Makalah Ulumul Hadis1
Makalah Ulumul Hadis1
M.RAMLI
ZULFA DINAYAH
Semester:1
2022
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi allah kita panjatkan puji dan syukur atas kehadiran Allah
SWT.Yang Telah memberikan rahmat dan karunia Nya kepada kita sehingga kami
dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “SYARAT-SYARAT HADIS
SHAHIH” sesuai waktu yg telah di tentukan. Makalah ini kami susun untuk
memenuhi tugas kami di mata kuliah ULUMUL HADIS.
Makalh ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat kan bantuan
makalah ini. Untuk itu kami Menyampaikan banyak terima kasih kepada semua
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan
kelapangan hati, kami menerima saran dan kritik yang bersipat membangun demi
KATA
PENGANTAR……………………………………………………………………i
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………………..ii
BAB I
PENDAHULUAN ……..…………………………...
BAB III
PENUTUP………………………………………………………………………...
1.1. L a t a r B e l a k a n g
1.2.Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengertian dari hadits shahih?
2. B a g a i m a n a k a h s y a r a t s e b u a h h a d i s t s e h i n g g a d a p a t d i s e b u t
s e b a g a i hadits shahih?
3. B a g a i m a n a p e b a g i a n d a r i h a d i s s h a h i h ?
Shahih menurut istilah ilmu hadist ialah: “satu hadits yang sanadnya
bersambung dari permulaan sampai akhir,disampaikan oleh orang – orang yang
adil, memiliki kemampuan menghafal yang sempurna (dhabith), serta tidak ada
penyelisihan dengan perawi yang lebih terpercaya darinya (syadz) dan tidak ada
illat yang berat”1
1
, Syaikh manna Al-Qaththan engantar Studi Ilmu Hadits (Jakarta:pustaka AAl-kautsar,2005) hlm:117
2
Muh zuhri,hadis nabi (sejarah dan metologinya), (Yogyakarta:PT Tiara WACANA,1997),hlm1
3
Hasbi ash –shidicqy,sejarah dan pengantar ilmu hadis, (Jakarta:bulan bintang,1988),lmn,23.
4
http:NNad(dai!1logspot!;o!idN-6''N6/Napa(itu(hadits(shahih(hasan(dan(dhaif!html
2.1. SYARAT-SYARAT HADIST SHAHIH
5
Munzier Suparta, Ilmu Hadis (Jakarta: PT Raja Grafindopersada, 2010), hal. 160-161
c .Meneliti kata yang menghubungkan antara perawi dengan perawi yang
terdekat dalam sanad. Misalnya berupa: haddatsana, haddatsani, akhbarani,
akhbarana, sami’ tu, an, anna, dan banyak lagi yang lainnya. Melalui cara
diatas dapat diketahui ketersambungan sanad hadis. Dengan mengetahui
kedekatan perawi antara perawi satu dengan perawi sebelumnya.
Tentang perawi yang bersifat adil ini ada banyak pandangan dikalangan
para ulama hadis. Dan banyak pandangan ini sudah biasa dalam menetapkan suatu
ketentuan, pendapat dari Al-Hakim ia menyatakan bahwa seorang bias dikatakan,
adil ketika ia beragama Islam, tidak berbuat bid‟ah, dan tidak berbuat maksiat.
Beda dengan Al-Irsyad “yang dimaksud adil ialah orang yang berpegang teguh
terhadap pedoman adab-adab syarat6” Beda pula yang keluar dari kepala seorang
Ar- Razi, ‘adil baginya adalah tenaga jiwa yang mendorong untuk selalu
bertaqwa, menjauhi dosa-dosa besar, menjauhi kebiasaan melakukan dosa-dosa
kecil, dan meninggalkan perbuatan-perbuatan mubah yang menodai muru ’ ah;
makan sambil berdiri di jalanan, buang air kecil di tempat yang bukan disediakan
untuknya, dan bergurau yang berlebih-lebihan.7 dari sekian pandangan tersebut M.
Syuhudi Ismail dalam buku yang diramu oleh Kasman yang berjudul Hadits
dalam Pandangan Muhammadiyah meringkas semuanya menjadi empat kriteria
perawi yang adil diantaranya adalah:
a .Beragama Islam.
b .Mukallaf.
c .Melakukan ketentuan agama.
d .Memelihara mur’ ah6
6
Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahu’l Hadis (Bandung: PT Alma’arif, 1974), hal. 119.
7
Badri Khaerruman, Ulumul Al-Hadis (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hal. 151.
b .Penilaian dari para kritikus periwayat hadis penilaian ini mencakup
kelebihan atau kekurangan yang terdapat pada periwayat hadis tersebut,
hal ini bisa ditelaah melalui, ilmu al-jarh wa al- ta’ dil .
c .Penerapan ilmu al-jarh wa al-ta ’ dil di pakai apabila dari kalangan kritik
hadis tidak menemukan kesepakatan tentang kualitas pribadi periwayat
tertentu.
Dhabit menurut bahasa mempunyai makna kokoh, yang kuat, yang hafal
secara sempurna. Seorang perawi mempunyai daya ingat yang kuat dan sempurna
terhadap hadis yang diriwayatkan. Ibn Hajar Al-Asqolani berpendapat “bahwa
perawi yang dhabit itu adalah dia yang kuat hafalannya terhadap apa yang pernah
di dengarnya, kemudian mampu menyampaikan hafalan tersebut pada saat
dibutuhkan. Artinya, seorang perawi mempunyai kualitas kesehatan yang
maksimal mulai dari kesehatan pendengaran, otak, psikis, dan oral. Hal ini sangat
menjadi bagian penting bagi perawi sebab dengan pendengaran yang kuat ia
mampu mendengarkan secara utuh isi apa yang didengar, mampu memahami
dengan baik, tersimpan dalam memori otaknya, kemudian mampu menyampaikan
dengan fasih dan benar kepada orang lain. Lebih spesifik lagi dhabit dibelah
menjadi dua macam diantaranya adalah dhabit hati dan dhabit kitab. Dhabit hati
maksudnya ialah seorang perawi mampu menghafal setiap hadis yang di
dengarnya dan sewaktu-waktu dia bisa mengungkapnya atau sederhanya
terpelihara periwayatan dalam ingatan sejak menerima hadis sampai
menyampaikan kembali kepada orang lain, sedangkan dhabit kitab ialah seorang
perawi yang ketika meriwayatkan hadis secara tertulis, tulisannya sudah
mendapatkan tashhih dan selalu terjaga.8
Sifat-sifat kedhabitan itu bisa dideteksi melalui; kesaksian para ulama
dan berdasarkan kesesuaian riwayatnya dengan riwayat orang lain yang telah
dikenal dengan kedhabitannya
Terhindar dari illat adalah bahwa hadis yang bersangkutan terbebas dari
cacat kesahihannya. Yakni hadis tersebut terbebas dari sifat-sifat samar yang
membuatnya cacat, meskipun secara kasat mata hadis tersebut tidak menujukkan
adanya cacat. Menurut Ibn al-Shalah, an-Nawawi, dan Nur al-Din ‘ Itr
menyatakan bahwa ‘ illat merupakan sebab yang tersembunyi yang menjadi
benalu (merusak) kualitas hadis, yang menyebabkan hadis yang pada lahirnya
tampak berkualitas shahih menjadi tidak shahih. Menurut Mahmud al-Thahhan,
hadis yang mengandung ‘ illat bisa di lacak ketika mengandung kriteria berikut:
a .Periwayatnya menyendiri.
b .Periwayat lain bertentangan dengannya
c .Qarinah-qarinah lain yang berkaitan dengan keduanya. Detailnya untuk
mengetahui adanya ‘ illat hadis bisa melakukan:
Menghimpun seluruh sanad, dengan maksud untuk mengetahui ada
tidaknya tawabi‟ dan/atau syawahid
.
Melihat perbedaan di antara para periwayatnya.
9
Kasman, Hadis dalam Pandangan Muhammadiyah, hal. 42-43.
Memerhatikan status kualitas para periwayat baik berkenaan dengan
keadilan, maupun ke-dhabit an masing-masing periwayat10.
10
Idri, Studi Hadis (Jakarta: Kencana Predata Group, 2010), hal. 170-172
11
Muhammad Musthafa Azami, Memahami Ilmu Hadis (Jakarta: PT. Lentera Basritama, 1977), hal. 108-109
BAB III
PENUTUPA N
A.KESIMPULAN
Hadits shahih ialah hadits yang menyambung sanadnya (sampai kepada nabi),
sampai akhir sanad, (didalam hadits itu) tidak terdapat kejanggalan (syudzudz) dan
s h a h i h lighairih. Para ulama ahli hadits dan sebagian ulama ahli ushul serta ahli fiqih
sepakat menjadikan hadits shahih sebagai hujjah yang wajib beramal dengannya.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Musthafa Azami, Memahami Ilmu Hadis (Jakarta: PT. Lentera Basritama,
1977), hal. 108-109