Anda di halaman 1dari 22

STRATEGI KAPASITAS KELEMBAGAAN DALAM

MENGIMPLEMENTASIKAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN DASAR DI


KAWASAN PERBATASAN (STUDI KASUS DI KABUPATEN SANGGAU
KALIMANTAN BARAT)
INSTITUTIONAL CAPACITY STRATEGY IN IMPLEMENTING BASIC
EDUCATION POLICY IN THE BORDER AREA (CASE STUDY IN SANGGAU
DISTRICT, WEST KALIMANTAN)
Aty Susanti
aty.susanti@stiabandung.ac.id
Wahidin Sinaga
wahidin.sinaga@stiabandung.ac.id
Slamet Gunawan
slamet.gunawan@stiabandung.ac.id

ABSTRACT

Border areas require more complex problems compared to non-border areas, one of
which is education, limited access, infrastructure, shortage and inequality of educators,
lack of educational support facilities and infrastructure, lack of education supervision,
as a portrait of the not yet optimal implementation of policies in the field of education in
border areas. . The purpose of this study is to examine the institutional capacity strategy
in implementing basic education policies in border areas carried out in Sanggau
Regency, West Kalimantan. The data analysis technique used is the qualitative
technique. This research uses exploratory methods and content analysis which is used to
study a phenomenon in a real case. The object of research is the Education unit in
Sanggau Regency, West Kalimantan. Data collection techniques are through
questionnaires, interviews, and Focus Group Discussions to obtain input or information
regarding local and specific problems. The results of the research in the implementation
of basic education policies in the Sanggau Regency show the policies that have been
implemented. It is known that the problem of education policy in schools in the
Sanggau district is very complex. Several problems at the level of implementation of
basic education policies in Sanggau Regency are based on findings in the field such as
availability, equity, implementation of the K-13 curriculum, facilities, and
infrastructure, learning motivation, the difficulty of access to supervision problems.
Furthermore, a detailed analysis of the institutional capacity of the Sanggau District
Education Office refers to the aspects that have been determined based on Presidential
Regulation Number 59 of 2012 concerning the National Framework for Regional
Government Capacity Development, in general, it is quite good with an achievement of
83.4%. Of the ten aspects of the measurement analysis, 3 aspects include the lowest
score achievement, namely management SOP, management SOP, and Organizational
Structure. Therefore, the Department of Education and Culture needs to carry out better
management related to the procurement of professional education programs for
teachers, better management related to the provision of education and training for
teachers, and make efforts to improve education supervision programs through
procurement/recruitment of supervisors according to needs.
Keywords:
Institutional capacity, Policy implementation, Basic Education, Border

ABSTRAK
Kawasan perbatasan syarat akan permasalahan yang lebih kompleks dibandingkan
dengan kawasan non perbatasan salahsatunya Pendidikan, Keterbatasan akses,
infrastruktur, kekurangan dan ketidak merataan tenaga pendidik, minimnya sarana dan
prasarana penunjang pendidikan, minimnya pengawasan pendidikan, sebagai potret
belum optimalnya pelaksanaan kebijakan bidang Pendidikan di kawasan perbatasan.
Tujuan penelitian ini mengkaji tentang strategi kapasistas kelembagan dalam
mengimplementasikan kebijakan Pendidikan dasar di kawasan perbatasan yang
dilakukan di Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat. Teknik analisis data yang
digunakan yakni Teknik kualitatif. Penelitian ini menggunakan metode ekploratif dan
analisis konten yang digunakan untuk mempelajari suatu fenomena pada subuah kasus
nyata. Objek penelitian adalah satuan Pendidikan di Kabupaten Sanggau Kalimantan
Barat. Teknik pengumpulan data melalui kuesioner, wawancara dan Fokus Grup
Discussion untuk memperoleh masukan atau informasi mengenai permasalahan yang
sifatnya lokal dan spesifik. Hasil penelitian dalam implementasi kebijakan pendidikan
dasar di Kabupaten Sanggau menunjukkan kebijakan yang sudah diimplementasikan.
Diketahui bahwa masalah kebijakan Pendidikan pada sekolah di kabupaten sanggau
sagatlah komplek. Beberapa permasalahan dalam tataran implementasi kebijakan
pendidikan dasar di Kabupaten Sanggau berdasarkan hasil temuan dilapangan seperti
ketersediaan, pemerataan, pelaksanaan Kurikulum K-13, sarana dan prasarana, motivasi
belajar, sulitnya akses hingga permasalah pengawasan. Selanjutnya secara rinci analisa
kapasitas kelembagaan Dinas Pendidikan Kabupaten Sanggau merujuk pada aspek-
aspek yang telah ditentukan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2012
tentang Kerangka Nasional Pengembangan Kapasitas Pemerintah Daerah secara umum
sudah cukup baik dengan capaian hasil 83.4%. Dari sepuluh aspek yang dilakukan
analisa pengukuran, 3 aspek diantaranya capaian skornya paling rendah yaitu SOP
manajemen, SOP manajemen dan Struktur Organisasi. Oleh karena itu, Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan perlu melakukan pengelolaan yang lebih baik terkait
dengan pengadaan program pendidikan profesi untuk guru, pengelolaan yang lebih baik
terkait dengan pengadaan diklat bagi guru serta melakukan upaya peningkatan program
pengawasan pendidikan melalui pengadaan/ perekrutan tenaga pengawas yang sesuai
dengan kebutuhan
Kata kunci:
Kapasitas kelembagaan, Implementasi kebijakan, Pendidikan Dasar, Perbatasan

1. PENDAHULUAN

Sanggau merupakan satu dari beberapa Kabupaten yang terletak didaerah


perbatasan. Berdasarkan Perda Kabupaten Sanggau No 8 Tahun 2011 dijelaskan
bahwa Sanggau merupakan kabupaten yang berbatasan dengan Serawak
Malaysia. Sebagai daerah yang berada di perbatasan, Sanggau mempunyai
berbagai tantangan yang harus dihadapi (Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten
Sanggau, 2011), salah satunya adalah masih rendahnya Sumber Daya Manusia
(SDM) di daerah Kabupaten Sanggau. Hal ini dibuktikan oleh rendahnya tingkat
Pendidikan dan renahnya kualitas kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan
dari persebaran penduduk yang tidak merata (Laili, 2018). Pembangunan
pendidikan bagi kawasan perbatasan pada dasarnya mengarah pada kedaulatan
bangsa untuk mandiri, tangguh dan lebih jauh untuk lebih berdaya saing dengan
kawasan tetangga. Upaya pembangunan dapat menyentuh aspek sumber daya
manusia, sebagai unsur penting pelaku dan sasaran pembangunan, karena
pendidikan merupakan salah satu aspek upaya pembangunan bagi manusia
(Yovinus, 2017).

Pembangunan pendidikan di tingkat dasar ini membutuhkan penanganan


yang lebih fokus dan serius, karena pada tingkat pendidikan dasar merupakan
tingkatan yang bertujuan untuk menumbuhkan minat, mempertajam kemampuan
pikir, olah tubuh serta naluri anak. Kabupaten Sanggau sebagai kawasan
perbatasan berdasarkan intisari FGD tentang Implementasi Kebijakan
Pendidikan Dasar di Kabupaten Sanggau (Entikong, 21 Maret 2018) memiliki
beberapa masalah minimnya ketersediaan dan pemerataan yang berkaitan
dengan sumber daya manusia pendidikan seperti guru, kepala sekolah dan
operator, juga ketersediaan terkait dengan sarana penunjang pendidikan, seperti
ruang kelas, meja, kursi, sarana ibadah, ruang perpustakaan, ruang laboratorium.
Selain itu, masalah keterjangkauan akses menuju tempat pendidikan yang
terkendala oleh kondisi infrastruktur jalan yang buruk atau kondisi geografis
serta hasil evaluasi pendidikan yang berada di batas pas standar atau bahkan di
bawah standar nasional pendidikan, meskipun tingkat kelulusan mencapai angka
seratus persen.
Berdasarkan permasalahan dan fenomena yang tampak pada ranah
Pendidikan tersebut, perlu adanya strategi melalui kebijakan pemerintah daerah
yang disesuaikan dengan agenda prioritas pembangunan nasional (Stensaker,
2021). Salah satu poin penting dari kebijakan yang ditetapkan pemerintah adalah
melalui kapasitas kelembagaan. Melalui kapasitas kelembagaan yang dimiliki
maka sebuah Lembaga akan mampu memastikan ketersediaan Pendidikan dasar
yang berkualitas sesuai dengan standar minimal. Hal ini didasarkan pada
pengembangan sumber daya organisasi seperti fasilitas dan ranah keuangan
(Rozikin et al., 2021).
Terkait dengan hal tersebut, kapasitas kelembagaan dalam
mengimplementasikan kebijakan pendidikan terutama pada pendidikan dasar
perlu didukung dengan adanya strategi yang tepat. Dengan adanya strategi
kapasitas kelembagaan yang tepat menjadi prasyarat tidak adanya sebuah
kebijakan yang diimplementasikan namun tidak mencapai target dan hasil yang
optimal (Ratnasari, 2019). Berdasarkan penjabaran di atas, maka peneliti tertarik
untuk menganalisa serta mengkaji strategi kapasitas yang dimiliki lembaga
pendidikan dalam mengimplementasikan sebuah kebijakan terutama untuk
daerah terpencil. Adapun yang menjadi fokus pada penelitian ini yaitu mengkaji
strategi kapasitas kelembagaan dalam mengimplementasikan kebijakan
pendidikan dasar di daerah terpencil. Untuk itu, judul dari penelitian ini yaitu
“Strategi Kapasitas Kelembagaan dalam Mengimplementasikan Kebijakan
Pendidikan Dasar di Kawasan Perbatasan (Studi Kasus di Kabupaten Sanggau
Kalimantan Barat)”.

2. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PENELITIAN


2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Konsep Kebijakan Publik
Kebijakan-kebijakan publik yang dikembangkan merupakan suatu
kebijakan-kebijakan yang dapat dikembangkan oleh organisasi publik serta
pejabat pemerintah. Ada lima hal yang berkaitan dengan kebijakan publik
yakni (1) aktivitas yang dilakukan mempunyai orientasi pada tujuan (2)
kebijakan adalah model dan pola tindakan yang dilakukan oleh pejabat
pemerintahan mengenai kebijakan yang diskresinya terpisah (3) kebijakan
seharusnya memuat Tindakan nyata yang ddilakukan oleh pemerintah (4)
bentuk dari kebijakan yang ditetapkan bisa berupa yang positif maupun
negatif (5) kebijakan publik yang bersifat positif didasarkan pada ketentuan
hukum dan kewenangan (Ramdhani & Ramdhani, 2017). Tujuan akhir dari
kebijakan public yang dilakukan oleh pemerintah ini adalah agar tercapai
kesejahteraan masyarakat melalui ketentuan yang diterapkan oleh
pemerintah (Wahab, 1991).

2.1.2 Kebijakan Pendidikan Dasar


Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah khususnya dinas Pendidikan
merupakan bagian dari kebijakan yang dibuat oleh bapak lurah caringin.
pemerintahKebijakan pendidikan dasar adalah bagian dari kebijakan yang
dibuat oleh pemerintah, dalam membuat serta memutuskan suatu kebijakan
ada banyak faktor di dalamnya sehingga pada tahap implementasi kebijakan
tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, berikut penjelasan mengenai
kebijakan. Pendidikan Dasar ialah jenjang pendidikan awal dari sembilan
tahun pertama pada masa sekolah. Pada periode akhir pendidikan dasar ini,
peserta didik harus mengikuti dan lulus dalam mengerjakan Ujian Nasional
(UN). Dengan kata lain, UN ini merupakan syarat kelulusan yang
dimanfaatkan untuk melanjutkan ke jenjang Pendidikan yang lebih tinggi.

Bermacam-macam upaya telah dilakukan untuk mencapai sasaran dan


target dari pendidikan yang berkualitas. Pendidikan dasar di Indonesia
masih mengalami ketergantungan pada Lembaga Pendidikan yang sifatnya
formal konvensional dan non formal baik yang berada dibawah naungan
pemerintah ataupun swasta. Namun permasalahan yang timbul adalah
terbatasnya kemampuan Lembaga Pendidikan tersebut mengingat luas dan
beragamnya kondisi geografis dan kebudayaan di Indonesia (Pramono,
2020). Oleh karena itu sebagai upaya dalam menanggulangi program wajib
belajar Sembilan tahun di Indonesia perlu dilakukan pemberdayaan dan
pendayagunaan berbagai Lembaga kemasyarakatan sebagai wadah dan
wahana Pendidikan dalam program Pendidikan dasar sembilan tahun.

2.1.3 Konsep Kapasitas dan Kelembagaan Pendidikan


Pengembangan kapasitas didefinisikan sebagai suatu cara yang
digunakan untuk menumbuhkan kemampuan individu, kelompok, organisasi,
kelompok maupun masyarakat umum. Tujuan adalah untuk melakukan
analisa lingkungan, melakukan identifikasi permasalahan, isu dan peluang,
merancang formula dan strategi yang digunakan untuk mengatasi masalah
dan memanfaatkan peluang, melakukan perancangan sebuah tindakan,
mengakumulasi dan memanfaatkan secara efektif atas dasar sumber daya
yang berkelanjutan demi dilakukan implementasi, monitoring, evaluasi serta
melakukan pemanfaatan umpan balik pembelajaran (Nugroho Riant, 2008).

Tujuan dari pengembangan kapasitas adalah penataran, berangkat dengan


adanya keperluan untuk medapatkan suatu hal yang terus menerus,
meminimalisir ketidaktahuan serta ketidakjelasan dalam hidup, dan
menumbuhkan kapasitas yang diperlukan demi dapat beradaptasi
menghadapi perubahan. Ditemukan aneka faktor-faktor yang berdampak
dalam penyelenggaraan maupun keberhasilan program peningkatan kapasitas
diantaranya adalah perjanjian bersama, kepemimpinan, pembaharuan
peraturan, serta pembaharuan kelembagaan.

2.2 Penelitian Terdahulu

Meneliti Pendidikan di wilayah perbatasan merupakan suatu hal yang


menarik terbukti banyak sekali peneliti melakukan penelitian dengan objek
Kawasan perbatasan di wilayah Indonesia. Pada penelitian terdahulu yang
diteliti oleh M. Ishaq (2011) dengan Judul Pembinaan Nasionalisme Pemuda
Perbatasan Melalui Program Pendidikan Luar Sekolah. Pada penelitian ini
bertujuan untuk memahami persoalan sosio-ekonomi wilayah perbatasan,
berikut dengan penyebab dan pengaruhnya terhadap nasionalisme dan
menumbuhkan model pembinaan nasionalisme bagi para pemuda daerah
perbatasan negara melalui program pendidikan luar sekolah (PLS). Dari
penelitian ini didapatkan data bahwasannya penduduk yang tinggal di daerah
perbatasan negara banyak yang melarat, karena kurang tersedianya dan kurang
perawatan infrastruktur, layanan Kesehatan yang kurang, serta layanan
pendidikan yang belum maksimal yang mengakibatkan terjadi migrasi,
perdagangan manusia, penyusupan, serta darurat nasionalisme. Kegiatan
Pendidikan Luar Sekolah memotivasi terjalinnya kerja sama antar berbagai
pihak, brainstorming untuk menemukan darurat nasionalisme dan penyebabnya,
FGD untuk menemukan jalan keluarnya, serta pelibatan warga untuk
mengevaluasinya. Program ini bisa lebih berdaya guna jika para pendidik
membimbing warga sebagai kader penerus perjuangan bangsa; warga harus
dapat mampu menulis untuk mempercepat mereka menjadi cerdas.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Dieni Laylatul Zakia (2015) dengan
tujuan penelitian adalah untuk memahami optimalisasi peran dan wewenang
guru pembimbing khusus di sekolah inklusi, menemukan dampak yang dialami
sekolah inklusi dengan tidak tersedianya guru pembimbing khusus dan
mengetahui upaya sekolah untuk mengatasi dampak tidak tersedianya guru
pembimbing khusus di sekolah inklusi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwasannnya GPK mempunyai tugas seperti guru pada umumnya yakni
memberi pengajaran dan pendikan kepada anak-anak yang memiliki kebutuhan
khusus. Beberapa dari GPK ini tidak hanya melakukan pengajaran di kelas,
namun juga bertugas menjadi wali kelas. Hal ini terjadi karena terbatasnya
jumlah GPK di sekolah yang menyebabkan kurang terpenuhinya guru yang
bertugas untuk melakukan pembimbingan khusus dalam melakukan Pendidikan
khusus. Fenomena yang teradi di masyarakat yang sering terjadi adalah ABK
dianggap sebagai pengganggu dalam terlaksananya program pembelajarn di
kelas. Oleh karena iu beberapa sekolah menerima memiliki kebijakan untuk
menerima ABK dengan tingkat hambatan ringan. Sedangkan ABK yang
mempunyai tingkat hambatan sedang dan berat akan diarahkan ke SLB. Dalam
upaya untuk melakukan pemenuhan terhadap kurangnya guru ABK di kelas,
sekolah mengangkat GPK honorer serta bekerjasama dnegan SLB terdekat.

2.3 Kerangka Penelitian

Siklus dalam menganalisis kebijakan yang dimana dimulai dari sebuah


perumusan, pengimplementasi dan evaluasi suatu kebijakan tersebut. Pada tahap
formulasi dalam suatu siklus analisis kebijakan berbagai masalah akan
diungkapkan, rencana usulan kebijakan dan tuntutan selanjutnya akan di
transformasikan menjadi sebuah program pemerintah. Pada tahapan
implementasi yang diacu sebagai “what happens after a bill becomes law”
(Anderson, 2004:193) merupakan suatu tahapan yang harus di proses dalam
sebuah kebijakan. Implementasi kebijakan mencakup seluruh kegiatan yang
dilakukan guna melakukan sebuah ketetapan perundang-undangan yang sudah
berlaku, melaksanakannya kepada target penduduk yang telah ditentukan, serta
pengupayaan dalam pencapaian tujuan dari bagian-bagian kebijakan yang telah
ditetapkan. Tinjauan tentang implementasi sebuah kebijakan pada bagiannya
berhubungan dengan: keikutsertaan abdi negara sebagai pemangku implementasi
kebijakan tersebut, mekanisme kerja yang dilaksanakan, cara/metode yang
digunakan, dan suport serta gangguan yang dihadapi.

Tinjauan perihal analisa kebijakan dibutuhkan sebab tingginya tingkat


keragu-raguan yang dilakukan oleh seluruh pemangku implementasi kebijakan,
apalagi yang bersinggungan dengan perolehan sebuah kebijakan, daya guna
dalam pencapaian tujuan, atau dampak yang boleh jadi muncul bagi masyarakat
sasaran penelitian. Keragu-raguan tersebut yang menciptakan sebuah kajian
implementasi kebijakan yang memikat dan sangat diperlukan. Anderson
(2004:195) menegaskan bahwa “tahap implementasi kebijakan ini tidak dapat
terlepas dari tahap-tahap sebelumnya, yaitu tahap persiapan, perumusan, dan
adopsi kebijakan, serta tahap berikutnya, yaitu tahap evaluasi kebijakan”.
Andaikan sebuah implementasi kebijakan tak dapat diatur dengan baik, maka
jenjang-jenjang pada siklus analisis kebijakan seperti persiapan, perumusan, dan
adopsi tak akan bermanfaat. Secara umum, kerangka berpikir penelitian ini dapat
disajikan pada gambar berikut:

Gambar 1.1 Kerangka Penelitian


2.4 Proposisi
Berdasarkan kerangka berpikir peneIitian, maka proposisi dari peneIitian ini
adaIah:

a. Jika arah kebijakan pendidikan dasar di daerah perbatasan diIaksanakan


sesuai rencana, maka permasaIahan pada pendidikan dasar di daerah
perbatasan dapat diatasi.

b. Jika impIementasi kebijakan pendidikan dasar di daerah perbatasan


diIaksanakan secara kompetitif, integratif dan komprehensif, maka dampak
dari impIementasi kebijakan tersebut dapat tercapai.

c. Jika masaIah yang terkait dengan impIementasi kebijakan pendidikan dasar


di daerah perbatasan dapat diidentifikasi dengan tepat, maka pemecahan
masaIah tersebut dapat diIaksanakan secara sinergi.

d. Kapasitas keIembagaan diperIukan daIam mengimpIementasikan kebijakan


pendidikan dasar di daerah perbatasan.

e. Jika strategi kapasitas keIembagaan diIakukan dengan tepat, maka kapasitas


keIembagaan dapat mendukung impIementasi kebijakan pendidikan dasar di
daerah perbatasan.

f. Jika Strategi keIembagaan diIaksanakan secara komprehensif, maka dampak


dari penerapan strategi dalam implementasi kebijakan pendidikan dasar
dapat tercapai.

3. METODE PENELITIAN
Metode Kualitatif digunakan dalam penelitian ini, metode kualitatif
dipilih dikarenakan cocok untuk mengeksplorasi sebuah permasalahan yang
muncul di lapangan. Objek penelitian ini adalah peran satuan pendidikan
mencakup Kepala Sekolah, Guru, Pengawas Sekolah, Komite Sekolah dan
Siswa serta kontribusi peran para pemangku kepentingan (Badan Nasional
Pengelola Perbatasan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Pemerintah
Kabupaten Sanggau di Kalimantan Barat). Eksplorasi ini dibutuhkan untuk
dapat menelaah permasalahan yang tidak mudah diukur. Metode ekploratif dan
analisis konten adalah metode penelitian yang digunakan oleh peneliti. Metode
ini dipilih untuk mempelajari suatu fenomena daam sebuah kasus yang nyata
(Creswell, 2015). Berikut tahapan-tahapan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti.
a. Peneliti terlebih dahulu meneliti literatur terkait konsep dan model-model
implementasi kebijakan, kapasitas kelembagaan termasuk strateginya.
b. Peneliti mengutarakan dugaan untuk menjelaskan apa yang akan diteliti,
yang nantinya penelitian dapat dikaji, menciptkan unsur-unsur yang tidak
dapat dikaji itu konsisten dan tidak beganti yang berakibat ditafsir tidak
berpengaruh dengan apa yang diteliti.
c. Pengkaji melaksanakan penetapan objek studi dengan melaksanakan
penelitian awal dan kajian dokumen untuk memahami keadaan-keadaan
yang ada di lingkungan yang hendak diteliti, sehingga mampu
menentukan objek penelitian yang cocok dengan fokus, tema, serta sasaran
dalam pengkajian penelitian ini.
d. Setelah menentukan objek studi yang hendak dikaji, pengkaji melakukan
dengar pendapat secara mendalam (in-depth interview) terhadap partisipan
yang telah disesuaikan dengan kewajiban kerja dan kewenangan dalam
implementasi kebijakan dan kapasitas kelembagaan di daerah perbatasan.
e. Peneliti melakukan focus group discussion untuk menggali informasi
secara lebih mendalam terkait rumusan strategi kapasitas kelembagaan.
f. Peneliti melakukan observasi terkait dengan ketersediaan dan kondisi
sarana dan prasarana serta lingkungan sekolah di lapangan.
g. Peneliti mengunakan teknik triangulasi sumber agar mencegah pembiasan
yang diperoleh dari hasil dengar pendapat secara mendalam pada tahapan
sebelumnya, dan lebih berfokus pada jenjang yang lebih efektif.
h. Peneliti melaksanakan analisa data tentang hasil dengar pendapat
mendalam yang terpadu dengan hasil kajian dokumentasi, focus group
discussion, dan pengamatan lapangan di daerah perbatasan.
i. Hasil penyusunan data dari dengar pendapat, kajian dokumentasi, focus
group discussion dan pengamatan lapangan merupakan dasar dalam
memberikan masukan untuk memberikan tanggapan atas pertanyaan-
pertanyaan yang sedang diteliti.
j. Peneliti mendalami kembali tujuan-tujuan penelitian sekalian melakukan
perumusan strategi kapasitas kelembagaan dalam implementasi kebijakan
pendidikan dasar di daerah pebatasan.

4. DISKUSI DAN HASIL


4.1 Gambaran Umum Implementasi Kebijakan Pendidikan Pendidikan Dasar
Kabupaten Sanggau
Salah satu kabupaten di wilayah Kalimantan yang berbatasan langsung
dengan Negara bagian Serawak Malaysia Timur adalah Kabupaten Sanggau.
Dengan demikian Kabupaten Sanggau merupakan wilayah terdepan dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Berbagai permasalahan terkait aspek geostrategis
tersebut memberikan tantangan tersendiri bagi pemerintah Kabupaten Sanggau
dalam melaksanakan agenda pembangunannya. Adapun isu strategis
pembangunan daerah Kabupaten Sanggau brrdasarkan permasalahan pendidikan
diatas, yaitu:
a. Percepatan pencapaian wajib belajar sembilan tahun dan perintisan wajib
belajar dua belas tahun;
b. Peningkatan aksesibilitas, mutu pelayanan kesehatan serta kemandirian
masyarakat;
c. Peningkatan kualitas infrastruktur jalan, jembatan, irigasi, sumber daya
air dan energi;
d. Percepatan pengembangan wilayah perbatasan dan kawasan strategis;
e. Percepatan pembangunan dan pemberdayaan kawasan ibukota
kabupaten, ibukota kecamatan dan desa;
f. Pengentasan kemiskinan, pengurangan pengangguran dan peningkatan
pemberdayaan ekonomi kerakyatan;
g. Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan sosial serta kesetaraan
gender;
h. Peningkatan ketahanan pangan;
i. Pengembangan ekonomi kreatif;
j. Pelestarian budaya dengan pengembangan pariwisata;
k. Pelaksanaan implementasi Good Governance dan penguatan reformasi
birokrasi;
l. Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam yang memperhatikan
keselarasan dengan lingkungan hidup; dan
m. Penegakan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dari masalah pendidikan diatas, sehingga kebijakan bidang Pendidikan
Kabupaten Sanggau diarahkan sebagai berikut:
a. Percepatan pencapaian wajib belajar Sembilan tahun dan perintisan wajib
belajar dua belas tahun;
b. Peningkatan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD);
c. Peningkatan pemberantasan Buta Aksara;
d. Pencegahan siswa putus sekolah dan peningkatan angka keberlanjutan
siswa;
e. Penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas dan terjangkau masyarakat;
f. Percepatan ketersediaan dan kualitas sarana dan prasarana pendidikan di
semua jenjang pendidikan;
g. Peningkatan dan pemerataan tenaga pendidik dan kependidikan;
h. Pemfasilitasian pendidikan tinggi; dan
i. Pemenuhan Pelayanan Dasar (pendidikan, kesehatan, air bersih dan energi)
merupakan program prioritas ketiga Kabupaten Sanggau sampai tahun
2019.
Komponen-komponen sistem pendidikan yang saling berkaitan juga
membutuhkan perhatian agar selaras pencapaian strategi pembangunan
pendidikan. Berikut ini rumusan strategi umum Kabupaten sanggau dalam
bidang pendidikan.
Tabel 1.1 Rumusan Stategi Umum
No Komponen Sistem Strategi Umum
Pendidikan
1 Pendidikan dan Tenaga Penyediaan tenaga pendidik berkompeten yang merata di
Kependidikan kabupaten dan kecamatan.
Penyediaan manajemen satuan pendidikan berkompeten yang
merata di kabupaten dan kecamatan.
2 Pembelajaran dan Penyediaan sistem pembelajaran sesuai dengan Standar Nasional
Penilaian Pendidikan.
Penyediaan data dan informasi serta akreditasi pendidikan yang
handal.
3 Sarana dan Prasarana Penyediaan dan peningkatan sarana dan prasarana pendidikan
formal berkualitas yang merata di kabupaten dan kecamatan.
4 Pendanaan Penyediaan subsidi untuk meningkatkan keterjangkauan layanan
pendidikan formal berkualitas yang merata di kabupaten dan
kecamatan.
Penyediaan subsidi pembiayaan untuk penerapan sistem
pembelajaran non formal dan informal berkualitas yang merata di
kabupaten dan kecamatan.
5 Tata Kelola Penataan Struktur Organisasi untuk menjamin tercapainya tujuan
dan sasaran strategis pendidikan.
Penguatan akuntabilitas sistem keuangan di lingkungan Dinas
Pendidikan Kabupaten.
Penguatan akuntabilitas pengelolaan asset milik Negara di
lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten.
Penguatan akuntabilitas sistem pengawasan internal Dinas
Pendidikan Kabupaten.
Sumber: RPJMD Kabupaten Sanggau Tahun 2014-2019
Implementasi kebijakan pendidikan dasar di Kabupaten Sanggau juga
dihadapkan dengan berbagai masalah. Berikut ringkasan permasalahan
pendidikan dasar di Kabupaten Sanggau berdasarkan hasil FGD dilakukan oleh
Peneliti:
Tabel 4.2 Ringkasan Permasalahan pada Pendidikan Dasar di Kabupaten Sanggau
No. Nama Sekolah Temuan Masalah
1. SMPN 1 Sekayam  Wilayah sekayam cukup luas, SMP negerinya daa 6
(Kecamatan Sekayam) sekolah, mts negeri ada 10 di kecamatan sekayam.
 Kebijakan dari pusat. Walaupun sebagian besar
berada di lokasi dalam kota. UNBK dan UNBK tidak
semua sekolah siap mengenai kebijakan pusat ujian
berbasis nasional.
 Tadinya SMP 1 sekayam akan mengajukan sebagai
model sekolah UNBK, listrik lancar, aksess lancar.
 Siswa 171, ada 32 komputer minimal 62 unit,
sehingga tidak melaksanakanUNBK Maka jauh-jauh.
Ketidaksiapan sekolah dalam melaksanakan UNBK
karena keterbatasan unit komputer.
2 SDN 1 Semanget (Kecmatan  Pendidikan dasar khususnya sd di kecamatan
Entikong) entikong masih belum maksimal dari hasil output.
Rata-rata nilai ujian nasional masih rendah/ dibawah
standar.
No. Nama Sekolah Temuan Masalah
 Sekolah di pedalaman terpecah-pecah, berpengaruh
terhadap efektifitas pembelajaran.
3 SMPN Suruh Tembawang  Suruh Tembawang sebagai ranking pertama sekolah
(Entikong) paling terpencil di Kabupaten Sanggau.
 Nilai ujian siswa masih dibawah satandar
 Masih menggunakan kurikulum KTSP
 Tahun ajaran baru mau tidak mau menjalankan
4 SMPN 4 Satap (Entikong) Memotret pendidikan berdasarkan rujukan SNP dan SPM
 Jarak
 Jumlah siswa, kekurangan ruang/ lokal. Jumlah tidak
memnuhi minimal jumlah. Murid kelas 9 hanya
berjumlah 19, kelas 8 hanya 14, kelas 7 hanya 20.
 Sarana prasarana: laboratorium. Belum semua ada lab
ipa
 Smp3 belum punya, smp4 tidak ada
 Perpustakaan semua sudah tersedia
 Akses komunikasi
5 SDN 09 Lubuk Sabuk  Masalah tunjangan pendidikan
(Entikong)  Masalah Tenaga pendidikan
 Masaah Sarana pendidikan
 Pendidikan belum merata berbeda dengan kawasan
tetangga terutama masalah informasi, kami sulit
untuk mengakses informasi.
 Kecamatan sekayam bisa bersaing secara nasional.
 Kendalanya:
 Pendidikan perkotaan maju karena kerjasama semua
pihak.
6 SDN 11 Tapang Sebeluh  Kita melihat dari kultur orientasi masyarakat
terhadap bidang pendidikan.
 Jarak tempuh dari entikong ke sini sekitar 45 km.
 Angka partisipasi sekolah/ minat sekolah siswa
masih kurang. Kesadaran pendidikan masih kurang.
 Harapan adanya sinergi antara sekolah, pemerintah,
dan masyarakat.
 Sarana prasarna, kurang 2 lokal.
 Perumahan guru g ada, ada 1 GGD (masih kontrak).
 Guru cukup kurang siswa.
 Tunjangan khusus sudah 2 tahun tidak dapat
tunjangan khusus perbatasan. Yang malenggang
malah dapat tunjangan, padahal secara lokasi masih
jauh tapang sebeloh.
Sumber: (diolah sendiri berdasarkan hasil FGD)
Berdasarkan informasi pada tabel 4.2 diatas, diketahui bahwa masalah
kebijakan pendidikan pada sekolah di Kabupaten Sanggau sangatlah kompleks
mencakup berbagai aspek seperti tenaga pendidik dan tenaga kependidikan,
masalah sarana dan prasarana, kurikulum, aksesibilitas, masalah kesiswaan, dan
lainnya.
4.2 Hasil dan Analisis Penelitian
4.2.1 Implementasi Kebijakan Pendidikan Dasar di Kabupaten Sanggau
Implementasi kebijakan pendidikan dasar di Kabupaten Sanggau sebagai
salahsatu kawasan perbatasan selama ini dihadapkan pada beberapa masalah
mendasar. Jangankan untuk mencapai standar nasional, mencapai standar
pelayanan minimal pendidikan saja masih terdapat kekurangan dari berbagai
sisi. Sehingga dalam hal ini, penelitian dengan fokus implementasi kebijakan
pendidikan dasar di Kabupaten Saggau merujuk pada Standar Pelayanan
Minimal Pendidikan Dasar. Masalah yang paling mendasar di Kabupaten
Sanggau terkait dengan kesulitan dalam penyediaan tenaga guru. Dari
beberapa terdapat guru yang mengajar tidak sesuai dengan bidangnya, juga
kekurangan guru IPA dan bahasa Inggris. Alasan geografis salahsatuya yang
menjadi kendala bahwa burukya kondisi jalan, jauhnya jarak untuk mencapai
sekolah. Sangat kecil kemungkinan berhasil untuk merekrut tenaga guru dari
luar daerah Provinsi Kalimantan Barat.
Kedua, terkait dengan masalah kurikulum. Seperti kita tahu bahwa tahun
2015 sampai dengan saat ini K13 menjadi simpang siur dalam
peneyelenggaraannya, begitu juga dengan Kabupaten Sanggau bahwa
sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) di wilayah
Kabupaten Sanggau belum semua menerapkan kurikulum tiga belas (K13).
Seperti di Kecamatan Sekayam, dari keseluruhan sekolah, hanya 1 SMP
yang menerapkan K13 yaitu SMPN 1 Sekayam, sehingga sekolah ini
dijadikan percontohan penerapan K13. Belum lagi dengan sistem penilaian
hasil belajar siswa pada K13 yang menggunakan sistem teknologi informasi
menyulitkan guru yang kurang mahir mengaplikasikan komputer menjadi
kendala dalam bagian sistem kurikulum secara menyeluruh.
Ketiga, terkait dengan jumlah rombongan belajar atau indikasinya
kapasitas daya tampung kelas terhadap sejumlah siswa. Seperti kondisi di
SDN 1 Semanget dan di SDN 09 Lubuk sabuk kelas menampung siswa lebih
dari 32 siswa, hal ini tentu tidak sesuai dengan SPM pendidikan yang
mensyaratkan untuk tingkat Sekolah Dasar daya tamping tiap 1 rombel tidak
lebih dari 32 siswa. Indikasinya kedua sekolah tersebut kekurangan lokal
ruangan kelas, hal ini juga disampaikan oleh pihak sekolah dalam sesi
wawancara yang dilakukan oleh peneliti juga berdasarkan hasil observasi,
bahwa akan tambahan ruang kelas menjadi kebutuhan yang mendesak bagi
mereka.
Keempat, kondisi sarana dan prasarana, ini bisa dibilang masalah krusial
kedua setelah permasalahan kompleks terkait guru di Kabupaten Sanggau.
Bagaimana tidak merujuk pada SPM pendidikan dasar, sebagai besar belum
dilengkapi laboratorium IPA, bahasa, dan komputer untuk SMPN 1 Sekayam
dan SMP 4 Entikong, adapaun SMP Suruh Tembawang memiliki
laboratorium IPA, namun tidak ada guru IPA juga tidak tersedia alat
praktiknya. Selanjutnya perpustakaan sebagai gudangnya ketersediaan buku
untuk membaca, rata-rata kondisi nya tidak layak fungsi, tidak tersedia kursi
dan meja untuk siswa membaca, dan ruangan sempit juga kurang
representative, dengan kondisi ruangan yang kumuh. Selain itu, kondisi
ruang kelas yang paling parah yaitu SDN 1 Semanget dan SDN 09 Lubuk
Sabuk, kondisinya kumuh dan ditemukan atap kelas yang bolong, kondisi
meja dan kursi siswa yang sebagian rapuh. Hal sama terjadi di SDN 11
Tapang Sebeluh, namun 2 bulan ini sekolah mendapatkan bantuan 3 lokal
kelas tentunya dengan kondisi meja dan kursi yang baru, namun 3 kelas
lainnya kondisinya kumuh. untuk ruang pimpinan kepala sekolah dan ruang
guru semua tersedia pada sekolah, walaupun dengan kondisi yang beragam.
Kelima, terkait dengan kondisi psikologi siswa dalam belajar. Anak-anak
diduga kurang motivasinya dalam belajar, kurang antusias dalam
menyambut pelajaran dan mengerjakan tugas-tugas. Hal ini disebabkan oleh
kurangnya dukungan orangtua terhadap pendidikan. Orientasi orangtua
disana terhadap anak diarahkan untuk membantu aktifitas perekonomian
mereka seperti berkebun/ membantu diladang, daripada pergi kesekolah
dengan waktu tempuh yang lama. Maksudnya adalah faktor ekonomi
mendesak orang tua untuk tidak melibatkan anak dalam pendidikan lebih
jauh. Pada beberapa dusun tertentu, linngkungan sangat tidak mendukung
karena adat istiadat masyarakat yang senang mabuk dan berjudi, menjadi
contoh buruk bagi anak. Bahkan diantaranya anak terancam oleh lingkungan
orang dewasa dengan aktifitas peredaran narkoba. Terdapat anak usia
sekolah bahkan yang sedang mengenyam pendidikan SMP yang terlibat
dalam aktifitas peredaran narkoba.
Keenam, jelas terkait dengan masalah buruknya akses menjangkau
layanan pendidikan. Hal ini dirasakan baik oleh semua sumber daya
pendiidkan terutama bagi siswa yang lokasi sekolahnya berada di apling
ujung perbatasan. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya dalam temuan,
jauhnya jarak permukiman dengan sekolah, di SMP Suruh Tembawang
terdapat beberapa anak yang menghabiskan waktu tempuh dengan berjalan
kaki sampai dengan 4 jam untuk menjangkau sekolah. Hal yang sama
dirasakan oleh guru yang tidak tertampung di rumah dinas yang disediakan
pemerintah yang lokasinya tidak jauh dari sekolah. Setidaknya bagi guru
SMP Suruh Tembawang dan SDN 11 Tapang Sebeluh membutuhkan waktu
minimal 2 jam waktu tempuh untuk sampai disekolah, itupun ketika kondisi
akses jalan bagus. Namun ketika cuaca tidak mendukung, seperti musim
hujan, kondisi jalanan parah, berlumpur dan licin, demikian waktu tempuh
guru SMP Suruh Tembawang bisa bertambah sampai dengan 6 jam bahkan
lebih, sedangkan bagi guru SDN 11 Tapang Sebeluh harus mencari alternatif
jalan lain dengan jarak tempuh lebih lama tentunya.
Ketujuh, masalah pengawasan pendidikan yang dilakukan oleh pengawas
pendidikan yang dirasa masih sangat kurang. Dengan wilayah Kabupaten
Sanggau yang sangat luas, hanya terdapat 4 pengawas sekolah jenjang
pendidikan dasar, itupun 2 diantaranya mendekati usia pensiun. Dengan
kondisi demikian dan kendala geografis sulit menjangkau sekolah untuk
melakukan pengawasan. Bahkan berdasarkan hasil wawancara, terdapat
sekolah yang sama sekali belum pernah mendapat kunjungan dari pengawas
sekolah. Padahal seyogyanya pengawasan dan pembinaan untuk sumberdaya
pendidikan sekolah penting sebaga timbal balik perbaikan mutu pendidikan
sekolah.
4.2.2 Kapasitas Kelembagaan Pendidikan
Dari sepuluh aspek pengukuran kapasitas kelembagaan aspek struktur
organisasi, budaya organisasi, kemampuan keuangan daerah, rasio keuangan
dengan penduduk, rasio keuangan dengan wilayah, SOP manajemen
organisasi, standar pelayanan publik, sarana dan prasarana kerja
pemerintahan, penerapan teknologi manajeme organisasi, dan aspek
penerapan teknologi dalam manajemen pelayanan publik. Capaian hasil
pengkuran kapasitas kelembagaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Kabupaten Sanggau berada pada angka 83.4 persen. Meski dengan capaian
demikian yang luar biasa, namun masih terdapat aspek yang menunjukkan
hasil rendah dan perlu mendapatkan solusi pengembangan/ peningkatan
kapasitas. indikator struktur organisasi dan SOP manajemen dan pelayanan
publik dalam hal ini pelayanan pendidikan merupakan indikator yang
memperoleh skor terendah.

Keberadaan Dinas Pendidikan dan Kebudyaaan Kabupaten Sanggau


dalam kapasitasnya mengelola urusan pendidikan di daerah, penting
memiliki kapasitas yang mantap untuk mewujudkan tujuan pendidikan.
Merujuk pada uraian diatas terkait dengan lemahnya nilai pada struktur
organisasi dan SOP manajemen dan pelayanan publik berdasarkan pada hasil
pengukuran Kapasitas Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten
Sanggau, perlu adanya fokus perhatian peningkatan/ pengembangan
kapasitas 3 aspek diatas. Apabila penguatan kapasitas kelembagaanm
erupakan salah satu cara yang ddigunakan untuk mencapai tujuan maka
lembaga yang ikut serta didalamnya harus menyatakan secara eksplisit
sehingga bisa digunakan sebagai pembanding suatu pilihan dan hasil
evaluasi.

4.2.3 Strategi Kapasitas dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Dasar di


Kabupaten Sanggau
Beralaskan temuan, masalah pendidikan di Kabupaten Sanggau sangatlah
kompleks menyetuh semua aspek mulai dari masalah SDM pendidikan,
sarana dan prasarana penunjang pendidikan, masalah aksesibilitas, masalah
kurikulum, rendahnya angka pasrtisipasi sekolah, masalah rata-rata lama
sekolah. Namun sebagai kawasan perbatasan, Kabupaten Sanggau juga
dihadapkan pada masalah lain seperti kondisi ekonomi. kondisi sosial budaya
masyarakat, dan rentan terhadap penyelendupan barang illegal, yang
menggangu sistem pertahanan dan keamanan. Strategi kapasitas kelembagaan
terkait dengan bidang pendidikan dalam hal ini yaitu:

a. Peningkatan kuantitas dan kualitas layanan Pendidikan


b. Perhatian terhadap pembangunan sarpras pendidikan/ peningkatan
kualitas sarpras melalui ekonomi yang ajeg
c. Peningkatan pembiayaan penunjang pendidikan dan optimalisasi
pengelolaan biaya operasional dan biaya personal pendidikan
d. Penyusunan kebijakan terkait standar kurikulum kebangsaan dan
pendikan karakter sebagai perhatian untuk stabilitas nasionalisme dan
moral masyarakat

Dalam kapasitasnya mengoptimalkan implementasi kebijakan


pendidikan dasar di Kabupaten Sanggau, pemerintah daerah dalam hal ini
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sanggau berhak untuk
mengadakan kerjasama dengan masayarakat dan berbagai pihak yang dapat
menunjang dalam kelancaran pendidikan dasar di Kabupaten Sanggau.
Mengetahui terdapat beberapa dusun dengan adat istiadat atau kebiasaan
yang berdampak buruk terhadap psikologis anak, maka Dinas perlu untuk
mengadakan kesepakatan atau melibatkan peranaktif masyarakat secara
bersama mencegah dampak buruk yang kemungkinan terjadi.
Dengan demikian konteks kapasitas dikaitkan dengan masalah diatas
adalah perlunya pemberian perhatian kepada penyediaan pegawai yang
berpengalaman dan ahli serta teknis. Aktivitas yang dibuat antara lain yaitu
pelatihan, pemberian imbalan atas pekerjaan yang dilakukan, pengontrolan
kondisi dan lingkungan kerja serta skema rekruitmen yang tepat (Keban,
2000). Sebagaimana yang telah dibuat oleh Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan, untuk menggenjot kepatuhan dan kedisiplinan kerjapegawai
dilakukan dengan memperhatikan kesejahteraan bagi mereka berupa gaji
dan tunjangan.

Pemberian gaji dan tunjangan tersebut bagi pegawai dimaksudkan


sebagai upaya pemeliharaan atas nilai moral dan etos pekerja. Sebagaimana
pendapat Riyadi (2006) bahwa dimensi peningkatan kapasitas kelembagaan
terkait dengan sumber daya manusia adalah strategi untuk mewujudkan
Good Governance untuk meningkatkan ketepatgunaan dan daya guna dalam
menjaga dan merawat nilai-nilai moral dan etos kerja. Upaya diatas tiada
lain agar tigkat partisipasi pegawai dalam rangkaian pekerjaan tetap terjaga
dengan komitmen yang kuat

5. KESIMPULAN
Beralaskan hasil penelitian yang dibuat terkait dengan strategi kapasitas
kelembagaan pada implementasi kebijakan pendidikan dasar di Kabupaten
Sanggau menunjukkan bahwa dalam tataran implementasi kebijakan pendidikan
dasar di Kabupaten Sanggau masih dihadapkan pada masalah yang kompleks
dan bahkan menyentuh seluruh aspek penting penyelenggaraan pendidikan
dasar. Secara umum kebijakan pendidikan dasar yang sudah diimplementasikan
di Kabupaten sanggau berdasarkan RPJMN Kebijakan bidang pendidikan
Kabupaten Sanggau untuk minimal dapat mencapai Standar Pelayanan Minimal
Pendidikan diantaranya; 1) kebijakan terkait peningkatan dan pemerataan tenaga
pendidik dan kependidikan Guru; 2) kebijakan terkait dengan kurikulum;
3)kebijakan terkait dengan Percepatan ketersediaan dan kualitas sarana dan
prasarana Pendidikan; dan 4) pembuatan buku kontrol khusus untuk seklah yang
jaraknya jauh oleh Pemerintah Daerah.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten Sanggau. (2011). Peraturan Daerah Kabupaten
Sanggau Nomor 8 Tahun 2011 tentang Badan Pengelola Pebatasan Kabupaten
Sanggau. BPPK Sanggau. http://eprints.uanl.mx/5481/1/1020149995.PDF
Creswell, John W. (2015). Penelitian Kualitatif & Desain Riset. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Laili, N. A. (2018). Pengelolaan Kawasan Perbatasan Dalam Pendekatan
Kesejahteraan (Studi Di Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Perbatasan
Kalimantan Barat-Malaysia). Universitas Brawijaya.
Keban T. Yeremias. (2000). “Good Governance” dan “Capacity Building” sebagai
Indikator Utama dan Fokus Penilaian. Jurnal Perencanaan Pembangunan,
Jakarta.

Nugroho, Riant. (2008). Public Policy: Teori Kebijakan – Analisis Kebijakan – Proses.
Jakarta: Elex Media Komputindo.
Pramono, J. (2020). Kebijakan Publik. In Kebijakan Publik. UNISRI Press.
Ramdhani, A., & Ramdhani, M. A. (2017). Konsep Umum Pelaksanaan Kebijakan
Publik. Jurnal Publik, 11(1), 1–12. https://doi.org/10.1109/ICMENS.2005.96
Ratnasari, J. (2019). Pengembangan Kapasitas (Capacity Building) Kelembagaan Pada
Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Malang. Jurnal Administrasi Publik
Mahasiswa Universitas Brawijaya, 1(3), 103–110.
Riyadi Soeprapto. (2006). Pengembangan Kapasitas Pemerintah Daerah Menuju Good
Governance. Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, Volume IV (1), FIA UNIBRAW,
Malang.

Rozikin, M., Sofyan, M., Riyadi, B. S., & Supriyono, B. (2021). Institutional capacity
as prevention of abuse of power of national standard policies for private
Universities in Jakarta. International Journal of Criminology and Sociology, 10,
281–292. https://doi.org/10.6000/1929-4409.2021.10.34
Stensaker, B. (2021). Building institutional capacity for student competencies: An
organizational perspective. International Journal of Chinese Education, 10(1).
https://doi.org/10.1177/22125868211006200
Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Undang-Undnag Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Wahab, Solichin Abdul. (1997). Analisis Kebijaksanaan Negara dari Formulasi ke
Implementasi Kebijakan Negara. Edisi Kedua. Jakarta: Bumi Aksara.

Wahab, Solichin Abdul. (1991). Analisis Kebijakan dari formulasi ke implementasi


kebijakan Negara. Jakarta: Bumi Aksara
Yovinus. (2017). Model Pembangunan Kawasan Perbatasan, Kejahatan ransnasional,
Ancaman Keamanan dan Pelanggaran Hukum. Jurnal Cakra Prabu, 01(01), 86–
105.
Zajda, J. (2013). Globalization and Neo-Liberalism as Educational Policy in Australia.
Neo-liberal Educational Reforms: A Critical Analysis, 107, 164.

Anda mungkin juga menyukai