Ebook Regulasi Dan SNI Proteksi Kebakaran
Ebook Regulasi Dan SNI Proteksi Kebakaran
1
HIMPUNAN STANDAR & REGULASI
BIDANG PROTEKSI KEBAKARAN DI INDONESIA
Editor :
Yusuf Effendi
Martina Indah Lestari
Diterbitkan Oleh :
ProteksiKebakaran.com
E-mail: yusuf@proteksikebakaran.com
Mobile : 08772216799
LinkedIn : http://www.linkedin.com/in/yusufeffendi
2.
3.
4.
A STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI)
1. SNI 03-1735-2000 Tata Cara Perencanaan Akses Bangunan Dan Akses
Lingkungan Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada
Bangunan Gedung.
2. SNI 03-1736-2000 Tata Cara Perencanaan Sistem Proteksi Pasif Untuk
Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Rumah
Dan Gedung.
3. SNI 03-1745-2000 Tata Cara Perencanaan Dan Pemasangan Sistem Pipa
Tegak Dan Slang Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran
Pada Bangunan Rumah Dan Gedung.
4. SNI 03-1746-2000 Tata Cara Perencanaan Dan Pemasangan Sarana Jalan Ke
Luar Untuk Penyelamatan Terhadap Bahaya Kebakaran
Pada Bangunan Gedung.
5. SNI 03-3985-2000 Tata Cara Perencanaan, Pemasangan Dan Pengujian Sistem
Deteksi Dan Alarm Kebakaran Untuk Pencegahan Bahaya
Kebakaran Pada Bangunan Gedung.
6. SNI 03-3989-2000 Tata Cara Perencanaan Dan Pemasangan Sistem Springkler
Otomatik Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada
Bangunan Gedung.
7. SNI 03-6570-2001 Instalasi Pompa Yang Dipasang Tetap Untuk Proteksi
Kebakaran.
8. SNI 03-6571-2001 Sistem Pengendalian Asap Kebakaran Pada Bangunan
Gedung.
9. SNI 03-6574-2001 Tata Cara Perancangan Pencahayaan Darurat, Tanda Arah
Dan Sistem Peringatan Bahaya Pada Bangunan Gedung.
10. SNI 09-7053-2004 Kendaraan Dan Peralatan Pemadam Kebakaran - Pompa
SNI 03-1735-2000
1. Ruang lingkup.
Standar ini dimaksudkan sebagai acuan yang diperlukan dalam perencanaan jalan
lingkungan dan akses ke bangunan gedung sehingga penyelamatan dan operasi
pemadaman kebakaran dapat dilakukan seefektif mungkin.
2. Acuan.
a). Fire Safety Bureau ,Singapore Civil Defence Force ; Fire Precautions in Buildings,
1997.
1 dari 45
SNI 03-1735- 2000
3.7.
lif kebakaran.
suatu sarana transportasi dalam bangunan gedung, yang mengangkut petugas kebakaran di
dalam kereta lif, yang bergerak naik-turun secara vertikal dan memenuhi persyaratan
penyelamatan yang berlaku.
3.8.
saf.
dinding atau bagian bangunan yang membatasi :
b). luncuran vertikal, saluran atau jalur sejenis, tetapi bukan cerobong/cerobong asap.
3.9.
springkler.
alat pemancar air untuk pemadaman kebakaran yang mempunyai tudung berbentuk
deflektor pada ujung mulut pancarnya, sehingga air dapat memancar kesemua arah secara
merata.
3.10.
tangga kebakaran yang dilindungi.
tangga yang dilindungi oleh saf tahan api dan termasuk didalamnya lantai dan atap atau
ujung atas struktur penutup.
3.11.
tangga kebakaran.
tangga yang direncanakan khusus untuk penyelamatan bila terjadi kebakaran.
4. Jalan lingkungan.
4.1*. Umum.
2 dari 45
SNI 03-1735- 2000
a). lebar minimum lapis perkerasan 6 m dan panjang minimum 15 m. Bagian-bagian lain
dari jalur masuk yang digunakan untuk lewat mobil pemadam kebakaran, lebarnya
tidak boleh kurang dari 4 m.
b). lapis perkerasan harus ditempatkan sedemikian agar tepi terdekat tidak boleh kurang
dari 2 m atau lebih dari 10 m dari pusat posisi bukaan akses pemadam kebakaran
diukur secara horisontal.
c)*. lapis perkerasan harus dibuat dari lapisan yang diperkuat agar dapat menyangga
beban peralatan pemadam kebakaran. Persyaratan perkerasan untuk melayani
bangunan yang ketinggian lantai huniannya melebihi 24 m harus dikonstruksi untuk
menahan beban statik mobil pemadam kebakaran seberat 44 ton dengan beban plat
kaki (jack).
d)*. lapis perkerasan harus dibuat sedatar mungkin dengan kemiringan tidak boleh lebih
dari 1 : 15, sedangkan kemiringan untuk jalur masuk maksimum 1 : 8,5.
e)*. lapis perkerasan dari jalur akses tidak boleh melebihi 46 m dan bila melebihi 46 m
harus diberi fasilitas belokan.
f)*. radius terluar dari belokan pada jalur masuk tidak boleh kurang darui 10,5 m dan harus
memenuhi persyaratan.
g). tinggi ruang bebas di atas lapis perkerasan atau jalur masuk mobil pemadam,
minimum 5 m untuk dapat dilalui peralatan pemadam tersebut.
h). jalan umum boleh digunakan sebagai lapisan perkerasan asalkan lokasi jalan tersebut
sesuai dengan persyaratan jarak dari bukaan akses pemadam kebakaran.
i). lapis perkerasan harus selalu dalam keadaan bebas rintangan dari bagian lain
bangunan, pepohonan, tanaman atau lain-lain, dan tidak boleh menghambat jalur
antara perkerasan dengan bukaan akses pemadam kebakaran.
4.2.3. Pada bangunan bukan hunian, seperti pabrik dan gudang serta bangunan hunian
dengan ketinggian lantai hunian di atas 10 m, harus disediakan jalur akses dan ruang lapis
perkerasan yang berdekatan dengan bangunan untuk peralatan pemadam kebakaran. Jalur
akses tersebut harus mempunyai lebar minimal 6 m dan posisinya minimal 2 m dari
bangunan dan dibuat minimal pada 2 sisi bangunan. Ketentuan jalur masuk harus
diperhitungkan berdasarkan volume kubikasi bangunan seperti ditunjukkan dalam tabel
4.2.3.
3 dari 45
SNI 03-1735- 2000
a). Pada keempat sudut area lapis perkerasan untuk mobil pemadam kebakaran harus
diberi tanda.
b). Penandaan sudut-sudut pada permukaan lapis perkerasan harus dari warna yang
kontras dengan warna permukaan tanah atau lapisan penutup permukaan tanah.
c). Area jalur akses pada kedua sisinya harus ditandai dengan bahan yang kontras dan
bersifat reflektif sehingga jalur masuk dan lapis perkerasan dapat terlihat pada malam
hari. Penandaan tersebut diberi jarak antara tidak melebihi 3 m satu sama lain dan
harus ditempatkan pada kedua sisi jalur. Tulisan “JALUR PEMADAM KEBAKARAN –
JANGAN DIHALANGI” harus dibuat dengan tinggi huruf tidak kurang dari 50 mm.
5. Hidran halaman.
5.1*. Tiap bagian dari jalur akses mobil pemadam di lahan bangunan harus dalam
jarak bebas hambatan 50 m dari hidran kota. Bila hidran kota yang memenuhi persyaratan
tersebut tidak tersedia, maka harus disediakan hidran halaman.
5.2*. Dalam situasi di mana diperlukan lebih dari satu hidran halaman, maka hidran-
hidran tersebut harus diletakkan sepanjang jalur akses mobil pemadam sedemikian hingga
tiap bagian dari jalur tersebut berada dalam jarak radius 50 m dari hidran.
5.3. Pasokan air untuk hidran halaman harus sekurang-kurangnya 2400 liter/menit
pada tekanan 3,5 bar, serta mampu mengalirkan air minimal selama 45 menit.
5.4. Jumlah pasokan air untuk hidran halaman yang dibutuhkan ditunjukkan pada
tabel 5.4.
Tabel 5.4.
Jumlah pasokan air hidran halaman
4 dari 45
SNI 03-1735- 2000
6. Bukaan akses.
6.1. Bukaan akses untuk petugas pemadam kebakaran dibuat melalui dinding luar
untuk operasi pemadaman dan penyelamatan. Bukaan tersebut harus siap dibuka dari
dalam dan luar atau terbuat dari bahan yang mudah dipecahkan, dan senantiasa bebas
hambatan selama bangunan dihuni atau dioperasikan.
6.2*. Ukuran bukaan akses petugas pemadam kebakaran tidak boleh kurang dari 850
mm lebar dan 1000 mm tinggi, dengan tinggi ambang bawah tidak lebih dari 1000 mm dan
tinggi ambang atas kurang dari 1800 mm di atas permukaan lantai bagian dalam.
6.3*. Bukaan akses pemadam kebakaran harus diberi tanda segitiga warna merah
dengan ukuran tiap sisi minimum 150 mm dan diletakkan pada sisi luar dan sisi dalam
dinding dan diberi tulisan : “AKSES PEMADAM KEBAKARAN – JANGAN DIHALANGI”
dengan ukuran tinggi minimal 50 mm.
Pengecualian :
6.4.1. Pada tiap lantai atau kompartemen kecuali lantai pertama dan ketinggian
bangunan tidak melebihi 40 m, harus ada 1 bukaan akses untuk tiap 620 m2 luas lantai,
ataupun bagian dari lantai harus memiliki 2 bukaan akses pemadam kebakaran pada setiap
lantai bangunan atau kompartemen.
6.4.3. Dalam suatu bangunan atau kompartemen yang dilengkapi seluruhnya dengan
sistem springkler otomatis, penentuan bukaan akses didasarkan atas perhitungan bukaan
akses untuk 6.200 m2 pertama pada basis 620 m2 untuk tiap bukaan akses, dan selanjutnya
diberikan tambahan bukaan akses berikutnya untuk luas lantai lebih dari 6.200 m2 dengan
basis 1.240 m2. Untuk tiap bukaan akses tersebut harus didistribusikan pada dinding-dinding
bangunan yang berlawanan.
6.4.4. Bila bukaan akses lebih dari 1 (satu), maka harus ditempatkan berjauhan satu
sama lain dan ditempatkan tidak dalam pada satu sisi bangunan. Bukaan akses harus
berjarak minimal 20 m satu sama lain diukur sepanjang dinding luar dari as ke as bukaan
akses.
6.4.5. Bila dalam bangunan ada ruangan dengan ketinggian langit-langit di atas
ketinggian normal langit-langit, maka dapat diberikan bukaan tambahan yang diletakkan
pada permukaan atas bukaan dinding luar ke dalam ruang atau area atas persetujuan
instansi yang berwenang.
6.4.6. Pada bangunan yang dinding luarnya terbatas dan sulit ditempatkan bukaan
akses, maka harus dilengkapi dengan instalasi pemadam kebakaran internal sesuai dengan
jenis dan fungsi bangunan.
5 dari 45
SNI 03-1735- 2000
7.1. Umum.
7.1.1. Pada bangunan gedung rendah yang tidak memiliki besmen, yang dalam
persyaratan jalur akses bagi petugas pemadam kebakaran akan dipenuhi oleh kombinasi
dari sarana jalan keluar dengan jalur akses kendaraan sebagaimana dimaksud pada butir
7.1.2.
7.1.2. Pada bangunan lainnya, masalah-masalah yang dihadapi saat mendekati lokasi
kebakaran dan berada dekat lokasi kebakaran dalam upaya menanggulangi kebakaran,
diperlukan persyaratan mengenai sarana atau fasilitas tambahan untuk menghindari
hambatan dan untuk memperlancar operasi pemadaman.
7.1.3. Fasilitas-fasilitas tambahan ini meliputi lif untuk pemadam kebakaran, tangga
untuk keperluan pemadaman kebakaran, dan lobi untuk operasi pemadaman kebakaran
yang dikombinasi di dalam suatu saf yang dilindungi terhadap kebakaran atau disebut
sebagai saf untuk pemadam kebakaran.
a). Bangunan yang lantainya terletak lebih dari 20 m di atas permukaan tanah atau di atas
permukaan jalur akses bangunan atau besmennya lebih dari 10 m di bawah
permukaan tanah atau permukaan jalur akses bangunan, harus memiliki saf untuk
pemadaman kebakaran yang berisi di dalamnya lif untuk pemadaman kebakaran.
6 dari 45
SNI 03-1735- 2000
b). Bangunan yang bukan tempat parkir sisi terbuka dengan luas tingkat bangunan seluas
600 m2 atau lebih, yang bagian atas tingkat tersebut tingginya 7,5 m di atas permukaan
jalur akses bangunan, harus dilengkapi dengan saf untuk tangga pemadam kebakaran
yang tidak perlu dilengkapi dengan lif pemadam kebakaran.
c). Bangunan dengan dua atau lebih lantai besmen yang luasnya lebih dari 900 m2, harus
dilengkapi dengan saf tangga kebakaran terlindung untuk petugas pemadam
kebakaran yang tidak perlu dilengkapi lif pemadam kebakaran.
d). Bilamana saf tangga kebakaran terlindung untuk pemadaman kebakaran diperlukan
untuk melayani besmen, maka saf tersebut tidak perlu harus pula melayani lantai-lantai
di atasnya, kecuali bila lantai-lantai atas tersebut bisa dicakup berdasarkan ketinggian
atau ukuran bangunan. Demikian pula halnya suatu saf yang melayani lantai-lantai di
atas lantai dasar tidak perlu harus melayani besmen, meskipun tidak begitu besar atau
dalam yang memungkinkan dapat dipenuhi. Hal yang penting adalah bahwa tangga
untuk pemadam kebakaran dan lif kebakaran harus mampu melayani semua tingklat-
tingkat menengah yang terletak di antara tingkat bangunan tertinggi dan terendah yang
dilayani.
e). Kompleks perbelanjaan harus dilengkapi dengan saf untuk pemadam kebakaran.
3). Kriteria yang sama mengenai luasan 900 m2 untuk setiap saf pemadam
kebakaran harus diterapkan untuk menghitung jumlah saf yang diperlukan bagi
besmen bangunan.
b). Penempatan saf untuk pemadam kebakaran harus sedemikian rupa, hingga setiap
bagian dari tiap lapis atau tingkat bangunan di luar permukaan akses masuk petugas
pemadam kebakaran, tidak lebih dari 60 m diukur dari pintu masuk ke lobi. Tindakan
7 dari 45
SNI 03-1735- 2000
pemadaman kebakaran yang ditentukan pada rute yang tepat untuk pemasangan
slang, apabila denah bangunan tidak diketahui pada tahap perancangan, maka setiap
bagian dari setiap tingkat bangunan harus tidak lebih dari 40 m, diukur berdasarkan
garis lurus yang ditarik langsung dari pintu masuk ke lobi pemadam kebakaran.
a). Setiap jalur tangga untuk pemadaman kebakaran dan saf kebakaran harus dapat
didekati melewati lobi pemadam kebakaran.
b). Semua saf untuk petugas pemadam kebakaran, harus dilengkapi dengan sumber air
utama untuk pemadaman yang memiliki sambungan outlet dan katup-landing di tiap
lobi pemadam kebakaran, kecuali pada level akses.
c). Saf untuk pemadaman kebakaran harus dirancang, dikonstruksi dan dipasang sesuai
ketentuan yang berlaku.
8 dari 45
SNI 03-1735- 2000
a)*. Pipa tegak kering, harus dipasang dalam bangunan dimana tinggi bangunan yang
layak ditempati lebih dari 24 m, tetapi tidak lebih dari 40 m.
b)*. Pipa tegak basah, harus dipasang dalam bangunan dimana tinggi bangunan yang
dihuni lebih dari 40 m.
c)*. Sistem pipa tegak kering dan sistem pipa tegak basah terpisah dalam bangunan, dapat
diijinkan oleh instansi yang berwenang.
8.2.2*. Tanpa melanggar persyaratan butir 8.2.1, pipa tegak kering harus pula
disediakan untuk setiap bagian dari besmen satu lantai atau lebih.
8.2.3*. Apabila bangunan mempunyai akses lebih dari satu pada lantai dasar atau jalan
umum, pengukuran tinggi untuk tujuan standar ini harus diambil dari permukaan lapis
perkerasan yang disediakan.
8.2.4*. Tanpa melanggar butir 8.2.1, persyaratan pipa tegak untuk bangunan kelas 1, 2
dan 3 yang mempunyai tinggi lantai hunian antara 10 m dan 40 m, harus dipasang pipa
tegak kering.
b)*. dalam daerah umum dan di dalam saf yang terlindung , sedekat mungkin di luar tangga
eksit jika tidak ada lobi stop asap.
c)*. di dalam tangga eksit bilamana tidak ada lobi stop asap dan daerah umum.
8.3.3*. Ukuran pipa tegak harus memenuhi SNI 03-1745 -2000, tentang : Tata cara
perencanaan dan pemasangan sistem pipa tegak dan slang untuk pencegahan bahaya
kebakaran pada bangunan gedung.
8.3.4*. Lokasi dan ketentuan untuk katup landing harus mengikuti ketentuan yang
berlaku.
8.3.5. Pemasangan pipa tegak harus memenuhi SNI 03-1745 -2000, tentang : Tata
cara perencanaan dan pemasangan sistem pipa tegak dan slang untuk pencegahan bahaya
kebakaran pada bangunan gedung.
8.4.1*. Semua bangunan yang dipasang dengan pipa tegak harus mempunyai jalan
akses untuk peralatan pompa dengan jarak 18 m dari sambungan pemadam kebakaran.
Sambungan pemadam kebakaran harus mudah dilihat dari jalan akses.
9 dari 45
SNI 03-1735- 2000
8.4.2. Persyaratan dan ketentuan sambungan pemadam kebakaran untuk sistem pipa
tegak sesuai SNI 03-1745 -2000, tentang : Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem
pipa tegak dan slang untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
Pipa sambungan antara sambungan pemadam kebakaran dan pipa tegak apabila digunakan
harus diusahakan sependek mungkin.
8.4.3*. Setiap pipa tegak, basah atau kering, untuk bangunan kelas 1, 2 dan 3, harus
dipasang dengan sambungan pemadam kebakaran langsung pada dasar dari pipa tegak.
Kapasitas pasokan air dari pipa air minum dan kapasitas penyimpanan untuk sistem pipa
tegak basah harus memenuhi persyaratan SNI 03-1745-2000, tentang : Tata cara
perencanaan dan pemasangan sistem pipa tegak dan slang untuk pencegahan bahaya
kebakaran pada bangunan gedung.
8.5.2*. Aliran.
Persyaratan aliran untuk sistem pipa tegak basah harus memenuhi ketentuan yang berlaku.
Tekanan kerja pada setiap pancaran pada katup landing dari sistem pipa basah harus dijaga
antara nilai minimum dan maksimum sesuai ketentuan yang berlaku.
8.5.4*. Tekanan statik dalam setiap pipa dari slang yang dihubungkan ke katup landing
dalam sistem pipa tegak basah harus tidak melebihi ketentuan yang berlaku.
8.5.5*. Lokasi dari tangki penyimpan dan kapasitasnya apabila dipersyaratkan harus
memenuhi ketentuan yang berlaku.
8.5.6*. Apabila pompa yang dipersyaratkan untuk sistem pipa tegak basah, persyaratan
yang berlaku harus diikuti. Pasokan daya, baik normal maupun darurat harus mengikuti
ketentuan yang berlaku.
Apabila bangunan dalam tahap pelaksanaan akan dilengkapi dengan pipa tegak, pipa tegak
harus dipasang bertahap sesuai tinggi bangunan selama pelaksanaan, semua keluaran,
katup landing dan masukan, tangki air dan pompa, dan hidran yang dipersyaratkan untuk
sistem harus dipasang dengan benar sesuai ketentuan dari instansi yang berwenang dan
mudah dioperasikan bila terjadi kebakaran.
10 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Apendiks - A
A.4.1. Untuk bangunan dengan tinggi lebih dari 10 m yang dihuni dari bangunan kelas
1, 2 dan 3, sambungan pemadam kebakaran harus dilengkapi pada kaki pipa tegak pada
lantai dasar.
Sambungan pipa tegak harus berjarak 18 m, langsung terlihat dari jalan akses mobil
pemadam kebakaran. Jendela ke ruang tidur, ruang duduk dan bukaan ke halaman
dipertimbangkan sebagai bukaan akses. Bagaimanapun, bukaan ini sebaiknya ditempatkan
sepanjang permukaan dinding luar yang menghadap lapisan perkerasan dan jalan akses.
Gambar A.4.1.
11 dari 45
SNI 03-1735- 2000
A.4.2.1. 4 m lebar bidang kerja sebaiknya diletakkan sepanjang sisi bangunan dimana
bukaan akses ditempatkan, tidak diperbolehkan menaikkan ketinggian bidang kerja dengan
timbunan tanah maupun landasan (platform) buatan.
4 m lebar bidang kerja sepanjang sisi bangunan digunakan untuk manuver tangga besi
petugas pemadam kebakaran. Panjang maksimum 45 m antara ujung jalan akses mobil
pemadam kebakaran dan ujung terjauh dari bidang kerja untuk mencegah kelebihan gerakan
dari petugas pemadam kebakaran.
Gambar A.4.2.1.
A.4.2.2.c. Kebutuhan lapis perkerasan harus direncanakan oleh ahli teknik profesional
untuk menjamin bahwa bidang kerja mampu menerima beban operasi mobil pemadam
kebakaran. Gambar A.4.2.2.c menunjukkan lokasi plat kaki (jack) yang ditempatkan pada
lapisan perkerasan.
12 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Gambar A.4.2.2.c
13 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Pengerasan dilakukan dengan lapisan metal atau lapisan beton atau plat beton pra cetak
berperforasi yang kuat menahan beban peralatan-peralatan kebakaran.
A.4.2.2.d. Kemiringan 1 : 8,5 untuk jalan normal kendaraan atau jalan akses dapat
digunakan oleh mobil pemadam kebakaran untuk berpindah dari satu titik ke titik yang lain.
Untuk lapisan perkerasan kemiringan tidak boleh melebihi 1 : 15, karena bila lebih, mobil
pemadam kebakaran tidak mampu beroperasi.
A.4.2.2.e.
14 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Gambar A.4.2.2.e.(2).
A.4.2.2.f. Gambar 4.2.2.f. menunjukkan lintasan suatu peralatan dan tidak dimaksud untuk
menunjukkan garis trotoar. Tidak boleh ada konstruksi apapun seperti tiang lampu atau
pohon yang berada di dalam radius luar putaran yang dapat menyebabkan rintangan
terhadap tangga besi yang dipasang pada mobil pemadam kebakaran.
Gambar A.4.2.2.f.
15 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Gambar A.5.1.
16 dari 45
SNI 03-1735- 2000
A.5.2. Hidran H1 dapat dihilangkan karena tidak mungkin tanah yang disebelah akan
digunakan untuk pemakaian lain, seperti gudang dan sebagainya. Hidran bersama yang
ditempatkan di tetangga tidak diperbolehkan. Penggunaan hidran bersama dengan tetangga
tidak diperbolehkan.
Gambar A.5.2.
17 dari 45
SNI 03-1735- 2000
A.6.2. Lebar minimum 850 mm sudah termasuk tiang jendela yang biasanya ada di
kosen jendela. Tinggi ambang bawah tidak boleh lebih dari 1000 mm untuk memudahkan
petugas pemadam kebakaran masuk/keluar dari bangunan.
Ambang bawah yang terlalu tinggi akan menyulitkan, karena petugas kebakaran bisa jatuh
pada waktu masuk ke dalam bangunan dan dapat menghalangi gerakan.
Gambar A.6.2.
18 dari 45
SNI 03-1735- 2000
A.6.3. Tanda akses pemadam kebakaran dengan warna merah yang menyolok.
Gambar A.6.3.
19 dari 45
SNI 03-1735- 2000
A.8.1. Sambungan pemadam kebakaran sebaiknya mudah dilihat dari jalan akses untuk
mencegah lambatnya penempatan petugas pemadam kebakaran yang datang. Untuk
mengendalikan dan membatasi agar digunakan hanya satu panjang slang maka sambungan
pemadam kebakaran harus tidak diletakkan lebih dari 18 m dari akses jalan. Semua
bangunan kelas 1, 2 dan 3 yang ketinggian lantai huniannya melebihi 10 m harus dipasang
pipa tegak. Sambungan pemadam kebakaran harus disediakan pada dasar dari setiap pipa
tegak.
Gambar A.8.1.
20 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Pipa dipasang tegak dalam bangunan gedung untuk tujuan pemadaman kebakaran,
dilengkapi dengan sambungan masuk untuk mobil pemadam kebakaran yang berada pada
permukaan akses dan katup landing pada berbagai lantai, yang dalam keadaan normal
kering, tetapi akan diisi dengan air yang dipompa dari mobil pompa pemadam kebakaran.
Untuk bangunan kelas 1, 2 dan 3, ketentuan pipa tegak dipersyaratkan jika tinggi bangunan
yang dihuni lebih dari 10 m.
Gambar A.8.2.1.a.
21 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Pipa yang dipasang tegak dalam bangunan untuk tujuan pemadaman kebakaran dan diisi
secara tetap dengan air dari pasokan yang bertekanan, dan dilengkapi dengan katup landing
pada berbagai lantai.
Gambar A.8.2.1.b.
22 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Apabila blok bangunan rumah tinggal mempunyai podium dan blok menara yang menyatu :
a). blok menara yang lebih dari 40 m tinggi yang dihuni harus dilengkapi dengan pipa
tegak basah.
b). kebutuhan untuk blok podium hanya perlu dilengkapi dengan pipa tegak kering.
Gambar A.8.2.1.c.
23 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Pipa tegak akan menjamin pasokan air yang mantap yang dibutuhkan oleh petugas
pemadam kebakaran selama keadaan darurat.
Pipa tegak ini akan menghindarkan pemasangan slang kebakaran yang terlalu lama dari
lantai dasar ke lantai besmen untuk memadamkan api.
Apabila inlet sambungan pemadam kebakaran berada pada dasar pipa tegak, katup landing
tidak dipersyaratkan untuk disediakan pada lantai satu.
Gambar A.8.2.2.
24 dari 45
SNI 03-1735- 2000
a). Untuk menentukan persyaratan pipa tegak untuk apartemen atau bangunan
maisonette, ketinggian yang dihuni harus diukur dari permukaan terendah jalan akses
mobil pemadam kebakaran dimana disediakan sambungan pemadam kebakaran.
b). Pipa tegak kering pada dasarnya adalah pipa air yang kosong. Pipa yang kosong perlu
diisi dengan air melalui inlet sambungan pemadam kebakaran dari mobil pemadam
kebakaran. Pipa tegak kering sebaiknya tidak melebihi 40 m tingginya untuk mencegah
tekanan pompa yang berlebihan.
c). Pipa tegak basah secara tetap diisi dengan air yang dapat memberikan laju aliran dan
tekanan yang diperlukan untuk memadamkan kebakaran, dan dilengkapi dengan
tangki air atas cukup untuk jangka waktu 60 menit. Masukan ke sambungan pemadam
kebakaran yang biasanya dipasangkan di lantai dasar, dimaksudkan untuk mengisi
tangki air tersebut.
Gambar A.8.2.3.
25 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Dengan berlakunya ketentuan pipa tegak kering untuk bangunan kelas 1, 2 dan 3 yang
melebihi 10 m dan tidak lebih dari 40 m ketinggian yang dihuni, maka tidak diperlukan
penyediaan lahan lapisan perkerasan untuk mobil pemadam kebakaran.
Jalan akses mobil pemadam kebakaran masih dibutuhkan untuk disediakan, dan harus
sedekat mungkin dengan bangunan dalam jarak 18 m dari inlet sambungan pemadam
kebakaran.
Gambar A.8.2.4.
26 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Setiap pipa tegak harus melayani tiap luas ruangan tidak lebih dari 930 m2 dari setiap
lantai yang dan dalam jangkauan 38 m dari katup landing.
Setiap titik pada ruangan di lantai harus tidak melebihi jarak 38 m dari katup landing. Luas
area yang dijangkau setiap pipa tegak tidak lebih dari 930 m2
27 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Ketentuan pipa tegak harus semua bagian dari setiap lantai berada dalam jangkauan
38 m dari katup landing, diukur sepanjang rute yang sesuai untuk pipa slang, termasuk
setiap jarak naik atau turun tangga.
Gambar A.8.3.2.a. (1) : Pipa tegak pada lobi yang dilindungi terhadap.
28 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Gambar A.8.3.2.b.
29 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Gambar A.8.3.2.c.: Penempatan pipa tegak harus tidak menghalangi jalur penyelamatan di
dalam tangga.
Gambar A.8.3.2.a, b, c.
Pipa tegak menyediakan pasokan air yang siap untuk digunakan petugas pemadam
kebakaran dalam bangunan, pipa tegak utama dan katup landing sebaiknya dilindungi dari
kerusakan karena api atau mekanis.
30 dari 45
SNI 03-1735- 2000
a). 100 mm, apabila pipa tegak tidak melebihi 40 m tingginya dan hanya satu katup
landing disediakan setiap lantainya.
31 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Tinggi pipa tegak adalah tinggi dari ketinggian yang dihuni, diukur dari permukaan akses
mobil pemadam kebakaran ke permukaan lantai finis dari lantai teratas yang dilayani oleh
pipa tegak, tanpa memperdulikan apakah pipa tegak akan diperpanjang di atas permukaan
atap.
Gambar A.8.3.3.b menunjukkan dua katup landing dipasang pada 2 lantai pada ketinggian
pipa tegak kurang dari 45 m, diameter nominal pipa tegak harus tidak kurang dari 150 mm.
Diagram di atas menunjukkan dua katup landing dipasang pada dua lantai di lanati teratas.
Walaupun tinggi pipa tegak tidak melebihi 45 m, diameter nominal minimum pipa tegak harus
tidak kurang dari 150 mm.
Apabila ketentuan membolehkan “ satu pipa tegak untuk setiap luas lantai lebih dari 930 m2,
dua buah katup landing harus disediakan pada setiap lantainya, dimana dalam kasus ini
diameter nominal dari pipa tegak harus 150 mm “. Bagaimanapun, persyaratan ini harus
tidak diterapkan untuk setiap lantai dengan luas melebihi 1400 m2.
A.8.3.4.
1) Semua pekerjaan pipa dan katup landing merupakan sistem pipa tegak di dalam
bangunan, harus dibatasi :
(a). di dalam suatu lobi yang diventilasi dari lobi yang diproteksi yang
mendekati tangga, apabila ini disediakan, atau
(b). di daerah terlindung lainnya yang dapat disetujui oleh instansi yang
berwenang.
2). Pipa tegak harus dipasang dan diproteksi terhadap kerusakan mekanis dan api.
3). Tidak ada bagian dari pipa tegak yang boleh dipasang dalam saf yang berisi pipa
gas, pipa uap atau pipa bahan bakar, atau kabel listrik.
4). Apabila tidak dipasang di daerah yang terlindung, pipa harus dibungkus atau
dilindungi dengan bahan yang mempunyai tingkat ketahanan api 2 jam.
32 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Blok Flat/Maisonette.
CONTOH A :
Gambar A.8.3.4.(1).
Pipa tegak tunggal disediakan dalam contoh A yang total luas daerah per
lantainya kurang dari 930 m2. Dalam penambahan jarak dari titik yang terjauh
pada unit rumah tinggal ke katup landing pipa tegak harus tidak melebihi 38 m,
diukur sepanjang rute lintasan.
CONTOH B :
Gambar A.8.3.4. ( 2 ).
33 dari 45
SNI 03-1735- 2000
(a). Dua pipa tegak dari pipa tegak utama dipersyaratkan pada contoh B, jika
total area lantai melebihi 930 m2, atau jika jangkauan atau jarak ke titik
terjauh melebihi 38 m.
(b). Titik terjauh dari beberapa apartemen melebihi 38 m dari pipa tegak.
Apabila katup landing dan pipa dipasang di luar lobi yang terlindung atau daerah yang
diperbolehkan oleh instansi yang berwenang, maka harus dilindungi oleh selubung tahan api
120/120/120 atau sesuai SNI 03-1736-2000 tentang tata cara perencanaan sistem proteksi
pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
A.8.4.1. Jarak antara inlet sambungan pemadam kebakaran dan peralatan pompa :
b). Pada dasar dari pipa tegak dipasang inlet sambungan pemadam kebakaran.
c). Masukan ke sambungan pemadam kebakaran dipasang di dinding luar bangunan dan
pada jarak 18 m dari jalan akses mobil pemadam kebakaran.
d). Suatu jalan akses dapat melayani lebih dari satu pipa tegak untuk satu atau lebih
bangunan dengan syarat memenuhi ketentuan dalam butir A.8.4.1.c.
34 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Gambar A.8.4.1.
A.8.4.3.
a). Masukan ke sambungan pemadam kebakaran harus disediakan pada dasar dari setiap
pipa tegak pada lantai dasar.
b). Panjang pipa horisontal antara inlet sambungan pemadam kebakaran dan pipa tegak
harus sependek mungkin.
c). Ini untuk mencegah pengelompokan inlet sambungan pemadam kebakaran yang
melayani pipa tegak yang ditempatkan pada lokasi berbeda di dalam blok dengan
maksud ketentuan mengenai jalan akses mobil pemadam kebakaran dapat dikurangi.
Sasaran utama penyediaan pipa tegak adalah untuk mengganti ketentuan akses mobil
pemadam kebakaran untuk masing-masing unit, sehingga ruang bebas menjadi lebih banyak
dan dapat digunakan untuk pemakaian lain.
Dengan menempatkan masukan ke sambungan pemadam kebakaran pada dasar dari pipa
tegak, akan menjamin bahwa tidak kurang satu sisi dari bangunan masih menghadap akses
mobil pemadam kebakaran.
35 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Gambar A.8.4.3.
A.8.5.1.
a). Untuk pipa tegak basah, penting bahwa tekanan dan aliran mencukupi pada setiap
saat untuk melayani sejumlah slang kebakaran sesuai yang dipersyaratkan.
b). Pasokan air ke pipa tegak sebaiknya tidak tergantung dari pasokan air yang memasok
instalasi lain termasuk untuk sistem pemadam kebakaran lainnya.
1). Masing-masing pipa tegak basah harus diisi dari tangki penyimpan yang
mempunyai kapasitas penyimpanan effektip mampu memasok air pada laju
1.620 liter/menit dalam waktu tidak kurang dari 30 menit.
2). Tangki penyimpanan harus otomatis dipasok langsung atau tidak langsung
melalui tangki lain dari pipa air umum. Pipa yang menyalurkan air dari pipa air
umum ke tangki mempunyai diameter tidak kurang dari 150 mm.
3). Tangki air untuk pemadaman yang tidak berfungsi sebagai tangki penyimpan
harus mempunyai kapasitas penyimpanan efektip tidak kurang dari 11,5 m3 untuk
setiap pipa tegak.
Tangki pemasok air untuk tujuan domestik tidak boleh dipakai sebagai tangki isap
untuk pipa tegak basah.
36 dari 45
SNI 03-1735- 2000
A.8.5.2.
a). Laju aliran minimum pasokan air harus dijaga dalam sistem pipa tegak basah pada
waktu 3 katup landing di dalam sistem pada posisi terbuka penuh; 1.620 liter/menit
untuk bangunan perumahan.
b). Apabila lebih dari satu pipa tegak basah dibutuhkan dalam setiap zona dalam
bangunan, pasokan air bersama harus memenuhi persyaratan di bawah ini
Apabila laju total pasokan air maksimum melebihi kondisi 1) dan 2) di bawah ini, harus
disediakan sistem pasokan air lainnya.
1). Untuk bangunan rumah tinggal, 1.620 liter/menit untuk pipa tegak pertama dan
13,5 liter/detik untuk setiap penambahan pipa tegak, sampai dengan laju total
pasokan maksimum 4.650 liter/menit.
2). Untuk bangunan bukan rumah tinggal atau bangunan hunian campuran 38 liter/
detik untuk pipa tegak pertama dan 1.140 liter/menit untuk setiap penambahan
pipa tegak, sampai dengan laju total pasokan maksimum 4.650 liter/menit.
A.8.5.3. Tekanan kerja minimum 3,5 bar dan maksimum 5,5 bar harus dijaga pada
setiap katup landing apabila dibuka penuh, sampai tiga buah katup landing.
A.8.5.4.
a). Untuk mengurangi risiko slang pecah, susunannya harus dibuat sesuai ketentuan yang
berlaku, sehingga apabila nozel ditutup, tekanan statik disetiap bagian slang yang
dihubungkan ke katup landing tidak melebihi 8 bar.
b). Untuk melepaskan kelebihan aliran dan tekanan lebih dari apa yang dipersyaratkan
(yaitu misalnya hanya satu nozel yang dipakai), sebuah badan katup landing harus
dilengkapi dengan katup kontrol tekanan yang kemudian secara permanen
dihubungkan ke pipa pelepas. Pipa pelepas ini harus sepanjang pipa tegak basah dan
berakhir ke tangki hisap atau saluran pembuangan.
A.8.5.5.
a). Lokasi dan jumlah tangki penyimpan ditentukan oleh perencanaan sistem pipa tegak
basah dan tingginya bangunan sesuai ketentuan yang berlaku.
b). Sangat penting bahwa pada tahap rancangan awal bangunan, jenis sistem pipa tegak
basah yang dirancang digambarkan untuk memungkinkan penempatan ruang pompa
dan tangki air.
c). Biasanya, tangki penyimpan dan pompa dipasang di ruang mekanikal di lantai teratas
dan atau besmen, dan di atap bangunan.
d). Kapasitas penyimpanan yang efektip tidak kurang dari 11,5 m3 untuk setiap pipa tegak.
37 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Catatan :
a). Tangki penyimpan ( “storage tank” ) adalah tangki air yang mempunyai kapasitas
penyimpanan efektip minimum mampu memasok air ke pipa tegak pada laju aliran
tertentu selama jangka waktu 30 menit.
1). sebuah tangki yang menerima sambungan pasokan air dari pipa PDAM, atau
c). Tangki hisap adalah tangki dimana pompa dapat menghisap air.
Gambar A.8.5.5.
1). Fungsi pipa tegak basah sama dengan pipa tegak kering. Bagaimanapun, pipa
diisi tetap dengan air dari pasokan bertekanan, dan dipasang dengan katup
landing pada setiap lantai.
2). Inlet sambungan pemadam kebakaran bekerja sebagai alternatif sarana pasokan
air ke sistem pipa tegak basah apabila pasokan air dari PDAM rusak atau tidak
cukup.
38 dari 45
SNI 03-1735- 2000
a). Pompa-pompa, sebagai bagian dari sistem pipa tegak, harus dilindungi dengan baik
dari pengaruh panas dan api. Pompa adalah peralatan yang vital dari sistem, pompa
seharusnya dipasang dalam ruangan yang mempunyai selubung dan pintu tahan api 2
jam.
b). Pompa harus dipilih memenuhi persyaratan rancangan sistem pipa tegak dan terdaftar
pada instansi yang berwenang.
c). Sistem komunikasi suara sebaiknya disediakan untuk komunikasi internal ke semua
ruang pompa.
d). Ventilasi mekanis dan pencahayaan listrik dalam ruang pompa harus dipasang dengan
pasokan daya cadangan untuk keadaan darurat.
Gambar A. 8.5.6.
a). Ketentuan pipa tegak basah dipersyaratkan apabila bangunan melebihi ketinggian
dihuni 40 m.
b). Pipa tegak kering digunakan sebelum ketinggian yang dihuni mencapai 40 m.
39 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Gambar A.8.6.2.b.
c). Pipa tegak dirubah dari kering ke basah dengan pemasangan pompa dan tangki air.
Gambar A.8.6.2.c.
A.8.6.3.
40 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Karena kurang cocok untuk menyediakan lif kebakaran untuk digunakan oleh petugas
pemadam kebakaran, lif proyek yang biasanya dipakai di lapangan dapat digunakan.
Lif proyek ini tidak perlu melayani tiga lantai teratas, sampai atap selesai dikerjakan.
Selama tahap konstruksi, mungkin ada pekerjaan lain, seperti pekerjaan galian dan
sebagainya yang akan mengganggu dipenuhinya ketentuan tentang jalur akses dan
ruang yang ada tidak memungkinkan untuk manuver mobil pemadam kebakaran.
Namun, setiap kemungkinan harus diambil untuk dapat menempatkan jalur akses ini.
Ini penting untuk tujuan pengendalian yang effektif operasi pemadaman kebakaran bila
kebakaran terjadi suatu waktu. Dari penjelasan di atas, alat pemadam api kimia ringan
seharusnya disediakan pada setiap lantai.
Pipa tegak dan katup landing harus disediakan pada setiap lantai, kecuali tiga lantai
teratas bangunan sesuai tambahan ketinggian bangunan, dan dibuat operasional.
Karena kurang cocok untuk menyediakan ukuran volume tangki air sesuai ketentuan
dan pompa sesuai aliran dan tekanan yang dipersyaratkan untuk 45 menit pemadaman
kebakaran, tangki untuk pemadaman minimum 11,5 m3 seharusnya disediakan,
dimana ini untuk memadamkan api selama 5 menit. Pada saat mobil pemadam
kebakaran datang, tangki ini dapat diisi lagi melalui hidran umum. Tangki pemadam
harus dibuat sebelum tinggi bangunan mencapai 40 m.
41 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Apendiks B
B. Klasifikasi bangunan.
Klasifikasi bangunan atau bagian dari bangunan ditentukan berdasarkan fungsi yang
dimaksudkan di dalam perencanaan, pelaksanaan, atau perubahan yang diperlukan pada
bangunan.
atau sejenisnya dengan luas total lantai kurang dari 300 m2 dan tidak ditinggali lebih
dari 12 orang secara tetap,
dan tidak terletak di atas atau di bawah bangunan hunian lain atau bangunan klas lain
selain tempat garasi pribadi.
B.2. Klas 2 : Bangunan hunian yang terdiri atas 2 atau lebih unit hunian,
yang umum digunakan sebagai tempat tinggal lama atau sementara oleh sejumlah orang
yang tidak berhubungan, termasuk :
b). bagian untuk tempat tinggal dari suatu hotel atau motel; atau
e). bagian untuk tempat tinggal dari suatu bangunan perawatan kesehatan yang
menampung karyawan-karyawannya.
42 dari 45
SNI 03-1735- 2000
tempat tinggal yang berada di dalam suatu bangunan klas 5, 6, 7, 8, atau 9 dan merupakan
tempat tinggal yang ada dalam bangunan tersebut.
bangunan toko atau bangunan lain yang dipergunakan untuk tempat penjualan barang-
barang secara eceran atau pelayanan kebutuhan langsung kepada masyarakat, termasuk :
b). ruang makan malam, bar, toko atau kios sebagai bagian dari suatu hotel atau motel ;
atau
b). gudang, atau tempat pamer barang-barang produksi untuk dijual atau cuci gudang.
bangunan gedung laboratorium dan bangunan yang dipergunakan untuk tempat pemrosesan
suatu produksi, perakitan, perubahan, perbaikan, pengepakan, finishing, atau pembersihan
barang-barang produksi dalam rangka perdagangan atau penjualan.
bangunan gedung yang dipergunakan untuk melayani kebutuhan masyarakat umum, yaitu :
b). Klas 9b : bangunan pertemuan, termasuk bengkel kerja, laboratorium atau sejenisnya
di sekolah dasar atau sekolah lanjutan, hal, bangunan peribadatan, bangunan budaya
atau sejenis, tetapi tidak termasuk setiap bagian dari bangunan yang merupakan klas
lain.
43 dari 45
SNI 03-1735- 2000
a). Klas 10a : bangunan bukan hunian yang merupakan garasi pribadi, carport, atau
sejenisnya.
b). Klas 10b : Struktur yang berupa pagar, tonggak, antena, dinding penyangga atau
dinding yang berdiri bebas, kolam renang, atau sejenisnya.
Bangunan atau bagian dari bangunan yang tidak termasuk dalam klasifikasi bangunan 1
sampai dengan 10 tersebut, dalam standar ini dimaksudkan dengan klasifikasi yang
mendekati sesuai peruntukannya.
Bangunan dengan klasifikasi jamak adalah bila beberapa bagian dari bangunan harus
diklasifikasikan secara terpisah, dan :
a). bila bagian bangunan yang memiliki fungsi berbeda tidak melebihi 10% dari luas lantai
dari suatu tingkat bangunan, dan bukan laboratorium, klasifikasinya disamakan dengan
klasifikasi utamanya ;
b). klas 1a, 1b, 9a, 9b, 10a, dan 10b adalah klasifikasi yang terpisah;
c). Ruang-ruang pengolah, ruang mesin, ruang mesin lif, ruang ketel uap, atau sejenisnya
diklasifikasikan sama dengan bagian bangunan dimana ruang tersebut terletak.
44 dari 45
SNI 03-1735- 2000
Bibliografi
1. Fire Safety Bureau, Singapore Civil Defence Force ; Fire Precautions in Buildings,
1997.
3. NFPA – 14 : Standard for the Installation of Standpipe and Hose Systems, 1996
Edition.
5. BSN : SNI 03-1745-2000 : Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem pipa
tegak dan slang untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung,
45 dari 45
SNI 03-1736-2000
1. Ruang lingkup.
1.1. Standar ini ditujukan untuk mengamankan dan menyelamatkan jiwa, harta benda
dan kelangsungan fungsi bangunan.
1.2. Standar ini mencakup ketentuan-ketentuan yang memperkecil resiko bahaya
kebakaran pada bangunan itu sendiri, maupun resiko perambatan api terhadap bangunan-
bangunan yang berdekatan sehingga pada saat terjadi kebakaran, bangunan tersebut masih
stabil dan tahan terhadap robohnya bangunan.
1.3. Standar ini juga mencakup ketentuan-ketentuan pencegahan perluasan api
antara bagian-bagian bangunan.
1.4. Standar ini menetapkan kriteria minimal untuk perancangan sistem proteksi pasif
sehingga usaha mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran pada bangunan gedung
dapat tercapai.
2. Acuan.
a). Building Code of Australia, 1996.
3. Istilah dan definisi.
3.1.
bahaya kebakaran
bahaya yang diakibatkan oleh adanya ancaman potensial dan derajat terkena pancaran api
sejak dari awal terjadi kebakaran hingga penjalaran api, asap dan gas yang ditimbulkan.
3.2.
dinding api.
dinding yang mempunyai ketahanan terhadap penyebaran api yang membagi suatu tingkat
atau bangunan dalam kompartemen-kompartemen kebakaran.
3.3.
dinding dalam.
dinding dalam yang merupakan dinding biasa atau bagian dinding.
3.4.
dinding luar.
dinding luar bangunan yang tidak merupakan dinding biasa .
3.5.
integritas.
dikaitkan dengan TKA adalah kemampuan untuk menahan penjalaran api dan udara panas
sebagaimana ditentukan pada standar.
1 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
3.6.
intensitas kebakaran.
laju pelepasan energi kalor diukur dalam watt, yang ditentukan baik secara teoritis maupun
empiris.
3.7.
isolasi.
yang dikaitkan dengan TKA adalah kemampuan untuk memelihara temperatur pada
permukaan yang tidak terkena panas langsung dari tungku kebakaran pada temperatur di
bawah 1400C sesuai standar uji ketahanan api.
3.8.
kelayakan struktur.
yang dikaitkan dengan TKA adalah kemampuan untuk memelihara stabilitas dan kelayakan
kapasitas beban sesuai dengan atandar yang dibutuhkan.
3.9.
ketahanan api.
yang diterapkan terhadap komponen struktur atau bagian lain dari bangunan yang artinya
mempunyai tingkat ketahanan api sesuai untuk komponen struktur atau bagian lain tersebut.
3.10.
kelas bangunan.
pembagian bangunan atau bagian bangunan sesuai dengan jenis peruntukan atau
penggunaan bangunan meliputi kelas 1 sampai kelas 10 yang rinciannya dapat dilihat pada
apendiks A.
3.11.
kompartemen kebakaran.
a). keseluruhan ruangan pada bangunan, atau
b). bila mengacu ke :
1). menurut persyaratan fungsional dan kinerja, adalah setiap bagian dari bangunan
yang dipisahkan oleh penghalang kebakaran/api seperti dinding atau lantai yang
mempunyai ketahanan terhadap penyebaran api dengan bukaan yang dilindungi
secara baik.
2). menurut persyaratan teknis, bagian dari bangunan yang dipisahkan oleh dinding
atau lantai yang mempunyai tingkat ketahanan api (TKA) tertentu.
3.12.
kompartemenisasi.
usaha untuk mencegah penjalaran kebakaran dengan cara membatasi api dengan dinding,
lantai kolom, balok, balok yang tahan terhadap api untuk waktu yang sesuai dengan kelas
bangunan.
3.13.
tempat parkir mobil terbuka.
parkir mobil yang semua bagian tingkat parkirnya mempunyai ventilasi yang permanen dari
bukaan, yang tidak terhalang melalui sekurang-kurangnya dari 2 sisi berlawanan atau hampir
berlawanan, dan :
2 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
a). tiap sisi mempunyai ventilasi tidak kurang 1/6 luas dari sisi yang lain, dan
b). bukaan tidak kurang dari ½ luas dinding dari sisi yang dimaksud.
3.14.
tidak mudah terbakar.
a). bahan yang tidak mudah terbakar sesuai standar.
b). konstruksi atau bagian bangunan yang dibangun seluruhnya dari bahan yang tidak
mudah terbakar.
3.15.
tingkat ketahanan api.
tingkat ketahanan api yang diukur dalam satuan menit, yang ditentukan berdasarkan standar
uji ketahanan api untuk kriteria sebagai berikut :
a). ketahanan memikul beban ( kelayakan struktur ).
b). ketahanan terhadap penjalaran api ( integritas ).
c). ketahanan terhadap penjalaran panas.
4. Persyaratan kinerja.
4.1. Suatu bangunan gedung harus mempunyai bagian atau elemen bangunan yang
pada tingkat tertentu bisa mempertahankan stabilitas struktur selama terjadi kebakaran, yang
sesuai dengan :
a). fungsi bangunan.
b). beban api.
c). intensitas kebakaran.
d). potensi bahaya kebakaran.
e). ketinggian bangunan.
f). kedekatan dengan bangunan lain.
g). sistem proteksi aktif yang terpasang dalam bangunan.
h). ukuran kompartemen kebakaran.
i). tindakan petugas pemadam kebakaran.
j). elemen bangunan lainnya yang mendukung.
k). evakuasi penghuni.
4.2. Suatu bangunan gedung harus memiliki elemen bangunan yang pada tingkat
tertentu dapat mencegah penjalaran asap kebakaran;
a). ke pintu kebakaran atau eksit;
b). ke unit-unit hunian tunggal dan koridor umum hanya berlaku pada banguna kelas 2, 3,
dan bagian kelas 4;
c). antar bangunan;
d). dalam bangunan, serta ditentukan sesuai butir 4.1.a sampai dengan butir 4.1.k.
tersebut di atas dan waktu evakuasi penghuni.
3 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
4.3. Ruang perawatan pasien pada bangunan kelas 9a harus dilindungi terhadap
penjalaran asap dan panas serta gas beracun yang ditimbulkan oleh kebakaran untuk dapat
memberikan waktu cukup agar evakuasi penghuni bisa berlangsung secara tertib pada saat
terjadi kebakaran.
4.4. Bahan dan komponen bangunan harus mampu menahan penjalaran kebakaran
untuk membatasi pertumbuhan asap dan panas serta terbentuknya gas beracun yang
ditimbulkan oleh kebakaran, sampai suatu tingkat yang cukup untuk :
a). waktu evakuasi yang diperlukan.
b). jumlah, mobilitas dan karakteristik penghuni/pemakai bangunan.
c). fungsi atau penggunaan bangunan.
d). sistem proteksi aktif yang terpasang.
4.5. Dinding luar bangunan yang terbuat dari beton yang kemungkinan bisa runtuh
dalam bentuk panel utuh (contoh beton yang berdiri miring dan beton pracetak) harus
dirancang sedemikian rupa, sehingga pada kejadian kebakaran dalam bangunan,
kemungkinan runtuh tersebut dapat dihindari, (ketentuan ini tidak berlaku terhadap
bangunan yang mempunyai 2 lantai di atas permukaan tanah).
4.6. Suatu bangunan harus mempunyai elemen bangunan yang pada tingkatan
tertentu mampu mencegah penyebaran asap kebakaran, yang berasal dari peralatan utilitas
yang berpotensi bahaya kebakaran tinggi atau bisa meledak akibat panas tinggi.
4.7. Suatu bangunan harus mempunyai elemen yang sampai pada batas-batas
tertentu mampu menghindarkan penyebaran kebakaran, sehingga peralatan darurat yang
dipasang pada bangunan akan terus beroperasi selama jangka waktu tertentu yang
diperlukan pada waktu terjadi kebakaran.
4.8. Setiap elemen bangunan yang dipasang atau disediakan untuk menahan
penyebaran api pada bukaan, sambungan-sambungan, tempat-tempat penembusan struktur
untuk utilitas harus dilindungi terhadap kebakaran sehingga diperoleh kinerja yang memadai
dari elemen tersebut.
4.9. Akses ke bangunan dan di sekeliling bangunan harus disediakan bagi tindakan
petugas pemadam kebakaran yang disesuaikan dengan :
a). fungsi atau penggunaan bangunan.
b). beban api.
c). intensitas kebakaran.
d). potensi bahaya kebakaran.
e). sistem proteksi aktif yang terpasang.
f). ukuran kompartemen kebakaran.
5. Ketahanan api dan stabilitas.
5.1. Pemenuhan persyaratan kinerja.
Persyaratan kinerja sebagaimana tercantum pada bagian 4 di atas, akan dipenuhi apabila
memenuhi persyaratan yang tercantum pada butir 5.2, 5.3, dan 5.4 serta bagian 6 dan
bagian 7.
4 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
5.2.1. Tipe A :
Konstruksi yang unsur struktur pembentuknya tahan api dan mampu menahan secara
struktural terhadap beban bangunan. Pada konstruksi ini terdapat komponen pemisah
pembentuk kompartemen untuk mencegah penjalaran api ke dan dari ruangan bersebelahan
dan dinding yang mampu mencegah penjalaran panas pada dinding bangunan yang
bersebelahan.
5.2.2. Tipe B :
Konstruksi yang elemen struktur pembentuk kompartemen penahan api mampu mencegah
penjalaran kebakaran ke ruang-ruang bersebelahan di dalam bangunan, dan dinding luar
mampu mencegah penjalaran kebakaran dari luar bangunan.
5.2.3. Tipe C :
Konstruksi yang komponen struktur bangunannya adalah dari bahan yang dapat terbakar
serta tidak dimaksudkan untuk mampu menahan secara struktural terhadap kebakaran.
5 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
6 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
3). Dinding pemikul beban seperti dinding dalam dan dinding pemisah tahan api
termasuk dinding-dinding yang merupakan bagian dari saf pemikul beban harus
dari bahan beton atau pasangan bata.
4). Bila suatu struktur yang tidak memikul beban yang berfungsi sebagai :
(a). dinding dalam yang disyaratkan tahan api.
(b). saf untuk lif, ventilasi, pembuangan sampah atau semacamnya yang tidak
digunakan untuk pembuangan atau pelepasan produk pembakaran.
maka harus dari konstruksi yang tidak mudah terbakar (non combustible).
5). Tingkat ketahanan api sebagaimana tercantum pada tabel 5.4.1. untuk kolom
luar, berlaku pula untuk bagian dari kolom dalam yang permukaannya
7 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
menghadap atau berjarak 1,5 m dari bukaan dan tepat berhadapan dengan
sumber api.
6). Persyaratan kolom dan dinding internal.
Bangunan dengan ketinggian efektif tidak lebih dari 25 m dan atapnya tidak
memenuhi tabel 5.4.1, tetapi mengikuti persyaratan butir 5.4.1.c), maka pada
lantai tepat di bawah atap, kolom-kolom internal di luar yang diatur dalam butir
5.4.1.a).5) serta dinding internal pemikul beban selain dinding-dinding api boleh
mempunyai :
(a). bangunan kelas 2 atau 3; TKA 60/60/60.
(b). bangunan kelas 5, 6, 7, 8 atau 9.
(1). bila jumlah lantai bangunan melebihi 3 lantai; TKA 60/60/60.
(2). bila jumlah lantai kurang dari 3 lantai; tidak perlu TKA.
b). Persyaratan lantai.
Konstruksi lantai tidak perlu mengikuti tabel 5.4.1, apabila :
1). terletak langsung di atas tanah.
2). di bangunan kelas 2, 3, 5 atau 9 yang ruang di bawahnya bukanlah suatu lapis
bangunan, tidak digunakan untuk menampung kendaraan bermotor, bukan suatu
tempat penyimpanan atau gudang ataupun ruang kerja dan tidak digunakan
untuk tujuan khusus lainnya.
3). lantai panggung dari kayu di bangunan kelas 9 b yang terletak di atas lantai yang
mempunyai TKA dan ruang di bawah panggung tersebut tidak digunakan untuk
kamar ganti pakaian, tempat penyimpanan atau semacamnya.
4). lantai yang terletak didalam unit hunian tunggal di bangunan kelas 2, 3 atau
bagian bangunan kelas 4.
5). lantai dengan akses terbuka (untuk menampung layanan kelistrikan dan
peralatan elektronik) yang terletak di atas lantai yang memiliki TKA.
6). persyaratan berkaitan dengan pembebanan lantai bangunan kelas 5 dan 9 b.
Pada lantai bangunan kelas 5 dan 9 b yang dirancang untuk beban hidup tidak
melebihi 3 kPa, maka :
(a). lantai di atasnya (termasuk balok lantai) dibolehkan memiliki TKA 90/90/90.
(b). atap, bila terletak langsung di atas lantai tersebut (termasuk balok atap)
dibolehkan memiliki TKA 90/60/30.
c). Persyaratan atap.
1). Penempatan atap di atas plat beton penutup tidak perlu memenuhi butir 5.1.
mengenai konstruksi tahan api, apabila :
(a). penutup dan bagian-bagian konstruksi yang terletak diantara penutup
tersebut dengan plat beton seluruhnya dari bahan tidak mudah terbakar.
(b). plat atap beton memenuhi tabel 5.4.1.
2). Suatu konstruksi atap tidak perlu memenuhi tabel 5.4.1. bila penutup atap terbuat
dari bahan tidak mudah terbakar dan bila pada bangunan tersebut :
8 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
9 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
(c). apabila suatu langit-langit yang memiliki ketahanan terhadap penjalaran api
awal, maka lubang cahaya atap harus dipasang sedemikian rupa agar bisa
mempertahankan tingkat proteksi yang diberikan oleh langit-langit ke ruang
atap.
d). Persyaratan stadion olahraga tertutup dan panggung terbuka.
Pada bangunan stadion olahraga dalam ruang dan panggung terbuka untuk penonton,
elemen bangunan berikut tidak memerlukan TKA sebagaimana dirinci dalam tabel
5.4.1. bila :
1). Elemen atap bilamana terbuat dari bahan tidak mudah terbakar.
2). Kolom-kolom dan dinding-dinding pemikul beban pendukung atap terbuat dari
bahan tidak mudah terbakar.
3). Tiap bagian yang bukan konstruksi pemikul beban dari dinding luar yang berjarak
kurang dari 3 m.
(a). mempunyai TKA tidak kurang -/60/60 dan dari bahan tidak mudah terbakar
bila berjarak kurang dari 3 m dari lokasi sumber api yang berhadapan.
(b). harus dari bahan tidak mudah terbakar bilamana berjarak 3 m dari dinding
luar panggung penonton terbuka lainnya.
e). Persyaratan bangunan tempat parkir.
1). Bangunan tempat parkir mobil di samping memenuhi butir 5.4.1.a), maka untuk
jenis ruang parkir dek terbuka perlu memenuhi tabel 5.4.1.(1) atau dilindungi
dengan sistem springkler sesuai persyaratan butir 7.1.3 dan bangunan tempat
parkir tersebut.
(a). merupakan bangunan terpisah.
(b). bagian dari bangunan yang menempati bagian dari satu lantai dan
dipisahkan dari bagian lainnya oleh dinding api.
2). Yang dimaksud bangunan parkir mobil dalam ketentuan ini :
(a). termasuk :
(1). ruang/kantor administrasi yang berkaitan dengan fungsi ruang parkir.
(2). bila bangunan tempat parkir tersebut dipasang sistem springkler,
disatukan dengan bangunan kelas 2 atau 3 dan menyediakan ruang
parkir untuk hunian tunggal yang terpisah, setiap kawasan tempat
parkir dengan luas tidak melebihi 10% dari luas lantai yang
digunakan semata-mata untuk melayani hunian tunggal.
(b). tidak termasuk :
(1). kecuali disebutkan untuk persyaratan butir 5.4.1.e).2).(a) tiap daerah
dari kelas bahan lainnya atau bagian-bagian lain dari bangunan kelas
7 tidak boleh digunakan sebagai tempat parkir.
(2). suatu bangunan atau bagian dari bangunan yang secara khusus
digunakan untuk tempat parkir truk, bis, van dan kendaraan
semacamnya.
10 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
Catatan :
LPT/M* = Rasio luas permukaan terekspos dengan massa perunit satuan panjang.
11 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
12 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
13 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
14 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
(c). permukaan bagian bawah dari penutup atap bilamana penutup atap
tersebut terbuat dari bahan tidak mudah terbakar dan tidak disambungkan
dengan kayu atau komponen bangunan lainnya dari bahan yang mudah
terbakar terkecuali dengan penopang atau berukuran 75 mm x 50 mm atau
kurang.
4). Dinding dalam dan dinding pembatas yang memikul beban (termasuk bagian saf
yang memikul beban) harus dari bahan beton ataupun pasangan bata.
5). Dinding dalam yang tidak memikul beban namun disyaratkan agar tahan api,
maka harus dari konstruksi tidak mudah terbakar.
6). Pada bangunan kelas 5, 6, 7, 8 atau 9 pada tingkat bangunan yang langsung
berada di bawah atap, kolom-kolom dan dinding-dinding dalam selain dinding-
dinding pembatas api dan dinding saf tidak perlu memenuhi tabel 5.4.2.
7). Lif, jalur ventilasi, pipa, saluran pembuangan sampah, dan saf-saf semacam itu
yang bukan untuk dilalui produk panas hasil pembakaran dan tidak memikul
beban, harus dari konstruksi yang tidak mudah terbakar, khususnya pada :
(a). bangunan kelas 2, 3 atau 9.
(b). bangunan kelas 5, 6, 7 atau 8 bilamana saf tersebut menghubungkan lebih
dari 2 lapis bangunan.
b). Persyaratan lantai.
Pada bangunan kelas 2 atau 3, kecuali dalam unit hunian tunggal, dan bangunan kelas
9, lantai yang memisahkan tingkat-tingkat bangunan ataupun berada di atas ruang
yang digunakan untuk menampung kendaraan bermotor atau digunakan untuk gudang
ataupun tujuan pemakaian lainnya harus :
1). Harus dikonstruksikan sedemikian rupa sehingga konstruksi lantai tersebut
terutama bagian bawahnya memiliki ketahanan terhadap penyebaran kebakaran
tidak kurang dari 60 menit.
2). Mempunyai lapis penutup tahan api pada permukaan bawah lantai termasuk
balok-balok yang menyatu dengan lantai tersebut, bilamana lantai tersebut dari
bahan mudah terbakar atau metal atau memiliki TKA tidak kurang dari 30/30/30.
c). Persyaratan tempat parkir.
1). Meskipun tetap mengacu kepada butir 5.4.1.a).5), suatu tempat parkir perlu
memenuhi persyaratan sebagaimana tersebut pada tabel 5.4.2.(1), bilamana
tempat parkir tersebut merupakan tempat parkir dengan dak terbuka atau
dilindungi dengan sistem springkler sesuai ketentuan pada SNI 03-3989-2000
tentang tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatis
untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan bangunan
tempat parkir tersebut merupakan :
(a). suatu bangunan tersendiri atau terpisah.
(b). suatu bagian dari suatu bangunan dan apabila menempati satu bagian dari
suatu tingkat bangunan atau lantai, bagian bangunan itu terpisahkan dari
bagian bangunan lainnya oleh dinding pembatas tahan api.
2). Untuk keperluan persyaratan ini, maka yang diartikan dalam tempat parkir :
(a). termasuk :
15 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
16 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
17 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
18 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
19 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
20 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
a). terletak pada lantai puncak bangunan dan hanya berisi peralatan-peralatan tata udara,
ventilasi atau lif, tangki air atau unit pelayanan atau utilitas sejenis.
b). bila sebagian lapis bangunan terletak di bawah permukaan tanah matang dan ruang di
bawah langit-langit tidak lebih dari 1 (satu) meter di atas ketinggian rata-rata
permukaan tanah pada dinding luar, atau bila dinding luar > 12 m panjangnya, diambil
rata-rata dari panjang dimana permukaan tanah miring adalah yang paling rendah.
5.5.3. Pada bangunan kelas 7 dan 8, suatu lantai yang memiliki ketinggian rata-rata
lebih dari 6 m, diperhitungkan sebagai :
a). satu lapis lantai bila merupakan satu-satunya lantai di atas permukaan tanah.
b). 2 (dua) lapis lantai untuk kasus lainnya.
5.10. Panggung terbuka untuk penonton dan stadion olahraga dalam ruang.
5.10.1. Suatu panggung terbuka untuk penonton atau Stadion Olahraga dapat dibuat
dari konstruksi Tipe C dan tidak perlu sesuai dengan persyaratan lain dari bagian ini bila
konstruksi tersebut memiliki tidak lebih dari satu baris tempat duduk bertingkat, dari
konstruksi tidak mudah terbakar, dan hanya memiliki ruang ganti, fasilitas sanitasi atau
semacamnya yang berada di bawah deretan tempat duduk.
5.10.2. Pada butir 1 di atas, sebaris tempat duduk bertingkat diartikan sebagai beberapa
baris tempat duduk namun berada pada satu lapis bangunan yang diperuntukkan untuk
menonton.
21 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
22 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
23 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
24 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
a). Ketinggian langit-langit kompartemen tidak lebih dari 12 meter, dilengkapi dengan
sistem pembuangan asap atau ventilasi asap dan panas sesuai pedoman teknis dan
standar teknis yang berlaku.
b). Ketinggian langit-langit lebih dari 12 meter, dilengkapi dengan sistem pembuangan
asap sesuai ketentuan yang berlaku.
6.3.3. Bila terdapat lebih dari satu bangunan pada satu kapling, dan :
a). Setiap bangunan harus memenuhi ketentuan butir 6.3.1 atau 6.3.2 di atas.
b). Bila jarak antara bangunan satu lainnya kurang dari 6 meter, maka seluruhnya akan
dianggap sebagai satu bangunan dan secara bersama harus memenuhi ketentuan
butir 6.3.1 atau 6.3.2 di atas.
25 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
a). Untuk luasan lantai melampaui 1.000 m2 harus dibagi menjadi daerah yang tidak lebih
dari 1.000 m2 oleh dinding-dinding dengan Tingkat Ketahanan Api (TKA) tidak kurang
dari 60/60/60.
b). Untuk luasan lantai melampaui 500 m2 harus dibagi menjadi daerah tidak lebih dari
500 m2 oleh dinding-dinding kedap asap sesuai dengan butir 4 di bawah.
c). Pada pembagian / pemisahan ruang bangsal dengan dinding-dinding tahan api
menurut butir 6.5.1 di atas dan butir 6.5.2.a) tidak diperlukan, dinding-dinding apapun
yang kedap asap menurut 6.5.2.b) di atas harus memiliki suatu TKA tidak kurang dari
60/60/60.
6.5.3. Daerah perawatan harus dibagi dalam luasan lantai tidak lebih dari 1000 m2
dengan dinding kedap asap sesuai butir 6.5.4 di bawah.
6.5.4. Suatu dinding kedap asap harus :
a). Tidak mudah terbakar, dan membentang hingga di bawah permukaan lantai, di
atasnya, di bawah penutup atap yang tidak mudah terbakar atau di bawah langit-langit
yang tahan mencegah perambatan api ke ruang di atasnya tidak kurang dari 60 menit.
b). Tidak digabungkan dengan luasan atau permukaan dari bahan kaca apapun, kecuali
bahan kaca jenis aman yang ditentukan berdasarkan standar yang berlaku.
c). Memiliki pintu keluar yang dilengkapi dengan pintu-pintu tahan asap sesuai ketentuan.
d). Tidak terdapat lubang bukaan apapun kecuali bukaan yang dikelilingi bagian yang
menembus dinding yang dilengkapi dengan penyetop api yang akan menghambat
jalannya asap.
e). Dilengkapi damper asap yang dipasang pada tempat saat saluran udara dari sistem
pengkondisian udara menembus dinding, kecuali sistem pengkondisian udaranya
membentuk bagian dari pengendali asap, atau yang diperlukan untuk tetap beroperasi
selama kebakaran.
6.5.5. Kompartemen-kompartemen kebakaran harus dipisahkan dari bagian bangunan
lain melalui dinding-dinding tahan api.
a). Pada konstruksi Tipe A – lantai dan langit-langitnya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
b). Pada konstruksi Tipe B – lantai dengan TKA tidak kurang dari 120/120/120 dan disertai
bukaan pada dinding-dinding luarnya yang membatasi daerah pasien, dipisahkan
secara vertikal sesuai dengan persyaratan pada butir 6.6, bila sebelumnya bangunan
dengan konstruksi Tipe A.
6.5.6. Pintu yang harus kedap asap atau memiliki TKA, yang tidak sama dengan pintu
yang berfungsi sebagai kompartemen kebakaran yang diperlengkapi dengan sistem
pengendalian asap terzonasi sesuai dengan standar yang berlaku, harus mempunyai satu
reservoir asap yang tidak melebar sejauh 400 mm dari samping bawah :
a). Penutup atap.
b). Lantai diatasnya.
c). Suatu langit-langit yang dirancang untuk mencegah aliran asap.
6.5.7. Untuk ruang-ruang yang berlokasi di dalam ruang perawatan pasien harus
dipisahkan dari ruang perawatan pasien dengan dinding-dinding yang TKA tidak kurang dari
26 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
60/60/60 dan menerus ke penutup atap dari bahan tidak mudah terbakar, lantai atau langit-
langit yang mampu mencegah perambatan api, pintu-pintunya harus dilindungi dengan pintu
yang mempunyai TKA tidak kurang dari -/60/30. Ruang-ruang tersebut adalah :
a). Dapur dan ruang penyiapan makanan yang mempunyai luas lantai lebih dari 30 m2.
b). Ruang yang terdiri dari fasilitas hyper baric (bilik bertekanan).
c). Ruang digunakan terutama untuk penyimpanan catatan-catatan medis dan mempunyai
luas lantai lebih dari 10 m2.
d). Ruang cuci (binatu) berisi peralatan dari jenis yang berpotensi menimbulkan kebakaran
(seperti pengering dengan gas).
27 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
6.7.2. Bukaan apapun pada dinding tahan api harus memenuhi bagian butir 6.4. diatas.
6.7.3. Kecuali untuk bahan rangka atap yang disiapkan dengan dimensi 75 mm x 50
mm atau kurang, kayu atau unsur bangunan lainnya yang mudah terbakar tidak boleh
melewati atau menyilang dinding tahan api.
6.7.4. Bila atap dari suatu bagian yang berhubungan lebih rendah dari atap bagian lain
dari bangunan, maka dinding tahan api tersebut harus melampaui ke permukaan bawah dari:
a). Penutup atap yang lebih tinggi, atau tidak kurang dari 6 m di atas penutup atap yang
lebih rendah, atau bila
b). Atap yang lebih bawah memiliki TKA tidak kurang dari TKA dinding tahan api dan tidak
ada bukaan lebih dekat dari 3 m terhadap dinding yang berada di atas atap yang lebih
rendah.
c). Atap yang lebih rendah ditutup dengan bahan tidak mudah terbakar dan bagian yang
lebih rendah tersebut dilengkapi dengan sistem springkler, atau dari rancangan
bangunannya dapat membatasi perambatan api dari bagian yang lebih rendah ke
bagian yang lebih tinggi.
6.8. Pemisahan berdasarkan klasifikasi pada lantai yang sama.
Bila suatu bangunan memiliki bagian-bagian yang berbeda klasifikasinya dan terletak
berjajar satu dengan lainnya pada lantai yang sama, maka :
6.8.1. Tiap unsur bangunan pada lantai tersebut harus mempunyai TKA lebih tinggi dari
ketentuan butir 5.2. untuk unsur tersebut pada klasifikasi yang sesuai.
6.8.2. Bagian-bagian tersebut harus dipisahkan melalui dinding tahan api dengan
ketentuan TKA lebih tinggi, sebagai berikut :
a). TKA 90/90/90 bila bagian-bagiannya dilayani oleh koridor umum yang sama, jalan
umum atau semacamnya dilantai tersebut.
b). TKA yang lebih tinggi dari yang tersebut pada ketentuan butir 5.2. untuk klasifikasi
yang sama.
28 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
6.10.1. Dalam bangunan yang disyaratkan harus dari konstruksi Tipe A : dinding-
dindingnya mempunyai TKA yang memenuhi ketentuan butir 5.2.
6.10.2. Dalam bangunan yang disyaratkan harus dari konstruksi Tipe B, dinding-
dindingnya:
a). Sesuai dengan 6.10.1 bila safnya adalah :
1). struktur yang memikul beban (load bearing).
2). bila safnya berada dalam daerah perawatan pasien pada bangunan kelas 9a.
6.10.3. Bukaan untuk pintu-pintu lif dan bukaan untuk utilitas harus dilindungi sesuai
ketentuan butir 6.4.
6.10.4. Kamar instalasi mesin lif kebakaran serta saf lif kebakaran harus dilindungi
dengan dinding yang tidak mudah terbakar sesuai dengan klasifikasi konstruksi
bangunannya.
29 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
7.1. Umum.
7.1.1. Seluruh bukaan harus dilindungi dan lubang utilitas harus diberi penyetop api
untuk mencegah merambatnya api serta menjamin pemisahan dan kompartemenisasi
bangunan.
7.1.2. Bukaan vertikal pada bangunan yang dipergunakan untuk saf pipa, saf ventilasi,
saf instalasi listrik harus sepenuhnya tertutup dengan dinding dari bawah sampah atas, dan
tertutup pada setiap lantai.
7.1.3. Apabila harus diadakan bukaan pada dinding sebagaimana dimaksud pada butir
7.1.2, maka bukaan harus dilindungi dengan penutup tahan api minimal sama dengan
ketahanan api dinding atau lantai.
30 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
31 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
32 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
33 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
34 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
35 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
7.11. Lubang tembus utilitas pada pintu keluar yang diisolasi terhadap
kebakaran.
Pintu-pintu keluar yang diisolasi terhadap kebakaran tidak boleh ditembus oleh perangkat
utilitas apapun selain dari :
7.11.1. Kabel-kabel listrik yang berkaitan dengan sistem pencahayaan atau sistem
tekanan udara yang melayani sarana keluar atau sistem inter komunikasi untuk melindungi
tanda “KELUAR”.
7.11.2. Ducting yang berkaitan dengan sistem pemberian tekanan udara bila hal itu :
a). Dibuat dengan bahan/material yang memiliki TKA tidak kurang dari 120/120/160 yang
melalui bagian-bagian lain dari bangunan.
b). Tidak terbuka saat melintasi bagian bangunan tersebut.
36 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
a). Bila berada dalam bangunan dengan konstruksi Tipe A dengan pintu tahan api yang
dapat menutup sendiri dengan TKA -/60/30.
b). Bila berada dalam bangunan dengan konstruksi Tipe B atau Tipe C dengan pintu yang
kokoh, terpasang kuat, yang dapat menutup sendiri dengan ketebalan tidak kurang dari
35 mm.
7.13.5. Bukaan-bukaan lainnya pada dinding-dinding dalam yang disyaratkan memiliki
TKA yang unsur keutuhan struktur dan unsur penahan panasnya tidak mengurangi kinerja
ketahanan api dari dinding.
7.13.6.
a). Pintu yang dipersyaratkan pada butir ini setidaknya dapat menutup secara otomatis
sesuai dengan butir 7.13.6.b) dan 7.13.6.c).
b). Pengoperasian penutup otomatis tersebut di atas harus diawali dengan aktifnya
detektor asap, atau detektor panas dan pemasangannya sesuai dengan ketentuan
yang berlaku dan ditempatkan pada setiap sisi dari dinding kebakaran berjarak lebih
dari 1.5 meter arah horizontal dari sisi bukaan yang dimaksud.
c). bila terdapat sistem alarm kebakaran dan sistem springkler yang dipasang di dalam
bangunan, maka pengaktifannya harus dapat pula mengawali beroperasinya perangkat
penutup otomatis.
7.13.7. Di dalam bangunan Kelas 2 atau 3 dimana jalur menuju pintu keluar (Eksit) tidak
memiliki pilihan lain dan berada disepanjang balkon lantai atau sejenisnya dan melalui
dinding luar dari:
a). unit hunian tunggal lainnya; atau
b). ruang yang tidak di dalam unit hunian tunggal,
maka dinding luar tersebut harus dibuat sedemikian agar cukup melindungi bagi penghuni
yang mencapai jalan keluar (Eksit).
7.13.8. Suatu dinding memenuhi butir 7.13.7 di atas, apabila dinding tersebut :
a). terbuat dari beton atau pasangan batu bata, atau bila bagian dalamnya dilapisi dengan
bahan anti api; dan
b). mempunyai jalan keluar/masuk dengan pintu yang dapat menutup sendiri, dengan
bahan inti pintu yang kokoh , kuat terpasang dengan ketebalan tidak kurang dari
35 mm; dan
c). mempunyai jendela atau bukaan lainnya yang terlindung sesuai dengan persyaratan
butir 7.5 atau ditempatkan pada sekurang-kurangnya 1.5 meter di atas lantai, balkon,
dan sejenisnya.
37 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
7.15.1. Suatu pintu atau panel dengan rangkanya, terbuat dari bahan tidak mudah
terbakar atau memiliki TKA tidak kurang dari -/30/30 bila bukaan terletak pada kompartemen
sanitasi.
7.15.2. Suatu pintu kebakaran yang dapat menutup sendiri dengan TKA -/60/30.
7.15.3. Panel jalan masuk yang mempunyai TKA tidak kurang dari -/60/30.
7.15.4. Suatu pintu dari konstruksi tidak mudah terbakar bila saf tersebut adalah saf
untuk pembuang sampah.
38 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
a). Menembus dinding, lantai atau langit-langit, tapi bukan langit-langit yang diperlukan
memiliki ketahanan terhadap rambatan api yang baru mulai.
b). Menghubungkan tidak lebih dari 2 kompartemen kebakaran sebagai tambahan adanya
saf-saf pelindung perangkat utilitas yang tahan api.
7.16.7. Instalasi utilitas berupa suatu sakelar listrik, stop kontak dan sejenisnya yang
dipasang sesuai dengan spesifikasi instalasi yang memenuhi syarat sebagaimana tercantum
pada butir 7.16.
7.17. Persyaratan penembus pada dinding, lantai, dan langit-langit oleh utilitas
bangunan.
7.17.1. Lingkup.
Ketentuan ini menjelaskan tentang bahan dan metoda instalasi utilitas atau peralatan
mekanikal dan elektrikal yang menembus dinding, lantai dan langit-langit yang disyaratkan
memiliki TKA.
7.17.2. Penerapan.
a). Persyaratan ini berlaku menurut ketentuan ini sebagai alternatif sistem yang telah
dibuktikan melalui pengujian dalam rangka memenuhi ketentuan pada butir 7.16.
b). Persyaratan ini tidak berlaku untuk instalasi di langit-langit yang dipersyaratkan
mempunyai ketahanan terhadap penjalaran kebakaran awal atau untuk instalasi
pemipaan yang berisi atau dimaksudkan untuk mengalirkan cairan ataupun gas mudah
terbakar.
39 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
40 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
2). saat pengujian dilakukan menurut butir 7.17.7.e), pemakaian bahan penyetop api
tidak melemahkan kinerja ketahanan api dari pelat uji.
b). Instalasi.
Bahan penyetop api harus diisikan dan dimampatkan kedalam celah antara utilitas dan
dinding, lantai atau langit-langit dengan cara dan penekanan yang seragam
sebagaimana dilakukan saat pengujian menurut butir 7.17.7.a).1) atau 7.17.7.a).2).
c). Konstruksi lubang/rongga.
Bilamana suatu pipa menembus dinding berongga (seperti dinding pengaku, dinding
berongga atau dinding berlubang lainnya) atau lantai serta langit-langit berongga,
maka rongga tersebut harus diberi rangka dan dipadatkan dengan bahan penyetop api
dan diatur sebagai berikut :
1). dipasang sesuai ketentuan butir 7.17.7.b) hingga ketebalan 25 mm sekeliling
penembusan atau sekeliling sarana utilitas yang menembus dinding atau lantai
ataupun langit-langit serta sepanjang kedalaman penuh dari penembusan
tersebut.
2). terpasang mantap dan bebas serta tidak dipengaruhi oleh fungsi utilitas dari
pemindahan ataupun pemisahan dari permukaan utilitas dan dinding, lantai
ataupun langit-langit.
d). Lekukan.
Bila suatu sakelar elektrik, soket, stop kontak listrik ataupun sejenisnya harus
diletakkan dalam suatu lekukan di dalam dinding atau lantai ataupun langit-langit
berlubang, maka :
1). lubang yang secara langsung berada di belakang utilitas harus diberi rangka dan
dirapatkan dengan bahan penutup api sesuai dengan butir 7.17.7.c).
2). bagian belakang dan sisi-sisi utilitas harus diproteksi dengan papan pelapis
tahan panas yang identik dan memiliki ketebalan yang sama dengan utilitas
tersebut.
e). Pengujian.
Pengujian untuk menentukan kecocokan bahan penyetop api dengan ketentuan ini
dilakukan sebagai berikut :
1). contoh uji terdiri atas pelat beton yang tidak kurang dari 100 mm tebalnya dan
bila perlu diberi tulangan untuk ketepatan struktur selama pembuatan,
pengangkutan dan pengujian.
2). pelat beton tersebut harus mempunyai sebuah lubang berdiameter 50 mm tepat
ditengah-tengah dan lubang tersebut harus diisi rapat-rapat dengan bahan
penyetop api.
3). pelat contoh uji tersebut selanjutnya dikondisikan sesuai standar yang berlaku.
4). dua buah termokopel sesuai standar harus dilekatkan di permukaan atas
penutup lubang dengan setiap termokopel berjarak kira-kira 5 mm dari tengah-
tengah pelat.
5). pelat harus diuji mendatar, sesuai standar yang berlaku dan harus memperoleh
TKA 60/60/60.
41 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
7.19. Kolom yang dilindungi dengan konstruksi ringan untuk TKA tertentu.
7.19.1. Bila kolom yang dilindungi dengan konstruksi ringan agar mencapai TKA tertentu,
melewati suatu unsur bangunan yang mempunyai TKA atau memiliki ketahanan terhadap
rambatan api, maka harus diupayakan sehingga kinerja ketahanan api dari unsur bangunan
yang dilewati tidak berkurang atau rusak.
7.19.2. Metoda dan material yang digunakan harus sama dengan prototip konstruksi
yang telah mencapai TKA yang diperlukan atau memiliki ketahanan rambatan api.
42 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
Apendiks A
Klasifikasi bangunan atau bagian dari bangunan ditentukan berdasarkan fungsi yang
dimaksudkan di dalam perencanaan, pelaksanaan, atau perubahan yang diperlukan pada
bangunan.
A.1. Kelas 1 : Bangunan hunian biasa.
satu atau lebih bangunan yang merupakan :
a). Klas 1a : bangunan hunian tunggal, berupa :
1). satu rumah tunggal ; atau
2). satu atau lebih bangunan hunian gandeng, yang masing-masing
bangunannya dipisahkan dengan suatu dinding tahan api, termasuk rumah
deret, rumah taman, unit town house, villa, atau
b). Klas 1b : rumah asrama/kost, rumah tamu, hostel,
atau sejenisnya dengan luas total lantai kurang dari 300 m2 dan tidak ditinggali lebih
dari 12 orang secara tetap,
dan tidak terletak di atas atau di bawah bangunan hunian lain atau bangunan klas lain
selain tempat garasi pribadi.
A.2. Klas 2 : Bangunan hunian yang terdiri atas 2 atau lebih unit hunian,
yang masing-masing merupakan tempat tinggal terpisah.
A.3. Klas 3 : Bangunan hunian di luar bangunan klas 1 atau 2,
yang umum digunakan sebagai tempat tinggal lama atau sementara oleh sejumlah orang
yang tidak berhubungan, termasuk :
a). rumah asrama, rumah tamu, losmen ; atau
b). bagian untuk tempat tinggal dari suatu hotel atau motel; atau
c). bagian untuk tempat tinggal dari suatu sekolah; atau
d). panti untuk orang berumur, cacat, atau anak-anak; atau
e). bagian untuk tempat tinggal dari suatu bangunan perawatan kesehatan yang
menampung karyawan-karyawannya.
A.4. Klas 4 : Bangunan hunian campuran.
tempat tinggal yang berada di dalam suatu bangunan klas 5, 6, 7, 8, atau 9 dan merupakan
tempat tinggal yang ada dalam bangunan tersebut.
A.5. Klas 5 : Bangunan kantor.
bangunan gedung yang dipergunakan untuk tujuan-tujuan usaha profesional, pengurusan
administrasi, atau usaha komersial, di luar bangunan klas 6, 7, 8 atau 9.
43 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
44 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
45 dari 46
SNI 03 – 1736 - 2000
Bibliografi
46 dari 46
SNI 03-1745-2000
Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem pipa tegak dan slang
untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan
gedung.
1. Ruang lingkup.
1.1. Standar ini mencakup persyaratan minimal untuk instalasi pipa tegak dan sistem hidran
/slang pada bangunan gedung.
1.2. Standar ini tidak mencakup persyaratan untuk pemeriksaan berkala, pengujian, dan
pemeliharaan sistem pipa tegak.
2. Acuan.
a). NFPA 14, Standard for the Installation of Standpipe and Hose Systems, 1996 Edition.
b). Fire Safety Bureau, Singapore Civil Defence Force, “Fire Precautions in Buildings 1997”
3.2.
alat pembatas tekanan.
suatu katup atau alat yang direncanakan untuk tujuan mengurangi tekanan aliran air pada kondisi
aliran akhir (residual).
3.3.
bangunan gedung bertingkat tinggi.
Suatu bangunan gedung yang mempunyai ketinggian lebih dari 24 m ( 80 feet ). Ketinggian
bangunan harus diukur dari permukaan terendah jalan masuk mobil pemadam kebakaran ke lantai
dari lantai tertinggi yang dihuni.
3.4.
disetujui.
BSN bukan instansi yang menyetujui, memeriksa, atau memberikan sertifikat pada setiap instalasi,
prosedur, peralatan atau bahan. Dalam menentukan persetujuan instalasi, prosedur, peralatan
atau bahan, instansi yang berwenang menggunakan dasar standar ini atau standar lain yang
setara bila dalam standar ini tidak tersebut.
3.5*.
instansi yang berwenang.
Suatu instansi yang berwenang dan bertanggung jawab untuk menyetujui ; peralatan, instalasi
atau prosedur.
1 dari 52
SNI 03-1745-2000
3.6.
katup kontrol.
suatu katup yang dipakai untuk mengontrol sistem pasokan air dari sistem pipa tegak.
3.7.
katup kontrol tekanan.
suatu katup penurun tekanan yang beroperasinya terkendali direncanakan untuk tujuan membatasi
tekanan air hilir ke nilai spesifik dibawah kondisi mengalir (akhir/residual) dan tidak mengalir
(statik).
3.8*.
katup penurun tekanan.
suatu katup yang direncanakan untuk tujuan mengurangi arus tekanan air pada kondisi mengalir
(sisa/residual) dan tidak mengalir (statik).
3.9.
katup slang.
katup pada sambungan slang tunggal.
3.10.
kebutuhan sistem.
laju aliran dan tekanan sisa yang disyaratkan dari suatu pasokan air, diukur pada titik sambungan
dari pasokan air ke sistem pipa tegak, untuk menyalurkan sebagai berikut :
a). laju aliran air total yang dipersyaratkan untuk sistem pipa tegak seperti yang dispesifikasi-
kan pada butir 7-9.
b). tekanan akhir (residual) minimum pada sambungan slang terjauh secara hidraulis seperti
dispesifikasikan pada butir 7-7; dan laju aliran air minimum untuk sambungan springkler
pada sistem kombinasi.
3.11.
kotak hidran.
suatu kotak yang di dalamnya terdiri dari rak slang, slang nozel, dan katup slang.
3.12.
pipa cabang.
suatu sistem pemipaan, umumnya dalam bidang horisontal, menghubungkan satu atau lebih
sambungan slang dengan pipa tegak.
3.13.
pipa tegak.
bagian pipa yang naik keatas dari sistem pemipaan yang menyalurkan pasokan air untuk
sambungan slang, dan springkler pada sistem kombinasi, tegak lurus dari lantai ke lantai.
3.14.
pipa tegak basah.
suatu sistem pipa tegak dimana pipa berisi air setiap saat.
2 dari 52
SNI 03-1745-2000
3.15.
pipa tegak kering.
suatu sistem pipa tegak yang direncanakan berisi air hanya bila sistem digunakan.
3.16.
pipa utama.
bagian dari sistem pipa tegak yang memasok air ke satu atau lebih pipa tegak.
3.17.
sambungan pemadam kebakaran.
suatu sambungan dimana petugas pemadam kebakaran dapat memompakan air ke dalam sistem
pipa tegak.
3.18.
sambungan slang.
suatu kombinasi peralatan yang disediakan untuk penyambungan slang ke sistem pipa tegak,
termasuk katup slang yang berulir.
3.19.
sistem kombinasi.
sistem pipa tegak yang mempunyai pemipaan untuk memasok sambungan slang dan sistem
springkler.
3.20.
sistem pipa tegak.
suatu susunan dari pemipaan, katup, sambungan slang, dan kesatuan peralatan dalam bangunan,
dengan sambungan slang yang dipasangkan sedemikian rupa sehingga air dapat dipancarkan
atau disemprotkan melalui slang dan nozel, untuk keperluan memadamkan api, untuk
mengamankan bangunan dan isinya, serta sebagai tambahan pengamanan penghuni. Ini dapat
dicapai dengan menghubungkannya ke sistem pasokan air atau dengan menggunakan pompa,
tangki, dan peralatan seperlunya untuk menyediakan pasokan air yang cukup ke sambungan
slang.
3.21.
sistem pipa tegak manual.
suatu sistem pipa tegak yang hanya dihubungkan dengan sambungan pemadam kebakaran untuk
memasok kebutuhan sistem.
3.22.
sistem pipa tegak otomatik.
suatu sistem pipa tegak yang dihubungkan ke suatu pasokan air yang mampu memasok
kebutuhan sistem pada setiap saat, dan tidak memerlukan kegiatan selain membuka katup slang
untuk menyalurkan air pada sambungan slang.
3.23.
sistem pipa tegak semi otomatik.
suatu sistem pipa tegak yang dihubungkan ke suatu pasokan air yang mampu memasok
kebutuhan sistem pada setiap saat dan memerlukan gerakan alat kontrol untuk menyalurkan air
pada sambungan slang.
3 dari 52
SNI 03-1745-2000
3.24.
tekanan akhir (residual).
tekanan yang bekerja pada suatu titik dalam sistem dengan suatu aliran yang disalurkan oleh
sistem.
3.25.
tekanan nozel.
tekanan yang dipersyaratkan pada sisi masuk nozel untuk menghasilkan pancaran air yang
dibutuhkan oleh sistem.
3.26.
tekanan statik.
Tekanan yang bekerja pada suatu titik dalam sistem dengan tanpa aliran dari sistem.
3.27.
terdaftar.
Sarana untuk mengidentifikasi peralatan terdaftar yang dilakukan oleh instansi yang berwenang
berdasarkan pengkajian kualitas produk. Peralatan yang belum terdaftar atau belum diberi label
harus tidak digunakan.
3.28.
zona sistem pipa tegak.
suatu sub bagian vertikal berdasarkan ketinggian dari sistem pipa tegak.
4. Komponen-komponen sistem.
4.1*. Umum.
Komponen sistem pipa tegak harus mengikuti ketentuan ini. Semua perlengkapan dan bahan yang
dipakai dalam sistem pipa tegak harus dari tipe yang disetujui. Komponen sistem harus mampu
menerima tekanan kerja tidak kurang dari pada tekanan maksimum yang ditimbulkan pada lokasi
yang terkait di dalam setiap kondisi sistem, termasuk tekanan yang terjadi bila pompa kebakaran
dipasang permanen yang bekerja dengan katup tertutup.
4.2.1. Pipa atau tabung yang dipakai dalam sistem pipa tegak harus mengikuti ketentuan
yang berlaku.
4.2.2. Bilamana pipa baja yang dipakai dan penyambungan dengan las sesuai ketentuan
yang berlaku, tebal dinding nominal minimum untuk tekanan sampai dengan 20,7 bars (300 psi)
harus sesuai skedule 10 untuk ukuran pipa sampai dengan 125 mm (5 inci); 3,40 mm (0,134 inci)
untuk pipa 150 mm ( 6 inci ); dan 4,78 mm (0,188 inci) untuk pipa 200 mm (8 inci) dan 250 mm (10
inci).
4.2.3. Bilamana pipa baja disambung dengan fitting ulir, tebal dinding minimum harus sesuai
dengan pipa skedul 30 [untuk ukuran 200 mm (8 inci) dan lebih besar] atau pipa skedul 40 [untuk
ukuran pipa kurang dari 200 mm (8 inci)] dengan tekanan sampai dengan 20,7 bar (300 psi).
4.2.4. Tabung tembaga sesuai ketentuan yang berlaku, harus mempunyai tebal jenis K, L
atau M bila digunakan dalam sistem pipa tegak.
4 dari 52
SNI 03-1745-2000
4.2.5. Pipa atau tabung jenis lain diteliti kesesuaiannya untuk digunakan pada instalasi pipa
tegak yang telah disetujui penggunaannya, boleh dipasang sesuai ketentuan yang berlaku .
Belokan dari pipa baja skedul 40 dan jenis K dan L untuk tabung tembaga dibolehkan bila dibuat
dengan tanpa menekuk, merusak, mengurangi diameter, atau penyimpangan lain dari bentuk
bulat. Jari-jari belokan minimum harus 6 x diameter pipa untuk ukuran 50 mm ( 2 inci ) dan yang
lebih kecil, dan 5 x diameter pipa untuk ukuran 65 mm ( 2½ inci ) dan yang lebih besar.
4.3.1. Alat penyambung yang dipakai dalam sistem pipa tegak harus memenuhi ketentuan
yang berlaku.
4.3.2. Alat penyambung jenis lain, diteliti kesesuaiannya untuk digunakan pada instalasi pipa
tegak yang telah terdaftar, boleh dipasang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4.3.3. Alat penyambung harus lebih kuat bila tekanan melampaui 12,1 bar (175 psi).
Pengecualian 1 :
Fitting dari besi tuang standar dengan ukuran diameter 50 mm ( 2 inci ) atau lebih kecil dibolehkan dipakai pada tekanan
tidak lebih dari 20,7 bar ( 300 psi ).
Pengecualian 2 :
Fitting dari besi tuang standar dengan ukuran diameter 150 mm ( 6 inci ) atau lebih kecil diboleh-kan dipakai pada
tekanan tidak lebih dari 20,7 bar ( 300 psi ).
Union tidak boleh dipakai pada pipa yang lebih besar dari 50 mm ( 2 inci ). Kopling digunakan
untuk pipa yang lebih besar dari 50 mm ( 2 inci ).
4.4.1.1. Semua pipa dan alat penyambung yang diulir pembuatan ulirnya harus sesuai
ketentuan yang berlaku
4.4.1.2. Pita (tape) atau bahan sejenisnya harus dipakai hanya pada ulir laki-laki.
5 dari 52
SNI 03-1745-2000
Pengecualian :
Pengelasan pipa tegak yang dipasang di dalam bangunan yang sedang dalam tahap konstruksi, diperbolehkan hanya
bila konstruksinya tidak mudah terbakar, kandungan di dalamnya tidak mudah terbakar, dan proses pengelasannya
sesuai ketentuan yang berlaku.
4.4.2.3. Alat penyambung yang digunakan untuk menyambung pipa harus disetujui, harus
dibuat di pabrik atau diproduksi sesuai standar yang berlaku. Penyambungan alat penyambung
dilakukan sesuai prosedur pengelasan yang baik.
Pengecualian :
4.4.2.4. Pengelasan tidak boleh dilakukan bila hujan atau angin kencang di tempat pengelasan.
a). lubang-lubang pipa yang akan disambung harus sama dengan diameter_dalam dari alat
penyambung, sebelum alat penyambung disambungkan.
e). plat baja tidak boleh dilas pada ujung pipa atau alat penyambung.
g). mur, jepitan, batang bermata, tumpuan sudut atau pengikat-pengikat, tidak boleh dilas ke
pipa atau alat penyambung.
4.4.2.6. Apabila akan mengurangi ukuran pipa pada saat pemasangan, harus digunakan alat
penyambung pengurang ukuran yang dirancang untuk tujuan tersebut.
4.4.2.7. Pemotongan dan pengelasan dengan busur las tidak diijinkan dalam perbaikan dan
perubahan sistem pipa tegak.
4.4.2.7. Kualifikasi.
4.4.2.7.1. Suatu prosedur pengelasan yang baik harus ditentukan oleh kontraktor atau pabrik
sebelum pengelasan dilakukan. Kualifikasi dari prosedur pengelasan yang akan digunakan dan
kemampuan dari pengelas atau operator mesin las harus memenuhi atau melampaui persyaratan
sesuai ketentuan/standar yang berlaku.
Kontraktor atau pabrik harus bertanggung jawab untuk semua pengelasan yang mereka hasilkan.
Setiap kontraktor atau pabrik harus menyiapkan prosedur pengelasan untuk menjamin kualitas
6 dari 52
SNI 03-1745-2000
pengelasan secara tertulis dan disampaikan ke instansi yang berwenang sesuai persyaratan pada
butir 4.4.2.5.
4.4.2.8. Catatan-catatan.
4.4.2.9.1. Pengelas atau operator mesin las harus memaraf/tanda tangan pada sisi yang terdekat
dengan hasil lasannya pada penyelesaian setiap pengelasan.
4.4.2.9.2. Kontraktor atau pabrik harus menyiapkan catatan-catatan penting yang perlu
disampaikan ke instansi yang berwenang, mengenai prosedur-prosedur yang digunakan, pengelas
atau operator mesin las yang digunakan mereka bersama dengan paraf/tanda tangan hasil las
mereka. Catatan harus menunjukkan tanggal, hasil pengelasan dan kualifikasi kemampuannya.
4.4.3.1. Pipa disambungkan dengan alat penyambung yang beralur harus dengan suatu
kombinasi : alat penyambung yang terdaftar, gasket dan alur. Potongan alur harus sesuai dengan
alat penyambungnya.
4.4.3.2. Alat penyambung dengan alur, termasuk gasket yang dipakai pada sistem pipa tegak
kering harus terdaftar bila digunakan untuk pipa kering.
Pengecualian 1 :
Sambungan solder diijinkan untuk sistem pipa tegak basah yang tampak pada klasifikasi hunian bahaya kebakaran
ringan.
Pengecualian 2 :
Sambungan solder diijinkan untuk sistem pipa tegak basah pada klasifikasi hunian bahaya kebakaran ringan dan
sedang apabila pipa tegak basah tersebut tersembunyi.
Metoda-metoda penyambungan yang lain diselidiki untuk kesesuaian dalam sistem pipa tegak dan
terdaftar penggunaannya, apabila dipasang menurut batasan-batasan yang terdaftar, termasuk
instruksi-instruksi pemasangannya.
4.4.6.2. Pipa yang digunakan dengan alat penyambung yang terdaftar dan perlakuan pada
ujung pipa, harus sesuai dengan instruksi-instruksi pemasangan alat pemasang dari pembuat dan
alat penyambung yang terdaftar.
7 dari 52
SNI 03-1745-2000
4.5. Gantungan.
4.5.1. Umum.
Pengecualian :
Gantungan yang direkomendasikan oleh asosiasi profesi, termasuk persyaratan berikut diijinkan untuk dipakai :
a). gantungan-gantungan direncanakan untuk dapat menahan lima kali berat pipa berisi air, ditambah 114 kg (250
lb) pada masing-masing titik penahan pemipaan.
b). semua titik-titik penahan cukup kuat menahan sistem pipa tegak.
Perhitungan detail yang menggambarkan tegangan yang terjadi pada penggantung dan pemipaan,
termasuk faktor keamanan, harus diserahkan, apabila disyaratkan oleh instansi yang berwenang
untuk penilaian.
4.5.1.1. Komponen gantungan yang dirakit, dimana dipasang secara langsung pada pipa atau
rangka gedung harus didaftar.
Pengecualian :
Gantungan baja lunak yang dibentuk dari besi batangan tidak dipersyaratkan didaftar.
Pengecualian.
Komponen-komponen dari bahan yang tidak mengandung bahan besi yang telah dibuktikan dengan uji api untuk
pemakaian pada bahaya kebakaran dan terdaftar untuk tujuan ini, serta setara dengan persyaratan lain dari bagian ini
boleh digunakan.
4.5.1.3. Pemipaan pipa tegak harus ditahan secara tepat pada struktur bangunan, yang akan
menahan beban tambahan dari pipa berisi air ditambah minimum 114 kg ( 250 lb ), diterapkan
pada titik gantungan.
4.5.1.4. Apabila pemipaan pipa tegak dipasang di bawah dakting (ducting), pemipaan harus
ditahan pada struktur bangunan atau pada penahan dakting yang telah disiapkan mampu
menahan beban dakting dan beban spesifik sesuai butir 4.5.1.3.
4.5.1.5. Ukuran minimum besi siku atau pipa pada gantungan trapis yang membentang antara
gordeng atau anak balok yang tercantum dalam tabel 4.5.1.5.b.
Ukuran atau bentuk lain yang mempunyai momen inersia sama atau lebih besar dari besi siku atau
pipa boleh digunakan.
8 dari 52
SNI 03-1745-2000
Semua besi siku harus digunakan dengan sisi vertikal yang lebih panjang. Bagian dari gantungan
trapis harus diamankan untuk mencegah peluncuran.
Apabila sebuah pipa digantung pada sebuah gantungan trapis pipa dengan diameter kurang dari
diameter pipa yang ditahan, cincin, tali pengikat atau gantungan clevis dengan ukuran yang
disesuaikan dengan pipa penahan harus digunakan pada kedua ujungnya.
4.5.1.6. Ukuran batang-batang gantungan dan pengikat yang dibutuhkan untuk menahan besi
siku atau pipa yang ditunjukkan pada tabel 4.5.1.5.a harus memenuhi butir 4.5.4.
4.5.1.7. Pemipaan pipa tegak atau gantungan-gantungan tidak boleh digunakan untuk
menahan komponen sistem lain.
Tabel 4.5.1.5.(a) : Momen inersia yang dipersyaratkan untuk bagian dari trapis.(inci3)
Jarak gantungan
Diameter pipa ( inci )
trapis
(ft) (m) 1 1¼ 1½ 2 2½ 3 3½ 4 5 6 8 10
0,08 0,09 0,09 0,09 0,10 0,11 0,12 0,13 0,15 0,18 0,24 0,32
1 ft 6 in 0,46
0,08 0,09 0,09 0,10 0,11 0,12 0,13 0,15 0,18 0,22 0,30 0,41
0,11 0,12 0,12 0,13 0,13 0,15 0,16 0,17 0,20 0,24 0,32 0,43
2 ft 0 in 0,61
0,11 0,12 0,12 0,13 0,15 0,16 0,18 0,20 0,24 0,29 0,40 0,55
0,14 0,14 0,15 0,16 0,17 0,18 0,20 0,21 0,25 0,30 0,40 0,54
2 ft 6 in 0,76
0,14 0,15 0,15 0,16 0,18 0,21 0,22 0,25 0,30 0,36 0,50 0,68
0,17 0,17 0,18 0,19 0,20 0,22 0,24 0,26 0,31 0,36 0,48 0,65
3 ft 0,91
0,17 0,18 0,18 0,20 0,22 0,25 0,27 0,30 0,36 0,43 0,60 0,82
0,22 0,23 0,24 0,25 0,27 0,29 0,32 0,34 0,41 0,48 0,64 0,87
4 ft 1,22
0,22 0,24 0,24 0,26 0,29 0,33 0,36 0,40 0,48 0,58 0,80 1,09
0,28 0,29 0,30 0,31 0,34 0,37 0,40 0,43 0,51 0,59 0,80 1,08
5 ft 1,52
0,28 0,29 0,30 0,33 0,37 0,41 0,45 0,49 0,60 0,72 1,00 1,37
0,33 0,35 0,36 0,38 0,41 0,44 0,48 0,51 0,61 0,71 0,97 1,30
6 ft 1,83
0,34 0,35 0,36 0,39 0,44 0,49 0,54 0,59 0,72 0,87 1,20 1,64
0,39 0,40 0,41 0,44 0,47 0,52 0,55 0,60 0,71 0,83 1,13 1,52
7 ft 2,13
0,39 0,41 0,43 0,46 0,51 0,58 0,63 0,69 0,84 1,01 1,41 1,92
0,44 0,46 0,47 0,50 0,54 0,59 0,63 0,68 0,81 0,95 1,29 1,73
8 ft 2,44
0,45 0,47 0,49 0,52 0,59 0,66 0,72 0,79 0,96 1,16 1,61 2,19
0,50 0,52 0,53 0,56 0,61 0,66 0,71 0,77 0,92 1,07 1,45 1,95
9 ft 2,74
0,50 0,53 0,55 0,59 0,66 0,74 0,81 0,89 1,08 1,30 1,81 2,46
0,56 0,58 0,59 0,63 0,68 0,74 0,79 0,85 1,02 1,19 1,61 2,17
10 ft 3,05
0,56 0,59 0,61 0,65 0,74 0,82 0,90 0,99 1,20 1,44 2,01 2,74
Catatan tabel :
Nilai yang di atas untuk pipa skedul 10, nilai yang di bawah untuk pipa skedul 40.
Tabel ini didasarkan pada tegangan lentur maksimum yang diijinkan 15 KSI dan beban konsentrasi pada titik tengah
jarak gantungan dari 4,6 m ( 15 ft ) dari pipa air yang diisi air ditambah 113 kg ( 250 lb).
9 dari 52
SNI 03-1745-2000
10 dari 52
SNI 03-1745-2000
4.5.2.1. Komponen yang dibenarkan yang tertanam dalam beton, boleh dipasang untuk
penahan gantungan. Klos kayu tidak boleh digunakan.
4.5.2.2. Penahan ekspansi yang terdaftar untuk menahan pipa-pipa pada konstruksi beton
boleh dipakai pada posisi horisontal dari sisi balok. Pada beton yang mempunyai batu kerikil atau
batu pecahan (aggregate), penahan ekspansi boleh dipakai pada posisi vertikal, untuk menahan
pipa-pipa dengan diameter 100 mm ( 4 inci ) atau kurang.
4.5.2.3. Untuk menahan pipa dengan diameter 125 mm ( 5 inci ) dan lebih besar, penahan
ekspansi, jika digunakan dalam posisi vertikal, harus dipasang selang seling dengan gantungan-
gantungan yang dihubungkan langsung ke bagian struktur, seperti konstruksi rangka atau anak
balok, atau sisi-sisi balok beton.
Bila tidak ada bagian struktur yang bisa dipakai, pipa dengan diameter 125 mm ( 5 inci ) dan lebih
besar boleh ditahan semuanya dengan penahan ekspansi pada posisi vertikal, tetapi harus diberi
jarak tidak boleh lebih dari 3 m ( 10 f).
4.5.2.4. Penahan ekspansi tidak boleh digunakan di langit-langit dari bahan gypsum atau
sejenisnya atau pada beton terak.
Pengecualian :
Penahan ekspansi boleh digunakan pada beton terak pada pipa cabang, dilengkapi selang seling dengan baut atau
gantungan yang melekat pada balok.
4.5.2.6. Lubang-lubang untuk penahan ekspansi di sisi balok beton harus diletakkan diatas
garis tengah balok atau diatas dasar batang baja yang diperkuat.
4.5.3.1. Rangka beton cor-coran dan rangka las dan perkakas yang digunakan untuk
memasang alat ini harus terdaftar. Ukuran pia, posisi pemasangan dan bahan konstruksi harus
sesuai dengan daftar tersendiri.
4.5.3.2. Contoh yang mewakili beton sebagai rangka harus diuji untuk menentukan rangka
dapat menahan beban minimum 341 kg ( 750 lb ) untuk pipa 50 mm ( 2 inci ) atau lebih kecil, 454
kg ( 1000 lb ) untuk pipa 65 mm ( 2½ inci ), 80 mm ( 3 inci ) dan 90 mm ( 3½ inci), dan 545 kg (
1200 lb) untuk pipa 100 mm ( 4 inci ) atau 125 mm ( 5 inci ).
4.5.3.3. Koppling penambah boleh dilekatkan langsung ke rangka cor-coran atau rangka las.
4.5.3.4. Rangka las atau bagian gantungan lainnya tidak boleh dilekatkan dengan las ke baja
kurang dari 12-gauge U.S standard.
11 dari 52
SNI 03-1745-2000
4.5.4.1. Ukuran batang gantungan harus sama seperti yang disetujui untuk penggunaan
dengan gantungan yang dirakit dan tidak boleh kurang dari apa yang tercantum pada tabel
4.5.4.1.
Pengecualian.
Batang dengan diameter yang lebih kecil dibolehkan dipakai apabila gantungan yang dirakit telah diuji dan didaftar oleh
laboratorium dan dipasang di dalam batas-batas ukuran pipa yang ditentukan dalam daftar tersendiri. Untuk ulir yang di
roll, ukuran batang tidak boleh kurang dari diameter akan ulir.
Ukuran batang yang dipergunakan untuk membuat gantungan “U” tidak boleh kurang dari apa
yang tercantum dalam tabel 4.5.4.2. Sekerup boleh dipakai hanya pada posisi horisontal ( contoh
pada sisi balok yang berhubungan hanya dengan gantungan U).
4.5.4.3.1. Ukuran bahan batang untuk pengait tidak boleh kurang dari yang ditentukan pada tabel
4.5.4.3.1. Apabila pengait diikat ke bagian struktur kayu, boleh dilengkapi dengan washer datar
langsung ke bagian struktur, sebagai tambahan washer pengunci.
4.5.4.4. Bagian batang yang diulir tidak boleh dibentuk atau ditekuk.
12 dari 52
SNI 03-1745-2000
4.5.4.5. Sekerup.
Ukuran sekerup flens langit-langit dan gantungan “U” tidak boleh kurang dari apa yang tercantum
dalam tabel 4.5.4.5.
Pengecualian :
Apabila tebal papan kayu dan tebal flens tidak memungkinkan penggunaan sekerup yang panjangnya 50 mm (2 inci),
sekerup yang panjangnya 44 mm ( 1¾ inci) boleh dipakai dengan jarak antar gantungan tidak lebih dari 3 m (10 ft) .
Apabila tebal dari balok atau gording tidak memungkinkan menggunakan sekerup yang panjangnya 65 mm ( 2½ inci),
sekerup dengan panjang 50 mm ( 2 inci ) boleh dipakai dengan jarak antar gantungan tidak lebih dari 3 m ( 10 ft).
4.5.4.6. Ukuran baut dan sekerup yang digunakan dengan batang kait atau flens pada sisi dari
suatu balok tidak boleh kurang dari yang ditentukan dalam tabel 4.5.4.6.
Pengecualian :
Apabila tebal balok atau gording tidak memungkinkan menggunakan panjang sekerup 65 mm (2½ inci), sekerup dengan
panjang 50 mm ( 2 inci ) boleh dipakai dengan jarak antar gantungan tidak lebih dari 3 m ( 10 ft).
13 dari 52
SNI 03-1745-2000
4.5.4.7. Sekerup kayu harus dipasang dengan obeng. Paku tidak boleh digunakan untuk
pengikat gantungan.
4.5.4.8. Sekerup pada sisi kayu atau gording tidak boleh kurang 65 mm ( 2½ inci ) dari ujung
terbawah penahan pipa cabang dan tidak kurang 80 mm ( 3 inci ) dari penahan pipa utama.
Pengecualian :
Persyaratan ini tidak berlaku untuk untuk panjang 50 mm ( 2 inci ) atau pemakuan pada puncak balok baja.
4.5.4.9. Tebal papan minimum dan lebar minimum permukaan terendah dari balok atau gording
yang menggunakan batang sekerup harus ditentukan sesuai tabel 4.5.4.9.
4.5.4.10. Batang sekerup tidak boleh digunakan untuk menahan pipa yang lebih besar dari 150
mm ( 6 inci ). Semua lubang untuk batang sekerup harus pertama tama di bor 3,2 mm ( 18 inci )
lebih kecil dari pada diameter dasar dari ulir sekerup.
4.6. Katup.
Semua katup yang mengontrol sambungan ke pasokan air dan pipa tegak harus dari jenis katup
penunjuk yang terdaftar. Katup tersebut tidak boleh tertutup dalam waktu kurang dari 5 detik
apabila ditutup dengan cepat mulai dari keadaan terbuka penuh.
Pengecualian 1 :
Katup sorong bawah tanah yang dilengkapi dengan tonggak penunjuk boleh digunakan.
Pengecualian 2 :
14 dari 52
SNI 03-1745-2000
Katup pengatur yang terdaftar dan mempunyai penunjuk yang diandalkan dapat menunjukkan terbuka dan tertutupnya
katup dan dihubungkan dengan gardu pengawas yang jauh boleh digunakan.
Pengecualian 3 :
Kalau tidak digunakan katup penunjuk, dapat digunakan katup sorong bawah tanah yang ditempatkan dalam bak katup
jalan yang dilengkapi dengan kunci T yang harus disetujui oleh instansi yang berwenang boleh digunakan.
4.7.1.1. Lemari tertutup yang berisi slang kebakaran, harus berukuran cukup untuk
pemasangan peralatan penting dan dirancang tidak saling mengganggu pada waktu sambungan
slang, slang dan peralatan lain digunakan dengan cepat pada saat terjadi kebakaran.
Di dalam lemari, sambungan slang harus ditempatkan sehingga tidak kurang 25 mm ( 1 inci )
jaraknya antara setiap bagian dari lemari dan tangkai katup ketika katup dalam setiap kedudukan
dari terbuka penuh sampai tertutup penuh.
Lemari hanya digunakan untuk menempatkan peralatan kebakaran, dan setiap lemari di cat
dengan warna yang menyolok mata.
4.7.1.2. Apabila jenis “kaca mudah dipecah” (break glass) untuk tutup pelindung, harus
disediakan alat pembuka, alat yang disediakan untuk memecah panel kaca harus dilekatkan
dengan aman dan tidak jauh dari area panel kaca dan harus disusun sehingga alat tidak dapat
dipakai untuk memecahkan pintu lemari panal kaca lainnya.
4.7.1.3. Apabila suatu rakitan tahan api ditembus oleh lemari, ketahanan api dari rakitan harus
dijaga sesuai yang dipersyaratkan oleh ketentuan teknis bangunan gedung lokal.
4.7.2*. Slang.
Setiap sambungan slang yang disediakan untuk digunakan oleh penghuni bangunan ( sistem kelas
II dan kelas III), harus dipasang dengan panjang yang tidak lebih dari 30 m ( 100 ft) sesuai
terdaftar untuk diameter 40 mm ( 1½ inci ), lurus, dapat dilipat atau tidak dapat dilipat, slang
kebakaran dilekatkan dan siap untuk digunakan.
Pengecualian :
Apabila diameter slang kurang dari 40 mm ( 1½ inci) digunakan untuk kotak slang 40 mm (1½ inci) sesuai butir 5.5.2
dan 5.5.3, slang yang tidak bisa dilipat yang terdaftar boleh digunakan.
Setiap kotak slang 40 mm ( 1½ inci) yang disediakan dengan slang 40 mm ( 1½ inci ) harus
dipasang dengan rak yang terdaftar atau fasilitas penyimpanan lain yang disetujui. Setiap kotak
slang 40 mm ( 1½ inci ) sesuai butir 5.3.2 dan 5.3.3. harus dipasang dengan gulungan aliran
menerus yang terdaftar.
15 dari 52
SNI 03-1745-2000
4.7.4. Nozel.
4.7.5. Label.
Masing-masing rak atau fasilitas penyimpanan untuk slang 40 mm ( 1½ inci ) atau lebih kecil harus
dibuatkan label dengan tulisan berbunyi “ Slang kebakaran untuk digunakan penghuni” dan
instruksi pemakaiannya.
Sambungan slang harus mempunyai ulir sesuai ketentuan yang berlaku. Sambungan slang harus
dipasang dengan tutup (cap) untuk melindungi ulir slang.
4.9.1. Sambungan pemadam kebakaran harus terdaftar untuk tekanan kerja sama atau lebih
besar dari tekanan yang dipersyaratkan oleh kebutuhan sistem.
4.9.2*. Setiap sambungan pemadam kebakaran harus mempunyai minimal dua buah inlet 65
mm (2½ inci ) dengan ulir sesuai ketentuan yang berlaku. Sambungan pemadam kebakaran harus
dipasang dengan penutup untuk melindungi sistem dari kotoran-kotoran yang masuk.
Pengecualian :
Apabila dinas kebakaran setempat menggunakan alat sambung yang berbeda dari yang ditentukan, alat penyambung
yang sesuai dengan peralatan dinas kebakaran setempat harus digunakan dan ukuran minimumnya harus 65 mm ( 2½
inci ).
4.10. Tanda-arah.
Tanda arah harus ditandai secara permanen dan harus dibuat dengan bahan tahan cuaca atau
bahan plastik kaku.
5. Persyaratan sistem.
5.1. Umum.
5.1.1. Jumlah dan susunan peralatan pipa tegak untuk proteksi yang benar diatur oleh
kondisi lokal, seperti; hunian, karakter, konstruksi bangunan gedung dan jalan masuknya.
Instansi yang berwenang harus diminta saran-sarannya sehubungan dengan tipe sistem yang
dipersyaratkan, kelas sistem dan persyaratan khusus.
5.1.2. Ruangan dan letak pipa tegak dan sambungan slang harus sesuai seperti dijelaskan
pada butir 7.
16 dari 52
SNI 03-1745-2000
Sistem pipa tegak kering otomatik harus sistem pipa tegak kering yang dalam keadaan normal diisi
dengan udara bertekanan, diatur melalui penggunaan peralatan, seperti katup pipa kering, untuk
membolehkan air masuk ke dalam sistem pemipaan secara otomatik pada pembukaan katup
slang. Pasokan air untuk sistem pipa tegak kering otomatik harus mampu memasok kebutuhan
sistem.
Sistem pipa tegak basah otomatik harus sistem pipa tegak basah yang mnempunyai pasokan air
mampu memasok kebutuhan sistem secara otomatik.
Sistem pipa tegak kering semi otomatik harus sistem pipa tegak kering yang diatur melalui
penggunaan alat, seperti katup banjir (deluge), untuk membolehkan air masuk ke dalam sistem
pipa pada saat aktivasi peralatan kontrol jarak jauh yang ditempatkan pada sambungan slang. Alat
aktivasi kontrol jarak jauh harus dilengkapi pada setiap sambungan slang. Pasokan air untuk
sistem pipa tegak kering harus mampu memasok kebutuhan sistem.
Sistem pipa tegak kering manual haruslah sistem pipa tegak kering yang tidak mempunyai
pasokan air permanen yang menyatu dengan sistem. Sistem pipa tegak kering manual
membutuhkan air dari pompa pemadam kebakaran ( atau sejenisnya ) untuk dipompakan ke
dalam sistem melalui sambungan pemadam kebakaran untuk memasok kebutuhan sistem.
Sistem pipa tegak basah manual haruslah sistem pipa tegak basah yang dihubungkan ke pasokan
air yang kecil untuk tujuan memelihara air di dalam sistem tetapi tidak mempunyai kemampuan
memasok air untuk kebutuhan sistem.
Sistem harus menyediakan sambungan slang ukuran 63,5 mm (2½ inci) untuk pasokan air yang
digunakan oleh petugas pemadam kebakaran dan mereka yang terlatih.
Sistem harus menyediakan kotak slang ukuran 38,1 mm (1½ inci) untuk memasok air yang
digunakan terutama oleh penghuni bangunan atau oleh petugas pemadam kebakaran selama
tindakan awal.
17 dari 52
SNI 03-1745-2000
Pengecualian.
Slang dengan ukuran minimum 25.4 mm ( 1 inci ) diizinkan digunakan untuk kotak slang pada tingkat kebakaran ringan
dengan persetujuan dari instansi yang berwenang.
Sistem harus menyediakan kotak slang ukuran 38,1 mm (1½ inci) untuk memasok air yang
digunakan oleh penghuni bangunan dan sambungan slang ukuran 63,5 mm (2½ inci) untuk
memasok air dengan volume lebih besar untuk digunakan oleh petugas pemadam kebakaran atau
mereka yang terlatih.
Pengecualian No.1 :
Slang ukuran minimum 25,4 mm (1 inci) diperkenankan digunakan untuk kotak slang pada pemakaian tingkat kebakaran
ringan dengan persetujuan dari instansi yang berwenang.
Pengecualian No. 2 :
Apabila seluruh bangunan diproteksi dengan sistem springkler otomatis yang disetujui, kotak slang yang digunakan
oleh penghuni bangunan tidak dipersyaratkan . Hal tersebut tergantung pada persetujuan instansi yang berwenang.
5.4.1. Sistem pipa tegak manual harus digunakan pada bangunan tinggi.
5.4.2. Setiap sambungan slang untuk pipa tegak manual harus disediakan dengan tanda
yang menyolok mata dengan bacaan :
5.4.3. Pipa tegak manual harus tidak digunakan untuk sistem kelas II atau kelas III.
5.5.1. Pipa tegak kering harus digunakan hanya apabila pemipaan terutama bila air dapat
membeku.
5.5.2. Pipa tegak kering harus tidak digunakan untuk sistem kelas II atau kelas III.
5.6*. Meteran.
5.6.1. Meteran tekanan jenis pegas dengan diameter 89 mm ( 3½ inci ) harus disambungkan
ke pipa pancaran dari pompa kebakaran dan saluran air umum yang menuju tangki tekan, pada
pompa udara yang memasok tangki tekan, dan pada puncak setiap pipa tegak. Meteran harus
diletakkan pada tempat yang sesuai sehingga air tidak dapat membeku. Setiap meteran harus
dikontrol dengan katup yang mempunyai susunan untuk pembuangan.
18 dari 52
SNI 03-1745-2000
Pengecualian :
Apabila beberapa pipa tegak dihubungkan di puncak, meteran tunggal yang diletakkan dengan benar dapat dibolehkan
untuk menggantikan meteran pada setiap pipa tegak.
5.6.2. Katup outlet untuk meteran tekanan harus dipasang pada sisi bagian atas dari setiap
alat pengatur tekanan.
5.7.1. Apabila dipersyaratkan oleh instansi yang berwenang untuk sistem otomatis dan semi
otomatis, alarm aliran air yang terdaftar harus disediakan.
5.7.2. Alarm aliran air harus memakai sensor mekanis yang cocok dengan jenis pipa
tegaknya.
5.7.3. Alarm aliran air jenis tongkat harus digunakan hanya pada sistem pipa tegak basah
6. Persyaratan instalasi.
Pipa tegak kering harus tidak dihubungkan pada dinding bangunan atau dipasang pada kolom
penguat dinding.
6.1.2.1*. Pemipaan sistem pipa tegak harus tidak tembus melalui daerah berbahaya dan harus
ditempatkan sehingga terlindung dari kerusakan mekanis dan api.
6.1.2.2. Pipa tegak dan pemipaan lateral yang dipasok oleh pipa tegak harus ditempatkan
dalam tangga eksit yang diselubungi atau harus dilindungi dengan tingkat ketahanan api sama
dengan yang dipersyaratkan untuk tangga eksit yang diselubungi dalam bangunan dimana
pemipaan ini ditempatkan.
Pengecualian 1 :
Dalam bangunan yang dipasang dengan sistem springkler otomatis yang disetujui, pemipaan lateral sambungan slang
dengan diameter sampai 63,5 mm ( 2½ inci ) tidak dipersyaratkan untuk dilindungi.
Pengecualian 2 :
6.1.2.3. Apabila berada pada kondisi korosi, atau pemipaan dipasang terbuka ke udara luar,
pipa jenis tahan korosi, tabung, alat penyambung dan penggantung atau lapisan pelindung tahan
korosi harus digunakan. Jika pipa baja ditanam bawah tanah, harus dilindungi terhadap korosi
sebelum di tanam.
19 dari 52
SNI 03-1745-2000
6.1.2.4. Untuk meminimalkan atau mencegah pipa tegak pecah apabila terjadi gempa bumi,
sistem pipa tegak harus dilindungi sesuai ketentuan yang berlaku.
6.2.1. Penyambungan untuk setiap pasokan air harus disediakan dengan katup jenis
penunjuk yang disetujui dan katup penahan balik yang ditempatkan dekat dengan pasokannya,
seperti tangki-tangki, pompa-pompa dan sambungan-sambungan dari sistem air.
Pengecualian :
6.2.2. Katup harus disediakan untuk memungkinkan penutupan pipa tegak tanpa menggangu
pasokan ke pipa tegak lain dari sumber pasokan yang sama.
6.2.3. Jenis katup penunjuk yang terdaftar harus dipasang pada pipa tegak untuk mengontrol
pipa cabang dari kotak slang yang jauh.
6.2.4. Apabila katup jenis keping tipis digunakan, katup harus dipasang sehingga tidak
mengganggu beroperasinya komponen-komponen sistem lainnya.
6.2.5.1. Setiap penyambungan pipa tegak yang merupakan bagian sistem kombinasi ke sistem
springkler harus mempunyai katup kendali yang tersendiri dengan ukuran yang sama dengan
ukuran penyambungnya.
6.2.5.2*. Setiap penyambung pipa tegak yang merupakan bagian sistem kombinasi ke sistem
springkler dan disambungkan bersama dengan pipa tegak lain, harus mempunyai katup kontrol
tersendiri dan katup penahan balik dengan ukuran yang sama dengan penyambungnya.
6.2.6.1. Sambungan ke sistem saluran air umum harus dikontrol oleh tonggak katup penunjuk
dari jenis yang disetujui yang diletakkan tidak kurang dari 12 m ( 40 ft) dari bangunan yang
dilindungi. Semua katup ditandai dengan jelas untuk menunjukkan terawat pada saat dikontrol.
Pengecualian 1 :
Apabila katup tidak dapat diletakkan pada kurang dari 12 m (40 ft) dari bangunan, katup ini harus dipasang di lokasi
yang disetujui, mudah dibaca dan dijangkau, dalam hal terjadi kebakaran terutama tidak menjadi rusak.
Pengecualian 2 :
Apabila tonggak katup penunjuk tidak dapat dipakai, katup bawah tanah boleh digunakan. Katup diletakkan langsung,
mudah dibuka, dan untuk perawatan mudah dikontrol dengan diberi tanda yang jelas pada bangunan yang dilayani.
6.2.6.2. Apabila pipa tegak dipasok dari pipa utama halaman atau pipa utama bangunan lain,
sambungan harus disediakan dengan katup jenis penunjuk yang terdaftar yang diletakkan diluar
pada jarak yang aman dari bangunan atau dari pipa utama.
20 dari 52
SNI 03-1745-2000
Sistem katup pasokan air, katup kontrol pemisah dan katup-katup lain pada saluran masuk utama
harus mudah diawasi dengan cara yang disetujui dalam posisi terbuka oleh salah satu cara sebagi
berikut :
a). Melayani tanda bahaya ke gardu utama, pengelola bangunan, atau gardu jauh.
b). Pemasangan tanda bahaya lokal yang akan mengeluarkan suara pada suatu tempat yang
selalu dijaga.
d). Penyegelan katup, tiap minggu dicatat apakah segel dalam keadaan baik. Penyegelan
hanya bisa dilakukan apabila katup diletakkan di ruangan tertutup di bawah penguasaan
pemilik gedung.
Pengecualian :
Katup sorong dalam tanah dengan kotak jalan tidak dipersyaratkan harus supervisi.
6.2.8.1. Semua pipa utama dan bagian sistem katup kontrol, termasuk katup kontrol pasokan
air, harus disediakan tanda yang menunjukkan bagian sistem yang dikontrol oleh katup.
6.2.8.2. Semua kontrol, pengeringan, dan katup sambungan untuk pengujian harus disediakan
dengan tanda-tanda yang menunjukkan tujuannya.
6.2.8.3. Apabila pemipaan sistem springkler dipasok oleh sistem kombinasi oleh lebih dari satu
pipa tegak ( rancangan lup atau dua pasokan ), suatu penandaan harus diletakkan pada masing-
masing sambungan utama untuk sistem kombinasi pipa tegak untuk menunjukkan bahwa agar
pemisahan sistem springkler dilayani oleh katup kontrol, katup kontrol tambahan atau katup-katup
pada pipa tegak lain harus menutup. Penandaan juga harus mengidentifikasi lokasi penambahan
katup kontrol.
6.2.8.4. Apabila sistem katup utama atau bagiannya ditempatkan di ruang tertututp atau ruang
tersembunyi, perletakan katup harus ditunjukkan oleh suatu tanda di lokasi yang disetujui pada
pintu luar atau yang dekat dengan bukaan ke ruang yang tersembunyi.
6.3.1. Harus tidak ada katup yang tertutup antara sambungan pemadam kebakaran dan
sistem.
6.3.2. Katup penahan balik harus dipasang pada masing-masing sambungan pemadam
kebakaran dan ditempatkan secara praktis di dekat titik penyambungan ke sistem.
21 dari 52
SNI 03-1745-2000
Pada sisi sistem dari sistem katup kontrol , katup penahan balik, atau setiap pompa, tetapi
pada sisi pasokan dari setiap katup pemisah yang dipersyaratkan pada butir 6.2.2.
Pada sisi sistem dari katup kontrol dan katup penahan balik dan sisi pasokan dari katup pipa
kering.
6.3.4.1. Sambungan pemadam kebakaran harus pada sisi jalan dari bangunan, mudah terlihat
dan dikenal dari jalan atau terdekat dari titik jalan masuk peralatan pemadam kebakaran, dan
harus diletakkan dan disusun sehingga saluran slang dapat dilekatkan ke inlet tanpa mengganggu
sasaran yang berdekatan, termasuk bangunan, pagar, tonggak-tanggak atau sambungan
pemadam kebakaran.
6.3.4.2. Setiap sambungan pemadam kebakaran harus dirancang dengan suatu penandaan
dengan huruf besar, tidak kurang 25 mm ( 1 inci ) tingginya, di tulis pada plat yang terbaca : “PIPA
TEGAK” . Jika springkler otomatik juga dipasok oleh sambungan pemadam kebakaran, penandaan
atau kombinasi penandaan harus menunjukkan keduanya ( contoh : “PIPA TEGAK DAN
SPRINGKLER OTOMATIK” atau ‘SPRINGKLER OTOMATIK DAN PIPA TEGAK” ).
Suatu penandaan juga harus menunjukkan tekanan yang dipersyaratkan pada inlet untuk
penyaluran kebutuhan sistem.
6.3.4.3. Apabila sambungan pemadam kebakaran hanya melayani suatu bagian bangunan,
suatu penandaan harus dilekatkan menunjukkan bagian bangunan yang dilayani.
6.3.4.4*. Suatu sambungan pemadam kebakaran untuk masing-masing sistem pipa tegak harus
diletakkan tidak lebih dari 30 m ( 100 ft) dari hidran halaman terdekat yang dihubungkan ke
pasokan air yang disetujui.
6.3.5. Sambungan pemadam kebakaran harus diletakkan tidak kurang 45 cm ( 18 inci ), tidak
lebih dari 120 cm (48 inci) diatas permukaan tanah sebelah, jalan samping atau permukaan tanah.
6.3.6. Pemipaan sambungan pemadam kebakaran harus ditahan sesuai butir 6.4.
22 dari 52
SNI 03-1745-2000
6.4.1.1. Pipa tegak harus ditahan oleh alat pelengkap yang dihubungkan langsung ke pipa
tegak.
6.4.1.2. Penahan pipa tegak harus disediakan pada lantai terendah, pada masing-masing lantai
pilihan, dan pada puncak dari pipa tegak. Penahan diatas lantai terendah harus menahan pipa
untuk mencegah gerakan gaya keatas dimana alat penyambung fleksibel digunakan.
6.4.1.3. Penjepit yang menahan pipa dengan menggunakan sekerup tidak boleh digunakan.
6.4.2.1. Pemipaan horisontal dari pipa tegak ke sambungan slang yang panjangnya lebih dari
450 mm ( 18 inci ) harus disediakan gantungan.
Tanda-tanda harus diamankan terhadap alat atau dinding bangunan dengan kuat dan rantai tahan
korosi atau alat pengunci.
Apabila pompa kebakaran disediakan, suatu penandaan harus diletakkan di daerah sekitar pompa
yang menunjukkan tekanan minimum dan aliran yang dibutuhkan pada flens pancaran pompa
untuk memenuhi kebutuhan sistem.
Kontraktor yang memasang harus menyediakan tanda identifikasi sebagai dasar perancangan
sistem seperti salah satunya perhitungan hidraulik atau skedul pipa. Tanda harus diletakkan pada
katup kontrol pasokan otomatik untuk sistem pipa tegak otomatik atau semi otomatik dan disetujui
penempatannya untuk sistem manual.
a). Lokasi dari dua sambungan slang yang secara hidraulik terjauh.
b). Rancangan laju aliran untuk identifikasi sambungan dalam butir 6.7.a.
c). Rancangan tekanan akhir (residual) inlet dan tekanan outlet untuk identifikasi sambungan
butir 6.7.a.
23 dari 52
SNI 03-1745-2000
d). Tekanan statik rancangan dan rancangan kebutuhan sistem ( yaitu aliran dan tekanan akhir )
pada katup kontrol sistem, atau pada flens pancaran pompa apabila pompa dipasang, dan
masing-masing sambungan pemadam kebakaran.
7. Perancangan.
7.1*. Umum.
Perancangan sistem pipa tegak ditentukan oleh tingginya bangunan gedung, luas per lantai kelas
hunian, perancangan sistem jalan keluar, persyaratan laju aliran dan tekanan sisa, dan jarak
sambungan slang dari sumber pasokan air.
Tekanan maksimum pada titik dimanapun pada sistem, setiap saat tidak boleh melebihi 24,1 bar
(350 psi).
7.3.1*. Umum.
Sambungan slang dan kotak hidran tidak boleh terhalang dan harus terletak tidak kurang dari 0,9
m (3 feet) atau lebih dari 1,5 m (5 feet) di atas permukaan lantai.
Sistem kelas I dilengkapi dengan sambungan untuk slang dengan ukuran 65 mm (2½ inci) pada
tempat-tempat berikut :
a). pada setiap bordes diantara 2 lantai pada setiap tangga kebakaran yang dipersyaratkan.
Pengecualian :
Sambungan slang diizinkan untuk diletakkan pada lantai bangunan di dalam tangga kebakaran, atas persetujuan
instansi yang berwenang.
b). pada setiap sisi dinding yang berdekatan dengan bukaan jalan keluar horisontal
c). di setiap jalur jalan keluar (passageway) pada pintu masuk dari daerah bangunan menuju ke
jalan terusan (passageway).
d). di bangunan mal yang tertutup, pada pintu masuk ke setiap jalur jalan keluar atau koridor
jalan keluar dan pintu-pintu masuk untuk umum menuju ke mal.
e). pada lantai tangga kebakaran yang teratas dengan tangga yang dapat mencapai atap, dan
bila tangga tidak dapat mencapai atap, maka sambungan slang tambahan 65 mm (2½ inci)
harus disediakan pada pipa tegak yang terjauh (dihitung secara hidraulik) untuk memenuhi
keperluan pengujian.
f)*. apabila bagian lantai atau tingkat yang terjauh dan yang tidak dilindungi oleh springkler yang
jarak tempuhnya dari jalan keluar yang disyaratkan melampaui 45,7 m (150 feet) atau bagian
24 dari 52
SNI 03-1745-2000
lantai/tingkat yang terjauh dan dilindungi oleh springkler yang jarak tempuhnya melebihi 61
m (200 feet) dari jalan keluar yang disyaratkan, sambungan slang tambahan harus
disediakan pada tempat-tempat yang disetujui, dan yang disyaratkan oleh instansi pemadam
kebakaran setempat.
Sistem kelas II harus dilengkapi kotak hidran dengan slang ukuran 40 mm (1½ inci) sedemikian
rupa sehingga setiap bagian dari lantai bangunan berada 39,7 m (130 feet) dari sambungan slang
yang dilengkapi dengan slang 40 mm (1½ inci).
Sistem kelas III harus dilengkapi dengan sambungan slang sebagaimana disyaratkan untuk sistem
kelas I dan sistem kelas II.
Di setiap tangga kebakaran yang disyaratkan, harus dilengkapi dengan pipa tegak tersendiri.
Apabila dua atau lebih pipa tegak dipasang pada bangunan yang sama atau bagian bangunan
yang sama, pipa-pipa tegak ini harus saling dihubungkan pada bagian bawahnya. Bilamana pipa-
pipa tegak ini dipasok dari tangki yang terletak pada bagian atas dari bangunan atau zona, pipa-
pipa tegak tersebut harus juga saling dihubungkan di bagian atas dan harus dilengkapi dengan
katup tahan aliran balik pada setiap pipa tegak untuk mencegah terjadinya sirkulasi.
7.6.1. Ukuran pipa tegak untuk sistem kelas I dan kelas III harus berukuran sekurang-
kurangnya 100 mm (4 inci).
7.6.2. Pipa tegak yang merupakan bagian dari sistem kombinasi harus berukuran sekurang-
kurangnya 150 mm (6 inci).
Pengecualian :
Untuk bangunan yang seluruhnya dilengkapi dengan springkler, dan mempunyai kombinasi sistem pipa tegak yang
dihitung secara hidraulik, ukuran minimum pipa tegaknya adalah 100 mm (4 inci ).
7.7*. Tekanan minimum untuk perancangan sistem dan penentuan ukuran pipa.
Sistem pipa tegak harus dirancang sedemikian rupa sehingga kebutuhan sistem dapat dipasok
oleh sumber air yang tersedia sesuai dengan yang disyaratkan dan sambungan pipa harus sesuai
dengan sambungan milik mobil pemadam kebakaran.
Mengenai pasokan air yang tersedia dari mobil pompa pemadam kebakaran milik instansi
pemadam kebakaran, harus dikonsultasikan dengan instansi yang berwenang.
25 dari 52
SNI 03-1745-2000
a). dirancang secara hidraulik untuk mendapatkan laju aliran air pada tekanan sisa 6,9 bar (100
psi) pada keluaran sambungan slang 65 mm (2½ inci) terjauh dihitung secara hidraulik, dan
4,5 bar (65 psi ) pada ujung kotak hidran 40 mm (1½ inci) terjauh dihitung secara hidraulik.
Pengecualian :
Bilamana instansi yang berwenang mengijinkan tekanan lebih rendah dari 6,9 bar (100 psi) untuk sambungan slang
ukuran 65 mm ( 2½ inci), berdasarkan taktik pemadaman, tekanan dapat dikurangi hingga paling rendah 4,5 bar (65
psi).
b). ukuran pipa dengan laju aliran yang disyaratkan pada tekanan sisa 6,9 bar (100 psi) pada
ujung slang terjauh dengan ukuran 65 mm (2½ inci) dan tekanan 4,5 bar (65 psi) pada ujung
slang terjauh dengan ukuran 40 mm (1½ inci), dirancang sesuai seperti tertera pada tabel
7.7.b . Perancangan yang menggunakan cara skedul pipa, harus dibatasi hanya untuk pipa
tegak basah dari bangunan yang tidak dikatagorikan sebagai bangunan tinggi.
Tabel 7.7.b.: Diameter pipa minimal (dalam inci ), ditinjau dari jarak total pipa dan total akumulasi
aliran
7.8.1. Bilamana tekanan sisa pada keluaran ukuran 40 mm (1½ inci) pada sambungan slang
yang tersedia untuk digunakan oleh penghuni melampaui 6,9 bar (100 psi), alat pengatur tekanan
yang sudah diuji harus disediakan untuk membatasi tekanan sisa dengan aliran yang disyaratkan
di butir 5.9, pada tekanan 6,9 bar (100 psi).
7.8.2. Bilamana tekanan statis pada sambungan slang melampaui 12,1 bar (175 psi), alat
pengatur tekanan yang sudah diuji harus disediakan untuk membatasi tekanan statis dan tekanan
sisa, di ujung sambungan slang 40 mm (1½ inci) yang tersedia untuk digunakan oleh penghuni,
bertekanan 6,9 bar ( 100 psi), dan bertekanan 12,1 bar (175 psi) pada sambungan slang lainnya.
Tekanan pada sisi masukan dari alat pengatur keluaran harus tidak melebihi kemampuan tekanan
kerja alat.
Untuk sistem kelas I dan kelas III, laju aliran minimum dari pipa tegak hidraulik terjauh harus
sebesar 1.893 liter/menit (550 gpm). Laju aliran minimum untuk pipa tegak tambahan harus
26 dari 52
SNI 03-1745-2000
sebesar 946 liter/menit (250 gpm) untuk setiap pipa tegak, yang jumlahnya tidak melampaui 4.731
liter/menit (1.250 gpm). Untuk sistem kombinasi, lihat butir 7.9.1.3.
Pengecualian :
Bila luas lantai lebih dari 7.432 m2 (80.000 feet2 ), maka pipa tegak terjauh berikutnya harus dirancang untuk dapat
menyalurkan 1.983 liter/menit (500 gpm).
Perhitungan hidraulik dan penentuan ukuran pipa untuk setiap pipa tegak harus berdasarkan pada
penyediaan sebesar 946 liter/menit (250 gpm) yang pada kedua sambungan slang terjauh secara
hidraulik pada pipa tegak dan pada outlet teratas dari setiap pipa tegak lainnya sesuai dengan
tekanan sisa minimum yang disyaratkan pada butir 7.7.
Pemipaan pasokan bersama harus dihitung untuk memenuhi syarat laju aliran semua pipa tegak
yang dihubungkan ke sistem pemipaan tersebut, dengan jumlah yang tidak melebihi 4.731
liter/menit (1.250 gpm).
7.9.1.3.1*. Untuk bangunan yang seluruhnya diproteksi dengan springkler otomatis yang telah
disetujui, kebutuhan sistem yang ditetapkan pada butir 7.7 dan 7.9.1 diperkenankan juga untuk
melayani sistem springkler. Sehubungan dengan hal tersebut maka kebutuhan terpisah untuk
springkler tidak dipersyaratkan lagi.
Pengecualian :
Bilamana kebutuhan pasokan air untuk sistem springkler termasuk kebutuhan aliran slang sebagaimana ditentukan
sesuai peraturan springkler yang berlaku melampaui kebutuhan sistem sebagaimana yang ditetapkan pada butir 7.7 dan
7.9.1, angka yang terbesarlah yang harus disediakan. Laju aliran yang disyaratkan untuk pipa tegak sistem kombinasi
dalam suatu bangunan yang seluruhnya diproteksi dengan sistem springkler otomatis tidak dipersyaratkan melampaui
3.785 liter/menit (1.000 gpm) kecuali bila disyaratkan oleh instansi yang berwenang.
7.9.1.3.2. Untuk sistem kombinasi pada bangunan yang dilengkapi dengan proteksi springkler
otomatis secara parsial, laju aliran sebagaimana yang dipersyaratkan pada butir 7.9.1 harus
dinaikkan dengan jumlah yang setara dengan kebutuhan springkler yang dihitung secara hidraulik
atau 568 liter/menit (150 gpm) untuk tingkat hunian bahaya kebakaran ringan atau 1.893 liter/menit
(500 gpm) untuk tingkat hunian bahaya kebakaran sedang.
7.9.1.3.3. Bilamana sistem pipa tegak yang ada mempunyai pipa tegak dengan diameter
minimum 100 mm (4 inci) akan digunakan untuk memasok sistem springkler yang harus diperbaiki,
pasokan air yang dipersyaratkan pada butir 7.9.1. maka air yang dibutuhkan tidak disyaratkan
untuk dilengkapi dengan sarana otomatis atau semi otomatis jika instansi yang berwenang
menyetujui, dan pasokan air cukup untuk memasok kebutuhan hidraulik dari sistem springkler.
27 dari 52
SNI 03-1745-2000
Untuk sistem kelas II, laju aliran minimum untuk pipa tegak terjauh dan dihitung secara hidraulik
adalah 379 liter/menit (100 gpm). Aliran tambahan tidak dipersyaratkan bila terdapat lebih dari 1
(satu) pipa tegak.
Perhitungan hidraulik dan penentuan ukuran pipa untuk setiap pipa tegak harus didasarkan pada
penyediaan 379 liter/menit (100 gpm) di sambungan slang yang secara hidraulik terjauh pada pipa
tegak dengan tekanan sisa minimum disyaratkan pada butir 7.7 Pemipaan pasokan bersama yang
melayani pipa tegak ganda harus dihitung untuk penyediaan 379 liter/menit (100 gpm).
7.10. Panjang pipa ekuivalen dari katup dan fitting untuk sistem perancangan
hidraulik.
7.10.1. Umum.
Tabel 7.10.1 harus dipakai untuk menentukan panjang pipa ekuivalen untuk fitting dan alat kecuali
data uji pabrik ada yang menunjukkan faktor-faktor lain.
7.10.2. Penyesuaian.
Tabel 7.10.1, harus dipakai hanya dimana faktor C dari Hazen-Williams adalah 120. Untuk nilai
lain dari C, nilai dalam tabel 7.10.1 harus dikalikan dengan faktor yang ditunjukkan dalam tabel
7.10.2(a). Tabel 7.10.2(b) menunjukkan faktor C dari bahan pipa yang umum dipakai.
Pengecualian :
Harus dimintakan izin dari Instansi yang berwenang untuk pemakaian nilai C yang lain.
28 dari 52
SNI 03-1745-2000
7.11.1. Pipa tegak untuk pembuangan berukuran 76 mm (3 inci) yang dipasang secara
permanen berdekatan dengan setiap pipa tegak dan dilengkapi dengan peralatan pengaturan
tekanan untuk memungkinkan keperluan pengujian setiap peralatan.
Pipa tegak untuk pembuangan harus dipasang dengan tee 80 mm x 65 mm (3 inci x 2½ inci)
7.11.2. Setiap pipa tegak harus dilengkapi dengan sarana saluran pembuangan. Katup
pembuangan dengan pemipaannya dipasang pada titik terendah dari pipa tegak dan harus diatur
untuk dapay membuang air pada tempat yang disetujui.
29 dari 52
SNI 03-1745-2000
7.12.1. Satu atau lebih sambungan mobil pemadam kebakaran harus disediakan untuk setiap
zona dari sistem pipa tegak kelas I atau kelas III.
Pengecualian :
Sambungan mobil pemadam kebakaran untuk zona yang tinggi tidak dipersyaratkan bila dilengkapi sesui butir 9-4.3.
7.12.2. Bangunan tinggi harus dilengkapi sekurang-kurangnya untuk setiap zona dengan 2
(dua) atau lebih sambungan untuk mobil pemadam kebakaran dengan penempatannya yang
berjauhan.
Pengecualian :
Sambungan tunggal mobil pemadam kebakaran untuk setiap zona diperkenankan, apabila diizinkan oleh instansi yang
berwenang.
Gambar rencana yang secara akurat menunjukkan detail dan pengaturan dari sistem pipa tegak
harus disiapkan untuk instansi yang berwenang sebelum sistem instalasi dilaksanakan. Gambar
rencana tersebut harus jelas, mudah dimengerti dan digambar dengan menggunakan skala.
Gambar-gambar harus menunjukkan lokasi, pengaturan, sumber air, peralatan, dan semua detail
yang diperlukan untuk menunjukkan bahwa ketentuan ini dipenuhi.
Rencana harus mencakup spesifikasi teknis, sifat dari bahan-bahan yang digunakan dan harus
menguraikan semua komponen sistem. Rencana tersebut harus dilengkapi juga dengan diagram
yang menunjukkan ketinggian.
Bilamana sistem pemipaan pipa tegak dihitung secara hidraulik, maka bersamaan dengan
penyerahan gambar rencana disertakan juga perhitungan secara lengkap.
9. Pasokan air.
9.1.1. Sistem pipa tegak otomatis harus dihubungkan dengan pasokan air yang telah
disetujui dan mampu memenuhi kebutuhan sistem.
Sistem pipa tegak manual harus mempunyai pasokan air yang telah disetujui dan dapat
dihubungkan dengan mobil pompa pemadam kebakaran.
Pasokan air otomatis tinggal dapat diizinkan untuk digunakan bilamana dapat memasok kebutuhan
sistem dalam waktu yang dipersyaratkan.
30 dari 52
SNI 03-1745-2000
Pengecualian :
Bilamana pasokan air sekunder disyaratkan, maka harus memenuhi seperti pada butir 9.4.3.
a). Suatu sistem pengairan umum yang tekanan dan laju alirannya mencukupi.
b). Pompa air otomatis yang dihubungkan dengan sumber air yang telah disetujui sesuai
standar yang disyaratkan.
e). Pompa pemadam api manual yang dapat dioperasikan dengan peralatan kendali jarak jauh
(remote control devices) pada setiap kotak hidran.
Pasokan air harus cukup tersedia untuk kebutuhan sistemsebagaimana ditetapkan pada butir 7.7
dan butir 7.9.1 yang sekurang-kurangnya untuk 45 menit.
Setiap zona yang membutuhkan pompa harus dilengkapi dengan bagian pompa terpisah,
sehingga memungkinkan untuk digunakannya pompa-pompa yang disusun secara seri.
9.4.1. Bilamana beberapa pompa yang melayani dua atau lebih zona terletak pada
ketinggian/level yang sama, maka setiap zona harus mempunyai pipa pemasok yang terpisah dan
langsung dengan ukuran yang tidak lebih kecil dari pipa tegak yang dilayani. Zona dengan dua
atau lebih pipa tegak harus mempunyai sekurang-kurangnya 2 (dua) pipa pemasok langsung dari
ukuran yang tidak lebih kecil dari ukuran pipa tegak terbesar yang dilayani.
9.4.2. Bilamana pasokan untuk setiap zona dipompakan dari satu zona dibawahnya, dan pipa
tegak atau beberapa pipa tegak pada zona lebih di bawah digunakan untuk memasok zona lebih
di atas, pipa tegak tersebut harus sesuai dengan persyaratan untuk jalur pasokan yang disebut
pada butir 9.4.1. sekurang-kurangnya 2 (dua) jalur harus disediakan antara zona dan satu dari
jalur dimaksud harus diatur sedemikian hingga pasokan dapat dikirim secara otomatis dari bawah
ke zona lebih atas.
9.4.3. Untuk sistem dengan 2 (dua) zona atau lebih, zona dalam bagian dari zona kedua dan
zona lebih tinggi yang tidak dapat dipasok dengan menggunakan tekanan sisa yang disyaratkan
pada butir 7.7 dengan menggunakan pompa dan melalui sambungan mobil pemadam kebakaran,
maka prasarana bantu untuk pasokan air harus disediakan. Prasarana ini harus dalam bentuk
31 dari 52
SNI 03-1745-2000
reservoir air yang ditinggikan dengan peralatan pompa tambahan atau prasarana lainnya yang
dapat diterima oleh instansi yang berwenang.
10.1*. Umum.
10.1.1. Semua sistem yang baru harus diuji terlebih dahulu sesuai tingkat hunian dari
bangunan gedung. Sistem pipa tegak yang sudah ada yang akan digunakan sebagai pipa tegak
untuk sistem kombinasi dalam rangka perbaikan sistem springkler harus diuji sesuai butir 10.4.
10.1.2. Kontraktor yang memasang harus melengkapi dan menanda tangani daftar bahan
yang benar dan sertifikat uji.
10.2.1. Pemipaan di bawah tanah yang memasok sistem harus diglontor sesuai ketentuan
yang berlaku.
10.2.2. Pemipaan antara sambungan pemadam kebakaran dan katup satu arah pada pipa
inlet harus diglontor dengan sejumlah air yang cukup untuk menghilangkan setiap puing-puing
konstruksi dan sampah-sampah yang dikumpulkan dalam pipa sebelumnya untuk melengkapi
sistem dan sebelum pemasangan sambungan pemadam kebakaran.
Semua ulir sambungan slang dan sambungan pemadam kebakaran harus diuji untuk
keseragaman dengan ulir yang dipakai instansi pemadam kebakaran lokal. Pengujian harus terdiri
dari contoh ulir kopling, tutup atau sumbat ke dalam alat yang dipasang.
10.4.1*. Umum.
Semua sistem baru, termasuk pemipaan halaman dan sambungan pemadam kebakaran, harus di
uji secara hidrostatik pada tekanan tidak kurang dari 13,8 bar ( 200 psi) selama 2 jam, atau
dengan tambahan 3,5 bar (50 psi) dari tekanan maksimum apabila tekanan maksimum melebihi
10,3 bar (150 psi). Tekanan uji hidrostatik harus diukur pada titik ketinggian terendah dari sistim
individu atau zona yang akan diuji. Pemipaan sistem pipa tegak di dalam harus menunjukkan tidak
adanya kebocoran. Pipa di dalam tanah harus diuji sesuai ketentuan yang berlaku.
Pemipaan antara sambungan pemadam kebakaran dan katup satu arah dalam pipa inlet harus
diuji secara hidrostatik dalam hal yang sama seperti menyeimbangkan sistem.
Apabila sistem pipa tegak yang sudah ada, termasuk pemipaan halaman dan sambungan
pemadam kebakaran, di modifikasi, pemipaan yang baru harus diuji sesuai butir 10.4.1.
32 dari 52
SNI 03-1745-2000
10.4.4. Meteran.
Selama pengujian hidrostatik, tekanan di meteran pada puncak dari setiap pipa tegak harus
diperiksa dan dicatat tekanannya.
Aditive, larutan kimia seperti sodium silicate atau turunan dari sodium silicate, air garam, atau
kimia lainnya harus tidak dipakai untuk pengujian hidrostatik atau untuk menghentikan kebocoran.
10.5.1*. Pasokan air harus diuji apakah memenuhi rancangan. Uji ini harus dilakukan dengan
pengaliran air secara hidraulik dari sambungan slang terjauh.
10.5.2. Untuk pipa tegak manual, pompa pemadam kebakaran atau pompa jinjing dengan
kapasitas yang cukup ( yaitu aliran dan tekanan yang dipersyaratkan) harus digunakan untuk
menguji rancangan sistem dengan pemompaan ke dalam sambungan pemadam kebakaran.
10.5.3. Suatu uji aliran harus dilakukan pada setiap outlet atap untuk menguji bahwa tekanan
yang dipersyaratkan terpenuhi pada aliran yang dipersyaratkan.
10.5.4. Susunan pengisian untuk tangki isap harus diuji dengan menutup penuh semua
pasokan ke tangki, pembuangan tangki ke bawayh direncanakan pada permukaan air bawah, dan
kemudian membuka katup pasokan untuk menjamin beroperasinya secara otomatis.
Setiap alat pengatur tekanan harus diuji untuk membuktikan bahwa pemasangannya betul, dan
beroperasi dengan benar dan tekanan inlet dan outlet dari alat sesuai yang direncanakan.
Tekanan statik dan akhir (residual) pada sisi inlet dan tekanan statik dan akhir (residual) pada sisi
outlet dan aliran harus dicatat pada sertifikat uji kontraktor.
Katup pembuangan utama harus dibuka dan harus tetap terbuka sampai tekanan sistem stabil.
Tekanan statik dan akhir (residual) harus dicatat pada sertifikat uji kontraktor.
Otomatik dan semi otomatik sistem kering harus diuji dengan memulai mengalirkan air secara
hidraulik dari sambungan salang terjauh. Sistem harus mengalirkan minimum 250 gpm (946
liter/menit) pada slang dalam waktu 3 menit pembukaan katup slang. Setiap alat kontrol jarak jauh
untuk mengop[erasikan sistem semi otomatik harus diuji sesuai instruksi yang dikeluarkan oleh
pabrik pembuatnya.
Aoabila pompa merupakan bagian dari pasokan air untuk sistem pipa tegak, pengujian harus
dilakukan dengan mengoperasikan pompa tersebut.
33 dari 52
SNI 03-1745-2000
Setiap katup dimaksud harus dibuka dan ditutup dalam pengoperasiannya dengan memutar roda
putar atau kunci putar untuk membuka penuh dan kembali ke posisi normal. Tutup katup slang
harus cukup rapat untuk mencegah kebocoran selama pengujian dan dibuka setelah pengujian air
buangan dan pelepas tekanan.
Setiap alarm dan alat supervisi yang disediakan harus diuji sesuai ketentuan yang berlaku.
10.8. Instruksi-instruksi.
Kontraktor yang memasang harus menyampaikan kepada pemebri tugas, hal-hal sebagi berikut :
a). Semua literatur dan instruksi yang diberikan oleh pabrik yang terdiri dari cara operasi yang
benar dan pemeliharaan peralatan dan alat-alat yang dipasang;
Pemasangan tanda-tanda arah yang dipersyaratkan oleh standar ini harus dibuktikan.
11.1. Umum.
Apabila dipersyaratkan oleh instansi yang berwenang, sistem pipa tegak, apakah sementara atau
tetap, harus disediakan dalam bangunan pada saat masih dalam tahap konstruksi sesuai
ketentuan bagian ini.
Pipa tegak harus disediakan dengan tanda yang menyolok mata dan mudah dibaca sambungan
pemadam kebakaran yang mudah dijangkau pada bagian luar bangunan pada permukaan jalan.
Ukuran pipa, sambungan slang, slang, pasokan air, dan detail lain untuk konstruksi baru harus
sesuai dengan standar ini.
Pipa tegak harus disangga dan ditahan dengan aman pada setiap lantai yang dipilih.
Tidak kurang satu sambungan slang harus disediakan pada setiap permukaan lantai. Katup slang
harus selalu ditutup setiap waktu dan dijaga terhadap kerusakan mekanis.
34 dari 52
SNI 03-1745-2000
Pipa tegak harus diperpanjang ke atas untuk setiap lantai dan ditutup aman pada puncaknya.
Pipa tegak sementara harus tetap melayani sampai pipa tegak permanen lengkap. Apabila pipa
tegak sementara dalam kondisi normal berisi air, pipa harus diproteksi terhadap pembekuan.
Apabila konstruksi mencapai suatu ketinggian dimana tekanan saluran umum tidak mencukupi,
pompa kebakaran sementara atau permanen harus dipasang untuk menyediakan proteksi
terhadap lantai yang tertinggi atau untuk tinggi yang dipersyaratkan oleh instansi yang berwenang.
Pengecualian :
Apabila peralatan pompa dari instansi pemadam kebakaran dianggap cukup oleh instansi yang berwenang untuk
memberi tekanan pada pipa tegak yang dipersyaratkan.
Tutup (cap) dan sumbat (plug) harus dipasang pada sambungan pemadam kebakaran dan
sambungan slang. Sambungan instansi pemadam kebakaran dan sambungan slang harus
dilindungi terhadap kerusakan fisik.
35 dari 52
SNI 03-1745-2000
Apendiks
Penjelasan bahan
Lampiran ini bukan merupakan bagian dari standar ini, tetapi disertakan sebagai tambahan
informasi saja.
Penyebutan “instansi yang berwenang” digunakan pada dokumen dalam pengertian yang luas,
karena kewenangan dan instansi yang memberi persetujuan beragam, demikian pula pertanggung
jawabannya.
Bila keamanan publik di utamakan, maka instansi yang berwenang dapat saja pemerintah pusat,
pemerintah daerah, dinas kebakaran setempat, atau pihak lainnya yang secara hukum
berwenang.
Katup pelepas tekanan (pressure relief valve) bukanlah katup penurun tekanan dan tidak boleh
digunakan untuk hal ini.
A.4.1 Penggunaan katup dan alat penyambung kelas standar, biasanya penggunaannya
dibatasi untuk bagian atas tingkat bangunan yang sangat tinggi dan pada peralatan yang
mempunyai tekanan tertinggi kurang dari 12,1 bar (175 psi).
A.4.5.1 Pemadam kebakaran banyak memasang saluran slang dari pompa kedalam bangunan
dan menyambungkannya ke katup outlet yang dapat dijangkau dengan menggunakan sambungan
ulir perempuan ganda (double female swivel) apabila sambungan untuk pemadam kebakaran
pada bangunan tidak dapat dijangkau atau tidak dapat dioperasikan.
Untuk meberi tekanan pada pipa tegak, katup slang dibuka dan mesin pompa akan memompakan
air ke sistem.
Bila pipa tegak dilengkapi dengan katup penurunan tekanan pada slang, katup akan bertindak
sebagai katup penahan balik, sehingga mencegah pemompaan ke dalam sistem apabila katup
terbuka.
Suatu sambungan inlet tunggal tambahan untuk pemadam kebakaran atau katup slang dengan ulir
perempuan pada suatu lokasi yang dapat dijangkau pada pipa tegak memungkinkan pemompaan
ke sistem.
A.4.5.1.2 Bila pipa tembaga dipasang di daerah yang lembab atau lingkungan lainnya yang
mendorong terjadinya korosi secara galvanis, maka harus digunakan gantungan dari bahan
tembaga atau gantungan-gantungan dari besi yang dilapisi bahan isolasi.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan rak atau alat penggulung untuk
penyimpanan slang ukuran 40 mm (1½ inci), adalah jumlah orang yang ada dan mampu untuk
36 dari 52
SNI 03-1745-2000
mengoperasikan peralatan serta sejauh mana tingkat keterampilannya. Dengan rak slang yang
semi otomatis atau tipe “satu orang”, katup slang harus dibuka lebar terlebih dahulu. Setelah mana
nozel harus dipegang dengan kuat dan saluran slang ditarik menuju ke api. Air secara otomatis
akan keluar bila gulungan slang hampir habis ditarik keluar dari rak.
A.5.6 Meteran tekanan tambahan yang dipasang pada bagian bawah dari pipa tegak
mungkin diperlukan pada beberapa peralatan, terutama pada pabrik besar dan pada bangunan
tinggi.
A.5.7 Alarm yang dapat didengar biasanya dipasang di bagian luar dari bangunan. Bel jenis
gong listrik, klakson atau sirene yang telah disetujui yang dipasang di dalam gedung atau dipasang
di dalam dan di luar gedung kadang-kadang disarankan.
A.6.1 Sambungan dari pompa-pompa kebakaran dan pasokan air dari luar bangunan
disarankan untuk dipasang pada bagian bawah dari pipa tegak.
A.6.1.2.1 Pipa tegak sebaiknya tidak diletakkan di daerah tanpa sprinkler pada konstruksi
bangunan yang mudah terbakar.
A.6.2.5.2 Kombinasi springkler otomatik dan pipa tegak sebaiknya tidak dihubungkan oleh
pemipaan sistem sprinkler.
37 dari 52
SNI 03-1745-2000
A.6.3.5.4 Perancang sistem perlu menghubungi instansi yang berwenang sebelum menentukan
lokasi dari sambungan pemadam kebakaran.
Lokasi dari dua sambungan slang yang secara hidraulik terjauh : ………………………………………..
Tekanan inlet rancangan dan outlet untuk sambungan-sambungan yang teridentifikasi di atas :
…………………………………………………………………………………………………………………….
Tekanan statik rancangan dan kebutuhan sistem rancangan ( contoh : aliran dan tekanan akhir/residual) pada
sistem katup kontrol, atau pada flens pancaran pompa apabila pompa dipasang, dan pada masing-masing
sambungan pemadam kebakaran : …………………………………………….
Peraturan bangunan setempat mempengaruhi tipe dari sistem, klasifikasi dari sistem dan letak dari
sambungan slang. Ukuran pipa ditentukan oleh jumlah sambungan slang yang dialiri, kuantitas air
yang mengalir, tekanan akhir (residual) yang diperlukan dan jarak vertikal dan horisontal dari
38 dari 52
SNI 03-1745-2000
sambungan slang itu dari suatu sumber air. Untuk gambar elevasi yang tipikal, lihat Gambar A.7.1
(a), (b) dan (c).
39 dari 52
SNI 03-1745-2000
40 dari 52
SNI 03-1745-2000
A.7.3.1 Slang diizinkan untuk diletakkan pada satu sisi dari pipa tegak dan dipasok oleh
sambungan lateral yang pendek pada pipa tegak, untuk menghindari rintangan.
41 dari 52
SNI 03-1745-2000
Sambungan slang untuk sistem-sistem Kelas I disarankan untuk dipasang dalam selubung tangga
jalan dan sambungan untuk sistem Kelas II disarankan diletakkan di koridor atau di ruangan
berdekatan dengan selubung tangga jalan keluar dan dihubungi melalui dinding ke pipa tegak.
Untuk sistem Kelas III, sambungan untuk selang 65 mm (2½ inci) disarankan diletakkan di
selubung tangga jalan keluar dan sambungan-sambungan kelas II disarankan diletakkan didalam
koridor atau di ruangan yang berdekatan dengan selubung tangga jalan keluar.
Pengaturan ini memungkinkan untuk menggunakan secara tepat slang sistem Kelas II bila tangga
jalan keluar penuh dengan orang-orang yang sedang lari keluar pada saat terjadinya kebakaran.
Dalam bangunan yang luas areanya besar, sambungan untuk sistem-sistem Kelas I dan Kelas III
dapat diletakkan pada kolom yang berada dalam bangunan.
A.7.3.2 Sambungan slang yang ditentukan untuk diletakkan pada bordes antar lantai untuk
mencegah terjadinya rintangan pada jalan pintu. Bila terdapat lebih dari satu bordes antara dua
lantai, maka sambungan slang disarankan untuk diletakkan pada bordes yang letaknya kurang
lebih di tengah-tengah antara lantai.
Diketahui bahwa petugas pemadam kebakaran sering menggunakan sambungan slang pada
lantai di bawah lantai yang terbakar, dan lokasi dari sambungan slang pada bordes, hal ini juga
mengurangi jangkauan jarak jalur slang. Pendekatan untuk meletakkan sambungan slang dengan
memperhatikan eksit diperlihatkan pada Gambar A.7.3.2 (a), (b) dan (c).
42 dari 52
SNI 03-1745-2000
Gambar A.7.3.2. (c ).: Lokasi sambungan slang dalam jalan terusan eksit.
Untuk tujuan standar ini, istilah-istilah berikut ini ditentukan untuk digunakan dalam hal peletakan
sambungan slang.
Hall, lorong, koridor-koridor, jalan lintas dan terowongan digunakan sebagai komponen eksit
dan terpisah dari bagian bangunan lainnya .
43 dari 52
SNI 03-1745-2000
Suatu jalan terusan dari suatu daerah didalam bangunan ke suatu daerah di bangunan yang
lain pada kurang lebih satu level atau suatu jalan lintas melalui atau disekitar rintangan api
dari suatu daerah ke yang lainnya pada kurang lebih satu level didalam bangunan yang
sama yang dapat memberikan keamanan (safety) terhadap api dan asap yang berasal dari
daerah timbulnya dan daerah-daerah yang berhubungan dengannya.
A.7.3.2.(f). Butir ini bermaksud untuk memberikan kepada instansi pemadam kebakaran setempat
wewenang untuk mempersyaratkan slang tambahan di luar atau pemisah dengan ketahanan api 2
jam. Tambahan sambungan slang ini mungkin diperlukan oleh petugas pemadam kebakaran
untuk mematikan api dalam jangka waktu yang wajar; sesuai dengan panjang slang khusus yang
tersedia pada kotak pipa tegak untuk pemadam kebakaran atau pada kantong yang dibawa oleh
petugas.
Sementara itu sudah diketahui bahwa batasan jarak outlet akan membatasi panjangnya slang
yang diperlukan untuk memadamkan api, demikian pula dapat mengurangi beban fisik petugas
pemadam kebakaran.
Perlu dipahami juga bahwa dalam hal-hal tertentu berdasarkan denah arsitektur, mungkin
diperlukan outlet tambahan (additional outlets) didaerah lantai terbuka untuk dapat menjangkau
keseluruh lantai tersebut. Dalam hal-hal demikian, adalah hampir tak mungkin bahwa outlet
semacam itu dapat digunakan, karena tidak adanya daerah berpijak untuk petugas pemadam
kebakaran ketika akan menjangkau sambungan slang. Oleh karena itu, sambungan slang
tambahan perlu disediakan untuk memenuhi ketentuan jarak, dan disarankan untuk diletakkan
didalam koridor eksit yang mempunyai ketahanan api 1 jam. Hal ini memungkinkan menambah
tingkat keamanan bagi petugas pemadam kebakaran untuk menjangkau sambungan slang.
Sambungan slang demikian perletakan di setiap lantai juga harus seseragam mungkin sehingga
petugas pemadam kebakaran dapat dengan mudah menemukannya pada waktu terjadi
kebakaran.
Sudah diketahui bahwa jarak antar sambungan slang 61 m (200 ft) diizinkan untuk bangunan yang
dilengkapi springkler, namun mungkin masih diperlukan slang tambahan untuk dapat menjangkau
bagian dari lantai yang terjauh. Dengan adanya springkler otomatik akan memberikan waktu yang
cukup bagi petugas pemadam kebakaran untuk menyambung slang dalam kondisi letak api
berada di daerah yang terjauh.
A.7.3.3 Kotak slang sebaiknya disusun untuk memungkinkan pancaran langsung dari nozel
mencapai seluruh bagian yang penting dari bagian yang tertutup seperti lemari tanam dan bagian
yang tertutup sejenis.
A.7.7 Dalam menentukan tekanan pada outlet sambungan slang yang jauh, faktor hilangnya
tekanan pada katup slang perlu dipertimbangkan.
Adalah sangat penting bahwa instansi pemadam kebakaran memilih nozel yang sesuai untuk pipa
tegak yang mereka gunakan dalam operasi memadamkan api.
Nozel tipe semburan takanan konstan otomatik disarankan untuk tidak digunakan untuk operasi
pipa tegak, karena banyak dari tipe ini memerlukan tekanan minimum 6,9 bar (100 psi) pada
masukan nozel untuk memproduksi aliran air guna pemadaman api yang effektip dan wajar. Pada
44 dari 52
SNI 03-1745-2000
operasi pipa tegak, hilangnya tekanan akibat gesekan pada slang, dapat mengakibatkan tidak
tercapainya tekanan 6,9 bar (100 psi) pada nozel.
Pada sistem pipa tegak yang tinggi yang dilengkapi dengan katup penurunan tekanan, petugas
pemadam kebakaran hanya dapat sedikit mengatur atau sama sekali tidak dapat mengatur
tekanan keluaran katup slang.
Tabel A.7.7.: Kesimpulan kerugian gesekan pada aliran dalam slang.
A.7-9.1.1 Bila suatu sistem pasokan air memasok lebih dari satu bangunan atau lebih dari satu
daerah kebakaran, jumlah pasokan air dapat dihitung berdasarkan pada satu bangunan atau
daerah kebakaran, dengan kebutuhan jumlah pipa tegak yang terbanyak.
Klasifikasi beban kebakaran ringan bermaksud untuk mencakup hunian, namun tidak menghalangi
penggunaan springkler untuk perumahan sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau bagian
hunian lainnya.
45 dari 52
SNI 03-1745-2000
a). Hunian dengan Bahaya Kebakaran Ringan termasuk hunian yang mempunyai kondisi
serupa dengan :
1) Rumah ibadah
3) Bagian-bagian atap (‘eaves’) dan serambi-serambi (over hangs), bila konstruksi terbuat
dari bahan yang mudah terbakar dengan dibawahnya tidak ada bahan yang mudah
terbakar.
4) Bangunan pendidikan.
5) Rumah Sakit
7) Musium-musium
12) Teater dan auditorium, tidak termasuk panggung dan ruangan-ruangan antara layar
dan orkes .
b). Hunian dengan Bahaya Kebakaran Sedang (Ordinary Hazard Occupancies) Kelompok 1,
termasuk hunian-hunian yang mempunyai kondisi-kondisi serupa dengan :
2) Bakeri
4) Pabrik pengalengan
6) Pabrik elektronik
8) Binatu
46 dari 52
SNI 03-1745-2000
c). Hunian dengan Bahaya Kebakaran Sedang (Ordinary Hazard Occupancies) Kelompok 2,
termasuk hunian-hunian yang mempunyai kondisi-kondisi serupa dengan :
4) Pabrik destilasi
7) Kandang kuda
47 dari 52
SNI 03-1745-2000
d). Hunian dengan Bahaya Kebakaran Besar (‘Extra Hazard Occupancies’) kelompok 1,
termasuk hunian yang mempunyai kondisi serupa dengan :
3) Pengecoran
4) Ekstrusi metal
6) Percetakan (menggunakan tinta yang mempunyai titik nyala dibawah 37,9 oC (100oF)
7) Pabrik daur ulang karet, penggabungan karet, pengeringan karet, penggilingan karet,
vulkanisir karet .
8) Penggergajian kayu
9) Bangunan pemroses khusus tekstil seperti: textile picking, opening, blending, garneting
and carding, combining cotton, synthetics, wool shoddy or burlap.
10) Bengkel dimana dilakukan pekerjaan melapis dengan foam plastik (upholstering with
plastic foams)
e). Hunian dengan Bahaya Kebakaran Besar (‘Extra Hazard Occupancies’) kelompok 2,
termasuk hunian yang mempunyai kondisi-kondisi serupa dengan :
2) Pabrik yang mempunyai kegiatan penyemprotan dengan bahan cair yang mudah
terbakar (flammable liquids spraying)
4) Solvent cleaning
5) Pabrik / bengkel dimana dilakukan pekerjaan varnish dan pengecatan dengan cara
pencelupan
6) Dan pabrik atau tempat-tempat tertentu dimana dilakukan pekerjaan dengan resiko
kebakaran yang tinggi lainnya sesuai dengan ketentuan pihak instansi yang
berwenang.
A.7.11 Selama melakukan pengetesan aliran dari katup-katup penurun tekanan, perlu
diperhatikan untuk membuat sambungan pembuangan (drain) pada pipa tegak . Suatu celah udara
(air gap) perlu dipertahankan untuk mencegah terjadinya hubungan silang (cross connection)
dengan pasokan air yang tidak memenuhi syarat untuk diminum (‘nonpotable water sources’).
A.8.1 Perencanaan perlu mengindentifikasi tipe dari peralatan pemadam kebakaran yang
direncanakan oleh sistem untuk dilayani, termasuk ukuran selang, panjang selang dan nozel.
48 dari 52
SNI 03-1745-2000
Peralatan tersebut diatas merupakan faktor dalam melakukan pemilihan tekanan sesuai dengan
butir 7.7.
A.8.2. Batas tekanan sistem diterapkan untuk menggantikan unit ketinggian sebelumnya.
Sebab permasalahannya ditujukan pada batas ketinggian yang selalu merupakan tekanan
maksimum. Pembatasan tekanan merupakan metoda yang lebih langsung untuk pengaturan dan
memungkinkan fleksibilitas dalam ketinggian unit dimana pompa digunakan, karena suatu kurva
pompa dengan tekanan lebih rendah pada pengaduk pompa (churn) sehingga menghasilkan
tekanan sistem maksimum yang lebih rendah pada saat mencapai kebutuhan sistem yang
diperlukan.
Tekanan sistem maksimum biasanya terjadi pada pengaduk pompa (churn). Pengukuran
dilakukan untuk kedua-duanya, tekanan pompa dan tekanan statis jaringan kota.
Batasan 24 bar ( 350 psi ) dipilih karena merupakan tekanan maksium yang dapat dipenuhi oleh
banyak komponen sistem, dan batasan tersebut menunjukkan mengetahui keperluan tekanan unit
yang wajar.
A.9.1 Dalam melakukan pemilihan pasokan air perlu dikoordinasikan dengan instansi yang
berwenang.
A.10.1 Bila sambungan pipa tegak dipasang dalam dinding-dinding atau partisi , tes hidrostatik
perlu dilakukan terlebih dahulu, sebelum mereka ditutup atau sebelum ditutup dengan bahan
penutup (seal) secara permanen.
Contoh : Tekanan uji hidrostatik yang dipersyaratkan. Pasokan air untuk suatu sistem pipa tegak,
adalah sambungan ke pipa-pipa utama untuk umum. Suatu pompa dengan tekanan yang
ditentukan 100 psi (6,9 bar) dipasang disambungan. Dengan tekanan maksimum normal pada
pasokan air untuk umum sebesar 70 psi (4,9 bar) pada titik elevasi yang rendah dari sistem atau
zona yang sedang dites dan dengan suatu tekanan pompa 120 psi (8,3 bar), maka tekanan tes
hidrolik adalah 70 psi + 120 psi + 50 psi atau 240 psi (16,6 bar).
(Lihat NFPA 24, Standard for the Installation of Private Fire Service Mains and Their
Appurtenances, for permitted leakage in underground piping).
A.10.4.1 Pengetesan dan penggelontoran dari pipa bawah tanah, perlu dilakukan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
A.10-5.1 Sambungan slang didalam suatu bangunan yang secara hidrolik yang terjauh,
umumnya berada di manifold pada atap, pada bagian teratas dari tangga yang menuju ke atap.
Pada sistem multizona, cara pengetesan pada umumnya dilakukan pada header untuk tes atau
pada suatu tanki isap (suction tank) pada lantai-lantai lebih tinggi.
Bila pengetesan aliran pada sambungan slang yang secara hidrolik paling jauh tidak praktis untuk
dilaksanakan, maka perlu dikonsultasikan kepada instansi yang berwenang untuk menentukan
tempat pengetesan yang cocok.
A.11.5 Disarankan agar ada suatu box yang kuat, diutamakan terbuat dari metal, diletakkan
pada sambungan selang yang tertinggi, dimana dilengkapi dengan kuantitas selang yang cukup
untuk menjangkau semua bagian-bagian dari lantai, suatu mulut slang (nozel) ukuran 29 mm (1 18
inci ), perkakas untuk membuka dan pengikat selang.
49 dari 52
SNI 03-1745-2000
A.11.6 Sambungan slang pada bagian teratas, disarankan untuk tidak diletakkan lebih dari
satu lantai dibawah perancah (forms) yang tertinggi, lantai kerja (staging) dan bahan serupa yang
mudah terbakar pada setiap waktu.
50 dari 52
SNI 03-1745-2000
PADANAN KATA.
Alat pengatur tekanan. Pressure Control valve
Alat penghambat tekanan. Pressure restricting device.
Bangunan bertingkat tinggi. High rise building.
Instansi yang berwenang. Authority having jurisdiction.
Katup kendali Control valve.
Katup kendali tekanan. Pressure regulating device.
Katup penurun tekanan. Pressure reducing valve.
Katup slang Hose valve.
Kebutuhan sistem System demand.
Kotak slang Hose station.
Pipa cabang Branch line.
Pipa tegak Standpipe
Pipa tegak basah Wet standpipe.
Pipa tegak kering Dry standpipe.
Pipa utama Feed main.
Sambungan regu pemadam kebakaran. Fire department connection.
Sambungan slang Hose connection.
Sistem kombinasi Combined system.
Sistem pipa tegak Standpipe system.
Sistem pipa tegak manual. Manual standpipe system.
Sistem pipa tegak otomatis Automatic standpipe system.
Sistem pipa tegak semi otomatis. Semiautomatic standpipe system.
Tekanan akhir. Pressure, residual.
Tekanan nozle. Pressure, nozzle.
Tekanan statis. Pressure, static.
Zona sistem pipa tegak Standpipe system zone.
51 dari 52
SNI 03-1745-2000
Bibliografi
4 NFPA 22 : Standard for Water Tanks for Private Protection, 1996 edition.
5 NFPA 24 : Standard for Installation of Private Fire Service Mains and Their
Appurtenances, 1995 edition.
6 NFPA 25 : Standard for Inspection, Testing and Maintenance of Water Based Fire
Protection System, 1995 edition.
10 NFPA 1964 : Standard for Spray nozzle (Shutoff and Tip), 1993 edition.
11 ASTM E-380 : “Standard Practice for Use of the International System of Units (SI),
1993.
52 dari 52
SNI 03-1746-2000
1. Ruang lingkup.
1.1. Standar ini ditujukan untuk keselamatan jiwa dari bahaya kebakaran. Ketentuan-
ketentuannya juga akan membantu keselamatan jiwa dari keadaan darurat yang
serupa.
1.2. Standar ini mencakup aspek : konstruksi, proteksi dan penghunian, untuk
meminimalkan bahaya kebakaran terhadap jiwa, termasuk asap, gas dan kepanikan.
1.3. Standar ini menetapkan kriteria minimal untuk perancangan fasilitas jalan keluar yang
aman, sehingga memungkinkan penghuni menyelamatkan diri dengan cepat dari
dalam bangunan, atau bila dikehendaki ke dalam daerah aman di dalam bangunan.
2. Acuan.
a). NFPA 101 : Life Safety Code, 1997 Edition, National Fire Protection Association.
3.1.
akses eksit.
bagian dari sarana jalan ke luar yang menuju ke sebuah eksit.
1 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
a). satu tingkat dalam bangunan, dimana bangunan tersebut diproteksi menyeluruh oleh
sistem springkler otomatik yang terawasi dan disetujui serta dipasang sesuai SNI 03-
3989-2000 tentang tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik
untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung, dan mempunyai paling
sedikit dua ruangan atau tempat yang dapat dicapai dan terpisah satu sama lain oleh
partisi yang tahan asap, atau
b). satu tempat, di dalam satu jalur lintasan menuju jalan umum yang diproteksi dari
pengaruh kebakaran, baik dengan cara pemisahan dengan tempat lain di dalam
bangunan yang sama atau oleh lokasi yang baik, sehingga memungkinkan adanya
penundaan waktu dalam lintasan jalan ke luar dari tingkat manapun .
3.4.
daerah tempat berlindung.
suatu tempat berlindung yang pencapaiannya memenuhi persyaratan rute sesuai ketentuan
yang berlaku.
3.5.
eksit horisontal.
suatu jalan terusan dari satu bangunan ke satu daerah tempat berlindung di dalam
bangunan lain pada ketinggian yang hampir sama, atau suatu jalan terusan yang melalui
atau mengelilingi suatu penghalang api ke daerah tempat berlindung pada ketinggian yang
hampir sama dalam bangunan yang sama, yang mampu menjamin keselamatan dari
kebakaran dan asap yang berasal dari daerah kejadian dan daerah yang berhubungan.
3.6.
eksit.
bagian dari sebuah sarana jalan ke luar yang dipisahkan dari tempat lainnya dalam
bangunan gedung oleh konstruksi atau peralatan sesuai butir 4.1.2 untuk menyediakan
lintasan jalan yang diproteksi menuju eksit pelepasan.
2 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
3 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
3.13.
sarana jalan ke luar yang dapat dilalui.
suatu jalur lintasan yang dapat digunakan oleh seseorang dengan cacat mobilitas yang
menuju jalan umum atau suatu daerah tempat berlindung.
3.14.
sarana jalan ke luar.
suatu jalan lintasan yang menerus dan tidak terhambat dari titik manapun dalam bangunan
gedung ke jalan umum, terdiri dari tiga bagian yang jelas dan terpisah; akses eksit, eksit dan
eksit pelepasan.
3.15.
sistem evakuasi dengan lif.
sebuah sistem, termasuk sederetan vertikal lobi lif, meliputi pintu lobi lif, saf lif dan ruangan
mesin yang menyediakan proteksi dari pengaruh kebakaran bagi penumpang lif, orang yang
menunggu lif, dan peralatan lif, untuk dapat menggunakan lif sebagai jalan ke luar.
4. Persyaratan umum.
Sarana jalan ke luar pada bangunan baru maupun yang sudah ada harus memenuhi bagian/
pasal ini.
4.1. Pemisahan dari sarana jalan ke luar.
4.1.1. Koridor akses eksit.
Koridor yang digunakan sebagai akses eksit dan melayani suatu daerah yang memiliki suatu
beban hunian lebih dari 30 harus dipisahkan dari bagian lain dari bangunan dengan dinding
yang mempunyai tingkat ketahanan api 60/60/60 atau sesuai SNI 03-1736-2000 tentang tata
cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada
bangunan gedung.
4 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
a). Pemisah mempunyai tingkat ketahanan api sedikitnya 60/60/60 atau sesuai SNI 03-
1736-2000 tentang tata cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk pencegahan
bahaya kebakaran pada bangunan gedung, pada eksit yang menghubungkan tiga
lantai atau kurang; dan
b). Pemisah mempunyai tingkat ketahanan api sedikitnya 120/120/120 atau sesuai SNI
03-1736-2000 tentang tata cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk pencegahan
bahaya kebakaran pada bangunan gedung, pada eksit yang menghubungkan empat
lantai atau lebih. Pemisah tersebut dikonstruksikan dari satu rakitan bahan yang tidak
terbakar atau tidak mudah terbakar dan harus didukung dengan konstruksi yang
mempunyai tingkat ketahanan api paling sedikit 120/120/120 atau sesuai SNI 03-1736-
2000 tentang tata cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk pencegahan bahaya
kebakaran pada bangunan gedung; dan
Pengecualian 1 untuk b). :
Di dalam bangunan tidak bertingkat yang sudah ada, ruang tertutup untuk tangga eksit harus mempunyai tingkat
ketahanan api paling sedikit 60/60/60 atau sesuai SNI 03-1736-2000 tentang tata cara perencanaan sistem
proteksi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
Pengecualian 2 untuk b) :
Bangunan yang sudah ada terproteksi menyeluruh oleh satu sistem springkler otomatis yang terawasi dan
disetujui serta dipasang sesuai SNI 03-3989-2000, ruang tertutup untuk tangga yang ada harus memiliki tingkat
ketahanan api tidak kurang dari 60/60/60 atau sesuai SNI 03-1736-2000 tentang tata cara perencanaan sistem
proteksi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
c). Bukaan yang ada, diproteksi oleh rakitan pintu kebakaran yang dilengkapi dengan
penutup pintu, harus memenuhi ketentuan pada butir 5.1.8 ; dan
d). Bukaan di dalam ruangan tertutup untuk eksit, dibatasi hanya yang diperlukan untuk
akses ke ruangan itu dari tempat dan koridor untuk jalan keluar dari ruang tertutup itu;
dan
Pengecualian untuk d).
Jalan terusan eksit dalam bangunan mal tertutup seperti disediakan untuk bangunan perdagangan.
e). Tembusan ke dalam bukaan melalui suatu rakitan ruang tertutup untuk eksit dilarang
kecuali untuk konduit listrik yang melayani jalur tangga, pintu eksit, yang diperlukan
untuk pekerjaan ducting dan peralatan tersendiri yang diperlukan untuk membuat
ruang tangga bertekanan, pemipaan springkler, pipa tegak; dan
Pengecualian 1 untuk e). :
Tembusan yang sudah ada diproteksi sesuai ketentuan tentang penembusan pada penghalang api.
Pengecualian 2 untuk e) :
Tembusan untuk sirkit alarm kebakaran diijinkan di dalam ruang dimana sirkit itu dipasang di dalam konduit
logam dan tembusan diproteksi sesuai ketentuan tentang penembusan pada penghalang api.
f). Tembusan atau bukaan penghubung antara ruang tertutup untuk eksit yang
bersebelahan dilarang.
4.1.2.2. Suatu ruangan tertutup untuk eksit harus menyediakan jalur lintasan menerus
terproteksi menuju eksit pelepasan.
5 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
4.1.2.3. Suatu ruangan tertutup untuk eksit tidak boleh digunakan untuk maksud di luar
kegunaannya sebagai eksit, dan bila dirancang demikian, dapat digunakan sebagai daerah
tempat berlindung ( lihat juga butir 5.2.5.3 ).
4.1.3. Jalan terusan eksit.
Suatu jalan terusan eksit yang melayani pelepasan dari satu ruang tertutup untuk tangga
harus mempunyai tingkat ketahanan api yang sama dan proteksi bukaan mempunyai tingkat
proteksi kebakaran seperti dipersyaratkan untuk ruang tertutup untuk tangga dan harus
terpisah dari bagian lain dari bangunan sesuai butir 4.1.2.
Pengecualian 1 :
Jendela kebakaran sesuai ketentuan yang berlaku tentang perlindungan terhadap bukaan, dipasang pada satu
pemisah di dalam bangunan yang diproteksi menyeluruh oleh suatu sistem springkler otomatis yang terawasi dan
disetujui serta dipasang sesuai SNI 03-3989-2000 tentang tata cara perencanaan dan pemasangan sistem
springkler otomatik untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
Pengecualian 2 :
Panel kaca berkawat yang sudah ada terpasang tetap pada jendela baja pada suatu pemisah pada suatu
bangunan yang diproteksi menyeluruh oleh suatu sistem springkler otomatis yang terawasi dan disetujui serta
dipasang sesuai SNI 03-3989-2000 tentang tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik
untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
4.1.4. Bahan finis interior pada eksit.
Penyebaran api untuk bahan finis interior pada dinding, langit-langit dan lantai harus dibatasi
sampai klas A atau klas B dalam ruang tertutup untuk eksit sesuai ketentuan yang berlaku
untuk bahan finis interior dinding, lantai dan langit-langit.
4.1.5. Tinggi ruangan.
Sarana jalan ke luar harus dirancang dan dijaga untuk mendapatkan tinggi ruangan seperti
yang ditentukan di dalam standar ini dan harus sedikitnya 2,3 m ( 7ft, 6 inci ) dengan bagian
tonjolan dari langit-langit sedikitnya 2 m ( 6 ft, 8 inci ) tinggi nominal di atas lantai finis. Tinggi
ruangan di atas tangga harus minimal 2 m ( 6 ft, 8 inci ), dan harus diukur vertikal dari ujung
anak tangga ke bidang sejajar dengan kemiringan tangga.
Pengecualian :
Pada bangunan yang sudah ada, tingginya langit-langit harus tidak kurang dari 2,1 m ( 7 ft ) dari lantai dengan
tanpa penonjolan di bawah 2 m ( 6 ft, 8 inci ) tinggi nominal dari lantai.
6 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
7 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
5.1. Pintu.
5.1.1. Umum.
5.1.1.1. Sebuah rakitan pintu dalam suatu sarana jalan ke luar harus memenuhi
persyaratan umum pasal 4 dan persyaratan khusus dari sub bagian ini. Rakitan seperti itu
harus dirancang sebagai sebuah pintu.
5.1.1.2. Setiap pintu dan setiap jalan masuk utama yang dipersyaratkan untuk melayani
sebagai sebuah eksit harus dirancang dan dibangun sehingga jalan dari lintasan ke luar
dapat terlihat jelas dan langsung.
Jendela yang karena konfigurasi fisiknya atau rancangan dan bahan yang digunakan dalam
pembangunannya mempunyai potensi dikira pintu, harus dibuat tidak dapat dimasuki oleh
penghuni dengan memasang penghalang atau pagar.
5.1.1.3. Untuk tujuan pasal 5, sebuah bangunan harus dihuni setiap saat, sejak
dinyatakan terbuka, terbuka untuk umum, atau pada waktu lainnya yang dihuni oleh lebih
dari 10 orang.
8 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
9 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
Pengecualian 1:
Komponen sarana jalan ke luar seperti kisi-kisi pengaman geser horizontal dan kisi-kisi pengaman digulung
vertikal ataupun pintu yang merupakan bagian dari sarana jalan ke luar diijinkan dipasang pada bangunan,
asalkan :
a). Komponen tersebut kokoh terpasang pada posisi terbuka penuh selama waktu penghunian, dan
b). Pada ataupun dekat lokasi pintu, harus dipasang tanda yang dapat dilihat secara jelas bertuliskan :
10 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
membuka penuh. Selain itu pintu-pintu tidak boleh membuka langsung ke tangga tanpa ada
bordes yang lebarnya sekurang-kurangnya sama dengan lebar pintu (lihat butir 5.1.3).
Pengecualian :
Di dalam bangunan yang sudah ada, sebuah pintu yang menjadi akses ke tangga harus mempunyai lebar bersih
sedikinyat 60 cm ( 22 inci ) dan bila dibuka tonjolannya tidak lebih dari 18 cm ( 7 inci ) lebar tangga yang
diperlukan.
5.1.4.5. Tenaga yang diperlukan untuk membuka penuh pintu manapun secara manual di
dalam suatu sarana jalan ke luar harus tidak lebih dari 67 N ( 15 lbf ) untuk melepas grendel
pintu, 133 N ( 30 lbf ) untuk mulai menggerakkan pintu, dan 67 N ( 15 lbf ) untuk membuka
pintu sampai pada lebar minimum yang diperlukan. Tenaga untuk membuka pintu ayun
dengan engsel sisi bagian dalam atau poros pintu ayun tanpa penutup harus tidak lebih dari
22 N ( 5 lbf ). Tenaga ini harus diterapkan pada grendel pintu.
11 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
Pengecualian ini berhak dibatalkan oleh pihak yang berwenang dalam suatu kasus.
5.1.5.2. Setiap pintu ruang tertutup untuk tangga harus dapat dimasuki kembali dari
ruang tertutup untuk tangga ke bagian dalam bangunan, atau sebuah pelepas otomatik
harus disediakan untuk membuka kunci semua pintu ruang tertutup untuk tangga guna dapat
dimasuki kembali.
Pelepas otomatik tersebut harus digerakkan dengan mengoperasikan sistem alarm
kebakaran bangunan.
Pengecualian 1 :
Pintu pada ruang tertutup untuk tangga yang dipilih, dibolehkan untuk dilengkapi dengan perangkat keras yang
mencegah masuk kembali ke bagian dalam bangunan, asalkan :
a). Paling sedikit ada dua lantai, untuk meninggalkan ruangan tangga tertutup bila dimungkinkan; dan
b). Tidak lebih dari empat tingkat saling berkaitan untuk ke luar dari ruang tertutup untuk tangga bila
dimungkinkan, dan
c). Dimungkinkan untuk masuk kembali di lantai teratas atau satu lantai sebelum lantai teratas yang diijinkan
untuk mengakses ke eksit yang lainnya, dan
d). Pintu yang diijinkan untuk masuk kembali ditandai sedemikian rupa pada pintu, dan
e). Pintu yang tidak diijinkan untuk masuk kembali harus diberi tanda arah pada sisi tangga yang
menunjukkan lokasi dari pintu terdekat, pada semua arah lintasan yang mengijinkan masuk kembali atau
eksit.
Pengecualian 2 :
Tangga-tangga yang melayani tidak lebih dari empat lantai.
5.1.5.3. Sebuah grendel atau alat pengunci lain pada sebuah pintu harus disediakan
dengan alat pelepas yang mempunyai metoda operasi yang jelas pada semua kondisi
pencahayaan. Mekanisme pelepasan untuk grendel manapun harus ditempatkan tidak lebih
dari 120 cm ( 48 inci ) di atas lantai. Pintu harus dapat dibuka dengan tidak lebih dari satu
operasi pelepasan.
Pengecualian.
Pintu jalan keluar pada unit hunian tunggal dan wisma tamu dibolehkan untuk dilengkapi dengan alat yang
memerlukan tidak lebih dari satu operai pelepasan tambahan, asalkan alat tersebut dioperasikan dari dalam
tanpa penggunaan anak kunci atau perkakas dan dipasang pada ketinggian tidak lebih dari 120 cm ( 48 inci ) di
atas lantai. Peralatan pengaman yang sudah ada dibolehkan untuk mempunyai dua operasi pelepasan
tambahan. Alat pengaman yang sudah ada selain dari peralatan grendel otomatis harus ditempatkan tidak lebih
dari 150 cm ( 60 inci ) tingginya di atas lantai. Peralatan grendel otomatis harus di tempatkan tidak lebih dari 120
cm ( 48 inci ) di atas lantai.
5.1.5.4. Apabila sepasang pintu dipersyaratkan pada sarana jalan ke luar, setiap daun
pintu dari sepasang daun pintu tersebut harus dilengkapi dengan alat pelepas tersendiri.
Peralatan yang tergantung pada pelepasan dari satu pintu sebelum yang lainnya, harus tidak
digunakan.
Pengecualian :
Apabila pintu eksit digunakan secara berpasangan dan baut tanam otomatik yang disetujui digunakan, daun pintu
yang memiliki baut tanam otomatik harus tidak mempunyai kenop-pintu atau perangkat yang terpasang di atas
permukaan. Pembukaan setiap daun pintu harus tidak memerlukan lebih dari satu operasi.
12 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
5.1.5.5. Peralatan harus tidak dipasang yang berkaitan dengan pintu manapun dimana
perangkat keras panik atau perangkat keras eksit kebakaran dipersyaratkan, asalkan
peralatan tersebut mencegah atau dimaksudkan untuk mencegah penggunaan pintu secara
bebas untuk maksud jalan ke luar.
5.1.6. Susunan pengunci khusus.
5.1.6.1. Pengunci jalan ke luar yang ditunda.
Pengunci jalan ke luar yang ditunda yang disetujui, terdaftar, harus diijinkan untuk dipasang
pada pintu-pintu yang melayani isi bangunan dengan tingkat bahaya rendah atau sedang
yang terproteksi menyeluruh oleh satu sistem deteksi otomatik yang terawasi dan disetujui
serta dipasang sesuai SNI 03-3989-2000 tentang tata cara perencanaan dan pemasangan
sistem springkler otomatik untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung,
dengan syarat bahwa :
a). Pintu terbuka pada saat bekerjanya sistem springkler otomatik yang terawasi dan
disetujui serta dipasang sesuai SNI 03-3989-2000 tentang tata cara perencanaan dan
pemasangan sistem springkler otomatik untuk pencegahan bahaya kebakaran pada
bangunan gedung, atau pada saat bekerjanya detektor panas manapun atau tidak
lebih dari dua detektor asap dari satu sistem detektor kebakaran otomatik yang
terawasi, dipasang sesuai SNI 03-3985-2000 tentang tata cara perencanaan dan
pemasangan sistem deteksi kebakaran untuk pencegahan bahaya kebakaran pada
bangunan gedung, dan
b). Pintu kuncinya terbuka pada kejadian hilangnya daya listrik yang mengendalikan
pengunci atau mekanik kunci; dan
c). Pintu kuncinya terbuka pada saat hilangnya daya listrik untuk mengontrol sistem
deteksi kebakaran otomatik, sistem springkler, atau sarana pengawasan sistem
springkler yang memproteksi daerah bangunan yang dilayani pintu tersebut.
d). Satu proses yang tidak bisa berulang melepas penguncian di dalam 15 detik pada saat
diterapkan untuk melepas alat yang dipersyaratkan pada butir 5.1.5.3 dengan tenaga
yang harus tidak lebih dari yang disyaratkan 67 N ( 15 lbf ), tidak juga dipersyaratkan
untuk dipakai terus menerus lebih dari 3 detik.
Permulaan dari proses pelepasan harus mengaktifkan satu sinyal di sekitar pintu untuk
menjamin bahwa usaha untuk jalan ke luar, sistemnya berfungsi.
Sekali kunci pintu dilepas dengan penerapan tenaga pada alat pelepas, penguncian
kembali harus secara manual ; dan
Pengecualian untuk d) :
Apabila disetujui oleh instansi yang berwenang, penundaan tidak lebih dari 30 detik dibolehkan dengan syarat
bahwa keselamatan jiwa terjamin,
e). Pada pintu yang dekat dengan alat pelepas, terdapat tanda yang mudah terlihat,
dengan huruf setinggi 2,5 cm ( 1 inci ) dan tidak kurang 0,3 cm ( 1/8 inci ) tebalnya
dengan latar belakang yang kontras, dengan tulisan :
“DORONG SAMPAI ALARM BERBUNYI,
PINTU DAPAT DIBUKA DALAM WAKTU 25 DETIK”.
13 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
Ketika dioperasikan, alat pelepas manual itu harus berhasil langsung memotong daya
listrik ke kunci-bebas dari sistem akses kontrol elektronik dan pintu-pintu harus tetap
kuncinya terbuka tidak kurang dari 30 detik; dan
d). Mengaktifkan sistem sinyal proteksi kebakaran bangunan jika disediakan, secara
otomatik membuka pintu-pintu, dan pintu-pintu tetap dalam keadaan tidak terkunci
sampai sistem sinyal proteksi kebakaran itu di reset kembali secara manual; dan
e). Mengaktifkan sistem springkler otomatik bangunan atau sistem deteksi kebakaran, jika
disediakan, secara otomatik membuka pintu-pintu dan pintu-pintu tetap dalam keadaan
tidak terkunci sampai sistem sinyal proteksi kebakaran di reset kembali secara manual.
5.1.7. Perangkat keras panik dan perangkat keras eksit kebakaran.
5.1.7.1. Perangkat keras panik dan perangkat keras eksit kebakaran terdiri dari rakitan
grendel pintu yang digabungkan dengan suatu alat yang melepas grendel dengan
menerapkan suatu gaya dalam arah lintasan jalan ke luar.
Perangkat keras eksit kebakaran sebagai tambahan, menyediakan proteksi kebakaran
apabila digunakan sebagai bagian dari suatu rakitan pintu kebakaran.
5.1.7.2. Apabila sebuah pintu dipersyaratkan untuk dilengkapi dengan perangkat keras
panik atau eksit kebakaran, peralatan pelepas tersebut harus :
a). terdiri dari palang atau panel, bagian penggeraknya memanjang tidak kurang dari
separuh lebar daun pintu, tidak kurang dari 76 cm ( 30 inci ) dan tingginya di atas lantai
tidak lebih dari 112 cm ( 44 inci ), dan
b). menyebabkan grendel pintu terlepas ketika suatu gaya yang harus tidak melebihi 67 N
(15 lbf) sesuai persyaratan, diterapkan.
5.1.7.3. Hanya perangkat keras panik yang disetujui harus digunakan pada pintu-pintu
panik.
Hanya perangkat keras eksit kebakaran saja yang harus digunakan pada pintu kebakaran.
14 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
5.1.7.4. Dipersyaratkan perangkat keras panik dan perangkat keras eksit kebakaran
harus tidak dilengkapi dengan alat pengunci, sekrup, atau susunan lain yang mencegah
pelepasan dari grendel ketika tekanan diterapkan pada peralatan pelepas.
Peralatan yang menahan grendel pada posisi menarik kembali harus dilarang pada
perangkat keras eksit kebakaran.
Pengecualian :
Peralatan yang terdaftar dan disetujui, yang menahan grendel pada posisi menarik kembali diperbolehkan pada
perangkat keras eksit kebakaran.
5.1.8. Peralatan yang menutup sendiri.
Sebuah pintu yang dirancang dalam keadaan normal selalu tertutup pada suatu sarana jalan
ke luar dari pintu yang menutup sendiri dan harus tidak diperkenankan dalam posisi terbuka
setiap saat.
Pengecualian :
Pada bangunan dengan tingkat bahaya kebakaran rendah atau sedang, apabila disetujui oleh instansi yang
berwenang pintu-pintu dibolehkan dari jenis menutup otomatik, asalkan :
a). pada pelepasan dari mekanisme penahan buka, pintu menjadi menutup sendiri; dan
b). peralatan pelepas dirancang sehingga pintu segera melepas secara manual dan pada saat lepas pintu
menjadi menutup sendiri, atau menutup pintu dengan operasional yang sederhana; dan
c). mekanisme atau medium pelepas otomatik diaktifkan oleh :
1). bekerjanya sistem deteksi asap otomatik yang disetujui, sesuai SNI 03-1735-2000 tentang tata
cara perencanaan dan pemasangan sistem deteksi kebakaran untuk pencegahan bahaya
kebakaran pada bangunan gedung, untuk memproteksi seluruh bangunan, dirancang dan
dipasang untuk menyediakan sistem penggerak yang cepat supaya bebas dari asap atau panas
yang timbul yang cukup menggangu jalan ke luar sebelum sistem beroperasi, atau
2). bekerjanya sistem deteksi asap yang disetujui, yang dipasang sedemikian rupa untuk mendeteksi
asap pada sisi manapun dari bukaan pintu. Sistem-sistem tersebut di atas harus dibolehkan untuk
di “zona” kan apabila disetujui oleh instansi yang berwenang; dan
d). Setiap sistem deteksi kebakaran atau detektor asap dilengkapi dengan pengawasan dan pengamanan
yang diperlukan untuk menjamin keandalan operasional dalam kasus kebakaran; dan
e). Pada keadaan kehilangan tenaga pada alat penahan-buka, mekanisme penahan buka dilepas dan pintu
menjadi menutup sendiri, dan
f). Pelepasan melalui sarana deteksi asap dari suatu pintu di dalam sebuah ruang tangga tertutup akan
menghasilkan semua pintu yang melayani tangga menutup.
5.1.9. Pintu yang dioperasikan dengan tenaga.
Apabila dipersyaratkan pintu dioperasikan oleh tenaga pada saat seseorang mendekati atau
pintu dioperasikan dengan tenaga, rancangannya harus sedemikian rupa sehingga pada
kegagalan tenaga, pintu terbuka secara manual untuk memungkinkan lintasan jalan ke luar
atau tertutup bila perlu untuk menjaga keselamatan dari sarana jalan ke luar.
Gaya yang diperlukan untuk membuka pintu itu secara manual harus tidak lebih dari yang
dipersyaratkan pada butir 5.1.4.5. kecuali bahwa gaya tersebut dibutuhkan untuk
menggerakkan pintu tidak lebih dari 222 N ( 50 lbf ).
15 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
Pintu harus dirancang dan dipasang sehingga jika gaya yang diterapkan pada pintu itu pada
sisi dimana jalan ke luar dibuat, harus mampu untuk mengayunkan pintu dari posisi
manapun sampai penggunaan sepenuhnya dari lebar yang dibutuhkan dari bukaan dalam
mana pintu dipasang ( lihat butir 5.1.4 ).
Pada sisi jalan ke luar dari masing-masing pintu, harus ada tanda yang mudah dilihat dan
dengan tulisan : “ DALAM KEADAAN DARURAT, DORONG UNTUK BUKA “
Tanda itu harus dari huruf yang tidak kurang dari 2,5 cm ( 1 inci ) tingginya dengan latar
belakang yang kontras.
Pengecualian 1 :
Geseran dari pintu yang digerakkan dengan tenaga dalam melayani akses eksit pada beban hunian lebih dari 50
yang dapat dibuka secara manual pada arah gerakan pintu dengan gaya tidak lebih dari yang dipersyaratkan
dalam butir 5.1.4.5 harus tidak dipersyaratkan mempunyai jenis membuka ke luar. Tanda arah yang diperlukan
harus menyatakan : “ Dalam keadaan darurat geser untuk membuka”.
Pengecualian 2 :
Di dalam cara keluar darurat, sebuah daun pintu yang ditempatkan di dalam sebuah bukaan dua daun pintu
harus dibebaskan dari persyaratan butir 5.1.2.2. tentang sebuah daun pintu tunggal dengan lebar minimum 80
cm ( 32 inci ), asalkan lebar bersih daun pintu tunggal tidak kurang dari 75 cm ( 30 inci ).
Pengecualian 3 :
Untuk pintu geser dengan dua bagian, pada cara keluar darurat, sebuah daun pintu yang ditempatkan di dalam
bukaan daun banyak, harus dibebaskan dari persyaratan butir 5.1.2.2, tentang sebuah pintu tunggal dengan
lebar minimum 80 cm ( 32 inci ), jika minimum sebuah bukaan bersih 80 cm ( 32 inci ) dilengkapi oleh semua
daun pintu keluar.
Pengecualian 4 :
Pintu memenuhi butir 5.1.14.
5.1.10. Pintu putar.
5.1.10.1. Pintu putar harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a). Pintu putar harus mampu dilipat menjadi posisi lipat buku; dan
Pengencualian a) :
Pintu putar yang sudah ada dimana disetujui oleh instansi yang berwenang.
b). Dimana pada posisi lipat buku, lintasan jalan ke luar sejajar yang terbentuk harus
menyediakan satu tambahan lebar 90 cm ( 36 inci ) ; dan
Pengecualian b) :
Pintu putar yang sudah ada apabila disetujui oleh instansi yang berwenang.
c). Pintu putar harus tidak digunakan dalam jarak 3 m dari tangga terbawah atau teratas,
atau eskalator. Di dalam semua keadaan, harus ada daerah pencar yang disetujui
instansi yang berwenang antara tangga atau eskalator dan pintu putar; dan
d). Putaran per menit dari daun pintu harus tidak melebihi angka di dalam tabel berikut :
16 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
17 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
c). Pintu putar mampu dilipat menjadi posisi lipat buku apabila gaya yang tidak melebihi
578 N ( 130 lbf ) diterapkan pada sayap daun pintu dalam jarak 7,6 cm ( 3 inci ) dari
ujung luar.
18 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
Gambar 5.1.11.2 : Pintu tiang putar dengan tinggi lebih dari 100 cm.
5.1.11.3. Pintu tiang putar di dalam atau melengkapi akses ke eksit yang dipersyaratkan
harus menyediakan paling sedikit 42 cm ( 16½ inci ) lebar bersih pada dan di bawah satu
ketinggian 100 cm ( 39 inci ) dan paling sedikit 55 cm lebar bersih pada ketinggian diatas
100 cm.
5.1.12. Pintu pada partisi lipat.
Apabila partisi yang mudah dipindah dan dilipat dan dipasang tetap yang membagi sebuah
ruangan kedalam tempat-tempat yang lebih kecil, sebuah pintu ayun atau jalur pintu terbuka
harus disediakan sebagai sebuah akses eksit dari setiap tempat semacam itu.
Pengecualian 1 :
Pintu ayun tidak diperlukan, dan partisi harus diijinkan untuk tempat sepenuhnya, asalkan :
a). Tempat yang terbagi tidak digunakan lebih dari 20 orang setiap saat; dan
19 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
20 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
d). Pintu dioperasikan dengan satu gaya tidak lebih dari 222 N ( 50 lbf ) ketika satu gaya
1.110 N ( 250 lbf ) diterapkan tegak lurus pada pintu dekat peralatan operasional; dan
Pengecualian untuk d) :
Pintu geser horisontal akses eksit yang melayani satu daerah mempunyai beban hunian lebih sedikit dari 50.
e). Rakitan pintu memenuhi persyaratan dengan tingkat proteksi kebakaran dan, dimana
tingkat menutup sendiri atau menutup otomatis oleh deteksi asap sesuai dengan butir 5.1.8,
dan dipasang sesuai standar yang berlaku.
5.2. Tangga.
5.2.1. Umum.
Tangga yang digunakan sebagai suatu komponen jalan ke luar, harus sesuai dengan
persyaratan umum pada bagian/pasal 4 dan persyaratan khusus dari sub bagiannya.
Pengecualian :
Tangga yang sudah ada yang tidak memenuhi persyaratan apabila disetujui oleh instansi yang berwenang.
5.2.2. Kriteria dimensi.
5.2.2.1. Tangga-tangga standar.
Tangga harus memenuhi tabel 5.2.2.1.a).
Tabel 5.2.2.1.a). : Tangga baru
Lebar bersih dari segala rintangan, kecuali 110 cm ( 44 inci), 90 cm ( 36 inci ),
tonjolan pada atau dibawah tinggi apabila total beban hunian dari semua
pegangan tangan pada tiap sisinya tidak lantai-lantai yang dilayani oleh jalur
lebih dari 9 cm ( 3½“ ). tangga kurang dari 50.
Maksimum ketinggian anak tangga 18 cm ( 7 inci )
Minimum ketinggian anak tangga. 10 cm ( 4 inci ).
Minimum kedalaman anak tangga. 28 cm ( 11 inci ).
Tinggi ruangan minimum. 200 cm ( 6 ft, 8 inci ).
Ketinggian maksimum antar bordes 3,7 m ( 12 ft )
tangga.
Bordes tangga lihat butir 5.1.3. dan 5.1.4.4.
Pengecualian :
Tangga yang sudah ada pada bangunan yang sudah ada harus diijinkan untuk tetap digunakan apabila
memenuhi persyaratan untuk tangga yang sudah ada seperti ditunjukkan dalam tabel 5.2.2.1.b) untuk tangga
yang sudah ada.
Apabila disetujui oleh instansi yang berwenang, tangga yang sudah ada harus diijinkan
dibangun kembali dengan kriteria ukuran sesuai tabel 5.2.2.1.b) untuk tangga yang sudah
ada dan sesuai dengan standar lain yang dipersyaratkan dalam butir 5.2. untuk tangga.
21 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
Kelas A Kelas B
22 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
b). lebar bersih dari tangga tidak kurang dari 70 cm ( 26 inci ) , dan
c). ketinggian anak tangga tidak lebih dari 24 cm ( 9 ½ inci ), dan
d). tinggi ruangan tidak kurang dari 200 cm ( 6 ft, 6 inci ), dan
e), anak tangga mempunyai kedalaman minimum 19 cm ( 7½ inci ) pada titik 30 cm ( 12
inci ) dari ujung tersempit.
f). semua anak tangga identik.
23 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
24 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
25 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
Gambar 5.2.3.5.(d) : Pengukuran anak tangga dengan permukaan injakan yang tidak stabil.
Pada pingulan anak tangga, pemiringan atau pembulatan harus tidak lebih dari 1,3 cm ( ½
inci ) dalam dimensi horisontal.
5.2.3.6. Keseragaman ukuran.
Harus tidak ada variasi lebih dari 1 cm ( 3/16 inci ) di dalam kedalaman anak tangga yang
bersebelahan atau di dalam ketinggian dari tinggi anak tangga yang bersebelahan, dan
toleransi antara tinggi terbesar dan terkecil atau antara anak tangga terbesar dan terkecil
harus tidak lebih dari 1 cm ( 3/8 inci ) dalam sederetan anak tangga.
Pengecualian :
Apabila anak tangga terbawah yang berhubungan dengan kemiringan jalan umum, jalur pejalan kaki, jalur lalu
lintas, mempunyai tingkat ditentukan dan melayani suatu bordes, perbedaan ketinggian anak tangga terbawah
tidak boleh lebih dari 7,6 cm ( 3 inci ) dalam setiap 91 cm ( 3 ft ) lebar jalur tangga harus diijinkan.
5.2.4. Pagar pengaman dan rel pegangan tangan.
5.2.4.1. Pagar pengaman.
Sarana jalan ke luar yang lebih dari 75 cm ( 30 inci ) diatas lantai atau di bawah tanah harus
dilengkapi dengan pagar pengaman untuk mencegah jatuh dari sisi yang terbuka.
26 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
Gambar 5.2.4.2 (a) : Dianggap jalur lintasan biasa pada tangga monumental
dengan lokasi rel pegangan tangan yang beragam.
Gambar 5.2.4.2 (b) : Dianggap jalur lintasan biasa pada tangga monumental
dengan lokasi rel pegangan tangan yang beragam.
27 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
28 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
a). Rel pegangan tangan pada tangga harus paling sedikit 86 cm ( 34 inci ) dan tidak lebih
dari 96 cm ( 38 inci ) di atas permukaan anak tangga, diukur vertikal dari atas rel
sampai ke ujung anak tangga.
Pengecualian 1 untuk a) :
Ketinggian dari rel pegangan tangan yang diperlukan yang membentuk bagian dari pagar pelindung harus
diijinkan tidak lebih dari 107 cm ( 42 inci ) diukur vertikal ke bagian atas rel dari ujung anak tangga.
Pengecualian 2 untuk a) :
Rel pegangan tangan yang sudah ada harus paling sedikit 76 cm ( 30 inci ) dan tidak lebih dari 96 cm ( 38 inci )
di atas permukaan atas anak tangga, diukur vertikal ke bagian atas rel dari ujung anak tangga.
Pengecualian 3 untuk a) :
Rel pegangan tangan tambahan yang lebih rendah atau lebih tinggi dari pada rel pegangan tangan utama harus
diijinkan.
29 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
b). Rel pegangan tangan yang baru harus menyediakan suatu jarak bebas paling sedikit
3,8 cm ( 1½ inci ) antara rel pegangan tangan dan dinding pada mana rel itu
dipasangkan.
c). Rel pegangan tangan yang baru harus memiliki luas penampang lingkaran dengan
diameter luar paling sedikit 3,2 cm ( 1¼ inci ) dan tidak lebih dari 5 cm ( 2 inci ). Rel
pegangan tangan yang baru harus dengan mudah dipegang terus menerus sepanjang
seluruh panjangnya.
Pengecualian 1 untuk c) :
Setiap bentuk lain dengan satu dimensi keliling paling sedikit 10 cm ( 4 inci ) tetapi tidak lebih dari 16 cm ( 6¼
inci), dan dengan dimensi penampang terbesar tidak lebih dari 5,7 cm ( 2¼ inci ) harus diijinkan, asalkan
ujungnya dibulatkan sampai satu jarak radius minimum 0,3 cm ( 1/8 inci ).
Pengecualian 2 untuk c) :
Pengikat rel pegangan tangan atau balustrade dipasang ke bagian bawah permukaan dari rel pegangan tangan,
yang mana tonjolan horisontalnya tidak melewati sisi sisi dari rel pegangan tangan dalam jarak 2,5 cm ( 1 inci )
dari bagian bawah rel pegangan tangan dan yang memiliki ujung dengan radius minimum 0,3 cm ( 1/8 inci ),
harus tidak dipertimbangkan sebagai penghalang pada pegangan tangan.
d). Ujung rel pegangan tangan yang baru harus dikembalikan ke dinding atau lantai atau
berhenti pada tempat terbaru.
e). Rel pegangan tangan yang baru yang tidak menerus diantara sederetan anak tangga
harus melebar horisontal, pada ketinggian yang diperlukan, paling sedikit 30 cm ( 12
inci ) tidak melebihi tiang tegak teratas dan menerus miring pada kedalaman satu anak
tangga di atas tiang tegak paling bawah.
Pengecualian untuk e) :
Apabila disetujui oleh instansi yang berwenang karena keterbatasan tempat dan di dalam unit hunian,
kepanjangan horisontal di atas anak tangga teratas tidak diperlukan asalkan rel pegangan tangan memanjang
pada ketinggian yang diperlukan sampai pada satu titik langsung di atas tiang tegak teratas.
5.2.4.6. Detail pagar pengaman.
a). Ketinggian pagar pengaman yang dipersyaratkan dalam butir 5.2.4.1 harus diukur
vertikal ke bagian atas pagar pengaman dari permukaan yang dekat dimaksud.
b). Pagar pengaman paling sedikit harus 100 cm ( 42 inci ) tingginya.
Pengecualian 1 untuk b) :
Pagar pengaman yang sudah ada yang di dalam unit hunian harus sedikitnya 90 cm ( 36 inci) tingginya.
Pengecualian 2 untuk b) :
Seperti yang ada pada bangunan kumpulan.
Pengecualian 3 untuk b) :
Pagar pengaman yang sudah ada pada tangga yang sudah ada harus paling sedikit tingginya 80 cm ( 30 inci ).
c). Pagar pengaman terbuka harus mempunyai rel atau pola ornamen sehingga bola
berdiameter 10 cm ( 4 inci ) harus tidak bisa lolos melalui bukaan sampai ketinggian 80
cm ( 34 inci ).
30 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
Pengecualian 1 untuk c) :
Bukaan segitiga yang dibentuk oleh tiang tegak, anak tangga, dan elemen bawah rel pagar pengaman pada sisi
terbuka dari sebuah tangga harus ukurannya sedemikian rupa sehingga sebuah bola dengan diameter 15 cm ( 6
inci ) harus tidak dapat lolos melalui bukaan segitiga itu.
Pengecualian 2 untuk c) :
Dalam rumah tahanan, dalam hunian industri, dan di dalam gudang, jarak bebas antara rel terdekat diukur tegak
lurus pada rel harus tidak lebih dari 50 cm ( 21 inci ).
Pengecualian 3 untuk c) :
Pagar pengaman yang sudah ada yang disetujui.
5.2.5. Ruangan tertutup dan proteksi dari tangga.
5.2.5.1. Ruang tertutup.
Semua tangga di dalam, yang melayani sebuah eksit atau komponen eksit harus tertutup
sesuai butir 4.1.2.
Semua tangga lain di dalam harus diproteksi sesuai dengan bukaan vertikalnya.
Pengecualian :
Dalam bangunan gedung yang sudah ada, apabila sebuah ruangan eksit dua lantai menghubungkan lantai eksit
pelepasan dengan lantai berdekatan, eksit tersebut harus dipersyaratkan untuk ditutup pada lantai eksit
pelepasan dan paling sedikit 50% dari jumlah dan kapasitas eksit pada lantai eksit pelepasan harus tersendiri
ditutupnya.
5.2.5.2. Ter-ekspos (“exposure”).
Gambar 5.2.5.2 (a) : Jalur tangga dengan dinding luar tidak tahan api
dalam bidang yang sama dengan dinding luar.
31 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
Gambar 5.2.5.2 (b) : Jalur tangga dengan keliling yang menonjol ke luar
pada dinding luar bangunan.
Gambar 5.2.5.2 ( c) : Jalur tangga dengan dinding luar tidak diproteksi berhadapan
dengan dinding luar yang bersebelahan dari bangunan.
Apabila dinding yang bukan tahan terhadap api atau bukan tidak terproteksi menutup bagian
luar jalur tangga dan dinding serta bukaan itu di ekspos pada bagian lain dari bangunan
pada satu sudut tidak lebih dari 180 derajat, dinding penutup bangunan dalam jarak 3 m ( 10
ft ) horisontal dari dinding yang bukan tahan api atau bukan yang terproteksi harus
dikonstruksikan seperti dipersyaratkan untuk ruang jalur tangga tertutup termasuk proteksi
untuk bukaannya. Konstruksi harus menjulur vertikal dari dasar ke suatu titik 3 m ( 10 ft ) di
atas bordes tangga di puncak paling tinggi atau pada garis atap, yang mana yang lebih
rendah.
Pengecualian 1 :
Jalur tangga yang sudah ada.
Pengecualian 2 :
Tingkat ketahanan api dari pemisah yang menjulur 3 m ( 10 ft ) dari tangga harus tidak dipersyaratkan lebih dari
60/60/60 atau sesuai SNI 03-1736-2000 tentang tata cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk pencegahan
bahaya kebakaran pada bangunan gedung, dengan bukaan memenuhi tingkat ketahanan api 45/45/45 atau
32 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
sesuai SNI 03-1736-2000 tentang tata cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk pencegahan bahaya
kebakaran pada bangunan gedung.
5.2.5.3. Tempat yang terpakai.
Tempat yang terpakai harus tidak tertutup, tempat yang terpakai tidak boleh ada di dalam
sebuah eksit yang tertutup termasuk di bawah tangga, tidak juga tempat terbuka di dalam
tempat terpakai untuk maksud apapun yang mempunyai kecenderungan menggangu jalan
ke luar.
Pengecualian :
Tempat terpakai yang tertutup harus diijinkan di bawah tangga asalkan tempat tersebut dipisahkan dari ruang
tertutup untuk tangga oleh bahan tahan api yang sama seperti ruang tertutup untuk eksit . Jalan masuk ke tempat
terpakai yang tertutup harus tidak dari dalam ruang tertutup untuk tangga ( lihat juga butir 4.1.2.3).
5.2.5.4. Tanda pengenal tangga.
Tangga yang melayani lima lantai atau lebih harus diberi tanda di dalam ruang tertutup pada
setiap bordes lantainya.
Tanda itu juga harus menunjukkan lantai itu, dan akhir teratas dan terbawah dari ruang
tangga tertutup, dan identifikasi tangga. Penandaan akan juga menyatakan lantai dari, dan
arah ke, eksit pelepasan. Penandaan harus di dalam ruang tertutup ditempatkan mendekati
1,5 m ( 5 ft) di atas bordes lantai dalam suatu posisi yang mudah terlihat bila pintu dalam
posisi terbuka atau tertutup.
5.2.5.5. Penandaan arah jalan ke luar.
Kemanapun ruang tertutup untuk tangga membutuhkan lintasan dalam arah ke atas untuk
mencapai permukaan eksit pelepasan, penandaan dengan indikator pengarahan
menunjukkan arah ke permukaan dari eksit pelepasan harus disediakan pada setiap bordes
permukaan lantai dari yang ke arah atas dari lintasan yang dibutuhkan. Penandaan seperti
itu harus mudah terlihat apabila pintu dalam posisi terbuka atau tertutup.
Pengecualian 1 :
Apabila penandaan dipersyaratkan oleh butir 5.2.5.4.
Pengecualian 2 :
Tangga yang memanjang tidak lebih dari satu lantai dibawah permukaan eksit pelepasan apabila eksit pelepasan
jelas terlihat.
5.2.6. Persyaratan khusus untuk tangga luar.
5.2.6.1. Akses.
Apabila disetujui oleh instansi yang berwenang, tangga luar harus diijinkan bila menuju ke
atap dari bagian lain bangunan atau yang bangunan yang bersebelahan, apabila konstruksi-
nya tahan api, apabila disana ada sarana jalan ke luar yang aman dan menerus dari atap,
dan apabila semua persyaratan yang wajar lainnya untuk keselamatan jiwa dijaga ( lihat juga
butir 6.6).
5.2.6.2. Balkon.
Balkon yang menuju pintu jalan ke luar harus mendekati permukaan lantai bangunan.
33 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
34 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
35 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
secara otomatik oleh beroperasinya detektor asap. Bukaan yang berdekatan ke balkon
bagian luar seperti itu harus diproteksi sesuai butir 5.2.6.5., dan
b). Setiap ruang antara harus mempunyai luas bersih minimal 1,5 m2 ( 16 ft2 ) dari bukaan
dalam dinding bagian luar yang menghadap ke lapangan, halaman, atau tempat umum
sedikitnya 6 m ( 20 ft ) lebarnya, dan
c). Setiap ruang antara harus mempunyai ukuran minimum sedikitnya lebar yang
dipersyaratkan dari koridor yang menuju ke ruang antara dan ukuran minimumnya 180
cm ( 72 inci ) dalam arah lintasan.
5.3.8. Ventilasi mekanik.
Ruang tertutup kedap asap oleh ventilasi mekanik harus memenuhi butir 5.3.3. dan berikut :
a). Ruang antara harus mempunyai ukuran lebar minimum 110 cm ( 44 inci ) dan 180 cm
(72 inci ) dalam arah lintasan; dan
b). Ruang antara harus dilengkapi dengan sedikitnya satu pergantian udara per menit, dan
pengeluaran udara 150 persen dari udara yang dipasok. Pasokan udara yang masuk
dan keluar harus lepas dari ruang antara melalui pemisah dengan konstruksi ducting
rapat yang digunakan hanya untuk tujuan itu. Pasokan udara harus masuk ruang
antara dalam jarak 15 cm ( 6 inci ) dari permukaan lantai. Register pengeluaran teratas
harus ditempatkan tidak lebih dari 15 cm ( 6 inci ) turun dari perangkap teratas dan
harus sepenuhnya di dalam daerah perangkap asap. Pintu, ketika posisinya terbuka,
harus tidak menghalangi bukaan ducting. Pengontrol damper harus diijinkan di dalam
bukaan ducting jika dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan perencanaan; dan
c). Untuk melayani sebagai perangkap asap dan panas, dan untuk menyediakan gerakan
ke atas kolom udara, langit-langit dari ruang antara harus sedikitnya 50 cm ( 20 inci )
lebih tinggi dari bukaan pintu ke dalam ruang antara. Ketinggian harus diijinkan untuk
dikurangi apabila telah dipertimbangkan oleh perancangan teknis dan pengujian
lapangan; dan
d). Tangga harus dilengkapi dengan bukaan damper relief pada bagian atas dan dipasok
mekanis dengan udara yang cukup ke pelepasan sedikitnya 70 m3 per menit ( 2500
cfm ) melalui bukaan damper relief yang dipelihara bertekanan positip 25 Pa ( 0,10 inci
kolom air ) dalam tangga yang berhubungan dengan ruang antara dengan semua pintu
ditutup.
5.3.9. Presurisasi tangga.
5.3.9.1. Ruang tertutup kedap asap oleh presurisasi tangga harus menggunakan sistem
keteknikan yang disetujui dengan rancangan perbedaan tekanan diseberang penghalang
12,5 Pa ( 0,05 inci kolom air ) untuk bangunan berspringkler atau 25 Pa ( 0,10 inci kolom air)
untuk bangunan tak berspringkler, dan harus mampu menjaga perbedaan tekanan ini
dibawah kondisi efek cerobong atau angin. Perbedaan tekanan seberang pintu harus tidak
lebih dari pintu yang diijinkan untuk mulai dibuka oleh gaya 133 N ( 30 lbf) sesuai butir
5.1.4.5.
5.3.9.2. Peralatan dan ducting untuk presurisasi tangga harus ditempatkan :
a). Di bagian luar bangunan dan langsung dihubungkan ke jalur tangga oleh ducting yang
ditutup dengan konstruksi tidak terbakar, atau
b). Di dalam ruang tangga tertutup dengan lubang masuk dan lubang ke luar udara
langsung keluar atau melalui ducting yang ditutup oleh bahan dengan tingkat
ketahanan api 120/120/120 atau sesuai SNI 03-1736-2000 tentang tata cara
36 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
37 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
38 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
39 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
Pengecualian :
Apabila suatu penghalang kebakaran dilengkapi eksit horisontal dalam setiap lantai bangunannya, penghalang
kebakaran seperti itu harus tidak dipersyaratkan pada lantai lain, asalkan :
a). Lanta dimana penghalang kebakarannya dihilangkan, yang dipisahkan dengan lantai yang mempunyai
eksit horisontal dengan konstruksi yang mempunyai tingkat ketahanan api sedikitnya sama dengan tingkat
ketahanan api penghalang kebakaran eksit horisontalnya; dan
b). bukaan vertikal antara lantai yang eksit horisontalnya ada dan lantai tidak dilindungi terhadap kebakaran
ditutup dengan konstruksi yang mempunyai tingkat ketahanan api sedikitnya sama dengan penghalang
kebakaran eksit horisontalnya ;
c) Semua eksit yang dipersyaratkan, selain dari eksit horisontal, pelepasannya langsung ke luar.
5.4.3.2. Dimana penghalang kebakaran dengan eksit horisontal berakhir pada dinding
luar pada dinding luar yang bersudut kurang dari 1800 , maka sepanjang 3 m dari titik
pertemuan penghalang kebakaran dan dinding luar harus mempunyai tingkat ketahanan api
60/60/60 atau sesuai SNI 03-1736 tentang tata cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk
pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung, apabila ada bukaan yang
terproteksi sepanjang 3 m ( 10 ft ) pada dinding luar, maka tingkat ketahananan api
bukaannya cukup 45/45/45 atau sesuai SNI 03-1736 tentang tata cara perencanaan sistem
proteksi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
Pengecualian 1 :
Eksit horisontal yang sudah ada.
40 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
5.4.3.3. Penghalang kebakaran yang menjadi eksit horisontal harus tidak ditembus oleh
ducting.
Pengecualian 1 :
Tembusan yang sudah ada yang terproteksi dengan damper kebakaran yang disetujui dan terdaftar .
Pengecualian 2 :
Dalam bangunan yang diproteksi seluruhnya oleh sistem sprinkler otomatik yang terawasi dan disetujui dan
dipasang sesuai SNI 03-3989-2000 tentang tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik
untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
Pengecualian 3 :
Tembusan ducting pada bangunan penjara diijinkan diproteksi dengan kombinasi damper kebakaran/damper
kebocoran asap yang memenuhi persyaratan pengoperasian damper asap.
5.4.3.4. Setiap bukaan pada penghalang kebakaran seperti itu, harus diproteksi sesuai
ketentuan tentang konstruksi dan kompartemen.
5.4.3.5. Pintu eksit horisontal harus memenuhi 5.1.4.
Pengecualian :
Pintu geser seperti dijelaskan untuk bangunan industri dan gudang.
5.4.3.6. Pintu kebakaran ayun diperkenankan pada eksit horisontal, kecuali bila :
a). Pintu membuka dalam arah lintasan jalan ke luar ; dan
b). Eksit horisontal melayani daerah pada kedua sisi penghalang kebakaran,
berdampingan dengannya ada pintu ayun, yang membuka ke arah yang berlawanan,
dengan penandaan pada setiap sisi dari penghalang kebakaran menunjukkan bukaan
sesuai dengan lintasan dari sisi itu; atau
Pengecualian untuk b) :
Daerah kamar tidur rumah tahanan dan rehabilitasi dikecualikan dari persyaratan penandaan.
c). Berbagai susunan pintu diperkenankan, asalkan selalu membuka sesuai dengan setiap
kemungkinan lintasan jalan ke luar.
Pengecualian 1 :
Pintu eksit horisontal membuka seperti dijelaskan untuk bangunan rumah sakit dan rumah tahanan.
Pengecualian 2 :
Bukaan pintu eksit horisontal di koridor lebarnya maksimum 180 cm ( 6 ft ) dalam bangunan yang sudah ada.
5.4.3.7. Pintu dalam eksit horisontal harus dirancang dan dipasang untuk meminimalkan
perembesan udara.
5.4.3.8. Semua pintu kebakaran dalam eksit horisontal harus menutup sendiri atau
menutup secara otomatik sesuai butir 5.1.8. Pintu horisontal eksit yang ditempatkan
berseberangan dengan koridor harus menutup secara otomatik sesuai butir 5.1.8.
Pengecualian :
Apabila disetujui oleh instansi yang berwenang, pintu eksit horisontal yang sudah ada harus diijinkan untuk
menutup sendiri.
41 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
42 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
Pengecualian 3 :
Ram klas B yang sudah ada dengan kemiringan tidak lebih miring dari 1 : 6 diijinkan untuk tetap dipakai apabila
disetujui oleh instansi yang berwenang.
Pengecualian 4 :
Ram yang sudah ada dengan kemiringan tidak lebih miring dari 1 : 10 harus tidak disyaratkan disediakan
bordes.
Pengecualian 5 :
Akses peralatan industri seperti pada bangunan industri.
Pengecualian 6 :
Ram yang digunakan untuk akses kendaraan, peti kemas, pesawat angkat yang mobil, dan pesawat terbang
tidak dipersyaratkan memenuhi kemiringan tinggi maksimum untuk jalan ram tunggal.
5.5.3. Detail ram.
5.5.3.1. Konstruksi.
a). Semua ram yang dipersyaratkan untuk sarana jalan ke luar harus dipasang dengan
konstruksi yang permanen.
43 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
b). Sebuah ram yang digunakan sebagai sarana jalan ke luar dalam bangunan lebih dari
tiga lantai, atau di dalam setiap konstruksi bangunan dengan berbagai tingkat
ketahanan api, harus dibuat dari rakitan bahan tidak terbakar atau bahan tidak mudah
terbakar. Lantai ram dan bordes harus padat dan tanpa perforasi ( berlubang).
5.5.3.2. Bordes.
a). Ram harus mempunyai bordes pada bagian atas, bagian bawah dan pada bukaan
pintu ke ram. Kemiringan dari bordes harus tidak lebih miring dari 1 : 48. Lebar bordes
harus sama dengan lebar ram.
Pengecualian untuk a) :
Lebar bordes maksimum 120 cm ( 4 ft ) dalam arah lintasan asalkan jalan ram lurus.
b). Setiap perubahan arah lintasan hanya diperkenankan pada bordes. Ram dan bordes
harus menerus sama lebar sepanjang arah lintasan ke luar .
Pengecualian untuk b) :
Ram yang sudah ada harus diijinkan untuk berubah arahnya tanpa ada bordes.
5.5.3.3. Tahanan gelincir.
Ram dan bordes harus mempunyai tahanan gelincir pada permukaannya.
5.5.3.4. Penurunan.
Ram dan bordes dengan penurunan harus mempunyai kanstin, dinding, rel, atau permukaan
yang menonjol untuk mencegah orang tergelincir ke luar lintasan ram. Kanstin atau
penghalang minimal 10 cm ( 4 inci ) tingginya.
5.5.4. Pagar pengaman dan rel pegangan tangan.
Pagar pengaman sesuai butir 5.2.4 harus disediakan untuk ram. Rel pegangan tangan
sesuai butir 5.2.4. harus disediakan sepanjang kedua sisi ram dengan kemiringan lebih dari
1 : 20. Tinggi dari rel pegangan tangan dan pagar pengaman harus diukur vertikal dari
permukaan lantai ram.
Pengecualian :
Pagar pengaman dan rel pegangan tangan yang disediakan untuk ram pada gang untuk bangunan kumpulan.
5.5.5. Ruang tertutup dan proteksi untuk ram.
Ram di dalam sarana jalan ke luar harus tertutup atau terproteksi seperti tangga sesuai butir
5.2.5. Penggunaan pengecualian no.2 dan no.3 terhadap butir 5.2.6.4. dilarang.
5.5.6. Ketentuan khusus untuk ram luar.
5.5.6.1. Ketinggian lantai.
Ketinggian lantai balkon dan bordes yang menuju ke pintu harus mendekati ketinggian lantai
bangunan.
44 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
45 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
Tangga penyelamatan yang baru tidak berupa tangga panjat atau jendela akses untuk semua klasifikasi hunian
atau beban hunian.
5.8.1.3. Untuk tangga penyelamatan kebakaran dari tipe U dengan platform atau tipe
lurus dengan platform yang menerus dalam arah yang sama harus diijinkan. Jenis yang
manapun harus diijinkan sejajar atau tegak lurus pada bangunan. Jenis yang manapun
harus diijinkan menempel pada bangunan atau dibangun tersendiri dari bangunan dan
dihubungkan oleh jalur pejalan kaki.
5.8.2. Proteksi dari bukaan.
Tangga penyelamatan kebakaran harus berhubungan dengan sesedikit mungkin bukaan
jendela dan pintu. Setiap bukaan harus diproteksi dengan pintu kebakaran yang disetujui
atau rakitan jendela kebakaran, apabila bukaan atau bagian dari bukaan diletakkan sebagai
berikut :
a). Horisontal.
Jika dalam jarak 4,5 m ( 15 ft ) dari balkon, platform, atau jalur tangga yang termasuk
sebagai satu komponen dari tangga penyelamatan kebakaran.
b). Di bawah.
Jika dalam jarak tiga lantai atau 10 m ( 35 ft ) dari balkon, platform, jalur pejalan kaki,
atau jalur tangga yang termasuk sebagai satu komponen tangga penyelamatan
kebakaran atau dalam jarak dua lantai atau 6 m ( 20 ft ) dari sebuah platform atau jalur
pejalan kaki yang menuju dari tiap lantai ke tangga penyelamatanan kebakaran.
c). Di atas.
Jika dalam jarak 3 m ( 10 ft ) dari balkon, platform atau jalur pejalan kaki diukur vertikal
atau dari permukaan anak tangga terukur vertikal.
d). Lantai teratas.
proteksi untuk bukaan dinding harus tidak dipersyaratkan apabila tangga ridak menuju
ke atap.
e). Halaman ( Court ) yang mengelilingi dinding.
Setiap dinding yang menghadap ke halaman yang dilayani oleh sebuah tangga
penyelamatan kebakaran dengan dimensi yang terkecil dari halaman tidak lebih besar
dari sepertiga ketinggian platform teratas dari tangga penyelamatan kebakaran diukur
dari lantai dasar.
Pengecualian :
Ketentuan dalam butir 5.8.2 harus diijinkan untuk dimodifikasi oleh instansi yang berwenang bila menggunakan
proteksi springkler otomatis, hunian bahaya kebakaran rendah, atau kondisi khusus lainnya.
5.8.3. Akses.
5.8.3.1. Akses ke tangga penyelamatan kebakaran harus sesuai dengan butir 5.8.4 dan
butir 8.1.2.
Pengecualian :
Apabila diijinkan dalam hunian yang sudah ada dari standar ini, akses ke tangga penyelamatan kebakaran
diijinkan melalui jendela. Jendela berjalusi atau jendela tahan badai harus dilarang apabila jendela tersebut
membatasi akses bebas ke tangga penyelamatan kebakaran. Jendela harus disusun dan dijaga sehingga mudah
dibuka.
46 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
47 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
5.8.5. Pagar pengaman, rel pegangan tangan dan ruang tertutup yang visual.
5.8.5.1. Semua tangga penyelamatan kebakaran harus mempunyai dinding atau pagar
pengaman dan rel pegangan tangan pada kedua sisinya sesuai butir 5.2.4.
Pengecualian :
Rel pegangan tangan yang sudah ada pada tangga penyelamatan kebakaran yang sudah ada harus diijinkan
selama ketinggiannya tidak lebih dari 100 cm ( 42 inci ).
5.8.5.2. Penggantian tangga penyelamatan kebakaran di dalam hunian yang melayani
lebih dari 10 penghuni harus mempunyai ruang tertutup visual untuk menghindari setiap
kesalahan penggunaan oleh orang-orang yang mempunyai rasa takut pada tempat yang
tinggi. Untuk tangga lebih dari tiga lantai tingginya, setiap susunan dimaksud untuk
memenuhi persyaratan ini harus sedikitnya 100 cm ( 42 inci ) tingginya.
5.8.6. Bahan dan ketahanan.
5.8.6.1. Bahan yang tidak mudah terbakar harus digunakan untuk konstruksi semua
kompoinen dari tangga penyelamatan kebakaran.
48 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
5.8.6.2. Instansi yang berwenang harus diijinkan untuk menyetujui setiap tangga
kebakaran yang sudah ada yang telah di uji beban atau bukti lain yang memuaskan yang
menunjukkan ketahanan yang cukup.
5.8.7. Tangga ayun.
5.8.7.1. Satu bagian tangga ayun harus diijinkan untuk menjadi akhir dari tangga
penyelamatan kebakaran jalan setapak, gang atau jalur kendaraan, apabila tidak
memungkinkan untuk membuat pengakhiran dengan tangga penyelamatan kebakaran.
5.8.7.2. Bagian tangga ayun tidak ditempatkan di atas pintu, di atas jalur lintasan dari
setiap eksit lain, atau dalam setiap lokasi yang menjadikannya penghalang.
5.8.7.3. Lebar dari bagian tangga ayun harus sedikitnya sama dengan tangga
penyelamatan kebakaran di atasnya.
5.8.7.4. Bagian atas tangga ayun harus tidak miring terhadap tangga penyelamatan
kebakaran di atasnya.
5.8.7.5. Pagar pengaman dan rel pegangan tangan, sesuai butir 5.2.4. harus diadakan
dengan ketinggian dan konstruksi yang sesuai dengan yang digunakan untuk tangga
penyelamatan kebakaran diatasanya. Pagar pengaman dan rel pegangan tangan dirancang
untuk mencegah setiap kemungkinan kecelakaan kepada orang apabila tangga mengayun
ke bawah. Jarak minimum antar bagian yang bergerak dan setiap bagian lainnya dari sistem
tangga dimana tangan berkecenderungan tersangkut harus 10 cm ( 4 inci ).
5.8.7.6. Jika jarak dari platform terendah ke tanah sedikitnya 3,7 m ( 12 ft ), harus ada
balkon antara berjarak tidak lebih dari 3,7 m ( 12 ft ) dari tanah dan sedikitnya 2,1 m ( 7 ft )
dari tanah, dengan lebar sedikitnya selebar tangga dan panjang sedikitnya 1,2 m ( 4 ft ).
5.8.7.7. Tangga ayun harus diimbangi pada sebuah poros , dan tidak boleh
menggunakan kabel. Suatu pemberat 68 kg ( 150 lb ) diletakkan satu langkah dari poros
harus tidak menyebabkan tangga mengayun turun, dan suatu pemberat 68 kg ( 150 lb )
diletakkan seperempat panjang dari tangga ayun dari poros menjamin tangga mengayun
turun.
5.8.7.8. Poros untuk tangga ayun harus tahan korosi atau mempunyai celah untuk
mencegah menempel karena korosi.
5.8.7.9. Jangan dipasang pengunci pada tangga ayun.
5.8.8. Tempat yang dilalui .
5.8.8.1. Apabila disetujui oleh instansi yang berwenang , tangga penyelamatan
kebakaran harus diijinkan menyeberang menuju atap yang bersebelahan sebelum
diteruskan ke lintasan menurun.
Arah dari lintasan harus ditandai dengan jelas, dan harus disediakan jalur pejalan kaki
dengan pagar pengaman dan rel pegangan tangan memenuhi butir 5.2.4.
5.8.8.2. Apabila disetujui oleh instansi yang berwenang, tangga penyelamatan kebakaran
harus diijinkan digunakan sebagai tangga di dalam atau tangga di luar memenuhi butir 5.2.2,
asalkan jalur lintas menerus yang aman di jaga.
5.9. Tangga panjat penyelamatan kebakaran.
5.9.1. Umum.
Tangga panjat penyelamat kebakaran hanya diijinkan apabila menyediakan :
49 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
a). Akses menuju tempat di atap yang tidak dihuni seperti yang diijinkan didalam butir
5.8.3.2; atau
b). Sebuah sarana jalan ke luar kedua dari lif gudang seperti yang diijinkan untuk
bangunan hunian gudang ; atau
c). Sebuah sarana jalan ke luar dari menara dan platform yang ditinggikan untuk
perlengkapan mesin atau tempat yang serupa , untuk hunian tidak lebih dari tiga orang
yang mampu menggunakan tangga panjat ; atau
d). Sebuah sarana jalan ke luar kedua dari ruangan ketel uap atau tempat yang serupa
untuk hunian tidak lebih dari tiga orang yang mampu menggunakan tangga panjat;
atau
e). Akses ke tanah dari balkon atau tangga terendah dari tangga penyelamatan kebakaran
untuk bangunan yang kecil diijinkan dalam butir 5.8.4 apabila disetujui oleh instansi
yang berwenang.
5.9.2. Konstruksi dan instalasi.
5.9.2.1. Tangga panjat penyelamatan kebakaran harus memenuhi ketentuan yang
berlaku dalam standar keselamatan untuk tangga panjat.
Pengecualian 1 :
Tangga panjat yang sudah ada harus memenuhi standar ini, berlaku apabila tangga panjat yang dipasang telah
diijinkan dan disetujui oleh instansi yang berwenang.
Pengecualian 2 :
Tangga industri yang tetap yang sesuai ketentuan yang berlaku tentang hal ini, persyaratan minimum untuk
tangga tetap harus diijinkan apabila tangga panjat penyelamatan kebakaran diijinkan sesuai untuk bangunan
industri.
5.9.2.2. Tangga panjat yang dipasang dengan kemiringan lebih dari 75 derajat harus
dilarang.
5.9.2.3. Tangga panjat yang mudah terbakar harus dilarang.
5.9.3. Akses.
Anak tangga panjat terbawah harus tidak lebih dari 30 cm ( 12 inci ) di atas permukaan
dibawahnya.
5.10. Alat penyelamatan luncur.
5.10.1. Umum.
5.10.1.1. Alat penyelamatan luncur harus diijinkan sebagai komponen jalan ke luar apabila
diijinkan untuk bangunan kelas 2 sampai dengan 9.
5.10.1.2. Setiap alat penyelamatan luncur harus dari tipe yang disetujui.
5.10.2. Kapasitas.
5.10.2.1. Alat penyelamatan luncur, apabila diijinkan sebagai sarana jalan ke luar, harus
berkapasitas 60 orang.
5.10.2.2. Alat penyelamatan luncur harus tidak lebih 25 Persen dari kapasitas jalan ke luar
yang dipersyaratkan dari setiap bangunan atau setiap lantai tersendiri.
50 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
Pengecualian.
Seperti diijinkan untuk bangunan industri.
5.11. Peralatan anak tangga bergantian.
5.11.1. Peralatan anak tangga bergantian sesuai butir 5.11.2. harus diijinkan apabila
memenuhi :
a). Akses ke ruang atap tidak berpenghuni seperti yang diijinkan dalam butir 5.8.3.2.
b). Sebuah sarana jalan ke luar kedua dari lif gudang seperti diijinkan untuk bangunan
gudang.
c). Sebuah sarana jalan ke luar dari menara dan platform di ketinggian disekitar peralatan
mesin atau tempat-tempat penting serupa pada hunian tidak lebih dari tiga orang yang
berkemampuan menggunakan peralatan anak tangga bergantian ; atau
d). Sebuah sarana jalan ke luar sekunder dari ruangan ketel uap atau tempat penting
serupa untuk hunian tidak lebih dari tiga orang yang mampu menggunakan peralatan
anak tangga bergantian.
51 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
g). Jarak minimum 15 cm ( 6 inci ) disediakan antara rel pegangan tangan tangga dan
setiap obyek yang lain; dan
h). Anak tangga berawal pada ketinggian yang sama seperti platform, bordes, atau
permukaan lantai; dan
i). Anak tangga bergantian terpisah lateral tidak lebih dari 5 cm ( 2 inci ) ; dan
j). Beban hunian dilayani tidak lebih dari tiga.
5.12. Daerah tempat perlindungan.
5.12.1. Umum.
Satu daerah tempat perlindungan yang mudah dicapai digunakan sebagai bagian dari
sarana jalan ke luar yang dipersyaratkan sesuai butir 8.4 atau digunakan sebagai satu
bagian dari sarana jalan ke luar yang dipersyaratkan harus memenuhi :
a). persyaratan umum pada bagian/pasal 4, dan
b). Persyaratan khusus pada butir 5.12.2 dan 5.12.3.
Pengecualian :
Daerah tempat perlindungan terdiri dari lantai bangunan yang diproteksi seluruhnya oleh sistem springkler
otomatik yang terawasi dan disetujui serta dipasang sesuai SNI 03-3989-2000 tentang tata cara perencanaan
dan pemasangan sistem springkler otomatik untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
5.12.2. Aksesibilitas.
5.12.2.1. Bagian dari sebuah daerah tempat perlindungan harus mudah dicapai dari
tempat yang dilayani oleh sarana jalan ke luar yang mudah dicapai.
5.12.2.2. Bagian dari daerah tempat perlindungan yang dipersyaratkan harus mempunyai
akses ke suatu jalan umum melalui eksit atau lif, tanpa kembali ke dalam tempat di
bangunan, melalui lintasan daerah tempat perlindungan.
5.12.2.3. Apabila eksit menyediakan jalan ke luar dari daerah tempat perlindungan ke
suatu jalan umum, sesuai butir 5.12.2.2., termasuk tangga, lebar bersih minimum dari bordes
dan deretan anak tangga. diukur antara rel pegangan tangan dan semua titik di bawah
ketinggian rel pegangan tangan harus 120 cm ( 48 inci ).
Pengecualian 1 :
Daerah tempat perlindungan dibuat oleh eksit horisontal sesuai butir 5.4.
Pengecualian 2 :
Untuk tangga apabila sarana jalan ke luar ke arah menurun, lebar bersih minimum 90 cm ( 37 inci ), diukur pada
dan di bagian bawah ketinggian rel pegangan tangan, jika ukuran alternatif bila tidak dipergunakan orang di kursi
roda.
Pengecualian 3 :
Tangga dan bordes yang sudah ada dengan lebar bersih minimum 90 cm ( 37 inci ), diukur pada dan di bawah
ketinggian rel pegangan tangan, harus diijinkan.
Pengecualian 4 :
Lebar bersih minimum 90 cm ( 37 inci ) diukur pada dan di bawah ketinggian rel pegangan tangan harus diijinkan
dalam bangunan yang diproteksi menyeluruh oleh sistem springkler otomatik yang terawasi dan disetujui,
dipasang sesuai SNI 03-0000-2000 tentang tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik
untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
52 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
5.12.2.4. Apabila lif menyediakan akses dari suatu daerah tempat perlindungan ke jalan
umum, sesuai butir 5.12.2.2., lif harus dapat digunakan untuk petugas pemadam kebakaran
sesuai ketentuan yang berlaku tentang lif dan eskalator. Pasokan daya listrik harus
diproteksi terhadap gangguan adanya api di dalam bangunan, tetapi di luar daerah tempat
perlindungan. Lif harus diletakkan dalam sistem saf yang memenuhi persyaratan untuk
ruang tertutup kedap asap sesuai butir 5.3.
Pengecualian 1 :
Ruang tertutup kedap asap harus tidak diperlukan untuk daerah tempat perlindungan yang luasnya lebih dari 93
m2 ( 1000 ft2 ) dan dibuat oleh eksit horisontal yang memenuhi persyaratan butir 5.4.
Pengecualian 2 :
Ruang tertutup kedap asap tidak diperlukan dalam sebuah bangunan jang diproteksi seluruhnya oleh sistem
springkler otomatik yang terawasi dan disetujui serta dipasang sesuai SNI 03-3989-2000 tentang tata cara
perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik untuk pencegahan kebakaran pada bangunan gedung.
Pengecualian 3 :
Lif yang memenuhi butir 5.13.
5.12.2.5. Daerah tempat perlindungan harus disediakan sistem komunikasi dua arah
antara daerah tempat perlindungan dan titik pusat kontrol.
Pintu ke ruang tangga tertutup atau pintu lif dan bagian yang berhubungan dari daerah
tempat perlindungannya teridentifikasi oleh tanda arah ( lihat butir 5.12.3.5.).
5.12.2.6. Instruksi untuk minta bantuan melalui sistem komunikasi dua arah dan identifikasi
tertulis dari daerah tempat perlindungan harus diletakkan di dekat sistem komunikasi dua
arah.
5.12.3. Detail-detail.
5.12.3.1. Setiap daerah tempat perlindungan harus berukuran untuk menampung satu
ukuran kursi roda 76 cm x 120 cm ( 30 inci x 48 inci ) untuk setiap 200 penghuni atau
bagiannya, sesuai beban hunian yang dilayani daerah tempat perlindungan. Tempat untuk
kursi roda seperti itu harus mempunyai lebar sesuai dengan beban hunian sarana jalan ke
luar yang dilayani dan sedikitnya 90 cm (36 inci ).
5.12.3.2. Untuk setiap daerah tempat perlindungan yang berukuran tidak lebih dari 93 m2
( 1000 ft2 ) harus dihitung atau diuji bahwa kondisi masih bisa dihuni dalam daerah tempat
perlindungan untuk waktu 15 menit ketika tempat yang berdampingan pada sisi lain dari
53 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
pemisah yang menciptakan satu daerah tempat perlindungan berada pada kondisi
kebakaran yang maksimum.
5.12.3.3. Akses ke tempat kursi roda yang dirancang di dalam daerah tempat perlindungan
harus tidak melalui lebih dari satu tempat kursi roda yang berhubungan.
5.12.3.4. Setiap daerah tempat perlindungan harus dipisahkan dari bagian lantai lainnya
oleh satu penghalang yang mempunyai tingkat ketahanan api minimal 60/60/60 atau sesuai
SNI 03-1736-2000 tentang tata cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk pencegahan
bahaya kebakaran pada bangunan gedung, kecuali tingkat ketahanan api lebih tinggi
ditentukan dalam bagian lain dari standar ini. Penghalang seperti itu, dan setiap bukaan
didalamnya, harus memperkecil perembesan udara dan memperlambat aliran asap. Pintu
pada penghalang seperti itu harus mempunyai sedikitnya tingkat ketahanan api 20/20/20
atau sesuai SNI 03-1736-2000 tentang tata cara perencanaan sistim proteksi pasif untuk
pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung, kecuali tingkat ketahanan api lebih
tinggi ditentukan di dalam bagian lain dari standar ini, dan harus menutup sendiri atau
menutup otomatik sesuai pengecualian pada butir 5.1.8.
Ducting harus diijinkan menembus penghalang itu, kecuali dilarang di dalam bagian lain dari
standar ini dan harus dilengkapi dengan damper asap atau sarana-sarana lain yang disetujui
untuk menahan aliran asap ke daerah tempat perlindungan.
Pengecualian 1 :
Bangunan yang diproteksi menyeluruh oleh suatu sistem springkler otomatik yang terawasi dan disetujui serta
dipasang sesuai SNI 03-3989-2000 tentang tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik
untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
Pengecualian 2 :
Penghalang yang sudah ada dengan tingkat ketahanan api 30/30/30 atau sesuai SNI 03-1736-2000 tentang tata
cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung, harus
diijinkan.
5.12.3.5. Setiap daerah tempat perlindungan harus diidentifikasi oleh sebuah tanda yang
menyatakan “DAERAH TEMPAT PERLINDUNGAN” yang sesuai ketentuan yang berlaku,
menggunakan tanda simbol internasional untuk aksesibilitas. Tanda juga harus ditempatkan
pada setiap pintu yang menuju tempat perlindungan. Tanda juga harus dipasang di semua
eksit yang tidak menyediakan sarana jalan ke luar yang tercapai seperti yang diartikan di
dalam butir 4.2 dan apabila perlu untuk menandakan dengan jelas arah menuju satu daerah
tempat perlindungan.
Tanda harus diterangi sesuai yang persyaratan untuk tanda eksit dimana pencahayaan
tanda eksit diperlukan.
5.12.3.6. Tanda-tanda yang dapat diraba sesuai ketentuan yang berlaku, harus diletakkan
pada setiap pintu yang menuju daerah tempat perlindungan.
5.13. Lif.
5.13.1. Umum.
Suatu elevator yang memenuhi persyaratan pelayanan bangunan dan alat proteksi
kebakaran harus diijinkan digunakan sebagai sarana jalan ke luar kedua dari menara
bangunan pencakar langit, asalkan :
54 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
a). Menara dan setiap struktur yang melekat padanya diproteksi seluruhnya dengan
sistem springkler otomatis yang terawasi dan disetujui sesuai untuk bangunan
pencakar langit.
b). Menara terutama di huni tidak lebih dari 90 orang, dan
c). jalan ke luar pelepasan utama langsung ke luar, dan
d). Tidak ada daerah yang berisi bahan bahaya kebakaran berat di dalam menara atau
struktur yang melekat, dan
e). seratus persen kapasitas jalan ke luar harus dilengkapi, terlepas dari lif.
f). Perencanaan evakuasi harus diterapkan secara spesifik termasuk lif. Sebagai bagian
dari rencana, petugas harus dilatih dalam mengoperasikan dan prosedur untuk
penggunaan lif darurat dalam kondisi normal sampai regu pemadam kebakaran
didatangkan.
5.13.2. Kapasitas sistem evakuasi lif.
5.13.2.1. Kereta lif harus mempunyai kapasitas sedikitnya delapan orang.
5.13.2.2. Lobi lif harus mempunyai kapasitas sedikitnya lima puluh prosen dari beban
hunian daerah yang dilayani oleh lobi. Kapasitas harus dihitung dengan memakai 0,3 m2 ( 3
ft2 ) per orang dan juga harus termasuk tempat untuk satu kursi roda berukuran 80 cm x 120
cm ( 30 inci x 48 inci ) untuk setiap 50 orang, atau sebagian dari total beban hunian yang
dilayani oleh lobi itu.
5.13.3. Lobi lif.
Pada setiap lantai yang dilayani oleh lif, harus ada lobi lif. Penghalang yang membentuk lobi
lif harus mempunyai tingkat ketahanan api sedikitnya 1 jam dan harus diatur sebagai
penghalang asap sesuai ketentuan tentang sistem penghalang asap.
5.13.4. Pintu lobi lif.
Pintu lobi lif, harus mempunyai tingkat ketahanan api 60/60/60 atau sesuai SNI 03-1736
tentang tata cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran
pada bangunan gedung dan maksimum temperatur yang dijalarkan sampai titik akhir 2500C
( 4500F ) diatas lingkungannya pada akhir dari 30 menit kebakaran sesuai ketentuan
mengenai penghalang asap yang berlaku, dan harus pintu menutup sendiri atau menutup
secara otomatis sesuai butir 5.1.8.
5.13.5. Pengaktifan pintu.
Pintu lobi lif harus menutup menanggapi suatu sinyal dari suatu detektor asap yang
ditempatkan langsung diluar lobi lif yang berhubungan atau pada setiap bukaan pintu.
Menutupnya pintu lobi dalam menanggapi suatu sinyal dari sistem alarm kebakaran
bangunan harus diijinkan. Menutupnya satu pintu lobi lif oleh sarana detektor asap atau
sinyal dari sistem slarm kebakaran bangunan harus mengakibatkan menutupnya semua
pintu lobi lif yang melayani sistem evakuasi lif.
5.13.6. Proteksi air.
Bahan bangunan yang digunakan harus dapat menjaga peralatan lif terekspos terhadap air.
5.13.7. Daya dan kabel kontrol.
Peralatan lif, komunikasi lif, pendinginan ruang mesin lif dan pendinginan pengendali lif,
harus dipasok oleh sumber daya normal dan cadangan. Kabel untuk daya dan kontrol harus
55 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
ditempatkan dan diproteksi dengan benar untuk menjamin sedikitnya 1 jam operasi selama
kejadian kebakaran.
5.13.8. Komunikasi.
Dua cara komunikasi harus disediakan antara lobi lif dan titk pusat kontrol dan antara kereta
lif dan titik pusat kontrol. Kabel komunikasi harus diproteksi untuk menjamin sedikitnya satu
jam beroperasi dalam kejadian kebakaran.
5.13.9. Bekerjanya lif.
Lif harus dilengkapi dengan pelayanan untuk regu pemadam kebakaran sesuai ketentuan
yang berlaku untuk itu.
5.13.10. Pemeliharaan.
Apabila lobi lif dilayani hanya oleh satu kereta lif, sistem evakuasi lif harus mempunyai jadwal
program pemeliharaan pada waktu bangunan tidak digunakan atau aktifitas bangunannya
rendah. Perbaikan harus diselesaikan dalam waktu 24 jam.
5.13.11. Proteksi gempa.
Lif harus mempunyai kemampuan untuk berhenti selama terjadi gempa pada lokasi
pemberhentian yang ditentukan sesuai ketentuan yang berlaku untuk lif.
5.13.12. Penandaan.
Lihat butir 13.4.3.
56 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
6.1.5 Apabila sarana jalan ke luar dari lantai di atas dan di bawah berada pada lantai
diantaranya, kapasitas sarana jalan ke luar dari titik temu tersebut sedikitnya harus
merupakan penjumlahan dari beban hunian kedua lantai tersebut.
6.1.6. Apabila kapasitas jalan ke luar yang dipersyaratkan dari sebuah balkon atau
mezanine melewati ruang di bawahnya, kapasitas yang dibutuhkan harus ditambahkan ke
kapasitas jalan ke luar yang dibutuhkan dari ruangan dimana jalan ke luar itu ditempatkan.
6.2. Pengukuran sarana jalan ke luar.
Lebar bersih sarana jalan ke luar harus diukur pada titik tersempit dari komponen eksit yang
diperhitungkan.
Pengecualian :
Tonjolan tidak lebih dari 9 cm ( 3½ inci ) pada setiap sisi diijinkan pada dan di bawah ketinggian rel pegangan
tangan.
6.3. Kapasitas jalan ke luar.
6.3.1. Kapasitas jalan ke luar yang disetujui dari komponen sarana jalan ke luar harus
didasarkan pada tabel berikut :
57 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
Pengecualian 3 :
Dalam bangunan yang sudah ada, lebar minimum harus sedikitnya 70 cm ( 28 inci ).
Pengecualian 4 :
Gang dan jalur akses gang yang disediakan untuk bangunan kumpulan.
6.4.2. Apabila akses eksit tunggal menuju eksit, kapasitas yang dinyatakan dengan
lebar harus sedikitnya sama dengan kapasitas yang dipersyaratkan dari eksit yang menuju
kesana. Apabila lebih dari satu akses eksit menuju eksit, masing-masing akan mempunyai
lebar cukup untuk mengakomodasi jumlah orang yang sesuai.
7.1. Umum.
7.1.1. Jumlah minimum dari sarana jalan ke luar dari setiap balkon, mezanin, lantai
atau bagian dari padanya harus dua.
Pengecualian 1 :
Apabila sarana jalan ke luar tunggal diijinkan untuk bangunan kelas 2 sampai dengan 9.
Pengecualian 2 :
Suatu mezanin atau balkon harus diijinkan untuk mempunyai sarana jalan ke luar tunggal yang dilengkapi jalur
lintasan bersama terbatas dari bangunan kelas 2 sampai 9.
7.1.2. Jumlah minimum dari sarana jalan ke luar yang terpisah dari setiap lantai atau
bagiannya harus sebagai berikut :
Beban hunian lebih dari 500 sampai 1000 Æ 3.
Beban hunian lebih dari 1000 Æ 4
Pengecualian :
Bangunan yang sudah ada seperti diijinkan pada bangunan kelas 2 sampai dengan 9.
7.1.3. Sarana jalan ke luar yang mudah dicapai sesuai butir 8.4. tanpa menggunakan lif
harus diijinkan untuk melayani semua sarana jalan ke luar minimum yang dipersyaratkan.
7.1.4. Hanya beban hunian dari setiap lantai dipertimbangkan tersendiri harus
dipersyaratkan untuk digunakan menghitung jumlah sarana jalan ke luar pada lantai itu,
asalkan jumlah sarana jalan ke luar yang dipersyaratkan harus tidak dikurangi ke arah
lintasan jalan ke luar.
7.1.5. Pintu lain dari pintu saf lif dan pintu kereta lif harus dilarang pada tempat akses
ke kereta lif.
Pengecualian :
Pintu yang mudah dibuka dari sisi kereta tanpa sebuah kunci, perkakas, pengetahuan khusus, atau usaha
khusus.
7.1.6. Lobi lif harus mempunyai akses ke sedikitnya satu eksit, akses eksit seperti itu
harus tidak disyaratkan menggunakan sebuah kunci, perkakas pengetahuan khusus, atau
upaya khusus.
58 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
8.1. Umum.
8.1.1. Eksit harus ditempatkan dan akses eksit harus disusun sehingga eksit mudah
dicapai pada setiap saat.
8.1.2. Apabila eksit tidak mudah dicapai dengan segera dari daerah lantai terbuka, jalan
terusan yang aman dan menerus, gang, atau koridor yang menuju langsung ke setiap eksit
harus dijaga dan disusun menyediakan akses untuk setiap hunian ke sedikitnya dua eksit
dengan pemisahan jalan lintasan.
Akses eksit pada koridor harus menyediakan akses untuk sedikitnya dua eksit yang disetujui
tanpa melewati setiap ruang lain yang menghalangi terhadap koridor, lobi dan tempat-tempat
lain yang terbuka ke koridor.
Pengecualian 1 :
Apabila sebuah eksit tunggal dari kelas bangunan 2 sampai dengan 9.
Pengecualian 2 :
Apabila jalur lintas bersama diijinkan untuk hunian dengan kelas bangunan 2 sampai dengan 9, jalur lintasan
bersama seperti itu harus diijinkan tetapi harus tidak lebih dari batas yang dispesifikasikan.
Pengecualian 3 :
Koridor yang sudah ada yang melewati ruangan untuk akses ke sebuah eksit, harus diijinkan digunakan
menerus, apabila :
a). Susunan seperti itu disetujui oleh instansi yang berwenang, dan
b). Jalur lintasan ditandai sesuai bagian 13, dan
c). Pintu untuk ruangan seperti itu memenuhi butir 5.1, dan
d). Susunan seperti itu tidak dilarang oleh bagian/pasal yang membahas hunian.
Pengecualian 4 :
Koridor yang tidak dipersyaratkan mempunyai tingkat ketahanan api harus diijinkan ke luar ke dalam daerah
lantai terbuka.
8.1.3. Apabila lebih dari satu eksit dipersyaratkan dari bangunan atau bagiannya, eksit
seperti itu harus ditempatkan jauh satu sama lain dan harus disusun dan dibangun untuk
meminimalkan kemungkinan terblokirnya semua eksit oleh suatu kebakaran atau kondisi
darurat lainnya.
8.1.4. Apabila dua eksit atau pintu akses eksit diperlukan, harus ditempatkan satu sama
lain pada jarak minimal setengah jarak maksimum dari diagonal ruangan atau bangunan
yang dilayaninya di ukur garis lurus dari ujung terdekat dari eksit atau pintu akses eksit.
Apabila ruang tertutup untuk eksit disediakan sebagai eksit yang dipersyaratkan dan
dihubungkan oleh koridor memenuhi persyaratan butir 4.1.1, pemisahan eksit harus diijinkan
untuk diukur sepanjang koridor.
Apabila lebih dari dua eksit atau pintu akses eksit diperlukan, minimal dua eksit atau pintu
akses eksit yang diperlukan harus diukur sesuai ketentuan di atas.
59 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
60 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
Eksit atau pintu akses eksit lain diletakkan sedemikian, sehingga apabila satu eksit terblokir,
yang lain masih dapat digunakan.
61 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
Pengecualian 1 :
Dalam bangunan terproteksi menyeluruh oleh sistem springkler otomatik yang terawasi dan disetujui serta
dipasang sesuai SNI 03-3989-2000, tentang tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik
untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung, jarak pemisahan minimum antara dua eksit atau
pintu akses eksit diukur sesuai butir 8.1.4, harus minimal sepertiga panjang diagonal maksimum bangunan atau
daerah yang dilayani.
Pengecualian 2 :
Dalam bangunan yang sudah ada, apabila lebih dari satu eksit atau pintu akses eksit dipersyaratkan, maka eksit
atau pintu akses eksit tersebut harus diijinkan diletakkan jauh satu sama lain sesuai butir 8.1.3.
8.1.5. Tangga yang saling menyambung (interlock) atau tangga gunting harus diijinkan
untuk dipertimbangkan sebagai eksit terpisah, jika tertutup sesuai butir 4.1.2 dan dipisahkan
satu sama lain dengan konstruksi bahan tidak mudah terbakar yang mempunyai tingkat
ketahanan api 120/120/120 atau sesuai SNI 03-0000-2000 tentang sistem proteksi pasif
Harus tidak ada tembusan atau bukaan penghubung, diproteksi atau tidak, antar ruang
tertutup untuk tangga.
8.1.6. Akses eksit harus disusun sehingga tidak ada ujung buntu dalam koridor.
62 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
Pengecualian :
Apabila ujung buntu diijinkan pada bangunan kelas 2 sampai dengan 9, ujung buntu tersebut harus diijinkan
tetapi harus tidak lebih dari batas yang dispesifikasikan.
8.1.7. Akses eksit dari ruangan atau tempat harus diijinkan melalui ruang bersebelahan
atau ruang yang dilalui, atau daerah, asalkan ruangan bersebelahan seperti itu sebagai
pelengkap untuk daerah yang dilayani.
Foyer, lobi, dan ruang resepsi yang dibangun seperti dipersyaratkan untuk koridor harus
tidak ditafsirkan sebagai ruang yang dilalui.
Akses eksit harus disusun sehingga tidak perlu melalui suatu daerah yang diidentifikasikan
sebagai daerah proteksi bahaya untuk bangunan kelas 2 sampai 9.
8.2. Rintangan jalan ke luar.
8.2.1. Dalam semua kasus akses ke sebuah eksit tidak melalui dapur, gudang, ruang
istirahat, ruang kerja, gudang, kamar tidur atau tempat-tempat serupa, atau ruangan penting
lain yang mungkin terkunci.
Pengecualian 1 :
Akses eksit harus diijinkan lewat melalui ruangan atau tempat yang memungkinkan terkunci untuk bangunan
rumah sakit dan rumah tahanan.
Pengecualian 2 :
Akses eksit harus diijinkan lewat melalui gudang seperti dijelaskan pada bangunan gudang.
8.2.2. Akses eksit dan pintu eksit harus dirancang dan ditata untuk mudah dikenali
dengan jelas. Gantungan atau gorden harus tidak dipasang di atas pintu eksit atau dipasang
sehingga eksit tersembunyi atau tidak jelas. Cermin tidak dipasang pada pintu eksit. Cermin
tidak dipasang di dalam atau berdekatan ke setiap eksit, sedemikian sehingga
membingungkan arah eksit.
Pengecualian :
Tirai harus diijinkan untuk pembukaan sarana jalan ke luar dinding tenda, jika :
a). ditandai dengan terang dan kontras terhadap dinding tenda sehingga mudah dikenali
sebagai sarana jalan ke luar.
b). dipasang menyeberang pembukaan yang minimal lebarnya 1,8 m ( 6 ft ).
c). digantung dengan cincin geser atau perangkat keras lain yang sesuai, sehingga mudah digeser ke sisi
untuk membuat bukaan yang tak terhalangi pada dinding tenda dengan lebar minimum yang
dipersyaratkan untuk bukaan pintu.
8.3. Jalan di luar dari akses eksit.
8.3.1. Akses eksit harus diijinkan untuk sarana dari balkon luar, serambi, beranda, atau
atap yang memenuhi persyaratan dari bagian ini.
8.3.2. Sisi panjang dari balkon, serambi, beranda, atau tempat sejenisnya harus
sedikitnya 50% terbuka dan harus disusun untuk membatasi pengumpulan asap.
8.3.3. Balkon sebagai akses luar harus dipisah dari bagian dalam bangunan dengan
dinding dan bukaan yang diproteksi seperti dipersyaratkan untuk koridor.
63 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
Pengecualian 1 :
Apabila balkon sebagai akses eksit luar dilayani oleh sedikitnya dua tangga yang berjauhan yang aksesnya
dimana penghuni tidak perlu melintasi pada bukaan yang tidak terproteksi untuk menuju satu tangga.
Pengecualian 2 :
Apabila ujung buntu pada akses eksit luar tidak melebihi 6 m ( 20 ft ).
8.3.4. Suatu jalur lintas lurus permanen, harus dipelihara keseluruhan seperti
dipersyaratkan untuk akses eksit luar.
8.3.5. Harus tidak ada rintangan dari suatu perabot yang membagi tempat terbuka ke
dalam bagian-bagian menjadi ruang-ruang tersendiri, apartemen, atau sub bagian lainnya.
8.3.6. Akses eksit luar harus disusun sehingga tidak ada ujung buntu dalam akses
bangunan kelas 2 sampai dengan 9.
8.3.7. Akses eksit luar harus memenuhi persyaratan standar seperti lebar dan
susunannya.
8.3.8. Sebuah akses eksit luar harus padat, permukaan lantainya datar dan harus
mempunyai pagar pengaman yang sedikitnya sesuai persyaratan pada butir 5.2.4 pada sisi
yang tidak tertutup lebih dari 70 cm ( 30 inci ) di atas lantai atau tanah di bawahnya.
8.3.9. Bahan bahan konstruksi harus diijinkan untuk bangunan yang dilayani.
8.4. Sarana jalan ke luar yang mudah dicapai.
8.4.1. Daerah yang mudah dicapai untuk orang dengan cacat mobilitas harus
mempunyai sedikitnya dua sarana jalan ke luar yang mudah dicapai ( lihat 4.2 ). Akses harus
disediakan minimum menuju satu daerah tempat perlindungan atau satu eksit pelepasan
yang mudah dicapai di dalam jarak tempuh yang dibolehkan.
Pengecualian 1 :
Bangunan yang sudah ada.
Pengecualian 2 :
Lintasan akses eksit sepanjang sarana jalan ke luar yang mudah dicapai harus diijinkan dengan jarak yang
diijinkan untuk jalur lintasan bersama.
Pengecualian 3 :
Sarana jalan ke luar tunggal yang mudah dicapai harus diijinkan dari bangunan atau daerah bangunan yang
diijinkan mempunyai eksit tunggal..
Pengecualian 4 :
Instansi yang berwenang harus diijinkan untuk mengurangi jumlah sarana jalan ke luar yang mudah dicapai
berdasarkan pada analisis sistem proteksi kebakaran, penataan tempat, fasilitas operasi dan penentuan sarana
untuk menyediakan rute langsung dari daerah yang mudah dicapai.
Pengecualian 5 :
Bangunan kesehatan diproteksi seluruhnya oleh sistem springkler otomatik yang terawasi dan disetujui serta
dipasang sesuai SNI 03-3989-2000 tentang tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik
untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
8.4.2. Jika dua sarana jalan ke luar yang mudah dicapai dipersyaratkan, eksit yang
melayani jalur ini harus ditempatkan dengan jarak satu dari lainnya tidak kurang dari
64 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
setengah panjang dimensi diagonal total maksimum bangunan atau daerah yang dilayani,
diukur dalam suatu garis lurus antara ujung terdekat dari pintu eksit atau pintu akses eksit.
Apabila ruang eksit tertutup disediakan sebagai eksit yang dipersyaratkan dan dihubungkan
oleh koridor yang memenuhi persyaratan butir 4.3.1, pemisahan eksit harus diijinkan untuk
diukur sepanjang garis lintasan di dalam koridor.
Pengecualian 1 :
Bangunan yang diproteksi seluruhnya oleh sistem springkler otomatik yang terawasi dan disetujui, dipasang
sesuai SNI 03-0000-2000 tentang tata cara perencanaan dan pemasangan springkler otomatik untuk
pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
Pengecualian 2 :
Apabila penataan fisik dari sarana jalan ke luar mencegah kemungkinan akses itu ke kedua sarana jalan ke luar
yang mudah dicapai akan tertutup oleh satu kebakaran atau keadaan darurat lain seperti yang disetujui oleh
instansi yang berwenang.
8.4.3. Setiap sarana jalan ke luar yang mudah dicapai yang dipersyaratkan harus
menerus dari setiap daerah yang dihuni yang mudah dicapai ke jalan umum atau daerah
tempat perlindungan sesuai butir 5.12.2.2.
8.4.4. Apabila tangga eksit digunakan dalam sarana jalan ke luar yang mudah dicapai,
harus memenuhi butir 5.12.2.3 dan harus salah satu menggabung dengan daerah tempat
perlindungan yang mudah dicapai bordes tingkat yang diperlebar atau harus di akses dari
daerah tempat perlindungan yang mudah dicapai..
8.4.5. Untuk bagian yang dipertimbangkan dari sarana jalan ke luar yang mudah
dicapai, lif harus sesuai butir 5.12.2.4.
8.4.6. Penghalang asap, sesuai butir 5.4 dan sebagai tambahan mempunyai tingkat
ketahanan api 60/60/60 atau sesuai SNI 03-1736-2000 tentang tata cara perencanaan
sistem proteksi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan eksit
horisontal, akan dipertimbangkan sebagai bagian dari sarana jalan ke luar yang mudah
dicapai, harus lepas ke daerah tempat perlindungan yang mudah dicapai sesuai butir 5.12.
8.4.7. Lantai yang mudah dicapai yang berada empat atau lebih di atas atau di bawah
eksit pelepasan harus mempunyai sedikitnya satu lif yang memenuhi butir 8.4.5.
9.1. Jarak tempuh di dalam tempat yang dihuni sampai ke minimal satu eksit, diukur
sesuai dengan persyaratan-persyaratan berikut, harus tidak lebih dari batasan-batasan yang
ditentukan di dalam standar ini ( lihat butir 9.4 ).
9.2. Jarak tempuh ke sebuah eksit harus diukur di atas lantai atau permukaan jalan
lainnya sepanjang garis tengah dari jalur dasar lintasan mulai dari titik terjauh subyek hunian,
melengkung sekeliling tiap pojok atau penghalang dengan satu celah 0,3 m ( 1 ft ) darinya,
dan berakhir di pusat dari jalur pintu atau titik lain pada mana eksit mulai.
Apabila pengukuran termasuk tangga, pengukuran harus diambil di ujung (nosing) anak
tangga.
Pengecualian :
Ukuran jarak tempuh diijinkan berakhir pada penghalang kebakaran seperti pada bangunan tahanan yang sudah
ada.
65 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
9.3. Apabila jalur tangga terbuka atau ram diijinkan sebagai sebuah jalur lintasan ke
eksit-eksit yang dipersyaratkan, jaraknya harus termasuk perjalanan pada jalur tangga atau
ram dan perjalanan dari akhir tangga atau ram menuju satu pintu keluar atau eksit lain
sebagai tambahan jarak yang ditempuh mencapai jalur tangga atau ram.
9.4. Pembatasan jarak tempuh harus seperti yang tersedia dan untuk daerah bahaya
berat sesuai dengan pasal 11.
9.5. Apabila bagian dari sebuah eksit luar dalam jarak horisontal 3 m ( 10 ft ) dari
bukaan pada bangunan yang tidak diproteksi seperti yang diijinkan dalam pengecualian-
pengecualian pada butir 5.2.6.4. untuk tangga luar, jarak tempuh ke eksit harus termasuk
panjang tempuh ke lantai dasar.
10.1. Semua eksit harus berakhir langsung pada jalan umum atau pada bagian luar
lepas eksit. Halaman, lapangan, tempat-tempat terbuka, atau bagian-bagian lain dari lepas
eksit harus mempunyai lebar dan ukuran yang dipersyaratkan untuk menyediakan akses
yang aman ke jalan umum bagi semua penghuni.
Pengecualian 1 :
Lepas eksit interior seperti yang diijinkan dalam butir 10.2.
Pengecualian 2 :
Lepas eksit pada atap bangunan seperti yang diijinkan dalam butir 10.6.
Pengecuaian 3 :
Sarana jalan ke luar harus diijinkan untuk berakhir di bagian luar daerah tempat perlindungan yang disediakan
sesuai untuk bangunan rumah tahanan.
10.2. Tidak lebih dari 50 prosen dari jumlah eksit yang dipersyaratkan, dan tidak lebih
dari 50 persen dari kapasitas jalan ke luar yang dipersyaratkan, harus diijinkan untuk
pelepasan melalui daerah pada lantai dari eksit pelepasan, asalkan :
Pengecualian :
Seratus persen dari eksit harus diijinkan untuk pelepasan melalui daerah pada lantai eksit pelepasan seperti
pada bangunan rumah tahanan.
a). Lepas seperti itu menuju sebuah jalan bebas dan tidak terhalang ke luar bangunan,
dan jalan seperti itu mudah terlihat dan tertandai dari titik pelepasan dari eksit; dan
b). Lantai pelepasan diproteksi menyeluruh oleh sebuah sistem springkler otomatik yang
terawasi dan disetujui serta dipasang sesuai SNI 03-3989-2000 tentang tata cara
perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik untuk pencegahan bahaya
kebakaran pada bangunan gedung, atau bagian dari lantai pelepasan yang digunakan
untuk maksud tersebut diproteksi oleh oleh sebuah sistem springkler otomatik yang
terawasi dan disetujui serta dipasang sesuai SNI 03-3989-2000 tentang tata cara
perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik untuk pencegahan bahaya
kebakaran pada bangunan gedung, dan dipisahkan dari bagian tidak berspringkler dari
lantai itu oleh satu tingkat ketahanan api yang memenuhi persyaratan untuk ruang
tertutup untuk eksit ( lihat 4.2.1 ); dan
Pengecualian b) :
Apabila daerah pelepasan adalah sebuah ruang antara atau beranda yang memenuhi berikut ini :
66 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
1). Kedalaman dari bagian luar bangunan harus tidak lebih dari 3 m ( 10 ft ) dan panjangnya harus tidak lebih
dari 9 m ( 30 ft ), dan
2). Beranda harus dipisahkan dari bagian lantai pelepasan lainnya oleh konstruksi yang memberikan proteksi
minimal sama dengan kaca berkawat dalam rangka baja, dan
3). Beranda hanya melayani sebagai sarana jalan ke luar dan termasuk sebuah eksit langsung keluar.
c). Seluruh daerah pada lantai pelepasan harus dipisahkan dari daerah dibawahnya oleh
konstruksi yang mempunyai tingkat ketahanan api tidak kurang dari yang diperlukan
untuk ruang tertutup untuk eksit.
Pengecualian c) :
Lantai di bawah lantai pelepasan harus diijinkan untuk dibuka ke lantai pelepasan dalam sebuah atrium sesuai
untuk bangunan atrium.
10.3. Lepas eksit harus ditata dan diberi tanda untuk membuat jelas arah dari jalan ke
luar ke jalan umum. Tangga harus ditata sehingga arah dari jalan ke luar ke sebuah jalan
umum terlihat jelas.
Tangga yang menerus melampaui lantai eksit pelepasan harus di interupsi pada lantai eksit
pelepasan oleh partisi, pintu, atau sarana yang efektip lainnya.
Pengecualian :
Tangga yang menerus setengah lantai melampaui lantai eksit pelepasan harus tidak dipersyaratkan untuk di
interupsi apabila eksit pelepasannya jelas.
10.4. Pintu, tangga, ram, koridor, jalan terusan, jembatan, eskalator, travelator dan
komponen lain dari eksit pelepasan harus memenuhi persyaratan detail dari bagian ini untuk
komponen semacam itu.
10.5. Tanda arah ( lihat 5.2.5.4 dan 5.2.5.5.).
10.6. Apabila disetujui oleh instansi yang berwenang, eksit harus diijinkan untuk
diterima, asalkan :
a). pelepasan eksit ke atap atau bagian lain dari bangunan atau bangunan yang
berdampingan, dan
b). atap mempunyai tingkat ketahanan api tidak kurang sesuai seperti yang dipersyaratkan
untuk ruang tertutup untuk eksit, dan
c). terdapat sarana jalan ke luar menerus dan aman dari atap, dan
d). semua persyaratan yang dapat diterapkan untuk keselamatan jiwa dipelihara.
11.1. Umum.
11.1.1. Iluminasi sarana jalan ke luar harus disediakan sesuai dengan bagian ini untuk
setiap gedung dan struktur apabila dipersyaratkan dalam bangunan. Untuk tujuan dari
persyaratan ini, akses eksit harus termasuk hanya tangga, serambi, koridor, ram, eskalator
dan terusan yang menuju ke suatu eksit.
Untuk tujuan dari persyaratan ini, eksit pelepasan ( eksit discharge ) harus termasuk hanya
tangga, serambi, koridor, ram, eskalator, jalur pejalan kaki dan jalur terusan eksit yang
menuju jalan umum.
67 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
11.1.2. Iluminasi sarana jalan ke luar harus menerus siap untuk digunakan setiap waktu
dalam kondisi penghunian membutuhkan sarana jalan ke luar. Pencahayaan buatan harus
digunakan pada tempat-tempat itu dan untuk jangka waktu seperti dipersyaratkan untuk
memelihara iluminasi ke nilai kriteria minimum yang dispesifikasikan disini.
Pengecualian :
Sakelar pencahayaan dari tipe sensor gerakan harus diijinkan di dalam sarana jalan ke luar, selama kontrol-
kontrol sakelar dilengkapi untuk beroperasi aman terhadap kegagalan, pengatur waktu iluminasi di setel untuk
jangka waktu minimum 15 menit, dan sensor gerakan diaktifkan oleh gerakan penghuni di dalam daerah yang
dilayani oleh unit-unit pencahayaan.
11.1.3. Lantai dan permukaan jalan lain di dalam sebuah eksit dan di dalam bagian dari
akses eksit dan lepas eksit seperti dimaksudkan dalam butir 11.1.1. harus diterangi sampai
nilai tidak kurang dari 10 lux ( 1 ft-kandel ) diukur pada lantai.
Pengecualian :
Di dalam hunian serba guna, pencahayaan lantai-lantai akses eksit harus paling sedikit 2 lux ( 0,2 ft-kandel )
selama periode kinerja atau proyeksi yang melibatkan pencahayaan langsung.
11.1.4. Setiap pencahayaan yang dipersyaratkan harus ditata sehingga kegagalan dari
suatu pencahayaan tunggal harus tidak mengakibatkan daerah tersebut dalam kegelapan.
11.1.5. Peralatan atau unit yang dipasang untuk memenuhi persyaratan pada
bagian/pasal 13 harus diijinkan juga untuk melayani fungsi pencahayaan dari sarana jalan ke
luar, asalkan semua persyaratan pada bagian/pasal 11 untuk pencahayaan dipenuhi.
11.2. Sumber-sumber iluminasi.
11.2.1. Iluminasi dari sarana jalan ke luar harus dari sebuah sumber yang keandalannya
dijamin.
11.2.2. Pencahayaan listrik yang dioperasikan dengan batere dan tipe lain dari lampu
jinjing atau lentera harus tidak digunakan untuk iluminasi primer dari sarana jalan ke luar.
Pencahayaan listrik yang dioperasikan dengan batere harus diijinkan untuk digunakan
sebagai sumber darurat sejauh yang diijinkan di bawah bagian/pasal 12.
12.1. Umum.
12.1.1. Fasilitas pencahayaan darurat untuk sarana jalan ke luar harus disediakan
sesuai dengan bagian ini, untuk :
a). setiap banguinan gedung bilamana dipersyaratkan pada bangunan kelas 2 sampai 9.
b). pada pintu yang dipasang kunci jalan ke luar tunda. dan
c). saf tangga dan ruang perantara dari ruang tertutup kedap asap.
Generator cadangan yang dipasang untuk peralatan ventilasi mekanis ruang tertutup kedap
asap harus diijinkan untuk digunakan untuk saf tangga tersebut dan suplai daya pada ruang
perantara.
Untuk tujuan persyaratan ini, akses eksit harus termasuk hanya tangga, serambi, koridor,
ram, eskalator, dan jalan terusan menuju ke suatu eksit.
68 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
Untuk tujuan persyaratan ini, eksit pelepasan ( “exit discharge” ) harus termasuk hanya
tangga, ram, serambi, jalur pejalan kaki, dan eskalator menuju ke suatu jalan umum.
12.1.2. Apabila pemeliharaan iluminasi tergantung pada penggantian dari satu sumber
energi ke yang lain, harus tidak ada gangguan iluminasi selama penggantiannya.
Apabila pencahayaan darurat disediakan oleh sebuah generator listrik yang digerakkan oleh
penggerak utama, suatu penundaan tidak lebih dari 10 detik yang diijinkan.
12.2. Kinerja sistem.
12.2.1. Iluminasi darurat harus disediakan untuk jangka waktu 1½ jam pada kejadian
padamnya pencahayaan normal.
Fasilitas pencahayaan darurat harus disusun untuk menyediakan iluminasi awal rata-rata
tidak kurang dari 1 ft.kandel ( 10 lux ) dan minimum pada satu titik 0.1 ft.kandel ( 1 lux )
diukur sepanjang jalur jalan ke luar pada permukaan lantai.
Tingkat iluminasi harus diijinkan untuk menurun rata-rata 0,6 ft.kandel ( 6 lux ) dan pada satu
titik minimum 0,06 ft.kandel ( 0,6 lux ) pada akhir dari jangka waktu pencahayaan darurat.
Rasio keseragaman iluminasi maksimum ke minimum tidak harus melampaui 40 : 1.
12.2.2. Sistem pencahayaan darurat harus ditata untuk menyediakan iluminasi yang
diperlukan secara otomatis di dalam kejadian terputusnya pencahayaan normal, seperti pada
setiap kegagalan dari prasarana umum atau suplai tenaga listrik luar lainnya, membukanya
sebuah pemutus arus atau pengaman lebur, atau setiap gerakan manual, termasuk
pembukaan tak sengaja sebuah sakelar yang mengendalikan fasilitas pencahayaan normal.
12.2.3. Generator darurat yang menyediakan tenaga listrik untuk sistem pencahayaan
darurat harus dipasang, diuji, dan dipelihara sesuai ketentuan tentang sistem daya untuk
keadaan darurat dan cadangan yang berlaku.
Sistem penyimpanan energi listrik apabila dipersyaratkan dalam standar ini harus dipasang
dan diuji sesuai ketentuan yang berlaku.
12.2.4. Pencahayaan darurat yang dioperasikan oleh batere harus hanya menggunakan
jenis yang andal dari batere yang dapat di isi kembali dengan fasilitas yang sesuai untuk
pemeliharaannya dalam kondisi bermuatan yang sesuai.
Batere yang digunakan dalam pencahayaan semacam itu atau unit harus disetujui untuk
penggunaannya dan harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
12.2.5. Sistem pencahayaan darurat harus dari jenis menerus dalam pengoperasiannya
atau harus mampu untuk operasi berulang otomatik tanpa intervensi manual.
12.3. Pengujian berkala dari peralatan pencahayaan darurat.
Suatu pengujian fungsional harus dilakukan pada setiap sistem pencahayaan darurat yang
menggunakan batu batere pada jangka waktu 30 hari untuk minimum 30 detik.
Sebuah pengujian tahunan harus dilakukan untuk jangka waktu 1½ jam. Peralatan harus
beroperasi penuh selama pengujian tersebut. Laporan tertulis dari pengamatan visual dan
pengujian harus disimpan oleh pemilik untuk pemeriksaan oleh instansi yang berwenang.
Pengecualian :
Pengujian/pendiagnosaan sendiri peralatan pencahayaan darurat yang dioperasikan oleh battery yang secara
otomatis melakukan pengujian 30 detik dan diagnosa rutin paling sedikit sekali setiap 30 hari dan menunjukkan
kegagalan oleh penunjuk status harus dikecualikan dari pengujian fungsional 30 hari, asalkan pemeriksaan visual
dilakukan pada interval 30 hari.
69 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
13.1. Umum.
13.1.1. Sarana jalan ke luar harus diberi tanda sesuai dengan bagian ini dimana
diperlukan di dalam bangunan gedung.
13.1.2. Eksit harus diberi tanda dengan sebuah tanda yang disetujui yang mudah terlihat
dari setiap arah akses eksit.
Pengecualian :
Pintu luar utama eksit yang jelas dan nyata teridentifikasi sebagai eksit.
13.1.3. Pada setiap pintu menuju ruang tertutup untuk tangga, tanda yang menyatakan
“Eksit” dan sesuai ketentuan yang berlaku harus dipasang didekat sisi kunci pintu 150 cm
( 60 inci ) di atas lantai ke garis tengah dari tanda tersebut.
Pengecualian :
Bangunan yang sudah ada, asalkan klasifikasi huniannya tidak berubah.
13.1.4. Akses ke eksit harus diberi tanda dengan tanda yang disetujui, mudah terlihat di
semua keadaan dimana eksit atau jalan untuk mencapainya tidak tampak langsung oleh
para penghuni. Penempatan tanda haruslah sedemikian sehingga tidak ada titik di dalam
akses eksit koridor lebih dari 30 m ( 100 ft ) dari tanda terdekat.
Pengecualian :
Tanda di dalam akses eksit koridor pada bangunan yang sudah ada tidak harus memenuhi jarak 30 m seperti
yang dipersyaratkan.
13.1.5. Dimana tanda eksit terdekat diperlukan, tanda eksit harus diletakkan didekat
permukaan lantai sebagai tambahan tanda yang diperlukan untuk pintu atau koridor. Tanda
tersebut harus berukuran dan di terangi sesuai butir 13.2 dan 13.3.
Dasar dari tanda ini harus tidak kurang dari 15 cm ( 6 inci ) atau tidak lebih dari 20 cm (8 inci)
di atas lantai. Untuk pintu eksit tanda tersebut harus dipasangkan pada pintu atau di dekat
pinggir pintu terdekat dan tepi tanda tersebut dalam jarak 10 cm ( 4 inci ) dari rangka pintu.
13.1.6. Setiap tanda yang diperlukan di dalam bagian 13, harus ditempatkan dan dengan
ukuran sedemikian, warna yang nyata dan dirancang untuk mudah dilihat dan harus kontras
dengan dekorasi, penyelesaian interior atau tanda lainnya. Tidak diperkenankan ada
dekorasi, perlengkapan ruangan atau peralatan yang mengganggu pandangan sebuah tanda
eksit yang diijinkan, tidak pula harus ada tanda diiluminasi terang (selain untuk tujuan eksit),
gambar, atau obyek di dalam atau di dekat garis pandang untuk tanda eksit yang diperlukan
yang dapat mengalihkan perhatian dari tanda eksit.
13.1.7. Apabila pemberian tanda jalur ke luar yang dekat lantai dipersyaratkan, sebuah
sistem pemberian tanda pada jalur jalan ke luar yang dekat lantai yang diterangi dari dalam
harus dipasang dalam jarak 20 cm ( 8 inci ) dari lantai. Sistem tersebut harus menyediakan
satu penggarisan yang tampak dari jalur lintasan sepanjang akses eksit yang dimaksudkan
dan harus terutama menerus, keciali bila diinterupsi oleh jalan pintu, jalan hall, koridor-
koridor atau detail arsitektur lainnya.
Sistem tersebut harus beroperasi menerus atau pada saat sistem alarm kebakaran
bangunan diaktifkan.
Pengaktifan, lamanya dan kelangsungan operasional sistem harus sesuai butir 12.2.
70 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
71 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
Tingkat iluminasi dari tanda arah eksit harus pada tingkat yang disediakan sesuai butir
13.3.2. atau 13.3.3. untuk jangka waktu pencahayaan darurat yang dipersyaratkan seperti
yang dispesifikasikan dalam butir 12.2.1, tetapi harus diijinkan untuk berkurang sampai 60%
tingkat iluminasi pada akhir dari jangka waktu pencahayaan darurat.
Pengecualian :
Tanda arah dengan pencahayaan sendiri yang disetujui.
13.4. Persyaratan khusus.
13.4.1. Arah dari tanda arah.
13.4.1.1. Suatu tanda arah yang sesuai dengan butir 13.2 terbaca “EKSIT’ atau maksud
yang serupa dengan indikator arah yang menunjukkan arah lintasan harus ditempatkan di
setiap tempat di mana arah lintasan untuk mencapai eksit terdekat tidak jelas. Arah dari
tanda arah harus terdaftar.
13.4.1.2. Indikator arah harus diletakkan di luar tanda EKSIT minimal 1 cm dari huruf
manapun dan harus diijinkan menyatu atau terpisah dari tubuh tanda arah.
Indikator arah harus dari tipe sersan (Chevron) seperti ditunjukkan pada gambar 13.4.1.2
dan harus teridentifikasi sebagai indikator arah pada jarak minimum 12 m ( 40 ft ) pada 30 ft-
kandel dan 1 ft-kandel iluminasi rata-rata di atas lantai mewakili tingkat pencahayaan normal
dan darurat. Indikator arah harus ditempatkan pada ujung dari tanda arah untuk arah yang
ditunjukkan.
72 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
73 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
a). Tanda arah yang menunjukkan bahwa lif dapat digunakan untuk jalan ke luar termasuk
setiap pembatasan pada penggunaan, dan
b). Tanda arah yang menunjukkan status beroperasinya lif.
13.5. Pengujian dan pemeliharaan.
13.5.1. Tanda arah eksit harus diinspeksi secara visual pada interval maksimum 30 hari
untuk bekerjanya sumber iluminasi.
13.5.2. Tanda arah eksit yang dihubungkan atau disediakan dengan sumber iluminasi
yang dioperasikan oleh batere, apabila dibutuhkan dalam butir 13.3.5 harus diuji dan
dipelihara sesuai butir 12.3.
14.1. Dalam semua kasus apabila kandungannya diklasifikasi sebagai bahaya berat,
eksit untuk tipe itu dan jumlahnya harus disediakan dan ditata untuk mengijinkan semua
penghuni menyelamatkan diri dari bangunan atau struktur atau dari daerah berbahaya
tersebut menuju keluar atau ke tempat yang selamat dengan jarak tempuh tidak lebih dari 23
m ( 75 ft ) diukur sesuai butir 9.2.
14.2. Kapasitas jalan ke luar untuk daerah kandungan bahaya berat harus didasarkan
pada 1,8 cm/orang ( 0,7 inci/orang ) untuk tangga atau 1,0 m/orang ( 0,4 inci/orang ) untuk
komponen tingkat dan ram sesuai butir 6.3.1.
14.3. Paling sedikit dua sarana jalan ke luar harus disediakan dari setiap bangunan
atau daerah berbahaya tersebut.
Pengecualian :
Ruang atau tempat tidak lebih dari 18,6 m2 ( 200 ft2 ) dan mempunyai beban hunian tidak lebih dari 3 orang dan
jarak tempuh ke pintu ruangan tidak lebih dari 7,6 m ( 25 ft ).
14.4. Sarana jalan ke luar harus ditata sehingga tidak ada ujung buntu di dalam
koridor.
Pengecualian :
Tempat yang memenuhi persyaratan dari pengecualian pada butir 14.3.
14.5. Pintu yang melayani kandungan berbahaya berat dengan beban hunian lebih dari
lima diijinkan untuk dilengkapi dengan satu grendel atau kunci hanya jika perangkat keras
panik atau perangkat keras eksit kebakaran sesuai dengan butir 5.1.7.
15. Ruangan peralatan mekanik, ruangan ketel uap dan ruangan tungku.
15.1. Ruangan peralatan mekanis, ruangan ketel uap, ruangan tungku, dan tempat-
tempat serupa harus disusun untuk membatasi jarak tempuh ke jalur lintasan umum tidak
lebih dari 15 m ( 50 ft ).
Pengecualian :
Suatu jalur lintasan umum tidak lebih dari 30 m ( 100 ft ) harus diijinkan :
a). di dalam bangunan yang diproteksi menyeluruh oleh suatu sistem springkler otomatis yang dipasang
sesuai ketentuan yang berlaku.
b). di dalam ruang peralatan mekanis ttanpa peralatan pembakaran dengan bahan bakar, atau
74 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
75 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
Padanan kata
akses access
eksit exit
gerendel latch
jalan keluar egress
jalan terusan eksit exit passage way
jalur lintasan path of travel
jalur lintasan bersama common path of travel
kunci lock
pagar pengaman guard.
pelepasan discharge
penghalang barrier
pintu balans balancing door
pintu tiang putar turnstiles
rel pegangan tangan handrail.
revolving door pintu putar
ruang antara vestibule
ruang tertutup kedap asap smokeproof enclosure
sarana jalan keluar means of egress
tanda arah sign
tangga ayun swing stair
tangga bergantian alternating stair.
tangga kipas winders
tangga kurva curved stair
tangga panjat ladder
ujung buntu dead end
76 dari 77
SNI 03 – 1746 - 2000
Bibliografi
2 Ron Cote : “Life Safety Code Handbook” 7th edition, National Fire Protection
Association.
3 NFPA 101 : Life Safety Code Seminar 1988 – Participant manual “. National
Fire Protection Association.
77 dari 77
SNI 03-3985-2000
1. Ruang lingkup.
2. Acuan normatif.
3.1.
alarm kebakaran.
komponen dari sistem yang memberikan isyarat/tanda setelah kebakaran terdeteksi.
3.2.
catu daya
sumber energi listrik yang memberi daya listrik cukup untuk menjalankan sistem.
3.3.
detektor kombinasi.
alat yang bereaksi terhadap lebih dari satu fenomena yang diklasifikasikan pada butir
4.2.1.1. sampai 4.2.1.5 atau menggunakan lebih dari satu prinsip operasi untuk mengindera
salah satu dari gejala-gejala tersebut. Contoh tipikal adalah suatu kombinasi dari detektor
panas jenis laju kenaikan temperatur dan jenis temperatur tetap.
1 dari 165
SNI 03-3985-2000
3.4.
instansi yang berwenang.
instansi yang berwenang dan bertanggung jawab untuk memberi persetujuan terhadap;
peralatan, instalasi, metoda atau prosedur, sesuai dengan ketentuan atau perundang-
undangan yang berlaku.
3.5.
jarak antara.
suatu ukuran dimensi jarak antar detektor kebakaran secara horisontal, berkaitan dengan
jangkauan deteksi yang diperbolehkan.
3.6.
kabel.
hantaran berisolasi dan/atau berselubung yang digunakan dalam sistem deteksi dan alarm
kebakaran yang memenuhi persyaratan.
3.7.
ketinggian langit-langit.
ketinggian dari lantai yang menerus dari suatu ruangan ke langit-langit yang menerus dari
ruang tersebut.
3.8.
label ( “labeled” ).
peralatan atau bahan yang terhadapnya sudah dilengkapi dengan label, simbol atau tanda
identifikasi lainnya dari suatu organisasi/institusi yang diakui oleh instansi yang berwenang
dan berurusan dengan evaluasi produk, yang tetap melakukan pemeriksaan periodik
terhadap produk dari peralatan atau bahan yang dilabel, dan dengan pelabelan ini
manufaktur menunjukkan kesesuaian terhadap standar atau kinerja yang berlaku sesuai
dengan cara yang dipersyaratkan.
3.9.
langit-langit.
permukaan atas dari suatu ruangan, tanpa mempermasalahkan ketinggian. Daerah dengan
suatu langit-langit yang digantung ( “suspended ceiling” ) akan mempunyai dua langit-langit,
satu terlihat dari lantai dan satu lagi berada di atas langit-langit yang digantung.
3.10.
panel kontrol deteksi dan alarm kebakaran.
komponen dari sistem deteksi dan alarm kebakaran yang berfungsi untuk mengontrol
bekerjanya sistem, menerima dan menunjukkan adanya isyarat kebakaran, mengaktifkan
alarm kebakaran, melanjutkan ke fasilitas lain terkait, dan lain-lain. Panel kontrol dapat terdiri
dari satu panel saja, dapat pula terdiri dari beberapa panel kontrol.
2 dari 165
SNI 03-3985-2000
3.11.
peralatan bantu instalasi.
komponen dan peralatan bantu dalam instalasi seperti; pipa konduit, kotak hubung/terminal
box, klem penyanggah, dan lain-lain.
3.12.
persetujuan.
tanda persetujuan atau keterangan yang dapat diterima, yang diberikan oleh instansi yang
berwenang.
3.13.
terdaftar ( “listed” ).
peralatan atau bahan yang tercantum di dalam suatu daftar yang diterbitkan oleh suatu
organisasi/institusi yang diakui oleh instansi yang berwenang. Organisasi/institusi ini
berurusan dengan evaluasi produk dan yang tetap melakukan pemeriksaan secara periodik
terhadap produk peralatan dan bahan. Peralatan atau bahan yang terdaftar dinyatakan telah
memenuhi standar yang layak, atau sudah diuji dan memenuhi untuk penggunaan yang
disyaratkan.
Apabila organisasi atau institusi yang dimaksud belum ada di Indonesia, maka untuk itu
dapat mengacu atau menggunakan institusi terkait di luar negeri yang diakui oleh instansi
yang berwenang.
Catatan :
cara untuk mengidentifikasi peralatan yang “terdaftar” dapat bervariasi untuk setiap organisasi/institusi yang
berurusan dengan evaluasi produk ini, sebagian dari organisasi / institusi tidak mengakui peralatan sebagai
“terdaftar” (“listed”) apabila produk tersebut tidak di “label”. Instansi yang berwenang perlu menggunakan /
memanfaatkan cara yang digunakan oleh organisasi / institusi terdaftar untuk mengidentifikasi suatu produk
“terdaftar”.
3.14.
titik panggil manual.
alat yang dioperasikan secara manual guna memberi isyarat adanya kebakaran.
4. Ketentuan umum.
4.1. Umum.
Kebakaran adalah suatu fenomena yang terjadi ketika suatu bahan mencapai temperatur
kritis dan bereaksi secara kimia dengan oksigen (sebagai contoh) yang menghasilkan panas,
nyala api, cahaya, asap, uap air, karbon monoksida, karbon dioksida, atau produk dan efek
lainnya. Detektor kebakaran adalah alat yang dirancang untuk mendeteksi adanya
kebakaran dan mengawali suatu tindakan.
Dianggap perlu untuk memberikan suatu gambaran umum secara sederhana terhadap
lingkup menyeluruh dari suatu sistem deteksi dan alarm kebakaran sehingga dapat terlihat
komponen/bagian-bagian dari sistem, dan ini ditunjukkan pada gambar 4.1.
3 dari 165
SNI 03-3985-2000
Gambar 4.1. Gambaran umum suatu sistem deteksi dan alarm kebakarn.
4.2. Klasifikasi detektor kebakaran.
4 dari 165
SNI 03-3985-2000
5 dari 165
SNI 03-3985-2000
6 dari 165
SNI 03-3985-2000
4.5. Persetujuan.
4.5.1. Semua peralatan deteksi kebakaran harus didaftar atau disetujui sesuai dengan
yang dirancang dan harus dipasang mengikuti standar ini.
4.5.2*. Semua peralatan deteksi kebakaran yang menerima pasokan daya dari sirkit
yang mengawali suatu unit kontrol alarm kebakaran harus didaftar (listed) untuk penggunaan
dengan unit kontrol. Apabila dapat diterima oleh instansi yang berwenang, manufaktur dapat
melengkapi informasi mengenai kompatibilitas dari peralatan deteksi dengan unit kontrol
untuk memenuhi persyaratan ini.
4.5.3. Apabila disyaratkan oleh instansi yang berwenang, informasi lengkap tentang
detektor kebakaran, termasuk persyaratan teknis dan gambar denah yang menunjukkan
perletakan detektor harus disampaikan untuk disetujui sebelum pemasangan detektor..
4.5.4. Sebelum permohonan persetujuan akhir terhadap pemasangan dari instansi
yang berwenang diberikan, kontraktor pemasang harus melengkapi dengan pernyataan
tertulis yang menyatakan bahwa detektor telah dipasang sesuai dengan rancangan denah
yang disetujui dan diuji sesuai spesifikasi manufaktur.
4.6. Pengujian yang dapat diterima.
Akhir dari penyelesaian pemasangan harus dilakukan pengujian yang sesuai dengan butir 8
dari standar ini dan pelaksanaannya harus dihadiri wakil dari instansi yang berwenang.
4.7. Pemasangan.
4.7.1. Detektor harus diproteksi terhadap kemungkinan rusak karena gangguan
mekanis.
4.7.2. Pemasangan detektor dalam semua keadaan harus bebas dari pengikatannya
terhadap sirkit konduktor.
4.7.3. Detektor tidak boleh dipasang dengan cara masuk ke dalam permukaan langit-
langit kecuali hal itu sudah pernah diuji dan terdaftar (“listed”) untuk pemasangan seperti itu.
4.7.4. Detektor harus dipasang pada seluruh daerah bila disyaratkan oleh standar yang
berlaku atau oleh instansi yang berwenang. Setiap detektor yang terpasang harus dapat
dijangkau untuk pemeliharaan dan untuk pengujian secara periodik.
Apabila dipersyaratkan proteksi mencakup secara menyeluruh, maka detektor harus
dipasang pada seluruh ruangan, lobi, daerah gudang, besmen, ruang di bawah atap di atas
langit-langit, loteng, ruang di atas langit-langit yang diturunkan dan sub bagian lainnya dan
ruang yang dapat dijangkau dan di dalam semua lemari tanam, saf lif, tangga tertutup, saf
“dumb waiter”, dan pelongsor ( “chute” ). Daerah yang tidak dapat dimasuki yang
mengandung bahan mudah terbakar harus dibuat dapat dimasuki dan diproteksi oleh
detektor-detektor.
Pengecualian 1 :
Detektor boleh dihilangkan dari ruang gelap yang mudah terbakar apabila setiap kondisi berikut dipenuhi :
a). Jika langit-langit melekat langsung ke bagian bawah balok penyangga dari atap yang mudah terbakar
atau dek lantai.
b). Jika ruang yang tersembunyi seluruhnya diisi dengan isolasi tidak mudah terbakar. Dalam konstruksi anak
balok yang padat, isolasi dibutuhkan untuk mengisi hanya ruang dari langit-langit ke tepi bawah balok atap
atau dek lantai.
7 dari 165
SNI 03-3985-2000
c). Jika ruang yang tersembunyi kecil diatas kamar yang tersedia pada setiap ruang dalam pertanyaan tidak
melebihi 4,6 m2 ( 50 ft2 ) luasnya.
d). Dalam ruangan yang dibentuk oleh kerangka a5tau balok padat dalam didnding, lantai atau langit-langit
apabila jarak antara kerangka atau balok padat kurang dari 150 mm (6 inci).
Pengecualian 2 :
Detektor boleh dihilangkan dari bagian bawah kisi-kisi langit-langit yang terbuka jika semua kondisi berikut
dipenuhi :
a). Bukaan dari kisi-kisi 6,4 mm ( ¼ inci) atau lebih besar dari dimensi yang terekcil.
b). Tebal dari bahan tidak melebihi dimensi yang terkecil.
c). Susunan bukaan sedikitnya 70 persen dari luas bahan langit-langit.
4.7.5*. Detektor harus juga disyaratkan dipasang di bawah tempat bongkar muat terbuka
atau teras dan penutupnya, dan ruang di bawah lantai yang dapat dimasuki dari bangunan
tanpa besmen.
Pengecualian :
Dengan ijin dari instansi yang berwenang, detektor dapat dihilangkan apabila ditemui kondisi berikut :
a). Ruangan yang tidak dapat dimasuki untuk difungsikan sebagai; gudang atau jalan masuk untuk orang
yang tidak berwenang dan diproteksi terhadap akumulasi puing yang terbawa angin.
b). Isi ruangan bukan peralatan seperti pipa uap, jaringan listrik, saf atau konveyor.
c). Lantai seluruh ruangan rapat.
d). Di atas lantai tersebut tidak ada bahan cair mudah terbakar diproses, dibawa atau disimpan.
4.7.6. Selama kode, standar, hukum, atau instansi yang berwenang mensyaratkan
proteksi hanya daerah terseleksi saja, daerah yang disebutkan itu harus diproteksi mengikuti
standar ini.
4.7.7*. Terminal duplikat atau sejenisnya, harus disediakan pada setiap detektor
kebakaran otomatik untuk penyambungan cepat ke dalam sistem alarm kebakaran
melengkapi supervisi terhadap sambungan. Terminal atau kawat demikian adalah penting
untuk menjamin terhadap terputusnya jaringan, dan sambungan individu dibuat ke dan dari
terminal untuk sinyal dan pasokan daya.
Pengecualian :
Detektor yang telah dilengkapi supervisi yang sejenis.
Panas adalah penambahan energi yang menyebabkan bahan temperaturnya naik dan juga
energi dihasilkan oleh bahan yang terbakar.
5.1. Umum.
5.1.1. Maksud dan lingkup bagian ini adalah untuk menentukan standar lokasi dan jarak
antara dari detektor kebakaran untuk mengindera panas yang ditimbulkan oleh bahan yang
terbakar. Detektor demikian itu secara umum disebutkan sebagai detektor panas.
8 dari 165
SNI 03-3985-2000
5.1.2. Detektor panas harus dipasang di seluruh daerah apabila dipersyaratkan oleh
standar yang berlaku atau yang dipersyaratkan oleh instansi yang berwenang.
9 dari 165
SNI 03-3985-2000
5.2.2.2. Sebuah contoh tipikal adalah detektor jenis titik dari logam yang cenderung akan
bertambah panjang bila dipanaskan. Suatu mekanisme kontak yang tergabung akan
menutup pada suatu titik tertentu. Suatu elemen logam yang berada di dalam tabung
mendesak dengan gaya yang berlawanan terhadap kontak, cenderung menahan kontak
terbuka. Gaya diseimbangkan dengan cara memperlambat laju kenaikan temperatur,
diperlukan waktu pemanasan yang lebih lama untuk menembus elemen yang di dalam,
kondisi ini akan menghambat kontak untuk menutup sampai seluruh alat telah terpanaskan
hingga tingkat pemanasan tertentu. Namun pada laju kenaikan temperatur yang cepat, tidak
cukup waktu bagi panas untuk menembus ke elemen di dalam, yang mendesak kurangnya
hambatan sehingga kontak menutup diperoleh ketika seluruh peralatan telah dipanaskan
sampai tingkat yang lebih rendah. Ini memberi pengaruh kompensasi kelambatan panas.
5.2.3. Detektor laju kenaikan.
5.2.3.1. Detektor laju kenaikan adalah suatu alat yang akan merespon jika kenaikan
temperatur pada laju yang melebihi jumlah yang telah ditentukan.
5.2.3.2. Contoh tipikal dari detektor ini :
a). Tabung laju kenaikan pnumatik.
Suatu detektor jenis garis terdiri dari tabung berdiameter kecil, biasanya dari bahan
tembaga, yang dipasang pada langit-langit atau pada dinding yang tinggi, seluruhnya
dalam ruang yang dideteksi. Tabung berakhir pada unit detektor yang mengandung
diapragma dan dihubungkan dengan set kontak untuk menggerakkan tekanan
tekanan yang sebelumnya ditentukan. Sistem ini ditutup rapat kecuali untuk ven
kalibrasi yang mengkompensai perubahan normal temperatur.
b). Detektor laju kenaikan pnumatik titik.
Suatu alat yang terdiri dari ruang udara, diapragma, kontak, dan ven kompensasi
dalam satu kotak tertutup. Prinsip kerjanya sama seperti dijelaskan pada butir
5.2.3.2.a).
c). Detektor efek thermoelektrik.
Suatu alat yang elemen penginderaannya terdiri dari sebuah unit ocouple atau
thermopile yang menghasilkan kenaikan potensial listrik dalam merespon kenaikan
temperatur. Potensial ini dipatau oleh peralatan kontrol yang berhubungan, dan alarm
digerakkan jika kenaikan laju potensial tidak normal.
d). Detektor perubahan konduktivitas listrik.
emen pengindera jenis garis yang mana perubahan tahanannya menyebabkan
perubahan temperatur. Laju perubahan tahanan dipantau oleh peralatan kontrol yang
berhubungan, dan alarm digerakkan jika laju naik melebihi nilai yang di set
sebelumnya.
10 dari 165
SNI 03-3985-2000
5.4. Lokasi.
5.4.1*. Detektor jenis titik harus diletakkan pada langit-langit dengan jarak tidak kurang
dari 100 mm ( 4 inci ) dari sisi dinding atau pada sisi dinding yang berjarak antara 100 mm
( 4 inci ) dan 300 mm ( 12 inci ) dari langit-langit (lihat gambar A.5.4.1. pada apendiks A ).
Pengecualian no.1 :
Di dalam hal konstruksi balok melintang padat, detektor harus dipasang pada bagian bawah dari balok melintang.
Pengecualian no.2 :
Di dalam hal konstruksi balok dimana kedalaman balok kurang dari 300 mm ( 12 inci ) dan jarak pusatnya kurang
dari 2,4 m ( 8 ft ), detektor dapat dipasangkan pada bagian bawah balok.
5.4.2. Detektor panas jenis garis harus diletakkan pada langit-langit atau pada sisi
dinding dengan jarak tidak lebih dari 500 mm ( 20 inci ) dari langit-langit.
11 dari 165
SNI 03-3985-2000
12 dari 165
SNI 03-3985-2000
Catatan :
Tabel 5.5.1.2. menyediakan modifikasi jarak antara untuk memperhitungkan perbedaan ketinggian langit-langit
pada kondisi kebakaran secara umum. Suatu alternatif metoda perancangan, yang mengijinkan perancang untuk
memperhitungkan ketinggian langit-langit, ukuran kebakaran, dan temperatur udara luar, disediakan pada
apendiks C.
5.5.4.1*. Puncak.
Sederetan detektor pertama-tama diukur jarak antaranya dan diletakkan pada atau dalam
jarak 0,9 m ( 3 ft ) dari puncak langit-langit, diukur secara horisontal. Jumlah dan jarak dari
detektor tambahan apabila ada harus didasarkan terhadap proyeksi horisontal dari langit-
langit sesuai dengan jenis konstruksi langit-langit ( lihat gambar A.5.5.4.1 pada apendiks A ).
6.1. Untuk kepentingan standar ini, asap adalah keseluruhan partikel yang melayang-
layang baik kelihatan maupun tidak kelihatan dari suatu pembakaran.
13 dari 165
SNI 03-3985-2000
6.1.1. Umum.
6.1.1.1. Maksud dan lingkup dari bagian ini adalah menyediakan standar untuk
perletakan dan jarak pemasangan detektor kebakaran untuk mengindera asap yang
ditimbulkan pembakaran suatu bahan.
6.1.1.2*. Detektor asap harus dipasangkan pada seluruh daerah yang disyaratkan oleh
standar ini, atau oleh instansi yang berwenang.
14 dari 165
SNI 03-3985-2000
6.2.3.2. Detektor asap yang menggunakan prinsip pengaburan cahaya biasanya tipe
garis. Detektor ini biasanya disebut detektor asap proyeksi pancaran berkas.
6.3. Klasifikasi.
6.4.1*. Umum.
Lokasi dan jarak dari detektor asap harus merupakan hasil dari suatu evaluasi yang
didasarkan pada pertimbangan enjinering ditambah panduan yang dirinci dalam standar ini.
Bentuk dan permukaan langit-langit, ketinggian langit-langit, konfigurasi dari kandungan,
karakteristik pembakaran dari bahan mudah terbakar yang ada dan ventilasi merupakan
beberapa kondisi yang perlu dipertimbangkan.
6.4.1.1. Apabila dimaksud untuk melindungi terhadap bahaya kebakaran khusus, detektor
dapat dipasangkan dekat pada bahaya kebakaran dalam posisi dimana detektor akan siap
menangkap asap.
15 dari 165
SNI 03-3985-2000
Pengecualian no.2 :
Dalam hal konstruksi balok melintang padat, detektor harus dipasang di bawah balok.
Pengecualian no.3 :
Dalam hal konstruksi balok dimana balok kurang dari 300 mm ( 12 inci ) ke dalamannya dan kurang dari 2,4 m ( 8
ft ) jarak sumbunya; detektor boleh dipasang pada bagian bawah balok.
6.4.2.1*. Untuk meminimalkan kontaminasi debu dari detektor asap apabila diletakkan di
ruang bawah dari lantai yang dinaikkan dan ruang sejenis, detektor asap harus dipasang
hanya di dalam orientasi seperti cara pemasangan yang telah terdaftar. ( lihat gambar
A.6.4.2.1 pada apendiks A ).
16 dari 165
SNI 03-3985-2000
dinding samping atau pojokan di dalam zona proteksinya tidak lebih dari 0,7 kali jarak yang
dipilih ( 0,7.S ). ( lihat gambar A.5.5.1.1. pada apendiks A ).
6.4.8.1. Puncak.
Detektor pertama-tama harus diletakkan pada jarak antara 0,9 m ( 3 ft ) dari puncak, diukur
secara horisontal. Jumlah dan jarak antara dari detektor tambahan, jika ada, harus
didasarkan pada proyeksi horisontal dari langit-langit. ( lihat gambar A.5.5.4.1 apendiks A ).
17 dari 165
SNI 03-3985-2000
6.4.10. Partisi.
Apabila partisi diteruskan keatas sampai 460 mm ( 18 inci ) dari langit-langit, hal tersebut
tidak mempengaruhi jarak antara detektor. Apabila partisi diteruskan sampai kurang dari 460
mm ( 18 inci ) dari langit-langit, pengaruh lintasan asap harus dipertimbangkan untuk
mengurangi jarak antara detektor.
6.6.1. Umum.
Seleksi dan pemasangan detektor asap harus mempertimbangkan dua hal yaitu karakteristik
rancangan dari detektor dan daerah dimana detektor itu akan dipasangkan sedemikian untuk
mencegah terjadinya operasi palsu atau tidak dapat beroperasi setelah dipasang. Beberapa
pertimbangan itu adalah sebagai berikut :
6.6.1.1. Detektor tipe sinar terproyeksi dan kaca pemantul harus secara pasti terpasang
pada permukaan yang stabil, hal ini untuk mencegah operasi palsu atau pengoperasian yang
tak menentu disebabkan oleh gerakan. Sinar harus juga dirancang sehingga sudut kecil
gerakan dari sumber cahaya atau penerima tidak mencegah operasi karena asap dan tidak
menyebabkan alarm palsu. Biasanya pergerakan ¼ derajat dapat ditolerir ( ½ derajat bulat
termasuk sudut ).
6.6.1.2. Karena unit tipe sinar terproyeksi akan tidak bekerja memberi alarm ( tetapi akan
memberikan sinyal gangguan, lihat A.6.2.3 ) bila jalur cahaya ke penerima tiba-tiba dipotong
18 dari 165
SNI 03-3985-2000
atau terhalangi, karena itu jalur cahaya harus terpelihara bersih dari rintangan pengaburan
pada setiap saat.
6.6.1.3. Detektor asap yang mempunyai elemen temperatur-tetap sebagai bagian dari
unit harus dipilih mengikuti tabel 5.3.1. untuk temperatur langit-langit maksimum yang dapat
diperkirakan di dalam pengoperasian.
6.6.1.4*. Instalasi detektor asap harus mempertimbangkan kondisi lingkungan dari daerah
dimana detektor tersebut akan dipasangkan ( lihat tabel A.6.6.1.4 dalam apendiks A).
Detektor asap dipersiapkan untuk dipasang dalam daerah dimana kondisi udara luar normal
tidak seperti untuk :
a). Temperatur melebihi 380C ( 1000F ) atau turun dibawah 00C ( 320F ); atau
b). Kelembaban relatif melebihi 93% ; atau
c). Kecepatan udara melebihi 1.5 meter per detik ( 300 fpm ).
Pengecualian :
Detektor yang secara khusus dirancang untuk digunakan pada kondisi udara luar (“ambient”) melebihi batas
diatas dan terdaftar untuk temperatur, kelembaban, dan kecepatan udara yang diharapkan.
6.6.1.5*. Untuk menghindari alarm yang tidak diinginkan, lokasi detektor asap harus juga
mempertimbangkan sumber asap normal, uap air, debu atau uap, listrik atau pengaruh
mekanis.
6.6.1.6. Detektor yang dipasang dalam bangunan selama masa konstruksi atau renovasi
harus dilindungi dari kontaminasi oleh debu, cat, dan lain-lain, sampai pembangunan itu
dibersihkan dari semua barang secara lengkap dan final. Kontaminasi dapat dapat
berpengaruh terhadap kepekaan dan keandalan detektor ( untuk pembersihan dan
pemeliharaan terhadap detektor asap, lihat pasal 10 ).
6.6.2.1. Umum.
Tujuan dan lingkup dari bagian ini adalah menyediakan lokasi dan jarak antara dari detektor
asap pada daerah dengan pergerakan udara tinggi.
19 dari 165
SNI 03-3985-2000
6.6.2.3. Penempatan.
Detektor asap harus tidak ditempatkan dekat dengan register suplai udara.
20 dari 165
SNI 03-3985-2000
Catatan :
Volume ruang yang diproteksi
a). Menit per pergantian udara = 3
ft per menit (cfm) udara yang di suplai ke ruangan yang diproteksi
3
60 x ft per menit (cfm) udara yang disuplai ke ruangan yang diproteksi
b). Pergantian udara per jam =
volume ruang yang diproteksi
Jika sistem volume udara konstan tidak digunakan, cfm maksimum yang ada digunakan untuk
menentukan jumlah pergantian udara.
7.1. Nyala adalah tiang dari gas-gas, dibuat bercahaya oleh panas, berasal dari
bahan yang terbakar. Nyala dari beberapa bahan ( contoh hidrogen ) tidak terlihat secara
kasat mata manusia.
7.1.1. Umum.
7.1.1.1. Tujuan dan lingkup dari bagian ini adalah melengkapi standar dalam hal
perletakan dan jarak antara detektor kebakaran untuk mengindera nyala api yang dihasilkan
oleh bahan yang terbakar. Detektor ini biasanya disebut sebagai detektor nyala api.
7.1.1.2. Detektor nyala api harus dipasang pada seluruh daerah yang diwajibkan baik
oleh standar yang sesuai atau oleh instansi yang berwenang.
21 dari 165
SNI 03-3985-2000
22 dari 165
SNI 03-3985-2000
7.6.4. Bila digunakan di luar bangunan, detektor harus dilindungi dengan suatu cara
untuk mencegah berkurangnya kepekaan oleh air hujan dan lain sebaginya, dan selalu jelas
terlihat dari daerah bahaya.
8.1. Gas adalah molekul tanpa ikatan yang dihasilkan oleh suatu bahan yang terbakar
dan terutama terhadap oksidasi atau reduksi.
8.1.1. Umum.
8.1.1.1*. Tujuan dan lingkup dari bagian ini adalah melengkapi standar dalam hal
perletakan dan jarak antara detektor kebakaran untuk penginderaan gas hasil dari bahan
yang terbakar. Detektor ini selanjutnya disebut detektor gas kebakaran.
8.1.1.2. Detektor gas kebakaran harus dipasang di seluruh daerah apabila dipersyaratkan
oleh standar ini atau oleh instansi yang berwenang.
8.1.1.3. Detektor gas kebakaran harus bereaksi terhadap satu atau lebih gas yang
dihasilkan oleh suatu kebakaran.
8.1.1.4. Walaupun beberapa detektor gas kebakaran mampu mendeteksi gas
pembakaran atau uap yang mendahului pengapian, penerapannya tidak di dalam lingkup
standar ini.
8.3.1. Umum.
Lokasi dan jarak antara detektor gas kebakaran harus hasil dari evaluasi yang didasarkan
pada penilaian teknis seperti dilampirkan dalam uraian lengkap dalam standar ini. Bentuk
langit-langit dan permukaan, ketinggian langit-langit, konfigurasi muatan, karakteristik nyala
api dari bahan yang terbakar, dan ventilasi merupakan beberapa kondisi yang harus
dipertimbangkan.
8.3.1.1. Apabila dimaksudkan untuk memberikan proteksi terhadap bahaya tertentu,
detektor dapat dipasang lebih dekat dengan bahaya tersebut dalam posisi dimana detektor
akan siap menangkap gas kebakaran.
23 dari 165
SNI 03-3985-2000
8.3.1.2. Stratifikasi.
Efek yang mungkin dari stratifikasi pada ketinggian di bawah langit-langit harus juga
dipertimbangkan ( lihat A.6.4.1.2 dalam apendiks A ).
8.3.2. Detektor gas kebakaran tipe titik harus diletakkan pada langit-langit berjarak tidak
kurang dari 100 mm ( 4 inci ) dari sisi dinding terhadap ujung terdekat, atau jika pada sisi
dinding berjarak antara 100 mm ( 4 inci ) dan 300 mm ( 12 inci ) turun dari langit-langit ke
puncak detektor ( lihat gambar A.5.4.1. dalam apendiks A ).
Pengecualian no.1. : lihat butir 8.3.1.2.
Pengecualian no.2 :
Dalam hal konstruksi balok silang padat, detektor harus dipasang pada bagian bawah dari balok silang.
Pengecualian no.3 :
Dalam hal konstruksi balok dimana kedalaman balok kurang dari 300 mm ( 12 inci ) dan kurang dari 2,4 m ( 8 ft )
dari bagian tengahnya, detektor boleh dipasang pada bagian bawah dari balok.
8.3.3*. Masing-masing titik sampel dari suatu detektor gas kebakaran harus
diperlakukan sebagai detektor tipe titik untuk maksud perletakan dan jarak antara.
8.3.7.1. Puncak.
Detektor pertama tama harus berjarak dan ditempatkan 0,9 m ( 3 ft ) dari sisi tertinggi langit-
langit, diukur secara horisontal. Jumlah dan jarak antara dari detektor tambahan, jika ada,
24 dari 165
SNI 03-3985-2000
harus didasarkan pada proyeksi horisontal dari langit-langit ( lihat gambar A.5.5.4.2 dalam
apendiks A ).
8.3.9. Partisi.
Apabila partisi diperpanjang ke atas di dalam jarak 460 mm ( 18 inci ) dari langit-langit, tidak
berpengaruh pada jarak antara. Apabila partisi diperpanjang sampai jarak kurang dari 460
mm ( 18 inci ) dari langit-langit, efek pada lintasan gas harus dipertimbangkan dalam
pengurangan jarak antara.
25 dari 165
SNI 03-3985-2000
9.1.1. Umum.
9.1.1.1. Detektor yang diklasifikasikan sebagai “detektor kebakaran lainnya” harus
dipasang dalam seluruh daerah apabila disyaratkan oleh standar ini, atau oleh instansi yang
berwenang.
9.1.1.2. Fasilitas untuk pengujian atau pengukuran, atau instrumentasi untuk menjamin
kepekaan awal yang cukup dan penyimpanan yang cukup, relatif terhadap bahaya yang
diproteksi, harus disediakan. Fasilitas ini harus dilaksanakan pada interval waktu yang
teratur.
26 dari 165
SNI 03-3985-2000
9.3.3. Pertimbangan harus diberikan kepada semua faktor yang terdapat di lokasi dan
kepekaan detektor, termasuk kelebihan struktur seperti: ukuran dan bentuk ruangan dan
petak, penghuni dan penggunaannya, ketinggian langit-langit, langit-langit dan halangan
lainnya, pola aliran udara, timbunan, arsip, dan lokasi bahaya kebakaran.
9.3.4. Situasi menyeluruh harus dikaji berkali-kali untuk menjamin bahwa perubahan
struktur atau kondisi penggunaan yang dapat mengganggu kemampuan deteksi kebakaran
segera diperbaiki.
10.1. Umum.
10.1.1. Setiap detektor harus dalam kondisi kerja yang bisa diandalkan. Inspeksi,
pengujian dan pemeliharaan harus dilakukan.
10.1.2. Inspeksi, pengujian dan program pemeliharaan harus memenuhi persyaratan dari
standar ini ditambah dengan instruksi dari manufaktur.
Pengecualian :
Detektor yang dipasang mengikuti persyaratan dari standar tentang pemasangan, pemeliharaan dan pemakaian
terkait yang berlaku.
10.1.3. Tanggung jawab untuk inspeksi, pengujian dan program pemeliharaan harus
ditentukan oleh pemilik kepada sesorang yang mempunyai kewenangan penuh. Orang ini
harus melaksanakan program ini dengan tepat dan harus dapat melakukan perubahan dan
penambahan.
10.1.4. Sebelum pengujian, orang yang berada pada semua titik dimana ada alarm
sinyal atau laporan harus diberitahukan untuk mencegah reaksi yang tidak diperlukan. Pada
kesimpulan dari pengujian, yang diberitahukan sebelumnya ( dan yang perlu lainnya) harus
selanjutnya diberitahukan bahwa pengujian telah berakhir.
10.1.5. Beberapa metoda atau alat yang digunalan untuk pengujian di dalam suatu
atmospher atau proses yang diklasifikasi sebagai daerah berbahaya sesuai standar yang
berlaku, harus sesuai untuk penggunaan yang demikian.
10.1.6. Rekaman hasil dari semua inspeksi, pengujian, dan pemeliharaan, harus
disimpan untuk jangka waktu 5 tahun untuk pengecekan oleh instansi yang berwenang.
27 dari 165
SNI 03-3985-2000
28 dari 165
SNI 03-3985-2000
10.2.5*. Detektor nyala api, detektor gas dan detektor kebakaran lainnya.
Detektor nyala api, detektor gas dan detektor kebakaran lainnya harus diuji untuk beroperasi
berdasarkan instruksi yang diberikan oleh manufaktur atau metoda uji lain yang disetujui
oleh instansi yang berwenang.
29 dari 165
SNI 03-3985-2000
a). Inspeksi visual terhadap instalasi detektor, termasuk seal, mencari penyalah gunaan
atau modifikasi dari peralatan atau instalasi dan tujuan kerjanya.
b). Menggunakan rekomendasi manufaktur untuk verifikasi bahwa peralatan akan
bereaksi terhadap asap dalam aliran udara ( contoh mengukur penurunan tekanan
atau aliran udara melalui detektor untuk peralatan yang menggunakan tabung sampel
dapat diterima ).
10.3.5. Detektor nyala api, detektor gas dan detektor kebakaran lainnya.
Semua detektor nyala api, detektor gas dan detektor kebakaran lainnya harus diuji minimal
setiap enam bulan sebagaimana disebutkan oleh manufaktur dan lebih sering lagi apabila
ditemukan bahwa diperlukan dalam penerapannya.
30 dari 165
SNI 03-3985-2000
10.6.2. Formulir pemeriksaan harus dilengkapi dan termasuk informasi berikut untuk
pengujian secara periodik :
a). Tanggal.
b). Frekuensi pengujian.
c). Nama pemilik.
d). Alamat.
e). Nama orang yang melakukan pemeriksaan, pemeliharaan dan/atau pengujian, afiliasi,
alamat perusahaan/kantor, dan nomor telepon.
f). Nama agen yang berhak memberi persetujuan, alamat dan perwakilannya.
g). Penunjukan detektor yang diuji ( pengujian dilakukan sesuai butir 10.3 ).
h). Uji fungsi dari detektor ( lihat butir 10.1.4 dan 10.3.4.1 ).
i). Periksa semua detektor asap ( lihat butir 10.3.4.2 ).
j). Tahanan lup untuk seluruh detektor panas tipe temperatur-tetap garis ( lihat butir
10.2.3.2).
k). Pengujian lainnya seperti dipersyaratkan oleh manufaktur peralatan.
l). Tanda tangan dari penguji dan persetujuan wakil instansi yang berwenang.
11.1. Umum.
Catatan : lihat juga standar lain yang berlaku yang berkaitan dengan kompartemen asap dan sistem ventilasi
serta sistem ducting.
11.1.1*. Bagian ini mencakup pemasangan dan penggunaan semua tipe detektor asap
untuk mencegah penjalaran asap dengan melakukan kontrol terhadap fan-fan, damper-
damper, pintu-pintu dan peralatan lainnya. Detektor yang digunakan dapat diklasifikasikan
sebagai :
a). Detektor yang dipasang pada daerah yang berhubungan dengan komparteme asap.
b). Detektor yang dipasang dalam sistem ducting udara.
11.1.2. Detektor yang dipasang dalam sistem ducting udara mengikuti butir 11.1.1.b)
tidak dapat digunakan sebagai pengganti untuk proteksi daerah yang terbuka, karena :
a). Asap tidak dapat ditarik dari daerah terbuka apabila sistem pengkondisian udara atau
sistem ventilasi tidak bekerja.
b). Pengenceran asap bermuatan udara oleh udara bersih dari bagian-bagian lain
bangunan, atau pengenceran oleh udara luar yang masuk, dapat membiarkan asap
dengan densiti tinggi di dalam sebuah ruangan tunggal dengan tanpa asap yang terasa
di dalam saluran udara pada lokasi detektor.
11.1.3. Detektor asap yang dikaitkan dengan kompartemen asap untuk proteksi daerah
terbuka lebih disukai sebagai sarana pengendalian untuk mengawali kontrol terhadap
penjalaran asap.
31 dari 165
SNI 03-3985-2000
11.2. Tujuan.
11.2.1. Tujuan terhadap mana detektor asap dapat diterapkan dalam rangka untuk
mengawali kontrol terhadap penjalaran asap, adalah :
a). Mencegah resirkulasi sejumlah asap yang berbahaya di dalam bangunan.
b). Seleksi pengoperasian dari peralatan untuk mengeluarkan asap dari sebuah
bangunan.
c). Seleksi pengoperasian terhadap peralatan untuk penekanan kompartemen asap.
d). Pengoperasian dari pintu untuk menutup bukaan-bukaan di dalam kompartemen asap.
11.2.2. Untuk mencegah resirkulasi dari sejumlah asap yang berbahaya, detektor yang
disetujui untuk penggunaan ducting udara harus dipasang pada bagian suplai dari sistem
pengolahan udara (AHU) berdasarkan standar terkait yang berlaku untuk instalasi sistem
pengkondisian udara dan ventilasi dan butir 11.3.2.1.
11.2.3. Untuk secara menjalankan secara terseleksi peralatan untuk mengontrol
penjalaran asap, persyaratan pada butir 11.3.2.2. harus diterapkan.
11.2.4. Untuk mengawali kerja dari pintu asap, persyaratan pada butir 11.5 harus
diterapkan.
11.3. Penerapan.
11.3.1. Detektor daerah di dalam kompartemen asap.
Detektor asap daerah yang dipasang di dalam suatu kompartemen asap untuk mencakup
daerah terbuka, boleh juga digunakan untuk mengawali menggerakkan kontrol terhadap
penjalaran asap melalui pengoperasian pintu, damper, dan peralatan lainnya, apabila sesuai
dengan program keselamatan terhadap kebakaran secara menyeluruh.
32 dari 165
SNI 03-3985-2000
Pengecualian no.1. :
Apabila pendeteksian asap lengkap dipasang di dalam kompartemen asap, instalasi detektor di dalam ducting
udara pada sistem udara balik adalah tidak diperlukan jika ke fungsiannya dapat dipenuhi dalam perancangan.
Pengecualian no.2. :
Tambahan detektor asap tidak diperlukan untuk dipasang di dalam ducting apabila sistem ducting udara
menembus melewati kompartemen asap lainnya yang tidak dilayani oleh ducting.
33 dari 165
SNI 03-3985-2000
34 dari 165
SNI 03-3985-2000
Gambar 11.5.4.1.1.
11.5.4.1.2. Apabila kedalaman bagian dinding di atas pintu lebih besar dari 610 mm
( 24 inci ), dua detektor yang dipasang pada langit-langit harus dipersyaratkan, satu pada
masing-masing sisi dari jalur pintu ( lihat gambar 11.5.4.1.1. bagian F ).
35 dari 165
SNI 03-3985-2000
11.5.4.1.3. Apabila kedalaman bagian dinding di atas pintu 1.520 mm ( 60 inci ) atau lebih
besar, tambahan detektor dapat dipersyaratkan seperti ditunjukkan oleh evaluasi teknik.
11.5.4.1.4. Apabila sebuah detektor secara spesifik terdaftar untuk pemasangan di rangka
pintu, atau dimana tipe sistem kombinasi yang terdaftar atau tipe detektor yang terintegrasi
dengan penutup pintu ( “door closer” ) digunakan, maka hanya satu detektor diperlukan jika
pemasangan mengikuti rekomendasi dari manufaktur.
11.5.4.2. Apabila pelepas pintu dimaksudkan untuk mencegah pengaliran asap dari satu
ruang ke lainnya hanya dalam satu arah, satu detektor yang diletakkan dalam ruang untuk
menahan asap, harus cukup tanpa memperdulikan kedalaman bagian dinding di atas pintu.
Alternatif lain, sebuah detektor asap menyesuaikan dengan butir 11.5.4.1.4. harus
digunakan.
11.5.4.3. Apabila terdapat jalur pintu dalam jumlah banyak, penambahan detektor yang
dipasang di langit-langit harus dipersyaratkan sebagai berikut :
11.5.4.3.1. Apabila pemisah antara jalur pintu melebihi 610 mm ( 24 inci ), masing-masing
jalur pintu harus diperlakukan secara terpisah ( lihat gambar 11.5.4.3.1 ).
Gambar 11.5.4.3.1.
11.5.4.3.2*. Masing-masing kelompok dari tiga bukaan jalur pintu harus diperlakukan secara
terpisah ( lihat gambar A.11.5.4.3.2, bagian A dalam apendiks A ).
11.5.4.3.3*. Masing-masing kelompok dari bukaan jalur pintu yang melebihi 6 m ( 20 inci )
lebarnya diukur pada kondisi ekstrim, harus diperlakukan secara terpisah ( lihat gambar
A.11.5.4.3.3. dalam apendiks A ).
36 dari 165
SNI 03-3985-2000
11.5.4.4. Apabila ada jalur pintu dalam jumlah banyak dan detektor terdaftar dipasang di
rangka pintu, atau apabila detektor kombinasi terdaftar atau detektor yang menyatu dengan
penutup pintu yang dirakit digunakan, harus satu detektor untuk masing-masing jalur pintu
tunggal atau ganda.
11.5.4.4.1. Suatu jalur pintu ganda adalah bukaan tunggal yang tidak menghalangi ruang
dinding atau ujung pintu yang memisahkan dua pintu ( lihat gambar 11.5.4.3.1 ).
11.5.5. Lokasi.
Apabila detektor asap yang dipasang di langit-langit akan dipasang di langit-langit rata untuk
jalur pintu tunggal atau ganda, pemasangannya harus sebagai berikut ( lihat gambar
11.5.4.3.1.)
a). Pada garis tengah jalur pintu.
b). Tidak lebih dari 1,5 m ( 5 ft ) diukur tegak lurus pada langit-langit dari bagian dinding di
atas pintu ( lihat gambar 11.5.4.1.1.) dan
c). Tidak lebih dekat dari pada yang ditunjukkan dalam gambar 11.5.4.1.1. bagian B, D
dan F.
11.5.5.2. Apabila detektor yang dipasang di langit-langit akan dipasang dalam kondisi yang
lain dari pada rancangan tersebut dalam butir 11.5.5.1, penyesuaian teknis diperlukan.
37 dari 165
SNI 03-3985-2000
Tabel 12.2.2. : Penyediaan sistem deteksi dan alarm menurut fungsi, jumlah dan luas
lantai bangunan.
Jumlah
Kelompok Sistem
Jumlah luas lantai
Fungsi Nama kelompok Fungsi bangunan deteksi
lantai Min/lantai
bangunan dan alarm
(m2)
1a Bangunan Rumah tinggal
1 -
hunian/tunggal
1b Bangunan hunian Asrama/Kos/Rumah
1 300 -
tamu/Hotel.
2 Bangunan hunian Terdiri dari 2 atau lebih 1 T.A.B (M)
unit hunian (ruko). 2~3 T.A.B (M)
Rumah, Asrama, 1 T.A.B (M)
Bangunan hunian di
3 Hotel, Panti lanjut usia, 2~4 T.A.B (M)
luar 1 dan 2
Panti orang cacat, dll. >4 T.A.B (O)
Tempat tinggal dalam 1 T.A.B (M)
Bangunan hunian
4 suatu bangunan kelas 2~4 T.A.B (O)
campuran
5,6,7,8, dan 9 >4 T.A.B (O)
1 400 (M)
Bangunan Usaha profesional,
5 2~4 200 (M)
perdagangan komersial, dll
>4 T.A.B (O)
1 400 (M)
Bangunan Rumah makan, toko,
6 2~4 200 (M)
perdagangan salon, pasar, dll
>4 T.A.B (O)
Bangunan 1 2000 (M)
Tempat parkir umum,
7 penyimpanan/ 2~4 1000 (M)
gudang.
gudang >4 T.A.B (O)
Bangunan 1 400 (M)
Produksi, perakitan,
8 laboratorium/industri/ 2~4 200 (M)
pengepakan, dll.
pabrik >4 T.A.B (O)
1 400 (M)
Perawatan, kesehatan,
9a Bangunan umum 2~4 200 (M)
laboratorium.
>4 T.A.B (O)
1 400 (M)
9b Bangunan umum Garasi pribadi 2~4 200 (M)
>4 T.A.B (O)
1 400 (M)
Bangunan/ struktur Pagar, antena, kolam
10a 2~4 200 (M)
bukan hunian. renang, dll
>4 T.A.B (O)
Bangunan/struktur
10b
bukan hunian
Penjelasan :
T.A.B = Tanpa Ada Batas.
M = Manual.
O = Otomatis.
38 dari 165
SNI 03-3985-2000
39 dari 165
SNI 03-3985-2000
40 dari 165
SNI 03-3985-2000
12.2.7. Kabel.
12.2.7.1. Untuk sistem deteksi harus digunakan kabel dari ukuran penampang tidak boleh
lebih kecil dari 0,6 mm2.
12.2.7.2. Untuk sistem alarm dan catu harus digunakan kabel dengan ukuran penampang
tidak boleh lebih kecil dari 1,5 mm2.
12.2.7.3. Kabel NYA dapat digunakan, namun pemasangannya harus di dalam pipa
konduit.
12.2.7.4. Kabel berinti banyak NYM dan NYY, dapat pula dipergunakan pada sirkit-sirkit
detektor pada suatu arah tarikan kabel jarak jauh.
12.2.7.5. Untuk lokasi yang mempunyai kondisi kerja yang keras ( panas, lembab, dan
banyak gangguan mekanis ringan ), harus dipilih jenis kabel NYY atau minimal NYM.
12.2.7.6. Untuk pengawasan langsung ke detektor, dapat pula dipergunakan kabel
fleksibel dengan ketentuan tidak boleh lebih panjang dari 1,5 m.
12.2.7.7. Pemasangan kabel sistem deteksi dan alarm kebakaran harus dilaksanakan
sesuai dengan instalasi tegangan rendah sesuai SNI 04-0225-2000, tentang : “Persyaratan
umum instalasi listrik 2000”.
12.2.7.8. Semua pemasangan kabel pada dinding harus dilaksanakan dengan
menggunakan pipa konduit sesuai dengan SNI 04-0225-2000, tentang “ “Persyaratan umum
instalasi listrik 2000”.
12.2.7.9. Penampang kabel dipilih sedemikian rupa sehingga pada beban kerja
maksimum, penurunan tegangan di titik terjauh dari panel kontrol tidak boleh lebih dari 5%.
12.2.7.10. Hantaran antara gedung harus dari jenis kabel yang dapat ditanam dan harus
diberikan perlindungan terhadap kerusakan mekanik.
12.2.7.11. Sepanjang hantaran tidak boleh ada sambungan.
12.2.7.12. Sambungan diperbolehkan dalam kontak terminal tertutup.
12.2.7.13. Penyambungan kabel dengan masing-masing detektor harus di dalam detektor,
kecuali untuk detektor jenis kedap air. Kabel untuk sistem deteksi dan alarm kebakaran tidak
boleh disatukan dengan kabel untuk instalasi listrik.
41 dari 165
SNI 03-3985-2000
12.2.8.3. Tegangan batere yang diijinkan minimum selama 4 jam mencatu energi listrik
dalam kondisi alarm umum.
a). Pemeliharaan batere harus mudah.
b). Mempunyai pengisi batere ( charger ) otomatik.
c). Bila catu daya dari listrik PLN atau pembangkit tenaga listrik darurat lainnya mati,
secara otomatik langsung bisa diambil alih oleh tenaga batere.
d). Batere harus dari jenis natere kering yang dapat diisi kembali ( rechargeable ).
42 dari 165
SNI 03-3985-2000
Apendiks - A
Lampiran ini bukanlah merupakan bagian dari persyaratan dari standar ini, namun ikut disertakan untuk
kebutuhan informasi saja.
A-4.5.2. Suatu hal yang penting bahwa perancang, pemasangan dan bagi pemilik untuk
mempunyai informasi yang jelas sebagai acuan terhadap detektor yang selaras dengan unit
kontrol, termasuk beberapa informasi seperti jumlah detektor yang diijinkan per zona.
Beberapa instalasi menggunakan detektor dari suatu manufaktur dengan unit kontrol dari
manufaktur yang lain.
A-4.7.5. Detektor dapat diwajibkan dibawah bangku yang besar, rak atau meja dan di
dalam lemari atau barang tertutup lainnya.
A-4.7.7. Mengacu kepada gambar A-4.7.7.(a) dan (c) untuk hubungan yang benar dari
detektor api otomatis ke sistem alarm kebakaran mengaktifkan sirkit peralatan dan sirkit
pasokan daya.
Gambar A-4.7.7.(a)
43 dari 165
SNI 03-3985-2000
Gambar A-4.7.7.(b)
44 dari 165
SNI 03-3985-2000
45 dari 165
SNI 03-3985-2000
46 dari 165
SNI 03-3985-2000
Sekali jarak pengetesan maksimum yang tepat telah ditentukan, kemudian itu berlaku untuk
saling mempertukar posisi dari api “F” dan detektor “D”. Detektor sekarang berada di tengah
dari daerah persegi, dan apa yang secara aktual disebutkan pada daftar adalah bahwa
detektor adalah cukup untuk mendeteksi api yang terjadi dimanapun di dalam daerah
persegi; sampaipun keluar pojok yang terjauh.
Di dalam menggelar instalasi detektor, perencana berbicara dengan terminologi empat
persegi, sebagaimana area bangunan umumnya berbentuk empat persegi. Pola dari
pancaran panas dari suatu sumber api, bagaimanapun bentuknya tidaklah empat persegi.
Pada langit-langit yang rata, panas akan berpencar keluar ke semua arah, dalam sebuah
lingkaran yang berkembang sewaktu-waktu. Demikianlah, cakupan suatu detektor dalam
kenyataannya tidaklah empat persegi, tetapi agak melingkar yang radiusnya adalah jarak
linear dikalikan 0,7.
Gambar A-5.5.1.(a).
Ini digambarkan pada gambar A-5.5.1.(b).
Dengan detektor sebagai titik tengah, dengan jalan memutarkah area empat persegi dapat
ditampilkan sejumlah tidak terhingga area persegi, pojok-pojoknya akan menggambarkan
sebuah lingkaran dengan jari-jari 0,7 kali jarak yang tersebut dalam daftar. Detektor akan
mencakup setiap persegi ini, dan karenanya setiap titik di dalam pembatasan dari lingkaran.
47 dari 165
SNI 03-3985-2000
Sejauh ini penjelasan ini telah mempertimbangkan persegi dan lingkaran. Di dalam
penggunaan praktisnya, sangat sedikit daerah menjadi benar-benar empat persegi, dan
daerah lingkaran sesungguhnya jarang. Perencana secara umum berurusan dengan empat
persegi dari dimensi ganjil dan pojok dari ruangan atau daerah yang dibentuk oleh dinding
yang saling berpotongan, dimana jarak ke satu dinding kurang dari setengah jarak yang
didaftarkan.Untuk menyederhanakan sisa dari penjelasan ini, mempertimbangkan
penggunaan sebuah detektor dengan jarak terdaftar 9,1 m x 9,1 m (30 ft x 30 ft). Aturan
pokok diperoleh akan dapat diterapkan sama pada jenis yang lain.
Gambar A-5.5.1.(b).
Gambar A-5.5.1.( c ). menggambarkan penyimpangan dari konsep ini. Sebuah detektor
diletakkan pada titik tengah dari sebuah lingkaran dengan jari-jari 6,4 m (0,7 x 9,1 m) atau
[21 ft (0,7 x 30 ft)]. Suatu deretan dari empat persegi dengan satu dimensi lebih rendah dari
maksimum yang diperkenankan 9,1 m (30 ft) dibangun (digambarkan) di dalam lingkaran.
Dapat ditarik kesimpulan berikut :
a). Sebagaimana lebih kecilnya penurunan dimensi, selebih panjangnya dimensi dapat
membesar diluar jarak maksimum linear dari detektor, dengan tanpa ada kehilangan
efisiensi pendeteksian.
b). Sebuah detektor tunggal akan mencakup seluruh daerah yang berada di dalam
lingkaran. Untuk suatu empat persegi, sebuah detektor tunggal yang diletakkan secara
tepat akan memadai jika diagonal dari empat persegi tidak mencapai radius dari
lingkaran.
c). Efisiensi relatif detektor sesungguhnya akan membesar, karena daerah cakupan dalam
m2 selalu kurang dari 83,6 m2 (900 ft2) memungkinkan jika sepenuhnya empat persegi
9,1 m x 9,1 m (30 ft x 30 ft) akan dilayani. Aturan pokok menggambarkan disini
membolehkan jarak linear yang sama antara detektor dan api, tanpa pengakuran bagi
efek refleksi dari dinding atau partisi, yang mana dalam ruang yang sempit atau lorong
akan merupakan keuntungan tambahan.
48 dari 165
SNI 03-3985-2000
49 dari 165
SNI 03-3985-2000
Gambar A-5.5.1.(d).
50 dari 165
SNI 03-3985-2000
Gambar A-5.5.1.1.
A-5.5.1.2. Kedua-duanya paragraf dan tabel 5.5.1.2. disusun untuk menyediakan
seperlunya kinerja yang ekivalen pada langit-langit yang lebih tinggi [ 9,1m (30 ft) ketinggian]
terhadapnya akan berlaku dengan detektor pada ketinggian langit-langit 3 m (10 ft) (lihat
lampiran B).
Laporan dari institusi pengetesan (lihat referensi pada lampiran C), yang digunakan sebagai
basis untuk tabel 5.5.1.2. tidaklah termasuk data detektor jenis integrasi.
Pengembangan yang belum diputuskan dari data demikian, rekomendasi dari manufaktur
sebagai panduan
51 dari 165
SNI 03-3985-2000
Gambar A-5.5.4.1 : Detektor panas – denah jarak antara – langit-langit yang dimiringkan.
52 dari 165
SNI 03-3985-2000
Gambar A-5.5.4.2. Detektor panas – denah jarak antara – langit-langit yang dimiringkan.
A-6.1.1.2. Orang dalam merencanakan suatu instalasi harus menanamkan dalam
pikirannya bahwa, agar sebuah detektor asap bereaksi, asap harus bergerak dari titik
asalnya ke detektor. Dalam melakukan evaluasi setiap bangunan tertentu atau lokasi,
kiranya lokasi api harus ditentukan terlebih dahulu. Dari masing titik-titik asal, jalur dari
perjalanan asap harus ditentukan. Dimana kepraktisan, pengetesan lapangan sesungguhnya
perlu diadakan. Lokasi yang paling diinginkan untuk perletakan detektor asap adalah titik
perpotongan bersama dari perjalanan asap dari lokasi api menembus/menerobos bangunan.
Catatan : Ini adalah salah satu alasan bahwa jarak spesifik tidak ditentukan oleh laboratorium pengetesan
terhadap detektor asap.
A-6.2.2. Kebanyakan detektor pembauran cahaya menggunakan suatu sumber cahaya
dengan intensitas pulsa yang tinggi dengan bahan “silicone-photodiode” atau pengindera
cahaya “phototransitor”, menghasilkan reaksi yang sangat terhadap kebanyakan api
menyala.
A-6.2.3. Detektor sinar terproyeksi bereaksi terhadap penjumlahan dari pemburaman
asap pada jalur sinar sepanjang kepanjangan dalamnya antara unit pengirim dan unit
penerima. Suatu pengurangan dalam penerimaan cahaya menggerakkan suatu sinyal alarm.
Suatu total atau hilang mendadak dari cahaya yang diterima menggerakkan suatau sinyal
gangguan menandakan sinar tertutup atau membutuhkan pemeliharaan. Beberapa detektor
sinar terproyeksi mempunyai sirkit pemprosesan sinyal untuk mengkompensasi kondisi
transien (peralihan) dan pengaruh dari debu terhadap kepekaan.
A-6.4.1. Untuk pengoperasian, seluruh jenis detektor asap tergantung kepada masuknya
asap kedalam kamar pengindera atau sinar cahaya. Ketika konsentrasi yang cukup telah
ada, pengoperasian telah dicapai. Karena detektor biasanya diletakkan di langit-langit, waktu
bereaksi tergantung pada tabiat/pembawaan dari api. Api yang panas akan mendorong asap
sampai ke langit-langit secara cepat. Suatu api tanpa nyala, seperti di sofa, mengproduksi
53 dari 165
SNI 03-3985-2000
panas yang kecil, dan karena itu waktu yang dibutuhkan asap untuk mencapai detektor akan
menjadi lebih lama.
A-6.4.1.2. Susunan berlapis-lapis (Stratifikasi).
Susunan berlapis-lapis dari udara di dalam ruangan dapat merintangi udara yang berisi
partikel asap atau gas hasil pembakaran dari pencapaian detektor asap atau detektor gas
yang terpasang di langit-langit.
Susunan berlapis-lapis terjadi ketika udara yang berisi partikel asap atau gas hasil
pembakaran dipanaskan oleh pembaraan atau bahan terbakar dan menjadi berkurang
ketebalannya daripada udara dingin disekitar, berkembang sampai dia mencapai suatu nilai
yang mana tidaklah merupakan suatu perbedaan yang besar dalam temperatur antara asap
itu dan udara sekeliling.
54 dari 165
SNI 03-3985-2000
55 dari 165
SNI 03-3985-2000
Dalam beberapa kasus, projector cahaya sinar akan dipasangkan pada satu ujung dinding,
dengan penerima sinar cahaya diletakkan pada dinding yang berlawanan. Namun diijinkan
juga untuk menggantungkan projektor dan penerima dari langit-langit pada jarak dari akhir
dinding tidak mencapai seperempat dari jarak terseleksi. Sebagai suatu gambaran terhadap
hal ini, lihat gambar A-6.4.5.2.
Gambar A-6.4.5.2.
A-6.4.6. Detektor diletakkan pada jarak yang dikurangkan pada arah ke balok melintang
atau balok dalam suatu usaha guna meyakinkan bahwa waktu deteksi adalah ekivalen
terhadap yang dicobakan pada langit-langit yang rata. Itu mengambil waktu lebih lama bagi
produk pembakaran (asap atau panas) untuk bergerak menuju ke balok atau balok
melintang, dikarenakan oleh fenomena dimana suatu jambul dari suatu api yang relatif panas
dengan panas termal yang lumayan bergerak keatas cenderung untuk mengisi kantong
antara setiap balok atau balok melintang sebelum berpindah ke kantong sebelahnya.
Sekalipun adalah benar bahwa fenomena ini tidaklah menjadi cukup memadai pada suatu
api membara (tanpa menyala), dimana hanya terdapat panas bergerak keatas yang cukup
guna mengakibatkan susunan yang berlapis-lapis pada bagian dasar dari balok melintang,
pengurangan jarak adalah direkomendasikan untuk menjamin bahwa waktu pendeteksian
adalah ekivalen pada yang mana terdapat pada langit-langit rata, sekalipun pada jenis api
yang lebih panas.
A-6.4.7.3. Untuk mendeteksi nyala api (jambul yang besar), detektor harus dipasangkan
sebagai berikut :
a). Jika rasio dari kedalaman balok (D), terhadap ketinggian langit-langit (H), D/H lebih
besar dari 0,10 dan rasio dari jarak balok (W) terhadap ketinggian langit-langit (H), W/H
lebih besar dari 0,40, maka detektor perlu diletakkan pada setiap kantong balok.
b). Jika salah saatu (atau keduanya), rasio kedalam balok terhadap ketinggian langit-langit
(H), D/H kecil dari 0,10 atau rasio dari jarak balok terhadap ketinggian langit-langit,
W/H lebih kecil dari 0,40, maka detektor perlu diletakkan pada bagian bawah dari
balok.
56 dari 165
SNI 03-3985-2000
Untuk mendeteksi api tanpa menyala membara (lemah atau tanpa jambul) detektor
perlu dipasangkan sebagai berikut :
c). Jika pencampuran udara di dalam kantong balok adalah baik (seperti aliran udara
paralel kepanjangan balok) dan kondisi pada (a) terjadi sebagaimana di atas, detektor
perlu dipasangkan pada setiap kantong balok.
d). Jika pencampuran udara di dalam kantong balok adalah terbatas, atau kondisi (b)
terjadi sebagaimana di atas, detektor perlu diletakkan pada bagian bawah dari balok.
Penelitian terhadap jambul dan pemancaran langit-langit mengindikasikan bahwa jari-jari dari
jambul yang menabrak/mengenai langit-langit adalah kira-kira 20% dari ketinggian langit-
langit di atas sumber api (p. 0,2 H) dan kedalaman minimum dari pemancaran langit-langit
(pada titik pemutarannya) adalah kira-kira 10% dari ketinggian langit-langit di atas sumber
api (y. 0,10 H). Untuk langit-langit dengan balok lebih dalam dibanding kedalaman pancaran
dan jarak lebih lebar dari lebar jambul, detektor akan bereaksi lebih cepat di dalam kantong
balok karena mereka akan berupa jambul atau pancaran langit-langit.
Untuk langit-langit dengan kedalaman balok lebih kecil dibanding pancaran langit-langit atau
jarak lebih dekat dari pada lebar jambul, reaksi detektor tidak akan bertambah dengan cara
menempatkan detektor pada setiap kantong balok dan detektor akan memberi kinerja yang
lebih baik di atas (untuk detektor jenis titik) atau dibawah (untuk detektor sinar) dari bagian
bawah balok.
Bilamana jambul keadaan lemah, ventilasi dan pencampuran di dalam kantong balok akan
menentukan reaksi detektor.
Dimana balok berjarak lebih dekat, dan aliran udara tegak lurus terhadap balok,
pencampuran di dalam kantong balok adalah terbatas dan detektor akan berunjuk kerja lebih
baik di atas atau di bawah dari bagian bawah balok.
A-6.5.1. Detektor tidak boleh diletakkan pada arah aliran udara, juga tidak pada jarak
900 m (3 ft) dari sebuah diffuser pemasok udara.
A-6.6.1.4. Standar untuk produk yang didaftar mencakup pengetesan untuk sementara
secara cepat diluar batasan normal. Menambahkan terhadap temperatur, kelembaban dan
variasi kecepatan, detektor asap harus beroperasi secara handal di bawah kondisi
lingkungan seperti getaran mekanis, pengaruh elektris dan pengaruh lingkungan lainnya.
Pengetesan untuk kondisi ini adalah juga dilakukan oleh laboratorium pengetesan pada
daftar programnya.
Tabel A-6.6.1.4.: Kondisi lingkungan yang mempengaruhi bekerjanya detektor.
Kecepatan Tekanan atm
Prinsip Kelembaban Temperatur
udara > 3000 di atas Warna asap
deteksi > 85% < 320F > 1000F
> 300 ,/min muka laut
Ion X X X X 0
Photo 0 0 X X X
Beam 0 0 X X 0
Penjelasan :
X = Respon detektor dapat berubah dari seting di pabrik.
0 = Respon detektor tidak dari seting pabrik.
A-6.6.1.5. Detektor asap dapat dipengaruhi oleh pengaruh elektris dan mekanis, dan oleh
aerosol dan benda-benda khusus yang terdapat di dalam ruang yang diproteksi. Perletakan
57 dari 165
SNI 03-3985-2000
dari detektor haruslah sedemikian bahwa pengaruh dari aerosol dan benda-benda khusus
dari sumber sebagaimana yang disebut pada tabel A-6.6.1.5.(a) harus dikurangi.
Hal serupa, pengaruh dari faktor-faktor elektris dan mekanikal yang ditunjukkan pada tabel
A-6.6.1.5.(b) harus dikurangi. Sementara tidak dimungkinkan untuk mengisolasi secara total
terhadap faktor lingkungan, suatu kesadaran akan faktor-faktor tersebut selama pergelaran
sistem dan perancangan akan memberi kecenderungan yang baik terhadap kinerja detektor.
Tabel A-6.6.1.5.(a).: Sumber bersama dari Aerosol dan benda-benda khusus uap air
Uap air Asap tembakau yang berlebihan.
- Uap yang tinggal. - Perlakuan panas.
- Tabel uap - Atmosfer korosif.
- Dus - Debu dan bulu kain.
- Humidifier - Linen dan sprei.
- Bak cuci - Penggergajian, pengeboran, dan gerinda.
- Udara luar yang basah - Transpor pnumatik.
- Pancaran air. - Proses tekstil dan pertanian.
Tabel A-6.6.1.5.(b) : Sumber dari listrik dan pengaruh mekanis terhadap detektor asap.
Kebisingan listrik dan transien. Aliran udara.
- Getaran atau kejutan. - Baju-baju
- Radiasi. - Kecepatan yang berlebihan.
- Frekuensi radiasi. - Pasokan daya listrik.
- Intensitas pencahayaan.
- Nuklir.
- Petir.
- Pasokan daya listrik.
A-6.6.1.7. Aliran udara menembus lobang pada bagian belakang dari sebuah detektor asap
dapat merintangi masukan udara ke dalam kamar pengindera. Hal yang sama, udara dari
sistem konduit dapat mengalir sekeliling ujung luar dari detektor dan kembali
merintangi/mencampuri asap mencapai kamar pengindera. Sebagai tambahan, lobang
dibagian belakang detektor menyediakan jalan untuk masuknya debu, kotoran dan
serangga, masing-masing dapat berpengaruh kebalikan terhadap kinerja detektor.
58 dari 165
SNI 03-3985-2000
Untuk efektifitas yang tinggi pendeteksian api pada daerah penyimpanan barang rak tinggi,
detektor perlu dipasangkan pada langit-langit di atas setiap jalan/gang dan pada tingkat
pertengahan pada rak. Ini perlu untuk mendeteksi asap yang mana dapat terperangkap di
rak pada tahapan awal dari perkembangan api, bila tidak cukup energi panas yang timbul
untuk mengangkat asap ke langit-langit.
Gambar A.6.6.1.8.a.
Secepatnya pendeteksian asap dicapai dengan menempatkan detektor pada tingkat
pertengahan dekat kepada alternatif potongan pallet sebagaimana pada gambar A.6.6.1.8.a
dan b.
Rekomendasi dan ketentuan teknik dari dari manufaktur detektor harus diikuti untuk instalasi
yang spesifik.
Suatu detektor jenis sinar dapat digunakan sebagai pengganti dari sederetan dari detektor
asap jenis titik individu.
59 dari 165
SNI 03-3985-2000
Gambar A.6.6.1.8.b.
A-8.1.1.1. Banyak gas dapat dibentuk oleh api. Detektor gas api adalah instrumen yang
terpicu menjadi alarm oleh adanya satu atau dua jenis gas api. Detektor gas api tidak perlu
dapat melakukan pembedaan diantara beragam gas api. Tergantung pada bahan yang
terbakar dan keberadaan pasokan gas oksigen, kuantitas dan komposisi dari gas yang ada
dapat berubah secara drastis. Jika bahan selulose biasa seperti kayu atau kertas dibakar
dengan oksigen yang berlimpah, gas timbul terutama karbon dioksida (Co2) dan uap/kabut
air. Jika kalaupun, bahan yang sama terbakar atau menyala membara dengan oksigen yang
terbatas, suatu jumlah besar tambahan gas lambat yang lain akan terjadi.
A-8.3.1. Detektor gas api tergantung pada gas api itu mencapai elemen pengindera api itu.
Ketika konsentrasi dengan jumlah yang cukup operasi dicapai. Karena detektor biasanya
dipasang pada atau dekat langit-langit, waktu bereaksi tergantung pada pembawaan dari
api. Suatu api yang panas akan mendorong gas api keatas menuju langit-langit secara lebih
cepat. Suatu api menyala (membara) memproduksi panas sedikir dan karena itu, waktu
mendeteksi akan meningkat.
60 dari 165
SNI 03-3985-2000
A-8.3.3. Gas berangkat ke pengindera dari detektor gas api dapat terjadi melalui cara
penghamburan (diffusion) dimana hasil pemindahan dari tingkatan konsentrasi atau oleh
percontohan apabila pompa, fan atau alat pernapasan dikerjakan.
A-8.3.6.3. Lokasi dan jarak antara detektor gas api harus mempertimbangkan kedalaman
balok, ketinggian langit-langit, jarak balok dan mengantisipasi jenis api serta lokasinya.
Untuk konfigurasi langit-langit dimana pencampuran dari gas ke dalam kantong balok
dihalangi oleh adanya sistem ventilasi, detektor akan bekerja lebih baik bila dipasang pada
bagian bawah dari balok.
a). Untuk mendeteksi nyala api (jambul yang kuat), detektor harus dipasangkan sebagai
berikut :
1). Jika rasio dari kedalaman balok (D) terhadap ketinggian langit-langit (H), D/H
adalah lebih besar dari 0,10 dan rasio dari jarak balok (W) terhadap ketinggian
langit-langit (H), W/H adalah lebih kecil dari 0,40, maka detektor harus diletakkan
pada setiap kantong balok.
2). Jika salah satu (atau keduanya), rasio kedalaman balok terhadap ketinggian
langit-langit, D/H adalah lebih kecil dari 0,10 atau rasio jarak balok terhadap
ketinggian langit-langit, W/H adalah lebih kecil dari 0,40, maka detektor harus
dipasangkan pada bagian bawah dari balok.
b). Untuk mendeteksi api tanpa nyala membara (lemah atau tanpa jambul) detektor perlu
dipasangkan sebagai berikut :
1). Jika pencampuran udara di dalam kantong balok adalah baik (seperti aliran
udara arah paralel kepanjangan balok) dan kondisi pada a).1) terjadi
sebagaimana di atas, detektor perlu dipasangkan pada setiap kantong balok.
2). Jika pencampuran udara di dalam kantong balok adalah terbatas, atau kondisi
a).2) terjadi sebagaimana di atas, detektor perlu diletakkan pada bagian bawah
dari balok.
A-8.4.1. Detektor tidak boleh diletakkan pada arah aliran udara atau lebih dekat dari jarak
9 m (30 ft) dari diiffuser pasokan udara.
A-8.5.1.3. Standar produk terdaftar termasuk pengetesan untuk sementara sesaat diluar
batas normal. Menambahkan terhadap temperatur, kelembaban dan variasi kecepatan,
detektor gas api harus beroperasi secara handal dibawah kondisi lingkungan seperti getaran
mekanis, pengaruh elektris dan pengaruh lingkungan lainnya. Kondisi ini adalah juga
termssuk di dalam test yang dilakukan oleh agen terdaftar.
A-10.2. Faktor-faktor yang dipertimbangkan untuk pemeriksaan dan pengetesan detektor
mencakup :
a). Rentang tegangan operasi, arus dan teknik sinyal dari detektor dengan memperhatikan
kepada peralatan kontrol.
b). Polaritas dari hubungan daya listrik ke detektor.
c). Integritas dari hubungan listrik.
d). Integritas dari hubungan mekanis.
e). Pendukung mekanis.
A-10.2.3.1. Elemen laju kenaikan dari suatu detektor kombinasi dapat juga ditest dengan
cara mendinginkan detektor itu dan kemudian menaikkan temperatur. Ini secara umum akan
61 dari 165
SNI 03-3985-2000
mengaktifkan elemen laju kenaikan tanpa adanya resiko kerusakan terhadap elemen
temperatur-tetap yang tidak dapat diperbaiki.
A-10.2.4.2. Dalam menentukan kepekaan detektor, detektor harus diisolasi dari faktor
lingkungan terpasang (seperti aliran udara) yang dapat mempengaruhi pengukuran dalam
rangka menentukan garis dasar kalibrasi. Suatu pengukuran di dalam lingkungan terpasang
dapat juga dibuat dalam rangka untuk menentukan effek/akibat dari lingkungan.
A-10.3.1. Tanpa mempedulikan jenis dari detektor yang digunakan, detektor-detektor berikut
perlu diganti atau perwakilan contohnya dikirim ke laboratorium pengetesan atau ke
manufaktur untuk dilakukan pengetesan :
a). Detektor di dalam sistem yang sedang diperbaiki untuk beroperasi setelah sekian lama
tidak digunakan.
b). Detektor yang terlihat mengalami korosi.
c). Detektor yang telah dicat di lapangan, jika tidak merata adalah dari jenis yang
ditemukan oleh pengetesan laboratorium bahwa terpengaruh oleh pengecatan.
d). Detektor yang telah dibersihkan dari cat.
e). Detektor yang telah pernah terpengaruh oleh kerusakan mekanis atau penyalah-
gunaan yang sejenis.
f). Detektor dimana sirkitnya telah pernah terpengaruh gelombang besar (surya) oleh
tegangan berlebih atau kerusakan akibat petir.
g). Detektor yang terpengaruh terhadap kodisi lain yang dapat secara permanen
mempengaruhi operasinya, seperti lemak pelumas atau deposit lainnya atau atmosfir
yang korosive.
A-11.1.1. Detektor asap yang diletakkan pada daerah terbuka dianjurkan detektor jenis
saluran (duct) dikarenakan efek pengenceran di dalam saluran udara.
A-11.3.2.2. Detektor yang didaftar untuk kehadiran kecepatan aliran udara dapat
dipasangkan pada bukaan dimana udara kembali memasuki sistem udara kembali bersama.
Detektor dipasangkan sampai ke 0,3 m (12 inci) di depan dari atau belakang dari bukaan
dan diberi jarak mengikuti dimensi bukaan berikut :
1). Lebar
s/d 90 cm (36 inci) satu detektor terpusat pada
gambar A.11.3.2.2.(a).
bukaan.
s/d 180 cm (72 inci) dua detektor diletakkan pada
gambar A.11.3.2.2.(a).
titik ¼ dari bukaan.
lebih dari 180 cm satu detektor tambahan
gambar A.11.3.2.2.(a)
(72 inci) untuk setiap 60 cm (24 inci)
2). Kedalaman
Jumlah dan jarak dari detektor-detektor pada kedalaman (vertikal) dari bukaan
haruslah sama seperti yang diberikan untuk lebar (secara horisontal) di atas.
3). Orientasi.
Detektor haruslah diorientasikan pada posisi yang paling baik (favorit) untuk
masuknya asap dengan memperhatikan kepada arah aliran udara. Jalur dari
sebuah detektor jenis sinar terproyeksi menyeberangi/memotong bukaan udara
62 dari 165
SNI 03-3985-2000
Gambar A-11.3.2.2.(a).
Gambar A-11.3.2.2.(b).: Perletakan detektor asap pada sistem udara kembali untuk operasi
selektif dari peralatan.
63 dari 165
SNI 03-3985-2000
64 dari 165
SNI 03-3985-2000
65 dari 165
SNI 03-3985-2000
Apendiks – B
Jarak antara dan kepekaan
Lampiran ini bukanlah bagian dari dokumen standard ini, namun ikut disertakan untuk tujuan
informasi saja.
B-1. Umum
B-1.1. Suatu detektor akan bekerja secara normal / biasa lebih cepat dalam
pendeteksian api jika itu lebih dekat ke api.
B-1.2. Secara umum, ketinggian adalah dimensi tunggal yang sangat penting bilamana
ketinggian langit-langit mencapai 4,9 m (16 ft).
B-1.3. Sebagaimana asap dan panas timbul dari api, mereka cenderung untuk
menyebar dalam bentuk yang umum suatu kerucut terbalik. Karenanya, konsentrasi di
dalam kerucut berubah secara terbalik sebagai variabel fungsi eksponensial dari jarak
terhadap sumber. Efek ini adalah sangat bermakna pada tahap dini dari api saat sudut dari
kerucut adalah lebar sebagai suatu progres dari api dalam intensitas, sudut dari kerucut
menyempit dan makna dari efek ketinggian adalah mengecil.
B-1.4. Langit-langit.
Sebagaimana ketinggian langit-langit meningkat, ukuran api yang lebih besar dibutuhkan
untuk menggerakkan detektor yang sama pada waktu yang sama. Dalam pandangan ini,
adalah diharuskan bahwa perencana dari suatu sistem pendeteksian kebakaran dalam
penggunaan detektor panas mempertimbangkan ukuran dari api dan laju pelepasan panas
yang dapat diijinkan untuk berkembang sebelum pendeteksian akhirnya dicapai.
B-1.5. Detektor yang paling peka yang cocok (pantas) untuk temperatur maksimum
sekeliling pada ketinggian lebih dari 9,1 m ( 30 ft ) harus digunakan pada ketinggian.
B-1.6. Jarak yang direkomendasikan oleh pengujian laboratorium untuk lokasi dari
detektor adalah merupakan indikasi dari kepekaan relatifnya. Ini penerapan dengan setiap
aturan pendeteksian; walaupun demikian, pengoperasian detektor pada beragam aturan
secara fisik mempunyai perbedaan kepekaan yang menyatu terhadap perbedaan jenis api
dan bahan bakar.
B-1.7. Pengurangan dari jarak yang didaftar dapat dipersyaratkan untuk tujuan berikut
a). Reaksi yang lebih cepat dari peralatan terhadap api.
b). Reaksi dari peralatan terhadap api yang lebih kecil.
c). Mengakomodasi ukuran geometrik dari ruangan.
d). Pertimbangan khusus lainnya, seperti aliran udara atau plafon atau halangan lainnya.
66 dari 165
SNI 03-3985-2000
Apendiks - C
Panduan untuk jarak bagi detektor api otomatik
Lampiran ini bukanlah bagian dari dokumen persyaratan standar ini, tetapi disertakan hanya
untuk tujuan informasi saja.
C.1. Penjelasan
C.1.1. Lingkup
Lampiran ini sebagai informasi tambahan dari standar mengenai detektor kebakaran yang
mencakup prosedur untuk menentukan jarak detektor panas didasarkan pada ukuran dan
laju pertumbuhan dari suatu api yang akan dideteksi, pada beragam ketinggian langit-langit,
dan temperatur sekeliling.
Pengaruh ukuran ketinggian langit-langit dan laju pertumbuhan dari suatu api yang menyala
terhadap jarak detektor asap perlu diperhatikan. Selain itu ditampilkan pula prosedur untuk
menganalisa respon dari sistem detektor panas yang sudah ada (existing)
C.1.1.1. Lampiran ini mempergunakan hasil penelitian api yang dilakukan oleh institusi
pendeteksi kebakaran, guna melengkapi data pengujian dan analisa peralatan pendeteksi,
dimana NFPA menggunakannya sebagai acuan.
C.1.1.2. Lampiran ini didasarkan pada pengujian api skala penuh yang di dalamnya
semua api merupakan nyala api yang membesar secara geometris.
C.1.1.3. Panduan yang diterapkan pada detektor asap terbatas pada suatu analisis
teoritikal yang didasarkan atas data pengujian nyala api dan tidak dimaksudkan untuk
mendeteksi tanpa nyala api (membara).
C.1.2. Maksud
Maksud dari lampiran ini untuk membantu para ahli perancang sistem alarm kebakaran yang
menaruh perhatian terhadap masalah jarak antara dari detektor panas atau detektor asap.
C.1.2.1. Apendiks ini dimaksudkan untuk melengkapi metode modifikasi jarak terdaftar
dari detektor panas jenis laju kenaikan panas dan detektor jenis temperatur-tetap yang
disyaratkan untuk mencapai respon detektor terhadap suatu nyala api yang membesar
secara geometris, pada suatu ukuran api yang spesifik, mengikutkan di dalam perhitungan
ketinggian dari langit-langit dimana detektor dipasangkan. Prosedur ini juga membolehkan
modifikasi terhadap jarak yang "terdaftar" dari detektor panas jenis temperatur-tetap guna
perhitungan untuk variasi dari temperatur sekeliling (Ta) terhadap kondisi pengetesan
standar.
C.1.2.1.1. Apendiks ini dapat digunakan untuk memperkirakan ukuran api yang dapat
dideteksi oleh sederetan detektor panas "terdaftar" yang terpasang pada suatu jarak antara
yang diberikan untuk suatu ketinggian langit-langit pada kondisi sekeliling yang telah
diketahui.
C.1.2.2. Lampiran juga dimaksudkan untuk menjelaskan pengaruh laju pertumbuhan api
dan ukuran api dari suatu nyala api, begitu pula pengaruh ketinggian langit-langit terhadap
jarak detektor asap.
C.1.2.3. Metodologi perancangan ini mempergunakan teori pengembangan api, dinamika
percikan api , dan kinerja detektor, yang kesemuanya merupakan faktor utama yang
67 dari 165
SNI 03-3985-2000
C.2.1. Umum
Tujuan dari apendiks ini adalah mendiskusikan tentang ketinggian langit-langit dan seleksi
ambang ukuran api, yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan jenis dan jarak
dari detektor api otomatik di dalam suatu situasi yang spesifik.
C.2.2. Pertumbuhan api
C.2.2.1. Pertumbuhan api akan beragam tergantung pada karakteristik pembakaran dari
bahan bakar yang digunakan dan konfigurasi fisik dari bahan bakar itu setelah menyala,
kebanyakan api membesar dalam suatu pola percepatan.
C-2.2.2. Ukuran api
C-2.2.2.1. Api dapat dibuat karakteristiknya terhadap laju pelepasan panasnya, diukur
dalam satuan Btu per detik ( kW ) yang ditimbulkannya. Laju pelepasan panas maksimum
tipikal untuk sejumlah bahan bakar yang berbeda dan konfigurasi bahan bakar ditunjukkan
dalam tabel C-2.2.2.1 (a) dan (b).
Tabel C-2.2.1. (a) : Laju pelepasan panas maksimum.
Qm = q.A.
Dimana :
Qm = Laju pelepasan panas maksimum ( Btu/detik ).
2
q = Densiti pelepasan panas ( Btu/detik/ft ).
2
A = Luas lantai ( ft ).
Laju pelepasan panas per unit luas lantai berikut untuk pembakaran menyeluruh, dengan asumsi efisiensi
pembakaran 100%. Waktu pembesaran yang ditunjukkan dibutuhkan untuk laju pelepasan panas lebih dari 1000
Btu/detik untuk pertumbuhan api dengan asumsi 100 persen efisiensi pembakaran.
(PE = polyethylene; PS = polysterene; PVC = polyvinyl chloride; PP = polypropylene; PU = polyurethane; FRP =
fiberglass-reinforced polyster).
68 dari 165
SNI 03-3985-2000
Catatan :
+ Laju pertumbuhan api melebihi data rancangan.
Untuk unit SI : 1 ft = 0,305 m.
69 dari 165
SNI 03-3985-2000
Tabel C.2.2.1.(b) : Laju pelepasan panas maksimum dari analisa institusi deteksi kebakaran
Nilai kira-kira
Btu/detik
1 Keranjang sampah medium dengan karton susu. 100
2 Tong besar dengan karton susu. 140
3 Kursi dengan pendukung dari busa polyurethane 350
4 Kasur busa latex (panas pada pintu ruang) 1200
5 Perabot ruang duduk (panas pada pintu terbuka) 4000 ~ 8000
70 dari 165
SNI 03-3985-2000
Dalam tambahan data laju pelepasa panas, laporan NBS asli berisi data tentang konversi
dan radiasi tertentu dari contoh pengujian. Data ini dapat digunakan untuk menentukan
ambang ukuran api (laju pelepasan panas), pada mana keadaan pertumbuhan menjadi
membahayakan atau bila tambahan paket bahan bakar menjadi terlibat dalam api.
Klasifikasi
Laju
pelepasa
No. Massa Waktu l-lambat. ALPHA Waktu
Item n panas
TEST (kg) pertumbuhan m-sedang. (X) virtual
2 maksimu
(t), detik. c-cepat kW/detik detik
m
kW
TEST 15 Gantungan baju logam 41,4 50 c 0,4220 10 750
TEST 18 Kursi F33 (kaki tiga) 39,2 400 s 0,0066 140 950
TEST 19 Kursi F21 28,15 175 s 0,0344 110 350
TEST 29 Kursi F21 28,15 50 c 0,4220 190 2000
TEST 21 Gantungan baju logam 40,8 250 s 0,0169 10 250
TEST 21 Gantungan baju logam 40,8 120 c 0,0733 60 250
TEST 21 Gantungan baju logam 40,8 100 c 0,1055 30 140
TEST 22 Kursi F24 28,3 350 s 0,0086 400 700
TEST 23 Kursi F23 31,2 400 s 0,0066 100 700
TEST 24 Kursi F22 31,9 2000 l 0,0003 150 300
71 dari 165
SNI 03-3985-2000
Klasifikasi
Laju
No. Massa Waktu l-lambat. ALPHA Waktu pelepasan
Item
TEST (kg) pertumbuhan m-sedang. (X) virtual panas
2
(t), detik. c-cepat kW/detik detik maksimum
kW
TEST 46 Kursi F21 28,34 45 + 0,5210 120 2600
TEST 47 Kursi dengan rangka 20,82 170 s 0,0365 130 250
logam, tempat duduk
busa.
30
TEST 48 Kursi sederhana 11,52 175 s 0,0344 90 950
CO7.
TEST 49 Kursi sederhana F34 15,68 200 s 0,0264 50 200
TEST 50 Kursi rangka logam, 16,52 200 s 0,0264 120 3000
tempat duduk tipis.
TEST 51 Kursi Fibreglass . 5,28 120 c 0,0733 20 35
TEST 52 Kursi plastik pasien. 11,26 275 s 0,0140 2090 700
TEST 53 Kursi rangka logam 15,54 350 s 0,0086 50 280
dengan tempat
duduk dan senderan.
TEST 54 Tempat duduk santai 27,26 500 l 0,0042 210 300
rangka logam
dengan tempat
duduk busa.
TEST 55
TEST 56 Kursi rangka kayu 11,2 350 l 0,0042 210 300
dan tempat duduk
busa latex.
TEST 57 Kursi santai rangka 54,6 150 s 0,0042 50 85
kayu dengan tempat
duduk busa
C.2.2.2.3. Suatu sistem pendeteksian api dapat dirancang untuk mendeteksi kebakaran
pada suatu ukuran tertentu dalam besaran laju pelepasan panasnya. Ini disebut ambang
ukuran api, Qd. Ukuran ambang adalah laju pelepasan panas pada mana pendeteksian
diinginkan.
72 dari 165
SNI 03-3985-2000
C.2.2.2.4. Ambang ukuran api dipertimbangkan di dalam apendik ini, rentangnya dari 105
kW (100 Btu/detik) sampai 2110 kW (2000 Btu/detik).
C.2.2.3. Pertumbuhan api
C.2.2.3.1. Pertimbangan penting kedua menyangkut pertumbuhan api adalah waktu (tg)
bagi api untuk mencapai suatu laju pelepasan panas yang diberikan. Tabel C-2.2.2.1. (a)
dan tabel C-2.2.2.2. menunjukkan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai laju pelepasan
panas 1055 kW (1000 Btu/detik) untuk suatu variasi bahan dalam bermacam konfigurasi.
C.2.2.3.2. Untuk penggunaan dari apendik ini, api diklasifikasikan sebagai api yang
pertumbuhannya lambat, sedang, atau cepat.
C.2.2.3.2.1. Perkembangan api secara lambat didefinisikan sebagai suatu yang akan
mengambil waktu 400 detik atau lebih (6 menit, 40 detik) dari waktu dimana nyala terbuka
terjadi sampai api itu mencapai suatu laju pelepasan panas 1055 kW (1000 Btu/detik).
C.2.2.3.2.2. Perkembangan api secara medium adalah sesuatu yang akan mengambil
waktu 150 detik (2 menit, 30 detik) atau lebih dan kurang dari 400 detik (6 menit, 40 detik)
dari saat nyala terbuka terjadi sampai api itu mencapai satu laju pelepasan panas 1055 kW
(1.000 Btu/detik).
C.2.2.3.2.3. Perkembangan api secara cepat adalah sesuatu yang dapat mengambil
waktu kurang dari 150 detik (2 menit, 30 detik) dari waktu dimana nyala terbuka terjadi
sampai api mencapai suatu laju pelepasan panas 1055 kW (1.000 Btu/detik).
C.2.2.3.3. Api rancangan yang digunakan di dalam panduan ini berkembang
mengikuti rumus sebagai berikut ; Q= [ 1.000 / (tg)2 ].t2, dimana Q adalah laju pelepasan
panas dalam Btu / detik ; tg adalah waktu pertumbuhan api (149 detik = cepat, 150 ~ 399
detik = medium, 400 detik = lambat ); dan t adalah waktu didalam detik, setelah nyala
terbuka terjadi.
C.2.2.4. Seleksi ukuran api
Seleksi ambang batas ukuraan api, Qd, sebaiknya didasarkan pada suatu pengertian dari
karakteristik ruang yang dispesifik dan sasaran keselamatan kebakaran untuk ruang
tersebut.
Sebagai contoh, dalam suatu instalasi khusus mungkin diinginkan untuk mendeteksi suatu
kebakaran dari tipikal keranjang sampah. Tabel C.2.2.2.1 (b) termasuk kebakaran yang
meliputi suatu deretan pembakaran yang dapat dibandingkan, secara spesifik karton susu di
dalam keranjang sampah. Kebakaran seperti itu diindikasi memproduksi laju pembakaran
puncak 100 BTU/detik.
C.2.3. Ketinggian langit-langit.
C.2.3.1. Data dari Institusi Pendeteksi Api (di Amerika Serikat), didasarkan pada
ketinggian langit-langit di atas api. Dalam panduan ini, direkomendasikan agar perancang
menggunakan jarak antara yang aktual dari lantai ke langit-langit, berhubung ketinggian
langit-langit akan itu menjadi lebih konservatif dan reaksi (respons) detektor aktual akan
meningkat ketika bahan bakar yang potensial di dalam ruang berada diatas ketinggian lantai.
C.2.3.2. Bilamana Perancang menginginkan untuk mempertimbangkan ketinggian dari
bahan bakar yang potensial didalam ruang, jarak antara bahan bakar dan langit-langit harus
digunakan sebagai ketinggian langit-langit. Ini perlu dipertimbangkan hanya bila ketinggian
umum dari bahan bakar potensial adalah selalu konstan, dan apabila konsep diterima oleh
instansi yang berwenang.
73 dari 165
SNI 03-3985-2000
C.3.1. Umum
C.3.1.1. Bagian ini mendiskusikan prosedur untuk menentukan jarak pemasangan dari
detektor panas "terdaftar" yang digunakan untuk mendeteksi api yang menyala.
C.3.1.2. Penentuan jarak terpasang dari detektor panas yang menggunakan prosedur ini
menyesuaikan jarak antara "terdaftar" guna menunjukkan efek dari ketinggian langit-langit,
ambang/batasan ukuran api, laju pertumbuhan api, dan, untuk detektor jenis temperatur-
tetap, temperatur sekeliling dan rentang temperatur dari detektor.
C.3.1.3. Faktor lain yang akan mempengaruhi reaksi / respon detektor diperlakukan
dalam Bab/bagian 4 dari standar.
C-3.1.4. Perbedaan antara temperatur rated (Ts) dari sebuah detektor temperatur-tetap
dan temperatur sekeliling maksimum (To) pada langit-langit haruslah sekecil mungkin. Untuk
mengurangi alarm yang tidak diinginkan ; jarak antara temparatur operasi (kerja) dan
temperatur sekeliling harus tidak kurang dari 14°C ( 25 °F ).
C.3.1.5. Detektor laju kenaikan temperatur "terdaftar" dirancang untuk bereaksi pada
temperatur nominal 8,3 °C / menit ( 15°F/menit ).
C.3.1.6. Jarak antara "terdaftar" dari sebuah detektor adalah suatu indikator dari
kepekaan detektor. Dengan rentang temperatur yang sama, suatu detektor "terdaftar" untuk
jarak 15,2 m ( 50 ft ) adalah lebih peka daripada detektor "terdaftar" untuk jarak 6,1 m (20 ft ).
C.3.1.7. Jika menggunakan detektor kombinasi yang berhubungan dengan prinsip deteksi
panas temperatur tetap dan laju kenaikan untuk mendeteksi pertumbuhan api secara
geometris, data detektor laju kenaikan ini sebaiknya digunakan dalam memilih jarak antara
pemasangan karena laju kenaikan mengontrol respon.
C.3.1.8. Detektor laju kompensasi tidak secara khusus dicakup dalam panduan ini,
Walaupun demikian, pendekatan konservatif untuk memprediksi kinerjanya menggunakan
panduan temperatur tetap dalam isinya.
C.3.2. Jarak antara detektor pnas temperatur-tetap.
C.3.2.1. Tabel C.3.2.1.1. dan C.3.2.1.2 ( a ) sampai ( j ) digunakan untuk menentukan
jarak antara pemasangan detektor panas temperatur tetap. Dasar analisis untuk tabel
ditunjukkan dalam apendiks ini. Bagian ini menjelaskan bagaimana tabel digunakan.
C.3.2.1.1. Kecuali untuk ketinggian langit-langit, nilai yang mendekati ditunjukkan dalam
tabel akan memberikan akurasi yang cukup untuk perhitungan ini. Interpolasi dibolehkan
tetapi tidak penting kecuali untuk ketinggian langit-langit.
74 dari 165
SNI 03-3985-2000
Jarak Semua
antara 1280 1350 1450 1600 1700 1960 temp.
(ft) FM
110 400 330 262 195 160 97 195
15 250 190 156 110 89 45 110
20 165 135 105 70 52 17 70
25 124 100 78 48 32 48
30 95 80 61 36 22 36
40 71 57 41 18
50 59 44 40
70 36 24 9
Catatan :
1. Konstanta waktu ini didasarkan pada analisis prosedur uji dari UL dan FM. Uji loncatan yang
ditunjukkan pada detektor akan digunakan memberikan konstanta akurasi yang lebih. Lihat
butir C.6 dari apendiks ini untuk diskusi lebih lanjut dari konstanta waktu dari detektor.
2. Konstanta waktu ini dapat dirubah menjadi angka indeks waktu respon (IWR) dengan
mengalikan √5 ft/detik. (lihat C.6.3).
* Pada kecepatan referensi 5 ft/detik.
C.3.2.2. Dengan menggunakan jarak antara "terdaftar" (“listed”) yang diberikan dan laju
temperatur detektor ( Ts ), dari tabel C.3.2.1.1 akan ditemukan konstanta waktu detektor
(Det TC).
Konstanta waktu adalah ukuran kepekaan detektor. Lihat pada bagian C.5.
C.3.2.2.1. Indeks waktu tanggap waktu ( RTI = Response Time Index ) dapat juga
digunakan untuk menjelaskan kepekaan dari suatu detektor panas jenis temperatur-tetap.
Llihat bagian C.6.
75 dari 165
SNI 03-3985-2000
76 dari 165
SNI 03-3985-2000
77 dari 165
SNI 03-3985-2000
Tabel C.3.2.1.2.( c ).
Ambang ukur api pada respons ; 300 detik ke 1000 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 300 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,011 Btu / detik 3
78 dari 165
SNI 03-3985-2000
Tabel C -3 -2.1.2 ( d )
Ambang ukur api pada respons ; 250 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 500 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,004 Btu / detik 3
79 dari 165
SNI 03-3985-2000
Tabel C -3 -2.1.2 ( e )
Ambang ukur api pada respons ; 250 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 600 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,003 Btu / detik 3
80 dari 165
SNI 03-3985-2000
Tabel C -3 -2.1.2 ( f )
Ambang ukur api pada respons ; 500 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 50 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,400 Btu / detik 3
81 dari 165
SNI 03-3985-2000
Tabel C -3 -2.1.2 ( g )
Ambang ukur api pada respons ; 500 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 150 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,044 Btu / detik 3
82 dari 165
SNI 03-3985-2000
Tabel C -3 -2.1.2 ( h )
Ambang ukur api pada respons ; 500 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 300 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,011 Btu / detik 3
83 dari 165
SNI 03-3985-2000
Tabel C -3 -2.1.2 ( i )
Ambang ukur api pada respons ; 500 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 500 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,004 Btu / detik 3
84 dari 165
SNI 03-3985-2000
Tabel C -3 -2.1.2 ( j )
Ambang ukur api pada respons ; 500 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 600 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,003 Btu / detik 3
85 dari 165
SNI 03-3985-2000
Tabel C -3 -2.1.2 ( k )
Ambang ukur api pada respons ; 750 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 50 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,400 Btu / detik 3
86 dari 165
SNI 03-3985-2000
Tabel C -3 -2.1.2 ( l )
Ambang ukur api pada respons ; 750 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 150 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,044 Btu / detik 3
87 dari 165
SNI 03-3985-2000
Tabel C -3 -2.1.2 ( m )
Ambang ukur api pada respons ; 750 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 300 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,011 Btu / detik 3
88 dari 165
SNI 03-3985-2000
Tabel C -3 -2.1.2 ( n )
Ambang ukur api pada respons ; 750 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 500 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,004 Btu / detik 3
89 dari 165
SNI 03-3985-2000
Tabel C -3 -2.1.2 ( o )
Ambang ukur api pada respons ; 750 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 600 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,003 Btu / detik 3
90 dari 165
SNI 03-3985-2000
Tabel C -3 -2.1.2 ( p )
Ambang ukur api pada respons ; 1000 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 50 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,400 Btu / detik 3
91 dari 165
SNI 03-3985-2000
Tabel C -3 -2.1.2 ( q )
Ambang ukur api pada respons ; 1000 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 150 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,044 Btu / detik 3
92 dari 165
SNI 03-3985-2000
Tabel C -3 -2.1.2 ( r )
Ambang ukur api pada respons ; 1000 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 300 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,011 Btu / detik 3
93 dari 165
SNI 03-3985-2000
Tabel C -3 -2.1.2 ( s )
Ambang ukur api pada respons ; 1000 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 500 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,004 Btu / detik 3
94 dari 165
SNI 03-3985-2000
Tabel C -3 -2.1.2 ( t )
Ambang ukur api pada respons ; 1000 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 600 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,003 Btu / detik 3
95 dari 165
SNI 03-3985-2000
Tabel C-3.2.1.2.(u).
Ambang ukur api pada respons ; 2000 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 50 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,400 Btu / detik 3
96 dari 165
SNI 03-3985-2000
Tabel C-3.2.1.2.(v).
Ambang ukur api pada respons ; 2000 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 150 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,044 Btu / detik 3
97 dari 165
SNI 03-3985-2000
Tabel C-3.2.1.2.(w).
Ambang ukur api pada respons ; 2000 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 300 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,011 Btu / detik 3
98 dari 165
SNI 03-3985-2000
Tabel C-3.2.1.2.(x)
Ambang ukur api pada respons ; 2000 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 500 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,004 Btu / detik 3
99 dari 165
SNI 03-3985-2000
Tabel C -3 -2.1.2 ( y )
Ambang ukur api pada respons ; 2000 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 600 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,003 Btu / detik 3
C.3.2.5. Contoh
a). Diketahui :
1). Tinggi langit-langit = 8 ft.
2). Jenis detektor :
Temperatur tetap.
Jarak antara 30 ft , terdaftar pada UL.
Laju temperatur 1350F.
tg = 600 detik ( X = 0,003 Btu/detik3).
Temperatur sekeliling minimum = 550F.
Tabel C.3.3.2.
Jarak antara pemasangan untuk detektor panas jenis laju kenaikan tenperatur,
ambang/batasan ukuran api, nilai pertumbuhan api.
9,1 m (30 ft) detektor temperatur tetap akan membutuhkan jarak antara 2,5 m (7,5 ft).
Jika laju pertumbuhan api lambat, seperti contoh 1, detektor laju kenaikan membutuhkan
jarak antara pemasangan 4,88 m ( 16 ft ).
Gambar C.3.4.1. (a) : (Detektor panas temperatur- tetap), jarak "terdaftar" = 9,1 m (30 ft) api
lambat, T= 36,1 ° (65 °F).
Gambar C.3.4.1. (b) : Detektor panas, Temperatur tetap, Jarak antara terdaftar 9,1 m (30 ft),
Api sedang, T = 36,10C ( 650F.
Gambar C.3.4.1. (c): Detektor panas, Temperatur tetap, Jarak antara terdaftar 9,1 m (30 ft).
Api cepat, T = 36,10C (650F).
Gambar C.3.4.1. (d) : Detektor panas, Temperatur tetap. Jarak antara terdaftar 15,2 m (50 ft)
Api lambat, T = 36,10C (650F)
Gambar C.3.4.1. (e): Detektor panas; Temperatur tetap, Jarak antara terdaftar 15,2 m (50 ft),
Api sedang, T = 36,10C (650F).
Gambar C.3.4.1. (f) : Detektor panas; Temperatur tetap, Jarak antara terdaftar 15,2 m (50 ft),
Api cepat
Gambar C.3.4.1. (g) : Detektor panas, Laju kenaikan, Jarak antara terdaftar 15,2 m (50 ft),
Api lambat
Gambar C.3.4.1. (h) : Detektor panas, Laju kenaikan, Jarak antara terdaftar 15,2 m (50 ft),
Api sedang
Gambar C.3.4.1. (i) : Detektor panas, Laju kenaikan, Jarak antara terdaftar 15,2 m (50 ft),
Api cepat.
C.4.1. Tabel (a) sampaia (nn) dapat digunakan untuk menetukan ukuran api (nilai
pelepasan panas) yang mana pendeteksian panas temperatur-tetap existing akan merespon
terhadapnya.
Penggunaan tabel - tabel analisis adalah serupa dengan apa yang disebutkan untuk
perancangan baru. Perbedaannya adalah bahwa jarak dari detektor existing harus diketahui.
Suatu perkiraan terhadap koefisien intensitas api (alpha) atau waktu pertumbuhan api, tq
harus juga dibuat untuk bahan bakar yang diperkirakan membakar.
Contoh :
a). Diketahui :
1). Ketinggian langit-langit = 8 ft.
2). Jenis detektor :
Temperatur tetap,
Jarak antara terdaftar UL = 30 ft.
Laju temperatur = 1350F.
3). Qd = 500 Btu/detik.
4). Nilai pertumbuhan api = rendah.
5). t0 = 600 detik ( X = 0,003 Btu/detik3).
6). Temperatur sekeliling minimum = 550F.
b). Ambang ukuran api :
1). Dari tabel C.3.2.1.1., konstanta waktu dari detektor = 80 detik.
2). ∆T = Ts – T0 = 135 – 55 = 800F.
3). Dari tabel C.4.1.(t) :
Untuk DET TC = 75 detik Æ Qd = 418 Btu/detik.
Untuk DET TC = 100 detik Æ Qd = 350.Btu/detik.
4). Dengan interpolasi :
Qd = 418 [ ( 75 – 80 ).( 418 – 350 )/ (75 – 100 )].
Qd = 404 Btu/detik.
Tabel C.4.1. ( c)
Jarak antara pemasangan detektor panas = 8 ft.
Laju pertumbuhan api = 300 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,011 Btu/detik3
Contoh 3.
a). Diketahui :
1). Ketinggian langit-langit = 9,1 m ( 30 ft ).
2). Qd = 750 Btu/detik ( 791 kW ).
3). Laju pertumbuhan api = sedang.
b). Jarak antara :
Dari gambar C.4.2.1.1.b, menggunakan kurva 750 Btu/detik ( 791 kW ), jarak
antara pemasangan adalah 12,8 m ( 41 ft ).
Sebagai contoh lain, perhitungan suatu ketinggian langit-langit 6,1 m (20 ft) dengan ambang
ukuran api 250 Btu / detik, pertumbuhannya pada laju medium.
Contoh 4.
a). Diketahui :
1). Ketinggian langit-langit = 6,1 m ( 20 ft ).
2). Qd = 250 Btu/detik = 264 kW.
3). Nilai pertumbuhan api = sedang.
b). Jarak antara :
Dari gambar C.4.2.1.1.b, menggunakan kurva 250 Btu/detik ( 264 kW ), jarak
pemasangan detektor asap adalah 9,1 m ( 30 ft ) dimana perpotongan antara garis
vertikal 6,1 m ( 20 ft ) dan kurva Qd = 250, jatuh di dalam daerah yang remang
(bayang- bayang) di bawah jarak 9,1 m (30 ft), lihat gambar C.4.2.1.2.
Catatan :
Laju pertumbuhan api yang lambat dan cepat, keduanya akan menghasilkan jarak antara yang sama
9,1 m ( 30 ft ), menggunakan gambar C.5.2.1.(c) dan C.5.2.1.(a).
C.5.2.2.4. Jarak antara detektor asap yang kurang dari 9,1 m (30 ft) dapat digunakan untuk
pendeteksian nyala api apabila tidak terdapat detektor jenis lain dan apabila kondisi
lingkungan memungkinkan penggunaan detektor asap.
C.6.1. Pengenalan
Metode perencanaan dari lampiran ini adalah hasil bersama dari pekerjaan percobaan yang
luas dan model matematis dari panas dan menyertakan proses perpindahan massa. Bagian
ini menggaris-bawahi model dan korelasi data yang digunakan untuk menghasilkan data
perencanaan yang di paparkan dalam lampiran ini. Hanya prinsip – prinsip umum yang
disebutkan. Banyaknya informasi detail dapat ditemukan dari referensi – referensi.
C.6.2. Korelasi temperatur dan kecepatan
Dalam rangka untuk memprediksi operasi dari setiap detektor, adalah perlu untuk
mengkarakteristikkan lingkungan setempat (lokal) yang ditimbulkan oleh api pada lokasi
detektor. Untuk sebuah detektor panas, variable penting adalah temperatur dan kecepatan
dari gas pada detektor. Melalui program pengujian dengan skala penuh dan penggunaan
tehnik modal matematis, penampilan umum untuk temperatur dan kecepatan pada lokasi
detektor telah di kembangkan (1,2,8,9).
Penampilan adalah berlaku untuk api yang bertumbuh mengikuti Q = Xt2 , dimana Q adalah
nilai pelepasan panas api teoritis, X adalah koefisien kerapatan api, karakteristik dari bahan
bakar tertentu dan karateristik dan t adalah waktu.
Perhitungan yang digunakan untuk memproduksi kurva jarak mengasumsikan bahwa rasio
dari pelepasan panas perpindahan aktual terhadap pelepasan panas teoritis untuk semua
jenis bahan bakar adalah sama dengan rasio untuk api suatu pondok kecil kayu.
C.6.3. Model detektor panas
Pemanas dari detektor panas diberikan oleh persamaan (i) ;
dTd ( 1 )
= ( Tg - Td ).
dt γ
dimana :
Td = Laju temperatur detektor.
Tg = Temperatur gas pada detektor
Υ = Konstant waktu detektor (DET TC)
Konstant waktu adalah ukuran kepekaan detektor dan besarnya ;
MC
γ=
hA
dimana ;
M = Massa elemen detektor
C = Panas spesifik dari elemen detektor
h = Koefisien perpindahan panas konveksi.
A = Luas permukaan dari elemen detektor
h bervariasi kira – kira akar dua dari kecepatan gas, U
Adalah lazim membicarakan konstant waktu γ pada kecepatan referensi U0 = 5 ft / detik.
Υ = γ0. (Uo / U)1/2 .
Υ dapat diukur sangat mudah dengan test coupling [“plunge test (3)]. Itu dapat juga
dihubungkan kepada jarak terdaftar dari detektor melalui perhitungan. Tabel C.3.2.1.1.
adalah hasil dari perhitungan ini.
Model ini menggunakan temperatur dan kecepatan gas pada detektor untuk memprediksi
kenaikan temperatur dari elemen detektor. Bekerjanya detektor terjadi ketika kondisi yang
telah diset lebih dalam sudah tercapai.
Kepekaan detektor dapat juga disampaikan di dalam unit yang bebas dari kecepatan udara
yang digunakan dalam pengetesan untuk menentukan konstanta waktu.
Ini dikenal sebagai indeks waktu respons (RTI).
RTI = τ. U
Nilai RTI karenanya dapat diperoleh dengan memperkalikan nilai t0 dengan √U0 ; sebagai
contoh, bila U0 = 5 ft/detik, suatu nilai t0 = 30 detik berhubungan dengan suatu RTI = 35,9
detik½ m ½ (atau = 67,1 detik ½ ft ½).
Suatu detektor yang mempunyai RTI =35,9 detik½ m½ (atau=67,1 detik½ ft½) akan
mempunyai nilai t = 23,7 detik, jika diukur di dalam suatu kecepatan udara 8 ft / detik.
C.6.4. Pertimbangan temperatur sekeliling
(Referensi juga pada butir 4.2.1.2). Temperatur sekeliling maksimum yang diperkirakan
untuk terjadi pada langit-langit memerintahkan pemilihan rentang temperatur untuk
pemakaian detektor temperatur-tetap. Tetapi temperatur sekeliling minimum pada langit-
langit memberikan kondisi kasus terjelek untuk reaksi (respons) dari detektor itu terhadap
api. Massa panas spesifik, koefisien perpindahan panas, dan luar permukaan dari elemen
pengindera suatu detektor membentuk karakteristik konstanta waktu detektor itu. Waktu
korelasi oleh suatu detektor yang ada (given) kepada suatu api yang diberikan (given) hanya
tergantung pada konstant waktu detektor dan perbedaan antara rentang temperatur dan
temperatur sekeliling pada detektor ketika api mulai terjadi.
Ketika temperatur sekeliling pada plafon menurun, banyak panas dari suatu api akan
dibutuhkan untuk membawa udara sekitar elemen pengindera detektor naik ke temperatur
pengenalnya (rated); ini menterjamahkan ke reaksi yang lebih rendah dan dalam kasus dari
suatu api yang sedang berkembang, suatu ukuran api yang lebih besar pada saat
pendeteksian. Di dalam suatu ruangan atau area pekerjaan yang mempunyai sistem
pemanasan sentral, temperatur sekeliling minimum biasanya 21,1°C (70°F). Pergudangan
pemilikan tertentu hanya dipanaskan secukupnya untuk menghindari pembekuan pada pipa
air ; pada kasus itu temperatur sekeliling minimum dipertimbangkan 2 °C (35°F) sekalipun
selama beberapa bulan dalam setahun temperatur sekeliling aktual adalah lebih tinggi.
Suatu bangunan yang tidak dipanaskan perlu di asumsikan mempunyai temperatur sekeliling
sangat minimum, atau lebih rendah.
C.6.5. Analogi panas dan asap – model detektor asap.
Untuk detektor asap, temperatur gas pada detektor tidak secara langsung relevan kepada
pendeteksian, tetapi konsentrasi massa dan ukuran distribusi dari partikel adalah relevan.
Untuk banyak jenis asap, konsentrasi massa dari partikel adalah proporsional secara
langsung terhadap kerapatan optik dari asap, Do. Suatu korelasi umum untuk api menyala
telah ditunjukkan keberadaannya antara kenaikan temperatur optik. Jika kerapatan optik
pada mana detektor bereaksi, Do, diketahui dan bebas dari ukuran distribusi partikel, reaksi
dari detektor dapat diperkirakan sebagai suatu fungsi dari nilai pelepasan panas.
Pelepasan panas dari pembakaran bahan bakar, nilai dari pertumbuhan api, dan ketinggian
plafon, mengasumsikan bahwa korelasi diatas itu terjadi.
Namun demikian, ionisasi yang lebih popular dan detektor pencari cahaya menunjukkan
perbedaan yang besar Do ketika ukuran distribusi partikel berubah; selanjutnya, ketika Do
untuk detektor ini diukur dalam rangka memprediksi reaksi, pengujian dengan menggunakan
aerosol harus sangat hati – hati dikontrol agar ukuran distribusi partikel adalah konstant
Bibliografi
1 Heskestad, G, “The Initial Convective Flow in Fire: Seventeenth Symposium on
Combustion, “The Combustion Institute, Pittsburg, PA ( 1979 ).
6 NFPA 204M, Standard on Smoke and Heat Venting, Natinal Fire Protection
Association, Batterymarch Park, Quincy, MA 02269.
8 R.Schifiliti, “Use of Fire Plume Theory in the Design and Analysis of Fire
Detector and Sprinkler Response”, Masters Thesis, Worcester Polytechnic
Institute, Center of Firesafety Studies, Worcester, M.A, 1986.
11 Alpert, “Ceiling Jets”, Fire Technology, August 1972. Alpert and Ward, SFPE
Technology Report 1984.
1. Ruang lingkup.
Standar ini mencakup persyaratan minimal terhadap instalasi pemadam kebakaran sistem
springkler otomatis dengan instalasi pipa basah dengan sasaran penyediaan instalasi pemadam
kebakaran pada bangunan gedung bertingkat, bangunan industri dan bangunan-bangunan
lainnya sesuai dengan klasifikasi sifat hunian.
Sarana pemadam kebakaran sistem springkler dimaksudkan untuk melindungi jiwa dan harta
benda dari bahaya kebakaran. Penggunaan sarana pemadam kebakaran yang sesuai standar,
bertujuan untuk menjamin agar dapat bekerja secara efektif dan effisien.
2. Acuan.
a). Fire Offices’ Committe (Foreign) ; Rules for Automatic Sprinkler Installation, 1974.
b). NFPA 13 : Installation of Sprinkler Systems, 1994 Edition, National Fire Protection
Association. ( sebagai pembanding).
3. Istilah dan definisi.
3.1.
instalasi springkler.
suatu sistem instalasi pemadam kebakaran yang dipasang secara tetap/permanen di dalam
bangunan yang dapat memadamkan kebakaran secara otomatis dengan menyemprotkan air di
tempat mula terjadi kebakaran.
3.2.
kepadatan pancaran.
jumlah debit air ( liter/menit ) yang dikeluarkan oleh 4 kepala springkler yang berdekatan dan
terletak di empat sudut bujur sangkar, persegi panjang atau jajaran genjang (kepala springkler
dipasang selang seling) dibagi oleh 4 x luas bujur sangkar, persegi panjang atau jajaran genjang
tersebut di atas (m2).
Kepadatan pancaran tersebut dalam sistem bahaya kebakaran berat tidak boleh kurang dari
ketentuan butir 4.1.3.c. dan tabel 4.1.3.c.1 dengan catatan bahwa semua kepala springkler terbuka
serentak termasuk empat kepala springkler yang bersangkutan.
Kepadatan pancaran dinyatakan dalam mm/menit.
3.3.
klasifikasi sifat hunian.
klasifikasi tingkat risiko bahaya kebakaran yang diklasifikasikan berdasarkan struktur bahan
bangunan, banyaknya bahan yang disimpan di dalamnya, serta sifat kemudahan terbakarnya, juga
ditentukan oleh jumlah dan sifat penghuninya.
Selanjutnya dalam standar ini disebut klasifikasi sifat hunian, yaitu :
3.3.1.
hunian bahaya kebakaran ringan.
macam hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar rendah dan apabila terjadi
kebakaran melepaskan panas rendah, sehingga menjalarnya api lambat.
1 dari 83
SNI 03-3989- 2000
3.3.2.
hunian bahaya kebakaran sedang kelompok I.
macam hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar sedang, penimbunan bahan
yang mudah terbakar dengan tinggi tidak lebih dari 2,5 m dan apabila terjadi kebakaran
melepaskan panas sedang, sehingga menjalarnya api sedang.
3.3.3.
hunian bahaya kebakaran sedang kelompok II.
macam hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar sedang, penimbunan bahan
yang mudah terbakar dengan tinggi tidak lebih dari 4 m dan apabila terjadi kebakaran melepaskan
panas sedang, sehingga menjalarnya api sedang.
3.3.4.
hunian bahaya kebakaran sedang kelompok III.
macam hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar tinggi dan apabila terjadi
kebakaran melepaskan panas tinggi, sehingga menjalarnya api cepat.
3.3.5.
hunian bahaya kebakaran berat.
macam hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar tinggi dan apabila terjadi
kebakaran melepaskan panas tinggi, penyimpanan cairan yang mudah terbakar, sampah, serat,
atau bahan lain yang apabila terbakar apinya cepat menjadi besar dengan melepaskan panas
tinggi sehingga menjalarnya api cepat.
3.3.6.
hunian khusus.
untuk hunian khusus seperti penyimpanan atau tempat dimana penggunaan cairan yang
mempunyai kemudahan terbakar tinggi dapat digunakan sistem pancaran serentak.
Karena keadaan yang menguntungkan, beberapa macam hunian dapat memperoleh keringanan
satu kelas lebih rendah dengan persetujuan instansi yang berwenang.
3.4.
penggelontoran.
membilas seluruh jaringan instalasi springkler dengan air bersih dengan tekanan tertentu untuk
membersihkan kotoran-kotoran yang dapat mengganggu bekerjanya sistem dan/atau merusak.
3.5.
pipa cabang.
bagian dari jaringan pemipaan sistem springkler dimulai dari titik penyambungan pipa pembagi
sampai ke kepala springkler terakhir.
3.6.
pipa pembagi utama.
pipa yang menghubungkan pipa tegak dengan pipa pembagi.
3.7.
pipa pembagi.
pipa yang dihubungkan langsung dengan pipa cabang.
2 dari 83
SNI 03-3989- 2000
3.8.
pipa tegak.
pipa yang dipasang tegak untuk penyediaan air pada sistem springkler.
3.9.
springkler sistem pipa basah.
jaringan pipa berisi air dengan tekanan tertentu secara terus menerus.
3.10.
susunan cabang ganda.
susunan sambungan di mana pipa cabang disambungkan ke dua sisi pipa pembagi.
3.11.
susunan cabang tunggal.
susunan sambungan di mana pipa cabang disambungkan ke satu sisi dari pipa pembagi.
3.12.
susunan pemasukan di tengah.
susunan penyambungan di mana pipa pembagi mendapat aliran air dari tengah ( lihat gambar
3.12).
3.13.
susunan pemasukan di ujung.
susunan penyambungan di mana pipa pembagi mendapat aliran dari ujung ( lihat gambar 3.13 ).
3 dari 83
SNI 03-3989- 2000
4 dari 83
SNI 03-3989- 2000
5 dari 83
SNI 03-3989- 2000
Catatan tabel :
Diperlukan perlengkapan perlindungan dengan pancaran berkecepatan tinggi atau sedang dalam daerah bahaya ini
dimana larutan atau cairan lain yang mudah terbakar disimpan atau diolah.
2). Bahaya pada gudang penimbunan tinggi.
Kepadatan pancaran yang direncanakan 7,5 ~ 30,0 mm/men. Daerah kerja maksimum
yang diperkirakan 260 ~ 300 m2. Kepadatan pancaran yang direncanakan untuk
bahaya pada gudang penimbunan tinggi tergantung pada sifat bahaya barang yang
disimpan dan tinggi penimbunan.
Tabel 4.1.3.c.2) berikut ini menunjukkan kepadatan pancaran yang memadai dan
daerah kerja yang diperkirakan sesuai dengan kategori dan tinggi timbunan dimana
hanya tersedia atap atau langit-langit sebagai pelindungnya.
Tabel 4.1.3.c.2)
Kepadatan pancaran Daerah kerja Tinggi timbunan maksimum (m)
yang diperlukan maksimum yang KategorI
(mm/men) diperkirakan (m2) I II III IV
7,5 5,3 4,1 2,9 1,6
10,0 6,5 5,0 3,5 2,0
12,5 260 7,6 5,9 4,1 2,3
15,0 6,7 4,7 2,7
17,5 7,6 5,2 3,0
20,0 5,7 3,3
22,5 6,3 3,6
25,0 300 6,7 3,8
27,5 7,2 4,1
30,0 7,7 4,4
Catatan : Dipertimbangkan bahwa tinggi penimbunan* seluruhnya tidak melampaui angka berikut ini pada berbagai
kategori yang sesuai untuk sistem bahaya kebakaran sedang dan tidak dianggap sebagai gudang penimbunan tinggi.
Kategori I 4,0 m
Kategori II 3,0 m
Kategori III 2,1 m
Katagori IV 1,2 m
* Istilah penimbunan meliputi pergudangan atau penyimpanan sementara barang atau bahan, sambil menunggu proses
selanjutnya.
KATAGORI - I
Bahan-bahan dengan daya bakar sedang ( dan bahan bakar yang tidak terbakar dalam bungkus yang mudah terbakar )
– di luar jenis itu* spesifikasi di bawah katagori II, III dan IV – penyimpanan dengan tumpukan, palet atau rak, sampai
ketinggian tidak melebihi 4 m.
Contoh katagori I, gudang :
- karpet. - toko makanan.
- baju. - barang-barang logam ( dalam karton ).
- peralatan listrik. - tekstil.
- gelas dan barang dari tembikar - semua bentuk penyimpanan kertas lain dari yang
dispesifikasikan di bawah katagor II dan III
6 dari 83
SNI 03-3989- 2000
* Daftar dari jenis dalam katagori II, III dan IV, tidak lengkap dan harus dianggap bahwa jenis-jenis dari gudang tidak
spesifik disebutkan,diamati otomatis sebagai dibawah katagori I.
Umumnya, jenis-jenis di bawah katagori II, III dan IV digunakan bila pengalaman menunjukkan bahwa bahan-bahan
menghasilkan pengecualian ketahanan apinya dengan laju dan pelepasan panas yang tinggi.
Apabila ada keraguan tentang klasifikasinya, konfirmasi harus diperoleh dari asuransi kebakaran.
KATAGORI II
- Bal – gabus. - plastik ( tidak berbusa) lain dari celluloid.
- Bal – kertas bekas. - rol pulp dan kertas ( penyimpanan horisontal).
- Karton yang mengandung alkohol di dalam - rol kertas aspal (penyimpanan horisontal)
kaleng atau botol.
- Karton dari minuman kaleng yang dikeringkan - wisky dalam pallet.
dengan penguapan larutan.
- Papan chip. - pola kayu
- Cairan mudah menyala dalam kontainer yang - kayu perabot
tidak mudah terbakar.
- produk linoleum - lembaran lapisan kayu halus.
KATAGORI III
- kertas dilapisi bitumen atau lilin. - barang-barang karet.
- esparto - tumpukan kayu dengan ventilasi.
- produk plastik busa dan karet busa (dengan atau - kertas yang dilapisi lilin atau aspal dan
tanpa karton) lain dari yang dispesifikasikan kontainer dalam krton.
pada katagori IV.
- Celluloid - wol, kayu.
- Cairan mudah menyala dalam kontainer mudah - palet kayu dan kayu datar
terbakar.
- Rol pulp dan kertas ( penyimpanan horisontal). - semua bahan yang mempunyai bungkus atau
kontainer yang dibentuk awal dari plastik busa
- Rol kertas aspal (penyimpanan vertikal)
KATAGORI IV
- Pemotongan dan potongan-potongan dari plastik - Rol atau lembaran plastik busa atau karet busa.
busa atau karet busa
4.2. Klasifikasi sifat hunian.
Klasifikasi sifat hunian dalam standar ini hanya terbatas untuk penggunaan sistem springkler dan
penyediaan airnya.
4.2.1. Hunian bahaya kebakaran ringan.
Yang termasuk hunian bahaya kebakaran ringan adalah seperti hunian :
- ibadat - perkantoran
- klub - perumahan
- pendidikan - restoran ( ruang makan ).
- perawatan - perhotelan
- lembaga - rumah sakit
- perpustakaan - penjara.
- museum.
7 dari 83
SNI 03-3989- 2000
8 dari 83
SNI 03-3989- 2000
9 dari 83
SNI 03-3989- 2000
10 dari 83
SNI 03-3989- 2000
11 dari 83
SNI 03-3989- 2000
tidak ada penyediaan air lain pada waktu terjadinya kebakaran dengan syarat harus segera dibilas
dengan air bersih.
5.1.1. Syarat penyambungan.
Pipa penyalur untuk sistem springkler tidak boleh dihubungkan pada sistem lain kecuali seperti
yang diatur dalam bagian ini.
a). Jaringan kota.
Sambungan pada sistem jaringan kota dapat diterima apabila kapasitas dan tekanannya
mencukupi. Kapasitas dan tekanan sistem jaringan kota dapat diketahui dengan
mengadakan pengukuran langsung pada jaringan distribusi di tempat penyambungan yang
direncanakan atas ijin Perusahaan Daerah Air Minum. Meter air tidak dianjurkan untuk
dipasang pada sambungan sistem springkler. Apabila ditentukan lain harus digunakan meter
air khusus. Ukuran pipa sekurang-kurangnya harus sama dengan pipa tegak yang
disambungkan, dengan ukuran minimum 100 mm.
12 dari 83
SNI 03-3989- 2000
Gambar 5.1.1.b.(2) : Sambungan pipa yang melayani keperluan rumah tangga, kran kebakaran,
springkler otomatis pada tangki gravitasi.
13 dari 83
SNI 03-3989- 2000
14 dari 83
SNI 03-3989- 2000
2). Untuk pemipaan dengan ukuran sesuai tabel 7.5.2. (1) & (2), penggunaan kepala
springkler dengan ukuran nominal 15 mm.
Kepadatan Luas daerah perencanaan tiap springkler (M2)
Kapasitas
aliran tidak 6 7 8 9 10 11 12
aliran
lebih dari
(liter/men) Tekanan aliran (kg/cm2) di titik kelompok springkler 48
(mm/men) pada springkler tertinggi.
7,5 2300 1,35 1,75 2,15 2,65 3,15
10,0 3050 1,30 1,80 2,35 3,00 3,75 4,55 5,45
12,5 3800 2,00 2,75 3,60 4,60 5,70 7,00 8,35
15,0 4550 2,80 2,85 5,10 6,50
15 dari 83
SNI 03-3989- 2000
Tabel 5.2.3.(2).
1). Untuk pemipaan dengan ukuran sesuai tabel 7.5.3. (1) & (2) penggunaan kepala
springkler dengan ukuran nominal 15 mm.
Kepadatan Luas daerah perencanaan tiap springkler (M2)
Kapasitas
aliran tidak 6 7 8 9 10 11 12
aliran
lebih dari Tekanan aliran (kg/cm2) di titik kelompok springkler 48
(liter/men)
(mm/men) pada springkler tertinggi.
7,5 2300 0,70 0,90 1,10 1,35 1,60
10,0 3050 0,70 0,95 1,25 1,60 1,95 2,35 2,80
12,5 3800 1,10 1,50 1,95 2,45 3,05 3,70 4,35
15,0 4550 1,60 2,15 2,80 3,55 4,35 5,25 6,25 ¼
17,5 4850 2,15 2,90 3,80 4,80 5,90 7,15
20,0 6400 2,80 3,80 5,00 6,30 7,75
22,5 7200 3,50 4,80 6,30 7,95
25,0 8000 4,35 5,90 7,75
27,5 8800 5,25 7,15
30,0 9650 6,20
2). Untuk pemipaan dengan ukuran sesuai tabel 7.5.3. (1) & (2) penggunaan kepala
springkler dengan ukuran nominal 20 mm.
Kepadatan Luas daerah perencanaan tiap springkler (M2)
Kapasitas
aliran tidak 6 7 8 9 10 11 12
aliran 2
lebih dari Tekanan aliran (kg/cm ) di titik kelompok springkler 48
(liter/men)
(mm/men) pada springkler tertinggi.
7,5 2300 0.80 0.85
10,0 3050 0.95 1.15 1.40 1.65
12,5 3800 0.90 1.15 1.45 1.80 2.15 2.55
15,0 4550 0,95 1.25 1.65 2.10 2.55 3.10 3.65
17,5 4850 1,25 1.70 2.25 2.80 3.45 4.20 4.95
20,0 6400 1,65 2.25 2.95 3.70 4.60 5.55 6.55
22,5 7200 2.05 2.85 3.70 4.70 5.75 6.95
25,0 8000 2.55 3.50 4.55 5.75 7.10
27,5 8800 3.05 4.20 5.50 6.90
30,0 9650 3.60 4.95 6.50
5.3. Persyaratan kapasitas minimum penampung penyediaan air.
Kapasitas penampung di bawah ini mencakup semua penampung air untuk springkler, termasuk
slang kebakaran berukuran 20 mm atau 25 mm.
Kapasitas tampung minimum untuk tangki bertekanan diuraikan pada butir 5.4.4.b.
Kapasitas penyediaan air dari jaringan kota dan tangki gravitasi yang digunakan untuk keperluan
lain di samping springkler diatur pada butir 5.4.1. Apabila disyaratkan, maka waktu pengisian
tangki hisap diatur sesuai tabel 5.3.1; 5.3.2; 5.3.3.
Waktu pengisian dalam tabel berlaku untuk kapasitas pompa yang sama dengan kapasitas pompa
tekan untuk springkler.
16 dari 83
SNI 03-3989- 2000
Dalam menghitung kapasitas efektif tangki hisap harus diukur dari muka air normal dalam tangki
sampai muka air terendah dalam tangki sesuai tabel 5.3.4 kolom A.
Muka air terendah dalam tabel adalah muka air di atas mulut pipa hisap sedemikian rupa sebelum
terjadi pusaran.
Apabila dipasang alat anti pusaran, maka bilangan-bilangan dalam tabel 5.3.4 dapat diabaikan.
17 dari 83
SNI 03-3989- 2000
Apabila pipa hisap dipasang di sisi tangki, seperti gambar 5.3.4. contoh (a) dan (b) maka harus
diusahakan adanya jarak antara dasar tangki dan bagian terendah pipa hisap. Jarak minimum
yang disyaratkan dapat dilihat dalam tabel 5.3.4. kolom B.
Apabila pipa hisap dipasang pada dasar tangki seperti gambar 5.3.4 contoh ( c ), akan berlaku
angka dalam tabel 5.3.4. kolom A dan B.
18 dari 83
SNI 03-3989- 2000
Tabel 5.3.4.
Ukuran nominal pipa hisap Kolom A Kolom B
( mm ) ( mm ) ( mm )
65 250 80
80 310 80
100 370 100
150 500 150
200 620 150
250 750 150
19 dari 83
SNI 03-3989- 2000
Sebuah tangki gravitasi tidak boleh dipakai sebagai penyediaan air untuk dua gedung dengan
pemilik yang berlainan.
5.4.3. Sistem pompa otomatis.
Pompa kebakaran harus ditempatkan sedemikian rupa, sehingga mudah dicapai di dalam gedung
atau ditempatkan di dalam bangunan tahan api di luar gedung.
Pompa kebakaran tidak boleh digunakan untuk keperluan lain di luar keperluan kebakaran.
(Dianjurkan pemasangan pompa kebakaran terpisah untuk keperluan instalasi slang kebakaran).
a). Kondisi pipa hisap pompa kebakaran.
Pipa hisap pompa sentrifugal dianggap dalam keadaan tekanan positip, apabila dipasang
pada kedalaman kurang dari 2 meter diukur dari muka air terendah dalam tangki; dalam
keadaan normal muka air harus selalu berada diatas poros pompa. Panjang pipa hisap tidak
boleh lebih dari 30 meter, dengan catatan bahwa belokan diperhitungkan sebagai pipa
dengan panjang 3 meter. Pemasangan pipa harus selalu diusahakan menanjak terus sampai
ke pompa, kecuali pada pemasangan pompa di bawah tekanan positip.
b). Pompa dipasang dengan pipa hisap dalam keadaan tekanan positip.
Keadaan yang perlu diperhatikan apabila pompa dipasang pada pipa hisap dalam keadaan
tekanan positip dan berukuran minimum seperti tercantum dalam tabel 5.4.3.b.
Tabel 5.4.3.b.
Klasifikasi Bahaya Kebakaran Ukuran minimum pipa hisap (mm)
Bahaya kebakaran ringan 65
Bahaya kebakaran sedang
150
Kelompok I dan II
Bahaya kebakaran sedang
200
Kelompok III
Sistem bahaya kebakaran berat harus mempunyai pipa hisap sedemikian rupa, sehingga
kecepatan dalam pipa tidak lebih dari 1,8 m/detik, apabila pompa bekerja pada kapasitas
penuh.
Apabila dipasang lebih dari satu pompa, maka pipa hisap boleh dihubungkan satu sama lain,
asalkan selalu diusahakan pemasangan katup penutup pada setiap bagian pipa hisap, baik
yang disambungkan pada setiap pompa maupun yang disambungkan pada tangki hisap.
c). Pompa dipasang dengan pipa hisap dalam keadaan tekanan negatip.
Apabila pompa dipasang dalam keadaan tekanan negatip, perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
1). Ukuran pipa hisap harus sesuai dengan tabel 5.4.3.c.
Untuk sistem bahaya kebakaran berat ukuran pipa hisap sedemikian rupa, sehingga
kecepatan air dalam pipa tidak lebih dari 1,5 m/detik, apabila pompa bekerja pada
kapasitas penuh.
2). Jarak tegak antara muka air terendah dan poros pompa tidak boleh lebih dari 3,7 m.
3). Pada bagian pipa hisap yang terendah harus dilengkapi dengan katup ujung.
4). Tiap pompa harus mempunyai pipa hisap yang terpisah.
5). Tiap pompa harus mempunyai perlengkapan air pemancing otomatis.
20 dari 83
SNI 03-3989- 2000
Tabel 5.4.3.c.
Klasifikasi Bahaya Kebakaran Ukuran minimum pipa hisap (mm)
Bahaya kebakaran ringan 80
Bahaya kebakaran sedang
150
Kelompok I
Bahaya kebakaran sedang
200
Kelompok II dan III
d). Air pemancing pompa.
Apabila diperlukan pemancingan otomatis, harus dijamin bahwa pompa selalu dalam
keadaan siap dan terisi air pemancing.
Air pemancing harus diambil dari tangki yang dipasang pada suatu ketinggian, pengisian
tangki air pemancing harus bekerja otomatis. Tiap pompa harus dilengkapi dengan tangki air
pemancing tersendiri dengan pipa penghubung tersendiri.
Ukuran pipa dan kapasitas tangki air pemancing pompa ditunjukkan seperti tercantum pada
tabel 5.4.3.d.
Tabel 5.4.3.d.: Ukuran pipa dan kapas tas tangki air pemancing pompa
21 dari 83
SNI 03-3989- 2000
Tabel 5.4.3.e.(1).
Perencana Kapasitas aliran Kapasitas pompa
No.
pemipaan yang direncanakan yang harus disediakan
135% x kapasitas aliran
1 Sesuai tabel 6.6.1 Sesuai tabel 5.2.3.a (1)
yang direncanakan
120% x kapasitas aliran
2 Sesuai tabel 6.6.2 Sesuai tabel 5.2.3.a (2)
yang direncanakan
Tabel 5.4.3.e.(2).
Klasifikasi Ketinggian Nominal Karakteristik minimum
bahaya springkler Tekanan Debit Tekanan Debit Tekanan Debit
kebakaran (m)* (bar) (L/menit) (bar) (L/menit) (bar) (L/menit)
Bahaya 15 1,5 300 3,7
kebakaran 30 1,8 340 5,2
ringan 45 2,3 375 6,7
Bahaya 15 1,2 900 2,2 540 2,5 375
kebakaran 30 1,9 1.150 3,7 540 4,0 375
sedang 45 2,7 1.360 5,2 540 5,5 375
kelompok I
Bahaya 15 1,4 1.750 2,5 1.000 2,9 725
kebakaran 30 2,0 2.050 4,0 1.000 4,4 725
sedang 45 2,6 2.350 5,5 1.000 5,9 725
kelompok II
Bahaya 15 1,4 2.250 2,9 1.350 3,2 1.100
kebakaran 30 2,0 2.700 4,4 1.350 4,7 1.100
sedang 45 2,5 3.100 5,9 1.350 6,2 1.100
kelompok III
• Ketinggian springkler : Letak springkler tertinggi di atas pompa.
f). Pompa listrik.
Tenaga listrik untuk menjalankan pompa harus dari aliran listrik yang dapat diandalkan,
sebaiknya aliran listrik dari pembangkit listrik tenaga diesel yang disediakan khusus. Apabila
listrik kota dapat diandalkan, kebutuhan listrik untuk pompa kebakaran dapat dipenuhi oleh
aliran listrik kota.
Daya listrik yang tersedia harus menjamin tenaga listrik yang dibutuhkan untuk menjalankan
pompa setiap saat. Tiap tombol listrik yang melayani pompa kebakaran harus diberi tanda
dengan jelas yang bertuliskan “ POMPA KEBAKARAN JANGAN DIMATIKAN WAKTU
KEBAKARAN “.
Lampu tanda harus dipasang untuk menyatakan bahwa ada aliran listrik. Lampu tanda harus
dipasang di dekat pompa sedemikian rupa, sehingga mudah dilihat oleh operator.
Tanda yang dapat dilihat dan didengar untuk memberi peringatan apabila aliran listrik
terputus harus dipasang pada panel start motor listrik pompa. Aliran listrik untuk tanda
dimaksud harus dari aliran listrik lain yang melayani motor listrik.
22 dari 83
SNI 03-3989- 2000
Apabila aliran listrik dari aki, maka aki harus dilengkapi dengan alat pengisi aki yang selalu
mengisi setiap saat.
Sekering berkapasitas tinggi harus dipasang untuk :
1). melindungi kabel-kabel listrik yang disambung ke motor listrik.
2). melindungi motor listrik sesuai dengan standar yang berlaku.
g). Pompa diesel.
Pompa dengan motor diesel disambung dengan kopling yang memungkinkan masing-
masing bagian dapat dilepas secara tersendiri. Ventilasi yang cukup harus diusahakan
dalam ruang diesel untuk mengurangi panas dan memberikan aliran udara.
Mesin yang digunakan harus dari jenis motor diesel dengan injeksi langsung yang dapat
dijalankan tanpa menggunakan sumbu, busi pemanas, eter atau letupan. Kapasitas penuh
harus dapat dicapai dalam waktu 15 detik sejak start.
Penggunaan super charger atau turbo charger dengan pendingin udara atau air
diperbolehkan.
Pompa diesel harus dapat bekerja terus-menerus pada beban penuh untuk waktu 6 jam dan
harus dilengkapi dengan alat pengatur kecepatan, dalam jangkauan 4,5% dari nilai
kecepatan yang ditentukan pada keadaan nilai beban permulaan sampai beban penuh.
Alat untuk mematikan mesin harus dilengkapi dengan alat manual dan kembali pada
keadaan siap start secara otomatis.
Tangki bahan bakar motor diesel harus dibuat dari baja yang di las.
Tangki harus dipasang lebih tinggi dari pompa bahan bakar (pompa injeksi diesel) untuk
dapat mengalirkan secara gravitasi.
Pada tangki harus dipasang alat yang dapat menunjukkan isi bahan bakar.
Kapasitas tangki harus mampu melayani motor yang bekerja pada beban penuh sesuai
dengan tabel 5.4.3.g.
Tabel 5.4.3.g.
Bahaya kebakaran ringan 3 jam
Bahaya kebakaran sedang 4 jam
Bahaya kebakaran berat 6 jam
Persediaan bahan bakar tambahan harus disediakan untuk waktu bekerja 6 jam disamping
bahan bakar yang telah ada dalam tangki bahan bakar.
Bila terdapat lebih dari satu motor, maka tiap motor harus mempunyai tangki bahan bakar
dan pipa penyalur yang terpisah.
Pipa penyalur bahan bakar tidak boleh dari bahan plastik.
Katup pipa penyalur harus dipasang dekat tangki bahan bakar dan harus selalu dalam
keadaan terbuka.
Harus disediakan dua cara menjalankan motor :
1). Start otomatis dengan cara memasang motor starter yang dilayani oleh aki. Motor
starter akan bekerja, apabila tekanan air dalam sistem springkler turun. Kapasitas aki
23 dari 83
SNI 03-3989- 2000
harus sedemikian rupa, sehingga mampu untuk menghidupkan motor starter 10 kali
berturut-turut tanpa pengisian kembali.
2). Start manual dengan cara engkol apabila motor tidak besar atau motor starter yang
dihidupkan secara manual.
Catatan :
Motor starter untuk start otomatis dapat juga dipakai untuk start manual apabila disediakan dua aki untuk
masing-masing penggunaan.
Pengisian aki harus dilakukan secara perlahan-lahan. Alat pengisi aki harus dilengkapi dengan sakelar
untuk memilih pengisian cepat. Alat pengisi aki harus dapat mengisi dua aki bersama-sama.
Harus selalu disediakan suku cadang yang terdiri dari :
(a). Dua set saringan bahan bakar
(b). Dua set saringan minyak pelumas lengkap dengan karet perapat (seal)
(c). Dua set tali kipas (bila digunakan tali kipas)
(d). Satu set kopling lengkap, gasket-gasket, slang-slang
(e). Dua set pengabut bahan bakar.
Motor harus dijalankan tiap minggu sekali selama sekurang-kurangnya 10 menit.
5.4.4. Sistem tangki bertekanan.
Apabila tangki bertekanan merupakan satu-satunya sistem penyediaan air, maka tangki
bertekanan hanya boleh melayani :
• Sistem bahaya kebakaran ringan
• Sistem bahaya kebakaran sedang kelompok I.
a). Persyaratan umum.
Tangki bertekanan harus diletakkan di tempat yang mudah dicapai dalam gedung atau di
luar gedung dalam ruangan yang tahan api. Ruang tangki bertekanan hanya boleh
digunakan sebagai ruangan untuk perlengkapan pemadam kebakaran.
Apabila tangki bertekanan digunakan sebagai satu-satunya sistem penyediaan air, maka
tangki harus dilengkapi dengan peralatan otomatis yang dapat menjaga tekanan dan tinggi
muka air dalam tangki selalu pada taraf yang disyaratkan.
Tanda yang dapat dilihat dan didengar harus dipasang untuk memberikan tanda bahaya
apabila tekanan dan atau tinggi muka air turun.
Manometer dan gelas penduga harus dipasang pada tangki untuk dapat mengetahui
keadaan tekanan dan tinggi muka air dalam tangki.
Keadaan tekanan dan tinggi muka air dalam tangki harus diperiksa setiap hari.
Katup penutup harus dipasang pada manometer dan gelas penduga, dan harus dalam
keadaan tertutup apabila pembacaan tidak dilakukan.
Katup penutup dan katup balik harus dipasang pada pipa penyalur dan ditempatkan sedekat
mungkin dengan tangki.
Tingkap pengaman tekanan harus dipasang sedemikian rupa, sehingga dudukannya kedap
air. Tingkap pengaman harus dihubungkan dengan udara di atas air dalam tangki untuk
24 dari 83
SNI 03-3989- 2000
dapat menyalurkan udara dengan cepat. Tingkap pengaman tekanan harus disetel untuk
bekerja pada tekanan yang ditentukan.
Sebuah tangki bertekanan tidak boleh melayani dua gedung dengan pemilik yang berbeda.
Tangki bertekanan harus dibersihkan dan dicat kembali setiap tiga tahun sekali.
b). Volume air yang harus selalu dipertahankan dalam tangki.
Apabila tangki bertekanan merupakan sistem penyediaan air satu-satunya, maka volume air
untuk :
Sistem bahaya kebakaran ringan 7 m3
Sistem bahaya kebakaran sedang kelompok I 23 m3
25 dari 83
SNI 03-3989- 2000
5.5.2. Pengujian untuk sistem pompa kebakaran dan sistem tangki bertekanan.
Untuk melakukan pengujian secara berkala setiap pipa penguras yang dipasang langsung di atas
katup kendali mempunyai lubang penguji yang standar.
5.5.3. Tabel kehilangan tekanan.
Tabel 5.5.3.(1).: Untuk pipa flens besi cor.
Tabel 5.5.3.(2). Panjang ekivalen dalam meter, untuk sambungan flens, bengkokan, belokan
Te, katup kendali dan katup penahan balik.
26 dari 83
SNI 03-3989- 2000
27 dari 83
SNI 03-3989- 2000
sebagainya, luas maksimum dibatasi menjadi sebesar 9 m2 tiap kepala springkler dan jarak
maksimum antara kepala springkler 3,7 m.
6.1.2. Bahaya kebakaran sedang.
a). Luas lingkup maksimum tiap kepala springkler :
1). springkler dinding 9 m2
2). springkler lain 12 m2
b). Jarak maksimum kepala springkler dalam satu deretan dan jarak maksimum deretan yang
berdekatan :
1). springkler dinding ( lihat butir 6.11 )
2). springkler lain :
(a). Jika penempatan standar 4 m (lihat gambar 6.1.2.a)
(b). Jika kepala springkler dipasang selang seling :
jarak maksimum antara kepala springkler 4,6 m
Jarak maksimum pipa cabang 4,0 m
( lihat gambar 6.1.2.b)
Untuk gudang pendingin yang memakai metode pendingin dengan sirkulasi udara,
penggilingan padi, studio film, panggung pada gedung pertunjukan, luas lingkup maksimum
tiap kepala springkler 9 m2 dan jarak maksimum antara kepala springkler 3 m.
Pengaturan penempatan kepala springkler selang-seling pada sistem bahaya kebakaran
sedang (butir 6.1.2) dimaksudkan untuk menempatkan kepala springkler terpisah sejauh
lebih dari 4 meter pada pipa cabang.
S = Perencanaan penempatan kepala springkler pada pipa cabang maksimum 1,6 mm
D = Jarak antara kepala springkler maksimum 4,0 m
S x D ∗ 12 m2
6.1.3. Bahaya kebakaran berat
a). Luas lingkup maksimum tiap kepala springkler :
1). umum 9 m2
2). dalam rak penyimpanan :
(a). dengan satu jajar springkler 10 m2
(b). dengan dua jajar springkler 7,5 m2
b). Jarak maksimum antara kepala springkler dalam satu deretan dan jarak maksimum
deretan yang berdekatan :
1). umum 3,7 m2
2). dalam rak penyimpanan 2,5 m2
Catatan : Jika dipasang lebih dari satu lapisan springkler dalam rak penyimpanan, penempatan kepala
springkler dilapis berikutnya harus diselang-seling.
28 dari 83
SNI 03-3989- 2000
29 dari 83
SNI 03-3989- 2000
6.4.2. Kolom.
Pada umumnya kepala springkler harus ditempatkan bebas dari kolom. Apabila hal tersebut tidak
dapat dihindari dan jarak kepala springkler terhadap kolom kurang dari 0,6 m, maka harus
ditempatkan sebuah kepala springkler tambahan dalam jarak 2 m dari sisi kolom yang berlawanan
6.4.3. Balok.
Kepala springkler harus ditempatkan dengan jarak sekurang-kurangnya 1,2 m dari balok.
Apabila balok mempunyai flens sebelah atas dengan lebar kurang dari 200 mm, maka kepala
springkler boleh dipasang di sebelah atas gelagar dengan catatan bahwa deflektor kepala
springkler harus berjarak lebih besar dari 150 mm di atas balok.
30 dari 83
SNI 03-3989- 2000
Tabel 6.4.4.
Jarak mendatar Tinggi maksimum deflektor kepala springkler dari tepi bawah balok
minimum (a) kepala ke atas (b)
springkler dari balok Kepala springkler Pancaran springkler (jenis pancaran ke
(mm) konvensional dipasang atas dan ke bawah) dan springkler
dengan pancaran ke atas konvensional dipasang dengan
(mm) pancaran ke bawah (mm)
100 - 17
200 17 40
400 34 100
600 51 200
800 68 300
1000 90 415
1200 135 460
1400 200 460
1600 265 460
1800 340 460
6.5. Tempat dan keadaan yang membutuhkan perhatian khusus.
6.5.1. Ruang tersembunyi.
a). Ruang atap.
Ruang atap dan langit-langit yang tingginya melebihi 0,8 m dari bagian atas langit- langit
harus dilindungi dengan springkler. Bila dalam ruang tersebut terdapat konstruksi yang
mudah terbakar dan tingginya kurang dari 0,8 mm disarankan dengan sangat agar dipasang
penyekat angin atau api dengan jarak antara 15 m untuk arah mendatar dan dipasang pada
setiap lantai untuk arah tegak.
b). Ruang antara lantai dan langit-langit di bawahnya.
Apabila terdapat ruang yang luas antara lantai dan langit-langit di bawahnya dengan
ketinggian lebih dari 0,8 m terdapat konstruksi atau barang-barang yang mudah terbakar,
harus dilindungi dengan springkler. Jika ketinggian dari ruang tersebut kurang dari 0,8 m
sangat disarankan agar dipasang penyekat angin atau api dengan jarak antara 15 m.
c). Ruang di bawah lantai permukaan tanah.
Springkler harus dipasang di semua ruang di bawah lantai permukaan tanah yang mudah
terbakar, kecuali :
1). Ruang tersebut tidak dapat dipergunakan untuk penimbunan barang atau dimasuki
oleh orang-orang yang tidak berkepentingan dan dihindari terkumpulnya sampah.
2). Dalam ruangan tidak terdapat perlengkapan seperti pipa uap, pengawatan listrik
(kecuali kabel dalam pipa logam atau kabel berperisai logam berisolasi mineral dan
ditanahkan), shaft dan conveyor.
3). Lantai di atasnya tertutup rapat.
4). Tidak ada penyimpanan cairan yang mudah menyala di lantai atasnya.
d). Ruang di bawah unit mesin (Pit).
Ruang di bawah unit mesin (pit) dan unit produksi harus dilindungi dengan springkler.
31 dari 83
SNI 03-3989- 2000
Gambar : 6.5.4. Pemasangan kepala springkler pada mesin sentrifugal yang bertingkat.
32 dari 83
SNI 03-3989- 2000
b). Sebuah kepala springkler harus dipasang pada ujung atas dari setiap saluran debu.
c). Bila sejumlah mesin sentrifugal atau mesin sejenis ditempatkan bertingkat dalam kelompok
dengan jarak masing-masing kurang dari 1 m, kepala springkler harus dipasang sesuai
gambar 6.5.4.
6.6. Ruangan penyimpanan dan silo.
Apabila dalam ruangan penyimpanan dan silo yang dibuat dari bahan mudah terbakar yang
luasnya lebih dari 9 m2 disimpan tepung gandum, sekam, atau bahan sejenis yang telah
mengalami proses dalam pabrik gandum, pabrik minyak nabati, instalasi penyulingan atau serbuk
kayu, serbuk arang atau bahan sejenis yang mudah menyala dan bakarannya dapat dipadamkan
dengan air, bagian dalam ruangan tersebut harus dilindungi dengan kepala springkler, setiap
kepala springkler melindungi 9 m2.
Catatan : Apabila bahan-bahan disimpan dapat mengembang jika basah dan dikhawatirkan ruangan penyimpanan itu
pecah, penyimpangan dari ketentuan tersebut di atas diperkenankan atas ijin khusus dari yang berwenang.
6.7. Eskalator.
Kepala springkler harus dipasang di bawah eskalator, di rongga bawah dan ruangan motor
eskalator.
6.8. Ruang pengecatan, oven pengering dan ruang pengering tertutup.
Dalam ruang pengecatan, oven pengering dan ruang pengeringan yang tertutup harus dipasang
kepala springkler . Untuk tujuan ini dapat digunakan kepala springkler dinding.
6.9. Penghalang pencaran kepala springkler.
6.9.1. Platform, balkon, titian, panggung, berbagai macam tangga dan saluran peluncur
Kepala sringkler diperlukan di bawah konstruksi platform, balkon, titian, panggung dan berbagai
macam tangga, saluran peluncur dan penghalang lain jika lebarnya lebih besar dari 0,8 m.
Apabila ada celah 150 mm bebas dari dinding, lebar konstruksi tersebut boleh sampai 1 m.
6.9.2. Saluran tertutup.
Kepala springkler diperlukan di bawah saluran tertutup berpenampang persegi yang ukuran
lebarnya lebih besar dari 0,8 m atau berpenampang persegi yang berukuran lebih besar dari 1 m.
Apabila ada celah 150 mm bebas dari dinding, batas ukurannya dapat menjadi masing-masing 1 m
dan 1,2 m.
6.9.3. Langit-langit gantung dan yang sejenis.
Segala konstruksi di bawah kepala springkler tidak diijinkan, kecuali jika dapat dibuktikan kepada
yang berwenang, bahwa konstruksi tersebut tidak menghalangi pancaran springkler. Apabila
kepala springkler dipasang pada langit-langit gantung dan yang sejenis, harus dibuktikan kepada
yang berwenang bahwa langit-langit gantung tersebut tidak akan runtuh pada permulaan
kebakaran.
6.9.4. Tudung di atas mesin pembuat kertas.
Bagian dalam dari tudung mesin pembuat kertas pada bagian yang kering harus dilindungi dengan
springkler. Dalam hal ini dapat dipakai kepala springkler pancaran satu arah. Katup sekunder yang
interlok dengan mesin untuk melayani sistem springkler dalam tudung boleh digunakan atas
persetujuan pihak yang berwenang.
33 dari 83
SNI 03-3989- 2000
34 dari 83
SNI 03-3989- 2000
i). Lobi.
6.11. Springkler dinding.
6.11.1. Penggunaan.
Springkler dinding seperti yang diatur dalam bab ini pada umumnya dimaksudkan untuk digunakan
dalam ruangan yang berlangit-langit datar dan rata.
Tidak boleh ada penghalang di sekeliling kepala springkler pada langit-langit dengan jarak 1 mm
sejajar dengan dinding dan 1,8 m tegak lurus pada dinding.
Tinggi balok yang terletak seperti ketentuan tersebut di atas harus kurang dari 100 mm. Perletakan
balok yang mempunyai tinggi lebih dari 100 mm diatur dalam tabel 6.11.
Apabila persyaratan yang tercantum pada tabel 6.11 tidak dapat dipenuhi, maka bagian-bagian
yang terhalang harus mendapat perlindungan tersendiri.
Tabel 6.11.
Tinggi balok minimum yang Jarak minimum dari springkler ke balok
tidak boleh dilampaui (mm) Ke arah tegak lurus Ke arah sejajar
terhadap dinding (m) dinding (m)
100 1,8 1,0
125 2,1 1,2
150 2,4 1,4
175 2,7 1,6
200 3,0 1,8
6.11.2. Penempatan kepala springkler dinding.
Penempatan deflektor kepala springkler dinding tidak boleh lebih dari 150 mm atau kurang dari
100 mm dari langit-langit.
Sumbu kepala springkler tidak boleh lebih dari 150 mm atau kurang dari 50 mm dari dinding
tempat kepala springkler dipasang.
6.12. Jarak maksimum untuk penempatan kepala springkler dinding samping.
6.12.1. Sepanjang dinding.
Sistem bahaya kebakaran ringan 4,6 m.
Sistem bahaya kebakaran sedang :
• 3,4 m (langit-langit tidak tahan api)
• 3,7 m (langit-langit tahan api)
6.12.2. Dari ujung dinding.
• Sistem bahaya kebakaran ringan 2,3 m
• Sistem bahaya kebakaran sedang 1,8 m
6.12.3. Jumlah deretan kepala springkler.
a). Untuk ruangan yang lebarnya lebih kecil atau sama dengan 3,7 m, cukup dilengkapi
dengan sederet springkler sepanjang ruangan. Untuk ruangan yang lebarnya antara 3,7 m
sampai 7,4 m harus dilengkapi dengan deretan springkler sepanjang ruangan pada tiap
sisinya.
35 dari 83
SNI 03-3989- 2000
b). Untuk ruangan yang panjangnya lebih dari 9,2 m (bahaya kebakaran ringan) atau lebih dari
7,4 m (bahaya kebakaran sedang) deretan springkler harus dipasang selang-seling,
sehingga setiap kepala springkler terletak pada garis tengah antara dua kepala springkler
yang berhadapan.
c). Untuk ruangan yang lebarnya lebih dari 7,4 m deretan kepala springkler jenis konvensional
(dipasang pada langit-langit) harus dipasang pada langit-langit di tengah-tengah antara dua
deret kepala springkler sebagai tambahan.
7. Komponen dari sistem springkler.
7.1. Spesifikasi dan standard.
Pipa yang digunakan untuk sistem springkler harus dari jenis yang disebut dibawah ini :
• Pipa baja :
• Pipa baja galbani (pipa putih)
• Pipa besi tuang dengan flens
• Pipa besi tuang dengan mof
• Pipa tembaga
dengan standar minimum klas menengah (medium).
7.2. Ukuran pipa.
7.2.1. Ukuran pipa sebagian ditentukan dengan tabel dan sebagian dengan perhitungan
hidrolik. Untuk sistem bahaya kebakaran, tabel ukuran pipa hanya berlaku untuk pipa cabang
seperti dalam butir 7.3.
Sedang untuk pipa pembagi, pipa tegak dan pipa lainnya harus dihitung. Untuk sistem bahaya
kebakaran sedang dan sistem bahaya kebakaran berat dan dua bagian tabel pipa, satu tabel untuk
semua pipa cabang dan satu tabel untuk sebagian pipa pembagi yang di ujung paling jauh pada
setiap lantai.
Pipa pembagi selebihnya dan pipa tegak utama harus dihitung.
Gambar 7.2.1.a s/d 7.2.1.e memperlihatkan jaringan pipa dan batas dari mana perhitungan hidrolik
dilakukan.
Jika dalam satu susun dalam satu ruangan jumlah kepala springkler lebih kecil atau sama dengan
jumlah hasil perhitungan bagi pipa pembagi, maka perhitungan harus dimulai dari pipa cabang
yang terdekat pada katup kendali.
Jika pipa cabang atau kepala springkler tunggal disambung pada pipa pembagi dengan pipa
tegak, maka pipa tegak dianggap sebagai pipa pembagi.
Titik desain adalah tempat dimana dimulai perhitungan pipa pembagi dan pipa cabang. Dalam
perhitungan ukuran pipa pada sistem springkler, ukuran pipa hanya boleh mengecil sejalan
dengan arah pengaliran air, kecuali yang ditentukan pada butir 7.6.4.
36 dari 83
SNI 03-3989- 2000
37 dari 83
SNI 03-3989- 2000
38 dari 83
SNI 03-3989- 2000
39 dari 83
SNI 03-3989- 2000
40 dari 83
SNI 03-3989- 2000
41 dari 83
SNI 03-3989- 2000
7.3.2. Perhitungan hidrolik untuk pipa pembagi (Sistem bahaya kebakaran ringan).
Ukuran pipa di antara “titik kelompok springkler 2” (gambar 4.3.1.a) pada ujung-ujung sistem dan
katup kendali harus dihitung secara hidrolik. Jumlah kehilangan tekanan dalam pipa (termasuk
semua pipa tegak dan belokan) diantara “titik kelompok springkler 2” dan katup kendali tidak boleh
lebih besar dari 0,9 kg/cm2.
Apabila terdapat lebih dari 2 kepala springkler pada pipa cabang, kehilangan tekanan di bagian
pipa cabang di antara “titik kelompok springkler 2” dan tiitik tempat masuk dalam pipa pembagi
harus dihitung menurut kehilangan tekanan tiap meter sesuai dengan tabel 7.3.2 kolom 2.
42 dari 83
SNI 03-3989- 2000
Kehilangan tekanan pada jaringan pipa pembagi di antara sambungan pipa cabang di ujung
terjauh dari sistem dan katup kendali harus dihitung menurut kehilangan tekanan tiap meter sesuai
dengan tabel 7.3.2 kolom 3.
Pemakaian pipa ukuran 25 mm dimungkinkan di antara “titik kelompok springkler 2-3” dan katup
kendali asal sesuai dengan perhitungan.
Hal ini tidak berarti bahwa pipa berukuran 25 mm selalu boleh dipasang antara titik springkler ke 3
dan ke 4 apabila titik desain ditentukan untuk “titik kelompok springkler 2”.
Apabila pipa cabang terdapat 3 kepala springkler atau lebih ditempatkan pada bubungan atap atau
apabila 3 kepala springkler atau lebih di dalam lorong atau ruangan sempit memanjang, maka
kehilangan tekanan yang terjadi,
a). di antara “titik kelompok springkler 3” dan katup kendali dimana terdapat hanya kepala
springkler pada pipa cabang.
b). di antara “titik kelompok springkler 3” dan katup kendali dimana terdapat 4 kepala springkler
atau lebih pada pipa cabang.
c). tidak boleh lebih besar dari 0,7 kg/cm2 untuk “titik kelompok springkler 3” (lihat gambar
7.2.1.a) dan kehilangan tekanan tersebut dihitung sesuai dengan tabel 7.3.2 kolom 3.
Tabel 7.3.2.
Ukuran pipa
Kehilangan tekanan 10-3 atm/m panjang pipa
(mm)
Kolom 1 Kolom 2 Kolom 3
25 44 200
32 12 51
40 5,5 25
50 1,7 7,8
65 0,49 2,2
Untuk gedung bertingkat atau gedung yang mempunyai ruang bawah tanah, kehilangan tekanan
sesuai dengan perhitungan di atas dapat ditambah dengan tekanan statik antara kepala springkler
bersangkutan dan kepala springkler tertinggi.
Apabila dipakai pipa kualitas berat, maka harus menggunakan tabel A.2.3.1. dengan memakai
aliran 100 liter/men untuk kolom 2 dan 225 liter/men untuk kolom 3. Kehilangan tekanan untuk
belokan, siku, te, sama dengan 2 meter panjang pipa.
7.4. Sistem bahaya kebakaran sedang.
7.4.1. Bahaya kebakaran sedang kelompok I.
Penyediaan air harus mengalirkan air dengan kapasitas 375 liter/menit dan bertekanan 1,0
kg/cm2 atau kapasitas 540 liter/menit dan bertekanan 0,7 kg/cm2 ditambah tekanan air yang
ekivalen dengan perbedaan tinggi antara katup kendali dengan springkler tertinggi. Tekanan diukur
pada katup kendali.
7.4.2. Bahaya kebakaran sedang kelompok II.
Penyediaan air harus mampu mengalirkan air dengan kapasitas 725 liter/menit dan bertekanan 1,4
kg/cm2 atau kapasitas 1000 liter/menit dan bertekanan 1,0 kg/cm2 ditambah tekanan yang ekivalen
dengan perbedaan tinggi antara katup kendali dengan springkler tertinggi. Tekanan diukur pada
katup kendali.
43 dari 83
SNI 03-3989- 2000
44 dari 83
SNI 03-3989- 2000
* Pada tabel ini masih dimungkinkan pemakaian pipa berukuran 65 mm di antara “titik kelompok springkler 16 ~
18” dan katup kendali apabila hasil perhitungan hidrolik mengijinkan.
7.4.4. Pehitungan hidrolik pipa pembagi ( sistem bahaya kebakaran sedang ).
Ukuran pipa termasuk pipa pembagi utama dan semua pipa tegak di antara “tiitik kelompok
springkler 16-18” pada ujung sistem yang tertinggi dan katup kendali harus dihitung secara hidrolik
agar kehilangan tekanan tidak melebihi 0,5 kg/cm2 dengan kapasitas 1000 liter/men.
Perhitungan kehilangan tekanan dilakukan dengan tabel 7.4.4. Apabila suatu gedung bertingkat
dilindungi oleh sistem springkler, maka perhitungan kehilangan tekanan dapat ditambah dengan
tekanan statis yang besarnya sama dengan beda tinggi antara tingkat yang bersangkutan dan
tingkat tertinggi.
Pada gambar denah blok harus diperlihatkan tekanan yang disyaratkan, diukur di tempat katup
kendali didasarkan pada springkler tertinggi yang diperlukan pada waktu pengujian. Springkler
tertinggi adalah kepala springkler yang dipasang atau akan dipasang pada titik tertinggi.
Tabel 7.4.4.
Ukuran pipa Kehilangan tekanan 10-3 bar/m panjang pipa
(mm) dengan kapasitas 1000 liter/men
65 35
80 16
100 4,4
150 0,65
200 0,16
Catatan : Untuk perhitungan kehilangan tekanan pipa kelas berat dipakai tabel A.2.3.1. dengan kapasitas air 1000
L/menit. Setiap siku, te, belokan dapat diperhitungkan sebagai pipa lurus panjang 3 m.
7.5. Sistem bahaya kebakaran berat.
Penentuan ukuran pipa untuk hunian bahaya kebakaran berat berdasarkan pada :
a). Kepadatan aliran yang diperlukan
b). Jarak kepala springkler
c). Ukuran kepala springkler, lubang standar 15 mm atau lubang besar 20 mm
d). Karakteristik tekanan dan atau aliran dari penyediaan air.
Untuk perhitungan yang ekonomis digunakan 3 cara, dengan tabel 7.5.1.a & b, tabel 7.5.2.a & b
dan tabel 7.5.3.a & b.
7.5.1. Untuk sistem dengan kepadatan aliran yang direncanakan tidak melebihi 15
mm/men.
Penyediaan air sesuai dengan persyaratan tekanan/aliran pada tabel 5.2.3.(1) dan menggunakan
kepala springkler berukuran nominal 15 mm.
45 dari 83
SNI 03-3989- 2000
* Pemakaian pipa berukuran 100 mm masih dimungkinkan di antara “titik kelompok springkler 48” dan katup
kendali apabila hasil perhitungan hidrolik mengijinkan.
7.5.2. Untuk sistem dengan kepadatan aliran yang direncanakan tidak melebihi
15 mm/men.
Penyediaan air sesuai dengan persyaratan tekanan/aliran pada tabel 5.2.3.(2) dan menggunakan
kepala springkler berukuran nominal 15 mm.
46 dari 83
SNI 03-3989- 2000
47 dari 83
SNI 03-3989- 2000
Cabang Ganda
Susunan cabang dengan 2
kepala springkler.
a. Tiga pipa cabang terakhir pada 32 1
ujung pipa pembagi 40 2
b Pipa cabang lain 32 2
3 dan 4 kepala springkler pada 32 2
susunan cabang. 40 1
Semua pipa cabang 50 2
50 4
Catatan :
Pada susunan cabang tunggal, maksimum 6 kepala springkler boleh dipasang pada satu pipa cabang.
Pada susunan cabang ganda, maksimum 4 kepala springkler boleh dipasang pada satu pipa cabang.
Pipa cabang tidak disambung pada pipa pembagi dengan ukuran lebih besar dari 150 mm.
48 dari 83
SNI 03-3989- 2000
7.5.4. Perhitungan hidrolik pada pipa pembagi (Sistem bahaya kebakaran berat).
Pipa pembagi pada pipa tegak di antara katup kendali dan titik akhir pada jaringan pipa (dengan
perkataan lain pada “titik kepala springkler 48”), atau titik pemasukan deretan kepala springkler
dengan jumlah kepala springkler kurang dari 48 (lihat butir 5.2.3) harus dihitung dengan cara
hidrolik berdasarkan kondisi aliran yang tercantum pada tabel 5.2.3.(1). dan 5.2.3.(2).
Kehilangan tekanan dalam pipa yang telah dihitung untuk tekanan seperti tertera dalam tabel
5.2.3.(1) dan 5.2.3.(2) ditambah tekanan statis yang disebabkan oleh letak kepala springkler
tertinggi di atas ketup kendali tidak boleh melebihi sisa tekanan yang tersedia pada sistem
penyediaan air. Bila kepala springkler tertinggi tidak melampaui “titik kelompok kepala springkler
48”, maka bagian tersebut yang memerlukan “tekanan statik” lebih tinggi, harus mempunyai akhir
pipa pembagi tersendiri.
Kehilangan tekanan pada pipa pembagi ke setiap bagian dari sistem pada bahaya kebakaran
berat harus disesuaikan dengan ketentuan tersebut, baik dengan cara penentuan ukuran pipa
pembagi ataupun dengan pemasangan pelat berlubang pada pipa utama (lihat appendix 1) atau
dengan cara gabungan kedua cara tersebut. Kehilangan tekanan yang tercantum pada tabel 7.5.4.
harus digunakan dalam perhitungan tersebut di atas.
Tabel 7.5.4.
Aliran air Kehilangan tekanan 10-3 bar / m panjang pipa
( liter / menit ) 100 mm 150 mm 200 mm 250 mm
1.000 4,4 0,65 0,16 0,054
1.500 9,3 1,4 0,35 0,12
2.000 16 2,4 0,59 1,20
2.300 21 3,0 0,76 0,25
3.050 34 5,1 1,3 0,43
3.800 52 7,7 1,9 0,64
4.550 72 11 2,7 0,90
4.850 81 12 3,0 1,0
6.400 140 20 5,1 1,7
7.200 170 25 6,3 2,1
8.000 210 31 7,7 2,6
8.800 250 36 9,1 3,0
9.650 290 43 11 3,6
Catatan :
Apabila digunakan pipa kwalitas berat, perhitungan kehilangan tekanan yang tercantum pada tabel di atas
diganti dengan tabel A.2.3.1. dengan menggunakan aliran air yang sesuai. Kehilangan tekanan pada setiap
belokan, siku, te, dapat disamakan senilai dengan kehilangan tekanan dalam pipa lurus sepanjang 3 m.
7.5.5. Perhitungan hidrolik untuk sistem bahaya kebakaran berat.
Untuk mendapatkan pemipaan yang ekonomi pada jaringan pipa yang komplek dilakukan
perhitungan hidrolik pada setiap bagian.
Dalam hal ini dibuat diagram perpipaan yang memperlihatkan panjang dan ukuran pipa,
perubahan arah aliran, debit air pada setiap pipa dan setiap kepala springkler, tekanan pada setiap
pertemuan aliran dan juga memperlihatkan setiap pengaruh dari perubahan ketinggian yang harus
disetujui oleh instansi yang berwenang.
49 dari 83
SNI 03-3989- 2000
Data tersebut harus menunjukkan tekanan dan debit yang disyaratkan dari penyediaan air apabila
sistem springkler dalam keadaan bekerja meliputi daerah lingkup yang direncana kan., yaitu :
a). Debit air minimum; dalam hal ini kepala springkler yang bekerja pada keadaan yang tidak
menguntungkan terhadap penyediaan air.
b). Debit maksimum; dalam hal ini kepala springkler yang bekerja berada pada tempat yang
terdekat dengan penyediaan air.
(lihat appendix 2 untuk cara yang harus diikuti dalam perhitungan).
7.5.6. Pemipaan untuk perlindungan tambahan di dalam rak penyimpanan yang
termasuk sistem bahaya kebakaran berat.
Apabila kepala springkler tambahan dipasang pada tingkat antara di dalam rak, pemipaan cukup
memenuhi persyaratan sistem bahaya kebakaran sedang (tabel 4.5.1.a & b) kecuali apabla
pemipaan disambungkan dengan pipa tegak pada pipa pembagi di langit-langit atau di atap.
Ukuran pipa tegak tersebut harus dihitung secara hidrolik atau digunakan pelat berlubang untuk
membatasi pemakaian air, sehingga kelebihan pemakaian air tidak lebih besar dari 15% dari
permukaan air menurut persyaratan teoritis yang dihitung dengan perhitungan :
“ Daerah lingkup operasi x kepadatan aliran yang direncanakan x jumlah tingkat antara. “
Pipa pembagi untuk kepala springkler tersebut harus disambungkan pada pipa pembagi untuk
kepala springkler atau pada tempat di antara “titik kelompok kepala springkler 48” dan katup
kendali, kecuali jika dilakukan perhitungan hidrolik dan disetujui oleh instansi yang berwenang.
Dalam menentukan ukuran pipa pembagi untuk kepala springkler atap tersebut diatas, debit air
yang dibutuhkan adalah jumlah debit air untuk kepala springkler tingkat antara dan untuk kepala
springkler atap.
Apabila rak-rak berdiri bebas dan kepala springkler tingkat antara disambung dengan pipa tegak
pada pipa pembagi untuk kepala springkler atap, pipa tegak lurus harus disambung dengan pipa
logam fleksibel atau disambungkan universal pada tempat sambungan di pipa pembagi.
7.6. Kepala springkler dalam ruangan tersembunyi.
7.6.1. Sistem bahaya kebakaran ringan.
Kepala springkler untuk ruangan tersembunyi harus dilayani oleh jaringan pipa terpisah dari pipa
yang melayani kepala springkler untuk ruangan dibawahnya.
7.6.2. Sistem bahaya kebakaran sedang.
Kepala springkler untuk ruang tersembunyi boleh dilayani terpisah dari jaringan pipa yang
melayani kepala springkler untuk ruangan di bawahnya, dengan ketentuan bahwa dalam
menentukan ukuran pipa cabang dan pipa pembagi sampai dengan “titik kelompok kepala
springkler 18” harus didasarkan pada jumlah kepala springkler di ruangan tersembunyi dan ruang
bawahnya.
7.6.3. Sistem bahaya kebakaran berat.
Untuk menentukan ukuran pipa yang melayani kepala springkler ke ruang tersembunyi dapat
dipakai tabel 4.5.a & b (sistem bahaya kebakaran sedang). Kepala springkler tersebut harus
dilayani oleh jaringan pipa terpisah dari pipa yang melayani kepala springkler di ruang bawahnya.
Sambungan pipa untuk ruangan tersembunyi tersebut dapat dilakukan pada pipa pembagi utama
antara katup kendali dan “titik kelompok kepala springkler 48” yang terjauh.
50 dari 83
SNI 03-3989- 2000
51 dari 83
SNI 03-3989- 2000
52 dari 83
SNI 03-3989- 2000
2). Celah antara pipa dengan selubung pipa harus diisi dengan bahan elastik yang tidak
mudah terbakar seperti serat kaca atau bahan lain yang setaraf.
3). Selubung pipa pada lantai harus menonjol paling sedikit 80 mm di atas permukaan
laintai.
d). Penahan ayun untuk menghadapi pengaruh gempa bumi.
1). Pipa pemasukan dan pipa pembagi utama yang berukuran lebih besar atau sama
dengan 65 mm harus digantung dengan menggunakan penahan ayun dua arah, untuk
melawan gaya tarik dan tekan yang ekuivalen dengan 50% dari berat air dalam pipa.
2). Bagian teratas dari pipa tegk harus diamankan terhadap goncangan dengan
menggunakan penahan ayun empat arah.
3). Apabila di tempat-tempat tertentu pada pipa cabang digunakan gantungan jenis U,
maka harus digunakan gantungan jenis U ujung melingkar (Gambar 7.9.2.a)
4). Penggunaan gantungan jenis U untuk menunjang suatu sistem springkler telah
memenuhi sebagian besar persyaratan penahan ayun, kecuali pada umumnya
gantungan memanjang seperti gambar 7.9.2.b dan 7.9.2.c. harus juga digunakan untuk
pemipaan berukuran lebih besar atau sama dengan 65 mm.
Dalam merencanakan penahan ayun, perbandingan kelangsingan I/r tidak boleh
melebihi 200 dengan pengertian “I” adalah jarak ( dalam cm ) antara garis sumbu
penahan dan “r” adalah jari-jari inersia ( dalam cm ) yang terkecil.
Contoh : Suatu batang pipih ukuran 5 cm x 1,0 cm hendaklah jangan lebih dari 54 cm
di antara penguat.
Panjang maksimum penahan ayun dengan berbagai penampang diperlihatkan dalam
tabel 7.9.2.
53 dari 83
SNI 03-3989- 2000
54 dari 83
SNI 03-3989- 2000
55 dari 83
SNI 03-3989- 2000
56 dari 83
SNI 03-3989- 2000
kebakaran sedang dan hunian bahaya kebakaran berat atau berukuran sekurang-kurangnya
40 mm untuk hunian bahaya kebakaran ringan.
b). Seluruh bagian pemipaan yang merupakan perangkap harus dapat dikeringkan melalui pipa
permanen yang dilengkapi dengan katup yang dipasang pada ketinggian kurang dari 3 m di
atas lantai untuk memudahkan pengeringan.
c). Pemipaan dan katup dipasang untuk pengeringan harus memenuhi tabel 7.10.1.
Tabel 7.10.1.
Ukuran pipa yang dikeringkan Ukuran pipa dan katup pengering
(mm) (mm)
sampai 50 20
65 s.d. 90 32
100 ke atas 50
Catatan : Bagian yang terperangkap pada pipa cabang dapat dikeringkan melalui pipa dan katup
pengering berukuran 25 mm.
7.11. Penyambungan pipa dan alat penyambung.
7.11.1. Pipa ulir dan alat penyambung.
a). Perhatian khusus harus diberikan pada pemasangan pipa berulir supaya tidak masuk terlalu
dalam menembus alat penyambung, sehingga mengurangi pengaliran.
b). Setelah pemotongan, pipa harus dibersihkan terhadap semua serpih dan gram.
c). Kompon atau pita penyambung harus digunakan pada ulir jantan pipa dan tidak pada ulir
betina alat penyambung.
7.11.2. Pipa las.
a). Pipa cabang, pipa pembagi, pipa pemasukan utama atau pipa tegak bagian demi bagian
boleh dilas di bengkel sebelum pemasangan.
b). Bagian-bagian dari pemipaan yang dilas harus disambung dengan sambungan flens
(menggunakan mur baut) atau penyambungan gasket fleksibel atau cara penyambungan lain
yang dibenarkan.
c). Pemotongan pipa dengan busur las tidak diijinkan dalam perbaikan dan perubahan sistem
springkler.
d). Penyambungan pipa berukuran kurang dari 50 mm tidak diperbolehkan dengan las.
e). Tukang las dan tukang solder tembaga harus mempunyai sertifikat dari instansi yang
berwenang.
f). Apabila direncanakan suatu pengelasan, kontraktor harus memperinci dalam gambar
bagian-bagian yang akan dilas di bengkel, dan juga jenis alat-alat penyambung las yang
digunakan.
g). Apabila alat penyambung las digunakan untuk membentuk lubang keluar, maka :
1). lubang pada pemipaan luar harus sesuai dengan ukuran alat penyambung.
2). keping hasil perlubangan pipa harus dikeluarkan.
3). kerak dan sisa pengelasan harus dibuang.
57 dari 83
SNI 03-3989- 2000
b). Alat penyambung yang digunakan dalam sistem springkler harus direncanakan untuk
menahan tekanan kerja, tetapi tidak boleh lebih kecil dari 12 kg/cm2.
c). Apabila pipa tegak berukuran lebih besar atau sama dengan 80 mm, harus digunakan
sambungan flens pada pipa tegak di setiap lantai.
7.13. Katup.
7.13.1. Jenis katup yang digunakan.
a). Semua katup yang disambungkan pada penyediaan air dan pada pipa penyediaan sistem
springkler harus dari jenis katup penunjuk yng menunjukkan keadaan katup terbuka atau
tertutup yang dibenarkan.
Kalau tidak digunakan katup penunjuk, dapat digunakan katup sorong bawah tanah yang
ditempatkan dalam bak katup jalan yang dilengkapi dengan kunci T yang harus disetujui oleh
instansi yang berwenang. Katup tersebut tidak boleh tertutup dalam waktu kurang dari 5
detik apabila ditutup dengan cepat keadaan terbuka penuh, untuk mencegah terjadinya
kerusakan pipa yang disebabkan pukulan air.
Katup seperti tersebut di bawah ini tidak termasuk jenis katup penunjuk, akan tetapi
pengaturannya dapat memenuhi persyaratan sebagai katup penunjuk.
1). Katup sorong bawah tanah yang dilengkapi dengan tonggak penunjuk yang
menunjukkan posisi terbuka dan menutupnya katup.
58 dari 83
SNI 03-3989- 2000
2). Katup pengatur yang dibenarkan dan diatur terbuka pada keadaan normal dan
memerlukan suatu tenaga untuk menutup dan mempertahankan keadaan tetap
tertutup.
3). Katup pengatur yang dibenarkan dan mempunyai penunjuk yang diandalkan yang
dapat menunjukkan terbuka dan tertutupnya katup dan dihubungkan dengan gardu
pengawas yang jauh.
b). Katup pengering dan penguji harus dari jenis yang dibenarkan.
c). Katup penahan balik harus dari jenis yang dibenarkan dan dapat dipasang pada posisi tegak
dan datar.
7.13.2. Katup pengatur.
a). Setiap sistem harus dilengkapi dengan sebuah katup penunjuk yang dibenarkan dan
ditempatkan sedemikian rupa, sehingga dapat mengatur semua sumber penyediaan air,
kecuali sambungan ke sambungan pemadam kebakaran sesuai dengan apa yang diatur
dalam ayat 7.1.1.d.
b). Pad setiap sumber penyediaan harus dipasang sekurang-kurangnya satu buah katup
penunjuk yang dibenarkan, kecuali sambungan pemadam kebakaran.
c). Kecuali katup sorong bawah jalan, katup pengatur sistem springkler harus diamankan dalam
keadaan terbuka dengan cara sebagai berikut :
1). Pemasangan tanda bahaya lokal yang akan mengeluarkan suara pada suatu tempat
yang selalu dijaga.
2). Penguncian katup pada keadaan terbuka.
3). Penyegelan katup, tiap minggu dicatat apakah segel dalam keadaan baik.
Penyegelan hanya bisa dilakukan apabila katup diletakkan di ruangan tertutup di
bawah penguasaan pemilik gedung.
d). Apabila terdapat lebih dari satu sumber penyediaan air, katup penahan balik harus dipasang
di tiap sambungan. Apabila dipakai pompa kebakaran otomatis yang dilengkapi dengan
tangki udara atau peredam, katup penahan balik tidak diperlukan.
e). Katup penahan balik harus dipasang pada masing-masing sambungan penyediaan air, jika
terdapat sambungan pemadam kebakaran pada sistem.
f). Bila suatu sistem springkler pipa tunggal dilengkapi dengan sambungan pemadam
kebakaran, maka katup kendali dianggap sebagai suatu katup penahan balik dan tidak
diperlukan suatu katup penahan balik lagi.
g). Pada sambungan jaringan kota yang bekerja sebagai satu-satunya sumber penyediaan air,
katup jaringan kota pada sambungan tersebut diatas dapat bekerja sebagai suatu katup
yang disyaratkan. Suatu katup penunjuk yang dibenarkan atau suatu katup dengan tonggak
penunjuk harus dipasang pada sistem di sebelah katup penahan balik.
7.13.3. Penandaan katup.
Apabila terdapat lebih dari satu katup pengatur, harus disediakan tanda yang menunjukkan bagian
sistem yang diatur oleh tiap katup.
59 dari 83
SNI 03-3989- 2000
7.14. Gantungan.
7.14.1. Umum.
a). Pemipaan springkler harus dapat ditahan dengan baik oleh kerangka gedung yang dapat
menahan beban tambahan dari pemipaan yang berisi air, ditambah dengan beban minimum
sebesar 113 kg yang berlaku pada titik gantungan.
b). Jenis gantungan dan cara pemasangannya harus disesuaikan dengan persyaratan pasal ini.
Penyimpangan terhadap pasal ini haerus memenuhi syarat berikut dan disyahkan oleh
asosiasi profesi.
1). Jenis gantungan direncanakan untuk dapat menahan lima kali berat pipa berisi air,
ditambah 113 kg pada masing-masing titik penahan pemipaan.
2). Semua titik-titik penahan cukup kuat untuk menahan sistem springkler.
3). Bahan dari besi digunakan pada komponen gantungan.
Perhitungan detail yang menggambarkan tegangan yang terjadi pada penggantung dan
pemipaan, termasuk faktor keamanan, harus diserahkan, apabila disyaratkan oleh instansi
yang berwenang untuk penilaian.
c). Pemipaan springkler harus digantung terpisah dari gantungan langit-langit, kecuali
ditentukan lain oleh butir 7.14.1.h.
d). Apabila pemipaan springkler dipasang di bawah saluran tertutup, pemipaan harus digantung
dengan kokoh pada kerangka gedung atau pada baja siku yang menahan saluran tertutup
tersebut di atas dengan ketentuan sesuai tabel 7.14.1.
e). Komponen gantungan yang dirakit, dimana dipasang secara langsung pada pipa atau
rangka gedung harus didaftar, kecuali untuk gantungan baja lunak yang terbuat dari besi
batangan.
f). Ukuran minimum besi siku atau pipa pada gantungan trapis yang membentang antara
gordeng atau anak balok tercantum dalam tabel 7.14.1.f, penggunaan besi siku harus
dengan sisi yang lebar pada kedudukan tegak. Ukuran atau bentuk lain yang mempunyai
momen inersia sama atau lebih besar dari besi siku atau pipa boleh digunakan.
g). Ukuran batang gantungan dan mur pengikat untuk menahan besi siku atau pipa yang
ditunjukkan dalam tabel 7.14.1. harus memenuhi butir 7.14.3.
h). Batang kait dan gantungan cincin harus diperkuat dengan mur pengunci untuk mencegah
gerakan lateral pada titik penahan.
60 dari 83
SNI 03-3989- 2000
Tabel 7.14.1.f.
Ukuran
65 80 90 100 125 150 200 250
pipa (mm)
Jarak
gantungan
Ukuran gantungan trapis : besi siku ( pipa) ( mm )
trapis
(cm)
40x40x5 40x40x5 40x40x5 40x40x5 40x40x5 50x65x5 55x75x5 55x75x7
45
(25) (25) (25) (25) (32) (32) (40) (50)
40x40x5 40x50x5 40x50x5 40x50x6 40x60x6 40x60x6 55x75x5 55x75x7
60
(25) (25) (25) (32) (32) (40) (50) (50)
40x50x5 40x50x5 40x50x5 40x60x6 55x75x5 55x75x5 65x100x7 65x100x7
75
(25) (25) (32) (32) (40) (50) (50) (50)
40x50x5 40x50x5 40x60x6 40x60x6 55x75x5 55x75x5 65x100x7 65x100x7
90
(25) (32) (32) (32) (40) (50) (65) (65)
40x50x6 40x60x6 40x60x6 55x75x5 55x75x5 55x75x5 65x100x7 75x100x7
120
(32) (32) (40) (40) (50) (50) (65) (90)
40x60x6 40x60x5 55x75x5 55x75x5 55x75x5 65x100x7 75x100x7 75x130x8
150
(32) (40) (40) (50) (50) (65) (65) (100)
40x60x6 55x75x5 55x75x7 55x75x7 65x100x7 75x100x7 75x130x8 75x150x9
180
(40) (50) (50) (50) (65) (65) (80) (100)
55x75x5 55x75x5 55x75x7 55x75x7 65x100x7 75x100x9 75x130x8 75x150x9
210
(50) (50) (50) (65) (65) (80) (80) (100)
55x75x5 55x75x7 65x100x7 65x100x7 75x100x7 75x100x9 75x130x8 75x150x9
240
(50) (65) (65) (65) (80) (80) (90) (100)
55x75x5 55x75x7 65x100x9 65x100x9 65x100x9 75x100x9 75x130x8 75x150x9
270
(50) (65) (65) (80) (90) (90) (100) (125)
55x75x7 55x75x7 65x100x9 65x100x9 75x100x9 75x130x8 75x150x9 75x150x9
300
(65) (65) (65) (80) (90) (90) (100) (125)
61 dari 83
SNI 03-3989- 2000
c). Sekerup.
Kecuali seperti apa yang ditentukan dalam butir 7.14.3.e. ukuran sekerup flens langit-langit
dan gantungan “U” tidak boleh kurang dari apa yang tercantum dalam tabel 7.14.3.c.
Tabel 7.14.3.c.
Ukuran pipa (mm) Ukuran sekerup mm (inci)
Flens dengan 2 sekerup
Sampai dengan 50 Sekerup kayu 18 x 40 ( ¾ x 1½ )
Flens dengan 3 sekerup
sampai dengan 50 sekerup kayu 18 x 40 ( ¾ x 1½ )
65, 80, 90 sekerup putar 10 x 50 ( 3 8 x 2 )
100, 125, 150 sekerup putar 13 x 50 ( ½ x 2 )
200 sekerup putar 15 x 80 ( 5 8 x 3 )
Flens dengan 4 sekerup
sampai dengan 50 sekerup kayu No.18 – 40 ( ¾ x 1½ )
65, 80, 90 sekerup putar 10 – 40 ( 3 8 x 1½ )
100, 125, 150 sekerup putar 13 x 50 ( ½ x 2 )
200 sekerup putar 15 x 80 ( 5 8 x 3)
Gantungan “U”
sampai dengan 50 sekerup kayu 16 x 50 ( 5 8 x 2 )
65, 80, 90 sekerup putar 10 x 65 ( 3 8 x 2½ )
100, 125, 150 sekerup putar 13 x 80 ( ½ x 3 )
200 sekerup putar 15 x 80 ( 5 8 x 3 )
d). Kecuali ditentukan lain seperti dalam butir 6.15.3.g. ukuran baut atau sekerup yang dipasang
untuk batang kait atau flens pada sisi dari suatu balok, tidak boleh kurang dari yang
ditentukan dalam tabel 7.14.3.d.
Tabel 7.14.3.d.
Ukuran pipa Ukuran baut/sekerup Panjang sekerup yang digunakan untuk
( mm ) mm (inci) balok kayu mm (inci).
sampai dengan 50 10 ( 3 8 ) 65 ( 2½ )
65 s.d 150 13 ( ½ ) 80 ( 3 )
200 15 ( 5 8 ) 80 ( 3 )
62 dari 83
SNI 03-3989- 2000
e). Sekerup hanya digunakan dalam posisi datar seperti pada sisi balok. Sekerup kayu tidak
boleh dipukul. Paku tidak boleh digunakan untuk pengikat gantungan.
f). Sekerup pada sisi balok kayu atau balok kuda-kuda untuk penahan pipa cabang tidak boleh
kurang dari 65 mm dari tepi sebelah bawah balok atau tidak kurang dari 80 mm bila
digunakan untuk penahan pipa utama.
g). Apabila sekerup yang panjangnya 50 mm tidak mungkin dipakai untuk papan dan flens,
maka sekerup yang panjangnya 45 mm dapat dipakai dengan jarak penggantung tidak lebih
dari 3 m. Apabila sekerup yang panjangnya 80 mm tidak mungkin dipakai untuk balok atau
balok kuda-kuda maka sekerup yang panjangnya 50 dapat dipakai dengan jarak
penggantung tidak lebih dari 3 m.
h). Tebal minimum papan dan lebar minimum bagian bawah balok atau balok kuda-kuda di
mana digunakan sekerup batang, harus sesuai dengan tabel 6.15..3.h.
Sekerup batang tidak dapat digunakan untuk menahan pipa yang berukuran lebih besar dari
150 mm. Semua lubang untuk sekerup batang harus dibor 3 mm lebih kecil dari ukuran luar
ulir sekerup batang.
Tabel 7.14.3.h.
Ukuran pipa Tebal papan nominal Lebar nominal
(mm) (mm) permukaan balok (mm)
sampai dengan 50 80 50
65 s.d 90 100 50
100 dan 125 100 80
150 100 100
63 dari 83
SNI 03-3989- 2000
64 dari 83
SNI 03-3989- 2000
f). Gantungan tidak diperlukan pada lengan pipa cabang yang berukuran 25 mm dan panjang
0,3 m untuk pipa tembaga dan 0,6 m untuk pipa baja diukur dari pipa cabang atau pipa
pembagi.
7.14.6. Penempatan gantungan pada pipa pembagi.
a). Pada pipa pembagi harus terdapat sekurang-kurangnya satu gantungan diantara dua pipa
cabang. Gantungan tengah boleh dihilangkan seperti apa yang diuraikan pada butir 7.14.6.b.
s.d. 7.14.6.d.
b). Pipa pembagi pada trafe yang mempunyai dua pipa cabang, gantungan tengahnya boleh
dihilangkan dengan ketentuan bahwa gantungan yang diletakkan pada gordeng harus
dipasang pada tiap pipa cabang dan diletakkan sedekat mungkin pada pipa pembagi bila
letak gordeng memungkinkannya (lihat gambar 7.14.6.b). Gantungan pipa cabang lainnya
harus dipasang sesuai dengan butir 7.14.6.
65 dari 83
SNI 03-3989- 2000
66 dari 83
SNI 03-3989- 2000
d). Kepala springkler terbuka boleh digunakan untuk melindungi bahaya kebakaran khusus
seperti tempat-tempat terbuka atau untuk tempat khusus lainnya.
e). Kepala springkler dengan ukuran lubang yang lebih kecil boleh digunakan untuk daerah atau
keadaan yang tidak membutuhkan air sebanyak yang dipancarkan oleh sebuah kepala
springkler dengan ukuran lubang nominal 10 mm.
f). Kepala springkler dengan ukuran lubang nominal lebih besar dari 10 mm boleh digunakan
untuk daerah atau keadaan yang membutuhkan air lebih banyak dari jumlah yang
dipancarkan oleh sebuah kepala springkler dengan ukuran lubang nominal 10 mm. Kepala
springkler dengan ukuran lubang nominal lebih besar dari 10 mm yang mempunyai ulir pipa
besi 10 mm tidak boleh dipasang pada sistem springkler terbaru.
7.15.3. Kepala springkler tahan korosi.
Pada tempat-tempat pengolahan kertas, pabrik alkali, pabrik pupuk organik, prengepakan,
penyamakan kulit, pengecoran, penempaan, rumah asap, pabrik cuka, kandang hewan, ruang
baterai, ruang penyepuhan secara listrik, runag penggalbani, semua jenis ruang penguapan,
termsuk ruang pengeringan beruap lembab, ruang penyimpanan garam, dipo lokomotif, drive way
(terowongan masuk tempat parkir), bagian yang terbuka terhadap cuaca luar seperti yang terbuka
terhadap udara laut, sekitar alat pengelantang di dalam kilang tepung, semua bagian gedung
pendingin yang menggunakan sistem pemuaian amoniak langsung di setiap bagian dari pabrik di
mana terdapat uap korosif, harus dipasang kepala springkler tahan korosi atau kepala springkler
yang diberi lapisan pelindung sesuai dengan persyaratan pabrik.
7.15.4. Kapasitas pancaran.
a). Perhitungan kapasitas pancaran air di kepala springkler.
Untuk menghitung kapasitas pancaran air di kepala springkler, berlaku rumus :
Q = k. P.
dimana :
Q = kapasitas pancaran tiap kepala springkler, dalam liter/menit.
k = konstanta yang ditentukan oleh ukuran nominal lubang kepala springkler.
P = tekanan air di kepala springkler dalam kg/cm2.
b). Ukuran lubang kepala springkler.
Ukuran nominal lubang kepala springkler yang dibenarkan untuk masing-masing sistem
bahaya kebakaran adalah sebagai berikut :
Ukuran nominal lubang
No. Klasifikasi bahaya kebakaran kepala springkler
( mm ).
1 Sistem bahaua kebakaran ringan. 10
2 Sistem bahaya kebakaran sedang. 15
3 Sistem bahaya kebakaran berat 20
c). Konstanta “k”.
Konstanta “k” untuk ketiga ukuran lubang kepala springkler tersebut di atas adalah sebagai berikut
67 dari 83
SNI 03-3989- 2000
Tingkat suhu untuk jenis glass bulb (0C ) Warna cairan dalam gelas
57 Jingga
68 Merah
79 Kuning
93 Hijau
141 Biru
182 Ungu
203 / 260 Hitam
Pemilihan tingkat suhu kepala springkler tidak boleh kurang dari 300C di atas suhu ruangan.
b). Kepala springkler dalam ruangan tersembunyi atau pada ruang peragaan tanpa dilengkapi
ventilasi harus dari tingkat suhu antara 790C ~ 1000C.
c). Kepala springkler yang digunakan untuk melindungi peralatan masak jenis komersial, tutup
mesin pembuat kertas atau yang dipasang dalam dapur pengering harus dari tingkat suhu
tinggi,
d). Apabila ada langit-langit atau atap yang dipasang di atas oven, maka pada langit-langit atau
atap tersebut sampai radius 3 m harus dipasang kepala springkler dengan tingkat suhu yang
sama dengan 1410C.
7.15.6. Jumlah maksimum kepala springkler.
Jumlah maksimum kepala springkler yang dapat dipasang pada satu katup kendali adalah :
Klasifikasi bahaya kebakaran Jumlah kepala springkler (buah).
Sistem bahaya kebakaran ringan. 500
Sistem bahaya kebakaran sedang. 1.000
Sistem bahaya kebakaran berat 1.000
Catatan : Jumlah kepala springkler di tempat tertutup dapat diabaikan.
7.15.7. Penggantian sifat hunian.
Dalam hal ini ada penggantian sifat hunian yang mengakibatkan perubahan suhu, kepala
springkler harus diganti sesuai dengan penggantian dan perubahan tersebut.
68 dari 83
SNI 03-3989- 2000
69 dari 83
SNI 03-3989- 2000
b). Perlengkapan tanda bahaya untuk sistem pancaran serentak harus terdiri dari perlengkapan
tanda bahaya yang dibenarkan yang bekerja karena sistem deteksi dan tergantung oleh
aliran air dalam sistem tersebut.
7.16.4. Perlengkapan umum.
a). Unit tanda bahaya harus meliputi tanda bahaya mekanik atau tanda bahaya listrik yang
tahan cuaca dan dibenarkan, antara lain gong, bel, klakson, sirenen.
b). Tanda bahaya mekanik atau tanda bahaya listrik yang dipasang di luar gedung harus dari
jenis tahan cuaca dan mempunyai pelindung.
c). Pada setiap katup kendali tanda bahaya (alarm control) yang digunakan pada kondisi
tekanan air tidak tetap, harus dipasang suatu tabung pengimbang tekanan air. Pada pipa
tabung pengimbang tekanan harus dipasang sebuah katup yang digunakan pada waktu
perbaikan tabung tanpa menutup aliran ke kepala springkler. Katup tersebut harus dipasang
sedemikian rupa sehingga dapat dikunci atau disegel dalam kedudukan terbuka.
d). Pada pancaran air serentak, harus dipasang sambungan pengujian untuk tanda bahaya
listrik dan atau gong motor air. Sambungan tersebut pada bagian yang berair harus
dilengkapi dengan katup pengatur dan pipa pengering untuk pemipaan tanda bahaya.
e) Katup dari katup kendali harus dipasang di depan kontaktor atau gong motor air yang
bekerja karena tekanan air.
f) Katup dari katup kendali harus dari jenis yang dapat jelas menunjukkan terbuka atau tertutup
dan harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dikunci atau disegel dalam kedudukan
terbuka.
7.16.5. Perlengkapan yang bekerja secara mekanik.
a) Semua sistem springkler yang menggunakan gong motor air, harus dilengkapi saringan air
yang berukuran 19 mm dan dibenarkan. Saringan tersebut harus dipasang pada pipa keluar
alat deteksi aliran air.
Apabila digunakan tabung pengimbang, saringan tersebut dapat dipasang pada bagian pipa
keluar tabung pengimbang. Pada tabung pengimbang yang telah memiliki saringan terpadu
tidak diperlukan saringan tambahan.
b) Gong motor air harus dilindungi terhadap cuaca, disetel setepat-tepatnya dan dipasang
sedemikian rupa, sehingga tidak mudah berubah setelannya.
c) Semua pemipaan yang melayani perlatan tersebut harus dari pipa galbani, pipa perunggu
atau pipa tahan karat lainnya yang dibenarkan dan berukuran tidak kurang dari 19 mm.
7.16.6. Perlengkapan yang bekerja secara listrik.
a) Semua perlengkapan tanda bahaya yang bekerja secara listrik harus sesuai dengan
pedoman sistem tanda bahaya kebakaran otomatis yang berlaku.
b) Sakelar deteksi aliran air dapat digunakan dari jenis rangkaian terbuka.
c) Peralatan deteksi aliran air termasuk rangkaian tanda bahaya, harus diuji denganaliran air
yang sebenarnya dengan membuka sambungan penguji.
d) Semua peralatan listrik harus mengikuti Peraturan Umum Instalasi Listrik yang berlaku di
Indonesia.
70 dari 83
SNI 03-3989- 2000
71 dari 83
SNI 03-3989- 2000
Apendiks – 1.
Plat berlubang.
Tabel A.1.1. dan A.1.2. tersebut di bawah ini digunakan untuk membantu perhitungan ukuran
lubang pelat agar diperoleh keseimbangan hidrolik yang tersebut dalam butir 7.3.2.
Tabel ini menunjukkan ukuran lubang plat yang betul untuk pipa berukuran dari 50 mm sampai
dengan 200 mm, dengan nilai kehillangan tekanan (P0) dalam kg/cm2dan perkiraan debit (Q0)
dalam liter/menit.
TabelA.1.1. digunakan untuk pipa kecil didasarkan pada debit 500 liter/menit dan tabel A.1.2.
digunakan untuk pipa besar dengan debit 5000 liter/menit. Untuk memilih plat berlubang yang
mengakibatkan kehilangan tekanan sebesar Px kg/cm2 dengan debit Qx liter/menit, harus dihitung
nilai P0 menurut rumus berikut dan digunakan tabel yang sesuai guna memperoleh ukuran lubang
yang betul. Bila diperlukan dapat digunakan interpolasi.
Untuk pipa & 50 mm dan & 65 mm :
500
P0 = PX. .................................... [ A.1.(1) ].
QX
5.000
P0 = PX. ..................................[ A.1.(2).].
QX
dimana :
P0 = kehilangan tekanan ( kg/cm2 ).
Q0 = debit air (liter/menit).
Tabel A.1.1.: Plat berlubang untuk pipa berukuran 50 mm dan 65 mm.
Kehilangan tekanan Ukuran plat berlubang Faktor “K”
P0 (kg/cm2) 50 mm 65 mm
2,50 25,9 316
2,25 26,5 333
2,00 27,1 354
1,75 27,9 378
1,50 28,8 408
1,25 29,6 447
1,00 30,9 500
0,90 31,5 527
0,80 32,2 34,5 559
0,70 32,8 35,3 598
0,60 33,7 36,3 645
0,50 34,7 37,6 707
0,40 35,9 39,3 791
0,30 37,5 41,2 913
0,20 39,7 44,2 1118
0,10 42,7 49,1 1581
0,05 53,6 2236
72 dari 83
SNI 03-3989- 2000
Tabel A.1.(2).: Plat berlubang untuk pipa berukuran : 80 mm, 100 mm, 150 mm dan 200 mm
73 dari 83
SNI 03-3989- 2000
Apendiks - 2.
Perhitungan hidrolik lengkap untuk sistem bahaya kebakaran berat.
74 dari 83
SNI 03-3989- 2000
panjangnya pipa cabang ( atau dalam susunan cabang ganda oleh panjang sepasang pipa
cabang) dan tidak ditentukan oleh bentangan atap.
Apabila pipa pembagi melayani jumlah kepala springkler lebih kecil dari yang direncanakan,
maka selisihnya dapat diabaikan.
Apabila pipa pembagi utama dan setiap pipa pembagi yang berdekatan yang mungkin
tersambung pada pipa pembagi utama ikut bekerja sampai jumlah kepala springkler yang
direncanakan, maka pipa pembagi tersebut harus disesuaikan ukurannya dengan
perhitungan hidrolik untuk jumlah kepala springkler yang direncanakan tersebut.
Apabila terdapat lebih dari satu pipa pembagi dalam instalasi dengan ketentuan bukan pipa
pembagi terpencil dan tiap pipa cabang melayani hanya satu atau dua kepala springkler (
atau dalam susunan cabang ganda terdapat satu kepala springkler pada masing-masing
cabang) dan pipa cabang tidak melebihi 45 m dari titik pengadaan air, cukup dinyatakan
bahwa pipa cabang tersebut dapat menyalurkan air.
Walaupun demikian pipa pembagi utama yang dihubungkan pada pipa pembagi yang
mempunyai pipa cabang harus pula mengalirkan air yang cukup, sehingga pipa pembagi
utama dan pipa pembagi yang terdekat di mana sisa kepala springkler terpasang dalam
daerah rencana harus bekerja dengan memuaskan.
b). Keadaan hidrolik yang terbaik.
Daerah kerja yang direncanakan sedapat mungkin berbentuk bujur sangkar dengan
ketentuan bahwa kepala springkler yang bekerja mendapat aliran dan hanya satu pipa
pembagi dalam keadaan hidrolik yang terbaik sedemikian rupa, sehingga menghasilkan
beban maksimum pada penyediaan air (lihat gambar A.2.2.3.a) daerah yang bersangkutan
dijelaskan oleh gambar A.2.2.3.d.
Apabila terdapat lebih dari satu pipa pembagi dalam instalasi dengan ketentuan bukan pipa
pembagi terpencil dan tiap pipa cabang melayani hanya satu atau dua kepala springkler
pada satu pipa ( atau pada sepanjang pipa cabang dalam susunan cabang ganda) dan pipa
cabang tidak melebihi 45 m dari titik pengadaan air, cukup dinyatakan bahwa pipa cabang
tersebut dapat menyalurkan air.
Jumlah sisa kepala springkler yang diperkirakan bekerja serentak harus ditempatkan pada
daerah hidrolik yang terbaik dan terpasang dekat pipa pembagi daerah hidrolik terbaik
berikutnya; kepala springkler tersebut dikelompokkan sedemikian rupa, sehingga
membentuk satu daerah bujur sangkar yang terdekat dengan pipa pembagi ( lihat gambar
A.2.2.3.d).
A.2.3. Kehilangan tekanan dalam pipa.
Kehilangan tekanan dalam pipa apabila ada aliran harus dihitung menurut rumus Hazen & William
Q 1,85
p = 6,05 x 1,85 4,87
x 10 8 ............................. ( A.2.3.).
C .d
dimana :
p = kehilangan tekanan dalam 10-3 bar/m panjang pipa.
Q = debit air liter/menit.
75 dari 83
SNI 03-3989- 2000
C = konstanta
100 untuk pipa besi tuang.
120 untuk pipa baja.
d = ukuran pipa nominal dalam mm.
Untuk memudahkan perhitungan, nilai K terdapat pada tabel A.2.3.1., nilai Q1,85 terdapat dalam
tabel A.2.3.2. rumus dapat disingkat menjadi :
p = K.Q1,85. ........................................ [ A.2.3.(2) ].
p = kehilangan tekanan dalam 10-3 bar/m panjang pipa.
Q = debit dalam liter/menit.
K = konstanta dalam tabel A.2.3.1.
Tabel A.2.3.1.
Nilai K
Ukuran pipa
Pipa baja BS 1387 Pipa besi tuang Pipa besi tuang
(nominal)
flens BS 2035 sentrigugal BS
(mm). Kualitas medium Kualitas berat
kelas C 121 kelas C
25 8,80 x 10-3 1,19 x 10-2
32 2,29 x 10-3 2,86 x 10-3
-3
40 1,09 x 10 1,32 x 10-3
-4
50 3,46 x 10 4,06 x 10-4
-5
65 9,79 x 10 1,11 x 10-4
-5
80 4,47 x 10 4,95 x 10-5 8,26 x 10-5 6,32 x 10-5
-5 -5
100 1,23 x 10 1,35 x 10 1,88 x 10-5 1,64 x 10-5
-6 -6
150 1,83 x 10 1,89 x 10 2,82 x 10-6 2,33 x 10-6
-7
200 *4,60 x 10 6,96 x 10-7 5,88 x 10-7
-7
250 *1,54 x 10 2,35 x 10-7 2,01 x 10-7
* BS 3601 tebal dinding 5,38 mm untuk pipa 200 mm dan 7,14 mm untuk pipa 250 mm.
A.2.4. Kehilangan tekanan dalam alat penyambung.
Kehilangan tekanan pada alat penyambung, siku, te, atau silang di mana arah aliran air berubah
900 atau kehilangan tekanan di katup penahan balik, harus diperhitungkan (kecuali untuk siku atau
tempat pemasangan kepala springkler) dengan menambahkan panjang pipa pada pipa
sebenarnya sebesar tekanan yang hilang pada alat penyambung atau katup tersebut. Nilai
ekivalen untuk alat penyambung besi tuang berulir adalah 3 m panjang pipa dan nilai ekivalen
untuk katup dapat dilihat pada tabel 2.5.3.b.
Untuk alat penyambung selain besi tuang berulir harus dilakukan perhitungan hidrolik sesuai butir
7.6.5.
Apabila ada perubahan arah aliran air di siku, te atau silang, kehilangan tekanannya dihitung
berdasarkan panjang pipa ekivalen dengan ukuran lubang keluar.
Apabila air melalui te atau silang di mana tidak ada perubahan arah, kehilangan tekanan dalam
alat penyambung tersebut dapat diabaikan.
A.2.5. Tinggi kecepatan.
Tinggi kecepatan yang timbul dapat diabaikan.
76 dari 83
SNI 03-3989- 2000
77 dari 83
SNI 03-3989- 2000
78 dari 83
SNI 03-3989- 2000
Gambar A.2.2.3.b. Perencanaan hidrolik untuk sistem pada bahaya kebakaran berat.
79 dari 83
SNI 03-3989- 2000
80 dari 83
SNI 03-3989- 2000
81 dari 83
SNI 03-3989- 2000
82 dari 83
SNI 03-3989- 2000
Bibliografi
1 NFPA 14 : Standard for the Installation of Standpipe and Hose Systems, 1996 Edition,
National Fire Protection Association.
2 NFPA 20 : Centrifugal Fire Pumps, 1993 Edition, National Fire Protection Association.
83 dari 83
SNI 03-6570-2001
1 Pendahuluan.
1.1.2 Acuan.
NFPA 20, Standar for the installation of stationary pumps for fire protection, 1999, edition,
National Fire Protection Association.
1.2 Tujuan.
1.2.1 Tujuan standar ini untuk menyediakan secara wajar proteksi terhadap jiwa dan
harta milik dari kebakaran melalui persyaratan instalasi pompa yang dipasang tetap untuk
proteksi kebakaran, didasarkan pada prinsip keteknikan, data uji, dan pengalaman lokasi.
Standar ini termasuk pompa satu tingkat dan bertingkat banyak dengan poros yang
dirancang horisontal atau vertikal.
Persyaratan ditentukan untuk perancangan dan pemasangan pompa, penggerak pompa dan
peralatan yang berhubungan dengannya.
Standar ini mengusahakan agar catatan-catatan dari instalasi pompa yang dipasang tetap
dan memenuhi tuntutan perkembangan teknologi terus dipakai.
Standar ini tidak dimaksudkan untuk menghambat teknologi baru atau penggantian
susunannya, asalkan ketentuan tersebut tidak lebih rendah dari standar ini.
1 dari 142
SNI 03-6570-2001
2 dari 142
SNI 03-6570-2001
1.8.1.2
air tanah
Air yang tersedia pada sumur, yang berasal dari permukaan lapisan penyangga air (aquifer)
1.8.1.3
alat kontrol pompa kebakaran
kelompok peralatan yang berfungsi sebagai pengatur, pada umumnya diset (disetel)
sebelumnya, yang menjalankan dan menghentikan penggerak pompa kebakaran serta
memantau sinyal status dan kondisi unit pompa kebakaran.
1.8.1.4
analisa kinerja aquafer
pengujian yang dirancang untuk menentukan jumlah air di bawah tanah yang tersedia di
lokasi dan mempunyai ruang yang cukup memadai untuk mencegah gangguan di lokasi
tersebut. Pada dasarnya hasil pengujian menyediakan informasi yang berhubungan dengan
kemampuan alir dan koefisien penyimpanan (volume air yang ada) dari aquifer.
1.8.1.5
aquafer
formasi di bawah tanah yang mengandung bahan stabil yang dapat ditembus air untuk
menghasilkan sejumlah air yang cukup.
1.8.1.6
bahan tahan korosi
bahan seperti brass, tembaga, monel, baja tahan karat, atau bahan-bahan setara yang
tahan korosi.
1.8.1.7
daya angkat hisap total
daya angkat hisap ada bila head hisap total di bawah tekanan atmosfer. Daya angkat hisap
total seperti ditentukan pada pengujian, adalah bacaan pada manometer cairan pada nozel
hisap dari pompa, dirubah ke meter ( ft ) cairan, ditunjukkan ke titik duga, dikurangi head
kecepatan pada titik dimana pengukur dipasang.
1.8.1.8
daya poros maksimum pompa
daya poros maksimum pompa yang dipersyaratkan untuk menjalankan pompa pada suatu
kecepatan nominal. Pabrik pembuat pompa menentukan ini dengan uji di pabrik di bawah
kondisi hisapan dan pelepasan yang ditentukan. Kondisi aktual di lokasi dapat berbeda
dengan kondisi pabrik.
1.8.1.9
disetujui
dapat diterima oleh instansi berwenang.
1.8.1.10
faktor pelayanan
perkalian dari motor arus bolak balik yang bila diterapkan ke daya poros menunjukkan beban
daya poros yang diijinkan yang dapat menghantarkan tegangan, frekuensi dan temperatur.
3 dari 142
SNI 03-6570-2001
Untuk contoh perkalian 1,15 menunjukkan motor diijinkan untuk menerima beban lebih 1,15
kali daya porosnya.
1.8.1.11
harus (shall)
menunjukkan persyaratan yang mutlak diikuti (mandatory).
1.8.1.12
head
suatu jumlah yang digunakan untuk menyatakan bentuk (atau kombinasi bentuk) dari energi
yang terkandung air per berat unit air dengan acuan titik duga sembarang.
1.8.1.13
head hisap positip neto (net positive suction head = NPSH)
head hisap total absolut cairan dalam meter (ft), ditentukan pada nozel hisap, dan di acu ke
titik duga (datum), dikurangi tekanan uap absolut cairan dalam meter (ft).
1.8.1.14
head hisap total
head hisap yang ada bila head hisap total di atas tekanan atmosfer.
Head hisap total, seperti ditentukan pada pengujian, adalah acaan dari pengukur pada
hisapan pompa, dirubah ke meter (ft) dari cairan, dan di acu ke titik duga, ditambah head
kecepatan pada titik dimana pengukur yang dipasang.
1.8.1.15
head kecepatan
head kecepatan yang didapatkan dari kecepatan rata-rata yang diperoleh dengan membagi
aliran dalam meter kubik per detik (ft kubik per detik) dengan luas aktual dari penampang
pipa dalam meter persegi (ft persegi) dan ditentukan pada titik dari sambungan pengukur.
1.8.1.16
head nominal total
head total yang ditimbulkan pada kapasitas nominal dan kecepatan nominal untuk pompa
horisontal rumah terpisah atau pompa turbin poros vertikal.
1.8.1.17
head pelepasan total.
bacaan pengukuran tekanan pada pelepasan pompa, diubah ke meter (ft), dan di mengacu
ke titik duga, ditambah head kecepatan pada titik dari pengukur yang dipasang.
1.8.1.18
head total, pompa horisontal
pengukuran kerja untuk menaikkan setiap kg (lb) cairan, diberikan ke cairan oleh pompa,
dan karena itu terjadi perbedaan besaran antara head pelepasan total dan head hisap total.
Head total, seperti ditentukan pada pengujian bila daya angkat hisap ada, merupakan jumlah
dari head pelepasan total dan daya angkat hisap total.
Apabila head hisap positip ada, head total adalah head pelepasan total dikurangi head hisap
total.
4 dari 142
SNI 03-6570-2001
1.8.1.19
head total, pompa turbin vertikal
jarak dari taraf air pemompaan ke pusat dari pengukur pelepasan ditambah head pelepasan
total.
1.8.1.20
hisapan yang meluap (flooded suction)
kondisi dimana aliran air dari sumber yang terbuka ke atmosfer menuju pompa tanpa
menyebabkan tekanan rata-rata pada flens inlet pompa turun di bawah tekanan atmosfer
pada saat pompa beroperasi 150 persen kapasitas nominal.
1.8.1.21*
instansi berwenang
instansi berwenang dan bertanggung jawab untuk menyetujui peralatan, instalasi dan
prosedur.
1.8.1.22
katup pelepasan aliran ( flow unloader valve)
katup yang dirancang untuk melepas kelebihan aliran di bawah kapasitas pompa yang di set
pada tekanan pompa.
1.8.1.23
kopling fleksibel
alat yang digunakan untuk menyambung poros atau komponen pemindah torsi dari suatu
alat penggerak ke pompa, dan yang membolehkan sudut kecil dan ketidak sejajaran
sebagaimana dibatasi oleh pabrik pembuat pompa dan kopling.
1.8.1.24
motor bakar
setiap motor yang media kerjanya terdiri dari hasil pembakaran udara dan bahan bakar yang
dipasok.
Pembakaran biasanya terjadi di dalam silinder yang bekerja, tetapi dapat pula terjadi di
dalam kamar (chamber).
1.8.1.25
motor diesel
motor bakar dimana bahan bakar dinyalakan seluruhnya oleh hasil panas dari kompresi
udara yang dipasok untuk pembakaran. Motor diesel minyak, bekerja dengan
menginjeksikan bahan bakar minyak setelah kompresi praktis lengkap, jenis ini biasanya
digunakan sebagai penggerak pompa kebakaran.
1.8.1.26
motor kedap debu yang dapat terbakar
motor yang tertutup seluruhnya dimana penutupannya dirancang dan dibuat dengan cara
menghalangi masuknya sejumlah debu yang dapat terbakar atau sejumlah yang dapat
merusak kinerja atau nilai dan yang tidak akan menyebabkan busur, percikan, atau panas
selain yang ditentukan atau dilepaskan dari dalam penutup yang dapat menyebabkan
penyalaan dari akumulasi debu di bagian luar, atau debu tertentu yang bertebaran di
atmosfer dalam daerah sekitar penutup.
5 dari 142
SNI 03-6570-2001
1.8.1.27
motor kedap ledakan
motor yang tertutup seluruhnya di mana penutupnya dirancang dan dibuat tahan ledakan
dari gas atau uap tertentu yang dapat timbul di dalamnya dan untuk mencegah nyala dari
gas atau uap tertentu disekeliling motor oleh percikan, semburan atau ledakan dari gas atau
uap tertentu yang timbul di dalam rumah motor.
1.8.1.28
motor kedap tetesan
motor yang terbuka dimana bukaan ventilasinya dibuat sedemikian rupa sehingga mampu
beroperasi tanpa terganggu oleh tetesan cairan atau partikel padat yang turun atau masuk
ke dalam bagian yang tertutup dengan sudut antara 0 sampai 15 derajat ke arah bawah
terhadap vertikal.
1.8.1.29
motor listrik
Motor listrik diklasifikasikan sesuai untuk proteksi mekanik dan metoda pendinginannya.
1.8.1.30
motor terbuka
motor yang mempunyai bukaan ventilasi, memperkenankan jalur udara pendingin luar
meliwati dan mengelilingi kumparan motor.
Apabila diterapkan pada peralatan yang besar tanpa kualifikasi, istilah ini menunjukkan
motor tidak mempunyai hambatan untuk ventilasi selain dari pada yang dibutuhkan oleh
konstruksi mesin.
1.8.1.31
motor tertutup total
motor yang tertutup seluruhnya untuk mencegah pertukaran bebas dari udara antara bagian
dalam dan luar rumah, tetapi tidak cukup menutup untuk diistilahkan kedap udara.
1.8.1.32
motor tertutup total didinginkan dengan fan
motor yang tertutup seluruhnya dipasang untuk pendinginan luar oleh sarana fan atau fan
yang menyatu dengan motor tetapi di luar dari bagian yang tertutup.
1.8.1.33
motor tertutup total tanpa ventilasi
motor yang tertutup seluruhnya, dimana tidak dipasang untuk pendinginan oleh sarana luar
untuk bagian-bagian yang tertutup.
1.8.1.34
motor yang dilindungi kedap tetesan
motor kedap tetesan di mana bukaan ventilasi dilindungi sesuai definisi motor kedap tetesan.
1.8.1.35
pelayanan
konduktor dan peralatan untuk menyalurkan energi dari sistem pasokan listrik ke sistem
pengkabelan dari bangunan yang dilayani.
6 dari 142
SNI 03-6570-2001
1.8.1.36
pelindung motor
motor yang terbuka di mana semua bukaan terhadap logam yang bergerak atau bagian yang
berputar (kecuali permukaan putar yang halus), dibatasi ukurannya oleh bagian struktural
atau oleh tabir, dinding antara, gril, kasa logam, atau sarana lain untuk mencegah
kecelakaan akibat bersinggungan dengan bagian bagian yang berbahaya. Bukaan yang
menyebabkan hubungan langsung ke bagian-bagian yang bergerak atau berputar, harus
tidak dilalui batang silindris berdiameter 19 mm ( ¾ inch) atau lebih.
1.8.1.37
peralatan pelayanan
peralatan penting, biasanya terdiri dari pemutus tenaga atau sakelar dan pengaman lebur,
dan perlengkapannya, ditempatkan dekat titik masuk konduktor pemasok ke bangunan,
struktur lain, atau sebaliknya area yang ditegaskan, dan ditujukan untuk membentuk kontrol
utama dan sarana pemutus pasokan.
1.8.1.38
permukaan air pemompaan (pumping water level)
permukaan air terhadap pompa, di mana jumlah air berada pada hisapan pada saat pompa
beroperasi. Pengukuran dibuat sama seperti permukaan air statik.
1.8.1.39
permukaan air statik
permukaan, dengan merujuk ke pompa, terhadap badan air dimana hisapan akan terjadi,
dalam keadaan pompa tidak beroperasi.
Untuk pompa turbin dengan poros vertikal, jarak ke permukaan air di ukur tegak lurus dari
garis pusat horisontal dari tekanan pelepasan atau tee.
1.8.1.40
pompa aditif
pompa yang digunakan untuk menyuntik bahan aditif ke dalam aliran air.
1.8.1.41
Pompa can
pompa jenis turbin poros vertikal dalam suatu can (semacam tangki hisap) pada instalasi
pipa untuk menaikkan tekanan air.
1.8.1.42
pompa hisap ujung ( End suction pump )
pompa hisap tunggal mempunyai nozel hisap pada sisi yang berlawanan dengan rumah
pompa dan mempunyai bidang hisap nozel hisap tegak lurus ke sumbu longitudinal dari
poros.
1.8.1.43
pompa horisontal
pompa yang posisi porosnya horisontal.
1.8.1.44
pompa konsentrat busa
lihat definisi “pompa aditif”.
7 dari 142
SNI 03-6570-2001
1.8.1.45
pompa langkah positip
karakteristik pompa yang menghasilkan aliran dengan cara menangkap volume tertemtu dari
cairan pada setiap putaran pompa dan mengurangi rongga cairan oleh sarana mekanik
untuk memindahkan cairan yang dipompakan.
1.8.1.46
pompa putaran baling-baling (vane)
karakteristik pompa langkah positip yang menggunakan rotor tunggal dengan baling-baling
yang bergerak dengan putaran pompa untuk menciptakan rongga dan memindahkan cairan.
1.8.1.47
pompa putaran keping (rotary lobe)
karakteristik pompa langkah positip yang menggunakan keping rotor untuk membawa cairan
antara rongga keping dan rumah pompa dari inlet ke outlet.
1.8.1.48
pompa roda gigi
karakteristik pompa langkah positip yang menggunakan roda gigi dan rumahnya untuk
memindahkan cairan.
1.8.1.49
pompa rumah terpisah horizontal (split case)
jenis pompa sentrifugal yang rumahnya terpisah dan sejajar terhadap porosnya.
1.8.1.50
pompa sejalur (in- line)
pompa sentrifugal yang menjalankan unit, ditunjang oleh pompa yang mempunyai flens
hisap dan flens pelepasan kurang lebih sama dengan garis tengahnya.
1.8.1.51
pompa sentrifugal
pompa yang pada prinsipnya tekanannya ditimbulkan oleh gerakan gaya sentrifugal.
1.8.1.52
pompa torak
karakteristik pompa langkah positip yang menggunakan torak dan silinder untuk memindah-
kan cairan.
1.8.1.53
pompa turbin poros sejalur vertikal
pompa sentrifugal poros vertikal dengan impeller berputar atau impeller dengan pelepasan
dari sumbu elemen pemompaan dan poros.
Elemen pemompaan ditahan oleh sistem konduktor, yang menutup sistem dari poros
vertikal, digunakan untuk memindahkan daya ke impeller, penggerak utama berada di luar
aliran.
8 dari 142
SNI 03-6570-2001
1.8.1.54
sakelar isolasi
sakelar yang ditujukan untuk mengisolasi sirkit listrik dari sumber dayanya. Sakelar ini tidak
memiliki kemampuan memutus dan ditujukan hanya untuk mengoperasikan setelah sirkit di
buka dengan cara lain.
1.8.1.55
sakelar pemindah manual
sakelar yang dioperasikan oleh tenaga manusia langsung untuk memindahkan satu atau
lebih penyambungan konduktor beban dari satu sumber daya ke lainnya.
1.8.1.56
sakelar pemindah otomatik
peralatan yang bergerak otomatik untuk memindahkan satu atau lebih sambungan konduktor
beban, dari satu sumber daya ke sumber daya lainnya.
1.8.1.57
saluran
semua konduktor sirkit antara peralatan yang dilayani atau sumber dari sistem yang terpisah
dengan alat pengaman arus lebih sirkit cabang terakhir.
1.8.1.58
sambungan fleksibel poros
alat yang terdiri dari elemen teleskopik dengan dua sambungan fleksibel.
1.8.1.59
sarana pelepas sambungan
alat pengaman, kelompok alat pengaman, atau sarana lain (contoh : pemutus tenaga pada
alat kontrol pompa kebakaran) dimana konduktor dari suatu sirkit dapat dilepas dari sumber
pasokannya.
1.8.1.60
sebaiknya
menunjukkan rekomendasi atau saran tetapi tidak dipersyaratkan.
1.8.1.61
sirkit cabang
konduktor sirkit antara alat pengaman arus lebih yang terakhir untuk memproteksi sirkit dan
peralatan yang dipakai.
1.8.1.62
standar
dokumen, teks utama yang berisi hanya ketentuan yang mutlak diikuti, menggunakan kata
“harus” untuk menunjukkan persyaratan dan dimana bentuk umumnya cocok untuk referensi
yang mutlak diikuti oleh standar lain atau kode atau untuk di adopsi ke dalam bentuk
“hukum”.
Ketentuan yang tidak mutlak diikuti harus diletakkan pada apendiks, catatan kaki, atau
catatan dengan cetak halus dan tidak dipertimbangkan sebagai bagian dari persyaratan
standar.
9 dari 142
SNI 03-6570-2001
1.8.1.63
sumur basah
ruang tertutup dari kayu, beton atau bata, mempunyai saringan masuk, dijaga terpisah di isi
dengan air dari sumber air permukaan seperti kolam, danau, atau sungai kecil.
1.8.1.64
tarikan ke bawah
perbedaan vertikal antara permukaan air pemompaan dan permukaan air statik.
1.8.1.65
teruji
peralatan, bahan, atau pelayanan termasuk dalam daftar teruji dari organisasi yang disetujui
oleh instansi berwenang dan berurusan dengan evaluasi produk atau pelayanan, yang
melakukan inspeksi berkala dari produk peralatan yang teruji atau bahan atau evaluasi
berkala dari pelayanan, dimana bagian yang teruji dari peralatan, bahan atau pelayanan
memenuhi standar atau telah di uji dan diperoleh hasil sesuai tujuan tertentu.
1.8.1.66
unit pompa kebakaran
unit yang dirakit, terdiri dari pompa kebakaran, penggerak, alat kontrol, dan
perlengkapannya.
1.9 Satuan
Satuan metrik dari ukuran dalam standar ini sesuai dengan sistem metrik yang
dimodernisasi, dikenal sebagai unit Sistem Internasional (SI).
Dua satuan (liter dan bar), di luar tetapi dikenal oleh SI, digunakan bersama dalam proteksi
kebakaran internasional.
Satuan ini terdaftar dalam tabel 1.9 dengan faktor konversinya.
Tabel 1.9 : Faktor Konversi Satuan.
Nama Satuan Simbol Satuan Faktor konversi
meter m 1 ft = 0,3048 m
millimeter mm 1 in = 25,4 mm
liter L 1 gal = 3,785 L
desimeter kubik dm3 1 gal = 3,785 dm3
meter kubik m3 1 ft3 = 0,0283 m3
paskal Pa 1 psi = 6894,757 Pa
bar bar 1 psi = 0,0689 bar
bar bar 1 bar = 105 Pa.
Catatan :
Untuk konversi tambahan dan informasi, lihat ASTM E.380, “Standar for Metric Practice”.
10 dari 142
SNI 03-6570-2001
1.9.1 Jika nilai ukuran seperti diberikan dalam standar ini diikuti oleh nilai ekuivalen
unit lain, bagian pertama dianggap sebagai persyaratan. Nilai ekuivalen yang diberikan
dipertimbangkan sebagai pendekatan.
1.9.2 Prosedur konversi untuk unit SI telah dikalikan dengan faktor konversi dan
kemudian dibulatkan menghasilkan angka pendekatan yang cukup berarti.
2 Umum.
2.1.1* Keandalan.
Kecukupan dan ketergantungan dari sumber air sangat penting dan harus ditentukan
sepenuhnya dengan kelonggaran yang tepat untuk keandalannya di waktu mendatang (lihat
butir A.2.1.1).
2.1.2 Sumber.
Setiap air yang cukup dalam kualitas, kuantitas dan tekanan dapat digunakan untuk
menyediakan pasokan air untuk suatu pompa kebakaran.
Apabila pasokan air dari PDAM tidak cukup kualitas, kuantitas dan tekanannya, sumber air
alternatif perlu disediakan.
Kecukupan pasokan air harus ditentukan dan dikaji spesifikasi dan instalasi dari pompa
kebakarannya.
2.1.3 Permukaan.
Permukaan air minimum dari sumur atau lubang basah harus ditentukan oleh pemompaan
pada tidak kurang 150 persen dari kapasitas nominal pompa kebakaran.
2.1.5 Head.
Adanya head dari pasokan air harus digambarkan pada dasar dari aliran 150 persen
kapasitas nominal dari pompa kebakaran. Head ini harus ditunjukkan oleh suatu uji aliran.
11 dari 142
SNI 03-6570-2001
12 dari 142
SNI 03-6570-2001
Muka dari penunjuk harus terbaca dalam millimeter kolom air raksa (inch kolom air raksa)
atau lb per inci2 (bar) untuk rentang hisapan.
Pengukur harus mempunyai rentang tekanan dua kali tekanan hisap maksimum pompa,
tetapi tidak kurang dari 7 bar ( 100 psi).
13 dari 142
SNI 03-6570-2001
2.7.2 Sarana yang sesuai harus disediakan untuk menjaga temperatur ruangan pompa
atau rumah untuk pompa, jika dipersyaratkan di atas 50C (400F).
Pengecualian :
lihat butir 8.6.5 untuk persyaratan temperatur yang lebih tinggi untuk motor bakar.
2.7.3 Pencahayaan buatan harus disediakan dalam ruangan pompa atau rumah untuk
pompa.
2.7.4 Pencahayaan darurat harus disediakan dengan tetap atau pencahayaan jinjing
yang dioperasikan dengan baterai, termasuk lampu senter. Pencahayaan darurat tidak harus
dihubungkan ke motor yang distart dengan baterai.
2.7.5 Ventilasi ruangan pompa atau rumah untuk pompa harus mengikuti ketentuan.
2.7.6* Lantai harus dibuat landai/miring untuk pengeringan yang cukup menghilangkan
air menjauhi peralatan yang kritis seperti pompa, penggerak, alat kontrol dan sebagainya.
Ruangan pompa atau rumah untuk pompa harus disediakan dengan pengering lantai yang
akan menyalurkan air ke lokasi di luar.
2.7.7 Pagar jaga harus disediakan untuk kopling fleksibel dan sambungan poros
fleksibel guna mencegah bagian berputar dari kecelakaan pada manusia.
2.9.1* Komponen.
Komponen hisap harus terdiri dari semua pipa, katup dan fiting dari flens hisap pompa
sampai sambungan ke pipa utama pelayanan umum atau pipa utama pribadi, tangki
penyimpanan, atau reservoir dan sebagainya, yang menyalurkan air ke pompa.
14 dari 142
SNI 03-6570-2001
Apabila pompa dipasang seri, pipa hisap untuk pompa berikutnya harus mulai pada sisi
sistem dari katup pelepasan dari pompa sebelumnya.
2.9.2 Pemasangan.
Pipa hisap harus dipasang dan diuji sesuai ketentuan yang berlaku.
2.9.5* Katup.
Ulir luar yang teruji dan katup sorong harus dipasang pada pipa hisap. Selain katup sorong
tidak ada yang dipasang pada pipa hisap di dalam jarak 16 m (50 ft) dari flens hisap pompa.
2.9.6* Instalasi.
2.9.6.1 Pipa hisap harus diletakkan secara hati-hati untuk mencegah kebocoran udara
dan kantong udara, keduanya dapat berpengaruh serius pada beroperasinya pompa (lihat
gambar A.2.9.6).
2.9.6.2 Pipa hisap harus dipasang dibawah garis beku dari rumah kedap beku.
Apabila pada pipa masuk dari aliran sungai, kolam, atau reservoir, perhatian khusus harus
diberikan untuk mencegah pembekuan di bawah tanah atau dalam air.
2.9.6.3 Elbow dan tee dengan bidang garis pusat sejajar terhadap poros pompa jenis
rumah terpisah harus dihindari. (lihat gambar A.2.9.6).
Pengecualian :
Elbow dan tee dengan bidang pusat garis paralel untuk poros pompa jenis rumah terpisah diijinkan apabila jarak
antara flens dari masukan hisap pompa dan elbow dan tee lebih besar dari 10 kali diameter pipa hisap.
2.9.6.4 Apabila pipa hisap dan flens hisap pompa tidak sama ukurannya, maka harus
dihubungkan dengan reduser atau inkreser eksentrik, dipasang seperti untuk mencegah
kantong udara.
15 dari 142
SNI 03-6570-2001
2.9.6.5 Apabila pompa dan pasokan hisapnya pada pondasi terpisah dengan pipa
penyambungan yang kaku, pipa harus dilengkapi dengan pelepas tegangan (lihat gambar
A.3.3.1).
16 dari 142
SNI 03-6570-2001
17 dari 142
SNI 03-6570-2001
2.13.4 Tekanan pada katup relief harus dari jenis pegas terbebani atau jenis diapragma
penunjuk operasi.
2.13.4.1 Katup relief dengan penunjuk tekanan, apabila dipasang pada pompa turbin
poros vertikal, harus disusun untuk mencegah pelepasan air pada tekanan air kurang dari
seting tekanan pelepasan dari katup.
2.13.5* Katup relief harus melepas ke dalam pipa terbuka atau ke dalam kerucut atau
cerobong yang dipasang ke outlet katup. Pelepasan air dari katup relief harus mudah terlihat
atau mudah di deteksi oleh operator pompa. Cipratan air ke ruangan pompa harus dicegah,
Jika jenis kerucut tertutup digunakan, maka harus dilengkapi dengan sarana untuk
mendeteksi gerakan dari air yang melalui kerucut. Jika katup relief disediakan dengan
sarana untuk mendeteksi gerakan (aliran) air melalui katup, selanjutnya kerucut atau corong
pada outlet tidak dibutuhkan.
2.13.6 Pipa pelepasan katup relief dari kerucut terbuka ukurannya harus tidak kurang
dari yang diberikan pada tabel 2.20. Jika pipa yang dipakai lebih dari satu elbow, ukuran pipa
yang lebih besar harus digunakan.
2.13.7 Apabila katup relief pipanya balik ke sumber pasokan, katup relief dan pemipaan
harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk mencegah kelebihan tekanan nominal pada
setiap komponen sistem.
2.13.8* Apabila pasokan air ke pompa mengambil dari reservoir hisap yang kapasitasnya
terbatas, pipa pembuangan harus dilepaskan ke dalam reservoir pada titik sejauh mungkin
dari hisapan pompa, dimana ini penting untuk mencegah pompa dari bagian udara yang
ditimbulkan oleh pelepasan pipa pembuangan.
2.13.9 Katup penutup tidak boleh dipasang dalam katup relief dari pipa hisap atau pipa
pelepasan.
2.14.1 Umum.
2.14.1.1 Instalasi pompa kebakaran harus disusun untuk memungkinkan pompa diuji
pada kondisi nominal pasokan hisapa pada aliran maksimum yang ada dari pompa
kebakaran.
2.14.1.2* Apabila air yang digunakan atau pelepasan tidak diijinkan selama pengetesan
seperti dispesifikasikan dalam bab 11, outlet harus digunakan untuk menguji pompa dan
pasokan hisap dan menentukan bahwa sistem beroperasi sesuai dengan rancangan. Aliran
harus terus menerus sampai aliran stabil.
2.14.2 Meter.
2.14.2.1* Alat meter atau nozel tetap untuk pengujian pompa harus teruji. Meter harus
mampu menerima aliran air tidak kurang dari 175 persen kapasitas nominal pompa.
2.14.2.2 Semua sistem meter pemipaan, ukurannya harus dispesifikasikan oleh pabrik
pembuat meter tetapi tidak kurang dari ukuran alat meter seperti dalam tabel 2.20.
2.14.2.3. Ukuran meter minimum untuk kapasitas pompa yang diberikan boleh digunakan
bila sistem meter pemipaan tidak lebih dari 30 m (100 ft) panjang ekuivalennya. Apabila
sistem meter melebihi 30 m (100 ft), termasuk panjang pipa lurus ditambah panjang
ekuivalen dari fiting, ketinggian, dan kerugian dari meter, selanjutnya ukuran yang lebih
18 dari 142
SNI 03-6570-2001
besar dari pemipaan harus digunakan untuk meminimalkan kerugian gesekan. Elemen
utama harus sesuai untuk ukuran pipa dan pompa. Bacaan pada instrumen harus
disesuaikan dengan kapasitas nominal pompa (lihat tabel 2.20).
19 dari 142
SNI 03-6570-2001
yang diijinkan, tetapi dalam hal ini tidak kurang dari 17 bar (250 psi). Rumah pompa harus
betul-betul rapat pada saat uji tekanan. Selama pengujian, harus tidak ada kebocoran yang
terjadi pada setiap sambungan. Dalam hal pompa jenis turbin vertikal tuangan pelepasan
dan rakitan mangkuk pompa harus diuji.
2.18* Alarm.
Apabila dipersyaratkan oleh bagian lain dari standar ini, alarm harus memanggil perhatian
untuk kondisi yang tak menentu pada peralatan pompa kebakaran.
20 dari 142
SNI 03-6570-2001
21 dari 142
SNI 03-6570-2001
tekanan isap 0 bar (0 psi ) pada alat ukur pada kapasitas nominal 150 persen. Penentuan
dari kinerja efektif pompa harus didokumentasikan oleh perhitungan teknis dan pengujian.
3 Pompa Sentrifugal.
3.1 Umum.
3.1.1* Jenis.
Pompa sentrifugal harus dirancang impellernya menggantung diantara bantalan. Impeller
yang menggantung harus dihubungkan tertutup atau dihubungkan terpisah satu atau dua
tingkat untuk jenis hisapan ujung. { lihat gambar A.3.1.1 (a) dan (b) } atau pompa jenis
segaris { lihat gambar A.3.1.1 (c) dan (d) }. Rancangan impeller antar bantalan harus
disambungkan terpisah untuk pompa satu tingkat atau axial (horisontal) tingkat jamak jenis
rumah terpisah {lihat gambar A.3.1.1.(f) } atau pompa jenis radial (vertikal) rumah terpisah
{gambar A.3.1.1.(g)}.
3.1.2* Penerapan.
Pompa sentrifugal tidak boleh digunakan apabila daya angkat hisap dipersyaratkan.
22 dari 142
SNI 03-6570-2001
3.3 Fiting.
3.3.1* Bila perlu, fiting berikut untuk pompa harus disediakan oleh pabrik pembuat
pompa atau perwakilan yang ditunjuk (lihat gambar A.3.3.1).
a) katup release udara otomatik.
b) katup relief sirkulasi.
c) alat pengukur tekanan.
3.3.2 Bila perlu, fiting berikut harus disediakan (lihat gambar A.3.3.1) :
a) reduser esentrik pada inlet hisap.
b) pipa cabang pembagi katup slang dengan katup slang.
c) alat pengukur aliran.
d) katup relief dan kerucut pelepasan.
e) saringan pipa.
23 dari 142
SNI 03-6570-2001
3.4.3* Pondasi harus cukup memenuhi sebagai penyangga secara permanen dan kaku
dari plat dasar.
3.4.4 Plat dasar, dengan pompa dan penggerak yang dipasang di atasnya, harus di set
permukaannya terhadap pondasi.
4.1* Pendahuluan
4.1.1* Kesesuaian.
Bila sumber pasokan air berada dibawah garis tengah flens pelepasan dan tekanan air
pasok tidak mencukupi untuk dapat mencapai pompa kebakaran, pompa jenis turbin poros
vertikal harus dipergunakan.
4.1.2 Karakteristik.
Pompa harus berkemampuan tidak kurang dari 150% kapasitas nominalnya pada head total
tidak kurang dari 65% dari head nominal totalnya. Head total pada saat katub tertutup tidak
boleh melebihi 140% dari head nominal total pada pompa turbin vertikal (lhat gambar A.3.2).
4.2.1 Sumber
4.2.1.1* Pasokan air harus cukup, terjamin, dan dapat memenuhi persyaratan dari
instansi yang berwenang.
4.2.1.2* Sumur yang dapat diterima sebagai pasokan air tergantung pada sifat
kemampuan sumur menghasilkan air dan harus ditunjang oleh karakteristik aquifer yang baik
(lihat butir 1.8 untuk definisinya).
24 dari 142
SNI 03-6570-2001
25 dari 142
SNI 03-6570-2001
hasilnya bebas pasir dan kecepatan air meninggalkan formasi memasuki sumur cukup
rendah.
4.2.4.6 Sumur untuk pompa kebakaran tidak melebihi dari 1703 liter/menit (450 gpm)
yang dihasilkan pada formasi yang tak terkonsolidasi tanpa diisi lapisan kerikil buatan,
seperti sumur berbentuk pipa (tubular), dapat diijinkan sebagai sumber pasokan air untuk
pompa pemadam kebakaran yang tidak melebihi 1703 liter/menit (450 gpm). Hal ini harus
memenuhi semua persyaratan butir 4.2.3 dan semua butir 4.2.4, kecuali butir 4.2.4.4 dan
4.2.4.5.
4.3 Pompa
26 dari 142
SNI 03-6570-2001
teliti dari kolom pompa. Bidang-bidang muka flens kolom harus paralel dan dibubut
membentuk pasangan pasak dan alur (rabbet) untuk memperoleh pasangan muka flens
yang rapat dengan jajaran yang teliti.
Tabel 4.3.2.1 Berat Pipa Kolom Pompa
Ukuran Nominal Diameter Luar Berat per ft Berat per m
(in) - (mm) (in) - (mm) (lb) (kg)
6 150 6,625 168,3 18,97 28,23
7 175 7,625 193,7 22,26 33,126
8 200 8,625 219,1 24,70 36,758
9 225 9,625 244,5 28,33 42,159
10 250 10,75 273,0 31,20 46,413
12 300 12,75 323,8 43,77 65,137
14 350 14,00 355,6 53,57 81,209
4.3.2.2 Bilamana muka air statik lebih dari 15 m (50 ft) dibawah tanah, pompa
berpelumas minyak harus digunakan (lihat gambar A.4-1.1).
4.3.2.3 Bila pompa dari jenis poros tertutup berpelumas minyak, pipa penutup poros dari
bahan pipa ekstra kuat harus disediakan dalam bagian-bagian yang dapat saling ditukar
dengan panjang maksimum tidak lebih dari 3 m (10 ft). Untuk pompa berpelumas minyak,
sistem pelumas otomatik yang dapat diamati harus disediakan dengan pengikat yang sesuai
dan dipasang ke pipa poros (lihat gambar A.4.1.1).
4.3.2.4 Poros pompa harus ditentukan ukurannya sehingga kecepatan putar kritisnya
berada 25% diatas dan dibawah kecepatan putar operasi pompa. Kecepatan operasionalnya
harus termasuk semua kecepatan dari kondisi katup tertutup total sampai 150% kapasitas
nominal pompa, yang juga bervariasi tergantung kecepatan motor penggerak.
27 dari 142
SNI 03-6570-2001
4.4. Instalasi
4.4.3 Pondasi
4.4.3.1 Gambar cetak dimensi dan spesifikasi pondasi yang disahkan harus diperoleh
dari pembuat.
4.4.3.2 Pondasi pompa vertikal harus dibuat cukup kuat untuk memikul semua berat
pompa, penggerak dan berat air yang ada didalamnya. Baut pondasi harus disediakan
sebagai angker yang baik pada pondasinya.
4.4.3.3 Pondasi harus memiliki luas dan kekuatan yang cukup sehingga tekanan pada
permukaan beton tidak melebihi standar rancangannya.
4.4.3.4 Sisi atas pondasi harus dilevel secara hati-hati dan datar sedemikian sehingga
memungkinkan pompa dapat digantung bebas diatas bak hisap untuk pompa sambungan
pendek. Untuk pompa sumur kepala pompa harus diposisikan tegak terhadap sumur,
dimana level tidak diperlukan.
4.4.3.5 Bila pompa dipasang diatas sumuran atau pit, balok baja I diperkenankan untuk
digunakan. Bila dipergunakan roda-gigi siku tegak, penggerak harus dipasang sejajar
terhadap rangka.
28 dari 142
SNI 03-6570-2001
4.5 Penggerak.
4.5.2 Kontrol.
Alat kontrol untuk motor, mesin diesel atau turbin uap harus memenuhi spesifikasi baik untuk
pengendali penggerak elektrik (bab 7) maupun pengendali penggerak mesin (bab 9).
4.5.3 Penggerak.
Setiap pompa kebakaran jenis turbin poros vertikal harus mempunyai penggerak sendiri
yang terdedikasi untuk itu dan setiap penggerak harus memiliki pengendali sendiri yang
terdedikasi untuk itu.
4.6.1 Pengoperasian
4.6.1.1* Sebelum unit dijalankan untuk pertamakali setelah pemasangannya, semua
sambungan listrik di lapangan dan pipa pelepasan dari pompa harus diperiksa. Dengan
29 dari 142
SNI 03-6570-2001
kopling bagian atas penggerak dilepas, poros penggerak harus diluruskan ke kopling atas
untuk penyempurnaan penyejajarannya dan motor harus dioperasikan sebentar untuk
menjamin apakah dapat berputar dengan arah yang tepat. Dengan kopling atas penggerak
terpasang kembali, impeler harus diset untuk kesempurnaan celah (clearance) menurut
instruksi pabrik.
4.6.1.2* Dengan memperhatikan butir 4.6.1.1, pompa boleh dijalankan. Dalam
pengoperasian ini harus diamati getarannya selama pompa berputar, dengan batasan
getaran yang diijinkan menurut ketentuan yang berlaku. Penggerak harus diamati untuk
pengoperasian yang tepat.
4.6.2 Pemeliharaan
4.6.2.1 Instruksi pabrik pembuat harus diikuti secara seksama untuk perbaikan,
pembongkaran dan perakitannya kembali.
4.6.2.2 Pada saat komponen cadangan atau pengganti dipesan, nomor serie pompa
yang dicetak di plat nama pompa harus disertakan pada surat order supaya dapat menjamin
perolehan komponen yang tepat.
4.6.2.3 Ketinggian ruang dan akses yang cukup untuk membongkar pompa harus dijaga.
5.1* Umum
5.1.1 Jenis.
Pompa langkah positif harus seperti yang dijelaskan pada butir 1.8.
5.1.2* Kesesuaian
5.1.2.1 Tipe pompa langkah positif harus teruji untuk penggunaan yang sesuai.
5.1.2.2* Keterujiannya harus memberikan kurva karakteristik kinerja untuk model pompa
yang dimaksud.
5.1.3 Penggunaan.
Pompa langkah positif digunakan untuk memompa air, busa (foam), atau aditif. Viskositas
cairan mempengaruhi proses pemilihan pompa.
30 dari 142
SNI 03-6570-2001
5.2.2* NPSH tersedia harus melebihi persyaratan dari NPSH yang ditentukan oleh
pabrik pompa ditambah dengan 1,52 m (5 ft) tinggi cairan.
5.2.2.1 Bahan seal harus kompatibel dengan bahan busa atau aditif.
5.2.2.2 Pompa konsentrat busa harus mampu berputar media (kering) selama 10 menit
tanpa kerusakan.
5.2.3* Pompa harus mempunyai laju aliran konsentrat busa untuk memenuhi kebutuhan
laju busa pada kapasitas yang dikehendaki.
5.2.4* Tekanan pelepasan pompa harus melebihi tekanan air maksimum pada setiap
kondisi operasi di titik injeksi konsentrat busa.
5.4 Fiting
5.4.1 Gabungan pengukur tekanan hisap dan pelepasan harus disediakan.
5.4.2* Semua pompa harus dilengkapi dengan katup pengaman teruji yang mampu
melepas 100% kapasitas pompa. Katup pelepas tekanan harus diset pada atau dibawah
tekanan nominal terendah dari setiap komponen. Katup pelepasan harus dipasang pada sisi
pelepasan pompa untuk mencegah kerusakan sistem proteksi kebakaran.
5.4.3* Untuk pompa konsentrat busa, katup pengaman harus disambungkan dengan
pipa balik ke tangki konsentrat. Katup yang dipasang pada sisi pelepas katup pengaman
harus selalu tersupervisi membuka.
5.4.4* Untuk pompa pengabut air langkah positif, katup pengaman harus melepas ke
saluran buangan atau ke reservoar pemasok air atau ke sisi hisap pompa.
5.4.5* Pompa harus dilengkapi dengan saringan hisap yang dapat dilepas dan
dibersihkan dipasang sekurang-kurangnya pada jarak 10 kali diameter pipa dari sisi inlet
hisap pompa. Penurunan tekanan akibat saringan harus dihitung cukup untuk memenuhi
NPSH yang ditentukan oleh pabrik pembuat pompa. Luas bukaan bersih saringan harus
sekurangnya empat kali luas area pipa hisap. Ukuran mesh saringan harus memenuhi
rekomendasi pabrik pompa.
5.4.6 Perancangan sistem harus termasuk pencegahan sambungan silang atau
kontaminasi terhadap air bersih.
31 dari 142
SNI 03-6570-2001
5.5.2 Bila antara penggerak dan pompa mempergunakan roda gigi reduksi, sistem
harus teruji untuk keperluan tersebut. Roda gigi reduksi harus memenuhi ketentuan yang
berlaku. Bantalan harus sesuai dengan standar yang berlaku dan dapat bekerja untuk
15.000 jam.
6.1 Pendahuluan.
Bab ini mencakup persayaratan-persyaratan kinerja minimum dan persyaratan pengujian
dari sumber dan transmisi daya listrik ke motor penggerak pompa kebakaran. Juga
mencakup persyaratan kinerja minimum dari semua peralatan antara sumber dan pompa,
termasuk motor, kecuali alat kontrol listrik pompa kebakaran, saklar pemindah dan
perlengkapannya (lihat Bab 7). Semua peralatan listrik dan cara pemasangannya harus
memenuhi SNI 04-0225-2000, tentang "Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL-
2000)", dan artikel-artikel lain yang tersedia.
6.2.1 Pelayanan.
Bilamana daya listrik dipasok oleh suatu pelayanan, harus ditempatkan dan diatur
sedemikian sehingga meminimalkan kemungkinan rusak karena kebakaran dari dalam
bangunan dan menghadap bahaya.
32 dari 142
SNI 03-6570-2001
6.2.4 Sumber Daya Jamak Untuk Pompa Kebakaran Yang Digerakan Motor Listrik
33 dari 142
SNI 03-6570-2001
34 dari 142
SNI 03-6570-2001
6.3.2.2.5 Transformator.
Apabila tegangan pasok berbeda dengan sistem tegangan motor pompa kebakaran,
transformator yang memenuhi persyaratan SNI 04-0225-2000, tentang "Persyaratan Umum
Instalasi Listrik 2000 (PUIL-2000)" , dan sarana pemutus serta alat proteksi aruslebih yang
memenuhi persyaratan butir 6.3.2.2.2 harus dipasang.
35 dari 142
SNI 03-6570-2001
motor harus tidak turun lebih dari 5% dibawah tegangan nominal motor jika motor
dioperasikan pada beban 115% dari arus beban penuh nominal dari motor.
Pengecualian:
Pembatasan start ini harus tidak berlaku untuk menstart secara mekanik pada kondisi jalan darurat (lihat butir
7.5.3.2).
6.5 Motor
6.5.1 Umum
6.5.1.1 Semua motor harus memenuhi standar yang berlaku dan harus teruji secara
khusus untuk melayani pompa kebakaran (lihat tabel 6.5.1.1).
6.5.1.1.1* Nilai yang sesuai arus rotor terkunci untuk motor pada tegangan lain harus
dihitung dengan mengalikan nilai yang ditunjukkan oleh rasio 380 V ke tegangan nominal
pada tabel 6.5.1.1.
6.5.1.1.2 Huruf kode motor untuk tegangan lain harus sesuai dengan yang ditunjukkan
untuk 380 V pada tabel 6.5.1.1.
6.5.1.2 Semua motor harus memenuhi standar yang berlaku dan harus ditandai sebagai
memenuhi persyaratan standar yang berlaku.
Pengecualian:
Arus searah, tegangan lebih dari 600 V, daya poros lebih dari 400 KW, fasa tunggal, jenis universal atau motor
rotor kumparan dapat dipergunakan bilamana disetujui.
6.5.1.3 Semua motor harus mampu (sesuai dengan rating) bekerja terus menerus.
6.5.1.4 Transient motor listrik induksi harus terkoordinasi dengan ketentuan butir 7.4.3.3
untuk mencegah gangguan tripping yang mengganggu dari alat proteksi kontrol motor.
6.5.1.5 Motor pompa jenis turbin poros vertikal harus kedap tetesan, jenis induksi belitan
sangkar. Motor harus dilengkapi dengan lidah pencegah putaran balik (ratched).
36 dari 142
SNI 03-6570-2001
Tabel 6.5.1.1 Daya kuda dan Arus Rotor Terkunci Motor Memenuhi NEMA Design B Motors.
Arus Rotor Terkunci Penggolongan Motor
Tiga phasa (NEC Rotor Terkunci
Daya kuda nominal
460 V menunjukkan Kode Huruf)
(Amper) “F” ke dan termasuk
5 46 J
7½ 64 H
10 81 H
15 116 G
20 145 G
25 183 G
30 217 G
40 290 G
50 362 G
60 435 G
75 543 G
100 725 G
125 908 G
150 1085 G
200 1450 G
250 1825 G
300 2200 G
350 2550 G
400 2900 G
450 3250 G
500 3625 G
Pengecualian :
Motor (terbuka dan kedap tetesan) serbaguna, motor berpendingin kipas tertutup total (TEFC), dan motor tertutup
total tanpa ventilasi harus tidak boleh menggunakan faktor pelayanan lebih dari 1,15.
6.5.2.2 Motor yang digunakan pada ketinggian diatas 1000 m (3.300 ft) harus
dioperasikan atau diturunkan nominalnya sesuai standar yang berlaku.
6.5.3 Penandaan
6.5.3.1 Penandaan terminal motor harus sesuai dengan standar yang berlaku.
6.5.3.2 Diagram penyambungan terminal untuk motor-motor harus disediakan oleh
pabrik pembuat motor.
37 dari 142
SNI 03-6570-2001
6.6.2* Sumber daya ini harus memenuhi butir 6.4 dan harus memenuhi standar yang
berlaku. Kapasitas pasok bahanbakar harus cukup memenuhi kebutuhan 8 jam operasi
pompa kebakaran pada 100% kapasitas nominal sebagai tambahan kebutuhan pasokan
untuk keperluan lain.
6.6.3 Urutan (sequencing) otomatis pompa kebakaran dapat dibolehkan sesuai dengan
butir 7.5.2.4.
6.6.4 Pemindahan daya ke alat kontrol pompa kebakaran antara pasokan normal
dengan salah satu pasokan pengganti harus dilakukan di ruangan pompa.
6.6.5 Bilamana peralatan proteksi dipasang di sirkit sumber daya di lapangan pada
generator, alat ini harus mampu secara serentak mengambil semua beban penuh ruangan
pompa.
7.1 Umum
7.1.1 Penerapan.
Bab ini mencakup persyaratan minimum kinerja dan pengujian alat kontrol dan saklar
pemindah untuk motor listrik penggerak pompa kebakaran. Peralatan pelengkap, termasuk
peralatan monitor alarm dan sinyal, adalah termasuk bilamana diperlukan untuk menjamin
kinerja minimum peralatan yang dimaksud.
38 dari 142
SNI 03-6570-2001
7.2 Lapangan
7.2.1* Alat kontrol harus diletakkan sedekat mungkin dengan motor yang dikontrol dan
harus dalam jangkauan pandangan dari letak motor.
7.2.2 Alat kontrol harus diletakkan atau dilindungi sedemikian sehingga tidak rusak bila
terkena percikan air dari pompa atau sambungan pompa. Bagian-bagian yang membawa
arus harus minimum berjarak 305 mm (12 inch) di atas lantai.
7.2.3 Ruang kerja yang disetujui sekitar alat kontrol harus sesuai dengan SNI 04-0225-
2000, tentang "Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL-2000)" .
7.3 Konstruksi
7.3.1 Peralatan.
Semua peralatan harus sesuai dengan lapangan penempatannya, terutama terhadap
kelembaban bila diletakkan di besmen.
7.3.2 Pemasangan.
Semua peralatan harus dipasang dengan cara yang benar pada struktur penumpu tunggal
yang tak dapat terbakar.
7.3.3 Penutup.
7.3.3.1* Struktur atau panel harus secara aman dipasang sesuai ketentuan yang berlaku.
Bilamana peralatan ditempatkan di luar atau berada pada kondisi lingkungan khusus,
penutup yang bermutu harus dipergunakan.
7.3.3.2 Penutup harus dibumikan sesuai dengan SNI 04-0225-2000, tentang
"Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL-2000)" .
39 dari 142
SNI 03-6570-2001
7.3.8 Penandaan.
Setiap alat kontrol motor dan setiap saklar serta setiap pemutus tenaga harus ditandai
dengan jelas untuk menunjukkan nama dan pembuatnya, nomor identifikasi dan besaran
nominal listrik dalam volt, dayakuda, amper, frekuensi, fasa dan sebagainya yang sesuai.
Penandaan harus dipasang pada tempat yang mudah dilihat sesudah pemasangannya.
7.4 Komponen.
40 dari 142
SNI 03-6570-2001
7.4.2.4 Peringatan berikut harus ada pada atau tepat disekitar saklar isolasi:
PERINGATAN.
DILARANG MEMBUKA ATAU MENUTUP SAKLAR INI PADA SAAT PEMUTUS TENAGA
(SARANA PEMUTUS) BERADA PADA POSISI TERTUTUP.
Pengecualian:
Bilamana saklar isolasi dan pemutus tenaga sedemikian disaling kunci (interlocked) dimana saklar isolasi tidak
dapat dibuka dan atau ditutup pada saat pemutus tenaga tertutup, label peringatan dapat diganti dengan label
instruksi yang menunjukkan urutan operasinya. Label ini dapat diijinkan sebagai bagian dari label yang
diperlukan pada butir 7.3.7.3.
7.4.2.5 Gagang pengoperasian saklar isolasi harus dilengkapi dengan gerendel pegas
yang harus dipasang sedemikian sehingga untuk menahan gerendel terlepas supaya saklar
dapat dibuka atau ditutup, diperlukan penggunaan tangan yang lain.
Pengecualian:
Bila saklar isolasi dan pemutus tenaga sedemikian disaling kunci sehingga saklar isolasi tidak dapat dibuka atau
ditutup pada saat pemutus sirkit tertutup, gerendel ini tidak diperlukan.
41 dari 142
SNI 03-6570-2001
f) Seting pelepasan sesaat tidak lebih dari 20 kali arus beban penuh.
Pengecualian: *
Pembatas arus, yang merupakan bagian-bagian integral dari pemutus arus, harus dapat dipergunakan untuk
mendapatkan besaran nominal interupsi yang dibutuhkan, dengan semua persyaratan berikut dipenuhi:
a) Pemutus tenaga harus menerima pembatas arus dari hanya satu besaran nominal.
b) Pembatas arus harus dapat menahan tetap 300 persen arus beban penuh motor untuk paling sedikit 30
menit.
c) Pembatas arus, bilamana dipasang pada pemutus, harus tidak terbuka pada saat arus rotor terkunci.
d) Suatu set cadangan pembatas arus dengan besaran nominal yang benar harus selalu tersedia pada
lemari atau rak di dalam penutup alat kontrol.
42 dari 142
SNI 03-6570-2001
43 dari 142
SNI 03-6570-2001
b) Fasa Hilang
Kehilangan suatu fasa pada terminal jalur pada kontaktor motor harus dapat diamati.
Semua fasa harus dapat diamati.
Pengecualian:
Bila daya dipasok dari sumber daya jamak, pengamatan dari setiap sumber daya untuk fasa hilang harus
dimungkinkan pada setiap titik hulu listrik dari terminal jalur kontaktor bilamana semua sumber diamati.
c) Keterbalikan Fasa (lihat butir 7.4.6.2).
Sirkit alarm ini harus dihubungkan pada sumber daya handal yang terpisah atau dari
daya motor pompa, dimana tegangannya tidak terreduksi lebih dari 220 V.
d). Alat Kontrol Tersambung ke Sumber Pengganti.
Bila dua sumber daya dipasok untuk memenuhi butir 6.2.3, sirkit alarm ini harus
mengindikasikan bahwa sumber pengganti merupakan sumber yang sedang memasok
daya ke alat kontrol. Sirkit alarm ini harus dihubungkan pada sumber daya handal yang
terpisah atau dari daya motor pompa, dimana tegangannya tidak terreduksi lebih dari
220 V.
44 dari 142
SNI 03-6570-2001
a) Untuk semua instalasi pompa, termasuk pompa-pompa jockey, setiap alat kontrol
harus mempunyai jalur pengindra tekanan individu sendiri.
b) Penghubung jalur pengindra tekanan untuk setiap pompa, termasuk pompa-pompa
jockey harus dibuat antara katup searah pelepasan dan katup kontrol pelepasan. Jalur
ini harus dari pipa brass, tembaga atau baja tahan karat seri 300 dan fitingnya harus
berukuran nominal 12,7 mm ( ½ inch). Harus ada dua katub searah yang dipasang
pada jalur pengindra tekanan setidaknya terpisah 1,5 m (5 ft) jauhnya satu sama lain
dengan lidah katub yang dibor berdiameter 2,4 mm ( 3/32 inch) untuk peredaman. [lihat
gambar A.7.5.2.1 a) dan b)].
Pengecualian No. 1:
Bila airnya bersih, unions dengan diafragma non korosif yang dibor dengan lubang 2,4 mm (3/32 inch)
dapat dipergunakan menggantikan katup searah.
Pengecualian No. 2:
Pada alat kontrol tak bertekanan, saklar tekanan tidak diperlukan.
c) Pada jalur pengindra tekanan harus tidak dipasang katub penutup (shut-off valve).
d) Penggerak saklar tekanan pada seting penyetelan rendah harus mengawali urutan
start pompa (bila pompa belum beroperasi).
e)* Suatu alat pencatat tekanan yang teruji harus dipasang untuk mengindra dan mencatat
tekanan pada setiap jalur pengindra tekanan alat kontrol pompa kebakaran pada sisi
input ke alat kontrol. Pencatat harus mampu beroperasi setidaknya selama 7 hari
tanpa harus direset atau diputar ulang.
Elemen pengindra tekanan dari pencatat harus mampu menahan tekanan kejut sesaat
sekurang-kurangnya 27,6 bar (400 psi) tanpa harus kehilangan ketelitiannya.
45 dari 142
SNI 03-6570-2001
46 dari 142
SNI 03-6570-2001
Pengecualian:
Penutupan secara otomatik tidak diperbolehkan bila pompa merupakan pompa tunggal yang memasok
sistem sprinkler kebakaran atau pipa tegak (standpipe), atau bilamana instansi yang berwenang
menentukan persyaratan penutupan manual.
47 dari 142
SNI 03-6570-2001
48 dari 142
SNI 03-6570-2001
Pengecualian No. 3:
Alat kontrol harus memiliki besaran nominal arus hubung pendek tidak kurang dari 10.000 A.
Pengecualian No. 4:
Saklar isolasi yang dioperasikan manual sesuai spesifikasi pada butir 7.4.2 tidak diperlukan.
7.8.1 Umum
7.8.1.1 Bila dipersyaratkan oleh instansi yang berwenang atau untuk memenuhi
persyaratan butir 7-2.3 dimana suatu alat pemindah daya listrik setempat digunakan untuk
memilih sumber daya, saklar seperti ini harus sesuai dengan ketentuan pada butir 7.8 dan
juga butir 7.1, 7.2 dan 7.4.1.
7.8.1.2 Saklar pemindah manual harus tidak dipergunakan untuk memindah daya antara
pemasok normal dan pemasok pengganti ke alat kontrol pompa.
7.8.1.3 Alat jarak jauh yang dipasang mampu mencegah operasi otomatik saklar
pemindah tidak diperbolehkan.
7.8.2.1 Susunan I (Kombinasi Teruji Alat Kontrol Pompa Kebakaran dan Saklar
Pemindah Daya)
7.8.2.1.1 Bila saklar pemindah daya terdiri dari rakitan saklar daya berupa paket, rakitan
seperti ini harus ditempatkan pada kompartemen terlindung dari alat kontrol pompa
kebakaran atau pada penutup terpisah yang terpasang pada alat kontrol dan ditandai “Saklar
Pemindah Daya Pompa Kebakaran”.
7.8.2.1.2 Suatu saklar isolasi, memenuhi butir 7.4.2, ditempatkan dalam penutup atau
kompartemen saklar pemindah daya harus dipasang di sisi depan terminal input pengganti
saklar pemindah. Persyaratan saklar isolasi adalah sebagai berikut:
a) Saklar isolasi harus teramati dengan penunjukkan bilamana dalam keadaan terbuka.
b) Adanya alat pengamat yang mengoperasikan sinyal yang dapat didengar atau dilihat
pada kombinasi alat kontrol pompa kebakaran/saklar pemindah otomatik dan pada titik
yang jauh bila diperlukan.
c) Saklar isolasi harus sesuai untuk arus sirkit pendek yang ada dari sumber pengganti.
7.8.2.1.3 Bila sumber pengganti disediakan oleh sumber daya umum yang lain (kedua),
saklar pemindah sisi darurat harus dilengkapi dengan saklar isolasi yang memenuhi butir
7.4.2 dan pemutus sirkit yang memenuhi butir 7.4.3 dan 7.4.4.
7.8.2.2 Susunan II (Alat Kontrol Pompa Kebakaran Teruji Individual dan Saklar
Pemindah Daya).
Harus dilengkapi hal-hal berikut:
a) Saklar pemindah daya alat kontrol pompa kebakaran yang harus memenuhi butir 6.6
dan 7.8 dan suatu alat kontrol pompa.
b) Saklar isolasi, atau pemutus layanan bilamana diperlukan, di sisi depan terminal input
normal dari saklar pemindah.
49 dari 142
SNI 03-6570-2001
c) Proteksi arus lebih saklar pemindah harus dipilih atau diset pada kapasitas tak tertentu
arus rotor terkunci dari motor pompa kebakaran bila sumber pengganti dipasok oleh
utilitas kedua.
d) Saklar isolasi didepan terminal input layanan pengganti dari saklar pemindah yang
memenuhi persyaratan berikut:
1) Saklar isolasi harus dapat dikunci pada posisi “on”.
2) Suatu plakat harus dipasang di bagian luar pada saklar isolasi yang bertuliskan
“Saklar Isolasi Pompa Kebakaran”. Tinggi huruf harus paling sedikit 25,4 mm (1
inch).
3) Suatu plakat harus dipasang dekat ke alat kontrol pompa kebakaran yang
menyatakan lapangan saklar tersebut dan lapangan kunci (bila saklar isolasi
dikunci).
4) Saklar isolasi harus teramati untuk mengindikasikan bila ini tidak tertutup dengan
satu dari cara-cara berikut:
(a). Layanan sinyal stasiun pusat, proprietary atau stasiun jauh.
(b). Layanan sinyal lokal yang dapat membunyikan sinyal suara pada titik yang
dijaga secara tetap.
(c). Penguncian saklar isolasi pada posisi tertutup.
(d). Penyekatan saklar isolasi dan pengawasan tercatat mingguan yang
disetujui bilamana saklar isolasi berada dalam pagar penutup atau di dalam
bangunan yang dikuasai oleh pemiliknya.
5) Pengawasan tersebut harus menjalankan sinyal suara dan nampak pada saklar
pemindah dan pada titik jauh bila diperlukan.
7.8.2.3 Tiap pompa kebakaran harus memiliki saklar pemindah terdedikasi bila
diperlukan.
7.8.2.4 Alat kontrol pompa kebakaran dan saklar pemindah (lihat butir 7.8.2.1 dan
7.8.2.2) harus masing-masing memiliki tanda peringatan yang menunjukkan bahwa saklar
isolasi untuk alat kontrol maupun saklar pemindah adalah terbuka sebelum melayani alat
kontrol, saklar pemindah atau motor.
50 dari 142
SNI 03-6570-2001
7.8.3.5 Sarana saklar pemindah daya untuk operasi manual (tanpa elektrik) harus
disediakan. Sarana manual ini tidak harus dioperasikan dari luar.
7.8.3.6 Saklar pemindah daya harus disediakan dengan alat pengindra tegangan rendah
untuk mengamati semua jalur tidak dibumikan dari sumber daya normal. Bila tegangan pada
suatu fasa pada terminal beban pemutus sirkit pada alat kontrol pompa kebakaran jatuh
dibawah 85 persen tegangan nominal motor, saklar pemindah daya harus secara otomatik
mengawali pemindahan ke sumber pengganti. Bila tegangan pada semua fasa dari sumber
normal telah balik ke batas yang dapat diterima, alat kontrol pompa kebakaran harus dapat
diperbolehkan dipindahkan kembali ke sumber normal. Keterbalikan fasa daya sumber
normal (lihat butir 7.4.6.2) dapat menyebabkan suatu kerusakan daya sumber normal
tersimulasikan akibat pengindraan fasa terbalik.
Pengecualian:
Bila saklar pemindah daya bekerja secara elektrik di hulu dari pemutus sirkit alat kontrol pompa kebakaran,
tegangan dapat diperbolehkan diindra pada input saklar pemindah daya sebagai pengganti pada terminal beban
pemutus tenaga alat kontrol pompa kebakaran.
7.8.3.7 Alat pengindra frekuensi dan tegangan harus disediakan untuk mengamati
sedikitnya satu konduktor tak dibumikan dari sumber daya pengganti. Pemindahan ke
sumber pengganti harus dicegah sampai adanya tegangan dan frekuensi untuk melayani
beban pompa kebakaran.
Pengecualian:
Bila sumber pengganti tersedia dari sumber daya umum lain (kedua), alat pengindra tegangan rendah harus
mengamati semua konduktor yang tidak dibumikan sebagai pengganti alat pengindra frekuensi.
7.8.3.8 Dua indikator yang terlihat dari luar harus disediakan untuk menunjukkan dari
sumber daya mana alat kontrol pompa kebakaran tersambungkan.
7.8.3.9 Harus disediakan sarana untuk menunda pemindahan kembali dari sumber
pengganti ke sumber normal sampai sumber normal stabil kembali. Penundaan waktu ini
harus dapat di bypass secara otomatik bila sumber pengganti gagal.
7.8.3.10 Harus disediakan sarana untuk mencegah arus masuk yang lebih besar daripada
normal pada saat pemindahan motor pompa kebakaran dari satu sumber ke sumber lainnya.
7.8.3.11 Saklar pemindah daya harus tidak memiliki pemroteksi sirkit pendek integral atau
arus lebih.
7.8.3.12 Hal-hal berikut harus disediakan:
a) Alat untuk menunda start generator pengganti untuk mencegah kegagalan start pada
saat terjadinya penurunan dan pemutusan sementara sumber normal.
b) Suatu lup sirkit ke generator pengganti dimana salah satu pembukaan atau penutupan
sirkit akan menstart generator pengganti (bila diperintah oleh saklar pemindah daya)
(lihat butir 7.8.3.6).
c) Sarana untuk mencegah pengiriman sinyal untuk menstart generator pengganti bila
diperintah oleh saklar pengganti daya, bila saklar isolasi pada sisi sumber pengganti
saklar pemindah dalam keadaan terbuka.
7.8.3.13 Saklar penguji sewaktu-waktu, dapat dioperasikan dari luar, yang akan
mensimulasikan kerusakan sumber daya normal, harus disediakan pada panel.
51 dari 142
SNI 03-6570-2001
7.8.3.14 Kontak buka atau tutup pembantu yang dioperasikan secara mekanik oleh
mekanisme saklar pemindah daya pompa kebakaran harus disediakan untuk menunjukkan
indikasi jarak jauh bahwa alat kontrol pompa kebakaran telah dipindahkan ke sumber
pengganti.
7.9.5 Penandaan.
Alat kontrol harus ditandai dengan “Alat Kontrol Pompa Busa”.
8.1 Umum.
8.1.1 Seleksi.
Seleksi dari peralatan pompa kebakaran dengan penggerak motor diesel untuk setiap situasi
harus didasarkan pada pertimbangan secara teliti faktor berikut:
a) Tipe kontrol yang paling andal.
b) Pasokan bahan bakar.
c) Instalasi.
d) Start dan mengoperasikan motor diesel.
52 dari 142
SNI 03-6570-2001
(busi) tidak diperkenankan untuk digunakan, kecuali untuk instalasi yang telah dibuat
sebelum standar ini disusun.
Pembatasan ini tidak boleh diartikan tidak termasuk turbin gas sebagai penggerak pompa di
masa mendatang.
8.2 Motor.
8.2.1 Teruji.
8.2.1.1 Motor harus diuji untuk melayani pompa kebakaran.
8.2.1.2 Motor harus diuji secara spesifik oleh laboratorium penguji untuk melayani
pompa kebakaran.
53 dari 142
SNI 03-6570-2001
8.2.4.1 Governor.
Motor harus dilengkapi dengan governor yang mampu mengatur kecepatan motor dalam
rentang 10 persen antara kondisi pompa tak berbeban sampai beban maksimum pompa.
Governor harus dapat diatur di lapangan dan diset serta diamankan untuk mempertahankan
kecepatan nominalnya pada beban maksimum pompa.
54 dari 142
SNI 03-6570-2001
55 dari 142
SNI 03-6570-2001
Pengecualian:
Bila suatu daya arus bolak balik tidak tersedia atau tidak andal, suatu metoda pengisian tambahan selain dari
generatornya sendiri harus disediakan.
56 dari 142
SNI 03-6570-2001
Motor diesel yang terpasang harus tanpa alat bantu untuk start, kecuali harus menggunakan
alat pemanas air listrik pada selubung luar (jacket) motor yang dikontrol secara thermostatik.
Diesel yang terpasang harus mampu memikul beban penuh nominalnya dalam waktu 20
detik detik setelah distart dengan udara intake, temperatur udara ruangan dan semua
peralatannya pada 00C (320F).
8.2.5.3.2 Cara start dengan hidraulik, harus memenuhi kondisi sebagai berikut:
a) alat pemutar poros engkol hidraulik harus sistem yang berdiri sendiri yang dapat
menyediakan gaya untuk memutaran poros engkol yang diperlukan dalam putaran per
menit (rpm) sebagaimana direkomendasikan pabrik pembuat motor.
b) Sarana yang dioperasikan dengan listrik harus secara otomatik menyediakan dan
mempertahankan tekanan hidraulik yang tersimpan dalam batas tekanan yang telah
lebih dahulu ditentukan.
c) Sarana otomatik mempertahankan sistem hidraulik dalam batas tekanan yang telah
lebih dahulu ditentukan, harus dipasok dari jalur utama dan jalur darurat bila tersedia.
d) Sarana harus disediakan untuk mengisi ulang secara manual sistem hidraulik.
e) Kapasitas dari sistem untuk memutarkan poros engkol secara hidraulik harus
menyediakan tidak kurang dari enam kali siklus pemutaran poros engkol.
Setiap siklus pemutaran poros engkol – tiga kali pertama secara otomatik dari sumber
sinyal – harus menyediakan sejumlah putaran per menit yang disyaratkan untuk
memungkinkan motor diesel memenuhi persyaratan memikul beban nominal penuh
dalam waktu 20 detik setelah pemutaran engkol diawali dengan udara intake,
temperatur udara ruangan, dan sistem pemutaran poros engkol pada 00C (320F).
f) Kapasitas dari sistem untuk memutarkan poros engkol secara hidraulik cukup untuk
start tiga kali pada kondisi sebagaimana dijelaskan dalam butir 8.2.5.3.2, harus
tersedia dan diatur sedemikian rupa sehingga operasi dari satu kontrol tunggal oleh
satu orang memungkinkan kapasitas cadangan dapat digunakan.
g) Semua kontrol harus digerakkan oleh sumber listrik arus searah 12 Volt atau 24 Volt
untuk mengakomodasi pemberhentian motor pada saat tekanan minyak pelumas
rendah, kecepatan lebih, dan tempertatur air pada selubung luar motor tinggi.
Pada saat terjadinya kegagalan semacam ini, sistem untuk memutarkan poros engkol
secara hidraulik harus menyediakan suatu “interlock” untuk mencegah motor
melakukan pemutaran poros engkol ulang. “Interlock” ini harus di reset secara manual
untuk kembali dapat distart setelah kegagalan motor diperbaiki.
57 dari 142
SNI 03-6570-2001
terminal yang diberi nomor sesuai dengan nomor terminal di alat kontrol. Persyaratan ini
harus memastikan siapnya sambungan di lokasi antara kedua pasang terminal.
8.2.6.3.1 Pasokan.
Pasokan air pendingin untuk tipe sistem alat penukar kalor harus diambil dari pelepasan
pompa sebelum katup searah pompa.
Pipa kaku berulir harus digunakan untuk sambungan ini. Sambungan pipa pada arah aliran
harus dilengkapi dengan katup penutup manual yang diberi tanda, saringan dari jenis yang
dapat dibersihkan dan disetujui sebagai tambahan yang merupakan bagian dari katup
pengatur tekanan, katup pengatur tekanan, katup otomatik teruji ( dari klas untuk proteksi
kebakaran) dan katup penutup manual kedua yang bertanda. Suatu pengukur tekanan harus
dipasang di sistem pasokan air pendingin setelah katup manual terakhir di sisi motor.
58 dari 142
SNI 03-6570-2001
Pengecualian:
Katup otomatik tidak diperlukan pada pompa turbin poros vertikal atau setiap pompa lainnya bila tidak ada
tekanan pada pelepasan jika pompa tidak bekerja.
8.2.6.6 Radiator.
8.2.6.6.1 Panas dari sirkit utama radiator harus dikeluarkan oleh suatu fan yang termasuk
di dalamnya, dan digerakkan oleh motor. Radiator harus dirancang untuk membatasi
temperatur maksimum operasi motor dengan temperatur udara inlet 490C (1200F) pada inlet
alat pembersih udara pembakaran.
Radiator harus termasuk plambing ke motor dan flens pada sisi udara pelepasan untuk
sambungan dakting fleksibel dari sisi pelepasan ke ventilator udara pelepasan.
8.2.6.6.2 Fan harus mendorong udara melalui radiator untuk dikeluarkan dari ruangan
melalui ventilator pelepasan udara. Untuk menjamin aliran udara yang cukup melalui
ruangan dan radiator, paket radiator pendingin harus mampu mengatasi tahanan yang
disebabkan oleh kombinasi pasokan udara dan ventilator pelepasan sebesar 13 mm kolom
air (0,5 inch.w.g). Tahanan bagian luar ini merupakan tambahan pada radiator, pelindung fan
dan gangguan komponen motor lainnya. Fan harus dilindungi untuk ptoteksi orang.
59 dari 142
SNI 03-6570-2001
8.3.2* Ventilasi.
Ventilasi harus disediakan untuk fungsi berikut ini :
a) Mengontrol temperatur maksimum sampai 490C (1200F) pada inlet alat pembersih
udara pembakaran dengan motor berjalan pada beban nominal.
b) Udara pasok untuk pembakaran motor.
c) Mengeluarkan setiap uap yang berbahaya.
d) Memasok dan membuang udara sebagaimana diperlukan untuk pendinginan radiator
motor bila diperlukan.
Komponen sistem ventilasi harus dikoordinasikan dengan operasi motor.
60 dari 142
SNI 03-6570-2001
8.4.2 Pelindung.
Suatu pelindung atau pipa proteksi harus disediakan untuk semua jalur pipa bahan bakar
yang terbuka.
61 dari 142
SNI 03-6570-2001
62 dari 142
SNI 03-6570-2001
Pengecualian:
Sistem pembuangan yang dilengkapi dengan peralatan penangkap percikan dibolehkan untuk berhenti di lokasi
sebagaimana diuraikan di SNI 04-0225-2000, tentang "Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL-2000)" .
63 dari 142
SNI 03-6570-2001
9.1 Aplikasi
Bab ini menentukan persyaratan untuk kinerja minimum alat kontrol otomatik dan tidak
otomatik dari motor diesel untuk pompa kebakaran yang digerakkan oleh motor diesel.
Alat perlengkapan seperti monitor alarm dan sarana memberi sinyal, termasuk bila perlu
untuk memastikan kinerja minimum dari alat tersebut diatas.
9.1.1 Umum
9.1.1.1 Semua alat kontrol harus secara spesifik teruji untuk pelayanan pompa
kebakaran yang digerakkan oleh motor diesel.
9.1.1.2 Semua alat kontrol harus lengkap terpasang dengan pengkabelan dan diuji oleh
pabrik pembuat sebelum dikapalkan dari pabrik.
9.1.1.3 Semua alat kontrol harus diberi tanda “Alat Kontrol Motor Diesel Pompa
Kebakaran” dan harus terlihat dengan jelas nama dari sipembuat, indentifikasi tujuan dan
“besaran” elektrikal secara lengkap. Bilamana banyak pompa melayani daerah berlainan
atau bagian dari fasilitas yang ditentukan, suatu tanda yang cocok harus dipasang secara
menyolok disetiap alat kontrol menunjukkan daerah, zona atau bagian dari sistem yang
dilayani oleh pompa atau alat kontrol pompa.
9.1.1.4 Adalah tanggung jawab dari pabrik pembuat pompa atau perwakilannya yang
ditunjuk untuk membuat susunan yang diperlukan guna pelayanan alat kontrol. Perwakilan
dari pabrik pembuat bila diperlukan harus melayani dan menyetel peralatan selama
dilakukan pemasangan, pengujian dan dalam masa jaminan.
9.2 Lokasi
9.2.1 Alat kontrol harus diletakkan sedekat mungkin pada motor yang dikontrol dan
harus terlihat dari motor.
9.2.2 Alat kontrol harus diletakkan atau terlindung demikian rupa sehingga tidak dapat
dirusakkan oleh air yang keluar dari pompa atau sambungan pompa. Bagian dari alat kontrol
yang membawa arus harus tidak boleh lebih kurang dari 305 mm (12 inch) diatas permukaan
lantai.
9.2.3 Daerah bebas untuk kerja disekitar alat kontrol harus sesuai SNI 04-0225-2000,
tentang "Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL-2000)" .
9.3. Konstruksi
9.3.1* Peralatan
Semua peralatan harus cocok untuk digunakan dilokasi seperti besemen yang lembab,
dengan syarat tingkat uap airnya sedang. Keandalan operasi tidak terlalu dipengaruhi oleh
kumpulan debu normal.
9.3.2 Pemasangan
Semua peralatan yang tidak dipasang pada motor harus dipasang dengan cara yang cukup
baik pada struktur penumpu tunggal yang tidak dapat terbakar.
64 dari 142
SNI 03-6570-2001
9.3.3 Panel.
9.3.3.1* Pemasangan
Struktur atau panel harus dipasang dengan aman sesuai ketentuan yang berlaku. Bila
peralatan diletakkan di bagian luar atau berada dilingkungan khusus, panel bermutu yang
cocok harus digunakan.
9.3.3.2 Pembumian.
Panel harus dibumikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
9.3.5.3 Sambungan
Alat kontrol dari motor diesel pompa kebakaran tidak boleh digunakan sebagai kotak
sambungan untuk memasok peralatan lainnya. Konduktor pasokan listrik untuk pompa guna
mempertahankan tekanan (jockey atau make-up) harus tidak disambung ke alat kontrol
motor diesel pompa kebakaran.
9.3.7 Penandaan.
Setiap komponen untuk operasi dari alat kontrol harus ditandai untuk menunjukkan secara
jelas suatu simbol indentifikasi yang tertera pada diagram skematik elektrikal. Tanda harus
diletakkan demikian rupa sehingga tetap terlihat setelah pemasangan.
65 dari 142
SNI 03-6570-2001
9.3.8* Instruksi
Instruksi yang lengkap meliputi cara mengoperasikan alat kontrol harus disediakan dan
terpasang dengan menyolok pada alat kontrol.
9.4 Komponen
9.4.2 Alarm dan alat Sinyal Jarak Jauh dari Alat Kontrol.
Bilamana ruangan pompa tidak selalu ditunggui, alarm audibel atau alarm dapat dilihat
mendapat daya dari sumber selain dari baterai untuk start motor dan tidak melampaui 220 V
harus disediakan pada tempat dimana selalau ada penjaganya. Alarm ini harus
menunjukkan hal berikut ini :
a) Motor sedang jalan (sinyal terpisah).
66 dari 142
SNI 03-6570-2001
b) Sakelar utama alat kontrol telah diputar dan berada pada posisi tidak jalan atau posisi
manual (sinyal terpisah).
c) Gangguan pada alat kontrol atau motor (terpisah atau sinyal bersamaan). (lihat butir
9.4.1.3)
9.4.5 Voltmeter
Voltmeter dengan ketelitian ± 5 persen harus disediakan untuk setiap kumpulan baterai
untuk menunjukkan tegangan selama dilakukan pemutaran poros engkol.
67 dari 142
SNI 03-6570-2001
a) Untuk semua instalasi pompa, termasuk pompa jockey, setiap alat kontrol harus
memiliki saluran pengindera tekanan tersendiri.
b) Sambungan saluran pengindera tekanan untuk setiap pompa termasuk pompa jockey,
harus dibuat antara katup searah pelepasan pompa dan katup kontrol pelepasan
pompa. Saluran ini harus dari pipa atau tabung brass, tembaga atau baja tahan karat
serie 300 dan fiting ukuran nominal 12,7 mm (½ inch). Dua katup searah harus
dipasang pada saluran pengindera tekanan paling tidak 1,6 m (5 ft) terpisah dengan
lobang 2,4 mm (3/32 inch) dibor di lidah katup (clapper) untuk berfungsi sebagai
damper (lihat gambar A.7.5.2.1 (a) dan (b).
Pengecualian No.1 :
Bila air bersih yang dipergunakan, union dengan diafragma tidak berkarat dibor dengan orifis 2,4 mm
(3/32 inch) dibolehkan untuk digunakan sebagai ganti katup searah.
Pengecualian No.2 :
Dalam alat kontrol yang digerakkan tanpa tekanan, sakelar tekanan tidak diperlukan.
c). Tidak ada katup penutup di saluran pengindera tekanan.
d). Gerakkan sakelar tekanan pada seting yang rendah akan mengawali urutan start
pompa, bila pompa belum beroperasi.
68 dari 142
SNI 03-6570-2001
pada kerusakan sirkit luar ini. Semua konduktor kontrol didalam ruangan pompa yang tidak
di tolerir adanya kesalahan harus dilindungi terhadap kerusakan mekanikal.
69 dari 142
SNI 03-6570-2001
mengoperasikan indikator yang dapat dilihat dan alarm bunyi pada alat kontrol. Siklus
usaha untuk start harus ditentukan dan harus terdiri dari enam perioda pemutaran
poros engkol yang lamanya kurang lebih 15 detik per perioda, diselingi 5 perioda
istirahat selama kurang lebih 15 detik per pperioda .
c) Pada kejadian salah satu dari baterai tidak dapat dioperasikan atau tidak terpasang,
kontrol harus terhubung pada unit baterai yang masih ada.
70 dari 142
SNI 03-6570-2001
9.6.3 Penandaan.
Semua alat kontrol harus diberi tanda “Alat Kontrol Motor Diesel Pompa Kebakaran” dan
harus terlihat dengan jelas nama dari sipembuat, indentifikasi tujuan dan rating lengkap.
Bilamana pompa jamak yang disediakan melayani daerah yang berlainan atau bagian dari
fasilitas, tanda yang cocok harus dipasang secara menyolok disetiap alat kontrol untuk
menujukkan daerah, zona atau bagian dari sistem yang dilayani oleh pompa atau alat kontrol
pompa.
9.6.4 Sambungan
9.6.6 Penandaan.
Setiap komponen dari alat kontrol harus diberi tanda untuk menunjukkan dengan jelas nomor
indentifikasi berdasarkan referensi pada diagram sirkit. Tanda harus diletakkan demikian
rupa sehingga masih tampak dengan jelas setelah pemasangan.
71 dari 142
SNI 03-6570-2001
72 dari 142
SNI 03-6570-2001
73 dari 142
SNI 03-6570-2001
10.1 Umum
10.2 Turbin
74 dari 142
SNI 03-6570-2001
10.2.1.4 Kamar nozel, rumah katup governor, pengatur tekanan dan bagian-bagian lain
yang dilewati oleh uap harus dibuat dari bahan metal tahan terhadap temperatur maksimum
terkait.
10.2.4 Rotor
Rotor dan turbin harus dari bahan yang cocok. Unit rotor yang dirancang untuk pertama kali
harus tipe yang diuji di bengkel pabrik pembuat pada 40 persen diatas kecepatan nominal.
Semua unit berikutnya dari rancangan yang sama harus diuji pada 25 persen diatas
kecepatan nominal.
10.2.5 Poros
10.2.5.1 Poros dari turbin harus dari baja bermutu tinggi, seperti baja karbon dapur
terbuka atau baja nikkel.
10.2.5.2 Apabila pompa dan turbin dirakit sebagai unit independen, kopling fleksibel harus
disediakan antara kedua unit.
10.2.5.3 Bila rotor menggantung digunakan, poros untuk unit kombinasi harus dibuat
dalam satu bagian dengan hanya dua bantalan.
10.2.5.4 Kecepatan kritis dari poros harus jauh diatas kecepatan tertinggi dari turbin
sehingga turbin yang akan beroperasi pada semua kecepatan sampai 120 persen dari
kecepatan nominalnya tanpa menimbulkan getaran yang mengganggu.
75 dari 142
SNI 03-6570-2001
10.2.6 Bantalan
Turbin yang mempunyai bantalan bentuk selongsong (sleeve) harus mempunyai tipe
bantalan terpisah terdiri atas rumah dan tutup (shell and cap).
Pengecualian:
Turbin yang mempunyai bantalan bola dapat diterima setelah terbukti mempunyai catatan memuaskan
dikalangan komersial. Sarana harus disediakan untuk memberi indikasi tampak dari permukaan minyak.
10.3* Instalasi
Perincian dari pasokan uap, pembuangan, dan pengisian ketel uap harus direncanakan
secara hati-hati untuk menyediakan operasi yang handal dan effektif dari pompa kebakaran
yang digerakkan oleh turbin uap.
76 dari 142
SNI 03-6570-2001
77 dari 142
SNI 03-6570-2001
11.2.6.3.1 Pengujian aliran pompa untuk pompa langkah positip harus dilaksanakan
menggunakan meter aliran atau plat orifis yang dipasang di belakang lup untuk tanki
konsentrat busa atau di sisi inlet dari pompa air.
Pembacaan meter aliran atau tekanan pelepasan harus dicatat dan harus sesuai data kinerja
aliran dari pabrik pembuat pompa. Bila digunakan plat orifis, ukuran orifis dan tekanan
pelepasan yang berkaitan dipertahankan pada sisi hulu dari pelat orifis harus disediakan
untuk instansi berwenang. Laju aliran harus sesuai spesifikasi saat dioperasikan pada
tekanan sistem yang dirancang. Pengujian harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
11.2.6.3.2 Untuk motor listrik dioperasikan pada tegangan dan frekuensi nominal,
kebutuhan amper harus tidak melampaui produk perkalian dari amper beban panuh nominal
dikalikan dengan faktor pelayanan yang diperkenankan sebagaimana tertera di plat nama.
11.2.6.3.3 Untuk motor listrik dioperasikan pada tegangan yang bervariasi, produk dan
tegangan aktual dan kebutuhan arus harus tidak melampaui produk dari tegangan nominal
dan arus beban penuh nominal dikalikan factor pelayanan yang diperkenankan. Tegangan
pada motor tidak boleh bervariasi lebih dari 5 persen dibawah atau 10 persen diatas
tegangan nominal (plat nama) pada waktu pengujian (lihat butir 6.4).
11.2.6.3.4 Unit yang digerakkan dengan motor harus tidak memperlihatkan tanda adanya
beban lebih atau adanya tegangan (stress). Governor dari unit semacam ini harus di set
pada waktu diuji untuk mengatur dengan baik kecepatan motor pada kecepatan nominal
pompa (lihat 8.2.4.1).
11.2.6.3.5 Turbin uap harus mempertahankan kecepatannya dalam batas sebagaimana
ditentukan di butir 10.2.2.
11.2.6.3.6 Perakitan penggerak roda gigi harus beroperasi tanpa menimbulkan suara,
getaran atau panas berlebihan yang mengganggu.
78 dari 142
SNI 03-6570-2001
Pengecualian:
Penggerak motor tidak disyaratkan untuk berjalan 5 menit pada beban penuh antara start berturut-turut sampai
waktu start berturut-turut pemutaran poros engkol kumulatip mencapai 45 detik.
11.2.7.3 Urutan operasi otomatik dari alat kontrol harus menstart pompa dengan seluruh
fasilitas yang disediakan. Urutan isi harus termasuk sakelar tekanan atau sinyal start jarak
jauh.
11.2.7.4 Pengujian dari alat kontrol dari penggerak motor harus dibagi antara kedua set
dari baterai.
11.2.7.5 Pemilihan, ukuran dan seting dari semua alat proteksi terhadap arus lebih,
termasuk pemutus tenaga alat kontrol pompa kebakaran, harus ditegaskan sesuai dengan
standar ini.
11.2.7.6 Pompa harus distart sedikitnya sekali menggunakan setiap pelayanan daya dan
dijalankan untuk minimum 5 menit.
PERHATIAN
Operasi darurat secara manual harus dilaksanakan oleh gerakan manual dari gagang
darurat hingga posisi tergrendel betul dengan gerakan secara terus menerus. Gagang ini
harus digrendel selama pengujian dilakukan.
79 dari 142
SNI 03-6570-2001
80 dari 142
SNI 03-6570-2001
Apendiks A
Bahan penjelasan
Apendiks A bukan bagian yang dipersyaratkan dari standar ini, tetapi dimasukkan untuk tujuan informasi saja.
Apendiks berisi bahan penjelasan, nomor butir yang ditunjukkan berhubungan dengan penerapan teks paragrap
yang diberi tanda *.
A.1.1 Untuk informasi selanjutnya, lihat ketentuan lainnya yang terkait.
A.1.4 Karena sifat keunikan dari unit pompa kebakaran, persetujuan sebaiknya
diperoleh sebelum merakit setiap komponen yang spesifik.
A.1.6.1 Suatu unit dimaksudkan sebagai suatu kesatuan yang terdiri dari pompa,
penggerak, alat kontrol, sakelar pemindah, peralatan dan perlengkapannya. Unit berarti
sesuatu yang mampu menanggapi dan mengatasi semua masalah yang berkaitan dengan
instalasi yang tepat, berkesesuaian, kinerja, dan penerimaan peralatan. Unit ini sebaiknya
tidak diartikan harus membeli semua komponen dari pemasok tunggal.
A.1.8.1.9 Disetujui.
BSN bukan instansi yang menyetujui, memeriksa, atau memberikan sertifikat pada setiap
instalasi, prosedur, peralatan atau bahan. Dalam menentukan persetujuan instalasi,
prosedur, peralatan atau bahan, instansi berwenang menggunakan dasar standar ini atau
standar lain yang setara bila dalam standar ini tidak tersebut.
A.1.8.1.12 Head.
Unit untuk ukuran head adalah meter (foot). Hubungan antara suatu tekanan yang
dinyatakan dalam bar (lb/inch2) dan suatu tekanan yang dinyatakan dalam meter (foot) head
diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
tekanan di dalam bar
head dalam meter =
0,098 x gravitasi spesifik
Dalam satuan meter-kilogram (foot-pounds) energi per kg (pound) air, semua kuantitas head
mempunyai dimensi meter (feet) air. Semua tekanan yang terbaca dirubah ke dalam meter
(feet) air yang dipompakan. {lihat gambar A.1.8.1.12, bagian (a) dan (b)}.
81 dari 142
SNI 03-6570-2001
Catatan :
a). Untuk semua jenis pompa poros horisontal (pompa bertingkat tunggal hisapan ganda seperti ditunjukkan).
Titik duga sama untuk tingkat jamak, jenis hisap tunggal ujung (end suction) tipe ANSI atau setiap pompa
dengan poros horisontal.
b). Untuk semua jenis pompa poros vertikal (pompa bertingkat tunggal vertikal hisapan ganda seperti
ditunjukkan). Titik duga sama untuk hisap tunggal ujung (end suction), sejalur (in-line), atau setiap pompa
dengan poros vertikal.
dimana :
82 dari 142
SNI 03-6570-2001
Gambar A.1.8.1.18 : Head total dari semua jenis pompa kebakaran yang dipasang
tetap (tidak termasuk jenis turbin vertikal).
Gambar A.1.8.1.19 : Tekanan total dari pompa kebakaran jenis turbin vertikal.
83 dari 142
SNI 03-6570-2001
A.1.8.1.35 Pelayanan.
Untuk informasi lebih lanjut, lihat SNI 04-0225-2000, tentang "Persyaratan Umum Instalasi
Listrik 2000 (PUIL-2000)" .
A.1.8.1.65 Teruji.
Peralatan, bahan, atau pelayanan, termasuk dalam daftar publikasi dari organisasi yang
diakui oleh instansi berwenang dan berkaitan dengan pengkajian produk atau pelayanan,
yang menjaga pemeriksaan periodik dari produksi peralatan terdaftar atau bahan-bahan atau
pengkajian periodik dari pelayanan dan mendapatkan daftar dari peralatan, bahan atau
pelayanan yang diidentifikasikan memenuhi standar atau telah diuji dan diperoleh
kesesuaian untuk tujuan spesifik.
A.2.1.1 Untuk kapasitas pasokan air dan persyaratan tekanan, lihat standar berikut :
a). SNI 03-1745-2000, tentang “Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem pipa
tegak dan slang untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung”.
b). SNI 03-3989-2000, tentang “Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem
springkler otomatik untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung”.
c). Ketentuan lain yang berlaku.
A.2.1.2 Apabila pasokan hisap diperoleh dari sistem air yang digunakan di pabrik,
operasi pompa pada 150 persen kapasitas yang diijinkan sebaiknya tidak membahayakan
proses akibat tekanan air yang menjadi rendah.
A.2.1.4 Sumber air yang mengandung garam atau bahan-bahan lain yang merugikan
pada sistem proteksi kebakaran sebaiknya dihindari.
A.2.2.4 Adalah tidak baik merancang pompa kebakaran dan penggeraknya dengan
terlalu berlebihan untuk kemudian menggantungkan pada katup relief tekanan untuk
membuka dan melepas kelebihan tekanan. Katup relief tekanan cara yang tidak dapat
diterima dalam pengurangan tekanan sistem di bawah kondisi operasi normal dan sebaiknya
tidak digunakan demikian.
A.2.3 Pompa yang dipasang tetap untuk proteksi kebakaran sebaiknya dipilih dengan
rentang operasi dari 90 persen sampai 150 persen dari kapasitas nominal. Kinerja pompa
bila dipakai pada kapasitas lebih dari 140 persen dari kapasitas nominalnya dapat
berpengaruh merugikan pada kondisi hisapnya. Pemakaian pompa pada kapasitas kurang
dari 90 persen dari kapasitas nominalnya tidak direkomendasikan.
84 dari 142
SNI 03-6570-2001
Pemilihan dan pemakaian pompa kebakaran sebaiknya tidak dikacaukan dengan kondisi
beroperasinya pompa. Dengan kondisi hisap yang benar, pompa dapat beroperasi pada
setiap titik pada kurva karakteristiknya dari mulai katup menutup sampai 150 persen
kapasitas nominalnya.
A.2.5.2 Untuk proteksi terhadap kerusakan akibat tekanan lebih, apabila dikehendaki,
proteksi alat pengukur sebaiknya dipasang.
A.2.7 Pertimbangan khusus perlu diberikan pada instalasi pompa kebakaran yang
dipasang di bawah tanah. Pencahayaan, panas, drainase, dan ventilasi adalah beberapa
contoh kebutuhan yang perlu diperhatikan.
Beberapa lokasi atau instalasi mungkin tidak membutuhkan rumah untuk pompa. Apabila
ruangan pompa atau rumah untuk pompa dibutuhkan, sebaiknya ukuran luas dan
penempatannya memungkinkan susunan pemipaan yang sependek mungkin dan benar.
Pemipaan hisap sebaiknya menjadi pertimbangan pertama. Rumah untuk pompa disarankan
merupakan bangunan terpisah dengan konstruksi yang tahan api.
Ruangan pompa satu lantai yang beratap mudah terbakar, terpisah dari bangunan satu
lantai yang berada disebelahnya, dapat disetujui bila ruangan pompa tersebut di springkler.
Apabila bangunan yang terpisah tidak memungkinkan, ruangan pompa sebaiknya
ditempatkan dan dibangun sedemikian rupa sehingga dapat memproteksi unit pompa dan
alat kontrolnya dari kejatuhan lantai atau mesin dan dari kebakaran yang dapat menyulitkan
operator pompa, merusak unit pompa dan alat kontrolnya.
Jalan masuk ke ruangan pompa sebaiknya disediakan dari bagian luar bangunan.
Apabila penggunaan bata atau beton bertulang tidak dimungkinkan, kepingan logam dan
plester direkomendasikan untuk konstruksi ruangan pompa.
Ruangan pompa atau rumah untuk pompa sebaiknya tidak digunakan untuk gudang. Pompa
jenis turbin poros vertikal membutuhkan tutup yang dapat dibuka pada atap rumah untuk
pompa guna memudahkan pompa dilepas untuk pemeriksaan dan perbaikan. Jarak bebas
yang cukup untuk peralatan sebaiknya disediakan sesuai rekomendasi dari gambar pabrik
pembuatnya.
A.2.7.1 Pompa kebakaran yang tidak dioperasikan karena suatu alasan pada setiap
waktu dapat mengakibatkan gangguan pada sistem proteksi kebakaran. Untuk itu sebaiknya
pompa segera diperbaiki untuk digunakan kembali tanpa penundaan.
Hujan dan panas matahari merupakan kondisi yang merugikan untuk peralatan yang tidak
dipasang pada ruangan tertutup seluruhnya.
Dalam kondisi minimum, peralatan yang dipasang di luar sebaiknya dilindungi dengan atap
atau dek.
A.2.7.6 Ruang pompa dan rumah untuk pompa sebaiknya kering dan bebas kondensasi.
Untuk menjadikan lingkungan yang kering, mungkin diperlukan pemanasan.
A.2.8.1 Bagian luar pipa baja yang dipasang di atas tanah sebaiknya dilindungi dengan
cat.
A.2.8.2 Lebih disukan flens di las pada pipa.
A.2.9.1 Bagian luar dari pemipaan hisap dengan bahan baja sebaiknya dilindungi dengan
cat. Pipa besi dan baja yang ditanam sebaiknya dibungkus dan dilapisi atau diproteksi
terhadap korosi sesuai ketentuan yang berlaku.
85 dari 142
SNI 03-6570-2001
Gambar 2.9.4.: Diagram skematik susunan yang diusulkan untuk pompa kebakaran
dengan bypass mengambil isapan dari saluran pipa umum.
A.2.9.5 Apabila pasokan hisap berasal dari saluran pipa umum, katup sorong sebaiknya
ditempatkan sejauh mungkin dari flens hisap pompa. Apabila berasal dari tangki penyimpan
air, katup sorong sebaiknya ditempatkan pada outlet dari tangki. Katup kupu-kupu pada sisi
hisap dari pompa dapat menimbulkan turbulensi yang berpengaruh kurang baik pada kinerja
pompa dan dapat meningkatkan kemungkinan sumbatan pada pipa.
86 dari 142
SNI 03-6570-2001
Gambar A.2.9.6 : Pemasangan yang benar dan salah dari hisapan pompa.
87 dari 142
SNI 03-6570-2001
Pompa yang dikontrol otomatik pada bangunan tinggi dapat memberikan kesulitan akibat
pukulan air bila pompa dimatikan.
Apabila alat pencegah aliran balik sebagai pengganti katup searah pada pelepasan,
penambahan alat pencegah aliran balik pada pemipaan bypass perlu untuk mencegah aliran
balik melalui bypass.
Apabila alat pencegah aliran balik sebagai pengganti katup searah pelepasan, sambungan
untuk jalur pengindera dibolehkan dipasang di antara katup searah terakhir dan katup kontrol
terakhir jika sambungan jalur pengindera tekanan dapat dibuat tanpa mengubah katup aliran
balik atau melanggar keterujiannya.
Cara ini kadang-kadang dapat dilakukan dengan menambah sambungan melalui lubang
pengujian pada katup aliran balik.
Dalam situasi ini, katup kontrol pelepasan tidak penting, karena katup kontrol terakhir pada
alat pencegah aliran balik melayani fungsi ini.
Apabila alat pencegah aliran balik sebagai pengganti katup searah pelepasan dan
sambungan jalur pengindera tidak dapat dibuat di dalam alat pencegah aliran balik, jalur
pengindera sebaiknya disambungkan antara alat pencegah aliran balik dan katup kontrol
pelepasan pompa. Dalam situasi ini, alat pencegah aliran balik tidak dapat menggantikan
katup kontrol pelepasan karena jalur pengindera membutuhkan kemampuan adanya
pemisahan.
A.2.11 Katup isolasi dan katup kontrol dipertimbangkan menjadi identik bila dipakai
dalam kaitannya dengan suatu rakitan pencegah aliran balik.
A.2.12 Patahnya pipa yang disebabkan oleh gerakan, dalam beberapa hal, dapat
dicegah dengan meninggikan fleksibilitas pada sebagian besar dari pemipaan. Satu bagian
dari pemipaan sebaiknya tidak dipegang secara kaku dan lainnya bebas untuk bergerak,
tanpa ketentuan untuk melepas tegangan.
Fleksibilitas dapat disediakan dengan pemakaian kopling fleksibel pada titik kritis dan jarak
antara (clearance) yang diperbolehkan pada dinding dan lantai. Pemipaan hisapan dan
pelepasan pompa kebakaran sebaiknya diperlakukan sama seperti pipa tegak springkler
untuk bagian yang mana saja di dalam bangunan (lihat SNI 03-3989, tentang "Tata cara
perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik untuk pencegahan bahaya
kebakaran pada bangunan gedung" ).
Lubang yang melalui dinding tahan api ruangan pompa, sebaiknya dibungkus dengan bahan
mineral wool atau bahan lain yang sesuai, dipegang di tempat oleh cincin pipa pada setiap
sisi dinding. Pipa yang lewat melalui dinding pondasi atau dinding sumur ke dalam tanah
sebaiknya mempunyai jarak antara (clearance) dari dinding ini, tetapi lubang sebaiknya
kedap air. Ruang sekitar pipa yang lewat melalui dinding ruangan pompa atau lantai rumah
untuk pompa dapat diisi dengan asphal.
A.2.13.1 Tekanan yang dipersyaratkan dievaluasi pada 121 persen tekanan nominal
dimana katup dalam posisi tertutup, karena tekanan proporsional dengan kuadrat kecepatan
putar pompa.
Governor motor diesel dipersyaratkan mampu membatasi kecepatan motor maksimum 110
persen, pada kondisi ini pompa menghasilkan tekanan mencapai 121 persen.
Karena hanya waktu dimana katup relief tekanan dipersyaratkan oleh standar untuk
dipasang apabila motor diesel berputar sangat cepat dari pada putaran normalnya, dan
88 dari 142
SNI 03-6570-2001
karena kejadian ini relatif jarang, dibolehkan untuk pelepasan katup relief tekanan dipasang
pada pipa balik ke sisi hisapan pompa.
A.2.13.5 Corong katup relief sebaiknya dipasang ke suatu titik apabila air dapat bebas
dilepaskan, lebih disukai ke luar bangunan. Jika pipa pelepasan katup relief dihubungkan ke
pembuangan di bawah tanah, sebaiknya dilakukan dengan hati-hati sehingga tidak ada
pembuangan uap yang cukup dekat untuk balik masuk melalui corong ke dalam ruangan
pompa.
A.2.13.7 Apabila katup relief melepas balik ke sumber pasokan, kemampuan dan
keterbatasan tekanan balik dari katup yang digunakan sebaiknya dipertimbangkan.
Ada kemungkinan perlu membesarkan ukuran katup relief dan pemipaannya di atas
minimum untuk memperoleh kapasitas pelepasan yang cukup akibat hambatan tekanan
balik.
A.2.13.8 Jika pelepasan masuk reservoir di bawah permukaan air minimum, kemungkinan
tidak akan terjadi masalah dengan udara. Jika masuk dari bagian atas reservoir, masalah
udara dapat dikurangi dengan menurunkan pelepasan ke bawah permukaan air normal.
A.2.14.1.2 Outlet dapat disediakan pada header untuk pengujian standar, hidran halaman,
hidran dinding, atau katup slang pipa tegak.
Berikut catatan untuk gambar A.2.14.1.2.(1) dan (2).
a). Jarak seperti direkomendasikan pabrik pembuat meter.
b). Jarak tidak kurang dari 5 kali diameter pipa hisap untuk sambungan atas atau bawah
hisapan. Jarak tidak kurang dari 10 kali diameter pipa hisap untuk sisi penyambungan
(tidak direkomendasikan).
c). Pelepas udara otomatik jika bentuk pemipaan U terbalik, udara terperangkap.
d). Sistem proteksi kebakaran sebaiknya outlet yang tersedia untuk menguji pompa
kebakaran dan pemipaan pasokan hisap (lihat A.2.14.3.1).
e). Susunan meter tertutup hanya akan menguji kinerja pompa neto. Meter ini tidak
menguji kondisi pasokan hisap, katup-katup, pemipaan, dan sebagainya.
f). Pemipaan balik sebaiknya disusun sehingga tidak ada udara dapat terperangkap yang
dapat terjadi pada ujung ke atas dalam lubang impeller pompa..
g). Turbulensi dalam masuknya air ke pompa sebaiknya dihindari untuk mengeliminasi
kavitasi yang akan mengurangi pelepasan pompa dan kerusakan impeller pompa.
Untuk alasan ini, penyambungan sisi tidak direkomendasikan.
h). Memperpanjang sirkulasi ulang dapat menyebabkan kerusakan karena menimbulkan
panas, kecuali sebagian air di buang.
i). Meter aliran sebaiknya dipasang sesuai instruksi pabrik.
j). Jalur pipa pengindera tekanan juga dibutuhkan untuk dipasang sesuai butir 7.5.2.1.
{lihat gambar A.7.5.2.1.a) dan b)}.
89 dari 142
SNI 03-6570-2001
Gambar 2.14.1.2.(1) : Susunan yang terbaik untuk mengukur aliran air pompa
kebakaran dengan meter untuk pompa banyak dan pasokan air. Air boleh di lepaskan
ke pengering atau ke sumber air pompa kebakaran.
Gambar 2.14.1.2.(2) : Susunan tipikal untuk mengukur aliran air pompa kebakaran
dengan meter. Pelepasan dari meter aliran di sirkulasi balik ke pipa hisap pompa
kebakaran.
90 dari 142
SNI 03-6570-2001
91 dari 142
SNI 03-6570-2001
A.2.18 Dalam tambahan untuk kondisi dimana membutuhkan sinyal alarm untuk alat
kontrol pompa dan motor, kondisi lain untuk alarm seperti itu dapat direkomendasikan,
tergantung pada kondisi setempat. Beberapa kondisi alarm supervisi, sebagai berikut :
a). Temperatur ruangan pompa rendah.
b). pelepasan pada katup relief .
c). Meter aliran tetap bekerja, pompa bypass.
d). Permukaan air pada pasokan hisap di bawah normal.
e). Permukaan air pada pasokan hisap mendekati kehabisan air.
f). Pasokan bahan bakar Diesel di bawah normal.
g). Tekanan uap di bawah normal.
Penambahan alarm seperti itu dapat disatukan ke dalam alarm kesulitan (trouble alarm) yang
telah tersedia pada alat kontrol, atau dapat juga berdiri sendiri.
A.2.19 Pompa yang mempertahankan tekanan (Jokey atau tambahan) sebaiknya
dipakai apabila dibutuhkan untuk mempertahankan keseragaman atau tekanan tinggi relatif
pada sistem proteksi kebakaran. Pompa jockey sebaiknya ditentukan ukurannya untuk
menambah laju kebocoran yang diijinkan di dalam 10 menit atau 3,8 liter/menit ( 1 gpm),
yang mana lebih besar.
92 dari 142
SNI 03-6570-2001
93 dari 142
SNI 03-6570-2001
94 dari 142
SNI 03-6570-2001
95 dari 142
SNI 03-6570-2001
96 dari 142
SNI 03-6570-2001
97 dari 142
SNI 03-6570-2001
Gambar A.3.3.1 : Instalasi pompa kebakaran jenis “Horisontal split case” dengan
pasokan air dibawah head positip.
A.3.4.1 Kopling fleksibel dipakai untuk mengkompensasi perubahan temperatur dan
membolehkan gerakan ujung dari poros yang disambung tanpa mengganggu satu sama lain.
98 dari 142
SNI 03-6570-2001
A.3.4.3 Pondasi yang kuat penting dalam mempertahankan kesejajaran. Pondasi lebih
disukai dibuat dari beton yang diperkuat.
A.3.5 Jika pompa dan penggeraknya dikirim dari pabrik dengan kedua mesin dipasang
pada plat dasar bersama-sama, maka kesejajaran (alignment) yang akurat dilakukan
sebelum dikirimkan. Semua plat dasar fleksibel untuk memanjang dan, karena itu, sebaiknya
tidak ditumpuk untuk mempertahankan kesejajaran pabrik.
Kesejajaran ulang penting setelah unit lengkap telah terpasang pada pondasi dan dilakukan
lagi setelah penyemenan dan pada saat pengencangan baut pondasi.
Kesejajaran sebaiknya diperiksa setelah unit disambungkan dengan pipa dan diperiksa
ulang secara periodik.
Untuk fasilitas akurasi kesejajaran di lokasi, pabrik pembuat sering tidak mengencangkan
pompa dan penggeraknya pada plat dasar sebelum pengiriman, atau pengencangan hanya
pada pompanya saja.
Setelah unit pompa dan penggerak dipasang pada pondasi, kopling yang membagi dua
bagian sebaiknya dilepaskan. Kopling sebaiknya tidak disambung kembali sampai operasi
kesejajaran telah dilengkapi.
Tujuan kopling fleksibel adalah mengkompensasi perubahan temperatur dan untuk
membolehkan gerakan pada ujung dari poros tanpa mengganggu sambil memindahkan daya
satu sama lain dari penggerak ke pompa.
Dua bentuk ketidak sejajaran antara poros pompa dan poros penggerak sebagai berikut :
a). Ketidak sejajaran sudut.
Poros dengan sumbu konsentrik, tetapi tidak paralel.
b). Ketidak sejajaran paralel.
Poros dengan sumbu axial, tetapi tidak konsentrik.
Muka dari kopling yang membagi dua sebaiknya berjarak antara sesuai rekomendasi pabrik
pembuat dan sebagian cukup jauh sehingga tidak dapat mengenai setiap bagian lainnya jika
rotor penggerak digerakkan lebih keras terhadap pompa. Oleh sebab itu kelonggaran
(allowance) sebaiknya dibuat dengan memakai bantalan dorong. Alat perkakas penting yang
kurang lebih memeriksa kesejajaran dari kopling fleksibel adalah alat pengukur ujung lurus
dan ketajaman atau pengukur feeler.
Pemeriksaan kesejajaran sudut dibuat dengan menyisipkan alat pengukur ketajaman atau
feeler pada empat titik antara muka kopling dan membandingkan jarak antara muka pada
jarak antara empat titik pada interval 900 sekitar kopling { lihat gambar A.3.5.(a) }. Unit akan
berada dalam kesejajaran sudut bila pengukuran menunjukkan bahwa muka kopling
jaraknya sama ke setiap bagian pada semua titik.
Pemeriksaan kesejajaran paralel dibuat dengan menempatkan alat pengukur ujung lurus
(straight edge) menyilang kedua sisi kopling pada bagian atas, bagian bawah, dan kedua
sisi { lihat gambar A.3.5.(b) }.
Unit akan berada dalam kesejajaran paralel bila ujung lurus rata pada sisi kopling untuk
semua posisi. Kelonggaran (allowance) mungkin penting untuk perubahan temperatur dan
untuk kopling yang terbelah dua yang tidak sama diameter luarnya. Kehati-hatian perlu
diambil untuk kelurusan ujung paralel ke sumbu dari poros.
99 dari 142
SNI 03-6570-2001
Ketidak sejajaran sudut dan paralel dikoreksi oleh plat ganjalan (shim) di bawah kaki
penyangga motor. Setelah setiap perubahan, penting untuk memeriksa ulang kesejajaran
kopling yang terbagi dua. Penyetelan dalam satu arah dapat merusak penyetelan yang telah
dibuat dalam arah yang lain.
Sebaiknya jangan menyetel plat ganjalan yang berada di bawah penyangga pompa.
Pengijinan sejumlah ketidak sejajaran akan mengubah tipe pompa, penggerak dan kopling
dari pabrik pembuatnya , model dan ukurannya.
Metoda terbaik untuk meletakkan kopling yang terbagi dua dalam kesejajaran akurat final,
dengan memakai alat indikator dial.
Apabila kesejajaran telah betul, baut pondasi sebaiknya dikencangkan tetapi jangan terlalu
kencang. Unit selanjutnya dapat di cor ke pondasi.
Plat dasar sebaiknya diisi dengan adukan semen, dan ini diperlukan untuk mengecor
permukaan potongan-potongan, plat ganjalan, atau pasak pada tempatnya.
Baut pondasi sebaiknya dikencangkan penuh setelah adukan mengeras, biasanya kurang
lebih 48 jam setelah pengecoran.
Setelah adukan semen diset dan baut pondasi dikencangkan dengan benar, unit sebaiknya
diperiksa kembali kesejajaran paralel dan sudutnya, dan jika perlu dilakukan pengukuran
untuk koreksi. Setelah pemipaan dari unit telah disambungkan, kesejajaran sebaiknya
diperiksa lagi.
Arah rotasi penggerak sebaiknya diperiksa untuk memastikan sesuai dengan rotasi pompa.
Hubungan arah rotasi pompa ditunjukkan oleh arah panah pada rumah pompa.
Kopling yang terbagi dua selanjutnya dapat disambung kembali. Dengan pemasangan
pompa yang benar, unit kemudian sebaiknya dioperasikan di bawah kondisi operasi normal
sampai temperaturnya stabil.
Kemudian sebaiknya pompa diberhentikan dan selanjutnya diperiksa kembali kesejajaran
dari kopling.
Semua pemeriksaan kesejajaran sebaiknya dilakukan dengan kopling yang terpisah dua
dilepas dan dilakukan lagi setelah disambungkan kembali.
Setelah unit dioperasikan kurang lebih 10 jam atau 3 bulan, kopling yang terpisah dua
sebaiknya dilakukan pemeriksaan akhir ketidak sejajarannya disebabkan oleh tegangan pipa
atau temperatur.
Jika kesejajaran masih baik, pompa dan penggerak sebaiknya dikencangkan pada plat
dasar. Lokasi pengencangan sangat penting dan instruksi pabrik pembuat sebaiknya
diperoleh, khususnya jika unit ditujukan untuk perubahan temperatur.
Unit sebaiknya diperiksa secara periodik kesejajarannya. Jika unit duduk dalam jalurnya
setelah dipasang dengan benar, berikut ini penyebab yang mungkin :
a). Pengendapan, menua, atau daya elastis pondasi dan tegangan pipa terganggu atau
terjadinya pergeseran mesin.
b). Keausan bantalan.
c). Daya elastisitas plat dasar menjadi berkurang akibat panas dari pipa uap yang
berdekatan atau dari turbin uap.
d). Pergeseran struktur bangunan karena beban variabel atau sebab-sebab lain.
e). Hal tersebut memerlukan pengaturan ulang kesejajaran dari waktu ke waktu, sampai
unit dan pondasi diperbaharui.
A.4.1 Operasi yang memuaskan pompa tipe turbin vertikal sangat tergantung pada
kecermatan dan kebenar instalasi unit pompa tersebut; oleh karenanya, direkomendasikan
dalam mengerjakan instalasi tersebut berada dibawah pengarahan wakil dari pabrik pembuat
pompa.
A.4.1.1 Pompa tipe turbin poros vertikal khususnya cocok untuk pompa kebakaran
dimana sumber air ada di bawah permukaan tanah dan dimana akan ditemui kesulitan untuk
memasang pompa tipe yang lain di bawah muka air minimum. Pompa tipe ini pada mulanya
dirancang untuk pompa sumur yang di bor, tetapi dapat dipergunakan pula untuk menaikkan
air dari danau, sungai, rawa terbuka dan sumber di bawah permukaan yang lain. Dua tipe
pompa tipe turbin poros vertikal ini yang banyak digunakan adalah tipe poros tertutup
berpelumas minyak dan poros terbuka berpelumas air (lihat Gambar A-4-1.1).
Gambar 4.1.1 : Ilustrasi poros pompa dengan pelumasan air dan pelumasan minyak
Beberapa instansi kesehatan melarang penggunaan pompa berpelumas minyak; instansi
yang demikian ini harus dimintai pendapatnya bila akan menggunakan rancangan
berpelumas minyak.
A.4.2.1.1 Pasokan dari reservoar atau tangki penyimpan air untuk memasok sumuran
basah lebih disukai. Pasokan dari danau, sungai dan air tanah diijinkan bila dari penelitian
menunjukkan bahwa sumber pasokan ini dapat diharapkan mampu memasok secara cukup
dan dapat diandalkan.
A.4.2.1.2 Instansi berwenang dapat meminta analisis kinerja aquafer. Sejarah kandungan
air harus diselidiki secara cermat. Jumlah sumur yang sudah berfungsi di area ini dan
kemungkinan jumlah yang dapat dipergunakan sebaiknya diperhitungkan sehubungan
dengan jumlah total air yang tersedia untuk kebutuhan pemadam kebakaran.
A.4.2.2.1 Lihat Gambar A-4-2.2.1
Catatan : Jarak antara dasar dari saringan dan dasar bak basah sebaiknya setengah dari diameter mangkok
pompa tetapi tidak kurang dari 305 mm (12 inci)
Gambar A.4.2.2.1 : Instalasi pompa tipe turbin poros vertikal dalam sumur
A.4.2.2.2 Kecepatan air pada saluran atau pipa intake sebaiknya tidak melebihi kurang
lebih 0,7 m/detik( 2 ft/detik), dan kecepatan pada sumuran basah sebaiknya tidak melebihi
kurang lebih 0,3 m/detik ( 1 ft/detik). (lihat gambar A-4-2.2.2).
Saluran masuk yang ideal adalah saluran lurus masuk langsung kearah pompa. Belokan dan
hambatan akan merugikan karena dapat menyebabkan arus putar dan cenderung untuk
menimbulkan pusaran dengan inti pusaran yang dalam. Tingkat keberhasilan operasi akan
sangat tergantung pada saluran intake dan ukuran pompa.
The Hydraulic Institute Standards for Centrifugal, Rotary and Reciprocating Pumps, telah
merekomendasikan dimensi bak air untuk aliran 11.355 L/menit (3000 gpm) dan lebih besar.
Perencanaan bak air untuk pompa dengan kapasitas pelepasan kurang dari 11.355 L/menit
(300 gpm) sebaiknya mengikuti prinsip umum yang yang sama seperti ditunjukkan dalam
The Hydraulic Institute Standards for Centrifugal, Rotary and Reciprocating Pumps.
Gambar A.4.2.2.2 Instalasi pompa tipe turbin poros vertikal dalam bak basah.
A.4.2.5 Bila sumur mengambil pasokan dari formasi terkonsolidasi seperti batuan,
spesifikasi sumur harus ditetapkan menurut instansi berwenang setelah berkonsultasi
dengan konsultan air tanah yang diakui pada daerah tersebut.
A.4.2.7 Sebelum pompa permanen dipesan, air dari sumur sebaiknya dianalisis terhadap
tingkat korosinya, termasuk hal-hal seperti pH, garam-garaman seperti klorida, dan gas
berbahaya seperti karbon dioksida (CO2) atau hidrogen sulfida (H2S). Bila airnya korosif,
pompa harus dirancang dari bahan yang tahan korosi atau dilapis dengan lapisan penahan
khusus sesuai dengan rekomendasi pabrik pembuat.
A.4.3.1 Lihat Gambar A.4.3.1
dicapai, pembacaan di pengukur tekanan akan tetap walaupun pompa terus bekerja.
Tekanan maksimum yang terbaca pada pengukur tekanan adalah sama dengan
tekanan yang diperlukan untuk memompa air keluar dari pipa udara. Panjang kolom air
ini sama dengan panjang pipa air yang terendam.
c) Pengurangan tekanan dikonversi ke m (ft) ( tekanan bar x 10,3 = meter dan tekanan
psi x 2,31 = ft) dari panjang jalur udara yang diketahui akan memberikan panjang pipa
udara yang terendam.
Gambar A.4.3.5.3 : Menentukan ketinggian permukaan air sesuai metoda saluran udara
Bacaan pengukur tekanan sebelum pompa kebakaran di start (p1) = 0,68 bar (10 psi).
Kemudian A = 0,68 x 10,3 = 7,0 m ( 10 x 2,31 = 23,1 ft). Karena itu, permukaan air dalam
sumur sebelum pompa di start menjadi B = L – A = 15,2 m – 7 m = 8,2 m ( B = L – A = 50 ft –
23,1 ft = 26,9 ft).
Bacaan pengukur tekanan bila memompa (p2) = 0,55 bar (8 psi).
Kemudian C = 0,55 x 10,3 = 5,6 m ( C = 8 x 23,1 = 18,5 ft). Karena itu permukaan air dalam
sumur selama pemompaan menjadi D = L – C = 15,2 m – 5,6 m = 9,6 m ( D = L – C = 50 ft –
18,5 ft = 31,5 ft).
Tarikan ke bawah dapat ditentukan oleh salah satu cara sebagai berikut :
a) D – B = 9,6 m – 8,2 m = 1,4 m (31,5 ft – 26,9 ft = 4,6 ft).
b) A – C = 7,0 m – 5,6 m = 1,4 m (23,1 ft – 18,5 ft = 4,6 ft).
c) p1 – p2 = 0,68 – 0,55 = 0,13 bar = 0,13 x 10,3 = 1,4 m (10 – 8 = 2 psi = 2 x 2,31 = 4,6 ft)
A.4.4 Beberapa cara untuk memasang pompa vertikal dapat diikuti, tergantung pada
lokasi sumur dan fasilitas yang tersedia. Karena bagian terbanyak unit ada di bawah tanah,
kecermatan yang tinggi diperlukan untuk merakit dan memasangnya dan memeriksa
keseluruhan langkah kerja. Metoda sederhana berikut umum dipakai :
a) Gunakan tripod (tiang kaki tiga) atau derek yang dapat dipindah dan gunakan dua set
klem pemasang di atas sumur terbuka dan rumah untuk pompa. Sesudah derek
berada di tempatnya, kesejajaran terhadap sumur atau sumuran basah sebaiknya
diperiksa secara hati-hati untuk menghindari kesulitan saat menset pompa.
b) Pasang set klem pada pipa hisap pada mana saringan telah dipasang dan turunkan ke
dalam sumur sampai klem duduk pada blok disamping rumah sumur atau pada fondasi
pompa.
c) Pasang klem ke rakitan tingkat pompa, pasang tingkat pompa ke pipa hisap, sampai
setiap bagian telah terpasang sesuai dengan instruksi pabrik pembuat pompa.
A.4.6.1.1 Pemasangan impeler harus dilakukan oleh petugas dari pabrik pembuat pompa.
Pemasangan yang tidak sempurna akan menimbulkan kerugian gesek yang berlebihan
akibat gesekan impeler pada penyekat pompa dan menyebabkan naiknya kebutuhan daya.
Bila impeler dipasang terlalu tinggi, akan terjadi pengurangan kapasitas sedangkan
kapasitas penuh adalah vital pada pompa kebakaran. Mur poros teratas harus dikunci atau
dipasak sesudah pemasangan yang sempurna.
A.4.6.1.2 Unit pompa diperiksa di pabrik untuk kehalusan kinerjanya dan sebaiknya dapat
beroperasi dengan memuaskan sesuai tugasnya. Bila ada getaran berlebihan, kondisi
berikut dapat menimbulkan masalah:
a) Pompa atau poros kolom bengkok.
b) Impeler tidak terpasang dengan tepat pada mangkok pompa
c) Pompa tidak tergantung bebas dalam sumur.
d) Tegangan ditransmisikan ke pemipaan pelepasan.
Temperatur motor yang berlebihan pada umumnya disebabkan baik oleh tegangan rendah
sumber listrik terus-menerus atau oleh pemasangan impeler yang tidak cermat di dalam
mangkok pompa.
A.5.1 Semua persyaratan pada Bab 2 boleh tidak dipergunakan pada pompa langkah
positif.
A.5.1.2 Perhatian khusus pada ukuran dan panjang pipa inlet pompa sebaiknya dicatat.
A.5.1.2.2 Kurva karakteristik pompa dan contoh cara pemilihan pompa. Karakteristik kurva
kinerja sebaiknya mengikuti standar yang ada.
Contoh : Seorang perencana, merencanakan sistem proteksi kebakaran busa-air. Telah
ditentukan, setelah penggunaan Faktor keamanan yang tersedia, sistem tersebut
membutuhkan pompa konsentrat busa dengan kemampuan 45 gpm pada tekanan sistem
maksimum 230 psi. Menggunakan kurva kinerja (lihat gambar A.5.1.2.2) untuk model pompa
“XYZ-987”, pompa ini dipilih untuk digunakan.
Pertama tama, tentukan 230 psi pada sumbu horisontal di label “Perbedaan tekanan” dan
kemudian tarik garis tegak lurus untuk kurva aliran sampai 45 gpm. Tercatat bahwa pompa
khusus ini menghasilkan 46 gpm pada kecepatan motor standar yang dirancang “RPM-2”.
Pompa ini sangat baik untuk digunakan.
Selanjutnya tarik ke kurva daya untuk kecepatan yang sama “RPM-2” pada 230 psi dan
diperoleh bahwa daya yang dibutuhkan 13,1 HP untuk menggerakkan pompa. Motor listrik
yang akan dipakai untuk penggunaan ini motor dengan 15 HP pada “RPM-2” adalah motor
nominal yang tersedia diatas persyaratan minimum ini.
A.5.2.2 Laju aliran spesifik harus ditentukan dengan standar yang berlaku. Konsentrasi
perekat dan aditif dapat menyebabkan kerugian gesek pipa yang besar dari tangki pemasok
ke hisapan pompa.
A.5.2.3 Pada umumnya, kapasitas pompa dihitung dengan mengalikan aliran air
maksimum dengan persentasi konsentrasi yang diinginkan. Hasil perkalian ini kemudian
ditambah 10 persen faktor keamanan (untuk kebutuhan yang melebihi) untuk memastikan
kapasitas pompa cukup pada semua kondisi yang ada.
A.5.2.4 Pada umumnya, tekanan pelepasan pompa konsentrat dipersyaratkan
ditambahkan tekanan 2 bar pada tekanan air maksimum di titik injeksi.
A.5.3.1 Standard ini tidak dimaksudkan untuk melarang penggunaan pompa-pompa
stasioner untuk sistem-sistem kabut air.
A.5.4.2 Pompa langkah positif mampu memberikan tekanan melebihi tekanan pelepasan
rancangan maksimumnya secara cepat bila dioperasikan terhadap sistem pelepasan
tertutup.
Bentuk lain alat proteksi (seperti penghentian otomatik, cakram retak dan lain-lain)
dipertimbangkan sebagai bagian sistem pemompaan dan umumnya di luar lingkup yang
dipasok oleh pabrik pembuat pompa. Komponen ini sebaiknya dirancang aman dan dipasok
oleh perancang dan/atau pengguna. (Lihat Gambar A-5-4.2 untuk usulan skematik
kebutuhan sistem pompa)
Gambar A.5.4.4. Fiting dan pemipaan tipikal pompa sistem pengabut air
A.5.4.4 Tekanan balik pada sisi pelepasan dari katup relief tekanan sebaiknya
dipertimbangkan. (Lihat gambar A.5.4.4 untuk tataletak skematik kebutuhan pompa yang
diusulkan).
A.5.4.5 Ukuran mesh saringan yang direkomendasikan didasarkan pada toleransi pompa
internal. (Lihat gambar A.5.4.5 untuk ukuran mesh standar).
Sirkit total di bawah tanah dari stasiun pembangkit ke ruangan pompa sangat dianjurkan dan
harus dilaksanakan bila memungkinkan. Bila cara demikian tidak dimungkinkan, sirkit di atas
kepala diijinkan, tetapi bagian dari sirkit yang dekat dengan pembangkit yang dilayani
pemadam kebakaran atau pembangkit yang terbuka seharusnya dilayani dengan perhatian
khusus terhadap kerusakan akibat kebakaran.
Bila ruangan pompa bagian dari, atau dekat dengan, pembangkit yang mana pompa
dirancang untuk memproteksinya, kabel sebaiknya ditanam untuk jarak tertentu dari ruangan
pompa.
A.6.3.1 Dibawah pengaruh kondisi kebakaran, sambungan pelayanan dan pasokan
mudah terpengaruh oleh kerusakan bangunan, misalnya yang runtuh, atau kerusakan
bagian-bagian lain dalam lingkungan yang sama halnya dengan akibat kebakaran. Dibawah
kondisi kebakaran yang disebabkan oleh arus lebih dalam konduktor pelayanan dan feeder,
karakteristik pada butir 6.3.1 meminimumkan kemungkinan penyebaran api.
Cara tipikal untuk menentukan komponen jalur daya dari sumbernya ke motor ditunjukkan
pada gambar A.6.2.3. Konfigurasi lain juga diijinkan.
A.6.3.2.2.1 Bila daya alternatif dari generator setempat, peralatan pelayanan pengganti tidak
perlu diletakkan pada ruangan pompa kebakaran.
Komisi teknik mempertimbangkan bahwa susunan potensial menyediakan daya listrik pompa
kebakaran dari sisi sekunder transformer, di mana fasilitas pasokan lain untuk beban listrik.
Komisi teknik mengakui bahwa kemungkinan untuk memasok daya pompa kebakaran
dimuka beban bangunan lainnya dan untuk memproteksi sirkit daya pompa kebakaran
dengan koordinasi elektrikal yang tepat.
Bagaimanapun, komisi teknik perduli hal tersebut, dimana merespon keadaan darurat,
petugas pemadam kebakaran mungkin mencari pemutus daya listrik untuk fasilitas membuka
pelepas sisi primer transformer, dimana dalam hal ini akan mengisolasi daya ke pompa
kebakaran secara baik. Sebagai tambahan, komisi teknik perduli bahwa koordinasi elektrikal
dirancang dapat berkompromi dengan tambahan beban listrik dari luar untuk memfasilitasi
sistem distribusi daya. Karena itu, jika pelayanan listrik dipasok ke fasilitas tegangan tinggi
dari pada tegangan biasa, komisi teknik berfikir bahwa pemisahan transformator untuk
menyediakan daya ke pompa kebakaran tepat.
A.6.4 Normal, ukuran konduktor didasarkan pada bab yang sesuai dari SNI 04-0225-
2000, tentang "Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL-2000)", kecuali ukuran yang
lebih besar dapat dipersyaratkan untuk memenuhi persyaratan NFPA 70, Section 695-8(e)
(NFPA 20, Section 6-4). Ukuran transformer sesuai dengan SNI 04-0225-2000, tentang
"Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL-2000)", kecuali ukuran minimum lebih besar
dapat dipersyaratkan untuk memenuhi persyaratan NFPA 70, Section 695-8(e) (NFPA 20,
Section 6-4).
A.6.5.1.1.1 Arus rotor terkunci untuk motor 380 V diperkirakan sama dengan 6 kali arus
beban penuh.
A.6.6.2 Bila generator dimaksudkan juga untuk memasok daya ke beban lain sebagai
tambahan dari satu atau lebih penggerak pompa kebakaran, pemasok bahan bakar harus
mampu memenuhi kebutuhan semua beban yang ada untuk jangka waktu yang diinginkan.
Beban yang tersambung dapat termasuk beban seperti lampu darurat, tanda keluar dan lift.
A.7.1.2.2 Ungkapan yang tepat untuk penggunaan sarana dimana alat kontrol dan sakelar
pemindah prototipenya telah teruji dan telah didemonstrasikan pada pengujian daya tahan
terhadap hubung singkat dan kapasitas interupsinya dinyatakan dengan besaran arus
hubung singkat dan tegangan listrik yang tersedia pada jalur terminanyal (lihat ANSI/UL 509
Standard for safety industrial control equipment, dan ANSI/UL 1008, standard for safety
automatic transfer switch).
Pengkajian hubung singkat sebaiknya dilakukan untuk menentukan arus hubung singkat
yang ada pada alat kontrol sesuai dengan IEEE 141, Electric power distribution for industrial
plants; IEEE 241, Electric system for commercial buildings; or other acceptable methods.
Setelah alat kontrol dan sakelar pemindah digunakan untuk pengujian kegagalan arus tinggi,
alat ini mungkin tidak cocok untuk digunakan selanjutnya tanpa diperiksa dan diperbaiki
terlebih dahulu (lihat NEMA ICS 2.2), Maintenance of Motor Controllers after a fault
condition).
A.7.2.1 Jika alat kontrol harus ditempatkan di luar ruangan pompa, bukaan kaca
sebaiknya disediakan pada dinding ruangan pompa untuk mengamati motor dan pompa
selama start. Jalur pipa kontrol tekanan sebaiknya diproteksi terhadap kebekuan dan
kecelakaan mekanik.
A.7.3.3.1 Untuk informasi lebih lanjut, lihat SNI 04-0225-2000, tentang "Persyaratan Umum
Instalasi Listrik 2000 (PUIL-2000)".
A.7.3.6 Untuk informasi lebih lanjut, lihat SNI 04-0225-2000, tentang "Persyaratan Umum
Instalasi Listrik 2000 (PUIL-2000)"
A.7.3.7.3 Operator pompa sebaiknya memahami instruksi yang disediakan untuk alat
kontrol dan meneliti semua detail rekomendasinya.
A.7.4.1 Operasi dari penangkal kejut (surge arrester) sebaiknya tidak menyebabkan
sakelar isolasi atau pemutus tenaga membuka.
Penangkal pada ANSI/IEEE C62.11, IEEE Standard for metal oxide surge arresters for AC
Power circuits, biasanya Zink Oxide tanpa celah.
A.7.4.2.1 Pengecualian no.1:
Untuk informasi lebih lanjut, lihat SNI 04-0225-2000, tentang "Persyaratan Umum Instalasi
Listrik 2000 (PUIL-2000)"
A.7.4.2.3 Untuk informasi lebih lanjut, lihat SNI 04-0225-2000, tentang "Persyaratan Umum
Instalasi Listrik 2000 (PUIL-2000)"
A.7.4.3.1 Untuk informasi lebih lanjut, lihat SNI 04-0225-2000, tentang "Persyaratan Umum
Instalasi Listrik 2000 (PUIL-2000)"
A.7.4.3.3 Perhatian sebaiknya diberikan untuk tipe pelayanan pembumian dalam
menentukan interupsi pemutus tenaga nominal yang didasarkan pada tipe pembumian yang
dipakai.
A.7.4.3.3.(4) Interupsi nominal dapat berkurang dari nominal yang sesuai apabila alat-alat
lain di dalam alat kontrol membantu proses interupsi arus.
A.7.4.3.3.(6) Pengecualian :
Alat pembatas arus dari tipe sambungan meleleh, bila digunakan sebagai bagian integral
dari pemutus tenaga, membatasi arus selama hubung singkat di dalam kapasitas interupsi
dari pemutus tenaga.
A.7.4.4.c) Direkomendasikan bahwa alat pengaman arus lebih rotor terkunci tidak di reset
lebih dari 2 (dua) kali berturut turut jika trip karena rotor terkunci tanpa pemeriksaan pertama
motor karena panas lebih dan untuk mengurangi atau membatasi penyebab yang mencegah
motor mencapai kecepatannya.
A.7.4.5.6 Pengecualian.
Alarm sebaiknya bergabung dengan alat indikasi tampak lokal dan kontak indikasi jarak jauh.
Alarm dapat bergabung sebagai bagian dari alat indikasi daya yang tersedia dan kehilangan
fasa alarm {lihat butir 7.4.6.1 dan 7.4.7.b)}.
A.7.4.6 Lampu pilot untuk pelayanan alarm dan sinyal sebaiknya beroperasi pada
tegangan listrik lebih rendah dari tegangan listrik nominal agar lampu berumur panjang
pemakaiannya. Bila perlu, resistor yang cocok atau trafo tegangan digunakan untuk
mengurangi tegangan listrik dalam pengoperasian lampu.
A.7.4.7 Apabila kondisi yang luar biasa ada menyebabkan pompa beroperasi tidak
menentu, alarm yang menunjukkan “kegagalan operasi” direkomendasikan. Agar supaya
supervisi sumber daya tersupervisi pada sirkit alarm, alat kontrol dapat disusun untuk start
pada kegagalan daya sirkit alarm tersupervisi.
A.7.5.1 Definisi berikut diambil dari NFPA 70, National Electric Code.
a) otomatik.
bergerak sendiri, beroperasi dengan mekaniknya sendiri bila digerakkan oleh
pengaruh tertentu, bukan oleh orang, seperti contoh : perubahan kekuatan arus,
tekanan , temperatur, atau konfigurasi mekanikal.
b) tidak otomatik.
gerakan yang membutuhkan intervensi untuk kopntrolnya. Seperti diterapkan untuk
alat kontrol otomatik, kontrol tidak otomatik tidak berarti menyatakan secara tidak
langsung sebagai alat kontrol manual, tetapi hanya perlu petugas untuk
mengintervensi.
A.7.5.2.1 Pemasangan jalur pengindera tekanan antara katup searah pelepasan dan katup
kontrol perlu untuk memfasilitasi isolasi dari alat kontrol pompa jockey (dan jalur pengindera)
guna pemeliharaan tanpa mengeluarkannya dari seluruh sistem {lihat gambar A.7.5.2.1(a)
dan (b)}
Gambar A.7.8 : Susunan Alat kontrol pompa kebakaran tipikal dan sakelar pemindah
A.7.8.2 Kompartementalisasi atau pemisahan untuk mencegah penyebaran dari
kegagalan salah satu kompartemen dalam kompartemen yang lain.
A.8.2.2.1 Untuk penjelasan lebih lanjut, lihat SAE J-1349, Engine Power Test Code –
Spark Ignition and Compression Engine.
A.8.2.2.4 Lihat gambar A.8.2.2.4.
Setiap elemen filter (bersih) sebaiknya mempunyai kapasitas penyaringan yang cukup untuk
memungkinkan aliran penuh untuk jangka waktu 3 jam.
Sebagai tambahan, saringan rangkap dua dengan kapasitas yang sama sebaiknya dipasang
juga di jalur “bypass” (lihat gambar A.8.2.6.3).
A.8.3 Pompa yang digerakkan dengan motor dapat dipasang di dalam rumah untuk
pompa atau di dalam ruangan pompa yang sebaiknya seluruhnya terpisah dari struktur
utama bangunan oleh konstruksi yang tidak mudah terbakar.
A.8.3.2 Untuk mendapatkan ventilasi ruangan yang terbaik, ventilasi untuk pasokan dan
pelepasan udara sebaiknya untuk dipasang di dinding yang berlawanan.
Apabila melakukan perhitungan temperatur maksimum di ruangan pompa, radiasi panas
dari motor, pemipaan pembuangan serta semua sumber lainnya yang menambah panas
sebaiknya dipertimbangkan.
Bila ruangan pompa di ventilasi dengan ventilator yang digerakkan dengan daya listrik,
keandalan dari sumber daya listrik pada waktu terjadi kebakaran sebaiknya untuk
dipertimbangkan. Bila sumber daya listrik tidak dapat diandalkan, perhitungan kenaikan
temperatur sebaiknya berdasarkan asumsi ventilator tidak berfungsi.
Udara yang digunakan motor untuk pembakaran sebaiknya dipertimbangkan sebagai bagian
dari pertukaran udara di dalam ruangan.
Ruangan pompa dengan motor didinginkan oleh alat penukar kalor, membutuhkan khusus
pertukaran udara yang lebih banyak dari konsumsi udara motor yang tersedia.
Untuk mengendalikan naiknya temperatur di ruangan, aliran udara tambahan melalui
ruangan umumnya dibutuhkan { lihat gambar A.8.3.2.(a) }.
Ruangan pompa dengan motor didinginkan radiator mungkin pertukaran udaranya cukup
karena pelepasan dari radiator dan komsumsi motor { lihat gambar A.8.3.2.(b) }.
Gambar A.8.3.2.(a) : Sistem ventilasi tipikal untuk alat penukar kalor pendingin diesel
penggerak pompa.
Gambar A.8.3.2.(b) : Sistem ventilasi tipikal untuk radiator pendingin diesel penggerak
pompa
A.8.3.2.1 Bila damper yang digerakkan oleh motor digunakan di jalur pasokan udara,
damper ini sebaiknya menggunakan gerakan pegas untuk posisi membuka dan
menggunakan motor untuk menutup. Damper yang dioperasikan oleh diberi sinyal untuk
membuka bila atau sebelum motor mulai memutar poros engkol untuk start.
Batasan hambatan maksimum aliran udara untuk ventilator pasokan udara perlu sesuai
dengan motor yang teruji untuk memastikan aliran udara yang cukup untuk pendinginan dan
pembakaran. Hambatan ini termasuk tipikal seperti burung, damper, dakting, atau apa saja
yang berada di jalur pasokan udara antara ruangan pompa dan di luar.
Damper yang digerakkan dengan motor direkomendasikan untuk motor yang didinginkan
dengan alat penukar kalor untuk meningkatkan sirkulasi konveksi.
Damper yang digerakkan secara gravitasi direkomendasikan untuk digunakan pada motor
yang didinginkan dengan radiator untuk memudahkan koordinasinya dengan aliran udara
dan fan.
A.8.3.2.2 Apabila damper digerakkan dengan motor digunakan di jalur pelepasan udara,
damper ini sebaiknya menggunakan gerakan pegas untuk posisi membuka, dan
menggunakan motor untuk menutup, serta diberi sinyal untuk membuka bila atau sebelum
motor mulai memutar poros engkol untuk start.
Ventilator udara umumnya dapat bekerja melawan angin. Untuk itu, adanya angin sebaiknya
dipertimbangkan bila menentukan lokasi dari ventilator pelepasan udara ( lihat gambar
A.8.3.2.2 untuk rancangan dinding yang menghadap angin yang direkomendasikan).
Untuk motor yang didinginkan dengan alat penukar kalor, ventilator pelepasan udara dengan
damper yang digerakkan oleh motor dirancang untuk sirkulasi konveksi lebih disukai dari
pada ventilator yang digerakkan oleh listrik.
Susunan ini akan membutuhkan ukuran ventilator yang lebih besar, tetapi tidak tergantung
pada sumber daya yang mungkin tidak tersedia pada waktu pompa beroperasi.
Untuk motor yang didinginkan dengan radiator, direkomendasikan untuk menggunakan
damper yang digerakkan secara gravitasi. Kisi-kisi dan damper yang digerakkan oleh motor
tidak direkomendasikan, karena hambatan pada aliran udara yang ditimbulkannya dan
tekanan udara yang harus dioperasikan untuk melawannya.
Batasan hambatan aliran maksimum untuk ventilator pelepasan udara perlu sesuai dengan
motor yang teruji untuk memastikan aliran udara pendinginan yang cukup.
A.8.4.3 Bilamana pengisian ulang bahan bakar dengan cepat diragukan, pasokan
cadangan sebaiknya disediakan dengan fasilitas untuk memindahkan ke tangki utama.
A.8.4.5 Letak tangki penyimpan bahan bakar diesel lebih disukai di dalam ruangan
pompa atau rumah untuk pompa, jika diperkenankan oleh peraturan setempat. Jalur
pengisian dan penghawaan diteruskan sampai ke luar ruangan. Pipa pengisian dapat
digunakan untuk mengukur isi tangki utama (gauging well) dimana dimungkinkan.
A.8.4.6 NFPA 31, Standard for the Installation of Oil burning equipment, dapat digunakan
sebagai pedoman untuk pemipaan bahan bakar. Gambar A.8.4.6 menunjukkan sistem
bahan bakar motor diesel yang disarankan.
Gambar A.8.4.6 Sistem bahan bakar untuk motor diesel penggerak pompa kebakaran
A.8.4.7 Titik leleh (pour point) dan titik keruh (cloud point) paling tidak 5,60C (100F) di
bawah temperatur bahan bakar yang terendah yang mungkin terjadi (lihat butir 2.7.2 dan
8.4.5).
A.8.5.3 Petunjuk secara konservatif, bila sistem pembuangan panjangnya melebihi 4,5 m
(15 ft), ukuran pipa sebaiknya dibesarkan satu ukuran lebih besar dari ukuran outlet
pembuangan motor untuk setiap penambahan panjang 1,5 m ( 5 ft ).
A.8.6 Motor bakar yang mempunyai bagian-bagian bergerak sesuai rancangan dan
dengan jumlah seperti itu tidak dapat diberikan keandalan pelayanan yang baik kecuali
dilakukan pemeliharaan yang baik. Buku instruksi dari pabrik pembuat mencakup
pemeliharaan dan pengoperasian sebaiknya tersedia, dan operator pompa memahami
isinya. Semua ketentuan-ketentuannya yang terkait sebaiknya diteliti secara detail.
A.8.6.2 Lihat NFPA 25, Standard for the Inspection, Testing, and Maintenance of Water
Based Fire Protection Systems, untuk pemeliharaan yang benar dari motor, batere, pasokan
bahan bakar, dan kondisi lingkungan.
A.8.6.5 Temperatur motor yang tepat bila motor tidak berjalan dapat dipertahankan
dengan sirkulasi dari air panas melalui selubung (jacket) atau melalui pemanas dari air untuk
motor dengan elemen elektrik yang dicelupkan ke dalam blok motor. Sebagai ketentuan
umum, alat pemanas air dan alat pemanas minyak dibutuhkan untuk motor diesel di bawah
210C ( 700F).
secara tak langsung sebagai alat kontrol manual, tetapi hanya memerlukan intervensi
orang.
A.9.5.5.2 Memberhentikan secara manual pompa kebakaran lebih disukai.
Memberhentikan secara otomatik pompa kebakaran dapat terjadi selama kondisi aktual
kebakaran jika sinyal alat kontrol menunjukkan kondisi aliran yang relatif rendah dimana
persyaratan tekanan telah dipenuhi.
A.9.6.9 Alat pencatat tekanan sebaiknya mampu mencatat tekanan sekurang kurangnya
150 persen dari tekanan pelepasan pompa di bawah kondisi tanpa aliran. Pada bangunan
bertingkat tinggi persyaratan ini dapat lebih dari 27,6 bar ( 400 psi). Persyaratan ini tidak
harus diikuti alat pencatat terpisah untuk setiap alat kontrol yang dapat melayani pengindera
jamak. Alat pencatat tunggal saluran jamak dapat melayani alat pengindera jamak.
A.10.1.3 Turbin bertingkat tunggal, keandalan maksimum dan kesederhanaannya
direkomendasikan apabila pasokan uap yang ada memungkinkan.
A.10.2.1.1. Rumah pompa bisa terbuat dari bahan besi tuang.
Beberapa penggunaan dapat mempersyaratkan turbin penggerak pompa untuk start secara
otomatik tetapi tidak mempersyaratkan turbin di kontrol dengan tekanan setelah start.
Dalam hal seperti ini katup reset manual membuka cepat yang memuaskan dipasang pada
bypass dari saluran pasokan uap disekitar katup kontrol manual dapat digunakan.
Apabila persyaratan penggunaan unit pompa untuk otomatik start dan setelah start menerus
untuk beroperasi oleh sarana sinyal tekanan, pemakaian katup kontrol tipe pilot yang
memuaskan direkomendasikan.
Katup ini sebaiknya ditempatkan pada bypass disekitar katup kontrol manual dalam jalur
pasokan uap.
Katup kontrol governor turbin, jika di set pada kira-kira 5 persen di atas kecepatan beban
penuh normal, akan menggerakkan kontrol darurat awal.
Dalam susunan yang ditentukan dalam dua bab terdahulu, katup otomatik sebaiknya
ditempatkan dalam bypass disekitar katup kontrol manual, yang mana dalam keadaan
normal ditahan dalam posisi tertutup. Dalam kejadian kegagalan katup otomatik, katup
manual ini dapat dibuka, membolehkan turbin untuk memungkinkan mencapai kecepatan
dan dikontrol oleh katup kontrol governor turbin. Pemakaian “katup pengatur tekanan
gerakan langsung” yang beroperasi pada katup kontrol turbin uap tidak direkomendasikan.
A.10.3 Informasi berikut sebaiknya dipertimbangkan bila perencanaan pasokan uap,
pembuangan, dan pasokan ketel uap digunakan untuk turbin uap penggerak pompa
kebakaran :
a) Pasokan uap untuk pompa kebakaran lebih disukai tidak tergantung jalur dari ketel
uap. Sebaiknya tidak menimbulkan kerusakan pada harta benda pada saat terjadi
kebakaran di mana saja. Jalur uap selain dari ketel uap sebaiknya dikontrol oleh katup
yang ditempatkan dalam ruangan ketel uap. Dalam keadaan darurat, uap dapat cepat
ditutup dari jalur ini, membiarkan seluruh pasokan uap yang ada untuk pompa
kebakaran. Saringan pada aliran ke turbin direkomendasikan untuk dipasang.
b) Tekanan Katup pengatur uap pada pompa sebaiknya mendekati dengan tekanan uap.
Sebaiknya digunakan katup bulat (globe). Jika katup yang dipakai mempunyai cincin
dengan komposisi yang dapat dilepas, cakram sebaiknya dari bahan bronze dan cincin
dibuat cukup keras dan bahannya ulet, dan berada ditempatnya pada cakram dengan
memuaskan memenuhi kondisi pelayanan yang berat. Katup sorong tidak disukai
untuk pelayanan ini karena tidak mudah untuk dibuat tahan bocor, seperti katup tipe
bulat. Pemipaan uap sebaiknya disusun dan di lekukkan (trap) dimana pipa dapat
dipertahankan bebas dari uap yang terkondensasi.
c). Secara umum, katup penurun tekanan sebaiknya tidak ditempatkan pada pipa uap
yang memasok pompa kebakaran. Tidak ada kesulitan merancang turbin modern
dengan uap tekanan tinggi, dan sangat dapat diandalkan.
Katup penurun tekanan dapat menyebabkan kemungkinan terjadinya hambatan di jalur
uap bila katup ini mulai mengganggu. Pada banyak kasus turbin dapat diproteksi oleh
pemasangan katup pengaman yang dipersyaratkan pada butir 10.2.1.2 dengan ukuran
sehingga tekanan di rumah pompa tidak melebihi 1,7 bar (25 psi). Katup ini sebaiknya
dipasang di luar ruangan pompa, dan jika mungkin pada titik tertentu di mana
pelepasannya dapat terlihat oleh petugas pompa.
Apabila katup penurunan tekanan dipakai, butir-butir berikut sebaiknya dipertimbang
kan secara hati-hati :
1) Katup penurun tekanan.
(a). Katup penurun tekanan sebaiknya tidak berisi stuffing box atau torak yang
bekerja di dalam silinder.
(b). Katup penurun tekanan sebaiknya disediakan dengan bypass yang berisi
katup bulat yang akan membuka pada kondisi darurat. Bypass dan katup
stop sebaiknya berukuran satu pipa lebih kecil dari katup penurun tekanan,
dan sebaiknya diletakkan ditempat yang mudah terjangkau. Bypass
sebaiknya disusun untuk mencegah pengumpulan kondensat di atas katup
penurun tekanan.
(c). Katup penurun tekanan sebaiknya lebih kecil dari pipa uap yang diper
syaratkan oleh spesifikasi turbin.
2) Pipa pembuangan.
Pipa pembuangan sebaiknya dibuat lurus langsung ke atmosfer dan sebaiknya
tidak ada katup dari tipe apapun. Sebaiknya tidak dihubungkan dengan
kondenser yang mana saja, alat pemanas, atau sistem lain dari pemipaan
pembuangan.
3) Pengisian ketel uap darurat.
Metoda yang mudah untuk memastikan pasokan uap untuk unit pompa
kebakaran, dalam keadaan pengisian ketel uap secara biasa gagal, disediakan
sambungan darurat dari pelepasan pompa kebakaran. Sambungan ini sebaiknya
mempunyai katup pengontrol pada pompa kebakaran dan juga jika diinginkan,
tambahan katup diletakkan dalam ruangan ketel uap. Katup searah sebaiknya
juga ditempatkan pada sambungan ini, lebih disukai dalam ruangan ketel uap.
Sambungan darurat mempunyai diameter kira-kira 51 mm ( 2 inch ).
Metoda ini sebaiknya tidak dipakai jika ada bahaya dari kontaminasi pasokan air
minum. Dalam situasi dimana pompa kebakaran membawa air garam atau air payau,
mungkin juga tidak diinginkan sambungan pasokan darurat ketel uap ini. Dalam situasi
seperti ini, usaha sebaiknya dilakukan untuk mengamankan beberapa saluran
pengisian ketel uap sekunder yang selalu tersedia.
A.11.2.2 Sebagai tambahan, perwakilan dari kontraktor pemasang dan pemberi tugas
sebaiknya hadir.
A.11.2.6 Pengoperasian pompa kebakaran sebagai berikut :
a). Motor listrik penggerak pompa.
Untuk menstart motor penggerak pompa, langkah dan urutan berikut sebaiknya
dilakukan :
1) Lihat, apakah pompa siap terpasang secara lengkap dan rapih.
2). Tutup sakelar isolasi dan kemudian tutup pemutus tenaga.
3). Alat kontrol otomatik akan menstart pompa jika kebutuhan sistem tidak terpenuhi
(misalnya tekanan rendah, trip karena tergenang, dan lain-lain).
4) Untuk pengoperasian secara manual, aktifkan sakelar atau tombol tekan, atau
handel start manual.
Pemutus tenaga-mekanisme trip sebaiknya diset sehingga tidak akan beroperasi jika
arus dalam sirkit terlalu besar.
b) Uap penggerak pompa.
Turbin uap yang menggerakkan pompa kebakaran sebaiknya selalu tetap hangat untuk
mengijinkan pengoperasian mendadak pada kecepatan nominal penuh. Start otomatik
dari turbin sebaiknya tidak tergantung pada pengoperasian katup manual atau perioda
pengoperasian pada kecepatan rendah. Jika katup pengaman bekerja pada rumah
pompa, uap sebaiknya ditutup, dan pemipaan buang diperiksa, untuk melihat apakah
katup pembuangan tertutup atau ada hambatan pada bagian dari pemipaan.
Turbin uap dilengkapi dengan governor untuk menjaga kecepatan pada titik yang telah
ditentukan sebelumnya, dan beberapa penyetelan tinggi rendahnya kecepatan.
Kecepatan yang diinginkan berada di bawah rentang ini dapat diperoleh dengan
mengatur katup hambatan (throttle) utama.
c) Motor diesel penggerak pompa.
Untuk menstart motor diesel penggerak pompa, operator sebaiknya memahami
sebelum manangani pengoperasian dari peralatan ini.
Buku instruksi yang dikeluarkan oleh pabrik pembuat motor dan kontrol sebaiknya
dipelajari seluruhnya.
Batere sebaiknya selalu dijaga dalam kondisi baik, untuk memastikan pengoperasian
dengan cepat dan memuaskan dari peralatan ini (yaitu periksa permukaan elektrolit
dan berat jenis, periksa kondisi kabel, korosi dan lain-lain).
d) Seting pompa kebakaran.
Sistem pompa kebakaran, jika distart dengan penurunan tekanan, sebaiknya disusun
sebagai berikut :
1) Titik stop pompa jockey sebaiknya sama dengan tekanan tanpa aliran (churn)
pompa ditambah tekanan statik pasok minimum.
2) Titik start pompa jockey sebaiknya minimal 0,68 bar (10 psi) lebih rendah dari titik
stop pompa jockey.
3) Titik start pompa kebakaran sebaiknya 0,34 bar ( 5 psi) lebih rendah dari titik
start pompa jockey. Gunakan 0,68 bar (10 psi) lebih tinggi untuk setiap
penambahan pompa.
4) Apabila waktu jalan minimum tersedia, pompa akan terus menerus beroperasi
setelah mencapai tekanan ini. Tekanan akhir sebaiknya tidak melebihi tekanan
nominal dari sistem.
5) Apabila pengoperasian dengan sakelar tekanan diferensial tidak mengijinkan
seting ini, seting sebaiknya mendekati yang diijinkan peralatan. Seting sebaiknya
ditentukan oleh tekanan yang ditunjukkan pada alat pengukur uji.
6) Contoh :
Pompa 1000 gpm, 100 psi, tekanan pompa tanpa aliran 115 psi. Pasokan hisap
statik minimum dari pasokan air kota (PDAM) = 50 psi, maksimum pasokan
statiknya 60 psi.
Pompa jockey stop = 115 + 50 = 165 psi.
Pompa jockey start = 165 – 10 = 155 psi.
Pompa kebakaran stop = 115 + 50 = 165 psi.
Pompa kebakaran start = 155 – 5 = 150 psi.
Maksimum pompa kebakaran tanpa aliran = 115 + 60 = 175 psi.
(untuk unit SI, 1 psi = 0,0689 bar).
7) Apabila alat pengatur waktu berjalan minimum tersedia, pompa akan terus
menerus beroperasi pada tekanan tanpa aliran (churn) pada seting stop.
Tekanan akhir sebaiknya tidak melebihi tekanan nominal dari komponen sistem.
e). Alat pencatat otomatik.
Kinerja dari semua pompa kebakaran sebaiknya otomatik ditunjukkan pada alat
pencatat tekanan untuk melengkapi laporan pengoperasian pompa dan membantu
pemeriksaan kerugian karena kebakaran.
A.11.2.6.1 Peralatan uji sebaiknya disediakan oleh instansi berwenang atau kontraktor yang
memasang atau pabrik pembuat pompa, tergantung pada susunan yang berlaku dan dibuat
antara ketiga instansi tersebut di atas.
Peralatan sebaiknya termasuk, tetapi tidak perlu dibatasi, sebagai berikut :
a) Menggunakan header katup uji.
Saluran slang dengan panjang 15 m (50 ft), diameter 65 mm (2½ inci). dan pipa nozel
yang memenuhi ketentuan, dibutuhkan untuk mengalirkan volume air yang
dipersyaratkan.
Pengecualian :
Apabila meter uji disediakan, ini mungkin tidak diperlukan.
b) Instrumen.
Instrumen uji berikut ini sebaiknya berkualitas tinggi, akurat dan mudah diperbaiki :
1). Amper/Volt meter.
4). Jumlah dan ukuran nozel slang, tekanan pitot untuk setiap nozel, dan L/menit
(gpm). Untuk meter uji, catat Liter/menit (gpm).
5). Amper.
6). Volt.
g). Hitung hasil uji sebagai berikut :
1). Kecepatan nominal.
Tentukan operasi pompa pada putaran nominal (rpm).
2). Kapasitas.
Untuk header katup slang, menggunakan tabel aliran api (Fire stream table),
tentukan Liter/menit (gpm) untuk setiap nozel pada setiap bacaan pitot. Untuk
contoh, 1,1 bar ( 16 psi) tekanan pitot dengan 45 mm ( 1¾ inci) diameter nozel
mnenunjukkan 1380 Liter/menit ( 364 gpm). Tambahkan Liter/menit untuk setiap
saluran slang dalam menentukan volume total.
Untuk meter uji, Liter/menit (gpm) total langsung terbaca.
3) Head total.
(a). Tekanan diukur oleh pengukur pelepasan pada flens pelepasan pompa.
(b). Perbedaan head kecepatan, pelepasan pompa, dan hisapan pompa.
(c). Koreksi ketinggian pengukur terhadap garis tengah pompa (tambah atau
kurang).
(d). Tekanan diukur oleh pengukur hisapan pada flens hisap pompa. Nilainya
negatip bila tekanan di bawah nol.
Untuk pompa vertikal, head total adalah jumlah sebagai berikut :
(a). Tekanan diukur oleh pengukur pelepasan pada flens pelepasan pompa.
(b). Head kecepatan pada pelepasan.
(c). Jarak ke permukaan air pasok.
(d). Koreksi ketinggian pengukur pelepasan ke titik tengah dari pelepasan.
4). Input elektrikal.
Voltage dan Amper terbaca langsung dari Volt/Amper meter. Pembacaan ini
dibandingkan terhadap amper beban penuh dari plat nama.
Hanya dengan perhitungan umum, tentukan amper maksimum seharusnya yang
diijinkan dengan menggunakan faktor pelayanan.
Dalam hal angka faktor pelayanan 1,15, amper maksimum mendekati 1,15 kali
amper motor, karena perubahan daya dan efisiensi tidak dipertimbangkan.
Jika amper maksimum yang tercatat pada pengujian tidak melebihi angka ini,
motor dan pompa dianggap cukup memuaskan.
Sangat penting untuk mengukur voltage dan amper secara akurat pada setiap
fasa, sebaiknya amper yang tercatat pada pengujian melebihi amper maksimum
yang dihitung. Pengukuran ini penting karena pada pasokan daya rendah dengan
tegangan rendah akan menyebabkan amper yang terbaca menjadi tinggi.
dimana :
6) Kesimpulan :
A.11.2.6.5 Uji simulasi dari alat pembalik fasa adalah metoda uji yang dapat diterima.
A.11.2.7.1 Semua alat kontrol untuk menstart yang dipersyaratkan untuk diuji, dijelaskan
pada butir 11.2.6, 11.2.7, 11.2.8, dan 11.2.10, sebaiknya mengikuti butir-butir ini.
Apendiks B
Kemungkinan penyebab kerusakan pada pompa
Apendiks ini bukan bagian yang dipersyaratkan oleh dokumen standar ini, tetapi termasuk di
dalamnya untuk tujuan informasi semata.
B.1.18 Poros pompa atau selosong poros tertakik, bengkok, atau aus.
Ganti poros atau selongsong poros.
B.1.31 Tegangan listrik nominal motor berbeda dengan tegangan listrik jaringan.
Untuk contoh motor listrik 220 Volt atau 440 Volt pada tegangan listrik jaringan 208 Volt atau
416 Volt. Dapatkan motor dengan tegangan nominal yang betul atau motor dengan ukuran
yang lebih besar (lihat butir 6.4).
B.1.32 Sirkit listrik gagal, sistem bahan bakar terganggu, pipa uap terganggu, atau
batere kosong.
Periksa putusnya pengkabelan dengan membuka sakelar, buka pemutus tenaga, atau
batere mati.
Jika pemutus tenaga pada alat kontrol jatuh tanpa alasan yang jelas, pastikan minyak dalam
pot sesuai dengan spesifikasi pabrik pembuatnya. Pastikan pipa bahan bakar bersih,
saringan bersih, dan katup kontrol terbuka pada sistem bahan bakar untuk motor bakar.
Pastikan semua katup terbuka dan saringan bersih pada pipa uap untuk turbin.
B.2 Peringatan.
Bab 6 dan 7 termasuk persyaratan elektrikal yang mencegah instalasi sarana pemutus
sambungan pada pasokan daya listrik untuk motor listrik – menggerakkan pompa kebakaran.
Persyaratan ini dimaksud untuk memastikan tersedianya daya listrik ke pompa kebakaran.
Jika peralatan disambungkan ke sirkit yang dilayani atau dipertahankan, petugas yang tidak
terlindungi terhadap bahaya listrik dan lainnya sebagaimana lazimnya tidak boleh
membongkar listrik karena sangat berbahaya.
Ini perlu untuk keselamatan kerja dan perlindungan keselamatan khusus, serta proteksi
pakaian petugas atau keduanya.
B.3.1 Pendahuluan.
Dalam sirkit motor pompa kebakaran yang dipasang dengan benar, terkoordinasi, dan dalam
pelayanan sebelum terjadi kegagalan, jatuhnya pemutus tenaga atau sakelar pemisah
menunjukkan kondisi gagal akibat beroperasi pada beban lebih.
Direkomendasikan prosedur umum berikut diteliti oleh petugas yang porofesional dan
memeriksa serta memperbaiki alat kontrol bersangkutan yang gagal. Prosedur ini tidak
dimaksudkan untuk mencakup elemen lain dari sirkit, seperti pengkabelan dan motor, yang
juga dapat membutuhkan perhatian.
B.3.2 Perhatian.
Semua pemeriksaan dan pengujian dilakukan pada alat kontrol dengan melepaskan dari
terminal jaringan listriknya, dilepas sambungannya, dikunci, dan ditandai, sehingga kontak
tidak dapat dilakukan dengan bagian-bagian yang hidup dan semua prosedur perencanaan
keselamatan dapat dijalankan.
B.3.2.4 Kontaktor.
Ganti kontak yang menunjukkan kerusakan karena panas, pergeseran metal, atau kerugian
karena kontak aus. Ganti pegas kontak apabila diperlukan. Jika kerusakan terjadi pada
kontak, seperti menempel pada tempatnya atau terlihat kerusakan pada isolasi, ganti bagian-
bagian yang rusak atau seluruh kontaktor.
Apendiks C
Apendiks C ini bukan bagian yang dipersyaratkan oleh dokumen standar ini, tetapi termasuk di dalamnya untuk
tujuan informasi, dan untuk dipertimbangkan sebagai bagian dari peralatan pemadam kebakaran yang berbasis
air.
C.1. Pompa sentrifugal bertingkat jamak.
Bibliografi
1 NFPA 13, Standar for the installation of sprinkler systems, 1999 edition.
2 NFPA 14, Standard for the Installation of Standpipe and Hose Systems, 1996
edition.
3 NFPA 15, Standard for Water Spray Fixed Systems for Fire Protection, 1996
edition.
4 NFPA 16,Standard for the Installation of Foam Water Sprinkler and Foam
Water Spray Systems, 1999 edition.
5 NFPA 24, Standar for the installation of Private Fire Service Mains and Their
Appurtenances, 1995 edition.
6 NFPA 25, Standar for the Inspection, Testing, and Maintenance of Water
Based Fire Protection Systems, 1998 edition.
7 NFPA 31, Standard for the Installation of Oil Burning Equipment, 1997
edition.
8 NFPA 37, Standar for the installation and Use of Stationary Combustion
Engines and Gas Turbine, 1998 edition.
9 NFPA 51B, Standar for Fire Prevention During Welding, Cutting and Other
Hot Work, 1999 edition.
10 NFPA 70, National Electrical Code, 1999 edition.
11 NFPA 110, Standar for Emergency and Standby Power Systems, 1999
edition.
12 NFPA 1963, Standar for Fire Hose Connections, 1998 edition.
13 AGMA 390.03, Handbook for Helical and Master Gears, 1995.
14 ANSI/IEEE C62.1, IEEE Standar for Gapped Silicon Carbide Surge Arrester
for AC Power Circuit, 1989.
15 ANSI/IEEE C62.11, IEEE Standar for Metal Oxide Surge Arresters for AC
Power Circuits, 1987.
16 ANSI/IEEE C62.41, Recommended Practice for Surge Voltages in Line
Voltage AC Power Circuits, 1991
17 ANSI/UL 509, Standard for Safety Industrial Control Equipment, 1989
18 ANSI/UL 1008, Standard for Safety Automatic Transfer Switches, 1989.
19 AWWA C104, Cement Mortar Lining for Cast Iron and Ductile Iron Pipe and
Fittings for Water, 1990.
20 ASTM E.380, Standar for Metric Practice, 1991.
21 Hydraulic Institute Standars for Centrifugal, Rotary, and Reciprocating
Pumps, 14th edition, 1983.
22 HI 3.5, Standard for Rotary Pumps for Nomenclature, Design, Application
and Operation, 1994.
23 HI 3.6, Rotary Pump Test, 1994.
24 IEEE 141, Electric Power Distribution for Industrial Plants, 1986.
25 IEEE 241, Electric Systems for Comercial Buildings, 1990.
26 NEMA ICS 2.2, Maintenance of Motor Controllers After a Fault Condition,
1983
27 NEMA 250, Enclosures for Electrical Equipment, 1991
28 NEMA MG-1, Motors and Generators, Parts 2 and 14, 1978.
1. Ruang Lingkup.
1.1 Standar ini ditujukan untuk keselamatan jiwa dan perlindungan harta benda
terhadap bahaya kebakaran.
1.2 Standar ini digunakan untuk perancangan, instalasi, pengujian, pengoperasian
dan pemeliharaan dari sistem pengolah udara mekanik baru atau perbaikan yang juga
digunakan sebagai sistem pengendalian asap.
Dalam zona yang besar seperti pada atrium dan mal, dibahas pada standar lain.
1.3 Standar ini menetapkan kriteria minimal untuk perancangan sistem pengendalian
asap, sehingga memungkinkan penghuni menyelamatkan diri dengan aman dari dalam
bangunan, atau bila dikehendaki ke dalam daerah aman di dalam bangunan.
1.4. Tujuan dari standar ini adalah sebagai pedoman dalam menerapkan sistem yang
menggunakan perbedaan tekanan dan aliran udara untuk menyempurnakan satu atau lebih
hal berikut:
a) Menghalangi asap yang masuk ke dalam sumur tangga, sarana jalan ke luar, daerah
tempat berlindung, saf lif, atau daerah yang serupa.
b) Menjaga lingkungan yang masih dapat dipertahankan dalam daerah tempat berlindung
dan sarana jalan ke luar selama waktu yang dibutuhkan untuk evakuasi.
c) Menghalangi perpindahan asap dari zona asap.
d) Menyediakan kondisi di luar zona kebakaran yang memungkinkan petugas mengambil
tindakan darurat untuk melakukan operasi penyelamatan dan untuk melokalisir dan
mengendalikan kebakaran.
e) Menambah proteksi jiwa dan untuk mengurangi kerugian harta milik.
2. Acuan
NFPA 92 A : Recommended practice for Smoke Control System, 2000 edition. National Fire
Protection Association.
1 dari 57
SNI 03-6571-2001
3.2.
daerah tempat berlindung
daerah pada bangunan yang dipisahkan dari ruang lain oleh penghalang asap kebakaran
dimana lingkungan yang dapat dipertahankan dijaga untuk jangka waktu selama daerah
tersebut masih dibutuhkan untuk dihuni pada saat kebakaran.
3.3*
disetujui
dapat diterima oleh instansi berwenang.
3.4
efek cerobong
aliran udara vertikal di dalam bangunan disebabkan oleh temperatur yang ditimbulkan dari
perbedaan densitas antara bagian dalam bangunan dan bagian luarnya, atau antara dua
ruangan.
3.5*
instansi berwenang
Suatu instansi yang berwenang dan bertanggung jawab untuk menyetujui; peralatan,
instalasi atau prosedur.
3.6
lingkungan yang masih dapat dipertahankan
lingkungan di mana asap dan panas dibatasi atau dengan kata lain dihalangi untuk menjaga
pengaruh terhadap penghuni pada suatu tingkatan yang tidak mengancam jiwa.
3.7
moda pengendalian asap
konfigurasi operasi yang ditentukan terlebih dahulu dari suatu sistem atau alat untuk tujuan
pengendalian asap.
3.8
pedoman
dokumen yang serupa dalam isi dan strukturnya seperti kode atau standar, tetapi isinya
hanya ketentuan yang tidak mengikat, menggunakan kata“ sebaiknya “untuk menunjukkan
rekomendasi dalam bagian dari kalimat.
3.9
pemeriksaan ujung ke ujung
metoda pengujian sendiri yang hasilnya memberikan konfirmasi positip yang diinginkan
(contoh aliran udara atau posisi damper) tercapai, pada saat alat kendali diaktifkan, seperti
selama pengendalian asap, pengujian, atau pengoperasian secara manual. Apabila terjadi
kegagalan atau berhenti, hasil konfirmasi positip menunjukkan normal tidak bekerja.
3.10*
penghalang asap
lapisan yang menerus, vertikal atau horisontal, seperti dinding, lantai, atau rakitan langit-
langit yang dirancang dan dipasang untuk menghalangi gerakan asap.
2 dari 57
SNI 03-6571-2001
3.11*
perbedaan tekanan rancangan
perbedaan tekanan yang dirancang antara ruang yang diproteksi dan ruang yang
bersebelahan, diukur pada batas ruang yang diproteksi di bawah kondisi yang di-atur khusus
dengan beroperasinya sistem pengendalian asap.
3.12*
pusat pengendalian asap petugas pemadam kebakaran
sistem yang menyediakan pemantauan grafik dan kemampuan menguasai secara manual
sistem pengendalian asap dan peralatan pada lokasi yang dirancang di dalam bangunan
untuk digunakan oleh instansi pemadam kebakaran.
3.13
sebaiknya
menunjukkan rekomendasi atau yang disarankan tetapi tidak dipersyaratkan.
3.14*
sistem pembuangan asap
sistem mekanik atau gravitasi ditujukan untuk menggerakkan asap dari zona asap ke luar
bangunan, termasuk sistem pembersihan asap, pembilasan dan ven, seperti fungsi fan
pembuangan yang digunakan untuk mengurangi tekanan dalam zona asap.
3.15
sistem pengendalian asap
sistem keteknikan yang menggunakan fan mekanik untuk menghasilkan perbedaan tekanan
di kedua sisi penghalang asap untuk mencegah aliran asap.
3.16
sistem pengendalian asap terzona
sistem pengendalian asap yang termasuk pembuangan asap untuk zona asap dan diberi
tekanan untuk semua zona pengendalian asap yang berdampingan.
3.17
sumur tangga bertekanan
jenis sistem pengendalian asap dimana saf tangga secara mekanik diberi tekanan, yang
berpengaruh terhadap daerah kebakaran, dengan udara luar untuk menjaga asap dari
kontaminasi selama kejadian kebakaran.
3.18
zona asap
zona pengendalian asap di mana kebakaran dilokalisir.
3.19
zona pengendalian asap
ruang dalam bangunan yang ditutup oleh penghalang asap, termasuk bagian atas dan
bawah, yang merupakan bagian dari zona sistem pengendalian asap.
3 dari 57
SNI 03-6571-2001
4. Informasi umum.
4.1. Pendahuluan.
Semua kebakaran memproduksi asap yang jika tidak dikendalikan akan menyebar keseluruh
bangunan atau bagian bangunan, yang berpotensi mengancam jiwa serta merusak harta
benda.
Sistem pengendalian asap sebaiknya dirancang untuk menghalangi aliran asap ke dalam
sarana jalan ke luar, jalan terusan ke luar, daerah tempat berlindung, atau daerah lain yang
serupa.
Dengan menyediakan springkler otomatik atau sarana pemadaman kebakaran otomatik lain
yang umum diperlukan untuk mengendalikan asap, dapat membatasi penjalaran dan
besarnya kebakaran secara efektif dan ekonomis.
Sistem lain dapat disediakan untuk hunian khusus atau fasilitas yang sudah ada.
Apabila sistem pengendalian asap tersedia, sebaiknya diaktifkan sedini mungkin pada
keadaan darurat kebakaran untuk membatasi penyebaran gas kebakaran dan untuk
menjaga lingkungan yang masih dapat dipertahankan dan pada daerah yang diproteksi.
Sistem pengendalian asap sebaiknya berfungsi selama jangka waktu evakuasi pada daerah
yang diproteksi oleh sistem. Sistem seperti itu ditujukan untuk mengendalikan perpindahan
asap ke dalam daerah yang diproteksi, yang demikian itu berarti menyediakan daerah
tempat berlindung atau waktu tambahan untuk ke luar gedung, tetapi sebaiknya jangan
mengharapkan daerah seperti itu akan bebas dari asap sepenuhnya.
Sistem pengendalian asap sebaiknya secara teknik dirancang untuk hunian khusus dari
suatu bangunan.
Sebagai tambahan, rancangan sistem pengendalian asap sebaiknya dikoordinasikan dengan
sistem keselamatan jiwa lainnya sehingga saling melengkapi, dan tidak saling meniadakan
satu sama lain.
4 dari 57
SNI 03-6571-2001
4.2.1.4 Gerakan asap dapat dikendalikan dengan mengubah perbedaan tekanan ini.
Komponen bangunan dan peralatan seperti dinding, lantai, pintu, damper, dan sumur tangga
tahan asap dapat digunakan bersamaan dengan sistem pemanasan, ventilasi dan
pengkondisian udara untuk membantu dalam mengendalikan gerakan asap.
4.2.1.5 Perancangan bangunan menyeluruh yang memenuhi syarat dan konstruksi yang
kedap asap penting untuk pengendalian asap.
4.2.1.6. Pengenceran asap dalam daerah kebakaran dari bangunan yang di
kompartemenisasi bukan sarana pengendalian asap yang tepat. Pengendalian asap tidak
dapat dicapai secara sederhana dengan pemasokan udara ke dan membuang udara dari
kompartemen.
4.2.1.7 Pengendalian asap dapat dibagi dalam dua prinsip sebagai berikut:
a) Perbedaan tekanan cukup besar yang bekerja di kedua sisi penghalang akan
mengendalikan gerakan asap.
b) Aliran udaranya sendiri akan mengendalikan gerakan asap jika kecepatan udara rata-
rata cukup besar.
4.2.2. Presurisasi.
Sarana utama pengendalian aliran asap adalah dengan menciptakan perbedaan tekanan
udara di kedua sisi partisi, lantai, dan komponen bangunan lain. Konsep dasar dari
presurisasi bangunan adalah menentukan tekanan tertinggi di ruang yang bersebelahan dari
zona asap.
Dengan cara ini, gerakan udara ke dalam zona asap dari daerah yang bersebelahan dan
asap dihalangi dari penyebaran ke seluruh bangunan.
4.3.1. Umum.
Konsultasi teknis dengan instansi berwenang diharapkan dapat menentukan kinerja sistem
dan prosedur uji serah terima pada awal rancangan.
5 dari 57
SNI 03-6571-2001
Bukaan yang besar pada penghalang asap, seperti pintu dan bukaan lainnya yang
digunakan untuk membuka, sebaiknya ditunjukkan. Bukaan ini sebaiknya dikaji didasarkan
pada daerah geometriknya.
6 dari 57
SNI 03-6571-2001
Pada sisi yang lain, sistem pengendalian asap yang dirancang dengan baik dapat menjaga
lingkungan yang masih dapat dipertahankan sepanjang rute jalan ke luar yang kritis pada
saat sistem supresi kebakaran beroperasi atau petugas pemadam kebakaran melakukan
pamadaman kebakaran.
Sebagai tambahan, terhadap kenyataan bahwa supresi kebakaran dan sistem pengendalian
asap menunjukkan fungsi yang berbeda, maka untuk itu penting mempertimbangkan
interaksi antara sistem pengendalian asap dan sistem supresi kebakaran.
Sebagai contoh, bangunan yang sepenuhnya menggunakan springkler, perbedaan tekanan
dan aliran udara yang dibutuhkan untuk pengendalian gerakan asap mungkin lebih kecil
daripada bangunan yang tidak berspringkler, karena besarnya api maksimum akan lebih
kecil daripada bangunan tanpa springkler.
Sistem pengendalian asap dapat menimbulkan pengaruh yang merugikan terhadap kinerja
dari zat supresi jenis gas, seperti gas bersih yang didefinisikan pada standar mengenai zat
bersih untuk sistem pemadaman api, apabila pengendalian asap dan sistem supresi
ditempatkan bersamaan dalam suatu ruang.
Pada kejadian dimana kedua sistem diaktifkan bersamaan, sistem pengendalian asap
mungkin akan mencairkan zat gas dalam ruangan. Karena sistem supresi gas yang
digunakan bersama sama menyediakan hanya satu gas, timbul potensi untuk mengobarkan
kembali api.
Sistem pemadaman dengan gas dan sistem pengendalian asap tidak dapat digunakan untuk
fungsi pemadaman serempak apabila keduanya diletakkan di dalam ruangan yang sama.
5.1. Pendahuluan.
5.1.1. Tujuan.
Bab ini membicarakan bermacam-macam tipe sistem pengendalian asap dan mengkaji ulang
keuntungan dan kerugian dari setiap tipe.
Penentuan sasaran sistem dan kriteria kinerja sebaiknya dibuat terlebih dahulu sebelum
perancangan atau konstruksi.
5.1.2. Sistem Terdedikasi dan Tidak Terdedikasi.
5.1.2.1. Sistem Terdedikasi.
a) Sistem pengendalian asap terdedikasi dipasang dengan tujuan tunggal untuk
menyediakan pengendalian asap. Sistem merupakan sistem terpisah dari penggerakan
udara dan peralatan distribusi yang tidak berfungsi dibawah kondisi pengoperasian
bangunan secara normal. Pada saat diaktifkan, sistem ini beroperasi secara khusus
dalam menjalankan fungsinya sebagai pengendali asap.
b) Keuntungan sistem terdedikasi, termasuk sebagai berikut:
1) Modifikasi dari pengendalian sistem setelah pemasangan jarang dilakukan.
2) Pengoperasian dan pengendalian sistem umumnya sederhana.
3) Ketergantungan pada atau pengaruh oleh sistem bangunan lain dibatasi.
c) Kerugian dari sistem terdedikasi, termasuk sebagai berikut:
7 dari 57
SNI 03-6571-2001
1) Kerusakan sistem mungkin tidak ditemukan pada antara jangka waktu pengujian
atau diantara aktifitas pemeliharaan.
2). Sistem dapat membutuhkan ruangan yang lebih besar.
8 dari 57
SNI 03-6571-2001
asap. Perbedaan tekanan ini disarankan untuk perancangan yang didasarkan pada
perbedaan tekanan minimum yang dipertahankan antara ruangan khusus.
Tabel 5.2.1: Perbedaan tekanan minimum rancangan yang disarankan di kedua sisi
penghalang asap1
Perbedaan tekanan
Tipe bangunan 2 Ketinggian langit-langit
rancangan 3 (in.w.g)
SO rendah 0,05
TS 9 ft 0,10
TS 15 ft 0,14
TS 21 ft 0,18
9 dari 57
SNI 03-6571-2001
Untuk unit SI, 1 lbf = 4,4 N; 1 in = 25,4 mm; 0,1 in.w.g = 25 Pa.
Catatan:
1 = Gaya membuka pintu total 30 lbf.
2 = Ketinggian pintu 7 ft.
3 = Jarak dari tombol pintu ke sisi tombol dari pintu 3 inci.
4 = Untuk gaya membuka pintu lain, ukuran pintu lain, atau perangkat keras lain daripada tombol — untuk
contoh, pernagkat keras tombol—menggunakan prosedur yang disediakan dalam ketentuan teknis lain
yang berlaku .
5 = Banyak penutup pintu mempersyaratkan gayanya kurang dalam bagian awal siklus membuka daripada
persyaratan untuk membawa pintu ke posisi pembukaan penuh.
Kombinasi pukulan dari penutup pintu dan kombinasi tekanan yang diadakan hanya sampai pintu cukup
dibuka untuk mengijinkan udara lewat bebas melalui bukaan. Gaya yang diadakan oleh alat penutup
untuk menutup pintu, sering berbeda dari yang diadakan pada pembukaan.
6 = Penerapan lebar pintu hanya jika pintu mempunyai engsel pada satu ujung; sebaliknya menggunakan
prosedur perhitungan yang disediakan pada ketentuan lain yang berlaku.
5.3.1. Umum.
Sasaran kinerja dari presurisasi tangga adalah menyediakan lingkungan yang masih dapat
dipertahankan di dalam sumur tangga pada saat kejadian kebakaran dalam bangunan.
Sasaran kedua adalah untuk menyediakan daerah untuk petugas pemadam kebakaran.
Pada lantai dimana terjadi kebakaran, kebutuhan sumur tangga yang dipresurisasi untuk
menjaga perbedaan tekanan di kedua sisi pintu sumur tangga yang ditutup sehingga infiltrasi
dari asap dibatasi. Sistem presurisasi sumur tangga sebaiknya dirancang untuk memenuhi
atau melebihi perbedaan tekanan minimum rancangan yang diberikan dalam tabel 5.2.1
tetapi sebaiknya tidak melebihi perbedaan tekanan maksimum yang diberikan dalam tabel
5.2.2.
10 dari 57
SNI 03-6571-2001
Gambar 5.3.2.2.1: Presurisasi sumur tangga dengan bypass sekeliling Fan pasok
11 dari 57
SNI 03-6571-2001
12 dari 57
SNI 03-6571-2001
Fan sebaiknya dikontrol oleh sensor perbedaan tekanan sehingga fan tidak akan
beroperasi jika perbedaan tekanan antara sumur tangga dan bangunan jatuh di bawah
taraf yang dispesifikasikan.
Ini akan mencegah fan menarik asap ke dalam sumur tangga jika jumlah pintu yang
membuka mengurangi presurisasi sumur tangga.
Fan pembuangan seperti itu sebaiknya ukurannya dispesifikasikan sehingga sistem
presurisasi akan berada dalam batas perancangan.
Untuk mencapai kinerja yang diharapkan, dipercaya bahwa kontrol fan pembuangan
sebaiknya jenis modulasi seperti berlawanan untuk jenis ON – OFF.
Karena fan pembuangan akan mempunyai pengaruh merugikan oleh angin, pelindung
angin direkomendasikan.
13 dari 57
SNI 03-6571-2001
Gambar 5.3.4.1.1 : Presurisasi sumur tangga oleh fan propeler yang dipasang di atap.
5.3.4.1.2. Satu keuntungan besar menggunkan fan propeler untuk presurisasi sumur
tangga adalah kurva respon tekanan relatif datar terhadap beragam aliran. Karena itu,
seperti pintu dibuka dan ditutup, fan propeler cepat merespon ke perubahan aliran dalam
sumur tangga tanpa fluktuasi besarnya tekanan.
Keuntungan kedua, penggunaan propeler fan dapat mengurangi biaya dari pada fan jenis
lain dan dapat menyediakan pengendalian asap yang cukup dengan biaya pemasangan
yang rendah.
5.3.4.1.3. Kerugian penggunaan fan propeler adalah bahwa sering mempersyaratkan
pelindung angin pada masukan karena fan ini beroperasi pada tekanan rendah dan cepat
terpengaruh oleh tekanan angin pada bangunan.
Ini menjadi kurang kritis pada atap apabila fan sering diproteksi oleh parapet dan apabila
arah angin menyudut terhadap sumbu fan.
Fan propeler yang dipasang pada dinding mudah terpengaruh oleh tekanan angin. Pengaruh
kurang baik maksimum terjadi bila arah angin berlawanan dengan arah aliran udara fan,
menghasilkan tekanan pada masukan rendah dan penurunan efektivitas fan sangat berarti.
Intensitas angin variabel dan arahnya juga dapat mengancam terhadap kemampuan dari
sistem untuk menjaga kontrol di atas tekanan statik pada sumur tangga.
14 dari 57
SNI 03-6571-2001
5.3.5.1.2. Sistem injeksi tunggal dapat gagal jika beberapa pintu yang dekat titik injeksi
pasokan udara dibuka. Semua udara presurisasi dapat hilang melalui bukaan pintu ini,
selanjutnya sistem gagal untuk menjaga tekanan positip di kedua sisi pintu yang jauh dari
titik injeksi.
5.3.5.1.3. Karena pintu sumur tangga pada lantai bawah lebih disukai terbuka, sistem
injeksi tunggal bawah, cenderung gagal.
Pertimbangan dari situasi spesifik ini perlu analisa rancangan keseluruhan yang hati-hati
yang dipersyaratkan untuk sistem injeksi tunggal bawah dan untuk semua sistem injeksi
tunggal lain untuk sumur tangga dengan ketinggian lebih dari 30,5 m (100 ft ).
15 dari 57
SNI 03-6571-2001
Gambar 5.3.5.2.1(a) : Presurisasi sumur tangga dengan injeksi jamak dengan fan yang
ditempatkan pada lantai bawah.
Gambar 5.3.5.2.1.(b) : Presurisasi sumur tangga dengan injeksi jamak dengan fan
yang dipasang di atap.
5.3.5.2.2. Dalam gambar 5.3.5.2.1.(a) dan 5.3.5.2.1.(b), dakting pasok ditunjukkan dalam
saf terpisah. Bagaimanapun sistem telah dibuat dimana pengeluaran dibatasi oleh saf
dakting yang terpisah dengan menempatkan dakting pasok dalam tangga tertutup. Kehati-
hatiannya sebaiknya diambil sehingga dakting tidak mengurangi lebar jalan ke luar yang
dipersyaratkan atau menjadi hambatan untuk melakukan evakuasi dari bangunan.
5.3.5.2.3. Beberapa sistem injeksi jamak telah dibuat dengan titik injeksi udara pasok pada
setiap lantai. Sistem ini mencegah kerugian udara presurisasi melalui beberapa pintu yang
terbuka; bagaimanapun, terlalu banyak titik injeksi mungkin tidak penting.
Untuk rancangan sistem dengan titik injeksi lebih dari tiga lantai terpisah, perancang
sebaiknya menggunakan analisa komputer seperti yang diberikan pada ketentuan standar
lain.
Tujuan analisa ini untuk menjamin bahwa kerugian udara presurisasi melalui beberapa pintu
terbuka menunjukkan kerugian yang berarti pada presurisasi sumur tangga.
16 dari 57
SNI 03-6571-2001
17 dari 57
SNI 03-6571-2001
pintu sampai hampir semua pintu dapat dibuka. Efek bukaan pintu ke luar biasanya jauh
lebih besar dari pada bukaan pintu di dalam. Jika sistem dirancang untuk pintu membuka
dan evakuasi bangunan total, jumlah pintu yang terbuka sebaiknya termasuk pintu sumur
tangga bagian luar.
5.5.1. Umum.
5.5.1.1. Sumur tangga dengan presurisasi seperti didiskusikan dalam butir 5.3 ditujukan
untuk mengendalikan meluasnya asap dengan menghalangi infiltrasi asap ke dalam sumur
tangga, tetapi dalam bangunan dengan sumur tangga yang dipresurisasi seperti sarana
pengendali asap tunggal, asap dapat mengalir melalui retakan di lantai dan partisi dan
melalui saf lain yang mengancam jiwa dan merusak harta milik pada lokasi yang jauh dari
kebakaran. Konsep pengendalian asap terzona didiskusikan dalam bab ini, ditujukan untuk
membatasi jenis ini dari gerakan asap di dalam bangunan.
5.5.1.2. Pembatasan besarnya ukuran kebakaran ( laju pembakaran massa) menaikkan
kehandalan dan kelangsungan sistem pengendalian asap. Besarnya ukuran kebakaran
dapat dibatasi dengan pengendalian bahan bakar, kompartemenisasi, atau springkler
otomatik. Mungkin penyediaan pengendalian asap dalam bangunan tidak mempunyai
fasilitas pembatasan kebakaran, tetapi dalam contoh ini pertimbangan yang hati-hati harus
dilakukan untuk tekanan kebakaran, temperatur tinggi, laju pembakaran massa, akumulasi
18 dari 57
SNI 03-6571-2001
bahan bakar yang tidak terbakar, dan hasil output lainnya dari kebakaran yang tak
terkendali.
19 dari 57
SNI 03-6571-2001
Pada sistem pengendalian asap terzona, evakuasi penghuni bangunan sebaiknya dilakukan
sesegera mungkin setelah adanya deteksi kebakaran.
5.5.2.3* Zona asap sebaiknya dijaga sehingga evakuasi dari zona ini dapat mudah terlihat
dan kuantitas udara yang dibutuhkan untuk presurisasi ruangan sekitarnya dapat dijaga
dengan taraf yang terkendali.
Bagaimanapun juga, zona ini sebaiknya cukup besar sehingga panas yang dibangkitkan
oleh kebakaran akan menjadi cukup diencerkan dengan udara disekitarnya untuk mencegah
kegagalan komponen utama dari sistem pengendalian asap.
5.5.2.4. Apabila kebakaran terjadi, semua zona tanpa asap pada bangunan dapat
dipresurisasi seperti ditunjukkan dalam gambar 5.5.2.1, bagian (a), (c) dan (e). Sistem ini
membutuhkan jumlah yang besar dari udara luar. Lokasi yang berkaitan dengan inlet udara
pasok dari sumur tangga yang dipresurisasi tersebut (lihat butir 5.3.3) juga diterapkan untuk
inlet udara pasok untuk zona tanpa asap.
5.5.2.5. Pada cuaca dingin, adanya jumlah yang besar dari udara luar dapat
menyebabkan kerusakan yang serius dari sistem bangunan. Bagaimanapun, pertimbangan
yang serius sebaiknya dilakukan untuk menggunaan sistem pra pemanas darurat dalam
memanaskan udara yang datang dan membantu mencegah atau membatasi kerusakan.
Sebagai alternatif, presurisasi hanya pada zona yang berdekatan dengan zona asap akan
dapat membatasi jumlah udara luar yang dibutuhkan, seperti dalam gambar 5.5.2.1, bagian
(b) dan (d).
Karena itu, kerugian dari pembatasan ini adalah aliran asap mungkin akan melalui saf ke
luar zona terpresurisasi dan ke dalam ruangan yang tidak terpresurisasi.
Apabila alternatif ini dipertimbangkan, penelitian yang hati-hati dari asap yang berpotensi
mengalir sebaiknya dilakukan dan ditentukan mana yang dapat diterima.
5.5.2.6. Sinyal dari sistem alarm kebakaran dapat digunakan untuk mengaktivasi sistem
pengendalian asap terzona yang cocok. Penggunaan sistem alarm kebakaran membutuhkan
penyusunan zona yang tepat dengan zona pengendalian asap, agar aktivasi yang salah dari
sistem pengendalian asap dapat dicegah.
5.5.2.7. Kecuali ven atau buangan disediakan dalam zona kebakaran, perbedaan
tekanan tidak akan ditimbulkan;
5.7.1. Umum.
Pada beberapa kejadian, lebih dari satu sistem pengendalian asap akan beroperasi secara
serempak. Untuk contoh, sumur tangga yang dipresurisasi dapat menyambung ke luas lantai
yang merupakan bagian dari sistem pengendalian asap terzona. Ruang luncur lif yang
merupakan bagian dari sistem pengendalian asap lif dapat menyambung ke luas lantai yang
merupakan bagian dari sistem pengendalian asap terzona. Sistem pengendalian asap lif
20 dari 57
SNI 03-6571-2001
dapat dihubungkan ke daerah tempat berlindung yang mengarah dan dihubungkan dengan
luas lantai yang merupakan bagian dari sistem pengendalian asap terzona. Selanjutnya
dapat mempresurisasi sumur tangga yang juga dihubungkan ke daerah tempat berlindung.
Contoh dari satu sistem yang sederhana terdiri dari sumur tangga yang dipresurisasi seperti
sarana pengendalian asap pada bangunan tunggal .
Kejadian selanjutnya, interaksi antara sumur tangga melalui bangunan, khususnya jika pintu
dibuka dan ditutup, harus dipertimbangkan.
Sering sistem ini dirancang tidak bergantung terhadap pengoperasian yang mendapatkan
gaya dinamik (contoh: pengapungan, efek cerobong, angin). Satu rancangan lengkap perlu
untuk mengkaji pengaruh sistem pengendalian asap satu sama lain.
Untuk contoh, zona pembuangan asap dalam hubungannya dengan sistem presurisasi
sumur tangga dapat cenderung untuk meningkatkan kinerja sistem presurisasi tangga.
Pada waktu yang bersamaan, sistem ini dapat menaikkan perbedaan tekanan di kedua sisi
pintu, menyebabkan sulitnya pembukaan pintu ke dalam sumur tangga. Untuk sistem yang
lengkap, direkomendasikan model jaringan komputer seperti yang dibicarakan dalam Bab 7,
digunakan untuk analisis.
6.1 Umum.
Dengan beberapa modifikasi, sistem ventilasi dan pengkondisian udara bangunan
konvensional dapat digunakan untuk menyediakan pengendalian asap pada bangunan.
Berbagai jenis peralatan bangunan akan dibicarakan dalam bab ini, namun tidaklah praktis
untuk membicarakan keseluruhannya. Bab ini menyediakan informasi umum mengenai
peralatan dan pengendaliannya, dan menyediakan pedoman yang dapat digunakan untuk
menyesuaikan sebagian besar dari peralatan yang dimaksud.
6.2.1 Umum.
Peralatan ventilasi dan pengkondisian udara secara normal menyediakan sarana untuk
memasok, menghisap balik dan menghisap buang udara dari suatu ruangan yang
dikondisikan. Peralatan ventilasi dan pengkondisian udara dapat ditempatkan di dalam ruang
yang dikondisikan, dalam ruang bersebelahan atau dalam ruang peralatan mekanikal yang
berjauhan. Pada umumnya sistem ventilasi dan pengkondisian udara dapat disesuaikan dan
digunakan sebagai pengendalian asap terzona.
21 dari 57
SNI 03-6571-2001
22 dari 57
SNI 03-6571-2001
6.2.3.3 Unit Fan / Koil dan Unit Pompa Panas Sumber Air
Jenis fan/koil dan pompa panas sumber air dari unit pengolah udara seringkali ditempatkan
pada sekitar perimetri lantai bangunan untuk mengkondisikan zona-zona perimetri. Dapat
juga ditempatkan sepanjang daerah keseluruhan lantai untuk memberikan pengkondisian
udara pada seluruh ruangan. Karena unit fan / koil dan pompa panas sumber air ini
mempunyai kemampuan pasokan udara luar yang kecil dan pada umumnya cukup sulit
melakukan konfigurasi ulang untuk tujuan pengendalian asap, jenis ini secara umum tidak
sesuai untuk melakukan fungsi pengendalian asap. Apabila unit ini mempunyai sarana
pemasokan udara luar dalam zona asap, unit seperti ini sebaiknya dimatikan apabila zona
tersebut diberi tekanan negatip.
Unit fan/koil dan pompa panas sumber air biasanya digunakan dalam kombinasi dengan unit
pengolah udara peralatan ventilasi dan pengkondisian udara pusat yang lebih besar atau
bersama dengan unit pengolah udara zona dalam ruangan terpisah. Fungsi pengendalian
asap zona sebaiknya disediakan oleh unit pengolah udara pusat yang lebih besar atau oleh
unit pengolah udara zona dalam ruangan.
23 dari 57
SNI 03-6571-2001
umumnya mempunyai sumber pemanasan lain (misal papan pemanas atau lemari
pemanas).
Sistem volume udara variabel memvariasikan jumlah udara dingin yang dipasok ke ruang
hunian berdasarkan kebutuhan nyata ruangan. Beberapa sistem volume udara variabel
mem-bypass udara pasokan ke sisi masukan udara balik dari fan untuk mengurangi volume
dan tekanan resultan udara pasokan untuk menghindari kerusakan pada fan atau dakting.
Pada moda pengendalian asap, pem-bypass-an seperti ini sebaiknya ditutup. Untuk
pengendalian asap, kecepatan fan pasok sistem volume udara variabel sebaiknya dinaikkan
dan pengendali unit terminal volume udara variabel sebaiknya dikonfigurasikan untuk
membuka terminal dalam non zona asap untuk memasok udara luar dalam jumlah
maksimum untuk memberikan penekanan di dalam ruangan apabila jumlah udara
mencukupi. Damper bypass pada sistem yang menggunakan metode ini sebaiknya tertutup.
Hal ini memungkinkan untuk memperoleh pengendalian asap dengan sistem volume udara
variabel memasok jumlah udara minimal, tetapi kehati-hatian sebaiknya diambil untuk
menjamin adanya tekanan yang cukup di dalam ruangan.
24 dari 57
SNI 03-6571-2001
6.4 Kontrol.
6.4.1 Koordinasi.
Sistem kontrol sebaiknya mengkoordinasikan dengan sepenuhnya fungsi-fungsi sistem
pengendalian asap di antara sistem alarm kebakaran, sistem springkler, sistem
pengendalian asap untuk petugas pemadam kebakaran, dan sistem-sistem lain terkait
dengan sistem ventilasi dan pengkondisian udara dan peralatan pengendalian asap
bangunan yang lain.
6.4.2 Kontrol Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara.
6.4.2.1 Operasi kontrol sistem ventilasi dan pengkondisian udara sebaiknya dirancang
atau dimodifikasi untuk mengakomodasi moda pengendalian asap, yang mana sebaiknya
mempunyai prioritas lebih tinggi melebihi seluruh moda pengendalian lain.
6.4.2.2* Beberapa jenis sistem kontrol biasa dipergunakan untuk sistem ventilasi dan
pengkondisian udara. Sistem kontrol ini menggunakan unit kontrol pneumatik, listrik,
elektronik dan unit berbasis logika terprogram. Semua sistem kontrol ini dapat disesuaikan
untuk menyediakan logika dan urutan kerja kontrol guna mengkonfigurasikan sistem ventilasi
dan pengkondisian udara untuk tujuan pengendalian asap. Unit kontrol elektronik berbasis
logika terprogram (misal berbasis mikroprosesor) yang mengontrol dan memantau sistem
ventilasi dan pengkondisian udara seperti halnya fungsi-fungsi kontrol dan pemantauan
bangunan lainnya, tersedia siap digunakan untuk menyediakan logika dan urutan kerja
pengontrolan yang diperlukan bagi moda operasi pengendalian asap dari sistem ventilasi
dan pengkondisian udara.
25 dari 57
SNI 03-6571-2001
Berdasarkan rancangan dan kinerja yang diharapkan dari sistem pengendalian asap,
pertimbangan sebaiknya diberikan pada posisi (misal membuka atau tertutup) damper asap
pada kehilangan daya dan pada penghentian dari sistem fan yang melayani damper.
26 dari 57
SNI 03-6571-2001
6.4.3.4.3 PPAPPK sebaiknya memiliki prioritas pengendalian tertinggi atas semua sistem
dan peralatan pengendalian asap. Bilamana kontrol manual untuk sistem pengendalian asap
juga tersedia di lokasi lain dari bangunan, moda pengendalian asap yang dipilih dari
PPAPPK sebaiknya lebih unggul. Pengendalian dari PPAPPK sebaiknya mampu
mengabaikan atau mem-bypass pengendalian bangunan lainnya seperti saklar ON - OFF
dan saklar start/stop yang terletak pada pengendali motor fan dan detektor asap pada
dakting. Pengendalian dari PPAPPK sebaiknya tidak mendahului berfungsinya peralatan
supresi kebakaran, peralatan listrik, atau alat proteksi lainnya.
Kemampuan pengendalian fan dari PPAPPK tidak perlu mem-bypass saklar ON-OFF atau
saklar start/stop yang diletakkan pada pengendali motor dari fan sistem pengendalian asap
tak terdedikasi, bilamana kondisi yang ada sebagai berikut:
1). Pengendali motor fan tersebut ditempatkan dalam ruangan peralatan mekanikal atau
ruangan peralatan listrik atau ruangan lain yang hanya dapat dimasuki petugas yang
berwenang
2). Pemakaian saklar pengendali motor tersebut untuk menjalankan atau mematikan fan
akan menyebabkan penunjukkan off-normal pada pusat pengendali bangunan utama
selama pengkondisian udara normal atau pengoperasian pengendali bangunan dari
fan tak terdedikasi.
6.4.3.4.4 Indikasi status positip (ON dan OFF) sebaiknya disediakan untuk fan sistem
pengendalian asap terdedikasi dan untuk semua fan tak terdedikasi yang mempunyai
kapasitas melebihi 57 m3/menit (2000 ft3/menit) dan dipergunakan untuk pengendalian asap.
Status ON sebaiknya diindera oleh beda tekanan, saklar aliran udara, atau indikasi lainnya
yang menunjukkan aliran adanya udara. Indikasi tidak langsung dari status fan bukanlah
pembuktian positip dari aliran udara. Indikasi tambahan seperti misalnya posisi damper
dapat disediakan apabila diperlukan sesuai dengan kompleksitas dari sistem. Status fan
individu tidak perlu disediakan untuk fan yang operasinya sudah termasuk di dalam indikasi
status dari zona pengendalian asap.
27 dari 57
SNI 03-6571-2001
6.4.5.1 Umum.
Kriteria untuk aktivasi sistem pengendalian asap terzona sebaiknya sesuai dengan butir
6.4.5.1. dan 6.4.5.2.
28 dari 57
SNI 03-6571-2001
6.4.5.3 Urutan.
Sistem pengendalian asap yang terpisah sebaiknya diaktifkan dalam suatu keseluruhan
urutan tertentu untuk memastikan manfaat yang maksimum dan meminimalkan setiap
kerusakan atau pengaruh yang tidak diinginkan pada dakting atau peralatan.
6.4.5.4* Jadwal.
Setiap perbedaan konfigurasi sistem pengendalian asap sebaiknya ditentukan sepenuhnya
dalam format jadwal yang termasuk tapi tidak terbatas pada parameter sebagai berikut:
a) Zona kebakaran yang mengaktivasi secara otomatik sistem pengendalian asap.
b) Jenis sinyal yang mengaktifkan sistem pengendalian asap, seperti misalnya aliran air
pada springkler, atau detektor asap.
29 dari 57
SNI 03-6571-2001
c) Zona asap yang menerapkan pembuangan mekanis maksimum ke luar dan tidak
menyediakan udara pasok.
d) Zona pengendalian asap tekanan positip yang menerapkan pasokan udara maksimum
dan tidak menyediakan pembuangan keluar.
e) Fan dalam keadaan “ON” sebagaimana diperlukan untuk mengimplementasikan sistem
pengendalian asap. Fan yang memiliki kecepatan jamak sebaiknya ditandai dengan
tanda “FAST” atau “MAX. VOLUME” untuk memastikan konfigurasi kontrol yang
diinginkan.
f) Fan dalam keadaan “OFF” seperti yang diperlukan untuk mengimplementasikan sistem
pengendalian asap.
g) Damper dalam keadaan “OPEN”, apabila harus dicapai aliran udara maksimum.
h) Damper dalam keadaan “CLOSE”, apabila tidak ada aliran udara.
i) Fungsi tambahan kemungkinan diperlukan untuk mencapai konfigurasi sistem
pengendalian asap atau kemungkinan dikehendaki sebagai tambahan terhadap
pengendalian asap. Perubahan atau pengesampingan titik set pengendalian tekanan
statik operasi normal sebaiknya juga diindikasikan bila diperlukan.
j) Posisi damper pada kegagalan fan.
6.6 Bahan
6.6.1 Bahan yang digunakan untuk menyediakan sistem pengendalian asap sebaiknya
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
30 dari 57
SNI 03-6571-2001
6.6.2 Bahan dakting sebaiknya terpilih dan dakting sebaiknya dirancang untuk dapat
menyalurkan asap, menahan tekanan tambahan (baik negatip maupun positip) oleh fan
pasok dan fan buang, apabila beroperasi dalam moda pengendalian asap, dan
mempertahankan integritas strukturnya selama jangka waktu dimana sistem sebaiknya
beroperasi.
6.6.3 Peralatan yang termasuk, tetapi tidak terbatas pada fan, dakting, dan damper
balans sebaiknya sesuai dengan tujuan penggunaannya dan kemungkinan temperatur yang
dihadapinya.
7.1 Umum.
Analisis rancangan sistem pengendalian asap dapat dilaksanakan dengan persamaan
rancangan atau program aliran jaringan komputer.
31 dari 57
SNI 03-6571-2001
32 dari 57
SNI 03-6571-2001
4 Nilai yang diekstrapolasi dari rata-rata kerapatan lantai berdasarkan rentang kerapatan dari elemen konstruksi
lain.
5 Nilai-nilai tersebut berdasarkan pengukuran Tamura dan Shaw (1978).
8 Pengujian
8.1 Pendahuluan
8.1.1* Tidak adanya persetujuan dalam konsensus mengenai prosedur pengujian dan
kriteria serah terima pada masa lalu telah menimbulkan banyak masalah pada saat serah
terima sistem, termasuk keterlambatan dalam memperoleh sertifikat penggunaan gedung.
Direkomendasikan agar pemilik gedung dan perancang gedung mempunyai kesamaan
tujuan dan kriteria rancangan untuk pengendalian asap dengan instansi berwenang pada
tahap perencanaan gedung. Kriteria rancangan sebaiknya memasukkan prosedur untuk
pengujian serah terima.
Dokumen kontrak sebaiknya mencakup prosedur operasional dan pengujian serah terima
sehingga semua pihak - perancang, pelaksana, pemilik dan instansi berwenang, mempunyai
pengertian yang jelas dalam hal tujuan sistem dan prosedur pengujian.
Sistem pengendalian asap yang dibicarakan dalam standar ini dirancang untuk membatasi
perpindahan asap pada batas daerah pengendalian asap dengan menggunakan perbedaan
tekanan. Sistem presurisasi sumur tangga digunakan untuk membatasi pergerakan asap dari
daerah lantai ke dalam sumur tangga dan menyediakan lingkungan yang dapat
dipertahankan selama penyelamatan. Untuk pengendalian asap terzona, perbedaan tekanan
digunakan untuk menahan asap dalam zona asap dan membatasi perpindahan asap dan
gas-gas kebakaran menuju bagian lain dari bangunan. Pengujian yang sesuai dengan
tujuan sistem terdiri dari mengukur perbedaan tekanan antara zona asap dan zona
berdekatan. Prosedur pengujian yang diberikan pada butir 8.3. didasarkan pada pengukuran
perbedaan tekanan dan gaya membuka pintu pada kondisi rancangan yang disetujui pihak
yang berwenang.
8.1.2 Bagian ini memuat rekomendasi untuk pengujian sistem pengendalian asap.
Setiap sistem sebaiknya diuji sesuai terhadap kriteria rancangan spesifik. Prosedur
pengujian yang diuraikan dibagi dalam tiga kategori sebagai berikut:
a) Pengujian komponen sistem
b) Pengujian serah terima
c) Pengujian berkala dan pemeliharaan
33 dari 57
SNI 03-6571-2001
8.3.1 Umum.
Maksud pengujian serah terima adalah untuk memperlihatkan bahwa pemasangan instalasi
sistem yang terintegrasi final telah sesuai dengan rancangan yang khusus serta berfungsi
dengan baik. Satu atau lebih dari pihak berikut sebaiknya hadir pada saat serah terima:
34 dari 57
SNI 03-6571-2001
a) Instansi berwenang
b) Pemilik
c) Perancang
Seluruh dokumentasi dari pengujian operasional sebaiknya disediakan untuk pemeriksaan.
35 dari 57
SNI 03-6571-2001
d) Kembali ke normal
8.3.3.5 Pelaksanaan pengujian serah terima untuk sistem alarm kebakaran bisa di
kaitkan dengan sistem pengendalian asap. Satu atau lebih sirkit alat pada sistem alarm
kebakaran dapat mengawali sinyal input tunggal ke sistem pengendalian asap. Oleh karena
itu, diperlukan pertimbangan untuk memastikan jumlah yang tepat dari alat pengawalan
rangkaian rile yang dioperasikan untuk memperagakan operasi sistem pengendalian asap.
8.3.3.6* Banyak yang dapat diselesaikan untuk memperagakan operasi sistem
pengendalian asap tanpa harus menggunakan asap atau produk yang mensimulasikan
asap. Bilamana instansi berwenang mensyaratkan peragaan seperti itu, sebaiknya
didasarkan pada tujuan untuk menghambat asap dari perpindahan melintasi batas zona
asap menuju daerah lain. Kriteria pengujian berdasarkan pada kemampuan sistem untuk
menghilangkan asap dari daerah yang tidak sesuai untuk sistem pengendalian asap terzona,
karena sistem ini dirancang untuk menahan dan bukan menghilangkan asap.
36 dari 57
SNI 03-6571-2001
8.3.4.5* Bila sistem presurisasi sumur tangga diaktifkan, buka sejumlah pintu yang
digunakan pada rancangan sistem, dan ukur, serta catat beda tekanan yang di kedua sisi
pintu yang masih tertutup. Setelah mencatat perbedaan tekanan yang di kedua sisi pintu
tertutup, ukur gaya yang diperlukan untuk membuka setiap pintu dengan menggunakan
timbangan pegas. Gunakan prosedur yang sama sebagaimana ditetapkan dalam butir
8.3.4.1. untuk mencatat data sampai keseluruhan pengujian. Peraturan bangunan setempat
dan dokumen kontrak sebaiknya diikuti dengan mempertimbangkan jumlah dan lokasi
semua pintu yang harus dibuka untuk pengujian ini.
8.3.4.6 Semua perbedaan tekanan dan gaya membuka pintu sebaiknya di
dokumentasikan. Hasil dokumentasi sebaiknya memperlihatkan bahwa sistem berfungsi
dengan baik. Sebaiknya tidak ada beda tekanan kurang dari beda tekanan rancangan
minimum pada tabel 5.2.1. atau tekanan yang ditetapkan dalam dokumen perancangan.
Gaya membuka pintu sebaiknya tidak melebihi dari yang diizinkan oleh peraturan bangunan.
Adanya bagian sistem yang tidak bekerja dengan baik sebaiknya diperbaiki dan diuji
kembali.
8.3.4.7 Penekanan ruang antara sumur tangga sebaiknya diperlakukan sebagai suatu
zona dalam sistem pengendalian asap terzona.
37 dari 57
SNI 03-6571-2001
sedikit karena perbedaan tekanan sebaiknya mempunyai satu pengukuran tekanan yang
dibuat saat dipertahankan tertutup dan lainnya dibuat saat tidak dipertahankan tertutup.
8.3.5.5 Lanjutkan untuk mensimulasikan input alarm kebakaran dengan mengaktifkan
sistem pengendalian asap terzona untuk semua zona sesuai ukurannya dan lakukan
pengukuran perbedaan tekanan seperti dijelaskan pada butir 8.3.5.4. Pastikan bahwa
setelah pengujian zona asap dari sistem pengendalian asap, sistem dideaktifasi dengan
baik dan sistem ventilasi dan pengkondisian udara yang terlibat dikembalikan ke moda
operasi normalnya sebelum mengaktifkan sistem pengendalian asap zona lainnya. Juga
pastikan bahwa semua kontrol yang diperlukan untuk mencegah perbedaan tekanan yang
berlebihan berfungsi sedemikian sehingga mencegah kerusakan pada dakting dan
peralatan bangunan yang terkait.
8.3.5.6 Seluruh perbedaan tekanan dan gaya pada waktu membuka pintu sebaiknya di
dokumentasikan. Hasil dokumentasi memperlihatkan bahwa sistem berfungsi baik.
Sebaiknya tidak ada perbedaan tekanan kurang dari perbedaan tekanan rancangan
minimum pada Tabel 5.2.1 atau tekanan yang ditetapkan dalam dokumen perancangan.
Gaya pada waktu membuka pintu sebaiknya tidak melebihi yang diizinkan oleh peraturan
bangunan. Setiap bagian sistem yang tidak bekerja dengan baik sebaiknya diperbaiki dan
diuji ulang.
38 dari 57
SNI 03-6571-2001
8.3.6.1.5 Bila sistem presurisasi lif telah dirancang untuk beroperasi selama pergerakan lif,
pengujian sebaiknya diulang pada kondisi seperti ini.
39 dari 57
SNI 03-6571-2001
8.3.12 Modifikasi.
Seluruh pengujian operasional dan pengujian serah terima perlu dilakukan pada bagian-
bagian sistem yang dapat dilaksanakan bilamana sistem diubah atau dimodifikasi.
Dokumentasi perlu diperbaharui untuk menggambarkan perubahan atau modifikasi ini.
40 dari 57
SNI 03-6571-2001
amati pengoperasian dengan output yang benar untuk tiap input yang diberikan. Pengujian
juga sebaiknya dilaksanakan dibawah daya listrik cadangan.
8.4.4 Susunan tertentu mungkin perlu dibuat untuk memasukkan/mengalirkan
sejumlah besar udara luar kedalam area hunian atau pusat komputer bila mana kondisi
temperatur luar dan kondisi kelembaban ekstrim. Oleh karena sistem pengendalian asap
mengabaikan kontrol batas seperti, pengujian sebaiknya dilaksanakan saat kondisi udara
luar tidak akan menyebabkan kerusakan pada peralatan dan sistem.
41 dari 57
SNI 03-6571-2001
Apendiks A
Bahan Penjelasan
Apendiks A bukan bagian yang dipersyaratkan dari standar ini, tetapi dimasukkan untuk
tujuan informasi saja. Apendiks berisi bahan penjelasan, nomor butir yang ditunjukkan
berhubungan dengan penerapan teks paragrap.
A.3.3 Disetujui.
Badan Standardisasi Nasional (BSN) bukan instansi yang menyetujui, memeriksa, atau
memberikan sertifikat pada setiap instalasi, prosedur, peralatan atau bahan. Dalam
menentukan persetujuan instalasi, prosedur, peralatan atau bahan, instansi yang berwenang
menggunakan dasar standar ini atau standar lain yang setara bila dalam standar ini tidak
tersebut.
42 dari 57
SNI 03-6571-2001
Meskipun aliran udara dapat digunakan untuk menghalangi gerakan asap yang melalui suatu
ruang, laju aliran yang dibutuhkan untuk mencegah aliran balik asap yang demikian
besarnya sehingga ada kekhawatiran tentang jumlah udara untuk pembakaran yang dipasok
ke api.
Apabila aliran udara digunakan untuk mengelola gerakan asap, aliran udara melalui bukaan
ke dalam zona asap harus berkecepatan cukup untuk mencegah asap meninggalkan zona
melalui bukaan seperti ini. Kecepatan udara yang diperlukan untuk menghalangi pergerakan
asap melalui bukaan yang besar menghasilkan sejumlah udara yang cukup untuk
mendukung pertumbuhan api sampai kurang lebih 10 kali besar pertumbuhan api tanpa
tambahan aliran udara ini.
A.4.3.3 Sumber data ASHRAE “Handbook of Fundamentals, Chapter 26, Climatic Design
Information”. Sumber ini menganjurkan 99,6% temperatur pemanasan bola kering (DB) dan
0,4% temperatur pendinginan bola kering (DB) dipakai untuk menunjukkan kondisi
rancangan pada cuaca dingin dan panas. Sumber ini juga menganjurkan bahwa 1%
kecepatan angin yang ekstrim digunakan sebagai kondisi rancangan. Bila ada, data lokasi
tertentu lain sebaiknya dikonsultasikan.
A.4.4 Sasaran kinerja dari springkler otomatik yang dipasang sesuai dengan SNI 03-
3989-2000 tentang "Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik
untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung", adalah untuk mengadakan
pengendalian asap, yang dinyatakan sebagai berikut : membatasi ukuran kebakaran dengan
mendistribusikan air sehingga mengurangi laju pelepasan kalor dan pembasahan awal dari
bahan mudah terbakar yang berdekatan, sambil mengendalikan temperatur gas pada langit-
langit untuk mencegah kerusakan bangunan. Sejumlah penelitian terbatas telah dilakukan
dengan uji kebakaran berskala penuh yang dilaksanakan di mana sistem springkler yang
diuji mempunyai tingkat kinerja sesuai yang dipersyaratkan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa untuk suatu situasi pengendalian kebakaran laju
pelepasan kalornya terbatas tetapi asap dapat terus dihasilkan. Bagaimanapun juga
temperatur asap berkurang dan perbedaan tekanan tersedia dalam dokumen untuk sistem
pengendalian asap ini pada bangunan yang terspringkler penuh adalah konservatif. Sebagai
tambahan dengan berkurangnya temperatur asap, persyaratan temperatur untuk komponen
pengendalian asap yang berkaitan dengan gas buang dapat dibatasi.
A.5.2.1 Sistem pengendalian asap dirancang untuk mempertahankan perbedaan
tekanan yang kemungkinan besar disebabkan kondisi angin atau efek cerobong asap.
Perbedaan tekanan rancangan minimum pada tabel 5.2.1 untuk ruangan tanpa springkler
tidak akan dapat mengatasi gaya apung dari gas panas.
Metoda yang digunakan untuk memperoleh nilai pada tabel 5.2.1 untuk ruangan tanpa
springkler sebagai berikut :
Perbedaan tekanan karena gaya apung dari gas panas dihitung dengan persamaan berikut :
1 1
∆P = 7,64 × - × h
T0 TF
dimana :
UP = perbedaan tekanan karena gaya apung dari gas panas ( inch.w.g).
T0 = temperatur absolut sekitarnya (0R).
43 dari 57
SNI 03-6571-2001
1 1
∆P = 3460 × - × h
T0 TF
dimana :
UP = perbedaan tekanan karena gaya apung dari gas panas (Pa).
T0 = temperatur absolut sekitarnya (K).
TF = temperatur absolut dari gas panas (K).
h = jarak di atas bidang netral (m).
Bidang netral adalah bidang horisontal antara ruang yang terbakar dan ruang sekitarnya
dimana perbedaan tekanan antara ruang yang terbakar dan ruang sekitarnya sama dengan
nol.
Untuk tabel 5.2.1, h dipilih secara konservatif pada 2/3 tinggi lantai ke langit-langit,
temperatur sekitarnya dipilih 200C (700F), temperatur gas panas dipilih 9270C (17000F), dan
faktor keamanan 7,5 Pa (0,03 inci.w.g) digunakan.
Untuk contoh, menghitung perbedaan tekanan rancangan untuk ketinggian langit-langit 12 ft,
sebagai berikut :
T0 = 70 + 460 = 5300R.
TF = 1700 + 460 = 21600R.
h = (12) x (2/3) = 8 ft.
Dari persamaan di atas, UP = 0,087 in.wg.
Penambahan faktor keamanan dan pembulatannya, perbedaan tekanan rancangan
minimum diambil 0,12 in.wg.
A.5.2.2 Gaya pada pintu dalam sistem pengendalian asap ditunjukkan dalam gambar
A.5.2.2. Gaya yang dibutuhkan untuk membuka pintu dalam sistem pengendalian asap
adalah:
5,2 × (W.A) × ∆P
F = Fr +
2 × (W - d)
dimana :
F = gaya membuka pintu total (lb).
Fr = gaya untuk mengatasi alat penutup pintu dan gesekan-gesekan lain (lb).
W = lebar pintu (ft).
A = luas pintu (ft2).
UP = perbedaan tekanan dengan kedua sisi pintu ( in.wg).
d = jarak dari handel pintu ke sisi handel dari pintu (ft).
44 dari 57
SNI 03-6571-2001
A.5.3.7 Selama waktu penghuni ke luar dari daerah zona asap, kondisi zona asap masih
dapat dipertahankan. Meskipun bukaan pintu sumur tangga pada lantai yang terbakar
selama waktu ini mungkin melepas asap ke dalam sumur tangga, hal tersebut tidak akan
menciptakan kondisi tak dapat dipertahankan disana.
Suatu kondisi dalam daerah zona asap menjadi tidak dapat dipertahankan, kemungkinan
besar karena pintu ke lantai akan di buka oleh penghuni dari lantai tersebut.
Dengan alasan ini, perancangan untuk pintu sumur tangga terbuka pada lantai yang terbakar
secara normal tidak diperlukan.
Pintu yang ditahan terbuka merupakan pelanggaran standar dan akan dapat melampaui
kemampuan sistem.
Penting pintu sumur tangga bagian luar dijelaskan dengan pertimbangan konservatif massa
dari udara presurisasi .
Datangnya udara dari luar dan pada akhirnya harus mengalir kembali ke luar. Untuk pintu
bagian dalam yang terbuka, sisa bangunan pada lantai itu bertindak sebagai tahanan aliran
untuk pengaliran udara ke luar jalur pintu yang terbuka.
Apabila pintu bagian luar terbuka, maka tahanan aliran lainnya tidak ada, dan aliran dapat
menjadi 10 sampai 30 kali lebih besar dari pada yang melalui pintu bagian dalam terbuka.
A.5.4.1.e) Ketentuan yang berlaku, mempersyaratkan bahwa pintu lif terbuka dan tetap
terbuka setelah lif di panggil ulang. Ini menghasilkan bukaan yang besar ke dalam ruang
luncur lif, dimana dapat lebih menaikkan aliran udara yang dibutuhkan untuk presurisasi.
Ketentuan yang berlaku mengijinkan pintu lif menutup setelah waktunya ditentukan
sebelumnya, bila dipersyaratkan oleh instansi berwenang. Persyaratan setempat pada
pengoperasian pintu lif sebaiknya ditentukan dan dimasukkan ke dalam rancangan sistem.
A.5.4.3 Acuan berikut mendiskusikan penelitian yang berhubungan dengan penggunaan
lif selama situasi kebakaran: Klote and Braun (1996); Klote (1995); Klote, Levin, and Groner
(1995); Klote, Levin, and Groner (1994); Klote (1993); Klote, Deal, Donoghue, Levin, and
Groner (1992); dan Klote, Alvord, Levin and Groner (1992).
A.5.5.2.3 Pedoman perancangan pada temperatur pengenceran dapat dibaca pada buku
“ASHRAE/SFPE, “Design of Smoke Management System”.
A.5.6 Metoda perancangan untuk daerah tempat berlindung dapat dibaca pada kertas
kerja ASHRAE, “Design of Smoke Control System for Area of Refuge” (Klote 1993).
A.6.4.2.2 Sistem kontrol sebaiknya dirancang sesederhana mungkin untuk mencapai
fungsi yang dipersyaratkan. Kontrol yang komplek, jika tidak dirancang dan diuji dengan
45 dari 57
SNI 03-6571-2001
benar akan memiliki tingkat kehandalan yang rendah dan akan menyulitkan dalam
pemeliharaan.
46 dari 57
SNI 03-6571-2001
(misal: tertutup). Posisi dari setiap peralatan perlu diindikasikan dengan lampu
dan rambu yang cocok. Posisi tengah-tengah (misal: damper modulasi yang tidak
terbuka atau tertutup sepenuhnya) dapat ditunjukkan tidak dengan iluminasi pada
lampu pilotnya.
3) Kegagalan peralatan atau sistem pengendalian asap: amber.
Posisi dari saklar kontrol posisi jamak sebaiknya tidak digunakan untuk
menunjukkan status dari alat yang dikontrol sebagai pengganti indikator status
jenis lampu pilot seperti diuraikan pada butir A.6.4.3.4. b)1) sampai 3).
Ketentuan sebaiknya termasuk untuk pengujian lampu pilot pada panel kontrol
asap PPAPPK dengan menggunakan satu atau lebih “UJI LAMPU” dengan cara
menekan tombol tekan sesaat atau cara lain yang dapat mengembalikan ke
posisi semula.
c) Kemampuan Pengendalian Asap.
PPAPPK sebaiknya memiliki kemampuan pengendalian untuk seluruh peralatan atau
zona sistem pengendalian asap dalam bangunan.
Untuk lebih praktisnya, direkomendasikan penyediaan kontrol oleh zona, daripada oleh
peralatan individu. Pendekatan ini akan membantu petugas pemadam kebakaran
dalam memahami dengan mudah pengoperasian sistem dan akan menolong untuk
menghindari masalah yang disebabkan oleh pengaktifan peralatan secara manual
dalam urutan yang salah atau oleh pengabaian kontrol komponen kritis. Kontrol oleh
zona sebaiknya dikerjakan sebagai berikut:
Kontrol PRESSURE-AUTO-EXHAUST terhadap setiap zona yang dapat dikontrol
sebagai bentuk tunggal yang mengandalkan sistem pemrograman pada urutan yang
tepat seluruh peralatan dalam zona yang menghasilkan efek yang diinginkan. Dalam
sistem yang menggunakan dakting pasok atau balik bersama, atau keduanya,
termasuk pada moda ISOLASI adalah diinginkan. Untuk memungkinkan penggunakan
sistem menggelontor asap keluar dari zona setelah api dipadamkan, moda
PEMBILASAN (pasok dan pembuangan yang sama) mungkin juga diinginkan.
Apabila kontrol terhadap masing-masing peralatan individu diperlukan pilihan kontrol
berikut ini perlu disediakan:
1) Kontrol ON-AUTO-OFF terhadap setiap jenis peralatan pengendalian asap yang
beroperasi bisa dikendalikan dari sumber lain dalam bangunan. Komponen
terkontrol meliputi seluruh fan presurisasi sumur tangga; fan pembuangan asap;
fan pengkondisian udara dan ventilasi udara pasok, balik, dan buangan yang
melebihi 57 m3/menit (2000 ft3 /menit); fan saf lif; fan pasok dan buang untuk
atrium; dan setiap peralatan pengoperasian lain yang digunakan atau ditujukan
untuk pengendalian asap.
2) Kontrol ON-OFF atau OPEN-CLOSE terhadap seluruh peralatan pengendalian
asap dan peralatan penting lain yang berkaitan dengan darurat kebakaran atau
asap dan yang hanya dikendalikan dari PPAPPK.
3) Kontrol OPEN-AUTO-CLOSE terhadap seluruh damper individu yang
berhubungan dengan pengendalian asap yang juga dikontrol dari sumber lain
didalam bangunan.
4) Unit terminal ventilasi dan pengkondisian udara, seperti kotak pencampur VAV
yang semua diletakkan di dalam dan melayani satu zona pengendalian asap
47 dari 57
SNI 03-6571-2001
yang dirancang, yang dapat dikontrol secara kolektif sebagai pengganti secara
individu. Face bypass damper dari unit koil alat ventilasi dan pengkondisian
udara disusun sedemikian rupa sehingga tidak menghalangi aliran udara
keseluruhan di dalam sistem.
Kontrol tambahan mungkin dipersyaratkan oleh instansi berwenang.
d) Tindakan dan Prioritas Kontrol.
Tindakan kontrol PPAPPK perlu dilakukan berikut:
1) ON-OFF, OPEN-CLOSE. Tindakan kontrol ini perlu mempunyai prioritas yang
tertinggi dari setiap titik kontrol di dalam bangunan. Sekali sinyal dikeluarkan dari
PPAPPK, sebaiknya tidak ada pengendalian otomatik atau manual dari titik
pengendalian lain yang ada di dalam bangunan berkontradiksi dengan aksi
pengendalian PPAPPK.
Jika sarana otomatik disediakan mengganggu pengoperasian normal peralatan
non darurat atau menghasilkan hasil khusus untuk perlindungan bangunan atau
peralatan (misal: detektor asap dakting, alat pemutus arus temperatur tinggi,
sambungan yang diaktuasi temperatur, dan alat sejenis), sarana-sarana seperti
itu sebaiknya mampu dikesampingkan atau diset ulang ke level yang tidak
melebihi level yang mempengaruhi kegagalan sistem, oleh tindakan kontrol
PPAPPK, dan tindakan kontrol terakhir sebagaimana ditunjukkan oleh tiap posisi
saklar PPAPPK.
Tindakan kontrol dikeluarkan dari PPAPPK sebaiknya tidak mengabaikan atau
mem-bypass alat dan kontrol yang ditujukan untuk melindungi beban lebih listrik,
menyediakan untuk keamanan petugas, dan mencegah kerusakan sebagian
besar sistem. Alat ini termasuk alat proteksi arus lebih dan saklar pemutus listrik,
saklar tekanan statis batas tinggi, dan kombinasi damper api/asap melebihi
penurunan temperatur sesuai dengan klasifikasi standar yang berlaku.
2) AUTO. Hanya posisi AUTO pada tiap tiga posisi pengendali PPAPPK sebaiknya
memungkinkan tindakan kontrol otomatik atau manual dari titik pengendali lain
dalam bangunan. Posisi AUTO sebaiknya posisi pengendali bangunan normal,
bukan darurat. Apabila kontrol PPAPPK dalam posisi AUTO, status nyata alat
(on, off, open, closed) sebaiknya menerus ditunjukkan oleh indikator status.
3) Waktu Tanggap PPAPPK. Untuk tujuan pengendalian asap, waktu tanggap
PPAPPK sebaiknya diawali oleh tindakan pengendalian asap manual atau
otomatik dari setiap titik pengendalian bangunan lain. (Lihat butir 3.4.3.3.).
Penunjukan lampu pilot PPAPPK mengenai status sebenarnya, dari setiap
peralatan sebaiknya tidak melebihi 15 detik setelah operasi alat umpanbalik
terkait.
e) Gambaran Grafik.
Lokasi sistem pengendalian asap dan peralatan dalam bangunan sebaiknya
ditunjukkan dengan simbol dalam panel grafik PPAPPK keseluruhan. Bila
pengendalian asap terzona digunakan, jumlah yang cukup dari komponen
pengendalian asap untuk menyampaikan pengoperasian yang diharapkan dari sistem
pengendalian asap dan peralatan sebaiknya ditunjukkan. Komponen ini secara normal
meliputi sebagian besar dakting, fan, dan damper yang merupakan bagian dari sistem
pengendalian asap. Apabila kontrol yang disediakan terhadap fan dan damper individu
48 dari 57
SNI 03-6571-2001
49 dari 57
SNI 03-6571-2001
masalah pada daya, sirkuit kontrol, atau jalur pneumatik, dan kegagalan pada aktuator
damper, sambungan, atau damper itu sendiri.
e) Alat atau sarana lain yang sesuai kebutuhan.
Butir (a) hingga (e) menguraikan banyak metoda yang dapat dipergunakan, baik salah
satunya atau kombinasi, untuk memverifikasi bahwa semua bagian kontrol dan peralatan
beroperasi. Sebagai contoh, supervisi konvensional (elektrikal) dapat digunakan untuk
memverifikasi integritas konduktor dari unit kontrol sistem alarm kebakaran sampai kontak
rile dalam 1 m (3 ft) dari input sistem kontrol (lihat SNI 03-3985-2000 tentang Tata Cara
Perencanaan dan Pemasangan Sistem Deteksi Kebakaran Untuk Pencegahan Bahaya
Kebakaran Pada Bangunan Gedung), dan verifikasi ujung ke ujung dapat digunakan pada
verifikasi operasi dari input sistem kontrol ke hasil akhir yang diinginkan. Apabila sistem yang
berbeda digunakan untuk verifikasi bagian yang berbeda pada sirkuit kontrol, peralatan yang
dikontrol, atau keduanya, maka tiap sistem akan menjadi berfungsi mengindikasikan kondisi
off-normal dari tiap segmen yang berkaitan.
Verifikasi ujung ke ujung, sebagaimana ditentukan pada butir 3.9, memantau kedua
komponen baik elektrikal maupun makanikal dari sistem pengendalian asap. Verifikasi ujung
ke ujung menyediakan konfirmasi positip bahwa hasil yang diinginkan telah dicapai selama
waktu alat terkontrol diaktifkan. Maksud verifikasi ujung ke ujung menetapkan melebihi
sekedar menentukan apakah kesalahan sirkuit itu ada tetapi malahan mengetahui apakah
hasil akhir yang diinginkan (misal aliran udara atau posisi damper) dicapai. Verifikasi ujung
ke ujung yang benar, karena itu, memerlukan perbandingan antara operasi yang diinginkan
terhadap hasil akhir yang sebenarnya.
Sebuah sirkuit kontrol yang terbuka, kegagalan pada sabuk fan, pelepasan kopling saf,
rintangan pada penyaring udara, kegagalan pada motor, atau kondisi abnormal lain yang
dapat mencegah operasi yang tepat tidak diharapkan untuk menghasilkan dalam suatu
indikasi off-normal jika alat terkontrol tidak diaktifkan, karena hasil yang diukur pada waktu itu
cocok dengan hasil yang diharapkan. Apabila suatu keadaan yang mencegah operasi yang
baik berlangsung selama percobaan aktivasi peralatan berikut, indikasi off-normal sebaiknya
ditunjukkan.
A.7.3 Lebih dari tiga dekade, beberapa model jaringan komputer telah ditulis untuk
menghitung aliran dan tekanan udara keadaan mantap seluruh bangunan.
Model jaringan komputer sebaiknya digunakan untuk rancangan sistem pengendalian asap
pada bangunan kompleks di mana persamaan aljabar tidak dapat diterapkan atau tidak
praktis untuk digunakan. Ini termasuk analisis sistem presurisasi sumur tangga dengan pintu
terbuka, sistem pengendalian asap kombinasi, dan sistem pengendalian asap pada
bangunan yang tidak simetris.
A.7.5 Luas kebocoran untuk dinding bangunan luar secara tipikal didasarkan pada
hasil pengukuran Tamura dan Shaw (1976) dan Tamura dan Wilson (1966). Baru-baru ini,
beberapa bangunan yang telah digunakan dalam studi sebelumnya diuji kembali setelah
bangunan tersebut diretrofit untuk efisiensi energi [Shaw, Reardon, dan Cheung (1933)].
Nilai-nilai untuk luas kebocoran pada dinding luar didasarkan pada nilai-nilai baru tersebut.
A.8.1.1 Gaya pada waktu membuka pintu termasuk gaya gesek, gaya yang dihasilkan
oleh pintu, dan gaya yang dihasilkan oleh sistem pengendalian asap. Dalam hal dimana
gaya gesek berlebihan, pintu perlu diperbaiki.
A.8.1.2 Walaupun tidak ada bagian prosedur pengujian secara formal, pengujian
bangunan untuk menentukan jumlah kebocoran diantara zona asap dapat dinilai dengan
50 dari 57
SNI 03-6571-2001
mengembangkan sistem awal. Pengujian untuk tujuan ini sering mempergunakan peralatan
pengukur aliran udara yang ada dalam sistem. Bagian ini menjelaskan susunan normal dari
metoda sistem dan pengujian beragam dapat digunakan untuk menentukan kebocoran dari
ruangan tertutup. Kebocoran dalam bangunan berasal dari sumber yang beragam, seperti
berikut:
a) Konstruksi dinding pelapis dimana jalur kebocoran terbentuk antara permukaan luar
dan papan lantai.
b) Partisi dinding (drywall) dimana celah pada dinding dibelakang penutup papan hias
tembok dapat membentuk jalur kebocoran.
c) Saklar listrik dan outlet dalam partisi dinding yang membentuk jalur kebocoran melalui
partisi.
d) Pemasangan pintu dengan celah di bagian bawah pintu (undercut), mekanisme
memasang gerendel, dan celah-celah lain yang membentuk jalur kebocoran.
e) Sambungan partisi dinding pada dek metal beralur yang memerlukan sil pada alurnya.
f) Outlet listrik pada plat lantai dalam ruangan atau di atas ruangan dan menimbulkan
kebocoran ke lantai lain pada bangunan.
g) Tembusan dakting melalui dinding dimana terdapat kebocoran sekeliling dakting di
belakang siku-siku yang memegang damper api ditempatnya.
h) Sistem induksi perimetri yang sering memiliki celah disekitar dakting melalui plat lantai
yang tersembunyi di belakang distribusi udara tertutup.
i) Tembusan pipa, konduit, dan jalur kabel melalui dinding dan lantai yang memerlukan
sil penembusan yang teruji.
Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara Bangunan Yang Sesuai untuk Pengujian
Kerapatan Ruang Tertutup.
Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara dari beberapa bangunan dapat digunakan untuk
mengukur kebocoran melalui ruang tertutup. Sistem ini secara tipikal berisi fan terpusat yang
dapat menarik sejumlah besar udara luar ke dalam bangunan untuk presurisasi. Oleh karena
seluruh sistem tersebut memiliki bukaan, dakting, dan kadang-kadang fan untuk
mengembalikan udara dari ruang tertutup ke pengolah udara pusat, penting bagi sistem ini
untuk dimatikan selama pengujian. Penggunaan damper asap pada titik dimana damper
meninggalkan ruang tertutup akan memberikan jaminan lebih bahwa kebocoran ruang
melalui sumber ini akan terminimalkan.
a) Sistem Volume Udara Variabel (VAV = Variable Air Volume) Lantai Tunggal.
Beberapa bangunan perkantoran modern diperlengkapi dengan pengolah udara
terpisah pada setiap lantai bangunan untuk memasok udara yang dikondisikan
kedalam ruang. Sistem ini disusun sebagai sistem volume variabel, dimana termostat
mengubah jumlah udara yang dialirkan ke ruang daripada merubah temperatur dari
udara itu. Susunan ini membutuhkan alat kontrol frekwensi variabel pada fan yang
merespon terhadap tekanan dalam sistem dakting. Dalam hal damper alat kontrol
volume variabel menutup, tekanan meningkat dan kecepatan fan akan turun sesuai
dengan tekanan. Dalam keadaan normal sistem ini memiliki alat pengukur udara dalam
dakting pasok dan balik yang digunakan untuk mensinkronkan operasi fan balik
dengan fan pasok, sehingga jumlah udara luar yang konstan dapat dialirkan kedalam
ruangan untuk mempertahankan kualitas udara dalam ruang. Alat pengukur aliran
51 dari 57
SNI 03-6571-2001
udara ini dapat digunakan untuk mengukur aliran udara yang masuk kedalam ruang
dan kecepatan fan dapat diatur untuk mengontrol tekanan di kedua sisi ruang
penghalang ruang tertutup.
b) Sistem VAV Fan Terpusat.
Sistem VAV fan terpusat adalah variasi dari sistem VAV lantai tunggal. Fan tunggal
akan memasok 10 lantai atau lebih, dimana setiap lantai mempunyai sejumlah kotak
volume variabel. Seperti pada kasus sistem lantai tunggal, fan merespon sensor
terhadap tekanan dalam dakting. Pusat pengukur aliran pada fan digunakan untuk
melacak fan balik dengan fan pemasok untuk mempertahankan udara luar yang
konstan, sebagaimana dalam kasus sistem VAV lantai tunggal. Umumnya, sistem ini
dilengkapi dengan damper yang dapat ditutup dengan mengoperasikan motor pada
setiap lantai, maka sistem dapat secara ekonomis digunakan untuk memasok hanya
sebagian dari lantai ketika lantai yang lain kosong.
Sistem ini dapat digunakan untuk pengujian ruang dengan memerintahkan seluruh
damper pasok ke lantai bangunan menutup kecuali pada lantai yang sedang diuji.
Dengan cara ini, aliran udara kedalam ruangan lantai tersebut dapat diukur dengan
pengaturan tekanan di kedua sisi penghalang.
Karakteristik kebocoran pada sistem dakting utama sebagaimana juga pada damper
yang ditutup harus diketahui sehingga koreksi kebocoran pada dakting dan damper
dalam sistem pada lantai yang diuji dapat ditentukan lebih cepat. Ini dapat dilakukan
dengan menutup seluruh damper pada sistem, presurisasi sistem dakting dengan
beragam tekanan dengan menggunakan fan pasok, dan mengukur laju aliran pada
stasiun pengukuran aliran dalam dakting pasok.
Satu variasi sistem VAV lantai banyak adalah menempatkan pusat pengukuran udara
pada setiap lantai bangunan. Tujuan pusat ini adalah untuk memverifikasi bahwa
penyewa tertentu tidak membuat begitu banyak beban pada lantai bahwa banyak
aliran udara yang digunakan melebihi yang dirancang untuk sistem. Apabila beban
lebih dijumpai, aliran udara dapat diukur secara langsung pada lantai sehingga
penyesuaian untuk kebocoran dakting utama tidak lagi diperlukan.
c) Sistem Zona Jamak Volume Konstan.
Sistem zona jamak volume konstan mencampur udara panas dan dingin pada unit
pengolah udara terpusat dan memiliki sistem dakting terpisah yang mendistribusikan
ke berbagai ruangan. Secara tipikal, tidak dilengkapi dengan pusat pengukur udara
yang harus di diperbaiki ke arah dakting yang mengalirkan udara ke ruang. Ruang
tersebut perlu bersesuaian dengan ruang tertutup yang diuji. Secara tipikal, juga tidak
ada sarana untuk mengubah aliran ke setiap ruang. Pengubahan aliran memerlukan
penambahan baik damper manual atau damper yang digerakkan motor dalam sistem
dakting yang diatur untuk mencapai tekanan uji atau tekanan yang dikehendaki.
d) Sistem Volume Konstan Dengan Terminal Pemanasan Ulang.
Sistem volume konstan dengan terminal ulang merupakan yang paling sulit digunakan
untuk pengujian kerapatan ruang tertutup. Secara tipikal, sistem ini memilik fan
terpusat yang mengalirkan udara ke sistem dakting pada temperatur yang ditentukan.
Sistem dakting didistribusikan ke seluruh bangunan, dan koil pemanasan ulang
ditempatkan pada beberapa lokasi untuk memanaskan udara untuk mempertahankan
kondisi ruang. Secara tipikal tidak ada satupun pusat pengukur atau damper otomatik
dalam sistem. Untuk menggunakan sistem ini bagi pengujian, penting untuk
52 dari 57
SNI 03-6571-2001
memperbaiki (retrofit) dengan pusat pengukur udara dan damper yang disesuaikan
dengan ruang tertutup yang diuji.
Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara Bangunan yang Tidak Sesuai untuk
Pengujian Kerapatan Ruang Tertutup.
Sejumlah sistem ventilasi dan pengkondisian udara sedikit atau tak berarti dalam pengujian
kerapatan ruang tertutup, karena sistem tersebut mengalirkan sejumlah terbatas aliran udara
kedalam ruang atau disusun sehingga terdapat pintu masuk dakting yang jamak kedalam
ruang. Oleh karena itu, melakukan pengukuran aliran udara dalam sistem seperti ini tidak
praktis. Rangkuman sistem seperti itu adalah sebagai berikut:
a) Sistem Pompa Kalor Unitari/Unit Fan Koil.
Sistem pompa kalor unitari/unit fan koil muncul dalam banyak konfigurasi. Sistem ini
serupa, dimana ruang dilengkapi dengan sejumlah unit terpisah, masing-masing
dengan kapasitas aliran udara terbatas. Udara luar masuk ke ruang dialirkan dengan
salah satu dari tiga cara berikut:
1) Unit diletakkan pada perimetri dengan dakting udara luar terpisah untuk setiap
unit. Ini secara tipikal, memiliki tembusan kecil melalui dinding sisi luar bangunan
dengan tidak ada dakting yang terpasang. Jumlah udara luar yang dialirkan
adalah begitu kecil dan kapasitas sistem untuk presurisasi ruang begitu terbatas
sehingga sistem tidak dapat digunakan untuk pengujian integritas ruang. Dalam
hal contoh ini, unit-unit akan mengalami kerugian terhadap operasi banyak
sistem dalam ruang yang dirancang untuk presurisasi kecuali jika setiap dakting
udara luar dipasang dengan damper yang menutup rapat secara otomatik.
2) Unit diletakkan hanya pada perimetri, dan udara luar dimasukkan melalui sistem
dakting terpisah. Pada contoh ini, unit digunakan bersama-sama dengan sistem
dakting bagian dalam. Dakting udara luar untuk perimetri kapasitasnya terbatas
dan sebaiknya dilengkapi dengan damper yang menutup rapat secara otomatik
untuk mempertahankan integritas ruang tertutup. Pengujian ruang sebaiknya
dilakukan melalui sistem dakting bagian dalam.
3) Unit didistribusikan keseluruh perimetri maupun bagian dalam bangunan. Pada
contoh ini, udara luar dimasukkan kedalam ruang melalui sistem dakting terpisah
yang mendistribusikan keseluruh ruang. Sistem dakting ini ditentukan ukurannya
untuk menangani jumlah udara luar minimal yang diperlukan dalam ruang dan
mungkin atau tidak mungkin memiliki aliran yang cukup untuk menyediakan
tekanan dalam ruang. Apakah sistem ini dapat dipakai untuk pengujian tekanan
harus diputuskan berdasarkan kasus demi kasus. Adalah menjadi penting untuk
melengkapi sistem dengan pusat pengukur udara dan memungkinkan damper
menutup apabila sistem melayani lantai jamak.
b) Sistem Induksi Perimetri.
Sistem induksi perimetri secara tipikal disusun untuk menangani hanya perimetri
bangunan. Sistem ini disusun dengan unit terminal sepanjang perimetri dibawah
jendela, dimana setiap unit dilengkapi dengan dakting menuju sistem distribusi udara
terpusat. Ukuran dakting secara tipikal adalah kecil [dibawah 129 cm2 (20 in2)per unit]
dan masing-masing menembus lantai menuju sistem distribusi pada lantai dibawah
atau dihubungkan tegak vertikal yang memanjang ke dinding dan memasok empat
sampai enam unit per lantai. Sistem ini tidak cocok untuk pengujian ruang oleh karena
ada sambungan jamak di setiap lantai. Sambungan dakting sebaiknya dilengkapi
53 dari 57
SNI 03-6571-2001
dengan damper otomatik yang menutup rapat hingga memungkinkan presurisasi ruang
menjadi mungkin dilakukan.
Umumnya tersedia sistem interior, dimana salah satu tipe diuraikan sebelumnya, yang
dapat digunakan untuk pengujian dan presurisasi.
A.8.3.3 Pedoman prosedur uji dapat dijumpai dalam publikasi organisasi seperti
Associated Air Balance Council (AABC); National Environmental Balancing Bureau (NEBB);
the American Society of Heating, Refrigerating and Air Conditioning Engineers (ASHRAE);
dan the Sheet Metal and Air Conditioning Contractors National Association (SMACNA).
A.8.3.3.6 Metoda uji sebagaimana diuraikan dalam bab 8 sebaiknya menyediakan cara
yang memadai untuk mengevaluasi kinerja sistem pengendalian asap. Metoda pengujian
lainnya secara historis telah digunakan dimana instansi berwenang memerlukan pengujian
tambahan. Metoda uji ini mempunyai nilai terbatas dalam mengevaluasi kinerja sistem
tertentu, dan validitasnya sebagai metoda pengujian sistem pengendalian asap masih
dipertanyakan. Contoh metoda uji lainnya yang dipakai adalah sebagai berikut:
1) Uji asap kimia
2) Uji gas pelacak
3) Uji kebakaran sesungguhnya
Uji asap kimia memiliki derajat kepopuleran melebihi proporsi informasi terbatas yang dapat
disediakannya. Sumber asap kimia yang lazim digunakan yang keberadaan secara
komersial disebut “lilin asap” (kadang-kadang disebut bom asap) dan aparatus pembangkit
asap. Dalam pengujian ini, lilin asap biasanya diletakkan dalam tabung metal dan
dinyalakan. Tujuan dari tabung metal adalah melindungi dari kerusakan panas setelah
penyalaan; hal ini tidak menghalangi pengamatan pergerakan asap kimia. Kehati-hatian
perlu dilakukan selama pengamatan, oleh karena penghisapan asap kimia dapat
menyebabkan mual.
Jenis pengujian ini kurang realistik daripada pengujian kebakaran sesungguhnya oleh
karena asap kimia adalah dingin dan gaya apung asap dari api yang menyala. Gaya apung
semacam itu dapat cukup besar untuk mengatasi sistem pengendalian asap yang tidak
dirancang untuk menahannya. Asap dari kebakaran yang dilindungi springkler mempunyai
daya apung kecil, dan bisa diharapkan bahwa pergerakkan asap seperti itu adalah serupa
dengan pergerakan asap kimia yang tidak dipanasi. Ini yang belum bisa didukung oleh data
pengujian. Pengujian asap kimia dapat menunjukkan jalur kebocoran, dan pengujian seperti
ini adalah sederhana dan tidak mahal untuk dilakukan.
Pertanyaan yang muncul adalah apakah informasi yang dapat diperoleh dari pengujian asap
kimia dingin. Jika sistem pengendalian asap tidak mencapai level presurisasi yang cukup
tinggi, tekanan oleh panas, panas asap yang mengapung dapat mengatasi sistem tersebut.
Kemampuan pengendalian asap kimia dingin tidak menjamin kemampuan pengendalian
asap panas pada kebakaran yang sebenarnya.
Asap kimia juga digunakan untuk mengevaluasi keefektifan dari sistem yang disebut sistem
“pembilasan” asap. Meskipun demikian sistem tersebut bukan sistem pengendalian asap,
sistem tersebut terkait erat dan karenanya dijelaskan secara ringkas disini. Sebagai contoh,
tinjau suatu sistem yang memiliki enam kali pertukaran udara per jam ketika dalam moda
pembilasan asap. Beberapa pelaksana pengujian keliru untuk mengartikan udara bertukar
seluruhnya setiap 10 menit dan 10 menit sesudahnya asap lilin keluar, seluruh asap
sebaiknya pergi dari ruangan. Tentu saja, kejadiannya tidak demikian. Dalam sistem
54 dari 57
SNI 03-6571-2001
pembilasan, udara yang memasuki ruangan bercampur dengan udara dan asap dalam
ruangan. Jika sistem pembilasan adalah bagian dari sistem ventilasi dan pengkondisian
udara, telah dirancang untuk tingkat campuran agak lengkap. Jika konsentrasi asap hampir
rata dalam ruangan, maka metoda analisis untuk pembilasan sebagaimana diuraikan dalam
butir 5.3 pada ASHRAE/SFPE, Design of Smoke Management Systems, yang sesuai.
Berdasarkan pencampuran yang sempurna, setelah 10 menit, 37 persen dari asap asal
tertinggal di ruangan.
A.8.3.4.5 Sebagai pengganti petunjuk khusus dalam peraturan lokal atau dokumen
kontrak, pilihlah pintu-pintu untuk dibuka sebagai berikut untuk menghasilkan kondisi yang
paling jelek:
a) Untuk pengujian beda tekanan, pintu yang terbuka sebaiknya termasuk pintu-pintu
dengan beda tekanan terbesar diukur dalam pengujian dengan seluruh pintu tertutup
(lihat butir 8.3.4.3). Bilamana diukur dengan sumur tangga sebagai referensi
sebagaimana diuraikan dalam butir 8.3.4.1, pintu-pintu ini memiliki nilai negatif
terbesar.
b) Bilamana sistem dirancang untuk pintu sumur tangga terbuka dan evakuasi bangunan
total, jumlah pintu yang terbuka sebaiknya termasuk pintu sumur tangga bagian luar.
c) Oleh karena tekanan dalam sumur tangga harus lebih besar daripada tekanan dalam
daerah yang dihuni, maka tidak diperlukan untuk mengulang uji gaya pada waktu
membuka pintu dengan pintu terbuka. Pembukaan setiap pintu akan mengurangi
tekanan dalam sumur tangga dan oleh karena itu menurunkan gaya pada waktu
membuka pintu pada pintu-pintu yang tersisa.
A.8.3.8.1 Bilamana dilakukan pengujian terhadap kombinasi sistem pengendalian asap
terzona dan sistem presurisasi sumur tangga, pengujian yang dapat diterapkan pada setiap
sistem yang berdiri sendiri sebaiknya dilakukan. Pengujian beda tekanan ditetapkan dalam
butir 8.3.4. maupun 8.3.5. Bilamana dua sistem tersebut digunakan dalam kombinasi, sumur
tangga sebainya diperlakukan sebagai satu zona dalam sistem pengendalian asap terzona.
Tekanan rancangan minimum sebagaimana ditetapkan dalam Tabel 5.2.1. hanya diterapkan
untuk pengujian beda tekanan sebagaimana ditetapkan dalam butir 8.3.5.
Pengujian beda tekanan dilaksanakan sesuai butir 8.3.4.3. digunakan untuk menentukan
pintu yang sebaiknya dibuka selama pengujian yang ditetapkan dalam butir 8.3.4.4. dan
8.3.4.5. Adalah tidak diharapkan bahwa nilai-nilai tersebut akan memenuhi tekanan
rancangan minimum yang ditetapkan dalam Tabel 5.2.1., kecuali pada lantai yang terbakar.
Sebagai pengganti petunjuk khusus dalam peraturan setempat atau dokumen kontrak, pilih
pintu yang dibuka berikut ini untuk menghasilkan kondisi yang paling jelek:
a) Untuk pengujian beda tekanan, pintu yang terbuka sebaiknya termasuk pintu-pintu
dengan beda tekanan terbesar diukur dalam pengujian dengan seluruh pintu tertutup
(lihat butir 8.3.4.3), tidak termasuk pintu pada lantai yang terbakar (lihat butir A.8.3.7
untuk dasar pemikiran). Bilamana diukur dengan sumur tangga sebagai referensi,
sebagaimana diuraikan dalam butir 8.3.4.1., pintu-pintu ini memiliki nilai negatip
terbesar.
b) Bilamana sistem dirancang untuk pintu sumur tangga terbuka dan evakuasi bangunan
total, jumlah pintu terbuka perlu memasukkan pintu sumur tangga bagian luar.
Untuk pengujian gaya pada waktu membuka pintu, pintu yang terbuka sebaiknya
menyertakan setiap pintu (sampai jumlah yang ditetapkan) yang ditemukan dalam
55 dari 57
SNI 03-6571-2001
pengujian dengan seluruh pintu tertutup (lihat butir 8.3.4.3) untuk mendapatkan
tekanan dalam daerah yang dihuni lebih besar dari tekanan dalam sumur tangga.
Pembukaan pintu-pintu ini menambah tekanan pada sumur tangga, oleh karenanya
menaikkan gaya pada waktu membuka pintu pada pintu-pintu yang tersisa. Bilamana
diukur dengan sumur tangga sebagai referensi, sebagaimana diuraikan dalam butir
8.3.4.1., pintu-pintu ini memiliki nilai positip terbesar. Jika tidak ada pintu yang
memenuhi kriteria ini, adalah tidak diperlukan untuk mengulang pengujian gaya pada
waktu membuka pintu dengan pintu terbuka, karena pembukaan sejumlah pintu akan
menurunkan tekanan dalam sumur tangga dan dengan demikian menurunkan gaya
pada waktu membuka pintu pada pintu-pintu yang tersisa.
56 dari 57
SNI 03-6571-2001
BIBLIOGRAFI
1 NFPA 13, Standard for the Installation of Sprinkler Systems, 1999 edition.
3 NFPA 80, Standard for Fire Doors and Fire Windows, 1999
9 UL 555S, Standard for Safety Leakage Rated Dampers for Use in Smoke
Control Systems, 1999.
57 dari 57
SNI 03-6574-2001
1 Ruang Lingkup.
1.1 Standar pencahayaan darurat, tanda arah dan sistem peringatan bahaya pada
bangunan gedung ini dimaksudkan sebagai standar minimal bagi semua pihak yang terlibat
dalam perencanaan, pembangunan dan pemeliharaan gedung.
1.2 Dengan mengikuti standar ini diharapkan diperoleh bangunan gedung yang
memenuhi syarat keamanan sesuai ketentuan yang berlaku untuk bangunan.
2 Acuan
- NFPA 101, Life Safety Code, 1997 edition, National Fire Protection Association.
1 dari 22
SNI 03-6574-2001
3.6
sambungan seamese (seamese connection).
sambungan pipa untuk mobil instansi pemadam kebakaran.
3.7
sarana jalan keluar bangunan (means of egress) :
jalan menerus dan jalan yang tidak terhalangi dari suatu titik dalam bangunan atau struktur
menuju jalan umum, terdiri dari tiga bagian :
4 Pencahayaan Darurat.
4.1 Umum.
4.1.1 Pencahayaan darurat pada sarana menuju jalan keluar (means of egress) harus
disediakan untuk :
3). ruangan yang mempunyai luas lebih dari 100 m2 tetapi kurang dari 300 m2 yang
tidak terbuka ;
2 dari 22
SNI 03-6574-2001
8). bangunan kelas 2 atau 3 dan pada setiap jalan lintas yang mempunyai panjang
lebih dari 6 m dipasang lampu darurat.
(a). setiap lorong, koridor, hal atau sejenisnya yang digunakan pasien.
(b). setiap ruangan dengan luas lantai lebih dari 120 m2 yang digunakan
pasien.
(d). Pada pintu yang dipasang dengan kunci keluar tunda, dan
(e). Saf tangga dan ruang depan dari selubung tahan asap.
4.1.2 Pencahayaan darurat pada sarana jalan keluar harus terus menerus menyala
selama penghuni membutuhkan sarana jalan keluar. Pencahayaan buatan yang
dioperasikan sebagai pencahayaan darurat dipasang pada tempat-tempat tertentu dan
dalam jangka waktu tertentu sesuai kebutuhan untuk menjaga pencahayaan sampai ke
tingkat minimum yang ditentukan.
Pengecualian :
Sensor gerakan otomatis untuk mengoperasikan lampu dibolehkan dan harus disediakan sakelar pengendali bila
terjadi kegagalan operasi. “Timer” pencahayaan di set minimum 15 menit lamanya, dan sensor gerakan otomatis
bekerja dengan gerakan penghuni sebelum memasuki daerah yang dilayani oleh unit lampu darurat tersebut.
4.1.3 Lantai dan permukaan untuk berjalan pada tempat yang aman, sarana menuju
tempat yang aman dan sarana menuju jalan umum, tingkat intensitas cahayanya minimal 10
Lux di ukur pada lantai..
Pengecualian :
Pada ruang pertemuan, pencahayaan dari lantai pada sarana menuju tempat aman, minimal 2 Lux selama
jangka waktu tertentu.
3 dari 22
SNI 03-6574-2001
4.1.4 Setiap pencahayaan yang dibutuhkan harus diatur sehingga kegagalan dari
setiap unit pencahayaan tunggal tidak boleh menyebabkan ruangan menjadi gelap.
4.1.5 Peralatan atau unit-unit yang dipasang untuk memenuhi bab 5, dimungkinkan
berfungsi sebagai pencahayaan darurat pada sarana menuju jalan keluar, seperti halnya
pencahayaan darurat pada bab 4 ini.
4.2.1 Pencahayaan pada sarana menuju jalan keluar harus dari sumber daya listrik
yang dijamin kehandalannya.
4.2.2 Lampu yang dioperasikan dengan batere dan lampu jenis lain seperti lampu-
lampu jinjing atau lentera tidak boleh dipakai untuk pencahayaan primair pada sarana
menuju jalan keluar. Lampu yang dioperasikan dengan batere dimungkinkan dipakai sebagai
sumber darurat seperti dijelaskan pada bab 5.
2). mempunyai tingkat pencahayaan yang cukup untuk evakuasi yang aman.
3). jika mempunyai sistem terpusat, catu daya cadangan dan kontrol otomatisnya
harus dilindungi dari kerusakan karena api dengan konstruksi penutup yang
mempunyai Tingkat Ketahanan Api (TKA) tidak kurang dari -/60/60.
4). Lampu darurat yang digunakan harus sesuai dengan standar yang berlaku .
4). Simbol tidak boleh diletakkan pada diffuser lampu darurat atau tutup plafon yang
dapat dibuka.
4 dari 22
SNI 03-6574-2001
1). tangga-tangga.
2). gang.
3). koridor.
4). ram.
5). lif.
b). Sepanjang jalan kearah koridor, lobi dan jalan keluar dengan jarak langsung dari titik
masuk gang, lobi atau jalan keluar melebihi 13 meter (lihat gambar 4.3.2.b ), atau;
c). pada seluruh daerah jika tidak ada jalan yang jelas kearah koridor, lobi dan jalan keluar
(lihat gambar 4.3.2.b).
a). Panel Isyarat kebakaran, titik panggil manual dan peralatan pemadam kebakaran
harus cukup terang setiap saat sehingga mudah ditemukan.
5 dari 22
SNI 03-6574-2001
b). Tingkat iluminasi minimum harus sesuai dengan ketentuam yang berlaku. Waktu tunda
antara kegagalan pasokan listrik untuk lampu normal dengan penyalaan lampu darurat
untuk fasilitas pemadam kebakaran tidak boleh melebihi 15 detik.
c). Lampu darurat harus ditempatkan sedemikian rupa agar dapat memberikan
pencahayaan secara otomatis saat diperlukan pada tempat fasilitas peralatan proteksi
kebakaran seperti : sambungan regu pemadam kebakaran (seamese connection),
panel kebakaran, titik panggil manual, dan sebagainya. Hal ini untuk memudahkan
penghuni dan petugas instansi kebakaran menemukan lokasi peralatan proteksi
kebakaran (lihat gambar 4.3.3.c).
b). Pencahayaan perlu dijaga tidak boleh mati pada saat pergantian dari satu sumber
energi ke sumber energi lain. Lampu darurat disediakan oleh tenaga penggerak yang
menggerakkan generator listrik dengan waktu tunda yang diijinkan tidak boleh lebih
dari 15 detik.
c). Pencahayaan darurat harus disediakan untuk jangka waktu 1½ jam dalam kejadian
gagalnya pencahayaan normal. Fasilitas lampu darurat harus mampu untuk dapat
menyediakan pencahayaan awal tidak kurang dari rata-rata 10 Lux dan minimum pada
setiap titik 1 Lux diukur sepanjang lintasan jalan keluar dari permukaan lantai.
Intensitas pencahayaan dibolehkan menurun sampai 6 Lux rata-rata dan minimum
pada setiap titik 0,6 Lux pada akhir waktu beroperasinya lampu darurat. Perbandingan
intensitas pencahayaan maksimum dan minimum pada sembarang titik dimana saja
tidak boleh melebihi 40 : 1.
d). Sistem lampu darurat harus mampu untuk menyediakan pencahayaan darurat secara
otomatis bila pencahayaan normal terganggu, seperti misalnya kegagalan pasokan
daya listrik PLN, terbukanya pemutus tenaga (Circuit breaker) atau putusnya
6 dari 22
SNI 03-6574-2001
pengaman lebur (fuse), atau secara sengaja fasilitas sakelar kontrol lampu normal di
buka (OFF).
e). Generator darurat beserta instalasi tahan api dan switsing (switching) yang
menyediakan tenaga listrik untuk sistem lampu darurat harus dipasang, di uji dan di
pelihara sesuai ketentuan yang berlaku. Sistem penyimpanan energi listrik bila
dibutuhkan dalam Petunjuk Teknis ini harus dipasang dan di uji sesuai ketentuan yang
berlaku.
f). Lampu darurat yang dioperasikan dengan battery dipakai hanya dari jenis yang handal
dan dapat di isi ulang (rechargeable), tersedia selalu dalam kondisi terisi. Battery yang
dipakai disetiap lampu atau unit-unit untuk pemakaian lampu darurat harus memenuhi
ketentuan yang berlaku dan disetujui oleh instansi yang berwenang.
g). Sistem lampu darurat harus siap beroperasi dan mampu otomatis menyala tanpa
bantuan.
a). Uji fungsi harus dilakukan pada setiap lampu darurat yang menggunakan sistem
tenaga battery pada setiap 30 hari, selama 30 detik.
b). Uji tahunan harus dilakukan dengan waktu uji selama 1½ jam.
d). Laporan tertulis hasil pengujian disiapkan oleh pemilik bangunan untuk selanjutnya di
sampaikan pada instansi yang berwenang.
5.1 Umum.
5.1.1 Sarana menuju jalan keluar harus diberi tanda arah sesuai dengan ketentuan
pada bab ini, dimana dibutuhkan pada bangunan dengan klasifikasi seperti disebutkan
dalam butir 2.1.1.
5.1.2 Tanda arah tidak dibutuhkan untuk bangunan kelas 2 dimana setiap pintu diberi
label pada sisi yang menuju jalan keluar atau balkon;
a). dengan kata “EKSIT (EXIT)” huruf besar, tinggi minimal 25 mm dan warna kontras
serta dengan latar belakang, atau ;
5.1.3 pintu masuk pada bagian penjualan dari bangunan kelas 2 atau kelas 3 atau
kelas 4.
7 dari 22
SNI 03-6574-2001
5.2.1 Arah menuju tempat yang aman harus diberi tanda arah dengan tanda arah yang
disetujui, di lokasi yang mudah dibaca dari segala arah jalan.
5.2.2 Pada setiap pintu menuju tangga yang aman, harus dipasang tanda “EKSIT
(EKSIT)” diatas gagang pintu setinggi 150 cm dari permukaan lantai terhadap garis tengah
tanda arah tersebut seperti ditunjukkan pada gambar 5.2.2.
Gambar 5.2.2. : Lokasi pemasangan tanda “EKSIT (EXIT)” pada pintu dan dinding.
5.2.3 Jalan masuk ketempat aman harus diberi tanda arah pada lokasi yang mudah
dibaca dari semua arah, bila jalan menuju tempat tersebut tidak mudah terlihat oleh
penghuninya (lihat gambar 5.2.3).
8 dari 22
SNI 03-6574-2001
Gambar 5.2.3 : Lokasi pemasangan tanda arah “EKSIT (EXIT)” pada koridor.
5.2.4 Apabila tanda arah menuju jalan keluar dibutuhkan di dekat lantai, tanda arah
jalan keluar harus dipasang dekat dengan permukaan lantai sebagai tambahan tanda arah
pada pintu dan koridor (lihat gambar 5.2.2).
a). ukurannya dan pencahayaannya sesuai dengan butir 5.2 dan 5.3.
b). dasar dari tanda arah ini minimal 15 cm dan tidak lebih dari 20 cm diatas lantai.
9 dari 22
SNI 03-6574-2001
c). untuk pintu menuju jalan keluar yang aman, tanda arah dipasang pada pintu atau yang
berdekatan ke pintu dengan ujung yang terdekat dari tanda arah ini 10 cm dari rangka
pintu.
5.2.5 Penempatan tanda arah yang dibutuhkan dalam Bagian ini, harus berukuran,
berwarna khusus, dirancang untuk mudah dibaca dan harus kontras terhadap dekorasi,
penyelesaian interior, atau tanda-tanda lain. Tidak ada dekorasi, perabotan, atau peralatan
yang menggangu pandangan tanda arah diijinkan kecuali tanda arah jalan keluar, dan harus
tidak ada tanda arah dengan pencahayaan yang tajam, display, atau obyek didalam atau
berdekatan dengan garis pandang tanda arah jalan keluar yang dibutuhkan yang mempunyai
karakter mengurangi perhatian tanda arah tersebut.
5.2.6 Apabila lantai yang berdekatan dengan lintasan menuju jalan keluar perlu diberi
tanda arah, harus diterangi dari dalam pada jarak 20 cm dari lantai. Sistem yang dibutuhkan
dirancang mudah dilihat sepanjang lintasan jalan menuju tempat aman dan meneerus,
kecuali dipotong oleh jalan pintu, jalan hall, koridor, atau lain-lain yang berkaitan dengan
arsitektur. Sistem dapat beroperasi terus menerus atau bila sistem alarm kebakaran bekerja.
Pengaktifan, lamanya dan kelangsungan operasi dari sistem harus sesuai butir 4.2.
5.2.7 Apabila pihak berwenang mengijinkan, tangga dari lantai atas yang menerus ke
lantai Basemen, tanda arah yang cocok termasuk tanda arah yang bergambar harus
ditempatkan pada lokasi yang strategis di dalam tangga ke arah jalan keluar penghuni dalam
keadaan darurat (lihat gambar 5.2.7.a dan gambar 5.2.7.b).
10 dari 22
SNI 03-6574-2001
5.3.1 Tanda arah yang diterangi dari luar dibutuhkan oleh butir 5.2 dan 5.5.1,
bertuliskan “EKSIT’ atau kata lain yang cocok, dengan huruf yang mudah dilihat, tingginya
minimal 15 cm, tebal huruf minimal 2 cm. Kata “EKSIT” harus mempunyai lebar huruf
minimal 5 cm kecuali huruf “I” dan jarak minimum antar huruf minimum 1 cm. Tanda arah
yang lebih besar dibuat dengan lebar, tebal dan jarak huruf yang proportional dengan
tingginya (gambar 5.3.1).
Gambar : 5.3.1.
5.3.2 Tanda arah yang diterangi dari dalam yang dibutuhkan oleh butir 5.2 dan 5.5.1
bertuliskan kata “EKSIT” atau kata lain yang cocok dengan huruf yang mudah dibaca dari
jarak minimum 30 m dalam kondisi pencahayaan normal (300 Lux) dan darurat (10 Lux).
Tanda arah yang diterangi dari dalam harus memenuhi ketentuan yang berlaku.
a). Setiap tanda arah yang dibutuhkan dalam butir 5.3.1 atau 5.2.4 harus memperoleh
pencahayaan yang sesuai dari sumber cahaya yang handal. Tanda arah yang di
terangi dari luar atau dari dalam harus mudah dibaca pada keadaan lampu normal dan
darurat.
11 dari 22
SNI 03-6574-2001
b). Tanda arah yang diterangi dari luar tingkat pencahayaannya harus minimal 50 Lux dan
perbandingan kontrasnya minimal 0,5.
c). Tanda arah yang diterangi dari dalam harus dapat dibaca setara dengan tanda arah
yang diterangi dari luar dan memenuhi butir 5.4.2.
d). Setiap pencahayaan tanda arah yang dibutuhkan dalam butir 5.4., harus diterangi
secara terus menerus seperti ditentukan pada Bagian 4.
e). Apabila fasilitas lampu darurat dibutuhkan pada bangunan seperti disebutkan pada
butir 4.1.1 untuk hunian individu, tanda arah keluar harus diterangi oleh fasilitas lampu
darurat. Tingkat pencahayaan tanda arah jalan keluar harus sesuai butir 5.4.2 atau
5.4.3, dan lamanya waktu operasi lampu darurat dijelaskan pada butir 5.3.1. Tingkat
pencahayaannya boleh menurun sampai 60% pada akhir jangka waktu nyalanya
lampu darurat.
Tanda arah yang memenuhi butir 5.3 dan terbaca “EKSIT atau EXIT’ atau penunjukan
serupa dengan indikator arah menunjukkan arah jalan harus ditempatkan di setiap lokasi
dimana arah untuk mencapai jalan keluar yang terdekat tidak kelihatan (lihat contoh pada
lampiran).
c). harus dimungkinkan menyatu atau terpisah dari papan tanda arah.
d). Indikator arah harus bergambar “Chevron” seperti ditunjukkan dalam gambar 5.5.2.d,
dan ;
e). harus terlihat sebagai tanda arah pada jarak minimum 12 m pada tingkat pencahayaan
rata-rata 300 Lux dalam kondisi normal dan 10 Lux dalam kondisi darurat di lantai.
f). Indikator arah harus ditempatkan pada ujung tanda arah untuk arah yang ditunjukkan
(gambar 5.5.2.f).
12 dari 22
SNI 03-6574-2001
Setiap pintu, lorong, tangga yang bukan merupakan jalan keluar dan di tempatkan atau
diatur sehingga dapat mengakibatkan kesalahan, harus diberi tanda ‘BUKAN EKSIT”. Kata
“BUKAN” tinggi hurufnya minimal 5 cm, tebal 1 cm, dan kata ‘EKSIT” , tinggi hurufnya 2,5 cm
dimana kata “EKSIT’ diletakkan dibawah kata ‘BUKAN”.
Gambar : 5.5.3.
Elevator adalah bagian dari sarana jalan keluar yang mempunyai tanda arah dengan
ketinggian huruf minimal 1,6 cm di setiap lobi elevator;
a). tanda arah yang menunjukkan elevator yang dapat dipakai untuk jalan keluar,
termasuk ;
13 dari 22
SNI 03-6574-2001
a). Tanda arah jalan keluar harus diperiksa setiap jangka waktu maksimum 30 hari.
b). Tanda arah jalan keluar yang pencahayaannya diperoleh dari batere sebagaimana
dibutuhkan dalam butir 5.4.5, harus diuji dan dipelihara sesuai butir 5.6.a.
6.1 Umum.
6.1.1 Sistem peringatan bahaya dapat juga difungsikan sebagai sistem penguat suara
(public address) diperlukan guna memberikan panduan kepada penghuni dan tamu sebagai
tindakan evakuasi atau penyelamatan dalam keadaan darurat. Ini dimaksudkan agar
penghuni bangunan memperoleh informasi panduan yang tepat dan jelas, serta diyakinkan
bahwa mereka dalam perlindungan yang handal, sehingga tidak timbul kepanikan diantara
mereka yang bisa mencelakakan.
6.2.1. Sistem peringatan bahaya dan sistem komunikasi internal, mengacu pada
ketentuan yang berlaku dan harus dipasang :
a). Secara umum pada bangunan berketinggian kurang dari 24 meter, kecuali :
b). bangunan kelas 2 yang mempunyai ketinggian lebih dari dua lapis dan dipergunakan
untuk :
2). akomodasi untuk orang usia lanjut, anak-anak, atau penyandang cacat.
3). bangunan kelas 2 yang dipergunakan untuk perawatan orang usia lanjut, kecuali
bila :
(b). sistem alarmnya telah diatur sedemikian rupa tidak akan menimbulkan
kepanikan dan trauma, sesuai dengan kondisi pasien.
4). bangunan kelas 9a yang luas lantainya lebih dari 1.000 m2 atau tingginya lebih
dari dua lantai dengan pengaturan sebagai berikut :
14 dari 22
SNI 03-6574-2001
(b). di daerah bangsal perawatan, sistem alarmnya diatur volume dan isi
pesannya agar meminimalkan kepanikan dan trauma, sesuai dengan jenis
dan kondisi pasien.
(a). untuk sekolah yang ketinggiannya tidak lebih dari tiga lantai.
(b). untuk gedung pertunjukan, hall umum, atau sejenisnya yang luas lantainya
lebih dari 1.000 m2 atau ketinggiannya lebih dari dua lantai.
a). pada gedung dengan ketinggian antara 24 meter sampai dengan 60 meter ;
3). harus ada sistem komunikasi dua arah antara Pusat Pengendali Kebakaran dan
setiap lobi untuk pemadaman kebakaran.
3). harus ada sistem komunikasi dua arah antara Pusat Pengendali Kebakaran dan
daerah sebagai berikut :
(b). setiap ruangan yang berisi alat-alat untuk pemadaman kebakaran, seperti
ruang pompa.
c). Untuk hotel dan rumah sakit dengan ketinggian gedung lebih kecil dari 24 meter, harus
disediakan ;
2). loud speaker untuk pengumuman di setiap lobi, tangga dan tempat-tempat
strategis lainnya, sedemikian sehingga pengumuman dapat didengar di setiap
bagian dari gedung.
15 dari 22
SNI 03-6574-2001
d). Gedung yang digunakan untuk hunian campuran (rumah tinggal dan komersial),
persyaratan pada butir 6.2.2.a dan 6.2.2.b berlaku bila ;
2). jika hunian komersial berada diatas hunian rumah tinggal, maka persyaratan
pada butir 6.2.2.a dan 6.2.2.b hanya berlaku bila diminta oleh Instansi Pemadam
Kebakaran.
6.3.1 Suara yang dikirimkan harus cukup kuat menjangkau setiap titik hunian.
6.3.3 Isi pesan harus bersifat menenangkan penghuni, menuntun dan memberi
petunjuk yang tepat dan jelas, tidak membingungkan.
6.4.1 Satu Pusat Pengendali Kebakaran harus tersedia selain atas permintaan Instansi
Pemadam Kebakaran, jika gedung tersebut mempunyai :
6.4.2 Ukuran ruangan untuk Pusat Pengendali Kebakaran harus cukup besar untuk
pemasangan instalasi alat-alat kontrol dan lain-lain, termasuk alat-alat sistem isyarat bahaya
kebakaran (Fire alarm), ditambah ruangan kerja sebesar 6 m2. (lihat gambar 6.4.2).
16 dari 22
SNI 03-6574-2001
6.4.3 Lokasi Pusat Pengendali Kebakaran harus terletak dekat lobi lif kebakaran (lihat
gambar 6.4.3).
a). Sumber daya listrik cadangan untuk menjalankan alat-alat ventilasi mekanis.
b). Dakting tersendiri (terpisah dari dakting untuk ruangan lain), lihat gambar 6.4.5.
17 dari 22
SNI 03-6574-2001
6.5.1 Jika diminta oleh Instansi Pemadam Kebakaran, maka di besmen harus ada
Fasilitas Komunikasi Radio.
6.5.2 Lokasinya harus berada di daerah yang aman seperti di Pusat Pengendali
Kebakaran.
6.5.3 Rentang frekuensinya : 470 ~ 490 MHz, kecuali ditentukan lain oleh pihak yang
berwenang.
18 dari 22
SNI 03-6574-2001
Apendiks
Klasifikasi bangunan.
Klasifikasi bangunan atau bagian dari bangunan ditentukan berdasarkan fungsi yang
dimaksudkan di dalam perencanaan, pelaksanaan, atau perubahan yang diperlukan pada
bangunan.
2). satu atau lebih bangunan hunian gandeng, yang masing-masing bangunannya
dipisahkan dengan suatu dinding tahan api, termasuk rumah deret, rumah
taman, unit town house, villa, atau
atau sejenisnya dengan luas total lantai kurang dari 300 m2 dan tidak ditinggali lebih
dari 12 orang secara tetap,
dan tidak terletak di atas atau di bawah bangunan hunian lain atau bangunan klas lain
selain tempat garasi pribadi.
A.2. Klas 2 : Bangunan Hunian yang terdiri atas 2 atau lebih Unit Hunian,
yang umum digunakan sebagai tempat tinggal lama atau sementara oleh sejumlah orang
yang tidak berhubungan, termasuk :
b). bagian untuk tempat tinggal dari suatu hotel atau motel; atau
e). bagian untuk tempat tinggal dari suatu bangunan perawatan kesehatan yang
menampung karyawan-karyawannya.
19 dari 22
SNI 03-6574-2001
tempat tinggal yang berada di dalam suatu bangunan klas 5, 6, 7, 8, atau 9 dan merupakan
tempat tinggal yang ada dalam bangunan tersebut.
bangunan toko atau bangunan lain yang dipergunakan untuk tempat penjualan barang-
barang secara eceran atau pelayanan kebutuhan langsung kepada masyarakat, termasuk :
b). ruang makan malam, bar, toko atau kios sebagai bagian dari suatu hotel atau motel ;
atau
b). gudang, atau tempat pamer barang-barang produksi untuk dijual atau cuci gudang.
bangunan gedung laboratorium dan bangunan yang dipergunakan untuk tempat pemrosesan
suatu produksi, perakitan, perubahan, perbaikan, pengepakan, finishing, atau pembersihan
barang-barang produksi dalam rangka perdagangan atau penjualan.
bangunan gedung yang dipergunakan untuk melayani kebutuhan masyarakat umum, yaitu :
b). Klas 9b : bangunan pertemuan, termasuk bengkel kerja, laboratorium atau sejenisnya
di sekolah dasar atau sekolah lanjutan, hal, bangunan peribadatan, bangunan budaya
atau sejenis, tetapi tidak termasuk setiap bagian dari bangunan yang merupakan klas
lain.
20 dari 22
SNI 03-6574-2001
a). Klas 10a : bangunan bukan hunian yang merupakan garasi pribadi, carport, atau
sejenisnya.
b). Klas 10b : Struktur yang berupa pagar, tonggak, antena, dinding penyangga atau
dinding yang berdiri bebas, kolam renang, atau sejenisnya.
Bangunan atau bagian dari bangunan yang tidak termasuk dalam klasifikasi bangunan 1
sampai dengan 10 tersebut, dalam standar ini dimaksudkan dengan klasifikasi yang
mendekati sesuai peruntukannya.
Bangunan dengan klasifikasi jamak adalah bila beberapa bagian dari bangunan harus
diklasifikasikan secara terpisah, dan :
a). bila bagian bangunan yang memiliki fungsi berbeda tidak melebihi 10% dari luas lantai
dari suatu tingkat bangunan, dan bukan laboratorium, klasifikasinya disamakan dengan
klasifikasi utamanya ;
b). klas 1a, 1b, 9a, 9b, 10a, dan 10b adalah klasifikasi yang terpisah;
c). Ruang-ruang pengolah, ruang mesin, ruang mesin lif, ruang ketel uap, atau sejenisnya
diklasifikasikan sama dengan bagian bangunan dimana ruang tersebut terletak.
21 dari 22
SNI 03-6574-2001
Bibliografi
1 NFPA 101, Life Safety Code, 1997 edition, National Fire Protection Association.
22 dari 22
SNI 09-7053-2004
Daftar isi
i
SNI 09-7053-2004
ii
SNI 09-7053-2004
Prakata
Standar Nasional Indonesia “Kendaraan dan peralatan pemadam kebakaran – Pompa” ini
sebagai upaya untuk operasi pemadam kebakaran pada bangunan atau untuk menunjang
kegiatan operasi pemadaman, yang dipersiapkan dan disusun oleh Panitia Teknis 95,
Kendaraan dan Peralatan Pemadam Kebakaran.
SNI ini dalam tahap perumusannya telah melalui rapat teknis, prakonsensus dan terakhir
dibahas dalam rapat konsensus yang diselenggarakan pada tanggal 15 November 2003 di
jakarta, yang dihadiri oleh stakeholder.
SNI ini disusun dengan mengacu pada NFPA 1901, Standar for Automotive Fire Apparatus,
1999, Edition, National Fire Protection Assosiation.
Apabila dalam penerapan Standar ini terdapat hal-hal yang meragukan dalam
terjemahannya, diharapkan dapat membandingkan secara langsung dengan substansi yang
terdapat dalam acuan tersebut, atau dengan edisi yang terakhir.
iii
SNI 09-7053-2004
1* Ruang lingkup
1.1 Ruang lingkup Standar ini berlaku untuk kendaraan pemadam kebakaran – pompa
baru yang dirancang untuk operasi pemadaman kebakaran pada bangunan atau untuk
menunjang kegiatan operasi pemadaman, termasuk persyaratan administrasi dan umum.
Maksud Standar ini memuat persyaratan minimum bagi kendaraan pemadam kebakaran -
pompa yang baru.
1.2 Kesetaraan
1.3 Aplikasi
Standar ini berlaku bagi kendaraan pemadam baru yang dilakukan pengadaannya setelah
keluarnya standar ini meskipun bisa berlaku pula bagi pengadaan sebelumnya asalkan
disetujui oleh pihak pembeli dan pemasok.
1.5.1 Pemasok harus memberikan deskripsi rinci dari kendaraan, daftar kelengkapan
peralatan pada kendaraan tersebut dan uraian rinci tentang konstruksi dan kinerja
kendaraan untuk memperkirakan kecocokan dengan kebutuhan. Ini termasuk (namun tidak
terbatas pada) berat kendaraan, jarak as roda, dimensi-dimensi pokok, radius putar,
transmisi dan bilamana terdapat kecocokan dengan kebutuhan, perlu keterangan mengenai
kapasitas angkut dari peralatan pengangkut personil maupun barang dan alat pemadam.
Spesifikasi barang yang diajukan oleh Pemasok harus menjelaskan mengenai hal-hal yang
ditawarkan dan disediakan kepada pembeli.
1.5.2 Tanggung-jawab untuk kendaraan dan peralatan yang ditawarkan masih tetap pada
Pemasok sampai saat kendaraan dan peralatan tersebut diterima oleh Pembeli, sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
1.5.3 Pihak pemasok mempunyai kewajiban untuk memberikan pelatihan kepada personil
yang ditunjuk pihak pembeli mengenai cara-cara pengoperasian, perawatan dan
pemeliharaan dari kendaraan dan peralatan yang dipasok.
1 dari 69
SNI 09-7053-2004
2 Acuan normatif
3.1
alarm mundur
suatu alat yang menimbulkan bunyi yang dirancang untuk mengingatkan bahwa kendaraan
sedang bergerak mundur
3.2
alat peringatan optis
suatu rakitan manufaktur dari satu atau lebih sumber optis
3.3 *
alat ukur gabungan
sebuah alat ukur yang menunjukkan tekanan baik di atas maupun di bawah tekanan
atmosfir
3.4
alat ukur tekanan
suatu alat pengindikasi tekanan secara analog yang menggunakan sarana mekanis untuk
mengukur tekanan
3.5
beban listrik kontinyu minimum
arus listrik kontinyu yang diperlukan untuk meng-operasikan persyaratan minimum peralatan
listrik yang ditentukan dalam standar ini
3.6
beban listrik terhubung total (total connected electrical load)
arus total yang diperlukan untuk mengoperasikan semua alat yang dihubungkan secara
permanen ke kendaraan pemadam yang secara serentak dapat dialiri energi tetapi tidak
termasuk beban yang sewaktu-waktu ada
3.7 *
berat kotor kendaraan (GVWR)
kapasitas mengangkut beban maksimum dari kendaraan sebagaimana ditentukan oleh
manufaktur pembuat casis kendaraan yang memiliki sistem dua sumbu (suatu instalasi
sistem multi sumbu adalah satu sistem)
3.8 *
berat kotor sumbu kendaraan (GAWR)
kapasitas membawa beban maksimum pada sumbu kendaraan pemadam kebakaran,
sebagaimana ditentukan oleh manufaktur casisnya yang diukur pada batas antara tanah
dengan roda
3.9
berat layanan (in-service weight)
berat kendaraan maksimum yang sesungguhnya pada setiap kondisi operasi yang kadang-
kadang disebut sebagai berat kotor kendaraan
2 dari 69
SNI 09-7053-2004
3.10
busa klas-B
busa yang digunakan utamaya untuk pemadaman kebakaran Klas-B
3.11
cacat
tidak adanya kesinambungan dalam suatu bagian atau kegagalan dari fungsi yang
mempengaruhi pelayanan atau kehandalan sistem
3.12
casis
landasan kendaraan bermotor termasuk mesin, kerangka dan bagian penting struktural dan
mekanikal lainnya tetapi tidak termasuk karoseri dan semua kelengkapan untuk akomodasi
pengemudi, barang, atau penumpang, perlengkapan atau peralatan terkait di luar peralatan
kontrol
3.13
cekungan pembuang (sump)
suatu lokasi cekungan dari rakitan tangki yang dirancang utamanya sebagai perangkap
lumpur atau kotoran yang selanjutnya dibuang dan berfungsi sebagai pusat pengumpul
cairan
3.14
daya angkat hisap (suction lift)
jumlah angkatan vertikal dan rugi gesek dan pemasukan yang disebabkan oleh aliran lewat
katup saringan air masuk dan slang yang dinyatakan dalam meter head
3.15
daya optis
suatu unit ukuran yang dinyatakan dalam kandela detik / menit yang menggabungkan energi
kilat dan laju kilat dari suatu sumber optis kedalam kesuatu sumber daya yang
memperlihatkan efektivitas visual nyata dari cahaya yang dipancarkan
3.16 *
disetujui
dapat diterima oleh instansi yang berwenang
3.17
eduktor
suatu alat yang dipasang di jalur slang atau pipa pemancar yang menggunakan venturi dan
membagikan konseritrat busa ke dalam aliran air
3.18
eksterior
suatu lokasi yang tidak tertutupi yang terekspos keluar secara kontinyu atau sewaktu –
waktu
3.19
elemen optis
setiap lampu individu atau sumber penghasil cahaya lainnya yang terletak di dalam suatu
sumber optis
3 dari 69
SNI 09-7053-2004
3.20
generator (alternator), jinjing
sumber listrik yang digerakkan secara mekanis, umumnya kurang dari 7 kW, yang dapat
dipindah-pindahkan dari kendaraan dan dapat dioperasikan pada lokasi yang cukup jauh dari
kendaraan. Alat tersebut mempunyai panel distribusi integral dilengkapi dengan pelindung
arus lebih serta outlet kotak tusuk
3.21
generator (alternator), terpasang
motor listrik yang digerakkan secara mekanis, pada umumnya 7 kW atau lebih yang
ditempatkan secara permanen di kendaraan
3.22
gpm
US gallon per menit
3.23
harus (shall)
diartikan sebagai persyaratan yang harus dipenuhi
3.24 *
instansi yang berwenang
organisasi, kantor atau perorangan yang berwenang di dalam memberikan persetujuan
mengenai peralatan, bahan, instalasi atau prosedur, sesuai dengan ketentuan yang berlaku
3.25
interior
suatu lokasi terlindung yang tidak ter-ekspos ke lingkungan luar
3.26
interlok
alat atau pengaturan sedemikian hingga fungsi dari satu bagian dikendalikan melalui fungsi
dari bagian lain
3.27
isolasi terhadap getaran
bahan isolasi yang digunakan untuk mencegah getaran struktur yang mencapai permukaan
3.28
jarak radius putar (turning clearance radius)
setengah dari diameter putaran penuh ke kiri atau ke kanan, dipilih mana yang lebih besar
3.29
jarak terendah
jarak yang diukur dari bagian bawah kendaraan pemadam ke permukaan tanah pada semua
bagian bawah kendaraan kecuali gardan dan sumbu penyambung ke gardan (driveshaft
connections)
3.30
kapasitas cadangan
kemampuan batere untuk mempertahankan beban listrik minimum pada saat terjadi
kegagalan sistem pengisian atau kekurangan sistim pengisian yang berkepanjangan
4 dari 69
SNI 09-7053-2004
3.31
kapasitas nominal
laju aliran yang disertifikasi oleh manufaktur pompa berdasarkan kecocokan dengan
persyaratan yang dimuat dalam standar ini
3.32
katup operasi lambat (slow operating valve)
katup yang mempunyai mekanisme untuk mencegah gerakan elemen pengatur aliran dari
posisi menutup penuh ke posisi terbuka penuh atau sebaliknya dalam waktu kurang dari 3
detik
3.33
kebakaran klas-A
kebakaran yang melibatkan bahan-bahan mudah terbakar dalam bangunan seperti kayu,
kertas, kain, karet dan banyak jenis plastik
3.34
kebakaran klas-B
kebakaran pada cairan mudah menyala, oli, lemak, cat berbasis minyak, terlak dan gas-gas
mudah menyala
3.35
keleluasaan jangkauan
kemampuan operator untuk mengubah-ubah atau memperlakukan kendali dari posisi
mengemudi tanpa harus pindah dari tempat duduknya atau tanpa kehilangan kontak mata di
depannya seperti di jalan raya
3.36
kemampuan akses langsung (readily accessible)
mudah diaksesnya komponen atau bagian lain dari kendaraan pemadam untuk dicapai,
dirawat atau dipindahkan tanpa harus memindahkan komponen atau bagian lain dari
kendaraan pemadam tersebut serta tidak membutuhkan peralatan khusus untuk membuka
ruang atau kompartemen
3.37
kendaraan pemadam kebakaran
kendaraan dengan berat kotor kendaraan atau GVWR 4540 kg (10000 lb) atau lebih,
digunakan untuk pemadaman kebakaran atau untuk menunjang operasi instansi pemadam
kebakaran atau badan – badan lain yang memiliki kewenangan proteksi terhadap kebakaran
3.38
kendaraan pompa (pumper)
kendaraan pemadam yang dipasangi pompa kebakaran secara permanen dengan kapasitas
sekurang-kurangnya 1900 L/menit (500 gpm), tangki air dan rumah slang yang tujuan
utamanya adalah untuk memadamkan kebakaran dalam bangunan atau di lokasi lainnya
3.39
kendaraan tanpa peralatan
kendaraan lengkap tanpa personil, air dan setiap peralatan yang dapat dipindahkan tanpa
menggunakan alat
3.40
ketidak-stabilan
kondisi unit kendaraan dimana jumlah momen yang cenderung membalikkan unit kendaraan
melebihi jumlah momen yang cenderung menahan kondisi terbalik dari kendaraan
5 dari 69
SNI 09-7053-2004
3.41
kontrol kecepatan putaran mesin (High - Idle Speed Control)
sistem kendali atau sistem pemindah yang memberikan suatu cara untuk meningkatkan
kecepatan putaran mesin dari kondisi idle ke kondisi kecepatan tinggi yang telah disetel
sebelumnya
3.42
label
suatu indikasi visual baik berbentuk tanda gambar atau format huruf yang memberikan
identifikasi untuk fungsi kontrol, saklar, penunjuk atau alat ukur, atau tampilan informasi
yang berguna bagi operator
3.43
lokasi basah
lokasi yang tidak terlindung dalam kompartemen dengan dilengkapi pintu atau penutup, yang
apabila terbuka, menghadapkan lemari elektrikal atau papan panel ke lingkungan luar yang
kondisinya sama dengan bagian luar dari kendaraan pemadam. Suatu lokasi pada
permukaan luar kendaraan pemadam yang tidak tertutup dimana penutup atau panelnya
langsung berhubungan dengan lingkungan luar
3.44
lokasi kering
suatu tempat yang secara normal tidak pernah terkena uap air/kelembaban seperti di bagian
dalam dari tempat pengemudi atau ruang awak kabin, bagian dalam dari badan kendaraan
yang seluruhnya tertutup atau ruangan kedap air yang dibuka hanya saat pekerjaan
pemeliharaan
3.45
lokasi percikan jalan (road spray location)
setiap bagian bawah kendaraan atau casis yang tekena percikan dari jalan
3.46
manufaktur
orang atau kumpulan orang, perusahaan, firma, korporasi, kemitraan atau organisasi lain
yang bertanggung-jawab dalam mengubah bahan atau komponen mentah menjadi produk
akhir
3.47
operasi kontinyu
pengoperasian pada beban konstan pada jangka waktu yang lama
3.48
override
suatu sistem atau alat yang digunakan untuk menetralisasi suatu kegiatan atau gerakan
3.49
panel operator
suatu panel yang berisi alat ukur, saklar, instrumen atau alat kendali yang dapat digunakan
oleh operator dalam rangka memantau fungsi-fungsi operasi
3.50
panel operator pompa
suatu tempat pada kendaraan pemadam yang didalamnya terdapat alat pengukur, alat
kendali, dan instrumen lainnya yang digunakan untuk pengoperasian pompa
6 dari 69
SNI 09-7053-2004
3.51
papan panel (panel board)
suatu panel tunggal atau kelompok unit panel yang dirancang untuk suatu rakitan dalam
bentuk panel tunggal, termasuk didalamnya saluran-saluran kabel, alat penyetop arus
berlebih otomatis yang dilengkapi atau tidak dilengkapi dengan saklar untuk mengendalikan
cahaya, panas atau sirkit daya; yang dirancang untuk ditempatkan di lemari atau kotak yang
ditempatkan di dalam atau pada dinding atau partisi dan hanya dapat dijangkau dari arah
depan
3.52
partisi pengaman (swash partition)
suatu dinding vertikal yang berada di dalam suatu struktur tangki yang dirancang untuk
mengendalikan gerakan cairan yang tidak dikehendaki dalam tangki
3.53
pelat (plate)
suatu indikator visual baik dalam bentuk gambar atau format kata yang memberikan instruksi
bagi operator dalam menggunakan suatu komponen dalam kendaraan
3.54
pembeli (purchaser)
pihak yang bertanggung jawab dalam menentukan spesifikasi dan penerimaan kendaraan
pemadam
3.55
pemberian label
peralatan atau bahan yang telah diberi label, simbol atau tanda identifikasi dari suatu
organisasi yang dapat diterima oleh instansi yang berwenang,dimana organisasi tersebut
peduli dengan evaluasi produk dan melaksanakan kegiatan pemeriksaan berkala terhadap
produksi dan peralatan sehingga dengan pemberian label tersebut manufaktur menunjukan
aspek pemenuhan standar atau kinerja dalam cara yang terspesifikasi
3.56
penerimaan
suatu persetujuan antara pihak pembeli dan pemasok mengenai telah dipenuhinya
ketentuan dan syarat-syarat kontrak atau perjanjian
3.57
peralatan listrik, jinjing
setiap peralatan listrik yang bukan dari jenis terpasang
3.58
peralatan listrik, terpasang tetap
setiap peralatan listrik yang tidak dapat dipindahkan tanpa bantuan peralatan atau terhubung
/tersambung dengan sistem kelistrikan kendaraan pemadam
3.59
personil berkualifikasi
seseorang yang karena memiliki latar belakang pendidikan, sertifikat, kemampuan profesi
atau keahlian yang diakui dan yang melalui pengetahuan, pelatihan dan pengalaman telah
menunjukkan kemampuan mengatasi masalah yang berkaitan dengan bidang keahlian,
pekerjaan atau proyek tertentu
7 dari 69
SNI 09-7053-2004
3.60
pompa kebakaran
suatu pompa air yang dipasang pada kendaraan dengan laju kapasitas 1900 l/menit (500
gpm) atau lebih besar pada tekanan pompa bersih 1035 kPa (150 psi) dan digunakan untuk
pemadaman kebakaran
3.61
pompa tambahan
pompa air yang dipasang pada kendaraan pemadam sebagai kelengkapan tambahan
pompa kebakaran dan digunakan untuk pemadaman kebakaran baik tersambung ataupun
terpisah dari pompa kebakaran utama
3.62
posisi operator pompa
lokasi tempat operator pompa mengoperasikan pompa
3.63
psi (pound per square inch)
3.64
pto
sistem penggerak PTO (power take-off) yang diselipkan di antara transmisi casis dan gardan
yang mempunyai mekanisme pemindahan yang diperlukan untuk meneruskan daya mesin
casis ke gardan atau ke pompa kebakaran atau ke peralatan lainnya
3.65
pusat gravitasi
suatu titik dimana seluruh berat kendaraan pemadam kebakaran dianggap terkonseritrasikan
di titik tersebut sedemikian hingga apabila disangga di titik ini, kendaraan akan tetap tinggal
dalam kondisi seimbang pada setiap posisi
3.66
pusat optis
titik intensitas tertinggi yang ditentukan oleh manufaktur alat peringatan optis pada saat
mengukur output dari alat peringatan optis
3.67
reaksi pipa pemancar
gaya yang terjadi saat arus air dilepaskan dari pipa pemancar (nozzle)
3.68
ruang personil terbuka
ruang bagi personil kendaraan pemadam yang terbuka pada sisi atasnya dan dilengkapi
dengan sarana dan peralatan untuk memenuhi persyaratan keselamatan
3.69
ruang personil tertutup
ruang bagi pengemudi atau penumpang kendaraan pemadam yang tertutup pada semua
sisi, atas maupun bawah serta memiliki penutup positif pada semua pintu masuk ke ruang
tersebut
3.70
ruangan tertutup
suatu ruangan yang dirancang untuk melindungi benda-benda yang tersimpan terhadap
gangguan luar (tahan cuaca) yang tertutup pada 6 sisi dan dilengkapi dengan pintu yang
bisa ditutup dan dikunci
8 dari 69
SNI 09-7053-2004
3.71
saklar
setiap perangkat kontak jaringan yang memutus atau mengendalikan aliran arus melalui
sirkit elektrikal
3.72
saklar seketika
suatu saklar yang akan kembali ke posisi netral (off) apabila dilepaskan
3.73
saluran slang tersambung (pre-connected hose line)
saluran slang air yang disimpan di atas kendaraan pemadam yang sudah disambungkan
terlebih dahulu dengan sebuah pompa sehingga dapat langsung dapat dioperasikan melalui
aktivasi dari sebuah katup pelepasan
3.74
sambungan (bonding)
sambungan tetap dari bagian-bagian metalik untuk membentuk jalur konduksi listrik yang
menjamin kontinuitas penyaluran listrik dan kemampuan mengatasi secara aman setiap arus
yang mungkin timbul
3.75
sebaiknya (should)
diartikan sebagai suatu rekomendasi atau sesuatu yang disarankan namun bukan keharusan
3.76 *
sirine elektrik
suatu alat peringatan lewat suara yang menghasilkan bunyi melalui penggunaan motor listrik
yang dilekatkan pada suatu piringan atau cakram yang berputar
3.77*
sirine elektronik
suatu alat peringatan lewat suara yang menghasilkan suara secara elektronik lewat
penggunaan pengeras suara atau pengeras elektromagnetis
3.78
sirkit tegangan rendah, peralatan atau sistem
suatu peralatan atau sistem sirkit elektris dimana tegangan tidak melebihi 30 Volt (V)
rms (ac) atau 42,4 V puncak (dc), biasanya 12 V (dc) pada kendaraan pemadam kebakaran
3.79
sistem pasok udara
suatu sistem yang mampu meningkatkan tekanan udara dari suatu sistem penyimpan udara
atau kompresor
3.80
sistem pengaturan beban listrik otomatis
suatu peralatan yang secara kontinyu memantau tegangan sistem listrik dan membuang
beban-beban yang ditentukan sebelumnya dalam suatu urutan yang terseleksi guna
mencegah muatan berlebih pada batere. Pembuangan beban dapat dilakukan tanpa campur
tangan unsur personil dan mampu secara manual dihentikan
9 dari 69
SNI 09-7053-2004
3.81
sistem rem tambahan
suatu sistem pengereman sebagai kelengkapan tambahan dari rem-rem layanan seperti
penahan mesin, penahan transmisi, penahan bantingan kemudi atau penahan aus
3.82
standar keselamatan kendaraan bermotor
adalah standar kendaraan bermotor yang berlaku di wilayah Indonesia
3.83
sudut datang
sudut terkecil antara permukaan jalan dengan garis yang ditarik dari titik terdepan dari
kontak antara roda depan dengan tanah ke tiap proyeksi kendaraan didepan poros bagian
depan
3.84
sudut pergi
sudut terkecil yang dibentuk antara permukaan jalan dengan garis yang ditarik dari titik
belakang dari kontak antara ban belakang dengan tanah ke setiap proyeksi kendaraan
dibelakang poros bagian belakang
3.85*
sumber optis
setiap komponen tunggal dari sistem pencahayaan yang terpasang bebas dan menghasilkan
cahaya
3.86
tanda (sign)
indikasi visual baik dalam bentuk gambar maupun format huruf yang memberikan peringatan
bagi operator atau orang-orang lainnya yang berada di dekat kendaraan pemadam
3.87*
tanjakan
suatu ukuran sudut kemiringan yang digunakan dalam perencanaan jalan yang dinyatakan
dalam prosentase perubahan deviasi ketinggian permukaan tanah terhadap jarak
(kemiringan 45 derajat = 100 % tanjakan)
3.88
tekanan alat ukur
tekanan yang diukur oleh suatu instrumen dimana tekanan yang diindikasikan adalah relatif
terhadap tekanan atmosfir
3.89
tekanan pecah
tekanan dimana sebuah komponen hidraulik pecah karena regangan yang diakibatkan oleh
tekanan
3.90*
tekanan pompa bersih
jumlah tekanan pelepasan dan daya angkat hisap yang dikonversikan ke psi atau kPa pada
saat pemompaan pada penghisapan negatif (sumber air terbuka), atau perbedaan antara
tekanan pelepasan dan tekanan pemasukan pada saat pemompaan dari suatu hidran atau
sumber air lainnya pada kondisi tekanan positif
10 dari 69
SNI 09-7053-2004
3.91
tekanan pompa maksimum
tekanan pelepasan pompa maksimum yang diperoleh dengan cara menutup saluran
pelepasan, dengan kondisi mesin pengerak pompa bekerja maksimum yang dapat dicapai,
dan dengan tekanan isap pompa pada tekanan atmosfir atau kurang. Pompa seri atau
paralel diukur dengan pompa dalam penyetelan tekanan (seri)
3.92
terdaftar (listed)
peralatan, bahan atau layanan jasa yang termasuk dalam suatu daftar (list) yang
dipublikasikan oleh suatu organisasi, yang dapat diterima oleh instansi berwenang, dimana
organisasi tersebut perduli dengan evaluasi produk atau jasa dan melaksanakan inspeksi
periodik dari produksi peralatan atau bahan yang didaftar atau evaluasi periodik terhadap
jasa, sehingga daftar tersebut menyatakan bahwa setiap peralatan, bahan dan jasa telah
memenuhi standar yang berlaku atau telah diuji dan terbukti cocok dengan tujuan
terspesifikasi
3.93
uji serah terima
pengujian yang dilakukan oleh pembeli atau pihak yang mewakili-nya pada saat penyerahan
kendaraan pemadam untuk memastikan apakah spesifikasi dari kendaraan tersebut telah
dipenuhi
3.94
ukuran outlet pelepasan
ukuran nominal dari outlet kopling slang pertama dari pompa
3.95
ukuran sambungan saluran masuk (intake connection size)
ukuran nominal sambungan pertama slang dari saluran masuk pompa
4 Faktor konversi
5 Persyaratan umum
11 dari 69
SNI 09-7053-2004
Apabila kendaraan dilengkapi dengan tangki air, maka tangki tersebut harus memenuhi
persyaratan pasal 12.
5.2.1* Alat-alat pelindung, penutup dan kelengkapan proteksi lainnya harus disediakan
menurut keperluan untuk mencegah kecelakaan pada personil sebagai akibat dan bagian-
bagian mesin yang bergerak, berputar maupun temperatur tinggi selama operasi. Isolasi
listrik harus diadakan sesuai kebutuhan guna mencegah terjadinya kejutan listrik dari sistem
kelistrikan pada kendaraan pemadam.
5.2.2 Hasil pekerjaan yang menyangkut pembuatan badan kendaraan harus menjamin
lingkungan operasi yang aman terhadap bagian-bagian dinding yang tajam, ujung-ujung
yang bisa melukai personil dan sebagainya.
5.3.1 Alat-alat kontrol, sakelar, plat instruksi, alat ukur, dan instrumen - instrumen yang
diperlukan untuk pengoperasian Kendaraan kebakaran dan peralatan penunjangnya harus
diberi penerangan yang cukup agar bisa jelas terlihat. Bilamana tersedia penerangan
pencahayaan eksternal, maka harus minimal 54 lux pada permukaan alat tersebut. Bilamana
tersedia pencahayaan internal, maka harus minimal 14 candela / m2.
5.3.2 Semua tanda-tanda yang diperlukan, pelat dan label harus dibuat permanen,
dilekatkan rapat-rapat dan harus tahan terhadap kondisi cuaca dan temperatur tinggi.
5.3.3 Semua alat ukur atau peragaan visual harus dipasang tidak boleh lebih tinggi dari
2,10 m di atas permukaan di mana operator berdiri untuk membaca instrumen-instrumen
tersebut.
5.3.4 Titik tengah atau garis tengah setiap alat kontrol tidak boleh melebihi 1,8 m diukur
vertikal dari tanah atau landasan yang dirancang untuk tempat atau posisi operator berdiri.
Jalur pipa hidraulik, pemipaan sistem udara, kabel-kabel kontrol dan jaringan listrik harus
dilekatkan ke rangka atau tubuh kendaraan dan harus dilengkapi dengan alat pelindung di
tiap titik saat menembus dinding atau rangka kendaraan terkecuali bila telah dilindungi oleh
konektor atau penyambung khusus.
5.5.1 Ketinggian pusat gravitasi kendaraan pada beban penuh harus tidak melebihi batas
maksimum yang telah ditetapkan oleh manufaktur casis.
12 dari 69
SNI 09-7053-2004
5.5.2* Distribusi berat kendaraan pada beban penuh dari ujung depan hingga bagian
belakang kendaraan sebagaimana dijelaskan di butir 7.1 harus tidak melebihi batas yang
ditetapkan oleh manufaktur casis. Beban pada poros depan harus tidak boleh kurang dari
beban poros minimum yang telah ditetapkan oleh manufaktur casis pada kondisi beban
penuh dan kondisi beban lainnya.
5.5.3 Perbedaan berat pada ujung tiap poros, dari sisi ke sisi, bilamana kendaraan
dibebani penuh dan dilengkapi sebagaimana diuraikan pada butir 7.1 tidak boleh
melebihi 7 %.
5.6.1* Kendaraan harus memenuhi persyaratan dalam standar ini pada ketinggian 610 m
(2000 ft) di atas permukaan laut.
5.6.2* Kendaraan harus memenuhi semua persyaratan dalam standar ini sementara
berhenti (stationary) pada setiap tanjakan sampai dengan 6 % pada setiap arah.
5.6.3 Kendaraan kebakaran harus memenuhi persyaratan dalam standar ini pada kondisi
temperatur ambien antara 0° C - 43° C.
Pada kondisi beban penuh dan peralatan Iengkap sebagaiama disebutkan pada butir 7.1,
kendaraan harus mampu memperlihatkan kinerja berikut, saat melintas di jalan diperkeras
yang kering dan kondisinya baik:
1) Kendaraan harus mampu mencapai kecepatan 56 km/jam (35 mph) dalam waktu
25 detik dari awal bergerak pada jalan yang rata.
2)* Kendaraan harus mampu mencapai kecepatan puncak minimum 80 km/jam (50 mph)
pada jalan yang rata.
3)* Kendaraan harus mampu mempertahankan kecepatan minimum 32 km/jam 20 mph)
pada jalan tanjakan sampai dengan 6% pada setiap arah.
5.8.2 Bilamana beberapa peralatan khusus diperlukan untuk pemeriksaan rutin, maka
peralatan tersebut harus disediakan dalam kendaraan.
13 dari 69
SNI 09-7053-2004
4) Petunjuk pengoperasian untuk casis, dan komponen utama seperti pompa, dan sistem
pelengkap lainnya,
5) Petunjuk berkaitan dengan frekuensi dan prosedur rekomendasi pemeliharaan,
6) Informasi mengenai penggantian suku cadang.
5.9.1 Uji jalan harus dilaksanakan untuk verifikasi apakah kendaraan secara Iengkap
mampu memenuhi persyaratan sebagaimana dicantumkan pada butir 5.7. Pengujian harus
dilakukan pada sebuah lokasi dengan cara yang tidak melanggar Undang-undang dan
peraturan lalu-lintas yang berlaku.
5.9.2 Kendaraan harus dilengkapi dan sesuai ketentuan pada sub butir 7.1. Pengujian
harus dilaksanakan di jalan yang di perkeras dan kering serta kondisinya yang baik. Mesin
idle boleh dioperasikan melampaui kecepatan rata – rata maksimum yang diperbolehkan.
5.9.3 Kendaraan harus mampu mencapai kecepatan 56 km/jam (35 mph) dari titik mulai
jalan dalam waktu 25 detik.
5.9.4 Kendaraan harus mampu mencapai kecepatan puncak minimum tidak kurang dari
80 km/jam (50 mph).
5.9.5.1 Bilamana kendaraan dilengkapi dengan sistem rem tambahan, maka pihak
menufaktur harus melakukan uji di jalan raya terhadap sistem untuk mengkonfirmasikan
bahwa sistem tersebut berfungsi sesuai yang dikehendaki oleh manufaktur sistem rem
tambahan tersebut.
5.9.5.2 Sistem rem harus mampu untuk menghentikan kendaraan yang dimuati penuh
menuju ke kondisi berhenti total dari suatu kecepatan awal sebesar 32 km/jam (20 mph),
dalam jarak tidak melebihi 10,7m (35ft) lewat pengukuran nyata, di atas permukaan jalanan
keras dan rata dan bebas dari benturan, minyak pelumas atau gemuk (greast).
Bila diinginkan diadakannya uji coba serah terima pada tempat penyerahan maka uji coba
tersebut harus sesuai dengan uji coba yang dilakukan pembeli sesuai ketentuan dalam
standar minimal dan harus diadakan pengulangan terhadap pengujian yang dikehendaki
pihak pembeli.
14 dari 69
SNI 09-7053-2004
6) Ukuran ban belakang dan tingkat kapasitas pengenal total dalam kg;
7) Distribusi berat casis (dalam kg) dengan dimuati air serta peralatan terpasang
(depan dan belakang);
8) Merek mesin, model, nomor seri, daya kuda (Hp) dan kecepatan sesuai ketentuan
standar yang berlaku;
9) Jenis bahan bakar dan kapasitas tangki bahan bakar;
10) Tegangan sistem kelistrikan dan output alternator dalam Ampere;
11) Merek batere, model dan kapasitas dalam Ampere (CCA);
12) Merek transmisi casis, model, dan nomor seri;
13) Pompa, model, nilai kapasitas dalam nominal putaran gpm (liter per-menit (gpm)
serta nomor seri;
14) Merek transmisi pompa, model, nomor seri dan rasio dan perbandingan gigi;
15) Kapasitas tera tangki air dalam liter;
16) Indentifikasi cat;
17) Nama perusahaan dan tanda tangan dari perwakilan perusahaan yang
bertanggung jawab.
b) Bila kendaraan dilengkapi dengan kendaraan pompa perlu diserahkan sertifikat
kemampuan hisap pompa dari manufaktur lihat butir butir 11.2.4.1.
c) Bila kendaraan memiliki pompa kebakaran, I (satu) copy mengenai persetujuan
(approval) perusahaan manufaktur kendaraan untuk aplikasi pemompaan pada kondisi
stasioner (lihat butir 11.3.1).
d) Bila kendaraan mempunyai pompa kebakaran, perlu diserahkan sertifikat Kurva Brake
Horse Power (BHP) yang disertifikasi oleh manufaktur untuk mesin yang diserahkan
yang memperlihatkan kecepatan maksimum yang dapat dikendalikan (lihat butir 11.3.2).
e) Bila kendaraan memiliki pompa kebakaran, sertifikat uji coba hidrostatis pompa
manufaktur (lihat butir 11.5.2).
f) Dokumen keterangan tentang berat kendaraan dari alat timbangan yang disertifikasi
yang memperlihatkan pembebanan aktual di atas poros depan, poros belakang dan
keseluruhan kondisi kendaraan (dengan tangki air penuh terisi namun tanpa personil,
peralatan dan slang air) harus diserahkan bersama dengan kendaraan selengkapnya
sesuai ketentuan butir 7.1.
g) Dokumen tertulis mengenai analisis beban dan hasil uji coba kinerja sistem kelistrikan
sesuai persyaratan di pasal 8.
h) Sertifikat kapasitas tangki air harus diserahkan bilamana kendaraan dilengkapi dengan
tangki air (lihat butir 12.5).
Kendaraan pompa harus dilengkapi dengan pompa kebakaran yang memenuhi persyaratan
dalam bagian 11 dan mempunyai kapasitas nominal minimum 1900 l/menit (500 gpm).
Kendaraan pompa harus dilengkapi dengan tangki atau tangki-tangki air yang memenuhi
persyaratan pada pasal 12 dan mempunyai kapasitas minimum yang disyaratkan
(kombinasi, bila dapat diterapkan) sebesar 1136 l (300 gallon).
Untuk penempatan peralatan perlu disediakan suatu ruang atau kompartemen tertutup yang
tahan terhadap cuaca berukuran minimum 1,33 m3 (40 ft3 ) yang mempunyai persyaratan
pada pasal 10.
15 dari 69
SNI 09-7053-2004
Lemari-lemari penyimpan slang air, kompartemen atau tempat gulungan slang yang
memenuhi persyaratan butir 10.10 harus disediakan untuk mengakomodasi hal-hal berikut.
Ruang-ruang tempat penyimpan tersebut tidak perlu berdekatan.
1) Suatu ruang penyimpan slang minimum luasnya 0,85 m3 (30 ft3 ) untuk ukuran slang
65 mm (2½ in.) atau slang yang lebih besar.
2) Dua ruangan, tiap ruangan berukuran minimum 0,1 m3 (3,5 ft3) untuk mengakomodasi
slang 38 mm (1½ in.) atau jalur slang sambungan awal yang Iebih besar.
Peralatan atau kelengkapan berikut harus disuplai dan dipasang oleh Pemasok. Pemasok
harus menyediakan sarana penopang (bracket) atau kompartemen-kompartemen yang
diperlukan untuk memasang peralatan-peralatan atau kelengkapan tersebut.
6.6* Tangga
Semua tangga yang dibawa di atas kendaraan kebakaran harus memenuhi standar yang
berlaku. Minimal jenis tangga berikut harus dibawa di atas kendaraan kebakaran:
− satu tangga lurus yang dilengkapi pengait atap;
− satu tangga julur (extention ladder).
Slang hisap jenis lunak dengan panjang minimum 4,6 m atau jenis keras dengan panjang
minimum 6 m harus dibawa ke atas kendaraan pompa. Slang hisap harus memenuhi
persyaratan standar yang berlaku. Pemesan atau Pembeli harus merinci jenis slang hisap
yang dibutuhkan, panjang dan ukurannya, ukuran kopling, cara mengangkut atau membawa
slang tersebut di kendaraan dan model penopang (bracket) yang diinginkan.
6.7.1 Bila slang hisap jenis keras yang diberikan, harus dilengkapi dengan saringan
(strainer). Rugi friksi (friction loss) dan rugi pemasukan (entrance loss) kombinasi slang dan
saringan (strainer) tidak boleh melebihi angka rugi sebagaimana pada Tabel 2
6.7.2 Bila slang hisap jenis lunak yang disediakan, harus memiliki kopling sesuai standar
yang berlaku dan dilengkapi adaptor yang sesuai dengan jenis koplingnya dengan
sambungan outlet hidran pada satu ujungnya dan sambungan jalur masuk (intake) pompa
pada ujung lainnya.
6.8 Peralatan kecil
Daftar peralatan pada butir 6.8.1 dan 6.8.2 dibawah ini harus tersedia di dalam kendaraan
pompa sebelum kendaraan pompa tersebut dioperasikan. Penopang (bracket) atau
kompartemen harus disediakan untuk menata dan melindungi peralatan. Daftar yang rinci
mengenai siapa yang harus melengkapi peralatan tersebut dan cara untuk menata dan
melindungi peralatan tersebut akan disediakan oleh pihak pembeli.
6.8.1* Slang semprot (fire hose) dan pipa pemancar (nozzle)
Slang semprot dan pipa pemancar berikut harus dibawa pada kendaraan pemadam
kebakaran (fire apparatus).
− 200 m diameter 65 mm atau lebih
− 120 m diameter 38 mm
− Satu buah pipa pemancar kombinasi (spray and jet), minimum 757 l/menit
− Dua buah pipa pemancar, minimum 360 l/menit.
16 dari 69
SNI 09-7053-2004
Peralatan tambahan lainnya yang harus dibawa di dalam kendaraan pompa adalah sebagai
berikut.
− Satu buah kapak kepala runcing (pick-head axe), berat 2,7 kg yang dipasang pada
penopang (bracket) melekat di kendaraan
− Satu buah Kapak Kepala Rata (flat-head axe), berat 2,7 kg yang dipasang pada
penopang (bracket) melekat di kendaraan
− Sebuah Lembing berkait (pike pole) panjang 2 m dengan ujung berkait atau galah kait
(plaster hook) yang terpasang pada penopang (bracket) melekat di kendaraan
− Dua buah lampu senter (portable lamp) terpasang pada penopang (bracket) yang
melekat di badan kendaraan
− Satu buah alat pemadam api ringan jenis bubuk kimia kering dengan daya pemadaman
(rating) minimum 80 B:C yang dipasang pada penopang (bracket) melekat di kendaraan
− Minimal satu buah alat bantu pernapasan (SCBA) yang memenuhi standar yang berlaku,
dengan jumlah satu untuk tiap tempat duduk, namun tidak kurang dan 4 (empat)
terpasang pada penopang (bracket) yang dilekatkan di badan kendaraan atau tersimpan
di kontainer yang telah disediakan oleh manufaktur
− Satu buah silinder SCBA cadangan untuk setiap SCBA yang dibawa dan setiap silinder
cadangan tersebut terpasang pada penopang melekat kencang di badan kendaraan atau
tersimpan dalam kontainer yang disediakan oleh manufaktur SCBA
− Satu buah kotak Obat P3K
− Dua buah kunci (spanner wrench) pembuka kopling slang hisap yang dipasang pada
penopang melekat kencang di badan kendaraan. Dua buah kunci hidran yang dipasang
pada penopang (bracket) melekat kencang di badan kendaraan
− Dua buah adaptor kopling untuk menghubungkan antara outlet pompa dengan slang
semprot berukuran 65 mm dan yang dipasang pada penopang (bracket) yang melekat di
badan kendaraan
− Dua buah adaptor kopling untuk menghubungkan antara inlet tangki dengan selang
semprot yang berasal dari hydrant berukuran 65 mm dan yang dipasang pada penopang
(bracket) yang melekat di badan kendaraan
− Satu buah sambungan cabang berukuran 2½ * 1½ * 1½ dengan kopling yang telah
disesuaikan dengan kopling slang semprot yang terdapat pada kendaraan
− Satu buah palu karet, cocok digunakan pada sambungan slang hisap, dipasang pada
penopang (bracket) yang melekat kencang di badan kendaraan
− Dua buah selimut api (fire blanket) untuk penyelamatan
− Dua buah ganjal ban yang sesuai dengan diameter ban, ditempatkan di lokasi yang
mudah dicapai
− Empat buah jembatan slang semprot (hose ramp) sesuai ukuran slang 65 mm, dipasang
pada penopang (bracket) yang melekat kencang di badan kendaraan
− Satu buah sekop, dipasang pada penopang (bracket) yang melekat kencang di badan
kendaraan
− Satu buah linggis
− 15 meter tali tambang manila.
Nilai Berat Poros Kotor (GAWR) dan nilai Berat Kombinasi Kotor (GCWR) atau nilai Berat
Kendaraan Kotor (GVWR) dari casis harus mampu untuk mengangkut berat kendaraan
tanpa peralatan, berat tangki air dengan kondisi terisi penuh dan tangki lainnya, berat slang
yang telah ditetapkan, berat personil tanpa peralatan, berat tangga, dan peralatan penunjang
17 dari 69
SNI 09-7053-2004
7.1.1* Beban personil tanpa peralatan harus dihitung berdasarkan beban per-orang sebesar
70 kg dikalikan dengan jumlah tempat duduk pada kendaraan.
7.1.2 Sertifikat final manufaktur mengenai GVWR atau GCWR bersama dengan sertifikat
GAWR sesuai ketentuan yang berlaku harus dimuat pada label yang tertera di kendaraan.
7.2.1.1* Suatu alat pengatur mesin (governor) atau sistem elektronik pengontrol bahan
bakar harus dipasang untuk membatasi kecepatan maksimum putaran mesin kepada yang
ditentukan oleh manufaktur mesin pada semua kondisi operasi,
7.2.1.2 Alat peringatan yang dapat didengar dan dapat dilihat (visual) yang bisa terlihat dari
posisi pengemudi harus disediakan untuk mengingatkan pengemudi terhadap suhu tinggi
mesin atau kondisi tekanan Rendah pelumas (oil pressure).
7.2.1.4* Suatu alat pengontrol kecepatan mesin harus dipasang agar memungkinkan
dibolehkan adanya kenaikan kecepatan mesin saat kendaraan diparkir. Bila casis
memungkinkan harus dipasang suatu interlok yang akan mencegah beroperasinya alat
pengontrol kecepatan mesin kecuali jika rem parkir difungsikan secara penuh dan transmisi
berada dalam kondisi netral atau parkir, atau kecuali jika alat pengontrol kecepatan mesin
tersebut digunakan dengan komponen pengendali mesin casis, dalam kondisi manapun
maka harus di-interlok dengan pengoperasian komponen tersebut.
7.2.1.5 Instalasi mesin, sistem transmisi dan kelengkapan yang digerakan oleh mesin dan
transmisi (Power Take Off / PTO dan lain-lain) harus memenuhi rekomendasi instalasi yang
dikeluarkan oleh manufaktur mesin dan transmisi untuk layanan yang dimaksud.
7.2.1.6 Alat pengukur waktu kerja (hourmeter) untuk mesin harus disediakan.
7.2.2.1* Sistem pendingin mesin harus mampu mempertahankan temperatur mesin pada
atau di bawah temperatur maksimum mesin sebagaimana ditetapkan oleh manufaktur pada
semua kondisi operasi di mana kendaraan telah dirancang.
7.2.2.2 Bila penutup otomatis radiator disediakan, maka cara harus diberikan untuk
mengembalikan penutup ke posisi “BUKA” pada saat terjadi kegagalan pada kontrol
otomatis. Kalau hal ini tidak dapat dilaksanakan, maka harus disediakan kontrol secara
manual.
7.2.2.3 Katup pembuang yang mudah dijangkau harus dipasang pada tempat terendah
dan tempat-tempat lainnya yang diperlukan untuk membuang habis cairan sistem pendingin.
Katup pembuangan harus dirancang sedemikian hingga tidak mudah terbuka secara tiba-
tiba karena vibrasi atau getaran.
7.2.2.4 Radiator harus dipasang sedemikian untuk mencegah terjadinya kebocoran karena
puntiran atau regangan ketika kendaraan beroperasi di atas tanah yang bergelombang.
18 dari 69
SNI 09-7053-2004
7.2.3.1* Mesin harus dilengkapi dengan saringan pelumas dari jenis yang disetujui
manufaktur mesin.
7.2.3.2 Pipa pengisian pelumas mesin harus cukup besar dan memudahkan pengisian.
7.2.3.3 Suatu pelat permanen di dalam kabin pengemudi harus merinci jumlah dan jenis
cairan yang digunakan dalam kendaraan sebagai berikut :
1) pelumas mesin,
2) pendingin mesin,
3) pelumas transmisi casis,
4) pelumas transmisi pompa,
5) pelumas primer pompa,
6) pelumas gardan,
7) refrigeran sistem A/C,
8) pelumas pendingin udara,
9) pelumas power steering,
10) pelumas untuk mekanisme pengungkit kabin,
11) pelumas kotak transfer,
12) pelumas rak peralatan,
13) pelumas sistem kompresor udara,
14) pelumas sistem generator.
7.2.4.1.1* Suatu saringan udara harus disediakan dalam sistem pemasok udara (air intake)
mesin. Hambatan pada lubang masukan (inlet) udara tidak boleh melebihi rekomendasi yang
diberikan oleh manufaktur mesin. Inlet udara harus dilindungi sedemikian hingga bisa
mencegah air dan bara-api masuk ke sistem intake udara. Suatu indikator hambatan udara
harus dipasang di dalam kabin dan jelas terlihat dari tempat duduk pengemudi.
7.2.4.1.2* Pipa saluran suplai bahan bakar dan saringan bahan bakar harus memenuhi
rekomendasi manufaktur mesin.
7.2.4.2.1 Suatu saringan udara harus disediakan pada sistem udara intake mesin.
Pembatasan inlet udara harus tidak melebihi rekomendasi yang diberikan oleh manufaktur.
Inlet udara harus dilindungi agar dapat mencegah air dan bara-api memasuki sistem intake
udara. Suatu indikator hambatan udara harus dipasang di dalam ruang pengemudi (cabin)
dan jelas terlihat dari tempat duduk pengemudi.
7.2.4.2.2 Pipa saluran bahan bakar dan saringan (filter) harus memenuhi rekomendasi
pihak manufaktur mesin. Filter harus dari jenis yang mudah dirawat dan dipasang pada
lokasi yang mudah dijangkau. Bilamana dua atau lebih pipa bahan bakar dipasang, maka
harus disediakan pula pompa bahan bakar terpisah yang bekerja secara paralel dengan
dilengkapi katup searah (check valves) dan peralatan saringan. Pipa saluran bahan bakar
harus ditempatkan atau diproteksi sedemikian hingga tidak terkena panas yang tinggi dari
setiap bagian sistem pembuangan gas (knalpot). Pipa harus dilindungi terhadap kerusakan
mekanis. Sistem suplay bensin harus mencakup pompa bahan bakar listrik yang
ditempatkan di dalam atau dekat dengan tangki bahan bakar.
19 dari 69
SNI 09-7053-2004
Pipa gas buang dan lubang keluaran (outlet) harus ditempatkan atau diberi pelindung
sehingga setiap bagian kendaraan pemadam kebakaran dan perlengkapannya terlindungi
dari panas yang tinggi. Lubang keluaran gas buang harus diarahkan jauh dari posisi
operator. Bilamana kendaraan dlengkapi dengan stabilizer, maka lubang keluaran gas buang
harus diarahkan jauh dari daerah sentuh (contact area) antara stabilizer dan tanah. Alat
peredam suara harus disediakan. Tekanan balik gas buang tidak boleh melebihi batas yang
ditentukan oleh manufaktur mesin. Dimana bagian sistem pembuangan menonjol sehingga
mungkin dapat menimbulkan luka terhadap personil, maka perlu diberikan pelindung atau
pengaman.
7.3.1.1 Kendaraan harus dilengkapi dengan sistem rem anti slip pada semua roda
(all-wheel antilock braking sistem) apabila sistem tersebut tersedia dari manufaktur casis.
7.3.1.2* Rem kaki dan rem parkir harus merupakan sistem yang berdiri sendiri dan terpisah.
Semua rem harus selalu dapat dijangkau untuk penyetelan.
7.3.1.3 Katup aplikasi rem kaki, bilamana digunakan harus dapat mengoperasikan semua
rem kaki pada kendaraan atau kendaraan kombinasi.
7.3.1.4* Bilamana kendaraan pemadam kebakaran dilengkapi dengan sistem rem angin
(air-actuated bracking sistem), maka sistem tersebut harus mencakup unsur-unsur berikut:
a. Pembuang (ejector) uap air otomatis,
b. Pengering udara,
c. Katup proteksi tekanan untuk mencegah pemakaian semua kelengkapan yang
menggunakan udara kecuali penghapus kaca dan kemudi , bila tersedia, ketika tekanan
udara sistem turun di bawah 552 kPa,
d. Sebuah bagian dalam sistem reservoir udara yang bisa secara cepat memulihkan
tekanan kembali sedemikian sehingga bila sistem udara kendaraan telah kosong,
kendaraan dapat bergerak dalam waktu 60 detik sejak mesin dihidupkan (start). Sistem
pembangkit cepat ini harus mampu memberikan tekanan udara cukup sehingga
kendaraan tidak mengalami hambatan rem dan bisa berhenti pada kondisi operasi yang
dikehendaki setelah waktu pembangkitan 60 detik tersebut. Pada suatu casis yang tidak
dapat dilengkapi dengan sistem pembangkit rem udara, maka diperkenankan pemakaian
kompresor elektrik otomatis pada kendaraan yang dilengkapi dengan sambungan listrik
yang dapat terlepas secara otomatis atau sambungan pipa udara bertekanan dari stasiun
pemadam kebakaran yang dapat terlepas secara otomatis agar dapat mempertahankan
tekanan udara operasi secara penuh saat kendaraan dalam keadaan tidak jalan.
7.3.1.5* Rem parkir harus mengendalikan roda belakang atau semua roda dan harus dari
jenis mekanis positif. Sistem rem parkir harus mampu menahan kendaraan dalam kondisi
beban penuh pada sedikitnya 20 % tanjakan. Suatu alat pengunci untuk mempertahankan
tekanan yang diberikan pada sistem rem kaki hidrolis atau penggunaan posisi parkir (park)
pada transmisi otomatis tidak boleh menggantikan fungsi sistem rem parkir yang terpisah.
7.3.1.6 Rem kaki harus mampu menghentikan kendaraan pemadam kebakaran yang
bermuatan penuh untuk berhenti sempurna dari kecepatan awal 32 km/jam dalam jarak tidak
lebih dari 10,7 m pada suatu permukaan jalan yang keras, rata, dan bebas dari kerikil,
minyak atau gemuk (grease).
7.3.1.7* Semua kendaraan pemadam kebakaran dengan berat kotor kendaraan GVWR
16.330 kg atau lebih harus dilengkapi dengan sistem rem pembantu.
20 dari 69
SNI 09-7053-2004
7.3.2.1* Setiap ban dan pelek kendaraan tidak boleh membawa beban melampaui beban
yang direkomendasikan oleh manufaktur ban sebagaimana tercantum pada butir 7.1.
7.3.2.2 Gardan dan tiap komponen selain roda dan ban harus berjarak sedikitnya 203 mm
dari permukaan jalan.
7.3.2.3* Suatu sudut datang dan sudut pergi sebesar minimal 8° harus dipertahankan pada
bagian depan dan belakang kendaraan ketika kendaraan dimuati seperti tercantum pada
butir 7.1.
7.3.2.4 Untuk kendaraan yang tidak berpenggerak roda depan mekanisme kemudi harus
mampu untuk membelokkan roda depan pada sudut sekurang-kurangnya 30° baik ke kanan
maupun ke kiri, dan paling tidak 28° untuk yang berpenggerak roda depan. Power steering
atau power assisted steering harus disediakan.
7.3.3* Transmisi
Transmisi harus teruji untuk penggunaan berat dan dirancang untuk menyesuaikan torsi dan
kecepatan mesin dengan kebutuhan beban. Transmisi harus memberikan bagi pengemudi
pilihan gigi individu atau slang gigi yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan kinerja
standar ini.
7.3.4.1* Kapasitas bahan bakar harus cukup untuk menjalankan pompa selama 2½ jam
pada kapasitas nominal pompa pada tekanan bersih pompa 1035 kPa (150 psi), dan pada
kondisi hisap yang dispesifikasikan dalam standar ini, atau untuk beroperasi pada 60%
tenaga kuda kotor mesin (gross engine horse power), tergantung yang mana yang lebih
besar. Lubang pengisian tangki harus ditandai dengan label yang menunjukkan jenis bahan
bakar yang benar.
7.3.4.2 Bila dua tangki bahan bakar disediakan, sistem bahan bakar harus tidak
memerlukan intervensi manual untuk menyalurkan bahan bakar ke mesin. Sebuah alat
pengukur bahan bakar tunggal harus menunjukkan proporsi jumlah proposional bahan bakar
di dalam sistem bahan bakar.
7.3.4.3 Pipa pengisian tangki harus ditempatkan sedemikian sehingga terlindung dari
kerusakan mekanis selama pemakaian normal kendaraan pemadam. Tangki dan pipa
pengisian keduanya harus ditempatkan sedemikian sehingga tidak terkena pancaran panas
yang diakibatkan oleh sistem saluran gas buang atau sumber penyalaan. Tangki harus
dipasang hingga dapat dipindahkan untuk reparasi. Suatu cara membuang/mengeringkan isi
tangki tanpa memindahkan tangki harus disediakan.
Kait atau mata kait depan dan belakang harus dilekatkan ke struktur rangka kendaraan untuk
memudahkan penarikan atau menyeret kendaraan (bukan pengangkatan) tanpa
menimbulkan kerusakan.
21 dari 69
SNI 09-7053-2004
8.1* Umum
Setiap sistem kelistrikan 12 volt atau 24 volt atau alat peringatan yang dipasang di
kendaraan pemadam kebakaran harus cocok dengan fungsi yang dikehendaki dan harus
memenuhi persyaratan dalam bagian ini.
Semua pengawatan sirkit listrik yang disuplai dan dipasang oleh manufaktur kendaraan
harus memenuhi standar ini.
Penurunan tegangan pada semua pengawatan dari sumber daya ke alat yang
menggunakannya tidak boleh melebihi 10%.
Semua kabel dan kawat yang diisolasi harus memenuhi standar dan ketentuan yang
berlaku.
8.2.1.1.1 Semua penghantar konduktor harus dikonstruksi sesuai standar yang berlaku.
8.2.2 Penutup luar konduktor harus dari anyaman tahan uap air. Penutup ini harus memiliki
kapasitas nilai nominal kontinyu minimal 900 C kecuali jika diisyaratkan untuk tahan terhadap
temperatur tinggi.
8.2.3 Penutup luar kabel harus tahan uap air dan harus memiliki kapasitas nominal
kontinyu minimal 90° C kecuali bila disyaratkan untuk tahan terhadap temperatur lebih tinggi.
8.2.5 Pengawatan harus diikat atau ditahan untuk mencegah kerusakan yang disebabkan
oleh gesekan, dan diproteksi terhadap suhu panas (kontaminasi cairan kimia dan faktor
lingkungan lainnya).
8.2.6* Pengawatan harus ditandai secara unik minimal pada setiap 0,6 m bertanda khusus
atau dengan kode warna. Identifikasi harus mengacu pada diagram pengawatan.
8.2.7 Sirkit harus dilengkapi dengan alat pengaman arus lebih tegangan rendah yang
sesuai. Alat pengaman tersebut harus mudah dijangkau dan dilindungi terhadap panas yang
melebihi temperatur kerja alat, kerusakan mekanik dan percikan/semprotan air. Proteksi
sirkit dapat diwujudkan melalui pemakaian sikring, pemutus sirkit, sambungan lebur atau
jenis elektronik yang setara. Bila jenis mekanikal yang digunakan maka harus mengikuti
standar dan ketentuan yang berlaku.
8.3.1* Dalam kendaraan harus disediakan alternator listrik 12 volt atau 24 volt, yang
memiliki keluaran minimum dalam keadaan mesin stasioner (idle) untuk memenuhi beban
listrik kontinyu minimum dari kendaraan seperti diuraikan pada butir 8.3.2, pada suhu
ruangan mesin 930C, dan harus dilengkapi dengan regulator otomatis penuh.
22 dari 69
SNI 09-7053-2004
8.3.2 Beban listrik kontinyu minimum harus merupakan total arus yang diperlukan guna
mengoperasikan pada moda stasioner selama keadaan darurat secara serempak untuk:
a Mesin propulsi dan transmisi,
b Sistem lampu kendaraan,
c Radio dengan 10% transmisi dan 90% menerima. Untuk maksud perhitungan dan uji
coba, ditetapkan sebuah nilai 5 ampere kontinyu,
d Penerangan yang diperlukan untuk menghasilkan pencahayaan 11 lux pada semua
landasan tempat berjalan pada kendaraan, dan pada titik di tanah tempat keluar dari
kendaraan, 54 lux pada semua panel kontrol dan instrumen, dan 50% dari total beban
penerangan kompartemen,
e Sistem peringatan optis minimum (Optical warning system) yang dipersyaratkan di dalam
butir 8.7.1 dimana kendaraan memblokir jalan,
f Arus listrik kontinyu yang diperlukan untuk secara bersama-sama mengoperasikan setiap
pompa kebakaran dan pompa hidrolik,
g* Peralatan peringatan dan beban listrik lainnya yang ditetapkan oleh pembeli untuk fungsi
penting kendaraan.
8.4* Batere
8.4.2 Sistem batere harus bisa start mesin kembali setelah memberikan beban listrik
kontinyu minimal pada sedikitnya 10 menit dengan mesin mati. Minimum beban listrik
kontinyu tidak boleh menguras sistem batere lebih dari 50% dari kapasitas cadangan
minimal selama periode 10 menit tersebut.
8.4.3 Kapasitas nominal (Ampere hour) sistem batere harus memenuhi atau melampaui
rekomendasi ampere hour minimal dari manufaktur mesin.
8.4.4 Batere harus dipasang sedemikian untuk mencegah pergerakan atau perpindahan
selama operasi kendaraan dan harus dilindungi terhadap percikan air.
8.4.4.1 Batere harus mudah dijangkau untuk pemeriksaan, pengujian dan perawatan.
8.5.1 Suatu alat penghidup mesin listrik harus disediakan untuk mesin kendaraan.
8.5.2 Bilamana alat penghidup mesin beroperasi pada beban maksimum, penurunan
tegangan konduktor antara batere dan alat penghidup mesin harus memenuhi persyaratan
atau standar yang berlaku.
8.6 Paparan panas (temperature exposure). Setiap alternator, alat penghidup mesin
listrik, pengawatan penyalaan, distributor atau kumparan penyalaan (coil ignition) harus
tahan terhadap uap air dan harus diproteksi dari temperatur yang melebihi batas
rekomendasi manufaktur komponen.
8.7 Peralatan peringatan optis. Setiap kendaraan harus mempunyai sistem alat
peringatan optis yang memenuhi atau melampaui persyaratan dalam standar ini.
23 dari 69
SNI 09-7053-2004
8.7.1* Alat peringatan optis harus dipasang pada setiap kendaraan dan disambungkan ke
sistem listrik kendaraan sesuai dengan persyaratan standar ini dan persyaratan yang
diberikan oleh manufaktur alat. Sistem peringatan optis harus terdiri dari bagian atas dan
bagian bawah.
8.7.2 Suatu saklar utama untuk peringatan optis yang menyalurkan energi ke semua alat
peringatan optis harus disediakan.
8.7.3 Sistem peringatan optis yang dipasang pada kendaraan harus mampu memberikan
2 (dua) buah jenis sinyal peringatan yang terpisah. Satu moda sinyal adalah untuk
pengemudi kendaraan lainnya dan pejalan kaki yang menandakan bahwa kendaraan sedang
menerima panggilan adanya kebakaran, sedang jenis kedua adalah bahwa kendaraan
berhenti dan memblokir jalan.
8.7.4 Sistem peringatan optis harus dibuat atau diatur sedemikian sehingga menghindari
proyeksi cahaya, baik secara langsung maupun lewat kaca ke kompartemen
kemudi/penumpang.
8.7.5 Sistem peringatan optis bagian depan harus ditempatkan sedemikian untuk menjaga
pemisahan maksimum dari lampu utama.
8.7.6.1 Frekuensi Kedip (flash rate) minimum untuk setiap sumber optis haruslah
75 kedipan/menit dan jumlah minimum kedipan pada setiap pengukuran haruslah
150 kedipan/menit.
8.7.6.2 Warna atau kombinasi warna yang diperbolehkan harus mengikuti ketentuan yang
berlaku.
Bilamana kendaraan pemadam memiliki jarak panjang antara bumper ke bumper adalah
6,7 m atau lebih atau memiliki pusat optis pada alat peringatan optis lebih dari 2,4 m di atas
permukaan tanah, persyaratan 8.7.7.1 sampai dengan 8.7.7.2 di bawah ini berlaku.
8.7.7.1 Alat peringatan optis yang berada pada bagian atas harus dipasang tinggi dan
dekat dengan titik ujung kendaraan pemadam kebakaran untuk menentukan batas
kendaraan.
8.7.7.2 Untuk menetapkan jarak aman bagi kendaraan, pusat optis bawah di bagian depan
kendaraan harus dipasang di depan dari garis tengah sumbu depan dan berjarak sedekat
mungkin dengan sudut bagian depan kendaraan. Sedangkan pusat optis bawah yang
berada dibagian belakang kendaraan harus dipasang di belakang garis tengah sumbu
belakang dan sedekat mungkin dengan ujung bagian belakang kendaraan. Pusat optis
bawah harus diantara 457 mm (18 in) dan 1575 mm (62 in) di atas tanah.
Apabila kendaraan mempunyai jarak bemper ke bemper tidak kurang dan 6,7 m dan
mempunyai pusat optis dan semua alat peringatan optis pada 2,4 m atau kurang di atas level
tanah, maka persyaratan 8.7.8.1 sampai dengan 8.7.8.2 di bawah ini berlaku.
24 dari 69
SNI 09-7053-2004
8.7.8.1 Alat peringatan optis level atas harus dipasang tinggi namun tidak melebihi 2,4 m
pada pusat optis. Alat-alat tersebut bisa digabungkan pada satu atau lebih ruangan dan
diperbolehkan untuk dipasang pada atap kendaraan atau lokasi lainnya yang leluasa.
8.7.8.2 Satu atau lebih alat-alat peringatan optis yang mempunyai level lebih rendah harus
dipasang dekat dengan setiap sudut kendaraan dengan pusat optisnya berjarak 457 mm dan
1220 mm di atas permukaan tanah.
8.8.1* Perlengkapan peringatan suara yang dapat didengar dalam bentuk sebuah klakson
mobil dan sebuah sirene elektrik atau elektronik harus disediakan. Sirine harus mempunyai
sertifikat sesuai ketentuan atau standar yang berlaku. Alat membunyikan sirine harus
terjangkau pengemudi.
8.8.2 Bilamana peralatan peringatan suara tersebut disediakan, maka klakson kendaraan,
sirene elektronik, sirene listrik dsb, harus dipasang sedapat mungkin pada lokasi yang
rendah dan di depan kendaraan. Alat peringatan suara tersebut tidak boleh dipasang di atas
atap kendaraan.
8.9 Penerangan di tempat kerja
8.9.1 Area kerja yang terletak langsung di belakang kendaraan berukuran 3 m x 3 m harus
diberi pencahayaan minimal 33 lux.
8.9.4 Sakelar untuk semua lampu penerangan di ruang kerja harus mudah dijangkau.
Lampu harus diatur untuk meminimasi terjadinya kerusakan yang tidak disengaja.
8.10 Lampu tanda bahaya/peringatan. Sebuah lampu kedip warna merah atau lampu
rotasi yang ditempatkan di kompartemen kemudi harus menyala secara otomatis bila rem
parkir kendaraan tidak sepenuhnya dioperasikan/digunakan dan kondisi berikut terjadi:
1) Pintu ruang alat dan penumpang terbuka,
2) Rak tangga atau alat tidak dalam posisi teratur tersimpan,
3) Sistem stabilisasi tidak dalam posisi yang dikehendaki,
4) Menara lampu dalam posisi menjulur keatas,
5) Setiap alat lain yang dibuka, diperpanjang atau dipasang yang dapat menimbulkan
bahaya atau cenderung mengakibatkan kerusakan terhadap kendaraan bila kendaraan
bergerak.
Lampu harus diberi tanda dengan tulisan yang terbaca sebagai berikut.
JANGAN MENJALANKAN KENDARAAN
BILA LAMPU MASIH MENYALA
25 dari 69
SNI 09-7053-2004
Alarm mundur (alarm back-up). Suatu alarm mundur (alarm back-up) elektronik atau elektrik
harus disediakan yang memenuhi persyaratan atau standar yang berlaku.
8.11 Lampu untuk berhenti, belakang dan sein. Kendaraan harus dilengkapi dengan
lampu tanda rem (stop), lampu belakang dan lampu sein sesuai persyaratan. Kelengkapan
lain atau penunjang harus dipasang pada penopang (bracket) sehingga tidak menghalangi
atau menghalangi lampu belakang, lampu berhenti di belakang dan lampu sein. Lampu sein
harus mudah terlihat dari depan, samping dan belakang kendaraan. Pada kendaraan yang
memiliki panjang 10 m atau lebih, sein harus dipasang kira-kira di bagian tengah kendaraan
pada ketinggian yang cukup.
8.12 Dokumentasi
9.1 Umum
9.1.1* Setiap posisi awak kendaraan harus diberi tempat duduk dan sabuk keselamatan
yang dirancang untuk mengakomodir orang/personil dengan ataupun tanpa pakaian
pelindung diri. Setiap posisi awak kendaraan harus dalam kabin tertutup. Bahan yang
digunakan dalam kompartemen awak dan pengemudi harus memenuhi ketentuan dan
standar keselamatan yang berlaku.
9.1.6* Bila unit-unit SCBA dipasang dalam kompartemen pengemudi atau awak kendaraan,
maka perlu disediakan sarana mekanis untuk memegang alat SCBA dalam posisi tersimpan
bila terkena gaya sebesar 9-G pada saat terjadi tabrakan atau pengereman mendadak.
9.1.7 Semua peralatan yang diperlukan untuk digunakan selama tindakan darurat harus
terpasang aman. Semua peralatan yang tidak diperlukan dalam penanggulangan keadaan
darurat kecuali unit SCBA, tidak diperkenankan dipasang di area pengemudi atau area awak
kendaraan kecuali bilamana peralatan tersebut tersimpan dalam kompartemen tertutup dan
terkunci yang mampu menahan isinya bilamana terkena gaya 9-G pada arah longtudinal
kendaraan atau gaya sebesar 3-G pada arah lainnya, atau peralatan dipasang dengan
penopang yang dapat menahan peralatan dengan gaya sebesar tersebut diatas.
9.1.8 Anak tangga dan pegangan tangga akses yang memenuhi persyaratan 10.7.1 hingga
10.7.3 dan butir 10.8 harus disediakan sesuai keperluan untuk akses ke kompartemen
pengemudi dan awak kendaraan.
9.2 Sistem penjungkit kabin. Apabila kendaraan memiliki sistem penjungkit kabin,
maka sistem tersebut harus memenuhi persyaratan 9.2.1 hingga 9.2.3.
9.2.1 Apabila pengoperasian sistem penjungkit kabin ini dilakukan melalui sarana hidrolis,
maka sistem harus dilengkapi dengan alat pencegah gerakan kabin tersebut pada saat
terjadi kegagalan atau kerusakan slang hidrolik.
9.2.2 Pengendalian mekanisme penjungkit kabin harus disediakan untuk menahan kabin
pada posisi terangkat penuh. Apabila kabin bisa diangkat ke posisi sedang, maka sarana
mekanik juga harus disediakan untuk menahan kabin pada posisi sedang tersebut.
9.3.1* Suatu kompartemen atau kabin pengemudi yang tertutup dengan kapasitas tempat
duduk minimal 2 (dua) orang harus disediakan.
9.3.2 Tempat duduk pengemudi harus bisa distel atau diatur kenyamanannya oleh
pengemudi.
9.3.3* Kaca spion pada sisi penumpang harus dipasang sedemikian sehingga pengemudi
memperoleh gambar jelas dari kaca tersebut saat penumpang berada pada posisi duduk
normal.
9.3.4 Instrumen dan sarana kontrol berikut harus dipasang di ruang kemudi dan harus
dapat diidentifikasi dan dilihat oleh pengemudi saat duduk. Sarana kontrol dan sakelar yang
dioperasikan oleh pengemudi ketika kendaraan melaju harus dalam jangkauan pengemudi.
Instrumen atau sarana kontrol tersebut meliputi:
1) Speedometer,
2) Tachometer,
3) Odometer,
4) Indikator atau pengukur tekanan oli,
5) lndikator atau pengukur temperatur mesin,
6) Pengukur temperatur transmisi otomatis, bila berlaku,
7) Voltmeter,
8) Lampu indikator bahaya,
27 dari 69
SNI 09-7053-2004
10.1 Kompartementasi
10.1.1* Setiap kompartemen luar tertutup (eksternal) harus tahan cuaca, berventilasi dan
mempunyai sarana pembuangan air.
10.1.2 Semua sambungan atau pengawatan listrik dalam kompartemen harus dilindungi
terhadap kerusakan mekanis yang diakibatkan oleh penyimpanan peralatan di dalam
kompartemen.
10.2* Tempat untuk radio. Suatu tempat terlindung harus disediakan untuk instalasi
peralatan radio.
Tempat peralatan atau kompartemen peralatan harus disediakan untuk semua alat,
perlengkapan dan benda-benda lain yang dibawa di kendaraan. Tempat peralatan harus
dipasang dan dirancang sedemikian sehingga peralatan tersebut selalu berada ditempatnya
pada semua kondisi operasi kendaraan. Di samping itu semua alat dan perlengkapan harus
mudah dijangkau.
10.4 Rak peralatan bermotor
Bila disediakan rak peralatan yang memakai motor, harus memenuhi persyaratan dalam
butir ini.
10.4.1 Rak peralatan harus dibuat dari bahan yang mampu untuk membawa peralatan
yang dipasang atau ditempatkan pada rak tersebut.
10.4.2 Suatu pengunci harus disediakan pada rak tersebut untuk tetap menahan
peralatan ditempatnya saat kendaraan bergerak atau berjalan. Suatu interlok harus
disediakan untuk mencegah pengoperasian rak peralatan kecuali rem parkir kendaraan telah
diaktifkan.
10.4.3 Peralatan kontrol harus disediakan pada suatu posisi sehingga operator dapat
secara visual mengikuti pergerakan rak peralatan.
10.4.4 Suatu sinyal visual harus disediakan pada posisi pengemudi untuk menunjukkan
bahwa rak peralatan dalam posisi bergerak atau dalam posisi di bawah dan bahwa rem
parkir belum diaktifkan.
28 dari 69
SNI 09-7053-2004
10.4.5 Lampu kedip mengarah ke depan dan belakang harus dipasang pada rak
peralatan dan harus menyala bilamana rak peralatan dalam posisi keluar.
10.4.6 Ujung terluar rak peralatan yang menonjol melewati badan kendaraan harus
mempunyai bahan reflektif untuk indikasi bahaya dan gangguan.
Bila kendaraan pemadam kebakaran dilengkapi dengan unit SCBA maka penyimpanannya
harus diatur sedemikian untuk mencegah kerusakan, luka ataupun pengikisan SCBA oleh
peralatan lain yang disimpan di kendaraan.
10.5.1 Apabila sebuah SCBA unit atau silinder disimpan dalam kompartemen pengemudi
atau awak kendaraan, pemasangannya harus memenuhi persyaratan 9.1.6. Alat penopang
yang mengelilingi silinder harus dari jenis yang dapat dikunci, dengan pelepas yang
terjangkau oleh pemakai.
10.5.2 Apabila tabung SCBA dipasang pada posisi vertikal dengan katup di bawah, maka
tabung harus disangga dengan kait atau penopang (bracket) untuk mencegah gerakan
tabung melorot ke bawah.
10.5.3 Alat penahan, penjepit dsb. tidak boleh menimbulkan kerusakan pada SCBA
termasuk kerusakan terhadap cat tabung sementara tabung SCBA dipasang, disimpan atau
dipindahkan.
10.5.5.1 Pada alas tabung penyimpan harus ada karet, plastik, atau alat untuk mencegah
keausan pada silinder dan untuk mencegah kerusakan bila silinder jatuh secara tidak
sengaja ke posisi penyimpanan.
10.5.5.2 Setiap tabung penyimpan harus memiliki saluran pembuangan untuk mencegah
akumulasi uap air.
10.5.6.1 Rak penyimpan atau susunan tabung harus dirancang untuk mencegah silinder
meluncur keluar secara tidak sengaja dari rak penyimpan atau tabung, dan harus dipasang
sedemikian untuk mencegah silinder mengenai atau menggesek pintu kompartemen dengan
cara mencegah gerakan atau perpindahan saat transit.
10.5.6.2 Dinding belakang dari rak atau tabung penyimpan SCBA harus ditutupi dengan
karet, plastik atau material sejenis untuk mencegah keausan silinder.
10.6.1 Sebuah panel akses harus disediakan untuk memberikan akses cepat ke pompa
dan pemipaan. Panel harus berukuran minimum 290.000 mm2 (450 in2) dan tidak satupun
dimensi berukuran kurang dari 457 mm (18 in).
10.6.2 Panel akses tersebut harus mampu untuk dibuka atau dipindahkan tanpa
menggunakan alat khusus.
29 dari 69
SNI 09-7053-2004
10.6.3 Ruang bebas yang dipersyaratkan oleh manufaktur pompa untuk melakukan
pemeliharaan dan pembongkaran di atas kendaraan harus disediakan.
10.7.1* Anak tangga, landasan atau tangga yang dipasang permanen harus disediakan
sehingga Petugas Pemadam Kebakaran memiliki akses ke semua area kerja dan area
penyimpanan di kendaraan. Tinggi langkah maksimum anak tangga harus tidak melebihi 457
mm (18 in), kecuali anak tangga pertama dari tanah tidak boleh melebihi 610 mm (24 in.).
Bila jarak dari tanah ke pijakan pertama, landasan atau tangga lebih dari 610 mm (24 in.)
maka harus disediakan suatu sarana akses tambahan yang permanen atau tangga
permanen. Sarana akses tambahan permanen tersebut harus terdiri dari : pijakan, landasan
atau tangga. Tinggi dari tanah ke pijakan pertama harus ditentukan dengan kendaraan pada
tanah datar. Semua pijakan harus mempunyai luas minimum 22.580 mm2 (35 in.2), lebar
minimum 127 mm (5 in.) dan harus disusun untuk memberikan jarak bebas paling tidak 203
mm (8 in.) antara pinggir luar pijakan dan setiap halangan. Semua pinggir luar dari landasan
harus berjarak 203 mm (8 in.) ke semua halangan. Semua tangga harus mempunyai jarak
bebas paling tidak 178 mm (7 in.) antara setiap anak tangga dan badan kendaraan atau
halangan lain.
10.7.2 Semua pijakan, landasan atau tangga, harus mampu menahan beban statis
minimum 227 kg (500 lb) tanpa deformasi.
10.7.3* Semua permukaan eksterior yang digunakan untuk naik, berdiri dan berjalan harus
mempunyai permukaan anti slip meskipun dalam kondisi basah dan berminyak.
10.7.4 Suatu label harus ditempatkan pada kendaraan pada area anak tangga belakang
dan pada setiap permukaan untuk berjalan, apabila ada. Label tersebut mengingatkan
bahwa berada di area tersebut saat kendaraan melaju adalah berbahaya.
Pegangan akses harus disediakan pada setiap pintu masuk ke kompartemen atau ruang
pengemudi serta ruang awak kendaraan (crew) dan pada setiap posisi di mana terdapat
anak tangga atau tangga untuk naik ke atas. Pegangan akses harus memiliki diameter
antara 25 mm hingga 41 mm dan memiliki jarak bebas minimum 51 mm ke setiap
permukaan. Semua pegangan akses harus dirancang dan dipasang untuk mengurangi
kemungkinan licin dan menghindari kerobekan slang, peralatan ataupun pakaian.
10.9.1 Semua permukaan metal terbuka yang tidak dilapisi atau bukan baja tahan karat
harus dibersihkan dan harus dicat atau dilapisi. Cat atau pelapis termasuk pelapis primer
harus diterapkan sesuai rekomendasi manufaktur. Pembeli harus membuat spesifikasi bila
komponen badan kendaraan bukan metal harus di cat, dan untuk setiap penamaan,
penomoran, atau garis dekoratif .
10.9.2 Suatu garis reflektif harus dilekatkan di sekeliling kendaraan. Garis atau kombinasi
garis harus memiliki kelebaran minimal 100 mm. Paling sedikit 50% dari kabin dan panjang
badan pada setiap sisi, dan 50% lebar belakang dan paling sedikit 25% lebar depan
kendaraan harus memiliki permukaan yang reflektif. Rancangan grafis yang memenuhi
persyaratan reflektifitas dari butir ini diperbolehkan untuk menggantikan semua atau
sebagian dari bahan garis yang dipersyaratkan bila rancangan atau kombinasinya mencakup
paling tidak panjang keliling yang sama.
30 dari 69
SNI 09-7053-2004
10.10.1 Rak dan ruang tempat penyimpanan slang semprot harus diperkuat pada sudut -
sudutnya. Bagian bawahnya harus dibuat dari potongan yang bisa dilepas, difabrikasi dari
bahan tahan karat. Bagian bawah tersebut harus dibuat untuk mencegah akumulasi air dan
memberikan ventilasi untuk mengeringkan slang. Bagian dalam tempat penyimpanan harus
halus dan bebas dari benda-benda tajam seperti sekrup, sudut tajam, penopang (bracket)
yang mungkin menimbulkan kerusakan pada slang. Gulungan, pegangan tangga, tangga
dan pemegang peralatan harus ditempatkan sedemikian sehingga tidak menghalangi
penarikan atau pemindahan slang yang dibawa ke luar dari tempat penyimpan.
10.10.2 Setiap tempat penyimpanan slang, yang dirancang untuk membawa slang air 65
mm (2½ in.) atau lebih besar, harus memiliki panjang minimal 1½ m (5 ft).
11.1 Aplikasi
11.2.1 Pompa kebakaran harus dipasang di atas kendaraan dan harus memiliki kapasitas
pengenal minimum 1900 l/menit (500 gpm) pada 1035 kPa (150 psi) tekanan bersih. Pompa
yang berkapasitas lebih besar harus dinilai pada salah satu kapasitas yang dispesifikasikan
di dalam Tabel 1
11.2.2 Apabila kendaraan dirancang untuk operasi pompa waktu kendaraan berjalan, maka
kinerja minimal harus 76 L/menit (20 gpm) pada 690 kPa (100 psi) pada kecepatan
kendaraan 3,2 kph (2 mph).
11.2.3.1 Sistem pompa yang disediakan harus mampu mengalirkan sebagai berikut:
− 100 % kapasitas nominal pada 1035 kPa (150 psi ) tekanan bersih pompa.
− 70 % kapasitas nominal pada 1380 kPa (200 psi ) tekanan bersih pompa.
− 50 % kapasitas nominal pada 1725 kPa (250 psi ) tekanan bersih pompa.
CATATAN Khusus untuk 50% kapasitas nominal pada tekanan 1725 kPa dibolehkan pada
tekanan yang ditetapkan oleh manufaktur, minimum 200 psi.
11.2.3.2* Bilamana kering, sistem pompa (pada operasi paralel dan seri di mana pompa-
pompa adalah dari tipe seri dan paralel) harus mampu menghisap melalui slang hisap 6 m
(20 ft) pada kondisi yang ditetapkan pada Tabel 1 untuk kapasitas nominal pompa dan
pelepasan air tidak lebih dari 30 detik untuk pompa-pompa yang kurang dari 5678
l/menit (150 gpm) dan tidak lebih dari 45 detik untuk pompa 5678 L/menit (1500 gpm) atau
lebih besar. Setiap tambáhan 15 detik adalah diperbolehkan untuk memenuhi persyaratan ini
di mana sistem pompa mencakup pipa intake sebesar 100 mm (4 in.) atau lebih yang
memiliki volume 1 ft3 (28.316 cm3) atau lebih.
11.2.3.3 Sistem pompa yang lengkap harus mampu menghasilkan tekanan vakum sebesar
74,5 kPa (22 in.Hg) dengan menggunakan pompa pemancing (priming pump) dan
mempertahankan vakum untuk sedikitnya 5 menit dengan kehilangan tekanan tidak melebihi
31 dari 69
SNI 09-7053-2004
33,9 kPa (10 in.Hg). Persyaratan ini harus dipenuhi dengan semua katup intake terbuka,
semua pipa intake diberi penutup atau disumbat, semua tutup katup pelepasan dibuka dan
tanpa menggunakan pompa pemancing selama waktu 5 menit tersebut.
11.2.4.1* Manufaktur pompa harus memastikan melalui sertifikasi bahwa pompa kebakaran
mampu memompa 100 % kapasitas pada 1035 kPa (150 psi) tekanan bersih pompa melalui
slang hisap 6 m (20 ft) dengan sebuah saringan (strainer) pada kondisi sebagai berikut.
1) Ketinggian 610 m (2000 ft ) di atas permukaan laut.
2) Tekanan atmosfir 101 ,2 kPa (29.9 in.Hg).
3) Temperatur air pada 15,6° C.
4) Ukuran slang hisap, jumlah slang dan daya angkat ditunjukkan pada Tabel 1
5) Gesekan dan rugi aliran masuk pada slang hisap, termasuk strainer, diberikan pada
Tabel 2
11.2.4.2* Manufaktur pompa harus memastikan lewat sertifikasi bahwa pompa mampu
melakukan pemompaan pada kapasitas nominal 1035 kPa (150 psi) tekanan bersih pompa
pada setiap kondisi berikut bilamana kondisi-kondisi tersebut ditentukan oleh Pembeli.
1) Pada ketinggian di atas 610 m (2000 ft).
2) Pada daya angkat lebih tinggi dari yang tercantum pada Tabel 1 atau melalui lebih dari 6
m (20 ft) slang hisap atau keduanya.
3) Untuk pompa-pompa yang memiliki kapasitas nominal 5678 L/menit (1500 gpm) atau
lebih melalui slang hisap tunggal atau melalui sejumlah slang yang terdaftar pada
Tabel 1 yang terpasang hanya pada satu sisi kendaraan.
32 dari 69
SNI 09-7053-2004
Tabel 2 Rugi aliran masuk dan friksi pada 6 m(20 ft) slang hisap termasuk saringan
33 dari 69
SNI 09-7053-2004
Tabel 2 (lanjutan)
2500
1750
1250
1500 4,7(0,9) 4,2 1,9(0,4) 1,7
1050 2,3(0,5) 2,0 0,9(0,3) 0,8
750 1,2(0,2) 1,1 0,5(0,1) 0,5
2250 10,8(2,2) 9,5 4,3(0,8) 3,8 2,0(0,5) 1,8 5,6(1,4) 5,0 1,20(0,4) 1,1
1575 5,3(1,1) 4,7 2,2(0,4) 1,9 1,0(0,2) 0,9 2,5(0,9) 2,2 0,6(0,2) 0,5
1125 2,8(0,5) 2,5 1,1(0,2) 1,0 0,5(0,1) 0,5 1,2(0,4) 1,1 0,3(0,1) 0,3
2500 13,0(2,4) 11,5 5,2(0,9) 4,7 2,3(0,6) 2,0 7,0(1,7) 6,2 1,5(0,4) 1,3
1750 6,5(1,2) 5,7 2,6(0,5) 2,3 1,2(0,2) 1,1 3,2(1,0) 2,8 0,8(0,2) 0,7
1250 3,3(0,7) 2,9 1,3(0,3) 1,1 0,6(0,1) 0,5 1,5(0,4) 1,3 0,4(0,1) 0,4
CATATAN Angka dalam tanda kurung menunjukkan angka yang harus dikurangkan atau
ditambahkan untuk setiap 3 m (10 ft) dari slang lebih besar dari atau kecil dari 6 m (20 ft).
34 dari 69
SNI 09-7053-2004
11.3.2 Mesin pompa harus memenuhi syarat kinerja yang ditunjukkan dalam hasil
pengujian kinerja yang mengikuti ketentuan dari manufaktur.
11.3.3 Pada pompa kebakaran 2850 L/menit (750 gpm) atau lebih besar, kombinasi
mesin/pompa harus mampu mengalirkan air pada laju kapasitas nominal pompa pada 1138
kPa (165 psi) tekanan bersih.
11.3.4* Apabila disediakan mesin pompa yang terpisah, maka harus memenuhi persyaratan
7.2.1.1, 7.2.1.2, 7.2.1.6, 7.2.2, 7.2.3.1, 7.2.3.2, 7.2.4, 7.2.5, dan butir 8.4 dan 8.5.
11.3.5 Sistem pendingin tambahan jenis pertukaran kalor (heat exchanger) harus dipasang
pada mesin penggerak pompa. Sistem katup harus dipasang untuk mengalirkan air dari sisi
pelepasan pompa untuk mendinginkan cairan pendingin yang bersikulasi melalui sistem
pendingin mesin tanpa pencampuran. Sistem pendingin jenis pertukaran kalor harus
mempertahankan temperatur pencairan pendingin di dalam mesin penggerak pompa tidak
melebihi temperatur nominal pada semua kondisi pemompaan yang ditetapkan oleh
manufaktur mesin. Sistem pertukaran kalor perlu dilengkapi dengan pembuangan untuk
pengurasan.
11.3.6 Apabila mesin pompa terpisah digunakan untuk menggerakkan pompa, harus
disediakan suatu indikator atau lampu pada kompartemen pengemudi yang akan dialiri
energi saat mesin pompa berjalan. Indikator tersebut harus diberi tanda dengan label yang
tertulis MESIN POMPA JALAN.
11.4.1 Semua komponen dalam rangkaian daya dari mesin hingga pompa kebakaran
harus mampu untuk menyalurkan torsi yang diperlukan untuk menggerakan pompa, yang
terpasang pada kendaraan, untuk titik kerja pompa sebagaimana ditetapkan pada butir
11.2.3.1 tanpa melampaui peringkat torsi operasi kontinyu dari pabrik pembuat komponen
rangkaian daya tersebut.
11.4.2 Ketika memompa secara kontinyu pada setiap titik kerja pompa sebagaimana di
tetapkan pada butir 11.2.3.1, temperatur minyak pelumas pada setiap komponen rangkaian
daya yang terpasang pada kendaraan dari mesin hingga pompa tidak boleh melampaui
temperatur maksimum yang direkomendasikan oleh pabrik pembuat komponen tersebut.
11.4.3* Ketika mesin dan sistem pemompaan, dalam kondisi pemompaan mempunyai
kemampuan untuk melampaui peringkat torsi kerja kontinyu dari pabrik pembuat komponen,
harus disediakan suatu sarana untuk mengendalikan keluaran mesin hingga tingkat yang
setara atau dibawah peringkat torsi kerja kontinyu dari pabrik pembuat komponen rangkaian
daya tersebut.
11.5 Persyaratan konstruksi
11.5.1* Bagian bergerak yang basah dari kendaraan harus dibuat dari bahan tahan karat.
11.5.2 Badan pompa harus mampu menahan tekanan ukur uji hidrostatis 3450 kPa (500
psi) selama minimum 10 menit yang dinyatakan dalam sertifikat hasil uji yang dikeluarkan
oleh manufaktur pompa.
35 dari 69
SNI 09-7053-2004
11.5.4 Seluruh sistem pipa pelepasan dan pemasukan, katup, saluran dan katup buang,
tutup pipa masuk dan keluar, tidak termasuk saluran pengisian tangki dan saluran dari tangki
ke pompa di sisi tangki dari katup di saluran tersebut , harus mampu menahan tekanan ukur
pecah hidrostatik 3450 kpa (500 psi).
11.5.5 Pompa harus mampu menghasilkan semprotan air kontinyu dan apabila
digunakan akumulator untuk menghasilkan semprotan tersebut maka akumulator harus
dibuat dan di uji sesuai standar yang berlaku.
11.5.6 Pompa harus dapat menerima tekanan positif sumber air yang secara langsung
ditambahkan ke tekanan bersih pompa.
11.5.7 Pompa harus dirancang untuk membolehkan pelepasan (discharge) pada tingkat
kinerja nominal ditutup secara total dalam waktu 3 detik tanpa menimbulkan kejutan atau
kerusakan yang tidak semestinya dengan semua sistem relief tidak diaktifkan.
11.6.1* Untuk ukuran slang hisap dan jumlah saluran hisap harus disediakan intake
dengan ukuran dan jumlah yang sama atau lebih besar dari spesifikasi maksimum yang
ditetapkan Tabel 1
11.6.1.1 Sambungan intake sebagaimana disebut dalam 11.6.1 harus memiliki kopling
penyambung sesuai standar yang berlaku.
11.6.1.2 Apabila kopling pada slang hisap yang dibawa di kendaraan pemadam berbeda
ukurannya dengan pipa masuk pompa atau mempunyai alat penyambung slang yang
berbeda dengan yang disediakan pada pipa masuk, maka diperlukan adaptor untuk
menyambung slang hisap ke pompa intake.
11.6.1.3 Apabila suatu inlet terletak pada posisi operator pompa yang diberi katup, maka
harus pula dipasang tanda peringatan berbunyi:
AWAS - BAHAYA
DILARANG MEMASUKAN AIR BERTEKANAN SAAT KATUP TERTUTUP
11.6.2* Setiap intake harus memiliki saringan di dalam sambungan yang dapat dilepas
atau di jangkau. Saringan tersebut harus mampu menahan kotoran yang bisa menggangu
kinerja pompa.
11.6.3 Sekurang – kurangnya harus disediakan satu intake berkatup yang dapat
dikendalikan dari posisi operator pompa. Katup dan pemipaan harus berukuran nominal
minimum 65 mm (2,5 in.). Jika ukuran nominal intake 65 mm (2,5 in.), maka intake tersebut
harus dilengkapi dengan kopling berputar (swivel) sesuai standar yang berlaku.
11.6.4 Setiap katup pipa masuk berukuran 76 mm atau lebih besar harus dari jenis katub
operasi lambat.
Pengecualian: Persyaratan ini tidak berlaku bagi katup intake dari tangki ke pompa
36 dari 69
SNI 09-7053-2004
11.6.5 Setiap intake berkatup harus dilengkapi dengan katup pembuang udara (bleeder)
yang mempunyai sambungan ulir pipa berukuran minimum 19 mm (3/4 in.). Sambungan ulir
untuk membuang air atau udara dari slang yang disambungkan ke intake. Katup relief udara
harus dapat dioperasikan tanpa operator harus masuk kolong kendaraan. Apabila sebuah
alat yang dipasangi katup dipasang ke pipa masuk, maka harus dilengkapi dengan katup
pembuang berukuran minimum 19 mm (3/4 in.) pada setiap intake.
11.6.6 Setiap intake berkatup yang memiliki penyambung berukuran 89 mm (3½ in.) atau
lebih besar harus dilengkapi dengan alat pemindah tekanan (pressure relief valve) otomatis
yang dapat distel yang dipasang pada sisi suplai dari katup untuk melepaskan tekanan dari
slang yang disambungkan intake berkatup tersebut. Alat pelepas tersebut harus melepas
tekanan tersebut ke atmosfir.
11.6.7 Semua intake harus dilengkapi dengan penutup yang mampu menahan tekanan
ukuran pecah hidrostatik sebesar 3450 kPa (500 psi). Intake yang mempunyai ulir jantan
harus dilengkapi dengan topi (caps) sedangkan intake ulir betina harus dilengkapi dengan
pasak (plug). Bila pada intake dipasang adaptor untuk penyambungan slang dengan cara ulir
khusus atau cara lainnya maka adaptor harus dilengkapi dengan penutup sebagai ganti topi
atau pasak.
11.6.8 Topi atau penutup untuk intake berukuran 89 mm (3,5 in.) atau kurang harus diikat
ke kendaraan dengan rantai atau kawat.
11.7.1* Outlet pelepasan berukuran 65 mm (2½ in.) atau lebih besar harus disediakan
untuk pelepasan dengan kapasitas pengenal pompa nominal pada laju pelepasan
sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 3.
11.7.1.1 Pada setiap pompa dengan kapasitas pengenal 2850 L/menit (750 gpm) atau
lebih harus dilengkapi dengan minimum dua buah outlet berukuran 65 mm (2½ in.) dan
pada setiap pompa dengan kapasitas pengenal kurang dari 2850 L/menit (750 gpm). Harus
disediakan minimum satu buah outlet berukuran 65 mm (2½ in.).
11.7.2* Semua outlet berukuran 65 mm (2½ in.) atau lebih besar harus dilengkapi dengan
ulir jenis jantan sesuai ketentuan dan standar yang berlaku. Kopling adaptor dengan ulir
khusus atau cara lain untuk sambungan slang perlu disediakan pada setiap atau seluruh
outlet.
11.7.3* Setiap slang yang telah tersambungkan ke pompa (pre-connected) dengan ukuran
25 mm (1 in.), harus tersambung dengan pipa dan katup sekurang-kurangnya berukuran
minimum 38 mm (1.5 in.).
37 dari 69
SNI 09-7053-2004
11.7.4 Semua outlet pelepasan, kecuali outlet yang telah disambungkan ke slang (pre-
connected), harus dilengkapi dengan topi atau penutup yang mampu menahan tekanan
ukuran pecah hidrostatik minimum sebesar 690 kPa (100 psi) di atas tekanan pompa
tertutup maksimum atau 3450 kPa (500 psi), tergantung mana yang lebih besar. Apabila
pada outlet pelepasan dipasang adaptor, maka penutupnya harus cocok dengan adaptor
tersebut. Topi penutup outlet berukuran 65 mm (2.5 in.) atau lebih kecil harus diikatkan ke
kendaraan dengan rantai atau kawat.
11.7.5 Setiap outlet pelepasan harus dilengkapi dengan katup yang dapat dibuka dan
ditutup dengan mudah pada aliran sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 3 pada tekanan
ukur pelepasan pompa sebesar 1724 kPa (250 psi). Alat pengatur aliran dari setiap katup
tidak boleh berubah posisinya pada setiap kondisi operasi yang melibatkan tekanan
pelepasan hingga tekanan maksimum pompa, sarana untuk mencegah perubahan posisi
harus dihubungkan dengan mekanisme operasi dan dapat dikendalikan secara manual
ataupun otomatis. Setiap katup pelepasan berukuran 65 mm (2.5 in.) atau lebih besar harus
dari jenis katup operasi lambat.
11.7.6 Semua outlet pelepasan berukuran 38 mm (1½ in.) atau lebih besar harus
dilengkapi dengan katup pembuang atau katup relief udara yang mempunyai sambungan ulir
berukuran minimum 19 mm (¾ in.) untuk membuang air atau mengurangi tekanan dari
slang yang dihubungkan ke outlet.
11.7.7 Setiap outlet pelepasan berukuran 65 mm (2.5 in.) yang terletak lebih dari 1067 mm
(42 in.) diatas permukaan tanah yang akan disambungkan ke slang dan bukan berada di
area penyimpanan slang, harus disuplai dari pipa lengkung (sweep elbow) dengan sudut
minimum 30° ke arah bawah.
11.7.8 Setiap pelepasan pompa harus mempunyai satu katup yang dapat dikendalikan
dari posisi operator pompa. Satu katup sekunder boleh dipasang pada satu outlet pelepasan
untuk keperluan khusus.
11.7.9* Pada panel operator pompa tidak boleh ditempatkan outlet pelepasan berukuran
lebih besar dari 65 mm (2.5 in.) . Apabila kendaraan mempunyai panel pompa dari jenis top
console maka boleh dipasang outlet pelepasan vertikal berukuran lebih besar dari 65 mm
(2.5 in.) pada posisi tengah kendaraan dimana outlet tersebut secara langsung
disambungan ke monitor dan komponen monitor tersebut tidak dimaksudkan untuk
disambungkan dengan slang kebakaran.
11.7.10 Bila mekanisme operasi katup tidak mengindikasikan posisi katup, maka harus
dipasang suatu indikator untuk menunjukkan bilamana katup tertutup.
Suatu katup pembuang air (drain) yang mudah dijangkau yang diberi label sesuai fungsinya
harus disediakan untuk mengeringkan pompa, seluruh saluran air, dan asesoris pompa.
Katup pembuangan harus dapat dioperasikan tanpa operator harus masuk kolong
kendaraan.
11.9.1* Setiap alat kontrol pompa, alat ukur dan instrumen lainnya yang diperlukan untuk
mengoperasikan pompa harus ditempatkan pada sebuah panel yang dikenal sebagai panel
operator pompa dan harus diberi label sesuai dengan fungsinya.
38 dari 69
SNI 09-7053-2004
11.9.2 Semua alat ukur, outlet pelepasan, intake pompa dan alat kontrol harus diberi
pencahayaan hingga minimal 54 lux. Kompartemen pompa dan pelumas pemancing atau
daerah tangkinya, bila ada, juga harus diterangi.
11.10.1 Untuk mengoperasikan pompa dipersyaratkan penggunaan alat kontrol dan sakelar
yang dapat dikenali dan berada pada jangkauan aman operator. Sistem indikator dan
interlok harus disediakan sesuai persyaratkan butir alat kontrol pompa.
11.10.1.1 Bila pompa digerakkan oleh mesin kendaraan dan dilengkapi dengan
pengereman kompresi mesin atau pengereman gas buang, maka pengereman tersebut
harus secara otomatis dilepas saat operasi pemompaan. Demikian pula bila mesin
dilengkapi dengan fan otomatis , maka fan harus bekerja saat operasi pemompaan.
11.10.1.2* Setiap sarana kontrol yang digunakan, dalam rangkaian daya sistem
pemompaan antara mesin dan pompa harus dilengkapi dengan sarana untuk mencegah
gerakan tak sengaja dari alat kontrol dari posisi yang ditentukan pada moda pemompaan.
Kecuali: Alat pemindah (override) manual tambahan pompa tidak dipersyaratkan menggunakan
sarana tersebut.
11.10.1.3 Suatu label yang menunjukkan posisi selektor perpindahan gigi yang digunakan
untuk pemompaan, harus disediakan dalam kompartemen pengemudi dan ditempatkan
sedemikian hingga dapat dibaca dari posisi pengemudi.
11.10.1.4 Bila pompa digerakkan oleh mesin kendaraan dan transmisi melalui sebuah split
shaft PTO, ketika sistem penggerak pompa terhubung speedometer di dalam ruang
pengemudi harus bekerja. Bila dilengkapi pelambat transmisi, harus secara otomatis terlepas
untuk operasi pemompaan.
11.10.2 Apabila kendaraan dilengkapi dengan transmisi otomatis, pompa air digerakkan
oleh mesin casis melalui penggerak transmisi utama dan kendaraan digunakan hanya untuk
pemompaan stasioner, maka sistem interlok harus disediakan untuk memastikan bahwa
komponen sistem penggerak pompa telah dihubungkan secara benar pada moda operasi
pemompaan sehingga sistem pemompaan dapat dioperasikan secara aman dari posisi
operator pompa.
11.10.2.1 Suatu indikator bertuliskan “POMPA TERHUBUNG” (pump engaged) harus
disediakan di kompartemen pengemudi yang menunjukkan bahwa pemindahan transmisi
telah berhasil.
11.10.2.2 Suatu indikator bertuliskan “POMPA SIAP” (ok to pump) harus pula disediakan di
kompartemen pengemudi untuk menunjukkan bahwa pompa telah terhubung, transmisi casis
sudah di gigi pompa, dan rem parkir sudah difungsikan.
11.10.2.3 Suatu indikator bertuliskan “GAS TANGAN SIAP” (throttle ready) harus
disediakan pada panel operator pompa yang menunjukkan bahwa mobil pemadam sudah
dalam moda “POMPA SIAP” atau bahwa transmisi casis dalam kondisi netral dan rem parkir
sudah difungsikan.
11.10.3 Apabila pompa air digerakkan oleh transminission mounted PTO, front of engine
crank shaft PTO, engine flywheel PTO, dan kendaraan hanya digunakan untuk pemompaan
stasioner dengan transmisi casis pada kondisi netral, maka suatu sistem interlok harus
disediakan untuk memastikan agar komponen sistem penggerak pompa terhubung benar
pada moda operasi pemompaan sehingga sistem pompa dapat dioperasikan secara aman
dari posisi operator pompa.
39 dari 69
SNI 09-7053-2004
11.10.3.2 Suatu indikator bertuliskan “POMPA SIAP” (ok to pump) harus disediakan di
kompartemen pengemudi untuk menunjukkan bahwa pompa telah terhubung, transmisi casis
sudah netral, dan rem parkir sudah difungsikan.
11.10.3.3 Suatu indikator bertuliskan “GAS TANGAN SIAP” (throttle ready) harus
disediakan pada panel operator pompa yang akan menyala bila indikator “POMPA SIAP”
telah menyala, atau jika transmisi sudah netral dan rem parkir sudah difungsikan.
11.10.4 Apabila pompa air digerakkan oleh transmission mounted PTO, front of engine
crank shaft PTO, engine flywheel PTO, dan kendaraan akan digunakan untuk pemompaan
stasioner atau pemompaan “pump and roll ” dengan transmisi otomatis pada netral untuk
pemompaan stasioner atau gigi jalan untuk “pump and roll”, maka suatu sistem interlok
harus disediakan untuk memastikan komponen sistem penggerak pompa telah terhubung
dengan benar dalam moda operasi pemompaan sehingga kendaraan dapat dioperasikan
secara aman pada kondisi moda pemompaan stasioner atau “pump and roll ”.
11.10.4.2 Suatu indikator bertuliskan “POMPA SIAP” (ok to pump) harus disediakan di
kompartemen pengemudi untuk menunjukkan bahwa pompa telah terhubung, transmisi casis
sudah netral, dan rem parkir sudah difungsikan. Suatu indikator bertuliskan “POMPA SIAP“
(OK TO PUMP AND ROLL) harus disediakan di kompartemen pengemudi dan harus
menyala saat pompa telah terhubung, transmisi casis berada pada gigi jalan dan rem parkir
dilepas. Ketika indikator OK TO PUMP AND ROLL telah menyala, maka indikator OK TO
PUMP harus padam.
11.10.4.3 Suatu indikator bertuliskan “GAS TANGAN SIAP” (throttle ready) harus
disediakan pada panel operator pompa yang akan menyala bila indikator “POMPA SIAP”
telah menyala, atau jika transmisi sudah netral dan rem parkir sudah difungsikan.
11.10.5 Suatu sistem interlok harus disediakan pada panel operator pompa untuk
mencegah meningkatnya kecepatan mesin kecuali transmisi casis ada pada posisi netral
dan rem parkir telah difungsikan atau kendaraan berada pada moda “POMPA SIAP” (ok to
pump).
11.10.6.1 Suatu sistem kontrol tekanan yang apabila distel sesuai instruksi manufaktur,
akan secara otomatis mengendalikan tekanan pelepasan sampai nilai maksimum 207 kPa
(30 psi) diatas tekanan yang ditentukan bila semua katup pelepasan ditutup tidak lebih cepat
dari 3 detik, dan tidak lebih lambat dari 10 detik selama semua kondisi berikut:
1) Sepanjang rentang tekanan pompa bersih alat ukur dari 690 kPa hingga 2069 kPa
(100 psi ke 300 psi), dengan tekanan intake alat ukur antara -69 kPa hingga 1276 kPa
(-10 psi dan 185 psi) dan tekanan pelepasan alat ukur antara 621 kPa dan 2069 kPa
(90 psi dan 300 psi)
2) Sepanjang rentang aliran dari 568 L/detik (150 gpm) sampai ke kapasitas nominal
pompa.
40 dari 69
SNI 09-7053-2004
11.10.6.2 Apabila pompa dilengkapi dengan sistem katup relief yang tidak mengatur
putaran mesin, maka sistem relief ini harus dilengkapi dengan alat untuk menunjukkan
bahwa sistem bekerja untuk mengendalikan tekanan. Apabila pompa dilengkapi dengan
sistem pembatas putaran mesin (governor system ) yang mengendalikan kecepatan mesin,
maka suatu indikator menunjukkan kapan sistem bekerja dan apakah sistem tersebut
mengendalikan kecepatan mesin atau tekanan pompa. Kedua sistem ini harus dapat
dikendalikan oleh satu orang pada posisi operator pompa.
11.10.6.3 Apabila sistem melepas air ke atmosfir, pelepasan tersebut harus dalam suatu
cara dimana arus air bertekanan tinggi tidak membahayakan personil.
11.10.7* Suatu pompa pemancing (priming) harus disediakan dan dikontrol dari posisi
operator pompa. Alat tersebut harus memenuhi persyaratan sebagaimana disebut pada butir
11.2.3.2 dan mampu menghasilkan vakum 74,5 kPa (22 in.Hg ) pada ketinggian 610 m
(2000 ft). Pompa pemancing (priming) yang digerakkan oleh gas buang tidak boleh
digunakan. Pompa tersebut harus mampu beroperasi dengan pelumas bio yang dapat
terurai dan tidak beracun dan dapat beroperasi walaupun tanpa pelumas.
11.10.8 Semua alat kontrol pompa dan perlengkapannya harus dipasang sedemikian
sehingga terlindung dari kerusakan mekanis atau akibat kondisi cuaca pada
pengoperasiannya.
Suatu alat kontrol putaran mesin (gas tangan) yang dapat mempertahankan posisi yang
telah ditetapkan harus disediakan untuk mengendalikan putaran mesin penggerak pompa.
Alat kontrol tersebut harus diletakkan tidak lebih tinggi dari 1829 mm (72 in.) atau lebih
rendah dari 1067 mm (42 in.) dari posisi berdiri operator dengan semua instrumen terlihat
jelas dalam pandangan operator.
11.12 lnstrumentasi
11.12.1* Alat kontrol dan instrumen berikut harus disediakan dan dipasang sebagai satu
kelompok pada panel operator pompa:
1) Alat penunjuk utama tekanan pada pipa intake pompa
2) Alat penunjuk utama tekanan pada pipa pelepasan pompa
3) Tachometer mesin pemompaan
4) lndikator temperatur cairan pendingin mesin pemompaan
5) lndikator tekanan pelumas mesin pemompaan
6) Voltmeter
7) Alat kontrol tekanan pompa
8) Gas tangan mesin pemompaan
9) Alat kontrol pompa pemancing (primer).
10) Katup kendali dari tangki air ke pompa
11) Katup kendali pengisian tangki air
12) lndikator tinggi muka air dalam tangki air.
Instrumen dan alat kontrol ini harus ditempatkan sedemikian untuk menjaga operator pompa
sejauh mungkin dari semua sambungan pelepasan dan sambungan intake, dan berada di
lokasi dimana semua peralatan instrumen dan kontrol bisa terlihat dan berfungsi sementara
operator tetap ditempatnya.
41 dari 69
SNI 09-7053-2004
11.12.1.2 Indikator tekanan oli mesin pemompaan dan indikator temperatur cairan
pendingin mesin harus dilengkapi dengan tanda peringatan yang dapat didengar maupun
yang dapat dilihat.
11.12.1.3 Semua indikator pengoperasian mesin pada panel instrumen kendaraan harus
juga ada pada panel operator pompa.
11.12.2.1 Alat penunjuk tekanan utama intake dan pelepasan pompa harus ditempatkan
dalam jarak 200 mm ( 8 in.) satu sama lain, sisi ke sisi, dengan alat penunjuk tekanan intake
berada di sebelah kiri dari alat penunjuk tekanan pelepasan pompa. Pembacaan alat
penunjuk tekanan intake harus dari 101 ,6 kPa (30 in.Hg) vakum ke sekurang-kurangnya
tekanan alat ukur 2070 kPa (300 psi).
Pembacaan alat penunjuk tekanan pelepasan harus dari tekanan alat ukur 0 kPa (0 psi) atau
kurang hingga ke tekanan alat ukur sedikitnya 2070 kPa (300 psi). Alat penunjuk tekanan
tidak boleh rusak oleh vakum 101,6 kPa (30 in.Hg). Alat penunjuk tekanan harus diberi label
dengan tulisan berbunyi INTAKE POMPA (Pump Intake) untuk alat penunjuk tekanan intake
dan PELEPASAN POMPA (Pump Discharge) untuk alat penunjuk tekanan pelepasan.
11.12.2.1.1 Bilamana digunakan alat ukur jenis analog, sedikitnya harus terdapat beda
diameter 25 mm (1 in.) pada area pengamatan antara alat ukur utama (master) dengan alat
ukur pelepasan individual, dengan alat ukur utama adalah yang lebih besar. Tinggi bilangan
penunjukan alat ukur utama harus berukuran minimum 6,4 mm (0,25 in.). Harus terdapat
garis gradasi pembacaan untuk setiap 69 kPa (10 psi) dengan garis gradasi utama dan
menengah untuk setiap 690 kPa (100 psi) yang lebih tebal. Alat ukur jenis analog harus
memiliki peredaman vibrasi dan pulsa tekanan, tahan terhadap korosi, kondensasi dan
guncangan serta mempunyai mekanisme internal berpelumas dari pabrik pembuatnya.
11.12.2.1.2 Apabila alat-alat penunjuk tekanan utama adalah jenis digital, tinggi tampilan
dijit harus sedikitnya 12,7 mm (½ in.). Alat penunjuk tekanan digital harus menunjukkan
penambahan penunjukan tekanan tidak lebih dari 69 kPa (10 psi). Alat-alat penunjuk
tekanan utama digital harus mempunyai ketepatan ± 3% dari skala penuh.
Suatu alat ukur aliran (flow-meter) ataupun alat penunjuk tekanan harus disediakan atau
dipasang pada setiap outlet pelepasan dengan ukuran 38 mm (1½ inch) atau lebih dan harus
diberi label untuk menunjukkan outlet mana yang tersambung. Setiap outlet pelepasan
berukuran 89 mm3 (½ in.) atau lebih yang dilengkapi dengan flow-meter harus pula dipasangi
alat penunjuk tekanan. AIat penunjuk tekanan ataupun tampilan aliran (flow-meter display)
harus ditempatkan berdekatan dengan katup kontrol yang berkaitan dengan jarak tidak lebih
dari 150 mm (6 in.) yang memisahkan alat penunjuk tekanan atau flow-meter dengan garis
tengah katup kontrol. Apabila kedua alat baik flow-meter maupun alat penunjuk tekanan
disediakan untuk satu outlet pelepasan individu, maka alat penunjuk tekanan harus
ditempatkan dalam jarak 150 mm (6 in.) dari garis tengah katup kontrol, dan tampilan flow-
meter harus berdekatan dengan atau dalam jarak 50 mm (2 in.) dari alat penunjuk tekanan.
Alat penunjuk tekanan harus dihubungkan ke sisi outlet dari katup. Flow-meter harus
menunjukan aliran dalam gradasi tidak lebih besar dari 38 L/menit (10 gpm ).
11.12.3.1 Apabila digunakan pengukur tekanan jenis analog, maka harus memiliki tingkat
ketelitian tidak lebih dari 10% (atau setara dengan grade B ASME B-40.100). Tinggi angka
penunjukan untuk alat pengukur harus berukuran minimum 4 mm (5/32 in.). Harus terdapat
42 dari 69
SNI 09-7053-2004
garis gradasi pembacaan untuk setiap 70 kPa (10 psi) dengan garis gradasi utama dan
menengah untuk setiap 700 kPa (100 psi) yang lebih tebal. Alat ukur jenis analog harus
memiliki peredaman vibrasi dan pulsa tekanan, tahan terhadap korosi, kondensasi dan
guncangan serta mempunyai mekanisme internal berpelumas dari pabrik pembuatnya
11.12.3.2 Apabila alat-alat penunjuk tekanan adalah jenis digital, tinggi tampilan dijit harus
sedikitnya 6,4 mm (1/4 in.). Alat penunjuk tekanan digital harus menunjukkan penambahan
penunjukan tekanan tidak lebih dari 70 kPa (10 psi). Alat-alat penunjuk tekanan utama digital
harus mempunyai ketepatan ± 3% dari skala penuh.
11.12.3.3 Setiap flow-meter harus dikalibrasi dan diuji berdasarkan ukuran pipa dimana
flow-meter tersebut terpasang pada titik aliran sebagaimana dicantumkan pada Tabel 4
Pada titik aliran ini, tingkat ketepatan harus dalam batas-batas ± 5 %.
11.12.4 Setiap alat penunjuk tekanan ataupun flow-meter dan tampilannya harus terpasang
dan ditempatkan sedemikian hingga terlindung dari kerusakan aksidental dan dari getaran
yang berlebihan.
11.12.5 Pada panel operator pompa harus dipasang sambungan untuk alat ukur pengujian.
Satu sambungan harus dihubungkan ke sisi intake dari pompa, dan sambungan lainnya
disambungkan ke manifol pelepasan pompa. Sambungan tersebut harus mempunyai ukuran
ulir pipa standar 6,4 mm (0,25 in.) dan harus diberi sumbat dan ditandai dengan label.
11.13.1 Untuk menjamin kinerja pompa, maka diperlukan beberapa uji coba yakni:
a. Uji coba pemompaan (Pumping Test).
b. Uji coba kelebihan Beban Mesin Pemompa (Pumping Engine Overload Test).
c. Uji coba Sistem Kontrol Tekanan (Pressure Control System Test).
d. Uji coba Alat Pemancing (Priming Device Test).
e. Uji coba Vakum (Vacuum Test).
f. Uji coba Aliran dari Tangki ke Pompa (Water Tank to Pump Flow Test).
g. Uji coba Pra Pengiriman oleh Manufaktur (Manufacture’s Pre Delivery Test).
43 dari 69
SNI 09-7053-2004
11.13.2.1 Apabila pompa kebakaran memilki kapasitas nominal 2850 L/menit (750 gpm)
atau lebih besar, maka pompa harus diuji setelah pompa dan pemipaannya serta peralatan
penunjangnya telah dipasang di kendaraan. Uji coba dilaksanakan di tempat manufaktur
yang telah disetujui dan disertifikasi oleh organisasi penguji independen yang disetujui
pembeli. Sertifikasi harus meliputi sedikitnya uji coba pemompaan (lihat 11.13.3), uji coba
beban lebih mesin (lihat 11.13.4), uji coba sistem kontrol tekanan (lihat 11.13.5), uji coba alat
priming (11.13.6), dan uji coba vakum (lihat 11.13.7). Apabila kendaraan dilengkapi dengan
sebuah tangki air, maka harus termasuk uji coba aliran tangki ke pompa (lihat 11.3.8).
11.13.2.2* Apabila pompa mempunyai kapasitas nominal kurang dari 2850 l/menit
(750 gpm), maka pompa harus diuji setelah pompa dan pipa-pipa yang berkaitan dengan
pompa tersebut serta peralatan penunjangnya telah dipasangkan di kendaraan. Pengujian
harus dilakukan di tempat manufaktur yang telah disetujui dan disertifikasi oleh pemasok.
Sertifikasi mencakup sekurang-kurangnya uji coba pemompaan (lihat 11.13.3), uji coba
sistem kontrol tekanan (Iihat 11.13.5), uji coba alat pemancing (priming) (lihat 11.13.6); dan
uji coba vakum (lihat 11.13.7). Apabila kendaraan dilengkapi dengan tangki air, maka harus
termasuk uji coba aliran tangki air ke pompa ( lihat 11.13.8 ).
11.13.2.3 Suatu pelat uji harus disediakan pada panel operator pompa yang menunjukkan
nilai nominal pelepasan dan tekanan bersama dengan kecepatan mesin sebagaimana
ditentukan oleh uji coba sertifikasi untuk tiap unit, pompa yang digunakan dan kecepatan
mesin sebagaimana ditetapkan pihak manufaktur mesin pada kurva brake horse power
(BHP) yang disertifikasi. Pelat tersebut harus dicetak dengan semua informasi di pabrik dan
pasang di kendaraan sebelum pengiriman.
11.13.3.1.1 Lokasi uji coba harus diupayakan dekat ke suplai air bersih dengan
kedalaman sekurang-kurangnya 1,2 m (4 ft), dengan tinggi muka air tidak lebih dari 3 m (10
ft) di bawah garis tengah intake pompa dan cukup dekat sehingga memungkinkan saringan
hisap tercelup di air sedikitnya 0,6 m (2 ft) di bawah permukaan air saat disambungkan ke
pompa melalui slang hisap sepanjang 6 m (20 ft).
11.13.3.1.3 Asesoris yang digerakkan mesin tidak boleh dilepas atau dibiarkan tidak
beroperasi selama pengujian. Apabila mesin casis menggerakkan pompa, maka beban
elektrikal harus diberlakukan selama pengujian pemompaan berlangsung.
11.13.3.1.4 Semua penutup struktur, seperti papan lantai, kisi-kisi, lubang-lubang udara,
dan pelindung panas yang tidak dilengkapi dengan sarana pembuka harus tetap berada di
tempatnya selama pengujian berlangsung.
11.13.3.2 Peralatan
11.13.3.2.1 Slang hisap harus memiliki ukuran yang sesuai untuk kapasitas nominal
pompa (lihat Tabel 1). Harus digunakan slang dan saringan hisap dengan total rugi gesekan
dan intake tidak lebih besar dari yang tercantum di Tabel 2.
44 dari 69
SNI 09-7053-2004
11.13.3.2.2 Slang dalam jumlah yang cukup harus disediakan untuk melepaskan
kapasitas nominal pompa ke nosel atau peralatan ukur aliran lainnya tanpa melebihi
kecepatan aliran sebesar 10,7 m/detik (35 ft/detik) [kira-kira 1900 L/menit atau 500 gpm
untuk ukuran slang 65 mm (2½ in.).
11.13.3.2.3 Bila digunakan nosel, maka nosel tersebut harus berdinding halus dengan
diameter dalam berukuran dari 19 mm ke 63,5 mm (3/4 in. ke 2½ in.).
11.13.3.2.4 Semua alat ukur untuk pengujian harus memenuhi persyaratan standar atau
setara dengan ASME B.40. 100, Gauges – Pressure Indicating Dial Type – Elastic Element.
Alat ukur intake pompa harus memiliki rentang pembacaan 100 kPa (30 in.Hg ) vakum ke
zero untuk pengukur vakum , atau 100 kPa (30 in.Hg ) vakum ke tekanan pengukur sebesar
1035 kPa (150 psi ) untuk alat ukur gabungan. Alat ukur tekanan pelepasan harus
mempunyai rentang tekanan ukur dari 0 kPa hingga 2758 kPa (0 hingga 400 psi). Alat ukur
awal (pilot gauges) harus mempunyai rentang pembacaan tekanan ukur sekurang –
kurangnya dari 0 kPa hingga 1103 kPa (0 psi ke 160 psi ). Sebuah manometer air raksa
diperbolehkan untuk digunakan sebagai pengganti alat ukur intake pompa. Semua alat ukur
harus dikalibrasi pada bulan sebelum pengujian. Peralatan kalibrasi harus terdiri atas alat
ukur berat mati atau alat ukur acuan (master gauge) yang memenuhi persyarakat untuk grad
3.a atau 4.a sebagaimana tercantum ASME B40.100 Gauges – Pressure Indicating Dial
Type – Elastic Element, yang telah dikalibrasi oleh manufaktur alat pada tahun sebelumnya.
11.13.3.2.5 Semua sambungan alat ukur pengujian harus mencakup sarana untuk
menahan gerakan seperti katup jarum untuk meredam pergerakan cepat dari jarum penunjuk
alat ukur.
11.13.3.2.6 Apabila input sinyal untuk tachometer panel pompa dipasok dari mesin atau
elektronik transmisi dan tachometer tersebut tidak dapat disetel, maka sinyal input tersebut
harus digunakan sebagai indikator untuk penggunaan dalam perhitungan kecepatan poros
impeller. Apabila input sinyal untuk tachometer bukan dari mesin atau elektronik transmisi
atau apabila tachometer dapat distel di lapangan, maka alat pengukur kecepatan di luar
kompartemen kendali atau tachometer panel pompa dapat digunakan untuk mengukur
kecepatan input pompa. Sarana pengukur kecepatan tersebut harus memiliki akurasi angka
kecepatan dalam batas-batas ± 50 rpm dari kecepatan aktual.
11.13.3.3* Prosedur
Temperatur udara ambien, temperatur air, daya angkat vertikal, elevasi dari tempat
pengujian dan tekanan atmosfir (di koreksi ke permukaan air laut) harus ditentukan dan
direkam sebelum dan sesudah setiap pengujian pompa. Mesin, pompa, transmisi dan semua
bagian kendaraan harus tidak menunjukkan panas yang tidak terkendali, kehilangan daya
atau kerusakan lain selama keseluruhan pengujian.
45 dari 69
SNI 09-7053-2004
Kapasitas, tekanan pelepasan, tekanan intake, dan kecepatan mesin harus direkam
sekurang – kurangnya setiap 15 menit. Tekanan bersih pompa rata-rata harus dihitung dan
direkam berdasarkan harga rata-rata untuk tekanan pelepasan dan tekanan intake.
Kapasitas, tekanan pelepasan, tekanan intake, dan kecepatan mesin harus direkam
sekurang – kurangnya setiap 10 menit. Pada setiap urutan pengujian, sekurang – kurangnya
tiga pembacaan harus direkam. Tekanan bersih pompa rata-rata harus dihitung dan direkam
berdasarkan harga rata-rata untuk tekanan pelepasan dan tekanan intake.
Apabila pompa memiliki kapasitas nominal 2850 L/menit (750 gpm) atau lebih besar, maka
pada kendaraan harus dilakukan pengujian beban lebih yang terdiri atas pemompaan pada
kapasitas nominal 1138 kPa (165 psi ) tekanan bersih pompa untuk selama sekurang –
kurangnya 10 menit. Pengujian ini harus dilaksanakan segera setelah pengujian
pemompaan kapasitas nominal pada 1035 kPa (150 psi ).
Kapasitas aliran, tekanan pelepasan, tekanan intake, dan putaran mesin harus dicatat
sekurang – kurangnya 3 (tiga) kali selama pengujian beban lebih.
Pada sistem kontrol tekanan pompa harus dilakukan pengujian sebagai berikut.
a) Pompa harus dioperasikan pada sumber air terbuka (draft), yang memberikan
kapasitas nominal pada tekanan alat ukur pelepasan sebesar 1035 kPa (150 psi).
b) Sistem kontrol tekanan harus disetel sesuai dengan instruksi manufaktur untuk
mempertahankan tekanan alat ukur pelepasan pada 1035 kPa (150 psi ) ± 5 %.
c) Semua katup pelepasan harus ditutup tidak boleh lebih cepat dari 3 detik dan tidak lebih
lambat dari 10 detik. Kenaikan tekanan pelepasan tidak boleh melebihi 207 kPa (30 psi)
dan harus dicatat.
d) Kondisi awal pemompaan kapasitas nominal pada tekanan alat ukur pelepasan sebesar
1035 kPa (150 psi) harus dikembalikan. Tekanan alat ukur pelepasan harus diturunkan
hingga 620 kPa (90 psi ) dengan menutup gas tangan tanpa perubahan pada setelan
katup pelepasan, slang ataupun nosel.
e) Sistem kontrol tekanan harus distel sesuai dengan petunjuk manufaktur untuk
mempertahankan tekanan alat ukur pelepasan pada 620 kPa (90 psi ) ± 5 %.
f) Semua katup pelepasan harus ditutup tidak lebih cepat dari 3 detik dan tidak lebih
lambat dari 10 detik. Kenaikan tekanan alat ukur pelepasan tidak boleh melebihi 207
kPa (30 psi ) dan harus dicatat.
g) Pompa harus dioperasikan pada sumber air terbuka (draft), memompa 50% dari
kapasitas nominal pada tekanan alat ukur pelepasan sebesar 1725 kPa (250 psi).
h) Sistem kontrol tekanan harus disetel sesuai dengan instruksi manufaktur untuk menjaga
tekanan alat ukur pelepasan pada 1725 kPa (250 psi ) ±5%.
46 dari 69
SNI 09-7053-2004
i) Semua katup pelepasan harus ditutup tidak lebih cepat dari 3 detik dan tidak lebih
lambat dari 10 detik. Kenaikan tekanan pelepasan tidak boleh melebihi 207 kPa (30 psi)
dan harus dicatat.
11.13.6.1 Dengan semua katup intake terbuka, semua intake berpenutup atau bersumbat,
dan semua penutup pelepasan dibuka; alat pemancing (primer) harus dioperasikan sesuai
dengan instruksi manufaktur. Maksimum vakum yang dicapai harus sekurang – kurangnya
74,5 kPa (22 in.Hg). Pada ketinggian di atas 610 m(2000 ft) vakum yang dicapai
dperbolehkan kurang dari 74,5 kPa (22 in.Hg) berkurang 3,4 kPa (1 in.Hg) untuk setiap
ketinggian 305 m(1000 ft) diatas 610 m (2000 ft).
11.13.6.2 Dengan kendaraan disetel untuk pengujian pemompaan, alat pemancing harus
dioperasikan menurut petunjuk manufaktur sampai pompa berhasil mengalirkan air. Waktu
yang diperlukan sejak alat pemancing dihidupkan sampai pompa mengalirkan air harus
dicatat. Pengujian ini boleh dilakukan bersamaan dengan pengujian pompa.
Waktu yang diperlukan untuk memancing pompa tidak boleh melebihi 30 detik apabila
kapasitas nominal pompa 4732 L/menit (1250 gpm) atau kurang. Apabila kapasitas nominal
5678 L/menit (1500 gpm) atau lebih, maka waktu tersebut tidak boleh melebihi 45 detik.
Tambahan waktu 15 detik diijinkan untuk memenuhi persyaratan ini bila sistem pompa
mencakup sebuah intake pompa 100 mm (4 in.) atau lebih yang mempunyai volume I ft3 (
0,0283 m3 ) atau lebih.
Sebuah pengujian vakum harus dilakukan dan terdiri dari pengujian bagian dalam pompa
dengan semua katup intake dibuka, semua intake ditutup atau di sumbat dan semua
penutup pelepasan dibuka, pada vakum sebesar 74,5 kPa (22 in.Hg) dengan menggunakan
alat pemancing (priming device). Vakum tidak boleh turun lebih dari 33,9 kPa (10 in.Hg)
dalam waktu 5 menit. Alat pemancing (primer) tidak boleh dihidupkan dalam periode 5 menit
pengujian tersebut. Selama pengujian ini mesin tidak boleh dioperasikan pada setiap
kecepatan yang lebih besar dari kecepatan yang diatur, selama pengujian ini berlangsung.
47 dari 69
SNI 09-7053-2004
dikeluarkan. Volume air yang dikeluarkan harus dihitung dengan cara mengalirkan laju
pengeluaran dalam Liter per menit dikalikan lama waktu (dalam menit) yang diperlukan
dari saat terbukanya katup pelepasan sampai tekanan turun sekurang-kurangnya 34 kPa
(5 psi).
Pihak manufaktur harus melakukan uji coba hidrostatik pemipaan sebelum pengiriman
kendaraan dilaksanakan. pengujian dilakukan sebagai berikut. Pompa dan semua sistem
pipa tersambung harus diuji coba secara hidrostatik pada tekanan alat ukur sebesar
1725 kPa (250 psi). Uji hidrostatik ini harus dilakukan dengan katup saluran pengisian tangki,
katup pipa saluran bypass bila dilengkapi, dan katup dari tangki ke pompa, ditutup. Semua
katup pelepasan dibuka dan outlet ditutup. Semua katup intake harus ditutup, dan intake
yang tidak berkatup harus ditutup. Tekanan ini harus dipertahankan selama 3 (tiga) menit.
12 Tangki air
12.1 Pemberlakuan
Pada kendaraan kebakaran yang dilengkapi dengan tangki air, berlaku ketentuan berikut.
12.2.1* Semua tangki air harus dibuat dari bahan tahan korosi atau bahan lain yang
diproteksi terhadap korosi dan proses deteriorisasi. Tangki air harus dilengkapi dengan
sarana untuk membersihkan tangki secara menyeluruh termasuk lubang manhole
berdimensi minimal 500 mm.
12.2.2* Apabila tangki terpisah dari badan kendaraan dan ruang kemudi, maka tangki
tersebut harus dilengkapi dengan suatu sarana untuk melepas dan mengangkatnya dari
casis.
12.2.3 Tangki harus duduk diatas bantalan di antara tangki dan casis (cushioned), atau
dengan cara lain yang bisa melindungi dari benturan yang mengganggu akibat melintasi
permukaan yang tidak rata, sesuai dengan persyaratan manufaktur.
12.2.4* Semua tangki air harus dilengkapi dengan penyekat (baffles) atau partisi penahan
goncangan air (swash) yang dinamis.
12.2.4.1 Apabila digunakan metoda penyekatan (baffling) minimum dua penyekat vertikal
transversal atau longitudinal harus disediakan. Harus ada jarak maksimum 1220 mm (48 in.)
di antara setiap kombinasi dinding vertikal dan dinding penyekat . Tiap penyekat harus
menutupi sedikitnya 75 persen dari luasan bidang yang mewadahi penyekat.
12.2.4.2 Apabila digunakan metoda partisi dinamis, tangki harus memiliki partisi vertikal
dalam arah transversal dan longitudinal. Partisi vertikal harus dipasang secara kuat dan
menyatu pada bagian langit-langit dan dasar tangki. Partisi longitudinal harus menjulur
minimum 75 persen dari panjang tangki. Partisi harus disusun sedemikian rupa sehingga
bidang vertikal pada tiap partisi harus membuat sel-sel dengan dimensi tidak melebihi
1220 mm (48 in.).
12.2.5 Tangki harus dilengkapi dengan satu atau lebih cekungan pembersihan (clean-out
sump). Pada tiap cekungan tersebut harus dilengkapi dengan sumbat pipa
pembuangan atau katup (pipe plug and/or valve) yang dapat dilepaskan atau dibuka
sebesar 76 mm (3 in.) atau lebih.
48 dari 69
SNI 09-7053-2004
12.2.6 Sebuah indikator yang menunjukkan tinggi muka air atau jumlah air dalam tangki
harus disediakan.
12.3.1 Bila kendaraan dilengkapi dengan sebuah pompa, tangki air harus dihubungkan ke
sisi intake dari pompa dengan katup yang dapat dikontrol pada posisi operator pompa.
12.3.2* Bila tangki air mempunyai kapasitas yang disertifikasi (certified capacity) kurang
dari 1900 l (500 gal), susunan pipa dan katup harus mampu mengalirkan air ke pompa pada
laju minimum 950 L/menit (250 gpm). Bila kapasitas tangki air yang disertifikasi sebesar 500
gal (1900 L) atau lebih, susunan pipa dan katup harus mampu mengalirkan air ke pompa
pada laju minimum 1900 L/menit (500 gpm) atau pada kapasitas nominal pompa, tergantung
mana yang lebih kecil. Aliran ini harus dapat dipertahankan selama pemompaan pada
minimum 80 persen dari kapasitas tangki yang disertifikasi dengan kendaraan pada
permukaan tanah rata.
12.3.3* Saluran tangki ke pompa harus di lengkapi sarana otomatis yang mencegah
pengisian balik air yang tidak dikehendaki melalui saluran tersebut.
12.3.4 Sambungan atau outlet dari tangki ke pompa harus dirancang untuk mencegah
udara terbawa masuk saat pemompaan air dari tangki. Jika cekungan (sump) digunakan
sebagai sambungan tangki ke pompa, rancangan cekungan air tersebut harus mencegah
kerak atau kotoran lain memasuki pompa.
12.4.1* Tangki harus dilengkapi dengan sebuah bukaan pengisian tertutup yang dirancang
untuk mencegah peluapan (spillage) dan dirancang untuk dapat dimasuki slang 65 mm (2 ½
in.) dengan koplingnya. Penutup harus ditandai dengan label yang bertuliskan ” Lubang
Pengisian Air ”. Pada bukaan tangki harus dipasang filter yang dapat dengan mudah dilepas
dan dibersihkan. Penutup, atau alat lainnya, harus terbuka seperti sebuah ven untuk
melepaskan tekanan yang timbul di dalam tangki.
12.4.2* Harus disediakan ven tangki untuk membolehkan penghisapan air dari tangki pada
laju sekurang-kurangnya sama dengan yang dibutuhkan dalam butir 12.3.2 Outlet
pembuangan kelebihan air (overflow) harus dirancang untuk mengalirkan air ke arah
belakang as roda belakang sehingga tidak mempengaruhi daya tarik (traction) ban belakang.
12.4.3* Apabila kendaraan dilengkapi dengan sebuah pompa, harus dipasang sebuah
saluran pengisian tangki yang dilengkapi katup berdiameter dalam sekurang-kurangnya 25
mm (1 in). Apabila ukuran tangki lebih besar dari 1000 gal (3785 L), saluran pengisian harus
memiliki diameter dalam sekurang-kurangnya 51 mm (2 in). Katup tersebut harus mampu
mengatur aliran dan harus dapat dikendalikan dari posisi operator pompa.
49 dari 69
SNI 09-7053-2004
Lampiran A
(Informatif)
Bahan penjelasan
Lampiran A bukan bagian yang dipersyaratkan dari standar ini, tetapi dimaksudkan untuk
tujuan informasi. Lampiran berisi bahan penjelasan, nomor butir yang ditunjukkan
berhubungan dengan penerapan teks paragrap yang diberi tanda *.
A.1 Terminologi “baru” yang berlaku di dalam standar ini adalah dimaksudkan untuk
menunjuk kepada pembuatan baru sebuah kendaraan pemadam kebakaran. Standar ini
tidak dimaksudkan untuk berlaku mundur kepada kendaraan yang ada. Tetapi bila
pembaharuan dikerjakan kepada kendaraan yang ada, dianjurkan bahwa kendaraan
tersebut sejauh mungkin mengikuti standar ini.
A.1.4 Pembelian sebuah kendaraan pemadam kebakaran kebakaran baru adalah suatu
investasi yang besar dan sebaiknya diberlakukan seperti itu. Kendaraan pemadam
kebakaran adalah sebuah peralatan mekanikal yang kompleks yang sebaiknya tidak dibeli
secara sembrono. Sebuah pembelian sebaiknya dibuat hanya setelah sebuah kajian
terperinci dari kebutuhan kendaraan instansi kebakaran dibuat, dengan mempertimbangkan
peralatan lain yang telah dimiliki atau direncanakan untuk dibeli.
Kepala instansi kebakaran dan staf-nya tahu kondisi di mana kendaraan akan digunakan.
Namun nasihat yang kompeten sebaiknya didapatkan juga dari sumber lain yang mengerti
seperti personil instansi kebakaran lain yang berpengalaman, majalah teknik, instruktur
pelatihan, personil perawatan, dan pabrik komponen dan peralatan kebakaran. Juga
sebaiknya berkonsultasi dengan otoritas asuransi kebakaran.
Kajian sebaiknya tidak hanya melihat operasional sekarang dan resiko yang diproteksi tetapi
juga bagaimana keadaan ini mungkin berubah sepanjang umur kendaraan pemadam
kebakaran.
elemen ini dalam rancangan awal diatur dan diletakkan pada kendaraan untuk memberikan
sebagai berikut:
1) Distribusi beban yang bagus
2) Keseimbangan (sekaligus depan ke belakang dan kanan ke kiri)
3) Pusat graviti rendah
Komponen terpasang tetap ini dapat diletakkan di bagian luar atau dalam kendaraan untuk
dapat berfungsi dan diatur di dalam sebuah denah untuk dapat mudah digunakan (user-
friendly) dalam keadaan darurat. Secara spesifik, berikut adalah contohnya peralatan
terpasang tetap:
1) Generator listrik
2) Tangki air, pompa kebakaran dan peralatan pemadaman lainnya
3) Kompresor
4) Semua jenis alat gulung
Fungsi pendukung utama dari sebuah kendaraan pemadam kebakaran, tidak tergantung
jenisnya, adalah peralatan portabel. Karena itu pedoman ini memberi perhatian begitu
banyak kepada berat kotor (GVWR) dan daya angkut akhir dari kendaraan yang telah
selesai dibuat, dimana termasuk sekaligus peralatan terpasang tetap dan portabel.
Daftar peralatan portabel dan terpasang tetap sangat bervariasi, tergantung kepada misi
kendaraan, sehingga instansi kebakaran perlu untuk mengukur dan menimbang peralatan
spesifik mereka.
Dengan cara ini, sebuah casis dengan berat kotor (GVWR) yang memadai dapat disediakan
untuk menjamin bahwa kendaraan tidak akan bermuatan lebih di masa depan.
Setelah menentukan daftar dari peralatan sekarang, diusulkan dan masa depan, instansi
kebakaran sebaiknya meng-analisa kubikasi “aktual” dari ruangan yang diperlukan untuk
peralatan. Ruang aktual yang dapat dipakai di dalam kompartemen juga sebaiknya
dipertimbangkan, disamping meter kubik untuk setiap barang peralatan yang dibawa. Faktor
berikut mungkin dapat menambah keperluan meter kubik ruang penyimpanan dan demikian
juga ukuran badan kendaraan:
1) Gangguan antara pintu kompartemen dan kotak baki
2) Implikasi pemasangan
3) Rak kompartemen
4) Baki dorong
5) Komponen badan kendaraan seperti flens kompartemen, takik, dan gangguan lain yang
mempengaruhi pemindahan peralatan dari kompartemen
6) Ventilasi generator, kompresor udara, atau peralatan lain
Bila kondisi operasional setempat memerlukan kendaraan dengan rancangan tidak biasa,
pembeli perlu untuk secara hati-hati merumuskan persyaratan khusus di dalam spesifikasi.
Tinggi, lebar, tinggi bebas kolong kendaraan, jarak antara sumbu roda, radius belok,
panjang, dan seterusnya kadang-kadang mungkin memerlukan perhatian khusus. Sebagai
contoh, sebuah wilayah dengan dengan banyak jalan yang sempit dan berkelok-kelok
sebaiknya mempunyai kendaraan yang mampu untuk menangani pembalikan dengan
segera.
51 dari 69
SNI 09-7053-2004
Pedoman atau standar ini dirancang untuk menjamin peralatan yang bagus yang mampu
memberikan kinerja bagus, dengan pencantuman restriksi hanya bila diperlukan untuk
spesifikasi minimum. Pengujian adalah sebuah segi yang penting dan hasilnya sebaiknya
dianalisa secara hati-hati untuk menjamin bahwa kendaraan yang telah dibuat memenuhi
kinerja spesifikasi yang ditetapkan.
Banyak pembeli kendaraan yang mendapat keuntungan dari kunjungan inspeksi interim
pada pabrik kendaraan. Keuntungannya berupa kesempatan untuk meng-evaluasi konstruksi
sebelum pemasangan dan pengecatan akhir. Spesifikasi sebaiknya merinci hal – hal khusus
mengenai inspeksi tersebut.
Kepala instansi kebakaran (atau wakilnya yang ditunjuk) biasanya melakukan kewenangan
serah terima menyusul penyelesaian pengujian dan inspeksi untuk pemenuhan spesifikasi
pembelian. Spesifikasi sebaiknya memberikan rincian penyerahan yang diharapkan,
termasuk pelatihan yang diinginkan, persyaratan pengujian serah terima, dan pihak yang
bertanggung jawab untuk berbagai macam biaya yang terkait dengan penyerahan dan serah
terima.
Pelatihan untuk personil instansi kebakaran yang ditetapkan adalah perlu untuk menjamin
bahwa pembeli dan pengguna tahu dan mengerti tentang operasi yang benar, pemeliharaan,
dan perawatan dari kendaraan yang diperoleh. Pelatihan sebaiknya memberikan instruksi
awal untuk kendaraan baru. Secara tipikal pelatihan diberikan oleh seorang wakil pemasok
yang berkualifikasi di tempat pengguna. Spesifikasi sebaiknya mengidentifikasi dengan jelas
pengaturan pemberian pelatihan, termasuk di mana diberikan, lamanya, dan alat bantu
pelatihan yang disediakan seperti video tape atau manual pelatihan.
Pembeli harus juga mendefinisikan di dalam spesifikasi jaminan (warranty) yang diinginkan
untuk kendaraan. Jaminan adalah garansi tertulis atas integritas kendaraan atau
komponennya yang mendefinisikan tanggung jawab manufaktur di dalam periode waktu
tertentu. Kadang-kadang jaminan diperpanjang untuk sebuah perioda jaminan kedua
melewati persyaratan jaminan dasar untuk komponen spesifik, seperti mesin, pompa,
rangka, tangki air, dan seterusnya. Bila ada manufaktur kedua yang terlibat di dalam
modifikasi komponen yang dijamin manufaktur utama, tanggung jawab untuk jaminan
pekerjaan harus dimengerti secara jelas oleh manufaktur utama, manufaktur kedua,
pemasok dan pembeli.
Pembeli mungkin menginginkan sebuah surat jaminan (warranty bond) untuk menjamin
bahwa setiap pekerjaan jaminan akan dilaksanakan meskipun manufaktur kendaraan
kebakaran mungkin telah keluar dari bisnis. Sebuah surat tanggungan jaminan adalah surat
tanggungan yang dijamin pihak ketiga yang dibuat oleh manufaktur sebelum penyerahan
kendaraan untuk garansi kecakapan kerja pembuatan (workmanship), kualitas bahan, atau
kinerja lain yang dinyatakan dari komponen kendaraan.
Terakhir, direkomendasikan bahwa kepala instansi kebakaran, staf instansi kebakaran, atau
komite yang ditugaskan untuk mengembangkan spesifikasi berkonsultasi dengan biro
hukum, ahli teknik, dan pejabat yang tepat dari pembeli untuk pertolongan dalam
pengembangan spesifikasi yang rinci.
52 dari 69
SNI 09-7053-2004
waktu paling sedikit 1 (satu) bulan bagi manufaktur untuk mempelajari spesifikasi dan
estimasi biaya. Lebih banyak waktu mungkin diperlukan bila dipersyaratkan gambar teknik
dari kendaraan yang diusulkan.
Permintaan sebaiknya juga menyatakan perioda waktu harga penawaran berlaku dan
apakah sebuah surat tanggungan jaminan penawaran (bid bond) diperlukan. Surat
tanggungan jaminan penawaran menjamin bahwa bila sebuah kontrak ditawarkan kepada
penawar/peserta tender dalam waktu yang ditetapkan, penawar/peserta tender akan
menerima kontrak dibawah persyaratan penawaran.
Pembeli sebaiknya mempelajari proposal, mencari deviasi dari spesifikasi, dan mendapatkan
klarifikasi bila perlu. Bila pembeli telah secara spesifik memberikan alternatif dalam
permintaan penawaran, kehati-hatian ekstra perlu dilakukan ketika mengevaluasi proposal
seperti kombinasi dari penawaran yang ruwet akan memerlukan analisa yang hati-hati.
Pengaturan finansial, sebuah tanggal penyerahan, dan cara penyerahan sebaiknya
ditetapkan dan disetujui oleh otoritas pembelian.
Penyerahan Kontrak. Dengan penyerahan dari sebuah kontrak, penting bagi otoritas
pembelian untuk mengerti secara pasti dengan siapa kontrak itu, dan sifat hubungannya
dengan manufaktur kendaraan. Beberapa manufaktur kendaraan bekerja melalui sebuah
jaringan pedagang kendaraan (dealer} dimana pedagang kendaraan membeli kendaraan
dari seorang manufaktur, termasuk pengambilan hak, dan kemudian menjual kembali
kendaraan ke otoritas pembelian. Manufaktur lain bekerja melalui agen penjualan atau
perwakilan yang berusaha mendapatkan dan menegosiasikan sebuah kontrak antara
otoritas pembelian dan manufaktur tetapi tidak pernah mengambil hak atas kendaraan
tersebut. Perbedaan ini dapat berpengaruh terhadap letak pertanggungjawaban untuk
pemenuhan yang benar dari kontrak.
53 dari 69
SNI 09-7053-2004
Serah Terima. Bila kendaraan telah siap untuk penyerahan dan serah terima, pembeli
mempunyai tanggung jawab untuk memeriksa kendaraan yang telah selesai terhadap
spesifikasi dan kontrak untuk menjamin bahwa semua yang dipersyaratkan telah diserahkan.
Ini termasuk penyaksian setiap pengujian serah terima dan verifikasi bahwa berat kotor dan
distribusi berat sumbu kendaraan adalah di dalam nilai nominal (rating) casis dan sumbu.
Pembeli juga sebaiknya mengatur setiap pelatihan yang termasuk penyerahan dan
menjamin bahwa telah diserahkan secara benar.
Sebaiknya pembayaran diotorisasi hanya bila pembeli telah puas secara penuh bahwa
kontrak telah dipenuhi.
Pada kebanyakan alat ukur, nol sama dengan tekanan atmosfir. Alat ukur pada umumya
mengukur tekanan diatas tekanan atmosfir dalam pon per inci kuadrat (psi) dan dibawah
atmosfir dalam inci air raksa (Hg).
A.3.7 Nilai nominal berat kotor kendaraan (GVWR-Gross Vehicle Weight Rating)
Dipersyaratkan oleh Departemen Perhubungan bahwa nilai nominal berat kotor kendaraan
harus dipasang di kendaraan dengan label terpasang permanen. Nilai nominal berat
kendaraan dalam penggunaan dapat sama dengan atau kurang dari jumlah nilai nominal
berat kotor sumbu depan dan nilai nominal berat kotor sumbu belakang. Berat kendaraan
dalam penggunaan sebaiknya selalu sama dengan atau kurang dari nilai nominal berat kotor
kendaraan.
A.3.8 Nilai nominal berat kotor sumbu (GAWR-Gross Axle Weight Rating)
Dipersyaratkan oleh Departemen Perhubungan bahwa nilai nominal berat kotor sumbu harus
dipasang di kendaraan dengan label terpasang permanen. Sistem sumbu termasuk, tetapi
tidak terbatas pada, sumbu, ban, suspensi, roda, rem, dan torsi mesin yang diaplikasikan.
A.3.16 Disetujui
BSN bukan instansi yang menyetujui, atau memberikan sertifikat pada setiap instalasi,
prosedur, peralatan atau bahan. Dalam menentukan persetujuan instalasi, prosedur,
peralatan atau bahan, instansi berwenang menggunakan dasar standar ini atau standar lain
yang setara bila dalam standar ini tidak tersebut.
54 dari 69
SNI 09-7053-2004
Penyebutan “instansi berwenang” digunakan pada dokumen dalam pengertian yang luas,
karena kewenangan dari instansi yang memberi persetujuan beragam, demikian pula
pertanggung jawabannya.
Bila kepentingan publik diutamakan, maka instansi berwenang dapat saja pemerintah pusat,
instansi kebakaran setempat, atau pihak lainnya yang secara hukum berwenang.
Hanya satu jenis suara peringatan dapat diproduksi oleh sirene elektrik, tetapi keras dan
tinggi nada (pitch) suara dapat diatur oleh putaran motor.
Bermacam jenis suara peringatan dapat diproduksi oleh sirene elektronik, seperti lengkingan
(wail), dengkingan (yelp), atau simulasi klakson angin.
Sumber optis dapat terdiri dari sebuah elemen optis tunggal atau sebuah susunan tetap
sebarang jumlah elemen optis yang posisi geometriknya relatif satu sama lain telah
ditentukan oleh manufaktur sumber optis dan tidak dimaksudkan untuk dimodifikasi.
A.3.87 Tanjakan
Suatu kemiringan 45-derajat adalah sama dengan suatu tanjakan 100 persen.
Bila beroperasi dari sebuah hidran, tekanan bersih pompa secara khas kurang dari tekanan
pelepasan. Sebagai contoh, bila alat ukur tekanan pelepasan menunjukkan 1034 kPa (150
psi) dan alat ukur tekanan pasokan (hisap) menunjukkan 13 kPa (20 psi), tekanan bersih
pompa sama dengan 896 kPa (130 psi). Bila beroperasi dengan tekanan hisap negatif,
tekanan bersih pompa akan di atas tekanan pelepasan. Sebagai contoh, bila alat ukur
tekanan pelepasan menunjukkan 1000 kPa (145 psi) dan alat ukur tekanan pasokan (hisap)
menunjukkan 34 kPa (10 in. Hg) vakum, tekanan bersih pompa akan menjadi 1034 kPa (150
psi) (1 in. Hg = 0,5 psi = 3,38 kPa).
A.5.2.1 Kompartemen mesin dan kolong kendaraan tidak dianggap daerah operasi non-
perawatan normal.
A.5.5.2 Distribusi berat antara roda depan dan belakang sebaiknya menjadi pertimbangan
penting, karena rancangan yang salah akan mempengaruhi karakteristik pengemudian
kendaraan. Berat yang terlalu kecil di roda depan dapat menyebabkan slip ujung depan dan,
di atas jalan bergelombang, dapat menyebabkan bagian depan kendaraan membelok dari
sisi ke sisi. Paling tidak, akan sukar untuk mempertahankan pengendalian kendaraan. Berat
yang terlalu banyak di roda depan akan menurunkan traksi roda belakang dan dapat
menghasilkan slip ujung belakang atau kesulitan dalam perjalanan di atas jalan tidak
beraspal atau di dalam lumpur.
A.5.6.1 Daya yang dihasilkan oleh motor bakar dapat berkurang dengan bertambahnya
ketinggian dari muka laut. Kerugian daya bervariasi dengan jenis mesin, bahan bakar yang
digunakan, dan jumlah udara masukan alat penambah tenaga (supercharging). Bila
55 dari 69
SNI 09-7053-2004
kendaraan akan digunakan secara tetap pada elevasi di atas 610 m (2000 ft), manufaktur
perlu mengetahui elevasi operasi untuk menyediakan motor yang akan memberikan kinerja
yang benar. (Lihat Butir 1-4).
A.5.6.2 Meskipun pembeli perlu mempersyaratkan tanjakan melebihi 6 persen (Lihat Butir
1-4), instansi kebakaran sebaiknya mengevaluasi apakah kendaraan akan diharapkan
beroperasi dalam posisi berhenti pada tanjakan seperti itu. Ekspos yang kadang-kadang ke
tanjakan yang berlebihan sementara bergerak di jalan adalah berbeda dari operasi stasioner
yang lama. Kendaraan mungkin memerlukan sistem pelumasan khusus untuk mesin dan
modifikasi lain untuk menjamin bahwa kendaraan tidak akan rusak oleh operasi pada
tanjakan.
A.5.7(2) Meskipun standar ini mengakui keperluan kendaraan untuk dapat berakselerasi ke
suatu kecepatan tinggi sementara melintas di jalan umum, sebaiknya berhati-hati berapa
cepat kendaraan akan berjalan. Untuk keselamatan sebaiknya dipertimbangkan kecepatan
maksimum kendaraan yang dapat dicapai.
Di mana kendaraan pemadam harus beroperasi di luar jalan beraspal, penggerak semua
roda, sumbu belakang dua-kecepatan, atau sebarang kombinasinya, mungkin menambah
kapabilitas kendaraan untuk bergerak di semua medan.
A.5.8.1 Pembeli mungkin ingin untuk mempersyaratkan bahwa semua pemeriksaan rutin
pelumas dan cairan pendingin dapat dikerjakan dari permukaan tanah untuk mengurangi
resiko luka-luka akibat jatuh dari kendaraan.
A.5.8.4 Pemasok komponen dan peralatan yang terpasang atau yang dipasok oleh
pemasok sering menyerahkan dokumen pemeliharaan dan operasi bersama-sama dengan
komponen atau peralatan. Standar ini mempersyaratkan bahwa pemasok meneruskan
dokumen-dokumen ini kepada pembeli. Pembeli sebaiknya mempersyaratkan sejumlah
salinan dokumen yang diperlukan.
A.5.10 Di mana tempat penyerahan pada ketinggian 610 m (2000 ft) di atas muka laut dan
sebuah pompa kebakaran disediakan, pengujian beban lebih mesin pemompaan yang
dijelaskan di butir 11.3.3 sebaiknya dilakukan untuk menjamin bahwa mesin akan
menghasilkan daya yang cukup pada titik kerja. Pengujian ini sebaiknya dilakukan dengan
pompa dipasok dari sumber air terbuka sesuai Tabel 11.2.4.1(a), dengan tekanan bersih
dipertahankan pada 1138 kPa (165 psi).
56 dari 69
SNI 09-7053-2004
A.6.3 Kompartemen tambahan mungkin diperlukan untuk akomodasi ukuran, bentuk, dan
berat peralatan khusus. Setiap peralatan khusus yang dibawa oleh kendaraan sebaiknya
diidentifikasikan di dalam spesifikasi sehingga manufaktur kendaraan dapat menjamin
bahwa peralatan tersebut akan diakomodasikan secara benar dalam rancangan kendaraan.
A.6.4 Instansi kebakaran sebaiknya mempertimbangkan untuk mempersyaratkan suatu
jenis tutup untuk penutup kompartemen slang. Penutup ber-engsel atau dapat dipindah
mungkin menguntungkan.
A.6.6 Bila tidak ada kendaraan tangga dalam tugas, kendaraan pompa sebaiknya biasanya
dilengkapi dengan sebuah tangga julur minimal 6 m (19,6-ft). Mungkin menguntungkan untuk
standarisasi tangga tersebut pada 8 m (26-ft), tanpa memperhatikan ada kendaraan tangga
dalam tugas. Instansi kebakaran sebaiknya mempertimbangkan spesifikasi panjang tangga
tersebut yang membolehkan ujung tangga diulur minimum 0,6 m (2 ft) di atas atau ke dalam
daerah bahaya supaya menjadi sebuah jalan keluar darurat yang kelihatan dan dapat
diakses.
A.6.7 Ukuran slang hisap yang dispesifikasi dalam Tabel 11.2.4.1(a) hanya menunjuk
kepada sertifikasi pompa saja. Ukuran lain slang hisap yang cocok dengan operasi lokal
dapat dipakai dan sebaiknya dispesifikasi bila diinginkan.
A.6.8.1 Sekarang banyak instansi kebakaran yang merasakan manfaat menggunakan
slang pasokan diameter besar untuk secara efektif mengalirkan air dari sumber ke tempat
kebakaran. Instansi kebakaran yang melayani daerah dengan jarak antara hidran kota yang
jauh atau tidak ada hidran kota sering merasakan manfaat membawa slang tambahan.
Bila operasi disesuaikan untuk penggunaan banyak slang ukuran besar dari sebuah
kendaraan tunggal, instansi kebakaran sebaiknya mempertimbangkan lebih banyak slang 65
mm (2 ½ in.) dan nosel tambahan. Demikian pula, jumlah dan ukuran slang yang dipakai
untuk memasok alat aliran besar sebaiknya dipertimbangkan dalam perencanaan jumlah dan
ukuran slang yang yang akan dibawa.
Instansi kebakaran sebaiknya mengevaluasi kebutuhannya dan memilih ukuran dan jumlah
slang yang akan paling baik mendukung operasinya dan kemudian mendiskusikan
kebutuhan ruang penyimpanan slang dengan pemasok untuk menjamin bahwa ruang
penyimpanan slang kendaraan pemadam kebakaran akan disusun secara benar dan
ukurannya cukup untuk memuat kebutuhan instansi kebakaran.
A.6.8.2 Persyaratan tugas di komunitas yang berbeda akan mengharuskan penambahan
peralatan yang dibawa. Tujuan operasional adalah untuk tiba di tempat kejadian darurat
dengan peralatan yang diperlukan untuk dengan segera melakukan operasi penyelamatan
jiwa dan pengendalian keadaan darurat.
Peralatan wajib yang dipersyaratkan untuk dibawa kendaraan pompa pemadam kebakaran
mempunyai berat kira-kira 272 kg (600 lb). Ini meninggalkan kapasitas sisa sebesar kira-kira
635 kg (1400 lb) untuk pemuatan peralatan bebas pilih, sementara tetap dalam batas
kelonggaran 908 kg (2000 lb). Bila peralatan dengan berat melebihi 908 kg (2000 lb) akan
dibawa, pembeli sebaiknya memberitahu pemasok sehingga pemasok dapat menyediakan
casis dengan ukuran cukup.
A.7.1 Kapasitas angkut kendaraan merupakan satu segi rancangan yang paling tidak
dimengerti dan yang paling penting. Sebuah kendaraan dirancang untuk sebuah GVWR
maksimum atau berat total maksimum, yang tidak boleh dilampaui oleh manufaktur
kendaraan atau pembeli setelah kendaraan tersebut digunakan. Banyak faktor yang
menentukan GVWR, termasuk rancangan dari per atau sistem suspensi, nilai kapasitas
sumbu, nilai pembebanan ban dan roda, dan distribusi berat antara roda depan dan
belakang.
57 dari 69
SNI 09-7053-2004
Satu faktor yang paling kritis adalah ukuran tanki air. Berat air adalah kira-kira 1 kg/L (8.3
lb/gal). Dapat dipakai patokan 1,2 kg/L (10 lb/gal) untuk memperkirakan berat tanki dan isi
airnya, sehingga untuk tanki 1900L (500 lb/gal) berat tanki termasuk airnya adalah sekitar
2268 kg (2,5 ton).
Pemuatan kendaraan secara berlebih oleh manufaktur karena rancangan, atau oleh pembeli
dengan menambahkan jumlah besar peralatan setelah digunakan, akan menurunkan umur
kendaraan dan pasti berakibat kepada penambahan biaya pemeliharaan, khususnya
berkenaan dengan transmisi, kopling dan rem. Pemuatan kendaraan secara berlebih juga
secara serus dapat mempengaruhi karakteristik pengendalian kendaraan, khususnya
membuat sukar pengemudian kendaraan.
Kendaraan pemadam harus mampu untuk bertugas di bawah kondisi yang mungkin
memerlukan operasi di luar jalan beraspal. Komponen casis harus dipilih dengan
pertimbangan kondisi tugas yang berat.
A.7.1.1 Berat per personil 70 kg tidak termasuk berat SCBA dan peralatan yang dibawa
oleh seorang petugas pemadam kebakaran, karena berat peralatan tersebut sudah
dibicarakan di bagian lain.
A.7.2.1 Standar ini tidak memberikan besar mesin minimum karena besar mesin perlu
dipilih untuk disesuaikan dengan kondisi rancangan dan penugasan.
Banyak dinas kebakaran menyukai mesin putaran-rendah torsi-tinggi untuk tugas dinas
kebakaran sebab mesin semacam itu mempunyai karakteristik kinerja bagus ketika
menjalankan kendaraan melalui lalu lintas kota dan ketika menggerakkan pompa. Akan
tetapi mesin putaran-tinggi juga kerap digunakan untuk kendaraan pemadam, khususnya
pada kasus casis kendaraan komersial. Bila mesin bensin putaran tinggi dipilih untuk
digunakan dalam kendaraan pemadam, direkomendasikan bahwa satu dari komponen
berikut dispesifikasikan: sumbu belakang dua-kecepatan dengan bilangan rasio tinggi atau
transmisi tambahan.
A.7.2.1.1 Kecepatan maksimum yang diatur ditentukan oleh manufaktur mesin sebagai
sebuah batas aman dari putaran mesin. Alat pengatur atau sistem pengendalian bahan
bakar elektronik seharusnya mencegah mesin dari melampaui putaran yang aman. Sebagian
besar manufaktur mesin mengijinkan toleransi plus 2 persen untuk putaran maksimum yang
diatur.
A.7.2.1.3 Penyetopan mesin yang di luar kendali operator pompa selama operasi
pemadaman kebakaran dapat mengakibatkan kehilangan tekanan aliran air pompa yang
dapat membahayakan personil.
58 dari 69
SNI 09-7053-2004
Bila terdapat kondisi lokal yang ekstrim, yaitu temperatur dan humiditas tinggi atau
temperatur yang sangat rendah, pembeli harus secara khusus menyatakan di bawah kondisi
lingkungan apa kendaraan diharapkan untuk beroperasi.
A.7.2.3.1 Saringan minyak pelumas aliran penuh adalah wajib dengan beberapa mesin
diesel.
A.7.2.4.1.1 Tingkat di mana proteksi udara inlet dipersyaratkan dapat bergantung kepada
operasi spesifik dinas kebakaran. Kehati-hatian perlu dilakukan karena saringan udara intake
dapat mempengaruhi persyaratan restriksi udara manufaktur.
A.7.2.5 Pengeluaran dari pipa pelepasan gas buang harus diarahkan menjauhi setiap
peralatan pemadaman kebakaran karena pengeluaran semacam itu mengandung substansi
yang berminyak yang dapat membuat peralatan sulit untuk dipegang dan mungkin
berbahaya untuk digunakan.
A.7.3.1.2 Sistem rem kaki dan rem parkir dipersyaratkan merupakan sistem yang berdiri
sendiri dan terpisah sehingga setiap kegagalan salah satu sistem tidak akan mencegah
penyetopan kendaraan melalui penggunaan sistem lainnya.
59 dari 69
SNI 09-7053-2004
tidak kurang dari 0,34 m3/menit (12 ft3/menit ) untuk kelas layanan ini. Rem angin
memerlukan perhatian untuk menjaga kandungan uap air dari udara. Direkomendasikan
pembuang uap air otomatik dari jenis non beku. Penurunan tekanan udara harus dibatasi ke
rugi tekanan yang normal. Terdapatnya kondisi berikut menunjukkan kebutuhan perawatan
dengan segera:
1) Penurunan tekanan udara rem lebih dari 13,8 kPa (2 psi) dalam 1 menit untuk kendaraan
tunggal atau lebih dari 20,7 kPa (3 psi) dalam 1 menit untuk kombinasi kendaraan,
dengan mesin stop dan rem dilepas.
2) Penurunan tekanan udara rem lebih dari 20,7 kPa (3 psi) dalam 1 menit untuk kendaraan
tunggal atau lebih dari 27,6 kPa (4 psi) dalam 1 menit untuk kombinasi kendaraan,
dengan mesin stop dan rem diaplikasikan penuh.
A.7.3.1.5 Sudah ada kejadian di mana pengemudi menjadi tidak mampu ketika
mengemudikan kendaraan. Pembeli mungkin ingin mempersyaratkan lokasi penempatam
rem parkir sehingga mudah dicapai oleh awak kendaraan atau sebuah alat kontrol lain
sehingga awak kendaraan dapat menghentikan kendaraan bilamana pengemudi menjadi
tidak mampu.
A.7.3.1.7 Pembeli kendaraan dengan berat kotor kendaraan 14.061 kg (31.000 lbs) atau
lebih harus mempertimbangkan kelengkapan sistem rem tambahan. Kendaraan pemadam
biasanya berulangkali berhenti dari kecepatan tinggi yang menyebabkan keausan yang
cepat dari kanvas rem dan rem blong kadang-kadang menyebabkan kecelakaan. Sistem rem
tambahan direkomendasikan untuk kendaraan yang secara reguler beroperasi di tanjakan
curam atau panjang, di daerah yang padat di mana berulangkali berhenti adalah normal,
atau di daerah dengan jumlah keadaan darurat yang tinggi. Contoh dari sistem rem
tambahan termasuk: pengereman mesin, pengereman transmisi, pengereman gas buang,
dan pengereman poros penggerak. Beberapa sistem rem tambahan harus dilepas bila
kendaraan dioperasikan di permukaan yang licin. Ikuti rekomendasi dari manufaktur sistem
rem tambahan untuk petunjuk yang benar.
A.7.3.2.1 Instansi kebakaran dengan pemakaian jarak kilometer yang jauh secara kontinyu,
perlu untuk mempersyaratkan nilai pengenal ban untuk operasi kontinyu dari pada untuk
operasi sebentar-sebentar.
A.7.3.2.3 Sudut datang dan sudut pergi mempengaruhi tinggi bebas ke jalan dari kendaraan
ketika melewati tanjakan curam yang pendek seperti yang dapat dijumpai di jalan pintu
masuk, menyeberangi secara tegak lurus jalan dengan puncak yang tinggi, atau dalam
penggunaan di luar jalan. Sudut datang dan sudut pergi yang terlalu rendah akan
menyebabkan pergesekan badan kendaraan. Pada kasus di mana peralatan disimpan
disimpan di bawah badan, sudut datang dan sudut pergi harus diukur ke garis di bawah
peralatan.
A.7.3.3 Bila transmisi otomatis dipakai, aplikasi PTO mungkin memberikan masalah,
terutama ketika penggerak PTO ganda diperlukan. Dalam beberapa hal, penggerak PTO
hanya dapat dihubungkan dalam selang pengubah torsi dengan akibat resiko menjadi terlalu
panas dalam penggunaan yang lama. Bila terjadi putaran mesin tinggi, terdapat
kemungkinan, bila kendaraan secara tidak sengaja ditinggalkan dalam posisi gigi masuk,
torsi output akan mengatasi rem parkir dan menggerakkan kendaraan. Petunjuk operasional
yang benar adalah penting bagi transmisi otomatis.
A.7.3.4.1 Bila tangki bahan bakar berkapasitas besar diinginkan seperti pada kasus
kendaraan direncanakan untuk pelayanan daerah yang luas, kapasitas tersebut harus
dipersyaratkan oleh pembeli.
A.7.3.5 Bila pembeli menginginkan kait atau cincin dapat di akses tanpa harus membuka
pintu kompartemen, spesifikasi harus menyatakan hal tersebut.
60 dari 69
SNI 09-7053-2004
A.8.1 Bagian ini mendefinisikan persyaratan untuk alternator, batere, manajemen beban,
dan instrumentasi untuk mendeteksi kegagalan mula sistem elektrikal. Maksudnya adalah
untuk mempersyaratkan sebuah sistem elektrikal yang akan mengoperasikan kendaraan
menggunakan daya yang dipasok alternator, bila perlu membuang beban listrik yang tidak
penting, dan memberikan peringatan dini kegagalan elektrikal dalam waktu untuk
membolehkan tindakan korektif.
A.8.2.6 Maksud butir ini adalah untuk memberikan sarana yang unik untuk identifikasi
kawat atau sirkit untuk mencegah kekeliruan pengenalan dari kawat atau sirkit lain jika
reparasi sistem elektrikal diperlukan. Bila sebuah skema kode warna dipakai daripada
identifikasi unik lainnya, warna tersebut harus tidak dipakai kembali untuk kawat di dalam
setiap sirkit yang tidak berkaitan dalam rangkaian yang sama. Akan tetapi butir ini hanya
mencakup pengawatan tegangan rendah dan tidak berlaku untuk kabel terlindung yang
biasa dipakai untuk penggunaan komunikasi atau pengawatan dalam sirkit tegangan
jaringan.
A.8.3.1 Ukuran alternator minimum ditentukan dengan memakai beban yang dipersyaratkan
untuk memenuhi beban elektrikal kontinyu minimum. Dalam keadaan sebenarnya sebagian
besar kendaraan akan mempunyai beban melebihi persyaratan minimum standar ini.
Pembeli seharusnya melakukan kaji ulang output arus maksimum alternator dibandingkan
dengan penyelidikan beban untuk kendaraan yang diberikan manufaktur, untuk moda
tanggap dan tempat kejadian.
A.8.4 Batere pada kendaraan pemadam harus lebih besar dari pada batere yang biasa
dipakai pada kendaraan komersil karena selain dipakai untuk starter kendaraan, batere perlu
menyediakan energi tambahan untuk daya peralatan dengan kuat arus tinggi, yang
beroperasi sekali - sekali, seperti misalnya sirene mekanik dan penggulung slang elektrik.
Batere pada kendaraan pemadam harus dipilih yang mempunyai kuat arus untuk start
kendaraan dan kapasitas cadangan yang cukup untuk start kembali mesin setelah
pengeluaran yang besar.
A.8.7.1 Alat peringatan optis bagian atas memberikan peringatan pada suatu jarak dari
kendaraan dan alat peringatan optis bagian bawah memberikan peringatan dalam jarak
dekat kendaraan.
61 dari 69
SNI 09-7053-2004
Maksud dari sistem lampu peringatan adalah untuk memberikan sinyal menyeluruh melalui
operasi dari sebuah saklar utama tunggal ketika sedang menanggapi atau memblokir jalan.
Tidak ada maksud untuk mencegah penggunaan lampu peringatan bagian bawah ketika
pengemudi kendaraan pemadam percaya bahwa pengurangan semacam itu sesuai dengan
misi kendaraan, cuaca, atau faktor operasional lainnya. Pembeli dapat mempersyaratkan
saklar tambahan di sebelah hilir saklar utama untuk mengendalikan peralatan individuil atau
kelompok peralatan.
Pembeli mungkin ingin mempersyaratkan lampu lalu lintas jenis aliran seperti lampu
penunjuk arah warna amber untuk digunakan memberi sinyal kepada pengendara yang
mendekati jalan yang diblokir.
A.8.7.7 Sistem peringatan optis minimum harus membutuhkan tidak lebih dari rata – rata 40
Amper untuk operasi peralatan optis bagian atas dan bagian bawah pada moda
pemblokiran. Pada kendaraan yang karena panjangnya memerlukan lampu di tengah, harus
membutuhkan tidak lebih dari 5 Amper arus tambahan untuk setiap set lampu tengah.
Sistem peringatan optis yang menarik arus lebih dari 40 Amper mungkin memerlukan
modifikasi dari sistem elektrikal yang dipersyaratkan dalam butir 8.3 agar dapat memasok
daya tambahan yang dibutuhkan.
A.8.7.8 Sistem peringatan optis minimum harus membutuhkan tidak lebih dari rata – rata
35 Amper untuk operasi peralatan optis pada moda pemblokiran.
A.8.8.1 Bila pembeli ingin mendapatkan kontrol sirene dalam jangkauan dekat dari orang
di posisi tempat duduk depan kiri dan kanan, maka pembeli harus mempersyaratkan hal
tersebut. Pada beberapa kendaraan, saklar kontrol yang banyak mungkin diperlukan untuk
mendapatkan jangkauan yang nyaman dari kedua posisi tersebut. Bila alat sinyal lain,
seperti tambahan sirene, bel, klakson udara, atau alarm dengung (buzzer) diinginkan, jenis
alat dan lokasi kontrolnya harus juga dipersyaratkan.
A.9.1.1 Pembeli akan perlu untuk menentukan jumlah kursi yang diperlukan untuk
membawa personil dan mungkin ingin mempersyaratkan susunan posisi duduk.
Perpanjangan atap kabin dengan penutup jenis pintu serambi (patio door-type) atau penutup
ruangan personil jenis kamar telepon (phone-booth type) yang terpisah adalah cara yang
dapat diterima untuk memberikan posisi tempat duduk yang tertutup penuh.
A.9.1.6 Unit SCBA atau peralatan lain yang disimpan di dalam kompartemen awak dapat
menyebabkan luka yang serius kepada awak ketika peralatan tersebut terlempar ke
sekeliling kompartemen sebagai akibat dari sebuah kecelakaan atau tabrakan. Semua
peralatan yang disimpan di dalam kompartemen awak harus diberi penopang atau
disediakan kompartemen untuk meminimalkan resiko luka-luka.
A.9.3 Pembeli seharusnya mempertimbangkan untuk mempersyaratkan kontrol jauh pada
kaca spion untuk fasilitasi penyetelan kaca yang benar. Bila diperlukan, pemanas kaca juga
harus dipertimbangkan.
A.9.3.1 Dengan persyaratan untuk kompartemen pengemudi dan awak yang tertutup
penuh, potensi untuk penumpukan panas di daerah ini menjadi lebih besar. Pembeli harus
menyadari hal ini dan mungkin ingin untuk mempersyaratkan fan ventilasi atau sistem tata
udara (AC) untuk menjaga temperatur kompartemen pengemudi dan awak lebih rendah.
A.9.3.3 Pembeli harus menyadari bahwa kondisi dan prosedur operasi lokal dapat
menyebabkan penumpang bergerak maju menghalangi penglihatan pengemudi. Tempat
duduk harus diatur agar supaya SCBA dan setiap penumpang yang memakai pakaian
pelindung tidak menyebabkan halangan penglihatan. Pergerakan penumpang harus
dipertimbangkan ketika memasang radio, komputer, dan peralatan lain sehingga gerakan ke
depan atau ke samping dikurangi dan tidak menghalangi penglihatan pengemudi.
62 dari 69
SNI 09-7053-2004
A.10.2 Pembeli perlu untuk memberikan kepada manufaktur kendaraan berupa rincian dari
kebutuhan khusus untuk peralatan komunikasi seperti ukuran radio, konsumsi daya, dan
lokasinya.
A.10.3 Luka-luka petugas pemadam kebakaran yang diakibatkan dari memanjat kendaraan
untuk mengambil, menyimpan, dan mengoperasikan peralatan dapat diminimalkan bila
spesifikasi mempersyaratkan bahwa peralatan dapat diakses dari permukaan tanah. Contoh
dari cara untuk mengurangi perlunya memanjat kendaraan juga termasuk, tetapi tidak
terbatas kepada, menggunakan rak peralatan bermotor listrik, menggunakan monitor dengan
kontrol jauh, menurunkan ruang penyimpanan untuk slang pemadaman yang telah
disambung dan menggunakan baki tarik keluar, menggunakan baki penyimpanan sorong
keluar atau tarik ke bawah, dan menyediakan pemeriksaan permukaan cairan dari
permukaan tanah.
Bila peralatan selain dari peralatan yang awalnya sudah terpasang di kendaraan akan
dibawa, pengguna kendaraan harus menjamin bahwa peralatan tersebut harus dipasang
secara aman di kendaraan dengan pemegang yang benar.
A.10.5 Unit SCBA biasanya disimpan di belakang tempat duduk awak, dan pada dinding,
pintu, atau rak dari kompartemen penyimpanan.
Ruang di mana unit komplit SCBA akan dipasang harus diatur untuk mencegah kerusakan
pada slang, tali pengikat bahu, tali pinggang, masker, regulator, dan alat pelengkap
tambahan lainnya. Aturan ini harus termasuk pencegahan keausan dan kerobekan karena
gerakan kendaraan pada masker yang lembut. Masker harus disimpan di dalam kantung
nilon atau plastik untuk mencegah abrasi semacam itu.
Penyimpanan untuk cadangan slang, masker, regulator, dan aksesori SCBA lainnya harus di
dalam sebuah tempat yang bersih dan kering, jauh dari peralatan yang menghasilkan panas
atau kerusakan mekanik. Lebih disukai peralatan tersebut harus disimpan secara individual
dalam plastik atau kotak non korosif dengan tutup bebas debu. Isi setiap kotak harus
ditandai pada bagian luar dengan label.
A.10.5.5 Silinder SCBA selalu harus disimpan dengan katup terpasang di atas silinder.
A.10.5.6 Silinder SCBA harus disimpan dengan katup terekspos ke bukaan kompartemen
atau ruang penyimpanan untuk membolehkan inspeksi katup atau alat ukur.
A.10.7.1 Maksud dari persyaratan besar dan penempatan anak tangga adalah untuk
menjamin bahwa telapak petugas pemadam kebakaran akan ditopang sepanjang 178 mm
sampai 203 mm (7 in. sampai 8 in.) dari jari kaki bila kaki ditempatkan pada anak tangga
dalam posisi memanjat normal. Pinggir utama anak tangga tidak perlu sisi berseberangan
dari lokasi pemegang.
Naik ke dalam dan turun dari kompartemen pengemudi dan awak jenis tertentu adalah sulit
secara ergonomis dan telah mengakibatkan kejatuhan dan luka-luka petugas pemadam
kebakaran. Ketika merencanakan dan membuat spesifikasi kendaraan, sangat disarankan
bahwa manufaktur kendaraan dan casis dikonsultasikan mengenai alternatif yang ada agar
supaya membuat akses kompartemen pengemudi dan awak nyaman secara ergonomis dan
seaman mungkin.
63 dari 69
SNI 09-7053-2004
A.10.7.3 Kendaraan dibangun dengan daerah permukaan yang tidak dimaksudkan untuk
dipakai sebagai tempat anak tangga, berdiri, dan berjalan. Daerah tersebut termasuk
penutup kosmetik dan protektif pada permukaan horisontal. Selama tahap perancangan
kendaraan, pembeli harus menentukan daerah mana sebagai tempat anak tangga, berdiri,
dan berjalan. Adalah penting bahwa bahan yang sesuai dipilih untuk aplikasi dan kondisi
lokal.
Ketika memilih permukaan anak tangga, berdiri, dan berjalan, pembeli harus
mempertimbangkan pemakaian jangka panjang kendaraan. Tahanan slip dari permukaan
tertentu dapat rusak karena waktu. Adalah juga penting bagi pengguna untuk memelihara
dengan benar atau mengganti bahan anti slip ketika bahan tersebut rusak karena waktu.
A.10.8 Pegangan tangan harus dipasang dalam sebuah cara untuk meminimalkan resiko
rusak atau terlepas karena pergesekan oleh obyek lain seperti pohon-pohon.
A.10.10 Kendaraan yang dilengkapi dengan gulungan slang 1 ½ in. harus mempunyai
kapabilitas penggulungan kembali yang bermotor. Tetapi bila dilengkapi dengan
penggulungan kembali manual, harus diperhatikan lokasi dari engkol tangan. Engkol
tersebut harus diletakkan di lokasi yang memudahkan operator menggulung kembali slang
tanpa harus memanjat kendaraan.
A.11.2.3.2 Operasi paralel dapat disebut sebagai “volume” dan operasi seri sebagai
“tekanan”.
A.11.2.4.1 Pada ketinggian 610 m (2000 ft), tekanan atmosfir sebenarnya (tanpa
koreksi) yang ekivalen ke permukaan laut pada 101,2 kPa (29,9 in. Hg) adalah 94,1 kPa Hg
(27,8 in.).
Nilai yang diberikan dalam Tabel 11.2.4.1(b) adalah nilai rugi tekanan karena pintu masuk
aliran, kecepatan, dan friksi sepanjang 6 m (20 ft) selang hisap (termasuk strainer) dari
diameter yang ditunjuk.
Dasar dari tabel rugi friksi adalah data pengujian tahun 1953 dan data pengujian terhimpun
lainnya. Pada tahun 1976, data ini dikaji kembali dan dimasukkan ke dalam tabel 11.2.4.1(b).
Data sudah termasuk komponen head kecepatan dan sudah termasuk belokan karena nilai
sebenarnya didapat dari slang hisap yang berbelok dari hisapan masuk ke dalam lubang
tangki pengujian.
A.11.2.4.2 Bila kendaraan akan diserahkan ke daerah yang terletak jauh lebih tinggi dari
lokasi pabrik atau pengujian lainnya, daya berlebih yang cukup harus disediakan untuk
kompensasi daya motor bakar biasa - tanpa turbo, yang berkurang dengan elevasi diatas
permukaan laut. Kinerja sebuah pompa kebakaran dapat dirugikan oleh rancangan
pemipaan hisap atau penambahan katup pada sisi hisap pompa. Kerugian karena
penambahan pipa atau katup pada hisapan pompa dapat dihitung dan dipakai untuk
menentukan kinerja pompa.
A.11.3.4 Sebuah mesin pemompaan yang terpisah dapat memakai sistem batere casis
kendaraan, atau dapat mempunyai batere sendiri yang terpisah. Apapun sistem yang
digunakan, pengisian batere dan pasokan listrik sebaiknya dirancang untuk memenuhi
standar ini.
A.11.4.3 Setiap komponen di jalur penggerak (driveline) mempunyai nilai nominal torsi
untuk tugas terus-menerus. Pada tingkat penggunaan ini, setiap komponen juga mempunyai
umur rancangan yang dinyatakan sebagai jumlah jam pemakaian pada nilai nominal torsi.
Umur rancangan beberapa komponen dapat jauh lebih sedikit dari pada komponen sistem
jalur penggerak lainnya. Sebuah hourmeter yang diaktivasikan oleh sistem pompa dan diberi
label sebaiknya disediakan untuk mencatat jumlah jam penggunaan sistem jalur penggerak.
64 dari 69
SNI 09-7053-2004
A.11.5.1 Pompa dan pemipaan yang sering digunakan untuk memompa air laut, air dengan
bahan tambahan (additive), atau air yang bersifat korosif lainnya sebaiknya dibuat dari
perunggu (bronze) atau bahan tahan karat lainnya. Untuk pemompaan kadang-kadang air
seperti itu, pompa yang terbuat dari bahan lain dapat digunakan bila setelah dipakai dikuras
secara benar dengan air bersih. Dimana air korosif dipompa dan pompa serta pemipaan
tidak terbuat dari bahan tahan karat, penempatan anoda di dalam pompa dapat
meminimalkan efek korosif.
Terminologi “all bronze” menunjukkan bahwa rumah pompa, impeller, manifol hisap dan
pelepasan, dan komponen utama lainnya yang terekspos ke air yang dipompa, kecuali
bantalan poros dan seal, terbuat dari bahan campuran dengan kandungan tembaga tinggi.
Lebih disukai untuk menggunakan bahan yang sama untuk pompa dan pemipaan.
Efek korosif adalah proporsional ke pada perbandingan massa perunggu ke besi. Karena itu
lebih disukai untuk menggunakan bahan yang sama untuk pompa dan pemipaan. Dimana
keduanya besi dan perunggu digunakan, lebih disukai untuk mempertahankan massa besi
lebih besar dari perunggu.
A.11.6.1 Intake dapat lebih besar dari ukuran slang hisap yang dispesifikasi dalam Tabel
11.2.4.1(a). Juga menguntungkan untuk mempunyai katup di satu atau lebih intake. Pembeli
sebaiknya mempersyaratkan bila harus disediakan intake yang lebih besar dan bila intake
harus dilengkapi dengan katup.
Intake pada bagian depan atau belakang kendaraan, atau yang lokasinya khusus, mungkin
tidak membolehkan kapasitas pemompaan dari sumber air terbuka (drafting) pada nilai
tekanan. Pembeli sebaiknya mempersyaratkan laju aliran dari intake pembantu, terutama
intake depan dan belakang atau intake lainnya yang terletak 3 m (10 ft) atau lebih dari
pompa.
A.11.6.2 Ukuran lubang saringan dimaksudkan untuk kotoran dengan dimensi umumnya
uniform. Disadari bahwa kotoran dengan dimensi nonuniform, yaitu lebih panjang
sehubungan dengan luas penampangnya, mungkin dapat melewati strainer tetapi tidak
dapat melalui pompa.
A.11.7.1 Aliran yang tertera untuk setiap ukuran pelepasan adalah minimum, dan hanya
untuk tujuan penilaian saja. Bila pemipaan dan katup memadai, aliran yang jauh lebih besar
untuk suatu ukuran pelepasan mungkin dapat tercapai.
A.11.7.3 Bila diperlukan aliran lebih besar dari 757 L/menit (200 gpm) melalui saluran yang
telah disambung, pemipaan dari pompa ke saluran tersebut sebaiknya lebih besar dari 51
mm (2 in.) supaya rugi gesek masih layak. Bila diinginkan tambahan saluran yang telah
disambung, lokasi dan ukuran slang sebaiknya dispesifikasikan.
A.11.7.9 Bila mungkin, lubang pelepasan sebaiknya diposisikan di tempat jauh dari posisi
operator.
A.11.9.1 Idealnya, tidak terdapatnya intake atau pelepasan pada posisi operator akan
menyederhanakan dan memperbaiki keselamatan operator. Bila pemindahan keseluruhan
sambungan tersebut tidak praktis, pengurangan dan penempatan sambungan tersebut
secara hati-hati, dengan keselamatan operator dalam perhatian, akan sangat memperbaiki
situasi.
65 dari 69
SNI 09-7053-2004
Banyak instansi kebakaran mendapati kegunaan kode warna pada label identifikasi berbagai
macam pengendalian intake dan pelepasan. Meskipun proses ini dapat menyederhanakan
operasi pompa, ini dapat juga menyebabkan kekacauan bila pola yang sama tidak
diterapkan kepada semua kendaraan di instansi kebakaran. Untuk standardisasi, skema
kode warna dalam Tabel B.1 direkomendasikan untuk semua kendaraan baru.
Tabel A.1 Kode warna untuk label kontrol pipa masuk (intake) dan pelepasan
66 dari 69
SNI 09-7053-2004
Katup relief pelepasan (discharge relief valve) mengatur tekanan dengan melewatkan air dari
sisi pelepasan pompa kembali ke sisi intake pompa. Jenis sistem ini bekerja dalam tekanan
yang berbeda kira-kira 483 – 621 kPa (70 – 90 psi) antara intake dan pelepasan pompa. Bila
tidak ada terdapat katup relief diferensial tekanan (pressure differential relief valve), katup
relief pelepasan mungkin tidak dapat mengatur secara penuh kenaikan tekanan.
Bila salah satu, katup relief pelepasan atau pengatur tekanan, digunakan dengan tekanan
inlet tinggi, sebuah katup relief intake atau sistem kontrol total harus ditambahkan.
Dalam kasus dimana katup relief intake yang dipilih, maka harus mempunyai ukuran dan
waktu tanggap cukup untuk menangani rentang kinerja pompa. Juga harus dapat dengan
mudah dikontrol oleh operator pompa sehingga tekanan yang masuk dapat disetel untuk
setiap peristiwa. Untuk hasil paling baik, operator sebaiknya menyetel katup relief untuk
beroperasi pada 620 kPa (90 psi) dibawah tekanan operasi pelepasan yang diiinginkan.
Sistem kontrol tekanan seharusnya disertifikasi oleh manufakturnya atau oleh sebuah
organisasi pengujian independen yang disetujui oleh instansi berwenang. Karena pentingnya
sistem ini, instansi berwenang mungkin menghendaki pengujian kinerja dilakukan pada
sistem yang telah terpasang.
A.11.10.7 Instansi kebakaran yang memerlukan penyedotan sumber air terbuka (draft)
waktu melakukan operasi di luar tangki air akan mendapati bahwa penambahan katup
selektor alat pemancing (primer) atau katup kontrol priming kedua pada sisi luar katup hisap
pompa akan menghilangkan bahaya kavitasi waktu memasok saluran semprot. Sebuah
saluran vakum ditarik ke sisi luar katup dan disambung ke alat pemancing melalui sebuah
katup selektor. Pengaturan selektor samping, depan dan belakang dapat diatur untuk
membolehkan pancingan dari setiap sisi unit dengan satu pemancing.
A.11.11 Sistem kontrol gas elektronik yang tersedia akan memberikan lebih besar
fleksibilitas kepada operator karena dapat diset seperti sebuah pedal gas kaki atau sebuah
pengatur tekanan (pressure governor).
A.11.12.1 Sebuah indikator permukaan bahan bakar mesin pemompaan atau lampu
peringatan warna merah yang menunjukkan bila permukaan bahan bakar turun di bawah
¼ kapasitas tangki sebaiknya disediakan di panel operator pompa.
A.11.12.3 Nilai tekanan operasi dari slang diameter besar adalah jauh di bawah dari pada
sebuah slang standar. Karena itu, sebuah alat ukur tekanan individual diperlukan untuk
membolehkan operator untuk mengawasi tekanan pelepasan meskipun tersedia sebuah
meter aliran.
A.11.13.2.2 Pembeli mungkin menghendaki sertifikasi oleh sebuah organisasi pengujian
independen, terutama sekali bila pompa dipersyaratkan untuk memenuhi aplikasi
pemompaan terus-menerus secara luas.
A.11.13.3.1.2 Bila pengujian dilakukan di dalam sebuah bangunan atau tempat lain yang
mempunyai sirkulasi udara terbatas, peralatan monitor karbon monoksida sebaiknya
digunakan. Peralatan semacam itu sebaiknya diperiksa dan dikalibrasi secara reguler dan
sebaiknya mencakup sebuah alat peringatan yang sesuai.
67 dari 69
SNI 09-7053-2004
A.11.13.3.3 Bila sebuah mesin beroperasi pada atau dekat daya penuh waktu stasioner,
panas yang dihasilkan dapat menaikkan temperatur komponen tertentu casis atau sistem
pemompaan di atas suatu nilai, sehingga bila disentuh, dapat menyebabkan
ketidaknyamanan yang sangat atau luka-luka; tetapi, sepanjang kendaraan dapat
dioperasikan dan dipergunakan dengan memuaskan untuk selama persyaratan pengujian di
bawah kondisi seperti itu, kondisi ini sebaiknya dianggap dapat diterima.
Daya angkat hisap (suction lift) dapat ditentukan oleh salah satu: pengukuran tekanan
negatif (vakum) di manifol intake pompa dengan sebuah manometer, atau alat ukur lain yang
sesuai yang mengukur vakum secara akurat, atau dengan menambahkan daya angkat
vertikal (vertical lift) dan nilai rugi gesek dan masuk (entrance) dari Tabel 11.2.4.1(b). Untuk
akurasi, bacaan alat ukur sebaiknya dikoreksi untuk perbedaan elevasi alat ukur dengan
garis pusat intake pompa, tetapi biasanya jumlah ini kecil dan dapat diabaikan. Jadi, tekanan
net pompa dapat dikalkulasi menggunakan rumus berikut:
P = D + (H x 0,5)
atau
P = D + 0,43 (L + F)
dimana:
P = tekanan net pompa (psi)
D = tekanan pelepasan (psi alat pengukur (gauge))
H = bacaan manometer (in. Hg)
L = daya angkat vertikal (vertical lift)
F = rugi gesek dan masuk (entrance) (ft air)
A.12.2.2 Tangki air dapat mempunyai beberapa konfigurasi seperti bulat, eliptikal, persegi
empat, atau huruf-T. Karakteristik pengemudian kendaraan kendaraan dapat sangat
dipengaruhi oleh pusat gravitasi vertikal dan horizontal kendaraan. Pembeli sebaiknya
menyatakan persyaratan laju pengisian dan pengeluaran bila laju tersebut melebihi standar
ini atau kebutuhan lokal lainnya dan membiarkan manufaktur kendaraan merancang bentuk
tangki untuk secara paling baik memenuhi persyaratan beban sumbu dan pusat gravitasi.
Bila tangki dibuat sebagai satu kesatuan dengan badan dan kompartemen, bahan yang
dipakai adalah penting. Bahan harus anti karat dan mempunyai sifat tidak mudah
berkeringat.
A.12.2.4 Rancangan dari tangki air dapat menjadi sebuah faktor yang sangat kritis
dalam karakteristik pengemudian kendaraan pemadam. Bila air bebas bergerak pada salah
satu arah longitudinal atau lateral di dalam tangki, pada kasus di mana tangki setengah
penuh, inersia yang sangat besar dapat timbul yang cenderung memaksa kendaraan dalam
arah pergerakan air. Bila air sampai pada ujung tangki, aplikasi tiba-tiba dari gaya dapat
menyebabkan kendaraan lepas kendali, dan telah diketahui dapat menyebabkan kendaraan
pemadam terguling atau slip ketika sedang membelok atau berhenti mendadak. Hanya ada
satu metoda untuk mencegah kecelakaan seperti itu yaitu membatasi atau mengacaukan
pergerakan air sehingga inersia tidak akan terjadi ke satu arah. Caranya dengan memasang
68 dari 69
SNI 09-7053-2004
partisi untuk salah satu, membatasi air dalam ruangan-ruangan kecil di dalam tangki
(metoda pengurungan), atau mengacaukan momentum air dengan mengubah arah
gerakannya (metoda dinamik). Partisi di dalam sebuah sistem pengurungan membuat
kompartemen-kompartemen saling berhubungan oleh bukaan di antaranya sehingga udara
dan air dapat mengalir pada laju yang dispesifikasi ketika mengisi atau mengosongkan
tangki. Partisi di dalam sebuah sistem dinamik sering diselang-seling dalam sebuah susunan
yang dirancang untuk mengubah arah air dan menukarnya ke dalam gerakan turbulen yang
banyak menyerap energi air sendiri.
A.12.3.2 Untuk sebuah kendaraan pompa, standar ini menentukan aliran minimum sebesar
1900 L/menit (500 gpm) dari tangki air. Ini untuk membolehkan pasokan dua 38 mm (1 ½
in.) atau 44 mm (1 ¾ in.) atau satu 65 mm (2 ½ in.) saluran slang dari tangki untuk
serangan pemadaman awal.
Bila menginginkan laju dari tangki ke pompa yang lebih besar dari laju minimum ini, instansi
kebakaran harus mempersyaratkan laju yang lebih besar.
A.12.3.3 Sebuah katup satu arah (check valve) dipasang pada sambungan tangki ke pompa
adalah metoda yang paling biasa digunakan untuk mencegah air mengalir balik ke dalam
tangki pada sebuah laju yang berlebihan bila pompa sedang dipasok dari sebuah hidran atau
kendaraan pompa estafet (relay pumper) dan katup sambungan tangki ke pompa dibiarkan
dalam posisi terbuka secara tidak sengaja.
A.12.4.1 Sebuah laju aliran berlebihan ketika mengisi tangki dapat menghasilkan
penambahan tekanan di dalam tangki yang dapat menyebabkan kerusakan yang permanen
atau kegagalan.
A.12.4.2 Sebuah lubang pembuangan udara/limpahan perlu supaya luapan tekanan tidak
terjadi di dalam tangki ketika sedang diisi, dengan kemungkinan air akan dapat tumpah
keluar dari lubang pembuangan udara/limpahan waktu kendaraan sedang bergerak (misal
sedang berakselerasi, mengerem, atau membelok). Menara pengisian dan lubang
pembuangan udara/limpahan sebaiknya disusun sedemikian sehingga tumpahan air
diminimalkan dan diarahkan di belakang roda belakang.
A.12.5 Bila pengujian beberapa komponen kendaraan disertifikasi oleh sebuah organisasi
pengujian independen, pembeli mungkin menghendaki untuk mempersyaratkan bahwa
kapasitas tangki air juga disertifikasi oleh organisasi tersebut.
69 dari 69
B UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA
1. UU RI No 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung
UU NO.: 28 TAHUN 2002
Mengingat : Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Keempat Undang-Undang
Dasar 1945;
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu
dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di
1 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan
kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan
usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.
2. Penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan yang meliputi
proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan,
pelestarian, dan pem-bongkaran.
3. Pemanfaatan bangunan gedung adalah kegiatan memanfaatkan bangunan gedung sesuai
dengan fungsi yang telah ditetapkan, termasuk kegiatan pemeliharaan, perawatan, dan
pemeriksaan secara berkala.
4. Pemeliharaan adalah kegiatan menjaga keandalan bangunan gedung beserta
prasarana dan sarananya agar selalu laik fungsi.
5. Perawatan adalah kegiatan memperbaiki dan/atau mengganti bagian bangunan
gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarana agar bangunan
gedung tetap laik fungsi.
6. Pemeriksaan berkala adalah kegiatan pemeriksaan keandalan seluruh atau sebagian
bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarananya dalam
tenggang waktu tertentu guna menyatakan kelaikan fungsi bangunan gedung.
7. Pelestarian adalah kegiatan perawatan, pemugaran, serta pemeliharaan bangunan
gedung dan lingkungannya untuk mengembalikan keandalan bangunan tersebut
sesuai dengan aslinya atau sesuai dengan keadaan menurut periode yang
dikehendaki.
8. Pembongkaran adalah kegiatan membongkar atau merobohkan seluruh atau sebagian
bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarananya.
9. Pemilik bangunan gedung adalah orang, badan hukum, kelompok orang, atau
perkumpulan, yang menurut hukum sah sebagai pemilik bangunan gedung.
10. Pengguna bangunan gedung adalah pemilik bangunan gedung dan/atau bukan pemilik
bangunan gedung berdasarkan kesepa-katan dengan pemilik bangunan gedung, yang
menggunakan dan/atau mengelola bangunan gedung atau bagian bangunan gedung
sesuai dengan fungsi yang ditetapkan.
11. Pengkaji teknis adalah orang perorangan, atau badan hukum yang mempunyai
sertifikat keahlian untuk melaksanakan pengkajian teknis atas kelaikan fungsi
bangunan gedung sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
12. Masyarakat adalah perorangan, kelompok, badan hukum atau usaha, dan lembaga
atau organisasi yang kegiatannya di bidang bangunan gedung, termasuk masyarakat
hukum adat dan masyarakat ahli, yang berkepentingan dengan penyelenggaraan
bangunan gedung.
13. Prasarana dan sarana bangunan gedung adalah fasilitas kelengkapan di dalam dan di
luar bangunan gedung yang mendukung pemenuhan terselenggaranya fungsi
bangunan gedung.
14. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah erangkat Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta para menteri.
15. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah kabupaten atau kota beserta perangkat daerah
otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah, kecuali untuk Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta adalah gubernur.
2 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN LINGKUP
Pasal 2
Bangunan gedung diselenggarakan berlandaskan asas kemanfaatan, keselamatan,
keseimbangan, serta keserasian bangunan gedung dengan lingkungannya.
Pasal 3
Pengaturan bangunan gedung bertujuan untuk:
1. mewujudkan bangunan gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata bangunan
gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya;
2. mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan gedung yang menjamin keandalan
teknis bangunan gedung dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan
kemudahan;
3. mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung.
Pasal 4
Undang-undang ini mengatur ketentuan tentang bangunan gedung yang meliputi fungsi,
persyaratan, penyelenggaraan, peran masyarakat, dan pembinaan.
BAB III
FUNGSI BANGUNAN GEDUNG
Pasal 5
1. Fungsi bangunan gedung meliputi fungsi hunian, keagamaan, usaha, sosial dan
budaya, serta fungsi khusus.
2. Bangunan gedung fungsi hunian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi
bangunan untuk rumah tinggal tunggal, rumah tinggal deret, rumah susun, dan rumah
tinggal sementara.
3. Bangunan gedung fungsi keagamaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi
masjid, gereja, pura, wihara, dan kelenteng.
4. Bangunan gedung fungsi usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi bangunan
gedung untuk perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi,
terminal, dan penyimpanan.
5. Bangunan gedung fungsi sosial dan budaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
meliputi bangunan gedung untuk pendidikan, kebudayaan, pelayanan kesehatan,
laboratorium, dan pelayanan umum.
3 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
6. Bangunan gedung fungsi khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi
bangunan gedung untuk reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan, dan bangunan
sejenis yang diputuskan oleh menteri.
7. Satu bangunan gedung dapat memiliki lebih dari satu fungsi.
Pasal 6
(1) Fungsi bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus sesuai dengan
peruntukan lokasi yang diatur dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten/Kota.
(2) Fungsi bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah dan dicantumkan dalam izin mendirikan bangunan.
(3) Perubahan fungsi bangunan gedung yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) harus mendapatkan persetujuan dan penetapan kembali oleh
Pemerintah Daerah.
(4) Ketentuan mengenai tata cara penetapan dan perubahan fungsi bangunan gedung
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB IV
PERSYARATAN BANGUNAN GEDUNG
Bagian Pertama
Umum
Pasal 7
(1) Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan
teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung.
(2) Persyaratan administratif bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan
izin mendirikan bangunan.
(3) Persyaratan teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung.
(4) Penggunaan ruang di atas dan/atau di bawah tanah dan/atau air untuk bangunan
gedung harus memiliki izin penggunaan sesuai ketentuan yang berlaku.
(5) Persyaratan administratif dan teknis untuk bangunan gedung adat, bangunan gedung
semi permanen, bangunan gedung darurat, dan bangunan gedung yang dibangun pada
daerah lokasi bencana ditetapkan oleh Pemerintah Daerah sesuai kondisi sosial dan
budaya setempat.
Bagian Kedua
Persyaratan Administratif Bangunan Gedung
4 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
Pasal 8
(1) Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif yang meliputi:
a. status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;
b. status kepemilikan bangunan gedung; dan
c. izin mendirikan bangunan gedung;
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Setiap orang atau badan hukum dapat memiliki bangunan gedung atau bagian
bangunan gedung.
(3) Pemerintah Daerah wajib mendata bangunan gedung untuk keperluan tertib
pembangunan dan pemanfaatan.
(4) Ketentuan mengenai izin mendirikan bangunan gedung, kepemilikan, dan pendataan
bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Persyaratan Tata Bangunan
Paragraf 1
Umum
Pasal 9
(1) Persyaratan tata bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) meliputi
persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan
gedung, dan persyaratan pengendalian dampak lingkungan.
(2) Persyaratan tata bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan lebih
lanjut dalam rencana tata bangunan dan lingkungan oleh Pemerintah Daerah.
(3) Ketentuan mengenai tata cara penyusunan rencana tata bangunan dan lingkungan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Paragraf 2
Persyaratan Peruntukan dan
Intensitas Bangunan Gedung
Pasal 10
(1) Persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung sebagai-mana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (1) meliputi persyaratan peruntukan lokasi, kepadatan, ketinggian, dan jarak
bebas bangunan gedung yang ditetapkan untuk lokasi yang ber-sangkutan.
(2) Pemerintah Daerah wajib menyediakan dan memberikan informasi secara terbuka
tentang persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung bagi masyarakat yang
5 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
memerlukannya.
Pasal 11
(1) Persyaratan peruntukan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1)
dilaksanakan berdasarkan ketentuan tentang tata ruang.
(2) Bangunan gedung yang dibangun di atas, dan/atau di bawah tanah, air, dan/atau
prasarana dan sarana umum tidak boleh mengganggu keseimbangan lingkungan, fungsi
lindung kawasan, dan/atau fungsi prasarana dan sarana umum yang bersangkutan.
(3) Ketentuan mengenai pembangunan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
(1) Persyaratan kepadatan dan ketinggian bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
ayat (1) meliputi koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, dan ketinggian
bangunan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan untuk lokasi yang bersangkutan.
(2) Persyaratan jumlah lantai maksimum bangunan gedung atau bagian bangunan
gedung yang dibangun di bawah permukaan tanah harus mempertimbangkan
keamanan, kesehatan, dan daya dukung lingkungan yang dipersyaratkan.
(3) Bangunan gedung tidak boleh melebihi ketentuan maksimum kepadatan dan ketinggian
yang ditetapkan pada lokasi yang bersangkutan.
(4) Ketentuan mengenai tata cara perhitungan dan penetapan kepadatan dan ketinggian
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 13
(1) Persyaratan jarak bebas bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat
(1) meliputi:
a. garis sempadan bangunan gedung dengan as jalan, tepi sungai, tepi pantai, jalan
kereta api, dan/atau jaringan tegangan tinggi;
b. jarak antara bangunan gedung dengan batas-batas persil, dan jarak antara as jalan
dan pagar halaman yang diizinkan pada lokasi yang bersangkutan.
(2) Persyaratan jarak bebas bangunan gedung atau bagian bangunan gedung yang dibangun
di bawah permukaan tanah harus mempertimbangkan batas-batas lokasi, keamanan,
dan tidak mengganggu fungsi utilitas kota, serta pelaksanaan pembangunannya.
(3) Ketentuan mengenai persyaratan jarak bebas bangunan gedung sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Paragraf 3
Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung
Pasal 14
(1) Persyaratan arsitektur bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
6 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
Paragraf 4
Persyaratan Pengendalian Dampak Lingkungan
Pasal 15
(1) Penerapan persyaratan pengendalian dampak lingkungan hanya berlaku bagi bangunan
gedung yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan.
(2) Persyaratan pengendalian dampak lingkungan pada bangunan gedung
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Bagian Keempat
Persyaratan Keandalan Bangunan Gedung
Paragraf 1
Umum
Pasal 16
(1) Persyaratan keandalan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(3), meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan.
(2) Persyaratan keandalan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan berdasarkan fungsi bangunan gedung.
7 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
Paragraf 2
Persyaratan Keselamatan
Pasal 17
(1) Persyaratan keselamatan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
ayat (1) meliputi persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung
beban muatan, serta kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan
menanggulangi bahaya kebakaran dan bahaya petir.
(2) Persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban muatannya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan kemampuan struktur bangunan
gedung yang stabil dan kukuh dalam mendukung beban muatan.
(3) Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi
bahaya kebakaran sebagaimana dimaksud dalam ayat merupakan kemampuan
bangunan gedung untuk melakukan pengamanan terhadap bahaya kebakaran melalui
sistem proteksi pasif dan/atau proteksi aktif.
(4) Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah bahaya petir
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan kemampuan bangunan gedung
untuk melakukan pengamanan terhadap bahaya petir melalui sistem penangkal petir.
Pasal 18
(1) Persyaratan kemampuan struktur bangunan gedung yang stabil dan kukuh dalam
mendukung beban muatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) merupakan
kemampuan struktur bangunan gedung yang stabil dan kukuh sampai dengan kondisi
pembebanan maksimum dalam mendukung beban muatan hidup dan beban muatan
mati, serta untuk daerah/zona tertentu kemampuan untuk mendukung beban muatan
yang timbul akibat perilaku alam.
(2) Besarnya beban muatan dihitung berdasarkan fungsi bangunan gedung
(3) pada kondisi pembebanan maksimum dan variasi pembebanan agar bila terjadi
keruntuhan pengguna bangunan gedung masih dapat menyelamatkan diri.
(4) Ketentuan mengenai pembebanan, ketahanan terhadap gempa bumi dan/atau angin
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
(1) Pengamanan terhadap bahaya kebakaran dilakukan dengan sistem proteksi pasif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) meliputi kemampuan stabilitas
struktur dan elemennya, konstruksi tahan api, kompartemenisasi dan pemisahan, serta
proteksi pada bukaan yang ada untuk menahan dan membatasi kecepatan menjalarnya
api dan asap kebakaran.
(2) Pengamanan terhadap bahaya kebakaran dilakukan dengan sistem proteksi aktif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) meliputi kemampuan peralatan dalam
8 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
Pasal 20
(1) Pengamanan terhadap bahaya petir melalui sistem penangkal petir sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4) merupakan kemampuan bangunan gedung untuk
melindungi semua bagian bangunan gedung, termasuk manusia di dalamnya
terhadap bahaya sambaran petir.
(2) Sistem penangkal petir sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)merupakan instalasi
penangkal petir yang harus dipasang pada setiap bangunan gedung yang karena letak,
sifat geografis, bentuk, dan penggunaannya mempunyai risiko terkena sambaran petir.
(3) Ketentuan mengenai sistem penangkal petir sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Paragraf 3
Persyaratan Kesehatan
Pasal 21
Persyaratan kesehatan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1)
meliputi persyaratan sistem penghawaan, pencahayaan, sanitasi, dan penggunaan bahan
bangunan gedung.
Pasal 22
(1) Sistem penghawaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 merupakan kebutuhan
sirkulasi dan pertukaran udara yang harus disediakan pada bangunan gedung melalui
bukaan dan/atau ventilasi alami dan/atau ventilasi buatan.
(2) Bangunan gedung tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidik-an, dan bangunan
pelayanan umum lainnya harus mempunyai bukaan untuk ventilasi alami.
(3) Ketentuan mengenai sistem penghawaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
(1) Sistem pencahayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 merupakan kebutuhan
pencahayaan yang harus disediakan pada bangunan gedung melalui pencahayaan alami
dan/atau pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat.
9 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
(2) Bangunan gedung tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan bangunan
pelayanan umum lainnya harus mempunyai bukaan untuk pencahayaan alami.
(3) Ketentuan mengenai sistem pencahayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 24
(1) Sistem sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 merupakan kebutuhan sanitasi
yang harus disediakan di dalam dan di luar bangunan gedung untuk memenuhi
kebutuhan air bersih, pembuangan air kotor dan/atau air limbah, kotoran dan sampah,
serta penyaluran air hujan.
(2) Sistem sanitasi pada bangunan gedung dan lingkungannya harus dipasang sehingga
mudah dalam pengoperasian dan pemeliharaannya, tidak membahayakan serta tidak
mengganggu lingkungan.
(3) Ketentuan mengenai sistem sanitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat dan ayat (2) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 25
(1) Penggunaan bahan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 harus
aman bagi kesehatan pengguna bangunan gedung dan tidak menimbulkan dampak negatif
terhadap lingkungan.
(2) Ketentuan mengenai penggunaan bahan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Paragraf 4
Persyaratan Kenyamanan
Pasal 26
(1) Persyaratan kenyamanan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
ayat (1) meliputi kenyamanan ruang gerak dan hubungan antarruang, kondisi udara
dalam ruang, pandangan, serta tingkat getaran dan tingkat kebisingan.
(2) Kenyamanan ruang gerak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tingkat
kenyamanan yang diperoleh dari dimensi ruang dan tata letak ruang yang memberikan
kenyamanan bergerak dalam ruangan.
(3) Kenyamanan hubungan antarruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan
tingkat kenyamanan yang diperoleh dari tata letak ruang dan sirkulasi antarruang dalam
bangunan gedung untuk terselenggaranya fungsi bangunan gedung.
(4) Kenyamanan kondisi udara dalam ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
merupakan tingkat kenyamanan yang diperoleh dari temperatur dan kelembaban di dalam
ruang untuk terselenggaranya fungsi bangunan gedung.
(5) Kenyamanan pandangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan kondisi
dimana hak pribadi orang dalam melaksanakan kegiatan di dalam bangunan gedungnya
10 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
Paragraf 5
Persyaratan Kemudahan
Pasal 27
(1) Persyaratan kemudahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) meliputi
kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung, serta kelengkapan
prasarana dan sarana dalam pemanfaatan bangunan gedung.
(2) Kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) meliputi tersedianya fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan
nyaman termasuk bagi penyandang cacat dan lanjut usia.
(3) Kelengkapan prasarana dan sarana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pada
bangunan gedung untuk kepentingan umum meliputi penyediaan fasilitas yang cukup
untuk ruang ibadah, ruang ganti, ruangan bayi, toilet, tempat parkir, tempat sampah, serta
fasilitas komunikasi dan informasi.
(4) Ketentuan mengenai kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung,
serta kelengkapan prasarana dan sarana sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan
ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 28
(1) Kemudahan hubungan horizontal antarruang dalam bangunan gedung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) merupakan keharusan bangunan gedung untuk
menyediakan pintu dan/atau koridor antar ruang.
(2) Penyediaan mengenai jumlah, ukuran dan konstruksi teknis pintu dan koridor disesuaikan
dengan fungsi ruang bangunan gedung.
(3) Ketentuan mengenai kemudahan hubungan horizontal antarruang dalam bangunan
gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
(1) Kemudahan hubungan vertikal dalam bangunan gedung, termasuk sarana transportasi
vertikal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) berupa penyediaan tangga,
11 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
ram, dan sejenisnya serta lift dan/atau tangga berjalan dalam bangunan gedung.
(2) Bangunan gedung yang bertingkat harus menyediakan tangga yang menghubungkan
lantai yang satu dengan yang lainnya dengan mempertimbangkan kemudahan,
keamanan, keselamatan, dan kesehatan pengguna.
(3) Bangunan gedung untuk parkir harus menyediakan ram dengan kemiringan tertentu
dan/atau sarana akses vertikal lainnya dengan mempertimbangkan kemudahan dan
keamanan pengguna sesuai standar teknis yang berlaku.
(4) Bangunan gedung dengan jumlah lantai lebih dari 5 (lima) harus dilengkapi dengan
sarana transportasi vertikal (lift) yang dipasang sesuai dengan kebutuhan dan fungsi
bangunan gedung.
(5) Ketentuan mengenai kemudahan hubungan vertikal dalam bangunan gedung
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 30
(1) Akses evakuasi dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat
(2) harus disediakan di dalam bangunan gedung meliputi sistem peringatan bahaya bagi
pengguna, pintu keluar darurat, dan jalur evakuasi apabila terjadi bencana kebakaran
dan/atau bencana lainnya, kecuali rumah tinggal.
(2) Penyediaan akses evakuasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dapat
dicapai dengan mudah dan dilengkapi dengan penunjuk arah yang jelas.
(3) Ketentuan mengenai penyediaan akses evakuasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 31
(1) Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung,
kecuali rumah tinggal.
(2) Fasilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
termasuk penyediaan fasilitas aksesibilitas dan fasilitas lainnya dalam bangunan gedung
dan lingkungannya.
(3) Ketentuan mengenai penyediaan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 32
(1) Kelengkapan prasarana dan sarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3)
merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung untuk kepentingan umum.
(2) Ketentuan mengenai kelengkapan prasarana dan sarana sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah
12 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
Bagian Kelima
Persyaratan Bangunan Gedung Fungsi Khusus
Pasal 33
Persyaratan administratif dan teknis untuk bangunan gedung fungsi khusus, selain harus
memenuhi ketentuan dalam Bagian Kedua, Bagian Ketiga, dan Bagian Keempat pada
Bab ini, juga harus memenuhi persyaratan administratif dan teknis khusus yang dikeluarkan
oleh instansi yang berwenang.
BAB V
PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG
Bagian Pertama
Umum
Pasal 34
(1) Penyelenggaraan bangunan gedung meliputi kegiatan pembangun-an, pemanfaatan,
pelestarian, dan pembongkaran.
(2) Dalam penyelenggaraan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
penyelenggara berkewajiban memenuhi persyaratan bangunan gedung sebagaimana
dimaksud dalam Bab IV undang- undang ini.
(3) Penyelenggara bangunan gedung terdiri atas pemilik bangunan gedung, penyedia jasa
konstruksi, dan pengguna bangunan gedung.
(4) Pemilik bangunan gedung yang belum dapat memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Bab IV undang-undang ini, tetap harus memenuhi ketentuan
tersebut secara bertahap.
Bagian Kedua
Pembangunan
Pasal 35
(1) Pembangunan bangunan gedung diselenggarakan melalui tahapan perencanaan dan
pelaksanaan beserta pengawasannya.
(2) Pembangunan bangunan gedung dapat dilakukan baik di tanah milik sendiri maupun
di tanah milik pihak lain.
(3) Pembangunan bangunan gedung di atas tanah milik pihak lain sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) dilakukan berdasarkan perjanjian tertulis antara pemilik tanah dan pemilik
bangunan gedung.
(4) Pembangunan bangunan gedung dapat dilaksanakan setelah rencana teknis bangunan
gedung disetujui oleh Pemerintah Daerah dalam bentuk izin mendirikan bangunan,
kecuali bangunan gedung fungsi khusus.
13 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
Pasal 36
(1) Pengesahan rencana teknis bangunan gedung untuk kepentingan umum ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah setelah mendapat pertimbangan teknis dari tim ahli.
(2) Pengesahan rencana teknis bangunan gedung fungsi khusus ditetapkan oleh pemerintah
setelah mendapat pertimbangan teknis tim ahli.
(3) Keanggotaan tim ahli bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2) bersifat ad hoc terdiri atas para ahli yang diperlukan sesuai dengan kompleksitas
bangunan gedung.
(4) Ketentuan mengenai tata cara pengesahan rencana teknis bangunan gedung
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dan keanggotaan tim ahli bangunan
gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian
Ketiga Pemanfaatan
Pasal 37
(1) Pemanfaatan bangunan gedung dilakukan oleh pemilik atau pengguna bangunan
gedung setelah bangunan gedung tersebut dinyatakan memenuhi persyaratan laik fungsi.
(2) Bangunan gedung dinyatakan memenuhi persyaratan laik fungsi apabila telah memenuhi
persyaratan teknis, sebagaimana dimaksud dalam Bab IV undang-undang ini.
(3) Pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara berkala pada bangunan gedung harus
dilakukan agar tetap memenuhi persyaratan laik fungsi.
(4) Dalam pemanfaatan bangunan gedung, pemilik atau pengguna bangunan gedung
mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
(5) Ketentuan mengenai tata cara pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara berkala
bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Pelestarian
Pasal 38
(1) Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar budaya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan harus dilindungi dan dilestarikan.
(2) Penetapan bangunan gedung dan lingkungannya yang dilindungi dan dilestarikan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan/atau
Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan.
(3) Pelaksanaan perbaikan, pemugaran, perlindungan, serta pemeliharaan atas bangunan
14 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
gedung dan lingkungannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat
dilakukan sepanjang tidak mengubah nilai dan/atau karakter cagar budaya yang
dikandungnya.
(4) Perbaikan, pemugaran, dan pemanfaatan bangunan gedung dan lingkungan cagar budaya
yang dilakukan menyalahi ketentuan fungsi dan/atau karakter cagar budaya, harus
dikembalikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Ketentuan mengenai perlindungan dan pelestarian sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dan ayat (2) serta teknis pelaksanaan perbaikan, pemugaran dan pemanfaatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Kelima
Pembongkaran
Pasal 39
(1) Bangunan gedung dapat dibongkar apabila:
a. tidak laik fungsi dan tidak dapat diperbaiki;
b. dapat menimbulkan bahaya dalam pemanfaatan bangunan gedung dan/atau
lingkungannya;
c. tidak memiliki izin mendirikan bangunan.
(2) Bangunan gedung yang dapat dibongkar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a
dan huruf b ditetapkan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan hasil pengkajian teknis.
(3) Pengkajian teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), kecuali
untuk rumah tinggal, dilakukan oleh pengkaji teknis dan pengadaannya menjadi
kewajiban pemilik bangunan gedung.
(4) Pembongkaran bangunan gedung yang mempunyai dampak luas terhadap keselamatan
umum dan lingkungan harus dilaksanakan berdasarkan rencana teknis pembongkaran
yang telah disetujui oleh Pemerintah Daerah.
(5) Ketentuan mengenai tata cara pembongkaran bangunan gedung sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Keenam
Hak dan Kewajiban Pemilik dan Pengguna Bangunan Gedung
Pasal 40
(1) Dalam penyelenggaraan bangunan gedung, pemilik bangunan gedung mempunyai
hak:
a. mendapatkan pengesahan dari Pemerintah Daerah atas rencana teknis bangunan
gedung yang telah memenuhi persyaratan;
15 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
Pasal 41
(1) Dalam penyelenggaraan bangunan gedung, pemilik dan pengguna bangunan gedung
mempunyai hak :
a. mengetahui tata cara/proses penyelenggaraan bangunan gedung
b. mendapatkan keterangan tentang peruntukan lokasi dan intensitas bangunan
pada lokasi dan/atau ruang tempat bangunan akan dibangun;
c. mendapatkan keterangan tentang ketentuan persyaratan keandalan bangunan
gedung;
d. mendapatkan keterangan tentang ketentuan bangunan gedung yang laik fungsi;
e. mendapatkan keterangan tentang bangunan gedung dan/atau lingkungan yang harus
dilindungi dan dilestarikan.
16 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
BAB VI
PERAN MASYARAKAT
Pasal 42
(1) Peran masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung dapat :
a. memantau dan menjaga ketertiban penyelenggaraan;
b. memberi masukan kepada Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dalam
penyempurnaan peraturan, pedoman, dan standar teknis di bidang bangunan
gedung;
c. menyampaikan pendapat dan pertimbangan kepada instansi yang berwenang
terhadap penyusunan rencana tata bangunan dan lingkungan, rencana teknis
bangunan gedung tertentu, dan kegiatan penyelenggaraan yang menimbulkan
dampak penting terhadap lingkungan;
d. melaksanakan gugatan perwakilan terhadap bangunan gedung yang mengganggu,
merugikan, dan/atau membahayakan kepentingan umum.
(2) Ketentuan mengenai peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VII
PEMBINAAN
Pasal 43
(1) Pemerintah menyelenggarakan pembinaan bangunan gedung secara nasional untuk
meningkatkan pemenuhan persyaratan dan tertib penyelenggaraan bangunan gedung.
(2) Pemerintah Daerah melaksanakan pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di daerah.
(3) Sebagian penyelenggaraan dan pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2) dilakukan bersama-sama dengan masyarakat yang terkait dengan
bangunan gedung.
(4) Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam melaksanakan pembinaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) melakukan Pemberdayaan masyarakat yang belum
mampu untuk memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Bab IV.
17 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
(5) Ketentuan mengenai pembinaan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
SANKSI
Pasal 44
Setiap pemilik dan/atau pengguna yang tidak memenuhi kewajiban pemenuhan fungsi,
dan/atau persyaratan, dan/atau penyelenggaraan bangunan gedung sebagaimana dimaksud
dalam undang-undang ini dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi pidana.
Pasal 45
(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dapat berupa:
a. peringatan tertulis,
b. pembatasan kegiatan pembangunan,
c. penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan,
d. penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan gedung;
e. pembekuan izin mendirikan bangunan gedung;
f. pencabutan izin mendirikan bangunan gedung;
g. pembekuan sertifikat laik fungsi bangunan gedung;
h. pencabutan sertifikat laik fungsi bangunan gedung; atau
i. perintah pembongkaran bangunan gedung.
(2) Selain pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
dikenai sanksi denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai bangunan
yang sedang atau telah dibangun.
(3) Jenis pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat ditentukan oleh
berat dan ringannya pelanggaran yang dilakukan.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 46
(1) Setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung yang tidak memenuhi ketentuan
dalam undang-undang ini, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
dan/atau denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai bangunan, jika
karenanya mengakibatkan kerugian harta benda orang lain.
(2) Setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung yang tidak memenuhi ketentuan
dalam undang-undang ini, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun
dan/atau denda paling banyak 15% (lima belas per seratus) dari nilai bangunan
gedung, jika karenanya mengakibatkan kecelakaan bagi orang lain yang
18 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
Pasal 47
(1) Setiap orang atau badan yang karena kelalaiannya melanggar ketentuan yang telah
ditetapkan dalam undang-undang ini sehingga mengakibatkan bangunan tidak laik
fungsi dapat dipidana kurungan dan/atau pidana denda.
(2) Pidana kurungan dan/atau pidana denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
a. pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
1% (satu per seratus) dari nilai bangunan gedung jika karenanya mengakibatkan
kerugian harta benda orang lain;
b. pidana kurungan paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak 2%
(dua per seratus) dari nilai bangunan gedung jika karenanya mengakibatkan
kecelakaan bagi orang lain sehingga menimbulkan cacat seumur hidup
c. pidana kurungan paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
3% (tiga per seratus) dari nilai bangunan gedung jika karenanya mengakibatkan
hilangnya nyawa orang lain.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 48
(1) Peraturan perundang-undangan tentang bangunan gedung yang telah ada dan tidak
bertentangan dengan undang-undang ini, dinyatakan tetap berlaku sampai diadakan
peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan undang-undang ini.
(2) Bangunan gedung yang telah memperoleh perizinan yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Daerah sebelum berlakunya undang-undang ini izinnya dinyatakan masih
tetap berlaku.
(3) Bangunan gedung yang telah berdiri, tetapi belum memiliki izin mendirikan bangunan
pada saat undang-undang ini diberlakukan, untuk memperoleh izin mendirikan bangunan
harus mendapatkan sertifikat laik fungsi berdasarkan ketentuan undang-undang ini.
19 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 49
Undang-undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun terhitung sejak diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang- undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 16 Desember 2002
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 Desember 2002
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BAMBANG KESOWO
Lambock V.
Nahattands
20 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2002
TENTANG BANGUNAN GEDUNG
UMUM
Pembangunan nasional untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana dimuat di
dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada hakekatnya adalah pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia yang
menekankan pada keseimbangan pembangunan, kemakmuran lahiriah dan kepuasan
batiniah, dalam suatu masyarakat Indonesia yang maju dan berkeadilan sosial
berdasarkan Pancasila.
Bangunan gedung sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, mempunyai
peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak, perwujudan produktivitas,
dan jati diri manusia. Oleh karena itu, penyelenggaraan bangunan gedung perlu diatur
dan dibina demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan serta penghidupan
masyarakat, sekaligus untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, andal,
berjati diri, serta seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya.
Bangunan gedung merupakan salah satu wujud fisik pemanfaatan ruang. Oleh karena
itu dalam pengaturan bangunan gedung tetap mengacu pada pengaturan penataan ruang
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam penyelenggaraan bangunan
gedung, setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan adm inistratif dan teknis
bangunan gedung, serta harus diselenggarakan secara tertib.
Undang-undang tentang Bangunan Gedung mengatur fungsi bangunan gedung,
persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, termasuk hak dan
kewajiban pemilik dan pengguna bangunan gedung pada setiap tahap penyeleng-garaan
bangunan gedung, ketentuan tentang peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah,
sanksi, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup.
Keseluruhan maksud dan tujuan pengaturan tersebut dilandasi oleh asas kemanfaatan,
keselamatan, keseimbangan, dan keserasian bangunan gedung dengan lingkungannya,
bagi kepentingan masyarakat yang berperikemanusiaan dan berkeadilan.
Masyarakat diupayakan untuk terlibat dan berperan secara aktif bukan hanya dalam
rangka pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung untuk kepentingan mereka
sendiri,
tetapi juga dalam meningkatkan pemenuhan persyaratan bangunan gedung dan tertib
penyelenggaraan bangunan gedung pada umumnya.
Perwujudan bangunan gedung juga tidak terlepas dari peran penyedia jasa konstruksi
berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa konstruksi baik sebagai
perencana, pelaksana, pengawas atau manajemen konstruksi maupun jasa-jasa
pengembangannya, termasuk penyedia jasa pengkaji teknis bangunan gedung. Oleh
karena itu, pengaturan bangunan gedung ini juga harus berjalan seiring dengan
pengaturan jasa konstruksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
21 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Asas kemanfaatan dipergunakan sebagai landasan agar bangunan gedung
dapat diwujudkan dan diselenggarakan sesuai fungsi yang ditetapkan, serta
sebagai wadah kegiatan manusia yang memenuhi nilai-nilai kemanusiaan yang
berkeadilan, termasuk aspek kepatutan dan kepantasan.
Asas keselamatan dipergunakan sebagai landasan agar bangunan gedung
memenuhi persyaratan bangunan gedung, yaitu persyaratan keandalan teknis
untuk menjamin keselamatan pemilik dan pengguna bangunan gedung, serta
masyarakat dan lingkungan di sekitarnya, di samping persyaratan yang bersifat
administratif.
Asas keseimbangan dipergunakan sebagai landasan agar keberadaan bangunan
gedung berkelanjutan tidak mengganggu keseimbangan ekosistem dan
lingkungan di sekitar bangunan gedung.
22 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Dalam tiap tahapan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk dengan
pertimbangan aspek sosial dan ekologis bangunan gedung.
Pengertian tentang lingkup pembinaan termasuk kegiatan pengaturan,
pemberdayaan, dan pengawasan.
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Rumah tinggal sementara adalah bangunan gedung fungsi hunian yang tidak
dihuni secara tetap seperti asrama, rumah tamu, dan sejenisnya.
Ayat (3)
Lingkup bangunan gedung fungsi keagamaan untuk bangunan masjid
termasuk mushola, dan untuk bangunan gereja termasuk kapel.
Ayat (4)
Lingkup bangunan gedung fungsi usaha adalah:
a. perkantoran, termasuk kantor yang disewakan;
b. perdagangan, seperti warung, toko, pasar, dan mal;
c. perindustrian, seperti pabrik, laboratorium, dan perbengkelan;
d. perhotelan, seperti wisma, losmen, hostel, motel, dan hotel;
e. wisata dan rekreasi, seperti gedung pertemuan, olah raga, anjungan,
bioskop, dan gedung pertunjukan;
f. terminal, seperti terminal angkutan darat, stasiun kereta api, bandara,
dan pelabuhan laut;
g. penyimpanan, seperti gudang, tempat pendinginan, dan gedung parkir.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Bangunan gedung fungsi khusus adalah bangunan gedung yang fungsinya
mempunyai tingkat kerahasiaan tinggi untuk kepentingan nasional atau yang
23 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penetapan fungsi bangunan gedung oleh Pemerintah Daerah diberikan dalam
proses perizinan mendirikan bangunan gedung.
Ayat (3)
Setiap perubahan fungsi bangunan gedung harus diikuti oleh pemenuhan
persyaratan bangunan gedung terhadap fungsi yang baru, dan diproses kembali
untuk mendapatkan perizinan yang baru dari Pemerintah Daerah.
Perubahan fungsi bangunan gedung termasuk perubahan pada fungsi yang
sama, misalnya fungsi usaha perkantoran menjadi fungsi usaha perdagangan
atau fungsi sosial pelayanan pendidikan menjadi fungsi sosial pelayanan
kesehatan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
24 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
Ayat (4)
Misalnya pembangunan bangunan gedung seperti mal, terminal, dan
perkantoran yang dibangun di atas atau di bawah jalan atau sungai, termasuk
yang berada di atas atau di bawah ruang publik.
Izin penggunaan atau pemanfaatan ruang diberikan oleh instansi yang
berwenang dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan prasarana dan sarana
umum atau fasilitas lainnya tempat bangunan gedung tersebut akan dibangun
di atasnya atau di bawahnya.
Ayat (5)
Bangunan gedung adat adalah bangunan gedung yang didirikan berdasarkan
kaidah-kaidah adat atau tradisi masyarakat sesuai budayanya, misalnya
bangunan rumah adat.
Pemerintah Daerah dapat menetapkan suatu lokasi sebagai daerah bencana dan
menetapkan larangan membangun pada batas waktu tertentu atau tak terbatas
dengan pertimbangan keselamatan dan keamanan demi kepentingan umum
atau menetapkan persyaratan khusus tata cara pembangunan apabila daerah
tersebut telah dinilai tidak membahayakan.
Pasal 8
Ayat (1)
Huruf a
Hak atas tanah adalah penguasaan atas tanah yang diwujudkan dalam bentuk
sertifikat sebagai tanda bukti penguasaan/kepemilikan tanah, seperti hak milik,
hak guna bangunan (HGB), hak guna usaha (HGU), hak pengelolaan, dan hak
25 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
pakai. Status kepemilikan atas tanah dapat berupa sertifikat, girik, pethuk, akte
jual beli, dan akte/bukti kepemilikan lainnya.
Izin pemanfaatan pada prinsipnya merupakan persetujuan yang dinyatakan
dalam perjanjian tertulis antara pemegang hak atas tanah atau pemilik tanah
dan pemilik bangunan gedung.
Huruf b
Status kepemilikan bangunan gedung merupakan surat bukti kepemilikan
bangunan gedung yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan hasil
kegiatan pendataan bangunan gedung.
Dalam hal terdapat pengalihan hak kepemilikan bangunan gedung, pemilik
yang baru wajib memenuhi ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
Huruf c
Izin mendirikan bangunan (IMB) adalah surat bukti dari Pemerintah Daerah
bahwa pemilik bangunan gedung dapat mendirikan bangunan sesuai fungsi
yang telah ditetapkan dan berdasarkan rencana teknis bangunan gedung yang
telah disetujui oleh Pemerintah Daerah.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan orang atau badan hukum dalam undang-undang ini
meliputi orang perorangan atau badan hukum.
Badan hukum privat antara lain adalah perseroan terbatas, yayasan, badan
usaha yang lain seperti CV, firma dan bentuk usaha lainnya, sedangkan badan
hukum publik antara lain terdiri dari instansi/lembaga pemerintahan,
perusahaan milik negara, perusahaan milik daerah, perum, perjan, dan persero
dapat pula sebagai pemilik bangunan gedung atau bagian bangunan gedung.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah adalah instansi teknis di
kabupaten/kota yang berwenang menangani pembinaan bangunan gedung.
Pendataan, termasuk pendaftaran bangunan gedung, dilakukan pada saat
proses perizinan mendirikan bangunan dan secara periodik, yang dimaksud-
kan untuk keperluan tertib pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung,
memberikan kepastian hukum tentang status kepemilikan bangunan gedung,
dan sistem informasi.
Berdasarkan pendataan bangunan gedung, sebagai pelaksanaan dari asas
pemisahan horizontal, selanjutnya pemilik bangunan gedung memperoleh
surat bukti kepemilikan bangunan gedung dari Pemerintah Daerah.
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Rencana tata bangunan dan lingkungan digunakan untuk pengendalian
26 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
Pasal 10
Ayat (1)
Intensitas bangunan gedung adalah ketentuan teknis tentang kepadatan dan
ketinggian bangunan gedung yang dipersyaratkan pada suatu lokasi atau
kawasan tertentu, yang meliputi koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien
lantai bangunan (KLB), dan jumlah lantai bangunan.
Ketinggian bangunan gedung adalah tinggi maksimum bangunan gedung yang
diizinkan pada lokasi tertentu.
Jarak bebas bangunan gedung adalah area di bagian depan, samping kiri dan
kanan, serta belakang bangunan gedung dalam satu persil yang tidak boleh
dibangun.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan peruntukan lokasi adalah suatu ketentuan dalam
rencana tata ruang kabupaten/kota tentang jenis fungsi atau kombinasi fungsi
bangunan gedung yang boleh dibangun pada suatu persil/kavling/blok
peruntukan tertentu.
Ayat (2)
Bangunan gedung dimungkinkan dibangun di atas atau di bawah tanah, air,
atau prasarana dan sarana umum seperti jalur jalan dan/atau jalur hijau setelah
mendapatkan izin dari pihak yang berwenang dalam penyelenggaraan
prasarana dan sarana yang bersangkutan, dengan pertimbangan tidak
bertentangan dengan rencana tata ruang, rencana tata bangunan dan
27 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
Pasal 12
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan koefisien dasar bangunan (KDB) adalah koefisien
perbandingan antara luas lantai dasar bangunan gedung dan luas persil/
kaveling/blok peruntukan.
Yang dimaksud dengan koefisien lantai bangunan (KLB) adalah koefisien
perbandingan antara luas keseluruhan lantai bangunan gedung dan luas persil/
kaveling/blok peruntukan.
Penetapan KDB, KLB, dan ketinggian bangunan gedung pada suatu lokasi
sesuai ketentuan tata ruang dan diatur oleh Pemerintah Daerah melalui rencana
tata bangunan dan lingkungan (RTBL).
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan garis sempadan adalah garis yang membatasi jarak
bebas minimum dari bidang terluar suatu massa bangunan gedung terhadap
batas lahan yang dikuasai, antar massa bangunan lainnya, batas tepi sungai/
pantai, jalan kereta api, rencana saluran, dan/atau jaringan listrik tegangan
tinggi.
Tepi sungai adalah garis tepi sungai yang diukur pada waktu pasang tertinggi.
Tepi pantai adalah garis pantai yang diukur pada waktu pasang tertinggi dan
waktu bulan purnama.
Penetapan garis sempadan bangunan gedung oleh Pemerintah Daerah dengan
mempertimbangkan aspek keamanan, kesehatan, kenyamanan, kemudahan,
serta keseimbangan dan keserasian dengan lingkungan.
Ayat (2)
Untuk bangunan gedung fasilitas umum seperti bangunan sarana transportasi
bawah tanah, penetapan jarak bebas bangunan ditetapkan secara khusus oleh
28 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
Pasal 14
Ayat (1)
Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan dampak penting adalah perubahan yang sangat
mendasar pada suatu lingkungan yang diakibatkan oleh suatu kegiatan.
Bangunan gedung yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan
adalah bangunan gedung yang dapat menyebabkan:
a. perubahan pada sifat-sifat fisik dan/atau hayati lingkungan, yang
melampaui baku mutu lingkungan menurut peraturan perundang-
undangan;
b. perubahan mendasar pada komponen lingkungan yang melampaui kriteria
29 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
Pasal 16
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan keandalan bangunan gedung adalah keadaan bangunan
gedung yang memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan
kemudahan bangunan gedung sesuai dengan kebutuhan fungsi yang telah
ditetapkan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
30 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Sistem proteksi pasif adalah suatu sistem proteksi kebakaran pada bangunan
gedung yang berbasis pada desain struktur dan arsitektur sehingga bangunan
gedung itu sendiri secara struktural stabil dalam waktu tertentu dan dapat
menghambat penjalaran api serta panas bila terjadi kebakaran.
Sistem proteksi aktif dalam mendeteksi kebakaran adalah sistem deteksi dan
alarm kebakaran, sedangkan sistem proteksi aktif dalam memadamkan
kebakaran adalah sistem hidran, hose-reel, sistem sprinkler, dan pemadam api
ringan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Persyaratan kemampuan mendukung beban muatan selain beban berat sendiri,
beban manusia, dan beban barang juga untuk mendukung beban yang timbul
akibat perilaku alam seperti gempa (tektonik/vulkanik) dan angin ribut/badai,
menurunnya kekuatan material yang disebabkan oleh penyusutan, relaksasi,
kelelahan, dan perbedaan panas, serta kemungkinan tanah longsor, banjir, dan
bahaya kerusakan akibat serangga perusak dan jamur.
Ayat (2)
Variasi pembebanan adalah variasi beban bangunan gedung pada kondisi
kosong, atau sebagian kosong dan sebagian maksimum. Bangunan gedung
dengan jumlah lantai lebih dari dua lantai harus disertai dengan perhitungan
struktur dalam menyusun rencana teknisnya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Konstruksi tahan api adalah konstruksi yang unsur struktur pembentuknya
tahan api dan mampu menahan secara struktural terhadap beban muatannya
yang dinyatakan dalam tingkat ketahanan api (TKA) elemen bangunan, yang
meliputi ketahanan dalam memikul beban, penjalaran api (integritas), dan
penjalaran panas (isolasi).
Kompartemenisasi adalah penyekatan ruang dalam luasan maksimum dan/atau
volume maksimum ruang sesuai dengan klasifikasi bangunan dan tipe
konstruksi tahan api yang diperhitungkan. Dinding penyekat pembentuk
kompartemen dimaksudkan untuk melokalisir api dan asap kebakaran, atau
mencegah penjalaran panas ke ruang bersebelahan.
31 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Sistem penghawaan juga mempertimbangkan prinsip-prinsip penghematan
energi dalam bangunan gedung.
Ayat (2)
Ketentuan bukaan untuk ventilasi alami bangunan gedung juga disesuaikan
terhadap ketinggian bangunan gedung dan kondisi geografis.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Sistem pencahayaan juga mempertimbangkan prinsip-prinsip penghematan
32 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
Pasal 24
Ayat (1)
Penyaluran air hujan harus dialirkan ke sumur resapan dan/atau ke saluran
jaringan sumur kota sesuai ketentuan yang berlaku.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Pada bangunan gedung yang karena fungsinya mempersyaratkan tingkat
kenyamanan tertentu, untuk mendapatkan tingkat temperatur dan kelembaban
udara di dalam ruangan dapat dilakukan dengan pengkondisian udara.
Pengkondisian udara dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip
penghematan energi dalam bangunan gedung.
Ayat (5)
Kenyamanan pandangan dapat diwujudkan melalui gubahan massa bangunan,
rancangan bukaan, tata ruang dalam dan ruang luar bangunan, serta dengan
33 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
memanfaatkan potensi ruang luar bangunan, ruang terbuka hijau alami atau
buatan, termasuk pencegahan terhadap gangguan silau dan pantulan sinar.
Ayat (6)
Kenyamanan terhadap getaran adalah suatu keadaan dengan tingkat getaran
yang tidak menimbulkan gangguan bagi kesehatan dan kenyamanan seseorang
dalam melakukan kegiatannya. Getaran dapat berupa getaran kejut, getaran
mekanik atau seismik baik yang berasal dari dalam bangunan maupun dari
luar bangunan.
Kenyamanan terhadap kebisingan adalah keadaan dengan tingkat kebisingan
yang tidak menimbulkan gangguan pendengaran, kesehatan, dan kenyamanan
bagi seseorang dalam melakukan kegiatan.
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan aksesibilitas pada bangunan gedung meliputi jalan
masuk, jalan keluar, hubungan horizontal antarruang, hubungan vertikal dalam
bangunan gedung dan sarana transportasi vertikal, serta penyediaan akses
evakuasi bagi pengguna bangunan gedung, termasuk kemudahan mencari,
menemukan, dan menggunakan alat pertolongan dalam keadaan darurat bagi
penghuni dan terutama bagi para penyandang cacat, lanjut usia, dan wanita
hamil, terutama untuk bangunan gedung pelayanan umum.
Aksesibilitas harus memenuhi fungsi dan persyaratan kinerja, ketentuan
tentang jarak, dimensi, pengelompokan, jumlah dan daya tampung, serta
ketentuan tentang konstruksinya.
Yang dimaksud dengan :
- mudah, antara lain kejelasan dalam mencapai ke lokasi, diberi
keterangan dan menghindari risiko terjebak;
- nyaman, antara lain melalui ukuran dan syarat yang memadai;
- aman, antara lain terpisah dengan jalan ke luar untuk kebakaran,
kemiringan permukaan lantai, serta tangga dan bordes yang mempunyai
pegangan atau pengaman.
Ayat (3)
Kelengkapan prasarana dan sarana bangunan gedung, yaitu jenis, jumlah/
volume/kapasitas, disesuaikan dengan fungsi bangunan gedung dan per-
syaratan lingkungan lokasi bangunan gedung sesuai ketentuan yang berlaku.
Fasilitas komunikasi dan informasi seperti sistem komunikasi, rambu
penuntun, petunjuk, dan media informasi lain.
34 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan bencana lain, seperti bila terjadi gempa, kerusuhan,
atau kejadian darurat lain yang menyebabkan pengguna bangunan gedung
harus dievakuasi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 31
Ayat (1)
Rumah tinggal tunggal, khususnya rumah inti tumbuh dan rumah sederhana
sehat, tidak diwajibkan dilengkapi dengan fasilitas dan aksesibilitas bagi
penyandang cacat dan lanjut usia.
Bangunan gedung fungsi hunian seperti apartemen, flat atau sejenisnya tetap
diharuskan menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan
lanjut usia.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Instansi yang berwenang adalah instansi yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang bertugas membina dan/atau
35 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
Pasal 35
Ayat (1)
Perencanaan pembangunan bangunan gedung adalah kegiatan penyusunan
rencana teknis bangunan gedung sesuai dengan fungsi dan persyaratan teknis
yang ditetapkan, sebagai pedoman dalam pelaksanaan dan pengawasan
pembangunan.
Pelaksanaan pembangunan bangunan gedung adalah kegiatan pendirian,
perbaikan, penambahan, perubahan, atau pemugaran konstruksi bangunan
gedung dan/atau instalasi dan/atau perlengkapan bangunan gedung sesuai
dengan rencana teknis yang telah disusun.
Pengawasan pembangunan bangunan gedung adalah kegiatan pengawasan
pelaksanaan konstruksi mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan
penyerahan hasil akhir pekerjaan atau kegiatan manajemen konstruksi
pembangunan gedung.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan perjanjian tertulis adalah akta otentik yang memuat
ketentuan mengenai hak dan kewajiban setiap pihak, jangka waktu berlakunya
perjanjian, dan ketentuan lain yang dibuat dihadapan pejabat yang berwenang.
Kesepakatan perjanjian sebagaimana dimaksud di atas harus memperhatikan
fungsi bangunan gedung dan bentuk pemanfaatannya, baik keseluruhan
maupun sebagian.
Ayat (4)
Rencana teknis bangunan gedung dapat terdiri atas rencana-rencana teknis
arsitektur, struktur dan konstruksi, mekanikal dan elektrikal, pertamanan, tata
36 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
ruang dalam, dan disiapkan oleh penyedia jasa perencanaan yang memiliki
sertifikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dalam bentuk gambar
rencana, gambar detail pelaksanaan, rencana kerja dan syarat-syarat
administratif, syarat umum dan syarat teknis, rencana anggaran biaya
pembangunan, dan laporan perencanaan.
Persetujuan rencana teknis bangunan gedung dalam bentuk izin mendirikan
bangunan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan asas kelayakan administrasi
dan teknis, prinsip pelayanan prima, serta tata laksana pemerintahan yang
baik.
Perubahan rencana teknis bangunan gedung yang terjadi pada tahap
pelaksanaan harus dilakukan oleh dan/atau atas persetujuan perencana teknis
bangunan gedung, dan diajukan terlebih dahulu kepada instansi yang
berwenang untuk mendapatkan pengesahan.
Untuk bangunan gedung fungsi khusus izin mendirikan bangunannya
ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah.
Pasal 36
Ayat (1)
Tim ahli dibentuk berdasarkan kapasitas dan kemampuan Pemerintah Daerah
untuk membantu memberikan nasihat dan pertimbangan profesional atas
rencana teknis bangunan gedung untuk kepentingan umum atau tertentu.
Ayat (2)
Untuk bangunan gedung fungsi khusus, rencana teknisnya harus mendapat-
kan pertimbangan dari tim ahli terkait sebelum disetujui oleh instansi yang
berwenang dalam pembinaan teknis bangunan gedung fungsi khusus.
Ayat (3)
Keberadaan tim ahli bangunan gedung disesuaikan dengan kompleksitas
bangunan gedung yang memerlukan nasihat dan pertimbangan profesional,
dapat mencakup masyarakat ahli di luar disiplin bangunan gedung sepanjang
diperlukan, bersifat independen, objektif, dan tidak terdapat konflik
kepentingan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Yang dimaksud laik fungsi, yaitu berfungsinya seluruh atau sebagian dari
bangunan gedung yang dapat menjamin dipenuhinya persyaratan tata
bangunan, serta persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan
kemudahan bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang ditetapkan.
Ayat (2)
Suatu bangunan gedung dinyatakan laik fungsi apabila telah dilakukan
37 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
Pasal 38
Ayat (1)
Peraturan perundang-undangan yang terkait adalah Undang-undang tentang
Cagar
Budaya.
Ayat (2)
Bangunan gedung dan lingkungan yang dilindungi dan dilestarikan dapat
berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang
berumur paling sedikit 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa gaya
sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai
penting sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan, termasuk nilai arsitektur
dan teknologinya.
Ayat (3)
Yang dimaksud mengubah, yaitu kegiatan yang dapat merusak nilai cagar
budaya bangunan gedung dan/atau lingkungan yang harus dilindungi dan
dilestarikan.
Perbaikan, pemugaran, dan pemeliharaan bangunan gedung dan lingkungan
yang harus dilindungi dan dilestarikan harus dilakukan dengan memperhatikan
nilai sejarah dan keaslian bentuk serta pengamanannya sehingga dapat
dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya semula, atau dapat dimanfaatkan sesuai
dengan potensi pengembangan lain yang lebih tepat berdasarkan kriteria yang
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dan/atau Pemerintah.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
38 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
Pasal 39
Ayat (1) Huruf a
Bangunan gedung yang tidak laik fungsi dan tidak dapat diperbaiki lagi berarti
akan membahayakan keselamatan pemilik dan/atau pengguna apabila
bangunan gedung tersebut terus digunakan.
Dalam hal bangunan gedung dinyatakan tidak laik fungsi tetapi masih dapat
diperbaiki, pemilik dan/atau pengguna diberikan kesempatan untuk
memperbaikinya sampai dengan dinyatakan laik fungsi.
Dalam hal pemilik tidak mampu, untuk rumah tinggal apabila tidak laik fungsi
dan tidak dapat diperbaiki serta membahayakan keselamatan penghuni atau
lingkungan, bangunan tersebut harus dikosongkan. Apabila bangunan tersebut
membahayakan kepentingan umum, pelaksanaan pembongkarannya dapat
dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
Huruf b
Yang dimaksud dapat menimbulkan bahaya adalah ketika dalam pemanfaatan
bangunan gedung dan/atau lingkungannya dapat mem-bahayakan keselamatan
masyarakat dan lingkungan.
Huruf c
Termasuk dalam pengertian bangunan gedung yang tidak sesuai
peruntukannya berdasarkan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota,
sehingga tidak dapat diproses izin mendirikan bangunannya.
Ayat (2)
Pemerintah Daerah menetapkan status bangunan gedung dapat dibongkar
setelah mendapatkan hasil pengkajian teknis bangunan gedung yang
dilaksanakan secara profesional, independen dan objektif.
Ayat (3)
Dikecualikan bagi rumah tinggal tunggal, khususnya rumah inti tumbuh dan
rumah sederhana sehat.
Kedalaman dan keluasan tingkatan pengkajian teknis sangat bergantung pada
kompleksitas dan fungsi bangunan gedung.
Ayat (4)
Rencana teknis pembongkaran bangunan gedung termasuk gambar-gambar
rencana, gambar detail, rencana kerja dan syarat-syarat pelaksanaan
pembongkaran, jadwal pelaksanaan, serta rencana pengamanan lingkungan.
Pelaksanaan pembongkaran yang memakai peralatan berat dan/atau bahan
peledak harus dilaksanakan oleh penyedia jasa pembongkaran bangunan
gedung yang telah mendapatkan sertifikat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Ayat (5)
Cukup jelas
39 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
Pasal 40
Ayat (1) Huruf a
Persetujuan rencana teknis bangunan gedung yang telah memenuhi
persyaratan merupakan kewajiban dan tanggung jawab yang melekat pada
Pemerintah Daerah.
Persetujuan dari Pemerintah Daerah atas rencana teknis bangunan gedung
yang telah memenuhi persyaratan diperoleh secara cuma-cuma dari instansi
yang berwenang.
Huruf b
Perizinan pembangunan bangunan gedung berupa izin mendirikan bangunan
gedung yang diperoleh dari Pemerintah Daerah secara cepat dan
murah/terjangkau setelah rencana teknis bangunan gedung disetujui.
Biaya izin mendirikan bangunan gedung bersifat terjangkau disesuaikan
dengan fungsi, kepemilikan, dan kompleksitas bangunan gedung, serta
dimaksudkan untuk mendukung pembiayaan pelayanan perizinan,
menerbitkan surat bukti kepemilikan bangunan gedung dan pembinaan teknis
penyelenggaraan bangunan gedung.
Huruf c
Surat ketetapan bangunan gedung dan/atau lingkungan yang dilindungi dan
dilestarikan diperoleh dari Pemerintah Daerah secara cuma-cuma.
Huruf d
Penetapan insentif dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan
dan/atau Peraturan Daerah.
Huruf e
Izin tertulis dari Pemerintah Daerah berupa perubahan izin mendirikan
bangunan gedung karena adanya perubahan fungsi bangunan gedung.
Huruf f
Penetapan ganti rugi dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-
undangan dan/atau Peraturan Daerah.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 41
Ayat (1)
Pemilik dan pengguna bangunan gedung dapat memperoleh secara cuma-cuma
informasi pedoman tata cara, keterangan persyaratan dan penyelenggaraan
serta peraturan bangunan gedung yang tersedia di Pemerintah Daerah.
Ayat (2)
Huruf a
Tidak dibenarkan memanfaatkan bangunan gedung yang tidak sesuai
40 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
Pasal 42
Ayat (1)
Huruf a
Apabila terjadi ketidaktertiban dalam pembangunan, pemanfaatan, pelestarian,
dan pembongkaran bangunan gedung, masyarakat dapat menyampaikan
laporan, masukan, dan usulan kepada Pemerintah Daerah.
Setiap orang juga berperan dalam menjaga ketertiban dan memenuhi
ketentuan yang berlaku, seperti dalam memanfaatkan fungsi bangunan gedung
sebagai pengunjung pertokoan, bioskop, mal, pasar, dan pemanfaat tempat
umum lain.
41 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
Huruf b
Yang dimaksud dengan penyempurnaan termasuk perbaikan Peraturan Daerah
tentang bangunan gedung sehingga sesuai dengan undang-undang ini.
Huruf c
Penyampaian pendapat dan pertimbangan dapat melalui tim ahli bangunan
gedung yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah atau melalui forum dialog dan
dengar pendapat publik.
Penyampaian pendapat tersebut dimaksudkan agar masyarakat yang
bersangkutan ikut memiliki dan bertanggung jawab dalam penataan bangunan
dan lingkungannya.
Huruf d
Gugatan perwakilan dapat dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan oleh perorangan atau kelompok orang yang mewakili para pihak
yang dirugikan akibat adanya penyelenggaraan bangunan gedung yang
mengganggu, merugikan, atau membahayakan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 43
Ayat (1)
Pembinaan dilakukan dalam rangka tata pemerintahan yang baik melalui
kegiatan pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan sehingga setiap
penyelenggaraan bangunan gedung dapat berlangsung tertib dan tercapai
keandalan bangunan gedung yang sesuai dengan fungsinya, serta terwujudnya
kepastian hukum.
Pengaturan dilakukan dengan pelembagaan peraturan perundang-undangan,
pedoman, petunjuk, dan standar teknis bangunan gedung sampai dengan di
daerah dan operasionalisasinya di masyarakat.
Pemberdayaan dilakukan terhadap para penyelenggara bangunan gedung dan
aparat Pemerintah Daerah untuk menumbuh-kembangkan kesadaran akan hak,
kewajiban, dan perannya dalam penyelenggaraan bangunan gedung.
Pengawasan dilakukan melalui pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan
peraturan perundang-undangan bidang bangunan gedung dan upaya
penegakan hukum.
Ayat (2)
Pelaksanaan pembinaan oleh Pemerintah Daerah berpedoman pada peraturan
perundang-undangan tentang pembinaan dan pengawasan atas pemerintahan
daerah.
Ayat (3)
Masyarakat yang terkait dengan bangunan gedung seperti masyarakat ahli,
asosiasi profesi, asosiasi perusahaan, masyarakat pemilik dan pengguna
bangunan gedung, dan aparat pemerintah.
Ayat (4)
42 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
Pasal 44
Pengenaan sanksi tidak berarti membebaskan pemilik dan/atau pengguna
bangunan gedung dari kewajibannya memenuhi ketentuan yang ditetapkan
dalam undang-undang ini.
Yang dimaksud dengan sanksi administratif adalah sanksi yang diberikan oleh
administrator (pemerintah) kepada pemilik dan/atau pengguna bangunan
gedung tanpa melalui proses peradilan karena tidak terpenuhinya ketentuan
undang-undang ini.
Sanksi administratif meliputi beberapa jenis, yang pengenaannya bergantung
pada tingkat kesalahan yang dilakukan oleh pemilik dan/atau pengguna
bangunan gedung.
Yang dimaksud dengan nilai bangunan gedung dalam ketentuan sanksi adalah
nilai keseluruhan suatu bangunan pada saat sedang dibangun bagi yang sedang
dalam proses pelaksanaan konstruksi, atau nilai keseluruhan suatu bangunan
gedung yang ditetapkan pada saat sanksi dikenakan bagi bangunan gedung
yang telah berdiri.
Pasal 45
Ayat (1)
Sanksi administratif ini bersifat alternatif.
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pemba- ngunan
adalah surat perintah penghentian pekerjaan pelaksanaan sampai dengan
penyegelan bangunan gedung.
Huruf d
Penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan gedung adalah
surat perintah penghentian pemanfaatan sampai dengan penyegelan bangunan
gedung.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
43 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Pelaksanaan pembongkaran dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab
pemilik bangunan gedung.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 46
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Untuk membantu proses peradilan dan menjaga objektivitas serta nilai
keadilan, hakim dalam memutuskan perkara atas pelanggaran tersebut dengan
terlebih dahulu endapatkan pertimbangan dari tim ahli di bidang bangunan
gedung.
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Bangunan gedung yang telah memiliki izin mendirikan bangunan sebelum
disahkannya undang-undang ini, secara berkala tetap harus dinilai kelaikan
44 dari 45
UU NO.: 28 TAHUN 2002
Pasal 49
Cukup jelas
45 dari 45
C KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM
1. Kepmen PU No.: 441/KPTS/1998 Persyaratan Teknis Bangunan Gedung.
2. Kepmen PU No.: 11/KPTS/2000 Ketentuan Teknis Manajemen
Penanggulangan Kebakaran Di Perkotaan.
3. Kepmen PU No.: 10/KPTS/2000 Ketentuan teknis pengamanan terhadap
bahaya kebakaran pada bangunan gedung
dan lingkungan.
KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM
NOMOR : 441/KPTS/1998
TENTANG
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Pertama
Pengertian
Pasal 1
1. Bangunan gedung adalah bangunan yang didirikan dan atau diletakkan dalam suatu
lingkungan sebagian atau seluruhnya pada, diatas, atau di dalam tanah dan atau perairan
secara tetap yang berfungsi sebagai tampat manusia melakukan kegiatannya.
4. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kotamadya Daerah T'ngkat II.
Bagian Kedua
Maksud dan Tujuan
Pasal 2
Bagian Pertama
Persyaratan Teknis
Pasal 3
(2) Rincian persyaratan teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Pasal ini tercantum pada lampiran Keputusan Menten ini yang merupakan satu
kesatuan pengaturan dalam keputusan ini
(3) Setiap orang atau badan termasuk instansi Pemerintah dalam penyelenggaraan
pembangunan bangunan gedung wajib memenuhi ketentuan persyaratan teknis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) Pasal ini.
Pasal 4
Bagian Kedua
Pengaturan Pelaksanaan di Daerah
Pasal 5
(1) Untuk pedoman pelaksanaan penyelenggaraan bangunan gedung di Daerah perlu dibuat
Peraturan Daerah yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan dalam Keputusan Menteri
ini.
(2) Dalam hal Daerah belum mempunyai Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) Pasal ini maka terhadap penyelenggaraan bangunan gedung di Daerah
diberlakukan ketentuan-ketentuan Persyaratan teknis bangunan gedung sebagaimana
dimaksud pada Pasal 3.
(3) Daerah yang telah mempunyai Peraturan Daerah tentang persyaratan teknis bangunan
gedung sebelum Keputusan Menteri ini diterbitkan harus menyesuaikannya dengan
ketentuan-ketentuan persyaratan teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada
Pasal 3.
Pasal 6
(3) Terhadap aparat Pemerintah Daerah yang bertugas dalam pengendalian pembangunan
bangunan gedung yang melakukan pelanggaran ketentuan dalam Pasal 3 dikenakan
sanksi administrasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Ketiga
Sanksi Administrasi
Pasal 7
(2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dikenakan sesuai
dengan tingkat pelanggaran dapat berupa:
a. Peringatan tertulis
b. Pembatasan kegiatan
c. Penghentian sementara kegiatan sampai dilakukannya pemenuhan persyaratan
teknis bangunan gedung.
d. Pencabutan izin yang telah dikeluarkan untok menyelenggarakan pembangunan
bangunan gedung.
(3) Selain sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), di dalam Peraturan
Daerah dapat diatur mengenai pengenaan denda dan tindakan Pembongkaran atas
terjadinya pelanggaran terhadap ketentuan persyaratan teknis bangunan gedung.
BAB III
Pasal 8
(1) Pembinaan dan Pengawasan Teknis untuk pelaksanaan ketentuan persyaratan teknis
bangunan gedung dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 58/PRT/1991 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Teknis
dan Pengawasan Teknis Bidang Pekerjaan Umum kepada Dinas Pekerjaan Umum.
(2) Pelaksanaan pembinaan teknis dan pengawasan teknis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) Pasal ini didasarkan pada Rencana dan program yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Cipta Karya.
BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 9
Dengan berlakunya Keputusan Menteri inl, maka semua ketentuan persyaratan teknis
bangunan gedung yang telah ada sepanjang tidak bertentangan dengan Keputusan Menteri ini
masih tetap berlaku, sampai digantikan dengan yang baru.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 10
(2) Keputusan Menteri ini disebarluaskan kepada pihak-pihak yang bersangkutan untuk
diketahui dan dilaksanakan.
DITETAPKAN Dl : JAKARTA
PADA TANGGAL : 10 NOPEMBER 1998
DAFTAR ISI
BAGIAN I
KETENTUAN UMUM
I. 1 PENGERTIAN
1. Umum
2. Teknis
I.2 MAKSUD DAN TUJUAN
1. Maksud
2. Tujuan
BAGIAN II
PERUNTUKAN DAN INTENSITAS BANGUNAN
BAGIAN III
ARSITEKTUR DAN LINGKUNGAN
BAGIAN IV
STRUKTUR BANGUNAN GEDUNG
IV.2 PEMBEBANAN
BAGIAN V
PENGAMANAN TERHADAP BAHAYA KEBAKARAN
VII.1 LIF
1. Kapasitas Lif
2. Lif Kebakaran
3. Peringatan Terhadap Pengguna Lif pada Saat Terjadi Kebakaran
4. Lif untuk Rumah Sakit
5. Sangkar Lif
6. Saf Lif
7. Mesin Lif dan Ruang Mesin Lif
8. Instalasi Listrik
9. Pemeriksaan, Pengujian dan Pemeliharaan
BAGIAN VIII
PENCAHAYAAN DARURAT, TANDA ARAH KELUAR, SISTEM PERINGATAN BAHAYA
BAGIAN IX
INSTALANSI LISTRIK, PENANGKAL PETIR, DAN KOMUNIKASI DALAM GEDUNG
BAGIAN XI
SANITASI DALAM GEDUNG
XI. PERSAMPAHAN
1. Penempatan pada Bangunan
2. Pewadahan
3. Sampah Berbahaya
BAGIAN XII
VENTILASI DAN PENGKONDISIAN UDARA
XII.1 VENTILASI
1. Kebutuhan Ventilasi
2. Ventilasi Alami
3. Ventilasi Buatan
BAGIAN XIII
PENCAHAYAAN
BAGIAN XIV
KEBISINGAN DAN GETARAN
XIV.1 KEBISINGAN
XIV.2 GETARAN
BAGIAN XV
PENUTUP
LAMPIRAN
I. KETENTUAN UMUM
1. PENGERTIAN
1. Umum
Dalam pedoman teknis ini yang dimaksud dengan:
c. Dinas Bangunan adalah salah satu Dinas Teknis di Daerah yang diantaranya
mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan pengaturan, pembinaan, dan
pengendalian pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung yang berada di
Daerah yang bersangkutan.
2. Teknis
a. Air kotor adalah semua air yang bercampur dengan kotoran-kotoran dapur,
kamar mandi, kakus dan peralatan-peralatan pembuangan lainnya.
b. Atrium adalah suatu ruang dalam suatu bangunan yang menghubungkan 2 atau
lebih tingka/lantai, di mana:
i. seluruh atau sebagian ruangnya tertutup pada bagian atasnya oleh lantai atau
atap, termasuk struktur atap kaca;
ii. termasuk setiap ruang yang berbatasan/ berdekatan tetapi tidak terpisahkan
oleh pembatas;
iii. tidak termasuk lorong tangga, lorong ramp, atau ruang dalam shaft.
c. Bangunan gedung adalah bangunan yang didirikan dan atau diletakkan dalam
suatu lingkungan sebagian atau seluruhnya pada, di atas, atau di daiam tanah
dan/atau perairan secara tetap yang berfungsi sebagai tempat manusia untuk
melakukan kegiatan bertempat tinggal, berusaha, bersosial-budaya, dan
kegiatan lainnya.
g. Baku Tingkat Getaran mekanik dan getaran kejut adalah batas maksimal
tingkat getaran mekanik yang diperbolehkan dan usaha atau kegiatan pada
media padat sehingga tidak menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan
kesehatan serta keutuhan bangunan.
a. Daerah Hijau Bangunan, yang selanjutnya disebut DHB adalah ruang terbuka
pada bangunan yang dimanfaatkan untuk penghijauan.
d. Dinding Luar adalah suatu dinding bangunan terluar yang bukan merupakan
dinding pembatas.
e. Dinding Luar Non-struktural adalah suatu dinding luar yang tidak memikul
beban dan bukan merupakan dinding panel.
g. Garis sempadan pagar adalah garis bagian luar dari pagar persil atau pagar
pekarangan.
h. Garis sempadan loteng adaiah garis yang terhitung dan tepi jalan berbatasan
yang tidak diperkenankan didirikan tingkat bangunan.
j. Getaran kejut adalah getaran yang berlangsung secara tiba-tiba dan sesaat.
k. Getaran mekanik adalah getaran yang ditimbulkan oleh sarana dan peralatan
kegiatan manusia.
l. Getaran seismik adalah getaran tanah yang disebabkan oleh peristiwa alam
dan kegiatan manusia.
m. Jarak antara bangunan adalah jarak terkecil antara bangunan yang diukur
antara permukaan-permukaan denah bangunan.
n. Jaringan persil adalah jaringan sanitasi dan jaringan drainasi dalam persil.
o. Jaringan saluran umum kota adalah jaringan sarana dan prasarana saluran
umum perkotaan, seperti jaringan sanitasi dan jaringan drainasi.
p. Kamar adalah ruangan yang tertutup seluruhnya atau sebagian, untuk tempat
kegiatan manusia, selain kamar untuk MCK dan dapur.
q. Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam
tingkat dan waktu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan
kenyamanan lingkungan.
v. Lubang Atrium adalah ruang dari suatu atrium yang dikelilingi oleh batas
pinggir bukaan lantai atau oleh batas pinggir lantai dan dinding luar.
w. Mendirikan Bangunan
i. Mendirikan, memperbaiki, memperluas, mengubah atau membongkar secara
keseluruhan atau sebagian suatu bangunan;
ii. Melakukan pekerjaan tanah untuk keperluan pekerjaan-pekerjaan yang
dimaksud pada butir 2.w.i.
aa. Rumah adalah bangunan yang terdiri atas ruangan atau gabungan ruangan yang
borhubungan satu sama lain, yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian
dan sarana pembinaan keluarga.
bb. Sambungan jaringan adalah penghubung antara sesuatu jaringan persil dengan
jaringan saluran umum kota.
cc. Tingkat kebisingan adalah ukuran energi bunyi yang akan dinyatakan dalam
satuan Desibel disingkat dB.
dd. Tinghat Ketahanan Api (TKA), adalah tingkat ketahanan api yang
dipersyaratakan pada bagian atau komponen bangunan sesuai ketentuan butir
V.1.2 dalam ukuran waktu satuan menit, dengan kriteria-kriteria berurut yaitu
aspek ketahanan struktural, integritas, dan insulasi. Contoh: TKA 90/-/60
berarti hanya terdapat persyaratan TKA untuk ketahanan struktural 90 menit
dan insulasi 60 menit.
ee. Tinggi bangunan adalah jarak antara garis potong permukaan atap dengan
muka bangunan bagian luar dan permukaan lantai denah bawah.
1. Maksud
2. Tujuan.
Tujuan Pedoman Teknis ini bertujuan untuk dapat terwujudnya bangunan gedung
sesuai fungsi yang ditetapkan dan yang memenuhi persyaratan teknis, yaitu meliputi
persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan, arsitektur dan lingkungan, serta
keandalan bangunan.
Adapun tujuan dari pengaturan per-bagian adalah:
i. menjamin bangunan gedung didirikan berdasarkan ketentuan tata ruang dan tata
bangunan yang ditetapkan di Daerah yang bersangkutan,
ii. menjamin terwujudnya tata ruang hijau yang dapat memberikan keseimbangan
dan keserasian bangunan terhadap lingkungannya.
c. Strukfur Bangunan:
ii. menjamin keselamatan manusia dari kemungkinan kecelakaan atau luka yang
disebabkan oleh kegagalan struktur bangunan.
iii. menjamin kepentingan manusia dari kehilangan atau kerusakan benda yang
disebabkan oleh perilaku struktur.
iv. menjamin perlindungan properti lainnya dari kerusakan fisik yang disebabkan
oleh kegagalan struktur.
(2) cukup waktu bagi pasukan pemadam kebakaran memasuki lokasi untuk
memadamkan api;
ii. menjamin terwujudnya upaya melindungi penghuni dari cedera atau luka saat
evakuasi pada keadaan darurat
iii. menjamin tersedianya aksesibilitas bagi penyandang cacat, khususnya untuk
bangunan fasilitas umum dan sosial.
i. menjamin tersedianya alat transportasi yang layak, aman, dan nyaman di dalam
bangunan gedung.
ii. menjamin penghuni melakukan evakuasi secara mudah dan aman, apabila
terjadi keadaan darurat.
i. Instalasi Gas:
iii menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan sanitasi secara baik.
k Ventilasi dan Pengkondisian Udara:
ii. menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan tata udara secara
baik.
l. Pencahayaan:
ii. menjamin adanya kepastian bahwa setiap usaha atau kegiatan yang
menimbulkan dampak negatif suara dan getaran perlu melakukan upaya
pengendalian pencemaran dan atau mencegah perusakan lingkungan.
II. PERUNTUKAN DAN INTENSITAS BANGUNAN
1. Peruntukan Lokasi
a. Bangunan gedung harus diselenggarakan sesuai dengan peruntukan lokasi yang
diatur dalam ketentuan tata ruang dan tata bangunan dari lokasi yang
bersangkutan.
d. Setiap pihak yang memerlukan keterangan atau ketentuan tata ruang dan tata
bangunan dapat memperolehnya secara terbuka melalui Dinas Bangunan.
g. Bagi Daerah yang belum memiliki RTRW, RRTR, ataupun peraturan bangunan
setempat dan RTBL, maka Kepala Daerah dapat memberikan persetujuan
membangun bangunan gedung dengan pertimbangan:
iii. Apabila persetujuan yang telah diberikan terdapat ketidak sesuaian dengan
rencana tata ruang dan tata bangunan yang ditetapkan kemudian, maka perlu
diadakan penyesuaian dengan resiko ditanggung oleh pemohon/pemilik
bangunan.
iv. Bagi Daerah yang belum memilih RTRW Daerah, Kepala Daerah dapat
memberikan persetujuan membangun bangunan pada daerah tersebut untuk
jangka waktu sementara.
h. Pembangunan bangunan gedung diatas jalan umum, saluran, atau sarana lain
perlu mendapatkan persetujuan Kepala Daerah dengan pertimbangan sebagai
berikut:
i. tidak bertentangan dengan rencana tata ruang dan tata bangunan Daerah;
ii. tidak mengganggu kelancaran arus lalu lintas kendaraan, orang, maupun
barang;
iii. tidak mengganggu fungsi sarana dan prasarana yang berada dibawah dan
atau diatas tanah;
i. tidak bertentangan dengan rencana tata ruang dan tata bangunan Daerah;
iii. tidak mengganggu fungsi sarana dan prasarana yang berada dibawah tanah;
i. tidak bertentangan dengan rencana tata ruang dan tata bangunan Daerah;
iii. tidak menimbulkan perubahan atau arus air yang dapat merusak
lingkungan;
iv. tidak menimbulkan pencemaran;
v. telah mempertimbangkan faktor keamaan, kenyamanan, kesehatan dan
aksesibilitas bagi pengguna bangunan.
i. tidak bertentangan dengan rencana tata ruang dan tata bangunan Daerah;
ii. letak bangunan minimal 10 (sepuluh) meter diukur dari as (proyeksi) jalur
tegangan tinggi terluar;
iii. letak bangunan tidak boleh melebihi atau melampaui garis sudut 45° (empat
puluh lima derajat) diukur dari as (proyeksi) jalur tegangan tinggi terluar;
2. Fungsi Bangunan
b. Penetapan fungsi dan klasifikasi bangunan yang bersifat sementara harus dengan
mempertimbangkan tingkat permanensi, keamanan, pencegahan dan
penanggulangan terhadap bahaya kebakaran, dan sanitasi yang memadai.
d. Fungsi bangunan dapat dikelompokkan dalam fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi
sosial dan budaya, dan fungsi khusus.
e. Bangunan dengan fungsi hunian meliputi bangunan gedung dengan fungsi utama
hunian yang merupakan:
f. Bangunan dengan fungsi usaha meliputi bangunan gedung dengan fungsi utama
untuk:
v. Bangunan Terminal: stasiun kereta, terminal bus, terminal udara, halte bus,
pelabuhan laut.
g. Bangunan dengan fungsi umum, sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung
dengan fungsi utama untuk :
h. Bangunan dengan fungsi khusus meliputi bangunan gedung dengan fungsi utama
yang mempunyai tingkat kerahasiaan tinggi, atau tingkat resiko bahaya tinggi :
seperti bangunan kemiliteran, bangunan reaktor, dan sejenisnya.
i. Dalam suatu persil, keveling, atau blok peruntukan dimungkinkan adanya fungsi
campuran (mixed use), sepanjang sesuai dengan peruntukan lokasinya dan standar
perencanaan lingkungan yang berlaku.
j. Setiap bangunan gedung, selain terdiri dari ruang-ruang dengan fungsi utama, juga
dilengkapi dengan ruang fungsi penunjang, serta dilengkapi pula dengan instalasi
dan kelengkapan bangunan yang dapat menjamin terselenggaranya fungsi bangunan,
sesuai dengan persyatatan pokok yang diatur dalam Pedoman Teknis ini.
3. Klasifikasi Bangunan
Klasifikasi bangunan atau bagian dari bangunan ditentukan berdasarkan fungsi yang
dimaksudkan di dalam perencanaan, pelaksanaan, atau perubahan yang diperlukan pada
bangunan.
ii. Klas 1b : rumah asrama/kost, rumah tamu, hostel, atau sejenisnya dengan luas
total lantai kurang dari 300 m2 dan tidak ditinggali lebih dari 12 orang secara
tetap, dan tidak terletak diatas atau dibawah bangunan hunian lain atau
bangunan klas lain selain tempat garasi pribadi.
b. Klas 2: Bangunan hunian yang terdiri atas 2 atau lebih unit hunian yang
masing-masing merupakan tempat tinggal terpisah.
c. Klas 3: Bangunan hunian diluar bangunan klas 1 atau 2, yang umum digunakan
sebagai tempat tinggal lama atau sementara oleh sejumlah orang yang tidak
berhubungan, termasuk:
Adalah tempat tinggal yang berada didalam suatu bangunan klas 5, 6, 7, 8 atau 9 dan
merupakan tempat tinggal yang ada dalam bangunan tersebut
Adalah bangunan toko atau bangunan lain yang dipergunakan untuk tempat
penjualan barang-barang secara eceran atau pelayanan kebutuhan langsung kepada
masyarakat, termasuk
i. Klas 10a: bangunan bukan hunian yang merupakan garasi pribadi, carport, atau
sejenisnya;
ii. Klas 10b: struktur yang berupa pagar, tonggak, antena, dinding penyangga atau
dinding yang berdiri bebas, kolam renang, atau sejenisnya.
Bangunan atau bagian dari bangunan yang tidak termasuk dalam klasifikasi bangunan
1 s/d 10 tersebut, dalam Pedoman Teknis dimaksudkan dengan klasifikasi yang
mendekati sesuai dengan peruntukannya
m. Klasifikasi jamak
Bangunan dengan klasifikasi jamak adalah bila beberapa bagian dari bangunan harus
diklasifikasikan secara terpisah, dan:
i. bila bagian bangunan yang memiliki fungsi berbeda tidak melebihi 10% dari luas
lantai dari suatu tingkat bangunan, dan b' laboratorium, klasifikasinya disamakan
dengan klasifikasi bangunan utamanya;
ii. Klas-klas 1a, 1b, 9a, 9b, 10a dan 10b adalah klasifikasi yang terpisah;
iii. Ruang-ruang pengolah, ruang mesin, ruang mesin lift, ruang boiler atau sejenisnya
diklasifikasikan sama dengan bagian bangunan dimana ruang tersebut terletak
b. Apabila KDB dan JLB/KLB belum ditetapkan dalam rencana tata ruang, rencana
tata bangunan dan lingkungan, peraturan bangunan setempat, maka Kepala
Daerah dapat menetapkan berdasarkan berbagai pertimbangan dan setelah
mendengarkan pendapat teknis para ahli terkait.
b. luas lantai ruangan beratap yang sisi-sisinya dibatasi oleh dinding yang tingginya
lebih dari 1,20 m di atas lantai ruangan tersebut dihiitung penuh 100 %;
c. luas lantai ruangan beratap yang bersifat terbuka atau yang sisi-sisinya dibatasi
oleh dinding tidak lebih dari 1,20 m diatas lantai ruangan dihitung 50 %, selama
tidak melebihi 10 % dari luas denah yang diperhitungkan sesuai dengan KDB
yang ditetapkan;
d. overstek atap yang melebihi lebar 1,50 m maka luas mendatar kelebihannya
tersebut dianggap sebagai luas lantai denah;
e. teras tidak beratap yang mempunyai tinggi dinding tidak lebih dari 1,20 m di atas
lantai teras tidak diperhitungkan sebagai luas lantai;
g. ramp dan tangga terbuka dihitung 50 %, selama tidak melebihi l0% dari luas
lantai dasar yang diperkenankan;
h. Dalam perhitungan KDB dan KLB, luas tapak yang diperhitungkan adalah yang
dibelakang GSJ;
k. Dalam perhitungan ketinggian bangunan, apabila jarak vertikal dari lantai penuh
ke lantai penuh berikutnya lebih dari 5 m, maka ketinggian bangunan tersebut
dianggap sebagai dua lantai;
l. Mezanine yang luasnya melebihi 50 % dari luas lantai dasar dianggap sebagai
lantai penuh;
a. Garis Sempadan Bangunan ditetapkan dalam rencana tata ruang, rencana tata
bangunan dan lingkungan, serta peraturan bangunan setempat.
b. Dalam mendirikan atau memperbarui seluruhnya atau sebagian dari suatu
bangunan, Garis Sempadan Bangunan yang telah ditetapkan sebagaimana
dimaksud dalam butir a. tidak boleh dilanggar.
g. Dalam hal garis sempadan pagar dan garis sempadan muka bangunan
berimpit (GSB sama dengan nol), maka bagian muka bangunan harus
ditempatkan pada garis tersebut.
b. Sepanjang tidak ada jarak bebas samping maupun belakang bangunan yang
ditetapkan, maka Kepala Daerah menetapkan besarnya garis sempadan
tersebut dengan setelah mempertimbangkan keamanan kesehatan dan
kenyamanan, yang ditetapkan pada setiap permohonan perijinan mendirikan
bangunan.
c. Untuk bangunan yang digunakan sebagai tempat penyimpanan bahan-
bahan/benda-benda yang mudah terbakar dan atau bahan berbahaya, maka
Kepala Daerah dapat menetapkan syarat-syarat lebih lanjut mengenai jarak-
jarak yang harus dipatuhi, diluar yang diatur dalam butir a.
iv. pada bangunan rumah tinggal rapat tidak terdapat jarak bebas samping,
sedangkan jarak bebas belakang ditentukan minimal setengah dari
besarnya garis sempadan muka bangunan.
ii. sisi bangunan yang didirikan harus mempunyai jarak bebas yang tidak
dibangun pada kedua sisi samping kiri dan kanan serta bagian belakang
yang berbatasan dengan pekarangan.
f. Pada dinding batas pekarangan tidak boleh dibuat bukaan dalam bentuk
apapun.
g Jarak bebas antara dua bangunan dalam suatu tapak diatur sebagai berikut:
i. dalam hal kedua-duanya memiliki bidang bukaan yang saling berhadapan,
maka jarak antara dinding atau bidang tersebut minimal dua kali jarak
bebas yang ditetapkan;
ii. dalam hal salah satu dinding yang berhadapan merupakan dinding tembok
tertutup dan yang lain merupakan bidang terbuka dan atau berlubang, maka
jarak antara dinding tersebut minimal satu kali jarak bebas yang
ditetapkan;
iii. dalam hal kedua-duanya memiliki bidang tertutup yang saling berhadapan,
maka jarak dinding terluar minimal setengah kali jarak bebas yang
ditetapkan.
a. Halaman muka dari suatu bangunan harus dipisahkan dari jalan menurut cara
yang ditetapkan oleh Kepala Daerah, dengan memperhatikan keamanan,
kenyamanan, serta keserasian lingkungan.
c. Untuk sepanjang jalan atau kawasan tertentu, Kepala Daerah dapat menerapkan
desain standar pemisah halaman yang dimaksudkan dalam butir a.
d. Dalam hal yang khusus Kepala Daerah dapat memberikan pembebasan dari
ketentuan-ketentuan dalam butir a dan b, dengan setelah mempertimbangkan
hal teknis terkait.
e. Dalam hal pemisah berbentuk pagar, maka tinggi pagar pada GSJ dan antara
GSJ dengan GSB pada bangunan rumah tinggal maksimal 1,50 m di atas
permukaan tanah, dan untuk bangunan bukan rumah tinggal termasuk untuk
bangunan industri maksimal 2 m di atas permukaan tanah pekarangan.
j. Antara halaman belakang dan jalur-jalur jaringan umum kota harus diadakan
pemagaran. Pada pemagaran ini tidak boleh diadakan pintu-pintu masuk,
kecuali jika jalur-jalur jaringan umum kota direncanakan sebagai jalur jalan
belakang untuk umum .
a. Ketentuan Umum
i. Penempatan bangunan gedung tidak boleh mengganggu fungsi prasarana
kota, lalu lintas dan ketertiban umum.
ii. Pada lokasi-lokasi tertentu Kepala Daerah dapat menetapkan secara
khusus arahan rencana tata bangunan dan lingkungan.
iii. Pada jalan-jalan tertentu, perlu ditetapkan penampang-penampang (profil)
bangunan untuk memperoleh pemandangan jalan yang memenuhi syarat
keindahan dan keserasian.
iv. Bilamana dianggap perlu, persyaratan lebih lanjut dari ketentuan-
ketentuan ini dapat ditetapkan pelaksanaaannya oleh Kepala Daerah
dengan membentuk suatu panitia khusus yang bertugas memberi nasehat
teknis mengenai ketentuan tata bangunan dan lingkungan.
b. Tapak Bangunan
i. Tinggi rendah (peil) pekarangan harus dibuat dengan tetap menjaga
keserasian lingkungan serta tidak merugikan pihak lain.
ii. Penambahan lantai atau tingkat suatu bangunan gedung diperkenankan
apabila masih memenuhi batas ketinggian yang ditetapkan dalam rencana tata
ruang kota, dengan ketentuan tidak melebihi KLB, harus memenuhi
persyaratan teknis yang berlaku dan keserasian lingkungan.
iii. Penambahan lantai/tingkat harus memenuhi persyaratan keamanan struktur.
iv. Pada daerah / lingkungan tertentu dapat ditetapkan:
(1) ketentuan khusus tentang pemagaran suatu pekarangan kosong atau
sedang dibangun, pemasangan nama proyek dan sejenisnya dengan
memperhatikan keamanan, keselamatan, keindahan dan keserasian
lingkungan,
(2) larangan membuat batas fisik atau pagar pekarangan.
(3) ketentuan penataan bangunan yang harus diikuti dengan
memperhatikan keamanan, keselamatan, keindahan dan keserasian
lingkungan.
(4) Kekecualian kelonggaran terhadap ketentuan butir III.1.1 b.iv.(2) dapat
diberikan untuk bangunan perumahan dan bangunan sosial dengan
memperhatikan keserasian dan arsitektur lingkungan.
2. Bentuk Bangunan
a. Ketentuan Umum
i. Bentuk bangunan gedung harus dirancang dengan memperhatikan bentuk
dan karakteristik arsitektur lingkungan yang ada di sekitarnya, atau yang
mampu sebagai pedoman arsitektur atau teladan bagi lingkungannya.
ii. Setiap bangunan gedung yang didirikan berdampingan dengan bangunan
yang dilestarikan, harus serasi dengan bangunan yang dilestarikan
tersebut.
iii. Bangunan yang didirikan sampai pada batas samping persil tampak
bangunannya harus bersambungan secara serasi dengan tampak bangunan
atau dinding yang telah ada di sebelahnya.
iv. Bentuk bangunan gedung harus dirancang dengan mempertimbangkan
terciptanya ruang luar bangunan yang nyaman dan serasi terhadap
lingkungannya.
v. Bentuk, tampak, profil, detail, material maupun warna bangunan harus
dirancang memenuhi syarat keindahan dan keserasian lingkungan yang
telah ada dan atau yang direncanakan kemudian dengan tidak
menyimpang dari persyaratan fungsinya.
vi. Bentuk bangunan gedung sesuai kondisi daerahnya harus dirancang
dengan mempertimbangkan kestabilan struktur dan ketahanannya
terhadap gempa.
vii. Syarat-syarat lebih lanjut mengenai tinggi/tingkat dan sesuatunya
ditetapkan berdasarkan ketentuan-ketentuan rencana tata ruang, dan atau
rencana tata bangunan lingkungan yang ditetapkan untuk daerah/lokasi
tersebut.
b. Perancangan Bangunan
i. Bentuk bangunan gedung harus dirancang sedemikian rupa sehingga
setiap nuang dalam dimungkinkan menggunakan pencayahayaan dan
penghawaan alami.
ii. Ketentuan sebagaimana dimaksudkan pada butir II 1.1.2.b.i tidak berlaku
apabila sesuai fungsi bangunan diperlukan sistem pencahayaan dan
penghawaan buatan.
iii. Ketentuan pada butir II.1.1.2.b.ii harus tetap mengacu pada prinsip-
prinsip konservasi energi.
iv. Untuk bangunan dengan lantai banyak, kulit atau selubung bangunan
harus memenuhi persyaratan konservasi energi.
v. Aksesibilitas bangunan harus mempertimbangkan kemudahan bagi semua
orang, termasuk para penyandang cacat dan usia lanjut.
vi. Suatu bangunan gedung tertentu berdasarkan letak ketinggian dan
penggunaannya, harus dilengkapi dengan perlengkapan yang berfungsi
sebagai pengaman terhadap lalu lintas udara dan atau lalu lintas laut.
a. Ketentuan Umum
i. Tinggi ruang adalah jarak terpendek dalam ruang diukur dari permukaan
bawah langit-langit ke permukaan lantai.
ii. Ruangan dalam bangunan harus mempunyai tinggi yang cukup untuk
fungsi yang diharapkan.
iii. Ketinggian ruang pada lantai dasar disesuaikan dengan fungsi ruang dan
arsitektur bangunannya.
iv. Dalam hal tidak ada langit-langit, tinggi ruang diukur dari permukaan atas
lantai sampai permukaan bawah dari lantai di atasnya atau sampai
permukaan bawah kaso-kaso.
v. Bangunan atau bagian bangunan yang mengalami perubahan perbaikan,
perluasan, penambahan, tidak boleh menyebabkan berubahnya
fungsi/penggunaan utama, karakter arsitektur bangunan dan bagian-bagian
bangunan serta tidak boleh mengurangi atau mengganggu fungsi sarana
jalan keluar/masuk.
vi. Perubahan fungsi dan penggunaan ruang suatu bangunan atau bagian
bangunan dapat diijinkan apabila masih memenuhi ketentuan penggunaan
jenis bangunan dan dapat menjamin keamanan dan keselamatan bangunan
serta penghuninya.
vii Ruang penunjang dapat ditambahkan dengan tujuan memenuhi kebutuhan
kegiatan bangunan, sepanjang tidak menyimpang dari penggunaan utama
bangunan.
viii.Jenis dan jumlah kebutuhan fasilitas penunjang yang harus disediakan
pada setiap jenis penggunann bangunan ditetapkan oleh Kepala Daerah.
ix. Tata ruang dalam untuk bangunan tempat ibadah, bangunan monumental,
gedung serbaguna, gedung pertemuan, gedung pertunjukan, gedung
sekolah, gedung olah raga, serta gedung sejenis lainnya diatur secara
khusus.
4. Kelengkapan Bangunan
a. Ketentuan Umum
i. Bangunan tertentu berdasarkan letak, ketinggian dan penggunaannya harus
dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan bangunan, termasuk
pengaman/ rambu-rambu terhadap lalu-lintas udara dan atau laut.
ii. Syarat-syarat teknis lebih lanjut terhadap ketentuan tersebut di atas mengikuti
standar teknis yang berlaku.
f. Ruang Terbuka Hijau Pekarangan yang telah ditetapkan dalam rencana tata
ruang dan tata bangunan tidak boleh dilanggar dalam mendirikan atau
rnemperbaharui seluruhnya atau sebagian dari bangunan.
j. Dalam hal terdapat makro lansekap yang dominan seperti laut, sungai besar,
gunung dan sebagainya, terhadap suatu kawasan/daerah dapat diterapkan
pengaturan khusus untok orientasi tata letak bangunan yang
mempertimbangkan potensi arsitektural lansekap yang ada.
b. Bila diperlukan dapat ditetapkan karakteristik lansekap jalan atau ruas jalan
dengan mempertimbangkan keserasian tampak depan bangunan ruang
sempadan depan bangunan, pagar, jalur pejalan kaki, jalur kendaraan dan
jalur hijau median jalan berikut utilitas jalan lainnya seperti tiang listrik, tiang
telepon di kedua sisi jalan / ruas jalan yang dimaksud.
3. Tapak Basement
5. Tata Tanaman
a. Ketentuan Umum
c. Jalan
d. Pedestrian
e. Parkir
1. Dampak Penting
a. Persyaratan Bangunan
i. Untuk mendirikan bangunan yang menurut fungsinya menggunakan
menyimpan atau memproduksi bahan peledak dan bahan-bahan lain yang
sifatnya mudah meledak, dapat diberikan ijin apabila:
(1) Lokasi bangunan terletak di luar lingkungan perumahan atau berjarak
tertentu dari jalan umum, jalan kereta api dan bangunan lain di
sekitarnya sesuai rekomendasi dinas teknis terkait.
(2) Bangunan yang didirikan harus terletak pada jarak tertentu dari
batas-batas pekarangan atau bangunan lainnya dalam pekarangan
sesuai rekomendasi dinas terkait.
(3) Bagian dinding yang terlemah dari bangunan tersebut diarahkan ke
daerah yang paling aman.
ii. Bangunan yang menurut fungsinya menggunakan, menyimpan atau
memproduksi bahan radioaktif, racun, mudah terbakar atau bahan lain
yang berbahaya, harus dapat menjamin keamanan keselamatan serta
kesehatan penghuni dan lingkungannya.
iii. Pada bangunan yang menggunakan kaca pantul pada tampak bangunan,
sinar yang dipantulkan tidak boleh melebihi 24% dan dengan
memnperhatikan tata letak serta orientasi bangunan terhadap matahari.
iv. Bangunan yang menurut fungsinya memerlukan pasokan air bersih
dengan debit > 5 l/dt atau > 500 m3/hari dan akan mengambil sumber air
tanah dangkal dan atau air tanah dalam (deep well) harus mendapat ijin
dari dinas terkait yang bertanggung jawab serta menggunakan hanya
untuk keperluan darurat atau alternatif dari sumber utama PDAM.
v. Guna pemulihan cadangan air tanah dan mengurangi debit air larian, maka
setiap tapak bangunan gedung harus dilengkapi dengan bidang resapan
yang ukurannya disesuaikan dengan standar teknis yang berlaku.
vi. Apabila bangunan yang menurut fungsinya akan membangkitkan LHR >=
60 SMP per 1000 ft2 luas lantai, maka rencana teknis sistem jalan akses
keluar masuk bangunan gedung harus mendapat ijin dari dinas teknis yang
berwenang.
i. Setiap bangunan yang menghasilkan limbah cair dan padat atau buangan
lainnya yang dapat menimbulkan pencemaran air dan tanah, harus
dilengkapi dengan sarana pengumpulan dan pengolahan limbah sebelum
dibuang ke tempat pembuangan yang diijinkan dan atau ditetapkan oleh
instansi yang berwenang.
ii. Sarana pongumpulan dan pongolahan air limbah harus dipelihara secara
berkala untuk menjamin kualitas effluen yang memenuhi standar baku
mutu limbah cair.
iii. Sampah yang dikumpulkan di sarana pengumpulan sampah padat harus
selalu dikosongkan setiap hari untuk menjamin agar lalat tidak
berkembang biak dan mengganggu kesehatan lingkungan bangunan
gedung.
5. Pengelolaan Daerah Bencana
a. Suatu daerah dapat ditetapkan sebagai daerah bencana, daerah Banjir dan
yang sejenisnya.
1. Persyaratan Struktur
2. Persyaratan Bahan
b. Dalam hal bilamana bahan struktur bangunan belum mempunyai SNI maka
bahan struktur bangunan tersebut harus memenuhi ketentuan teknis yang
sepadan dari negara/ produsen yang bersangkutan.
IV.2 PEMBEBANAN
2. Penentuan mengenai jenis, intensitas dan cara bekerjanya beban harus sesuai
dengan standar teknis yang berlaku, seperti :
a. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung SNI
1726;
b. Tata Cara Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung SNI 1727.
1. Konstruksi beton
a. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung SNI 2847;
d. Tata Cara Perencanaan Beton dan Struktur Dinding Bertulang untuk Rumah
dan Gedung, SNI -1734.
2. Konstruksi Baja
b. Tata cara / pedoman lain yang masih terkait dalam perencanaan konstruksi
baja.
3. Konstruksi Kayu
1. Pondasi Langsung
d. Pondasi langsung dapat dibuat dari pasangan batu atau konstruksi beton
bertulang.
2. Pondasi Dalam
a. Pondasi dalam pada umumnya digunakan dalam hal lapisan tanah dengan
daya dukung yang cukup terletak jauh di bawah permukaan tanah sehingga
penggunaan pondasi langsung dapat menyebabkan penurunan yang
berlebihan atau ketidakstabilan konstruksi.
1. Keselamatan Struktur
2. Keruntuhan Struktur
b. Ketidak andalan struktur akibat beban sendiri dan atau beban yang
didukungnya disebabkan oleh karena umur bangunan yang secara teknis
telah melebihi umur yang direncanakan, atau karena dilampauinya beban
yang harus dipikulnya sesuai rencana sebagai akibat berubahnya fungsi
bangunan atau kesalahan dalam pemanfaatannya.
c. Ketidak andalan struktur akibat beban perilaku alam dan atau manusia dapat
diakibatkan oleh adanya kebakaran, gempa, maupun bencana lainnya.
1. Kriteria Demolisi
a. Struktur bangunan sudah tidak andal, dan kerusakan struktur sudah tidak
memungkinkan lagi untuk diperbaiki karena alasan teknis dan atau
ekonomis, serta dapat membahayakan pengguna bangunan, masyarakat dan
lingkungan.
c. Bangunan gedung harus mempunyai bagian atau elemen bangunan yang pada
tingkat tertentu akan mempertahankan stabilitas struktural selama kebakaran,
yang sesuai dengan:
i. fungsi atau penggunaan bangunan;
ii. beban api;
iii. intensitas kebakaran;
iv. tingkat bahaya api;
v. ketinggian bangunan;
vi. kedekatan dengan bangunan lain;
vii sistem proteksi aktif yang dipasang pada bangunan;
viii.ukuran setiap kompartemen api;
ix intervensi pasukan pemadam kebakaran; dan
x. elemen bangunan lainnya.
i. Setiap elemen bangunan yang disediakan untuk menahan penyebaran api, yaitu
pada bukaan, sambungan konstruksi, dan lubang untuk instalasi harus
dilindungi sedemikian, sehingga diperoleh tingkat kinerja yang memadai dari
elemen tersebut.
j. Akses ke dan sekeliling bangunan harus disediakan bagi kendaraan dan personil
pemadam kebakaran, untuk memudahkan tindakan pasukan pemadam
kebakaran secara memadai, sesuai dengan:
i. fungsi bangunan,
ii. beban api,
iii. intensitas kebakaran,
iv. tingkat bahaya api,
v. sistem proteksi aktif, dan
vi. ukuran kompartemen.
Dikaitkan dengan ketahanannya terhadap api, terdapat 3 (tiga) tipe konstruksi yaitu:
a. Tipe A:
Konstruksi yang unsur-unsur struktur pembentuknya adalah tahan api dan
mampu menahan secara struktural terhadap kebakaran pada bangunan minimal
2 (dua) jam. Pada konstruksi ini terdapat dinding pemisah pembentuk
kompartemen untok mencegah penjaiaran panas ke ruang-ruang yang
bersebelahan di dalam bangunan dan dinding luar untuk mencegah penjalaran
api ke dan dari bangunan didekatnya.
b. Tipe B:
Konstruksi yang unsur-unsur struktur pembentuk kompartemen penahanan api
mampu mencegah penjalaran kebakaran ke ruang-ruang bersebelahan di dalam
bangunan dan unsur dinding luarnya mampu menahan penjalaran kebakaran
dari luar bangunan selama sekurang kurangnya 1 (satu) jam.
c. Tipe C:
Konstruksi yang terbentuk dari unsur-unsur struktur yang dapat terbakar dan
tidak dimaksudkan untuk mampu bertahan terhadap api.
3. Tipe konstruksi yang diwajibkan
Minimum tipe konstruksi tahan api dari suatu bangunan harus sesuai dengan
ketentuan pada tabel berikut:
Tabel V.1.3
Tipe Konstruksi yang diwajibkan
a. Ukuran Kompartemen
Ukuran kompartemenisasi dan konstruksi pemisah harus dapat membatasi kobaran
api yang potensial, perambatan api dan asap, agar dapat:
i. melindungi penghuni yang berada di suatu bagian bangunan terhadap dampak
kebakaran yang terjadi ditempat lain di dalam bangunan.
ii. mengendalikan kebaran api agar tidak menjelar ke bangunan lain yang
berdekatan.
iii. menyediakan jalan masuk bagi petugas pemadam kebakaran.
Tabel V.1.4
Ukuran maksimum dari kompartemen kebakaran
b Pemberlakuan.
i. bagian ini tidak berlaku untuk bangunan klas 1 atau 10, dan
ii. ketentuan pada butir c, d dan e tidak berlaku untuk tempat parkir umum yang
dilengkapi dengan sistem sprinkler, tempat parkir tak beratap atau suatu
panggung terbuka.
f. Pemisahan
Pemisahan vertikal pada bukaan di dinding luar, pemisahan oleh dinding tahan api,
dan pemisahan pada shaft lift mengikuti syarat teknis sesuai ketentuan yang
berlaku.
5. Proteksi Bukaan
a. Seluruh bukaan harus dilindungi, dan lubang utilitas harus diberi penyetop api
untuk mencegah merambatnya api serta menjamin pemisahan dan
kompartemenisasi bangunan.
b. Bukaan vertikal pada bangunan yang dipergunakan untuk shaft pipa, shaft ventilasi,
dan shaft instalasi listrik harus sepenuhnya tertutup dengan dinding dari bawah
sampai atas, dan tertutup pada setiap lantai.
c. Apabila harus diadakan bukaan pada dinding sebagaimana dimaksud pada butir b,
maka bukaan harus dilindungi dengan penutup tahan minimal sama dengan
ketahanan api dinding atau lantai.
d. Sarana dan atau peralatan proteksi seperti penyetop api, damper, dan sebagainya
harus memenuhi persyaratan dan dapat dibuktikan melalui pengujian oleh lembaga
uji yang diakui dan terakreditasi.
Tabel V.1.5
JARAK ANTARA BUKAAN
PADA KOMPARTEMEN KEBAKARAN YANG BERBEDA
i. Bila diperlukan proteksi, maka jalan masuk, jendela dan bukaan lainnya harus
dilindungi sebagai berikut:
(1) Jalan masuk/pintu : sprinkler pembasah dinding dalam atau luar sesuai
keperluan, atau memasang pintu kebakaran dengan TKA -/60/30 (dapat
menutup sendiri secara otomatis);
(2) Jendela: sprinkler pembasah dinding dalam atau luar sesuai keperluan,
atau jendela kebakaran dengan TKA -/60/- (menutup otomatis atau secara
tetap dipasang pada posisi tertutup), atau memasang penutup api otomatis
dengan TKA -/60/-
(3) Bukaan-bukaan lain: sprinkler pembasah dinding dalam atau luar sesuai
keperluan, atau konstruksi dengan TKA tidak kurang dari-/60/-.
ii. Pintu, jendela, dan penutup kebakaran harus memenuhi ketentuan butir i di
atas dan standar teknis yang berlaku.
a. Hidran kebakaran.
i. Sistem hidran harus dipasang pada bangunan:
(1) yang memiliki luas lantai total lebih dari 500 m2, dan
(2) terdapat regu pemadam kebakaran.
ii. Sistem hidran kebakaran,
(1) harus dipasang sesuai dengan standar yang berlaku, SNI 1745; dan
(2) hidran dalam bangunan harus melayani hanya di lantai hidran
tersebut ditempatkan, kecuali pada satuan peruntukan bangunan, di
mana:
(a) bangunan klas 2 atau klas 3 atau sebagian klas 4, dilayani oleh
hidran tunggal yang ditempatkan pada lantai dimana ada jalur
keluar, atau
(b) bangunan klas 5, 6, 7, 8 atau 9 yang berlantai tidak lebih dari 2
(dua), dilayani oleh hidran tunggal yang ditempatkan pada lantai
dimana ada jalur keluar, asalkan hidran dapat menjangkau
seluruh satuan peruntukan bangunan.
(3) bila dilengkapi dengan pompa kebakaran harus terdiri dari:
(a) 2 (dua) pompa, yang sekurang-kurangnya satu pompa
digerakkan oleh motor bakar atau motor listrik yang dicatu dari
daya generator darurat,
(b) 2 (dua) pompa yang digerakkan oleh motor listrik yang
dihubungkan dengan sumber tenaga yang terpisah satu sama
lain,
(4) bila pompa kebakaran dihubungkan dengan jaringan pasokan air dan
dipasang pada bangunan dengan ketinggian efektif kurang dari 25 m,
satu pompa digerakkan oleh:
(a) motor-bakar, atau
(b) motor listrik yang dicatu dari generator darurat, atau
(c) motor listrik yang dihubungkan pada sumber tenaga yang
terpisah satu sama lain melalui fasilitas pemindah daya otomatis;
(5) pemasangan pompa kebakarannya dalam bangunan harus pada
tempat yang:
(a) mempunyai jelur keluar ke jalan atau ruang terbuka, atau
(b) jika bangunan tidak dilindungi seluruhnya dengan sistem
sprinkler sesuai ketentuan yang berlaku, tempat pompa harus
terpisah dari bangunan, dan dengan konstruksi yang mempunysi
TKA tidak kurang dari yang dipersyaratkan bagi suatu dinding
tahan api untuk klasifikasi bangunannya;
(6) untuk pompa yang ditempatkan di luar bangunan, maka bangunan
rumah pompa tersebut harus jelas terlihat, tahan cuaca, mempunyai
jalur keluar langsung ke jalan atau ruang terbuka, dan jika dalam
jarak 6 m dari bangunan, maka dinding rumah pompa dan bagian
dinding luar yang berjarak 2 m dari samping rumah pompa dan 3 m
di atas rumah pompa, atau dinding antara bangunan dan rumah
pompa yang berjarak 2 m dari sisi rurnah pompa dan 3 m di atas
rumah pompa harus mempunyai TKA tidak kurang dari yang
dipersyaratkan untuk dinding tahan api sesuai klas bangunannya.
(7) bila sistem pasokan air mengambil air dari sumber statis, maka harus
disediakan sambungan yang cocok dan jalan masuk kendaraan
pemadam kebakaran untuk memudahkan petugas pemadam
kebakaran memompa air dari sumber tersebut dan harus disediakan
sambungan yang berdekatan dengan lokasi tersebut untuk
meningkatkan tekanan air dalam sistem gedung, serta harus dirancang
untuk memenuhi tekanan dan laju aliran yang disyaratkan untuk
operasi petugas pemadam kebakaran.
b. Hose Reel
c. Sistem Sprinkler
i. Sistem sprinkler harus dipasang pada bangunan sebagaimana ditunjukkan
pada tabel berikut:
Tabel V.2.1
Persyaratan Pemakaian Sprinkler
d. Ketentuan lebih teknis dalam pengendalian asap kebakaran untuk setiap klas
bangunan mengikuti petunjuk dan standar teknis yang berlaku.
b. Konstruksi.
Ruang Pusat Pengendaii Kebakaran pada bangunan gedung yang tinggi efektifnya
lebih dari 50 meter harus merupakan ruang terpisah, dimana:
i. konstruksi penutupnya dari beton, dinding atau sejenisnya mempunyai
kekokohan yang cukup terhadap keruntuhan akibat kebakaran dan dengan nilai
TKA tidak kurang dari 120/120/120;
ii. bahan lapis penutup, pembungkus atau sejenisnya harus memenuhi persyaratan
terhadap kebakaran;
iii. peralatan utilitas, pipa, saluran udara dan sejenisnya, yang tidak diperlukan
untuk berfungsinya nuang pengendali, tidak boleh lewat ruang tersebut;
iv. bukaan pada dinding, lantai atau langit-langit yang memisahkan ruang
pengendali dengan ruang dalam bangunan dibatasi hanya untuk pintu, ventilasi
dan lubang perawatan lainnya, yang khusus untuk melayani fungsi ruang
pengendali tersebut.
d. Pintu Keluar.
i. Pintu yang menuju ruang pengendali harus membuka ke arah dalam ruang
tersebut, dapat dikunci dan ditempatkan sedemikian rupa sehingga orang yang
menggunakan rute evakuasi dari dalam bangunan tidak menghalangi atau
menutupi jalan masuk ke ruang pengendali tersebut.
ii. Ruang pengendali haruslah dapat dimasuki dari (2) dua arah
(1) arah pintu masuk di depan bangunan; dan
(2) arah langsung dari tempat umum atau melalui jalan terusan yang
dilindungi terhadap api, yang menuju ke tempat umum dan mempunyai
nilai TKA tidak kurang dari -/120/30.
g. Pencahayaan darurat sesuai ketentuan yang berlaku harus dipasang dalam ruang pusat
pengendali, dan tingkat iluminasi diatas meja kerja tak kurang dari 400 Lux.
h. Beberapa peralatan seperti Motor bakar, pompa pengendali sprinkler, pemipaan dan
sambungan-sambungan pipa tidak boleh dipasang dalam ruang pengendali, tetapi boleh
dipasang di ruangan-ruangan yang dapat di capai dari ruang pengendali tersebut.
i. Tingkat suara (ambient) dalam ruang pengendali kebakaran yang diukur pada saat semua
peralatan penanggulangan kebakaran beroperasi ketika kondisi darurat berlangsung
tidak melebihi 65 dbA bila ditentukan berdasarkan ketentuan tingkat kebisingan didalam
bangunan.
VI. SARANA JALAN MASUK DAN KELUAR
1. Fungsi
a. Melengkapi bangunan dengan akses yang layak, aman, nyaman, dan
memadai bagi semua orang.
b. Melengkapi bangunan dengan sarana evakuasi yang memungkinkan
penghuni punya waktu untuk menyelamatkan diri dengan aman tanpa
meraskan keadaan darurat.
c. Fungsi tersebut pada butir b di atas tidak berlaku untuk unit hunian tunggal
pada bangunan klas 2, 3, atau 4.
2. Persyaratan kinerja:
a. Akses ke dan di dalam bangunan harus tersedia yang memungkinkan
pergerakan manusia secara aman, nyaman dan memadai.
b. Agar manusia dapat bergerak dengan aman ke dan di dalam bangunan maka
bangunan harus mempunyai antara lain:
i. Kemiringan permukaan lantai harus aman bagi pejalan kaki.
ii. Setiap pintu dibuat agar penghuni mudah mencapai akses keluar dan
menghindari risiko terjebak di dalam bangunan.
iii. Setiap tangga dan ramp memiliki:
(1) Permukaan lantai tidak licin pada ramp, injakan dan akhiran
injakan tangga.
(2) Pegangan rambat (handrails) yang memadai untuk membantu
kestabilan pemakai tangga/ramp
(3) Lantai bordes yang memadai uniuk menghindari keletihan
(4) Pintu di lantai bordes sedemikian hingga pintu tersebut tidak
menjadi rintangan.
(5) Tangga yang memadai untuk menampung volume dan frekwensi
penggunaan.
c. Pada area dimana orang bisa jatuh dari ketinggian 1m atau lebih dari
lantai/atap/melalui bukaan pada dinding luar bangunan, atau karena
perbedaan tinggi lantai dalam bangunan, harus dibuatkan penghalang yang:
i. menerus sepanjang area yang berbahaya.
ii. tinggi disesuaikan dengan risiko orang tanpa disengaja jatuh dari lantai
/atap.
iii. mampu menjaga lintasan anak-anak.
iv. Kuat dan kokoh menahan pengaruh orang yang menabrak, dan tekanan
orang pada penghalang tersebut.
d. Butir c tersebut di atas tidak berlaku bila penghalang tersebut digunakan
untuk panggung, tempat bongkar muat barang dan sejenisnya.
e. Butir c tersebut tidak berlaku juga untuk:
i. tangga/ramp yang diisolasi terhadap kebakaran dan area lain untuk tujuan
darurat, kecuali tangga/ramp di luar bangunan.
ii. bangunan klas 7 (kecuali tempat parkir mobil) dan klas 8.
f. Jumlah, lokasi dan dimensi pintu keluar yang tersedia pada bangunan
disediakan agar penghuni dapat menyelamatkan diri dengan aman, sesuai
dengan:
i. Jarak tempuh
ii. Jumlah, mobilitas dan karakter penghuni.
iii. Fungsi bangunan
iv. Tinggi bangunan
h. Agar penghuni dapat keluar dengan aman dari bangunan, dimensi jelur
lintasan menuju ke pintu keluar harus sesuai dengan .
i. Jumlah, mobilitas dan karakter lain dan penghuni
ii. Fungsi bangunan
i. Butir h tersebut di atas tidak berlaku di dalam unit hunian tunggal pada
bangunan klas 2, 3 dan 4.
1. Persyaratan Keamanan
a. Tangga, ramp dan lorong (gang) harus aman bagi lalu lintas pengguna
bangunan.
b. Tangga, ramp, lantai, balkon, dan atap yang dapat dicapai oleh manusia
harus mempunyai dinding pembatas, balustrade atau penghalang lainya yang
untuk melindungi pengguna bangunan terhadap risiko jatuh .
c. Ramp kendaraan dan lantai yang dapat dilewati kendaraan harus mempunyai
pembatas pinggir atau penghalang lainnya untuk melindungi pejalan kaki
dan struktur bangunannya.
e. Area perawatan pasien: Pada bangunan klas 9a sedikitnya harus ada 1 jalan
keluar dari setiap bagian pada lapis lantai yang telah disekat menjadi
kompartemen tahan api.
g. Akses ke jalan keluar: Tanpa harus melalui hunian tunggal lainnya, setiap
penghuni pada lapis lantai atau bagian lapis lantai bangunan harus dapat
mencapai ke:
i. 1 jalan keluar, atau
ii. sedikitnya 2 jalan keluar, bila 2 atau lebih jalan keluar diwajibkan.
b. Bagian bangunan klas 4: Pintu masuk harus tidak lebih dari 6 m dari pintu keluar,
atau dari tempat dengan jalur dua arah menuju ke 2 pintu keluar tersedia.
c. Bangunan klas 5 s.d. 9: Terkena aturan butir d, e, f, dan:
i. Setiap tempat harus berjarak tidak lebih 20 m dari pintu keluar, atau tempat
dengan jalur dua arah menuju ke 2 pintu keluar tersedia, jika jarak
maksimum ke salah satu pintu keluar tersebut tidak melebihi 40 m, dan
ii. Pada bangunan klas 5 atau 6, jarsk ke pintu keluar tunggal pada lapis lantai
yang merupakan akses ke jalan atau ke ruang terbuka dapat diperpanjang
sampai 30 m.
d. Bangunan klas 9a: Area perawatan pasien pada bangunan klas 9a.
i. Setiap tempat pada lantai harus berjarak tidak lebih 12 m dari tempat dengan
jalur dua arah menuju ke 2 pintu keluar yang dipersyaratkan tersedia.
ii. Jarak maksimum dari satu tempat ke salah satu dari pintu keluar tersebut
tidak lebih dari 30 m.
e. Panggung Terbuka: Jarak jalur lintasan menuju ke pintu keluar pada bangunan
klas 9b yang dipakai sebagai panggung terbuka harus tidak lebih dari 60 m.
f. Gedung Pertemuan: Pada bangunan klas 9b selain gedung sekolah atau pusat
asuhan balita, jarak ke salah satu pintu keluar dimungkinkan 60 m, bila :
i. jalur lintasan dari ruang tersebut ke pintu keluar melalui lorong/koridor.
lobby, ramp, atau ruang sirkulasi lainnya, dan
ii. konstruksi ruang tersebut bebas asap, memiliki TKA tidak kurang dari
60/60/60 dan konstruksi setiap pintunya terlindung serta dapat menutup
sendiri dengan ketebalan tidak kurang dari 35 mm.
b. Setiap tangga atau ramp tahan api harus menyediakan pintu keluar tersendiri dari
tiap lapis lantai yang dilayani dan keluar secara langsung atau melawati lorong
yang diisolasi terhadap kebakaran yang ada di lantai tersebut:
i. ke jalan atau ruang terbuka, atau
ii. ketempat:
(1) ruang atau lantai yang digunakan hanya untuk pejalan kaki, parkir
kendaraan atau sejenisnya, dan tertutup tidak lebih dari 1/3 kelilingnya.
(2) lintasan tanpa rintangan, tidak lebih dari 20 m, tersedia menuju ke jalan
atau ruang terbuka.
iii. ke area tertutup yang:
(1) berbatasan dengan jalan atau ruang terbuka,
(2) terbuka untuk sedikitnya 1/3 dari keliling area tersebut;
(3) mernpunyai ketinggian bebas rintangan di semua bagian termasuk
bukaan pada keliling area yang tidak kurang dari 3 m;
(4) mempunyai lintasan bebas rintangan dari tempat keluar ke jalan atau
ruang terbuka yang tidak lebih dan 6 m.
d. Jika Jebih dari dua akses pintu, bukan dari komponen sanitasi atau sejenisnya,
membuka ke pintu keluar yang diisolasi terhadap kebakaran pada lantai dimaksud
i lobby bebas asap sesuai dengan Bab V.2.3 harus tersedia
ii. pintu keluar bertekanan udara sesuai standar yang berlaku.
e. bangunan klas 9a : Ramp harus tersedia untuk setiap perubahan ketinggian kurang
dari 600 mm pada lorong yang diisolasi terhadap kebakaran.
b. Pada bangunan klas 2, 3 atau 4, jarak antara pintu keluar dari ruang atau unit
hunian tunggal dan tempat keluar menuju ke jalan atau ruang terbuka melalui
tangga atau ramp yang tidak diisolasii terhadap kebakaran harus tidak melampaui:
i. 30 m pada konstruksi bangunan tipe C, atau
ii. 60 m pada konstruksi bangunan lainnya.
c. Pada bangunan klas 5 s.d. 9, jarak antara sembarang tempat pada lantai ke tempat
keluar menuju ke jalan atau ruang terbuka melalui tangga/ramp yang tidak
diisolasi terhadap kebakaran harus tidak melebihi 80 m.
d. Pada bangunan klas 2, 3 atau 9a, tangga/ramp yan tidak diisolasi terhadap
kebakaran harus keluar pada tempat yang tidak lebih dari
i. 15 m dari pintu keluar yang menyediakan jalan keluar menuju ke jalan atau
ruang terbuka, atau dari lorong yang diisolasi terhadap kebakaran menuju ke
Jalan atau ruang terbuka, atau
ii. 30 m dan salah satu dari dua pintu atau lorong keluar bila arah tangga/ramp
yang tidak diisolasi terhadap kebakaran berlawanan atau hampir berlawanan
arah.
e. Pada bangunan klas 5 s d. 8 ata u 9b, tangga/ramp yang tidak diisolasi torhadap
kebakaran harus keluar ke tempat yang tidak lebih dari:
i. 20 m dari pintu keluaar yang menyediakan jalan keluar menuju ke jalan atau
ruang terbuka, atau dari lorong yang diisolasi terhadap kebakaran menuju ke
jalan atau ruang terbuka, atau
ii. 40 m dari salah satu dari dua pintu atau lorong keluar: arah tangga/ramp
yang tidak diisolasi terhadap kebakaran berlawanan atau hampir berlawanan
arah.
f. Pada bangunan klas 2 atau 3, bila dua atau lebih pintu keluar disyaratkan dan
disediakan sebagai sarana tangga/ramp yang tidak diisolasi. terhadap kebakaran
dalam bangunan, maka masing-masing pintu keluar tersebut harus :
i menyediakan jalan keluar terpisah menuju ke jalan atau ruang terbuka;
ii. bebas asap.
e. Pada bangunan klas 9b dengan auditorium yang menampung lebih dan 500 orang,
tidak lebih dari 2/3 lebar pintu keluar yang disyaratkan harus terletak di area pintu
masuk utama.
b. Pada bangunan klas 9a, pintu keluar horisontal dapat dianggap sebagai pintu
keluar yang disyaratkan, bila jalur lintasan dari kompartemen kebakaran menuju
ke satu atau lebih pintu keluar horisontal langsung menuju ke kompartemen
kebakaran lainnya, dan mempunyai sedikitnya satu pintu keluar yang disyaratkan
yang bukan pintu keluar horisontal
c. Kasus selain butir b di atas, pintu keluar horisontal harus tidak lebih dari separuh
pintu keluar yang disyaratkan pada lantai yang dipisahkan oleh dinding tahan api
d. Pintu keluar horisontal harus mempunyai area bebas disetiap sisi dinding tahan api
untuk menampung jumlah orang dari seluruh bagian lantai dengan tidak kurang
dari:
i. 2.5 m2 tiap pasien pada bangunan klas 9a, dan
ii. 0,5 m2 tiap orang pada klas bangunan lainnya.
Tabel VI.2
LUASAN PER-ORANG SESUAI PENGGUNAANNYA (BEBAN PENGHUNIAN)
1. Penerapan
Kecuali ketentuan butir 13 den 16, persyaratan ini tidak berlaku untuk unit
hunian tunggal pada bangunan klas 2 atau 3 atau bagian klas 4.
9. Lebar Tangga
a. Lebar tangga yang disyaratkan harus:
i. bebas halangan, seperti pegangan rambat (handrail), bagian dari
balustrade, dan sejenisnya,
ii. lebar bebas halangan, kecuali untuk list langit-langit, sampai ketinggian
tidak kurang dari 2 m, vertikal di atas garis sepanjang nosing injakan
tangga atau lantai bordes.
b. Lebar tangga melebihi 2m dianggap mempunysi lebar hanya 2 m, kecuali
dipisahkan oleh balustrade atau pegangan rambat menerus antara lantai
bordes dan lebar masing-masing bagian kurang dari 2 m.
14. Bordes
a. Bordes tangga dengan maksimum kemiringan 1: 50 dapat digunakan, untuk
mengurangi jumlah tanjakan dan setiap bordes harus:
i. panjangnya tidak kurang dari 550 mm diukur dari tepi dalam bordes,
ii. tepi bordes diberi finishing yang tidak licin.
b. Bangunan klas 9a:
i. Luas bordes harus cukup untuk gerakan usungan yang berukuran
panjang 2 m dan lebar 60 cm,
ii. Sudut arah naik dan turun tangga harus 180°, lebar minimal bordes 1,6
m dan panjangnya minimal 2,7 m.
16. Balustrade
a Balustrade menerus harus tersedia sekeliling atap yang terbuka untuk
umum, tangga, ramp, lantai, koridor, balkon dan sejenisnya, bila:
i. tidak dibatasi dengan dinding,
ii. tinggi lebih dari 1 m di atas lantai atau dibawah muka tanah, kecuali
sekeliling panggung, tempat bongkar muat barang atau tempat lain bagi
staf untuk pemeliharaan.
b. Balustrade pada:
i. tangga/ramp yang diisolasi terhadap kebakaran atau area lain untuk
keadaan darurat, kecuali tangga/ramp luar bangunan, dan
ii. bangunan klas 7 (kecuali tempat parkir) serta klas 8, harus mengikuti
ketentuan butir f dan g.i.
c. Balustrade, tangga, dan ramp di luar ketentuan butir b harus mengikuti
ketentuan butir f dan g.i.
d. Balustrade sepanjang sisi atau dekat permukaan horisontal seperti:
i. atap, yang tersedia akses untuk umum dan jalur masuk ke bangunan,
ii. lantai, koridor, balkon, lorong, mesanin dan sejenisnya, harus mengikuti
ketentuan butir f dan g.ii.
e. Balustrade atau penghalang lain di depan tempat duduk permanen pada
balkon atau mesanin auditorium bangunan klas 9b harus sesuai ketentuan
f.iii dan g.ii.
f. Tinggi balustrade:
i. minimal 865 mm di atas nosing injakan tangga atau lantai ramp
ii. tidak kurang dari 1 m di atas lantai akses masuk, balkon dan sejenisnya,
iii. Balustrade sesuai ketentuan butir e, tinggi di atas lantai tidak kurang
dari 1m, atau 700 mm bila tonjolan keluar dari bagian atas balustrade
diproyeksikan mendatar tidak kurang dari 1 m.
g. Bukaan pada balustrade memenuhi ketentuan butir b, bila dibuat sesuai
i. Jarak antara lebar bukaan tidak lebih dari 300 mm
ii. Bila menggunakan jeruji, tinggi jeruji tidak lebih dan 150 mm di atas
nosing injakan tangga atau lantai bordes, balkon atau sejenisnya dan
jarak antar jeruji tidak lebih dari 460 mm.
18. Pintu
Sebagai pintu keluar yang disyaratkan:
a. bukan pintu berputar
b. bukan pintu gulung,
i. kecuali dipasang pada bangunan atau bagian bangunan klas 6, 7, 8
dengan luas lantai tidak lebih dari 200 m2,
ii. merupakan satu-satunya pintu keluar yang disyaratkan dalam bangunan
c. bukan pintu sorong, kecuali:
i membuka secara langsung ke arah jalan atau ruang terbuka
ii. pintu dapat dibuka secara manual, dengan tenaga tidak lebih dari 110 N.
d. bila pintu dioperasikan dengan tenaga listrik:
i. harus dapat dibuka secara manual, dengan tenaga tidak lebih dan 110 N.
bila terjadi kerusakan atau tidak berfungsinya tenaga listrik
ii. membuka langsung ke arah jalan atau ruang terbuka harus dapat
membuka secara otomatis bila terjadi kegagalan pada daya listrik, alarm
kebakaran dan lainnya.
VII. 1 LIF
1. Kapasitas Lif
2. Lift Kebakaran
a. Lif kebakaran dapat berupa lif penumpang biasa atau lif barang yang dapat
diatur, sehingga dalam keadaan darurat dapat digunakan secara khusus oleh
petuugas Kebakaran, tanpa terganggu oleh sakelar panggil lainnya.
b. Persyaratan teknis dari lif yang digunakan sebagai lif kebakaran harus
disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.
c. Untuk mengubah fungsi lif penumpang atau lif barang menjadi lif
kebakaran, harus dengan cara menekan sakelar kebakaran (Fire Switch)
terlebih dahulu.
d. Kecepatan dan ukuran sangkar lif kebakaran disesuaikan dengan standar
teknis yang berlaku.
e. Pintu saf lif kebakaran harus disesuaikan dengan ketentuan peraturan yang
berlaku di Indonesia.
f. Lif kebakaran harus dapat berhenti di setiap lantai.
g. Sumber daya listrik untuk lif kebakaran harus direncanakan dari sumber
yang berbeda, dan menggunakan kabel tahan api.
ATAU
10 mm
Dilarang menggunakan Lif
bila terjadi Kebakaran
8 mm
Gambar VII. 1
Tanda Peringatan Lif Penumpang
b. sesuai dengan detail dan dimensi minimum seperti pada gambar Vll. 1, dan
terdiri dari
i. huruf yang diukir, ditatah atau huruf timbul pada logam, kayu, plastic
atau sejenisnya dan dipasang tetap didinding, atau
ii huruf yang diukir atau ditatah langsung dipermukaan bahan dinding
iii. bila diperlukan, dengan penampilan khusus sehingga dapat terbaca
pada keadaan gelap atau sewaktu terjadi kebakaran.
a. Satu atau beberapa lif harus di pasang sebagai lif pasien untuk melayani
setiap lantai dalam bangunan yang tidak menggunakan ramp, misalnya
bangunan Kelas 9a, yang ruang rawat pasiennya tidak berada di lantai
b. Lif pasien yang dibutuhkan pada butir a, harus:
i. berukuran cukup untuk meletakkan fasilitas kereta dorong ( wheel
strecther) secara horisontal
ii. Lif yang melayani ruang rawat pasien dihubungkan juga ke sistem
tenaga listrik cadangan, dan
iii. Mempunyai kapasitas beban tidak kurang dari 600 Kg.
5. Sangkar Lif
Sangkar pada setiap lif harus dilengkapi dengan peralatan tanda bahaya yang
dapat dioperasikan dari dalam sangkar, berupa bel listrik, telepon, atau alat-alat
lainnya yang dipasang dalam gedung ditempat yang mudah didengar oleh
pengelola bangunan gedung yang bersangkutan.
6. Saf Lif
a. Dalam saf lif dilarang memasang pipa atau peralatan lain yang tidak
merupakan bagian dari instalasi lif.
b. Untuk saf lif yang menerus dan tidak memiliki pintu keluar pada setiap
lantainya, setiap 3 lantai harus memiliki bukaan untuk digunakan dalam
kondisi darurat,
7. Mesin Lif Dan Ruang Mesin Lif
a. Bangunan ruang mesin lif harus kuat dan kedap air serta berventilasi
cukup. Ruang mesin harus mempunyai sirkulasi udara, untuk
mempertahankan suhu udara dan panas dari peralatan mesin.
b. Minimum satu jalan keluar harus dibuat pada setiap nuang mesin lif.
c. Balok, lantai dan penyangga di Ruang mesin harus di rencanakan dengan
memenuhi:
i. Beban balok dan penyangga harus sudah termasuk beban mesin lif,
motor generator, panel kontrol, governor dan peralatan lain, termasuk
lantai ruang mesin.
ii. Dua kali jumlah beban komponen yang bergerak vertikal dari tromol
(dihitung dari dua sisi), atau dihubungkan ke tali yang disangga oleh
balok, dengan beban sangkar lif.
iii. Beban diperhitungkan pada saat bandul mekanis governor) bekerja.
d. Jika mesin lif dan tali diempatkan di lantai bawah, atau disamping ruang
luncur di lantai bawah, pondasi untuk mesin, tromol, dan penyangga harus
direncanakan sesuai beban dibawah ini:
i. Pondasi harus menyangga berat mesin, tromol tali, peralatan lain dan
lantai diatasnya.
ii. Balok penahan tali dan pondasi harus dihitung dua kali beban berat
pada arah tegak.
iii. Balok penahan tali dan pondasi harus dihitung dua kali baban berat
pada arah sejajar.
iv. Balok penahan tali dan pondasi harus dihitung dua kali beban berat
pada semua arah gaya
8. Instalasi Listrik
a. Semua hantaran listrik harus dipasang dalam pipa atau saluran kabel (duct)
kecuali hantaran lemas (fleksibel) yang khusus.
b. Instalasi listrik untuk lif harus dilengkapi dengan pengaman harus lebih
atau sakelar otomatis.
c. Semua bagian logam dari lif pada keadaan bekerja normal tidak boleh
bertegangan.
Persyaratan Teknis tangga dan lantai berjalan harus mengikuti pedoman dan standar
teknis yang berlaku.
VIII. PENCAHAYAAN DARURAT, TANDA ARAH KELUAR,
DAN SISTEM PERINGATAN BAHAYA
a jalan lintas.
b. ruang yang mempunyai luas lebih dari 300 m2,
c ruangan yang mempunyai luas lebih dari 100 m2 tetapi kurang 300 m2
yang terbuka:
i. ke koridor, atau
ii ke ruang yang mempunyai lampu darurat, atau
iii. ke jalan raya, atau
iv. ke ruang terbuka.
d. bangunan kelas 2 atau 3, dan pada setiap jalan lintas yang mempunyai
panjang lebih dari 6 meter diberikan sistem lampu darurat;
e. bangunan kelas 9a, yaitu pada:
i. setiap lorong, koridor, hall, atau sejenisnya yang digunakan pasien.
ii. setiap ruang dengan luas lantai lebih dari 120 m2 yang digunakan
pasien
3. Lampu darurat yang digunakan harus sesuai dengan standar yang berlaku.
a. Jelas, mudah dibaca, mempunyai huruf dan simbol dengan ukuran yang
cukup
b diterangi dengan pencahayaan cukup sehingga jelas terbaca setiap waktu
oleh orang yang masuk dan berada di dalam bangunan,
c. dipasang sehingga jika tenaga listrik normal terganggu, pencahayaan
darurat digunakan pada tanda KELUAR.
2. Tanda KELUAR harus jelas kelihatan untuk orang yang menuju keluar, dan
harus dipasang diatas atau di dekat setiap:
a. Pintu yang digunakan untuk jalan keluar dari setiap lantai keluar
i. tangga yang tertutup, lorong, atau ramp yang digunakan untuk
ii tangga luar, lorong atau ramp yang digunakan untuk Keluar
iii. jalan keluar di balkon yang menuju Keluar.
b. Pintu dari tangga tertutup, lorong, atau ramp pada setiap tingkat yang
menuju Jalan raya atau ruang terbuka, dan:
c. Jalan keluar horisontal, dan:
d. Pintu yang digunakan sebagai atau merupakan bagian dari jalan KELUAR"
pada setiap lantai yang harus dilengkapi dengan lampu darurat sesuai
VIII.1
3. Jika tanda “KELUAR" tidak segera diketahui oleh penghuni atau pengunjung
bangunan, maka tanda Keluar dengan arah panah harus dipasang pada posisi
yang tepat di koridor, hall, lobi, atau sejenisnya yang menunjukkan arah keluar
yang disyaratkan.
Sistem peringatan bahaya dan komunikasi internal mengacu pada standar yang
berlaku dan harus dipasang pada:
2. Bangunan Kelas 2 yang mempunyai ketinggian lantai lebih dari dua lapis dan
a. bagian rumah dari sekolahan,
b. akomodasi untuk orang tua, anak-anak, atau orang cacat.
3. Bangunan kelas 2 sebagai rumah perawatan orang tua, kecuali bila sistemnya
a. langsung memberikan peringatan pada petugas, atau
b. sistem alarm diatur volume dan isi pesannya untuk meminimalkan
kepanikan dan trauma, sesuai dengan tipe dan kondisi penghuni.
4. Bangunan Kelas 9a yang mempunyai luas lantai lebih dari 1000 m2 atau
ketinggian lantai lebih dari dua:
a. sistemnya harus diatur memberikan peringatan pada petugas
b. di daerah bangsal perawatan, sistem alarm dapat diatur volume dan isi
pesannya untuk meminimalkan kepanikan sesuai dengan tipe dan kondisi
pasien
5. Bangunan Kelas 9b
a. untuk sekolah, mempunyai ketinggian lantai tidak lebih dari tiga
b. untuk gedung pertunjukan, hall umum, atau sejenisnya, yang mempunyai
luas lantai lebih dari 1000 m2 atau ketinggian lantai lebih dari dua.
IX. INSTALASI LISTRIK, PENANGKAL PETIR DAN
KOMUNIKASI DALAM GEDUNG
5. Transformator Distribusi
a. Transformator distribusi yang berada dalam gedung harus ditempatkan dalam
ruangan khusus yang tahan api dan terdiri dari dinding, atap dan lantai yang
kokoh, dengan pintu yang hanya dapat dimasuki oleh petugas.
b. Ruangan trafo harus diberi ventilasi yang cukup, dengan ruangan yang cukup
untuk perawatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Umum Instalasi Listrik
dan SNI-0225 yang berlaku.
c. Bila ruang transformator dekat dengan ruang yang rawan kebakaran maka
diharuskan mempergunakan transformator tipe kering.
2. Instalasi Telpon
a. Saluran masuk sistem telepon harus memenuhi Persyaratan:
i. Tempat pemberhentian ujung kabel harus terang, tidak ada genangan air,
aman dan mudah dikerjakan.
ii. Ukuran lubang orang (manhole) yang melayani saluran masuk ke dalam
gedung untuk instalasi telepon minimal berukuran 1,50 m x 0,80m.
iii. Dekat dengan kabel catu dari kantor telepon dan dekat dengan jalan
besar.
b. Penempatan kabel telepon yang sejajar dengan kabel listrik, minimal berjarak
0,10 m atau sesuai ketentuan yang berlaku.
c. Ruang PABX dan TRO sistem telepon harus memenuhi persyaratan:
i. Ruang yang bersih, terang, kedap debu, sirkulasi udaranya cukup dan
tidak boleh kena sinar matahari langsung, serta memenuhi persyaratan
untuk tempat peralatan.
ii. Tidak boleh digunakan cat dinding yang mudah mengelupas.
iii. Tersedia ruangan untuk petugas sentral dan operator telepon.
d. Ruang batere sistem telepon harus bersih, terang, mempunyai dinding dan
lantai tahan asam, sirkulasi udara cukup dan tidak boleh kena sinar matahari
langsung.
1. Jenis Gas
Jenis gas pembakaran yang dimaksud meliputi:
a. Gas Kota
Gas kota yang dipakai umumnya berupa gas alam (natural gas), yang terdiri
dari kandungan methane (CH4) dan ethane (C2He ). Ketentuan teknis dari gas
ini mengikuti standar yang dikeluarkan oleh pemasok gas tersebut.
b. Gas elpiji (LPG = Liquefied Petroleum Gasses).
Gas elpiji, terdiri dari propane (C3H8) dan Butane (C4H10). Ketentuan teknis
dari gas ini mengikuti standar yang dikeluarkan oleh pemasok gas tersebut.
1. Jenis Gas
Jenis gas medik yang dimaksud, adalah :
a. Gas oxigen
b. Gas nitrous Oxida (N2O)
c. Udara tekan
d. Vakum
b. Sumber air bersih pada bangunan harus diperoleh dari sumber air PAM
(Perusahaan Air Minum), dan apabila sumber air bukan dari PAM, sebelum
digunakan harus mendapat persetujuan dari instansi yang berwenang.
e. Apabila kapasitas dan atau tekanan sumber yang digunakan tidak memenuhi
kapasitas dan tekanan minimal pada titik pengaturan keluar, maka harus
dipasang sistem tanki persediaan air dan pompa yang direncanakan dan
ditempatkan sehingga dapat memberikan kapasitas dan tekanan yang
optimal.
f. Bangunan yang dilengkapi dengan sistem penyediaan air panas, dimana pipa
pembawa air panas dari sumber air panas ke alat plambing cukup panjang,
maka harus dilengkapi dengan pipa sirkulasi. Pipa pembawa air panas yang
cukup panjang tersebut harus dilapisi dengan bahan isolasi.
g. Temperatur air panas yang keluar dari alat plambing harus diatur,
maksimum 60° C, kecuali untuk penggunaan khusus.
h. Bahan pipa yang digunakan dapat berupa PVC, PE (poli-etilena), besi lapis
galvanis atau Tembaga, mampu menahan tekanan sekurang-kurangnya 2 kali
tekanan kerja, tidak mengandung bahan beracun dan pemasangannya harus
sesuai dengan petunjuk teknis bahan pipa yang bersangkutan.
j. Diameter pipa sambungan pelanggan dari jaringan pipa distribusi kota harus
disesuaikan dengan kelas bangunan.
a. Pada dasarnya air kotor berasal dari aktivitas manusia, baik tempat mandi
cuci, kakus maupun kegiatan lainnya.
b. Semua air kotor harus diolah sebelum dibuang ke saluran air kotor umum
kota atau disalurkan ke bangunan pengolahan air kotor komunal bila
tersedia.
c. Air kotor yang mengandung bahan buangan berbahaya dan beracun, serta
yang mengandung radioaktif, harus ditangani secara khusus, sesuai peraturan
yang berlaku di Indonesia.
e. Saluran air kotor dapat benupa pipa atau saluran lainnya, baik dari bahan
PVC, PE, tanah liat, beton, tembaga, besi tuang, baja maupun bahan lainnya
yang tidak mudah rusak, tahan terhadap karat dan panas.
h. Sistem air kotor didalam bangunan harus dilengkapi dengan pipa ven untuk
menetralisir tekanan udara didalam saluran tersebut.
b. Bahan alat plambing harus mempunyai permukaan yang halus dan rapat air,
tahan lama untuk digunakan, babas dari kerusakan dan tidak mempunyai
bagian kotor yang tersembunyi.
d. Pipa pembuangan dari alat plambing yang digunakan untuk menyimpan atau
mengolah makanan, minuman bahan steril atau bahan sejenis lainnya, harus
dilengkapi dengan celah udara yang cukup untuk mencegah kemungkinan
terjadinya kontaminasi.
f. Pada pipa penyaluran air kotor dari alat plambing yang mungkin menerima
buangan mengandung minyak atau lemak, harus dilengkapi dengan alat
perangkap minyak dan lemak.
a. Fungsi tangki penyediaan air bersih adalah untuk menyimpan cadangan air
bersih untuk kebutuhan penghuni, perlengkapan bangunan, penanggulangan
kebakaran dan pengaturan tekanan air.
c. Konstnuksi dan bahan tanki penyediaan air bersih harus cukup kuat dan tidak
mudah rusak. Bahan tangki dapat berupa beton, baja, fiberglass dan kayu.
e. Tangki penyediaan air bersih harus diiengkapi dengan sistem perpipaan dan
perlengkapannya yang terdiri dari pipa masuk dan pipa keluar, pipa peluap,
pipa penguras dan pipa ven, serta dilengkapi dengan 1ubang pemeriksa.
6. Pompa
a. Fungsi pompa air bersih adalah memberikan kapasitas dan tekanan yang
cukup pada sistem penyediaan air bersih atau menyalurkan air ke tanki
penyediaan air bersih. Fungsi pompa air kotor adalah menyalurkan air kotor
ke saluran air kotor umum Kota atau ke bangunan pengolahan air kotor
lainnya.
c. Pompa harus dipasang pada lokasi yang mudah untuk pengoperasian dan
pemeliharaannya.
e. Pompa harus dilengkapi dengan alat pengukur tekanan dan katup pencegah
aliran balik pada pipa keluaran dan ujung pipa isap pompa.
b. Air hujan harus dialirkan ke sumur resapan dan atau dialirkan ke jaringan air
hujan umum kota sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
c. Bila belum tersedia jaringan umum kota ataupun sebab-sebab lain yang dapat
diterima, maka harus dilakukan cara-cara lain yang dibenarkan oleh instansi
yang berwenang
2. Persyaratan Saluran
a. Saluran air hujan dapat merupakan saluran terbuka dan atau saluran tertutup.
b Apabila saluran dibuat tertutup, maka pada tiap perubahan arah aliran harus
dilengkapi dengan lubang pemeriksa, dan pada saluran yang lurus, lubang
pemeriksa harus dibuat dengan jarak tiap 25-100 m, disesuaikan dengan
diameter saluran tersebut dan standar yang berlaku.
3. Pemeliharaan
Pemeliharaan sistem air hujan harus dilakukan secara berkala untuk mencegah
terjadinya endapan dan penyumbatan pada saluran.
XI.3 PERSAMPAHAN
Setiap bangunan baru dan atau perluasan bangunan harus dilengkapi dengan
fasilitas pewadahan dan atau penampungan sampah sementara yang memadai,
sehingga tidak mengganggu kesehatan dan kenyamanan bagi penghuni,
masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
2. Pewadahan
b. Tempat pewadahan sampah harus terbuat dari bahan kedap air, tidak mudah
rusak, mempunyai tutup dan mudah diangkut. Bahan tersebut dapat berupa
kantong plastik, peti kemas fiberglass, peti kemas baja, dan pasangan bata
atau beton.
3. Sampah Berbahaya
Untuk sampah padat yang dikatagorikan sebagai jenis buangan berbahaya dan
beracun (sampah B3), penempatan dan pembuangannya harus ditangani secara
khusus sesuai dengan peraturan yang berlaku.
XII. VENTILASI DAN PENGKONDISIAN UDARA
XII.1 VENTILASI
1. Kebutahan Ventilasi
Setiap bangunan harus mempunyai:
a. Ventilasi alami sesuai dengan butir XII.1.2 di bawah ini atau
b. Ventilasi mekanis yang memenuhi ketentuan yang berlaku.
2. Ventilasi Alami
a. Penerapan ventilasi alami.
Ventilasi alami harus terdiri dari bukaan permanen, jendela, pintu atau
sarana lain yang dapat dibuka
i. dengan jumlah bukaan berukuran tidak kurang dari 5% dari luas lantai
ruangan yang dibutuhkan untuk di ventilasi;
ii ke arah;
(1) halaman berdinding dengan ukuran yang sesuai, atau daerah yang
terbuka ke atas;
(2) teras terbuka, pelataran parkir, dan yang sejenis;
(3) ruangan bersebelahan yang dimaksud dalam butir b di bawah ini.
d. Ruang antara
Jika ruang kakus atau peturasan yang dilarang menurut butir c di atas
terbuka langsung terhadap ruang lainnya:
i. Dalam hunian tunggal pada bangunan kelas 2 atau 3 atau bagian
bangunan kelas 4;
(1) jalan masuk harus melalui ruang antara, koridor atau ruang
lainnya;
(2) ruangan yang ada kakus atau peturasan tersebut harus tersedia
ventilasi pembuangan mekanis;
ii. pada bangunan Kelas 5, 6, 7, 8 atau 9 (yang bukan merupakan pusat
penitipan anak, sekolah TK atau panggung terbuka);
(1) jalan masuk harus melalui suatu dinding terkurung, koridor atau
ruang lainnya dengan luas tidak kurang dari 1,1 m2 dan pada
setiap pintu jalan masuk harus dipasang alat penutup pintu
otomatis;
(2) ruangan yang ada kakus atau peturasan tersebut harus tersedia
ventilasi pembuangan udara mekanis; dan pintu ke ruangan
tersebut harus terhalang dari penglihatan.
f. Gedung Parkir
Setiap lantai gedung parkir, kecuali pelataran parkir terbuka harus
mempunyai:
i. sistem ventilasi yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku; atau
ii. sistem ventilasi alami permanen yang memadai.
3. Ventilasi buatan
a. Penempatan fan harus memungkinkan pelepasan udara secara maksimal dan
juga memungkinkan masuknya udara segar, atau sebaliknya.
b. Sistem Ventilasi buatan harus diberikan jika ventilasi alami yang memenuhi
syarat tidak memadai.
c. Bilamana digunakan ventilasi buatan, sistem tersebut harus bekerja terus
menerus selama ruang tersebut dihuni.
d. Bangunan atau ruang parkir tertutup harus dilengkapi sistem ventilasi
buatan untuk membuang udara kotor dari dalam, dan minimal 2/3 volume
udara ruang harus terdapat pada ketinggian maksimal 0,60 meter diatas
lantai.
e. Ruang parkir pada ruang bawah tanah (basement) yang terdiri dari lebih
satu lantai, gas buang mobil pada setiap lantai tidak boleh mengganggu
udara bersih pada lantai lainnya.
f. Besamya pertukaran udara yang disarankan untuk berbagai fungsi ruang
dalam bangunan harus sesuai standar yang berlaku.
2. Konservasi Energi
a. Pengkondisian udara harus memperhatikan upaya konservasi energi
minimal seperti dinyatakan dalam SK SNI tentang Tata Cara
Perencanaan Teknis Konservasi Energi pada Bangunan Gedung.
b. Rancangan sistem pengkondisian udara harus dikembangkan sehingga
penggunaan energi yang optimal dapat diperoleh, termasuk dengan
memperhitungkan pemakaian energi per tahunnya, pemilihan peralatan,
serta biaya awal dan biaya umur pemakaian energi.
c. Karakteristik beban bangunan harus dianalisa sehingga memungkinkan
sistem dan peralatan dengan ukuran yang tepat serta dipilih untuk
memperoleh efisiensi yang baik pada beban penuh atau beban paruh.
.
XIII. PENCAHAYAAN
XIV. 1. KEBISINGAN
2 Dampak Lingkungan
Bagi usaha atau kegiatan yang mensyaratkan baku tingkat kebisingan lebih
ketat dari ketentuan, maka untuk usaha atau kegiatan tersebut berlaku baku
tingkat kebisingan sebagaimana disyaratkan oleh analisis mengenai dampak
lingkungan atau ditetapkan oleh ahli yang memiliki sertifikasi sesuai.
XIV.2 GETARAN
2. Dampak Lingkungan
Bagi usaha atau kegiatan yang mensyaratkan baku tingkat getaran lebih ketat
dari ketentuan, maka untuk usaha atau kegiatan tersebut, berlaku baku tingkat
getaran sebagaimana disyaratkan oleh analisis mengenai dampak lingkungan
atau ditetapkan oleh ahli yang memiliki sertifikasi sesuai.
XV. KETENTUAN PENUTUP
XV.1 Persyaratan Teknis Bangunan Gedung seperti telah diuraikan pada Bab-bab
sebelumnya merupakan persyaratan pokok yang ditunjang oleh standar teknis (SNI),
pedoman atau petunjuk teknis yang berlaku dan lebih rinci berkaitan dengan
spesifikasi, tata cara, dan metode uji bangunan, komponen, elemen, serta berbagai
aspek teknis dari bangunan gedung.
XV.2 Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau yang bersifat alternatif serta
penyesuaian penyesuaian yang diperlukan terhadap Persyaratan Teknis Bangunan
Gedung diharapkan untuk dikembangkan oleh masing-masing Daerah disesuaikan
dengan kondisi, permasalahan, kebutuhan, dan kesiapan kelembagaan di setiap
Daerah.
ttd.
TABEL V.2.3
PERSYARATAN PENGENDALIAN ASAP KEBAKARAN
1. KETENTUAN UMUM
Klas5,6, 7,8,dan 9b (selain 1. Harus dilengkapi dengan sistem pengendali asap terzona
ruang/tempat parkir) sesuai ketentuan yang berlaku.
2. KETENTUAN KHUSUS
Pembina
Ir. Rachmadi BS. Menteri Pekerjaan Umum
Pengarah
Drs. Gembong Priyono, MSc Direktur Jenderal Cipta Karya, Dep. PU
Ir. Sunaryo Sumadji, MSc Sekretaris Jenderal Dep. PU
Ir. J. Hendro Moeljono Kepala Balitbang Dep. PU
Ir. Achmad Lanti, M. Eng. Staf Ahli Menteri PU V Bidang Pengembangan
Jasa Konstruksi
Pelaksana
Ir. Aim Abdurachim Idris, MSc Direktur Bina Teknis , DJCK, Dep. PU
Ir. Hari Sidharta, Dipl. H.E. Sekretaris Ditjen Cipta Karya, Dep. PU
Ir. Sutikni Utoro Kepala Puslitbangkim, Balitbang, Dep. PU
Wibisono Setio Wibowo, MSc Kepala Biro Hukum, Setjen Dep. PU
Kelompok Kerja
Ir. Imam S. Ernawi, MCM, MSc Dit. Bintek, DJCK, Dep. PU
Ir. Antonius Budiono, MCM Dit. Bitnek, DJCK, Dep. PU
Ir G. Eko Djuli Sasongko Dit, Bitnek, DJCK, Dep. PU
Ir. J. L. G. P. Eko Widiatmo Dit. Bintek, DJCK, Dep. PU
Ir. Erry Saptaria Achyar, CES Dit, Bintek, DJCK, Dep. PU
Ir. Adjar Prajudi, MCM, MSc Dit. Binlak Wilayah Barat, DJCK
Ir. Tulus Rachmat S Dit. Binlak Wilayah Tengah , DJCK
Ir. Achid Winarno Dit. Binlak Wilayah Timur, DJCK
Ir. Renyansih Bagian Hukum, DJCK, Dep. PU
Ny. Sri Hartinah, SH Biro Hukum, Setjen Dep. PU
Ir. HR. Sidjabat Widyaiswara Dep. PU
Ir. Suprapto, MSc Puslitbangkim, Balitbang, Dep. PU
Ir. Jacob Ruzuar, Dipl. SE Puslitbangkim, Balitbang, Dep. PU
Ir. Bambang Guritno, MSc, MPA Puslitbangkim, Balitbang, Dep. PU
Suwarmo S., Dipl.BD.Sc, B.Arch, IAI, FRAIA Ikatan Arsitek Indonesia (IAI)
Ir. Roestanto Wahidi D., MM, IAI Ikatan Arsitek Indonesia (IAI)
Ir. Harlansyah Soerarso, IAI Ikatan Arsitek Indonesia (IAI)
Ir. Bintang Agus Nugroho, IALI Ikatan Ahli Lansekap Indonesia (IALI)
DR. Ir. Chaidir AM, MSCE Himpunan Ahli Teknik Tanah Indoensia (HATTI)
Disamping itu juga melibatkan peran aktif berbagai nara sumber di bidang tata bangunan
yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penyelaras Akhir
Ir. J. Hendro Moeljono
Ir. Imam S. Ernawi, MCM, MSc
Ir. G. Eko Djuli Sasongko
Studio Taba '98
TENTANG
MEMUTUSKAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Pertama
Pengertian
Pasal 1
Dalam Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum ini yang dimaksud dengan:
1. Pengamanan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan
adalah segala upaya yang menyangkut ketentuan dan persyaratan teknis yang
diperlukan dalam mengatur dan mengendalikan penyelenggaraan pembangunan
bangunan gedung, termasuk dalam rangka proses perizinan, pelaksanaan dan
pemanfaatan/pemeliharaan bangunan gedung, serta pemeriksaan kelaikan dan
keandalan bangunan gedung terhadap bahaya kebakaran.
2. Bangunan gedung adalah bangunan yang didirikan dan atau diletakkan dalam
suatu lingkungan sebagian atau seluruhnya pada, di atas, atau di dalam tanah
dan/atau perairan secara tetap yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan
kegiatannya.
3. Perencanaan tapak adalah perencanaan mengenai tata letak bangunan terhadap
lingkungan sekitar dikaitkan dengan bahaya kebakaran dan upaya pemadaman.
4. Sarana penyelamatan adalah sarana yang dipersiapkan untuk dipergunakan oleh
penghuni maupun petugas pemadam kebakaran dalam upaya penyelamatan jiwa
manusia maupun harta-benda bila terjadi kebakaran pada suatu bangunan gedung
dan lingkungan.
5. Sistem proteksi pasif adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang
dilaksanakan dengan melakukan pengaturan terhadap komponen bangunan
gedung dari aspek arsitektur dan struktur sedemikian rupa sehingga dapat
melindungi penghuni dan benda dari kerusakan fisik saat terjadi kebakaran.
6. Sistem proteksi aktif adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang
dilaksanakan dengan mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara
otomatis maupun manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam
kebakaran dalam melaksanakan operasi pemadaman. Selain itu sistem ini
digunakan dalam melaksanakan penanggulangan awal kebakaran.
7. Pengawasan dan pengendalian adalah upaya yang perlu dilakukan oleh pihak
terkait dalam melaksanakan pengawasan maupun pengendalian dari tahap
perencanaan pembangunan bangunan gedung sampai dengan setelah terjadi
kebakaran pada suatu bangunan gedung dan lingkungan.
Bagian Kedua
Maksud dan Tujuan
Pasal 2
(1) Pengaturan pengamanan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan
lingkungan dimaksudkan untuk mewujudkan penyelenggaraan bangunan gedung
yang aman terhadap bahaya kebakaran, mulai dari perencanaan, pelaksanaan
pembangunan sampai pada tahap pemanfaatan sehingga bangunan gedung
senantiasa andal dan berkualitas sesuai dengan fungsinya.
(2) Pengaturan pengamanan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan
lingkungan bertujuan terselenggaranya fungsi bangunan gedung dan lingkungan
yang aman bagi manusia, harta benda, khususnya dari bahaya kebakaran sehingga
tidak mengakibatkan terjadinya gangguan proses produksi/distribusi barang dan
jasa, dan bahkan dari gangguan kesejahteraan sosial.
BAB II
PENGATURAN PENGAMANAN TERHADAP BAHAYA KEBAKARAN
PADA BANGUNAN GEDUNG DAN LINGKUNGAN
Bagian Pertama
Persyaratan Teknis
Pasal 3
(1) Pengamanan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan
meliputi:
a. Perencanaan tapak untuk proteksi kebakaran,
b. Sarana penyelamatan,
c. Sistem proteksi pasif,
d. Sistem proteksi aktif,
e. Pengawasan dan pengendalian.
(2) Rincian pengamanan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan
lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini yang dirinci lebih lanjut
pada Lampiran Keputusan Menteri Negara ini merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari Keputusan Menteri Negara ini.
(3) Setiap orang atau badan termasuk instansi pemerintah dalam penyelenggaraan
pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung wajib memenuhi ketentuan
pengamanan bahaya kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) Pasal
ini.
Pasal 4
Bagian Kedua
Pengaturan Pelaksanaan di Daerah
Pasal 5
(1) Untuk pedoman pelaksanaan penyelenggaraan bangunan gedung di Daerah perlu
dibuat Peraturan Daerah yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan dalam
Keputusan Menteri Negara ini.
(2) Dalam hal Daerah belum mempunyai Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud
ayat (1) Pasal ini, maka terhadap penyelenggaraan bangunan gedung di Daerah
diberlakukan ketentuan-ketentuan pengamanan terhadap kebakaran pada
bangunan gedung dan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
(3) Daerah yang telah mempunyai Peraturan Daerah tentang pengamanan terhadap
kebakaran pada bangunan gedung sebelum Keputusan Menteri Negara ini
diterbitkan harus menyesuaikannya dengan ketentuan-ketentuan pengamanan
terhadap kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3.
Pasal 6
(1) Dalam melaksanakan pembinaan pembangunan dan pemanfaatan/ pemeliharaan
bangunan gedung, Pemerintah Daerah melakukan peningkatan kemampuan aparat
Pemerintah Daerah maupun masyarakat dalam memenuhi ketentuan pengamanan
terhadap kebakaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 untuk terwujudnya
tertib pembangunan bangunan gedung.
(2) Dalam melaksanakan pengendalian pembangunan dan pemanfaatan/ pemeliharaan
bangunan gedung, Pemerintah Daerah wajib menggunakan ketentuan teknis
pengamanan terhadap bahaya kebakaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
sebagai landasan dalam mengeluarkan persetujuan perizinan yang diperlukan.
(3) Terhadap aparat Pemerintah Daerah yang bertugas dalam pengendalian
pembangunan dan pemanfaatan/pemeliharaan bangunan gedung yang melakukan
pelanggaran ketentuan dalam Pasal 3 dikenakan sanksi administrasi sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Ketiga
Sanksi Administrasi
Pasal 7
(1) Penyelenggaraan pembangunan atau pemanfaatan/pemeliharaan bangunan gedung
yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Keputusan
Menteri Negara ini dikenakan sanksi administrasi yang ditetapkan dalam
Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1).
(2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dikenakan
sesuai dengan tingkat pelanggaran, dapat berupa:
a. Peringatan tertulis
b. Pembatasan kegiatan
c. Penghentian sementara kegiatan pembangunan atau pemanfaatan sampai
dilakukannya pemenuhan ketentuan teknis tersebut
d. Pencabutan ijin yang telah dikeluarkan untuk pembangunan dan atau
pemanfaatan bangunan gedung.
(3) Selain sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, di dalam
Peraturan Daerah dapat diatur mengenai sanksi denda atas terjadinya pelanggaran
terhadap ketentuan pengamanan terhadap bahaya kebakaran.
BAB III
PEMBINAAN TEKNIS
Pasal 8
(1) Pembinaan pelaksanaan ketentuan teknis ini dilakukan oleh Pemerintah dalam
rangka meningkatkan kemampuan dan kemandirian Pemerintah Daerah dan
masyarakat dalam pengamanan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung
dan lingkungan.
(2) Pembinaan dilakukan melalui pemberian bimbingan, penyuluhan, pelatihan dan
pengaturan.
BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 9
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 10
(1) Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
(2) Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum ini disebar luaskan kepada para
pihak yang bersangkutan untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana
mestinya.
DITETAPKAN DI : J A K A R T A
PADA TANGGAL : 1 MARET 2000
ttd.
ROZIK B. SOETJIPTO
LAMPIRAN :
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA PEKERJAAN UMUM
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR: 10/KPTS/2000
TANGGAL: 1 MARET 2000
TENTANG
KETENTUAN TEKNIS PENGAMANAN
TERHADAP BAHAYA KEBAKARAN
PADA BANGUNAN GEDUNG DAN LINGKUNGAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
1.1 PENGERTIAN
1. Atrium adalah ruang di dalam bangunan yang menghubungkan dua tingkat
atau lebih dan:
a. keseluruhan atau sebagian ruangnya tertutup pada bagian atasnya oleh
lantai
b. termasuk setiap bagian bangunan yang berdekatan tetapi tidak terpisahkan
oleh penghalang yang sesuai untuk kebakaran, dan
c. tidak termasuk lorong tangga, lorong ramp atau ruangan dalam saf.
2. Bangunan gedung adalah konstruksi bangunan yang diletakkan secara tetap
dalam suatu lingkungan, di atas tanah/perairan, ataupun di bawah
tanah/perairan, tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk tempat
tinggal, berusaha, maupun kegiatan sosial dan budaya. Sedangkan mengenai
klasifikasi bangunan gedung sesuai dengan Keputusan Menteri PU no.
441/KPTS/1998 tentang Persyaratan Teknis Bangunan Gedung dan
Lingkungan.
3. Bangunan umum adalah bangunan gedung yang digunakan untuk segala
macam kegiatan kerja antara lain untuk:
a. Pertemuan umum,
b. Perkantoran,
c. Hotel,
d. Pusat Perbelanjaan/Mal,
e. Tempat rekreasi/hiburan,
f. Rumah Sakit/Perawatan,
g. Museum.
4. Bagian-bagian bangunan adalah bagian dari elemen bangunan yang
mempunyai fungsi tertentu, misalnya memikul beban, pengisi dll.
5. Bahaya kebakaran adalah bahaya yang diakibatkan oleh adanya ancaman
potensial dan derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadi kebakaran
hingga penjalaran api, asap, dan gas yang ditimbulkan.
6. Bahan lapis penutup adalah bahan yang digunakan sebagai lapisan bagian
dalam bangunan seperti plesteran, pelapis dinding, panel kayu dan lain-lain.
7. Beban api adalah jumlah nilai kalori netto dari bahan-bahan mudah terbakar
yang diperkirakan terbakar dalam kompartemen kebakaran, termasuk bahan
lapis penutup, bahan yang dapat dipindahkan maupun yang terpasang serta
elemen bangunan.
8. Bismen (Basement) adalah ruangan di dalam bangunan gedung yang letak
lantainya secara horisontal berada di bawah permukaan tanah yang berada di
sekitar lingkup bangunan tersebut.
9. Blok adalah suatu luasan lahan tertentu yang dibatasi oleh batas fisik yang
tegas, seperti laut, sungai, jalan, dan terdiri dari satu atau lebih persil
bangunan.
10. Bukaan penyelamat adalah bukaan/lubang yang dapat dibuka yang terdapat
pada dinding bangunan terluar, bertanda khusus, menghadap ke arah luar dan
diperuntukkan bagi unit pemadam kebakaran dalam pelaksanaan pemadaman
kebakaran dan penyelamatan penghuni.
11. Dinding api adalah dinding yang mempunyai ketahanan terhadap penyebaran
api yang membagi suatu tingkat atau bangunan dalam kompartemen-
kompartemen kebakaran.
12. Dinding dalam adalah dinding di luar dinding biasa atau bagian dinding.
13. Dinding luar adalah dinding luar bangunan yang tidak merupakan dinding
biasa.
14. Dinding panel adalah dinding luar yang bukan dinding pemikul di dalam
rangka atau konstruksi sejenis, yang sepenuhnya didukung pada tiap tingkat.
15. Eksit atau jalan ke luar adalah:
a. salah satu atau kombinasi dari berikut ini jika memberikan jalan ke luar
menuju ke jalan umum atau ruang terbuka:
1) bagian dalam dan luar tangga,
2) ramp,
3) lorong yang dilindungi terhadap kebakaran,
4) bukaan pintu yang menuju jalan umum atau ruang terbuka.
b. jalan ke luar horisontal atau lorong yang dilindungi terhadap kebakaran
yang menuju ke eksit horisontal.
16 Eksit horisontal adalah pintu ke luar yang menjembatani atau
menghubungkan 2 bagian bangunan yang terpisah dari bagian lainnya oleh
dinding tahan api.
17. Elemen Bangunan adalah bagian dari bangunan yang diantaranya berupa
lantai, kolom, balok, dinding, atap dan lain-lain.
18. Eskalator adalah tangga berjalan dalam bangunan.
19. Hidran adalah alat yang dilengkapi dengan slang dan mulut pancar (nozzle)
untuk mengalirkan air bertekanan, yang digunakan bagi keperluan pemadaman
kebakaran.
20. Hose-reel adalah slang gulung yang dilengkapi dengan mulut pancar (nozzle)
untuk mengalirkan air bertekanan dalam slang umumnya dari bahan karet
berdiamater 1 inch.
21. Integritas yang dikaitkan dengan TKA adalah kemampuan untuk menahan
penjalaran api dan udara panas sebagaimana ditentukan pada standar.
22. Intensitas kebakaran adalah laju pelepasan energi kalor diukur dalam watt,
yang ditentukan baik secara teoritis maupun empiris.
23. Isolasi yang dikaitkan dengan tingkat ketahanan api (TKA) adalah
kemampuan untuk memelihara temperatur pada permukaan yang tidak terkena
panas langsung dari tungku kebakaran pada temperatur di bawah 140o C
sesuai standar uji ketahanan api.
24. Jalan akses adalah jalur pencapaian yang menerus dari perjalanan ke atau di
dalam bangunan yang cocok digunakan untuk/oleh orang cacat sesuai dengan
standar aksesibilitas.
25. Jalan penyelamatan/evakuasi adalah jalur perjalanan yang menerus
(termasuk jalan ke luar, koridor/selasar umum dan sejenis) dari setiap bagian
bangunan termasuk di dalam unit hunian tunggal ke tempat yang aman di
bangunan kelas 2, 3 atau bagian kelas 4.
26. Jalur lintasan yang dilindungi terhadap kebakaran adalah koridor/selasar
atau ruang semacamnya yang terbuat dari konstruksi tahan api, yang
menyediakan jalan penyelamatan ke tangga, ramp yang dilindungi terhadap
kebakaran atau ke jalan umum atau ruang terbuka.
27. Kelas Bangunan, adalah pembagian bangunan atau bagian bangunan sesuai
dengan jenis peruntukan atau penggunaan bangunan sebagai berikut:
a. Kelas 1: Bangunan Hunian Biasa
Adalah satu atau lebih bangunan yang merupakan:
1) Kelas 1a: bangunan hunian tunggal yang berupa:
a) satu rumah tunggal; atau
b) satu atau lebih bangunan hunian gandeng, yang masing-masing
bangunannya dipisahkan dengan suatu dinding tahan api, termasuk
rumah deret, rumah taman, unit town house, villa, atau
2) Kelas 1b: rumah asrama/kost, rumah tamu, hotel, atau sejenis-nya
dengan luas total lantai kurang dari 300 m2 dan tidak ditinggali lebih
dari 12 orang secara tetap, dan tidak terletak di atas atau di bawah
bangunan hunian lain atau bangunan kelas lain selain tempat garasi
pribadi.
b. Kelas 2: Bangunan hunian yang terdiri atas 2 atau lebih unit hunian yang
masing-masing merupakan tempat tinggal terpisah.
c. Kelas 3: Bangunan hunian di luar bangunan kelas 1 atau 2, yang umum
digunakan sebagai tempat tinggal lama atau sementara oleh sejumlah
orang yang tidak berhubungan, termasuk:
1) rumah asrama, rumah tamu, losmen; atau
2) bagian untuk tempat tinggal dari suatu hotel atau motel; atau
3) bagian untuk tempat tinggal dari suatu sekolah; atau
4) panti untuk orang berumur, cacat, atau anak-anak; atau
5) bagian untuk tempat tinggal dari suatu bangunan perawatan kesehatan
yang menampung karyawan-karyawannya.
d. Kelas 4: Bangunan Hunian Campuran
Adalah tempat tinggal yang berada di dalam suatu bangunan kelas 5, 6, 7,
8, atau 9 dan merupakan tempat tinggal yang ada dalam bangunan tersebut.
e. Kelas 5: Bangunan kantor
Adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk tujuan-tujuan usaha
profesional, pengurusan administrasi, atau usaha komersial, di luar
bangunan kelas 6, 7, 8, atau 9.
f. Kelas 6: Bangunan Perdagangan
Adalah bangunan toko atau bangunan lain yang dipergunakan untuk
tempat penjualan barang-barang secara eceran atau pelayanan kebutuhan
langsung kepada masyarakat, termasuk:
1) ruang makan, kafe, restoran; atau
2) ruang makan malam, bar, toko atau kios sebagai bagian dari suatu hotel
atau motel; atau
3) tempat potong rambut/salon, tempat cuci umum; atau
4) pasar, ruang penjualan, ruang pamer, atau bengkel.
g. Kelas 7: Bangunan Penyimpanan/Gudang
Adalah bangunan gedung yang dipergunakan penyimpanan, termasuk:
1) tempat parkir umum; atau
2) gudang, atau tempat pamer barang-barang produksi untuk dijual atau
cuci gudang.
h. Kelas 8: Bangunan Laboratorium/Industri/Pabrik
Adalah bangunan gedung laboratorium dan bangunan yang dipergunakan
untuk tempat pemrosesan suatu produksi, perakitan, perubahan, perbaikan,
pengepakan, finishing, atau pembersihan barang-barang produksi dalam
rangka perdagangan atau penjualan.
i. Kelas 9: Bangunan Umum
Adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk melayani kebutuhan
masyarakat umum, yaitu:
1) Kelas 9a: bangunan perawatan kesehatan, termasuk bagian-bagian dari
bangunan tersebut yang berupa laboratorium;
2). Kelas 9b: bangunan pertemuan, termasuk bengkel kerja, laboratorium
atau sejenisnya di sekolah dasar atau sekolah lanjutan, hall, bangunan
peribadatan, bangunan budaya atau sejenis, tetapi tidak termasuk setiap
bagian dari bangunan yang merupakan kelas lain.
j. Kelas 10: Adalah bangunan atau struktur yang bukan hunian:
1) Kelas 10a: bangunan bukan hunian yang merupakan garasi pribadi,
carport, atau sejenisnya;
2) Kelas 10b: struktur yang berupa pagar, tonggak, antena, dinding
penyangga atau dinding yang berdiri bebas, kolam renang, atau
sejenisnya.
k. Bangunan-bangunan yang tidak diklasifikasikan khusus
Bangunan atau bagian dari bangunan yang tidak termasuk dalam
klasifikasi bangunan 1 s.d. 10 tersebut, dalam Pedoman Teknis ini
dimaksudkan dengan klasifikasi yang mendekati sesuai peruntukannya.
i. Bangunan yang penggunaannya insidentil
Bagian bangunan yang penggunaannya insidentil dan sepanjang tidak
mengakibatkan gangguan pada bagian bangunan lainnya, dianggap
memiliki klasifikasi yang sama dengan bangunan utamanya.
m. Klasifikasi jamak
Bangunan dengan klasifikasi jamak adalah bila beberapa bagian dari
bangunan harus diklasifikasikan secara terpisah, dan:
1) bila bagian bangunan yang memiliki fungsi berbeda tidak melebihi 10
% dari luas lantai dari suatu tingkat bangunan, dan bukan laboratorium,
klasifikasinya disamakan dengan klasifikasi bangunan utamanya;
2) Kelas-kelas 1a, 1b, 9a, 9b, 10a dan 10b adalah klasifikasi yang
terpisah;
3) Ruang-ruang pengolah, ruang mesin, ruang mesin lif, ruang boiler atau
sejenisnya diklasifikasikan sama dengan bagian bangunan di mana
ruang tersebut terletak.
28. Kelayakan struktur, yang dikaitkan dengan TKA adalah kemampuan untuk
memelihara stabilitas dan kelayakan kapasitas beban sesuai dengan standar
yang dibutuhkan.
29. Kelengkapan lingkungan bangunan meliputi: hidran, sumur gali atau
reservoir, dan komunikasi umum.
30. Kereta lif adalah ruangan atau tempat yang ada pada sistem lif, yang di
dalamnya penumpang berada dan atau diangkut.
31. Ketahanan api, yang diterapkan terhadap komponen struktur atau bagian lain
dari bangunan yang artinya mempunyai tingkat ketahanan api (TKA) sesuai
untuk komponen struktur atau bagian lain tersebut.
32. Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan adalah bagian dari Persyaratan Teknis Bangunan
Gedung untuk mengupayakan kesempurnaan dalam perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, dan pemanfaatan bangunan gedung terhadap pencegahan dan
penanggulangan bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan.
33. Kompartemen kebakaran adalah:
a. Keseluruhan ruangan pada bangunan, atau
b. Bila mengacu ke:
1) Menurut persyaratan fungsional dan kinerja, adalah setiap bagian dari
bangunan yang dipisahkan oleh penghalang kebakaran/api seperti
dinding atau lantai yang mempunyai ketahanan terhadap penyebaran
api dengan bukaan yang dilindungi secara baik.
2) Menurut persyaratan teknis, bagian dari bangunan yang dipisahkan
oleh dinding dan lantai yang mempunyai tingkat ketahanan api (TKA)
tertentu.
34. Kompartemenisasi adalah usaha untuk mencegah penjalaran kebakaran
dengan cara membatasi api dengan dinding, lantai kolom, balok yang tahan
terhadap api untuk waktu yang sesuai dengan kelas bangunan.
35. Komponen struktur adalah komponen atau bagian struktur yang memikul
beban vertikal dan lateral pada bangunan.
36. Konstruksi tahan api adalah salah satu dari tipe konstruksi, berdasarkan
ketentuan pada Bab IV.
37. Konstruksi ringan adalah konstruksi yang terdiri dari:
a. lembaran atau bahan papan, plesteran, belahan, aplikasi semprotan, atau
material lain yang sejenis yang rentan rusak oleh pukulan, tekanan atau
goresan, atau
b. beton atau produk yang berisi batu apung, perlite, vermiculite, atau bahan
lunak sejenis yang rentan rusak oleh pukulan, tekanan atau goresan, atau
c. adukan yang mempunyai ketebalan kurang dari 70 mm.
38. Koridor umum adalah koridor tertutup, jalan dalam ruang/ gang/lorong atau
sejenis, yang:
a. melayani jalan ke luar dari 2 atau lebih unit hunian tunggal ke eksit di
lantai tersebut, atau
b. yang disediakan sebagai eksit dari suatu bagian dari setiap tingkat menuju
ke jalan ke luar.
39. Kgf, singkatan dari kilogram force atau kilogram gaya.
40. Lapisan penutup tahan api adalah bahan lapis penutup tahan api yang antara
lain terbuat dari:
a. 13 mm, papan plester tahan api, atau
b. 12 mm, lembaran semen serat selulosa, atau
c. 12 mm, plester berserat yang diperkuat dengan 13 mm x 13 mm x 0,7 mm
kawat anyam besi galvanis yang dipasang tidak lebih dari 6 mm dari
permukaan, atau
d. material lain yang tidak kurang ketahanan apinya dari pada 13 mm papan
plester tahan api yang dipasang sesuai dengan yang ada di pasaran untuk
bahan yang dipakai bagi lapisan penutup tahan api.
41. Lapisan pelindung adalah lapisan khusus yang digunakan untuk
meningkatkan ketahanan api suatu komponen struktur.
42. Lantai monolit adalah lantai beton yang dicor setempat yang merupakan satu
kesatuan yang utuh.
43. Lif adalah suatu sarana transportasi dalam bangunan gedung, yang
mengangkut penumpangnya di dalam kereta lif, yang bergerak naik-turun
secara vertikal.
44. Mudah terbakar adalah:
a. bahan bangunan yang menurut hasil pengujian sesuai standar atau
ketentuan yang berlaku masuk dalam kategori mudah terbakar;
b. konstruksi yang dibangun seluruhnya atau sebagian dari bahan yang
mudah terbakar.
45. Mezzanine adalah lantai antara yang terdapat di dalam ruangan.
46. Pemikul beban dimaksudkan untuk menahan gaya vertikal di luar beban
sendiri.
47. Pengaturan lingkungan bangunan dalam ketentuan ini meliputi pengaturan
blok dan kemudahan pencapaiannya (accessibility), ketinggian bangunan,
jarak bangunan, dan kelengkapan lingkungan.
48. Pengaturan bangunan meliputi pengaturan ruang-ruang efektif, ruang
sirkulasi, eskalator, tangga, kompartemenisasi, dan pintu kebakaran.
49. Penutup Beton, atau Beton Dekking (bhs. Belanda) adalah bagian dari
struktur beton yang berfungsi melindungi tulangan agar tahan terhadap korosi
dan api.
50. Plambing (plumbing) adalah instalasi/kelengkapan dalam bangunan yang
berupa sistem pemipaan baik pemipaan untuk pengaliran air bersih, air kotor
dan drainase, serta hal-hal lainnya yang berhubungan dengan pekerjaan
pemipaan.
51. PVC, singkatan dari Polyvinyl Chloride, sejenis plastik thermosetting.
52. Ruang terbuka adalah ruang pada lokasi gedung, atau suatu atap atau bagian
bangunan sejenis yang dilindungi dari kebakaran, terbuka dan dihubungkan
langsung dengan jalan umum.
53. Ramp yang dilindungi adalah ramp yang dilindungi oleh konstruksi tahan
terhadap api, yang memberikan jalan ke luar dari suatu lantai.
54. Ruang efektif adalah ruang yang dipergunakan untuk menampung aktivitas
yang sesuai dengan fungsi bangunan, misalnya: ruangan efektif suatu hotel
antara lain kamar, restoran, dan lobby.
55. Ruang sirkulasi adalah ruang yang hanya dipergunakan untuk lalu-lintas atau
sirkulasi dalam bangunan, misalnya: pada bangunan hotel adalah koridor.
56. Saf adalah dinding atau bagian bangunan yang membatasi:
a. sumur yang bukan merupakan sumur/lorong atrium, atau
b. luncuran vertikal, saluran atau jalur sejenis, tetapi bukan cerobong/corong
asap.
57. Sistem pengamanan kebakaran adalah satu atau kombinasi dari metoda
yang digunakan pada bangunan untuk:
a. memperingatkan orang terhadap keadaan darurat, atau
b. penyediaan tempat penyelamatan, atau
c. membatasi penyebaran kebakaran, atau
d. pemadaman kebakaran, termasuk di sini sistem proteksi aktif dan pasif.
58. Sprinkler adalah alat pemancar air untuk pemadaman kebakaran yang
mempunyai tudung berbentuk deflektor pada ujung mulut pancarnya, sehingga
air dapat memancar kesemua arah secara merata. Dalam pertanian ada juga
jenis sprinkler yang digunakan untuk penyiram tanaman.
59. Sumur/lorong atrium adalah ruangan dalam atrium yang dibatasi oleh garis
keliling dari bukaan lantai atau garis keliling lantai dan dinding luar.
60. Sumur lif (lif pit), adalah suatu ruang berbentuk lubang vertikal di dalam
bangunan di mana di dalam lubang tersebut lif bersirkulasi naik-turun.
61. Tempat/ruang berkumpul adalah ruang di dalam bangunan tempat orang
berkumpul untuk:
a. tujuan sosial, pertunjukan, politik atau keagamaan; dan
b. tujuan pendidikan seperti sekolah, pusat pendidikan anak balita,
pendidikan pra-sekolah, dan semacamnya; atau
c. tujuan rekreasi, liburan atau olah raga; atau
d. tujuan transit.
62. Tinggi efektif adalah tinggi ke lantai tingkat paling atas (tidak termasuk
tingkat paling atas, bila hanya terdiri atas peralatan pemanasan, ventilasi, lif
atau peralatan lainnya, tangki air atau unit pelayanan sejenis) dari lantai
tingkat terbawah yang menyediakan jalan ke luar langsung menuju jalan atau
ruang terbuka.
63. Tempat parkir mobil terbuka adalah parkir mobil yang semua bagian
tingkat parkirnya mempunyai ventilasi yang permanen dari bukaan, yang tidak
terhalang melalui sekurang-kurangnya dari 2 sisi berlawanan atau hampir
berlawanan dan:
a. tiap sisi mempunyai ventilasi tidak kurang dari 1/6 luas dari sisi yang lain,
dan
b. bukaan tidak kurang dari ½ luas dinding dari sisi yang dimaksud.
64. Tidak mudah terbakar adalah:
a. material yang tidak mudah terbakar sesuai standar,
b. konstruksi atau bagian bangunan yang dibangun seluruhnya dari bahan
yang tidak mudah terbakar.
65. Tempat penonton berdiri terbuka adalah tempat orang berdiri yang terbuka
bagian depannya.
66. Tempat aman adalah:
a. suatu tempat yang aman di dalam bangunan, yakni:
1) yang tidak ada ancaman api, dan
2) dari sana penghuni bisa secara aman berhambur setelah
menyelamatkan dari keadaan darurat menuju ke jalan atau ruang
terbuka, atau
b. suatu jalan atau ruang terbuka.
67. Tangga kebakaran yang dilindungi adalah tangga yang dilindungi oleh saf
tahan api dan termasuk didalamnya lantai dan atap atau ujung atas struktur
penutup.
68. Tingkat ketahanan api (TKA) adalah tingkat ketahanan api yang diukur
dalam satuan menit, yang ditentukan berdasarkan standar uji ketahanan api
untuk kriteria sebagai berikut:
a. ketahanan memikul beban (kelayakan struktur);
b. ketahanan terhadap penjalaran api (integritas);
c. ketahanan terhadap penjalaran panas (isolasi);
Yang dinyatakan berurutan.
Catatan: Notasi (-) berarti tidak dipersyaratkan
Contoh: 50 / - / -
-/-/-
69. Tangga kebakaran adalah tangga yang direncanakan khusus untuk
penyelamatan bila terjadi kebakaran.
70. Pintu kebakaran adalah pintu-pintu yang langsung menuju tangga kebakaran
dan hanya dipergunakan apabila terjadi kebakaran.
71. Tangga berjalan adalah suatu sistem transportasi dalam bangunan gedung
yang mengangkut penumpangnya dari satu tempat ke tempat lain, dengan
gerakan terus-menerus dan tetap, ke arah horisontal atau ke arah diagonal.
72. Udara luar adalah udara di luar bangunan.
73. Unit hunian tunggal adalah ruang atau bagian lain dari bangunan yang dihuni
oleh satu atau gabungan pemilikan, pengontrak, penyewa, atau penghuni lain
yang bukan pemilik, penyewa atau pemilikan lain, dan termasuk:
a. rumah tinggal;
b. ruangan atau deretan ruang pada bangunan kelas 3 termasuk fasilitas tidur;
c. ruangan atau deretan ruang yang berhubungan pada bangunan kelas 5, 6, 7,
8, atau 9.
74. Uji standar kebakaran adalah uji ketahanan api komponen struktur
bangunan sesuai standar atau standar lain yang setara.
75. Ven asap dan panas adalah suatu ven yang berada pada atau dekat atap yang
digunakan untuk jalur asap dan udara panas ke luar, jika terjadi kebakaran
pada bangunan.
76. Waktu penyelamatan/evakuasi adalah waktu bagi pengguna/ penghuni
bangunan untuk melakukan penyelamatan ke tempat aman yang dihitung dari
saat dimulainya keadaan darurat hingga sampai di tempat yang aman.
Tabel 2.1.
Jarak Antar Bangunan
Tinggi
Jarak Minimum Antar
No. Bangunan
Bangunan Gedung (m)
Gedung (m)
1. s/d 8 3
2. > 8 s/d 14 > 3 s/d 6
3. > 14 s/d 40 > 6 s/d 8
4. > 40 >8
2.1 Lapis Perkerasan (hard standing) dan jalur akses masuk (access way)
1. Di setiap bagian dari bangunan hunian di mana ketinggian lantai hunian
tertinggi diukur dari rata-rata tanah tidak melebihi 10 m, maka tidak
dipersyaratkan adanya lapis perkerasan kecuali diperlukan area operasional
dengan lebar 4 m sepanjang sisi bangunan tempat bukaan akses diletakkan,
asalkan ruang operasional tersebut dapat dicapai pada jarak 45 m dari jalur
masuk mobil pemadam kebakaran.
Tinggi < 10 m
Maks. 45 m
Jalan masuk mobil
pemadam kebakaran
Gambar 2.1.
Posisi perkerasan pada rumah hunian
2. Dalam tiap bagian dari bangunan (selain bangunan kelas 1, 2, dan 3)
perkerasan harus ditempatkan sedemikian rupa agar dapat langsung mencapai
bukaan akses pemadam kebakaran pada bangunan. Perkerasan tersebut harus
dapat mengakomodasi jalan masuk dan manuver mobil pemadam, snorkel,
mobil pompa, dan mobil tangga dan platform hidrolik serta mempunyai
spesifikasi sebagai berikut:
a. Lebar minimum lapis perkerasan 6 m dan panjang minimum 15 m.
Bagian-bagian lain dari jalur masuk yang digunakan untuk lewat mobil
pemadam kebakaran lebarnya tidak boleh kurang dari 4 m.
10 m 4m 10 m
4m 4m
Maks.4
6m
Bangunan Gedung Perkerasan 6 x 15 m
Jalan Umum
Gambar 2.2.
Perkerasan untuk keluar masuknya mobil pemadam kebakaran
b. Lapis Perkerasan harus ditempatkan sedemikian agar tepi terdekat tidak
boleh kurang dari 2 m atau lebih dari 10 m dari pusat posisi akses
pemadam kebakaran diukur secara horizontal.
c. Lapis Perkerasan harus dibuat dari metal, paving blok, atau lapisan yang
diperkuat agar dapat menyangga beban peralatan pemadam kebakaran.
Persyaratan perkerasan untuk melayani bangunan yang ketinggian lantai
huniannya melebihi 24 m harus dikonstruksi untuk menahan beban statis
mobil pemadam kebakaran seberat 44 ton dengan beban plat-kaki (jack)
seperti terlihat pada contoh gambar 2.3
3.430 2.460
5.890
4m
Gambar 2.4.
Fasilitas belokan untuk mobil pemadam kebakaran
f. Radius terluar dari belokan pada jalur masuk tidak boleh kurang dari 10,5
m dan harus memenuhi persyaratan seperti terlihat pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5.
Radius terluar untuk belokan yang dapat dilalui
g. Tinggi ruang bebas di atas lapis perkerasan atau jalur masuk mobil
pemadam minimum 4,5 m untuk dapat dilalui peralatan pemadam tersebut.
h. Jalan umum boleh digunakan sebagai lapis perkerasan (hard-standing)
asalkan lokasi jalan tersebut sesuai dengan persyaratan jarak dari bukaan
akses pemadam kebakaran (access openings).
i. Lapis perkerasan harus selalu dalam keadaan bebas rintangan dari bagian
lain bangunan, pepohonan, tanaman atau lain tidak boleh menghambat
jalur antara perkerasan dengan bukaan akses pemadam kebakaran.
3. Pada pembangunan bangunan bukan hunian seperti pabrik dan gudang, harus
disediakan jalur akses dan ruang lapis perkerasan yang berdekatan dengan
bangunan untuk peralatan pemadam kebakaran. Jalur akses tersebut harus
mempunyai lebar minimal 6 m dan posisinya minimal 2 m dari bangunan dan
dibuat minimal pada 2 sisi bangunan. Ketentuan jalur masuk harus
diperhitungkan berdasarkan volume kubikasi bangunan sebagai berikut:
Tabel 2.2.
Volume Bangunan untuk Penentuan Jalur Akses
Volume
No. Keterangan
Bangunan
1. > 7.100 m3 Minimal 1/6 keliling bangunan
2. > 28.000 m3 Minimal 1/4 keliling bangunan
3. > 56.800 m3 Minimal 1/2 keliling bangunan
4. > 85.200 m3 Minimal 3/4 keliling bangunan
5. > 113.600 m3 Harus sekeliling bangunan
4. Penandaan Jalur
a. Pada ke-4 sudut area lapis perkerasan untuk mobil pemadam harus diberi
tanda.
b. Penandaan sudut-sudut pada permukaan lapis perkerasan harus dari warna
yang kontras dengan warna permukaan tanah atau lapisan penutup
permukaan tanah.
c. Area jalur masuk pada kedua sisinya harus ditandai dengan bahan yang
kontras dan bersifat reflectif sehingga jalur masuk dan lapis perkerasan
dapat terlihat pada malam hari. Penandaan tersebut diberi antara jarak
tidak melebihi 3 m satu sama lain dan harus diberikan pada kedua sisi
jalur.
Tulisan “JALUR PEMADAM KEBAKARAN - BEBASKAN“
harus dibuat dengan ukuran tulisan tidak kurang dari 50 mm.
50mm
JALUR PEMADAM KEBAKARAN
50mm
BEBASKAN
Gambar 2.6.
Penandaan Area Jalur Masuk
Hidran kota
Jalan umum
Bangunan Gedung
Gambar 2.7.
Posisi akses bebas mobil pemadam terhadap hidran kota
2. Dalam situasi di mana diperlukan lebih dari satu hidran halaman, maka hidran-
hidran tersebut harus diletakkan sepanjang jalur akses mobil pemadam
sedemikian hingga tiap bagian dari jalur tersebut berada dalam jarak radius 50
m dari hidran (lihat Gambar 2.8).
3. Suplai air untuk hidran halaman harus sekurang-kurangnya 38 l/detik pada
tekanan 3,5 bar, serta mampu mengalirkan air minimal selama 30 menit.
Hidran kota Lebih besar 50 dari
Jalan jalan akses terjauh
U
Area lapis
perkerasan (6 x
Gambar 2.8.
Letak hidran halaman terhadap jalur akses mobil pemadam.
JANGAN DIHALANGI 50 mm
150 mm
Gambar 2.9.
Tanda Bukaan (gambar dan tulisan berwarna merah)
≥ 85 cm
Ambang atas
≥100 cm
Ambang bawah
≥ 180 cm
< 100 cm
Permukaan
l t i
Gambar 2.10.
Ukuran Bukaan
4. Jumlah dan posisi bukaan akses Pemadam Kebakaran untuk selain bangunan
hunian:
a. Pada tiap lantai atau kompartemen kecuali lantai pertama dan ketinggian
bangunan tidak melebihi 60 m, harus ada 1 bukaan akses untuk tiap 620
m2 luas lantai, ataupun bagian dari lantai harus memiliki 2 bukaan akses
Pemadam Kebakaran pada setiap lantai bangunan atau kompartemen.
b. Pada bangunan yang di dalamnya terdapat kompartemen-kompartemen
atau ruang-ruang yang ukurannya kurang dari 620 m2 yang tidak
berhubungan satu sama lain, maka masing-masing harus diberi bukaan
akses.
c. Dalam suatu bangunan atau kompartemen yang dilengkapi seluruhnya
dengan sistem sprinkler otomatis, penentuan bukaan akses didasarkan atas
perhitungan bukaan akses untuk 6.200 m2 pertama pada basis 620 m2
untuk tiap bukaan akses, dan selanjutnya diberikan tambahan bukaan akses
berikutnya untuk luas lantai lebih dari 6.200 m2 dengan basis 1.240 m2.
Untuk tiap bukaan akses tersebut harus didistribusikan pada dinding-
dinding bangunan yang berlawanan.
d. Bila bukaan akses lebih dari 1 (satu), maka harus ditempatkan berjauhan
satu sama lain dan ditempatkan tidak dalam pada satu sisi bangunan.
Bukaan akses harus berjarak minimal 20 m satu sama lain diukur
sepanjang dinding luar dari tengah ke tengah bukaan akses.
e. Bila luas ruangan sangat besar dibandingkan dengan ketinggian normal
langit-langit, maka diberikan bukaan tambahan yang diletakkan pada
permukaan atas bukaan dinding luar ke dalam ruang atau area atas
persetujuan instansi yang berwenang.
f. Pada bangunan yang dinding luarnya terbatas dan sulit ditempatkan
bukaan akses, maka harus dilengkapi dengan instalasi pemadam kebakaran
internal.
Level
akses
Lantai-lantai
A bismen di tiap
bangunan yang B C
berada 10 m atau
lebih dari level
B&C Saf pemadam kebakaran tidak perlu memuat lif
kebakaran
A Saf pemadam kebakaran harus memuat lif kebakaran
Gambar 2.11.
Persyaratan saf kebakaran terlindung untuk Pemadaman Kebakaran
Pintu yang
menutup sendiri
Lif untuk
pemadaman
kebakaran berada
di dalam saf lif
Gambar 2.12.
Komponen-komponen saf Pemadaman Kebakaran
1.1 Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dalam Bab ini adalah mencegah terjadinya
kecelakaan atau luka pada waktu melakukan evakuasi pada saat keadaan darurat
terjadi.
1.2 Fungsi
Setiap bangunan harus dilengkapi dengan sarana evakuasi yang dapat digunakan
oleh penghuni bangunan, sehingga memiliki waktu yang cukup untuk
menyelamatkan diri dengan aman tanpa terhambat hal-hal yang diakibatkan oleh
keadaan darurat.
Batasan: Persyaratan ini tidak berlaku untuk bagian- bagian dalam dari unit
hunian tunggal pada bangunan kelas 2,3 atau bagian dari bangunan
kelas 4.
Gambar 3.2.
Dinding dengan TKA untuk horisontal eksit
m2 / m2 /
Jenis Penggunaan Jenis Penggunaan
orang orang
3.1 Penerapan
Kecuali ketentuan butir 3.13 dan 3.16, persyaratan ini tidak berlaku bagi bagian-
bagian internal untuk unit hunian tunggal pada bangunan kelas 2 atau kelas 3 atau
bagian bangunan kelas 4.
Gambar 3.3.
Tangga kedap asap yang menggunakan ventilasi alami dan mekanis
3.3 Tangga Dan Ramp Yang Tidak Dilindungi Terhadap Kebakaran
Pada suatu bangunan dengan ketinggian lebih dari 2 lantai, tangga dan ramp yang
tidak disyaratkan berada di dalam saf tahan api harus dengan konstruksi sesuai
ketentuan butir 3.2. di atas, atau dengan konstruksi:
1. beton bertulang atau beton prate gang, atau
2. baja dengan tebal minimal 6 mm, atau
3. kayu yang:
a. memiliki ketebalan minimal 44 mm termasuk finishing; dan
b. memiliki berat jenis rata-rata tidak kurang dari 800 kg/m3 pada
kelembaban 12 %
c. yang direkatkan dengan perekat khusus seperti resorcinol formaldehyde
atau resorcinol phenol formaldehyde.
Gambar 3.4.
Penggunaan pegangan rambat pada tangga dan ketinggian pagar/kisi-kisi tangga
yang dipersyaratkan.
Gambar 3.5.
Jalan keluar terusan di Mall
Gambar 3.6.
Eksit memanjang/jalan keluar terusan yang diizinkan
3.13 Injakan dan Tanjakan Tangga
Tangga harus memenuhi ketentuan:
1. tidak lebih dari 18 atau kurang dari 2 tanjakan disetiap lintasan tangga, dan
2. injakan (G), tanjakan (R), dan jumlah (2R + G) sesuai Tabel 3.2.,
3. injakan dan tanjakan adalah konstan ditiap lintasan tangga, dan
4. bukaan antara injakan maksimum 125 mm,
5. ujung injakan dekat sisi yang menonjol diberi finishing yang tidak licin,
6. injakan harus kuat bila tinggi tangga lebih dari 10 m atau menghubungkan
lebih dari 3 lantai.
7. pada bangunan kelas 9b tiap lintasan tangga harus tidak lebih dari 36 tanjakan
secara berurutan dan tanpa berubah arah pada sedikitnya 30o, dan
8. dalam hal tangga diperlukan, tidak boleh ada bordes ¼,
9. dalam hal tangga tidak diperlukan, bordes ¼ tidak boleh memiliki lebih dari 4
putaran.
Tabel 3.2.
Dimensi Injakan dan Tanjakan
Jumlah (2 R +
Tanjakan (R) Injakan (G) (b)
G)
Fungsi
Tangga Maksi Minim Maksi Minim Maksi Mini
mum um mum um mum mum
(mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)
Tangga 190 115 355 250 700 550
Umum
Tangga 190 115 355 240 700 550
khusus (a)
G
celah maks. 125 mm R
G
celah maks. 125 mm
R
Gambar 3.7.
Persyaratan Injakan dan Tanjakan
Catatan:
a. Tangga khusus adalah:
1) Tangga yang berada di unit hunian tinggal pada bangunan kelas 2 atau
kelas 4; dan
2) Tangga yang bukan merupakan bagian dari eksit yang dilindungi dan
yang umumnya tidak ada akses ke tangga tersebut.
b. Injakan pada tangga yang menyempit (kecuali putaran pada seperempat
bordes) pada suatu tangga melingkar atau spiral diukur:
1) 270 mm ke dalam dari sisi luar tidak terhalang dari tangga bilamana
lebar tangga kurang dari 1 m (hanya berlaku pada tangga yang bukan
termasuk tangga penyelamatan), dan
2) 270 mm dari tiap sisi atau tepi kelebaran tidak terhalang dari tangga
bilamana lebar tangga 1 m atau lebih.
Gambar 3.8.
Tangga berbentuk kurva dapat berfungsi sebagai sarana jalan keluar
Gambar 3.9.
Tangga spiral, tidak boleh sebagai tangga kebakaran
3.14 Bordes
1. Bordes tangga dengan maksimum kemiringan 1:50 dapat digunakan ditiap
bangunan untuk mengurangi jumlah tanjakan ditiap lintasan tangga, dan setiap
bordes harus:
a. memiliki panjang tidak kurang dari 75 cm diukur 50 cm dari tepi dalam
bordes, dan
b. tepi ujung bordes diberi lapisan anti licin.
2. Bangunan kelas 9a:
a. luas bordes harus cukup untuk melewatkan usungan yang berukuran
panjang 2 m dan lebar 60 cm pada kemiringan tidak lebih dari kemiringan
tangga dengan sedikitnya satu ujung usungan berada di bordes; dan
b. tangga harus memiliki perubahan arah 180o, dan lebar bersih bordes tidak
kurang dari 1,6 m dan panjang bersih minimal 2,7 m.
Gambar 3.10.
Bordes belokan tangga yang diizinkan
3.18 Pintu
Suatu pintu dalam bangunan yang berfungsi sebagai eksit atau membentuk bagian
dari eksit atau setiap pintu untuk area perawatan pasien dari bangunan kelas 9a,
harus:
1. bukan pintu berputar,
2. bukan pintu gulung, kecuali:
a. dipasang pada bangunan atau bagian bangunan kelas 6, 7, 8 dengan luas
lantai tidak lebih dari 200 m2; dan
b. merupakan satu-satunya pintu ke luar dari dalam bangunan; dan
c. terpasang pada posisi membuka saat bangunan atau bagian bangunan
terisi; dan
3. tidak boleh dipasang pintu sorong, kecuali bila:
a. membuka secara langsung ke arah jalan umum atau ruang terbuka; dan
b. pintu dapat dibuka secara manual, dengan tenaga tidak lebih dari 110 N;
dan
4. bila pintu dioperasikan dengan tenaga listrik:
a. harus dapat dibuka secara manual, dengan tenaga tidak lebih dari 110 N,
bila terjadi kerusakan atau tidak berfungsinya tenaga listrik,
b. membuka langsung ke arah jalan umum atau ruang terbuka, harus dapat
membuka secara otomatis bila terjadi kegagalan pada daya listrik, atau
pada saat aktivasi alarm kebakaran di mana saja di kompartemen
kebakaran yang dilayani oleh pintu.
atau
b. untuk pintu yang dapat menutup sendiri:
atau
c. untuk pintu yang digunakan sebagai titik hamburan dari eksit yang
dilindungi terhadap kebakaran:
Gambar: 3.11.
Tulisan pada pintu kebakaran
4.1 Lingkup
Ketentuan ini mengandung persyaratan-persyaratan yang membolehkan tangga,
ramp atau eskalator yang bukan untuk sarana penyelamatan, untuk dapat
menghubungkan tiap lantai pada bangunan kelas 5 atau 6. Persyaratan ini tidak
berlaku untuk atrium ataupun di luar bangunan.
4.2 Persyaratan
Suatu eskalator/lif, ban berjalan ataupun tangga serta ramp yang bukan untuk
sarana penyelamatan dan tidak dilindungi oleh struktur tahan api harus memenuhi
persyaratan berikut:
1. Eskalator, ban berjalan, tangga ataupun ramp tersebut harus dibatasi oleh suatu
saf dengan ketentuan:
a. dikonstruksikan dengan TKA tidak kurang dari 120/120/120 bila dari
dinding pemikul atau 120/120/120 bila dari struktur tidak memikul beban
dan bila dari konstruksi ringan harus memenuhi persyaratan yang berlaku,
atau
b. konstruksi bahan kaca dengan TKA tidak kurang dari -/60/30 yang
dilindungi dengan sistem pembasah dinding dengan sistem sprinkler untuk
perlindungan dinding kaca.
2. Ruang kosong yang terdapat pada setiap tangga, ramp atau eskalator yang
tidak dipersyaratkan tidak boleh berhubungan lebih dari 2 lantai.
3. Naik dan turunnya eskalator, ban berjalan, tangga ataupun ramp dalam satu saf
harus dipisahkan oleh konstruksi yang memiliki TKA tidak kurang dari -
/60/30.
4. Bukaan ke dalam saf harus dilindungi oleh pintu kebakaran yang memiliki
TKA tidak kurang dari -/60/30.
5. Bilamana pintu kebakaran berada pada posisi menutup, maka lantai ataupun
penutup lantai di bawah pintu kebakaran harus tidak boleh mudah terbakar
(combustible).
6. Pada pintu-pintu kebakaran harus dipasang penutup asap dan pintu beserta
kelengkapannya harus diuji sesuai ketentuan dan standar yang berlaku.
7. Pintu-pintu kebakaran harus:
a. menutup dan mengunci untuk maksud-maksud keamanan (security), atau
b. dalam keadaan terbuka dan menutup secara otomatis.
8. Detektor asap harus dipasang pada kedua sisi bukaan, dengan jarak horisontal
tidak lebih dari 1,5 m dari bukaan.
9. Pada posisi menutup, pintu-pintu kebakaran harus dapat dibuka lewat satu
tangan dengan gerakan ke bawah atau gerakan mendorong arah horisontal
pada peralatan tunggal untuk membuka dari dalam saf dan lewat kunci bila
membuka dari arah luar saf.
10. Suatu tanda peringatan harus dipasang dekat semua bukaan pintu ke arah saf
sedemikian rupa agar dapat terbaca secara langsung dari luar saf. Tanda
tersebut harus memenuhi syarat dimensi dan rincian sebagaimana pada
Gambar 3.12.
atau
Gambar 3.12.
Tanda Peringatan untuk Tangga Ramp dan Eskalator yang bukan untuk sarana
Penyelamatan Saat Kebakaran.
11. Semua bukaan pintu ke arah saf harus berjarak tidak lebih 20 m dari eksit yang
dipersyaratkan.
12. Tanda-tanda yang menunjukkan arah menuju ke eksit terdekat harus dipasang
di tempat-tempat yang memungkinkan mudah dan segera terlihat.
13. Bahan-bahan yang melekat ketiap dinding, langit-langit atau lantai yang
berada dalam saf harus mempunyai Indeks Penyebaran Nyala 0 (nol) dan
Indeks Penimbunan Asap tidak lebih dari 5.
14. Pencahayaan darurat harus dipasang di dalam saf sesuai ketentuan yang
berlaku.
15. Tidak ada anak tangga atau ramp yang berjarak lebih dekat dengan batas
ambang pintu dari pada lebar daun pintu.
1.1 Tujuan
Tujuan dari persyaratan yang tercantum dalam Bab ini adalah untuk:
1. melindungi manusia yang sakit ataupun cedera akibat terjadinya kebakaran
dalam bangunan maupun saat penyelamatan;
2. menyediakan fasilitas untuk menunjang kegiatan yang dilakukan petugas
pemadam kebakaran;
3. menghindari penyebaran kebakaran antar bangunan;
4. melindungi benda atau barang lainnya terhadap kerusakan fisik akibat
keruntuhan struktur bangunan saat terjadi kebakaran.
1.2 Fungsi
1. Konstruksi suatu bangunan harus mampu menciptakan kestabilan struktur
selama kebakaran untuk:
a. memberikan waktu bagi penghuni bangunan untuk menyelamatkan diri
secara aman;
b. memberikan kesempatan bagi petugas pemadam kebakaran untuk
beroperasi;
c. menghindarkan kerusakan benda atau barang akibat kebakaran.
2. Suatu bangunan harus dilindungi terhadap penyebaran kebakaran:
a. sehingga penghuni bangunan mempunyai cukup waktu untuk melakukan
evakuasi secara aman tanpa dihalangi oleh penyebaran api dan asap
kebakaran;
b. untuk memberikan kesempatan bagi petugas pemadam kebakaran
beroperasi;
c. antar unit-unit hunian tunggal (hanya berlaku bagi bangunan kelas 2 atau
3, dan atau bagian kelas 4);
d. antar kompartemen kebakaran yang berdekatan;
e. antar bangunan.
Tabel 4.1.
Tipe Konstruksi yang diperlukan
BUKAAN
DINDING
DINDING TKA
MIN 6 m
BUKAAN
CAHAYA
MAX
Gambar 4.1.
Bukaan pada lubang cahaya atap
c) Apabila suatu langit-langit yang memiliki ketahanan terhadap
penjalaran api awal, maka lubang cahaya atap harus dipasang
sedemikian rupa agar bisa mempertahankan tingkat proteksi yang
diberikan oleh langit-langit ke ruang atap.
d. Persyaratan Stadion Olah Raga tertutup dan Panggung Terbuka. Pada
bangunan stadion olah raga dalam ruang dan panggung terbuka untuk
penonton, elemen bangunan berikut tidak memerlukan TKA sebagaimana
dirinci dalam Tabel 4.2. bila:
1) Elemen atap bilamana terbuat dari bahan tidak mudah terbakar.
2) Kolom-kolom dan dinding-dinding pemikul beban pendukung atap
terbuat dari bahan tidak mudah terbakar.
3) Tiap bagian yang bukan konstruksi pemikul beban dari dinding luar
yang berjarak kurang dari 3 m:
a) mempunyai TKA tidak kurang -/60/60 dan dari bahan tidak mudah
terbakar bila berjarak kurang dari 3 m dari lokasi sumber api yang
berhadapan; atau
b) harus dari bahan tidak mudah terbakar bilamana berjarak 3 m dari
dinding luar panggung penonton terbuka lainnya.
Tabel 4.2.
Konstruksi Tipe A: TKA Elemen Bangunan
KELAS BANGUNAN - TKA ( dalam menit )
Kelaikan Struktur/Integritas/Insulasi
ELEMEN Kelas 2,3 Kelas 7
Kelas 5, 9
BANGUNAN atau (selain
atau 7
Bagian Kelas 6 Tempat
Tempat
Bangunan Parkir)
Parkir
Kelas 4 atau 8
DINDING LUAR
(termasuk kolom dan
elemen bangunan lainnya
yang menyatu) atau
elemen bangunan luar
lainnya yang jaraknya ke
sumber api adalah:
Bagian-bagian Pemikul
Beban
! kurang dari 1,5 m 90/90/90 120/120/120 180/180/180 240/240/240
! 1,5 m hingga < 3,0 m 90/60/60 120/90/90 180/180/120 240/240/180
! 3,0 m atau lebih 90/60/30 120/60/30 180/120/90 240/180/90
Bagian-bagian Bukan
Pemikul Beban
! kurang dari 1,5 m -/90/90 -/120/120 -/180/180 -/240/240
! 1,5 m hingga < 3,0 m -/60/60 -/90/90 -/180/120 -/240/180
! 3,0 m atau lebih -/-/- -/-/- -/-/- -/-/-
DINDING DALAM
Saf Tahan Api pelindung
Lif dan Tangga
! Memikul Beban 90/90/90 120/120/120 180/120/120 240/120/120
! Tidak Memikul Beban -/90/90 -/120/120 -/120/120/ -/120/120
(lanjutan)
KELAS BANGUNAN - TKA (dalam menit)
Kelaikan Struktur/Integritas/Insulasi
ELEMEN Kelas 2,3 Kelas 7
Kelas 5, 9
BANGUNAN atau (selain
atau 7
Bagian Kelas 6 Tempat
Tempat
Banguna Parkir)
Parkir
n Kelas 4 atau 8
Pembatas Koridor Umum,
Lorong Utama (hallways)
dan semacamnya
! Memikul Beban 90/90/90 120/-/- 180/-/- 240/-/-
! Tidak Memikul Beban -/60/60 -/-/- -/-/- -/-/-
DINDING DALAM,
BALOK, KUDA -
KUDA/PENOPANG
ATAP DAN KOLOM 90/-/- 120/-/- 180/-/- 240/-/-
LAINNYA YANG
MEMIKUL BEBAN
Tabel 4.3.
Persyaratan Tempat Parkir Tidak Bersprinkler
MINIMUM TKA
ELEMEN BANGUNAN Kelaikan Struktur/Integritas/ Insulasi
dan MAKSIMUM PT/M*
DINDING
a. Dinding Luar
(i) kurang dari 3 m dari kemungkinan
sumber api
! Memikul Beban 60 / 60 / 60
! Tidak Memikul Beban - / 60 / 60
(ii) 3 m atau lebih dari kemungkinan sumber 60 / - / -
api
b. Dinding Dalam
(i) Memikul beban, selain dinding yang 60 / - / -
mendukung hanya untuk Atap (tidak
untuk tempat parkir).
(ii) Mendukung hanya untuk Atap (tidak -/-/-
untuk tempat parkir).
(iii) Tidak memikul beban. -/-/-
(lanjutan)
MINIMUM TKA
ELEMEN BANGUNAN Kelaikan Struktur/Integritas/ Insulasi
dan MAKSIMUM PT/M*
(iii) Tidak memikul beban. -/-/-
c. Dinding Pembatas Tahan Api
(i) Dari arah yang digunakan sebagai tempat 60 / 60 / 60
parkir.
(ii) Dari arah yang tidak digunakan sebagai Sesuai yang dipersyaratkan pada tabel 4.1.
tempat parkir
KOLOM
a. Mendukung hanya atap (tidak digunakan -/-/-
sebagai tempat parkir) dan berjarak 3 m atau
lebih dari sumber api.
b. Kolom baja, di luar yang diatur dalam a dan 60 / - / - atau 26 m2 / ton
yang tidak mendukung bagian bangunan
yang tidak digunakan sebagai tempat parkir.
c. Kolom yang tidak diatur dalam a dan b. 60 / - / -
Catatan:
LPT/M* = Rasio luas permukaan terekspos dengan massa perunit satuan panjang.
DINDING DALAM
Saf pelindung Lif dan
Tangga yang Tahan Api
! Memikul Beban 90/90/90 120/120/120 180/120/120 240/120/120
Saf pelindung tangga yang
tahan api
! Tidak Memikul Beban -/90/90 -/120/120 -/120/120 -/120/120
Pembatas Koridor Umum,
Jalan Umum di ruang besar
(public hallways) dan
semacamnya
! Memikul Beban 60/60/60 120/-/- 180/-/- 240/-/-
! Tidak Memikul Beban -/60/60 -/-/- -/-/- -/-/-
DINDING
a. Dinding Luar
(i) berjarak kurang dari 3 m dari sumber api utama
! Memikul Beban 60 / 60 / 60
! Tidak Memikul Beban - / 60 / 60
(ii) berjarak 3 m atau lebih dari sumber api utama -/-/-
b. Dinding Dalam
(i) Memikul beban, selain yang hanya menopang 60 / - / -
Atap (tidak digunakan sebagai tempat parkir).
(ii) Hanya Menopang Atap (tidak sebagai tempat -/-/-
parkir).
(iii) Tidak memikul beban. -/-/-
c. Dinding Pembatas Api
(i) Dari arah yang digunakan sebagai tempat parkir 60 / 60 / 60
kendaraan
(ii) Dari arah yang tidak digunakan sebagai tempat Sebagaimana disyaratkan
parkir kendaraan pada tabel 4.3.
KOLOM
a. Menopang hanya atap (tidak digunakan sebagai -/-/-
tempat parkir) dan berjarak 3 m atau lebih dari
sumber api utama.
b. Kolom baja, di luar yang diatur dalam (a) 60 / - / - atau 26 m2 / ton
c. Tiap Kolom yang tidak diatur dalam (a) atau b) 60 / - / -
BALOK
a. Berjarak kurang dari 3 m dari sumber api utama 60 / - / - atau 30 m2/ton
(i) balok lantai baja yang menyambung secara
kontinyu dengan pelat lantai baja
(ii) balok lainnya 60/-/-
b. Berjarak 3 m atau lebih dari sumber api utama -/-/-
Catatan:
LPT/M = Adalah Rasio luas permukaan terekspos terhadap per satuan panjang.
DINDING DALAM
! Membatasi koridor umum, 60/60/60 -/-/- -/-/- -/-/-
jalan di ruang besar untuk
umum dan semacamnya
! Diantara atau membatasi 60/60/60 -/-/- -/-/- -/-/-
unit-unit hunian tunggal
! Membatasi tangga bila 60/60/60 -/-/- -/-/- -/-/-
disyaratkan memiliki
TKA
MINIMUM TKA
DINDING
a. Dinding Luar
i. kurang dari 1,5 m dari sumber api utama
! Memikul Beban 60 / 60 / 60
! Tidak Memikul Beban - / 60 / 60
ii. berjarak 1,5 m atau lebih dari sumber api -/-/-
utama
b. Dinding Dalam -/-/-
c. Dinding Pembatas Api
i. Dari arah yang digunakan sebagai tempat 60 / 60 / 60
parkir
ii. Dari arah yang tidak digunakan sebagai 90/90/90
tempat parkir kendaraan
KOLOM
a. kolom baja kurang dari 1,5 m dari sumber api 60 / - / - atau 26m2/ton
utama
b. kolom lainnya yang kurang dari 1,5 m dari 60 / - / -
sumber api utama
c. kolom lainnya yang tidak dicakup dalam (a) -/-/-
atau (b)
BALOK
a. kurang dari 1,5 m dari sumber api utama
i. balok lantai baja yang bersatu dengan pelat 60/-/- atau 30m2/ton
lantai beton
ii. balok lainnya 60/-/-
b. berjarak 1,5 m atau lebih dari sumber api -/-/-
utama
ATAP
Pelat lantai dari jalan miring (ramp) untuk -/-/-
kendaraan
2.5 Perhitungan Ketinggian Dalam Jumlah Lantai
1. Ketinggian dinyatakan dalam jumlah lantai pada setiap dinding luar bangunan.
a. di atas permukaan tanah matang disebelah bagian dinding tersebut, atau
b. bila bagian dinding luar bangunan berada pada batas persil, di atas tanah
asli dari bagian yang sesuai dengan batas-batas tanah.
2. Satu lapis lantai tidak dihitung apabila:
a. terletak pada lantai puncak bangunan dan hanya berisi peralatan-peralatan
tata udara, ventilasi atau lif, tangki air, atau unit pelayanan atau utilitas
sejenis, atau
b. bila sebagian lapis bangunan terletak di bawah permukaan tanah matang
dan ruang di bawah langit-langit tidak lebih dari 1 (satu) meter di atas
ketinggian rata-rata permukaan tanah pada dinding luar, atau bila dinding
luar > 12 m panjangnya, diambil rata-rata dari panjang di mana permukaan
tanah miring adalah yang paling rendah.
3. Pada bangunan kelas 7 dan 8, suatu lantai yang memiliki ketinggian rata-rata
lebih dari 6 m, diperhitungkan sebagai:
a. satu lapis lantai bila merupakan satu-satunya lantai di atas permukaan
tanah;
b. 2 (dua) lapis lantai untuk kasus lainnya.
2.6 Bangunan-bangunan dengan Klasifikasi Jamak
Dalam sebuah bangunan dengan Klasifikasi Jamak, tipe konstruksi yang
diperlukan adalah tipe yang paling tahan kebakaran. Tipe tersebut berpedoman
pada penerapan tabel 4.1., dan didasarkan pada klasifikasi yang ditetapkan untuk
lantai tertinggi diberlakukan untuk semua lantai.
2.7 Tipe Konstruksi Campuran
Suatu bangunan dengan tipe Konstruksi Campuran bila dipisahkan sesuai dengan
ketentuan pada butir 2.8., maka tipe konstruksinya disesuaikan dengan ketentuan
butir 2.4.1.b.6) atau butir 2.4.1.c.
2.8 Bangunan Dua Lantai dari Kelas 2 atau Kelas 3
Suatu bangunan Kelas 2 atau Kelas 3 atau Campuran dari kedua kelas tersebut,
memiliki 2 (dua) lapis lantai, bisa dari Konstruksi Tipe C bila tiap unit hunian
memiliki:
1. jalan masuk menuju sekurang-kurangnya dua (2) pintu ke luar; atau
2. memiliki jalan masuk langsung menuju ke jalan atau ruang terbuka.
Tabel 4.8.
Ukuran maksimum dari kompartemen kebakaran atau atrium.
4.1 Umum.
1. Seluruh bukaan harus dilindungi, dan lubang utilitas harus diberi penyetop api
untuk mencegah merambatnya api serta menjamin pemisahan dan
kompartemenisasi bangunan.
2. Bukaan vertikal pada bangunan yang dipergunakan untuk saf pipa, saf
ventilasi, saf instalasi listrik harus sepenuhnya tertutup dengan dinding dari
bawah sampai atas, dan tertutup pada setiap lantai.
3. Apabila harus diadakan bukaan pada dinding sebagaimana dimaksud pada
butir 4.1.2, maka bukaan harus dilindungi dengan penutup tahan api minimal
sama dengan ketahanan api dinding atau lantai.
4.2 Pemenuhan Persyaratan Kinerja.
Persyaratan Kinerja sebagaimana disebut pada butir 1.3. akan dipenuhi apabila
memenuhi persyaratan yang tercantum pada Bagian 2, Bagian 3, dan Bagian 4.
1. Ketentuan perlindungan pada bukaan ini tidak berlaku untuk:
a. bangunan-bangunan Kelas 1 atau Kelas 10; atau
b. sambungan-sambungan pengendali, lubang-lubang tirai, dan sejenisnya di
dinding-dinding luar dari konstruksi pasangan dan sambungan antara
panel-panel di dinding luar terbuat dari beton pra-cetak, bila luas
lubang/sambungan tersebut tidak lebih luas dari yang diperlukan; dan
c. lubang-lubang ventilasi yang tidak mudah terbakar (non-combustable
ventilators) untuk sub-lantai atau ventilasi ruang, bila luas penampang
masing-masing tidak melebihi 45.000 mm2 , dari jarak antara lubang
ventilasi tidak kurang dari 2 meter dari lubang ventilasi lainnya pada
dinding yang sama.
2. Bukaan-bukaan pada setiap unsur bangunan memerlukan ketahanan terhadap
api, termasuk pintu, jendela, panel pengisi dan bidang kaca yang tetap atau
dapat dibuka yang tidak mempunyai angka TKA sebagaimana yang
seharusnya.
Tabel 4.9.
Jarak antara bukaan pada Kompartemen Kebakaran yang berbeda.
Jarak Minimal
Sudut Terhadap Dinding
Antara Bukaan
- 00 (dinding-dinding saling 6m
berhadapan) 5m
- lebih dari 00 s/d 450 4m
- lebih dari 450 s/d 900 3m
- lebih dari 900 s/d 1350 2m
- lebih dari 1350 s/d kurang dari 1800 nol
- 1800 atau lebih.
Gambar 4.2.
Tanda pintu kebakaran geser
4.11 Lubang Tembus Utilitas pada Pintu Keluar Yang Diisolasi Terhadap
Kebakaran.
Pintu-pintu keluar yang diisolasi terhadap kebakaran tidak boleh ditembus oleh
perangkat utilitas apapun selain dari:
1. Kabel-kabel listrik yang berkaitan dengan sistem pencahayaan atau sistem
tekanan udara yang melayani sarana keluar atau sistem inter komunikasi untuk
melindungi tanda ‘KELUAR’; atau
2. Ducting yang berkaitan dengan sistem pemberian tekanan udara bila hal itu;
a. dibuat dengan bahan/material yang memiliki TKA tidak kurang dari
120/120/160 yang melalui bagian-bagian lain dari bangunan, dan
b. tidak terbuka saat melintasi bagian bangunan tersebut.
3. Pipa-pipa saluran air untuk pemadam kebakaran.
4.17 Persyaratan Penembus pada Dinding, Lantai, dan langit-langit oleh Utilitas
Bangunan
1. Lingkup
Ketentuan ini menjelaskan tentang bahan dan metoda instalasi utilitas atau
peralatan mekanikal dan elektrikal yang menembus dinding, lantai dan langit-
langit yang disyaratkan memiliki TKA.
2. Penerapan
a. Persyaratan ini berlaku menurut ketentuan ini sebagai alternatif sistem
yang telah dibuktikan melalui pengujian dalam rangka memenuhi
ketentuan pada butir 4.16.
b. Persyaratan ini tidak berlaku untuk instalasi di langit-langit yang
dipersyaratkan mempunyai ketahanan terhadap penjalaran kebakaran awal
atau untuk instalasi pemipaan yang berisi atau dimaksudkan untuk
mengalirkan cairan ataupun gas mudah terbakar.
3. Pipa Metal
a. Suatu pipa metal yang secara normal berisi cairan tidak boleh menembus
dinding, lantai ataupun langit-langit pada jarak 100 mm dari bahan mudah
terbakar, dan harus dikonstruksi atau terbuat dari:
1) campuran tembaga atau baja tahan karat dengan ketebalan minimal 1
mm; atau
2) besi tuang atau baja (selain baja tahan karat) dengan ketebalan dinding
minimal 2mm.
b. Bukaan untuk pipa metal harus:
1) dibentuk rapih, dipotong atau dibor; dan
2) sekurang-kurangnya 200 mm dari penetrasi utilitas lainnya
3) menampung hanya satu pipa
c. Pipa metal tersebut harus dibungkus atau diberi selubung tetapi tidak perlu
dikurung dalam bahan isolasi termal sepanjang penembusan di dinding,
lantai ataupun langit-langit kecuali bila pengurungan atau pemberian
bahan isolasi termal itu memenuhi butir 4.17.7.
d. Celah yang terjadi diantara pipa metal dan dinding, lantai atau langit-langit
yang ditembusi harus diberi penyetop api sesuai dengan butir 4.17.7.
4. Pipa Yang Menembus Ruang Sanitasi
Apabila sebuah pipa logam atau PVC menembus lantai ruang sanitasi sesuai
butir 4.16 maka:
a. Bukaan atau lubang penembusan harus rapih dan berukuran tidak lebih
besar dari yang sesungguhnya diperlukan untuk ditembusi pipa atau fiting,
dan
b. Celah antara pipa dan lantai harus diberi penyetop api (fire stopping)
sebagaimana diatur dalam butir 4.17.7.
5. Kawat Dan Kabel
Bilamana sebatang kawat atau kabel atau sekumpulan kabel menembus lantai,
dinding atau langit-langit maka:
a. Lubang penembusan harus rapih baik melalui pemotongan ataupun
pemboran dan minimal berjarak 50 mm dari lubang penembusan untuk
utilitas lainnya.
b. Luas penampang lubang penembusan tersebut tidak lebih dari:
1) 2.000 mm2 bila mengakomodasi hanya satu kabel dan celah antara
kabel dan dinding, lantai atau langit-langit tidak lebih lebar dari 15
mm; atau
2) 500 mm2 pada kasus lainnya;
3) ketentuan yang berlaku atau celah yang terjadi antara utilitas dan
dinding, lantai atau langit-langit harus diberi penyetop api sesuai
ketentuan butir 4.17.7.
6. Sakelar Dan Stop Kontak
Bilamana sakelar listrik, stop kontak dan dudukan alat listrik (soket) atau
semacamnya harus disambung dalam bentuk lubang ataupun lekukan di
dinding, lantai, ataupun langit-langit maka:
a. Lubang ataupun lekukan harus tidak
1) ditempatkan berhadapan di tiap titik dalam jarak 300 mm secara
horisontal atau 600 mm secara vertikal dari setiap bukaan atau lekukan
pada sisi dinding yang berhadapan; atau
2) diperluas lebih dari setengah tebal dinding; atau
3) mengikuti ketentuan yang berlaku; dan
b. Celah di antara utilitas dan dinding, lantai atau langit-langit harus diberi
penyetop api sesuai ketentuan butir 4.17.7.
7. Penyetop Api
a. Bahan
Bahan yang digunakan untuk penyetop api pada penetrasi utilitas harus
dari beton serat mineral temperatur tinggi, serat keramik temperatur tinggi
atau bahan lainnya yang tidak meleleh dan mengalir pada temperatur
dibawah 1.1200 C bila diuji berdasarkan standar yang berlaku dan harus
telah dibuktikan lewat pengujian bahan dan bahwa:
1) pemakaian bahan penyetop api tidak melemahkan kinerja ketahanan
api dari komponen bangunan dimana penyetop api tersebut dipasang.
2) saat pengujian dilakukan menurut butir 4.17.7.e., pemakaian bahan
penyetop api tidak melemahkan kinerja ketahanan api dari pelat uji.
b. Instalasi
Bahan penyetop api harus diisikan dan dimampatkan kedalam celah antara
utilitas dan dinding, lantai atau langit-langit dengan cara dan penekanan
yang seragam sebagaimana dilakukan saat pengujian menurut butir
4.17.7.a.1) atau 4.17.7.a.2).
c. Konstruksi Lubang/Rongga
Bilamana suatu pipa menembus dinding berongga (seperti dinding
pengaku, dinding berongga atau dinding berlubang lainnya) atau lantai
serta langit-langit berongga maka rongga tersebut harus diberi rangka dan
dipadatkan dengan bahan penyetop api dan diatur sebagai berikut:
1) dipasang sesuai ketentuan butir 4.17.7.b. hingga ketebalan 25 mm
sekeliling penembusan atau sekeliling sarana utilitas yang menembus
dinding atau lantai ataupun langit-langit serta sepanjang kedalaman
penuh dari penembusan tersebut, dan
2) terpasang mantap dan bebas serta tidak dipengaruhi oleh fungsi utilitas
dari pemindahan ataupun pemisahan dari permukaan utilitas dan
dinding, lantai ataupun langit-langit.
d. Lekukan
Bila suatu sakelar elektrik, soket, stop kontak listrik ataupun sejenisnya
harus diletakkan dalam suatu lekukan di dalam dinding atau lantai ataupun
langit-langit berlubang, maka
1) lubang yang secara langsung berada di belakang utilitas harus diberi
rangka dan dirapatkan dengan bahan penutup api sesuai dengan butir
4.17.7.c.; atau
2) bagian belakang dan sisi-sisi utilitas harus diproteksi dengan papan
pelapis tahan panas yang identik dan memiliki ketebalan yang sama
dengan utilitas tersebut.
e. Pengujian
Pengujian untuk menentukan kecocokan bahan penyetop api dengan
ketentuan ini dilakukan sebagai berikut:
1) Contoh uji terdiri atas pelat beton yang tidak kurang dari 100 mm
tebalnya dan bila perlu diberi tulangan untuk ketepatan struktur selama
pembuatan, pengangkutan dan pengujian.
2) Pelat beton tersebut harus mempunyai sebuah lubang berdiameter 50
mm tepat ditengah-tengah dan lubang tersebut harus diisi rapat-rapat
dengan bahan penyetop api.
3) Pelat contoh uji tersebut selanjutnya dikondisikan sesuai standar yang
berlaku.
4) Dua buah termokopel sesuai standar harus dilekatkan di permukaan
atas penutup lubang dengan setiap termokopel berjarak kira-kira 5 mm
dari tengah-tengah pelat.
5) Pelat harus diuji mendatar, sesuai standar yang berlaku dan harus
memperoleh TKA 60/60/60.
4.18 Sambungan-sambungan Konstruksi.
1. Sambungan-sambungan konstruksi, celah-celah dan sejenisnya yang terdapat
diantara unsur-unsur bangunan yang disyaratkan perlu tahan terhadap api
dikaitkan dengan keutuhan dan penahan panas serta harus dilindungi dengan
baik untuk menjaga kinerja ketahanan api dari unsur yang bersangkutan.
2. Sambungan-sambungan konstruksi dan celah harus disekat dengan bahan dan
cara yang sama dengan prototip yang telah diuji menurut ketentuan yang
berlaku (tentang Tata Cara Pengujian Ketahanan Kebakaran pada bahan
bangunan dan komponen struktur), agar memenuhi persyaratan ketahanan api
sesuai dengan butir 4.18.1.
4.19 Kolom Yang Dilindungi dengan Konstruksi Ringan Untuk TKA Tertentu.
1. Bila kolom, yang dilindungi dengan konstruksi ringan agar mencapai TKA
tertentu, melewati suatu unsur bangunan yang mempunyai TKA atau memiliki
ketahanan terhadap rambatan api, maka harus diupayakan sehingga kinerja
ketahanan api dari unsur bangunan yang dilewati tidak berkurang atau rusak.
2. Metoda dan material yang digunakan harus sama dengan prototip konstruksi
yang telah mencapai TKA yang diperlukan atau memiliki ketahanan rambatan
api.
BAB V
SISTEM PROTEKSI AKTIF
1.1 Tujuan
1. Melindungi penghuni dari kecelakaan atau luka, dengan memperingatkan
kepada penghuni akan adanya suatu kebakaran, sehingga dapat melaksanakan
evakuasi dengan aman.
2. Melindungi penghuni dari kecelakaan atau luka pada waktu melakukan
evakuasi pada saat kejadian kebakaran.
1.2 Fungsi
Suatu bangunan dilengkapi dengan sarana Proteksi kebakaran sedemikian rupa
sehingga:
1. penghuni diperingatkan akan adanya suatu kebakaran dalam bangunan
sehingga dapat melaksanakan evakuasi dengan aman.
2. penghuni mempunyai waktu untuk melakukan evakuasi secara aman sebelum
kondisi pada jalur evakuasi menjadi tidak tertahankan oleh akibat kebakaran.
2.1 Lingkup
Spesifikasi dalam bagian 2 ini menjelaskan instalasi dan pengoperasian sistem
alarm kebakaran otomatis.
2.2 Tujuan
1. Sistem deteksi dan alarm kebakaran otomatis yang dirancang untuk
memberikan peringatan kepada penghuni akan adanya bahaya kebakaran,
sehingga dapat melakukan tindakan proteksi dan penyelamatan dalam kondisi
darurat.
2. Sistem alarm untuk memudahkan petugas pemadam kebakaran
mengidentifikasi titik awal terjadinya kebakaran.
Tabel 5.1.
Penyediaan Sistem Deteksi dan Alarm Menurut Fungsi, Jumlah dan Luas Lantai
Bangunan.
Nama Jumlah Luas Sistem
Kelompo Fungsi Jumlah
Kelompo Min/ Lantai Deteksi
k Fungsi Bangunan Lantai
k (M2) dan Alarm
1a Bangunan Rumah 1 - -
Hunian Tinggal
Tunggal
1b Bangunan Asrama/Kos/R 1 300 -
Hunian umah
Tamu/Hostel
(luas<300M2)
2 Bangunan Terdiri dari 2 1 T.A.B (M)
Hunian atau lebih unit 2-4 T.A.B (M)
hunian (ruko) - - -
3 Bangunan Rumah 1 T.A.B (M)
Hunian Asrama, Hotel, 2-4 T.A.B (M)
diluar 1 Orang - - -
dan 2 berumur,
cacat, dll.
4 Bangunan Tempat tinggal 1 T.A.B (M)
Hunian dalam suatu 2-4 T.A.B (O)
Campuran bangunan >4 T.A.B (O)
kelas 5, 6, 7. 8.
Dan 9
(lanjutan)
Nama Jumlah Luas Sistem
Kelompo Fungsi Jumlah
Kelompo Min/ Lantai Deteksi
k Fungsi Bangunan Lantai
k (M2) dan Alarm
5 Bangunan Usaha 1 400 (M)
Kantor profesional, 2-4 200 (M)
komersial, dll. >4 T.A.B (O)
6 Bangunan Rumah makan, 1 400 (M)
perdagang toko, salon, 2-4 200 (M)
an pasar, dll. >4 T.A.B (O)
7 Bangunan Tempat parkir 1 2000 (M)
penyimpa umum, gudang 2-4 1000 (M)
nan/gudan >4 T.A.B (O)
g
8 Bangunan Produksi, 1 400 (M)
Lab./Indus perakitan, 2-4 200 (M)
tri/Pabrik pengepakan, >4 T.A.B (O)
dll.
9a Bangunan Perawatan 1 T.A.B (M)
umum kesehatan, lab. 2-4 T.A.B (O)
>4 T.A.B (O)
9b Bangunan Pertemuan, 1 400 (M)
umum peribadatan, 2-4 200 (M)
pendidikan, >4 T.A.B (O)
budaya, lab.
10a Bangunan/ Garasi pribadi 1 400 (M)
Struktur 2-4 200 (M)
bukan >4 T.A.B (O)
hunian
10b Bangunan/ Pagar, Antena, - - -
Struktur Kolam renang,
bukan dll
hunian
T.A.B = Tidak Ada Batas
M = Manual
O = Otomatis
Catatan:
Setelah pengisian air oleh Instansi Kebakaran, perlu dilakukan pengurasan
sistem dan pemeriksaan mutu air.
Tabel 5.3.
Ketentuan pemasangan APAP pada bangunan
Kebutuhan pemadam
Klas hunian Klas Resiko
Ketentuan umum – Klas 2 (a) Meliputi klasifikasi resiko kebakaran Klas A (C) atau
sampai 8 (kecuali di dalam (C) dihubungkan dengan pelayanan darurat Panel
unit rumah tinggal) Listrik
(b Meliputi resiko kebakaran Klas B termasuk minyak
) untuk memasak dan lemak di dapur
(c) Meliputi resiko kebakaran Klas B di lokasi tempat
cairan mudah menyala melampaui batas 50 liter yang
disimpan atau dipakai (tidak termasuk yang berada di
tanki bahan bakar kendaran)
(d Meliputi resiko kebakaran Klas A pada kompartemen
) kebakaran hunian normal kurang dari 500 m2 , tidak
disediakan Hose reel (diluar lantai taman parkir)
Ketentuan khusus (tambahan dari Meliputi resiko kebakaran Klas A dan (C). (Catatan 2).
ketentuan umum)
(a) Klas 9a: Rumah Sakit
(b) Klas 2: bagian dari rumah
tahanan dan penyembuhan
(c) Klas 3: akomodasi untuk
anak-anak, orang usia lanjut
dan orang cacat.
Catatan:
1. Untuk tujuan tabel ini, panel listrik pelayanan darurat adalah suatu peralatan darurat
yang bekerja berdasarkan mode darurat.
2. Dalam bangunan Klas 8, Pemadaman kebakaran Klasifikasi kebakaran (C) dibutuhkan
hanya di lokasi ruang perawat atau ruang supervisor atau sejenisnya
3. Penambahan alat pemadam api portabel mungkin diperlukan dalam hubungannya
dengan penanggulangan risiko kebakaran yang mempunyai hubungan dengan bahaya
khusus.
Tabel 5.4.
Jenis APAP dan jenis kebakaran yang sesuai
Kompartemen Kompartemen
Kelas bangunan
tanpa partisi dengan partisi
Kelas 1, dan kelas 10 Tidak dipersyaratkan Tidak dipersyaratkan
Kelas 2,3, 4, dan 9a 1 buah per 1000 m2 2 buah per 1000 m2*)
Kelas 5,6,7,8 dan 9b 1 buah per 800 m2 2 buah per 800 m2*)
*)
penempatan hidran harus pada posisi yang berjauhan
4. Ketentuan
a. Panjang selang minimum 30 meter.
b. Pada bangunan yang dilengkapi dengan hidran harus terdapat personil
(penghuni) terlatih untuk mengatasi kebakaran di dalam bangunan.
c. Sistem hidran kebakaran
1) harus dipasang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2) apabila hidran digunakan, alat ini hanya melayani di lantai lokasi
hidran tersebut ditempatkan, kecuali pada satuan peruntukan
bangunan:
a) pada bangunan Kelas 2 atau Kelas 3 atau sebagian Kelas 4 dapat
dilayani oleh hidran tunggal yang ditempatkan pada lantai dimana
ada jalur keluar dari satuan peruntukan bangunan tersebut; atau.
b) pada bangunan Kelas 5, 6, 7, 8 atau 9 yang berlantai tidak lebih
dari 2 (dua), dapat dilayani oleh Hidran tunggal yang ditempatkan
pada lantai dimana ada jalur keluar dari satuan peruntukan
bangunan tersebut, asalkan hidran dapat menjangkau seluruh
satuan peruntukan bangunan, dan
3) sumber air untuk hidran harus dicatu dari sumber yang dapat
diandalkan, serta mampu menyediakan tekanan dan aliran yang
diperlukan dalam waktu minimal 30 menit, sesuai dengan standar SNI
03-1745-edisi terakhir tentang “Tata Cara Pelaksanaan Sistem Hidran
untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah dan
Gedung.
4) Bila dibutuhkan pompa untuk mencatu sistem hidran, pompa tersebut
harus memenuhi SNI 03-1745-edisi terakhir, tentang Tata Cara
Pelaksanaan Sistem Hidran Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran
pada Bangunan Rumah dan Gedung, serta standar pompa yang berlaku.
Tabel 5.6.
Persyaratan Pemakaian Sprinkler
Catatan:
*)
Jenis bangunan dengan resiko atau potensi bahaya amat tinggi meliputi:
1. UNIT PENGOLAHAN ATAU PENYIMPANAN BENDA BERBAHAYA, SEPERTI:
a. hanggar pesawat terbang,
b. pabrik pembuatan barang rotan dan penyimpanannya,
c. pabrik korek api, petasan, dan penyimpanannya,
d. pabrik barang-barang bahan plastik, busa pengolahan dan penyimpanannya,
e. pabrik pembuatan lembaran bahan hidro-karbon seperti penutup lantai vinil,
pengolahan dan penyimpanannya’
f. pabrik pembuatan bahan-bahan serat/serabut kayu mudah terbakar.
2. TIMBUNAN BENDA BERBAHAYA YANG VOLUMENYA MELEBIHI 1.000 M3
DENGAN TINGGI TIMBUNAN/TUMPUKAN LEBIH DARI 4 M, ANTARA LAIN:
a. aerosol dengan kandungan mudah terbakar,
b. karpet dan pakaian,
c. peralatan listrik,
d. papan serat dan kayu lapis,
e. bahan karton tanpa melihat volumenya,
f. bahan serat mudah terbakar,
g. mebel/furnitur termasuk kayu, rotan dan komposit dicampur bahan dari busa
dan plastik,
h. gudang kertas (segala jenis baru maupun bekas) seperti bal, lembaran,
gulungan vertikal dan horisontal dilapisi lilin atau diproses,
i. bahan baku tekstil dan perlengkapannya dalam bentuk hamparan maupun
gulungan,
j. penyimpanan/penimbunan bahan kayu, gudang kayu termasuk lembaran/papan
kayu, panel, balok dan potongan-potongan kayu,
k. bahan vinil, plastik, plastik busa, karet, dan lembaran bahan karpet dan kasur
busa,
l. bahan-bahan yang dipak atau dikemas dalam petikemas dari bahan plastik
campuran busa.
3. Ketentuan Umum
Sistem Sprinkler harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Standar perancangan dan pemasangan sprinkler otomatis.
Perancangan dan pemasangan sistem sprinkler otomatis harus sesuai
dengan SNI 03-3989 edisi terakhir mengenai Instalasi Sprinkler Otomatis.
b. Bangunan bersprinkler:
Bangunan dianggap bersprinkler, jika:
1) sprinkler terpasang di seluruh bangunan yang memenuhi persyaratan
Bab IV bagian 3. tentang kompartemenisasi dan pemisahan,
2) dalam hal sebagian bangunan:
a) bagian bangunan yang dipasang sprinkler diberi kompartemen
kebakaran yang terpisah dari bagian yang tanpa sprinkler, dan
b) setiap bukaan pada konstruksi pemisah antara bagian bersprinkler
dan bagian tidak bersprinkler, diproteksi sesuai ketentuan pada Bab
V Bagian 3, mengenai kompartemenisasi dan pemisahan.
c. Sprinkler bereaksi cepat.
Sprinkler bereaksi cepat dapat dipasang hanya jika sesuai dengan jenis
aplikasi yang diusulkan dan dapat dibuktikan bahwa sistem sprinkler telah
dirancang untuk melayani penggunaan sprinkler jenis ini.
d. Sistem sprinkler di ruang parkir.
Sistem sprinkler yang dipasang pada ruang parkir pada bangunan multi
kelas, harus:
1) Berdiri sendiri tidak berhubungan dengan sistem sprinkler di bagian
lain bangunan yang bukan merupakan ruang parkir, atau
2) Bila merupakan bagian atau berhubungan dengan sistem sprinkler yang
melindungi bagian bangunan bukan ruang parkir, harus dirancang
sedemikian rupa sehingga bagian sistem sprinkler yang melindungi
bagian bukan ruang parkir dapat diisolasi tanpa mengganggu aliran air
ataupun mempengaruhi efektivitas operasi dari bagian yang
melindungi ruang parkir.
e. Klasifikasi umum bahaya kebakaran
1) Bahaya kebakaran ringan adalah bilamana nilai kemudahan terbakar
rendah dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas rendah dan
menjalarnya api lambat.
2) Bahaya kebakaran sedang Kelompok II, adalah bilamana nilai
kemudahan terbakar sedang, penimbunan bahan yang mudah terbakar
dengan tinggi tidak lebih dari 4 meter dan apabila terjadi kebakaran
melepaskan panas sedang, sehingga menjalarnya api sedang
3) Bahaya kebakaran sedang Kelompok III, adalah bilamana mempunyai
nilai kemudahan terbakar tinggi dan apabila terjadi kebakaran,
melepaskan panas tinggi sehingga menjalarnya api cepat.
4) Bahaya kebakaran berat, adalah bilamana mempunyai nilai kemudahan
terbakar tinggi dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas sangat
tinggi dan penjalaran api sangat cepat.
f. Meskipun pengelompokkan bangunan menjadi tiga kelas bahaya ini
merupakan cara yang baik untuk perencanaan sistem proteksi kebakaran
dengan sprinkler, namun tidak menghapuskan keharusan evaluasi secara
terpisah bagian-bagian bangunan yang mengandung bahaya lebih tinggi.
Bangunan Kelas 6 dengan luas lantai lebih dari 2.000 m2, tidak termasuk jalur
jalan atau Mal terlindung yang melayani lebih dari satu unit toko.
1. Tiap kompartemen kebakaran, termasuk bismen dengan luas lantai lebih dari
2.000 m2, selain bangunan pertokoan sebagaimana diuraikan pada 2., harus
dilengkapi dengan:
a. suatu sistem pembuangan asap otomatis sesuai dengan spesifikasi butir
5.3. atau
b. bila memiliki hanya satu tingkat, perlu dipasang lubang-lubang ventilasi
asap dan panas otomatis sesuai ketentuan butir 5.4., yang diaktifkan oleh
pendeteksian asap; atau
c. bila dipasang dalam bangunan 1 lantai dan luas lantai kompartemen
kebakaran tidak lebih dari 5.000 m2 :
i. sistem sprinkler *); atau
ii. sistem pendeteksian asap otomatis sesuai spesifikasi butir 5.2.4.; atau
d. dipasang sistem sprinkler, bila bangunan memiliki ketinggian 2 lantai
atau kurang dan luas kompartemen kebakaran 3.500 m2 atau kurang.
2. Suatu pertokoan di dalam kompartemen kebakaran tidak perlu memenuhi
ketentuan 1. bila memiliki:
a. luas lantai tidak lebih dari 1.000 m2; dan
b. pintu masuk utama menghadap ke jalan atau ruang terbuka.
*) Catatan:
Suatu kompartemen kebakaran dengan luas lantai lebih dari 3.500 m2 pada
bangunan Kelas 6 memerlukan sistem sprinkler sesuai ketentuan yang berlaku.
Bangunan Kelas 6 dengan luas lantai melebihi 2.000 m2 termasuk jalur jalan
orang dan Mal dalam konstruksi terlindung yang melayani lebih dari satu
pertokoan.
Tiap kompartemen kebakaran, termasuk tiap kompartemen kebakaran di bismen,
dengan luas lantai lebih dari 2.000 m2 harus dipasang:
1. a. di Mal atau jalan orang yang terlindung :
i. sistem pembuang asap otomatis sesuai dengan SNI 03-3986 edisi
terakhir, atau
ii. lubang-lubang ventilasi asap dan panas yang diaktifkan dengan
detektor asap kebakaran, dan
b. di tiap pertokoan dengan luas lantai lebih dari 1.000 m2 yang membuka
kearah Mal atau jalan umum :
i. sistem pembuang asap otomatis sesuai dengan spesifikasi SNI 03-
3986 edisi terakhir; atau
ii. bila pertokoan tersebut satu lantai, dapat dipasang lubang ventilasi
asap dan panas yang diaktifkan oleh detektor asap; atau
2. Bila dalam bangunan satu lantai dan luas lantai kompartemen kebakaran
tidak lebih dari 5.000 m2, digunakan sistem sprinkler *).
3. Dipasang sistem sprinkler *) bila bangunan memiliki ketinggian 2 lantai atau
kurang dan luas lantai kompartemen kebakaran adalah 3.500 m2 atau kurang.
*) Catatan :
Suatu kompartemen kebakaran dengan luas lantai lebih dari 3.500m2 pada
bangunan Kelas 6 memerlukan sistem sprinkler sesuai ketentuan yang berlaku.
Bangunan Kelas 9.
Kelas 9a – Bangunan perawatan kesehatan (Rumah Sakit).
Dalam daerah perawatan pasien, tiap sistem pengolah udara mekanis yang
mensirkulasi udara ke lebih dari satu lokasi yang dibagi berdasarkan
kompartemenisasi:
1. Dihentikan (shut down) pada saat aktivitas detektor asap bekerja; atau
2. Dioperasikan sebagai bagian dari sistem pengendalian asap terzona sesuai
ketentuan pengendalian asap.
Daerah perawatan dengan luas lantai lebih dari 1.000 m2:
1. Dilengkapi sistem pembuang asap otomatis sesuai dengan ketentuan yang
berlaku untuk bangunan Kelas 9; atau
2. Dibagi dalam daerah-daerah luasan lantai tidak lebih dari 1.000 m2, dengan:
dinding-dinding memiliki TKA tidak kurang dari 60/60/60; atau
konstruksi tahan asap sesuai dengan ketentuan kompartemenisasi.
Bilamana daerah perawatan pasien terletak lebih dari 2 lantai di atas lantai dasar,
bangunan harus dilengkapi dengan sistem presurisasi terzona sesuai ketentuan
yang berlaku.
Di daerah lain, tiap kompartemen kebakaran dengan luas lantai lebih dari 2.000
m2 harus dilengkapi dengan:
1. Sistem pembuangan asap otomatis sesuai dengan SNI 03-3986 edisi terakhir;
atau
2. Bila kompartemen kebakaran memiliki satu lantai, maka lubang-lubang
ventilasi asap dan panas diaktifkan oleh detektor asap; atau
3. Bila dalam bangunan satu lantai dan luas lantai kompartemen kebakaran tidak
lebih dari 5.000 m2:
a. sistem sprinkler; atau
b. sistem deteksi asap otomatis sesuai ketentuan yang berlaku.
Kelas 9b – Bangunan sekolah dengan ketinggian lantai lebih dari 3 berlaku
persyaratan yang sama dengan bangunan Kelas 5.
Kelas 9b – Bangunan Pertunjukan, panggung dan ruang pertemuan umum.
Bangunan pertunjukan, ruang pertemuan umum, bangunan panggung dan
semacamnya harus memiliki sistem pengendalian asap sesuai ketentuan yang
berlaku, serta sistem sprinkler sesuai ketentuan yang berlaku.
Atrium
Ruang tangga, Ramp dan jalan terusan yang dilindungi struktur tahan api.
1. Ruang tangga yang dilindungi yang melayani:
a. bangunan dengan tinggi efektif lebih dari 25 m; atau
b. lebih dari 2 lantai di bawah permukaan tanah; atau
c. melayani atrium; atau
2. Jalan terusan atau Ramp yang terpisah dan dilindungi dengan jarak tempuh
lebih dari 60 m ke arah jalan atau ruang terbuka; harus dilengkapi dengan:
a. sistem presurisasi tangga otomatis sesuai ketentuan yang berlaku tentang
kontrol asap; atau
b. jalan masuk terbuka ke ramp atau balkon sesuai dengan ketentuan
aksesibilitas.
Bismen – di bangunan Kelas 5, 7 dan 8
Suatu Bismen selain ruang parkir, yang terdiri atas lebih dari 2 lantai, yang:
1. Sebagian atau seluruhnya dibawah permukaan tanah; dan
2. Tidak termasuk dalam perhitungan kenaikan lantai/tingkat sesuai ketentuan
pada Bab II; dan
3. Memiliki luas lantai lebih dari 2.000 m2, harus dilengkapi dengan:
a. Sistem pendeteksian asap otomatis sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
atau
b. Sistem sprinkler.
Tempat parkir
Suatu tempat atau ruang parkir termasuk ruang parkir bawah tanah, yang
dilengkapi dengan sistem ventilasi mekanis, maka sistem tersebut harus
dirancang sesuai dengan ketentuan tentang pengendalian asap, kecuali:
1. Kipas dengan suhu logam yang dapat digunakan sebagai ganti kipas yang
tahan suhu tinggi; dan
2. Kabel pengendali listrik yang tidak perlu tahan api.
230
220
210 1.5 MW
200 5 MW
190 10 MW
180 15 MW
170
160
150
140
130
120
110
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
2 4 6 8 10 12 15 20 25 30
Ketinggian di bawah lapisan asap (meter)
Gambar 5.5.
Laju Pembuangan Asap
3. Fan pembuangan asap
Setiap fan pembuangan asap berikut kelengkapannya harus:
a. mampu beroperasi terus menerus pada titik kerja yang ditentukan pada
temperatur 2000 C untuk selang waktu tidak kurang dari 60 menit, dan
b. beroperasi terus menerus pada temperatur 3000 C untuk selang waktu 30
menit untuk gedung yang tidak dilindungi sistem sprinkler.
c. karakteristik fan ditentukan berdasarkan temperatur udara luar
d. bila fan dilengkapi dengan alat pengaman temperatur tinggi maka alat
tersebut akan diabaikan secara otomatis selama sistem pembuangan asap
beroperasi.
4. Reservoir Asap
a. Kompartemen kebakaran harus dibagi pada permukaan langit-langit dalam
reservoir asap yang dibentuk oleh tirai asap dari bahan tidak mudah
terbakar dan tidak mudah patah
b. Luas horisontal dari reservoir asap tidak boleh melebihi 2000 m2 dan
koridor tertutup atau mal tertutup pada bangunan Kelas 6 panjangnya tidak
boleh melampaui 60 m.
c. Reservoir asap harus mempunyai tinggi yang cukup untuk mewadahi
lapisan asap dan tidak boleh kurang dari 500 mm di bawah langit-langit
atau atap yang licin dan padat.
d. 1) Di dalam kompartemen kebakaran pada gedung bertingkat banyak,
dinding penyekat atau pembatas yang tidak mudah terbakar dipasang di
sekeliling bagian bawah dari bukaan diantara tiap tingkat untuk
meminimalkan penjalaran asap ke tingkat lain.
2) Kedalaman dari tirai asap tidak boleh lebih rendah dari kedalaman
reservoir atap yang disediakan menurut ketentuan butir c diatas dan
ditambah 400 mm.
5. Fan pembuangan asap dan lokasi ven.
Fan pembuang asap dan ven harus ditempatkan:
a. pada setiap reservoir asap dilayani oleh satu fan atau lebih dengan laju
pembuangan maksimum pada sembarang titik yang dibatasi untuk
menghindari penghisapan udara di bawah lapisan asap, dan untuk
mencegah terbentuknya daerah stagnasi yang dapat mengakibatkan
pendinginan yang berlebihan dari asap dan terjadi pencampuran asap
dengan udara yang ada di bawahnya, dan
b. pada titik kumpul alami dari panas di dalam masing-masing reservoir asap
yang disebabkan oleh geometri langit-langit dan jalur pergerakan asap, dan
c. jauh dari perpotongan koridor atau mal, dan
d. untuk memastikan bahwa setiap ruang kosong (void) dimana terdapat
eskalator dan tangga yang biasa dipergunakan oleh umum, tidak digunakan
sebagai jalur pembuangan asap, dan
e. sedemikian rupa untuk membuang langsung keluar dengan kecepatan tidak
kurang dari 5m/detik, pada titik yang tepat pada jarak tidak kurang 6 meter
terhadap titik masuk udara bersih atau pintu keluar.
6. Udara pengganti.
a. Udara pengganti dalam jumlah kecil harus disediakan secara otomatis atau
melalui bukaan ventilasi permanen sebagai pengganti udara yang dibuang
untuk meminimalkan:
1) gangguan terhadap lapisan asap karena turbulensi yang terjadi oleh
udara yang masuk, dan
2) resiko perpindahan asap ke daerah yang jauh dari api, yang disebabkan
oleh pengaruh udara pengganti terhadap keseimbangan udara dari
seluruh sistem,
b. Kecepatan udara pengganti melalui bukaan tidak boleh lebih dari 2,5
m/detik.
c. Di dalam suatu kompartemen kebakaran bertingkat banyak, udara
pengganti harus disediakan melalui bukaan vertikal dari ruang kosong
bangunan ke lantai yang terpengaruh kebakaran dengan kecepatan rata-rata
1 m/detik, untuk meminimalkan penjalaran asap dari lantai yang
terpengaruh kebakaran ke lantai lain.
7. Sistem pengendali pembuangan asap
a. Setiap fan pembuangan asap harus diaktifkan secara berurutan oleh
detektor asap sesuai butir 5.2.
Detektor asap tersebut diletakkan dalam zona-zona yang sesuai dengan
reservoir asap yang dilayani oleh Fan tersebut.
b. Kecuali untuk butir c dan d, sistem pengolahan udara (selain unit-unit
individual yang kapasitasnya kurang dari 1.000 l/detik, dan sistem
pembuangan lain), yang tidak merupakan bagian dari sistem pengendalian
asap kebakaran secara otomatis dimatikan pada saat sistem pembuangan
asap bekerja.
c. Dalam kompartemen kebakaran satu lantai, sistem pengolahan udara (air
handling) dalam semua zona yang tidak terpengaruh kebakaran boleh
beroperasi dengan menggunakan seluruhnya udara segar untuk
menyediakan udara pengganti ke zona yang terpengaruh kebakaran.
d. Di dalam kompartemen kebakaran bertingkat banyak sistem pengolahan
udara didalam zona yang tidak berpengaruh kebakaran, harus beroperasi
dengan menggunakan seluruhnya udara segar untuk menyediakan udara
pengganti ke zona yang terpengaruh kebakaran melalui ruang kosong
bangunan ke lantai yang berhubungan.
e. Panel kontrol manual dan indikator kebakaran serta buku petunjuk
pengoperasian bagi petugas jaga, harus disediakan dekat panel kontrol dan
indikator kebakaran.
f. Tombol kontrol manual untuk sistem pembuangan asap harus ditempatkan
di ruang pimpinan harian pada gedung pertunjukan.
g. Instalasi listrik untuk pembuangan asap harus memenuhi PUIL/ SNI yang
berlaku.
8. Deteksi asap
Deteksi asap harus dipasang sesuai dengan butir 5.2. untuk mengaktifkan
sistem pembuangan asap.
10 mm
DILARANG MENGGUNAKAN LIF
BILA TERJADI KEBAKARAN
Gambar 5.6.
Tanda Peringatan Lif
7.1 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penerapan persyaratan ini adalah untuk
menyelamatkan penghuni dari kecelakaan ataupun ancaman bahaya dengan:
1. menyediakan pencahayaan yang memadai; dan
2. memberikan petunjuk/rambu rambu yang cukup jelas untuk menuju jalan
keluar (eksit) dan alur pencapaian menuju eksit; dan
3. memberikan peringatan kepada penghuni/pengguna bangunan akan terjadinya
keadaan darurat.
b. tangga luar, jalan terusan atau ramp yang memenuhi syarat sebagai eksit;
dan
c. serambi atau balkon luar yang memberikan akses menuju ke eksit, dan
2. pintu dari suatu tangga, jalan terusan atau ramp yang dilindungi struktur tahan
api atau tiap level hamburan ke jalan umum atau ruang terbuka; dan
3. eksit horisontal, dan
4. pintu yang melayani atau membentuk bagian dari eksit yang disyaratkan pada
lantai bangunan yang harus dilengkapi dengan pencahayaan darurat sesuai
butir 7.5.
8.1 Umum
1. Sumber daya listrik darurat digunakan antara lain untuk mengoperasikan:
a. Pencahayaan darurat,
b. Sarana komunikasi darurat,
c. Lif kebakaran,
d. Sistem deteksi dan alarm kebakaran,
e. Hidran kebakaran,
f. Sprinkler kebakaran,
g. Alat pengendali asap,
h. Pintu tahan api otomatis,
i. Ruang pusat pengendali kebakaran.
2. Ketentuan penggunaan sumber daya darurat untuk kebutuhan mengoperasikan
pencahayaan darurat, sarana komunikasi darurat, lif kebakaran, sistem deteksi
dan alarm kebakaran, alat pengendali asap dan pintu tahan api otomatis diatur
dalam ketentuan tersendiri.
3. Instalasi listrik sistem daya darurat harus memenuhi SNI tentang Persyaratan
Umum Instalasi Listrik edisi terakhir.
Gambar 5.7.
Susunan A
b. Susunan B
Apabila diizinkan oleh instansi yang berwenang, alat pemutus dan alat
proteksi suplai daya dapat dipasang antara suplai daya dan pengendali
pompa kebakaran dengan syarat memenuhi ketentuan sebagai berikut:
Gambar 5.8.
Susunan B
1) Alat pembatas arus lebih harus dipilih dan diset mampu menerima arus
locket rotor dari motor pompa kebakaran utama.
2) Alat pemutus harus selalu dalam posisi “ON”.
3) Plakat harus dipasang di luar sakelar pemutus dengan tulisan seperti
pada gambar 5.9.:
Gambar 5.9.
Plakat saklar pemutus
Tinggi hurufnya tidak kurang dari 25 mm.
4) Plakat harus dipasang berdekatan dengan pengendali pompa kebakaran
menjelaskan lokasi saklar pemutus dan lokasi kunci.
5) Saklar pemutus harus diawasi tetap terhubung melalui salah satu cara
sebagai berikut:
a) Pelayanan signal jarak jauh yang akan menyebabkan alarm audio
atau visual pada pusat pengendali kebakaran bekerja.
b) Pelayanan signal lokal yang menyebabkan bunyi di pos penjaga.
c) Bila saklar pemutus ditempatkan dalam pagar tertutup atau didalam
bangunan yang diawasi oleh pemilik bangunan maka penyegelan
saklar dan pemeriksaan mingguan harus di catat.
6) Plakat harus dipasang berdekatan dengan pengendali pompa
kebakaran, menjelaskan lokasi saklar pemutus dan lokasi dari kunci
(jika saklar pemutus dikunci)
7) Saklar pemutus harus diawasi tetap terhubung melalui salah satu cara
sebagai berikut:
a) Stasiun pusat, pelayanan signal stasiun jarak jauh.
b) Pelayanan signal lokal yang akan menyebabkan bunyi dari signal
suara di pos penjaga.
c) Penguncian saklar pemutus dan diperiksa setiap minggu dan dicatat
bila saklar pemutus ditempatkan dalam pagar tertutup atau di dalam
bangunan yang diawasi oleh pemilik bangunan.
Pengecualian
Jika saklar pemindah daya dihubungkan dimuka pengendali pompa
kebakaran, saklar pemutus dan alat proteksi daya suplai harus
disediakan dengan saklar pemutus sesuai kebutuhan.
Alat proteksi daya suplai harus dipilih dan diset mampu menerima
arus “locked rotor” dari motor pompa kebakaran dan pompa jockey
dan arus beban penuh dari peralatan yang berhubungan dengan
perlengkapan pompa kebakaran bila dihubungkan dengan suplai
daya ini.
3. Alat Proteksi Daya Suplai
Apabila alat proteksi daya suplai (pengaman lebur, pemutus daya) dipasang
dalam sirkit daya suplai dari gardu sendiri dan sambungan PLN di depan sirkit
feeder pompa kebakaran, alat tersebut harus mampu selalu terhubung pada
saat menerima arus locked rotor dari motor pompa kebakaran dan beban listrik
maksimum bangunan.
4. Jaringan pembagi (Ampacity jaringan)
Konduktor antara sumber daya dan motor pompa kebakaran ukurannya harus
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
BAGIAN 9: PUSAT PENGENDALI KEBAKARAN
9.1 Umum.
1. Spesifikasi ini menjelaskan mengenai konstruksi dan sarana yang disyaratkan
dalam pusat pengendali kebakaran.
2. Sarana yang ada di pusat pengendali kebakaran dapat digunakan untuk:
a. melakukan tindakan pengendalian dan pengarahan selama berlangsungnya
operasi penanggulangan kebakaran atau penanganan kondisi darurat
lainnya; dan
b. melengkapi sarana alat pengendali, panel kontrol, telepon, mebel,
peralatan dan sarana lainnya yang diperlukan dalam penanganan kondisi
kebakaran; dan
3. Pusat pengendali kebakaran tidak digunakan untuk keperluan lain selain:
a. kegiatan pengendalian kebakaran; dan
b. kegiatan lain yang berkaitan dengan unsur keselamatan atau keamanan
bagi penghuni bangunan.
9.3 Konstruksi.
Ruang pusat pengendali kebakaran pada bangunan gedung yang tinggi efektifnya
lebih dari 50 meter, haruslah berada pada ruang terpisah, dengan syarat:
1. konstruksi pelindung penutupnya dibuat dari beton, tembok atau sejenisnya
yang mempunyai kekokohan yang cukup terhadap keruntuhan akibat
kebakaran dan dengan nilai TKA tidak kurang dari 120/120/120; dan
2. bahan lapis penutup, pembungkus atau sejenisnya yang digunakan dalam
ruang pengendali harus memenuhi persyaratan tangga kebakaran yang
dilindungi; dan
3. peralatan utilitas, pipa-pipa, saluran-saluran udara dan sejenisnya yang tidak
diperlukan untuk berfungsinya ruang pengendali, tidak boleh melintasi ruang
tersebut; dan
4. bukaan pada dinding, lantai atau langit-langit yang memisahkan ruang
pengendali dengan ruang dalam bangunan dibatasi hanya untuk pintu, ventilasi
dan lubang perawatan lainnya khusus untuk melayani fungsi ruang pengendali
tersebut.
Gambar 5.11.
Ruang pengendali kebakaran berdekatan dengan tangga dan lif kebakaran
Gambar 5.12.
Tata letak pengendali kebakaran
9.8 Tanda
Permukaan luar pintu yang menuju ke dalam ruang pengendali harus diberi tanda
dengan tulisan sebagai berikut:
Gambar 5.13.
Tanda pada permukaan luar pintu kendali
dengan huruf tidak lebih kecil dari 50 mm tingginya dan dengan warna yang
kontras dengan latar belakangnya.
9.9 Pencahayaan.
Pencahayaan darurat sesuai ketentuan yang berlaku harus dipasang dalam ruang
pusat pengendali, tingkat iluminasi diatas meja kerja tak kurang dari 400 Lux.
BAGIAN 1: UMUM
Pada bab ini dimuat rangkaian sistematis dan menerus dalam upaya pengawasan dan
pengendalian pengamanan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan
lingkungan baik terhadap bangunan baru maupun bangunan lama agar bangunan laik
fungsi serta aman bagi penghuni atau pengguna bangunan tersebut. Dengan demikian
jaminan keselamatan terhadap bahaya kebakaran baik pada penghuni bangunan dan
lingkungan yang terjadi sewaktu-waktu dapat terpenuhi baik pada tahap perencanaan,
pelaksanaan atau konstruksi/instalasi serta pemanfaatan dan pemeliharaan bangunan.
1. Ketentuan Teknis ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan oleh pengelola
gedung, penyedia jasa konstruksi, instansi pemadam kebakaran, Pemerintah
Daerah, dan instansi yang terkait dengan kegiatan pengaturan dan pengendalian
penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung dalam pencegahan dan
penanggulangan bahaya kebakaran, guna menjamin keamanan dan keselamatan
bangunan gedung dan lingkungan terhadap bahaya kebakaran.
2. Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau yang bersifat alternatif serta
penyesuaian Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran pada
Bangunan Gedung dan Lingkungan oleh masing-masing daerah disesuaikan
dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan di daerah.
ROZIK B. SOETJIPTO
TIM PENYUSUN KETENTUAN TEKNIS
PENGAMANAN TERHADAP BAHAYA KEBAKARAN PADA BANGUNAN
GEDUNG DAN LINGKUNGAN
Pembina
Dr. Ir. Rozik B. Soetjipto Menteri Negara Pekerjaan Umum
Pengarah
Ir. Hari Sidharta, Dipl,HE. Deputi Meneg PU Bidang Prasarana dan Sarana
Kawasan Terbangun
Ir. Sunaryo Sumadji Sekretaris Menteri Negara Pekerjaan Umum
Wibisono Setio Wibowo, MSc Staf Ahli Menteri Negara PU Bidang Hukum
Drs. Gembong Priyono, MSc Sekretaris Jenderal Departemen Permukiman dan
Pengembangan Wilayah
Pelaksana
Peserta Konsensus
KELOMPOK KERJA
ASOSIASI PROFESI:
Ir. Suwarmo S., Dipl.BD.Sc.,B.Arch. Ikatan Arsitek Indonesia (IAI)
Ir. Purnomo. Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI)
Ir. Soekartono, IPM. katan Ahli Fisika Bangunan Indonesia (IAFBI)
Ir. Handoyo T, IPM. Ikatan Ahli Fisika Bangunan Indonesia (IAFBI)
Ir. Dick Arnan. Ikatan Ahli Fisika Bangunan Indonesia (IAFBI)
Ir. Haryatmo. Ikatan Ahli Fisika Bangunan Indonesia (IAFBI)
Ir. Daniel Mangindaan. Himpunan Ahli Elektro Indonesia (HAEI)
Ir. Sapto P. Himpunan Ahli Elektro Indonesia (HAEI)
Ir. Soedibyono, MSME. Himpunan Ahli Elektro Indonesia (HAEI)
Ir. Edward Manurung. Asosiasi Manajemen Perhotelan Republik Indonesia
(AMPRI)
Jonus Napitupulu. Asosiasi Pengelola Pusat Perbelanjaan Indonesia
(APPBI)
PERGURUAN TINGGI/BADAN:
Ir. Sri Tundono. Universitas Trisakti
Ir. Sani Heryanto. Universitas Tarumanegara
Ir. Agus Purnawarman. Badan Standardisasi Nasional (BSN)
DINAS KEBAKARAN:
Eki Keristiawan, SH. Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta
Ir. Dalton Malik. Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta
Mamat Rachmat. Dinas Pemadam Kebakaran Kota Bandung
Bahundari. Dinas Pemadam Kebakaran Kota Bandung
Wagimin. Dinas Pemadam Kebakaran Kota Bandung
Abdul Jalil. Dinas Pemadam Kebakaran Tangerang
Drs. Gempita. Dinas Pemadam Kebakaran Kab Tangerang
Drs. H. Bachrudin. Dinas Pemadam Kebakaran KodyaTangerang
E. Koesnandar. Dinas Pemadam Kebakaran KodyaTangerang
Drs. Yusuf. S. Diat, MBA. Dinas Pemadam Kebakaran Bekasi
Supariyo, S. Sos. Dinas Pemadam Kebakaran Bekasi
Drs. Safrudin B., MM. Dinas Pemadam Kebakaran Bekasi
R. Suntoro. Dinas Pemadam Kebakaran Bekasi
Amir Hamzah. Dinas Pemadam Kebakaran Bekasi
Acit Sudrajat. Dinas Pemadam Kebakaran Bekasi
MT. B. Maryono. Dinas Pemadam Kebakaran Bekasi
Ir. Didin Gozali. Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bogor
Toto Suwarto. Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bogor
Erna Ningsih. Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bogor
Heni F. Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bogor
Hendrian S. Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bogor
Yudhi S. Dinas Pemadam Kebakaran Kodya Cirebon
Drs. H. Utomo Sutopo, SH. Dinas Pemadam Kebakaran Semarang
Drs. Hasan Achmad Suhofi. Dinas Pemadam Kebakaran Surabaya
Hasan HS. Dinas Pemadam Kebakaran Surabaya
Lukman Hakim. Dinas Pemadam Kebakaran Bengkulu
Asri J. Dinas Pemadam Kebakaran Bengkulu
Arifuddin Yassar. Dinas Pemadam Kebakaran Jambi
Bahermansyah. Dinas Pemadam Kebakaran Medan
IGK Gede Kamasan, SE. Dinas Pemadam Kebakaran Badung-Denpasar
H. Syukur. Dinas Pemadam Kebakaran Kodya Mataram
KANTOR MENEG.PU/DEP. KIMBANGWIL/KANWIL PU:
Ir. A. Budiono, MCM. Kantor Meneg PU
Ir. Ismono Yahmo, MA. Kantor Meneg PU
Ir. Bambang Dwijoworo, MSc. Kantor Meneg PU
Ir. Eddy Suharyo, MM. Kantor Meneg PU
Ir. Joessair Lubis, CES. Kantor Meneg PU
Ir. Erry Saptaria Achyar, CES. Kantor Meneg PU
Ir. Eko Widiatmo. Kantor Meneg PU
Ir. Sentot Harsono. Kantor Meneg PU
Ruselina Sidik Umar, SH. Kantor Meneg PU
Drs. Effendi, CES. Kantor Meneg PU
E. Saman, SH. Kantor Meneg PU
Ir. Nugraha Budi R. Puslitbangtekim Dep. Kimbangwil
Sukiyoto. Kanwil PU DKI Jakarta
Ir. Jansen. Kanwil PU DKI Jakarta
PERUSAHAAN/BUMN:
Gimono. PT. Angkasa Pura
Sardjono. PT. Angkasa Pura
Robert AT. PT. Angkasa Pura
Sunarya. PT. Semen Cibinong
Sri Hardjono. PT. Semen Cibinong
Hermansyah. PT. Semen Cibinong
Tjitra B. PT. Palmas
Soedarman. Sekber BUMN
G. Lesmana. Sekber BUMN
Aris Saputro. BNI
Disamping itu juga melibatkan peran aktif berbagai nara sumber bidang tata bangunan dan
lingkungan yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Penyelaras Akhir
Ir. A. Budiono, MCM
Ir. Erry Saptaria A, CES
Drs. Effendi Mansyur, CES
Ir. Eko Widiatmo
Ir. Sentot Harsono
Perry
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA PEKERJAAN UMUM
NOMOR: 11/KPTS/2000
TENTANG
MEMUTUSKAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Pertama
Pengertian
Pasal 1
Bagian Kedua
Maksud dan Tujuan
Pasal 2
(1) Pengaturan manajemen penanggulangan kebakaran di perkotaan dimaksudkan untuk
mewujudkan bangunan gedung, lingkungan, dan kota yang aman terhadap bahaya
kebakaran melalui penerapan manajemen penanggulangan bahaya kebakaran yang
efektif dan efisien.
(2) Pengaturan manajemen penanggulangan kebakaran di perkotaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk terwujudnya kesiapan, kesigapan dan
keberdayaan masyarakat, pengelola bangunan, serta dinas terkait dalam mencegah
dan menanggulangi bahaya kebakaran.
BAB II
PENGATURAN MANAJEMEN PENANGGULANGAN
KEBAKARAN DI PERKOTAAN
Bagian Pertama
Persyaratan Teknis
Pasal 3
(1) Manajemen penanggulangan kebakaran di perkotaan meliputi ketentuan manajemen
mengenai:
a. Penanggulangan kebakaran di kota,
b. Penanggulangan kebakaran di lingkungan,
c. Penanggulangan kebakaran di bangunan gedung termasuk ketentuan mengenai
satuan relawan kebakaran (SATLAKAR), serta pembinaan dan
pengendaliannya.
(2) Ketentuan teknis mengenai manajemen penanggulangan kebakaran di perkotaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini yang dirinci lebih lanjut pada
Lampiran Keputusan Menteri Negara ini, merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari Keputusan Menteri Negara ini.
(3) Setiap orang atau badan termasuk instansi pemerintah dalam penyelenggaraan
pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung wajib memenuhi ketentuan
teknis manajemen penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan (2) Pasal ini.
Pasal 4
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Kedua
Pengaturan Pelaksanaan di Daerah
Pasal 5
(1) Untuk pedoman pelaksanaan penyelenggaraan manajemen penanggulangan
kebakaran di Daerah perlu dibuat Peraturan Daerah yang didasarkan pada ketentuan-
ketentuan dalam Keputusan Menteri Negara ini.
(2) Dalam hal Daerah belum mempunyai Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) Pasal ini, maka terhadap penyelenggaraan manajemen penanggulangan
kebakaran di Daerah diberlakukan ketentuan-ketentuan manajemen penanggulangan
kebakaran di perkotaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 3.
(3) Daerah yang telah mempunyai Peraturan Daerah tentang manajemen
penanggulangan kebakaran sebelum Keputusan ini diterbitkan harus
menyesuaikannya dengan ketentuan-ketentuan manajemen penanggulangan
kebakaran sebagaimana dimaksud pada Pasal 3.
Pasal 6
(1) Dalam melaksanakan pembinaan penanggulangan kebakaran kota, lingkungan dan
bangunan gedung, Pemerintah Daerah melakukan peningkatan kemampuan aparat
Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam memenuhi ketentuan teknis manajemen
penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 untuk terwujudnya
tertib pencegahan dan penanggulangan kebakaran.
(2) Dalam melaksanakan pengendalian penanggulangan kebakaran, Pemerintah Daerah
wajib menggunakan ketentuan teknis manajemen penanggulangan kebakaran
sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 sebagai landasan dalam mengeluarkan
perizinan dan atau pemeriksaan yang diperlukan.
(3) Terhadap aparat Pemerintah Daerah yang bertugas dalam pengendalian
penanggulangan kebakaran yang melakukan pelanggaran ketentuan dalam Pasal 3
dikenakan sanksi administrasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Ketiga
Sanksi Administrasi
Pasal 7
(1) Penyelenggaraan manajemen penanggulangan kebakaran yang melanggar
ketentuan-ketentuan dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Keputusan Menteri Negara ini
dikenakan sanksi administrasi yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah sebagaimana
dimaksud pada Pasal 5 ayat (1).
(2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dikenakan sesuai
dengan tingkat pelanggaran, dapat berupa:
a. Peringatan tertulis
b. Pembatasan kegiatan
c. Penghentian sementara kegiatan pemanfaatan sampai dilakukannya pemenuhan
ketentuan manajemen tersebut
d. Pencabutan ijin yang telah dikeluarkan untuk menyelenggarakan pemanfaatan
bangunan gedung dan atau lingkungannya.
(3) Selain sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), di dalam Peraturan
Daerah dapat diatur mengenai pengenaan denda atas terjadinya pelanggaran
terhadap ketentuan manajemen penanggulangan kebakaran di perkotaan tersebut.
BAB III
PEMBINAAN TEKNIS
Pasal 8
(1) Pembinaan pelaksanaan ketentuan teknis ini dilakukan oleh Pemerintah dalam
rangka meningkatkan kemampuan dan kemandirian Pemerintah Daerah dan
masyarakat dalam manajemen penanggulangan kebakaran kota, lingkungan, dan
bangunan gedung.
(2) Pembinaan dilakukan melalui pemberian bimbingan, penyuluhan, pelatihan dan
pengaturan.
BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 9
Dengan berlakunya Keputusan ini, maka semua ketentuan manajemen penanggulangan
kebakaran yang telah ada sepanjang tidak bertentangan dengan Keputusan ini masih
tetap berlaku, sampai digantikan dengan yang baru.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 10
(1) Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
(2) Keputusan ini disebarluaskan kepada pihak-pihak yang bersangkutan untuk
diketahui dan dilaksanakan
DITETAPKAN DI : J A K A R T A
ROZIK B. SOETJIPTO
Lampiran
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA PEKERJAAN UMUM
NOMOR : 11/KPTS/2000
TANGGAL : 1 MARET 2000
BAB I
KETENTUAN UMUM
1.1 Pengertian
1. Manajemen penanggulangan kebakaran (MPK) perkotaan adalah bagian dari
“Manajemen Perkotaan” untuk mengupayakan kesiapan: Instansi Pemadam
Kebakaran, pengelola, penghuni dan masyarakat terhadap kegiatan pemadaman
kebakaran yang terjadi pada “bangunan dan/atau lingkungan di dalam kota”.
2. Manajemen penanggulangan kebakaran (MPK) lingkungan adalah bagian dari
“Manajemen Estat” untuk mengupayakan kesiapan: pengelola, penghuni dan
Regu Pemadam Kebakaran terhadap kegiatan pemadaman yang terjadi pada
suatu lingkungan.
3. Manajemen penanggulangan kebakaran (MPK) bangunan gedung adalah bagian
dari “Manajemen Bangunan” untuk mengupayakan kesiapan pengelola,
penghuni dan Regu Pemadam Kebakaran terhadap kegiatan pemadaman yang
terjadi pada suatu bangunan gedung.
4. Bangunan gedung adalah konstruksi bangunan yang diletakkan secara tetap
dalam suatu lingkungan, di atas tanah/perairan, melayang, ataupun di bawah
tanah/perairan, tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk tempat
tinggal, berusaha, maupun kegiatan sosial dan budaya. Sedangkan mengenai
klasifikasi bangunan gedung adalah sesuai dengan Keputusan Menteri PU No.
441/ KPTS/1998 tentang Persyaratan Teknik Bangunan Gedung.
1.1 Umum
1. Perencanaan sistem proteksi kebakaran di perkotaan didasarkan kepada
penentuan Wilayah Manajemen Kebakaran (WMK).
2. Perencanaan harus dimulai dengan evaluasi terhadap tingkat resiko kebakaran
dalam suatu WMK oleh instansi kebakaran setempat.
3. Unsur utama yang penting dalam perencanaan ini adalah penentuan penyediaan
air untuk pemadaman kebakaran di setiap WMK.
d. Bangunan perbengkelan
1) Mobil pemadam kebakaran sebagai alat yang vital untuk memadamkan
kebakaran, perlu dijaga agar selalu dalam kondisi siap untuk digunakan.
2) Untuk mendapatkan kondisi dalam butir 1, maka harus diadakan
pemeliharaan yang meliputi perawatan dan perbaikan.
3) Bangunan bengkel diperlakukan bila jumlah mobil telah mencapai 20
unit mobil pemadam kebakaran.
4) Kemampuan bengkel disesuaikan dengan kebutuhan.
e. Bangunan Asrama
1) Petugas pemadam kebakaran bekerja dengan pola: tugas, lepas/libur dan
cadangan.
2) Bila diperlukan petugas pemadam kebakaran harus siap untuk bekerja,
walaupun dalam keadaan lepas atau libur.
3) Untuk mobilitas secara cepat, diperlukan asrama untuk petugas di
sekitar kompleks pemadam kebakaran.
4) Kemampuan asrama disesuaikan dengan kebutuhan.
f. Bangunan Pendidikan dan Latihan
1) Untuk mendapatkan tenaga yang terampil di lapangan secara
operasional diharuskan mengikuti pendidikan dan latihan
berkesinambungan.
2) Prasarana Diklat yang berupa bangunan, baik untuk tingkat propinsi,
atau beberapa propinsi maupun tingkat Nasional akan diatur dengan
ketentuan lebih lanjut.
5. Komunikasi
a. Pusat alarm kebakaran
Untuk bangunan vital dan yang beresiko tinggi terhadap ancaman
kebakaran sebaiknya memiliki Pusat Alarm Kebakaran yang terhubung
secara langsung ke Kantor Wilayah Pemadam Kebakaran.
b. Telepon darurat kebakaran
Setiap kota perlu menyediakan nomor telepon khusus untuk pelayanan
pemadam kebakaran dan bencana.
3.1 Umum
Setiap kota dapat mempunyai lebih dari satu Wilayah Manajemen Kebakaran
(WMK).
4.1 Umum
1. Tata Laksana Operasional yang dimaksud di sini mencakup kegiatan
pencegahan, pemadaman, pelaporan dan sistem informasi yang harus
dilaksanakan dalam rangka peningkatan efektifitas penanggulangan kebakaran
di perkotaan.
2. Pelaksanaan operasional penanggulangan kebakaran di perkotaan perlu
memperhatikan kondisi dengan instansi terkait.
3. Sehubungan dengan meningkatnya kompleksitas permasalahan kebakaran yang
dihadapi oleh kawasan perkotaan, maka perlu disusun prosedur operasi standar
dengan melibatkan instansi terkait dan kelompok masyarakat melalui pelatihan
terpadu, penyuluhan dan pembinaan.
4. Dalam rangka perencanaan jangka panjang yang menyangkut penanggulangan
kebakaran di perkotaan secara nasional, perlu dilakukan pencatatan (recording)
dan pendataan terhadap semua kejadian kebakaran selama ini, khususnya di
perkotaan.
4.2 Pencegahan
1. Kesiapan bangunan dan lingkungannya terhadap ancaman bahaya kebakaran
dilakukan dengan melengkapi peralatan pencegahan dan penanggulangan
kebakaran.
2. Setiap perencana bangunan dan lingkungan sejak awal, harus sudah
memperhatikan sistem proteksi kebakaran baik aktif maupun pasif.
3. Dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemanfaatan suatu bangunan kecuali
untuk bangunan rumah tinggal tidak bertingkat, harus mendapat rekomendasi
dari instansi pemadam kebakaran, khususnya menyangkut akses mobil dan
ambulans kebakaran sesuai jalan keluar untuk penyelamatan pada sistem
proteksi kebakaran.
4. Dalam perencanaan lingkungan harus mengikuti ketentuan persyaratan teknis
tata bangunan dan lingkungan, (urban design guidelines).
5. Dalam rangka mengantisipasi perkembangan teknologi, instansi kebakaran
dalam pelaksanaan tugasnya dapat membentuk tim ahli di bidang kebakaran.
6. Rekomendasi sesuai pada butir 5 di atas, sekurang-kurangnya berisi rencana
darurat pemadam kebakaran (fire emergency plan).
7. Prasarana dan sarana penanggulangan kebakaran yang disediakan untuk
melindungi WMK harus dirawat dan dipelihara secara berkala, termasuk
penjadwalan penggantian sarana dan komponennya (apparatus replacement
schedule).
7.1 Pengendalian teknis adalah upaya untuk menjaga dan menjamin agar setiap
kegiatan pelaksanaan manajemen penanggulangan kebakaran di perkotaan baik
pada tahap pembangunan maupun tahap pemanfaatan dapat berlangsung secara
aman dan selamat.
7.2 Pengendalian teknis dilakukan melalui pengawasan teknis dan tindak turun tangan.
7.3 Pengawasan Teknis adalah upaya pengawasan atas perencanaan dan pelaksanaan
manajemen penanggulangan kebakaran di perkotaan yang dilakukan oleh setiap
instansi dan masyarakat profesi agar selalu memenuhi syarat-syarat dan ketentuan
teknis yang berlaku.
7.4 Pengawasan teknis dilaksanakan secara berjenjang dan atau secara paralel dengan
penjelasan sebagai berikut:
1. Pemerintah memonitor, mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan dan
penerapan manajemen penanggulangan kebakaran di perkotaan dan
mempublikasikan hasil pengawasannya melalui forum komunikasi kebakaran,
2. Instansi Pemadam Kebakaran memonitor, mengevaluasi dan melaporkan
pelaksanaan dan penerapan manajemen penanggulangan kebakaran di
perkotaan serta melakukan tindak turun tangan atas penyimpangan yang terjadi
di dalam pelaksanaan dan penerapan manajemen penanggulangan kebakaran,
3. Sektor Pemadam Kebakaran memonitor dan melaporkan hasil pemantauan atas
pelaksanaan manajemen penanggulangan kebakaran di lingkungannya kepada
Instansi Pemadam Kebakaran,
4. Petugas Pemadam Kebakaran memeriksa dan melaporkan hasil pemeriksaan
atas pelaksanaan manajemen penanggulangan kebakaran di lingkungannya
kepada Sektor Pemadam Kebakaran/Instansi Pemadam Kebakaran.
7.5 Tindak turun tangan adalah upaya penertiban yang dilakukan Instansi Pemadam
Kebakaran terhadap penyimpangan pelaksanaan manajemen penanggulangan
kebakaran.
BAGIAN 8: PEMBINAAN
1.1 Umum
1. Setiap lingkungan bangunan yang berada dalam satu lingkungan dengan
kepemilikan yang sama dan dalam pengelolaan lingkungan yang sama
diwajibkan menerapkan Manajemen Penanggulangan Kebakaran (MPK).
2. Lingkungan dimaksud meliputi lingkungan perdagangan, superblok, hunian
padat, dan hunian di atas air.
3. Lingkungan khusus, seperti lingkungan industri, lingkungan dalam pangkalan-
pangkalan Militer (darat, laut, dan udara), diatur dalam Manajemen
Penanggulangan Kebakaran khusus.
BAGIAN 3: ORGANISASI
1.1 Umum
1. Setiap bangunan umum termasuk apartemen yang berpenghuni minimal 500
orang, atau yang memiliki luas lantai minimal 5.000 m2, atau mempunyai
ketinggian bangunan lebih dari 8 lantai, atau bangunan rumah sakit, diwajibkan
menerapkan Manajemen Penanggulangan Kebakaran (MPK).
2. Khusus bangunan industri yang memiliki luas bangunan minimal 5.000 m2,
atau dengan beban hunian 500 orang, atau dengan luas areal/site minimal 5.000
m2, atau terdapat bahan berbahaya yang mudah terbakar diwajibkan
menerapkan Manajemen Penanggulangan Kebakaran (MPK).
3. Untuk bangunan selain yang disebutkan di atas seperti instalasi nuklir, instalasi
militer dan menara TV yang mempunyai resiko kebakaran tinggi diatur secara
khusus.
4. Besar kecilnya organisasi MPK ditentukan oleh resiko bangunan terhadap
bahaya kebakaran.
5. Klasifikasi resiko bangunan terhadap kebakaran adalah seperti terlampir.
6. MPK, mengandung ketentuan mengenai fungsi, pola organisasi, sumber daya
manusia, prasarana dan sarana, serta tata laksana yang perlu dilaksanakan
secara konsisten agar tujuan penanggulangan kebakaran pada bangunan gedung
dapat dicapai secara efektif dan efisien.
2) Fungsi:
a) Pelaksanaan pembentukan organisasi TPK,
b) Pelaksanaan penyusunan rencana strategi sistem pengendalian
kebakaran,
c) Pelaksanaan pengadaan latihan pemadam kebakaran secara periodik
dengan melibatkan seluruh penghuni gedung,
d) Pemeriksaan dan pemeliharaan sarana pencegahan dan
penanggulangan kebakaran,
e) Pemeriksaan secara berkala ruang-ruang yang menyimpan bahan-
bahan berbahaya yang mudah terbakar dan mudah meledak,
f) Pelaksanaan evakuasi bagi penghuni atau pemakai bangunan pada
waktu terjadi kebakaran,
g) Pelaksanaan pengumpulan data dan informasi bangunan gedung,
seperti:
(1) Kondisi gedung secara fisik dan administrasi,
(2) Sarana pemadam kebakaran dan alat bantunya,
(3) Prosedur kebakaran.
b. Kepala Bagian Teknik Pemeliharaan
1) Tugas:
Melaksanakan pemantauan, pemeriksaan, pemeliharaan dan pengujian
peralatan seperti: peralatan monitor, lift, listrik, genset, air conditioning,
ventilasi, pompa-pompa dan peralatan-peralatan kebakaran lainnya.
2) Fungsi:
a) Pelaksanaan pemantauan keadaan seluruh gedung melalui peralatan
kontrol dan penyampaian laporan tentang segala sesuatu yang terjadi
kepada pejabat yang berwenang,
b) Pemeriksaan keadaan jika terjadi alarm berbunyi dan mengambil
tindakan seperlunya,
c) Pembersihan tangga darurat dari benda-benda yang menghalangi
fungsinya sebagai sarana penyelamatan jika sewaktu-waktu terjadi
kebakaran.
c. Operator Ruang Monitor dan Komunikasi
Tugas:
1) Memeriksa dan memelihara peralatan pemantau agar selalu bekerja
dengan baik.
2) Melaksanakan pemantauan keadaan seluruh tempat di dalam gedung
melalui peralatan pemantau.
3) Melaporkan keadaan terpantau tersebut setiap saat.
4) Jika terjadi alarm berbunyi, maka segera melaporkan kepada petugas
keamanan dan meminta agar memeriksa keadaan serta mematikan alarm
tersebut.
5) Melakukan komunikasi dengan petugas pemadam kebakaran lantai.
6) Melakukan komunikasi dengan petugas pemadam kebakaran lantai.
7) Melakukan komunikasi dengan instansi pemadam kebakaran, polisi dan
rumah sakit terdekat untuk diminta bantuannya.
8) Atas perintah Manajer TPK, memberitahukan kepada seluruh penghuni
bangunan bahwa terjadi kebakaran dan diharapkan tidak panik.
d. Operator Lif
Tugas:
1) Memeriksa fungsi lif terutama lif kebakaran harus dapat beroperasi
dengan baik,
2) Bila terjadi kebakaran, menurunkan lif ke lantai dasar,
3) Pada saat terjadi kebakaran, bila sangat perlu dan dimungkinkan, hanya
mengoperasikan lif kebakaran.
e. Operator listrik dan genset
Tugas:
1) Memeriksa fungsi peralatan listrik dan genset dengan baik,
2) Mematikan listrik pada tempat di mana kebakaran terjadi, terutama yang
membutuhkan daya listrik yang besar seperti pengkondisian udara (air
conditioning) dan ventilasi,
3) Menjaga agar listrik tetap berfungsi untuk mengoperasikan lif
kebakaran, pompa-pompa kebakaran, fan penekan udara, fan pengendali
asap dan panel-panel lain yang diharuskan berfungsi walaupun terjadi
kebakaran,
4) Menghidupkan genset,
5) Melaksanakan seluruh instruksi Manajer TPK dengan baik dan benar.
f. Operator pengkondisian udara dan ventilasi
Tugas:
1) Memastikan seluruh sistem pengkondisian udara dan ventilasi berfungsi
dengan baik,
2) Mematikan seluruh pengkondisian udara dan ventilasi pada lantai yang
terbakar,
3) Mematikan seluruh sistem pengkondisian udara dan ventilasi bila
kebakaran yang terjadi menjadi sangat berbahaya,
4) Mengoperasikan fan pengendali asap,
5) Melaksanakan seluruh instruksi Manajer TPK dengan baik dan benar.
g. Operator pompa
Tugas:
1) Memantau, memeriksa dan memastikan bahwa seluruh peralatan pompa
dan instalasinya selalu berfungsi dengan baik,
2) Memeriksa permukaan air di dalam reservoir air bawah,
3) Mengoperasikan pompa jika terjadi kebakaran,
4) Melaksanakan seluruh instruksi manajer TPK dengan baik dan benar.
h. Kepala Bagian Keamanan.
Tugas:
1) Pelaksanaan pemadaman api sejak dini,
2) Pelaksanaan evakuasi penghuni/pengguna bangunan ke tempat aman
dari bahaya kebakaran,
3) Pelaksanaan penyelamatan penghuni/pengguna bangunan yang
terperangkap di daerah kebakaran ke tempat yang aman dan kepada
orang-orang lanjut usia, cacat, sakit dan ibu-ibu hamil harus diberikan
cara penyelamatan khusus,
4) Pelaksanaan pengamanan lokasi kebakaran dari orang-orang yang tidak
bertanggung jawab.
i. Tim Pemadam Api (TPA).
Tugas:
1) Memadamkan api dengan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) dan
Hidran Kebakaran bangunan,
2) Menjaga terjadinya penjalaran kebakaran dengan cara melokalisasi
daerah kebakaran dan menyingkirkan barang-barang yang mudah
terbakar, atau menutup pintu dan jendela,
3) Mencegah orang yang bukan petugas MPK atau petugas TPK mendekati
daerah yang terbakar,
4) Menghubungi manajer TPK jika kebakaran diperkirakan tidak dapat
diatasi lagi.
j. Tim Penyelamat Kebakaran (TPK)
Tugas:
1) Menginstruksikan semua penghuni/pengguna untuk segera keluar dari
bangunan melalui tangga darurat dengan tertib pada saat terjadi
kebakaran,
2) Memimpin pelaksanaan evakuasi lewat tangga darurat,
3) Melarang penghuni menggunakan Lif (kalau ada),
4) Mengarahkan penghuni keluar melalui tangga darurat dengan jalan
cepat,
5) Menginstruksikan penghuni wanita untuk melepas sepatu dengan hak
yang tinggi,
6) Memimpin evakuasi sampai menuju lantai dasar dan berkumpul di
lokasi yang telah ditentukan,
7) Mengevaluasi jumlah yang dievakuasi, bersama dengan kelompok
evakuasi setiap lantai,
8) Menjaga dengan ketat supaya jangan sampai ada yang berusaha untuk
naik kembali ke gedung yang terbakar atau meninggalkan kelompok
sebelum ada instruksi lebih lanjut,
9) Melakukan evakuasi pada orang cacat, wanita hamil, lanjut usia dan
orang sakit melalui tangga darurat,
10) Menyelamatkan orang pingsan akibat kebakaran dengan tandu dan
segera memberikan pertolongan pertama,
11) Menyelamatkan orang yang pakaiannya terbakar dengan selimut tahan
api dan mengguling-gulingkan tubuhnya di atas lantai agar api cepat
padam serta memberi pertolongan pertama,
12) Menghubungi Rumah Sakit terdekat/Ambulans/ Dokter,
13) Menghitung jumlah karyawan pada lantai yang terbakar dan membuat
laporan pelaksanaan tugas.
k. Tim Pengaman (Sekuriti).
Tugas:
1) Mengamankan daerah kebakaran agar tidak dimasuki oleh orang-orang
yang tidak bertanggung jawab,
2) Menangkap orang yang mencurigakan sesuai prosedur yang berlaku,
seperti dengan borgol, diturunkan lewat tangga darurat, dibawa ke Pos
Keamanan untuk diperiksa dan selanjutnya diserahkan ke Polisi,
3) Mengamankan barang-barang berbahaya, brankas dan lain-lain,
4) Membantu Tim Pemadam.
BAGIAN 4: TATA LAKSANA OPERASIONAL
4.1 Umum
1. Tata Laksana Operasional yang dimaksud di sini mencakup kegiatan
pencegahan, pemadaman, pelaporan dan sistem informasi yang harus
dilaksanakan dalam rangka peningkatan efektifitas penanggulangan kebakaran
di bangunan gedung.
2. Pelaksanaan operasional penanggulangan kebakaran di dalam gedung perlu
memperhatikan kondisi instansi pemadam kebakaran setempat.
4.2 Pencegahan
1. Rencana Strategi Tindakan Darurat/Fire Emergency Plan (FEP)
a. Menyusun program penanganan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan
gedung secara berkesinambungan.
b. Menyusun program peningkatan personil.
c. Melaksanakan kegiatan dengan tujuan diperolehnya unsur keamanan total
terhadap bahaya kebakaran.
d. Mengkoordinasikan pelaksanaan penanggulangan dan pengendalian
kebakaran pada saat terjadi kebakaran.
e. Menyusun Standar Operasi Prosedur untuk setiap tindakan pengamanan
terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
f. Menyusun dan mendokumentasikan laporan mengenai pelaksanaan MPK.
2. Prosedur Operasional Standar (POS)
POS adalah tata laksana minimal yang harus diikuti dalam rangka pencegahan
dan penanggulangan kebakaran. Dengan mengikuti ketentuan tersebut
diharapkan tidak terjadi kebakaran atau kebakaran dapat diminimalkan.
Adapun ketentuan POS adalah sebagai berikut:
a. POS harus dimiliki oleh setiap bangunan gedung, khususnya bangunan
gedung umum, perhotelan, perkantoran, pusat belanja dan rumah sakit;
b. Setiap bangunan gedung harus memiliki kelengkapan POS, antara lain
mengenai: pemberitahuan awal, pemadam kebakaran manual, pelaksanaan
evakuasi, pemeriksaan dan pemeliharaan peralatan proteksi kebakaran, dan
sebagainya;
c. POS dapat diganti dan atau disempurnakan sesuai dengan kondisi saat ini
dan antisipasi kondisi yang akan datang;
d. POS harus dikoordinasikan dengan instansi pemadam kebakaran, minimal
dengan Pos Kebakaran setempat.
3. Pelatihan Personil
a. Penanggung jawab TPK, Kepada Bagian Teknik Pemeliharaan, Kepala
Bagian Keamanan, Tim Pemadam Api (TPA), Tim Evakuasi Kebakaran
(TEK), Tim Penyelamat Kebakaran (TPK) dan Tim Pengamanan (TP)
sebagai bagian dari TPK, secara periodik wajib mengikuti pelatihan
pemadaman kebakaran yang diselenggarakan oleh Diklat Instansi Pemadam
Kebakaran setempat.
b. Tim Penanggulangan Bahaya Kebakaran (TPBK), minimal sekali dalam 3
(tiga) bulan menyelenggarakan pertemuan untuk mendiskusikan secara
internal masalah-masalah yang menyangkut kesiapan seluruh anggota TPK
dalam penanggulangan bahaya kebakaran.
c. TPK, minimal sekali dalam 6 (enam) bulan menyelenggarakan latihan
penyelamatan kebakaran yang diikuti oleh seluruh penghuni bangunan.
d. Setiap kegiatan latihan penyelamatan kebakaran harus mengikuti POS yang
telah disusun oleh TPK.
e. Setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh Instansi Pemadam Kebakaran,
harus mengikuti POS yang telah disusun oleh Diklat Instansi Pemadam
Kebakaran setempat.
f. Dalam rangka keseragaman komunikasi yang menyangkut informasi
penanggulangan kebakaran, disusun POS yang menyangkut tata cara
komunikasi sehubungan dengan terjadinya kebakaran. Dalam penyusunan
POS Komunikasi selain melibatkan instansi pemadam kebakaran, dilibatkan
juga TELKOM dan ORARI.
4. Pemeriksaan dan Pemeliharaan
a. Pemeriksaan dan Pemeliharaan Ruangan.
1) Dalam rangka pencegahan terhadap kebakaran, setiap
penghuni/penyewa gedung wajib memeriksa ruangannya sebelum
meninggalkan gedung.
2) Laporan pemeriksaan disampaikan setiap hari sesudah jam kerja,
kecuali hari di mana pada ruangan tersebut tidak ada aktivitas.
3) Laporan pemeriksaan diserahkan kepada Kepala Bagian Keamanan
melalui Ketua Kelompok yang ditunjuk.
b. Pemeriksaan dan pemeliharaan sistem proteksi kebakaran.
1) Kegiatan pemeriksaan dan pemeliharaan harus dilakukan secara berkala
sebagai bagian dari kegiatan Manajemen Penanggulangan Bahaya
Kebakaran (MPBK).
2) Bagian Keamanan melalui Tim Pemadam Api (TPA) wajib memeriksa
peralatan Sistem Proteksi Kebakaran secara berkala minimal 2 (dua)
kali dalam seminggu.
3) Laporan pemeriksaan diserahkan pada Manajer Manajemen
Penanggulangan Kebakaran (MPK).
4) Laporan pemeriksaan disampaikan setiap kali selesai dilakukan
pemeriksaan.
c. Pengujian Peralatan Sistem Proteksi Kebakaran.
1) Pengujian terhadap peralatan Sistem Proteksi Kebakaran dilakukan
sesuai ketentuan yang berlaku.
2) Pengujian dilakukan oleh Bagian Keamanan bersama-sama dengan
Bagian Teknik Pemeliharaan, dan hasilnya disampaikan kepada
Manajer Pengelola Bangunan melalui Manajer MPK.
d. Audit Terhadap Sarana Penanggulangan Kebakaran.
1) Audit Keselamatan Sekilas (Walk Through) dilakukan setiap 6 bulan
sekali oleh para operator/teknisi yang berpengalaman.
2) Audit Awal (Preliminary Audit) dilakukan setiap 1 (satu) tahun sekali
dan dapat dilaksanakan oleh operator/teknisi setempat.
3) Audit lengkap (Complete Audit) perlu dilakukan setiap 5 (lima) tahun
sekali oleh konsultan ahli yang ditunjuk.
5. Rencana Aksi (Action Plan)
a. Manajemen Penanggulangan Kebakaran (MPK) perlu mengadakan Rencana
Aksi dalam rangka meningkatkan budaya aman kebakaran melalui rencana
aksi yang telah disusun.
b. Rencana Aksi tersebut meliputi antara lain: penetapan minggu aman
kebakaran pada bangunan gedung dan sekitarnya, penyusunan brosur dan
poster mengenai pengamanan terhadap bahaya kebakaran.
6. Hubungan Dengan Lingkungan.
a. Apabila bangunan gedung berada pada lingkungan permukiman, TPK
membantu instansi pemadam kebakaran dalam penyiapan anggota Satlakar.
b. Apabila bangunan gedung berada dalam lingkungan kawasan, TPK
merupakan bagian (Sub Sistem) yang dikoordinasikan dengan instansi
pemadam kebakaran kawasan.
5.1 Umum
1. Yang dimaksud dengan Sumber Daya Manusia (SDM) disini adalah seluruh
personil yang terlibat dalam kegiatan dan fungsi MPK bangunan gedung.
2. Untuk mencapai hasil kerja yang efektif dan efisien harus didukung oleh
tenaga-tenaga yang mempunyai dasar pengetahuan, pengalaman dan keahlian di
bidang pencegahan dan penanggulangan kebakaran, meliputi:
a. keahlian di bidang penyelamatan kebakaran,
b. keahlian di bidang penyelamatan darurat,
c. keahlian di bidang manajemen.
1. Ketentuan Teknis ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota, instansi pemadam kebakaran, pengelola gedung, dan instansi yang
terkait dengan kegiatan pengaturan dan pengendalian penyelenggaraan
pembangunan bangunan gedung dalam pencegahan dan penanggulangan
kebakaran, guna menjamin keamanan dan keselamatan kota, lingkungan, dan
bangunan gedung terhadap kebakaran.
ROZIK B. SOETJIPTO
LAMPIRAN
Tabel 2-1.
Bangunan dengan Angka Klasifikasi Resiko Bahaya Kebakaran 3.
Tabel 2-2.
Bangunan dengan Angka Klasifikasi Resiko Bahaya Kebakaran 4.
1. Kandang kuda
2. Gudang bahan bangunan
3. Pusat perbelanjaan
4. Ruang pamer, auditorium dan bioskop
5. Tempat penyimpanan
6. Terminal pengangkutan
7. Pertokoan
8. Pemrosesan kertas
9. Pelabuhan
10. Bengkel
11. Pabrik karet
12. Gudang untuk: mebel, umum, cat, kertas dan minuman keras
13. Industri kayu
NO. PERUNTUKAN BANGUNAN
Tabel 2-3.
Bangunan dengan Angka Klasifikasi Resiko Bahaya Kebakaran 5.
1. Tempat hiburan
2. Pabrik pakaian
3. Gudang pendingin
4. Gudang kembang gula
5. Gudang hasil pertanian
Tabel 2-4.
Bangunan dengan Angka Klasifikasi Resiko Bahaya Kebakaran 6.
1. Gudang minyak
2. Parkir mobil
3. Pabrik roti
4. Tempat potong rambut
5. Pabrik minuman
6. Ruang boiler
7. Pabrik bier
8. Pabrik bata
9. Pabrik kembang gula
10. Pabrik semen
11. Rumah ibadah
12. Pabrik susu
13. Tempat praktek dokter
14. Pabrik elektronik
15. Tungku / dapur
16. Pabrik pakaian bulu hewan
17. Pompa bensin
18. Pabrik gelas
19. Kamar mayat
20. Gedung pemerintah
21. Kantor pos
22. Rumah pemotongan hewan
23. Kantor telepon
24. Pabrik arloji / perhiasan
25. Pabrik anggur
NO. PERUNTUKAN BANGUNAN
Tabel 2-5.
Bangunan Dengan Angka Klasifikasi Resiko Bahaya Kebakaran 7.
1. Apartemen
2. Universitas
3. Asrama
4. Perumahan
5. Pos kebakaran
6. Asrama paroki
7. Rumah sakit
8. Hotel & motel
9. Perpustakaan (tanpa gudang buku)
10. Museum
11. Rumah Perawatan
12. Perkantoran
13. Kantor polisi
14. Penjara
15. Sekolah
IDENTIFIKASI LOKASI INVENTARISASI SARANA DAN
POS YANG ADA DAN PLOT PERALATAN–EVALUASI
AREA JANGKAUAN ORGANISASI DAN DANA
EVALUASI TINGKAT
KEMAMPUAN PASOKAN AIR LAKUKAN ANALISIS UNTUK
KESELURUHAN POTENSI BAHAYA KHUSUS
TETAPKAN POS
OPERASIONIL PEMADAMAN
Gambar 2.1. Bagan Alir Untuk Menyusun Rencana Induk Sistem Pemadam Kebakaran Kota
(RISPK)
Lampiran Bab II, Bagian I Wilayah Manajemen Kebakaran
Laju pengaliran air maksimum sebesar 1.000 (galon/menit) sebagaimana tercantum pada Tabel – 1
hanya mampu memasok kira-kira separuh dari jumlah air yang diperlukan untuk menanggulangi
kebakaran pada gedung tersebut.
Contoh ini memberikan ilustrasi bahwa kebutuhan pasokan air diatas hanya maksimum yang
ditentukan dalam standar. Hal ini sering berlaku dalam melakukan operasi pemadaman kebakaran
pada bangunan berukuran besar yang mengandung permasalahan spesifik.
Waktu pengisapan/penyedotan air (A) dan waktu pengisian/pengaliran air yang ditunjukkan dalam
rumus (3) harus ditentukan lewat pengalaman praktek dan kajian mendalam terhadap sumber-
sumber air. Peralatan penunjang tidak perlu dioperasikan pada kondisi darurat untuk memperoleh
waktu perjalanan (T), sebagaimana dihitung dengan rumus berikut:
T = 0,65 + X D ……………………………………. (6)
dimana :
T = waktu dalam menit untuk menempuh perjalanan satu arah
D = jarak yang ditempuh satu arah
Bilamana sarana pemadam dilengkapi dengan mesin, chasis, baffling dan rem yang cocok, maka
kecepatan konstan yang aman sebesar 56,3 km/jam (35 mph) secara umum dapat dipertahankan
pada kondisi lalu lintas normal dan pada jalan umum. Pada kondisi dimana kecepatan ini tidak
diperbolehkan, kecepatan konstan yang aman rata-rata harus dikurangi.
Dengan menggunakan kecepatan konstan aman rata-rata sebesar 56,3 km/jam (35 mph).
60 60
X= = = 1,70
kecepatan konstan aman rata-rata 35 mph
Nilai pra kalkulasi untuk harga X dengan memakai berbagai harga kecepatan dalam mph (km/jam)
dengan dimasukkan ke rumus diatas (T=0,65 + XD) adalah sebagai berikut:
Tabel – 2
Rumus (5) setelah dimasukkan harga X
Dengan rumus-rumus tersebut dapat dimungkinkan untuk merancang kapasitas air yang tersedia di
setiap lokasi dalam suatu wilayah. Sebagai contoh bagaimana menghitung air yang tersedia dari
suatu sumber air dimana air tersebut harus diangkut ke lokasi kebakaran dengan memakai rumus-
rumus tersebut.
Bila kapasitas tangki (V) adalah 5.678 liter (1.500 galon), maka waktu pengisian ke kendaraan
pemasok air (A) adalah 30 menit dan waktu persiapan (B) air ke tangki portable adalah 4 menit.
TABEL -3
TABEL WAKTU - JARAK (DALAM MILES) DENGAN MEMAKAI
KECEPATAN.KONSTAN AMAN RATA-RATA SEBAGAI
T = 0,65 + 1,70 D
JARAK WAKTU JARAK WAKTU JARAK WAKTU JARAK WAKTU
(miles) (menit) (miles) (menit) (miles) (menit) (miles) (menit)
(D) (T) (D) (T) (D) (T) (D) (T)
Contoh Perhitungan
Jarak dari lokasi kebakaran (D1) ke sumber air adalah 3,38 Km (2,10 miles) saat kendaraan pemasok air
kembali ke lokasi kebakaran melalui jalan yang berbeda, jarak (D2) dari sumber air ke lokasi kebakaran
adalah 2,9 Km (1,80 miles).
Penyelesaian
Pertama-tama hitung T1, yaitu waktu yang diperlukan mobil pemasok air menempuh jarak dari lokasi
kebakaran ke sumber air dan T2, waktu untuk menempuh jarak dari sumber air kembali ke lokasi
kebakaran.
Karena kondisi cuaca dan kondisi jalan yang dilaluinya baik, maka kecepatan rata-rata kendaraan
pemasok air bergerak dari lokasi kebakaran ke sumber air adalah 56,3 Km/jam (35 mph).
Selanjutnya
T= 0,65 + X D2
Pada 30 mph
X= 2,10
D2= 1,80 Miles
T2= 0,65 + 2,10 x 1,80
T2= 0,65 + 3,60
T2= 4,25 Menit
Substitusi ke Rumus
V
Q= - 10%
A + (T1 + T2) + B
Dimana:
Q = kemampuan aliran kontinyu maksimum dalam gpm dengan V = 1.500 gallon
A = 3,0
T1 = 4,22
T2 = 4,25
B = 4,0
1.500
Q= - 10%
3,0 + (4,22 + 4,25) + 4,0
1.500
Q= - 10%
3,0 + 8,47 + 4,0
1.500
Q= - 10%
15,47
Q = 97 – 10% = 87 gpm kapasitas aliran maksimum yang tersedia dari kendaraan pemasok
air berkapasitas 1.500 galon.
TIM PENYUSUN KETENTUAN TEKNIS
MANAJEMEN PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI PERKOTAAN
Pembina
Dr. Ir. Rozik B. Soetjipto Menteri Negara Pekerjaan Umum
Pengarah
Ir. Hari Sidharta, Dipl,HE. Deputi Meneg PU Bidang Prasarana dan Sarana Kawasan Terbangun
Ir. Sunaryo Sumadji Sekretaris Menteri Negara Pekerjaan Umum
Wibisono Setio Wibowo, MSc Staf Ahli Menteri Negara PU Bidang Hukum
Drs. Gembong Priyono, MSc Sekretaris Jenderal Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah
Pelaksana
Ir. A. Budiono, MCM. Kantor Menteri Negara Pekerjaan Umum
Ir. Imam S Ernawi, MCM, MSc Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah
Ir. Aim Abdurachim Idris, MSc Puslitekim Dep. Kimbangwil
Kelompok Kerja
Ir. Erry Saptaria A, CES Kantor Menteri Negara Pekerjaan Umum
Ir. Bambang Dwidjoworo, MSc Kantor Menteri Negara Pekerjaan Umum
Ir. Eko Widiatmo Kantor Menteri Negara Pekerjaan Umum
Ir. Sentot Harsono Kantor Menteri Negara Pekerjaan Umum
Ir. Suprapto, MSFE Puslitekim Dep. Kimbangwil
Ir. Nugroho Puslitekim Dep. Kimbangwil
Ir. Sumihar Simamora, CES Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah
Eki Keristiawan, SH. Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta
Ir. Dalton Malik Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta
Ir. Sukartono, IPM Ikatan Ahli Fisika Bangunan Indonesia (IAFBI)
Ir. Handoyo Tanjung,IPM Ikatan Ahli Fisika Bangunan Indonesia (IAFBI)
Ir. Eddy Suharyo, MM Kantor Menteri Negara Pekerjaan Umum
Ir. Yoessair Lubis, CES Kantor Menteri Negara Pekerjaan Umum
Ir. Adjar Prayudi, MCM,MSc Kantor Menteri Negara Pekerjaan Umum
Ir. Eko Djuli Sasongko Kantor Menteri Negara Pekerjaan Umum
Ir. D a n i a l Kantor Menteri Negara Pekerjaan Umum
Russelina Sidik Umar, SH. Kantor Menteri Negara Pekerjaan Umum
Peserta Konsensus
KELOMPOK KERJA
ASOSIASI PROFESI TEKNIK JASA KONSTRUKSI DAN LINGKUNGAN:
Ir. Zahri Zunaid, IAI Ikatan Arsitek Indonesia (IAI)
Ir. Nusa Setiani Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI)
Ir. Idrus, MSc Himpunan Ahli Teknik Tanah Indonesia (HATTI)
Ir. Edyson. MFK Ikatan Ahli Fisika Bangunan Indonesia (IAFBI)
Ir. Ariono Suprayogi Ikatan Ahli Sistem dan Konstruksi Mekanis Indonesia (IASMI)
Ir. D. Fathoni Himpunan Ahli Teknik Hidraulik Indonesia (HATHI)
Ir. Hario Sabrang, MA. Himpunan Ahli Manajemen Konstruksi Indonesia (HAMKI)
DINAS KEBAKARAN:
Drs. Yayan Ardisuma Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta
Drs. Elsinus Hasugian Dinas Pemadam Kebakaran Medan
Drs. Bustoni Dinas Pemadam Kebakaran Palembang
Drs. Sudadi Dinas Pemadam Kebakaran Bandung
H. Bachrudin Dinas Pemadam Kebakaran Tangerang
Yusuf S. Diat Dinas Pemadam Kebakaran Bekasi
Drs. H. Utomo Sutopo, SH. Dinas Pemadam Kebakaran Semarang
Suwarni Dinas Pemadam Kebakaran Surakarta
Kabul Martobroto, BA Dinas Pemadam Kebakaran Yogyakarta
Drs. Hasan Achmad Suhofi Dinas Pemadam Kebakaran Surabaya
Sukendar Dinas Pemadam Kebakaran Surabaya
Drs. Amunullah Teng Dinas Pemadam Kebakaran Ujung Pandang
Disamping itu juga melibatkan peran aktif berbagai nara sumber bidang tata bangunan dan lingkungan yang tidak dapat
disebutkan satu-persatu.
Penyelaras Akhir
Ir. A. Budiono, MCM
Ir. Erry Saptaria A, CES
Drs. Effendi Mansyur, CES
Ir. Eko Widiatmo
Ir. Sentot Harsono
Perry
PERATURAN
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
No : PER.04/MEN/1980
TENTANG
SYARAT-SYARAT PEMASANGAN DAN PEMELIHARAN
ALAT PEMADAM API RINGAN
MEMUTUSKAN
Menetapkan : Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tentang Syarat-
Syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan.
BAB I
KETERANGAN UMUM
Pasal 1
(1) Alat pemadam api ringan ialah alat yang ringan serta mudah dilayani oleh satu orang
untuk memadamkan api pada mula terjadi kebakaran.
(2) Menteri ialah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
(3) Pegawai pengawas ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari luar Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang ditunjuk oleh Menteri.
1 dari 14
PER. 04/MEN/1980
(4) Ahli keselamatan kerja ialah tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi untuk mengawasi ditaatinya peraturan ini.
(5) Pengurus ialah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung suatu tempat kerja
atau bagian yang berdiri sendiri.
Pasal 2
(1) Kebakaran dapat digolongkan:
a. Kebakaran bahan padat kecuali logam (Golongan A);
b. Kebakaran bahan cair atau gas yang mudah terbakar (Golongan B);
c. Kebakaran instalasi listrik bertegangan (Golongan C);
d. Kebakaran logam (Golongan D).
(2) Jenis alat pemadam api ringan terdiri:
a. Jenis cairan (air);
b. Jenis busa;
c. Jenis tepung kering;
d. Jenis gas (hydrocarbon berhalogen dan sebagainya);
(3) Penggolongan kebakaran dan jenis pemadam api ringan tersebut ayat (1) dan ayat
(2) dapat diperluas sesuai dengan perkembangan tehnologi.
Pasal 3
Tabung alat pemadam api ringan harus diisi sesuai dengan jenis dan konstruksinya.
BAB II
PEMASANGAN
Pasal 4
(1) Setiap satu atau kelompok alat pemadam api ringan harus ditempatkan pada posisi
yang mudah dilihat dengan jelas, mudah dicapai dan diambil serta dilengkapi
dengan pemberian tanda pemasangan.
(2) Pemberian tanda pemasangan tersebut ayat (1) harus sesuai dengan lampiran I.
(3) Tinggi pemberian tanda pemasangan tersebut ayat (1) adalah 125 cm dari dasar
lantai tepat diatas satu atau kelompok alat pemadam api ringan bersangkutan.
(4) Pemasangan dan penempatan alat pemadam api ringan harus sesuai dengan jenis dan
penggolongan kebakaran seperti tersebut dalam lampiran 2.
(5) Penempatan tersebut ayat (1) antara alat pemadam api yang satu dengan lainnya atau
kelompok satu dengan lainnya tidak boleh melebihi 15 meter, kecuali ditetapkan lain
oleh pegawai pengawas atau ahli keselamatan Kerja.
(6) Semua tabung alat pemadam api ringan sebaiknya berwarna merah.
2 dari 14
PER. 04/MEN/1980
Pasal 5
Dilarang memasang dan menggunakan alat pemadam api ringan yang didapati sudah
berlubang-lubang atau cacat karena karat.
Pasal 6
(1) Setiap alat pemadam api ringan harus dipasang (ditempatkan) menggantung pada
dinding dengan penguatan sengkang atau dengan konstruksi penguat lainnya atau
ditempatkan dalam lemari atau peti (box) yang tidak dikunci.
(2) Lemari atau peti (box) seperti tersebut ayat (1) dapat dikunci dengan syarat bagian
depannya harus diberi kaca aman (safety glass) dengan tebal maximum 2 mm.
Pasal 7
(1) Sengkang atau konstruksi penguat lainnya seperti tersebut pasal 6 ayat (1) tidak
boleh dikunci atau digembok atau diikat mati
(2) Ukuran panjang dan lebar bingkai kaca aman (safety glass) tersebut pasal 6 ayat (2)
harus disesuaikan dengan besarya alat pemadam api ringan yang ada dalam lemari
atau peti (box) sehingga mudah dikeluarkan.
Pasal 8
Pemasangan alat pemadam api ringan harus sedemikian rupa sehingga bagian paling atas
(puncaknya) berada pada ketinggian 1,2 m dari permukaan lantai kecuali jenis CO2 dan
tepung kering (dry chemical) dapat ditempatkan lebih rendah dengan syarat, jarak antara
dasar alat pemadam api ringan tidak kurang 15 cm dan permukaan lantai.
Pasal 9
Alat pemadam api ringan tidak boleh dipasang dalam ruangan atau tempat dimana suhu
melebihi 49°C atau turun sampai minus 44°C kecuali apabila alat pemadam api ringan
tersebut dibuat khusus untuk suhu diluar batas tersebut diatas.
3 dari 14
PER. 04/MEN/1980
Pasal 10
Alat pemadam api ringan yang ditempatkan di alam terkuka harus dilindungi dengan
tutup pengaman.
BAB III
PEMELIHARAAN
Pasal 11
(1) Setiap alat pemadam api ringan harus diperiksa 2 (dua) kali dalam setahun, yaitu:
a. pemeriksaan dalam jangka 6 (enam) bulan;
b. pemeriksaan dalam jangka 12 (dua belas) bulan;
(2) Cacat pada alat perlengkapan pemadam api ringan yang ditemui waktu pemeriksaan,
harus segera diperbaiki atau alat tersebut segera diganti dengan yang tidak cacat.
Pasal 12
(1) Pemeriksaan jangka 6 (enam) bulan seperti tersebut pasal 11 ayat (1) meliputi hal-
hal sebagai berikut:
a. Berisi atau tidaknya tabung, berkurang atau tidaknya tekanan dalam tabung,
rusak atau tidaknya segi pengaman cartridge atau tabung bertekanan dan
mekanik penembus segel;
b. Bagian-bagian luar dari tabung tidak boleh cacat termasuk handel dan label
harus selalu dalam keadaan baik
c. Mulut pancar tidak boleh tersumbat dan pipa pancar yang terpasang tidak boleh
retak atau menunjukan tanda-tanda rusak.
d. Untuk alat pemadam api ringan cairan atau asam soda, diperiksa dengan cara
mencampur sedikit larutan sodium bicarbonat dan asam keras diluar tabung,
apabila reaksinya cukup kuat, maka alat pemadam api ringan tersebut dapat
dipasang kembali;
e. Untuk alat pemadam api ringan jenis busa diperiksa dengan cara mencampur
sedikit larutan sodium bicarbonat dan aluminium sulfat diluar tabung, apabila
cukup kuat, maka alat pemadam api ringan tersebut dapat dipasang kembali;
f. Untuk alat pemadam api ringan hydrocarbon berhalogen kecuali jenis
tetrachlorida diperiksa dengan cara menimbang, jika beratnya sesuai dengan
aslinya dapat dipasang kembali;
g. Untuk alat pemadam api jenis carbon tetrachlorida diperiksa dengan cara melihat
isi cairan didalam tabung dan jika memenuhi syarat dapat dipasang kembali.
h. Untuk alat pemadam api jenis carbon dioxida (CO2) harus diperiksa dengan cara
menimbang serta mencocokkan beratnya dengan berat yang tertera pada alat
pemadam api tersebut, apabila terdapat kekurangan berat sebesar 10% tabung
pemadam api itu harus diisi kembali sesuai dengan berat yang ditentukan.
(2) Cara-cara pemeriksaan tersebut ayat (1) diatas dapat dilakukan dengan cara lain
sesuai dengan perkembangan.
4 dari 14
PER. 04/MEN/1980
Pasal 13
(1) Pemeriksaan jangka 12 (dua belas) bulan seperti tersebut pasal 11 ayat (1) b untuk
semua alat pemadam api yang menggunakan tabung gas, selain dilakukan
pemeriksaan sesuai pasal 12 dilakukan pemeriksaan lebih lanjut menurut ketentuan
ayat (2),(3),(4)dan (5) pasal ini.
(2) Untuk alat pemadam api jenis cairan dan busa dilakukan pemeriksaan dengan
membuka tutup kepala secara hati-hati dan dijaga supaya tabung dalam posisi berdiri
tegak, kemudian diteliti sebagai berikut:
a. isi alat pemadam api harus sampai batas permukaan yang telah ditentukan;
b. pipa pelepas isi yang berada dalam tabung dan saringan tidak boleh tersumbat
atau buntu;
c. ulir tutup kepala tidak boleh cacat atau rusak, dan saluran penyemprotan tidak
boleh tersumbat.
d. peralatan yang bergerak tidak boleh rusak, dapat bergerak dengan bcbas,
mempunyai rusuk atau sisi yang tajam dan bak gesket atau paking harus masih
dalam keadaan baik;
e. gelang tutup kepala harus masih dalam keadaan baik;
f. bagian dalam dan alat pemadam api tidak boleh berlubang atau cacat karena
karat;
g. untuk jenis cairan busa yang dicampur sebelum dimasukkan larutannya harus
dalam keadaan baik;
h. untuk jenis cairan busa dalam tabung yang dilak, tabung harus masih dilak
dengan baik;
i. lapisan pelindung dan tabung gas bertekanan, harus dalam keadaan baik;
j. tabung gas bertekanan harus terisi penuh sesuai dengan kapasitasnya.
(3) Untuk alat pemadam api jenis hydrocarbon berhalogen dilakukan pemeriksaan
dengan membuka tutup kepala secara hati-hati dan dijaga supaya tabung dalam
posisi berdiri tegak, kemudian diteliti menurut ketentuan sebagai berikut;
a. isi tabung harus diisi dengan berat yang telah ditentukan;
b. pipa pelepas isi yang berada dalam tabung dan saringan tidak boleh tersumbat
atau buntu;
c. ulir tutup kepala tidak boleh rusak dan saluran keluar tidak boleh tersumbat;
d. peralatan yang bergerak tidak boleh rusak, harus dapat bergerak dengan bebas,
mempunyai rusuk atau sisi yang tajam dan luas penekan harus da!am keadaan
baik;
e. gelang tutup kepala harus dalam keadaan baik;
f. lapiran pelindung dari tabung gas harus dalam keadaan baik;
g. tabung gas bertekanan harus terisi penuh sesuai dengan kapasitasnya.
5 dari 14
PER. 04/MEN/1980
(4) Untuk alat pemadam api ringan jenis tepung kering (dry chemical) dilakukan
pemeriksaan dengan membuka tutup kepala secara hati-hati dan dijaga supaya
tabung dalam posisi berdiri tegak dan kemudian diteliti menurut ketentuan-ketentuan
sebagai berikut:
a. isi tabung harus sesuai dengan berat yang telah ditentukan dan tepung keringnya
dalam keadaan tercurah bebas tidak berbutir;
b. ulir tutup kepala tidak boleh rusak dan saluran keluar tidak boleh buntu atau
tersumbat;
c. peralatan yang bergerak tidak boleh rusak, dapat bergerak dengan bebas,
mempunyai rusuk dan sisi yang tajam;
d. gelang tutup kepala harus dalam keadaan baik;
e. bagian dalam dan tabung tidak boleh berlubang-lubang atau cacat karena karat;
f. lapisan pelindung dari tabung gas bertekanan harus dalam keadaan baik;
g. tabung gas bertekanan harus terisi penuh, sesuai dengan kapasitasnya yang
diperiksa dengan cara menimbang.
(5) Untuk alat pemadam api ringan jenis pompa tangan CTC (Carbon Tetrachiorida)
harus diadakan pemeriksaan lebih lanjut sebagai benikut:
a. peralatan pompa harus diteliti untuk memastikan bahwa pompa tersebut dapat
bekerja dengan baik;
b. tuas pompa hendaklah dikembalikan lagi pada kedudukan terkunci sebagai
semula;
c. setelah pemeriksaan selesai, bila dianggap perlu segel diperbaharui.
Pasal 14
Petunjuk cara-cara pemakaian alat pemadam api ringan harus dapat dibaca dengan jelas.
Pasal 15
(1) Untuk setiap alat pemadam api ringan dilakukan percobaan secara berkala dengan
jangka waktu tidak melebihi 5 (lima) tahun sekali dan harus kuat menahan tekanan
coba menurut ketentuan ayat (2),(3), dan ayat (4), pasal ini selama 30 (tiga puluh)
detik.
(2) Untuk alat pemadam api jenis busa dan cairan harus tahan terhadap tekanan coba
sebesar 20 kg per cm2.
(3) Tabung gas pada alat pemadam api ringan dan tabung bertekanan tetap (stored
pressure) harus tahan terhadap tekanan coba sebesar satu setengah kali tekanan
kerjanya atau sebesar 20 kg per cm2 dengan pengertian. kedua angka tersebut dipilih
yang terbesar untuk dipakai sebagai tekanan coba.
(4) Untuk alat pemadam api ringan jenis Carbon Dioxida (CO2) harus dilakukan
percobaan tekan dengan syarat:
a. percobaan tekan pertama satu setengah kali tekanan kerja;
6 dari 14
PER. 04/MEN/1980
Pasal 16
Apabila dalam pemeriksaan alat pemadam api jenis carbon dioxida (CO2) sesuai dengan
ketentuan dalam pasal 12 terdapat cacat karena karat atau beratnya berkurang 10% dari
berat seharusnya, terhadap alat pemadam api tersebut harus dilakukan percobaan tekan
dan jangka waktu percobaan tekan berikutnya tidak boleh lebih dari 5 (lima tahun).
Pasal 17
Setelah dilakukan percobaan tekan terhadap setiap alat pemadam api ringan, tanggal
percobaan tekan tersebut dicatat dengan cap diselembar pelat logam pada badan tabung.
Pasal 18
(1) Setiap tabung alat pemadam api ringan harus diisi kembali dengan cara:
a. untuk asam soda, busa, bahan kimia, harus diisi setahun sekali;
b. untuk jenis cairan busa yang dicampur lebih dahulu harus diisi 2 (dua) tahun
sekali;
c. untuk jenis tabung gas hydrocarbon berhalogen, tabung harus diisi 3 (tiga tahun
sekali, sedangkan jenis Iainnya diisi selambat-lambatnya 5 (lima) tahun
(2) Waktu pengisian tersebut ayat (1) disesuaikan dengan lampiran 3.
(3) Bagian dalam dari tabung alat pemadam api ringan hydrocarbon berhalogen atau
tepung kering (dry chemical) harus benar-benar kering sebelum diisi kembali
7 dari 14
PER. 04/MEN/1980
Pasal 19
Alat pemadam api ringan jenis cairan dan busa diisi kembali dengan cara:
(1) Bagian dalam dari tabung alat pemadam api jenis cairan dan busa (Chemical. harus
dicuci dengan air bersih)
(2) Saringan, bagian dalam tabung, pipa pelepas isi dalam tabung dan alat-alat expansi
tidak boleh buntu atau tersumbat.
(3) Pengisian ulang tidak boleh melewati tanda batas yang tertera.
(4) Setiap melakukan penglarutan yang diperlukan, harus dilakukan dalam bejana yang
tersendiri.
(5) Larutan sodium bicarbonat atau larutan lainnya yang memerlukan penyaringan
pelaksanaannya dilakukan secara menuangkan kedalam tabung melalui saringan.
(6) Timbel penahan alat lainnya untuk menahan asam atau larutan garam asam
ditempatkan kembali ke dalam tabung.
(7) Timbel penahan yang agak longgar harus diberi lapisan tipis/petroleum jelly
sebelum dimasukan.
(8) Tabung gas sistim dikempa harus diisi dengan gas atau udara sampai pada batas
tekanan kerja, kemudian ditimbang sesuai dengan berat isinya termasuk lapisan zat
pelindung.
Pasal 20
Alat pemadam api ringan jenis hydrocarbon berhalogen harus diisi kernbali dengan cara:
(1) Untuk tabung gas bertekanan, harus diisi dengan gas atau udara kering sampai batas
tekanan kerjanya.
(2) Tabung gas bertekanan dimaksud ayat (1) harus ditimbang dan lapisan cat pelidung
dalam keadaan baik.
(3) Jika digunakan katup atau pen pengaman, katup atau pen pengaman tersebut harus
sudah terpasang sebelum tabung dikembalikan pada kedudukannya.
Pasal 21
(1) Alat pemadam api ringan jenis tepung kering (dry chemical) harus diisi dengan cara:
a. Dinding tabung dan mulut pancar (nozzle) dibersihkan dan tepung kening (dry
chemical) yang melekat;
b. Ditiup dengan udara kering dan kompressor;
c. Bagian sebelah dalam dari tabung harus diusahakan selalu dalam keadaan
kering;
(2) Untuk tabung gas bertekanan harus ditimbang dan lapisan cat perlindungan harus
dalam keadaan baik.
(3) Katup atau pen pengaman harus sudah terpasang sebelum tabung dikembalikan pada
kedudukannya.
8 dari 14
PER. 04/MEN/1980
Pasal 22
(1) Semua alat pemadam api ringan sebelum diisi kembali sebagaimana dimaksud pasal
18, 19, 20 dan pasal 21, harus dilakukan pemeriksaan sesuai ketentuan pasal 12 dan
pasal 13 dan kemungkinan harus dilakukan tindakan sebagai berikut:
a. Isinya dikosongkan secara normal;
b. Setelah seluruh isi tabung dialihkan keluar, katup kepala dibuka dan tabung serta
alat-alat diperiksa.
(2) Apabila dalam pemeriksaan alat-alat tersebut ayat (1) terdapat adanya cacat yang
rnenyebabkan kurang amannya alat pemadam api dimaksud, maka segera harus
diadakan penelitian.
(3) Bagian dalam dan luar tabung, harus diteliti untuk memastikan bahwa tidak terdapat
tubang-lubang atau cacat karena karat.
(4) Setelah cacat-cacat sebagaimana tersebut ayat (3) yang mungkin mengakibatkan
kelemahan konstruksi diperbaiki, alat pemadam api harus diuji kembali dengan
tekanan sebagaimana yang disyaratkan dalam pasal 15.
(5) Ulir tutup kepala harus diberi gemuk tipis, gelang tutup ditempatkan kembali dan
tutup kepala dipasang dengan mengunci sampai kuat.
(6) Apabila gelang tutup seperti tersebut ayat (5) terbuat dari karet, harus dijaga gelang
tidak terkena gemuk.
(7) Tanggal, bulan dan tahun pengisian, harus dicatat pada badan alat pemadam api
ringan tersebut.
(8) Alat pemadam api ringan ditempatkan kembali pada posisi yang tepat.
(9) Penelitian sebagaimana tersebut ayat (2) dan ayat (3) berlaku juga terhadap jenis
yang kedap tumpah dan botol yang dipecah.
Pasal 23
Pengisian kembali alat pemadam api jenis carbon dioxida (CO2) dilakukan sesuai dengan
ketentuan pasal 22 tersebut diatas.
Pasal 24
Pengurus harus bertanggung jawab terhadap ditaatinya peraturan ini.
BAB IV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 25
Pengurus yang tidak mentaati ketentuan tersebut pasal 24 diancam dengan hukuman
kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,-
(Seratus ribu rupiah) sesuai dengan pasal 15 ayat (2) dan (3) Undang-undang No. 1
Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
9 dari 14
PER. 04/MEN/1980
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 26
Alat pemadam api ringan yang sudah dipakai atau digunakan sebelum Peraturan Menteri
ini ditetapkan, pengurus diwajibkan memenuhi ketentuan peraturan ini dalam waktu satu
tahun sejak berlakunya Peraturan ini.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27
peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 14 April 1980
MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
HARUN ZAIN
10 dari 14
PER. 04/MEN/1980
LAMPIRAN 1 :
35 CM
MERAH
7,5 CM
CATATAN:
1. Segi tiga sama sisi dengan warna dasar merah.
2. Ukuran sisi 35 cm.
3. Tinggi huruf 3 cm. berwarna putih.
4. Tinggi tanda panah 7,5 cm warna putih
11 dari 14
PER. 04/MEN/1980
20 cm
merah
125 cm
TIANG KOLOM
A. bentuk segi empat b. bentuk lingkaran
CATATAN:
1. Warna dasar tanda pemasangan merah.
2. Lebar BAN pada kolom 20 cm sekitar kolom
12 dari 14
PER. 04/MEN/1980
Lampiran 2 KEBAKARAN DAN JENIS ALAT PEMADAM API RINGAN
KEBAKARAN ALAT PEMADAM API RINGAN YANG HARUS DIPAKAI PADA MULA KEBAKARAN
1 2 3 4 5 6 7 8
TETRACHLOOR 2) 3) TEPUNG
KOOLSTOP B.C.F. 6)
AIR BUSA KARBON
GOLONGAN BAHAN YANG TERBAKAR CHLOORBROOM P + PK PG 4) PM 5) HALC
9 liter 9 liter D1OKSIDA
METHAAN 12 kg 12kg 12kg 1,4kg
I liter
V V
1. Kebakaran pada permukaan bahan seperti:
KAYU, KERTAS, TEKSTIL, dsb. V X V Dikombinasikan X V
X X 1) Dengan air
2. Kebakaran sampai bagian dalam dan bahan seperti: X
KAYU, MAJUN, ARANG BATU dsb. V X X X X
BAHAN PADAT XX
A 3. Kebakaran dan BARANG-BARANG YANG
KECUALI LOGAM XX
JARANG TERDAPAT DAN BERHARGA yang
berada di musium-musium, arsip-arsip, koleksi- XX X V V X V
XX 6) X X 1)
koleksi dsb.
4. Kebakaran dan bahan-bahan yang pada pemanasan
X
gampang mengurai seperti KARET BUSA, dan V X X X X X
PLASTIK BUSA dsb. XX
(1) Kebakaran dari Bensin, Bensol, Cat, Tir, Lak, V
X
Aspal, Gemuk, Minyak dan sebagianya V X X
(Yang tidak dapat bercampur dengan air) X X 7)
X X 1)
(2) Kebakaran dan Alkohol dan sebangsanya yang V
dapat melarut dalam air X X X X
(bercampur dalam air) X X 1)
B BAHAN CAIR DAN GAS
V
(3) Gas yang mengalir X X X V X V
X X 1)
V
(4) Bahan-bahan yang dengan air membentuk gas yang X X
dapat terbakar sepcrti : KARBID, POSFIT dsb. X V X V
XX XX
X X 1)
APARAT-APARAT LISTRIK V
Panil Penghubung, Peti Penghubung, Sentral Telepon, X X Tidak Untuk
C BERTEGANGAN
Transformator dab. X Tidak Untuk X
(BERSPANING) XX XX instalaasi instalaasi
X X 1) Hubungan Hubungan
X X X X X
D LOGAM Magnesium, Natrium, Kalsium, Aluminium X
XX XX XX XX XX
Keterangan : 8). Jenis Halon Formula Halon No.
1) Jangan dipakai dalam ruangan kecil yang
= Baik sekali X = Tidak dapat dipakai tertutup dalam mans berada orang2 Bromotnfluoramethana BrF3/B.T.M 1301
2) P dasar Natriumbikarbonat Bromochlorodifluoremethana CbrCLf2/B.C.F 1211
XX = Merusak 3) PK dasar garam alkali Carbon Dioxida CO2 -
= Baik X 4) PG tepung pemadam Dibromodifluorosmenthana CBr2F2 1202
V = Dapat dipakai XX = berbahaya 5) PM untuk kebakaran logam Chlorobromomethana CH2BrCI 1011
6) Bagi barangnya sendiri mungkin merusak Carbon Tetrachlorida CCL4 104
7) Berbahaya karena cairannya memuncratkan Methyl bromide CH3Br 1001
bahan2 yang mudah terbakar meluas).
13 dari 14
PER. 04/MEN/1980
Lampiran 3.
Jenis alat pemadam api Pemeriksaan Jarak waktu pengisian Jarak waktu
ringan kembali (tahun) percobaan tekan
(tahun)
Air
Asam Soda A 1 *) 5
Tabung Gas A dan B 5 5
Gas yang dipadatkan A 5 5
Busa
Kimia A 1 5
Tabung Gas
Cairan busa yang di A dan B 2 5
campur terlebih dahulu
Tabung cairan busa yang A dan B 5 5
dilak
Halogenated
hydrokarbon
Tabung gas A dan B 3 5
Gas yang dipadatkan A 5 5
14 dari 14
PER.02/MEN/1983
PERATURAN
MENTERI TENAGA KERJA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : PER.02/MEN/1983
TENTANG
INSTALASI ALARM KEBAKARAN AUTOMATIK
MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA TENTANG
INSTALASI ALARM KEBAKARAN AUTOMATIK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
a. Instalasi Alarm Kebakaraan Automatik adalah sistem atau rangkaian alarm kebakaran
yang menggunakan detektor panas, detektor asap, detektor nyala api dan titik panggil
secara manual serta perlengkapan lainnya yang dipasang pada sistem alarm
kebakaran;
b. Kelompok alarm adalah bagian dari sistem alarm kebakaran termasuk relai, lampu,
saklar, hantaran dan detektor sehubungan dengan perlindungan satu area;
c. Detektor lini adalah detektor yang unsur perasa ataupenginderaannya berbentuk
batang atau pita;
1 dari 20
PER.02/MEN/1983
d. Titik panggil manual atau tombol pecah kaca adalah alat yang bekerja secara manual
dan alarmnya tidak dapat dioperasikan sepanjang kaca penghalangnya belum
dipecahkan;
e. Ruang kontrol adalah ruangan dimana panil indikator ditempatkan;
f. Detektor adalah alat untuk mendeteksi pada mula kebakaran yang dapat
membangkitkan alarm dalam suatu sistem;
g. Panil indikator adalah suatu panil kontrol utama yang dilengkapi indikator beserta
peralatannya;
h. Detektor panas adalah suatu detektor yang sistem bekerjanya didasarkan atas panas;
i. Detektor nyala api (flamedetektor) adalah detektor yang sistem bekerjanya
didasarkan atas panas api;
j. Detektor asap (smoke detector) adalah detektor yang sistem bekerjanya didasarkan
atas asap;
k. Panil mimik adalah panil tiruan yang memperlihatkan indikasi kelompok alarm
kedalam bentuk diagram ataau gambar;
l. Panil pengulang adalah suatu panil indikator kebakaraan duplikat yanga hanya
berfungsi memberi petunjuk saja dan tidak dilengkapi peralatan lainnya;
m. Tegangan ekstra rendah adalah tegangan antara fasa dan nol, paling tinggi 50 volt;
n. Sistem penangkap asap (sampling device) adalah suatu rangakaian yang terdiri dari
penginderaan dengan alat-alat penangkap asapnya;
o. Pengurus adalah orang atau badan hukum yang bertanggung jawab terhadap
penggunaan instalasi alarm kebakaraan automatik;
p. Pegawai Pengawas atau Ahli Keselamatan Kerja adalah Pegawai Teknis berkeahlian
khusus yang ditunjuk oleh Menteri sesuai dengan Undang-undang No. 1 Tahun 1970
tentang Keselamaan Kerja;
q. Direktur adalah Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Perburuhan dan
Perlindungan tenaga Kerja sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Tenaga
Kerja, Transkop No. Kepts.-79/Men1977;
r. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang ketenagakerjaan.
Pasal 2
Peraturan ini mulai berlaku untuk perencanaan, pemasangan, pemeliharaan, dan
pengujian instalasi alarm kebakaran automatik di tempat kerja.
Pasal 3
(1) Detektor harus dipasang pada bagian bangunan kecuali apabila bagian bangunan
tersebut telah dilindungi dengan sistem pemadam kebakaran automatik.
(2) Apabila detektor-detektor dipasang dalam suatu ruangan aman yang tahan api (strong
room), maka detektor-detektor tersebut harus memiliki kelompok alarm yang terpisah
atau harus terpasang dengan alat yang dapat mengindikasi sendiri yang dipasang
diluar ruangan tersebut.
2 dari 20
PER.02/MEN/1983
(3) Setiap ruangan harus dilindungi secara tersendiri dan apabila suatu ruangan terbagi
oleh dinding pemisah atau rak yang mempunyai celah 30 (tiga puluh) cm kurang dari
langit-langit atau dari balok melintang harus dilindungi secara sendiri sendiri.
(4) Barang-barang dilarang untuk disusun menumpuk seolah-olah membagi ruangan,
kecuali untuk ruang demikian telah diberikan perlindungan secara terpisah.
Pasal 4
(1) Pada gedung yang dipasang sistem alarm kebakaran automatik maka untuk ruangan
tersembunyi harus dilindungi dan disediakan jalan untuk pemeliharaannya, kecuali
hal-hal sebagai berikut:
a. ruangan tersembunyi dimana api kebakaran dapat tersekat sekurang-kurangnya
selama satu jam;
b. ruangan tersembunyi yang berada diantara lantai paling bawah dengan tanah yang
tidak berisikan perlengkapan listrik atau penyimpanan barang dan tidak
mempunyai jalan masuk;
c. ruangan tersembunyi dengan jarak kurang dari 80 (delapan puluh) cm di bawah
atap;
d. ruangan tersembunyi dengan jarak kurang dari 80 (delapan puluh) cm yang
terletak diantara langit-langit palsu dan lembaran tahan api di atasnya.
e. ruangan tersembunyi dengan jarak kurang dari 35 (tiga puluh lima) cm yang
terletak diantara permukaan sebelah langit-langit dengan permukaan sebelah
bawah lantai atasnya tanpa menghiraukan konstruksinya.
(2) Apabila suatu ruangan tersembunyi dengan jarak kurang dari 80 (delapan puluh) cm
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) c dan d terdapat peralatan listrik yang
dihubungkan dengan hantaran utama dan peralatan listrik tersebut tidak diselubungi
dengan bahan yang tidak dapat terbakar, maka pada ruangan tersebut harus dipasang
detektor dengan jarak 6 (enam) m dari lokasi peralatan listrik tersebut.
Pasal 5
(1) Setiap perlengkapan listrik seperti papan saklar, papan pengukur dan sejenisnya yang
memiliki luas permukaan melampaui 1,5 (satu setengah) m2 dan ditempatkan dalam
almari, maka almari itu harus dipasang detektor, kecuali bila perlengkapan tersebut
secara sepenuhnya terselubung dalam bahan yang tidak dapat terbakar.
(2) Setiap perlengkapan hubung bagi yang tidak ditempatkan secara masuk ke dalam
tembok harus dianggap sebagai telah dilindungi oleh perlindungan normal bagi
daerah yang bersangkutan
(3) Setiap perlengkapan hubung bagi yang terbuat dari bahan yang tidak terbakar dan
pemasangannya dimasukan ke dalam tembok tidak perlu dipasang detektor
3 dari 20
PER.02/MEN/1983
Pasal 6
(1) Setiap almari dalam tembok yang memiliki tinggi lebih dari 2 (dua) m atau tingginya
mencapai langit-langit serta mempunyai isi lebih dari 3 (tiga) m3 harus dipasang
detektor.
(2) Almari seperti tersebut ayat (1) tidak diperlukan pemasangan detektor bila ruangan-
nya terbagi-bagi oleh pemisah atau rak-rak sehingga menjadi bilik-bilik yang
mempunyai isi kurang dari 3 (tiga) m3.
Pasal 7
Almari tembok tempat kain atau sejenisnya tanpa menghiraukan ukurannya harus
dipasang detektor.
Pasal 8
(1) Lubang untuk sarana alat pengangkut, peluncur lift, penaik vertikal dan lubang
sejenisnya dengan luas lebih dari 0,1 (satu persepuluh) m2 dan kurang dari 9
(sembilan) m2 serta kedap.
(2) Bila lubang seperti tersebut dalam ayat (1) tidak kedap kebakaran, maka detektor
harus dipasang di setiap langit-langit lantai dengan jarak horizontal tidak lebih 1,5
(satu setengah) m dari lubangnya.
(3) Setiap daerah diantara dua lantai yang memiliki lubang dengan luas lebih dari 9
(sembilan) m2, maka disetiap tingkat harus dipasang satu detektor pada langit-langit
dengan jarak 1,5 (satu setengah) m dari sisi lubang.
(4) Bila lubang seperti tersebut dalam ayat (1) dengan pintu tahan api dan dapat menutup
sendiri secara automatik tidak perlu dipasang detektor pada setiap lantainya.
Pasal 9
Ruang bangunan tangga dalam bangunan yang kedap kebakaran harus dipasang detektor
di atasnya sedangkan untuk ruang bangunan tangga yang tidak kedap kebakaran harus
dipasang detektor pada setiap permukaan lantai utamanya.
Pasal 10
(1) Bila pintu tahan api memisahkan daerah yang dilindungi dengan daerah yang tidak
dilindungi, maka harus dipasang detektor di daerah yang dilindungi dengan jarak 1,5
(satu setengah) m dari pintu tersebut.
(2) Bila pintu tahan api memisahkan dua daerah yang dilindungi penempatan detektor
seperti ayat (1) tidak diperlukan.
Pasal 11
Setiap lantai gedung dimana secara khusus dipasang saluran pembuangan udara harus
dilindungi sekurang-kurangnya satu detektor asap atau sejenisnya yang ditempatkan pada
saluran mendatar lubang pengisap sedekat mungkin dengan saluran tegaknya.
4 dari 20
PER.02/MEN/1983
Pasal 12
(1) langit-langit yang membentuk kisi-kisi dengan luas yang terbuka lebih dari 2/3 (dua
per tiga) luas seluruh langit-langit tidak diperlukan detektor di bawah langit-langit
tersebut dan detektor dipasang pada langit-langit sebelah atasnya.
(2) Apabila bagian langit-langit yang berbentuk kisi-kisi mempunyai ukuran tiap kisinya
dengan salah satu sisi lebih dari 2 (dua) m dan luasnya lebih dari 5 (lima) m2 harus
dipasang detektor di bawahnya.
(3) Bila digunakan detektor nyala api untuk maksud langit-langit seperti ayat (1), maka
detektor harus dipasang pada bagian atas dan bawah dari langit-langit tersebut.
Pasal 13
(1) Dinding luar dari bangunan yang akan dilindungi terbuat dari baja yang digalvanisasi,
kayu, semen, asbestos atau bahan semacam itu maka harus dipasang detektor bila:
a. bangunan tersebut berada pada jarak 9 (sembilan) m dari bangunan yang tidak
dilindungi yang terbuat dari bahan yang sama.
b. bangunan tersebut berada pada jarak 9 (sembilan) m dari gudang (tempat penim-
bunan) bahan-bahan yang mudah terbakar.
(2) Detektor tersebut ayat (1) harus ditempatkan di bawah emperan atap sepanjang
dinding luar dengan jarak 12 (dua belas) m satu dengan lainnya.
Pasal 14
Rumah Penginapan, Unit Perumahan yang tidak terbagi dan semacamnya yang memiliki
bentuk yang tidak lazim serta merupakan hunian tunggal dengan luas tidak lebih dari 46
(empat puluh enam) m2 cukup dilindungi dengan sebuah detektor sedang kamar mandi
dan kakusnya tidak diperlukan perlindungan khusus.
Pasal 15
Bila gedung memiliki atap tidak datar yang berbentuk gigi gergaji prisma atau sejenisnya
harus dipasang satu deretan detektor dengan jarak tidak lebih dari 1 (satu) m dari garis
tegak lurus di bawah bubungan atapnya dan kelandaian atap lebih kecil dari 1 (satu) : 20
(dua puluh) dianggap beratap datar.
Pasal 16
Lokasi atau area yang tidak memerlukan pemasangan detektor adalah:
a. kakus tunggal, kamar mandi/pancuran atau kamar mandi tunggal;
b. berada terbuka dengan deretan tiang kolom, jalanan beratap atau atap yang meng-
gantung dan sebagainya jika terbuat dari bahan yang tidak dapat terbakar dan ruangan
tersebut tidak dipakai untuk menyimpan barang ataupun sebagai tempat parkir
mobil/kendaraan;
5 dari 20
PER.02/MEN/1983
c. pelataran, kap penutup, saluran dan sejenisnya yang lebarnya kurang dari 2 (dua) m
serta tidak menghalangi mengalirnya udara yang harus bebas mencapai detektor yang
terpasang di atasnya.
Pasal 17
Semua permukaan kontak listrik dari saluran sistem harus memiliki kontak yang baik
dengan permukaan yang rata dan terbuat dari perak atau bahan sejenisnya.
Pasal 18
Detektor, pemancar berita kebakaran dan panil indikator harus ditempatkan sedemikian
rupa sehingga alat tersebut secara normal tidak terganggu oleh getaran atau goncangan
yang dapat menimbulkan operasi palsu dari sistem.
Pasal 19
(1) Perlengkapan yang akan ditempatkan pada lokasi yang mengandung kelembaban,
korosi atau keadaan khusus yang lainnya, maka disain dan konstruksi harus menjamin
bekerjanya sistem tanpa meragukan.
(2) Peralatan serta perlengkapan yang dipasang pada ruangan yang mengandung gas atau
debu yang mudah terbakar atau meledak, maka peralatan serta perlengkapan tersebut
harus memenuhi persyaratan untuk penggunaan ruangan tersebut.
Pasal 20
Panil indikator harus dilengkapi dengan:
a. fasilitas kelompok alarm;
b. sakelar reset alarm;
c. pemancar berita kebakaran;
d. fasilitas pengujian dan pemeliharaan;
e. fasilitas pengujian baterai dengan volt meter dan amper meter;
f. sakelar penguji beterai;
g. indikator adanya tegangan listrik;
h. sakelar yang dilayani secara manual serta lampu peringatan untuk memisahkan
lonceng dan peralatan kontrol jarak jauh (remote control);
i. petunjuk alarm yang dapat didengar.
j. sakelar petunjuk bunyi untuk kesalahan rangkaian.
Pasal 21
(1) Panil indikator harus ditempatkan dalam bangunan pada tempat yang aman, mudah
terlihat dan mudah dicapai dari ruangan masuk utama dan harus mempunyai ruang
bebas 1 (satu) m di depannya.
6 dari 20
PER.02/MEN/1983
(2) Apabila panil indikator di disain untuk dapat melakukan pemeliharaan dari belakang
panil, maka harus diadakan ruangan bebas 1 (satu) m.
(3) Apabila panil indikator ditempatkan dibelakang pintu, maka pintu tersebut harus
diberi tanda sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 dan tidak boleh
dikunci.
(4) Menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) panil indikator
dapat ditempatkan pada tempat yang jauh dari ruangan masuk utama dengan syarat
harus dipasang panil mimik atau panil pengulang secara jelas kelihatan dari ruangan
masuk utama.
Pasal 22
Setiap kelompok alarm harus dilengkapi dengan:
a. indikator alarm yang berupa lampu merah atau sarana lain yang setaraf.
b. indikator yang mengeluarkan isyarat palsu yang berupa lampu kuning. atau isyarat
lain yang setaraf dan indikator tersebut dapat digunakan untuk beberapa kelompok
alarm.
c. penguji alarm berupa fasilitas pengujian untuk simulasi detektor dalam membang-
kitkan alarm.
d. penguji kepalsuan fasilitas pengujian kesalahan.
e. sakelar penyekat dilengkapi lampu putih dengan tulisan “SEKAT” dan untuk
indikator gabungan dengan tulisan “SEKAT KELOMPOK”.
f. tanda pengenal untuk sakelar atau indikator yang ditempatkan di bagian depan panil
indikator.
Pasal 23
Pada panil indikator harus dipasang suatu isyarat yang dapat terlihat dan terdengar dari
jarak jauh yang bekerja apabila ada sebuah detektor atau terjadi suatu rangkaian terbuka.
Pasal 24
Pada bagian depan panil indikator harus dipasang:
a. amper meter jenis kumparan dengan batas ukur yang sesuai atau lampu berwarna biru
untuk menunjukan pengisian atau pengosongan;
b. volt meter jenis kumparan dengan batas ukur yang sesuai dan dipasang tetap;
c. sakelar penguji baterai dengan kemampuan uji 3 (tiga) kali beban penuh dalam
keadaan sakelar pengisi terbuka dan sakelar tersebut harus dari jenis yang tidak
mengunci yang dapat meriset sendiri.
Pasal 25
Lampu panil indikator bila digunakan lampu jenis kawat pijar harus dari jenis kawat pijar
kembar dengan kedudukan bayonet atau dua lampu pijar tunggal dan tegangan yang
masuk tidak boleh lebih dari 80 (delapan puluh) % tegangan lampu.
7 dari 20
PER.02/MEN/1983
Pasal 26
(1) Penyusunan indikator harus sedemikian rupa, sehingga bekerjanya setiap indikator
dapat menunjukan secara jelas asal suatu panggilan.
(2) Apabila luas bangunan atau lokasi detektor mungkin menunjukan semua lokasi secara
tepat pada panil indikator maka penyusunan dan penempatan indikator dapat
dilakukan pada suatu panil yang terpisah didekatnya dengan diberi tanda secara
permanen.
Pasal 27
(1) Pengawatan dari bagian tegangan ekstra rendah pada panil indikator, panil pengulang
atau panil mimik harus menggunakan kabel PVC atau yang sederajat dengan ukuran
yang sesuai.
(2) Kabel sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus terdiri dari sekurang-kurangnya
(tujuh) urat dengan garis tengah tidak kurang dari 0,67 (enam puluh tujuh per seratus)
mm.
(3) Bagian tegangan ekstra rendah panil indikator, panil pengulang atau panil mimik
harus dilakukan pengawatan dengan hantaran yang nilai penyekatnya mampu ter-
hadap tegangan 250 (dua ratus lima puluh) volt.
Pasal 28
(1) Pada atau didekat panil indikator harus dipasang titik panggil manual yang mudah
dicapai serta terlihat jelas setiap waktu.
(2) Semua titik panggil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dihubungkan dengan
kelompok alarm detektor automatik yang meliputi daerah dimana titik panggil manual
tersebut dipasang.
(3) Penutup titik panggil manual harus jenis “pecah kaca” atau dari jenis lain yang
disetujui oleh Pegawai Pengawas.
(4) Titik panggil manual yang tidak merupakan bagian dari panil indikator harus
disambung menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 (dua puluh
tiga) dan Pasal 49 (empat puluh sembilan)
Pasal 29
(1) Lemari panil indikator kebakaran harus kedap debu dan mempunyai pintu yang dapat
dikunci.
(2) Semua indikator kelompok dan sakelarnya yang berada di dalam lemari tersebut harus
tetap tampak dari luar tanpa membuka pintu almarinya.
Pasal 30
(1) Panil indikator harus diberi tanda secara permanen dan jelas tentang pabrik pem-
buatnya dan disertai tipe dari panil dan nomor pengesahan sistem alarmnya.
8 dari 20
PER.02/MEN/1983
(2) Apabila lemari panil indikator ditempatkan disebuah ruangan khusus, maka bagian
depan pintu ruangan tersebut harus diberi tulisan “PANIL INDIKATOR KE-
BAKARAN” dengan warna yang kontras terhadap warna disekitarnya.
(3) Pintu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak boleh memiliki tanda lain selain
tulisan “PANIL INDIKATOR KEBAKARAN” dengan tinggi huruf tidak kurang dari
50 (lima puluh) mm.
Pasal 3l
(1) Setiap sistem alarm kebakaran harus mempunyai gambar instalasi secara lengkap
yang mencantumkan letak detektor dan kelompok alarm.
(2) Gambar instalasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus sesuai dengan instalasi
yang terpasang sebenarnya dan disahkan oleh Direktur atau Pejabat yang ditunjuk.
Pasal 32
Penggunaan simbol dalam sistem alarm kebakaran harus sesuai dengan lampiran Per
aturan Menteri ini.
Pasal 33
(1) Setiap instalasi alarm kebakaran harus mempunyai buku akte pengesahan yang
dikeluarkan oleh Direktur.
(2) Selain buku akte pengesahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disediakan
pula buku catatan yang ditempatkan di ruangan panil indikator.
(3) Buku catatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) digunakan untuk mencatat semua
peristiwa alarm, latihan, penggunaan alarm dan pengujiannya.
(4) Buku akte pengesahan dan buku catatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
(2) harus ditunjukan kepada Pegawai Pengawas atau Ahli kepada Pegawai Pengawas
atau Ahli Keselamatan Kerja.
Pasal 34
(1) Setiap kelompok alarm harus dapat melindungi maximum 1000 (seribu) m2 luas lantai
dengan ketentuan jumlah detektor dan jarak penempatannya tidak boleh lebih dari
yang ditetapkan dalam Pasal 6 s/d 65 atau Pasal 72 dan 78 dengan mengingat jenis
detektornya.
(2) Setiap lantai harus ada kelompok alarm kebakaran tersendiri.
(3) Apabila pada lantai yang bersangkutan terdapat ruangan yang dipisahkan oleh dinding
tahan kebakaran yang tidak dapat dicapai melalui lantai itu, maka ruangan tersebut
harus memiliki kelompok alarm kebakaran tersendiri.
9 dari 20
PER.02/MEN/1983
Pasal 35
Menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) di atas batas
luas lantai untuk satu kelompok alarm kebakaran dapat diperluas areanya dengan syarat
sebagai berikut:
a. dalam bangunan yang tidak bertingkat dan tidak terbagi-bagi satu kelompok alarm
kebakaran dapat melindungi area maksimum 2000 (dua ribu) m2 luas lantai;
b. ruangan tersembunyi dengan luas tidak lebih dari 500 (lima ratus) m2 detektornya
dapat dihubungkan dengan kelompok alarm kebakaran yang berada di bawahnya, jika
jumlah luas yang dilindungi tidak lebih dari 1000 (seribu) m2;
c. lantai panggung (mezzanine) detektornya dapat dihubungkan dengan kelompok alarm
kebakaran lantai di bawahnya bila jumlah luas yang dilindungi tidak lebih dari 1000
(seribu) m2.
Pasal 36
Sumber tenaga listrik untuk sistem alarm kebakaran harus dengan tegangan tidak kurang
dari 6 (enam) Volt.
Pasal 37
(1) Sumber tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 harus dalam bentuk
baterai akimulator yang diisi terus-menerus dengan pengisi baterai.
(2) Sumber tenaga listrik sebagaimana dimaksud Pasal 36 dalam bentuk baterai kering
tidak boleh digunakan kecuali dalam keadaan khusus dan diijinkan oleh Pegawai
Pengawas.
(3) Suatu pembatas rangkaian yang dapat memutus dan menyambung sendiri harus
dipasang di dalam rangkaian antara baterai dengan sistemnya dan ditempatkan dekat
baterai.
Pasal 38
(1) Pengisi baterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) harus dapat mengisi
secara terus menerus sehingga tegangan baterai akimulator tetap.
(2) Pengisi baterai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus terpasang tetap (tanpa
kontak tusuk) dan dihubungkan pada sisi pemberi arus dari papan hubung atau sakelar
utama.
(3) Pengisi baterai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat disambung pada bagian
beban sakelar tersebut, dengan syarat sakelarnya diberi tanda yang jelas untuk sistem
alarm kebakaran.
(4) Suatu sakelar pemisah untuk sumber tenaga pengisi baterai harus dipasang di dekat
pengisi baterai tersebut.
(5) Sakelar pemisah sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) harus dipasang di dalam
lemari panil indikator.
10 dari 20
PER.02/MEN/1983
Pasal 39
Baterai akimulator sistem alarm kebakaran harus mampu bertahan selama sekurang-
kurangnya 4 (empat) hari penuh untuk memberikan isyarat secara normal tanpa adanya
bantuan dari pemberi arus utama.
Pasal 40
Baterai akimulator harus ditempatkan di ruangan terpisah pada tempat yang kering,
berventilasi yang cukup, mudah dicapai untuk suatu pemeriksaan serta di dalam lemari
yang terkunci atau suatu tempat yang hanya bisa dibuka dengan menggunakan suatu alat
dan bagian dalamnya harus dilindungi dari korosi.
Pasal 41
Perlengkapan tambahan yang tidak merupakan peralatan pokok dari sistem alarm
kebakaran yang telah disahkan dapat dihubungkan lewat relai dengan syarat bahwa alat
perlengkapan tambahan tersebut tidak mengganggu bekerjanya sistem.
Pasal 42
(1) Tegangan yang lebih dari tegangan ekstra rendah untuk pelayanan jarak tidak boleh
ke panil indikator.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku tegangan sumber
tenaga utama untuk panil indikator.
(3) Apabila digunakan alat tambahan seperti alat pengendali springkler, CO2, air
conditioning dan sebagaimana yang bergabung dengan instalasi alarm kebakaran
harus disediakan sumber tenaga dengan tegangan ekstra rendah dan alat tambahan
tersebut tidak boleh mempengaruhi sumber daya instalasi alarm kebakaran.
Pasal 43
(1) Apabila digunakan sakelar aliran air (flow switch), sakelar tekanan air (pressure
switch) dan sejenisnya untuk menggerakan alarm kebakaran yang berhubungan
dengan instalasi pemadam kebakaran bentuk tetap seperti springkler, CO2, dan
sebagainya, dapat disambung sebagai kelompok alarm terpisah dan panil indikator
alarm atas persetujuan Direktur atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Penggunaan sakelar aliran air (flow switch) dan sejenisnya sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) yang disambung khusus untuk keperluan isyarat saja, harus dike-
lompokan terpisah dari indikator alarm.
Pasal 44
(1) Sistem alarm kebakaran harus dilengkapi sekurang-kurangnya sebuah lonceng.
(2) Lonceng sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dipasang di luar bangunan dan
dapat terdengar dari jalan masuk utama serta dekat dengan panil indikator.
11 dari 20
PER.02/MEN/1983
(3) Sirene, pengaum atau sejenisnya dapat dipakai sebagai pengganti lonceng atas
persetujuan Direktur atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 45
(1) Lonceng harus dari jenis bergetar dan bekerjanya dengan sumber tenaga baterai.
(2) Lonceng harus dipasang dengan sebuah genta yang berdiameter sekurang-kurangnya
150 (seratus lima puluh) mm;
(3) Gangguan pada sirkit lonceng tidak boleh mempengaruhi berfungsinya alarm.
(4) Sirkit lonceng harus diamankan dengan sebuah pengaman arus lebih yang sesuai.
(5) Lonceng yang dipasang di luar bangunan harus dari jenis konstruksi yang tahan
cuaca.
(6) Pada lonceng harus ditulis “KEBAKARAN” dengan warna kontras dan tinggi
hurufnya tidak kurang dari 25 (dua puluh lima) mm.
Pasal 46
Pengawatan sistem alarm kebakaran harus dipasang sesuai ketentuan pegawatan instalasi
tegangan ekstra rendah, kecuali yang ditetapkan dalam Pasal 47.
Pasal 47
(1) Semua hantaran sistem alarm kebakaran harus dari jenis yang disiplin.
(2) Penampang hantaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya 1,2
(dua belas per sepuluh) mm2, sedangkan lubang kabel ini harus sekurang-kurangnya
berinti empat dan setiap inti terdiri 10 (sepuluh) urat dengan diameter tidak kurang
dari 0,25 (dua puluh lima per seratus) mm.
(3) Tebal salut hantaran sekurang-kurangnya 0,25 (dua puluh lima per seratus) mm dari
tebal selubung sekurang-kurangnya 1 (satu) mm.
Pasal 48
Hantaran sistem alarm kebakaran antar gedung harus dari jenis yang dapat ditanam dan
harus diberi perlindungan terhadap kerusakan mekanik.
Pasal 49
(1) Pengawatan dengan sistem lingkar masuk (loop in system) harus dipakai pada
detektor yang dihubungkan paralel dan setiap hantaran yang masuk dan keluar dengan
tegangan yang sama harus disambung pada sekrup tersendiri pada terminal yang
sama.
(2) Sepanjang hantaran tidak boleh ada sambungan kecuali pada pengawatan yang sangat
panjang atau untuk menyambung hantaran fleksible yang menurun.
(3) Sambungan hanya diperkenankan dalam kotak terminal tertutup.
12 dari 20
PER.02/MEN/1983
Pasal 50
(1) Terjadinya kontak antara yang bertegangan dengan langit-langit dimana dipasang
detektor harus dicegah.
(2) Bila suatu detektor dipasang dengan menggunakan hantaran fleksible berisolasi
ganda, maka hantaran fleksible itu tidak boleh lebih panjang dari 1,5 (satu sete- ngah)
m.
(3) Diameter hantaran fleksible sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurang-
kurangnya 0,75 (tujuh puluh lima per seratus) mm dan harus memiliki jepit hantaran
pada setiap ujungnya.
Pasal 51
Detektor dapat dilengkapi dengan alat indikator dengan syarat bila ada gangguan pada
indikator tersebut tidak mempengaruhi berfungsinya detektor.
Pasal 52
Pengawatan sistem alarm kebakaran harus terpisah dari pengawatan instalasi tenaga dan
atau penerangan.
Pasal 53
Semua detektor kecuali detektor yang dipasang pada etalase toko harus diusahakan
ruangan bebas sekurang-kurangnya dengan radius 0,3 (tiga per sepuluh) m dengan
kedalaman 0,6(enam per sepuluh) m.
Pasal 54
(1) Dalam satu sistem alarm kebakaran boleh dipasang detektor panas, asap dan nyala
secara bersama dengan syarat tegangannya harus sama.
(2) Detektor yang dipasang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan
dengan ketentuan satu detektor asap atau satu detektor nyala dapat menggantikan dua
detektor panas.
Pasal 55
Bila instalasi kebakaran automatik yang telah ada ditambah maka gabungan instalasi
tersebut harus diuji bahwa instalasinya menyatu dan berfungsi dengan baik serta disahkan
oleh Direktur.
Pasal 56
(1) Tahanan isolasi setiap kelompok alarm terhadap tanah harus diuji dengan cara semua
hantaran terhubung paralel dengan alat ukur tahanan isolasi.
(2) Alat ukur tahanan isolasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus mempunyai
tegangan 24 (dua puluh empat) volt arus searah atau dua kali tegangan kerjanya
13 dari 20
PER.02/MEN/1983
dengan ketentuan pilih yang terbesar dan mempunyai tahan tidak boleh kurang dari
nilai hasil bagi 50 (lima puluh) mega ohm dengan jumlah detektor, titik panggil dan
lonceng atau satu mega ohm dengan ketentuan pilih yang terkecil.
BAB II
PEMELIHARAAN DAN PENGUJIAN
Pasal 57
(1) Terhadap instalasi alarm kebakaran automatik harus dilakukan pemeliharaan dan
pengujian berkala secara mingguan, bulanan dan tahunan.
(2) Pemeliharaan dan pengujian tahunan dapat dilakukan oleh konsultan kebakaran atau
organisasi yang telah diakui oleh Direktur atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 58
Pemeliharaan dan pengujian mingguan lain meliputi : membunyikan alarm secara
simulasi, memeriksa kerja lonceng, memeriksa tegangan dan keadaan baterai, memeriksa
seluruh sistem alarm dan mencatat hasil pemeliharaan serta pengujian buku catatan.
Pasal 59
Pemeliharaan dan pengujian bulanan antara lain meliputi : menciptakan kebakaran
simulasi, memeriksa lampu-lampu indikator, memeriksa fasilitas penyediaan sumber
tenaga darurat, mencoba dengan kondisi gangguan terhadap sistem, memeriksa kondisi
dan kebersihan panel indikator dan mencatat hasil pemeliharaan dan pengujian dalam
buku catatan.
Pasal 60
Pemeliharaan dan pengujian tahunan antara lain meliputi : memeriksa tegangan instalasi,
memeriksa kondisi dan keberhasilan seluruh detektor serta menguji sekurang-kurangnya
20 (dua puluh) % detektor dari setiap kelompok instalasi sehingga selambat-lambatnya
dalam waktu 5 (lima) tahun, seluruh detektor sudah teruji.
BAB III
SISTEM DETEKSI PANAS
Pasal 61
(1) Letak dan jarak antara dua detektor harus sedemikian rupa sehingga merupakan letak
yang terbaik bagi pendeteksian adanya kebakaran yaitu:
a. untuk setiap 46 (empat puluh enam) m2 luas lantai dengan tinggi langit-langit
dalam keadaan rata tidak lebih dari 3 (tiga) m harus dipasang sekurang-kurangnya
satu buah detektor panas.
14 dari 20
PER.02/MEN/1983
b. jarak antara detektor dengan detektor harus tidak lebih dari 7 (tujuh) m kese-
luruhan jurusan ruang biasa dan tidak boleh lebih dari 10 (sepuluh) m dalam
koridor.
c. jarak detektor panas dengan tembok atau dinding pembatas paling jauh 3 (tiga) m
pada ruang biasa dan 6 (enam) m dalam koridor serta paling dekat 30 (tiga puluh)
cm.
(2) Detektor panas yang dipasang pada ketinggian yang berbeda (staggered principle)
sekurang-kurangnya satu detektor untuk 92 (sembilan puluh dua) m2 luas lantai
dengan syarat:
a. detektor disusun dalam jarak tidak boleh lebih 3 (tiga) m dari dinding;
b. sekurang-kurangnya setiap sisi dinding memiliki satu detektor;
c. setiap detektor berjarak 7 (tujuh) m.
Pasal 62
Jarak detektor panas dapat dikurangi dengan mengingat pertimbangan sebagai berikut:
a. bila daerah yang dilindungi terbagi-bagi oleh rusuk, gelagar, pipa saluran atau
pembagi semacam itu yang mempunyai kedalaman melampaui 25 (dua puluh lima)
cm maka untuk setiap bagian yang berbentuk demikian harus ada sekurang-kurangnya
sebuah detektor bila luas bagian tersebut melampaui 57 (lima puluh tujuh) m2, namun
jika langit-langitnya terbagi dalam daerah lebih sempit, maka harus dipasang
sekurang-kurangnya satu detektor untuk luas 28 (dua puluh delapan) m2;
b. bila letak langit-langit melampaui ketinggian 3 (tiga) m dari lantai, maka batasan luas
lingkup untuk satu detektor harus dikurangi dengan 20 (dua puluh) % dari luas
lingkupnya.
Pasal 63
(1) Ruangan tersembunyi yang mempunyai ketinggian tidak lebih dari 2 (dua) m dan
pemancaran panas kesamping tidak terhalang gelagar yang menjorok ke bawah dari
langit-langit sedalam 50 (lima puluh) % dari tingginya harus dipasang sekurang-
kurangnya satu detektor untuk 92 (sembilan puluh dua) m2 luas lantai dengan jarak
antara detektor maximum 9 (sembilan) m serta jarak antara dinding tidak boleh lebih
dari 6 (enam) m.
(2) Bila gelagar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melampaui 50 (lima puluh) %
tetapi tidak lebih dari 75 (tujuh puluh lima) % dan tinggi ruangan tersembunyi, maka
berlaku ketentuan pasal 61 ayat (1) a.
(3) Bila gelagar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melampaui 75 (tujuh puluh lima)
% dari tinggi ruangan tersembunyi, maka tiap ruangan yang terbagi tersebut
memenuhi ketentuan pasal 62.
(4) Bila detektor panas dipasang di puncak lekukan atap ruangan tersembunyi, maka
jarak antar detektor dalam arah memanjang tidak boleh lebih dari 9 (sembilan) m.
(5) Bila atap ruangan tersembunyi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) itu miring,
maka deretan detektor yang terbawah terletak paling jauh 6 (enam) m secara hori-
zontal terhitung dari satu titik yang mempunyai jarak vertikal dari permukaan. langit-
15 dari 20
PER.02/MEN/1983
langit sebelah atas dengan permukaan sebelah bawah atau sejauh 80 (delapan puluh)
cm, kemudian jarak deretan detektor horizontal berikutnya harus 8 (delapan) m,
sedangkan jarak arah memanjang dapat dilakukan maksimum 15 (lima belas) m.
Pasal 64
Pemasangan detektor harus diatur sedemikian rupa sehingga elemennya yang peka panas
tidak boleh berada pada posisi kurang dari 15 (lima belas) m atau lebih dari 100 (seratus)
mm di bawah permukaan langit-langit. Apabila terdapat kerangka penguat bangunan
detektor dapat dipasang pada sebelah bawah kerangka tersebut, asalkan kerangka itu tidak
mempunyai kedalaman melampaui 25 (dua puluh lima) cm.
Pasal 65
Pada satu kelompok sistem alarm kebakaran tidak boleh dipasang lebih dari 40 (empat
puluh) buah detektor panas.
Pasal 66
(1) Instatasi alarm kebakaran automatik yang menggunakan detektor panas jenis ini harus
memiliki elemen lebur yang panjangnya tidak melebihi 3 (tiga) m. Pemasangan
detektor jenis ini tersebut harus ditempatkan sepanjang ruangan yang harus dilindungi
dan jarak antara detektor satu dengan lainnya tidak lebih dari 3 (tiga) m serta jarak
dari dinding tidak lebih dari 1 ½ (satu setengah) m.
(2) Pemasangan detektor jenis ini harus disusun sedemikian rupa sehingga untuk suatu
panjang tertentu tidak terdapat lebih dari tiga perubahan arah.
(3) Alat hubung detektor jenis ini harus ditempatkan pada tingkat bangunan yang
bersangkutan serta berada dalam peti kedap debu dan terhubung dengan indikator
secara listrik.
(4) Suatu bangunan dengan atap yang berpuncak memajang harus ada detektor jenis ini
dengan elemen lebur sepanjang puncak memanjangnya. Apabila jajaran puncak
memanjangnya melebihi 4,5 (empat lima per sepuluh) m dari sesamanya harus
dipasang deretan elemen lebur.
(5) Pengawatan ini harus dilindungi dari kerusakan secara mekanik.
BAB IV
SISTEM DETEKSI ASAP
Pasal 67
Detektor asap harus dapat bekerja baik dan kepekaannya tidak terpengaruh oleh variasi
tegangan yang bergerak dalam batas kurang atau lebih 10 (sepuluh) % dari tegangan
nominalnya.
16 dari 20
PER.02/MEN/1983
Pasal 68
(1) Bila detektor asap dipasang secara terbenam, maka alas dari elemen penginderaannya
harus berada sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) mm di bawah permukaan langit-
langit.
(2) Dalam menentukan letak detektor asap harus memperhatikan hal-hat sebagai berikut:
a. bila detektor asap dipasang dalam saluran udara yang mengalir dengan kecepatan
lebih dari 1 (satu) m perdetik perlu dilengkapi dengan alat penangkap asap
(sampling device).
b. bila disuatu tempat dekat langit-langit atau atap dimungkinkan dapat timbul suhu
tinggi, maka detektor perlu diletakan jauh di bawah langit-langit atau atap tersebut
agar detektor dapat bereaksi sedini mungkin.
c. apabila detektor asap dipasang dekat dengan saluran udara atau dalam ruang ber-
air conditioning harus diperhitungkan pengaruh aliran udara serta gerakan
asapnya.
Pasal 69
Pemasangan detektor asap harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. untuk setiap 92 (sembilan puluh dua) m2 luas lantai harus dipasang sekurang-
kurangnya satu detektor asap atau satu alat penangkap asap.
b. gerak antar detektor asap atau alat penangkap asap tidak boleh melebihi dari 12 (dua
belas) m dalam ruangan biasa dan 18 (delapan belas) m di dalam koridor.
c. jarak dan titik pusat detektor asap atau alat penangkap asap yang terdekat ke dinding
atau pemisah tidak boleh melebihi dari 6 (enam) m dalam ruangan biasa dan 12 (dua
belas) m di dalam karidor.
Pasal 70
(1) Dalam ruangan tersembunyi yang tingginya tidak melebihi 2 (dua) m dan penyebaran
asap kesamping tidak terhalang oleh gelagar yang menjorok ke bawah sampai 50
(lima puluh) % dari tingginya, sekurang-kurangnya harus dipasang satu detektor asap
untuk setiap 184 (seratus delapan puluh empat) m2 luas lantai. Jarak antar detektor
asap tidak melebihi dari 18 (delapan belas) m dan jarak dari dinding atau pemisah ke
detektor terdekat tidak boleh melebihi dari 12 (dua belas) m.
(2) Bila gelagar yang menjorok ke bawah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
melampaui 50 (lima puluh) % tetapi tidak melebihi 75 (tujuh puluh lima) % dari
tingginya ruangan tersebut harus dipasang sekurang-kurangnya satu detektor untuk
setiap 92 (sembilan puluh dua) m2 luas lantai.
(3) Bila gelagar yang menjorok ke bawah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) me
lampaui 75 (tujuh puluh lima) % dari tingginya ruangan tersebut, maka setiap bagian
ruangan harus dilindungi secara tersendiri.
(4) Bila detektor asap dipasang dipuncak lekukan atau ruangan tersembunyi, maka
jarak antar detektor asap dalam arah memanjang tidak boleh lebih dari 18 (delapan
belas) m.
17 dari 20
PER.02/MEN/1983
(5) Bila atap ruangan tersembunyi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) miring, maka
deretan detektor asap yang terbawah terletak paling jauh 6 (enam) m secara horizontal
terhitung dari suatu titik yang mempunyai jarak vertikal dari permukaan langit-langit
sebelah atas dengan permukaan sebelah bawah atap sejauh 80 (delapan puluh) cm,
kemudian jarak deretan detektor horizontal berikutnya harus 12 (dua belas) m,
sedangkan jarak arah memanjang dapat dilakukan sampai 30 (tiga puluh) m.
Pasal 71
Bila ruangan tersembunyi terbagi-bagi sehingga mempengaruhi kelancaran aliran udara,
maka harus dipasang detektor sedemikian rupa untuk menjamin pendeteksian dini.
Pasal 72
Setiap kelompok alarm kebakaran harus dibatasi sampai 2 (dua puluh) buah detektor asap
dan dapat melindungi ruangan tidak lebih dari 2000 (dua ribu) m2 luas lantai. Jika dipakai
sistem alat penangkap asap, maka tidak boleh dipasang lebih dari 12 (dua belas) buah alat
penangkap asap dengan satu elemen pengindera. Sistem ini dianggap sebagai satu
kelompok alarm kebakaran.
Pasal 73
(1) Berkas sinar yang membentuk bagian suatu sistem dari detektor asap jenis optik harus
dilindungi terhadap timbulnya alarm palsu.
(2) Elemen peka cahaya detektor asap jenis optik harus ditempatkan sedemikian rupa
atau diberi perisai, sehingga bila ada sinar dari manapun datangnya selain dari sumber
yang dikehendaki tidak mempunyai pengaruh terhadap bekerjanya detektor.
(3) Bila detektor asap jenis optik memiliki sistem monitor terhadap sumber cahaya secara
menerus, maka sumber cahaya itu harus diganti dengan yang baru, sekurang-
kurangnya sekali setahun.
Pasal 74
(1) Desain sistem alat penangkap asap harus sedemikian rupa sehingga bila asap me-
masuki titik tangkap yang terjauh untuk mencapai elemen penginderaan harus dapat
dicapai dalam waktu 80 (delapan puluh) detik.
(2) Penyusunan sistem alat penangkap sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
sedemikian rupa sehingga kecepatan aliran udara ke setiap titik tangkap perbe-
daannya tidak boleh lebih besar atau lebih kecil 10 (sepuluh) % dari kecepatan rata-
rata dan kegagalan aliran dari titik tangkap dapat menimbulkan gangguan pada alarm.
Pasal 75
Pada sistem alat penangkap asap harus tersedia dua kipas angin, satu digerakan oleh arus
listrik dari sumber utama dan yang satu dari baterai akimulator, atau hanya satu kipas
angin yang digerakan oleh arus listrik dari sumber utama dengan satu sakelar pemindah
automatik kebateraian akimulator.
18 dari 20
PER.02/MEN/1983
Pasal 76
Setiap titik tangkap harus dapat menyalurkan udara yang ditangkap langsung kebagian
penginderaan detektornya sebelum udara itu bercampur dengan udara daerah lain.
BAB V
SISTEM DETEKTOR API (FLAME DETECTOR)
Pasal 77
(1) Detektor nyala api harus mempunyai sifat yang stabil dan kepekaannya tidak ter-
pengaruh oleh adanya perubahan tegangan dalam batas kurang atau lebih 10 (sepuluh)
% dari tegangan nominalnya.
(2) Kepekaan dan kestabilan detektor nyala api harus sedemikian rupa sehingga
bekerjanya tidak terganggu oleh adanya cahaya dan radiasi yang berlebihan atau ada-
nya perubahan suhu dari 0o (nol derajat) C sampai 65o (enam puluh lima derajat) C.
Pasal 78
Satu kelompok alarm kebakaran harus dibatasi sampai dengan 20 (dua puluh) detektor
nyala api untuk melindungi secara baik ruangan maksimum 2000 (dua ribu) m2 luas lantai
kecuali terhadap ruangan yang luas tanpa sekat, maka atas persetujuan Direktur atau
pejabat yang ditunjuknya dapat diperluas lebih dari 2000 (dua ribu) m2 luas lantai.
Pasal 79
Detektor nyala api yang dipasang di luar ruangan (udara terbuka) harus terbuat dari bahan
yang tahan cuaca atau tidak mudah berkarat dan pemasangannya harus sedemikian
sehingga tidak mudah bergerak karena pengaruh angin, getaran atau sejenisnya.
Pasal 80
Pemasangan detektor nyala api dalam gardu listrik atau daerah lain yang sering mendapat
sambaran petir, harus dilindungi sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan alarm
palsu.
BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 81
Instalasi Alarm Kebakaran Automatik yang sudah digunakan sebelum Peraturan ini di-
tetapkan, Pengurus wajib memenuhi ketentuan Peraturan Menteri ini dalam waktu 2 (dua)
tahun sejak berlakunya Peraturan Menteri ini.
19 dari 20
PER.02/MEN/1983
Pasal 82
Pengurus wajib melaksanakan untuk ditaatinya semua ketentuan dalam Peraturan
Menteri ini.
BAB VII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 83
(1) Pengurus yang tidak mentaati ketentuan Pasal 82 diancam hukuman kurungan
selama-lamanya tiga bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu
rupiah) sesuai dengan Pasal 15 ayat (2) dan (3) Undang-undang No. 1 Tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja.
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 84
Pemasangan Instalasi Alarm Kebakaran Automatik yang belum diatur dalam Peraturan
Menteri ini dapat dilakukan setelah mendapat ijin dari Direktur.
Pasal 85
Pegawai Pengawas dan Ahli Keselamatan Kerja melakukan pengawasan terhadap
ditaatinya Peraturan Menteri ini.
Pasal 86
Hal-hal yang memerlukan pedoman pelaksanaan dari Peraturan Menteri ini ditetapkan
lebih lanjut oleh direktur.
Pasal 87
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 10 Agustus 1983
MENTERI TENAGA KERJA
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
SUDOMO
20 dari 20
INS. 11/M/BW/1997
INSTRUKSI
MENTERI TENAGA KERJA
NO. : INS.11/M/BW/1997
TENTANG
PENGAWASAN KHUSUS K3 PENAGGULANGAN KEBAKARAN
MENGINSTRUKSIKAN
Kepada : Para Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja di seluruh
Indonesia.
1 dari 21
INS. 11/M/BW/1997
Dikeluarkan di Jakarta
Pada tanggal 21 Oktober 1997
ttd
2 dari 21
INS. 11/M/BW/1997
I. PETUNJUK UMUM
Syarat keselamatan kerja yang berhubungan dengan penanggulangan kebakaran
secara jelas telah digariskan dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1970 antara lain:
− Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
− Penyediaan sarana jalan untuk menyelamatkan diri;
− Pengendalian asap, panas dan gas;
− Melakukan latihan bagi semua karyawan.
Rumusan tersebut di atas dengan pendekatan teknis dapat dijabarkan sebagai
berikut:
1. Tindakan pencegahan agar tidak terjadi kebakaran dengan cara mengeliminir
atau mengendalikan berbagai bentuk perwujudan energi yang digunakan,
hendaknya diprioritaskan pada masalah yang paling menonjol dalam statistik
penyebab kebakaran.
2. Tindakan dalam rangka upaya mengurangi tingkat keparahan risiko kerugian
yang terjadi maupun jatuhnya korban jiwa, dengan cara melokalisasi atau
kompartemenisasi agar api, asap dan gas tidak mudah meluas ke bagian yang
lain.
3. Penyediaan alat/instansi proteksi kebakaran seperti sistem deteksi/alarm
kebakaran dan alat pemadan api ringan, hydran, springkler atau instansi khusus
yang handal dan mandiri melalui perencanaan, pemasangan dan pemeliharaan
sesuai ketentuan standar.
4. Tersedianya sarana jalan untuk menyelamatkan diri yang aman, lancar dan
memadai sesuai jumlah orang dan bentuk konstruksi bangunan.
5. Terbentuknya organisasi tanggap darurat untuk menanggulangi bila terjadi
bahaya kebakaran.
Tugas-tugas pembinaan dan pengawasan keselamatan kerja di bidang penang-
gulangan kebakaran seperti uraian tersebut di atas harus dilakukan secara
profesional oleh pegawai dan dengan menjalin kerjasama yang harmonis dengan
instansi/dinas terkait.
3 dari 21
INS. 11/M/BW/1997
4 dari 21
INS. 11/M/BW/1997
5 dari 21
INS. 11/M/BW/1997
6 dari 21
INS. 11/M/BW/1997
9. Instalasi khusus
Pada obyek-obyek tertentu ada kalanya memerlukan sistem proteksi kebakaran
secara khusus dengan media tertentu yang disesuaikan dengan karakteristik
obyek yang bersangkutan. Kriteria penilaian instalasi khusus harus berpedoman
pada standar yang berlaku dan spesifikasi teknis peralatan dari pabrik
pembuatnya.
7 dari 21
INS. 11/M/BW/1997
Dikeluarkan di Jakarta
Pada tanggal 21 Oktober 1997
A.N. MENTERI TENAGA KERJA
DIREKTUR JENDERAL
PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN
PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
ttd
8 dari 21
INS. 11/M/BW/1997
Bentuk 65-K
Berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1970 dan Instruksi Menteri Tenaga Kerja No. Inst.
11/M/BW/1997, dengan ini kami mengajukan permohonan pengesahan Sertifikasi Pemasangan Instalasi
Proteksi Kebakaran.
Pemohon
Nama : ………………………………………………………………………………….
Jabatan : ………………………………………………………………………………….
Instansi/perusahaan : ………………………………………………………………………………….
Alamat : ………………………………………………………………………………….
Telp. : ……………………………… Fax. : ……………………………….
Data Umum
Nama gedung/bangunan : ………………………………………………………………………………….
Jenis usaha/kegiatan : ………………………………………………………………………………….
Alamat : …………………………………………………………………………….........
Telp. : ………………………………. Fax. : ……………………………….
Pemilik : ………………………………………………………………………………….
Pengelola : ……………………………………………………………………………….....
Nama pengurus : …………………………………………………………………………………
Jenis instansi : ( ) Instalasi Alarm
( ) Instalasi Hydran
( ) Instalasi Springkler
( ) Instalasi Khusus *) Sebutkan!
………………………………………………………………………….
Konsultan : ………………………………………………………………………………….
Alamat : ………………………………………………………………………………….
Telp. : ……………………………… Fax. : ………………………………
Instalator : ………………………………………………………………………………….
Alamat : ………………………………………………………………………………….
Telp. : ……………………………... Fax. : ………………………………
Jadual pelaksanaan : ……………………………………. s/d ……………….……………………
Keterangan : Data teknik, gambar dan kriteria perencanaan terlampir.
..………………... , ………………………..
Pemohon,
Materai
Rp. 2.000,-
Kepada Yth.
Direktur PNKK Ditjen Binawas
Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 51
Blok A Lantai 8 Jakarta Selatan.
9 dari 21
INS. 11/M/BW/1997
Bentuk 66-K
I. DATA UMUM
1. Nama Gedung/Bangunan : _______________________________________
2. Alamat : _______________________________________
_______________________________________
3. Penggunaan bangunan : _______________________________________
4. Pemilik : _______________________________________
5. Pengelola : _______________________________________
6. Nama pengurus : _______________________________________
10 dari 21
INS. 11/M/BW/1997
Catatan *)
11 dari 21
INS. 11/M/BW/1997
Bentuk 66.K(A)
4. Detektor asap
5. Detektor nyala
6. Detektor gas
7. Tombol manual
8. Alarm bell
9. Sinyal lampu alarm
Catatan *)
12 dari 21
INS. 11/M/BW/1997
13 dari 21
INS. 11/M/BW/1997
2. Test Alarm
3. Test Foult
4. Interkoneksi
14 dari 21
INS. 11/M/BW/1997
Bentuk 66 K.(HY)
15 dari 21
INS. 11/M/BW/1997
Bentuk 66 K.(GC)
16 dari 21
INS. 11/M/BW/1997
2. 1 titik hydran
3. 2 titik hydran
4. 3 titik hydran
17 dari 21
INS. 11/M/BW/1997
Bentuk FS-04.SP
18 dari 21
INS. 11/M/BW/1997
19 dari 21
INS. 11/M/BW/1997
20 dari 21
INS. 11/M/BW/1997
Demikian hasil pemeriksaan sarana proteksi kebakaran, untuk bahan pertimbangan lebih lanjut.
Dikeluarkan di Jakarta
Pada tanggal 21 Oktober 1997
ttd
21 dari 21
KEP.186/MEN/1999
KEPUTUSAN
MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA
No. : KEP.186/MEN/1999
TENTANG
UNIT PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI TEMPAT KERJA
1 dari 14
KEP.186/MEN/1999
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I. TENTANG UNIT
PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI TEMPAT KERJA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
a. Tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau
tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk
keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya.
b. Tenaga kerja ialah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam
maupun di luar hubugan kerja, guna menghasilkan jasa atau barang untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat.
c. Penanggulangan kebakaran ialah segala upaya untuk mencegah timbulnya
kabakaran dengan berbagai upaya pengendalan setiap perwujudan energi,
pengadaan sarana proteksi kebakaran dan sarana penyelamatan serta pembentukan
organisasi tanggap darurat untuk memberantas kebakaran.
d. Unit penanggulangan kebakaran ialah unit kerja yang dibentuk dan ditugasi untuk
menangani masalah penanggulangan kebakaran di tempat kerja yang meliputi
kegiatan administrasi, identifikasi sumber-sumber bahaya, pemeriksaan,
pemeliharaan dan perbaikan sistem proteksi kebakaran.
e. Petugas peran penanggulangan kebakaran ialah petugas yang ditunjuk dan diserahi
tugas tambahan untuk mengidentifikasi sumber bahaya dan melaksanakan upaya
penanggulangan kebakaran di unit kerjanya.
f. Regu penanggulangan kebakaran ialah satuan tugas yang mempunyai tugas khusus
fungsional di bidang penanggulangan kebakaran.
g. Ahli keselamatan kerja ialah tenaga teknis yang berkeahlian khusus dari luar
Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
h. Pegawai pengawas ialah tenaga berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja
yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
i. Pengurus ialah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung suatu tempat
kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri.
j. Pengusaha ialah:
1) Orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu
perusahaan milik sendiri;
2) Orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri
menjalankan perusahaan bukan miliknya;
3) Orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia
mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 yang
berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
2 dari 14
KEP.186/MEN/1999
Pasal 2
(1) Pengurus atau pengusaha wajib mencegah, mengurangi dan memadamkan
kebakaran, latihan penanggulanggan kebakaran di tempat kerja.
(2) Kewajiban mencegah, megurangi dan memadamkan kebakaran di tempat kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Pengendalian setiap bentuk energi;
b. Penyediaan sarana deteksi, alarm, pemadam kebakaran dan sarana evakuasi;
c. Pengendalian penyebaran asap, panas dan gas;
d. Pembentukan unit penanggulangan kebakaran di tempat kerja;
e. Penyelenggaraan latihan dan gladi penanggulangan kebakaran secara berkala;
f. Memiliki buku rencana penanggulangan keadaan darurat kebakaran, bagi tempat
kerja yang mempekerjakan lebih dari 50 (lima puluh) orang tenaga kerja dan
atau tempat kerja yang berpotensi bahaya kebakaran sedang dan berat.
(3) Pengendalian setiap bentuk energi, penyediaan sarana deteksi, alarm, pemadam
kebakaran dan sarana evakuasi serta pengendalian penyebaran asap, panas dan gas
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b dan huruf c dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
(4) Buku rencana penanggulangan keadaan darurat kebakaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf f, memuat antara lain:
a. Informasi tentang sumber potensi bahaya kebakaran dan cara pencegahannya;
b. Jenis, cara pemeliharaan dan penggunaan sarana proteksi kebakaran di tempat
kerja;
c. Prosedur pelaksanaan pekerjaan berkaitan dengan pencegahan bahaya
kebakaran;
d. Prosedur dalam menghadapi keadaan darurat bahaya kebakaran.
BAB II
PEMBENTUKAN UNIT PENANGGULANGAN KEBAKARAN
Pasal 3
Pembentukan unit penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat
(1) dengan memperhatikan jumlah tenaga kerja dan atau klasifikasi tingkat potensi
bahaya kebakaran.
Pasal 4
(1) Klasifikasi tingkat potensi bahaya kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 3
terdiri:
3 dari 14
KEP.186/MEN/1999
Pasal 5
Unit penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 terdiri dari:
a. Petugas peran kebakaran;
b. Regu penanggulangan kebakaran;
c. Koordinator unit penanggulangan kabakaran;
d. Ahli K3 spesialis penaggulangan kebakaran sebagai penaggungjawab teknis.
Pasal 6
(1) Petugas peran kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a, sekurang-
kurangnya 2 (dua) orang untuk setiap jumlah tenaga kerja 25 (dua puluh lima) orang.
(2) Regu penanggulangan kebakaran dan ahli K3 spesialis penanggulangan kebakaran
sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf b dan huruf d, ditetapkan untuk tempat
kerja tingkat risiko bahaya kebakaran ringan dan sedang I yang mempekerjakan
tenaga kerja 300 (tiga ratus) orang, atau lebih, atau setiap tempat kerja tingkat risiko
bahaya kebakaran sedang II, sedang III dan berat.
(3) Koordinator unit penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud pasal 5 huruf c,
ditetapkan sebagai berikut:
a. Untuk tempat kerja tingkat risiko bahaya kebakaran ringan dan sedang I,
sekurang-kurangnya 1 (satu) orang untuk setiap jumlah tenaga kerja 100 (seratus)
orang;
b. Untuk tempat kerja tingkat risiko bahaya kebakaran sedang II dan sedang III dan
berat, sekurang-kurangnya 1 (satu) orang untuk setiap unit kerja.
BAB III
TUGAS DAN SYARAT UNIT PENANGGULANGAN KEBAKARAN
Pasal 7
(1) Petugas peran kebakaran sebagaimana dimaksud pasal 5 huruf a mempunyai tugas:
4 dari 14
KEP.186/MEN/1999
Pasal 8
(1) Regu penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf b
mempunyai tugas:
a. mengidentifikasi dan melaporkan tentang adanya faktor yang dapat menimbulkan
bahaya kebakaran;
b. melakukan pemeliharaan sarana proteksi kebakaran;
c. memberikan penyuluhan tentang penanggulangan kebakaran pada tahap awal;
d. membantu menyusun baku rencana tanggap darurat penanggulangan kebakaran;
e. memadamkan kebakaran;
f. mengarahkan evakuasi orang dan barang;
g. mengadakan koordinasi dengan instansi terkait;
h. memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan;
i. mengamankan seluruh lokasi tempet kerja;
j. melakukan koordinasi seluruh petugas peran kebakaran.
(2) Untuk dapat ditunjuk sebagai anggota regu penanggulangan kebakaran harus
memenuhi syarat:
a. sehat jasmani dan rohani;
b. usia minimal 25 tahun dan maksimal 45 tahun;
c. pendidikan minimal SLTA;
d. telah mengikuti kursus teknis penanggulangan kebakaran tingkat dasar I dan
tingkat dasar II.
Pasal 9
(1) Koordinator unit penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 5
huruf c mempunyai tugas:
5 dari 14
KEP.186/MEN/1999
Pasal 10
(1) Ahli K3 sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (3) mempunyai tugas:
a. membantu mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang
penanggulangan kebakaran;
b. memberikan laporan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku;
c. merahasiakan segala keterangan tentang rahasia perusahaan atau instansi yang
didapat berhubungan dengan jabatannya;
d. memimpin penanggulangan kebakaran sebelum mendapat bantuan dari instansi
yang berwenang;
e. menyusun program kerja atau kegiatan penanggulangan kebakaran;
f. mengusulkan anggaran, sarana dan fasilitas penanggulangan kebakaran kepada
pengurus;
g. melakukan koordinasi dengan instansi terkait.
(2) Syarat-syarat Ahli K3 spesialis penanggulangan kebakaran adalah:
a. sehat jasmani dan rohani;
b. pendidikan minimal D3 teknik;
c. bekerja pada perusahaan yang bersangkutan dengan masa kerja minimal 5 tahun;
d. telah mengikuti kursus teknis penanggulangan kebakaran tingkat dasar I, tingkat
dasar II dan tingkat Ahli K3 Pratama dan Tingkat Ahli Madya;
e. memiliki surat penunjukkan dari menteri atau pejabat yang ditunjuknya.
(3) Dalam melaksanakan tugasnya Ahli K3 spesialis penanggulangan kebakaran
mempunyai wewenang:
a. memerintahkan, menghentikan dan menolak pelaksanaan pekerjaan yang dapat
menimbulkan kebakaran dan peledakan;
6 dari 14
KEP.186/MEN/1999
Pasal 11
Tata cara penunjukan Ahli K3 sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (2) huruf e,
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Pasal 12
Kursus teknik penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (2),
pasal 8 ayat (2), pasal 9 ayat (2), dan pasal 10 ayat (2) harus sesuai kurikulum dan silabi
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Keputusan Menteri ini.
Pasal 13
(1) Tenaga kerja yang telah mengikuti kursus teknik penanggulangan kebakaran
sebagaimana dimaksud pada pasal 12 berhak mendapat sertifikat.
(2) Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditanda tangani oleh menteri atau
pejabat yang ditunjuk.
Pasal 14
(1) Kursus teknik penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 12
diselenggarakan oleh Perusahaan Jasa Pembinaan K3 yang telah ditunjuk oleh menteri
atau pejebat yang ditunjuk.
(2) Penunjukan perusahaan jasa pembinaan K3 sebagaimana disebut pada ayat (1)
didasarkan pada kualifikasi tenaga ahli, instruktur dan fasilitas penunjang yang
dimilikinya.
BAB IV
PENGAWASAN
Pasal 15
Pegawai pengawas ketenagakerjaan melaksakan pengawasan terhadap ditaatinya
Keputusan Menteri ini.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 16
Pengurus atau pengusaha yang telah membentuk unit penanggulangan kebakaran sebelum
keputusan ini di tetapkan, selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) tahun harus
menyesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dalam Keputusan Menteri ini.
7 dari 14
KEP.186/MEN/1999
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 17
Keputusan Menteri ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 29 September 1999
ttd.
FAHMI IDRIS
8 dari 14
KEP.186/MEN/1999
9 dari 14
KEP.186/MEN/1999
10 dari 14
KEP.186/MEN/1999
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 29 September 1999
ttd.
FAHMI IDRIS
11 dari 14
KEP.186/MEN/1999
12 dari 14
KEP.186/MEN/1999
kebakaran.
6. Fire Emergency Respon Plan. − Pengorganisasian sisten tanggap darurat.
− Prosedur tanggap darurat kebakaran. 4
− Pertolongan penderitan gawat darurat
7. Praktek pemadaman APAR, Hydran, Penyelamatan 16
8. Evaluasi. 4
Jumlah jam pelajaran @ 45 menit 60
13 dari 14
KEP.186/MEN/1999
2. Industrial Communication
2
Pattern.
3. Fire Risk Assessment. 2
4. Cost and benefit analysis of
2
safety.
5. Explosion protection. 2
6. Smoke Control System. 2
7. Building construction. 2
8. Environmental impact of fire. 2
9. Performance based design on
2
fire safety.
10. Fire modeling and simulation. 2
11. Fire safety audit internal
2
(ISO 9000).
12. Feri safety design & evaluation. 2
13. Praktek. Kunjungan ke laboratorium uji api. 10
14. Kertas kerja. 10
15. Diskusi/ekspose. 10
16. Evaluasi. 6
Jumlah jam pelajaran @ 45 menit 60
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 29 September 1999
ttd.
FAHMI IDRIS
14 dari 14