SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan
Sarjana Terapan Statistika pada Politeknik Statistika STIS
Oleh:
YULIAN DWI INTAN ANGGRAENI
15.8953
Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya dengan
pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penerapan
Empirical Best Linear Unbiased Prediction Fay-Herriot (EBLUP-FH) dan
SPATIAL EBLUP-FH pada Data Transformasi Logaritma (Studi Kasus:
Pendugaan Rata-rata Pengeluaran per Kapita Level Kecamatan di Provinsi Jawa
Barat Tahun 2018)”. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Erni Tri Astuti M.Math., selaku Direktur Politeknik Statistika
STIS;
2. Bapak Tri Nugrahadi SSi., M.A., Ph.D. sebagai dosen pembimbing yang
telah bersedia meluangkan waktu dan dengan sabar mengarahkan dan
membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini;
3. Ibu Dr. Tiodora Hadumaon Siagian M.Pop.Hum.Res dan Bapak Dr. Azka
Ubaidillah, S.S.T., M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan
koreksi dan saran-saran untuk menyempurnakan skripsi ini;
4. Pak Yuni Susianto S.Si, M.Si, Ibu Siti Muchlisoh M.Si., dan Ibu Ika Yuni
Wulansari SST, M.Stat yang telah memberikan bimbingan;
5. Seluruh keluarga besar penulis, Kak Arif, Kak Wirda, Kak Easbi, Heri,
Zata, Devita, Aldi, Faisal, Aldian, Sela, rekan-rekan pembelajar SAE
lainnya, serta Alex, Mima, Yunita, Nadya, Salvini, Ruri., Nurani., Tino,
Dani, Fendy, Vidi, Silvi, Kak Luxy, Chaterina dan teman-teman lain.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan
skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
i
ABSTRAK
viii+124 halaman
ii
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ................................................................................................. i
ABSTRAK .................................................................................................. iii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iv
DAFTAR TABEL ...................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. ix
iii
Halaman
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................. 83
5.1 Kesimpulan ................................................................... 83
5.2 Saran .............................................................................. 84
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
No. Gambar Judul Gambar Halaman
21. Peta tematik pengeluaran per kapita dan jumlah SD/MI Provinsi Jawa
Barat tahun 2018 .................................................................................. 72
22. Peta tematik pengeluaran per kapita dan jumlah SMU/MA Provinsi
Jawa Barat tahun 2018 ......................................................................... 73
23. Peta tematik pengeluaran per kapita dan jumlah akademi/Perguruan
Tinggi Provinsi Jawa Barat tahun 2018 ............................................... 74
24. Peta tematik pengeluaran per kapita dan jumlah puskesmas dengan
rawat inap Provinsi Jawa Barat tahun 2018 ......................................... 75
25. Peta tematik pengeluaran per kapita dan jumlah poliklinik/balai
pengobatan Provinsi Jawa Barat tahun 2018 ....................................... 76
26. Peta tematik pengeluaran per kapita dan jumlah tempat praktik bidan
Provinsi Jawa Barat tahun 2018 ........................................................... 77
27. Peta tematik pengeluaran per kapita dan jumlah pos bersalin desa
Provinsi Jawa Barat tahun 2018 ........................................................... 78
28. Peta tematik pengeluaran per kapita dan jumlah Industri Mikro Kecil
barang dari kayu Provinsi Jawa Barat tahun 2018 ............................... 79
29. Peta tematik pengeluaran per kapita dan jumlah minimarket/swalayan
Provinsi Jawa Barat tahun 2018 ........................................................... 80
30. Peta tematik pengeluaran per kapita dan jumlah Bank Umum
Pemerintah Provinsi Jawa Barat tahun 2018 ........................................ 81
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
BAB I
PENDAHULUAN
kepada daerah otonom, yakni meliputi unit wilayah yang lebih sempit seperti
masing-masing.
Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai penyedia official statistics, sampai saat ini
rumah tangga dapat dijadikan ukuran untuk menilai tingkat kesejahteraan ekonomi
1
Lebih lanjut dapat dibaca pada “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah” (https://pih.kemlu.go.id/files/UU0232014.pdf, Diakses pada 27 Juli
2019)
1
penduduk, yakni semakin rendah persentase pengeluaran untuk makanan terhadap
Penyajian data pengeluaran per kapita yang dilakukan oleh BPS nyatanya
masih terbatas pada level nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Di sisi lain,
penyajian data pada level wilayah yang lebih kecil menjadi kebutuhan pemerintah
Provinsi DKI Jakarta sebesar 17,34% dan Jawa Timur sebesar 13,01% pada tahun
2018) namun memiliki koefisien gini rasio tertinggi ketiga setelah DI Yogyakarta
(0,422) dan Gorontalo (0,417) yakni sebesar 0,405. Hal ini menjadi indikasi awal
bahwa manfaat dari pertumbuhan ekonomi yang tinggi di provinsi tersebut belum
dirasakan secara merata atau belum inklusif (Lihat Gambar 1 dan 2).
0,5
0,45
0,4
0,35
0,3
0,25
0,2
0,15
0,1
0,05
0
Sultra
Jatim
Banten
Riau
Bali
Sumut
Kaltara
NTB
Pabar
Sulsel
NTT
Malut
Gorontalo
Sulbar
Jateng
Bengkulu
Kalteng
Sumsel
Jambi
Kalsel
Kep. Riau
Lampung
Papua
Maluku
Kalbar
DIY
Sulut
Kaltim
Aceh
Sulteng
Sumbar
Jabar
DKI Jakarta
Kep. Babel
Sumber : BPS
Gambar 1. Gini ratio menurut provinsi di Indonesia tahun 2018
2
17,21
41,63
14,65
13,01
Pengeluaran per kapita di Jawa Barat selama lima tahun terakhir pun
Gambar 3 dapat dilihat bahwa pada tahun 2018, pengeluaran per kapita
Posisi ini relatif stabil dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Apabila diamati lebih
Jawa Barat antar kabupaten/kota terbukti memiliki nilai yang relatif heterogen.
2
Pengeluaran per kapita disesuaikan adalah nilai rata-rata pengeluaran per kapita dan paritas daya
beli yang dihitung menggunakan komoditas makanan dan non makanan dan dibuat konstan/riil
menggunakan tahun dasar yang telah ditetapkan. Lebih lanjut dapat dibaca pada “Komponen IPM,
Pengeluaran per Kapita yang Disesuaikan” (http://data.jatengprov.go.id/dataset/pengeluaran-
perkapita-yang-disesuaikan, Diakses pada 31 Juli 2019)
3
20
RIBU
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Banten
Jatim
Kaltara
Pabar
Bali
Riau
Sumut
Sulsel
Sumsel
Sultra
Kalteng
Jateng
Jambi
NTB
Malut
NTT
Kep. Riau
Kalsel
Bengkulu
Gorontalo
Sulbar
Maluku
Kaltim
Sumbar
Lampung
Aceh
Kalbar
DKI Jakarta
DIY
Sulteng
Papua
Sulut
Jabar
Kep. Babel
Sumber : BPS
Gambar 3. Pengeluaran per kapita disesuaikan (Ribu Rupiah/Orang/Tahun) menurut
provinsi di Indonesia, 2014-2018
18
RIBU
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Nasional 2014 Nasional 2015 Nasional 2016 Nasional 2017 Nasional 2018
Sumber : BPS
Gambar 4. Pengeluaran per kapita disesuaikan (Ribu Rupiah) menurut kabupaten/kota di
Jawa Barat, 2014-2018
Selain grafik batang, dilakukan pula pemetaan dengan bantuan Arc Map untuk
mengetahui sebaran pengeluaran per kapita disesuaikan di Jawa Barat. Berdasarkan hasil
pemetaan pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa kabupaten dengan pengeluaran per kapita
disesuaikan yang tinggi ada di sekitar wilayah Ibu Kota Negara, DKI Jakarta dan di sekitar
4
wilayah Ibu Kota Provinsi, Kota Bandung. Sedangkan wilayah dengan pengeluaran per
kapita disesuaikan yang rendah ada di wilayah Jawa Barat bagian selatan.
Legenda
Sumber: BPS
Gambar 5. Peta tematik pengeluaran per kapita disesuaikan (000 Rp)
menurut kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2018
diselesaikan dengan tepat sasaran, dibutuhkan penyajian data small area3. Namun
estimasi bagi small area dengan presisi yang kurang memadai. Salah satu solusi
untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menyediakan anggaran lebih guna
3
Small Area adalah wilayah/domain yang belum mampu menghasilkan penduga langsung dengan
presisi yang cukup. Lebih lanjut mengenai topik ini, lihat J.N.K. Rao, “Small Area Estimation”
(2003): 2.
5
Masalah berikutnya muncul dikarenakan adanya keterbatasan anggaran,
sehingga informasi mengenai suatu indikator tidak tersedia secara merata pada
small area. Dengan memerhatikan kebutuhan informasi area kecil dan melihat
kondisi keterbatasan sumber daya tersebut, maka perlu diterapkan suatu metode
yang dimiliki terbatas. Metode yang sedang dalam kajian BPS tersebut dikenal
memiliki hubungan dengan variabel yang diduga. Terdapat dua asumsi dasar dalam
pengembangan model SAE, yaitu keragaman dalam populasi peubah respon (fixed
effect) dan keragaman spesifik sub populasi yang tidak dapat dijelaskan oleh
informasi tambahan dan merupakan pengaruh acak sub populasi (random effect).
campuran (mixed model). Model linear campuran (mixed linear model) memiliki
penyelesaian model pengaruh campuran yang sering digunakan adalah prediksi tak
bias linier terbaik empiris (Empirical Best Linear Unbiased Prediction, EBLUP).
first law of geography) dalam Waters (2017) yang merupakan pilar kajian analisis
data spasial mengatakan bahwa “everything is related to everything else, but near
things are more related than distant things”4. Hukum ini membuat beberapa
pengaruh spasial ke dalam model yang dikenal dengan metode Spatial EBLUP
6
(SEBLUP). Metode SEBLUP sendiri memiliki kemampuan dalam memperbaiki
struktur ragam dari model pendugaan area kecil yang memiliki korelasi spasial
antar area (Rao, 2003). Diharapkan dengan pemilihan metode statistik yang tepat
mampu menyajikan ketersediaan data hingga level wilayah kecil dan dapat
digunakan oleh para stakeholder dalam mengambil langkah yang lebih tepat
13,09% setelah Provinsi DKI Jakarta sebesar 17,34% dan Jawa Timur sebesar
13,01%, namun memiliki koefisien gini rasio tertinggi ketiga setelah DI Yogyakarta
(0,422) dan Gorontalo (0,417) yakni sebesar 0,405. Ini menjadi indikasi awal bahwa
pendapatan per kapita yang oleh BPS didekati dengan angka pengeluaran per
kapita. Jawa Barat memiliki pengeluaran per kapita yang hanya menduduki
peringkat ke-13 di Indonesia dan apabila diamati lebih jauh, kabupaten/kota di Jawa
4
Lebih lanjut dapat dilihat pada The International Encyclopedia of Geography, “Tobler’s First Law
of Geography”
(https://www.researchgate.net/publication/328723512_Tobler%27s_First_Law_of_Geography,
Diakses pada 27 Juli 2019).
7
Selama ini, penyediaan data yang dilakukan BPS terbatas pada level
nasional, provinsi dan kabupaten. Padahal penyajian data hingga level yang lebih
kecil sangat dibutuhkan guna pengambilan kebijakan yang diharapkan lebih tepat
sasaran. Namun, ada tantangan dalam menyajikan data hingga wilayah kecil yakni
Salah satu metode dalam SAE yang dapat mengatasi dua efek yakni fixed effect dan
first law of geography) dalam Waters (2017) yang merupakan pilar kajian analisis
data spasial mengatakan bahwa “everything is related to everything else, but near
things are more related than distant things”. Hukum ini membuat beberapa peneliti
spasial ke dalam model yang dikenal dengan metode SEBLUP. Diharapkan dengan
pemilihan metode statistik yang tepat mampu menyajikan ketersediaan data hingga
level wilayah yang lebih kecil dan dapat digunakan oleh para stakeholder dalam
mengambil langkah yang lebih tepat sasaran sehingga permasalahan yang terjadi
8
SEBLUP FH terhadap pendugaan rata-rata pengeluaran rumah tangga per
berikut.
tidak langsung rata-rata pengeluaran rumah tangga per kapita level kecamatan
9
1.4 Sistematika Penulisan
Penelitian ini terdiri atas lima bab dimana setiap bab memiliki beberapa
subbab yang saling berkaitan. Bab-bab tersebut antara lain Pendahuluan, Kajian
menguraikan tentang masalah yang muncul dan batasan masalah yang akan diteliti.
Tujuan penelitian mencakup apa saja yang ingin dicapai dalam penelitian ini.
ini.
Selanjutnya adalah Bab II yakni Kajian Pustaka yang berisi tentang landasan
teori, penelitian terkait, kerangka pikir, dan hipotesis penelitian. Landasan teori
berisi teori-teori yang terkait dengan penelitian ini. Penelitian terkait berisi
pikir berisi diagram garis besar alur logika dalam penelitian ini dan hipotesis
penelitian berisi hipotesa yang diharapkan akan terjawab pada hasil penelitian ini.
Bab III memuat ruang lingkup penelitian, metode pengumpulan data, dan
sumber data dan proses pengumpulan data serta jenis-jenis analisis dan tahapan-
10
Hasil penelitian akan diuraikan dalam Bab IV yang memuat hasil pengolahan
penelitian yang diuraikan dalam Bab IV, ditarik kesimpulan yang akan dimuat
dapat diberikan berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian yang telah
dilakukan.
11
“…sengaja dikosongkan…”
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Konsep Pengeluaran
dikeluarkan untuk konsumsi semua anggota rumah tangga selama sebulan baik
yang berasal dari pembelian, pemberian maupun produksi sendiri dibagi dengan
banyaknya anggota rumah tangga dalam rumah tangga tersebut. Konsumsi rumah
memperhatikan asal barang dan terbatas pada pengeluaran untuk kebutuhan rumah
tangga saja, tidak termasuk konsumsi/pengeluaran untuk keperluan usaha atau yang
sedangkan untuk bukan makanan dihitung selama sebulan dan 12 bulan yang lalu.
per kapita yang disajikan dalam publikasi ini diperoleh dari hasil bagi jumlah
𝑡
𝑦= (1)
𝑞
13
Keterangan:
sebuah data memiliki distribusi normal. Menurut Johnson dan Wichern (2002), QQ-
plot dapat dibuat berdasarkan distribusi marginal sampel suatu variabel. Jika kedua
set kuantil berasal dari distribusi normal, maka titik-titik akan cenderung
secara formal. Beberapa peneliti telah melakukan penelitian guna menentukan nilai
data dapat dianggap normal. Beberapa diantaranya adalah Kline (2011) yang
mengatakan bahwa variabel dengan nilai absolut kemencengan lebih besar dari tiga
menyebabkan masalah dan nilai absolut lebih besar dari 20 memberikan dampak
Selain Kline, Jones (1969) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa jika
jumlah sampel sama dengan dua puluh lima, nilai Q3 diantara -0,88 hingga 0,88
menandakan bahwa populasi dimungkinkan simetris. Terlepas dari itu, Jiang (1996)
14
telah membuktikan bahwa estimasi komponen varians pada model linier campuran
merupakan rasio kovarians dari dua variabel yang mewakili satu set data numerik
dan ternormalisasi oleh akar kuadrat dari varians kedua variabel tersebut. (Hall,
𝐶𝑥𝑦 𝐶𝑥𝑦
𝑟𝑥𝑦 = = (2)
√𝐶𝑥𝑥 𝐶𝑦𝑦 𝜎𝑥 𝜎𝑦
Atau secara rinci, untuk satu set N dua dimensi titik data [𝑥1 , 𝑥2 , 𝑥3 , … , 𝑥𝑁 ]
1
𝐶𝑥𝑦 = ∑(𝑥𝑖 − 𝑥̅ )(𝑦𝑖 − 𝑦̅) (3)
𝑁−1
𝑖
1
𝐶𝑥𝑥 = 𝜎𝑥2 = ∑(𝑥𝑖 − 𝑥̅ ) (4)
𝑁−1
𝑖
1
𝐶𝑦𝑦 = 𝜎𝑦2 = ∑(𝑦𝑖 − 𝑦̅) (5)
𝑁−1
𝑖
Dimana
1 1
𝑥̅ = ∑ 𝑥𝑖 𝑦̅ = ∑ 𝑦𝑖
𝑁 𝑁
𝑖 𝑖
15
Keterangan:
𝜎𝑦 = varians y 𝑥𝑖 = observasi x ke i
𝑥̅ = rata-rata x 𝑦𝑖 = observasi y ke i
melebihi 0,8 maka dapat dikatakan bahwa terjadi multikolinearitas yang serius.
Dalam Laerd Statistics, Adam dan Mark (2018) mengatakan bahwa secara umum,
1 1 (6)
𝑉𝐼𝐹𝑦 = = 2
𝑇𝑂𝐿𝑦 1 − 𝑟𝑥𝑦
Keterangan:
2
𝑟𝑥𝑦 = korelasi variabel x dan y
TOL = tolerance
16
Gujarati dan Porter (2008) mengatakan bahwa semakin tinggi nilai VIF
maka semakin besar kesalahan atau kolinear5 pada variabel x dan y. Bila VIF lebih
2
besar dari sepuluh, dimana 𝑟𝑥𝑦 > 0,90, maka suatu variabel dapat dikatakan
penarikan sampel (design based) dan penduga yang dihasilkan dari pendekatan itu
disebut penduga langsung (direct estimation). Data hasil survei ini dapat digunakan
untuk mendapatkan penduga yang tepercaya baik dari total maupun rata-rata
populasi suatu area atau domain dengan jumlah sampel yang besar. Namun, jika
penduga langsung tersebut digunakan oleh area kecil maka akan menimbulkan
𝑁𝑖
𝑌𝑖 = ∑ 𝑦𝑖𝑛 (7)
𝑛=1
5
Kolinear berarti bergantung secara linear (linearly dependent). Lebih lanjut mengenai topik ini,
lihat Damodar N. Gujarati dan Dawn C. Porter, “Basic Econometrics Fifth Edition” (2008): 190.
17
𝑌̂𝑖𝑑𝑖𝑟 = ∑ 𝑤𝑖𝑛 𝑦𝑖𝑛 (8)
̅𝑖
𝑛𝜖𝜔
𝑌̂𝑖𝑑
𝑑𝑖𝑟
𝜃̂𝑖 = (9)
𝑁̂𝑖𝑑𝑖𝑟
Mean Square Error (MSE) penduga langsung dapat dihitung sebagai berikut.
1
𝑀𝑆𝐸(𝜃̂𝑖 ) = ∑ 𝑤𝑖𝑛 (𝑤𝑖𝑛 − 1)(𝑦𝑖𝑛 − 𝑦̅𝑖 )2 (11)
̂ 𝑑𝑖𝑟 2
(𝑁𝑖 ) 𝑛𝜖𝜔𝑖
Keterangan:
Penduga tidak langsung merupakan pendugaan pada suatu area dengan cara
menghubungkan informasi pada area tersebut dengan area lain melalui model yang
18
Penduga Area Kecil/Small Area Estimation (SAE)
Menurut Rao dan Molina (2015), model SAE dikelompokkan menjadi dua
jenis model dasar yaitu model dasar level area (basic area level model) dan model
yang hanya ada untuk level area tertentu, misalkan xi = (x1i, x2i, …, xpi)T dengan
dengan xi. Variabel penyerta tersebut digunakan untuk membangun model, yaitu:
𝜃𝑖 = 𝒙𝑻𝒊 𝜷 + 𝑧𝑖 𝒗𝒊 , 𝑖 = 1, … , 𝑚 (12)
Keterangan:
m = banyaknya area
𝑇
𝜷 = (𝛽1 , … , 𝛽𝑝 ) = vektor p × 1 koefisien regresi untuk variabel penyerta xi
𝜃̂𝑖 = 𝜃𝑖 + 𝑒𝑖 , 𝑖 = 1, 2, … , 𝑚 (13)
19
Jika model (1) dan (2) digabungkan maka akan menghasilkan persamaan
sebagai berikut.
bersesuaian secara individu dengan data respon, misal x i = (x1ij, x2ij, …, xpij)T,
Model yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah model berbasis area,
karena data penyerta yang digunakan merupakan data yang terdapat pada area
merupakan salah satu metode penduga parameter pada Linear Mixed Model
(LMM). Metode ini cocok untuk digunakan pada data kontinu dan kurang cocok
diguakan pada data biner atau cacahan. Model yang digunakan dalam model
(16)
𝜃̂𝑖 = 𝜃𝑖 + 𝑒𝑖 = 𝒙𝑻𝒊 𝜷 + 𝑧𝑖 𝒗𝒊 + 𝒆𝒊 , 𝑖 = 1, … , 𝑚
20
Keterangan:
̂
𝜽 = vektor acak dari variabel dependen
𝒗𝒊 = vektor random effect area yang iid (𝒗𝒊 ~𝑖𝑖𝑑 𝑁(0, 𝜎𝑣2 ))
persamaan di atas dilakukan dengan asumsi 𝜎𝑣2 diketahui. Sehingga penduga BLUP
̃ + 𝛾𝑖 (𝜃̂𝑖 − 𝒙𝑻𝒊 𝜷
𝜃̂𝑖𝐵𝐿𝑈𝑃 = 𝒙𝑻𝒊 𝜷 ̃) (17)
̃
𝜃̂𝑖𝐵𝐿𝑈𝑃 = 𝛾𝑖 𝜃̂𝑖 + (1 − 𝛾𝑖 )𝒙𝑻𝒊 𝜷 (18)
𝜎2 𝒃𝟐
dengan 𝛾𝑖 = 𝜎2 𝒛𝑣𝟐 +𝜓
𝒊
𝑣 𝒊 𝑖
menghitung nilai Mean Square Error (MSE) dengan rumus sebagai berikut:
21
Keterangan:
𝜎𝑣2 𝜓𝑖
𝑔1𝑖 (𝜎𝑣2 ) = = 𝛾𝑖 𝜓𝑖
𝜓𝑖 + 𝜎𝑣2
𝑚 −1
𝑻
𝒙𝒊 𝒙𝑻𝒊
𝑔2𝑖 (𝜎𝑣2 ) = (1 − 2
𝜓𝑖 ) 𝒙𝒊 [∑ ] 𝑥𝑖
𝜓𝑖 + 𝜎𝑣2
𝑖=1
pengaruh acak dalam model campuran linear, padahal faktanya komponen ragam
ini tidak diketahui. Oleh karena itu, ragam pengaruh acak harus diduga terlebih
dahulu.
̂
𝜃̂𝑖𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃 = 𝛾̂𝑖 𝜃̂𝑖 + (1 − 𝛾̂𝑖 )𝒙𝑻𝒊 𝜷 (21)
22
Lalu, untuk mengukur kebaikan EBLUP digunakan rumus MSE sebagai berikut.
Keterangan:
𝜎̂𝑣2 𝜓𝑖
𝑔1𝑖 (𝜎̂𝑣2 ) = = 𝛾̂𝑖 𝜓𝑖
𝜓𝑖 + 𝜎̂𝑣2
𝑚 −1
𝒙𝒊 𝒙𝑻𝒊
𝑔2𝑖 (𝜎̂𝑣2 ) = (1 − 𝛾̂𝑖 )2 𝒙𝑻𝒊 [∑ ] 𝑥𝑖
𝜓𝑖 + 𝜎̂𝑣2
𝑖=1
̅ (𝜎̂𝑣2 )
𝑔3𝑖 (𝜎̂𝑣2 ) = 𝜓𝑖2 (𝜓𝑖 + 𝜎𝑣2 )−3 𝑽
𝑚
̅ (𝜎̂𝑣2 ) = 2𝑚−2 ∑(𝜓𝑖 + 𝜎̂𝑣2 )
𝑽
𝑖=1
̂ = 𝑿𝜷 + 𝒁𝒗 + 𝒆
𝜽 (23)
bebas antar area satu dengan yang lainnya. Namun faktanya, penduga langsung
Ketergantungan spasial yang terjadi akan semakin berkurang apabila jarak antar
observasi semakin bertambah. Hal ini sejalan dengan hukum pertama tentang
geografi yang dicetuskan oleh Tobler sebagai Tobler’s first law of geography
23
(Tobler yang diacu dalam Waters 2017) dan merupakan pilar kajian analisis data
spasial mengatakan bahwa “everything is related to everything else, but near things
adalah Cressie (Cressie 1991 yang diacu dalam Rao 2015), dengan mengasumsikan
Cressie, Chandra, Salvati dan Chamber (Candra, Salvati dan Chamber 2007 yang
diacu dalam Rao 2015), Petrucci dan Salvati (Petrucci dan Salvati 2006 yang diacu
dalam Rao 2015), Pratesi dan Salvati (Pratesi dan Salvati 2008 yang diacu dalam
(Simultan otoregresif, SAR). Model SAR sendiri pertama kali diperkenalkan oleh
𝒗 = 𝜌𝑾𝒗 + 𝒖 (24)
Keterangan :
dengan 1. Nilai positif menunjukkan suatu area dengan nilai parameter yang
tinggi cenderung dikelilingi oleh area lain dengan nilai parameter yang
area dalam bentuk standarisasi baris (jumlah baris pada matriks W harus
24
v : vektor pengaruh acak area
u : vektor kesalahan dari pengaruh acak area dengan rata-rata sama dengan 0
𝒗 = (𝑰 − 𝜌𝑾)−1 𝒖 (25)
̂ = 𝑿𝜷 + 𝒁(𝑰 − 𝜌𝑾)−1 𝒖 + 𝑒
𝜽 (27)
Penduga spasial BLUP untuk parameter 𝜃𝑖 dengan 𝜎𝑣2 , 𝜓𝑖 , 𝑑𝑎𝑛𝜌 diketahui adalah:
Keterangan :
ke-i.
25
Penduga Spasial BLUP diperoleh dengan memasukkann matriks koragam
pada persamaan (25) ke dalam penduga BLUP. Jika 𝜌 = 0 maka spasial BLUP akan
Seperti halnya EBLUP, penduga SEBLUP (𝜎̂𝑖𝑠 (𝜎̂𝑢2 , 𝜌̂)) didapatkan dari
matriks kovarians yang dimasukkan pada persamaan (22). Bila 𝜌 bernilai nol, maka
spasial EBLUP memiliki nilai yang sama dengan EBLUP. Asumsi kenormalan
maupun REML yakni dengan log likelihood (Saei dan Chambers 2003). Secara
singkat, rumus penduga SEBLUP dengan metode REML adalah sebagai berikut.
Keterangan :
𝑔1𝑖 = 𝒃𝑻𝒊 {𝜎̂𝑢2 (𝑰 − 𝜌̂𝑾)(𝑰 − 𝜌̂𝑾𝑻 )−1 − 𝜎̂𝑢2 (𝑰 − 𝜌̂𝑾)(𝑰 − 𝜌̂𝑾𝑻 )−1 𝒁𝑻 × {𝑑𝑖𝑎𝑔(𝜓𝑖 )
𝑔2𝑖 (𝜎̂𝑢2 , 𝜌̂) = (𝑥𝑖 − 𝒃𝑻𝒊 𝜎̂𝑢2 [(𝑰 − 𝜌̂𝑾)(𝑰 − 𝜌𝑾𝑇 )]−1 𝒁𝑇
𝑇
× {𝑑𝑖𝑎𝑔(𝜓𝑖 ) + 𝒁𝜎̂𝑢2 [(𝑰 − 𝜌̂𝑾)(𝑰 − 𝜌̂𝑾𝑇 )]−1 𝒁𝑻 }−1 𝑿)
26
𝒃𝑻𝒊 (𝑪−𝟏 𝒁𝑻 𝑽−𝟏 + 𝜎̂𝑢2 𝑪−𝟏 𝒁𝑻 (−𝑽−𝟏 𝒁𝑪−𝟏 𝒁𝑻 𝑽−𝟏 ))
𝑔3𝑖 (𝜎𝑢2 , 𝜌̂) = 𝑡𝑟 {[ ]𝑽
𝒃𝑻𝒊 (𝑨𝒁𝑻 𝑽−𝟏 + 𝜎̂𝑢2 𝑪−𝟏 𝒁𝑻 (−𝑽−𝟏 𝒁𝑨𝑻 𝑽−𝟏 ))
sebagai berikut:
̂𝑖𝐿 = 𝒙𝑻𝒊 𝜷 + 𝑣𝑖 + 𝑒𝑖
𝜃 (32)
pengaruh acak area juga memiliki distribusi normal dengan 𝑣𝑖 ~𝑁(0, 𝜎𝑣2 ). Bila
(2009) menjelaskan bahwa bila mengikuti teori EBLUP baku, yaitu EBLUP dengan
nilai tengah (mean) dari log(𝑦𝑖𝑗 ), maka penduga bagi 𝜃𝑖 dapat ditulis sebagai
berikut.
̂
𝜃̂𝑖𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃∗ = 𝛾̂𝑖 𝜃̂𝑖𝐿 + (1 − 𝛾̂𝑖 )𝒙𝑻𝒊 𝜷 (33)
regresi 𝜷 dari model campuran linier dengan 𝛾̂𝑖 = 𝜎̂𝑣2 /(𝜓𝑖 + 𝜎̂𝑣2 ).
27
Karena yang diharapkan adalah penduga aktual untuk nilai tengah pada
setiap area ke-i, maka digunakan sifat sebaran lognormal untuk melakukan
(2009) merumuskan penduga aktual untuk nilai tengah atau penduga transformasi
1
𝜃̂𝑖𝐴𝐾−𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃 = exp (𝜃̂𝑖𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃∗ + 𝑣̂𝑖𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃∗ ) (34)
2
̂ + 𝒃𝑻𝒊 {𝜎
𝜃̂𝑖𝑆𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃∗ = 𝒙𝑻𝒊 𝜷 ̂ 2 ̂𝑾)(𝑰 − 𝜌̂𝑾𝑻 )−1 }𝒁𝑻 × {𝑑𝑖𝑎𝑔(𝜎̂𝑖2 )
𝑢 (𝑰 − 𝜌
(36)
̂𝑳 − 𝑿𝜷
+ 𝒁𝜎̂𝑢2 [(𝑰 − 𝜌̂𝑾)(𝑰 − 𝜌̂𝑾𝑻 )]−1 (𝜽 ̂)
1
Dengan, (𝜽𝑳 )𝑇 : (𝜃1𝐿 , 𝜃2𝐿 , … , 𝜃𝑚
𝐿
) dan 𝜃1𝐿 = 𝑛 ∑𝑗∈𝑠(𝑖) log(𝑦𝑖𝑗 ). Sama seperti pada
𝑖
EBLUP, pada SEBLUP ini diharapkan penduga aktual untuk nilai tengah atau
sehingga diperoleh:
1
𝜃̂𝑖𝐴𝐾−𝑆𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃 = exp (𝜃̂𝑖𝑆𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃∗ + 𝑣̂𝑖𝑆𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃∗ ) (37)
2
28
Kemudian penduga 𝑀𝑆𝐸(𝜃̂𝑖𝐴𝐾−𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃 ) dapat dihitung sebagai berikut.
terdapat dua cara yakni matriks berbasis jarak dan matriks berbasis kedekatan.
Matriks ini menggunakan jarak antar lokasi sebagai dasar pemberian nilai
pengkodean yang dilakukan yang dilakukan yakni nilai 0 dan 1, dengan 0 berarti
i. Rook continguity
29
iii. Queen continguity
0 1 0 1 0 1 1 1 1
1 i 1 0 i 0 1 i 1
0 1 0 1 0 1 1 1 1
Gambar 6 Ilustrasi matriks continguity tipe (a) Rook, (b) Bishop dan (c) Queen
Autokorelasi Moran
Pearson Product Moment (PPM). Dalam data spasial, asumsi awal yang digunakan
adalah observasi yang saling berdekatan akan cenderung sama bila dibandingkan
dengan observasi yang saling berjauhan. Oleh karena itu dirasa perlu penambahan
penimbang (weight) pada data yang akan diuji autokorelasi spasial. Penimbang ini
30
Dimana 𝑤𝑖𝑗 merupakan penimbang spasial antara observasi 𝑦𝑖 dan 𝑦𝑗 serta 𝑆0
𝐼0 − 𝐸(𝐼)
𝑧(𝐼) = ~𝑁(0,1) (40)
√𝑉(𝐼)
1
𝐸(𝐼) = − (41)
𝑁−1
𝑁𝑆4 − 𝑆3 𝑆5
𝑉𝑎𝑟(𝐼) = − [𝐸(𝐼)]2 (42)
(𝑁 − 1)(𝑁 − 2)(𝑁 − 3)𝑊 2
Keterangan
1 𝑁 −1 ∑𝑖(𝑣𝑖 − 𝑣̅ )4
𝑆1 = ∑ ∑(𝑤𝑖𝑗 + 𝑤𝑗𝑖 )2 𝑆3 =
2 (𝑁 −1 ∑𝑖 (𝑣𝑖 − 𝑣̅ )2 )2
𝑖 𝑗
2 𝑆4 = (𝑁 2 − 3𝑁 + 3)𝑆1 − 𝑁𝑆2 + 3𝑊 2
𝑆2 = ∑ (∑ 𝑤𝑖𝑗 + ∑ 𝑤𝑗𝑖 ) 𝑆5 = (𝑁 2 − 𝑁)𝑆1 − 2𝑁𝑆2 + 6𝑊 2
𝑖 𝑗 𝑗
sehingga hipotesis nol ditolak bila |𝑍ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 | > 𝑍𝛼 , Nilai 𝑍𝛼 mengikuti normal
2 2
standar.
31
Reduksi Variabel (Variables Reduction)
John Neter (1989) mengatakan bahwa terkadang dalam kasus tertentu, suatu
variabel bisa diduga dari empat puluh bahkan enam puluh lebih variabel penyerta
yang potensial. Namun hal ini tentu memiliki kelemahan yakni tingginya biaya
yang presisi. Oleh karena itu, beliau menjelaskan bahwa pemilihan variabel penting
dapat dilakukan dengan tiga cara yakni forward stepwise regression, forward
Mantel (Mantel yang diacu dalam Neter 1989) menjelaskan, bahwa banyak
ahli statistik yang mengatakan bahwa untuk ukuran variabel penyerta yang kecil
lebih baik daripada forward selection. Hal ini dikarenakan bahwa lebih baik melihat
keseluruhan variabel secara penuh (pool) apakah sudah sesuai (adjusted) terhadap
pada R2.
32
3. Lakukan langkah ke-2 secara berulang hingga model telah memiliki nilai 𝐹𝑖∗
paling besar dibandingkan dengan model lainnya dan jumlah variabel telah
𝛽𝑖
𝑡∗ = (44)
𝑠{𝛽𝑖 }
Hipotesis nol ditolak pada tingkat signifikansi α jika dengan |𝑡ℎ𝑖𝑡 | > 𝑡𝛼;(𝑚−𝑝) .
2
Menurut Gonzales dalam Rao (2003), penaksir sintetik adalah penaksir tak
bias pada area besar yang digunakan untuk menurunkan atau mendapatkan penduga
tidak langsung pada area kecil dengan asumsi area kecil tersebut memiliki
𝜃𝑖 = 𝒙𝑻𝒊 𝜷 + 𝒆𝒊 (45)
33
Keterangan :
𝜃𝑖 : nilai variabel teramati pada unit ke-j dalam area kecil ke-i
Berdasarkan model tersebut, penduga sintetik untuk area yang tidak ada
sampel yaitu
̂0 + 𝛽
𝜃̂𝑖 = 𝑿𝑻𝒊 𝜷 = 𝛽 ̂1 𝑋𝑖1 + ⋯ + 𝛽
̂𝑝 𝑋𝑖𝑝 (46)
𝑛
𝑠𝑦𝑛 ̂ ) = ∑ 𝑿𝟐𝒑𝒊 𝑉𝑎𝑟(𝜷
̂ 𝒑𝒊 )
𝑀𝑆𝐸(𝜃̂𝑖 ) = 𝑉𝑎𝑟(𝑿𝑻𝒊 𝜷 (47)
𝑝=0
Indeks i merupakan indeks untuk melambangkan wilayah yang diduga nilai dari
variabel yang teramati dan p adalah indeks dari variabel penyerta yang digunakan.
dengan hasil penduga baik penduga secara direct estimation maupun indirect.
Perhitungan RRMSE dari penduga dilihat berdasarkan nilai dari standard error
√𝑀𝑆𝐸(𝜃̂𝑖 )
(48)
𝑅𝑅𝑀𝑆𝐸(𝜃̂𝑖 ) = × 100
𝜃̂𝑖
34
2.2 Penelitian Terkait
Fay Herriot telah banyak dilakukan. Di antara peneliti tersebut yakni Amaliana dan
dan Nilai-Nilai Islami) Vol 1 No 1 yang berjudul “Penerapan Metode EBLUP pada
menduga pengeluaran per kapita secara tidak langsung di Kabupaten Jember dan
langsung.
jumlah desa dengan sumber mata pencaharian utama penduduk adalah pertanian
per kapita makanan dan non-makanan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pengguna Listrik non PLN, permukiman bantaran sungai, TKI, SD, SMK, PT,
35
restoran, dan penginapan berpengaruh secara signifikan dalam memberikan
pengguna PLN, pengguna non PLN, TKI, SD, puskesmas tanpa rawat inap,
beberapa penelitian terkait sebagai acuan. Pertama, penelitian yang dilakukan oleh
Fausi dan Sutikno. (2011) dalam skripsi dengan judul “SAE terhadap Pengeluaran
anggota ruta, persentase keluarga miskin, jumlah penduduk sedang sekolah, jumlah
pertanian, jumlah anggota ruta, persentase ruta miskin, jumlah penduduk sedang
36
2.3 Kerangka Pikir
pengeluaran rumah tangga per kapita Provinsi Jawa Barat pada level kecamatan.
level model. Variabel penyerta yang digunakan dalam penelitian ini, diambil dari
Penjabaran dari kelompok-kelompok variabel di atas dapat dilihat lebih lanjut pada
Lampiran 1.
37
Gambar 7. Kerangka penelitian
tidak langsung pengeluaran rata-rata rumah tangga per kapita level kecamatan
yang lebih kecil (lebih presisi) bila dibandingkan dengan pendugaan langsung
38
3. Baik hasil pendugaan langsung maupun tidak langsung, pengeluaran per
kapita level kecamatan akan sangat variatif dan tinggi di daerah sekitar Ibu
39
“…sengaja dikosongkan…”
40
BAB III
METODOLOGI
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah Provinsi Jawa Barat pada tahun
2018. Periode dan lokus penelitian ini dipilih karena merupakan kondisi gambaran
terakhir dari wilayah tersebut. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan dalam
kecamatan di Provinsi Jawa Barat adalah SAE. Metode ini digunakan karena
kemampuannya dalam mengestimasi wilayah yang lebih sempit yakni desa dengan
Penelitian ini melibatkan 1878 rumah tangga yang tercakup pada Survei
Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Maret 2018 yang tersebar di 608 kecamatan
dari total 627 kecamatan yang ada di Provinsi Jawa Barat dan menggunakan data
Potensi Desa (PODES) 2018 sebanyak 5.957 desa yang tersebar di 627 kecamatan
yang berada di Provinsi Jawa Barat. Pembuatan estimasi small area ini
per kapita level kecamatan di Jawa Barat tahun 2018 adalah data sekunder berupa
raw data yang didapatkan dari BPS melalui pendataan Susenas serta Podes tahun
2018.
41
Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)
sejak tahun 1963. Tipe pengumpulan data yang digunakan adalah cross sectional
mengumpulkan data modul (keterangan khusus) yang terdiri atas modul konsumsi
dan pengeluaran, modul pendidikan dan sosial budaya, serta modul perumahan dan
oleh Departemen Kesehatan setiap 5 s.d. 6 tahun sekali membuat Susenas yang
Namun berbeda dari tahun sebelumnya, pada pelaksanaan Susenas 2018 ini,
Susenas Bulan Maret dengan Riskesdas Bulan April. Survey yang terintegrasi ini
mencakup tiga ratus ribu rumah tangga sampel yang tersebar di seluruh provinsi di
Indonesia.
6
Multi stage adalah metode pengambilan sampel melalui dua tahap atau lebih dimana metode
tiap tahapnya bisa berbeda. Baik digunakan bila populasi secara geografis tersebar dan tidak ada
informasi untuk menyusun kerangka sampel.
42
Potensi Desa (PODES)
sebanyak tiga kali dalam kurun waktu 10 tahun. Sebagai bagian dari siklus 10
tahunan kegiatan sensus yang dilakukan oleh BPS, podes dilakukan 2 tahun
Pada tahun berakhiran ‘1’, pendataan Podes dilaksanakan untuk mendukung Sensus
Pertanian yaitu identifikasi wilayah konsentrasi usaha pertanian menurut sektor dan
subsektor. Pada tahun berakhiran ‘4’, Podes dilaksanakan untuk mendukung Sensus
Ekonomi dalam rangka identifikasi usaha menurut sektor dan subsektor. Pada tahun
berakhiran ‘8’, Podes dilaksanakan untuk mendukung Sensus Penduduk yaitu untuk
Podes sendiri terdiri atas 3 jenis kuesioner, yaitu kuesioner desa, kuesioner
menjadi dua yaitu data kor dan modul. Pertanyaan kor diharapkan muncul pada
setiap pelaksanaan Podes yang memuat data terkait infrastruktur, sumber daya
pertanyaan kor di Podes 2018 telah tersedia dan dapat dipergunakan bagi Sensus
modul begitu juga pertanyaan modul, sebagian ada di beberapa pertanyaan kor di
Podes 2018 dan sebagian lagi ada dikhususkan sebagai modul yang dapat
pada penelitian ini disajikan pada Lampiran 1. Namun secara ringkas, variabel-
43
variabel yang signifikan ada di dalam model yang tertera pada Bab IV dirangkum
1. Pengeluaran rumah tangga per kapita level kecamatan adalah biaya yang
44
4. Jumlah SMU/MA merupakan jumlah Sekolah Menengah Umum, Madrasah
memperoleh pendapatan/keuntungan.
7. Jumlah industri dari kayu adalah jumlah industri yang bahan baku utamanya
meubel/furnitur, mainan dari kayu, lantai dari kayu, dsb. Ukiran tidak
8. Jumlah puskesmas dengan rawat inap adalah jumlah unit pelayanan kesehatan
untuk pelayanan berobat jalan. Biasanya dikelola oleh swasta atau organisasi
keagamaan tertentu.
10. Jumlah tempat praktik dokter adalah jumlah sarana kesehatan/ bangunan yang
45
11. Jumlah tempat praktek bidan adalah jumlah sarana kesehatan/bangunan yang
12. Jumlah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) atau lebih sering dikenal sebagai
13. Jumlah Pondok Bersalin Desa (Polindes) adalah jumlah bangunan yang
menjual berbagai jenis barang secara eceran, dan semua barang memiliki
15. Jumlah Bank Umum Pemerintah adalah jumlah Bank Rakyat Indonesia
(BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Mandiri, dan Bank Pembangunan
Daerah.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis
deskriptif dan analisis inferensia dengan menggunakan bantuan aplikasi MS. Excel
46
A. Analisis Deskriptif
pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang
berguna (R.E. Walpole, 2015). Dalam penelitian ini, analisis deskriptif yang
digunakan adalah gambar dan tabel menggunakan Ms. Excel 2016 dan Arc. Map
10.2.
B. Analisis Inferensia
Teknik analisis inferensia yang digunakan dalam penelitian ini adalah Small Area
Estimation (SAE).
yang dapat diandalkan untuk subpopulasi (area atau domain) populasi terbatas yang
sampelnya tidak memadai atau tidak tersedia sampel. Istilah area kecil biasanya
menandakan suatu area geografis kecil. Suatu area disebut kecil apabila sampel
yang diambil tidak mencukupi untuk melakukan pendugaan langsung dengan hasil
47
3. Menentukan auxiliary variable apa saja yang sesuai untuk
version 3.5.0.
48
11. Pembuatan peta pengeluaran per kapita Provinsi Jawa Barat
49
“…sengaja dikosongkan…”
50
BAB IV
Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi yang berada di pulau jawa, terletak
pada koordinat 5o50’ – 7o50’ Lintang Selatan dan 104o48’ – 108o48’ Bujur Timur.
Luas wilayah Provinsi Jawa Barat kurang lebih 35 ribu kilometer dan terdiri atas
wilayah administratif dengan delapan belas kabupaten dan sembilan kota. Batas
1. Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa dan Provinsi DKI Jakarta
Pada tahun 2018, Provinsi Jawa Barat memiliki pangsa perekonomian yang
nasional setelah Provinsi DKI Jakarta sebesar 17,34% dan Jawa Timur sebesar
13,01%. Namun, provinsi ini ternyata memiliki koefisien gini rasio tertinggi ketiga
setelah DI Yogyakarta (0,422) dan Gorontalo (0,417) yakni sebesar 0,405. Hal ini
menjadi indikasi awal bahwa manfaat dari pertumbuhan ekonomi yang tinggi di
Pengeluaran per kapita di Jawa Barat juga menunjukkan nilai yang relatif
stabil dan bersifat menengah (moderate). Pada tahun 2018, pengeluaran per kapita
51
diamati lebih jauh, terlihat bahwa pengeluaran per kapita Provinsi Jawa Barat antar
kabupaten/kota memiliki nilai yang relatif heterogen (Lihat Gambar 9 dan 10).
20
RIBU
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Banten
Jatim
Riau
Bali
Sulsel
Sumut
Sultra
Kaltara
Pabar
NTT
Kalteng
Malut
Kep. Riau
Kalsel
Jateng
Jambi
NTB
Sumsel
Bengkulu
Lampung
Gorontalo
Sulbar
Maluku
DKI Jakarta
DIY
Aceh
Papua
Kaltim
Sulut
Sumbar
Kalbar
Kep. Babel
Jabar
Sulteng
2018 Nasional
Sumber : BPS
Gambar 9. Pengeluaran per kapita disesuaikan (Ribu Rupiah/Orang/Tahun) menurut
provinsi di Indonesia tahun 2018
18
JUTA
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Sumber: BPS
Gambar 10. Pengeluaran per kapita disesuaikan (000 Rp) menurut kabupaten/kota di Jawa
Barat tahun 2018
52
Pendugaan Langsung (Direct Estimation)
dilakukan pada wilayah yang tersampel pada Susenas Maret Tahun 2018. Provinsi
yang diteliti, juga diperoleh nilai pendugaan untuk varians sampling error yang
akan digunakan pada pendugaan EBLUP FH dan SEBLUP FH. Pada Susenas Maret
2018, jumlah sampel rumah tangga yang terpilih untuk setiap kecamatan berbeda-
beda dan relatif kecil sehingga memberikan hasil pendugaan yang kurang baik.
Hasil pendugaan langsung untuk pengeluaran rumah tangga per kapita pada setiap
rata-rata rumah tangga per kapita tertinggi adalah Kecamatan Lengkong Kabupaten
Cijati Kabupaten Cianjur, dan Kecamatan Cidaun Kabupaten Cianjur yakni sebesar
Rp.0,403 (juta), Rp.0,419 (juta) dan Rp.0,432 (juta). Pemetaan hasil pendugaan
53
Dari Gambar 11 dapat kita ketahui bahwa pengeluaran per kapita level
level kabupaten (Lihat Gambar 5) yang dikutip dari website resmi BPS
per kapita pada level kecamatan, selanjutnya dilakukan pendugaan dengan metode
EBLUP FH. Namun sebelum melakukan pendugaan EBLUP FH, maka terlebih
54
Pengecekan multikolinearitas antar variabel penyerta dapat dilakukan
dengan menggunakan Korelasi Pearson antar variabel penyerta. Gujarati dan Porter
regresor/variabel penyerta sangat tinggi yakni melebihi 0,8, maka terjadi masalah
multikolinearitas yang serius. Hasil pengukuran Korelasi Pearson dapat dilihat pada
Lampiran 3.
Variance Inflation Factor (VIF). Gujarati dan Porter (2008) mengatakan bahwa
semakin tinggi nilai VIF, maka semakin meningkat kolinear dari variabel X.
Berdasarkan Lampiran 3 dan Lampiran 4 dapat kita ketahui bahwa nilai mutlak dari
korelasi pearson antar variabel penyerta kurang dari 0,8 dan nilai VIF kurang dari
kedelapan belas variabel penyerta dapat digunakan pada tahapan permodelan baik
pengeluaran rumah tangga per kapita hasil estimasi langsung dengan menggunakan
QQ-Plot.
55
Gambar 12. QQ-Plot pengeluaran rumah tangga per kapita level kecamatan
(a) Tanpa transformasi (b) Transformasi logaritma
sekitaran garis, sehingga dapat dikatakan bahwa pengeluaran rumah tangga per
sebaran data hasil transformasi logaritma pada pengeluaran rumah tangga per kapita
level kecamatan sudah berhimpitan dengan garis sehingga dapat dikatakan bahwa
pengeluaran rumah tangga per kapita hasil transformasi logaritma lebih mendekati
distribusi normal.
berbeda dari nilai nol dan tiga yakni sebesar 2,134 dan 10,215. Berbeda dengan
keruncingan sebesar 0,582 dan 3,544. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
mengestimasi pengeluaran rumah tangga per kapita dengan metode EBLUP FH dan
SEBLUP FH.
56
4.1 Pendugaan Tidak Langsung
belas variabel penyerta. Variabel tersebut antara lain jumlah keluarga pertanian,
praktik dokter, jumlah tempat praktik bidan, jumlah Poskesdes, jumlah Polindes,
terhadap kedua belas variabel tersebut. Hasil pendugaan koefisien regresi dapat
57
Sebelum nilai pendugaan koefisien regresi pada Tabel 3 digunakan untuk
menduga pengeluaran rumah tangga per kapita, maka terlebih dahulu dilakukan
random effect area kecil. Dari hasil pengolahan ditunjukkan bahwa kemencengan
dan keruncingan pengaruh acak sebesar -0,839 dan 3,080 sehingga dapat dikatakan
pendugaan koefisien regresi dari variabel penyerta dan varians pengaruh acak dapat
digunakan untuk menduga pengeluaran rumah tangga per kapita dengan metode
EBLUP FH.
penduga langsung dan penduga EBLUP FH bagi pengeluaran rumah tangga per
40
35
30
25
20
15
10
5
0
Cariu
Nanggung
Tenjo
Cisaga
Cisarua
Talagasari
Pameungpeuk
Darma
Karangsembung
Argapura
Sukanagara
Ciater
Purwakarta
Pangatikan
Cikalongkulon
Cikole
Cangkuang
Leuwisari
Limo
Bantargadung
Cimanggung
Sindangagung
Kedawung
Rongga
Pondokmelati
Bantarkalong
Parung Kuda
Cibarusah
Kedokan Bunder
Langkaplancar
Tambakdahan
Kiaracondong
Gambar 13. Perbandingan nilai RRMSE penduga langsung dan penduga EBLUP FH
(Persen)
58
Berdasarkan Gambar 13 di atas, dapat kita lihat bahwa nilai RRMSE dari
dengan pendugaan EBLUP FH. Nilai RRMSE pendugaan EBLUP FH yang relatif
pengeluaran rumah tangga per kapita level kecamatan hasil penduga langsung
rumah tangga per kapita pada setiap kecamatan dapat dilihat pada Lampiran 2.
45
x 100000
40
35
30
25
20
15
10
5
0
Nanggung
Sukaraja
Krangkeng
Rajadesa
Beji
Jonggol
Greged
Kutawaluya
Cigandamekar
Rancaekek
Padakembang
Ciater
Haurwangi
Talegong
Kadipaten
Leles
Parungponteng
Kaliwedi
Ujung Berung
Subang
Bungursari
Ngamprah
Tanah Sereal
Kejaksan
Waluran
Ujung Jaya
Pamanukan
Karangpawitan
Tambun Selatan
Gambar 14. Perbandingan hasil pendugaan langsung dan pendugaan EBLUP FH (Rupiah)
pengeluaran rumah tangga per kapita yang relatif tidak jauh berbeda dengan hasil
pendugaan langsung dan hasil pendugaan EBLUP FH. Namun, nilai pendugaan
59
EBLUP FH cenderung lebih rendah daripada hasil pendugaan langsung yang
rata-rata rumah tangga per kapita tertinggi adalah Kecamatan Pebayuran Kabupaten
Sumedang, yakni sebesar Rp.0,480 (juta), Rp.0,483 (juta), dan Rp.0,492 (juta).
pembobot spasial tipe queen continguity. Matriks pembobot spasial tipe ini dipilih
bila wilayah tepat berada di sekitar wilayah observasi dan bersinggungan secara
titik/sudut atau sisi, maka wilayah tersebut akan diberikan kode satu dan sebaliknya
diberikan kode nol. Matriks yang telah terbentuk kemudian dilakukan standarisasi
60
Uji Autokorelasi Spasial
area. Uji yang digunakan yaitu uji Moran’s I dengan hipotesis sebagai berikut:
Dari hasil output dapat diketahui bahwa terdapat autokorelasi spasial pada
random effect area. Oleh karena adanya autokorelasi spasial, maka pendugaan
menggunakan tingkat signifikansi lima persen hingga dihasilkan dua belas variabel
penyerta. Variabel tersebut antara lain jumlah keluarga pertanian, jumlah keluarga
jumlah tempat praktik bidan, jumlah Polindes, jumlah IMK barang dari kayu,
61
terhadap kedua belas variabel tersebut. Hasil pendugaan koefisien regresi dapat
menduga pengeluaran rumah tangga per kapita, maka terlebih dahulu dilakukan
-0,455 dan keruncingan sebesar 2,766 sehingga dapat dikatakan bahwa random
regresi dari variabel penyerta dan varians pengaruh acak dapat digunakan untuk
menduga pengeluaran rumah tangga per kapita dengan metode SEBLUP FH.
dan pendugaan SEBLUP FH. Nilai RRMSE dari kedua pendugaan tersebut
62
40
35
30
25
20
15
10
5
0
Pameungpeuk
Cariu
Nanggung
Cangkuang
Cisarua
Purwakarta
Tenjo
Darma
Sukanagara
Pangatikan
Cisaga
Karangsembung
Argapura
Limo
Bantargadung
Ciater
Talagasari
Langkaplancar
Cikalongkulon
Leuwisari
Cikole
Pondokmelati
Kedawung
Cimanggung
Cibarusah
Rongga
Parung Kuda
Bantarkalong
Sindangagung
Kedokan Bunder
Tambakdahan
Kiaracondong
Penduga Langsung SEBLUP-FH
Gambar 15. Perbandingan nilai RRMSE penduga langsung dan penduga SEBLUP FH
(Persen)
Berdasarkan Gambar 15 di atas, dapat kita lihat bahwa nilai RRMSE dari
pengeluaran rumah tangga per kapita level kecamatan hasil penduga langsung
rumah tangga per kapita pada setiap kecamatan dapat dilihat pada Lampiran 2.
rumah tangga per kapita yang relatif tidak jauh berbeda dengan hasil pendugaan
hasil pendugaan langsung yang diakibatkan oleh adanya bias transformasi balik log
normal.
63
45
x 100000
40
35
30
25
20
15
10
5
0
Beji
Nanggung
Sukaraja
Rajadesa
Greged
Kadipaten
Krangkeng
Kutawaluya
Jonggol
Leles
Ciater
Haurwangi
Rancaekek
Padakembang
Kaliwedi
Tambun Selatan
Talegong
Parungponteng
Subang
Ujung Jaya
Pamanukan
Waluran
Cigandamekar
Bungursari
Ujung Berung
Ngamprah
Tanah Sereal
Kejaksan
Karangpawitan
dengan pengeluaran rata-rata rumah tangga per kapita tertinggi adalah Kecamatan
(juta), dan Rp.2,038 (juta) rupiah. Sebaliknya, kecamatan dengan pengeluaran rata-
rata rumah tangga per kapita terendah adalah Kecamatan Arjawinangun Kabupaten
Kabupaten Ciamis yakni sebesar Rp.0,474 (juta), Rp.0,495, dan Rp.0,497 (juta).
dengan metode EBLUP FH dan SEBLUP FH, maka langkah berikutnya adalah
criteria yang digunakan dalam mengevaluasi hasil pendugaan langsung dan tidak
64
langsung menggunakan metode EBLUP FH dan SEBLUP FH dalam penelitian ini
adalah RRMSE.
65
dan penduga EBLUP FH. Selain itu, boxplot RRMSE juga lebih memadat daripada
boxplot RRMSE penduga langsung dan penduga EBLUP FH, hal ini menandakan
Bila dilihat dari Tabel 7 maka dapat diketahui bahwa hasil pendugaan
menduga pengeluaran per kapita level kecamatan di Jawa Barat, maka langkah
kecamatan yang tidak tercakup dalam sampel Susenas. Beberapa kecamatan yang
tidak tercakup dalam sampel Susenas memiliki nilai penduga langsung pengeluaran
per kapita sama dengan nol. Konsep pendugaan yang digunakan untuk kecamatan
yang tidak tersampel dapat menggunakan konsep penduga sintetik dengan asumsi
rumah tangga per kapita yang tidak tercakup sampel di Jawa Barat dapat dilihat
pada Tabel 8.
66
Tabel 8 Penduga sintetik pengeluaran rumah tangga per kapita untuk kecamatan yang
tidak terkena sampel
RRMSE RRMSE
Penduga Penduga
Penduga Penduga
Kabupaten Kecamatan Langsung Sintetik
Langsung Sintetik
(Rp) (Rp)
(Persen) (Persen)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Sukabumi Cidolok 0 0 864.198 3,00
Sukabumi Cireunghas 0 0 856.093 4,80
Sukabumi Kadudampit 0 0 780.010 6,20
Sukabumi Parakan Salak 0 0 822.085 5,08
Bandung Nagrek 0 0 851.103 5,95
Garut Pamulihan 0 0 908.551 4,03
Garut Cihurip 0 0 875.082 2,84
Garut Sukaresmi 0 0 737.237 5,23
Garut Karangtengah 0 0 844.587 3,14
Tasikmalaya Gunungtanjung 0 0 851.311 3,67
Tasikmalaya Sariwangi 0 0 771.858 4,38
Kuningan Nusaherang 0 0 851.867 2,30
Kuningan Cilebak 0 0 851.435 1,89
Cirebon Jamblang 0 0 844.060 3,88
Majalengka Sindang 0 0 847.164 2,29
Sumedang Darmaraja 0 0 771.899 6,47
Indramayu Pasekan 0 0 899.441 4,08
Purwakarta Sukasari 0 0 866.584 1,96
Karawang Ciampel 0 0 908.971 3,87
Setelah diperoleh hasil penduga pengeluaran rumah tangga per kapita untuk
tematik level kecamatan agar dapat diidentifikasi lebih lanjut bagaimana pola
67
Gambar 18. Peta tematik hasil pendugaan tidak langsung rata-rata pengeluaran
rumah tangga per kapita level kecamatan di Jawa Barat
banyak jumlah rumah tangga pertanian maka rata-rata pengeluaran per kapita level
kecamatan di Jawa Barat tahun 2018 cenderung menurun. Hal ini sejalan dengan
penelitian Luthfatul Amaliana dan Evellin D. L (2017), Andi M.A.S. (2016), serta
Hasan Fausi dan Sutikno (2011). BPS dalam Statistik Ketenagakerjaan Sektor
tenaga kerja terbesar dengan jumlah mencapai 36,91 juta orang pada Februari 2018.
Namun, banyaknya jumlah tenaga kerja yang besar tersebut, ternyata sektor
68
pertanian sempit7 pada tahun 2018 hanya mampu memberikan kontribusi PDB
Kerja Provinsi Jawa Barat Februari 2018 menjelaskan bahwa jumlah angkatan kerja
mencapai angka 20,91 juta jiwa, namun berdasarkan lapangan pekerjaan utama,
jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian mencapai 3,2 juta jiwa, atau
setara dengan 15,28 persen dari total tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja di sektor
pertanian ini menempati urutan ketiga setelah sektor perdagangan (4,77 juta orang
atau setara 22,79 persen) dan sektor industri (4,49 juta orang atau setara 21,47
sehingga rantai tata niaga menjadi panjang dan tidak adil. Sehingga meskipun
produktivitas per satuan lahan tinggi, namun tingkat pendapatan tidak memadai
atau rendah. Kemungkinan lainnya adalah akses terhadap sumber daya produktif
dan layanan usaha terbatas, system alih teknologi dan penyebaran teknologi masih
7
Termasuk ke dalam sektor pertanian sempit ialah subsektor tanaman pangan, holtikultura,
perkebunan, dan peternakan
8
Lebih lanjut dapat dilihat pada laman perpustakaan Bappenas,
(https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=2ahUKEwj4hL3
-
1NvjAhUGSY8KHdwgBWEQFjAAegQIAxAB&url=http%3A%2F%2Fperpustakaan.bappenas.g
o.id%2Flontar%2Ffile%3Ffile%3Ddigital%2Fblob%2FF25260%2FKesejahteraan%2520Petani%2
520dan%2520Nelayan%2520Masih%2520Rendah.htm&usg=AOvVaw2KVJBl_fMNmJ8rSo0gBv
-q, Diakses pada 30 Juli 2019)
69
Gambar 19. Peta tematik pengeluaran per kapita dan jumlah keluarga
pertanian Provinsi Jawa Barat tahun 2018
pertanian di Jawa Barat relatif merata. Keluarga Pertanian tidak hanya ditemui di
daerah dengan pengeluaran per kapita yang rendah, namun juga ditemui di daerah-
b. Listrik
banyak jumlah rumah tangga yang menggunakan listrik baik PLN maupun non-
PLN maka rata-rata pengeluaran per kapita level kecamatan di Jawa Barat tahun
ditunjang dari energi listrik sebagai input dan tingginya kesejahteraan penduduk
70
Bila dilihat dari peta tematik pada Gambar 20 maka tampak bahwa sebaran
banyak terdapat di daerah-daerah dekat Ibu Kota Negara, DKI Jakarta dan Bandung
Gambar 20. Peta tematik pengeluaran per kapita dan jumlah keluarga
pengguna listrik provinsi Jawa Barat tahun 2018
c. SD/MI
Jawa Barat tahun 2018 cenderung menurun. Hal ini tentu menimbulkan tanda tanya.
Namun, bila diidentifikasi lebih lanjut, berdasarkan Ikhtisar Data Pendidikan dan
71
yakni sebesar 3.596 siswa. Angka ini merupakan angka putus sekolah setingkat
dikeluarkan dari total pengeluaran per kapita penduduk di Provinsi Jawa Barat.
Bila dilihat dari peta tematik pada Gambar 21 ditunjukkan bahwa jumlah
dekat Ibu Kota Negara, Jakarta dan Ibu Kota Provinsi Bandung, sedangkan wilayah
Gambar 21. Peta tematik pengeluaran per kapita dan jumlah SD/MI
Provinsi Jawa Barat tahun 2018
72
d. SMA
banyak jumlah bangunan SMA maka rata-rata pengeluaran per kapita level
kecamatan di Jawa Barat tahun 2018 cenderung menurun. Hal ini tentu juga
didapatkan angka putus sekolah setingkat SMU/MA di Jawa Barat yakni sebesar
4.779 siswa. Angka ini merupakan angka putus sekolah setingkat SMU/MA
bahwa terjadi pengurangan alokasi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan dari
Gambar 22. Peta tematik pengeluaran per kapita dan jumlah SMU/MA
Provinsi Jawa Barat tahun 2018
73
Bila dilihat dari peta tematik pada Gambar 22 ditunjukkan bahwa jumlah
mengelompok di dekat Ibu Kota Negara, Jakarta dan Ibu Kota Provinsi Bandung,
e. Akademi/Perguruan Tinggi
level kecamatan di Jawa Barat tahun 2018 cenderung meningkat. Hal ini
pula jumlah alokasi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh penduduk.
74
Peta tematik pada Gambar 23 memperlihatkan bahwa sebaran bangunan
Provinsi yakni dari daerah dekat Ibu Kota Negara, DKI Jakarta hingga ke daerah
dekat Ibu Kota Provinsi, Kota Bandung, sedangkan Jawa Barat bagian selatan dan
banyak jumlah puskesmas dengan rawat inap maka rata-rata pengeluaran per kapita
level kecamatan di Jawa Barat tahun 2018 cenderung meningkat. Hal ini
disebabkan karena adanya tambahan biaya kesehatan yang perlu dikeluarkan oleh
penduduk tiap kecamatan yang memiliki jumlah puskesmas dengan rawat inap
relatif tinggi.
Gambar 24. Peta tematik pengeluaran per kapita dan jumlah puskesmas
dengan rawat inap Provinsi Jawa Barat tahun 2018
75
Apabila dilihat dari peta tematik pada Gambar 24 maka akan tampak bahwa
g. Poliklinik/Balai Pengobatan
level kecamatan di Jawa Barat tahun 2018 cenderung meningkat. Hal ini
disebabkan karena adanya tambahan biaya kesehatan yang perlu dikeluarkan oleh
relatif tinggi.
76
Peta tematik pada Gambar 25 menunjukkan bahwa sebaran poliklinik/balai
kecamatan-kecamatan yang dekat dengan wilayah DKI Jakarta dan Kota Bandung.
banyak jumlah tempat praktik bidan maka rata-rata pengeluaran per kapita level
kecamatan di Jawa Barat tahun 2018 cenderung menurun. Hal ini mungkin
sudah cukup baik sehingga tidak perlu mengeluarkan banyak biaya kesehatan.
Gambar 26. Peta tematik pengeluaran per kapita dan jumlah tempat praktik
bidan Provinsi Jawa Barat tahun 2018
77
Berdasarkan peta tematik, sebaran tempat praktik bidan terlihat masih
banyak jumlah pos bersalin desa maka rata-rata pengeluaran per kapita level
kecamatan di Jawa Barat tahun 2018 cenderung menurun. Hal ini mungkin
Gambar 27. Peta tematik pengeluaran per kapita dan jumlah pos bersalin
desa (polindes) Provinsi Jawa Barat tsahun 2018
78
Bila diamati Peta Tematik pada Gambar 27 dapat diketahui bahwa sebaran
banyak jumlah IMK barang dari kayu maka rata-rata pengeluaran per kapita level
kecamatan di Jawa Barat tahun 2018 cenderung meningkat. Hal ini disebabkan
karena semakin banyak IMK barang dari kayu, maka akan mendorong masyarakat
untuk melakukan transaksi jual beli yang pada akhirnya akan meningkatkan rata-
Gambar 28. Peta tematik pengeluaran per kapita dan jumlah imk barang
dari kayu Provinsi Jawa Barat tahun 2018
79
Bila dilihat pada Gambar 28, terlihat bahwa jumlah IMK barang dari kayu di
mengindikasikan bahwa sebaran IMK barang dari kayu relatif tidak merata.
k. Minimarket/Swalayan
pengeluaran per kapita level kecamatan di Jawa Barat tahun 2018. Hal ini
untuk melakukan transaksi jual beli yang pada akhirnya akan meningkatkan rata-
80
Apabila dilihat dari peta tematik pada Gambar 29 dapat diketahui bahwa
jumlah minimarket terbanyak ada di wilayah sekitar DKI Jakarta sebagai Ibu Kota
banyak jumlah Bank Umum Pemerintah maka rata-rata pengeluaran per kapita level
kecamatan di Jawa Barat tahun 2018 cenderung meningkat. Hal ini disebabkan
Gambar 30. Peta tematik pengeluaran per kapita dan jumlah Bank Umum
Pemerintah Provinsi Jawa Barat tahun 2018
81
“…sengaja dikosongkan…”
82
BAB V
5.1 Kesimpulan
sebagai beriikut:
83
2. Dari hasil perbandingan dapat diketahui bahwa pendugaan SEBLUP FH
memiliki nilai RRMSE yang lebih kecil daripada penduga langsung, dan
Kota Negara dan Ibu Kota Provinsi cenderung memiliki rata-rata pengeluaran
5.2 Saran
berikut:
2. Penelitian ini masih menggunakan model satu periode dan univariat sehingga
Power.
84
DAFTAR PUSTAKA
Amaliana, Luthfatul & Evellin D.L. (2017). Penerapan Metode EBLUP pada model
Fay-Herriot SAE. Prosiding SI MaNIs (Seminar Nasional Integrasi
Matematika dan Nilai Islami ), 1(1), 312-319.
Anselin, Luc. (1999). Spatial Weights. Urbana: University of Illinois.
Anselin, Luc. (2001). Spatial econometrics. A Companion to Theoretical
Econometrics. New York: Blackwell Publishing Ltd
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. (2005). Kesejahteraan Petani dan
Nelayan Masih Rendah. Diakses dari
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&
ved=2ahUKEwj4hL3-
1NvjAhUGSY8KHdwgBWEQFjAAegQIAxAB&url=http%3A%2F%2Fper
pustakaan.bappenas.go.id%2Flontar%2Ffile%3Ffile%3Ddigital%2Fblob%2
FF25260%2FKesejahteraan%2520Petani%2520dan%2520Nelayan%2520M
asih%2520Rendah.htm&usg=AOvVaw2KVJBl_fMNmJ8rSo0gBv-q pada
tanggal 30 Juli 2019.
Badan Pusat Satatistik. (2018). Statistik Ketenagakerjaan Sektor Pertanian 2018.
Jakarta: BPS.
Badan Pusat Statistik. (2018). BPS Pelajari dan Kembangkan SAE. Diakses dari
https://www.bps.go.id/news/2017/10/31/181/bps-pelajari-dan-kembangkan-
sae.html pada tanggal 29 Oktober 2018.
Badan Pusat Statistik. (2018). Gini Ratio Provinsi 2002-2018. Diakses dari
https://www.bps.go.id/dynamictable/2017/04/26%2000:00:00/1116/gini-
ratio-provinsi-2002-2018.html pada tanggal 19 Juni 2019.
Badan Pusat Statistik. (2018). Integrasi Data Susenas dan Riskesdas. Diakses dari
https://www.bps.go.id/news/2018/01/30/191/integrasi-data-susenas-dan-
riskesdas.html pada tanggal 25 November 2018.
Badan Pusat Statistik. (2018). Pedoman Konsep dan Definisi Susenas Maret 2018.
Jakarta: BPS.
Badan Pusat Statistik. (2018). Pengeluaran per kapita disesuaikan Menurut
Provinsi, 2010-2018 (Metode Baru). Diakses dari
https://www.bps.go.id/dynamictable/2019/04/16/1614/pengeluaran-per-
kapita-disesuaikan-menurut-provinsi-2010-2018-metode-baru-.html pada
tanggal 19 Juni 2019.
Badan Pusat Statistik. (2018). Podes 2018 Pedoman Pencacah. Jakarta: BPS
Badan Pusat Statistik. (2018). Statistik Daerah Provinsi Jawa Barat 2018. Jakarta:
BPS
Badan Pusat Statistik. (2018). Laporan Eksekutif Keadaan Tenaga Kerja Provinsi
Jawa Barat Februari 2018. Jakarta: BPS
85
Badan Pusat Statistik. (23 April 2018). Pengeluaran per Kapita Disesuaikan (000
Rp) Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Barat, 2010-2018. Diakses pada
tanggal 30 Juli 2019 melalui
https://jabar.bps.go.id/statictable/2019/04/21/590/pengeluaran-per-kapita-
disesuaikan-000-rp-menurut-kabupaten-kota-di-jawa-barat-2010-2018.html.
Bank Indonesia. (2019). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provisi Jawa
Barat Februari 2019. Bandung: Bank Indonesia.
Fausi, Hasan & Sutikno. (2011). SAE terhadap Pengeluaran per Kapita di
Kabupaten Sumenep dengan Metode Empirical Bayes [Skripsi]. Surabaya:
ITS.
Ghosh M dan J.N.K. Rao. (1994). Small Area Estimation: An Appraisal. Statistical
Science, 9(1), 55-76.
Gujarati, Damodar N & Dawn C. Porter. (2008). Basic Econometrics (Fifth). New
York: McGraw-Hill, Inc.
Hall, G. (2015). Pearson’s Correlation Coefficient. Diakses dari
http://www.hep.ph.ic.ac.uk/~hallg/UG_2015/Pearsons.pdf pada tanggal 30
Juli 2019.
Jiang, Jiming. (1996). REML Estimation: Asymptotic Behavior and Related
Topics. The Annals of Statistics, 24(1), 255-286.
Johnson, R.A. dan Wichern D.W. (2002. Applied Multivariate Statistical Analysis
Fifth Edition. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Jones, Thomas A. (1969). Skewness and Kurtosis as Criteria of Normality in
Observed Frequency Distributions. Journal of Sedimentary Research, 39(4),
1622-1627.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2017). Ikhtisar Data Pendidikan dan
Kebudayaan tahun 2017/2018. Jakarta: Kemendikbud.
Kline, Rex B. (2011). Principles and Practice of Structural Equation Modelling
(Thirth). New York: The Guilford Press, Inc.
Kurnia, Anang. (2009). Prediksi Terbaik Empirik untuk Model Transformasi
Logaritma di Dalam Pendugaan Area Kecil dengan Penerapan pada Data
Susenas [Disertasi]. Bogor: IPB.
Laerd Statistics. (2019). Pearson Product-Moment Correlation. Diakses dari
https://statistics.laerd.com/statistical-guides/pearson-correlation-coefficient-
statistical-guide-2.php pada tanggal 30 Juli 2019 .
Molina, I., & Marhuenda, Y. (2015). R package sae: Methodology. The R Journal,
7(1), 81-98.
Neter, John et all. (1989). Applied Linear Regression Models (Second). Boston:
McGraw-Hill, Inc.
86
Nurriza, Wirda Avie. (2018). Penerapan Metode Fay-Herriot Multivariat pada
SAE [Skripsi]. Jakarta: STIS.
Pemerintah Kabupaten Purworejo. (2018). Komponen IPM, pengeluaran per kapita
yang disesuaikan. Diakses dari
http://data.jatengprov.go.id/dataset/pengeluaran-perkapita-yang-disesuaikan
pada tanggal 31 Juli 2019.
Pemerintah Indonesia. (2014). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Lembaran RI Tahun 2014.
Jakarta: Sekretariat Negara.
Rao, J. (2003). Small Area Estimation. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Rao, J.N.K. dan Isabel Molina. (2015). Small Area Estimation (Second). New York:
John Wiley & Sons, Inc.
Saei, Ayoub dan Ray Chambers. (2003). Small Area Estimation Under Linear and
Generalized Linear Mixed Models with Time and Area Effects. S3RI
Methodology Working Paper M03/15. Southampton: Southampton Statistical
Sciences Research Institute, University of Southampton.
Satriya, Andi M.A. (2016). Small Area Estimation Pengeluaran per Kapita di
Kabupaten Bangkalan dengan Metode Hierarchical Bayes [Thesis].
Surabaya: ITS.
Sirusa BPS. (2019). Pengeluaran per kapita. Diakses dari pada tanggal 28 Juni
2019 melalui https://sirusa.bps.go.id/sirusa/index.php/indikator/197.
Walpole, Ronald. E. (2015). Pengantar Statistika Edisi ke-3. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama
Waters, N. M. (2017). Tobler’s First Law of Geography. In: Richardson, D.,
Castree, N., Goodchild, M. F., Kobayashi, A., Liu, W. and Marston, R. (Eds.),
International Encyclopedia of Geography: People, the Earth, Environment,
and Technology. Wiley: New York.
Zainuddin, Hazan A. (2016). Kajian Transformasai Logaritma unuk Penduga
Spatial Empirical Best Linear Unbiased Prediction pada Pendugaan Area
Kecil [Tesis]. Bogor: IPB.
87
“…sengaja dikosongkan…”
88
LAMPIRAN
Notasi
No Data Sumber
Variabel
(1) (2) (3) (5)
Pengeluaran rumah tangga per kapita SUSENAS
1 Y
level kecamatan 2018
Energi
Jumlah keluarga pengguna listrik (PLN dan
2 Listrik PODES 2018
Non PLN)
Perumahan Bantaran Sungai dan Permukinan kumuh
3 Bansungai Jumlah bangunan rumah di bantaran sungai PODES 2018
Jumlah bangunan rumah di permukiman
4 Permkumuh PODES 2018
kumuh
Sarana Pendidikan
5 SD Jumlah SD/MI PODES 2018
6 SMP Jumlah SMP/MTs PODES 2018
7 SMA Jumlah SMU/MA PODES 2018
8 SMK Jumlah SMK PODES 2018
9 PT Jumlah akademi/Perguruan Tinggi PODES 2018
Sarana Kesehatan
10 RSbersalin Jumlah rumah sakit bersalin PODES 2018
11 Puskesmas Jumlah puskesmas dengan rawat inap PODES 2018
12 Puskesmas2 Jumlah pukesmas tanpa rawat inap PODES 2018
13 Puskesmas3 Jumlah puskesmas pembantu PODES 2018
14 Poliklinik Jumlah poliklinik/ balai pengobatan PODES 2018
15 Dokter Jumlah tempat praktik dokter PODES 2018
16 Rbersalin Jumlah rumah bersalin PODES 2018
17 Bidan Jumlah tempat praktik bidan PODES 2018
18 Poskesdes Jumlah poskesdes (pos kesehatan desa) PODES 2018
19 Polindes Jumlah polindes (pondok bersalin desa) PODES 2018
20 Apotek Jumlah apotek PODES 2018
21 Obat Jumlah toko khusus obat/jamu PODES 2018
Jenis Pekerjaan
22 Tani Jumlah keluarga pertanian PODES 2018
23 TKI Jumlah TKI PODES 2018
24 Kulit Jumlah Industri Mikro Kecil (IMK) dari kulit PODES 2018
25 Kayu Jumlah Industri Mikro Kecil (IMK) dari kayu PODES 2018
Jumlah Industri Mikro Kecil (IMK) dari
26 Logmulia PODES 2018
logam mulia atau bahan logam
89
Lampiran 1. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian (Lanjutan)
90
Lampiran 2. Hasil pendugaan langsung, EBLUP FH dan SEBLUP FH (Rupiah) beserta MSE dan RRMSE (Persen) dari rata-rata
pengeluaran rumah tangga per kapita level kecamatan di Provinsi Jawa Barat tahun 2018
91
Lampiran 2. Hasil pendugaan langsung, EBLUP FH dan SEBLUP FH beserta MSE dan RRMSE dari rata-rata pengeluaran
rumah tangga per kapita level kecamatan di Provinsi Jawa Barat tahun 2018 (Lanjutan)
92
Lampiran 2. Hasil pendugaan langsung, EBLUP FH dan SEBLUP FH beserta MSE dan RRMSE dari rata-rata pengeluaran
rumah tangga per kapita level kecamatan di Provinsi Jawa Barat tahun 2018 (Lanjutan)
93
Lampiran 2. Hasil pendugaan langsung, EBLUP FH dan SEBLUP FH beserta MSE dan RRMSE dari rata-rata pengeluaran
rumah tangga per kapita level kecamatan di Provinsi Jawa Barat tahun 2018 (Lanjutan)
94
Lampiran 2. Hasil pendugaan langsung, EBLUP FH dan SEBLUP FH beserta MSE dan RRMSE dari rata-rata pengeluaran
rumah tangga per kapita level kecamatan di Provinsi Jawa Barat tahun 2018 (Lanjutan)
95
Lampiran 2. Hasil pendugaan langsung, EBLUP FH dan SEBLUP FH beserta MSE dan RRMSE dari rata-rata pengeluaran
rumah tangga per kapita level kecamatan di Provinsi Jawa Barat tahun 2018 (Lanjutan)
96
Lampiran 2. Hasil pendugaan langsung, EBLUP FH dan SEBLUP FH beserta MSE dan RRMSE dari rata-rata pengeluaran
rumah tangga per kapita level kecamatan di Provinsi Jawa Barat tahun 2018 (Lanjutan)
97
Lampiran 2. Hasil pendugaan langsung, EBLUP FH dan SEBLUP FH beserta MSE dan RRMSE dari rata-rata pengeluaran
rumah tangga per kapita level kecamatan di Provinsi Jawa Barat tahun 2018 (Lanjutan)
98
Lampiran 2. Hasil pendugaan langsung, EBLUP FH dan SEBLUP FH beserta MSE dan RRMSE dari rata-rata pengeluaran
rumah tangga per kapita level kecamatan di Provinsi Jawa Barat tahun 2018 (Lanjutan)
99
Lampiran 2. Hasil pendugaan langsung, EBLUP FH dan SEBLUP FH beserta MSE dan RRMSE dari rata-rata pengeluaran
rumah tangga per kapita level kecamatan di Provinsi Jawa Barat tahun 2018 (Lanjutan)
GARUT PANGATIKAN 1.592.135 45.295.042.350 13,37 1.493.298 28.734.544.722 11,35 1.523.476 28.274.913.832 11,04
GARUT SUKAWENING 1.298.560 67.681.455.713 20,03 991.966 20.971.579.162 14,60 983.149 18.538.498.810 13,85
GARUT BANYURESMI 555.841 12.393.954.700 20,03 663.735 9.430.439.568 14,63 719.414 9.693.331.373 13,69
GARUT LELES 989.354 18.015.822.920 13,57 935.182 11.434.254.810 11,43 906.347 9.936.033.467 11,00
GARUT LEUWIGOONG 951.781 10.981.610.993 11,01 998.867 9.674.342.229 9,85 1.032.604 9.858.219.863 9,62
GARUT CIBATU 967.926 10.772.889.799 10,72 925.282 7.896.614.377 9,60 926.172 7.531.814.093 9,37
GARUT KERSAMANAH 914.616 18.990.435.880 15,07 870.664 11.503.690.820 12,32 930.476 12.057.649.491 11,80
GARUT CIBIUK 1.280.610 56.213.292.576 18,51 1.075.844 22.687.237.633 14,00 1.003.098 17.750.590.880 13,28
GARUT KADUNGORA 718.191 6.029.507.680 10,81 732.241 4.976.932.381 9,63 752.239 5.017.430.935 9,42
GARUT BLUBUR LIMBANGAN 786.720 4.334.213.445 8,37 786.156 3.755.117.984 7,79 805.364 3.794.084.661 7,65
GARUT SELAAWI 921.668 7.173.082.646 9,19 875.102 5.467.931.188 8,45 862.729 5.121.497.330 8,30
GARUT MALANGBONG 760.405 4.001.843.679 8,32 770.909 3.569.027.532 7,75 780.308 3.532.679.444 7,62
TASIKMALAYA CIPATUJAH 1.467.541 38.136.571.063 13,31 1.530.011 30.428.527.229 11,40 1.543.547 29.249.930.025 11,08
TASIKMALAYA KARANGNUNGGAL 1.386.880 50.982.792.645 16,28 1.164.688 22.641.164.055 12,92 1.129.737 19.403.022.035 12,33
TASIKMALAYA CIKALONG 1.405.224 43.685.913.113 14,87 1.307.685 25.891.484.477 12,30 1.363.816 26.569.439.418 11,95
TASIKMALAYA PANCATENGAH 1.303.023 53.472.161.473 17,75 1.255.776 29.940.078.900 13,78 1.323.819 29.932.211.438 13,07
TASIKMALAYA CIKATOMAS 927.967 11.995.358.137 11,80 920.717 9.025.228.285 10,32 952.204 9.030.231.585 9,98
TASIKMALAYA CIBALONG 811.591 6.320.146.663 9,80 820.479 5.330.074.072 8,90 846.165 5.416.451.920 8,70
TASIKMALAYA PARUNGPONTENG 1.201.844 19.781.505.855 11,70 1.131.808 13.462.256.327 10,25 1.130.149 12.629.853.704 9,94
TASIKMALAYA BANTARKALONG 750.432 3.242.953.259 7,59 756.510 2.924.828.244 7,15 775.466 3.000.649.430 7,06
TASIKMALAYA BOJONGASIH 1.424.190 41.455.971.697 14,30 1.329.768 25.086.995.895 11,91 1.337.776 23.672.113.988 11,50
TASIKMALAYA CULAMEGA 631.574 3.373.433.324 9,20 655.042 3.063.107.875 8,45 663.838 3.038.274.057 8,30
100
Lampiran 2. Hasil pendugaan langsung, EBLUP FH dan SEBLUP FH beserta MSE dan RRMSE dari rata-rata pengeluaran
rumah tangga per kapita level kecamatan di Provinsi Jawa Barat tahun 2018 (Lanjutan)
101
Lampiran 2. Hasil pendugaan langsung, EBLUP FH dan SEBLUP FH beserta MSE dan RRMSE dari rata-rata pengeluaran
rumah tangga per kapita level kecamatan di Provinsi Jawa Barat tahun 2018 (Lanjutan)
102
Lampiran 2. Hasil pendugaan langsung, EBLUP FH dan SEBLUP FH beserta MSE dan RRMSE dari rata-rata pengeluaran
rumah tangga per kapita level kecamatan di Provinsi Jawa Barat tahun 2018 (Lanjutan)
103
Lampiran 2. Hasil pendugaan langsung, EBLUP FH dan SEBLUP FH beserta MSE dan RRMSE dari rata-rata pengeluaran
rumah tangga per kapita level kecamatan di Provinsi Jawa Barat tahun 2018 (Lanjutan)
104
Lampiran 2. Hasil pendugaan langsung, EBLUP FH dan SEBLUP FH beserta MSE dan RRMSE dari rata-rata pengeluaran
rumah tangga per kapita level kecamatan di Provinsi Jawa Barat tahun 2018 (Lanjutan)
105
Lampiran 2. Hasil pendugaan langsung, EBLUP FH dan SEBLUP FH beserta MSE dan RRMSE dari rata-rata pengeluaran
rumah tangga per kapita level kecamatan di Provinsi Jawa Barat tahun 2018 (Lanjutan)
106
Lampiran 2. Hasil pendugaan langsung, EBLUP FH dan SEBLUP FH beserta MSE dan RRMSE dari rata-rata pengeluaran
rumah tangga per kapita level kecamatan di Provinsi Jawa Barat tahun 2018 (Lanjutan)
107
Lampiran 2. Hasil pendugaan langsung, EBLUP FH dan SEBLUP FH beserta MSE dan RRMSE dari rata-rata pengeluaran
rumah tangga per kapita level kecamatan di Provinsi Jawa Barat tahun 2018 (Lanjutan)
108
Lampiran 2. Hasil pendugaan langsung, EBLUP FH dan SEBLUP FH beserta MSE dan RRMSE dari rata-rata pengeluaran
rumah tangga per kapita level kecamatan di Provinsi Jawa Barat tahun 2018 (Lanjutan)
109
Lampiran 2. Hasil pendugaan langsung, EBLUP FH dan SEBLUP FH beserta MSE dan RRMSE dari rata-rata pengeluaran
rumah tangga per kapita level kecamatan di Provinsi Jawa Barat tahun 2018 (Lanjutan)
110
Lampiran 2. Hasil pendugaan langsung, EBLUP FH dan SEBLUP FH beserta MSE dan RRMSE dari rata-rata pengeluaran
rumah tangga per kapita level kecamatan di Provinsi Jawa Barat tahun 2018 (Lanjutan)
111
Lampiran 2. Hasil pendugaan langsung, EBLUP FH dan SEBLUP FH beserta MSE dan RRMSE dari rata-rata pengeluaran
rumah tangga per kapita level kecamatan di Provinsi Jawa Barat tahun 2018 (Lanjutan)
112
Lampiran 2. Hasil pendugaan langsung, EBLUP FH dan SEBLUP FH beserta MSE dan RRMSE dari rata-rata pengeluaran
rumah tangga per kapita level kecamatan di Provinsi Jawa Barat tahun 2018 (Lanjutan)
113
Lampiran 2. Hasil pendugaan langsung, EBLUP FH dan SEBLUP FH beserta MSE dan RRMSE dari rata-rata pengeluaran
rumah tangga per kapita level kecamatan di Provinsi Jawa Barat tahun 2018 (Lanjutan)
114
Lampiran 2. Hasil pendugaan langsung, EBLUP FH dan SEBLUP FH beserta MSE dan RRMSE dari rata-rata pengeluaran
rumah tangga per kapita level kecamatan di Provinsi Jawa Barat tahun 2018 (Lanjutan)
115
Lampiran 2. Hasil pendugaan langsung, EBLUP FH dan SEBLUP FH beserta MSE dan RRMSE dari rata-rata pengeluaran
rumah tangga per kapita level kecamatan di Provinsi Jawa Barat tahun 2018 (Lanjutan)
116
Lampiran 2. Hasil pendugaan langsung, EBLUP FH dan SEBLUP FH beserta MSE dan RRMSE dari rata-rata pengeluaran
rumah tangga per kapita level kecamatan di Provinsi Jawa Barat tahun 2018 (Lanjutan)
117
Lampiran 2. Hasil pendugaan langsung, EBLUP FH dan SEBLUP FH beserta MSE dan RRMSE dari rata-rata pengeluaran
rumah tangga per kapita level kecamatan di Provinsi Jawa Barat tahun 2018 (Lanjutan)
118
Lampiran 2. Hasil pendugaan langsung, EBLUP FH dan SEBLUP FH beserta MSE dan RRMSE dari rata-rata pengeluaran
rumah tangga per kapita level kecamatan di Provinsi Jawa Barat tahun 2018 (Lanjutan)
119
Lampiran 2. Hasil pendugaan langsung, EBLUP FH dan SEBLUP FH beserta MSE dan RRMSE dari rata-rata pengeluaran
rumah tangga per kapita level kecamatan di Provinsi Jawa Barat tahun 2018 (Lanjutan)
BANDUNG ANDIR 845.407 10.807.205.183 12,30 844.676 8.110.448.921 10,66 843.969 7.462.975.927 10,24
BANDUNG CICENDO 864.510 29.064.345.520 19,72 847.165 15.037.509.671 14,48 801.179 12.192.179.836 13,78
BANDUNG BANDUNG WETAN 689.257 28.843.133.965 24,64 779.707 15.761.933.802 16,10 708.171 11.656.190.766 15,25
BANDUNG CIBEUNYING KIDUL 702.972 24.765.113.525 22,39 773.404 14.173.156.066 15,39 722.551 11.284.102.682 14,70
BANDUNG CIBEUNYING KALER 614.369 52.624.889.754 37,34 794.537 21.460.870.851 18,44 719.957 15.713.837.318 17,41
BANDUNG COBLONG 537.706 11.424.745.309 19,88 675.204 9.599.176.558 14,51 655.583 8.385.560.326 13,97
BANDUNG SUKAJADI 690.322 50.436.775.539 32,53 798.253 20.133.263.811 17,78 706.582 13.756.834.534 16,60
BANDUNG SUKASARI 555.170 14.033.116.651 21,34 673.024 10.286.639.492 15,07 676.547 9.385.967.372 14,32
BANDUNG CIDADAP 644.800 12.313.529.380 17,21 722.068 9.322.378.636 13,37 692.630 7.995.417.076 12,91
CIREBON HARJAMUKTI 850.937 8.361.663.373 10,75 849.833 6.654.401.373 9,60 834.117 6.090.037.897 9,36
CIREBON LEMAHWUNGKUK 693.620 63.316.337.243 36,28 822.366 22.713.468.800 18,33 771.614 16.746.032.985 16,77
CIREBON PEKALIPAN 794.087 13.463.307.899 14,61 823.989 9.922.672.642 12,09 821.699 9.241.129.474 11,70
CIREBON KESAMBI 584.492 5.373.333.876 12,54 647.437 4.888.275.592 10,80 639.944 4.484.122.574 10,46
CIREBON KEJAKSAN 920.671 10.312.382.798 11,03 902.614 7.814.281.520 9,79 882.620 7.072.713.862 9,53
BEKASI PONDOKGEDE 790.522 17.451.497.977 16,71 826.048 11.779.618.118 13,14 733.717 8.565.796.235 12,61
BEKASI JATISAMPURNA 658.809 3.351.945.222 8,79 670.154 2.966.804.249 8,13 662.022 2.809.071.851 8,01
BEKASI PONDOKMELATI 516.173 12.126.540.453 21,33 663.488 9.954.819.992 15,04 655.547 8.887.014.131 14,38
BEKASI JATIASIH 800.030 26.759.317.097 20,45 814.276 14.384.036.389 14,73 768.762 11.459.146.278 13,92
BEKASI BANTARGEBANG 1.060.508 22.159.416.148 14,04 1.004.173 13.843.557.430 11,72 1.062.518 14.640.350.199 11,39
BEKASI MUSTIKAJAYA 1.166.677 47.447.509.200 18,67 1.042.049 21.479.235.400 14,06 1.091.469 21.878.991.778 13,55
BEKASI BEKASI TIMUR 888.305 10.095.978.567 11,31 912.702 8.330.971.739 10,00 897.787 7.689.908.294 9,77
BEKASI RAWALUMBU 1.032.759 122.137.789.012 33,84 830.456 22.474.364.815 18,05 1.003.857 30.499.943.622 17,40
120
Lampiran 2. Hasil pendugaan langsung, EBLUP FH dan SEBLUP FH beserta MSE dan RRMSE dari rata-rata pengeluaran
rumah tangga per kapita level kecamatan di Provinsi Jawa Barat tahun 2018 (Lanjutan)
121
Lampiran 2. Hasil pendugaan langsung, EBLUP FH dan SEBLUP FH beserta MSE dan RRMSE dari rata-rata pengeluaran
rumah tangga per kapita level kecamatan di Provinsi Jawa Barat tahun 2018 (Lanjutan)
122
Lampiran 3. Hasil perhitungan korelasi pearson antar variabel penyerta
Variabel Tani Listrik SD SMA PT Puskesmas Poliklinik Dokter Bidaan Poskesdes Polindes Kayu Minimarket BUP
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15)
Tani 1,000
Listrik -0,085 1,000
SD 0,275 0,769 1,000
SMA -0,057 0,711 0,696 1,000
PT -0,365 0,405 0,217 0,501 1,000
Puskesmas 0,267 0,156 0,259 0,210 0,016 1,000
Poliklinik -0,248 0,720 0,478 0,541 0,383 0,112 1,000
Dokter -0,384 0,665 0,437 0,616 0,573 0,041 0,603 1,000
Bidaan 0,086 0,750 0,688 0,563 0,275 0,201 0,571 0,540 1,000
Poskesdes 0,210 -0,193 -0,046 -0,202 -0,186 -0,106 -0,210 -0,226 -0,048 1,000
Polindes 0,151 -0,147 -0,052 -0,145 -0,159 0,076 -0,166 -0,207 -0,071 0,332 1,000
Kayu 0,095 0,160 0,224 0,163 0,048 0,107 0,129 0,074 0,214 0,063 0,066 1,000
Minimarket -0,352 0,769 0,515 0,640 0,549 0,091 0,676 0,731 0,557 -0,244 -0,200 0,129 1,000
BUP -0,335 0,571 0,366 0,552 0,643 0,086 0,508 0,724 0,415 -0,176 -0,133 0,047 0,708 1,000
123
Lampiran 4. Hasil Perhitungan Variance Inflation Factor (VIF)
124
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Kabupaten Gresik pada tanggal 23 Juli 1997 dari pasangan
Zaeni dan Maskhanifah. Penulis merupakaan anak kedua dari dua bersaudara.
Kanak-Kanak di TK Mutiara Arjasa Cerme pada tahun 2003, dan Sekolah Dasar di
SDN 1 Cerme Kidul pada tahun 2009. Kemudian pada tahun 2012 penulis
pada tahun 2015 menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Gresik. Pada
tahun yang sama penulis menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu
(S.Tr.Stat.).
125