneliti akan menggunakan kuesioner formal yang

mencantumkan setiap pertanyaan yang harus ditanyakan. Kedua, peneliti secara formal akan

mengadopsi peran pewawancara, mencoba mendapatkan tanggapan dari orang yang

diwawancarai. Ketiga, peneliti sebagai pewawancara akan mencoba untuk mengadopsi

80
perilaku dan perilaku konsisten yang sama saat mewawancarai setiap peserta. 2. Observation

Observasi menjadi cara yang sangat berharga untuk mengumpulkan data karena apa yang

dilihat dengan mata kepala sendiri dan dirasakan dengan indra sendiri yang mungkin tidak

dilihat orang lain. Observasi ialah studi yang disengaja dan sistematis tentang fenomena

sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan pengamatan dan pencatatan. Selanjutnya

dikemukakan tujuan observasi ialah mengerti ciri-ciri dan luasnya signifikansi dari

interelasinya elemen-elemen tingkah laku manusia pada fenomena sosial serba kompleks

dalam pola-pola kultur tertentu Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi

melihat lokasi penelitian yaitu beberapa tempat aktivitas mahasiswa di Sekolah Tingi Ilmu

Tarbiah (STIT) Al-Amin Kreo Tangerang dan melihat langsung kegiatan usaha yang sedang

dijalani dan dikelola oleh mahasiswa tersebut. Untuk menetapkan keabsahan data, diperlukan

teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemerikasaan didasarkan pada sejumlah kriteria

tertentu. Ada empat kriteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan (kredibilitas),

keteralihan (transferbility), ketergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability).

Teknik analisis data Menurut Moleong, ada tiga model analisis data kualitatif, yaitu metode

perbandingan tetap yang ditemukan oleh Glaser dan Strauss, yang kedua model analisis data

menurut Spradley, dan yang ketiga adalah analisis data menurut Miles dan Huberman.24

Dalam penelitian ini analisis data menggunakan model Miles dan Huberman. Analisis data

dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data

dalam periode tertentu. Aktivitas dalam analisis data pada penelitian ini meliputi: 1. Reduksi

Data Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak maka perlu dicatat secara

rinci dan teliti. Semakin lama peneliti di lapangan, maka jumlah data akan semakin banyak.

Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti

merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan kepada hal-hal yang penting, dicari

tema dan polanya. Dalam penelitian ini reduksi dilakukan dengan mengumpulkan data,

81
memilih data yang penting, memberi kode pada data tersebut dan meringkasnya dalam

bentuk tabel reduksi. 2. Penyajian Data Dalam penelitian kualitatif penyajian data ini dapat

dilakukan dalam bentuk tabel, grafik, phie chard, pictogram dan sejenisnya. Melalui

penyajian data tersebut, maka data akan terorganisasi, tersusun dalam pola hubungan,

sehingga akan semakin mudah dipahami. Dalam penelitian ini penulis membuat penyajian

data ke dalam bentuk narasi dan diringkas dalam bentuk diagram alur. Menarik Kesimpulan

Langkah selanjutnya dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan

verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah

bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data

berikutnya. Hal yang dilakukan penulis yaitu menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang

sudah ditemukan dan disesuaikan dengan rumusan masalah penelitian kondisi pasar menjadi

suatu potensi yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa untuk berwirausaha. Sekarang

banyak mahasiswa yang telah terjun kedalam dunia bisnis dan mereka lakukan sambil belajar

di kampus. Mahasiswa memanfaatkan apa saja yang dapat menunjang kemajuan bisnis

mereka. Mereka membuat usaha dengan berbagai alasan yang menguatkan niatnya. Sekolah

Tinggi Ilmu Tarbiah Al-Amin Kreo Tangerang sebagai salah satu perguruan tinggi yang ada

di Tangerang Selatan didapati beberapa dari kalangan mahasiswa nya yang melakukan

aktivitas bisnis. Dari bisnis kuliner hingga bisnis barang dan jasa. Berdasarkan hasil

wawancara terhadap tujuh mahasiswa yang berwirausaha, maka diketahui latar belakang para

wirausahawan ditinjau dari pendidikan, ekspektasi pendapatan, dan motivasi sebagai berikut:

a. Pendidikan Pengaruh pendidikan kewirausahaan selama ini telah dipertimbangkan sebagai

salah satu faktor penting untuk menumbuhkan dan mengembangkan hasrat, jiwa dan perilaku

berwirausaha di kalangan generasi muda.25 Apabila pendidikan memadai, maka seseorang

akan siap untuk menjadi seorang wirausaha dan memimpin anak buahnya. Latar belakang

pendidikan seseorang terutama yang terkait dengan bidang usaha, seperti bisnis dan

82
manajemen atau ekonomi dipercaya akan mempengaruhi keinginan dan minatnya untuk

memulai usaha baru di masa mendatang. Sebuah studi dari India membuktikan bahwa latar

belakang pendidikan menjadi salah satu penentu penting intensi kewirausahaan dan

kesuksesan usaha yang dijalankan.26 Mengenai hal tersebut Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Tarbiah Al-Amin Kreo Tangerang yang menyatakan bahwa pendidikan kewirausahaan sangat

penting karena kurikulum saat ini harus ada ciri khas dan muatan lokal, terutama yang

diwajibkan adalah yang terkait dengan program pendidikan itu sendiri dan semua program

pendidikan apapun harus memberikan materi-materi kewirausahaan. Di kampus ini sudah

mulai diterapkan pada materi kewirausahaan berdasarkan SNDIKTI (Standar Nasional

Pendidikan Tinggi Kewirausahaan) dan jika sudah terprogram kurikulum kewirausahaan

akan diberikan SKPI (Surat Keterangan Pendamping Ijazah) ini akan menjadi nilai tambah

bagi jurusan tarbiah.27Pendidikan kewirausahaan bertujuan meningkatkan pengetahuan

kewirausahaan mahasiswa yaitu melalui sikap, pengetahuan dan keterampilan yang tertanam

dalam kewirausahaan. Pendidikan yang berwawasan kewirausahaan, adalah pendidikan yang

menerapkan prinsip-prinsip dan metodologi ke arah pembentukan kecakapan hidup (life

skill). Semakin banyak penyediaan-penyediaan pengalaman dan penguasaan mengenai

kewirausahaan dengan melibatkan mereka dalam kegiatan belajar, pengembangan rencana

bisnis, dan menjalankan usaha kecil yang diberikan kepada individu/mahasiswa, maka

semakin tinggi niatnya untuk berwirausaha. KKNI yang mengacu pada Kurikulum

Temaresadiksti dan Diktis Kementerian Agama, mahasiswa tidak hanya menguasai bidang

ilmu keagamaan tetapi dia juga menguasai disiplin ilmu lain selain ilmu yang linear dengan

jurusannya salah satu diantaranya ialah ilmu kewirausahaan maka itu nanti kedepannya

lulusan STIT (Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiah Al-Amin Kreo Tangerang) Al-Amin ini akan

punya Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI), yang nanti akan ada kemampuan

kewirausahaan mahasiswa dan ini sesuai dengan acuan pemerintah.28 Dari pemaparan diatas

83
pendidikan kewirausahaan hendaknya bisa dipertimbangkan sebagai salah satu faktor penting

untuk menumbuhkan pola pikir dan jiwa entrepreneur pada mahasiswa, sehingga mahasiswa

secara sadar memiliki keberanian untuk mencoba berwirausaha, berfikir untuk menemukan

dan mengembangkan ide wirausaha dengan cara melihat peluang usaha yang akan dilakukan.

Oleh karena itu pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi sangat penting untuk

diterapkan. Berdasarkan hasil wawancara, para mahasiswa wirausahawan saat ini sedang

mengenyam S1 di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiah (STIT) Al-Amin Kreo Tangerang. Mereka

semua membuat usaha ketika sedang menempuh pendidikan. Mereka sendiri yang

menjalankan dan mengelola usaha sambil kuliah. Hal demikian dinyatakan oleh Irwansyah

yang mengatakan dirinya tidak pernah mengenyam pendidikan atau mengambil jurusan yang

berkaitan dengan kewirausahaan. Tetapi dia ada keinginan untuk mengetahui lebih dalam

ilmu tentang kewirausahaan melalui work shop ataupun seminar-seminar. Kemudian ilmu

yang didapat diterapkan dalam praktik wirausahanya.29 Hal tersebut dinyatakan pula oleh

Sarjono, bahwa dirinya pernah kuliah di jurusan Akuntansi Pajak, yang didalamnya terdapat

mata kuliah kewirausahaan. Dari pengetahuan yang didapat Sarjono selama kuliah maka dia

berani mengambil risiko untuk memulai berwirausaha dan ternyata Sarjono memang

berpotensi di bidang tersebut. Lain halnya dengan mereka yang mengaku tidak terlalu

terpengaruh dengan pendidikan ketika memutuskan untuk berwirausaha. Seperti yang

disampaikan oleh Rikha. Rikha memulai bisnis itu hanya sekadar mengisi waktu luang,

adapun untuk fokus ke bisnis tersebut tidak terlalu. Karena dirinya seorang pengajar juga

sebagai aktivis di organisasi anak muda di lingkungan rumahnya. Rikha menjalankan bisnis

tersebut ketika ada waktu luang, kalau tidak ada waktu luang, Rikha mengasih kesempatan ke

teman nya untuk membantu menjualkan produknya.30 Begitupun yang disampaikan oleh

Wawan, yang menjalankan bisnisnya sebagai pengalaman. Karena Wawan sudah terbiasa

belajar bisnis sejak duduk dikelas 4 Sekolah Dasar.31 Dan demikian juga dengan Hisni yang

84
menjalankan usahanya sebagai usaha sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal

tersebut disampaikan pula oleh Ravi dan Eka yang menyatakan hal yang sama yang bisa

mendukung keinginannya tersebut. Pendidikan dapat menjadi sebab mahasiswa memilih

berwirausaha. Dari tujuh mahasiswa wirausahawan, keduanya mengaku bahwa pendidikan

kewirausahan menjadi dasar keutamaan seseorang dalam memulai wirausaha dan mereka

mengatakan bahwa mereka ingin menerapkan ilmu yang telah mereka dapat selama belajar di

kampus maupun mengikuti workshop dan seminar tentang kewirausahaan. Sedangkan lima

mahasiswa wirausahawan mengaku pendidikan tidak mempengaruhi pilihannya untuk

berwirausaha. 2. Ekspektasi Pendapatan Pendapatan adalah penghasilan yang diperoleh

seseorang baik berupa uang maupun barang. Berwiraswasta dapat memberikan pendapatan

yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Keinginan untuk memperoleh

pendapatan itulah yang dapat menimbulkan minatnya untuk berwirausaha. Dalam bisnis,

pendapatan adalah jumlah uang yang diterima oleh perusahaan dari aktivitasnya, kebanyakan

dari penjualan produk atau jasa kepada pelanggan. Bagi investor, pendapatan kurang penting

dibanding keuntungan, yang merupakan jumlah uang yang diterima setelah dikurangi

pengeluaran.33 Ekspektasi pendapatan adalah harapan seseorang akan pendapatan yang

diperolehnya dari kegiatan usaha ataupun bekerja. Ekspektasi atau harapan akan penghasilan

yang lebih baik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi apakah seseorang ingin

menjadi seorang wirausaha atau tidak. Jika seseorang berharap untuk mendapatkan

pendapatan yang lebih tinggi dengan menjadi seorang wirausaha, maka ia akan semakin

terdorong untuk menjadi seorang wirausaha. Menjadi seorang wirausaha mengharapkan

pendapatan yang tinggi daripada menjadi karyawan perusahaan. Dengan berwirausaha akan

mendatangkan pendapatan yang besar dan tidak terbatas, tetapi pendapatan dari berwirausaha

tersebut tidak bisa diprediksi, kadang bisa diatas pendapatan yang diharapkannya, kadang

pula bisa diluar dari yang pendapatan diharapkannya. Seseorang dengan ekspektasi

85
pendapatan yang lebih tinggi daripada bekerja menjadi karyawan merupakan daya tarik untuk

menjadi wirausaha.34 Dari tujuh mahasiswa wirausahawan yang penulis wawancarai,

terdapat tiga mahasiswa yang mempunyai ekspektasi pendapatan yang tinggi dalam

berwirausaha. Mahasiswa yang mempunyai ekspektasi yang tinggi dalam berwirausaha yaitu

Ravi, Sarjono, dan Eka. Alasan mereka menjalankan wirausaha salah satunya ialah

mendapatkan penghasilan yang tidak monoton seperti gaji karyawan pada umumnya, karena

biasanya orang yang berwirausaha mendapatkan penghasilan pertiap harinya meskipun tidak

menentu, yang pasti ada pemasukan pertiap hari dan tiap bulannya. Dan pendapatan tersebut

bisa untuk memenuhi kebutuhan hidup terutama pada mahasiswa yang ingin belajar hidup

mandiri.35 Wawan juga mengatakan hal yang sependapat dengan Ravi. Ia menyampaikan

dalam wawancara bahwa menjadi seorang Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang

menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia atas dasar kebutuhan. Motivasi

berwirausaha akan muncul dalam diri seseorang karena ada keinginan untuk mewujudkan

kesuksesan berwirausaha. Motivasi yang tinggi untuk berprestasi dalam berwirausaha akan

berpengaruh terhadap minat seseorang untuk berwirausaha sehingga dapat berperan dalam

memulai kegiatan kewirausahaan. Indikator untuk mengukur variabel motivasi yaitu

mendapat laba, kebebasan, impian personal atau aktualisasi diri, kemandirian, kebutuhan

fisiologis, rasa aman, kebutuhan sosial dan kebutuhan akan prestasi.39 Dalam konteks

tersebut Sarjono menyampaikan bahwa dengan basic awal perkuliahan yang pernah di

jurusinya di akuntansi pajak, ada mata kuliah kewirausahaan yang menjadi motivasi bagi

dirinya untuk beralih menjadi profesi wirausaha. Dan kewirausahaan telah menjadi passion

nya saat ini untuk memenuhi kebutuhan hidupnya seperti menafkahi keluarga dan biaya

kuliah.40 Menyatakan hal yang demikian sependapat dengan Eka dalam wawancaranya yang

disampaikan bahwa selain menjadi mahasiswa bagi dirinya harus punya yang namanya usaha

sampingan karena mengambil waktu luang yang tersisa kemudian dimanfaatkan untuk usaha

86
sampingan lebih baik ketimbang dihabiskan untuk hal yang kurang bermanfaat, dan tidak

terikat dengan waktu. Dan penghasilan dari wirausaha bisa untuk menambah tabungan dan

biaya kuliah.41 Hal tersebut sependapat dengan Irwansyah dan Hisni yang menjalankan

bisnis untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti menafkahi keluarga, biayai kuliah dan

pendidikan.42 Begitu juga yang disampaikan oleh Wawan, Ravi dan Rikha dalam wawancara

yang mengatakan bisnis yang dijalaninya untuk melatih kemandirian selain itu juga untuk

memenuhi kebutuhan hidup, seperti bayar kuliah, makan sehari-sehari dan untuk keperluan

lainnya.43 Dari wawancara diatas dapat diketahui bahwa dari tujuh mahasiswa wirausahawan

mempunyai motivasi yang tinggi dalam berwirausaha yaitu untuk memenuhi kebutuhan

hidup mereka. Seperti menafkahi keluarga, biaya kuliah, dan keperluan hidup sehari-hari.

Dalam konteks tersebut dapat diketahui bahwa antara bisnis dan kebutuhan hidup saling

berkaitan dan tidak akan pernah terlepas. Seperti yang dinyatakan oleh Ketua Program

Pendidikan bahwa kegiatan usaha atau bisnis merupakan suatu aktivitas untuk memenuhi

kebutuhan dan keinginan manusia, organisasi, dan masyarakat secara luas.44 Hal demikian

juga ditanggapi oleh Kepala Bagian Keuangan bahwa mahasiswa yang berwirausaha sambil

kuliah karena selain untuk menopang biaya perkuliahan juga untuk memenuhi keperluan

sehari-hari yang menjadi kebutuhan hidupnya.45 Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan

bahwa motivasi menjadi salah satu hal yang melatarbelakangi seseorang untuk melakukan

sebuah tindakan guna mencapai tujuan tertentu. Motivasi berwirausaha akan muncul dalam

diri seseorang karena adanya dorongan untuk mencapai kesuksesan dalam berwirausaha.

Seseorang yang memiliki motivasi yang tinggi untuk berhasil dalam bidang wirausaha akan

dapat memunculkan minat berwirausaha sehingga ia akan melakukan tindakan guna

mencapai tujuan tertentu. Dengan memiliki motivasi yang tinggi maka akan memberikan

dampak yang tinggi pula terhadap minat berwirausaha.

87
2. Bisnis Mahasiswa Wirausahawan Saat ini mahasiswa tidak hanya berperan sebagai

pembelajar dan aktivis saja. Telah diketahui bahwa banyak mahasiswa yang turut berperan

sebagai seorang pencipta lapangan kerja sekaligus wirausahawan. Mereka membangun bisnis

ketika masih duduk dibangku kuliah. Perubahan teknologi terutama dalam bidang informasi

dapat mereka manfaatkan demi mendukung terlaksananya bisnis mereka tersebut. Mahasiswa

dapat berbisnis melalui market place online yang saat ini tersedia begitu banyak. Selain itu

mahasiswa juga dapat melakukan bisnis offline dengan bantuan karyawan. Jenis bisnis yang

dilakukan oleh mahasiswa sangat beragam. Mulai dari fashion, hobi, kuliner, properti, gadget

sampai perusahaan jasa. Menurut hasil wawancara, mahasiswa wirausahawan memiliki tiga

jenis bisnis. Mereka berbisnis dalam bidang kuliner, fashion serta hobi. Dalam bidang kuliner

terdapat bisnis ayam crispy dan warung nasi sambal gledek. Mereka membuat dan mengelola

bisnis tersebut dengan bantuan karyawan dan partner. Ravi membuka warung nasi karena

nasi menjadi makanan pokok yang akan dibutuhkan setiap harinya, macam-macam yang saya

jual ada ayam goreng, berbagai jenis ikan asin, dan lalap tetapi yang menjadi khas dalam

kuliner nya yaitu dari sambalnya”47 Irwansyah menjual berbagai macam ayam, dari mulai

ayam geprek, ayam crispy, dan juga ada jus. Dan sudah memiliki dua cabang di masing-

masing usaha kuliner yang dijalaninya.48 Bisnis kuliner tidak menjadi pilihan bagi

mahasiswa dalam berwirausaha. Berbeda Hisni, Sarjono, Wawan, Eka dan Rikha mereka

memiliki bisnis di bidang hobi dan fashion. Hisni dan Sarjono mengaku membuat bisnis

karena ketertarikan dan passion yang mereka miliki. Mereka mendalami passion mereka

tersebut lalu mencoba masuk kedalam dunia wirausaha. Hobi Hisni memang suka berbisnis

sejak duduk di bangku SMP. Dan saat ini Hisni menjalankan bisnis pulsa online. Untuk

memudahkan orang yang malas pergi ke konter pulsa bisa memalui pulsa online yang

dijalaninya.49 Berbeda dengan Sarjono yang awal bisnisnya ikut gabung dengan teman.

Sampai di tahun 2014 mempunyai cabang sendiri di daerah Rawa Belong, Jakarta Barat.

88
Pesanan rangkaian bunga bervariasi dari buat acara seperti pernikahan, wisuda, pentas seni di

sekolah, sampai kartu tanda ucapan dari rangkaian bunga bisa menghubungi Sarjono.

Berawal dari hobi sampai menjadi passionnya saat ini.50 Kalau Rikha Pertama itu dia bikin

koleksi gamis, kemudian di share ke media sosial dan dibuatkannya online shop.51 Mereka

memilih bisnis yang simpel dan menurut mereka bisnis tersebut dapat dijalankan sambil

berkuliah. Selain itu mahasiswa juga melihat potensi yang ada dalam bisnis yang mereka

jalankan tersebut. Semua mahasiswa wirausahawan membuat usaha tersebut saat duduk di

bangku kuliah.

Karena keterbatasan waktu dan tenaga, sekarang mereka mempunyai partner kerja

dan beberapa karyawan dalam usahanya. Sarjono menjalankan usaha berdua dengan istrinya,

istri yang bagian mengurusi online dan toko, dia dibagian pendekoran bunga. Kalau

orderannya lagi banyak, Sarjono meminta bantuan tenaga kerja dari teman, omset yang

didapatkannya rata-rata perbulan 30 sampai 35 juta.52 Berbeda dengan Wawan saat ini yang

mengelola sendiri usahanya dan terkadang dibantu dengan temannya jika sedang banjir

orderan. Omsetnya rata-rata kalau lagi rame rata-rata perbulan bisa mencapai 19 juta.53

Kalau Ravi mempunyai satu karyawan, untuk membantu melayani pembeli dan dirinya

sendiri mengolah makanan dan keuangan. Kalau untuk omsetnya perharinya itu bisa sampai

400 ribu sampai 500 ribu.54 Mahasiswa wirausahawan memiliki partner bisnis serta memiliki

karyawan untuk membantu jalannya perusahaan. Mahasiswa yang berpartner memulai bisnis

dengan uang dan tenaga bersama. Hasil dari usahapun dibagi sesuai dengan jumlah partner

yang dimiliki. Dari berbagai jenis usaha yang mereka miliki tersebut, mahasiswa mendapat

omset berkisar antara 400 ribu sampai 35 jutaan per bulan. Dari bisnis yang mereka jalankan

sambil berkuliah, mahasiswa wirausahawan mendapatan omset yang terbilang besar. Mereka

dapat menggaji karyawan, menyewa tempat serta membiayai kuliahnya sendiri. Dari cara

pemasarannya, mereka menggunakan media online dan offline. Wawan menggunakan media

89
online tetapi juga mempunyai offline store. Sama seperti Eka dan Rikha juga memilih

menggunakan media online seperti shoppie, tokopedia, bukalapak dan offline dalam

usahanya.55 Berkembangnya berbagai media untuk memasarkan produk mendatangkan

keuntungan bagi para mahasiswa. Teknologi yang semakin maju dan semakin memudahkan

pelanggan untuk mendapatkan barang membuat pengusaha menjadi untung besar. Apalagi

market place tersebut disediakan secara gratis bagi penjual. Mahasiswa memanfaatkan

momen tersebut secara tepat sehingga mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Selain

menggunakan media online mahasiswa juga memiliki toko fisik untuk menunjang

penjualannya. Berdasarkan wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa mahasiswa

wirausahawan memilih bisnis yang mudah mereka jalankan sambil berkuliah. Mereka

berbisnis fashion, hobi, kuliner serta minuman kemasan. Mereka memiliki beberapa

karyawan serta partner kerja untuk mempermudah jalannya kegiatan usaha. Omset rata-rata

para mahasiswa berkisar antara 400 ribu sampai 35 juta per bulan. Mereka menggunakan

media online serta offline dalam menjalankan usahanya. 3. Kendala Saat Membangun Bisnis

Dalam membangun suatu bisnis tentu seseorang akan mendapat beberapa masalah. Membuat

bisnis akan melalui beberapa proses. Mereka akan membutuhkan suatu ide, uang, waktu,

tenaga, dan ilmu dalam menjalankan usaha. Saat usaha berdiri, mereka akan menghadapi

ketidakpastian pendapatan dalam bisnis. Wirausahawan harus pandai mengatur keuangan

agar tidak mengalami kerugian. Terlebih lagi jika ada keadaan darurat yang menimpa usaha

mereka. Mereka harus siap jika suatu saat tertimpa masalah yang tidak dapat diprediksikan

sebelumnya. Menurut hasil wawancara terhadap mahasiswa wirausahawan, terdapat beberapa

tantangan dan masalah dalam membuat sebuah bisnis. Tantangan pertama yang dihadapi oleh

mahasiswa adalah keterbatasan modal berupa uang. Sebagai seorang mahasiswa, mereka

tentu belum mempunyai penghasilan sebagai modal untuk membangun bisnis. Tantangan ini

90
disampaikan oleh beberapa mahasiswa. Awal mula yang dirasakan Ravi kendalanya di

modal.

Ketika ingin di jalankan tetapi belum ada modalnya. Sedikit demi sedikit mencari

modal baru bisa buka usaha.56 Hal tersebut dinyatakan pula oleh Sarjono yang mempunyai

keinginan sebelum lulus kuliah harus mempunyai usaha.57 Modal merupakan kebutuhan

yang wajib ada bagi seorang pengusaha. Mereka tidak bisa menghasilkan suatu produk tanpa

modal uang. Selain modal, mahasiswa juga mempunyai masalah tentang pembagian waktu.

Karena mereka masih berkuliah saat membangun bisnis, maka waktu yang mereka punya pun

terbatas. Peran ganda sebagai mahasiswa dan wirausahawan membuat waktu mereka

berkurang. Pengelolaan awal yang dijalankan Hisni masih belum tersusun rapi.58 Berbeda

yang dialami oleh Irwansyah, Kendala yang dihadapinya saat ini di semester delapan dengan

skripsi ini. Irwansyah mengatakan dalam wawancaranya memang harus bisa mengatur waktu

dengan baik antara bisnis dengan kuliah.

Selanjutnya kendala yang dihadapi Eka yaitu waktu karena harus bisa membagi antara

waktu berbisnis dengan kuliah.60 Begitu pula yang disampaikan oleh Wawan yang

mengalami kendala saat harus bisa membagi waktu bisnis dengan kuliah.61 Mahasiswa

mengatakan bahwa waktu kuliah terganggu dengan pilihannya membangun suatu usaha.

Mereka kekurangan waktu untuk belajar karena membangun usaha membutuhkan waktu

yang banyak. Mahasiswa wirausahawan lebih memilih menyampingkan kuliah dan

memprioritaskan pembuatan usahanya. Mereka menjadi tidak terlalu fokus pada kuliah.

Kegiatan belajar mereka pun terganggu. Akibatnya beberapa mahasiswa mengalami

penurunan nilai. Akan tetapi pengorbanan mereka tersebut terbayar dengan suksesnya usaha

yang mereka buat. Hasil dari usaha dapat mereka gunakan untuk membiayai kuliah dan

keperluan sehari-hari. Berdasarkan wawancara di atas, mahasiswa wirausahawan memiliki

berbagai tantangan pada saat membangun usaha. Mereka terkendala oleh modal uang ketika

91
akan menciptakan sebuah usaha. Selain modal, mahasiswa juga terkendala oleh waktu yang

terbatas. Terakhir, sebagai mahasiswa mereka memiliki tanggung jawab untuk belajar juga.

Berdasarkan hasil penelitian kualitatif dengan teknik observasi, wawancara dan

dokumentasi yang dilaksanakan di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiah Al-Amin Kreo Tangerang

tentang aktivitas bisnis dikalangan mahasiswa dapat diambul kesimpulan. Kesimpulan

tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut: 1) Mahasiswa wirausahawan memiliki aktivitas

bisnis yang berbeda-beda. Dari bisnis kuliner, fashion, hingga barang dan jasa; 2) Bisnis yang

diambil mahasiswa sambil berkuliah didapati beberapa hal yang menjadi pilihan mahasiswa

untuk berwirausaha. Pendidikan, Ekspektasi Pendapatan, dan Motivasi. Motivasi berpengaruh

terhadap pilihan mahasiswa untuk berwirausaha. Pendidikan tidak terlalu berpengaruh

terhadap pilihan berwirausaha. Mahasiswa yang memiliki latar pendidikan tertarik

berwirausaha karena jurusan yang pernah diambil serta workshop ataupun seminar yang

pernah diikuti. Beberapa dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiah Al-Amin Kreo Tangerang

sangat mendukung terhadap mahasiswa yang berwirausaha. Mahasiswa wirausahawan dinilai

positif oleh dosen karena selain sambil kuliah mereka juga mendapatkan pengalaman,

menambah relasi sosial, dan penghasilan tambahan yang sangat bermanfaat untuk memenuhi

kebutuhan mereka. Sebagian dari mahasiswa wirausahawan mereka ada yang berprofesi

sebagai guru, karyawan, dan ibu rumah tangga. Profesi memiliki andil terhadap pilihan

Pada 1998, perekomonian Indonesia memasuki masa yang sangat sulit. Pergantian

kekuasaan dari era orde baru ke era reformasi yang disertai dengan krisis moneter

mengakibatkan pengangguran di mana-mana. Pengangguran menjadi masalah serius di

Indonesia yang masih sulit diatasi. Program pemerintah untuk mengurangi pengangguran

belum mampu mengurangi pengangguran secara signifikan. Penyebabnya karena jumlah

penduduk yang tinggi, tidak diimbangi dengan pertambahan lapangan kerja. Perusahaan

semakin selektif menerima karyawan baru sementara tingkat persaingan semakin tinggi dan

92
lapangan pekerjaan sangat terbatas. Saat ini pengangguran tak hanya berstatus lulusan SD

sampai SMA saja, tetapi banyak juga sarjana. Hal ini dapat dikatakan pengangguran banyak

terjadi pada penduduk yang berpendidikan. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan

sebagian dari jumlah pengangguran di Indonesia adalah mereka yang berpendidikan

Diploma/Akademi dan lulusan perguruan tinggi (Kaijun et al., 2015). Kondisi yang dihadapi

akan semakin buruk dengan adanya persaingan global yaitu pemberlakuan Masyarakat

Ekonomi Asean yang akan menghadapkan lulusan perguruan tinggi Indonesia yang bersaing

secara bebas dengan lulusan perguruan tinggi asing. Tingkat pengangguran terdidik yang

berstatus sarjana dikhawatirkan akan terus meningkat jika perguruan tinggi sebagai lembaga

pencetak sarjana tidak memiliki kemampuan mengarahkan peserta didik dan alumninya

menciptakan lapangan kerja setelah lulus nanti. Karena kenyataannya banyak sumber daya

manusia lulusan lembaga pendidikan tinggi cenderung lebih senang mengisi lapangan kerja

yang tersedia baik dari instansi pemerintah dan swasta dibandingkan dengan berusaha

menciptakan lapangan kerja bagi dirinya sendiri dan orang lain. Menurut Mc Clelland, suatu

negara untuk menjadi makmur minimum memiliki jumlah wirausaha 2 persen dari total

jumlah penduduk contohnya seperti negara Amerika Serikat memiliki 11,5 persen wirausaha,

Singapura terus meningkat menjadi 7,2 persen, Indonesia menurut data dari BPS (2010)

diperkirakan hanya sebesar 0,18 persen yaitu sekitar 400.000 dari yang seharusnya 4,4 juta

jiwa (Siswadi, 2013). Berkaitan dengan pentingnya masalah kewirausahaan bagi perbaikan

perekonomian Negara, pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden R.I Nomor 4, tahun

1995 tentang “gerakan nasional memasyarakatkan dan membudayakan kewirausahaan”

kemudian inpres ini ditindaklanjuti oleh Depdiknas, dengan diluncurkannya program

pengembangan kewirausahaan ini dalam bentuk paket-paket pendidikan dan kegiatan bagi

SMK dan mahasiswa, (Murtini, 2009). Menyadari hal tersebut perguruan tinggi yang pada

dasarnya bertujuan mengembangkan wawasan, cara pandang, cara berfikir, realitas dan

93
produktif perlu mempersiapkan mahasiswa didikannya dengan ilmu kewirausahaan sehingga

menimbulkan minat pada diri mereka untuk merealisasikan potensi kewirausahaan. Upaya

untuk mengurangi pengangguran tersebut minimal harus ada perubahan pola pikir masyarakat

khususnya pada lulusan sarjana dari mencari kerja menjadi menciptakan lapangan kerja.

Pendidikan kewirausahaan diharapkan mampu membangkitkan semangat berwirausaha,

berdikari, berkarya dan mengembangkan perekonomian nasional Asmani (2011). Pendidikan

kewirausahaan juga diharapkan mampu memunculkan para wirausaha yang kreatif yang bisa

menciptakan lapangan kerja dan bisa membantu mengurangi pengangguran yang tak pernah

ada habisnya .

Menurut Mulyani (2010) pendidikan kewirausahaan akan mendorong para pelajar dan

mahasiswa agar memulai mengenali dan membuka usaha atau berwirausaha. Pola pikir yang

selalu berorientasi menjadi karyawan diputarbalik menjadi berorientasi untuk mencari

karyawan. Dengan demikian kewirausahaan dapat diajarkan melalui penanaman nilai-nilai

kewirausahaan yang akan membentuk karakter dan perilaku untuk berwirausaha agar para

peserta didik kelak dapat mandiri dalam bekerja atau mandiri usaha. Pendidikan

kewirausahaan yang di lakukan masuk dalam kurikulum pembelajaran yang mewajibkan

mahasiswa menempuh mata kuliah entrepreneurship. Mata kuliah entrepreneurship ditempuh

pada semester enam. Mata kuliah tersebut diterapkan berupa teori dan praktik berwirausaha.

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang membahas tentang minat berwirausaha diantaranya

adalah “Pengaruh Pengetahuan Kewirausahaan dan Kemandirian Terhadap Minat

Berwirausaha”, penelitian ini memiliki kontribusi baik secara teoritis maupun praktis.

Penelitian ini memperlihatkan bahwa pengetahuan kewirausahaan, kemandirian, dan minat

berwirausaha termasuk dalam kategori tinggi. Diketahui juga, bahwa pengetahuan

kewirausahaan dan kemandirian berpengaruh positif terhadap minat berwirausaha, baik

secara parsial maupun simultan. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti merasa perlu untuk

94
melakukan penelitian lebih lanjut dengan tujuan mengetahui minat berwirausaha mahasiswa

(sebagai calon wirausaha). Hal tersebutlah yang menjadi latar belakang peneliti untuk

melakukan penelitian mengenai Pengaruh Mata kuliah Kewirausahaan Terhadap Minat

Berwirausaha Mahasiswa. Dengan Tujuan Penelitian : Mengetahui pembelajaran mata kuliah

kewirausahaan pada mahasiswa, Mengetahui minat berwirausaha mahasiswa, Mengetahui

pengaruh mata kuliah kewirausahaan terhadap minat berwirausaha pada mahasiswa. KAJIAN

LITERATUR Kewirausahaan Sumardi (2007) menjelaskan bahwa pengusaha atau

wirausahawan (entrepreneur) merupakan seseorang yang menciptakan sebuah usaha atau

bisnis yang diharapkan dengan risiko dan ketidakpastian untuk memperoleh keuntungan dan

mengembangkan bisnis dengan cara membuka kesempatan kerja. Hisrich (2001)

mengemukakan bahwa kewirausahaan diartikan sebuah proses dinamis dalam menciptakan

tambahan kekayaan oleh individu yang menanggung risiko utama dalam hal modal waktu,

dan/atau komitmen karier atau menyediakan nilai bagi beberapa produk atau jasa.

Entrepreneurship atau kewirausahaan adalah merupakan suatu proses yang dinamik atau

suatu rangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh para entrepreneurship di dalam usahanya

untuk menghasilkan dan memberi nilai tambah bagi produk atau jasa tertentu yang telah

diperjuangkan dengan gigih sehingga berhasil mendapatkan keuntungan atau keberhasilan

secara komersial menurut Murtini (2009). Pendidikan kewirausahaan merupakan proses

secara sistematis dan berkelanjutan baikformal maupun informal dalam rangka membentuk

manusia wira usaha.

Pendidikan kewirausahaan ini tidak hanya bertujuan mengubah jiwa atau sikap agar

memenuhi kriteria manusia wirausaha, tetapi juga bertujuan untuk dapat meningkatkan

keterampilan dan keahlian tertentu sehingga dapat mendukung seseorang atau suatu

mayarakat dalam berwirausaha menurut Marie (2013) Materi Mata Kuliah Kewirausahaan

Mata kuliah entrepreneurship diberikan dalam bentuk kuliah umum ataupun dalam bentuk

95
konsentrasi program studi. Adapun materi kurikulum yang di terapkan dalam panduan

pembelajaran yang diajukan dalam keilmuan kewirusahaan menurut isi buku kewirausahaan

karangan Suryana (2008), membahas tentang : a. Pendahuluan. b. Ruang Lingkup Displin

Ilmu Kewirausahaan. c. Karakter, Ciri-Ciri Umum, dan NilaiNilai Hakiki Kewirausahaan. d.

Proses Kewirausahaan e. Fungsi dan Model Peran Wirausaha f. Ide dan Peluang Dalam

Kewirausahaan g. Merintis Usaha Baru dan Model Pengembangannya h. Penglolaan Usaha

dan Strategi Kewirausahaan i. Kompetensi Inti dan Strategi Bersaing dalam Kewirausahaan

Menurut isi buku kewirausahaan karangan Daryanto (2013) membahas tentang : a.

Kewirausahaan. b. Jenis Kewirausahaan. c. Pengaturan Keuangan. d. Berpikir Kreatif. e.

Asuransi. f. Etika Bisnis Islam. g. Merancang Produk Baru. h. Memilih Bisnis Anda.

Berdasarkan pendapat diatas, materi kewirausahan yang diajarkan harus sarat akan

pengetahuan, pengetahuan didapat dari teori-teori kewirausahaan yang diajarkan oleh

pengajar kepada siswa. Pada akhirnya, pengetahuan yang telah diproses akan menghasilkan

penguasaan materiyang optimal dan dapat diwujudkan dalam bentuk angka atau nilai,

maupun perubahan sikap dan tingkah laku.

Cara Penyampaian Materi Kewirausahaan Sebuah pembelajaran berjalan sukses salah

satu faktornya adalah kemampuan seorang pengajar dalam menyampaiakan materi. Dengan

metode metode pembelajaran yang menarik, unik dan tepat sasaran diharapkan peserta

pelatihan dapat menangkap maksud dan tujuan dari apa yang disampaiakan oleh pengajar.

Pada sebuah pembelajaran faktor metode pembelajaran menjadi satu hal yang sangat penting

bagi keberhasilan peserta didik dalam memperoleh pengetahuan dan ketrampilan dari sebuah

pembelajaran. Menurut Joan Midden-fort dalam Soekartawi (2003) memberikan saran

tentang bagaimana cara meningkatkan efektivitas mengajar yaitu: a. Menyiapkan segala

sesuatunya dengan baik b. Buat motivasi di kelas c. Tumbuhkan dinamika dan enthuism

dalam diri pengajar d. Menciptakan kesempatan untuk berkomunikasi dengan siswa e.

96
Perbaiki terus isi atau kualitas bahan ajar Djamarah dan Aswan (2010) menyebutkan bahwa

“kedudukan metode adalah sebagai alat motivasi ekstrinsik, sebagai strategi pengajaran dan

juga sebagai alat untuk mencapai tujuan”. Penggunaan metode dalam suatu pembelajaran

merupakan salah satu cara untuk mencapai sebuah keberhasilan dalam pembelajaran.

Semakin pandai seorang pengajar menentukan metode yang akan digunakan dalam

pembelajaran, maka keberhasilan yang diperoleh dalam mengajar semakin besar pula. Dari

sini kita dapat mengetahui seberapa pentingnya suatu metode dalam proses belajar-mengajar

dan dalam mencapai sebuah keberhasilan dari proses belajarmengajar. Fatturohman dan

Sobry (2010) berpendapat “makin tepat metode yang digunakan oleh guru dalam mengajar,

diharapkan makin efektif pula pencapaian tujuan pembelajaran”. Ada beberapa peran dan

fungsi keberadaan atau pengaruh ilmu kewirausahaan dalam mendukung arah pengembangan

wirausahawan, (Fahmi, 2014), antara lain : a. Mampu memberi pengaruh semangat atau

motivasi pada diri seseorang untuk bisa melakukan sesuatu yang selama ini sulit untuk ia

wujudkan namun menjadi kenyataan. b. Ilmu kewirausahaan memiliki peran dan fungsi untuk

mengarahkan seseorang bekerja secara lebih teratur serta sistematis dan juga terfokus dalam

mewujudkan mimpi-mimpinya. c. Mampu memberi inspirasi pada banyak orang bahwa

setiap menemukan masalah maka disana akan ditemukan ditemukan peluang bisnis untuk

dikembangkan. Artinya setiap orang diajarkan untuk membentuk semangat “solving

problem”. d. Nilai posistif yang tertinggi dari peran dan fungsi ilmu kewirausahaan pada saat

dipraktekkan oleh banyak orang maka angka pengangguran akan terjadi penurunan.

Dan ini bisa memperingan beban Negara dalam usaha menciptakan lapangan

pekerjaan. Minat Berwirausaha Fu’adi (2009) mengungkapan bahwa minat berwirausaha

adalah kesediaan untuk bekerja keras dan tekun untuk mencapai kemajuan usahanya,

kesediaan untuk menanggung macam-macam resiko berkaitan dengan tindakan berusaha

yang dilakukannya, bersedia menempuh jalur dan cara baru, kesediaan untuk hidup hemat,

97
kesediaan dari belajar yang dialaminya. Jadi yang dimaksud minat berwirausaha adalah

keinginan, ketertarikan, serta kesediaan untuk bekeja keras atau berkemauan keras untuk

berdikari atau berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa merasa takut dengan

resiko yang akan terjadi, serta berkemauan keras untuk belajar dari kegagalan. Pengertian

minat wirausaha itu sendiri menurut Santoso (1993) mendefinisikan minat wirausaha adalah

gejala psikis untuk memusatkan perhatian dan berbuat sesuatu terhadap wirausaha itu dengan

perasaan senang karena membawa manfaat bagi dirinya. Sedangkan minat berwirausaha

berdasarkan prespektif waktu dibagi dalam empat kategori (Venesaar et al., 2006:), yaitu : a.

Minat untuk berwirausaha dalam jangka waktu dekat / setelah lulus. b. Minat untuk

berwirausaha pada dua tahun mendatang. c. Minat untuk berwirausaha pada jangka panjang /

di masa depan. d. Belum menentukan waktu untuk memulai. Hubungan Mata Kuliah

Kewirausahaan Dengan Minat Berwirausaha. Menurut Saroni (2012), dalam program

pendidikan dan pembelajaran aspek kewirausahaan, kita tidak cukup hanya memberikan

bekal teori atau konsep kewirausaan semata. selama proses pendidikan dan pembelajaran

kewirausahaan ini, kita berikan anak didik berbagai pelatihan aplikatif yang menggrap aspek

kewirausahaan yang aplikatif dalam kehidupan. Menurut Sari dan Kusrini (2011) salah satu

faktor penting untuk mencapai tujuan pendidikan adalah proses pembelajaran yang dilakukan

sedangkan salah satu faktor penting untuk efektivitas pembelajaran adalah faktor evaluasi

baik terhadap proses maupun hasil belajar. Berdasarkan tujuan dari mata kuliah

Kewirausahaan yaitu merubah mindset mahasiswa dari job seeker menjadi job creator dan

diharapkan mahasiswa mampu membuat rencana bisinis secara mandiri (berdasarkan silabus

mata kuliah tersebut). Sehingga variabel yang berkaitan dengan pelaksanaan mata kulaih ini

yaitu, dapat dilihat dari segi materi yang diajarkan dan penyampaian dari teori mata kuliah

yang telah dipelajari. Menurut Suryana (2013), mengemukakan bahwa seorang memiliki

minat berwirausaha karena adanya suatu motif, yaitu motif berprestasi. Motif berprestasi

98
adalah suatu nilai social yang menekankan pada hasrat untuk mencapai hasil terbaik guna

mencapai kepuasan pribadi. Dalam aspek lain keberanian membentuk kewirausahaan

didorong oleh guru sekolah, sekolah yang memberikan mata pelajaran kewirausahaan yang

paktis dan menarik dapat membangkitkan minat siswa untuk berwirausaha. (Alma, 2009).

Salah satu tahapan penting dalam proses penelitian kuantitatif adalah penentuan

variabel yang dijadikan objek. Variabel yang dimaksud meliputi sikap, motivasi, dan minat

mahasiswa berwirausaha dalam menjalankan wirausaha. Penumbuhan minat wirausaha tidak

dapat dilakukan serta merta tanpa adanya pendidikan dan pelatihan yang dapat menggerakkan

jiwa kewirausahaan seseorang. Apabila seseorang yang mempunyai pendidikan rendah, maka

dia tidak mempunyai keberanian mengambil risiko. Hal ini dapat menghambat perkembangan

aktualisasi dirinya. Pengetahuan kewirausahaan mendukung nilainilai wirausaha terutama

bagi mahasiswa, sehingga diharapkan menumbuhkan jiwa usaha untuk berwirausaha. Sikap,

motivasi dan minat mahasiswa sangat dibutuhkan bagi mahasiswa yang berwirausaha agar

mampu mengidentifikasi peluang usaha, kemudian mendayagunakan peluang usaha untuk

menciptakan peluang kerja baru. Minat mahasiswa dan pengetahuan mereka tentang

kewirausahaan diharapkan akan membentuk kecenderungan mereka untuk membuka usaha

baru di masa mendatang. Hasil penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi minat

wirausaha menunjukkan bahwa variabel minat wirausaha dipengaruhi sebesar 60,4% secara

total oleh modal, skill, tempat, dan jiwa kewirausahaan (Mulyaningsih, 2012). Wirausaha

merupakan orang yang menciptakan sebuah bisnis yang berhadapan dengan risiko dan

ketidakpastian, bertujuan memperoleh profit dan mengalami pertumbuhan dengan cara

mengidentifikasi kesempatan dan memanfaatkan sumber daya yang diperlukan. Dewasa ini,

banyak kesempatan untuk berwirausaha bagi setiap orang yang jeli melihat peluang bisnis

tersebut. Karier kewirausahaan dapat mendukung kesejahteraan masyarakat yaitu

menghasilkan imbalan finansial yang nyata (Agustina & Sularto, 2011). Dalam rangka

99
mendorong tumbuhnya jiwa kewirausahaan bagi para mahasiswa dan menciptakan lulusan

politeknik yang mampu menjadi pencipta lapangan kerja (job creator), maka perlu diadakan

pembinaan bagi mahasiswa agar mampu melaksanakan wirausaha (entrepreneur). Mahasiswa

diarahkan ber bagai program dalam rangka menumbuhkan aktivitas wirausaha dalam

lingkungan mahasiswa, seperti Kuliah Kewirausahaan (KWU), Magang Kewirausahaan

(MKU), Kuliah Kerja Usaha (KKU), dan Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) yang akan

menjadi sumber inspirasi bagi mahasiswa kelak lulus nanti. Sumardi (2007) menjelaskan

bahwa pengusaha atau wirausahawan (entrepreneur) merupakan seorang yang menciptakan

sebuah usaha atau bisnis yang diharapkan dengan risiko dan ketidakpastian untuk

memperoleh keuntungan dan mengembangkan bisnis dengan cara membuka kesempatan.

Memanfaatkan sumber daya yang diperlukan menjadi entrepreneur bagi mahasiswa perlu

ditunjang oleh setiap politeknik dalam menunjang minat berwirausaha bagi alumninya.

Politeknik perlu menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi mahasiswa untuk

menjadi individu yang berintegritas terpercaya memiliki kemampuan berusaha,

berkomunikasi, bekerja sama, dan berkepribadian. Agustina dan Sularto (2011) dalam

penelitiannya tentang Intensi Kewirausahaan Mahasiswa (Studi Perbandingan antara Fakultas

Ekonomi dan Fakultas Ilmu Komputer) dengan metode stratified random sampling

menunjukkan bahwa variabel kebutuhan akan pencapaian, efikasi diri, prestasi akademik

yang merupakan variabel dominan dalam mempengaruhi intense kewirausahaan mahasiswa

fakultas ekonomi. Kesiapan instrumentasi, efikasi diri dan pengalaman kerja yang merupakan

variabel dominan dalam mempengaruhi intense kewirausahaan mahasiswa fakultas ilmu

komputer. Ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud minat berwirausaha merupakan

keinginan, keterkaitan, serta kesediaan untuk bekerja keras atau berusaha memenuhi

kebutuhan hidupnya tanpa merasa takut dengan risiko dari kegagalan yang dialami. Rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah apakah sikap, motivasi dan minat mahasiswa

100
berpengaruh terhadap minat mahasiswa menjalankan wirausaha. Apabila lulus diharapkan

tumbuh motivasi, sikap dan minat mahasiswa sebagai penggerak wirausaha membangun roda

perekonomian nasional. Tujuannya adalah mendapatkan model kewirausahaan yang

menunjang minat ekonomi kreatif mahasiswa sebagai pilar ekonomi di masa yang akan

datang. Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) Mendapatkan gambaran sikap, motivasi dan

minat mahasiswa untuk menjalankan wirausaha 2) Mendapatkan gambaran sikap, motivasi

dan minat mahasiswa dalam pengelolaan wirausaha. Peranan politeknik dalam memotivasi

mahasiswa, sikap dan menumbuhkan minat sangat penting dalam menumbuhkan jumlah

wirausaha. Peran universitas dalam mengembangkan minat berwirausaha dan menggali

beberapa faktor yang berpengaruh pada perilaku berwirausaha telah digali oleh beberapa

peneliti (Autio, Keeley, Klofsten, & Ulfstedt, 1997; Budiati, Yani, & Universari, 2012).

Penelitian-penelitian tersebut menjelaskan bahwa minat kewirausahaan yang dapat diarahkan

melalui pendidikan kewirausahaan dipengaruhi oleh sikap dan minat terhadap kewirausahaan.

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi pendukung model kewirausahaan untuk memotivasi

mahasiswa, sehingga mendorong minat mahasiswa menjalankan usahanya tanpa ada

keraguan atau malu dalam menjalankan usaha dimulai dari awal walaupun modal kecil.

Soemanto (2002) mengatakan bahwa satu-satunya perjuangan atau cara untuk mewujudkan

manusia yang mempunyai moral, sikap, dan keterampilan wirausaha adalah dengan

pendidikan. Pendidikan membuat wawasan individu menjadi lebih percaya diri, bisa memilih,

dan mengambil keputusan yang tepat, meningkatkan kreativitas dan inovasi, membina moral,

karakter, intelektual, serta peningkatan. Motivasi adalah suatu dorongan dari dalam diri

seseorang yang mendorong orang tersebut untuk melakukan sesuatu, termasuk menjadi

young entrepreneur (Sarosa, 2005). Kebanyakan orang yang berhasil di dunia ini mempunyai

motivasi yang kuat yang mendorong tindakan-tindakan mereka. Mereka mengetahui dengan

baik yang menjadi motivasinya dan memelihara motivasi tersebut dalam setiap tindakannya.

101
Baum, Frese, and Baron (2007) menjelaskan bahwa motivasi dalam kewirausahaan meliputi

motivasi yang diarahkan untuk mencapai tujuan kewirausahaan, seperti tujuan yang

melibatkan pengenalan dan eksploitasi terhadap peluang bisnis. Motivasi untuk

mengembangkan usaha baru diperlukan bukan hanya oleh rasa percaya diri dalam hal

kemampuannya untuk berhasil, namun juga oleh kemampuannya dalam mengakses informasi

mengenai peluang kewirausahaan. Sumardi (2007) dalam penelitian tentang menakar

seberapa besar jiwa wirausaha mahasiswa teknik mesin FPTK UPI. Sampel penelitian yaitu

mahasiswa jurusan pendidikan teknik mesin angkatan 2005 berjumlah 80 orang. Penelitian

dilakukan di jurusan pendidikan teknik mesin dengan metode penelitian yang digunakan

yaitu deskriptif.

Tes dilakukan pada beberapa aspek antara lain: kepribadian, kemampuan

berhubungan dengan orang, keahlian mengatur, pemasaran dan pengelolaan keuangan. Hasil

penelitian atau tes menunjukkan bahwa sebanyak 59 mahasiswa atau 73,75% mempunyai

tingkat kecerdasan wirausaha (Entrepreneurial Inteligent Quotient = E.I.Q) dalam kategori

rata-rata. Ada Sembilan mahasiswa atau 11,25% yang memiliki EIQ di atas rata-rata.

Sebanyak 11 mahasiswa atau 13,75% memiliki EIQ di bawah rata-rata. Hanya satu orang

yang memiliki EIQ superior dan tidak terdapat mahasiswa yang memiliki EIQ lemah. Secara

umum, hasil penelitian menunjukkan skor rata-rata sebesar 233,08 artinya tergolong pada

ketegori yang memiliki potensi kerja yang baik dan dapat dikembangkan. Minat menjadi

wirausaha didefinisikan sebagai keinginan seseorang untuk bekerja mandiri (self-employed)

atau menjalankan usahanya sendiri. Budiati, Yani, dan Universari (2012) menyatakan bahwa

minat mahasiswa menjadi wirausaha dibagi dalam empat kelompok yaitu: 1) Minat untuk

memulai wirausaha dalam jangka waktu dekat 2) Minat untuk memulai wirausaha dua tahun

mendatang 3) Minat untuk memulai wirausaha untuk jangka panjang, dan 4) Tidak memiliki

minat berwirausaha. Kewirausahaan Seorang pengusaha merupakan seorang yang

102
menggabungkan sumber daya, tenaga kerja, bahan baku, serta aset lain untuk menghasilkan

nilai yang lebih besar dari sebelumnya, juga seorang yang mengenalkan perubahan, inovasi,

dan tantangan baru. Hisrich (2001) mengemukakan bahwa kewirausahaan diartikan sebuah

proses dinamis dalam menciptakan tambahan kekayaan oleh individu yang menanggung

risiko utama dalam hal modal waktu, dan/atau komitmen karier atau menyediakan nilai bagi

beberapa produk atau jasa. Produk atau jasa mungkin dapat terlihat unik ataupun tidak, tetapi

dengan berbagi cara nilai akan dihasilkan oleh seseorang pengusaha dengan menerima dan

menempatkan keterampilan dan sumber daya yang dibutuhkan. Hisrich (2001) menjelaskan

lagi bahwa kewirausahaan (entrepreneurship) adalah proses penciptaan sesuatu yang baru

pada nilai menggunakan waktu dan upaya yang diperlukan, menanggung risiko keuangan,

fisik, serta risiko sosial yang mengiringi, menerima moneter yang dihasilkan, serta kepuasan

dan kebebasan pribadi. Definisi kewirausahaan menekankan empat aspek dasar menjadi

seorang pengusaha: 1) Melibatkan proses penciptaan dan menciptakan suatu nilai baru 2)

Menuntut sejumlah waktu dan upaya yang dibutuhkan 3) Melibatkan seseorang menjadi

pengusaha, penghargaan yang paling penting adalah kebebasan, lalu kepuasan pribadi, 4)

Pengusaha akan merespon dan menciptakan perubahan melalui tindakan. Tindakan

kewirausahaan menyatu pada perilaku sebagai bentuk tanggapan atas keputusan yang

didasarkan pada pertimbangan ketidakpastian mengenai peluang untuk mendapatkan

keuntungan. Proses Kewirausahaan Proses untuk mengembangkan sebuah usaha baru terjadi

pada proses kewirausahaan (entreupreneur process), yang melibatkan lebih dari sekedar

penyelesaian masalah dalam suatu posisi manajemen. Seorang pengusaha harus menemukan,

mengevaluasi, dan mengembangkan sebuah peluang dengan mengatasi kekuatan yang

menghalangi terciptanya suatu yang baru. Proses ini memilki empat tahap yang berbeda: 1)

Identifikasi dan evaluasi peluang 2) Pengembangan rencana bisnis 3) Penetapan sumber daya

yang dibutuhkan 4) Manajemen perusahaan yang dihasilkan. Identitas peluang dan evaluasi

103
merupakan tugas yang sangat sulit. Sebagian besar peluang bisnis yang baik tidak muncul

secara tiba-tiba melainkan merupakan hasil ketajaman seseorang pengusaha melihat

kemungkinan pada beberapa kasus, pembentukan mekanisme yang dapat mengidentifikasi

peluang potensial. Prospektif kewirausahaan disajikan pada Tabel 1.

Sikap merupakan kesiapan mental atau emosional dalam beberapa jenis tindakan pada

sesuatu yang tepat. Selain itu dapat diartikan sebagai sesuatu yang dipelajari dan bagaimana

individu bereaksi terhadap situasi dan menentukan apa yang dicari dalam kehidupan. Sikap

seseorang mampu mendewasakan seseorang. Bila diperhatikan beberapa uraian di atas,

motivasi merupakan proses membangkitkan, mengarahkan dan memantapkan perilaku arah

suatu tujuan atau dengan kata lain untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Minat

sebagaimana telah diuraikan merupakan rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu

aktifitas, tanpa ada yang mempengaruhi.

104
Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa mahasiswa Jurusan Akuntansi

Politeknik Negeri Kupang dengan sikap serta motivasi berwirausaha dapat menimbulkan

minat berwirausaha. Model pembelajaran kewirausahaan diharapkan dapat menambah nilai

sikap dan motivasi mempengaruhi minat berwirausaha. Mahasiswa yang telah mendapatkan

model pembelajaran kewirausahaan akan mampu menciptakan lapangan kerja baru serta

terjadinya pendapatan sehingga menurunkan angka pengangguran

Penelitian ini dilakukan pada Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Kupang. Alasan

pemilihan lokasi tersebut dikarenakan adanya kurikulum muatan lokal mata kuliah

kewirausahaan. Sasaran penelitian ini antara lain mendapatkan gambaran minat mahasiswa

menjalankan wirausaha. Caranya adalah dengan melihat beberapa variabel antara sikap dan

motivasi yang menumbuhkan minat wirausaha mahasiswa. Sampel dalam penelitian ini

adalah individu dari mahasiswa atau kelompok mahasiswa pada semester awal sebanyak 30

orang dari populasi mahasiswa baru diambil secara acak. Identifikasi Variabel Variabel

penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat

(dependent variable) disajikan pada Tabel 2.

105
Jumlah mahasiswa semester awal atau semester satu Jurusan Akuntansi Politeknik

Negeri Kupang keseluruhan sebanyak 334 orang yang dikelompokkan dalam delapan kelas.

Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu mahasiswa semester satu diambil 30

orang. Metode penelitian ini adalah survei dengan pendekatan analisis kuantitatif. Tujuannya

adalah untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi sikap, motivasi dan minat wirausaha

mahasiswa. Metode pengumpulan data menggunakan instrumen kuesioner dengan responden

sebanyak 30 orang. Metode yang digunakan adalah simple random sampling (acak) dengan

tingkat kesalahan 5%. Data diolah dan dianalisis dengan menggunakan bantuan software

SPSS for Windowsseri 16.0.

106
Cara pengumpulan data dalam suatu penelitian ada dua jenis sumber data, yaitu data

primer (responden) dan data sekunder (penunjang). Kedua data tersebut sangat penting atau

diperlukan untuk ketepatan sejumlah informasi yang relevan dengan data tentang variabel-

variabel penelitian. Kedua data tersebut juga penting untuk menyederhanakan data yang akan

dikumpulkan, sehingga penelitian ini dapat membuat kesimpulan-kesimpulan data yang

dikumpulkan. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan survei

lapangan menggunakan kuesioner. Data dikumpulkan dengan cara melakukan penyebaran

kuesioner secara langsung ke responden yang menjadi sampel penelitian. Hal ini dilakukan

bertujuan untuk memperoleh data berupa jawaban-jawaban dari para responden.

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder.

Data primer merupakan data yang dikumpulkan dan disatukan secara langsung dari objek

107
yang diteliti untuk kepentingan penelitian. Data primer dari penelitian ini berasal dari

responden seperti jawaban atas daftar pertanyaan yang diberikan pada mahasiswa yang

menjadi sasaran. Pertanyaan berupa data yang berkaitan dengan variabel-variabel yang akan

diteliti, yaitu tentang pengetahuan wirausaha, skala usaha, pengalaman usaha, jenis usaha,

dan penggunaan informasi akuntansi.

Kesimpulan

Revolusi 4.0 memberikan kemudahan untuk mengakses teknologi informasi sehingga semua

orang dapat terhubung dengan jejaring sosial. Tantangan bagi perguruan tinggi untuk bisa

mencetak lulusannya agar siap menghadapi revolusi tersebut. Langkah yang bisa dilakukan

yaitu melalui implementasi pendidikan kewirausahaan dengan memanfaatkan teknologi

digital. Hal ini sangat penting karena perkembangan kewirausahaan sudah mengarah pada

ekonomi kretif dan digital, setiap bidang ilmu membutuhkan enterpreneur, bisa membangun

karakter wirausaha bagi mahasiswa. Intinya dengan membekali pendidikan kewirausahaan

berbasis teknologi digital diharapkan bisa membentuk character building enterpreneur.

108
Daftar Pustaka

Efa Wahyu Prastyaningtyas, 2019. Pentingnya Pendidikan Kewirausahaan Pada Mahasiswa

Dengan Memanfaatkan Teknologi Digital Sebagai Upaya Menghadapi Revolusi

4.0. Program Studi Pendidikan Ekonomi, Universitas Nusantara Pgri Kediri,

Indonesia

Sumarno, 2019. Analisis Konseptual Teoretik Pendidikan Kewirausahaan Sebagai Solusi

Dampak Era Industri 4.0 Di Indonesia. Pendidikan Ekonomi, Fakultas Keguruan

Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Riau

Muhamad Mustaqim, 2017. Membangun Intensi Wirausaha Mahasiswa: Studi Pada

Mahasiswa Prodi Mbs Dan Es Stain Kudus. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri

(Stain) Kudus, Jawa Tengah

Parhana, 2019. Entrepreneurship Bagi Mahasiswa: Antara Bisnis Dan Kebutuhan Hidup

(Studi Kasus Mahasiswa Stit Al-Amin Kreo Tangerang). Ma. Jam’iyyah Islamiyyah

Tngerang Selatan

Nova Tiara Ramadhani, 2017. Pengaruh Mata Kuliah Kewirausahaan Terhadap Minat

Berwirausaha Mahasiswa. Universitas Telkom

109

Anda mungkin juga menyukai