Anda di halaman 1dari 2

Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh

penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana
di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

Di dalam bidang perpajakan, penyidikan pajak merupakan proses kelanjutan dari hasil pemeriksaan
pajak yang mengindikasikan adanya bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan, dan menjadi
salah satu proses penegakan hukum di bidang perpajakan untuk menilai kepatuhan para wajib pajak.

Dilakukannya penyidikan ini bertujuan agar:

- Aktivitas penerimaan pajak dapat berjalan dengan baik dan lancar.


- Memulihkan kerugian atas pendapatan negara.
- Memberikan efek jera kepada pelaku penyelewengan pajak dan efek gentar kepada calon pelaku
penyelewenang pajak.
- Memberikan keadilan dan kepastian hukum dengan menjunjung tinggi nilai integritas.

Penyidikan dihentikan dalam hal:

Berdasarkan Pasal 44A UU KUP s.t.d.t.d UU HPP, Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal


44 ayat (1) menghentikan Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf k
UU KUP dalam hal:

1. Wajib Pajak melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana diatur dalam


Pasal 8 ayat (3), dimana dalam pasal tersebut berbunyi:

“Walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan bukti permulaan, Wajib Pajak dengan
kemauan sendiri dapat mengungkapkan dengan pernyataan tertulis mengenai ketidakbenaran
perbuatannya, yaitu sebagai berikut: 

a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau 

b. menyampaikan Surat Pemberitahuan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau
melampirkan keterangan yang isinya tidak benar 

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 atau Pasal 39 ayat (1) huruf c dan huruf d sepanjang
mulainya penyidikan belum diberitahukan kepada Penuntut Umum melalui penyidik pejabat
Polisi Negara Republik Indonesia.”

2. tidak terdapat cukup bukti;

3. peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan; atau

4. demi hukum.

Penghentian penyidikan demi hukum adalah alasan hapusnya hak menuntut dan hilangnya hak
menjalankan pidana, antara lain karena terhadap perkara yang sama tidak dapat diadili untuk
kedua kalinya (nebis in ideml, tersangka meninggal dunia, atau
karena daluwarsa sebagaimana dimaksud dalam pasal 40.

Selain itu, penyidikan juga dapat dihentikan dalam hal:

1. Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung
dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan paling lama dalam
jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan, sepanjang perkara pidana
tersebut belum dilimpahkan ke pengadilan (Pasal 44B UU KUP) tetapi Penghentian
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana hanya dilakukan setelah
Wajib Pajak melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak
seharusnya dikembalikan dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar
4 (empat) kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya
dikembalikan;
2. Berdasarkan dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
55/PMK.03/2016 tentang Tata Cara Permintaan Penghentian Penyidikan Tindak Pidana
di Bidang Perpajakan Untuk Kepentingan Penerimaan Negara, Pasal 6, 7, dan 8
menyatakan bahwa Menteri Keuangan dapat menyusun surat permintaan penghentian
penyidikan apabila Menteri Keuangan menyetujui permohonan penghentian atas proses
penyidikan yang diajukan oleh Wajib Pajak;
3. Proses penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan tidak dapat dilakukan oleh Jaksa
Agung apabila perkara pidana tersebut telah dilimpahkan kepada pengadilan. Dan
penghentian atas tindak pidana hanya dapat dilakukan apabila Wajib Pajak telah melunasi
utang pajak yang tidak atau kurang dibayarkan atau yang tidak seharusnya dikembalikan.

Sumber :

Mas Rasmini. 2020. Pajak Penghasilan III.  Tangerang Selatan: Universitas Terbuka

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara
Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja

Anda mungkin juga menyukai