Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN POST PARTUM

DI SUSUN OLEH :

PIPIH MELIAWATI
NIM: 21222068

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ILMU KEPERAWATAN


STIKES PERTAMEDIKA JAKARTA
2022
LAPORAN

PENDAHULUAN POST

PARTUM

A. DEFINISI
Partus Spontan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan
cukup bulan dengan ketentuan ibu tanpa anjuran atu obat-obatan ( Prawiroharjo
2008).
Post partus adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar
lepas dari Rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya organ-
organ yang berkaitan dengan kandungan yang mengalami perubahan seperti
perlukaan, keluarnya cairan berupa lochea dan lain sebagainya berkaitan saat
melahirkan (Suheni, 2009).
Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas
(puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali
alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum adalah masa 6 minggu sejak
bayi lahir sampai organ-organ reproduksi sampai kembali ke keadaan normal sebelum
hamil (Bobak, 2010).
Periode post partum adalah waktu penyembuhan dan perubahan , waktu
kembali pada keadaan tidak hamil, serta penyesuaian terhadap hadirnya anggota baru
(Mitayani, 2011).

B. PATOFISIOLOGI
1. Adaptasi Fisiologis
a. Involusi uterus
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan,
proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos
uterus. Pada akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira 2
cm di bawah umbilikus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis.
Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm di atas umbilikus.
Fundus turun kira-kira 1 smpai 2 cm setiap 24 jam. 22 Pada hari pasca partum keenam
fundus normal akan berada di pertengahan antara umbilikus dan simpisis pubis.
Uterus, pada waktu hamil penuh baratnya 11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi
menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah melahirkan dan 350 gr 2 minggu setelah
lahir. Satu minggu setelah melahirkan uterus berada di dalam panggul. Pada minggu
keenam, beratnya menjadi 50-60 gr.
Peningkatan esterogen dan progesteron bertanggung jawab untuk
pertumbuhan masif uterus selama hamil. Pada masa pasca partum penurunan kadar
hormon menyebabkan terjadinya autolisis, perusakan secara langsung jaringan
hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil
menetap. Inilah penyebab ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil.

b. Kontraksi

Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi


lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterin yang
sangat besar. homeostasis pasca partum dicapai terutama akibat kompresi pembuluh
darah intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan bekuan.
Hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur
kontraksi uterus, mengompresi pembuluh darah dan membantu hemostasis. Salama 1-
2 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi
tidak teratur. Untuk mempertahankan kontraksi uterus, suntikan oksitosin secara
intravena atau intramuskuler diberikan segera setelah plasenta lahir. Ibu yang
merencanakan menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di payudara segera
setelah lahir karena isapan bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosin.

2. Adaptasi psikologis

Menurut Hamilton, 1995 adaptasi psikologis ibu post partum dibagi menjadi 3 fase
yaitu :

a. Fase taking in / ketergantungan Fase ini dimuai hari pertama dan hari kedua setelah
melahirkan dimana ibu membutuhkan perlindungan dan pelayanan.
b. Fase taking hold / ketergantungan tidak ketergantungan Fase ini dimulai pada hari
ketiga setelah melahirkan dan berakhir pada minggu keempat sampai kelima.
Sampai hari ketiga ibu siap untuk menerima peran barunya dan belajar tentang
semua hal-hal baru. Selama fase ini sistem pendukung menjadi sangat bernilai bagi
ibu muda yang membutuhkan sumber informasi dan penyembuhan fisik sehingga
ia dapat istirahat dengan baik
c. Fase letting go / saling ketergantungan Dimulai sekitar minggu kelima sampai
keenam setelah kelahiran. Sistem keluarga telah menyesuaiakan diri dengan
anggotanya yang baru. Tubuh pasian telah sembuh, perasan rutinnya telah kembali
dan kegiatan hubungan seksualnya telah dilakukan kembali.

C. MANIFESTASI KLINIK
Periode post partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ
reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Periode ini kadang-kadang
disebut puerperium atau trimester keempat kehamilan (Bobak, 2004).
1. Sistem reproduksi
a. Proses involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan,
proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos
uterus. Uterus, pada waktu hamil penuh baratnya 11 kali berat sebelum hamil,
berinvolusi menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah melahirkan dan 350 gr
dua minggu setelah lahir. Seminggu setelah melahirkan uterus berada di dalam
panggul. Pada minggu keenam, beratnya menjadi 50- 60gr. Pada masa pasca
partum penurunan kadar hormon menyebapkan terjadinya autolisis, perusakan
secara langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang
terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah penyebap ukuran uterus sedikit
lebih besar setelah hamil.
b. Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi
lahir, hormon oksitosin yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan
mengatur kontraksi uterus, mengopresi 25 pembuluh darah dan membantu
hemostasis. Salama 1-2 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus
bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Untuk mempertahankan kontraksi
uterus, suntikan oksitosin secara intravena atau intramuskuler diberikan segera
setelah plasenta lahir.
c. Tempat plasenta
Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontraksi vaskular dan
trombus menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan bernodul
tidak teratur. Pertumbuhan endometrium ke atas menyebabkan pelepasan
jaringan nekrotik dan mencegah pembentukan jaringan parut yang menjadi
karakteristik penyembuhan luka. Regenerasi endometrum, selesai pada akhir
minggu ketiga masa pasca partum, kecuali pada bekas tempat plasenta.
d. Lochea
Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula berwarna merah,
kemudian menjadi merah tua atau merah coklat. Lochea rubra terutama
mengandung darah dan debris desi dua dan debris trofoblastik. Aliran menyembur
menjadi merah setelah 2-4 hari. Lochea serosa terdiri dari darah lama, serum,
leukosit dan denrus jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, cairan berwarna
kuning atau putih. Lochea alba mengandung leukosit, desidua, sel 26 epitel,
mukus, serum dan bakteri. Lochea alba bisa bertahan 2-6 minggu setelah bayi
lahir.
e. Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam pasca partum,
serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk
semula. Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap edematosa, tipis, dan rapuh
selama beberapa hari setelah ibu melahirkan.
f. Vagina dan perineum
Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran
sebelum hamil, 6-8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali terlihat pada
sekitar minggu keempat, walaupun tidak akan semenonjol pada wanita nulipara.
2. Sistem endokrin
a. Hormon plasenta
Penurunan hormon human plasental lactogen, esterogen dan kortisol, serta
placental enzyme insulinase membalik efek diabetagenik kehamilan. Sehingga
kadar gula darah menurun secara yang bermakna pada masa puerperium. Kadar
esterogen dan progesteron menurun secara mencolok setelah plasenta keluar,
penurunan kadar esterogen berkaitan dengan pembengkakan payudara dan
diuresis cairan ekstra seluler berlebih yang terakumulasi selama masa hamil.
b. Hormon hipofisis
Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui dan tidak
menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita menyusui
tampaknya berperan dalam menekan ovulasi. Karena kadar follikel-stimulating
hormone terbukti sama pada wanita menyusui dan tidak menyusui di simpulkan
ovarium tidak berespon terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktin meningkat
(Bowes, 1991).

3. Abdomen

Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan, abdomennya akan


menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti masih hamil. Diperlukan
sekitar 6 minggu untuk dinding abdomen kembali ke keadaan sebelum hamil.

4. Sistem urinarius

Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita
melahirkan. Diperlukan kira-kira dua smpai 8 minggu supaya hipotonia pada
kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan sebelum hamil
(Cunningham, dkk ; 1993).

5. Sistem cerna

a. Nafsu makan
Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anestesia, dan keletihan, ibu merasa
sangat lapar.
b. Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama
waktu yang singkat setelah bayi lahir.
c. Defekasi
Buang air besar secara spontan bias tertunda selama dua sampai tiga hari setelah
ibu melahirkan.
6. Payudara
Konsentrasi hormon yang menstimulasai perkembangan payudara selama
wanita hamil (esterogen, progesteron, human chorionik gonadotropin, prolaktin,
krotison, dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir.
a. Ibu tidak menyusui Kadar prolaktin akan menurun dengan cepat pada wanita
yang tidak menyusui. Pada jaringan payudara beberapa wanita, saat palpasi
dailakukan pada hari kedua dan ketiga. Pada hari ketiga atau keempat pasca
partum bisa terjadi pembengkakan. Payudara teregang keras, nyeri bila ditekan,
dan hangat jika di raba.
b. Ibu yang menyusui Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan
suatu cairan kekuningan, yakni kolostrum. Setelah laktasi dimulai,
payudara teraba hangat dan keras ketika disentuh. Rasa nyeri akan
menetap selama sekitar 48 jam. Susu putih kebiruan dapat dikeluarkan
dari puting susu.
7. Sistem kardiovaskuler
a. Volume darah Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor
misalnya kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta
pengeluaran cairan ekstravaskuler. Kehilangan darah merupakan akibat
penurunan volume darah total yang cepat tetapi terbatas. Setelah itu terjadi
perpindahan normal cairan tubuh yang menyebapkan volume darah
menurun dengan lambat. Pada minggu ketiga dan keempat setelah bayi
lahir, volume darah biasanya menurun sampai mencapai volume sebelum
lahir.
b. Curah jantung Denyut jantung volume sekuncup dan curah jantung
meningkat sepanjang masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan,
keadaan ini akan meningkat bahkan lebih tinggi selama 30 sampai 60
menit karena darah yang biasanya melintasi sirkuit utero plasenta tibatiba
kembali ke sirkulasi umum (Bowes, 1991).
c. Tanda-tanda vital Beberapa perubahan tanda-tanda vital bisa terlihat, jika
wanita dalam keadaan normal. Peningkatan kecil sementara, baik
peningkatan tekanan darah sistol maupun diastol dapat timbul dan
berlangsung selama sekitar empat hari setelah wanita melahirkan (Bowes,
1991).
8. Sistem neurologi
Perubahan neurologis selama puerperium merupakan kebalikan adaptasi
neurologis yang terjadi saat wanita hamil dan disebapkan trauma yang
dialami wanita saat bersalin dan melahirkan.
9. Sistem muskuluskeletal
Adaptasi sistem muskuluskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil
berlangsung secara terbalik pada masa pascapartum. Adaptasi ini mencakup
hal-hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan
pusat berat ibu akibat pembesaran rahim.
10. Sistem integumen
Kloasma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang Saat kehamilan
berakhir. Pada beberapa wanita, pigmentasi pada daerah tersebut akan menetap.
Kulit –kulit yang meregang pada payudara, abdomen, paha, dan panggul mungkin
memudar, tapi tidak hilang seluruhnya.

D. KLASIFIKASI RUFTUR PERINEUM


Menurut buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008), derajat ruptur perineum
dapat dibagi menjadi empat derajat, yaitu :
a. Ruptur perineum derajat satu, dengan jaringan yang mengalami robekan vagina
adalah :
 Komisura posterior
 Kulit perineum
c. Ruptur perineum derajat dua, dengan jaringan yang mengalami robekan mukosa
vagina adalah :
 Komisura posterior
 Kulit perineum
 Otot perineum
c. Ruptur perineum derajat tiga, dengan jaringan yang mengalami robekan adalah :
 Sebagaimana ruptur derajat dua
 Otot sfingter ani
d. Ruptur perineum derajat empat, dengan jaringan yang mengalami robekan adalah :
 Sebagaimana ruptur derajat tiga
 Dinding depan rectum

E. KOMPLIKASI
1. Perdarahan

Perdarahan adalah penyebab kematian terbanyak pada wanita selama periode


post partum. Perdarahan post partum adalah : kehilangan darah lebih dari 500 cc
setelah kelahiran kriteria perdarahan didasarkan pada satu atau lebih tanda-tanda
sebagai berikut:
a. Kehilangan darah lebih dai 500 cc
b. Sistolik atau diastolik tekanan darah menurun sekitar 30 mmHg
c. Hb turun sampai 3 gram % (novak, 1998).
Perdarahan post partum dapat diklasifikasi menurut kapan terjadinya perdarahan
dini terjadi 24 jam setelah melahirkan. Perdarahan lanjut lebih dari 24 jam setelah
melahirkan, syok hemoragik dapat berkembang cepat dan menadi kasus lainnya,
tiga penyebab utama perdarahan antara lain :
a. Atonia uteri : pada atonia uteri uterus tidak mengadakan kontraksi dengan baik
dan ini merupakan sebab utama dari perdarahan post partum. Uterus yang
sangat teregang (hidramnion, kehamilan ganda, dengan kehamilan dengan
janin besar), partus lama dan pemberian narkosis merupakan predisposisi
untuk terjadinya atonia uteri.
b. Laserasi jalan lahir : perlukaan serviks, vagina dan perineum dapat
menimbulkan perdarahan yang banyak bila tidak direparasi dengan segera.
c. Retensio plasenta, hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta
disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus.retensio plasenta adalah :
tertahannya atau belum lahirnya plasenta atau 30 menit selelah bayi lahir.
d. Lain-lain
 Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus
sehingga masih ada pembuluh darah yang tetap terbuka
 Ruptur uteri, robeknya otot uterus yang utuh atau bekas jaringan parut pada
uterus setelah jalan lahir hidup.
 Inversio uteri (Wikenjosastro, 2000).
2. Infeksi puerperalis
Didefinisikan sebagai; infeksi saluran reproduksi selama masa post partum.
Insiden infeksi puerperalis ini 1 % - 8 %, ditandai adanya kenaikan suhu > 38 0
dalam 2 hari selama 10 hari pertama post partum. Penyebap klasik adalah :
streptococus dan staphylococus aureus dan organisme lainnya.
3. Endometritis
Adalah infeksi dalam uterus paling banyak disebabkan oleh infeksi puerperalis.
Bakteri vagina, pembedahan caesaria, ruptur membran memiliki resiko tinggi
terjadinya endometritis (Novak, 1999).
4. Mastitis
Yaitu infeksi pada payudara. Bakteri masuk melalui fisura atau pecahnya puting
susu akibat kesalahan tehnik menyusui, di awali dengan pembengkakan, mastitis
umumnya di awali pada bulan pertama post partum (Novak, 1999).
5. Infeksi saluran kemih
Insiden mencapai 2-4 % wanita post partum, pembedahan meningkatkan resiko
infeksi saluran kemih. Organisme terbanyak adalah Entamoba coli dan bakteri
gram negatif lainnya.
6. Tromboplebitis dan trombosis
Semasa hamil dan masa awal post partum, faktor koagulasi dan meningkatnya
status vena menyebapkan relaksasi sistem vaskuler, akibatnya terjadi
tromboplebitis (pembentukan trombus di pembuluh darah dihasilkan dari dinding
pembuluh darah) dan trombosis (pembentukan trombus) tromboplebitis superfisial
terjadi 1 kasus dari 500 – 750 kelahiran pada 3 hari pertama post partum.
7. Emboli
Yaitu : partikel berbahaya karena masuk ke pembuluh darah kecil menyebabkan
kematian terbanyak di Amerika (Novak. 1999).
8. Post partum depresi Kasus ini kejadinya berangsur-angsur, berkembang lambat
sampai beberapa minggu, terjadi pada tahun pertama. Ibu bingung dan merasa
takut pada dirinya. Tandanya antara lain, kurang konsentrasi, kesepian tidak aman,
perasaan obsepsi cemas, kehilangan kontrol, dan lainnya. Wanita juga mengeluh
bingung, nyeri kepala, ganguan makan, dysmenor, kesulitan menyusui, tidak
tertarik pada sex, kehilanagan semangat (Novak, 1999).

F. TANDA-TANDA DAN BAHAYA MASA NIFAS


Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi
rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan
lahir (Depkes RI, 2004). Tanda-tanda yang mengancam terjadinya robekan perineum
antara lain :
a. Kulit perineum mulai melebar dan tegang.
b. Kulit perineum berwarna pucat dan mengkilap.
c. Ada perdarahan keluar dari lubang vulva, merupakan indikasi robekan pada
mukosa vagina
G. PENATALAKSANAAN ATAU PERAWATAN POST PARTUM
Penanganan ruptur perineum diantaranya dapat dilakukan dengan cara melakukan
penjahitan luka lapis demi lapis, dan memperhatikan jangan sampai terjadi ruang
kosong terbuka kearah vagina yang biasanya dapat dimasuki bekuan-bekuan darah
yang akan menyebabkan tidak baiknya penyembuhan luka. Selain itu dapat dilakukan
dengan cara memberikan antibiotik yang cukup (Moctar, 1998). Prinsip yang harus
diperhatikan dalam menangani ruptur perineum adalah:
1. Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak lahir, segera
memeriksa perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta atau plasenta lahir
tidak lengkap.
2. Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat dipastikan bahwa
perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada jalan lahir, selanjutnya dilakukan
penjahitan.
Prinsip melakukan jahitan pada robekan perineum :
 Reparasi mula-mula dari titik pangkal robekan sebelah dalam/proksimal ke arah
luar/distal. Jahitan dilakukan lapis demi lapis, dari lapis dalam kemudian lapis
luar.
 Robekan perineum tingkat I : tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan
aposisi luka baik, namun jika terjadi perdarahan segera dijahit dengan
menggunakan benang catgut secara jelujur atau dengan cara angka delapan.
 Robekan perineum tingkat II : untuk laserasi derajat I atau II jika ditemukan
robekan tidak rata atau bergerigi harus diratakan terlebih dahulu sebelum
dilakukan penjahitan. Pertama otot dijahit dengan catgut kemudian selaput lendir.
Vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur. Penjahitan
mukosa vagina dimulai dari puncak robekan. Kulit perineum dijahit dengan
benang catgut secara jelujur.
 Robekan perineum tingkat III : penjahitan yang pertama pada dinding depan
rektum yang robek, kemudian fasia perirektal dan fasia septum rektovaginal
dijahit dengan catgut kromik sehingga bertemu kembali.
 Robekan perineum tingkat IV : ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah karena
robekan diklem dengan klem pean lurus, kemudian dijahit antara 2-3 jahitan
catgut kromik sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahilapis demi
lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat I.
Meminimalkan Derajat Ruptur Perineum Menurut Mochtar (1998) persalinan
yang salah merupakan salah satu sebab terjadinya ruptur perineum. Menurut Buku
Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008) kerjasama dengan ibu dan penggunaan
perasat manual yang tepat dapat mengatur ekspulsi kepala, bahu, dan seluruh tubuh
bayi untuk mencegah laserasi atau meminimalkan robekan pada perineum.
Dalam menangani asuhan keperawatan pada ibu post partum spontan,
dilakukan berbagai macam penatalaksanaan, diantaranya :
 Monitor TTV Tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mungkin menandakan
preeklamsi suhu tubuh meningkat menandakan terjadinya infeksi, stress, atau
dehidrasi.
 Pemberian cairan intravena Untuk mencegah dehidrasi dan meningkatkan
kemampuan perdarahan darah dan menjaga agar jangan jatuh dalam keadaan syok,
maka cairan pengganti merupakan tindakan yang vital, seperti Dextrose atau
Ringer.
 Pemberian oksitosin Segera setelah plasenta dilahirkan oksitosin (10 unit)
ditambahkan dengan cairan infuse atau diberikan secara intramuskuler untuk
membantu kontraksi uterus dan mengurangi perdarahan post partum.
 Obat nyeri Obat-obatan yang mengontrol rasa sakit termasuk sedative, alaraktik,
narkotik dan antagonis narkotik. Anastesi hilangnya sensori, obat ini diberikan
secara regional/ umum (Hamilton, 1995).

H. PENGKAJIAN
Fokus Pengkajian pada ibu post partum menurut Doenges, 2001 adalah sebagai
berikut :
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
 Bagaimana keadaan ibu saat ini ?
 Bagaimana perasaa ibu setelah melahirkan ?
2. Pola nutrisi dan metabolik
 Apakah klien merasa kehausan setelah melahirkan ?
 Apakah klien merasa lapar setelah melahirkan ?
 Apakah klien kehilangan nafsu makan atau merasa mual ?
 Apakah ibu mengalami penurunan BB setelah melahirkan ?
3. Pola aktivitas setelah melahirkan
 Apakah ibu tampak kelelahan atau keletihan ?
 Apakah ibu toleransi terhadap aktivitas sedang atau ringan ?
 Apakah ibu tampak mengantuk ?
4. Pola eliminasi
 Apakah ada diuresis setelah persalinan ?
 Adakan nyeri dalam BAB pasca persalinan ?
5. Neuro sensori
 Apakah ibu merasa tidak nyaman ?
 Apakah ibu merasa nyeri di bagian tubuh tertentunya ?
 Bagaimana nyeri yang ibu raskan ?
 Kaji melalui pengkajian P, Q, R, S, T ?
 Apakah nyerinya menggangu aktivitas dan istirahatnya ?
6. Pola persepsi dan konsep diri
 Bagaimana pandangan ibu terhadap dirinya saat ini
 Adakah permasalahan yang berhubungan dengan perubahan penampilan
tubuhnya saat ini ?
7. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
 Pemeriksaan TTV
 Pengkajian tanda-tanda anemia
 Pengkajian tanda-tanda edema atau tromboflebitis
 Pemeriksaan reflek
 Kaji adanya varises
 Kaji CVAT ( cortical vertebra area tenderness )
b. Payudara
 Pengkajian daerah areola ( pecah, pendek, rata )
 Kaji adanya abses
 Kaji adanya nyeri tekan
 Observasi adanya pembengkakanatau ASI terhenti
 Kaji pengeluaran ASI
c. Abdomen atau uterus
 Observasi posisi uterus atau tiggi fundus uteri
 Kaji adnanya kontraksi uterus
 Observasi ukuran kandung kemih
d. Vulva atau perineum
 Observasi pengeluaran lokhea
 Observasi penjahitan lacerasi atau luka episiotomi
 Kaji adanya pembengkakan
 Kaji adnya luka
 Kaji adanya hemoroid
8. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah
Beberapa uji laboratorium biasa segera dilakukan pada periodepasca
partum. Nilai hemoglobin dan hematokrit seringkali dibutuhkan pada hari
pertama pada partumuntuk mengkaji kehilangan darah pada melahirkan
2. Pemeriksaan urin
Pegambilan sampel urin dilakukan dengan menggunakan cateter atau
dengan tehnik pengambilan bersih (clean-cath) spisimen ini dikirim ke
laboratorium untuk dilakukan urinalisis rutin atau kultur dan sensitivitas
terutama jika cateter indwelling di pakai selama pasca inpartum. Selain itu
catatan prenatal ibu harus di kaji untuk menentukan status rubelle dan rhesus
dan kebutuhan therapy yang mungkin (Bobak, 2004).
I. PATHWAY
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri berhubungan dengan involusi uterus, nyeri setelah melahirkan. (Doenges, 2001)
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan laserasi dan proses persalinan. (Doenges,
2001)
3. Resiko menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan cara perawatan
payudara bagi ibu menyusui. (Bobak, 2004)
4. Gangguan pola eliminasi bowel berhubungan dengan adanya konstipasi. (Bobak, 2004)
5. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
darah dan intake ke oral. (Doenges, 2001).
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal psikologis, proses persalinan
dan proses melelahkan. (Doenges, 2001).

K. INTERVENSI DAN RASIONAL


1. Nyeri berhubungan dengan involusi uterus, nyeri setelah melahirkan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang
Kriteria Hasil :
 Klien mengatakan nyeri berkurang dengan skala nyeri 3-4
 Klien terlihat rileks, ekspresi wajah tidak tegang, klien bisa tidur nyaman
 Tanda-tanda vital dalam batas normal : suhu 36-370 C, N 60-100 x/menit, RR
16-24 x/menit, TD 120/80 mmHg
Intervensi :
1. Kaji karakteristik nyeri klien dengan PQRST ( P : faktor penambah dan
pengurang nyeri, Q : kualitas atau jenis nyeri, R : regio atau daerah yang
mengalami nyeri, S : skala nyeri, T : waktu dan frekuensi )
Rasional : untuk menentukan jenis skala dan tempat terasa nyeri
2. Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi klien terhadap nyeri
Rasional : sebagai salah satu dasar untuk memberikan tindakan atau asuhan
keperawatan sesuai dengan respon klien
3. Berikan posisi yang nyaman, tidak bising, ruangan terang dan tenang
Rasional : membantu klien rilaks dan mengurangi nyeri
4. Biarkan klien melakukan aktivitas yang disukai dan alihkan perhatian klien pada
hal lain
Rasional : beraktivitas sesuai kesenangan dapat mengalihkan perhatian klien dari
rasa nyer
5. Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : untuk menekan atau mengurangi nyeri
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan cara perawatan
Vulva
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi infeksi, pengetahuan
bertambah
Kriteria hasil :
 . Klien menyertakan perawatan bagi dirinya
 . Klien bisa membersihkan vagina dan perineumnya secara mandiri
 Perawatan pervagina berkurang
 Vulva bersih dan tidak inveksi
 Tidak ada perawatan
 Vital sign dalam batas normal
Intervensi :
1. Pantau vital sign
Rasional : peningkatan suhu dapat mengidentifikasi adnya infeksi
2. Kaji daerah perineum dan vulva
Rasioal : menentukan adakah tanda peradangan di daerah vulva dan perineum
3. Kaji pengetahuan pasien mengenai cara perawatan ibu post
partum Rasional : pasien mengetahui cara perawatan vulva bagi
dirinya
4. Ajarkan perawatan vulva bagi pasien
Rasional : pasien mengetahui cara perawatan vulva bagi dirinya
5. Anjurkan pasien mencuci tangan sebelum memegang daerah
vulvanya Rasional : meminimalkan terjadinya infeksi
6. Lakukan perawatan vulva
Rasional : mencegah terjadinya infeksi dan memberikan rasa nyaman bagi pasien
3. Resiko menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan cara
perawatan payudara bagi ibu menyusui
Tujuan : pasien mengetahui cara perawatan payudara bagi ibu menyusui
Kriteria hasil :
a. Klien mengetahui cara perawatan payudara bagi ibu menyusui
b. Asi keluar
c. Payudara bersih
d. Payudara tidak bengkak dan tidak nyeri
e. Bayi mau menetek
Intervensi :
1. Kaji pengetahuan paien mengenai laktasi dan perawatan payudara
Rasional : mengetahui tingkat pengetahuan pasien dan untuk menentukan
intervensi selanjutnya.
2. Ajarkan cara merawat payudara dan lakukan cara brest care
Rasional : meningkatkan pengetahuan pasien dan mencegah terjadinya bengkak
pada payudara
3. Jelaskan mengenai manfaat menyusui dan mengenai gizi waktu menyusui
Rasional : memberikan pengetahuan bagi ibu mengenai manfaat ASI bagi bayi
4. Jelaskan cara menyusui yang benar
Rasional : mencegah terjadinya aspirasi pada bayi
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn, E., & Moorhouse, Mary, F., (2010). Rencana Perawatan Maternal/Bayi.
Edisi 4. EGC: Jakarta.

Hidayat. S dkk, (2010). Ilmu Kebidanan: Patologi & Fisiologi Persalinan. Yayasan Essentia
Medicine(YEM): Yogyakarta.

Hutahaean, S. (2009). Asuhan Keperawatan dalam Maternitas & Ginekologi. TIM: Jakarta

TimurKenneth. J, dkk. (2009) Williams Manual Of Obstetrics, EGC: Jakarta.

Manuaba, Mansjoer. A dkk, (2008). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Penerbit Medika
Aesculapius: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai