Anda di halaman 1dari 4

IV.

TINJAUAN PUSTAKA
IV.1. ASPEK TEORITIS
IV.1.1. Jalan
a. Menurut Clarkson H.Oglesby,1999 Jalan Raya adalah jalur-jalur tanah di atas permukaan
bumi yang dibuat oleh manusia dengan bentuk, ukuran - ukuran dan jenis konstruksinya
sehingga dapat digunakan untuk menyalurkan lalu lintas orang, hewan dan kendaraan yang
mengangkut barang dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan mudah dan cepat.
b. Menurut Soesantiyo, 1985 (dalam Agus, 2011) jalan sebagai landasan bergeraknya
kendaraan harus direncanakan sedemikian rupa agar memenuhi syarat keamanan dan
kenyamanan bagi pemakainya. Perencanaan geometrik Jalan harus memperhatikan : lalu
lintas yang akan lewat pada jalan tersebut, kelandaian jalan, alinyemen horizontal, persilangan
dan komponen pada penampang melintang.
IV.1.5. Geometrik Jalan
Geometrik jalan sebagai suatu bangun jalan raya yang menggambarkan tentang bentuk/ukuran
jalan raya baik yang menyangkut penampang melintang , memanjang, maupun aspek lain
yang terkait dengan bentuk fisik jalan. Menurut silvia Sukirman dalam buku "dasar dasar
perencanaan Geometrik jalan", Alinyemen Vertikal atau penampang mamanjang jalan dimana
dari alinyemen vertikal ini akan terlihat apaakah jalan tersebut tanpa kelandaian, mendaki,
atau menurun. Penampang melintang jalan adalah gambar yang menjelaskan bagian bagian
dari jalan seperti lebar dan jumlah lajur, ada atau tidaknya median, drainase permukaan,
kelandaian lerengtebing galian dan timbunan, serta bangunan pelengkap lainnya secara
melintang.
IV.2. Aspek Legalitas
IV.2.3. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 Tentang Jaringan Lalu Lintas Dan
Angkutan Jalan
Pasal 23
Batas kecepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan:
a. Paling rendah 60 (enam puluh) kilometer per jam dalam kondisi arus bebas dan paling
tinggi 100 (seratus) kilometer per jam untuk jalan bebas hambatan;
b. Paling tinggi 80 (delapan puluh) kilometer per jam untuk jalan antarkota
c. Paling tinggi 50 (lima puluh) kilometer per jam untuk kawasan perkotaan, dan paling tinggi
30 (tiga puluh) kilometer per jam untuk kawasan permukiman
IV.2.4. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Jalan
Pasal 6
a. Jalan sesuai dengan peruntukannya terdiri atas jalan umum dan jalan khusus
b. Jalan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelompokan menurut sistem dan
fungsi, status dan kelas
Pasal 7
a. Sistem jaringan jalan terdiri atas sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan
sekunder
b. Sistem jaringan jalan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sistem
jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan
semua wilayah ditingkat nasional dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang
berwujud pusat kegiatan
c. Sistem jaringan jalan sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sistem
jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam
kawasan perkotaan.
Pasal 8
a, Jalan umum menururt fungsinya dikelompokan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan
lokal, dan jalan lingkungan.
b. Jalan arteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan umum yang berfungsi
melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan
jumlah jalan yang masuk dibatasi secara berdaya guna
с. Jalan kolektor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan umum yang berfungsi
melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan
rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.
d. Jalan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan umum yang berfungsi
melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan dekat, kecepatan rata-rata rendah dan
jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
e. Jalan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan umum yang
berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan
rata-rata rendah
f Ketentuan lebih lanjut mengenai jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dalam peraturan
pemerintah
Pasal 9
a Jalan umum menurut statusnya dikelompokan ke dalam jalan nasional, jalan provinsi, jalan
kabupaten, jalan kota, dan jalan desa
b. Jalan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan arteri dan jalan
kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, dan
jalan strategis nasional, serta jalan tol.
c. Jalan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan kolektor dalam sistem
jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota,
atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.
d. Jalan kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan lokal dalam sistem
jaringan jalan primer yang tidak termasuk pada ayat (2) dan ayat (3) yang menghubungkan
ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten
dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem
jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten
e. Jalan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jalan umum dalam sistem jaringan
jalan sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat
pelayanan dalam persil. menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antar permukiman
yang berada didalam kota.
f. Jalan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan umum yang
menghubungkan kawasan dan/atau antar pemukiman di dalam desa serta jalan lingkungan
g. Ketentuan lebih lanjut mengenai status jalan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur dalam peraturan pemerintah
IV.2.7. Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 2011 Tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan
Pasal 28
a. Perbaikan geometric ruas jalan dan persimpangan serta perlengkapan jalan yang tidak
berkaitan langsung dengan pengguna jalan,
b. Pengadaan, pemasangan, perbaikan, dan pemeliharaan perlengkapan jalan yang berkaitan
langsung dengan pengguna jalan, dan
c. Optimalisasi operasional rekayasa lalu lintas untuk menigkatkan ketertiban, kelancaran, dan
efektivitas penegakan hukum.
Pasal 33
Perlengkapan jalan yang berkaitan langsung dengan pengguna jalan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 28 huruf b meliputi:
a. Alat pemberi isyarat lalu lintas.
b. Rambu lalu lintas,
c. Marka jalan,
d Alat penerangan jalan,
e Alat pengendali pemakai jalan, terdiri atas
f. Alat pembatas kecepatan, dan
1. Alat pembatas tinggi dan lebar kendaraan
g. Alat pengaman pemakai jalan, terdiri atas:
1. Pagar pengaman
2. Cermin tikungan
3. Tanda pokok tikungan (delineator)
4. Pulau-pulau lalu lintas, dan
5. Pita penggaduh
h. Fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan yang berada di jalan maupun
di luar badan jalan dan/atau
i. Fasilitas pendukung penyelenggaraan lalu lintas angkutan jalan.
IV.2.8. Perlengkapan Jalan
Berdasarkan peraturan menteri perhubungan Nomor PM 13 Tahun 2014 tentang Rambu
Lalu Lintas, Rambu Lalu Lintas adalah bagian perlengkapan jalan yang berupa lambang,
huruf, angka, kalimat, dan atau perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan,
perintah, atau petunjuk bagi pengguna jalan. Rambu lalu lintas berdasarkan jenis nya terdiri
dari rambu peringatan, rambu larangan, rambu perintah, dan rambu petunjuk yang dapat
berupa rambu lalu lintas konvensional maupun rambu lalu lintas elektronik.

Anda mungkin juga menyukai