Sedangkan untuk pelaku dan korban kekerasan sendiri, sebaiknya mencari bantuanpada
psikolog untuk memulihkan kondisi psikologisnya. Bagi pelaku, bantuan oleh
psikologdiperlukan agar akar permasalahan yang menyebabkannya melakukan kekerasan
dapatterkuak dan belajar untuk berempati dengan menjalani terapi kognitif. Karena tanpa
adanyaperubahan dalam pola pikir suami dalam menerima dirinya sendiri dan istrinya maka
keke-rasan akan kembali terjadi.Sedangkan bagi istri yang mengalami kekerasan perlu
menjalani terapi kognitif danbelajar untuk berperilaku asertif. Selain itu, istri juga dapat
meminta bantuan pada LSMyang menangani kasus-kasus kekerasan pada perempuan agar
mendapat perlidungan.
Suami dan istri juga perlu untuk terlibat dalam terapi kelompok dimana masing-masingdapat
melakukan sharing sehingga menumbuhkan keyakinan bahwa hubungan perkawinanyang
sehat bukan dilandasi oleh kekerasan namun dilandasi oleh rasa saling empati. Selainitu,
suami dan istri perlu belajar bagaimana bersikap asertif dan me-manage emosi sehinggajika
ada perbedaan pendapat tidak perlu menggunakan kekerasan karena berpotensi anakakan
mengimitasi perilaku kekerasan tersebut. Oleh karena itu, anak perlu diajarkan bagai-mana
bersikap empati dan mengelola emosi sedini mungkin namun semua itu harus diawalidari
orangtua.
Kita tahu bahwa perempuan rentan menjadi korban kekerasan, tetapi tidak ada carauntuk
dapat meramalkan perempuan mana yang akan menjadi korban. Mengapa ada perempuan
yang dapat segera mengambil langkah-langkah pengamanan setelah mengalamisuatu
bentuk kekerasan, dan ada juga perempuan lain yang mengalami kekerasan
tersebutberulang kali? Pengalaman penulis sebagai konselor jarang menemukan
perempuan yanghanya mengalami satu kali saja kekerasan. Perempuan yang seperti ini
mungkin tidak datangmeminta pertolongan. Yang datang meminta pertolongan adalah
mereka yang mengalamikekerasan berulang. Apa yang terjadi pada perempuan ini sebelum
terjadinya kekerasan, se-hingga hal tersebut menyulitkannya mengambil langkah-langkah
pengamanan? Apa yangterjadi setelah kejadian kekerasan yang menyebabkannya tetap
tinggal menjadi korban? Kitatahu dari pengalaman bahwa pertanyaan-pertanyaan yang kita
ajukan tadi harus mendapatkanjawaban sebelum kita dalam memberikan pelayanan dan
bantuan secara efektif.
Masa kanak-kanak, terutama di usia 6 tahun pertama, merupakan waktu yang penting untuk
tumbuh kembang, serta pembentukan kepribadian. Mengingat pentingnya masa tersebut,
sudah sepantasnya anak mendapatkan perlakuan yang baik, termasuk kebutuhan dan hak-
haknya. Kekerasan anak adalah contoh dari pelanggaran hak asasi manusia. Dampak
kekerasan pada anak bisa mendatangkan trauma yang berkepanjangan sampai usia
dewasa. Akibatnya, anak tidak bisa menikmati masa kecilnya meski telah mendapatkan
pertolongan yang tepat.
Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI
PPA), sejak 1 Januari – 19 Juni 2020 telah terjadi 3.087 kasus kekerasan terhadap anak.
Sebanyak 852 diantaranya berupa kekerasan fisik, 768 kasus kekerasan psikis, dan 1.848
sisanya merupakan kasus kekerasan seksual.
Karena bentuknya bermacam-macam, dampak dari kekerasan pada anak pun tidak cuma
luka fisik saja. Anak korban kekerasan juga akan mendapatkan luka emosional, perilakunya
jadi menyimpang, dan fungsi otaknya menurun. Berikut ini adalah akibat kekerasan terhadap
kesehatan si kecil, antara lain:
Disamping itu, kekerasan pun bisa menyebabkan beberapa hal berikut ini ; Gangguan
penglihatan, pendengaran, serta berbahasa yang spesifik dan Peningkatan risiko penyakit
kronis: obesitas, hipertensi, kolesterol tinggi, asma, penyakit jantung koroner, stroke, kanker,
serta hati Serta Penyalahgunaan obat-obatan, ketergantungan alkohol dan kebiasaan
merokok
jovee image jovee image jovee image jovee image jovee image
Beranda > Artikel > Mengenali Bentuk dan Dampak Kekerasan pada Anak
Mengenali Bentuk dan Dampak Kekerasan pada Anak
Gaya Hidup Sehat 21/09/2020, 13:20 WIB ditinjau oleh dr. Irma Lidia
dampak-kekerasan-pada-anak
Masa kanak-kanak, terutama di usia 6 tahun pertama, merupakan waktu yang penting untuk
tumbuh kembang, serta pembentukan kepribadian. Mengingat pentingnya masa tersebut,
sudah sepantasnya anak mendapatkan perlakuan yang baik, termasuk kebutuhan dan hak-
haknya. Kekerasan anak adalah contoh dari pelanggaran hak asasi manusia. Dampak
kekerasan pada anak bisa mendatangkan trauma yang berkepanjangan sampai usia
dewasa. Akibatnya, anak tidak bisa menikmati masa kecilnya meski telah mendapatkan
pertolongan yang tepat.
Efek negatif kekerasan terhadap kesehatan anak
Bentuk kekerasan sendiri ada bermacam-macam. Mulai dari kekerasan fisik, seksual,
psikologis, verbal, eksploitasi, penjualan anak, hingga penelantaran atau pengabaian
terhadap kesejahteraannya. Contoh kekerasan ekonomi atau eksploitasi ialah prostitusi
anak serta mempekerjakan anak di bawah umur dengan motif uang.
Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI
PPA), sejak 1 Januari – 19 Juni 2020 telah terjadi 3.087 kasus kekerasan terhadap anak.
Sebanyak 852 diantaranya berupa kekerasan fisik, 768 kasus kekerasan psikis, dan 1.848
sisanya merupakan kasus kekerasan seksual.
Karena bentuknya bermacam-macam, dampak dari kekerasan pada anak pun tidak cuma
luka fisik saja. Anak korban kekerasan juga akan mendapatkan luka emosional, perilakunya
jadi menyimpang, dan fungsi otaknya menurun. Berikut ini adalah akibat kekerasan terhadap
kesehatan si kecil, antara lain:
Efek negatif dari kekerasan pada anak juga dapat berupa terganggunya perkembangan otak
serta strukturnya. Hal ini mengakibatkan penurunan fungsi otak di bagian tertentu, yang bisa
berujung pada penurunan prestasi akademik dan gangguan kesehatan mental pada saat
dewasa.
Disamping itu, kekerasan pun bisa menyebabkan beberapa hal berikut ini:
Sejumlah dampak kekerasan anak pada kesehatan mental yang mungkin berlanjut hingga
dewasa, meliputi:
Efek kekerasan terhadap anak akan menyebabkan dampak yang berkepanjangan, meski
kejadian traumatis tersebut sudah berlalu. Karenanya, mereka perlu mendapatkan
pertolongan dan penanganan yang sesuai dari psikolog atau psikiater. Walaupun begitu,
trauma yang diakibatkan penganiayaan sejak kecil tidak akan hilang begitu mudah. Anak-
anak atau orang korban kekerasan membutuhkan support dari orang-orang sekitarnya,
terutama keluarga.