Bahan Ajar Bencana
Bahan Ajar Bencana
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau
faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan
manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut juga
mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi,
epidemi, dan wabah penyakit.
JENIS DAN
Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
PENANGGULANGAN
BENCANA ALAM
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok
atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.
Kejadian Bencana adalah peristiwa bencana yang terjadi dan dicatat berdasarkan
tanggal kejadian, lokasi, jenis bencana, korban dan/ataupun kerusakan. Jika terjadi
bencana pada tanggal yang sama dan melanda lebih dari satu wilayah, maka dihitung
sebagai satu kejadian.
Pembahasan pada topik ini akan fokus pada kajian bencana alam. Bumi kita adalah planet
yang sangat dinamis. Sifat dinamis ini dapat dikenali mulai dari rotasi bumi pada porosnya,
revolusi bumi mengelilingi matahari, pergerakan lempeng-lempeng tektonik bumi, arus laut
di samudera, serta berbagai fenomena cuaca di atmosfer. Berbagai fenomena dan
lingkungan alam dibumi juga saling berinteraksi dan hasilnya dapat memengaruhi kehidupan
mahluk hidup dibumi, termasuk manusia. Interaksi antarfenomena pada listosfer, atmosfer,
dan hidrosfer dengan menghasilkan akibat yang merugikan dan / atau mengancam
kehidupan manusia sehingga dikategorikan sebagai bencana alam. Pengelompokan jenis
bencana alam dibagi menjadi asal dinamika litosfer, hidrosfer, atmosfer dan ekstra
terestrial. Sedangkan pada kajian ini akan dibahas fokus pada bencana alam
meteorologi/hidrometeorologi yang merupakan bencana alam yang berhubungan dengan
iklim. Bencana alam ini umumnya tidak terjadi pada suatu tempat yang khusus.
Bencana alam bersifat meteorologis paling banyak terjadi diseluruh dunia seperti banjir dan
kekeringan. Kekhawatiran terbesar pada masa modernisasi sekarang ini adalah terjadinya
pemanasan global.
3. Tanah Longsor
Tanah longsor merupakan gerakan masa batuan atau tanah menuruni lereng atau
tebing.
Gambar 3. Longsor
1. Tsunami
a. Pengertian
Tsunami (“tsu” berarti pelabuhan, “nami” berarti gelombang) merupakan
gelombang laut dengan periode panjang yang ditimbulkan oleh gangguan impulsif
dari dasar laut. Gangguan tersebut berupa gempa bumi tektonik, erupsi vulkanik,
atau longsoran.
b. Penyebab
1) Gempa bumi yang diikuti dengan dislokasi/perpindahan massa tanah/batuan
yang sangat besar dibawah air laut/danau.
2) Tanah longsor dibawah tubuh air/laut
3) Letusan gunung api dibawah laut dan gunung api pulau.
c. Mekanisme Perusakan
Tsunami mempunyai kecepatan yang berbanding lurus dengan kedalaman laut.
Jika kedalaman laut semakin dalam, maka kecepatan tsunami semakin besar.
Kecepatan tsunami akan semakin berkurang karena gesekan dengan dasar laut yang
semakin dangkal. Hal tersebut menjadikan tinggi yang semakin besar. Berkurangnya
kecepatan menyebabkan adanya penumpukan massa air.
d. Kajian bahaya
1) Kejadian-kejadian tsunami didata dan dijadikan database untuk mengetahui
karakteristik tsunami.
2) Identifikasi sistem tektonik, struktur geologi dan morfologi daerah dasar laut
khususnya didaerah sekitar zona tumbukan (subduction zone).
3) Pemetaan resiko bencana tsunami
2. Banjir
b. Penyebab
Pada pembahasan sebelumnya kita sudah membahas beberapa penyebab
banjir. Secara umum banjir disebabkan oleh tingginya curah hujan. Akibatnya sistem
pengaliran air, saluran drainase, dan kanal penampung banjir tidak mampu
akumulasi air hujan. Hasilnya air akan meluap dan menyebabkan banjir.
Daya tampung sistem pengaliran air tidak selamanya sama. Sistem ini akan
berubah akibat sedimentasi, penyempitan sungai, tersumbat sampah, serta masih
banyak faktor lainya. Satu hal yang juga harus menjadi perhatian kita adalah
penggundulan hutan didaerah tangkapan air hujan. Penggundulan hutan
menyebabkan debit air yang masuk ke sistem aliran meningkat. Akibat lainya adalah
tingginya tingkat erosi serta sedimentasi. Berkurangnya resapan air juga terjadi
didaerah permukiman. Padatnya bangunan menyebabkan berkurangnya tingkat
resapan air. Kurang resapan membuat air langsung masuk ke sistem pengaliran yang
kapasitasnya terbatas.
c. Mekanisme perusakan
Pernahkah anda melihat atau bahkan mengalami wilayah anda tergenang
banjir? Coba anda lihat apakah ada kerusakan yang terjadi, baik pada bangunan atau
fasilitas lainya?
Banjir umumnya mempunyai sifat merusak, baik yang menggenang maupun
banjir bandang. Sifat ini didapatkan kerena arus air yang cepat dan bergolak dapat
menghanyutkan berbagai benda disekitarnya. Kerusakan akan semakin tinggi ketika
aliran air membawa material tanah. Air banjir dapat merusak pondasi bangunan,
baik rumah maupun jembatan. Material yang hanyut bersama banjir akan
diendapkan setelah surut. Endapan tersbeut dapat merusak tanaman, perumahan,
perumahan, dan menimbulkan penyakit.
d. Kajian bahaya
Kajian mengenai bahaya banjir dapat kita pelajari melalui data-data yang tepat. Hal
ini kita butuhkan untuk menentukan tingkat kerawanan serta upaya antisipasi banjir.
Data yang kita butuhkan berasal dari hal-hal sebagai berikut.
1) Rekaman kejadian bencana yang terjadi. Data ini berfungsi sebagai indikasi awal
akan datangnya banjir di masa yang akan datang. Melalui data ini kita dapat
menentukan pola mterjadinya banjir periodik( tahunan, lima tahunan, sepuluh
tahunan, atau seratus tahunan).
2) Pemetaan topografis. Peta topografi dapat menunjukan kontur ketinggian sekitar
daerah aliran sungai. Melalui data ini kita dapat menentukan kemampuan
kapasitas sistem hidrologi dan luas daerah tangkapan hujan.
3) Data curah hujan. Data ini dipergunakan untuk menghitung kapasitas penyaluran
sistem pengaliran.
3. Kekeringan
Gambar 6. Kekeringan
a. Pengertian
1) Kekeringan Alamiah
a) Kekeringan Meteorologis akibat tingkat curah hujan dibawah normal adalm satu
musim.
b) Kekeringan hidrologis akibat kekurangan pasokan air permukaan dan air tanah.
Kita dapat mengkur kekeringan ini berdasarkan elevasi muka air tanah.
c) Kekeringan. Pertanian merupakan kekurangan lengas tanah (kandungan air
dalam tanah) sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman.
d) Kekeringan sosial ekonomi merupakan kekurangan pasokan komiditi ekonomi
akbiat kekeringan meteorologi,
2) Kekeringan Antropogenik
Kekeringan antropogenik disebabkan ketidaktaatan manusia pada aturan. Kita dapat
melihat kebutuhan air lebih besar dari pasokan yang direncanakan. Kekeringan
disebabkan pula oleh kerusakan kawasan tangkapan air dan sumber-sumber air
akibat perbuatan manusia.
b. Penyebab
Kekeringan di Indonesia berkaitan erat dengan fenomena ENSO (El Nino Southren
Oscillation). Dampak El-Nino sangat kuat pada wilayah yang dipengaruhi sistem
monsoon. Sedangkan pada wilayah dengan sistem equatorial kuat, dampak El Nino
cukup lemah. Pengaruh El Nino juga lebih kuat pada musim kemarau. Pengaruh El
Nino dapat kita lihat dari pola-pola pada keragaman hujan sebagai berikut.
1) Akhir musim kemarau mundur dari normal
2) Awal masuk musim hujan mundur dari normal
3) Curah hujan musim kemarau turun tajam dibanding normal
4) Deret hari kering semakin panjang
c. Mekanisme Perusakan
Kekeringan dapat menimbulkan banyak masalah. Manusia, tumbuhan, dan hewan
akan menerima banyak dampak baik langsung maupun tidak. Kurangnya pasokan air
menyebabkan menurunya kesehatan manusia. Kekeringan dapat juga menyebabkan
pepohonan mati dan tanah menjadi gundul. Jikat tidak segera ditanggulangi akan
mengakibatkan hilangnya bahan pangan.
d. Kajian Indikator Kekeringan
1) Alamiah
a) Kekeringan meteorologis/klimatologis.
Sangat Kering (curah hujan jauh dibawah 50% - 70% dari normal
normal)
Amat sangat kering (curah hujan amat jauh < 50% dari normal
dibawah normal)
Sumber : bnpb.go.id
b) Kekeringan hidrologis
Sumber : bnpb.go.id
c) Kekeringan pertanian
Tabel 3. Indikator intensitas kekeringan pertanian
Intensitas Kekeringan Pertanian Persentase Daun Kering
Kering (terkena ringan s/d sedang) M daun kering dimulai pada bagian ujung daun
Apabila dinilai dari segi penurunan produksi, terkena ringan s/d berat
diperkirakan kehilangan hasil bisa mencapai 75% dengan rata-rata sekitar 50%.
Dan puso apabila hasil diatas 95%. Untuk kekeringan ditinjau dari kehutanan
dinilai dari Keetch Byram Drough Index (KBDI):
e) Antropogenik
Intensitas kekeringan akibat ulah manusia terjadi apabila:
(1) Rawan: apabila tingkat penutupan tajuk (crown cover) 40%-50%.
(2) Sangat rawan: Apabila tingkat penutupan tajuk (crown cover) 20%-40%.
(3) Amat sangat rawan: apabila tingkat penutupan tajuk (crwon cover) di
DAS <20%
4. Angin Badai
Gambar 7. Badai
a. Pengertian
Angin badai adalah pusaran angin kencang dengan kecepatan angin 120 km/jam
atau lebih. Peristiwa ini sering terjadi di wilayah tropis.
b. Penyebab
Angin badai disebabkan perbedaan tekanan udara yang ekstrem. Ketika terjadi,
angin dapat bergerak dengan kecepatan sekitar 20 km/jam. Kita mengenal angin ini
sebagai badai, di samudera pasifik sebagai angin taifun, di samudera hindia disebut
siklon, dan di Amerika dinamakan hurricane.
c. Mekanisme perusakan
Tenaga angin yang kuat dapat merobohkan bangunan atau menyebabkan kapal
tenggelam. Kebanyakan angin badai disertai dengan hujan deras. Paduan keduanya
dapat menimbulkan bencana tanah longsor dan banjir.
d. Kajian Bahaya
Kajian bahaya angin badai dapat kita pantau dari data kecepatan dan arah angin.
Lembaga yang mengawasinya adalah stasiun dan satelit meteorologi. Angin badai
dipengaruhi oleh faktor topografi, vegetasi dan permukiman. Kita juga dapat
mempelajari kejadian angin badai di masa lalu. Data ini digunakan untuk mengetahui
pola umum kejadian angin badai.
f. Parameter
Skala kecepatan angin diusulkan oleh Hebert Saffir yang dikenal dengan skala Saffir-
Simpson. Berikut ini adalah skalanya.
Tabel 5. Skala Saffir-Simpson
5. Gelombang Pasang/Badai
c. Mekanisme Perusakan
1) Gelombang pasang/badai dalam periode yang cukup lama (dapat
merusak/menghancurkan) kehidupan dan bangunan di daerah pantai.
2) Gelombang badai dapat memutar air dan menimbulkan gelombang yang tinggi.
Hal ini dapat mengganggu pelayaran dan berpotensi menenggalamkan kapal.
d. Kajian Bahaya
Siklon tropis dapat menyebabkan kondisi cuaca yang ekstrem. Daerah lintasan siklon
tropis adalah wilayah perairan Indonesia, sebalah utara Australia dan Pasifik Barat
dan sampai Laut Cina Selatan.
f. Parameter
1) Tinggi gelombang (meter)
2) Panjang sapuan gelombang pasang ke daratan (m atau km)
3) Luas daerah yang terkena sapuan gelombang (km2).
SIKLUS PENANGGULANGAN
BENCANA
A. Penanggulangan Bencana
Dampak yang ditimbulkan oleh bencana sebagai peristiwa yang luar biasa dan dapat
menimbulkan penderitaan luar biasa bagi yang mengalaminya. Bahkan bencana alam tertentu
menimbulkan banyak korban cedera maupun meninggal dunia. Selain menimbulkan luka atau
cedera fisik, bencana alam juga menimbulkan dampak psikologis atau kejiwaan. Mengingat
dampak yang luar biasa tersebut, perlu dilakukan penanggulangan bencana dengan prinsip dan
cara yang tepat.
2. Prioritas
Prinsip prioritas adalah bahwa apabila terjadi bencana, kegiatan penanggulangan harus
mendapat prioritas dan diutamakan pada kegiatan penyelamatan jiwa manusia.
3. Koordinasi keterpaduan
Prinsip koordinasi dalam penanggulangan bencana berarti didasarkan pada koordinasi yang
bauk dan saling mendukung. Yang dimaksud dengan “prinsip keterpaduan” adalah bahwa
penanggulangan bencana dilakukan oleh berbagai sektor secara terpadu yang didasarkan
pada kerja sama yang baik dan saling mendukung.
Prinsip transparansi dalam penanggulangan bencana dilakuakn secara terbuka dan dapat
dipertanggungjawabkan. Yang dimaksud dengan “prinsip akuntabilitas” adalah bahwa
penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara
etik dan hukum.
6. Kemitraan
7. Pemberdayaan
9. Nonproletisi
Yang dimaksud dengan “prinsip nonproletisi” adalah bahwa negara dalam penanggulangan
bencana dilarang menyebarkan agama atau keyakinan pada saat keadaan darurat bencana,
terutama melalui pemberian bantuan dan pelayanan darurat bencana.
Penanggulangan bencana tidak hanya dilakukan pada saat dan setelah terjadinya
bencana, tetapi upaya pencegahan juga termasuk ke dalam kegiatan penanggulangan bencana.
Penanggulangan bencana dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu:
1. Tahap pencegahan/Mitigasi
Pada tahap ini berbagai upaya dilakukan untuk meminimalkan dampak buruk dari
bencana alam. Contoh kegiatan pada tahap ini adalah:
d. Pembuatan tanggul untuk menahan lahar agar tidak masuk ke wilayah pemukiman.
Pada tahap tanggap darurat hal paling pokok yang sebaiknya dilakukan adalah
penyelamatan korban bencana. Inilah sasaran utama dari tahapa tanggap darurat. Selain itu,
tehap tanggap darurat bertujuan membantu masyarakat yang terkena bencana langsung
untuk segera dipenuhi kebutuhan dasarnya yang paling minimal.
Para korban juga perlu dibawa ke tempat sementara yang dianggap aman dan ditampung
di tempat penampungan sementara yang layak. Pada tahap ini dilakukan pua pengaturan dan
pembagian logistik atau bahan makanan yang cepat dan tepat sasaran kepada seluruh korban
bencana. Secara operasional, pada tahap tanggap darurat ini diarahkan pada kegiatan:
a. Dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumberdaya, untuk mengidentifikasi cakupan
lokasi bencana, jumlah korban, kerusakan sarana dan prasarana, gangguan terhadap
fungsi pelayanan umum serta pemerintahan, dan kemampuan sumberdaya alam maupun
buatan.Pengkajian secara cepat
c. Penanganan pengungsi.
g. Pembangunan fasilitias sosial dan fasilitas umum sementara serta memperbaiki sarana
dan prasarana dasar agar mampu memberikan pelayanan yang memadai untuk para
korban.
3. Tahap Rehabilitasi
Dalam tahap rehabilitasi, upaya yang dilakukan adalah perbaikan fisik dan non fisik serta
pemberdayaan dan pengembalian harkat korban. Tahap ini bertujuan mengembalikan dan
memulihkan fungsi bangunan dan infrastruktur yang mendesak dilakukan untuk
menindaklanjuti tahap tanggap darurat, seperti rehabilitasi bangunan ibadah, bangunan
sekolah, infrastruktur sosial dasar, serta prasaranan dan sarana perekonomian yang sangat
diperlukan.
Sasaran utama dari tahap rehabilitasi adalah untuk memperbaiki pelayanan masyarakat
atau publik sampai pada tungkat yang memadai. Dalam tahap rehabilitasi ini juga
diupayakan penyeesaian berbagai permasalahan yang terkait dengan aspek
kejiwaan/psikologis melalui penanganan trauma korban bencana.
4. Tahap Rekonstruksi
Upaya yang dilakukan pada tahap rekonstruksi adalah pembangunan kembali sarana,
prasarana serta fasilitas umum yang rusak dengan tujuan agar kehidupan masyarakat
kembali berjalan normal. Biasanya melibatkan semua masyarakat, perwakilan lembaga
swadaya masyarakat, dan dunia usaha. Sasaran utama dari tahap ini adalah terbangunnya
kembali masyarakat dan kawasan. Pendekatan pada tahap ini sedapat mungkin juga
melibatkan masyarakat dalam setiap proses.
Secara umum tahapan penanggulangan bencana relatif sama, namun perbedaan biasanya
terletak pada car pencegahan bencana. Berikut cara penanggulangan beberapa bencana alam:
Bencana banjir disebabkan oleh banyak faktor, yang paling utama adalah alih fungsi
lahan berupa hutan menjadi lahan pertanian maupun pemukiman. Padahal hutan berfungsi
dalam meningkatkan cadangan air tanah dan meresapkan air ke dalam tanah, sehingga
mengurangi aliran air permukaan yang menyebabkan banjir. Selain itu, banjir juga bisa
disebabkan karena ulah manusia yang kurang bijak terhadap alam.
Untuk menanggulangi bencana banjir banyak hal yang harus dilakukan, di antaranya sebagai
berikut:
- Tidak mendirikan bangunan pada area yng menjadi daerah penyerapan air atu daerah
tangkapan hujan, terutama di daerah hulu sungai.
- Mengerahkan tim penyelamat beserta bahan dan peralatan pendukung, seperti perahu
karet, tambang, pelampung, dan obat-obatan.
Bencana kekeringan terjadi karena adanya kesenjangan antara air yang tersedia dengan air
yang diperlukan. Di Indonesia, bencanan ini terkait dengan musim kemarau yang terjadi selama
beberapa bulan dalam setahun. Selama musim kemarau, jumlah curah hujan sangat sedikit,
sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan air untuk manusia dan makhluk hidup lainnya.
Gambar 11. Penanggulangan Bencana Kekeringan
Kekeringan tidak hanya terjadi karena faktor alam, ulah manusia yang merusak lingkungan
juga berpengaruh terhadap potensi kekeringan. Bebrapa cara yang dapat dilakukan untuk
menanggulangi kekeringan adalah sebagai berikut:
a. Membuat waduk (bendungan) yang berfungsi sebagai persediaan air di musim kemarau.
Selain itu, waduk dapat mencegah terjadinya banjir pada musim hujan.
b. Membuat hujan buatan untuk daerah-daerah yang sangat kering.
c. Reboisasi atau penghijauan kebali daerah-daerah yang sudah gundul agar tanah lebih mudah
menyerap air pada musim kemarau.
d. Melakukan diversifikasi dalam bercocok tanam bagi para petani, misalnya mengganti
tanaman padi dengan tanaman palawija pada saat musim kemarau karena palawija dapat
cepat dipanen dan tidak membutuhkan banyak air untuk pertumbuhannya.
e. Penentuan teknologi pencegahan kekeringan (pembuatan embung, penyesuaian pola tanam
dan teknologi budidaya tanaman, dll) dan sistem pengaliran air irigasi yang disesuaikan
dengan hasil prakiraan iklim.
f. Pengembangan sistem penghargaan (reward) bagi masyarakat yang melakukan upaya
konservasi dan rehabilitasi sumberdaya air dan lahan serta memberikan hukuman
(punishment) bagi yang merusak lingkungan.
3. Penanggulangan Bencana Longsor
Bencana longsor dipicu banyak hal, misalnya aktivitas gempa. Goncangan membuat tanah
menjadi labil dan menimbulkan longsor. Selain itu, longsor juga terjadi karena tanah yang berada
pada bidang gelincir (lapisan kedap air) mendapat guyuran hujan setelah sekian lama mengalami
kekeringan. Tanah yang kering dan kemudian terisi air hujan dapat meningkatkan berat
(masanya) dan akhirnya terjadi longsor.
Gambar 12. Penanggulangan Bencana Longsor
Bencana longsor yang menimpa pemukiman dapat menimbulkan korban jiwa. Korban
biasanya terkubur oleh tanah karena tidak sempat menyelamatkan diri. Penanggulangan bencana
longsor dapat dilakukan dengan cara:
a. Pencegahan
Bencana longsor dapat dicegah melalui cara berikut:
- Melarang pembangunan rumah pada lokasi yang rawan longsor, terutama pada lereng
dan kaki bukit.
- Memperkuat kestabilan tanah dengan pohon-pohon yang akarnya dapat mengikat tanah
secara kuat.
- Pembangunan tembok-tembok penahan untuk memperkuat lereng pada lokasi rawan
longsor.
- Memberikan penyuluhan pada masyarakat yang tinggal di wilayah longsor tentang cara
menghindari bencana longsor.
b. Pasca bencana longsor
- Mengerahkan tim dan masyarakat untuk bersama-sama memberikan pertolongan jikalau
ada warga yang masih bisa diselamatkan.
- Mengumpulkan informasi dari warga tentang lokasi rumah yang terkena longsor, jumlah
rumah dan jumlah anggota keluarganya.
- Memberikan pertolongan medis bagi warga yang masih hidup dan terkena longsor.
- Membangun kembali rumah warga dan infrastruktur yang terkena longsor.
- Merelokasi warga pada lokasi baru yang lebih aman dari longsor jika masih ada
kemungkinan longsor pada masa yang akan datang.
4. Penanggulangan Bencana Tsunami
Gambar 13. Penanggulangan Bencana Tsunami
Tsunami adalah ombak besar yang terjadi setelah peristiwa gempa bumi, gempa laut, gunung
berapi meletus, atau hantaman meteor di laut. Tsunami dapat diprediksi oleh berbagai institusi
seismologi sehingga dapat diterapkan sistem peringatan dini (early warning system).
a. Sebelum terjadi tsunami
- Memasang peralatan sistem peringatan dini di wilayah-wilayah laut yang berpotensi
mengalami tsunami.
- Melakukan pemetaan tingkat kerawanan bencana tsunami dan mensosialisasikan kepad
amasyarakat.
- Menentukan jalur-jalur evakuasi bagi penduduk yang tinggal di wilayah-wilayah rawan
tsunami.
- Menanam dan memelihara hutan mangrove di sepanjang pantai untuk menahan laju
ombak.
b. Pada saat terjadinya tsunami
- Memberikan tanda peringatan dan informasi untuk memandu penduduk mencapai
tempat yang aman.
- Mengerahkan tim penyelamat beserta perlatan pendukung untuk membantu penduduk
mencapai tempat evakuasi.
- Memantau perkembangan keadaan untuk menentukan langkah-langkah berikutnya.
Di Indonesia sering terjadi bencana yang disebabkan oleh meletusnya gunungapi. Ada sekitar
130 gungapi aktif terdapat di Indonesia. Selain membawa bencana, gunungapi merupakan
sumber pembawa kemakmuran melalui tanah yang subur. Oleh karena itu penduduk selalu
tertarik untuk menetap dan mendekati gunungapi walaupun tempat tersebut berbahaya.
Penanggulangan bencana meletusnya gunungapi mencakup aspek sosial dan budaya. Selain
itu penanganannya bervariasi tergantung pada karakteristik gunungapi itu sendiri:
Pengetahuan yang dibagi turun temurun dalam suatu masyarakat berjasa besar dalam
penanggulangan bencana sebuah daerah. Sebab, pengetahuan yang biasa disebut kearifan lokal
ini membuat masyarakat tanggap saat suatu bencana menerjang wilayahnya.
Kearifan lokal terdiri dari dua kata, yaitu kearifan dan lokal. Kearifan adalah suatu
pemahaman dan kesadaran yang mendalam tentang orang, benda, peristiwa atau situasi sehingga
persepsi, penilaian, dan tindakan yang dilakukan berdasarkan pemahaman dan kesadaran
tersebut.
Menurut Goyah (2013) yang dituliskan dalam aartikel online, mengatakan bahwa kearifan
lokal adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal adalah
produk masa lalu yang terus menerus dijadikan pegangan hidup. Walaupun lokal namun nilai-
nilai yang terkandung didalamnya bersifat universal.
Bencana menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat sehingga
mereka mempunya tanda-tanda sebagai pesan budaya datangnya bencaa. Pesan budaya itu
merupakan pengetahuan yang terbentuk dari hasil adaptasi panjangsekelompok manusia dengan
lingkungannya. Pengetahuan tentang tanda-tanda bencana disebut kearifan lokal.
Setiap masyarakat mempunyai pesan budaya menghadapi bencana yang secara empirik
terbukti mampu mengurangi jumlah korban yang sejatinya merupakan pengetahuan yang berlaku
dalam dunia ilmu pengetahuan.
Beberapa bentuk kearifan lokal masyaraat Indonesia dalam menanggapi dan
menanggulangi bencana alam:
a. Masyarakat pesisir Maluku Utara mengenali gejala alam berupa naiknya ikan-ikan dalam
jumlah di perairan. Fenomena ini diyakini sebagai tanda datangnya gempa.
b. Masyarakat Dayak meyakini munculnya bintang-bintang tertentu secara periodik merupakan
pertanda air pasang maupun surut.
c. Masyarakat sekitar Merapi mengenal tanda gunung itu akan meletus ketika harimau dan kera
mulai turun ke perkampungan.
d. Masih banyak kearifan lokal yang dimiliki masyarakat di wilayah lain. Kearifan lokal dalam
menghadapi bencana sebaiknya disepakati sebagai cara dini mendeteksi bencana.
Posisi geografis dan geodinamik Indonesia menjadikanya salah satu wilayah yang
rawan bencana alam. Sebagai Negara kepulauan yang menjadi pertemuan tiga lempeng besar
dunia, yaitu lempeng Indo-australia, Lempeung Eurasia, dan lempeng Pasifik. Aktivitas
ketiga lempeng tersebut membuat Indonesia memiliki aktivutas kegunungapian dan
kegempaan yang tinggi. Dinamika lempeng juga membentuk relief permukaan bumi yang
khas dan sangat berfariasi. Negara kita juga memiliki banyak pegunungan dengan lereng-
lereng yang curam. Kondisi ini tentu membuat Negara kita juga rawan terhadap bahaya tanah
longsor yang tinggi. Selain longsor, wilayah landau menyimpan potensi ancaman banjir,
penurunan lahan, dan tsunami.
A. GEMPA BUMI
1. Persebaran Wilayah Rawan Bencana Gempa Bumi di Indonesia
Gempa bumi mungkin adalah ancaman bencana alam terbesar di Indonesia
karena terjadi tiba-tiba dan bisa menyerang wilayah padat penduduk, seperti kota-
kota besar. Gempa bumi dengan kekuatan sekitar 5 atau 6 skala Richter terjadi
hampir setiap hari di Indonesia namun biasanya tidak menyebabkan atau hanya
sedikit menyebabkan kerugian. Kalau kekuatan gempa melewati 7 skala Richter,
sebuah gempa bisa menyebabkan banyak kerusakan. Setiap tahunnya, dua atau tiga
gempa bumi dengan 7 skala Richter (atau lebih) terjadi di Indonesia dan lingkungan
hidup.
Gambar 15. Sebaran gempa bumi di Indonesia (Sumber:
http://geospasial.bnpb.go.id/wp-content/uploads/2010/02/201002-
10_hazard_gempa_bumi_kabupaten_bnpb-585x413.jpg )
C. TSUNAMI
1. Persebaran Wilayah Rawan Bencana Tsunami di Indonesia
Gambar 18. Sebaran rawan bencana tsunami di indonesia
Berdasarkan peta indeks ancaman tsunami di Indonesia kepulauan Maluku,
papua bagian utara dan sumatera bagian selatan memiliki risiko tsunami yang tinggi.
Bagian pegunungan di Sumatera dan di jawa relatif mempunyai risiko tsunami yang
rendah. Bagian Barat di pulau Kalimantan juga menunjukan risiko tsunami yang
rendah.
2. Tsunami yang Berada di Indonesia
Gempa bumi tektonik berkekuatan 8,5 SR berpusat di Samudra India (2,9 LU
dan 95,6 BT di kedalaman 20 km (di laut berjarak sekitar 149 km selatan kota
Meulaboh, Nanggroe Aceh Darussalam). Gempa itu disertai gelombang pasang
(Tsunami) yang menyapu beberapa wilayah lepas pantai di Indonesia (Aceh dan
Sumatera Utara), Sri Langka, India, Bangladesh, Malaysia, Maladewa dan Thailand.
Korban tewas di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara menurut
Departemen Sosial RI (11/1/2005) adalah 105.262 orang. Sedangkan menurut kantor
berita Reuters, jumlah korban Tsunami diperkirakan sebanyak 168.183 jiwa dengan
korban paling banyak diderita Indonesia, 115.229 (per Minggu 16/1/2005).
Sedangkan total luka-luka sebanyak 124.057 orang, diperkirakan 100.000
diantaranya dialami rakyat Aceh dan Sumatera Utara.
Pada tanggal 17 juli 2006 telah terjadi gempa di sebelah selatan pantai
Pangandaran. Pusat Gempa Nasional Badan Meteorologi dan Geofisika atau PGN
BMG menyatakan gempa bumi yang terjadi di kawasan pantai Pangandaran tersebut
terjadi pada pukul 15.19 berkekuatan 6,8 Skala Richter (SR), dengan pusat gempa
tektonik pada kedalaman kurang dari 30 km di titik 9,4 Lintang Selatan, dan 107,2
Bujur Timur. Pusat gempa tepatnya berada di sebelah selatan Pameungpeuk dengan
jarak sekitar 150 km, dan merupakan zona pertemuan dua lempeng benua Indo-
Australia dan Eurasia pada kedalaman kurang dari 30 km.
Gempa bumi yang terjadi tersebut juga menyebabkan terjadinya gelombang
tsunami yang menerjang pantai selatan Jawa Barat seperti Cilauteureun, Kab. Garut,
Cipatujah, Kab. Tasikmalaya, Pangandaran, Kab. Ciamis, pantai selatan Cianjur dan
Sukabumi. Bahkan, gelombang tsunami juga menerjang Pantai Cilacap dan
Kebumen, Jawa Tengah, serta pantai selatan Kab. Bantul, Yogyakarta. Gempa yang
diiringi tsunami ini telah menelan korban jiwa hingga mencapai ratusan orang dan
ratusan lainnya mengalami cedera, dan puluhan jiwa dinyatakan hilang. Ratusan
rumah mulai dari sepanjang pantai Krapyak, Kalipucang, Parigi, Cipatujah, Kab.
Tasikmalaya, hancur. Demikian pula, hotel-hotel di sepanjang objek wisata pantai
barat Pangandaran.
D. BANJIR
1. Persebaran Wilayah yang Sering Terjadi Banjir di Indonesia
E. KEKERINGAN
1. Persebaran Wilayah Indonesia yang Sering Mengalami Bencana Kekeringan
Gambar 20. Peta sebaran bencana kekeringan di Indonesia
Berdasarkan peta di atas menunjukan bahwa ancaman bencana kekeringan
yang tigggi di Indonesia tedapat di pulau sumatera, jawa, Kalimantan, dan
papua.kondisi curah hujan sangat mempengaruhi kekeringan suatu daerah. Selain itu
el nino juga berpengaruh terhadap kekeringan di Indonesia.
2. Penyebab Wilayah Tersebut Mengalami Risiko Kekeringan
Penyebab kekeringan pada suatu wilayah disebabkan oleh beberapa hal , dari
wilahya sendiri beriklim kering, lahan yang mampu meloloskan air, atau akibat dari
fenomen el nino. Selain itu Kekeringan di Indonesia biasanya terjadi di wilayah
pertanian tadah hujan, wilayah irigasi golongan, wilayah gardu liar dan juga titik
endemic kekeringan.
Musim kemarau yang panjang dan kekeringan di sejumlah wilayah Pulau Jawa
menyebabkan sebagian besar petambak mengalami kerugian sedikitnya mencapai
Rp 10.000.000-15.000.000, karena para petambak tergantung pada air tawar, hal ini
disampaikan oleh Organisasi tani dan nelayan, Kontak Tani dan Nelayan Andalan
KTNA (BBC 15/09/2012). Akibat dari kemarau panjang yang terjadi di sejumlah
daerah di Indonesia saat ini, berdampak pada menyusutnya cadangan air waduk,
dimana berdasarkan pemantauan Kementerian PU terhadap 71 waduk yang tersebar
di Indonesia, hingga akhir Agustus 2012 terdapat 19 waduk normal, 42 waspada,
dan 10 kering (Inilah.com 07/09/2012).
Kekeringan yang baru terjadi disejumlah daerah di Indonesia, merupakan
salah satu dampak akibat perubahan iklim yang terjadi di Indonesia. Indikasi utama
perubahan tersebut adalah adanya anomali cuaca, dimana pada bulan September ini,
seharusnya sudah mengalami musim penghujan, akan tetapi menurut laporan dari
BMKG bahwa musim kemarau diperkirakan sampai pada bulan Oktober atau
Desember. Selain akibat dari perubahan iklim, kelangkaan air juga disebabkan oleh
aktivitas manusia. Dimana aktivitas manusia juga berkontribusi terhadap
permasalahan ini akibat aktivitasnya yang melakukan pembalakan hutan besar-
besaran, memperbesar sumbangan gas CO2 ke atmosfer melalui emisi gas rumah
kaca, serta aktivitas pertambangan yang tidak mengindahkan kaidah lingkungan.
Akibatnya seperti yang kita rasakan saat ini, beberapa waduk di Pulau Jawa telah
mengalami penurunan debit simpanan air yang berdampak pada defisit air untuk
kebutuhan irigasi pertanian, serta mengeringnya sumur-sumur penduduk dibeberapa
daerah.
Faktor lain yang berpengaruh adalah tingginya intensitas pembangunan
gedung di kota-kota besar, yang berdampak pada semakin meningkatnya aliran
permukaan saat musim penghujan karena sebagian besar lapisan tanahnya sudah
terkover oleh aspal dan beton, sehingga air hujan tidak mampu berinfiltrasi ke dalam
tanah sebagai simpanan air tanah di dalam akuifer. Selain itu, tingginya aktivitas
perubahan penggunaan lahan didaerah pegunungan dan perbukitan dari hutan ke
permukiman, juga memperbesar debit aliran sungai dan juga menimbulkan
peningkatan volume sedimentasi waduk dan sungai, akibatnya waduk dan sungai
tersebut sudah mengalami pendangkalan dini, dan selanjutnya mengakibatkan
volume simpanan air dalam waduk menjadi semakin menurun dari kondisi
sebelumnya. Hal inilah yang menyebabkan lahan sawah disejumlah daerah
mengalami kekeringan akibat suplay air dari waduk sangat sedikit.
B. BASARNAS
1. Kedudukan
Badan SAR Nasional (BASARNAS) adalah Lembaga Pemerintah Non-Departemen
yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
2. Tugas dan Fungsi
a. Tugas
Badan SAR Nasional memiliki tugas membantu Presiden dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pencarian dan pertolongan
(search and rescue).
b. Fungsi
Dalam melaksanakan tugas tersebut di atas, Badan SAR Nasional
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:
1) perumusan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang SAR;
2) perumusan kebijakan teknis di bidang SAR;
3) koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidang SAR;
4) pembinaan, pengerahan dan pengendalian potensi SAR;
5) pelaksanaan siaga SAR;
6) pelaksanaan tindak awal dan operasi SAR;
7) pengoordinasian potensi SAR dalam pelaksanaan operasi SAR;
8) pendidikan, pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia di bidang
SAR;
9) penelitian dan pengembangan di bidang SAR;
10) pengelolaan data dan informasi dan komunikasi di bidang SAR;
11) pelaksanaan hubungan dan kerja sama di bidang SAR;
12) pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung
jawabBadan SAR Nasional;
13) penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum;
14) pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Badan SAR Nasional; dan
15) penyampaian laporan, saran dan pertimbangan di bidang SAR.
3. Susunan Organisasi BASARNAS
BASARNAS terdiri dari :
a. Kepala
Kepala mempunyai tugas memimpin BASARNAS dalam menjalankan tugas dan
fungsi BASARNAS.
b. Sekretariat Utama
Sekretariat Utama mempunyai tugas mengkoordinasikan perencanaan,
pembinaan dan pengendalian terhadap program, administrasi dan sumber daya
di lingkungan BASARNAS.
c. Deputi Bidang Operasi SAR
Deputi Bidang Operasi SAR mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan
siaga SAR, tindak awal dan operasi SAR.
d. Deputi Bidang Potensi SAR
Deputi Bidang Potensi SAR mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan
kebijakan di bidang potensi SAR.
e. Inspektorat
Inspektorat mempunyai tugas melaksanakan pengawasan fungsional terhadap
pelaksanaan tugas di lingkungan BASARNAS.
f. Pusat
Pusat yang dimaksud disini adalah pusat data dan informasi. Pusat data dan
informasi bertugas menyediakan data dan informasi berkaitan dengan
BASARNAS.
g. Unit Pelaksana Teknis
Unit Pelaksana Teknis melaksanakan tugas SAR dan administratif Badan SAR
Nasional di daerah.
4. Pembiayaan
Segala biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas dan fungsi BASARNAS,
dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan sumber anggaran
lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
C. PVMBG
1. Kedudukan
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) adalah salah satu unit di
lingkungan Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
2. Tugas dan Fungsi
a. Tugas
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi mempunyai tugas melaksanakan
penelitian, penyelidikan, perekayasaan dan pelayanan di bidang vulkanologi dan
mitigasi bencana geologi.
b. Fungsi
1) penyiapan penyusunan kebijakan teknis, norma, standar, prosedur, dan
kriteria, serta rencana dan program di bidang vulkanologi dan mitigasi
bencana geologi;
2) pelaksanaan penelitian, penyelidikan, perekayasaan, pemetaan tematik dan
analisis risiko bencana geologi, serta peringatan dini aktivitas gunungapi dan
potensi gerakan tanah dan pemberian rekomendasi teknis mitigasi bencana
geologi;
3) pembinaan jabatan fungsional pengamat gunungapi;
4) pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan penelitian, penyelidikan,
perekayasaan, pemetaan tematik dan analisis risiko bencana geologi, serta
peringatan dini aktivitas gunungapi dan potensi gerakan tanah dan
pemberian rekomendasi teknis mitigasi bencana geologi; dan
5) pelaksanaan administrasi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
3. Susunan Organisasi PVMBG
a. Bagian Tata Usaha
Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana kerja
dan anggaran, urusan keuangan, kerja sama, umum, kepegawaian, hukum, dan
pengelolaan informasi.
b. Bidang Mitigasi Gunungapi
Bidang Mitigasi Gunungapi mempunyai tugas penyiapan penyusunan kebijakan
teknis, norma, standar, prosedur, kriteria, rencana, pelaporan, pengamatan, dan
penetapan status, peringatan dini, rekomendasi teknis mitigasi bencana
gunungapi, pelaksanaan penelitian, penyelidikan, perekayasaan, pemantauan,
pemetaan tematik, pemodelan bahaya dan penyebaran informasi gunungapi.
c. Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami
Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami mempunyai tugas penyiapan
penyusunan kebijakan teknis, norma, standar, prosedur, kriteria, rencana,
pelaporan, pemetaan dan rekomendasi teknis mitigasi gempa bumi dan tsunami,
penelitian, penyelidikan, perekayasaan, pemodelan bahaya serta penyebaran
informasi gempa bumi dan tsunami.
d. Bidang Mitigasi Gerakan Tanah
Bidang Mitigasi Gerakan Tanah mempunyai tugas penyiapan penyusunan
kebijakan teknis, norma, standar, prosedur, kriteria, rencana, pelaporan,
pemetaan dan rekomendasi teknis mitigasi gerakan tanah, penelitian,
penyelidikan, perekayasaan, serta pelaksanaan pemantauan dan peringatan dini
potensi gerakan tanah, pemodelan bahaya, penyebaran informasi gerakan tanah.
4. Pembiayaan
Segala biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas dan fungsi PVMBG,
dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan sumber anggaran
lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
PARTISIPASI MASYARAKAT
DALAM MITIGASI BENCANA
A. Partisipasi Masyarakat
Masyarakat terdiri dari individu-individu dan kelompok-kelompok. Di dalam UU 24/2007
tidak ada definisi khusus tentang masyarakat, tapi pengertian masyarakat itu secara umum
terdapat dalam pengertian “setiap orang adalah orang perseorangan, kelompok orang, dan/atau
badan hukum.”
Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan secara spontan dengan kesadaran dan tanggung
jawab dengan dilatarbelakangi untuk kemajuan pribadi maupun kelompok. Jenis-jenis partisipasi
dibagi menjadi lima yaitu:
a. Partisipasi buah pikiran, yang diberikan partisipan dalam anjang sono, pertemuan atau rapat,
b. Partisipasi tenaga, yang diberikan partisipan dalam berbagai kegiatan untuk perbaikan atau
pembangunan desa, pertolongan dari orang lain, dan sebagainya
c. Partisipasi harta benda, yang diberikan orang dalam berbagai kegiatan untuk perbaikan atau
pembangunan desa, dan sebagainya
d. Partisipasi keterampilan dan kemahiran, yang diberikan orang untuk mendorong aneka ragam
bentuk usaha dan industry
e. Partisipasi sosial, yang diberikan orang sebagai tanda keguyuban.
Partisipasi masyarakat menjadi salah satu faktor pendukung pembangunan berkelanjutan,
dengan ikut berpartisipasi aktif, masyarakat dapat meningkatkan kapasitas masyarakat dalam
mendukung program yang direncanakan oleh pemerintah. Partisipasi masyarakat dalam berbagai
tindakan yang dilakukan masyarakat didalamnya terdapat proses pembelajaran. Oleh karena itu,
partisiapasi masyarakat sangat penting untuk ditingkatkan. Dalam mitigasi bencana, unsur-unsur
masyarakat diharapakan ikut berpartispasi secara aktif disertai rasa tanggung jawab sehingga
dapat meminimalisir korban bencana.
Bencana alam merupakan suatu peristiwa yang tidak terduga dan diluar jangkauan
manusia sehingga peristiwa tersebut dapat menimbulkan banyak kerugian, baik kerugian jiwa-
raga, harta benda, maupun kerusakan lingkungan.Oleh karena itu, pelaksanaan penanggulangan
bencana dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat yang di daerah tempat tinggalnya
berpotensi terjadi suatu bencana, bukan hanya upaya penanggulangan bencana yang dilakukan
oleh pemerintah.
Pemerintah dan masyarakat harus bersama-sama melakukan penanggulangan bencana
sehingga penanggulangan bencana alam dapat dilakukan secara efektif dan efisien.Pemerintah
melakukan penanggulangan bencana melalui tahap response, recovery dan development dimana
didalamnya terdapat tindakan evakuasi, penyediaan kebutuhan dasar korban, upaya rekonstruksi
dan rehabilitasi, serta perbaikan-perbaikan lain yang juga dimaksudkan sebagai langkah mitigasi
bencana.Masyarakat dapat berpartisipasi dalam penanggulangan bencana alam melalui partisipasi
buah pikiran, tenaga, harta benda, keterampilan dan kemahiran, serta partisipasi sosial.
Daftar Pustaka
Aji Arifin. 2016. Buku Siswa Geografi kelas XI. Surakarta: Mediatama.
Coburn, dkk. 1994. Mitigasi Bencana Edisi Kedua. Cambridge: Cambridge
Agricultural Research Limited.
Djauhari Noor.2006. Geologi Lingkungan.Yogyakarta: Grahailmu.
Farichatun Nisa .2014. Manajemen Penanggulangan Bencana Banjir, Putting
Beliung, dan Tanah Longsor di Kabupaten Jombang. Surabaya: FISIPOL
Univ. Airlangga.
Gatot Hermanto. 2013. Geografi Untuk SMA/MA Kelas X Peminatan. Bandung:
Yrama Widya.
I D Sobandi. 2014. Mandiri Geografi untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Erlangga.
K Wardiyatmoko, P. 2013. Geografi untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Erlangga.
Lili Somantri dan Nurul Huda. 2015. Buku Siswa Aktif dan Kreatif Belajar
Geografi. Bandung: Grafindo.
Peraturan Kepala Badan SAR Nasional Nomor Pk. 6 Tahun 2015 tentang
Rencana Strategis Badan SAR Nasional Tahun 2015 – 2019.
Peraturan Menteri ESDM RI Nomor 13 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian ESDM.
Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2007 tentang Badan SAR Nasional.
Peraturan Presiden Republik IndonesiaNomor 8 Tahun 2008 tentangBadan
Nasional Penanggulangan Bencana.
Tim BNPB. 2012. Buku Saku Tanggap Tangkas Tangguh Menghadapi Bencana.
Jakarta: BNPB.
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
https://www.researchgate.net/publication/
264309395_Pemahaman_karakteristik_bencana_Aspek_fundamental_dalam_upay
a_mitigasi_dan_penanganan_tanggap_darurat_bencana
https://www.bnpb.go.id/home/definisi diakses tanggal 16 April 2017
https://yudipurnawan.wordpress.com/2007/11/13/bencana-alam-dan-
antisipasinya/diakses tanggal 16 April 2017
http://masirul.com/pengertian-macam-macam-bencana-alam/ diakses tanggal 16
April 2017
http://www.vsi.esdm.go.id/
https://www.bnpb.go.id/home/siagab diakses pada tanggal 15 April 2017 pukul
10.00 WIB
http://penanggulangankrisis.kemkes.go.id/mitigasi-bencana-angin-topandiakses
pada tanggal 15 April 2017 pukul 13.00 WIB.
http://penanggulangankrisis.kemkes.go.id/category/tips-siaga-bencanadiakses
pada tanggal 16 April 2017 pukul 11.00 WIB.