Anda di halaman 1dari 13

TUGAS TUTORIAL III

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

NAMA : SITI NURENI SYAHBRINA


NIM : 856603702
PRODI : PGSD
Tugas 3
Pendidikan Kewarganegaraan
Indonesia merupakan negara yang besar baik dari segi wilayahnya maupun dari segi
penduduknya. Indonesia merupakan negara kepualaian dengan jumlah lebih dari 17.000 yang
sudah cukup dapat dikatakan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia.
Oleh karena itu, Indonesia mempunyai gagasan tentang otonomi daerah. Bersamaan dengan
bergulirnya era reformasi di Tahun 1998 yang memunculkan tuntutan dari masyarakat tentang
perlunya managemen pemerintahan yang baru. Hal tersebut disebabkan bahwa pemerintahan
yang sentralistik pada kenyataannya masih banyak kekurangan. Tuntutan tersebut kemudian
ditindak lanjuti dengan disahkannya UU No. 22 tahun 1999 Tentang Pemerintah daerah.

Soal 1 (skor 25)

Dari uraian di atas lakukanlah analisis faktor-faktor yang dapat memperngaruhi keberhasilan
otonomi daerah di Indonesia! (

Petunjuk: silahkan baca dan pahami terlebih dahulu tentang otonomi daerah yang ada dalam
BMP MKDU4111)

Jawab: otonomi daerah harus dilaksanakan dengan penuh perhitungan dan dilandasi dengan
prinsip yang jelas. Adapun prinsip otonomi daerah secara garis besar dapat ditelaah dari
beberapa pernyataan berikut ini (Wahidin, 2015: 86). Pelaksanaan otonomi daerah harus
memperhatikan aspek demokratis, keadilan, pemerataan, potensi, dan keanekaragaman daerah.
Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas nyata dan bertanggung jawab.
Pelaksanaan otonomi luas di tingkat kabupaten dan kota, sedangkan di tingkat provinsi otonomi
terbatas. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi. Pelaksanaan otonomi
daerah harus meningkatkan kemandirian daerah. Pelaksanaan otonomi daerah harus
meningkatkan fungsi legislatif dan fungsi anggaran. Pelaksanaan otonomi daerah harus
berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian
hubungan antar susunan pemerintahan di samping perlu berpegang pada prinsip-prinsip
sebagaimana dikemukakan di atas juga harus taat asas. Asas otonomi daerah tersebut dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu asas yang umum dan asas yang khusus. Asas umum terdiri atas
kepastian hukum, tertib penyelenggaraan negara, kepentingan umum, keterbukaan,
proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas. Sedangkan asas khusus
dapat dibagi lagi menjadi tiga, yaitu asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.
Asas desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah
otonom dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Asas dekonsentrasi adalah
pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di
daerah/perangkat pemerintah pusat di daerah. Asas tugas perbantuan adalah penugasan dari
pemerintah kepada daerah dari desa dan dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu
yang disertai dengan pembiayaan, sarana, dan prasarana serta sumber dayanya dengan tanggung
jawab melaporkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan. Berbagai macam prinsip dan asas
di dalam pelaksanaan otonomi daerah tersebut diterapkan dengan maksud agar tujuan-tujuan
otonomi daerah dapat tercapai. Sebagaimana yang dikemukakan pada pembahasan di atas,
otonomi daerah ini adalah satu kebijakan besar di dalam pengelolaan pemerintahan yang
diharapkan mampu mengantarkan bangsa dan negara Indonesia pada kondisi masyarakat yang
adil dan makmur secara merata. Sebagai sebuah kebijakan tentu saja ada persoalan yang dihadapi
di dalam implementasinya. Namun demikian, terlepas dari berbagai macam persoalan tersebut,
otonomi daerah dapat dianggap sebagai satu langkah besar bangsa dan negara ini di dalam
mengupayakan kesejahteraan bagi para warganya. Sebaik apapun pelaksanaan otonomi daerah,
tidak akan berjalan dengan baik dan meraih sasaran apabila tidak didasari dengan ‘niatan’ yang
baik dari pemerintah daerah untuk menjalankan kebijakan tersebut dengan sebaik baiknya. Oleh
karena itu, di dalam pelaksanaan otonomi daerah perlu dukungan satu aspek lagi di dalam
pemerintahan, yaitu sebuah tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih atau disebut dengan a
good and clean government. Untuk dapat melaksanakan tugas otonomi dengan sebaik-baiknya,
ada beberapa faktor/ syarat yang perlu mendapat perhatian. Iglesias menyebutkan faktor-faktor
tersebut adalah : a. Resource b. Structure c. Technology d. Support Ada 4 faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan otonomi Daerah : 1. Manusia pelaksananya harus baik adalah faktor
yang esensial dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah. Pentingnya faktor ini, karena
manusia merupakan subyek dalam setiap aktivitas pemerintahan. Manusialah yang merupakan
pelaku dan penggerak proses mekanisme dalam sistem pemerintahan. 2. Keuangan harus cukup
baik Istilah keuangan disini mengandung arti setiap hak yang berhubungan dengan masalah
uang, antara lain berapa sumber pendapatan, jumlah uang yang cukup dan pengelolaan keuangan
yang sesuai dengan tujuan dan peraturan yang berlaku. 3. Peralatannya harus cukup dan baik
Pengertian peralatan disini adalah setiap benda atau alat yang dapat dipergunakan untuk
memperlancar pekerjaan atau kegiatan Pemerintah daerah. 4. Organisasinya dan menejemennya
harus baik Organisasi yang dimaksudkan adalah organisasi dalam arti struktur yaitu susunan
yang terdiri dari satuan satuan organisasi beserta segenap pejabat dan kekuasaan. Faktor
Manusia Pelaksana Faktor manusia pelaksana sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (1) Undang-
undang No.5 Tahun 1974 yaitu,
1. Kepala Daerah
Tugas kepala daerah adalah sangat berat dalam kesatuan republik Indonesia, kepala
daerah disamping merupakan alat daerah juga sebagai alat pemerintah pusat. Tugas
sebagai alat daerah adalah ;
a. Menjalankan hak, wewenang dan kewajiban pimpinan pemetintahan daerah.
b. Mewakili daerahnya didalam dan diluar pengadilan
c. Bersama-sama dengan DPRD membuat anggaran pendapatan dan belanja daerah dan
peraturan daerah Tugas sebagai pemerintah pusat adalah :
a. Membeina ketentraman dan ketertiban diwilayahnya sesuai denga kebijaksanaan
keterntraman dan ketertiban yang ditetapkan pemerintah
b. Melaksanakan segala usaha dan kegiatan dibidang pembinaan kesatuamn bangsa
c. Menyelenggarakan koordinasi atas kegiatan instansi vertical
d. Membimbing dan mengawasi penyenggaraan pemerintahan daerah
e. Mengusakan secara terus menerus agar segala peraturan perundang-undangan dan
peraturan derah dijalankan oleh instansi pemerintah dan pemerintah daerah
f. Melaksanakan segala tugas pemerintah yang tidak termasuk dalam tugas sesuatu
instansi lainnya

2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah


Sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (1) Undang-undang No.5 Tahun 1974, Dewan
Perwakilan Rahyat Daerah adalah salah satu alat daerah disamping Kepala Daerah.
Didalam penjelasan umum undang-undang tersebut diterangkan bahwa : “ Kontruksi
yang demikian ini menjamin adanya kerja sama yang serasi antara Kepala Daerah dengan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk mencapai tertib pemerintah didaerah. Dengan
demikian, maka dalam penyelenggaraan pemerintah daerah, ada pembagian tugas yang
jelas dan dalam kedudukan yang sama tinggi antara kepala daerah dan dewan perwakilan
rakyat daerah yaitu kepala daerah memimpin dibidang Eksekutif dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah bergerak dalam bidang legeslatif ” William Mitchel menjabarkan secara
ringkas tentang kegiatan pemerintahan sebagai berikut :
a. Mobilization of resources
b. Allocation of resources
c. Distribution of benefits
d. Distribution of burdens or costs
e. Rules and regulations
f. Division and stabilizations
3. Kemampuan Aparatur Pemerintah Daerah
Suatu daerah disebut daerah otonom apabila memiliki atribut sebagai berikut :
1. Kemapuan urusan tertentu yang disebut urusan rumah tangga daerah, urusan rumah
tangga daerah ini merupakan urusan uang diserahkan oleh pemerintah pusat kepala
daerah
2. Urusan rumah tangga daerah itu diatur dan diurus/diselenggarakan atas
inisiatif/prakarsa dan kebijakan daerah itu sendiri
3. Untuk mengatur dan mengurusurusan rumah tangga daerah tersebut, maka daerah
memerlukan aparatur sendiri yang bterpisah dari aparatur pemerintah pusat, yang mampu
untuk menyelenggarakan urusan rumah tangga daerahnya
4. Mempunyai sumber keuangan sendiri yang dapat menghasilkan pendapatan yang
cukup bagi daerah, agar dapat membiayai segala kegiatan dalam rangka penyelenggaraan
urusan rumah tangga daerahnya Ada rician 19 Jenis urusan rumah tangga daerah:
1. Urusan Pertanian
2. Urusan Kehewanan/Perternakan
3. Urusan Perikanan Darat
4. Urusan Perikanan Laut
5. Urusan Karet Rakyat
6. Urusan Kehutanan
7. Urusan Pendidikan dan kebudayaan
8. Urusan Kesehatan
9. Urusan Pekerjaan Umum
10. Urusan Perindustrian Kecil
11. Urusan Bimbingan dan Perbaikan Sosial
12. Urusan Kesejahteraan Buruh
13. Urusan Perumahan
14. Urusan Lalu lintas dan Angkutan Jalan Raya
15. Urusan Pemerintahan Umum
16. Urusan Pertambangan (diluar Mijnwet)
17. Urusan Perusahaan dan Proyek Negara
18. Urusan Perkebunan Besar
19. Urusan Parawisata.

4. Partisipasi Masyarakat
Dari beberapa pendapat yang ada, dapat disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat dapat
terjadi pada empat jenjang:
1. Partisipasi dalam proses pembuatan keputusan
2. Partisipasi dalam pelaksanaan
3. Partisipasi dalam pemamfaatan hasil
4. Partisipasi dalam evaluasi Faktor Keuangan Daerah Salah satu kriteria penting
untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan
mengurus rumah tangganya adalah kemampuan Self-supporting dalam bidang-
bidang keuangan. Menurut Wajong Uang adalah :
a. Alat untuk mengukur harga barang dan harga jasa
b. Alat untuk menukar barang dan jasa
c. Alat penabung Dalam hubungannya dengan keuangan daerah, maka
ketentuan perundang-undangan yang mengaturnya adalah bagian XIII
paragraf I, Pasal 55 Undang-undang No.5 Tahun 1974 tentang pokok-
pokok pemerintahan daerah yang berbunyi sebagai berikut, sumber
pendapatan daerah :
• Pendapatan asli daerah sendiri,yang terdiri dari
• : • Hasil pajak daerah
• Hasil restribusi daerah
• Hasil perusahaan daerah
• Lain lain hasil usaha daerah yang sah b. Pendapatan berasal dari
pemberian pemerintah yang terdiri dari :
• Sumbangan dari pemerintah
• Sumbangan lain yang diatur dengan peraturan perundang-
undangan
• Lain-lain pendapatan yang sah Pajak Daerah Pajak daerah menurut
para ahli Rochmad Sumitro: Pajak ialah iuaran rakyat kepada kas
negara (peralihan kekayaan dari sektor partikelir ke sektor
pemerintahan) berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan)
dengan tidak mendapatkan jasa timbal (tegen prestatie) untuk
membiayai pengeluaran umum (publike uitgaven), dan yang
digunakan sebagai alat pencegah atau pendorong untuk mencapai
tujuan yang ada diluar bidang keuangan. Tidak semua jenis pajak
yang menjadi wewenang daerah dapat dipungut oleh daerah-
daerah. Hal ini dapat disebabkan oleh :
1. Objeknya tidak ada didaerah
2. Hasil pungutannya jauh lebih kecil dari biaya pungutannya
3. Peraturan pelaksanaannya belom ada, sebab belom ada pedoman pelaksanannya
4. Adanya pembekuan atau pencabutan oleh pemerintah
5. Adanya larangan pemerintah terhadap kegiatan-kegiatan tertentu justru merupakan
objek pajak
Restribusi Daerah Pengertian restribusi secara umum ialah pembayaran-pembayaran
kepada negara yang dilakukan oleh mereka yang menggunakan jasa-jasa negara atau
merupakan iuaran kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dan jasa balik secara
langsung dapat ditunjuk. Ciri – ciri mendasar restribusi adalah :
a. Restribusi dipungut oleh negara
b. Dalam pungutannya terdapat paksaan secara ekonomis
c. Adanya kontra prestasi yang secara langsung dapat ditunjuk
d. Restribusi dikenakan pada setiap orang/badan yang menggunakan/mengenyam jasa-
jasa yang disiapkan negara Ada 3 faktor yang sangat mempengaruhi peningkatan
restribusi, antara lain :
1. Pengetahuan tentang asas-asas organisasi
2. Disiplin kerja yang tinggi
3. Pengawasan yang efektif Perusahaan Daerah Dalam penjelasan umum UU No.
5/1974, pengertian perusahaan derah dirumuskan sebagai suatu badan usaha yang
dibentuk oleh daerah untuk memperkembangkan perekonomian daerah dan untuk
menambah penghasilan daerah. Pasal 5 UU No. 5/1962 menegaskan sifat perusahaan
daerah sebagai berikut :
1. Perusahaan daerah adalah suatu kesatuan produksi yang bersifat :
• Memberi jasa
• Menyelenggarakan kemamfatan umum
• Memupuk pendapatan
2. Tujuan perusahaan daerah ialah untuk turut serta melaksanakan pembangunan daerah
khususnya dan pembangunan ekonomi nasional umumnya Dinas daerah dan pendapatan
lainnya Dalam pasal 49 UU No. 5/1974 diatur mengenai Dinas dinas daerah sebagai
berikut :
1. Dinas Daerah adalah unsur pelaksana pemerintah daerah
2. Pembentukan, susunan organisasi dean formasi dinas daerah ditetapkan dengan
peraturan daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh menteri dalam negeri
Faktor Peralatan Peralatanyang dimaksud adalah setiap benda atau alat yang digunakan
untuk memperlancar atau mempermudah pekerjaan atau gerak aktifitas pemerintahaan
daerah. Dalam kamus umum bahasa indonesia aklat diruskan sebagai :
a. Barang yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu
b. Barang sesuatu yang dipakai untuk mencapai sesuatu maksud syarat
c. Orang yang diapakai untuk mencapai sesuatu maksud Faktor Organisasi dan
Manajemen Organisasi Secara pokok asas-asas organisasi dapat dirincikan sebagai
berikut :
• Rumusan Tujuan dengan jelas
• Pembagian pekerjaan
• Pelimpahan/pendelegasian wewenang Koordinasi
• Rentangan kontrol/kendali
• Kesatuan komando Manajemen Menurut pendapat Handoko yang membedakan fungsi-
fungsi manajemen kedalam 5 fungsi :
1. Perencanaan
2. Pengorganisasian
3. Penyususan personalia
4. Pengarahan
5. Pengawasan
Sumber Referensi: Modul MKDU 4111 Modul 9
Soal 2 (skor 25)

Dari uraian di atas lakukanlah analisis faktor apa saja hambatan dalam melaksanakan otonomi
daerah di Indonesia!

Petunjuk: silahkan baca dan pahami terlebih dahulu tentang pelaksanaan otonomi yang ada di
BMP MKDU4111) J

awab: Empat tantangan dalam pelaksanaan otonomi daerah seperti yang dikemukakan oleh Siti
Zuhro, salah satu Peneliti Utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) adalah konsistensi
pemerintah dalam pembuatan peraturan, persepsi daerah, kerumitan pengelolaan hubungan
kewenangan daerah dan eksploitasi daerah oleh pihak-pihak tertentu. Tantangan tantangan
tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Konsistensi pemerintah dalam bidang hukum atau pembuatan peraturan dan sulitnya
melakukan harmonisasi antara UU Pemerintahan Daerah dengan UU terkait.
2. Persepsi sepihak daerah mengenai kewenangannya yang acap kali lebih mementingkan
daerah sendiri tanpa mempertimbangkan secara sungguh-sungguh manfaatnya dalam
konteks lebih luas.
3. Kerumitan pengelolaan hubungan kewenangan daerah dan antardaerah
4. Adanya kolaborasi elite dan pengusaha dalam mengeksploitasi daerah guna mencari
keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa mempedulikan kemaslahatan umum dan
kesehatan lingkungan.

Hambatan-hambatan dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah:

1. Perbedaan Konsep Dan Paradigma Otonomi Daerah Setelah diberlakukan UU No. 22


Tahun 1999, aksi dari berbagai pihak sangat beragam, sebagai akibat dari perbedaan
interpretasi istilah otonomi. Terdapat kelompok yang menafsirkan otonomi sebagai
kemerdekaan atau kebebasan dalam segala urusan yang sekaligus menjadi hak daerah.
Mereka yang mempunyai persepsi ini biasanya mencurigai intervensi pemerintah pusat,
otonomi daerah dianggap sebagai kemerdekaan daerah dari belenggu Pemerintah Pusat.
Ada kelompok lain yang menginterpretasikan sebagai pemberian “otoritas kewenangan”
dalam mengambil keputusan sesuai dengan kepentingan dan aspirasi masyarakat lokal.
Di sini otonomi diartikan atau dipersepsikan pembagian otoritas semata (lihat UU No.
22/1999); memaknai otonomi sebagai kewenangan, daerah Otonomi (Kabupaten/Kota)
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat lokal, menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat. Wujudnya adalah pembagian kewenangan kepada
daerah dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali dalam bidang pertahanan dan
keamanan peradilan, moneter dan fiskal, agama dan politik luar negeri serta kewenangan
bidang lain, yakni perencanaan nasional pengendalian pembangunan nasional; perubahan
keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga; perekonomian negara, pembinaan,
dan pemberdayaan sumber daya manusia; pendayagunaan sumber daya alam dan
teknologi tinggi strategis, serta konservasi dan standarisasi nasional. Ada juga kelompok
yang menafsirkan otonomi daerah sebagai suatu mekanisme empowerment
(pemberdayaan). Menurut kelompok ini menafsirkan otonomi harus lebih
mengakomodasikan berbagai kepentingan lokal dan lembaga lokal dan untuk itu
diperlukan otoritas. Jadi, diambil kesepakatan khusus dalam pembagian tugas/urusan
yang ditangani oleh Pemerintah Pusat dan ditangani oleh Daerah (lokal). Selama kurun
waktu 2 tahun tersebut terjadi perubahan besar. Kementrian Otda dihilangkan. Kabinet
Reformasi yang mengurus hal ini tidak ada lagi (bubar), apalagi UU tersebut sifatnya
sangat mendasar yang merombak seluruh tatanan Administrasi Publik sebuah negara
besar. Lebih dari ratusan PP, pedoman dan sejenis lainnya belum dibuat untuk
mendukung implementasi otonomi daerah. Oleh karena itu, tidak hanya pejabat level
kabupaten/kota dan provinsi yang bingung, pejabat di level pusat pun demikian halnya.
Maka tidak arif atau tidak bijaksana kita mencari kambing hitam siapa yang bersalah,
yang jelas kita belum siap. Oleh karena itu, otonomi daerah ini harus disempurnakan
sambil berjalan. Uraian tentang konsep otonomi di atas sangat variatif, seperti kebebasan
dan kemerdekaan, strategi organisasi, otoritas mengurus diri sendiri, mengambil
keputusan sendiri power untuk melakukan kontrol, empowerment, dan kemandirian
dalam pengaturan diri. Variasi konsep ini menimbulkan interpretasi beragam. Oleh
karena itu, di masa datang perlu kesepakatan tentang konsep otonomi daerah di kalangan
elit politik sebagai pengambil keputusan atas kebijakan. UU No. 22 Tahun 1999
menganut paradigma dengan menggunakan pendekatan “kewenangan”. Hal ini dapat
dilihat dari makna “otonomi sebagai kewenangan daerah otonomi (kabupaten/kota) untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam
konteks negara kesatuan RI.” Hal ini sangat tepat, namun dalam kasus Indonesia
dipandang kurang realistis karena persoalan otonomi daerah bukan hanya persoalan
kewenangan semata, tetapi banyak hal yang terkait dengan sumber daya dan infrastruktur
yang ada di daerah masih sangat lemah. Paradigma ekonomi harus dilihat dari perspektif
pemerataan pembangunan ekonomi untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Oleh karena
itu, pembangunan daerah adalah bagian integral dari pembangunan nasional dan
pembangunan nasional adalah pembangunan daerah. Jadi, sangatlah picik bagi para elit
lokal pada daerah yang kaya sumber daya dengan menyandera masalah ekonomi ini
untuk mencapai keinginan politiknya lepas dari negara kesatuan RI. Hal ini sudah sangat
melenceng dari hakikat otonomi itu sendiri.
2. Kuatnya Paradigma Birokrasi
Dalam praktik di Indonesia, penentuan hierarki dan pembagian unit organisasi,
standarisasi, prosedur dan aturan-aturan daerah sangat ditentukan oleh pemerintah pusat,
dan pemerintah daerah harus loyal terhadap aturan tersebut. Dalam bidang manajemen
telah disiapkan oleh pemerintah pusat, berbagai pedoman, petunjuk dalam menangani
berbagai tugas pelayanan dan pembangunan di daerah. Dalam bidang kebijakan publik,
program dan proyek-proyek serta kegiatan-kegiatan yang diusulkan harus mendapat
persetujuan pemerintah pusat. Implikasinya masih banyak pejabat di daerah harus
menunggu perintah dan petunjuk dari pusat.
3. Lemahnya Kontrol Wakil Rakyat Dan Masyarakat
Selama orde baru tidak kurang dari 32 tahun peranan wakil rakyat dalam mengontrol
eksekutif sangat tidak efektif karena terkooptasi oleh elit eksekutif. Birokrasi di daerah
cenderung melayani kepentingan pemerintah pusat, dari pada melayani kepentingan
masyarakat lokal. Kontrol terhadap aparat birokrasi oleh lembaga legislatif dan
masyarakat tampak artifisial dan fesudo demokratik. Kelemahan ini kita sadari bersama,
perubahan telah dilakukan segera setelah pergantian rezim “orde baru” orde reformasi.
UU. Politik dan otonomi daerah diberlakukan, semangat dan proses demokrasi
menjanjikan, dan kontrol terhadap birokrasi dimulai walaupun terkadang kebablasan.
Sayang, semangat demokrasi yang timbul dan berkembang di era reformasi ini tidak
diikuti oleh strategi peningkatan kemampuan dan kualitas wakil rakyat. Wakil rakyat
yang ada masih kurang mampu melaksanakan tugasnya melakukan kontrol terhadap
pemerintah. Ketidakmampuan ini memberikan peluang bagi eksekutif untuk bertindak
leluasa dan sebaliknya legislatif bertindak ngawur mengorbankan kepentingan publik
yang justru dipercaya mewakili kepentingannya.
4. Kesalahan Strategi
UU No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah diberlakukan pada suatu pemerintah
daerah sedang lemah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk melakukan sendiri
apa yang mereka butuhkan, tetapi dengan kemampuan yang sangat marjinal. Hal ini
akibat dominasi pemerintah pusat di daerah yang terlalu berlebihan, dan kurang
memberikan peranan dan kesempatan belajar bagi daerah. Model pembangunan yang
dilakukan selama ini sangat sentralistik birokratis yang berakibat penumpulan kreativitas
pemerintah daerah dan aparatnya. UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah,
dalam beberapa hal mengandung kelemahan-kelemahan, namun bagaimanapun juga UU
ini merupakan suatu reformasi dalam sistem pemerintahan daerah, yang telah menggeser
paradigma lama ke paradigma baru, yaitu dari sistem pemerintah “sentralistik” yang lebih
berorientasi kepada Structural Efficiency Model” berubah ke arah sistem pemerintahan
“desentralistik” yang orientasinya lebih cenderung kepada Local Democratic Model,
yaitu yang lebih menekankan kepada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat,
pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.

Permasalahan Dalam Otonomi Daerah Di Indonesia:

1. Adanya Eksploitasi Pendapatan Daerah


2. Pemahaman terhadap Konsep Desentralisasi dan Otonomi Daerah yang Belum Mantap
3. Penyediaan Aturan Pelaksanaan Otonomi Daerah yang Belum Memadai
4. Kondisi SDM Aparatur Pemerintahan yang Belum Menunjang Sepenuhnya Pelaksanaan
Otonomi Daerah.
5. Korupsi di Daerah
6. Adanya Potensi Munculnya Konflik Antar Daerah

Sumber Referensi:
http://bahanajar.ut.ac.id/app/webroot/epub/original_files/extract/1175/EPUB/xhtml/raw/sylgg
b.xhtml lipi.go.id
Soal 3 (skor 25)

Pada kurun waktu lebih dari satu dasawarsa berjalannya otonomi daerah sejak disahkan UU No.
22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah sudah banyak yang dicapai, namun amsih banyak hal
yang belum bisa ditangani terkait dengan upaya dalam mengatasi implementasi kebijakan
otonomi daerah. Contoh keberhasilan dari otonomi daerah dalah semakin luasnya kewenangan
dari DPRD selaku Lembaga legeslatif serta kewenangan kepala daerah selaku eksekutif dan
semakin terbukanya informasi serta partisipasi dari masyarakan dalam hal pengambilan
keputusan dan penagwasan terhadap jalannya pemerintahan di tingkat daerah. Namun,
keberhasilan tersebut juga diiringi dengan hambatan seperti munculnya istilah raja- raja kecil di
daerah dan banyak kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah sehingga menyebabkan
anggaran yang seharusnya untuk membangun daerahnya dikorupsi dan pembangunan menjadi
terhambat.

Dari uraian di atas lakukanlah telaah terkait dengan solusi nyata kita sebagai masyarakat untuk
menanggulangi hambatan pelaksanaan otonomi daerah!

(Petunjuk: silahkan baca dan pahami terlebih dahulu tentang hambatan otonomi daerah yang
ada di dalam BMP MKDU4111)

Jawab:

Pada intinya, masalah-masalah tersebut seterusnya akan menjadi persoalan tersendiri, terlepas
dari keberhasilan implementasi otonomi daerah. Pilihan kebijakan yang tidak populer melalui
intensifikasi pajak dan perilaku koruptif pejabat daerah sebenarnya sudah ada sejak lama dan
akan terus berlangsung. Jika kini keduanya baru muncul dipermukaan sekarang, tidak lain karena
momentum otonomi daerah memang memungkinkan untuk itu. Untuk menyiasati beratnya beban
anggaran, pemerintah daerah semestinya bisa menempuh jalan alternatif, selain intensifikasi
pungutan yang cenderung membebani rakyat dan menjadi disinsentif bagi perekonomian daerah,
yaitu (1) efisiensi anggaran, dan (2) revitalisasi perusahaan daerah. Saya sepenuhnya yakin
bahwa banyak pemerintah daerah mengetahui alternatif ini. Akan tetapi, jika keduanya bukan
menjadi prioritas pilihan kebijakan maka pemerintah pasti punya alasan lain. Dugaan saya adalah
bahwa pemerintah daerah itu malas! Pemerintah tidak mempunyai keinginan kuat (strong will)
untuk melakukan efisiensi anggaran karena upaya ini tidak gampang. Di samping itu, ada
keengganan (inertia) untuk berubah dari perilaku boros menjadi hemat. Upaya revitalisasi
perusahaan daerah pun kurang mendapatkan porsi yang memadai karena kurangnya sifat
kewirausahaan pemerintah. Sudah menjadi hakekatnya bahwa pemerintah cenderung melakukan
kegiatan atas dasar kekuatan paksa hukum, dan tidak berdasarkan prinsip-prinsip pasar, sehingga
ketika dihadapkan pada situasi yang bermuatan bisnis, pemerintah tidak bisa menjalankannya
dengan baik. Salah satu cara untuk mengatasi hal ini pemerintah daerah bisa menempuh jalan
dengan menyerahkan pengelolaan perusahaan daerah kepada swasta melalui privatisasi.
Pemeritah juga seharusnya merevisi UU yang dipandang dapat menimbulkan masalah baru. Di
bawah ini penulis merangkum solusi untuk keluar dari masalah Otonomi Daerah tanpa harus
mengembalikan kepada Sentralisasi. Jika pemerintah dan masyarakat bersinergi mengatasi
masalah tersebut. Pasti kesejahteraan masyarakat segera terwujud.
1. Membuat masterplan pembangunan nasional untuk membuat sinergi Pembangunan di
daerah. Agar menjadi landasan pembangunan di daerah dan membuat pemerataan
pembangunan antar daerah.
2. Memperkuat peranan daerah untuk meningkatkan rasa nasionalisme dengan mengadakan
kegiatan menanaman nasionalisme seperti kewajiban mengibarkan bendera merah putih .
3. Melakukan pembatasan anggaran kampanye karena menurut penelitian korupsi yang
dilakukan kepala daerah akibat pemilihan umum berbiaya tinggi membuat kepala daerah
melakukan korupsi.
4. Melakukan pengawasan Perda agar sinergi dan tidak menyimpang dengan peraturan
diatasnya yang lebih tinggi.
5. Melarang anggota keluarga kepala daerah untuk maju dalam pemilihan daerah untuk
mencegah pembentukan dinasti politik.
6. . Meningkatkan kontrol terhadap pembangunan di daerah dengan memilih mendagri yang
berkapabilitas untuk mengawasi pembangunan di daerah.
7. Melaksanakan Good Governence dengan memangkas birokrasi (reformasi birokrasi),
mengadakan pelayanan satu pintu untuk masyarakat. Melakukan efisiensi anggaran.
8. . Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dari sektor SDA dan Pajak serta mencari dari sektor
lain seperti jasa dan pariwisata digunakan untuk kesejahteraan masyarakat .

Soal 4 (skor 25)

Pada praktek good governance menyaratkan harus terdapat transparasi dalam proses
penyelenggaraan pemerintah secara keseluruhan. Transparasi merupakan konsep yang penting
yang mengringi kuatnyakeinginan untuk praktek good governance. Masyarakat diberikan
kesempatan yang luas untuk mengetahui informasi mengenai penyelenggaraan pemerintahan,
sehingga masyarakat dapat memberikan penilaian keberpihakan pemerintah terhadap
kepentingan public. Oleh karena itu, masyarakat dapat dengan mudah menetukan apakah akan
memerikan dukungan kepada pemerintah atau malah sebaliknya. Dari uaraian di atas lakukanlah
telaah terkait peran mahasiswa dalam upaya mewujudkan praktek good governance!

(Petunjuk: silahkan baca dan pahami terlbih dahulu tentang good governance yang ada di
dalam BMP MKDU4111!)

Jawab:

Mahasiswa memiliki tiga peran penting yang harus dilakukan mahasiswa terhadap masyarakat
diantaranya :

1. Agent Of Change, Sebagaimana yang sudah dijelaskan didalam Surah Ar Ra'd : 11 Bahwa
dimana bahwa suatu kaum harus mau berubah bila mereka menginginkan sesuatu keadaan
yang lebih baik. Dengan adanya mahasiswa sebagai kaum intelektual, maka mahasiswa
dituntut untuk melakukan suatu perubahan ke arah yang lebih baik. Mahasiswa tidak hanya
"diam” melihat kondisi di sekitarnya. Mahasiswa harus merubah kondisi sekitarnya menjadi
lebih baik.
2. Agent Of Control, Mahasiswa juga bisa berperan sebagai control terhadap kebijakan yang
dibuat menyangkut hajat hidup orang banyak, mahasiswa dapat menjadi peran penting
dalam mewujudkan good governance dalam system pemerintahan.
3. Iron Stock Mahasiswa adalah asset atau cadangan untuk masa depan. Mahasiswa
diharapkan menjadi generasi yang tangguh dan juga harus memiliki kemampuan dan
moralitas yang baik sehingga dapat menggantkan generasi sebelumnya. Hal ini dapat
dibuktikan dengan adanya organisasi yang setiap akhir kepengurusan akan di tandai dengan
pergiliran tongkat estafet dari golongan tua yang sudah penah memimpin ke golongan muda
yang mempunyai jiwa kempemimpinan. Dan disinilah saatnya yang muda yang memimpin.
Sebagai mahasiswa juga harus mengerti fungsi mahasiswa yang harus dijalankan:
a. Memiliki keinsafan tanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat
b. Cakap dan mandiri dalam memelihara dan memajukan ilmu pengetahuan
c. Cakap memangku jabatan atau pekerjaan di masyarakat. Berdasarkan fungsi tersebut
dapat kita sederhanakan bahwa tugas perguruan tinggi adalah membentuk insan akademis,
yang selanjutnya hal tersebut akan menjadi sebuah fungsi bagi mahasiswa itu sendiri. Insan
akademis itu sendiri memiliki dua ciri yaitu: memiliki sense of crisis, dan selalu
mengembangkan dirinya. Insan akademis harus memiliki sense of crisis yaitu peka dan
kritis terhadap masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya saat ini. Hal ini akan tumbuh
dengan sendirinya bila mahasiswa itu mengikuti watak ilmu, yaitu selalu mencari
pembenaranpembenaran ilmiah. Dengan mengikuti watak ilmu tersebut maka mahasiswa
diharapkan dapat memahami berbagai masalah yang terjadi dan terlebih lagi menemukan
solusi-solusi yang tepat untuk menyelesaikannya Peran mahasiswa sebagai kaum terpelajar
dalam Good Governance diantaranya:
a. Memberikan pencerahan kepada seluruh masyarakat supaya berpartisiapsi dalam pemilu
dengan menggunakan hak pilih sebaikbaiknya, guna membawa bangsa dan NKRI maju
seperti negara lain di dunia.
b. Mendorong dan memandu masyarakat secara langsung atau pun tidak untuk memilih
parpol dan calon walik rakyat yang jujur, amanah, cerdas, pejuang, berani, dan mempunyai
track record yang baik di masayrakat
c. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang parpol dan calon wakil rakyat yang
baik dan pantas untuk dipilih, supaya hasil pemilu dapat membawa bangsa ini semakin maju
di bawah pemimpin yang tepat.
d. Memberikan aspirasi dan juga kritisi atas kebijakan dan juga tindakan yang
dilaksanakan oleh pemerintah yang didasari oleh penelitian atau kajian.
Sumber Referensi: Modul MKDU 4111 Modul 9

Anda mungkin juga menyukai