Referensi 1 Tarbawi
Referensi 1 Tarbawi
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan berlimpah nikmat berupa kesehatan jasmani maupun rohani kepada
Kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sampai selesai. Sholawat
dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi akhir zaman Muhammad
SAW.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR…………………………………………………………………
…… i
DAFTAR
ISI………………………………………………………………………………
…… ii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang…………………………………………………………………..
1
2. Rumusan Masalah…………………………………………………………….. 1
BAB II PEMBAHASAN
1. Kewajiban Mengajar Dalam Al Quran ………………………………………. 2
2. S. Al Mudatsir 1-7 …………………………………………………………. 2
3. Asy Syu’ara 26: 214 (proses belajar mengajar)…………………… 7
4. S. Al Imran 79 ………………………………………………………………. 8
5. S. Al Imran 104 …………………………………………………………….. 10
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan……………………………………………………………………….
. 11
2. Saran
……………………………………………………………………………….. 11
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………………….
12
BAB I
PENDAHULUAN
1. Pendahuluan
Didalam kehidupan ini Allahlah yang menjadi pengajar yang pertama, yang
mana untuk yang pertama kalinya Allah mengajar kepada Rosulullah melalui
malaikat jibril. Kita manusia sebagai makhluk yang sempurna diberi beban serta
tanggung jawab mengajar atau memberi pengetahuan kepada orang-orang
disekitar kita terutama orang-orang terdekat kita yakni untuk membimbing
mereka kepada arah yang lebih baik. Di dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat
yang menjelaskan tentang kewajiban mengajar bagi orang-orang yang mampu
mengajar kepada orang –orang yang belum ataupun kurang mengetahui,.di
antaranya Q.S. Al Mudatsir 1-7, Q.S. Asy Syuara 26: 214, Q.S. Al Imran 79,
dan Q.S. Al Imran 104
1. Rumusan Masalah
Sehubungan dengan luasnya bab yang akan dibahas, maka penulis
mengindentifikasi masalah berupa pertanyaan-pertanyaan yang memudahkan
penulis dalam membatasi dan merumuskan masalah yaitu:
1. S. Al Mudatsir 1-7,
2. S. Asy Syuara 26: 214,
3. S. Al Imran 79, dan Q.S. Al Imran 104
BAB II
PEMBAHASAN
1. Kewajiban Mengajar Dalam Al Quran
Diwajibkan oleh Allah swt sebagai salah satu kegiatan dakwah yang mana
mampu mengajak manusia kepada yang ma`ruf dan mencegah manusia dari hal
yang munkar. Setelah turun ayat dalam surat Al-‘Alaq perintah belajar, wahyu
Allah berikutnya perintah mengajar yaitu Allah menjelaskannya dalam beberapa
surah Al-Quran diantaranya adalah:
1. S. Al Mudatsir 1-7
)1( يَاَأيُّهَا ْال ُم َّدثِّ ُر
)2( رْ ْن ِذ فََأ قُ ْم
)3( ْك فَ َكبِّر َ ََّو َرب
)4( ْك فَطَهِّر َ ََوثِيَاب
)5( ُّفَا ْهجُرْ جْ َز َوالر
)6( َوال تَ ْمنُ ْن تَ ْستَ ْكثِ ُر
)7( ْك فَاصْ بِر َ َِّولِ َرب
Artinya :
Dalam hal tersebut mengandung pemahaman kata “berselimut” dalam arti yang
hakiki, bukan dalam arti kiasan seperti “ berselubung dengan pakaian
kenabian”, atau dengan akhlak yanga mulia”. Bila kalimat “orang yang
berselimut” dikaitkan dengan hal yang lebih jauh dengan sebab turunnya ayat,
maka arti yang ditunjuk oleh peristiwa adalah orang yang diselimuti, yang mana
yang menyelimuti adalah istri beliau, Khodijah ra.
Kata ْ َأ ْن ِذرberasal dari kata yang mempunyai banyak arti antara lain, sedikit,
awal sesuatu dan janji untuk melaksanakan sesuatu bila terpenuhi syaratnya.
Pada ayat di atas, kata ini biasa diterjemahkan peringatkanlah. Yang
didefinisikan sebagai “penyampaian yang mengandung unsure menakut-nakuti”.
Yang maan peringatan yang disampaikan itu merupakan sebagian kecil serta
pandahuluan dari sesuatu hal yang besar dan berkepanjangan.
Adapun kata `peringatan` pada ayat ini, para ulama berbeda pendapat tentang
objek yang diperingati karena ayat tersebut tidak menyebutkannya. Ada pula
yang berpendapat bahwa pada dasarnya perintah disini belum ditunjukkan
kepada siapapun. Yang penting adalah melakukan peringatan, kepada siapa saja.
Adapun kandungan peringatan, berdasarkan petunjuk ayat ayat yang
menggunakan redaksi yang sama dengan ayat ini, dapat kita katakan
bahwasanya peringatan tersebut menyangkut siksa di hari kemudian.
Huruf َ فpada ayat diatas demikian juga ayat-ayat berikut sengaja dicantumkan,
karena dalam kandungan redaksi ayat-ayat tersebut terdapat semacam sarat,
yang oleh banyak ulama’ dinyatakan sebagai apapun yang terjadi dan yang
semakna dengan nya.
َ َف
jَ َ َوثِيَاب4( ْطهِّر
)ك
Dan pakaianmu bersihkanlah
Dan ayat keempat ini adalah ayat yang mengandung petunjuk yang diterima
oleh Rasulullah saw dalam rangka melaksanakan tugas tabligh, setelah petunjuk
pada ayat pertama dan ayat ketiga ditekankan keharusan mengkhususkan
pengagungan (takbir) hanya kepada Allah swt. Ayat tersebut menyatakan: dan
pakaianmu, bagaimanapun keadaanmu maka bersihkanlah.
Kalau dalam petunjuk pertama dan ayat ketiga ditekankan pembinaan jiwa dan
sikap mental. Dalam ayat keempat ini yang ditekankan adalah penampilan
lahiriyah demi menarik simpati mereka yang diberi peringatan dan bimbingan.
Kata اب
َ َ ثِيadalah bentuk jamak dari kata /pakaian. Disamping makna tersebut
ia juga digunakan sebagai majas dengan makna antara lain: hati, jiwa ,usaha,
badan, budi pekerti keluarga dan istri.
Kata طَهِّرadalah bentuk perintah, dari kata ْ طَهِّرyang berarti membersihkan dari
kotoran. Kata ini juga dapat dipahami dalam arti majas yaitu menyucikan diri
dari dosa atau pelanggaran. Hal ini menjadikan kedua kata tersebut menjadi
makna yang hakiki karena memperhatikan konteks yang merupakan sebab nuzul
ayat ini menjelaskan bahwa ketika turunnya, Nabi Muhammad bertekuk lutut
dan terjatuh ketanah(sehingga tentu mengakibatkan kotornya pakaian baliau)
saat ketakutan melihat malaikat jibril.
Kata الرُّ جْ َز (dengan dhommah pada ro) atau ( الرُّ جْ َزdengan kasroh pada ro)
keduanya merupakan cara yang benar untuk membaca ayat ini,ulama
mengartikan dosa/ berhala. Kata ْفَا ْهجُر terambil dari kata ْ ْهجُرhajaro yang
digunakan untuk menggambarkan “sikap meninggalkan sesuatu karena
kebencian kepadanya” Dari akar kata ini dibentuk akat hijroh, karena nabi dan
sahabatnya meninggalkan mekkah atas dasar ketidak senangan beliau terhadap
perlakuan penduduk. Kata hajiroh berarti tengah hari karena pada saat itu
pemakai bahasa ini meninggalkan pekerjaannya akibat teriknya panas matahari
yang tidak mereka senangi.
Kata تَ ْمنُ ْنterambil dari kata ْمنُ ْنmanana yang dari segi asal pengertianya berarti
memutus atau memotong. Sesuatu yang rapuh, tali yang rapuh dinamai karena
kerapuhannya menjadikan ia mudah putus. Pemberian yang banyak dinamai
karena itu mengandung arti banyak sehingga seakan-akan ia tidak putus-putus.
Makanan yang diturunkan kepada Bani Isroil dinamai karena ia turun dalam
bentuk kepingan terpotong-potong. Sedangkan menyebut-nyebut pemberian
dinamai karena ia memutuskan ganjaran yang sewajarnya diterima oleh
pemberinya.
Dari berbagai pendapat dapat disimpulkan bahwa paling tidak 4 pendapat ulama
tafsir tentang ayat ini:
Artinya :
Demikianlah ayat ini mengajarkan kepada Rasulullah saw dan umatnya agar
tidak mengenal pilih kasih atau memberi kemudahan kepada keluarga dalam hal
pemberian peringatan. Ini berarti Nabi saw dan keluarga beliau tidak kebal
hukum juga tidak lepas dari kewajiban. Mereka tidak memiliki hak berlebih atas
dasar kekerabatan kepada Rasulullah saw, karena semua adalah hamba Allah
swt tidak ada perbedaan antara keluarga atau orang lain. Bila ada kelebihan
yang berhak mereka peroleh, itu disebabkan keberhasilan mereka mendekat
kepada Allah swt dan menghiasi diri dengan ilmu serta akhlak yang mulia.
Asbabunnuzul ayat:
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika turun ayat ْك َوَأ ْن ِذر
َ َاَأْل ْق َربِينَ ع َِشي َرت
Rosulullah saw memulai dakwahnya kepada keluarga serumahnya, kemudian
keluarga yang terdekat. Hal ini menyinggung perasaan kaum muslimin (merasa
terabaikan) sehingga Allah menurunkan ayat selanjutnya (s.26 : 215) sebagai
perintah untuk juga memperhatikan kaum mu’minin lainnya. Hal ini
diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu Juraij.
3. S. Al Imran 79
َأ ْن لِبَ َش ٍر َكانَ َماjَُاب اهَّللا ُ يُْؤ تِيَه
jَ س لِلنَّا يَقُو َل ثُ َّم َوالنُّبُ َّوةَ َو ْال ُح ْك َم ْل ِكت ِ َولَ ِك ْن هَّللا ِ ُد
ِ ون ِم ْن لِي ا ِعبَا ًد ُكونُوا
Artinya : Tidak wajar bagi seorang manusia yang Allah berikan kepadanya al
Kitab, hukum dan kenabian, kemudian dia berkata kepada
manusia :`Hendaklah kamu menjadi penyembah penyembahku bukan
penyembah Allah.“ Akan tetapi ia berkata : Hendaklah kamu menjadi orang
orang rabbani karena kamu selalu mengajarkan al Kitab dan disebabkan kamu
tetap mempelajarinya`.
Kata ثُ َّمyakni kemudian yang diletakkan antara uraian tentang anugerah –
anugerah-Nya dan pernyataan bahwa mereka menyuruh orang untuk
menyembah manusia. Kata kemudian itu untuk mengisyaratkan betapa jauh
ucapan demikian dari sifat-sifat mereka, dan betapa ucapan tersebut tidak masuk
akal.
Kata terambil dari kata yang memiliki aneka makna, antara lain pendidik dan
pelindung. Jika kata ini berdiri sendiri, maka yang dimaksud tidak lain adalah
Allah SWT.Jika kata ini ditambah huruf ya’ maka dinisbahkan. Dan apabila
untuk penekanan pada sifat maka dalam bahasa arab ditambah juga sebelum
huruf ya’ dengan huruf alif dan nun sehingga menjadi rabbani sebagaimana
bunyi ayat tersebut.
Dengan makna bahwa mereka yang diberi kitab, hikmah dan kenabian
menganjurkan semua orang agar menjadi rabbani, dalam arti semua aktivitas,
gerak dan langkah, niat dan ucapan kesemuanya sejalan dengan nilai-nilai yang
dipasankan olah Allah SWT. Yang Maha Pemelihara dan Pendidik itu.
Di sisi lain, Rabbani bertugas terus menerus membahas dan mempelajari kitab
suci Al Quran karena firman Allah yang tertulis sedemikian luas kandungan
maknanya sehingga semakin digali semakin banyak yang diraih, walaupun yang
dibaca adalah teks yang sama. Jika demikian, seorang tidak boleh berhenti
belajar, meneliti, membahas, baik objeknya alam raya maupun kitab suci. Nah,
yang ditemukan dalam bahasan ataupun penelitian itu hendaknya diajarkan pula
sehingga berhenti antara mengajar dan meneliti dalam suatu lingkaran yang
tidak terputus kecuali dengan putus lingkarannya. Yaitu kematian seseorang.
Asbabunuzul ayat :Diriwayatkan oleh ibnu Ishaq dan baihaqi yang bersumber
dari ibnu Abbas : dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika pendeta-
pendeta kaum yahudi dan kaum nashara Najran berkumpul dihadapan
Rosulullah saw dan diajak masuk islam, berkatalah Abu Raf’i Al- Quradzi: “
Apakah tuan menginginkan agar kami menyembah tuan seperti nashara
menyembah Isa? “, Rosulullah menjawab: “ Ma’adzallah (Aku berlindung
kepada Allah dari pada itu)”. Maka Allah menurunkan ayat 79,80 sebagai
sanggahan bahwa tiada seorang nabipun yang mengajak umatnya untuk
menyembah dirinnya sendiri.
4. S. Al Imran 104
ُوف َويَْأ ُمرُونَ ْال َخي ِْر ِإلَى يَ ْد ُعونَ ُأ َّمةٌ ِم ْن ُك ْم َو ْلتَ ُك ْن َ ْال ُم ْفلِحُونَ هُ ُم َوُأولَِئ
ِ ك ْال ُم ْن َك ِر ع َِن َويَ ْنهَوْ نَ بِ ْال َم ْعر
Karena itu, lebih tepat memahami kata ِم ْن ُك ْمpada ayat diatas dalam arti sebagian
kamu tanpa menutup kewajiban setiap muslim untuk saling ingat mengingatkan.
Berdasarkan firman Allah surat al-Asyr yang menilai semua manusia dalam
kerugian, kecuali mereka yang beriman dan beramal soleh serta saling ingat
mengingatkan tentang kebenaran dan ketabahan.
Dalam ayat tersebut terdapat dua kata yang berbeda dalam rangka perintah
dakwah. Pertama َ يَ ْد ُعونyakni mengajak dan yang kedua ya’muruna yakni
memerintahkan. Apa yang diperintahkan oleh ayat tersebut berkaitan dengan
dua hal , mengajak berkaitan dengan al-khoir sedangkan memerintahkan
berkaitan dengan perintah melakukan yang berkaitan dengan al-makruf,
sedangkan perintah untuk tidak melakukan yakni melarang dikaitkan dengan al-
munkar.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Seorang Rabbani yang berilmu, harus mampu mengamalkan ilmu yang dimiliki
dan dikuasainya. Ia pun harus sesegera mungkin mengajak orang orang yang
terdekatnya untuk terus menerus membaca dan memahami Al Quran. Karena
mengajak mereka kepada yang maruf dan mencegah kepada hal yang munkar
adalah salah satu bahan dakwah yang selalu diwajibkan kepada hambaNya.
Dalam dakwah dan memberi peringatan kepada manusia, bukanlah sesuatu yang
mudah, namun diperlukan rasa sabar. Maka dalam firman Allah disebutkan
`fashbir` maka bersabarlah. Karena orang yang mengamalkan ilmunya, lebih
tinggi kedudukannya.
1. Saran
Kita sebagai pendidik sekaligus peserta didik, banyak yang bisa kita petik dalam
pelajaran ini. Salah satunya adalah motivasi yang bisa meningkatkan gairah dan
semangat kita untuk terus berupaya mencerdaskan bangsa, yang bisa kita
gunakan untuk bahan dakwah. Semoga kita mampu mengajak mereka kepada
yang maruf dan mampu menahan mereka dari segala sesuatu yang munkar.
Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin al-mahalliy, jalaluddin as-suyuthi.1990.tafsir jalalain berikut
asbaabun nuzul ayat. bandung: sinar baru