Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI

KASUS KORUPSI TPPI RP 37 T, HONGGO DITUNTUT 18 TAHUN BUI

Aldhy Widiana

201310820

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

PROGRAM DIPLOMA TIGA

STIKES WIRA MDIKA BALI

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

banyak nikmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini

dengan sebagaimana adanya. Adapun judul makalah yang saya buat adalah

mengenai “KASUS KORUPSI TPPI RP37 T, HONGGO DITUNTUT 18

TAHUN BUI”. Di dalam makalah ini kita dapat mengetahui lebih banyak tentang

kasus korupsi yang terjadi di indonesia. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini

adalah untuk sebagai pedoman maupun menambah wawasan mengenai

pentingnya pedidikan budaya anti korupsi. Kami juga mengucapkan terimakasi

kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami

dapat menyelesaikan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini, saya menyadari bahwa makalah ini masih

jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan

kami nantikan demi kesempurnaan peper ini.

Denpasar, 06 November 2022

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................3

1.3 Tujuan........................................................................................................3

BAB II.....................................................................................................................4

PEMBAHASAN.....................................................................................................4

2.1 Kasus Korupsi Tppi Rp37 T, Honggo Dituntut 18 Tahun Bui.................4

2.2 Penyebab Terjadinya Kasus Korupsi........................................................5

2.3 Cara Menangani Kasus korupsi.................................................................7

BAB III....................................................................................................................8

PENUTUP...............................................................................................................8

3.1 Kesimpulan................................................................................................8

3.2 Saran..........................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Istilah korupsi berasal dari bahasa latin yakni corruptio. Dalam bahasa

Inggris adalah corruption atau corrupt, dalam bahasa Perancis disebut

corruption dan dalam bahasa Belanda disebut dengan coruptie. Agaknya dari

bahasa Belanda itulah lahir kata korupsi dalam bahasa Indonesia.Korup berarti

busuk, buruk; suka menerima uang sogok (memakai kekuasaannya untuk

kepentingan sendiri dan sebagainya). Korupsi adalah perbuatan yang buruk

(seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya). Korupsi

berakibat sangat berbahaya bagi kehidupan manusia, baik aspek kehidupan

sosial, politik, birokrasi, ekonomi,4 dan individu.

Korupsi dalam arti politik dan hukum umumnya dikaitkan dengan pegawai

negeri, keuangan pemerintah, dan keuntungan pribadi atau lainnya. Korupsi

sangat sulit dijelaskan secara konseptual, menurut Ulsaner. Definisi apa pun

selalu bermasalah karena tidak cukup mencerminkan kompleksitas semantik

kata. Dalam penelitian ini, definisi korupsi digunakan dalam arti yang seluas-

luasnya. Artinya, penyalahgunaan kekuasaan publik untuk keuntungan

pribadi. Kekuasaan publik di sini diartikan sebagai kekuasaan yang diberikan

oleh massa, dan publik dapat berarti suatu komunitas atau organisasi di

dalamnya.

iv
Awalnya, Indonesia memiliki tiga lembaga negara yang berwenang

menangani korupsi: kepolisian, kejaksaan, dan Pengadilan Tipikor. Pasca

reformasi, digulirkan agenda pemberantasan korupsi yang berujung pada

pembentukan badan baru yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan

cabang baru Peradilan Umum yaitu Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

(Tipikor).

Banyak teori yang menjelaskan sebab-sebab terjadinya korupsi. Menurut

G. Jack Bologna korupsi disebabkan oleh empat hal (dikenal dengan teori

GONE), yaitu:

G = Greek (tamak)

O = Opportunity (kesempatan)

N = Need (dorongan manusia untuk memenuhi kebutuhannya)

E = Exposure (tindakan bila koruptor ditangkap).

Mengenai korupsi, ada beberapa undang-undang yang relevan seperti:

Undang-Undang no. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang no. 20 Tahun 2001

tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, Undang-Undang no. 30 tahun

2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dan sebagainya. Menurut para

akuntan ada tiga kondisi yang menyebabkan kecurangan, yang disebut fraud

triangle, yaitu, (1) incentives/pressure: manajemen atau karyawan lain

memiliki insentif atau ada tekanan untuk melakukan kecurangan, (2)

opportunities: keadaan memberikan peluang kepada manajemen atau

karyawan untuk melakuikan kecurangan, dan (3) attitudes/rationalization:

v
sikap, karakater atau kumpulan nilai yang ada, yang memperbolehkan

manajemen atau karyawan melakukan tindakan tidak jujur.

Korupsi dapat terjadi dalam berbagai bidang kehidupan, antara lain, (1)

bidang politik, sasarannya adalah kekuasaan, misalnya dalam pembentukan

partai politik, pemilihan umum, dan komersialisasi jabatan, (2) bidang

ekonomi, sasarannya adalah pendapatan misalnya dalam transaksi bisnis, izin

usaha, proyek, (3) bidang hukum, sasarannya adalah peghindaran dari akibat-

akibat pelanggaran hukum, misalnya mempengaruhi proses peradilan, produk

hukum, (4) bidang administrasi, sasarannya adalah kerapihan administrasi,

misalnya dalam administrasi keuangan, tanda bukti terima barang, dan (5)

bidang sosial, misalnya korupsi waktu, penyimpangan penyaluran bantuan

untuk bencana alam.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa Kasus Korupsi yang Terjadi di Indonesia?

2. Apa Penyebab Terjadinya Kasus Korupsi Tppi Rp37 T, Honggo

Dituntut 18 Tahun Bui?

3. Bagaimana Cara Untuk Mengatasi Kasus Korupsi Tppi Rp37 T, Honggo

Dituntut 18 Tahun Bui?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui Kasus Korupsi ap yang terjadi di Indonesia

2. Untuk mengetahui penyebeb kasus koropsi tersebut Terjadi

3. Untuk mengetahui bagaimana cara mengatasi kasusu korupsi tersebut

vi
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kasus Korupsi Tppi Rp37 T, Honggo Dituntut 18 Tahun Bui

Honggo Wendratno, mantan Presiden Direktur dan Direktur PT

Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), divonis 18 tahun penjara,

denda Rp 1 miliar dan 6 bulan penjara karena penunjukan kondensat milik

negara. Jaksa menyatakan Honggo melakukan tindak pidana korupsi

bersama mantan kepala BP Migas Raden Priyono dan Wakil Direktur

Ekonomi, Keuangan, dan Pemasaran BP Djoko Harsono. Perbuatan

mereka diduga menyebabkan kerugian negara sebesar

US$2.588.285.650,91 atau sekitar Rp37,8 triliun dalam penunjukan

kondensat negara.

Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri

Jakarta Pusat meminta agar terdakwa Hongo Wendratno sebagai aduan

utama yang final dan konklusif bersalah melakukan tindak pidana korupsi

dengan hukuman berupa denda sebesar 1 miliar rupiah yang akan diganti

dengan pidana kurungan enam bulan sekaligus jika denda tidak dibayar,"

kata Jaksa Penuntut Umum (JPU). Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

(Tipikor) Jakarta Kejaksaan Agung Bima Suprayoga Senin, Hongo

Wendratno masih buron, sehingga sidang digelar "in absentia".

Menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar

128.233.370,98 dolar AS dengan memperhitungkan nilai barang bukti

berupa tanah dan bangunan yang di atasnya terdapat pabrik kilang LPG

vii
atas nama PT Tuban LPG Indonesia, Tubang Jawa Timur," tambah jaksa.

Tuntutan itu berdasarkan dakwaan pertama yaitu pasal 2 ayat (1) jo pasal

18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20

Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1

KUHP.

Perbuatan Honggo bersama dengan mantan Kepala BP Migas

Raden Priyono dan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas

Djoko Harsono dinilai terbukti merugikan keuangan negara senilai

2.588.285.650,91 dolar AS (sekitar Rp37,8 triliun).

2.2 Penyebab Terjadinya Kasus Korupsi

Kasus ini bermula saat Dirut PT TPPI Honggo Wendratno

mengajukan program PSO (Public Service Obligation) melalui surat ke BP

Migas. Honggo mengklaim, selain mampu menghasilkan produk aromatic

(paraxylene, benzene, orthoxylene, toluene), PT TPPI juga mampu

memproduksi Bahan Bakar Minyak (BBM) khususnya Mogas RON 88

(bensin premium) sebagaimana Surat Nomor: TPPV/BPH Migas/L-040

tertanggal 5 Mei 2008 yang ditujukan kepada BP Migas. Padahal saat itu

PT TPPI mengalami kesulitan keuangan dan telah berhenti berproduksi

dan PT TPPI memiliki utang kepada PT Pertamina (Persero).

Honggo kemudian mengirimkan surat permohonan kepada Djoko

selaku agar TPPI dapat membeli minyak mentah/kondensat sebagai bahan

baku langsung dari BP Migas untuk produksi BBM guna memenuhi

kebutuhan dalam negeri. Atas permohonan itu, Djoko menyetujuinya.

viii
Raden Priyono kemudian menunjuk PT TPPI sebagai penjual Kondensat

bagian negara tapi penunjukan itu menyalahi prosedur.

Penunjukan langsung PT TPPI sebagai penjual kondensat bagian

negara tidak melibatkan Tim Penunjukan Penjual Minyak

Mentah/Kondensat Bagian Negara sehingga tidak pernah dilakukan kajian

dan analisa selain itu penunjukan PT. TPPI sebagai penjual kondensat

bagian negara tidak melalui lelang terbatas, PT TPPI tidak terdaftar di BP

Migas, PT TPPI tidak pernah mengirim formulir atau penawaran, dan PT

TPPI tidak menyerahkan jaminan berupa Open Credit/Irrevocable LC.

Priyono dan Djoko kemudian menyerahkan kondensat bagian

negara kepada PT TPPI dari kilang Senipah, kilang Bontang Return

Condensate (BRC) dan kilang Arun tanpa dibuatkan kontrak kerja sama

dan tanpa jaminan pembayaran. Akibat penyerahan kondesat itu, Honggo

tidak mengolah kondensat bagian negara itu di kilang TPPI.

PT TPPI mengolah kondensat bagian negara yang seharusnya

menjadi Produk Mogas 88, kerosene dan solar yang dibutuhkan PT

Pertamina, menjadi produk-produk olahan kondensat yang tidak

dibutuhkan PT Pertamina. Akibatnya, semua produk olahannya tidak

dijual ke PT Pertamina (Persero) tetapi dijual ke pihak lain. Jumlah

keseluruhan penyerahan kondensat bagian negara kepada Honggo sejak 23

Mei 2009 sampai 2 Desember 2011 sebanyak 33.089.400 barel dengan

nilai 2.716.859.655 dolar AS.

ix
2.3 Cara Menangani Kasus korupsi

Menurut saya Honggo sebaiknya diberikan sanksi yang berat agar

ada efek jera dengan apa yang telah dia perbuat karena dia sudah

melakukan tindakan yang merugikan banyak orang hingga menyentuh

miliaran rupiah. Terlebih lagi dia sudah menyalah gunakan kekuasaan

yang di terima untuk melakukan tindak korupsi dan juga dia sempat kabur

untuk menghindari kesalahan yang telah dia perbuat. Sangsi yang bisa

diberikan seperti denda yang 16 tahun penjara, denda 1 miliar rupiah juga

penyitaan aset berupa kilang milik Honggo. Dia juga harus membayar

kompensasi sebesar Rp 97 miliar.

x
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Korupsi dalam arti politik dan hukum umumnya dikaitkan dengan

pegawai negeri, keuangan pemerintah, dan keuntungan pribadi atau

lainnya. Korupsi sangat sulit dijelaskan secara konseptual, menurut

Ulsaner. Definisi apa pun selalu bermasalah karena tidak cukup

mencerminkan kompleksitas semantik kata.

Banyak teori yang menjelaskan sebab-sebab terjadinya korupsi.

Menurut G. Jack Bologna korupsi disebabkan oleh empat hal (dikenal

dengan teori GONE), yaitu, (Friedman, 1975:14) :

G = Greek (tamak)

O = Opportunity (kesempatan)

N = Need (dorongan manusia untuk memenuhi kebutuhannya)

E = Exposure (tindakan bila koruptor ditangkap).

Korupsi dapat terjadi dalam berbagai bidang kehidupan, antara lain,

bidang politik, bidang ekonomi, bidang hukum, bidang administrasi, bidang

sosial.

Honggo Wendratno, mantan Presiden Direktur dan Direktur PT Trans

Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), divonis 18 tahun penjara, denda Rp 1

miliar dan 6 bulan penjara karena penunjukan kondensat milik negara.

Kasus ini bermula saat Dirut PT TPPI Honggo Wendratno mengajukan

program PSO (Public Service Obligation) melalui surat ke BP Migas. Honggo

xi
mengklaim, selain mampu menghasilkan produk aromatic (paraxylene,

benzene, orthoxylene, toluene), PT TPPI juga mampu memproduksi Bahan

Bakar Minyak (BBM) khususnya Mogas RON 88 (bensin premium)

sebagaimana Surat Nomor: TPPV/BPH Migas/L-040 tertanggal 5 Mei 2008

yang ditujukan kepada BP Migas.

Honggo sebaiknya diberikan sanksi yang berat agar ada efek jera dengan

apa yang telah dia perbuat karena dia sudah melakukan tindakan yang

merugikan banyak orang hingga menyentuh miliaran rupiah. Terlebih lagi dia

sudah menyalah gunakan kekuasaan yang di terima untuk melakukan tindak

korupsi dan juga dia sempat kabur untuk menghindari kesalahan yang telah

dia perbuat. Sangsi yang bisa diberikan seperti denda yang 16 tahun penjara,

denda 1 miliar rupiah juga penyitaan aset berupa kilang milik Honggo. Dia

juga harus membayar kompensasi sebesar Rp 97 miliar.

3.2 Saran

sebaiknya kita harus menanamkan sikap anti korupsi sejan dini, dan

mecegah korupsi dapat dimulai dari hal-hal yang kecil, Adapun tersebut

yaitu, kuatkan diri sendiri untuk menghindari korupsi, jujur, melaksanakan

tanggung jawab dengan semestinya, tidak menyalah gunakan kepercayaan

ataupun ke kuasaan untuk hal pribadi, dan menegur atau pun melaporkan jika

melihat ada yang melakukan tindakan korupsi.

xii
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abbas, K.A, “The Cancer of Corruption”, dalam Suresh Kohli (ed.), Corruption in

India, (New Delhi: Chetana Publications, 1975).

Ben Jomaa Ahmed, Fethi, “Corruption: A Sociological Interpretative Study with

Special Reference to Selected Southeast Asian Case”, Disertasi Doktor

Philosophy, (Kuala Lumpur: Department of Antropology and Sociology,

Faculty of Arts and Social Sciences, University of Malaya, 2003).

Hamzah, Andi, Korupsi di Indonesia dan Pemecahannya, (Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama, 1991).

Hussein Alatas, Syed, Rasuah: Sifat, Sebab, dan Fungsi, (Kuala Lumpur: Dewan

Bahasa dan Pustaka, 1995).

M. Meier, Gerald and James E. Rauch, Leading Issues in Economic Development,

ed. 8, (Oxford: Oxford University Press, 2005).

Myrdal, Gunnar, “Corruption, Its Cause and Effects”, dalam Arnold J.

Heidenheimer (ed.), Political Corruption: Readings in Comparative

Analysis, ed. 2, (New Jersey: Transaction Books, 1978).

Jurnal

xiii
Akbar, Patrialis. (2010). Peran Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

dalam Menciptakan Supremasi Hukum. Jurnal Sekretariat Negara.

Haboddin, Muhtar dan Rahman, Fathur. (2013). Gurita Korupsi Pemerintah

Daerah. Yogyakarta: Kaukaba Dipantara.

Kadish, Sanford H. (1983). Encyclopedia of Crime and Justice. The Free Press.

Friedman, Lawrenca M. (1975). The legal system: a social science

perspective.New York: Russel Sage Foundation.

Sindhudarmoko, Muljatno. (2001). Ekonomi Korupsi. Jakarta: Pustaka Quantum.

Wattimena, Reza A. A. (2012). Filsafat Anti Korupsi. Yogyakarta: Kanisius.

Situs Web

https://www.antaranews.com/berita/1541300/korupsi-rp378-triliun-honggo-

wendratno-dituntut-18-tahun-

https://www.smol.id/artikel/pr-71535762/jejak-honggo-wendratno-buron-kasus-

korupsi-rp-37-t-divonis-16-tahun-bui

xiv

Anda mungkin juga menyukai