Anda di halaman 1dari 4

Nama : I Putu Agus Krisna Ranadha

No : 16
Kelas : XII MM 4

Tema : Agama
Judul : Mudahnya Beragama Hindu
Ada banyak opini yang tersebar diberbagai media maupun dalam percakapan sehari-hari, bahwa
menjadi orang bali yang beragama Hindu sangat berat, penuh dengan upacara, banyak
larangannya, banyak kewajibannya. Khusus untuk upacara, bahkan ada persepsi bahwa resepsi
itu terlalu berat secara ekonomi bahkan sampai menyebabkan kemiskinan. Akhirnya sampai pada
kesimpulan takut menjadi orang Bali, takut menjadi orang Hindu. Jauh lebih enak dan praktis
pada agama lain. Padahal sesungguhnya, kalau kita pahami dengan baik dan bisa kita lakukan
intepretasi terhadap ajaran agama, sebenarnya menjadi orang Hindu itu sangat mudah dan
simple. Tidak ribet.

Mengapa dikatakan tidak ribet, berikut diantaranya alasannya.

Agama Hindu sangat fleksibel. Tidak ada kekakuan bahwa melaksanakan agama Hindu harus
seperti ini dan harus seperti itu. Tidak ada kewajiban mutlak untuk berpuasa sekian hari; tidak
ada kewajiban mutlak untuk sembahyang sekian kali sehari sampai meninggalkan pekerjaan;
tidak ada ancaman hukuman neraka kalau kita tidak melakukan sesuatu; tidak ada ancaman
neraka kalau kita makan daging hewan tertentu dan seterusnya.
Agama Hindu sangat bisa menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan. Agama Hindu
ibaratnya air jernih yang mengalir, yang tanpa warna. Warna air kita lihat akan terantung dari
warna tempat yang dilalui. Pelaksanaan agama Hindu bukan saja boleh di sesuaikan dengan
kondisi local, melainkan harus di sesuaikan. Prinsip ini secara umum dikenal dengan Desa-Kala-
Patra (menyesuaikan diri dengan tempat, waktu, dan kondisi objektif yang ada).
Agama Hindu mengajarkan untuk menghargai budaya lokal. Penganut agama Hindu dimanapun
berada tidak harus sama dengan penganut di India. Budaya local harus dipertahankan dann
dijadikan pembungkus atau kulit luar dari pelaksanaan Agama Hindu. Sebagai contoh, orang
Hindu dari etnis Jawa silakan menggunakan pakaian tradisional Jawa, Umat Hinndu di
Kaharingan Kalimantan juga dipersilahkan menggunakan pakaian tradisional Dayak Kaharingan,
tidak harus memakai sorban atau memakai Dotti seperti orang India.
Pelaksanaan upacara keagamaan di dalam agama Hindu juga sangat fleksibel. Ukurannya bisa di
sesuaikan, waktunya bisa disesuaikan, tempat juga bisa menyesuaikan. Untuk ukuran upakara
misalnya, sudah diberikan pedoman mulai dari yang paling kecil (Kanista), yang menengah
(Madya), sampai yang paling mewah (Utama). Dan perlu ditegaskan bahwa Knista, Madya dan
Utama bukanlah merupakkann indicator atau penentu kualitas sebuah upacara, melainkan hanya
merupakan ukuran besar kecilnya serta kompleksitas upacara yang sedang dilakukan. Kanista
artinya Inti, pokok, yang utama, bukan rendah atau hina. Upacara yang besar belum tentu
berkualitas dbandingkan upacara yang kecil atau sederhana. Bahkan upacara yang besar bisa
kualitasnya rendah, kalau pelaksanaanya sangat dipengaruhi oleh sifat Rajasika atau Tamasika,
seperti keinginan pamer, adu gengsi, bersaing dengan orang lain. Ini tergolong Rajasika Yadnya,
bukan Satwika Yadnya.
Namun demikian, tidak pula berarti bahwa yang sederhana atau kecil selalu berkualitas.
Semuanya harus menyesuaikan , dalam keseimbangan antara berbagai komponen upacara-
upakara yang dilaksanakan.

PRINSIP-PRINSIP DASAR

Kalau dikatakan bahwa agama Hindu sangat fleksibel, selalu menyesuaikan dengan agama local,
tidak harus sama dengan India, yang menentukan seseorang itu bisa bisa disebut penganut atau
beragama Hindu dan prinsip-prinsip dasar yang harus dianut oleh orang Hindu. Ada beberapa
prinsip dasar yang harus diyakini dan/atau diikuti oleh setiap umat Hindu, seperti Panca-Sradha,
Trihita Karana, Rwa Bhinneda dan seterusnya

Panca Srada.
Ajaran dasar Agama Hindu adalah kepercayaan atas 5 (limma) hal yang disebut Panca Srada :

Percaya dengan adanya Tuhan Yang Tunggal, Sumber segala sumber, Pencipta alam Semesta
dan segala isinya, serta kemana alam semesta dan segala isinya akan menuju (praline).
Percaya dengan adanya roh yang menghidupi setiap makhluk hidup, dan roh ini bersifat kekal
sebagai bagian dari percikan Brahman.
Percaya dengan Hukum sebab akibat yang berjalan secara otomatis bahwa perbuatan baik akan
mendapatkan hasil yang baik, sebaliknya perbuatan yang buruk akan menghasilkan hal yang
buruk.
Percaya dengan kelahiran yang berulang-ulang atau reinkarnasi sehingga agama Hindu tidak
mempercayai adanya pengadilan terakhir. Setiap orang di adili sesuai dengan siklusnya masing-
masing.
Percaya dengan adanya penyatuan kembali antara Atma dengan Brahman setelah melalui proses
kelahiran berulang-ulang dengan perbuatan baik. Moksa adalah kedamaian abadi, kebahagiaan
yang tidak bisa dipikirkan. Jadi, tujuan umat Hindu adalah mendapatkan kebahagiaan abadi,
bukan mengejar hal-hal yang sifatnya duniawi.
Sepanjang seseorang memeprcayai dan meyakini kelima kepercayaan dasar tersebut, maka dia
adaah penganut agama Hindu, walaupaun karena alas an praktis dan politis di KTP-nya tertulis
bukan Hindu.

Trihita Karana
Trihita Karana mengajarkan bahwa hidup ini harus berkesinambungan. Kebahagiaan hanya bisa
didapatkan hanya jika (dan hanya jika) kita menyeimbangkan berbagai aspek dalam kehidupan,
seperti keseimbangan material-spritiual, duniawi-surgawi, social-individual, dan seterusnya, atau
keseimbangan anatar manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan, dan manusia
dengan Tuhan. Prinsip ini juga berarti bahwa tidak ada gunanya kita sembahyang puluhan kali
dalam sehari, membina hubungan dengan Tuhan, kalau kita tidak bisa membina hubungan baik
dengan sesame manusia.

Rwa Bhinneda
Rwa Bhinneda secara harfiah berarti dua kutub yang berbeda. Seperti hitam-putih,, baik-buruk,
atas-bawah, kaya-miskin, laki-perempuan, dan seterusnya. Dengan prinsi Rwa Bhinneda ini kita
diajarkan untuk menerima perbedaan, bahkan hal yang berlawannan sekalipun. Namun
demikian, diajarkan bahwa kedua kutub yang berlawanan itu jangan dipertentangkan, melainkan
harus diterima sebagai keniscayaan dan kita harus bisa menyeimbangkannkedua kutub itu. Kita
bisa hidup dalam perbedaan, co-eksistensi.

Desa-Kala-Patra
Desa-Kala-Patra mengajarkan kita untuk selalu melakukan adaptasi dengan situasi kondisi
dimana kita berada. Teori Darwin mengajarkan bahwa makhluk hidup yang bisa bertahan
sepanjang zaman bukanlah makhluk yang paling besar, bukanlah yang paling kuat, dan bukan
juga yang larinya paling cepat. Mkahluk yangb bisa bertahan hidup sepanjang zaman adalah
makhluk yang bisa beradptasi dengan lingkungan.

Desa, Kala, Tatwa, Iksa, Shakti


Mirip dengan Desa-Kala-Patra, prinsip ini juga mengajarkan bahwa di Hindu tidak ada yang
sifatnya mutlak-mutlakan (selain Hyang widhi). Karena tidak mutlak, maka setiap melaksanakan
sesuatu selalu menggunakanukuran-ukuran relative, yang bisa berbeda antara yang satu dengan
yang lain yaitu :
Desa = daerah dimana kita tinggal
Kala = waktu
Tatwa = filosofi yang mendasari
Iksa = keyakinann diri
Shakti = kemampuan ekonomi.
Jadi apapun yang dilakukan, termasuk pelaksanaan upacara, harus memperhatikan kelima aspek
tersebut.

Istadewata-Puja
Setiap orang Hindu diberikan kebebasan untuk memuja Tuhan melalui manifestasi-Nya yang
sesuai dengann diriNya. Meskipun agama Hindu pada dasarnya monotheisme (mengakui Tuhan
Yang Maha Esa) namun umat Hindu menyebutkan Tuhan dengan berbagai nama sesuai dengan
fungsi (Bhineka Tunggal Ika Tanhana Dharma Mangrwa, Eka Narayana adityo asti Kascit,
ekamsatwitprah Whuda Wadanti).

Karena Tuhan bersifat Acitya (tidak bisa dipikirkan), maka umat Hindu pun tidak bisa
membayangkan Kebesaran Tuhan sehingga tidak bisa berkonsentrasi ketika memuja Tuhan.
Oleh karena itu umat Hindu dibenarkan untuk memuja Tuhan dalam fungsi-fungsi Tuhan terkait
dengan kehidupan manusia. Ketika Tuuhan menciptakann alam semesta beserta segala isinya,
Tuhan disebut Brahma. Ketika Tuhan memelihara alam raya Tuhan disebut Wisnu. Ketika Tuhan
menghancurkan atau mempralina alam semesta ini, Tuhan disebut Siwa. Ketika Tuhan
menurunkan ilmu pengetahuan, disebut dewi Saraswati. Ketika tuhan memberikan kemakmuran
atau kesejahteraan, disebut Dewi Laksmi. Ketika memberikan makanan, disebut dewi sri. Ketika
mengatur perputaran tata surya, disebut Dewa Surya. Ketika menguasai pergerakan angin,
disebut Dewa Bayu, Ketika mengatur ombak dan arus dilaut, disebut Dewa Baruna, dan
seterusnya. Umat Hindu dipersilakan memuja Tuhan dalam berbagai manifestasi seperti disebut
diatas.

Dari berbagai prinsip dasar tersebut, jelas terlihat bahwa beragama Hindu itu sangat mudah.
Sangat fleksibel, bisa disesuaikan dengan lingkungan, bisa disesuaikan dengan budaya local, bisa
disesuaikan dengan berbagai keadaan social yang ada, dan bisa disesuaikan dengan keadaaan diri
atau kemampuan masing-masing umat.

Anda mungkin juga menyukai