Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISIS SEDIAAN FARMASI

“PENGARUH METODE PENGGERUSAN TABLET VITAMIN C


TERHADAP KADAR BAHAN AKTIF ”

Disusun Oleh:
O
L
E
H
Nur Eka Putri Sante
20101105054
Farmasi B

Dosen Pengampu :
Elly Juliana Suoth S.Si, M.Farm
PRODI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2022
PRAKTIKUM II

A. Tujuan Praktikum
Mahasiswa dapat mengetahui apakah metode penggerusan manual dan blender
terhadap tablet vitamin C akan mempengaruhi kadar asam askorbat.

B. Dasar Teori
Umumnya cara penggerusan tablet dipilih dengan metode blender agar lebih
cepat tanpa mempertimbangkan karakteristik bahan aktif (stabil atau tidaknya
terhadap panas). Alat blender merupakan alat elektronik yang akan menghasilkan
panas. Untuk mengetahui apakah proses penggerusan manual mortir–stamper
dibanding dengan alat elektronik (alat pulverization) akan mempengaruhi kadar
bahan aktif, maka diperlukan suatu penelitian tersendiri.

Penelitian uji kadar sampel serbuk vitamin C yang didapat dari tablet vitamin
C yang digerus dengan alat manual dengan mortir–stamper dan dengan alat blender.
Karakteristik vitamin C adalah sangat mudah teroksidasi oleh panas, cahaya dan
logam. Vitamin C mudah larut dalam air.

Vitamin C tidak stabil terhadap adanya panas dan menyebabkan kadar vitamin
C dapat berkurang. Vitamin C juga sering diresepkan dokter dalam bentuk sediaan
pulveres (serbuk). Syarat kandungan asam askorbat sampel vitamin C pada penelitian
ini mengacu pada persyaratan Farmakope Indonesia Edisi ke IV dimana tablet
vitamin C mengandung asam askorbat tidak kurang dari 90 % dan tidak lebih dari
110,0 % (Departemen Kesehatan RI, 1995). Terdapat beberapa metode uji penetapan
kadar vitamin C yaitu metode titrasi, metode spektrofotometri, metode titrasi iodium,
metode DPPH dan metode HPLC (Techinamuti & Pratiwi, 2018).
C. Alat dan Bahan
● Alat
• Mortir & Stamper
• Pulverization
• Ayakan mesh 100
• Timbangan
• Blender
• Labu ukur
• Membran nylon 0,2 mikron
• Pipet
• Kertas saring
• Vial analit
● Bahan
• Tablet vitamin C IPI
• KH2PO4
• Metanol

D. Cara Kerja
1. Preparasi Pembuatan Serbuk Vitamin C
Tablet vitamin C secara terpisah digerus digerus dengan menggunakan mortir stamper
dan alat pulverization dan diayak dengan ayakan mesh 100.
2. Preparasi Sampel Vitamin C
Serbuk vitamin C hasil penggerusan tablet vitamin C secara manual mortirstamper
(SVCM) dan serbuk vitamin C hasil penggerusan tablet vitamin C dengan alat
pulverization (SVCP), masing-masing ditimbang sebanyak 1,0 gram dan
dilarutkan dengan metanol ad 50,0 mL. Masing- masing sampel selanjutnya
difilter dengan membran nylon 0,2 mikron dan dimasukan dalam vial analit.
3. Analisa Kuantitatif Dengan HPLC, kondisi HPLC :
• Instrument : HPLC Agilent 1100 Series dengan autosampler dan detektor PDA
• Kolom : Merck LiChrospher 100 RP-18, 4 x 250 mm, 5 µm
• Laju Alir : 0,6 ml/ menit
• Suhu : 22 0C
• λ : 260 nm untuk vitamin C dan 210 untuk asam tartarat (baku internal)
• loop injeksi : 10 µL
4. Pembuatan Fase Gerak
Fase gerak yang digunakan adalah KH2PO4 0,02 M dan metanol. Dimana perbandingan
fase gerak KH2PO4 0,02 M dan metanol adalah 40:60 (v/v). KH2PO4 0,02 M dibuat
dengan cara menimbang KH2PO4 sebesar 272 mg dan dilarutkan dengan aquabidest pro
injeksi dalam labu ukur sampai 100,0 mL kemudian disaring.
5. Persiapan Larutan Baku Induk Vitamin C
Baku vitamin C dibuat sebesar 1000 ppm dengan cara melarutkan 25,0 mg dalam 25,0
mL metanol.
6. Pembuatan Kurva Kalibrasi
Larutan baku induk Votamin C 1000 ppm dipipet ke dalam labu ukur 10,0 mL masing-
masing sebesar 5,0 mL; 4,0 mL; 3,0 mL; 2,0 mL dan 1,0 mL (500 ppm; 400 ppm; 300
ppm; 200 ppm dan 100 ppm), selanjutnya masing- masing disaring dengan membran
nylon 0,2 mikron lalu diinjeksikan sehingga didapatkan luas area. Luas area vs kadar
selanjutnya diplot menjadi persamaan regresi linier: y = a + bx dan nilai korelasinya
7. Penentuan Kadar Vitamin C Dalam Sampel
Serbuk sampel ditimbang masing-masing 1000 mg dan dilarutkan dengan metanol p.a
kemudian disaring dengan kertas saring dan ditampung pada labu ukur hingga 50,0 mL
dan ditambahkan metanol p.a ad tanda. Larutan sampel disaring terlebih dahulu dengan
membran nylon 0,2 mikron dan dimasukkan ke dalam vial analit kemudian diinjeksikan
pada HPLC dengan fase gerak KH2PO4 0,02 M dan metanol adalah 40:60 (v/v)

Analisis Data
Uji LoQ dibuat dengan mengencerkan larutan kerja standar LoQ ke dalam plasma
untuk mendapatkan konsentrasi Carbamazepine 25 dan 50 ng/mL. Selanjutnya dilakukan
preparasi sampel dengan 5 replikasi tiap konsentrasi. Setelah diinjeksikan ke dalam KCKT
dihitung % CV dan % bias.
Uji selektifitas dibuat dengan mengencerkan larutan kerja standar LoQ konsentrasi
0,5 ppm ke dalam plasma untuk mendapatkan konsentrasi Carbamazepine 50 ng/mL.
Dilakukan dua replikasi beserta satu blanko plasmanya. Uji selektifitas dilakukan pada 6
plasma dari individu yang berbeda. Setelah dilakukan preparasi sampel dan diinjeksikan
ke dalam KCKT kemudian diamati gangguan analit dari 6 blanko plasma tersebut.
Presisi (intra-day dan inter-day), akurasi (intra-day dan recovery) serta akurasi inter-
day terdiri atas sampel QC (Quality Control) konsentrasi 150; 800 dan 4000 ng/mL yang
dibuat dengan mengencerkan larutan WS2 ke dalam plasma untuk mendapatkan
konsentrasi Carbamazepine 150 (QCL), 800 (QCM) dan 4000 (QCH) ng/mL. Presisi
akurasi intra-day dan recovery dibuat 5 replikasi tiap konsentrasi dalam hari yang sama,
sedangkan presisi akurasi inter-day dibuat 5 replikasi tiap konsentrasi pada 5 hari yang
berbeda. Setelah dilakukan preparasi sampel dan diinjeksikan ke dalam KCKT, kemudian
dihitung % CV (untuk presisi), % bias (untuk akurasi) dan % recovery (untuk uji
recovery).
E. Hasil
Hasil kurva kalibrasi dari larutan Vitamin C konsentrasi 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm,
400 ppm dan 500 ppm, didapatkan nilai Y = 40,53087 x + 49,71443 dengan nilai r =
0,99982.

Pada gambar 1 merupakan kurva kalibrasi standar vitamin C Analisa sampel serbuk
vitamin C (SVCM) dan (SVCP) dilakukan masingmasing sebanyak replikasi 2x. Data
konsentrasi sampel, dirangkum dalam Tabel 1.

F. Pembahasan
Berdasar data yang diperoleh dalam Tabel 1, diketahui bahwa kadar asam askorbat dari
tablet vitamin C hasil penggerusan secara manual dengan menggunakan mortir-stamper
adalah lebih tinggi dibandingkan dengan serbuk vitamin C hasil penggerusan dengan alat
elektronik pulverization. Hal tersebut dikarenakan alat pulverization merupakan alat
elektronik yang dapat menghasilkan panas sehingga dapat mengurai asam askorba.

Pada Farmakope Indonesia Edisi IV disebutkan bahwa tablet vitamin C mengandung


Asam Askorbat C6H8O6 tidak kurang dari 90 % dan tidak lebih dari 110, 0 % dari kadar
yang tertera pada etiket.

Penelitian ini menggunakan sampel ablet vitamin C dengan bobot per tablet 250 mg dan
kandungan asam askorbat 50 mg, sehingga persyaratan kandungan vitamin C yang
memenuhi adalah 45 mg, 55 mg per tablet vitamin C. Penelitian ini menggunakan sampel
dengan bobot 1000 mg, yang berarti dibutuhkan 4 tablet sehingga kandungan asam
askorbat sesuai dengan etiket adalah 50 mg x 4 tablet = 200 mg.

Hasil uji penetapan kadar SVCP ratarata (hasil replikasi 2x) adalah 180,545 mg, bila
dibandingkan dengan nilai kadar yang sebenarnya adalah 180,545 mg/ 200 mb x 100 % =
90,27 %. Kadar SVCM ratarata adalah 192,396 mg, dibanding dengan nilai kadar
sebenarnya adalah 192,396 mg/ 200 mg x 100 % dan kadar SVCM rata-rata adalah 96,20
%.

Dari data hasil penelitian tersebut dapat dikatakan baik vitamin C yang digerus manual
dengan vitamin C yang digerus dengan alat elektronik pulverization, keduanya masih
memiliki kandungan asam askorbat yang memenuhi persyaratan FI IV.

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat dikatakan bahwa pelayanan kefarmasian peracikan
sediaan pulveres vitamin C dapat dilakukan secara lebih cepat (bila menggunakan alat
pulverization) serta tidak menjadikan mutu sediaan pulveres menjadi berkurang atau
berbeda dibanding dengan metode penggerusan manual.

Bila ditinjau dari segi metode penetapan kadar vitamin C, metode yang
digunakan dalam penelitian ini membutuhkan sampel uji 50 % lebih hemat dibanding
metode spektrofotometer UV, selain itu juga membutuhkan jumlah pelarut 4x lipat lebih
banyak dibanding metode HPLC.

Selain itu kelebihan HPLC dalam pengukuran vitamin C adalah lebih akurat dibanding
dengan titrasi iodometri. Metode titrasi iodometri lebih sederhana serta tidak memerlukan
instrument yang lebih canggih dibanding HPLC, namun hasil yang didapat kurang akurat
karena vitamin C dapat dipengaruhi oleh zat lain
Penetapan kadar kloramfenikol dalam sediaan tetes telinga ini menggunakan
metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Metode ini bagus digunakan karena
metode ini memiliki kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi, mudah
melaksanakannya, mampu memisahkan molekul – molekul dari suatu campuran, dapat
dihindari terjadinya dekomposisi / kerusakan bahan yang dianalisis, resolusi yang baik,
dapat digunakan bermacam – macam detektor, kolom dapat digunakan kembali (Snyder
dan Kirkland, 1979).

Penelitian ini menggunakan KCKT dengan sistem fase terbalik. Fase diam yang
digunakan adalah kolom C-18 yang relatif kurang polar dibandingkan dengan fase gerak
yang digunakan, yaitu metanol : aquabidest (70:30) yang lebih polar, dengan
menggunakan detektor UV pada panjang gelombang 273 nm. Penelitian yang dilakukan
oleh Sari dan Utami, 2013 menggunakan fase gerak metanol : air (40:60) pada sediaan
tetes mata memberikan hasil yang memenuhi syarat untuk parameter linearitas,
selektivitas, LOD, LOQ, dan presisi namun masih memiliki akurasi yang kurang
memenuhi syarat yang telah ditetapkan.

Sebelum dilakukan validasi metode dan penetapan kadar, terlebih dahulu dilakukan
penentuan panjang gelombang maksimum baku kloramfenikol menggunakan
spektrofotometer UV dengan pelarut metanol. Penentuan panjang gelombang maksimum
pada penelitian ini dilakukan dengan pelarut metanol menggunakan spektrofotometer UV
pada rentang panjang gelombang antara 200-300 nm. Hasil penentuan panjang gelombang
dengan konsentrasi 20 µg/ml, diperoleh panjang gelombang maksimum 273,4 nm dengan
serapan 0,638 yang memberikan puncak yang baik dan hampir sesuai dengan literatur
yang ada. Hasil panjang gelombang yang diperoleh mengalami sedikit pergeseran dari
panjang gelombang literatur yaitu 272 nm, (Suguna dkk, 2014)

Validasi metode analisa yang dilakukan bertujuan untuk membuktikan bahwa


metode yang digunakan dalam penelitian ini memenuhi persyaratan yang telah ditentukan,
sesuai dengan tujuan penggunaannya, sehingga hasil yang diperoleh dari penelitian yang
dilakukan merupakan hasil yang baik dan dapat dipercaya (Harmita, 2004). Persamaan
kurva kalibrasi (linearitas) menunjukkan hubungan antara luas area dan konsentrasi
larutan standar.

Pengukuran kurva kalibrasi (linearitas) diukur dengan konsentrasi 5 µg/ml, 10


µg/ml, 15 µg/ml, 20 µg/ml, dan 25 µg/ml yang dibuat dari larutan induk baku
kloramfenikol 200 µg/ml. Dari hasil kurva kalibrasi (linearitas) diperoleh persamaan
regresi linier yaitu Y = 39020,92 X + 196296 dengan nilai r = 0,998. Nilai r bisa diterima
karena (r) tabel < (r) hitung yaitu 0,811 < 0,998 sehingga memenuhi uji linearitas (Harmita,
2004).

Parameter validasi selanjutnya yaitu akurasi yang dinyatakan sebagai persen


perolehan kembali (%recovery) analit yang ditambahkan. Akurasi dapat ditentukan dengan
2 cara yaitu, metode simulasi (spiked-placebo recovery) dan metode penambahan bahan
baku (standard addition method) (Harmita, 2004). Penelitian ini menggunakan metode
penambahan bahan baku (standard addition method) yaitu sampel dianalisis, lalu sejumlah
tertentu larutan baku yang diperiksa ditambahkan ke dalam sampel dicampur dan dianalisis
lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang
diharapkan).

Hasil perhitungan dari nilai persen perolehan kembali (%recovery) yang diperoleh
ialah sebesar 91,03 % dimana persen perolehan kembali ini menunjukkan bahwa metode
yang digunakan memenuhi syarat akurasi yang baik. Menurut Gunawan (1994), suatu
metode mempunyai akurasi yang baik apabila nilai persen perolehan kembali berkisar
antara 80 – 120 %.

Presisi merupakan salah satu parameter validasi yang menunjukkan bahwa hasil
yang didapat dalam pengukuran tidak memiliki perbedaan yang jauh dari hasil sebenarnya.
Pengukuran uji presisi dilakukan pada salah satu konsentrasi. Untuk menentukan presisi
diukur dari simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi). Uji presisi
dinyatakan memenuhi persyaratan atau kriteria apabila nilai %RSD-nya kurang atau sama
dengan 5%. Pada pengujian dengan KCKT, nilai RSD antara 1-2 % biasanya
dipersyaratkan untuk senyawa – senyawa aktif dalam jumlah banyak, sedangkan untuk
senyawa – senyawa dengan kadar sekelumit, RSD berkisar antara 5 – 15 % (Gandjar dan
Rohman, 2007).
Pengukuran uji presisi pada salah satu larutan standar kloramfenikol dengan
konsentrasi 15 µg/ml sebanyak 6 kali pengulangan, dibaca luas areanya. Hasil perhitungan
simpangan baku (SD) diperoleh nilai sebesar 0,8711 %, nilai RSD-nya yaitu sebesar 6,09
% sehingga uji presisi yang diukur pada salah satu larutan standar kloramfenikol telah
memenuhi persyaratan atau kriteria yaitu nilai %RSD-nya sebesar 5-15 % (Gandjar dan
Rohman, 2007).

Kurva kalibrasi (linearitas) yang didapat, digunakan untuk menentukan batas


deteksi dan batas kuantitasi. Batas deteksi (LOD) digunakan untuk mengetahui konsentrasi
analit terendah dalam suatu sampel yang masih dapat dideteksi. Batas kuantitasi (LOQ)
digunakan untuk mengetahui kuantitas analit terkecil yang masih dapat menghasilkan
pengukuran yang teliti dan seksama (Harmita, 2004). Persamaan regresi dari kurva baku
(linearitas) diketahui batas deteksi yang diperoleh ialah sebesar 1,4920 µg/ml, angka ini
menunjukkan bahwa konsentrasi kloramfenikol terendah dalam sampel yang masih dapat
dideteksi oleh KCKT. Batas kuantitasi yang diperoleh ialah sebesar 4,9734 µg/ml. Dimana
nilai tersebut cukup memadai untuk analisis kualitatif dan kuantitatif kloramfenikol dalam
sediaan tetes telinga secara KCKT.

Penetapan kadar kloramfenikol dalam sediaan tetes telinga dapat dilakukan dengan
menggunakan data luas area. Dalam penelitian ini digunakan perhitungan menggunakan
data luas area, sebab luas area kromatogram sebanding (proporsional) dengan konsentrasi
zat yang menghasilkan puncak (Putra, 2004).

Hasil penelitian penetapan kadar kloramfenikol dalam 3 sampel tetes telinga merk
A sebesar 1,17% , merk B sebesar 1,20%, dan merk C sebesar 1,19%. Berdasarkan hasil
penelitian tersebut, dapat dilihat bahwa kadar kloramfenikol yang terdapat dalam 3 sampel
uji memenuhi persyaratan yaitu untuk tetes telinga kloramfenikol mengandung tidak
kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 130,0% kloramfenikol dari jumlah yang tertera pada
etiket (Kemenkes RI, 2014).
G. Kesimpulan

Teknik penggerusan tablet vitamin C metode manual mortir–stamper dan dengan alat
blender (pulverization) tetap menghasilkan sediaan serbuk vitamin C dengan kandungan
asam askorbat sesuai dengan persyaratan FI IV. Metode penetapan kadar vitamin C
dengan metode HPLC terbukti akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Dipahayu dan S. N. Permatasari. 2019. PENGARUH METODE PENGGERUSAN


TABLET VITAMIN C TERHADAP KADAR BAHAN AKTIF. Jurnal Kimia Riset,
Volume 4(2), 94 - 99.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Depkes-RI
Techinamuti, N & Pratiwi, R. 2018. Review : Metode Analisis Kadar Vitamin C.
Farmaka, 16 (2), 309-315.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Farmakope Indonesia. Depkes-RI

Anda mungkin juga menyukai