Anda di halaman 1dari 28

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Caring
1. Definisi Caring
Caring merupakan sikap peduli, menghormati dan menghargai orang lain,
artinya memberi perhatian dan mempelajari kesukaan-kesukaan seseorang
dan bagaimana seseorang berfikir dan bertindak (Sitorus, 2007). Caring
adalah perhatian perawat dengan sepenuh hati terhadap pasien. Kepedulian,
empati, komunikasi yang lemah lembut dan rasa kasih sayang perawat
terhadap pasien akan membentuk hubungan perawat klien yang terapeutik.
Dengan demikian pasien merasa nyaman, aman dan rasa stress akibat
penyakit yang diderita menjadi berkurang sehingga kepuasan pasien dapat
diwujudkan, namun kenyataan dalam praktik masih banyak ditemukan
perawat kurang beperilaku caring terhadap pasien (Potter dan Perry, 2009).

Caring adalah fokus pemersatu dalam praktik keperawatan (Blais, 2007).


Caring adalah sental praktik keperawatan berupa tindakan yang
memperhatikan kesehatan klien dengan menunjukkan perhatian, empati
maupun rasa menyayangi yang berupaya untuk meningkatkan kesehatan klien
(Tarida, dkk, 2011). Caring bukan sekedar perilaku, caring memiliki makna
yang kuat untuk memotivasi dan memberi dukungan bagi pasien. Caring
merupakan fenomena universal yang berkaitan dengan cara seseorang
berpikir, berperasaan dan bersikap ketika berhubungan dengan orang lain.

Beberapa ahli merumuskan konsep caring dalam beberapa teori. Menurut


Watson yang dikutip oleh Damayanti (2013), ada 7 asumsi yang mendasari
konsep caring. Ketujuh asumsi tersebut adalah :
6

a. Caring hanya akan efektif bila diperlihatkan dan dipraktekkan secara


interpersonal.
b. Caring terdiri dari faktor karatif yang berasal dari kepuasan dalam
membantu memenuhi kebutuhan manusia atau klien.
c. Caring yang efektif dapat meningkatkan kesehatan individu dan
keluarga.
d. Caring merupakan respon yang diterima oleh seseorang tidak hanya saat
itu saja namun juga mempengaruhi akan seperti apakah seseorang
tersebut nantinya
e. Lingkungan yang penuh caring sangat potensial untuk mendukung
perkembangan seseorang dan mempengaruhi seseorang dalam memilih
tindakan yang terbaik untuk dirinya sendiri.
f. Caring lebih kompleks daripada curing. Praktik caring memadukan
antara pengetahuan biofisik dengan pengetahuan mengenai perilaku
manusia yang berguna dalam peningkatan derajat kesehatan dan
membantu klien yang sakit.
g. Caring merupakan inti dari keperawatan

Dari pengertian pakar di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa caring


adalah tindakan nyata yang dilakukan perawat dalam melakukan pelayanan
keperawatan untuk menolong dan melayani orang dengan penuh kesabaran,
kejujuran dan kasih sayang serta tidak membeda-bedakan suku maupun ras
pasien.

2. Komponen Caring
Caring merupakan inti dari praktek keperawatan terdiri dari beberapa
komponen yang dapat menjadi panduan perawat dalam menerapakan perilaku
caring pada proses emberian pelayanan keperawatan. Komponen caring
dijelaskan oleh beberapa pakar keperawatan seperti Watson dan Swanson.
7

a. Komponen Caring Menurut Watson


Komponen caring menurut Watson dalam Ardiana (2010) diuraikan
dalam 10 faktor karatif yang berasal dari perspektif humanistik yang
dikombinasikan dengan ilmu dasar pengetahuan ilmiah. Watson
menekankan agar 10 faktor karatif harus tercermin dalam asuhan
keperawatan. Sepuluh faktor karatif tersebut dapat dijelaskan sebagi
berikut :
1) Pembentukan sistem humanistic dan altruistic
Watson menyampaikan bahwa nilai-nilai humanistik dan altruistik
dipelajari sejak awal kehidupan, akan tetapi sangat dipengaruhi oleh
pendidikan perawat.

2) Menanamkan kepercayaan-harapan
Faktor ini menggabungkan nilai-nilai humanistik dan altruistik,
memfasilitasi pemberian pelayanan keperawatan yang holistik dan
kesehatan yang positif kepada pasien. Perawat berperan membangun
hubungan yang efektif antara perawat pasien dan pencapaian
kesejahteraan dengan membantu pasien meningkatkan perilaku
mencari pertolongan kesehatan, membantu memahami terapai yang
diberikan dan memberi keyakinan adanya kekuatan penyembuhan.

3) Mengembangkan kepekaan terhadap orang lain dan diri sendiri


Pengakuan perasaan untuk aktualisasi diri melalui penerimaan diri
baik pasien maupun perawat. Seorang perawat yang memiliki
kepekaan (sensivitas) dalam perasaannya, maka ia akan lebih mampu
ikhlas, apa adanya dan peka terhadap kebutuhan orang lain.

4) Mengembangkan hubungan saling percaya dan saling membantu


Mengembangkan hubungan saling percaya dan saling membantu
antara perawat dan pasien merupakan hal yang sangat penting dalam
transpersonal caring. Hubungan saling percaya dilakukan dengan
8

saling mendukung dan menerima ekspresi perasaan positif dan


negatif. Hubungan ini mencakup 4 hal yaitu kecocokan
(congruence), empati, hangat yang tidak posesif dan komunikasi
efektif. Congruence mencakup jujur, sesuai kenyataan dan tulus.
Empati adalah kemampuan mengalami dan memahami persepsi dan
perasaan orang lain dan mengkomunikasikan perasaan tersebut.
Hangat yang tidak posesif ditampilkan dengan berbicara dengan
volume yang sedang, rileks, sikap tubuh yang terbuka dan ekspresi
wajah yang sesuai dengan komunikasi orang lain. Komunikasi
efektif terdir dari komponen respon kognitif, afektif dan perilaku.

5) Mendukung dan menerima ungkapan perasaan yang positif dan


negatif
Perawat perlu mempunyai pemahaman intelektual dan emosional
terhadap perbedaan perasaan baik positif maupun negatif. Tujuan
dari sikap ini adalah menciptakan hubungan perawat pasien yang
terbuka, saling menghargai perasaan dan pengalaman perawat dan
pasien.

6) Menggunakan metode yang sistematis dalam pemecahan masalah


Perawat menggunakan proses keperawatan untuk memecahkan
masalah yang berhubungan dengan pelayanan keperawatam dan
mengambil keputusan secara sistematis. Proses keperawatan
merupakan pendekatan yang digunakan dalam memecahkan masalah
secara sistematis dan terorganisis, sehingga dapat menghilangkan
pandangan lama bahwa perawat adalah asisten dokter.

7) Meningkatkan pembelajaran dan pengajaran dalam hubungan


interpersonal
Faktor ini merupakan konsep penting dalam keperawatan yang akan
membedakan caring dan curing. Dengan pembelajaran dan
9

pengajaran memungkinkan pasien memperoleh pengertahuan dan


bertanggung jawab terhadap kondisi sehat sakitnya. Melalui proses
pembelajaran ini diharapkan pasien dapat melakukan perawatan
mandiri, menentukan kebutuhan diri dan mendorong pertumbuhan
diri pasien.

8) Menciptakan lingkungan yang suportif, protektif, perbaikan mental,


fisik, sosial budaya dan spiritual.
Perawat perlu mengenali pengaruh lingkungan internal dan eksternal
pasien terhadap kondisi sehat sakit pasien. Konsep yang
berhubungan dengan lingkungan internal antara lain kesehatan
mental spiritual dan kepercayaan sosiokultural individu. Sedangkan
lingkungan eksternal mencakup kenyamanan, privacy, keamanan,
kebersihan dan keindahan lingkungan sekitar.

9) Membantu memberi bimbingan dalam memenuhi kebutuhan dasar


manusia yang dibutuhkan pasien.
Perawat perlu mengenali kebutuhan biofisikal, psikofisikal,
psikososial dan interpersonal diri perawat dan pasien. Pasien harus
puas terhadap kebutuhan terendah sebelum mencapai kebutuhan
yang lebih tinggi. Kebutuhan biofisikal yang terendah antara lain
makan, eliminasi dan ventilasi. Kebutuhan psikososial yang terendah
antara lain aktivitas dan seksualitas. Kebutuhan psikososial yang
tertinggi antara lain pencapaian dan afiliasi. Aktualisasi diri
merupakan kebutuhan intra-interpersonal tertinggi.

10) Menghargai kekuatan eksistensial-phenomenologikal


Perawat selalu menghargai adanya kekuatan eksistensial dan
fenomenologikal yang diyakini pasien. Fenomenologi digambarkan
sebagai suatu data situasi yang dapat membantu individu memahami
fenomena. Psikologi eksistensial adalah ilmu eksistensi manusia
10

yang dijelaskan menggunakan pendekatan fenomenologikal. Watson


menyatakan sulit menjelaskan faktor ini. Inti dari faktor ini adalah
menghargai pengalaman yang merangsang pemikiran untuk
memfasilitasi pemahaman yang lebih baik bagi diri sendiri dan orang
lain.

b. Komponen Caring Menurut Swanson


Swanson dalam Ardiana (2010) menjelaskan proses caring dalam 5
komponen caring yaitu :
1) Mengetahui (knowing) adalah usaha untuk memahami kejadian yang
berarti dalam kehidupan orang lain, menghindari asumsi, fokus
merawat orang lain, mencari petunjuk, mengkaji dengan teliti dan
menggabungkan perawat pasien dalam pross mengetahui.
2) Kehadiran (being with) yaitu menghadirkan emosi ketika kita
bersama orang lain. Hal ini meliputi kehadiran diri perawat untuk
pasien, mengkomunikasikan kesiapan (bersedia) untuk membantu
dan berbagi perasaan tanpa membebani pasien.
3) Melakukan (doing for) yaitu melakukan tindakan untuk orang lain
atau memandirikan pasien jika mungkin, mencakup tindakan
antisipasi, kenyamanan, menampilkan kompetensi dan keahlian,
melindungi pasien dan menghargai martabat pasien.
4) Memampukan (enabling) yaitu memfasilitasi pasien untuk melewati
masa transisi atau kejadian yang tidak biasa dengan berfokus pada
situasi, memberikan informasi atau penjelasan, memberi dukungan,
memvalidasi perasaan pasien, menawarkan pilihan (alternatif)
tindakan dan memberiakn umpan balik.
5) Mempertahankan kepercayaan (maintaining belief) yaitu
mempertahankan kepercayaan pasien dengan mempercayai kapasitas
pasien, mnghargai nilai yang dimiliki pasien, mempertahankan
perilaku penuh pengharapan, menawarkan harapan yang realistis,
11

membantu mencari makna dan selalu siap membantu pasien pada


situasi apapun.

3. Kategori Dan Tipe Ide Caring


Kategori dan tipe ide yang merupakan asal dikembangkannya dapat dilihat
sebagai berikut (Burnard dan Morrison, 2009) :
Tabel 2.1
Kategori Caring

Caring Tidak Caring


Baik Tidak baik
Berpengetahuan Tidak berpengetahuan
Penolong Tidak penolong
Tulus Penuh kepalsuan
Kualitas pribadi (ide yang digunakan untuk menunjukkan kualitas khusus kepada
individu).
Caring Tidak Caring
Memperlakukan setiap orang sebagai Bekerja seperti sebuah garis produksi
seorang individu
Perawat yang penuh keterampilan Perawat yang tidak memiliki keterampilan
Terpercaya Tidak terpercaya
Menjelaskan terapi dan asuhan dengan Mengabaikan kebutuhan psikologis pasien
cukup kepada pasien
Gaya kerja klinis (ide yang menunjukkan cara seseorang bekerja di lingkungan klinis).
Caring Tidak Caring
Mudah didekati Tidak dapat didekati
Pendekatan sensitif Pendekatan yang tidak dpikirkan
Mendengaran orang lain Tidak mendengarkan orang lain
Empati Kurang empati
Pendekatan interpersonal (ide berkenaan dengan cara seseorang berhubungan dengan
orang lain).
Caring Tidak Caring
Motivasi tinggi Tidak memeiliki motivasi
Dinamis Apatis
Tidak ada yang terlalu menyulitkan Hanya mengerjakan sesuatu yang
diperlukan
Teliti Mengabaikan
Tingkat motivasi (ide yang menunjukkan tingkat komitmen sesesorang).
Caring Tidak Caring
Mendahulukan kepentingan orang lain Egois
Menyediakan diri Egosentris
Memperhatikan orang lain Tidak tertarik pada kesejahteraan orang lain
Kurang menyadari keberadaan orang lain
Menyadari keberadaan orang lain
Perhatian terhadap orang lain (ide yang menekankan ketidakegoisan

Caring Tidak Caring


Selalu ada waktu untuk orang lain Berpura-pura sibuk
12

Memiliki waktu untuk menguatkan Kurang waktu untuk menguatkan hubungan


hubungan Selalu ada hal lain yang dikerjakan
Selalu punya waktu untuk berbincang-
bincang dengan orang lain Menekankan untuk melalukan hal-hal lain
Ingin bisa menambah waktu untuk
mendengarka orang lain
Penggunaan waktu (ide yang berfokus pada bagaimana individu memanfaatkan waktu
yang ada.
Caring Tidak Caring
Konsisten dalam bersikap Tidak konsisten dalam bersikap
Kemudahan sikap dalam bekerja Sikap sembrono
Sikap merendah Sikap merendahkan orang lain
Sikap profesional Mencampur adukan masalah pribadi dalam
pekerjaan
Sikap (ide yang menunjukkan sikap tertentu).

Menurut Burnard dan Morrison (2009) perawat yang memiliki ciri-ciri profil
yang ideal ialah :
a. Kualitas pribadi : perawat yang memiliki sifat caring adalah perawat
yang tampaknya memiliki banyak kualitas. Mereka adalah orang-orang
yang baik, tulus, berpengetahuan, sabar dan tenang, memiliki rasa humor,
penolong, jujur, santai, asertif, penuh kasih sayang, penuh perhatian,
berpengalaman dan fleksibel, memiliki watak yang menyenangkan,
toleran dan pengertian.
b. Gaya kerja klinis : di lingkungan kerja, perawat yabg bersifat caring
tampaknya memperlakukan orang-orang/pasien sebagai individu dan
mencoba mengidentifikasi kebutuhan pasien. Diri mereka teratur,
mendahulukan kepentingan pasien dan dapat dipercaya serta terampil.
c. Pendekatan interpersonal : dalam hubungan mereka dengan orang lain,
perawat yang bersifat caring tampaknya bersifat empati dan mudah
didekati, serta mau mendengarkan orang lain. Pendekatan bersifat peka,
ia mudah bergaul dan sopan serta berkomunikasi dengan baik kepada
orang lain.
d. Tingkat motivasi : perawat yang bersifat caring tampak sangat tertarik,
teliti, memiliki komitmen dan bermotivasi tinggi.
13

e. Perhatian terhadap orang lain : perawat yang bersifat caring tampak


mengedepankan kepentingan orang lain dibandingkan kepentingan
dirinya dan tidak bergantung pada orang lain.
f. Penggunaan waktu : perawat yang bersifat caring senantiasa mempunyai
waktu untuk orang lain.
g. Sikap : perawat yang bersifat caring tampaknya konsisten, memiliki
sikap merendah dan profesional serta memiliki sikap ringan dalam
bekerja.

4. Perilaku Caring Perawat


Perilaku caring (caring act) adalah suatu tindakan yang dilakukan dalam
memberikan dukungan kepada individu secara utuh (Dwidiyanti, 2007).
Perilaku caring perawat yang dipersepsikan oleh pasien sebagai penerima
perilaku tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempengaruhi
persepsi pasien. Perilaku caring perawat tidak hanya mampu meningkatkan
kepuasan pasien, namun juga dapat menghasilkan keuntungan bagi rumah
sakit (Godkin dan Godkin, 2004 dalam Ardiana, 2010). Sikap caring perawat
dapat diterapkan saat melakukan pelayanan keperawatan kepada pasien.
Perawat yang caring dalam melakukan pelayanan keperawatannya supaya
dapat menghargai pasien maupun klien tanpa harus membeda-bedakan.

Caring dalam keperawatan adalah fenomena transkultural dimana perawat


berinteraksi dengan klien, staf dan kelompok lain. Perilaku caring bertujuan dan
berfungsi membangun struktur sosial, pandangan dan nilai kultur setiap orang
yang berbeda pada satu tempat dengan tempat lain (Dwidiyanti, 2007).
Menurut Burnard dan Morrison (2009), ada 3 aspek penting yang mendasari
keharusan perawat untuk caring terhadap orang lain yang sakit antara lain :
a. Aspek kontrak
Sebagai profesional, kita berada dibawah kewajiban kontrak untuk care.
Perawat memiliki tugas profesional untuk memberikan care. Pada tingkat
14

yang lebih konkret, dapat dibahas bahwa care ditawarkan sesuai dengan
harapan pasien atau konsumen.

b. Aspek etika
Pertanyaan etika adalah pertanyaan tentang apa yang benar dan salah,
bagaimana membuat keputusan yang tepat, bagaimana bertindak dalam
situasi tertentu. Pertanyaan ini akan memengaruhi cara perawat
memberikan asuhan. Harus diperhatikan bahwa sebagian besar kode
keagamaan mendorong penganutnya untuk bertindak caring kepada
orang lain. Sumber pedoman yang dinyatakan secara luas dalam hal etika
adalah program Kant bahwa kita harus bertindak meskipun perilaku kita
mengilustrasikan hukum perilaku universal.

c. Aspek spiritual
Spiritual paling sering berhubungan dengan agama dan keyakinan
keagamaan. Perawat yang “religius” adalah orang yang care, bukan
karena dia seorang perawat tetapi lebih karena dia adalah anggota suatu
agama atau kepercayaan. Untuk care, dalam kasus ini adalah dengan
mengikuti ajaran agama tersebut dengan merujuk pada kode perilakunya.

Dengan meringkas poin-poin ini dan menyoroti posisi etis mereka, Fry dalam
Burnard dan Morrison (2009) menyatakan beberapa petunjuk tentang caring:
a. Caring harus dilihat sebagai nilai puncak atau nilai tertinggi untuk
membimbing tindakan seseorang.
b. Caring harus dipertimbangkan sebagai sesuatu yang bernilai universal.
c. Caring harus dipertimbangkan secara jelas karena perilaku tertentu
(empati, dukungan, simpati, perlindungan dan lain-lain) diutamakan.
d. Caring harus berkenaan dengan orang lain harus berpikir untuk
menyejahterahkan orang lain dan bukan menyejahterakan diri sendiri.
15

5. Persepsi Pasien Mengenai Caring


Pendekatan lain terhadap isu tentang makna caring adalah dengan menanyai
orang-orang yang baru saja mendapatkan asuhan untuk mengertahui seperti
apa rasanya caring tersebut. Ini adalah strategi yang digunakan oleh Henry
dalam Burnard dan Morrison (2009). Peneliti melakukan wawancara
kebeberapa pasien yang dirawat, mereka memaparkan bahwa saat mereka
membutuhkan perawat, perawat tidak langsung datang menemui pasien. Dan
ini bisa terjadi sampai beberapa kali pasien maupun keluarga pasien
memanggil perawat hingga perawat datang ke ruangan pasien. Hal ini dapat
membuat persepsi pasien terhadap caring perawat menjadi tidak baik.

Seharusnya perawat memberikan apa yang menjadi kebutuhan klien dengan


memenuhi keinginan klien dan pasti pasien akan merasa senang karena segala
kebutuhannya telah terpenuhi. Ini dapat mengubah persepsi pasien yang
semula buruk menjadi baik. Karena jika perawat caring kepada pasien secara
langsung perawat telah memberikan kepuasaan terhadap pasien.

6. Perbedaan Caring Dan Curing


Caring sangat penting dalam dunia keperawatan. Seorang perawat harus
dapat melayani dan memahami pasien dengan sepenuh hati saat melakukan
pelayanan keperawatan. Caring merupakan sikap peduli dimana perawat
menghormati dan menghargai pasien. Caring memiliki makna yang kuat
untuk memotivasi dan memberi dukungan bagi pasien. Carper dalam Burnard
dan Morrison (2009) mengatakan bahwa caring sebagai sebuah nilai
profesional dan personal, merupakan inti penting dalam menyediakan standar
normatif yang mengarahkan tindakan dan sikap kita terhadap orang yang kita
asuh. Perilaku caring perawat dalam merawat pasien menentukan mutu
perawat baik atau tidak dan menentukan kepuasan pasien. Caring merupakan
suatu proses pendekatan perawat kepada pasien agar perawat dapat menjalin
hubungan yang baik dengan pasien saat melakukan asuhan.
16

Caring identik dengan perawatan pada pasien dan merupakan tugas primer
perawat, sedangkan curing lebih kepada pengobatan untuk penyakit pasien
sebagai tugas sekunder perawat. Menurut Rogers (2003), perawatan telah
menekankan kembali pada pentingnya merawat (caring) ketika
menyembuhkan atau mengobati (curing) sudah tidak mungkin. Dalam hal ini,
curing merupakan pendukung caring.

Perbedaan caring dan curing dapat dilihat dari perawatan yang dilakukan
perawat dalam memenuhi kebutuhan pasien, sedangkan curing lebih kepada
diagnosa yang telah ada dan dilakukannya pengobatan. Perawat harus tahu
dalam membedakan caring dan curing karena caring sangat penting dalam
pelayanan kesehatan untuk pemulihan pasien dan curing adalah bagian dari
caring yang lebih kompleks.

B. Kepuasan Pasien
1. Pengertian Kepuasan Pasien
Kepuasan merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menilai
mutu suatu produk (barang atau jasa), termasuk jasa pelayanan kesehatan
(Supranto, 2006). Kepuasan yang dialami oleh pasien berkaitan dengan mutu
atau kualitas pelayanan yang diberikan oleh perawat. Pasien sebagai
konsumen akan merasa puas bila diberi pelayanan yang baik dan
diperlakukan dengan baik serta mendapatkan kemudahan dalam pelayanan
(Pohan, 2007).

Kepuasan adalah persepsi pelanggan dimana harapannya telah terpenuhi atau


terlampaui (Gerson, 2002 dalam Syafrudin, dkk, 2011). Nursalam (2011)
menyebutkan kepuasan adalah perasaan senang seseorang yang berasal dari
perbandingan antara kesenangan terhadap aktifitas dan suatu produk dengan
harapannya. Kepuasan pasien adalah keluaran (outcome) layanan kesehatan.
17

Kepuasan pasien berhubungan dengan mutu layanan kesehatan. Dengan


mengetahui tingkat kepuasan pasien, manajemen rumah sakit dapat
melakukan peningkatan mutu pelayanan. Persentasi pasien yang menyatakan
puas terhadap pelayanan berdasarkan hasil survei dengan instrumen yang
baku (Indikator Kinerja Rumah Sakit, Depkes RI Tahun 2005: 31 dalam
Nursalam 2011).

Kepuasan pelanggan merupakan respon pelanggan terhadap kesesuaian antara


tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakan setelah
pemakaian. Kepuasan pasien adalah tingkat kepusan dari persepsi pasien dan
keluarga terhadap pelayanan kesehatan dan merupakan salah satu indikator
kinerja rumah sakit. Philip Kotler dalam Syafrudin, dkk (2011) menyatakan
bahwa “Kepuasan adalah tingkat keadaan yang dirasakan seseorang yang
merupakan hasil dari membandingkan penampilan atau outcome produk/jasa
yang dirasakan dalam hubungannya dengan harapan seseorang”. Kepuasan
merupakan evaluasi purna beli dimana alternatif yang dipilih sekurang-
kurangnya memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui harapan
konsumen, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh
tidak memenuhi harapan konsumen.

Kepuasan pasien adalah hasil yang dicapai pada saat keistimewaan


produk/jasa merespon kebutuhan pelanggan, sedangkan ketidakpuasaan
pasien adalah terjadinya defisiensi (kekurangan) produk/jasa yang pada
dasarnya menimbulkan keluhan, klain, tuntutan dan sebagainya.
Ketidakpuasan yang diperoleh pada tahap awal pelayanan menimbulkan
persepsi berupa kualitas pelayanan yang buruk untuk tahap selanjutnya,
sehingga pelanggan merasa tidak puas dengan pelayanan secara keseluruhan.
Kepuasan pelanggan sangat bergantung pada harapan pelanggan. Oleh karena
itu, strategi kepuasan pelanggan haruslah didahului dengan pengetahuan yang
detail dan akurat terhadap harapan pelanggan. Harapan pelanggan kadang
dapat dikontrol oleh perusahaan.
18

Harapan adalah kunci pokok bagi setiap penyelenggara pelayanan kesehatan


yang terlibat dalam kepuasan pasien atau klien. Rangkuti dalam Syafrudin,
dkk (2011) mengatakan bahwa harapan adalah tingkat kepentingan
pelanggan, yaitu keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu
produk atau jasa yang akan dijadikannya standar acuan untuk menilai produk
atau jasa tersebut. Proses kepuasan pelanggan dapat dilihat pada skema 2.1

Tujuan Kebutuhan Dan Keinginan


Perusahaan Pelanggan
Tujuan Rumah Sakit
Kebutuhan Dan
Keinginan Pasien

Produk
Pelayanan Rumah Harapan Pelanggan
Sakit (Perawat) Terhadap Produk
Harapan Pasien
Terhadap Pelayanan
Nilai Produk Bagi Rumah Sakit
Pelanggan

Penilaian Pasien
Terhadap Pelayanan
Rumah Sakit Tingkat Kepuasan
Pelanggan

Tingkat Kepuasan
Pasien

Skema 2.1 Diagram Konsep Kepuasan Pelanggan

2. Manfaat Kepuasan Pasien


Menurut Sari dalam Hermanto (2010) manfaat kepuasan pasien yaitu :
a. Kepuasan pelanggan merupakan sarana untuk menghadapi kompetisi
dimasa yang akan datang
b. Kepuasan pelanggan merupakan promosi terbaik
c. Kepuasan pelanggan merupakan asset perusahaan terpenting
19

d. Kepuasan pelanggan menjamin pertumbuhan dan perkembangan


perusahaan
e. Pelanggan semakin kritis dalam memilih produk
f. Pelanggan puas akan kembali
g. Pelanggan yang puas mudah memberikan referensi

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien


Menurut Irawan dalam Rahmani (2009) kepuasan pelanggan atau pasien pada
suatu pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a. Kualitas produk
Kualitas produk mencakup enam elemen, yaitu performance, durability,
feature, reliability, consistency dan design. Setelah membeli dan
menggunakan suatu produk, pembeli akan merasa puas bila ternyata
kualitas produknya baik atau berkualitas.

b. Harga
Komponen harga sangat penting karena dinilai mampu memberikan
kepuasan yang relatif besar dalam industri ritel. Harga yang murah akan
memberikan kepuasan bagi pelanggan yang sensitif terhadap harga
karena mereka akan mendapatkan value for money yang tinggi.

c. Service quality
Salah satu konsep service quality adalah sangat tergantung dari tiga
faktor, yaitu : sistem, teknologi dan manusia. Berdasarkan konsep service
quality, komponen ini mempunyai banyak dimensi, yaitu : reliability,
responsiveness, assurance, empathy dan tangible.

d. Emotional factor
Kepuasan konsumen yang diperoleh pada saat menggunakan suatu
produk yang berhubungan dengan gaya hidup. Kepuasan pelanggan
20

didasari atas rasa bangga, rasa percaya diri, simbol sukses dan
sebagainya.

e. Kemudahan
Komponen ini berhubungan dengan biaya untuk memperoleh produk
atau jasa. Pelanggan akan semakin puas apabila relatif mudah, nyaman
dan efisien dalam mendapatkan produk atau pelayanan.

Menurut Syafrudin, dkk (2011) kepuasan pasien dipengaruhi banyak faktor,


antara lain yang bersangkutan dengan :
a. Pendekatan dan perilaku petugas, perasaan pasien terutama saat pertama
kali datang.
b. Mutu informasi yang diterima, seperti apa yang dikerjakan, apa yang
dapat diharap.
c. Prosedur pejanjian
d. Waktu tunggu
e. Fasilitas umum yang tersedia
f. Outome terapi dan perawatan yang diterima

4. Indikator Mengukur Kepuasan Pelanggan


Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan salah satu cara untuk mengukur
penampilan rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan terutama dalam
perilaku caring perawat melakukan asuhan keperawatan. Menurut Parasuraman
dan Wiyono dalam Syafrudin, dkk (2011) terdapat 10 indikator untuk
mengukur kepuasan pelanggan. Dalam perkembangan selanjutnya kesepuluh
faktor dirangkum menjadi 5 dimensi mutu pelayanan sebagai penentu kualitas
jasa, yaitu :
a. Bukti langsung adalah segala sesuatu yang tampak seperti : fasilitas,
peralatan, kenyamanan ruangan dan sikap petugas.
b. Keandalan adalah elemen yang berkaitan dengan kemampuan untuk
mewujudkan pelayanan yang dapat diandalkan.
21

c. Daya tanggap adalah elemen yang berkaitan dengan kesedian karyawan


dalam membantu dan memberikan pelayanan yang terbaik bagi pasien,
petugas memberikan pelayanan dengan segera dan tepat waktu, petugas
memberikan pelayanan yang baik.
d. Jaminan, hal ini terutama mencakup pengetahuan, kemampuan,
kesopanan, dan sifat dapat dipercaya petugas. Selain itu, bebas dari
bahaya saat pelayanan merupakan jaminan juga.
e. Empati, meliputi perhatian pribadi dalam memahami kebutuhan para
pasien.

Menurut Purba (2012) ada enam konsep yang bisa digunakan untuk
mengukur kepuasan pelanggan, antara lain :
a. Kepuasan pelanggan keseluruhan (Overall Customer Satisfaction)
Pengukuran ini disebut pengukuran langsung dan merupakan teori
pengukuran klasik. Pengukuran kepuasan pelanggan ini dilakukan
dengan menanyakan kepada pelanggan seberapa jauh mereka puas
dengan produk atau jasa yang telah diterimanya. Ada 2 bagian dalam
proses pengukurannya, yaitu :
1) Mengukur tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk atau jasa
perusahaan bersangkutan.
2) Menilai dan membandingkan dengan tingkat kepuasan pelanggan
keseluruhan terhadap produk atau jasa para pesaing.

Ketika menilai tingkat kepuasan pelanggan, cara yang paling baik ialah
menanyakan langsung kepada pelanggan yang sudah berpengalaman
menggunakan produk/jasa tertentu mengenai beberapa karakteristik atau
atribut suatu produk yang dapat membuat pelanggan puas atau kecewa.
Dari jawaban yang diperoleh, kita peroleh nilai/skor yang menunjukkan
tingkat kepuasan pelanggan dengan produk yang dibelinya. Misalnya
angka 5, 4, 3, 2 dan 1 untuk tingkat Sangat Puas (SP), Puas (P), Netral
(N), Tidak Puas (TP) dan Sangat Tidak Puas (STP). Akan tetapi ini
22

hanya memberikan kepada kita nilai yang kita lihat mengenai tingkat
kepuasan dari pelanggan yang bersangkutan.
b. Dimensi kepuasan pelanggan
Ada 4 langkah untuk menentukan dimensi kepuasan pelanggan yaitu :
a) Mengidentifikasi dimensi kunci kepuasan pelanggan.
b) Meminta pelanggan untuk menilai prodak atau jasa berdasar item
yag spesifik.
c) Meminta pelanggan untuk menilai prodak atau jasa pesaing berdasar
item yag spesifik yang sama.
d) Meminta pelanggan untuk menentukan dimensi yang menurut
mereka paling penting dalam menilai kepuasan pelanggan
keseluruhan.

c. Konfirmasi harapan (Confirmation of Expectation)


Dalam konsep ini kepuasan tidak diukur langsung, tapi disimpulkan
berdasarkan kesesuaian atau ketidaksesuaian atara harapan pelanggan
dengan kinerja aktual perusahaan. Harapan pelanggan diyakini
mempunyai peranan yang besar dalam menentukan kualitas produk dan
kepuasan pelanggan. Pada dasarnya ada hubungan yang erat antara
penentu kualitas dan kepuasan pelanggan. Dalam mengevaluasi
kepuasan, pelanggan akan menggunakan harapannya sebagai standar atau
acuan.

d. Minat pembelian ulang (Repurchase Intent)


Kepuasan pelanggan diukur dengan menanyakan apakah pelanggan akan
membeli lagi atau mau menggunakan jasa perusahaan tersebut lagi.

e. Kesediaan untuk merekomendasi (Willingness to Recommend)


Kepuasan pelanggan diukur dengan menanyakan apakah pelanggan
merekomendasikan produk tersebut kepada keluarga atau teman.
23

f. Ketidakpuasan pelanggan (Customer Dissatisfaction)


Aspek-aspek yang digunakan untuk mengetahui ketidakpuasan
pelanggan adalah dengan banyaknya terjadi keluhan, pengembalian
produk, biaya garansi, recall, word of mount yang negatif dan defection.

Kepuasaan pasien dapat diukur baik secara kuantitatif ataupun kualitatif


(dengan membandingkannya) dan banyak cara mengukur tingkat kepuasan
pasien (Pohan, 2007). Pengukuran kepuasan pasien menunjukkan bahwa
upaya untuk mengukur tingkat kepuasaan pasien tidak mudah, karena upaya
untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengukur tingkat
kepuasaan pasien akan berhadapan dengan suatu kendala kultur, yaitu
terdapatnya suatu kecenderungan masyarakat yang enggan atau tidak mau
menyatakan kritiknya, apalagi terhadap perilaku perawat dalam melakukan
asuhan keperawatan. Masyarakat lebih sering bungkam atau enggan memberi
komentar mengenai perawat.

Menurut Supranto (2006), bahwa ada beberapa langkah yang harus dilalui
untuk dapat mengetahui kepuasan pelanggan, antara lain:
a. Langkah pertama, yaitu mengidentifikasi kebutuhan pelanggan untuk
memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai cara pelanggan
mengartikan mutu suatu barang atau jasa, sehingga memudahkan
pengembangan kuesioner kepuasan pelanggan dalam langkah berikutnya.
b. Langkah kedua, yaitu proses mengembangkan kuesioner. Langkah ini
mencakup menseleksi pertanyaan-pertanyaan untuk kuesioner, memilih
format jawaban dan memilih butir-butir kepuasan terbaik yang harus
dimasukkan dalam kuesioner.
c. Langkah ketiga, yaitu menggunakan kuesioner tersebut. Setiap
penggunaan memungkinkan untuk memperoleh informasi khusus tentang
perilaku pelanggan saat ini. Status kepuasan ini berlaku pada saat
penilaian dan mengalami perubahan dari waktu ke waktu.
24

Syafrudin, dkk (2011) mengatakan untuk mengukur puas atau tidak puasnya
seseorang tergantung pada :
a. Sikapnya terhadap ketidaksesuaian (rasa senang atau tidak senang).
b. Tingkatan daripada evaluasi “baik atau tidak” untuk dirinya, melebihi
atau dibawah standar.

Lebih lanjut menurut Kotler dalam Nursalam (2011) ada beberapa cara
mengukur kepuasan pelanggan :
a. Sistem keluhan dan saran
Dengan menyediakan kotak saran, hotline service, dan lain-lain untuk
memberikan kesempatan seluas luasnya kepada pasien atau pelanggan
untuk menyampaikan keluhan, saran, komentar dan pendapat mereka.

b. Survei kepuasan pelanggan


Untuk mengetahui kepuasan pelangan para pemasar juga dapat
melakukan berbagai penelitian atau survai mengenai kepuasan pelanggan
misalnya melalui kuesioner, pos, telepon ataupun wawancara langsung.

c. Pembeli bayangan
Metode ini, organisasi pelayanan kesehatan mempekerjakan beberapa
orang atau (ghost shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai
pasien/pembeli potensial produk/pelayanan organisasi pelayanan
kesehatan lain yang kemudian melaporkan temuannya sehingga dapat
dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan organisasi.

d. Analisis kehilangan pelanggan


Organisasi kesehatan menghubungi para pelanggan yang telah berhenti
membeli atau yang telah beralih keorganisasi pelayanan kesehatan lain
agar dapat memahami mengapa hal ini terjadi dan supaya dapat
mengambil kebijakan perbaikan/penyempurnaan selanjutnya.
25

5. Landasan Mengukur Kepuasan Pelanggan


Menurut Lele dalam Purba (2012) ada 4 landasan kepuasaan pelanggan antara
lain :

1. PRODUK

4. SESUDAH KEPUASAN 2. KEGIATAN


PENJUALAN PELANGGAN PENJUALAN

3. BUDAYA

Skema 2.2 Landasan Kepuasan Pelanggan

a. Produk
Bagaimana merancang produk sesuai dengan kebutuhan dan harapan
konsumen meliputi mutu, biaya dan sumber daya.

b. Kegiatan penjualan (proses)


Bagaimana proses tersebut berjalan meliputi sikap, tindakan, dan latihan
untuk para petugas. Apakah mereka menguasai tugasnya, bagaimana
petugas berkomunikasi dan berinteraksi dengan pelanggan clan
bagaimana mereka mengurusi pelanggan.

c. Sesudah penjualan atau selanjutnya disebut puma beli


Bagaimana pelayanan pendukung diberikan kepada pelanggan
mencakup: informasi, garansi, nasehat, peringatan, latihan, umpan balik
dan tanggapan terhadap keluhan.

d. Budaya
Bagaimana manajemen menerapkan bahwa kepuasan pelanggan
sungguh-sungguh merupakan tujuan perusahaan bukan sekedar omong
26

kosong saja. Jadi memberi kepuasan kepada pelanggan sudah menjadi


budaya kerja bukan hanya sekedar cita-cita saja. Contoh : menunda
pertemuan atau rapat karena melayani pasien.

C. Konsep Pelayanan Kesehatan Rawat Inap


1. Definisi Pelayanan Rawat Inap
Rawat inap dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “pasien opname”.
Opname adalah pasien yang memperoleh pelayanan kesehatan menginap dan
dirawat di rumah sakit sering disebut pasien rawat inap. Pelayanan rawat inap
adalah pelayanan yang diterima oleh pasien dari tenaga medis (dokter,
perawat, tenaga kesehatan) yang mana pasien tidak bisa mendapat perawatan
yang baik dirumah.

2. Standar Pelayanan Minimal Rawat Inap


Menurut Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 129/ Menkes/
SK/II/2008 pelayanan rawat inap terdiri dari :
a. Pemberi pelayanan rawat inap
Pemberi pelayanan rawat inap adalah dokter dan tenaga perawat yang
kompeten (minimal D3). Tujuan dari pemberi pelayanan rawat inap ialah
tersedianya pelayanan rawat inap oleh tenaga yang kompeten.

b. Dokter penanggung jawab pasien rawat inap


Penanggung jawab rawat inap adalah dokter yang mengkoordinasikan
kegiatan pelayanan rawat inap sesuai kebutuhan pasien. Tersedianya
dokter penanggung jawab pelayanan rawat inap yang terkoordinasi untuk
menjamin kesinambungan pelayanan hingga 100%.

c. Ketersediaan pelayanan rawat inap


Pelayanan rawat inap adalah pelayanan rumah sakit yang diberikan tirah
baring dirumah sakit. Minimal terdiri dari kesehatan anak, penyakit
27

dalam, kebidanan dan bedah (kecuali rumah sakit khusus disesuaikan


dengan spesifikasi rumah sakit tersebut).

d. Jam visit dokter spesialis


Visite dokter spesialis adalah kunjungan dokter spesialis setiap hari kerja
sesuai dengan ketentuan waktu kepada setiap pasien yang menjadi
tanggung jawabnya yang dilakukan antara jam 08.00 sampai dengan
14.00.

e. Kejadian infeksi paska operasi


Infeksi pasca operasi adalah adanya infeksi nosokomial pada semua
kategori luka sayatan operasi bersih yang dilaksanakan di rumah sakit
yang ditandai oleh rasa panas (kalor), kemerahan (color), pengerasan
(tumor) dan keluarnya nanah (pus) dalam waktu lebih dari 3 x 24 jam
dengan tingkat kejadian infeksi ≤ 1,5%.

f. Angka kejadian infeksi nosokomial


Infeksi nosokomial adalah infeksi yang dialami oleh pasien yang
diperoleh selama dirawat di rumah sakit yang meliputi dekubitus,
phlebitis, sepsis, dan infeksi luka operasi. Yang bertujuan untuk
mengetahui hasil pengendalian infeksi nosokomial rumah sakit dengan
tingkat kejadian infeksi ≤ 1,5%.

g. Tidak adanya kejadian pasien jatuh yang berakibat kecacatan/kematian


Kejadian pasien jatuh adalah kejadian pasien jatuh selama dirawat baik
akibat jatuh dari tempat tidur, di kamar mandi, dsb yang berakibat
kecacatan atau kematian.

h. Kematian Pasien > 48 jam


Kematian pasien > 48 jam adalah kematian yang terjadi sesudah periode
48 jam setelah pasien rawat inap masuk rumah sakit.
28

i. Kejadian pulang paksa


Pulang paksa adalah pulang atas permintaan pasien atau keluarga pasien
sebelum diputuskan boleh pulang oleh dokter (≤ 5%).

j. Kepuasan pelanggan rawat inap


Kepuasan pelanggan adalah pernyataan puas oleh pelanggan terhadap
pelayanan rawat inap mencapai ≥ 90%.

k. Pasien rawat inap tuberkulosis yang ditangani dengan strategi DOTS


Pelayanan rawat inap tuberkulosis dengan strategi DOTS adalah
pelayanan tuberculosis dengan 5 strategi penanggulangan tuberculosis
nasional. Penegakan diagnosis dan follow up pengobatan pasien
tuberculosis harus melalui pemeriksaan mikroskopis tuberculosis,
pengobatan harus menggunakan paduan obat anti tuberculosis yang
sesuai dengan standar penanggulanagn tuberculosis nasional, dan semua
pasien yang tuberculosis yang diobati dievaluasi secara kohort sesuai
dengan penanggulangan nasional.

l. Ketersediaan pelayanan rawat di rumah sakit yang memberikan


pelayanan jiwa
Pelayanan rawat inap adalah pelayanan rumah sakit jiwa yang diberikan
kepada pasien tidak gaduh gelisah tetapi memerlukan penyembuhan
aspek psiko patologis.

m. Tidak adanya kematian pasien gangguan jiwa karena bunuh diri


Kematian pasien jiwa karena bunuh diri adalah kematian yang terjadi
pada pasien gangguan jiwa karena perawatan rawat inap yang tidak baik.
29

n. Kejadian (re-admision) pasien gangguan jiwa tidak kembali dalam


perawatan dalam waktu ≤ 1 bulan
Lamanya waktu pasien gangguan jiwa yang sudah dipulangkan tidak
kembali keperawatan di rumah sakit jiwa.

o. Lama hari perawatan pasien gangguan jiwa


Lamanya waktu perawatan pasien gangguan jiwa di rumah sakit jiwa.

3. Aspek-Aspek Yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien Rawat Inap


Pohan (2007) mengatakan bahwa aspek-aspek yang mempengaruhi kepuasan
pasien rawat inap rumah sakit, antara lain :
a. Petugas kantor penerimaan pasien rawat inap melayani dengan sopan,
ramah dan tanggap.
b. Petugas melayani dengan cepat, tepat dan tidak berbelit-belit.
c. Kursi untuk pasien dan keluarga yang sedang menunggu giliran layanan
tersedia dengan cukup.
d. Kursi roda/troli tersedia pada kantor penerimaan untuk membawa pasien
ke instalasi rawat inap.
e. Perawat instalasi rawat inap melayani dengan sopan, ramah dan tanggap.
f. Tempat tidur telah disiapkan dalam keadaan rapi, bersih dan siap dipakai.
g. Perawat menolong/mengangkat pasien dari kursi roda/troli ke tempat
tidur.
h. Perawat segera menghubungi dokter menanyakan tentang obat dan jenis
makanan pasien.
i. Instalasi rawat inap tertata rapi, bersih dan nyaman.
j. Kelengkapan dan kebersihan peralatan yang dipakai.
k. Perawat memberi informasi tentang peraturan, waktu makan, jenis
makanan, waktu tidur, kunjungan dokter, penyimpanan barang berharga,
jam bertamu dan lain-lain.
l. Perawat memberi kesempatan bertanya.
30

m. Penampilan perawat yang bertugas rapi dan bersih serta bersikap mau
menolong.
n. Perawat memperhatikan kebutuhan dan keluhan setiap pasien.
o. Perawat memperhatikan keluhan keluarga pasien.
p. Perawat berupaya menjaga privasi pasien selama berada dalam instalasi
rawat inap.
q. Perawat selalu memberi obat pasien sesuai prosedur pemberin obat.
r. Perawat menanyakan tentang kecukupan dan rasa makanan pasien serta
makan yang menjadi kesukaan/yang tidak disukai pasien dan berupaya
memenuhinya jika dimungkinkan oleh penyakit pasien.
s. Dokter mengunjungi instalasi rawat inap dua kali sehari dan
berkomunikasi dengan pasien dan perawat.
t. Perawat melaporkan segala detail perubahan pasien kepada dokter
sewaktu melakukan kunjungan.
u. Dokter selalu menanyakan perubahan keluhan pasien dan melakukan
pemeriksaan dan jika perlu mengganti obat.
v. Jika perlu dokter mengkonsultasikan pasien kepada dokter lain.
w. Dokter memberikan kesempatan bertanya kepada pasien.
x. Perawat menginformasikan persiapan yang harus dilakukan oleh pasien
sebelum dibawa berkonsultasi dengan dokter lain.
y. Perawat membawa pasien dengan menggunakan kursi roda/troli sewaktu
akan berkonsultasi dengan dokter lain.
z. Dokter jaga tersedia selama 24 jam dan dokter yang menangani pasien
selalu on call.

Menurut Junadi dalam Anjaryani (2009) bahwa ada empat aspek yang dapat
diukur untuk mengetahui kepuasan pasien di rumah sakit yaitu :
a. Kenyamanan, aspek ini dijabarkan dalam pertanyaan tentang hal yang
menyenangkan dalam semua kondisi, lokasi rumah sakit, kebersihan,
kenyamanan ruangan, makanan dan minuman, peralatan ruangan, tata
31

letak, penerangan, kebersihan WC/kamar mandi, pembuangan sampah,


kesegaran ruangan dan lain sebagainya.
b. Hubungan pasien dengan petugas rumah sakit, dapat dijabarkan dengan
pertanyaan petugas yang mempunyai kepribadian baik yang mendukung
jalannya pelayanan prima terjadi yang menyangkut keramahan, informasi
yang diberikan, sejauh mana tingkat komunikasi, dukungan, tanggapan
dokter/perawat di ruangan IGD, rawat jalan, rawat inap, farmasi,
kemudahan dokter/perawat dihubungi, keteraturan pemberian makanan,
obat, pengukuran suhu dan lain sebagainya.
c. Kompetensi teknis petugas, dapat dijabarkan dalam pertanyaan mengenai
ketrampilan, pengetahuan dan kualifikasi petugas yang baik seperti
kecepatan pelayanan pendaftaran, ketrampilan dalam penggunaan
teknologi, pengalaman petugas medis, gelar medis yang dimiliki,
terkenal, keberanian mengambil tindakan dan sebagainya.
d. Biaya, dapat dijabarkan dalam pertanyaan berkaitan dengan jumlah yang
harus diberikan atas pelayanan yang telah didapatkan, seperti kewajaran
biaya, kejelasan komponen biaya, biaya pelayanan, perbandingan dengan
rumah sakit yang sejenis lainnya, tingkat masyarakat yang berobat dan
ada tidaknya keringanan bagi masyarakat miskin. Tentu saja faktor diatas
bisa dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi rumah sakit
sepanjang itu dapat didefinisikan dan diukur. Kepuasan pasien memang
merupakan nilai subyektif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan,
oleh karenanya subyektifitas pasien diperngaruhi oleh pengalaman pasien
di masa lalu, pendidikan, situasi psikhis saat itu dan pengaruh keluarga
serta lingkungan.
32

D. Kerangka Konsep Penelitian


Berdasarkan latar belakang dan studi pendahuluan maka kerangka konsep
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Variabel independen Variabel dependen

Perilaku Caring Kepuasan Pasien


Perawat Rawat Inap

Skema 2.3 Kerangka Konsep

Ket :

= Variabel yang diteliti

= Alur Penelitian

E. Hipotesa Penelitian
Ha : ada pengaruh antara perilaku caring perawat terhadap tingkat kepuasan
pasien rawat inap lantai II A dan II B RSU Sari Mutiara Medan tahun 2014.

Anda mungkin juga menyukai