Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

PADA PASIEN DENGAN EFUSI PLEURA

OLEH :
GUSTI AYU TRIANA UTARI
NIM. P07120320036

PROFESI NERS/KELAS A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
PROFESI NERS
TAHUN 2021
LAPORAN PENDHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN EFUSI PLEURA

A. Konsep Dasar Efusi Pleura


1. Pengertian
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer
jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit
lain (Nurarif et al, 2015).
Efusi pleura adalah kondisi paru bila terdapat peningkatan cairan yang
luar biasa di antara ruang pleura. Pleura adalah selaput tipis yang melapisi
permukaan paru-paru dan bagian dalam dinding dada di luar paru-paru. Di
pleura, cairan terakumulasi di ruang antara lapisan pleura. Biasanya, jumlah
cairan yang tidak terdeteksi hadir dalam ruang pleura yang memungkinkan
paru-paru untuk bergerak dengan lancar dalam rongga dada selama
pernapasan (Philip, 2017).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan viceralis dan parietalis. Proses penyakit primer
jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit
lain (Nurarif & Kusuma, 2015).
Efusi pleura adalah kondisi dimana udara atau cairan berkumpul di
rongga pleura yang dapat menyebabkan paru kolaps sebagian atau seluruhnya
(Nair & Peate, 2015).
2. Etiologi
Efusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan
kecepatan produksi cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau
keduanya, ini disebabkan oleh satu dari lima mekanisme berikut (Morton
2012) :
a. Peningkatan tekanan pada kapiler sub pleura atau limfatik
b. Peningkatan permeabilitas kapiler
c. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
d. Peningkatan tekakanan negative intrapleura
e. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
1) Penyebab efusi pleura:
a) Infeksi
(1) Tuberkulosis
(2) Pneumonitis
(3) Abses paru
(4) Perforasi esophagus
(5) Abses sufrenik
b) Non infeksi
(1) Karsinoma paru
(2) Karsinoma pleura: primer, sekunder
(3) Karsinoma mediastinum
(4) Tumor ovarium
(5) Bendungan jantung: gagal jantung, pericarditis konstriktiva
(6) Gagal hati
(7) Gagal ginjal
(8) Hipotiroidisme
(9) Kilotoraks
(10) Emboli paru.
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi :
transudat, eksudat, dan hemoragi.
a. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongesif (gagal
jantung kiri), sindrom nefrotik, asites (karena sirosishati), sindrom vena
kava superior, tumor dan sindrom meigs.
b. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infark paru,
radiasi dan penyakit kolagen.
c. Efusi hemoragi dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru
dan tuberculosis.
3. Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinik dari efusi pleura yaitu :
a. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena
pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan
banyak, penderita akan sesak nafas.
b. Adanya gejala penyakita seperti demam, menggigil,dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberculosis),
banyak keringat, batuk, banyak riak.
c. Deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika penumpukan
cairan pleural yang signifikan.
d. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan berkurang.
bergerak dalam pernafasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada
perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melengkung (garis ellis damoiseu).
e. Didapati segitiga garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani
dibagian atas garis ellis damoiseu. Segitiga grocco-rochfusz, yaitu dareah
pekak karena cairan mendorong mediastinum ke sisi lain, pada auskultasi
daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronkhi.
f. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura
4. Patofisiologi
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis
dan pleura viceralis, karena di antara pleura tersebut terdapat cairan antara 10
cc - 20 cc yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur.
Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga
pleura tersebut mudah bergeser satu sama lain. Di ketahui bahwa cairan di
produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya di absorbsi tersebut dapat
terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura parietalis dan tekanan
osmotic koloid pada pleura viceralis. Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh
system limfatik dan hanya sebagian kecil diabsorbsi oleh system kapiler
pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan yang pada pleura
viscelaris adalah terdapatnya banyak mikrovili disekitar sel-sel mesofelial.
Jumlah cairan dalam rongga pleura tetap karena adanya keseimbangan antara
produksi dan absorbsi. Keadaan ini bisa terjadi karena adanya tekanan
hidrostatik dan tekanan osmotic koloid. Keseimbangan tersebut dapat
terganggu oleh beberapa hal, salah satunya adalah infeksi tuberkulosa paru .
Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium
tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju alveoli, terjadilah infeksi
primer. Dari infeksi primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening
menuju hilus (Limfangitis local) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar
getah bening hilus (limphadinitis regional). Peradangan pada saluran getah
bening akan mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran
akan meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam
rongga pleura. Kebanyakan terjadinya efusi pleura akibat dari tuberkulosa
paru melalui focus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening.
Sebab lain dapat juga dari robekkan kearah saluran getah bening yang menuju
rongga pleura, iga atau columna vetebralis. Adapun bentuk cairan efusi akibat
tuberkolusa paru adalah merupakan eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat
pada cairan pleura tersebut karena kegagalan aliran protein getah bening.
Cairan ini biasanya serous, kadang-kadang bisa juga hemarogik. Dalam setiap
ml cairan pleura bias mengandung leukosit antara 500-2000. Mula-mula yang
dominan adalah sel-sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit, Cairan
efusi sangat sedikit mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya cairan efusi
bukanlah karena adanya bakteri tubukolosis, tapi karena akibat adanya efusi
pleura dapat menimbulkan beberapa perubahan fisik antara lain: Irama
pernapasan tidak teratur, frekuensi pernapasan meningkat, pergerakan dada
asimetris, dada yang lebih cembung, fremitus raba melemah, perkusi redup.
Selain hal - hal diatas ada perubahan lain yang ditimbulkan oleh efusi pleura
yang diakibatkan infeksi tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk dan
berat badan menurun (Nair & Peate, 2015).
5. Pathway
6. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pada efusi pleura yaitu: (Nurarif et al, 2015)
a. Tirah baring
Tirah baring bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena
peningkatan aktifitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga
dispneu akan semakin meningkat pula.
b. Thorakosentesis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti
nyeri, dispneu, dan lain lain. Cairan efusi sebanyak 1 - 1,5 liter perlu
dikeluarkan untuk mencegah meningkatnya edema paru. Jika jumlah
cairan efusi pleura lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutnya
baru dapat dikalkukan 1 jam kemudian.
c. Antibiotic
Pemberian antibiotik dilakukan apabila terbukti terdapat adanya infeksi.
Antibiotik diberi sesuai hasil kultur kuman.
d. Pleurodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberi obat melalui
selang interkostalis untuk melekatkan kedua lapisan pleura dan mencegah
cairan terakumulasi kembali.
e. Water seal drainage (WSD)
Water seal drainage (WSD) adalah suatu system drainase yang
menggunakan water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum
pleura atau rongga pleura.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen dada, biasanya dilakukan untuk memastikan adanya efusi
pleura, dimana hasil pemeriksaan akan menunjukkan adanya cairan.
b. CT scan dada. CT scan bisa memperlihatkan paru-paru dan
cairanefusi dengan lebih jelas, serta bisa menunjukkan adanya
pneumonia, abses paru atau tumor.
c. USG dada, bisa membantu mengidentifikasi adanya akumulasi cairan
dalam jumlah kecil.
d. Torakosentesis, yaitu tindakan untuk mengambil contoh cairan untuk
diperiksa menggunakan jarum. Pemeriksaan analisa cairan pleura bisa
membantu untuk menentukan penyebabnya.
e. Biopsi. Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan
penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura
sebelah luar diambil untuk dianalisa.
f. Bronkoskopi, pemeriksaan untuk melihat jalan nafas secara langsung
untuk membantu menemukan penyebab efusi pleura.
g. Torakotomi, biasanya dilakukan untuk membantu menemukan
penyebab efusi pleura, yaitu dengan pembedahan untuk membuka
rongga dada. Namun, pada sekitar 20% penderita, meskipun telah
dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap
tidak dapat ditentukan.
8. Komplikasi
a. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase
yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan
pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika
fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat
pada jaringan - jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan
pengupasan (dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membran
- membran pleura tersebut.
b. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang
disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
c. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan
ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara
perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang
menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang
berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang
terserang dengan jaringan fibrosis.
d. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan
ektrinsik pada sebagian/semua bagian paru akan mendorong udara keluar
dan mengakibatkan kolaps paru.
e. Emfisema
Kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan membran yang
mengelilinginya (rongga pleura). Emfisema disebabkan oleh infeksi yang
menyebar dari paru-paru dan menyebabkan akumulasi nanah dalam
rongga pleura. Cairan yang terinfeksi dapat mencapai satu gelas bir atau
lebih, yang menyebabkan tekanan pada paru-paru, sesak napas dan rasa
sakit (Morton, 2012).
B. Konsep Asuhan Keperawatan Efusi Pleura
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama
atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan
dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan utama
Biasanya pada pasien dengan efusi pleura didapatkan keluhan berupa :
sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang
bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta
batuk non produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan efusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda -
tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada,
berat badan menurun dan sebagainya.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC
paru, pneumonia, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini
diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit yang disinyalir sebagai penyebab efusi pleura seperti Ca paru,
asma, TB paru dan lain sebagainya.
f. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya.
g. Pengkajian Pola Fungsi
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan
persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan
adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol dan penggunaan
obat-obatan biasa menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status
nutrisi pasien. Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum
dan selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami
penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada
struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat
proses penyakit. pasien dengan efusi pleura keadaan umumnya lemah.
3) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai
kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan
umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bedrest sehingga
akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur
abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus
digestivus.
4) Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi.
Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat
adanya nyeri dada. Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian
kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.
5) Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.
Selain itu, akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan
rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang
yang mondar - mandir, berisik dan lain sebagainya.
h. Pemeriksaan Fisik
1) Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien
secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa,
sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien
untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien.
2) Sistem Respirasi
Inspeksi pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang sakit
mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan
pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax
kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis.
Pernapasan cenderung meningkat dan pasien biasanya dyspneu.
a) Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah
cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan
pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
b) Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya.
Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan
terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung
lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini
disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian
depan dada, kurang jelas di punggung.
c) Auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi
duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada
kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan
ditemukan tanda tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di
sekitar batas atas cairan.
3) Sistem Cardiovaskuler
a) Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada
pada ICS-5 pada linea medio klavikula kiri selebar 1 cm.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
pembesaran jantung.
b) Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) harus
diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu
juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictuscordis.
c) Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung
terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah
pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
d) Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau
gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah
jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya
peningkatan arus turbulensi darah.
4) Sistem Pencernaan
a) Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit
atau datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol
atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-
benjolan atau massa.
b) Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana
nilai normalnya 5-35 kali per menit.
c) Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan
abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk
mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba.
d) Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan
akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesikaurinarta,
tumor).
5) Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping itu juga
diperlukan pemeriksaan GCS, apakah composmentis atau somnolen
atau comma. Pemeriksaan refleks patologis dan refleks
fisiologisnya.Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti
pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
6) Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial.Selain itu,
palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi
perifer serta dengan pemerikasaan capillary refiltime. Dengan
inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian
dibandingkan antara kiri dan kanan.
7) Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya
lesi pada kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan tampak
cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport oksigen. Pada
palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat,
demam). Kemudian tekstur kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit
untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang,
keluarga atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang aktual ataupun potensial. Diagnosa keperawatan merupakan
dasar dalam penyusunan rencana tindakan asuhan keperawatan (Dinarti &
Mulyanti, 2017). Adapun diagnosa yang diangkat dari masalah sebelum
dilakukan tindakan invasif adalah :
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambata upaya nafas
(kelemahan otot nafas) (D.0005)
b. Nyeri akut berhubungan denganagen pencedera fisiologis (inflamasi,
iskemia, neoplasma) (D.0077)
c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen (D.0056)
d. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)
e. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan (D.0019)
f. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
(D.0111) (PPNI, 2017).
Adapun diagnosa yang diangkat dari masalah setelah dilakukan
tindakan invasif adalah:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)
(D.0077)
b. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif (D.0142) (PPNI,
2017)
4. Implementasi
Dilakukan berdasarkan interverensi

5. Evaluasi
a. Evaluasi Formatif (merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap
klien terhadap respon langsung pada intervensi keperawatan)
b. Evaluasi Sumatif (Merefleksikan rekapitulasi dan sinopsi observasi dan
analisis mengenai status kesehatan klien terhadap waktu)
RENCANA KEPERAWATAN
NO STANDAR DIAGNOSA STANDAR LUARAN STANDAR INTERVENSI
KEPERAWATAN INDONESIA KEPERAWATAN INDONESIA
(SDKI) KEPERAWATAN INDONESIA
(SIKI)
(SLKI)

1 Pola Napas Tidak Efektif (D.0005) Setelah dilakukan intervensi selama ... x... jam, Manajemen Jalan Napas
maka diharapkan pola napas membaik dengan
Definisi : Observasi :
kriteria hasil :
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak  Monitor pola napas (frekuensi,
 Ventilasi semenit meningkat (5)
memberikan ventilasi adekuat. kedalaman, usaha napas)
 Kapasitas vital meningkat (5)
 Monitor bunyi napas tambahan (mis.
 Diameter thoraks anterior-posterior
gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)
meningkat (5)
Penyebab :  Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
 Tekanan ekspirasi (5)
Terapeutik :
 Depresi pusat pernapasan  Tekanan inspirasi (5)
 Hambatan upaya napas (mis. nyeri  Dispnea menurun (5)  Pertahankan kepatenan jalan napas
saat bernapas, kelemahan otot  Penggunaan otot bantu napas menurun (5) dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust
pernapasan) jika curiga trauma cervical)
 Pemanjangan fase ekspirasi menurun (5)
 Deformitas dinding dada  Posisikan semi-Fowler atau Fowler
 Ortopnea menurun (5)
 Deformitas tulang dada  Pernapasan pursed-tip menurun (5)  Berikan minum hangat
 Gangguan neuromuscular  Pernapasan cuping hidung menurun (5)  Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
 Gangguan neurologis (mis.  Frekuensi napas membaik (5)  Lakukan penghisapan lendir kurang dari
elektroensefalogram [EEG] positif,  Kedalaman napas membaik (5) 15 detik
cedera kepala, gangguan kejang)  Ekskursi dada membaik (5)  Lakukan hiperoksigenasi sebelum
 Imaturitas neurologis penghisapan endotrakeal
 Penurunan energi  Keluarkan sumbatan benda padat dengan
 Obesitas forsep McGill
 Posisi tubuh yang menghambat  Berikan oksigen, jika perlu
ekspansi paru Edukasi :
 Sindrom hipoventilasi
 Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika
 Kerusakan inervasi diafragma
tidak kontraindikasi
(kerusakan saraf C5 ke atas)
 Ajarkan teknik batuk efektif
 Cedera pada medula spinalis
Kolaborasi :
 Efek agen farmakologis
 Kecemasan  Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu

Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif : Pemantauan Respirasi

 Dispnea Observasi :
Objektif :
 Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
 Dispnea upaya napas
 Penggunaan otot bantu pernapasan  Monitor pola napas (seperti : bradipnea,

 Fase ekspirasi memanjang takipnea, hiperventilasi, kussmaul,

 Pola napas abnormal (mis. takipnea, cheyne-stokes, biot, ataksik)

bradipnea, hiperventilasi, kussmaul,  Monitor kemampuan batuk efektif

cheyne-stokes)  Monitor adanya produksi sputum

Gejala dan Tanda Minor  Monitor adanya sumbatan jalan napas


 Paplasi kesimetrisan ekspansi paru
Subjektif :
 Auskultasi bunyi napas

 Ortopnea  Monitor saturasi oksigen

Objektif :  Monitor nilai AGD


 Monitor hasil X-ray thoraks
 Pernapasan pursed-lip
 Pernapasan cuping hidung
Terapeutik :
 Diameter thoraks anterior-posterior
meningkat  Atur interval pemantauan respirasi sesuai
 Ventilasi semenit menurun kondisi pasien
 Kapasitas vital menurun  Dokumentasikan hasil pemantauan

 Tekanan ekspirasi menurun Edukasi :

 Tekanan inspirasi menurun


 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Ekskursi dada berubah  Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

Kondisi Klinis Terkait :

 Depresi sistem saraf pusat


 Cedera kepala
 Trauma thoraks
 Gullian barre syndrome
 Multiple sclerosis
 Myastenial gravis
 Stroke
 Kuadriplegia
 Intoksikasi alkohol
2 Resiko Infeksi (D.0142) Setelah diberikan asuhan keperawatan selama Pencegahan Infeksi
…x...jam diharapkan dapat mengatasi Resiko
Definisi : beresiko mengalami Observasi
Infeksi dengan kriteria hasil:
peningkatan terserang organisme
Monitor tanda dan gejela infeksi local
patogenik Tingkat infeksi
dan sitemik
Faktor Resiko : Kebersihan tangan meningkat (5) Terapeutik
Kebersihan badan meningkat (5)
 Penyakit kronis (mis. Diabetes  Batasi jumlah pengunjung
Nafsu makan meningkat (5)
militus)  Berikan perawatan kulit pada area
Demam menurun (5)
 Efek prosedur invasive edema
Kemerahanmenurun (5)
 Malnutrisi  Cuci tangan sebelum dan sesudah
Nyeri menurun (5)
 Peningkatan paparan organisme kontak dengan pasien dan lingkungan
Bengkak menurun (5)
pathogen lingkungan pasien
Vesikel menurun (5)
 Ketidakadekuatan pertahanan  Pertahankan kondisi aseptik pada pasien
Cairan berbau busuk menurun (5)
tubuh primer beresiko tinggi
Sputum berwarna hijau menurun (5)
 Gangguan peristaltic Edukasi
Drainase purulenmenurun (5)
 Kerusakan integritas kulit Pluria menurun (5)  Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Perubahan sekresi pH Periode malaise menurun (5)  Ajarkan cara mencuci tangan dengan
 Penurunan kerja silialis Periode menggigil menurun (5) benar
 Ketuban pecah lama Letargi menurun (5)  Ajarkan etika batuk
 Ketuban pecah sebelum waktunya Gangguan kognitif menurun (5)  Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
 Merokok Kadar sel darah putih membaik (5) atau luka oprasi
 Status cairan tubuh Kultur darah membaik (5)  Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

 Ketidakadekuatan pertahanan Kultur urine membaik (5)  Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kultur sputum membaik (5) Kolaborasi
tubuh sekunder
Kultur area luka membaik (5)
 Penurunan hemoglobin Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
Kultur feses membaik (5)
 Imununosupresi
 Leukopenia
 Supresi respon inflamasi
 Faksinasi tidak adekuat
Kondisi klinis terkait :

 AIDS
 Luka bakar
 Penyakit paru obstruktif kronis
 Diabetes militus
 Tindakan infasif
 Kondisi penggunaan terapi steroid
 Penyalahgunaan obat
 Ketuban pecah sebelum waktunya
(KPSW)
 Kanker
 Gagal ginjal
 Imunosupresi
 Lymphedema
 Leukositopenia
 Gangguan fungsi hati
3 Nyeri Akut (D. 0077) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen Nyeri
.... x .... jam diharapkan Nyeri Berkurang dengan
Definisi: Observasi
kriteria hasil :
Pengalaman sensorik atau emosional  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Tingkat nyeri :
yang berkaitan dengan kerusakan frekuensi, kualitas , intensitas nyeri
jarigan actual atau fungsional, dengan  Keluhan nyeri menurun (5)  Identifikasi skala nyeri
onset mendadak atau lambat dan  Meringis menurun (5)  Identifikasi respons nyeri non verbal
berintensitas ringan hingga berat yang  Sikap protektif menurun (5)  Identifikasi faktor yang memperberat
berlangsung kurang dari 3 bulan.  Gelisah menurun (5) nyeri dan memperingan nyeri
 Kesulitan tidur menurun (5)  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
 Menarik diri menurun (5) tentang nyeri
 Berfokus pada diri sendiri menurun (5)  Identifikasi pengaruh budaya terhadap
 Diaforesis menurun (5) respon nyeri
Penyebab:
 Perasan takut mengalami cedera berulang  Identifikasi pengaruh nyeri pada
 Agen pencedera fisiologis (mis. menurun (5) kualitas hidup
Inflamai,iskemia, neoplasma  Ketegangan otot menurun (5)  Monitor keberhasilan terapi
 Agen pencedera kimiawi (mis.  Frekuensi nadi membaik (5) komplementer yan sudah diberikan
Terbakar, bahan kimia iritan)  Pola napas membaik (5)  Monitor efek samping penggunaan
 Agen pencedera fisik (mis. Abses,  Tekanan darah membaik (5) analgetik
amputasi, terbakar, terpotong,  Nafsu makan membaik (5) Terapeutik
mengangkat berat, prosedur  Pola tidur membaik (5)
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk
operasi, trauma, latihan fisik Kontrol Nyeri
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
berlebih)
 Melaporkan nyeri terkontrol (5) hypnosis, akupresur, terapi music,

 Kemampuan mengenali onset nyeri (5) biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,


Gejala dan Tanda Mayor  Kemampuan mengenali penyebab nyeri (5) teknik imajinasi terbimbing, kompres
 Kemampuan menggunakan teknik non- hangat/dingin, terapi bermain)
Subjektif
farmakologis (5)  Kontrol lingkungan yang memperberat
 Mengeluh nyeri  Dukungan orang terdekat (5) rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
Objektif  Keluhan nyeri (5) pencahayaan, kebisingan)

 Penggunaan analgesic (5)  Fasilitas istirahat dan tidur


 Tampak meringis
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
 Bersikap protektif (mis. Waspada,
dalam pemilihan strategi meredakan
posisi menghindari nyeri)
nyeri
 Gelisah
Edukasi
 Frekuensi nadi meningkat
 Sulit tidur  Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
 Jelaskan strategi meredakan nyeri

Gejala dan Tanda Minor  Anjurkan memonitor nyeri secara


mandiri
Subjektif
 Anjurkan menggunakan analgetik

- secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
Objektif
mengurangi rasa nyeri
 Tekanan darah meningkat Kolaborasi
 Pola napas berubah
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika
 Nafsu makan berubah
perlu
 Proses berpikir terganggu
 Menarik diri
 Berfokus pada diri sendiri Pemberian Analgesik
 Diaforesis
Observasi

 Identifikasi karakteristik nyeri (mis.


Kondisi Klinis Terkait
Pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
 Kondisi pembedahan intensitas, frekuensi, durasi)
 Cedera traumatis  Identifikasi riwayat alergi obat

 Infeksi  Identifikasi kesesuaian jenis analgesic

 Sindrom koroner akut (mis. Narkotika, non narkotika, atau

 Glaukoma NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri


 Monitor tanda tanda vital sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
 Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik

 Diskusikan jenis analgesic yang disukai


untuk mencapai analgesia optimal, jika
perlu
 Pertimbangkan penggunaan infus
kontinu, atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar dalam serum
 Tetapkan target efektifitas analgesik
untuk mengoptimalkan respon pasien
 Dokumentasikan respons terhadap efek
analgesik dan efek yang tidak
diinginkan
Edukasi

 Jelaskan efek terapu dan efek samping


obat

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
analgesik, sesuai indikasi
4 Hipertermia (D.0130) Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama Manajemen Hipertermia
....x... jam, maka Termoregulasi membaik
Definisi Observasi
dengan kriteria hasil :
Suhu tubuh meningkat di atas rentang  Identifikasi penyebab hipertermia (mis.
 Menggigil menurun (5)
normal tubuh dehidrasi, terapapar lingkungan panas,
 Kulit kemerahan menurun (5)
peggunaan incubator)
Penyebab :  Kejang menurun (5)
 Monitor suhu tubuh
 Pucat menurun (5)
 Dehidrasi  Monitor kadar elektrolit
 Takikardi menurun (5)
 Terpapar lingkungan panas  Monitor haluaran urine
 Takipnea menurun (5)
 Proses penyakit (mis: infeksi,  Monitor komplikasi akibat hipertermia
 Bradikardi menurun (5)
kanker) Terapeutik
 Suhu tubuh membaik (5)
 Ketidaksesuaian pakaian dengan
 Suhu kulit membaik (5)  Sediakan lingkungan yang dingin
suhu lingkungan
 Tekanan darah membaik (5)  Longgarkan atau lepaskan pakaian
 Peningkatan laju metabolisme  Basahi dan kipasi permukaan tubuh
 Respon trauma  Berikan cairan oral
 Ganti linen setiap hari atau lebih sering
 Aktivitas berlebihan jika mengalami hyperhidrosis (keringat
berlebih)
 Penggunaan incubator  Lakukan pendinginan eksternal (mis.
selimut hipotermia atau kompres dingin
pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
 Hindari pemberian antipiretik atau
aspirin
 Berikan oksigen, jika perlu
Gejala dan Tanda Mayor :
Edukasi
Subjektif
 Anjurkan tirah baring
-
Kolaborasi
Objektif
 Kolaborasi pemberian cairan dan
 Suhu tubuh diatas nilai normal elektrolit intravena, jika perlu

Gejalan dan Tanda Minor :

Subjektif Regulasi Temperatur

- Observasi :

Objektif  Monitor suhu tubuh sampai stabil


 Monitor suhu tubuh anak tiap dua jam,
 Kulit merah
jika perlu
 Kejang
 Takikardi  Monitor tekanan darah, frekuensi
 Takipnea pernafasan dan nadi
 Kulit terasa hangat  Monitor warna dan suhu kulit
 Monitor dan catat tanda dan gejala
hipertermia
Kondisi Klinis Terkait
Terapeutik :
 Proses infeksi
 Pasang alat pemantauan suhu kontinu,
 Hipertiroid
jika perlu
 Stroke
 Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi
 Dehidrasi
yang adekuat
 Trauma
Kolaborasi :
 Prameturitas
 Kolaborasi pemberian antipiretik, jika
perlu

5 Defisit Nutrisi Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Manajemen Nutrisi


…..x...... jam, diharapkan status nutrisi membaik
Definisi : Observasi
dengan kriteria hasil:
Asupan nutrisi tidak cukup untuk Status Nutrisi  Identifikasi nutrisi
memenuhi kebutuhan metabolisme  Berat badan membaik (5)  Identifikasi alergi dan intolerasni
 Indeks Massa Tubuh (IMT) membaik (5) makanan
 Nafsu makan membaik (5)  Identifikasi makanan yang disukai
Penyebab :  Bising usus membaik (5)  Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
 Membrane mukosa membaik (5) nutrient
 Ketidakmampuan menelan
 Diare menurun (5)  Identifikasi perlunya penggunaan selang
makanan
 Ketidakmampuan mncerna  Perasaan cepat kenyang menurun (5) nasogastric
 Porsi makanan yang dihabiskan meningkat  Monitor asupan makanan
makanan
 Ketidakmampuan mengabsorbsi (5)  Monitor berat badan

nutrient  Kekuatan otot pengunyah meningkat (5)  Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

 Peningkatan kebutuhan  Kekuatan otot menelan meningkat (5) Terapeutik

metabolism  Lakukan oral hygiene sebelum makan,


 Faktor ekonomi (mis. finansial jika perlu
tidak mencukupi)  Fasilitasi menentukan pedoman diet
 Faktor psikologis (mis. stress,  Sajkan makanan secara menarik dan
keengganan untuk makan) suhu yang sesuai
 Berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori dan
Gejala dan Tanda Mayor
tinggi protein
Subjektif  Berikan suplemen makanan, jika perlu
 Hentikan pemberian makan melalui
(Tidak tersedia)
selang nasogastric jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi
Objektif

 Anjurkan posisi duduk, jika mampu


 Berat badan menurun minimal
10% di bawah rentang ideal  Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi

Gejala dan Tanda Minor  Kolaborasi pemberian medikasi


sebelum makan (mis. pereda nyeri,
Subjektif
antimetik), jika perlu

 Cepat kenyang setelah makan  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk

 Kram/nyeri abdomen menentukan jumlah kalori dan jenis

 Nafsu makan menurun nutrient yang dibutuhkan


Objektif

 Bising usus hiperaktif


 Otot pengunyah lemah
 Otot menelan lemah
 Membrane mukosa pucat
 Sariawan
 Serum albumin turun
 Rambut rontok berlebihan
 Diare

Kondisi Klinis Terkait

 Stroke
 Parkinson
 Mobius syndrome
 Cerebral palsy
 Cleft lip
 Cleft palate
 Amvotropic lateral sclerosis
 Luka bakar
 Kanker
 Infeksi
 AIDS
 Penyakit Crohn’s
 Enterokolitis
 Fibrosis kistik
DAFTAR PUSTAKA
Bare & Sulmetzer.2001. Keperawatan Medikal-Bedah Bruner & Suddart Edisi 8.
EGC.Jakarta.
Baughman C Diane. 2000. Keperawatan medical bedah, Jakarta, EGC.
Nair, M., & Peate, I. (2015). Dasar-dasar Patofisiologi Terapan Edisi 2. Jakarta:
Bumi Medika.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). NANDA NIC-NOC edisi refisi jilid 1 2015.
Jakarta: Media Action Publishing.
PHILIP ENG Respiratori medical clinic. (2017). philipeng.com. Dipetik April 22,
2017, dari philipeng.com.sg:http://www.philipeng.com.sg/ms/condition//
pleural-effusion/ diakses tanggal 3 Maret 2021
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indoneisa:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat PPNI.

Anda mungkin juga menyukai