Anda di halaman 1dari 108

Praktikum Dasar Perlindungan Tanaman

MATERI 1 PENDAHULUAN
TATA TERTIB PRAKTIKUM
1. Mahasiswa wajib mengikuti semua kegiatan praktikum.
2. Mahasiswa yang berhalangan hadir dengan alasan yang dapat diterima boleh mengganti jadwal praktikum
pada pertemuan kelas lainnya atas persetujuan asisten kelas (memo tertulis).
3. Bobot nilai praktikum:
a. Absensi 100%
b. Tugas 30%
c. Keaktifan 10%
d. Kuis 30%
e. UAP 30%
3. Keterlambatan maksimal 10 menit. Lebih dari itu tidak diizinkan untuk mengikuti kegiatan dan mengganti di
jadwal kelas lainnya.

4. Pengumpulan tugas hanya oleh koordinator kelas kepada asisten kelas.


TATA TERTIB LABORATORIUM
1. Mahasiswa wajib mengenakan jas lab sebelum masuk ke laboratorium
2. Dilarang membuat gaduh di dalam laboratorium
3. Dilarang menggunakan alat elektronik dalam bentuk apapun
4. Dilarang memakai alat atau bahan yang tidak berhubungan dengan
praktikum
5. Dilarang memindahkan alat dan bahan tanpa seizin asisten dan
laboran
6. Kerusakan alat laboratorium akibat kelalaian penggunaan menjadi
tanggung jawab kelompok
OUTLINE PRAKTIKUM DPT 2022
1. Pendahuluan
2. Pengenalan ordp hama dan pengenalan gejala
3. Pengenalan penyakit tanaman dan gejala
4. Pengenalan pengendalian dengan memanfaatkan faktor biotis (musuh alami)
5. Pengenalan pengendalian dengan varietas tahan
6. Pengenalan pengendalian melalui pengelolaan faktor edafik
7. Takaran banyaknya pestisida yang diperlukan
8. Kalibrasi knapsack sprayer
9. Penyemprotan sesuai rekomendasi
Apa itu perlindungan tanaman?
Perlindungan
Tanaman
Definisi:
Segala upaya untuk Hama Patogen
mencegah,
melindungi, dan
mengurangi
kerusakan tanaman
akibat serangan
Organisme
Pengganggu
Tanaman (OPT)
Gulma
Ordo binatang yang berpotensi menjadi hama:
Hama 1. Hemiptera
2. Orthoptera
Hama adalah binatang
atau sekelompok 3. Lepidoptera
binatang yang pada 4. Diptera
populasi tertentu dapat
merusak tanaman 5. Coleoptera
budidaya sehingga 6. Thysanoptera
menurunkan kualitas
7. Acarina
dan kuantitas, serta
merugikan secara 8. Isoptera
ekonomi
Contoh Hama Berdasarkan Ordo

Nezara viridula Oxya chinensis Spodoptera litura


Ordo: Hemiptera Ordo: Orthoptera Ordo: Lepidoptera
Tipe mulut: Menusuk-menghisap Tipe mulut: Menggigit-mengunyah Tipe mulut: Menggigit-mengungah
Contoh Hama Berdasarkan Ordo

Thrips parvispinus
Ordo: Thysanoptera
Tipe mulut:
Meraut-menghisap

Bactrocera sp. Epilachna sparsa


Ordo: Diptera Ordo: Coleoptera
Tipe mulut: Tipe mulut: Menggigit-mengunyah
• Menjilat (Imago)
• Mengunyah (Larva)
Contoh Hama Berdasarkan Ordo

Tetranychus urticae Reticulitermes flavipes


Ordo: Acarina Ordo: Isoptera
Tipe mulut: Tipe mulut: Menggigit-mengunyah
• Menghisap
Penyakit Penyebab Penyakit:
1. Faktor Abiotik
a. Sinar matahari
b. Suhu
Penyakit adalah
keadaan abnormalitas c. Kelembaban
dari tanaman akibat d. Senyawa kimia
adanya faktor abiotik
dan biotik, sehingga
menurunkan kualitas 2. Faktor Biotik (Patogen)
dan kuantitas, serta a. Jamur
merugikan secara b. Bakteri
ekonomi
c. Virus
d. Nematoda
TUGAS
1. Membuat makalah
2. Tugas dikerjakan secara individu
3. Tugas ditulis tangan di HVS A4, margin 4333, dan bolpoin biru
4. Sitasi minimal tahun 2012
5. Format:
a) Cover
b) Bab 1. Pendahuluan (Latar belakang, tujuan, dan manfaat)
c) Bab 2. Tinjauan Pustaka
◦ Dasar perlindungan tanaman
◦ Definisi hama (2 sitasi bahasa Indonesia, 1 sitasi jurnal internasional + arti)
◦ Macam-macam ordo hama beserta contoh
◦ Definisi penyakit (2 sitasi bahasa Indonesia, 1 sitasi jurnal internasional + arti)
◦ Macam-macam penyebab penyakit beserta contoh
d) Bab 3. Penutup (Kesimpulan dan saran)
6. Tugas dikumpulkan H+7 atau sebagai tiket masuk praktikum
TERIMA KASIH
MATERI II
PENGENALAN ORDO HAMA DAN GEJALA

1.1. Pendahuluan
A. Pengertian Hama
1. “Hama adalah binatang atau sekelompok binatang yang menyerang
tanaman budidaya dan dapat menurunkann produksi baik secara
kuantitas maupun kualitas sehingga secara ekonomis merugikan”.
2. “Hama‌ ‌adalah‌ hewan yang merugikan yang mengganggu dan atau merusak
tanaman baik secara ekonomis atau estetik”
3. “A pest is an organism living and growing where they are not wanted and can
cause damage to plants, humans, structures, and other creatures, including
crops that are grown for food”.
Translate : Hama adalah organisme yang hidup dan tumbuh di tempat yang
tidak diinginkan dan dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman, manusia,
struktur, dan makhluk lainnya, termasuk tanaman yang ditanam untuk
makanan.
4. “Pest refers to any animal or plant causing harm or damage to people or their
animals, crops, or possessions, even if it only causes annoyance”
Translate : Hama mengacu pada hewan atau tumbuhan apa pun yang
menyebabkan kerugian atau kerusakan pada manusia atau hewan, tanaman,
atau harta benda, bahkan jika itu hanya menyebabkan gangguan.
B. Pengertian Gejala
1. “Gejala adalah perubahan morfologis maupun fisiologis yang ditunjukkan
oleh tanaman inang akibat adanya serangan hama dan penyakit
(OPT/Organisme Pengganggu Tanaman).

Morfologis = Bentuk/Rupa Tanaman (Layu, Daun Menguning, Daun


Menggulung, dll)
Fisiologis = Proses-proses dalam tanaman (Fotosintesis, Penyerapan Air dan
Unsur Hara, dll)

C. Pengertian Tanda
Berbeda dengan gejala, tanda adalah pengenal yang ditinggalkan di tanaman
inang oleh OPT ketika menyerang tanaman. Pada hama, tanda yang ditinggalkan
pada umumnya adalah serbuk bekas gerekan dan kotoran.

Tim Asisten Pratikum MK. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman FP UB


Semester Ganjil 2021/2002
1.2. Binatang Yang Berpotensi Menjadi Hama

Tim Asisten Pratikum MK. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman FP UB


Semester Ganjil 2021/2002
1.3. Morfologi Serangga

Gambar 1. Bagian Tubuh Serangga

Serangga (Kelas Insekta) termasuk kedalam Filum Arthropoda. Ciri-ciri


umum serangga antara lain: tubuh yang beruas, mayoritas bilateral simetri, tubuh
terbungkus oleh eksoskeleton yang mengandung zat khitin, namun ada juga
bagian tubuh yang tidak berkhitin. Tubuh serangga secara umum terbagi menjadi
tiga bagian yaitu kepala (caput), dada (toraks), dan Perut (abdomen).
Kepala/Caput = Tempat menempelnya mata, alat mulut, antena
Toraks = Tempat menempelnya sayap dan kaki/tungkai
Abdomen = Tempat menempelnya ovipositor (alat peletakan telur) pada serangga
betina
1.4.Klasifikasi / Ordo-ordo yang Berpotensi Sebagai Hama

A. Orthoptera (Belalang)
Belalang dan kerabatnya termasuk ordo Orthoptera. Jenis-jenisnya mudah
dikenal karena memiliki bentuk yang khusus misalnya belalang, jangkrik, dan
katydid. Berdasarkan peranannya di alam, jenis-jenis dari ordo Orthoptera
berperan sebagai herbivora, omnivora, predator, dan pemakan bangkai
(scavenger). Orthoptera yang berperan sebagai herbivora lebih dominan daripada
kelompok lainnya. Orthoptera herbivora terdiri dari famili Acrididae, Tetrigidae,
Tettigoniidae, Gryllotalpidae, dan Gryllidae.
Ciri Khusus
1. Dua Pasang sayap. Sayap depan memanjang, terdapat rangka-rangka
sayap dan menebal (Tegmina). Sayap belakang lebih pendek dan lebih
tipis
2. Sepasang kaki/tungkai belakang lebih panjang dan berfungsi untuk
melompat
3. Tipe mulut menggigit mengunyah

Tim Asisten Pratikum MK. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman FP UB


Semester Ganjil 2021/2002
Akibat dari serangan hama ordo orthoptera yakni bagian organ tanaman,
terutama daun, mengalami kerusakan, bolong-bolong sehingga kemampuan
fotosintesis berkurang. Belalang pada fase nimfa maupun imago (dewasa) dapat
menyebabkan kerusakan pada tanaman.

Gambar 3. Contoh-contoh Hama pada Ordo Orthoptera


(Locusta migratoria, Oxya chinesis, Valanga nigricornis)

Gambar 4. Siklus Hidup Orthoptera

B. Hemiptera

Ordo hemiptera sering juga oleh masyarakat disebut dengan kepik dan
kutu-kutuan. Hemiptera berasal dari bahasa Yunani yakni Hemi berarti "setengah"
dan pteron artinya "sayap". Sebagian besar anggotanya bertindak sebagai
herbivor (baik nimfa maupun imago), tetapi beberapa spesies juga beperan
sebagai predator. Ordo Hemiptera dibagi menjadi dua subordo yaitu Heteroptera
dan Homoptera.

Ciri Khusus

Umum : Tipe mulut menusuk-mengisap

Tim Asisten Pratikum MK. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman FP UB


Semester Ganjil 2021/2002
Heteroptera: Dua pasang sayap. Sepasang sayap depan mengalami modifikasi
sebagai "hemelitra", yaitu setengah bagian di daerah pangkal (basal) menebal,
sedangkan sisanya berstruktur seperti selaput. Sedangkan sepasang sayap
belakang mirip selaput tipis (membran).

Homoptera: Dua pasang sayap. Sayap depan dan belakang berstruktur sama
menyerupai selaput/membrane. Sayap membentuk menyerupai atap rumah di atas
abdomen ketika beristirahat. Beberapa tidak bersayap (e.g. Kutu daun, kutu sisik)

(b)
(a)
Gambar 5. Morfologi Hemiptera, subordo (a) Heteroptera, (b) Homoptera

Heteroptera mendapat julukan True bugs dikarenakan menjadi anggota asli


dari ordo Hemiptera sebelum dilebur dengan ordo Homoptera. Beberapa contoh
hama dari subordo Heteroptera adalah Kepik Hijau (Nezara viridula), Walang Sangit
(Leptocorisa acuta), dan Kepik Penghisap Buah Kopi (Helopeltis theivora). Homoptera
dahulu merupakan ordo tersendiri. Homo memiliki arti “sama” dan pteron yang
memiliki arti “sayap”. Ordo ini kemudian dilebur ke dalam ordo Hemiptera antara
lain: bangsa Wereng (e.g. Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens), Kutu daun
(e.g. Aphis spp.), dan Kutu sisik (e.g. Coccus viridis).

(a) (b) (c)

Tim Asisten Pratikum MK. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman FP UB


Semester Ganjil 2021/2002
Gambar 6. Contoh Subordo Heteroptera (a) Kepik Hijau (Nezara viridula), (b)
Walang Sangit (Leptocorisa acuta), dan (c) Kepik Penghisap Buah Kopi (Helopeltis
theivora)

(a) (b) (c)


Gambar 7. Contoh-contoh subordo Homoptera ((a) Wereng Batang Coklat
(Nilaparvata lugens); (b) Kutu Daun (Aphis sp.) dan kutu sisik (Coccus
viridis)

C. Coleoptera
Ordo Coleoptera seringkali dijuluki kumbang. Serangga dari ordo
Coleopterata banyak yang berperan sebagai hama tanaman, namun ada juga yang
berperan sebagai predator (pemangsa) bagi serangga lain. Beberapa famili
kumbang yang anggotanya ada yang berperan sebagai hama adalah Scarabaeidae,
Curculionidae, Coccinelidae, dan Chrysomelidae.
Ciri Khusus
1. Dua pasang sayap. Sepasang sayap depan mengeras (elytra). Sepasang
sayap belakang lebih tipis dan transparan. Jika sedang istirahat,
sayap belakang akan melipat dibawah sayap depan.
2. Tipe mulut menggigit mengunyah

Tim Asisten Pratikum MK. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman FP UB


Semester Ganjil 2021/2002
(a) (b)
Gambar 8. Morfologi Coleoptera (a) Pradewasa (Uret); (b) Dewasa

Gejala serangannya beraneka ragam. Pada kumbang Oryctes rhinoceros, daun


muda seperti tergunting berbentuk segitiga seperti huruf V. Jika menyerang titik
tumbuh seperti menyerang akar menyebabkan tanaman mati. Uret kumbang
Lepidiota stigma atau Phyllophaga helleri dapat menyerang akar tanaman.
Kumbang koksi Epilachna sparsa dapat menyerang daun sehingga daun-daun
menjadi berlubang. Selain itu, kumbang dari famili Curculionidae, Sitophilus
oryzae menyerang beras simpanan, imago dapat melubangi beras sedangkan
larvanya menggerek biji beras.

Gambar 9. Contoh Hama Coleoptera

D. Lepidoptera (Bangsa Ulat dan Ngengat)


Lepidoptera berasal dari nama latin lepido yang berarti “sisik” dan -pteron
yang berarti “sayap”. Lepidoptera merupakan suatu kelompok serangga yang

Tim Asisten Pratikum MK. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman FP UB


Semester Ganjil 2021/2002
memiliki sayap yang bersisik. Sisik yang tersusun pada lepidoptera seperti atap
genteng dan memberikan corak warna pada sayapnya.
Ciri Khusus
Imago:
1. 2 Pasang sayap. Kedua pasang sama-sama bersisik dan memiliki
corak tergantung spesies
2. Alat mulut mengisap (Proboscis atau haustella)
Larva:
1. Terdapat dua macam kaki. 3 pasang kaki depan di bagian toraks.
Beberapa pasang kaki semu di bagian abdomen (Proleg)
2. Tipe mulut menggigit-mengunyah

Gambar 10. Morfologi hama Lepidoptera

Fase paling merugikan dari hama Lepidoptera adalah Larva. Contoh


Lepidoptera yang berpotensi sebagai hama antara lain: ulat grayak (Spodoptera
exigua) yang menyerang tanaman bawang merah, Ulat tanah (Agrotis ipsilon)
yang banyak menyerang tanaman pangan, ulat daun kubis (Plutella xyllostella)
yang menyerang tanaman kubis, dan lainnya. Gejala yang ditimbulkan oleh
Lepidoptera adalah rusak atau hilangnya bagian organ tanaman, pertumbuhan
tidak normal, bahkan dapat menimbulkan kematian tanaman.

Gambar 11. Contoh-contoh Hama Lepidoptera (a) Ulat grayak (Spodoptera exigua), (b)
Ulat tanah (Agrotis ipsilon), dan (c) Ulat daun kubis (Plutella xyllostella).

Tim Asisten Pratikum MK. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman FP UB


Semester Ganjil 2021/2002
E. Diptera (Bangsa Lalat)

Ordo Diptera seringkali disebut dengan Lalat dan Nyamuk. Asal kata Diptera
yaitu dari kata Di yang berarti “dua” dan pteron yang berarti “sayap”.
Ciri Khusus
Imago:
1. Hanya terdapat sepasang sayap. Sayap belakang berubah menjadi
halter
2. Tipe mulut menusuk mengisap (Nyamuk), menjilat mengisap (Lalat)
Larva/Belatung (Khusus Lalat)
1. Tidak ada kaki
2. Tipe mulut menggigit mengunyah

Contoh dari ordo Diptera yang berpotensi menjadi hama adalah lalat pengorok
daun (Liriomyza huidobrensis), lalat buah (Bactrocera sp.), hama ganjur (Orseolia
oryzae) yang menyerang tanaman padi, dan lainnya. Gejala yang ditimbulkan
adalah adanya perubahan bentuk, pembusukan, atau terhambatnya tanaman
(menjadi kerdil).

(a) (b) ©
Gambar 12. Contoh Hama Diptera (a) lalat pengorok daun (Liriomyza huidobrensis),
(b) lalat buah (Bactrocera sp.), dan hama ganjur (Orseolia oryzae).

F. Thysanoptera (Bangsa Trips).


Thysanoptera merupakan salah satu golongan serangga yang sebagian besar
anggotanya berperan sebagai hama di lahan pertanian. Thysano memiliki arti
“rumbai” dan pteron yang memiliki arti “sayap”.

Ciri Khusus

1. Dua pasang sayap. Semuanya berumba-rumbai

2. Tipe mulut meraut-mengisap

Serangga ini memiliki sayap yang berumbai-rumbai dengan rambut yang


panjang yang berjumlah 2 pasang. Ukuran serangga dari ordo Thysanoptera
terbilang sangat kecil yaitu sekitar 0,5-14 mm. Tipe mulut dari serangga golongan
ini adalah menusuk menghisap.

Tim Asisten Pratikum MK. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman FP UB


Semester Ganjil 2021/2002
Gambar 13. Morfologi Hama Ordo Thysanoptera

Serangga ini berpotensi sebagai hama pada fase nimfa maupun dewasa yang
kemudian akan menyerang tanaman bagian bunga, daun, ranting, dan tunas.
Gejala yang ditimbulkan akibat serangan hama ini berupa pada daun akan terdapat
putih seperti perak kemudian bercak tadi akan berubah warna menjadi kecoklatan
dan bintik hitam, dalam beberapa hari daun akan menjadi keriting dan rontok.
Selain dapat berpotensi sebagai hama, trips juga berpotensi sebagai vektor
penyakit. Contoh serangga yang termasuk kedalam ordo ini adalah Trips pada
tanaman mangga (Thrips aspinus), Trips pada tanaman cabai (Thrips parvispinus),
Trips pada tanaman jeruk (Thrips javanicus), dll.

(a) (b) (c)


Gambar 14. Contoh-contoh Hama pada Ordo Thysanoptera (a) Trips pada tanaman
mangga (Thrips aspinus); (b) Trips pada tanaman cabai (Thrips parvispinus); (c) Trips
pada tanaman jeruk (Thrips javanicus)
G. Acari (Kelas Arachnida)
Acari atau tungau masuk ke dalam kelas Arachnida, seperti laba-laba. Acari
merupakan subkelas dari Kelas Arachnida. Terdapat bermacam-macam ordo
Tungau. Ciri khas dari kelas Arachnida antara lain: berkaki empat pasang,
tubuhnya terbagi menjadi dua yaitu cephalotorax dan abdomen, alat mulutnya
chelicera dan pedipalpi.

Tim Asisten Pratikum MK. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman FP UB


Semester Ganjil 2021/2002
Ciri Khusus
1. Empat pasang kaki (Arachnida Khas)
2. Tubuh terbagi menjadi dua yaitu Idiosoma dan Gnathosoma
3. Idiosoma menjadi tempat menempelnya kaki
4. Gnathosoma menjadi tempat menempelnya alat mulut
5. Tipe alat mulutnya meraut mengisap (Rasping)

Gejala yang ditimbulkan akibat serangan tungau adalah bintik-bintik kuning


pada daun. Contoh hama dari ordo Acari antara lain: Tetranychus urticae yang
menyerang banyak tanaman seperti singkong, Panonychus citri pada jeruk, dan
Polyphagotarsonemus latus pada bibit tanaman.
H. Keong/Siput (Filum Mollusca, Kelas Gastropoda)
Siput/Keong pada beberapa spesies tercatat sebagai hama tanaman. Salah satu
spesies yang cukup terkenal menjadi hama adalah Pomacea caniculata (Keong
Mas/Keong Sawah) yang menyerang tanaman padi. Kelas gastropoda dapat
dikenali dengan mudah. Setiap anggota gastropoda memiliki cangkang. Tipe
mulutnya menggigit-mengunyah.

Tim Asisten Pratikum MK. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman FP UB


Semester Ganjil 2021/2002
https://www.youtube.com/watch?v=h3D5WN4I6sY (Cara makan keong mas)

Tim Asisten Pratikum MK. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman FP UB


Semester Ganjil 2021/2002
Ketentuan Tiket Masuk
1. Membawa Spesimen dan 2 lembar kertas HVS A4 per praktikan
2. Jika Lengkap, maka bisa memulai praktikum
3. Jika membawa 4-8 spesimen, asisten mengambil spesimen yang sudah disiapkan
dari tim asisten
4. Jika tidak membawa sama sekali, praktikan diberi waktu untuk meminjam
spesimen selama 10 menit
5. Jika mendapatkan pinjaman minimal 4 maka asisten mengambil spesimen yang
sudah disiapkan oleh tim asisten
6. Jika gagal mendapatkan minimal 4 spesimen, resume jurnal internasional
mengenai satu ordo hama. Jurnal tidak boleh sama dan dikumpulkan maks. H+2
7. Untuk melanjutkan praktikum dimana praktikan gagal membawa spesimen,
asisten mengambil spesimen yang sudah disiapkan
Langkah-langkah praktikum
1. Asisten menjelaskan materi max 30 menit
2. Sisa waktu untuk pengamatan
3. Setiap kelompok dibagi menjadi 4 kelompok kecil
4. 8 spesimen dibagikan @2 spesimen per kelompok kecil
5. Praktikan mengamati morfologi masing-masing spesimen secara bergantian
6. Praktikan menggambar serta memberi keterangan mengenai morfologi setiap
spesimen (4 gambar spesimen per lembar HVS)
7. Hasil gambar dikumpulkan ke asisten
8. Lembar hasil gambar diparaf dan dikembalikan ke praktikan
9. Lembar gambar digunakan sebagai lampiran laporan materi 2

Format Laporan M2
1. Pendahuluan
2. Tinjauan Pustaka
a. Definisi Gejala Serangan Hama
b. Jelaskan Macam-macam gejala serangan hama
c. Jelaskan tipe-tipe mulut hama
3. Pembahasan
a. Klasifikasi (Mencari literatur ordo dan famili setiap spesimen)
b. Morfologi (Menjelaskan ciri khusus masing-masing spesimen)
c. Gejala (Menjelaskan gejala serangan masing-masing spesimen hama)
4. Penutup
a. Kesimpulan
b. Saran
5. Daftar Pustaka
6. Lampiran Gambar

Tim Asisten Pratikum MK. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman FP UB


Semester Ganjil 2021/2002
FORMAT LEMBAR LAMPIRAN GAMBAR

Nama Umum (Nama Ilmiah) Nama Umum (Nama Ilmiah)

Nama Umum (Nama Ilmiah) Nama Umum (Nama Ilmiah)

Tim Asisten Pratikum MK. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman FP UB


Semester Ganjil 2021/2002
Daftar Pustaka
Agus. 2017. Pengertian, Klasifikasi, Serta Ciri-ciri Insecta (Serangga). Link : 
https://pei-pusat.org/berita/11/pengertian-klasifikasi-serta-ciri-ciri-insecta-
serangga.html. Diakses pada tanggal 08 September 2021
Borror, D.J., Triplehorn., dan Johnson, N.F. 1992. Pengenalan Pelajaran
Serangga. Edisi 6. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Da Lopes, Yos F. 2017. Mengenal Ordo Serangga Hama Coleoptera. Politeknik
Pertanian Negeri Kupang. Diakses pada tanggal 5 September 2021 dari :
https://mplk.politanikoe.ac.id/index.php/program-studi/38-manajemen-pert
anian-lahan-kering/topik-kuliah-praktek/perlindungan-tanaman/134-meng
enal-ordo-serangga-hama-coleoptera
Dewi. S., Magdalena, dan Ali. N. 2011. Thrips parvispinus Karny (Thysanoptera:
Thripidae) pada Tanaman Cabai: Perbedaan Karakter Morfologi pada Tiga
Ketinggian Tempat. J. Entomol. 8(2) : 85-95
Erawati, N. V., & Kahono, S. I. H. (2010). Keanekaragaman dan kelimpahan
belalang dan kerabatnya (Orthoptera) pada dua ekosistem pegunungan di
Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Jurnal Entomologi
Indonesia, 7(2), 100-100.
Hadi U. K. 2009. Pengenalan Arthropoda dan Biologi Serangga, Bogor: Fakultas
Kedokteran Hewan.
Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Jakarta: Rineka Cipta.
Kahono S, Amir M. 2003. Ekosistem dan khasanah serangga Taman Nasional
Gunung Halimun. Di dalam: Amir M & Kahono S. (ed.), Serangga Taman
Nasional Gunung Halimun Jawa Barat. Biodiversity Conservation Project.
Hal. 1-22.
LAI. 2007. Holy Bible. New International Version. Jakarta: Lembaga Alkitab
Indonesia.
Maesyaroh. S., Dew T. K., Tustiyani I., dan Mutakin J. 2018. Keberadaan dan
Keanekaragaman Serangga pada Tanaman Jeruk Siam. Jurnal Pertanian.
9(2) : 115-122
Meilin, A. dan Masamsir. 2016. Serangga dan Peranannya alam Bidang Pertanian
dan Kehidupan. J. Media Pertanian 1(1): 19-22
Peggie, D. (2014). Mengenal Kupu-kupu. Pandu Aksara Publishing.
Pracaya. 2008. Hama dan Penyakit Tanaman. Jakarta: Penebar Swadaya
Purnomo, H. dan Haryadi, N. 2007. Entomologi. Jember: PT CSS Surabaya.
Rahayu S.E., dan Adi B. 2012. Kelimpahan dan Keanekaragaman Spesies
Kupu-kupu pada Berbagai Tipe Habitat di Hutan Kota Muhammad Sabki
Kota Jambi. J. Biospecies. 5(2): 40-48
Vani N. O. S., Purnama H., Aunu R., dan Dewi S. 2015. Trips (Thysanoptera:
Thripidae) yang berasosiasi dengan tanaman hortikultura di Jawa Barat
dan kunci identifikasi jenis. J. Entomologi Indonesia. 12(2) : 59-72

Tim Asisten Pratikum MK. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman FP UB


Semester Ganjil 2021/2002
III. PENGENALAN PATOGEN, TANDA, DAN GEJALA PENYAKIT

Pendahuluan
Tumbuhan sakit diakibatkan oleh infeksi OPT salah satunya yaitu patogen yang
menunjukkan gejala yang khusus. Beberapa macam penyakit tanaman menunjukkan gejala
yang sama, sehingga harus memperhatikan gejala saja sulit untuk mendiagnosis dengan pasti.
Untuk itu selain memperhatikan gejala kita harus memperhatikan tanda (sign) dari penyakit
tanaman.
Tujuan Praktikum
▪ Memahami tanda dan gejala kerusakan yang oleh patogen tanaman
▪ Mengetahui contoh organisme penyebab khususnya yang tergabung dalam kelompok
patogen

Gejala
Gejala (symptom) adalah perubahan-perubahan yang ditunjukkan oleh tumbuhan
tersebut, sebagai akibat adanya penyebab penyakit. Seringkali suatu penyakit tertentu tidak
hanya menimbulkan satu gejala, tetapi beberapa gejala yang sering disebut dengan sindrom
(syndrom). Gejala secara umum dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe pokok, yaitu:
1. Gejala-gejala nekrotik
Gejala-gejala nekrotik terjadi karena adanya degenerasi protoplas yang diikuti
matinya sel, jaringan, organ, dan tanaman. Gejala-gejala nekrotik ini dibagi lagi kedalam dua
gejala secara spesifik yaitu plesionekrosis (hampir mati) dan holonekrosis (keseluruhannya
mati). Gejala yang masuk dalam plesionekrosis adalah penguningan (yellowing), layu, dan
hidrosis. Gejala yang masuk dalam holonekrosis yaitu busuk, bercak, mati pucuk, dst.

Gambar 1. Nekrotik pada daun melon akibat virus Melon Necrotic Spot Virus
2. Gejala hipoplastik
Gejala hipoplastik terjadi karena terhambat atau terhentinya pertumbuhan sel
(underdevelopment) sehingga ukurannya menjadi lebih kecil atau warnanya menjadi lebih
pucat. Gejala-gejala spesifik yang tergabung dalam kelompok hipoplastik adalah kerdil
(atropi), perubahan simetri, klorosis, etiolasi dan pemasaran (rosetting)

Gambar 2. Kerdil pada padi akibat Rice Ragged Stunt Virus (RRSV), Rice Tungro
Virus (RTV), Rice Grassy Stunt (RGSV)
3. Gejala-gejala hiperplastik
Gejala-gejala hiperplastik disebabkan karena pertumbuhan sel yang berlebihan
(overdevelopment) baik dalam ukuran, pembelahan, maupun dalam warna pada tingkat sel,
jaringan, organ maupun pada keseluruhan tumbuhan. Gejala-gejala hiperplastik yaitu sapu
setan (witches broom), prolepsis, nyali (gall, cecidium), intumescencia, erionosis,
menggulung atau mengeriting, fasiasi, pembentukan alat yang luar biasa (antholysis), kudis,
rontoknya alat-alat dan perubahan warna (selain klorosis).

Gambar 3. Akar gada (Plasmodiophora brassicae) pada sawi dan kubis


Tanda
Tanda adalah semua pengenal dari penyakit selain reaksi tumbuhan inang (gejala),
misalnya bentuk tubuh buah parasit, miselium, warna spora, blendok, lendir dan sebagainya.
Dalam diagnosis suatu penyakit tanaman seringkali hanya memperhatikan tanda
kenampakan mikroskopis patogen. Tanda kejadian suatu penyakit memegang peranan sangat
penting dibandingkan gejala. Tanda-tanda umumnya terbatas pada penyakit yang disebabkan
oleh jamur dan bakteri. Jamur-jamur parasit tertentu akan membentuk struktur-struktur di
luar badan tumbuhan, khususnya yang menghasilkan spora, karena dengan demikian spora
akan lebih mudah tersebar. Tanda-tanda yang sering muncul adalah dalam bentuk miselium,
karat, tepung, jamur hitam, smut (gosong- bengkak), cacar putih, bercak, sklerotium dan
lendir bakteri.
Patogen
Patogen merupakan penyebab penyakit yang diakibatkan oleh faktor biotik yang
meliputi jamur, bakteri, virus dan nematoda. Penyakit adalah keadaan abnormalitas dari
tanaman akibat adanya faktor abiotik (suhu, kelembaban, sinar matahari, dan lain-lain) dan
biotik (bakteri, virus, jamur, nematoda) sehingga menurunkan kualitas, kuantitas dan
merugikan secara ekonomi. Munculnya kejadian penyakit pada tanaman dapat disebabkan
oleh faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik salah satunya yang disebabkan oleh infeksi
patogen disebut penyakit infeksius (menular). Sedangkan penyakit yang disebabkan oleh
faktor abiotik disebut dengan penyakit noninfektius (tidak menular) atau disebut dengan
fisiopat. Patogen tanaman dapat dikelompokkan dalam beberapa kelompok yakni jamur,
bakteri, virus, nematoda, ganggang parasitic dan tumbuhan biji parasitik
Contoh penyakit akibat infeksi patogen, gejala dan tanda yang menyertainya adalah
sebagai berikut:
1. Jamur Fusarium oxysporum
Gejala yang ditimbulkan yaitu layu terutama pada tumbuhan sayur-sayuran,
bunga-bungaan, tanaman perkebunan, gulma, dan tanaman herba. Kerusakan lainnya yang
ditimbulkan meliputi rebah benih, busuk akar, busuk batang, dan busuk tangkai. Tanda
yang dapat dijumpai adalah terdapat benang-benang miselium jamur disekitar jaringan
tanaman, dan pembuluh xylem tanaman.
Gambar 4. Layu Fusarium pada cabai
2. Bakteri Erwinia carotovora
Gejala yang ditimbulkan yaitu busuk lunak pada tumbuhan di lapang maupun tanaman
yang disimpan pada tanaman buah-buahan, sayur-sayuran dan tanaman hias. Tanda dari
bakteri E. carotovora yaitu adanya lendir keruh pada jaringan tanaman yang terinfeksi.

Gambar 5. Busuk lunak pada wortel


3. Virus Cucumber Mosaic Virus (CMV)
Gejala yang ditimbulkan oleh CMV berbeda-beda dengan inang yang luas pada tanaman
sayuran, buah-buahan dan tanaman hias. Infeksi CMV yang berkembang pada jaringan
muda tidak akan mempengaruhi jaringan tua pada tanaman inangnya. Gejala yang umum
ditimbulkan oleh infeksi virus yaitu perubahan warna daun muda dari hijau menjadi hijau
muda dan klorosis. Tanda infeksi virus CMV masih sulit dibedakan dengan infeksi virus
lainnya. Virus ini disebarkan oleh kutu daun. Contoh tanaman inang: mentimun, labu,
bayam, cabai
Gambar 6. CMV pada mentimun dan cabai

4. Nematoda Meloidogyne (Nematoda Puru Akar)


Gejala akibat nematoda Meloidogyne ditandai dengan munculnya puru akar (gall).
Kerusakan pada akar dapat menyebabkan terhambatnya penyerapan unsur hara dari tanah
sehingga tanaman dapat kerdil, layu dan kekuningan. Contoh tanaman inang: kentang dan
tomat
Nematoda menembus epidermis akar dengan stiletnya, kemudian menguraikan dinding sel
tanaman yang terdiri dari protein, polisakarida seperti pektin, sellulosa dan hemisellulosa
dengan cara mengeluarkan enzim. Akibat dari terurainya dinding sel, maka dinding sel
menjadi rusak dan terjadi luka, kemudian nematoda menghisap isi sel jaringan tanaman.

Gambar 7. Gejala puru akar akibat Meloidogyne pada kentang dan akar tomat
Siklus hidup nematoda puru akar dimulai dari telur. Larva tahap kesatu berada dalam telur
dan terus berkembang, selanjutnya keluar dari dalam telur dan menjadi larva tahap kedua.
Larva tahap kedua masuk dalam jaringan akar dan mengambil posisi pada bagian ujung
akar, kemudian menetap dalam akar. Ukurannya terus bertambah dan setelah ganti kulit
kedua kali menjadi larva tahap keempat.
5. Protozoa Plasmodiophora brassicae (Akar Gada)
Protozoa merupakan organisme mirip fungi yang tergolong ke dalam jamur tingkat
rendah. Protozoa memiliki ciri-ciri diantaranya uniseluler (bersel satu), kolonial, dan
fagotropik (makan dengan cara menelan makanannya). Contoh penyakitnya yaitu akar
gada pada kubis
Gejala akar gada yaitu daun tiba-tiba berubah menjadi pucat dan layu pada siang hari
padahal tidak kekurangan air dan segar kembali pada sore hari atau saat suhu turun. Saat
akar dicabut, tampak akar membesar pada pangkal batang. Pada serangan berat jaringan
akar membesar seperti gada serta daun layu dan menguning. Patogen penyakit ini
berkembang karena kondisi tanah masam, intensitas cahaya sedang-tinggi, kelembapan
tinggi, dan suhu optimum untuk perkembangan.

Gambar 8. Gejala akar gada akibat Plasmodiophora brassicae pada kubis

Metode
a. Alat dan Bahan
▪ Bagian tanaman yang terinfeksi patogen
▪ Alat gambar
▪ Mikroskop cahaya
▪ Selotip bening (tape)
▪ Gelas objek (object glass) dan cover glass
▪ Aquades steril
b. Prosedur Kerja
Amati gejala kerusakan dan tanda yang anda temukan. Gambar dan deskripsikan secara
jelas pada lembar kerja.
● Pengamatan gejala penyakit: amati bagian tanaman yang dijumpai terdapat gejala
kerusakan serta kemungkinan adanya tanda untuk penyakit infeksius. Gambar secara jelas
gejala yang ditemukan.
● Pengamatan tanda penyakit : ambil selotip transparan dan tempelkan pada bagian tanaman
yang menunjukkan tanda (miselium atau yang lain). Tarik selotip dan rekatkan dengan
posisi miring pada gelas objek yang telah ditetesi sedikit aquades steril. Amati dibawah
mikroskop cahaya. Atur perbesaran yang sesuai untuk mendapatkan gambar yang jelas.
Gambar secara detail struktur miselium yang anda lihat di bawah mikroskop.

- Selamat Mengerjakan -
Ketentuan Tiket Masuk
1. Membawa spesimen dan kertas HVS A4 per praktikan
2. Jika lengkap, maka bisa memulai praktikum
3. Jika membawa minimal 3 spesimen, asisten mengambil spesimen yang sudah
disiapkan dari tim asisten
4. Jika tidak membawa sama sekali, praktikan diberi waktu untuk meminjam spesimen
selama 10 menit
5. Jika mendapatkan pinjaman minimal 3 maka asisten mengambil spesimen yang sudah
disiapkan oleh tim asisten
6. Jika gagal mendapatkan minimal 3 spesimen, resume jurnal internasional mengenai
satu ordo hama. Jurnal tidak boleh sama dan dikumpulkan maks. H+1
7. Untuk melanjutkan praktikum dimana praktikan gagal membawa spesimen, asisten
mengambil spesimen yang sudah disiapkan
Langkah-langkah praktikum
1. Asisten menjelaskan materi max 30 menit
2. Sisa waktu untuk pengamatan
3. Setiap kelompok dibagi menjadi 4 kelompok kecil
4. 4 spesimen dibagikan @1 spesimen per kelompok kecil
5. Praktikan mengamati gejala masing-masing spesimen secara bergantian di bawah
mikroskop
6. Praktikan menggambar spesimen serta memberi keterangan mengenai gejala secara
makroskopik dan kenampakan mikroskopis patogen di bawah mikroskop (1 gambar
spesimen per lembar HVS)
7. Hasil gambar dikumpulkan ke asisten
8. Lembar hasil gambar diparaf dan dikembalikan ke praktikan
9. Lembar gambar digunakan sebagai lampiran laporan materi 3
Lembar Kerja Praktikum

Nama penyakit:
Nama patogen:
Makroskopik (Gejala) Mikroskopik (Patogen)

selain jamur bisa mencari di literatur

Keterangan : Keterangan :
Tiket Masuk Praktikum DPT M-3:
Setiap kelas membawa spesimen gejala penyakit (pilih salah satu penyakit per patogen, jadi
total ada 5 spesimen):
1. Jamur:
- Karat daun jagung/kedelai (Puccinia sorghi/Phakopsora pachyrhizi)
- Hawar daun jagung (Helminthosporium turcicum)
- Penyakit gosong pada jagung (Ustilago maydis)
2. Bakteri
- Busuk lunak pada wortel (Erwinia carotovora)
- Hawar daun bakteri pada padi (Xanthomonas oryzae)
- Busuk lunak pada kubis (Xanthomonas campestris)
3. Virus
- TMV (Tobacco Mosaic Virus) pada tembakau
- CMV (Cucumber Mosaic Virus) pada cabai/mentimun
- SMV (Soybean Mosaic Virus) pada kedelai
4. Nematoda
- Puru akar pada kentang/tomat (Meloidogyne spp.)
5. Protozoa
- Akar gada pada kubis (Plasmodiophora brassicae)
Petunjuk Asisten Praktikum:

Phakopsora pachyrhizi Puccinia sorghi

Terdapat bercak-bercak kecil yang tertutup


pustul berwarna coklat karat.Puccinia sorghi - Adanya bisul berwarna kemerahan pada
daun yang terletak pada bagian atas dan
bawah permukaan.
- Bisul kemudian menyebar pada seluruh
permukaan dan menjadi kecoklatan.

Helminthosporium turcicum Ustilago maydis

Gejala khas yaitu bercak memanjang dan - Tongkol biji membengkak


adanya serbuk hitam di atas bercak. Selain - Pada awal terinfeksi kelenjar berwarna
itu, daun dapat robek pada bagian bercak putih, namun saat jamur telah
berkembang dan membentuk teliospora
kelenjar akan berubah menjadi hitam
- Lama kelamaan kelenjar tersebut akan
pecah dan spora jamur tersebar keluar

Erwinia carotovora Xanthomonas oryzae


Gejala berupa bercak seperti nekrosis tetapi - Dimulai dari tepi daun berwarna
menyerang jaringan yang tebal seperti akar, keabu-abuan dan lama-lama daun
umbi, buah menjadi kering.
- Muncul pada tanaman di saat fase
vegetatif umur 1-4 minggu setelah
tanam
- Pada varietas rentan, gejala menjadi
sistemik dan mirip gejala terbakar.
Apabila penularan terjadi pada saat
tanaman berbunga maka gabah tidak
terisi penuh bahkan hampa

Xanthomonas campestris

- Gejala khasnya adalah terdapat lesi


berwarna kuning dan berbentuk V.
- Pada pagi hari , eksudat bakteri sering
keluar ke permukaan bercak berupa
cairan berwarna kuning yang merupakan
kumpulan massa bakteri yang mudah
jatuh dan tersebar oleh angin dan
gesekan daun

TMV CMV
daun mengalami klorosis, permukaan daun - Daun-daun yang mempunyai belang
menjadi kasar, daun menjadi tidak normal hijau tua dan muda, dengan
yang dicirikan dengan daun mengkerut, bermacam-macam corak.
menyempit, bahkan mengakibatkan - Bentuknya dapat berubah, berkerut,
tanaman menjadi kerdil. kerdil, atau tepinya menggulung ke
bawah.
- Buah mengalami bercak-bercak hijau
pucat atau putih, bersaling dengan
bercak tua yang agak menonjol ke luar.
- Tanaman bertambah tua gambaran
mosaik makin kabur
MATERI DPT 4: PENGENDALIAN DENGAN FAKTOR BIOTIS (MUSUH ALAMI)

Musuh alami adalah organisme yang ditemukan di alam yang dapat melemahkan serangga
sekaligus membunuh serangga, sehingga dapat mengakibatkan kematian pada serangga, dan
mengurangi fase reproduktif dari serangga. Musuh alami biasanya mengurangi jumlah populasi
serangga, inang atau pemangsa, dengan memakan individu serangga.
Organisme dalam aktivitas hidupnya selalu berinteraksi dengan organisme lainnya dalam
suatu keterkaitan dan ketergantungan yang kompleks. Interaksi antar organisme tersebut dapat
bersifat antagonistik, kompetitif atau simbiotik. Musuh alami memiliki peranan dalam pengaturan
dan pengendalian populasi hama, sebagai faktor yang bekerjanya tergantung kepada kepadatan,
dalam kisaran tertentu musuh alami dapat mempertahankan populasi hama di sekitar aras
keseimbangan umum.
Setiap spesies serangga hama sebagai bagian dari kompleks komunitas dapat diserang oleh
serangga lain atau oleh patogen penyebab penyakit pada serangga. Ditinjau dari segi fungsinya
musuh alami dapat dikelompokan menjadi predator, parasitoid, entomopatogen, dan agen
antagonis.

A. PREDATOR
Predator merupakan organisme yang hidup bebas dengan memakan, membunuh atau memangsa
atau serangga lain.
Ciri – ciri predator (Fitriani, 2018):
1. Predator dapat memangsa semua tingkat perkembangan mangsanya (telur, larva, nimfa,
pupa dan imago),
2. Seekor predator memerlukan dan memakan banyak mangsa selama hidupnya
3. Predator membunuh mangsanya untuk dirinya sendiri
4. Predator memiliki ukuran tubuh lebih besar dari pada mangsanya
5. Dari segi perilaku makannya, ada yang mengunyak semua bagian tubuh mangsanya, ada
menusuk mangsanya dengan mulutnya yang berbentuk seperti jarum dan menghisap
cairanya tubuh mangsanya
6. Metamorfosis predator ada yang holometabola (metamorfosis sempurna) dan
hemimetabola (metamorfosis tidak sempurna).
Jenis jenis predator:
Berikut ini beberapa ordo serangga yang dapat berperan sebagai pengendali hama serangga alami:
1. Hymenoptera

Serangga dari ordo hymenoptera terutama yang berasal dari famili Formicidae atau
yang kita kenal dengan nama semu. Contohnya adalah Anoplolepis
gracilipes merupakan semut yang banyak ditemukan di perkebunan kelapa sawit yang
berperan sebagai predator ulat api, ulat kantung dan belalang

2. Diptera

Syrphidae Asilidae
Dalam ordo Diptera terdapat dua famili yang dapat menjadi pengendali hama
serangga alami. Kedua famili tersebut yaitu Syrphidae dan Asilidae. Syrphidae merupakan
salah satu predator penting dalam mengendalikan keberadaan kutu daun (aphids). Populasi
Syrphidae dapat mencapai jumlah maksimum dengan kepadatan mangsa 100 kutu daun per
hari pada suhu 22˚C. Famili Asilidae atau yang salah satunya dikenal dengan nama lalat
buas, berbentuk seperti lalat namun memiliki ukuran yang lebih besar. Lalat ini mampu
memakan banyak jenis serangga hama bahkan dapat menangkap mangsa yang berukuran
lebih besar.

3. Coleoptera

Coccinella transversalis
Serangga dari ordo Coleoptera yang dapat dijadikan pengendali alami yaitu dari famili
Coccinellidae. Salah satu spesies yang banyak ditemukan sebagai musuh alami yaitu
Coccinella transversalis (Thunberg) atau yang dikenal dengan nama ladybug. Kumbang
koksi atau ladybug ini menjadi musuh alami bagi beberapa hama pada cabai yaitu B.tabaci,
M. persicae, A. gossypii, A. craccivora, T. parvipinus dan A. nerii. Kemampuan memangsa
sangat tinggi baik pada stadium imago maupun larva, dengan dapat memangsa 20-90 ekor
hama per hari tergantung jenis hamanya.

4. Neuroptera

Lalat jala hijau (green licewing) merupakan salah satu serangga dari ordo Neuroptera,
famili Chrysopidae banyak ditemukan di pertanaman papaya, merupakan salah satu musuh
alami dari Paracoccus marginatus (kutu putih).

5. Hemiptera

Zelus renardii
Dalam ordo Hemiptera yang dapat menjadi musuh alami serangga hama salah satunya
berasal dari famili Reduviidae. Zelus renardii merupakan salah satu spesies yang dapat
dijumpai. Spesies ini menjadi musuh alami hama kelapa sawit. Hama yang biasa menjadi
mangsa yaitu ulat api.

6. Odonata
Odonata merupakan ordo yang hampir semua anggotanya merupakan predator alami.
Capung dapat menjadi musuh alami bagi hama tanaman padi. Serangga ini dapat memangsa
penggerek batang padi, wereng coklat, dan walang sangit.

7. Orthoptera

Orthoptera, misalnya Conocephalus longipennis (famili Tetigonidae) sebagai predator


dari telur dan larva pengerek batang padi dan walang sangit.

8. Mantodea

Ordo mantodea merupakan golongan belalang setandu / belalang sembah, contoh


serangga dari ordo ini seperti Stagmomantis carolina yang merupakan predator generalis.

9. Arachnida

Arachnida merupakan hewan invertebrata berkaki delapan yang juga berpotensi


sebagai musuh alami dengan menjadi predator serangga hama. Contohnya adalah Lycosa
pseudoanulata (laba-laba serigala) yang merupakan predator generalis.

B. PARASITOID
Merupakan serangga yang memarasit serangga atau binatang antropoda lainnya. Parasitoid
bersifat parasit pada fase pradewasa, sedangkan dewasanya hidup bebas dan tidak terikat pada
inangnya. Parasitoid hidup menumpang di luar atau didalam tubuh inangnya dengan cara
menghisap cairan tubuh inangnya guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Umumnya parasitoid
menyebabkan kematian pada inangnya secara perlahan-lahan dan parasitoid dapat menyerang
setiap fase hidup serangga, meskipun serangga dewasa jarang terparasit. Selain iu parasitoid
memiliki ciri meamorfosisi sempurna, ukuran tubuh lebih kecil dari mangsanya, membunuh dan
melumpuhkan inang unuk kepentingan keturunanya (Nyoman, 1998). Contoh parasitoid antara
lain seperti Tetrastichus schoenobii dan Telenomus rowani yang merupakan parasit pada
penggerek batang, Trichomalopsis apanteloctena yang bersifat parasit pada telur penggerek
batang kuning padi, dan Amauromorpha accepta merupakan parasit pada larva penggerek batang
padi
1. Berdasar posisi makannya, parasitoid dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :
a. Ektoparasitoid: parasitoid yang seluruh siklus hidupnya ada diluar tubuh inangnya
(menempel pada tubuh inangnya), contohnya: Compsometris spp yang memarasit
hama Exopholis sp.
b. Endoparasitoid: parasitoid yang berkembang didalam tubuh inang dan sebagian besar
dari fase hidupnya ada didalam tubuh inangnya, contohnya: Letmansia bicolor yang
memarasit telur Sexava sp.

Ektoparasitoid Endoparasitoid
2. Parasitoid juga dapat digolongkan berdasarkan jumlah larva yang keluar dari tubuh inang:
a. Parasitoid soliter: satu individu parasitoid per satu individu inang. Cth. Apanteles sp.
b. Parasitoid gregarious: banyak individu parasitoid per satu individu inang. Cth.
Trichogramma sp.
3. Parasitoid juga dapat digolongkan berdasarkan fase tubuh inang yang diserang :
a. Parasitoid telur: parasit yang menyerang inang pada fase telur dan bersifat endoparasit.
Cth. Anagrus optabilis pada wereng Coklat.
b. Parasitoid telur – larva: parasid yang berkembang mulai dari telur sampai larva. Cth.
Chelonus sp pada pengerek mayang kelapa.
c. Parasitoid larva: parasit yang menyerang inang yang berada pada fase larva atau ulat.
Cth. Apenteles erionotae pada larva pengulung daun pisang.

d. Parasitoid larva – pupa: parasit yang berkembang mulai dari larva sampai pupa. Cth.
Thetrostichus brontispae pada rontispa.
e. Parasitoid pupa: parasit yang menyerang inang yang berada pada fase pupa atau
kepompong. Cth. Opius sp pada kepompong lalat buah.

f. Parasitoid imago: parasit yang menyerang inang yang berada pada fase imago atau
serangga dewasa. Cth. Aphytis chrysomphali pada Apidiotus destruktor.

Fenomena parasitoid yang menyerang parasitoid lainya dan memanfaatkan sebagai inang
disebut hiperparasitasi, dan parasitoidnya dinamakan hiperparasitoid. Parasitoid yang menyerang
inang utama disebut sebagai pasarasitoid primer, parasitoid sekunder adalah parasitoid yang
menyerang parasitoid primer, dan seterusnya parasitoid tersier, dan kuarter. Salah satu contoh
fenomena hiperparasitasi ini adalah spesies hiperparasitoid Anagyrus dactylopii yang menyerang
Acerophagus papayae.

A. papayae A. dactylopii
C. ENTOMOPATHOGEN
Etomopatogen merupakan golongan mikroorganisme atau jasad renik yang mempengaruhi
dan menekan perkembangan serangga atau hama, sakit dan akhirnya mati. Macam patogenik yang
dapat digunakan sebagai agen pengendali hayati berupa virus, bakteri, protozoa, jamur, dan
nematoda. Ciri-ciri entomopathogen meliputi bersifat menyerap serangga (absortif), seluruh
hidupnya tumbuh dan tinggal dalam inangnya, berukuran kecil (mikroskopik), memiliki skala
hidup pendek (Natawigena, 1990).
1. Bakteri Entomopathogen
Bakteri yang menyerang serangga dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu bakteri
yang tidak membentuk spora dan bakteri yang membentuk spora. Bakteri penghasil spora
merupakan bakteri yang sangat penting yang saat ini banyak digunakan sebagai insektisida
mikrobia. Contoh bakteri yang biasa digunakan sebagai berikut :
Bacillus thuringiensis, adalah bakteri gram-positif, berbentuk batang Apabila kondisi
lingkungan tidak menguntungkan maka bakteri ini akan membentuk fase sporulasi. Saat
sporulasi terjadi, tubuhnya akan terdiri dari protein Cry yang termasuk ke dalam protein
kristal kelas endotoksin delta. Apabila serangga memakan toksin tersebut maka serangga
tersebut dapat mati.

Serratia sp. atau bakteri merah yang diisolasi dari Wereng batang coklat (WBC,
Nilaparvata lugens Stal.) terbukti bersifat patogenik terhadap WBC dan serangga lainnya.
Sel bakteri yang diaplikasikan dengan konsentrasi 106-107 sel/ml mematikan WBC 65,6 –
78,2%. Pigmen merah yang dihasilkan oleh Serratia sp. strain WBC adalah suatu metabolit
sekunder juga menunjukkan aktivitas antibakterial terhadap Xanthomonas oryzae pv. oryzae.
Oleh karena itu serratia sp potensial sebagai agensia pengendalian hayati WBC, tetapi juga
dapat digunakan untuk mengendalikan bakteri patogen tanaman (Priyatno, 2011).
2. Jamur Entomopathohen
Kebanyakan jamur entomopatogen menginfeksi serangga melalui penetrasi
Integument (lapisan pelindung). Penembusan dilakukan secara mekanis atau kimiawi
dengan mengeluarkan enzim dan toksin. Setelah penetrasi integument, jamur entomopatogen
membentuk hifa yang selanjutnya menyebar dan berkembang ke seluruh tubuh. Dalam fase
demikian, jamur biasanya menghasilkan senyawa toksin yang dapat mematikan serangga
inang. Beberapa jamur entomopatogen yang telah banyak digunakan sebagai agen
pengendali hama diantaranya seperti Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae.
Beauveria bassiana, jamur ini mengeluarkan racun beauvericin yang berkembang dan
menyerang seluruh jaringan tubuh serangga. Serangga yang terserang Beauvaria bassiana
akan mati dengan tubuh seperti mumi dengan miselia atau jamur menutupi tubuhnya
sehingga menjadih berwarnah putih.

Metarhizium anisopliae menginfeksi inangnya dengan cara mengeluarkan spora yang


kemudian masuk ke dalam pori-pori epidermis serangga atau kutikula serangga, kemudian
akan berkembang biak di dalam tubuh serangga dengan mengembangkan hifanya hingga
tumbuh banyak miselium. Selanjutnya dengan bertahap akan memakan organ internal dari
serangga sehingga serangga akan mati dalam beberapa hari.

3. Virus Entomopathogen
Saat ini kurang lebih 1500 virus telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi dari serangga
antropoda. Virus-virus antropoda sebagian besar masuk dalam genera Nucleopolyhidrovirus,
Granulavirus, Iridovirus, Entomopoxvirus, Cypovirus dan Nodavirus. Diantara ke-6 genera
ini jenis NPV (Nucleopolyhidrovirus) merupakan genus terpenting karena 40 % jenis virus
yang dikenal menyerang serangga termasuk jenis ini. Selain NPV ada jenus lain yaitu GV
(Granulavirus), CPV (Cytoplasmic Polyhidrosis Virus) dan kelompok lain yang lebih kecil
jumlahnya. Larva serangga terinfeksi oleh virus umumnya melemah pada saluran
pencernaan makanan ini terjadi sewaktu larva makan bagian tanaman yang telah
mengandung polyhidra. Selain itu juga dapat masuk ketubuh serangga sewaktu meletakkan
telur atau melalui bagian tubuh yang terluka, mungkin oleh serangan musuh alami. Virus
juga dapat ditranmisikan lewat induk yang telah terinfeksi melalui telur ysng diturunkan.
Contoh virus yang dapat dipakai untuk pengendalian hayati adalah: NPV (Nucleopolyhedro
virus) paling banyak menyerang pada serangga ordo Lepidoptera, Hyminoptera, Diptera
serta Coleoptera.

GV NPV
4. Nematoda Entomopathogen
Nematoda muda meninggalkan telur dan masuk kedalam tubuh serangga melalui
kutikula dan masuk kedalam homocoel, setelah berganti kulit beberapa kali maka nematoda
dewasa keluar dari tubuh serangga, dan serangga mati sebelum atau sesudah nematoda
keluar. Keuntungan menggunakan nematoda entomopagen adalah kemampuan mematikan
inang sangat cepat, karena serangan nematoda akan mengalami kematian dalam waktu 24-
48 jam setelah aplikasi, yang mana tubuh serangga akan lemas terjadi penurunan aktivitas
dan terjadi perubahan warna tubuh.
Nematoda akan berkembangbiak dalam tubuh serangga inang sampai menghasilkan
keturunan yang sangat banyak. Nematoda akan memasuki fase reproduktif yaitu
memperbanyak keturunan apabila populasi nematode dalam tubuh inang rendah sedangkan
bila populasi tinggi akan memasuki fase infektif. Nematoda stadium ketiga sering disebut
juvenil infektif akan keluar dari tubuh serangga dan berusaha untuk mencari inang baru.
Juvenil infektif mampu bertahan hidup lama sampai memperoleh inang kembali dan fase ini
merupakan satu-satunya fase yang bersifat infektif terhadap serangga inang. Contoh
nematoda yang sering digunakan untuk pengendalian hayati adalah: Nenatoda Steinernema
spp. dapat mengendalikan hama dari Ordo Lepidoptera dan Coleoptera.
Larva Tenebrio mollitor L. yang terserang nematoda Steinernema sp.

D. AGEN ANTAGONIS
Agen antagonis adalah mikroorganisme yang mengintervensi / menghambat pertumbuhan
patogen penyebab penyakit pada tumbuhan. Sejumlah mikroorganisme (terutama jamur dan
bakteri) diketahui merupakan antagonis terhadap patogen penyebab penyakit tanaman
(fitopatogenik). Mekanisme tentang bagaimana mikroorganisme antagonis ini mengendalikan
patogen tidak selalu jelas, tetapi umumnya merupakan salah satu atau gabungan beberapa cara
sebagai berikut (Agrios, 2005; Loekas Soesanto, 2008):
1. Kompetisi
Beberapa mikroorganisme bersaing dengan jamur fitopatogen dalam memperoleh
unsur hara dan ruang bagi kehidupannya. Contohnya, Pseudomonas putida bersaing dengan
Pythium ultimum (penyebab penyakit rebah semai pada kapri dan kedelai) dan Fusarium
oxysporum (penyebab penyakit layu fusarium).
2. Parasitisme
Beberapa mikroorganisme lainnya bersifat parasit (disebut hiper-parasit) dari jamur
penyebab penyakit tanaman. Contohnya, Serratia marcescens adalah hiper-parasit bagi
Fusarium oxysporum (penyebab penyakit layu fusarium).
3. Antibiosis
Mikroorganisme yang menghasilkan senyawa kimia tertentu (toksin atau antibiotik)
yang beracun bagi jamur penyebab penyakit tanaman. Contohnya, jamur Pseudomonas
fluorescens menghasilkan antibiotika yang mampu menghambat Thielaviopsis basicola
(penyebab penyakit busuk akar hitam pada tanaman tembakau).
4. Menginduksi pertahanan tanaman inang (induced host resistance).
Mikroorganisme yang merangsang tanaman dimana mereka hidup untuk mengaktifkan
mekanisme pertahanan terhadap keberadaan jamur patogen, misalnya merangsang tanaman
untuk menghasilkan fitoaleksin (suatu senyawa anti-mikrobial yang dihasilkan dan
diakumulasikan oleh tanaman setelah terjadi infeksi dari mikroorganisme), sistem SAR
(systemic acquired resistance), dan ISR (induced systemic resistance).
5. Menghasilkan enzim yang menghancurkan sel-sel jamur pathogen.
Contohnya jamur Cryptococcus sp. menghasilkan enzim kitinase yang berguna dalam
menekan pertumbuhan jamur Pyricularia oryzae penyebab penyakit blas padi.
6. Menghasilkan metabolit lain yang merugikan jamur patogen.
Contohnya Beauveria bassiana juga mampu mengeluarkan senyawa metabolit
sekunder seperti oosporein dan beauvericin sehingga mampu menghambat pertumbuhan
miselium dari patogen Rhizoctonia solani penyebab rebah kedelai.
PRAKTIKUM MUSUH ALAMI
1. Alat dan Bahan
a. Pengamatan predasi
 Coccinelid Predator (larva atau imago)
 Bagian tanaman kacang panjang yang terserang Aphis sp.
 10 ekor Aphis sp.
 4 cawan petri
 Kuas
b. Pengamatan morfologi musuh alami
 Mikroskop stereo
 Lycosa pseudoanulata (laba-laba serigala)
 Oecoohylla smaragdina (semut rang-rang)
 Brachythemis contaminata (capung jemur oranye)
 Stagmomantis carolina (belalang sembah/setandu)
 Menochilus sexmaculatus (kumbang spot m)

PROSEDUR KERJA
1. Pengamatan
Mengamati, menggambar dan mendeskripsikan predator di bawah mikroskop stereo.
2. Percobaan
Percobaan mengenai lama waktu pemangsaan/predasi. Serangga uji yang digunakan
sebagai predator adalah coccinelid predator. Serangga coccinelid akan mudah didapatkan
dengan mencari bagian tanaman tertentu yang paling banyak dijumpai adanya kelompok
aphididae (Aphis sp., Myzus sp., Toxoptera sp. dll) pada pertanaman jeruk, kacang-kacangan,
tembakau, tomat, dll. Kalau ditemukan adanya kelompok kumbang Coccinelid yang
warnanya mengkilat dengan tekstur yang jelas atau larva Coccinelid dengan ciri-ciri
mengacu pada pustaka, ambil seluruh bagian tanaman yang terserang tersebut beserta
kumbang dan kelompok serangga hama tersebut. Letakkan bagian tanaman beserta Aphis sp.
sebanyak 10 ekor pada petri besar dan masukkan 1 ekor coccinelid predator ke dalamnya.

Selamat Mengerjakan
Ketentuan Tiket Masuk

1. Membawa Spesimen dan 2 lembar kertas HVS A4 per praktikan


2. Wajib membawa spesimen untuk uji predasi
3. Membawa 5 spesies musuh alami (predator)
4. Jika Lengkap, maka bisa memulai praktikum
5. Jika membawa minimal 3 spesimen, asisten mengambil spesimen cadangan yang sudah
disiapkan dari tim asisten
6. Jika tidak membawa sama sekali, praktikan diberi waktu untuk meminjam spesimen
selama 10 menit
7. Jika mendapatkan pinjaman minimal 3 maka asisten mengambil spesimen cadangan yang
sudah disiapkan oleh tim asisten
8. Jika gagal mendapatkan minimal 4 spesimen, resume jurnal mengenai peran musuh alami.
Jurnal tidak boleh sama dan dikumpulkan maks. H+2
9. Untuk melanjutkan praktikum dimana praktikan gagal membawa spesimen, asisten
mengambil spesimen yang sudah disiapkan

Langkah-langkah praktikum

1. Asisten menjelaskan materi max 30 menit


2. Sisa waktu untuk pengamatan
3. Praktikan melakukan pengamatan sesuai dengan prosedur kerja mengenai lama waktu
pemangsaan/predasi
4. Asisten melakukan pembagian kelompok menjadi 2 kelompok kecil untuk pengamatan
morfologi musuh alami
5. 5 spesimen dibagikan @2-3 spesimen musuh alami per kelompok kecil
6. Praktikan mengamati morfologi masing-masing spesimen musuh alami secara bergantian
7. Praktikan menggambar serta memberi keterangan mengenai morfologi setiap spesimen (4
gambar spesimen per lembar HVS)
8. Hasil gambar dikumpulkan ke asisten
9. Lembar hasil gambar diparaf dan dikembalikan ke praktikan
DAFTAR PUSTAKA

Dwiastuti, M., & Kurniawati, M. (2007). Keefektifan Entomopatogen Hirsutella citriformis


(Deuteromycetes: Moniliales) pada Kutu Psyllid Diaphorina citri Kuw. J. Hort, 17(3), 244–
252.
Fitriani. 2018. Identifikasi Predator Tanaman Padi (Oryza sativa) Pada Lahan Yang Diaplikasikan
Dengan Pestisida Sintetik. Jurnal Ilmu Pertanian Universitas Al Asyariah. Vol. 3 (2):65-69
Herdatiarni, F., Himawan, T., & Rachmawati, R. (2014). Eksplorasi Cendawan Entomopatogen
Beauveria sp. Menggunakan Serangga Umpan pada Komoditas Jagung, Tomat dan Wortel
Organik di Batu, Malang. Jurnal HPT, 1(3), 1–11.
Indrayani, I. (2017). Potensi Jamur metarhizium anisopliae (Metsch.) Sorokin Untuk Pengendalian
Secara Hayati Hama Uret Tebu lepidiota stigma (Coleoptera: Scarabaeidae). Jurnal
Perspektif, 16(1), 24–32.
Khairunnisa, S., Pinem, M. I., & Zahara, F. (2014). Uji Efektivitas Nematoda Entomopatogen
sebagai Pengendali Penggerek Pucuk Kelapa Sawit (Oryctes Rhinoceros L.) (Coleoptera:
Scarabidae) di Laboratorium. Jurnal Online Agroekoteknologi, 2(2), 607–620.
Mafazah, A., & Zulaika, E. (2017). Potensi Bacillus thuringiensis dari Tanah Perkebunan Batu
Malang sebagai Bioinsektisida terhadap Larva Spodoptera litura F. Jurnal Sains Dan Seni
ITS, 6(2), 2733–3520.
Mullo, I. A., Siahaan, P., & Wahyudi, L. (2022). Uji Patogenisitas Jamur Metarhizium rileyi
(Farlow) Isolat Tomohon Terhadap Larva Ulat Grayak Spodoptera frugiperda (Lepidoptera:
Noctuidae). Jurnal Bios Logos, 12(1), 31. https://doi.org/10.35799/jbl.v12i1.35828
Rafi, M. H. (2021, July 29). Klinik Agromina Bahari Fakultas Pertanian Universitas Gadjah
Mada. Retrieved September 20, 2022, from Serangga Entomofaga: Predator Pengendali
Hama Serangga Alami: https://kab.faperta.ugm.ac.id/2021/07/29/serangga-entomofaga-
predator-pengendali-hama-serangga-alami/
Rosmiati, A., Hidayat, C., Firmansyah, E., Setiati, Y. (2018). Potensi Beauveria bassiana sebagai
Agens Hayati Spodoptera litura Fabr. pada Tanaman Kedelai. Jurnal Agrikultura, 29(1), 43–
47.
PENGENDALIAN DENGAN VARIETAS TAHAN
Varietas tahan merupakan tanaman yang memiliki kemampuan menolak atau
menghindar, sembuh kembali dan mentolerir serangan hama atau penyakit yang
tidak dimiliki oleh tanaman lain sejenis dengan tingkat serangan yang sama.
Varietas tahan sebaiknya jangan ditanam secara terus-menerus, karena dapat
mempercepat patahnya sifat ketahanan dari tanaman tersebut (Abadi, 2003).
Ketahanan Lingkungan
Ketahanan tanaman yang tidak dipengaruhi oleh tanaman, tapi dipengaruhi
oleh lingkungan. Ketahanan lingkungan ini terdiri dari (a) pengelakan inang (host
evasion), (b) ketahanan dorongan (induced resistance), dan (c) inang luput dari
serangan (host escape).
Ketahanan Genetik
Ketahanan tanaman yang dipengaruhi oleh genetik tanaman. Berdasarkan
jumlah gen pengendali, ketahanan genetik terdiri dari (a) ketahanan monogenik,
(b) ketahanan oligogenik, dan (c) ketahanan poligogenik. Ada dua macam sifat
ketahanan tanaman yang terhadap serangan hama atau penyakit:
(a) Ketahanan vertikal, suatu bentuk ketahanan tanaman yang dikendalikan oleh
satu atau beberapa gen, sifat ketahanan mudah patah, jadi kalua ketahanan
sudah patah maka seolah-olah tanaman tersebut tidak mempunyai ketahanan.
(b) Ketahanan horizontal, suatu bentuk ketahanan yang tidak spesifik karena
ketahanan ini dikendalikan oleh banyak gen.
Berdasarkan ketahanannya tanaman dikategorikan menjadi tiga sebagai berikut.
(1) Tanaman tahan, tanaman yang dapat bertahan saat terinfeksi OPT,
(2) Tanaman imun, tanaman yang sama sekali tidak terpengaruh oleh
kehadiran OPT.
(3) Tanaman toleran, tanaman yang mampu mentolerir serangan patogen
sehingga tanaman masih bisa bereproduksi (dikaitkan dengan hasil
produksinya).
Mekanisme ketahanan tanaman
(a) Antizenosis/Preferensi, mekanisme ketahanan suatu tanaman yang dapat
membuat serangga menjauhi tanaman, sehingga serangga tidak hadir dan
tidak mau menggunakan tanaman tersebut sebagai inang tempat peletakan
telur.
(b) Antibiosis, mekanisme ketahanan yang melibatkan unsur antibiotik (senyawa
kimiawi; metabolit sekunder) pada tanaman tersebut.
(c) Toleran, mekanisme ketahanan tanaman yang masih bisa bereproduksi saat
tanaman tersebut terserang hama atau penyakit (atau dapat dikatakan sebagai
sembuh kembali).
Faktor-faktor yang mempengaruhi serangga dalam memilih inang/tanaman
(a) Faktor kimiawi, berkaitan dengan sifat kimia atau kandungan senyawa
metabolit sekunder. Contohnya senyawa toksin pada jaringan tanaman
seperti alkaloid, glukosid, dan quinon misalnya dalam bentuk senyawa volatil.
(b) Faktor fisik/morfologi, berkaitan dengan bentuk dan struktur tanaman.
Contohnya trikoma, lapisan lilin, ketebalan jaringan jaringan epidermis, tekstur
permukaan biji (kasar, halus, keriput), kekerasan biji, ukuran biji, bentuk
tanaman, dan warna tanaman.
Preferensi/ Antizenosis merupakan keterkaitan serangga terhadap suatu
inang (tanaman). Preferensi dapat mempengaruhi respon perilaku serangga, yaitu
preferensi kehadiran, preferensi oviposisi, dan preferensi makan.
(a) Preferensi kehadiran, dilihat dari jumlah imago yang hadir pada setiap
varietas/ jenis tanaman.
(b) Preferensi oviposisi, dilihat dari jumah telur yang diletakkan oleh serangga,
dan
(c) Preferensi makan, dilihat dari jumlah tusukan pada inang. Selain itu,
preferensi makan juga dapat dilihat dari penurunan jumlah/berat inang.
Pelaksanaan Praktikum
Tujuan praktikum: Untuk mengetahui varietas/jenis ubi jalar (putih, kuning, dan
ungu) yang rentan dan tahan terhadap Cylas formicarius (F.)
(Coleoptera: Brentidae).
Pada pelaksanaan praktikum satu kelompok besar dibagi menjadi tiga
kelompok kecil. Jadi dalam satu kelas ada tiga ulangan.
Alat dan Bahan
(a) Tiga jenis ubijalar (putih, kuning, dan ungu) (masing-masing ubi 1 umbi),
(b) Imago C. formicarius sebanyak 20 ekor, dan
(c) Kotak preferensi.
Prosedur kerja
Masukkan ubijalar pada kotak preferensi. Kemudian menginfestasikan
C. formicarius tanpa membedakan jantan-betina. Tutup kotak preferensi dan
diamati pada hari ke-7 setelah infestasi. Parameter yang diamati terdiri dari (a)
preferensi kehadiran dan (b) preferensi makan (jumlah tusukan).

Pertanyaan:
Berdasarkan parameter yang diamati, pada kondisi seperti apakah suatu
varietas tanaman atau produk tanaman dianggap tahan? Dan sebaliknya?

DAFTAR PUSTAKA
Abadi L. 2003. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Malang: Bayumedia.
Smith, C.M. 1989. Plant Resistance to Insect. Canada: John Wiley & Sons, Inc.
pp. 286.
Yuliani, D., dan Rohaeni, W. R. 2017. Heritabilitas, Sumber Gen, dan Durabilitas
Ketahanan Varietas Padi terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri. Jurnal
Litbang Pertanian. 36. (2): 99-108.
TIKET MASUK MINGGU 5
Cylas formicarius sebanyak 60 ekor (dalam keadaan hidup)
Ubijalar (putih, kuning, dan ungu) masing-masing ubijalar 1 umbi (dalam
keadaan sehat)
Kotak preferensi @3 buah
MATERI 6
PENGENALAN PENGENDALIAN MELALUI PENGELOLAAN FAKTOR EDAFIK

6.1 Definisi
Edafik : Berarti sesuatu yang berhubungan dengan tanah (KBBI, 2022)
Faktor : Faktor-faktor yang bergantung pada keadaan tanah dan kandungan
Edafik didalamnya.
Faktor edafik merupakan gabungan dari sifat fisik, kimia dan biologis tanah
yang dihasilkan dari fenomena biologis dan geologis atau aktivitas
antropogenik (Ali et al., 2020).
Faktor edafik adalah kondisi tanah dari segi tekstur, komposisi kimia,
kelengasan, keadaan suhu, keasaman tanah dan juga organisme yang hidup
didalamnya (Manuaba et al., 2018).
Fauna : a. Fauna tanah adalah komponen jasad hidup yang menjadikan tubuh tanah
Tanah sebagai ruang untuk menjalankan sebagian atau seluruh kegiatan
ekofisiologisnya (Jones et al., 2005).
b. Fauna tanah juga dijelaskan merupakan hewan yang hidup di permukaan
tanah maupun yang di dalam tanah. Oleh karena itu fauna tanah merupakan
bagian dari ekosistem tanah (Suin, 2018).

Gambar 1. Contoh Fauna Tanah. a, b) Collembola, c) Protura, d) Pauropoda, e) Symphla, f)


Diplura, g) Acarina, h) Pseudoscorpionida, i) Litter spider, j) Lumbricina, k)
Diplopoda, l) Chilopoda, m) Isopoda, n) Coleoptera larvae, o) Coleoptera, p)
Gastropoda (Çakir & Makineci, 2018)

6.2 Kriteria Tanah Sehat


Kesehatan tanah dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia, berikut dijabarkan ketentuan-
ketentuan kesehatan tanah berdasar sifat fisik dan kimianya.

a. Kriteria Tanah Sehat Berdasarkan Sifat Fisik


Secara fisik, 50% dari tanah tersusun atas mineral dan bahan organik, sedangkan 50%
sisanya terdiri atas ruang pori yang terisi air, bahan organik (unsur hara), dan udara. Tanah
yang bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang sangat kecil dibandingkan tanah
bertekstur liat, tanah yang banyak mengandung pasir miskin akan bahan organik. Tanah yang
subur pada umumnya memiliki tekstur pasir, liat dan debu yang seimbang. Pasir akan
mengalirkan udara masuk ke dalam tanah sehingga dapat membantu akar tanaman untuk
bernafas. Persentase pasir di dalam tanah perlu diimbangi dengan lempung yang dapat
mengikat air untuk diserap tanaman dan debu yang merupakan serpihan bahan organik yang
secara tidak langsung mampu memperkaya unsur hara untuk kepentingan tumbuh tanaman.
Tanah yang bertekstur lempung memiliki kriteria tanah sehat (Suleman et al., 2016). Selain
itu, kriteria tanah yang sehat ditinjau dari sifat fisiknya dapat dilihat dari segi drainase. Dengan
drainase baik maka tanah dapat dikategorikan menjadi tanah yang sehat.
Tanah memiliki kriteria jika dikatakan sebagai tanah sehat. Ciri-ciri tanah yang sehat
adalah drainasenya baik mampu dalam menyerap air tanpa aliran permukaan dan daya
simpan air sangat baik, tanah tidak mengeras setelah panen, mampu menyimpan air selama
musim kering, tahan terhadap erosi dan pencucian hara, mendukung adanya populasi
organisme tanah, tidak membutuhkan penambahan pupuk dengan skala tinggi, menghasilkan
tanaman yang sehat dan berkualitas (Yuniwati, 2017)
Adapun indikator Kesehatan tanah menurut Adinata dan Simarmata (2022) meliputi;
1. Tekstur Tanah
2. Kestablilan Agregat tanah
3. Infiltrasi tanah
4. Warna tanah
5. Kekuatan tanah
6. Kedalaman tanah
a. Skor kriteria Tanah Sehat Besrdasarkan sifat fisika
Indikator Skor 1-3 Skor 4-6 Skor 7-9
Tekstur Tanah Skor: Skor: Skor:
1. Pasir 4. Pasir 7. Lempung liat
2. Pasir 5. Pasir berlempung berpasir, liat
berlempung 6. Lempung berdebu berpasir
3. Liat, Liat 8. Lempung liat
berdebu bersedu
9. Lempung berliat
Kestabilan Skor: Skor: Skor:
1. 0-10 detik 4. 31-40 detik 7. 61-70 detik
Agregat Tanah
2. 11-20 detik 5. 41-50 detik 8. 71-80 detik
3. 21-30 detik 6. 51-60 detik 9. >80 detik

Infiltrasi Tanah Skor: Skor: Skor:


1. 0-9 detik 4. 61-70 detik 7. 10-20 detik
2. >81 detik 5. 51-60 detik 8. 21-30 detik
Fisika 3. 71-80 detik 6. 41-50 detik 9. 31-40 detik

Tanah
Warna Tanah (5YR) (5YR) (5YR)
Skor: Skor: Skor:
1. Bright reddish 4. - 7. Very dark reddish
brown 5. - brown
2. Reddish brown 6. Dark reddish 8. Brownish black
3. Dull reddish brown 9. Black
brown
(7,5YR) (7,5YR) (7,5YR)
Skor: Skor: Skor:
1. Bright brown 4. - 7. Very dark brown
2. Dull brown 5. - 8. Browish black
3. Brown 6. Dark brown 9. Black

b. Kriteria Tanah Sehat Berdasarkan Sifat Kimia


Nilai
Parameter Tanah Sangat Sangat
Rendah Sedang Tinggi
rendah tinggi
C (%) <1 1-2 2-3 3-5 >5
N (%) <0,1 0,1-0,2 0,21-0,5 0,51-0,75 >0,75
C/N <5 5-10 11-15 16-25 >25
Ca (me 100 g tanah -1) <2 2-5 6-10 11-20 >20
Mg (me 100 g tanah -1) <0,3 0,4-1 1,1-2,0 2,1-8,0 >8
K (me 100 g tanah -1) <0,1 0,1-0,3 0,4-0,5 0,6-1,0 >1
Na (me 100 g tanah -1) <0,1 0,1-0,3 0,4-0,7 0,8-1,0 >1

Sangat Masam Agak Netral Agak Alkalis


masam masam alkalis
pH H2O <4,5 4,5-5,5 5,5-6,5 6,6-7,5 7,6-8,5 >8,5

6.3 Upaya Membuat Tanah Sehat


- Pengolahan tanah dengan bahan organik. Tanah dengan kandungan bahan organik tinggi
akan membentuk struktur komunitas yang sangat kompleks sehingga keragaman biota tanah
akan tinggi. Semakin tinggi keragaman biota dalam tanah akan menyebaabkan
keseimbangan ekosistem baik di atas tanah maupun di dalam tanah. Keseimbangan
ekosistem ini akan menghindari kemungkinan serangan hama maupuun infeksi patogen.

- Penanaman tanaman legum, tanaman legum memiliki simbiosis dengan bakteri rhizobium
yang mampu membantu mensuplai unsur hara nitrogen didalam tanah.

- Penggunaan pola tanam polikultur, pola tanam polikultur memiliki tingkat pengembalian
bahan organic yang lebih tinggi dibandingkan pola tanam monokultur, selain itu penanaman
komoditas tanaman dengan panjang perakaran berbeda mampu mempertahankan
keseimbangan unsur hara pada tanah.

- Penanaman sesuai kelas kesesuaian lahan

- Penggunaan Mulsa. Mulsa atau tutupan lahan dapat melindungi tanah sinar matahari dan
penghancuran tanah pada permukaan atas akibat air hujan. Adapula mulsa dapat
mempertahankan suhu tanah yang baik bagi kehidupan organisme tanah.

- Penambahan Kascing (Kotoran cacing) adalah materi organik yang cepat diserap sangat
baik bagi kegemburan tanah. Didukung karena selain memberikan materi organik tanah
berupa kascing, cacing juga turut membentuk struktur tanah secara mekanik serta
mempercepat penyerapan nutrisi ke dalam tanah dan pada tanaman dengan mengubah
bahan organik menjadi kascing.
- Dengan Mengintegrasikan Ternak, ternak dipelihara di dekat lahan pertanian dapat
memberikan keuntungan untuk kesuburan lahan. Didukung dikarenakan buangan kotoran dari
peternakan dapat langsung digunakan di lahan pertanian sebagai pupuk kandang ataupun
materi organik seperti yang dijelaskan sebelumnya.

6.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberadaan Fauna Tanah


Adapun beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan fauna edafik
menurut Gergocs et al. (2015), yaitu:
1. Kelembaban Tanah (Kadar Air)
Kelembaban tanah adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kehidupan fauna
edafik. Hampir semua penelitian mendukung teori bahwa fauna edafik pada umumnya
menyukai habitat dengan kelembaban tinggi dan rentan terhadap kekeringan. Pernyataan ini
dapat dibuktikan pada daerah tropis, baik pada hujan primer (Trueba et al., 1999) dan
sekunder (Badejo dan Akinwole, 2006) yang melaporkan kepadatan fauna edafik jauh lebih
besar di musim hujan dibandingkan musim kemarau. Hasil Noti et al. (2003) menjelaskan
bahwa kadar air menjadi faktor kunci yang mempengaruhi kekayaan spesies fauna edafik,
namun efeknya pada setiap musim berbeda.

2. Suhu
Tinggi rendahnya kelimpahan fauna edafik ditentukan oleh faktor suhu. Suhu yang
ekstrim tinggi atau rendah dapat membunuh fauna edafik. Selain itu suhu pada tanah juga
mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi, dan metabolisme fauna edafik. Suhu pada suatu
lokasi juga menentukan kehadiran dan kepadatan fauna edafik, hal itu dikarenakan suhu
tanah akan menentukan laju dekomposisi material organik tanah (Suin, 2018). Dari hasil
penelitian diketahui bahwa suhu di atas 30°C memberikan efek negatif terhadap fauna tanah.
Hasil tersebut menjelaskan bahwa tingkat toleransi dari fauna tanah juga tergantung pada
kelembaban tanah.

3. Polusi Logam Berat


Untuk mengetahui efek logam berat, dalam penelitian diperiksa beberapa logam berat
terutama Zn, Cu, Cd, Ni dan Pb (timbal). Polusi logam berat yang memberikan dampak negatif
terhadap fauna edafik adalah timbal. Timbal dilaporkan berhasil menurunkan kekayaan
spesies fauna edafik, namun hanya sedikit perubahan dalam kelimpahan total karena
kepadatan beberapa spesies mampu tumbuh. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa spesies
fauna edafik yang mampu mengakumulasi logam dalam jumlah besar (Zaitsev dan Straalen,
2001).

4. Bahan Organik
Bahan organik yang meliputi sisa-sisa tumbuhan, hewan dan organisme tanah yang
sudah terdekomposisi maupun yang sedang terdekomposisi dinilai mempengaruhi kepadatan
fauna edafik (Suin, 2018). Beberapa penelitian menjelaskan bahwa kandungan bahan organik
dengan struktur komunitas fauna tanah berperan positif. Salah satu bahan organik yang
berkorelasi positif adalah kadar karbon dalam tanah terhadap kelimpahan (Bedano et al.,
2006) dan kekayaan spesies fauna tanah. Selain kadar karbon dilaporkan bahwa kandungan
nitrogen dalam tanah juga dapat menentukan kelimpahan fauna edafik, bahkan dalam
beberapa hasil penelitian lebih menentukan daripada karbon (Suin, 2018).
5. Biologi Tanah

Sifat biologi tanah berhubungan dengan aktivitas makhluk hidup yang ada didalam dan
permukaan tanah. Berbagai jenis makhluk hidup berkembang dalam tanah, baik berbagai
jenis tumbuhan, hewan, atau makhluk hidup yang berukuran besar (makro) maupun yang
makhluk hidup yang ada di berukuran kecil (mikro). Salah satu yang menunjang kegiatan
mikroorganisme tanah adalah ketersediaan pakan yang berupa sisa-sisa makhluk hidup
maupun kadar mineral yang terkandung dalam tanah. Sifat biologi tanah berperan penting
dalam proses-proses seperti mineralisasi, daur hara, dan dekomposisi unsur-unsur yang
terkandung (Suin, 2018).

6.5 Pengelompokkan Fauna Tanah


Pada suatu ekosistem terdapat beranekaragam fauna tanah yang ditemukan,
sehingga adanya pengelompokan terhadap fauna tanah. Fauna tanah dikelompokkan
berdasar ukuran tubuh, kehadiran, habitat, pakan dan perananya. Berdasarkan ukuran
tubuhnya fauna tanah dikelompokkan menjadi tiga, yaitu makrofauna, mesofauna dan
mikrofauna. Kemudian dijelaskan bahwa makrofauna adalah fauna tanah yang tubuhnya
berukuran lebih dari 1 cm. Mesofauna adalah fauna tanah yang tubuhnya berukuran 200 μm
– 1 cm. Mikrofauna adalah fauna tanah yang tubuhnya berukuran 20-200 μm (Suin, 2018).
Berdasarkan kehadirannya, fauna tanah terbagi atas kelompok transien, temporer,
periodik dan permanen. Fauna tanah yang tergolong kelompok transien adalah fauna tanah
yang daur hidupnya diluar tanah, namun fase imagonya berada di dalam tanah. Fauna tanah
kelompok temporer adalah fauna tanah yang stadium telur dan larvanya di dalam tanah,
namun fase imagonya berada di luar tanah. Selanjutnya fauna tanah kelompok periodik
adalah fauna tanah yang seluruh daur hidupnya di dalam tanah dan hanya keluar di waktu
tertentu saja. Kemudian fauna tanah kelompok permanen adalah kelompok fauna yang
hidupnya berada di dalam tanah (Suin, 2018).
Berdasarkan habitatnya fauna tanah dikelompokkan menjadi tiga yaitu epigeon,
hemiedafon dan eudafon. Fauna tanah kelompok epigeon hidup pada lapisan tumbuh-
tumbuhan yang hidup di permukaan tanah. Fauna tanah kelompok hemiedafon hidup di
lapisan organik dan kelompok eudafon pada lapisan mineral tanah (Suin, 2018). Kemudian
dijelaskan lebih lanjut bahwa golongan epigeon adalah serangga tanah yang hidupnya pada
lapisan tumbuh-tumbuhan, beberapa contohnya seperti Homoptera, Plecoptera dan Diptera.
Golongan hemiedafon adalah fauna tanah yang hidup pada lapisan organik tanah, beberapa
contohnya adalah Hymenoptera, Dermaptera dan Blattelidae. Golongan eudafon adalah
fauna tanah yang hidup pada lapisan mineral seperti Protura, Collembola dan Acari
(Rahmawaty, 2004).
Berdasarkan pakannya fauna tanah digolongkan menjadi kelompok karnivora,
herbivora, saprofagus, pemakan tumbuhan mikro (microphytic feeders) dan pemakan
misel (miscellaneous feeders). Kelompok karnivora adalah kelompok fauna yang
memakan fauna lainnya. Kelompok herbivora adalah kelompok fauna yang memakan bagian
tumbuh-tumbuhan baik bagian akar, daun maupun batang. Kelompok saprofagus adalah
kelompok fauna yang memakan fauna maupun tumbuhan yang sudah mati. Kelompok
pemakan tumbuhan mikro adalah kelompok fauna pemakan alga, lumut dan spora.
Kemudian kelompok pemakan misel adalah fauna yang memakan segala jaringan tubuh
makhluk hidup baik fauna maupun flora, segar maupun busuk (Suin, 2018).
Berdasar peranannya fauna tanah dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu
epigeik, anesik dan endogeik. Fauna tanah kelompok epigeik adalah spesies fauna tanah
yang hidup dan memakan serasah di permukaan tanah. Kelompok epigeik meliputi berbagai
jenis fauna yang tergolong saprofagus beserta jenis predatornya. Fauna tanah kelompok
anesik adalah fauna yang memindahkan bahan organik tanaman dari permukaan tanah ke
dalam tanah karena aktivitas makan. Kelompok anesik meliputi filum Annelida dan sebagian
filum Arthropoda. Kemudian fauna tanah kelompok endogeik adalah fauna yang makan
bahan organik dan hidup di dalam tanah. Kelompok endogeik sebagian besar meliputi cacing
tanah dan rayap (Anderson dan Ingram, 1994).

6.6 Metode-metode Ekstraksi Fauna Tanah


Metode pengumpulan atau ekstraksi pada prinsipnya terbagi menjadi dua, yaitu
dinamik dan mekanik. Metode dinamik prinsipnya adalah merangsang fauna edafik untuk
berkumpul pada wadah koleksi dan kemudian diambil. Berbeda dengan dinamik, prinsip
metode mekanik adalah fauna edafik yang hidup dan berada pada sampel tanah yang
diperlakukan sedemikian rupa sehingga secara pasif hewan itu akan terkumpul pada wadah
koleksi. Kedua metode ini terdapat kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Pada
metode dinamik, fauna yang terkumpul adalah fauna yang kuat saja, sehingga fauna yang
lemah tidak dapat diambil karena rusak. Selain itu pada metode dinamik tidak dapat
mengambil fauna yang dalam fase telur dan pupa. Kekurangan metode mekanik adalah
seringnya fauna yang didapat dalam keadaan tidak utuh (Suin, 2018).
Cara pengambilan fauna tanah secara dinamik banyak macamnya dan prinsipnya
adalah memberikan rangsangan kepada fauna tanah untuk meninggalkan sampel tanah.
Rangsangan dapat berupa panas, listrik, zat kimia atau kelembaban. Pada metode
dinamik dikenal beberapa ekstraksi seperti ekstraksi kering, ekstraksi basah, ekstraksi
kimia dan ekstraksi listrik. Pada umumnya penelitian mengenai fauna tanah menggunakan
ekstrasi kering. Ekstraksi kering prinsipnya merangsang fauna tanah meninggalkan sampel
tanah menggunakan panas. Contoh metode ekstraksi kering yang sering digunakan adalah
dengan menggunakan corong Berlease-Tullgen. Alat ini digunakan untuk mengekstraksi
fauna tanah seperti Coleoptera, Isopoda, Collembola dan Acarina dari sampel serasah atau
tanah (Suin, 2018).
Pada metode secara mekanik berprinsip mengumpulkan fauna edafik secara pasif,
sehingga tidak tergantung pada aktifitas gerak fauna tersebut. Pada metode ini terdiri dari tiga
proses yaitu penyaringan, pencucian dan pengapungan. Proses penyaringan dilakukan
dengan beberapa tingkatan ukuran saringan, sehingga didapat fauna edafik dengan
beragam ukuran. Penyaringan dapat dilakukan secara kering atau basah. Penyaringan
kering dilakukan saat kadar air tanah rendah dan bertekstur pasir. Pada penyaringan
basah, sampel tanah dimasukkan kedalam alat yang sudah terdapat saringan. Kemudian alat
tersebut dimasukkan air dan tanah serta serasah diaduk-aduk sehingga tanah akan terurai
dan turun ke dasar bejana. Fauna edafik akan terbagi berdasar ukuran saringan. Fauna edafik
yang terkumpul seringkali masih bercampur tanah maupun serasah, sehingga perlu
dipisahkan dari fauna dan pemisahan dilakukan dengan cara pengapungan (Suin, 2018).

6.7 Indikator Sifat Tanah yang Baik


• Drainase yang baik (tdk mengeras setelah panen): pembuatan dan pengoprasian dimana
aliran air dalam tanah diciptakan sedemikian rupa, sehingga genangan dan aliran air dalam
tanah dapat bermanfaat bagi pertanian. Tujuanya adalah reklamasi, pembukaan lahan,
peningkatan produktivitas tanaman dan lahan.
• Cepat menyerap hujan tanpa aliran permukaan: proses penyerapan air oleh tanah
berhubungan dengan pori-pori tanah atau infiltrasi. Hujan yang jatug sebagian akan
tertahan oleh tumbuhan dan sebagian akan lolos ke permukaan tanah. Air yang lolos ke
permukaan tanah, sebagain akan terserap dan sebagian akan menjadi aliran permukaan.
Apabila tanah memiliki kemampuan infiltrasi yang buruk maka dapat menyebabkan erosi.
• Kemampuan menyimpan air saat musim kering: Tanah memiliki kapasitas untuk
menyimpan air di dalam rongga-rongganya. Hal ini berhubungan dengan kandungan
bahan organik pada tanah.
• Tahan terhadap erosi dan kehilangan hara kecil: Tanah merupakan benda alam yang
bersifat kompleks dan heterogen. Tanah menyediakan tmpt untuk tumbuh tanaman, unsur
hara, ataupun air. Erosi mengakibatkan lapisan tanah atau top soil hilang sehingga
menciptakan kemunduran sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.
• Menunjang kehidupan jasad penghuni tanah
• Tidak memerlukan banyak pupuk untuk produksi yang tinggi: Jika kandungan serta
unsurhara dalam tanah masih cukup, maka tidak diperlukan banyak pupuk untuk
memenuhi unsur hara yang dibutuhkan tanaman
• Mampu memproduksi hasil tanaman yang tinggi dan sehat
DAFTAR PUSTAKA
Adinata, K. S., & Simarmata, I. T. 2022. Penilaian Praktis Ekologi Tanah Dalam Pertanian
Tahan Iklim: Practical Assessment of Soil Ecology to Promote Climate Resilient
Agriculture. Nas Media Pustaka.
Anderson, J.M. dan Ingram, J.S.I. 1994. Tropical Soil Biology and Fertility A Handbook of
Methods Second Edition. CAB International. UK.
Bedano, J., Cantu, P. dan Doucet, M. 2005. Abundance of Soil Mites (Arachnida: Acari) In
Natural Soil of Central Argentina. Zoological Studies 44 (4): 505 – 512.
Gergócs, V., Rétháti, G., dan Hufnagel, L. 2015. Litter Quality Indirectly Influences Community
Composition, Reproductive Mode and Trophic Structure of Oribatid Mite
Communities: A Microcosm Experiment. Experiment Applicatiom Acarology 67: 335
– 356.
Noti, M.I., Andre, H.M., Ducarme, X. dan Lebrun P. 2003. Diversity of Soil Oribatid Mites
(Acari: Oribatida) From High Katanga (Democratic Republic of Congo): A Multiscale
and Multifactor Approach. Biodiversity and Conservation 12: 767 – 785.
Rahmawaty. 2004. Studi Keanekaragaman Mesofauna Tanah di Kawasan Hutan Wisata Alam
Sibolangit. Skripsi. Diunduh di
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/910/hutan-
rahmawaty12.pdf?sequence=2&isAllowed=y pada Tanggal 17 Oktober 2022.
Suin, N.M. 2018. Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara. Jakarta.
Yuniwati, E.D. 2017. Manajemen Tanah:(Teknik Perbaikan Kualitas Tanah). Intimedia.
Zaitsev, A.S., Ryabinin, N.A., Tarasov, A.I., dan Shakhab, S.V. 2020. Potential Anthropogenic
Influence on Oribatid Mite Communities in Ancient to Modern Settlements of The
Russian Far East. International Journal of Acarol 46(5): 322 – 326.
TUGAS PRAKTIKUM
Hutan Agroforestri Hutan Perkebunan Semusim
Agroforestri
Kelas Kelompok Sekunder Mahoni Produksi Apel Jeruk
Pinus Kopi Jagung Kentang Wortel Kubis
talas
A 1
2
B 1
2
C 1
2
D 1
2
E 1
2
F 1
2
G 1
2
H 1
2
I 1
2
J 1
2
K 1
2
L 1
2
M 1
2
N 1
2
O 1
2
P 1
2
Q 1
2
R 1
2
S 1
2
T 1
2
U 1
2
V 1
2
W 1
2
X 1
2
Y 1
2
Z 1
2
AA 1
2
AB 1
2
AC 1
2
AD 1
2
Metode Pengambilan Sampel
1. Ambil sampel tanah pada lahan yang sudah ditentukan komoditasnya.
2. Sampel tanah yang diambil adalah lapisan tanah pada kedalaman 0-20 cm.
3. Sampel tanah yang dibawa ke laboratorium merupakan sampel tanah komposit atau campuran dari
beberapa titik pengambilan sampel.

Keterangan
:
: Titik
pengambilan
sampel tanah

4. Desain titik pengambilan sampel tanah.


5. Sampel tanah komposit yang dibawa ke laboratorium sebanyak lebih kurang 1 kg dan dibungkus dengan
plastik bening.
6. Sampel tanah dibawa pada saat praktikum dan diamati H+2 atau membuat janji dengan asisten terkait
setelah jadwal praktikum oleh perwakilan kelompok. Waktu pengamatan tidak melebihi H+4 pasca
spesimen selesai di ekstraksi.
7. Perwakilan kelompok wajib mendokumentasikan segala kegiatan praktikum dan organisme yang didapat
untuk di sampaikan kepada anggota kelompok yang tidak hadir.
Materi Praktikum DPT minggu ke 7: PESTISIDA

1. Definisi dan tujuan aplikasi pestisida


Pestisida secara harfiah berasal dari kata pest (hama) dan cide (membunuh)
yang berarti pembunuh hama. Pestisida merupakan suatu substansi yang digunakan
untuk mengendalikan, mencegah, merusak, menolak atau mengurangi organisme
pengganggu (OPT). Menurut PP No.7, Tahun 1973 yang dimaksud dengan pestisida
adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan
untuk:
a. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak tanaman,
bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian.
b. Memberantas rerumputan.
c. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan.
d. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidak
termasuk pupuk.
e. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan dan
ternak.
f. Memberantas atau mencegah hama-hama air.
g. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah
tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan.
h. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit
pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada
tanaman, tanah atau air.
Tujuan aplikasi pestisida secara garis besar ada dua tujuan yaitu pencegahan
(preventif) dimana aplikasi dilakukan sebelum terjadinya hama, dan
"pengobatan/penyembuhan" (kuratif) yaitu aplikasi dilakukan setelah terjadinya
serangan hama.
2. Penggolongan pestisida berdasarkan jenisnya
a. Pestisida Alami
Pestisida yang dibuat dari bahan alami yang ramah lingkungan, misalnya dari ekstrak
tumbuhan dan mikroorganisme menguntungkan. Pestisida alami yang kini dikenal
dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan sebagai berikut :
• Pestisida Botani (Botanical Pesticide) yang berasal dari ekstrak tanaman.
Berbagai jenis tanaman memproduksi senyawa kimia aktif tertentu yang dapat
melindungi tanaman dari serangan OPT. Contohnya adalah beberapa anggota
famili Annonaceae – mampu menghambat pertumbuhan larva P. xylostella dan
beberapa anggota famili Zingiberaceae menimbulkan efek kematian pada hama
wereng coklat (N. lugens).
• Pestisida Biologis (Biological Pesticide) yang mengandung mikroorganisme
pengganggu OPT seperti bakteri patogenik, virus dan jamur yang bersifat
antagonis terhadap mikroba lainnya atau menghasilkan senyawa tertentu yang
bersifat racun bagi serangga maupun nematoda. Contohnya adalah formulasi
Beuveria bassiana mampu mengendalikan hama kumbang moncong pada
tanaman anggrek dan kutu daun pada tanaman krisan.
• Pestisida berbahan dasar mineral anorganik yang terdapat pada kulit bumi.
Biasanya bahan mineral ini berbentuk kristal, tidak mudah menguap, dan
bersifat stabil secara kimia, seperti belerang dan kapur.
Kelebihan dan kekurangan pestisida alami:
Kelebihan:
• Mudah terurai di alam
• Relatif aman bagi manusia dan ternak
• Tidak meracuni tanaman
• Tidak menimbulkan resitensi pada serangga
Kekurangan:
• Cepat terurai
• Daya kerja lambat
• Daya simpan rendah
• Kurang praktis
b. Pestisida Sintetik
Pestisida yang dibuat dari bahan kimia sintetik dan kurang ramah lingkungan jika
digunakan secara berlebihan.
Kelebihan dan kekurangan dari pestisida sintetik yaitu:
Kelebihan:
• Bekerja secara cepat
• Murah
• Mudah diangkut
• Mudah disimpan
• Efektivitasnya tinggi
Kekurangan:
• Mengganggu ekosistem
• Keracunan pada manusia
• Resurgensi
• Munculnya hama sekunder
• Resistensi hama

3. Penggolongan pestisida berdasarkan OPT sasaran


Pestisida dapat digolongkan berdasarkan organisme target yaitu:
a. Insektisida
Insektisida merupakan bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa
mematikan semua jenis serangga. Contoh insektisida yaitu Hopcin 50 EC, Dipel
WP, Agrimec 18 EC, Decis 2,5 EC, Curacron 500 EC, dan lain-lain.
b. Fungisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk mengendalikan fungi (cendawan
atau jamur). Contohnya: Orthocide 50 WP, Viti-gran Blue, Dithane M 45 80 P,
Derosal 60 WP, Afugan, dan lain-lain.
c. Bakterisida mengandung bahan aktif yang bisa membunuh bakteri.
Bakterisida biasanya bekerja dengan cara sistemik karena bakteri melakukan
perusakan dalam tubuh inang. Perendaman bibit dalam larutan bakterisida
merupakan salah satu cara aplikasi untuk mengendalikan pathogen. Contoh
bakterisida yaitu Agrymicin dan Agrept.
d. Nematisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk mengendalikan nematoda.
Umumnya nematisida berbentuk butiran yang penggunaanya bisa dengan cara
ditaburkan atau dibenamkan dalam tanah. Walaupun demikian, ada pula yang
berbentuk larutan dalam air yang penggunaanya dengan cara disiramkan.
Contohnya: Nemacur, Furadan, Basamid G, Temik 10 G, dan lain-lain.
e. Rodentisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk mengendalikan binatang pengerat
atau tikus. Rodentisida yang efektif biasanya dalam bentuk umpan beracun.
Contohnya Diphacin 110, Kleret RMB, Racumin, Ratikus RB, Ratilan, Ratak dan
Gisorin.
f. Mollukisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk mengendalikan molluska atau
siput. Contohnya: Morestan, Brestan 60, Metalde-hyde, Metadex, dan lain-lain.
g. Akarisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk mengendalikan akarina atau tungau.
Contohnya: Kelthane MF, Trithion 4 E, Per-fekthion 40 EC, dan lain-lain.
h. Herbisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk mengendalikan herba atau gulma.
Contohnya: Nabu 187 EC, Gramoxone, Basfapon, 85 SP, Goal 2 E, Rumpas 120
EW, Polaris 240 AS, dan lain-lain.
4. Penggolongan pestisida berdasarkan cara kerja dan cara masuk pestisida
A. Insektisida berdasarkan cara kerja atau gerakannya pada tanaman setelah
diaplikasikan, yaitu:
a. Insektisida sistemik
Insektisida sistemik diserap oleh organ-organ tanaman, baik lewat akar, batang
atau daun. Selanjutnya insektisida sistemik tersebut mengikuti gerakan cairan
tanaman dan ditransportasikan ke bagian-bagian tanaman lainnya, baik ke atas
(akropetal) atau ke bawah (basipetal), termasuk ke tunas yang baru tumbuh.
Contoh insektisida sistemik adalah furatiokarb, fosfamidon, isolan, karbofuran,
dan monokrotofos.
b. Insektisida nonsistemik
Insektisida nonsistemik setelah diaplikasikan (misalnya disemprotkan) pada
tanaman sasaran tidak diserap oleh jaringan tanaman, tetapi hanya menempel
di bagian luar tanaman. Bagian terbesar insektisida yang dijual di pasaran
Indonesia dewasa ini adalah insektisida nonsistemik. Contohnya, dioksikarb,
diazinon, diklorvos, profenofos, dan quinalvos.
c. Insektisida sistemik lokal/Translaminar
Insektisida sistemik lokal adalah kelompok insektisida yang dapat diserap oleh
jaringan tanaman (umumnya daun), tetapi tidak ditranslokasikan ke bagian
tanaman lainnya. Termasuk kategori ini adalah insektisida yang berdaya kerja
translaminar atau insektisida yang mempunyai daya penetrasi ke dalam jaringan
tanaman. Beberapa contoh diantaranya adalah dimetan, furatiokarb, pyrolan,
dan profenovos.
B. Insektisida berdasarkan cara masuk insektisida ke dalam tubuh serangga sasaran
dibedakan menjadi tiga kelompok insektisida sebagai berikut :
a. Racun lambung (Stomach poison)
Racun lambung (stomach poison) adalah insektisida yang membunuh serangga
sasaran bila insektisida tersebut masuk ke dalam organ pencernaan serangga
dan diserap oleh dinding saluran pencernaan. Selanjutnya, insektisida tersebut
dibawa oleh cairan tubuh serangga ke tempat sasaran yang mematikan
(misalnya ke susunan syaraf serangga). Oleh karena itu, serangga harus terlebih
dahulu memakan tanaman yang sudah disemprot dengan insektisida dalam
jumlah yang cukup untuk membunuhnya.
b. Racun kontak
Racun kontak adalah insektisida yang masuk ke dalam tubuh serangga lewat
kulit (bersinggungan langsung). Serangga hama akan mati bila dengan
insektisida tersebut. Kebanyakan racun kontak berperan sebagai racun perut.
Beberapa insektisida yang kuat sifat racun kontaknya antara lain diklorfos dan
pirimifos metil.
c. Racun pernapasan
Racun pernapasan adalah insektisida yang bekerja lewat saluran pernapasan.
Serangga hama akan mati bila menghirup insektisida dalam jumlah yang cukup.
Kebanyakan racun napas berupa gas, atau bila wujud asalnya padat atau cair,
yang segera berubah atau menghasilkan gas dan diaplikasikan sebagai
fumigansian misalnya metil bromida.
C. Insektisida berdasarkan cara kerja untuk membunuh hama serangga, yaitu:
a. Insektisida peracun fisik akan menyebabkan dehidrasi yaitu keluarnya cairan
tubuh dari dalam tubuh serangga.
b. Insektisida peracun protoplasma dapat mengendapkan protein dalam tubuh
serangga.
c. Insektisida peracun pernapasan dapat menghambat aktivitas enzim
pernapasan.
(Sartika, 2018)
5. Formulasi Pestisida
Bahan penting yang ada di dalam pestisida yang bekerja aktif terhadap hama
sasaran disebut bahan aktif. Pada pembuatan pestisida dipabrik bahan aktif tersebut
tidak dibuat secara murni (100%) tetapi bercampur sedikit dengan bahan lainnya.
Produk jadi yang merupakan campuran fisik antara bahan aktif dan bahan tambahan
yang tidak aktif disebut formulasi. Formulasi menentukan bagaimana pestisida dengan
bentuk, komposisi, dosis, frekuensi serta jasad sasaran apa pestisida dengan formulasi
tersebut dapat digunakan secara efektif. Selain itu, formulasi pestisida juga
menentukan aspek keamanan penggunaan pestisida dibuat dan diedarkan dalam banyak
macam formulasi, sebagai berikut: (Djojosumarto, 2008).
A. Formulasi padat
a. Wettable Powder (WP), merupakan sediaan bentuk tepung dengan kadar bahan
aktif relatif tinggi (50-80%), jika dicampur dengan air akan membentuk
suspensi. Pengeplikasian WP dengan cara disemprotkan.
b. Soluble Powder (SP), merupakan formulasi berbentuk tepung yang jika
dicampurkan dengan air akan membentuk larutan homogen. Digunakan dengan
cara disemprotkan.
c. Butiran, merupakan sediaan siap pakai dengan konsentrasi bahan aktif rendah
(2%). Ukuran butiran bervariasi antara 0,7-1 mm. Pengaplikasian dengan cara
ditaburkan.
d. Water Dispersible Granule (WG atau WDG), harus diencerkan terlebih dahulu
dengan air dan pengaplikasiaanya dengan cara disemprotkan.
e. Soluble Granule (SG), mirip dengan WDG yang juga harus diencerkan dengan
air terlebih dahulu digunakan dengan cara disemprotkan. Bedanya, jika
dicampur dengan air SG akan membentuk larutan sempurna.
f. Tepung Hembus, merupakan sediaan siap pakai berbentuk tepung dengan
konsentrasi bahan aktif rendah (2%) digunakan dengan cara dihembuskan
(dusting).
B. Formulasi cair
a. Emulsifiable Concentrate atau Emulsible Concentrate (EC), merupakan sediaan
berbentuk pekat (konsentrat) cair dengan kandungan bahan aktif yang cukup
tinggi. Jika dicampur dengan air akan membentuk emulsi. Bersama formulasi
WP, formulasi EC merupakan formulasi klasik paling banyak digunakan saat
ini.
b. Water Soluble Concentrate (WCS), merupakan formulasi yang mirip dengan
EC, jika dicampur air tidak membentuk emulsi, melainkan akan membentuk
larutan homogen. Formulasi ini digunakan dengan cara disemprotkan.
c. Aquaeous Solution (AS), merupakan pekatan yang bisa dilarutkan dnegan air.
Umumnya pestisida yang memiliki kelarutan tinggi dalam air, formulasi ini
digunakan dengan cara disemprotkan.
d. Soluble Liquid (SL), merupakan pekatan cair, jika dicampur air pekatan cair ini
akan membentuk larutan. Pestisida ini digunakan dengan cara disemprotkan.
e. Ultra Low Volume (ULV), ntuk penyemprotan dengan volume ultra rendah,
yaitu volume semprot antara 1 -5 liter/hektar. Formulasi ULV umumnya
berbasis minyak karena untuk penyemprotan dengan volume ultra rendah
digunakan butiran semprot yang sangat halus.
C. Formulasi gas (fumigansia)
Pestisida ini berupa zat kimia yang dapat menghasilkan uap, gas, bau, asap yang
berfungsi untuk membunuh hama. Biasanya digunakan di gudang penyimpanan.
Contohnya Methyl bromide, Gammexane dan Karbondisulfida.
6. Enam Tepat Penggunaan Pestisida
Berdasarkan konsepsi PHT, penggunaan pestisida harus berdasarkan pada
enam tepat, yaitu tepat sasaran, tepat mutu, tepat jenis pestisida, tepat waktu, tepat dosis
atau konsentrasi, dan tepat cara penggunaan (Dirjen Bina Produksi Hortikultura 2002).
a. Tepat Sasaran
Pestisida yang digunakan harus berdasarkan jenis OPT yang menyerang
tanaman. Oleh karena itu, sebelum menggunakan pestisida langkah awal yang harus
dilakukan adalah melakukan pengamatan terlebih dahulu dengan tujuan untuk
mengidentifikasi jenis OPT yang menyerang. Langkah selanjutnya ialah memilih jenis
pestisida yang akan digunakan.
b. Tepat Mutu
Pestisida yang digunakan bahan aktifnya harus bermutu. Oleh karena itu dipilih
pestisida yang terdaftar dan diijinkan oleh Komisi Pestisida. Pestisida yang tidak
terdaftar, sudah kadaluarsa, rusak atau yang diduga palsu tidak boleh digunakan karena
efikasinya diragukan dan bahkan dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Jenis-jenis
pestisida tersebut dapat dilihat pada buku Pestisida Pertanian dan Kehutanan yang
diterbitkan setiap tahun oleh Pusat Perizinan dan Investasi, Sekretariat Jendral,
Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
c. Tepat Jenis
Pestisida yang digunakan harus diketahui efektif terhadap hama dan penyakit
sasaran tetapi tidak mengganggu perkembangan dan peranan organisme berguna.
Informasi ini dapat diperoleh dari buku panduan penggunaan pestisida yang
dikeluarkan oleh Pusat Perijinan dan Investasi Kementerian Pertanian atau berdasarkan
hasil-hasil penelitian terbaru. Oleh karena itu membaca label yang tertera pada
kemasan pestisida mutlak diperlukan.
d. Tepat Waktu
Penggunaan pestisida berdasarkan konsepsi PHT harus dilakukan berdasarkan
hasil pemantauan atau pengamatan rutin, yaitu jika populasi OPT atau kerusakan yang
ditimbulkannya telah mencapai Ambang Pengendalian. Hal ini disebabkan keberadaan
OPT pada tingkat populasi tertentu secara ekonomi belum tentu merugikan. Waktu
yang tepat untuk melakukan penyemprotan adalah pada sore hari (± pukul 17.00),
ketika suhu udara < 300C dan kelembaban udara berkisar antara 50-80%.
e. Tepat Dosis atau Konsentrasi
Daya racun pestisida terhadap jasad sasaran ditentukan oleh dosis atau
konsentrasi formulasi pestisida yang digunakan. Dosis atau konsentrasi formulasi
pestisida yang lebih rendah atau lebih tinggi dari yang dianjurkan akan memacu
timbulnya generasi OPT yang akan kebal terhadap pestisida yang digunakan. Dengan
demikian penggunaan pestisida harus mengikuti dosis atau konsentrasi formulasi yang
direkomendasikan pada label kemasannya.
f. Tepat Cara Penggunaan
Beberapa cara penggunaan pestisida antara lain adalah percikan (splasing),
pencelupan (dipping), hembusan (dusting), pengasapan (fogging), penyuntikan
(injection), pelaburan (painting), penaburan (broadcasting), fumigasi (fumigation), dan
penyemprotan (spraying). Pengetahuan tentang cara penggunaan pestisida mutlak
diperlukan agar efikasi pestisida tersebut sesuai dengan yang diinginkan.
Pelaksanaan Praktikum
Tujuan Praktikum: Untuk mengetahui perbedaan efektifitas pestisida sintetik dan
nabati
Alat dan Bahan
• Aphis craccivora, Myzus parsicae, Rophalosipum maydis atau kelompok
Aphidaidae yang lain (tiap kelompok membawa 30 ekor)
• Bagian tanaman (Daun) yang diserang kelompok Aphididae (tiap kelompok
membawa min. 6 helai)
• Insektisida berbahan aktif imidacloprid atau bahan aktif lain yang sesuai
untuk Aphididae
• Pestisida nabati
• 4 buah cawan Petri
• Sarung tangan lateks
Prosedur kerja
Sediakan Aphis craccivora atau spesies dalam kelompok Aphididae yang lain
beserta daun tanaman yang diserangnya. Semprotkan insektisida dan pesnab pada
daun, selanjutnya tunggu sekitas 1 menit (kering angin). Kemudian masukkan daun
yang sudah disemprot kedalam Petri. Ambil Aphis craccivora dengan menggunakan
kuas dan letakkan di atas daun yang sudah disemprot tadi. Tutup petri dan blarkan
beberapa lama waktu (15 menit). Amati dengan dan catat berapa serangga yang mati
akibat perlakuan tersebut. Diskusikan tentang pengaruh insektisida terhadap Aphis sp.
tersebut.

Pestisida yang digunakan dalam praktikum DPT


Nabati Kimia
Foto produk

Nama produk PESNABAS KLOPINDO 10 WP


Komposisi Tempurung kelapa Sintetik
Bahan aktif Fenol, asam karbamat, asam Imidakloprid 10%
propionate, asam asetat, asam
miristat, asam palmitat, asam
dodekanoat, asam butirat
Dosis 7 – 10 ml/l 0,5 - 1 g/l
Kemasan 500 ml 100 g
Daftar Pustaka
Dadang. 2006. Pengenalan Pestisida dan Teknik Aplikasi. Fakultas Pertanian IPB.
Sartika, Santi. 2018. Hubungan Kadar Hemoglobin dengan Jumlah eritrosit pada Petani
yang Terpapar Pestisida di Desa Klampok Kabupaten Brebes. (Thesis).
Universitas Muhammadiyah Semarang
MATERI TAKARAN BANYAKNYA PESTISIDA
YANG DIPERLUKAN:
a. Kegiatan 1 :
Persamaan 1
Persamaan 1 digunakan untuk menyiapkan larutan atau suspensi dari pestisida bentuk
“wettable powder”, emulsifiable concentrates, atau suatu bahan yang diketahui
persentase bahan aktifnya.

Kebutuhan Produk / Satuan


Volume Semprot

1. Contoh untuk Emulsifiable Concentrates (EC)


Untuk penyemprotan ngengat kubis dibutuhkan 500 liter larutan yang mengandung
0,01% b.a Insektisida Hostathion 40 EC. Berapa banyak (ml) Hostathion dibutuhkan
untuk keperluan tersebut?
Diketahui:
1. Volume semprot = 500 liter
2. Konsentrasi rekomendasi = 0,01 % b.a.
3. Kandungan b.a. formulasi = 40 %
Perhitungan:

2. Contoh untuk Wettable Powders (WP)


Untuk penyemprotan hama penghisap bunga lada, diperlukan 1000 liter larutan
yang mengandung 0,14% b.a insektisida Sevidan 70 WP. Berapa banyak (kg) Sevidan
dibutuhkan untuk keperluan tersebut.
Diketahui :
a. Kandungan b.a. formulasi = 70 %
b. Volume semprot = 1000 ltr.
c. Konsentrasi rekomendasi = 0,14 %
Perhitungan :
0,14 𝑥 1000
𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑣𝑖𝑑𝑎𝑛 =
70
= 2 kg
Persamaan 2
Persamaan 2 digunakan untuk menentukan jumlah formulasi yang dibutuhkan untuk
meliput (cover) areal terbatas bila kisaran rekomendasi (kg b.a./h dan %b.a.) dalam
formulasi telah diberikan atau diketahui.

Kebutuhn Produk / Satuan


Luasan

1. Contoh untuk Emulsifiable Concentrates (EC)


Berapa banyaknya fungisida Folirfos 400 AS diperlukan untuk menyemprot areal
pertanaman tomat seluas 500 m , jika rekomendasi kebutuhn bahan aktif 0,5 kg b.a. /
2

h. ?
Diketahui :
a> Rekomendasi bahan aktif = 0,5 kg b.a. / h.
b> Luas lahan = 500 m = 0,05 h
2

c> Kandungan b.a. formulasi = 400 g / ltr = 0,4 kg/ltr


Perhitungan
0,5 𝑥 0,05
𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑝𝑒𝑟 500 m2 =
0,4
= 0,0625 ltr
= 62,5 ml

2. Untuk wettable powders (WP), dust (D), dan granule (G)


Untuk mengendalikan hama kubis dibutuhkan 0,5 kg b.a/h insektisida Basma 35
WP. Berapa banyak Basma dibutuhkan untuk keperluan menyemprot lahan seluas 2
h?
Diketahui :
a. Rekomendasi bahan aktif= 0,5 kg b.a./h
b. Luas lahan= 2 h
c. Kandungan b.a. formulasi= 35%
Perhitungan :
LATIHAN :
1. Berapa kebutuhn produk, Sevinthion 50 WP, untuk mengendalikan kubis seluas
5000 m , jika dosis rekomendasi adalah 0,6 kg b.a./h?
2

- Kandungan b.a. formulasi = 50 % = 0,5


- Luas Lahan = 5000 m2 = 0,5 h
- Rekomendasi b.a = 0,6 kg b.a/h
0,6 𝑥 0,5
𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑝𝑒𝑟 5000 m2 =
0,5
= 0,6 kg

2. Insektisida Tambora 5 G dianjurkan untuk digunakan mengendalikan penggerak


batang dengan dosis 0,3 kg b.a./h. Berapa sebetulnya banyaknya Tambora 5 G yang
mengandung dosis sebesar itu?
- Kandungan b.a formulasi = 5 % = 0,05
- Rekomendasi b.a = 0,3 kg/h
- Luas lahan = 1 h
0,3 𝑥 1
𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 =
0,05
= 6 kg

3. Berdasarkan hasil penelitian, ternyata Wereng coklat dapat dikendalikan dengan


sangat memuaskan menggunakan Applaud 10 WP dengan dosis 0,6 kg b.a./h.
Berapa kuantitas Applaud diperlukan oleh Pak Mustari, kalau luas lahan sawahanya
4000 m ?
2

- Kandungan formulasi b.a = 10 % = 0,1


- Rekomendasi b.a = 0,6 kg b.a/h
- Luas lahan = 4000 m2 = 0,4 h
0,6 𝑥 0,4
𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑝𝑒𝑟 4000 m2 =
0,1
= 2,4 kg

4. Untuk penyemprotan perusak daun kedelai dibutuhkan 800 liter larutan yang
mengandung 0,12% Insektisida Basudin 60 EC. Berapa banyak (ml) Basudin
dibutuhkan untuk keperluan tersebut?
- Volume semprot = 800 lt
- Konsentrasi rekomendasi = 0,12%
- Kandungan b.a formulasi = 60 %
0,12 𝑥 800
𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 =
60

= 1,6 lt
= 1.600 ml
b. Kegiatan 2 :

Di dalam brosur-brosur atau kemasan pestisida biasanya ditulis petunjuk


penggunaan dosis anjuran atau konsentrasi formulasi misal: 1,5 ml formulasi/1 liter air,
dengan volume semprot 600 liter air/hektar. Dengan data semacam ini berapa banyak
(ltr) pestisida diperlukan?

Perhitungan :
Dosis Pestisida: 1,5 ml / lt air ; dengan 600 liter air/h
Berarti diperlukan = 1,5 ml/lt x 600 lt
= 900 ml/h
Apabila lahan yang hendak diaplikasi seluas 1500 m , maka perhitungannya sebagai
2

berikut :
Luas lahan = 1500 m = 0,1500 h
2

Pestisida yang diperlukan = 0,1500 h x 900 ml/h


= 135 ml = 0,135 liter

Rumus : dosis formulasi pestisida untuk luasan tertentu = luas areal (h) x dosis
pestisida/h
LATIHAN :
1. Pak Buang akan menyemprot tanaman kedelainya seluas 4500 m untuk 2

mengendalikan ulat grayak. Pada kemasan tertulis rekomendasi penggunaan yaitu


konsentrasi formulasi 4 ml/lt air, volume semprot 700 lt/h. Berapa liter insektisida
yang dibutuhkan Pak Buang untuk 4 kali aplikasi?
- Luas lahan = 4500 m2 = 0,45 h
- Konsentrasi formulasi = 4 ml/lt
- Volume semprot = 700 lt/h
Dosis yg diperlukan = 4 ml/lt x 700 lt/h
= 2800 ml/h
Untuk 4500 m2 = 2800 ml/h x 0,45 h
= 1260 ml
= 1,26 lt
Untuk 4 kali aplikasi = 1,26 lt x 4
=5,04 lt

2. Untuk menyemprot ulat grayak pada pertanaman tembakaunya, Pak Karep telah
menentukan pilihn pestisida. Rekomendasi yang tertulis yaitu konsentrasi 0,75
ml/lt air, volume semprot per h 400 liter. Berapa liter insektisida yang harus dibeli
Pak Karep untuk 2 kali aplikasi pada lahan seluas 7000 m ? 2

- Konsentrasi formulasi = 0,75 ml/lt


- Volume semprot = 400 lt/h
- Luas lahan = 7000 m2 = 0,7 h
Dosis yang diperlukan = 0,75 ml/lt x 400 lt/h
= 300 ml/h
Untuk 7000 m2 = 300 ml/lt x 0,7 h
= 210 ml
Untuk 2 kali aplikasi = 210 ml x 2
= 420 ml
MATERI 08. KALIBRASI KNAPSACK SPRAYER
A. Definisi dan Tujuan
• Pengertian Kalibrasi Secara Umum
Kalibrasi adalah memastikan kebenaran nilai-nilai yang ditunjukan oleh
instrumen ukur atau sistem pengukuran atau nilai-nilai yang diabadikan
pada suatu bahan ukur dengan cara membandingkan dengan nilai
konvensional yang diwakili oleh standar ukur yang memiliki kemampuan
telusur ke standar Nasional atau Internasional.
Dengan kata lain :
Kalibrasi adalah suatu kegiatan untuk menentukan kebenaran konvensional
nilai penunjukan alat inspeksi, alat pengukuran dan alat pengujian.
• Pengertian Kalibrasi Dalam Teknik Penyemprotan Pestisida
Kalibrasi adalah cara mengukur banyaknya larutan semprot yang
dikeluarkan oleh alat semprot (sprayer), sehingga dapat diketahui seberapa
banyak larutan semprot yang disemprotkan pada setiap satuan lahan.
Kalibrasi merupakan kunci untuk menyeragamkan setiap perlakuan
pestisida, terutama pestida dengan aplikasi penyemprotan karena pada
setiap alat semprot memiliki perbedaan volume yang keluar.
Jika dosis rekomendasi tidak diaplikasikan secara merata karena cara
aplikasi yang tidak benar maka akan terjadi dua hal yang tidak diinginkan, yaitu:
- Gulma tidak akan mampu dikendalikan di areal yang teraplikasi herbisida
karena dosis yang lebih sedikit dari dosis rekomendasi.
- Gulma dan/atau tanaman budidaya akan mati di areal yang teraplikasi
herbisida karena dosis lebih tinggi dari dosis rekomendasi
Untuk menghindari kesalahan tersebut serta untuk menjamin teknik
aplikasi yang akurat, terlebih dahulu harus ditentukan areal penyemprotan yang
aktual dengan memperhatikan jumlah herbisida yang diperlukan untuk areal
perlakuan dan bagaimana larutan herbisida tersebut dapat diaplikasikan secara
seragam pada areal perlakuan. Hal ini melibatkan pekerjaan kalibrasi dari alat
semprot (sprayer) yang akan dipergunakan dan orang yang akan melakukan
aplikasi (applicator).
Tiga Faktor Yang Menentukan Keberhasilan Kalibrasi :
1. Ukuran lubang nozzel (angka curah nozzle)
2. Lebar gawang penyemprotan, dan
3. Kecepatan berjalan (ke depan) aplikator.
Ketiga faktor di atas harus diatur sedemikian rupa sehingga diperoleh suatu
volume larutan herbisida tertentu yang dapat dilepaskan melalui lubang nozel
pada setiap waktu yang dikehendaki.
• Manfaat
Manfaat kalibrasi adalah untuk menentukan takaran pestisida secara tepat.
mencegah pemborosan, dan penyeragaman perhitungan aplikasinya. Kalibrasi
juga dapat menentukan berapa volume semprot yang diperlukan.
B. Bagian-Bagian Knapsack Sprayer
Konstruksi sprayer gendong semi-otomatis dengan tangki terbuat dari
bahan plastik HDPE.

Keterangan:
1. Tangki, berfungsi untuk menampung cairan semprot.
2. Tutup Tangki, berfungsi untuk menutup tangki sehingga sprayer tidak
tumpah dan menjaga tekanan udara dalam tangki.
3. Sabuk Gendong (strap), berfungsi untuk menggendong sprayer ke
tubuh operator.
4. Tuas Pompa (pump lever), batang penggerak pompa yang dapat dilepas
dan dipasang di sebelah kiri atau kanan tangki, di bawah atau di atas
bahu operator yang mempunyai pegangan beralur.
5. Nozzle, bagian pemecah cairan bahan kimia menjadi butiran halus
(droplets) yang langsung disemprotkan ke tanaman.
6. Pipa Penyemprot (spray lance), pipa pegang tangan yang mempunyai
satu atau lebih nozzle yang dapat dikontrol secara manual.
7. Katup Penutup (shut-off lance), katup pembuka atau penutup aliran
cairan bahan kimia ke nozzle.
8. Selang, bagian penyalur cairan yang lentur dari ruang tekanan ke bagian
katup penutup.
9. Pompa Torak
10. Kaki Rangka
(Badan Standarisasi Nasional, 2012)
C. Jenis-Jenis Sprayer
Sprayer untuk keperluan pertanian dikenal dengan tiga jenis sprayer, yakni
knapsack sprayer, motor sprayer, dan CDA sprayer. Berikut jenis-jenis alat
sprayer yang biasa digunakan dalam dunia pertanian:
a. Knaspsack Sprayer
• Prinsip kerjanya adalah larutan dikeluarkan dari tangki akibat adanya
tekanan udara melalui tenaga pompa yang dihasilkan oleh gerakan
tangan penyemprot. Pada waktu gagang pompa digerakkan, larutan
keluar dari tangki menuju tabung udara sehingga tekanan di dalam
tabung meningkat. Keadaan ini menyebabkan larutan pestsida dalam
tangki dipaksa keluar melalui klep dan selanjutnya diarahkan oleh nozzle
bidang sasaran semprot.
• Kapasitas tangki knapsack sprayer bervariasi berkisar antara 13, 15, 18,
20 tergantung merknya.
• Contoh knapsack sprayer, antara lain merk Solo, Hero, CP 5, Matabi,
Berthoud, dan PB.

b. Motor Sprayer
• Sprayer jenis ini menggunakan mesin sebagai tenaga penggerak
pompanya yang berfungsi untuk mengeluarkan larutan dalam tangki.
• Contoh motor sprayer adalah mist blower power sprayer dan boom
sprayer. Keuntungan dengan menggunakan motor sprayer terutama
kapasitasnya sangat luas dengan waktu yang relatif singkat, dapat
menembus gulma sasaran walaupun sangat lebat dan minim tenaga
kerja.
Kelemahannya:

1. Harganya relatif mahal dan biaya pengoperasian serta perawatannya


yang juga mahal.
2. Tidak dianjurkan pada tanaman yang masih muda dikhawatirkan dapat
merusak tanaman.
3. Motor sprayer harus dirawat secara rutin meliputi servis, penggantian
suku cadang, dll.

c. CDA Sprayer
• CDA sprayer tidak menggunakan tekanan udara untuk
menyebarkan larutan semprot ke bidang semprot sasaran,
melainkan berdasarkan gaya grafitasi dan putaran piringan.
• Cara kerjanya adalah dengan mengalirkan larutan dari tangki
melalui selang menuju nozzle, diterima oleh putaran piringan
bergerigi (spining disc) dan disebarkan ke arah bidang sasaran.
• Contoh CDA sprayer, antara lain Mikron herbi 77, Samurai, dan
Bikrky.

Sprayer dapat dikelompokkan berdasarkan tenaga penggerak dan jenis


pompa sprayer:

• Berdasarkan tenaga penggerak


1. Sprayer dengan Penggerak Tangan (Hand Operated Sprayer).
2. Sprayer Bermotor (Power Sprayer).
• Berdasarkan pompa sprayer
1. Pompa tekanan udara yaitu memompa udara ke dalam tangki cairan
dan menekan cairan ke nozzle.
2. Pompa cairan yaitu memompa cairan langsung ke nozzle.
3. Pompa penghembus udara.

(Djojosumarto, 2009)

D. Macam-Macam Nozzle
Nozzle sprayer adalah alat yang digunakan untuk memecah suatu cairan,
larutan atau suspensi menjadi butiran cairan (droplets) atau spray. Fungsi
lainnya dari nozzle adalah menentukan ukuran butiran semprot (droplet size),
mengatur flow rate (angka curah), mengatur distribusi semprotan, yang
dipengaruhi oleh pola semprotan, sudut semprotan, dan lebar semprotan. Jenis-
jenis nozzle ada lima, yaitu cone nozzle (nozzle kerucut), flat fan nozzle (nozzle
kipas standar), even flat fan nozzle (nozzle kipas rata), nozzle polijet, dan nozzle
lubang empat. Berikut beberapa contoh jenis-jenis nozzle yang digunakan di
dalam bidang pertanian:
a. Cone Nozzle (Nozzle Kerucut)
Pola semprotan jenis nozzle ini berbentuk bulat (kerucut). Terdiri dari
dua tipe semprotan, yaitu zolid/full cone nozzle dan hollow cone nozzle.
Solid cone nozzle penuh berisi, sedangkan hollow cone nozzle menghasilkan
semprotan berbentuk kerucut bulat kosong.

b. Flat Fan Nozzle (Nozzle Kipas Standar)


Flat fan nozzle menghasilkan pola semprotan berbentuk oval atau
berbentuk kipas dengan sudut (65°-95°)
c. Even Flat Fan Nozzle (Nozzle Kipas Rata)
Even flat nozzle memiliki pola semprotan yang berbentuk garis. Serta
menghasilkan butiran semprot tersebar merata.

d. Nozzle Polijet
Pola semprotan nozzle polijet ini berbentuk garis atau kerucut. Butiran
semprot yang dihasilkan dari nozzle ini agak kasar.

e. Nozzle Lubang Empat


Nozzle ini menghasilkan pola semprotan berbentuk kerucut. Semprotan
yang dihasilkan berupa butiran semprot agak halus atau bahkan sampai
halus (tergantung tekanan).
(Djojosumarto, 2009)
E. Metode Kalibrasi Knapsack Sprayer
Sesuai dengan tujuannya, kalibrasi penting untuk dilakukan sebagai dasar
untuk menyeragamkan setiap perlakuan pestisida, terutama pestida dengan
aplikasi penyemprotan. Aplikasi pestisida yang tidak merata dapat
menyebabkan kemungkinan terjadinya dua hal:
1. OPT tidak akan mampu dikendalikan di areal yang teraplikasi pestisida
karena takaran aplikasi lebih sedikit dari takaran rekomendasi.
2. Tanaman budidaya di areal yang teraplikasi pestisida akan mati karena
takaran lebih tinggi dari takaran rekomendasi.
Metode kalibrasi telah berkembang dengan berbagai modifikasi, terdapat
dua jenis metode knapsack yang meliputi
1. Kalibrasi dengan metode waktu
Kalibrasi dengan metode waktu dapat dilakukan apabila sudah ditentukan
volume semprotnya. Tujuan kalibrasi dengan menggunakan metode ini
adalah untuk menentukan kecepatan jalan operator. Metode ini lebih
mudah diterapkan apabila penyemprotan herbisida dilakukan dengan
menggunakan boom sprayer atau dengan tractor (Nanik,2012)
Langkah kerja
• Menentukan laju curah sprayer
• Menentukan banyaknya pestisida dan kebutuhan air yang diperlukan untuk
luasan lahan yang diketahui
Rumus kebutuhan pestisida:
Kebutuhan produk/satuan volume semprot =
%𝑏. 𝑎 𝑅𝑒𝑘𝑜𝑚𝑒𝑛𝑑𝑎𝑠𝑖 𝑥 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑆𝑒𝑚𝑝𝑟𝑜𝑡
% 𝑏. 𝑎 𝐷𝑎𝑙𝑎𝑚 𝐹𝑜𝑟𝑚𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖
Kebutuhan produk/satuan luasan =
𝑅𝑒𝑘𝑜𝑚𝑒𝑛𝑑𝑎𝑠𝑖 𝑏. 𝑎 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑠𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛 𝑙𝑢𝑎𝑠
%𝑏. 𝑎 𝐹𝑜𝑟𝑚𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖
Rumus kebutuhan air
Kebutuhan air = Luas lahan (ha) x Volume Semprot (lt/ha)
• Menentukan lebar ayunan sprayer dan lintasan yang harus ditempuh.
Misal : lebar ayunan umumnya 1 m dan luas lahan 40 x 20 m penyemprot
melintasi lahan. Sehingga dia harus bolak balik sebanyak 40 kali dengan
panjang lintasan 20 m.
• Menentukan waktu total (yang diperlukan untuk melakukan penyemprotan
secara terus menerus)
Melalui data volume air yang dibutuhkan (Langkah 2) dan data laju curah
sprayer
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑖𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑘𝑎𝑛 (𝑙)
Waktu total = 𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑐𝑢𝑟𝑎ℎ 𝑠𝑝𝑟𝑎𝑦𝑒𝑟 (𝑚𝑙 𝑝𝑒𝑟 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡)

• Menentukan waktu 1 kali melintas


Diperoleh dari waktu total (Langkah ke 4) dibagi banyaknya berapa kali
harus melintas (Langkah 3)
𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
Waktu 1 kali melintas = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑒𝑙𝑖𝑛𝑡𝑎𝑠

• Menentukan laju jalan


Laju jalan diperoleh melalui data panjang lintasan (langkah 2) dan data
waktu melintas (langkah ke 5)
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑖𝑛𝑡𝑎𝑠𝑎𝑛 (𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟)
Laju jalan = 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 1 𝑘𝑎𝑙𝑖 𝑚𝑒𝑙𝑖𝑛𝑡𝑎𝑠 (𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡)

• Penyemprotan dilakukan
Penyemprotan yang sebenarnya dengan menggunakan insektisida baru
dilakukan setelah langkah ke 6 diselesaikan dengan baik.
2. Kalibrasi dengan metode luasan
Metode luas lebih mudah diterapkan untuk penyemprotan lahan berkala
sempit atau pada tingkat petani yang umumnya menggunakan alat semprot
punggung. Metode ini bertujuan untuk menentukan volume semprot.
Syarat utama penerapan metode luas adalah tekanan dalam tangki dan
kecepatan jalan operator harus konstan.

Contoh Studi Kasus


Petani A memiliki luas lahan 40 x 80 m, dengan laju curah 50 ml/menit dan lebar
ayunan sprayer 1 m. Dengan volume semprot 400 l/ha. Berapa kecepatan jalan yang
harus dilakukan oleh petani dalam melakukan penyemprotan?
Dik = Luas lahan 40 x 80 m (Berarti untuk menyemprot seluruh lahan
(lebar ayunan 1 m), penyemprot harus melintasi lahan bolak balik
sebanyak 40 kali dengan panjang lintasan 80 m
Vol semprot = 400 l/ha
Laju curah = 50 ml/menit
Jawab
Kebutuhan air = luas lahan x volume semprot
3200 𝑚2
= 10.000 𝑚2 x 400 l

= 128 liter
128000 𝑚𝑙
Waktu Total = 50 𝑚𝑙/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 = 2560 menit
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
Waktu untuk 1 kali melintas = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑒𝑙𝑖𝑛𝑡𝑎𝑠
2560 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
= 40 𝑘𝑎𝑙𝑖

= 64 menit
𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑖𝑛𝑡𝑎𝑠𝑎𝑛 (𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟)
Laju jalan = 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 1 𝑘𝑎𝑙𝑖 𝑚𝑒𝑙𝑖𝑛𝑡𝑎𝑠 (𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡)
80 𝑚
= 64 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

= 1,25 m/menit
F. Prosedur Melakukan Kalibrasi Knapsack Sprayer
1. Persiapkan alat dan bahan
2. Pastikan alat yang digunakan tidak mengalami kebocoran atau rusak
3. Pilih nozzle yang akan digunakan untuk penyemprotan
4. Bukalah tutup tangki sprayer tanpa melepas filter pengisian
5. Tuangkan larutan pestisida yang dibutuhkan ke dalam tangki sprayer
6. Pasang kembali tutup tangki dan pastikan tutup tangki telah tertutup rapat
7. Sprayer dipasang atau digunakan pada punggung operator dan panjang tali
knapsack disesuaikan dengan tubuh operator
8. Lakukan pemompaan untuk menarik cairan ke dalam tabung tekanan
sehingga cairan pestisida dapat keluar
9. Tekan gagang pemicu katup untuk menyemprotkan cairan sesuai dengan
laju penyemprotan yang diinginkan
10. Operasikan pegangan pompa untuk mempertahankan tekanan semprotan

Prosedur melakukan kalibrasi juga dilakukan dengan rangkaian sistematis


berikut:
1. Menentukan Kecepatan Curah Nozzle
2. Menentukan Lebar Gawang
3. Menentukan Kecepatan Jalan
4. Tabulasi Data dan Perhitungan
Menentukan Volume Aplikasi Alat Semprot
Pelaksanaan Praktikum
Tujuan Praktikum: Untuk memberikan pemahaman mengenai aplikasi knapsack
sprayer dan cara mengukur kebutuhan volume semprotan per satuan luasan lahan.
Alat dan Bahan:
• Knapsack Sprayer
• Air
Prosedur Kerja
Proses praktikum dilaksanakan dengan sistematis yang terurai sebagai berikut:
1. Mengamati bagian-bagian pada knapsack sprayer yang disediakan PJ di setiap
laboratorium.
2. Menjelaskan fungsi dari setiap bagian knapsack sprayer.
3. Pelaksanaan praktikum selanjutnya dilakukan dengan pengisian knapsack
sprayer dengan air, tetapi tidak disemprotkan.
4. Memperagakan dan menjelaskan mekanisme kerja dari knapsack sprayer
5. Menjelaskan metode kalibrasi metode waktu dengan knapsack yang sudah
disediakan.
6. Mengembalikan air dalam wadah yang sudah disediakan oleh PJ.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional. 2012. Alat Pemeliharaan Tanaman, Sprayer Gendong
Semi-Otomastis, Syarat Mutu dan Metode Uji. BSN. Jakarta.
Djojosumarto, P. 2009. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius. Yogyakarta.
1

MATERI 09. PENYEMPROTAN SESUAI REKOMENDASI

Untuk dapat menyemprot sesuai dengan rekomendasi, maka operator terlebih dahulu harus
mengetahui :
• Rekomendasi yang ditulis pada kemasan pestisida (ml atau gram per liter air dan
volume semprot per ha)
• Luas lahan yang akan disemprot dalam meter persegi (m²)

Selanjutnya dengan bantuan Tabel A dan B dapat ditentukan :


• Berapa banyak pestisida yang harus dibeli di toko (Tabel A)
• Berapa banyak kebutuhan pestisida untuk satu tangki (Tabel A)
• Berapa tangki (isi 17 liter) yang diperlukan untuk luasan lahan yang akan disemprot
(Tabel B)
Cara Menggunakan Tabel A Dan B
Dengan mengikuti urut-urutan yang tertulis ini maka para operator dapat menghitung sendiri
banyaknya pestisida yang diperlukannya.

Tabel A
1. Bacalah rekomendasi pestisida yang diperlukan (ml atau gram per liter dan volume
semprot per ha) yang tertulis pada kemasan pestisida tersebut. Catat kedua angka itu
baik-baik.
2. Lihat kolom 1 atau kolom 2 apakah tertulis ml atau gram per 10 liter air (angka yang
tertulis dalam rekomendasi)
3. Pada kolom 3 terdapat 4 macam bilangan yang menunjukkan banyaknya volume semprot
(300, 500, 700, dan 1000 liter per ha). Pilih satu yang sesuai dengan rekomendasi.
Apabila tidak tertulis volume semprotnya, maka gunakan angka 500.
4. Pilih satu kolom dari kolom 4 sampai kolom 10 luas yang sesuai dengan luas lahan
yang akan disemprot
5. Hubungkan garis yang diperoleh dari butir 3 dan butir 4 sehingga diperoleh satu angka,
yaitu banyaknya pestisida yang harus dibeli di toko (untuk satu kali penyemprotan).
6. Pada garis yang sama, tetapi pada kolom 11, terdapat angka yang menunjukkan
banyaknya pestisida yang diperlukan untuk tiap tangki 17 liter.

Tabel B
1. Pilih volume semprot yang direkomendasikan (sesuai angka tersebut dengan angka yang
dipilih pada Tabel A butir 3).
2. Pilih salah satu dari kolom 2 sampai 8 luas yang sesuai dengan luas lahan yang akan
disemprot.
3. Hubungkan garis yang diperoleh dari butir 1 dan 2 di atas sehingga diperoleh satu angka.
Angka tersebut menunjukkan jumlah tangki (17 liter) yang diperlukan untuk luas
lahan yang akan disemprot.
Tabel A : Banyaknya pestisida yang perlu dibeli berdasarkan luasan lahan untuk setiap
penyemprotan

Rekomendasi Banyaknya ml atau g pestisida yang harus dibeli Banyaknya


ml atau g
pestisida
Baris ml atau g Vol Luas lahan (m²) diperlukan
ke semprot per tangki
l/ha (17 l)
per per
250 500 1000 2000 3000 4000 5000
l 10 l
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 0.5 5 300 4 8.5 17 30 47 59.5 76.5 8.5
2 0.5 5 500 6.5 12.5 25.5 51 76.5 102 123.5 8.5
3 0.5 5 700 8.5 17 34 64 106 140 174.5 8.5
4 0.5 5 1000 12.5 25.5 51 102 149 200 240.5 8.5
5 1.0 10 300 8.5 17 34 59.5 93.5 119 153 17
6 1.0 10 500 13 25.5 51 102 153 204 246.5 17
7 1.0 10 700 17 34 68 136 212.5 280.5 348.5 17
8 1.0 10 1000 25.5 51 102 204 297.5 399.5 501.5 17
9 1.5 15 300 12.5 25.5 51 89 140 178.5 229.5 25.5
10 1.5 15 500 19 38 76.5 153 229.5 306 370 25.5
11 1.5 15 700 25.5 51 102 200 318.5 420.5 523 25.5
12 1.5 15 1000 38 76.5 153 306 446.5 599.5 742 25.5
13 2.0 20 300 17 34 68 119 187 238 306 34
14 2.0 20 500 25.5 51 102 204 306 408 493 34
15 2.0 20 700 34 68 136 272 425 561 697 34
16 2.0 20 1000 51 102 204 408 595 799 1003 34
17 2.5 25 300 21.5 42.5 85 149 233.5 297.5 382.5 42.5
18 2.5 25 500 32 63.5 127.5 255 382.5 510 616.5 42.5
19 2.5 25 700 42.5 85 170 340 531 701 871.5 42.5
20 2.5 25 1000 63.5 127.5 255 510 744 999 1253.5 42.5
21 3.0 30 300 25.5 51 102 178.5 280.5 357 459 51
22 3.0 30 500 38 76.5 153 306 459 612 739.5 51
23 3.0 30 700 51 102 204 400 637.5 841.5 1045.5 51
24 3.0 30 1000 76.5 153 306 612 892.5 1198.5 1504.5 51
25 3.5 35 300 29.5 59.5 119 208.5 327.5 416.5 535.5 59.5
26 3.5 35 500 44.5 89 178.5 357 535.5 714 863 59.5
27 3.5 35 700 59.5 119 238 464 743.5 982 1220 59.5
28 3.5 35 1000 89 178.5 357 714 1041.5 1398.5 1745 59.5
Lanjutan Tabel A

Rekomendasi Banyaknya ml atau g pestisida yang harus dibeli Banyaknya


ml atau g
pestisida
Baris ml atau g Vol Luas lahan (m²) diperlukan
ke semprot per tangki
l/ha (17 l)
per per
250 500 1000 2000 3000 4000 5000
l 10 l
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
29 4.0 40 300 34 68 136 238 374 476 612 68
30 4.0 40 500 51 102 204 408 612 816 986 68
31 4.0 40 700 68 136 272 544 850 1122 1394 68
32 4.0 40 1000 102 204 408 816 1190 1598 2006 68
33 4.5 45 300 38 76.5 153 268 420.5 535.5 688.5 76.5
34 4.5 45 500 57.5 114.5 229.5 459 688.5 918 1109.5 76.5
35 4.5 45 700 76.5 153 306 612 956 1262 1568.5 76.5
36 4.5 45 1000 114.5 229.5 459 918 1339 1798 2256.5 76.5
37 5.0 50 300 42.5 85 170 297.5 467.5 595 965 85
38 5.0 50 500 64 127.5 255 510 765 1020 1232.5 85
39 5.0 50 700 85 170 340 680 1062.5 1402.5 1742.5 85
40 5.0 50 1000 127.5 255 510 1020 1487.5 1997.5 1507.5 85

Tabel B : Jumlah tangki (17 l) yang diperlukan, berdasarkan luas lahan yang akan
disemprot untuk setiap penyemprotan

Rekomenda Jml. Tangki (17 l) yang diperlukan


Bari si kemasan
Luas lahan (m²)
s ke (liter air
per ha) 250 500 1000 2000 3000 4000 5000
1 2 3 4 5 6 7 8
1 300 0.5 1 2 3.5 5.5 7 9
2 500 0.75 1.5 3 6 9 12 14.5
3 700 1 2 4 8 12.5 16 20.5
4 1000 1.5 3 6 12 17.5 24 29.5

Contoh 1
Pak Ponidi mempunyai lahan seluas 3000 m² . Dia sudah memilih insektisida ”X” untuk
mengendalikan hama yang menyerang tanamannya. Pada petunjuk pemakaian dia membaca
diperlukan konsentrasi 2,5 ml/l dengan volume semprot 700 l air per ha.

Lihat pada Tabel A :


1. Rekomendasi konsentrasi adalah 2,5 ml/l dan vol. Semprot 700 l/ha
2. Rekomendasi 2,5 ml/l terdapat pada kolom 1 baris 17, 18, 19 dan 20.
3. Dia memilih baris 19 karena sesuai dengan rekomendasi (700 l/ha)
4. Luas lahannya 3000 m² , terdapat pada kolom 8.
5. Dari kolom 8 dan baris 19 terdapat angka 531 ml. Jadi untuk setiap penyemprotan dia harus
membeli 531 ml insektisida di toko.
6. Pada kolom 11 dan baris 19 terdapat angka 42,5 ml. Ini berarti setiap tangki dia harus
memasukkan 42,5 ml insektisida.
1 300 0.5 1 2 3.5 5.5 7 9
2 500 0.75 1.5 3 6 9 12 14.5
3 700 1 2 4 8 12.5 16 20.5
4 1000 1.5 3 6 12 17.5 24 29.5

Contoh 1
Pak Ponidi mempunyai lahan seluas 3000 m² . Dia sudah memilih insektisida ”X” untuk
mengendalikan hama yang menyerang tanamannya. Pada petunjuk pemakaian dia membaca
diperlukan konsentrasi 2,5 ml/l dengan volume semprot 700 l air per ha.

Lihat pada Tabel A :


1. Rekomendasi konsentrasi adalah 2,5 ml/l dan vol. Semprot 700 l/ha
2. Rekomendasi 2,5 ml/l terdapat pada kolom 1 baris 17, 18, 19 dan 20.
3. Dia memilih baris 19 karena sesuai dengan rekomendasi (700 l/ha)
4. Luas lahannya 3000 m² , terdapat pada kolom 8.
5. Dari kolom 8 dan baris 19 terdapat angka 531 ml. Jadi untuk setiap penyemprotan dia harus
membeli 531 ml insektisida di toko.
6. Pada kolom 11 dan baris 19 terdapat angka 42,5 ml. Ini berarti setiap tangki dia harus
memasukkan 42,5 ml insektisida.

Banyakny
Rekomendasi Banyaknya ml atau g pestisida yang harus dibeli
a ml atau
ml atau g Luas lahan (m²) g
Bar
Vol pestisida
is
sem diperluka
ke per per
prot 250 500 1000 2000 3000 4000 5000 n per
l 10 l
l/ha tangki (17
l)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
16 2.0 20 1000 51 102 204 408 595 799 1003 34
17 2.5 25 300 21.5 42.5 85 149 233.5 297.5 382.5 42.5
18 2.5 25 500 32 63.5 127.5 255 382.5 510 616.5 42.5
19 2.5 25 700 42.5 85 170 340 531 701 871.5 42.5
127.
20 2.5 25 1000 63.5 255 510 744 999 1253.5 42.5
5
Pada Tabel B
1. Pak Ponidi memilih baris 3 pada kolom 1 (sesuai dengan Tabel B)
2. Dia memilih kolom 6 karena luas lahannya 3000 m².
3. Dari kolom 6 dan baris 3 terdapat angka 12,5. Ini berarti untuk lahannya
diperlukan 12,5 tangki
Tabel B
Rekomendas Jml. Tangki (17 l) yang diperlukan
Bari i kemasan
Luas lahan (m²)
s ke (liter air per
ha) 250 500 1000 2000 3000 4000 5000
1 2 3 4 5 6 7 8
1 300 0.5 1 2 3.5 5.5 7 9
2 500 0.75 1.5 3 6 9 12 14.5
3 700 1 2 4 8 12.5 16 20.5
4 1000 1.5 3 6 12 17.5 24 29.5
Contoh 2
Pak Bedu mempunyai lahan seluas 1500 m². Dia ingin menyemprot penyakit yang
menyerang tanamannya, dan memilih fungisida ”Y”. Pada petunjuk tertulis :
diperlukan 30 gram/10 liter
Lihat pada Tabel A
1. Rekomendasi adalah 30 gram/10 liter.
2. Rekomendasi 30 gram/10 liter terdapat pada baris 21, 22, 23, dan 24.
3. Karena tidak ada rekomendasi untuk volume semprot, maka dipilih angka 500
dan ada pada baris 22.
4. Karena luas lahannya 1500 m², maka yang dilihat adalah luas lahan 500 m² +
1000 m² (kolom 5 dan 6)
5. Dari kolom 5 dan 6 serta baris 22 diperoleh angka 76,5 gram + 153 gram =
229,5 gram untuk jumlah fungisida
6. Pada baris 22 dan kolom 11 diperoleh angka 51 gram yaitu fungisida untuk
setiap tangki
Tabel A
Rekomendasi Banyaknya ml atau g pestisida yang harus dibeli Banyaknya ml
atau g
Bari ml atau g Vol Luas lahan (m²)
pestisida
s ke sempr
per per 500 1000 2000 3000 4000 5000 diperlukan per
ot l/ha 250
l 10 l tangki (17 l)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

178. 280.
21 3.0 30 300 25.5 51 102 357 459 51
5 5

739.
22 3.0 30 500 38 76.5 153 306 459 612 51
5

637. 841. 1045


23 3.0 30 700 51 102 204 400 51
5 5 .5

892. 1198 1504


24 3.0 30 1000 76.5 153 306 612 51
5 .5 .5

208. 327. 416. 535.


25 3.5 35 300 29.5 59.5 119 59.5
5 5 5 5

178. 535.
26 3.5 35 500 44.5 89 357 714 863 59.5
5 5

743.
27 3.5 35 700 59.5 119 238 464 982 1220 59.5
5
Pada Tabel B
1. Pak Bedu memilih baris 2 (sesuai dengan Tabel B)
2. Dia memilih kolom 3 dan 4 (karena luasnya 1500 m²)
3. Dari baris 2 dan kolom 3 serta 4 diperoleh angka 1,5 + 3 = 4,5. Ini berarti Pak
Bedu harus menyemprot lahannya sebanyak 4,5 tangki

Tabel B
Rekomenda Jml. Tangki (17 l) yang diperlukan
Bari si kemasan Luas lahan (m²)
s ke (liter air
250 500 1000 2000 3000 4000 5000
per ha)
1 2 3 4 5 6 7 8
1 300 0.5 1 2 3.5 5.5 7 9
2 500 0.75 1.5 3 6 9 12 14.5
3 700 1 2 4 8 12.5 16 20.5
4 1000 1.5 3 6 12 17.5 24 29.5

Soal Latihan Praktikum


1. Pak Surya memiliki lahan seluas 1000 m2 dan memilih pestisida XX dalam
rangka mengendalikan hama yang merusak tanamannya. Petunjuk pemakaian
disebutkan konsentrasi 2 ml/L dengan volume semprot 500 L air per ha.
Lihat pada Tabel A :
1. Rekomendasi konsentrasi adalah 2 ml/l dan vol. Semprot 500 l/ha
2. Rekomendasi 2 ml/l terdapat pada kolom 1 baris 13, 14, 15 dan 16.
3. Dia memilih baris 14 karena sesuai dengan rekomendasi (500 l/ha)
4. Luas lahannya 1000 m² , terdapat pada kolom 6.
5. Dari kolom 6 dan baris 14 terdapat angka 102 ml. Jadi untuk setiap
penyemprotan dia harus membeli 102 ml insektisida di toko.
6. Pada kolom 11 dan baris 14 terdapat angka 34 ml. Ini berarti setiap tangki
dia harus memasukkan 34 ml insektisida.
Tabel A : Banyaknya pestisida yang perlu dibeli berdasarkan luasan lahan untuk
setiap penyemprotan
Rekomendasi Banyaknya ml atau g pestisida yang harus dibeli Banyaknya
ml atau g
Baris ml atau g Luas lahan (m²) pestisida
Vol
ke per semprot diperlukan
per l 250 500 1000 2000 3000 4000 5000 per tangki
10 l l/ha
(17 l)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

12 1.5 15 1000 38 76.5 153 306 446.5 599.5 742 25.5


13 2.0 20 300 17 34 68 119 187 238 306 34
14 2.0 20 500 25.5 51 102 204 306 408 493 34
15 2.0 20 700 34 68 136 272 425 561 697 34
16 2.0 20 1000 51 102 204 408 595 799 1003 34
17 2.5 25 300 21.5 42.5 85 149 233.5 297.5 382.5 42.5
18 2.5 25 500 32 63.5 127.5 255 382.5 510 616.5 42.5
19 2.5 25 700 42.5 85 170 340 531 701 871.5 42.5
20 2.5 25 1000 63.5 127.5 255 510 744 999 1253.5 42.5

2. Kepala desa mempunyai lahan hasil warisan seluas 5000 m2. Beliau memilih
insectisida YY untuk mengendalikan hama pada tanaman di lahannya dengan
rekomendasi konsentrasi 3,5 ml/L dengan volume semprot 700 L air per ha.
Lihat pada Tabel A :
1. Rekomendasi konsentrasi adalah 3,5 ml/l dan vol. Semprot 700 l/ha
2. Rekomendasi 3,5 ml/l terdapat pada kolom 1 baris 25, 26, 27 dan 28.
3. Dia memilih baris 27 karena sesuai dengan rekomendasi (700 l/ha)
4. Luas lahannya 5000 m² , terdapat pada kolom 10.
5. Dari kolom 10 dan baris 27 terdapat angka 1220 ml. Jadi untuk setiap
penyemprotan dia harus membeli 1220 ml insektisida di toko.
6. Pada kolom 11 dan baris 27 terdapat angka 59,5 ml. Ini berarti setiap tangki
dia harus memasukkan 59,5 ml insektisida.
Rekomendasi Banyaknya ml atau g pestisida yang harus dibeli Banyaknya
ml atau g
ml atau g Luas lahan (m²)
Baris Vol pestisida
ke per per semprot diperlukan
l/ha 250 500 1000 2000 3000 4000 5000 per tangki
l 10 l
(17 l)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

24 3.0 30 1000 76.5 153 306 612 892.5 1198.5 1504.5 51


25 3.5 35 300 29.5 59.5 119 208.5 327.5 416.5 535.5 59.5
26 3.5 35 500 44.5 89 178.5 357 535.5 714 863 59.5
27 3.5 35 700 59.5 119 238 464 743.5 982 1220 59.5
28 3.5 35 1000 89 178.5 357 714 1041.5 1398.5 1745 59.5
29 4.0 40 300 34 68 136 238 374 476 612 68
30 4.0 40 500 51 102 204 408 612 816 986 68
31 4.0 40 700 68 136 272 544 850 1122 1394 68
32 4.0 40 1000 102 204 408 816 1190 1598 2006 68
3. Riko mempunyai lahan dengan luas 2000 m2. Riko akan menyemprot penyakit
yang menyerang dan memilih fungisida. Pada petunjuk dituliskan “diperlukan
20 gram/10 L dengan volume semprot 700 L per ha.
Pada Tabel B
1. Pak Ponidi memilih baris 3 pada kolom 1 (sesuai dengan Tabel B)
2. Dia memilih kolom 5 karena luas lahannya 3000 m².
3. Dari kolom 5 dan baris 3 terdapat angka 8. Ini berarti untuk lahannya
diperlukan 8 tangki

Tabel B : Jumlah tangki (17 l) yang diperlukan, berdasarkan luas lahan yang
akan disemprot untuk setiap penyemprotan
Rekomendasi Jml. Tangki (17 l) yang diperlukan
Baris kemasan
Luas lahan (m²)
ke (liter air per
ha) 250 500 1000 2000 3000 4000 5000
1 2 3 4 5 6 7 8
1 300 0.5 1 2 3.5 5.5 7 9

2 500 0.75 1.5 3 6 9 12 14.5

3 700 1 2 4 8 12.5 16 20.5

4 1000 1.5 3 6 12 17.5 24 29.5


DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, 2002. Petunjuk Praktikum Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman.


Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian. Universitas
Brawijaya. Malang 30 hal.
Borror, D.J., C.A. Triplehorn N.F. Johnson. 1996. Pengantar Pelajaran Serangga.
Edisi Keenam. Diterjemahkan Partosoedjono dan Brotowijoyo. Gadjah
Mada University Press. 1083 hal.
Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta. 754 hal.
Shepard, B.M., A.T. Barrion and J.A. Litsinger. 1987. Helpful Insects, Spiders and
Pathogens. IRRI. Los Banos. Philippines. 127 pages.
Syekhfani, 2003. Pengelolaan Tanah Secara Organik. Prosiding lokakarya
Pertanian Organik Nasional. Tanggal 7-8 Oktober 2002. Universitas
Brawijaya. Hal. 14-23.
Tarno, H. dan B.T. Rahardjo, 2003. Penuntun Praktikum Nematologi
Tumbuhan. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya. Malang. 26 hal.

Anda mungkin juga menyukai