Azl (Coitus Interruptus) Dalam Pandangan Fukaha
Azl (Coitus Interruptus) Dalam Pandangan Fukaha
Abstract: This article copes with the issue of ‘azl from Islamic perspective. Generally,
‘azl is the prevention of pregnancy by releasing the sperm out of vagina. In modern
context, this practise is analogous with the family planning. The only difference is that
the modern family planning uses medicines. Islamic scholars, basing their respective
arguments on some hadits of the prophet, have different opinion on the issue: some of
them permit the practise of ‘azl, while some others prohibit it. This study reveals that
the hadits used by Islamic scholars who forbid the practise of ‘azl is dha’if.
Therefore, the practise of ‘azl is actually permitted, with the permission of wife, and
without permission if applied to slave.
Kata Kunci: ‘azl (coitus interruptus), fukaha
hiran menjadi 22/1000 pada tahun alquran. Selanjutnya dalam hadis ini,
1990.6 Jabir tidak melaporkan sebuah riwayat,
Islam sebagai agama yang mayori- melainkan memper-kenalkan ketetapan
tas dianut penduduk bangsa Indonesia, tentang kehalalannya.
bukan hanya agama peribadatan, melain- Pada sisi lain, Nabi saw juga
kan juga sebagai sistem kemasyarakatan. mengeluarkan pernyataan bahwa praktik
Hukum Islam sangat komprehensif tersebut terlarang yang terekam dalam
dalam memenuhi kebutuhan dan kepri- sabdanya yang diriwayatkan oleh
hatinan manusia. Demikian pula Islam sahabat Judāmah yang berbunyi:
memper-timbangkan masalah peren-
ْاشةَْقَالَت َ ت ْعُ َّك ِ ب ْأُخ ٍ ت ْوه ِ ِ
canaan keluarga secara objektif dan
َ ْج َد َامةَْبن ُ َعن
ْْعلَي ِه َْو َسلَّ َم ِِْف ِ َ حضرتْرس
penuh kasih sayang dan telah men-
sponsori perencanaan manusia dalam َ ُْصلَّىْاللَّهَ ولْاللَّه َُ ُ َ َ
segala urusan individual dan sosial,
tidak terkecuali perencanaan kelahiran. ْْعنَ ت ْأَن ْأَن َهى ُ َْهَمَ ول ْلََقد ُ اس َْوُْه َو ْيَ ُقٍ َأُن
Namun persoalan ini tidak boleh
ْْهمُ س ْفَِإذَا ِ ِ ُّ ت ِِْف ِ ِ
melahirkan kecenderungan tradisional َ ْالروم َْوفَار ُ الغيلَة ْفَنَظَر
untuk tidak mencampuri proses per-
ْْشيئًا ِ ِ
kembangbiakan. Kecenderungan ini َ ك َ ضُّرْأَوََل َد ُهمْ َذل ُ َيُغيلُو َنْأَوََل َد ُهمْفَ ََلْي
ْْصلَّى ِ ُ ُُثَّ ْسأَلُوه ْعن ْالعزِل ْفَ َق َال ْرس
َ ول ْاللَّه
didukung oleh Hadis yang telah ditaf-
sirkan oleh sebagian ulama sebagai َُ َ َ ُ َ
8 ِ ِ
َ ْعلَي ِه َْو َسْلَّ َمْذَل
كْال َوأ ُدْاْلَف ُّْي َ ُاللَّه
larangan penggunaan alat kontrasepsi.
Penafsiran dan pemahaman yang ber-
beda itu dipicu pula oleh adanya dua
Artinya:
keterangan (baca; hadis) yang berbeda
tentang kebolehan al-’azl. Di satu sisi, “Dari Juda>mah bin Wahab saudara
Nabi Saw mengizinkan para sahabat-nya ‘Ukasyah bahwasanya ia berkata:
untuk melakukan hal itu yang terangkum Saya hadir bersama Rasulullah dalam
dalam sabdanya yang diriwayatkan oleh sebuah kelompok dan ia berkata:
sahabat Jabir yang berbunyi: Saya hampir melarang al-ghailah,
tetapi kemudian saya memper-
ْْعب ِدْاللَّ ِهْقَ َالْ ُكنَّاْنَع ِزُل َْوال ُقرآ ُن
َ َعنْْ َجابِ ِرْب ِن timbangkan orang Roma dan Persia,
dan mendapatkan perempuan-perem-
ُْيَن ِز
ْ7ل puan mereka biasa menyusui anak-
anak mereka dalam keadaan hamil
Artinya: tanpaakibat buruk. Kemudian mereka
“Dari Jabir bin Abdillah berkata: bertanya kepada beliau tentang ‘azl
Kami [para sahabat Nabi dahulu
lalu beliau bersabda, ‘azl itu adalah
biasa mempraktekkan al-Azl di masa
pembunuhan anak secara tersem-
Nabi Saw, sementara al-Qur’an
bunyi (al-wa’d al-Khafiy).9
sedang diwahyukan”.
Inilah dalil yang diperpegangi oleh
Hadis di atas menjadi hujjah bagi
mereka yang membolehkan praktik ’azl. ulama penentang praktik ’azl. Bagi
Hal ini disebabkan karena hadis tersebut mereka, melakukan ’azl sama dengan
dengan jelas mengungkapkan bahwa melakukan pembunuhan anak secara
para sahabat Nabi telah mempraktek- tersembunyi (al-Wa’d al-Khafiy).
kan’azl tanpa larangan dari Nabi atau Karena itu, kajian tentang persoalan ini
dalam pandangan ulama fikih merupa-
4 Jurnal Hukum Diktum, Volume 8, Nomor 1, januari 2010, hlm 1-16
kan sebuah kajian yang sangat signi- Dalam syarh al-Nawa>wi dikatakan
fikan. bahwa kata al-ghilah dalam Hadits ini
dikasrah huruf ghain, ada pula yang
II. PEMBAHASAN men-fathah-nya. Secara lengkap bunyi
dari teks syarh al-Nawa>wi adalah
A. Pengertian ‘Azl sebagai berikut:
Kata عزلberasal dari kata َعَزَْل- يَع ِزُْل-
ْ َ (الغِيلَة) ُهنَابِ َكس ِرالغ:ال أَهل اللُّغَة
ي َْ َق
ً َعز َْلsecara etimologi berarti melepaskan,
memisahkan.10 Al-Azhāri berkata: ْالغَيل بَِفت ِْح ا لغَيْ َم َْع َحذفاَلَاء:َويُ َقال ََلَا
“Azala al-rajulu al-ma>’a ‘an ja>riyatihi
(lelaki itu memisahkan air - mani - dari ْ ِ ( َوالغِيَال) بِ َكس ِرالغَيْ َك َماذَ َكَْر ُُ ُمسلِم
ِف
isterinya, yakni idz ja>ma’aha> li’alla>
tahmila (jika ia menyenggamainya, :اعة ِمنْ أَهل اللُّغَة َ َال ََج
ِ الرواية اْل
َْ َ َوق.َخ َرية َ َ ِّ
namun jangan sampai hamil). Secara
اح َدة َوأ ََّما ِ (الغَي لَة) ْبَِفت ٍْح المَّرة الو
terminologi ‘azl berarti mengeluarkan َ َ
dzakar (penis) dari farj (vagina) isteri
sesaat ketika akan terjadi ejakulasi, إِن:يل ِ
َْ َوق.بِال َكس ِرفَ ِهي َُااسم ِمنْ الغِيل
يد ِِبَا َوط ِءال ُمر ِضع َج َازالغِيلَة
sehingga mani terpencar di luar
vagina,11 atau si isteri meng-gunakan َ ُأُ ِر
alat yang bisa menghalangi masuknya
mani suami ke dalam rahim agar tidak ْ16َوالغَي لَةبِال َكس ِرَوال َفتح
terjadi pembuahan (ke-hamilan). ‘Azl
ini bisa dilakukan dengan berbagai Para ulama berbeda pendapat
macam cara, antara lain memuntahkan tentang makna al-ghilah dalam hadis
sperma di luar farj, atau dengan Juda>mah. Ima>m Malik, al-Ashma’iy dan
menggunakan kapsul, spiral12, jelly atau para pakar bahasa mengartikan al-ghilah
dengan sarana-sarana lain yang ditemu- adalah menyetubuhi isteri ketika ia
kan oleh para ahli kedokteran.13 sedang masa menyusui anaknya.
Masalah inilah yang pada zaman Sedangkan Ibnu al-Sikkît, mengartikan
sekarang ini dikenal dengan gerakan al-ghilah dengan seorang yang
pengaturan kelahiran atau “keluarga menyusukan anaknya sedangkan ia
berencana”. dalam keadaan hamil.17
Selanjutnya, perbuatan ‘azl sering
dikaitkan dengan ghiya>l. Kata غيلatau B. Pandangan Fukaha terhadap ‘Azl
غيالةdan غيالdigunakan untuk menun- Suatu fakta sejarah bahwa sebagian
jukkan penyusuan anak oleh ibu yang sahabat dan kaum muslimin telah
sedang hamil, atau tindakan meng- mempraktikkan al-’azl di masa Nabi
adakan hubungan dengan isteri yang sebagai metode kontrasepsi guna pen-
menyusui. Secara harfiah kata tersebut cegahan sementara kehamilan. Istilah
berarti serangan serius (atas si anak).14 kontrasepsi adalah istilah yang diguna-
Muhammad al-Baqir meng-artikannya kan dalam program KB sebagai suatu
dengan perbuatan seorang wanita yang metode pengendalian kelahiran.18
menyusui anaknya dalam keadaan ia Secara umum, hadis-hadis yang
sendiri sedang hamil.15 berkaitan dengan ‘azl dapat dipahami
dalam beberapa pemahaman yakni;
Pertama, adanya hadis-hadis yang
5 Jurnal Hukum Diktum, Volume 8, Nomor 1, januari 2010, hlm 1-16
isteri berhak menuntut, karena keni- tersem-bunyi” dalam hadis Judāmah men-
kmatan senggama dapat diperoleh jika gandung konotasi yang sama seperti
ia tidak di-‘azl. Kedua, mereka tidak dalam frasa”kepura-puraan adalah syirik
membedakan antara wanita mer-deka tersembunyi” dan bahwa ini lebih
dengan budak. menunjukkan ketidaksukaan dari pada
Ulama-ulama yang membolehkan larangan.25
‘azl adalah ulama-ulama yang menolak Namun ada juga ulama yang men-
larangan ‘azl dan argumentasinya coba menggabungkan dari kedua pen-
adalah: dapat itu, di antaranya adalah sebagai
berikut:
a. Abu Ja’far al-Thahawi (w. 933)
a. Al-Nawāwi (w.1270)
Al-Thahawi dalam bukunya Syarh
Ma’ani al-At}ar sebagaimana dikutip Dalam syarahnya yang otoritatif
oleh Abd. Rahim Umran mengatakan atas shahih Muslim dia memper-
bahwa’azl tidak dipandang sebagai temukan kedua hadis yang nampak
sesuatu yang tidak disukai (makruh). Ia bertentangan di atas. Ia memandang
menambahkan bahwa ketika Nabi bahwa Hadis-hadis yang “tidak meng-
ditanyai tentang hal itu, Ia tidak izinkan” harus dipahami ketidaksukaan
melarang para sahabat atas hal itu, (karahah tanzihiyah), bukan larangan.
melainkan ia menyatakan, “Tidak ada Sedang hadis-hadis “mengizinkan”
ketidaksukaan (kemakruhan) dalam menafikan larangan tetapi tidak mem-
tidak melakukannya. Itu adalah takdir”. batalkan ketidaksukaan. Itulah sebab-
Al-Thahawi menerangkan bahwa sekira- nya ia mengatakan bahwa’azl adalah
nya Allah tidak menghendaki tercip- ketidaksukaan (makruh) dalam segala
tanya seorang anak maka tidak ada yang keadaan.26
dapat menghalangi-Nya. Allah akan
b. Ibnu Hajar al-Asqalāni (1449)
menyebabkan sebagian dari mani
mencapai tempatnya yang tepat, yang Dalam komentarnya yang terkenal
meng-akibatkan kehamilan. Namun atas s}ah}i>h} al-Bukha>ri>, Fath al-Ba>ri,27
apabila Allah telah memerintahkan pertama; Ibnu Hajar menunjukkan
bahwa tidak ada anak yang tercipta bahwa beberapa pemikir Islam meng-
dari cairan itu, maka tidak menjadi anggap hadis yang diriwayatkan oleh
masalah apakah cairan itu mencapai Juda>mah sebagai hadis yang lemah
tempatnya atau tidak.24 (d}aif) karena bertentangan dengan
sejumlah Hadis lain tentang masalah ini.
b. Al-Ghazali (wafat.111)
Mereka mempertanyakan bagai-mana
Al-Ghazali yang dikenal sebagai mungkin Nabi mengingkari orang
“hujjah Islam” sangat sistematik dalam Yahudi dan kemudian dalam Hadis yang
membahas hadis Judāmah. Ia menyata- lain mempunyai pendapat yang sama.
kan bahwa’azl diizinkan secara mutlak, Kedua, Ibnu Hajar mengatakan
karena larangan memer-lukan suatu nas bahwa ada beberapa pemikir lain yang
yang eksplisit, baik dari Alquran berpendapat bahwa hadis Judāmah
maupun al-Sunnah, dimana nas yang batal. Untuk kasus ini, dia mengutip
akan menjadi lan-dasan larangan itu pandangan yang diungkapkan al-
harus ada. Dalam kasus’azl semua ini Thahawi yang mengatakan bahwa
tidak ada, dan frasa “pembunuhan anak mungkin saja hadis Judamah menun-
7 Jurnal Hukum Diktum, Volume 8, Nomor 1, januari 2010, hlm 1-16
jukkan apa yang disepakati sebelum-nya Dengan kata lain, Ibnu Hajar
yang sesuai dengan pendapat Ahl al- memahami bahwa hadis Juda>mah
Kita>b. Nabi, katanya, suka meng-ikuti sesungguhnya tidak melarang’azl. Ia
pandangan Ahl al-Kita>b dalam masalah- menegaskan bahwa menyebut’azl
masalah tertentu bilamana wahyu tidak sebagai “pembunuhan” anak secara
memberikan petunjuk. Tetapi kemudian tersembunyi merupakan suatu kiasan
Allah yang Maha Kuasa mengilhaminya yang tidak menjadikannya haram. Ia
dengan peraturan (mengenai masalah juga membedakan pembunuhan anak
tersebut), sehingga dia mengingkari apa secara tersembunyi dalam hadis
yang dikatakan orang Yahudi. Ibnu Juda>mah dan pembunuhan anak kecil
Hajar menyebutkan bahwa Ibnu Rusyd, dalam Hadis-hadis dimana Nabi
Ibn ‘Arabi ketika mengomentari pan- mengecam orang Yahudi, yang terakhir
dangan al-Thahawi menegaskan bahwa merupakan tindakan pembunuhan yang
Nabi tidak pernah mengikuti petunjuk sesungguhnya, sedang “tersembunyi”
orang Yahudi dan kemudian meng- tidak mengandung tindakan pembunu-
ingkarinya. han yang sesung-guhnya. Ia menambah-
Ketiga, Ibnu Hajar mengatakan kan bahwa baik ’azl maupun wa’d
bahwa Ibn Hazm lebih condong untuk mengandung maksud yang sama, yakni
mematuhi hadis Judāmah. Artinya dia meng-elakkan tambahan anak. Semen-
menganggap bahwa Hadis tersebut telah tara wa’d menggabungkan keduanya,
membatalkan semua Hadis sebelumnya niat dan tindakan pembunuhan yang
yang membolehkan ‘azl. sesung-guhnya,’azl berhenti pada tahap
Keempat, Ibnu Hajar menun-jukkan niat, yang bukan merupakan kejahatan.
bahwa Ibn Qayyim al-Jawziyyah men- Itulah sebabnya hal itu disebut
jelaskan bahwa orang-orang Yahudi “tersembunyi”.28
diingkari karena mereka mengatakan Dari pendapat al-Nawa>wi dan Ibnu
bahwa kehamilan tidak mungkin terjadi Hajar yang berhasil menggabung-kan
jika ‘azl dilakukan sehingga mereka kedua pendapat (yang melarang dan
menyamakannya dengan pembunuhan tidak melarang’azl) dapat ditegaskan
bayi, atau tindakan menghentikan bahwa ‘azl dibolehkan dalam Islam.
keturunan. Orang-orang Yahudi di- Demikian pula dengan alat kontrasepsi
ingkari dan dijelaskan bahwa ‘azl tidak dalam dunia KB juga adalah hal yang
mencegah kehamilan jika Allah meng- boleh dilakukan.
hendakinya (terjadi) dan jika Allah ‘Abd. al-Rahman al-‘Iraqi (w. 1404)
tidak meng-hendaki terjadinya ciptaan, dalam syarahnya atas karya al-Tirmidzi,
maka ‘azl tidak dapat dianggap sebagai mengartikan hadis Judāmah sebagai
pem-bunuhan bayi. Tetapi dalam hadis ejakulasi di luar “rahim” dari wanita
Judhāmah, ‘azl diartikan sebagai “pem- hamil, dan dengan demikian mencegah
bunuhan bayi berskala kecil” karena janin dari mani yang memberinya
laki-laki yang melakukan ‘azl mem- makan dan yang dapat menyebabkan
bebaskan diri (dari hamilnya isteri) hilangnya janin itu (wa’d). Kemampuan
sehingga tujuannya (melakukan itu) juristik-nya terbukti dengan amat baik
sama saja dengan pembunuhan bayi. dalam usahanya membedakan antara
Tetapi perbedaan antara keduanya pem-bunuhan anak tersembunyi (dalam
adalah disengaja. hadis Juda>mah) dan pembunuhan anak
kecil. Pembunuhan anak kecil, menurut-
8 Jurnal Hukum Diktum, Volume 8, Nomor 1, januari 2010, hlm 1-16
Kedua, wanita tersebut mungkin merasa itu, mereka sadar akan adanya sikap
sakit akibat sanggama terputus (‘azl).37 tradisional yang lebih keras dari mazhab
Rasa sakit itu terutama karena kurang- ini, tapi mereka tetap berpendapat
nya kenikmatan yang diperolehnya bahwa “peraturan berubah kalau zaman
dalam hubungan seksual.38 Kepuasan berubah”.44
seksual wanita sangat tergantung pada Imam Al-Kasa>ni, seorang pemikir
kesempurnaan tindak sanggama. dari mazhab Hanafi mengatakan bahwa
Sebagian pengikut mazhab ini, makruh hukumnya bagi suami untuk
seperti Ibnu Qudama al-Maqdisi, tetap melakukan ‘azl dengan isterinya (wanita
mengemukakan bahwa sanggama ter- yang merdeka) tanpa seizinnya, karena
putus (‘azl) boleh dilakukan tanpa izin hubungan seksual yang berakhir dengan
pihak wanita, dengan mendasarkan ejakulasi adalah penyebab terjadinya
pendapatnya pada pemahaman tersebut pembuahan, dan wanita memiliki hak
di atas bahwa wanita tidak memiliki untuk melahirkan anak-anaknya. ‘Azl
hak untuk merasakan ejakulasi dari mengakibatkan terjadinya kelahiran
sperma pria.39 Sekalipun demikian, anak dan karena itu meniadakan haknya.
Maqdisi mengatakan bahwa sebaiknya Namun jika ‘azl dilakukan atas per-
tetap meminta izin dari wanita demi setujuannya, maka adillah baginya
kesenangan dan keserasian antara karena dia telah setuju untuk kehilangan
keduanya.40 Sebagai sebuah mazhab, haknya.45
satu-satunya persetujuan yang dikeluar- Mazhab Maliki, seperti mazhab
kan oleh para penganut Hanbali Hambali dan Hanafi awal, juga meng-
mengenai ‘azl tanpa izin pihak wanita izinkan dilakukannya ‘azl dengan
merdeka adalah kewajiban untuk wanita merdeka asal wanita tersebut
melaksanakan pencegahan kehamilan di menyatakan kesediannya,46 tetapi bebe-
wilayah musuh (da>r al-Harb) karena rapa ahli hukum Maliki menambahkan
adanya kekhawatiran jangan-jangan sebuah gagasan baru yaitu dengan
anak-anak Muslim yang terlahir memberikan hak pada wanita untuk
nantinya dijadikan budak.41 menuntut dan menerima uang ganti
Pendapat asli dari mazhab Hanafi sebagai bayaran atas persetujuan yang
sama kerasnya dengan pendapat dari diberikannya.47 Wanita itu memberikan
mazhab Hambali yang menyetujui ‘azl persetujuan untuk jangka waktu ter-
yang dilakukan dengan wanita merdeka tentu, dan ganti ruginya merupakan
asal wanita tersebut mengizinkan. sejumlah uang tertentu pula, dan dia
Sebab dalam pandangan mazhab ini, boleh menarik kembali persetujuannya
wanita memiliki hak atas kehamilannya sebelum akhir jangka waktunya. Para
sendiri.42 Namun pada abad-abad beri- ahli hukum berbeda pendapat mengenai
kutnya, para jurist Hanafi menyatakan masalah apakah wanita itu, kalau dia
bahwa karena “masa sedang susah”, ‘azl mengubah keputusannya, harus mengem-
dengan wanita merdeka boleh dilakukan balikan seluruh jumlah uang yang telah
tanpa izin wanita itu. “Masa susah” dan diterimanya atau hanya sisanya sesuai
indikasi-indikasi yang berhubungan dengan sisa jangka waktu yang telah
dengan itu dinilai harus lebih diutama- ditentukan sebelumnya, tapi alternatif
kan daripada hak wanita untuk mem- kedua lebih banyak dipilih.48
peroleh kesena-ngan.43 Ketika para Pendapat dari paham Syi’ah Dua
jurist Hanafi mengemukakan pendapat Belas Imam pada dasarnya sama dengan
10 Jurnal Hukum Diktum, Volume 8, Nomor 1, januari 2010, hlm 1-16
Secara umum, ‘azl adalah suatu Demikian pula dengan alat-alat kontra-
tindakan pencegahan kehamilan dengan sepsi yang lain selama tidak melanggar
melepaskan sperma di luar vagina. etika agama dan moral kemanusiaan.
Tindakan ini dalam konteks sekarang, Slogan “banyak anak, banyak
dapat disamakan dengan gerakan KB. rezeki” merupakan slogan yang perlu
Hanya saja, dalam melakukan KB, ditinjau kembali dalam dunia kekinian.
peserta KB memakai obat-obatan yang
juga bertujuan untuk mencegah keha-
milan. DAFTAR PUSTAKA
B. Implikasi Penelitian
Al-‘Aini, Badr al-Di>n Mahmu>d bin
Islam yang bersumberkan Alquran Ah}mad, ‘Umdah al-Qa>riy Syarh}
dan hadis bukan hanya sebuah agama S{ah}i>h} al-Bukha>ri, jilid XX,
yang mengatur hubungan hamba dengan Kairo, t.th.
Khalik-Nya, namun mengatur segala hal
yang berkaitan dengan kehidupan Al-‘Ara>bi, Abu Bakar Muhammad bin
manusia, termasuk pembentukan sebuah ‘Abdulla>h bin, (selanjutnya
keluarga melalui lembaga perkawinan. cukup disebut dengan Ibnu
Pembentukan sebuah keluarga me- ‘Arabi), Ah}ka>m al-Qur’a>n, jilid
merlukan persiapan, kordinasi dan I, Kairo, 1957.
perencanaan, mulai dari pemilihan Al-Asqala>ni, Ah}mad ‘Ali bin H{ajar,
pasangan, penjarangan kehamilan hingga Fath al-Ba}riy juz IX, Riyadh:
pada rencana bagaimana mem-besarkan Maktabah al-Salafiyyah, t.th
anak sebagai Muslim yang baik, sehat
dan berguna. Sebagian keluarga mung- At}fiyasy, Muhammad bin Yusuf, Syarh
kin menginginkan dan bersedia memi- Kitab al-Nil wa Syifa al-’Alil,
liki banyak anak, keluarga lain mungkin jilid III, Kairo: Mat}ba’ah al-
ingin membatasi jumlahnya sesuai Adabiyyah, t.th.
dengan kemampuan fisik, kultural dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana
sosial-ekonominya. Nasional Biro Kontrasepsi,
Islam telah memberikan perhatian Pedoman Pelayanan Kontrasepsi
yang sangat besar pada penjarangan Jakarta: Badan Koordinasi
anak dan perencanaan keluarga begitu Keluarga Berencana Nasional
dini melalui konsep ‘azl. Islam mem- Biro Kontrasepsi, 1984.
pertimbangkan masalah peren-canaan
keluarga secara obyektif dan penuh Al-Bassa>m, ‘Abdulla>h bin Abd. al-
kasih sayang dan telah mensponsori Rahma>n bin S{ali>h, Taysi>r al-
perencanaan keluarga dalam segala hal ‘Alla>m: Syarh} ‘Umdah al-
baik itu yang bersifat individual Ahka>m, Juz II t.tp: Maktabah
maupun yang bersifat sosial, tak ter- wa Mat}ba’ah al-Nahd}ah al-
kecuali perencanaan keluarga. Dengan Hadisah, t.th.
pene-litian yang cukup intens terhadap Bukha}riy, al-Ima>m Abi ‘Abdillah
kandungan dan kualitas hadis tentang Muhammad bin Isma>il bin
‘azl dan elaborasi pandangan para ulama Ibra>him bin al-Mughirah bin
menurut hadis-hadis tersebut, maka Bardizbah al-Ja’fiy, S{ah}i>h} al-
praktek ‘azl adalah sesuatu yang sah
dalam pandangan agama Islam.
12 Jurnal Hukum Diktum, Volume 8, Nomor 1, januari 2010, hlm 1-16
Bukha>ri, jilid III, juz VI t.tp: Da>r H{a>di al-Iba>d, jilid IV Kairo:
al-Fikr, 1994. Mat}ba’ah al-Halabi, 1950.
Dal’ahji, Muhammad Rawa>is, Mausu>’ah Al-Kahla>ni, Ima>m Muhammad bin
Fiqhi Umar Ibn al-Khat}t}ab> , Ismail, Subul al-Sala>m, Syarh}
diterjemahkan oleh M. Abdul Bulu>gh al-Maram, Juz III;
Mudjieb, et.all., dengan judul: Bandung: Maktabah Dahlan,
Fiqih Umar Ibn al-Khattab, Cet. 1926.
Jakarta: PT. RajaGrafindo
Al-Kasadawi, Abu Bakar, Badr al-
Persada, 1999.
Zawjain, Kairo: 1367 H
Al-Ghazali, Abu Hamid, Ih}ya ‘Ulu>m al-
Al-Kasa>ni ,‘Ala al-Di>n bin Mas’ud,
Di>n., jilid II Beiru>t: Da>r al-Fikr,
Bada>’i al-Sana>’i jilid II, Kairo:
1999.
1322 H.
Harun, Salman, Mutiara al-Qur’an:
Al-Kirma>niy, S{ah}i>h} al-Bukha>ri bi Syarh}
Aktualisasi Pesan al-Qur’an
al-Kirma>ni, jilid XVIII, t.tp: Da>r
dalam Kehidupan Cet. I;
al-Fikr, t.th.
Jakarta: Logos, 1999.
Al-Maqdisi, ‘Abd. al-Rahma>n bin
Al-H{at}ha>b, Muhammad bin
Qudamah, al-Syarh} al-Kabi>r ‘ala>
Muhammad, Mawa>hib al-Jali>l li
Matn al-Muqanni, jilid VIII,
Syarh} Mukhtas}ar Khalil, jilid III,
Kairo: Mat}ba’at al-Manar, 1348
Kairo: 1329 H
H.
Al-Hilli, Ja’far bin al-Hasan, Syara>’i’ al-
Al-Maqdisi, ‘Abdullah bin Ahmad bin
Isla>m fi> al-Hala>l wa al-Hara>m
Qudamah, al-Muqanni’ fi> fiqh
jilid II, Najaf: Mat}ba’ah al-Adab,
Ibn H{anbal jilid III, Kairo: al-
1969.
Mathba’ah al-Salafiyah, t.th.
Ibnu Anas, Malik, al-Muwat}t }a ’ t.t.:
, al-Mughni’ fiy Syarh
Dar al-Fikr, 1989.
Mukhtasyar al-Khiraqi jilid VIII,
Ibnu Manz}u>r, Lisa>n al-Ara>b, juz I Kairo: Mat}ba’at al-Manar, 1384
Beiru>t: Da>r al-Fikr, t,th. H.
Al-‘Ira>qi, ‘Abdul-Rahma>n bin, Syarh, Muhammad bin Ahmad ‘Ulaisy, Fath
suatu syarah tentang Tirmidzi, al-‘Ali al-Malik fiy al-Fatwa ‘ala>
jilid VII, t.tp: Jam’i>ya>t al-Nasyr Maz}hab al-Ima>m Malik, jilid I,
wa al-Ta’a>lif al-Azhariyyah, Kairo: 1937
1354 H.
Munawwir, Ahmad Warson, Kamus al-
Al-‘Ira>qi, ‘Abd. al-Rahi>m bin al-Husain Munawwar: Arab Indonesia
(selanjutnya cukup disebut Lengkap Edisi II Surabaya:
dengan al-‘Ira>qi), Kita>b Syarh} Pustaka Progressif, 1997.
al-Taqri>b fi> Syarh} al-Taqri>b, jilid
Al-Murtad}a, Ahmad bin Yahya bin, al-
VII Aleppo: Da>r al-Ma’arif, t.th.
Bah}r al-Zakhkha>r al-Ja>mi’ li
Al-Jauziyah, M. Ibn Abi Bakr Ibn Madza>hib ‘Ulama al-Ans}ar, jilid
Qayyim, Za>d al-Ma’a>d Fi al- III, Kairo: Mat}ba’ah al-Sunah al-
Muhammadiyah, 1948
13 Jurnal Hukum Diktum, Volume 8, Nomor 1, januari 2010, hlm 1-16
6
Catatan akhir: Abd. al-Rahim ‘Umran, Family Planning
1 in The Legacy of Islam, diterjemahkan oleh
Lihat Harun Nasution, Islam Rasional: Muhammad Hasyim dengan judul Islam dan KB
Gagasan dan Pemikiran, (Cet. IV; Bandung: (Cet. I; Jakarta: Lentera Basritama, 1997), h. 23
Mizan, 1996), h. 433-434
7
2 Lihat Badan Koordinasi Keluarga
Cita sosial ini dalam us{u>l al-fiqh disebut Berencana Nasional Biro Kontrasepsi, Pedoman
maqa>si} d al-syari’ah, yakni tujuan penetapan Pelayanan Kontrasepsi (Jakarta: Badan
hukum Islam. Dalam al-Muwa<faqa<t fi<y Us}u<l al- Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Biro
Fiqh, Al-Sya<ti{ bi mempergunakan kata-kata Kontrasepsi, 1984), h. 5.
yang berbeda untuk menyebut konsep ini. Kata-
8
kata itu ialah maqa<s{id al-sya<ri’, maqa<si{ d al- Abu< ‘Abdilla< h Muhammad bin Isma< i l
sya<ri’, al-maqas{id al-syar’i<yah, dan maqa<si{ d min al-Bukha< r i, S} ah} i < h } al-Bukha< r i, Jilid VI
syar’i al-hukm qas{d al-sya<ri’. Secara umum (Beiru< t : Da< r al-Fikr, t.th.), h. 153.
dinyatakan oleh al-Sya<ti{ biy bahwa 9
sesungguhnya syari’at itu bertujuan untuk Abu> Abdulla>h Ah}mad ibn H}anbal,
mewujudkan kemaslahatan manusia baik di Musnad Ah}mad bin H{anbal, juz III (Beiru>t:
dunia maupun di akhirat ; [Anna wad{’u al- Maktabah al-Isla>mi, t.th), h. 68.
syara<’i innama< huwa li ajli mas}a<lihi al-‘abdi fiy 10
Terjemahan Penulis
al-‘a<jil wa al-‘ajil]. { ان وضع الشرائع انما هو آلجل 11
}مصالح العبد في العاجل واالجل. Dapat dikatakan Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia
bahwa maq±¡id al-syar³’ah adalah cita keadilan (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah
dan kemaslahatan semesta. Baca al-Sya>t}ibi, al- Penafsiran Alquran, 1922) h. 265
Muwa<faqa<h fi>y Us}u<l al-Syari’ah (Kairo: 12
Lihat ‘Abdulla>h bin ‘Abd. al-Rahma>n bin
Must}afa Muhammad, t.th), juz II, h. 6. S{a>lih Al-Bassa>m, Taysi>r al-‘Alla>m: Syarh
3
Al-Ghazali dalam al-Mus}ta} s}fa min ‘Ilm ‘Umdah al-Ah}ka<m, Juz II (t.tp: Maktabah wa
al-Us}u<l merumuskan kemaslahatan ini secara Mat}ba’ah al-Nahd}ah al-H{adi>sa} h, t.th), h. 261.
jelas dan rinci. Ia mengatakan bahwa Lihat pula Al-Nawa<wy, Syarh S{ah{ih} Muslim,
kemaslahatan adalah mewujudkan lima prinsip Juz X (t.tp; Da>r al-Fikr, t.th) h. 9. Demikian
pokok agama, yaitu memelihara lima hal; agama pula lihat Muhammad Rawais Dal’ahji,
[hifz} al-di>n], jiwa [hifz} al-nafs], akal [hifz} al- Mausu<’ah Fiqhi Umar Ibn al-Khat}t}a<b,
‘aql], keturunan [hifz} al-nasl], harta benda [hifz} diterjemahkan oleh M. Abdul Mudjieb, et.all.,
al-ma<l]. Setiap hal yang mengandung jaminan dengan judul: Fiqih Umar Ibn al-Khattab, (Cet.:
terhadap prinsip ini adalah kemaslahatan, dan Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1999), h. 35.
setiap yang menegasikannya adalah kerusakan Lihat pula Wahbah Zuhailiy, al-Fiqh al-Isla>miy
(mafsadah). Menolak kemafsadatan adalah wa Adillatuh, Juz VII,(Cet. III; Damaskus,
kemaslahatan. Lihat al-Ghazali, al-Mus}t}as}fa 1989), h. 107. Lihat pula al-Kirma>niy, S{ah{ih{ al-
min ‘Ilm al-Us}u<l, Juz. I, (Beiru<t: Da<r al-Fikr, Bukha<ri bi Syarh al-Kirma<ni, jilid XVIII, (t.tp:
t.th), h. 26. ‘Izzuddin Ibn ‘Abd al-Sala<m dalam Da<r al-Fikr, t.th), h. 153.
Qawa<’id al-Ah}ka<m fiy Mas}a<lih al-An’am juga 13
Spiral memang berbeda dengan cara-cara
menyatakan hal yang sama, bahwa “segala lain yang ada di atas. Ia bisa menghalangi
pembebanan hukum Islam difokuskan atau spermatozoa menuju sel telur untuk mem-
dikembalikan pada kemas-lahatan umat buahinyua, yang selanjutnya tentu tidak terjadi
manusia, baik di dunia maupun di akhirat”. pembuahan. Kadangkala spiral itu tidak
Lihat ‘Izuddin Ibn ‘Abd. al-Sala<m, Qawa<’id al- menghalangi masuknya spermatozoa ke dalam
Ah}ka<m fiy Mas}al< ih al-An’am, Juz II, (Beirut: sel telur untuk membuahinya, namun kemudian
Da<r al-Jil, t.th), h. 72. Selanjutnya bandingkan spiral itu menghalangi menempelnya sel telur
dengan Wahbah Zuhailiy, Us}u<l al-Fiqh al- yang terbuahi itu di dinding rahim. Persoalan
Isla<miy, Juz. II, (Beiru<t: Da<r al-Fikr, 1986), h. mengenai hal kita kembalikan kepada apakah
1017. kehidupan manusia itu bermula dari waktu
4
Lihat HR. Siswosudarmo et.all., pembuahan tersebut ataukah waktu menempel-
Teknologi Kontrasepsi, (Cet. I; Yogyakarta: nya sel telur yang terbuahi di dinding rahim.
Gadjah Mada Universty Press, 2001), h. 1. Jika kita ambil pendapat yang pertama, maka
5
spiral itu dapat dihukumi haram atau makruh.
Ibid., Namun jika kita ambil pendapat yang kedua,
yaitu bahwa kehidupan manusia itu bermula dari
15 Jurnal Hukum Diktum, Volume 8, Nomor 1, januari 2010, hlm 1-16
30
fase ‘alaqah atau menempelnya benih (janin) di Lihat ‘Abdul-Rahma>n bin al-‘Ira>qi,
dinding rahim, maka tidak ada larangan Syarh}, suatu syarah tentang Tirmiz}i, jilid VII,
menggunakan spiral. (t.tp: Jam’i>at> al-Nas}r wa al-Ta’a>li>f al-
14 Azhari>yah, 1354 H), h. 59.
Yang mengherankan, ada orang yang
31
membedakan antara ‘azl di zaman dahulu Badr al-Di>n Mahmu>d bin Ahmad al-
dengan yang ada zaman sekarang, dan beralasan ‘Aini, ‘Umdah al-Qa>riy Syarh S}ah}ih} al-Bukha>ri,
bahwa sekarang ini sudah ada alat yang diguna- jilid XX, (Kairo, t.th), h. 195.
kan oleh kaum lelaki untuk menghalamgi air 32
maninya secara pasti agar tidak masuk ke dalam Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad al-
rahim isteri, seperti kondom, sehingga hal itu Syauka>ni, Nail al-Aut}a>r Syarh Muntaqal Akhba>r
termasuk dilarang. Min Ah}a>dis} Sayi>d al-Akhya>r., jilid VI, (t.tp:
Mat}ba’ah al-Utsmaniyah, 1357 H), h. 346-350.
15
Lihat al-Nawawi, op.cit., h. 16. Lihat 33
pula Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir: Al-Qastalla>ni, Irsya>d, jilid VIII, h. 99-
Kamus Arab-Indonesia (Yogyakarta: Pon-Pes 100.
Krapyak, 1984), h. 1103. 34
Abdullah bin Abd. al-Rahma<n, Taisir…..,
16
Lihat Yusuf Qardhawi, op. cit., h. 263.
35
17
Lihat al-Nawa<wi, op. cit., Ibid., h. 264.
1
18
Ibid., Lihat B.F. Musallam, Sex and Society in
Islam diterjemahkan oleh Rahmani Astuti
19
Abd. Rahim Umran, op.cit., h. XXVII dengan judul: Seks dan Masyarakat Islam (Cet.
20 I; Bandung: Penerbit Pustaka, 1985), h. 35.
Lihat Jasim bin Muhammad bin Muhalhil
36
Yasin, al-Tibya>n Fi> Ma> Yahta>ju Ilaihi al-Zaujan, Ibid.,
diterjemahkan oleh Wahid Ahmadi dengan 37
judul: Aturan Islam Tentang Kehidupan Seksual Mereka yang mengizinkannya tanpa
Suami Isteri, (Cet. II; Solo: Era Intermedia, syarat mengatakan bahwa wanita memiliki hak
2002), h. 82. untuk merasakan orgasme (dawq al-‘usaila),
bukan ejakulasi. Lihat Ibn Qayyim, Zad …, loc.
21
Ia tinggal di Andalusia dan meninggal cit., jilid IV, h. 16. Lihat pembahasan mengenai
tahun 1063 M. Gagasannya mewakili pendapat d{awq al-‘usaila oleh ‘Abd. al-Rah³m bin al-
resmi mazhab Zhahiri dan tercantum dalam Husain al-‘Ira<qi, Kita<b Syarh} al-Taqri<b fi< Syarh}
bukunya al-Muhalla, Ibid., h. 160 al-Taqri>b, jilid VII (Aleppo: Da>r al-Ma’a>rif,
22 t.th), h. 97-99. Demikian pula analisis yang
Ibid. sangat penting oleh Abu Bakar Muhammad bin
23
Selain Ibnu al-Qayyim, ulama yang ‘Abdulla>h bin al-‘Arabi, Ah}ka>m al-Qur’a>n, jilid
menentang Ibnu Hazm antara lain, al-Ghazali, I, (Kairo, 1957), h. 407.
al-Zabidi, al-Syaukani dan Madkur serta al- 38
Lihat Abu> Da>wud Sulaiman bin al-Asy-
Butti untuk generasi kontemporer. as} al-Sijistani, Kita>b Masa>’il al-Imam Ahmad
24
M. Ibn ‘Abi Bakr Ibn Qayyi>m al- (Kairo: 1353 H), h. 168. Lihat pula ‘Abdullah
Jauziyah, Za>d al-Ma’a>d Fi> al-Ha>di al-Iba>d, jilid bin Ahmad bin Qudama al-Maqdisi, al-
IV (Kairo: Mat}ba’ah al-Hala>bi, 1950), h. 18. Muqanni’ fi> fiqh Ibn Hanbal jilid III, (Kairo: al-
25
Mat}ba’ah al-Salafiyah, t.th), h. 103.
Abd. Rahim Umran, op. cit., h. 158 39
26
Lihat ‘Abdulla>h bin Ahmad bin Qudama
Abu> Hamid al-Ghaza>li, Ihya>’ Ulu>m al- al-Maqdisi, al-Mughni’ fi> Syarh} Mukhtasyar al-
Di>n., jilid II (Beiru>t: Da>r al-Fikr, 1991), h. 57. Khira>qi jilid VIII, (Kairo: Mat}ba’at al-Mana>r,
27
Al-Nawa>wi, op. cit., h. 9-10 1384 H), h. 134.
40
28
Lihat Ah}mad ‘Ali bin Hajar al-Asqala>ni, Lihat Ibnu Qudama, Mughniy…, ibid., h.
Fath al-Ba>riy juz IX, (Riyadh: Maktabah al- 133.
Salafiyyah, t.th), h. 309 41
Lihat Ibnu Qayyim, Zad…., loc. cit, jilid
29
Ibid., IV, h. 16-18.
16 Jurnal Hukum Diktum, Volume 8, Nomor 1, januari 2010, hlm 1-16
42
Lihat ‘Abd. al-Rahma>n bin Qudama al- sebagai ganti diyat, uang tebusan, yang
Maqdisi, al-Syarh} al-Kabi>r ‘ala Matn al- digunakan oleh para ahli.
Muqanni, jilid VIII (Kairo: Mathba’at al-Mana>r, 52
1348 H), h. 132. Ibid.,
53
43
Maqdisi, ibid., Lihat pula Ibnu Qudama, Hilli, Syara>’i’, op. cit.,
Mughni… op. cit., 54
Lihat Abu> Ja’far Muhammad bin al-
44
Lihat ‘Ala al-Di>n bin Mas’ud al-Kasa>ni, Hasan al-T{usi, al-Niha>ya fi> Mujarrad al-Fiqh wa
Bada>’ial-Sana>’i jilid II, (Kairo: 1322 H), h. 334. al-Fata>wa (Beiru>t: 1970), h. 492, mengatakan,
Pria diizinkan untuk melakukan ‘azl, meskipun
45
Ibid., tanpa adanya pra-syarat (dalam perjanjian
46 perkawinan
Malik, Muwat}t}a.. loc. cit., jilid II, h. 596
55
47 Lihat Abu> H{anifah al-Qad}i al-Nu’ma>n
Lihat Muhammad bin Muhammad al- bin Muhammad, Da’a>’im al-Isla>m, jilid II
Hasab, Mawa>hi>b al-Jali>l li Syarh} Mukhtashar (Kairo: 1960), h. 210.
Khalil, jilid III, (Kairo: 1329 H), h. 476-477
56
48 Lihat Muhammad bin Yusuf At}fiyasy,
Lihat Muhammad bin Ahmad ‘Ulaisy, Syarh} Kita>b al-Nil wa Syifa al-’Alil, jilid III,
Fath} al-‘Ali al-Malik fi> al-Fatwa ‘ala> Maz}hab (Kairo: Mat}ba’ah al-Ada>biyah, t.th), h. 298.
al-Ima>m Malik, jilid I, (Kairo: 1937), h. 398.
57
Lihat pula Abu Bakar al-Kasdawi, Badr al- Lihat Ahmad bin Yahya bin al-Murtawa,
Zawjain, (Kairo: 1367 H), h. 262-263. al-Bah}r al-Zakhkha>r al-Jami’ li Maz}a>hib ‘Ulama
49 al-Anwa>r, jilid III, (Kairo: Mat}ba’ah al-Sunah
Lihat Ab Ja’far Muhammad bin al- al-Muhammadiyah, 1948), h. 80-81. Para
Hasan al-T}us> i, al-Mabsu>t} fi> Fiqh al-Ima>miyyah, penganut mazhab Zaidiyah, sebagaimana
jilid IV, (Teheran: 1387), h. 267. penganut mazhab Hanafi dan Hambali, juga
50
Lihat Ja’far bin al-Hasan al-Hilli, mengemukakan argumentasi bahwa ‘azl mutlak
Syara>’i’ al-Isla>m fi> al-Hala>l wa al-Hara>m jilid diizinkan kalau “bahaya” besar dapat
II, (Najaf: Mat}ba’ah al-Adab, 1969), h. 270. diramalkan datangnya bersama kehamilan.
58
51
T{usi, Mabsut}, op. cit., (T{usi mengguna- Lihat B.F. Musallam, loc. cit.,
kan istilah kaffarat, pengampunan agama,