Analisis Jurnal - Keperawatan Kritis
Analisis Jurnal - Keperawatan Kritis
KEPERAWATAN KRITIS
ANALISA PICO
Disusun Oleh :
( A12-B )
Pengaruh Healing Gardens Terhadap Penurunan Kecemasan Pasien Di Rumah Sakit Swasta Yogyakarta Fransisca
Anjar Rina Setyani, Siwi Ikaristi Maria Theresia
Media Ilmu Kesehatan P-ISSN 2252-3413, E-ISSN 2548-6268
246
Media Ilmu Kesehatan Vol. 8, No. 3, Desember 2019
*1Stikes Panti Rapih Yogyakarta, Jl. Tantular No 401, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta, email:
fransiscaanjarrina@gmail.com, Indonesia
2
Stikes Panti Rapih Yogyakarta, Jl. Tantular No 401, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta, email:
siwi_theresia@yahoo.co.id, Indonesia
ABSTRACT
Background: Chronic disease often cause patients feeling anxious in which it give negative consequences on their
physical, emotional, social, intelectual and spiritual condition. Nurse can applay complementary therapy such as healing
gardens to reduce patient anxiety level. Healing gardens can give comfortable situation, therfore it can improve
relaxtation and reduce stress that can make hospitalization shorter. Some researres, results show that healing gardens can
improve relaxtation and reduce patients anxiety who are sick.
Objective: To identify the relationship between healing gardens toward reducing chronic patients anxiety level in one
of Private Hospital in Yogyakarta.
Methods: Research design which was done was observation. Population in this research were all chronical hospitalized
patient in in one of Private Hospital in Yogyakartaa from August to October 2015. Total sample in this research were
30 respondens who are choosed randomly.
Results: The test result of data analysis on the difference of before and after experiencing healing gardens showed p
value 0.000 (p value < 0.05), means that healing gardens can reduce chronical panients anxiety level.
Conculsion: Healing gardens can reduce anxiety level in chronic illnes patients. Hospital should applay
healing gardens toward chronical patients in order to reduce patient anxiety level.
Pengaruh Healing Gardens Terhadap Penurunan Kecemasan Pasien Di Rumah Sakit Swasta Yogyakarta Fransisca
Anjar Rina Setyani, Siwi Ikaristi Maria Theresia
Media Ilmu Kesehatan P-ISSN 2252-3413, E-ISSN 2548-6268
tingkah laku, seperti kegelisahan, syok, sehingga dapat meningkatkan relaksasi,
3
penolakan, kemarahan atau menarik diri. menurunkan stres pasien sehingga waktu
Pada pasien yang mengalami penyakit kronis, pemulihan sakit menjadi lebih cepat. Healing 7
Rumah Sakit Swasta di Yogyakarta pada Bulan 15 Hasil penelitian dilihat dari jenis kelamin
Agustus – 17 Oktober 2015. Jumlah sample dalam responden menunjukkan bahwa dari sebagian
penelitian ini sebanyak 30 responden yang di pilih besar responden berjenis kelamin laki – laki, yaitu
digunakan dalam penelitian adalah pasien yang responden (47%) berjenis kelamin perempuan.
menderita penyakit kronis, menjalani rawat inap Responden dilihat dari usia menunjukkan bahwa
dan mendapatkan terapi healing gardens, yang sebagian besar responden berada pada kategori
memenuhi kriteria inklusi: pasien memiliki usia lansia awal dan manula. Prosentase
tingkat kesadaran composmentis, pasien tidak responden untuk kategori usia lansia awal adalah
mengalami gangguan komunikasi verbal, vital sebesar 36,7 % dan manula yaitu sebesar 33,3%.
sign pasien dalam kondisi stabil, pasien bersedia Sedangkan kategori usia yang paling sedikit
menjadi responden penelitian, dan berusia 25 adalah usia dewasa awal yaitu sebesar 3,3 %.
Hasil penelitian pada tabel 3 menunjukkan tingkat perawatan di Rumah Sakit dengan fasilitas kamar
perawatan yang tersedia. Selain itu beberapa
kecemasan responden sebelum dilakukan healing
responden juga mengungkapkan suasana ruang
gardens sebagian besar adalah ringan yaitu
perawatan yang bersih, pemberian terapi musik
sebanyak 25 responden (83%). Sebagian kecil
di ruang perawatan,
tingkat kecemasan sebelum dilakukan healing
gardens adalah
perawatan yang baik selama di rumah sakit responden sesudah dilakukan healing gardens
membuat stress pasien menurun. adalah 2,93 (kecemasan ringan). Dari hasil uji
Responden sudah mengalami perbaikan analisa data perbedaan skor kecemasan pada
kondisi selama menjalani perawatan selama responden sebelum dan sesudah dilakukan
beberapa hari, hal ini dapat menurunkan stressor healing gardens menunjukkan P value =0,000
yang menyebabkan terjadinya kecemasan. (P value < 0,05), artinya Ho ditolak, terdapat
Penurunan stressor selama menjalani perawatan di perbedaan skor kecemasan responden sebelum
Rumah Sakit dapat meningkatkan imunitas pasien, dan sesudah dilakukan healing gardens. Artinya
hal ini akan berdampak pada peningkatan status healing gardens dapat menurunkan tingkat
kesehatan pasien. Respon stres akan kecemasan pasien yang mengalami penyakit
mempengaruhi respon imun (penurunan imunitas kronis. Ada persamaan antara teori dan fakta,
tubuh), dimana hal ini terjadi melalui peptida dimana melalui kegiatan healing gardens, pasien
hipotalamus dan pituitari, yaitu CRF menjadi lebih rileks sehingga akan menurunkan
(Corticotropin Releasing Factor) dan ACTH stressor, hal ini berdampak pada penurunan
11
(Adenocorticotropic Hormone). Stressor akan kecemasan pasien. Healing gardens akan
meningkatkan CRF di hipotalamus yang akan menstimulasi pengeluaran edorphine dari dalam
memicu aktivitas aksis HPA (hypotalamic – tubuh sehingga akan menimbulkan efek relaksasi,
Pituitary - Adrenocortical), CRF ditangkap meningkatkan mood yang positif sehingga dengan
langsung oleh reseptor CRF- R1 limfosit mukosa kondisi tersebut respon stres (stresor) akan
sehingga akan mempengaruhi perilaku dari menurun.7,8
limfosit. Perubahan pada perilaku limfosit
Selain menstimulasi pengeluaran endorphine,
tersebut akan memodulasi respon imun yaitu Ig
healing gardens akan memberikan efek
A, Ig G dan Ig M, dimana sistem imunitas
relaksasi, hal ini akan mempengaruhi korteks
seseorang akan menurun akibat stresor.10 Apabila
cerebri dan sistem limbik sehingga hipotalamus
stressor yang memicu terjadinya kecemasan
menurunkan produksi CRH (Corticotropic
menurun, maka sistem imunitas pasien akan
Releasing Hormone), dengan menurunnya
meningkat.
produksi CRH, maka produksi ACTH di pituitary
Bila dilihat dari rata-rata skor kecemasan anterior juga akan menurun, hal ini akan
responden, rata-rata skor kecemasan responden menimbulkan dampak pada penurunan produksi
sebelum dilakukan healing gardens adalah kortisol di korteks adrenal.8 Dengan menurunnya
12,83 (kecemasan ringan), sedangkan rata-rata produksi krotisol maka akan
skor kecemasan
memberikan efek relaks pada tubuh, pasien. Penelitian ini dapat digunakan lebih lanjut
sehingga kaecemasan akan menurun. dengan menggunakan responden yang lebih
banyak dan pada pasien dengan penyakit lain
KESIMPULAN yang bukan penyakit kronis.
Sebelum dilakukan healing gardens, 83%
responden memiliki tingkat kecemasan ringan dan TERIMA KASIH
6,7% memiliki tingkat kecemasan berat. Sesudah LLDIKTI Wilayah V Yogyakarta yang sudah
dilakukan healing gardens, 100% responden memberikan dana hibah penelitian, (0274)
memiliki tingkat kecemasan ringan. Bila dilihat 513538, email: lldikti5@kemendikbud.go.id.
dari skor kecemasannya, rata-rata skor kecemasan
responden sebelum dilakukan healing gardens KEPUSTAKAAN
adalah 12,83. Sedangkan rata-rata skor kecemasan 1. Morton, P.G., Fontaine, D., Hudak, C.M.,
responden sesudah dilakukan healing gardens Gallo, B.M. Keperawatan kritis:
pendekatam asuhan holistik. Edisi 8.
adalah 2,93. Hal ini menunjukkan, terdapat Jakarta: EGC; 2011.
penurunan skor kecemasan sesudah dilakukan 2. Kozier, B., Erb, G., Berman, A. & Snyder,
S.J. Buku ajar: Fundamental keperawatan
healing gardens. Dari hasil uji analisa data
konsep, proses, & praktik. Edisi 7. Jakarta:
perbedaan skor kecemasan pada responden EGC; 2010.
3. Potter, P.A. & Perry, A.G. Fundamentals of
sebelum dan sesudah dilakukan healing gardens
nursing: Fundamental keperawatan. Edisi
menunjukkan P value =0,000 (P value < 0,05), 7. Jakarta: Salemba Medika; 2009.
4. Australian Health Ministers’ Coference.
artinya Ho ditolak, terdapat perbedaan skor
National chronic disease strategy. 2005.
kecemasan responden sebelum dan sesudah 5. Black, J.M & Hawks, J.H. Medical surgical
nursing: Clinical management of positive
dilakukan healing gardens.
outcomes. 8th Edition. Saunders: Elsevier
Dari hasil penelitian tersebut, diharapkan (Singapore) Pte Ltd; 2009.
6. Marcus, C. C. Healing gardens in hospitals.
rumah sakit di seluruh Indonesia dapat
Interdisciplinary Design and Research e-
menerapkan healing gardens pada pasien Journal. January 2007; Volume 1(1), 1-27.
7. Schmutz, U, Lennartsson, M., Williams, S.,
dengan penyakit kronis untuk menurunkan tingkat
Devereaux, M. & Davies, G. The benefits
kecemasan pasien. Bagi perawat sebaiknya juga of gardensing and food growing for
health and wellbeing. United Kingdom: A
memberikan pendampingan dan touch pada
Garden Organic and Sustein Publication;
pasien–pasien yang dilakukan healing gardens 2014.
8. Smeltzer, Suzane C. Buku ajar
dimana dengan tindakan tersebut secara
keperawatan medikal bedah. Jakarta:
psikologis dapat meningkatkan rasa aman dan EGC; 2013.
nyaman sehingga menurunkan tingkat kecemasan 9. Anderson, J. B. An exploration of the
potential benefits of healing gardenss on
veterans with PTSD. Reoprts Graduate
Studies: Utah State University; 2011.
10. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Kategori Usia Menurut
Departemen Kesehatan RI. Diunduh 27 November 2015.
www.kemenkes.go.id.
2009
11. Putra, S.T. Psikoneuroimunologi kedokteran.
Surabaya: Gideon Offset; 2005.
ABSTRAK
Kecemasan merupakan suatu masalah yang sering dialami oleh pasien Congestive Heart Failure (CHF).
Masalah ini dikaitkan dengan adanya tekanan psikologis dan masalah fisik yang dihadapi oleh pasien Congestive
Heart Failure (CHF) yang akan berdampak pada penurunan Health-Related Quality of Live (HRQoL). Penelitian ini
bertujuan mengetahui pengaruh pemberian terapi SEFT terhadap tingkat kecemasan pada pasien Congestive Heart
Failure (CHF). Desain yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan melibatkan 40 orang responden yang
dipilih dengan menggunakan teknik consecutive sampling yang dibagi menjadi dua kelompok. Hasil uji bivariat
dengan menggunakan uji parametrik yakni independent t test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan penurunan
kecemasan yang bermakna antara kedua kelompok (p value =0,0001). Disimpulkan bahwa terapi SEFT berpengaruh
terhadap penurunan kecemasan pada pasien Congestive Heart Failure (CHF). Hasil penelitian ini dapat
direkomendasikan untuk diterapkan sebagai upaya mengatasi kecemasan pada pasien Congestive Heart Failure
(CHF).
ABSTRACT
Anxiety is a problem that is often experienced by patients with Congestive Heart Failure
(CHF). This problem is attributed to the psychological pressure and physical problems faced by
those patients that will impact on the decrease on Health-Related Quality of Live (HRQoL). This
study aimed to determine the effect of SEFT therapy on anxiety among patients with Congestive
Heart Failure. A Quasi experiment design was used in this study by involving 40 respondents which
selected by using a consecutive sampling technique and divided into two groups. The result of
independent t-test showed that there is a significant difference mean of anxiety between two groups
(p value = 0.0001). It was concluded that SEFT therapy has effect on anxiety reduction among
patients with Congestive Heart Failure. The results of this study can be recommended as an
intervention to overcome anxiety among patients with Congestive Heart Failure.
Sebagian besar responden dalam penelitian ini hingga pasien menjalani perawatan lebih dari dua
adalah perempuan yaitu sebanyak 23 orang atau minggu (Stubbe, 2008). Lain halnya temuan dalam
sebesar 57,5%. Hasil penelitian sebelumnya penelitian yang dilakukan oleh Coyne dan Dip (2006)
menunjukkan bahwa responden perempuan lebih yang menyatakan bahwa lama hari rawat tidak
banyak daripada laki-laki, pasien yang berjenis berpengaruh pada kecemasan (Coyne dan Dip, 2006
Rerata lama menderita CHF pada kelompok penelitian lainnya menunjukkan bahwa 78 pasien
intervensi 25,65 bulan (2,14 tahun) dan rerata lama (50,0%) mengalami CHF NYHA II, dan 36 pasien
menderita CHF kelompok kontrol 12,30 bulan (1,025 (23,1%) mengalami CHF NYHA I (Graven et al.
tahun). Hasil penelitian sebelumnya rata-rata lama 2017). Depresi, kecemasan dan buruknya kualitas
menderita gagal jantung adalah 6,6 tahun (± 3,3) hidup dapat mempengaruhi tingkat
keparahan penyakit. Pasien dengan gagal jantung tahap atau juga membuat tidur (hipnotik). Namun penggunan
II (berdasarkan NYHA) memiliki lebih sedikit gejala obat anticemas untuk kasus gangguan kecemasan
kecemasan dan depresi serta kualitas hidup lebih baik terbatas untuk gangguan panik dan gangguan cemas
dibandingkan dengan mereka yang menderita CHF menyeluruh (International Journal of Psychiatry in
NYHA III atau IV. Sedangkan, pasien dengan CHF Clinical Practice, 2012). Sehingga meskipun sudah
NYHA III dan IV secara signifikan akan mengalami mendapatkan terapi antidepresan, pasien CHF masih
cemas dan mengalami penurunan kualitas hidup. merasakan kecemasan.
ABSTRACT
Patients who are treated in the ICU will certainly experience psychological
problems, in the form of anxiety disorders, depression to psychosis. Untreated
Published by: anxiety will cause the patient's condition to get worse, such as experiencing
Tadulako University, irregular heart rhythms, rapid pulse, shortness of breath, and headaches.
Managed by Faculty of Medicine. Management to overcome anxiety can be done with autogenic relaxation and
Email: healthytadulako@gmail.com lavender aromatherapy. The purpose was to determine the effectiveness of
Phone (WA): +6285242303103 autogenic relaxation therapy and lavender aromatherapy in reducing the anxiety
Address: level of patients in the ICU Poso Hospital. Quasi-experimental research method
Jalan Soekarno Hatta Km. 9. City of with pre-test and post-test research design with the control group. The
Palu, Central Sulawesi, Indonesia population was all patients who were hospitalized in the ICU from August to
October 2020. The total sample was 30 people with the purposive sampling
technique using purposive sampling by the inclusion criteria. Data collection
using the HARS questionnaire instrument. The results showed that there were
differences in anxiety before and after being given autogenic relaxation
intervention and lavender aromatherapy in the intervention group with a p-value
= 0.000. Autogenic relaxation interventions and lavender aromatherapy can be
used as independent interventions in overcoming anxiety problems.
ABSTRAK
Musik suara alam merupakan bentuk integrative antara musik klasik dengan suara-suara alam. Pengunaan musik suara alam
seperti suara burung, ombak, angin, air mengalir dan lainnya sebagai terapi kesehatan telah mencapai hasil yang memuaskan
yaitu meningkatkan relaksasi, memperbaiki kondisi fisik, psikis bagi individu dengan berbagai usia. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh pemberian musik suara alam terhadap penurunan kecemasan pasien kritis di ICU. Penelitian ini
bermanfaat untuk membantu penyembuhan pasien kritis, sebagai landasan mewujudkan evidence based practice dalam
penanganan pasien kritis.
Metode penelitian menggunakan quasi experiment non equivalent dengan pre-post test control group design. Pengambilan
sampel consecutive sampling dengan randomized allocation. Responden berjumlah 38 orang yang terdiri dari 20 orang
kelompok intervensi dan 18 orang kelompok kontrol. Musik suara alam yang digunakan adalah suara burung dengan kombinasi
diberikan 2x30 menit yaitu pada pagi hari (jm08.00-tengah hari), dan malam hari (20.00-22.00) selama 3 hari. Alat ukur
kecemasn menggunakan visual analog scale-anxiety (VAS-A). Analisa data menggunakan Wilcoxon dan Mann Whitney.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan penurunan kecemasan pada kelompok intervensi dengan nilai untuk pretest 62,25±7,304,
posttest 41,65±5,976, sedangkan pada kelompok kontrol pretest 46,55±12,76, posttest 43,00±12,35. Hasil uji perbandingan nilai
kecemasan sebelum dan sesudah diberikan intervensi pada kelompok intervensi nilai p = 0,000 (p < 0,05) dan kelompok kontrol
nilai p = 0,007 (p < 0,05). Sedangkan hasil uji beda kecemasan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol adalah p=
0,000 (p<0,05) yang berarti ada perbedaan yang bermakna pada tingkat kecemasan antara kelompok intervensi dengan
kelompok kontrol.
Kesimpulan. Musik suara alam efektif untuk menurunkan kecemasan pada pasien kritis.
ABSTRACT
Nature sound music is a combination between classical music with sounds of nature. The use of natural sound music like the
sounds of birds, waves, wind, and water flow as a medical therapy has achieved satisfactory results that can improve
relaxation, physical condition, and psychological state for individuals of various ages. This study aimed to determine the effect
of natural sound music to decreased anxiety on critically ill patients in the ICU. This research is helpful in healing the critical
patient, and as the basis for realizing evidence based practice in the management of critically ill patients.
This research is using quasi-experimental non-equivalent to the pre-posttest control group design, with consecutive sampling by
randomized allocation. Respondents were 20 people the intervention group and 18 people in the control group. Nature sounds
music that was used is the sound of birds with a combination of 2 x 30 minutes in the morning (08.00-noon) and in the evening
(20:00 to 22:00) for 3 days. Anxiety levels were measured using visual analog scale-anxiety (VAS-A). Data then were analyzed
using Wilcoxon and Mann Whitney.
The results of this study showed a decrease in anxiety in the intervention group with a value of 62.25 ± 7.304 pretest, posttest
41.65 ± 5.976, whereas the control group pretest 46.55 ± 12.76, 43.00 ± 12.35 posttest. The result of the comparison test on the
anxiety before and after intervention in the intervention group p = 0.000 (p <0.05) and in the control group p = 0.007 (p <0.05).
While the results of the difference test on the anxiety between the intervention group and the control group were p = 0.000 (
p
<0.05), which means there is a significant difference in anxiety levels between the intervention group and control group.
Conclusion. Music sounds of nature is effective to reduce anxiety in critically ill patients.
Corresponding Author :
Kurnia Wijayanti, Mahasiswa Magister Keperawatan Universitas
Diponegoro E-mail : Jayahe28@gmail.com
PENDAHULUAN
Kecemasan merupakan hal yang sering dirasakan pasien menjalani pengobatan atau prosedur di
rumah sakit. Sumber kecemasan pada pasien yang dirawat di ruang intensif dapat berupa penyakit yang
diderita, perasaan kesepian, rasa takut mengenai ajal, lingkungan seperti pencahayaan yang terus menerus,
suara alat yang terdengar sepanjang waktu, serta kesiagaan dari petugas medis. Diperkirakan sekitar 70%
sampai 87% pasien kritis mengalami kecemasan. Kecemasan dapat mengakibatkan adanya perubahan
fisiologis meliputi tekanan darah, heart rate, pernafasan (Biley, Morgan, & Satherley, 2003), agitasi,
peningkatan aktifitas otot/pergerakan, ketakutan (Chlan & Savik, 2011), ancaman terhadap lingkungan
yang asing dengan kebisingan yang terus menerus, teknologi yang canggih, kehilangan privasi,
ketidakmampuan untuk berkomunikasi efektif, mobilitas terbatas, gangguan tidur, dan takut mati atau cacat
yang umum untuk pengalaman perawatan kritis. Perawat meyakini bahwa pengelolaan kecemasan sangat
penting sehingga tidak berubah menjadi ketakutan yang dapat menstimulasi sistem saraf simpatis sehingga
mengakibatkan adanya peningkatan kerja pernafasan, permintaan oksigen, dan kerja otot jantung (Chlan &
Savik, 2011). National Center for Complementary/ Alternative Medicine (NCCAM) membuat berbagai
terapi dan sistem pelayanan dimana mind-body therapy memberikan intervensi dengan teknik untuk
memfasilitasi kapasitas berpikir yang mempengaruhi gejala fisik dan fungsi tubuh misalnya perumpamaan
(imagery), yoga, terapi seni, berdoa, journaling, biofeedback, humor, tai chi, dan terapi musik (Snyder, M.
& Lindquist, 2002).
Badan penelitian kesehatan dan kualitas perawatan kesehatan di Ronchester, Minnesota merekomendasikan
bahwa manajemen kecemasan bisa dilakukan dengan terapi relaksasi seperti musik dan suara alam (nature
sound) (Cutshall et al., 2011). Nature sounds music merupakan jenis musik temuan baru akibat modernisasi
tehnologi rekaman suara, bentuk integrative musik klasik dengan suara-suara alam. Komposisi suara yang
dihasilkan oleh fenomena alam, seperti angin, hujan, laut, sungai, binatang, dan burung. Suara alam juga
memiliki tempo yang berbeda, pitch, dan irama yang umumnya lambat atau nada yang tidak tiba-tiba
tinggi. Manusia memiliki hubungan yang erat dan kontak dengan alam yang bermanfaat bagi kesehatan
(Chiang, 2012). Menurut E.O.Wilson dalam bukunya biophilia mengemukakan bahwa manusia memiliki
daya tarik bawaan dengan alam sehingga
interaksinya dengan alam memiliki efek terapeutik dan penggunaan suara alam tersebut dalam tatanan
klinik masih jarang dilakukan (Lechtzin, Bone, Aspirate, Busse, & Smith, 2010).
METODE
Penelitian quasi experiment non equivalent dengan pre-post test control group design (Dharma, 2011).
Tujuan dari penelitian ini mendiskripsikan perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan setelah pemberian
intervensi musik suara alam kelompok intervensi dan kontrol, dan mendeskripsikan perbedaan kecemasan
antara kelompok intervensi dan kontrol. Pengambilan sampel consecutive sampling dengan randomized
allocation. Responden berjumlah 38 orang, 20 orang untuk kelompok intervensi dan 18 orang kelompok
kontrol. Musik suara alam yang digunakan adalah suara burung dengan kombinasi diberikan 2x30 menit
yaitu pada pagi hari (jm08.00-tengah hari), dan malam hari (20.00-22.00) selama 3 hari. Kriteria inklusi
responden meliputi bersedia menjadi dan mendengarkan musik suara alam, berusia diatas 18 tahun, dirawat
di ICU ≥ 48 jam, GCS 13-15, kecemasan ringan- sedang, tidak memiliki gangguan pendengaran,
menyetujui dan bersedia mendengar musik suara alam.
Analisa univariat menggambarkan karakteristik responden berdasarkan usia jenis kelamis, jenis penyakit
dari responden, dan gambaran tingkat kecemasan. Analisa bivariat terlebih dahulu dilakukan uji normalitas
mengggunakan uji shapiro wilk dikarenakan jumlah sampel yang sedikit. Pada penelitian ini menggunakan
uji nonparametrik wilcoxon karena distribusi data tidak normal. Uji ini untuk mengetahui perbedaan tingkat
kecemasan sebelum dan sesudah pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Sedangkan untuk
mengetahui perbedaan tingkat kecemasan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol menggunakan
uji Mann Whitney.
HASIL
Pada bab ini akan menguraikan hasil penelitian tentang pengaruh pemberian intervensi musik suara alam
terhadap penurunan kecemasan pasien kritis
Tabel 1. menunjukkan bahwa jenis kelamin responden yang dirawat di ruang perawatan
kritis pada kelompok intervensi terbanyak perempuan sebesar 65%, dan pada kelompok kontrol
laki-laki dan perempuan mempunyai prosentase yang sama yaitu sebesar 50%.
Gambar 1. Grafik Tingkat Kecemasan Kelompok Intervensi Pasien Kritis
P value
Kecemasan
Median (Min-Max)
Kelompok Intervensi Wilcoxon
Sebelum 61,50(50-70)
Sesudah 40,00(30-52) 0,000
Kelompok Kontrol
Sebelum 46,06(30-70)
Sesudah 43,56(30-68) 0,007
Delta Kontrol
Delta intervensi
Gambar 3. menunjukkan hasil selisih pretest dan posttest nilai kecemasan pada kelompok
intervensi menunjukkan bahwa terdapat penurunan kecemasan paling tinggi sebesar 30 yang
ditandai dengan angka 30, sedangkan pada kelompok kontrol terdapat penurunan kecemasan
paling tinggi sebesar 15, yang ditandai dengan angka -15.
Tabel 3. Perbandingan Delta Kecemasan Dan Kualitas Tidur Pada Kelompok Intervensi dan
Kelompok Kontrol
Tabel 3. menunjukkan hasil perbandingan kecemasan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol
yaitu adanya perbedaan yang bernakna antar kedua kelompok dengan nilai p=0,000 (<0,05).
PEMBAHASAN
Hasil data demografi responden usia responden pada kelompok intervensi 49,25(29-65),
sedangkan pada kelompok kontrol 49,61(34-70), jenis kelamin didominasi perempuan 13 orang
(65%), laki-laki 7 orang (35%) pada kelompok intervensi. Dalam penelitian sebelumnya bahwa faktor
jenis kelamin, usia, etnik, dan pengalaman pribadi pada musik tertentu akan mempengaruhi
penerimaan individu itu sendiri terhadap musik yang didengarnya. Individu itu sendiri yang
memberikan pengaruh seberapa efektifnya terapi musik untuk dirinya (Heiderscheit, Breckenridge,
Chlan, & Savik, 2014). Pada penelitian area non kritis yaitu pada pasien post operasi jamtung bahwa
didapatkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada data demograni, meliputi usia, jenis
kelamin,menikah, status pernikahan (Forooghy, Tabrizi, & Hajizadeh, 2015).
Hasil uji perbandingan nilai kecemasan sebelum dan sesudah diberikan intervensi pada
kelompok intervensi nilai p = 0,000 (p < 0,05) dan kelompok kontrol nilai p = 0,007 (p < 0,05) yang
berarti bahwa terdapat perbedaan bermakna kecemasan sebelum dan sesudah pemberian intervensi
musik suara alam (p value <0,05). Penelitian lain yang menggunakan musik pada area non kritis
bahwa penggunaan musik suara alam dapat menurunkan kecemasan pada pasein dengan cardiac
surgical dengan nilai kecemasan kelompok intervensi p=0,001 dan kelompok kontrol p=0,003.
Penurunan kecemasan terjadi pada kedua kelompok, tetapi perbedaan tidak signifikan secara statistik
(Cutshall et al., 2011). Penelitian menyebutkan bahwa musik dapat menurunkan kecemasan pada
pasien gagal nafas yang terpasang ventilator daripada pasien yang hanya mendapat perawatan standart
di ICU. Dan musik merupakan terapi non farmakologi yang membantu meningkatkan toleransi pasien
terhadap penggunaan ventilator (L. L. Chlan & Weinert, 2013). Penelitian lain bahwa nilai rata-rata
penurunan kecemasan pada kelompok intervensi 4.25 ± 2.60, sedangkan pada kelompok kontrol7.12 ±
3.45 (Mahdipour & Nematollahi, 2012).
Hasil uji beda kecemasan pada penelitian ini antara kelompok intervensi dan kelompok
kontrol adalah p value 0,000 (p <0,005) yang berarti ada perbedaan yang bermakna pada tingkat
kecemasan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Pada gambar grafik 25 dijelaskan
bahwa penurunan kecemasan pada kelompok intervensi paling tinggi yaitu sebesar 30 sedangkan pada
kelompok kontrol paling tinggi sebesar 15 yang artinya intervensi musik suara
alam mempunyai pengaruh terhadap penurunan kecemasan pada pasien kritis. Hal ini sejalan dengan
penelitian sebelumnya dimana musik yang diberikan kepada 373 pasien (122 kelompok intervensi dan
125 kelompok kontrol ) di 12 ruang ICU terbukti dapat menurunkan kecemasan pasien yang
menggunakan ventilator p=0,003 dan menurunkan penggunaan sedasi. Pada kelompok intervensi
menggunakan 3 dosis sedasi sedangkan kelompok kontrol 5 dosis sedasi dari 8 dosis yang ditetapkan
(Hoffmann, 2013). Penelitian (Alvarsson, Wiens, & Nilsson, 2010) dimana pasien diberikan musik
suara alam (khususnya suara burung dan suara air mengalir), hasilnya bahwa musik suara alam
menciptakan perasaan senang/bahagia, menstimulasi saraf simpatis sehingga mempercepat pemulihan
pasien dari stres. Kecemasan yang dirasakan oleh pasien sehingga dapat meningkatkan stimulasi
terhadap sistem saraf simpatis, meningkatkan kerja bernafas, meningkatkan kebutuhan oksigen dan
stimulai miokardial dengan pemberian musik suara alam dapat memberikan efek sinkronasi yang baik
dengan ventilasi mekanik, meningkatkan kenyamanan (Chlan & Savik, 2011). Dalam database
cochrane, menyebutkan bahwa sebanyak 213 pasien dengan ventilasi mekanik yang Penelitian Ismail,
(Ismail, 2010) bahwa musik dapat menurunkan kecemasan pada pasien kritis dengan
ventilator.diberikan terapi musik menunjukkan adanya penurunan kecemasan. (Bradt, Dileo, &
Grocke, 2010)
Penelitian (Saadatmand et al., 2012) juga menunjukkan penurunan yang progresif terhadap
tingkat kecemasan pada 60 responden yang diberikan terapi suara alam. Musik suara alam yang
diberikan kepada 120 pasien post coronary artery bypass graft selama penyapihan
ventilatormenunjukkan penurunan kecemasan yang signifikan p=0,002 (Aghaie, Rejeh, Heravi-
karimooi, & Ebadi, 2013).
Penelitian lain tentang pemberian musik suara alam pada area non kritis adalah dimana
penggunaan terapi musik pada pasien operasi coronary angioplasty kepada 64 responden, 20-40 menit
musik klasik secara signifikan menurunkan kecemsan pada kelompok intervensi dengan nilai p=0,014
sedangkan pada kelompok kontrol p=0,101 (Forooghy et al., 2015). Jenis musik lain yang digunakan
adalah musik harpa yang diberikan selama 20 menit untuk menurunkan kecemasan pada pasien
postoperatif vascular thoracic surgical menunjukkan hasil yang signifikan menurunkan kecemasan
dengan nilai p=0,000 yang diukur 10 menit setelah pemberian musik (Aragon, Farris, & Byers, 2002).
Penggunaan musik untuk menurunkan kecemasan pada pasien yang akan menjalani tindakan coronary
angiplasty menunjukkan hasil penurunan kecemasan yang signifikan pada kelompok intervensi (32.06
± 8.57 vs 41.16 ± 10.6, p=0,001), dan pada kelompok kontrol hasilnya menunjukkan penurunan yang
tidak signifikan (41.91 ± 9.88 vs. 38.97 ± 12.77; P = 0.101) (Forooghy et al., 2015) .
Penggunaan musik klasik, musik pop kontemporer dan musik pop Indonesia dalam menurunkan
kecemasan pada pasien dalam kondisi kritis (Ismail, 2010). Review sistematis tentang efek musik
untuk mengetahui penurunan kecemasan dan nyeri pada 42 randomized control trial (RCT) dengan
3.936 pasien preoperasi, intraoperasi, dan post operasi menunjukkan hasil yang positif. Evaluasi
kecemasan dengan menggunakan state trait anxiety inventory, visual analog scale, numeric rating
scale pada 24 studi menunjukkan 12 studi/50% secara signifikan musik dapat menurunkan skor
kecemasan (Nilsson, 2008).
Musik sebagai terapi untuk menurunkan kecemasan sudah dipelajari dan dilakukan sejak lama
karena manfaatnya yang besar dalam pengobatan. Musik dapat menstimulasi sistem saraf pusat untuk
memproduksi endorfin, dimana endorfin ini dapat menurunkan tekanan darah,
heart rate dan respiratory rate dan menciptakan suasana yang menyenangkan sehingga dapat
meminimalkan rasa takut dan cemas. Selain itu musik dapat memberikan perasaan yang positif dan
meningkatkan mood sehingga secara otomatis dapat meningkatkan kemampuan memperbaiki diri
secara klinis seperti nyeri dan kecemasan (Forooghy et al., 2015). Sumber kecemasan yang dirasakan
oleh responden adalah rasa nyeri, kematian, tidak mengetahui tentang prosedur yang dilaksanakan,
ancaman tentang kondisi tubuh, cemas terhadap hasil akhir dari prosedur tertentu, perubahan dalam
lingkungan rumah sakit, hilangnya kontrol diri, perubahan konsep diri, hilangnya kemampuan bekerja,
hilangnya fungsi peran, kehawatiran akan masa depan, dan pengalaman pertama dirawat di ICU
(McKinley S, 2008). Lingkungan ICU yang menakutkan, peralatan ventilator yang menjadi
penghambat dalam berkomunikasi, prosedur invasif, suara mesin yang bising dan terus-menerus,
kehilangan privasi, gangguan tidur, nyeri, obat-obatan, isolasi dan kontak minimal dengan orang-
orang terdekat merupakan hal yang membuat perasaan tidak berdaya memicu terjadinya perasaan
cemas pada pasien yang sedang dirawat diruang perawatan kritis (Urden LD, Stacy KM, 2010).
Penelitian ini memiliki heterogenitas responden yang bervariasi, dari tingkat usia, diagnosa
medis/jenis penyakitnya, musik yang baru pertama didengar, sehingga menimbulkan efek kecemasan
yang berbeda-beda. Pada dasarnya musik suara alam sudah sering didengar dalam kehidupan sehari-
hari tetapi tidak dijadikan sebagai terapi sehingga beberapa responden merasa kurang akrab. Dalam
pemberian asuhan keperawatan khususnya kecemasan faktor kenyamanan merupakan faktor yang
penting untuk dikuasai oleh perawat. Sepanjang abad 19 sampai 20, kenyamanan merupakan dasar
pemahaman untuk menjadi perawat yang berkemampuan dan berkarakter dalam memenuhi kebutuhan
kenyamanan baik secara fisik maupun mental (Besel, 2006).
Terdapat tiga tipe comfort, yaitu relief, ease dan renewal. Relief didefinisikan sebagai keadaan dimana rasa
tidak nyaman berkurang. Ease didefinisikan sebagai hilangnya rasa tidak nyaman yang spesifik; latar
belakang teoritikal diperkaya oleh tulisan Henderson tentang kebutuhan dasar manusia. Renewal
didefinisikan sebagai keadaan dimana seseorang bangkit dari ketidaknyamanan ketika ketidaknyamanan
tersebut tidak dapat dihindari (misalnya anak merasa percaya diri terhadap ambulasi walaupun dia tahu hal
tersebut akan memperparah nyeri). Pada akhirnya istilah renewal diubah menjadi transcendence.
Transcendence dianggap sebagai hal yang menguatkan dan mengingatkan perawat untuk tidak putus asa
dalam membantu pasien dan keluarganya merasa nyaman. Intervensi dalam meningkatan transcendence
bertujuan untuk meningkatkan lingkungan, meningkatkan dukungan sosial atau menentramkan hati, seperti
terapi relaksasi, musik, pijatan, oral hygiene, pengunjung special, perawatan dengan sentuhan (caring
touch), dan memfasilitasi strategi kenyamanan diri sendiri. (Kolcaba, 2003) Dari tipe comfort terdapat tiga
kategori dalam intervensi comfort, yaitu (a) intervensi comfort standard untuk mempertahankan
homeostasis dan mengontrol nyeri; (b) coaching, melatih untuk mengurangi cemas, menentramkan hati,
memberikan informasi, membangkitkan harapan, mendengarkan dan membantu merencanakan
penyembuhan; dan (c) comfort food for the soul, memberikan makanan jiwa yang nyaman, termasuk
ekstra hal-hal yang
menyenangkan yang dilakukan oleh perawat agar pasien dan keluarga merasa dirawat dan dikuatkan seperti
imaginasi terbimbing (Kolcaba, 2003).
DAFTAR PUSTAKA
Aghaie, B., Rejeh, N., Heravi-karimooi, M., & Ebadi, A. (2013). International Journal of Nursing Studies
effect of nature-based sound therapy on agitation and anxiety in coronary artery bypass graft patients
during the weaning of mechanical ventilation : A randomised clinical trial. International Journal of
Nursing Studies. http://doi.org/10.1016/j.ijnurstu.2013.08.003
Alvarsson, J. J., Wiens, S., & Nilsson, M. E. (2010). Stress recovery during exposure to nature sound and
environmental noise, 1036–1046. http://doi.org/10.3390/ijerph7031036
Aragon, D., Farris, C., & Byers, J. F. (2002). The effects of harp music in vascular and thoracic surgical
patients. Alternative Therapy, 8.
Besel, J. M. (2006). The effects of music therapy on comfort in the mechanically patient in the intensif
care unit., (April).
Biley, F., Morgan, E., & Satherley, P. (2003). The effects of music listening on adult patients pre
procedural state anxiety in hospital, (1998).
Bradt, J., Dileo, C., & Grocke, D. (2010). Music interventions for mechanically ventilated patients ( review
), (12). http://doi.org/10.1002/14651858.CD006902.pub3.Copyright
Chiang, et all. (2012). The effects of music and nature sounds on cancer pain and anxiety. Disertasi.
Chlan, L., & Savik, K. (2011). NIH Public Access : Pattern of anxiety in critically ill patients receiving
mechanical ventilatory support, 60(Mv), 1–17. http://doi. org/10.1097/N NR.0b013e 3182160
09c.Patterns
Cutshall, S. M., Olney, T. L., Messner, P. K., Brekke, K. M., Iii, T. M. S., Kelly, R. F., & Bauer, B. A.
(2011). Effect of the combination of music and nature sounds on pain and anxiety in cardiac surgical
patients: A Randomized Study, 17(4), 16–24.
Dharma, K. K. (2011). Metodologi penelitian keperawatan:panduan melaksanakan dan menerapkan
hasil penelitian. Jakarta: Trans Info Media.
Forooghy, M., Tabrizi, E. M., & Hajizadeh, E. (2015). Effect of Music Therapy on Patients ’ Anxiety and
Hemodynamic Parameters During Coronary Angioplasty : A Randomized Controlled Trial, 4(2).
Heiderscheit, A., Breckenridge, S. J., Chlan, L. L., & Savik, K. (2014). Music preferences of mechanically
ventilated patients participating in a randomized controlled trial. Music and Medicine, 6(2), 29– 38.
Hoffmann, L. A. (2013). Music therapy can reduce anxiety in critically ill patients. JAMA.
Ismail, S. (2010). The effect of music on anxiety reduction in patient with ventilator support.
Kolcaba, K. (2003). Comfort theory and practice: A Vision for holistic health care and
research.
Canada: Springer Publishing Company.
Lechtzin, N., Bone, U., Aspirate, M., Busse, A. M., & Smith, M. T. (2010). A Randomized
trial of nature scenery and sounds versus urban scenery and sounds to reduce pain in
adults. Journal of Alternative Complementary Medicine, 16(9), 965–972.
http://doi.org/10.1089/acm.2009.0531
Mahdipour, R., & Nematollahi, M. (2012). The effect of the music listening and the intensive
care unit visit program on the anxiety , stress and depression levels of the heart surgery
patients candidates, 5(3), 133–138.
McKinley S, M. C. (2008). Validity of the Faces Anxiety Scale for the assessment of state
anxiety in intensive care patients not receiving mechanical ventilation. Journal
Psychosom Res, 64(5), 503– 7.
Nilsson, U. (2008). The anxiety- and pain-reducing effects of music interventions: A
Systematic Review. AORN Journal, 87(4). http://doi.org/10.1016/j.aorn.2007.09.013
Saadatmand, V., Rejeh, N., Zayeri, F., Karimooi, M. H., Jasper, M., & Vaismoradi, M.
(2012). effect of nature based sounds intervention on agitation, anxiety, and stress in
patients under mechanical ventilator support.
Snyder, M. & Lindquist, R. (2002). Complementary/alternative therapies in nursing. (4th
ed.). New York: Springer.
Urden LD, Stacy KM, L. M. (2010). Critical Care Nursing : Diagnosis and Management. (6th
ed.).
Kanada: Mosby Elsevier.
Jurnal Riset Kesehatan Vol. 4 No. 3 September
Effect of Relaxation with Changes Anxiety And Sleep Quality ICU Patient in
Intensive Care Unit
1
Sudiarto 2Ari
Suwondo 3Agus
Nurrudin
1
Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Semarang
Jl. Piet A. Tallo - Kupang
2
Program Studi Magister Epidemiologi Pascasarjana Universitas Diponegoro
3
RS Paru Dr Ario Wirawan Salatiga
E-mail: jrk@poltekkes-smg.ac.id
Abstract
The objective of study was to determine the effect of relaxation on anxiety and sleep quality in
ICU patients. This study used quasi Experimental research design with Pre and Post test Control
Group Design. Sample of this study is ICU patients that were 56 respondents, consisted of 28
respondents provided a relaxation and dzikir intervention and 28 respondents as a control group.
Data were analyzed by univariate frequency distribution table, while the bivariate data using paired
t-test, Wilcoxon and Mann-Whitney. Research procedures performed by observing and assessing
check the level of anxiety and sleep quality before and after intervention. Relaxation dhikr
influence the change in the level of anxiety and sleep quality. In the treatment group p-value of 0.001
anxiety levels and sleep quality 0.001, while the p-value control group anxiety levels 0,001 dan 1.00
sleep quality. Independent test anxiety levels p-value of 0.001 and 0.001 sleep quality. Relaxation
and dzikir influence the change level of anxiety and sleep quality. In the control group satitistik result
there are significant differences, although in severe anxiety kategiori, can relaxation and dzikir be
recommended as a nursing intervention to improve the quality of patient sleep and anxiety in
hospital.
Abstrak
Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh relaksasi terhadap kecemasan dan kualitas tidur
pasien ICU. Jenis penelitian ini adalah quasi Experimental dengan rancangan Pretest-Posttest Control
Group Design. Sampel pada peneletian ini adalah 56 responden pasien ICU terdiri dari 28 diberikan
relaksasi dzikir dan 28 kelompok kontrol. Data dianalisis secara univariat dengan tabel distribusi
frekuensi, sedangkan data bivariat menggunakan Paired t-test, Wilcoxon dan Mann-whitney.
Prosedur penelitian dilakukan dengan mengobservasi dan menilai ceklist tingkat kecemasan dan
kualitas tidur sebelum dan sesudah perlakuan. Relaksasi dzikir berpengaruh terhadap perubahan
tingkat kecemasan dan kualitas tidur. Pada kelompok perlakuan p-value tingkat kecemasan 0,001
dan kualitas tidur 0,001,
sedangkan pada kelompok kontrol p-value tingkat kecemasan 0,001 dan kualitas tidur 1,00. Pada uji
independen tingkat kecemasan p-value 0,001 dan kualitas tidur 0,001. Relaksasi dzikir berpengaruh
terhadap tingkat kecemasan dan kualitas tidur pada pasien ICU . Pada kelompok kontrol hasil satitistik
ada perbedaan yang cukup signifikan walaupun masih dalam kategori kecemasan berat, relaksasi
dzikir dapat sebagai saran untuk tindakan
perawat dalam mengatasi kecemasan dan kualitas tidur pasien di rumah sakit.