Mti 390000303 131122063329
Mti 390000303 131122063329
M u h k a m d a n M u t a s y a b i h 1 | 12
Setelah mengetahui tentang definisi muhkam dan mutasyabih secara
etimologis, maka dapat terlihat bahwa pada al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang
muhkam dan mutasyabih, sebagaimana yang dalam firman Allah,
ََ ُ ُ َ
ٌ َ َ َ َ ْ ُّ َّ ُ ٌ َ َ ْ ُ ٌ َ ُ ْ َ َ ْ َ ْ َ َ َ َ ْ َّ ُ
اب َوأخ ُر ُمتش ِاب َهاتۖ فأَّما ت
ِ ِ ك ال م أ ن ه ات م ك حم ات آي ه ن مِ اب ت كِ ال ك يل ع ل زنأ ي ذ َ
ِ هو ال
ْ َْ َ
َُ َ َ ْ ْ
َ اء الف ْت َن ِة َو ْابتغَ ون َما تَ َش َاب َه م ْن ُه ْابت َغ َ ُ ََّ َ ٌ ْ َ ْ ُُ َ َّ
اء تأ ِوي ِل ِهۗ َو َما َيعل ُم تأ ِويله ِ ِ ِ ِ ع ب
ِ ت ي ف غ يز م ه وب
ِِ ل ق ي فِ ال ِذ
ين
ُ َّ َّ ََّ َ َ َ َ ْ ْ ٌّ ُ
.اب ب َ ولو ْالأَ ْل
ُ
أ ا ل إ ُ ون آ َمَّنا ب ِه كل ِمن ِعن ِد ربناۗ وما يذك
ر
َ ُ َُ ْ ْ
ول ق ي م ل ع ال ي ف
َ ُ َّ َ ُ َّ َّ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِإلا اَّللۗ والر ِاسخ
ون
“Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada
ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat)
mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan,
maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk
menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui
ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami
beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami".
Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang
berakal." (Q.S. Ali 'Imran: 7)
Ayat tersebut dengan jelas menegaskan istilah muhkam dan mutasyabih. Hal
ini secara jelas pula mengungkapkan pola muhkam dan mutasyabih yang
terkandung pada ayat-ayat al-Qur’an.
Kedua, seluruh ayat al-Qur’an bersifat muhkam. Pendapat ini didasari oleh
firman Allah:
َ ُ
َ َ ْ ُ ْ ْ َ ُ َُّ ُ ُ َ ْ َ ْ ٌ َ
.ير بخ
ٍ ِ ٍ ِ يمك ح ن د ل ن مِ ت ل صِ ف م ث هات آي ت م ك
ِ ح أ الرۚ ِكتاب
“Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan
secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu,."
(Q.S. Hûd: 1)
M u h k a m d a n M u t a s y a b i h 3 | 12
Ayat tersebut memuat asumsi dapat bahwa ayat-ayat al-Qur’an seluruhnya
muhkam. Menurut Manna’ al-Qattan, inilah yang dimaksud dengan al-ihkam al-
‘am atau muhkam dalam artian umum, dalam artian kata-kata pada setiap ayatnya
kokoh, fasih, dan dapat membedakan antara yang hak dan batil, dan antara yang
benar dan dusta.
Ketiga, seluruh ayat al-Qur’an bersifat mutasyabih. Dasar dari pendapat ini
adalah firman Allah:
َ
ْ َ َ َّ ُ ُ ُ ُ ْ ُّ َ ْ َ َ َ َ ً َ َ ُ ً َ
ْ.يخ َش ْو َن َرَّب ُهم َ ْ َ َ ْ َ ََّ ُ َّ
يث ِكتابا متش ِابها مث ِاني تقش ِعر ِمنه جلود ال ِذين
ِ اَّلل نزل أحسن الح ِد
“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa
(mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut
kepada Tuhannya,..." (Q.S. Az-Zumar: 23)
Maksud dari asumsi ini bahwa al-Qur’an pada sebagian kandungannya serupa
dengan sebagian yang lain dalam kesempurnaan dan keindahannya, dan sebagian
membenarkan sebagian yang lain serta sesuai pula maknanya. Inilah yang
kemudian dinamakan dengan at-tasyabuh al-‘am atau mutasyabih dalam artian
umum.
Menurut Abdul Djalal, ketiga pendapat di atas semuanya benar dari segi
istidlal, hanya saja orientasi dari masing-masing pendapat tersebut berbeda.
Pendapat pertama, berorientasikan pada masalah kebaikan, kerapian susunan
ayat-ayatnya, ataupun kejanggalan kata maupun maknanya, sehingga al-Qur’an itu
seperti suatu bangunaan yang kokoh dan tak tergoyahkan. Hal ini disebabkan
ُ ُ
fokus pandangan mereka pada arti أ ْح ِك َم ْت َآيات ُهyang diorientasikan kepada segi
kebaikan, kerapihan, dan kebenaran kata dan makna, serta tidak adanya
kekurangan dan kerancuan.
Pendapat kedua memfokuskaan kepada segi relevansi, homogenitas, dan
keserasian susunan al-Qur’an baik dalam aturan hukum, hal keindahan sastra seni
balaghah yang mencapai klimaks kemukjizatan, ataupun hal kerapihan susunan
kata dan keterkaitan inti isi makna seluruh ayat atau sebagiannya. Hal itulah yang
menyebabkan rangkaian kata atau kalimat itu bagaikan untaian suatu kesatuan
yang utuh dan menakjubkan, sehingga tidak bisa ditemukan mana ujung dan
pangkalnya karena sudah menyatu. Sentral pandangan kedua ini diorientasikan
َ َ َ
pada arti kalimat ayat ( ِك َت ًابا ُمتش ِاب ًها َمث ِان َيsuatu kitab yang serupa/sama mutu ayat-
ayatnya lagi berulang-ulang).
Pendapat ketiga memang secara tegas mengorientasikan pada segi realitas
dan eksistensi kitab suci ini, baik dalam segi isi aturan ataupun dalam segi susunan
ayat atau surat yang jelas, tegas, dan lugas, selain ada yang samar, lentur, dan
fleksibel serta elastis.
Menurut Manna’ al-Qaththan, sumber perbedaan pendapat berpangkal pada
ْ ْ َ ُ َّ َ
masalah waqaf dalam kalimat اسخون ِفي ال ِعل ِم ِ والرyang terdapat pada ayat di atas.
Dalam hal ini, apakah kedudukan kalimat tersebut sebagai mubtada’ sedangkan
M u h k a m d a n M u t a s y a b i h 4 | 12
َ ُ
yang menjadi khabar adalah َي ُقولونdengan memberlakukan ‘wa’ sebagai huruf
isti’naf dan waqaf dilakukan pada kalimat اّلل ُ َّ َ;و َما َي ْع َل ُم َت ْأو َيل ُه إ ََّّلataukah ia ma‘thuf
ِ ِ
ََ ُ ُ ن ْ ْ َ ُ َّ َ
sedang kata يقولوmenjadi hal dan waqaf terletak pada kalimat اسخون ِفي ال ِعل ِم ِ والر. Bagi
ُ َّ َّ ُ َ ْ َ ُ َ ْ َ َ َ
ulama yang berpendapat bahwa waqaf terdapat pada kalimat وما يعلم تأ ِويله ِإَّل اّلل,
maka akan bermakna bahwa yang dapat mengetahui maksud ayat-ayat
mutasyabihat hanya Allah saja. Sedangkan ulama yang berpendapat bahwa waqaf
ْ ْ َ ُ َّ َ
terletak pada kalimat اسخون ِفي ال ِعل ِم ِ والر, maka yang dapat mengetahui maksud ayat
mutasyabihat itu adalah Allah dan orang-orang yang memiliki ilmu mendalam.
Lebih lanjut, Manna' al-Qaththan mengatakan bahwa kedua perbedaan
ْ ْ َ ُ َّ َ
waqaf pada kalimat اسخون ِفي ال ِعل ِم ِ والرdapat dikompromikan dengan merinci makna
takwil. Takwil dapat digunakan untuk menunjukkan tiga hal, pertama, takwil
berarti memalingkan sebuah lafaz dari al-ihtimâl arrâjih (makna yang kuat) kepada
al-ihtimâl al-marjûh (makna yang lemah) karena ada dalil yang menghendakinya.
Kedua, takwil berarti tafsir, yaitu menjelaskan lafazh-lafazh sehingga maknanya
dapat dipahami. Ketiga, takwil berarti hakikat sesuatu yang disampaikan dalam
pembicaraan.
Para ulama yang berpendapat bahwa takwil ayat-ayat mutasyabih hanya dapat
diketahui oleh Allah SWT semata, memahami takwil sebagai hakikat sesuatu.
Misalnya tentang hakikat Zat Allah SWT, bagaimana hakikat nama-nama dan
sifatsifat Allah SWT, tentang Hari Akhir dan masalah-masalah ghaib lainnya,
hanya Allah SWT yang mengetahui hakikat sebenarnya. Sedangkan para ulama
yang memahami bahwa takwil ayat-ayat mutasyâbh dapat diketahui juga oleh
orang-orang yang mendalam ilmunya, memahami bahwa takwil adalah tafsir yang
menjelaskan maksud kata-kata sehingga dapat dipahami. Dengan demikian, tidak
ada pertentangan atara dua pendapat, yaitu antara yang membaca waqaf dan yang
menyambungnya, karena perbedaannya kembali kepada perbedaan pengertian
takwil.
Pada Al-Qur'an terdapat ayat-ayat mutasyabih yang makna harfiyahnya sama
seperti makna pada kata-kata yang biasa digunakan oleh umat manusia, akan
tetapi hakikatnya berbeda. Misalnya tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah
SWT. Allah Maha Mendengar, manusia juga mendengar. Allah Maha Melihat,
manusia juga melihat, Allah Berbicara, manusia juga berbicara. Arti kata
mendengar, melihat, dan berbicara dapat dipahami, tetapi tentu bagaimana
hakikat Allah Mendengar, Melihat dan Berbicara hanya Allah SWT sendiri yang
mengetahuinya. Contoh yang paling sering dikutip dalam masalah ini adalah
firman Allah:
َ َْ َ َ ْ َّ
الرح ََٰم ُن على الع ْر ِش ْاست َو َٰى
“Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas 'Arsy.” (Q.S. Taha: 5)
M u h k a m d a n M u t a s y a b i h 5 | 12
Arti kata istawa secara harfiyah dapat diketahui yaitu bersemayam. Demikian
juga 'arsy yang bermakna singgasana. Kedua kata itu biasa digunaka dalam
pembicaraan manusia. Tetapi bagaimana Allah SWT bersemayam di atas 'Arsy,
dan bagaimana hakikat 'Arsy itu tidak ada yang mengetahuinya kecuali hanya
Allah SWT. Manna’ Qaththan memberi ilustrasi mengenai hal ini dengan
mengambil kisah Imam Malik ketika ditanya bagaimana Allah SWT bersemayam
di atas 'Arasy, ia menjawab bahwa kata al-istiwâ' (bersemayam) suda diketahui
maknanya, akan tetapi bagaimana cara istiwâ' tidak diketahui, beriman dengannya
wajib, bertanya tentang itu bid'ah.
Sedangkan takwil dalam pengertian pertama yaitu memalingkan sebuah
lafazh dari al-ihtimâl ar-râjih (makna yang kuat) kepada al-ihtimâl al-marjûh (makna
yang lemah) karena ada dalil yang menghendakinya, adalah takwil yang tercela
sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian ulama yang secara berlebihan
mensucikan Allah SWT dari segala sifat yang dianggap mereka sama dengan sifat
makhluk. Misalnya mereka takwilkan kata yad (tangan) dalam frman Allah yadullah
fauqa aidîhim (Q. S. Al-Fath 48: 10) dengan kekuasaan (al-qudrah) karena khawatir
kalau diartikan tangan Allah nanti sama dengan tangan makhluknya. Tetapi
mereka lupa, bahwa kata qudrah juga dimiliki oleh manusia, bukankah manusia
juga mempunyai kekuatan. Jika dijawab bahwa kekuatan Allah SWT berbeda
dengan kekuatan manusia, harusnya demikian juga mereka memahami tangan
Allah, juga berbeda dengan tangan manusia.
من النساء
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan-
perempuan yang yatim bilamana kamu mengawininyanya, maka nikahilah selain
mereka perempuan-perempuan (lain) yang kamu senangi.
Dengan tambahan beberapa kata di atas, maka maksud dari ayat tersebut
akan lebih mudah untuk dipahami, yaitu jika seseorang ingin menikahi anak
yatim perempuan yang di asuh olehnya, kemudian ia khawatir tidak dapat
berbuat adil, maka nikahilah perempuan lain yang berkepribadian baik.
Selain contoh-contoh yang telah dikemukakan di atas, tasyabuh juga
dapat disebabkan oleh kalimatnya yang luas ()اإلطناب, salah satunya adalah
yang terdapat firman Allah:
َ ْ َ َْ
... لي َس ك ِمث ِل ِه ش ْي ٌء...
“…tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia...” (Q.S. as-Syura': 11)
Tasybîh dalam ayat tersebut sekilas terulang dua kali, karena setelah
menggunakan alat tasybîh yaitu huruf kaf ( )كditambah dengan mitsl ()مثل.
Karena huruf kaf dan mitsl memiliki fungsi yang sama, yaitu mempersamakan
sesuatu dengan yang lain, sehingga pengertian menjadi ( )ليس مثل مثله ش يءtidak
ada yang seperti seperti-Nya. Dalam tafsir al-Misbah dijelaskan bahwa
pengulangan alat tasybîh pada ayat tersebut bukanlah sesuatu yang berlebih
atau tidak diperlukan, tetapi befungsi sebagai penguat (ta'kîd) sehingga
maksudnya menjadi "Sungguh tidak ada sama sekali sesuatu pun yang serupa
dengan-Nya". Jika dilihat dari pemaknaan harfiah pun demikian, yaitu tidak
ada yang seperti seperti-Nya, bukan lah kelebihan kata, tetapi sebagai bentuk
penegasan bahwa jika yang seperti seperti-Nya tidak ada, maka tentu lebih-
lebih lagi yang seperti dengan-Nya.
M u h k a m d a n M u t a s y a b i h 8 | 12
Contoh tasyabuh lain yang terdapat pada lafal ayat adalah tasyabuh yang
disebabkan oleh susunan kalimatnya yang tidak urut, seperti yang terdapat
pada surat al-Kahfi ayat 1-2:
ْ َ ْ َ َّ َّ ُ َ ْ
ً َ ُْ ً َ ً ُ ْ َ َْ َ َ َ َ َ َ َ ْ
ق ِيما ِلين ِذ َر َبأ ًسا ش ِديدا. اب َول ْم يجعل له ِع َوجا َّلل ال ِذي أن َزل عل َٰى ع ْب ِد ِه ال ِكت
ِ ِ الح ْمد
َ َ
ً َ َ ً ْ ْ ُ َ َّ َ َّ َ ُ َ ْ َ َ َّ َ ْ ُْ َ ََُ َُُْ ْ
.ات أن لهم أجرا حسنا ِ ح ال
ِ الص ون ل م ع ي ين ذِ ال ين ن
ِ ِمن لدنه ويب ِشر الم
مِ ؤ
“Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al Kitab (Al-
Quran) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya; sebagai bimbingan
yang lurus, untuk memperingatkan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan
memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal
saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik, ” (Q.S. Al-Kahf: 1-
2)
Sebab terjadinya tasyâbuh pada ayat ini adalah karena kata qayyiman ()قيما
tidak langsung ditempatkan setelah kata al-Kitâb ()الكتاب, padahal kata
qayyiman merupakan keterangan sifat dari kata al-Kitab. Jika ditempatkan
langsung sesudah al-Kitab, maka akan lebih mudah untuk dipahami dan
maknanya pun akan langsung ditangkap dengan cepat oleh pembaca.
M u h k a m d a n M u t a s y a b i h 9 | 12
َ َ َْ َ َ ْ ًْ َ َْ َ ْ ُ َ َ ْ َ ْ َ َ َْ ُ َ ََ
ين ال ِق ْسط ِل َي ْو ِم ال ِق َي َام ِة فلا تظل ُم نف ٌس شيئاۖ َو ِإن كان ِمثقال حَّب ٍة ِم ْن ازِ ونضع المو
َ َ
َ َ َ َٰ َ َ َ َ ْ َ َ ْ َ
.اس ِبين
ِ خرد ٍل أتينا ِبهاۗ وكفى بِنا ح
“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah
dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji
sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai
pembuat perhitungan. ” (Q.S. al-Anbiya’: 47)
َ َ َّ ََّ ْ ُ َ َ
َ َ َ ََ ْ ْ يها أ ْن َه ٌار م ْن َماء َغ َ ُ َّ ُ ْ َ ُ
آس ٍن َوأن َه ٌار ِم ْن لب ٍن ل ْم َيتغَّي ْر
ِ ِ ٍ ر ي ِ
َ ونۖ ف
ِ ق تم ال د عِ و يتِ مثل الجن ِة
ال
َ َ
ًّ َ ُ َ َ ْ ٌ َ ْ َ َ َّ ََّ ْ َ ْ ٌ َ ْ َ ُ ُ ْ َ
…..طعمه وأنهار ِمن خم ٍر لذ ٍة ِللش ِار ِبين وأنهار ِمن عس ٍل مصفى
“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah
dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji
sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai
pembuat perhitungan. ” (Q.S. Muhammad: 15)
ٌ َ ٌ َ َ ْ ُ َ َّ َ ُ َ َ َّ َ َ
.ير َوش ِهيق فأَّما ال ِذين شقوا ف ِفي الن ِار لهم ِفيها ز ِف
“Adapun orang-orang yang celaka, maka (tempatnya) di dalam neraka, di
dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas (dengan merintih),” (Q.S.
Hud: 106)
M u h k a m d a n M u t a s y a b i h 11 | 12
3. Menghilangkan kesombongan yang ada pada manusia, sehingga ketika
mereka menyadari kelemahannya, maka mereka akan tunduk dan patuh
kepada Allah SWT.
4. Memberi peluang terjadinya perbedaan pemahaman terhadap ayat-ayat
al-Qur'an. Dengan adanya pemahaman yang beragam, maka terbuka
ruang untuk dialog.
5. Menunjukkan mukjizat Al-Qur'an. Misalnya dari segi bahasa, jika ayat-
ayat mutasyabih itu dibahas lebih mendalam, maka akan terungkap
keindahan, ketelitian dan kehalusan bahasa Al-Qur'an. Berbagai macam
aspek ilmu balaghah akan terungkap seperti al-îjâz, al-ithnâb, al-musâwâh,
at-taqdîm wa atta'khîr, adz-dzikr wa al-hadzf, al-haqîqah wa al-majâz dan lain-
lain sebagainya.
6. Memudahkan manusia untuk menghafal dan menjaga Al-Qur'an, karena
ungkapan Al-Qur'an yang ringkas dan padat dapat memuat berbagai
macam segi dan aspek. Dan juga kehalusan dan keindahan ungkapan-
ungkapan Al-Qur'an meninggalkan kesan mendalam bagi para
pembacanya.
M u h k a m d a n M u t a s y a b i h 12 | 12