Anda di halaman 1dari 73

SKRIPSI

HUBUNGAN ASUPAN KARBOHIDRAT, MAGNESIUM DAN INDEKS


MASSA TUBUH (IMT) DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH
SEWAKTU PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II
(STUDI LITERATUR)

DISUSUN OLEH:
BENO GUNAWAN
NIM. P0 5130216 015

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN
GIZI DAN DIETETIKA
TAHUN 2020
SKRIPSI

HUBUNGAN ASUPAN KARBOHIDRAT, MAGNESIUM DAN INDEKS


MASSA TUBUH (IMT) DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH
SEWAKTU PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II
(STUDI LITERATUR)

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar


Program Studi Sarjana Terapan Gizi Dan Dietetika
Poltekkes Kemenkes Bengkulu

DISUSUN OLEH:

BENO GUNAWAN
NIM. P05130216015

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN
GIZI DAN DIETETIKA
TAHUN 2020

ii
iii
iv
RIWAYAT HIDUP

Nama : Beno Gunawan


Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat Tanggal Lahir: Pondok Batu, 04 April 1997
Agama : Islam
Alamat : Jl. Ra. Kartini, Pondok Batu, Kec. Kota Mukomuko, Kab.
Mukomuko, Provinsi Bengkulu
Nama Orang Tua :
a. Ayah : Abu Rasit
b. Ibu : Patmawati
Pendidikan :
a. SD Negeri 05 Mukomuko
b. SMP Negeri 01 Mukomuko
c. SMA Negeri 01 Mukomuko
d. Prodi Sarjana Gizi Dan Dietitika Poltekkes Kemenkes
Kota Bengkulu
Email : benogunawan16@gmail.com

v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

 Man Jadda wajada (Barang siapa bersungguh-sungguh pasti berhasil)

 Selalu ada harapan bagi orang yang berdo’a dan selalu ada jalan bagi orang

yang berusaha

 Ubahlah hidupmu hari ini. Jangan pernah bertaruh pada masa depan, kamu

harus bertindak sekarang tanpa menunda-nunda (Simone de Beauvior)

 Tidak masalah kamu berjalan lambat, asalkan kamu tidak pernah berhenti

berusaha (Confucius)

 Jangan jadikan sukses sebagai tujuan, lakukan apa yang kamu cintai dan

percaya bahwa sukses akan datang dengan sendirinya (David Frost)

PERSEMBAHAN

Dengan segala puja dan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan atas

dukungan dan do’a dari orang-orang tercinta, akhirnya skripsi ini dapat

dirampungkan dengan baik dan tepat pada waktunya. Oleh karena itu, dengan rasa

bangga dan bahagia saya khaturkan rasa syukur dan terimakasih saya kepada:

 Tuhan YME, karena hanya atas izin dan karunia-Nyalah maka skripsi ini

dapat dibuat dan selesai pada waktunya. Puji syukur yang tak terhingga

pada Tuhan penguasa alam yang meridhoi dan mengabulkan segala do’a.

 Bapak dan ibu saya, yang telah memberikan dukungan moril maupun materi

serta do’a yang tiada henti untuk kesuksesan saya, karena tiada kata seindah

lantunan do’a dan tiada do’a yang paling khusuk selain do’a yang terucap

vi
dari orang tua. Ucapan terima kasih saja takkan pernah cukup untuk

membalas kebaikan orang tua.

 Bapak dan Ibu Dosen pembimbing, penguji dan pengajar, yang selama ini

telah tulus dan ikhlas meluangkan waktunya untuk menuntun dan

mengarahkan saya, memberikan bimbingan dan pelajaran yang tiada ternilai

harganya, agar saya menjadi lebih baik. Terima kasih banyak Bapak dan Ibu

dosen, jasa kalian akan selalu terpatri di hati.

 Kakak saya (Dodang Ikhsan), yang senantiasa memberikan dukungan,

semangat, senyum dan do’anya untuk keberhasilan ini, cinta kalian adalah

memberikan kobaran semangat yang menggebu, terima kasih dan sayang ku

untuk kalian.

 Sahabat dan Teman Tersayang, tanpa semangat, dukungan dan bantuan

kalian semua takkan mungkin aku sampai disini, terima kasih untuk canda

tawa, tangis, dan perjuangan yang kita lewati bersama dan terima kasih

untuk kenangan manis yang telah mengukir selama ini. Dengan perjuangan

dan kebersamaan kita pasti bisa! Semangat!!

Terima kasih yang sebesar-besarnya untuk kalian semua, akhir kata saya

persembahkan skripsi ini untuk kalian semua, orang-orang yang saya sayangi.

Dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna untuk kemajuan ilmu

pengetahuan di masa yang akan datang, Aamiin.

vii
Program Studi Sarjana Terapan Gizi Dan Dietetika Poltekkes Kemenkes
Bengkulu
Skripsi, Juli 2020

Beno Gunawan

HUBUNGAN ASUPAN KARBOHIDRAT, MAGNESIUM DAN INDEKS


MASSA TUBUH (IMT) DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH
SEWAKTU PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II (STUDI
LITERATUR)

ABSTRAK

Latar Belakang. Diabetes Melitus (DM) adalah suatu kumpulan gejala yang
timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar
glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi
oleh resistensi insulin.
Tujuan. untuk mengetahui apakah ada hubungan antara asupan karbohidrat,
magnesium dan indeks massa tubuh dengan kadar glukosa darah pada penderita
diabetes melitus tipe II.
Metode. Studi literatur adalah mencari referensi teori yang relefan dengan kasus
atau permasalahan yang ditemukan, mengenai studi literatur hubungan asupan
karbohidrat, magnesium dan indeks massa tubuh dengan kadar glukosa darah
pada penderita diabetes melitus tipe II.
Hasil. Hasil penelitian menunjukkan dari jurnal yang di review ada hubungan
antara asupan karbohidrat dengan kadar glukosa darah pada penderita diabetes
melitus tipe II, ada hubungan antara asupan magnesium dengan kadar glukosa
darah pada penderita diabetes melitus tipe II dan ada hubungan antara indeks
massa tubuh dengan kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus tipe II.
Kesimpulan. Berdasarkan literatur dan pembahasan jurnal maka dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan antara asupan karbohidrat dengan kadar gula
darah pada penderita DM tipe II, ada hubungan antara asupan karbohidrat dengan
kadar gula darah pada penderita DM tipe II, ada hubungan indeks massa tubuh
dengan kadar gula darah pada penderita DM tipe II.
Saran. Dari hasil penelitian ini dapat menjadi informasi tambahan yang
bermanfaat dalam pengembangan tentang asupan karbohidrat, magnesuim dan
indeks massa tubuh bagi penderita diabetes melitus tipe II

Kata kunci: asupan karbohidrat, magnesium, indeks massa tubuh, diabetes


melitus, kadar glukosa darah

viii
Applied Nutrition and Dietetics Undergraduate Program of Poltekkes
Kemenkes Bengkulu
Thesis, July 2020

Beno Gunawan

THE RELATIONSHIP OF CARBOHYDRATE INTAKE, MAGNESIUM


AND BODY MASS INDEX (IMT) WITH BLOOD GLUCASE LEVELS AT
THE TIME OF DIABETES IN THE TYPE II DIABETES (LITERATURE
STUDY)

ABSTRACT

Background. Diabetes Melitus (DM) is a colection of symptom that appear in a


person bacause there is an increase in blood by a progressive decrease in insulin
secretion motivated by insulin resistace.
The Aim. This researt was aimed to find out wether there was a relationship
between carbohydrate intake, magnesium and body mass index with the blood
glucose levels in patients with type II diabetes melitus
Method. Literature was used to find a refrence theory that relevant with the case
of problems found, regarding the literature study of relationship of carbohydrate
intake, magnesium and body mass index with blood glucose levels in patiens with
type II diabetes melitus.
Results. Based on a journal review, the result of this research shoased that there
was a relationship between carbohydrate intake and blood glucose levels in
patients with type II diabetes melitus, there was a relationship between
magnesium intake and blood glucose levels in patients with type II diabetes
melitus and there was a relationship between body mass index with blood glucose
levels in patients with type II diabetes melitus.
Conclusion. Based on the literature and discustion of the journal this research can
be cluded that there wa a relationship between carbohydrate intake with blood
sugar levels in patients with type II diabetes melitus, there was a relationship
between carbohydrate intake with blood sugar levels in patients with type II
diabetes melitus and there was a relationship of body mass index with blood sugar
levels in patients with type II diabetes melitus.
Suggestion. From the result of this research can be useful to add information in
the development of carbohydrate intake, magnesium of body mass index in
patients with type II diabetes melitus.

Keywords: Carbohydrate intake, magnesium , body mass index diabetes melitus


and blood glucose levels.

ix
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan untuk Allah SWT yang maha sempurna, dengan

limpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian ini

dengan judul “Hubungan Asupan Karbohidrat, Magnesium Dan Indeks Massa

Tubuh (IMT) Dengan Kadar Glukosa Darah Sewaktu Pada Penderita Diabetes

Melitus Tipe II" sebagai syarat untuk menyelesaikan Skripsi.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar

Sarjana Terapan Gizi di Poltekkes Kemenkes Bengkulu. Penulis menyadari akan

keterbatasan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki, oleh karena itu saran

dan kritik yang sifatnya membangun merupakan input dalam penyempurnaan

selanjutnya. Semoga dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan

dimasa yang akan datang dan masyarakat pada umumnya.

Dalam Skripsi ini penyusun telah mendapatkan banyak masukan dan bantuan

dari berbagai pihak, oleh karena itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Darwis, S. Kp., M. Kes sebagai Direktur Poltekkes Kemenkes

Bengkulu.

2. Ibu Kamsiah, SST., M. Kes sebagai Ketua Jurusan Gizi Poltekkes

Kemenkes Bengkulu.

3. Ibu Miratul Haya, SKM., M. Gizi sebagai Ketua Prodi Sarjana Gizi dan

Dietetika Poltekkes Kemenkes Bengkulu.

4. Bapak Ahmad Rizal, SKM., MM sebagai Pembimbing I dalam

penyusunan skripsi ini yang telah meluangkan waktu untuk membimbing

dan memberikan arahan dengan penuh kesabaran.

x
5. Ibu Desri Suryani, SKM., M. Kes sebagai Pembimbing II dalam

penyusunan skripsi ini yang telah meluangkan waktu untuk membimbing

dan memberikan arahan dengan penuh kesabaran.

Penulis sangat mengharapkan saran dan bimbingan dari berbagai pihak


agar penulis dapat berkarya lebih baik dan optimal di masa yang akan datang.
Semoga Skripsi ini nantinya dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi
perkembangan pengetahuan bidang Gizi.

Bengkulu, Juli 2020

Penulis

xi
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN .................................................................................... i

HALAMAN JUDUL .................................................................................... ii

HALAMAN PERSTUJUAN ....................................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iv

RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................... vi

ABSTRAK .................................................................................................... viii

KATA PENGANTAR .................................................................................. x

DAFTAR ISI ................................................................................................. xii

DAFTAR TABEL......................................................................................... xiv

DAFTAR BAGAN ........................................................................................ xvi

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................. 5
1.5 Keaslian Penelitian.. .......................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Diabetes Melitus ............................................................... 7
2.2 Kadar Glukosa Darah ........................................................ 15
2.3 Karbohidrat ........................................................................ 20
2.4 Magnesium......................................................................... 22
2.5 Indeks Massa Tubuh.. ........................................................ 26
2.6 Metabolisme Karbohidrat Dengan Glukosa Darah ........... 29
2.7 Metabolisme Magnesium Dengan Glukosa Darah ............ 29
2.8 Hubungan Karbohidrat Dengan Glukosa Darah ................ 30
2.9 Hubungan Magnesium Dengan Glukosa Darah ................ 31
2.10 Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Glukosa Darah .. 32
2.11 Kerangka Teori .................................................................. 33

xii
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian ................................................................. 34
3.2 Kerangka Konsep ............................................................... 34
3.3 Sumber Literatur ............................................................... 35
3.4 Langkah-langkah Studi Literatur ....................................... 35
3.5 Teknik Pengolahan Data ..................................................... 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Penelitian ................................................................ 37
4.2 Pembahasan ..................................................................... 46
4.3 Kelemahan Jurnal Review ............................................... 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan ....................................................................... 54
5.2 Saran ......................................................................... 55

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 56

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian........................................................................ 6

Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus............................................. 10

Tabel 2.2 Perkiraan Kebutuhan Zat Gizi Pasien Diabetes Melitus .............. 14

Tabel 2.3 Jenis Diet Diabetes Melitus Menurut Kandungan Energi,

Protein, Lemak, dan Karbohidrat.................. ................................ 15

Tabel 2.4 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Kadar Gula Darah Puasa ..... 19

Tabel 2.5 Klasifikasi Uji Toleransi Glukosa Oral ........................................ 19

Tabel 2.6 Klasifikasi Kadar HBA1C ............................................................ 20

Tabel 2.7 Sumber Karbohidrat ...................................................................... 21

Tabel 2.8 Angka Kecukupan Magnesium Sehari yang Dianjurkan

Berdasarkan AKG (2019) ............................................................. 25

Tabel 2.9 Kategori Ambang Batas IMT untuk Orang Indonesia .................. 27

Tabel 4.1 Gambaran Asupan Karbohidrat Pada Penderita Diabetes Melitus

Tipe II .......................................................................................... 37

Tabel 4.2 Gambaran Asupan Magnesium Pada Penderita Diabetes Melitus

Tipe II ........................................................................................... 39

Tabel 4.3 Gambaran Indeks Massa Tubuh Pada Penderita Diabetes Melitus

Tipe II........................................................................................... 40

Tabel 4.4 Gambaran Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Melitus

Tipe II........................................................................................... 41

xiv
Tabel 4.5 Hubungan Asupan Karbohidrat Dengan Kadar Gula Darah Pada

Penderita Diabetes Melitus Tipe II .............................................. 42

Tabel 4.6 Hubungan Asupan Magnesium dengan Kadar Gula Darah pada

Penderita Diabetes Melitus Tipe II ............................................. 43

Tabel 4.7 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kadar Gula Darah pada

Penderita Diabetes Melitus Tipe II ............................................. 45

xv
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 KerangkaTeori............................................................................. 33

Bagan 3.1 Kerangka Konsep ........................................................................ 34

Bagan 3.2 Alur Literatus Review ................................................................. 36

xvi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diabetes melitus merupakan penyakit yang terjadi akibat pankreas

tidak maksimal untuk memproduksi insulin (hormon gula darah atau

glukosa), atau saat tubuh tidak dapat optimal dalam penggunaan insulin yang

dihasilkannya. Diabetes merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius,

menjadi salah satu dari empat penyakit tidak menular prioritas yang masuk

kedalam target tindak lanjut para pemimpin dunia. Jumlah kasus dan

prevalensi diabetes terus meningkat selama beberapa tahun terakhir. (WHO

Global Report, 2016).

Prevalensi penderita diabetes melitus di Indonesia menempati

peringkat ke-6 yaitu dengan jumlah 6,7% dari jumlah penduduk (IDF,

2017). P ada tahun 2013, angka prevalensi diabetes melitus pada orang

dewasa 6,9% dan pada tahun 2018 angka prevalensi terus meningkat yaitu

mencapai 8,5%. Data Riskesdas 2018 menunjukkan Provinsi Bengkulu

berada pada urutan ke-10 penderita diabetes melitus tertinggi dari 10 provinsi

yang ada di Sumatera (Kemenkes RI, 2018).

Penelitian Cendi Nurgajayanti (2017) menyatakan bahwa sebagian

besar responden mempunyai asupan karbohidrat lebih yaitu sebanyak 60,90%

dan asupan makan mereka tidak banyak yang berubah selama didiagnosa

menderita diabetes melitus tipe II. Karbohidrat di dalam tubuh akan diubah

menjadi gula untuk dijadikan energi (tenaga), jika jumlah insulin yang

1
2

dihasilkan pankreas tidak mencukupi untuk mengendalikan tingkat kadar gula

dalam tubuh, maka kelebihan gula tersebut akan menyebabkan gula darah

menjadi tinggi yang disebut dengan diabetes.

Menurut penelitian yang dilakukan Faraditha (2014) yang

menunjukkan terdapat hubungan asupan magnesium dan kadar glukosa darah.

Menurut D’adamo (2008) orang yang mengalami kelebihan berat badan,

kadar leptin dalam tubuh akan meningkat. Leptin adalah hormon yang

berhubungan dengan gen obesitas. Leptin berperan dalam hipotalamus untuk

mengatur tingkat lemak tubuh, kemampuan untuk membakar lemak menjadi

energi, dan rasa kenyang. Kadar leptin dalam plasma meningkat dengan

meningkatnya berat badan. Leptin bekerja pada sistem saraf perifer dan pusat.

Peran leptin terhadap terjadinya resistensi yaitu leptin menghambat fosforilasi

insulin receptor subsrate-1 (IRS) yang akibatnya dapat menghambat ambilan

glukosa. Sehingga mengalami peningkatan kadar gula dalam darah.

Menurut data Rikesdas (2018) angka kejadian diabetes mellitus

mengalami peningkatan dari 6,9% pada tahun 2013 meningkat menjadi 8,5%

pada tahun 2018 dari total keseluruhan jumlah penduduk 268 juta jiwa. Hasil

analisis gambaran prevalensi diabetes mellitus berdasarkan jenis kelamin

pada wanita yaitu 12,7% lebih besar dari pada laki-laki yaitu 9,0%. prevalensi

diabetes mellitus Provinsi Bengkulu berdasarkan diagnosis oleh tenaga

kesehatan dipedesaan 1,0% dan diperkotaan yaitu 1,9% sedangkan DM (D/G)

sebesar 0,5% menempati urutan 29 dari 33 Provinsi di Indonesia, sedangkan


3

Provinsi Bengkulu berada pada urutan ke-6 dari 10 Provinsi yang ada di

Sumatera.

Menurut Profil Kesehatan Kota Bengkulu (2018) terdapat 4,463 orang

yang menderita diabetes mellitus, puskesmas Basuki Rahmad merupakan

puskesmas dengan jumlah penderita diabetes mellitus tertinggi yakni terdapat

1,539 orang penderita diabetes mellitus pada tahun 2018.

Berdasarkan survei awal yang didapatkan dari puskesmas Basuki

Rahmat Kota Bengkulu tahun 2020, dari 10 sampel didapatkan 6 orang

asupan karbohidratnya lebih dari kebutuhan, 3 orang asupan magnesiumnya

baik sedangkan 7 orang asupan magnesiumnya kurang, serta 5 orang yang

memiliki indeks massa tubuh (IMT) normal dan 5 orang yang memiliki

indeks massa tubuh (IMT) gemuk.

Berdasarkan pemaparan diatas peniliti bermaksud menganalisis

adanya hubungan asupan karbohidrat, magnesium, dan indeks massa tubuh

(IMT) dengan kadar glukosa darah sewaktu pada penderita diabetes melitus

tipe II di wilayah kerja Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu tahun

2020.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas maka dapat

disimpulkan masalah yaitu apakah ada hubungan asupan karbohidrat,

magnesium dan indeks massa tubuh (IMT) dengan kejadian diabetes mellitus

tipe II dengan menggunakan studi literatur.


4

1.3. Tujuan Penelitian


1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan asupan karbohidrat, magnesium dan indeks

massa tubuh (IMT) dengan kejadian diabetes melitus tipe II

menggunakan studi literatur.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran asupan karbohidrat pada penderita diabetes

melitus tipe II menggunakan studi literatur.

b. Mengetahui gambaran asupan magnesium pada penderita diabetes

melitus tipe II menggunakan studi literatur.

c. Mengetahui gambaran indeks massa tubuh (IMT) penderita diabetes

melitus tipe II menggunakan studi literatur.

d. Mengetahui hubungan asupan karbohidrat dengan glukosa darah

sewaktu pada penderita diabetes melitus tipe II menggunakan studi

literatur.

e. Mengetahui hubungan asupan magnesium dengan glukosa darah

sewaktu pada penderita diabetes melitus tipe II menggunakan studi

literatur.

f. Mengetahui hubungan indeks massa tubuh (IMT) dengan glukosa

darah sewaktu pada penderita diabetes melitus tipe II menggunakan

studi literatur.
5

1.4. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini agar dapat digunakan untuk menambah

pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti mengenai konsumsi

karbohidrat, magnesium dan indeks massa tubuh (IMT) dengan kejadian

diabetes melitus tipe II menggunakan studi literatur.

b. Manfaat Bagi Puskesmas

Hasil penelitian ini agar dapat digunakan untuk menambah

informasi tentang konsumsi karbohidrat, magnesium dan indeks massa

tubuh (IMT) dengan kejadian diabetes melitus tipe II sehingga dapat

melakukan pencegahan dan mengatasi masalah

c. Manfaat Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini agar dapat digunakan untuk menjadi masukan

mengenai konsumsi karbohidrat, magnesium dan indeks massa tubuh

(IMT) dengan kejadian diabetes melitus tipe II.


6

1.5. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian


Nama Judul Desain Subjek Kesimpulan
Peneliti Penelitian penelitian Penelitian
Cendi Hubungan Cross Penderita Tidak ada
Nurgajayanti, antara status sectional. diabetes hubungan antara
Weni gizi, asupan melitus status gizi dengan
Kurdanti, Idi karbohidrat, umur 30-49 kadar glukosa
Setiyobroto, serat dan tahun darah. Ada
2017 aktifitas fisik hubungan anatara
dengan kadar asupan karbohidrat
glukosa darah dengan kadar
pada pasien glukosa darah.
rawat jalan Tidak ada
diabetes melitus hubungan antara
tipe II asupan serat
dipuskesmas dengan kadar
Jetis kota glukosa darah.
Yogyakarta Tidak ada
hubungan antara
aktifitas fisik
dengan kadar
glukosa darah.
Efina Hubungan Correlation Penderita Ada hubungan
Amanda, asupan zink, diabetes antara asupan zink,
Salsa magnesium, dan melitus magnesium, dan
Bening, 2019 serat dengan umur 36-45 serat dengan kadar
kadar glukosa tahun glukosa darah pada
darah pasien penderita diabetes
diabetes melitus melitus tipe II
tipe II di RS
PKU
Muhammadiyah
Temanggung
Miftahul Hubungan Kolmogoro Penderita Ada hubungan
Adnan, Tatik indeks massa v Smirnov diabetes antara indeks
Mulyati, tubuh (IMT) melitus massa tubuh (IMT)
Joko Teguh dengan kadar umur 31-45 dengan kadar gula
Isworo, 2013 glukosa darah tahun darah penderita
penderita diabetes mellitus
diabetes melitus tipe II
tipe II rawat
jalan di RS
Tugurejo
Semarang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diabetes Melitus

2.1.1. Definisi

Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang serius, terjadi

ketika pankreas tidak menghasilkan insulin yang cukup (hormon yang

mengatur glukosa darah), jika tubuh tidak dapat secara efektif

menggunakan insulin yang dihasilkannya. Lebih dari 400 juta orang

hidup dengan diabetes (WHO, 2016).

Diabetes melitus atau sering disebut kencing manis adalah suatu

penyakit kronik yang terjadi ketika tubuh tidak dapat memproduksi

cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin (resistensi

insulin), dan didiagnosa melalui pengamatan kadar glukosa dalam

darah (IDF, 2017).

Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme glukosa yang

disebabkan oleh gangguan dalam tubuh. tubuh individu dengan

diabetes tidak menghasilkan cukup insulin, sehingga menyebabkan

kelebihan glukosa dalam darah (Yuniarti, 2013).

7
8

2.1.2. Patofisiologi

Gangguan meatabolisme insulin dapat terjadi karena tiga hal 3

yaitu kerusakan sel-sel beta pankereas karena pengaruh dari luar

seperti zat kimia, virus dan bakteri.Penyebab kedua adalah penurunan

reseptor glukosa pada kelenjar pankreas dan ketiga kerusakan reseptor

insulin pada jaringan perifer (Fatimah, 2015).

Resistensi insulin merupakan gangguan respon metabolik terhadap

kerja insulin, disebabkan oleh gangguan reseptor, prereseptor dan post

reseptor sehingga diperlukan insulin lebih banyak dari kebutuhan

normal untuk mempertahankan kadar glukosa darah. Sensitivitas

insulin untuk menurunkan kadar glukosa darah dengan menstimulasi

penggunaan glukosa dijaringan otot dan lemak serta menekan produksi

glukosa oleh hati menurun, hal ini menyebabkan resistensi insulin

sehingga kadar glukosa dalam darah tinggi (Prabawati, 2012).

Kadar glukosa dalam darah yang tinggi mengakibatkan proses

filtrasi melebihi batas maksimum, sehingga glukosa dalam darah

masuk ke dalam urin (glukosuria) berakibat diuresis osmotik yang

ditandai dengan pengeluaran urin yang berlebihan (poliuria).

Banyaknya cairan yang keluar membuat rasa haus terus-menerus

(polidipsia). Glukosa yang hilang lewat urin dan resistensi insulin

mengakibatkan kurangnya glukosa yang akan diubah menjadi energi

sehingga membuat rasa lapar yang terus menerus (polifagia)

(Lanywati, 2011).
9

2.1.3. Gejala Diabetes Melitus

Gejala-gejala yang muncul pada penderita diabetes melitus berbeda

antara satu penderita dengan penderita lainnya, bahkan ada penderita

yang tidak menunjukkan gejala penyakit diabetes melitus sampai saat

tertentu.Gejala-gejala diabetes melitus dikategorikan menjadi gejala

akut dan gejala kronis (Fitriyani, 2015).

Gejala akut diabetes melitus pada awal perkembangan yang

muncul adalah banyak makan (polifhagia), banyak minum

(polidipsia), dan banyak kencing (poliuria). Kondisi awal penderita

diabetes yang tidak secepat mungkin diobati akan mengakibatkan

gejala akut yaitu banyak minum, banyak kencing dan mudah lelah

(Lanywati, 2011).

Gejala kronik diabetes melitus adalah kulit panas seperti tertusuk –

tusuk jarum, rasa tebal pada kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk,

penglihatan buram, gigi mulai goyah, keguguran pada ibu hamil dan

ibu melahirkan (Lanywati, 2011).

2.1.4. Diagnosis Diabetes Melitus

Diagnosis dini penyakit diabetes melitus sangat menentukan

perkembangan penyakit. Seseorang yang menderita diabetes melitus

tetapi tidak terdiagnosis dengan cepat mempunyai resiko lebih besar

menderita komplikasi (WHO, 2016). Diagnosis diabetes melitus

ditegakkan berdasarkan pemeriksaan glukosa darah. Metode yang


10

dianjurkan untuk memeriksa glukosa darah yaitu metode enzimatik

dengan bahan plasma atau serum darah vena (Perkeni, 2015).

Seseorang dengan keluhan lain seperti keluhan klasik diabetes

melitus (poliuria, polydipsia, polifhagia) serta keluhan lain seperti

lemas, kesemutan, gatal, pangandangan kabur dan disfungsi ereksi

dapat dicurigai menderita diabetes melitus (Perkeni, 2015).

Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus


Jenis Pemeriksaan Kadar glukosa darah
Glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl
Glukosa plasma 2 jam (TTGO) ≥ 200 mg/dl
Glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl
HbAc1 ≥ 6,5%

Sumber : Perkeni (2015)


Kadar glukosa yang tidak memenuhi kategori normal dan tidak

juga memenuhi kriteria diagnosis diabetes melitus dikategorikan

prediabetes. Kriteria prediabetes yaitu glukosa darah puasa terganggu

(GDPT), toleransi glukosa terganggu (TGT) dan hasil pemeriksaan

HbA1c yang menunjukkan angka 5,7% - 6,4% berdasarkan standar

NGSP (Perkeni, 2015).

Perbedaan antara prediabetes dan diabetes adalah tinggi kadar

gula darah. Prediabetes yaitu ketika kadar gula darah lebih tinggi dari

normal tetapi tidak cukup tinggi untuk didiagnosis diabetes melitus.

Prediabetes tidak akan menjadi diabetes jika perubahan gaya hidup

yang dijalani yaitu gaya hidup sehat (ADA, 2017).


11

2.1.5. Klasifikasi Diabetes

Klasifikasi diabetes menurut World Health Organization (WHO)

tahun 2017 dibedakan menjadi :

1) Diabetes Tipe I

Diabetes tipe I ditandai dengan produksi insulin yang

kurang dan memerlukan pemberian insulin setiap hari.Penyebab

diabetes tipe I tidak diketahui dan tidak dapat dicegah dengan

pengetahuan terkini. Gejalanya meliputi eksresi berlebihan urin

(poliuria), haus (polidipsi), lapar (poliphagi), penurunan berat

badan, perubahan, penglihatan, kelelahan dan juga gejala ini bisa

terjadi secara tiba-tiba.

2) Diabetes Tipe II

Diabetes tipe II (non insulin dependent) berasal dari

penggunaan insulin yang tidak efektif oleh tubuh. Mayoritas

penderita diabetes yaitu diabetes tipe II, sebagian besar merupakan

hasil dari kelebihan berat badan dan aktivitas fisik. Gejala diabetes

tipe II sama dengan diabetes tipe I.

3) Diabetes Gestasional

Diabetes gestasional adalah hiperglikemia dengan nilai

glukosa darah di atas normal, terjadi waktu kehamilan.Perempuan

dengan diabetes gestasional beresiko tinggi mengalami komplikasi

selama kehamilan dan melahirkan. Anak-anaknya juga beresiko

tinggi terkena diabetes tipe II di masa depan.


12

4) Toleransi Glukosa Terganggu dan Gula Puasa Terganggu

Gangguan toleransi glukosa yang terganggu (IGT) dan

glikemia puasa yang terganggu adalah kondisi antara lain dalam

transisi antara normalitas dan diabetes. Orang dengan IGT dengan

IFG memiliki resiko tinggi mengalami diabetes tipe II, walaupun

hal ini tidak dapat dihindari.

2.1.6. Pentalaksanaan Nutrisi Diabetes Melitus

Tujuan dari penatalaksanaan nutrisi pasien diabetes melitus adalah

untuk mempertahankan kadar glukosa darah supaya mendekati normal

dengan cara asupan makan yang seimbang menggunakan insulin dan

dengan obat oral dan aktivitas fisik (Wahyuningsih, 2013). Hal-hal

yang perlu diperhatikan didalam pengaturan diet penderita diabetes

melitus menurut (Perkeni, 2015):

1) Karbohidrat

Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% dari total

asupan energi. Glukosa dalam bumbu diperbolehkan sehingga

penyandnag diabetes melitus dapat makan sama dengan makanan

keluarga. Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.

2) Lemak

Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% dari kebutuhan

kalor.Komposisi yang dianjurkan lemak jenuh < 7 % dari

kebutuhan kalori, lemak tidak jenuh ganda <10%, selebihnya dari

lemak tidak jenuh tunggal. Bahan makanan yang perlu dibataasi


13

adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans

antara lain: daging berlemak dan susu fullcream.

3) Protein

Kebutuhan protein sebesar 10-15% total asupan energi.

Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa

lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-

kacangan, tahu dan tempe. Pada pasien nefropati diabetik perlu

penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10%

dari kebutuhan energi, kecuali penderita diabetes melitus yang

sudah menjalani hemodialisis asupan protein menjadi 1 – 1,2 g/kg

BB perhari.

4) Natrium

Anjuran asupan nattrium untuk penyandang diabetes

melitus sama dengan orang sehat yaitu < 2300 mg/hari.

5) Magnesium

Anjuran asupan magnesium yang baik untuk penderita

diabetes melitus yaitu 350 mg/hari.

6) Serat

Penyandang diabetes melitus dianjurkan mengonsumsi

serat dari kacang-kacangan, buah dan sayuran serta sumber

karbohidrat yang tinggi serat. Anjuran konsumsi serat adalah 20-35

gr/hari yang berasal dari berbagai sumber makanan (Perkeni,

2015).
14

5) Pemanis Alternatif

Pemanis alternatif aman digunakan sepanjang tidak

melebihi batas aman (Accepted Daily Intake/ADI). Pemanis

alternatuf dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis

tak berkalori.Pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan

kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori, seperti glukosa,

alcohol dan fruktosa. Glukosa alcohol antara lain isomalt, lactitol,

maltitol, manniyol, sorbitol dan xylitol. Pemanis tak berkalori

termasuk aspartame, sakarin, acesulfame, potassium, sucralose dan

neotame.

Tabel 2.2 Perkiraan Kebutuhan Zat Gizi Pasien Diabetes Melitus


Faktor- faktor yang Syarat dan Ketentuan
diperhitungkan
Jenis Kelamin Kebutuhan kalori basal wanita lebih kecil
daripada pria. Kebutuhan basal untuk wanita
sebesar 25 kkal/kg BB dan 30 kkal/kg BB untuk
pria.
Umur Bayi dalam tahun pertama bisa mencapai 112
kkal/kg BB, umur 1 tahun membutuhkan lebih
kurang 1000 kkal, umur >1 tahun mendapat
tambahan 100 kkal setiap tahunnya. Penurunan
kebutuhan kalori diatas usia 40 tahun harus
dikurangi 5% untuk tiap dekade antara 40 – 59
tahun, sedangkan usia 60 – 69 tahun dikurangi
10%, diatas usia 70 tahun dikurangi 20%.
Aktifitas fisik atau Keadaan istirahat kebutuhan kalori basal ditambah
pekerjaan 10%, aktifitas ringan 20%, sedang 30%, sangat
berat 50% dari kebutuhan basal.
Kehamilan/ Laktasi Kehamilan trimester I diperlukan tambahan 150
kkal/hari, trimester II dan III 350 kkal/hari. Pada
waktu laktasi perlu ditambahkan sebanyak 550
kkal/hari.
Adanya komplikasi Infeksi, trauma atau operasi yang menyebabkan
kenaikan suhu memerlukan tambahan 13% untuk
tiap kenaikan 1o C
Berat badan Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30%
tergantung pada tingkat kegemukan. Bila kurus
ditambah 20-30% untuk menaikkan berat badan.
15

Tujuan penurunan berat badan, jumlah kalori yang


diberi paling sedikit 1000-1200 kkal perhari untuk
wanita, dan 1200 – 1600 kkal perhari untuk laki –
laki.
Sumber: (Wahyuningsih, 2013, Penatalaksanaan Diet Pada Pasien)

Tabel 2.3 Jenis Diet Diabetes Melitus menurut kandungan energi,


protein, lemak, dan karbohidrat
Jenis Energi (Kkal) Protein (gr) Lemak (gr) Karbohidrat
Diet (gr)
I 1100 43 30 172
II 1300 45 35 192
III 1500 51,5 36,5 235
IV 1700 55,5 36,5 275
V 1900 60 48 299
VI 2100 62 53 319
VII 2300 73 59 369
VIII 2500 80 62 396
Sumber : (Almatsier, 2006).

2.1.7.Komplikasi Diabetes Melitus

Adapun komplikasi penyakit yang disebabkan diabetes melitus

menurut Damayanti 2015.

1. Penyakit kardiovaskuler

2. Diabetes eye disease

3. Penyakit ginjal pada diabetes (Nefropati)

4. Kerusakan saraf (Neuropati) dan kaki diabetic

5. Kesehatan mulut

6. Komplikasi terkait kehamilan

2.2. Kadar Glukosa darah

2.2.1.Definisi

Kadar gula darah merupakan sejumlah glukosa yang terdapat di

plasma darah (Dorland, 2010). Pemantauan kadar glukosa darah sangat

dibutuhkan dalam menegakkan sebuah diagnosa terutama untuk


16

penyakiti diabetes mellitus, kadar glukosa darah dapat diperiksa saat

pasien sedang dalam kondisi puasa atau bisa juga saat pasien dalam

datang untuk periksa, dengan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah

sewaktu >200 mg/dl, sedangkan untuk hasil kadar glukosa darah saat

puasa >126 mg/dl (Perkeni, 2015).

2.2.2.Faktor Yang Mempengaruhi Kadar Gula Darah Penderita DM


Glukosa merupakan pecahan dari karbohidrat yang akan diserap

tubuh dalam aliran darah, glukosa berperan sebagai bahan bakar utama

dalam tubuh, yang fungsinya menghasilkan energi (Amir, 2015).

Glukosa darah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor

pencetus dalam hal ini terjadinya pola makan yang salah, obat, umur

dan kurangnya aktivitas fisik (Syauqy, 2015).

a. Pola Makan yang Salah

Pola makan yang salah sebagai bentuk kebiasan konsumsi

makanan pada seorang dalam kehidupan sehari-hari, kebiasaan

makan ini terbagi menjadi dua antara kebiasaan makan yang benar

dan kebiasaan makan yang salah, salah satunya bisa memicu

timbulnya penyakit diabetes melitus yaitu pola makan yang salah

sehingga diperlukan adanya perencanaan makan dengan mengikuti

prinsip 3J (tepat jumlah, jenis dan jadwal) agar kadar glukosa

darah tetap terkendali (Syauqy, 2015).

Gizi terdiri dari karbohidrat yang merupakan sumber energi

utama sehingga disebut sebagai zat tenaga, dalam hal ini tingginya

kadar glukosa darah dipengaruhi oleh tingginya asupan energi dari


17

makanan. Protein adalah senyawa kimia yang mengandung asam

amino, yang berfungsi sebagai zat pembangun, tetapi juga bisa

sebagai sumber energi setelah karbohidrat terpakai, yang terakhir

lemak yang merupakan sumber energi padat, dua kali lipat dari

karbohidrat karena konsumsi karbohidrat berlebih akan disimpan

di jaringan lemak (adipose), hal iniberdampak pada peningkatan

lemak tubuh sehingga menyebabkan terjadinya resistensi insulin

menimbulkan diabetes mellitus (Fitri, 2014).

b. Obat Antidiabetik

Obat antidiabetik merupakan salah satu pengelolahan pada

penderita diabetes mellitus, bila ditemukan kadar glukosa darah

masih tinggi atau belum memenuhi kadar sasmasih tinggi atau

belum memenuhi kadar sasaran metabolik yang diinginkan,

sehingga penderita diabetes mellitus harus minum obat (obat

hipoglikemikoral atau OHO), atau bisa dengan bantuan suntikan

insulin sesuai indikasi, untuk jenis obat antipsikotikatypical

biasanya berefek samping pada sistem metabolisme, sehingga

sering dikaitakan pada peningkatan berat badan untuk

mengantisipasinya diperlukan pemantauan akan asupan

karbohidrat, penggunaan antipsikotik juga dikaitkan dengan

hiperglikemia walau mekanismenya belum jelas diketahui

(Toharin, 2015).
18

c. Usia

Resiko untuk menderita diabetes mellitus yaitu sering

dengan bertambahnya usia, berkisar diatas > 60 tahun sehingga

harus dilakukan pemeriksaan glukosa darah (Perkeni, 2015).

d. Kurangnya Aktivitas

Pelaksanaan aktivitas atau latihan jasmani yang dilakukan

penderita diabetes mellitus berkisar 5-30 menit dapat menurunkan

kadar glukosa darah, timbunan lemak dan tekanan darah karena

ketika aktivitas tubuh tinggi penggunaan glukosa oleh otot ikut

meningkat, sehingga sintesis glukosa endogen akan ditingkatkan

agar kadar glukosa darah tetap seimbang, jadi tubuh akan

mengkompensasi kebutuhan glukosa yang tinggi akibat aktivitas

yang berlebih maka kadar glukosa tubuh menjadi rendah,

sebaliknya jika kadar glukosa darah melebihi nilai normal (Fitri,

2014).

2.2.3. Cara Mengukur Gula Darah

Ada berbagai cara yang biasa dilakukan untuk pemeriksaan kadar

glukosa darah, diantaranya :

a. Tes Glukosa Darah Puasa

Tes glukosa darah puasa adalah mengukur kadar glukosa

darah setelah tidak makan atau minum kecuali air putih selama 8

jam, tes ini biasanya dilaksanakan pada pagi hari sebelum sarapan

pagi (ADA, 2014).


19

b. Tes Glukosa Darah Sewaktu

Kadar glukosa sewaktu bisa disebut juga kadar glukosa

darah acak atau kausal, tes ini bisa dilakukan kapan saja, karena

kadar glukosa darah sewaktu bisa dikatakan normal jika hasilnya

tidak lebih dari 200 mg/dl (ADA, 2014).

Menurut Perkeni 2015 kadar glukosa darah sewaktu dan

kadar glukosa darah puasa sebagai patokan penyaring diagnosis

diabetes mellitus.

Tabel 2.4 Kadar GDS dan GDP Penderita DM


No Pemeriksaan Baik Sedang Buruk
1 Glukosa Darah Puasa (mg/dl) 80-109 110-125 >126
2 Glukosa Darah 2 Jam Setelah 110-144 145-199 >200
Makan
Sumber : (Perkeni 2015).

c. Uji Toleransi Glukosa Oral

Tes toleransi glukosa oral merupakan cara mengukur kadar glukosa

darah sebelum dan sesudah 2 jam mengkonsumsi makanan dan

minuman yang mengandung glukosa sebanyak 75 gram yang

dilarutkan dalam 300 ml air

Tabel 2.5 Klasifikasi Uji Toleransi Glukosa Oral


Hasil Hasil Uji Toleransi Glukosa Oral
Normal <140 mg/dl
Prediabetes 140-199 mg/dl
Diabetes ≥ 300 mg/dl
Sumber : (ADA, 2014).

d. Uji HBA1C

Uji HBA1C juga dikenal dengan Glycosylated Haemoglobin Test

digunakan untuk mengukur kadar glukosa darah rata-rata dalam 2-3


20

bulan terakhir, uji ini lebih sering dipakai untuk mengontrol kadar

glukosa darah penderita diabetes.

Tabel 2.6 Klasifikasi Kadar HBA1C


Hasil Hasil Uji Toleransi Glukosa Oral
Normal < 5,7%
Prediabetes 5.7% - 6,4%
Diabetes ≥ 6,5%
Sumber : (ADA, 2014).

2.3. Karbohidrat

2.3.1. Definisi

Karbohidrat adalah karbon berikatan dengan air yang terdehidrasi

dengan jumlah atom C dan struktur yang bermacam-macam atau

polihidroksi aldehid atau keton yang mempunyai rumus umum

Cn(H20)n Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir

seluruh penduduk dunia, khusunya penduduk negara yang sedang

berkembang (Nurdyansyah, 2015)

2.3.2. Jenis karbohidrat

Karbohidrat terbagi mejadi dua jenis yaitu karbohidrat sederhana

dan karbohidrat kompleks. Karbohidrat sederhana merupakan

karbohidrat yang tersusun dari 1 (monosakarida) hingga 2 (disakarida)

molekul, jenis karbohidrat sederhana seperti gula pasir, sirup dan

madu. Karbohidrat kompleks adalah karbohidrat yang terbentuk oleh

hamper 20.000 unit molekul monosakarida, jenis dari karbohidrat

kompleks adalah sumber makanan pokok seperti padi, umbi-umbian,

jagung dan gandum (Zulfikal dan Fathul, 2013).


21

2.3.3.Sumber Karbohidrat

Sumber karbohidrat adalah padi-padian atau serealia, umbi-

umbian, kacang-kacang kering, gula. Hasil olahan bahan-bahan ini

adalah bihun, mie, roti, tepung-tepungan, selai, sirup dan lainnya.

Sumber karbohidrat yang banyak dimakan sebagai makanan pokok di

Indonesia adalah beras, jagung, ubi, singkong, talas dan sagu

(Siregar, 2014).

Tabel 2.7 Sumber karbohidrat


Bahan Nilai KH Bahan Makanan Nilai KH
Makanan
gula pasir 94 Kacang tanah 23,6
Gula kelapa 76 Tempe 12,7
Jelli 64,5 Tahu 1,6
Pati (meizena) 87,6 Pisang ambon 25,8
Bihun 82 Apel 14,9
Makaroni 78,7 Mangga 11,9
Beras ½ giling 78,3 Papaya 12,2
Jagung kuning 73,7 Daun singkong 13
Kerupuk udang 68,2 Wortel 9,3
Mie kering 50 Bayam 6,5
Roti putih 50 Kangkung 5,4
Ketela pohon 34,7 Tomat masak 4,2
Ubi jalar 27,9 Hati sapi 6
Kacang ijo 62,9 Telur bebek 0,8
Kacang merah 59,5 Telur ayam 0,7
Kacang kedelai 34,8 Susu sapi 4,3
Sumber ; (Siregar, 2014).
2.3.4. Manfaat Karbohidrat
Karbohidrat memiliki berbagai manfaat bagi tubuh, menurut
Almatsier (2009) sebagai berikut :
1. Sumber energi
2. Pemberi rasa manis pada makanan. Karbohidrat memberi rasa
manis pada makanan, khususnya mono dan disakarida.
3. Penghemat protein
4. Pengatur metabolisme lemak
22

5. Membantu mengeluarkan feses.


2.3.5. Kebutuhan Karbohidrat

Kebutuhan tingkat kecukupan karbohidrat menurut jenis kelamin

dan umur menurut AKG (angka kecukupan gizi) adalah sebagai

berikut:

1. Laki-laki

a. 30-49 tahun: 415 gr/hari

b. 50-64 tahun: 340 gr/hari

c. 65-80 tahun: 275 gr/hari

d. >80 tahun: 235 gr/hari

2. Perempuan

a. 30-49 tahun: 340 gr/hari

b. 50-64 tahun: 280 gr/hari

c. 65-80 tahun: 230 gr/hari

d. >80 tahun: 200 gr/hari

Sumber: (Menteri kesehatan, 2019)

Menurut WNPG (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi) tingkat

kecukupan serat diaktegorikan kurang jika <80% AKG, baik jika 80-

110% AKG, dan lebih jika > 110% AKG (WNPG, 2004).

2.4. Magnesium

2.4.1. Definisi

Magnesium adalah kation nomor dua paling banyak setelah

natrium didalam cairan interseluler. Magnesium didalam alam

merupakan bagian dari klorofil daun. Peranan magnesium dalam


23

tumbuh-tumbuhan sama dengan peranan zat besi dalam ikatan

hemoglobin didalam darah pada manusia yaitu untuk pernapasan.

Magnesium terlibat dalam berbagai proses metabolisme.

Kurang lebih 60% dari 20-28 mg magnesium didalam tubuh

terdapat didalam tulang dan gigi, 26% didalam otot dan selebihnya

didalam jaringan lunak lainnya serta cairan tubuh. Konsentrasi

magnesium rata-rata didalam plasma adalah sebanyak 0,75-1,0 mmol/l

(1,5-2,1 mEq/l). Konsentrasi ini dipertahankan tubuh pada nilai yang

konstan pada orang sehat. Magnesium didalam tulang lebih banyak

merupakan cadangan yang siap dikeluarkan bila bagian lain dari tubuh

membutuhkan (Sunita Almatsier, 2009).

2.4.2. Absorpsi Magnesium

Magnesium terutama diabsorpsi didalam usus halus, kemungkinan

dengan bantuan alat angkut aktif dan secara difusi pasif. Pada

konsumsi magnesium yang tinggi hanya sebanyak 30% magnesium

diabsorpsi, sedangkan pada konsumsi rendah sebanyak 60%. Absorpsi

magnesium dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sama yang

mempengaruhi absorpsi kalsium kecuali vitamin D tidak berpengaruh.

Bila kalsium dalam makanan turun, absorpsi magnesium meningkat.

Didalam darah sebagian besar magnesium terdapat dalam bentuk

ion bebas, atau dalam bentuk molekul kompleks hingga molekul kecil.

Keseimbangan magnesium didalam tubuh terjadi melalui penyesuian

eksresi magnesium melalui urin. Seperti halnya fosfor, eksresi


24

magnesium meningkat oleh hormon tiroid, asidosis, aldosteron serta

kekurangan fosfor dan kalsium. Eksresi magnesium menurun karena

pengaruh kalsitonin, glukagon dan PTH terhadap reseptor tubula

ginjal. Demikian pula halnya pada hiperkalsemia dan

hipermagnesemia. Karena cairan lambung banyak mengandung

magnesium, muntah berlebihan menyebabkan kekurangan magnesium

dalam jumlah besar (Almatsier, 2009).

2.4.3. Fungsi Magnesium

Magnesium memegang peranan penting dalam lebih dari tiga ratus

jenis sistem enzim didalam tubuh. Magnesium bertindak didalam

semua sel jaringan lunak sebagai katalisator dalam reaksi-reaksi

biologik termasuk reaksi yang berkaitan dengan metabolisme energi,

karbohidrat, lipida, protein dan asam nukleat serta dalam sintesis,

degradasi, dan stabilitas bahan gen DNA. Sebagian besar reaksi ini

terjadi dalam mitokondria sel (Almatsier, 2009).

Didalam cairan sel ekstraselular magnesium berperan dalam

transmisi saraf, kontraksi otot dan pembekuan darah. Dalam hal ini

peranan magnesium berlawanan dengan kalsium. Kalsium

merangsang kontraksi otot, sedangkan magnesium mengendorkan

otot. Kalsium mendorong pengumpalan darah sedangkan magnesium

mencegah. Kalsium menyebabkan ketegangan saraf sedangkan

magnesium melemaskan saraf (Sunita Almatsier, 2009).


25

2.4.4. Angka Kecukupan Magnesium yang Dianjurkan

Tabel 2.8. Angka kecukupan magnesium sehari yang dianjurkan


berdasarkan AKG (2019)
Kelompok Angka Kelompok Angka
Umur kecukupan Umur kecukupan
Magnesium Magnesium (mg)
(mg)
Bayi /Anak 30 Perempuan 170
0 –5 bulan 55 10-12 tahun 220
6–11 bulan 65 13-15 tahun 230
1 –3 tahun 95 16-18 tahun 330
19-29 tahun
4–6 tahun 135 340
30-49 tahun
7–9 tahun 160 50-64 tahun 340
Laki-laki 225 65-80 tahun 320
10-12 tahun 270 80+ tahun 320
13-15 tahun 360 Hamil (+an) +0
16-18 tahun 360 Trimester 1 +0
19-29 tahun 360 Trimester 2 +0
30-49 tahun 350 Trimester 3 +0
50-64 tahun 350 Menyusui (+an) +0
65-80 tahun 6 bulan pertama
80+ tahun 6 bulan kedua

Sumber : Angka Kecukupan Gizi (2019).


2.4.5. Sumber Magnesium

Sumber utama magnesium adalah sayuran hijau, serealia tumbuk,

biji-bijian dan kacang-kacangan, daging, susu dan hasilnya serta

cokelat juga merupakan sumber magnesium yang baik (Sunita

Almatsier, 2009). Sumber-sumber magnesium yang unggul terdapat

pada sayuran yang berwarna hijau. Semakin gelap warnanya,

kadungan magnesiumnya semakin tinggi. Paprika dan polong-

polongan, seperti buncis, kacang panjang, kedelai dan kapri juga

merupakan sumber magnesium yang baik (Indah, 2012).


26

2.4.6. Akibat Kekurangan Magnesium

Kekurangan magnesium jarang terjadi karena makanan.

Kekurangan magnesium bisa terjadi pada kekurangan protein dan

energi serta sebagai komplikasi penyakit-penyakit yang menyebabkan

gangguan absorpsi dan atau penurunan funsi ginjal, endokrin, terlalu

lama mendapat makanan tidak melalui mulut (intravena). Penyakit

yang menyebabkan muntah-muntah, diare, penggunaan diuretika

(perangsang pengeluaran urin) juga dapat menyebabkan kekurangan

magnesium. Kekurangan magnesium berat menyebabkan kurang

nafsu makan, gangguan dalam pertumbuhan, mudah tersinggung,

gugup, kejang/tetanus, gangguan sistem saraf pusat, halusinasi, koma

dan gagal jantung (Sunita Almatsier, 2009).

2.5. Indeks Massa Tubuh (IMT)

2.5.1. Definisi

Indeks massa tubuh (IMT) merupakan nilai yang diambil dari

perhitungan hasil bagi antara berat badan (BB) dalam kilogram

dengan kuadrat dari tinggi badan (TB) dalam meter (Dhara &

Chatterjee, 2015). IMT hingga kini dipakai secara luas untuk

menentukan status gizi seseorang.Hasil survei di beberapa negara,

menunjukkan bahwa IMT ternyata merupakan suatu indeks yang

responsif, sensitif terhadap perubahan keadaan gizi, ketersediaan

pangan menurut musim, dan produktivitas kerja. IMT dipercayai dapat

menjadi indikator atau menggambarkan kadar adipositas dalam tubuh


27

seseorang. IMT merupakan alternatif untuk tindakan pengukuran

lemak tubuh. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan

rumus sebagai berikut:

Sumber: Rumus perhitungan IMT (Kemenkes, 2010)

IMT diinterpretasikan menggunakan kategori status berat badan

standar yang sama untuk semua umur bagi pria dan wanita secara

umum. Standar baru untukIMT telah dipublikasikan pada tahun 2010

oleh Kemenkes RI. Adapun klasifikasinya dapat dilihat pada tabel di

bawah ini:

Tabel 2.9 Kategori Ambang Batas IMT untuk Orang Indonesia


(Kemenkes, 2010)
Kategori IMT
Berat badan kurang <18,5
Berat badan normal 18,5 – 22,9
Kelebihan berat badan > 23,0
Beresiko menjadi obes 23,0 – 24,9
Obesitas I 25,0 – 29,9
Obesitas II > 30,0

Sumber: Kemenkes (2010).

2.5.2. Faktor Yang Mempengaruhi Indeks Massa Tubuh (IMT)

1) Usia

Penelitian yang dilakukan oleh Tungtrochitr dan Lotrakul

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia

yang lebih tua dengan IMT kategori obesitas. Subjek penelitian

pada kelompok usia 40-49 dan 50- 59 tahun memiliki risiko lebih

tinggi mengalami obesitas dibandingkan kelompok usia kurang


28

dari 40 tahun. Keadaan ini dicurigai oleh karena lambatnya proses

metabolisme, berkurangnya aktivitas fisik, dan frekuensi konsumsi

pangan yang lebih sering (Hidayati, 2017).

2) Jenis kelamin

IMT dengan kategori kelebihan berat badan lebih banyak

ditemukan pada laki-laki.Namun, angka kejadian obesitas lebih

tinggi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Data dari

National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES)

periode 1999-2000 menunjukkan tingkat 9 obesitas pada laki-laki

sebesar 27,3% dan pada perempuan sebesar 30,1% di Amerika

(Kumalasari et al, 2009).

3) Pola makan

Pola makan adalah pengulangan susunan makanan yang terjadi

saat makan. Pola makan berkenaan dengan jenis, proporsi dan

kombinasi makanan yang dimakan oleh seorang individu,

masyarakat atau sekelompok populasi. Makanan cepat saji

berkontribusi terhadap peningkatan indeks massa tubuh sehingga

seseorang dapat menjadi obesitas. Hal ini terjadi karena kandungan

lemak dan gula yang tinggi pada makanan cepat saji.Selain itu

peningkatan porsi dan frekuensi makan juga berpengaruh terhadap

peningkatan obesitas. Orang yang mengkonsumsi makanan tinggi

lemak lebih cepat mengalami peningkatan berat badan dibanding


29

mereka yang mongkonsumsi makanan tinggi karbohidrat dengan

jumlah kalori yang sama (Kumalasari et al, 2009)

4) Aktifitas fisik

Aktifitas fisik menggambarkan gerakan tubuh yang disebabkan

oleh kontraksi otot menghasilkan energi ekspenditur.Menjaga

kesehatan tubuh membutuhkan aktifitas fisik sedang atau bertenaga

serta dilakukan hingga kurang lebih 30 menit setiap harinya dalam

seminggu. Penurunan berat badan atau pencegahan peningkatan

berat badan dapat dilakukan dengan beraktifitas fisik sekitar 60

menit dalam sehari (Kurdanti et al, 2015).

2.6. Metabolisme Karbohidrat dengan Glukosa Darah

Kelebihan karbohidrat memicu obesitas dan resistensi terhadap insulin.

Karbohidrat yang masuk ke dalam tubuh akan dipecahkan menjadi bentuk

sederhana glukosa yang masuk kedalam tubuh akan dipecahkan menjadi

bentuk sederhana glukosa yang diserap usus, glukosa tersebut akan masuk ke

dalam peredaran darah, oleh karena itu asupan karbohidrat yang lebih akan

mengakibatkan kadar glukosa dalam darah meningkat (Triyanti, 2014).

2.7. Metabolisme Magnesium dengan Glukosa Darah

Magnesium merupakan salah satu faktor mikromineral yang memegang

peranan penting pada homeostasis glukosa dan kerja insulin. Magnesium juga

merupakan kofaktor untuk berbagai enzim yang melibatkan metabolisme

glukosa khususnya yang menggunakan ikatan phospat (Yenny, 2011).


30

Magnesium memiliki peranan penting dalam aksi insulin. Magnesium

sangat penting sebagai kofaktor pada semua reaksi transfer ATP. Hal

tersebut mengidentifikasikan bahwa magnesium memiliki peranan penting

dalam phosphorilasi reseptor insulin, dimana kurangnya kadar magnesium

dapat menyebabkan efek fungsi tirosin kinase pada reseptor insulin dan

berhubungan dengan penurunan kemampuan insulin untuk menstimulasi

pengambilan glukosa pada jaringan yang sensitive insulin. Hal tersebut dapat

mengakibatkan terjadinya resistensi insulin (Handayani, 2014).

2.8. Hubungan Karbohidrat dengan Glukosa Darah

Penelitian Werdani dan Triyanti (2014) menyatakan bahwa asupan

karbohidrat memiliki hubungan bermakna dengan kadar glukosa darah

dengan p-value 0,001 (>0,05), karena karbohidrat berhubungan penting

dengan kadar glukosa darah, kelebihan karbohidrat memicu obesitas dan

resistensi terhadap insulin. Karbohidrat yang masuk ke dalam tubuh akan

dipecahkan menjadi bentuk sederhana glukosa yang masuk kedalam tubuh

akan dipecahkan menjadi bentuk sederhana glukosa yang diserap usus,

glukosa tersebut akan masuk ke dalam peredaran darah, oleh karena itu

asupan karbohidrat yang lebih akan mengakibatkan kadar glukosa dalam

darah.

Menurut penelitian Fitri (2014) menyebutkan bahwa subjek pada penelitan

ini mempunyai jumlah konsumsi karbohidrat 45-65% ada 16 pasien,

sedangkan konsumsi karbohidrat ≥60 ada pada 30 pasien, jumlah karbohidrat

yang dikonsumsi dari makanan akan mempengaruhi kadar glukosa darah dan
31

sekresi insulin, mekanisme hubungan konsumsi karbohidrat dengan kadar

glukosa darah adalah karbohidrat diserap dan dipecahkan menjadi

monosakarida, terutama glukosa. Penyerapan glukosa menyebabkan

peningkatan sekresi insulin, penurunan sekresi insulin akan menyebabkan

retensi terhadap insulin yang terjadi pada penderita diabetes melitus tipe II,

menyebabkan terhambatnya proses penggunaan glukosa oleh jaringan tubuh

sehingga karbohidrat salah satu asupan yang menyebabkan peningkatan kadar

glukosa darah.

2.9. Hubungan Magnesium dengan Glukosa Darah

Penelitian Faraditha dan Anggun (2014) menyatakan bahwa mengenai

asupan magnesium dengan kadar gula darah menunjukkan nilai r = -0,386

dan p=0,009 (p<0,05). Dari hasil yang didapatkan terlihat bahwa nilai

p=0,009 (<0,05) sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna

asupan magnesium dengan kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus

tipe 2.

Asupan magnesium dengan kadar cukup terutama pada pasien dengan DM

dapat dihubungkan dengan salah satu perannya yaitu penjagaan homeostatis

gula darah dengan aktivasi faktor-faktor yang ikut serta dalam proses

sensitivitas insulin (Sales dkk, 2011). Kurangnya kadar magnesium dalam

tubuh dapat mengurangi aktivitas tirosin kinase dalam reseptor insulin yang

akan berdampak pada turunnya sensitivitas insulin (Song dkk, 2013).

Menurut Sri Yenny (2011) menyatakan bahwa magnesium sebagai


32

mikromineral yang memegang peranan penting pada homeostatis glukosa dan

kerja insulin.

2.10. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Glukosa Darah

Penelitian Purnawati (1998) bahwa ada hubungan yang bermakna antara

IMT dengan kadar glukosa darah. Dengan p-value 0,000 (p< 0,05) sehingga

terdapat hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan kadar gula

darah penderita diabetes mellitus tipe 2.

Menurut D’adamo (2008) orang yang mengalami kelebihan berat badan,

kadar leptin dalam tubuh akan meningkat. Leptin adalah hormon yang

berhubungan dengan gen obesitas. Leptin berperan dalam hipotalamus

untuk mengatur tingkat lemak tubuh, kemampuan untuk membakar lemak

menjadi energi, dan rasa kenyang. Kadar leptin dalam plasma meningkat

dengan meningkatnya berat badan. Leptin bekerja pada sistem saraf perifer

dan pusat. Peran leptin terhadap terjadinya resistensi yaitu leptin

menghambat fosforilasi insulin receptor substrate-1 (IRS) yang akibatnya

dapat menghambat ambilan glukosa. Sehingga mengalami peningkatan

kadar gula dalam darah.


33

2.11. Kerangka Teori

Faktor yang tidak bisa diubah: Faktor yang bisa diubah:

Usia Aktifitas fisik


Penderita
Diabetes Melitus
Genetik Indeks massa
tubuh

Terapi

Terapi Terapi
NonFarmakologi Farmakologi

asupan Asupan Obat


Antidiabetik
Karbohidrat magnesium

Kadar Glukosa
Darah Sewaktu

Bagan 2.1 Kerangka Teori


Sumber : Modifikasi Soegondo 2010
Keterangan :
:Yang tidak diteliti

: Yang diteliti
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian

Desain penelitian ini adalah penelitian studi literatur yang mencari

referensi teori yang relevan dengan kasus atau permasalahan yang ditemukan,

mengenai hubungan asupan karbohidrat, magnesium dan indeks massa tubuh

dengan kadar glukosa darah sewaktu pada penderita diabetes melitus tipe II.

3.2 Kerangka Konsep

Sesuai dengan desain penelitian diatas, maka variabel penelitian yaitu

variabel independen (variabel bebas) yang terdiri dari asupan karbohidart,

magnesium dan indeks massa tubuh, sedangkan variabel dependen (variabel

terikat) yaitu kadar gula darah sewaktu.

Variabel Independen Variabel Dependen


Asupan karbohidart
Kadar glukosa
Asupan magnesium darah sewaktu

Indeks massa tubuh

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

34
35

3.3 Sumber literatur

Literatur/hasil penelitian yang digunakan dalam penelitian ini didapat

melalui pencarian pada sumber Google Scholar dan Website Open Knowledge

Maps dari 5 tahun terakhir atau minimal 10 tahun terakhir.

3.4 langkah – langkah studi literatur

Penentuan artikel/hasil penelitian yang digunakan peneliti dalam studi

literatur ini dilakukan melalui langkah sebagai berikut :

1. Peneliti menetapkan topik/masalah penelitian yaitu hubungan asupan

karbohidrat, magnesium, dan indeks massa tubuh dengan glukosa darah

sewaktu pada penderita diabetes melitus tipe II.

2. Menetapkan kata kunci hubungan asupan karbohidrat, magnesium dan

indeks massa tubuh dengan kadar glukosa darah sewaktu pada penderita

diabetes melitus tipe II.

3. Dengan kata kunci tersebut peneliti melakukan pencarian artikel.

4. Selanjutnya dari pencarian artikel penelitian dan dilakukan penelaahan

terpilih yang memiliki hubungan yang baik dengan topik/masalah riset

peneliti.

3.5 Teknik Pengolahan Data

Data studi literatur diolah dengan tahapan pengumpulan data

sebagai berikut :

1. Studi pustaka

Pengumpulan data dengan mengambil data di pustaka, membaca,

mencatat, dan mengolah bahan penelitian.


36

2. Membaca

Membaca merupakan sebuah aktivitas berupa melafalkan atau mengeja

sebuah tulisan.

3. Mencatat

Merupakan praktik merekam informasi yang diambil dari sumber lain.

Secara sistematis, langkah – langkah dalam penulisan literature review

seperti gambar berikut ini :

Studi Literatur

Pengumpulan Data

Konsep yang diteliti

Konseptualisasi

Analisa data

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Bagan 3.2 : Alur Literatur Review


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil pencarian literatur maka didapatkan beberapa artikel

yang memenuhi beberapa kriteria. Artikel penelitian tersebut

mengidentifikasi hubungan asupan karbohidrat, magnesium dan indeks

massa tubuh dengan kadar glukosa darah sewaktu pada penderita diabetes

melitus tipe II. Terdapat 15 artikel penelitian yang memberikan tentang

gambaran dan hubungan asupan karbohidrat, magnesium dan indeks massa

tubuh.

Tabel 4.1 Gambaran Asupan karbohidrat Pada Penderita Diabetes


Melitus Tipe II
No Penulis/ Jurnal Desain Teknik Gambaran Asupan
tahun Pengambilan Karbohidrat
Sample dan
Jumlah
sampel
1 Fitri R. I , Program Cross Quta pada penelitian ini yaitu
Yekti Studi Ilmu section sampling dari 46 sampel yang
Wirawann Gizi al dengan diteliti, sebagian besar
i (2014) Fakultas jumlah (65,2%) subyek
Kedokteran sampel 46 mempunyai konsumsi
Universitas orang. karbohidrat termasuk
Diponegoro kategori lebih, (34,8%)
termasuk kategori cukup.
Anjuran konsumsi
karbohidrat untuk pasien
Diabetes Mellitus Tipe 2
berkisar antara 45 – 65 %
2 Mirnawati Politeknik Cross Purposive diketahui bahwa dari 49
Dewi Kesehatan section sampling sampel ditemukan bahwa
(2018) Kendari al jumlah sumber karbohidrat
Prodi D-III sampel 49 sebagian besar (65,3%)
Gizi orang. kategori lebih, (32,7%)
kategori baik, dan (2%)
kategori kurang.

37
38

3 Ahmad Program Cross Consecutivsa Asupan karbohidrat yang


Fauzi Studi S1 section mpling baik 8 orang (23,5%),
(2018) Gizi al jumlah defisit ringan 24 orang
Fakultas sampel 32 (70,6%), defisit sedang 2
Ilmu orang. orang (5,9%).
Keperawatan
Dan
Kesehatan
Universitas
Muhammadi
yah
Semarang
4 Seliana Program Cross Consecutive menurut hasil penelitian
Ingrid Studi Ilmu section sampling bahwa asupan karbohidrat
(2015) Gizi al kurang (63.63%), baik
Fakultas (34,54%) dan (1,81%)
Ilmu kategori lebih
Kesehatan
Universitas
Muhammadi
yah
Surakarta
5 Azizah Jurusan Gizi Cross accidental Asupan responden pada
Estu Putri, Poltekkes section sampling penelitian ini yaitu dari 39
Yuliana Kemenkes al sampel yang diteliti,
Arsil, Riau sampel yang asupan
Muharni, karbohidratnya kurang
Fitri sebanyak 48,7%,
(2017) karbohidrat lebih
sebanyak 28,2% dan
karbohidrat baik sebanyak
23,1%.
Berdasarkan tabel 4.1 penelurusan artikel yang di dapatkan melalui Google

Schoolar, 15 artikel yang dianalisis di dapatkan 5 artikel yang menunjukkan

gambaran asupan karbohidrat pada penderita diabetes mellitus tipe II. Kategori

persentase konsumsi karbohidrat yaitu kategori cukup 45-65% dan kategori lebih

≥ 65%. Dari beberapa jurnal diatas dapat disimpulkan bahwa rata-rata asupan

karbohidrat responden termasuk kategori lebih yaitu ≥ 65%.


39

Tabel 4.2 Gambaran Asupan Magnesium Pada Penderita Diabetes


Mellitus Tipe II
No Penulis/ Jurnal Desain Teknik Gambaran Asupan
tahun Pengambila Karbohidrat
n Sample
dan Jumlah
sampel
1 Prima Program Cross Purposive pola konsumsi makanan
Wijayanti, Studi Ilmu section sampling sumber magnesium
Hidayat Gizi, FKUB alstudy dengan paling banyak responden
Sujuti,Ka jumlah dalam kategori cukup
nthi sampel 53 sebanyak 48 responden
Permanin orang. (90,6 %) , dalam kategori
gtyas kurang 5 responden
Tritisari (9,4%)
(2014)
2 Anggun Program Cross Purposive Pada penelitian ini 21
Faradhita, Studi Ilmu section sampling responden wanita asupan
Dian Gizi al jumlah magnesium (45,65)
Handayan Fakultas sampel 46 kategori baik, 17
dan Kedokteran orang. renponden kategori
Inggita Universitas Kurang (36,9%).
Kusumast Brawijaya Sedangkan pada pria
uty responden 6 responden
(2014) kategori baik (13,04%)
dan 2 responden kategori
kurang (0,043%).
3 Olga Jurusan Gizi Cross Purposive Ada sebanyak 14
Lieke Poltekkes section sampling responden (41.2%)
Paruntu , Kemenkes al jumlah memiliki asupan
Nonce Manad sampel 34 magnesium yang baik
Nova orang. dan 20 orang responden
Legi , I (58.8%) memiliki asupan
Made magnesium kurang.
Djendra, Menurut AKG tahun
Giantry 2013 konsumsi
Kaligis magnesium yang baik
(2019) adalah 350 mg.
4 Della Dwi Program Cross Random pada penelitian ini
Oktaputri Studi S1 section sampling memiliki tingkat
(2018) Gizi al kecukupan magnesium
Fakultas dengan kategori cukup
Ilmu sebesar 72,73% dan
Keperawata dengan kategori kurang
n Dan yaitu 27,27%).
Kesehatan
Universitas
Muhammadi
yah
Semarang
40

5 Arlita Tri Program Cross multistage Pada penelitian ini


Widyanin Studi Gizi section sampling asupan magnesium
grum Fakultas al kategori kurang yaitu
(2014) Ilmu sebanyak (47,5%),
Kesehatan kategori baik (40,0%)
Universitas dan kategori lebih
Muhammadi (12,5%).
yah
Surakarta

Berdasarkan tabel 4.2 penelurusan artikel yang di dapatkan melalui Google

Schoolar, 15 artikel yang dianalisis di dapatkan 5 artikel yang menunjukkan

gambaran asupan Magnesium pada penderita diabetes mellitus tipe II. Menurut

AKG 2019 konsumsi magnesium yang baik adalah 350 mg. Dibawah dari (<350

mg) Kategori kurang. Dari beberapa jurnal diatas dapat disimpulkan bahwa rata-

rata asupan magnesium responden termasuk kategori baik yaitu 350 mg.

Tabel 4.3 Gambaran Indeks Massa Tubuh pada Penderita Diabetes


Melitus tipe II
No Penulis/ Jurnal Desain Teknik Gambaran Asupan
tahun Pengambila Karbohidrat
n Sample
dan Jumlah
sampel
1 Enggar Fakultas survei Total Mayoritas memiliki
Fitria Nur Ilmu deskrip sampling Indeks Masa Tubuh
Susanti Kesehatan tif dengan (IMT) normal yaitu 73
(2019) Universitas jumlah orang (82%), gemuk
Muhammadi sampel 89 berjumlah 15 orang
yah orang. (16,9%) dan kurus
Surakarta berjumlah 1 orang (1,1%)
2 Suryani RSUD Cross Total Penelitian ini
Dani Arifin section sampling menunjukkan bahwa
Rosdiana Achmad al jumlah lebih banyak responden
Erwin Provinsi sampel 46 yang memiliki status gizi
Christianto Riau orang. obesitas tingkat I yaitu
(2016) berjumlah 10 orang
(33,3%), diikuti dengan
responden yang memiliki
status gizi normal 9
orang (30%), berat badan
lebih 6 orang (20%),
berat badan kurang 4
orang (13,3%), dan
41

obesitas tingkat II 1
orang (3,3%)

3 Lindayati Jurusan Gizi Cross Non Pada penelitian ini


(2019) Poltekkes section porbability hampir setengah
Kemenkes al sampling responden indeks massa
Manad jumlah tubuh mengalami
sampel 28 obesitas sejumlah 13
orang. orang (46,4%), sebanyak
7 orang (25,0) kategori
berlebih dan 8 orang
(28,6%) kategori normal.
Berdasarkan tabel 4.3 penelurusan artikel yang di dapatkan melalui

Google Schoolar, 15 artikel yang dianalisis di dapatkan 3 artikel yang

menunjukkan gambaran indeks massa tubuh pada penderita diabetes mellitus tipe

II. Batas ambang indeks massa tubuh kategori kurus tingkat berat yaitu <17,0

kg/m2 , kurus tingkat ringan yaitu 17,0 – 18,4 kg/m2, normal yaitu 18,5-25.0

kg/m2, gemuk/kelebihan berat badan tingkat ringan yaitu 25,1-27,0 kg/m2,

gemuk/kelebihan berat badan tingkat berat yaitu >27,0 kg/m 2. Dari beberapa

jurnal diatas dapat disimpulkan bahwa rata-rata indeks massa tubuh responden

termasuk kategori gemuk/obesitas yaitu 25,1 mg/dl.

Tabel 4.4 Gambaran Glukosa Darah pada penderita Diabetes Melitus


Tipe II
No Penulis/ Jurnal Desain Teknik Gambaran Asupan
tahun Pengambila Karbohidrat
n Sample
dan Jumlah
sampel
1 Nita Fakultas Crosse Purposive sebanyak 74 dari 195 ,
Rachmawat Kedokteran, ctional sampling mayoritas pasien yang
i,Niken Universitas dengan memiliki nilai rata-rata
Safitri Diponegoro jumlah kadar gula darah buruk
Dyan sampel 195 yaitu sebanyak 67 pasien
(2019) orang. (90.5%) dan 7 pasien
(9.5%) mayoritas sedang.
2 Nita Fakultas Cross Purposive Hasil Penelitian ini
Rachmawat Kedokteran, section sampling menunjukkan bahwa
i (2015) Universitas al jumlah lebih banyak memiliki
Diponegoro sampel 89 nilai rata-rata kadar gula
42

Semarang orang. darah buruk (>126 mg/dl)


yaitu sebanyak 67 pasien
(75,3%), 17 pasie
(19.1%) kategori sedang
dan 5 pasien (5.6%)
kategori normal.
Berdasarkan tabel 4.4 penelurusan artikel yang di dapatkan melalui Google

Schoolar, 15 artikel yang dianalisis di dapatkan 2 artikel yang menunjukkan

gambaran kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus tipe II. Kategori

kadar glukosa darah baik yaitu 80-139 mg/dl, kategori kadar glukosa darah sedang

yaitu 140-179 mg/dl, dan kategori kadar glukosa darah buruk yaitu ≥180 mg/dl.

Dari jurnal diatas dapat disimpulkan bahwa rata-rata kadar glukosa darah

responden termasuk kategori buruk, karena lebih ≥ 180 mg/dl.

Tabel 4.5 Hubungan Asupan KH dengan Kadar Glukosa Darah pada


Penderita Diabetes melitus Tipe II
No Penulis/ Jurnal Desain Teknik Hasil Penelitian
tahun Pengambila
n Sample
dan Jumlah
sampel
1 Cendi Program Crosse Purposive Dari hasil uji statistik,
Nurgajayan Studi ctional sampling didapatkan nilai p sebesar
ti (2017) Diploma Iv dengan 0,05. Kesimpulan yang
Gizi Alih jumlah didapat adalah ada
Jenjang sampel 43 hubungan yang
Jurusan Gizi orang. signifikan antara asupan
Politeknik karbohidrat dengan kadar
Kesehatan glukosa darah
Yogyakarta
Politeknik
Kesehatan
Kementerian
Kesehatan
Yogyakarta
2 Ahmad Program Cross Consecutiv uji korelasi Pearson
Fauzi Studi S1 section sampling Product Moment pada p
(2018) Gizi al jumlah = 0,05 diperoleh p =
Fakultas sampel 34 0,017, artinya ada
Ilmu orang. hubungan antara asupan
Keperawata karbohidrat dengan kadar
n Dan gula darah
Kesehatan
43

Universitas
Muhammadi
yah
Semarang
3 Seliana Program Cross Consecutiv Hasil ini dapat dibuktikan
Ingrid Studi Ilmu section sampling oleh uji korelasi pearson
(2015) Gizi al jumlah product moment dengan
Fakultas sampel 55 nilai ρ sebesar 0,075
Ilmu orang. yang nilainya lebih besar
Kesehatan dari 0,05 artinya Ho
Universitas diterima. Hal ini
Muhammadi menunjukkan tidak ada
yah hubungan antara asupan
Surakarta karbohidrat terhadap
kadar glukosa darah pada
pasien diabetes mellitus
Tipe
4 Ucik Program Crosse Purposive Hasil uji statistik dengan
Witasari, Studi Gizi ctional sampling menggunakan uji Rank
Setyaningr Fakultas jumlah Spearman diperoleh nilai
um Ilmu sampel 30 p=0,346 (<0,05) yang
Rahmawat Kesehatan orang. berarti bahwa tidak ada
y, Siti Universitas hubungan asupan
Zulaekah Muhammadi karbohidrat dengan kadar
(2009) yah glukosa darah.
Surakarta
Berdasarkan tabel 4.5 bahwa, penelusuran artikel yang didapatkan dari

Google Schoolar, 15 artikel yang dianalisis, 2 artikel yang menunjukan ada

hubungan antara asupan karbohidrat dengan kadar glukosa darah pada penderita

Diabetes Melitus Tipe II. 2 artikel menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara

asupan karbohidrat dengan kadar glukosa darah pada penderita Diabetes Melitus

Tipe II.

Tabel 4.6 Hubungan Asupan Magnesium Dengan Kadar Gula Darah


pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II
No Penulis/ Jurnal Desain Teknik Hasil Penelitian
tahun Pengambila
n Sample
dan Jumlah
sampel
1 Efina Program Crosse Purposive Analisis mengenai
Amanda, Studi S1 ctional sampling asupan magnesium
Salsa Gizi dengan dengan kadar gula darah
Bening Fakultas jumlah menunjukkan nilai r = -
44

(2019) Ilmu sampel 45 0,386 dan p=0,009


Keperawata orang. (p<0,05) sehingga dapat
n dan disimpulkan ada
Kesehatan hubungan yang bermakna
Universitas asupan magnesium
Muhammadi dengan kadar gula darah
yah pada penderita diabetes
Semarang mellitus tipe 2
2 Anggun Program Cross Purposiv Hasil uji korelasi
Faradhita , Studi Ilmu section sampling Spearman antara asupan
Dian Gizi al jumlah magnesium dan kadar
Handayani Fakultas sampel 46 glukosa darah puasa
, dan Kedokteran orang. menunjukan bahwa ada
Inggita Universitas korelasi yang bermakna
Kusumastu Brawijaya antara asupan magnesium
ty (2014) dan kadar glukosa darah
(p<0,001) dengan
kekuatan korelasi sedang
(r= -0,562).
3 Olga Lieke Jurusan Gizi Cross Purposive Hasil Uji Fisher’s Exact
Paruntu , Poltekkes section sampling Test P=>0.05 dengan
Nonce Kemenkes al jumlah kesimpulan bahwa tidak
Nova Legi , Manado sampel 34 terdapat hubungan yang
I Made orang. bemakna antara asupan
Djendra, magnesium dengan kadar
Giantry glukosa darah.
Kaligis
(2019)
Berdasarkan tabel 4.6 bahwa, penelusuran artikel yang didapatkan dari

Google Schoolar, 15 artikel yang dianalisis, 2 artikel yang menunjukan ada

hubungan antara asupan Magnesium dengan kadar glukosa darah pada penderita

Diabetes Melitus Tipe II. 1 artikel menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara

asupan Magnesium dengan kadar glukosa darah pada penderita Diabetes Melitus

Tipe II.
45

Tabel 4.7 Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Kadar Gula Darah
Pada Diabetes Melitus Tipe II
No Penulis/ Jurnal Desain Teknik Hasil Penelitian
tahun Pengambila
n Sample
dan Jumlah
sampel
1 Lindayati ADA. Crosse Non Dari hasil uji statistik
(2013) Diagnosis ctional probability rank spearmen diperoleh
and sampling angka signifikan atau
classificatio dengan nilai probabilitas (0,000)
n of diabetes jumlah jauh lebih rendah standar
Melitus sampel 28 signifikan dari 0,05 atau
Diabetes orang. (p < α), maka data H0
Care USA. ditolak dan H1 diterima
yang berarti ada
hubungan indeks massa
tubuh dengan kadar gula
darah pada diabetes
melitus tipe 2.
2 Miftahul Program Cross Purposiv Hasil analisis statistik
Adnan1, Studi Gizi section sampling dengan uji kenormalan
Tatik Fakultas al jumlah data dengan
Mulyati , Ilmu sampel 37 menggunakan uji
Joko Teguh Keperawata orang. Kolmogorov Smirnov
Isworo n dan diperoleh nilai p 0,034 (p
(2013) Kesehatan < 0,05), maka data tidak
Universitas berdistribusi normal,
Muhammadi sehingga analisis bivariat
yah dengan menggunakan uji
Semarang Rank Spearman. Pada uji
tersebut diperoleh hasil
r= 0,201 dengan p-value
0,000 ( p < 0,05)
sehingga terdapat
hubungan antara Indeks
Massa Tubuh (IMT)
dengan kadar gula darah
penderita diabetes
mellitus tipe 2
3 Komariah , Jurnal Cross Purposive hasil uji statistik
Sri Rahayu Kesehatan section sampling menunjukkan nilai p-
(2020) Kusuma al jumlah value 0,502 maka dapat
Husada sampel 134 disimpulkan bahwa tidak
orang. ada hubungan antara
indeks massa tubuh
dengan kadar gula darah
pada pasien diabetes
melitus tipe 2
46

4 Ain Fathmi Fakultas Cross Purposiv Didapatkannilai p =


(2012) Kedokteran section sampling 0.001, nilai p < 0.05
Universitas al jumlah bahwa terdapat hubungan
Muhammadi sampel 52 antara indeks massa
yah orang. tubuh dengan kadar gula
Surakarta darah pada penderita
diabetes melitus tipe 2.
Berdasarkan tabel 4.7 bahwa, penelusuran artikel yang didapatkan dari

Google Schoolar, 15 artikel yang dianalisis, 3 artikel yang menunjukan ada

hubungan antara indeks massa tubuh dengan kadar glukosa darah pada penderita

Diabetes Melitus Tipe II. 1 artikel menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara

indeks massa tubuh dengan kadar glukosa darah pada penderita Diabetes Melitus

Tipe II.

4.2 Pembahasan

1. Gambaran Asupan karbohidrat Pada Penderita Diabetes Melitus

Tipe II

Berdasarkan hasil penelitian dari Fitri R. I , Yekti Wirawanni

(2014) sebanyak 30 responden memiliki asupan karbohidrat lebih dan 16

responden memiliki asupan karbohidrat cukup. Berdasarkan hasil

penelitian dari Mirnawati Dewi (2018) sebanyak 32 responden memiliki

asupan karbohidrat lebih, 16 responden meimilki asupan karbohidrat baik

dan 1 responden asupan karbohidrat kurang. Berdasarkan hasil penelitian

dari Ahmad Fauzi (2018) sebanyak 8 responden memiliki asupan

karbohidrat baik, 24 responden memiliki asupan karbohidrat defisit

ringan dan 2 responden memiliki asupan karbohidrat defisit sedang.

Berdasarkan hasil penelitian dari Seliana Ingrid (2015) sebanyak 35

responden memilki asupan karbohidrat kurang, sebanyak 19 responden


47

memilki asupan karbohidrat baik dan 1 responden memiliki asupan

karbohidrat lebih. Berdasarkan hasil penelitian dari Azizah Estu Putri

(2017) sebanyak 19 responden memiliki asupan karbohidrat kurang,

sebanyak 11 responden memiliki asupan karbohidrat lebih dan 9

responden memiliki asupan karbohidrat baik.

Kategori persentase konsumsi karbohidrat cukup yaitu 45-65% dan

kategori lebih yaitu ≥ 65%. Dari beberapa jurnal diatas dapat

disimpulkan bahwa rata-rata gambaran asupan karbohidrat responden

memiliki kesamaan yaitu sama-sama termasuk dalam kategori lebih yaitu

≥ 65%. Sumber karbohidrat utama yang sering dikonsumsi adalah nasi,

dimana nasi merupakan salah satu sumber karbohidrat terbesar.

Karbohidrat memiliki fungsi utama, yaitu sebagai penyedia energi bagi

tubuh. Jika mengkonsumsi karbohidrat dalam jumlah yang berlebih maka

akan menyebabkan asupan energi meningkat dan mengakibatkan

diabetes.

2. Gambaran Asupan Magnesium Penderita Diabetes Mellitus Tipe II

Berdasarkan penelitian Prima Wijayanti (2014) sebanyak 48

responden dalam kategori cukup dan 5 responden kategori kurang.

Berdasarkan penelitian Anggun Faradhita (2014) sebanyak 21 responden

wanita dalam kategori baik, sebanyak 17 responden kategori kurang.

Sedangkan pria sebanyak 6 responden kategori baik dan 2 responden

kategori kurang. Berdasarkan penelitian Della Dwi Oktaputri (2018)

sebanyak 9 responden kategori kurang dan 24 responden kategori cukup.


48

Berdasarkan penelitian Olga Lieke Paruntu1 & Nonce Nova Legi (2019)

ada sebanyak 14 responden memiliki asupan magnesium yang baik dan

20 orang responden memiliki asupan magnesium kurang.

Menurut AKG 2019 konsumsi magnesium yang baik adalah 350

mg. Dibawah dari (<350 mg) Kategori kurang. Dari beberapa jurnal

diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat kesamaan gambaran rata-rata

asupan magnesium responden yaitu sama-sama termasuk dalam kategori

baik yaitu 350 mg. Magnesium memegang peranan penting dalam lebih

dari tiga ratus jenis system enzim di dalam tubuh. Magnesium bertindak

dalam semua sel jaringan lunak sebagai katalisator dalam reaksi-reaksi

biologic termasuk reaksi-reaksi yang berkaitan dengan metabolism

energi, karbohidrat, lipida, protein, dan asam nukleat serta dalam sintesis,

degradasi, stabilisasi bahan gen DNA. Sumber-sumber magnesium yang

unggul terdapat pada sayuran yang berwarna hijau. Semakin gelap

warnanya, kandungan magnesiumnya semakin tinggi. Paprika dan

polong-polongan, seperti buncis, kacang Panjang, kedelai dan kapri juga

merupakan sumber magnesium yang baik (Indah, 2012).

3. Gambaran Indeks Massa Tubuh (IMT) pada Penderita Diabetes

Mellitus Tipe II

Berdasarkan penelitian Suryani (2016) sebanyak 10 responden

memiliki status gizi obesitas 1, sebanyak 9 responden memiliki status

gizi normal, sebanyak 4 responden memiliki berat badan kurang dan 6

responden memiliki berat badan lebih. Berdasarkan penelitian Enggar


49

Fitria Nur Susanti (2019) didapatkan hasil bahwa mayoritas dengan

Indeks Massa Tubuh (IMT) normal yaitu 73, didapatkan sebanyak 15

responden mayoritas gemuk dan 1 respoden mayoritas kurus.

Berdasarkan penelitian Lindayati (2019) sebanyak 13 responden kategori

obesitas, sebanyak 7 responden kategori berlebih dan 8 responden

kategori normal.

Batas ambang indeks massa tubuh kategori kurus tingkat berat

yaitu <17,0 kg/m2 , kurus tingkat ringan yaitu 17,0 – 18,4 kg/m2, normal

yaitu 18,5-25.0 kg/m2, gemuk/kelebihan berat badan tingkat ringan yaitu

25,1-27,0 kg/m2, gemuk/kelebihan berat badan tingkat berat yaitu >27,0

kg/m2. Berdasarkan beberapa penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa

rata-rata gambaran indeks massa tubuh responden memiliki kesamaan

yaitu sama-sama memiliki berat badan berlebih/obesitas. Teori Lisbet

(2013), indeks massa tubuh dipengaruhi oleh faktor, salah satumya

obesitas. Faktor ini erat kaitannya dengan peningkatan massa lemak

dalam tubuh, cara termudah untuk memperkirakan obesitas dan

berkorelasi tinggi dengan massa lemak dalam tubuh adalah menggunakan

pengukuran IMT (indeks massa tubuh)

4. Gambaran Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II

Berdasarkan hasil penelitian Nita Rachmawati, Niken Safitri Dyan

(2019) sebanyak 67 responden memiliki kadar gula darah buruk dan 7

responden memiliki kadar gula darah sedang. Berdasarkan hasil

penelitian Nita Rachmawati (2015) sebanyak 5 responden memilki kadar


50

gula darah normal, sebanyak 17 responden memiliki kadar gula darah

sedang dan 67 responden memiliki kadar gula darah buruk.

Kategori kadar glukosa darah baik yaitu 80-139 mg/dl, kategori

kadar glukosa darah sedang yaitu 140-179 mg/dl, dan kategori kadar

glukosa darah buruk yaitu ≥180 mg/dl. Dari jurnal diatas dapat

disimpulkan bahwa gambaran glukosa darah responden lebih banyak

memiliki rata-rata nilai kadar glukosa darah buruk (>180 mg/dl). Dalam

keadaan normal, nilai kadar gula darah 2 jam setelah makan biasanya

akan lebih tinggi dari pada kadar gula darah puasa. Selama satu sampai

dua jam setelah makan glukosa darah akan mencapai angka paling tinggi,

di mana makanan ditimbun di hati dalam bentuk glikogen. Peningkatan

kadar gula darah (hiperglikemia) terjadi akibat adanya gangguan sistem

metabolisme dalam tubuh, karena organ pankreas tidak mampu

memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh. Peningkatan nilai

kadar gula darah ini dapat mempengaruhi nilai rata-rata kadar gula darah

2 jam setelah makan pasien Diabetes Melitus tipe 2.

5. Hubungan Antara Asupan Karbohidrat dengan Kadar Glukosa

Darah

Karbohidrat di dalam tubuh akan diubah menjadi gula untuk dijadikan

energi (tenaga), jika jumlah insulin yang dihasilkan pankreas tidak

mencukupi untuk mengendalikan tingkat kadar gula dalam tubuh, maka

kelebihan gula tersebut akan menyebabkan gula darah menjadi tinggi

yang disebut dengan diabetes. Hasil penelitian dari Cendi Nurgajayanti


51

(2017), Ahmad fauzi (2018) menunjukkan bahwa ada hubungan antara

asupan karbohidrat dengan kadar gula darah.

Berdasarkan hasil penelitian dari Ucik Witasari (2009), Seliana Ingrid

(2015), menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara asupan

karbohidrat dengan kadar gula darah. Penyebab adanya perbedaan hasil

penelitian dengan teori adalah karena kadar glukosa darah tidak hanya

dipengaruhi oleh faktor asupan karbohidrat, melainkan dipengaruhi oleh

faktor lain seperti kurangnya beraktifitas, proses pencernaan, ada tidaknya

zat anti penyerapan, pola makan, strees, pengaruh hormon dan lama sakit.

6. Hubungan Antara Asupan Magnesium dengan Kadar Glukosa


Darah
Magnesium merupakan komponen yang penting pada berbagai enzim

dan merupakan mineral kedua terbanyak dalam intrasel. Magnesium akan

mempermudah glukosa masuk ke dalam sel dan dan juga merupakan

kofaktor dari berbagai enzim untuk oksidasi glukosa. Hasil penelitian

dari Anggun Faradhita (2014), Efina Amanda (2019) menunjukan bahwa

ada hubungan yang bermakna asupan magnesium dengan kadar gula

darah.

Berdasarkan hasil penelitian Olga Lieke Paruntu (2019) Penelitian ini

menunjukkan adanya kecederungan terbalik antara asupan magnesium

dengan kadar glukosa darah, dengan kesimpulan bahwa tidak terdapat

hubungan yang bemakna antara asupan magnesium dengan kadar

glukosa darah. Berdasarkan teori magnesium merupakan salah satu

mikromineral yang memegang peranan penting pada homeostasis


52

glukosa dan kerja insulin. Magnesium ini juga merupakan kofaktor untuk

berbagai enzim yang melibatkan metabolism glukosa khususnya yang

menggunakan ikatan phospat (Yenny,2011).

7. Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh dengan Kadar Glukosa


Darah Puasa
Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya DM.

Hubungannya dengan DM tipe 2 sangat kompleks. Obesitas dapat

membuat sel tidak sensitif terhadap insulin (resisten insulin). Insulin

berperan meningkatkan ambilan glukosa di banyak sel dan dengan cara

ini juga mengatur metabolisme karbohidrat, sehingga jika terjadi

resistensi insulin oleh sel, maka kadar gula di dalam darah juga dapat

mengalami gangguan (Guyton, 2008). Hasil penelitian dari Ain Fathmi

(2012), Lindayati (2013), Miftahul Adnan (2013) menunjukkan bahwa

ada hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan kadar gula darah

penderita diabetes mellitus tipe 2

Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh Komariah, (2020) tidak

ada hubungan antara indeks massa tubuh dengan kadar gula darah pada

pasien diabetes melitus tipe 2. Salah satu upaya yang dapat dilakukan

untuk menurunkan kadar gula darah penderita diabetes melitus adalah

dengan pencapaian status gizi yang baik. Kegemukan merupakan faktor

predisposisi untuk timbulnya peningkatan kadar gula darah, hal ini

dikarenakan sel-sel beta pulau Langerhans menjadi kurang peka terhadap

rangsangan atau akibat naiknya kadar gula dan kegemukan juga akan

menekan jumlah reseptor insulin pada sel-sel seluruh tubuh.


53

4.3 Kelemahan Dari Review Literatur Ini

1. Penelitian ini dilakukan karena keadaan yang tidak mendukung akibat

wabah covid-19, yang tidak memungkinkan untuk observasi langsung

untuk pengumpulan data primer.

2. Dalam penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu tidak melihat faktor

penyakit infeksi.

3. Dalam mencari jurnal yang variabelnya dan sampelnya yang sama

hanya sedikit.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang dibahas dengan

menggunakan studi literatur, maka dapat disimpulkan bahwa

1. Diketahui dari beberapa jurnal gambaran karbohidrat yang telah

direview rata-rata asupan karbohidrat memiliki kesamaan yaitu sama-

sama termasuk dalam konsumsi karbohidrat kategori lebih.

2. Diketahui dari beberapa jurnal gambaran magnesium yang telah

direview rata-rata asupan magnesium memiliki kesamaan yaitu sama-

sama termasuk dalam konsumsi magnesium kategori baik.

3. Diketahui dari beberapa jurnal gambaran indeks massa tubuh (IMT)

yang telah direview rata-rata indeks massa tubuh memiliki kesamaan

yaitu sama-sama termasuk dalam kategori gemuk/obesitas

4. Diketahui dari beberapa jurnal karbohidrat ada yang menyatakan bahwa

ada hubungan antara asupan karbohidrat dengan kadar gula darah pada

penderita DM tipe II.

5. Diketahui dari beberapa jurnal magnesium yang telah direview ada

hubungan antara asupan magnesium dengan kadar gula darah pada

penderita DM tipe II.

6. Diketahui dari beberapa jurnal indeks massa tubuh (IMT) yang telah

direview ada hubungan indeks massa tubuh dengan kadar gula darah

pada penderita DM tipe II.

54
55

5.2 Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan penelitian diatas, maka saran yang maka

dapat dianjurkan peneliti yaitu :

1. Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi tambahan yang bermanfaat

dalam pengembangan tentang asupan karbohidrat, magnesuim dan

indeks massa tubuh bagi penderita diabetes melitus tipe II

2. Dapat dijadikan sebagai referensi kepada peneliti selanjutnya untuk

mengembangkan tentang asupan karbohidrat, magnesuim dan indeks

massa tubuh sebagai faktor resiko penderita diabetes meltus tipe II


DAFTAR PUSTAKA

ADA. (2017). Standards of Medical Care in Diabetes. In Diabetes Care (Vol. 40).
https://doi.org/10.2337/dc17-S001.
Almatsier, S. (2006). Penuntun Diet. Jakarta: Gramedia.
Cendi nurgajayanti. (2017). Hubungan Antara Status Gizi, Asupan Karbohidrat,
Serat Dan Aktifitas Fisik Dengan Kadar Glukosa Darah Pada Pasien
Rawat Jalan Diabetes Melitus Tipe II Di Puskesmas Jetis Kota Yogyakarta
Universitas Politeknik Kesehatan Yogyakarta.
Damayanti, S. (2015). Diabetes Melitus dan Penatalaksanaan Keperawatan.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Dorland, WAN, 2010. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 31. Jakarta : EGC, 773
Farizi, Z. A., & Nuqul, F. L. (2013). Beda Makanan, Beda Kemampuan Perhatian:
Studi Eksperimen Tentang Pengaruh Glycemic Index Caution Terhadap
Kemampuan Deteksi Sinya.Universitas Islam Negeri, 10(1), 41–52.

Anggun Faraditha.(2014).Hubungan Asupan Magnesium Dan Kadar Glukosa


Darah Puasa Pasien Rawat Jalan Diabetes Mellitus Tipe 2. Malang.
Indonesian Journal of Human Nutrition, Desember 2014, Vol. 1 No.2 : 71
– 88
Fatimah, R. N. (2015). Diabetes Melitus Tipe 2. Medical Faculty, Lampung
Universitty, 4.
Fitri, R.(2014). Hubungan Konsumsi Karbohidrat, Konsumsi Total Energi,
Konsumsi Serat, Beban Glikemik Dan Latihan Jasmani Dengan Kadar
Glukosa Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. Program Studi Ilmu
Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. JNH, Vol. 2, No.3
Fitriyani. (2012). Universitas Indonesia Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 Di
Puskesmas Kecamatan Citangkil Dan Puskesmas Kecamatan Pulo Merak ,
Kota Cilegon Universitas Indonesia Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2
Di Puskesmas Kecamatan Pulo Merak ,. Universitas Indonesias.
IDF. (2017). Eighth edition 2017. In IDF Diabetes Atlas, 8th edition.
https://doi.org/http://dx.doi. org/10.1016/S0140-6736(16)31679-8.
Indah, Y. (2012). Bebas Diabetes Tipe-2, PT AgroMedia Pusataka, Jakarta
Kemenkes RI. (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018.

Kemenkes RI. (2019). Peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 28


tahun 2019. 5–10.
Lanywati, E. (2011). Diabetes Melitus. Yogyakarta: Kanisius

56
57

Nurdyansyah, H. W. R. F. (2015). Ilmu Bahan Makanan dasar. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Perkeni. (2015). Pengelolaan Diabetesdan Pencegahan Diabetes Melitus.


Prabawati, Risma Karlina. 2012. Mekanisme Seluler dan Molekular Resistensi
Insulin. Diakses dari http://aulanni.lecture.ub.ac.id/files/2012/04/
resistensi-insulin-dr-risma. Dorland, WAN, 2010. Kamus Kedokteran
Dorland. Edisi 31. Jakarta : EGC, 773
Sunita Almatsier (2009). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia.
Syauqy, A. (2015). Perbedaan kadar glukosa darah puasa pasien diabetes
melitus berdasarkan pengetahuan gizi , sikap dan tindakan di poli
penyakit dalam rumah sakit islam jakarta. 3(2), 60–67.
Siregar, N. S. (2014). Staf Edukatif Fakultas Ilmu Keolahragaan UNIMED.
Jurnal Ilmu Keolahragaan, 13(2), 38–44.

Sugiyono, M. T. . dan. (2010). Ilmu Pengetahuan Pangan. Bandung: Alfabeta.

S.Notoatmodjo. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.


Toharin,S.N.R.,Cahyati.W.H, &Zainafree.I.(2015).Hubungan Modifikasi Gaya
Hidup dan Kepatuhan Konsumsi Obat Antidiabetik dengan Kadar Gula
Darah pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Rs Qim Batang Tahun
2013.Unnes Journal of Public Health 4 (2).
Wahyuningsih, Retno 2013. Penatalaksanaan Diet Pada Pasien. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
WHO. Global Report On Diabetes, France: World Health Organization; 2016
Yuniarti. (2013). Analisis Polimorfine Pro12Ala Gen pada penderita diabetes
melitud tipe 2 Minangkabau. Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes
Tanjungkarang,53(9), 16891699. https://doi.org/10.1017/ CBO97811074
1524.004 .

Anda mungkin juga menyukai