Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
NOMOR SE - 01/PJ./1991
TENTANG
PAJAK MASUKAN YANG TIDAK DAPAT DIKREDITKAN DAN PEMBEBANANNYA SEBAGAI BIAYA PERUSAHAAN
1. Dalam Pasal 9 ayat (8) huruf a, b dan c Undang-undang PPN 1984 telah ditetapkan bahwa Pajak Masukan tidak dapat
dikreditkan terhadap Pajak Keluaran bagi pengeluaran untuk :
a. pembelian Barang atau Jasa sebelum Pengusaha dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
b. pembelian Barang dan pengeluaran biaya lain yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan proses
menghasilkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.
c. pembelian dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van dan kombi.
2. Pedoman lanjut mengenai pengertian Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 ayat (8) huruf b Undang-undang PPN 1984 telah diberikan dalam Keputusan Menteri Keuangan dan Surat Edaran
dari Direktur Jenderal Pajak yaitu:
a. Pembelian BKP/JKP sebelum Pengusaha dikukuhkan menjadi PKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (8) huruf a UU. PPN 1984.
b. Pembelian dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van dan kombi sesuai dengan
Pasal 9 ayat (8) huruf c Undang-undang PPN 1984 kecuali untuk barang dagangan atau untuk digunakan
secara langsung sesuai dengan bidang usahanya.
c. Pembelian yang sifatnya untuk kepentingan pribadi Pemilik/Pemegang saham, Direktur, Komisaris dan
Karyawan.
d. Penyerahan yang Pajak Keluarannya ditanggung Pemerintah kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
2.2. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No.: SE-50/PJ.71/1989 tanggal 2 Desember 1989 dengan lampiran Buku
Petunjuk Umum Pembukuan Untuk Perpajakan. Dalam butir 5.5.
Buku Petunjuk Umum Pembukuan Untuk Perpajakan telah diberikan Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan
yang tidak dapat dikreditkan karena tergolong tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha,
antara lain Pajak Masukan untuk :
- perolehan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak untuk kepentingan Direktur, pengurus perusahaan maupun
karyawan.
- hadiah/sumbangan sepanjang Barang Kena Pajak yang dihadiahkan/ disumbangkan adalah bukan hasil
produksinya.
- penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak yang Pajak Keluarannya ditanggung Pemerintah.
3.1. Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 1985 tentang Pelaksanaan PPh 1984, pada dasarnya
PPN yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a UU
PPh 1984 adalah sebesar PPN yang tidak dapat dikreditkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983.
a. PPN Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran, sehingga PPN Pajak Masukan tersebut
tidak merupakan beban biaya bagi perusahaan.
b. PPN Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran dapat digolongkan :
b.1. PPN Pajak Masukan yang berkenaan dengan pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh Barang
dan Jasa yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(1) huruf a UU PPh 1984.
b.2. PPN Pajak Masukan yang berkenaan dengan pengeluaran-pengeluaran untuk pembelian Barang dan
Jasa yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 UU
PPh 1984.
3.3. Dalam melaksanakan ketentuan Pasal 1 PP No. 42 Tahun 1985 tersebut hendaknya tetap dalam rangka
melaksanakan ketentuan dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a jo. Pasal 9 UU PPh 1984. Oleh karena itu perlu
ditegaskan bahwa Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan yang berkenaan dengan pengeluaran-pengeluaran
yang termasuk dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh 1984, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam
menghitung Penghasilan Kena Pajak. Sebaliknya Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan yang berkenaan
dengan pengeluaran-pengeluaran yang termasuk dalam Pasal 9 ayat (1) UU PPh1984, tidak boleh dikurangkan
dari penghasilan bruto.
4. Sehubungan dengan hal itu, untuk lebih memberikan kepastian dan keseragaman pengertian tentang Pajak Masukan
yang tidak dapat dikreditkan serta pembebanannya sebagai biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto
dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, dengan ini diberikan petunjuk lebih lanjut tentang Pajak Masukan yang
tidak dapat dikreditkan dan pembebanannya sebagai biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah
Nomor 42 Tahun 1985 dihubungkan dengan sifat, tujuan serta usul-usul BKP/JKP yang digunakan sebagai berikut :
Pemakaian sendiri hasil produksi sendiri dilihat dari tujuan pemakaiannya dibedakan dalam :
b. Pemakaian sendiri untuk tujuan produktif.Yang dimaksud pemakaian sendiri untuk tujuan
produktif adalah pemakaian hasil produksi sendiri untuk keperluan yang berhubungan langsung
dengan kegiatan usahanya.
Contoh :
Pabrikan mobil/truck mempergunakan sendiri truck yang diproduksinya untuk kegiatan usaha
mengangkut bahan baku spare parts/barang dagangan dari suatu tempat ke pabriknya atau ke
tempat pembeli.
Perlakuan PPN :
Atas pemakaian sendiri ini terutang PPN. Pajak Keluaran harus dibayar sendiri oleh pengusaha
yang bersangkutan. PPN yang dibayar merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
Perlakuan PPh :
Karena telah dikreditkan sebagai Pajak Masukan maka PPN tidak dapat di bebankan sebagai
biaya untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak.
Untuk PPN, Pajak Masukan atas perolehan BKP yang berasal bukan dari produksinya sendiri yang digunakan
untuk pemakaian sendiri dengan tujuan konsumtif maupun pemberian cuma-cuma berupa hadiah/sumbangan
tidak dapat dikreditkan sebagaimana ditegaskan dalam Buku Petunjuk Umum Pembukuan Untuk Perpajakan.
Untuk PPh, apabila pengeluaran tersebut termasuk dalam pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf d,f, h dan i UU PPh tahun 1984, maka
Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan yang berkenaan dengan pengeluaran tersebut juga tidak dapat
dibebankan sebagai biaya.
Demikian untuk dimaklumi dan supaya penegasan ini disebar-luaskan kepada semua pihak di wilayah kerja Saudara masing-masing.
ttd
Drs. MAR'IE MUHAMMAD