Anda di halaman 1dari 15

Aliran Rasionalisme

(Descartes, Spinoza, dan Leibniz)

Nanik Khoirotun Nisa’ & Madinatul Uyun

Pasca Sarjana Institut Keislaman Abdullah Faqih (INKAFA) Suci Manyar Gresik

en.khoiro49@gmail.com madinatuluyun12@gmail.com

Abstract

Rasionalisme merupakan suatu paham yang beranggapan bahwa kebenaran adalah logika
yang tereksperimenkan, kaum paham rasionalisme ini menganggap bahwa sesuatu dilihat dari
akal pikiran. Adapun tokoh-tokoh dalam madzab ini adalah Rene Descartes, Baruch de
Spinoza, dan Gottfried Wilhelm von Leibniz. Karena mereka berada dalam satu bingkai
madzab maka cara mereka menangkap sesuatu adalah dari berpikir melalui akal, bukan panca
indra karena menurut Descartes menangkap sesuatu dengan panca indra masih ada
kemungkinan munculnya suatu kesalahan. Oleh karena itu Spinoza dan Leibniz juga masih
merujuk pada Descartes dengan menganggap bahwa suatu ide dan kebenaran akal merupakan
hal penting dalam aliran ini.

Rationalism is an understanding that assumes that truth is an experimental logic, these


rationalists think that something is seen from the mind. The figures in this stream are Rene
Descartes, Baruch de Spinoza, and Gottfried Wilhelm von Leibniz. Because they are in the
same stream of thought, the way they perceive something is by thinking through the mind, not
the five senses, because according to Descartes, capturing something with the five senses,
there is still the possibility of an error. Therefore Spinoza and Leibniz also still refer to
Descartes by assuming that an idea and the truth of reason are important in this sream.

Keyword: Aliran, Rasionalisme, akal


Pendahuluan

Manusia merupakan makhluk Allah swt yang diberikan kelebihan-kelebihan yang


salah satunya adalah akal, berbeda dengan malaikat yang tidak mempunyai syahwat dan
berbeda dengan hewan yang tidak mempunyai akal. Manusia juga makhluk istimewa yang
diberi bekal hidup yang luar biasa, dibekali akal fikiran dan hati yang berfungsi mengelola
prinsip kehidupan.1 Ibnu „Arabi menggambarkan keunggulan manusia dengan mengatakan
“tidak ada makhluk Allah yang lebih bagus daripada manusia, karena manusia memiliki daya
hidup seperti mengetahui, berkehendak, berfikir dan memutuskan”.2

Al-Qur‟an sendiri telah mengajak kita untuk berfikir dengan akal kita dan menyebut
mereka yang tidak memanfaatkan akal sebagai orang yang lebih sesat daripada seekor hewan
sebagaimana dalam surat al-A‟raf ayat 179

‫ﭽ ﭑ ﭒ ﭓ ﭔ ﭕ ﭖ ﭗﭘ ﭙ ﭚ ﭛ ﭜ ﭝ ﭞ ﭟ ﭠ ﭡ‬
3
‫ﭢ ﭣ ﭤ ﭥ ﭦ ﭧﭨ ﭩ ﭪ ﭫ ﭬ ﭭﭮ ﭯ ﭰ ﭱ ﭲ ﭼ‬
Dalam ayat ini salah satu sebab terjerumusnya seseorang ke neraka Jahannam adalah dengan
meninggalkan akal dalam artian tidak mematuhi aturan-aturan akal, hal ini dikuatkan juga
dalam surat al-Mulk ayat 10

4
‫ﭽﯫ ﯬ ﯭ ﯮ ﯯ ﯰ ﯱ ﯲ ﯳ ﯴ ﯵ ﯶ ﭼ‬
“Bahwa mereka ahli neraka menyerukan “andai saja kami memiliki telinga yang mendengar
atau menggunakan akal kami, niscaya kami bukanlah penduduk neraka”

Setelah memaparkan tentang akal maka ada hubungan erat dengan pengetahuan,
sebagaimana kita tahu bahwa dalam mencapai sebuah pengetahuan diperlukanlah sebuah
aliran yang membantu kita untuk mencapai pengetahuan itu sendiri. Jika dilihat dengan
kacamata filsafat seringkali manusia sendiri bingung bagaimana ia bisa mendapat sebuah
pengetahuan atau ilmu, oleh karena itu jika dikaji lagi manusia membutuhkan pengamatan
dan pemahaman yang mendalam apa saja aliran-aliran dalam filsafat yang berhubungan
dengan sampainya pengetahuan dalam diri seseorang. Adapun aliran-aliran yang menanggapi

1
Azmi, Manusia, Akal dan Kebahagiaan, (Jurnal Ilmiah Al-Qalam, 2018), hal.124.
2
Al-Faruq, Islam dan Kebudayaan, (Bandung: Mizan, 1984)..
3
QS. Al-A‟raf, ayat 179.
4
QS. Al-Mulk, ayat 10.
sebuah pertanyaan darimana dan bagaimana manusia mendapatkan pengetahuan diantaranya:
Rasionalisme, Empirisme, Kritisisme, Intuisionalisme. Beberapa aliran ini menunjukkan
bahwa ada banyak cara manusia menangkap sebuah pengetahuan. Adapun yang kita bahas
disini adalah aliran Rasionalisme yang mana ia adalah lawan dari aliran Empirisme (aliran
yang mengatakan bahwa manusia mendapatkan pengetahuan adalah dari pengalamannya
melalui panca indra. Hal ini dinafikan oleh aliran Rasionalisme yang mana singkatnya aliran
ini beranggapan bahwa sampainya suatu pengetahuan pada dizn manusia adalah melaui akal.

Sebenarnya paham Rasionalisme ini ada dua macam, pertama Rasionalisme dalam
bidang Agama dan kedua Rasionalisme dalam bidang filsafat. Rasionalisme dalam bidang
agama berarti lawan dari autoritas, sedangkan Rasinalisme dalam bidang filsafat adalah
lawan dari empirisisme. Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengecam bahwa akal
(reason) adalah sebuah wasilah (perantara) terpenting baik dalam memperoleh pengetahuan
ataupun mengecek pengetahuan. Sebagaimana dalam paparan diatas bahwa paham
rasionalisme merupakan antonim dari paham empirisme, maka jika paham Empirisme
mengatakan bahwa pengetahuan didapat dengan alam yang mengalami objek yang dapat
dibuktikan atau empiris maka paham rasionalisme mengatakan bahwa pengetahuan didapat
dengan cara berfikir karena alat dalam berfikir atau yang disebut dengan akal adalah sudah
merupakan kaidah-kaidah yang logis yang dapat dibuktikan secara logika.

Hasil dan Pembahasan

1.1 Pengertian Rasionalisme

Rasionalisme secara etimologis menurut Bagus berasal dari bahasa Inggris


rationalism,5 sedangkan menurut Edwards, kata Rasionalisme berasal dari bahasa Latin
ratio6 yang memiliki makna “akal”, kemudian Lacey menambahkan bahwa rasionalisme
adalah sebuah pandangan yang berpegang bahwa akal adalah penentu sebuah kebenaran. 7

Secara umum, istilah Rasionalisme (rationalism) adalah “teori (paham) yang


menganggap bahwa pikiran dan akal merupakan satu-satunya dasar untuk memecahkan

5
Bagus, L., Kamus Filsafat, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum, 2002).
6
Edward, The Encyslopedia of Philosophy, (New york: The Manmillan Company & The Free Press, 1967).
7
Lacey, A Dictionary of Philosophy, (New York: Routlege).
problem (kebenaran) yang lepas dari jangkauan indra...”8 Rasionalisme berasal dari
keyakinan bahwa akal, rasio dapat melampaui apa yang hanya dapat ditangkap oleh
sensasi indrawi. Rasionalisme adalah lawan dari empirisme yang memandang bahwa
segala pengetahuan harus datang dari dan diuji oleh pengalaman (sense experience).
Rasionalisme juga dikenal sebagai sebuah aliran pemikiran yang muncul pada masa
pendewasaan renaissance. Dalam hal ini, rasionalisme diartikan sebagai sebuah
kecenderungan epistemologi bahwa sumber pengetahuan yang dapat memenuhi kriteria
mencukupi dan dapat dipercaya adalah rasio (akal).9

Rasionalisme juga tidak serta merta mengingkari nilai-nilai pengalaman,


melainkan pengalaman hanya dianggap sebagai perangsang untuk pikiran guna menarik
pengetahuan melaui ide-ide dan pemikiran yang rasional. Aliran ini yakin bahwa sebuah
kebenaran dan kesesatan sebenarnya berakar dari akal atau ide yang merujuk juga
menunjuk pada kenyataan yang ada. Maka dapat disimpulkan bahwa kebenaran dapat
ditemukan hanya ada di dalam pikiran kita dan dapat diperoleh dengan akal saja. 10

Contoh adanya aliran Rasionalisme yang paling jelas adalah pemahaman kita
tentang logika dan matematika yang berlandasan bahwa ilmu logika dan matematika
adalah ilmu yang kebenarannya bersifat universal yang artinya kita tidak hanya
melihatnya benar tapi kita melihatnya merupakan sebuah kebenaran-kebenaran yang tidak
mungkin salah.11

Aliran-aliran rasionalisme diantaranya adalah rasionalisme radikal, rasionalisme


kritis, dan rasionalisme moderat. hal ini muncul dikarenakan perbedaan tanggapan oleh
sebagian kelompok dan kelompok lain,12 sebagian kaum rasionalis menimbang sebuah
kebenaran melalui akal, sedangkan golongan yang lain menentang adanya rasionalisme
sehingga cenderung anti terhadap akal, seperti Santo Paulus yang dikenal sebagai tokoh
fideisme Kristen terlama yang menolak adanya rasionalisme dalam artian ia hanya

8
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke empat, (Jakarta: Gramedia, 2008),hlm.1146.
9
Bdk, Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, (Yogyakarta: Kanisius, 2005),
hlm.18.
10
Tedy Machmud, Rasionalisme dan Empirisme, (Jurnal Fakultas MIPA Universitas Ngeri Gorontalo, 2011),
Vol. 8, hal. 155.
11
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Thales Sampai Capra, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013)
cet ke 20, hal.127.
12
menganggap akal sebagai debu yang kotor dan diwarnai dengan hawa nafsu sebagai
sasarannya.13

1.2 Aliran-aliran Rasionalisme (Rene Descartes, Spinoza, dan Leibniz)

Pada zaman Modern filsafat, tokoh pertama Rasionalisme adalah Descartes yang
kemudian berlanjut pada Baruch Spinoza, dan Leibniz. Aliran-aliran Rasionalisme
berasal dari beberapa tokoh di atas yang mana perinciannya adalah sebagai berikut:

1. Rene Descartes
Rasionalisme menyatakan bahwa sumber dari pengetahuan manusia adalah
akal atau ide. Descartes menepikan fungsi indera dalam menemukan kebenaran
menurutnya indera hanya menipu dan akallah satu-satunya yang harus menjadi
panutan pertama dalam merumuskan kebenaran sesuatu. Akal adalah dasar kepastian
pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan di ukur dengan akal manusia.
Menurut aliran ini, memperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal menangkap objek
dan kesimpulannya adalah segala sesuatu yang masuk akal yang disebut rasional.
Akal manusia merupakan salah satu potensi jiwa dan disebut rasional soul. Ia ada dua
macam, pertama praktis bertugas mengendalikan badan dan mengatur tingkah laku.
Kedua, teoritis khusus berkenaan dengan presepsi dan epistimologi, karena akal
praktis inilah yang menerima presepsi-presepsi inderawi dan meringkas pengertian-
pengertian universal daripadanya dengan bantuan akal aktif yang terhadap jiwa kita
bagaikan matahari terhadap pandangan mata kita dengan akal kita bisa menganalisa
dan membuktikan, dengan akal pula kita dapat menyikapi realita-realita ilmiah,
karena akal merupakan salah satu ilmu pengetahuan.
Pada zaman modern muncullah tokoh-tokoh filsafat baru yang mengandung
paham rasionalisme. Adapun tokoh pertama rasionalisme ialah Rene Descartes(1596-
1650). Ia adalah filsof perancis yang di juluki dengan “bapak filsafat modern”. Ia ahli
dalam ilmu alam, ilmu hukum, dan ilmu kedokteran. Ia menyatakan bahwa ilmu
pengetahuan harus satu tanpa bandingannya,harus di susun oleh satu orang sebagai
bangunan yang berdiri sendiri menurut satu metode yang umum. Rene Descartes
mempunyai keinginan yang besar untuk menciptakan pemikiran-pemikiran baru dan

13
Michael Peterson, et.al, Reason and Religious Belief, him, 33.
berdiri atas metodenya sendiri. Descartes melihat bahwa filosof-filosof sebelumnya
hanya mengomentari pemikiran-pemikiran Plato dan Aristoteles yang menurutnya
sangat membingungkan manusia. Semasa Descartes mempelajari filsafat plato dan
aristoteles ia meragukan kebenaran pemikiran mereka, sehingga muncullah keinginan
yang kuat untuk menemukan sesuatu yang baru dalam dunia filsafat yaitu
Rasionalisme yang mana dengan akallah dapat mengetahui struktur dasar alam
semesta.
Descartes dianggap sebagai Bapak Filsafat Modern. Menurut Bertrand,
anggapan bahwa Descartes adalah Bapak Filsafat modern adalah benar, karena Pada
zaman modern dialah yang orang pertama yang mencetuskan filsafat yang berdiri atas
keyakinan diri sendiri yang dihasilkan oleh pengetahuan aqliyah atau akal. Dialah
orang pertama yang dapat membangun dan menyusun argumentasi yang kuat, yang
distinct, yang menyimpulkan bahwa dasar filsafat haruslak akal, bukan perasaan,
bukan iman, bukan ayat suci, dan bukan yang lainnya.14
Descartes mengetahui untuk meyakinkan bahwa dasar filsafat adalah akal
kepada tokoh-tokoh gereja yang mana mereka beranggapan bahwa dasar filsafat
adalah iman maka Descartes menyusun argumentasi yang cukup terkenal yang
tertuang dalam metode cogitans atau pemikiran, dalam artian bahwa manusia secara
fitrahnya ia membawa ide bawaan yang sadar bahwa dirinya adalah makhluk yang
berpikir, dari sinilah keluar statement Descartes yang sangat terkenal, yaitu cogito
ergo sum yakni berpikir maka aku ada.15
Kemudian untuk menemukan basis yang kuat Descartes meragukan (lebih
dahulu), ia meragukan beberapa hal yang berarti ia berfikir dan menalar beberapa
peristiwa yang dapat diragukan di sekitar kita, ini merupakan langkah pertama metode
cogito. Dia meragukan adanya badan dia sendiri. Keraguan ini menjadi mungkin
karena pada pengalam mimpi, halusinasi, ilusi, dan juga pada pengalaman roh halus
ada yang sebenarnya tidak jelas. Dalam empat keadaan tersebut sebenarnya seseorang
sedang melakukan sesuatu seolah-olah memang ia sedang melakukannya dalam
keadaan terjaga atau sadar. Di dalam mimpi seseorang seolah-olah mengaami sesuatu
yang sungguh-sungguh terjadi persis seperti tidak mimpi. Tidak ada batasan yang
jelas antara ketika seseorang sedang mimpi dan sedang terjaga, oleh karena itu

14
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Thales Sampai Capra, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013)
cet ke 20, hal.128.
15
Kosmic, Manual Training Filsafat, (Jakarta: Kosmic, 2002), hal.124.
Descartes mengungkapkan: “saya bisa meragukan bahwa saya duduk di tempat ini
dengan pakaian yang siap untuk bepergian karena kadang kala saya bermimpi seakan-
akan saya di posisi ini. Padahal saya sedang berada di tempat tidur dan sedang
bermimpi”. Oleh karena itu diungkap lagi bahwa tidak ada batasan yang tegas antara
mimpi dan terjaga.16
Perhatikanlah kutipan berikut ini (yang diambil dari koran Pikiran Rakyat 17
Desember 1981).
”Kejadian aneh menimpa CHR (30), penduduk RK III, Desa Krapyak, Semarang
Barat, Jawa Tengah, ketika semalam suntuk tidur bersama roh halus di sebuah
pekuburan. Sampai berita ini ditulis CHR masih termenung-menung dan tidak bisa
bicara lancar. Dalam keterangan nya kepada PR, istri CHR mengatakan Senin
malam yang lalu di lapangan Tugu ada pertunjukan "Malam Qasidah" yang ramai.
Pasangan suami-istri itu sepakat akan menonton sampai puas, tetapi karena masih
menunggu tamu dan menyelesaikan pekerjaan, maka sang istri disuruh pergi duluan.
Cuma sekitar satu jam kemudian CHR pergi ke tempat pertunjukan untuk menjemput
istrinya, tetapi karena suasana begitu ramai, agak sulit mencarinya. Mendadak di
sebuah pojok Puskesmas ada suara memanggil persis seperti suara istrinya: "Mas
saya di sini...." Begitu menoleh, CHR mengenali wajah orang itu adalah istrinya
sendiri, hanya saja pakaiannya berbau serba wangi. "Baumu begitu wangi, ada
apa?" tanya CHR yang segera dijawab, "Memang, saya pakai kembang semboja."
Tanpa banyak cingcong akhirnya CHR mengikuti ke mana saja wanita itu pergi
menonton. Bahkan sampai pulang dengan menumpang kendaraan umum Daihatsu
juga bersama-sama. CHR merasa sudah sampai di rumah dan kemudian tidur
bersama wanita yang dikiranya istrinya itu sampai pulas. Keesokan harinya seorang
penggembala mendapati sesosok tubuh yang dikiranya sudah mati, di nisan kuno.
Ternyata setelah dibangunkan masih hidup. Pemuda itu kemudian menuntun nya
pulang karena CHR masih belum bisa bicara. Setelah diberi minum kopi beberapa
gelas dan didatangkan "orang tua" yang cukup sakti, akhirnya baru bisa bicara
sedikit demi sedikit. Pada pokoknya CHR merasa semalam tidur bersama istrinya
yang semalaman juga tidak pulang karena terus-menerus mencari CHR yang
dikiranya menonton sampai akhir pertunjukan. Lebih aneh lagi, keesokan harinya
kernet Daihatsu juga mendatangi CHR di rumah karena uang Dibayar Rp150,00

16
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Thales Sampai Capra, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013)
cet ke 20, hal.128.
kemarin, keesokan paginya sudah berubah menjadi delapan karangan bunga
semboja.”
Jadi dalam paparan Koran diatas hal-hal dalam halusinasi dan ilusi juga
membawa kita pada pertanyaan: Mana yang benar-benar ada, mana yang benar-benar
asli? Objek dalam mimpi, halusinasi, ilusi, dan peristiwa dengan roh halus, jika dilihat
dari posisi kita terjaga, tidak ada. Namun, mereka memang ada jika dilihat dari posisi
kita dalam mimpi, halusinasi, ilusi, dan roh halus. Dalam mimpi kita melihat dan
mengalami hal-hal itu; dalam mimpi hal-hal itu benar-benar ada. Sekali lagi: Apakah
ada perbedaan yang pasti antara bermimpi dan bangun? Begitulah cara berpikir dalam
metode cogito.
Descatres mengatakan “aku yang sedang ragu itu dikarenakan aku berpikir.
Maka jika aku berpikir ada, berarti aku ada. Cogito ergo sum (aku berpikir, maka aku
ada). Jadi metode cogito ini berasal dari sebuah keraguan, akan tetapi tujuan dari
metode ini sendiri bukanlah mempertahankan keraguan akan tetapi meperjelasnya
artinya dari keraguan menuju kepastian. Metode Descartes hanya menunjukkan
perbedaan sesuatu yang dapat diragukan oleh panca indra yang menangkap sebuah
pengetahuan.
Setelah ia berpikir dan menemukan dasarnya maka mulailah ia menkostruksi
filsafat diatasnya dan ditemukan bahwa akal merupakan basis yang terpercaya dalam
berfilsafat.17

2. Baruch de Spinoza

Spinoza dilahirkan pada tahun 1632 dan meninggal dunia pada tahun 1677. Nama
aslinya Baruch Spinoza. Setelah ia mengucilkan diri dari agama Yahudi, ia mengubah
namanya menjadi Benedictus de Spinoza. Ia hidup di pinggiran kota Amsterdam
(Solomon, 1989:71).

Aliran Rasionalisme Spinoza masih mengadopsi dari pemikiran paham


rasionalisme presektif Descartes yang begitu jelas dan pasti (clear and distinct) dan
memberinya nama adequate ideas.18 Perkembangan intelektual Spinoza dan kaitannya
dengan Descartes dapat dipahami dengan berbagai macam cara. Dalam sebuah

17
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Thales Sampai Capra, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013)
cet ke 20, hal.132.
18
Ibid, hal.132.
pengantar terdapat penjelasan bahwa Spinoza mengakui bahwa dia dipengaruhi oleh
Descartes, tetapi ia tidak menerimanya dengan penuh. Spinoza kagum dengan
Cartesian, tetapi ia tidak pernah menganggapnya sebagai kebenaran yang utuh. Kaitan
antara Spinoza dan Cartesian terletak pada sebuah metode ideal dan rajutan erat
dengan pengetahuan.19

Spinoza dianggap sebagai pemberontak oleh agamawan karena tulisan-tulisannya


dituduh sebagai subversif. tulisan-tulisan Spinoza mendobrak dogma agama di
kalangan Yahudi maupun Kristen. Spinoza memiliki visi yang sama dengan
Descartes. Keduanya berkehendak untuk menemukan jaminan dan pegangan yang
pasti mengenai segala bentuk pengetahuan. Perbedaannya, Descartes menemukannya
dalam konsep cogito, Spinoza dalam konsep substansi. Menurut Spinoza, substansi
adalah “ada pada dirinya sendiri dan dipahami melalui dirinya sendiri”. 20

Substansi dalam pengertian Spinoza mengandung sifat causa sui, sebagai


penyebab dirinya sendiri. Substansi adalah apa yang ada dalam dirinya sendiri dalam
artian pengertiannya tidak memerlukan pengertian dari sesuatu yang lain yang tidak
bersandar dan tidak butuh pada apapun yang mana pasti hanya ada satu substansi.
Disebutkan juga oleh Habib Abdillah Munawar bahwa satu substansi itu adalah Allah
swt yang Esa dan tidak batasnya secara mutlak.21 sebagaimana dalam do‟a Habib Abu

Bakar bin Salim "‫والتفسري‬ ‫ "اللهم اي من ال حيتاج إىل البيان‬bahwa Allah adalah Maha yang
tidak membutuhkan penjelasan dan penafsiran. Substansi menurut Spinoza adalah
Tuhan, sehingga dengan demikian tidak ada yang dapat bergantung selain daripada
substansi tertinggi tersebut. Tuhan sebagai substansi tunggal berada di dalam
beraneka ragam substansi, dan menjadi semacam substansi inti.

Adapun Rasionalisme Spinoza menurut sebagian komentator dinilai lebih luas dan
konsekuen dibandingkan dengan Descartes. Sistem rasional Spinoza menurut
komentator “hanya mewujudkan suatu usaha guna merumuskan apa yang telah
dialami sendiri dalam pengalaman mistis dengan pengertian-pengertian yang
rasional”.22 Spinoza merumuskan integrasi antara Tuhan sebagai susbtansi dan alam

19
Frederick Copleston, History of Philosophy, Volume IV, (New York: Image Books, 1960), hlm, 210.
20
Lih, Hardiman, F. Budi, Filsafat Modern, (Jakarta: Gramedia, 2004), hlm. 47.
21
Hadiwijoyo, Harun, Sari Sejarah Filsafat, hal.27.
22
Hadiwijoyo, Harun, Sari Sejarah Filsafat, hal.27.
semesta, yakni antara essentia dan existentia. Spinoza merumuskan dua konsep yang
berkaitan dengan susbtansi, yakni; attribute dan modus. Dari kedua konsep ini,
pemahaman Spinoza atas Tuhan sebagai substansi tunggal dan integrasinya dengan
alam semesta dapat dijelaskan dengan baik. Hakikat atau essentia ditentukan oleh
attribute atau sifat-sifat yang tidak terbatas. Sedangkan material alam adalah modus
yang berarti cara susbtansi tunggal tersebut berada. Dengan kata lain, Tuhan sebagai
substansi, menentukan sifat-sifatnya secara luas dan tak terbatas, tetapi di dalam alam
semesta yang terjangkau indera, substansi memanifestasikan diri ke dalam modus. 23

Jika dinalar lebih dalam pada dimensi tasawuf maka paham rasionalisme
prespektif Spinoiza ini mirip dengan paham ”wahdah al wujud” yang mana paham ini
tidak membedakan antara Tuhan dan makhluk dan yang ada hanyalah sebuah
kepercayaan bahwa Tuhan adalah keseluruhan sedangkan makhluk adalah bagian dari
keseluruhan itu sendiri.dan cara Tuhan memperlihatkan dirinya adalah dengan adanya
alam semesta, jagad raya dan seluruh isinya. 24

3. Gottfried Wilhelm Von Leibniz


Gotifried Wilhelm von Leibniz lahir pada tahun 1646 dan meninggal pada
tahun 1716. Ia filosof Jerman, matematikawan, fisikawan, dan sejarahwan. Lama
menjadi pegawai pemerintah, menjadi atase, pembantu pejabat tinggi negara. Pusat
metafisikanya adalah idea tentang substansi yang dikembangkan dalam konsep
monad.
Leibniz lahir di Leipzig, Jerman. Sekolah di Nicolai di Leipzig, la menguasai
banyak bahasa dan banyak bidang pengetahuan. Pada usia 15 tahun ia sudah menjadi
mahasiswa di Universitas Leipzig, mempelajari hukum, tetapi ia juga mengikuti
kuliah matematika dan filsafat. Pada tahun 1666, tatkala ia belum berumur 21, ia
menerima ijazah doktor dari Universitas sitas Altdorf, dekat Nuremberg, dengan
disertasi berjudul De casibus perplexis (On Complex Cases at Law). Universitasnya
sendiri menolak mengakui gelar doktornya itu karena umurnya terlalu muda, makanya
ia meninggalkan Leipzig pindah ke Nuremberg. Pada Januari-Maret 1673 Leibniz
pergi ke London menjadi atase politik. Di sana ia bertemu banyak ilmuwan seperti

23
Fauzan Anwar Sandiah, Rasionalisme dan Relevansi Kontemporer (Alam Pemikiran Descartes, Spinoza, dan
Leibniz), (ACADEMIA), hal.8-9.
24
Wikipedia, akses pada 1 Januari 2022.
Robert Boyle. Pada Tahun 1675 ia menetap di Hannover, dari sana ia melakukan
perjalanan ke London dan Amsterdam. Di Amsterdam ia bertemu dengan Spinoza.
Aliran Rasionalisme Leibniz ini juga sama seperti aliran Rasional Spinoza
yang masih mengadopsi aliran Descartes dan menyebutnya dengan truths of reasen.
Metafisika Leibniz sama memusatkan perhatian pada substansi. Bagi Spinoza, alam
semesta ini mekanistis dan keseluruhannya bergantung pada sebab, sementara
substansi pada Leibniz adalah hidup, dan setiap sesuatu terjadi untuk suatu tujuan.
Penuntun prinsip filsafat Leibniz ialah "prinsip akal yang mencukupi", yang secara
sederhana dapat dirumuskan "sesuatu harus mempunyai alasan". Bahkan Tuhan juga
harus mempunyai alasan untuk setiap yang diciptakan-Nya. Kita lihat bahwa prinsip
ini menuntun filsafat Leibniz.
Sementara Spinoza berpendapat bahwa hanya ada satu substansi, Leibniz
berpendapat bahwa substansi itu banyak. Ia menyebut sub stansi-substansi itu monad.
Setiap monad berbeda satu dengan yang lain, dan Tuhan (sesuatu yang supermonad
dan satu-satunya monad yang tidak dicipta) adalah Pencipta monad-monad itu. Maka
karya Leibniz tentang ini diberi judul Monadology (studi tentang monad) yang
ditulisnya 1714. Ini adalah singkatan metafisika Leibniz (lihat solomon: 82 dan
seterusnya).
Menurut Leibniz, Monad adalah zat dasar yang membentuk alam semesta25
dan ada yang “tidak berkeluasan” atau biasa disebut juga “yang terkecil”. Titik, di
dalam matematika adalah yang terkecil; atom, di dalam fisika adalah yang terkecil;
dan monad, di dalam metafisika adalah yang terkecil. Penemuan-penemuan mutakhir
tentang yang terkecil ini jangan dipahami secara keliru, misalnya dengan menyatakan
bahwa di fisika, atom bukan yang terkecil, karena dalam kerangka berpikir Leibniz,
hal tersebut bukan persoalan. Pada intinya, di dalam sesuatu terdapat “yang tidak
berkeluasan”.26
Monad berasal dari bahasa Yunani monos, yang berarti satuan. Monad adalah
zat individu dasar yang mencerminkan tatanan dunia dan dari mana sifat material
diturunkan. Setiap Monad memiliki sifat sifat yang tidak terbatas jumlahnya dan
mencerminkan alam semesta. Monad merupakan suatu kenyataan mental yang
bersifat cukup diri. Dalam suatu peristiwa, monad bekerja dalam cara yang sama.

25
http://www.britannica.com, diakses pada 25 Desember 2021.
26
Lih, Leibniz, Gottfried Wilhelm von, The Principles of philosophy known as Monadology, teks dipublikasikan
oleh: Jonathan Bennett, 2004.
Ketika satu monad mengidentifikasi fenomen, monad yang lain mengidentifikasikan
hal yang sama. Meskipun demikian, masing-masing monad berada dalam relasi yang
kompleks antara dunia dan kesadaran yang terisolasi satu sama lain.
Sebagaimana Jiwa yang sifat-sifatnya merupakan fungsi dari persepsi dan
seleranya. Sebenarnya monad tidak memiliki hubungan dengan monad lain, tetapi
semua disinkronkan dengan sempurna satu sama lain oleh Tuhan dalam harmoni yang
telah diterapkan sebelumnya. Adapun objek aterial merupakan penampakan dari
kumpulan-kumpulan monad itu sendiri.27

1.4 Doktrin Alam Rasionalisme

1. Subjektivitas dan Kemenangan Akal

Rasionalisme selain sebagai aliran, pada dasarnya adalah termasuk dari bentuk
momem modernitas mengenai pergeseran paradigma dari kosmosentrisme menjadi
antroposentrisme. Rasionalisme adalah salah-satu bingkai dari modernitas, selain
empirisme, tetapi dalam kedua aliran ini, subjektivitas menjadi acuan atau ukuran
kebenaran yang disebut subjectum. Rasionalisme dan empirisme melihat manusia sebagai
subjek pengetahuan, yang perbedaannya semata-mata terletak pada metode.28

2. Dualisme

Pada masa sebelum Descartes, pemahaman mengenai dualisme dapat ditemukan


di dalam doktrin aliran Orphico-pythagorisme. Doktrin tersebut juga dikenal dengan
nama doktrin soma-sema. Dualisme Orphicophythagorisme dikenal sebagai dualisme
keras atau dualisme ekstrim, Du29alisme Orphico-phythagorisme menganggap bahwa
raga (tubuh) adalah penjara dan kuburan jiwa.30

Dualisme Orphico-phythagorisme dan dualisme menurut Descartes memiliki


penjelasan yang berbeda soal makna jiwa dan raga. Dualisme Orphico-phythagorisme
tidak memikirkan secara mendalam bagaimana interaksi antara jiwa dan tubuh. Relasi
antara jiwa dan raga dianggap kembali ke persoalan fungsi, raga berfungsi sebagai tempat
atau wadah bagi jiwa. Raga bisa dalam bentuk yang beraneka ragam, tetapi jiwa yang

27
http://www.britannica.com, diakses pada 25 Desember 2021.
28
Lih, Hardiman, F. Budi, Melampaui Positivisme dan Modernitas, (Yogyakarta: Kanisius, 2003), hlm. 96.
29
Setyo Wibowo, Agustinus, “Raga Pertanda”, Majalah Basis, No.03-04, 2013.
30
Ibid
menjadi isi utamanya. Sedangkan Dualisme menurut Descartes adalah bahwa pikiran
merupakan substansi nonfisik dan ia adalah orang yang pertama kali mengidentifikasi
pikiran dengan kesadaran dan membedakannya dengan otak sebagai wadah kecerdasan. 31

3. Substansi

Menurut Aristoteles, secara esensial tiap benda dibuat dari satu substansi yang
tidak kelihatan.33 Sejak abad pertengahan, konsep substansi sudah dibahas dalam filsafat
Thomas Aquinas. Di dalam Rasionalisme Eropa abad ke-17, konsep substansi merupakan
tema yang besar. Descartes (materi, pikiran, Allah), Spinoza (Allah), dan Leibniz
(monad) semuanya berbicara mengenai hakikat inti dari realitas. Hakikat inti tersebut
menurut mereka harus bersifat tetap, cukup diri dan padat pada dirinya sendiri. 32 Hakikat
inti tidak selalu berkaitan dengan substansi tunggal. Spinoza yang melihat substansi
sebagai tunggal (Allah) tidak sama dengan cara pandang Leibniz yang justru melihat
substansi sebagai majemuk yang disebutnya “monad”. Spinoza melihat bahwa substansi
adalah tunggal yakni Allah. Cara pandang panteistik Spinoza menunjukkan bahwa alam
dan segala isinya merupakan manifestasi lain dari Allah.

Kesimpulan

Paham atau aliran Rasionalisme merupakan cabang dari paham epistomologi, aliran
yang mana menjadikan akal sebagai pokok pengahsil suatu kebenaran, aliran rasionalisme ini
adalah lawan dari aliran empirisme yang cenderung beranggapan bahwa kebenaran dan
pengetahuan diperoleh dari pengalaman-pengalaman melalui tour panca indra. Adapun aliran
ini kemudian disanggah oleh aliran Rasionalisme yang beranggapan bahwa panca indra
masih bisa salah dan menipu.

Aliran-aliran rasionalisme berasal dari tiga tokoh pembesar yang diantanya adalah:
Descartes, Spinoza, dan Leibniz, mereka adalah sekumpulan tokoh filsafat yang berada
dibawah paying aliran rasionalisme. Masing-masing dari mereka mempunyai prespektif
sendiri tentang aliran rasionalisme hanya saja yang paling terkenal adalah Descartes yang
dijuluki “Bapak Filsafat Modern”. Descartes memunculkan keyakinan dari sebuah keraguan
yang mana ia menyebutnya dengan cogito ergo sum (jika aku berpikir maka aku ada),
kemudian Spinoza dan Leibniz masih merujuk pada idea ini yang mana Spinoza menamakan

31
Descartes, R., Meditations on First Philosophy, dalam The Philosophial Writings of Rene Descartes, terjemah
oleh J. Cottingham, R. Stoothof dan D. Murdoch, (Cambridge: 1641).
32
Lih, Hadirman, F Budi, Filsafat Modern, hal.304.
dengan adequate ideas (ide yang memadai) dan Leibniz dengan truth of reosen (kebenaran
akal). Adapun substansi menurut Desercates adalah (materi, pikiran dan Tuhan), sedangkan
menurut Spinoza adalah (Tuhan) dan menurut Leibniz adalah (monad).

Daftar Pustaka

Al-Faruq, Islam dan Kebudayaan, (Bandung: Mizan), 1984.

Anwar Sandiah, Fauzan, Rasionalisme dan Relevansi Kontemporer (Alam Pemikiran


Descartes, Spinoza, dan Leibniz), (ACADEMIA).

Azmi, Manusia, Akal dan Kebahagiaan, (Jurnal Ilmiah Al-Qalam), 2018.

Bdk, Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, (Yogyakarta: Kanisius), 2005.

Copleston, Frederick, History of Philosophy, Volume IV, (New York: Image Books), 1960.

Edward, The Encyslopedia of Philosophy, (New york: The Manmillan Company & The Free
Press), 1967.

Hadiwijoyo, Harun, Sari Sejarah Filsafat.

Hardiman, Budi, F, Melampaui Positivisme dan Modernitas, (Yogyakarta: Kanisius), 2003.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke empat, (Jakarta: Gramedia), 2008.

Kosmic, Manual Training Filsafat, (Jakarta: Kosmic), 2002.

L, Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum), 2002.

Lacey, A Dictionary of Philosophy, (New York: Routlege).

Lih, Hardiman, F. Budi, Filsafat Modern, (Jakarta: Gramedia), 2004.

Lih, Leibniz, Wilhelm, Gottfried von, The Principles of philosophy known as Monadology,
teks dipublikasikan oleh: Jonathan Bennett, 2004.

Machmud, Tedy, Rasionalisme dan Empirisme, (Jurnal Fakultas MIPA Universitas Ngeri
Gorontalo), 2011.

R.Descartes, , Meditations on First Philosophy, dalam The Philosophial Writings of Rene


Descartes, terjemah oleh J. Cottingham, R. Stoothof dan D. Murdoch, (Cambridge:
1641).

Tafsir, Ahmad, Filsafat Umum Akal dan Hati Thales Sampai Capra, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya), 2013.

Wibowo,Setyo, Agustinus, “Raga Pertanda”, Majalah Basis, No.03-04, 2013.


http://www.britannica.com, diakses pada 25 Desember 2021.

Anda mungkin juga menyukai