Anda di halaman 1dari 4

Lakukan Persaingan Tidak Sehat, Grab Didenda Rp 29,5 Miliar oleh KPPU

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutuskan


PT Solusi Transportasi Indonesia (Grab Indonesia) dan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia
(TPI) bersalah terkait praktik diskriminasi mitra pengemudi. Keduanya dijatuhkan sanksi atas
pelanggaran Pasal 14 dan Pasal 19 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Grab sebagai terlapor 1 diputuskan dikenakan hukuman
denda sebesar Rp 29,5 miliar. Sementara itu, TPI sebagai terlapor 2 dikenakan denda sebesar Rp
19 miliar.

Putusan tersebut ditetapkan oleh Majelis Komisi yang dipimpin oleh Dinni Melanie,
selaku Ketua Majelis, dengan Guntur Saragih dan Afif Hasbullah sebagai Anggota Majelis,
dalam sidang putusan yang digelar KPPU pada Kamis (2/7/2020) malam. Pada awal perkara,
KPPU menduga terjadi praktik diskriminasi dengan order prioritas diberikan Grab ke mitra
pengemudi di bawah TPI dan praktik tying-in, yang diduga terkait rangkap jabatan antarkedua
perusahaan tersebut. Dalam persidangan, Majelis Komisi menilai perjanjian kerja sama
penyediaan jasa oleh Grab selaku perusahaan penyedia aplikasi dan TPI selaku perusahaan yang
bergerak di bidang jasa sewa angkutan khusus bertujuan untuk menguasai produk jasa penyedia
aplikasi angkutan sewa khusus berbasis teknologi di Indonesia. Hal ini mengakibatkan terjadinya
penurunan persentase jumlah mitra dan penurunan jumlah order dari pengemudi mitra non-TPI.

Majelis Komisi menilai tidak ada upaya tying-in yang dilakukan Grab terhadap jasa yang
diberikan oleh TPI. Namun demikian, majelis menilai terjadi praktik diskriminasi yang
dilakukan oleh Grab dan TPI atas mitra individu dibandingkan mitra TPI. Diskriminasi tersebut
seperti pemberian order prioritas, masa suspend, dan fasilitas lainnya. Praktik tersebut telah
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat terhadap mitra
non-TPI dan mitra individu. "Memperhatikan berbagai fakta dan temuan dalam persidangan
Majelis Komisi memutuskan bahwa Grab dan TPI terbukti secara sah dan meyakinkan
melanggar Pasal 14 dan 19 huruf “d”, namun tidak terbukti melanggar Pasal 15 ayat (2) Undang-
Undang No 5/1999," ujar KPPU dalam pernyataan resmi, Jumat (3/7/2020). "Atas pelanggaran
tersebut, Majelis Komisi menjatuhkan sanksi denda kepada Grab sebesar Rp 7,5 miliar untuk
pelanggaran Pasal 14 dan Rp 22,5 miliar untuk pelanggaran Pasal 19 huruf “d”.

Sementara TPI dikenakan sanksi denda sebesar Rp 4 miliar atas pelanggaran Pasal 14
dan Rp 15 miliar untuk pelanggaran Pasal 19 huruf “d”," ungkap KPPU. Majelis Komisi juga
memerintahkan agar para terlapor, yakni Grab dan TPI, melakukan pembayaran denda paling
lambat 30 hari setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap. Baca juga: Pesan Lanjutan
Anthony Tan, Berikut Rencana Terbaru Grab Secara khusus, Majelis Komisi juga
merekomendasikan kepada KPPU untuk memberikan saran pertimbangan kepada Kementerian
Perhubungan untuk melakukan evaluasi terkait implementasi kebijakan kuota angkutan sewa
khusus dengan memperhatikan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat. Adapun
Kementerian Koperasi dan UKM diminta melakukan advokasi kepada pengemudi yang
tergolong UMKM terkait dengan pelaksanaan perjanjian antara pengemudi dengan perusahaan
penyedia aplikasi, dan perjanjian antara pengemudi dengan perusahaan angkutan sewa khusus.

Sumber
https://money.kompas.com/read/2020/07/03/112257926/lakukan-persaingan-tidak-sehat-grab-
didenda-rp-295-miliar-oleh-kppu?page=all. 
Penulis : Yohana Artha Uly
Editor : Sakina Rakhma Diah Setiawan
Kasus

Monopoli oli pelumas dan sperpart motor Honda oleh PT. AHM dan main dealer resmi Honda

Waktu

Kamis 25 Februari 2021 

Tempat peristiwa

Jakarta

Para pihak yang terlibat

PT. AHM

Main dealer (penjual sepeda motor)

Suharto pembeli

Deskripsi kasus persaingan usaha

Disini para pembeli sepeda motor merk Honda diharuskan menggunakan oli mesin yang
diproduksi PT. AHM karena oli tersebut cocok dengan spesiifikasi mesin yang diproduksi
Honda. Dan juga jika melakukan perbaikan maupun ganti oli pelumas di main delaer atau delaer
resmi Honda maka yang ditawarkan pertama dan tersedia disana adalah merek pelumas dari PT.
AHM, sehingga merk lain untuk masuk ke main dealer resmi yang bekerjasama dengan Honda
akan sulit untuk masuk.

Pasal yang dilanggar dalam uu no. 5 tahun 1999

(Pasal 15 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1999).

(Pasal 15 ayat (3) poin a. UU No. 5 Tahun 1999).

Alasan Pelanggaran

Dalam perjanjian tersebut memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan/atau jasa
tertentu harus bersedia membeli barang dan/atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok (tying
agreement) yang melanggar (Pasal 15 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1999).

perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan/atau jasa yang memuat
persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan/atau jasa dari pelaku usaha pemasok
harus bersedia membeli barang dan/atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok (tying agreement
dikaitkan dengan potongan harga) yang melanggar (Pasal 15 ayat (3) poin a. UU No. 5 Tahun
1999).

Sanksi

Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai
dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya
5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh
lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.

Peran KPPU

Sebagai pemeriksa dari laporan pihak main pelapor/pembeli dan mendampingi dalam pengajuan
kasus ke meja persidangan serta menjaga keamanan dan kerahasiaan pihak main dealer.

Alasan

Kasus tersebut bisa terjadi karena PT. AHM berada dibawah naungan Honda sehingga perjanjian
tersebut bias dilaksanakan myang anak perusahaan pasti akan menyumbang lebih banyak
keuntungan kepada perusahaan utama, untuk penanggulangan masalah tersebut harus dibuat
kebijakan tentang perusahan/anak perusaan yang menyediakan orderdil atau perlengkapan dari
perusahaan utama, wajib merekomendasikan atau menerima di main dealer resminya bahwa
merk lain bias sama bagus asalkan kualitas atau jenis yang digunakan dalam pembuatan produk
tersebut sehingga produk lain bias dijual atau diterima oleh pengguna produk dari perusahaan
utama.

Anda mungkin juga menyukai