Anda di halaman 1dari 10

TALENTA Conference Series: Agriculturan & Natural Resource

PAPER – OPEN ACCESS

Analisis Potensi Hutan Rakyat Dalam Mendukung Kabupaten Kuningan


Sebagai Kabupaten Konservasi

Author : Nana Rusyana dkk.,


DOI : 10.32734/anr.v3i1.833
Electronic ISSN : 2654-7023
Print ISSN : 2654-7015

Volume 3 Issue 1 – 2020 TALENTA Conference Series: Agriculturan & Natural Resource (ANR)

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NoDerivatives 4.0 International License.
Published under licence by TALENTA Publisher, Universitas Sumatera Utara
ANR Conference Series 03 (2020)

TALENTA Conference Series


Available online at https://talentaconfseries.usu.ac.id/anr

Analisis Potensi Hutan Rakyat Dalam Mendukung Kabupaten


Kuningan Sebagai Kabupaten Konservasi
Nana Rusyanaa,d, Kukuh Murtilaksonob, dan Omo Rusdianac,d
a
Program Magister Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL), Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor
b
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
c
Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor
d
Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W) - Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Institut
Pertanian Bogor

nanaru@gmail.com

Abstrak
Sebagai kabupaten konservasi, Kabupaten Kuningan tidak bisa memproduksi hasil hutan kayu dalam skala besar karena kondisi
hutannya sebagian besar merupakan kawasan konservasi dan hutan produksi terbatas, selain itu berada pada wilayah rawan gerakan
tanah. Hal tersebut menyebabkan terjadinya defisit kebutuhan kayu di wilayah ini. Salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan
kayu adalah melalui produksi hutan rakyat. Saat ini produksi hutan rakyat masih rendah tetapi berpotensi besar, untuk itu
dibutuhkan perencanaan yang baik. Tujuan penelitian ini adalah: (1) mendapatkan jenis tanaman yang potensial berdasarkan
referensi masyarakat dan identifikasi tingkat kelayakan dari pengusahaan hutan rakyat; (2) memetakan kesesuaian dan ketersediaan
lahan untuk pengembangan hutan rakyat. Analisis data pada penelitian ini mencakup analisis data spasial berbasis Sistem Informasi
Geografi (SIG), analisis finansial, identifikasi jenis tanaman hutan rakyat prioritas menggunakan Analytical Hierarchy Process
(AHP) dan Technique for Order of Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS). Hasil penelitian menunjukkan lahan yang
sesuai dan tersedia untuk Sengon yaitu seluas 9.173 Ha, Mahoni seluas 9.938 Ha, Afrika seluas 10.687 Ha, dan Jati seluas 10.431
Ha. Analisis finansial menunjukkan bahwa pengusahaan hutan rakyat untuk Sengon, Afrika, dan Jati layak untuk dikembangkan
terlihat dari nilai NPV, BCR, dan IRR yang memenuhi kriteria layak walaupun pada tingkat suku bunga yang berbeda, sedangkan
untuk Mahoni hanya layak pada suku bunga 7,5%. Arahan jenis tanaman hutan rakyat yaitu, pada bagian utara dan timur untuk
sengon (Paraserianthes falcataria) dan Jati (Tectona grandis), bagian barat dan selatan untuk mahoni (Swietenia mahogany) dan
Afrika (Maesopsis eminii Engl.)

Kata Kunci: Hutan rakyat, pengembangan hutan rakyat, prioritas pengembangan

1. Pendahuluan
Pada tahun 2006 Pemerintah Kabupaten Kuningan telah mendeklarasikan Kabupaten Kuningan sebagai kabupaten
konservasi. Kabupaten Konservasi adalah suatu kabupaten yang mempunyai kawasan konservasi ataupun kawasan
yang berfungsi konservasi, berorientasi pada kebijakan pemanfaatan ruang dan lahan yang sesuai dengan peruntukan
dan daya dukungnya, sehingga kelestarian sumberdaya hutan sebagai fungsi lindung lebih dapat dihargai. Alokasi
lahan bagi kebutuhan investasi seperti untuk perkebunan dan pertambangan ditetapkan berdasarkan RTRWK yang
sudah diperdakan serta disesuaikan dengan kondisi hutan yang ada [1].
Salah satu strategi Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan sebagai Kabupaten Konservasi adalah pengembangan
ekonomi melalui hutan rakyat. Hal itu tidak lepas dari potensi hutan rakyatnya yang memang tinggi dan menopang
kehidupan masyarakatnya sejak lama. Data [2] menunjukkan Kabupaten Kuningan merupakan kabupaten dengan


c 2020 The Authors. Published by TALENTA Publisher Universitas Sumatera Utara
Selection and peer-review under responsibility of Seminar Nasional Silvikultur VII 2019
p-ISSN: 2654-7015, e-ISSN: 2654-7023, DOI: 10.32734/anr.v3i1.833
Nana Rusyana dkk., / ANR Conference Series 03 (2020) 49

hutan rakyat terluas di wilayah Metropolitan Cirebon Raya yaitu 23.976,17 ha, dari sisi jumlah produksi kayunya yang
mencapai 146.474,20 m3 pada tahun 2012, merupakan yang tertinggi jika dibandingkan dengan kabupaten lainnya di
kawasan Metropolitan Cirebon Raya. Hutan rakyat tersebar merata di semua desa di Kabupaten Kuningan, sebagian
diantaranya berada di desa hutan yaitu desa-desa yang berbatasan dengan hutan yang kehidupan masyarakatnya
mempunyai ketergantungan dengan hutan [3]. Data [4] menunjukkan tahun 2016 ada 134 desa hutan dan jumlah itu
merupakan 37,1% dari jumlah desa di Kabupaten Kuningan yang mencapai 361 desa/kelurahan.
Di sisi lain saat ini kebutuhan kayu nasional mencapai 57,1 juta m3 per tahun dan hanya dapat dipenuhi oleh hutan
alam dan hutan tanaman sebesar 45,8 juta m3 per tahun. Dengan kondisi tersebut, terjadi defisi kebutuhan kayu sebesar
11,3 juta m3 per tahun [5]. Hal ini menyebabkan konsumen beralih pada kayu yang berasal dari hutan rakyat untuk
memenuhi kebutuhan kayu sebagai bahan baku struktural [6].
Jenis kayu dari hutan rakyat di Kabupaten Kuningan berpotensi untuk memenuhi kebutuhan kayu dan juga mengisi
defisit kayu tersebut. Untuk itu perlu diidentifikasi apa saja jenis kayu yang sesuai dengan karakteristik wilayah dan
juga mempunyai nilai ekonomi yang baik untuk bisa memenuhi kebutuhan pasar kayu saat ini.
Tujuan penelitian ini adalah: (1) mendapatkan jenis tanaman kayu yang potensial berdasarkan preferensi
masyarakat dan identifikasi tingkat kelayakan dari pengusahaan hutan rakyat; (2) memetakan kesesuaian dan
ketersediaan lahan untuk pengembangan hutan rakyat.

2. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan di Kabupaten Kuningan pada bulan Maret sampai bulan Mei 2019. Data sekunder yang
diperlukan meliputi: (1) Data Produksi Hutan Rakyat Tahun 2011 - 2017; (2) Data Biaya dan Pendapatan Pengusahaan
Hutan Rakyat tahun 2019, (3) Satuan Peta Tanah (SPT) (BBSDLP tahun 2018), (4) Peta Curah Hujan (BAPPEDA
Litbang); (5) Peta Pola Ruang Kabupaten (BAPPEDA Litbang) (Pemerintah Kabupaten Kuningan, 2019), dan (6)
Perwilayahan jumlah bulan kering dari Land System. Data primer dari wawancara terhadap beberapa responden. Alat
analisis yaitu software pengolah data (Excel dan Expert Choice) serta software pengolah peta (ArcGIS). Metode
analisis yang digunakan dijelaskan pada beberapa bagian berikut.

2.1. Identifikasi Jenis Tanaman Prioritas

Potensi jenis tanaman prioritas yang akan dikembangkan dilihat dari data produksi kayu rakyat Kabupaten
Kuningan tahun 2011 - 2017, studi literatur jenis kayu potensial dan wawancara responden, preferensi petani mengenai
jenis komoditas yang ingin ditanam serta jenis tanaman yang akan memberikan manfaat ekologi, ekonomi, dan sosial
bagi suatu wilayah.
Kriteria pemilihan jenis tanaman hutan rakyat adalah: (1) kecepatan tumbuh; (2) harga jual; (3) kemudahan
pemasaran; (4) kemudahan penanaman dan pemeliharaan; (5) kesesuaian agroklimat; (6) manfaat ekologi, dan (7)
bibit mudah didapat dan harganya terjangkau.
Selanjutnya dilakukan pembobotan untuk setiap kriteria terhadap jenis kayu yang ada saat ini. Jika matriks
perbandingan keputusan konsisten, pendapat para responden akan diolah dengan metode AHP untuk diberi
pembobotan dan kemudian ditetapkan nilai eigenvector rata-rata. Selanjutnya pada tahap TOPSIS dilakukan proses
pembobotan kembali yaitu bobot yang didapat pada metode AHP dikalikan dengan matriks data alternatif yang telah
dinormalisasi. Hasil dari TOPSIS berupa susunan alternatif secara hirarki dari nilai jenis tanaman yang berjarak
terpendek terhadap solusi ideal positif dan berjarak terjauh dengan solusi ideal negatif, Pengurutan dilakukan mulai
dari alternatif terbaik hingga terburuk berdasarkan nilai preferensi nya, dan jenis tanaman prioritas akan ditentukan 3
besar dari hasil TOPSIS.

2.2. Analisis Finansial Kelayakan Pengusahaan Hutan Rakyat

Analisis finansial digunakan untuk mengetahui pengusahaan hutan rakyat, dimana instrumen ini akan membantu
petani untuk memilih komposisi jenis yang sebaiknya dikembangkan dan menentukan daur yang paling
menguntungkan melalui berbagai pilihan [7]. Analisis finansial yang digunakan sebagai berikut:
50 Nana Rusyana dkk., / ANR Conference Series 03 (2020)

1. Net Present Value (NPV), digunakan untuk menghitung nilai sekarang dari laba suatu investasi tersebut yang
memberi keuntungan atau bahkan sebaliknya [8].
2. Internal Rate of Return (IRR), menghitung tingkat bunga pada saat arus kas sama dengan nol atau pada saat
laba (pendapatan dikurangi laba) yang telah di-discount factor sama dengan nol.
3. Benefit Cost Ratio (BCR) atau Gross B/C, adalah rasio dari pendapatan (B=Benefit) dibandingkan dengan
biaya (C=Cost) yang dihitung nilai sekarang (faktor telah diberi pengurangan).

2.3. Identifikasi Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan Hutan Rakyat

Analisis kesesuaian lahan dilakukan menggunakan metode [9] yaitu membandingkan antara karakteristik lahan
dengan persyaratan tumbuh komoditas tanaman. Data SPT, curah hujan, dan bulan kering di-overlay dan di-query
pada Sistem Informasi Geografis (SIG). Query dilakukan untuk menentukan hasil penggabungan penilaian kecocokan
(matching) berupa kelas kesesuaian lahan dari tanaman berdasarkan faktor pembatas terberat. Diagram alir penentuan
kesesuaian lahan untuk komoditas hutan rakyat terpilih disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram alir penentuan kesesuaian lahan untuk komoditas hutan rakyat.

2.4. Identifikasi Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan Hutan Rakyat

Untuk mengidentifikasi ketersediaan lahan bagi pengembangan hutan rakyat, didasarkan atas 2 aspek, yang
pertama adalah penggunaan lahan saat ini dan yang kedua adalah alokasi ruang atau pola ruang berdasarkan Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK).
Untuk penggunaan lahan, penentuan lokasi yang tersedia didasarkan pada kriteria sebagai berikut: (1) Lahan yang
bukan merupakan pertanian lahan basah dalam hal ini sawah, (2) Lahan bukan permukiman, (3) Lahan bukan tubuh
air, (4) Lahan-lahan kering lainnya terutama yang tidak bervegetasi hutan seperti semak belukar, tegalan/ladang,
rumput/padang rumput, kebun campuran, dan lain-lain.
Untuk pola ruang, kriteria yang digunakan adalah: (1) Merupakan kawasan budi daya pertanian lahan kering (lahan
non sawah, peternakan, dan perikanan), (2) Di luar kawasan hutan (hutan produksi, hutan konservasi, hutan lindung),
(3) Tidak masuk kawasan perkebunan negara, (4) Di luar kawasan pemukiman, (5) Tidak masuk atau ditetapkan
sebagai zona khusus.
Nana Rusyana dkk., / ANR Conference Series 03 (2020) 51

Selain itu ditentukan lokasi-lokasi lahan prioritas untuk pengembangan hutan rakyat dengan kriteria: (1) Lahan
kering dengan kemiringan lahan di atas 25%, (2) Lahan-lahan disekitar tubuh air (sungai, danau, mata air), (3) Lahan
rawan bencana khususnya gerakan tanah dan banjir, dan (4) Lahan yang ditetapkan sebagai kawasan perlindungan.
Analisis ketersediaan lahan hutan rakyat dilakukan dengan metode tumpang tindih (overlay) dan logical query pada
software ArcGIS, dengan tahapan sebagai berikut: (1) Overlay antara Peta Penggunaan Lahan, Peta RTRWK (Pola
Ruang), Peta Kawasan Hutan, dan Peta Administrasi, (2) Melakukan analisis logical query sesuai dengan kriteria
ketersediaan dari segi penggunaan lahan dan pola ruang, (3) Hasil akhir berupa perwilayahan ketersediaan lahan untuk
pengembangan hutan rakyat di setiap kecamatan. Diagram alir untuk analisis kesesuaian lahan tersaji pada Error!
Reference source not found..

Gambar 2. Diagram alir analisis ketersediaan lahan

2.5. Identifikasi Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan Hutan Rakyat

Selanjutnya peta kesesuaian lahan untuk jenis tanaman prioritas di-overlay kembali dengan peta ketersediaan lahan.
Lalu dilakukan logical query kembali untuk mendapatkan lokasi lahan-lahan sesuai dan tersedia untuk setiap jenis
tanaman prioritas hutan rakyat di Kabupaten Kuningan.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1. Identifikasi Jenis Tanaman Prioritas untuk Pengembangan Hutan Rakyat

Setiap tahunnya pemerintah, dalam hal ini Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan melalui Dinas Kehutanan
(sebelum adanya UU No. 23 tahun 2014), dan sekarang oleh Pemerintah Provinsi melalui Cabang Dinas Kehutanan
(CDK) Wilayah V memberikan bantuan bibit kepada para petani melalui Kelompok Tani Hutan (KTH). Selain itu
masyarakat di daerah penelitian juga sudah membudidayakan beberapa jenis kayu secara turun temurun. Dari bantuan
pemerintah dan kebiasaan turun temurun masyarakat tersebut teridentifikasi bahwa terdapat 8 jenis tanaman kayu
yaitu Sengon, Mahoni, Afrika, Jati, Mindri, Akasia, Jeungjing, dan Jabon.
52 Nana Rusyana dkk., / ANR Conference Series 03 (2020)

Hasil wawancara dan identifikasi menunjukan di bagian barat jenis preferensi masyarakat yang banyak
dikembangkan adalah Sengon dan Mahoni, di bagian timur Sengon dan Jati, di bagian utara dan tengah Sengon,
Mahoni, dan Afrika, dan di bagian selatan adalah Sengon, Mahoni, dan Afrika.
Hasil analisis AHP dan TOPSIS menunjukan 3 besar jenis kayu yang mempunyai nilai tertinggi menurut preferensi
masyarakat berturut-turut adalah (1) Sengon sebesar 0,747, (2) Mahoni sebesar 0,498, dan (3) Afrika sebesar 0,285.
Namun demikian hasil identifikasi di lapangan memperlihatkan di wilayah Kuningan bagian utara dan timur
masyarakat juga banyak membudidayakan tanaman kayu Jati dan pertumbuhannya sangat baik karena iklimnya sesuai
untuk pertumbuhan Jati. Dengan kondisi itu maka ditetapkan jenis kayu berdasarkan preferensi masyarakat adalah
Sengon, Mahoni, Afrika, dan Jati yang diharapkan dapat memberikan manfaat ekonomi, ekologi, dan sosial.

3.2. Tinjauan Finansial Pengembangan Hutan Rakyat

Discount rate yang digunakan adalah dari Bank BRI per tanggal 25 Juli 2019 dengan pertimbangan Bank BRI
tersedia di semua kecamatan. Ada dua suku bunga yang digunakan untuk menguji sensitivitas yaitu Suku Bunga Kredit
Usaha Rakyat (KUR) dengan besaran adalah 7% dan Suku Bunga Kredit Konsumsi Non KPR dengan besaran 12,5%.
Asumsi luas yang digunakan untuk perhitungan adalah luas minimal hutan rakyat sesuai Surat Keputusan Menteri
Kehutanan No.49/kpts-II/1997 tentang Pendanaan dan Usaha Hutan Rakyat yaitu 0,25 Ha dengan pola monokultur.

Tabel 1. Hasil analisis finansial tanaman Sengon, Mahoni, Afrika, dan Mahoni
Suku Bunga 7% Suku Bunga 12,5%
No. Komoditas
NPV IRR B/C R NPV IRR B/C R
1 Sengon 39.295.000 85,0% 11,2 29.894.000 85,0% 9,1
2 Mahoni 844.000 8,5% 1,2 (1.500.000) 8,5% 0,6
3 Afrika 6.496.000 35,0% 2,7 4.366.000 35,0% 2,2
4 Jati 27.480.000 19,1% 4,1 9.098.000 19,1% 2,1

Berdasarkan Error! Reference source not found., hasil analisis untuk hutan rakyat Sengon dan Afrika dengan
daur tebang 5 tahun, serta Jati dengan daur 15 tahun memenuhi kriteria kelayakan usaha. Ini dilihat dari nilai NPV
yang positif dan B/C Rasio lebih dari satu, serta tingkat bunga yang berlaku sekarang masih lebih kecil dari nilai IRR.
Analisis kelayakan usaha Mahoni menunjukkan bahwa investasi penanaman Mahoni dengan daur 15 tahun hanya
layak pada suku bunga 7%, sedangkan pada suku bunga 12,5% B/C Rasio kurang dari satu dan suku bunga lebih dari
IRR.

3.3. Identifikasi Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan Hutan Rakyat

Hasil analisis menunjukan di Kabupaten Kuningan luas wilayah yang sesuai untuk tanaman Sengon terdapat seluas
60.977 Ha atau sebesar 51% dari luas wilayah. Untuk lahan sesuai Sengon lebih dari 2.000 Ha terdapat di 12 (dua
belas) kecamatan yaitu Ciawigebang, Luragung, Karangkancana, Maleber, Ciwaru, Ciniru, Cilebak, Garawangi,
Japara, Kuningan, Darma, dan Cigugur.
Luas lahan yang sesuai untuk Mahoni adalah 72.688 Ha atau 61%. Untuk lahan sesuai Mahoni lebih dari 2.000 Ha
terdapat di 15 (lima belas) kecamatan yaitu Ciawigebang, Cibingbin, Cidahu, Luragung, Cibeureum, Karangkancana,
Maleber, Ciwaru, Ciniru, Cilebak, Darma, Cigugur, Kuningan, Garawangi, dan Japara.
Luas lahan yang sesuai untuk Afrika adalah 79.192 Ha atau 66%. Untuk lahan sesuai Afrika lebih dari 2.000 Ha
terdapat di 12 (dua belas) kecamatan yaitu Ciawigebang, Luragung, Karangkancana, Maleber, Ciwaru, Ciniru,
Cilebak, Garawangi, Japara, Kuningan, Darma, dan Cigugur.
Terakhir, luas lahan yang sesuai untuk Jati adalah 66.678 Ha atau sekitar 56%. Untuk lahan sesuai Jati lebih dari
2.000 Ha terdapat di 12 (dua belas) kecamatan yaitu Cibingbin, Ciawigebang, Cimahi, Cidahu, Luragung, Garawangi,
Japara, dan Cibeureum, Ciniru, Maleber, Kuningan dan Cigugur.
Nana Rusyana dkk., / ANR Conference Series 03 (2020) 53

3.4. Analisis Ketersediaan Lahan Hutan Rakyat

Hasil analisis menunjukan luas lahan yang potensial untuk pengembangan hutan rakyat adalah 29.518 Ha dan
tersebar merata di semua kecamatan yang ada di Kabupaten Kuningan yaitu 32 kecamatan (Gambar 3). Terdapat 10
(sepuluh) kecamatan yang memiliki potensi lahan pengembangan lebih dari 1.000 Ha, yaitu Darma, Ciawigebang,
Luragung, Cimahi, Ciniru, Japara, Subang, Selajambe, Maleber, dan Cidahu.

Gambar 3. Peta lahan tersedia untuk pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Kuningan

Lokasi lahan prioritas untuk pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Kuningan terdapat seluas 15.846 Ha,
kecamatan yang mempunyai luas lahan pengembangan prioritas lebih dari 1.000 Ha adalah Darma, Ciniru, Selajambe,
dan Subang. Kecamatan Ciniru, Selajambe, dan Subang merupakan bagian selatan yang secara topografis terjal
dengan lereng lebih dari 25% dan rawan bencana gerakan tanah.

3.5. Analisis Lahan Sesuai dan Tersedia untuk Hutan Rakyat

Mempertimbangkan hasil analisis kelayakan finansial dan karakteristik dari jenis tanaman preferensi masyarakat,
maka untuk jenis Sengon dan Jati diarahkan pada lahan pengembangan bukan prioritas, sedangkan untuk Afrika dan
Mahoni diarahkan pada lahan pengembangan prioritas yang mendukung konservasi tanah dan air.
Hasil analisis menunjukan lahan sesuai dan tersedia untuk Sengon terdapat seluas 9.173 Ha. Sebarannya merata di
semua kecamatan, ini sejalan dengan identifikasi di lapangan di mana Sengon memang dibudidayakan di semua
kecamatan (Gambar 4). Hanya saja untuk luasan hanya di Kecamatan Ciawigebang yang mempunyai luas lebih dari
1.000 Ha atau tepatnya 1.268 Ha. Kecamatan lain yang bisa dipertimbangkan untuk pengembangan Sengon dengan
luas antara 500 – 1.000 Ha adalah Japara, Luragung, Darma, dan Jalaksana.
54 Nana Rusyana dkk., / ANR Conference Series 03 (2020)

Gambar 4. Peta lahan sesuai dan tersedia untuk pengembangan Sengon di Kabupaten Kuningan

Luas lahan yang sesuai dan tersedia untuk Mahoni adalah 9.938 Ha, sebagian besar terdapat di bagian barat dan
selatan (Gambar 5). Hanya Kecamatan Darma yang mempunyai luas lahan pengembangan lebih dari 1.000 Ha.
Adapun kecamatan lainnya yang potensial dijadikan wilayah prioritas pengembangan Mahoni dengan luas antara 500
– 1.000 Ha adalah Selajambe, Ciniru, Maleber, Ciawigebang, Ciwaru, dan Luragung.

Gambar 5. Peta lahan sesuai dan tersedia untuk pengembangan Mahoni di Kabupaten Kuningan

Luas lahan yang sesuai dan tersedia untuk pengembangan Afrika di lahan prioritas adalah 10.687 Ha, sebagian
besar terdapat di barat dan selatan (Gambar 6). Kecamatan yang mempunyai luas lahan sesuai dan tersedia lebih dari
1.000 Ha hanya di Kecamatan Darma yaitu 1.326 Ha. Kecamatan lainnya yang bisa dipertimbangkan dengan luas
lahan sesuai dan tersedia antara 500 – 1.000 Ha adalah Selajambe, Ciniru, Maleber, Ciawigebang, dan Ciwaru.
Nana Rusyana dkk., / ANR Conference Series 03 (2020) 55

Gambar 6. Peta lahan sesuai dan tersedia untuk pengembangan Afrika di Kabupaten Kuningan

Luas wilayah yang sesuai dan tersedia untuk tanaman Jati adalah 10.431 Ha, dan sebagian besar terdapat di bagian
utara dan timur. Kecamatan potensial dengan luas lebih dari 1.000 Ha adalah Ciawigebang dan Luragung dengan luas
1.274 Ha dan 1.167 Ha. Kecamatan lainnya yang bisa dipertimbangkan sebagai wilayah prioritas pengembangan Jati
dengan luas lebih dari 500 Ha adalah Kecamatan Japara, Cimahi, Cidahu, dan Jalaksana.

Gambar 7. Peta lahan sesuai dan tersedia untuk pengembangan Jati di Kabupaten Kuningan

Wilayah potensial pengembangan dari hasil kompilasi luas lahan sesuai dan tersedia untuk keempat jenis tanaman
preferensi di atas 500 ha tersaji pada Error! Reference source not found.. Analisis wilayah prioritas pengembangan
dilakukan dengan mempertimbangkan kesesuaian dan ketersediaan lahan untuk 2 (dua) jenis terluas di setiap
kecamatan. Wilayah prioritas untuk pengembangan Sengon adalah Kecamatan Ciawigebang, Jalaksana, Japara, dan
Luragung. Wilayah prioritas untuk pengembangan Mahoni dan Afrika adalah Kecamatan Ciniru, Ciwaru, Darma,
Maleber, dan Selajambe. Sedangkan wilayah prioritas pengembangan Jati ada di Kecamatan Ciawigebang, Cidahu,
Cimahi, Jalaksana, Japara, dan Luragung.
56 Nana Rusyana dkk., / ANR Conference Series 03 (2020)

Tabel 2. Luas lahan sesuai dan tersedia lebih dari 500 Ha untuk tanaman preferensi hutan rakyat di Kabupaten Kuningan
Luas Lahan Sesuai dan Tersedia (Ha)
No Kecamatan Tanaman Prioritas
Sengon Mahoni Afrika Jati
1 Ciawigebang 1.268 664 668 1.274 Sengon, Jati
2 Cidahu 642 Jati
3 Cimahi 774 Jati
4 Ciniru 740 740 Mahoni, Afrika
5 Ciwaru 564 556 Mahoni, Afrika
6 Darma 612 1.326 1.326 Mahoni, Afrika
7 Jalaksana 529 529 Sengon, Jati
8 Japara 941 941 Sengon, Jati
9 Luragung 790 507 1.167 Sengon, Jati
10 Maleber 720 720 Mahoni, Afrika
11 Selajambe 838 804 Mahoni, Afrika

4. Kesimpulan

Berdasarkan keberminatan masyarakat, komoditas kayu hutan rakyat yang berpotensi untuk dikembangkan di
Kabupaten Kuningan adalah Sengon, Mahoni, Afrika, dan Jati. Tiga jenis komoditas yang layak diusahakan pada
semua tingkat suku bunga yaitu Sengon, Afrika, dan Jati. Sedangkan untuk Mahoni hanya layak dusahakan pada suku
bunga rendah. Lahan yang sesuai dan tersedia untuk pengembangan Sengon dan Jati adalah di wilayah utara dan timur,
sedangkan untuk Mahoni dan Afrika adalah di wilayah barat dan selatan.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung berjalannya penelitian ini, yakni
staf pengajar dari Program Magister Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) dan Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan, Fakultas Pertanian IPB, serta Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W) – LPPM IPB.

Referensi
[1] Center for International Forestry Research Pemerintah Kabupaten Malinau (2007) “Mewujudkan Kabupaten Malinau Sebagai Kabupaten
Konservasi (Media Background)”, Bogor, Center for International Forestry Research
[2] Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat (2016) “Statistik Kehutanan Jawa Barat Tahun 2015”, Bandung, Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat
[3] Perhutani (2017) “Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)”, in http://bumn.go.id/perhutani/halaman/159, diakses 20 Juli 2019
[4] Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat (2017) “Pedoman Teknis Pembentukan Unit Pengelolaan Hutan Rakyat Lestari di Jawa Barat” Bandung,
Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat
[5] Supriatna A.H. (2011) “Pertumbuhan Tanaman Pokok Jati (Tectona grandis Linn F.) pada Hutan Rakyat di Kecamatan Conggeang,
Kabupaten Sumedang”, dalam Skripsi tidak diterbitkan, Bogor, Institut Pertanian Bogor
[6] Apriliana F. (2012) “Pengaruh Kombinasi Tebal dan Orientasi Sudut Lamina Terhadap Karakteristik Cross Laminated Timber Kayu Sengon
(Paraserianthes falcataria L. Nielsen)”, dalam Skripsi tidak diterbitkan, Bogor, Institut Pertanian Bogor
[7] Setiawan H. (2014) “Arahan Pengembangan Hutan Rakyat Melalui Analisis Kesesuaian Lahan di Kabupaten Lombok Tengah”, dalam Tesis
tidak diterbitkan, Bogor, Institut Pertanian Bogor
[8] Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju D.R. (2009) “Perencanaan dan Pengembangan Wilayah”, Jakarta, Crestpent Press dan Yayasan Pustaka
Obor Indonesia
[9] Food and Agriculture Organization of the United Nations (1976) “A Framework for Land Evaluation”, FAO Soils bulletin 32. Roma, IT: Food
and Agriculture Organization of the United Nations

Anda mungkin juga menyukai