Anda di halaman 1dari 683

SEJARAH BAB

IMUNOLOGI I

Daftar singkatan yang digunakan dalam bah ini


CTL Cytotoxic T Lymphocyte
DNA Deoxyribonucleic Acid
HLA Human Leucocyte Antigen
LCMV Lymphocyte Choriomeningitis Virus
MHC Mayor Histocompatibility Complex
Ts Sel T supresor
/muno/ogi Dosor Edis! ke-10

engetahuan yang telah kita peroleh yang disebut variolasi. Selanjutnya cara

P melalui sejarah perkembangan


imunologi, menjadikan kita mampu
mengerti konsep-konsep imunologi. Disiplin
itu dipraktekkan secara umum dan ber-
kembang di Turki dan Asia Tengah.
Lady Mary Wortly Montagu, seorang
imunologi berkembang dari observasi bangsawan Inggris terjangkit cacar yang
bahwa mereka yang sembuh dari penyakit sembuh namun menyisakan pock di kulit
infeksi tertentu menjadi terlindungterhadap dan alopesia di kepala. Saat suaminya
penyakit tersebut. Imunos (Latin) berarti ditunjuk sebagai duta besar Inggris di
dikecualikan dan immunity (Inggris) ber- Turki, Lady Montagu mempelajari teknik
arti terlindung dari infeksi. inokulasi yang pada waktu itu (tahun 1700)
Mungkin referens tertulis mengenai sudah dipraktekkan oleh dokter-dokter
fenomena imunitas, dapat ditelusuri kem- Turki. Ia mencoba pada anak laki-lakinya
bali ke Thucydides, ahli sejarah Perang yang ternyata tetap sehat meskipun sering
Peloponnesia yang menggambarkan bahwa terpajan dengan wabah cacar. Setelah
wabah di Aten yang ditulisnya tahun 430 kembali ke Inggris, tindakan Lady Montagu
SM. Pada tahun tersebut tercatat adanya pada anaknya telah menimbulkan per-
wabah yang melanda Yunani dan mereka hatian para ahli dan raja Inggris. Pada
yang terjangkit wabah dan sembuh, tidak tahun 1721 inokulasi nanah penderita
menderita wabah untuk kedua kalinya. cacar diberikan kepada 6 orang tawanan
Sejarah imunologi baru dimulai lebih penjahat yang akan dihukum mati dan
dari 100 tahun oleh Louis Pasteur yang di- ternyata semuanya sehat tidak terjangkit
anggap sebagai the Father ofImmunology. wabah. Eksperimen selanjutnya dilakukan
Studi vaksinasi dini telah membukajalan pada keluarga raja dengan hasil baik.
untuk imunologi imunisasi yang sampai Edward Jenner (1796) mengumpul-
dewasa ini merupakan kemajuan yang kan nanah asal luka pok sapi dari tangan
tidak ternilai. pemerah susu yang bernama Sarah Nelmes
Bila kita berpikir tentang imunologi dan nanah tersebut diinokulasikannya ke
selular, sejarah sebenarnya baru mulai pada seorang anak yang bernama James Philip
tahun 1950. Cacar pertama tercatat di Cina usia 4 tahun. Hal itu hanya menimbulkan
dan kemudian menyebar ke Turki, Asia panas tetapi tidak menjadikan anak ter-
Tengah melalui perdagangan tradisional sebut sakit. Selanjutnya Philip mendapat
dan akhirnya ke seluruh dunia. Pada tahun inokulasi nanah dari cacar aktif yang ter-
1000 SM ahli-ahli Cina telah mempraktek- nyata tidak menimbulkan reaksi yang
kan sejenis imunisasi dengan menghirup berarti. Setelah itu vaksinasi dengan nanah
puyer yang dibuat dari krusta lesi cacar. pok sapi diterima sebagai cara pencegahan
Kemudian puyer krusta diaplikasikan me- (vacca berarti sapi) dan Jenner diangkat
lalui j arum atau pocking device ke kulit sebagai pendiri imunologi.

2
Bab I. Sejarah lmunologi

Louis Pasteur (Perancis) merupakan ambil makanan (fagositosis) dan dilepas-


orang pertama yang menunjukkan peran kannya sisa-sisa makanan melalui eksosi-
mikroorganisme dalam proses fermentasi tosis. Eksperimennya yang terkenal hanya
yang berhasil mengisolasi dan memurni- dengan memasukkan duri kembang ros ke
manaskan (pasteurisasi). SelanjutnyaPasteur dalam kumpulan larva bintang laut dan
juga menemukan mikroorganisme dalam dilihatnya sel-sel bermigrasi dengan cepat
ulat sutera yang pada waktu itu sedang dan berkelompok sekitar duri tersebut.
menimbulkan krisis sutera di Perancis. Mulai tahun 1900 ditemukan bukti-
Robert Koch (Jerman) merupakan bukti bahwa tubuh memiliki pertahanan
orang pertama yang mengisolasi kuman komprehensif terhadap infeksi dengan
antraks, tetapi yang membuktikan ke- memproduksi antibodi. Hans Buchner
mampuan antraks menimbulkan penyakit (Jerman) menemukan molekul dalam darah
adalah Pasteur. Koch juga merupakan yang kemudian diidentifikasi oleh Jules
orang pertama yang mengisolasi kuman Bordet (Belgia) sebagai aleksin dan kom-
tuberkulosis (1882). Pasteur meneliti imu- plemen. Bordet dan Octave Gengou me-
nisasi antraks, kolera ayam dan rabies. ngembangkan uji fiksasi komplemen yang
Robert Koch meneliti imunitas terhadap dapat digunakan dalam esai reaksi antigen-
agen infeksi lainnya. Bidang imunologi antibodi.
dan banyak dasar-dasar kedokteran modem Karl Landsteiner (Wma) menggambar-
dapat dikatakan dilahirkan dari dua orang kan golongan darah ABO manusia pada
tersebut pada tahun 1880. tahun 1900 yang diikuti oleh studi me-
Pada tahun 1880-90 imunisasi dengan ngenai dasar imunokimiawi spesifisitas
vaksin yang diatenuasikan berkembang antigen.
dan dibawa ke seluruh Eropa dan Amerika. Charles Robert Richet (Perancis) dan
Emil von Behring (Jerman), Paul Erlich Paul Jules Portierpada awal tahun 1900 men-
(Jerman) serta Shibasaburo Kitasato (Jepang) coba mengirnunisasi anjing terhadap toksin
mengembangkan anti-toksin asal serum kuda asal tentakel sea anemon, yang temyata
terhadap difteri yang digunakan sekarang menirnbulkan anafilaksis dan fenomen alergi
dan dikenal sebagai imunisasi pasif. yang berhubungan dengan reaksi irnun.
Rudolf Kraus (Jerman) memperlihat- Setelah struktur imunoglobulin di-
kan untuk pertama kali reaksi presipitasi jelaskan oleh Rodney Robert Porter dan
yang ditimbulkan oleh reaksi antara anti- Gerald Edelman pada akhir tahun 1950
toksin dalam serum dan bakteri. dan 1960, imunologi modem mulai bergerak
Elie Metchnikof (1884) seorang ahli sebagai pionir dalam riset medis.
zoologi mempelajari organisme sel tunggal Jean Baptiste Dausset menggambarkan
dan fagositosis pada larva bintang laut yang antigen histokompatibilitas pada manusia
transparan. Dilihatnya sel tunggal meng- dan irnunologi transplantasi dikembangkan

3
lmvno!ogi Dosor Edisi ke-10

menjadi ilmu utama. Transplantasi sumsum spesies ditemukan bursa dependen dan
tulang menjadi terapi efektif untuk Severe imunitas selular adalah timus dependen.
Combined Immunodeficiency dan penyakit Pada tahun 1959, James Gowans,
seJems. membuktikan bahwa limfosit sebetulnya
Tahun 1960 ditandai dengan Renais- disirkulasikan ulang. Pada tahun 1966,
sance imunologi selular dan sejak itu imu- Tzvee Nicholas Harris dan kawan-kawan
nologi memasuki era modem. Sekarang menunjukkan dengan jelas bahwa lim-
sudah dikenal berbagai cabang ilmu imu- fosit dapat membentuk antibodi.
nologi antara lain imunologi molekular Pada tahun 1966 dan 1967 Claman
(imunokimia, imunobiologi, imunogenetik), dkk, David dkk, serta Mitchison dkk
imunopatologi, imunologi tumor, imuno- menunjukkan bahwa sel T dan B bekerja
logi transplantasi, imunologi perbandingan, sama satu dengan lainnya dalam respons
imunotoksikologi, imunofarmakologi dan imun.
lainnya. Jelaslah bahwa imunologi hanya Berbagai fenomena seperti pengalihan
merupakan akhir dari awal dan menun- pembentukan satu antibodi ke jenis lain-
jukkan prospek yang cerah untuk masa nya tergantung pada sinyal dari sel T yang
mendatang. mengaktifkan sel B untuk mengubah lgM
Pada tahun 1948, Astrid Elsa Fagraeus ke lgG atau lgA. Sel B yang dirangsang
menemukan peran sel plasma dalam pem- oleh antigen tanpa sinyal sel T akan terns
bentukan antibodi. Teknik imunofluore- membentuk lgM. Antigen tersebut disebut
sensi yang dikembangkan Albert Coons timus independen, sedang yang lainnya
merupakan hal yang berharga untuk identi- memerlukan sel T sebagai antigen timus
fikasi antigen dalam jaringan dan sintesis dependen.
antibodi dalam sel individual. Mitchison dan kawan-kawan meng-
Dalam usaha mengimunisasi ayam gambarkan subset sel T yang menunjuk-
yang Bursa Fabricius-nya diangkat, Bruce kan aktivitas helper yaitu sel T helper.
Glick dkk tidak menemukan produksi Gershon dan Condo menggambarkan sel T
antibodi. Hal itu merupakan bukti pertama supresor.
bahwa pembentukan antibodi tergantung Baruj Benacerraf dan kawan-kawan
dari Bursa Fabricius. Robert A. Good segera menunjukkan peran produk gen histo-
mengenal arti penemuan tersebut dalarn kompatibilitas mayor dalam spesifisitas
terjadinya defisiensi imun pada anak. dan regulasi respons imun yang sel T
Minneapolis dan Miller membuktikan dependen.
peran timus dalam respons imun dan ber- Jeme menggambarkan teori jaring
bagai ahli mulai meneliti ekuivalen bursa imunitas bahwa antibodi dibentuk terhadap
pada manusia dan hewan lain. Pemben- spesifisitas idiopatik dari molekul anti-
tukan antibodi oleh sistem imun dari banyak bodi yang diikuti pembentukan antibodi

4
Bab I. Sejarah lmunologi

antiidiotipik yang menjelaskan proses tam- - Merrill Chase (Amerika 1905- ) me-
bahan imunoregulatori yang berarti dalam neliti hipersensitivitas antara lain hiper-
fungsi sistem imun. Postulat tersebut sensitivitas lambat dan dermatitis kontak
dibuktikan benar oleh berbagai penelitian - Philip Levine (Rusia-Amerika 1900-
Tonegawa dan kawan-kawan serta 1987) pionir dalam penelitian antigen
Leder dan kawan-kawan mengidentifikasi golongan darah, sistem MNP, transfusi
dan mengklon gen yang menyandi variabel dan transplantasi
dan diversitas konstan pada tempat antibodi - Jules Freund (Hongaria 1890- 1960)
diikat. meneliti pembentukan antibodi, ense-
Pada tahun 1975, George Kohler dan falomielitis alergik dan mengembang-
Cesar Milstein berhasil memproduksi kan ajuvan Freund
antibodi monoklonal dengan hibridisasi - Hans Zinsser (Amerika 1878-1940 me-
sel mutan mieloma dengan sel B yang nunjukkan perbedaan antara tuberkulin
memproduksi antibodi (teknik hibridoma). dan hipersensitivitas anafilaktik
Antibodi monoklonal merupakan produk - Max Theiler (Afrika Selatan 1899-
homogen yang banyak digunakan dalam 1972) mengembangkan vaksin terhadap
diagnosis di laboratorium. yellow f ever
Berikut adalah beberapa tokoh lain- - Gregory Shwartzman (1896-1965, Rusia-
nya yang memiliki peranan cukup penting Amerika) menggambarkan reaksi lokal
dalam perkembangan imunologi: dan sistemik setelah pemberian suntikan
- Michael Heidelberger (Amerikal 888- endotoksin bakteri
1991) adalah pendiri imunokemistri - Robin Coombs ( 1921- , Inggris) me-
- Arne W Tiselius (Swedia 1902- 1971) ngembangkan tes Coombs
mengembangkan teknik elektroforesis - Albert Hewett Coons (1912- 1978,
- Elvin Abraham Kabat (Amerika 1914- Amerika) mengembangkan teknik fluo-
2000) memisahkan imunoglobulin resensi antibodi
dengan elektroforesis - Pierre Grabar (1898- 1986, Ukraina)
- Henry Hallen Dale (lnggris 1875- mengembangkan imunoelektroforesis
1968) menemukan histamin dan dan fungsi pembawa antibodi
mengembangkan tes Shultz-Dale untuk - Milan Hasek (1925- 1985, Cekoslo-
anafilaksis wakia) meneliti peran toleransi imun
- William Dameshek (Rusia Amerika dan biologi transplantasi
1900-1969) menjelaskan anemia hemo- - Gustav Joseph Victor Nossal (1931-,
litik autoimun Australia) meneliti fungsi dan pem-
- Orjan Thomas Gunnersson Ouchterlony bentukan antibodi
(Swedia 1914- ) mengembangkan - Ernest Witchsky (1901-1969, Jerman-
teknik difusi ganda Amerika) meneliti transfusi

5
lmvnologi Dosor £disi ke-10

- Noel Richard Rose (1927-, Amerika) pionir dalam penelitian sistem HLA
meneliti tiroiditis autoimun dan imunogenetik dari histokompati-
- Peter Alfred Gorere (1897- 1961 , bilitas
Inggris) menemukan genetik trans- - Baruj Benacerraf (1920- , Amerika)
plantasi dan antigen H yang berhu- meneliti efek hipersensitivitas lambat,
bungan dengan penolakan tumor subset limfosit, MHC dan imunoge-
- Peter Brian Medawar (1915- 1987, netik Ir
Inggris) menemukan arti seminal dalam - Henry George Kunkel (1916-1983, Ame-
transplantasi rika) meneliti imunoglobulin, protein
mieloma dan Fragmen sebagai auto-
- Ray David Owen (1915- , Amerika)
antibodi (Fab)
meneliti konsep toleransi imun
- Astrid Elsa Fragraeus-Wallhom ( 1913-,
- Frank James Dixon (1920-, Amerika)
Swedia) menjelaskan bahwa imuno-
meneliti peran kompleks imun dalam
globulin disintesis dalam sel plasma
terjadinya penyakit
dan diekspresikan pada membran sel
- Niels Kay Jeme (1911-1994, Inggris) - Rosalyn Sussman Yalow (1921- ,
memberikan kontribusi dalam teori Amerika) menyempumakan teknik
selektif pembentukan antibodi, inter- radioimmunoassay, menemukan peran
aksi antara antibodi dan limfosit. antibodi dalam diabetes yang insulin
- David Wilson Talmage (1919 - , resisten
Amerika) mengembangkan teori selektif - JFSP Miller (1931 - ) membuktikan
dalam pembentukan antibodi peran timus pada imunitas
- Joshua Lederberg (1925- , Amerika) - Robert Alan Good (1922- 2003,
meneliti rekombinan genetik Amerika) meneliti ontogeni dan filogeni
- Jan Gosta Waldenstrom (1906-1996, respons imun yang terfokus pada peran
Swedia) menggambarkan makroglobu- timus dan Bursa Fabricius dan peran
linemia timus dalam edukasi lirnfosit
- Daniel Bovet (1907- 1992, Perancis) - James Gowans (1924- , Inggris) mem-
meneliti peran histamin pada alergi dan buktikan resirkulasi limfosit melalui
pengembangan antihistamin duktus torasikus dan fungsi limfosit
- Frank MacFarlane Burnet (1899-1985, - Rodney Robert Porter (1917- 1985,
Australia) menemukan toleransi imun Inggris) meneliti antibodi dan struktur,
didapat fragmen Fab dan Fe
- George Davis Snel (1903-1996, - Gerald Maurice Edelman (1929- ,
Amerika) meneliti struktur permukaan Amerika) menemukan antibodi yang
sel yang ditentukan secara genetik terdiri atas rantai ringan dan berat
- Jean Baptiste Gabriel ( 1916- , Perancis) - Richard K Greshan (1932- 1983) me-

6
Bab I. Sejarah lmuno/ogi

neliti peran Ts, digambarkan sebagai sub- Bidang imunologi sampai dengan saat
populasi limfosit yang menekan produksi ini terns berkembang dan penelitian di
antibodi oleh sel B clan menurunkan berbagai bidang masih terns dilakukan.
kemampuan sel T dalam respons imun (Lihat Apendiks G Perjalanan Imunologi
Dari Waktu ke Waktu)
- Kimishige Ishizaka (1925-, Amerika)
Selanjutnya akan dibahas mengenai
dan Terako Ishizaka menemukan lgE
spektrum imunologi klinis. Perkembangan
dan menjelaskan fungsinya
imunologi klinis pada mulanya hanya
- Georges JF Kohler (1946-1995, diminati dan dikembangkan oleh sedikit
Jerman) memproduksi antibodi mono- kelompok ahli dari beberapa bidang ke-
klonal melalui hibridisasi sel mieloma dokteran seperti ahli dalam bedah trans-
mutan dengan sel B (teknik hibridoma) plantasi dan praktek vaksinologi. Imuno-
- Cesar Milstein (1927-2002, Argen- logi klinis selanjutnya berkembang yang
tina) memproduksi antibodi monoklonal berhubungan dengan mikrobiologi sebagai
dengan hibridisasi sel mieloma mutan sisa dari era vaksin bakteri atau infeksi
dan sel B (teknik hibridoma) yang dapat menginduksi komplikasi imun
- Susumu Tonegawa (1939- , Jepang) seperti demam reumatik. Kemajuan pesat
meneliti gen imunoglobulin dan diver- dalam biologi selular dan genetika pada
sitas antibodi empat dekade yang akhir, telah memberi-
kan bayak informasi mengenai jenis sel
- E. Donnall Thomas dan Joseph E.
imun, reseptor, ligan, struktur subselular
Murray mengurangi penolakan organ
dan DNA. Model hewan telah pula banyak
oleh sistem imun tubuh. Merupakan
digunakan dan diutamakan mengingat
orang pertama yang berhasil melaku-
mudahnya untuk mengimplementasikan
kan transplantasi organ, dengan ginjal
eksperimen mengenai penyakit imun
dari kembar identik di Boston Amerika.
manusia misalnya pada tikus.
Dua tahun kemudian berhasil melalu-
Imunologi klinis selanjutnya banyak
kan transplantasi sumsum tulang
diminati berbagai ahli bidang medis lain-
- Rolf Zinkemagel ( 1944- ) dan Peter nya seperti penyakit dalam, kesehatan
Daherty (1940-) meneliti bagaimana sel anak dan beberapa bagian lainnya.
T melindungi tikus terhadap infeksi Masing-masing hanya mempelajari bagian
LCMV, menemukan bahwa sel CTL tertentu dari bidang imunologi yang
tikus terinfeksi virus hanya membunuh berhubungan dengan bidangnya sendiri-
sel sasaran terinfeksi yang mengeks- sendiri. Adanya kepentingan dan upaya
presikan MHC-1. Hal itu menunjuk- yang berbeda-beda, termasuk kurangnya
kan bahwa sel T tidak mengenal virus inisiatif untuk melakukan pendidikan
secara langsung, tetapi hanya mengenal imunologi, telah menimbulkan hambatan
dalam hubungannya dengan MHC. dalam pengakuan pendidikan yang diper-

7
/muno/ogi Dosor Edisi ke-10

oleh subspesialisasi imunologi klinik. dan Imunologi, Perhimpunan Alergi-


Dari adanya perbedaan dalam spektrum Asma dan Imunologi K.linik, Perhimpunan
imunologi yang demikian luas, komponen Histokompatibiltas dan Imunogenetik, Per-
spesifik praktek imunologi klinis kemu- himpunan Imunologi K.linis, Perhimpunan
dian dibagi menjadi empat kelompok Imunologi Diabetes, Perhimpunan Neuro-
utama yang merupakan dasar bidang imunologi, Perhimpunan Dermatologi
imunologi klinis yaitu: Investigatif, Perhimpunan Toksikologi,
1. Imunoregulasi Perhimpunan Uveitis, Perhimpunan Sitokin
2. Imunoterapi Intemasional, Perhimpunan Laboratorium
3. Imunogenetika
Imunologi dan lainnya.
4. Imunodiagnosis
Pada masa yang akan datang, me-
Pengelompokan imunologi klinis lalui pendekatan seperti pengelompokan
seperti di atas telah memungkinkan di- di atas dalam pendidikan ahli, diharap-
adakannya pendekatan diantara para ahli kan akan terjadi mekanisme yang lebih
dari berbagai bidang keahlian sehingga terorganisasi untuk menentukan spesiali-
imunologi klinis yang sudah berkembang sasi, pendidikan anggota dan jalur sertifi-
begitu luas dapat dibahas bersama. Dewasa kasi yang sama. Pendidikan yang diharap-
ini telah banyak dibentuk perhimpunan kan dapat dipusatkan pada sekitar empat
berbagai ahli yang meminati bidang imu- bidang imunologi klinis yang sudah
nologi klinis seperti Perhimpunan Alergi disebut diatas.

8
IMUNOLOGI:
EVOLUSIDAN
KOMPARATIF

Daftar isi
1. Siklostoma
I. TAKSONOMI DAN HUBUNGAN
2. Tkan bertulang rawan
FILOGENETIK
3. lkan bertulang (teleost)
II. EVOLUSI IMUNOLOGI B. Reptil
C. Burung dan ayam
III. IMUNOLOGI TUMBUHAN
D . Mamalia
A. Fitoimunitas
I. Kelinci
B. Fitohemaglutinin
2. Anjing
IV. IMUNOLOGI INVERTEBRATA 3. Kucing
A. Analisa imunitas nonspesifik pada
4. Kuda
invertebrata
5. Babi
B. Prokariosit - bakteri
C. Spons 6. Kambing/domba
D. Cacing 7. Primata selain manusia
E. Serangga
VI. SIMPULAN EVOLUSI SISTEM IMUN
~ IMUNOLOGIVERTEBRATA
A. lkan Butir-butir penting

9
lmt1no!ogi Dosor Edisi ke-10

Daftar singkatan yang digunakan dalam bah ini

AIDS Acquired Immune Deficiency lg Imunoglobulin


Syndrome K Killer (cell)
AR Artritis Reumatoid KGB Kelenjar Getah Bening
CD Cluster ofDifferentiation LES Lupus Eritematosus Sistemik
CRP C Reactive Protein MHC Major Histocompatibility
CSF Colony Stimulating Factor Complex
DLA Dog Leucocyte Antigen MIF Macrophage Inhibiting Factor
(ekuivalen HLA)
MSF Macrophage Stimulating Factor
DNA Deoxy Ribonucleic Acid
mRNA Messenger RNA
FLA Felix Leucocyte Antigen
NK Natural Killer (cell)
(ekuivalen HLA)
PHA Phytohaemaglutinin
FIV Felix Immunodeficiency Virus
RNA Ribonucleic Acid
(ekuivalen HIV)
Gut Associated Lymphoid Tissue rRNA Ribosomal RNA
GALT
G-CSF Granulocyte Colony Stimulating tRNA Template RNA
Factor SAR Systemic Acquired Resistance
GM-CSF Granulocyte Monocyte Colony TCR T Cell Receptor
Stimulating Factor TGF Tumor Growth Factor
IBD Infectious Bursa/ Disease TLR Toll Like Receptor
IFN Interferon TNF Tumor Necrosis Factor
IL Interleukin Ts T supresor

10
Bab 2. lmunologi: Evolusi don Komparatif

I. TAKSONOMI DAN 4 keluarga yaitu Protista yang meliputi


HUBUNGAN FILOGENETIK jamur air, jamur berlendir, protozoa dan
alga eukariot primitif; fungi yang me-
ara ahli biologi telah mengem-

P bangkan sistem klasifikasi dalam


kelompok organisme menurut
hubungan alamiah yang disebut takso-
liputi ragi, kapang multiselular yang
meliputi beberapa bentuk makrospora;
tumbuhan dan hewan. Pohon filogenetik
memberikan kemudahan dalam penger-
nomi. Studi hubungan alamiah atau se- tian mengenai hubungan antara berbagai
jarah evolusi organisme disebut filogeni. mahluk hidup yang ada (Gambar 2.1 ).
Pengelompokan taksonomi berdasarkan
atas hubungan keturunan atau evolusi.
Sistem taksonomi digambarkan dalam II. EVOLUSI IMUNOLOGI
pohon filogeni. Percabangan yang lebih
Keberadaan organisme, baik tumbuhan
jauh sesuai dengan perbedaan faktor
maupun hewan dan manusia selalu dihadap-
keturunan dari leluhur.
kan dengan bahaya yang mengancam
Teknik modem sudah dapat me-
dari dunia luar. Mungkin hanya diper-
nentukan urutan protein dan asam nukleat
tahankan untuk berbagai tujuan sebagai
dalam mengkonstruksi hubungan filogeni
berikut:
di antara prokariosit. Taksonomi sudah
dapat menggunakan dasar perbedaan dan • Kompetisi untuk hidup. Seperti hal-
kesamaan RNA yang ditemukan dalam nya dengan manusia berbagai spesies
berbagai konfigurasi yang membawa berkompetisi untuk ruang dan makanan
berbagai fungsi dalam sel. tRNA adalah yang terbatas di lingkungannya sendiri
molekul informasi, dan mRNA adalah • Melindungi diri dari asimilasi. Organ-
pembawa informasi antar DNA. Molekul isme sederhana dapat berfusi menjadi
informasi, ribosom dan molekul replikasi satu dengan mudah. Spesies yang
disimpan di tempat protein disintesis. lebih agresif dapat mengasimilasi
rRNA ditemukan dalam partikel RNA populasi yang kurang agresif atau
yang dapat ditemukan bebas dalam lemah. Pada manusia hal itu terlihat
sitoplasma bakteri. pada kembar siam yang merupakan
Ada dua keluarga prokariosit yaitu hasil dari fusi partial embrio. Sering
Eubakteri atau bakteri sejati dan Arka- terjadi bahwa satu bayi menjadi
bakteri. Keduanya dapat dibedakan dari dominan terhadap yang lain. Tanpa
Eukariot yang meliputi semua tumbuhan, disadari, kembar yang satu akan ber-
hewan, jamur, siliata, jamur berlendir usaha untuk mengasimilasi yang lain
selular, flagelata dan mikrospiridia. dan menghalaunya sedang yang lain
Beberapa ahli membagi eukariot dalam akan menjadi lebih lemah

11
/mvno!ogi Dosor Edisi ke-10

Mamalia dengan
Dinosaurus
plasenta
Bu rung Marsupial
(tupai ,
kangguru)
Euriapsida Arkosaura
(ular, kadal) (buaya) Anuran
(katak)

Urodeles
(kadal air,
salamander)

( AMFIBI)

Osteoikties
(ikan bertulang)
Kondroikties
(hiu)

Siklostoma Artropoda
(lamprey, (serangga , kepiting ,laba-laba)
hagfish)
Anelida
Protokordata (cacing beruas)
(cu mi)

Hemikordata
Platihelmintes
(cacing pipih)
( DEUTEROSTOMA)

Kolenterata
(terumbu karang ,
ubur-ubur)

Protozoa
Gambar 2.1 Filogeni invertebrata dan vertebrata yang disederhanakan

12
Bab 2. lmunologi: Evo/usi dan Komparatif

• Melindungi kerusakan organ dan 2. Tahap imunitas selular premordial


membantu perbaikan misalnya Iuka yang terjadi melalui sel primordial
karena benda tajam (misalnya invertebrata yang ber-
• Melindungi diri dari invasi bakteri kembang) sebagai inkompatibilitas
dan parasit yang mungkin merupakan alograft. Imunitas spesifik dengan
ancaman terbesar untuk manusia komponen memori untuk waktu pendek
• Regulasi integritas. Varian atau mutan dapat ditemukan pada tahap ini.
dapat terjadi oleh kontaminasi virus
dan modifikasi oleh bahan kimia. Sel 3. Tahap imunitas humoral dan
membagi diri tidak sempuma sehingga humoral terintegrasi yang ditemukan
terjadi duplikasi DNA. Sel varian hanya pada vertebrata seperti ikan,
mungkin hanya mengambil ruang arnfibi, reptil, burung dan mamalia.
dan makanan, tetapi sel tersebut dapat Gambaran evolusi sistem imun pada
berproliferasi tanpa kontrol, menjadi vertebrata dan invertebrata terlihat
neoplasma dan mengancam integritas pada Gambar 2.2.
pejamu. Ancaman punah merupakan
tekanan evolusi yang terutama ber- Adanya jaringan limfoid di beberapa
peran dalam perkembangan sistem lokasi utama pada vertebrata nampak
imun. pada gambar. Meskipun tidak terlihat
Evolusi-Filogenetik imunitas terdiri pada diagram, ikan dengan tulang rawan
atas 3 tahap utama sebagai berikut: dan ikan pari memiliki GALT, timus dan
1. Tahap quasiimmunorecognition, me- limp a.
rupakan ciri invertebrata dan verte- Reptil juga memiliki GALT, timus
brata yang dapat ditemukan khas dan limpa danjuga kelenjar limfoid yang
pada coleenterates (enidarian), berperan dalam reaksi imun. Tempat dan
tunicate dan mamalia dalam arti luas sifat kelenjar limfoid primer pada reptil
sebagai inkompatibilitas alogeneik. masih sedang dalam penelitian.

13
/munologi Dosor Edis/ ke-10

Timus KGB
'· f''- I
~ ... th' Plak
. Ginjal GALT GALT '---. GALT ·, \:> : Peyer
T1mus ,

~~
Lim pa

Sstl
Lim pa
Lamprey Trout Katak Ayam Tikus

GALT

I Sumsum tulang
I KG6_
I Sentrum germinal 1
Teleostei Anura Aves Mamalia

Reptil

Amfibi

Osteoiktes

Agnata Gnatostomata

Vertebrata

Gambar 2.2 Evolusi sistem limfoid

14
Bab 2. lmunologi: Evolusi don Komparatif

III. IMUNOLOGI TUMBUHAN Resistensi tumbuhan terhadap penyakit


tertentu ditentukan berbagai bahan anti-
Imunologi tumbuhan terdiri atas SAR
biotik yang dikandungnya dan efek
akibat infeksi lokal oleh patogen yang
sinergistik berbagai bahan yang berperan
menimbulkan cedera dan kematian sel.
dalam fitoimunitas. Varietas tumbuhan
SAR meliputi spektrum bakteri yang
berbeda dalam jumlah antibiotik yang
luas, virus dan jamur. Berbagai gen SAR
dikandung dalam jaringannya dan inten-
menyandi berbagai protein mikrobisidal,
sitas generasinya terhadap infeksi.
yang dapat diinduksi bahan kimia endogen
seperti asam salisilat, yang berikatan
B. Fitohemaglutinin
dengan katalase untuk meningkatkan H20 2
yang merupakan pertahanan. PHA adalah lektin yang dapat meng-
ikat karbohidrat pada permukaan mikroba
yang dapat mengaktifkan sel T. Oleh
A. Fitoimunitas
karena itu PHA dapat memacu aktivasi
Fitoimunitas meliputi fenomena serupa poliklonal sel T atau aglutinasi. PHA
imunitas, baik aktif maupun pasif. Bahan sering digunakan dalam studi aktivasi sel
tumbuhan yang aktif dalam fitoimunitas T. Dalam laboratorium PHA digunakan
terdiri antara lain atas fitonisida dan untuk menentukan fungsi sel T pada pen-
fitoaleksin . Fitonisida adalah bahan yang derita atau untuk menginduksi mitosis sel
diproduksi tumbuhan yang mengalami T dalam mengumpulkan data kariotipik.
trauma atau nontrauma yang merupakan Ekstrak kacang merah mengandung
salah satu faktor aktif dalam imunitas PHA dengan sifat poten. PHA adalah
tumbuhan. Fitonisida menunjukkan efek mitogen poliklonal yang pertama kali
bakterisidal, fungisidal dan parasitidal. diketahui.
Fitoaleksin adalah bahan tumbuhan yang
aktif dalam fitoimunitas.
Iv. IMUNOLOGI INVERTEBRATA
Tanaman resisten terhadap banyak
penyakit yang disebabkan bahan seperti Imunologi modem yang berkem-
antibiotik yang ada dalam jaringannya. bang pada pertengahan Renaiscance,
Hal itu diturunkan dan merupakan inhi- merekapitulasi kejadian-kejadian men-
bitor konstitusional yang ada dalam jelang akhir abad ke 19. Metchnikoff
tumbuhan. Contoh reaksi pertahanan membagi imunologi monolitik menjadi
tumbuhan yang berhubungan dengan yang sekarang dianut, selular dan humoral.
pembentukan dan konversi bahan anti- Minat teori dalam imunitas nonspesifik
biotik adalah reaksi terhadap cedera dan pi~eroleh dari data-data invertebrata. Pada
reaksi nekrotik. taraf molekular, sinyal akhir timbul bila

15
/muno/ogi Oosor Edis/ ke-10

respons imun terjadi tanpa intervensi sel T mengunakan sel B dan T yang tergantung
dan B yang dogmatik. dari penyusunan ulang gen yang pada
invertebrata belum dapat dibuktikan.
A. Analisa imunitas nonspesifik pada Invertebrata memiliki berbagai
invertebrata mekanisme untuk mengenal dan mem-
berikan respons terhadap bahan nonself
Ada sejumlah alasan untuk menganalisa
meskipun tidak memiliki sistem imun
imunitas nonspesifik pada invertebrata.
limfoid, baik komponen selular maupun
1. Lebih banyak hal yang dapat di-
humoral. Respons imun internal inter-
pelajari dari invertebrata mengenai
vertebrata terdiri atas fagositosis, enkap-
ekspansi, evolusi imunitas yang telah
sulasi dan pembentukan nodul.
melindungi jutaan metazoa.
Pengenalan molekul pada berbagai
2. Oleh karena produk humoral asal
spesies berbeda. Beberapa faktor yang
organisme tersebut biasanya merupa-
berperan antara lain ~2-mikroglobulin,
kan bahan antibakterial poten, me-
CRP, peptida antibakterial, proteinase
kanisme imunitas alamiah, akan
serin, inhibitor proteinase, lektin tipe
lebih banyak dipahami, tidak hanya
C, komplemen, protein yang mengikat
pada invertebrata, tetapi juga yang
glikan dan beberapa peptida antibakterial.
menguntungkan sebagai sumber
Juga ditemukan bahan serupa sitokin
makanan dan obat. Hal itu sangat
yang ekuivalen dengan IL-1 dan IL-6
menguntungkan dan dapat merupa-
dan reseptor pada sel fagositik. Peptida
kan hal yang juga diperlukan dalam
opioid, alkaloid opioid dan neuropeptida
keseimbangan ekologi. Jadi sistem
lainnya dapat memodulasi kemotaksis
imun adalah esensial dalam arti
dan adhesi sel. Juga diproduksi sejumlah
global.
famili imunoglobulin seperti molekul
Salah satu analisa dini sistem imun adhesi dan reseptor untuk tirosin kinase.
invertebrata diperoleh dari imunitas Dalam famili imunoglobulin, hanya
transplantasi pada cacing tanah. Meng- humulin yang produksinya diinduksi
ingat invertebrata telah hidup berjuta- bakteri. Molekul efektor, peptida anti-
juta tahun, diduga bahwa sistem imun bakterial dibagi dalam beberapa famili
berfungsi sebagai strategi untuk hidup seperti lisozim, kreropin, kapesin atau
efektif, alamiah, nonadaptif, nonspesifik, defensin serangga dan peptida anti-
nonantisipasi, nonklonal dan nonkombi- bakterial yang kaya dengan prolin.
natorial. Hal itu merupakan hal yang Sel-sel invertebrata diduga memiliki
sebaliknya dari imunitas spesifik yang reseptor, namun sifatnya belum banyak
didapat yang diinduksi secara spesifik dan diketahui seperti halnya dengan reseptor
dapat diantisipasi. Sistem imun spesifik pada vertebrata yang berupa antibodi

16
Bab 2. lmunologi: Evolusi don Komparatif

pada sel B dan reseptor sel T. Molekul interaksi protein-protein, protein-DNA


permukaan sel-sel kompeten imun atau Rl\1 A.-DNA.
invertebrata tidak banyak jumlahnya Protozoa adalah organisme kecil, sel
dan tidak mampu memberikan respons tunggal, berukuran 1-10 µm. Protozoa
terhadap berbagai jenis antigen. Sistem terpenting yang menimbulkan penyakit
imun tersebut meskipun sebagian pada manusia adalah amuba, flagelata,
besar nonspesifik telah menunjukkan sporozoa dan mikrospora. Protozoa ada-
kemampuan hidup invertebrata di alam lah organisme mikroskopis yang hams
ini untuk jutaan tahun.
mengenal obyek dan makan. Mekanisme
Reseptor imunosit invertebrata dapat
genetik intrinsik mengontrol protein
berhubungan dengan aglutinin umum
permukaan. Bakteri dapat diinfeksi
dan lektin dalam cairan rongga badan
virus (bakteriofag). Endonukleosis di-
(coelum). Cairan rongga dengan sel-sel
duga berfungsi dalam identifikasi dan
di dalamnya (keulosit seperti leukosit)
pemecahan DNA virus tanpa menim-
merupakan jenis darah vertebrata
bulkan cedera terhadap DNA pejamu.
yang membawa sel-sel imun tertentu.
Bakteriofag yang menimbulkan resis-
Invertebrata dibagi dalam dua golongan,
tensi terhadap efek enzim tersebut dapat
dengan dan tanpa rongga badan.
menginfeksi sel bakteri lebih lanjut.
Keulosit invertebrata diduga merupakan
prekursor evolusi dari semua imunosit
vertebrata (Gambar 2.3). C. Spons
Spons merupakan invertebrata paling
B. Prokariosit - bakteri primitif. Spons laut dapat membeda-
Berbagai bahan antimikrobial yang di- kan self dari nonself dan dapat menolak
koloni parabiosed fingers yang berbeda
produksi dan dilepas bakteri keluar sel
dalam 7-9 hari. Glikoprotein sel spons
menunjukkan efek spesifik. Contohnya
yang spesies spesifik digunakan dalam
antibiotik yang disintesis secara enzi-
indentifikasi self dan mencegah pem-
matik, antibiotik peptida yang dimodi-
fikasi, protein seperti bakterisin, ekso- bentukan koloni hibrid. Koloni spons
toksin dan enzim bakteriolitik. Galur nonidentik akan menjadi nekrotik di
tempat kontak. Kontak kedua akan lebih
yang memproduksi antibiotik dapat
melindungi diri dari produknya sendiri cepat ditolak.
dengan membentuk protein imun.
D.Cacing
Kolisin dan bakteriofag bersama bahan
lain memudahkan berbagai galur untuk Ada empat Jerns sel yang ditemukan
berkompetisi. Mekanisme imunitas dalam rongga badan cacing tanah, se-
sangat spesifik dan tergantung dari muanya fagositik. Beberapa sel berperan

17
lmunolo.gri Dosor Edisi ke-10

Mamalia
lmunoglobultn kelas lgM; lgG ,
JgA, lgD dan JgE lebih
berkembang

Bun.mg
Bursa Fabnsius
Pusat germil\81
lgM lgG lgA
SelT
<(

~
Reptil
" lgM <Ian lgG
Sel T
DJ
w A mfi bi
t-
o:: St.ms um tulang
KGB
w GALT

> lgM, lgG

..-
.........., ~ .
"l
Jkan bertu lang
Kerjasama sel T dan B
'"'!:,.;;--- ~ .... .... SelNK
Sftokin

lkan bertulang rirwan


Timus
Umpa
l..imfos ft B dan T, sel plasma
lgM (18s , 7s)

SikJO$IOma Hsgf/sh Lemprey


Kwnpulan limfos tt R•spons anlibod1

~
ID

~0
~
caelng Mo luska Antropoda Tunikata Ekinodermata
a; Sel khusus Tldak ada Jalur komplemen Sel induk SeJ fagostt
0
u Opsonin penolakan alternalif MHC Memori peoolak an laoour
DJ Lis in
w ....
'3
Aglubnm
Pengena\an
tandur

all.I -
Limfosrt Sitokin
Aglull!lln
t- ~ sew-antigen
Pengenalan antigen
. . . , . nonseW
0:: '5 Agregasi spesifik
w Spons Terumbu karang
> ."
:i:

z '3 ~ F'Bg<)!lltosis ~V Enz1111


:·c: '"1."J
Proto zoa Bakteri
::>

Gambar 2.3 Evolusi imunitas


Mekanisme pertahanan yang lebih khusus, yang merupakan imunitas didapat hanya ditemu-
kan pada vertebrata .

18
Bab 2. lmunologi: Evolusi dan Komparatif

dalam penolakan alograft, sedang lain- ~IMUNOLOGIVERTEBRATA


nya memproduksi bahan bakterial.
Ada sejumlah pertanyaan yang tidak
Keulosit adalah leukosit fagositik yang
dapat dijawab untuk menerangkan
bersirkulasi atau menetap (fixed) yang
hubungan evolusi imunologi interverte-
berpartisipasi dalam pertahanan inter-
brata dan vertebrata. Tidak banyak data
vertebrata yang memiliki rongga badan
yang dapat menerangkan bagaimana
melalui fagositosis dan enkapsulasi.
mekanisme pertahanan invertebrata dapat
berkembang ke dalam bentuk sistem imun
E. Serangga vertebrata. Dari hewan intervertebrata
Artropod memiliki eksoskeleton kuat, yang sangat sederhana, kita mendadak
terdiri atas kitin yang merupakan per- menemukan susunan sistem imun pada
lindungan terhadap berbagai jenis vertebrata yang sangat berkembang.
bahaya. TLR pada serangga memacu Kita menemukan perbedaan besar dalam
pembentukan protein antibakterial se- mekanisme imun antara invertebrata dan
bagai respons permukaan serangga ter- vertebrata paling sederhana.
hadap patogen dan polisakarida jamur. Mekanisme imun pada interverte-
Infeksi serangga memacu produksi brata pada umumnya masih berupa fago-
peptida antimikrobakterial dengan cepat sitosis bakteri atau pengunaan enzim
Imunitas serangga terhadap virus Irido dalam sekresi. Sistem imun vertebrata
terdiri terutama atas respons selular berkembang lain sama sekali dan ber-
seperti fagositosis, enkapsulasi, pem- beda dari sistem imun invertebrata.
Fagositosis merupakan hal yang penting
bentukan nodul atau koagulasi. Atasin,
pada semua hewan yang dibantu oleh
sekropin, lisozim dan oksidase fenol
aglutinin dan bakterisidin yang mengikat
ditemukan pada beberapa spesies. En-
molekul patogen pada permukaannya.
kapsulasi merupakan reaksi leukosit
terhadap bahan asing yang tidak dapat
dimakan oleh karena ukurannya yang A. Ikan
besar. Beberapa lapisan leukosit yang Jaringan limfoid primer dan sekunder
menjadi datar membentuk dinding sekitar ikan ditemukan dalam timus, ginjal dan
benda asing dan mengisolasinya dalam limpa. Sel sistem imun juga ditemukan
Janngan. di kulit dan membran mukosa. Ikan

19
/muno!ogi Oosor Edisi ke-10

memiliki sel sejenis sel T dan B. B. Reptil


Monosit, makrofag, granulosit yang
Kondisi lingkungan dapat mem-
berperan dalam respons inflamasi pengaruhi struktur dan fungsi organ
ditemukan pada ikan. Juga ditemukan
berbagai reptil termasuk sistem imun.
lFN-a, lL-1, lL-2, CSF, TGF-~ dan TNF
Timus berkembang baik dengan molekul
namun tidak sel mast. Dewasa ini sudah
permukaan yang menyerupai lg yang
tersedia vaksin untuk melindungi ikan
diduga merupakan prekursor reseptor
terhadap infeksi bakteri dan virus. lgW sel T, lgG dan lgM. Limpa merupakan
adalah isotipe lg pada ikan hiu. organ limfoid perifer terpenting. GALT
1. Siklostoma berkembang baik pada kadal dan ular.
Reptil tidak memiliki tonsil. Reptil
Vertebrata terendah yang pemah diteliti juga memiliki molekul MHC dan mem-
adalah siklostoma (ikan tanpa rahang) produksi sedikitnya 2 jenis lg yang
seperti hagfish (California) yang tidak menyerupai lgM.
memiliki limfosit sejati, sel T adaptif
dan respons sel B. Spesies ini tidak
C. Burung dan ayam
memiliki timus, limpa eritropoietik
atau sel serupa limfosit dalam sirkulasi. Burung dan ayam adalah unik dalam
Lamprey mempunyai timus primitif, limpa memproduksi sel B yaitu dalam organ
limfopoietik, famili limfosit dan gama yang disebut Bursa Fabricius di saluran
globulin. Siklostoma yang merupakan cema dekat kloaka. Ditemukan lgM,
vertebrata paling primitif yang masih lgG dan IgA. Timus terdiri atas 6-7
hidup memiliki agregat sel limfoid di lobus. Meskipun kalkun, bebek, burung
dara telah diteliti, ayam domestik dapat
faring dan lokasi lain.
dijadikan sebagai spesies yang mewakili
2. lkan bertulang rawan golongan burung dan ayam.
Banyak kesamaan antara sistem imun
lkan bertulang rawan seperti ikan hiu, avian dan mamalia terutama dalam struktur
memiliki timus, respons antibodi anam- organ limfoid, pembentukan berbagai
nestik (sekunder) dan sel plasma yang antibodi dan susunan lg dan gen MHC.
membentuk antibodi (IgM). Ayam biasanya merupakan pembentuk
antibodi yang baik sekali, membentuk
3. lkan bertulang (teleost)
lgM sebelum IgG. Sel T berkembang dari
lkan bertulang memiliki sel T dan B sel prekursor melalui timus. Sel T ayam
dengan fungsi yang berbeda, sel NK dan mirip dengan sel T mamalia.
sitokin seperti lL-2 dan IFN. Molekul Sel hematopoietik nonlimfoid sudah
MHC ditemukan pada ikan Zebra. berkembang dengan baik, juga kelas lg

20
Bab 2. lmunologi: Evolusi don Komparatif

(IgM, lgA dan lgG yang disebut lgY). MIF, faktor kemotaktik, MSF, IL-1, IL-2
Perrnukaan sel T telah diidentifikasi dan TNF-a. Sel T, sel B, mikrofag (bukan
sama seperti yang ditemukan pada sel makrofag) dan sel polimorfonuklear, IgG,
T marnalia misalnya TCR, CD3, CD4, IgE, IgA, regio MHC-I dan MHC-II telah
CD5, CD6, CD8, CD28 dan CD45, IL- banyak digambarkan.
2-R. Sistem imun avian terutama rentan
terhadap leukosis avian, penyakit Marek 2. Anjing
dan IBD. Vaksin terhadap IBD dan Struktur dan fungsi sistem imun pada
penyakit lainnya pada ayam telah dapat
anjing adalah serupa dengan tikus dan
diperoleh.
manusia. Seperti halnya pada manusia
anj ing memiliki berbagai mekanisme
D. Mamalia resistensi untuk mencegah penyakit.
Mamalia membentuk IgD, dan lgG Kulit dan membran mukosa dan lg adalah
dan subkelasnya di samping lg lainnya sama namun imunitas selularnya berbeda
dan menunjukkan MHC yang berbeda. dari manusia. MHC pada anjing dikenal
Diversitas sudah lebih berkembang. sebagai DLA yang menyandi DLA-
Antibodi pada sel B, reseptor sel T 1 dan DLA-II. Sel NK, sel K dan sel Ts
dan spektrum sel (MHC), semuanya telah diketahui. Juga ditemukan beberapa
berkembang dari leluhur yang sama.
penyakit defisiensi 1mun herediter
Ada kesamaan antara sistem imun tikus
serta defisiensi imun didapat yang
dan manusia, sehingga tikus transgenik
berhubungan dengan defisiensi vitamin,
banyak digunakan dalam penelitian.
Tikus memiliki imunitas alamiah yang mineral, LES dan MHC DLA-A7.
kuat. Mamalia lain seperti ikan paus
dan hamster hanya memiliki sedikit poli- 3. Kucing
morfisme MHC. Sistem imun kucing serupa dengan
mamalia lainnya. Meskipun jaringan
1. Kelinci limfoid perifer dan timus pada kucing
Imunitas kelinci hampir sama dengan dapat disamakan dengan mamalia lain,
manusia, hanya dengan variasi minor. namun pada kucing ditemukan populasi
GALT pada kelinci terdiri atas apendiks, makrofag intravaskular pulmoner yang
plak peyer dan nodul limfatik difus. membuatnya rentan terhadap renjatan
Kelinci memiliki limpa dan timus septik atas peran TNF asal makrofag.
yang berkembang baik. Limfopoiesis Sekitar 40-45% limfosit darah perifer
terjadi di sumsum tulang dan sel matang adalah sel B, sedang 32-41 % adalah sel
menempati jaringan-jaringan dan organ. T. Dari sel darah perifer, 20% adalah
Sitokin yang telah diidentifikasi adalah sel null yang dianggap sebagai sel NK.

21
/munolo_ri Dosor Edis/ ke-10

Aktivitas sel Th dan Ts, IL-1, IL-2, IL- sumsum tulang merupakan sumber
6 dan IgA telah diketahui . Pada kucing, pembentukan sel T dan B. Perkem-
IgE dan IgD belum diidentifikasi secara bangan sel B terjadi di plak Peyer yang
formal. merupakan struktur tunggal di ileum
Respons lambat kurang kuat di- terminal. lg terdiri atas IgG 1, IgG2,
banding spesies lain. Reaksi granuloma IgM, IgA (serum dan sekretori) dan IgE.
terhadap tuberkulin adalah esensial se- Kolostrum mengandung kadar IgG 1
perti halnya pada mamalia lain. MHC yang sangat tinggi dan sedikit sekali IgA.
pada kucing disebut FLA yang tidak IgA dalam susu berasal dari plasma. Anak
polimorfik. Kurangnya polimorfi MHC kuda yang dilahirkan tidak membawa
memudahkan keberhasilan transplantasi lg dari induknya dan dilahirkan dengan
sumsum tulang. agamaglobulinemia. Namun IgG dalam
Kucing memiliki semua komponen jumlah besar asal induknya banyak
utama komplemen yang kadarnya sama ditemukan dalam air susu sebelum anak
dengan mamalia lain. Organ sasaran utama kuda dilahirkan. Air susu mengandung
anafilaksis pada kucing adalah paru yang juga berbagai faktor larut dan sel yang
ditimbulkan oleh penglepasan serotonin penting. T globulin adalah protein serum
dari sel mast sebagai mediator utama. yang diperoleh setelah hiperimunisasi
Dermatitis akibat gigitan kutu ada- yang merupakan subtipe IgG.
lah penyakit alergi kulit tersering pada
kucing. Golongan darah kucing diketahui 5. Babi
sebagai A dan B. Di Amerika serikat, Imunitas babi berbeda dari tikus dan
99% kucing tergolong Adan 1% B. manusia yang memiliki 4 jenis plak Peyer
Penyakit autoimun spontan seperti dan papila tonsil kecil yang menge-
anemia hemolitik, hipertiroidism , luarkan limfosit dari kelenjar limfoid
purpura trombositopenia, pemfigus langsung ke dalam sirulasi darah (tidak
vulgaris, pemfigus foliaseus, miastenia ke eferen limfe). Babi memiliki IgG,
gravis, LES dan AR dapat ditemukan IgA, IgE, IgM dan leukosit perifer seperti
pada kucing. Defisiensi imun jarang pada manusia. Babi juga memiliki sel
terjadi. Imunodefisiensi sekunder dapat NK, mengekspresikan molekul adhesi
disebabkan oleh infeksi FIV yang berupa E selektin, memproduksi sitokin
merupakan virus lenti yang menurunkan (IL-2, IL-4, IL-5 , IL-10, IL-12, GM-CSF
CD/ dan menyerupai AIDS. Penyakit dan G-CSF) dan faktor kemotaktik.
berakhir serupa AIDS.
6. Kambing/domba
4. Kuda Sudah ditemukan gen molekul MHC-I
Imunitas kuda serupa dengan ke- dan MHC-II, imunoglobulin dan sitokin.
banyakan spesies mamalia. Timus dan IgG serum lebih tinggi dibanding dengan

22
Bab 2. lmunologi: Evolusi don Komparatif

manusia. Tiga subset sel T utama adalah komplemen, namun mengandung se-
CD/ atau CD 8+, yang mengekspresikan jumlah molekul larut yang mengikat
apTR bersama Th3 dan molekul adhesi dan menghancurkan mikroba. Molekul
lainnya. tersebut antara lain protein serupa lektin
yang berikatan dengan hidrat arang di
7. Primata selain manusia sel dinding mikroba dan mengagluti-
Imunitas primata selain manusia me- nasikannya, serta sejumlah faktor litik
rupakan model terbaik untuk penelitian seperti lisozim yang juga diproduksi
banyak penyakit manusia, mengingat neutrofil organisme lebih tinggi.
kesamaan sistem imunnya dengan Fagosit pada beberapa invertebrata
manusia. Subset limfosit sama dengan dapat melepas sitokin yang menyerupai
pada manusia. Juga ada kesamaan dalam sitokin asal makrofag pada vertebrata.
MHC dan gen TCR. Berbagai studi Yang penting adalah bahwa semua
menunjukkan adanya petanda selular organsime multiselular mengekspresikan
dan molekular dari populasi limfosit, reseptor sel yang menyerupai Toll-like R yang
subset dan reseptomya, gen protein memberikan pertahanan nonspesifik. Jadi
MHC-1 dan MHC-11, imunoglobulin dan
pertahanan pada invertebrata diperankan
sitokin. Plak Peyer di ileum merupakan
sel-sel dan molekul yang bekerja sebagai
organ limfoid primer untuk limfopoiesis
sel B. Kadar lgG dalam serum lebih efektor pada imunitas nonspesifik pada
tinggi pada domba dibanding manusia. organsime lebih tinggi.
Tiga subset sel T utama adalah sel CD/, Invertebrata juga dapat menolak
CD 8+ dan sel T3. jaringan asing atau alograft. Pada ver-
tebrata, penolakan ini tergantung dari
respons imun spesifik. Penolakan ter-
VI. SIMPULAN EVOLUSI SISTEM sebut disebabkan oleh sel fagositik. Per-
IMUN bedaannya dari penolakan pada verte-
brata, adalah tidak adanya memori pada
Berbagai sel invertebrata memberi-
invertebrata. Sistem imun berkembang
kan respons terhadap bakteri dengan
mengurungnya dan kemudian meng- menjadi lebih khusus dengan evolusi.
hancurkannya. Hal tersebut menyerupai Misalnya ikan memproduksi satu jenis
fagositosis dan disebut amebosit fago- antibodi yang disebut IgM; pada arnfibi
sitik pada acelomat, hemosit pada jumlahnya menjadi 2 tipe dan 7-8 pada
molluscus dan artropod, coelomosit mamalia. Dengan bertambahnya jumlah
pada annelids dan leukosit darah pada antibodi, bertambah pula kemampuan
tunicate. Invertebrata tidak mengandung respons imunnya. Gambaran umum imunitas
limfosit yang antigen spesifik dan tidak nonspesifik dan spesifik pada invertebrata
memproduksi antibodi atau protein dan vertebrata terlihat pada Tabel 2.1.

23
/muno/ogi Oosor Edisi ke-10

Tabel 2.1 lmunitas nonspesifik dan spesifik pada invertebrata dan


vertebrata
lmmunitas nonspesifik lmmunitas spesifik
Fagosit Sel NK Antibodi Sel T dan B
lnvertebrata
Protozoa +
Spans +
Anelida + +
Artropoda +
Vertebrata
lkan bertulang rawan + + + (hanya lgM ) +
(hiu , pari)
Teleost (ikan + + + (lgM , lainnya ?) +
umumnya)
Amfibi + + + (2 atau 3 kelas) +
Reptil + + + (3 kelas) +
Bu rung + + + (3 kelas) +
Mamalia + + + (7 atau 8 kelas) +

24
Bab 2. lmunologi: Evolusi don Komparati(

Butir-butir penting

D Semua tumbuhan dan mahluk hidup D Vertebrata berbeda banyak dalam


memerlukan perlindungan terhadap sel, jaringan dan organ limfoid yang
invasi mikroorgansime. Hal itu tidak dimilikinya. Ikan tidak berahang
tergantung dari kompleksnya evolusi yang paling primitif tidak memiliki
imun. Pada umumnya, invertebrata sel B dan T dan tidak menunjukkan
menyandarkan diri hanya pada meka- respons imun spesifik. Vertebrata
nisme imun nonspesifik. Sebaliknya, dengan rahang memiliki sel T dan
vertebrata menggunakan mekanisme B dan imunitas spesifik dan me-
imunitas nonspesifik dan spesifik nunjukkan berbagai jaringan limfoid
D Imunitas nonspesifik timbul lebih D TLR menyalurkan jalur transduksi
dahulu dalam evolusi orgamsme sinyal yang umum ditemukan pada
multiselular dan ditemukan pada tumbuhan dan hewan. Sinyal awal
semua tumbuhan dan hewan multi- tersebut memungkinkan sel untuk
selular. Imunitas spesifik hanya di- mengontrol dan menyingkirkan
temukan pada vertebrata infeksi
D Ciri imunitas invertebrata yang D Hewan pertama yang memiliki sistem
khas seperti serangga memiliki imun spesifik dan molekul MHC
campuran lektin yang kompleks untuk presentasi antigen, lg dan
yang dapat mengikat hidrat arang reseptor sel T adalah ikan dengan
mikroba, mengopsomsas1 dan tulang rawan
memacu destruksi melalui sel fagosit D Diduga perubahan besar dalam evo-
yang agresif. Hal ini ditingkatkan lusi imunitas diperlukan mamalia
oleh respons infl.amasi dan jalur untuk menyesuaikan terhadap tan-
propenoloksidase. Invertebrata yang tangan imun, melindungi janin dan
lebih berkembang seperti kordata, di anaknya. Mekanisme yang efektif
sampmg imunitas nonspesifik, juga dan efisien diperlukan semua mahluk
memiliki sel-sel prekursor sistem terhadap tekanan berat seperti invasi
imun spesifik. mikroba.

25
GAMBARAN UMUM BAB
SISTEM IMUN 3

Daftar Isi

I. PEMBAGIAN SISTEM IMUN 1. Organ limfoid primer


II. SISTEM IMUN NONSPESIFIK 2. Organ limfoid sekunder
A. Pertahanan fisik/mekanik B. Sistem limfatik-resirkulasi limfosit
B. Pertahanan biokimia 1. HEV - tempat ekstravasasi limfosit
C. Pertahanan humoral 2. Homing atau trafficking
1. Komplemen V. DETERMINAN
2. Protein fase akut A. Spesies
3. Mediator asal fosfolipid B. Keturunan dan usia
4. Sitokin IL-l,IL-6, TNF-a C. Hormon
D. Pertahanan selular D. Suhu
III. SISTEM IMUN SPESIFIK E. Nutrisi
A. Sistem imun spesifik humoral F. Flora bakteri normal
B. Sistem imun spesifik selular
IV. ORGAN DAN SISTEM LIMFATIK Butir-butir penting

A. Organ limfatik

27
lmuno/ogi Dasor Edisi ke-10

Daftar singkatan yang digunakan dalam bah ini

APC Antigen Presenting Cell MAdCAM Mucosa/ Address in Cell


APP Acute Phase Protein Adhesion Molecule
APRP Acute Phase Response MALT Mucosa! Associated
Protein Lymphoid Tissue
BALT Bronchus Associated MBL Mannan Binding Lectin
Lymphoid Tissue MHC Mayor Histocompatibility
BCR B-cell Receptor Complex
CAM Cell Adhesion Molecule NK Natural Killer
CD Cluster of Differentiation NKT Natural Killer T
CMIS Common Mucosa! Immune PFA Protein Pase Akut
System PG Prostaglandin
CRP C Reactive Protein PMN Potimorfonuklear
CTC Cytotoxic T cell/CTL!fc SALT Skin Associated Lymphoid
CTL Cytotoxic T Lymphocyte/CTC!Tc Tissue
GALT Gut Associated Lymphoid SAP Serum Amyloid Protein
Tissue SD Set dendritik
HEY High Endothelial Venule Set M Set membran, micro/old cell
lCAM lntercellular Adhesion Tc T cytotoxic/CTCICTL
Molecule TCR T Cell Receptor
IFN Interferon Tdth T delayed type
lg Imunogtobutin hypersensitivity
IL Interleukin TGF Tumor Growth Factor
Th T helper
KGB Kelenjar Getah Bening
TNF Tumor Necrosis Factor
LES Lupus Eritematosus Sistemik
Tr T regulator
LPS Lipopolisakarida Ts T supresor
LTR Leukotrin VCAM Vascular Cellular Adhesion
MAC Membrane Attack Complex Molecule

28
Bab 3. Gambaran Umum Sistem /mun

munitas adalah resistensi terhadap maupun intraselular dapat rnenginfeksi

L penyakit terutama infeksi. Gabungan


el, molekul dan jaringan yang ber-
peran dalam resistensi terhadap infeksi
subyek lain, rnenirnbulkan penyakit dan
kernatian, tetapi banyak juga yang tidak
berbahaya bahkan berguna untuk pejarnu.
disebut sistem irnun. Reaksi yang dikoor-
dinasi sel-sel, molekul-molekul clan bahan I. PEMBAGIAN SISTEM IMUN
lainnya terhadap mikroba disebut respons
irnun. Sistem imun diperlukan tubuh untuk Sistem imun dapat dibagi rnenjadi sistern
mempertahankan keutuhannya terhadap irnun alamiah atau nonspesifik/ natural/
bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai innate/native/nonadaptif dan didapat
atau spesifik/ adaptif/acquired (Gambar
bahan dalam lingkungan hidup.
3.1). Dalarn buku ini selanjutnya akan disebut
Mikroba dapat hidup ekstraselular,
sistem irnun nonspesifik dan spesifik.
melepas enzirn dan menggunakan makanan Mekanisme utama dan perbedaan antara
yang banyak mengandung gizi yang di- kedua sistem imun tersebut terlihat pada
perlukannya. Mikroba lain menginfeksi Gambar 3 .2 dan Tabel 3 .1. Mekanisrne
sel pejamu dan berkembang biak intra- imunitas spesifik timbul a tau bekerj a
selular dengan menggunakan sumber energi lebih lambat dibanding irnunitas
sel pejamu. Baik mikroba ekstraselular nonspesifik (Gambar 3.3).

SISTEM IMUN

NONSPESIFIK

FISIK LA RUT SELULAR HU MORAL SELULAR

- Kulit Biokimia - Fagosit SelB SeIT


- Selaput lendir - Lisozim > Mononuklear - lgG - Th 1
- Silia - Sekresisebaseus > Polimorfonuklear - lgA - Th2
- Batuk - Asamlambung - Sel NK - lgM - Th17
- Bersin - Laktoferin - Sel mast - lgE -Treg
- Asam neuraminik - Basofil - lgD -Tdth
- Eosinofil Sito kin - CTUTc
Hu moral - SD - NKT
- Komplemen
- APP
- Mediator asal lipid
- Sitokin

Gambar 3.1 Gambaran umum sistem imun

29
/munologi Dasar Edisi ke-10

lmunitas
spesifik
Positif : Negatif:
- Selalu siap - Tidak siap sampai
- Respons cepat terpajan alergen
- Tidak perlu ada - Respons lambat
pajanan sebelumnya
Positif:
Negatif: - Respons intens
- Dapat berlebihan - Perlindungan lebih
- Kekurangan memori baik pada pajanan
berikut

------,,
,,'
,
,, ..",
....
',,
,, ",

08 0 Sitokin
Gambar 3.2 Perbedaan utama imunitas nonspesifik dan spesifik

1 lmunitas spesifik I

~~...~- Sawar
epitel
~... ....
Limfosit B Antibodi

,.
Fagosit

Korn lemen
Sel NK ~:~..k
~l.~~~Ja_m~,~~~......,,/,~[~~~~.~~~~~H=a~~i~~~~~~,~~~-----'


0 6 12 1 3 5
Waktu sesudah infeksi

Gambar 3.3 Perbedaan fungsi sistem imun nonspesifik dan spesifik

30
Bab 3. Gambaran Umum Sistem /mun

Tabel 3.1 Perbedaan sifat-sifat sistem imun nonspesifik dan spesifik


Nonspesifik Spesifik
Resistensi Tidak berubah oleh infeksi Membaik oleh infeksi berulang
(memori)
Spesifitas Umumnya efektif terhadap Spesifik untuk mikroba yang sudah
semua mikroba mensensitasi sebelumnya
Spesifik untuk molekul dan pola Sangat spesifik , mampu
molekular berhubungan dengan membedakan perbedaan minor dalam
patogen stuktur molekul , detil struktur mikroba
Dapat menjadi berlebihan atau nonmikroba dikenali dengan
spesifitas tinggi
Sel yang penting Fagosit, sel NK, monosiU Th, Tdth, Tc, Ts/Tr/Th3
makrofag , neutrofil, basofil , sel SelB
mast, eosinofil, sel dendritik

Molekul yang penting Lisozim , sitokin , komplemen , Antibodi , sitokin , mediator, molekul
APP Lisozim , CRP, kolektin , adhesi
molekul adhesi

Waktu respons MeniUjam Hari {lambat)


Selalu siap Tidak siap sampai terpajan alergen
Pajanan Tidak perlu Harus ada pajanan sebelumnya

Diversitas Jumlah reseptor terbatas Reseptor sangat bervariasi ,


jumlahnya banyak , terbentuk oleh
rekombinasi genetik dari gen reseptor

Respons memori Tidak ada Memori menetap, respons lebih cepat


atau lebih besar pada infeksi serupa
berikutnya sehingga perlindungan
lebih baik pada pajanan ulang
Diskriminasi self/ Sempurna , tidak ada pola Sangat baik, adakalanya hasil
non self spesifik mikroba pada pejamu diskriminasi self/nonself gagal (pada
penyakit autoimun)
Komponen cairan
darah atau ja ringan Banyak peptida antimikrobial
Antibodi
yang larut dan protein

Protein darah Komplemen , lain-lain Limfosit

Pembagian sistem imun dalam sistem saja. Sebenamya antara ke dua sistem ter-
imun nonspesifik dan spesifik hanya di- sebut terjadi kerja sama yang erat, yang
maksudkan untuk memudahkan pengertian satu tidak dapat dipisahkan dari yang lain.

31
lmunologi Dasar Edisi ke-10

II. SISTEM IMUN NONSPESIFIK sebaseus dan folikel rambut. pH asam


keringat dan sekresi sebaseus, berbagai
Imunitas nonspesifik :fisiologik berupa asam lemak yang dilepas kulit mem-
komponen normal tubuh, selalu ditemukan punyai efek denaturasi terhadap protein
pada individu sehat dan siap mencegah membran sel sehingga dapat mencegah
mikroba masuk tubuh dan dengan cepat infeksi yang dapat terjadi melalui kulit.
menyingkirkannya. Jumlahnya dapat di- Lisozim dalam keringat, ludah, air
tingkatkan oleh infeksi, misalnya jumlah
mata dan air susu ibu, melindungi tubuh
sel darah putih meningkat selama fase akut
terhadap berbagai kuman positif-Gram
pada banyak penyakit. Disebut nonspesi:fik
oleh karena dapat menghancurkan lapisan
karena tidak ditujukan terhadap mikroba
peptidoglikan dinding bakteri. Air susu
tertentu, telah ada dan siap berfungsi sejak
ibu juga mengandung laktooksidase dan
lahir. Mekanismenya tidak menunjukkan
asam neuraminik yang mempunyai sifat
spesifisitas terhadap bahan asing dan mampu
antibakterial terhadap E.koli dan stafi-
melindungi tubuh terhadap banyak patogen
lokok. Saliva mengandung enzim seperti
potensial. Sistem tersebut merupakan per-
laktooksidase yang merusak dinding sel
tahanan terdepan dalam menghadapi
mikroba dan menimbulkan kebocoran sito-
serangan berbagai mikroba dan dapat mem-
plasma dan juga mengandung antibodi serta
berikan respons langsung.
komplemen yang dapat berfungsi sebagai
opsonin dalam lisis sel mikroba.
A. Pertahanan fisik/mekanik
Asam hidroklorida dalam lambung,
Dalam sistem pertahanan fisik atau mekanik, enzim proteolitik, antibodi dan empedu dalam
kulit, selaput lendir, silia saluran napas, usus halus membantu menciptakan lingkung-
batuk dan bersin, merupakan garis per- an yang dapat mencegah infeksi banyak
tahanan terdepan terhadap infeksi. Kera-
mikroba. pH yang rendah dalam vagina,
tinosit dan lapisan epidermis kulit sehat
spermin dalam semen dan jaringan lain
dan epitel mukosa yang utuh tidak dapat
ditembus kebanyakan mikroba. Kulit yang dapat mencegah tumbuhnya bakteri positif-
rusak akibat Iuka bakar dan selaput lendir Gram. Pembilasan oleh urin dapat menying-
saluran napas yang rusak oleh asap rokok kirkan kuman patogen. Laktoferin dan trans-
akan meningkatkan risiko infeksi. Tekanan ferin dalam serum mengikat besi yang me-
oksigen yang tinggi di paru bagian atas rupakan metabolit esensial untuk hidup bebe-
membantu hidup kuman obligat aerob rapa jenis mikroba seperti pseudomonas.
seperti tuberkulosis. Bahan yang disekresi mukosa salur-
an napas (enzim dan antibodi) dan telinga
B. Pertahanan biokimia berperan dalam pertahanan tubuh secara
Kebanyakan mikroba tidak dapat me- biokimiawi. Mukus yang kental melindungi
nembus kulit yang sehat, namun bebe- sel epitel mukosa dapat menangkap bakteri
rapa dapat masuk tubuh melalui kelenjar dan bahan lainnya yang selanjutnya di-

32
Bab 3. Gambaran Umum Sistem /mun

keluarkan oleh gerakan silia. Polusi, asap tersebut sehingga memudahkan terjadinya
rokok, alkohol dapat merusak mekanisme infeksi oportunistik (Gambar 3.4 dan 3.5).

Organisme penyebab infeksi Pertahanan

Mulut dan saluran cema atas


- enzim
- peptida antimi kroba
- aliran menuju lambung

virus Saluran napas dan paru


bakteri -silia
jamur -mukus
protozoa - batuk
cacing - bersin (mukus)
- makrofag alveolar

- - - Kulit
- peptide antimikroba
-asam lemak
dalam sebum
Kulit
baktol'I Lambung
jamLlr - pH a:sam
protozoa - enzim pencemaan
ea.elng - peptida antimikroba
- aliran cairan menuju
usus
Usus halus
- enzim pencemaan
- peptide antimi krobia I
- aliran cairan ke usus besar
Us us Usus besar
virus
- flora normal usus
bakteri
lkompetisi dengan mikroba asing)
protozoa
- cairanlfeses keluar dari rektum
cacing

--'-...::=::;...-'"------~ Urine
- pH a:sam

Gambar 3.4 Pertahanan eksternal tubuh

Udara yang kita hirup, kulit dan saluran cerna, mengandung banyak mikroba, biasanya berupa
bakteri dan virus, kadang jamur atau parasit. Sekresi kulit yang bakterisidal, asam lambung, mukus
dan silia di saluran napas membantu menurunkan jumlah mikroba yang masuk tubuh , sedang
epitel yang sehat biasanya dapat mencegah mikroba masuk ke dalam tubuh. Dalam darah
dan sekresi tubuh, enzim lisosom memusnahkan banyak bakteri dengan merusak dinding
selnya. lgA juga merupakan pertahanan permukaan mukosa, memusnahkan banyak bakteri
dengan merusak dinding selnya. lgA juga merupakan pertahanan permukaan mukosa. Flora
normal (biologis) terbentuk bila bakteri nonpatogenik menempati permukaan epitel. Flora tersebut
dapat melindungi tubuh melalui kompetisi dengan patogen untuk makanan dan tempat menempel
pada epitel serta produksi bahan antimikrobial. Penggunaan antibitoka dapat mematikan flora
normal sehingga bakteri patogenik dapat menimbulkan penyakit.

33
lmunologi Dasar Edisi ke-10

1m 10515
/ atau komen5al
Jaringan 4.. - ' - - - • • Jaringan
dalam
----- lokal

0 c?
Kliren5 O@
----.::::::::::____\ muko5iliar© •
" ""Li5ozom
____ Peptida antibakterial

Protein o ®
komplemen o• -... 0 ®

~0
Makrofag

Gambar 3.5 Mekanisme imunitas nonspesifik terhadap bakteri pada tingkat sawar fisik
seperti kulit atau permukaan mukosa
1. Bakteri yang bersifat simbiotik atau komensal yang ditemukan di kulit pada daerah terbatas
hanya menggunakan sedikit nutrien , sehingga kolonisasi mikroorganisme patogen sulit
terjadi
2. Kulit merupakan sawar fisik efektif dan pertumbuhan bakteri dihambat sehingga agen
patogen yang menempel akan di ham bat oleh pH rendah dari asam laktat yang terkandung
dalam sebum yang dilepas kelenjar keringat
3. Sekret dipermukaan mukosa mengandung enzim destruktif seperti lisozim yang
menghancurkan dinding sel bakteri
4. Saluran napas dilindungi oleh gerakan mukosiliar sehingga lapisan mukosa secara terus
menerus digerakkan menuju arah nasofaring
5. Bakteri ditangkap oleh mukus sehingga dapat disingkirkan dari saluran napas
6. Sekresi mukosa saluran napas dan saluran cerna mengandung peptida antimikrobial
yang dapat memusnahkan mikroba patogen
7 & 8. Mikroba patogen yang berhasil menembus sawar fisik dan masuk ke jaringan
dibawahnya dapat dimusnahkan dengan bantuan komplemen dan dicerna oleh fagosit.

34
Bab 3. Gambaran Umum Sistem /mun

C. Pertahanan humoral normal dapat memusnahkan dan meng-


Sistem imun nonspesifik menggunakan hancurkan beberapa bakteri negatif-Gram
berbagai molekul larut. Molekul larut atas kerja sama antara antibodi dan kom-
tertentu diproduksi di tempat infeksi plemen yang ditemukan dalam serum
atau cedera dan berfungsi lokal. Molekul normal. Komplemen rusak pada pemanasan
tersebut antara lain adalah peptida anti- 56°C selama 30 menit.
mikroba seperti defensin, katelisidin dan Komplemen terdiri atas sejumlah besar
protein yang bila diaktifkan akan memberi-
IFN dengan efek antiviral. Faktor larut
kan proteksi terhadap infeksi dan berperan
lainnya diproduksi di tempat yang lebih
dalam respons in:flamasi. Komplemen dengan
j auh dan dikerahkan ke j aringan sasaran
spektrum aktivitas yang luas diproduksi
melalui sirkulasi seperti komplemen dan
oleh hepatosit dan monosit dan dapat di-
PFA (Tabel 3.2).
aktifkan secara langsung oleh mikroba
atau produknya (jalur altematif, klasik dan
1. Komplemen
lektin). Komplemen berperan sebagai
Berbagai bahan dalam sirkulasi seperti opsonin yang meningkatkan fagositosis,
lektin, interferon, CRP dan komplemen sebagai faktor kemotaktik dan juga menim-
berperan dalam pertahanan humoral. Serum bulkan destruksi/lisis bakteri dan parasit.

Tabel 3.2 Protein Fase Akut


Reaktan Fase Akut Peran
Peningkatan kadar sangat tinggi . ... .. ~
~
" ::

CRP Mengikat komplemen , opsonin


MBL Mengikat komplemen , opsonin
Asam glikoprotein a1 Transpor protein
Komponen amiloid P serum Prekursor komponen amiloid

Peningkatan kadar sedang


Inhibitor proteinase a1 Mencegah protease bakteri
Antikimotripsin a1 Mencegah protease bakteri
C3, C9, faktor B Meningkatkan fungsi komplemen
Seruloplasmin 02- scavenger
Fibrinogen Koagulasi
Angiotensin Tekanan darah
Haptoglobin
Fibronektin Mengikat sel

35
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Antibodi diinduksi oleh infeksi sub- akut disebut juga APRP yang berperan
klinis (antara lain flora normal) dan kom- dalam pertahanan dini .
ponen dalam diit yang imunogenik. Anti- APRP diinduksi oleh sinyal yang
bodi dengan bantuan komplemen dapat berasal dari tempat cedera atau infeksi
menghancurkan membran lapisan LPS melalui darah. Hati merupakan tempat
dinding sel. Bila lapisan LPS menjadi lemah, sintesis APRP. Sitokin TNF-a, IL-1 , IL-6
lisozim, mukopeptida dalam serum dapat merupakan sitokin proinflamasi dan
masuk menembus membran bakteri dan berperan dalam induksi APRP.
menghancurkan lapisan mukopeptida. MAC
dari sistem komplemen dapat membentuk a. C-Reactive Protein
lubang-lubang kecil dalam sel membran
bakteri sehingga bahan sitoplasma yang CRP yang merupakan salah satu PFA,
mengandung bahan-bahan vital keluar termasuk golongan protein yang kadarnya
sel dan menimbulkan kematian mikroba dalam darah meningkat pada infeksi akut
(Lihat Bab 7. Komplemen). sebagai respons imunitas nonspesi:fik. Sebagai
opsonin, CRP mengikat berbagai mikro-
2. Protein fase akut organisme, protein C pneumokok yang
Selama fase akut infeksi, terjadi perubahan membentuk kompleks dan mengaktifkan
pada kadar beberapa protein dalam serum komplemen jalur klasik (Gambar 3.6).
yang disebut APP. Yang akhir merupakan Pengukuran CRP digunakan untuk menilai
bahan antimikrobial dalam serum yang aktivitas penyakit inflamasi. CRP dapat
meningkat dengan cepat setelah sistem meningkat 1OOx atau lebih dan berperan
imun nonspesifik diaktifkan. Protein yang pada imunitas nonspesifik yang dengan
meningkat atau menurun selama fase bantuan ca++ dapat mengikat berbagai

Perbaikan

Titer 100 -
CRP
10

0 2 4 6 8 10 12 14
hari

I CRP I IKomplemen I
" f ca++ I _
RQA,
\.J-W 0 .
psonisas1
.• ~
~
Gambar 3.6 C-Reactive Protein

36
Bab 3. Gambaran Umum Sistem /mun

molekul antara lain fosforilkolin yang faktor B dan fibrinogen yang juga berperan
ditemukan pada permukaan bakteri/ pada peningkatan laju endap darah akibat
jamur. Sintesis CRP yang meningkat me- infeksi, namun dibentuk jauh lebih lambat
ninggikan viskositas plasma dan laju endap dibanding dengan CRP. Secara keseluruhan,
darah. Adanya CRP yang tetap tinggi me- respons fase akut memberikan efek yang
nunjukkan infeksi yang persisten. menguntungkan melalui peningkatan resis-
b. Lektin tensi pejamu, mengurangi cedera jaringan
Lektin/kolektin merupakan molekul dan meningkatkan resolusi dan perbaikan
larut dalam plasma yang dapat mengikat cedera inflamasi (Tabel 3.3).
manan/manosa dalam polisakarida,
3. Mediator asal fosfo lipid
(karenanya disebut MBL) yang merupa-
kan permukaan banyak bakteri seperti Metabolisme fosfolipid diperlukan untuk
galur pneumokok dan banyak mikroba, produksi PG dan LTR. Keduanya me-
tetapi tidak pada sel vertebrata. Lektin ningkatkan respons inflamasi melalui
berperan sebagai opsonin, mengaktifkan peningkatan permeabilitas vaskular dan
komplemen (lihat Bab 7: Komplemen, vasodilatasi (Lihat Bab 13: Mekanisme
Aktivasi melaluijalur lektin). SAPmeng- Efektor, Bab 10. Inflamasi dan Bab 14.
ikat lipopolisakarida dinding bakteri dan Reaksi Hipersensitivitas).
berfungsi sebagai reseptor untuk fagosit.
4. Sitokin IL-1, IL-6, TNF-o.
c. Protein fase akut lain Selama terjadi infeksi, produk bakteri
Protein fase akut yang lain adalah al-anti- seperti LPS mengaktifkan makrofag
tripsin, amiloid serum A, haptoglobin, C9, dan sel lain untuk memproduksi dan me-
Tabel 3.3 Faktor antimikrobial nonantibodi dalam plasma
Faktor Aktivitas biologi
C3a Anafilatoksin, melepas histamin dari sel mast, menimbulkan kontraksi otot polos
C4a Seperti C3a, tetapi 1OOx lebih aktif
- Seperti C3a, juga sangat aktif menginduksi kemotaksis dan degranulasi
C5a
t neutrofil ; juga meningkatkan produksi superoksid neutrofil
C3b Opsonisasi
Fibronektin Glikoprotein yang meningkatkan adhesi sel; berfungsi sebagai opsonin
IFN Protein yang menginduksi produksi protein antivirus
Protein yang mengikat besi, mencegah mikroba memperoleh ion esensial untuk
Transferin
tumbuh
Mukopeptidase yang menghidrolisis peptidoglikan dinding sel bakteri; hilangnya
Lisozim
struktur, sel menjadi sensitif terhadap lisis osmotik
Sebagai opsonin, mengikat komponen dinding bakteri terutama fosforilkolin pada
CRP
S. pneumoni, juga mengaktifkan komplemen

37
lmunologi Dasar Edisi ke-10

lepas berbagai sitokin seperti IL-1 yang berperan dalam sistem irnun nonspesifik
merupakan pirogen endogen, TNF-a selular. Sel-sel sistem imun tersebut dapat
dan IL-6. Pirogen adalah bahan yang ditemukan dalam sirkulasi atau jaringan.
menginduksi demam yang dipacu baik Contoh sel yang dapat ditemukan dalam
oleh faktor eksogen (endotoksin asal sirkulasi adalah neutrofil, eosinofil, basofil,
bakteri negatif-Gram) atau endogen seperti monosit, sel T, sel B, sel NK, sel darah
IL-1 yang diproduksi makrofag dan
merah dan trombosit. Sel-sel tersebut
monosit. Ketiga sitokin tersebut disebut
dapat mengenal produk mikroba esensial
sitokin proinflamasi, merangsang hati
untuk mensintesis dan melepas sejumlah yang diperlukan untuk hidupnya. Contoh
protein plasma seperti protein fase akut sel-sel dalam j aringan adalah eosinofil, sel
antara lain CRP yang dapat meningkat mast, makrofag (Gambar 3.7), sel T, sel
1000 kali, MBL dan SAP. plasma dan sel NK. Komponen-komponen
sistem imun nonspesi:fik terlihat pada
D. Pertahanan selular Tabel 3.4. Fagosit, makrofag, sel NK dan
Fagosit, sel NK, sel mast dan eosinofil sel mast dibahas lebih lanjut dalarn Bab 4.

Kerusakan

} >-~~~~~~~~~

Kerusakan jaringan dapat


· menyebabkan penglepasan
faktor vasoaktif dan kemotaktik
yang mencetuskan peningkatan Fagosit dan eksudat anti-
aliran darahdan permeabilitas bakteri memusnahkan bakteri
kapiler setempat Bakteri
if
2 >-------- ;>Jr ~
Kapiler permeabel memungkin-
kan influks cairan (eksudasi) Fagosit bermigrasi ke daerah
dan sel Eksudat inflamasi (kemotaksis )
(komplemen. o
CRP) o 0
°
- _ _g - -

0
• Kapiler
C>
Neutrofil dan
fagosit lainnya
~ Ekstravasasi

Gambar 3.7. Pengerahan makrofag dan bahan antimikrobial dari sirkulasi darah

Bakteri yang masuk melalui Iuka memacu respons inflamasi yang mengerahkan bahan antimikrobial
dan fagosit (mula-mula neutrofil, kemudian makrofag dan monosit) ke tempat infeksi.

38
Bab 3. Gambaran Umum Sistem /mun

Tabel 3.4 Komponen sistem imun nonspesifik


Komponen Fungsi utama
Sawar
Lapisan epitel Mencegah mikroba masuk
Defensin/katelisid in Membunuh mikroba
Limfosit intraepitelial Membunuh mikroba
Sel efektor dalam sirkulasi
Neutrofil Fagositosis dini dan membunuh mikroba
Fagosistosis efisien dan membunuh mikroba , sekresi
Makrofag
sitokin yang merangsang inflamasi
Sel NK Lisis sel terinfeksi , aktivasi makrofag
Protein efektor dalam sirkulasi
Komplemen Membunuh mikroba , opsonisasi mikroba
lkatan manosa Opsonisasi mikroba, aktivasi komplemen Ualur lektin)
CRP (pentraksin ) Opsonisasi mikroba, aktivasi komplemen
Sito kin
TNF, IL-1, kemokin lnflamasi
IFN-a, -p Resistensi terhadap virus
IFN-y Aktivasi makrofag
IL-12 Produksi IFN-y oleh sel NK dan sel T
IL-15 Proliferasi sel NK
IL-10, TGF-p Kontrol inflamasi

III. SISTEM IMUN SPESIFIK kemudian dihancurkan. Oleh karena itu,


sistem tersebut disebut spesifik. Untuk meng-
Berbeda dengan sistem imun nonspesifik, hancurkan benda asing yang berbahaya bagi
sistem imun spesifik mempunyai kemam- tubuh, sistem imun spesifik dapat bekerja
puan untuk mengenal benda yang dianggap tanpa bantuan sistem imun nonspesifik.
asing bagi dirinya. Benda asing yang per- Namun pada umumnya terjalin kerjasama
tama kali terpajan dengan tubuh segera yang baik antara sistem imun nonspesifik
dikenal oleh sistem imun spesifik. Pajanan dan spesifik seperti antara komplemen-
tersebut menimbulkan sensitasi, sehingga fagosit-antibodi dan antara makrofag-sel T.
antigen yang sama dan masuk tubuh untuk Sistem imun spesifik terdiri atas
kedua kali akan dikenal lebih cepat dan sistem humoral dan sistem selular. Pada

39
lmunologi Dasar Edisi ke-10

imunitas humoral, sel B melepas antibodi B. Sistem imun spesifik selular


untuk menyingkirkan mikroba ekstraselular. Limfosit T atau sel T berperan pada sistem
Pada imunitas selular, sel T mengaktifkan imun spesifik selular. Sel tersebutjuga ber-
makrofag sebagai efektor untuk meng- asal dari sel asal yang sama seperti sel
hancurkan mikroba atau mengaktifkan sel B. Pada orang dewasa, sel T dibentuk di
eTe!Tc sebagai efektor yang menghancur- dalam sumsum tulang, tetapi proliferasi dan
kan sel terinfeksi. diferensiasinya terjadi di dalam kelenjar
timus atas pengaruh berbagai faktor asal
A. Sistem imun spesifik humoral timus . 90-95% dari semua sel T dalam
timus tersebut mati dan hanya 5-10% men-
Pemeran utama dalam sistem imun spesifik jadi matang dan selanjutnya meninggalkan
humoral adalah limfosit B atau sel B. timus untuk masuk ke dalam sirkulasi.
Humor berarti cairan tubuh. Se! B berasal Faktor timus yang disebut timosin
dari sel asal multipoten di sumsum tulang. dapat ditemukan dalam peredaran darah
Pada unggas, sel yang disebut Bursa! sebagai hormon asli dan dapat mem-
cell atau sel B akan berdiferensiasi men- pengaruhi diferensiasi sel T di perifer.
j adi sel B yang matang dalam alat yang Berbeda dengan sel B, sel T terdiri atas
disebut Bursa Fabricius yang terletak beberapa subset sel dengan fungsi yang
dekat kloaka . Pada manusia diferensiasi berlainan yaitu sel en4+ (Thl , Th2),
ens+ atau eTL atau Tc dan Ts atau sel
tersebut terjadi dalam sumsum tulang.
Tr atau Th3 . Fungsi utama sistem imun
Sel B yang dirangsang oleh benda
spesifik selular ialah pertahanan terhadap
asing akan berproliferasi, berdiferensiasi
bakteri yang hidup intraselular, virus, jamur,
dan berkembang menjadi sel plasma yang
parasit dan keganasan. Sel en4+ meng-
memproduksi antibodi. Antibodi yang di- aktifkan sel Thl yang selanjutnya meng-
lepas dapat ditemukan dalam serum. Fungsi aktifkan makrofag untuk menghancurkan
utama antibodi ialah pertahanan terhadap mikroba. Sel ens+ memusnahkan sel ter-
infeksi ekstraselular, virus dan bakteri serta infeksi. Perbedaan imunitas spesifik humoral
menetralkan toksinnya. dan selular terlihat pada Tabel 3.5.

40
Bab 3. Gambaran Umum Sistem /mun

Tabel 3.5 Perbedaan imunitas humoral dan selular


lmunitas selular
lmunitas humoral
Ekstraselular lntraselular
Mikroba Mikroba Fagosistosis oleh Mikroba intraselular (virus)
ekstraselular makrofag berkembang biak dalam sel
terinfeksi

Respons limfosit SelB Th CTL


Mekanisme Antibodi Makrofag yang CTL memusnahkan sel
efektor dan mencegah infeksi diaktifkan terinfeksi dan menyingkirkan
fungsi dan menyingkirkan memusnahkan sumber infeksi
mikroba mikroba yang
ekstrasel ular dimakan

Iv. ORGAN DAN SISTEM Lll\1FATIK fase diferensiasi. Sel hematopoietik yang
diproduksi di sumsum tulang menembus
A. Organ limfatik dinding pembuluh darah dan masuk ke
Sejumlah organ limfoid dan jaringan dalam sirkulasi dan didistribusikan ke
limfoid yang morfologis dan fungsional berbagai bagian tubuh.
berlainan berperan dalam respons imun.
Organ limfoid tersebut dapat dibagi men- 2. Organ limfoid sekunder
jadi organ primer dan sekunder. Timus Limpa dan KGB merupakan organ limfoid
dan sumsum tulang adalah organ primer sekunder yang terorganisasi tinggi. Yang
yang merupakan organ limfoid tempat akhir ditemukan sepanjang sistem pem-
pematangan limfosit (Gambar 3.8). buluh limfe. Jaringan limfoid yang kurang
terorganisasi secara kolektif disebut MALT
1. Organ limfoid primer yang di~emukan di berbagai tempat di
tubuh. MALT meliputi jaringan limfoid
Organ limfoid primer atau sentral terdiri ekstranodul yang berhubungan dengan
atas sumsum tulang dan timus. Sumsum mukosa di berbagai lokasi, seperti SALT
tulang merupakan jaringan kompleks di kulit, BALT di bronkus, GALT di
tempat hematopoiesis dan depot lemak. saluran cema (meliputi Plak Peyer di usus
Lemak merupakan 50% atau lebih dari kecil, apendiks, berbagai folikel limfoid
kompartemen rongga sumsum tulang. dalam lamina propria usus), mukosa hidung,
Organ limfoid primer diperlukan untuk tonsil, mame, serviks uterus, membran
pematangan, diferensiasi dan proliferasi mukosa saluran napas atas, bronkus dan
sel T dan B sehingga menjadi limfosit yang saluran kemih. Organ limfoid sekunder
dapat mengenal antigen. Karena itu organ merupakan tempat SD mempresentasikan
tersebut berisikan limfosit dalam berbagai antigen yang ditangkapnya di bagian lain

41
lmunologi Dasar Edisi ke- 10

Jaringan limfoid Jaringan limfoid


primer sekunder

1--------- - - Cincin Waldeyer


(KGB, tonsil)

~----- Jaringan limfoid


bronkus
KGB

Sumsum tu lang Sumsum tu lang

Gambar 3.8. Organ dan jaringan limfoid

Limfosit diproduksi organ limfoid primer (sumsum tulang , yang tidak tergambar, dan pematangan
sel T di timus) bermigrasi ke organ limfoid sekunder dan jaringan (termasuk saluran limfe di
jaringan) untuk menghadapi infeksi mikroba . Timus dan sumsum tulang adalah organ primer.
Berbagai organ dan jaringan dengan struktur dan fungsi yang berbeda saling berhubungan
melalui pembuluh darah dan saluran limfe . Kebanyakan saluran limfe tubuh masuk ke dalam
duktus torasikus yang mengalirkan isinya ke vena subklavia kiri. Pembuluh yang membawa
limfe dari lengan kanan dan kepala bagian kanan bersatu dan membentuk duktus limfatikus kanan
dan masuk ke vena subklavia kanan. Tulang yang mengandung sumsum merupakan bagian dari
sistem limfoid. Sampel sumsum tulang biasa diambil dari krista iliaka atau sternum.

42
Bab 3. Gambaran Umum Sistem /mun

tubuh ke sel T yang memacunya untuk c. Skin-Associated Lymphoid Tissue


proliferasi dan diferensiasi limfosit. SALT merupakan alat tubuh terluas yang
berperan dalam sawar fisik terhadap ling-
a. Limpa kungan. Kulit juga berpartisipasi dalam
Seperti halnya dengan kelenjar getah pertahanan pejamu, dalam reaksi imun
dan infiamasi lokal. Banyak antigen asing
bening, limp a terdiri atas zona sel T (senter
masuk tubuh melalui kulit dan banyak
germinal) dan zona sel B (zona folikel) .
respons imun sudah diawali di kulit.
Arteriol berakhir dalam sinusoid vaskular
yang mengandung sejumlah eritrosit, d Mucosal Associated Lymphoid Tissue -
makrofag, sel dendritik, limfosit dan sel Sistem Imun Sekretori
plasma. Antigen dibawa APC masuk ke Imunitas di tempat khusus seperti saluran
dalam limpa melalui sinusoid vaskular. napas dan saluran cerna disebut MALT
Limpa merupakan tempat respons imun yang merupakan irnunitas lokal. MALT
utama yang merupakan saringan terhadap merupakan agregat jaringan limfoid atau
antigen asal darah. limfosit dekat permukaan mukosa. Baik
Mikroba dalam darah dibersihkan antibodi lokal (IgA sekretori) maupun
sel limfosit berperan dalam respons imun
makrofag dalam limpa. Lirnpa merupakan
spesifik. IgA sekretori yang diproduksi
tempat utama fagosit memakan mikroba
di saluran cerna dapat bereaksi dengan
yang diikat antibodi (opsonisasi). Individu makanan atau alergen lain yang dicerna.
tanpa limpa akan menjadi rentan terhadap Lapisan epitel mukosa yang terpajan
infeksi bakteri berkapsul seperti pneumokok langsung dengan antigen berperan sebagai
dan meningokok, oleh karena mikroba ter- sawar mekanis (Gambar 3.9).
sebut biasanya hanya disingkirkan melalui Jaringan-jaringan limfoid tersebut ber-
opsonisasi dan fungsi fagositosis akan peran dalam pertahanan imun lokal dan
regional melalui kontak langsung dengan
terganggu bila limpa tidak ada.
antigen asing. Oleh karena itu berbeda dari
jaringan limfoid yang berhubungan dengan
b. Kelenjar getah bening
kelenjar limfoid, limpa dan timus.
KGB adalah agregat nodular jaringan MALT ditemukan di jaringan mukosa
limfoid yang terletak sepanjangjalur lirnfe saluran napas bagian atas, saluran cerna,
di seluruh tubuh. Sel dendritik membawa saluran urogenital dan kelenjar mame
antigen mikroba dari epitel dan mengan- berupa jaringan limfoid tanpa kapsul,
tarkannya ke kelenjar getah bening yang mengandung sel limfosit dan APC yang
akhirnya dikonsentrasikan di KGB. Dalam mengawali respons imun terhadap antigen
yang terhirup dan termakan. Epitel mukosa
KGB ditemukan peningkatan limfosit berupa
yang merupakan sawar antara lingkungan
nodus tempat proliferasi limfosit sebagai
internal dan eksternal juga merupakan
respons terhadap antigen. tempat masuknya mikroba (Gambar 3.10).

43
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Antigen
/
Saluran
Dada cer~ ( Usus )
menyusui
- , ( Plak Peyer)
Saluran }
napas )
KGB lewat
sal. limfe
Saluran
urogenital

~-----
_K_e_l-en_j_a~r Aliran darah
Gambar 3.9 Sistem lmun sekretori

liur

Tonsil {
Adenoid
KGB

Berhubungan
dengan
bronkus

Jaringan
difus dengan
Plak Peyer

Jaringan
limfoid - [
urogenital

Gambar 3.10 Letak anatomis MALT

MALT ditemukan di rongga nasal, tenggorokan, saluran napas, saluran cerna dan saluran kemih .
Sel imun yang diaktifkan dalam MALT akan kembali ke tempatnya di mukosa (homing).

44
Bab 3. Gambaran Umum Sistem /mun

i. Respons imun oral tinggi dapat terjadi setelah pemberian


Ludah tidak hanya membilas rongga vaksin terpilih seperti vaksin polio Sabin.
mulut, tetapi juga mengandung berbagai
molekul seperti lisozim dan IgA sekretori ii. Bronchial Associated Lymphoid Ttssue
yang ikut melindungi rongga mulut. Sel Belum banyak hal yang sudah diketahui
PMN melindungi jaringan gusi dan perio- mengenai respons imun mukosa saluran
dontium. Di samping IgA, respons imun napas dibanding saluran cema, namun
humoral yang lain juga berperan. Subyek diduga bahwa respons imunnya adalah
dengan defisiensi imun sering disertai dengan serupa. Struktur berupa cincin banyak di-
peningkatan infeksi mukosa oleh mikro- temukan di berbagai tempat, berisikan nodul
organisme oportunistik seperti Kandida yang terletak sekitar bronkus dan ber-
albikans. Sel Thl dan Th2 berperan dalam hubungan dengan epitel seperti plak sel
respons imun terhadap bakteri patogen limfoid. Sel plasma ditemukan di bawah
juga penting pada penyakit periodontal. epitel. Sel-sel BALT memiliki kemampuan
Reaksi hipersensitivitas Tipe II, III dan IV pergantian yang tinggi dan nampaknya
dapat menimbulkan periodontitis progresif tidak memproduksi IgG. Sel-sel BALT
kronis. Vaksin diharapkan dapat dikem- diduga bermigrasi dari daerah limfoid lain.
bangkan di masa mendatang dalam pen- BALT berperan dalam respons terhadap
cegahan atau mengontrol karies gigi dan antigen kuman yang terhirup.
penyakit periodontal. Namun penyakit yang
kompleks menyulitkan pembuatan vaksin. iii. Gut Associated Lymphoid Tissue
Lapisan epitel mukosa merupakan GALT tersebar di mukosa saluran cema.
sawar mekanis terhadap antigen asing Saluran cema orang dewasa mempunyai
dan mikroorganisme. Sistem imun khusus luas permukaan sekitar 400m2 . Permukaan
yang terletak di permukaan epitel kadang yang luas tersebut selalu terpajan dengan
disebut CMIS. Sistem imun mukosa terdiri
berbagai mikroba dan makanan yang
atas IgA sekretori yang diproduksi sel
mungkin dapat menerangkan mengapa
plasma di lamina propria dan kemudian di-
2/3 seluruh sistem imun ada di saluran
angkut melalui sel epitel dengan bantuan
cema. Secara fungsional, GALT terdiri
reseptor poliimunoglobulin. Baik sel Ta~
dan Ty8 ditemukan di lapisan mukosa atas dua komponen, yang terorganisasi
epitel sebagai limfosit intraepitel dan di dan yang difus.
lamina propria mukosa (Lihat Bab 5: Sel-
sel Sistem Imun Spesifik). iv. Microfold cell
Respons imun terhadap antigen oral Micro/old cell atau sel M adalah sel epitel
berbeda dari respons imun terhadap anti- saluran cema yang pinositik aktif, berperan
gen yang diberikan parenteral. Toleransi dalam mengantarkan kuman dan bahan
oral dapat terjadi terhadap beberapa anti- makromolekul dari lumen intestinal ke
gen protein yang dicema, tetapi respons plak Peyer. Sel tersebut bukanlah APC,
mukosa lokal dengan produksi kadar IgA ditemukan di lapisan epitel plak Peyer

45
lmunologi Dasar Edisi ke-10

yang berperan dalam presentasi antigen. rungan terjadinya irnunisasi oral dengan
Sel tersebut memiliki permukaan relatif antigen protein yang menginduksi toleransi.
besar dengan lipatan-lipatan mikro yang Induksi respons irnun terhadap antigen ter-
menempel pada mikroorganisme dan per- tentu di saluran cema, dapat menyebarkan
mukaan makromolekular (Gambar 3.11). lirnfosit ke jaringan mukosa lain seperti
Penangkapan antigen melewati sawar saluran napas atas dan bawah, saluran
usus terjadi di tempat-tempat yang dikenal kelenjar mame atau saluran genital untuk
sebagai daerah induktif oleh sel peng- selanjutnya memberikan respons terhadap
angkut khusus yang disebut sel M . Morfo- antigen setempat.
logi sel M unik karena adanya suatu Regio sentral plak Peyer diisi sel B.
kantong besar pada membran basolateral Seperti halnya dengan folikel lirnfoid di
yang berisikan limfosit dan makrofag. Sel lirnpa dan kelenjar getah bening, Plak Peyer
mengantarkan antigen dari lumen saluran juga mengandung sel CD4+. Beberapa sel
cema ke sel imun yang ditemukan dalam epitel yang menutupi plak Peyer me-
kantong tersebut secara terns menerus. ngandung sel M yang khusus. Plak Peyer
Limfosit atau makrofag yang menangkap merupakan agregat folikel lirnfoid di mukosa
antigen meninggalkan sel M untuk se- gastrointestinal yang ditemukan di seluruh
terusnya berpindah menuju folikel lirnfoid jejunum dan ileum (terbanyak di ileum
setempat (Gambar 3.12). terminal). Plak Peyer merupakan tempat
sel B prekursor yang dapat mengalihkan
v. Tonsil dan plak Peyer produksi IgA. Sel T naif juga terpajan
Jaringan limfoid mukosa seperti tonsil dengan alergen di Plak Peyer dan berkembang
faring dan folikel limfoid yang terisolasi, menjadi sel T memori yang kemudian
plak Peyer di usus kecil berperan pada fase bermigrasi ke mukosa lebih distal dan
tempat-tempat nonmukosal.
induksi respons imun. Di sekitar teng-
Limfosit B dan T di plak Peyer yang
gorok ditemukan 3 golongan tonsil yaitu
antigen reaktif, keluar melalui eferen
tonsil palatina, tonsil lingual dan tonsil
limfatik dan bermigrasi ke kelenjar getah
faringeal atau adenoid yang merupakan
bening mesenterik, lalu ke duktus torasikus
cincin jaringan limfoid sekitar faring
dan akhimya ke pembuluh darah. Selanjut-
yang disebut cincin Waldeyer. Tonsil
nya sel-sel tersebut mencari tempat- tempat
faring juga merupakan folikel lirnfoid tertentu (homing) di berbagai tempat ter-
mukosa yang analog dengan plak Peyer. utama di lamina propria berbagai jaringan
Respons irnun terhadap antigen oral mukosa saluran cema.
berbeda dari respons irnun terhadap antigen
di tempat lain. Perbedaan utama disebab- vi. Sistem imun mukosa difus
kan oleh adanya produksi kadar IgA yang Sistem imun mukosa difus terdiri atas
tinggi di jaringan mukosa dan kecende- limfosit intraepitel dan limfosit di lamina

46
Bab 3. Gambaran Umum Sistem /mun

A.

Lapisan otot
Sentrum germinativum

Plak Peyer

B.
Viii
Lumen usus

Kriptus

Drainase
limfatik l

Gambar 3.11 Sistem imun mukosa


A. Sel M
B. Diagram skematik komponen selular sistem imun mukosa saluran cerna. Agregat
jaringan limfoid ditemukan di seluruh saluran cerna Uuga di saluran napas).

47
lmunologi Dasar Edisi ke-10

A.
SelM

Makrofag

Gambar 3.12 Struktur sel M dan produksi lgA di daerah induktif

A.Sel M terletak di membran mukosa , memakan antigen dari lumen saluran cerna, saluran
napas dan saluran kemih . Antigen diangkut melewati sel dan dilepas ke kantong basolateral
yang besar.
B. Antigen diangkut melalui lapisan epitel oleh sel M ditempat induksi yang mengaktifkan
sel B di folikel limfoid sekitar. Sel B yang diaktifkan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang
memproduksi lgA, bermigrasi sepanjang jaringan submukosa. Lapisan epitel mukosa bagian
luar mengandung limfosit intraepitel yang banyak diantaranya adalah sel T.

propria. Limfosit intraepitel ditemukan dan CDS+ (CD4+ 2x lebih banyak CDS+),
dalam epitel mukosa dan di atas lamina juga sel B, terbanyak dengan ekspresi
propria. Sel-sel tersebut tersebar difus di IgM dan hanya sebagian kecil dengan
jaringan mukosa dan tidak memiliki struktur ekspresi IgA. Meskipun hanya sedikit
jelas seperti yang didapat pada sistem imun jumlah sel B yang ada di lamina propria,
mukosa yang terorganisasi. Limfosit intra- tetapi jumlah sel B tersebut dapat me-
epitel terbanyak adalah sel T (> 90%) yang ningkatkan produksi IgG dengan cepat
dapat berupa CDS+ atau CDS·. bila diperlukan.
Lamina propria terletak tepat di
bawah epitel yang struktumya longgar. B. Sistem limfatik-resirkulasi limfosit
Fungsi efektor lamina propria adalah sekresi Sirkulasi darah ada dibawah tekanan dan
antibodi terutama IgA yang diproduksi komponennya (plasma) masuk melalui
sejumlah besar sel plasma. IgA diangkut dinding kapiler yang tipis ke jaringan
dari lamina propria ke sel epitel melalui sekitar. Cairan ini disebut cairan inter-
reseptor imunoglobulin polimerik untuk stisial yang membasahi semua jaringan
selanjutnya disekresi ke lumen. Lamina dan sel. Bila cairan ini tidak dikembalikan
propria mengandung banyak sel CD4+ ke sirkulasi dapat terjadi edema, pem-

4S
Bab 3. Gambaran Umum Sistem /mun

bengkakan progresifyang dapat mengancam lalui sirkulasi akan dapat dikerahkan ke


nyawa. Hal itu tidak terjadi oleh karena dalam organ lirnfoid tersebut dengan mudah.
cairan dikembalikan ke darah melalui Hanya iradiasi yang mengenai seluruh
dinding venul. Jadi sistem tersebut me- tubuh akan dapat menghentikan pertum-
nampung cairan yang keluar dari pem- buhan sel sistem imun seluruhnya.
buluh darah dan masuk ke dalam jaringan, Sel T naif (sel matang yang belum
dan mengembalikannya ke pembuluh darah terpajan dengan antigen dan belum ber-
Hal itu memastikan adanya keseimbangan diferensiasi) cenderung meninggalkan sirku-
cairan dalam sistem sirkulasi. Sel limfosit, lasi darah clan menuju kelenjar getah bening
SD, makrofag dan sel lainnya juga dapat dalam daerah sel T. SD/APC dari berbagai
masuk melalui dinding tipis sel endotel bagian tubuh yang membawa antigen juga
yang longgar dari pembuluh lirnfe primer bermigrasi dan masuk ke dalam kelenjar
dan masuk ke dalam arus limfe. getah bening clan mempresentasikan antigen
Jantung tidak memompa limfe me- ke sel T. Sel T yang diaktifkan SD/ APC
lalui sistem limfatik, tetapi arus perlahan tersebut keluar dari kelenjar limfoid dan
dicapai dengan tekanan rendah limfe. melalui aliran darah bergerak ke tempat
Pembuluh limfe diperas oleh gerakan infeksi clan bekerja sebagai sel efektor. Tidak
otot tubuh dan sejumlah katup satu arah seperti leukosit, lirnfosit terus menerus di-
sepanjang pembuluh limfe memastikan resirkulasikan melalui darah dan lirnfe ke
arus limfe bergerak ke satu arah. Antigen berbagai organ limfoid (Gambar 3.13).
asing yang masuk ke dalam jaringan
akan ditangkap oleh sel sistem imun
1. HEV-tempat ekstravasasi limfosit
dan dibawa ke berbagai jaringan limfoid
regional yang terorganisasi seperti Beberapa tempat di endotel vaskular
KGB. Jadi sistem limfatik juga berperan dalam venul poskapilar berbagai organ
sebagai alat transpor limfosit dan antigen limfoid terdiri atas sel khusus, gemuk
dari jaringan ikat ke jaringan limfoid dan tinggi yang disebut HEY. Sel-selnya
yang terorganisasi, tempat limfosit berlainan sekali dengan sel endotel yang
diaktifkan. gepeng yang membatasi kapiler lainnya.
Keuntungan dari resirkulasi limfosit Setiap organ limfoid sekunder, kecuali
ialah bahwa sewaktu terjadi infeksi non- limpa mengandung HEV. Bila potongan
spesifik, banyak limfosit akan terpajan de- beku kelenjar limfoid plak Peyer atau
ngan antigen/kuman. Keuntungan lain dari tonsil diinkubasikan dengan limfosit,
resirkulasi lirnfosit ialah bahwa bila ada lalu dicuci untuk menyingkirkan sel yang
organ limfoid misalnya limpa yang defisit tidak diikat, sekitar 85% sel diikat HEY,
lirnfosit karena infeksi, radiasi atau trauma, meskipun HEY hanya merupakan 1-2%
limfosit dari jaringan limfoid lainnya me- dari total area.

49
lmunologi Dasar Edisi ke-10

/ Limfatik eferen

I
\
\
' '
Limfatik
'
Darah
I
I
I
........ ____ ,, I

Sel T naif
Sel B matang

Jaringan
Ruang
ekstravaskular

Gambar 3.13 Resirkulasi jalur limfosit

Sel T naif terbanyak dari darah masuk ke dalam korteks KGB dan dengan segera meninggalkan
kelenjar melalui limfatik eferen . Sel T naif yang mengenal antigen spesifik berdiferensiasi
menjadi sel T efektor sebelum kembali masuk dalam sirkulasi . Sel B disirkulasikan melalui jalur
yang sama seperti sel T. Sel B yang berpapasan dengan antigen spesifik akan berproliferasi
dan membentuk senter germinal.

HEY mengekspresikan sejumlah disebut adresin vaskular, oleh karena


besar molekul adhesi. Seperti sel endotel berperan dalam mengarahkan ekstravasasi
vaskular lainnya, HEY mengekspresikan berbagai populasi limfosit dalam
CAM famili selektin (selektin Edan P), resirkulasi ke organ limfoid khusus.
famili musin (GlyCAM-1 dan CD34)
dan superfamili imunoglobulin (ICAM- 2. Homing atau trafficking
1, ICAM-2, ICAM-3, YCAM-1 dan Pada keadaan normal terjadi lintas arus
MAdCAM-1). Beberapa molekul adhesi limfosit aktif terus menerus melalui

50
Bab 3. Gambaran Umum Sistem /mun

kelenjar getah bening, tetapi bila ada anti- V. DETERMINAN


gen masuk, ams limfosit dalam kelenjar
getah bening akan berhenti sementara. Berbagai faktor yang disebut determinan
Sel yang antigen spesifik akan ditahan berpengaruh terhadap sistem imun non-
dalam kelenjar getah bening. Dalam spesifik.
menghadapi antigen tersebut, kelenjar
dapat membengkak seperti yang sering A. Spesies
ditemukan pada infeksi. Hal tersebut me- Di antara berbagai spesies ada per-
rupakan hal yang esensial untuk respons
bedaan kerentanan yang jelas terhadap
imun yang efektif terhadap antigen asing.
berbagai mikroba, misalnya tikus sangat
Limfosit cenderung untuk bermigrasi
resisten terhadap difteri sedangkan manusia
ke tempat-tempat yang selektif. Homing
sangat rentan.
mukosa adalah kembalinya sel limfoid
reaktif imunologis ke asalnya di folikel
mukosa. Homing limfosit diatur oleh profil B. Keturunan dan usia
reseptor dan sinyal. Proses umum ekstra-
Peranan herediter yang menentukan resis-
vasasi limfosit adalah sama dengan neutrofil.
tensi terhadap infeksi terlihat dari studi
Perbedaan yang penting dalam kedua
tuberkulosis pada pasangan kembar. Bila
proses itu adalah subset limfosit yang
satu dari kembar homozigot menderita
bermigrasi ke berbagai jaringan dengan
tuberkulosis, pasangan lainnya menunjuk-
cara yang berbeda. Hal tersebut terjadi
kan risiko lebih tinggi untuk juga men-
melalui ikatan antara molekul adhesi dan
derita tuberkulosis dibanding dengan
kemokin, reseptor yang mengarahkan ber-
pasangan kembar yang heterozigot. Infeksi
bagai populasi limfosit ke jaringan limfoid
lebih sering terjadi dan lebih berat pada anak
khusus atau inflamasi yang disebut dengan
usia balita, hewan usia muda dibanding
reseptor homing. L-selektin atau CD62L
dewasa. Hal tersebut disebabkan karena
adalah molekul pada permukaan limfosit
yang berperan pada homing limfosit. sistem imun yang belum matang pada
Adresin mukosa adalah salah satu adresin usia muda.
yang mengikat integrin pada sel T yang Usia lanjut disertai dengan penurunan
memilih homing di saluran cema. Reseptor resistensi terhadap infeksi terutama virus.
pada permukaan limfosit tersebut akan Oleh karena itu pada usia lanjut dianjur-
memberikan arah dan tujuan kembali ke kan vaksinasi terhadap virus influenza.
plak Peyer. Limfosit yang awalnya disen- Pada usia lanjut sering pula ditemukan
sitasi oleh antigen di plak Peyer akan di- nutrisi yang kurang sehingga lebih menu-
aktifkan dan memproduksi sel memori runkan respons selular seperti proliferasi
yang akan bermigrasi kembali ke tempat limfosit, sintesis sitokin dan juga respons
yang semula mensensitasinya. antibodi (Tabel 3.6).

51
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Tabel 3.6 Defisiensi imun pada subyek normal usia lanjut


Neutrofil
Penurunan fagositosis
Penurunan aktifitas mikrobisidal
lmunitas selular
Sel co3· menurun
Subset sel Th2 meningkat dan Th1 menurun
Proliferasi limfosit menurun
Ekspresi CD28 menurun
Hipersensitivitas lambat menurun
Produksi sitokin proinflamasi meningkat
lmunitas humoral
Autoantibodi meningkat
Respons imun primer menu run
Sel NK
Persentase meningkat
Aktivitas sitotoksik menurun

C. Hormon Estrogen adalah horrnon steroid seks yang


Sebelum pubertas, sistem irnun pada pria disekresi ovarium dan dilepas dalam kadar
dan wanita adalah sarna. Sistem irnun tinggi selama dan pertengahan siklus haid
berkembang tanpa pengaruh horrnon dan menetap selama hamil. Estrogen me-
seks. Androgen yang dilepas pria bersifat miliki berbagai efek fisiologik yang ber-
imunosupresif, dilepas secara menetap hubungan dengan reproduksi rnisalnya
selama masa dewasa dan tidak berfl.uk- uterus dan menyiapkan sekresi air susu
tuasi sampai usia lanjut. Pada wanita, ibu (Gambar 3.15). Estrogen juga men-
respons imun terintegrasi dengan sistem cegah aktivitas sel T pada wanita sehat.
endokrin yang tujuannya agar janin dalam Jumlah sel T dalam darah berfl.uktuasi
kandungan tidak ditolak selarna hamil selama siklus haid normal. Estrogen me-
(Gambar 3.14). nunjukkan efek sebaliknya terhadap sel
Plasenta melepas sitokin Th2 yang B, meningkatkan sintesis IgG dan IgA
mencegah respons sel Thl berupa peno- selama hamil. Diduga bahwa sejumlah
lakanjanin yang mengandung antigen asal IgG dapat menembus sawar plasenta.
ayah. Selamahamiljuga terjadi penurunan IgG juga ditemukan dalam air susu ibu
aktivitas sel Thl atas pengaruh estrogen. yang melindungi bayi terhadap infeksi

52
Bab 3. Gambaran Umum Sistem /mun

Pada wanita sistem imun memiliki


siklus perubahan selama usia reproduksi
() Sebelum pubertas
f sistem imun pada
anaklakidan
d perempuan sama
Pada pria sistem imun sedikit
ditekan seumur hidup

Gambar 3.14 Pengaruh hormon estrogen terhadap sistem imun

Estrogen merangsang
sekresi lgA dan lgG
...--"'------'

Estrogen
mencegah
sel Tyang
dapat
menolak
janin

Gambar 3.15 Berbagai efek estrogen terhadap sel T dan B selama hamil

53
lmunologi Dasar Edisi ke-10

selama fungsi sistem tmunnya belum imunosupresif. Penyakit autoimun seperti


berkembang baik. penyakit Grave (Tipe II) dan LES (Tipe
Janin mendapat sel-sel memori asal III) lebih sering ditemukan pada wanita
ibu hingga mampu memproduksi imuno- dibanding dengan penyakit yang terjadi
globulin sendiri. Kebanyakan wanita hamil melalui sel T seperti artritis reumatoid
membuat antibodi terhadap antigen MHC (Tipe IV). Semua hal tersebut menun-
ayah, namun biasanya tidak menimbulkan jukkan efek stimulator estrogen terhadap
efek buruk terhadap janin. Wanita meng- sel B (Gambar 3.16).
alami lebih sedikit infeksi selama hidupnya Pil kontrasepsi yang mengandung
dibanding pria. Hal ini diduga disebabkan estrogen dan kehamilan dapat memicu
oleh efek relatif androgen. Meskipun atau memperburuk LES. Di lain pihak,
terjadi penghambatan sel T episodik, artritis reumatoid dan sklerosis multipel
wanita tidak menunjukkan infeksi yang membaik selama hamil dan dapat mem-
lebih sering dibanding pria, juga selama buruk sesudah melahirkan.
hamil. Hal ini menunjukkan peran besar
D.Suhu
imunoglobulin terhadap infeksi.
Wanita menunjukkan risiko yang Beberapa mikroba tidak menginfeksi
lebih tinggi terhadap penyakit autoimun, manusia oleh karena tidak dapat hidup
sedikitnya sampai menopause. Penyebab baik pada suhu 37°C. Kelangsungan hidup
pastinya belum jelas, namun diduga di- banyakjenis mikroba tergantung dari suhu.
sebabkan estrogen yang merangsang Kuman tuberkulosis tidak akan meng-
produksi antibodi. Hal ini tidak terjadi pada infeksi hewan berdarah dingin. Gonokok
pria karena androgen umurnnya bersifat dan treponema akan mati pada suhu di atas

~ 10:1-
c
CIJ
3: 8:1 -
CIJ
·c
Cl..
c 6:1-
Q)
:Q
Cf)
c 4:1-
c
CIJ
OJ 2:1 -
c
'6
c
CIJ .....
-e
Q)
(/)
w
_J
~
CIJ Q)
<(
0::::
Cf)
Q)
Q.)
Cl. >. > .0 -
cQ) CIJ
..... CIJ Q)
·- Cl..
Cl.('.) 0:;:;

Gambar 3.16 Penyakit autoimun lebih sering terjadi pada wanita

54
Bab 3. Gambaran Umum Sistem /mun

40°C. Terapi dengan meningkatkan suhu imunitas selular yang berarti. Respons anti-
pemah dilakukan terhadap infeksi gonokok bodi dapat tetap berfungsi, namun dengan
dan sifilis serebral sebelum ditemukan afinitas yang kurang. Fagositosis bakteri
antibiotik. biasanya normal, tetapi destruksi selular
terganggu.
E. Nutrisi Sebab defisiensi imun tersering di
Nutrisi yang buruk sudah jelas menurun- seluruh dunia adalah malnutrisi. Keku-
kan resistensi terhadap infeksi. Pada rangan protein dapat menimbulkan
hewan percobaan hal tersebut disertai leu- gangguan imunitas, menimbulkan atrofi
kopeni dan fagositosis yang menurun. dan mengurangnya sel di timus dan
Sebaliknya keadaan nutrisi yang buruk kelenjar limfoid serta hilangnya sel
dapat menyulitkan proliferasi virus se- limfoid di sekitar pembuluh darah limpa
hingga seseorang dengan nutrisi buruk yang meningkatkan infeksi oportunistik.
dapat lebih tahan terhadap infeksi virus Respons antibodi serum biasanya tidak
tertentu dibanding dengan orang yang terganggu pada malnutrisi protein-
nutrisinya lebih baik. Defisiensi spesifik kalori . Komplemen yang menurun dapat
seperti selenium, seng (Zn) atau vitamin mempengaruhi fagositosis.
B adalah imunosupresif. Alkohol juga
imunosupresif baik terhadap imunitas F. Flora bakteri normal
humoral maupun selular.
Flora bakteri normal di kulit dapat mem-
Parasit malaria memerlukan asam
produksi berbagai bahan antimikrobial
paraamino benzoat untuk perkembangan-
seperti bakteriosin dan asam. Pada waktu
nya dan pada malnutrisi zat ini berkurang
yang sama, flora normal berkompetisi dengan
atau tidak ada. Di lain pihak, nutrisi yang
patogen potensial untuk mendapatkan nutrisi
kurang baik sering disertai dengan sanitasi
buruk yang dapat meningkatkan infeksi. esensial. Di kulit manusia ditemukan
Peningkatan kerentanan pada subyek dengan sekitar 10 12 dan di usus sekitar 10 14 flora
infeksi dapat pula disebabkan oleh pola komensal. Mungkin kegunaan flora komen-
hidup dengan stres, pendidikan kesehatan sal tersebut adalah untuk menyingkirkan
yang kurang dan jumlah keluarga besar mikroba lain atau patogen. Bila flora
dalam rumah yang sempit. Kelenjar getah komensal di usus mati karena antibiotik,
bening yang atrofis dan penurunan 50% mikroba patogen dengan mudah meng-
sel T CD4+ dalam sirkulasi menurunkan ambil tempat flora komensal tadi.

55
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Butir-butir penting

D Fungsi utama sistem imun adalah D Imunitas selular dan humoral me-
membedakan antigen sendiri dari rupakan basil aktivitas berbagai jenis
antigen yang bukan sendiri sel, organ danjaringan diseluruh tubuh
yang terkoordinasi
D Makrofag dan neutrofil dikhususkan
untuk fagositosis dan degradasi antigen. D Sel B dan T merupakan populasi klon sel
Makrofagjuga mempunyai kemampuan yang dapat dibedakan melalui reseptor
untuk mempresentasikan antigen ke antigen dengan spesifitas yang unik
sel T
D Sel B mensintesis dan mengekspresi-
D SD merupakan populasi utama APC kan antibodi permukaan (BCR), dan
dan dalam bentuk imatur mampu me- sel T mensintesis dan mengekspresi-
nangkap antigen, menjadi matang dan kan TCR
bermigrasi ke KGB untuk mempre-
sentasikan antigen ke sel Th. Ada 3 jenis D Sel NK terbanyak tidak mensintesis
sel limfosit: B, T (terdiri atas beberapa reseptor antigen spesifik meskipun
subset: Th 1, Th2, Th3) dan NK subpopulasi yang kecil mensintesis
dan mengekspresikan reseptor sel T
D Untuk menimbulkan respons imun (NKT)
aktif terhadap antigen tertentu, se-
jumlah kecil klon sel B dan sel T D Organ limfoid primer adalah tempat
yang mengikat antigen dengan afini- limfosit berkembang dan menjadi
tas tinggi akan berproliferasi dan matang. Sel T diproduksi di sumsum
berdiferensiasi menjadi sel plasma tulang dan berkembang di timus
atau sel T yang diaktifkan. Proses ini sedang sel B diproduksi dan ber-
disebut seleksi klon kembang di sumsum tulang

D Sistem imun spesifik memiliki memori, D Organ limfoid sekunder merupakan


berarti bahwa respons terhadap bahan tempat APC mempresentasikan antigen
asing terjadi lebih cepat dan lebih besar ke sel T, sel T diaktifkan, mengalami
dibanding pajanan pertama. Selanjutnya ekspansi klonal dan diferensiasi men-
sistem imun diatur dengan ketat untuk jadi sel efektor.
memastikan aktivasi yang benar

56
SEL-SEL SISTEM BAB
IMUN NONSPESIFIK 4

Daftar Isi
I. ASAL SEL-SEL SISTEM IMUN 5. Faktor yang meningkatkan fagositosis
II. SISTEM FAGOSIT MAKROFAG 6. Fagosit frustrasi
A. Fagosit mononuklear III. FAGOSIT POLIMORFONUKLEAR
l. Monosit A. Neutrofil
2. Makrofag B. Eosinofil
B. Reseptor imunitas nonspesifik
IV. BASOFIL DAN SEL MAST
1. Molekul larut
2. Reseptor tidak larut V. SEL NK, SEL NULL, SELK
C. Proses fagositosis
VI. SEL DENDRITIK
1. Pencemaan dan pembentukan vakuol
A. Pembagian APC
2. Destruksi intraselular
B. Fungsi sel dendritik
3. Fagositosis oksigen dependen
C. Sel dendritik folikular
4. Produk yang dilepas fagosit
Butir-butir penting

57
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Daftar singkatan yang digunakan dalam bah ini


ADCC Antibody Dependent Cell MBL Mannan Binding Lectin
(mediated) Cytotoxicity MHC Major Histocompatibility
APC Antigen Presenting Cell Complex
APP Acute Phase Protein MBP Myelin Basic Protein
APR Acute Phase Reactant ME Mikroskop Elektron
cAMP Cyclic Adenosine NK Natural Killer (cell)
Monophosphate NKT Natural Killer T (sel)
CD Cluster ofDifferentiation NO Nitrit Oksida
CMI Cell Mediated Immunity NOD Nucleotide-binding
CR Complement Receptor Oligomerazation Domain
CRP C-Reactive Protein PAF Platelet Activating Factor
CTL Cytotoxic T Lymphocyte PAMP Pathogen Associated Molecular
DNA Deoxyribonucleic acid Patterns
ECF Eosinophil Chemotactic Factor PE CAM Platelet/endothelial cell
ECP Eosinophile Chemotactic adhesion molecule
Protein PG Prostaglandin
EON Eosinophil Derived Neurotoxin PGD Prostaglandin D
EPO Eosinophil Peroksidase PGE Prostaglandin E
Fe Fragmen crystallizable
PGF Prostaglandin F
FcR Fragmen crystallizable Receptor
PMN Polimorfonuklear
GM-CSF Granulocyte Monocy te Colony
PRR Pattern Recognition Receptor
Stimulating Factor
ICAM Intercellular Adhesion Molecule RES Reticulo Endothelial System
IFN Interferon RNS Reactive Nitrogen Species
lg lmunoglobulin ROI Reactive Oxygen Intermediate
IL Interleukin ROS Reactive Oxygen Species
JNOS Inducible Nitric Oxid Synthase RSV Respiratory Syncytial Virus
KGB Kelenjar Getah Bening SAP Serum Amyloid A Protein
LBP Lipopolysacharide Binding SD Se! dendritik
Protein SRs Scavenger Receptor
LFA Leucocyte Functioning Antigen SRS-A Slow Reacting Substance A
LGL Large Granular Lymphocyte SSP Susunan Saraf Pusat
LPS Li popolisakarida Tc T cytotoxic/CTCICTL
LTB Leukotrin B TCR T Cell Receptor
LTD Leukotrin D TGF Tumor Growth Factor
LTC Leukotrin C
Th T helper
LTE Leukotrin E
TLR Toll Like Receptor
MALT Mucosa! Associated Ly mphoid
TNF Tumor Necrosis Factor
Tissues

58
Bab 4. Se/-se/ Sistem /mun Nonspesiftk

I. ASAL SEL-SEL SISTEM IMUN tiap populasi ada pembaharuan sel yang
mempertahankan jumlahnya. Pada
el-sel sistem imun berasal dari sel manusia hematopoiesis, pembentukan

S prekursor (induk) yang pleuripoten


dalam sumsum tulang yang kemu-
dian berdiferensiasi menjadi sel premieloid,
dan perkembangan sel darah putih
mulai dalam yolk sac selama beberapa
minggu perkembangan janin. Sel induk
ini berdiferensiasi menjadi sel eritroid
sel limfosit (T dan B) dan sel pre-monosit primitif yang mengandung hemoglobin
yang berdiferensiasi menjadi sel monosit- yolk sac. Pada janin usia 3 bulan sel
makrofag (Gambar 4.1 ). induk hematopoietik telah bermigrasi
Semua sel darah berasal dari sel dari yolk-sac ke hati janin dan selanjut-
induk hematopoietik yang berdiferensiasi nya mengkolonisasi limpa. Kedua organ
menjadi jenis sel-sel yang lain. Untuk tersebut mempunyai peran utama dalam

IPerkembangan limfosit I ISel efektor perifer I


~------+~ @sel mieloid
Timus
T .,,,,
1J ('
~Th °' ~
~ ~Th2
Sel premieloi@
Pre-T
t'-...
@ © .
............... w
Selinduk /
pluripoten / Sel self reactive rt:J:'Tc Sel NK

@-+© Sel induk '-.


Tmemon

B sekretori
Oo
0
;
limfosit "'l
fti\
~ --+
Pre-B
Sumsum
tulang
. . . . . . ~ ,,,'-+
~
+... ~
Sel plasma

~ Bmemori ~
~@ --....~· ~
Pre-monos it Monos it
~
Makrofag

Gambar 4.1 Perkembangan berbagai jenis limfosit asal sel induk yang pleuripoten
dalam sumsum tulang

Jalur perkembangan untuk sel NK digambar terpisah oleh karena diduga dapat berkembang baik
dalam timus maupun sumsum tulang.

59
lmunologi Dasar Edisi ke-10

hematopoiesis pada usia janin 3-7 bulan. putih per hari. Sistem tersebut diatur oleh
Sesudah itu diferensiasi sel induk dalam mekanisme yang kompleks.
sumsum tulang menjadi faktor utama dalam Kematian sel yang terprogram adalah
hematopoiesis dan waktu lahir hanya sedikit esensial pada mekanisme homeostasis. Sel
atau tidak ada hematopoiesis dalam hati dengan apoptosis biasanya menunjukkan
atau limpa (Gambar 4.2). perubahan morfologi jelas yang disebut
Hematopoiesis merupakan proses apoptosis. Pada manusia dewasa ada
yang berjalan terus, sel matang diproduksi sekitar 5 x 10 10 neutrofil dalam sirkulasi.
dengan kecepatan yang sama dengan ke- Sel tersebut hanya hidup 1 hari sebelum
matiannya. Kematian utama disebabkan kematian terprogram diawali. Jumlah sel
karena sel yang menjadi tua. Sel darah yang stabil dipertahankan oleh produksi
merah rata-rata hidup 120 hari sebelum neutrofil yang tetap. Kematian terprogram
dimakan dan dicema makrofag di limpa. juga berperan untuk mempertahankan jumlah
Berbagai limfosit mempunyai masa hidup progenitor hematopoietik yang benar untuk
antara satu hari untuk neutrofil, sampai 20- eritrosit dan berbagai jenis leukosit.
30 tahun untuk beberapa sel T. Untuk mem- Apoptosis juga berperan dalam proses
pertahankan ambang yang tetap, manusia imun seperti toleransi dan pemusnahan
harus memproduksi 3,7 x 10 11 sel darah sel oleh sel Tc atau sel NK.

Jan in Dewasa

Kranium , pelvis,
Hati dan
sternum , rusuk,
limpa
tulang punggung
I

Tulang
...........-panjang

Gambar 4.2 Berbagai faktor


1 3 5 7 1O 20 30 40 50 yang terlibat pada homeostasis
Bulan Persalinan Tahun hematopoiesis

60
Bab 4. Sel-se/ Sistem /mun Nonspesiflk

II. SISTEM FAGOSIT MAKROFAG dung granul yang berisikan enzim hidro-
litik. Beberapa granul berisikan pula
Istilah sistem fagosit makrofag, sistem laktoferin yang bersifat bakterisidal.
sel histiosit, sistem retikulo-histiosit dan
sistem RES adalah istilah lama yang me- A. Fagosit mononuklear
rupakan sebutan kolektif untuk semua
Sistem fagosit mononuklear terdiri atas
sel fagosit yang dapat hidup lama di
monosit dalam sirkulasi dan makrofag
seluruh jaringan tubuh. Sekarang sistem
dalam j aringan.
itu disebut sistem fagosit makrofag. Sel-
sel sistem imun nonspesifik terlihat pada 1. Monosit
Gambar 4.3).
Selama hematopoiesis dalam sumsum
Meskipun berbagai sel dalam tubuh tulang, sel progenitor granulosit/monosit
dapat melakukan fagositosis, tetapi sel utama berdiferensiasi menjadi premonosit yang
yang berperan dalam pertahanan non- meninggalkan sumsum tulang dan masuk
spesifik adalah sel mononuklear (monosit kedalamsirkulasi untukselanjutnya berdi-
dan makrofag) serta sel polimorfonuklear ferensiasi menjadi monosit matang dan
atau granulosit. Sel-sel ini berperan sebagai berperan dalam berbagai fungsi (Gambar
sel yang mengenal dan menangkap anti- 4.4). Monosit adalah fagosit yang didistri-
gen, mengolah dan selanjutnya mempre- busikan secara luas sekali di organ limfoid
sentasikannyake sel T. Monositdan makro- dan organ lainnya.
fag berasal dari sel asal hematopoietik yang Monosit berperan sebagai APC, me-
sama. Granulosit hidup pendek, mengan- ngenal, menyerang mikroba dan sel kanker

Jenis sel
@ @)
Neutrofil Makrofag
~ SD Sel NK

Fungsi Fagositosis Fagositosis Presentasi antigen Lisis sel yang


Spesies reaktif Mediator inflamasi Sinyal kostimulator terinfeksi virus
oksigen dan Presentasi antigen Spesies oksigen Interferon
nitrogen Spesies reaktif reaktif Aktivasi makrofag
Peptida oksigen dan Interferon
antimikrobial nitrogen Sltokin
Sito kin
Protein komplemen

Garn bar 4.3 Leukosit utama imunitas nonspesifik

Monosit yang tidak tergambar di sini memiliki banyak kemampuan yang sama dengan
makrofag .

61
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Anti tumor
Anti viral

Presentasi limfosit
Fagositosis/ dan aktivasi limfosit
bakterisidal

Aktivasi Produksi
vaskulatur -,1--_. komponen
sel epitel komplemen

Modeling
dan perbaikan
Aktivasi sistemik jaringan
sebagai respons
terhadap infeksi

Gambar 4.4 Fungsi monosit

dan juga rnernproduksi sitokin, rnengerah- Selanjutnya monosit bermigrasi ke


kan pertahanan sebagai responss terhadap tempat tujuan di berbagai jaringan untuk
infeksi. IL-1 , IL-6 dan TNF-a yang di- berdiferensiasi sebagai makrofag j aringan
produksinya rnenginduksi panas dan spesifik dengan berbagai fungsi.
produksi protein fase akut di hati, memo- Pematangan fagosit mononuklear ter-
dulasi produksi seng (Zn) dan tembaga, jadi dalam berbagai tahapan yang terlihat
menginduksi produksi horrnon kortiko- pada (Gambar 4.5 .)
tropik adrenal dalam otak dan rnempe-
ngaruhi metabolisrne. Monosit juga ber- 2. Makrofag
peran dalarn remodeling dan perbaikan Monosit yang seterusnya hidup dalam
jaringan. Sel-sel irnun nonspesifik ada jaringan sebagai makrofag residen (fixed
dalam darah (Tabel 4.1) untuk 10 jam
macrophage), berbentuk khusus yang ter-
sarnpai dua hari sebelurn meninggalkan
gantung dari alat/jaringan yang diternpati,
sirkulasi darah.
dan dinarnakan sesuai dengan lokasi
Lama sel imun jaringan sebagai berikut :
Tabel 4 ·1 nonspesifik dalam darah
• usus : rnakrofag intestinal
Darah Jaringan • kulit : sel dendritik atau sel
Neutrofil 10 jam 1 - 2 hari Langerhans
Eosinofil 2 hari 4 -10 hari • paru : makrofag alveolar; sel Langhans
4 - 12 hari • jaringan ikat : histiosit
Monosit/makrofag 1 hari
s/d bulan
• hati : sel Kuppfer

62
Bab 4. Sel-se/ Sistem /mun Nonspesiflk

© ~ (@
.... ....
Sel asal
sumsum
tulang
Monosit
darah
Makrofag
jaringan
Makrofag
diaktifkan

Gambar 4.5 Tahapan-tahapan pematangan fagosit mononuklear

• ginjal : sel mesangial bahan endogen seperti sel pejamu yang


• otak : sel mikroglia cedera atau mati (Gambar 4.6).
• tulang : osteoklas Fagositosis atau partikel antigen
atau kontak dengan reseptor sering me-
Makrofag diaktifkan oleh berbagai rupakan awal aktivasi. Aktivasi makrofag
rangsangan, dapatmenangkap,memakan selanjutnya dapat dipacu oleh sitokin
dan mencema antigen eksogen, seluruh yang dilepas sel Th dan oleh mediator
mikroorganisme, partikel tidak larut dan respons inflamasi. Makrofag peritoneal

Fagosom--""'
Lisosom
Fagolisosom

••••
•••
Eksositosis material
yang dihancurkan

Gambar 4.6 Fagositosis dan proses antige_n eksogen oleh makrofag


Makrofag adalah 5 - 10 kali lebih besar di banding monosit dan mengandung lebih banyak
organel terutama lisosom.

63
lmunologi Dasar Edisi ke-10

bebas dalam cairan peritoneum. Keha- c. Mitokondria


dirannya di sepanjang kapiler memung-
Mitokondria adalah organel sitoplasrna
kinkan untuk menangkap patogen dan
yang diperlukan dalarn rnetabolisrne sel
antigen yang mudah masuk tubuh. Semua-
pada sel eukariositik aerobik, ternpat ter-
nya mempunyai kesamaan yaitu dapat
jadinya respirasi, transport elektron, fosfo-
mengikat dan memakan partikel antigen
rilase oksidatif dan reaksi siklus asarn sitrat.
dan mempresentasikannya ke sel T. Me-
Mitokondria rnerniliki DNA dan ribosom.
nurut fungsinya, makrofag dibagi men-
jadi 2 golongan, pertama sebagai fagosit B. Reseptor imunitas nonspesifik
profesional dan kedua sebagai APC .
Makrofag dapat hidup lama, mem- Reseptor irnunitas nonspesifik berfungsi
punyai beberapa granul dan melepas ber- untuk menemukan rnikroba penyebab
bagai bahan, antara lain lisozim, kom- infeksi.
plemen, interferon dan sitokin yang
semuanya memberikan kontribusi dalam 1. Molekul larut
pertahanan nonspesifik dan spesifik. Irnunitas nonspesifik rnenggunakan se-
Makrofag tersebut bukan bentuk stadium jurnlah molekul larut yang diternukan
akhir karena sel itu masih dapat mem- dalarn darah dan cairan jaringan atau
belah diri membentuk protein dan dapat rnolekul tidak larut yang diikat pada
bertahan hidup berbulan-bulan rnernbran makrofag, neutrofil dan SD.
a. Lisosom Reseptor tersebut berupa PRR. Ikatan
Lisosom adalah organel sitoplasma yang dengan reseptor rnernicu jalur sinyal
memiliki membran dan mengandung enzim cepat untuk fagositosis atau rnenjadikan
hidrolitik multipel seperti ribonuklease, rnikroba sebagai sasaran untuk dihancur-
deoksiribonuklease, fosfatase, glikosidase, kan dengan bantuan kornplernen. Molekul
kolagenase, arilsulfatasa dan katespin. larut tertentu diproduksi di tempat terjadi
Enzim-enzim tersebut dapat keluar dari infeksi dan bekerja lokal. Molekul larut
fagosom dan sel. lainnya diproduksi di ternpat yang jauh
b. Endosom dan dibawa ke jaringan sasaran melalui
sirkulasi darah. Contohnya adalah korn-
Endosom adalah vesikel intraselular ber-
plernen, MBL dan CRP. Reseptor lainnya
ukuran 0, 1-0,2 µm yang diproduksi me-
lalui endositosis. Protein ekstraselular di- berupa LBP mengenal LPS, disebut LBP
makan dan selanjutnya diproses menjadi yang rnerupakan komponen dinding luar
antigen. Endosom memiliki pH asam bakteri negatif- Gram.
dan mengandung enzirn proteolitik yang Beberapa contoh reseptor larut :
rnernecah protein rnenjadi peptida dan • Laktoferin adalah protein yang rneng-
selanjutnya diikat MHC-11. ikat besi berkompetisi dengan patogen

64
Bab 4. Sel-sel Sistem /mun Nonspesifik

yang memerlukan besi dalam meta- a. Toll-like receptor


bolisme esensialnya TLR diduga merupakan reseptor ter-
• CRP mengikat polisakarida C yang penting. Dewasa ini diketahui ada 9 jenis
merupakan komponen bakteri dan TLR (Tabel 4.2). TLR terutama mengenal
jamur dan mengaktifkan komplemen sejumlah besar patogen yang berhubungan
melalui jalur klasik dengan PAMP seperti yang ditemukan
• MBL mengikat dinding sel bakteri poli- pada sejumlah besar komponen patogen
sakarida dan mengaktifkan komple- virus, bakteri, jamur, bahkan protozoa
men melalui jalur lektin seperti DNA, LPS bakteri negatif-Gram,
• SAP mengikat LPS dinding sel baktreri lipoprotein dan polisakarida zimosan
dan berperan sebagai reseptor untuk jamur. TLR terutama ditemukan pada
fagosit. makrofag, SD, neutrofilik, eosinofil , sel
epitel dan keratinosit. Aktivasi TLR ter-
2. Reseptor tidak larut banyak memacu mediator yang berperan
dalam program pengalihan sel Th ke
Monosit dan makrofag mengekspresikan arah respons Thl nonatopik. Aktivasi
reseptor yang mengenal sejumlah struktur TLR9 mengaktifkan interaksi dengan
yang ditemukan dalam spesies mikroba CpDNA yang merupakan dasar untuk
untuk menemukan mikroba penyebab mengalihkan respons atopi Th2 ke respons
infeksi. yang didominasi nonatopi Th 1.
Tabel 4.2 Toll-Like Receptor pada imunitas nonspesifik
Jenis TLR Ligan Mikroba sasaran
TLR1 Lipopeptida triasil Mikobakteri
Peptidoglikan Bakteri positif-Gram
Protein yang berikatan dengan GPI Tripanosoma
TLR2
Lipoprotein Mikobakteri
Zimosan Ragi dan jamur lainnya
TLR3 dsRNA Virus
LPS Bakteri negatif-Gram
TLR4
Protein F RSV
TLR5 Flagelin Bakteri
Lipopeptida diasil Mikobakteri
TLR6
Zimosan Ragi dan jamur
TLR? ssRNA Virus
TLR8 ssRNA Virus
Dinukleotida tidak dimetilasi oleh DNA bakterial
CpG
TLR9 Beberapa virus herpes
Dinucleotida
lnfeksi virus herpes
TLR10,11 Belum diketahui Belum diketahui

65
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Makrofag dapat diaktifkan oleh sistem imun yang mengaktifkan respons


sinyal dari TLR. Reseptor untuk endo- inflamasi selular yang diperlukan untuk
toksin (LPS) bakteri memberikan sinyal menyingkirkan mikroba terlihat pada Tabel
transduksi melalui TLR dan reseptor untuk 4.3, 4.4 dan (Gambar4.7.)
IFN-y (sitokin makrofag terpenting).
Sinyal dari TLR mengaktifkan respons c. Nucleotide-binding oligomerization
imun nonspesifik, merangsang produksi do main
berbagai protein yang berperan dalam NOD adalah reseptor yang berperan dalam
fungsi penting makrofag. Berbagai reseptor imunitas nonspesifik yang sitosolik. Dua
makrofag (TLR) merangsang produksi anggota famili NOD adalah NODl dan
faktor transkripsi yang menghasilkan NOD2 yang sitosolik dan mengenal produk
produksi berbagai protein dan sejumlah dari peptidoglikan bakteri. Reseptor-
sitokin yang berperan dalam respons imun reseptor sistem imun nonspesifik terlihat
terlihat pada Tabel 4.2. pada Tabel 4.5 dan fungsi makrofag yang
diaktifkan terlihatpada(Gambar4.8). Inter-
b. S cavenger receptor aksi antara makrofag dan komponen bakteri
tertentu memacu produksi sejurnlah sitokin
Scavenger receptor merupakan molekul
pengenal yang diekspresikan pada makro- yang secara nonspesifik dapat mening-
fag dan banyak jenis SD, yang semula katkan reaksi inflamasi (Gambar 4.9).
diartikan sebagai reseptor yang berperan Makrofag dapat mengikat patogen
pada endositosis partikel lipoprotein dengan tertentu melalui PPR dan reseptor lainnya
densitas rendah yang diasetilasi, tetapi misalnya CD14 yang bekerja sebagai
kemudian juga diketahui dapat membantu reseptor untuk LPS bakteri; molekul inte-
makrofag untuk mengikat berbagai bakteri grin CD 11b/CD18, CD 11c/CD18 mengenal
positif-Gram dan negatif-Gram, fagositosis beberapa mikroba seperti leishmania, bor-
dan pencemaan serta dalam dan apo- detela, kandida dan LPS; TLR mengenal
ptosis sel pejamu. Berbagai reseptor sel sejumlah patogen.

Tabet 4.3 Reseptor permukaan yang mengenal non-self


Nam a Spesifitas Lokasi
Reseptor manosa Struktur manosil Makrofag, sel endotel , SD

CD14 LPS Makrofag


Scavenger
Karbohidrat atau lipid Makrofag
reseptor
LPS, peptidoglikan, glukan, APC, sel B, makrofag, dll
Toll-like receptor
teichoic acid, arabinomanan arabinomanan

66
Bab 4. Se/-se/ Sistem /mun Nonspesiflk

Tabel . Molek.ul yang dapat diekspresikan pada membran sel


44
fagos1t
Reseptor Ligan Fungsi
lntegrin
CR1 C4b, C3b Opsonin
CR3 C3b, ICAM-1
CR4 C3b, C3dg Seperti CR3
LFA-1 ICAM-1 lnteraksi sel
Reseptor Fe
. -··-
l
-•
Fey-RI ~~i.
lgG
;
Fey-RI I " 4 11 lgG Afinitas sedang
---,....:;.
~.-:~
.....
Fey-Riii "'' '. -' ;..t lgG Afinitas lemah
Fca-R lg A Opsonin
' -

Pengenalan
mikroba,
mediator

Peningkatan avid itas


Respons
integrin ; perubahan
selular
sitoskeletal

Res pons Migrasi ke Membunuh Membunuh


selular dalam jaringan mikroba mikroba

Gambar 4.7 Reseptor dan respons fagosit

67
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Tabel 4.5 Reseptor sistem imun nonspesifik


Reseptor (lokasi) Sasaran (sumber) Efek pengenalan
Komplemen (aliran Komponen dinding sel mikroba Aktivasi komplemen,
darah, cairan jaringan) opsonisasi , lisis

MBL (aliran darah , cairan Karbohidrat mikroba yang Aktivasi komplemen ,


jaringan) mengandung manosa (dinding sel) opsonisasi

CRP (aliran darah , cairan Fosfatidilkolin, polisakarida Aktivasi komplemen ,


jaringan) pneumokok (membran mikroba) opsonisasi

Reseptor LPS*; LBP Lipopolisakarida bakteri (dinding Penghantaran ke


(aliran darah , cairan sel bakteri negatif Gram) membran sel
jaringan)
TLR (permukaan sel atau Komponen mikroba tidak Memacu respons
kompartemen internal) ditemukan pada pejamu nonspesifik

Reseptor fami li NOD" Komponen dinding sel bakteri Memacu respons


(intraselular) nonspesifik

Scavenger receptor Banyak sasaran; bakteri positif- Memacu fagositosis


(SRs) (membran sel) Gram dan negatif-Gram, apoptosis atau endositosis
sel pejamu

IFN-y
Reseptor
toll-like
0 Reseptor
---- Q __....- IFN-y

Oksidase
fagosit
I 1NOS I Peningkatan
molekul MHC,
kostimulator
ROI

Molekul yang
diproduksi makrofag
yang diaktifkan

Fungsi efektor
makrofag yang
diaktifkan Remodeling
jaringan

Garn bar 4.8 Fungsi makrofag yang diaktifkan

68
Bab 4. Sel-se/ Sistem /mun Nonspesifik

TLR
CD11b/CD18 CD14 (reseptor LPS)

Reseptor
manosa

iii iii
IL-1 •··· : : : : ····• IL-8
! : i i Kemoatraktan
Pro-inflamasi IL-6 • ···' i i i neutrofil kuat
i i
[TNF ······' ! Mengaktifkan sel NK
L ....• IL-12

: dan mengarahan
! diferensiasi Th1
:........• Berbagai mediator lainnya :
PG
Gambar 4.9. Peran makrofag pada Radikal oksigen
pertahanan pejamu Nitrogen

d.FcR dan sistem imun spesifik. Penghancuran


FcR merupakan struktur permukaan bebe- kuman terjadi dalam beberapa tingkat
sebagai berikut, kemotaksis, menangkap,
rapa jenis limfosit, makrofag dan mungkin
memakan, fagositosis, memusnahkan
juga sel mast yang dapat mengikat regio
dan mencerna (Gambar 4.10).
Fe imunoglobulin. FcR untuk IgG adalah
Semua fase, kecuali fase 2 memerlu-
FcyR dan untuk IgE adalah Fct:R. Reseptor
kan tenaga dari fagosit, sedang mikroba
untuk IgM, IgD dan IgA masih belum
menempel pada fagosit terjadi melalui
banyak diketahui. Neutrofil eosinofil
' ' tenaga kimiawi antara reseptor di per-
fagosit mononuklear, sel B, sel T tertentu
mukaan sel dan bakteri atau molekul
dan sel asesori memiliki FcR untuk IgG
yang diikatnya (misalnya komplemen,
pada permukann selnya. FcR ditemukan
antibodi). Mekanisme fase 5 dapat dibagi
pada 95% sel T perifer. Sekitar 75%
menjadi oksidatif atau nonoksidatif, ter-
FcR adalah spesifik untuk IgM dan 20%
gantung perlu tidaknya sumber oksigen.
untuk IgG.
Kemotaksis adalah gerakan fagosit ke
tempat infeksi sebagai respons terhadap
C. Proses fagositosis berbagai faktor seperti produk bakteri
Fagositosis yang efektif pada invasi dan faktor biokimiawi yang dilepas
kuman dini akan dapat mencegah timbul- pada aktivasi komplemen. Jaringan yang
nya infeksi. Dalam kerjanya, sel fagosit rusak atau mati dapat pula melepas
juga berinteraksi dengan komplemen faktor kemotaktik. Sel polimorfonuklear

69
lmunologi Dasar Edisi ke-10

1. Penarik@~ - Bakteri

2. Pengenalan dan Pengenalan nonspesifik


pengikatan
~ Komplemen

y' Antibodi

3. Endositosis
~OO --Fagosom
~-~ Lisosom

4. Fusi fagosom-lisososm
Fagolisosom

5. Pemusnahan

6. Pencernaan

Garn bar 4.10. Proses fagositosis dalam berbagai ta hap

bergerak cepat dan sudah berada di tempat tosis. Contoh-contoh opsonin adalah
infeksi dalam 2-4 jam, sedang monosit lgG yang dikenal Fcy-R pada fagosit
bergerak lebih lambat dan memerlukan dan fragmen komplemen yang dikenal
waktu 7-8 jam untuk sampai di tempat oleh reseptor komplemen tipe 1 (CRl ,
tujuan. CD35) dan integrin Mac-1 pada leukosit
Antibodi seperti halnya dengan kom- (Gambar 4.11).
plemen (C3b) dapat meningkatkan fago- Antibodi seperti IgG yang dikenal
sitosis (opsonisasi). Opsonin adalah Fcy-R pada permukaan fagosit diikat
molekul besar yang diikat permukaan mikroba. Sinyal dari Fcy-R meningkat-
mikroba dan dapat dikenal oleh reseptor kan aktivitas makrofag untuk fagositosis
permukaan sel sistem fagosit makrofag, mikroba yang diopsonisasi dan meng-
sehingga meningkatkan efisiensi fagosi- hancurkannya. Destruksi mikroba intra-

70
Bab 4. Sel-sel Sistem /mun Nonspesiftk

Reseptor 0
komplemen TLR 2 lnteraksi dengan Fagosom
0

CD14
(dinding
sel bakteri) \
bakteri
, '
Fusi
Fagosom - lisosom o 00 D
~
Fagositosis Destruksi
TLR4 ·· Fagolisosom
patogen intraselular
(LPS)
Makrofag diaktifkan
scavenger
Penglepasan
mediator
, • proinflamasi
Sistemik Lokal Lokal Lokal Lokal
~

TNF-a,
IL-12 IL-8 IL-6 TNF-a, IL-1,
IL-1 ,
IL-6
Hali : produksi APP Diferensiasi sel T Pengerahan Aktivasi
Sumsum tulang : kemotaktik limfosit
mobilisasi neutrofil sel-sel PMN
Hipotalamus :demam

Gambar 4.11 Fagositosis meningkatkan aktivasi dan penghancuran patogen

selular terjadi oleh karena di dalam sel mengandung bakteri atau bahan lain asal
fagosit, monosit dan polimorfonuklear, ekstraselular yang disebut fagosom. Dalam
terdapat berbagai bahan antimikrobial sel fagosit ditemukan kantong-kantong
seperti lisosom, hidrogen peroksida (H2 0 2) yang berisikan enzim yang disebut liso-
dan mieloperoksidase. Tingkat akhir fago- som. Lisosom bersatu dengan fagosom
sitosis adalah pencemaan protein, polisa- membentuk fagolisosom yang memung-
karida, lipid, dan asam nukleat di dalam kinkan terjadinya degradasi semua bahan
sel oleh enzim lisosom. Sel polimorfo- yang dimakan makrofag oleh enzim asal
nuklear lebih sering ditemukan pada infla- lisosom. (Gambar 4.12).
masi akut, sedang monosit pada infiamasi
kronik. 2. Destruksi intraselular
Di dalam fagolisosom, bahan yang ditelan
1. Pencernaan dan pembentukan vakuol
akan dicema enzim yang terkandung
Makrofag dan neutrofil mengekspresikan dalam granul lisosom. Isi granul lisosom
banyak reseptor permukaan yang dapat diperlukan untuk memecah/mencema bahan
menangkap dan menelan mikroba. Bila yang ditelan dan membunuh mikroba.
partikel sudah ditelan, membran menutup, Pembunuhan mikroba terjadi melalui
partikel digerakkan ke sitoplasma sel proses yang oksigen independen atau
dan terbentuk vesikel intraselular yang oksigen dependen.

71
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Mikroba diikat Membran fagosit


reseptor fagosit membungkus mikroba

* *
lntegrin Mac-1

/ Reseptor ~
~-r.:---++-- bang kai

_______
,___ ___. . ~

I
Mikroba dicerna
dalam fagosom

Fusi fagosom
dengan lisosom
mencerna
mikroba

Aktivasi fagosit l

Mikroba dimusnahkan
enzim lisosom
dalam fagosit

Mikroba yang
d ifagositosis
dimusnahkan
oleh NO dan ROI

Gambar 4.12 Fagositosis membunuh mikroba intraselular

Contoh beberapa reseptor nampak dalam gambar. Mikroba dimakan, dicerna, dibunuh oleh
enzim dan beberapa produk toksik yang diproduksi dalam fagolisosom dapat juga dilepas fagosit
dan membunuh mikroba ekstraselular (tidak tergambar).

72
Bab 4. Se/-se/ Sistem /mun Nonspesiftk

Granul neutrofil berisikan berbagai kecil yang mengeluarkan metabolit esensial


enzirn hidrolitik, rnieloperoksidase, lisozirn keluar sel. Sintase oksida nitrit yang di-
dan arginine-rich basic protein, fosfatase aktifkan pula, bekerja sinergistik dengan
alkali, laktoferin dan lisozim. Isi granul IFN-y dan TNF. Enzirn mengikat oksigen
menghancurkan bahan asing terutama dengan guanidin-nitrogen dari I-arginine,
melalui enzimnya seperti enzim hidrolitik. membentuk oksida nitrit yang toksik
Enzim-enzim tersebut dapat mencema untuk parasit, jamur, sel tumor dan bebe-
komponen membran sel bakteri. Beberapa rapa bakteri (Gambar 4.13).
enzim dapat merusak protein mantel atau Makrofag dapat berdiferensiasi me-
envelop membran virus. laluijalur yang berbeda untuk fungsi yang
Defensin adalah protein kationik, berbeda. Pada pemeriksaan mikroskop
bukan enzim tetapi peptida dasar yang me- elektron makrofag menunjukkan banyak
ngandung sejumlah besar arginin dalam struktur lisosom (Gambar 4.14).
bentuk polipeptida, membunuh mikroba Fagositosis adalah proses yang me-
melalui interaksi dengan membran sel merlukan pengenalan antigen/mikroba,
mikroba yang membentuk lubang-lubang menelan, mencema dan degradasi.
agos1 os1s m1 roorganisme

Pengenalan
I
Penangkapan Degradasi

Idengan perantara

Fagosom Enzim
I
ROI

I yang
lisosom
I termasuk I
termasuk
Anion superoksida
Berfusi dengan lisosom Laktoferin Hidrogen peroksida

I membentuk
Lisososim
Defensin
Hidroksid radikal

Fagolisosom merupakan merupaka

I
yang berfungsi
sebagai

"Medan pertempuran" Sitostatik, sitotoksik untuk mikroba

I untuk I sehingga terjadi

Destruksi

Gambar 4.13 Fagositosis memerlukan proses mengenal, menelan dan degradasi

73
lmunologi Dasar Edisi ke-10

lnflamasi Aktivitas
dan demam antimikroba
IL-1 , TNF-a, IL-6 Tergantung 0 2
IFN -~
Leukortrin H20 2, Or
PG OH , hipohalit
Faktor komplemen --
lndependen 0 2
Faktor pembekuan
NO
Aktivasi Lisozim
limfosit Hidrolase asam
Proses antigen Protein kationik
Laktoferin
Presentasi antigen
Produksi IL-1

Reorganisasi
jaringan
Faktor ang iogenesis
Faktor fibrognesis H202
Elastase, kolagenase , Hidrolase asam
hialuronidase C3a

Gambar 4.14 Peran makrofag yang diaktifkan dalam mengawali dan memperantarai
inflamasi kronis disertai perbaikan jaringan, pemusnahan mikroba dan sel tumor

Kerusakan dapat terjadi dalam salah rupakan bahan oksidatif poten untuk
satu fungsi tersebut dan menghambat mikroba. Bahan-bahan tersebut disebut
eliminasi mikroba (Gambar 4.15). ROI yang sangat toksik untuk bakteri
danjaringan, tetapi sangat tidak stabil, di-
3. Fagositosis oksigen dependen pecah dengan cepat menjadi H20 2 yang
Mikroorganisme dapat dibunuh melalui akhirnya dipecah katalase. Enzim kedua
produk respiratory burst oleh beberapa disebut INOS yang merupakan katalase
metabolit oksigen mikrobisidal yang di- dalam konversi arginin menjadi NO yang
lepas selama fagositosis. Yang disebut juga bersifat bakterisidal. Enzim ketiga
respiratory burst adalah proses yang adalah protease lisosom yang memecah
menghasilkan ROI. Bersamaan dengan protein mikroba.
Semua bahan mikrobisidal yang di-
terbentuknya fagolisosom, reseptor fagosit
produksi dalam lisosom dan fagolisosom
yang mengikat mikroba mengirimkan
merusak mikroba, tetapi tidak merusak
sinyal yang mengaktifkan beberapa enzim
fagosit itu sendiri. Bila reaksi inflamasi
dalam fagolisosom. Salah satu enzim,
yang terj adi kuat maka enzim yang sama
oksidase fagosit, terbentuk atas pengaruh dapat dilepas ke rongga ekstraselular se-
mediator inflamasi seperti LTB4, PAF dan hingga jaringan akan ikut rusak. Respons
TNF atau produk bakteri seperti peptida protektif pejamu menjadi berdampak
N-formilmetionil. Enzim ini mengubah negatif terhadap j aringan.
molekul oksigen menjadi anion super- Defek dalam sistem sitokrom
oksid, radikal bebas dan H20 2 yang me- dapat terjadi dalam neutrofil penderita

74
Bab 4. Sel-sel Sistem /mun Nonspesiflk

Patogen TLR pada fagosit


mononuklear
I

Aktivasi fagosit

I
+
Penglepasan
sitokin
+
Presentasi
antigen
I
+ +
Reaksi
inflamasi
sistemik
Pengerahan
neutrofil ,
reaksi akut lokal
Aktivasi
sel B dan T
l
...__ _._.~ Reaksi imun
spesifik

Gambar 4.15 Gambaran umum peran fagosit mononuklear pada respons imun

penyakit granulomatosa kronis yang 5. Faktor yang meningkatkan


mengurangi produksi anion superoksid fagositosis
dan juga H20 2• Radikal hidroksil yang
Fagosit memiliki reseptor Fe untuk IgG
diproduksi sangat tidak stabil, dapat
(Fcy-R) yang dapat meningkatkan interaksi
mengoksidasi kebanyakan molekul
antarsel dan opsonisasi. Isotipe IgG (IgG 1
organik. Mieloperoksidase bersama H 20 2
dan IgG3) merupakan opsonin teraktif.
menjadikan peroksidase toksik terhadap
IgG2, IgG4 dan IgA juga dapat berperan
molekul permukaan berbagai mikroba.
sebagai opsonin, tetapi kurang efisien.
Hipoklorit merupakan produk enzim
mieloperoksidase yang lebih mikrobial
6. Fagosit frustrasi
dibanding dengan komponen-komponen
lainnya seperti mieloperoksidase, H 20 2 Bila fagosit menempel pada bahan ter-
dan halida (ion klorida). tentu (membran basal) yang tidak dapat
dimakan, sel akan melepas enzim lisosom-
4. Produk yang dilepas fagosit nya ke luar sel (eksositosis). Proses tersebut
Berbagai produk yang dilepas fagosit dapat menimbulkan kerusakan seperti
yang diaktifkan terlihat pada Tabel 4.6. terjadi pada penyakit kompleks imun.

75
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Tabel 4.6 Produk yang dilepas makrofag yang diaktifkan


Produk Contoh
Enzim
- Proteinase Kolagenase
- Hidrolase Lisozim
Protein plasma Fibronektin
Faktor koagulasi C1 , C2 , C3 , C4, C5
Metabolit oksigen Hidrogen peroksid , anion superoksid , oksida nitrit
Metabolit arakidonat PGE2 , Leukotrin
Metabolit nukleotide Adenosin monofosfat siklik (cAMP)
Regulasi fungsi sel* IL-1, IFN-a
* meningkatkan proliferasi sel T,B, dan endotel; menghambat proliferasi sel
tumor dan mikroba tertentu (misalnya Listeria)

III. FAGOSIT POLIMORFO- kan pada granulosit seperti neutrofil,


NUKLEAR eosinofil dan basofil (Gambar 4.16).

Fagosit polimorfonuklear atau polimorf


A. Neutrofil
atau granulosit dibentuk dalam sumsum
tulang dengan kecepatan 8 juta/menit dan Neutrofil kadang disebut "Soldiers of the
hidup selama 2-3 hari, sedang monosit/ Body" karena merupakan sel pertama yang
makrofag dapat hidup untuk beberapa dikerahkan ke tempat bakteri masuk dan
bulan sampai tahun. Granulosit merupakan berkembang dalam tubuh. Neutrofil me-
sekitar 60-70% dari seluruh jumlah sel rupakan sebagian besar dari leukosit dalam
darah putih normal dan dapat keluar dari sirkulasi. Biasanya hanya berada dalam
pembuluh darah. sirkulasi kurang dari 7-10 jam sebelum
Granulosit dibagi menurut pewama- bermigrasi ke jaringan, dan hidup selama
an histologik menjadi neutrofil, eosinofil beberapa hari dalam jaringan. Butir-butir
dan basofil. Sel-sel tersebut bersama dengan azurofilik primer (lisosom) mengandung
antibodi dan komplemen berperan pada hidrolase asam, mieloperoksidase dan
inflamasi akut. Fungsi utama neutrofil neutromidase (lisozim), sedang butir-
adalah fagositosis. Jumlah polimorf yang butir sekunder atau spesifik mengandung
menurun sering disertai dengan mening- laktoferin dan lisozim. Neutrofil mem-
katnya kerentanan terhadap infeksi. Ber- punyai reseptor untuk IgG (Fcy- R) dan
bagai ciri dan molekul permukaan ditemu- komplemen.

76
Bab 4. Sel-sel Sistem /mun Nonspesiflk

A . Neutrofil B
IL-8R

CR1 (CD35)
CD1 5
CR3 (CD11b/CD18)
Selektin L
CR4 (CD11c/CD18)
PECAM-1
(CD31)
FcyRlll (CD16)
FcyRll (CD32)

C. Eosinofil D
Granul

Fca R IL-5 Ra (CD125)


(CD89)

PECAM-1
(CD31)
FccRll (CD23)
FcyRll (CD32)

E. Basofil F
IL-8R

Granul

FccRI
IL-5Ra (C D1 25)

PECAM-1
(CD31) IL-3 R

Gambar 4.16. Ciri-ciri dan molekul pemukaan granulosit

A. Neutrofil: ditandai oleh sejumlah molekul adhesi , FcR dan reseptor untuk komplemen .
Granul primer atau azurofilik mengandung hidrolase, mieloperoksidase, elastase, katepsin
dan lisozim. Granul sekunder atau spesifik mengandung lisozim , kolagenase dan laktoferin
B. Neutrofil: gambaran nukleus ireguler
C. Eosinofil: mengekspresikan FcR untuk lgA, lgE dan lgG dan ligan untuk beberapa molekul
Cadhesi . Granulnya mengandung MBP dan peroksidase eosinofil
D. Eosinofil
E Degranulasi sebagai respons terhadap kompleks yang mengandung lgE. Granul basofil
mengandung histamin , protease netral , heparin, kondroitin sulfat dan TNF-a
F. Basofil

77
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Neutrofil yang bermigrasi pertama infeksi parasit dan dapat juga memakan
dari sirkulasi ke jaringan terinfeksi dengan kompleks antigen antibodi.
eepat dilengkapi dengan berbagai reseptor
seperti TLR 2, TLR 4 dan reseptor dengan
IV. BASOFIL DAN SEL MAST
pola lain. Neutrofil dapat mengenal
patogen seeara langsung. Ikatan dengan Jumlah sel basofil yang ditemukan dalam
patogen dan fagositosis dapat meningkat sirkulasi darah sangat sedikit, yaitu < 0,5%
bila antibodi atau komplemen yang ber- dari seluruh sel darah putih. Basofil di-
fungsi sebagai opsonin diikatnya. Tanpa duga juga dapat berfungsi sebagai fagosit,
bantuan antibodi spesifik, komplemen tetapi yang jelas sel tersebut melepas
dalam serum dapat mengendapkan fragmen mediator inflamasi. Sel mast adalah sel yang
protein di permukaan patogen sehingga dalam struktur, fungsi dan proliferasinya
memudahkan untuk diikat oleh neutrofil serupa dengan basofil. Bedanya adalah sel
dan fagositosis. Neutrofil menghaneurkan mast hanya ditemukan dalam j aringan yang
mikroba melalui jalur oksigen independen berhubungan dengan pembuluh darah dan
(lisozirn, laktoferin, ROI, enzim proteolitik, basofil dalam darah.
katepsin G dan protein kationik) dan Baik sel mast maupun basofil melepas
oksigen dependen. bahan-bahan yang mempunyai aktivitas
biologik, antara lain meningkatkan permea-
B. Eosinofil bilitas vaskular, respons inflamasi dan me-
ngerutkan otot polos bronkus. Granul-granul
Eosinofil merupakan 2-5% dari sel darah di dalam kedua sel tersebut mengandung
putih orang sehat tanpa alergi. Seperti histamin, heparin, leukotrin (dahulu SRS-
neutrofil, eosinofil juga dapat berfungsi A) dan ECF. Degranulasi dipaeu antara lain
sebagai fagosit. Eosinofil dapat pula di- oleh ikatan antara antigen dan IgE pada
rangsang untuk degranulasi seperti hal- permukaan sel. Peningkatan IgE ditemu-
nya dengan sel mast dan basofil serta kan pada reaksi dan penyakit alergi. Di
melepas mediator. Eosinofil mengandung lain pihak peningkatan kadar IgE sering
berbagai granul seperti MBP, ECP, EDN dihubungkan dengan imunitas terhadap
dan EPO yang bersifat toksik dan bila paras it.
dilepas, dapat menghaneurkan sel sasaran. Basofil dan sel mast yang diaktifkan
Eosinofil juga berperan pada imunitas juga melepas berbagai sitokin (Tabel 4.7)
parasit dan memiliki berbagai reseptor Sel mast memiliki reseptor untuk IgE dan
antara lain untuk IgE (Fee-RH dengan karenanya dapat diaktifkan oleh alergen
afinitas lemah) seperti halnya dengan yang spesifik. Selain pada reaksi alergi,
sel mast (Fee-RI) dengan afinitas kuat. sel mast juga berperan dalam pertahanan
Fungsi utama eosinofil adalah melawan pejamu, imunitas terhadap parasit dalam

78
Bab 4. Set-set Sistem /mun Nonspesifik

Tabel 4.7 Mediator-mediator yang dilepas basofil dan sel mast

1. Mediator preformed
Amine : histamin , serotonin
Protease netral : triptase, protease kemotriptik 1 • '
.,,.£ -ih~~
P~oteoglikan: heparin , kondro.iti.n sulfat . !-·'ftHf~-::·~ 1 :
H1drolase asam : ~-heksosam1rndase , ~-glukororndase "'H!z!:!:· ::. ; :
Faktor kemotaktik ·~~tijl:.i.:
~:ff
?~· it·.."<ill!'W;:~:=...
2. Newly generated
Produk asam arakidonat
Leukotrin : LTC 4 , LTD4, LTE4 (dahulu SRS-A)
Produk siklooksigenase (PGD2)
PAF

3. Sitokin (faktor pertumbuhan dan regulator)


IL-1, IL-3, IL-4, IL-5, IL-6
Faktor inflamasi (TGF- ~ 1 TNF-a )
IFN-y
GM-CSF

usus dan invasi bakteri. Jumlahnya me- Kecuali melalui mekanisme IgE, sel
nurun pada sindrom imunodefisiensi. mast dapat pula diaktifkan dan melepas
Ada dua macam sel mast yaitu ter- mediator atas pengaruh PAF, C3a, C5a,
banyak sel mast jaringan dan sel mast mu- PGF2a, fosfolipase, kimotripsin dan
kosa. Yang pertama ditemukan sekitar pem- sengatan serangga. Bahan seperti adre-
buluh darah dan mengandung sejumlah nalin, ~-stimulan, PGEl, PGE2 dan ketotifen
histamin dan heparin. Penglepasan mediator menghambat degranulasi sedang berbagai
tersebut dihambat kromoglikat yang men- faktor nonimun seperti latihan jasmani,
cegah influks kalsium ke dalam sel. Se! tekanan, trauma, panas dan dingin dapat
mast golongan kedua ditemukan di saluran pula mengaktifkan dan degranulasi sel
cerna dan napas. Proliferasinya dipacu mast (Gambar 4.17).
IL-3 dan IL-4 dan ditingkatkan pada
infeksi parasit.

79
lmunologi Dasar Edisi ke-10

-Alergi ~
..... J Faktor genetik I ...... - Non alergi
- lmunologi l I - Non imun

Alergen~ " Pengobatan


lgE ~ r mis: aspirin ,opi oid , antibiotik
Se I Mast
kontras , pelemas otot
/
..--- Aditif makanan
mis: tatrazin
.____lnfeksi alamiah
..........._ mis: hepatitis B
~ Anafilatoksin
~ mis: C3a, C4a, C5a
Pencetus fisis
~ mis: dingin , panas
~-----
· tekanan , aktiv1tas fisik
Histamin
\ Neurotensin , ATP
Prostaglandin
Leukotrien \,\ Substance P
Mediator lain
\. Faktor modulasi
Sito kin
) mis: hormon, psikologis
/ / vasodilatasi

_____1#·/
....._ Gejala

Gambar 4.17 Berbagai faktor yang memacu degranulasi sel mast

V. SEL NK, SEL NULL, SELK bantuan tambahan untuk aktivasinya. Sel
NK tidak memiliki petanda sel B atau sel
Limfosit terdiri atas sel B, sel T (Th, Tc/
T atau imunoglobulin permukaan. Sel NK
CTL, Tr) dan sel NK. Yang akhir adalah
juga bermigrasi ke organ limfoid perifer
golongan limfosit ketiga sesudah sel
seperti limpa dan kelenjar getah bening
T dan sel B. Jumlahnya sekitar 5-15% meskipun hanya merupakan sebagian
dari limfosit dalam sirkulasi dan 45% kecil dari sel T. Di semua bagian tubuh,
dari limfosit dalam jaringan. Sel NK sel null hanya hidup 5-6 hari .
berkembang dari sel asal progenitor yang Ciri-cirinya memiliki banyak sekali
sama dari sel B dan sel T, namun bukan sel sitoplasma (limfosit T dan B hanya se-
progenitor sel B dan sel T (Gambar 4.18). dikit mengandung sitoplasma), granul sito-
Istilah NK berasal dari kemampuannya plasma azurofilik, pseudopodia dan nukleus
yang dapat membunuh berbagai sel tanpa eksentris. Bila diaktifkan, berkembang

80
Bab 4. Set-set Sistem /mun Nonspesifik

Limfoid progenitor

_ _@ __
? IL-7

Sum sum Timus


tulang

Sel pre-B @ @ Timosit

Sel NK

~ ~
' I '

Gambar 4.18 Perkembangan sel NK asal progenitor limfoid

menjadi sel limfosit dengan granul besar. protein sitotoksik. Sitotoksisitas serupa
Oleh karena itu sel NK sering pula di- diekspresikan oleh sel CTL/Tc yang juga
sebut LGL. Sel NK merupakan sumber mengandung perforin.
IFN-y yang mengaktifkan makrofag dan Sel NK mengenal dan membunuh
berfungsi dalam imunitas nonspesifik ter- sel terinfeksi atau sel yang menunjukkan
hadap virus dan sel tumor. transformasi ganas, tetapi tidak mem-
Sel NK mengandung perforin atau bunuh sel sendiri yang normal oleh
sitolisin, sejenis C9 yang dapat membuat karena dapat membedakan sel sendiri dari
lubang-lubang kecil (perforasi) pada sel yang potensial berbahaya. Hal tersebut
membran sel sasaran. Membran sel NK dimungkinkan oleh reseptomya berupa
mengandung protein (prolaktin) yang reseptor inhibitori dan reseptor aktivasi.
mengikat perforin, mencegah insersi dan Sel NK mengenal MHC-I yang di-
polimerasi dalam membran sehingga sel ekspresikan semua sel sehat dan tidak
NK sendiri terhindar dari efek perforin. oleh sel terinfeksi virus dan kanker.
Perforin/sitolisin dilepas setelah terjadi Reseptor yang diaktifkan dapat mengenal
kontak dan menimbulkan influks ion struktur yang ada pada sel sasaran yang
abnormal dan kebocoran metabolit rentan terhadap sel NK dan sel normal.
esensial dari sitoplasma. Pengaruh reseptor inhibitori akan
Sel NK juga mengandung dan me- dominan dan mengikat MHC-I yang
lepas granul-granul berisikan TNF-~ dan normal diekspresikan pada sel sehat.
protease serin yang disebut granzim, Reseptor aktivasi berperan dalam
contohnya fragmentin yang merupakan kemampuan sel NK untuk membunuh

81
fmunofogi Dasar Edisi ke- I 0

berbagai sasaran seperti sel tumor. imun, tetapi mungkin tidak dapat dikenal
lkatan ligan dengan reseptor tersebut sel CTL. Sel tumor dapat berkembang
memacu produksi sitokin yang mening- dan menjadi varian tumor yang secara
katkan migrasinya ke tempat infeksi genetik tidak stabil, dengan ekspresi
dan membunuh sel sasaran yang meng- MHC yang kurang pada permukaan
ekspresikan ligannya. sel, sehingga sel CD8+ tidak mampu
Sel NK yang memiliki reseptor akti- mengenalnya. Juga beberapa jenis virus
vasi dapat merupakan pembunuh poten dapat mengurangkan ekspresi molekul
sel terinfeksi virus, jamur dan tumor MHC-1 pada sel terinfeksi sebagai strategi
dengan direk, tanpa bantuan komplemen. untuk mencegah pembunuhan oleh sel
Fenomena itu disebut ADCC (Gambar CD8+. Sel NK dapat membunuh sel
4.19). Makrofag dan neutrofil juga dapat pejamu yang mengekspresikan molekul
berperan pada ADCC. MHC-1 abnormal. Dalam hal ini, sel NK
Pada umumnya tumor mengekspresi- dengan reseptor aktivasinya yang me-
kan antigen yang dapat dikenal sel sistem ngenal molekul MHC-1 abnormal pada

~
't \
Lisis
target

Penglepasan
enzim litik •• : cs::::~)
Gambar 4.19 ADCC
ADCC adalah fenomena antibodi yang melapisi sel sasaran dan dirusak oleh sel killer khusus. Sel yang
berperan dalam ADCC adalah sel NK, neutrofil dan eosinofil. Sel yang membunuh mengekspresikan
reseptor untuk Fe dari antibodi yang menutupi sel sasaran . Pengenalan sel sasaran yang dilapisi oleh
antibodi memaeu penglepasan enzim litik di tempat kontak melalui Fe. Pembunuhan sel sasaran dapat
juga melibatkan perforin yang merusakan membran . Melalui fungsi yang sama eosinofil dapat membunuh
parasit yang lebih besar.

82
Bab 4. Set-set Sistem /mun Nonspesifik

sel sasaran dapat membunuh sel tumor pematangan sel dendritik yang merupa-
dan memusnahkan sel terinfeksi virus kan sel koordinator imunitas nonspesifik
intraselular, sehingga dapat menying- dan spesifik. IFN-y juga merupakan mediator
kirkan sumber infeksi. (Gambar 4.20). poten aktivasi makrofag dan penting pada
Sel NK memproduksi IFN-y dan regulasi perkembangan Th (Tabel 4.8).
TNF-a yang merupakan dua sitokin pro- Dengan demikian sel NK juga bekerja
inflamasi poten dan dapat merangsang sama dengan imunitas spesifik.

A
Reseptor

-~·~ - Sel NK tidak


memusnahkan
sel target

Sel NK Sel sasaran dengan


ekspresi MHC-1 normal

/
~
~
Sel NK
memusnahkan
sel sasaran Gambar 4.20 Sel NK dapat membunuh
Sel NK Sel sasaran dengan sel pejamu yang mengekspresikan
penurunan ekspresi MHC-1 molekul MHC-1 abnormal

B. A.Sel sasaran mengekspresikan mole-

MHC-1/
~
~
kul MHC-1 dalam kadar normal
(puncak), reseptor inhibitor pada sel
NK mengikat MHC dan mencegah
sel NK membunuh sel sasaran. Bila

l Virus menginfeksi
sel sasa ran

Ekspresi
MHC-1
sel sasaran mengekspresikan MHC-1
dalam jumlah yang menurun (bawah),
reseptor inhibitor tidak memberikan
1 sinyal inhibitor dan sel NK membunuh

CTL 'X--..cifi;"'"" ....


sel sasaran
B. Beberapa tumor menunjukkan ekpresi
MHC-1 yang menurun sehingga tidak
dikenal CTL. Hal ini menurunkan
Memusnahkan
sel sasaran ekspresi MHC-1 dan sel NK dapat
membunuh sel tumor. Oleh karena itu sel
NK dapat berfungsi sebagai cadangan
Sel NK dalam mekanisme membunuh.

83
lmuno/ogi Dasar Edisi ke-10

Tabel 4.8 Produk sitotoksik utama yang dilepas sel NK yang diaktifkan
Produk Efek terhadap sel sasaran
Polimerisasi dalam membran sel , membentuk lobang-lobang sehingga
Perforin
sitosol keluar dan molekul toksik dapat masuk ke dalam sel
Protease serin Memecah protein dalam membran sel
Nuklease Memecah asam nukleat dalam sel
TNF Menekan sintesis protein dan menimbulkan produksi radikal bebas toksik
Ligan Fas Menginisiasi apoptosis melalui reaksi dengan CD95 protein Fas pada
membran sel sasaran; nuklease dalam sitosol sel diaktifkan dan
membunuh sel

VI. SEL DENDRITIK ICAM-3


SD atau APC berasal dari sel asal dalam
sumsum tulang atau dari prekursor monosit ICAM-1
CD80 (B7-1 )
dalam darah atau dari monosit sendiri.
Altematif prekursor SD adalah dalam
timus yang dapat menjadi SD, sel T dan
sel NK. SD ditemukan dalam jumlah <
0, 1% dalam darah. Dalam stadium ini SD
menunjukkan membran yang menyerupai
dendrit sel saraf dan karenanya disebut
veiled cell (Gambar 4.21). Berbagai SD
dan asalnya dalam hematopoiesis terlihat
pada (Gambar 4.22).
SD berfungsi sebagai APC yang
berperan pada awal pengenalan protein
asing, mengawali respons irnunitas selular
dan humoral yang mengaktifkan sel T naif,

Garn bar 4 . 21 Sel dendritik

Gambar atas: ilustrasi sel dendritik


Gambar tengah: SD asal sumsum tulang yang
dibiakkan (mikroskop cahaya)
Gambar bawah: dengan proyeksi-proyeksi membran
(scanning ME).

84
Bab 4. Se/-sel Sistem /mun Nonspesifik

Sel induk
hematopoietik

1
©
Progen itor mieloid
bersama

SD Langerhans SD interstisial Monosit Prekursor


imatur imatur SD plasmasitoid
Uaringan epitel) Uaringan non epitel)

Pematangan Diferensiasi
dan migrasi dan pematangan

SD Lan gerhans SD lnterstisial SD asal monosit SD asal


(KGB) (KGB , limpa) plasmasitosid

Gambar 4.22 Asal sel dendritik dalam hematopoiesis

Sedikitnya dikenal 4 jenis SD yaitu sel Langerhans, sel interstisial , SD asal monosit dan SD
asal plasmasitoid. Setiap SD berasal dari sel induk hematopoiesis yang berkembang melalui
berbagai jalur di banyak lokasi.

85
/munologi Dasar Edisi ke-10

Th, CTL dan selB. Aktivasi sel Th perlu melalui MHC-II atau ke sel T CDS+ me-
diatur dengan baik oleh karena respons lalui MHC-1, sehingga dapat mengaktif-
terhadap antigen dapat fatal. Salah satu kan sel CD4 dan sel CDS secara langsung.
pengamanan aktivasi sel Th tersebut Molekul CD4 dan CDS adalah koreseptor
adalah melalui TCR yang hanya mengenal sel Tyang mengikat bagian nonpolimorfik
dari molekul MHC secara bersamaan
antigen yang dipresentasikan melalui
dengan ikatan TCR dan residu polimorfik
MHC-II olehAPC seperti makrofag, sel B dan peptida. Berbagai jenis SD terlihat
dan SD. SD merupakanAPC paling efektif pada (Gambar 4.23).
karena letaknya yang strategis di tempat-
tempat mikroba dan antigen asing masuk A. Pembagian APC
tubuh serta organ-organ yang mungkin Sel dendritik merupakan APC paling
dikolonisasi mikroba. SD ditemukan di efektif dalam mengaktifkan sel T naif
kulit, epitel hampir semua organ, kelenjar dan mengawali respons sel T. Makrofag
limfoid sebagai sel interdigit, parakorteks dan sel B juga berfungsi sebagai APC,
sinus marginal limfatik aferen. tetapi terutama untuk sel Th CD4+
SD yang merupakan APC profesional yang sudah diaktifkan dibanding untuk
terpenting, mempresentasikan fragmen sel T naif. SD, makrofag dan sel B
peptida dengan bantuan molekul kostimu- mengekspresikan MHC II dan molekul
lator B7 yang secara terns menerus di- lainnya yang terlibat dalam stimulasi sel
ekspresikan dalam kadar tinggi dan dapat T dan sehingga dapat mengaktifkan sel
mempresentasikannya ke sel T. Kosti- T CD4+. Oleh karena itu ke tiga jenis
mulator atau koreseptor adalah protein sel tersebut disebut APC profesional,
permukaan sel yang meningkatkan sensi- meskipun SD merupakan satu-satunya
tivitas reseptor antigen terhadap antigen sel yang dikhususkan untuk menangkap
melalui ikatan dengan ligan yang sesuai dan mempresentasikan antigen dan
dan memfasilitasi aktivasi sinyal. APC mengawali respons sel T primer profil
mempresentasikan peptida ke sel T CD4+ respons yang terjadi (Gambar 4. 24).

Tabel 4.9 Pembagian APC


APC profesional APC nonprofesional
SD (berbagai jenis) Fibroblas (kulit) Sel epitel timus
Makrofag Sel glia (otak) Sel epitel tiroid
Sel B Sel ~ pankreas Sel endotel vaskular

S6
Bab 4. Sel-sel Sistem /mun Nonspesifik

Asupan antigen J ( Presentasi antigen J ( Respons

Sel dendritik MHC/


peptida TCR

~ ~
Aktivasi sel T naif: '

~ Ill Ill ekspansi klon dan


diferensiasi menjadi
87 CD28 Sel_T sel T efektor
efektor .... )
na1f
Makrofag r
'
Aktivasi sel T efektor:
aktivasi makrofag
(imunitas selular)

....~ ~t
r
Aktivasi sel T efektor:
aktivasi sel B dan
produksi antibodi
)
Antibodi

Gambar 4.23 Jenis-jenis sel dendritik

Ke 3 jenis APC untuk sel CD4+ berfungsi untuk mempresentasikan antigen pada berbagai
fase dan jenis respons imun . Sel T efektor mengaktifkan makrofag dan sel B melalui produksi
sitokin dan ekspresi molekul permukaan.

Tabel 4.10 Sifat-sifat dan fungsi APC


Tipe Sel Kelas II Kostimulator Fungsi utama
Sel dendritik (sel Konstitutif Konstitutif lnflamasi respons sel T CD4;
Langerhans, SD limfoid) penolakan alograft
Makrofag Diinduksi IFN Diinduksi LPS Perkembangan sel efektor T
CD4
SelB Konstitutif Konstitutif Dirangsang respons sel T CD4
pada respsons humoral
Sel endotel vaskular Diinduksi IFN Konstitutif Pengerahan sel T antigen
spesifik ke tempat antigen
dipajankan atau inflamasi

87
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Tabel 4.11 APC dan molekul permukaan


Jenis sel Lokasi Sifat Mempresentasikan ke
SD lnterdigit Parakorteks KGB Bergerak Sel T
Sel Langerhans Ku lit Bergerak SelT
Veiled cell Limfe Bergerak SelT
SD folikular Folikel KGB Statis SelB
Makrofag Medula KGB Bergerak
Hati (Sel Kupffer) Sta tis Sel T dan B
Otak (astrosit) Statis
Sel B (terutama bila Jaringan limfoid Bergerak SelT
diaktifkan)

B. Fungsi sel dendritik rupakan shunt dengan imunoproteosom


untuk degradasi. Sumber protein dapat
Sel dendritik berfungsi dalam pengenalan
ditandai untuk degradasi atau produk ribo-
antigen, mengikat antigen, mengolah dan
som defektif. Peptida yang diproduksi
mempresentasikan antigen ke sel T atau
oleh imunoproteosom dijadikan peptida
sel B. Fungsi berbagai APC terlihat pada
yang dipresentasikan MHC-1.
Tabel 4.12.
Jalur eksogen menggunakan APC/
APC mengolah antigen melalui 3
fagosit. Antigen dimakan APC/fagosit
jalur yaitu jalur endogen, eksogen dan
melalui endositosis atau pinositosis dan
jalur silang. Jalur endogen diproses oleh ke- dihubungkan ke dalam endosom dini yang
banyakan sel. Protein merupakan produk matang menjadi endosom lambat yang
dalam sitosol sel di poliribosom yang me- bersatu dengan vesikel yang mengandung

Tabel4.12 FungsiberbagaiAPC
Antigen yang
Presentasi antigen Res pons
dicerna APC
Organ limfoid SD Presentasi ke sel T Sel T efektor: Aktivasi sel T naif,
perifer naif melalui kostimulator ekspansi dan diferensiasi klon
B7 pada SD dengan menjadi sel T efektor
ligannya CD28 pada sel
T naif
Organ limfoid Makrofag Presentasi ke sel T Mikroba dibunuh: Aktivasi sel T
perifer atau efektor efektor; aktivasi makrofag (CMI)
jaringan
nonlimfoid
Organ limfoid Sel B Presentasi ke sel T Antibodi : Aktivasi sel T efektor;
perifer atau efektor aktivasi sel B dan produksi
jaringan antibodi (imunitas humoral)
nonlimfoid

88
Bab 4. Se/-sel Sistem /mun Nonspesiftk

SD imatur pada
permukaan kulit
dan mukosa

IL-~

w
\ ;GE2

~IL-~~~
IFNY~\.
4
~ ~
Gambar 4. 24 APC (SD) pada penyakit atopi

protein MHC-II. Pada mekanisme presen- T naif tersebut melalui molekul MHC-II.
tasi silang, antigen eksogen dapat masuk Sementara SD meningkatkan ekspresi
sel melalui endositosis atau pinositosis MHC-II, molekul kostimulator yang di-
dan bereplikasi dalam sitosol. Antigen perlukan untuk mengaktifkan penuh sel
eksogen yang masuk sel dengan endosi- T naif. Meskipun ada perbedaan dalam
tosis atau pinositosis atau dengan meng- fungsi dan fenotip, semua SD dapat
mengekspresikan MHC-1 untuk dikenal
invasi sel dapat bereplikasi dalam sitosol.
sel Tc. Molekul B7 dari famili molekul
Antigen endogen dapat dihubungkan
kostimulator, CD80, CD86 dan CD40
ke dalam sitosol untuk diproses melalui
dapat mempengaruhi perilaku sel T
imunoproteosom. Pada jalan altematif,
(Gambar 4.25).
fragmen peptida pada antigen eksogen
disatukan dengan vesikel yang mengan- C. Sel dendritik folikular
dung molekul MHC-1 yang didaur ulang
SD folikular tidak dibentuk dalam
dan menempatkannya dalam lekukan untuk
sumsum tulang dan mempunyai ber-
mengikat antigen.
bagai fungsi yang berbeda dari SD yang
Selanjutnya SD meninggalkan tempat-
sudah disebut di atas. SD folikular tidak
nya di jaringan perifer, masuk ke dalam
darah, sirkulasi limfe dan bermigrasi ke mengekspresikan MHC-II dan karenanya
zona sel T di organ limfoid yang banyak tidak berfungsi sebagaiAPC untukaktivasi
mengandung sel T naif. SD mempresen- sel Th. Nama sel ini berdasarkan lokasinya
tasikan antigen yang diprosesnya ke sel yang eksklusif dalam kelenjar limfoid

89
/muno/ogi Dasar Edisi ke-10

Jaringan non limfoid

Prekursor SD~

/@~
/ .,7oarah

Jaringan limfoid

Sel induk
sumsum
tulang SelT
naif aktif
Presentasi antigen

Gambar 4.25 Migrasi dan pematangan SD

dengan struktur yang terorganisasi yang tinggi reseptor antibodi sehingga dapat
disebut folikel dan kaya dengan sel B. mengikat kompleks antigen antibodi
Meskipun tidak mengekspresikan MHC- secara efisien. Interaksi ini penting dalam
II, SD folikular mengekspresikan kadar pematangan dan diversifikasi sel B.

90
Bab 4. Sel-se/ Sistem /mun Nonspesifik

Butir-butir penting

D Vertebrata dilindungi oleh dua sistem D Progenitor sel induk dalam sumsum
imun yaitu imunitas nonspesifik yang tulangmerupakan prekursorprogenitor
sudah ada dan selalu siap sebelum mieloid dan limfoid sel yang kemu-
infeksi terjadi dan sistem imun spesifik dian berkembang menjadi sel dan
berperan dalam respons imun spesifik
yang diinduksi oleh infeksi dan me- dan nonspesifik. Sel mieloid terdiri
merlukan waktu beberapa hari sampai atas neutrofil, eosinofil, basofil, sel
minggu untuk memberikan respons mast, monosit, makrofag dan SD.
Progenitor limfoid berkembang men-
D Reseptor imunitas nonspesifik
jadi sel T, sel B dan sel NK
mengenal pola molekular patogen
yang merupakan motif molekular D Organ limfoid primer seperti sumsum
yang dapat ditemukan pada mikroba. tulang dan timus merupakan tempat
Reseptor imunitas spesifik mengenal utama limfopoiesis dan diferensiasi
detil spesifik struktur molekular limfosit. Organ limfoid sekunder
seperti limpa dan KGB merupakan
D Respons imunitas spesifik memiliki tempat proliferasi dan pematangan
memori yang tidak ditemukan pada limfosit yang dipacu antigen. MALT
imunitas nonspesifik adalah kumpulan agregat limfoid
D Peptida antimikrobial merupakan tempat APC di epitel mukosa
mempresentasikan antigen ke limfosit
efektor penting sistem imun non-
spesifik dan ditemukan pada beragam D Respons imun nonspesifik memberi-
spesies, dapat membunuh berbagai kan imunitas alamiah terhadap mikro-
mikroorganisme, sermg dengan orgamsme melalui fagositosis dan
merusak membran mikroba pemusnahan intraselular, pengerahan
sel inflamasi lain dan presentasi
D Sawar fisik dan mekanisme biokimiawi antigen. Leukosit yang berperan pada
merupakan pertahanan terdepan ter- imunitas nonspesifik berasal dari sel
hadap patogen asing. Setelah patogen mieloid. Sel ini terdiri atas sel fagosit,
masuk tubuh, komponen nonspesifik neutrofil, monosit, makrofagjaringan,
dan selular dikerahkan untuk melawan eosinofil dan sel NK. Sel-sel tersebut
infeksi merupakan sel pertahanan terdepan
terhadap patogen terbanyak
D Sel dan komponen nonspesifik ditemu-
kan sejak lahir dan merupakan per- D Neutrofil biasanya merupakan sel per-
tahanan nonspesifik terdepan untuk tama yang masuk di jaringan rusak.
melawan bahan asing Aktivasinyamenimbulkanrespiratory

91
lmunologi Dasar Edisi ke-10

burst dan melepas granul untuk me- merupakan contoh PRR penting.
ngontrol pertumbuhan bakteri. Sel Setiap TLR menemukan subset
mononuklear dan makrofag makan patogen khusus (virus, bakteri, jamur
organisme melalui mekanisme yang dan protozoa)
multipel yang dapat mengontrol dan
D Fagosit menggunakan berbagai strategi
menghancurkannya dalam fagosom
untuk membunuh patogen seperti
intraselular
protein sitolitik, peptida antimikrobial,
D Sel NK adalah limfosit granular besar penglepasan ROS dan RNS
yang membunuh sel sasaran melalui
D SD merupakan jembatan selular utama
ADCC atau lisis yang menggunakan
antara imunitas spesifik dan nonspesifik.
mekanisme melalui Fas atau perforin
Komponen mikrobial yang didapat
D Kemokin dan komplemen sangat di- selama respons nonspesifik melalui
perlukan untuk aktivasi fungsi imun SD dibawa dari tempat infeksi ke
nonspesifik. Defeknya dapat menim- kelenjar limfoid dan antigen mikroba
bulkan komplikasi klinis yang berat dipresentasikan melalui MHC ke sel T
D Sistem imun nonspesifik memiliki yang mengaktifkan sel T dan respons
PRR untuk menemukan infeksi. TLR imun spesifik

92
SEL-SEL SISTEM BAB
IMUN SPESIFIK 5
Daftar Isi
I. ANATOMI AKTIVASI LIMFOSIT b. Th2
II. RESEPTOR SEL c. Th9
III. SEL B d. Thl7
A. Pematangan sel B e. Th22
B. Reseptor sel B f. T folikular (Tfh)
I . lg permukaan 3. Sel T CD8+ (Cytotoxic Tl Cytolytic Tl
2. Reseptor Fe CTC
3. Reseptor C3 4. Se! Treg atau sel Ts
4. Reseptor Epstein Barr Virus 5. Sel Ta~ dan Ty8
5. Determinan antigenik 6. Sel NKT
imunoglobulin
V. PERBEDAAN SEL B DAN T
C. Aktivasi sel B
l. Aktivasi sel B yang T dependen VI. SELEKSI KLON
2. Aktivasi sel B yang T independen VII.HUBUNGAN ANTARA IMUNITAS
3. Peran komplemen CR21CR21 pada NONSPESIFIK DAN SPESIFIK
aktivasi sel B A. Interaksi antara sistem imun non
4. Pengalihan Imunoglobulin spesifik dan spesifik
IV. SELT B. Interaksi antara sel NK dan sel sistem imun
A. Pematangan sel T lain
B. Reseptor sel T C. Interaksi antara sel CD4+ dan CD8+
C. Molekul asesori
VIII. SINYAL TRANSDUKSI
D. Fungsi sel T
E. Subset sel T IX. CLUSTER OF DIFFERENTIATION
1. Se! T naif(sel Tvirgin) MOLECULE
2. Se! CD4+ asal berbagai sel T efektor
a. Thi Butir-butir penting

93
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Daftar singkatan yang digunakan dalam bah ini


ADCC Antibody Dependent Cell MALT Mucosa/ Associated Lymphoid
(mediated) Cytotoxicity Tissue
APC Antigen Presenting Cell MBL Mannan Binding Lectin
BAFF Human B cell Activating Factor MBP Myelin Basic Protein
BCR Reseptor set B MHC Mayor Histocompatibility
BID BCL-2 Interacting Domain Complex
CD Cluster ofDifferentiation MIF Macrophage Inhibiting Factor
CDR Complementary Determining mlgD IgD membran (perrnukaan)
Region mlgM IgM membran (permukaan)
CMI Cell Mediated Immunity MMP Modulation of Matrix
CRP C-Reactive Protein Metalloproteinase
CTL Cytotoxic T Lymphocyte NK Natural Killer (cell)
CTLA Cytotoxic T Lymphocyte Assoiated NKT Natural Killer T cell
protein (CD 152) PAMP Pathogen Associated Molecular
DFF DNA Fragmentation Factor PHA Phytohaemaglutinin
DNA Deoxy Ribonucleic Acid PRR Pattern Recognition Receptor
dsRNA Double-stranded Ribonucleic acid PTK Protein Tyrosine Kinase
DTH Delayed Type Hypersensitivity PTP Protein Tyrosine Phosphate
EBV Virus Epstein Barr RC3d Reseptor C3d
FADD Fas Associated protein with Death RNA Ribonucleic Acid
Domain SD Sel dendritik
Fas (Anggota keluarga) TNF sigM SurfacelgM
FasL Ligan Fas STAT Signal Transducers and Activators
FcR Fragmen crystallizable Receptor of Transcription
GATA Glob in transcription factor Tc Tcytotoxic
GF Growth Factor TCR T cell Receptor
ICAM Intercellular Adhesion Molecule TGF Tumor Growth Factor
IFN Interferon Th T helper
IL Interleukin TLR Toll Like Receptor
lg Imunoglobulin TNF Tumor Necrosing Factor
Kd Dissociation Constant TRAIL TNF-related Apoptosis Inducing
KGB Kelenjar Getah Bening Ligand
LES Lupus Eritematosus Sistemik 1WPAK TNF-like Weak Inducer of
LFA Leucocyte Functioning Antigen apotosis
LPS Lipopolisakarida VH Variabel domain ofheavy chain Jg
MAC Macrophage Attack Complex VL Variable domain of light chain Jg
MAP Macrophage Activating Factor VLA Very Late Activation

94
Bab 5. Se/-se/ Sistem /mun Spesifik

ebanyak 20% dari semua leukosit diferensiasi sel B. Pada imunitas selular,

S dalam sirkulasi darah orang dewasa


adalah limfosit yang terdiri atas sel
T dan sel B yang merupakan kunci pe-
sel T CD4+ mengaktifkan makrofag
untuk menghancurkan mikroba atau
ens+ untuk membunuh mikroba intrase-
ngontrol sistem imun. Secara morfologik lular yang menginfeksi sel. Kedua sistem
sangat sulit untuk membedakan berbagai imun, nonspesifik dan spesifik bekerja
sel limfosit dan diferensiasi subkelas sel B sangat erat satu dengan yang lainnya.
dan sel T. Sel-sel tersebut dapat mengenal
benda asing dan membedakannya dari
sel jaringan sendiri. Biasanya sel limfosit I. ANATOMI AKTIVASI
hanya memberikan reaksi terhadap benda LIMFOSIT
asing, tetapi tidak terhadap sel sendiri.
Pada respons imun spesifik, limfosit naif
(Tabel 5.1) asal sumsum tulang atau timus bermigrasi
Dalam tubuh ada sekitar 1012 limfosit ke organ limfoid sekunder tempat di-
yang disirkulasikan terns menerus dalam
aktifkan oleh antigen, berproliferasi
darah dan limfe, dapat bermigrasi ke
dan berdiferensiasi menjadi sel efektor,
rongga jaringan dan organ limfoid serta
sel memori ·dan beberapa diantaranya
merupakan perantara berbagai bagian
bermigrasi ke jaringan Limfosit naif
sistem imun. Sel limfosit merupakan sel
yang berperan utama dalam sistem imun efektor dan memori selalu ditemukan
spesifik, sel Tpada imunitas selular dan sel di berbagai tempat di seluruh tubuh dan
B pada imunitas humoral. Pada imunitas populasi sel tersebut dapat dibedakan
humoral, sel T CD4+ berinteraksi dengan dalam beberapa fungsi dan kriteria
sel B dan merangsang proliferasi dan fenotip (Gambar 5.1).

Tabel 5.1 Limfosit yang berperan dalam respons imun spesifik


Jenis sel Fungsi sel Produk Fungsi produk
B Produksi antibodi Antibodi Neutralisasi
Presentasi antigen Opsonisasi
Lisis sel
Th2 t produksi antibodi oleh sel B Sitokin IL-3, IL-4, Membantu sel B dan Tc
t Tc aktif IL-5, IL-10, IL-13
Th1 lnflamasi: mengawali dan IL-2, IFN-y, TNF Mediator inflamasi
meningkatkan
Tr -1.- produksi antibodi sel B Faktor supresor Supresi Th dan akibatnya juga
-1.- sel Tc aktif (mis: TGF-~ ) supresi B dan Tc
Tc Lisis sel target antigenik IFN-y Meningkatkan ekspresi MHC
Aktivasi sel NK
Perforin Marusak membran sel sasaran

NKT Pemusnahan sel sasaran IL-4, IFN-y

95
lmunologi Dasar Edisi ke-10

aferen
Limfosit naif
Saluran dalam sirkulasi
limfatik bermigrasi ke KGB
eferen

Aktivasi limfosit
naif: ekspansi klonal
dan diferensiasi
menjadi efektor dan 'TN. Limfosit
limfosit memori i:::::> ~ memon
T efektor ~ Limfosit
M efektor
Antibodi
yang disekresi

T efektor dan
antibodi masuk
sirkulasi
A T memori
masuk sirkulasi

Sel T efektor
dan antibodi
memasuki
jaringan dan
mengeliminasi
antigen

Gambar 5.1 Anatomi aktivasi limfosit

Sel T naif dari timus dan sel B naif dari sumsum tulang masuk ke organ limfoid sekunder seperti
KGB dan limpa; diaktifkan oleh antigen dan berdiferensiasi menjadi sel efektor dan memori, yang
beberapa diantaranya bermigrasi ke jaringan perifer yang merupakan tempat infeksi.

96
Bab 5. Se/-sel Sistem /mun Spesiflk

II. RESEPTOR SEL kan antibodi sebagai reseptor sel yang


dapat mengenal antigen bebas, sedang
Berbagai sel limfosit yang berperan TCR hanya mengenal antigen yang di-
dalam respons imun spesifik terlihat ikat molekul MHC. Ada 2 jenis MHC
pada Tabel 5.1. Sel B dan Tyang matang yaitu MHC-I yang diekspresikan oleh
mengekspresikan reseptor (BCR dan hampir semua sel bemukleus dan MHC-
TCR) pada permukaan sel yang berperan II yang diekspresikan APC. Perbedaan
dalam diversitas, spesifisitas dan memori antara molekul-molekul permukaan sel
(Tabel 5.2). imunokompeten T dan B terlihat jelas
Ciri-ciri antigen yang dikenal sel T pada permukaan sel (Tabel 5.4).
terlihat pada Tabel 5.3. Sel B mengguna-

Tabel 5.2 Molekul yang mengikat antigen


lgG TCR MHC
Tempat antigen Terdiri atas 3 COR dan Terdiri atas 3 COR Lekukan terdiri atas a 1
diikat V H dan 3 COR dalam dalam Va dan 3 COR dan a 2 (Kelas I) atau
VL dalam v~ a 1 dan ~ 1 (Kelas II)
Sifat antigen yang Makromolekul (protein, Kompleks peptida- Peptida
dapat diikat lipid , polisakarida dan MHC
kimiawi kecil)
Sifat determinan Liniar dan determinan Determinan linear Oeterminan linear
antigenik yang berbagai makromolekul peptida; hanya 2 atau3 peptida; hanya
dikenal dan kimiawi residu asam amino beberapa residu asam
konformasional peptida yang diikat amino peptida
molekul MHC
Afinitas ikatan Kd 107 - 1011 ; afinitas Kd 105 -107 M Kd 106 - 109 M; ikatan
antigen rata-rata lg meningkat sangat stabil
selama respons imun

Tabel 5.3 Ciri-ciri antigen yang dikenal sel T


Ciri-ciri antigen yang dikenal sel T Keterangan
Sel T terbanyak mengenal peptida dan tidak Hanya peptida yang diikat molekul MHC
molekul-molekul lain
Sel T mengenal antigen yang berikatan Molekul MHC merupakan protein membran yang
dengan sel dan bukan antigen larut dapat mengikat peptida pada permukaan sel

Sel C04+ dan C08+ lebih mengenal antigen Jalur MHC memastikan bahwa MHC-11 mem-
asal vesikular dan sitosolik presentasikan peptida asal protein ekstraselular
yang dimakan APC dan diproses di vesikel ,
sedang MHC-1 mempresentasikan peptida asal
protein sitosolik; C04 dan COB masing-masing
mengikat regio polimorfik MHC-11 dan MHC-1

97
/munologi Dasar Edisi ke-10

el 5.4 Reseptor sel T dan B dalam darah tepi


SelT SelB
% dalam darah tepi 65 - 80 8 -1 5
Pengenalan antigen Diolah Ala mi
Molekul permukaan sel
Reseptor antigen TCR/CD3 lg permukaan
MHC-1 + +
MHC-11 Hanya setelah aktivasi +
CD2 +
Terbatas MHC-11
CD4
(helper)
CD5 + Hanya pada subset minor 81a
Terbatas MHC-1
CDS
(sitotoksik)
CD19 +
CD20 +
CD21 (CR2: C3d dan
+
reseptor EBV)
CD23 (Fc-Rll ) +
CD32 (Fc-Rll ) +
Aktivasi poli kolonal Anti CD3 Anti lg
PHA EBV

III. SEL B organ-organ seperti limpa, kelenjar getah


bening dan tonsil.
Sel B merupakan 5-25% dari limfosit
Sel B diproduksi pertama selama
dalam darah yang berjumlah sekitar 1000- fase embrionik dan berlangsung terns
2000 sel/mm3 . Terbanyak merupakan
selama hidup. Sebelum lahir yolk sac,
limfosit asal sumsum tulang (hampir
hati dan sumsum tulangjanin merupakan
50%) sisanya sekitar 1/3-nya berasal dari
tempat pematangan utama sel B dan se-
KGB, limfe dan kurang dari 1% di timus. telah lahir pematangan sel B terjadi di
A. Pematangan sel B sumsum tulang. Pematangan sel B terjadi
dalam berbagai tahap. Fase-fase pema-
Pada unggas, sel B berkembang dalam
tangan sel B berhubungan dengan lg yang
bursafabricius yang terbentuk dari epitel
diproduksi. Perkembangan dan seleksi
kloaka. Pada manusia belum didapatkan
klon sel B terlihat pada (Gambar 5.2).
ha! yang analog dengan bursa tersebut
Pematangan limfosit terjadi melalui
dan pematangan terjadi di sumsum
proses yang disebut seleksi (positif dan
tulang atau di tempat yang belum dike-
negatif). Seleksi pematangan primer
tahui . Setelah matang, sel B bergerak ke
terjadi dalam organ limfoid primer yaitu

98
Bab 5. Se/-se/ Sistem /mun Spesiflk

Fase antigen independen


(pematangan)
--~~

CD45R
(8220)
Petanda
permukaan

Fase antigen dependen


(aktivasi dan diferensiasi)

Gambar 5.2 ~erkembangan sel B

Selama fase perkembangan yang antigen independen, sel B imatur mengekspresikan lgM
membran di sumsum tulang. Sel-sel tersebut masuk ke dalam sirkulasi darah dan berkembang
menjadi sel B naif matang yang mengekspresikan baik mlgM dan mlgD. Hanya sekitar 10%
dari sel B potensial seluruhnya menjadi matang dan keluar dari sumsum tulang. Sel B naif di
perifer akan mati kecuali bila terpajan dengan protein antigen larut dan diaktifkan sel T. Sel B
yang diaktifkan berproliferasi dalam organ limfoid sekunder. Sel yang membawa mlg afinitas tinggi
akan berdiferensiasi menjadi sel plasma dan sel B memori yang dapat mengekspresikan berbagai
isotipe melalui pengalihan kelas. Gambar menunjukkan perkembangan sel B dalam tikus tetapi
prinsip umumnya juga berlaku pada manusia.

99
lmunologi Dasar Edisi ke-10

sumsum tulang untuk sel B dan timus menjadi sel progenitor B (pro-sel B)
untuk sel T. Oleh karena beberapa self- yang mengekspresikan transmembran
antigen tidak ditemukan dalam sumsum tirosin-fosfatase (CD45R). Proliferasi
tulang, sel B yang mengekspresikan dan diferensiasi pro-B menjadi prekursor
mlg spesifik untuk antigen tersebut, B memerlukan lingkungan mikro dari
tidak dapat disingkirkan oleh seleksi stroma sel sumsum tulang. Bila sel pro-B
negatif dalam sumsum tulang. Untuk dibiakkan in vivo, tidak akan tumbuh
mencegah terjadinya reaksi autoimun, menjadi sel yang matang, kecuali ada sel
diperlukan proses eliminasi atau yang sumsum tulang, yang akhir melepas IL-
menjadikan inaktif di jaringan limfoid 17 yang menolong proses perkembangan
perifer (lihat Bab 11 Toleransi imun dan sel.
Autoimunitas ). Pematangan progenitor sel B disertai
Sel B dan sel T berasal dari sel pre- modifikasi gen yang berperan dalam
kursor yang sama, diproduksi dalam diversitas produk akhir dan penentuan
sumsum tulang, termasuk pembentukan spesifisitas sel B. Pematangan dalam
reseptor. Pematangan sel B terjadi dalam sumsum tulang tidak memerlukan anti-
sumsum tulang, sedang progenitor sel gen, tetapi aktivasi dan diferensiasi sel
T bermigrasi ke dan menjadi matang di B matang di KGB perifer memerlukan
timus. Masing-masing sel berproliferasi antigen. Aktivasi sel B diawali dengan
terutama atas pengaruh sitokin IL-12 pengenalan antigen spesifik oleh reseptor
yang meningkatkan jumlah sel imatur permukaan. Antigen dan perangsang lain
(Gambar 5.3). termasuk Th yang merangsang proli-
Perkembangan sel B mulai dari sel ferasi dan diferensiasi klon sel B spesifik.
prekursor limfoid yang berdiferensiasi Dalam perkembangannya, sel B mula-

Organ limfoid Organ limfoid


generatif perifer

Se! induk SP.msum : Resirkulasi


i
D-ar-ah--.1='
~---~
sumsum Jalur tulang J
tulang sel B r : .-I

~ -KGB
- Limpa
- Jaringan limfoid
mukosa & kulit
Jalur Darah, -"' ~----~
selT limfe
Se! T matang ~
Timus Resirkulasi

Gambar 5.3 Perkembangan sel B dan Sel T

100
Bab 5. Set-set Sistem /mun Spesiflk

mula memproduksi IgM atau isotipe lg asing, akan memacu 4 proses: proliferasi,
lain (seperti IgG), menjadi matang atau diferensiasi menjadi sel plasma yang
menetap sebagai sel memori (Gambar memproduksi antibodi, membentuk sel
5.4). Fase-fase pematangan sel B terlihat memori dan mempresentasikan antigen
pada (Gambar 5.5.) kesel T. ProliferasiselBmerupakansenter
germinal KGB. Seperti halnya dengan
TCR, BCR mengawali sinyal transduksi
B. Reseptor sel B
yang efeknya ditingkatkan oleh molekul
BCR yang mengikat antigen multivalen kostimulator yang kompleks.

SEL g

Sel induk hematopoietik @J Tidak ada

i
Sel limfoid@ Tidak ada

1 Pengaturan ulang gen rantai berat parsial

SelProB @ Tidak ada

umsum
ulang
l Pengaturan ulang gen rantai berat lengkap

SelpreB @ Rantai berat ~· + rantai ringan yang menyertai


l Pengaturan ulang gen rantai ringan

~ mlgM

1
Sel B imatur

Perubahan pemrosesan DNA

Sel B matang ~ mlgM + mlgD

1 Stimulasi antigen

SelBaktif ~
Diferensiasi

*
Organ
Sel plasma yang
limfoid mensekresi lgM
perifer lgM
Pengalihan kelas

Sel plasma
yang mensekresi
berbagai isotip
SelB
memori
dengan
berbagai lgG lgA lgE
variasi isoti

Gambar 5.4 Perkembangan sel B di sumsum tulang dan organ limfoid primer
mlgM dan mlgD menunjukkan ikatan dengan membran, sedang lgG, lgA dan lgE merupakan lg
yang dilepas.

101
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Ta hap
pematangan Sel induk Pro-8 Pre-8 8 imatur 8 matur

Proliferasi I I I I

Ekspresi Rag I I ~

Ekspresi TdT I I

Rekombinan gen rantai Sambungan alternatif


DNA tidak DNA tidak Rekombinan
H (VDJ). RNA VDJ-C (transkrip
lg DNA, RNA rekombinasi rekombinasi gen rantai H
Gen K atau A. (VJ); primer), ke bentuk
(germline) (germline) (VDJ); mRNA µ
mRNA µ atau K atau A. mRNA Cµ dan Co
µ sitoplasmik dan
lgM membran (rantai
Ekspresi lg Tidak ada Tidak ada µ yang berhubungan
ringan µ + K atau A.)
lgM dan lgD membran
dgn reseptor pre-B
co43+ Igo+
Petanda co43+ co19+ B22olo lg Mio
lgM+
permukaan corn+ co43+ co43+
co23+

Sisi anatomis I Sumsum tulang II Perifer I


Seleksi negatif
Responsthd Aktivasi (proliferasi
Tidak ada Tidak ada Tidak ada (menghapus),
antigen mengedit reseptor
dan diferensiasi)

Gambar 5.5 Fase-fase pematangan sel B


Kejadian-kejadian yang menggambarkan setiap tahap pematangan dari sumsum tulang
menjadi sel B matang. Di samping itu beberapa petanda permukaan digunakan sebagai
petanda fase pematangan sel B tertentu .

Ada ribuan kopi yang identik pada dibentuk IgM dalam sitoplasma sel
permukaan sel B tunggal. BCR me- yang dapat digunakan sebagai ciri dari
rupakan kompleks protein transmembran sel pre-B. Dalam stadium selanjutnya,
yang terdiri atas mlg dan disulfida IgM bergerak ke arah membran sel dan
heterodimer yang disebut Ig-a/Ig-~. kemudian dijadikan reseptor monomerik
permukaan slgM. Sekarang sel dapat
Molekul heterodimer ini berhubungan
mengenal antigen untuk pertama kali
dengan molekul mlg yang berbentuk
(Tabel 5.5).
BCR (Gambar 5.6).
Kontak antara antigen dan sel B
1. lg permukaan muda ini tidak menimbulkan ekspansi
dan diferensiasi lebih lanjut. Dalam per-
Sel B termuda sudah ditemukan dalam kembangan selanjutnya, dibentuk IgD
hati janin dan sumsum tulang dan belum yang kemudian juga bergerak ke arah
mengekspresikan imunoglobulin atau membran sel. Sel yang sudah memiliki
petanda permukaan. Kebanyakan sel B IgM dan IgD sebagai reseptor dianggap
yang matang dan belum diaktifkan me- matang. Berbagai perkembangan respons
ninggalkan sumsum tulang. Mula-mula humoral terlihat pada Gambar 5.7.

102
Bab 5. Set-set Sistem /mun Spesiflk

ekor 48-aa ekor 61-aa


Ekor sitoplasma

Gambar 5.6 Struktur umum BCR

Rantai lg-a memiliki ekor sitoplasma yang panjang yang mengandung 61 asam amino; ekor
lg-~ mengandung 48 asam amino. Kedua ekor tersebut cukup panjang untuk berinteraksi
dengan sinyal molekular interselular.

Tabel 5.5 Ekspresi imunoglobulin yang terjadi dalam pematangan sel B


Sel B yang
Ta hap Sel SelB Sel B
Sel Pre-B Sel B teraktivasi melepas
pematangan progenitor imatur matur
antibodi
Sekresi lgE
Sekresi
Rantai rend ah ;
Pola produksi mlgM , lgE tinggi ;
Tidak ada sitoplasma µ mlgM pengalihan isotip
lg mlgD pengurangan
be rat rantai berat;
mlg
maturasi afinitas

l 103
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Perkembangan sel B dalam sumsum bagian Fe dari lg yang dilepas. Reseptor


tulang adalah antigen independen tetapi ini adalah esensial untuk banyak fungsi
perkembangan selanjutnya memerlukan biologis antibodi. FeR berperan dalam
rangsangan antigen. Sel B dalam keada- gerakan antibodi melewati membran
an istirahat berukuran keeil dan memiliki sel dan transfer IgG dari ibu ke janin
sitoplasma sedikit sekali. Sel B yang melalui plasenta. Reseptor tersebut dapat
diaktifkan akan berkembang menjadi diikat pasif oleh berbagai sel seperti sel
limfoblas. Beberapa di antaranya menjadi B dan sel T, neutrofil, sel mast, eosinofil,
matang/ sel plasma yang mampu mem- makrofag dan sel NK.
produksi antibodi bebas dan lainnya Dengan bantuan antibodi, F eR dapat
berkembang menjadi sel memori. mengerahkan komponen selular imunitas
nonspesifik seperti makrofag dan sel NK.
2. Reseptor Fe Ikatan antibodi dengan antigen oleh FeR
Semua sel B memiliki reseptor untuk pada makrofag atau neutrofil merupakan
fraksi Fe dari IgG (Fey-R). Reseptor sinyal efektif untuk fagositosis (opsoni-
tersebut dapat diperlihatkan dengan sasi atau ADCC) kompleks antigen-anti-
menambahkan sel darah merah biri-biri bodi yang efisien. Di samping fungsi
yang dilapisi antibodi IgG ke larutan efektor tersebut, ikatan antigen-FeR-
sel B yang akan membentuk roset. FeR antibodi juga dapat memaeu sinyal
yang menunjukkan afinitas terhadap imunoregulator yang mengaktifkan sel,

Fase Fase aktivasi ; proliferasi


pengenalan dan diferensiasi sel B

Sel Th ,
Ekspansi
~*
~ Sekresi
antibodi
~
rangsangan lain
klon

~ mengeksprrsikan lgG ~ lgG

® .. ®.. ~ ... .®~... Pe;~~:~'°


Antigen

Sel B matang
istirahat dalam
bentuk lgM ' dan Igo·
Sel B diaktifkan

' tat'.. ~
riiiii;\ J-
~~
Pematangan
af1nitas

Sel B yang mengekspresikan


imunoglobulin afinitas tinggi
I ?iJ ) -1gG afinitas tinggi

Sel B
memori

Gambar 5.7 Berbagai fase respons humoral

104
Bab 5. Sel-se/ Sistem /mun Spesiflk

induksi diferensiasi dan pada beberapa hal 5. Determinan antigenik imuno-


menekan respons selular (Gambar 5.8). globulin

3. Reseptor C3 Molekul imunoglobulin sendiri, bila di-


suntikkan ke spesies hewan lain, dapat
Sel B memiliki pula reseptor untuk kom-
berfungsi sebagai imunogen poten yang
ponen komplemen yang diaktifkan C3b.
menginduksi respons imun. Determinan
Oleh karena itu sel B dapat pula diper-
antigen atau epitop pada imunoglobulin
lihatkan dengan cara roset seperti di atas terdiri atas tiga kategori mayor, deter-
dengan menggunakan sel darah merah minan isotip, alotip dan idiotip, yang
biri-biri yang dilapisi dengan C3. terletak dalam bagian khas molekul
(Gambar 5.9).
4. Reseptor Epstein Barr Virus
EBV dapat diikat sel B melalui reseptor C. Aktivasi sel B
spesifik (RC3d). Infeksi EBV sering me-
Se! B dapat diaktifkan sel T melalui dua
nimbulkan replikasi sel B yang stabil dan
cara, yang T dependen dan T independen.
terns menerus .

Gambar 5.8 Struktur sejumlah Fc-R pada manusia


lkatan polipeptida terlihat biru dan asesori polipeptida yang memberikan sinyal transduksi
terlihat hijau . Lekukan dalam struktur ini merupakan bagian molekul dengan ciri struktur khas
lipatan lg. Molekul tersebut ditemukan di membran plasma berbagai jenis sel sebagai antigen
permukaan sel yang ditunjukkan dengan CD. FcyRll memiliki 3 bentuk: A, 81 dan 82, yang
berbeda dalam regio intraselular.

I 105

l
lmunologi Dasar Edisi ke-10

lgG1 tikus lgM tikus

B. Determinan alotipik

lgG1 tikus lgG1 tikus


(galur A) (galur B)

C. Determinan idiotipik

Gambar 5.9 Determinan antigenik lmunoglobulin

Untuk setiap determinan, lokasi umum determinan dalam molekul antibodi terlihat di kiri dan 2
contoh digambar di tengah dan kanan .
A. Determinan isotipik adalah regio konstan yang membedakan setiap kelas lg dan subkelas
spesies
B. Determinan alotipik tidak jelas menunjukkan perbedaan asam amino oleh perbedaan alel
gen isotip. Perbedaan alotipik dapat ditemukan dengan membandingkan kelas antibodi
yang sama di antara berbagai perkawinan galur
C. Determinan idiotipik dibentuk oleh konformasi sekuens asam amino rantai berat dan
variabel regio rantai ringan untuk setiap antigen .Setiap determinan individu disebut idiotip
dan jumlah idiotop individu disebut idiotip.

106
Bab 5. Se/-se/ Sistem /mun Spesiflk

1. Aktivasi sel B yang T dependen menjadi matang, menjadi sel B memori


Setelah antigen diikat mlg, sel B me- yang dapat memberikan respons imun
makan antigen, memproses dan meng- dengan lebih cepat pada pajanan ulang
ekspresikan epitop antigen di celah dengan antigen yang sama.
MHC, dan mempresentasikannya ke lkatan antigenjuga mengawali sinyal
sel T. Sel T memodulasi fungsi sel B melalui BCR yang menginduksi sel B
melalui sejumlah cara. Sitokin asal meningkatkan ekspresi sejumlah molekul
sel T seperti lL-4, lL-5 , lL-6, lL-2 dan membran sel seperti MHC-II dan ligan
lFN-y meningkatkan proliferasi sel B kostimulator B. Peningkatan ekspresi
dan diferensiasi menjadi sel plasma kedua protein membran tersebut mening-
yang memproduksi antibodi . lnteraksi katkan kemampuan sel B berfungsi se-
fisik antara sel B dan sel T memberikan bagai APC dalam aktivasi sel Th. Pada
sinyal melalui koreseptor CD40L-CD40 umurnnya diperlukan 30-60 menit untuk
yang atas pengaruh IL-4 berperan penting memproses dan mempresentasikan anti-
dalam imunoregulasi dan pengalihan kelas gen melalui MHC-Il pada permukaan sel.
lg. Sel B naif mempresentasikan lgM dan Oleh karena sel B mengenal dan me-
lgD pada permukaannya dan atas pengaruh makan antigen melalui ikatan dengan rnlg,
rangsangan, sel B mengalihkan kelas lg sel B dapatmempresentasikan antigen ke sel
yang memproduksi lgG, lgA atau lgE. T dalam kadar yang 100-10.000 kali lebih
mlgM dan mlgD memiliki ekor sito- rendah dibanding kadar yang diperlukan
plasma yang relatif pendek sehingga tidak untuk presentasi oleh makrofag atau SD.
dapat mentransduksi sinyal. Rangsangan Bila kadar antigen tinggi, makrofag dan
antigen pertama merangsang sel B untuk SD merupakan APC efektif, tetapi bila
memproduksi lgM dan rangsangan kadar antigen rendah atau turun, sel B akan
ulangan antigen yang sama akan meng- mengambil alih dan berperan sebagai APC
alihkan sel B ke produksi lgG atau lgA utama untuk sel Th.
atau lgE. Semua sel B hanya memiliki Sel B yang diaktifkan mulai meng-
satu jenis molekul lg saja pada permuka-
ekspresikan reseptor membran untuk
annya, hanya lgM, lgG dan sebagainya.
berbagai sitokin seperti IL-2, IL-4, IL-5 .
Aktivasi" sel B oleh antigen protein
Sitokin-sitokin tersebut berikatan dengan
larut memerlukan bantuan sel Th. Tanpa
reseptomya pada sel B dan memacu
adanya interaksi dengan TCR dan sito-
proliferasi dan diferensiasi menjadi sel
kin, ikatan antigen dengan mlg pada
sel B sendiri tidak akan menginduksi plasma dan sel memori , pengalihan kelas
proliferasi dan diferensiasi . Pada waktu dan pematangan afinitas. Urutan kejadian
yang sama, sebagian sel B akan kembali aktivasi sel B yang sel T dependen ter-
ke dalam fase istirahat, sebagian sel lihat pada (Gambar 5.10).

107
lmunologi Dasar Edisi ke-10

a. Cross-link antigen dengan mlg


menghasilkan sinyalCD, Go
akibatnya terjadi peningkatan
ekspresi MHC-11 dan kostimulator
B7.Kompleks Ag-Ab masuk
melalui endositosis dengan
perantaraan reseptor dan
penghancuran peptida ,beberapa
diantaranya diikat MHC-11 dan
dipresentasikan pada membran
sebagai kompleks peptida-MHC

b. Sel Th mengenali antigen - MHC-


11 pada membran sel B, yang
bersama dengan sinyal @
kostimulator mengaktifkan sel T
Sel Th

c. 1. Sel Th mulai mengekspresikan


CD40L
2. lnteraksi CD40 dan CD40L
menghasilkan sinyal
3. lnteraksi B7-CD28 menghasil-
kan kostimulasi pada sel Th G1

d. 1. Sel B mulai mengekspresikan


reseptor untuk berbagai sitokin
2. Pengikatan sitokin yang dilepas
sel Th ke tujuan mengirimkan
sinyal yang membantu progresi
sel B sehingga terjadi sintesis
DNA dan diferensiasi
Sel B aktif s
~ l
Mitosis

Proliferasi sel B
Gambar 5.10 Urutan kejadian aktivasi sel B yang T dependen

Fase siklus sel B yang berinteraksi terlihat di bagian kanan . Sel B dapat mempresentasikan
antigen dan memacu sel T melepas sitokin yang menimbulkan aktivasi dan perkembangan sel
plasma. Produksi lgE dan eosinofilia adalah timus (T) dependen .

108
Bab 5. Se/-se/ Sistem /mun Spesiftk

2. Aktivasi sel B yang T independen Kejadian selular dini yang diinduksi


Pada keadaan tertentu sel B juga kompleks ikatan silang antara antigen-sel
dapat memberikan respons dan berproli- B mengawali proliferasi dan diferensiasi
ferasi melalui mekanisme yang tidak me- sel B untuk selanjutnya berinteraksi
merlukan sel T (T independen), biasanya dengan sel Th (Gambar 5.11).
pada antigen dengan epitop yang berulang Antigen yang sel T independen dapat
dan panjang sehingga memungkinkan dibagi menjadi dua tipe antigen. Antigen
terjadinya ikatan silang dengan reseptor tipe 1 berasal dari bagian luar membran
imunoglobulin pada permukaan sel B. bakteri negatif-Gram dan asam nukleat

lkatan antigen dan Perubahan pada "'


ikatan silang Aktivasi fenotip sel B,
lg membran limfosit B fungsi

- Peningkatan survival
- Proliferasi

Peningkatan ekspresi
B7-1/B7-2

Peningkatan ekspresi
reseptor sitokin (mis. IL-2R,
IL-4R, BAFF-R)

Peningkatan ekspresi
CCR? dan migrasi dari
folikel ke area sel T

Gambar 5.11 Respons fugsional yang diinduksi kompleks ikatan silang antigen-BCR

Kompleks antigen-BCR menginduksi berbagai respons selular seperti mitosis, ekspresi


molekul permukaan baru , seperti kostimulator dan reseptor sitokin dan mengubah migrasi sel
(oleh ekspresi CCR?).

109
lmunologi Dasar Edisi ke-10

bakteri yang lebih merangsang sel B me- miliki kapsul luar yang mengandung poli-
lalui TLR dibanding BCR. Antigen tipe 2 sakarida (dan tidak protein) untuk dapat
adalah polisakarida kapsul yang mempunyai melawan fagositosis, komplemen dan sel
subunit multipel berulang dan merangsang T. Sel B yang T independen memproduksi
sel B melalui ikatan silang dengan beberapa antibodi terhadap bakteri tersebut. Sel B
BCR bersama (Gambar 5.12). demikian hanya memproduksi lg dengan
Sel B yang T independen lebih me- afinitas rendah yang mempunyai kecen-
milih hidup di tempat khusus seperti limpa derungan untuk bereaksi dengan antigen
dan peritoneum dibanding di KGB. Sel lain, misalnya, antibodi yang dipacu
B tersebut dirangsang oleh antigen non- sakarida asal bakteri dapat bereaksi silang
protein khusus. Beberapa bakteri misalnya dengan antigen sakarida asal permukaan
spesies pneumokok dan haemofilus me- sel darah merah.

Respons sel B - T dependen Respons sel B - T independen

*-
..
Antigen Pengenalan
antigen --~
~
~
• ~ ~ antigen
Proses / @ ~
@ CD4
~~
I,
~~ lgM
, 11 permukaan
MHCll

@ Pengenalan antibodi
silang dari
epitop karbohidrat

Sekresi lgM

- Tidak ada pematangan afinitas


- Tidak ada perkembangan sel memori
- Tidak ada pengalihan kelas isotip

Gambar 5.12 Respons sel B terhadap anti gen yang T dependen dan T independen
Th2 mengenal determinan antigen spesifik yang dipresentasikan MHC-11 dan memacu aktivasi
sel B yang membentuk pengalihan kelas isotip dan $ekresi antibodi (kiri) namun respons
T independen dapat terjadi terhadap epitop hidrat arang yang berulang dan panjang yang
merangsang anti bodi tetapi tidak menimbulkan pematangan respons antibodi.

110
Bab 5. Se/-se/ Sistem /mun Spesifik

3. Peran komplemen CR2/CD21 pada yang menghasilkan antibodi dengan


aktivasi sel B rantai berat dari berbagai kelas seperti a,
Aktivasi sel B ditingkatkan oleh sinyal P dan y (dibahas di Bab 6 Antigen dan
asal protein komplemen dan CD21 ko- Antibodi).
reseptor yang menunjukkan interaksi
antara imunitas nonspesifik dan spesifik
IV. SELT
(Gambar 5.13).
Progenitor sel asal sumsum tulang yang
4. Pengalihan imunoglobulin bermigrasi ke timus berdiferensiasi men-
Sebagai respons terhadap ikatan CD40 jadi sel T. Sel T yang nonaktif disirkulasi-
dengan sitokin, beberapa progeni sel B kan melalui KGB dan limpa yang di-
yang mengekspresikan IgM dan IgD konsentrasikan dalam folikel dan zona
menunjukkan pengalihan isotip (kelas) marginal sekitar folikel.

Aktivasi Mikroba
komplemen

Pengenalan
oleh sel B CR2
CD19

Sinyal dari
kompleks
lg dan CR2

\ '• •••••••• , Pl-3 kloa'

Aktivasi sel B

Gambar 5.13 Peran komplemen pada aktivasi sel B


Sel B mengekspresikan kompleks CR2-R, CD19 dan CD81. Antigen mikroba yang diikat
fragmen komplemen C3d dapat berikatan dengan CR2 dan lg membran pada permukaan sel
B. lkatan tersebut akan mengirimkan kaskade sinyal dari kedua kompleks (kompleks BCR dan
kompleks CR2) yang lebih meningkatkan respons terhadap C3d-antigen dibanding dengan
respons terhadap antigen saja.

111
lmunologi Dasar Edisi ke-10

A. Pematangan sel T besar sel tersebut mati, tetapi sisanya terus


berdiferensiasi. Sel yang akhir menjadi
Sel T imatur dipersiapkan dalam timus lebih kecil. Timosit yang berkembang
untuk memperoleh reseptor. Timosit
penuh, melewati dinding venul poskapilar,
imatur hanya dapat menjadi matang bila
mencapai sirkulasi sistemik dan menem-
reseptornya tidak berintegrasi dengan
peptida sel tubuh sendiri (self antigen) pati organ limfoid perifer. Beberapa di-
yang diikat MHC dan dipresentasikan antaranya diresirkulasikan. Sel T akan
APC. Sawar darah-timus melindungi berdiferensiasi bila terpajan dengan
timosit dari kontak dengan antigen antigen spesifik yang dipresentasikan
sendiri. Sel T yang self reaktif akan APC dalam organ lirnfoid sekunder seperti
mengalami apoptosis (Gambar 5.14). lirnpa, kelenjar lirnfoid dan MALT (Gambar
Proses tersebut disebut seleksi positif 5.15).
timosit yang menghasilkan sel Tc atau Pematangan sel T dari progenitornya
Th (lihat Bab 11: Toleransi imun dan
melibatkan serangkaian dan ekspresi
Autoimunitas ).
gen TCR, proliferasi sel, seleksi yang
Diferensiasi sel berhubungan dengan
petanda permukaan dan terjadi proliferasi diinduksi antigen dan perolehan ke-
timosit subkapsular yang luas. Sebagian mampuan untuk berfungsi. Kejadian-

Pengenalan
antigen Homeostasis I Memori I

0 7 14
Hari setelah pajanan Ag ==============:>
Gambar 5.14 Fase respons imun adaptif
Respons imun adaptif terdiri dari fase-fase yang berbeda jelas, terdiri dari fase pengenalan,
aktivasi limfosit dan eliminasi antigen (fase efektor). Respons imun menurun sementara
antigen merangsang limfosit untuk mati melalui apoptosis, sehingga homeostasis
dikembalikan dan limfosit antigen spesifik yang masih hidup berperan dalam memori. Lama
setiap fase dapat bervariasi. Prinsip ini berlaku baik untuk respons imun humoral (sel B)
maupun selular (sel T).

112
Bab 5. Sel-sel Sistem /mun Spesifik

Sumsum tulang Timus


hati janin Perifer
Korteks Medula

co4·
coa·

~,~. ~
co4·
coa·
TCR.

~ negatit/
"'
coa·
positif '....~TCRap·
coa· ~ •
TCRaP rendah :

~~,~ -or- ~!f:~ coa·


TCRyo·
...;
'
I Sel T yo I

Gambar 5.15 Pematangan sel T dalam timus

kejadian yang berhubungan dengan fase dan dipresentasikanAPC (Gambar 5.17).


pematangan dari sel induk dalam sumsum Sel T perifer terbanyak mengeks-
tulang menjadi sel T matang terlihat pada presikan rantai a atau p pada per-
(Gambar 5.16). mukaannya. Sel yang mengekspresikan
rantai y dan 8 hanya merupakan 5%
B. Reseptor sel T dari sel T dalam sirkulasi orang sehat
(Gambar 5.18 dan 5.19). Perbedaan
Kemampuan limfosit T matang untuk antara regio yang mengikat antigen dari
mengenal benda asing dimungkinkan TCRap dan TCRy8 tidaklah ekstrim,
oleh ekspresi molekul unik pada mem- meskipun antigen yang dapat dikenalnya
brannya yang disebut TCR. Reseptor berbeda. Didugajuga mempunyai fungsi
tersebut memiliki sifat diversitas, spe- yang berbeda.
sifitas, memori dan berperan dalam imu-
nitas spesifik (Tabel 5.6)
Satu sel limfosit hanya mengekspresi- C. Molekul asesori
kan reseptor untuk satu jenis antigen se- Baik pada fase induksi maupun fase
hingga sel tersebut hanya dapat mengenal efektor, respons sel Tnaifdipacu olehkom-
satu jenis antigen saja Reseptor sel T di- pleks antigen-MHC yang dipresentasikan
temukan pada semua sel T matang, dapat APCI SD. SD seperti sel Langerhans di
mengenal peptida antigen yang diikat MHC kulit yang menangkap antigen akan ber-

113
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Positif
Tahap Positif Sel T naif
Sel induk Pro-T Pre-T tunggal
pematangan ganda matang
(sel T imatur)

Proliferasi I I c=J
Ekspresi Rag c=i i==:J
Ekspresi TdT I I
Gen rantai p Gen rantai p,a Gen rantai p,a Gen rantai p,a
DNA non DNA non rekombinan rekombinan
TCR DA, rekombinan rekombinan
rekombinan rekombinan [V(D)J-C; [V(D )J-C; rantai [V(D)J -C; rantai [V(D)J-C; rantai
RMA (germ/ine) (germline)
rantai mRNA p mRNA p dan a mRNApdan a mRNA p dan a
Ekspresi Reseptor Pre-T TCR ap TCR ap TCR ap
Tidak ada Tidak ada
TCR (rantai pi pre-T a) membran membran membran
c-kit+ c-kit+ c-kit+ CD4+cDa- co4+cDa-
Petanda co4+cDa+
co44+ CD44+ CD44- atau CD4-coa+ atau CD4-cDa+
TCR/CD31o
permukaan co2s- CD2s+ CD2s+ TCR/CD3hi TCR/CD3hi
Sisi
anatomis
ISumsum tulang ll Timus 11 Perifer I
Aktivasi
Respons Seleksi positif (proliferasi dan
Tidak ada Tidak ada Tidak ada
terhadap Ag dan negatif
diferensiasi)

Gambar 5.16 Fase-fase pematangan sel T


Kejadian-kejadian menunjukkan setiap tahap dalam pematangan sel T asal sel induk di
sumsum tulang yang menjadi sel matang di timus . Beberapa petanda permukaan di samping
yang terlihat dalam gambar digunakan untuk menunjukkan fase tertentu pematangan sel T.

Tabel 5.6 Ciri-ciri molekul sel T yang mengenal antigen


Ciri antigen yang dikenal sel T Keterangan
Sel T terbanyak mengenal peptida dan Hanya peptida diikat MHC
bukan molekul lain
Sel T mengenal antigen yang diikat sel Molekul MHC adalah protein membran yang dapat
dan tidak antigen larut mengikat peptida dengan kuat pada permukaan sel
Sel CD4• dan cos· memilih untuk Jalur asembli molekul MHC memastikan bahwa
mengenal antigen yang masing-masing MHC-11 mengikat peptida asal protein ekstraselular
diproses melalui vesikel dan sitosolik yang dimakan dan diproses di vesikel APC, sedang
MHC-1 mempresentasikan peptida asal protein
sitosolik. CD4 dan CD8 mengikat masing-masing
regio nonpolimorfik MHC-11 dan MHC-1

114
Bab 5. Se/-se/ Sistem /mun Spesifik

A. Sel Th C.

~R
APC

~ MHCI
• = Antigen yang
dipresentasikan
oleh MHC

B. Sel Tc

CD8

SelTh SelTc

Gambar 5.17 Sel T


Fungsi utama sel T adalah pengikatan antigen melalui TCR. Pada umumnya sel co4• berperan
sebagai sel helper (A) dan cos• sebagai sel sitotoksik (B). co4• hanya mengenal antigen
yang diikat oleh MHC-11 pada APC (C). cos· hanya mengenal antigen yang diikat oleh MHC-1.
Kedua jenis sel T mengekspresikan sekitar 105 molekul reseptor identik per sel, semuanya
dengan spesifitas antigenik yang sama. Gambar oval dalam diagram menunjukan lekukan
protein yang khas.

migrasi ke kelenjar limfoid dan mem- presentasikan APC akan berproliferasi


presentasikan antigen ke sel T. Ikatan menjadi sel T efektor dan memori. Ciri
spesifik TCR dengan antigen relevan APC seperti sel B, makrofag dan SD adalah
yang sudah diproses dan dipresentasikan kemampuannya untuk mengekspresikan
melalui MHC-II oleh APC belum cukup MHC-II dan memproduksi sitokin yang
untuk memberikan sinyal aktivasi sel T. mengaktifkan sel T. Interaksi antara APC
Berbagai molekul seperti CD80 (B7-1) dan sel T terjadi melalui berbagai molekul
dan CD86 (B7-2) dan beberapa molekul adhesi/asesori dan ligannya, namun untuk
adhesi lainnya masih diperlukan sebagai aktivasi sel T penuh, masih diperlukan
molekul kostimulator. molekul-molekul kostirnulator. Ikatan
Sel T yang mengenal fragmen peptida hanya dengan TCR tanpa disertai sedikit-
dari kompleks antigen-MHC yang di-

115
lmunologi Dasar Edisi ke- 10

A.
rantai rantai
a p

Regio variable "V"

Regio konstan "C"


Jembatan
disulfida - - Hinge "H"
nnnnnoonononnn om nnn11 00 1' 71 . 1\7'HITHlll fllll\ 7111 nonn
UUU ~ UJJU UUUfilJU Reg10 tran"sr:lembran Utllill
Ekor sitoplasma

B. TCR
CD4/CD8

Va VP Pengenalan
Koreseptor
CD3 CD3 asesori
Ca Cp
&0 y &

Sinyal

Gambar 5.18 Struktur TCR

A. Struktur TCR adalah kompleks dan menunjukkan bentuk rantai yang mengikat antigen
yang predominan a dan ~· Sel T mengekspresikan TCR hanya dengan satu spesifisitas.
Kedua peptida trans membran memiliki 2 domain eksternal yang diikat dengan disulfida
B. TCR selalu diekspresikan yang berhubungan dengan kompleks CD3 yang diperlukan untuk
transduksi sinyal yang terdiri atas rantai y, 8 dan s beserta 2 rantai ~ · Th mengekspresikan
CD4 yang diperlukan untuk interaksi dengan APC, sedang Tc mengekspresikan koreseptor
CD8 (CHO =hidrat arang) .

116
Bab 5. Se/-se/ Sistem /mun Spesiflk

lg Permukaan

Limfosit B
Reseptor sel T
Daerah ikatan
antigen
,---JC--..

Regio variabel

Regio konstan

Limfosit T

APC

MHCI MHCll
Antigen

Gambar 5.19 Struktur dasar reseptor antigen pada permukaan sel B (BCR), sel T
(TCR) dan molekul MHC

117
lmunologi Dasar Edisi ke-10

nya dua sinyal kostimulator (B7) akan dengan APC terlihat pada Garnbar 5.20.
menirnbulkan anergi. Berbagai rnolekul
asesori yang berperan dalarn interaksi sel T D. Fungsi sel T

APC SelT

Koreseptor

CD4
Sinyal
aktivasi

\
CD40 CD154
Pasangan kostimulator

CD80/CD86 CD28 ,
B7.1/B7 .2 CTLA-4
Pasangan adhesi

CD58 CD2

ICAM-1 LFA-1

Sekresi sitokin
(IL-2 , IL-4 ,I FN-y ...)

Gambar 5.20 Molekul asesori dalam presentasi antigen

lkatan antara kompleks MHC - peptida antigen (dipresentasikan APC) dan TCR menginduksi
sinyal aktivasi sel T. Molekul asesori meningkatkan aviditas antara sel T dan APC dengan
mengekspresikan molekul adhesi tambahan dan fungsi sinyal. Molekul adhesi seperti LFA-1
(CD11a/CD18) dan ICAM-1 berpasangan meningkatkan adhesi antara sel T dan APC serta
memacu sinyal kostimulor untuk aktivasi sel T. lnteraksi tersebutjuga memudahkan sel T untuk
mengenal antigen dalam konteks molekul MHC yang dipresentasikan APC . Selanjutnya sel T
memerlukan kostimulasi melalui ikatan CD8 dengan ligannya CD80 atau CD86 (B70 .1 atau
B70.2). Aktivasi penuh sel T menimbulkan produksi sitokin sel T dan respons proliferasi.

118
Bob 5. Sel-sel Sistem /mun Spesiflk

Sel T umumnya berperan pada inflamasi, membunuh mikroba dan sel CTL/Tc
aktivasi fagositosis makrofag, aktivasi yang membunuh sel terinfeksi mikroba/
dan proliferasi sel B dalam produksi virus dan menyingkirkan sumber infeksi
antibodi. Sel T juga berperan dalam (Gambar 5.21). Fungsi heterogen sel T
pengenalan dan penghancuran sel yang dan spesifisitas imunologi serum anti-sel
terinfeksi virus. Sel T terdiri atas sel T terlihat pada Tabel 5.7 dan 5.8.
Th yang mengaktifkan makrofag untuk E. Subset sel T

Pengenalan antigen I Fungsi efektor I

Netralisasi
mikroba,
Sel B fagositosis,
aktivasi
komplemen

Aktivasi
makrofag

I1nflamasi I
Sel Th
Aktivasi
(proliferasi &
diferensiasi)
sel B dan T

--5 e-l-Tc~I ~ +~
u n: : :
~@
~ Mem"'°'hk'o
4 ~·. · .__s_e_1t_er_in_fe_k_si~
mengekspresikan
antigen mikroba

Sel Treg Supresi


respons imun

~~ ~ Memusnahkan
Sel NK ~~ ~ ~~se_It_er_inf_ek_si_
Sel sasaran $:

Gambar 5.21 Fungsi sel T

119
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Tabel 5.7 Fungsi heterogen sel T


Ag Restriksi
Subtipe Simbol Sel sasaran Fungsi
permukaan MHC
Sitotoksik Tc CDS Kelas I Tumor, sel Membunuh sel
teri nfeksi viru s
atau sel dengan
permukaan baru
Helper! Th CD4 Kelas II Sel B Sekresi IL
Inducer Sel T
Makrofag
Supresor Ts CDS Ke las I B, Th , Tc Menekan
pertumbuhan sel
DTH Tdth CD4 Kelas II Sel Langerhans Menekan
pertumbuhan sel
Makrofag Melepas MAF, MIF,
dan limfokin lain
Memori Tm CDS Kelas 1-11 SelB, SelT Anamnesis
CD4

Tabel 5.8 Spesifisitas imunologi serum anti-sel T


Antibodi terhadap Sel yang ditemukan Nilai normal dalam darah (%)
co2+ Sel T, NK S5
CD3+ Sel T 75
co4+ Th dan Tdth 50
cos+ Ts dan Tc 25

Sel T terdiri atas sel CD4+, CDS+, sel perifer. Sel naif yang terpajan dengan
T naif, NKT dan Tr/Treg/Ts/Th3 . Sel antigen akan berkembang menjadi sel
T naif yang terpajan dengan kompleks ThO yang selanjutnya dapat berkembang
antigen MHC dan dipresentasikan menjadi sel efektor Thl yang berperan
APC atau rangsangan sitokin spesifik, pada infeksi dan Th2 yang berperan pada
akan berkembang menjadi subset sel T alergi (Gambar 5.23).
berupa CD4+ dan CDS+ dengan fungsi Dewasa ini, paradigma Th 1 dan Th2
efektor yang berlainan. Paradigma lama diabaikan setelah ditemukannya berbagai
mengklasifikasikan T helper menjadi Thl sel T helper seperti Thl , 2, 9,17, 22 yang
dan Th2 (Gambar 5.22) . .Dari timus, sel masing-masing memiliki peran sendiri
T naif dibawa darah ke organ limfoid dalam proses inflamasi (Gambar 5.24).
1. Sel T naif (sel T virgin)

120
Bab 5. Sel-se/ Sistem /mun Spesiftk

Sel T naif terpajan


antigen (APC)
Aktivasi I diferensiasi

lnfeksi Sel mast


bakteri IL-12

(@ IY
zTP~si•
Alergen

Aktivasi efek Membantu diferensiasi


bakterisidal sel B menjadi sel plasma
makrofag yang mensekresi antibodi

Gambar 5.22 Fungsi subset sel Th1 dan Th2

Sel limfosit naif adalah sel limfosit ditangkap, diproses dan dipresentasikan
matang yang meninggalkan timus dan makrofag dalam konteks MHC-II ke sel
belum berdiferensiasi, belum pemah CD4+. Selanjutnya sel CD4+ diaktifkan
terpajan dengan antigen, menunjukkan dan mengekspresikan IL-2R disamping
molekul permukaan CD45RA. memproduksi IL-2 yang autokrin (melalui
ikatan dengan IL-R) dan merangsang sel
2. Sel CD4+, asal berbagai sel T efektor CD4+ untuk berproliferasi. Sel CD4+
Sel T efektor CD4 dibedakan dalam yang berproliferasi dan berdiferensiasi,
beberapa subset atas dasar sitokin yang berkembang menjadi beberapa subset
diproduksinya. Sel Th yang juga disebut yaitu TFH, Thl, Th2, Th9, Thl 7 dan
sel Tinducer merupakan subset sel T yang Th22. Sel CD4+ naif yang diaktifkan
diperlukan dalam induksi respons imun dan berdiferensiasi menjadi sel efektor
terhadap antigen asing. Antigen yang juga menjadi sel memori yang dapat

121
lmunologi Dasar Edisi ke-10

:.•• A.
• • nt1gen Sinyal
Bahan yang menstimulasi
respons imun nonspesifik if
J ~diferensiasi

~@ Vitamin mikromilieu ,
sitokin, histamin ,
adenosin , dan lainnya

Sitokin
I I i 1
IL-4 IL-4 TGF-p, IL-6 TNF-a, IL-6
diferensiasi : IL-21 IL-12 TGF-p IL-21 , IL-23

Sitokin
efektor:
© @® ©®©
IL-21
IL-4, IL-5, IL 13
IFN-y IL-25, IL-31 , IL-33
IL-6 IL-8 IL-17 A
IL- 9 IL-1?E IL-'22 IL-26 IL- 22

Fungsi: Sintesis Patogen Cacing , Produksi Patogen lnflamasi


antibodi intraselular, inflamasi mukus, ekstraselular, jaringan
apoptosis alergi , inflamasi inflamasi
sel jaringan lgE, jaringan neutrofilik
inflamasi kronik
eosinofilik
kronik
Gambar 5.23 Subset sel Th

Presentasi Ag oleh SD ke sel T naif dan faktor lain (bahan2 yang dihasilkan respons imun non-
spesifik, vitamin, sitokin di lingkungan) menginduksi sel T untuk memproduksi IL dan diferen-
siasi menjadi Th1 , Th2 , Th9 , Th17, Th22 atau Th folikular (TFH). Subset sel T ini dapat men-
ingkatkan berbagai respons inflamasi sesuai dengan profil sitokin , respons terhadap kemokin
dan interaksi dengan sel lainnya.

menetap di organ limfoid atau bermigrasi IL-12 yang dilepas makrofag dan SD
ke kelenjar nonlimfoid. Sel T naif dapat menginduksi perkembangan Thl melalui
menetap di dalam organ limfoid seperti jalur yang STAT4 dependen, sedang IL-4
KGB untuk bertahun-tahun sebelum ter- yang terutama diproduksi sel T sendiri,
pajan dengan antigen atau mati. meningkatkan induksi Th2 melalui jalur
Setiap sel melepas sitokin subset yang STAT6 dependen. Faktor trans-
fenotipik yang memacu respons efektor. kripsi T-bet yang diproduksi sebagai
Sekresi sitokin juga memacu modulasi respons terhadap IFN-y meningkatkan
respons subset yang lain dan mencegah respons Th 1. GATA-3 sangat diperlukan
perkembangan fungsi altematif. untuk diferensiasi Th2.
IFN-y dan IL-12 yang diproduksi
a. Thl APC seperti makrofag dan sel dendritik

122
Bab 5. Sel-sel Sistem /mun Spesifik

Aktivasi sel T

Diferensiasi
sel T dini

Polarisasi oleh
sitokin , parakrin
dan autokrin

Diferensiasi penuh
menjadi polarisasi
subset Th1 dan Th2

Gambar 5.24 Perkembangan CD4+menjadi subset sel Th1 dan Th2

Sitokin yang diproduksi oleh respons imun nonspesifik terhadap mikroba atau respons dini
imunitas spesifik mempengaruhi diferensiasi sel T naif CD4+ menjadi Th1 atau Th2 . IL-12 yang
diproduksi oleh makrofag yang diaktifkan dan SD menginduksi perkembangan sel Th1 melalui
jalur yang tergantung STAT4. IL-4 yang terutama diproduksi oleh sel T sendiri memudahkan
induksi Th2 sel melalui jalur yang tergantung STAT-6. Faktor transkripsi T-Bet yang diproduksi
sebagai respons terhadap IFN-y sebenarnya adalah respons Th1 , dan GATA-3 sangat
diperlukan untuk diferensiasi Th2 . Sitokin-sitokin lain yang mungkin berpengaruh terhadap
diferensiasi sel T tidak tergambar.

123
lmunologi Dasar Edisi ke-10

yang diaktifkan mikroba merangsang proteksi terhadap patogen intraselular. Sel


diferensiasi sel CD4+ menjadi Thl/Tdth prekursor juga memproduksi faktor trans-
yang berperan dalam reaksi hipersen- kripsi spesifik STAT4, STAT6 dan GATA-3
sitivitas lambat (reaksi Tipe 4 Gell dan yang mempengaruhi perkembangan sel.
Coombs). Sel Tdth berperan untuk me- Infeksi dan imunisasi memacu imuni-
ngerahkan makrofag. Diferensiasi Thl tas nonspesifik yang merangsang makro-
merupakan respons terhadap infeksi fag untuk memproduksi IL-12. Beberapa
mikroba atau atas pengaruh aktivasi sel mikroba diikat reseptor (Toll-like) pada
NK, rangsangan antigen bakteri intra- makrofag dan SD yang diaktifkan untuk
selular seperti listeria dan mikobakteri, segera memproduksi IL-12 (Tabel 5.9
beberapa parasit seperti leismania dan dan 5.10).
semua mikroba yang menginfeksi
makrofag serta rangsangan virus dan
b. Th2
antigen protein yang diberikan dengan
ajuvan. Atas pengaruh sitokin IL-4, IL-5, IL-10,
Perkembangan sel T prekursor men- IL-13 yang dilepas sel mast yang ter-
j adi sel Thl memacu reaksi sitotoksik pajan dengan antigen atau cacing, Tho
dan hipersensitifitas lambat serta meng- berkembang menjadi sel Th2 yang me-
aktifkan makrofag yang meningkatkan rangsang sel B untuk meningkatkan pro-

Tabel 5.9 Perbedaan utama antara sel Th1 dan Th2


Sifat Subset Th1 Subset Th2
Sitokin yang diproduksi
IFN-y +++
IL-4, IL-5, IL-13 +++
IL-10 +/- ++
IL-3 , GM-CSF ++ ++
Ekspresi reseptor sitokin
Rantai IL-12R ~ ++
IL-18R ++
Ekspresi reseptor kemokin
CCR4
+/- ++
CXCR3 , CCR5 ++ +/-
Ligan untuk selektin E dan P ++ +/-

lsotipe antibodi dirangsang lgE, lgG 1 (tikus)/lgG4


lgG2a (tikus)
(manusia)
Aktivasi makrofag +++

124
Bab 5. Set-set Sistem /mun Spesiflk

Tabel 5.10 Fungsi sel CD4• dan CDS• yang MHC dependen
Gambaran Jalur MHC-11 Jalur MHC-1
JenisAPC Sel dendritik, fagosit Semua sel dengan
mononuklear, sel B, sel endotel, nukleus
epitel timus
Respons sel T CD~ CD~

Enzim yang berperan Protease endosom dan lisosom Protease sitosolik


dalam produksi peptida (misalnya katepsin)

duksi antibodi. Kebanyakan sel Th adalah berperan dalam inflamasi asma yang
CD4+ yang mengenal kompleks antigen lebih melibatkan neutrofil dibandingkan
MHC-II yang dipresentasikan APC. Akti- eosinofil dan juga dalam autoimunitas,
vasi sel B oleh protein larut memerlukan infeksi berbagai bakteri dan fungus.
bantuan sel Th. lkatan antigen dengan sel (Gambar 5.26).
B-mlg tidak menimbulkan proliferasi dan
diferensiasi sel menjadi sel efektor tanpa e. Th22
bantuan interaksi dengan molekul mem- Sel Th22 dapat ditemukan pada
bran pada sel Th dan sitokin yang benar. lapisan epidermal dan berperan pada
penyakit infiamasi kulit. Strategi
c. Th9 pengobatan infiamasi kronis kulit
Th9 dihasilkan oleh IL-9 dengan bantuan masa depan ditujukan terhadap Th22.
sinyal TGF-~ dan diduga ikutberperan
dalam patofisiologi penyakit alergi f. T folikular (Tfh)
saluran napas (Gambar 5.25). Tfh adalah kelas efektor Th yang
mengatur perkembangan secara bertahap
d. Th17 imunitas sel B antigen spesifik. Sel Tfh
Paradigma Thl /Th2 dipertahankan sampai berfungsi khusus untuk perkembangan
beberapa tahun yang lalu waktu subset sel B. Pengetahuan mengenai fungsi
sel Th efektor CD4 ketiga yaitu Th 17 Tfh dalam sentrum germinativum serta
ditemukan. Sel Th 17 merupakan sel regulasi respons sel B memori terhadap
yang belum lama diidentifikasi dalam antigen merupakan hal yang dapat
tikus dan manusia. Sel tersebut terutama diperhatikan dalam riset untuk membuat
memproduksi famili IL-17 (IL-17 A dan vaksin potensial di masa depan
IL-17F)yang berperandalam pengerahan,
aktivasi dan migrasi neutrofil. Sel ini 3. Sel T CDS+ (Cytotoxic T!Cytolytic

125
lmunologi Dasar Edisi ke-10

y IL-4

®
IL-4 ' ( ( TGF-p

IL-4 ® TGF-p
IL-5 - l , , _. IL-9
IL-13 IL-10

1~ 1
tie® ® Gambar 5.25. Skema faktor-faktor yang

,,t ~ l
mengatur perkembangan dan ekspansi

i ll-5 t ll-9

1
i lr 3

Pengerahan sel Mastositosis


inflamasi Eosinofilia (?)
(khususnya eos), Hiperplasia sel goblet
t lgE dan lgG1 , lgE
Hiperplasia sel goblet Ekspansi sel B-1
dan produksi mukus

Aktif pada: Proteksi dari : Terlibat pada:

@ .... t
IFN-y
LT-a
Makrofag
Sel NK
SelB
Bakteri intraselular
fungi, protozoa
Kelainan inflamatori kronis
Kelainan autoimun

@ .... 3
IL-4
IL-5
IL-9
IL-13
Eosinofil
Sel mast
Basofil
Sel B
Parasit ekstraselular . . . ( Kelainan atopik
J

@ .... c
IL-17A
IL-17F
IL-22
Neutrofil
Makrofag
SelB
Bakteri ekstraselular .... Kelainan inflamatori kronis
fungi Kelainan autoimun

Gambar 5. 26. Paradigma Th1, Th2 dan Th17

126
Bab 5. Sel-sel Sistem /mun Spesiftk

T/CTL) menunjukkan aktivitas sel Th dalam


mengaktifkan sel subset T lainnya. Sel
Sel T ens+ naif yang keluar dari timus
CTL/Tc mengekspresikan koreseptor
disebut juga CTL/Tc. ens+ mengenal
ens+ dan menghancurkan sel terinfeksi
kompleks antigen MHC-I yang dipresen- secara antigen spesifik yang MHC-1
tasikan APC. (Gambar 5.27). Molekul dependen. CTL/Tc dapat membunuh
MHC-1 ditemukan pada semua sel tubuh sel secara direk dan melalui induksi
yang bemukleus. Fungsi utama sel ens+ apoptosis.
adalah menyingkirkan sel terinfeksi Induksi apoptosis sel Tc terjadi melalui
virus, menghancurkan sel ganas dan sel 2 proses:
histoin kompatibel yang menimbulkan 1. Sel Tc yang diaktifkan mengekspresi-
penolakan pada transplantasi. nalam kan molekul yangdisebutperforinyang
keadaan tertentu, CTL/Tc dapat juga menyerupai MAC dari komplemen.
menghancurkan sel yang terinfeksi Perforin membuat lubang-lubang di
bakteri intraselular. Sel Tc menimbulkan permukaan sel T. Enzim yang disebut
sitolisis melalui perforin/granzim, FasL/ granzim selanjutnya dimasukkan ke
Fas (apoptosis), TNF-a dan memacu sel sasaran dan selanjutnya meng-
produksi sitokin Thl dan Th2. aktifkan kaspase
Istilah sel T inducer digunakan untuk 2. Se! Tc yang diaktifkanjuga mengeks-

Aktivasi ,
proliferasi &

Pasangan molekul
kostimulator & adhesi
-
diferensiasi

Penglepasan
LFA-1:1CAM-1 perforin
LFA-2:LFA-3 o dan granzim
.6> 00

o Saluran poliperforin

Kematian sel
Sel terinfeksi virus terinfeksi virus

Gambar 5.27 Fungsi efektor sel Tc


Sel Tc mengenal sel sasaran yang terinfeksi virus dan mengekspresikan antigen asing yang diikat
MHC-1. Molekul efektor sitotoksik yang diproduksi sel T mengawali destruksi sel sasaran dan
pemberian sinyal apoptosis.

127
lmunologi Dasar Edisi ke-10

presikan molekul yang disebut FasL 5. Sel Tap dan Tyo


yang mengikat Fas di permukaan sel Ada 2 jalur diferensiasi sel T yang dapat
sasaran. Fas memiliki domen mati dibedakan dari ekspresi CTR yang ber-
sitoplasma yang mengaktifkan kaspase lainan yaitu terbanyak Ta~ dan Ty8 yang
(Tabel 5.11 dan Gambar 5.28). merupakan populasi minor dan terutama
ditemukan di kulit dan mukosa jaringan
4. Sel Treg atau sel Ts saluran cema. Struktur domen a~ dan y8
Sel Th kelas lainnya yaitu Treg/ TCR adalah sama dengan imunoglobulin
Tr/ Ts atau Th3 diduga berperan dalam dan digolongkan sebagai anggota super-
toleransi oral dan regulator imunitas famili imunoglobulin.
mukosa, imunoregulasi dengan menekan Sel Ta~ mengenal kompleks antigen
sejumlah respons imun seperti respons
yang diproses dengan MHC yang dipre-
terhadap self-antigen, aloantigen, antigen
sentasikan APC. Sel T yf> tertentu dapat
tumor dan patogen.
bereaksi dengan antigen protein yang
Treg yang dibentuk dari timosit di
tidak diproses atau dipresentasikan oleh
timus (Gambar 5.29) mengekspresikan
MHC. Oleh karena itu, kedua reseptor
dan melepas TGF-~ dan IL-10 yang
tersebut diduga mempunyai fungsi yang
diduga merupakan petanda supresif. IL-
10 menekan fungsi APC dan aktivasi berlainan. Sel Ty8 tidak memerlukan
makrofag sedang TGF-~ menekan pro- proses dan presentasi antigen melalui
liferasi sel T dan aktivasi makrofag MHC untuk dapat dikenal. Fungsi Tyf>
(Gambar 5.30 dan 5.31). sebenamya belum jelas dan peran dalam
imunitas terhadap patogen asing atau

Tabel 5.11 Mekanisme sitotoksisitas sel T Cos·


Kelompok Mediator Fungsi
Protein Perforin Perforin menempatkan diri sendiri ke dalam membran sel
granular sasaran dan membentuk pori. Sel cos• menggunakan pori
sitotoksik ini untuk memasukkan isi granul langsung ke dalam sitosol
sel sasaran
Granzim Protease yang menginduksi sel sasaran mati dengan cepat
melalui aktivasi molekul proapoptotik, kaspase , BID , DFF45
Reseptor Fasl Fasl menyatukan diri dengan Fas reseptor di sel sasaran .
Fas langsung mengaktifkan kaspase dan memacu apoptosis
sel sasaran

TWEAK
Memacu apoptosis melalui mekanisme yang sama
TRAIL
Sitokin TNF-a Mengaktifkan kaspase di sel sasaran

128
Bab 5. Sel-se/ Sistem /mun Spesiftk

SelT

TCR

- Prokaspase-8

j
- - - Kaspase-8

, C)(Va:if) tlF
L rI . D Promosi
apoptos1s
Gambar 5.28 Dua jalur apoptosis sel T
.CJ Penglepasan
Bid yang sitokrom c
dipotong
Prokaspase-3 1
1T:_c,..§J-1 d
Kaspase-3
(aktif) Apoptosom I Apaf- 1

~ . c=)
Substrat Efektor Prokaspase-9
apoptosis apoptotik
aktif
l
Apoptosis

r-- ~o-
sit -l
Afinitas sedang
Afinitas tinggi terhadap antigen
terhadap antigen self
self
l • l

· ~ ~ Apoptosis
Up-regulasi
Foxp3
Gambar 5.29 Treg dibentuk dari
timosit di timus saat seleksi negatif

Timosit dengan afinitas tinggi untuk self


antigen disingkirkan pada fase ini; timosit
dengan afinitas rendah diseleksi positif dan
dilepas. Timosit dengan afinitas intermediat

~ ;.,;;;::;;;:~:;· ~
Sel T reaksi terhadap antigen Sel Tr
untuk antigen yang dipajankan di timus
meningkatkan regulasi faktor transkripsi
Foxp3 dan menjadi sel Treg.
self

129
lmuno/ogi Dasar Edisi ke-10

I Pengenalan antigen I Respons sel T

Proliferasi dan
diferensiasi sel T Makrofag
APC teraktivasi

Res pons
normal

IL-10 menghambat TGF-p IL-10, TGF-p


fungsiAPC menghambat menghambat
(sekresi IL-12 , proliferasi sel T aktivasi makrofag
ekspresi B7)

Sitokin imunosupresif

Supresi
Ts I Tr

Gambar 5.30 Mekanisme kerja sel T regulator

dalam autoimunitas masih perlu diteliti Infeksi M.tuberkulosis, H. influenza,


lebih lanjut. malaria dan leismania disertai dengan
Jumlah sel Ty8 dalam sirkulasi adalah peningkatan jumlah sel Ty8. Sel tersebut
kecil dibanding sel Ta~. Kebanyakan sel dapat membunuh sel terinfeksi atau orga-
Ty8 dalam sirkulasi mengenal antigen nisme dengan mekanisme seperti CTL
fosfolipid mikroba seperti M. tuberku- (granulisin dan perforin). Selanjutnya Ty8
losis, bakteri dan parasit lainnya. Oleh diduga berperan pada penyakit autoimun
karena itu diduga bahwa Ty8 berperan kronis seperti LES, miositis dan sklerosis
dalam imunitas nonspesifik yang dapat multipel. Data menunjukkan bahwa sel
memberikan respons dengan cepat tanpa Ty8 dapat melepas sejumlah kemokin
diproses terlebih dahulu. dan sitokin yang diduga memiliki peran

130
Bab 5. Sel-sel Sistem /mun Spesiflk

Sel Treg
c04+co2s+Fo,p3 ®
IL-10
TGF-plinhibisi

[
CMI

/ IL-2
~
~
el __,.
IL-12
® IL-2
__,. IFN-?
TNF-a
Patogen intraselular

lmunopatologi:
Autoimunitas organ spesifik

~ ~IL-6 (iiii:\
Sel

~ ~IL-23~
IL-
_,.
2
el. ~ __,. IL- 17 Bakteri usus . ..
Cmooopatologoo artnb'

ILA

@ ---., @ IL-4 IL-4


--+ IL-5
IL-10
[ Cacmg
.
lmunitas humoral

lmunopatologi :

T IL-10
TGF-!3 inhibisi
IL-13 -Alerg1
- Atop1

®
Gambar 5.31 Peran aktif Treg pada toleransi

imunomodulasi dalam mengerahkan sel aktifkan makrofag dan menghancurkan


Ta Bketempat invasi patogen. Sel aB yang sel terinfeksi virus. Secara fungsional
menunjukkan reseptor dengan spektrum hal itu sama dengan sel TaB. Perbedaan
luas dan afinitas tinggi akan mengaktifkan yang mencolok, sel Ty8 dapat mengenal
dan meningkatkan eliminasi patogen. antigen nonpeptida seperti fosfolipid
Sel T y8 berperan dalam pertahanan dinding bakteri tanpa memerlukan pre-
terdepan untuk mengenal mikroba yang sentasi dan proses terlebih dahulu oleh
masuk kulit dan di lamina propria saluran APC. Respons Ty8 terhadap antigen
cema dan diduga membantu proteksi ter- adalah terbatas yaitu terhadap antigen
hadap mikroorganisme yang masuk tubuh mikobakterium dan heat shock protein.
melalui permukaan mukosa epitel. Sel Sel memproduksi sitokin seperti halnya
tersebut melepas sitokin yang mengawali sel TaB. Perbandingan TaB dan Ty8
respons inflamasi, menolong sel B, meng- terlihat pada Tabel 5.12.

131
lmunologi Dasar Edisi ke-1 0

Diagram skematis mengenai ke- V. PERBEDAAN SEL B DAN T


samaan struktural antara sel Ta~ dan
lgM yang berikatan dengan membran, Reseptor permukaan sel B dan T adalah
pada sel B. Sel Ty8 homing ke lamina anggota superfamili gen imunoglobulin.
propna usus dan fungsinya belum di- Gen dalam famili ini menyandi protein
ketahui. dengan motif yang disebut domen
imunoglobulin. Anggota famili gen ini
6. Sel NKT adalah imunoglobulin (BCR), TCR,
Dewasa ini diketahui adanya sel NKT MHC, molekul T asesori (CD4), molekul
yang memiliki ciri-ciri sel NK dan sel adhesi (ICAM-1, ICAM-2) reseptor poli
T. Sel NKT memiliki TCR yang tidak lg, lg-a, lg-~ heterodimer. Ciri-ciri sel T
seperti pada kebanyakan sel T. TCR pada dan B terlihat pada Tabel 5.14, sedang
sel NKT berinteraksi dengan molekul ciri-ciri limfosit naif, efektor dan memori
serupa MHC yang disebut CD 1 (bukan terlihat pada Tab el 5 .15.
MHC-1 atau MHC-11). Seperti halnya
dengan sel NK, sel NKT memiliki ber-
VI. SELEKSI KLON
bagai tingkat CD 16 dan reseptor lain yang
khas untuk sel NK dan dapat membunuh Klon adalah segolongan sel yang ber-
sel sasaran. Sel NKT yang diaktifkan asal dari satu sel dan karenanya genetik
dapat dengan cepat melepas sejumlah identik. Selama perkembangannya dalam
besar sitokin yang diperlukan untuk jaringan limfoid primer, sel B dan T
membantu produksi antibodi, infla- memperoleh reseptor permukaan spesifik
masi dan ekspansi sel Tc (Gambar 5.32). untuk satu antigen yang akan memberi-
Kelas-kelas limfosit, fungsi, reseptor dan kan kemampuan untuk bereaksi terhadap
pertandanya terlihat pada Tabel 5.13. antigen tersebut. Reseptor sel T (TCR)

Tabel 5.12 Perbandin an sel Ta13 dan TyC5 di darah tepi


Gamba ran Se1Taj3 SelTyC5
Proporsi sel CD3+ 90-99% 1-10%
Repertoar germline gen TCR V Besar Kecil
Fenotip CD4/CDS
-co4+ -60% < 1%
-cos+ -30% -30%
-co4+cos+ < 1% < 1%
-C04-COS- < 1% -60%
Restriksi MHC co4+ : MHC-11 Tidak ada restriksi MHC
cos·: MHC-1
Ligan MHC - antigen peptida Fosfolipid , protein utuh

132
Bab 5. Sel-se/ Sistem /mun Spesifik

..../ . /
~~""••/Reseptor
inhibisi

MHC-1 se/f-
peptida self

Sel NK tidak
diaktivasi,
tidak ada
pemusnahan sel

B. Tan~ dengan reseptor inhibis~

h Virus menghambat
~ ekspresi MHC-1
~
-@ • •
Sel terinfeksi virus
(MHC-1 negatif) Aktivasi sel NK,
pemusnahan
sel terinfeksi

Gambar 5.32 Reseptor yang mengaktifkan dan mencegah sel NK


A. Reseptor yang mengaktifkan dikenal oleh ligan-nya di sel sasaran dan mengaktifkan PTK
(Protein Tirosin Kinase), yang efeknya dihambat oleh reseptor inhibitor yang mengenal MHC-1
dan mengaktifkan PTP (Protein Tirosin Phosphatase). Sel NK tidak membunuh secara efisien sel
sehat yang mengekspresikan MHC-1.
B. Bila infeksi virus atau tekanan lain mencegah ekspresi MHC-1 pada sel terinfeksi dan menginduksi
ekspresi ligan tambahan yang mengaktifkan, reseptor inhibitori sel NK tidak dilibatkan dan fungsi
reseptor aktivasi tidak dihambat untuk memacu respons sel NK. Jadi membunuh sel sasaran
dan melepas sitokin.

133
/muno/ogi Dasar Edisi ke-10

Tabel 5.13 Kelas-kelas limfosit


Reseptor Ag dan % limfosit total
Ke las Fungsi Petanda
spesifitas (manusia)
uaran n~ts Lim pa
Taf3
T C04• Oiferensiasi sel B ap heterodimer C03+, C04+, 50-60* 50-60 50-60
helper (humoral) Berbagai spesifitas cos-
Aktivasi makrofag untuk kompleks
(CMI) peptida MHC-11
TCOa+ Membunuh sel ap heterodimer C03+, C04-, 20-25 15-20 10-15
sitotoksik terinfeksi mikroba, Berbagai spesifitas cos·
sel tumor untuk kompleks
peptida MHC-1
T reg Menekan fungsi ap heterodimer C03+, C04+, Jarang 10 10
sel T lain (regulasi C025+,
respons imun, (terse ring
mempertahankan disamping
self tolerance) fenotipe lain )

T y8 Helper dan fungsi y8 heterodimer C03+, C04 dan - - -


sitotoksik (imunitas Spesifitas terbatas COS variabel
nonspesifik) untuk peptida dan
antigen non peptida
B Produksi antibodi Antibodi permukaan FcR; MHC-11, 10-15 20-25 40-45
(humoral) Spesifitas untuk semua C09, C021
jenis molekul
Sel NK Membuuh sel Berbagai reseptor C016 (FcR 10 jarang 10
terinfeksi virus atau yang mengaktifkan dan untuk lgG)
sel rusak (imunitas menekan
nonspesifik) Spesifitas terbatas
untuk MHC atau
molekul serupa MHC
Sel NKT Menekan atau ap heterodimer C016 (FcR 10 jarang 10
mengaktifkan Spesifitas terbatas untuk lgG);
respons imun untuk kompleks C03
spesifik atau glikolipid-C01
nonspesifik
* pada kebanvakan kasus perbandingan co4·cos· terhadap cos·co4-adalah sekitar 2:1
tersebut akan menetap selama sel hidup, antigen spesifik akan berproliferasi, ber-
tetapi imunoglobulin permukaan pada sel diferensiasi dan menjadi sel efektor yang
B dapat berubah oleh mutasi somatik. Hal matang. Sel yang dirangsang antigen dan
tersebut terlihat dari pengalihan produksi berproliferasi akan menurunkan sel-sel
imunoglobulin bila sel terpajan dengan yang genetik identik (= klon). Fenomena
antigen spesifik. Sel yang berikatan dengan tersebut disebut seleksi klon.

134
Bab 5. Sel-se/ Sistem /mun Spesiftk

Tabel 5.14 Ciri-ciri sel T dan B


SelT SelB
Tempat pematangan Timus Sumsum tulang
Reseptor antigen TcR Anti bodi
MHC untuk pengenalan Ya Tidak
Petanda Semua memiliki lg permukaan
TcR/CD3 CD19/CD20/CD21
Th-CD4 CD79
Tc-CD8
Lokasi utama dalam Parakortikal Folikel
kelenjar getah bening
Sel memori Ya Ya
Fungsi Proteksi terhadap Proteksi terhadap mikroba
mikroba intraselular ekstraselular
Produk Th1 -IFN-y/TNF-a. Antibodi (sel B menjadi sel
Th2-IL-4, IL-5, IL-6,Tc- plasma)
perforin

Sel memori merupakan sel B dan sel primer (Gambar 5.33). Akhimya, sel
T yang pemah dirangsang antigen dan B berkembang menjadi sel plasma. Sel
hidup lama. lgG ditemukan pada per- plasma jarang terlihat dalam sirkulasi
mukaan sel memori B yang berfungsi (kurang dari 0.2% seluruh jumlah
sebagai reseptor antigen dengan afinitas leukosit) dan biasanya terbatas pada
yang lebih besar dibanding dengan lgD organ limfoid sekunder dan jaringan.
dan lgM. Sel memori T memiliki molekul lmunoglobulin yang dibentuk sel plasma
CD45RO dan menunjukkan peningkatan dapat ditemukan dalam sitoplasma dan
molekul LFA-3 dan VLA-4. permukaan sel dengan teknik imuno-
Sel perawan yang belum dirangsang fluoresen. Biasanya sel B akan dirang-
antigen terpajan dengan antigen yang sang menjadi sel plasma yang memben-
dipresentasikan APC, akan berkembang tuk antibodi atas pengaruh antigen dan sel
menjadi sel efektor. Sebagian sel perawan T (T dependen). Sel B dapat pula mem-
beserta sel memori tersebut disebar ke bentuk antibodi atas rangsangan antigen
seluruh j aringan tubuh melalui sirkulasi tanpa bantuan sel T (T independen).
darah dan limfe sehingga dapat memantau Respons imun humoral dapat dicegah
jaringan tubuh terhadap serangan mikro- oleh urnpan balik antigen; ikatan kompleks
organisme. Proliferasi sel efektor dan sel antigen dan antibodi oleh reseptor F cy
memori tersebut di atas disebut respons mencegah sinyal BCR.

135
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Tabel 5.15 Ciri-ciri limfosit naif, efektor dan memori ..


Na if Aktif atau efektor Memori
SelT
Migrasi Terutama ke jaringan Terutama ke jaringan Terutama ke
limfoid perifer inflamasi jaringan inflamasi,
jaringan mukosa
Frekuensi respons Sangat rendah Tinggi Rendah
sel terhadap antigen
khusus
Fungsi efektor Tidak ada Sekresi sitokin ; Tidak ada
aktivitas sitotoksik
Siklus sel Tidak Ya +/-
Permukaan ekspresi
IL2-R afinitas tinggi Rendah Tinggi Rendah
Reseptor homing KGB Tinggi Rendah Rendah atau
perifer (L-selektin , variabel
CD62L)
Molekul adhesi: Rend ah Tinggi Tinggi
integrin CD44
Reseptor kemokin: Tinggi Rendah Variabel
CR?
lsoform CD45 utama: CD45RA CD45RO CD45RO: variabel
manusia saja
Morfologi Kecil , sitoplasma Besar, sitoplasma Kecil
sedikit sekali lebih banyak
SelB
lgM atau lgD lgM dan lgD Sering lgG , lgA, lgE Sering lgG. lgA, lgE
Membran
Afinitas lg yang Relatif rendah Meningkat selama Relatif tinggi
diproduksi respons imun
Fungsi efekor Tidak ada Sekresi antibodi Tidak ada
Morfologi Kecil , sitoplasma Besar; lebih banyak Kecil
sedikit sekali sitoplasma, beberapa
berupa sel plasma
Reseptor kemokin : Tinggi Rendah ?
CXCR5
CD27 Rendah Tinggi Tinggi

136
Bab 5. Se/-se/ Sistem /mun Spesiftk

~
Antigen
Reseptor I Diferensiasi •
antigen~ •

@ -. (9 ~
Sel efektor

Limfosit Proliferasi
naif

Diferensiasi llli @
Limfosit
memori

Gambar 5.33 Ekspansi klon limfosit primer dan sekunder terhadap rangsangan
antigen spesifik

VII. HUBUNGAN ANTARA Sinyal inflamasi memacu fagosit


IMUNITAS NONSPESIFIK seperti makrofag dan neutrofil berikatan
DAN SPESIFIK dengan dinding pembuluh darah, keluar
dari pembuluh darah dan bergerak ke
A. Interaksi antara sistem imun non- tempat infeksi untuk memakan mikroba
spesifik dan spesifik penyebab infeksi. Selama proses ini
Invasi mikroba memacu berbagai efektor sinyal inflamasi lainnya meningkatkan
nonspesifik dan sinyal inflamasi sehingga mobilisasi fagosit dan mediator larut
mikroba mudah diserang oleh berbagai CRP, MBL dan komplemen melalui arus
molekul dan sel efektor. Mikroba dikenal darah ke tempat infeksi. SD memakan
oleh CRP atau MBP yang mengikatnya dan memproses komponen mikroba, ber-
dan berperan sebagai opsonin dan dalam migrasi melalui saluran limfe ke kelenjar
aktivasi komplemen. Beberapa patogen limfoid yang dekat dan mempresentasi-
yang mengandung zimosan sepertijamur kan antigen ke sel T. Sel T yang diaktif-
dapat mengaktifkan komplemen yang kan bermigrasi ke tempat infeksi dan
dapat menimbulkan lisis atau opsonisasi memberikan bantuan ke sel NK dan
yang memudahkan fagositosis oleh makrofag. Sitokin yang diproduksi
neutrofil atau makrofag. selama respons nonspesifik mendukung

137
lmunologi Dasar Edisi ke-10

dan mengerahkan respons imun spesifik merupakan koordinator dalam inisiasi dan
ke tempat infeksi. imunitas spesifik. IFN-y juga merupakan
LPS (produk mikroba), IFN (produk mediator poten dalam aktivasi makrofag
sel NK dan sel T), memacu transkripsi dan regulator perkembangan sel Th.
gen APC untuk memproduksi IL-12 yang Kemokin yang merupakan bagian dari
memacu diferensiasi sel CD4+ menjadi sitokin memiliki aktivitas kemotaktik dan
sel efektor Thl yang memproduksi IFN-y. mengerahkan sel spesifik ke tempat sel
Yang akhir meningkatkan fagositosis yang melepas sitokin. Sitokin selanjutnya
makrofag untuk membunuh mikroba dan berperan dalam komunikasi intraselular
merangsang sel B untuk memproduksi yang disebut penyampaian sinyal.
IgG yang bekerja sebagai opsonin dalam Seperti terlihat di atas ada interaksi
fagositosis. antara sistem multikomponen imunitas
Sistem imun nonspesifik dan spesifik spesifik dan nonspesifik yang melindungi
perlu bekerja bersama dalam interaksi pejamu dari invasi patogen yang dapat
dan sistem kooperasi yang sangat tinggi menimbulkan infeksi atau dari sel yang
yang menghasilkan respons kombinasi berubah dan dapat menimbulkan kanker
yang lebih efektif. Sistem imun nonspe- yang dapat ditimbulkan oleh tidak ada-
sifik bekerja dengan cepat dan sering di- nya kontrol sistem imun. Beberapa mani-
perlukan untuk merangsang sistem imun festasi klinis yang dapat terjadi karena
spesifik (Gambar 5.34 dan 5.35). disfungsi sistem imun adalah penyakit
alergi, penyakit autoimun, penyakit defi-
B. Interaksi antara sel NK dan sel siensi imun dan penolakan tandur serta
sistem imun lain penyakit Graft versus Host.
Sel NK memberikan pertahanan pertama
terhadap infeksi virus. Sasaran sel NK C. Interaksi antara sel CD4+ dan
adalah partikel virus. Lisis sel terinfeksi ens+
virus oleh sel NK menyingkirkan infeksi
Mikroba yang menginfeksi dan ber-
yang diperlukan sampai sistem imun
kembang biak dalam sitoplasma berbagai
spesifik seperti sel Tc dan antibodi dapat jenis sel, termasukselnonfagositik,kadang
bekerja. Kadang infeksi virus dapat di- tidak dapat disingkirkan oleh fagosit yang
singkirkan hanya oleh sel NK tanpa diaktifkan sel T melalui DTH. Satu-satu-
bantuan imunitas spesifik. Sel NK yang nya jalan untuk menyingkirkan infeksi
diaktifkan juga merupakan sumber ber- mikroba yang sudah menetap atau virus
bagai sitokin yang mengatur sel sistem yang berkembang biak dalam sitoplasma
imun lainnya. Sel NK dapat memproduksi berbagai sel adalah dengan jalan mem-
IFN-y dan TNF-a yang merupakan sitokin bunuh sel terinfeksi sendiri. Hal itu me-
imunoregulator poten. Sitokin tersebut rupakan fungsi CTL/Tc/CD8+. Semua sel
dapat merangsang pematangan SD yang bernukleus rentan terhadap infeksi virus.

138
Bab 5. Se/-se/ Sistem /mun Spesiftk

Proses dan presentasi


antigen

TLR Ligan
TLR1 ,2,6 LPS
positif-Gram
TLR3 dsRNA
TLR4 LPS
negatif-Gram
TLR5 Flagelin Maturasi sel T dan
diferensiasi fenotipik
TLR9 CpG DNA
tidak dimetilasi

IFN-y, IL-2 -
(. )
S~cR
Gambar 5.34 Hubungan antara imunitas nonspesifik dan spesifik
Patogen dikenal reseptor yang merupakan jembatan antara imunitas nonspesifik dan spesifik.
Pengenalan tersebut menimbulkan interaksi dan pematangan APC. Antigen yang diproses
APC dipresentasikan ke sel T naif yang disertai dengan penglepasan sitokin untuk membantu
perkembangan dan pematangan sel T (pematangan Th1 melalui IL-12). Terlihat reseptor Toi/-
like terlibat dalam pengenalan patogen.

Protein virus dalam sel terinfeksi dan kan makrofag untuk membunuh mikroba
sel tumor yang bermutasi dipresentasi- dalam vesikel. Sel CD8+ mengenal
kan ke sel CD8+ dalam bentuk kompleks antigen yang berasal dari sitoplasma dan
antigen-MHC-I. Berbagai jenis mikroba menyingkirkan mikroba dengan mem-
merangsang sel T yang memberikan bunuh sel terinfeksi Gambar 5.38.
respons proteksi yang berlainan terlihat
pada Gambar 5.36 dan 5.37.
Makrofag mencema mikroba yang VIII. SINYAL TRANSDUKSI
dimakannya dalam vesikel (fagosom), Reseptor permukaan sel seperti makrofag
namun beberapa mikroba dapat terlepas menerima sinyal awal yang mengaktifkan
dan masuk ke dalam sitoplasma. Sel respons imun nonspesifik yang kompleks.
CD4+ , mengenal antigen yang berasal Tahap selanjutnya adalah transmisi sinyal
dari mikroba vesikular dan mengaktif- ke interior sel atau sinyal transduksi yang

139
/munologi Dasar Edisi ke-10

PAMP

PAMP dikenali PRR

~)?
w
CRP
MBL
Protein
iikuti sekresi komplemen
itokin pemacu Fagositosis I Kerusakan
membran
nflamasi dan
emokin membunuh

l
patogen

Opsonisasi
meningkatkan • ( - - - - - - -
fagositosis
CRP, MBL, protein komplemen
lnisiasi alamiah respons mengaktifkan komplemen
imun spesifik
- PRR SD mengenali Komplemen menghancurkan
PAMP membran, memacu inflamasi,
- Antigen mikroba di menarik neutrofil dan sel lainny
presentasikan pada
MHC I dan II
- SD bermigrasi ke
KGB
- Presentasi dan
kostimulasi antigen
memulai respons
spesifik
SelT

Gambar 5.35 Efektor sistem imun nonspesifik sebagai respons terhadap infeksi

universil dalam sistem biologis. Respons Pada imunitas nonspesifik, sinyal


terhadap sinyal memerlukan 3 elemen berupa produk mikroba, reseptomya
yaitu sinyal sendiri, reseptor dan jalur adalah PRR pada leukosit dan sinyal akan
transduksi sinyal yang menghubungkan diteruskan (transduksi) dengan interaksi
detektor dan mekanisme efektor. molekul intraselular spesifik. Mekanisme
Sinyal 7 reseptor 7 transduksi sinyal efektor - hal yang terjadi sebagai akibat
7 mekanisme efektor. sinyal - menghasilkan klirens mikroba

140
Bab 5. Se/-se/ Sistem /mun Spesiftk

A. B.
Fagosit dengan mikroba yang dimakan; Sel terinfeksi dengan
antigen mikroba dalam vesikel mikroba dalam sitoplasma

~4SelT
~
J ~ cos+
Efektor

~
, ·SelT
selT
co4+ (CTL)
(Th1)
cos+

I Sekresi sitokin I
(CTL)
rUe
~
l l Pemusnahan
sel terinfeksi
@ (j)
Aktivasi makrofag lnflamasi
~ pemusnahan
mikroba yang
dicerna

Gambar 5.36 Efektor CD4+ dan CDS+

A. Sel co4+ dan cos+mengenal antigen peptida yang diikat masing-masing molekul MHC-11
dan MHC-1, memproduksi sitokin yang mengaktifkan fagosit untuk membunuh mikroba
dan menimbulkan reaksi inflamasi.
B. Sel T sitolitik cos+(CTL) mengenal peptida antigen mikroba dalam sitoplasma sel terinfeksi
yang diikat molekul MHC-1 dan membunuh sel tersebut.

yang menginvasi. Beberapa gambaran komunikasi intraselular yang diperan-


umum jalur transduksi sinyal yang di- kan sitokin disebut pemberian sinyal.
jelaskan di sini, terjadi pada transduksi Pada dasarnya pemberian sinyal terdiri
sinyal melalui TCR. dari reaksi antara molekul larut (ligan)
Berbagai sel baik dari sistem imun dan molekul yang diikat membran sel
nonspesifk atau spesifik memproduksi (reseptor) atau antara molekul yang diikat
sitokin. Sitokin bereaksi dengan reseptor- membran pada dua sel berbeda. Interaksi
nya pada berbagai jenis sel dan mem- antara reseptor dan ligannya menimbulkan
berikan sinyal ke sel untuk menjalankan adaptasi metabolik dalam sel.
fungsinya seperti sintesis faktor baru atau Ada berbagaijalur sinyal transduksi.
untuk diferensiasi menjadi sel baru. Jenis Sinyal transduksi mulai terjadi bila sinyal

141
lmunologi Dasar Edisi ke-10

lnduksi
res pons

Ekspansi dan
diferensiasi sel T

SelT Se IT
co4+efektor coa· (CTL)
(Th1)

- - ~- x x Sel T

~ ~
Pembuluh terdi ferensiasi
.
-
masuk sirkulasi

-
darah

Migrasi sel T ~.
~~
efektor & leukosit
lainnya ke Sel T efektor
tempat antigen bertemu alergen
di jaringan perifer

\
Aktivasi sel T
efektor

~
~
Fungsi efektor Aktivasi makrofag ~ CTL memusnahkan
selT pemusnahan mikroba sel sasaran
yang difagositosis

Gambar 5.37 Kerjasama antarsel CD4• dan cos· dalam menyingkirkan mikroba intraselular

142
Bab 5. Se/-se/ Sistem /mun Spesiflk

Bakteri yang difagositosis


dalam vesike l dan sitoplasma

II
/.j IFN-y I·-... ....

- _....._.c...tt '\.

Mikroba hidup
dalam sitoplasma
- ·~
•· •

-------
Pemusnahan bakteri
dalam fagolisosom
Pemusnahan
sel terinfeksi
*
Gambar 5.38 lnteraksi antara co4• dan cos•

diikat reseptomya yang terletak diluar IX. CLUSTER OF DIFFEREN-


sel atau dalam sel (steroid). Sinyal yang TIATION MOLECULE
tidak dapat melintasi membran sel, diikat
reseptomya (MHC) pada permukaan sel. CD adalah istilah untuk molekul per-
Transduksi sinyal dibahas dalam Bab 9 mukaan leukosit yang merupakan epitop
Sitokin dan Bab 13 Mekanisme Efektor dan dapat diidentifikasi dengan antibodi
Imun. monoklonal. Sel limfosit yang ada dalam
berbagai fase pematangan dapat dibeda-

143
lmunologi Dasar Edisi ke- 10

kan dari ekspresi molekul membran yang atau nomor molekul. Istilah antigen di-
dapat ditentukan dengan menggunakan gunakan oleh karena dapat diproduksi
antibodi monoklonal yang spesifik untuk antibodi terhadapnya. Dalam buku ini
epitop tunggal antigen. Secara inter- dilaporkan 363 molekul CD, beberapa
nasional telah dibuat nomenklatur standar di antaranya ditemukan pada sel bukan
untuk antigen permukaan sel. Kelas lim- leukosit. Beberapa petanda CD yang
fosit dengan fungsi tertentu mengeks- umum digunakan untuk membedakan
presikan protein permukaan tertentu pula. fungsi subpopulasi limfosit terlihat pada
Molekul permukaan tersebut disebut Tabel 5.16.
antigen Cluster of Differentiation (CD)

Tabel 5.16 Beberapa petanda CD digunakan untuk membedakan fungsi subpopulasi


limfosit
SelT
Sel
Jen is Fungsi SelB Th Tc
NK
CD2 Molekul adhesi ; transduksi sinyal + + +
CD3 Elemen transduksi sinyal reseptor sel T + +
CD4 Molekul adhesi yang berikatan dengan MHC- II ;
+* -*
transduksi sinyal
CD5 Belum diketahui (subset) + +
CDS Molekul adhesi yang berikatan dengan MHC- I;
sinyal tranduksi
-* +* +"
CD16 Reseptor regio Fe afinitas rendah pada lgG
(FegRlll) +

CD21 (CR1) Reseptor komplemen (C3d) dan EBV +


CD28 Reseptor kostimulator molekul 87 pada APC
+ +
CD32
Reseptor regio Fe pada lgG +
(FegRll)
CD35 (CR1) Reseptor komplemen (C3b) +
CD40 Transduksi sinyal +
CD45 Transduksi sinyal + + + +
CD56 Molekul adhesi +
* biasanya " bervariasi

144
Bab 5. Se/-se/ Sistem /mun Spesiftk

Butir-butir penting

D Respons imun diatur dengan baik yang molekul polimerik dengan epitop
memungkinkan terjadinya respons berulang tidak memerlukan sel T dan
yang memadai tanpa menimbulkan disebut timus independen
hi persensi ti vi tas.
D Aktivasi sel B adalah akibat proses
D Respons imun spesifik membedakan transduksi sinyal yang dipacu oleh
antara spesifitas self dan asing, me- ikatan dengan reseptor sel B yang
miliki daya memori dan adaptasi. akhirnya menimbulkan banyak per-
Imunitas humoral (sel B) mem- ubahan dalam sel antara lain per-
produksi antibodi yang menetralkan ubahan ekspresi gen spesifik
patogen dan toksin. Imunitas selular
D Aktivasi sel B dan T menunjukkan
(sel T) menyingkirkan orgamsme
banyak kesamaan, antara lain dalam
intraselular
pengelompokan fungsi subunit
D Sel B berkembang dalam sumsum reseptor, aktivasi membran yang
tulang. Aktivasi dan diferensiasinya berhubungan dengan protein, tirosin
diinduksi antigen di perifer. Sel B kinase dan pembentukan kompleks
yang diaktifkan dapat berkembang sinyal dan pengerahan sejumlah
menj adi sel plasma yangmemproduksi sinyal jalur transduksi
dan mensekresi antibodi atau sel B
D Sifat respons antibodi primer dan
memon
sekunder tidaklah sama. Respons
D Sel Pro B berkembang menjadi sel B pnmer memerlukan waktu yang
imatur yang mengekspresikan mlgM lebih panJang untuk membentuk
dengan spesifitas antigenik tunggal. antibodi. IgM merupakan antibodi
Sel selanjutnya berkembang menjadi pertama yang diproduksi dan diikuti
sel B naif dengan spesifitas tunggal dan oleh pengalihan perlahan ke kelas
mengekspresikan rnlgM dan rnlgD lain. Respons sekunder memerlukan
waktu yang lebih singkat dan respons
D Aktivasi dan diferensiasi sel B
berlangsung lebih lama. IgG dan
matang oleh antigen di perifer ·akan
isotip lainnya merupakan produk
mengaktifkan dan memacu diferensiasi
utama yang dilepas pada respons
sel B yang membentuk antibodi.
sekunder dibanding IgM dan rata-
Pada kebanyakan antigen, respons
rata afinitas antibodi yang diproduksi
tersebut memerlukan sel Th yang
lebih tinggi
disebut timus dependen. Respons
terhadap beberapa antigen seperti D Sel T terlibat dalam regulasi respons
produk dinding sel bakteri (LPS) dan imun dan imunitas selular

145
lmunologi Dasar Edisi ke-10

D Sel T matang mengekspresikan D Setiap subset sel T memproduksi se-


TCR yang antigen spesifik dalam jumlah sitokin yangunik dan beberapa
kompleks dengan CD3. TCR adalah diantaranya saling menghambat
heterodimer yang diikat disulfida
D Aktivasi sel T memerlukan 2 sinyal:
yang terdiri atas rantai a~ atau yo.
pertama pengenalan antigen yang di-
Sel T hanya mengekspresikan rantai
ikat MHC-I dan dikenal TCR; kedua
a~ atau yo heterodimer tetapi tidak
melalui interaksi molekul kostimulator
keduanya
D TCR terbanyak tidak seperti antibodi,
D Sel Tc mengenal kompleks antigen
tidak bereaksi dengan antigen larut
MHC-I dan sepertiThdiaktifkanpenuh
tetapi dengan antigen yang diproses
oleh molekul asesori kostimulator
dan diikat oleh MHC
D CTL membunuh sel sasaran direk
D Rantai TCR yang diikat membran
melalui induksi apoptosis, melepas
terdiri atas domain variabel dan
perforin preformed ke permukaan sel
konstan. Domain TCR adalah sama
sasaran yang menimbulkan lobang
dengan imunoglobulin dan regio V
transmembran di sel sasaran. Melalui
memiliki regio hipervariabel
lobang-lobang tersebut protein kedua
dan granzim dapat masuk ke dalam D Mekanisme timbulnya diversitas TCR
sitosol untuk mengawali sejumlah pada umurnnya adalah sama dengan
kejadian apoptosis yang terjadi dalam diversitas timbulnya
antibodi, meskipun mutasi somatik tidak
D CTL JUga menghantarkan sinyal terjadi dalam gen TCR seperti halnya
apoptosis melalui molekul yang
terjadi dalam gen imunoglobulin
diikat pada permukaannya
D TCR berhubungan erat dengan CD3 ,
D Respons imun spesifik diperankan kompleks rantai polipeptida yang ber-
oleh limfosit efektor peran dalam transduksi sinyal. CDR
D Sel Th memberikan bantuan dalam diperlukan untuk ekspresi permukaan
regulasi imunitas selular dan mem- TCR
bantu sel B dalam pengalihan isotipe D Ekspresi molekul membran sel T
dan produksi antibodi. Sel Tc ber- seperti CD4, CD8, CD2, LFA-1 ,
peran dalam sitotoksisitas antigen CD28 dan CD45R berperan sebagai
spesifik yang MHC-I dependen dan molekul asesori dalam fungsi sel T
membunuh patogen intraselular atau dalam transduksi sinyal
D Perkembangan respons sel Th diatur D Sel T progenitor dari sumsum tulang
oleh produksi lokal sitokin yang me- masuk ke dalam timus dan mengatur
nimbulkan sel Th 1 atau Th2 asal gen TCRnya. Pada kebanyakan hal
prekursor sel T naif timosit menata ulang gen TCRa~

146
Bab 5. Se/-sel Sistem /mun Spesiflk

dan menjadi sel Tap. Sebagian kecil stimulator (sinyal 2) dari APC.
ditata gen TCRy8 dan menjadi sel Sinyal kostimulator pada umumnya
Ty8. Tirnosit terdini tidak memiliki diinduksi oleh interaksi antara
CD4 dan CDS dan dianggap se- molekul famili B7 pada membran
bagai sel negatif ganda. Selarna APC dengan CD2S pada Th. lkatan
perkembangannya sel timosit negatif CTLA-4 famili CD2S dengan B7
ganda terbanyak berkembang menj adi menghambat aktivasi sel T
sel T CD4+ CDS- ap atau CD4- CDS+
D Ikatan TCR dengan antigen peptida/
ap
MHC dapat menginduksi aktivasi
D Aktivasi sel T diawali oleh interaksi atau anerg1 klon. Ada atau tidak
antara kompleks TCR-CD3 dengan adanya sinyal kostimulator (sinyal
kompleks MHC peptida pada APC. 2) menentukan aktivasi yang terjadi
Aktivasi juga memerlukan aktivitas dari ekspansi atau anergi klon
molekul asesori seperti koreseptor CD4
D Sel T naif adalah sel dalam keadaan
dan CDS. Berbagai transduksi sinyal
istrirahat (Go) yang tidak terpajan
diaktifkan oleh ikatan dengan TCR
dengan antigen. Aktivasi sel naif
D Sel T yang mengekspresikan CD4 membentuk sel efektor dan sel T
mengenal antigen yang berhubungan memon. Yang akhir lebih mudah
dengan MHC-II dan umumnya bekerja diaktifkan dibanding dengan sel naif
sebagai Th; sel T yang rnengekspresi- dan berperan pada respons sekunder.
kan CDS mengenal antigen yang Sel efektor tidak hidup lama dan
diikat MHC-1 dan pada umumnya berperan sebagai Th, Tc atau Tdth
berfungsi sebagai Tc
D Thl 7 merupakan subset sel Th
D Apoptosis yaitu kematian sel ter- efektor disamping Thl dan Th2. Sel
program yang merupakan faktor kunci memproduksi IL-1 7 yang berperan
dalam regulasi ambanghematopoiesis dalam pengerahan, aktivasi dan
dan populasi sel migrasi neutrofil
D Disamping sinyal yang diperantarai D Treg atau Tr/Ts/Th3 berperan dalam
TCR dan berhubungan dengan toleransi oral, regulasi imunitas
molekul aseson (sinyal 1), akti- mukosa, melepas TGF dan IL-10
vasi sel T memerlukan sinyal ko- yang merupakan petanda supresi.

147
ANTIGEN DAN BAB
ANTI BODI 6

Daftar Isi
I. ANTIGEN D. Imunoglobulin D
A. Imunogenesitas dan antigenesitas E. Imunoglobulin E
B. Determinan antigen - Epitop dan paratop F. Superfamili imunoglobulin
C. Antiantibodi G. Fungsi efektor antibodi - transitosis
D.Mitogen - Petanda Fungsional H. Imunoglobulin serebrospinal
E. Pembagian antigen I. Efektor ADCC
F. Superantigen J. Pengalihan kelas
G.Aloantigen K. Interaksi antara antigen-antibodi
H.Toksin L. Antibodi monoklonal
M. Teori seleksi klon
II. ANTIBODI
N. Sel B hibridoma
A. Imunoglobulin G
B. Imunoglobulin A
Butir-butir pen ting
C. Imunoglobulin M

149
/munologi Dasar Edisi ke-10

Daftar singkatan yang digunakan dalam bah ini


Ab Antibodi HIV Human lmunodeficiency Virus
ABO Golongan Darah ICAM Jntercellular Adhesion Molecule
ADCC Antibody Dependent Cell IFN Interferon
(mediated) Cytotoxicity IL Interleukin
Ag Antigen lg lmunoglobulin
APC Antigen Presenting Cell LES Lupus Eritematosus Sistemik
AR Artritis Reumatoid LFA Leucocyte Functioning Antigen
BCR B Cell receptor MBP Myelin Basic Protein
CAM Cell Adhesion Molecule MHC Major Histocompatibility
cAMP Cyclic Adhenosine Complex
Monophosphate ICAM Jntercellular Adhesion Molecule
CD Cluster of Differentiation NK Natural Killer (cell)
CMV Cytomegalo Virus PHA Phytohaemaglutinin
css Cairan Serebro Spinal PMN Polimorfonuklear
CTL Cytotoxic T Lymphocyte PDGF Platelet-Derived Growth Factor
DIC Disseminated lntravascular Rlg Reseptor imunoglobulin
Coagulation SD Sel dendritik
DNA Deoxy Nucleic Acid slgA IgA sekretori
EBY Virus Epstein Barr SSP Susunan Saraf Pusat
Fab Fragmen antigen binding TCR T-Cell Receptor
FcR Fragmen crystallizable Receptor TGF Tumor Growth Factor
Fe Fragmen crystallizable TNF Tumor Necrosis Factor
FR Faktor Reumatoid Th T helper
HAT Hiposantin dan Timidin VCAM Vascular Cell Adhesion Molecule

150
Bab 6.Antigen dan Antibodi

e~bagai. patogen seperti ~akteri, produknya seperti antibodi. Hapten

B virus, pmur atau paras1t me-


ngandung berbagai bahan yang
disebut imunogen atau antigen dan
dapat dijadikan imunogen melalui ikatan
dengan molekul besar yang disebut
molekul atau protein pembawa.
dapat menginduksi sejumlah respons Secara fungsional antigen dibagi men-
imun. Antibodi adalah bahan glikoprotein j adi imunogen dan hapten. Contoh hapten
yang diproduksi sel B sebagai respons adalah dinitrofenol, berbagai golongan
terhadap rangsangan imunogen. Dalam antibiotik dan obat lainnya dengan berat
praktek antigen sering digunakan sebagai molekul kecil. Hapten biasanya dikenal
1munogen. oleh sel B, sedangkan protein pembawa
oleh sel T. Hapten membentuk epitop pada
I.ANTIGEN protein pembawa yang dikenal sistem
Secara spesifik imunogen adalah bahan imun dan merangsang pembentukan anti-
yang dapat merangsang sel B atau sel bodi (Gambar 6.1). Molekul pembawa
T atau keduanya. Antigen adalah bahan sering digabung dengan hapten dalam
yang berinteraksi dengan produk respons usaha memperbaiki imunisasi. Respons
imun yang dirangsang oleh imunogen sel B terhadap hapten memerlukan
spesifik seperti antibodi dan atau TCR. protein pembawa untuk dapat dipresen-
Antigen lengkap adalah antigen yang tasikan ke sel Th.
menginduksi baik respons imun maupun
A. Imunogenesitas dan antigenesitas
bereaksi dengan produknya. Yang disebut
antigen inkomplit atau hapten, tidak Imunogenesitas dan antigenesitas mem-
dapat dengan sendiri menginduksi respons punyai hubungan satu dengan lain tetapi
imun, tetapi dapat bereaksi dengan berbeda dalam sifat imunologinya yang

Antigen Protein
di proses Hapten
-- /
..,..~"-
pembawa

Kompleks
antigen
MHC-11---'

Peptida dari protein~


~
pembawa yang
dipresentasikan
dalam MHC-11

Gambar 6.1 Respons sel B terhadap hapten

151
/munologi Dasar Edisi ke-1 0

seringkali membingungkan. Imunogene- B. Determinan antigen - Epitop dan


sitas adalah kemampuan untuk meng- paratop
induksi respons imun humoral atau
Sel sistem imun tidak berinteraksi dengan
selular terlihat pada Tabel 6.1 dan
atau mengenal seluruh molekul imunogen,
Gambar 6.2.
tetapi limfosit mengenal tempat khusus
Meskipun suatu bahan yang dapat
pada makromolekul yang disebut epitop
menginduksi respons imun spesifik di-
atau determinan antigen. Sel B dan T
sebut antigen, tetapi lebih tepat disebut mengenal berbagai epitop pada molekul
imunogen. Semua molekul dengan sifat antigen yang sama. Limfosit juga dapat
imunogenesitas juga memiliki sifat berinteraksi dengan antigen yang kompleks
antigenesitas, namun tidak demikian pada berbagai tahap struktur antigen. Oleh
sebaliknya. karena sel B mengikat antigen yang bebas

label 6.1 lnduksi respons imun humoral dan selular


SelB + Antigen -7 Sel B efektor + Sel B memori
.J,
Sel Plasma -7 Sekresi antibod i

Sell + Antigen -7 Sel T efektor + Sel T memori


.J,
CTLs, Th , dll -7 Sekresi sitokin
dan faktor
sitotoksik

An tibodi terhadap karier


Konjugat
hapten-karier

An tibod i terhadap konjugat


hapten dan karier

Gambar 6.2 Konjugat hapten-karier merupakan imunogen dan hapten merupakan


antigen yang tidak selalu imunogenik

152
Bab 6.Antigen don Antibodi

dalam larutan, epitop yang dikenalnya bahan kimia seperti hidrat arang, protein
cenderung mudah ditemukan di permukaan dan asam nukleat (Gambar 6.3).
imunogen. Epitop sel T dari protein berbeda Determinan antigen bereaksi dengan
dalam peptida, biasanya berasal dari hasil tempat spesifik yang mengikat antigen
cema protein patogen oleh enzim yang di regio yang variabel pada molekul anti-
dikenal oleh TCR dalam kompleks dengan bodi yang disebut paratop. Epitop dapat
MHC (Tabel 6.2). juga bereaksi dengan TCR yang spesifik.
Epitop atau determinan antigen ada- Molekul antigen tunggal dapat memiliki
lah bagian dari antigen yang dapat mem- beberapa epitop. Epitop berinteraksi
buatkontak fisik denganreseptor antibodi, dengan regio yang mengikat antibodi
menginduksi pembentukan antibodi yang atau TCR. Regio antigen yang berikatan
dapat diikat dengan spesifik oleh bagian dengan MHC II disebut agretop.
dari antibodi atau oleh reseptor antibodi. Antigen poten alamiah terbanyak
Makromolekul dapat memiliki berbagai adalah protein besar dengan berat mo-
epitop yang masing-masing merangsang lekul lebih dari 40.000 Dalton dan
produksi antibodi spesifik yang berbeda. kompleks polisakarida mikrobial. Gliko-
Paratop ialah bagian dari antibodi yang lipid dan lipoprotein dapat juga bersifat
mengikat epitop atau TCR yang meng- imunogenik, tetapi tidak demikian halnya
ikat epitop pada antigen. Respons imun dengan lipid yang dimurnikan. Asam
dapat terjadi terhadap semua golongan nukleat dapat bertindak sebagai imunogen

Tabel 6.2 Perbandingan pengenalan antigen oleh sel B dan sel T


Ciri-ciri SelB Sell
lnteraksi dengan antigen Melibatkan kompleks biner Melibatkan kompleks TCR,
membran imunoglobulin dan antigen dan molekul MHC
antigen
~.
lkatan antigen larut Ya Tidak
Keterlibatan MHC Tidak diperlukan Diperlukan untuk
...... -~
mempresentasikan antigen
' yang sudah diproses
Kandungan kimiawi antigen Protein , polisakarida , lipid Umumnya protein , tetapi
beberapa lipid dan glikolipid
ditemukan pada molekul
serupa MHC
Epitop Mudah diakses, hidrofilik, Peptida internal linear yang
peptida bergerak mengandung dihasilkan oleh antigen dan
asam amino sekuensial atau berikatan dengan MHC
nonsekuensial

153
lmuno/ogi Dasar Edisi ke-10

B.

Epitop

Gambar 6.3 Epitop dan kompleks MHC-epitop yang diikat TCR


A. Lokasi epitop dan paratop (bagian dari antibodi) dalam interaksi antara antigen dan TCR
(A) dan reseptor sel B.
B. Epitop adalah bagian dari antigen yang membuat kontak fisik dengan reseptor.

dalam penyakit autoimun tertentu, tetapi klon limfosit dengan spesifitas khusus.
tidak dalam keadaan normal. Glikoprotein (lektin) asal tanaman yaitu
konkanavalin A (con-A) dan PHA me-
C. Antiantibodi rupakan mitogen poten untuk sel T.
Di samping fungsinya sebagai antibodi,
antibodi dapat juga berfungsi sebagai E. Pembagian antigen
protein imunogen yang baik, dapat me- Antigen dapat dibagi menurut epitop,
macu produksi antibodi pada spesies lain spesifisitas, ketergantungan terhadap sel
atau autoantibodi pada pejamu sendiri. T dan sifat kimiawi:
Autoantibodi terutama diproduksi ter- 1. Pembagian antigen menurut epitop
hadap IgM misalnya yang ditemukan pada a. Unideterminan, univalen
AR dan disebut FR (faktor reumatoid). Hanya satu jenis determinan/epitop
pada satu molekul.
D. Mitogen - Petanda Fungsional
b. Unideterminan, multivalen
Mitogen dan lektin merupakan bahan Hanya satu jenis determinan tetapi
alamiah yang mempunyai kemampuan dua atau lebih determinan tersebut
mengikat dan merangsang banyak klon ditemukan pada satu molekul.
limfoid untuk proliferasi dan diferen- c. Multideterminan, univalen
siasi. Bahan-bahan tersebut merupakan Banyak epitop yang bermacam-
aktivator poliklonal yang dapat meng- macam tetapi hanya satu dari setiap
aktifkan banyakklon limfosit, bukanhanya macamnya (kebanyakan protein).

154
Bab 6.Antigen dan Antibodi

d. Multideterminan, multivalen 3. Pembagian antigen menurut keter-


Banyak macam determinan dan gantungan terhadap sel T
banyak dari setiap macam pada
a. T dependen, yang memerlukan pe-
satu molekul (antigen dengan berat
ngenalan oleh sel T terlebih dahulu
molekul yang tinggi dan kompleks
secara kimiawi) (Gambar 6.4). untuk dapat menimbulkan respons
antibodi. Kebanyakan antigen protein
2. Pembagian antigen menurut spesifi-
termasuk dalam golongan ini
sitas
a. Heteroantigen, yang dimiliki oleh b. T independen, yang dapat merang-
banyak spesies sang sel B tanpa bantuan sel T
b. Xenoantigen, yang hanya dimiliki untuk membentuk antibodi. Ke-
spesies tertentu banyakan antigen golongan ini be-
c. Aloantigen (isoantigen), yang spesifik rupa molekul besar polimerik yang
untuk individu dalam satu spesies dipecah di dalam tubuh secara per-
d. Antigen organ spesifik, yang hanya
lahan-lahan, misalnya lipopolisa-
dimiliki organ tertentu
karida, .ficoll, dekstran, levan dan
e. Autoantigen, yang dimiliki alat
:flagelin polimerik bakteri
tubuh sendiri

Jenis antigen Contoh

Unideterminan Hapten
univalen

Unideterminan Polisakarida
multivalen

Multideterminan Protein
univalen

Multideterminan Kimia kompleks


multivalen

Gambar 6.4 Berbagai antigen dan epitop

155
lmunologi Dasar Edisi ke-10

4. Pembagian antigen menurut sifat memiliki tempat-tempat untuk mengikat


kimiawi reseptor sel dari dua sistem imun yaitu
a. Hid.rat arang (polisakarida) rantai P dari TCR dan rantai a atau p
Hidrat arang pada umumnya imu- dari molekul MHC-II, tidak memerlukan
nogenik. Glikoprotein yang me- pengolahan intraselular oleh APC dan
rupakan bagian permukaan sel tidak terbatas pada a1el MHC-II khusus.
banyak mikroorganisme dapat Superantigen merupakan molekul protein
menimbulkan respons imun ter- kecil, biasanya 22-30 kd yang diproduksi
utama pembentukan antibodi. berbagai patogen untuk manusia seperti
Contoh lain adalah respons imun Stafilokok aureus ( enterotoksin dan
yang ditimbulkan golongan darah toksin eksofoliatit), Stafilokok piogenes
ABO, sifat antigen dan spesifitas (eksotoksin), pato gen negatif-Gram
imunnya berasal dari polisakarida (toksin Yersinia enterokolitika, Yersinia
pada permukaan sel darah merah pseudotuberkulosis), virus (EBV, CMV,
b. Lipid HIV, rabies) dan parasit (Toksoplasma
Lipid biasanya tidak imunogenik, gondi). Mungkin lebih baik bila disebut
tetapi menj adi imunogenik bila diikat supermitogen, oleh karena dapat memacu
protein pembawa. Lipid dianggap mitosis sel CD4+tanpa bantuan APC.
sebagai hapten, contohnya adalah Superantigen dapat merangsang
sel T yang multipel terutama sel CD4+
sfingolipid
yang menimbulkan penglepasan se-
c. Asam nukleat
jumlah besar sitokin. Superantigen dapat
Asam nukleat tidak imunogenik,
merangsang 10% sel CD4+ melalui
tetapi dapat menjadi imunogenik
ikatan dengan TCR dan timus dependen
bila diikat protein molekul pem-
sehingga tidak memerlukan proses oleh
bawa. DNA dalam bentuk heliks-
fagosit. Superantigen tidak diikat melalui
nya biasanya tidak imunogenik.
lekuk internal tempat antigen biasanya
Respons imun terhadap DNA ter-
diikat untuk diproses, tetapi diikat oleh
jadi pada penderita dengan LES
regio ekstemal TCRap yang secara
d. Protein
simultan berhubungan dengan molekul
Kebanyakan protein adalah imu-
DP, DQ dan DR (MHC) pada APC.
nogenik dan pada umumnya multi-
Superantigen juga bereaksi dengan TCR
determinan dan univalen.
multipel yang struktur perifemya sama.
Karena kemampuan berikatan secara
F. Superantigen
unik, superantigen dapat mengaktifkan
Superantigen adalah molekul yang me- sejumlah besar sel T dan tidak tergantung
rupakan pemacu respons imun poten, dari spesifitas antigen. Sampai 20% dari

156
Bab 6.Antigen dan Antibodi

semua sel T dalam darah dapat diaktif- eritrosit dan antigen histokompatibel
kan oleh satu molekul superantigen. dalam jaringan tandur yang merangsang
Efek superantigen terhadap sel T terlihat respons imun pada resipien yang tidak
setelah diikat TCR. Kualitas respons sel memilikinya.
T lebih cepat dan besar berupa produksi
sitokin seperti IL-2, IL-6, IL-8, TNF-a, H. Toksin
IFN-y, yang berperan dalam inflamasi,
Toksin adalah racun yang biasanya
dan menimbulkan ekspansi masif sel T
berupa imunogen dan merangsang pem-
reaktif spesifik dan sindrom klinis berupa
bentukan antibodi yang disebut antitoksin
DIC dan kolaps vaskular yang dikenal
dengan kemampuan untuk menetralkan
sebagai syok endotoksin, sindrom syok
efek merugikan dari toksin dengan meng-
toksin atau septik terutama melalui TNF -
ganggu sintesanya.
a. Superantigen telah digunakan sebagai
Toksin dapat dibagi sebagai berikut :
ajuvan untuk meningkatkan respons
1. Toksin bakteri, diproduksi oleh
imun terhadap antigen dalam imunisasi.
mikroorganisme penyebab tetanus,
Melalui MHC-I dan TCR, superantigen
difteri, botulism dan gas gangren,
mengarahkan sel Th untuk memberikan
termasuk stafilokok
sinyal ke sel B, makrofag, sel dendritik
2. Fitotoksin, foksin asal tumbuhan
dan sel sasaran lain (Gambar 6.5).
seperti risin dari minyak jarak,
korotein dan abrin yang merupakan
G. Aloantigen turunan bij i likoris indi an, Gerukia
Aloantigen adalah antigen yang di- 3. Zooto ks in, bis a yang berasal dari
temukan pada beberapa spesies tertentu ular, laba-laba, kalajengking, lebah
antara lain bahan golongan darah pada dan tawon.

Th

Vp p :---rcR
Peptida yang
Superantigen-((i tidak TCR spesifik
Superantigen
endogen diikat
\S
ff a
- MHC-11
membran '
APC

Gambar 6.5 lkatan silang (cross-linkage) antara TCR dan molekul MHC-11

157
lmuno/ogi Dasar Edisi ke-10

II. ANTIBODI antigen diikat oleh Fab. Semua molekul


imunoglobulin mempunyai 4 rantai poli-
Bila darah dibiarkan membeku akan me- peptida dasar yang terdiri atas 2 rantai
ninggalkan serum yang mengandung berat (heavy chain) dan 2 rantai ringan
berbagai bahan larut tanpa sel. Bahan (light chain) yang identik (Gambar 6.6).
tersebut mengandung molekul antibodi Ada 2 jenis rantai ringan (kappa dan
yang digolongkan dalam protein yang lambda) yang terdiri atas 230 asam amino
disebut globulin dan sekarang dikenal serta 5 jenis rantai berat yang tergantung
sebagai imunoglobulin. Dua cirinya yang pada kelima jenis imunoglobulin, yaitu
penting ialah spesifitas dan aktivitas IgM, IgG, IgE, IgA dan IgD. Rantai berat
biologik. Fungsi utamanya adalah meng- terdiri atas 450-600 asam amino, sehingga
ikat antigen dan menghantarkannya ke berat dan panjang rantai berat tersebut
sistem efektor pemusnahan. adalah dua kali rantai ringan. Molekul
Imunoglobulin (lg) dibentuk oleh imunoglobulin mempunyai rumus bangun
sel plasma yang berasal dari proliferasi yang heterogen, meskipun hanya terdiri
sel B yang terjadi setelah kontak dengan atas 4 unit polipeptida dasar. Berbagai kelas
antibodi, sifat-sifat fisika dan biologiknya
antigen. Antibodi yang terbentuk secara
terlihat pada Gambar 6.7 dan Tabel 6.3.
spesifik akan mengikat antigen barn lain-
nya yang sejenis. Bila serum protein
A. Imunoglobulin G
tersebut dipisahkan dengan cara elektro-
foresis, maka imunoglobulin ditemukan IgG merupakan komponen utama imuno-
terbanyak dalam fraksi globulin gama, globulin serum, dengan berat molekul
meskipun ada beberapa imunoglobulin 160.000 dalton. Kadamya dalam serum
yang juga ditemukan dalam fraksi sekitar 13 mg/ml , merupakan 75% dari
semua imunoglobulin. IgG ditemukan
globulin alfa dan beta.
dalam berbagai cairan seperti darah,
Enzim papain memecah molekul
CSS dan juga urin.
antibodi (dengan berat molekul 150.000
• IgG dapat menembus plasenta masuk
dalton) dalam fragmen masing-masing
ke janin dan berperan pada imunitas
dari 4 5. 000 dalton. Dua fragmen tetap me-
bayi sampai umur 6-9 bulan
miliki sifat antibodi yang dapat mengikat
• IgG dan komplemen bekerja saling
antigen secara spesifik, bereaksi dengan
membantu sebagai opsonin pada pe-
determinan antigen serta hapten disebut
musnahan antigen. IgG memiliki sifat
Fab (fragmen antigen binding) dan di-
opsonin yang efektif karena sel-sel
anggap univalen. Fragmen ke 3 dapat fagosit, monosit dan makrofag mem-
dikristalkan dari larutan dan disebut Fe punyai reseptor untuk fraksi F c dari
dan tidak dapat mengikat antigen. Fc IgG (Fcy-R) sehingga dapat memper-
menunjukkan fungsi biologis sesudah erat hubungan antara fagosit dengan

158
Bab 6.Antigen dan Antibodi

Rantai H

~:·b ~ s.s
S-S SH SH Rantai L
SH SH

Fe
Rantai H

Gambar 6.6 Struktur prototip lgG: struktur rantai dan ikatan disulfida
Struktur dasar antibodi dapat dipelajari dengan cara kimiawi dan enzimatik. Fragmen yang
diproduksi oleh pencernaan enzimatik (pepsin atau papain) atau yang diikat oleh ikatan
disulfida dengan merkapto etanol terlihat pada gambar. Unit dasar antibodi yang terdiri atas
2 rantai berat dan 2 rantai ringan yang identik, diikat menjadi satu oleh ikatan disulfida yang
dapat dipisah-pisah dalam berbagai fragmen.

sel sasaran. Opsonin dalam bahasa B. Imunoglobulin A


Yunani berarti menyiapkan untuk di- IgA dengan berat molekul 165.000 dalton
makan. Selanjutnya proses opsonisasi ditemukan dalam serum dengan jumlah
tersebut dibantu oleh reseptor untuk
sedikit. Kadamya terbanyak ditemukan
komplemen pada permukaan fagosit
dalam cairan sekresi saluran napas, cema
IgG merupakan imunoglobulin ter- dan kemih, air mata, keringat, ludah dan
banyak dalam darah, CSS dan peritoneal. dalam air susu ibu yang lebih berupa IgA
IgG pada manusia terdiri atas 4 subkelas sekretori (slgA) yang merupakan bagian
yaitu IgG 1, IgG2, IgG3 dan IgG4 yang terbanyak. Komponen sekretori melin-
berbeda dalam sifat dan aktivitas biologik dungi IgA dari protease mamalia. Fungsi
(Tabel 6.4). IgA adalah sebagai berikut:

159
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Regio Fab
mengenal
antigen
Kelaslg { ~
pada manusia ~

Regio Fe
Regio efektor
biologis

Gambar 6.7 Berbagai kelas antibodi

• slgA melindungi tubuh dari patogen • IgA dalam serum dapat mengagluti-
oleh karena dapat bereaksi dengan nasikan kuman, mengganggu motilitas-
molekul adhesi dari patogen potensial nya sehingga memudahkan fagositosis
sehingga mencegah adherens dankoloni- (opsonisasi) oleh sel polimorfonuklear
sasi patogen tersebut dalam sel pejamu • IgA sendiri dapat mengaktifkan kom-
• IgA dapat bekerja sebagai opsonin, oleh plemen melalui jalur altematif, tidak
karenaneutrofil,monositdanmakrofag seperti halnya dengan IgG dan IgM
memiliki reseptor untuk Fca (Fca-R) yang dapat mengaktifkan komplemen
sehingga dapat meningkatkan efek melalui jalur klasik. IgA sekretori
bakteriolitik komplemen dan menetra- (sigA) dalam bentuk polimerik menjadi
lisasi to ks in. IgA diduga juga berperan stabil oleh ikatan polipeptida rantai J
pada imunitas cacing pita (Gambar 6.8).
• Baik IgA dalam serum maupun dalam Molekul IgA yang polimerik dan
sekresi dapat menetralkan toksin atau rantai J dibentuk sel plasma di dalam
virus dan mencegah terjadinya kontak sel epitel lamina propria selaput lendir
antara toksin atau virus dengan sel alat (tidak oleh sel B). Pada saat IgA tersebut
sasaran dilepas ke dalam lumen saluran cema,

160
Bab 6.Antigen dan Antibodi

Tabel 6.3 Kelas dan sifat imunoglobulin


lgG1-4 lgA IM lgD lgE
Sifat utama Paling banyak lg utama Aglutinator Umumnya Pengerahan
ditemukan dalam sekresiyang sangat ditemukan agens anti
dalam cairan seromukosa efektif; di mikrobial.
tubuh terutama untuk diproduksi permukaan Meningkat
ekstravaskular menjaga dini pada limfosit pada infeksi
untuk permukaan res pons paras it.
memerangi luar tubuh imun . Berperan
mikroorganisme Pertahanan pada gejala
dan toksinnya terdepan alergi atopi.
terhadap
bakteremia
Fungsi Opsonisasi Ditemukan Mengikat Menimbulkan
dalam sekresi komplemen alergi , syok
ADCC
(asam Opsonin anafilaksis.
lmunitas lam bung ) baik Pertahanan
neonatal Proteksi ter- terhadap
hadap mukosa parasit.
disekresi
dalam air
susu
lkatan sel Mononuklear Limfosit Limfosit Reseptor Sel mast
Limfosit Neutrofil Reseptor sel B Basofil
Neutrofil sel B Limfosit
Trombosit
Fiksasi
komplemen
Klasik ++ +++
Alternatif +
Lewat
++
plasenta
Sensitisasi
sel mast dan +++
basofil
lkatan dengan
makrofag dan +++ + +
polimorfisme

sel epitel juga melepas bagian sekretori lambung terdiri atas 80% lgA, 13% lgM
(secretory piece) untuk membentuk dan 7% IgG, yang semuanya berperan
slgA yang terlindung dari pencemaan pada imunitas setempat. IgM juga dapat
oleh enzim. Imunoglobulin dalam cairan dilindungi bagian sekretori dengan berat

161
lmuno/ogi Dasar Edisi ke-10

Tabel 6.4 Perbandingan subkelas lgG pada manusia


lgG1 lgG2 lgG3 lgG4
Berat molekul 150.000 150.000 150.000 150.000
Komponen rantai berat y1 y2 y3 y4
Konsentrasi dalam serum (mg/ml) 9 3 1 0.5
% total lgG dalam serum normal 67 22 7 4
Masa paruh (hari) 23 23 8 23
Aktivasi komplemen Ualur klasik) ++ + +++ ±
lkatan reseptor Fe monosit/makrofag +++ ± +++ +
Kemampuan melewati plasenta +++ ± +++ +++
Agregasi spontan +++
lkatan protein stafilokok A +++ +++ ± +++
lkatan protein stafilokok G +++ +++ +++ +++

molekul 70.000 dalton sehingga dapat makrofag dan sel PMN yang berperan
berfungsi bila ada defisiensi slgA. dalam fagositosis. Peran slgA terlihat
Defisiensi IgA sering disertai dengan pada (Gambar 6.9).
adanya antibodi terhadap antigen makanan
dan inhalan pada alergi. Di dalam air susu C. Imunoglobulin M
ibu ditemukan slgA, di samping lakto- Nama M berasal dari makro-globulin
ferin, transferin, lisozim, lipid, lactoba- dan berat molekul lgM adalah 900.000
cillus promoting/actor, fagosit dan limfosit dalton. lgM mempunyai rumus bangun
yang berperan pada imunitas neonatus. pentamer dan merupakan imunoglobulin
Kadar IgA yang tinggi dalam serum terbesar. lgM merupakan lg paling efisien
ditemukan pada infeksi kronik saluran dalam aktivasi komplemen Ualur klasik).
napas dan cema, seperti tuberkulosis, Molekul-molekul IgM diikat oleh rantai
sirosis alkoholik, penyakit coeliac, kolitis J (joining chain) seperti halnya pada
ulseratif dan penyakit Crohn. Fungsi IgA lgA. Kebanyakan sel B mengekspresikan
serum dalam bentuk monomerik belum lgM pada permukaannya sebagai reseptor
banyak diketahui. IgA terdiri atas 2 sub- antigen. lgM dibentuk paling dahulu
kelas yaitu lgAl (93%) dan lgA2 (7%). pada respons imun primer terhadap ke-
Bila produksi IgA pada permukaan mukosa banyakan antigen dibanding dengan lgG.
diperhitungkan, maka lgA merupakan lgM juga merupakan lg yang predominan
lg terbanyak. Reseptor dengan afinitas diproduksi janin. Kadar lgM yang tinggi
tinggi untuk kelas lgA ditemukan pada dalam darah umbilikus merupakan

162
Bab 6.Antigen dan Antibodi

A.

B.

Daerah trans-
\ membran Rig

...•
lgA sekretori

Gambar 6.8 Komponen sekretori antibodi

A. Struktur lgA dimerik yang ditemukan dalam sekresi menunjukkan komponen sekretori yang
berfungsi sebagai proteksi molekul polimerik hasil proteolisis.
B. Diagram skematik menunjukkan pembentukan lgA sekretori oleh sel plasma mukosa. lgA
dimerik ini diikat oleh reseptor lg pada rantai J . Kompleks reseptor lg-lgA diangkut menuju
permukaan sel epitel untuk selanjutnya dilepas berupa lgA sekretori.

163
lmunologi Dasar Edisi ke-10

A gen
infeksi
Lumen

Permukaan
mukosa

Sel plasma

Gambar 6.9 Pertahanan di permukaan mukosa

petunjuk adanya infeksi intrauterin. Bayi bodi ditemukan dalam darah. Dalam 2-3
yang baru dilahirkan hanya mengandung hari setelah suntikan toksoid kedua kali,
IgM 10% dari kadar lgM dewasa, kadar antibodi dalam darah meningkat
karena lgM ibu tidak dapat menembus tajam dan mencapai kadar maksimum
plasenta. Janin umur 12 minggu sudah yang jauh lebih tinggi dibanding dengan
mulai membentuk IgM bila sel B-nya
respons primer. Respons sekunder ditan-
dirangsang oleh infeksi intrauterin, seperti
dai oleh respons yang lebih cepat serta
sifilis kongenital, rubela, toksoplasmosis
dan virus sitomegalo. Kadar lgM anak lebih banyak produksi antibodi. Hal ter-
akan mencapai kadar IgM dewasa pada sebut disebabkan oleh adanya ekspansi
usia satu tahun (Gambar 6.10). sel memori akibat pemberian toksoid
Kebanyakan antibodi alamiah seperti pertama (Gambar 6 .11).
isoaglutinin, golongan darah AB, anti- Hal yang khas terjadi pada respons
bodi heterofil adalah lgM. lgM dapat sekunder: pembentukan imunoglobulin
mencegah gerakan mikroorganisme berlangsung lebih cepat dan untuk waktu
patogen, memudahkan fagositosis dan yang lebih lama, imunoglobulin men-
merupakan aglutinator poten antigen.
capai titer tinggi yang terutama terdiri
Bila seorang anak diimunisasi terhadap
atas lgG. Pada respons primer, timbulnya
produk bakteri seperti toksoid, akan di-
IgG didahului oleh IgM.
perlukan beberapa hari sebelum anti-

164
Bab 6.Antigen dan Antibodi

Lahir

lgM
100

ro
(/)

~
"O
lgG
O>
c:
1l 50
E
ro I1gA, lgD, lgEI
?ft.
------ ------
:'' .., __ _
_.\ --- --- ----
I
.
o...._------~~---
;' '
' ............
~~~---...~~~~__.
-3
...
0
Bayi
...
lbu
6 12
Usia(bulan)
18

Gambar 6.10 Perkembangan kadar lg serum pada manusia

E
2Q) PRIMER SEKUNDER I
, -. . '
,' Ab ' ..,
CJ)
,' total ......
E
ca II ' .. ,
ro
"O II ' .. ,

I ',

~
I
I
I
~ I
I
ca I
ro
"O
I
I
I
ca
::.::
I
,
I

Gambar 6.11 Respons antibodi primer dan sekunder (anamnestik)

165
Jmunologi Dasar Edisi ke-10

D. Imunoglobulin D F. Superfamili imunoglobulin


IgD ditemukan dalam serum dengan Berbagai struktur rantai berat dan ringan
kadar yang sangat rendah. Hal tersebut imunoglobulin memiliki beberapa
mungkin disebabkan oleh karena IgD struktur sama terutama rantai berat dan
tidak dilepas sel plasma dan sangat ringan yang memiliki struktur domain
rentan terhadap degradasi oleh proses lekukan imunoglobulin. Adanya struktur
proteolitik. lgD merupakan komponen khas pada semua rantai berat dan ringan
permukaan utama sel B dan petanda dari menunjukkan bahwa gen yang menyandi-
diferensiasi sel B yang \ebih matang. IgD nya, berasal dari gen primordial yang
merupakan 1% dari total irnunoglobulin sama, gen yang menyandi struktur domain
dan ditemukan banyak pada membran sel B dasar/polipetida yang terdiri dari sekitar
bersama IgM yang dapat berfungsi sebagai 10 asam amino. Sejumlah besar protein
reseptor antigen pada aktivasi sel B. membran telah ditemukan memiliki
lgD tidak mengikat komplemen, satu atau lebih regio homolog terhadap
mempunyai aktivitas antibodi ter- domain imunoglobulin. Masing-masing
hadap antigen berbagai makanan dan protein membran tersebut dibagi sebagai
autoantigen seperti komponen nukleus. superfamili imunoglobulin. Disamping
IgD j uga diduga dapat mencegah terj adinya
imunoglobulin sendiri superfamili
toleransi imun, tetapi mekanismenya
imunoglobulin terdiri atas:
belum jelas.
• heterodimer lg-a/Ig-p, bagian dari
E. Imunoglobulin E BCR
IgE mudah diikat sel mast, basofil dan • reseptor pol i lg yang berperan dalam
eosinofil yang memiliki reseptor untuk komponen sekretori IgA dan lgM
fraksi Fe dari lgE (FcE-R). lgE dibentuk • TCR
setempat oleh sel plasma dalam selaput • protein asesori sel T seperti CD2,
lendir saluran napas dan cema. Alergen CD4, CD8, CD28 dan rantai a , 8, E
yang diikat silang (cross-linking) oleh dari CD3
dua molekul lgE pada permukaan sel mast • molekul MHC-1 dan MHC-II
akan menimbulkan influks ion kalsium • mikroglobulin p2, protein invarian
ke dalam sel. Hal itu menurunkan kadar yang berhubungan dengan MHC-1,
adenosin monofosfat siklik (cAMP) intra- • berbagai molekul adhesi seperti VCAM-
selular yang menimbulkan degranulasi 1, ICAM-1 , ICAM-2 dan LFA-3
sel mast (Gambar 6.12). Selain pada • PDGF.
alergi, kadar lgE yang tinggi ditemukan Kebanyakan anggota superfamili
pada infeksi cacing, skistosomiasis, imunoglobulin tidak mengikat antigen,
penyakit hidatid, trikinosis dan diduga jadi ciri struktur lekuk imunoglobulin
berperan pada imunitas parasit. yang banyak ditemukan pada protein

166
Bab 6.Antigen dan Antibodi

••
•••
.
A mmo
•• ••
• ••
e
vasoaktif
Gambar 6.12 Reaksi silang (cross-linking) antara antigen dan lgE menimbulkan
degranulasi sel mast

membran diduga mempunyai beberapa sudah banyak dijelaskan sebelumnya.


fungsi disamping mengikat antigen. Penghantaran antibodi ke permukaan
Lekuk tersebut diduga memudahkan mukosa saluran napas, cema, kemih dan
interaksi antara protein membran. asi memerlukan gerakan yang menembus
lapisan epitel. Proses tersebut disebut
G. Fungsi efektor antibodi-transitosis transitosis. Pada manusia dan tikus, IgA
merupakan antibodi utama yang terlibat
Imunitas humoral diperankan antibodi
dalam transitosis, tetapi juga IgM dapat
yang dilepas sel plasma di organ limfoid
dihantarkan ke permukaan mukosa.
dan sumsum tulang, dan fungsi fisiologis-
Transfer IgG dari ibu ke janin merupakan
nya adalah pertahanan terhadap mikroba
bentuk imunisasi pasif.
ekstraselular dan toksinnya. Antibodi
berperan dalam sejumlah aktivitas
biologis lain yang berakhir dalam elimi- H. lmunoglobulin serebrospinal
nasi antigen dan kematian patogen. Ada Pada individu normal, imunoglobulin
4 fungsi efektor utama yaitu opsonisasi, CSS berasal dari plasma melalui difusi
aktivasi komplemen, ADCC dan proses sawar darah-otak. Jumlahnya tergantung
transitosis atau menghantarkan melalui dari kadamya dalam serum dan permea-
lapisan epitel. Tiga proses pertama bilitas sawar darah-otak. IgM biasanya

167
lmunologi Dasar Edisi ke-10

tidak ditemukan oleh karena ukuran multiselular seperti telur skistosoma.


molekulnya yang besar dan kadamya Peranan efektor ADCC ini juga penting
dalam plasma yang rendah. Namun pada pada penghaneuran kanker, penolakan
keadaan tertentu, seperti penyakit dengan transplan dan penyakit autoimun, sedang
demielinisasi dan infeksi SSP, imuno- ADCC melalui neutrofil dan eosinofil,
globulin dapat diproduksi seeara lokal. berperan terhadap infestasi parasit. Kadar
IgG meningkat pada infeksi kronis dan
I. Efektor ADCC penyakit autoimun (Gambar 6.13).
Melalui Fey-R yang dimilikinya,
IgG bekerja sama dengan imunitas
leukosit dapat mengikat antibodi yang
nonspesifik, dapat merusak antigen
melapisi sel dan menghaneurkan sel
sel melalui interaksi dengan sistem
tersebut melalui ADCC. Eosinofil ber-
komplemen atau melalui efek sitolitik
peran dalam ADCC terhadap eaeing.
yang disebut ADCC dengan sel NK,
Caeing terlalu besar untuk dimakan oleh
eosinofil, neutrofil, makrofag yang
fagosit dan eaeing relatif resisten ter-
semuanya memiliki Fey-R. Efek ADCC
dapat menghaneurkan sel tumor, agens hadap produk mikrobisidal neutrofil dan
infeksi dan sel alogeneik melalui Fe-R, makrofag. Eosinofil dapat membunuhnya
regio Fe dari IgG yang diikat regio Fab dengan MBP yang ada dalam granulnya.
pada permukaan antigen sel sasaran. IgE melapisi eaeing, selanjutnya eosinofil
Ikatan Fe-R dan regio Fe, menimbulkan mengikat IgE melalui Fe1::-RI, diaktifkan
destruksi sel sasaran oleh penglepasan oleh induksi sinyal dari Fe1::-RI, dan me-
sitokin. ADCC merupakan eontoh parti- lepas granulnya yang membunuh eaeing
sipasi molekul antibodi untuk memaeu (Gambar 6.14).
fungsi efektor sel nonspesifik.
ADCC pertama kali digambarkan J. Pengalihan kelas
pada sel NK yang memiliki Fey-R, Fey-
IgM merupakan imunoglobulin yang
RIII atau molekul CD 16 untuk mengikat
pertama kali diproduksi sebagai respons
sel yang dilapisi antibodi. IgG dalam
imun terhadap antigen yang diikuti peng-
plasma tidak mengaktifkan sel NK.
Ikatan Fey-RIII dengan sel sasaran yang alihan ke produksi IgG atau antibodi
dilapisi antibodi, mengaktifkan sel NK kelas lain. Hal ini tergantung dari sinyal
untuk mensintesis dan melepas granulnya sel Th yang memerlukan ikatan dengan
dan sitokin seperti IFN-y yang semuanya ligan CD40 (CD154) di permukaan sel T,
berperan dalam pembunuhan sel. dan dengan CD40 di sel B. Di samping
Sel NK merupakan efektor dari itu sitokin yang diproduksi sel T ber-
ADCC yang tidak hanya merusak sel pengaruh terhadap gen regio konstan
tunggal, tetapi juga mikroorganisme yang menimbulkan pengalihan kelas lg.

168
Bab 6.Antigen don Antibodi

"' Enzim litik


( Perforin
• TNF

-- Ag permukaan

~ lkatan Ab dengan
Ag dan FcR

Makrofag

Gambar 6.13 ADCC


Sel sitotoksik nonspesifik bekerja terhadap sel sasaran spesifik dengan mengikat FcR dari
antibodi yang diikat antigen permukaan sel sasaran. Berbagai bahan (enzim litik, TNF, perforin,
granzim) dilepas oleh sel sitotoksik nonspesifik, selanjutnya berperan dalam destruksi sel
sasaran.

A.
Fci;Rll l
Antigen

~ ~
permukaan
I

~-$ SelNK .---P-e_m_u_s-na_h_a_n_s_e_I___,


yang dilapisi antibodi

B.

Fci;RI

Cacing

Gambar 6.14 Antibody Dependent Cell-mediated Cytotoxicity


A. lg dari golongan lgG tertentu berikatan dengan sel (sel terinfeksi) dan Fey yang diikat akan
dikenal Fcy-R pada sel NK. Sel NK diaktifkan dan membunuh sel yang dilapisi antibodi.
Mungkin sel NK juga dapat menghancurkan sasaran yang mengekspresikan MHC-1
dengan bantuan opsonin .
B. lgE dan eosinofil berperan dalam eliminasi cacing.

169
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Sel Th2 memproduksi lL-4 yang K. Interaksi antara antigen-antibodi


menginduksi sel B untuk pengalihan ke
Antigen adalah bahan yang dapat diikat
produksi lgE. IL-5 yang juga diproduksi
secara spesifik oleh molekul antibodi atau
sel T menginduksi sel B untuk pengalih-
an ke produksi lgA. lFN-y yang dipro- molekul reseptor pada sel T. Antibodi
duksi sel Thl menginduksi pengalihan ke dapat mengenal hampir setiap molekul
produksi kelas lgG 1 dan lgG3 (Gambar biologik sebagai antigen seperti hasil
6.15). metabolik hidrat arang, lipid, hormon,
Sel B yang dirangsang antigen akan makromolekul kompleks hidrat arang,
berdiferensiasi menjadi sel yang men- fosfolipid, asam nukleat dan protein.
sekresi lgM atau atas pengaruh CD40L Pengenalan antigen oleh antibodi me-
dan sitokin, beberapa sel B akan berdife- libatkan ikatan nonkovalen dan reversibel.
rensiasi menjadi sel yang memproduksi Berbagai jenis interaksi nonkovalen dapat
berbagai kelas rantai berat lg. Fungsi berperan pada ikatan antigen seperti faktor
efektor utama dari beberapa kelas lg ter- elektrostatik, ikatan hidrogen, interaksi
lihat dalam gambar; semua kelas dapat hidrofobik dan lainnya. Kekuatan ikatan
berfungsi untuk menetralisasi mikroba antara satu antibodi dan epitop disebut
dan toksin (Gambar 6.16). afinitas antibodi. Antigen polivalen mem-

Pengalihan
isotip

Subkelas lgG
lgM lgE lg A
(lgG1 , lgG3)

Fungsi Aktivasi Respons fagosit lmunitas lmunitas


efektor komplemen yang Fc-R terhadap mukosa
utama dependen ; cacing . (transpor
aktivasi Degranulasi lgAmelalui
komplemen; sel mast epitel)
imunitas neonatal (hi persensitivitas
(transfer plasenta) cepat)

Gambar 6.15 Pengalihan produksi isotipe rantai berat lg

170
Bab 6.Antigen don Antibodi

I
~
Sel B aktif
IL-4
IL-5 --rt ~~:~~~tau
(sentroblas)

~~~~~~~~~~
~~~IL-4
IL-5
Diferensiasi sitokin :
O
o ~ lgM

Proliferasi sitokin :
IL-2, IL-4 , IL-5 IL-2, IL-4, IL-5, IFN-y, TGF-13

Gambar 6.16 lnteraksi sitokin dengan sel B


lnteraksi berbagai sitokin dengan sel B menghasilkan sinyal yang diperlukan untuk proliferasi
dan pengalihan kelas selama diferensiasi sel B menjadi sel plasma.

punyai lebih dari satu determinan. Ke- menghasilkan aviditas lebih tingi. IgM
kuatan ikatan antibodi dengan epitop anti- mempunyai 10 ikatan antigen identik
gen keseluruhan disebut afiditas (Gambar yang secara teoritis dalam interaksi poli-
6.17). valen dapat mengikat secara simultan 10
Antigen monovalen atau epitop determinan dengan aviditas sangat tinggi.
masing-masing pada permukaan sel, Antibodi merupakan komponen imu-
akan berinteraksi dengan masing-masing nitas didapat yang melindungi tubuh
ikatan tunggal molekul antibodi . Meski- terhadap infeksi mikroorganisme dan
pun afinitas interaksi tersebutdapattinggi, produknya yang toksik. Oleh karena itu
aviditas keseluruhan adalah rendah. Bila interaksi antara antigen dan antibodi
ditemukan banyak determinan yang sangat penting dan banyak digunakan
cukup dekat pada permukaan sel, satu in vitro untuk tujuan diagnostik. Peng-
molekul IgG mengikat 2 epitop (interaksi gunaan reaksi in vitro antara antigen-
bivalen dengan satu molekul IgG) yang antibodi disebut serologi.

171
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Valensi Aviditas
interaksi interaksi

IMonovalen I IRendah I

Bivalen 1 1 1 Tinggi I

I
I
,.......-----.,
I r-=---i
Sangat
Polivalen tinggi

Gambar 6.17 Valensi dan aviditas interaksi antigen-antibodi

Interaksi antara antigen dan anti- Serum dengan kekuatan tinggi atau
bodi dapat menimbulkan berbagai akibat tidak diencerkan hanya sedikit atau tidak
antara lain presipitasi (bila antigen me- menunjukkan aglutinasi/ presipitasi. Hal
rupakan bahan larut dalam cairan garam itu disebut fenomen prozon disebabkan
fisiologik), aglutinasi (bila antigen me- oleh antibodi berlebihan. Cross/inking
rupakan bahan tidak larut/partikel-partikel atau reaksi silang antigen tidak terjadi
kecil), netralisasi (toksin) dan aktivasi akibat banyaknya antibodi. Setiap anti-
komplemen. Kebanyakan reaksi tersebut gen dapat diikat satu antibodi. Hal yang
terjadi oleh adanya interaksi antara antigen sama terjadi bila serum sangat diencer-
multivalen dan antibodi yang sedikitnya kan, juga hanya sedikit atau tidak menun-
memiliki 2 tempat ikatan per molekul. jukkan aglutinasi/presipitasi yang disebut
Titer antibodi adalah pengenceran fenomena pos-zona. Di antara fenomen
tertinggi yang menunjukkan aglutinasi prozon dan pos-zona, setiap molekul
atau presipitasi. Untuk menentukan titer antibodi bereaksi dengan antigen yang
antibodi, dibuat pengenceran serial serum membentuk kompleks besar. Zona ini
dan selanjutnya ditambahkan sejumlah disebut zona ekuivalen. Kadar antigen
antigen yang konstan dan campuran dan antibodi dalam zona ini merupakan
larutan tersebut diinkubasikan dan di- kadar relatif molekul-molekul yang dapat
periksa untuk aglutinasi/ presipitasi. membentuk kompleks (Gambar 6.18)

172
Bab 6.Antigen dan Antibodi

L . Antibodi monoklonal Kl on adalah segolongan sel yang ber-


asal dari satu sel dan karenanya identik
Dewasa ini, produksi antibodi identik
secara genetik. Antibodi monoklonal
dalam jumlah besar yang tidak terbatas adalah antibodi yang diproduksi oleh
telah dimungkinkan (1975). Bila antigen sel-sel yang berasal dari satu klon sel.
tertentu dimasukkan ke dalam sistem Kloning dapat dilakukan dengan meng-
imun hewan percobaan, semua sel B yang encerkan larutan sel demikian rupa se-
mengenal banyak epitop pada antigen hingga dalam biakan sel diperoleh sumur
akan dirangsang dan memproduksi yang hanya mengandung satu sel.
antibodi. Darah yang diambil dari hewan Protein mieloma adalah protein/
tersebut akan mengandung antibodi yang imunoglobulin yang diproduksi neoplasma
multipel yang akan bereaksi dengan sel plasma. Tumor ini tumbuh tanpa
setiap epitop. Serum tersebut disebut kontrol dan imunoglobulin tersebut di-
poliklonal oleh karena mengandung temukan dalam jumlah besar pada
produk yang berasal dari banyak klon sel penderita dengan mieloma. Bila sel B
B. Memumikan antibodi yang diperlukan tunggal menjadi ganas, semua antibodi
dari serum tersebut sangatlah sulit. adalah identik.

"C
0
==f1 ~~
~~ }-=
..c
+;;
c:

......"'"' .;. !Jy


Ekuivalen

:e.en ~ 1
f I!!
a.
"""'\
B

..c:
e"'
..,
;:,
A c

Ekses Ekses
antibodi antigen

2 3 4 5 6 7 8 9
Penambahan jumlah antigen ---+

Gambar 6.18 Pembentukan kompleks imun dan presipitasi


Zone A: Zona prozon; Zone B: Zona ekuivalen ; Zona C: Fenomen pos-zona

173
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Sel plasma yang diambil dari darah ditentukan. Setelah sel dipilih oleh
tidak akan tumbuh dalam biakan j aringan antigen paling sesuai, akan berproliferasi
dan akan mati dalam beberapa hari. Se- dan memproduksi klon sel yang akan
baliknya sel mieloma akan tumbuh terns terns menerns memproduksi antibodi
menerns dalam biakan jaringan. Satu yang sama.
sel plasma dan satu sel mieloma dapat Burnet mengemukakan konsep for-
difusikan menjadi satu sel yang disebut bidden clone untuk menerangkan auto-
hibridoma yang mempunyai sifat dari imunitas. Sel yang dapat memproduksi
ke 2 sel asalnya dan akan membentuk antibodi terhadap antigen normal sendiri
antibodi monoklonal. Dalam antibodi akan forbidden dan disingkirkan dalam
monoklonal semua molekulnya adalah masa hidup embrional. Selama perkem-
identik (Gambar 6 .19). bangan janin, klon yang bereaksi dengan
Antibodi monoklonal mernpakan antigen sendiri akan dihancurkan atau
bahan standar yang banyak digunakan ditekan. Aktivasi klon reaktif yang
dalam laboratorium untuk mengidentifi- ditekan oleh pajanan dengan antigen
kasi berbagai jenis sel, typing darah dan pada usia lebih lanjut, akan menginduksi
menegakkan diagnosis berbagai penyakit. penyakit autoimun.
Kemajuan sekarang telah memungkinkan
untuk memproduksi antibodi monoklonal
N. Sel B hibridoma
manusia melalui rekayasa genetika dalam
jumlah yang besar untuk digunakan Sel hibrid diproduksi melalui fusi sel
dalam terapi berbagai penyakit limpa yang melepas antibodi yang di-
imunisasi terhadap antigen tertentu
M. Teori seleksi klon dengan mutan sel mieloma dari spesies
tertentu yang tidak lagi melepas produk
Teori seleksi klon mernpakan teori proteinnya sendiri. Glikopolietilen di-
seleksi dalam pembentukan antibodi gunakan untuk fusi tersebut. Sel mutan
yang diusulkan Burnet. Postulasinya mieloma mernpakan sel imortal yang
ialah adanya sejumlah besar sel yang memproduksi antibodi monoklonal terns
memproduksi antibodi, dan masing- menerns. Sel mutan mieloma tersebut
masing mensintesis antibodi yang sudah disebut sel hibridoma.

174
Bab 6.Antigen don Antibodi

l l l
Campuran sel limpa, termasuk
beberapa yang menghasilkan
antibodi anti-X
t
Campuran sel
fusi dan tidak
terfusi

.--~
Hanya sel yang ~'Q": (·-··-.:
terfusi (hibridoma) F \ ... i,,._ "-... J
berkembang II~

Sel "klon" (setiap sumur


mengandung progeni satu sel)

Skrining supernatan untuk mengetahui adany.~


antibodi anti-X dan mengembangkan klon pos1t1f

Hibridoma menghasilkan
Ab monoklonal anti-X

Gambar 6.19 Pembentukan antibodi monoklonal

175
/munologi Dasar Edisi ke-10

Butir-butir penting

D Semua imunogen adalah antigen, heterodimer untuk membentuk


tetapi tidak sebaliknya. Misalnya reseptor antigen sel B pada per-
hapten yang merupakan molekul mukaan sel B (BCR)
kecil antigen, tetapi tidak dapat
O Tiga fungsi efektor utama antibodi
menginduksi respons imun (atau
adalah: 1. Opsonisasi yang memacu
imunogenik). Hapten hanya dapat
fagositosis antigen oleh makrofag
menginduksi sistem imun bila
dan neutrofil. 2. Aktivasi komplemen
dikonjugasikan dengan molekul
yang mengaktifkan jalur yang meng-
besar
hasilkan sejumlah protein yang dapat
D Imunogenesitas ditentukan oleh merusak membran sel. 3. ADCC
banyak faktor seperti keterasingan, yang dapat membunuh sel sasaran
komposisi molekular dan kimiawi, yang mengikat antibodi
kompleksitas, dosis, kerentanan
D Tidak halnya dengan antibodi poli-
terhadap proses dan presentasi
klonal yang dibentuk oleh banyak
antigen, genotipe dari resipien hewan
klon sel B dan menunjukkan sejumlah
(terutama gen MHC), rute pemberian
tempat ikatan yang heterogen,
dan ajuvan
antibodi monoklonal dibentuk oleh
D Molekul antibodi terdiri atas 2 rantai klon sel B tunggal dan memiliki satu
ringan identik dan 2 rantai berat tempat ikatan
identik. Rantai ringan dihubungkan
dengan rantai berat oleh ikatan
D Ada lima kelas atau isotipe rantai
berat yaitu y, a , µ, 8, c sesusai dengan
disulfida dan rantai berat diikat satu
rantai berat pada imunoglobulinnya
dengan lain oleh disulfida. Setiap
lgG, lgA, IgM, lgD dan lgE. Ada
rantai antibodi terdiri atas regio
2 jenis rantai ringan K dan 'A yang
variabel terminal amino dan regio
dibedakan dari urutan asam amino
konstan terminal karboksi
dalam domain konstan
D Antibodi yang diproduksi sel plama,
O Antibodi mengenal determinan anti-
diekspresikan dalam 2 bentuk: yang
gen (epitop ); kelas utama antigen
dilepas dan yang diikat membran
adalah protein atau glikoprotein,
yang berikatan dengan lg-ex/lg-~
asam nukleat, karbohidrat dan lipid.

176
KOMP LEMEN BAB
7
Daftar Isi

I. MEDIATOR YANG DILEPAS D. Adherens imun


KOMPLEMEN E. Eliminasi kompleks imun

I
II. AKTIVASI KOMPLEMEN
A. Aktivasi komplemen jalur klasik
B. Aktivasi komplemen jalur altematif
C. Aktivasi komplemen jalur lektin
F.
G.
H.
I.
Lisis osmotik bakteri
Neutralisasi infeksi virus
Aktivitas sitolitik ADCC
Imunitas nonspesifik dan spesifik

V. REGULATOR - INHIBITOR
III. RESEPTOR KOMPLEMEN
KOMPLEMEN
IV. FUNGSI BIOLOGIS KOMPLEMEN
VI. DEFISIENSI KOMPLEMEN
A. Inflamasi
B. Pengerahan sel - kemokin
Butir-butir penting
C. Fagositosis - opsonin

177
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Daftar singkatan yang digunakan dalam bah ini

ADCC Antibody Dependent Cell LES Lupus Eritematosus Sistemik


(mediated) Cytotoxicity LPS Lipopolisakarida
APC Antigen Presenting Cell MAC Membrane Attack Complex
CD Cluster ofDifferentiation MBL Mannan Binding Lectin
CRP C-Reactive Protein MHC Major Histocompatibility
CR Complement Receptor Complex
OAF Decay Accelerating Factor NK Natural Killer (cell)
EBY Virus Epstein Barr PMN Polimorfonuklear
Fe Fragmen crystallizable SD Sel dendritik
Fc-R Fragmen crystallizable Receptor TCR T cell Receptor
INH Inhibitor TNF Tumor Necrosis Factor
KGB Kelenjar Getah Bening

178
Bab 7. Komplemen

omplemen merupakan sistem tersebut dapat juga berinteraksi dengan

K yang terdiri atas sejumlah pro-


tein yang berperan dalam per-
tahanan pejamu, baik dalam sistem imun
inhibitor yang menghentikan reaksi
selanjutnya. Komplemen sangat sensitif
terhadap sinyal kecil, misalnya jumlah
nonspesifik maupun sistem imun spesifik. bakteri yang sangat sedikit sudah dapat
Komplemen merupakan salah satu sistem menimbulkan reaksi beruntun yang
enzim serum yang berfungsi dalam infla- biasanya menimbulkan respons lokal.
masi, opsonisasi dan kerusakan (lisis)
membran patogen. Dewasa ini diketahui
I. MEDIATOR YANG DILEPAS
sekitar 20 jenis protein yang berperan
KOMPLEMEN
dalam sistem komplemen.
Komplemen merupakan molekul Sistem komplemen terdiri atas sejumlah
larut sistem imun nonspesifik dalam ke- protein serum yang tidak tahan panas.
adaan tidak aktif yang dapat diaktifkan Komponen komplemen biasanya ditemu-
berbagai bahan seperti LPS bakteri. Kom- kan dalam bentuk prekursor inaktif larut
plemen dapat juga berperan dalam sistem yang bila diaktifkan, menghasilkan kom-
imun spesifik yang setiap waktu dapat di- ponen komplemen yang dapat bekerja se-
aktifkan kompleks imun. Hasil aktivasi bagai enzim, mengikat beberapa molekul
tersebut menghasilkan berbagai mediator komponen berikutnya dan menimbulkan
yang mempunyai sifat biologik aktif dan reaksi beruntun berupa kaskade. Aktivasi
beberapa di antaranya merupakan enzim komplemen menghasilkan sejumlah
untuk reaksi berikutnya. Produk lainnya molekul efektor yang mempunyai efek
berupa protein pengontrol dan beberapa biologik dan peran dasar pada:
lainnya tidak mempunyai aktivitas enzim. • lisis sel, bakteri dan virus
Aktivasi komplemen merupakan usaha • opsonisasi yang meningkatkan fago-
tubuh untuk menghancurkan antigen sitosis partikel antigen
a~ing? pamun sering pula menimbulkan • mengikat reseptor komplemen spe-
kerusal<:an jaringah sehingga merugikan sifik pada sel sistem imun sehingga
tubuh sendiri. memacu fungsi sel spesifik, inflamasi
Ada 9 komponen dasar komplemen dan sekresi molekul imunoregulatori
yaitu C 1 sampai C9 yang bila diaktifkan, • menyingkirkan kompleks imun dari
dipecah menjadi bagian-bagian yang sirkulasi dan mengendapkannya di
besar dan kecil (C3a, C4a dan sebagai- limpa dan hati. Contohnya pada pen-
nya). Fragmen yang besar dapat berupa derita LES yang memproduksi sejumlah
enzim tersendiri dan mengikat serta besar kompleks imun yang menunjuk-
mengaktifkan molekul lain. Fragmen kan kerusakanjaringan (Gambar 7.1).

179
lmunologi Dasar Edisi ke-10

LISIS KLIRENS
KOMPLEKS IMUN

Kompleksj l
Ag-Ab

Darah
- I - - J
Sel sasaran Fagosit Fagosit

Gambar 7.1 Berbagai efek sistem komplemen

Protein komplemen dalam serum dan yang diikat reseptor pada membran berperan dalam
sejumlah respons imun seperti lisis sel asing oleh antibodi (ADCC), opsonisasi antigen, bakteri
oleh fagosit, aktivasi respons inflamasi dan pembersihan kompleks imun dalam sirkulasi oleh
hati dan limpa.

II. AKTIVASI KOMPLEMEN klasik dan altematif terlihat pada Tabel


Sistem komplemen yang semula diketahui 7.1. dan Gambar 7.2
diaktifkan melalui 2 jalur, yaitu jalur Jalur lektin diawali dengan pengenalan
klasik dan altematif, sekarang diketahui manosa dari karbohidrat membran patogen
juga dapat terjadi melalui jalur lektin. oleh lektin dan jalur alternatif diawali oleh
Jalur klasik diaktifkan oleh kompleks pengenalan permukaan sel asing. Meskipun
imun sedang jalur altematif dan jalur aktivasi sistem komplemen diawali oleh
lektin tidak. Perbandingan antara jalur tiga jalur yang berbeda, namun semua

Tabel 7.1 Perbandingan aktivasi komplemen jalur klasik dan alternatif


Jalur klasik Jalur alternatif
lmunitas spesifik lmunitas nonspesifik
Dimulai oleh antibodi Dimulai oleh dinding sel bakteri
Biasanya diikat antigen
Memerlukan interaksi dengan dan C2
Tidak memerlukan komponen C1 , C4
semua komponen major
Tiga fase : Tiga fase:
- Fase inisiasi - Fase inisiasi
- Fase amplifikasi - Fase amplifikasi
- Fase membrane attack akhir jalur umum - Fase membrane attack

180
Bab 7. Komplemen

Al<tivasi alternatif

C1qrs C4a Aktivasi C3a C5a Sitolisin


permeabilitas anafilatoksin kinin kemotaksis kemotaksis
vaskular t lemah anafilatoksin
C4b opsonin opsonln C3b kemotaksis CS-6-7
adherens imun
Gambar 7.2. Aktivasi komplemen melalui jalur klasik dan alternatif
C1qrs Meningkatkan permeabilitas vaskular
C2 Mengaktifkan kinin
C3a dan C5a Kemotaksis yang mengerahkan leukosit dan juga berupa anafilatoksin yang
dapat merangsang sel mast melepas histamin dan mediator-mediator lain
nya
C3b Opsonin dan adherens imun
C4a Anafilatoksin lemah
C4b Opsonin
C5-6-7 Kemotaksis
C8-9 Melepas sitolisin yang dapat menghancurkan sel (lisis)

jalur berakhir dalam produksi C3b. Pada sasaran yang cocok, seperti sel bakteri.
tingkat akhir dari semua jalur dibentuk Aktivasi jalur klasik dimulai dengan C 1
MAC (Gambar 7.3). yang dicetuskan oleh kompleks imun
antibodi dan antigen.
A. Aktivasi komplemen jalur klasik IgM yang memiliki lima F c mudah
diikat oleh C 1. Meskipun C 1 tidak mem-
Penggunaan istilah klasik berdasarkan pe- punyai sifat enzim, namun setelah ber-
nemuannya yang pertama kali, meskipun ikatan dengan Fc, dapat mengaktifkan C4
aktivasi jalur klasik terjadi sesudah jalur dan C2 yang selanjutnya mengaktifkan
lainnya. Aktivasi komplemen melalui C3. IgM dan IgGl, IgG2, IgG3 (IgM
jalur klasik dimulai dengan dibentuknya lebih kuat dibanding dengan IgG) yang
kompleks antigen-antibodi larut atau rnembentuk kompleks imun dengan anti-
dengan ikatan antibodi dan antigen pada gen, dapat mengaktifkan komplemen

181
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Jalur Jalur Jalur


alternatif klasik lektin
Antibod i MBL
Awai
aktivasi
komplemen

C3a :
inflamasi

Tahap awal

C3b:
C3b opsonisasi &
diendapkan
fagositosis
pada mikroba

1~
@) c:::::o::=:>- EJ-YD() C5a :
inflamasi
Ta hap 0/) C5a
lam bat

Lis is
mikroba

Gambar 7.3 Jalur aktivasi komplemen


Jalur klasik diawali bila C1 berikatan dengan kompleks antigen-antibodi. Jalur alternatif diawali
dengan pembentukan C3b spontan yang berikatan dengan permukaan aktif seperti dinding
sel mikroba . Jalur lektin diawali dengan ikatan MBL dalam serum dengan permukaan patogen .
Ketiga jalur memproduksi C3b dan C5b yang selanjutnya diubah menjadi MAC melalui urutan
umum dari reaksi terminal.

melalui jalur klasik. Jalur klasik melibat- sator dalam reaksi berikutnya. Jadi sti-
kan 9 komplemen protein utama yaitu mulus kecil dapat menimbulkan reaksi
C 1-C9. Se lama aktivasi, protein-protein aktivasi komplemen berurutan. Lipid A
tersebut diaktifkan secara berurutan. dari endotoksin, protease, kristal urat,
Produk yang dihasilkan menjadi katali- polinukleotide, membran virus tertentu

182
Bab 7. Komplemen

dan CRP dapat mengaktifkan komplemen C. Aktivasi komplemen jalur lektin


melalui jalur klasik. Lektin adalah protein larut yang me-
Permukaan patogen tidak memiliki ngenal dan mengikat residu manosa dari
inhibitor komplemen. Setiap sel yang
hidrat arang yang merupakan bagian
tidak dilindungi oleh inhibitor kom-
dinding sel mikroba. Oleh karena itu
plemen akan diserang oleh komplemen.
jalur lektin disebut jalur MBL atau jalur
Aktivasi komplemen yang berlebihan
tidak diinginkan oleh karena menim- ikatan manan. Lektin adalah golongan
bulkan inflamasi dan kematian sel yang famili kolektin, yang merupakan protein
luas. Untuk mencegah hal itu diperlukan fase akut dan kadamya meningkat pada
inhibitor komplemen. respons inflamasi. Aktivasi jalur lektin
diawali oleh terjadinya ikatan antara poli-
sakarida mikroba dengan lektin dalam
B. Aktivasi komplemen jalur
sirkulasi. Seperti halnya dengan C 1q,
alternatif
MBL mengaktifkan kompleks enzim Clr-
Aktivasi jalur altematif memproduksi Cls atau serin esterase yang lain yang di-
produk aktif seperti halnya dengan jalur sebut mannose binding protein-associated
klasik, tetapi untuk awal reaksi tidak di- serine-esterase. Sesudah itu, semua
perlukan kompleks antigen-antibodi. tahap jalur lektin adalah sama dengan
Jalur altematif tidak terjadi melalui jalur klasik melalui C4.
tiga reaksi pertama yang terdapat pada
jalur klasik (C 1, C4 dan C2). Aktivasi
jalur altematif dimulai dengan C3 yang III. RESEPTOR KOMPLEMEN
merupakan molekul yang tidak stabil Aktivasi komplemen jalur altematif dan
dan terus menerus ada dalam aktivasi klasik menghasilkan beberapa fragmen
spontan derajat rendah dan klinis yang komplemen yang diikat oleh reseptomya
tidak berarti. Aktivasi spontan C3 diduga yang ditemukan pada berbagai jenis sel.
terjadi pada permukaan sel, meskipun sel C 1qR ditemukan pada makrofag yang
normal mengekspresikan inhibitor per- mengikat C 1q, pada jaringan kolagen
mukaan yang mencegah aktivasi C3. dan berperan pada eliminasi antigen.
Bakteri (endotoksin), jamur, virus, CR2 merupakan bagian dari kompleks
parasit, kontras (pada pemeriksaan radio- ko-reseptor sel B dan juga ditemukan
logi), agregat lgA (lgA 1, IgA2), lgG4, pada sel dendritik folikular yang
dan faktor nefritik dapat mengaktifkan berfungsi dalam fagositosis kompleks
komplemen melalui jalur altematif. imun di senter germinal dan dalam
Protein tertentu dan lipopolisakarida perkembangan sel memori. CR3 adalah
dapat mengaktifkan komplemen melalui integrin (molekul adhesi) pada fagosit
jalur klasik dan altematif (Gambar 7.4) mononuklear, neutrofil dan sel NK yang

183
lmunologi Dasar Edisi ke-10

IJalur klasik I Jalur lektin/MBL I IJalur alternatif I


Korn pie ks Diikat pada permukaan Endotoksin;
antigen-antibodi karbohidrat dari patogen dinding sel bakteri

C3 *
C3b
I
I }-c3
C3b
I

+
C5 konvertase


C5 • 11Ji C5b

Jalur lisis akhir

Gambar 7.4. Jalur aktivasi komplemen dan faktor yang mengawali reaksi

fungsinya memudahkan fagositosis Fagositosis merupakan komponen


kompleks imun dan migrasi monosit ke penting pada inflamasi. Dalam proses
jaringan. CR4 adalah integrin yang mem- in:flamasi ada 3 hal yang terj adi yaitu (1)
punyai fungsi sama dengan CR3 yang peningkatan pasokan darah ke tempat
terutama diekspresikan pada makrofag benda asing, mikroorganisme atau j aring-
jaringan. Efek biologis yang ditimbulkan an yang rusak, (2) peningkatan permea-
oleh interaksi reseptor dan ligannya ter- bilitas kapiler yang ditimbulkan oleh
gantung dari sel yang mengekspresikan pengerutan sel endotel yang memung-
reseptor tersebut (Tabel 7 .2). kinkan molekul yang lebih besar seperti
antibodi dan (3) fagosit bergerak ke luar
IV. FUNGSI BIOLOGIS pembuluh darah menujuke tempat benda
KOMPLEMEN asing (diapedesis ), mikroorganisme atau
jaringan yang rusak. Selanjutnya leukosit,
A. Inflamasi terutama fagosit polimorfonuklear dan
Sebagai langkah pertama untuk menghan- monosit dikerahkan dari sirkulasi ke
curkan benda asing dan mikroorganisme tempat benda asing, mikroorganisme
serta membersihkanjaringan yang rusak, atau jaringan yang rusak.
tubuh mengerahkan elemen-elemen Peningkatan permeabilitas vaskular
sistem imun ke tempat benda asing dan yang lokal terjadi atas pengaruh anafi-
mikroorganisme yang masuk tubuh atau latoksin (C3a, C4a, C5a). Aktivasi kom-
jaringan yang rusak tersebut. plemen C3 dan CS menghasilkan fragmen

184
Bab 7. Komplemen

Tabel 7.2 Reseptor komplemen dan efek biologis


Reseptor Ligan fragmen Tipe sel untuk Fungsi interaksi ligan-reseptor
komplemen reseptor
CR1 C3b dan iC4b Fagosit Mengenal antigen dengan bantuan
Eritrosit opsonin
Klirens kompleks imun dalam
sirkulasi
CR2 SelB ?
lnfeksi EBV
CR3 Fagosit Adhesi selular
Mengenal antigen dengan bantuan
opsonin
CR4 Fagosit Mengenal antigen dengan bantuan
opsonin
C3a/C4a-R C3a dan C4a Sel mast dan basofil Degranulasi yang melepas histamin
dan mediator inflamasi lain
C5a-R Sel mast dan basofil Degranulasi yang melepas histamin
Sel endotel dan mediator inflamasi lain
Meningkatkan permeabilitas
vaskular
Kemotaksis

kecil C3a dan C5a yang merupakan 7.6). C5a adalah kemoatraktan untuk
anafilatoksin yang dapat memacu degra- neutrofil yang juga merupakan anafila-
nulasi sel mast dan atau basofil melepas toksin. Makrofag yang diaktifkan me-
histamin. Histamin yang dilepas sel mast lepas berbagai mediator yang ikut ber-
atas pengaruh komplemen, meningkatkan peran dalam reaksi inflamasi.
permeabilitas vaskular dan kontraksi otot
polos dan memberikanjalan untuk migrasi
sel-sel leukosit dan keluamya plasma yang C. Fagositosis - opsonin
mengandung banyak antibodi, opsonin C3b dan C4b mempunyai sifat opsonin.
dan komplemen ke jaringan (Tabel 7.3
Opsonin adalah molekul yang dapat diikat di
dan Gambar 7 .5).
satu pihak oleh partikel (kuman) dan di lain
pihak oleh reseptomya pada fagosit sehingga
B. Pengerahan sel - kemokin
memudahkan fagositosis bakteri atau sel
Kemokin adalah molekul yang dapat me- lain. C3 yang banyak diaktifkan pada aktivasi
narik dan mengerahkan sel-sel fagosit. komplemen merupakan sumber opsonin
C3a, C5a dan C5-6-7 merupakan kemokin utama (C3b). Molekul C3b dalam bentuk
yang dapat mengerahkan sel-sel fagosit inaktif (iC3b), juga berperan sebagai opsonin
baik mononuklear maupun polimorfonu- dalam fagositosis oleh karena fagosit juga
klear ke tempat terjadi infeksi (Gambar memiliki reseptor untuk iC3b.

185
lmunologi Dasar Edisi ke- 10

Tabel 7.3 Aktivasi komplemen pada inflamasi


Komplemen Aktivitas
C3a, C5a Anafilaktoksin melepas histamin dan komponen vasoaktif dari basofil dan
sel mast yang meningkatkan permeabilitas vaskular
C3c, C3b, C4b Adherens imun dan opsonisasi mengikat kompleks antigen-antibodi ke
membran makrofag dan neutrofil , meningkatkan fagositosis , juga mengikat
kompleks ke eritrosit untuk memudahkan eliminasi bahan asing melalui
eritrosit oleh hati dan limpa
C5a Kemotaksis dan kemokinetik - menarik fagosit ke tempat inflamasi dan
meningkatkan aktivasi umumnya C8, C9 yang membentuk lubang-lubang
transmembran sehingga memungkinkan bahan sitoplasma keluar. Sel
membengkak dan pecah, sel bakteri menjadi bocor dan kehilangan metabolit
intraselular. Kadang sel tidak sampai pecah
Ba Kemotaksis neutrofil
Bb Aktivasi makrofag menimbulkan adhesi makrofag dengan berbagai
permukaan

~
,.--.....

Ke • C R2 C3d
KGB -
Lisis sel asing
Peningkatan
dan bakteri
respons imun Opsonisasi dan
~ t MAC fagosi tosis bakteri

C3d 5\ i
)"'"__K_o_m_.p._
f
le_m_e_n_ _,.(
. { ;b, C3bi

·~
Gambar 7.5 Fungsi biologis komplemen

186
Bab 7. Komplemen

Fungsi biologis komplemen adalah sitolisis direk, opsonisasi , aktivasi dan migrasi direk
leukosit, pembersihan kompleks imun dan peningkatan respons imun humoral. Berbagai
fragmen komplemen yang dilepas pada aktivasi jalur alternatif dan klasik ikut berperan dalam
pertahanan imun. Di samping penglepasan fragmen proteolitik, aktivasi komplemen baik jalur
klasik maupun alternatif dapat menimbulkan lisis (MAC) di permukaan sel bakteri.

~·"!"'""""·"''"''l ...... 11 CD lnisiasi


---------illJ-- C3b8b
f-- .

Pemusnahan

C3b c3 .---1

Mediator
permeabilitas
vaskular

Eksudasi

Gambar 7.6 Strategi pertahanan berupa reaksi inflamasi akut yang diawali dengan aktivasi
komplemen jalur altematif oleh bakteri

Aktivasi konvertase C3b8b C3 oleh bakteri


1. Penglepasan C3b
2. Mengikat bakteri, C3a, C5a
3. Mengerahkan mediator sel
4. Efek terhadap dilatasi kapilar dan eksudasi protein plasma
5. Kemotaktis neutrofil terhadap bakteri yang diselubungi C3b
6. Adherens dan aktivasi akhir neutrofil untuk membunuh
7. Pemusnahan oleh neutrofil

187
lmunologi Dasar Edisi ke-10

IgG dapat berfungsi sebagai opsonin E. Eliminasi kompleks imun


bila berikatan dengan reseptor Fe pad~
C3a atau iC3b dapat diendapkan di per-
permukaan fagosit. Oleh karena fagosit
mukaan kompleks irnun dan rnerangsang
tidak memiliki reseptor Fe untuk IgM,
elirninasi kompleks imun. Baik sel darah
opsonisasi yang dibantu komplemen me-
rupakan hal yang sangat penting selama merah dan neutrofil memiliki CRl-R dan
terjadi respons antibodi primer yang di- rnengikat C3b dan iC3b. C3 dan C4 di-
dominasi IgM yang merupakan aktivator temukan dalam kompleks imun yang
larut. Yang akhir diikat oleh CRl-R pada
komplernen poten. CRP juga berfungsi
sel darah merah. Selanjutnya sel darah
sebagai opsonin (Gambar 7.7).
merah mengangkut kompleks imun yang
diikatnya ke organ-organ yang mengan-
D. Adherens Imun dung banyak fagosit residen (fixed) seperti
Adherens imun merupakan fenomena hati dan limpa. Melalui reseptor komple-
rnen dan Fe, fagosit residen terse but meng-
dari partikel antigen yang melekat pada
haneurkan kompleks irnun dari sel darah
berbagai permukaan (misalnya permuka-
merah. Pada proses ini, sel darah merah
an pembuluh darah), kernudian dilapisi
sendiri tidak dirusak (Gambar 7.9).
antibodi dan mengaktifkan komplemen.
Neutrofil dapat menyingkirkan korn-
Akibatnya antigen akan rnudah difagosi-
pleks irnun keeil dalam sirkulasi. Bila
tosis. C3b berfungsi dalam adherens
antigen tidak larut yang diikat antibodi
imun tersebut (Garnbar 7.8).
dalam darah tidak disingkirkan, akan

Bakteri Aktivasi
kompl~
emen CR1
FcR
gG C3b

Nukleus

Gambar 7.7 Peran C3b dan antibodi pada opsonisasi

188
Bab 7. Komplemen

IC5a(?C3a) I
I.Toksin bakteri !'-.,,, !
Makrofag

Membran basal

Ali ran
darah

Garn bar 7 .8 LPS dan komplemen yang merangsang makrofag dan induksi inflamasi akut

Neutrofil darah menempel pada molekul adhesi di sel endotel dan atas pengaruh faktor-faktor lain-
nya, bermigrasi ke jaringan dengan menembus membran basal.

memacu inflamasi dan dapat menimbul- dari kaskade komponen komplemen C5-
kan penyakit kompleks imun. Kompleks C9. Aktivasi komplemen yang terjadi di
besar tidak larut sulit untuk disingkirkan permukaan sel bakteri akan membentuk
dari jaringan. Sejumlah besar C3 yang MAC (gabungan C5, C6, C7, C8 dan C9)
diaktifkan dapat melarutkan kompleks dan akhimya menimbulkan lisis osmotik
tersebut. Seperti sudah disebut di atas, sel atau bakteri. C5 dan C6 memiliki
penderita dengan defisiensi komplemen aktivitas enzim yang memungkinkan C7,
C8 dan C9 memasuki membran plasma
berisiko tinggi terhadap penyakit yang
dari sel sasaran. Sekitar 10-16 molekul
ditimbulkan kompleks imun seperti LES.
C9 menimbulkan lubang-lubang kecil
dalam membran plasma dan mematikan
F. Lisis osmotik bakteri sel. MAC dapat secara langsung me-
Aktivasi C3 (jalur altematif, klasik dan nyerang patogen seperti halnya dengan
lektin) akan mengaktifkan bagian akhir perforin pada sel NK.

189
lmunologi Dasar Edisi ke-10

DA RAH

Kompleks imun
la rut

1 Aktivasi komplemen

l
Eritrosit

Hati
dan Gambar 7.9 Eliminasi kompleks imun
Lim pa dalam sirkulasi

Kompleks imun dibersihkan melalui reseptor


komplemen pada permukaan eritrosit.
Selanjutnya kompleks disingkirkan melalui
reseptor pada makrofag di hati dan limpa.
Oleh karena eritrosit memiliki reseptor lebih
sedikit dibandingkan makrofag, sel yang
akhir dapat membersihkan kompleks dari
sel darah merah bila sel tersebut melewati
hati dan ginjal. Defisiensi dalam proses ini
dapat menimbulkan kerusakan ginjal akibat
akumulasi kompleks imun.

190
Bab 7. Komplemen

G. Neutralisasi infeksi virus terbungkus dan meninggalkan fragmen


Untuk kebanyakan virus ikatan antibodi dari envelop dan disintegrasi dari nukleo-
dalam serum dengan subunit protein kapsid.
struktur virus akan membentuk kompleks
imun yang selanjutnya dapat disingkirkan H. Aktivitas sitolitik ADCC
melalui aktivasi komplemen jalur klasik.
Beberapa virus (retro, EBY, Newcastle Eosino:fil dan sel polimorfonuklear
Disease Virus dan rubela) dapat meng- mempunyai reseptor untuk C3b dan
aktifkan jalur lektin , bahkan jalur klasik IgG sehingga C3b dapat meningkatkan
tanpa adanya antibodi. sitotoksisitas sel efektor ADCC yang
Komplemen berperan dalam neutra- kerjanya bergantung pada IgG. Di
lisasi virus melalui berbagai mekanisme. samping itu, sel darah merah yang diikat
Sebagian neutralisasi dapat diperoleh C3b dapat dihancurkan juga melalui
melalui pembentukan agregat virus kerusakan kontak (contactual damage).
yang besar dan agregat tersebut dapat Seperti sudah disebut terdahulu, C8-9
menurunkan jumlah akhir partikel virus. merusak membran dengan membentuk
Meskipun antibodi berperan dalam saluran-saluran dalam membran sel yang
agregat virus, studi in vitro menunjukkan
menimbulkan lisis osmotik.
bahwa C3b mempermudah pembentukan
agregat misalnya virus polioma yang di-
I. Imunitas nonspesifik dan spesifik
lapisi antibodi dinetralkan bila serum
mengandung C3 yang diaktifkan. Makrofag atau neutro:fil dapat diaktifkan
Ikatan antibodi dan atau komplemen C5a secara langsung dengan bantuan C3 b
dengan permukaan partikel virus dapat sebagai opsonin atau oleh toksin bakteri
membentuk protein tebal yang melapisi
seperti LPS melalui reseptor TCR atau
virus sehingga terlihat pada pemeriksaan
melalui fagositosis . Makrofag yang di-
mikroskop eletron. Hal tersebut dapat
mencegah virus menempel dengan sel aktifkan melepas berbagai mediator larut
pejamu yang rentan. seperti IL-1, TNF yang meningkatkan
Endapan antibodi komplemen pada respons inflamasi, ekspresi molekul
partikel virus juga memudahkan partikel adhesi untuk neutro:fil di permukaan sel
virus diikat dengan sel yang memiliki Fe endotel, permeabilitas, kemotaksis dan
atau reseptor untuk komplemen 1 (CRl). aktivitas sel PMN sendiri. Aktivasi kom-
Dalam hal fagosit ikatan tersebut dapat plemen dan makrofag memberikan gam-
diikuti oleh fagositosis dan pengrusakan baran respons selular yang berperan pada
intraselular dari partikel virus dalam sel. inflamasi akut. Sitotoksisitas sel NK yang
Akhimya komplemen efektif untuk me- memiliki reseptor untuk komplemen juga
lisiskan seluruh atau sebagian virus yang dapat ditingkatkan. Komplemen juga

191
lmuno/ogi Dasar Edisi ke-10

berperan dalam imunitas spesifik oleh jumlah APC yang mempresentasikan


karena aktivasi makrofag meningkatkan antigen ke sel T (Gambar 7.10).
Sel Th

Memacu
fagositosis
...
Makrofag
Memacu
presentasi antigen
(spesifik)

Memacu
-----tl!lli• fagositosis
(nonspesifik)

Neutrofil

Memacu
- - -...lllli• sitotoksisitas
(nonspesifik)

Sel NK
Gambar 7.10 Peran komplemen yang mengatur mekanisme imunitas
nonspesifik dan spesifik

V. REGULATOR - INHIBITOR Pada tiap tahap penglepasan media-


KOMPLEMEN tor terdapat mekanisme tubuh untuk me-
netralkan yang disebut regulator, sehing-
Protein dalam serum yang merupakan ga tidak akan terjadi reaksi yang berlang-
komponen pada aktivasi komplemen, sung terns menerus yang dapat menim-
baik pada jalur klasik maupun jalur bulkan kerusakanjaringan. Sistem enzim
altematif dibentuk oleh hati, makrofag, yang kompleks ini diatur oleh beberapa
monosit dan sel epitel intestinal. Bahan- penyekat protein yang dapat mencegah
bahan tersebut dilepas ke dalam serum aktivasi prematur dan aktivitas setiap
dalam bentuk tidak aktif. produk. Contohnya adalah:

192
Bab 7. Komplemen

• Protein kofaktor membran, reseptor Defisiensi pada stadium dini jalur


komplemen tipe 1, ikatan protein C4b lektin dan klasik menimbulkan hipersen-
dan faktor H yang mencegah pem- sitivitas Tipe 3 (kompleks imun) oleh
bentukan konvertase C3 karena kompleks imun tidak dapat dicair-
• DAF yang memacu pengrusakan kan atau diantarkan ke fagosit dan me-
konvertase C3 nimbulkan penyakit seperti LES. Kadar
• Inhibitor C 1
rendah komponen komplemen juga
• Faktor I dan protein kofaktor membran
dapat menimbulkan penyakit infeksi bak-
yang mengikat C3 b dan C4b
teri rekuren, sebagian oleh karena sistem
• CD59 (protektin) yang mencegah pem-
bentukan MAC imun nonspesifik diperlukan untuk me-
• Inaktivator anafilatoksin. nyingkirkan bakteri atas bantuan peran
komplemen (antara lain sebagai opsonin)
pada awal antibodi diproduksi. Defisiensi
VI. DEFISIENSI KOMPLEMEN MAC merupakan risiko yang lebih tinggi
Defisiensi penyekat esterase Cl (Cl terhadap infeksi neiseria.
INH) menimbulkan aktivasi C4 dan C2 Hemoglobinuria paroksismal noktur-
oleh Cl terjadi terns menerus sehingga nal terjadi oleh penghancuran sel darah
terjadi lebih banyak fragmen yang kemu- merah melalui jalur altematif yang di-
dian diaktifkan plasmin dan membentuk sebabkan oleh karena ada defisiensi DAF
peptida vasoaktif. Stimulus kecil yang pada membran sel. Fungsi DAF tersebut
mengaktifkan C 1 dapat menimbulkan menghambat aktivasi komplemen me-
respons besar yang tidak dapat dikendali- lalui jalur altematifdan terj adinya conver-
kan. Penderita dengan defisiensi C 1 tase C5. Defisiensi komplemenjarang ter-
INH menunjukkan edem angioneurotik, jadi dan gejalanya tergantung dari lokasi
edem di berbagai alat badan seperti kulit, defek (Tabel 7.4). Efek biologis yang
saluran cema dan napas. Edem berat yang terjadi melalui komplemen dan reseptor
terjadi di larings dan saluran napas dapat ikatan komplemen terlihat pada Tabel
menimbulkan kematian. 7.5 dan 7.6.

Tabel 7.4 Penyakit yang ditimbulkan defisiensi komplemen


Defisiensi Penyakit
C11NH Angioedem herediter
Penyakit kompleks imun
C3 lnfeksi piogenik oleh bakteri berkapsul
C5-9 lnfeksi rekuren oleh spesies neiseria

193
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Tabel 7.5 Efek biologis yang diperantarai komplemen


Efek Produk komplemen
Lisis sel C5b-9, MAC
Respons inflamasi
Degranulasi sel mast dan basofil* C3a, C4a dan C5a (anafilatoksin)
Degranulasi eosinofil C3a, C5a
Ekstravasai dan kemotaksis leukosit ke daerah inflamasi C3a, C5a, C5B67
Agregasi trombosit C3a, C5a
lnhibisi migrasi monosiUmakrofag dan induksi
Bb
penyebarannya
Penglepasan neutrofil dari sumsum tulang C3c
Penglepasan enzim hidrolitik dari neutrofil C5a
Peningkatan ekspresi reseptor komplemen tipe 1 dan 3 (CR1
C5a
dan CR3) pada neutrofil
Opsonisasi antigen tertentu, peningkatan fagositosisnya C3b, C4b, iC3b
Netralisasi virus C3b, C5b-9 (MAC)
Melarutkan dan klirens kompleks imun C3b
* Degranulasi menyebabkan penglepasan histamin dan mediator lainnya yang menginduksi kontraksi otot
polos dan meningkatkan penneabilitas pembuluh darah

Tabel 7.6 Reseptor ikatan komplemen


Reseptor Ligan utama Aktivitas Distribusi selular
CR1 (CD35) C3b , C4b Menghambat pembentukan Eritrosit, neutrofil, monosit,
konvertase C3, mengikat makrofag , eosinofil , SD
kompleks imun pada sel folikular, sel B, beberapa
selT

CR2 (CD21 ) C3d , C3dg*, Bagian dari koreseptor sel B, Sel B, SD folikular,
iC3b mengikat EBV beberapa sel T

CR3 (CD11b/18) iC3b Mengikat molekul adhesi Monosit, makrofag,


pada neutrofil , memfasilitasi neutrofil, sel NK, beberapa
CR4 (CD11c/18)
ekstravasasi , mengikat selT
kompleks imun dan memacu
fagos itosisnya
Reseptor C3a/ C3a,C4a Meng induksi degranulasi sel Sel mast, basofi l, granulosit
C4a mast dan basofil

Reseptor C5a C5a Menginduksi degranulasi sel Sel mast, basofi l,


mast dan basofil granulosit, monosit,
makrofag , trombosit, sel
endotel
* Pemecahan C3dg oleh protease serum menghasilkan C3d dan C3g

194
Bab 7. Komplemen

Butir-butir penting

D Sistem komplemen terdiri atas sejurnlah sistem imun mengontrol baik respons
serum protein yang banyak diantaranya imun spesifik maupun nonspesifik
berada dalam bentuk inaktif D Oleh karena dapat merusak
D Aktivasi komplemen terjadi melalui sel pejamu, sistem komplemen me-
jalur klasik, altematif dan lektin yang merlukan mekanisme regulator baik
masing-masing memiliki awal yang pasif maupun aktif yang kompleks.
berbeda Defisiensi komplemen didapat akan
menimbulkan kerentanan terhadap
D Ketiga jalur tersebut akhimya me- infeksi yang bervariasi sampa1
nunjukkan urutan kejadian yang kerusakan jaringan yang ditimbulkan
sama yang menirnbulkan kompleks kompleks imun
molekular yang menimbulkan lisis sel
D Aktivasi komplemen melibatkan
D Jalur klasik diawali dengan ikatan sitolisis, opsonisasi dan fagositosis
antibodi dan sel sasaran; reaksi mikroba asing, aktivasi infiamasi dan
IgM dan subkelas IgG tertentu
m1gras1 direk leukosit, melarutkan
mengaktifkan jalur ini
dan membersihkan kompleks imun,
D Aktivasi jalur altematif dan lektin meningkatkan respons imun humoral
adalah antibodi independen. Jalur-
jalur ini diawali oleh reaksi protein D Aktivasi komplemen melepas ana-
komplemen dengan molekul per- filatoksin (C3a, C4a, dan C5a)
mukaan mikroba yang merupakan mediator penting
pada infiamasi, mengerahkan dan
D Dalam hubungannya dengan peran
mengaktifkan neutrodil, makrofag
dalam lisis sel, sistem komplemen
berperan dalam opsonisasi bakteri, dan sel lain
aktivasi infiamasi dan pembersihan D Aktivasi komplemen juga melepas
kompleks imun produk komplemen (C3b, C3bi dan
D Interaksi antara protein komplemen C4b) yang berperan sebagai opsonin
dan fragmen protein pada reseptor sel yang meningkatkan fagositosis.

195
KOMPLEKS HISTO- BAB
KOMPATI Bl LITAS 8
MAYOR

Daftar Isi

I. REGULASI EKSPRESI DAN A. Jalur eksogen melalui MHC-1


KONTROL GENETIK B. Jalur endogen melalui MHC-1
C. Jalur silang
II. PEMBAGIAN KOMPLEKS HISTO-
D. Presentasi antigen nonpeptida
KOMPATIBILITAS MAYOR
E. Presentasi antigen yang unik
A. Molekul MHC-1
F. MHC pada komunikasi antarsel
B. Molekul MHC-11
C. Molekul MHC-III IV. PENYAKIT-PENYAKIT YANG BER-
D. Gerombol gen MHC pada tikus dan HUBUNGAN DENGAN HLA
manusia A. MHC dan kerentanan terhadap penyakit
III. MHC DALAM PENGENALAN DAN B. Hipotesis risiko relatif
PRESENTASIANTIGEN Butir-butir penting

197
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Daftar singkatan yang digunakan dalam bah ini

AIDS Acquired Immune Deficiency KGB Kelenjar Getah Bening


Syndrome LES Lupus Eritematosus Sistemik
APC Antigen Presenting Cell LMP Low Molecular-mass Polypeptida
AR Artritis Reumatoid MHS Major Histocompatibility System
CD Cluster of Differentiation MHC Mayor Histocompatibility
CLIP Class II-Associated Invariant Complex
Peptide MLC Mixed Leucocyte Culture
CMV Cytomegalo Virus PG Prostaglandin
CTL Cytotoxic T Lymphocyte RER Reticulum Endoplasma Rough
HBV Hepatitis B Virus SD Sel dendritik
HIV Human Imunodeficiency Virus
TAP Transporter associated with
HLA Human Leucocyte Antigen Antigen Processing
IDDM Insulin Dependent Diabetes Tc T cytotoxic
Mellitus
TCR T cell Receptor
IFN Interferon
TNF Tumor Necrosis Factor
K Killer (cell)
Th T helper

198
Bab 8. Kompleks Histokompatibilitas Mayor

istem imun mempunyai fungsi an sel tubuh. Bila dua binatang/individu

S dalam pertahanan tubuh. Untuk


menjalankan fungsi tersebut, sistem
imun harus dapat mengenal molekul-
mempunyai lokus yang berbeda pada
transplantasi, yang satu akan menolak
jaringan tandur asal binatang lainnya.
molekul asing (non-selj) agar dapat Sel-sel tubuh yang bemukleus memiliki
dibedakan dari molekul self. Instrumen epitop permukaan yang ekspresinya sudah
yang dapat membedakan hal itu adalah ditentukan secara genetik. Hal ini dapat
reseptor yang ada pada sel sistem imum. disamakan dengan sel darah merah yang
Sel-sel sistem imun nonspesifik atau memiliki antigen A, B dan Rh.
spesifik memiliki reseptor yang dikhusus- Molekul regulasi diatur secara trans-
kan untuk mengenal spesifisitas. Hanya kripsional melalui elemen positif dan
molekul yang memiliki epitop akan negatif. Aktivator transkripsi MHC-
dikenal sel sistem imun. Se! B mengenal II berikatan dengan regio promotor
epitop pada molekul utuh, sedang sel T dari gen MHC-II. Defek faktor trans-
mengenal epitop pada fragmen antigen kripsi ini dapat menimbulkan bare
(peptida) yang diikat oleh molekul pada lymphocyte syndrome. Penderita tidak
permukaan APC yang disebut MHC. memiliki molekul MHC-11 yang me-
Pada manusia antigen permukaan nimbulkan defisiensi imun berat akibat
digambarkan untuk pertama kali pada hilangnya peran sentral MHC-11 terhadap
leukosit. Pada penderita yang telah men- pematangan dan aktivasi sel T.
dapat transfusi darah berulang kali Ekspresi MHC juga diatur oleh ber-
seperti pada 20-30% multipara ditemu- bagai sitokin. IFN-a, TNF-P dan TNF-y
kan antibodi yang dapat menggumpalkan meningkatkan ekspresi MHC-I. Ekspresi
leukosit. Oleh karena itu timbul istilah MHC-11 sel B ditekan oleh IFN-y, korti-
HLA. HLA adalah MHC pada manusia kosteroid dan PG. Ekspresi MHC-1 pada
yang merupakan regio genetik luas yang permukaan sel ditekan oleh infeksi virus
menyandi molekul MHC-I, MHC-II dan tertentu seperti CMV, HBV, dan adeno-
protein lain. virus 12. Dalam beberapa hal penurunan
ekspresi MHC-1 lebih disebabkan
oleh kurangnya kadar komponen yang
I. REGULASI EKSPRESI DAN
diperlukan untuk transpor peptida/MHC-
KONTROL GENETIK
1 dibanding faktor transkripsi. Contoh-
Regulasi ekspresi MHC disandi oleh nya pada infeksi CMV, protein virus
gen yang terletak di regio yang luas di berikatan dengan p2 mikroglobulin se-
kromosom 6. Kelompok gen tersebut di- hingga mencegah ikatan dengan MHC-
kenal sebagai lokus awal yang menentu- 1 dan transpomya ke membran plasma.
kan ekspresi molekul-molekul permuka- Virus adeno 12 menurunkan transkripsi

199
lmunologi Dasar Edisi ke-10

gen transpor yang mencolok. Akhimya sebagai HLA- 1. Jenis molekul HLA ke-
penurunan ekspresi MHC-1, apapun dua (HLA-D) ditemukan pada MLC de-
sebabnya, akan memudahkan virus me- ngan menginkubasikan limfosit yang ber-
nyerang respons imun. Hal itu disebabkan asal dari dua orang yang berlainan.
karena menurunnya ekspresi kompleks Lokus HLA pada manusia ditemu-
antigen MHC-1 pada sel terinfeksi virus kan di lengan pendek kromosom 6.
untuk dapat dihancurkan oleh CTL. Di antara lokus HLA-B dan HLA-DR
Molekul MHC-1 diekspresikan pada ditemukan lokus lain yaitu MHC-Ill yang
semua permukaan sel dengan nukleus,
menyandi protein kelas 2 yang struktur
sedang MHC-II diekspresikan terutama
molekulnya tidak serupa dengan kelas 1
pada permukaan sel khusus seperti APC,
sel dendritik, makrofag, sel B, sel endotel atau kelas 2 (protein komplemen, TNF
dan sel epitel timus. dan limfotoksin). Regio kelas 1 terdiri
Lokus genetik yang menentukan atas HLA-A, HLA-B dan HLA-C. Regio
molekul HLA yang pertama ditemukan kelas 2 terdiri atas regio D yang dibagi
adalah HLA-A dan HLA-B, kemudian menjadi subregio HLA-DP, HLA-DQ
HLA-C yang sekarang digolongkan dan HLA-D (Gambar 8.1).

!Prociuk gen ! DR
a ~ B c A

I\ 1\ \\
'
ILokus gen j
DPa OPP DOa DQP DRa DRP B c A
Kromosom 6

\I \I \I Prociuk kelas Ill

'''
Re io MHC

DP DQ DR B c A
Kelas II L_ Kelas I __J

Gambar 8.1 Organisasi genetik lokus HLA dan produk gen yang berhubungan

Gen MHC manusia yang polimorfik dari lokus HLA menyandi molekul kelas I dan II terletak
di kromosom 6. Gen kelas I ditunjukkan sebagai a,b dan c masing-masing menyandi domain
polipeptida (a 1, a 2 dan a 3) yang berhubungan dengan invarian mikroglobulin ~· Gen kelas
II adalah DP, DQ dan DR yang masing-masing menyandi rantai individual rantai a dan ~ yang
berinteraksi dan memberikan tempat ikatan untuk antigen yang dipresentasikan.

200
Bab 8. Kompleks Histokompatibilitas Mayor

MHC-I dan MHC-II sangat poli- II. PEMBAGIAN KOMPLEKS


morfik dan produknya sangat diperlukan HISTOKOMPATIBILITAS
sel T untuk mengenal antigen asing dan MAYOR
membedakan self dari nonself. Molekul
MHC menunjukkan polimorfisme alotipik
Berdasarkan rumus bangunnya, molekul
yang sangat tinggi yaitu regio tertentu
MHC pada tikus dan manusia dapat
molekul berbeda dari satu orang dengan
lainnya. Kemungkinan dua orang yang dibagi menjadi 3 golongan yaitu MHC-I,
tidak berhubungan akan memiliki alotipe MHC-II dan MHC-III (Tabel 8.1 dan
sama pada semua gen yang menyandi 8.2).
molekul MHC adalah sangat kecil.

Tabel 8.1 Kompleks H-2 pada tikus

Kompleks

Kelas MHC

Regio

IA IE TNF-a
Produk gen H-2K Protein C H-3D H-2L*
ap ap TNF-p
*tidak ditemukan pada semua haplotip

Regio DP DQ DR C4,C2,BF B c A
Produk DP DQ DR TNF-a
Protein C HLA-A HLA-C HLA-A
gen ap ap ap TNF-p

MHC adalah kompleks H2 pada tikus dan kompleks HLA pada manusia. Pada kedua spe-
sies MHC diatur menjadi beberapa regio yang menyandi kelas I (warna merah muda), kelas
II (biru) dan kelas Ill {hijau). Produk gen kelas I dan II terlihat dalam gambar dan dianggap
sebagai molekul MHC klasik. Produk gen kelas Ill berupa komplemen (C), TNF-(X dan TNF-P
MHC-11 terdiri atas 2 rantai polipeptida yang disebut a dan p. Kedua rantai adalah polimorfik.

201
lmunologi Dasar Edisi ke-10

A. Molekul MHC-1 B. Molekul MHC-11


Molekul MHC-I terdiri atas dua poli- Kompleks MHC-II yang terdiri atas
peptida, rantai berat polimorfik da? HLA-D (DP, DQ dan DR) menentukan
rantai ringan nonpolirnorfik yang d1- ekspresi atau antigen permukaan sel-sel
sebut p2 mikroglobulin. Rantai berat imunokompeten tertentu seperti sel B,
disandi dalam lokus MHC di kromosom monosit, makrofag, APC untuk meng-
6, sedang rantai ringan nonpolimorfik aktifkan sel T. Setiap rantai molekul
disandi dalam kromosom 15. Molekul
MHC-II adalah berbeda. Oleh karena
MHC-I yang terdiri atas HLA-A, HLA-
dimungkinkan adanya perbedaan rantai
B dan HLA-C yang dapat dikenal sel
MHC-II, dapat dibentuk berbagai
CTL/Tc, pertama kali diketahui berperan
kombinasi polipeptida. Anak yang
pada penolakan tandur. Oleh karena itu
mewarisi dua pasangan alel yang sangat
molekul MHC-I disebut pula antigen
berbeda, sedikitnya dapat membentuk
transplantasi. Lokus MHC-1 menentukan
ekspresi atau antigen permukaan pada 12 kombinasi yang berbeda (4 dari tiap
membran permukaan semua sel tubuh HLA-DR, P dan DQ). Namun tidak
yang memiliki nukleus dan trombosit semua kombinasi adalah sama karena
(Gambar 8.2). kombinasi yang satu akan lebih stabil di-

sisinya merupakan dasarnya


dua helikal a yang{ tersusun dari
dipisahkan oleh 8 galur anti-
penonjolan te.mpat paralel p
ikatan pept1da

l
celah ikatan peptida -
ikatan
disulfida

L celah ikatan
peptida terbentuk
dari domain
a 1 dan P1
a 1 dan P, hom~ l og
dengan aoma1 n
konsta n lg
1 membran plasma

MHC-1 1
(sandi lokus D)

Gambar 8.2 Struktur MHC-1 dan MHC-11

202
Bab 8. Kompleks Histokompatibilitas Mayor

banding dengan yang lainnya. Perbedaan D. Gerombol gen MHC pada tikus
antara MHC-I dan MHC-II terlihat pada dan manusia
Tabel 8.3.
Gen MHC-I (K, D, L, B, C, A) menyandi
antigen CD8+ disebut K, D, I pada tikus
C. Molekul MHC-111 dan A, B dan C pada manusia (Gambar
Pembentukan komponen beberapa 8.3). Gen yang menyandi protein MHC-
sitokin dan molekul lain ditentukan oleh II (IA,IE, DP, DQ, DR) yang mem-
molekul MHC-III. Sejumlah protein presentasikan antigen ke sel CD4+disebut
yang ekspresinya ditentukan molekul IA dan IE pada tikus dan DP, DQ dan DR
MHC-III antara lain adalah komponen pada manusia. Protein kelas II merupakan
komplemen (C2, C4), faktor B properdin hasil 2 gen yang menyandi rantai MHC-
atau Bf, TNF dan limfotoksin, beberapa a dan rantai MHC-~ . Protein MHC-III
jenis enzim, heat shock protein tertentu menyandi gen yang terletak dalam regio S,
dan molekul pembawa yang diperlukan tidak berfungsi dalam presentasi antigen
dalam proses antigen. kepada sel-sel T.

Tabel 8.3 Perbedaan MHC-1 dan MHC-11


Kelas I Kelas II
Jumlah peptida yang berikatan 8 - 9 asam amino 13 - 18 asam amino (celah
ikatan lebih terbuka)
Rantai polipeptida a (4-47 KD) \l (32-34 kD)
p2-mikroglobulin p (29-32 kD)
Asal peptida Antigen sitosolik Antigen intravesikular atau
ekstraselular
Tempat ikatan untuk koreseptor Regio a3 mengikat CD8 Regio p2 mengikat CD4
selT

r Diekspresikan oleh Semua sel bernukleus,


terutama sel T, sel B,
makrofag , APC lainnya,
Sel B, makrofag , APC
lain , sel epitel timus, sel T
teraktivasi
neutrofil
Besar celah yang mengikat Mengakomodasi 8-11 Mengakomodasi 10-30 atau
peptida residu peptida lebih residu peptida
Numenklatur
Pada manusia HLA-A, HLA-B, HLA-C HLA-DR, HLA, DG , HLA-DP
Pada tikus H-2K, H-20, H-2L I-A, 1-E

203
lmunologi Dasar Edisi ke-10

\°f C4B~:>\ A~
0
0

\ Kelas
Kelas II DQ 1I Bf
DP DR C2 C4A
1111 ~~ -= II
i- ~
\ - \ - - - - \ , Kelas I
TNF B C f /J
C...... ,.--··
seotmmec : ::::;;·· ;:·:·; :r::··;:
Gambar 8.3 MHC di kromosom 6
MHC-111 adalah komponen komplemen, TNF. MHC-1 dibagi dalam 3 golongan : A, B dan C.
Setiap golongan dikontrol oleh lokus gen MHC yang berbeda dalam kromosom 6.

III. MHC DALAM PENGENALAN masuk tubuh melalui kulit, epitel saluran
DAN PRESENTASI ANTIGEN cema dan napas. Antigen tersebut di-
Sedikitnya ada 3 cara antigen diproses tangkap, dimakan, diproses dijadikan
danjalur presentasi. peptida kecil oleh enzim lisosom, dibawa
APC keKGB (Gambar 8.4). Peptidakecil
a. Protein asal patogen ekstraselular di-
diikat molekul MHC-II dalam endosom
pecah, diproses melalui jalur eksogen
dan ditranspor ke permukaan sel APC
b. Protein yang diproduksi endogen
untuk dipresentasikan ke sel T CD4+.
(self-protein dan protein virus)
APC memiliki aktivitas kostimulator
di proses melalui jalur endogen
dan kadar MHC-II tinggi sehingga dapat
c. Lipid dan derivatnya diproses seperti
mengaktifkan sel Th naif (Tabel 8.4).
protein ekstraselular dalam endosom,
Fagositosis diawali dengan adhe-
bersama CDl , molekul serupa MHC
rens antigen pada membran makrofag.
dan dipresentasikan ke sel negatif
Kompleks antigen seperti sel bakteri
ganda atau sel T CD8 yang sering
atau virus cenderung menempel dengan
memiliki reseptor y8
baik dan cepat dimakan; protein ter-
isolasi dan bakteri dengan kapsul tidak
A. Jalur eksogen melalui MHC-11
menempel dengan baik dan lebih sulit
Antigen seperti mikroba, pada umumnya untuk dimakan. Fusi pseudopodia yang

204
Bab 8. Kompleks Histokompatibilitas Mayor

---- -
( Kulit
--
Saluran cerna '
'
Saluran napas
---- ~p'

jaringan

Jaringan
ikat

Ke KGB

KGB (}

(!) Ag dalam darah ditangkap


APC dalam limpa
KGB menangkap Ag asal
epitel dan jaringa n ikat

Gambar 8.4 Jalur antigen (eksogen) masuk tubuh

Tabel 8.4 Presentasi antigen melalui jalur MHC


Gambaran Jalur MHC-11 Jalur MHC-1
i.+ ~ - ,._ ... - :
JenisAPC r • Sel dendritik, fagosit Semua sel dengan
.
:. ;~.
t.. 1-
.. mononuklear, sel B, sel nukleus
. ·'
.. . ~:
.
I

~
··-·. . .. endotel, epitel timus
·'•
I Respons co4· cos·
Sumber protein antigen .. Protein endosomal/lisosomal
(biasanya yang dimakan
Protein sitosolik
(biasanya disintesis
dan berasal dari lingkungan dalam sel ; dapat masuk
ekstraselular) ke sitosol dari fagosom)
Enzim yang berperan dalam Protease endosom dan Proteosom sitosolik
pembentukan peptida lisosom (misalnya katepsin)
Tempat peptida berikatan Kompartemen khusus dalam Retikulum endoplasma
dengan MHC vesikel
Biologik lmunitas terhadap patogen Antivirus dan antikanker
intraselular dan protein asing

205
lmunologi Dasar Edisi ke-10

mengitari bahan yang diikat membran yang membentuk fagolisosom. Lisosom


akhimya membentuk kantong yang mengandung berbagai bahan hidrolitik
disebut fagosom. Fagosom bergerak ke dan mencema bahan yang dimakan
interior sel dan berfusi dengan lisosom (Gambar 8.5).

Presentasi ke sel T CD4+


(D Antigen
0 eksogen \
\

,- Ii

Penggabungan
MHC-11 dan -Ii
1f
Pembentukan
rantai MHC-11
sendiri

Gambar 8.5 Presentasi antigen (eksogen) melalui jalur MHC-11


Jalur eksogen (endosom) menyiapkan proses antigen untuk dipresentasikan ke sel T melalui
mekanisme kelas II yang teratur. Molekul polipetida a dan b yang diproduksi dalam endoplasma
retikulum bergabung dan berinteraksi dengan rantai khusus yang mencegah ikatan peptida
dalam kompartemen intraselular. Molekul II mengisi kantong ikatan peptida dan memfasilitasi
jalur rutin ke kompartemen endosom. Pada akhir jalur proses eksogen endosom mengandung
MHC II dan rantai invarian bersatu dengan lisosom . Enzim dalam lisosom menghancurkan
rantai invarian yang memungkinkan ikatan MHC II berikatan dengan peptida.

206
Bob 8. Kompleks Histokompotibilitos Mayor
I

B. Jalur endogen - melalui MHC-1 nukleus mempresentasikan MHC-I, maka


Antigen yang diproses melalui jalur semua sel bemukleus yang terinfeksi
endogen, akan diikat molekul MHC-1 virus atau mikroorganisme intraselular
untuk selanjutnya dibawa ke permukaan lainnya dapat dijadikan sasaran sel Tc.
sel dan dipresentasikan ke sel ens+. Sel yang berubah seperti sel kanker,
CD4+ dan CD8+ dapat mengenal antigen sel tua atau alogeneik dari transplantasi
hanya bila dipresentasikan melalui dapat juga jadi sasaran sel Tc.
molekul MHC. Fenomena ini disebut
restriksi MHC (Gambar 8.6). C. Jalur silang
Protein dalam sitosol seperti yang
Disamping kedua jalur tersebut, peptida
berasal dari virus, dapat diproses melalui
dapat di proses melalui jalur silang. Pada
jalur MHC-I. Kompleks protein multipel
dalam plasma yang dikenal sebagai beberapa keadaan, APC mempresentasi-
proteosom, terlibat dalam degradasi kan antigen ke sel Tc melalui MHC-I
proteolitik protein yang dipresentasikan (Gambar 8.8).
melalui MHC-I. Molekul antigen dibawa Fenomena silang menggambarkan
dari sitoplasma ke retikulum endoplasma bahwa antigen yang dimakan yang pada
untuk berinteraksi dan diikat MHC-I. keadaan biasa hams diproses melalui
Bila MHC-I sudah distabilkan, kompleks jalur eksogen dan presentasi oleh MHC-
antigen-MR C-I meninggalkan retikul um II, dilakukan melalui jalur endogen dan
endoplasma, masuk ke aparat Golgi dan MHC-I. Proses ini hanya terjadi pada
selanjutnya dibawa ke permukaan sel APC tertentu yang memungkinkan ikatan
(Gambar 8.7). MHC-I dengan antigen yang didapat oleh
Oleh karena hampir semua sel ber- fagosit atau mekanisme endositik.

Sel terinfeksi virus APC

Gambar 8.6 Peran molekul MHC pada pengenalan antigen oleh sel T

207
lmunologi Dasar Edisi ke-10

lnfeksi
. : ·...
...,!\·.!.?..- Presentasi ke
..
...,. : ~~ :.,.
virus ..:
..... ..
sel T cos+
.-
tt;,.,"" ~
\

Protein viral =
antigen endogen

Proteasom

... ..
(''"\

..
\

RER\..\
.\ .\ ,,............ ,'
l l I \

Nukleus {"· . \\\ \ /


I .. I .. \ I :

\ \\ \ \ \ ,
\\\\'\'-,\ /
\
I
l\
\\
I
f
\
\
1 '
t f Sintesis Penyusunan Hubungan
\ \'"'·' \ }. MHC-1 & MHC-1 & ~2 M peptida
\ \ ,,- . . . .~ \
I I \ f l

'f t t I I t ~2M dengan penyerta dengan


\ \ \ ,•\ ', \ molekular MHC-1 & ~2 M
(""\ \ \ \ / \ ! \
I
l

\ l \ li_L _____________________________________________________________ _
I
I
I
I

~
I
I
I I
U
I
I
I
I
I
I

l
I
l
I
I
I
~ •'"' 1 II f
r'
I
I
I
I I I 1 1 I I I

LJ •. : t.._: !_j

Gambar 8.7 Presentasi antigen endogen melalui jalur MHC-1


Molekul MHC-1 berinteraksi dengan peptida yang dipecah oleh proteosom bagian dari kompleks
proteolitik sitoplasma besar yang disebut LMP yang dihancurkan dibawa ke endoplasma
retikulum yang kasar (RER) oleh alat transpor untuk TAP-1 dan TAP-2. Melalui ikatan dengan
peptida interaksi antara rantai a MHC-1 dan ~2M yang distabilkan dan kompleks dihantarkan
ke membran plasma melalui Golgi.

208
Bab 8. Kompleks Histokompatibilitas Mayor

Jalur endogen (MHC-1) Jalur eksogen (MHC-11)


Antigen
1-------'-----.endoge~
Antigen endogen )
diuraikan oleh proteasom

Proteasom ( )

Peptida dihantarkan ke ./ • MHC-11 a dan p mengikat


RER melalui TAP • • rantai invarian, mengham-
· --~ bat ikatan antigen endogen

TAP

P,M 1 MHC-1
Kompleks MHC berjalan
melalui Golgi ke kompar-
1-------'----Peptida(<i\ temen jalur endositik
3
~
Rantai a MHC-1 mengikat
kalneksin , lalu p2M.
Kalneksin terurai.
l Kompleks Gog1
1 •
l Rantai invarian terurai
Kalnetikulin, tapasin dan ~: menyisakan fragmen
ERp57 berikatan . MHC CLIP
menangkap peptida, bahan
yang menyertainya terurai
l-'----------
~~~~~~n
4

l
CLIP@~'°
Antigen eksogen ditangkap,
diuraikan dan dimasukkan
ke kompartemen jalur

4 _ _ _ _ _.......__ _ ~
1 endositik

Peptida MHC-1 dihantarkan


dari RER ke kompleks
Golgi dan ke membran
CV lr®- ntigen
eksogen

l Grf
plasma

MHC-1
/

Gambar 8.8 Presentasi antigen melalui jalur eksogen, endogen dan silang
Jalur APC yang terpisah digunakan untuk antigen endogen (hijau) dan eksogen (merah}.
Masuknya antigen ke dalam sel dan tempat antigen diproses menentukan apakah peptida
antigen bergabung dengan MHC-1 di RER atau di MHC-11 dalam kompartemen endositik.

209
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Proses hanya terjadi pada APC tertentu dan memungkinkan ikatan MHC-1 dan antigen yang
didapat oleh fagosit atau mekanisme endositik. Antigen dapat dimakan melalui setiap jalur dan
diproses untuk dijadikan peptida yang dapat diikat MHC-1. Tanda ? menunjukkan jalur yang
belum pasti dalam jalur MHC-1.

D. Presentasi antigen nonpeptida sel T yang ditingkatkan oleh interaksi


Proliferasi sel T dapat terjadi atas pengaruh selanjutnya. Se! T yang diaktifkan mem-
antigen nonprotein asal bahan infeksius. produksi berbagai molekul larut seperti
Sel T yang mengekspresikan TCR y8, sitokin yang menjadikan berbagai sel
(reseptor T adalah dimer rantai a8 atau saling berkomunikasi (Gambar 8.10).
rantai y8) yang bereaksi dengan antigen Antigen peptida yang dipresentasikan sel
glikolipid asal bakteri seperti M. tuber- jaringan melalui molekul MHC-I akan
kulosis. Antigen nonprotein tersebut dipre- menjadi sel sasaran untuk dirusak oleh
sentasikan oleh CD 1 yang merupakan sel Tc (CTL).
MHC-I nonklasik. Molekul CDI pada Interaksi antarsel tergantung dari
umumnya diekspresikan pada APC non sinyal yang timbul dari kontak TCR dan
profesional dan subset sel B tertentu. MHC (MHC-I atau MHC-II) serta sinyal
larut seperti sitokin dan mediator lainnya.
E. Presentasi antigen yang unik Kompleks MHC-TCR mutlak diperlu-
kan dalam tahap awal aktivasi sel T. APC
Superantigen dapat merangsang sejumlah
juga perlu memberikan berbagai sinyal
besar sel T melalui interaksi dengan TCR
domain V~ (Gambar 8.9). kostimulator ke sel T. Molekul-molekul
kostimulator memberikan sinyal yang
F. MHC pada komunikasi antarsel sangat diperlukan sel-sel sebagai bagian
dari interaksi kognitif dengan reseptor
Banyak mekanisme imun tergantung dari
spesifik.
interaksi antara komponen selular sistem
imun. Interaksi tergantung dari 2 meka- Selanjutnya sel T berkembang men-
nisme: spesifik kontak langsung antar- jadi sel subtipe Thl atau Th2 yang me-
sel dan molekul larut intermediet yang lepas spektrum sitokin yang mengaktif-
dilepas sel-sel tersebut yang mengikat kan sel T lainnya pada respons selular
reseptor spesifik pada sel yang memberi- atau sitotoksik atau membantu sel B
kan respons. berdiferensiasi menjadi sel plasma
APC mempresentasikan fragmen yang memproduksi antibodi . Molekul
antigen protein dengan bantuan molekul membran dan sitokin larut berperan
permukaan MHC-II untuk memudahkan dalam komunikasi antarsel yang kritis
pengenalan antigen dengan bantuan untuk mengawali atau mempertahankan
TCR. Interaksi ini mengawali aktivasi respons imun.

210
Bab 8. Kompleks Histokompatibilitas Mayor

Sel Th

TCR

Superantigen bakteri
Antigen renjatan toksik
Protein stafilokok
Enterotoksin klostridium
Molekul kelas II

- - Ekor sitoplasma
APC

Gambar 8. 9 Presentasi antigen yang unik

Superantigen seperti enterotoksin dan toksin 1 stafilokok berperan dalam sindrom renjatan
toksik. Superantigen tidak diproses seperti biasa, tetapi dapat diikat langsung oleh TCR dan
MHC-11 yang menimbulkan proliferisasi dan diferensiasi menjadi efektor yang melepas IL-2,
TNF-a dan IL-1 ~· Karena sejumlah besar sel T yang memiliki domain V~ dapat mencapai
sampai 10% sel T, maka sejumlah besar sel T (tidak tergantung kepada spesifitas antigen)
dapat diaktifkan superantigen . Hal ini menimbulkan respons sistemik masif dengan gejala
seperti yang ditemukan pada renjatan septik seperti kerusakan jaringan berat dan gagal organ
multipel.

211
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Eosinofil

•••
Endotel
vaskular
Sito kin


Sel mast
""·· .
Mediat~r
lipid
........_____


Gambar 8.10 Komunikasi antara berbagai sel sistem imun

IV. PENYAKIT-PENYAKIT YANG tentu. Individu dengan alel HLA-B27


BERHUBUNGAN DENGAN menunjukkan risiko untuk menderita
HLA ankilosis spondilitis, suatu penyakit infla-
A. MHC dan kerentanan terhadap masi, meskipun tidak semua individu de-
pen ya kit ngan alel HLA-B27 menderita penyakit
itu. Penyakit inflamasi lain seperti artritis
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa
reumatoid khas membawa alel HLA-
alel HLA yang diwarisi seseorang dapat
DR4 (Tabel 8.5).
berisiko terhadap timbulnya penyakit ter-

212
Bab 8. Kompleks Histokompatibilitas Mayor

Tabel 8.5 Hubungan beberapa penyakit dengan HLA


Penyakit Alel HLA Risiko Relatif
BERHUBUNGAN DENGAN HLA KELAS II
Penyakit Hashimoto DR11 , DR5 3.2
Miksedema primer DR3, DR17 5.7
Penyakit Graves DR3, DR17 3.7
IDDM DQ8 14
DQ2/8 20
DQ6 0.2
DR3 3.3
DQB1 *0201 2.4
DR3/4 14.3
DR4 6.4
DQB1 *0302 9.5
DR2 0.19
Penyakit Addison DR17 6.3
DR3 6.3
Sindrom Goodpasture DR2 15.9
Artritis reumatoid DR4 5.8
Artritis reumatoid juvenil DR8 8.1
Sindrom Sjogren DR3, DR17 9.7
Sindrom Sicca DR3 9.7
Miastenia gravis DR3 2.5
Glomerulus membranosa idiopatik DR3 12.0
Hepatitis kronis aktif (autoimun) DR3 , DR17 13.9
Sklerosis multipel DQ6 12
DR2
DR B1 *1501
DR 81 *0101 4.1
DQB1 *0602
LES DR3 5.8
Narkolepsi DQ6 38
Dermatitis herpetiformis DR17 56.4
DR3 15.9
Penyakit seliak DQ2 3.6
DR3 10.8
DQB1 *0201
DQA1 *0501
DR?,11 6.0 - 10.0
DR?, DQB1 *021
DR11 , DQA1 *0501
Tiroiditis pasca partum DR4 5.3
Pemfigus vulgaris DR4 14.4
Leprosa tuberkuloid DR2 8.1

213
lmunologi Dasar Edisi ke-10

BERHUBUNGAN DENGAN HLA KELAS I HLA-827


Spondilitis ankilosa B27 87.4
Penyakit Reiter B27 37.0
Artritis pasca salmonela B27 29.7
Artritis pasca sigela B27 20 .7
Artritis pasca yersinia B27 17.6
Artritis pasca gonokok B27 14.0
Uveitis B27 14.6
Amiloidos is pada artritis rematoid B27 8.2
BERHUBUNGAN DENGAN HLA KELAS I LAINNYA
Tiroiditis subakut Bw35 13.7
Psoriasis vulgaris Cw6 13.3
Sindrom Behcet B5 1 3. 8
Hemokromatosis id iopatik A3 8.2
Retinokoroidopati Birdshot A29 109.0
Miastenia gravis BS 4.4

Hubungan antara HLA dan penyakit nyebab penyakit. Reaksi autoimun dapat
tidak hanya terbatas pada predisposisi, terjadi oleh kemiripan molekul. Hipotesis
tetapi juga berpengaruh terhadap progres ini ditunjang dari hasil observasi bahwa
penyakit. Hubungan dengan HLA ditemu- galur tertentu Sigela fleksner mengeks-
kan pada penderita seropositif HIV yang presikan plasmid yang mengandung
menunjukkan periode lama dan latensi se- urutan rangkaian 5 asam amino yang
belum berkembang menjadiAIDS penuh. identik dengan rangkaian pada alel
lnformasi mengenai hubungan HLA dan HLA-B27. Apakah rangsangan bakteri
penyakit dapat digunakan untuk menemu- ini menimbulkan spondilitis ankilosa
kan individu dengan risiko terhadap merupakan fokus penelitian dewasa ini.
penyakit tertentu untuk dapat digunakan Variasi kemiripan molekul diduga dapat
sebagai terapi pencegahan. menimbulkan reaksi silang antara epitop.
Bakteri Yersina pseudotuberkulosis dan
B. Hipotesis Risiko Relatif Klebsiela pneumoni menunjukkan epitop
Ada sejumlah hipotesis untuk menerang- yang bereaksi silang dengan HLA-B27.
kan hubungan antara penyakit tertentu Hipotesis lain merupakan kebalikan
dengan HLA (Gambar 8.11). dari hipotesis-hipotesis yang disampai-
HLA tertentu merupakan reseptor kan di atas. Dalam hipotesis ini, penyakit
untuk masuknya virus ke dalam sel. terjadi bila sistem imun toleran terhadap
Dalam hipotesis ini virus merupakan pe- epitop patogen, oleh karena epitop me-

2 14
Bab 8. Kompleks Histokompatibilitas Mayor

Reaksi Seleksi
silang determinan

Toleransi

Ketidakseimbangan Kesamaan
hubungan molekular

Gambar 8.11 Hipotesis hubungan infeksi khusus dan alel HLA

Ada risiko relatif untuk penyakit yang berhubungan dengan HLA bila alel HLA tertentu di-
turunkan. Sejumlah hipotesis telah diusulkan untuk menerangkan hubungan khusus antara
penyakit dengan alel tertentu.

nyerupai yang ada pada alel tertentu kecuali HLA-B8 , dapat mengikat
(HLA-DR27). Hipotesis ini berdasarkan peptida khusus dan tidak akan memberi-
penyakit yang disebabkan oleh tidak kan respons terhadap peptida antigen
adanya respons imun. itu. Gen yang menimbulkan penyakit
Peptida antigen tidak dapat dipresen- berhubungan dengan alel tertentu, jadi
tasikan ke sel T kecuali bila berhubungan bukanlah alel MHC sendiri yang menim-
dengan molekul MHC. Diduga penyakit bulkan penyakit. Bila 2 gen diturunkan
terjadi oleh karena alel HLA tertentu bersama, dapat diramalkan bahwa hal
tidak dapat mengikat peptida yang yang terjadi pada frekuensi tinggi adalah
pada keadaan normal akan membentuk secara kebetulan. Gen-gen tersebut di-
kompleks dengan alel lain dari MHC sebut linkage disequilibrium.
khusus itu. Misalnya semua alel HLA,

215
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Butir-butir penting

0 MHC adalah regio genetik yang luas, diikat oleh MHC-1 dan dipresentasi-
menyandi molekul MHC-I dan MHC- kan ke CD8 Tc
II serta protein-protein lain. Gen MHC
0 Antigen eksogen dimakan dan di-
sangat polimorfik, terdiri atas lebih
pecah dalam kompartemen endositik
250 alele MHC, menyandi molekul I
asidik dan kemudian diikat MHC-II
dan II yang berfungsi dalam presentasi
untuk dipresentasikan ke CD4 Th
antigen ke sel T dan molek:ul kelas III
dengan berbagai fungsi 0 Antigen peptida eksogen pada sel ter-
tentu dapat dipresentasikan olehMHC-I
0 GenMHCsangatberhubungandengan
melalui fagosom dalam proses yang
dan urnurnnya diturunkan sebagai unit
dikenal sebagai presentasi silang
tertentu dari orang tua. Unit-unit yang
berhubungan disebut haplotip 0 MHC-Umempresentasikanantigenke
CD4. MHC-II memiliki 2 rantai poli-
0 GenMHC adalahpolimorfik /ditemu-
peptida transmembran. Peptida diikat
kan berbagai jenis gen MHC
dalam kantong alel spesifik yang di-
0 MHC-I diekspresikan pada hampir bentuk oleh 2 rantai polipeptida
semua sel bemukleus; MHC-II hanya transmembran untuk dipresentasikan
terbatas pada sel B, makrofag dan sel dan dikenal oleh TCR
dendritik (umumnya pada SD/APC)
0 Berbagai degradasi antigen dan jalur
0 Pada umurnnya MHC-I mempresen- pengolahannya menimbulkan kompleks
tasikan antigen endogen yang sudah MHC-peptida sehingga peptida endo-
diproses ke CD8/Tc dan MHC-II gen bersatu dengan MHC-I dan peptida
mempresentasikan antigen eksogen eksogen dengan MHC-II
yang sudah diproses ke CD4 Th
0 MHC-I mengikat peptida antigen kecil
0 Antigen endogen dipecah menjadi (residu 8-10 asam amino). MHC-II
peptida dalam sitosol oleh proteosom, mengikat peptida yang lebih besar.

216
SITO KIN BAB
9

Daftar Isi
I. SIFAT UMUM SITOKIN 10.IL-25
11 . IL-25
II. ANTAGONIS SITOKIN
12. IL-31
III. FUNGSI SITOKIN 13 . IL=9
A. Efek biologis sitokin E. Sitokin lain
B. Sitokin pada hematopoiesis F. Sinyal transduksi sitokin
C. Sitokin pada imunitas nonspesifik G . Sitokin Thl dan Th2
1. TNF 1. Perkembangan subset T helper
2 . IL-1 ditentukan lingkungan sitokin
3. IL-6 2 . Profit sitokin T helper
4. IL-10 3. Keseimbangan T helper
5. IL-12 menentukan penyakit
6 . IFN tipe I H . Fungsi berbagai sitokin penting
7. IL-15 I. Penyakit yang berhubungan dengan
8. IL-18 sitokin
9. IL-33 1. Penyakit keseimbangan Thl-Th2
D .Sitokin pada imunitas spesifik 2. Syok septik
1. IL-2 3. Sitokin pada kanker limfoid dan
2 . IL-4 mieloid
3. IL-5 J. Sitokin dalam pengobatan
4 . IFN-y K . Kemokin
5. TGF-~
6. Limfotoksin IV. SIMPULAN EFEK SITOKIN DAN
7. IL-13 KEM OKIN
8. IL-16
9. IL-17 Butir-butir penting

217
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Daftar singkatan yang digunakan dalam bah ini


Ab Antibodi IRAK IL-2 Receptor-Associated Kinase
ADCC Antibody Dependent Cell Jak Janus kinase
(mediated) Cytotoxicity KS Kortikosteroid
AICD Activation-Induced Invariant LPS Lipopolisakarida
Peptide LT Leukotrin
AIDS Acquired Immune Deficiency LAK Lymphokine Activated Killer cell
Syndrome MAC Macrophage Activating Cytokine
AINS Antiin:flamasi Nonsteroid MBL Mannan Binding Lectin
AMP Adenosin Monophosphate MCP Monocyte Chemoattractant
APC Antigen Presenting Cell Protein
APP Acute Phase Protein MCSF Monocyte Colony Stimulating
APP Acute Phase Reaction Factor
BCAP B-Cell Activating Factor MGFR Macrophage Growth Factor
cAMP Cyclic Adenosine Monophosphate Receptor
CD Cluster of Differentiation MHC Mayor Histocompatibility
CFU Colony Forming Unit Complex
CRP C Reactive Protein MHS Major Histocompatibility System
CMI Cell Mediated Immunity MIP Macrophage Inflammatory Protein
CSP Cairan Serebrospinal mRNA messenger RNA
CTL Cytotoxic T Lymphocyte NK Natural Killer (cell)
DAI Double-stranded RNA-Activated PG Prostaglandin
Inhibitor of translation PMN Polimorfonuklear
DIC Disseminated lntravascular PRR Pattern Recognition Receptor
Coagulation RANTES Regulated upon Activation,
DNA Deoxyribo Nucleic Acid Normal T-cell Expressed, and
ds double stranded Secreted
DTH Delayed Type Hypersensitivity SCF Stem Cell Factor
EBY Virus Epstein Barr SD Se! dendritik
Pc-R Frogmen crystallizable Receptor SDM Se! darah merah
G-CSP Granulocyte Colony Stimulating STAT Signal Transducer and Activator
Factor of Transcription
GF Growth Factor TCR T Cell Receptor
GH Growth Hormone TGF Tumor Growth Factor
GM CPU Granulocyte Monocyte Colony TIL Tumour In.filtrating Leucocyte
Forming Unit TIR Toll-IL-1 receptor
GM CSP Granulocyte Monocyte Colony TLR Toll Like Receptor
Stimulating Factor TNF Tumor Necrosis Factor
GTP Guanosin triphosphate Th T helper
IFN Interferon Tc T cytotoxic
IL lnterleukinMHS TRAF TNF Receptor-Associated Factor
lg Imunoglobulin VCAM Vascular Adhesion Molecule

218
Bab 9. Sitokin

stilah limfokin pertama kali diguna- produksi sebagai respons terhadap

I kan pada tahun 1960 untuk golongan


protein yang diproduksi limfosit B
dan T yang diaktifkan. Temyata sel-sel
rangsang mikroba dan antigen lainnya
dan berperan sebagai mediator pada
reaksi imun dan in:flamasi
lain seperti makrofag, eosinofil, sel mast, • Sekresi sitokin terjadi cepat dan hanya
sel endotel dan epitel juga memproduksi sebentar, tidak disimpan sebagai mo-
protein golongan tersebut. Oleh karena lekul preformed. Kerjanya sering
itu istilah yang lebih tepat adalah sitokin. pleiotropik (satu sitokin bekerja ter-
Jadi sitokin merupakan protein sistem hadap berbagai jenis sel yang menim-
irnun yang mengatur interaksi antarsel bulkan berbagai efek) dan redundan
dan memacu reaktivitas imun, baik (berbagai sitokin menunjukkan efek
pada imunitas nonspesifik maupun yang sama). Oleh karena itu efek anta-
spesifik. Pengetahuan mengenai IL terus gonis satu sitokin tidak akan menun-
berkembang dDewasa ini sudah diketahui jukkan hasil nyata, karena ada kom-
sekitar 40 jenis IL dan 200 protein dengan pensasi dari sitokin yang lain
sifat sitokin (lihat Apendiks Sitokin). • Sitokin sering berpengaruh terhadap
sintesis dan efek sitokin yang lain
I. SIFAT UMUM SITOKIN • Efek sitokin dapat lokal atau sistemik
Sitokin dapat memberikan efek langsung • Sinyal luar mengatur ekspresi reseptor
dan tidak langsung (Gambar 9.1). sitokin atau respons sel terhadap sitokin
Langsung: • Efek sitokin terjadi melalui ikatan dengan
- Lebih dari satu efek terhadap reseptomya pada membran sel sasaran
berbagai jenis sel (pleitropi) • Respons selular terhadap kebanyakan
- Autoregulasi (fungsi autokrin) sitokin terdiri atas perubahan ekspresi
- Terhadap sel yang letaknya tidak jauh gen terhadap sel sasaran yang menim-
(fungsi parakin) bulkan ekspresi fungsi baru dan kadang
proliferasi sel sasaran
Tidak langsung:
Sitokin merupakan protein pembawa
- Menginduksi ekspresi reseptor untuk
pesan kimiawi, atau perantara dalam komu-
sitokin lain atau bekerja sama dengan
nikasi antarsel yang sangat paten, aktif pada
sitokin lain dalam merangsang sel
kadar yang sangat rendah (10- 10-10- 15 mol/l
(sinergisme)
dapat merangsang sel sasaran). Reseptor
- Mencegah ekspresi reseptor atau pro-
yang diekspresikan dan afinitasnya
duksi sitokin (antagonisme)
merupakan faktor kunci respons selular.
Sitokin mempunyai ciri-ciri sebagai Jadi sitokin berperan dalam aktivasi sel T,
berikut: sel B, monosit, makrofag, in:flamasi dan
• Sitokin adalah polipeptida yang di- induksi sitotoksisitas. Beberapa sitokin

219
/munologi Dasar Edisi ke-10

Sel sasaran Efek KASKADE INDUKSI

@)
~
Aktivasi
Proliferasi
Diferensiasi
Sel Th aktif

l
PLEIOTROPI
/ SelB

IL4 - ~ Proliferasi
IFN-y

Sel Th aktif
Timosit

Proliferasi
l
Sel mast (@
Makrofag
REDUNDANSI

~
Sel Th aktif
-
IL-2 -
IL-4
IL-5
-

SelB
Proliferasi
l
IL-12

SINERGI

lnduksi pengalihan
kelas ke lgE
l
Sel Th aktif

ANTAGONISME
Sel B ~
Sel Th aktif

Sel Th aktif
-

~
IL-4 -

IFN-y
JJ

SelB
Menghambat pengalihan
kelas ke lgE oleh induksi IL-4
l
IFN-y, TNF, IL-2
dan sitokin lainnya

Gambar 9.1 Sifat-sifat sitokin

juga mempunyai efek anti-neoplastik dan pun tidak mutlak. Hal tersebut disebab-
fungsi dalam hematopoiesis. kan karena sitokin yang sama dapat dipro-
Sitokin yang berperan pada imu- duksi selama reaksi imun nonspesifik dan
nitas nonspesifik dan spesifik umumnya spesifik. Berbagai sitokin yang diproduksi
diproduksi oleh berbagai sel dan bekerja dapat menunjukkan reaksi yang tumpang
terhadap sel sasaran yang berbeda, meski- tindih (Gambar 9.2).

220
Bab 9. Sitokin

Sel Th2 co4+ Makrofag SD Sel NK SelB

l l l l l
I Proliferasi I Ekspresi I Ekspresi I Aktivitas I Diferensiasi
I Produksi IL-4 molekul MHC-11 sitotoksik I Produksi antibodi
dan IL-5 MHC-11 (! lgG2a; I lgE
I Aktivitas dan lgG1)
mikrobial

Gambar 9.2 Akitivitas pleotropik IFN-y


Aktivasi makrofag yang diinduksi IFN-y sangat berperan pada inflamasi kronis. Sitokin tersebut
disekresi sel Th1, sel NK dan sel Tc dan bekerja terhadap berbagai jenis sel.

II. ANTAGONIS SITOKIN sitokin. Strategi antisitokin tersebut me-


Sejumlah protein mencegah aktivitas rupakan bukti biologis pentingnya sitokin
biologis sitokin. Protein tersebut berikatan dalam menimbulkan respons imun yang
direk dengan reseptor sitokin tetapi tidak efektif terhadap mikroba. EBY mem-
dapat mengaktifkan sel, atau berikatan produksi molekul serupa IL-10 (vIL-10)
direk dengan sitokin yang mencegah yang mengikat reseptor IL-1 OR dan seperti
aktivitasnya. Contoh yang menghambat IL-10 selular menekan respons Th 1 yang
adalah antagonis IL-IR (IL-lRa) yang efektif terhadap parasit intraselular dan
berikatan IL-1R tetapi tidak memiliki virus. Molekul yang diproduksi virus
aktivitas. Produksi IL-1 Ra diduga yang menyerupai sitokin memungkinkan
berperan dalam regulasi respons intensitas virus untuk memanipulasi respons imun
inflamasi. Inhibitor sitokin ditemukan yang membantu masa hidup patogen.
dalam darah dan cairan ekstraselular. EBV juga memproduksi IL-1 Ra. Sejumlah
Beberapa virus dapat mengembang- produk virus dapat mencegah sitokin dan
kan strategi untuk menghindari aktivitas aktivititasnya (Tabel 9 .1).

221
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Tabel 9.1 Kemiripan virus dengan sitokin dan reseptor sitokinnya


Virus Produk
Leporipoksivirus (virus miksoma) Reseptor IFN-y larut
Beberapa poksvirus Reseptor IFN-y larut
Vaksinia , virus varisela Reseptor IL-1 ~ larut
EBV Homolog IL-10
Virus Herpes 8 Homolog il-6, juga homolog kemokin MIPI dan MIP II
3 reseptor kemokin homolog yang berbeda , satu
Virus Sitomegalo diantaranya mengikat tiga kemokin larut yang berbeda
(RANTES, MCP-1 dan MIP-1a)

III. FUNGSI SITOKIN Struktur reseptor berbagai sitokin sangat


berbeda, tetapi basil cloning menunjuk-
Sitokin berperan dalam imunitas nonspesifik
kan tergolong pada 5 famili yaitu:
clan spesifik clan mengawali, mempengaruhi
• Superfamili imunoglobulin
clan meningkatkan respons imun nonspesifik • Famili reseptor kelas I yang juga
(Gambar 9.3). Makrofag dirangsang oleh disebut famili reseptor hematopoietin
IFN-y, TNF-a dan IL-1 di samping juga
• Famili reseptor kelas II yang juga
memproduksi sitokin-sitokin tersebut. IL-1 ,
diketahui sebagai farnili reseptor inter-
IL-6 dan TNF-a merupakan sitokin pro-
feron
inflamasi clan inflamasi spesifik. Di samping
• Famili reseptor TNF
itu dikenal sitokin-sitokin yang berfungsi
dalam diferensiasi dan fungsi serta me- • Famili reseptor kemokin
ngontrol sel sistem imun clanjaringan. Sifat-
sifat umumnya terlihat pada Tabel 9.2. B. Sitokin pada hematopoiesis
Segolongan sitokin yang disebut CSF ber-
A. Efek biologis sitokin
peran dalam hematopoiesis pada manusia
Efek biologis sitokin timbul setelah diikat yaitu GM-CSF, G-CSF clan M-CSF. Sitokin
oleh reseptor spesifiknya yang diekspresi- golongan ini berperan dalam perkern-
kan pada membran sel organ sasaran. bangan, diferensiasi dan ekspansi sel-sel
Banyakjenis sel mengekspresikan reseptor- rnieloid. Pada dasamya sitokin tersebut
reseptor tersebut yang rentan terhadap (Garnbar 9.4 dan Tabel 9.3) merang-
efek sitokin. Pada awalnya, kadar reseptor sang diferensiasi sel progenitor dalam
tersebut sangat rendah. Dewasa ini telah sumsum tulang menjadi sel yang spesifik
dapat dilakukan cloning dari gen sitokin dan berperan pada pertahanan terhadap
yang menyandi reseptor tersebut sehingga infeksi. Reaksi imun dan inflamasi yang
dapat dilakukan identifikasi untuk menge- rnemerlukan pengerahan leukosit akan
tahui ciri-ciri reseptor-reseptor tersebut. juga memacu produksi sitokin.

222
Bab 9. Sitokin

IMUNITAS NONSPESIFIK IMUN ITAS SPESIFIK

*
Sel NK

~
Mikroba
~ ~
~
~
~ /
** I>' ~

Y.
M"rnf•g (@- ~ SolTCW ~
~ ~
llnflamasil

Neutrofil ~ T IL-21L-4

IFN~, I L,; '' " ' \

~ Sol TCD8'~
' Jl i
~ ~~~ ~
Sols@

Aktifasi Sekresi antibodi ; Diferensiasi


makrofag pengalihan isotip CTL

Gambar 9.3 Fungsi sitokin pada pertahanan pejamu


Pada imunitas nonspesifik, sitokin diproduksi makrofag dan sel NK, berperan pada inflamasi
dini, merangsang proliferasi, diferensiasi dan aktivasi sel efektor khusus seperti makrofag .
Pada imunitas spesifik sitokin yang diproduksi sel T mengaktifkan sel-sel imun spesifik.

Tabel 9.2 Sifat umum sitokin


Masa paruhnya singkat
Cepat terurai sebagai metode regulasi sehingga sulit diukur dalam sirkulasi
Kebanya kan bekerja lokal dalam lingkungan mikro sel
Beberapa bekerja pada produksi sel itu sendiri , meningkatkan aktivasi dan diferensiasi
melaJui reseptor permukaan dengan afinitas tinggi
Kebanyakan efek biologis sitokin bersifat pleiotropik misalnya mempengaruhi organ
multipel dalam tubuh
Kebanyakan juga menunjukkan fungsi biologis yang tumpang tindih , sehingga
menggambarkan redundansi pada kelompoknya. Karena alasan inilah sasaran
terapeutik sitokin tertentu sering gagal.

223
lmunologi Dasar Edisi ke-10

@ Selasal

Faktor sel induk


Progenitor limfoid
Progenitor mieloid

@ .....-111 ~
Sel NK
Sel asal pluripoten

Sel B
1Q! SelT

IL-3 , GM-CSF, IL-1 , IL-6

Eritropoietin

@
Eritroid
w
Megakariosit Basofil CFU Eosinofil CFU
~GM-CFU

1 1
..
....
Eritrosit
®~®
®~®

Trombosit Basofil Eosinofil Neutrofil


~ Monosit

Gambar 9.4 Berbagai sitokin pada pertumbuhan dan pematangan berbagai sel darah

C. Sitokin pada imunitas nonspesifik sitokin yang diperlukan untuk fungsi banyak
sel efektor (Gambar 9.5 dan Tabel 9.4).
Respons imun nonspesifik dini yang penting
terhadap virus dan bakteri berupa sekresi

224
Bab 9. Sitokin

label 9.3 Sitokin yang berperan pada hematopoiesis


Populasi sel utama
Sito kin Sumber utama Sel sasaran utama
yang diinduksi

SCF Sumsum tulang , sel stroma Sel pluripoten Semua sel


Fibroblas, sel stroma
IL-7 Progenitor limfoid imatur Sel T dan B
sumsum tulang
IL-3 SelT Progenitor imatur Semua sel
Progenitor imatur dan
Sel T, makrofag , sel
GM-CSF yang committed, makrofag
endotel , fibroblas
matang
M-CSF Makrofag, sel endotel , sel
Progenitor yang committed Monosit
sumsum tulang, fibroblas
Makrofag, fibroblas , sel
G-CSF Progenitor yang committed Granulosit
endotel

lnflamasi

Promosi
sitokin dari
aktivasi
makrofag Hematopoiesis

Gambar 9.5 Fungsi sitokin pada


imunitas nonspesifik dan spesifik

lnteraksi antigen dan makrofag


dan yang menimbulkan aktivasi Th
menimbulkan pelepasan sejumlah
sitokin, dan menimbulkan jaring Promosi sitokin aktivasi ,
interaksi kompleks dalam respons diferensiasi, proliferasi
imun. atau kematian sel T, selB ,
makrofag, SD, sel NK
dan leukosit lainnya

225
lmunologi Dasar Edisi ke-1 0

Tabel 9.4 Sitokin pada imunitas nonspesifik


Sito kin Sumber utama Sasaran utama dan efek biologik
IL-1 Makrofag , endotel , Endotel : aktivasi (inflamasi , koagulasi)
beberapa sel epitel Hipotalamus: panas
Hati: sintesis APP
IL-6 Makrofag , sel endotel , Hati: sintesis APP
sel T Sel B: proliferasi sel plasma
IL-10 Makrofag , sel T terutama Makrofag , sel dendritik: mencegah produksi IL-21
Th2 dan ekspresi kostimulator dan MHC-11

IL-12 Makrofag , sel dendritik Sel T: diferensiasi Th1


Sel NK dan sel T: sintesis IFN-y, meningkatkan
aktivitas sitolitik
IL-15 Makrofag , sel lain Sel NK: proliferasi
Sel T: proliferasi (sel memori CDS•)
IL-18 Makrofag Sel NK dan sel T: sintesis IFN-y
IFN-a, IFN-a : makrofag Semua sel: antivirus, peningkatan ekspresi MHC-1
IFN-~ IFN-~ : fibroblas Sel NK: aktivasi
IFN-y Th1 Aktivasi sel NK dan makrofag , induksi MHC II

Kemokin Makrofag , sel endotel , Leukosit: kemotaksis, aktivasi , migrasi ke jaringan


sel T, fibroblas , trombosit
TNF Makrofag , sel T Sel endotel: aktivasi (inflamasi , koagulasi)
Neutrofil : aktivasi
Hipotalamus: panas
Hati: sintesis APP
Otot, lemak: katabolisme (kaheksia)
Banyak jenis sel: apoptosis

1. TNF mast. LPS merupakan rangsangan poten


terhadap makrofag untuk mensekresi TNF.
TNF merupakan sitokin utama pada respons
IFN-y yang diproduksi sel T dan sel NK
in:flamasi akut terhadap bakteri negatif-
juga merangsang makrofag antara lain
Gram dan mikroba lainnya. Infeksi yang
meningkatkan sintesis TNF (Gambar 9.6).
berat dapat memicu produksi TNF dalam
Pada kadar rendah, TNF bekerja ter-
jumlah besar yang menimbulkan reaksi
sistemik. TNF disebut TNF-a atas dasar hadap leukosit dan endotel, menginduksi
historis dan untuk membedakannya dari inflamasi akut. Pada kadar sedang, TNF
TNF-P atau limfotoksin. Sumber utama berperan dalam inflamasi sistemik. Pada
TNF adalah fagosit mononuklear dan sel kadar tinggi, TNF menimbulkan kelainan
T yang diaktifkan antigen, sel NK dan sel patologik syok septik.

226
Bab 9. Sitokin

I1nflamasi I
®. ©-.....©
'· ~ Aktivasi
makrofag

(ij) ~
Sel NK Sel T
Trombosis

I
E
:J
......
Q)
(/)
~
Makrofag
E

l
co
ro
-0
c
:i:
.9
·u;
......
co LPS
-0
co
~

Jam setelah suntikan LPS

Gambar 9.6 Peran sitokin pada imunitas nonspesifik terhadap mikroba yang
memproduksi LPS (endotoksin)

TNF memiliki efek biologis sebagai • Merangsang fagosit mononuklear untuk


berikut: mensekresi IL-1 dengan efek seperti TNF
• Pengerahan neutrofil dan monosit ke • Menginduksi apoptosis sel inflamasi
tempat infeksi serta mengaktifkan sel-sel yang sama.
tersebut untuk menyingkirkan mikroba • Merangsang hipotalamus yang meng-
• Memacu ekspresi molekul adhesi sel induksi panas dan oleh karena itu disebut
endotel vaskular untuk leukosit. Molekul
pirogen endogen. Panas ditirnbulkan atas
adhesi terpenting adalah selektin dan
pengaruh prostaglandin yang diproduksi
ligan untuk integrin leukosit
sel hipotalamus yang dirangsang TNF
• Merangsang makrofag mensekresi ke-
mokin dan menginduksi kemotaksis dan IL-1. Inhibitor sintesis prostaglandin
dan pengerahan leukosit seperti aspirin, menurunkan panas. TNF

227
lmunologi Dasar Edisi ke-10

seperti halnya dengan IL-1 dan IL-6 2. IL-1


meningkatkan sintesis protein serum
Fungsi utama IL-1 adalah sama dengan
tertentu seperti amyloid A protein dan TNF, yaitu mediator infiamasi yang me-
fibrinogen oleh hepatosit rupakan respons terhadap infeksi dan rang-
• Produksi TNF dalam jumlah besar sangan lain. Bersama TNF berperan pada
dapat mencegah kontraktilitas miokard imunitas nonspesifik. Sumber utama
dan tonus otot polos vaskular yang me- IL-1 juga sama dengan TNF yaitu fagosit
nurunkan tekanan darah atau syok dan mononuklear yang diaktifkan. Efek biologis
sel lemak yang menimbulkan kaheksia, IL-1 sama seperti TNF yang tergantung
gangguan metabolisme berat seperti gula darijumlah yang diproduksi (Tabel 9.5).
darah turun sampai kadar yang tidak
memungkinkan untuk hidup. Hal ini 3. IL-6
disebabkan karena penggunaan glukosa
IL-6 berfungsi dalam imunitas non-
yang berlebihan oleh otot dan hati dan
spesifik dan spesifik, diproduksi fagosit
gaga! untuk menggantikannya
mononuklear, sel endotel vaskular, fibroblas
• Komplikasi sindrom sepsis yang di-
dan sel lain sebagai respons terhadap
timbulkan bakteri negatif-Gram ( atau
mikroba dan sitokin lain. IL-6 mempunyai
syok endotoksin) ditandai dengan kolaps berbagai fungsi. Dalam imunitas nonspe-
vaskular sifik, IL-6 merangsang hepatosit untuk
• DIC dan gangguan metabolik disebab- memproduksi APP dan bersama CSF me-
kan produksi TNF yang dirangsang rangsang progenitor di sumsum tulang
LPS, dan sitokin lain seperti IL-12, IFN-y untuk memproduksi neutrofil. Dalam
dan IL- I. Kadar TNF darah mempunyai imunitas spesifik, IL-6 merangsang per-
nilai prediksi yang akan terjadi akibat tumbuhan dan diferensiasi sel B menjadi
infeksi bakteri negatif-Gram yang berat sel mast yang memproduksi antibodi. IL-6
• TNF menimbulkan trombosis intra- juga merupakan GF sel plasma neoplastik
vaskular, terutama akibat hilangnya (mieloma) (Gambar 9.8).
sifat antikoagulan normal endotel. TNF
merangsang ekspresi tissue factor oleh 4. IL-10
endotel yang merupakan aktivator kuat IL-10 merupakan inhibitor makrofag
koagulasi dan mencegah ekspresi trom- dan sel dendritik yang berperan dalam
bomodulin yang merupakan inhibitor mengontrol reaksi imun nonspesifik dan
koagulasi. Eksaserbasi perubahan endo- imun selular. IL-10 diproduksi terutama
tel diaktifkan neutrofil yang memm- oleh makrofag yang diaktifkan. Hal ter-
bulkan sumbatan vaskular. sebut merupakan contoh dari regulator
Efek biologis utama TNF terlihat feedback negatif. IL-10 mencegah pro-
pada Gambar 9.7. duksi IL-12 oleh makrofag dan sel den-

228
Bab 9. Sitokin

Jumlah sedikit Jumlah besar


(kadar plasma <1 o-9) (kadar plasma ~10- 7 )

lnflamasi lokal Efek sistemik Syok septik


Sel endotel Otak Jantung
IL-1 ,
kemokin
Output
Molekul 00 rend ah
adhesi
/ ;0
~
Demam

Pembuluh darah

Leukosit

Sumsum tulang
Trombus
.
@ .. Hati

'~
Aktivasi

Leukosit~
Gambar 9.7 Efek biologik TNF
Dalam kadar yang sedikit, TNF bekerja terhadap leukosit dan endotel yang menginduksi
inflamasi akut. Dalam kadar sedang, TNF bekerja terhadap efek sistemik inflamasi dan dalam
kadar yang tinggi, TNF menimbulkan kelainan patologis syok septik.

dritik yang diaktifkan. IL-10 mencegah selular dan merupakan induktor kunci dalam
ekspresi kostimulatori molekul MHC-II imunitas selular spesifik terhadap mikroba.
pada makrofag dan sel dendritik. Sumber utama IL-12 adalah fagosit mono
nuklear dan sel dendritik yang diaktifkan.
5. IL-12 Efek biologis IL-12 adalah merangsang
IL-12 merupakan mediator utama imunitas produksi IFN-y oleh sel NK dan sel T,
nonspesifik dini terhadap mikroba intra- diferensiasi sel T CD4+ menjadi sel Thl

229
lmuno/ogi Dasar Edisi ke-10

Tabel 9.5 Kerja IL-1


Sel target Efek
Proliferasi
Diferensiasi
Limfosit T
Produksi limfokin
lnduksi IL-2R
Proliferasi
Limfosit B
Diferensiasi
Penglepasan dari sumsum tulang
Neutrofil
Kemoatraktan
Makrofag
Fibroblas
} Proliferasi I aktivasi
Osteoblas
Sel epitel
Osteoklas Reabsorbsi tulang
Hepatosit Sintesis APP
Hipotalamus Demam oleh induksi PG
Otot Proteolisis oleh induksi PG

Prod uksi Diferensiasi sel neu ral Proliferasi


lg

Gambar 9.8 IL-6

230
Bab 9. Sitokin

yang memproduksi IFN-y. IL-12 juga me- 6. IFN tipe I


ningkatkan fungsi sitolitik sel NK dan sel IFN Tipe I (IFN-a dan IFN-P) berperan
CD8 +/CTL (Gambar 9.9 dan 9.10). dalam imunitas nonspesifik dini pada

Makrofa~;;Y
CD40L
' / CD40
SelT
co4• naif ..---l-L
- 12---.1 SelT
I
_....., CD8+

~ ~~
I l \
~Th1' ~ NK ~
~
~ NK
~ SelT ~
CD~ j
Merangsang sekresi IFN-y
~
Peningkatan aktivitas
sitolitik

Aktivasi makrofag ; pemusnahan mikroba Pemusnahan


yang sudah difagositosis sel terinfeksi

Gambar 9.9 Efek biologis IL-12


IL-12 diproduksi makrofag dan sel dendritik sebagai respons terhadap mikroba atau terhadap
sinyal sel T seperti ligan CD40 yang mengikat CD40. IL-12 bekerja terhadap limfosit dan
sel NK untuk merangsang produksi IFN-y dan aktivitas sitolitik untuk menyingkirkan mikroba
intraselular.

231
lmunologi Dasar Edisi ke-10

APC (SD atau


makrofag) dengan
mikroba yang
dimakan

.................................. . .......................... .
.........
Rangsangan untuk
transkripsi gen IFN-y
Resepto dan produksi IL-12
LPS dan Sel T efektor
produk Aktivasi makrofag
(Th1 yang -+ pemusnahan
mikroba berdiferensiasi)
lainnya mikroba
Mikroba CD40
CD40L

Sel T NK T co4•

Gambar 9.10 Peran IL-12 dan IFN dalam imunitas selular

infeksi virus. Nama interferon berasal dari yang mengandung nukleus dan dilepas
kemampuannya dalam intervensi infeksi sebagai respons terhadap infeksi virus.
virus. Efek IFN Tipe I adalah proteksi IFN mempunyai sifat antivirus dan dapat
terhadap infeksi virus dan meningkatkan menginduksi sel-sel sekitar sel yang ter-
imunitas selular terhadap mikroba intra- infeksi virus menjadi resisten terhadap virus.
selular. IFN Tipe I mencegah replikasi virus, Di samping itu, IFN juga dapat meng-
meningkatkan ekspresi molekul MHC-1, aktifkan sel NK. Sel yang diinfeksi virus
merangsang perkembangan Th 1, men- atau menjadi ganas akan menunjukkan
cegah proliferasi banyak jenis sel antara perubahan pada permukaannya yang akan
lain limfosit in vitro (Gambar 9.11). dikenal dan dihancurkan sel NK. Dengan
IFN tipe I diproduksi oleh sel terinfeksi demikian penyebaran virus dapat dicegah.
virus dan makrofag (tidak tergambar). Produksi IFN diinduksi oleh infeksi
IFN Tipe I mencegah infeksi virus dan virus atau suntikan polinukleotida sintetik.
meningkatkan aktivitas CTL terhadap sel IFN dapat dibagi menjadi 2 tipe yaitu,
yang terinfeksi virus. Interferon meng- Tipe I dan Tipe II. Tipe I terdiri atas IFN-a
induksi ekspresi MHC-II di sel jaringan, yang disekresi makrofag dan leukosit lain
meningkatkan ekspresi F c-R pada makro- serta IFN-~ disekresi oleh fibroblas. IFN
fag dan aktivitas sel NK (Gambar 9.12). Tipe II adalah IFN-y yangjuga disebut IFN
Interferon adalah sitokin berupa gliko- imun, disekresi sel T setelah dirangsang
protein yang diproduksi makrofag yang oleh antigen spesifik. Efek proteksi IFN-y
diaktifkan, sel NK dan berbagai sel tubuh terjadi melalui reseptor di membran sel dan

232
Bab 9. Sitokin

Gambar 9.11 Efek


Sel terinfeksi
biologis IFN tipe I virus

I IFN tipe 1 I
••
Sel tidak ~ Reseptor
terinfeksi


IFN "' ' • Sel terinfeksi

'
Peningkatan ekspresi
MHC-1 pada sel yang
terinfeksi , pemusnahan
oleh CTL

mengaktifkan gen yang menginduksi sel 15 juga merupakan faktor pertumbuhan


untuk memproduksi protein antivirus yang dan faktor hidup terutama untuk sel CD8+
mencegah translasi mRNA virus. IFN juga yang hidup lama.
meningkatkan aktivitas sel T, makrofag,
ekspresi MHC dan efek sitotoksik sel NK. 8. IL-18
MHC berfungsi untuk mengikat peptida IL-I 8 memiliki struktur yang homolog
dalam presentasi ke sel T.
dengan IL- I, namun mempunyai efek yang
berlainan. IL-18 diproduksi makrofag
7. IL-15 sebagai respons terhadap LPS dan produk
IL-15 diproduksi fagosit mononuklear mikroba lain, merangsang sel NK dan sel
dan mungkin jenis sel lain sebagai respons T untuk memproduksi IFN-y Jadi IL-18
terhadap infeksi virus, LPS dan sinyal adalah induktor imunitas selular bersama
lain yang memacu imunitas nonspesifik. IL-21 (Gambar 9.13).
IL-15 yang disintesis fagosit pada infeksi
virus, merangsang ekspansi sel NK dalam 9. IL-33
beberapa hari pasca infeksi. IL-15 dapat
dianggap ekuivalen dengan IL-2. IL-15 IL-33 digambarkan sebagai superfamili
berperan pada imunitas nonspesifik dini IL- I dan juga diketahui berperan sebagai
dan IL-2 pada imunitas spesifik dini. IL- komponen yang mengatur respons imun

233
lmunologi Dasar Edisi ke-10

A.
8.
Tanpa interferon
2)
DAI (tidak aktif)
2)
DAI (tidak aktif)

d~osfat
DAI (aktif)
~
DAI (terkunci dalam
keadaan tidak aktif)

lnisiasi faktor 2 lnisiasi faktor 2


(aktif) (aktif)

l
Sintesis
protein virus
lnisiasi faktor 2
(tidak aktif)

l
Penghambatan
sintesis
protein virus

Gambar 9.12 Peran IFN tipe I pada respons imun nonspesifik terhadap infeksi virus

A. Tanpa IFN (atas) virus dapat menginfeksi sel pejamu dan bereplikasi di dalam sel
membentuk asam nukleat dan protein baru virus, menyebarkan pirogeni virus dari sel
terinfeksi ke sel pejamu lain. Bila IFN-1 diproduksi sebagai respons terhadap infeksi
(bawah), IFN berikatan dengan reseptor pada permukaan sel pejamu dan menghentikan
sintesis protein . Hal ini mencegah virus baru atau replikasi virus.
B. IFN bekerja melalui induksi sintesis protein DAI (kiri). DAI diinaktifkan bila berikatan
dengan dsRNA yang sering ditemukan dalam genom banyak virus. DAI aktif menimbulkan
fosforilase dan inaktivasi initiation factor 2 eukariosit (kanan). Beberapa virus seperti virus
adeno dan Epstein Barr mampu mencegah aktivitas DAI.

alamiah terutama aktivasi sel mast 1. IL-2


(Gambar 9.14). IL-2 adalah faktor pertumbuhan untuk
sel T yang dirangsang antigen dan berperan
D. Sitokin pada imunitas spesifik pada ekspansi klon sel T setelah antigen
Sitokin berperan dalam proliferasi dan dikenal. Ekspresi reseptor IL-2 ditingkat-
diferensiasi limfosit setelah antigen dikenal kan oleh rangsangan antigen, oleh karena
dalam fase aktivasi pada respons spesifik itu sel T yang mengenal antigen merupa-
dan selanjutnya berperan dalam aktivasi kan sel utama yang berproliferasi pada
dan proliferasi sel efektor khusus (Tabel respons imun spesifik. IL-2 mening-
9.6). katkan proliferasi dan diferensiasi sel imun

234
Bab 9. Sitokin

Rangsangan eksterna l
atau internal

l
+(j) I
N
T
E
IL-18
R
F
t
I
St res @!~ ~
E
R
0
N

*
Makrofag I SD y
NK
t
Bakteri/produknya

Gambar 9.13 Peran sentral IL-18 dalam menginisiasi respons imun


Berbagai stres termasuk dingin, bakteri, rangsangan terhadap kulit dan saluran cerna memacu
produksi IL-18.

Sel dendritik
-i Survival

" 0 ~emotaksis~
-i Adhesi .,___
- Degranulasi

0 ~ThO
IFNy -
Sel N( i P


Ooo

.:
/
/
/

I
~Th2
" IL-5
IL-13

V ST2L
l
IL-4, IL-5, IL-13,
l
IL-6, IL-1 3,
IL-6, IL-8, IL-1p, IL-1 p, TN Fa,
GM-CSF PGD2, MCP-1
Histamin

Gambar 9.14 IL-33 pada alergi

235
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Tabel 9.6 Sitokin penting pada imunitas spesifik


Sitokin Sumber utama Sel sasaran utama dan efek biologik

IL-2 Sel T Sel T: proliferasi , peningkatan sintesis sitokin , dan


apoptosis atas peran Fas
Sel NK: proliferasi , aktivasi
Sel B: proliferasi , sintesis antibodi (in vitro)
IL-4 Th2, sel mast Sel B: pengalihan ke isotipe lgE
Sel T: diferensiasi dan proliferasi Th2
IL-5 Th2 Eosinofil: aktivasi , peningkatan produksi
Sel B: proliferasi, produksi lgA
IFN-y Th1 , COB+, sel NK Makrofag : aktivasi
Sel B: pengalihan ke isotipe lgG dalam meningkatkan
opsonisasi dan ikatan komplemen
Th1 : diferensiasi
Berbagai sel: peningkatan ekspresi MHC-1 dan MHC-
11, peningkatan proses dan presentasi antigen ke sel T
TGF-~ Sel T, makrofag , Sel T: mencegah proliferasi dan fungsi efektor
sel lain Sel B: mencegah proliferasi, produksi lgA
Makrofag : pencegahan
Limfotoksin (LT) Sel T Pengerahan dan aktivasi neutrofil
IL-13 Sel Th2 Sel B: pengalihan ke isotipe lgE
Sel epitel : peningkatan produksi mukus
Makrofag : pencegahan

mencegah respons imun terhadap antigen


lain (sel NK, sel B) (Gambar 9.15). IL-2
sendiri melalui peningkatan apoptosis sel
meningkatkan kematian apoptosis sel T
T melalui Fas dan merangsang aktivitas
yang diaktifkan antigen melalui Fas. Fas
sel T regulatori.
adalah golongan reseptor TNF yang di-
ekspresikan pada permukaan sel T. Banyak
sel lain menginisiasi kaskade sinyal dalam
2. IL-4
apoptosis. Kematian sel terjadi akibat ikatan IL-4 merupakan stimulus utama produksi
Fas dengan ligannya yang diekspresikan IgE dan perkembangan Th2 dari sel CD4+
oleh sel T yang diaktifkan. Kematian sel naif. IL-4 merupakan sitokin petanda sel
T tersebut merupakan hal yang penting Th2. IL-4 merangsang sel B meningkat-
dalam mempertahankan toleransi self. kan produksi IgG dan IgE dan ekspresi
Mutasi dalam gen Fas dapat menimbulkan MHC-II (Gambar 9.16 dan 9.17). IL-4
penyakit autoimun sistemik. merangsang isotipe sel B dalam peng-
IL-2 merangsang proliferasi dan di- alihan IgE, diferensiasi sel T naifke subset
ferensiasi sel T, sel B dan NK. IL-2 juga Th2 . IL-4 mencegah aktivasi makrofag

236
Bab 9. Sitokin

IL-2

Proliferasi sel T, Proliferasi sel NK,


peningkatan produksi Proliferasi sel B, peningkatan
sitokin (IL-4 , IFN-y) produksi antibodi aktivitas sitolitik

Gambar 9.15 Efek biologis IL-2

Sel T CD4

~ IL-4
naif ~

l* 1
-~
-( ~ ~ ~
Pengalihan isotip ke Perkembangan
lgE dan lgG1 (tikus), Mencegah dan ekspansi
lgG4 (manusia) aktivasi makrofag se1Th2

Gambar 9.16 Efek biologis IL-4

yang diinduksi IFN-y dan merupakan GF peran dalam hubungan antara aktivasi sel
untuk sel mast terutama dalam kombinasi T dan inflamasi eosinofil. IL-5 diproduksi
dengan IL-3. subset sel Th2 (CD4+) dan sel mast yang
diaktifkan (Gambar 9.18).
3. IL-5 Sel CD4+ yang berdiferensiasi men-
IL-5 merupakan aktivator pematangan jadi sel Th2 melepas IL-4 dan IL-5. IL-4
dan diferensiasi eosinofil utama dan ber- merangsang sel B untuk memproduksi lgE

237
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Peogalihao kelas ~

IL-5

~~
~ ~
/~~MHC-11
TCR ___.......... IFN-y + peptida

Gambar 9.17 Pengalihan kelas antibodi melalui interaksi antarsel Th/B dan sitokin

yang diikat sel mast. IL-4 juga bersifat fagosit dan mengaktifkan komplemen.
autokrin dan merupakan sitokin yang ber- Kedua proses tersebut meningkatkan
peran dalam diferensiasi sel Th2. IL-5 me- fagositosis mikroba yang diopsonisasi.
ngaktifkan eosinofil. Sitokin asal Th2 me- IFN-y dapat mengalihkan lg yang berparti-
rupakan antagonis efek aktivasi makrofag sipasi dalam eliminasi mikroba. IFN-y
atas pengaruh sitokin sel Th 1. mengaktifkan neutrofil dan merangsang
efek sitolitik sel NK (Gambar 9.19).
4. IFN-y
IFN-y mengaktifkan fagosit dan APC
IFN-y yang diproduksi berbagai sel sistem dan induksi pengalihan sel B (isotip anti-
imun merupakan sitokin utama MAC dan bodi yang dapat mengikat komplemen dan
berperan terutama dalam imunitas non- Fc-R pada fagosit, yang berbeda dengan
spesifik dan spesifik selular. IFN-y adalah isotip yang diinduksi IL-4), menginduksi
sitokin yang mengaktifkan makrofag untuk tidak langsung efek Th 1 atas peran pe-
membunuh fagosit. IFN-y merangsang
ningkatan produksi IL-12 dan ekspresi
ekspresi MHC-1 dan MHC-11 dan kosti-
reseptor.
mulator APC. IFN-y meningkatkan dife-
rensiasi sel CD4+ naif ke subset sel Thl
dan mencegah proliferasi sel Th2. IFN-y 5. TGF-~
bekerj a terhadap sel B dalam pengalihan Efek utama TGF-~ adalah mencegah proli-
subkelas lgG yang mengikat Fcy-R pada ferasi dan aktivasi limfosit dan leukosit lain.

238
Bab 9. Sitokin

Mikroba*

Se~

e
Eosinofil

.. Supresi aktivasi
. makrofag

Netralisasi
antibodi lgG
(manusia lgG4,
tikus lgG1)
1
Degranulasi Aktivasi
sel mast eosinofil

Gambar 9.18 Fungsi efektor sel Th2

TGF-~ merangsang produksi IgA melalui 7. IL-13


induksi dan pengalihan sel B.
IL-13 memiliki struktur homolog dengan
IL-4 yang diproduksi sel CD4+Th2. IL-13-R
6. Limfotoksin
ditemukan terutama pada sel nonlimfoid
LT diproduksi sel T yang diaktifkan dan seperti makrofag. Efek utamanya adalah
sel lain. LT mengaktifkan sel endotel dan mencegah aktivasi dan sebagai antagonis
neutrofil, merupakan mediator pada in:fla- IFN-y. IL-13 merangsang produksi mukus
masi akut dan menghubungkan sel T dengan oleh sel epitel paru dan berperan pada asma.
infl.amasi. Efek ini sama dengan TNF. Fungsi IL-13 terlihat pada Gambar 9 .20.

239
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Makrofag

@ IFN-y


w
Aktivasi makrofag,
peningkatan aktivitas
Peningkatan
ekspresi MHC,
presentasi antigen
mikrobisidal

Perkembangan
sel Th1 efektor

Pengalihan isotip ke
opsonin dan antibodi
yang mengikat komplemen

Gambar 9.19 Efek biologis IFN -y

8. IL-16 10. IL-23


IL-16 diproduksi berbagai sel dengan Merangsang perkembangan sel T CD4
fungsi multipel. untuk memproduksi IL-1 7.
9. IL-17
11. IL-25
IL-17 diproduksi sel T memori yang
diaktifkan dan menginduksi produksi IL-25 memiliki struktur seperti IL-17,
sitokin proinflamasi lain seperti TNF, disekresi sel Th2 dan merangsang pro-
IL-1 dan kemokin. (Lihat pembahasan duksi sitokin Th2 lainnya seperti IL-4,
Th17 Bab V) IL-5 dan IL-13. IL-17 dan IL-25 diduga

240
Bab 9. Sitokin

-t Lalu lintas
-t Survival
-t Aktivasi ~ -t Permeabilitas
~ -t Sintesis a.I. TGF-P1
Sel epitel

-t lntegnn IL-13 .---


@
- .J., Sintesis mediaton z Fibroblas Transformasi

/ \
P'oioflam"i miofibroblas
t Sintesis a.I. MCP-1, IL-6

Makrofag
-- t Kontraksi dengan
asetilkolin
- .J., Relaksasi dengan
t Produksi lgE( j ) P-agonis
meningkatkan Otot polos SN napas
pengalihan
- t Sintesis a.I. CCL 11
isotipe lgE Sel 8

Gambar 9.20 Berbagai peran IL-13 pada asma

berperan dalam meningkatkan reaksi infla- subset Th lain. Efeknya terlihat pada
masi yang sel T dependen bentuk lain. Gambar 9 .21 .
Perbandingan ciri-ciri sitokin yang
berperan pada imunitas nonspesifik dan E. Sitokin lain
spesifik terlihat pada Tabel 9. 7.
Beberapa sitokin lain telah dapat
diidentifikasi. Fungsi IL-19 belum
12. IL-31
diketahui dengan jelas. IL-21 homolog
IL-31 terutama diproduksi sel Th2 yang dengan IL-15, merangsang proliferasi
diaktifkan dan bekerja melalui IL-3 lR sel NK. IL-23 serupa dengan IL-12 dapat
yang diekspresikan pada sel monosit yang merangsang respons irnun selular (Lihat
diaktifkan, epitel dankeratinosit. Ekspresi Apendiks B). Sitokin lain seperti: IL-26,
IL-31 berlebihan dapat menimbulkan IL-27, IL-28, IL-29, IL-30, IL-32, , BCAF
gatal ,, alopesia, lesi kulit, hipereaktivitas juga dapat dilihat pada Apendiks B
bronkus, dermatitis dan alergi.
F. Sinyal transduksi sitokin
13. IL-9
Semua reseptor sitokin terdiri dari satu
IL-9 yang diproduksi sel T pertama kali atau lebih protein transmembran yang
digambarkan sebagai sitokin serupa IL-4, berfungsi untuk mengikat sitokin dan
IL-5, IL-13 yang diproduksi Th2. Temyata bagian sitoplasmanya berperan untuk
IL-9 diproduksi oleh Th9 yang merupakan mengawalijalur sinyal intraselular. Sinyal

241
lmunofogi Dasar Edisi ke-10

Tabel 9.7 Perbandingan ciri sitokin imunitas nonsepsifik dan spesifik


Ciri lmunitas nonspesifk lmunitas spesifik
Contoh TNF, IL-1, IL-12, IFN-y* IL-2, IL-4, IL-5, IFN-y*
Sel yang merupakan Makrofag, sel NK SelT
sumber utama
Fungsi fisiologis utama Mediator inflamasi (lokal dan Regulasi pertumbuhan limfosit
sistemik) dan diferensiasi ; aktivasi sel
efektor (makrofag, eosinofil,
sel mast)
Rangsangan LPS (endoktoksin), Antigen protein
peptidoglikan bakteri, virus
RNA, sitokin asal sel T (IFN)
Jumlah yang dipoduksi Mungkin tinggi; ditemukan Biasanya rendah, biasanya
dalam serum tidak ditemukan dalam serum
Efek lokal atau sistemik Keduanya Biasanya lokal saja
.!al:
Peran pada penyakit Penyakit sistemik (misalnya Kerusakan lokal jaringan
syok sepsis) (inflamasi misalnya
granulomatosus )
Dapat dicegah KS Siklosporin , FK-506
IFN-y *berperan penting dalam imunitas nonspesifik dan spesifik

t CLCA, musin
(MUC2/MUC5AC )

~ IL-6, RANTES ,
Sel epitel G-CSF, MIP-1 a,

© IL-8, MCP-1,3,5

IL-8 , eotaksin

::~;::~.: ~ ~ S:o:m.pol_o_
s _ _..,

!t -- ~ ®
IL-8

@ --v 0:: © ____ t

t
Proliferasi dan
survival sel T

Maturasi dan
survival eosinofil

Neutrofil
----+ t Proliferasi dan survival ,
pematangan sel mast,
produksi IL-6

Garn bar 9.21 IL-9

242
Bab 9. Sitokin

transduksi dapat berupa produk mikroba G . Sitokin Thl dan Th2


dan reseptomya adalah PRR pada leukosit.
Subkelas sel Th 1 dan Th2 tidak dapat di-
Mekanisme transduksi yang terjadi melalui
bedakan secara morfologik, tetapi dapat
sitokin terlihat pada Garn bar 9.22 dan
dibedakan dari perbedaan sitokin yang
Tabel 9.8. Sinyal transduksi dibahas pula
diproduksinya (Tabel 9.9). Sitokin-sitokin
dalam Bab 5 Sel-sel Sistem Imun Spesifik
yang diproduksi sel Thl dan Th2 terlihat
dan Bab 13 Mekanisme Efektor Imun. pada Gambar 9.23 dan 9.24.

Dimerisasi reseptor
dengan perantaraan
sitokin; fosforilasi rantai
reseptor dengan
perantaraan Jak

Fosforilasi dengan
Pengerahan STAT perantaraan Jak
ke reseptor sitokin dan dimerisasi STAT

Translokasi
STAT ke nukleus
~
Protein STAT
aktif

Sekuens ikatan Gen sitokin


STAT dalam promoter responsif

Gambar 9.22 Sinyal sitokin melalui jalur Jak-STAT

Sitokin menginduksi reseptior bergerombol yang menimbulkan fosfor_i_lasi ~antai reseptor


atas pengaruh Jak, ikatan dengan STAT inaktif, fosforilase STAT_ya~g d11kat Uuga oleh Jak),
dimerisasi STAT dan migrasi ke nukleus, dan rangsangan transknps1 gen.

243
/munologi Dasar Edisi ke-10

Tabel 9.8 Mekanisme Sinyal transduksi reseptor sitokin


Jalur sinyal transduksi Reseptor sitokin yang Mekanisme sinyal
menggunakan jalur ini
Jalur Jak-STAT Reseptor sitokin Tipe I dan 11 lkatan famili protein adaptor
TRAF aktivasi faktor
transkripsi
Sinyal TNF-R oleh TRAF Famili TNF-R: TNF-RI, Fas lkatan domain protein
adaptor kematian , aktivator
kaspase

Domain TIR/jalur IRAK IL-1R dan IL-18R lkatan kinase famil i IRAK
dengan domain TIR, aktivasi
faktor transkripsi
Reseptor-berhubungan TGF-~-R. M-GFR, reseptor Aktivitas kinase intrinsik
dengan kinase sel induk dalam reseptor, aktivasi faktor
transkripsi
Sinyal protein G Reseptor kemokin Pertukaran GTP dan disosiasi
Ga-GTP asal Gbg , Ga GTP
mengaktifkan berbagai enzim
selular

Melalui sekresi sitokin seperti IFN-y, 1. Perkembangan subset T helper


TNF-P/LT dan IL-2, sel Thl mengatur ditentukan lingkungan sitokin
imunitas selular melalui peningkatan akti-
Lingkungan sitokin dari diferensiasi sel
vitas makrofag, neutrofil dan CTL. Selan-
Th yang dipacu antigen, menentukan
jutnya sel Th 1 dapat meningkatkan efek
subset yang diproduksi. IL-4 adalah
selular melalui sel B dengan memproduksi
esensial untuk respons Th2 dan IFN-y,
antibodi isotop yang diperlukan dalam
IL-12 dan IL-18 penting dalam fisiologi
ADCC. Berbagai sitokin berperan ter-
dan perkembangan Thl. Perkembangan
hadap produksi dan pengarahan isotip
Thl tergantung dari IFN-y yang meng-
antibodi oleh sel B. IL-2 dapat meng-
induksi sejumlah perubahan termasuk
induksi produksi IgG-2a (pada tikus) dan
upregulasi produksi IL-12 oleh makrofag
IgG3 (pada manusia). IFN-y menunjukkan
dan SD dan aktivasi IL- l 2R pada sel T
efek negatif terhadap produksi antibodi.
yang diaktifkan yang disertai oleh pening-
IL-4 merangsang produksi antibodi IgG,
katan ekspresi rantai p dari IL-12R.
IgG 1 dan IgE. IL-5 menginduksi IgM dan
Pada awal respons imun, IFN-y di-
IgG 1 tanpa efek terhadap produksi IgE.
produksi oleh sel T yang dirangsang atau

244
Bab 9. Sitokin

Tabel 9.9 Perbedaan sifat-sifat sel Th1 dan Th2


ThO Th1 Th2 Th3 (Tr1)
Petanda sel CD4 CD4
Limfokin
IFN-y +++
IL-2 + +++
TNF-~ +++
TNF-a. ++ +
GM-CSF ++ +
IL-3 ++ ++
IL-4 +++
IL-5 +++
IL-6 +++
Lain-lain IL-10, 13 IL-9,10, 13,25 TGF-~, IL-10
Aktivasi makrofag +++++ +

Aktivasi sel T ++
Aktivasi sel B ++++

sel NK. Sumber IL-12, salah satu mediator menimbulkan diferensiasi menjadi sel Th2.
kunci dari diferensiasi Thl adalah makrofag Th2 lebih mudah berkembang dibanding
atau SD yang diaktifkan oleh bakteri Thl, meskipun ada IFN-y dan IL-12.
intraselular atau parasit intraselular lain
atau produk bakteri seperti LPS. Sitokin 2. Profil sitokin T helper
lain seperti IL-18, meningkatkan proliferasi Sitokin yang diproduksi subset Th 1 dan
dan produksi IFN-y oleh sel Thl yang Th2 memiliki dua ciri efek terhadap per-
sedang dan telah berdiferensiasi dan sel kembangan subset sel Th. Pertama me-
NK. Jadi jaring regulatori sitokin secara ningkatkan perkembangan subset yang
positif mengontrol sel Thl. memproduksinya. Kedua mencegah per-
Dewasa ini telah diketahui sitokin kembangan dan aktivitas subset sebaliknya
famili IL-12, IL-23 dan IL-27 yang ber- yang disebut regulasi silang.
peran dalam perkembangan Th 1. IL-
3. Keseimbangan Thelper menentukan
23 dan IL-27 mempunyai peran sama
dengan IL-12 yaitu pada diferensiasi subset pen ya kit
THI. Seperti halnya dengan THI yang me- Progres beberapa penyakit tergantung
merlukan IL-12 dan IFN-y, perkembangan dari keseimbangan subset Thl dan Th2.
Th2 tergantung dari IL-4. Pajanan sel T naif Contoh yang sudah dipelajari pada
dengan IL-4 pada awal respons imun, manusia adalah lepra yang ditimbulkan

245
lmunologi Dasar Edisi ke-10

(@
Makrofag Neutrofil SelB

l
Pengalihan

J 1 isotip

~
)~ )~ )~
Makrofag teraktivasi Neutrofil teraktivasi CTL teraktivasi Sel plasma memproduksi
(meningkatkan (meningkatkan (sitotoksik) isotip lg yang mampu
pemusnahan) pemusnahan) menjadi perantara ADCC

)~ )~ )~
;~)~

~K
Selsasara~
Gambar 9.23 Sitokin-sitokin yang dilepas sel Th1

oleh M. leprae, patogen ekstraselular yang masi, regulasi hematopoiesis, pengawasan


hidup dalam fagosom makrofag. proliferasi, diferensiasi selular dan humoral
dan penyembuhan Iuka. Dewasa ini sudah
H. Fungsi berbagai sitokin penting
diketahui lebih dari 200 jenis protein
Di samping sejumlah fungsi fisiologik dengan aktivitas seperti sitokin. Fungsi
sitokin yang sudah diketahui, sitokin juga beberapa jenis sitokin penting terlihat
diperlukan dalam induksi respons infla- pada Tabel 9.10.

246
Bab 9. Sitokin

Progenito

Sel mast

1 Proliferasi
diferensiasi

lgM

C
lgG2a ADCC
lgM lgM
lgG1 lgG1 Antigen
Pen ingkatan ikatan lgE
Penglepasan Penglepasan
komplemen dan lisis
mediator mediator
mikroorganisme yang
diopsonisasi

Gambar 9.24 Efek sitokin terhadap sel B dalam produksi antibodi

menunjukkan dua bentuk klinis utama,


I. Penyakit yang berhubungan dengan yaitu bentuk tuberkuloid dan lepromatus
pada akhir spektrum. Pada bentuk tuber-
sitokin
kuloid, respons CMI berupa granuloma
1. Penyakit keseimbanganThl-Th2 yang menghancurkan hampir semua miko-
Subset sel Th 1 ada Th2 saling berpengaruh bakteri sehingga hanya sebagian kecil
dan di antara kedua subset ada regulasi mikroba tertinggal di jaringan. Meskipun
silang, seperti terlihat pada Gambar 9.25. kulit dan saraf perifer rusak, lepra tuber-
Contoh yang sudah banyak diteliti kuloid menunjukkan perjalanan progresif
mengenai adanya reaksi silang sitokin perlahan dan penderita biasanya tetap
adalah lepra yang disebabkan M. lepra, hidup. Pada bentuk lepromatus, respons
patogen intraselular yang bertahan hidup CMI ditekan dan terjadi respons humoral
dalam fagosom makrofag. Lepra bukan yang membentuk antibodi kadar tinggi
merupakan satu spektrum penyakit, tetapi (hipergamaglobulinemia). Bentuk ini adalah

247
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Tabel 9.10 Fungsi beberapa sitokin penting*


Sitokinl\ Asal sekresi# Sasaran dan dampak
SITOKIN PADA IMUNITAS NONSPESIFIK
IL-1 Monosit, makrofag, sel Vaskular (inflamasi), hipotalamus (demam), hati
endotel, sel epitel (induksi APP)
TNF-a Makrofag Vaskular (inflamasi), hati (induksi APP), kehilangan
otot, lemak tubuh (kaheksia), diinduksi kematian
berbagai jenis sel , aktivasi neutrofil
IL-12 Makrofag, SD Sel NK, mempengaruhi imunitas spesifik (promosi
subset Th1)
IL-6 Makrofag, sel endotel Hati (induksi APP), mempengaruhi imunitas spesifik
(proliferasi dan sekresi antibodi jalur sel B)
IFN-a Makrofag lnduksi keadaan antiviral pada kebanyakan sel
dengan nukleus, peningkatan ekspresi MHC-1 ,
aktivasi sel NK
IFN-~ Fibroblas lnduksi keadaan antiviral pada kebanyakan sel
dengan nukleus, peningkatan ekspresi MHC- I,
aktivasi sel NK
SITOKIN PADA IMUNITAS SPESIFIK
IL-2 SelT Proliferasi sel T, promosi AICD, aktivasi dan
proliferasi sel NK, proliferasi sel B
IL-4 Th2, sel mast Promosi diferensiasi Th2, pengalihan isotop ke lgE
IL-5 Th2 Aktivasi dan pembentukan eosinofil
TGF-~ Sel T, makrofag, jenis Menghambat proliferasi dan fungsi efektor sel T,
sel lainnya menghambat proliferasi sel B, promosi pengalihan
isotip ke lgA, menghambat makrofag
IFN-y Th1, cos+, sel NK Aktivasi makrofag, peningkatan ekspresi MHC-1
dan MHC-11, peningkatan presentasi antigen
* Kebanyakan sitokin memiliki lebih dari satu peran
"Tertulis hanya jenis sel utama untuk aktivitas tertentu, jenis sel lainnya juga memiliki
kapasitas serupa
# Perhatikan bahwa sel yang diaktifkan umumnya mensekresi jumlah sitokin yang lebih

banyak dibanding dengan sel yang tidak diaktifkan

progresif, infeksi menyebar ke tulang unun adalah tipe Th l dengan DTH dan
dan tulang rawan dengan luas, ke saraf profil sitokin yang menunjukkan kadar
dan merusak jaringan. ' tinggi IL-2, IFN-y dan TNF-p. Pada bentuk
Perkembangan lepra tuberk:uloid atau lepromatus, ada respons Th2 dengan kadar
lepromatus tergantung dari keseimbangan tinggi IL-4, IL-5 dan IL-10. Profil sitokin ini
Thl-Th2. Pada bentuk tuberk:uloid, respons menerangkan menurunnya imunitas selular

248
Bab 9. Sitokin

Feedback positif

Gambar 9.25 Regulasi silang subset Th

Sel CD4• naif yang diaktifkan antigen berproliferasi dan memproduksi IL-2. Bila proliferasinya
didominasi oleh lingkungan IL-12 akan menghasilkan populasi Th1 yang melepas sitokin
dengan ciri-ciri khas termasuk IFN-y. Lup umpan balik positif terjadi bila IFN-y yang diproduksi
Th1 merangsang SD atau makrofag yang menghasilkan lebih banyak IL-12. Bila lingkungan
didominasi oleh IL-4, populasi Th2 akan memproduksi sitokin dengan profil yang meningkatkan
aktivasi eosinofil dan sintesis berbagai kelas Ab. Sitokin utama yang diproduksi oleh setiap
subset secara positif mengatur subset yang memproduksinya dan mengatur secara negatif
subset lainnya.

dan peningkatan produksi antibodi serum. yang disebut vIL-10 yang diduga dapat
Pada AIDS juga ada perubahan menekan respons selular, sehingga me-
aktivitas subset sel Th. Pada penyakit dini, mungkinkan virus lebih bertahan hidup.
aktivitas sel Thl tinggi, namun dengan
progres penyakit, ditemukan respons serupa
2. Syok septik
pengalihan dari Thl ke Th2. Patogen juga
dapat mempengaruhi aktivitas subset Gangguan dalam jaring regulator kompleks
Th 1. Beberapa patogen lain juga dapat yang mengatur ekspresi sitokin dan resep-
mempengaruhi aktivitas subset sel Th. tomya dapat menimbulkan sejumlah
EBY memproduksi homolog IL-10 penyakit seperti renjatan septik yang

249
lmunologi Dasar Edisi ke-10

sering ditemukan dan potensial menye- rapa jenis kanker. Kadar IL-6 yang
babkan kematian. Meskipun antibiotika sangat tinggi dilepas oleh sel miksoma
sudah banyak digunakan, infeksi bakteri jantung (tumor jinak jantung), mieloma,
merupakan sebab utama renjatan septik sel plasmasitoma, kanker serviks dan
yang dapat berkembang dalam beberapa kandung kemih. Pada mieloma dan
jam pasca infeksi bakteri negatif-Gram plasmasitoma, IL-6 nampaknya berperan
tertentu seperti E. koli, K. pneumoni, P. autokrin yang merangsang proliferasi sel.
aeruginosa E. aerogenes dan N.meningi- Antibodi monoklonal IL-6 yang ditam-
tidis. Gejalanya berupa tekanan darah bahkan ke biakan sel mieloma in vitro
menurun, demam, diare dan pembekuan akan menghambat pertumbuhan sel. Se-
darah yang luas di berbagai organ.
baliknya tikus transgenik yang meng-
Renjatan diduga terjadi akibat endotoksin
ekspresikan IL-6 kadar tinggi menunjuk-
dinding bakteri yang berikatan dengan
kan proliferasi sel plasma masif yang di-
TLR pada SD dan makrofag yang memacu
sebut plasmasitosis yang fatal. Meskipun
produksi IL-1 dan TNF-a berlebihan dan
sel plasma tidak ganas, proliferasi sel
menimbulkan renjatan septik. Pening-
katan TNF-a dan IL-1 terj adi cepat pada plasma dengan kecepatan tinggi mugkin
sepsis dini sehingga netralisasi sitokin berperan pada terjadinya kanker.
tersebut sangat menguntungkan bila
J. Sitokin dalam pengobatan
dilakukan dalam proses dini.
Sejumlah mikroorganisme mempro- Dengan teknik rekombinan DNA, sitokin
duksi sejurnlah toksin yang bekerja sebagai dapat diproduksi dalam jumlah besar.
superantigen. Superantigen diikat molekul Sesuai dengan peranan biologisnya, maka
MHC-II dan TCR yang mengaktifkan sel sitokin dapat digunakan sebagai pengganti
T. lkatan yang unik ini memungkinkan komponen sistem imun yang imuno-
superantigen mengaktifkan sejumlah besar kompromais atau untuk mengerahkan sel-
sel T. Meskipun kurang dari 0,01 % sel T sel yang diperlukan dalam menanggulangi
memberikan respons terhadap antigen defisiensi imun primer atau sekunder, me-
konvensional, tetapi 5% atau lebih sel T dapat rangsang sel sistem imun dalam respons
memberikanrespons terhadap superantigen. terhadap tumor, infeksi bakteri atau virus
Superantigen bakteri berperan dalam yang berlebihan. Rekombinan anti-sitokin
berbagai penyakit seperti renjatan bakterial telah dapat diproduksi dan digunakan
toksik dan keracunan makanan. untuk mengontrol penyakit autoimun dan
keadaan dengan sistem imun yang terlalu
3. Sitokin pada kanker limfoid dan
aktif/patologik seperti alergi. Dewasa ini
mieloid sudah dapat diperoleh sitokin murni hasil
Kelainan pada produksi sitokin atau klon, antibodi terhadap sitokin dan reseptor
reseptomya berhubungan dengan bebe- sitokin yang larut, sehingga dimungkin-

250
Bab 9. Sitokin

kan untuk digunakan dalam pengobatan superfamili polipeptida kecil, terbanyak


spesifik dalam klinik. mengandung 90-130 residu asam amino.
IL-2, IFN-a dan IFN-y dapat di- Fungsinya mengontrol adhesi secara selek-
gunakan terhadap tumor tertentu. tif, kemotaksis dan aktivasi berbagai jenis
G-CSF sangat berguna pada pengobatan leukosit dan subpopulasinya. Selanjutnya
penderita dengan jumlah sel PMN yang merupakan regulator utama dari lintas
rendah akibat kemoterapi atau iradiasi. leukosit. Beberapa kemokin terlibat primer
Antibodi terhadap reseptor sitokin atau dalam proses inflamasi dan yang lainnya
reseptomya yang larut digunakan pada berperan dalam homeostasis atau perkem-
pengobatan penyakit autoimun. Sitokin bangan sel. Beberapa sitokin yang ber-
berperan dalam inflamasi kronis misalnya peran pada migrasi leukosit terlihat pada
TNF-a pada artritis reumatoid. Beberapa Tabel 9.12.
jenis sitokin yang telah digunakan dalam Kemokin merniliki sifat kemoatraktan
terapi terlihat pada Tabel. 9 .11. maupun sitokin. Kemokin diproduksi di
Imunostimulasi nonspesifik dapat organ dan jaringan limfoid atau di tempat
menginduksi respons imun yang meng- nonlimfoid seperti kulit yang mengarah-
aktifkan sel efektor, tetapi hanya dengan kan lintas arus normal limfosit seperti
kemampuan menghancurkan tumor yang pengerahan ke tujuan leukosit. Kemokin
terbatas. Sitokin dapat digunakan ber- inflamasi khas diinduksi oleh respons
samaan dengan imunoterapi. Limfosit dari terhadap infeksi. Kontak dengan patogen
penderita dengan tumor dapat dibiakkan atau efek sitokin proinflamasi seperti
dalam lingkungan IL-2 untuk mengaktif- TNF-a meningkatkan ekspresi sitokin
kan LAK yang sitotoksik terutama sel inflamasi di tempat terjadinya inflamasi.
NK. Kemudian sel tersebut diinfuskan Kemokin juga menggerakkan leukosit ke
kembali ke penderita dengan tumor tadi berbagai tempat di jaringan melalui induksi
(Gambar 9.26). adherens sel-sel ini ke endotel vaskular.
TIL adalah sel CD8+ yang diisolasi Setelah migrasi ke jaringan, leukosit ber-
dari penderita dengan tumor. Beberapa gerak ke tempat yang memiliki kadar
di antaranya menunjukkan reaksi dengan kemokin yang meningkat sehingga meng-
antigen tumor. Setelah diaktifkan dengan hasilkan pengerahan fagosit dan limfosit
IL-2 in vitro, sel diinfuskan kembali ke efektor ke tempat inflamasi. Farnili kemokin
penderita dengan atau tanpa IL-2. Seperti sedikitnya terdiri dari 43 anggota, yang
halnya dengan pemberian LAK, ditemu- terbagi dalam beberapa subgrup. Dua
kan efek toksik bila diberikan dalam
subgrup penting adalah kemokin subgrup
dosis tinggi.
CC dan subgrup CXC.
Kemokin bekerja melalui reseptor
K.Kemokin
yang merupakan anggota famili protein
Kemokin adalah sitokin yang merupakan G. Bila reseptor mengikat kemokin yang

251
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Tabel 9.11 Sitokin dalam pengobatan


Nama agen Asal Aplikasi klinis
Enbrel Reseptor TNF simerik/regio tetap Artritis reumatoid
lgG
Remicade atau Humira Antibodi monoklonal terhadap Artritis reumatoid
reseptor TNF-a Penyakit Crohn
Roferon Interferon a-2a* Hepatitis B
Leukemia sel rambut
Sarkoma Kaposi
lntron A Interferon a-2b Hepatitis C"
Melanoma
Betaseron Interferon ~-1 b Sklerosis multipel
Avonex Interferon ~-1 a Sklerosis multipel
Actimmune Interferon y-1 ~ Penyakit Granulomatosis
kronis
Osteoporosis
Neupogen G-CSF Merangsang produksi
neutrofil
Reduksi infeksi pada
penderita kanker yang
diobati dengan kemoterapi ,
penderita Al DS
Leu kine GM-CSF Merangsang produksi
sel mieloid setelah trans-
plantasi sumsum tulang
Neumega atau IL-11 Merangsang produksi
Neulasta trombosit
Epogen Eritropoietin Merangsang produksi SDM
* Interferon a-2a juga digunakan pada leukemia kucing
"biasanya digunakan sebagai kombinasi dengan obat antivira (ribavirin) pada pengobatan
hepatitis C

sesuai, sejumlah protein G diaktifkan, bekerja dengan mengikat dahulu molekul


dan proses transduksi sinyal dipacu. Dalam proteoglikan pada sel endotel atau matriks
beberapa detik terjadi perubahan bentuk ekstraselular. Pada keadaan yang padat
leukosit, adhesi yang meningkat dengan ini, sitokin akan dapat mengikat neutrofil
dinding endotel. Reseptor kemokin hanya atau monosit, memperlambat jalannya
ditemukan pada populasi sel-sel tertentu, sel-sel tersebut dalam sirkulasi dan meng-
sehingga berbagai kemokin memiliki arahkannya untuk bermigrasi ke tempat
spesifisitas sendiri. IL-8 dan MCP-1 kemokin diproduksi .

252
Bab 9. Sitokin

Penginfusan kembali

- LJ --·
Biakan dengan
sitokin
Hasil : sel LAK
(Sel NK primer)

Reseksi
tumor -
Limfosit
terisolasi ---+
A
LJ Hasil: TIL
(Sel T CD8+, sel NK)
Biakan dengan IL-2
untuk pengaktifannya

Penginfusan kembali

Gambar 9.26 Terapi dengan LAK dan TIL

Tabel 9.12 Sitokin pada migrasi leukosit


Sitokin Sumber Aktivitas
IL-8 Monosit, makrofag Aktivasi neutrofil, kemoatraktan neutrofil
RANTES Sel T, sel endotel Kemoatraktan monosit, sel NK dan eosinofil
Protein inflamasi Monosit, sel T Kemoatraktan monosit dan sel NK
monosit

Kemokin subfamili CC dan CXC seperti AMP ( cAMP), IP 3, Ca2+, dam


diproduksi leukosit dan beberapa jenis protein G ukuran kecil. Sebenamya kemokin
sel jaringan seperti sel endotel, epitel dan tidak hanya mengerahk:an sel sistem imun,
fibroblas . Pada banyak sel tersebut, pro- tetapi juga ikut mengaktifkan sel-sel yang
duksi kemokin dan sitokin inflamasi ter- berperan pada infeksi dan kerusakan fisik
utama TNF dan IL-1 diinduksi mikroba. Janngan.
Beberapa kemokin CC juga diproduksi
sel T yang diaktifkan antigen (Tabel 9.13).
IV. SIMPULAN EFEK SITOKIN
Interaksi antara kemokin dan reseptor-
DANKEMOKIN
nya sangat kuat dan spesifik. Kebanyakan
reseptor mengikat lebih dari satu kemokin. Sitokin diproduksi berbagai sel terutama
Reseptor yang mengikat kemokin yang sel-sel sistem imun.Fagosit berperan
benar mengawali proses sinyal transduksi penting pada imunitas nonspesifik, meng-
yang menghasilkan pembawa pesan kedua inisiasi respons imun serta menimbulkan

253
lmunologi Dasar Edisi ke-10

gejala yang berhubungan dengan infeksi dan IL-13 yang berperan dalam respons
dan penyakit in:flamasi. Sel Th 1 ditandai humoral dan alergi. Tr memiliki memiliki
oleh produksi IFN-y dan terutama efek yang cenderung imunosupresif
berperan dalam imunitas selular. Sel dan ditandai oleh IL- 10 dan TGF-~ yang
serupa Th2 ditandai oleh sitokin yang diproduksinya (Gambar 9.27).
diproduksinya seperti IL-4, IL-5, IL-9

Tabel 9.13 Kemokin


SubgrupCC SubgrupCXC
CCR1 CXCR1
CCR2 CXCR2
CCR3 CXCR3
CCR4 CXCR3b
CCRS CXCR4 (CXCL 11)
CCR6 CXCRS
CCR7 CXCR6
CCR8
CCR9
CCR10
Kedua subgrup DARC
Subrup C XCR1
Subgrup CX3C CX3CR1

254
Bab 9. Sitokin

Pembuluh
darah

APR

~
@. .
Pengerahan
PMN

MakrofaglFN-y, IL- (Th1


j Th3 (Tr1)
2 IL-12,18,25 IL-10
M-CSF CCL3,4,5 Sitokin/ ~ TGF-~
0
~

kemokin
'.:::!!!!!!J lmunosupresi

lmunitas selular IL-4


CCL-2 ,7,8, 13
IL-25
J

-I Ekspresi
VCAM-1
- Pengerahan
sel inflamasi

Sel mast

lmunitas humoral
dan alergi
Gambar 9.27. Efek sitokin dan kemokin
Sitokin berasal terutama dari fagosit mononuklear yang sang at penting dalam imunitas nonspesifik
dan spesifik. Gejala yang ditimbulkannya berhubungan dengan penyakit infeksi dan inflamasi.
Fenotipe respsons imun merupakan fungsi sitokin yang diproduksi sel Th yang bersangkutan.
Sel Th1 ditandai oleh produksi IFN-y yang berperan utama pada imunitas selular. Sitokin Th2
ditandai oleh produksi IL-4, IL-5, IL-9 dan IL-13 dan berperan pada respons humeral dan alergi.
Th3 memiliki kecenderungan imunosupresif dan ditandai oleh produksi IL-10 dan TGF-~.

255
lmunologi Dasar Edisi ke-10

D Sitokin adalah protein dengan berat D Sitokin hanya bekerja terhadap sel
molekul kecil yang diproduksi dan yang mengekspresikan reseptor ter-
dilepas berbagai jenis sel. Sitokin ber- hadapnya
peran utama dalam induksi dan regu- D Aktivitas sitokin tertentu diarahkan
lasi interaksi selular yang melibatkan terhadap sel spesifik melalui regulasi
sel inflamasi imun dan sistem hemato- profil reseptor sitokin sel
poietik
D Banyak sitokin dilepas sistem imun
D Dewasa ini sudah diketahui sekitar 40 nonspesifik seperti interferon tipe
jenis IL dan 200 protein dengan sifat I yang memiliki efek antivirus dan
sitokin TNF-a dan IFN-y yang menunjukkan
D Aktivitas biologis sitokin dapat berupa efek kuat terhadap sel dan organ lain
pleiotropik, redundancy, sinergi dan D Stimulasi Th oleh antigen dengan
antagonis kehadiran sitokin tertentu dapat me-
macu pembentukan subpopulasi Th
D Sudah diketahui lebih dari 200 jenis
seperti Thl dan Th2. Setiap subset
sitokin, terbanyak tergolong dalam
menunjukkan ciri dan profil sekresi
satu famili: hematopoietin, interferon,
sitokin yang berbeda
kemokin dan TNF
D Profil sitokin Thl menunjang respons
D Sitokin bekerja melalui ikatan dengan
imun yang melibatkan fagositosis,
reseptomya, terbanyak digolongkan
CTL dan sel NK untuk menyingkirkan
dalam superfamili reseptor imuno-
patogen intraselular. Sel Th2 mem-
globulin, reseptor kelas I dan kelas produksi sitokin yang mendukung
II, anggota reseptor famili TNF dan produksi isotip imunoglobulin khusus
reseptor kemokin dan respons IgE.

256
INFLAMASI BAB
10

Daftar Isi

I. SEL-SEL INFLAMASI III. PERJALANAN INFLAMASI


A. Se! endotel A. lnflamasi lokal
B. Molekul adhesi - migrasi leukosit B. lnflamasi akut
C. Ekstravasasi leukosit 1. Tujuan in:flamasi akut
II. MEDIATOR INFLAMASI 2. Mediator respons fase akut
A. Produk sel mast 3. Sebab inflamasi akut
1. Mediator preformed C. lnflamasi akut sistemik
2. Mediator asal lipid D. Inflamasi kronis
B. Anafilatoksin produk komplemen E. Peran IFN-y dan TNF-a pada inflamasi
C. Mediator - aktivasi kaskade reaksi larut kronis
1. Sistem kinin yang diaktifkan oleh
IV. TERMINASI - RESPONS PERBAIKAN
cidera jaringan
2. Sistem pembekuan V. OBAT ANTI-INFLAMASI
3. Sistem fibrinolitik
D. Sitokin Butir-butir penting

257
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Daftar singkatan yang digunakan dalam bah ini

SHPETE 5-Hydroperoxyeicosatetranoic LTD4 Leukotrin D4


acid LTC Leukotrin C
AA Asam arakidonat LTE Leukotrin E
ACTH Adreno Corticotropic Hormone MAC Jenis Integrin (CD 11b/CD18)
AINS Anti Inflamasi Non Steroid MAdCAM Mucosa! Addresin Cell
aMSH a-Melanocyte Stimulating Adhesion Molecule
Hormone MBL Mannan Binding Lectin
APC Antigen Presenting Cell MBP Myelin Basic Protein
APP Acute Phase Protein MCP Monocyte-specific Chemotactic
APR Acute Phase Reactant Peptide
CAM Cell Adhesion Molecule MHC Mayor Histocompatibility
CD Cluster ofDifferentiation Complex
CLA Cutaneous Lymphocyte- NCF Neutrophil Chemotactic Factor
associated Antigen NGF Nerve Growth Factor
CRP C-Reactive Protein NK Natural Killer (cell)
CSF Colony Stimulating Factor NP Neuropeptida
DTH Delayed Type Hypersensitivity OSM Onkostatin M
ECF Eosinophile Chemotactic Factor PAF Platelet Activating Factor
EDRF Endothelial-cell Derived Relaxing PG Prostaglandin
Factor PGE2 Prostaglandin E2
ELAM Endothelial Leucocyte Adhesion PGF Prostaglandin F
Molecule PGI2 Prostasiklin
GM-CSF Granulocyte Monocyte Colony PSGL P-selectin Glycoprotein Ligand
Stimulating Factor PECAM Platelet-Endothelial Cell
HEY High Endothelial Venule Adhesion Molecule
ICAM Intercellular Adhesion Molecule SAP Serum Amyloid A Protein
IFN Interferon SAA Serum Amy/aid A
IL Interleukin SE Sel endotel
LFA Lymphocyte Function-associated SP Substance-P
Antigen SRS Slow Reacting Substance
LIF Leucemia Inhibitory Factor TGF Tumor Growth Factor
LPAM Lymphocyte Peyer patchs TNF Tumor Necrosis Factor
Adhesion Molecule TX Tromboksan
LPS Lipopolisakarida VCAM Vascular Adhesion Molecule
LT Leukotrin VIP Vasoactive Intestinal Peptide
LTB4 Leukotrin B4 VLA Very Late integrin Antigen

258
Bab I 0. lnflamasi

nfl.amasi didefinisikan sebagai reaksi Patogen yang menembus sawar luar imu-

I lokal jaringan terhadap infeksi atau


cedera dan melibatkan lebih banyak
mediator dibanding respons imun didapat.
nitas nonspesifik seperti kulit, membran
mukosa, infeksi atau cedera jaringan
dapat memacu kaskade reaksi inflamasi
Infl.amasi merupakan respons fisiologis yang kompleks .
terhadap berbagai rangsangan seperti Pada keadaan normal hanya se-
infeksi dan cedera jaringan. Infl.amasi bagian kecil molekul melewati dinding
dapat lokal, sistemik, akut dan kronis vaskular (transudat). Bila terjadi infl.amasi,
yang menimbulkan kelainan patologis. sel endotel mengkerut sehingga molekul-
Petanda respons infl.amasi lokal pertama molekul besar dapat melewati dinding
digambarkan oleh orang Romawi sekitar vaskular. Cairan yang mengandung banyak
2000 tahun yang lalu berupa kemerahan, sel inflamasi disebut eksudat inflamasi.
bengkak, panas dan sakit. Eksudat inflamasi mempunyai beberapa
Pada abad ke 2, Galen menambahkan fungsi penting. Bakteri sering mempro-
petanda infl.amasi ke 5 berupa kehilangan duksi toksin yang dapat merusak jaringan
fungsi alat yang terkena. Dalam beberapa dan diencerkan oleh eksudat.
menit setelah terjadi cedera jaringan, di-
temukan vasodilatasi yang menghasilkan
peningkatan volume darah di tempat.
I. SEL-SEL INFLAMASI
Volume darah yang meningkat di jaringan Sel-sel sistem imun nonspesifik seperti
dapat menimbulkan perdarahan. Permea- neutrofil, sel mast, basofil, eosinofil dan
bilitas vaskular yang meningkat menimbul- makrofag jaringan berperan dalam infl.a-
kan kebocoran cairan pembuluh darah masi. Sel-sel tersebut diproduksi dan di-
yang menimbulkan edema. simpan sebagai persediaan untuk semen-
Dalam beberapa jam leukosit me- tara dalam sumsum tulang, hidup tidak
nempel ke sel endotel di daerah inflamasi lama dan jumlahnya yang diperlukan di
dan bermigrasi melewati dinding kapiler tempat infl.amasi dipertahankan oleh infl.uks
masuk ke rongga jaringan yang disebut sel-sel baru dari persediaan tersebut. Neu-
ekstravasasi. Pada pemeriksaan histologik trofil merupakan sel utama pada infl.amasi
ditemukan cairan edem dan infiltrasi sel dini, bermigrasi ke jaringan dan puncaknya
leukosit. Berbagai faktor plasma seperti terjadi pada 6 jam pertama. Untuk me-
imunoglobulin, komplemen, sistem aktivasi menuhi hal tersebut diperlukan pening-
kontak-koagulasi-fibrinolitik dan sel-sel katan produksi neutrofil dalam sumsum
infl.amasi seperti neutrofil, mastosit, eosi- tulang. Orang dewasa normal memproduksi
nofil, monosit-fagosit, sel endotel dan lebih dari 10 10 neutrofil per hari tetapi
molekul adhesi, trombosit, limfosit dan pada inflamasi dapat meningkat sampai
sitokin berinteraksi satu dengan yang lain. 10 kali lipat.

259
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Pada inflamasi akut, neutrofil dalam A. Sel endotel


sirkulasi dapat meningkat dengan segera
Dalam fungsinya, baik leukosit maupun
dari 5000/µl sampai 30.000/µl. Pening-
sel-sel lainnya memerlukan kontak dengan
katan tersebut disebabkan oleh migrasi
sel lain atau matriks ekstraselular melalui
neutrofil ke sirkulasi yang berasal dari
molekul yang disebut molekul adhesi.
sumsum tulang dan persediaan marginal Dewasa ini sudah diketahui molekul
intravaskular. Persediaan marginal ini adhesi yang diperlukan dalam berbagai
merupakan sel-sel yang untuk sementara proses seperti pematangan leukosit dalam
menempel pada dinding vaskular yang jaringan limfoid, migrasi leukosit ke
keluar dari sirkulasi. Komposisi leukosit jaringan, interaksi antarsel terutama antara
adalah 45% berada dalam sirkulasi dan sel T, sel B dan monosit. Beberapa molekul
55% marginal. adhesi juga diperlukan dalam aktivasi
Proses inflamasi diperlukan sebagai sel T, CD2, CD44, LFA-1. Protein VLA
pertahanan pejamu terhadap mikroorgan- pada permukaan sel T membantu me-
isme yang masuk tubuh serta penyem- nyalurkan sinyal aktivasi melalui reseptor
buhan luka yang membutuhkan kom- pada sel T.
ponen selular untuk membersihkan debris Sel endotel merupakan pembatas
lokasi cedera serta meningkatkan per- antara darah dan rongga ekstravaskular.
baikan jaringan. Se! fagosit diperlukan Pada keadaan normal, SE merupakan
untuk menyingkirkan bahan-bahan asing permukaan yang tidak lengket sehingga
dan mati dijaringan yang cedera. Mediator dapat mencegah koagulasi, adhesi sel dan
inflamasi yang dilepas fagosit seperti kebocoran cairan rongga intravaskular.
enzim, radikal bebas anion superoksid dan SE juga berperan dalam pengaturan tonus
oksida nitrit berperan untuk menghancurkan vaskular dan perfusi jaringan melalui peng-
makromolekul dalam cairan eksudat. lepasan komponen vasodilator (prostasiklin/
Namun respons inflamasi merupakan PGl2, adenosin dan EDRF) dan komponen
risiko yang hams diperhatikan pejamu. vasokonstriksi (endotelin). Bila sel endotel
Reaksi inflamasi dapat berhenti sendiri rusak, sifat antikoagulasi akan hilang dan
mem bran basal terpaj an, sehingga menim-
atau responsif terhadap terapi. Namun
bulkan agregasi trombosit dan leukosit.
bila terapi gagal, proses inflamasi kronis
dapat terjadi dan menimbulkan penyakit
inflamasi. Bila terjadi rangsangan yang B. Molekul adhesi - migrasi leukosit
menyimpang dan menetap, inflamasi Pada keadaan normal, leukosit hanya se-
bahkan dapat ditingkatkan. Reaksi dapat dikit melekat pada SE, tetapi oleh rang-
berlanjut yang menimbulkan kerusakan sangan inflamasi, adhesi antara leukosit
jaringan pejamu dan penyakit. dan SE sangat ditingkatkan. Interaksi

260
Bab I 0. lnflamasi

adhesi diatur oleh ekspresi pennukaan sel kan perjalanan proses infl.amasi dan kadang
yaitu molekul adhesi serta ligan/reseptor- menimbulkan kerusakan jaringan akibat
reseptomya. Ikatan leukosit dan SE diawali penglepasan oksigen reaktif. IL-1 dan TNF-
oleh ekspresi L-selektin pada permukaan a, juga endotoksin meningkatkan ekspresi
leukosit, P-selektin dan E-selektin pada molekul adhesi ICAM-1 dan VCAM-1
permukaan SE, dengan reseptomya berupa pada permukaan SE yang berinteraksi
hidrat arang. Interaksi ini memungkinkan dengan ligannya pada permukaan leukosit
terjadi marginasi leukosit sepanjang (ICAM-1 mengikat LFA-1 , VCAM-1
dinding vaskular di tempat infl.amasi. mengikat VLA-4). Perubahan produksi
Penglepasan mediator infl.amasi me- PGl2 dan endotelin mempunyai pengaruh
ningkatkan molekul adhesi baik pada sel terhadap perfusi (Tabel 10.1 dan 10.2).
infl.amasi (neutrofil, monosit) maupun pada
SE. Hal tersebut meningkatkan adhesi, C. Ekstravasasi leukosit
perubahan arus darah, marginasi dan Segera setelah timbul respons infl.amasi,
migrasi sel-sel seperti neutrofil, monosit berbagai sitokin dan mediator infl.amasi
dan eosinofil ke pus at inflamasi . Migrasi lainnya bekerja terhadap endotel pem-
sel-sel inflamasi tersebut juga diarahkan buluh darah lokal berupa peningkatan
oleh faktor-faktor kemotaktik yang di- ekspresi CAM. Neutrofil merupakan sel
produksi berbagai sel, mikroba, komplemen pertama yang berikatan dengan endotel
dan sel mast. pada infl.amasi dan bergerak keluar vaskular.
Sel-sel yang masuk ke tempat lesi Ekstravasasi neutrofil dapat dibagi dalam
akan melepas produknya yang menerus- 4 tahap: menggulir, aktivasi oleh rang-

Tabel 10.1 Faktor kemotaktik neutrofil


Kemotaksin Sumber Efek
fMet-Leu-Phe Bakteri Kemotaktik untuk eosinofil dan makrofag
Endotoksin Bakteri Mengaktifkan komplemen Ualur alternatif) yang
menghasilkan C5a
C5a, Ba Komplemen Degranulasi neutrofil ; juga kemotaktik untuk eosinofil
dan makrofag
LTB4 Asam arakidonat Prociuk jalur lipoksigenase, juga menarik eosinofil dan
makrofag
Fibrinopeptida Fibrinogen Menimbulkan aktivasi jalur fibrinolitik
Histamin Sel mast Kemotaktik; juga meningkatkan permeabilitas vaskular
PAF Sel mast, neutrofil Agregrasi trombosit dan memacu penglepasan
serotonin dan histamin
ECF Sel mast Degranulasi yang melepas peptide
IL-8 Makrofag Menginduksi migrasi sel ke lokasi inflamasi

261
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Tabel 10.2 Molekul adhesi yang berperan pada migrasi leukosit


Molekul Struktur Lokasi Ligan Fungsi
Selektin P Selektin Endotel sLeX=sialil Lewis X lnflamasi akut
Neutrofil (karbohidrat) Adhesi neutrofil
Trombosit Hemostasis
Selektin E Selektin Endotel Sialil Lewis X (mis. Melambatkan
CD15) leukosit
Selektin L Selektin Limfosit Sialil Lewis X Mengikat HEV
Neutrofil Melambatkan
leukosit
ICAM-1 Famili lg Endotel LFA-1 , CR3, CR4 Adhesi dan migrasi
ICAM-2 Famili lg Endotel LFA-1 Adhesi dan migrasi
VCAM-1 Famili lg Endotel VLA-4, LPAM Adhesi
MAdCAM-1 Famili lg Limfoid LPAM , Selektin L Homing limfosit
PE CAM Famili lg Endotel , PECAM Aktivasi adhesi
Limfosit? Pengarahan migrasi
LFA-1 lntegrin aLb2 Leukosit ICAM-1 , ICAM-2, Migrasi
CR3
CR3 lntegrin aMb2 Fagosit ICAM-1 , ICAM-2, Migrasi , mengikat
C3bi kompleks imun
CR4 lntegrin Axb2 Fagosit ICAM-1 , ICAM-2, Adhesi , mengikat
C3bi kompleks imun
VLA-4 lntegrin A4b1 Limfosit VCAM-1 , LPAM , Adhesi di tempat
Fibronektin inflamasi dan HEV
LPAM lntegrin A4b7 Limfosit MAdCAM-1 Migrasi ke jaringan
limfoid
GlyCAM-1 Sialoglikoprotein HEV Selektin L Kontrol adhesi
(la rut)
PSGL-1 Sialoglikoprotein Neutrofil Selektin P Melambatkan
inflamasi akut
CLA Glikoprotein Limfosit Selektin E Migrasi limfosit ke
kulit

sangan kemoatraktan, menempel/adhesi endotel sekitar venul untuk memproduksi


dan migrasi transendotel (Tabel 10.3 dan selektin (ligan integrin dan kemokin).
Gambar 10.1) Selektin berperan dalam pengguliran neu-
Di tempat infeksi, makrofag yang trofil di endotel. Integrin berperan dalam
menemukan mikroba melepas sitokin adhesi neutrofil, kemokin mengaktifkan
(TNF dan IL-1) yang mengaktifkan sel neutrofil dan merangsang rnigrasi melalui

262
Bab I 0. lnflamasi

Tabel 10.3 Marjinasi dan ekstravasasi neutrofil


Marginasi Ekstravasasi
Fase I Penambatan dan menggulir Sinyal aktivator selanjutnya menghasilkan
perubahan konformasional pada leukosit
lnteraksi lemah antara :
Selektin-L yang diekspresikan pada Metaloprotease digunakan untuk melepas
leukosit sel dari endotel sebelum penetrasi membran
Selektin P dan E yang diinduksi pada sel basal endotel
endotel
Fase II Aktivasi dan penguatan ·t:.·· r ,
lnduksi cepat integrin pada leukosit (mis. __ 11
I
...-

CD11 b:CD18 [Mac-1) dan CD11a:CD18


[LFA-1) pada neutrofil • ... '
lntegrin berikatan dengan ICAM yang
diekspresikan pada sel endotel
Phase II diperantarai kemokin

endotel ke tempat infeksi. Monosit darah atas pengaruh sitokin yang diduga berperan
dan sel T yang diaktifkan menggunakan dalam pengerahan selektif monosit dari
mekanisme yang sama untuk bermigrasi sirkulasi ke tempat jaringan yang rusak.
ke tempat infeksi. Ekspresi ICAM-1 meningkat pada endotel
ICAM terdiri atas ICAM-1, ICAM- saluran napas, epitel konjungtiva dan
2 dan ICAM-3. ICAM-1 dan ICAM-2, hidung penderita alergi setelah dilakukan
E-selektin (ELAM-1) tidak ditemukan provokasi dengan alergen seperti tungau
pada sel endotel dalam keadaan normal. debu rumah.
Jumlahnya meningkat pada sel endotel LFA-1 merupakan ligan dari ICAM-1
yang diaktifkan oleh TNF-a, IL-1 atau (CD50 yang merupakan reseptor virus
endotoksin. SE yang dirangsang juga rino) dan ICAM-2. Sel-sel yang berperan
melepas peptide (IL-8) berat molekul dalam presentasi antigen seperti sel B,
rendah dengan sifat kemotaktik untuk APC, monosit-makrofag, mengekspresi-
leukosit, neutrofil. IL-8 juga mengaktif- kan banyak LFA-1. Ekspresi LFA-1 diting-
kan neutrofil di tempat infeksi bakteri dan katkan oleh mediator seperti C5a, LTB4,
selama sepsis. SE juga melepas MCP-1 PAF dan TNF-a.

263
lmunologi Dasar Edisi ke-10

a. Menggulir dan ekstravasasi


1 2 3 4
Menggulir I Aktivasi I I Adhesi I Migrasi transendotel

(i @ @ ~·',
COXOXCJXo ..~: _ q
Endotel

b. Awai ekstravasasi Neutrofil

Reseptor

kemokin

Kemokin atau
kemoatraktan
lainnya

2
lnteraksi selektin- Kemokin I kemo- lntegrin berikatan
musin membantu atraktan memacu kuat dengan ICAM
sel menggulir perubahan integrin

Gambar 10.1 Tahapan migrasi leukosit dari sirkulasi ke jaringan


tern pat terjadi infeksi

Sel menggulir atas pengaruh ikatan antara selektin dan endotel vaskular dengan musin pada
permukaan neutrofil. Kemokin atau kemoatraktan lain mengikat reseptor spesifik pada neutrofil
dan mengaktifkan jalur sinyal transduksi yang menghasilkan dalam perubahan konformasional
pada molekul integrin sehingga memungkinkan untuk menempel dengan kuat pada molekul
adhesi di permukaan sel endotel.

264
Bab I 0. lnflamasi

II. MEDIATOR INFLAMASI katan permeabilitas vaskular dan infiltrasi


selular. Hal-hal tersebut disebabkan ber-
lnflamasi akut disebabkan oleh pengle-
bagai mediator kimia yang disebarluaskan
pasan berbagai mediator yang berasal
ke seluruh tubuh dalam bentuk aktif atau
dari jaringan rusak, sel mast, leukosit dan
tidak aktif TNF-a dan IL-1 yang dipro-
komplemen. Meskipun sebab pemicu ber-
duksi makrofag yang diaktifkan endotoksin
beda, namun jalur akhir inflamasi adalah
asal mikroba berperan dalam perubahan
sama, kecuali inflamasi yang disebabkan
permeabilitas vaskular.
alergi (lgE-sel mast) yang terjadi lebih
cepat dan dapat menjadi sistemik. Mediator-
A. Produk sel mast
mediator tersebut menirnbulkan edem,
bengkak, kemerahan, sakit, gangguan fung- Produk sel mast merupakan mediator
si alat yang terkena serta merupakan penting dalam proses inflamasi. Beberapa
petanda klasik inflamasi. Jaringan yang di antaranya menirnbulkan vasodilatasi dan
rusak melepas mediator seperti trombin, edem serta meningkatkan adhesi neutrofil
histamin dan TNF-a. dan monosit ke endotel. Vasodilatasi
Peran yang belum banyak diketahui meningkatkan persediaan darah untuk
pada inflamasi akut ialah peran saraf mengalirkan lebih banyak molekul dan
yang berhubungan dengan SP yang sel yang diperlukan untuk memerangi
berperan pada migrasi sel T. NGF me- antigen yang mencetuskan inflamasi.
rupakan degranulator poten sel mast dan Sel mast juga melepas mediator atas
mitogen sel T dan NP-Y juga merupakan pengaruh penglepasan NP-Y atau NGF.
degranulator poten sel mast. Jadi meskipun mediator inflamasi yang
Mikroba dapat melepas endotoksin mengawali inflamasi akut berbeda,
dan atau eksotoksin, keduanya memacu jalur proses inflamasi akan melibatkan
penglepasan mediator pro-inflamasi. LPS aktivasi sel mast (Gambar 10.2).
adalah komponen dinding sel bakteri Kerusakan jaringan yang langsung
negatif-Gram, aktivator poliklonal sistem disebabkan cedera atau endotoksin asal
imun, memacu penglepasan berbagai sitokin mikroba melepas mediator seperti pros-
pro-inflamasi seperti IL-1 , IL-6, IL-12, taglandin dan leukotrin yang meningkat-
IL-18, TNF-a dan TNF-~. Toksin bakteri kan permeabilitas vaskular. Sel mast dapat
juga merusakjaringan dan memacu peng- pula diaktifkanjaringan rusak dan mikroba
lepasan trombin, histamin dan sitokin melalui komplemen (jalur altematif atau
yang dapat merusak ujung-ujung saraf. klasik) dan kompleks IgE-alergen atau
Kejadian tingkat molekular/selular neuropeptida. Mediator inflamasi yang
pada inflamasi adalah vasodilatasi, pening- dilepas menimbulkan vasodilatasi.

265
lmunologi Dasar Edisi ke-10

.··· ... ···.


. .
: Cedera :
········
1
Kerusakan langsung
pada pembuluh darah

t ~ TNF-a, Oksida nitrit

Prosta~in
l Leukotnen
Histamin
TNF-a
Oksida nitrit
IL-1
I
(@
~
'
Makrofa

Enddtoksin
9

•• • ".°•. I
Sel mast ·.::· ....... C3a , C5a , C4a Mikroba
·.:. =·:
\ I ·.:.·\ Jalur klasik/
alternatif ,'

Eksdt~ksin
1
;'
.... lgE/Alergen Neuropeptida ,' Cairan,edema , eksudat
~, .... .. .. ,. -- (mengandung fibrinogen ,
...... • • • - - - • • •...... antibodi dan sebagainya)
melindungi daerah yang rusak

Gambar 10.2 Sel mast pada inflamasi akut

1. Mediator preformed 2. Mediator asal lipid


Penglepasan mediator preformed merupa- Oleh membran sel yang rusak, fosfolipid
kan salah satu respons pertama jaringan yang ditemukan pada berbagai jenis sel
terhadap cedera. Agregasi trombosit yang (makrofag, monosit, neutrofil dan sel
segera terjadi yang menyertai kerusakan mast) dipecah menjadi asam arakidonat
pembuluh darah berhubungan dengan dan LysoPAF (Gambar 10.3). Yang akhir
penglepasan serotonin, yang memacu vaso- dipecah menjadi PAF yang menirnbulkan
konstriksi, selanjutnya agregasi trombosit agregrasi trombosit dan berbagai inflamasi
dan pembentukan sumbatan trombosit. seperti kemotaksis, aktivasi dan degra-
Mediator preformed lainnya yang nulasi eosinofil serta aktivasi neutrofil.
dilepas adalah histamin, heparin, enzim PAF adalah fosfolipid yang dibentuk oleh
lisosom dan protease, faktor kemotaktik leukosit, makrofag, sel mast dan sel endotel.
neutrofil dan eosinofil. Faktor-faktor ter- Efeknya serupa dengan perubahan yang
sebut menginduksi vasodilatasi arus darah terjadi melalui IgE pada anafilaksis dan
ke tempat cedera dan mengerahkan sel urtikaria dingin dan juga berperan dalam
inflamasi spesifik ke tempat. Penglepasan syok oleh endotoksin
mediator ini berdampak pada pembuluh
Asam arakidonat dimetabolisme me-
darah dan otot sekitar serta menarik sel
lalui dua jalur, yaitu siklooksigenase dan
darah putih tertentu yang diperlukan dalam
lipoksigenase. Metabolisme asam araki-
respons inflamasi dini.

266
Bab I 0. lnflamasi

( fosfolipid sel membran )

(tosfolipase A 2) ,__ _ _..... ~1

Gsam arakidonat
+ PAF menyebabkan
vasodilatasi , peningkatan
permeabilitas vaskular,
agregasi trombosit

( 5-lipoksigenase~ :
• ~iklo-oksigenasv

( 5-HPETE '
./ ~
~
::: t' endoperoksida)

t t
( LT~ ) tromboksan A2 prostasiklin (PGl:z)
menyebabkan menyebabkan
vasokonstriksi vasodilatasi
peningkatan agregasi menghambat
trombosit agregasi trombosit

'"'°koo"'"';,
brokokonstriksi,
peningkatan
permeabilitas
vaskular
1 L!°'
LTD4
i
LTE.i

LTB4
merangsang adhesi
leukosit ke
kemotaktik
endotel

t ' t
PG°"i PGE2 PGF2
meningkatkan vasodilatasi
dan permeabilitas vaskular

Gambar 10.3 Penguraian fosfolipid membran yang menghasilkan


mediator inflamasi penting

donat melaluijalur siklooksigenase meng- sel mast menghasilkan PGD2. PG me-


hasilkan prostaglandin (PG) dan TX. nunjukkan efek fisiologis seperti pening-
Berbagai PG diproduksi oleh berbagai katan permeabilitas vaskular, dilatasi .
sel. Monosit dan makrofag menghasilkan vaskular dan induksi kemotaksis neutrofil.
sejumlah PGE2 dan PGF2, neutrofil TX menimbulkan konstriksi pembuluh
menghasilkan jumlah sedang PGE2 dan darah dan agregrasi trombosit. AA juga

267
lmuno/ogi Dasar Edisi ke-10

dimetabolisme melaluijalur lipoksigenase pembekuan XII, Hageman) yang meng-


yang menghasilkan 4 LT yaitu LTB4, aktifkan kaskade fibrin, fibrinolitik dan
LTC4, LTD4, dan LTE4. 3 diantaranya kin in.
(LTC4, LTD4, dan LTE4) bersama dulu
disebut SRS-A yang menginduksi kontraksi 1. Sistem kinin yang diaktifkan oleh
otot polos. LTB4 merupakan kemoatrak- cedera jaringan
tan poten untuk neutrbfil. LT diproduksi Sistem kinin merupakan kaskade enzi-
berbagai sel seperti monosit makrofag matik yang dimulai bila plasma clotting
dan sel mast. factor (faktor Hageman-XII) diaktifkan
oleh cedera jaringan. Faktor Hageman
B. Anafilatoksin produk komplemen tersebut mengaktifkan prekalikrein yang
Aktivasi sistem komplemen baik lewat membentuk kalikrein yang mengikat kini-
jalur klasik dan alternatif menghasilkan nogen membentuk bradikinin. Peptida
sejumlah produk komplemen yang yang poten ini meningkatkan permea-
merupakan mediator inflamasi penting. bilitas vaskular, menimbulkan vasodi-
Ikatan anafilatoksin (C3a dan C5a) latasi, menginduksi sakit dan mernacu
dan reseptornya pada membran sel kontraksi otot polos (Garnbar 10.5).
mast menginduksi degranulasi dengan Kalikrein juga bekerja dengan mengikat
penglepasan histamin dan mediator aktif komplernen C5 secara direk yang di-
lainnya. Mediator-mediator tersebut jadikan C5a dan C5b ).
menginduksi kontraksi otot polos dan
meningkatkan permeabilitas vaskular. C3a, 2. Sistem pembekuan
C5a dan C3b67 bekerja bersama dalam Sistem pembekuan yang menghasilkan
menginduksi monosit dan neutrofil untuk fibrin memacu penglepasan mediator
menempel pada endotel vaskular, keluar inflamasi. Kaskade enzimatik yang lain
melalui endotel kapiler dan bermigrasi yang dipicu oleh kerusakan pembuluh
ke tempat komplemen diaktifkan di darah menirnbulkan sejumlah besar trombin.
jaringan. Jadi aktivasi sistem komplemen Inisiasi respons inflamasi juga memacu
mengakibatkan keluarnya cairan yang sistem pembekuan rnelalui interaksi antara
membawa antibodi dan sel fagosit ke P-selektin dan PSGL-1 yang disertai dengan
tempat antigen masuk (Gambar 10.4). penglepasan faktor jaringan dari monosit
yang diaktifkan. Trombin bekerja terhadap
C. Mediator-aktivasi kaskade reaksi fibrinogen larut dalam cairan jaringan
la rut atau plasma yang membentuk benang-
Kerusakan sel endotel vaskular mening- benang fibrin yang tidak larut dan saling
katkan faktor pembekuan plasma (Faktor bersilangan mernbentuk bekuan yang

268
Bab I 0. lnflamasi

A. Opsonisasi dan fagositosis

~
~Mikroba
_ .... ~

I lkatan C3b (atau C4b) dan lkatan C3 dikenali Fagositosis


mikroba (opsonisasi) oleh reseptor fagosit C3b mikroba

B.Rangsangan reaksi inflamasi

O~acsa -•• ~
~
-•• ®--® Mikroba '
1
• •

lkatan C3b pada mikroba , Pengerahan dan Destruksi


penglepasan C3b, C5, aktivasi leukosit mikroba oleh
proteolisis oleh C5a , C3a leukosit

lkatan C3b pada mikroba , Pembentukan MAC Lis is


aktivasi komponen komplemen osmotik
lam bat mikroba

Gambar 10.4 Fungsi Komplemen


• C3b yang diikat sel merupakan opsonin yang meningkatkan fagositosis sel yang dilapisinya
• C3a, C5a dan jug a C4a (kurang) merupakan produk yang proteolitik, merangsang pengerahan
leukosit dan inflamasi
• Lisis MAC.

berfungsi sebagai sawar terhadap penye- induksi peningkatan permeabilitas vaskular


baran infeks i. Sistem pembekuan dipacu dan kemotaksis neutrofil. Trombosit yang
dengan cepat setelah terjadi kerusakan diaktifkan melepas CD40L yang me-
jaringan untuk mencegah perdarahan dan ningkatkan produksi sitokin proinflamasi,
membatasi penyebaran patogen yang IL-6 dan IL-8 serta meningkatkan ekspresi
masuk ke dalam sirkulasi . Fibrinopeptida molekul adhesi. Integrin CD 11b/CD1 8
bekerja sebagai mediator inflamasi, meng- (MAC-1) mengikat dua komponen sistem

269
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Kerusakan endotel

1
Aktivasi faktor
Hageman

~
Prekalikrein
' Kaskade
t aktif
pembekuan Sistem
" " f'b . l't'k
1 nno 1 1

I
1
t \. aktif
Trombin \.

Kal ikrein

I ' --1
Fibrinopeptides
+ bekuan fibrin
Plasmin

Bradikinin

tpermeabilitas vaskular
Vasodilatasi
Nyeri
Kininogen
'
Degradasi fibrin
t permeabilitas
vaskular
Kemotaksis
Aktivasi
komplemen

Kontraksi otot polos neutrofil

Gambar 10.5 Penguraian fosfolipid membran Oalur kinin) menghasilkan mediator


inflamasi yang penting seperti TX, PG, LT dan PAF

pembekuan, faktor X dan fibrinogen. yang merupakan faktor kemotaktik untuk


Ikatan faktor X dengan CD 11b/CD18 neutrofil. Plasmin juga berperan dalam
meningkatkan aktivitas faktor X sehingga respons infl.amasi dalam mengaktifkan
memacu koagulasi (Gambar 10.6). jalur klasik komplemen.

3. Sistem fibrinolitik
D. Sitokin
Pemindahan bekuan fibrin dari jaringan
cedera dapat dilakukan melalui sistem Sitokin diperlukan pada awal reaksi infl.a-
fibrinolitik. Produk akhir dari jalur ini masi dan untuk mempertahankan respons
adalah enzim plasmin bentuk aktif dari infl.amasi kronis. Makrofag memproduksi
plasminogen. Plasmin merupakan enzim berbagai sitokin dan efeknya terlihat pada
proteolitik poten, dapat memecah bekuan Tabel 10.4 dan efeknya terlihat pada Tabel
fibrin menjadi produk yang terdegradasi, 10.5.

270
Bab I 0. lnflamasi

Kalsium , fosfolipid
trombosit dan Tromboplastin
Kola gen kofaktor jaringan
koagulasi

Pembentukan
Si stem fibrin
intrinsik

Jalur .... .... .... ------·


,,,'
bersama
Eliminasi
Protrombin --+ Trombin ,' fibrin

~ :
Fibrinogen _ . . Fibrin

t
._
Plasm in

t Streptokinase
. . . . Tissue p/asminogen
activator
Plasminogen

Gambar 10.6 Jalur fibrin dan plasmin


Jalur fibrin dan plasmin berinteraksi untuk mempertahankan keseimbangan pembentukan
bekuan dan penguraian .

Endotoksin mikroba mengaktifkan umumnya terjadi cepat berupa inflamasi


makrofag untuk melepas TNF-a dan IL- akut yang berlangsung beberapa jam
1 yang memacu vasodilatasi, melonggar- sampai hari. Inflamasi akan pulih setelah
kan hubungan sel-sel endotel, meningkat- mediator-mediator diinaktifkan. Bila pe-
nyebab inflamasi tidak dapat disingkir-
kan adhesi neutrofil dan migrasi sel-sel ke
kan atau terjadi pajanan berulang-ulang
jaringan sekitar untuk memakan mikroba. dengan antigen, akan terjadi inflamasi
kronis yang dapat merusak jaringan dan
III. PERJALANAN INFLAMASI kehilangan fungsi sama sekali.

A. Inflamasi lokal
Proses inflamasi akan berjalan sampai
antigen dapat disingkirkan (Gambar Inflamasi lokal memberikan proteksi dini
10.7) dan Tabel 10.6. Hal tersebut pada terhadap infeksi atau cedera jaringan.

271
lmunologi Dasar Edisi ke-10

label 10.4 Sitokin yang diproduksi makrofag


IL-1 , GM-CSF Mengaktifkan respons fase akut serta meningkatkan produksi neutrofil
dan monosit oleh sumsum tulang
Meningkatkan adhesi leukosit ke endotel lokal untuk memung-
kinkan leukosit bergerak sesuai sinyal kemotaktik dari kemokin
TNF-a, IL-1
IL-1, IL-12, IL-18. IL-1 Aktivator umum sel T
IL-12, IL-18 Mengaktifkan masing-masing Th1 dan sel NK yang meningkatkan
penglepasan IFN-y dan TNF
IL-1 , IL-6 dan TNF-a Efek lokal :
disebut sitokin induksi molekul adhesi (ICAM) pada endotel
proinflamasi menarik neutrofil ke tempat cedera

Efek sistemik:
Terhadap hipotalamus menimbulkan demam dan anoreksi
Merangsang sumsum tulang, mengerahkan neutrofil Uumlah
meningkat)
Terhadap hati untuk memproduksi APP (CRP, MBP dan SAP)
Terhadap lemak dan otot, pengaruh terhadap metabolisme protein
dan energi
Mengaktifkan fase awal respons imun spesifik

label 10.5 Efek redundan dan pleiotropik IL-1 , lNF-p dan IL-6

Efek IL-1 lNF-~ IL-6


Pirogenik (induksi demam) + + +
Sintesis APP oleh hati + + +
Meningkatkan permeabilitas vaskular + + +
Peningkatan molekul adhesi pada endotel vaskular + +
Proliferasi fibroblas + +
Produksi trombosit + +
lnduksi kemokin (misalnya IL-8) + +
lnduksi IL-6 + +
Aktivasi sel T + + +
Aktivasi sel B + + +
Peningkatan sintesis imunoglobulin +

272
Bab I 0. lnflamasi

Inflamasi akut melibatkan baik respons rubahan vaskular yang terjadi dini di-
lokal dan sistemik. Reaksi lokal terdiri atas sebabkan oleh efek direk mediator enzim
tumor, rubor, kalor, dolor dan gangguan plasma seperti bradikinin dan fibrino-
fungsi. Bila darah keluar dari sirkulasi peptida yang menginduksi vasodilatasi
darah, kinin, sistem pembekuan dan dan peningkatan permeabilitas vaskular.
fibrinolitik diaktifkan. Banyak pe- Beberapa efek vaskular disebabkan

Tabel 10.6 Berbagai perjalanan inflamasi


Mikroba Efektor Penyakit
Virus
Influenza Sel NK, IFN lnfeksi disingkirkan
Hepatitis B IFN, Tc lnfeksi disingkirkan
Mutasi virus lnfeksi kronis dengan inflamasi hati
Bakteri
Stafilokok Komplemen, neutrofil lnfeksi disingkirkan
Mikobakteri lntraselular, tidak dibunuh lnflamasi kronis dengan granuloma
Cacing
Cacing saluran cerna lgE, sel mast Cacing dikeluarkan
Skistosomiasis Cacing dan telurnya tidak lnflamasi kronis
dapat dikeluarkan

lnfl amasi akut


lnfeksi respons nonspesifik (neutrofil , komplemen ,IFN)
respons spesifil

lnflamasi kronis ,
granuloma

Gambar 10.7 Perjalanan infeksi

273
lmunologi Dasar Edisi ke-10

efek anafilatoksin (C3a dan C5a) yang diperlukan untuk perbaikan jaringan.
menginduksi degranulasi sel mast yang Kegagalan dalam adhesi leukosit dapat
melepas histamin. Histamin menimbul- menimbulkan penyakit seperti terlihat
kan vasodilatasi dan kontraksi otot polos. pada defisiensi molekul adhesi .
PG juga berperan dalam vasodilatasi dan Respons inflamasi lokal disertai
peningkatan permeabilitas vaskular. dengan respons fase akut-sistemik. Respons
Dalam beberapa jam setelah awitan tersebut ditandai oleh induksi demam, pe-
perubahan vaskular, neutrofil menempel ningkatan sintesis honnon seperti ACTH
pada sel endotel dan bermigrasi keluar dan hidrokortison, peningkatan produksi
pembuluh darah ke rongga jaringan, me- leukosit dan APP di hati. Peningkatan
makan patogen dan melepas mediator suhu ( demam) mencegah pertumbuhan
yang berperan dalam res pons inflamasi. sejumlah kuman patogen dan nampaknya
Makrofag jaringan yang diaktifkan me- meningkatkan respons imun terhadap
lepas sitokin (IL-1, IL-6 dan TNF-a) patogen. CRP merupakan APP yang
yang menginduksi perubahan lokal dan kadamya dalam serum meningkat 1000
sistemik. Ketiga sitokin tersebut meng- kali selama respons fase akut.
induksi koagulasi dan IL-1 menginduksi
Berbagai efektor mekanisme sistem
ekspresi molekul adhesi pada sel endotel
imun nonspesifik biasanya tidak bekerja
seperti TNF-a yang meningkatkan ekspresi
sendiri-sendiri, tetapi terkoordinasi dalam
selektin-E, IL-1 menginduksi peningkatan
respons yang dikenal sebagai respons
ekskresi ICAM-1 dan VICAM-1. Neurofil,
inflamasi. Inflamasi dapat diartikan se-
monosit dan limfosit mengenal molekul
bagai pengatur untuk memobilisasi ber-
adhesi tersebut dan bergerak ke dinding
pembuluh darah dan selanjutnya ke bagai efektor sistem imun nonspesifik
Janngan. dan mengerahkannya ke tempat-tempat
IL-1 dan INF-a juga memacu makrofag yang membutuhkan. Infeksi atau cedera
dan sel endotel untuk memproduksi dapat memacu produksi peptida vaso-
kemokin yang berperan pada influks aktif yang berperan dalam peningkatan
neutrofil melalui peningkatan ekspresi penneabilitas vaskular dan enzim dari
molekul adhesi. IFN-y dan INF-a juga kaskade kinin dan plasmin yang dapat
mengaktifkan makrofag dan neutrofil, me- mengaktifkan kaskade komplemen. Kas-
ningkatkan fagositosis dan penglepasan kade plasmin penting dalam remodeling
enzirn ke rongga jaringan. Lama dan inten- matriks ekstraselular yang diperlukan
sitas inflamasi lokal akut perlu dikontrol pada penyembuhan Iuka. Akibat aktivasi
agar tidak terjadi kerusakan jaimgan. komplemen, sel-sel polimorfonuklear,
TGF-P membatasi respons inflamasi dan limfosit dan monosit dapat bennigrasi
memacu akumulasi dan proliferasi fibroblas dari sirkulasi masuk ke jaringan. Ekstra-
dan endapan matriks ekstraselular yang vasasi tersebut diatur oleh sitokin yang

274
Bab I 0. ln~amasi

diproduksi sel mast (diaktifkan oleh hasilkan sel mast setempat (diaktifkan
komplemen) dan makrofag (diaktifkan oleh komplemen) dan makrofag (diaktif-
oleh bakteri) (Gambar 10.8). kan produk bakteri) (Gambar 10.9).
Cedera atau infeksi mengaktifkan
kaskade plasmin dan kinin. Kaskade
B. Inflamasi akut
kinin menghasilkan peptida vasoaktif yang
meningkatkan permeabilitas endotel. Enzim Pada umurnnya respons in:flamasi akut
dari kaskade kinin juga mengaktifkan menunjukkan awitan yang cepat dan ber-
kaskade komplemen. Kaskade plasmin langsung sebentar. In:flamasi akut biasanya
penting dalam remodeling matriks ekstra-
disertai reaksi sistemik yang disebut respons
selular yang menyertai penyembuhan
fase akut yang ditandai oleh perubahan
Iuka. Enzim dari kaskade plasmin juga
mengaktifkan kaskade komplemen. Aktivasi cepat dalam kadar beberapa protein plasma.
komplemen menimbulkan migrasi ( ekstra- Reaksi dapat menimbulkan reaksi berantai
vasasi) leukosit seperti polimorfonuklear, dan rumit yang berdampak terjadinya vaso-
limfosit dan monosit, dan homing ke dilatasi, kebocoran vaskulator mikro dengan
tempat infeksi atau cedera. Ekstravasasi eksudasi cairan dan protein serta in:filtrasi
dan homing juga diatur sitokin yang di- lokal sel-sel in:flamasi.

Ku lit
0 Monosit
o@
O Neutrofil


0 Limfosit

0
~

Jaringan ekstravaskular
Garn bar 10.8 Peran respons
inflamasi lokal

275
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Inflamasi ak:ut merupakan respons in:fl.amasi dipacu berbagai perubahan terjadi


khas imunitas nonspesifik. Inflamasi ak:ut dalam endotel vaskular yang memungkinkan
adalah respons cepat terhadap kerusakan ekstravasasi limfosit terutama neutrofil, tetapi
sel, berlangsung cepat (beberapa jam - hari) juga monosit dan limfosit.
dan dipacu oleh sejumlah sebab seperti ke-
rusakan kimiawi dan termal serta infeksi. 1. Tujuan inftamasi akut
Infeksi dihadapi oleh makrofag yang me- Respons inflamasi akut ditujukan untuk
lepas sejumlah kemokin dan sitokin yang eradikasi bahan atau mikroorganisme yang
menarik neutrofil ke tempat infeksi. Inflamasi memacu respons awal. Pada beberapa ke-
dapat juga dipicu oleh sel mast residen yang adaan, eradikasi tidak efektif atau tidak
cenderung menarik eosinofil. Segera setelah lengkap sehingga menimbulkan fase

DA RAH JAR INGAN

0 0
...
......

Kerusakan
endotel '
/ \ Plasmin

Bradikinin Fibrin )

Gambar 10.9 Sel dan mediator pada respons inflamasi akut lokal
Kerusakan jaringan memacu pembentukan produk komplemen yang berperan sebagai
opsonin , anafilatoksin dan faktor kemotaktik. Bradikinin dan fibrinopeptida yang diinduksi
kerusakan endotel memacu perubahan vaskular. Neutrofil pada umumnya merupakan leukosit
pertama yang bermigrasi ke jaringan diikuti monosit dan limfosit. Hanya sebagian interaksi
yang terlibat dalam ekstravasasi leukosit terlihat pada gambar.

276
Bab I 0. lnflamasi

inflamasi kronis. Inflamasi kronis dapat 2. Mediator respons fase akut


menimbulkan kerusakan j aringan yang Inflamasi akut berhubungan dengan
tergantung dari bahan pemicu, tempat produksi sitokin proinflamasi seperti IL-
terjadinya reaksi dan respons imun yang_ 1, IL-6 dan IL-8 (Tabel 10.7). Sitokin
dominan. Bila inflamasi terkontrol, neutrofil merangsang hati untuk membentuk se-
tidak dikerahkan lagi dan berdegenerasi. j umlah protein yang disebut protein
Selanjutnya dikerahkan sel mononuklear
fase akut yang terdiri atas al-antitripsin,
seperti monosit, makrofag, limfosit dan
komplemen (C3 dan C4), CRP, fibrinogen
sel plasma yang memberikan gambaran
dan haptoglobin. Molekul-molekul tersebut
patologik dari inflamasi kronis. Dalam
memiliki sejumlah fungsi antara lain men-
inflamasi kronis ini, monosit dan makro-
cegah enzim (al-antitripsin), opsonisasi,
fag mempunyai 2 peranan penting sebagai
CRP mengikat C poliksakarida dari S.
berikut :
Pneumonia, scavenging (haptoglobin) dan
1. memakan dan mencema mikroba,
sebagainya. Dalam klinik, pengukuran APP
debris selular dan neutrofil yang ber-
diperlukan untuk menilai derajat infla-
degenerasi
masi dan respons terhadap terapi.
2. modulasi respons irnun dan fungsi sel T
Gejala inflamasi dini ditandai oleh
melalui presentasi antigen dan sekresi
penglepasan berbagai mediator sel mast
sitokin
setempat (histamin dan bradikinin). Keja-
Monosit-makrofag juga mempunyai dian ini disertai dengan aktivasi komple-
fungsi dalam penyembuhan Iuka dan mem- men dan sistem koagulasi. Sel endotel
perbaiki parenkim dan fungsi sel infla- dan sel-sel inflamasi masing-masing me-
masi melalui sekresi sitokin. Dalam lepas mediator yang menimbulkan efek
inflamasi kronis, fagosit-makrofag me- sistemik seperti panas, neutrofilia dan
makan debris selular dan bahan-bahan protein fase akut. Neutrofil yang sudah
yang belum disingkirkan oleh neutrofil. dikerahkan di jaringan akan diaktifkan
Tergantung dari kerusakan jaringan yang dan melepas produk-produk yang toksik.
terjadi, hasil akhir dapat berupa struktur Berbagai mediator yang dilepas pada
j aringan yang normal kembali atau fibrosis inflamasi akut terlihat pada Tabel 10.8.
dengan struktur dan fungsi yang berubah.
Bila patogen persisten dalam tubuh, 3. Sebab inflamasi akut
makrofag akan mengalihkan respons berupa
Sebab inflamasi akut dapat berupa
reaksi hipersensitivitas lambat yang me-
benda asing yang masuk tubuh, invasi
libatkan limfosit penuh. Jadi inflamasi
mikroorganisme, trauma, bahan kimia
kronis dapat dianggap sebagai titik mem-
yang berbahaya, faktor fisik dan alergi
baliknya respons inflamasi ke arah res-
(Gambar 10.10).
pons monosit-makrofag

277
lmunologi Dasar Edisi ke-10

label 10.7 Mediator inflamasi akut


Efek Mediator
Peningkatan permeabilitas Histamin, bradikinin, C3a, C5a, LTR: C4, 04, E4 dan PAF
Vasodilatasi Histamin, PG, PAF
Nyeri Bradikinin , PG
Adhesi leukosit LTB4, IL-1 , TNF-a, C5a
Kemotaksis leukosit C5a, C3a, IL-8, PAF, LTB4, fragmen fibrin dan kolagen
Respons fase akut IL-1, TNF-a, IL-6
Ke rusakan jaringan Protease dan radikal bebas

Aktivasi komplemen
(klasik dan alternatif)

( Autoimunitas )

Cedera, Iuka bakar dsb Kompleks imun


Aktivasi komplemen
Sitotoksitas sel T

Gambar 10.10 Berbagai sebab inflamasi akut


Aktivasi inflamasi akut dapat dicetuskan trauma, infeksi , alergi atau autoimun, meskipun yang
akhir lebih sering disertai dengan inflamasi kronis. Sebab pencetus dapat berbeda, tetapi
respons inflamasi pada umumnya adalah sama, dengan kekecualian inflamasi yang disebab-
kan interaksi lgE-sel mast yang menunjukkan respons cepat dan lebih spesifik.

278
Bab I 0. lnf/amasi

Tabel 10.8 Mediator pada inflamasi akut


Mediator Sumber Efek
Histamin Sel mast Peningkatan permeabilitas
Basofil Kontraksi otot polos
Kemokinesis
5-hidroksi-triptamin Trombosit Permeabilitas vaskular
(5HT)= serotonin Sel mast Kontraksi otot polos
PAF Basofil Penglepasan mediator trombosit
Neutrofil Permeabilitas vaskular meningkat
Makrofag Kontraksi otot polos
Aktivasi neutrofil
NCF Sel mast Kemotaksis neutrofil
Kemokin Leukosit Merangsang dan kemotaksis
C3a Komplemen C3 Degranulasi sel mast
Kontraksi otot polos
C5a Komplemen C5 Degranulasi sel mast
Kemotaksis neutrofil dan makrofag
Aktivasi neutrofil
Kontraksi otot polos
Permeabilitas vaskular meningkat
Bradikinin Sistem kinin Vasodilatasi
(kininogen) Kontraksi otot polos
Permeabilitas vaskular meningkat
Rasa sakit
Fibrinopeptida dan Si stem Permeabilitas vaskular meningkat
produk asal fibrin pembekuan Kemotaksis neutrofil dan makrofag
PGE2 Jalur Vasodilatasi
iklooksigenase Meningkatkan permeabilitas vaskular oleh
histamin dan bradikinin
LTB4 Jalur Kemotaksis neutrofil
lipoksigenase Sinergistik dengan PGE2 dalam
meningkatkan permeabilitas vaskular
LTD4 Jalur Kontraksi otot polos
lipoksigenase Permeabilitas vaskular meningkat

Reaksi akut terhadap bakteri (pio- C. Inflamasi akut sistemik


genik) dapat menimbulkan pembentukan Efek jaringan lokal dapat juga ditemukan
nanah dalam beberapa jam. Organ, mediator antara lain peningkatan produksi mukus
dan perjalanan infeksi terklihat pada kelenjar dan remodeling jaringan atas
(Gambar 10.11). pengaruh fibroblast dan sel endotel, yang

279
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Hipotalamus
l
(lewat hipofisa

n
ACTH
l
Korteks adrenal

U " - \ortikosteroid

IL-1 , TNF-u
Respons inflamasi APP:
lokal akut IL-6, LIF, OSM -CRP
- SAA
- Fibrinogen
- MBP
- Komponen komplemen

~~ Leukositosis
~~~ - (f sel darah putih)
Sumsum tulang
( f CSF oleh sel
stroma dan makrofag)

Gambar 10.11 Organ dan mediator yang terlibat pada respons akut sistemik
IL-1 . IL-6 dan TNF-a diproduksi oleh aktivasi makrofag di tempat inflamasi, penting dalam
menimbulkan efek fase akut.

akhirnya menimbulkan pembentukan D. Inflamasi kronis


jaringan parut. Elemen sistemik dengan
Inflamasi kronis terjadi bila proses infla-
peningkatan sintesis protein fase akut
masi akut gagal, bila antigen menetap.
juga sering ditemukan. Mekanisme yang Inflamasi akut berbeda dengan infla-
berperan dalam terjadinya perubahan masi kronis . Antigen yang persisten
inflamasi akut lokal adalah: menimbulkan aktivasi dan akumulasi
• mediator preformed yang dilepas oleh makrofag yang terus menerus. Hal ini
jaringan dan sel imun. menimbulkan terbentuknya sel epiteloid
• sintesis mediator inflamasi baru (makrofag yang sedikit diubah) dan
• aktivasi kaskade reaksi larut granuloma TNF diperlukan untuk pem-

280
Bab I 0. lnflamasi

bentukan dan mempertahankan granuloma. makrofag dan membentuk sel datia. Granu-
IFN-y dilepas sel T yang diaktifkan me- loma ditemukan pada reaksi terhadap gelas,
nimbulkan transformasi makrofag men- talk (bedak dan inisiator hipersensitivitas
jadi sel epiteloid dan sel multinuklear selular seperti M.tuberkulosis, M. lepra dan
(sel datia) yang merupakan fusi dari Histoplasma kapsulatum. Pembentukan
beberapa makrofag. granuloma akan mengisolasi fokus inflamasi
Infeksi bakteri kronis dapat memacu
yang persisten, membatasi penyebaran dan
pembentukan granuloma berupa agre-
memungkinkan fagosit mononuklear mem-
grat fagosit mononuklear dan sel plasma
presentasikan antigen ke limfosit yang ada
yang disebut DTH. Fagosit terdiri atas
monosit yang barn dikerahkan dengan di permukaan. Berbagai jenis inflamasi
sedikit makrofag yang sudah ada dalam akut dan kronis dan perbedaannya ter-
jaringan. Kadang-kadang ditemukan fusi lihat pada Tabel 10.9 dan 10.10.

Tabel 10.9 Jenis-jenis inflamasi


lnflamasi akut lnflamasi kronis lnflamasi akut lnflamasi
(piogenik) (granulomatosa) (hipersensitivitas kronis (peran
cepat) eosinofil)
Pemicu khas Stafilokok Mikobakteri , Cacing Cacing
hepatitis B
Sel pemicu Makrofag Makrofag ? ?
Sel efektor Neutrofil Makrofag , Sel mast Sel mast,
dalam eosinofil
Sel NK
imunitas
nonspesifik
Sel efektor Tidak ada Th1 Th2,selB Th2 , sel B
dalam
imunitas
spesifik
Mediator Komplemen , TNF, IL-12, IL-18, Histamin, sel mast, IL-3, IL-4, IL-
GM-CSF, TNF, IFN-y, kemokin isi granul 5, leukotrin ,
kemokin kemokin
Efek sistemik Respons fase Respons fase akut: Dapat Eosinofilia, lgE
akut, neutrofilia efek kronis TNF; mengakibatkan meningkat
neutrofilia dapat anafilaksis
ditemukan
Jen is Pembentukan Granuloma dapat Edem , mukus, lnflamasi difus
kerusakan nanah, abses ditemukan kontraksi otot polos di mukosa atau
kulit

281
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Tabel 10.10 Perbedaan inflamasi akut dan kronis


Akut Kron is
Sel yang terlibat Neutrofil Makrofag yang berubah
Monosit Limfosit
Mediator Kinin, komplemen, Sitokin asal sel T dan makrofag
PG dan LT
Lesi khas Abses Granuloma

E. Peran IFN-y dan TNF-a pada inisiasi respons in:flamasi kronis. Kedua
inflamasi kronis sitokin bersama menginduksi peningkatan
Sitokin terutama TFN-y clan TNF-a berperan yang lebih besar dari ICAM-1 , E-selektin
. .
pada infiamasi kronis. Thl, sel NK dan dan MHC-1 dibanding masmg-masmg
sel Tc melepas IFN-y, sementara makrofag sitokin sendiri.
yang diaktifkan melepas TNF-a. Anggota
famili glikoprotein (TNF-a dan TNF-~)
IV. TERMINASI - RESPONS
dilepas sel terinfeksi virus dan memberi-
PERBAIKAN
kan proteksi antivirus pada sel.sekitar.
IFN-a diproduksi leukosit, IFN-~ sering Respons in:flamasi akut dikontrol oleh
disebut interferon fibroblast, IFN-y hanya sitokin anti-inflamasi (IL-4, IL-10 dan
diproduksi sel T dan sel NK. IFN-y TGF-~), reseptor sitokin yang larut se-
menunjukkan sifat pleiotropik yang perti sIL-1, sTNF-aR, sIL-6R, sIL-12R
dapat dibedakan dari IFN-a dan IFN-~ produk sistem endokrin seperti kortiko-
dan berperan pada respons in:flamasi. Salah steroid, kortikotropin dan aMSH. Kortiko-
satu efek IFN-y adalah kemampuannya steroid dikenal sebagai anti-in:flamasi dan
mengaktifkan mikrofag. dapat mencegah produksi hampir semua
IFN-a merupakan sitokin utama yang mediator pro-in:flamasi dan aMSH, me-
dilepas makrofag yang diaktifkan. Endo- nurunkan suhu, sintesis IL-2 dan PG.
toksin memacu makrofag untuk mem- Kortikotropin mencegah aktivasi makrofag
produksi TNF-a. Yang akhir memiliki dan sintesis IFN-y.
sifat sitotoksik direk terhadap beberapa NP, somatostatin dan VIP menekan
sel tumor tetapi tidak terhadap sel normal. in:flamasi dengan mencegah proliferasi
TNF-a juga berperan dalam kehilangan dan migrasi sel. Bila fase in:flamasi sudah
material jaringan (seperti mengurus) yang dinetralkan oleh molekul anti-inflamasi,
merupakan ciri inflamasi kronis. TNF-a penyembuhan jaringan dimulai dengan
bekerja sinergistik dengan IFN-y dalam melibatkan berbagai sel seperti fibroblas

282
Bab I 0. lnflamasi

dan makrofag. Sel-sel tersebut mempro- V. OBAT ANTI-INFLAMASI


duksi kolagen yang diperlukan untuk
perbaikan jaringan. Meskipun perkembangan respons inflamasi
Sifat penyembuhan yang disebabkan yang efektif berperan penting pada per-
oleh cedera tergantung dari luas kerusakan tahanan tubuh namun respons tersebut
jaringan dan jenis jaringan yang cedera. menimbulkan kerusakan. Alergi, penyakit
Jaringan dapat ditandai sebagai labil (ber- autoimun, infeksi mikroba, transplantasi
ubah-ubah terus ), stabil (berproliferasi dan Iuka bakar dapat mengawali respons
bila dirangsang) dan permanen (sel tidak inflamasi kronis. Berbagai pendekatan
dapat memperbaiki diri sendiri). Bila terapi sudah diperoleh untuk mengurangi
sudah tidak ada pemusnahan sel dalam respons inflamasi yang panjang serta
jaringan semua jaringan kembali ke mengurangi komplikasinya. Pemberian
keadaan normal melalui resolusi respons antibodi dapat mengurangi ekstravasasi
inflamasi. Bila terjadi pemusnahan sel leukosit dengan mengurangi atau men-
jaringan permanen hanya dapat sembuh cegah aktivitas berbagai molekul adhesi.
dengan perbaikan melalui penyembuhan Kortik:osteroid merupakan obat anti-
dengan pembentukan parut. Jaringan yang inflamasi yang kuat. Anti inflamasi
labil dan stabil dapat sembuh melalui non steroid dapat mencegah sakit dan
regenerasi bila kerusakan tidak berat dan inflamasi.
jaringan dibawahnya tidak rusak.

283
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Butir-butir penting

0 Limfosit menunjukkan lintas ams limfoid dan di endoteljaringan ekstra


antara darah, limfe, organ limfoid dan limfoid tersier
Janngan ekstralimfoid tersier yang 0 Limfosit naif menunjukkan homing
dapat meningkatkan jurnlah limfosit ke organ limfoid sekunder, ekstravasasi
spesifik sehingga dapat terpajan dengan terjadi melalui HEY sedang limfosit
antigen tertentu: sekitar 1 dari I 00.000 efektor menunjukkan homing selektif
limfosit akan menemukan antigen ke endotel vaskular dengan infl.amasi
0 Migrasi limfosit ke jaringan inflamasi 0 In:flamasi merupakan respons fisiologis
atau organ limfoid memerlukan inter- terhadap berbagai rangsangan seperti
aksi antara molekul adhesi pada endotel cedera jaringan dan infeksi. Respons
vaskular dan sel dalam sirkulasi infl.amasi akut melibatkan efek lokal
0 Molekul adhesi dapat dibagi dalam 4 dan sistemik. Respons lokal dimulai
famili protein: selektin, musin, integrin bila kerusakanjaringan endotel meng-
dan superfamili lg. Selektin berinter- induksi pembentukan mediator enzim
aksi dengan molekul adhesi serupa plasma yang menimbulkan vasodi-
musin dan setiap anggota famili dapat latasi dan peningkatan permeabilitas
diekspresikan baik pada leukosit atau vaskular
sel endotel. Integrin diekspresikan 0 Beberapajenis mediator berperan pada
pada leukosit dan berinteraksi dengan respons infl.amasi. Kemokin bekerja
superfamili lg yang diekspresikan sebagai kemoatraktan dan mengaktif-
pada sel endotel kan molekul selama ekstravasasi leu-
0 Ekstravasasi neutrofil dan limfosit ter- kosit. Mediator enzim plasma seperti
jadi melalui 4 tahap: menggulir, akti- bradikin dan fibrinopeptida meningkat-
vasi, adhesi dan migrasi transendotel. kan permeabilitas vaskular, plasmin
Neutrofil pada umumnya merupakan ( enzim proteolitik) memecah bekuan
golongan sel pertama yang bergerak fibrin menjadi produk kemotaktik dan
dari sirkulasi ke tempat in:flamasi mengaktifkan komplemen serta ber-
bagai produk komplemen bekerja
0 Tidak seperti neutrofil, berbagai lim-
sebagai anafilatoksin, opsonin dan
fosit menunjukkan ekstravasi yang
molekul kemotaktik untuk monosit
berbeda ke berbagaijaringan. Reseptor
dan neutrofil. Mediator inflamasi asal
homing pada limfosit berinteraksi dengan
lipid (TX, PG, LT dan PAF). Tiga
molekul adhesi jaringan spesifik yang
sitokin IL- I, IL-6 dan TNF-a berperan
disebut adresin vaskular di HEY organ

284
Bab I 0. lnflamasi

dalam banyak respons inflamasi akut pada umumnya digunakan untuk meng-
baik lokal maupun sistemik obati sakit dan inflamasi.
D Aktivasi makrofag jaringan dan degra- D Kulit dan membran mukosa merupa-
nulasi sel mast melepas sejumlah kan sawar anatomis yang sangat
mediator inflamasi dan beberapa di- efektif dalam proteksi terhadap infeksi.
antaranya menginduksi APR seperti Inflamasi meningkatkan permeabilitas
panas, leukositosis dan produksi vaskular, produksi mediator larut,
kortikosteroid serta APP komplemen, MBL, CRP dan antibodi
D Respons inflamasi kronis ditemukan sampai ke tempat infeksi. Inflamasi
pada penyakit alergi, autoimun, infeksi juga memacu migrasi dan sel antivirus
mikroba, transplantasi dan luka bakar. melalui ekstravasasi dan kemotaksis
Kortikosteroid dan sejumlah AINS ke daerah infeksi.

285
TOLERANSI IMUN BAB
11
Daftar Isi
I. TOLERANSJ SEL T C. Molekul pembawa nonimunogenik
A. Toleransi sentral D . Peran sel-sel asesori pada toleransi
B. Toleransi perifer VI. PENGAMANAN -PENCEGAHAN
l . Ignorance A. Peran set Tr pada toleransi perifer
2. Se! T autoreaktifyang dipisahkan B. Presentasi antigen
3. Anergi dan kostimulasi C. Eliminasi klon
II. TOLERANSI SEL B D . Reseptor set B
A. Toleransi sentral E. Reseptor set T
B. Toleransi perifer F. Jaring anti-idiotip
III. INERSIA DAN ANERGI VII. INDUKSI TOLERANSI
IV. REGULASI OLEH ANTIGEN DAN A. Antigen larut
ANTIBODI B. Rute fetal (atau neonatal)
A. Regulasi oleh antigen C. Toleransi oral - rute oral
B. Regulasi oleh antibodi D. APC, anti-MHC
V. TERMINASI TOLERANSI E. Dosis tinggi antigen
A. Berbagai cara manipulasi F. Bunuh diri
B. Kompleks antigen-antibodi

287
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Daftar singkatan yang digunakan dalam bah ini

AAI Antibodi anti-idiotip IL Interleukin


APC Acute Phase Protein KGB Kelenjar Getah Bening
APC Antigen Presenting Cell LES Lupus Eritematosus Sistemik
BCR B Cell Receptor LPS Lipopolisakarida
MHC Major Histocompatibility
CD Cluster ofDifferentiation
Complex
CRP c Reactive Protein PPD Pur!fied Protein Derivative
CTL Cytotoxic T Lymphocyte SD Sel dendritik
DM Diabetes Melitus SSP Susunan Saraf Pusat
DTH Delayed Type Hypersenitivity TCR Reseptor sel T
HLA Human Leucocyte Antigen TGF Tumor Growth Factor
ICAM Jntercellular Adhesion Molecule UV Ultra Violet

288
Bab 11 .Toleransi /mun

ahwa sistem imun dapat menyerang imunogen atau antigen terjadi hanya ter-

B antigen sel tubuh sendiri, sejak


sekitar tahun 1900 sudah di-
sadari Paul Ehrlich. Kejadian tersebut
hadap antigen tertentu saja dan tidak disertai
gangguan terhadap respons antigen yang
lain. Sebaliknya, pemberian imunosupresan
disebutnya horror autotoxicus yang dapat kuat seperti azatioprin, siklosporin atau
menimbulkan sejumlah penyakit akut iradiasi, menimbulkan sistem imun yang
dan kronis antara lain artritis reumatoid, tidak responsif secara umum terhadap se-
sklerosis multipel, LES dan beberapajenis mua ununogen.
DM. Secara sederhana penyakit-penyakit Tubuh mempunyai mekanisme kuat
terse but ditimbulkan kegagalan imunitas untuk mencegah terjadinya autoimunitas.
humoral dan atau selular yang tidak dapat Sel T terutama sel CD4+ memiliki peran
membedakan antigen sendiri dari antigen sentral dalam mengontrol hampir semua
asing. Hal tersebut menyerang sel/organ respons imun. Oleh karena itu toleransi
sendiri melalui autoantibodi atau sel T sel T merupakan hal yangjauh lebih penting
yang self-reaktif. Pada tahun 1959, atas dibanding toleransi sel B. Hampir semua
hasil eksperimennya, Jeme, Talmage dan sel B yang self reaktif tidak akan dapat
Burnet (1950), mengubah istilah horror memproduksi autoantibodi kecuali bila
autotoxicus ke dalam teori clonal selection menerima bantuan yang benar dari sel T.
yang merupakan dasar toleransi.
Mekanisme proteksi yang kuat di-
I.TOLERANSI SEL T
perlukan untuk mencegah terjadinya
penyakit autoimun, melindungi individu
dari limfosit yang potensial self reaktif Sel T yang diproduksi dalam sumsum
terhadap antigen sel tubuh sendiri yang tulang, memasuki timus, berkembang
disebut toleransi . Mekanisme tersebut dalam timus melalui berbagai fase: double
dapat primer yang terjadi di organ limfoid negative, double positive, seleksi positif
primer seperti sumsum tulang dan timus, dan negatif dan toleransi (Gambar 11 .1).
yang disebut toleransi sentral dan di perifer
yang disebut toleransi perifer. Toleransi A. Toleransi sentral
terhadap antigen sendiri terjadi selama Timus mempunyai peran penting untuk
hidup fetal melalui inaktivasi atau dihan- menyingkirkan sel T yang mengenal
curkannya limfosit self-reaktif. Proses peptida asal protein sendiri. Sel T dipro-
~ tersebut disebut clonal abortion, clonal
deletion atau seleksi negatif.
duksi dalam sumsum tulang, namun pema-
tangan dan perkembangannya terjadi dalam
Toleransi atau kegagalan untuk mem- timus. Prekursor sel T yang berasal dari
bentuk antibodi atau mengembangkan sumsum tulang, bermigrasi melalui darah
respons imun selular pasca pajanan dengan ke korteks kelenjar timus. Sel T tersebut

289
lmunologi Dasar Edisi ke- 10

"double negative"
Ti mus CD3
( Q ETCR

CD8

Sel menuju ke perifer

OCc;o,
CD8
Sel CD4 CD8
"double positive"

Seldengan
CD3
pengaturan
ulangTCR ~~CRup
nonproduktif ~ CD4
akan mengalami CD8
apoptosis

Seleksi positif dan negatif

~~CRup
~ CD4
CD8
Sel T self-tolerant, dibatasi MHC

QECRao
CD8
Sel menuju ke perifer Sel menuju ke perifer

Gambar 11.1 Perkembangan sel T dalam timus

290
,
Bab I I. Toleransi /mun

merupakan sel T prekursor yang memiliki kembang menjadi cn4+cns+ yang se-
gen TCR yang tidak disusun dan tidak meng- lanjutnya berkembang menjadi CD4+cns-
ekspresikan CD4 atau CD8. atau CD4-CD8+ (positif tunggal) yang di-
Timosit mula-mula ditemukan di bagian susul dengan perkembangan TCR. Mula-
luar korteks. Gen TCR mulai disusun, mula timbul TCR~, kemudian TCRa
CD3, CD4, CD8 dan TCR diekspresikan. (Gambar 11.2).
Selama pematangannya, sel melewati korteks Toleransi sentral adalah induksi
ke medula; CD4-CD8· (negatif ganda) ber- toleransi saat lirnfosit berada dalam per-

Sumsum
tulang

©
Sel Pro-T
Timus - - - - -
Oihantarkan kedarah
dan organ perifer

©
Timosit dini ~ C~~R
~ C04
j
C03-, C04-, cos-

~
Keh;laogao CDB Sel T
mataog
Kehilangan C04

,
Afinitas rendah = survival

@
ogR

co4 Afinitas tinggi


COS Penghapusan
Timosit umum sel T self reactive
TCRu.P, CD3+, C04+, Cos+ Apoptosis

Gambar 11.2 Beberapa tahap pada toleransi sel T sentral

Sel masuk dalam timus menjadi sel T negatif untuk CD4, CD8, CD3 dan TCR. Pengaturan
kembali gen yang menyandi TCR memproduksi 3 jenis sel lain 1. CD:4aP TCR, 2. CD~ap TCR
dan 3. CD4CDSy8TCR. Mula-mula terjadi pengaturan ulang gen rantai p dan y. Bila fungsi
rantai p terbentuk, regulasi CD4 dan CD8 ditingkatkan dan gen rantai a disusun ulang . Sel T
dipilih positif bila TCR berfungsi dan dipilih negatif bila bereaksi terlalu kuat. Sebagian besar
timosit akan mengalami apoptosis melalui seleksi positif atau negatif.

291
lmunologi Dasar Edisi ke-10

kembangannya di timus. Proses seleksi Namun sel T yang mengikat kompleks


terjadi untuk menyingkirkan timosit yang peptida-MHC dengan afinitas tinggi dalam
self-reaktif. Melalui proses yang disebut timus, akan memiliki potensi untuk me
seleksi positif, sel hidup melalui ikatan ngenal self-antigen yang menimbulkan
dengan kompleks MHC. Sel T dengan autoimunitas. Oleh karena itu sel-sel ter-
TCR yang gagal berikatan dengan self- sebut disingkirkan, dan proses itu disebut
MHC dalam timus akan mati melalui seleksi negatif atau edukasi timus. Diduga
apoptosis (Gambar 11.3). 90% timosit mengalami proses seleksi
lkatan sel T dengan reseptomya negatif, dihancurkan dan gagal untuk ber-
dengan afinitas rendah akan tetap hidup fungsi (Gambar 11.4).
dan memiliki potensi untuk mengikat Proses edukasi timus itu hanya se-
kompleks peptida-MHC dan memberikan bagian berhasil. Hal ini berarti bahwa sel
awal respons imun protektif kemudian. I yang self-reaktifmasih dapat ditemukan

IDaerah sasaran I
Interior mata
Testis
Otak Sawar
Anergi : ------------1----anafciriii-
kostimulasi kurang

Menerima sinyal
kematian

Gambar 11.3 Mekanisme toleransi


Toleransi dapat terjadi melalui mekanisme apoptosis sel reaktif. Respons anergi terhadap
antigen melalui sinyal sekunder yang hilang, regulasi respons akibat adanya kelebihan antigen
dan supresi aktif terhadap sel Tr. ' ··· ·

292
Bab I I. Toleransi /mun

KORTE KS MED ULA


Afinitas rendah Afinitas rendah

Ill
Migrasi Meninggalkan
ke medula timus dalam
bentuk matang
SelT
"single positive"
CD4 atau CDS
Kegagalan perkembangan sel T dengan peptida/MHC
juga akan menuju kematian melalui apoptosis

Afinitas tinggi Afinitas tinggi


nm
Emmi

l Kematian
oleh apoptosis

Gambar 11.4 Seleksi sel T dalam timus


Seleksi oleh timus melibatkan sel stroma timus (sel epitel, SD dan makrofag yang mem-
presentasikan antigen sendiri) yang menghasilkan sel T matang baik yang MHC dependen

pada individu sehat. Kegagalan edukasi sel T terhadap protein jaringan spesifik
timus tersebut disebabkan oleh karena (misalnya tulang rawan, kolagen atau
banyak self-peptida tidak diekspresikan antigen SSP) dapat ditemukan pada
dalam jumlah yang cukup dalam timus orang normal. Pada beberapa hal, sel T
untuk dapat menginduksi seleksi negatif. Uuga sel B dalam sumsum tulang) yang
Kebanyakan peptida yang ditemukan self-reaktif dapat lolos dari seleksi negatif
dan diikat MHC dalam timus berasal dari dalam timus dan muncul di perifer.
bahan intraselular yang ada di mana-mana Toleransi perifer menginaktifkan sel-sel
dalam tubuh atau protein yang diikat tersebut yang dapat diartikan sebagai
membran atau dalam cairan ekstraselular. inaktivasi sel T (dan B) yang masih self-
Tidak semua self-antigen ditemukan reaktif di perifer (Gambar 11 .5).
dalam timus.Beberapa antigen spesi:fik:
untuk jaringan, misalnya insulin masih B. Toleransi perifer
diekspresikan di timus. Jadi toleransi
timus hanya diinduksi terhadap beberapa Regulasi fungsi sel T terus-menerus di-
(tidak semua) protein jaringan spesifik. perlukan meskipun sel T sudah meninggal-
Tidaklah mengherankan bila respons kan timus. Proses tersebut penting untuk

293
lmunologi Dasar Edisi ke-10

A. Toleransi sentral

~Prekursor
~limfoid
Klon limfosit
baru (imatur) /

r·---------------------------- · -·---------- - - - -------·-------------------~

Self antigen yang

i© © © ©':
:_ _______________________________ . ____________ ______________________ ______
ada dalam organ
limfoid generatif

Pematangan klon
~~
Toleransi sentral :
tidak spesifik untuk penghapusan limfosit spesifik
self antigen yang ada untuk self antigen yang ada
di organ generatif dalam organ generatif

B. Toleransi perifer Self


antigen---
Limfosit
matang
f(J •/
'0
~;i~ggen •
• Apoptosis
·© Anergi

Toleransi perifer :
penghapusan atau anergi
limfosit yang mengenali self
Respons imun antigen di jaringan perifer
terhadap antigen asing

Gambar 11.5 Toleransi sentral dan perifer

A. Toleransi sentral terjadi oleh eliminasi limfosit yang memiliki reseptor terhadap antigen:
terjadi dalam organ limfoid primer/timus (sel T) dan sumsum tulang (sel B).
B. Toleransi perifer terjadi karena eliminasi limfosit yang memiliki reseptor terhadap antigen
self: terjadi dalam organ limfoid sekunder.

294
Bab I I .Toleransi /mun

mencegah putusnya toleransi bila sel T yang lolos dari seleksi primer. Jadi tubuh
terpajan dengan self-antigen yang tidak masih memiliki sistem kontrol kedua
ditemukan dalam timus. Toleransi perifer terhadap sel yang potensial autoreaktif
merupakan mekanisme yang di-perlukan yang dikenal sebagai toleransi perifer.
untukmempertahankan toleransi terhadap Ada mekansime yang dapat mencegah
antigen yang tidak ditemukan dalam toleransi perifer seperti ignorance, anergi
organ limfoid primer atau terjadi bila ada dan kostimulasi dan mekanisme regulasi
klon sel dengan reseptor afinitas rendah oleh sel Treg (Gambar 11.6 dan 11.7).

© Prekursor limfoid

~
~mfo•it ;m,tm

Pengenalan self antigen

r\le
~
Apoptosis Perubahan Perkembangan
(penghapusan) reseptor Treg (hanya sel
(sel B) T CD4+)

Gambar 11.6. Bagaimana toleransi sel T perifer dipertahankan


Sel pro-T bermigrasi dari sumsum tulang ke timus, untuk memulai mengekspresikan dan
menyusun TCR, CD3, dan protein CD4 dan CD8 . Seleksi positif terjadi untuk menyingkirkan
sel T yang self-reaktif melalui apoptosis. Timosit yang menjadi matang kehilangan molekul
permukaan CD4 dan CD8 dan dibawa ke jaringan perter sebagai sel Th CD4+ atau 08+/CTL.

295
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Mlffl!M
Sel T self reactive
Sel normal

!£0\ ~ - Ignorance

~ c~
Self peptida normal

lnflamasi/sel cedera

@Y; ~ - Anergi/

~
apoptosis
Self peptida
terpajan
Self peptida
dipresentasikan

.J ~ - Aktivasi sel T

c~
dan autoimunitas
B7

~ - Anergi/

c~
apoptosis

- Apoptosis

CTLA-4

Gambar 11.7 Bagaimana toleransi perifer dipertahankan

1. Ignorance seperti sawar darah-otak, lensa mata, testis,


Ignorance imunologis adalah keadaan bila antigen dalam organ avaskular seperti
antigen tidak dihiraukan/ tidak kelihatan/ humor vitreus di mata, meskipun jumlah
dikenal oleh sistem imun. Ignorance ter- antigen terbatas dapat terlepas dari tempat
jadi melalui berbagai mekanisme misalnya tersebut. Karena lokasinya tersebut, antigen
tidak adanya cukup pemisahan anatomik tertentu tidak ditemukan limfosit reaktif
atau kompartementasi atau sekuesterasi pada kondisi normal. Antigen tersebut

296
Bab 11. To/eransi /mun

tidak pernah dipajankan dengan sel imun pajan dengan APC yang memiliki banyak
sehingga tidak akan terjadi reaksi imun. petanda pengenal (Tabel 11 . l ), sisa-sisa
Namun akibat infeksi atau cedera, antigen degradasi jaringan sendiri harus disingkir-
yang tidak pernah dikenal limfosit selama kan dan dihancurkan. Hal ini terjadi me-
perkembangannya, akan terpajan dengan lalui proses apoptosis (seperti disebut di
sel sistem imun yang akan memberikan atas ), yang dapat mencegah terse barn ya
respons. isi sel, serta sejumlah mekanisme
scavenger. Yang akhir melibatkan sistem
2. Sel T autoreaktif yang dipisahkan komplemen, ACP (seperti amiloid P dan
Self-antigen dan limfositjuga dipisahkan CRP dalam serum) dan sejumlah reseptor
olehjalur sirkulasi limfosit yang terbatas, pada fagosit. Defek komplemen dan
sehingga membatasi limfosit naif yang fagositosis dapat berhubungan dengan
tidak bebas bergerak ke jaringan limfoid autoimunitas.
sekunder dan darah (Gambar 11.8).
Distribusi molekul MHC-II ter- 3. Anergi dan kostimulasi
batas pada APC seperti SD, yang berarti Anergi dan kostimulasi merupakan meka-
bahwa molekul organ spesifik tidak di- nisme toleransi perifer yang lebih aktif.
presentasikan dengan kadar yang cukup Sel yang self-reaktif disingkirkan melalui
untuk menginduksi aktivasi sel T. Untuk apoptosis atau induksi anergi/keadaan
mencegah sejumlah besar self-antigen ter- tidak responsif. Untuk mengawali respons

Beberapa sel T berdiferensiasi


menjadi sel efektor dan tidak
meninggalkan jaringan

t
( Jaringan perifer )

Migrasi ke dalam
jaringan tergantung
ekspresi molekul Via limfatik
adhesi oleh
endotel/limfosit

Gambar 11.8 Jalur resirkulasi


yang terpisah
Darah t-_:-_:-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-:..( KGB j Jalur sel T naif (garis putus-putus) dan
jalur sel T yang pernah terpajan dengan
L Via limfatik eferen __J antigen (garis tidak terputus).
dan duktus torasikus

297
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Tabel 11.1 Petanda pada APC


SD imatur SD matang
Fungsi Menangkap antigen Presentasi antigen ke sel T
Ekspresi molekul kostimulator Tidak ada atau rendah ++
(misalnya CD80, CD86)
Molekul adhesi (misalnya ICAM-1) Tidak ada atau rendah ++
Reseptor sitokin (misalnya IL-12R) Tidak ada atau rendah ++
PRR (misalnya reseptor manosa) ++
MHC-11
Turnover Sangat cepat Menetap > 100 jam
Densitas Menurun sekitar 1x106 Sangat tinggi (sekitar 7x10 6 )

imun, sel CD4 naif memerlukan dua sinyal ekstraselular (melalui reaksi silang dengan
untuk diaktifkan: sinyal antigen spesifik BCR), akan meningkatkan sinyal melalui
melalui TCR dan sinyal kostimulator BCR untuk berhenti berkembang. Sel B
nonspesifik, biasanya sinyal dari CD8 tersebut akan menginisiasi proses untuk
yang mengikat famili B7 (CD80 atau 86). mengedit reseptor/memproduksi BCR
Stimulasi sel T tanpa molekul kostimu- dengan spesifisitas untuk dapat mengikat
lator juga menimbulkan kematian sel. antigen baru. Bila BCR tidak dapat di-
ubah dengan efektif, sel B imatur akan di-
singkirkan melalui apoptosis (Gambar 11.9)
II. TOLERANSI SEL B untuk mencegah timbulnya sel B autoreaktif
Prinsip seleksi dan eliminasi sel yang
A. Toleransi sentral
selfreaktif(seleksi negatif) pada toleransi
Sel B imatur yang merupakan sel terdini sel T berlaku juga untuk sel B. Sel B
dalam perkembangan sel, mengekspresi- yang self-reaktif dihancurkan dalam surnsurn
kan BCR. Seleksi terhadap sel B auto- tulang. Toleransi sentral sel B terjadi bila
reaktif mulai terjadi pada stadium ini sel B imatur terpajan dengan self-antigen
dan terjadi dalam sumsum tu lang. BCR yang multivalen dalam sumsum tulang.
berfungsi mengikat molekul ekstraselular Hal tersebut menimbulkan apoptosis atau
dan mengawali sinyal sitoplasmik yang spesifisitas baru yang disebut receptor editing.
antigen spesifik. Bila BCR tidak berikatan
dengan antigen, sinyal BCR tetap ada
B. Toleransi perifer
pada ambang basal dan sel memasuki fase
transisi untuk dilepas ke sirkulasi perifer. Seperti dengan sel T, sel B terus berfungsi
Sel B imatur yang terpajan dengan antigen dalam pengawasan perifer untuk memper-

298
Bab I I .Toleransi /mun

I NEKROSIS

Kromatin berkumpul
APOPTOSIS

Lilitan ringan
Organela membengkak
Kromatin mengumpul
Mitokondria
dan terjadi segregasi
menggelembung
Kondensasi sitoplasma

J
Fragmentasi nuklear
Menggelembung
Bentuk apoptotik

lnflamasi

Gambar 11.9 Perbandingan perubahan morfologi yang terjadi


pada apoptosis dan nekrosis
Apoptosis menimbulkan kematian sel hematopoietik yang terprogram tidak menginduksi respons
inflamasi lokal. Sebaliknya nekrosis merupakan proses yang menimbulkan kematian sel dengan
cedera , menimbulkan penglepasan isi sel yang dapat menginduksi respons inflamasi lokal.

tahankan toleransi. Meskipun sel B ter- ada proses pencegahan toleransi kedua
banyak yang meninggalkan sumsum tulang di perifer.
adalah toleran terhadap self-antigen, narnun Setelah meninggalkan sumsum tulang,
beberapa sel terlepas dari proses seleksi sel B yang relatif imatur, bermigrasi ke
negatif. Untuk mencegah autoimunitas, zona sel T luar dalam limpa. Se! B dengan

299
lmuno/ogi Dasar Edisi ke-10

seleksi negatif menempati limpa, di proses produksi dan melepas antibodi. Seperti
untuk induksi anergi, dicegah bermigrasi halnya dengan sel T, stimulasi kronis
sel ke folikel sel B dan apoptosis diting- kadar rendah antigen lebih cenderung me-
katkan. Siklus hidup sel B self-reaktif nimbulkan anergi, sedang stimulasi yang
dalam limpa adalah 1-3 hari. Namun meningkat dengan cepat, cenderung me-
beberapa sel B anergik self-reaktif masih nimbulkan aktivasi.
dapat mengikat antigen dengan aviditas
tinggi, berperan dalam respons terhadap III. INERSIA DAN ANERGI
antigen asing.
Proses hipermutasi somatik gen imu- Inersia adalah imunosupresi yang ber-
noglobulin pada sel B matang di sentrum hubungan dengan antigen histokompatibel
germinativum kelenjar limfoid juga mem- yang terjadi rnisalnya selama hamil, berupa
punyai potensi untuk membentuk auto- supresi reaktivitas imun ibu terhadap anti-
antibodi. Produksi antibodi self-reaktif gen histokompatibeljanin. Anergi adalah
adalah terbatas. Sel B yang mengenal menurunnya atau menghilangnya fungsi
antigen, tetapi tidak menerima bantuan sel B atau sel T (seperti terlihat pada
dari sel T akan menjadi anergik atau reaksi DTH-tes kulit dengan PPD, histo-
apoptosis dan tidak dapat berfungsi. Bila plasmin dan kandidin). Anergi diinduksi
sel T dan sel B keduanya mengenal antigen oleh pengenalan antigen tanpa adanya
asal patogen pada waktu dan lokasi yang kostimulator yang cukup dan dapat di-
sama, sel T akan memberikan bantuan induksi oleh mutasi antigen peptida
untuk sel B dan memacunya untuk mem- (Gambar 11.10).

300
Bab I I . Toleransi /mun

~+
Antigen
Respons imunogenik
imun
normal
Proliferasi dan
diferensiasi

IAnergi I
IToleransi I ~ ~A-n-ti-ge_n_ ~/
~+ tolerogenik .......... '$i Antigen
+ imunogenik --+
Tidak ada
respons

IKematian sel I
Gambar 11.10 Respons limfosit normal dan pada anergi

menerns, sedang suspensi antigen dalam


IV. REGULASI OLEH ANTIGEN
ajuvan Freund memungkinkan antigen
DAN ANTIBODI
dipresentasikan secara perlahan-lahan di
A. Regulasi oleh antigen dalam emulsi minyak dan merangsang
sel T (sernpa dengan kuman mikobakteri
Antigen diperlukan untuk mengawali res-
mati).
pons imun yang derajatnya dipengarnhi
Antigen imunogenik tidak akan me-
faktor genetik (gen MHC). Tidak semua
nimbulkan respons imun bila tidak sampai
suntikan antigen menimbulkan respons
dijaringan limfoid. Protein lensa dari mata
imun. Respons imun dipengarnhi jenis
antigen, larnt atau bernpa partikel, dosis, yang imunogenik ditemukan di tempat
waktu pemberian, sifat dan komposisi khusus yang tidak mempunyai kontak
antigen (protein atau hidrat arang). Bila dengan limfosit. Bila kapsul lensa rnsak
antigen mempunyai imunogems1tas dan proteinnya keluar, barn terjadi respons
genetik rendah, gabungan antigen imun yang dapat mernsak mata lainnya.
dengan ajuvan dapat meningkatkan Antigen tertentu dalam sel tumor, biasanya
respons imun. Presipitat alum mernpakan tidak menimbulkan respons imun, oleh
depot untuk meningkatkan fagositosis karena sel tumor dapat dilapisi asam sialik
dan penglepasan antigen secara terns yang mencegah interaksi yang diperlukan
dalam terjadinya respons imun.

301
lmunologi Dasar Edisi ke-10

B. Regulasi oleh antibodi protein heterolog dapat diberikan


untuk mengakhiri toleransi terhadap
Pembentukan antibodi berakhir dalam
bentuk larut protein.
pencegahan umpan balik. Antibodi dapat
meningkatkan atau mencegah produksi
B. Kompleks antigen-antibodi
imunoglobulin (IgG, umpan balik negatif).
Timbulnya antibodi IgM berakhir dalam Kompleks antigen-antibodi kadang-kadang
penghentian produksinya dan dimulainya dapat menimbulkan toleransi melalui
sintesis IgG. Hal ini diduga terjadi oleh blokade reseptor. Tetapi kompleks imun
karena ada kompetisi antigen dan reseptor dapat pula jadi sangat imunogenik, ter-
untuk IgG pada permukaan sel B. Demi- gantung dari sifat dan perbandingan
kian pula bila kadar antibodi meningkat, antigen dan antibodi.
kadar antigen akan menurun.
C. Molekul pembawa nonimunogenik

V. TERMINASI TOLERANSI Molekul pembawa nonimunogenik seperti


molekul sendiri atau molekul yang sulit
A. Berbagai cara manipulasi dirusak (asam amino D) dapat mengubah
Beberapa jenis toleransi dapat diakhiri tolerogenisitas hapten yang pada keadaan
dengan manipulasi melalui beberapa cara biasa antigenik.
sebagai berikut:
D. Peran sel-sel asesori pada toleransi
• Suntikan dengan sel T normal dapat
mengakhiri toleransi terhadap y globulin APC dan makrofag merupakan sel-sel per-
heterolog. Hal ini merupakan transfer tama yang bekerja dalam respons imun.
adoptif eksperimental dengan sel he- Pada umumnya bila antigen sampai di-
wan. Toleransi terjadi 81 hari setelah kenal makrofag, imunitas akan diperoleh.
diberikan suplemen dengan sel timus Bila makrofag dilewati, beberapa jenis
normal. Toleransi sel B menghilang toleransi dapat terjadi. Rusaknya makrofag
dan hanya sel T yang masih toleran oleh berbagai bahan yang terjadi sebelum
• Suntikan sel alogeneik dapat meng- antigen diberikan, dapat menimbulkan
akhiri atau mencegah toleransi. Meka- toleransi. Toleransi dapat dengan mudah
nismenya tidak spesi:fik dan melibatkan ditimbulkan pada bayi baru lahir yang
faktor efek alogeneik dengan aktivasi tidak atau sedikit memiliki makrofag.
populasi asal sel T yang tidak responsif APC mempresentasikan antigen ke
• Suntikan LPS, yang merupakan akti- sel T naif dan perkembangan sel T naif
vator sel B poliklonal dapat meng- selanjutnya menjadi berbagai subset sel Th
akhiri toleransi sel B kompeten dan tergantung dari sitokin. Parasit intraselular
tidak melibatkan sel T Beberapa menginduksi terutama produksi IL-12 dan

302
Bab I I. Toleransi /mun

Th 1, sedang parasit ekstraselular meng-


induksi produksi IL-4 atau IL-13. Sel Th 1
memproduksi IFN-y yang mengaktifkan G
~
makrofag dalam fase efektor. Toleransi
bersifat epitop spesifik, tidak ada respons
terhadap semua atau hanya beberapa epitop
dari antigen tertentu. Deviasi imun (split
tolerance) hanya mengenai respons humoral
DTH
T lgE Toleransi
Dermatitis Ekzem (alograf)
atau selular saja, tetapi tidak keduanya. kontak klasik atopi

Gambar 11.11 Subpopulasi sel Th dan


VI. PENGAMANAN-PENCEGAHAN patofisiologinya (Th3 =Tr)

A. Peran sel Tr pada toleransi perifer


dan hidup sel Tr memerlukan IL-2 dan
Mekanisme regulasi terjadi melalui faktor transkripsi Fox3 dijaringan perifer.
sel Ts/T supresor atau sel Tr/Treg/T Sel Tr menekan aktivasi dan fungsi efektor
regulator (CD4+ CD 25+). Se! Tr bekerja lain (selfreaktif) dan merupakan sel limfosit
di jaringan limfoid dan tern pat inflamasi. patogenik esensial (Gambar 11.13).
Sel Tr merupakan subset sel T CD4+ Se! Ts/Tr menekan aktivitas sel Th.
khusus, mengekspresikan rantai IL-2Ra Mekanisme supresi oleh sel Tr terjadi
(CD25) kadar tinggi. Sel T regulator atau melalui sitokin yang diproduksinya oleh
Th3 memproduksi sitokin imunosupresif rangsangan antigen yaitu IL-10 dan TGF-
IL-10 yang berperan dalam toleransi, meng- p yang merupakan supresor kuat aktivasi
hambat fungsi APC dan aktivasi makrofag sel T. Untuk mempertahankan toleransi
serta TGF-P yang menghambat proliferasi diperlukan kehadiran antigen spesifik
sel T dan juga makrofag. Sel Tr dibentuk terns menerus. Dosis kecil antigen dapat
dari timosit selama seleksi negatif di timus efektif untuk menginduksi toleransi
(Gambar 11.11 ). sel B imatur yang menghasilkan clonal
Sel Tr timbul dari subset sel T yang abortion. Bila sel Ts/Tr/Th3 dipindahkan
mengekspresikan reseptor dengan afinitas kepada resipien normal, maka imunitas ter-
sedang untuk self-antigen dalam timus hadap antigen spesifik tertentu akan tetap
(Gambar 11.12). Sel Tr dibentuk oleh dicegah. Fenomena tersebut disebut tole-
pengenalan selfantigen dalam timus ransi infektif.
(kadang disebut sel regulator alamiah) Pada respons normal, sel T mengenal
mungkin sebagian kecil timbul oleh antigen, berproliferasi dan berdiferensiasi
pengenalan antigen di jaringan limfoid menjadi sel efektor. Beberapa sel T yang
perifer (sel Tr adaptif). Perkembangan berdiferensiasi menjadi sel regulator di

303
lmunologi Dasar Edisi ke-10

!-~~- ~o-si_t___l
Afin itas rendah Afinitas sedang
terhadap antigen Afinitas tinggi terhadap antigen
self terhadap antigen self
self

'

~ s:1·;;~~~;h~:;.~-- ~
Sel T reaksi terhadap antigen Sel Tr
self

Gambar 11.12 Sel Tr dibentuk dari timosit selama seleksi negatif di timus
Timosit dengan afinitas intermediet untuk antigen yang ditemukan di timus, meningkatkan faktor
transkripsi Foxp 3 dan menjadi Tr yang berfungsi untuk mengontrol respons sel T self-reaktif

304
Bab I I .Toleransi /mun

Timus
KGB

CD . . .
\?&,{sj· ~ ~ IL2~~/
.. . . .0
\W.:enaS •
self antigen
IL-2

@
~
3

self antigen
ditimus ~ di jaringan perifer

Menghambat fungsi
efektor sel T

T efektor

APC

Gambar 11. 13. Supresi oleh sel Tr


Limfosit spesifik yang imatur untuk self antigen dapat berpapasan dengan antigen dalam
organ limfoid generatif dan disingkirkan, spesifitasnya diubah (hanya sel B) atau (pada sel
CD4) berkembang menjadi sel Treg (toleransi sentral). Beberapa limfosit yang self reaktif
dapat menjadi matang , masuk ke dalam jaringan perifer dan diinaktifkan atau disingkirkan
bila berpapasan dengan self antigen di jaringan tersebut, atau ditekan oleh sel Treg (toleransi
perifer). (Perhatikan bahwa sel T mengenal antigen yang dipresentasikan oleh APC yang
tidak terlihat pada gambar).

jaringan perifer atau timus mencegah MHC kadang mengikat dan mempresen-
perkembangan fungsi sel-sel efektor tasikan peptida sendiri.
(Gambar 11.14 dan 11.15).
C. Eliminasi klon
B. Presentasi antigen
Menurut teori Burnet dan Medawar
Secara teoritis, APC dapat menolak untuk (seleksi klon) interaksi antara antigen
mempresentasikan antigen sendiri ke sel dan klon imatur limfosit yang sudah
T, tetapi dalam kenyataannya, molekul mengekspresikan reseptor antigen akan

305
/munologi Dasar Edisi ke-10

I Pengenalan antigen I Respons sel T

Prol iferasi dan


diferen siasi sel T

Res pons
normal

Mencegah fungsi
sel T efektor

Supresi

Gambar 11.14 Peran sel Tr pada respons imun

menimbulkan toleransi. Hal ini dapat ini merupakan serupa eliminasi klon.
terjadi pada sel T dalam timus dan sel B Tetapi sel B mampu mengikat beberapa
dalam sumsum tulang. Tetapi ini tidak self-antigen (misalnya tiroglobulin) dan
mutlak, oleh karena temyata sel B dan sel ditemukan pada hewan normal. Adanya
T yang self-reaktif dapat ditemukan pada mutasi somatik dalam gen V mengubah
hewan normal. Afinitas terhadap antigen spesifisitas sel B, karena itu diperlukan
merupakan faktor penentu. baik toleransi perifer maupun toleransi
sentral.
D. Reseptor sel B
Reseptor sel B (lg) dapat dipenuhi E. Reseptor sel T
antigen yang tidak menimbulkan aktivasi Reseptor sel T hanya timbul bila di-
sel. Sel B janin dapat melepas lg, tetapi aktifkan atas pengaruh antigen spesifik
tidak mampu untuk mengikat antigen. Hal yang larut. Bila sel T dibiakkan tanpa

306
Bab I I. Toleransi /mun

I Pengenalan antigen I Prol iferas i dan


diferensiasi sel T IFungsi efektor sel T I
Makrofag
teraktivasi

Mencegah respons Mencegah respons


sel T yang kontak sel T yang dipengaruhi
dependen sitokin: IL-10, TGF-p

T regulator

Gambar 11.15 Mekanisme sel Tr menghambat sel efektor

serum sendiri, terjadi bunuh diri yang me- AAI adalah antibodi terhadap regio ikatan
nunjukkan adanya faktor blokade dalam epitop dari antibodi asli. AAI tersebut dapat
serum. Beberapa superantigen seperti en- menurunkan regulasi respons imun dan
terotoksin stafilokok dapat membinasakan dapat mencegah epitop yang merupakan
atau menghilangkan semua klon sel T. pencetus efektif untuk proliferasi lirnfosit.
AAI telah dicoba pada pengobatan
F. Jaring anti-idiotip penyakit autoimun dan pada transplan-
Seperti halnya dengan sel Ts/Tr, AAI di- tasi. Sayangnya bahwa penekanan satu
temukan pada hew an dengan autoirnunitas idiotip memungkinkan antibodi yang lain
yang narnpaknya mengatur reaksi yang (terhadap antigen yang sama) menempati
terjadi. Apakah hal tersebut juga terjadi kedudukannya, sehingga kegunaannya
pada keadaan normal, belum diketahui. dewasa ini masih diperdebatkan.

307
/munologi Dasar Edisi ke-10

Vil INDUKSI TOLERANSI tolerogen dari antigennya (Gambar 11.16).


Faktor-faktor yang meningkatkan respons
Tolerogen adalah antigen yang dapat
imun dan toleransi terlihat pada Tabel 11.2.
menginduksi toleransi imunologik. Ter-
Limfosit imatur menunjukkan respons
jadinya toleransi atau imunitas sebagai yang lain sekali dibanding dengan lim-
respons terhadap antigen tergantung dari fosit matang. Konsekuensi pengenalan
berbagai variabel seperti keadaan fisik antigen oleh limfosit imatur adalah ke-
antigen, rute pemberian, ambang maturasi matian sel, sedang pengenalan antigen
sistem imun resipien atau kompetensi
oleh limfosit matang memacu proliferasi
imun. Induksi toleransi lebih mudah dilaku-
dan diferensiasi. Pajanan antigen dengan
kan dengan sel pada janin atau neonatus
limfosit irnatur di dalam organ limfoid
dibanding hewan dewasa yang akan lebih
sentral diduga menimbulkan signal ber-
menimbulkan imunitas dibanding toleransi.
beda dari respons limfosit matang di
Beberapa mikroba dapat menimbulkan
jaringan limfoid perifer.
respons imun dengan memproduksi bentuk

(R\ Limfosit
~matang


t - - - - Antigen
tolerogenik
*
Antigen
imunogenik

©r;:;::;..,
Ketidaksadaran

~j -.Ao.+-+f"X:'.. © ©~
Apoptosis
Proliferasi

Gambar 11.16 Antigen dapat bersifat imunogenik atau tolerogenik

Hal ini tergantung dari faktor seperti dosis dan jalur pajanan . Tolerogenik yang terjadi akibat
dilenyapkannya limfosit reaktif, biasanya terjadi melalui apoptosis atau induksi anergi . Pajanan
imunogenik menghasilkan aktivasi dan proliferasi limfosit reaktif.

308
Bab I I. Toleransi /mun

Sel T dan sel B yang lolos dari proses B. Toleransi sel T dapat diinduksi dalam
seleksi negatif (clonal abortion, clonal satu hari, sedang untuk sel B diperlukan
deletion), dapat menjadi autoreaktif. 10 hari. Di samping itu, untuk induksi
Pada umumnya toleransi lebih mudah sel B diperlukan l 00 kali lebih banyak
diinduksi pada sel imatur dibanding sel tolerogen dibanding sel T. Toleransi terjadi
matang dan toleransi dapat diinduksi lebih lama pada sel T dibanding sel B
dengan antigen dosis lebih kecil. Dosis yang berbanding 150 hari dengan 50-60
dan cara pemberian antigen sangat penting. hari. Bahan antigenik yang diinokulasikan
Sel B dapat juga menjadi anergik ter- kepada janin atau anak baru lahir akan
hadap antigen bila tidak mendapat cukup ditolerir yang berarti bahwa resipien akan
sinyal untuk diaktifkan dengan sempur- dapat mencegah manifestasi reaksi imun.
na dari sel T. Sel tersebut akan menekan
A. Antigen larut
produksi IgM permukaan sedang IgD
di pertahankan. Antigen Jarut pada umumnya tidak begitu
Menginduksi toleransi sel T lebih imunogenik dan lebih tolerogenik, oleh
mudah dan toleransinya lebih lama di- karena APC tidak dapat mempresentasi-
banding dengan sel B. Sel T yang matang kannya. Mungkin pula oleh karena resep-
dapat dibuat anergik, tergantung dari tor limfosit dan rangsangan sel T dicegah .
cara antigen dipresentasikan. Tidak
adanya sinyal kc-stimulator dari APC B. Rute fetal (atau neonatal)
dapat menginduksi toleransi . Toleransi
Toleransi dapat diinduksi dengan
sel T dapat diinduksi lebih cepat dan
inokulasi sel alogeneik ke neonatus atau
untuk waktu lebih lama dibanding sel

Tabel 11.2 Faktor- faktor yang menentukan imunogenisitas dan tolerogenisitas


Faktor Faktor yang memacu respons Faktor yang memacu toleransi
imun
Oasis Dosis optimal bervariasi untuk Oasis ti nggi
berbagai antigen
Persistensi Hidup pendek (eliminasi oleh Diperpanjang
respons imun )
Tempat masuk, lokasi SK, ID; tidak ada organ IV, oral , ada organ generatif
generatif
Adanya ajuvan Antigen dengan ajuvan ; Antigen tanpa ajuvan ;
merangsang sel T nonimunogenik atau tolerogen
Sifat APC Kadar tingg i kostimulator Kadar rendah kostimulator dan
sitokin

309
/munologi Dasar Edisi ke-10

janin in utero sebelum sistem imun resipien alihan IgA. Jumlah IgA sekretori yang besar
menjadi matang. Antigen tersebut diterima diproduksi sel B yang menempati lamina
sebagai self. Toleransi imunologik dapat propria dan plak Peyer. lgA dalam serum
diinduksi terhadap beberapa antigen larut diproduksi sel B di tempat lain dari tubuh.
dengan menyuntikannya dalam dos is rendah Toleransi oral diduga berkembang
ke neonatus atau ke hewan lain dengan dosis untuk memudahkan sistem imun saluran
yang lebih besar. Hal itu disebut toleransi cema terpajan dengan protein ekstemal
dosis kecil dan dosis besar. tanpa menirnbulkan sensitasi. Antigen
yang masuk saluran cema akan mernilih
menginduksi sel Th2 yang melepas
C. Toleransi oral - rute oral IL-4, IL-10 dan TGF-~. Sel lirnfosit
Tidak adanya respons oral merupakan ke- tersebut akan meninggalkan saluran
mampuan selektif sistem imun mukosa cema dan bermigrasi ke organ-organ yang
agar tidak memberikan respons imun ter- rnengandung antigen yang dimakan. Sel
hadap antigen dalam makanan dan mikro- Th2 yang dirangsang di ternpat tersebut
organisme. Pemberian antigen protein melepas sitokin anti-inflamasi. Antigen
oral dapat menekan sistem imun yang yang diabsorpsi melalui saluran cema,
pertama dilihat rnakrofag hati yang
berarti, baik humoral maupun selular.
selanjutnya menyingkirkan agregat yang
Anergi klon sel T terhadap antigen
imunogenik dan meninggalkan tolerogen
beberapa protein dapat diinduksi melalui
yang larut. Di samping itu, APC saluran
pemberian oral. Antigen yang dipresentasi-
cema, mungkin pula dikhususkan untuk
kan APC yang defisien dalam molekul
induksi toleransi.
kostimulator dapat menginduksi toleransi.
TGF-~ yang dilepas selama induksi tole- D. APC, anti-MHC
ransi oral dapat mencegah proliferasi
limfosit dan menginduksi pengalihan sel Hal yang rnenghambat fungsi APC seperti
B untuk produksi IgA. Lapisan epitel bantuan antibodi untuk molekul MHC,
tidak hanya merupakan sawar mekanis akan rnenurunkan irnunogenitas dan mem-
terhadap patogen, tetapi juga merupakan bantu terjadinya toleransi. Toleransi yang
ternpat untuk produksi IgA sekretori di terjadi melalui pernberian antibodi, di-
saluran cema dan napas. lgA tersebut sebut enhancement, berasal dari kemam-
juga berperan dalarn transpor pas if imunitas puan untuk meningkatkan perturnbuhan
dari ibu ke anak rnelalui air susu dan tumor, transplan dan sebagainya. Intervensi
kolostrurn. presentasi antigen dapat ditimbulkan sel
lg terbanyak yang diproduksi pada T yang tidak memerlukan APC. Antibodi
orang dewasa adalah IgA. Lirnfosit yang terhadap molekul MHC dapat menerang-
rnemproduksi IgA memasuki lamina pro- kan efek transfusi darah dalam rnernper-
pria. IL-5 dan TGF-~ memperantarai peng- baiki masa hidup transplan ginjal.

310
Bab I I .Toleransi /mun

E. Dosis tinggi antigen F. Bunuh diri


Antigen dosis tinggi biasanya lebih tolero- Antigen yang diikat oleh obat toksik,
genik, meskipun pemberian dosis rendah radioisotop dan lainnya dapat mencari
yang berulang-ulang dapat pula me- sel T atau B dan membunuhnya tan-
nimbulkan toleransi sel T. pa merusak sel-sel lain. Cara ini telah ,
dilakukan dalam usaha mengeliminasi --
sel tumor dengan menggunakan toksin ~.
yang diikat antibodi.

Butir-butir penting

D Toleransi imun merupakan tidak adanya D Toleransi dapat terjadi pada sel B atau
respons spesifik terhadap antigen, T atau keduanya dan terjadi melalui
sedang respons lainnya bekerja baik mekanisme seperti apoptosis, anergi,
D Tujuan utama sistem llllun adalah ekses antigen dan pembentukan sel
membedakan sel tubuh sendiri dari Ts/Tr
yang bukan. Kegagalan tersebut akan D Bila BCRyang self reaktif diekspresi-
menimbulkan reaksi imun terhadap sel kan di sumsum tulang terjadi seleksi
dan organ pejamu dengan kemung- negatif dan sel yang self reaktif akan
kinan terjadinya penyakit autoimun disingkirkan dengan apoptosis atau
D Mekanisme untuk mencegah reakti- mengalami reseptor editing untuk mem-
vitas terhadap sel tubuh sendiri disebut produksi mlg yang nonself reaktif
toleransi, bekerja pada beberapa D Sel B reaktifyang berpapasan dengan
tahap. Toleransi sentral berfungsi self antigen di perifer akan dijadikan
untuk menyingkirkan sel T atau sel anergik
B yang self reaktif; toleransi perifer
menginaktifkan limfosit self reaktif D Seleksi positif dalam timus menying-
yang tetap bertahan hidup dalam kirkan sel T yang tidak mengenal MHC
proses skrining awal sendiri dan hal ini menjadi dasar restriksi
MHC. Seleksi negatif menyingkir-
D Faktor yang berperan dalam sifat, kan timosit yang mengekspresikan
intensitas dan lama fungsi imun reseptor untuk molekul MHC self
antara lain adalah usia, kadar hormon atau antigen self dengan MHC yang
neuroendokrin, HLA, dosis antigen dan menghasilkan toleransi.
lingkungan sitokin

311
AUTOIMUNITAS BAB
12

Daftar Isi

I. KRITERIA AUTOIMUN a. Karditis reumatik-demam reuma akut


II. ANTIBODI YANG TUMPANG TINDIH b. Sindrom Reiter dan artritis reaktif
III. PERAN GENETIK PADA c. Eritema nodosum
AUTOIMUNITAS d. Bakteri Iain
IV. FAKTOR IMUN YANG BERPERAN B. Hormon
PADA AUTOIMUNITAS C. Obat
A. Sequestered antigen D. Radiasi UV
B. Gangguan presentasi E. Oksigen radikal bebas
C. Ekspresi MHC-II yang tidak benar F. Logam
D. Aktivasi sel B poliklonal
VI. MEKANJSME KERUSAKAN JARINGAN
E. Peran CD4 dan reseptor MHC
VII. DIAGNOSIS AUTOIMUNITAS
F. Keseimbangan Th 1-Th2
A. Antibodi dalam serum
G. Sitokin pada autoimunitas
B. Imunofluoresensi
V. FAKTORLINGKUNGANYANG
C. Pemeriksaan komplemen
BERPERAN PADA AUTOIMUNITAS
A. Kemiripan molekular dan infeksi VIII. PRINSIP PENGOBATAN PENYAKJT

1. Virus dan autoimunitas AUTOIMUN


2. Bakteri dan autoimunitas Butir-butir penting

313
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Daftar singkatan yang digunakan dalam bah ini


ACA Anti-cardiolipin Antibodies hsp Heat Shock Protein
AMA Antimitochondrial Antibody Dna!= hsp40
ANA Anti Nuclear Antibody IBO Inflammatory Bowel Disease
ANCA Anti-Neutrophil Cytoplasmic IDDM Insulin Dependent Diabetes
Antibody Mellitus
APC Antigen Presenting Cell IFT Imunofluorescent Technique
AR Artritis Reumatoid IL Interleukin
BCR B Cell Receptor LES Lupus Eritematosus Sistemik
cANCA Circulating Anti-Neutrophil LPS Lipopolisakarida
Cytoplasmic Antibody MBP Myelin Basic Potein
CD Cluster of Differentiation MHC Major Histocompatibility
CREST Calcinosis, Raynaud phenomenon, Complex
Esophageal dysmotility, PLP Proteolipid Protein
Sclerodactyly, and Telangiectasia
RF Rheumatoid Factor
DM Diabetes Melitus RIA Radio immunoassay
DNA Desoxyribonucleic acid RNA Ribo Nucleic Acid
DTH Delayed Type Hypersenitivity Sel Darah Merah
SOM
EAE Experimental Allergic Encephalitis
SMA Smooth Muscle Antibody
EBY Epstein Barr Virus
SSP Susunan Saraf Pusat
ELISA Enzyme Linked Immunorsobent
TCR Reseptor sel T
Assay
TGF Tumor Growth Factor
GFAP Glial Fibrillary Acidic Protein
TNF Tumor Necrosis Factor
GKS G lukokortikosteroid
TSH Thyroid Stimulating Hormone
HCV Virus hepatitis C
UV Ultra Violet
HLA Human Leucocyte Antigen

314
Bab 12.Autoimunitas

A
utoimunitas adalah respons imun wanita 10 kali lebih sering dibanding pria
terhad~p antigen jaringan sendiri (Gambar 12.1).
yang d1sebabkan oleh mekanisme
normal yang gagal berperan untuk mem-
pertahankan self-tolerance sel B, sel
I. KRITERIAAUTOIMUN
T atau keduanya. Penyakit autoimun Untuk membuktikan bahwa autoimunitas
adalah kerusakanjaringan atau gangguan merupakan sebab penyakit tertentu, di-
fungsi fisiologis yang ditimbulkan oleh perlukan sejumlah kriteria yang harus
respons autoimun. Perbedaaan tersebut
dipenuhi, seperti halnya postulat Koch
adalah penting, oleh karena respons imun
untuk penyakit infeksi mikroorgansime.
dapat terjadi tanpa disertai penyakit atau
Ada 6 butir yang diperlukan untuk menen-
penyakit yang ditimbulkan mekanisme
tukan kriteria autoimunitas (Tabel 12.1).
lain (seperti infeksi).
Bukti terbaik adanya autoimunitas
Dalam populasi, sekitar 3,5% orang
menderita penyakit autoimun, 94% dari pada manusia adalah transfer pasif IgG
jumlah tersebut berupa penyakit Grave melalui plasenta yang terjadi pada ke-
(hipertiroidism), diabetes melitus tipe hamilan trimester ketiga. Hal ini dapat
I, anemia pemisiosa, artritis reumatoid, menerangkan terjadinya penyakit auto-
tiroiditis, vitiligo, sklerosis multipel dan imun sementara pada janin dan neonatus
LES. Penyakit ditemukan lebih banyak (Tabel 12.2). Contoh beberapa penyakit
pada wanita (2,7 x dibanding pria), di- autoimun dan autoantigennya terlihat
duga karena peran hormon. LES mengenai pada Tabel 12.3.

Rasio wan ita : pria


Penyakit autoimun
2
I
4I
6
I
8I 10
I

LES I
Skleroderma I
Polimiositis
RA
Sindroma Sjogren I
Trombositopenia autoimun I
Miastenia gravis
Tirotoksikosis Grave I
Gambar 12.1 lnsidens penyakit autoimun yang meningkat pada wanita

315
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Tabel 12.1 Kriteria autoimun


Kriteria Catatan
1. Autoantibodi atau sel Kriteria ditemukan pada kebanyakan penyakit endokrin autoimun.
T autoreaktif dengan Lebih sulit ditemukan pada antigen sasaran yang tidak diketahui
spesifitas untuk seperti pada AR. Autoantibodi lebih mudah ditemukan dibandingkan
organ yang terkena sel T autoreaktif, tetapi autoantibodi dapat juga ditemukan pada
ditemukan pada beberapa subyek normal
penyakit
2. Autoantibodi dan Benar pada beberapa penyakit endokrin, LES dan beberapa
atau sel T ditemukan glomerulonefritis
di jaringan dengan
cedera
3. Ambang autoantibodi Hanya ditemukan pada penyakit autoimun sistemik akut dengan
atau respons sel T kerusakan jaringan progresif cepat seperti pada LES, vaskulitis
menggambarkan sistemik atau penyakit antiglomerulus membran basal.
aktivitas penyakit
4. Penurunan respons Keuntungan imunosupresi terlihat pada beberapa penyakit,
autoimun memberikan terbanyak imunosupresan tidak spesifik dan berupa antiinflamasi
perbaikan penyakit
5. Transfer antibodi Ditemukan pada model hewan. Pada manusia dengan transfer
atau sel T ke transplasental antibodi lgG autoreaktif selama kehamilan trimester
pejamu sekunder terakhir dan dengan timbulnya penyakit autoimun pada resipien
menimbulkan transplan sumsum tulang bila donor memiliki penyakit autoimun
penyakit autoimun
pada resipien
6. lmunisasi dengan Banyak protein self menginduksi respons autoimun pada hewan
autoantigen dan bila disuntikkan dengan ajuvan yang benar. Lebih sulit dibuktikan
kemudian induksi pada manusia, tetapi imunisasi rabies dengan jaringan otak
respons autoimun mamalia yang terinfeksi (tidak infeksius) dapat menimbulkan
menimbulkan penyakit ensefalomielitis autoimun.

Tabel 12.2 Penyakit yang dapat diinduksi lgG dan dapat ditransfer melalui
plasenta
Antibodi maternal yang berperan Penyakit yang diinduksi pada neonatus
Horman yang merangsang tiroid Penyakit Grave neonatus
Molekul adhesi membran basal Pemfigoid neonatus
epidermal
Sel darah merah Anemia hemolitik
Trombosit Trombositopenia
Reseptor asetilkolin Miastenia gravis neonatus
Rodan La Lupus kulit neonatus dan heart block kongenital
komplit

316
Bab 12.Autoimunitas

Tabel 12.3 Contoh beberapa auto-antigen dan penyakit yang berhubungan


Self antigen Contoh Penya kit
Reseptor hormon Reseptor TSH Hiper/hipo-tiroidisme
Reseptor insulin Hiper/hipo-glikemia
Reseptor neurotransmitor Reseptor asetilkolin Miastenia gravis
Moleku l adhesi Molekul adhesi sel epidermal Penyakit kulit dengan lepuh
Protein plasma Faktor VIII Hemofilia didapat
~2-Glikoportein I dan protein Sindrom antifosfolipid
antikoagulan lain
Protein permukaan sel lain SDM (antigen multipel) Anemia hemolitik
Trombosit Trombositopenia purpura
Enzim intraselular Peroskidase tiroid Hipotiroidisme
Steroid 21 -hidroksilasi (korteks Kegagalan adrenokortikal
adrenal) (penyakit Addison)
Dekarboksilase glutamat (Sel Diabetes autoimun
~ pulau Langerhans)

Enzim lisosom (sel fagositik) Vaskulitis sistemik


Enzim mitokondrial (terutama Sirosis bilier primer
dehidrogenase piruvat)
Molekul intraselular yang ds-DNA LES
berperan dalam transkripsi Histon LES
dan translasi
Topoisomerase I Skleroderma difus
Sintase amino asil t-RNA Polimiositis
Protein sentromer Skleroderma yang terbatas

II. ANTIBODI YANG TUMPANG tinggi untukmenderita anemia pemisiosa.


TINDIH Sebaliknya penderita dengan tiroiditis
Ada kecenderungan terjadinya lebih dari dan tirotoksikosis ditemukan pada pen-
satu jenis penyakit autoimun pada satu derita anemia pemisiosa dalam frekuensi
individu. Penderita dengan tiroiditis auto- tinggi. Turnpang tindih ditemukan bahkan
imun (penyakitHashimoto atau miksedem lebih besar pada pemeriksaan serologi
primer) menunjukkan insidens yang lebih (Tabel 12.4)

317
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Tabel 12.4 % reaksi positif untuk antbodi terhadap berbagai organ


Penya kit Tiro id* Lam bung* Otot* lgG**
Tiroiditis Hashimoto 99,9 32 8 2
Anemia pernisiosa 55 89 11
Sindrom Sjogren 45 14 56 75
Artritis reumatoid 11 16 50 75
LES 2 2 99 35
Kontrol*** 0.15 0-16 0-19 2-5
*IFT
**Tes klasik RF
*** lnsidens meningkat dengan usia dan wan ita > pria

III. PERAN GENETIK PADA gen tunggal dapat juga menimbulkan auto-
AUTOIMUNITAS imunitas. Studi keluarga atau kembar me-
nunjukkan kontribusi genetik dalam semua
Seperti halnya dengan penyakit kronis
penyakit autoimun dan autoimunitas sub-
yang kompleks, terjadi interaksi antara
faktor genetik dan lingkungan yang kritis klinis yang lebih sering ditemukan pada
dan penting dalam terjadinya penyakit anggota keluarga (Tabel 12.5).
autoimun. Kontribusi genetik pada penyakit Ciri kuat peran faktor genetik terlihat
autoimun hampir selalu melibatkan gen pada hubungan antara berbagai penyakit
multipel. Namun demikian defek sejumlah autoimun dan varian MHC (Tabel 12.6).

Tabel 12.5 Peran genetik pada autoimunitas-risiko meningkat pada saudara dengan penyakit
autoimun
Frekuensi Frekuensi Risiko Frekuensi Risiko Risiko
pen yak it penyakit meningkat pen ya kit meningkat meningkat
dalam pad a pad a pada subyek pada saudara pada subyek
populasi subyek kembar sakit kembar kembar
saudara
(%) dengan kembar yang (%) identik di- dibanding
saudara sakit* banding denga n
sakit (%) dengan populasi
saudara umumnya
bukan kembar
RA 8 Bx 30 3,5x 30x
IDDM 0,4 6 15x 34 5,7x 85,5x
Spondilosis
0,13 7 54x 52 7,1x 383x
ankilosis
Sklerosis
0, 1 2 20x 26 13x 260x
multipel
LES 0, 1 2 20x 24 12x 140x
* peningkatan ri siko pada saudara menunjukkan baik faktor genetik maupun lingkungan

318
Bab I2. Autoimunitas

Tabet 12.6 Mekanisme hubungan antara beberapa penyakit autoimun yang sering
ditemukan dengan MHC
Penya kit Hubungan MHC Spesifisitas molekul Hubungan dengan
patogenesis
RA DR4 + DR1 Sekuens 5 asam Tidakjelas
amino dalam ikatan
?Pengaruh ikatan
peptida di lekuk HLA-
peptida antigen
DR
dengan MHC
IDDM DR3 + DR4 Asam amino tunggal Seperti di atas
di posisi 57 dalam
rantai ~ dari HLA-DQ
Penyakit autoimun DR1*03 (dalam Tidak diketahui, Tidak jelas,
organ spesifik: OM hubungan dengan tetapi haplotip ini tetapi haplotip ini
tipe I, penyakit haplotip A 1 B8 DR3 berhubungan dengan berhubungan dengan
Addison , anemia Dq2) promotor polimorfisme TNF kadar tinggi dan
pernisiosa dalam gen TNF-a respons antibodi kuat

IV. FAKTOR IMUN YANG antigen. MBP yang dilepas oleh infeksi dan
BERPERAN PADA meningkat (oleh kerusakan sawar darah-
AUTOIMUNITAS otak/inflarnasi virus) akan mengaktifkan
sel B dan T yang irnunokompeten dan me-
A. Sequestered antigen n irnbulkan ensefalomielitis pasca infeksi.
In:flamasi jaringan dapat pula menirnbulkan
Sequestered antigen adalah antigen
perubahan struktur pada self antigen dan
sendiri yang karena letak anatominya,
tidak terpajan dengan sel B atau sel T pembentukan determinan baru yang dapat
dari sistem imun. Pada keadaan normal, memacu reaksi autoimun (Gambar 12.3).
sequestered antigen dilindungi dan tidak
ditemukan untuk dikenal sistem imun. B. Gangguan presentasi
Perubahan anatomik dalam jaringan
seperti inflamasi (sekunder oleh infeksi, Gangguan dapat terjadi pada presentasi
kerusakan iskemia atau trauma), dapat antigen, infeksi yang meningkatkan respons
memajankan sequestered antigen dengan MHC, kadar sitokin yang rendah (misalnya
TGF-~) dan gangguan respons terhadap
sistern imun yang tidak terjadi pada ke-
adaan normal (Gambar 12.2). Contohnya lL-2. Pengawasan beberapa sel autoreaktif
protein lensa intraokular, sperma dan diduga bergantung pada sel Ts atau Tr.
MBP. Uveitis pasca trauma dan orchitis Bila te1jadi kegagalan sel Ts atau Tr,
pasca vasektomi diduga disebabkan maka sel Th dapat dirangsang sehingga
respons autoimun terhadap sequestered menimbulkan autoimunitas. Respons imun

319
lmunologi Dasar Edisi ke- I0

Proses Autoimunitas
antigen / sel ular

friii>-+-If.*-+ @ ~( ~/)-!;.
~ Presentas1 '
Sinyal

@ ~I~I p
Sel pejamu
*
~(
ke sel T
Sekuestrasi Ag normal
Autoantibodi terhadap Ag tersebut
..... ~p ~(
II I

Gambar 12.2 Penglepasan sekuestrasi antigen

~-· {@ ~
Makrofag
aktif lnflamas1 dan DTH lokal

Pooglopa•oo Ek'P'"' MHC ';::'0:~'~1 ""'

Soq"•iA-g_y_;_~J.,at_i~_l;~-a.-~e-Pnc•" ~ -+~ ~C l - ~ ~rn~~" -

( Aktif \ IL-2 CTL ) Janngan


APCdengan
Ag reaksi silang
(mimikrasi molekular)
~ ~ Ab terhadap
- ~- ~ .- self antigen

Sel plasma

~~
~ poliklonal

Gambar 12.3 Mekanisme yang dapat menginduksi autoimunitas

Seleksi timus normal nampaknya menghasilkan beberapa sel Th self reaktif. Kelainan dalam
proses ini dapat memproduksi sel Th self rea ktif lebih banyak. Aktivasi sel T reaktif ini terj adi
melalui berbagai cara, baik sebagai aktivasi poliklonal sel B yang menginduksi respons
autoimun yang menghasilkan kerusakan jaringan . Kemungkinan besar berbagai mekanisme
terlibat pada setiap penyakit autoimun .

320
Bab I2.Autoimunitas

selular terhadap mikroba dan antigen D. Aktivasi sel B poliklonal


asing lainnya dapat juga menimbulkan Autoimunitas dapat terjadi oleh karena
kerusakanjaringan di tempat infeksi atau aktivasi sel B poliklonal oleh virus (EBY),
pajanan antigen. LPS dan parasit malaria yang dapat me-
rangsang sel B secara langsung yang me-
C. Ekspresi MHC-11 yang tidak benar nimbulkan autoimunitas. Antibodi yang
dibentuk terdiri atas berbagai autoanti-
Sel p pankreas pada penderita dengan
bodi (Gambar 12.4).
IDDM mengekspresikan kadar tinggi
MHC-I dan MHC-II, sedang subyek sehat E. Peran CD4 dan reseptor MHC
sel p mengekspresikan MHC-I yang lebih Gangguan yang mendasari penyakit auto-
sedikit dan tidak mengekspresikan MHC- imun sulit untuk diidentifikasi. Penelitian
II sama sekali. Sama halnya dengan sel pada model hewan menunjukkan bahwa
kelenjar tiroid pada penderita Grave meng- CD4 merupakan efektor utama pada
ekspresikan MHC-II pada membran. Eks- penyakit autoimun. Pada tikus EAE di-
presi MHC-II yang tidak pada tempatnya timbulkan oleh Thl CD4 yang spesifik
itu yang biasanya hanya diekspresikan untuk antigen. Penyakit dapat dipindah-
pada APC dapat mensensitasi sel Th ter- kan dari hewan yang satu ke yang lain
hadap peptida yang berasal dari sel Patau melalui sel T hewan yang diimunisasi
tiroid dan mengaktifkan sel P atau Tc dengan MBP atau PLP atau sel lain dari
atau Th 1 terhadap self antigen. klon sel T asal hewan. Penyakit dapat

Ag reaksi silang
dengan auto Ag
/ pada jaringan jantung

Reaksi silang
Ag/ko~pleks Ag - -
Peptida dari
Ag spesifik
D "-
m1kroba ~I Ag mikroba
~ ~ Thspesifik
~ -~ untuk Ag mikroba

I ~ selT
~Selplasma
~ ~ thdautoAg 1
f j~ }I., ,,,t;,~

Gambar 12.4 Aktivasi anergi anti-self sel B

321
lmunologi Dasar Edisi ke-10

juga dicegah oleh antibodi anti CD4. G. Sitokin pada autoimunitas


Se! T mengenal antigen melalui TCR
Beberapa rnekanisrne kontrol melindw1gi
dan MHC serta peptida antigenik. Untuk
efek sitokin patogenik, diantaranya adalah
seseorang menjadi rentan terhadap auto-
adanya ekspresi sitokin sementara dan
imunitas harus memiliki MHC dan TCR
reseptomya serta produksi antagonis sitokin
yang dapat rnengikat antigen sel sendiri.
dan inhibitomya. Gangguan mekanismenya
meningkatkan regulasi atau produksi sitokin
F. Keseimbangan Thl - Th2 yang tidak benar sehingga menimbulkan
Penyakit autoimun organ spesifik ter- efek patofisiologik (Tabel 12.7). Sitokin
banyak terjadi melalui sel T CD4. Ternyata dapat menimbulkan translasi berbagai faktor
keseimbangan Th 1- Th2 dapat mem- etiologis ke dalam kekuatan patogenik dan
pengaruhi terjadinya autoimunitas. Th 1 mempertahankan inflamasi fase kronis
menunjukkan peran pada autoimunitas, serta destruksi jaringan. IL-1 dan TNF telah
sedang pada beberapa penelitian Th2 mendapat banyak perhatian sebagai sitokin
tidak hanya melindungi terhadap induksi yang menimbulkan kerusakan. Kedua sitokin
penyakit, tetapi juga terhadap progres ini menginduksi ekspresi sejumlah protease
penyakit. Pada EAE sitokin Th I (IL-2 , dan dapat mencegah pembentukan matriks
TNF-a dan IFN-y) ditemukan dalam SSP ekst:raselular atau merangsang penimbunan
dengan kadar tertinggi pada penyakit. matriks yang berlebihan.

Tabel 12.7 Defek produksi sitokin atau sinyal yang dapat menimbulkan
autoimunitas
Sitokin atau protein Defek Dampak
TNF-a Ekspresi berlebihan IBD, artritis, vaskulitis
TNF-a Ekspresi yang kurang LES
Antagonis IL-1 R Ekspresi yang kurang Artritis
IL-2 Ekspresi berlebihan IBD
IL-7 Ekspresi berlebihan IBD
IL-10 Ekspresi berlebihan IBD
IL-2R Ekspresi berlebihan IBD
IL-10R Ekspresi berlebihan IBD
IL-3 Ekspresi berlebihan Sindrom demielinisasi
IFN-y Ekspresi berlebihan di kulit LES
TGF-p Ekspresi yang kurang Systemic wasting syndrome
dan IBD
TGF-pR pada sel T Ekspresi berlebihan LES

322
Bab 12. Autoimunitas

V. FAKTOR LINGKUNGAN C (HCV) adalah multifaktorial. Resolusi


YANG BERPERAN PADA HCV terjadi pada penderita denganrespons
AUTOIMUNITAS antibodi yang cepat dan infeksi cenderung
menjadi kronis pada penderita dengan
Faktor-faktor lingkungan dapat memicu respons antibodi yang lambat. Sekitar
autoimunitas seperti mikroba, hormon, 10%-30% penderita dengan HCV kronis
radiasi UV, oksigen radikal bebas, obat dan disertai kadar rendah ANA dan 60%-80%
agen bahan lain seperti logam. disertai RF. ACA ditemukan pada 22%
penderita HCV dan berbagai antibodi lain-
A. Kemiripan molekular dan infeksi nya telahjuga ditemukan (Tabel 12.9).

Hubungan antara infeksi mikroba (virus,


2. Bakteri dan autoimunitas
bakteri) dan autoimunitas yang terjelas
ditimbulkan oleh adanya kemiripan a. Karditis reumatik-demam reuma akut
(mimicracy) (Tabel 12.8). Contohnya penyakit autoirnun yang ditim-
bulkan bakteri adalah demam reuma pasca
1. Virus dan autoimunitas infeksi streptokok yang disebabkan oleh
Berbagai virus berhubungan dengan ber- antibodi terhadap streptokok yang diikat
bagai penyakit autoimun yang mengenai jantung dan menimbulkan rniokarditis.
sendi. Virus adeno dan Coxsackie A9, Homologi j uga ditemukan antara antigen
B2, B4, B6 sering berhubungan dengan protein jantung dan antigen Klamidia dan
poliartritis, pleuritis, mialgia, ruam kulit, Tripanosoma cruzi.
faringitis, miokarditis dan leukositosis. Keduanya berhubungan dengan mio-
Respons autoimun terhadap virus Hepatitis karditis. Demam reuma adalah gejala

Tabel 12.8 Kemiripan molekular: antigen mikrobial dan auto antigen yang terlibat
Self antigen dengan Penyakit yang terjadi oleh kemiripan
Antigen mikroba
struktur mirip molekular*
M protein Antigen ditemukan pada Demam reuma
Streptokok grup A otot polos
Heat Shock Protein Protein self-heat shock Diduga berhubungan dengan beberapa
Bakteri penyakit autoimun namun belum terbukti
Protein nuklear B4 Dekarboksilasi glutamat IDDM
koksaksi sel pulau-pulau pankreas
Glikobakter Ganglioside dan glikolipid Sindrom Guillan-Barre
Kampilobakter berhubungan dengan
ieiuni mielin
* Pada umumnya, lebih mudah untuk membuktikan adanya kesamaan molekula r antara
mikroba dan self-antigen dibanding membuktikan kesamaan dalam patogenesis penyakit

323
lmunologi Dasar Edisi ke- 10

Tabel 12.9 Autoantibodi yang ditemukan pada


penderita HCV
Krioglobulin
Faktor reumatoid
Antibodi antinuklear
Antibodi antikardiolipin
Antibodi antineutrofil sitoplasma
Antibodi antitiroid
Antibodi anti-otot polos atau anti-mikrosom ginjal

sisa nonsupuratif penyakit Streptokok A, Pada pemeriksaan imunologik di-


biasanya berupa faringitis dengan mani- temukan antibodi yang bereaksi dengan
festasi 2-4 minggu pasca infeksi akut. protein M dari mikroba penyebab. Anti-
Ada tiga gejala utama yaitu artritis (ter- gen streptokok tersebut memiliki epitop
sering), karditis dan korea (gerakan tidak yang mirip dengan jaringan miokard
terkontrol, tidak teratur dari otot muka, jantung manusia dan antibodi terhadap
lengan dan tungkai) yang dapat disertai streptokok akan menyerang jantung
gejala kulit berupa ruam tidak sakit dan Garingan, katup ). Pada pemeriksaan biopsi
nodul subkutan (Gambar 12.5). Gejala- katup jantung ditemukan infiltrasi sel
gejala tersebut biasanya timbul pada plasma, endapan antibodi dan protein
penderita yang menunjukkan beberapa komplemen di jaringan. Antibodi terhadap
gambaran klinis utama dan jarang terjadi antigen streptokok bereaksi silang dengan
sendiri. antigen otot jantung dan menimbulkan

D Streptokok grup A

DQ
D
1 lnfeksi
I Antibodi I
~ // l\ ~ Reaksi silang
. ~\\I/~ I/ An dengan Ag
A) : ,te/ \ } . sel otot jantung

~ ~amreuma Gambar 12.5 Streptokok


grup A dan demam reuma

324
Bab 12.Autoimunitas

kerusakan dan penyakit demam reuma. tahun. Infeksi streptokok ditemukan pada
Penyakit menghilang bila bakteri dielimi- 28%, klamidia pada 1,5% dan pada satu
nasi dan tidak terjadi produksi antibodi. kasus masing-masing ditemukan infeksi
spesies mikoplasma, yersinia, HBV dan
b. Sindrom Reiter dan artritis reaktif tuberkulosis. Klinis berupa nodul terutama
Infeksi saluran cema oleh salmonela, pada ekstremitas bawah di permukaan
sigela atau kampilobakter dan saluran ekstensor, namun lesi dapat pula ditemu-
kencing oleh Klamidia trakomatis atau kan di kaki atau lengan bawah. Dapat
Ureaplasma urealitikum dapat memacu pula ditemukan sindrom Lofgren yang
sindrom Reiter yang berupa triad uretritis, terdiri atas eritema nodosum, limfadeno-
artritis dan uveitis. In:flamasi insersi tendon pati hilus bilateral dan poliartritis terutama
dan ligamen pada tulang merupakan ciri di pergelangan kaki seperti halnya juga
sindrom Reiter dan artritis reaktif. Pende- terlihat pada sarkoidosis. Berbagai infeksi
rita dengan artritis perifer asimetris, sakit yang berhubungan dengan eritema nodo-
tumit dan tendon akiles dapat merupakan sum terlihat pada Tabel 12.10.
ciri utama. Sel-sel infiamasi ditemukan
dalam cairan sinovia. d. Bakteri lain
Dua protein envelop Yersinia enterokolitis
c. Eritema nodosum
memiliki epitop yang sama dengan domen
Eritema nodosum biasanya terjadi pada ekstraselular reseptor TSH. Pada sindrom
orang dewasa usia antara 18 tahun - 33 Guillain-Barre, antibodi terhadap gang-

Tabel 12.10 lnfeksi yang berhubungan dengan eritema nodosum


Virus Bakteri
Epstein-Barr Streptokok beta hemolitikus
Hepatitis B Bruselosis
Paravaksinia Demam cakaran kucing (Bartonela hensel)
Klamidia psitasi
Jamur Klamidia trakomatis
Blastomises Moraksela kataralis
Koksidiodes imitis Mikobakterium lepra
Histoplasma kapsulatum Mikobakterium tuberkulosis
Trikofiton mentagrofita Mikoplasma pneumonia
Demam Q (Koksiela burneti)
Salmonela enteritidis
Tularemia (Fransisela tularensis )
Yersenia enterokolitika

325
lmunologi Dasar Edisi ke-10

liosid manusia bereaksi silang dengan dan relaps sering terjadi setelah melahirkan.
endotoksin C. jejuni. Antibodi kolon Pengangkatan ovarium mencegah awitan
yang ditemukan pada kolitis ulseratif autoimunitas spontan pada hewan (ter-
bereaksi silang dengan E.coli. Antigen utama LES) dan pemberian estrogen mem-
dalam T.cruzi juga dapat bereaksi silang percepat awitan penyakit. Hormon hipofisa,
dengan antigen otot jantung dan susunan prolaktin menunjukkan efek stimulator
saraf perifer dan memacu beberapa lesi terutama terhadap sel T. Kadar prolaktin
imunopatologik seperti terlihat pada yang timbul tiba-tiba setelah kehamilan
penyakit Chagas (Tabel 12.11). berhubungan dengan kecenderungan ter-
jadinya penyakit autoimun seperti AR.
B. Hormon
Studi epidemiologi menemukan bahwa C. Obat
wanita lebih cenderung menderita penyakit Banyak obat berhubungan dengan efek
autoimun dibanding pria. Wanita pada samping berupa idiosinkrasi dan patoge-
umumnya juga memproduksi lebih ban yak nesisnya te1jadi melalui komponen auto-
antibodi dibanding pria yang biasanya imun (Gambar 12.6). Konsep autoimun
merupakan respons proinfalamasi Thl. melibatkan 2 komponen yaitu respons
Kehamilan sering disertai dengan mem- imun tubuh berupa respons autoagresif
buruknya penyakit terutama artritis reumatik dan antigen. Hal yang akhir sul it untuk di-

T b Kemiripan molekul homolog antara mikroba dan komponen


1 12 11
a e · tubuh yang dianggap menimbulkan reaksi silang
Molekul mikroba Komponen tubuh
Bakteri
Sigela fleksneri artritogenik HLA-827
Nitrogenase Klebsiela HLA-827
Urease Proteus mirabilis HLA-DR4
65 kDa hsp M. tuberkulosis Sendi (atritis ajuvan)

Virus
Koksaki B Miokard
Koksaki 8 Dekarboksilase asam glutamat
E8V gp 110 RA dengan epitop sel T Dw4
(DNAJ hsp E.koli)
Oktamer H8V Protein dasar mielin
Glikoprotein HSV Reseptor asetilkolin
Hemaglutinin campak SubsetselT
Gag p32 retrovirus! RNA U-1

326
Bab 12. Autoimunitas

~r'~(
,.
Self antigen

' TT
..1_
..1_T ..1_

'"
Autoantibodi '

Diproses ,
presentasi

~
keselT/
+
lmunokompeten
"" terhadap self antigen
Hapten obat atau •
bakteri atau virus
Gambar 12.6 Pembentukan atau mutasi genetik
autoantibodi

buktikan pada banyak autoimunitas oleh D. Radiasi UV


obat. Contoh-contoh sindrom autoimun Pajanan dengan radiasi ultraviolet (biasanya
yang diduga ditimbulkan obat terlihat sinar matahari) diketahui merupakan
pada Tabel 12.12 Antibodi menghilang pemicu infiamasi kulit dan kadang LES.
bila obat dihentikan. Radiasi UV dapat menimbulkan modi:fikasi

Tabel 12.12 Autoimun akibat obat


Gejala Obat
Hepatitis kronis aktif Halotan (anestesi umum)
Anemia hemolitik Metildopa (antihipertensi)
Anti membran basal glomerular 0 -penisilamin (AR)
Miastenia gravis 0-penisilamin
Pemfigus 0-penisilamin
LES -Hidralazin (antihipertensi)
Prokainamid (antiaritmia)
0-penisilamin
Minosiklin (antibiotik pada akne)
Glomerulonefritis 0 -penisilamin
Sindrom menyerupai Triptofan (antidepresan)
skleroderma

327
lmunologi Dasar Edisi ke-10

struktur radikal bebas self antigen yang duga dapat menimbulkan efek terhadap
meningkatkan imunogenesitas. sistem imun, baik in vitro maupun in
vivo dan kadang serupa autoimunitas
E. Oksigen radikal bebas
Tabel 12.13). Salah satu bentuk yang
Bentuk lain dari kerusakan fisis dapat sudah banyak diteliti antara lain adalah
mengubah irnunogenesitas self antigen reaksi terhadap silikon. Silikon adalah
terutama kerusakan self molekul oleh kristal nomnetal, elemen ringan dan
radikal bebas oksigen yang menimbulkan bentuk dioksidnya disebut silika. Pajanan
sebagian proses in:flamasi. Pernicu lainnya inhalasi debu silikon yang berhubungan
adalah stres psikologi dan faktor makanan. dengan pekerjaan dapat menimbulkan
penyakit yang disebut silikosis. Respons
F. Logam imun yang terjadi dapat berupa produksi
Berbagai logam seperti Zn, Cu, Cr, Pb, ANA, RF dan beberapa karyawan menun-
Cd, Pt, perak dan metaloid (silikon) di- jukkan gejala serupa LES atau sindrom

Tabel 12.13 Berbagai logam yang berhubungan dengan autoimunitas pada manusia
Jenis logam Jenis respons autoimun Penyakit
Kadmium Auto-Ab terhadap laminin1 Tidak dilaporkan
Krom Antibodi antinuklear Sindrom serupa LES, pemfigus
Tern bag a Autoimun terhadap SOM Tidak dilaporkan
Em as Auto-Ab anti-Ro, auto-Ab terhadap Penyakit ginjal autoimun .
trombosit, ANA trombositopenia autoimun , sindrom
serupa LES , pemfigus
Tim ah Autoantibodi lgM terhadap NF160 Tidak dilaporkan
dan MBP
Autoantibodi lgG terhadap NF-68
dan GFAP
Litium Autoantibodi terhadap tiroglobulin/ Penyakit autoimun tiroid , sindrom
peroksidase tiroid/sel parietal serupa LES
gaster/, ANA
Merkuri Autoantibodi terhadap fibrilarin/ Penyakit ginjal autoimun ,
laminin 1/ DNA/ tiroglobulin liken planus, penyakit serupa
skleroderma
Platinum ANA Tidak dilaporkan
Silikon ANA Penyakit serupa skleroderma
Perak Autoantibodi terhadap fibrilarin Tidak dilaporkan
Seng Sampai sekarang tidak dilaporkan Gerombol sklerosis multipel

328
Bab 12.Autoimunitas

serupa skleroderma dengan endapan autoimun, penyakit serupa GvH, artritis,


kompleks imun di glomerulus dan vaskulitis
glomerulosklerosis lokal. Penderita
dengan silikosis menunjukkan kadar
VI. MEKANISME KERUSAKAN
antibodi terhadap kolagen tipe I dan III.
JARINGAN
Bentuk fulminan silikosis dikenal sebagai
silikoproteinosis ditandai oleh peningkatan Kerusakan pada penyakit autoimun terjadi
ANA dan glomerulonefritis kresentik yang melalui antibodi (tipe II dan III), Tipe
progresif cepat. Meskipun banyak dugaan IV yang mengaktifkan sel CD4+ atau sel
keterlibatan logam dalam autoimunitas, CD8+ (Tabel 12.14). Kerusakan organ
namun masih banyak penelitian yang harus
dapat juga terjadi melalui autoantibodi
dilakukan terhadap keterlibatan logam
yang mengikat tempat fungsional self
dalam autoimunitas. Efek autoimunnya
hanya kadang dilaporkan (Tabel 11.14). antigen seperti reseptor hormon, reseptor
Pada hewan dilaporkan: Litium me- neurotransmitor dan protein plasma.
nimbulkan penyakit tiroid autoimun; Autoantibodi tersebut dapat menyerupai
Merkuri menimbulkan penyakit ginjal atau menghambat efek ligan endogen

Mek~nisme hipersentivitas yang predominan pada penyakit


Tabel
12 _14
auto1mun*
Hipersensitivitas Penyakit
Tipe llA Trombositopenia idiopatik purpura
Anemia hemolitik autoimun
Miastenia gravis
Penyakit membran basal glomerulus
Tipe II BA Penyakit Grave
Sindrom antibodi reseptor insulin
Miastenia gravis
Tipe Ill LES
Krioglobulinemia campuran
Beberapa bentuk vaskulitis (vaskulitis reumatoid)
Tipe IV IDDM
Tiroiditis Hashimoto
RA
Sklerosis multipel
Catatan
* Berbagai aspek penyakit yang sama (RA) dapat memiliki mekanisme
patogenik yang berbeda
I\ Hipersensitivitas tipe II dibagi menurut antibodi yang menginduksi

kerusakan sel (llA) atau stimulasi reseptor atau blokade (llB) pada
beberapa penyakit ditemukan kedua mekanisme

329
lmunologi Dasar Edisi ke-10

untuk self protein yang menimbulkan (sirosis), kulit (sklerosis sistemik) dan
gangguan fungsi tanpa terjadinya ginjal (fibrosis interstisial dan glomerular).
inflamasi atau kerusakan jaringan. Feno- Untuk fibrosis tidak ada pengobatan yang
mena ini jelas terlihat pada autoimunitas efektif.
endokrin dengan autoantibodi yang me-
nyerupai atau menghambat efek hormon VII. DIAGNOSIS AUTOIMUNITAS
seperti TSH, yang menimbulkan aktifitas
berlebihan atau kurang dari tiroid . A. Antibodi dalam serum
Banyak akibat yang berat dan irever- Menemukan auto-antibodi dalam serum
sibel penyakit autoimun disebabkan oleh pada umumnya dilakukan dengan 4 cara
endapan matriks protein ekstraselular di yaitu RIA (Tabel 12.15), EUSA (Tabel
organ yang terkena. Proses fibrosis ini 12.16), imunofluoresensi , elektroforesis
dapat menimbulkan gangguan fungsi countercurrent. Imunofluoresensi merupa-
misalnya di paru (fibrosis paru), hati kan cara yang paling kurang sensitif. RIA

Tabel 12.15 Beberapa antibodi yang ditemukan dengan RIA


Antibodi Metoda Has ii Relevansi klinis
125
dsDNA 1-DNA-ikatan direk Persentase ikatan LES
atau IU/ml
Hepatitis kronis aktif
Antibodi reseptor lkatan direk dengan lkatan dilaporkan Miastenia gravis
125
asetilkolin la- bungarotoksin sebagai fmol/I dari
dengan asetilkolin reseptor antibodi
spesifik asal cell line

Tabel 12.16 Beberapa autoantibodi yang ditemukan dengan ELISA


Antibodi Autoantigen sasaran Relevansi klinis
Ab mikrosom tiroid Peroksidase tiroid Penyakit tiroid autoimun
Ab mitokondria (M2) Kompleks E2 piruvat Sirosis bilier primer
dehidrogenase
Ab membran basal Terminal C kolagen tipe IV Sindrom Goodpasteur
glomerulus
Nefritis membran basal
antiglomerulus
Antibodi sitoplasma
antineutrofil
cANCA Proteinase 3 Granulomatosis Wegener
pANCA Mieloperoksidase Poliarteritis mikroskopis
dsDNA dsDNA LES
Ab fosfolipid Kardiolipin Sindrom antibodi fosfol ipid primer

330
Bab I 2. Autoimunitas

memerlukan reagens mahal. ELISA meng- Jaringan hewan dapat digunakan bila
hindari penggunaan radioisotop, tetapi mengandung antigen sama dengan manusia,
memerlukan peralatan khusus. Elek- tetapi beberapa autoantigen terbatas
troforesis countercurrent mudah dikerja- pada jaringan manusia atau cell line
kan, murah, tetapi relatif insensitif.
manusia. Jaringan dibuat dengan kriostat
dan segera dibekukan (-20°C). Gambaran
B. l munofluoresensi
nuklear untukANAS berguna tetapi tidak
IFT digunakan untuk menemukan banyak diagnostik(Tabel 12.19).
autoantibodi dalam serum (Tabel 12.17
dan 12.18). Spesimen biopsi dapat diperiksa
dengan cara imunohistikimia. Endapan C. Pemeriksaan komplemen
imunoglobulin yang terjadi karena reaksi
Meskipun kadar kornplemen normal, namun
dengan organ atau antigen spesifik untuk
konsumsinya dapat diketahui dengan meng-
jaringan. Cara ini terutarna penting untuk
diagnosis penyakit antibodi basal mernbran ukur pecahan atau produk aktivasinya
glomerulus dan penyakit bulosa kulit. (Tabel 12.20).

Tabel 12.17 IFT indirek untuk antibodi nonorgan spesifik yang jarang
Autoantibodi Substrat khas Gamba ran Relevansi klinis
pewarnaan utama
ANA Human cell line (HEp2 Semua nukleus Tes skrining untuk
atau hati tikus) penyakit reumatik
Sentromer Hep2 Sentromer kromosom Sklerosis sistemik
manusia terbatas (sindrom
CREST)
SMA Lambung , hati, ginjal Otot polos mis. Hepatitis kronis aktif
tikus Membran mukosa,
Kerusakan hati
otot kelenjar
nonspesifik (lemah)
intergastrik dan tunika
media arteri
AMA Ginjal, hati, lambung Semua mitokondria Sirosis bilier primer
tikus terutama tubulus
distal ginjal
Antibodi endomisial Esofagus kera Sarkolemna fibril otot Penyakit coeliac,
polos) dermatitis
herpetiformis
ANCA Neutrofil manusia Sitoplasmik Granulomatosis
Wegener; poliarteritis
(cANCA)
mikroskopik
Perinuklear (pANCA) Banyak bentuk
vaskulitis

331
lmunologi Dasar Edisi ke- 10

Tabel 12.18 IFT indirek untuk antibodi organ spesifik yang sering
Autoantibodi Substrat khas Gamba ran Ditemukan klinis
pewarnaan utama (referensi
kasus)
Antibodi sel parital Lambung tikus Hanya sel parital Anemia pernisiosa
gaster
Antibodi adrenal Adrenal manusia Sel kortikal adrenal Penyakit Addison
idiopatik
Antibodi sel pulau Pankreas manusia Pulau sel- ~ pankreas IDDM
pankreas
Antibodi kul it Kulit manusia atau Semen interselular Pemfigus vulgaris
bibir kelinci intra-epidermal
Membran basal Pemfigoid bulosa
epidermal

Tabel 12.19 Gambaran pewarnaan IFT untuk antibodi antinuklear

Gamba ran Hubungan dengan penyakit


Bentuk rim (anular perifer) LES
Nukleolar LES

Bercak (speckled) LES


Sentromer (hanya pada sel yang membelah) Terbatas pada CREST

Tabel 12.20 lnterpretasi perubahan komplemen pada penyakit


Ambang komponen
Jalur aktivasi Contoh
C4 CJ Faktor B
-!- -!- N Klasik LES, vaskulitis
Klasik dan alternatif Bakteremia Gram-negatif,
-!- -!- -!-
beberapa kasus LES
N -!- -!- Alternatif Autoantibod i C3 NeF
Klasik untuk C4 dan Anigoedema herediter
-!- N N
C2 saja (Defisiensi inhibitor CT)
Peningkatan sintesis lnflamasi akut dan kronis
t t t komponen

332
Bab 12.Autoimunitas

VIII. PRJNSIP PENGOBATAN edem primer, insulin pada DM juvenil,


PENYAKIT AUTOIMUN vitamin B12 pada anemia pemisiosa dan
obat anti-timid pada penyakit Grave.
Pengobatan penyakit autoimun pada
Pada banyak penyakit autoimun seperti
umumnya belum memuaskan. Dua strategi
LES, AR, imunosupresan mungkin me-
utama (Gambar 12.7) adalah menekan rupakan cara utama yang dapat men-
respons imun atau menggantikan fungsi cegah cacat yang berat atau kematian.
organ yang terganggu/rusak. Pada banyak Namun imunosupresan yang ada masih
penyakit yang organ spesifik, mengontrol terbatas karena kurang spesifik dan efek
metabolismenya biasanya sudah cukup, sampingnya yang toksik. Berbagai cara
misalnya pemberian tiroksin pada miks- masih sedang dikembangkan.

Perbaikan toleransi perifer


antigen spesifik

Reinduksi anergi
(mis. beberapa Menghilangkan
terapi peptida) kostimulasi
,' (mis. antibodi
,,'
,, anti CD28)

lnduksi sel T inhibitor


Pencegahan ---------
nonspesifik (mis. asupan
fungsi limfosit oral antigen)
(mis. obat sitotoksik,
siklosporin , GKS)
l
Kerusakan jaringan Bahan anti inflamasi
(mis. GKS)
l
Disfungsi organ Replacement therapy
(mis. tiroksin, insulin,
dialisis ginjal ,
penggantian sendi)

Gambar 12.7 Ringkasan strategi pengobatan penyakit autoimun


Modulasi antigen spesifik yang berperan pada toleransi masih merupakan eksperimen .

333
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Butir-butir penting

D Autoimunitas merupakan kegagalan molekular dan ekspresi MHC-II yang


mekanisme toleransi yang efektif ter- tidak sesuai
hadap antigen self
D Penyakit autoimun dapat dibagi dalam
D Faktor genetik dan lingkungan organ spesifik dan sistemik. Organ
berperan dalam timbulnya penyakit spesifik melibatkan respons autoimun
D Jumlah relatif Thl dan Th2 berperan terutama terhadap organ tunggal atau
kelenjar. Penyakit sistemik diarahkan
dalam penentuan terjadinya penyakit
ke jaringan dengan spektrum luas
autoimun: sel Th 1 memacu perkem-
bangan autoimunitas sedangkan Th2 D Ada model hewan baik spontan mau-
menghambat terjadinya dan perkem- pun eksperimental. Penyakit autoimun
bangan penyakit autoimun spontan disebabkan oleh defek genetik
dan model eksperimental pada hewan
D Ada beberapa mekanisme mengenai
telah dikembangkan dengan imunisasi
induksi autoimunitas, antara lain peng-
yang menggunakan self antigen dan
lepasan antigen sekuester, kemiripan
aJuvan.

334
MEKANISME BAB
EFEKTOR IMUN 13

Daftar Isi
I. MOLEKUL YANG DIKENAL SISTEM 3. Efektor Th I
IMUN DAN MOLEKUL PENGENAL 4. Interaksi antara Thi dan Th2
A. Pattern-Recognition Receptor 5. Sitokin subset Th l dan Th2
B. Molekul CD I
B. Efektor sel CTL
C. BCR dan TCR
I. Perkembangan efektor sel CTL
D. MHC
2. Molekul yang diekspresikan efektor
E. Molekul asesori
sel CTL
F. Reseptor dalam fungsi efektor
3. Mekanisme efektor CD8+ membunuh
G. Molekul adhesi
sel
II. EKSTRAVASASI LEUKOSIT DAN
RESIRKULASI LIMFOSIT VII. EFEKTOR SEL NK
III. SITOKIN A. Ciri sel NK dan sel Tc yang sama
A. Reseptor sitokin B. Cara sel NK dan CTL membunuh
B . Transduksi sinyal C. Reseptor aktivasi dan reseptor inhibitor
C. Sinyal TLR sebagai jalur transduksi selNK
sinyal yang khas D. SelNKT
D . Antagonis sitokin E. ADCC

IV. PEMBAGIAN EFEKTOR VIII. SEL DARAH MERAH SEBAGAI


V. EFEKTOR SPESIFIK HUMORAL EFEKTOR
VI. EFEKTOR SPESIFIK SEL T
A. Efektor sel CD4+
IX. SITOTOKSITAS SELULAR
1. Efektor Th2 pada alergi
EKSPERIMENTAL
2. Efektor Th2 dan eosinofil pada Butir-butir penting
imunitas cacing

335
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Daftar singkatan yang digunakan dalam bah ini

ADCC Antibody Dependent Cell LPS Lipopolisakarida


(mediated) Cytotoxicity LTR Leukotrin
APC Antigen Presenting Cell MAPK Mitogen-Activated Protein Kinase
APDC Antigen Presenting Dendritic Cell MBP Myelin Basic Protein
APP Acute Phase Protein MCP Monocyte Chemoattractant
BCR B-Cell Receptor Protein
CD Cluster of Differentiation MHC Mayor Histocompatibility
CML Cytotoxix Mediated Lymphocyte Complex
CTL Cytotoxic T Lymphocyte MLR Mixed Leucocyte Reaction
CTLp Cytotoxic T Lymphocyte precursor My088 Myeloid Differentiation primary-
DNA Deoxy Ribonucleic Acid respons protein 88.
DTH Delayed Type Hypersensitivity NFkB Nuclear Factor kappa B
EBY Epstein Barr Virus NK Natural Killer (cell)
FasL Ligan Fas NKT Natural Killer T cell
FcRn FcR untuk neonatus NO Nitrit Oksida
GF Growth Factor PAF Platelet Activating Factor
GM-CSF Granulocyte Monocyte Colony PDGF Platelet Derived Growth Factor
Stimulating Factor PG Prostaglandin
GvH Graft versus Host PRR Pattern Recognition Receptor.
HEY High Endothelial Venule ROI Reactive Oxygen Intermediate
HLA-B Human Leucocyte Antigen-B SD Se! dendritik
HLA-C Human Leucocyte Antigen-C STAT Signal Transducer and Activator
ICAM Intercellular Adhesian Molecule of Transcription
IFN Interferon TAKI Transforming Growth Factor b
IkB Inhibitor ofNFkB activated kinase I
IKK IkB kinase TCR T-Cell Receptor
IL Interleukin TIR Translocated Intimin Receptor
IRAK IL- I Receptor Associated Kinase TLR Toll Like Receptor
JAK Janus Kinase TNF Tumor Necrosis Factor
KGB Kelenjar Getah bening TRAF6 TNF Receptor Associated Factor
KIR Killer cell lg-like Receptor VCAM Vascular Adhesion Molecule
LEA Leucocyte Endothel Adhesion YLA Very Late integrin Antigen
LFA Leucocyte Functioning Antigen

336
Bab 13. Mekanisme E(ektor /mun

alam bab ini dibahas berbagai hal I. MOLEKUL YANG DIKENAL

D yang sudah ditulis dalam bab-bab


sebelumnya, dengan tujuan untuk
memperjelas hubungan antara berbagai
SISTEM IMUN DAN
MOLEKUL PENGENAL

mekanisme efektor. Mekanisme efektor A. Pattern-Recognition Receptor


adalah cara bagaimana respons imun
Sistem imun nonspesifik diaktifkan oleh
spesifik dan nonspesifik menghancurkan
sinyal bahaya melalui PRR pada SD
dan menyingkirkan patogen dari tubuh.
yang dapat mengenal molekul mikroba
F ase efektor adalah bagian dari res pons
utuh. Sedikitnya ada 10 jenis TLR pada
imun setelah pengenalan antigen dan
manusia. TLR merupakan reseptor yang
fase aktivasi selama antigen asing seperti
mengenal sejumlah besar motif pada
mikroba diinaktifkan atau dihancurkan.
patogen seperti dsDNA virus (TLR3),
Inflamasi merupakan respons kompleks
LPS dinding kuman negatif-Gram (TLR4),
terhadap cedera lokal atau trauma lain
flagelin (TLR5) dan DNA bakteri (LTR9),
dan melibatkan berbagai komponen
yang semuanya merupakan motif utuh
sistem imun dan sejumlah mediator.
pada patogen. TLR menginduksi trans-
Berbagai molekul berperan dalam
duksi melalui kaskade molekul adaptor
respons imun. Antigen merupakan bahan
intraselular dan kinase yang kompleks,
yang dapat dikenal sistem imun. Molekul
mencapai puncaknya berupa ekspresi
pengenal pada permukaan sel sistem imun
gen dan induksi sitokin proinflamasi yang
nonspesifik mengenal pola umum sel
tergantung dari faktor transkriptase NF-
nonmamalia yang asing, sedang molekul
KB. Reseptor dan fungsi fagosit terlihat
pengenal pada sel sistem imun spesifik
pada Gambar 13 .1
adalah spesifik untuk sejumlah molekul
atau fragmen molekul yang sangat khusus.
B. Molekul CDl
Antibodi tidak hanya merupakan reseptor
permukaan sel B yang dapat mengenal Molekul CD 1 adalah protein invarian
molekul asing, tetapi bila sel B diaktifkan (serupa MHC yang berhubungan dengan
dan berdiferensiasi menjadi sel plasma, mikroglobulin ~2) yang ditemukan pada
antibodi juga dilepas ke plasma dan cairan APC dan epitel. CD 1 mengikat lipid yang
tubuh dalam jumlah besar untuk men- merupakan antigen yang biasanya tidak
cegah antigen merusak tubuh. MHC ber- dipresentasikan ke sistem imun spesifik;
peran dalam pengenalan antigen sendiri berperan sebagai molekul pengenal per-
dan dalam fungsi sel T efektor. (Lihat Bab mukaan saluran cema dan lainnya yang
8 Kompleks Histokompatibilitas Mayor). mengandung banyak mikroba.

337
/munologi Dasar Edisi ke-10

Mis: lipid , kemokin Mis: lipid , Mis: karbohidrat di


peptida , dll RNA virus dinding luar bakteri

Reseptor l'Reseptor Reseptor Reseptor manosa


transmembran L h_elikal a toll-like
intra dan
ekstraselular

Peningkatan Produksi Fagositosis lewat


aktivitas integrin sitokin dan aktivasi komplemen
dan perubahan respons dan pemusnahan
sitoskeletal fase akut mikroba
untuk migrasi
ke dalam
jaringan

Gambar. 13.1 Reseptor dan fungsi fagosit mononuklear

C. BCR dan TCR fraksi Fe IgG (FcRn). FcRnjuga ditemukan


pada sel epitel dan endotel dan berperan
Antibodi merupakan efektor penting pada
pada regulasi metabolisme IgG. IgG 1 dan
imunitas spesifik dan disekresi dalam
IgG3 mengaktifkan komplemen dengan
jumlah besar oleh sel B. Fungsi berbagai
efisien dan berperan dalam pembersihan
lg dibahas dalam Bab 6 Antigen dan
antigen protein terbanyak seperti mikro-
Antibodi. Antibodi yang dilepas sel plasma organisme oleh fagosit, lgG2 dan lgG4 ter-
dalam jurnlah besar merupakan molekul utama bereaksi dengan antigen hidrat arang
efektor yang sudah banyak dibahas, dan relatif merupakan opsonin buruk.
ditranspor melalui darah dan limfe. lgAmerupakan imunoglobulin utama
lgM mengikat komplemen yang mukosa saluran cema dan napas. Bagian
membentuk kompleks imun atau meng- sekretori mencegah lgA dicema, tetapi IgA
hancurkan mikroba. IgG dapat melewati adalah rentan terhadap protease bakteri dan
plasenta yang merupakan proses aktif karenanya tidak begitu berperan dalam
yang melibatkan R plasenta spesifik untuk pertahanan pejamu. lgA juga berfungsi,

338
Bab 13. Mekanisme Efektor /mun

melalui FcaR atau CD89 pada permukaan berikan sinyal yang cukup kuat untuk
sel mononuklear dan neutrofil dalam mengaktifkan sel T. Molekul asesori yaitu
aktivasi fagosit, inflamasi, penglepasan protein permukaan limfosit yang masih
mediator dan ADCC. Dalam darah normal diperlukan untuk ikatan kuat, pemberian
hanya sedikit ditemukan lgD dan lgE, oleh sinyal dan homing. Setiap molekul asesori
karena keduanya hanya berfungsi sebagai memiliki ligan untuk protein yang sesuai.
reseptor permukaan saja. Molekul asesori ditemukan pada semua
Sel T memiliki apTCR heterodimer sel, diperlukan untuk adhesi dan fungsi sel
(a atau p) dan y8TCR (heterodimer y dan 8). (Gambar 13.2).
aPTCR predominan pada dewasa, meskipun
10% sel T di epitel adalah tipe y8. Diversitas F. Reseptor dalam fungsi efektor
TCR ditemukan seperti halnya dengan BCR.
F cR berperan dalam fungsi efektor fagosit
dan sel NK. Ada 3 jenis Fey, yaitu Fcyl
D.MHC
pada makrofag dan neutrofil, Fcyll dengan
MHC berperan dalam imunitas-presentasi afinitas rendah untuk fagositosis pada
antigen peptida ke sel T. TCR hanya akan makrofag dan Fcylll pada sel NK. Ada
mengenal antigen sebagai kompleks peptida juga Fcyn yang berperan pada transfer IgG
antigen-MI-IC self yang disebut MHC melalui plasenta. lgc:R ditemukan pada
restriksi, oleh karena MHC membatasi ke- sel mast, basofil dan eosinofil yang dapat
mampuan sel T untuk mengenal antigen. memacu degranulasi. Fungsi lgaR masih
Peran MHC sudah banyak dibahas dalam belum banyak diketahui.
Bab 8 Kompleks Histokompatibilitas Mayor. Reseptor untuk komplemen (C3) di-
perlukan pada aktivasi komplemen, juga
E. Molekul asesori dalam fagositosis, ditemukan pada makrofag
lkatan TCR spesifik dengan antigen yang dan neutrofil. Reseptor untuk komplemen
di proses melalui jalur eksogen tidak mem- juga ditemukan pada sel darah merah

Membran sel Membran sel

TcR
MHC- 1atau II
CD4atau CDS
(ICAM-1) CD54
(LFA-3) CD58 CD2
87-1 CD80 CTLA-4
(87-2) CD86 CD28

Gambar 13.2 Molekul adhesi CD40 CD40L


pada sel T dan ligannya pada
APC/sel sasaran yang terinfeksi
virus

339
lmunologi Dasar Edisi ke-1 0

untuk mengangkut dan menyingkirkan sel-sel atau sel-matriks ekstraselular


kompleks imun. merupakan komponen utama dalam
migrasi dan pengenalan yang diperlukan
G. Molekul adhesi dalam berbagai proses biologis seperti
embriogenesis, perbaikan Janngan,
Molekul adhesi merupakan glikoprotein respons imun dan infiamasi . Contoh-
permukaan sel yang berperan dalam contoh molekul adhesi yang penting
respons imun melalui adhesi sel-sel dan dalam klinik terlihat pada Tabel 13 .1
sel-matriks protein ekstraselular. Adhesi (lihat juga Apendiks).

Tabel 13.1 Contoh molekul adhesi yang penting dalam klinik


Molekul adhesi Ligan lnteraksi relevan Akibat ekspresi
defektif
Family integrin b1
VLA-4 (CD49d)-CD29) VCAM-1 pada Peran pada adhesi kuat Pada manusia belum
pada limfosit monosit endotel yang antara limfosit, monosit diketahui
diaktifkan dan endotel
Famili integrin b2
CD18/CD11 pada ICAM-1 pada endotel Peran pada adhesi kuat lmunodefisiensi
leukosit antara semua leukosit berat yang ditandai
dan endotel leukositosis neutrofil,
infeksi bakteri, jamur
rekuren dan migrasi
neutrofil ke tempat
infeksi yang buruk
Fainili selektin
E-selektin (CD62E) Sialyl Lewis X Adhesi sedang Defek ekspresi CD15
pada sel endotel yang (CD15) pada sementara dan rolling disertai dengan
diaktifkan neutrofil, eosinofil leukosit dan monosit imunodefisiensi
endotel berat
- klinis sama dengan
defisiensi CD 18
L-selektin (CD62L) CD34, GlyCAM pada L-selektin berperan
pada semua leukosit HEV pada adhesi sementara
dan rolling leukosit
dalam KGB , sebagai
molekul homing yang
mengerahkan limfosit
ke KGB

1340
Bab 13. Mekanisme Efektor /mun

II. EKSTRAVASASI LEUKOSIT limfoid. Setelah transit pendek, sekitar 30


DAN RESIRKULASI menit dalam sirkulasi, sekitar 45% dari
LIMFOSIT semua limfosit dialirkan dari darah ke
limpa dan tinggal di sana untuk sekitar
Untuk membunuh sasaran, diperlukan akti-
5 jam. Sekitar 42% limfosit keluar dari
vasi sel dan kerjasama antar berbagai sel
darah ke berbagai kelenjar limfoid perifer
lainnya. Meskipun imunitas humoral dan
dan tinggal disana untuk sekitar 12 jam.
selular menunjukkan sifat-sifat berbeda,
Sejumlah kecil limfosit (10%) bermigrasi
tetapi sebetulnya kedua sistem ini bekerja
ke jaringan ekstra limfoid (terutama kulit
tidak independen satu dari yang lain. Sel
dan mukosa saluran cema, napas, kemih)
seperti makrofag, sel NK, neutrofil dan
dengan menembus sel endotel yang mem-
eosinofil menggunakan antibodi sebagai
batasi kapiler. Jaringan tersebut biasanya
reseptor untuk mengenal dan membunuh
menahan beberapa sel sampai jumlahnya
sel sasaran. Peptida kemotaktik yang di-
ditingkatkan oleh inflamasi.
lepas oleh aktivasi komplemen sebagai Sirkulasi limfosit yang terjadi terns
respons terhadap kompleks antigen-anti- menerus memungkinkan sejumlah limfosit
bodi juga berperan untuk mengerahkan terpajan dengan antigen. Sel limfosit me-
sel-sel yang diperlukan dalam respons nyelesaikan sirkuit lengkap dari darah ke
imun selular. Ekstravasasi leukosit me- jaringan dan kelenjar limfoid dan kem-
rupakan proses yang terdiri dari 4 tahap: bali sebanyak 1-2 x/hari. Mengingat hanya
menggulir atas pengaruh selektin, aktivasi satu dari 105 limfosit yang dapat mengenal
oleh rangsangan kemoatraktan, berhenti antigen tertentu, maka akan diperlukan
oleh molekul adhesi dan migrasi trans- sejumlah besar sel B atau T untuk dapat
endotelial (Gambar 13.3 dan 13.4). berpapasan dengan APC yang mempre-
Tidak seperti halnya dengan leukosit, sentasikan antigen untuk dapat memacu
limfosit disirkulasikan terus menerus me- respons imun spesifik. (Dibahas dalam
lalui darah dan limfe ke berbagai organ Bab 3 Gambaran Umum Sistem Imun).

341
lmunologi Dasar Edisi ke-10

a. en dotel dalam keadaan isirahat

b. endotel yang mengalami inflamasi

Neutrofil
atau
monosit

Kemokin menginduksi
perubahan konformasional dan
pengklusteran integrin

~
Sito kin •
Kemok in
o~
---~.
t
Peningkatan eksptresi
.I
:
Selektin E - - - - - - - •
t
I
I
I
I
I
I
t ..
VCAM-1 _____________________ !1
Selektin P----------• I

ICAM -1 - -- • --- -- _ -- • _ -- _ -- • --- -..!

Endotel ya ng mengalami inflamasi

Gambar 13.3 Tahap-tahap ekstravasasi neutrofil dan monosit

a. Endotel dalam keadaan istirahat hanya memiliki beberapa molekul adhesi. Subpopulasi
monosit dapat berikatan melalui CD11/CD18 dengan ICAM untuk mengisi populasi makrofag
jaringan. Hanya sedikit bahkan hampir tidak ada migrasi eosinofil.
b. Endotel yang mengalami inflamasi akan meningkatkan jumlah berbagai molekul adhesi ,
memungkinkan terjadinya transmigrasi neutrofil dan monosit.

342
Bab 13. Mekanisme E(ektor /mun

Aliran darah - Lumen pembu luh darah

Limfosit
Monosit ~
/Ai. cm Semua leukosit

C049d/C029 ~CD18/CD11
VCAM-1 ----io - I CAM-1

Tergantung selektin Tergantung integrin Tergantung


sitokin (kemokin )

Langkah 1 Langkah 2 Langkah 3

Gambar 13.4 Molekul adhesi dan interaksi leukosit-endotel

III. SITOKIN rentan terhadap efek sitokin. Reseptor


sitokin terdiri atas 5 famili: superfamili
Sitokin, kemokin, molekul adhesi dan ber- imunoglobulin, reseptor sitokin kelas I (atau
bagai komponen lainnya diperlukan dalam famili reseptor hernatopoietin), reseptor
aktivasi dan migrasi leukosit dan agar sel- sitokin kelas II (atau farnili reseptor inter-
sel efektor dapat berfungsi dengan lebih feron), famili reseptor TNF dan farnili
efektif (lihat Bab 9 Sitokin). Aktivitas reseptor kemokin.
komponen sitotoksisitas spesifik dan non-
spesifik tergantung dari kadar lokal berbagai B. Transduksi sinyal
sitokin. Sel T, NK, SD dan makrofag me- Reseptor permukaan sel menerima sinyal
rupakan sumber sitokin utama terpenting awal yang mengaktifkan respons imun
yang mengatur dan menunjang sitotoksi- nonspesifik yang kompleks . Selanjutnya
sitas selular. Di antara sitokin yang di- adalah transmisi ke interior sel atau
produksi makrofag dan sel T, IL-1 dan IL-2 transduksi sinyal yang merupakan terna
merupakan sitokin yang menarik oleh karena universal dalarn sistern biologis. Respons
efeknya yang meningkatkan respons imun. terhadap sinyal memerlukan 3 elemen:
Efek IL-1 yang luas terlihat pada Tabel. sinyal sendiri, reseptor dan jalur sinyal
13.2. transduksi yang menghubungkan detektor
ke mekanisrne efektor.
A. Reseptor sitokin
Sinyal -7 reseptor -7 sinyal transduksi
Sitokin bekerja melalui ikatan dengan
-7 efektor
reseptomya yang spesifik pada membran
sel sasaran yang responsif. Banyak jenis Pada imunitas nonspesifik, sinyal dapat
sel mengekspresikan reseptor tersebut dan berupa produk mikroba, reseptomya

343
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Tabel 13.2 Efek IL-1


Sel sasaran Efek
SelT Proliferasi
Diferensiasi
Produksi sitokin
lnduksi IL-2R
SelB Proliferasi
Diferensiasi
Neutrofil Penglepasan dari sumsum tulang
Kemoatraksi
Makrofag Proliferasi/ aktivasi
Fibroblas
Osteoblas
Sel epitel
Osteoklas Reabsorpsi tulang
Hepatosit Sintesis APP
Hipotalamus Demam yang diinduksi PG
Otot Proteolisis yang diinduksi PG

adalah PRR pada leukosit dan sinyal akan dengan komponen jalur sinyal lainnya.
ditransduksi melalui interaksi molekul Selanjutnya terjadi fosforilase atas
intraselular spesifik. Mekanisme efektor pengaruh protein kinase dan kaskade
menghasilkan klirens mikroba yang masuk. enzim dipacu.
Sinyal berbagai sitokin berperan
C. Sinyal TLR sebagai jalur transduksi sebagai mediator dalam respons imun
sinyal yang khas dan berdampak pada berbagai sel seperti sel
epitel, sel limfosit, SD, sel mast, eosinofil.
TLR dan peranannya dalam imunitas
Reseptor sitokin mengawali penyampaian
nonspesifik barn diketahui belakangan
sinyal. Reseptor permukaan menerima
ini. Transduksi sinyal menghasilkan
sinyal awal yang mengaktitkan kompleks
induksi berbagai cm imunitas respons imun nonspesifik. Sitokin yang
nonspesifik seper-ti produksi sitokin diikat oleh reseptornya pada permukaan
inflamasi dan kemokin, produksi peptida sel memberikan sinyal transdllk?i intra-
antimikrobial dan sebagainya. Interaksi selular danjalur messenger kedua. Efeknya
sinyal dengan reseptor diawali dengan dapat autokrin, parakrin atau jarang
produk mikroba yang berikatan dengan endokrin. Protein STAT adalah golongan
bagian ekstraselular TLR. Di bagian faktor transkripsi yang meneruskan
sitoplasma, domain protein yang terpisah sinyal dari lingkungan ekstraselular ke
mengandung TIR yang berhubungan nukleus (Gambar 13.5).

344
Bab 13. Mekanisme E(ektor /mun

TLR
0 lkatan ligan ke TLR memacu
0 0 penggabungan My88 dengan domain
Ekstraselular TIR dan pembentukan kompleks
IRAK1/IRAK4

Sitoplasma

IRAK4 memfosforilasi IRAK1,


IRAK1
CJ
TRAF6
menghasilkan tempat ikatan untuk TRAF6

l
CJ( ~ Kompleks IRAK1-TRAF6 terpecah dan
LJL-J TAK1 (OFF) mengakt1fkan kompleks protein kinase TAK1

(=::J TAK1 (ON) TAK1 yang sudah diakt1fkan menghasilkan


~ 2 sinyal transduksi yang berbeda

5a1 r-~~~~~~~~~~~

TAK1 memfosforilasi IKK untuk


mengaktifkan jalur NFKB; IKK TAK1 juga memfosforilasi & mengaktifkan
lalu memfosforilasi IKB sehingga suatu komponen dari jalur MAPK
terjadi penglepasanNFKB

CJ MAPK

l
Disosiasi
l
Sito plasma
l
Nukleus
l

6b1)-~~~~~~~~~~~~---,
6a1>-~~~~~~~~~~~~--.
NFKB yang dilepas bertranslokasi dari Kaskade MAPK menyebabkan translokasi
sitoplasma ke nukleus, menjadi aktivator dari aktivator transkripsi dari sitoplasma ke
transkripsi gen yang NFKB dependen nukleus, yang akan mengaktifkan
transkripsi gen MAPK dependen

Gambar 13.5 Jalur transduksi sinyal TLR yang khas

345
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Aktivasi jalur sinyal TLR menunjuk- berhubungan dengan famili protein


kan berbagai efek, memacu ekspresi gen tirosin kinase, Janus JAK. Hubungan
yang berperan dalam inflamasi , induksi antara JAK dan subunit reseptor terjadi
perubahan dalam APC yang membuatnya spontan dan tidak memerlukan ikatan
lebih efisien dalam presentasi antigen, dengan sitokin. Namun tanpa sitokin,
dan menimbulkan sintesis dan ekspor JAK tidak memiliki aktivitas protein
sinyal molekul interselular yang mem- tirosin kinase
pengaruhi perilaku leukosit dan lain Ikatan sitokin menginduksi asosiasi
sel. lkatan TLR dapat meningkatkan dua subunit reseptor sitokin yang
aktivitas fagositosis makrofag dan terpisah dan aktivasi reseptor yang
neutrofil dan mengubah fisiologi yang berhubungan dengan JAK
meningkatkan kemampuan membunuh JAK yang diaktifkan menimbulkan
dan menyingkirkan patogen. Dalam sistem docking site untuk faktor transkripsi
non-vertebrata, sinyal TLR mengaktifkan STAT oleh fosforilase residu tirosin
sejumlah sistem yang efektif dalam pada subunit reseptor sitokin. Bila
imunitas. Kebanyakan, namun tidak semua reseptor yang berhubungan dengan
TLR menggunakan jalur transduksi
JAK diaktifkan, akan menimbulkan
sinyal sesuai dengan gambar di atas. TLR3
fosforilase tirosin spesifik pada subunit
menggunakan jalur yang independen dari
reseptor dari kompleks. Anggota famili
MYD88. TLR4 menggunakan baik jalur
faktor transkripsi yang disebut STAT
yang terse but di atas dan jalur TLR3 yang
berikatan dengan residu tirosin yang
MyD88 independen.
difosforilase. STAT yang spesifik
Penemuan jalur sinyal utama yang
berperan dalam jalur sinyal sejumlah
ditimbulkan oleh interaksi antara IFN-
besar sitokin . lkatan STAT dengan
y dan reseptomya menunjukkan bahwa
subunit reseptor terjadi dengan ikatan
transduksi sinyal melalui reseptor sitokin
domain SH2 pada STAT dengan
kelas I dan kelas II terlibat dalam tahap-
docking site yang dibentuk oleh
tahap yang merupakan dasar dari sinyal
fosforilase dengan bantuan JAK dari
sitokin sebagai berikut:
ti.rosin khusus pada subunit reseptor
• Reseptor sitokin terdiri atas subunit
yang terpisah. Satu rantai terutama Setelah terjadi fosforilase dengan
diperlukan untuk mengikat sitokin dan bantuan JAK, terjadi transkripsi faktor
transduksi sinyal dan rantai yang lain STAT dan translokasi dari tempat docking
diperlukan untuk sinyal, tetapi sering receptor di membran ke nukleus yang
hanya dengan peran ikatan yang minor menginisiasi transkripsi gen spesifik.
• Berbagai protein tirosin kinase Disamping IFN-y sejurnlah ligan kelas I
inaktif berhubungan dengan berbagai dan kelas II juga menunjukkan dimerisasi
subunit reseptor. Rantai alfa reseptor reseptomya.

346
Bab 13. Mekanisme E(ektor /mun

D. Antagonis sitokin IV. PEMBAGIAN EFEKTOR


Sejumlah protein mencegah aktivitas
Efektor imun dibagi dalam efektor humoral
biologis sitokin. Protein tersebut dapat
dan selular. Yang berperan dalam efektor
mengikat langsung reseptor sitokin, tetapi
humoral adalah antibodi yang dapat di-
tidak mengaktifkan sel atau mencegah efek
temukan di permukaan sel dan rongga
biologisnya. Inhibitor sitokin ditemukan
ekstraselular yang dapat mengikat dan me-
dalam darah dan cairan ekstraselular.
netralkan antigen. Wawasan primer proteksi
Antagonis sitokin larut yang telah di-
antibodi terletak di luar sel. Oleh karena
temukan, diantaranya adalah antagonis
itu mikroba intraselular akan terhindar dari
reseptor larut IL-2 (sIL-2R) yang dilepas '
efek antibodi. Efektor-efektor pada imunitas
pada aktivasi kronis sel T.
nonspesifik dan spesifik terlihat pada
Beberapa virus dapat mengembangkan
Tabel 13 .3.
strategi untuk mencegah aktivitas sitokin.
Sel efektor berperan untuk menemu-
Virus EBY memproduksi molekul serupa kan dan menyingkirkan sel yang mengan-
IL-1 O (IL-10 viral a tau v IL-10) yang dung patogen. Sel efektor selular terdiri
mengikat reseptor IL-10 dan seperti IL- atas sel efektor spesifik seperti sel CD8+(Tc
1O selular, menekan respons Th-1 , yang atau CTL) dan sel CD4+ Th (Thl dan Th2)
aktif terhadap ban yak paras it intraselular yang melepas sitokin dan berperan dalam
seperti virus. Molekul yang diproduksi DTH, sel efektor selular nonspesifik seperti
virus serupa sitokin memungkinkan virus sel NK, sel nonlimfoid seperti makrofag,
untuk memanipulasi respons imun yang neutrofil dan eosinofil yang semuanya
menunjang hidupnya. EBY memproduksi berperan dalam eliminasi patogen. Sel
antagonis IL-1 (IL-1 Ra) efektor selular dapat mengenal dan

Tabel 13.3 Efektor molekul pada imunitas


Nonspesifik Spesifik
Hu moral Komponen komplemen untuk Antibodi spesifik untuk opsonisasi dan
opsonisasi dan lisis fagositosis atau lisis dengan bantuan
komplemen
Selular Perforin pada sel NK menimbulkan Perforin pada sitolitik CD8 membuat
lubang-lubang pada membran sel lubang-lubang pada membran sel
sasaran sasaran spesifik
Granzim pada sel NK menginduksi Sel NKT menginduksi apoptosis (?)
apoptosis sel sasaran melalui produksi perforin
Lisosom dalam vakuol fagosit
membunuh mikroba yang dimakan
Histamin dan bahan vasoaktif,
leukotrin dalam sel mast

347
lmunologi Dasar Edisi ke-10

menyingkirkan mikroba dalam sel, sel senngnya terjadi infeksi virus, bakteri
tumor yang menunjukkan modifikasi intraselular dan jamur, bahkan virus yang
genetik dan sering mengekspresikan anti- dilemahkan dalam vaksin dapat menim-
gen yang tidak khas untuk sel normal. bulkan infeksi yang mengancam nyawa.
Pentingnya imunitas selular terlihat Sel-sel efektor yang berperan pada
pada anak dengan sindrom DiGeorge imunitas nonspesifik adalah neutrofil,
yang dilahirkan tanpa timus dan tidak
makrofag dan pada imunitas spesifik
memiliki sel T yang pada umurnnya
adalah sel B, sel T dan NKT. Limfosit
dapat menangkal infeksi bakteri ekstra-
selular, tetapi tidak dapat menyingkirkan yang berperan pada respons imun spesifik
mikroba intraselular. Hal itu terlihat dari terlihat pad a Ta be I 13 .4.

Tabel 13.4 Limfosit yang berperan pada respons imun spesifik


Jenis sel Fungsi sel Produk sel Fungsi produk
B Produks i antibod i Anti bod i Netralisasi
Presentasi antigen Opsonisasi
Lisis sel
Th2 t sel B untuk memproduksi Sitokin IL-3, -4, Membantu sel B dan sel Tc
antibodi -5, -10, -1 3
t aktivasi sel Tc

Th1 lnflamasi , memacu dan IL-2, IFN-y, TNF Mediator inflamasi


meningkatkan
Ts/Tr ,,!, Produksi antibodi sel B Faktor supresor Menekan Th 1 dan secara
,,!, Aktivasi Tc mis. TNF-~ indirek sel B dan Tc
Tc Lisis antigen sel sasaran IFN-y Meningkatkan ekspresi
MHC
Perforin Mengaktifkan sel NK
Merusak membran sel
sasaran
NKT Membunuh sel sasaran IL-4, IFN-y

348
Bab 13. Mekanisme Efektor /mun

V. EFEKTOR SPESIFIK membantu opsoninasi untuk fagosit,


HUM ORAL berperan pada ADCC dan mengaktifkan
sistem komplemen. Fungsi efektor yang
Pada respons humoral, sel B yang me- bermacam-macam itu diperankan berbagai
ngenal antigen yang dipresentasikan me- jenis antibodi.
lalui molekul MHC oleh sel T, berdife- Antibodi diproduksi sel B dalam
rensiasi menjadi sel plasma yang melepas sumsum tulang dan organ limfoid, namun
antibodi dan sel memori. Antibodi yang antibodi bekerja sebagai efektor di tem-
dilepas berikatan dengan antigen dan me- pat yang jauh dari tempat produksinya.
mudahk:an pembersihannya dari tubuh. Se! Antibodi yang berperan dalam imu-
B dapat pula memberikan respons yang T nitas protektif, dapat berasal dari sel
independen. (Gambar 13.6). Fungsi efektor plasma yang hidup lama dan dilepas
antibodi adalah netralisasi dan eliminasi pada berbagai pajanan dengan antigen,
mikroba yang menimbulkan infeksi pada respons imun sekunder dan pada
atau toksinnya (Gambar 13.7). Antibodi aktivasi sel B memori. Antibodi dapat
terhadap mikroba dan toksinnya (tidak menetralisasi, mengopsonisasi bakteri
tergambar) menetralkan agens tersebut, untuk difagositosis makrofag, berperan

Aktiva si
peningkatan
- kontrol
• Fungsi e patogen

·~

:e:or1~

Penglepasan
s1tokin dan
. Fagosit

Sel B memori

Gambar 13.6 Respons humoral , sel B mengenal antigen yang dipresentasikan sel T

349
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Netralisasi mikroba
dan toksin

Fagosit

Ospsonisasi dan
fagositosis mikroba
Antibodi

ADCC

r;r~ j Lisis mikroba j

~~ Reseptor
Fagositosis mikroba
yang diopsonisasi
dengan fragmen
komplemen (m is.C3b)
C3b

lnflamasi

Gambar 13.7 Fungsi efektor antibodi

pada ADCC dan mengaktifkan sistem tasikan. Sel Th memberikan respons


komplemen. Berbagai fungsi efektor ter- terhadap antigen dengan memproduksi
sebut dapat diperankan berbagai isotipe sitokin. Sel Tc memberikan respons
antibodi. terhadap antigen yang berkembang
menjadi set CTL yang dapat memus-
VI. EFEKTOR SPESIFIK SEL T nahkan set sendiri yang berubah misal-
nya sel terinfeksi virus. Aktivasi yang
Pada respons selular berbagai subpopulasi
sel T mengenal antigen yang dipresen- diperlukan sel-set T tidak sama. Sel T

350
Bab 13. Mekanisme Efektor /mun

dalam berbagai fase diferensiasi mem- T yang masing-masing mengikat LFA-3


berikan respons dengan efisiensi yang dan ICAM pada APC dan berbagai sel
berbeda terhadap sinyal TCR. Oleh karena sasaran. Kadar CD2 dan LFA-1 adalah
itu sering diperlukan sinyal kostimulator. 2-4 lebih tinggi pada sel T efektor di-
Sebaliknya, sel efektor yang sudah ter- banding sel T naif sehingga memungkin-
pajan dengan antigen untuk beberapa kan sel T efektor berikatan lebih efektif
kali dan sel memori (di banding dengan dengan APC dan berbagai sel sasaran
sel naif) dapat memberikan respons yang mengekspresikan ICAM dan LFA-
sinyal TCR hanya dengan sedikit bantuan 3 kadar rendah. Kompleks peptida-
kostimulator. MHC yang tidak dikenal oleh sel efektor
Mekanisme yang melatar-belakangi akan dilepas dari APC atau sel sasaran.
perbedaan tersebut diduga oleh karena sel Pengenalan kompleks peptida-MHC
T naif dan sel T efektor mengekspresikan akan menimbulkan sinyal yang me-
isoform CD45 yang berbeda, sebagai ningkatkan afinitas LFA-1 untuk ICAM
CD45RA dan CD45RO. Kedua molekul pada APC atau membran sel sasaran,
membran berperan dalam sinyal trans- memperpanjang interaksi antarsel.
duksi melalui difosforilase residu tirosin Misalnya sel efektor Thl tetap diikat
pada protein tirosin kinase. Sel efektor oleh makrofag yang mempresentasikan
mengekspresikan isoform CD45RO yang kompleks peptida-MHC-II. Efektor Th2
dapat berhubungan lebih baik dengan tetap diikat sel B yang mempresentasikan
kompleks TCR dan koreseptor CD4 kompleks peptida-MHC-II dan efektor
dan CD8 dibanding isoform CD45RA Tc diikat dengan kuat oleh sel sasaran
yang diekspresikan sel T naif. Sel yang terinfeksi yang mempresentasikan
memori memiliki kedua isoform, tetapi kompleks peptida-MHC-I virus.
CD45RO predominan. Hasilnya, sel T
efektor menunjukkan memori yang lebih A. Efektor sel CD4+
rentan terhadap aktivasi melalui TCR Antigen yang datang dari luar sel (ekstra-
oleh kompleks peptida-MHC. Proses selular) atau dari dalam sel (intraselular)
ini tidak begitu banyak memerlukan diproses dalam APC menjadi peptida.
sinyal kostimulator dan karenanya dapat Tempat proses tersebut menentukan presen-
memberikan respons terhadap kompleks tasi peptida selanjutnya, yang masing-
peptida-MHC yang dipajankan pada sel masing melalui MHC-II dan MHC-I.
sasaran atau dipresentasikan oleh APC Peptida asal antigen yang sudah diproses
yang tidak mengekspresikan molekul B7 diangkut APC melalui sistem limfatik
(Gambar 13 .8 dan Tabel 13.5). ke organ limfatik sekunder seperti limpa
CD2 dan integrin LEA-1 merupa- dan kelenjar getah bening sebelum dipre-
kan molekul adhesi pada permukaan sel sentasikan ke sel-sel limfosit. Beberapa

351
lmunologi Dasar Edisi ke-10

lkatan kuat
A. Lemah - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - Konstanta
--...-----,~--"""'T"---""T'"---"T"""---,----,.----,-- disosiasi
(mol/L)
10 · • 10-s 10" 10

TCR Reseptor GF

Molekul adhesi

Antibodi

B.
Sel Th APC Sel Tc Sel sasaran

"\

CD2
• CD2

LFA-1
LFA-1

6g~ { ~ '°' {
CD3

p55lck
CD4 ~:/'"UIJOO""/c_-~ CDS
CD45R CD22 CD45R

CD28 87

Gambar 13.8 Peran koreseptor pada afinitas ikatan TCR

A. Faktor disosiasi untuk berbagai fungsi biologik.


B. Diagram interaksi antara TCR dan MHC dan berbagai molekul asesori dan ligannya pada
APC (kiri) atau sel sasaran (kanan). lkatan koreseptor CD4 dan CD8 dan molekul asesori
lainnya dengan ligannya menguatkan interaksi sel atau memungkinkan transduksi sinyal
yang menimbulkan aktivasi sel T.

Tabel 13.5 Perbandingan sel T naif dan efektor


Gamba ran Sel T naif Sel T efektor
Sinyal kostimulator (interaksi CD28-B7) Diperlukan untuk aktivasi
lsoform CD45 CD45RA CD45RO
Molekul adhesi (CD2 dan LFA-1) Rendah Tinggi
Pola lintasan HEV merupakan jaringan Jaringan limfoid tersier,
limfoid sekunder daerah inflamasi

352
Bab 13. Mekanisme Efektor /mun

antigen tetap berada dalam sel APC di IL-4, IL-5 dan IL-13 . IL-4 dan IL-13
kelenjar getah bening untuk waktu yang merangsang produksi IgE yang spesifik
lama dan dapat memberikan rangsangan untuk cacing dan merupakan opsonin.
antigen bertahun-tahun. IL-5 mengaktifkan eosinofil yang meng-
Reseptor sel T hanya mengenal ikat IgE yang melapisi pennukaan cacing
dan akan mengikat fragmen yang ber- melalui Fcc:-R. Eosinofil yang diaktifkan
hubungan dengan MHC dan karenanya melepas MBP dan MCP yang dapat me-
disebut MHC restricted. Reseptor Th CD4+ rusak cacing. Kebanyakan sel mast juga
hanya mengenal dan mengikat peptida mengekspresikan Fcc:-R dan diikat IgE
yang terutama berasal dari protein ekstra- pada permukaan cacing dan menimbulkan
selular yang ada dalam vesikel APC yang degranulasi. Isi granul sel mast mengan-
dipresentasikan antigen melalui molekul dung amin vasoaktif, sitokin seperti TNF
MHC-II, sedang reseptor CD8+/CTL me- dan mediator lipid yang menginduksi
ngenal peptida yang berasal dari sitosol inflamasi lokal. Respons tersebut adalah
yang dipresentasikan MHC-1 (lihat pem- untuk menyingkirkan infeksi cacing dan
bahasan dalam Bab 8 Kompleks Histo- dapat juga berperan terhadap beberapa
kompatibilitas Mayor). ektoparasit. Cacing terlalu besar untuk
dimakan dan lebih resisten terhadap akti-
1. Efektor Th2 pad a alergi
vitas mikrobisidal makrofag dibanding
Se! T CD4+ yang berdiferensiasi men- kebanyakan kuman dan virus. Dalam
jadi Th2, mensekresi IL-4 dan IL-5. IL-4 beberapa ha!, IL-4 diproduksi sel mast dan
merangsang sel B untuk memproduksi sel CD4+. Rangsangan selain sitokin yang
IgE yang berikatan dengan sel mast. IL- juga berperan dalam diferensiasi Th
4 juga merupakan sitokin autokrin untuk antara lain adalah jumlah antigen dan faktor
pertumbuhan dan diferensiasi Th2 sen- kostimulator yang diekspresikan pada sel
diri . Fungsi efektor utama sel Th2 ialah
APC (lihat Bab 15 Imunologi Infeksi).
reaksi imun yang terjadi melalui IgE, sel
mast dan eosinofil. IL-5 mengaktifkan
eosinofil sebagai respons yang diperlu- 3. Efektor Thl
kan terhadap cacing. Sitokin asal Th2 Sel CD4+ berdiferensiasi menjadi sel
juga menghambat aktivasi makrofag dan efektor Th 1 yang mensekresi IFN-y yang
reaksi Thl (Gambar 13.9). meningkatkan imunitas selular fagosit/
makrofag. Makrofag yang diaktifkan oleh
2. Efektor Th2 dan eosinofil pad a IFN-y yang dilepas Thl untuk membunuh
imunitas cacing mikroba yang dimakan, memacu inflamasi
Respons imun terhadap cacing sebagian dan memperbaiki jaringan yang rusak.
besar diperankan Th2 yang melepas Bila infeksi tidak dikendalikan sepenuh-

353
lmunologi Dasar Edisi ke-10

APC Sel T CD4+naif


Mikroba * \~ ~
~·~ Makrofag
teraktivasi

I @
Proliferasi dan

Se~ diferensiasi

fll-101
~ l
Th2
@
Supresi aktivasi
makrofag

Produksi lgG
yang menetralkan
(manusia lgG4 ,
tikus lgG1)

Gambar 13.9 Fungsi efektor sel Th2

nya, makrofag yang diaktifkan dapat fagosit sebagai sel efektor (Gambar
merusak jaringan yang terjadi melalui 13.10).
produknya seperti enzim hidrolitik, Kerjasama antara sel T dan fagosit
ROI, NO dan sitokin proinflamasi. DTH merupakan kerja antarsel nonspesifik dan
kronis sering menimbulkan fibrosis yang spesifik yang terjadi melalui sitokin. Sel T
disebabkan sitokin dan GF yang dilepas merangsang fungsi dan memfokuskan efek
makrofag. Fungsi utama sel Thl adalah sel efektor irnunitas nonspesifik (fagosit) .
pertahanan terhadap infeksi mikroba Makrofag sebagai sel efektor pada DTH
intraselular yang akhimya mengaktifkan membunuh mikroba yang dimakan, ter-

354
Bab 13. Mekanisme E(ektor /mun

APC Sel T CD4+naif

Mikroba~~

~
~
~
+I Proliferasi dan
diferensiasi

l Th1

@ ~
~
Aktivasi makrofag
(meningkatkan ILT, TNFI
pemusnahan mikroba)

Antibodi mengikat
komplemen dan
opsonin

Aktivasi neutrofil
Opsonisasi dan (meningkatkan
fagositosis pemusnahan mikroba)

Gambar 13.10 Fungsi efektor sel Th1

CD4• yang berdiferensiasi menjadi Th1 melepas IFN-y, Limfotoksin (LT) dan TNF dan IL-2.
IFN-y meningkatkan fagositosis makrofag dan membunuh mikroba dalam fagolisosom dan
juga merangsang produksi lgG yang beperan sebagai opsonin ; LT dan TNF mengaktifkan
neutrofil dan merangsang inflamasi. IL-2 adalah GF autokrin yang disintesis oleh subset sel T
(tidak tergambar).

355
lmunologi Dasar Edisi ke-10

utama melalui produksi ROI, oksida nitrit, trofil yang diaktifkan dapat merusak
enzim lisosom, mediator lipid seperti PAF, jaringan normal. Produk tersebut tidak
prostaglandin, leukotrin dan sitokin ter- dapat membedakan jaringan sendiri dari
utama TNF, IL-1, kemokin. Efek kolektif mikroba (Gambar 13.11).
sitokin asal makrofag dan mediator lipid Kerusakan tersebut biasanya hanya
berupa inflamasi lokal yang mengandung sebentar dan akan menjadi normal kembali.
banyak neutrofil yang memakan dan meng- Namun bila makrofag yang diaktifkan
hancurkan mikroba. gaga! menyingkirkan mikroba, sitokin
Makrofag dan neutrofil yang di- dan GF akan terus menerus diproduksi.
aktifkan menyingkirkan jaringan mati Makrofag yang diaktifkan kadang mening-
untuk memudahkan penyembuhan se- katkan sitoplasma dan organel, menyerupai
telah infeksi terkontrol. Makrofag yang sel epitel yang disebut sel epiteloid. Sel-sel
diaktifkan j uga menginduksi perbaikan yang akhir bersatu menjadi sel raksasa
jaringan dengan mensekresi GF yang dengan ban yak nukleus, membentuk granu-
merangsang proliferasi fibroblas PDGF, loma. Yang akhir merupakan respons
sintesis kolagen (TGF-~) dan angioge- terhadap mikroba yang persisten seperti M.
nesis (GF fibroblas) yang menyingkir- tuberkulosis dan beberapa jamur. Jaringan
kan antigen dan menghentikan inflamasi. rusak yang diganti denganjaringan fibrosis
Produk yang dilepas makrofag dan neu- dapat mengganggu fungsi organ.

Aktivasi Respons rnakrofag


rnakrofag yang diaktifkan

Pemusnahan mikroba
yang difagositosis
CD Makrofag dengan
40
CD 4 0L \ ~1kroba yang
\ d1m~kan

'
\,
-==1''B@
~· @
IFN-y
.. ..,,.... ~
.---- Reseptor
IFN-y
\
Efektor Sekresi sitokin Peningkatan ekspresi
Sel T co4+ (TNF, IL-1 , IL,12 MHC dan kostimulator
kemokin) (molekul 87)

Garnbar 13.11 Aktivasi dan fungsi makrofag dalam imunitas selular

356
Bab 13. Mekanisme Efektor /mun

Pada imunitas selular CD4+, makrofag 5. Sitokin subset Thl dan Th2
yang diaktifkan oleh interaksi CD40L- Respons imun terhadap patogen tertentu
CD40 dan IFN- y menunjukkan beberapa harus menginduksi sejumlah fungsi efektor
fungsi: membunuh mikroba, merangsang yang benar agar dapat menyingkirkan
in:flamasi dan meningkatkan kapasitas pe- agens penyakit atau produk toksik dari
nyaj ian antigen oleh sel. Makrofag juga pejamu. Netralisasi toksin bakteri larut
diaktifkan selama imunitas nonspesifik memerlukan antibodi, sedang respons
dan menunjukkan fungsi yang sama. terhadap virus atau bakteri intraselular
memerlukan sitotoksisitas selular atau
4. Interaksi antara Thl dan Th2 DTH. Perbedaan dalam gambaran sekresi
Sel CD4+ yang berdiferensiasi menjadi sitokin di antara subset sel Th merupa-
Th2 mensekresi IL-4 dan IL-5. IL-4 kan determinan respons imun yang akan
terjadi. Perkembangan subset Thl dan Th2
merangsang sel B untuk memproduksi
ditentukan milieu sitokin (Gambar 13.13).
antibodi seperti IgE yang berikatan dengan
Perkembangan subset Thl dan Th2
sel mast. IL-4 juga merupakan faktor per-
yang STAT dependen telah dibahas di
tumbuhan autokrin dan diferensiasi Th2.
Bab 5 Sel-sel Sistem Imun Spesifik.
IL-5 mengaktifkan eosinofil, yang penting
Lingkungan sitokin sewaktu antigen
pada pertahanan terhadap cacing. Sitokin
memacu diferensiasi sel Th menentukan
asal Th2 juga mencegah aktivasi makrofag
subset yang akan berkembang. IL-4 adalah
dan reaksi Thl (Gambar 13.12).
esensial untuk perkembangan respons

~__... .. j IFN-y, TNF ,__.. @


~/ Aktivasi makrofag :
imunitas selular

Sel T CD4+naif '

~--~..~1 IL-10, IL-4, IL-131

Gambar 13.12 lnteraksi antar Th1 dan Th2

357
lmunologi Dasar Edisi ke-10

ftr\
/IL-iN~ ~\\ :~ ~O
~ T I TIL-5 IL-, ..
CTL

1
@
(\ 8 ~ \ ():
Sitotoksisitas
··:.: ..~•i
\...__)
~
¥
••
Sel mast

lgE
I ~
~
Eosinofil

lgG1 (tikus)
lgG4 (manusia)

MHC
NO Oz-

Gambar 13.13 Pembagian sel T menjadi Th1 dan Th2


Sel Th1 melepas sitokin utama IFN-y , TNF dan IL-2 yang memacu imunitas selular, sedang sel Th2
yang melepas IL-4, IL-5 dan IL-10, mengaktifkan imunitas humeral serta granulosit, eosinofil
dan sel mast. Panah-panah menunjukkan sintesis mediator larut.

Th2, sedang IFN-y, IL-12 dan IL-18 kursor Tc (CTLp) untuk menunjukkan
semua diperlukan untuk perkembangan fungsinya yang irnatur. Hanya setelah sel
Th 1. Fungsi efektor sel Th terlihat pada CTLp diaktifkan, akan berkembang men-
Gambar 13.14. jadi CTL yang berfungsi dengan aktivitas
sitotoksik. Ambang untuk aktivasi CTL
B. Efektor sel CTL dari CTLp adalah tinggi dibanding dengan
1. Perkembangan efektor sel CTL sel T efektor lain dan memerlukan sedikit-
nya 3 sinyal berurutan (Gambar 13.15).
Sel T naif tidak dapat membunuh sel
sasaran dan karenanya juga disebut pre- • Sinyal antigen spesifik oleh kompleks

358
Bab 13. Mekanisme Efektor /mun

Th 1 mengaktifkan makrofag Th2· merangsang sel B meningkatkan


untuk memusnahkan patogen intraselular produksi antibodi dan pengalihan isotip

IL-4 Aktivasi
IL-5 sitokin
IL-6
IL-10

Gambar 13.14 Fungsi efektor sel Th

Sel Th1 mengaktifkan makrofag melalui produksi sitokin yang membantu destruksi
mikroorganisma intraselular. Sel Th 2 memacu diferensiasi dan merangsang sel B untuk
berproliferasi dan memproduksi imunoglobulin serta pengalihan isotip.

TCR setelah kompleks peptida-MHC- famili TNF dari protein membran yang
1 pada APC dikenal meliputi FasL pada sel CD8+, TNF-~ pada
• Transmisi sinyal kostimulator oleh sel Thl dan CD40L atau CD154 pada sel
interaksi CD28-B7 CTLp danAPC Th2.
• Sinyal yang diinduksi oleh interaksi Setiap populasi sel T efektor juga
antara IL-2 afinitas tinggi dengan melepas sejumlah molekul efektor larut
IL-2R yang menghasilkan proliferasi yang berbeda. Tc melepas sitotoksin
dan diferensiasi CTLp yang diaktifkan (perforin dan granzim) serta IFN-y dan
antigen menjadi CTL efektor. TNF-~. Subset Thl dan Th2 melepas
sitokin yang sebagian besar tidak
2. Molekul yang diekspresikan efektor tumpang tindih. Setiap molekul yang di-
sel CTL ikat membran atau dilepas mempunyai
Sel efektor mengekspresikan molekul peran penting dalam berbagai fungsi efekor
tertentu, baik yang diikat membran atau sel T. FasL, perforin dan granzim misalnya
larut yang tidak diekspresikan sel T naif. berperan dalam destruksi sel sasaran oleh
Molekul yang diikat membran tergolong CTL, TNF-~ yang diikat membran dan

359
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Belum diketahui secara pasti


apakah ikatan simultan Th1
Penunjukan APDC dengan APC diperlukan untuk
aktivasi CTL-P

SD yang sudah ditunjuk


Penunjukan juga dapat
terjadi ketika TLR pada
APC mengikat produk
mikroba

Gambar 13.15 Pembentukan efektor CTL

Untuk mengaktifkan CTLp, APC mungkin memerlukan interaksi dengan sel Th1 CD4+
sebelumnya atau bersamaan melalui presentasi antigen kelas II dan kostimulasi CD40-CD40L.
Pada interaksi dengan MHC-1 dan molekul kostimulator pada APC yang sudah diaktifkan , CTLp
mulai mengekspresikan IL-3R dan sejumlah kecil IL-2. CTLp kemudian menjadi CTL yang dapat
membunuh sel sasaran.

TNF-y larut dan GM-CSF meningkatkan yang menunjukkan antigen spesifik yang
aktivasi makrofag oleh sel Th 1 dan CD40L dikenal oleh CTL dalam konteks dengan
yang diikat membran dan IL-4, IL-5 dan molekul MHC-I (Gambar 13.16).
IL-6 larut berperan dalam aktivasi sel B
oleh sel Th2.
3. Mekanisme efektor CDs+ membunuh
CTL diproduksi oleh aktivasi sel Tc.
sel
Sel efektor ini memiliki kapasitas litik dan
sangat diperlukan dalam pengenalan dan Fase efektor respons CTL melibatkan
eliminasi sel yang berubah (sel terinfeksi urutan kejadian yang diatur dan dimulai
virus dan sel tumor) dan berbagai sel yang dengan ikatan sel sasaran dengan sel
genetik berbeda dalam reaksi penolakan yang menyerang. Studi biakan klon CTL
tandur. Pada umumnya, CTL dan CD8+ dilakukan untuk mengidentifikasi molekul
adalah MHC-I dependen. Oleh karena membran yang berperan dalam proses.
hampir semua sel tubuh mengekspresikan Aktivasi CTL menjadikan LFA-1 dengan
molekul MHC-I, CTL dapat mengenal dan afinitas rendah menjadi LFA-1 afinitas
menyingkirkan hampir setiap sel tubuh tinggi ; CTL menempel dan membentuk

360
Bab 13. Mekanisme E(ektor /mun

CTL
~-
/~~:~ul CTL
/ ositosis

Gambar 13.16 Fase-fase pemusnahan sel sasaran oleh CTL

TCR pada CTL berinteraksi dengan antigen yang diproses melalui MHC-1 pada sel sasaran
sesuai, menimbulkan pembentukan konjugat CTL-sel sasaran . Badan Golgi dan granul dalam
CTL mengatur tempatnya demikian rupa sehingga berada pada sisi kontak dengan sel sasaran
dan isi granul kemudian dikeluarkan melalui eksositosis. Setelah konjugat berdisosiasi, CTL
didaur ulang dan sel sasaran mati melalui apoptosis.

konjugat hanya dengan sasaran yang serin protease yang disebut granzim (atau
benar dan mempresentasikan kompleks :fragmentin). CTLp tidak mengandung
antigen-MHC-1. LFA-1 menetap dalam granul dan perforin. Pada aktivasi, timbul
keadaan afinitas tinggi hanya untuk 5- granul sitoplasma dan perforin. Perforin
10 menit dan kembali ke fase afinitas dan granzim dilepas dari granul pada ekso-
rendah. Hal ini memungkinkan disosiasi sitosis ke ruangan di tempat kontak kedua
CTL dari sel sasaran. sel. Lubang yang dibentuk perforin pada
Gambaran mikroskop elektron me- sel sasaran, memberikan jalan untuk granzirn
nunjukkan CTL mengandung granul yang dari vesikel masuk ke dalam sitoplasma
telah dapat diisolasi dan berperan dalam sel sasaran.
kerusakan sel sasaran. Analisa granul me- Beberapa CTL tidak menunjukkan
nunjukkan adanya protein yang dapat perforin dan granzim. Dalam ha! ini sito-
membuat lubang (perforin) dan beberapa toksitas terjadi melalui Fas. Fas merupa-

361
lmunologi Dasar Edisi ke-10

kan anggota famili TNF-R yang dapat dan tumor. Sel NK melepas sejumlah
mengirimkan sinyal mati bila diikat oleh sitokin dan berperan dalam regulasi
ligannya (FasL, anggota famili TNF). sistem imun nonspesifik dan spesifik
FasL ditemukan pada membran CTL dan (dibahas dalam Bab 4 Sel-sel Sistem
interaksi antara Fas pada sel sasaran dan imun nonspesifik). Terutama IFN-y yang
FasL memacu apoptosis. Eksperimen me- diproduksi sel NK mengaktifkan fungsi
nunjukkan bahwa dua mekanisme terjadi makrofag pada imunitas nonspesifik. IFN-
pada inisiasi apoptosis sel sasaran oleh y mempengaruhi pula Th l -Th2 yang me-
CTL: penghantaran protein sitotoksik nunjukkan efek terhadap ekspansi Th2
(perforin dan granzim) yang dilepas CTL dan stimulasi perkembangan Th 1 melalui
dan masuk sel sasaran dan interaksi antara induksi IL-21 oleh makrofag dan SD.
FsaL pada CTL dan FasR pada permukaan Aktivitas sel NK dirangsang IFN-a,
sel sasaran. IFN-~ dan IL-12. Pada infeki virus kadar
CDS+/CTL/Tc mengenal peptida sitokin tersebut meningkat cepat disertai
mikroba dalam sel terinfeksi melalui kom- dengan jumlah sel NK yang meningkat dan
pleks dengan MHC-I. Molekul adhesi mencapai puncak sekitar 3 hari. Se! NK
seperti integrin, menstabilkan ikatan CTL merupakan pertahanan terdepan terhadap
dengan sel terinfeksi. CTL diaktifkan dan infeksi virus, mengontrol replikasi virus
melepas (eksositosis) isi granul dan me- sebelum CTL diaktifkan, berproliferasi
nimbulkan lethal hit sel sasaran. Isi granul dan diferensiasi menjadi CT yang ber-
berupa perforin membentuk lubang-lubang fungsi pada sekitar hari ke 7.
kecil di membran sel sasaran dan granzim
dari CTL masuk sel sasaran. CTL juga me- A. Ciri sel NK dan sel Tc yang sama
lepas TNF yang menekan sintesis protein.
Aktivasi CTL akan meningkatkan ekspresi Sel NK mengekspresikan petanda per-
FasL pada permukaan sel terinfeksi mukaan yang juga ditemukan pada
(virus). Protein Fas pada membran CDS+/ monosit, granulosit dan beberapa diantara-
CTL/Tc bereaksi dengan FasL pada nya juga ditemukan pada sel T. Berbagai
membran sel sasaran yang meng1msias1 sel NK mengekspresikan molekul per-
apoptosis (Gambar 13.17). mukaan yang berbeda, mungkin merefleksi-
kan adanya subtipe atau fase-fase aktivasi
dan maturasi yang berbeda.
VII. EFEKTOR SEL NK B. Cara sel NK dan CTL membunuh

Sel NK merupakan limfosit dalam sirkulasi Sel NK membunuh sel tumor dan sel
dan berperan dalam pertahanan imun terinfeksi virus melalui proses yang sama
terhadap virus, patogen intraselular lainnya dengan CTL. Sel NK mengekspresikna

362
Bab 13. Mekanisme E(ektor /mun

Sel sasaran
terinfeksi

Pengenalan
antigen dan
pembentukan
konjugat

Aktivasi CTL

Eksositosis
granul CTL

Gambar 13.17 Mekanisme


(efektor) CDS•/CTUTc
membunuh sel terinfeksi

Pemusnahan CTL mengenal sel sasaran


sel sasaran yang mengekspresikan anti-
gen dan diaktifkan. Yang akhir
melepas isi granul dari CTL
yang mengirimkan lethal hit
ke sel sasaran. CTL dapat
melepaskan sel sasarannya
dan membunuh sel sasaran
Granzim masuk
lain, sementara sel sasaran
melalui lobang

• +

perforin --+
induksi apoptosis
pertama mati. Pembentukan
konjugat antara CTL dan sel
sasaran dan aktivasi CTL juga
l memerlukan interaksi antara
molekul asesori (LFA-1 ,
COB) pada CTL dan ligan
Polimerase spesifiknya pada sel sasaran
Granzim
perforin (tidak tergambar).

363
lmunologi Dasar Edisi ke-10

FasL dan dengan segera dapat meng- inhibitor seperti ILT/LT yang mengikat
induksi kematian sel yang mengrekspresi- molekul MHC-I. KlR dan reseptor serupa
kan Fas. Sitoplasma sel NK berisikan lektin dapat merupakan reseptor aktivasi
granul yang mengandung perforin dan atau inhibitor (Gambar 13.18).
granzim. Tidak seperti CTL yang harus
D. Sel NKT
diaktifkan terlebih dahulu sebelum granul
nampak, sel NK secara konstitutif adalah Sel NKT merniliki ciri CTL dan sel NK,
sitotoksik dan selalu mengandung granul mengekspresikan kompleks TCR yang
dalam sitoplasmanya. Setelah sel NK menunjukkan beberapa kesamaan kualitas
menempel dengan sel sasaran, terjadi dengan TCR. Sel NKT sering dianggap
degranulasi dengan penglepasan perforin sebagai bagian imunitas nonspesifk (lihat
dan granzim di tempat kontak kedua sel. Bab 4 Sel-sel sistem imun nonspesifik).
Peforin dan granzim diduga berperan • TCR pada sel NKT adalah invarian,
dalam induksi apoptosis seperti halnya dengan rantai TCRa dan TCR~,
pada CTL. kadang kombinasi yang disebut iNKT
atau invarian NKT
C. Reseptor aktivasi dan reseptor
• TCR pada sel NKT tidak mengenal
inhibitor sel NK
peptida yang diikat molekul MHC,
Sel NK memiliki dua jenis reseptor, yang tetapi lebih mengenal glikolipid yang
satu mengirimkan sinyal inhibitor dan dipresentasikan oleh molekul CD 1d
yang lain sinyal aktivator. Sel NK me- nonpolimorfik
miliki sinyal dan sejumlah reseptor sinyal • Sel NKT tidak membentuk sel memori
aktivasi dan sejumlah reseptor inhibitor. • Sel NKT tidak mengekspresikan petanda
Sel NK dapat membedakan sel hidup dari khas sel T, tetapi mengekspresikan
yang terinfeksi atau kanker melalui kese- ciri-ciri sel NK
imbangan antara reseptor aktivasi dan Kombinasi KlR-MHC mempengaruhi
reseptor inhibitor sinyal. Selanjutnya progresivitas penyakit dan juga berhu-
aktivasi sinyal dapat dihantarkan oleh bungan dengan gangguan reproduksi
faktor larut seperti siokin (JFN-a, JFN-~, seperti sering keguguran atau pre-eklamsi.
TNF-a, IL-12 dan IL-15).
Atas dasar ciri struktur, reseptor sel
E. ADCC
NK dapat dibagi dalam 2 kategori umum,
yang serupa lektin dan yang serupa Ig Sejumlah sel mengekspresikan reseptor
yang meliputi KIR yang mengikat HLA- membran potensial sitotoksik untuk regio
B dan HLA-C. Adajuga sejumlah reseptor Fe antibodi. Bila antibodi diikat sel sasaran

364
Bab 13. Mekanisme Efektor /mun

A.

Tidak ada
pemusnahan

Sel normal Sel NK

B.

Pemusnahan

Gambar 13.18 Model sinyal pada aktivitas sitotoksik sel NK dibatasi pada
sel self yang diubah

Reseptor aktivasi pada sel NK berinteraksi dengan ligannya pada sel self normal dan yang sudah
berubah, memacu terjadinya sinyal aktivasi yang berdampak pada pemusnahan sel. Namun
demikian ikatan reseptor penghambat sel NK seperti inhibitor KIR dan CD94/NKG2 oleh MHC- I
menimbulkan hambatan sinyal yang melawan balik sinyal aktivasi. Ekspresi molekul kelas I pada
sel normal mencegah pemusnahannya oleh sel NK. Mengingat ekspresi sering berkurang pada
sel self yang diubah, maka pemusnahan sel menjadi predominan.

spesifik, sel yang memiliki F eR dapat berikatan dengan sel sasaran melalui FeR,
mengikat antibodi di regio Fe (jadi dengan menunjukkan peningktaan metabolisme:
sel sasaran) dan dapat menimbulkan lisis enzim litik dalam lisosom sitoplasm atau
pada sel sasaran. Meskipun sel sitotoksik granul meningkat. Penglepasan enzim
tidak spesifik untuk antigen, spesifisitas terjadi di tempat kontak melalui Fe me-
antibodi mengarahkannya ke sel sasaran. nimbulkan kerusakan sel sasaran. Monosit,
Jenis sitotoksisitas tersebut disebutADCC. makrofag dan sel NK yang diaktifkan
Berbagai sel yang dapat berperan dalam melepas TNF yang sitotoksik terhadap
ADCC adalah sel NK, makrofag, monosit, sel sasaran yang diikatnya. Sel NK dan
neutrofil dan eosinofil. eosinofil mengandung perforin dalam
ADCC tidak melibatkan komplemen. granul sitoplasmanya yang dapat merusak
Makrofag, neutrofil atau eosinofil yang membran seperti yang terjadi pada CTL

365
lmunologi Dasar Edisi ke-10

(lihatADCC dibahas dalam Bab 6Antigen IX. SITOTOKSITAS SELULAR


dan Antibodi). EKSPERIMENTAL
Beberapa sistem eksperimental dapat di-
VIII. SEL DARAH MERAH SEBAGAI
gunakan untuk menguk:ur ak:tivasi dan fase
EFEKTOR
efek:tor dari respons sitotoksik selular:
Kompleks antigen-antibodi larut dalam MLR merupakan sistem in vitro untuk
darah, diangk:ut dari tempat inflamasi oleh mengukur ak:tivasi fase efek:tor dari
sel darah merah yang mengekspresikan respons sitotoksik melalui sel
CRl. Yang akhir mengikat C3 yang • CML adalah esai in vitro dari fungsi
diaktifkan (C3b) dalam kompleks imun. sitotoksik efek:tor
Kompleks imun dilepas sel darah yang • GVH merupakan eksperimen pada
sampai di hati atau limpa dan selanjutnya hewan berupa sistem in vivo untuk
sel darah merah diresirk:ulasikan kembali. mempelajari sitotoksisitas selular.

366
Bab 13. Mekanisme Efektor /mun

Butir-butir penting

0 Sistem imun selular terdiri atas 2 sel bunuh sel sasaran. Banyak dari sel
efektor antigen spesifik yaitu sel Tc/ tersebut mengikat regio Fe dari anti-
eTL/ ens+ dan sel T en4+ bodi pada sel sasaran dan kemudian
melepas enzim litik, perforin, atau
0 Dibanding dengan sel naif Th dan
TNF yang merusak membran sel
Tc, sel efektor lebih mudah diaktif-
sasaran, proses yang disebut ADee
kan, mengekspresikan molekul
adhesi kadar tinggi, menunjukkan 0 Sel NK berperan dalam lisis sel tumor
gambaran berbagai trafficking dan dan sel terinfeksi virus melalui pem-
memproduksi molekul efektor yang bentukan pori oleh perforin, mekanisme

I 0
larut dan mem bran
Fase pertama respons imun ens+
melibatkan aktivasi dan diferensiasi
0
sama seperti pada eTL
Ekspresi molekul MHC relatif tinggi
pada sel normal untuk melindungi
Tc/eTL/eDs+ (prekursor eTLp). dari efek membunuh sel NK.
Pembunuhan oleh sel NK diatur oleh
Detail proses aktivasi yang melibat-
keseimbangan sinyal positif yang
kan Th 1 belum banyak diketahui
terjadi oleh ikatan dengan reseptor
0 eTL menginduksi kematian sel me- yang diaktifkan dan sinyal negatif
lalui dua mekanisme, jalur perforin/ dari reseptor inhibitor
granzim danjalur Fas/FasL
0 Sel NKT memiliki ciri yang sama
0 Berbagai sel sitotoksik nonspesifik, dengan sel T dan sel NK; terbanyak
MHe independen (sel NK, neutrofil, mengekspresikan invarian eTL dan
eosinofil, makrofag) dapat juga mem- petanda umum sel NK.

367
REAKSI BAB
HI PERSENSITIVITAS 14

Daftar Isi

I. PEMBAGIAN REAKSI HIPERSENSITI- 3. Anemia hemolitik


VITAS MENURUT WAKTU TIMBUL-
NYA REAKSI C. Reaksi Tipe III atau kompleks imun
A. Reaksi cepat I. Kompleks imun mengendap di
B. Reaksi intermediet dinding pembuluh darah
C. Reaksi lambat 2. Kompleks imun mengendap di
jaringan
II. PEMBAGIAN REAKSI HIPERSENSITl- 3. Bentuk reaksi
VITAS MENURUT GELL DAN
COOMBS D. Reaksi hipersensitivitas Tipe IV
A. Reaksi hipersensitivitas Gell dan I. Delayed Type Hypersensitivity Tipe
Coombs Tipe I atau Reaksi Alergi JV
I . Se! mast dan mediator pada Reaksi 2. Sitokin yang berperan pada DTH
Tipe I 3. Manifestasi klinis reaksi Tipe JV
2. Manifestasi Reaksi Tipe I E. Klasifikasi reaksi hipersensitivitas menurut
B. Reaksi Tipe II atau sitotoksik atau
Gell dan Coombs yang dimodifikasi
sitolitik
I. Reaksi transfusi
2. Penyakit hemolitik bayi baru lahir Butir-butir penting

369
lmuno/ogi Dasar Edisi ke-10

Daftar singkatan yang digunakan dalam bab ini

ABO (Golongan Darah) MAC Membrane Attack Complex


ACE Angiotensin Converting Enzyme MBP Myelin Basic Protein
ADCC Antibody Dependent Cell MCAF Macrophage Chemotactic and
(mediated) Cytotoxicity Activating Factor
AINS Anti Inflamasi Non-steroid MCF Macrophage Chemotactic Factor
APC Antigen Presenting Cell MCP Monocyte Chemoattractant
AR Artritis Reumatoid Protein
BK-A Basophil Kallikrein ofAnafilaksis MHC Major Histocompatibility
CAM Cell Adhesion Molecule Complex
cAMP c Adenosin Monophosphat MIF Macrophage Inhibiting Factor
CCL Golongan kemokin NCA Neutrophil Chemotactic Activity
CTL Cytotoxic T Lymphocyte NCF Neutrophil Chemotactic Factor
DTH Delayed Type Hypersensitivity NK Natural Killer (cell)
ECF Eosinophile Chemotactic Factor PAF Platelet Activating Factor
EME Experimental Multiple PG Prostaglandin
Encephalomyelitis PGE Prostaglandin E
FGF Fibrosis Growth Factor PLA Polyclonal Lymphocyte Activator
GM-CSF Granulocyte Monocyte Colony PMN Polimorfonuklear
Stimulating Factor PPD Purified Protein Derivative
TL Interleukin RCM Radio kontras
KGB Kelenjar Getah bening SD Sel dendritik
GMP (cGMP AMP) SDM Sel darah merah
HETE Hydroxyeicosa Tetraenoic Acid SL Sel Langerhans
JTP Idiopathic Trombocytopenia SRS Slow Reacting Substance
LES Lupus Eritematosus Sistemik SSP Susunan Saraf Pusat
LT Leukotrin Syk Spleen tyrosine kinase
LTD Leukotrin D TCR Reseptor sel T
LTE Leukotrin E
TNF Tumor Necrosis Factor

370
Bab 14. Reaksi Hipersensitivitas

espons irnun, baik nonspesifik lalui aktivasi komplemen dan atau sel NKJ

R rnaupun spesifik pada urnurnnya


rnenguntungkan bagi tubuh,
berfungsi protektif terhadap infeksi
ADCC. Manifestasi reaksi intermediet
dapat berupa:
i. Reaksi transfusi darah, eritroblastosis
atau perturnbuhan kanker, tetapi dapat fetalis dan anemia hemolitik autoimun
pula menimbulkan hal yang tidak
ii. Reaksi Arthus lokal dan reaksi sistemik
menguntungkan bagi tubuh berupa
seperti serum sickness, vaskulitis nekrotis,
penyakit yang disebut reaksi hipersen-
glomerulonefritis, artritis reurnatoid dan
sitivitas. Komponen-komponen sistem
imun yang bekerja pada proteksi adalah
LES
sama dengan yang menimbulkan reaksi Reaksi intennediet diawali oleh IgG
hipersensitivitas. Hipersensitivitas adalah dan kerusakan jaringan pejamu yang di-
peningkatan reaktivitas atau sensitivitas sebabkan oleh sel neutrofil atau sel NK.
terhadap antigen yang pemah dipajankan
atau dikenal sebelurnnya. Reaksi C. Reaksi lambat
hipersensitivitas terdiri atas berbagai
kelainan yang heterogeR yang dapat dibagi Reaksi lambat terlihat sampai sekitar 48 -
menurut berbagai cara. jam setelah terjadi pajanan dengan antigen
yang terjadi oleh aktivasi sel Th. Pada DTH,
sitokin yang dilepas sel T mengaktifkan sel
I. PEMBAGIAN REAKSI efektor makrofag yang menimbulkan ke-
HIPERSENSITIVITAS MENU- rusakan jaringan. Contoh reaksi lambat
RUT WAKTU TIMBULNYA adalah dermatitis kontak, reaksi M. tuber-
REAKSI kulosis dan reaksi penolakan tandur.

A. Reaksi cepat
II. PEMBAGIAN REAKSI
Reaksi cepat terjadi dalam hitungan detik,
HIPERSENSITIVITAS
menghilang dalam 2 jam. Ikatan silang
MENURUT GELL DAN
antara alergen dan IgE pada perrnukaan
COOMBS
sel mast menginduksi penglepasan mediator
vasoaktif Manifestasi reaksi cepat berupa Reaksi hipersensitivitas oleh Robert
anafilaksis sistemik atau anafilaksis lokal. Coombs dan Philip HH Gell (1963) di-
bagi dalam 4 Tipe reaksi (Gambar 14.1)
B. Reaksi intermediet Pembagian Gell dan Coombs seperti
Reaksi intermediet terjadi setelah beberapa terlihat di atas dibuat sebelum analisis
jam dan menghilang dalam 24 jam. Reaksi yang mendetail mengenai subset dan fungsi
ini melibatkan pembentukan kompleks sel T diketahui. Berdasarkan penemuan-
imun IgG dan kerusakan jaringan me- penemuan dalam penelitian imunologi,

371
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Alergen ADCC
*Antige~
FcR

~~ w
untuk lgE Kompleks 3
I lgE alergen imun
• * * 0
••
I spesifik 3 •
;* Th1
tersensitasi
C3
/ Sel
' \ FcR sitotoksik Aktivasi
komplemen
Ag permukaan
/ Aktivasi
r ~ komplemen ..---::-
=---v----
~-..

Degranulasi Neutrofil
ar i""')Kompleks

~
A/
..imun
-
Reaksi lgE Reaksi kompleks Reaksi selular
mun

lkatan silang antara Ab terhadap Kompleks Ag-Ab Sel Th1 yang disen-
antigen dan lgE antigen permukaan mengaktifkan sitasi melepas
yang diikat sel mast sel menimbulkan komplemen dan sitokin (terlihat
dan basofil melepas destruksi sel respons inflamasi pada gambar)
mediator vasoaktif dengan bantuan melalui infiltrasi yang mengaktifkan
komplemen atau masif neutrofil makrofag atau sel
ADCC Tc yang berperan
dalam kerusakan
jaringan . Sel Th2
dan Tc menim-
bulkan respons
sama
Manifestasi khas: Manifestasi khas: Manifestasi khas: Manifestasi khas:
anafilaksis sistemik reaksi transfusi , reaksi lokal seperti dermatitis kontak,
dan lokal seperti eritroblastosis Arthus dan sistemik lesi tuberkulosis dan
rinitis, asma, urtikaria, fetalis , anemia seperti serum penolakan tandur
alergi makanan dan hemolitik autoimun sickness , vaskulitis
ekzem dengan nekrosis,
g lomeru lonefritis,
AR dan LES

Gambar 14.1 Reaksi hipersensitivitas Tipe I, II, Ill dan IV


menurut Gell dan Coombs

372
Bab 14. Reaksi Hipersensitivitas

telah dikembangkan beberapa modifikasi betulnya reaksi-reaksi tersebut masih


klasifikasi Gell dan Coombs yang mem- memerlukan bantuan sel T atau peran
bagi lagi Tipe IV dalam beberapa subtipe selular. Oleh karena itu pembagian Gell
reaksi. Meskipun reaksi Tipe I, II dan dan Coombs telah dimodifikasi lebih
III dianggap sebagai reaksi humoral, se- lanjut seperti terlihat pada Tabel 14.1

Tabel 14.1 Klasifikasi Gell dan Coombs yang dimodifikasi (Tipe I-VI)
Mekanisme Gejala Contoh
Tipe I: lgE Anafilaksis , urtikaria, Penisilin dan ~-laktam
angioedem , mengi, lain, enzim , antiserum,
hipotensi, nausea , muntah , protamin , heparin antibodi
sakit abdomen , diare monoklonal , ekstrak
alergen , insulin
Tipe II : Sitotoksik (lgG dan Agranulositos is Metamizol, fenotiazin
lgM)
Anemia hemolitik Penisilin , sefalosporin , ~­
laktam, kinidin, metildopa
Trombositopenia Karbamazepin, fenotiazin ,
tiourasil , sulfonamid ,
antikonvulsan , kinin, kinidin ,
parasetol , sulfonamid , propil
tiourasil , preparat emas
Tipe Ill : Kompleks imun (lgG Panas , urtikaria, atralgia, ~-laktam , sulfonamid ,
dan lgM) limfadenopati fenitoin , streptomisin
Serum sickness Serum xenogenik, penisilin ,
globulin anti-timosit
Tipe IV. Hipersensitivitas Eksim Uuga sistemik) Penisilin , anestetik lokal ,
selular Eritema, lepuh , pruritus antihistamin topikal ,
neomisin , pengawet,
eksipien (lanolin, paraben),
desinfektan
Fotoalergi Salisilanilid (halogeneted) ,
asam nalidilik
Fixed drug eruption Barbiturat, kinin
Lesi makulopapular Penisilin , emas , barbiturat,
~-blocker
Tipe V. Reaksi granuloma Granuloma Ekstrak alergen, kolagen
la rut
Tipe VI. Hipersensitivitas (LE yang diinduksi obat?) Hidralazin, prokainamid
stimulasi Resistensi insulin Antibodi terhadap insulin
(lgG)

373
lmuno/ogi Dasar Edisi ke-10

A. Reaksi hipersensitivitas Gell dan spesifik (Fci::-R) pada permukaan sel


Coombs Tipe I atau Reaksi Alergi mast /basofil
Reaksi Tipe I yang disebut juga reaksi 2. Fase aktivasi yaitu waktu yang di-
cepat atau reaksi anafilaksis atau reaksi perlukan antara pajanan ulang dengan
alergi, timbul segera sesudah tubuh ter- antigen yang spesifik dan sel mast/
pajan dengan alergen. Istilah alergi yang basofil melepas isinya yang berisikan
granul yang menimbulkan reaksi.
pertama kali digunakan Von Pirquet pada
Hal ini terjadi oleh ikatan silang antara
tahun 1906 yang berasal dari alol (Yunani)
antigen dan IgE (Gambar 14.2)
yang berarti perubahan dari asalnya yang
dewasa. Ini diartikan sebagai perubahan 3. Fase efektor yaitu waktu terjadi
reaktivitas organisma. respons yang kompleks (anafilaksis)
sebagai efek mediator-mediator yang
Pada reaksi Tipe I, alergen yang
dilepas sel mast/basofil dengan aktivitas
masuk ke dalam tubuh menimbulkan
farmakologik (Gambar 14.3).
respons imun berupa produksi IgE dan
penyakit alergi seperti rinitis alergi, asma
1. Sel mast dan mediator pada Reaksi
dan dermatitis atopi. Urutan kejadian
Tipe I
reaksi Tipe I adalah sebagai berikut:
1. Fase sensitasi yaitu waktu yang di- Se! mast mengandung banyak mediator
butuhkan untuk pembentukan IgE primer atau preformed antara lain histamin
sampai diikat silang oleh reseptor · yang disimpan dalam granul. Sel mast

+
~SyK'
Gambar 14.2 lkatan silang antara antigen
dan lgE yang mengaktifkan sel mast melalui

+ ••

Granul FceRI
PLA2

8
lnteraksi ikatan silang antara Fee-RI dan lgE
Degranulasi pada permukaan sel mast memacu aktivasi Syk.
Sinyal dari Syk dengan cepat ditransduksi
Histamin yang menimbulkan degranulasi, produksi
LT
Sitokin LT dan transkripsi gen sitokin/kemokin .
Kemokin Penglepasan mediator inflamasi tersebut
Sitokin berperan dalam gejala akut dan kronis
Kemokin penyakit alergi.

374
Bab 14. Reaksi Hipersensitivitas

Amin

Sel memory Ujung saraf


sensorik

Eosinofil

Gambar 14.3 Mekanisme reaksi Tipe I

Pajanan dengan antigen mengaktifkan sel Th2 yang merangsang sel B berkembang menjadi
sel plasma yang memproduksi lgE. Molekul lgE yang dilepas diikat oleh FceR1 pada sel mast
dan basofil (banyak molekul lgE dengan berbagai spesifisitas dapat diikat FceR1 ). Pajanan
kedua dengan alergen menimbulkan ikatan silang antara antigen dan lgE yang diikat sel mast,
memacu penglepasan mediator farmakologis aktif (amin vasoaktif) dari sel mast dan basofil.
Mediator-mediator tersebut menimbulkan kontraksi otot polos, meningkatkan permeabilitas
vaskular dan vasodilatasi , kerusakan jaringan dan anafilaksis.

juga yang diaktifkan dapat memproduksi mukaan sel. Kadar cAMP dan cGMP dalam
mediator baru atau sekunder atau newly sel berpengaruh terhadap degranulasi. Pe-
generatedseperti LT dan PG (Gambar 14.4). ningkatan cAMP akan mencegah , sedang
peningkatan cGMP memacu degranulasi.
a. Histamin Penglepasan granul ini adalah fisiologik
Puncak reaksi Tipe I terjadi dalam 10-15 dan tidak menimbulkan lisis atau mati-
menit. Pada fase aktivasi terjadi perubahan nya sel. Degranulasi sel mast dapat pula
dalam membran sel mast akibat metilasi terjadi atas pengaruh anafilatoksin, C3a
fosfolipid yang diikuti oleh infiuks ca++ dan C5a.
yang menimbulkan aktivasi fosfolipase. Histamin merupakan komponen
Dalam fase ini energi dilepas akibat utama granul sel mast dan sekitar 10% dari
glikolisis dan beberapa enzim diaktifkan berat granul. Histamin yang merupakan
dan menggerakkan granul-granul ke per- mediator primer yang dilepas akan diikat

375
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Alergen

Granul dengan Jalur sinyal


preformed
mediator
Aktivasi
transkripsional
Modifikasi enzimatik
gen sitokin
asam arakidonat

,
\

'
Mediator '-.
lipid ""' '
• . • Sitokin

Amin PG
••

Sitokin (mis.TNF) I
Protease LT
vasoaktif

l
Dilatasi
l
Kerusakan
l
Dilatasi
l
Kontraksi
l
lnflamasi
vaskular, (pengerahan
jaringan vaskular otot polos
kontraksi leukosit)
otot polos

Gambar 14.4 Mediator lipid pada reaksi Tipe I

oleh reseptomya. Ada 4 reseptor histamin dengan histamin, menunjukkan berbagai


(Hl , H2, H3 , H4) dengan distribusi yang efek. Mediator utama terlihat pada Tabel
berbeda dalam j aringan dan bi la berikatan 14.2.

376
Bab 14. Reaksi Hipersensitivitas

label 14.2 Mediator primer utama pada hipersensitivitas Tipe I


Mediator Efek
Histamin H1 : permeabilitas vaskular meningkat, vasodilatasi, kontraksi
otot polos
H2: sekresi mukosa gaster
Aritmia jantung
H3: SSP (regulator?)
H4: Eosinofil (?)
ECF-A Kemotaksis eosinofil
NCF-A Kemotaksis neutrofil
Protease (triptase, Sekresi mukus bronkial , degradasi membran basal pembuluh
kimase) darah , pembentukan produk pemecahan komplemen
Eosinophil Chemotactic Kemotaktik untuk eosinofil
Factor
Neutrophil Chemotactic Kemotaktik untuk neutrofil
..
l ! " -

Factor
Hidrolase asam Degradasi matriks ekstraselular
PAF Agregasi dan degranulasi trombosit, kontraksi otot polos paru
NCA Kemotaksis neutrofil
BK-A Kalikrein : kininogenase
Proteoglikan Heparin, kondrotin sulfat, sulfat dermatan: mencegah
komplemen yang menimbulkan koagulasi (?)
Enzim Kimase, triptase, proteolisis

b. PG dan LT lebih lama dibanding dengan histamin.


Di samping histamin, mediator lain LT berperan pada bronkokonstriksi, pe-
seperti PG dan LT (<lulu SRS-A) yang ningkatan permeabilitas vaskular dan
dihasilkan dari metabolisme asam araki- produksi mukus. PGE2 menimbulkan
donat serta berbagai sitokin berperan pada bronkokonstriksi. Mediator sekunder utama
fase lambat reaksi Tipe I. Fase lambat terlihat pada Tabel 14.3.
sering timbul setelah fase cepat hilang
yaitu antara 6- 8 jam. PG dan LT me- c. Sitokin
rupakan mediator sekunder yang kemu- Berbagai sitokin dilepas sel mast dan
dian dibentuk dari metabolisme asam basofilsepertiIL-3,IL-4,IL-5,IL-6,IL-10,
arakidonat atas pengaruh fosfolipase A2 . IL-13, GM-CSF dan TNF-a. Beberapa
Efek biologisnya timbul lebih lambat, diantaranya berperan dalam manifestasi
namun lebih menonjol dan berlangsung klinis reaksi Tipe I. Sitokin-sitokin tersebut

377
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Tabel 14. 3 Mediator sekunder utama pada hipersensitivitas Tipe I


Mediator Efek
LTR (SRS-A) Peningkatan permeabilitas vasku lar, vasod ilatasi, sekresi
mukus , kontraksi otot polos paru , kemotaktik neutrofil
PG Vasodilatasi, kontraksi otot polos paru , agregasi
trombosit, kemotaktik neutrofil , potensiasi mediato r
lainnya
Bradikin in Peningkatan permeabilitas kapiler, vasodilatasi, kontraks i
otot polos, stim ulasi ujung saraf nyeri
Sitokin Bervariasi
IL-1 dan TNF-a Anafilaksis, peningkatan ekspresi CAM pada sel endotel
venul
IL-4 dan IL-13 Peningkatan produksi lgE

IL-3, IL-5, IL-6, IL-10. TGF-P Berbagai efek (dapat dilihat pada sitokin)
dan GM-CSF
IL4, PMN , demam
TNF-a Aktivasi monosit, eosinofi l, demam

FGF Fibrosis
Inhibitor protease Mencegah ki mase
Lipoksin Bronkokonstriksi
Leukotrin (LTC4 LTD4 LTE4) Kontraksi otot polos Uang ka lama), meningkatkan
permeabilitas, kemotaksis
Leukotrin 84, 15-HETE Sekresi mu kus
PAF Kemotaksis, (terutama eosinofil), bronkospasme

mengubah lingkungan mikro dan dapat a. Reaksi lokal


mengerahkan sel inflamasi seperti neutrofil
Reaksi hipersensitivitas Tipe I lokal ter-
dan eosinofil. IL-4 dan IL-13 meningkat-
batas pada jaringan atau organ spesifik
kan produksi IgE oleh sel B. IL-5 ber-
peran dalam pengerahan dan aktivasi yang biasanya melibatkan permukaan
eosinofil. Kadar TNF-a yang tinggi dan epitel tempat alergen masuk. Kecende-
dilepas sel mast berperan dalam renjatan rungan untuk menunjukkan reaksi Tipe
anafi laksis. I adalah diturunkan dan disebut atopi.
Sedikitnya 20% populasi menunjukkan
2. Man ifestasi R eaksi Tipe I penyakit yang terjadi melalui IgE seperti
Manifestasi reaksi Tipe I dapat bervariasi rinitis alergi, asma dan dermatitis atopi.
dari lokal, ringan sampai berat dan Sekitar 50%-70% dari populasi mem-
keadaan yang mengancam nyawa seperti bentuk IgE terhadap antigen yang masuk
anafilaksis dan asma berat (Tabel 14.4). tubuh melalui mukosa seperti selaput

378
Bab 14. Reaksi Hipersensitivitas

Tabel 14.4 Reaksi alergi


Jenis alergi Alergen umum Gambaran
Anafilaksis Obat, serum , bisa, kacang- Edema dengan peningkatan permeabilitas
kacangan vaskular, berkembang menjadi oklusi
trakea, kolaps sirkulasi dan kemungkinan
meninggal
Urtikaria akut Sengatan serangga Bentol dan merah di daerah sengatan
Sengatan serangga dapat pula
menimbulkan reaksi Tipe IV
Rinitis alergi Polen (hay fever) , tungau Edema dan iritasi mukosa nasal
debu rumah (rinitis perenial)
Asma Polen , tungau debu rumah Konstriksi bronkial, peningkatan produksi
mukus, inflamasi saluran napas
Makanan Kerang , susu, telur, ikan , Urtikaria yang gatal dan potensial menjadi
bahan asal gandum anafilaksis
Ekzem atopi Polen , tungau debu rumah , lnflamasi pada kulit yang terasa gatal ,
beberapa makanan biasanya merah dan ada kalanya vesikular

lendir hidung, paru dan konjungtiva, tetapi yang dapat mengancam nyawa. Sel mast
hanya 10-20% masyarakat yang menderita dan basofil merupakan sel efektor yang
rinitis alergi dan sekitar 3%-10% yang melepas berbagai mediator. Reaksi dapat
menderita asma bronkial. IgE yang biasa- dipacu berbagai alergen seperti makanan
nya dibentuk dalam jumlah sedikit, segera (asal laut, kacang-kacangan), obat atau
diikat oleh sel mast/basofil. IgE yang sengatan serangga dan juga lateks, latihan
sudah ada pada permukaan sel mast akan jasmani dan bahan diagnostik lainnya.
menetap untuk beberapa minggu. Sensitasi Pada 2/3 pasien dengan anafilaksis, pemicu
dapat pula terjadi secara pas if bila serum spesifiknya tidak dapat diidentifikas i.
(darah) orang yang alergi dimasukkan ke
dalam kulit/sirkulasi orang normal. Reaksi c. Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid
alergi yang mengenai kulit, mata, hidung Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid ada-
dan saluran napas. lah reaksi sistemik umum yang melibat-
kan penglepasan mediator oleh sel mast
b. Reaksi sistemik - anafilaksis
yang terjadi tidak melalui IgE (Gambar
Anafilaksis adalah reaksi Tipe I yang 14.5). Mekanisme pseudoalergi merupakan
dapat fatal dan terjadi dalam beberapa mekanisme jalur efektor nonimun (Tabel
menit saja. Anafilaksis adalah reaksi hiper- 14.5). Secara klinis reaksi ini menyerupai
sensitivitas Gell dan Coombs Tipe I atau reaksi Tipe I seperti syok, urtikaria, bronko-
reaksi alergi yang cepat, ditimbulkan IgE spasme, anafilaksis, pruritus, tetapi tidak

379
lmunologi Dasar Edisi ke-1 0

Peningkatan n••i
permea bilitas .u:• :•
vas kular ~•
liOOtiillld ...========- ··~::~
Aktivasi langsung
sel mast
"lritan"
C3a ]
C5a -
--1----- -
Histamin
Kemokin

LT
PG
I Vasod ilatasi I

Konstriksi
bronkus
@

+ ke mungkin an
banya k ya ng lain

Gambar 14.5 Sel mast yang dirangsang dan melepas mediator

Tabel 14. 5 Pemicu reaksi anafilaksis/ anafilaktoid


Obat Antibiotik, aspirin dan AINS lain , vaksin , obat perioperasi ,
antisera , opiat
Hormon Insulin , progesteron
Darah I produk darah lmunoglobulin IV
Enzim Streptokinase
Makanan Susu , telur, terigu , soya , kacang tanah , tree nuts, she/fish
Venom (bisa) Lebah , semut api
Lain Lateks , kontras , membran dialisa, ekstrak imunoterapi , protamin ,
ca iran seminal manusia

berdasarkan atas reaksi imun. Manifestasi d. Perbedaan anafilaksis dan


klinisnya sering serupa, sehingga sulit anafilaktoid
dibedakan satu dari lainnya. Reaksi ini Kriteria serta mekanisme untuk mem-
tidak memerlukan pajanan terdahulu
bedakan reaksi anafilaksis dari reaksi
untuk menimbulkan sensitasi. Reaksi ana-
anafilaktoid terlihat pada Tabel 14.7.
filaktoid dapat ditimbulkan antimikroba,
protein, kontras dengan yodium, AINS,
B. Reaksi Tipe II atau sitotoksik ata u
etilenoksid, taksol dan pelemas otot.
sitolitik
Berbagai mekanisme yang dapat
berperan pada reaksi pseudoalergi ter- Reaksi hipersensitivitas Tipe II disebut
lihat pada Tabel 14.6. juga reaksi sitotoksik atau sitolitik, ter-

380
Bab 14. Reaksi Hipersensitivitas

T b Mekanisme yang diduga berperan pada reaksi pseudoalergi/ana-


114 6
a e · filaktoid dan penyebabnya
Aktivasi komplemen direk Penyebab
Klasik Gamaglobulin (standar) (agregasi lgG)
Larutan plasmaprotein (agregasi lgG)
Aktivasi bypass RCM
Anestesi IV
Penglepasan mediator direk sel Anafilaktoid oleh opiat, kontras , desferoksamin,
mast tan pa melalui lgE taksol , substitut koloid volum , gama globulin ,
antibiotik vankomisin, (polimiksin), anestetik IV,
pelemas otot, anestesi lokal , asam asetilsalisilat
(?), inhibitor siklooksigenase, NSAID, obat yang
meningkatkan arus mikrosirkulatori , telaksan ,
gelatin
Akumulasi bradikinin Batuk dan angioedem oleh ACE inhibitor
Produksi leukotrin berlebihan Aspirin yang menginduksi asma dan urtikaria
Refleks neuropsikogenik Anestesi lokal
Reaksi emboli - toksik Penisilin depot (intravaskular)
Reaksi Jarisch-Herxheimer Pengrusakan sel (misalnya terapi sifilis dengan
penisilin )
Peningkatan aliran darah Ester asam nikotinik
Bronkospasme Sulfit yang diinhalasi atau dimakan dan ~ bloker
Defek enzim
lnaktivator C1 Angioedem herediter
G6PD (kolinesterase ) Anemia hemolitik

jadi karena dibentuk antibodi jenis IgG Istilah sitolitik lebih tepat meng-
atau IgM terhadap antigen yang merupa- ingat reaksi yang terjadi disebabkan lisis
kan bagian sel pejamu. Reaksi diawali oleh dan bukan efek toksik (Gambar 14.6).
Antibodi tersebut dapat mengaktifkan
reaksi antara antibodi dan determinan
sel yang memiliki reseptor Fcy-R dan
antigen yang merupakan bagian dari juga sel NK yang dapat berperan sebagai
membran sel tergantung apakah kom- sel efektor dan menimbulkan kerusakan
plemen atau molekul asesori dan meta- melalui ADCC. Reaksi Tipe II dapat me-
bolisme sel dilibatkan (Gambar 14.6). nunjukkan berbagai manifestasi klinik.

381
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Tabel 14.7 Kriteria kasar untuk membedakan alergi dan pseudoalergi


Alergi Pseudoalergi (anafilaktoid)
Perlu sensitisasi Tidak perlu sensitisasi
Reaksi setelah pajanan berulang Reaksi pada pajanan pertama
Jarang (<5%) Sering (>5%)
Gejala klinis khas Gejala tidak khas
Dosis pemicu kecil Tergantung dosis (tergantung kecepatan pemberian
pada infus)
Ada kemungkinan riwayat keluarga Tidak ada riwayat keluarga (kecuali defek enzim)
Pengaruh fisiologis sedang Pengaruh fisiologis kuat

k::::
Komplemen Lisis sel Anemia hemolitik
autoimun dingin

Miastenia gravis
Antigen Aktivasi komplemen
permukaan ikatan C3b Anemia hemolitik
sel =opsonisasi autoimun panas
,y-- fagositosis
ITP

Aktivasi komplemen
aktivasi neutrofil Sindrom Goodpasture
Kerusakan jaringan
Sel target

Rangsang metabolik Penyakit Grave


sekresi sel aktif
J Rangsang pertumbuhan r Goter eutiroid

Hambatan reseptor Anemia pernisiosa atau


penyakit Addison

~ atau mobilitas lnfertilitas (beberapa kasus)

atau pertumbuhan Miksoedema

Gambar 14.6 Gejala klinis hipersensitivitas yang ditimbulkan oleh ikatan dengan sel

382
Bab 14. Reaksi Hipersensitivitas

1. Reaksi transfusi kehamilan, yaitu pada ibu dengan golongan


darah Rhesus negatif dan janin dengan
Sejumlah besar protein dan glikoprotein
Rhesus positif.
pada membran SDM disandi oleh ber-
bagai gen. Bila darah individu golongan
3. Anemia hemolitik
darah A mendapat transfusi golongan B
terjadi reaksi transfusi, oleh karena anti Antibiotika tertentu seperti penisilin, sefa-
B isohemaglutinin berikatan dengan sel losporin dan streptomisin dapat diabsorbsi
darah B yang menimbulkan kerusakan nonspesifik pada protein membran SDM
darah direk oleh hemolisis masif intra- yang membentuk kompleks serupa
vaskular. Reaksi dapat cepat atau lambat. kompleks molekul hapten pembawa. Pada
Reaksi cepat biasanya disebabkan oleh beberapa penderita, kompleks membentuk
inkompatibilitas golongan darah ABO antibodi yang selanjutnya mengikat obat
yang dipacu oleh IgM. Dalam beberapa pada SDM dan dengan bantuan kom-
jam hemoglobin bebas dapat ditemukan plemen menimbulkan lisis dengan dan
dalam plasma dan disaring melalui ginjal anemia progresif.
dan menimbulkan hemoglobinuria. Bebe-
rapa hemoglobin diubah menjadi bilirubin C. Reaksi Tipe III atau kompleks imun
yang pada kadar tinggi bersifat toksik. Dalam keadaan normal kompleks imun
Gejala khasnya berupa demam, meng- dalam sirkulasi diikat dan diangkut eritrosit
gigil, nausea, bekuan dalam pembuluh ke hati, limpa dan di sana dimusnahkan
darah, nyeri pinggang bawah dan hemo- oleh sel fagosit mononuklear, terutama
globinuria. di hati, limpa dan paru tanpa bantuan
Reaksi transfusi darah yang lambat komplemen. Pada umumnya kompleks
terjadi pada mereka yang pemah mendapat yang besar dapat dengan mudah dan
transfusi berulang dengan darah yang cepat dimusnahkan oleh makrofag dalam
kompatibel ABO namun inkompatibel hati. Kompleks kecil dan larut sulit untuk
dengan golongan darah lainnya. Reaksi dimusnahkan, karena itu dapat lebih
terjadi 2 sampai 6 hari setelah transfusi. lama berada dalam sirkulasi. Diduga bah-
Darah yang ditransfusikan memacu pem- wa gangguan fungsi fagosit merupakan
bentukan IgG terhadap berbagai antigen salah satu penyebab mengapa kompleks
membran golongan darah, tersering adalah tersebut sulit dimusnahkan. Meskipun
golongan Rhesus, Kidd, Kell dan Duffy. kompleks irnun berada di dalam sirkulasi
untuk jangka waktu lama, biasanya tidak
2. Penyakit hemolitik bayi baru lahir berbahaya. Permasalahan akan timbul
Penyakit hemolitik pada bayi barn lahir di- bila kompleks imun tersebut mengendap
timbulkan oleh inkompatibilitas Rh dalam di jaringan.

383
lmunologi Dasar Edisi ke-10

1. Kompleks imun mengendap di Kompleks imun yang terdiri atas


dinding pembuluh darah antigen dalam sirkulasi dan IgM atau
Antigen dapat berasal dari infeksi kuman IgG3 ( dapat juga IgA) diendapkan di
patogen yang persisten (malaria), bahan membran basal vaskular dan membran
yang terhirup (spora j amur yang me- basal ginjal yang menimbulkan reaksi
nimbulkan alveolitis alergik ekstrinsik) inflamasi lokal dan luas. Kompleks yang
atau dari jaringan sendiri (penyakit auto- terjadi dapat menimbulkan agregrasi
imun). Infeksi dapat disertai antigen dalam trombosit, aktivasi makrofag, perubahan
jumlah yang berlebihan, tetapi tanpa perrneabilitas vaskular, aktivasi sel mast,
adanya respons antibodi yang efektif.
produksi dan penglepasan mediator infla-
Makrofag yang diaktifkan kadang belum
masi dan bahan kemotaktik serta influks
dapat menyingkirkan kompleks imun
neutrofil. Bahan toksik yang dilepas
sehingga makrofag dirangsang terns
menerus untuk melepas berbagai bahan neutrofil dapat menimbulkan kerusakan
yang dapat merusak jaringan. jaringan setempat (Gambar 14.7).

Antigen permukaan

C 1 +C 1r+C 1s Lis is dengan


q Pembentukan perantaraan
1
+- MAC - antibod i/
C 1, 4 . 2 , 3 ,5b, komplemen
6, 7, 8, 9

Sel Antigen
sasaran permukaan Sel sasaran yang
dilapisi Ab lgG

Gambar 14.7 Reaksi hipersensitivitas Tipe Ill

Endapan kompleks imun dalam vaskular bed menimbulkan agregasi trombos it, aktivasi
komplemen yang disusul oleh infiltrasi PMN. Faktor yang dilepas oleh PMN yang diaktifkan
menimbulkan kerusakan pada jaringan serta gambaran patologi kerusakan akibat komplemen
(MAC) atau melalui lisis oleh penglepasan granul sitotoksik.

384
Bab 14. Reaksi Hipersensitivitas

2. Kompleks imun mengendap di kali ditempat yang sama menemukan


jaringan reaksi yang makin menghebat di tempat
suntikan. Mula-mula hanya terjadi eritem
Hal yang memungkinkan terjadinya pengen-
ringan dan edem dalam 2--4 jam sesudah
dapan kompleks imun di jaringan ialah
suntikan. Reaksi tersebut menghilang
ukuran kompleks imun yang kecil dan
keesokan harinya. Suntikan kemudian
permeabilitas vaskular yang meningkat,
menimbulkan edem yang lebih besar
antara lain karena histamin yang dilepas
dan suntikan yang ke 5-6 menimbulkan
sel mast
perdarahan dan nekrosis yang sulit
sembuh. Hal tersebut disebut fenomena
3. Bentuk reaksi
Arthus yang merupakan bentuk reaksi dari
Reaksi Tipe III mempunyai dua bentuk kompleks imun (Gambar 14.8) Antibodi
reaksi, lokal dan sistemik yang ditemukan adalah jenis presipitin.
Pada pemeriksaan mikroskopis, ter-
a. Reaksi lokal atau Fenomen Arthus
lihat neutrofil menempel pada endotel
Arthus yang menyuntikkan serum kuda vaskular dan bermigrasi ke jaringan
ke dalam kelinci intradermal berulang- tempat kompleks irnun diendapkan. Reaksi

Kompleks imun •:>=


;
~(-~(
.-~~~--·1-·~~~~~
'
Trombosit Komplemen l
Makrofag
l 1
l ,., l
Mikro- Amin Anafilatoksin Lisis
trombi vasoaktif h Aktivasi dan
penglepasan IL-1
dan oksigen reaktif
Mast osit l
Menarik

1 neutrofil

F soaktifl
Meningkatkan Melepas
permeabilitas granul
Gambar 14.8 Kompleks imun dan vaskular
hipersensitivitas Tipe Ill vasodilatasi

385
lmunologi Dasar Edisi ke-10

yang timbul berupa kerusakan jaringan tidak terjadi. Reaksi Arthus di dalam
lokal dan vaskular akibat ak:umulasi cairan klinik dapat berupa vaskulitis.
(edem) dan SDM (eritema) sampai
nekrosis. Reaksi TipeArthus dapat terjadi b. Reaksi Tipe III sistemik - serum
intrapulmoner yang diinduksi kuman, sickness
spora jamur atau protein fekal kering
Antigen dalam jumlah besar yang masuk
yang dapat menimbulkan pneumonitis
ke dalam sirk:ulasi darah dapat membentuk
atau alveolitis atau Fanner's lung.
kompleks irnun. Bila antigen jauh ber-
C3a dan C5a (anafilatoksin) yang
lebihan dibanding antibodi, kompleks yang
terbentuk pada aktivasi komplemen, me-
dibentuk adalah lebih kecil yang tidak
ningkatkan penneabilitas pembuluh darah
mudah untuk dibersihkan fagosit sehingga
yang dapat menimbulkan edem. C3a
dapat menirnbulkan kerusakanjaringan Tipe
dan C5a berfungsi juga sebagai faktor
III di berbagai tempat. Dahulu reaksi Tipe
kemotaktik. Neutrofil dan trombosit
III sistemik demikian sering terlihat pada
mulai dikerahkan di tempat reaksi dan
pemberian antitoksin yang mengandung
menimbulkan stasis dan obstruksi total
serum asing seperti antitetanus atau
aliran darah. Sasaran anafilatoksin adalah
antidifteri asal k:uda (Gambar 14.11 ).
pembuluh darah kecil, sel mast, otot polos
Antibodi yang berperan biasanya
dan leukosit perifer yang menimbulkan
jenis lgM atau IgG. Komplemen yang
kontraksi otot polos, degranulasi sel mast,
diaktifkan melepas anafilatoksin (C3a,
peningkatan permeabilitas vask:ular dan
C5a) yang memacu sel mast dan basofil
respons tripe! terhadap k:ulit. Neutrofil
melepas histamin. Mediator lainnya dan
yang diaktifkan memakan kompleks imun MCF (C3a, C5a, CS, C6, C7) mengerah-
dan bersama dengan trombosit yang di- kan polimorf yang melepas enzim pro-
gumpalkan melepas berbagai bahan teolitik dan protein polikationik. Kompleks
seperti protease, kolagenase dan bahan imun lebih mudah untuk diendapkan di
vasoaktif. Akhimya terjadi perdarahan tempat-tempat dengan tekanan darah yang
yang disertai nekrosis jaringan setempat meninggi dan disertai putaran arus, misalnya
(Gambar 14.9 dan 14.10). dalam kapiler glomerulus, bifurkasi pem-
Dengan pemeriksaan imunofluoresen, buluh darah, pleksus koroid dan korpus
antigen, antibodi dan berbagai komponen silier mata. Pada LES, ginjal merupakan
komplemen dapat ditemukan di tempat tempat endapan kompleks imun. Pada
kerusakan pada dinding pembuluh darah. artritis reumatoid, sel plasma dalam sino-
Bila kadar komplemen atau jumlah granu- vium membentuk anti-IgG (FR berupa IgM)
losit menurun (pada hewan, kadar kom- dan membentuk kompleks imun di sendi.
plemen dapat diturunkan dengan bisa Beberapa penyakit kompleks imun ter-
kobra), maka kerusakan khas dari Arthus lihat pada Tabel 14.8.

386
Bab 14. Reaksi Hipersensitivitas

:, ~
'~ ·~
Neutr@ofil" -
r CR1
1
Jr
••
i
Kompleks imun

® Enzim litik
( Aktivasi
komplemen
Kerusakan @
jaringan

- - - - -
- - - - - -
-
- -
Gambar 14.9 Reaksi Arthus

Suntikan obat dapat memacu pembentukan kompleks imun (1) yang mengaktifkan komplemen
jalur klasik (2) Komplemen diikat sel mast (3) dan menimbulkan degranulasi dan oleh neutrofil
yang memacu kemotaksis (4) dan melepas enzim litik (5).

Komplemenjuga menimbulkan agre- vasoaktif yang dilepas sel mast dan trom-
gasi trombosit yang membentuk mikro- bosit menimbulkan vasodilatasi, pening-
trombi dan melepas amin vasoaktif. Bahan katan permeabilitas vaskular dan inflamasi.

387
lmunologi Dasar Edisi ke-10

¢$¢
Ag¢¢

+
IKomplemen I
/ Endapan ' ~A,....,k....,ti-va_s_i......,
- - - kompleks komplemen
Sel darah imun
me rah
~
!
+ 1<g:,1 -
PMN
IKemota ksis I
Pembuluh darah @"®

~ Diapedesis
@ ~.· lnflamas1
Perdarahan - - , •
~ ~
,, §
~
""

Gambar 14.10 Skema interaksi molekular, selular dan jaringan pada reaks i Arthus

Neutrofil dikerahkan dan menyingkirkan dan KGB yang dapat berupa vaskulitis
kompleks imun. Neutrofil yang terkepung sistemik (arteritis ), glomerulonefritis, dan
di jaringan akan sulit untuk menangkap artritis. Reaksi itu disebut reaksi Pirquet
dan makan kompleks, tetapi akan me- dan Schick
lepas granulnya (angry cell). Kejadian
Reaksi Herxheimer adalah serum
ini menimbulkan lebih banyak kerusakan
sickness (Tipe III) yang terjadi sesudah
jaringan. Makrofag yang dikerahkan ke
pemberian pengobatan terhadap penyakit
tempat tersebut melepas berbagai mediator
infeksi kronis (sifilis, tripanosomiasis dan
antara lain enzim-enzim yang dapat me-
rusak jaringan. Dalam beberapa hari - bruselosis). Bila mikroorganisme dihancur-
minggu setelah pemberian serum asing, kan dalam jumlah besar juga melepas se-
mulai terlihat manifestasi panas dan jumlah antigen yang cenderung bereaksi
gatal, bengkak-bengkak, kemerahan dan dengan antibodi yang sudah ada dalam
rasa sakit di beberapa bagian tubuh, sendi sirkulasi.

388
r Bab 14. Reaksi Hipersensitivitas

Ab bebas ,---- ........

>
"- .... ....I
.... .... .... I
,,
,
;
;
....
l
c
Cll
..>c:
.... I
I
I
I
\ E
.._
:J
Q)
..>c: Ag bebas
~ \ I
I (f)

:J I E
(f)
"O
\ I
I .!!!
Cll
I
Ol
c
\ I
"O

.,.
I "O

.:.····~
Cll I 0
>- Kompleks I
I ..0
c ~
Q)
Ol
:;:;
c
dalam
sirkulasi
. \
I
Cll
.._
Cll
Cll I "O
~ ,'
Cll
;:!2,
0 :::.:::

Hari-hari setelah pemberian Ag IV

I• tanpa gejala •I gejala I gejala hilang

Gambar 14.11 Hubungan antara pembentukan kompleks imun dan timbulnya gejala
pada serum sickness
Antigen dalam jumlah besar disuntikkan ke dalam kelinci pada hari 0. Bila antibodi yang
diproduksi membentuk kompleks dengan antigen yang diendapkan di ginjal, sendi dan kapiler.
Gejala serum sickness (daerah biru muda) berhubungan dengan puncak pembentukan
kompleks imun . Bila kompleks imun dibersihkan , antibodi bebas ditemukan dalam sirkulasi
(garis putus-putus) dan gejala serum sickness berkurang. Gejala serum sickness berupa
demam, lemah , vaskulitis sistemik (ruam) dengan edema dan eritema, limfadenopati, artritis
dan kadang glomerulonefritis.

D. Reaksi hipersensitivitas Tipe IV jadi melalui sel en4+ dan TCell Mediated
Cy tolysis yang terjadi melalui sel ens+
Baik en4+ maupun ens+ berperan dalam
(Gambar 14.12).
reaksi Tipe IV. Sel T melepas sitokin,
bersama dengan produksi mediator sito-
1. Delayed Type Hypersensitivity Tipe W
toksik lainnya menimbulkan respons infla-
masi yang terlihat pada penyakit kulit Reaksi Tipe IV merupakan hipersensi-
hipersensitivitas lambat. eontohnya derma- tivitas granulomatosis. Biasanya terjadi
titis kontak yang diinduksi oleh etilendi- terhadap bahan yang tidak dapat dising-
amine, neomisin, anestesi topikal, anti- kirkan dari rongga tubuh seperti talkum
histamin topikal dan steroid topikal. dalam rongga peritoneum dan kolagen
newasa ini Reaksi hipersensitivitas sapi dari bawah kulit. Ada beberapa fase
Tipe IV telah dibagi dalam nTH yang ter- pada respons Tipe IV yang dimulai dengan

389
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Tabel 14.8 Beberapa penyakit kompleks imun


Penyakit Antigen terlibat Patologi klinis
Nefritis, artritis,
Lupus eritematosus sistemik DNA, nukleoprotein , lain-lain
vaskulitis
Poliartritis nodosa Antigen permukaan virus Vaskulitis
hepatitis B
Penyakit serum Berbagai protein Artritis, vaskul itis,
nefritis
Artritis reumatoid Faktor reumatoid (lgM Kompleks diendapkan di
berupa anti lgG) yang sendi dan menimbulkan
mengikat Fcg) inflamasi
Farmer's lung ; lain-lain: Pigeon Aktinomiset termofilik yang Paru
breeder's disease,Cheese washer's membentuk lgG
disease, Bagassosis, Maple bark
stripper's disease, Paprika worker's
disease dan Thatched roof worker's
disease
lnfeksi: malaria, virus, lepra , Antigen mikroba berikatan Endapan kompleks
tripanosoma dengan antigen imun di berbagai
tempat
Glomerulonefritis pasca Antigen dinding sel Nefritis
streptokok streptokok (mungkin
tertahan pada membran
basal glomerulus)
Lainnya :
Alergi obat penisilin dan
sulfonamid , sindrom
Goodpasture, artritis reumatoid,
meningitis, hepatitis,
mononukleosis

Makrofag

\~ ~
~ @ -~
-. Sel T CD4'

/7 •••

Gambar 14.12 CD4+
dan cos+ pada reaksi
hipersensitivitas Tipe IV

390
, Bab 14. Reaksi Hipersensitivitas

fase sensitasi yang membutuhkan 1-2 Berbagai APC seperti sel Langerhans
minggu setelah kontak primer dengan (SD di kulit) dan makrofag yang me-
antigen. Dalam fase itu, Th diaktifkan nangkap antigen dan membawanya ke
oleh APC melalui MHC-II. Reaksi khas kelenjar limfoid regional untuk dipresen-
DTH seperti respons imun lainnya mem- tasikan ke sel T. Sel T yang diaktifkan
punyai 2 fase yang dapat dibedakan yaitu pada umurnnya adalah sel CD4+terutama
fase sensitasi dan fase efektor (Gambar Thl , tetapi pada beberapa hal sel CD8+
14.13). dapat juga diaktifkan. Pajanan ulang

A. Fase sensitasi

Bakteri

Sekresi
sitokin

Sel T co4+
B. Fase efektor
Sel-sel APC : Sel-sel TOTH :
- Makrofag - Sel Th1 (umumnya)
- Sel Langerhans - Sel coa+ (kadang)

Makrofag teraktivasi

Sekresi TOTH : Dampak aktivasi makrofag :


- Sitokin : - Sintesis molekul MHC-11
IFN-y, TNF-p, IL-2, - Sintesis reseptor TNF
IL-3, GM-CSF - Sintesis oksigen radikal
Gambar 14.13 Reaksi - Kemokin : - Sintesis oksida nitrit
hipersensitivitas Tipe IV IL-8, MCAF,MIF

391
lmunologi Dasar Edisi ke-10

dengan antigen menginduksi sel efektor. aktifkan makrofag untuk memasang batasan
Pada fase efektor, sel Th I melepas ber- kuman dari paru, kuman diisolasi dalam
bagai sitokin yang mengerahkan dan lesi granuloma yang disebut tuberkel.
mengaktifkan makrofag dan sel infiamasi Enzim litik yang sering dilepas makrofag
nonspesi:fik lain. Gejala biasanya baru yang diaktifkan dalam tuberkel merusak
nampak 24 jam sesudah kontak kedua jaringan paru sehingga terjadi kerusakan
dengan antigen. Makrofag merupakan jaringan yang lebih besar dibanding
efektor utama respons DTH. Sitokin yang keuntungan yang diperoleh dari DTH.
dilepas sel Th I menginduksi monosit Granuloma terbentuk pada tuberkulosis,
menempel ke endotel vaskular, bermigrasi lepra, skistosomiasis, lesmaniasis dan
dari sirkulasi darah ke jaringan sekitar. sarkoidosis.
Infiuks makrofag yang diaktifkan
berperan pada DTH terhadap parasit dan 2. Sitokin yang berperan pada DTH
bakteri intraselular yang tidak dapat di- Di antara sitokin yang diproduksi, sel
temukan oleh antibodi. Enzim litik yang Thi berperan dalam menarik dan meng-
dilepas makrofag menimbulkan destruksi aktifkan makrofag ke tempat infeksi. IL-3
nonspesi:fik patogen intraselular yang hanya dan GM-CSF menginduksi hematopoiesis
menimbulkan sedikit kerusakanjaringan. lokal dari sel garis granulosit-monosit.
Pada beberapa ha!, antigen tidak mudah IFN-y dan TNF-P beserta sitokin asal
dibersihkan sehingga respons DTH me- makrofag (TNF-a dan IL- I) memacu
manjang dan dapat merusak jaringan sel endotel untuk menginduksi sejumlah
pejamu dan menimbulkan reaksi granu- perubahan yang memudahkan ekstravasasi
loma. Granuloma terbentuk bila makrofag sel seperti monosit dan sel nonspesi:fik lain.
terus menerus diaktifkan dan menempel Neutro:fil dan monosit dalam sirkulasi
satu dengan lainnya yang kadang berfusi menempel pada molekul adhesi sel endotel
membentuk sel datia multinuklear yang dan bergerak keluar dari vaskular me-
disebut sel datia. Sel datia tersebut men- nuju rongga jaringan. Neutro:fil nampak
dorong jaringan normal dari tempatnya, dini pada reaksi, memuncak pada 6 jam.
membentuk nodul yang dapat diraba dan In:filtrasi monosit terjadi antara 24-48 jam
melepas sejumlah besar enzim litik yang setelah pajanan dengan antigen. Monosit
merusakjaringan sekitar. Pembuluh darah yang masuk jaringan menjadi makrofag
dapat dirusak dan menimbulkan nekrosis yang ditarik ke tempat DTH oleh kemokin
jaringan. seperti MCP-1/CCL2. MIF mencegah
Respons terhadap M. tuberkulosis makrofag untuk bermigrasi keluar dari
merupakan respons DTH yang bermata lokasi reaksi DTH.
dua. Imunitas terhadap M. tuberkulsosis IFN-y dan TNF-P yang diproduksi
menimbulkan respons DTH yang meng- sel CD4+ Thi mengaktifkan makrofag

392
Bab 14. Reaksi Hipersensitivitas

lebih aktif berperan sel efektor dan sebagai disuntikkan ke kulit, akan menimbulkan
APC yang melepas IL-12. Yang akhir reaksi hipersensitivitas lambat Tipe IV.
menginduksi Th 1 dan lebih efektif mem- Yang berperan dalam reaksi ini adalah
produksi IFN-y yang menekan akti vitas sel limfosit CD4+ T. Setelah suntikan
sel Th2 dan mengaktifkan makrofag intrakutan ekstrak tuberkulin atau derivat
yang menginduksi inflamasi. Pada DTH, protein yang dimurnikan (PPD), daerah
kerusakanjaringan disebabkan oleh produk kemerahan dan indurasi timbul di tempat
makrofag yang diaktifkan seperti enzim suntikan dalam 12-24 jam. Pada individu
hidrolitik, oksigen reaktif intermediet, oksida yang pernah kontak dengan M. Tuber-
nitrat dan sitokin proinflamasi. IL-18 ada- kulosis, kulit bengkak terjadi pada hari
lah sitokin lain yang diproduksi makrofag ke 7-10 pasca induksi. Reaksi dapat di-
yang bersama IL-12 memacu Th 1 untuk pindahkan melalui sel T.
lebih banyak memproduksi IFN-y. Respons
yang sifatnya menetap itu merupakan c. Reaksi Jones Mote
pisau bermata dua antara respons proteksi
Reaksi Jones Mote adalah reaksi hiper-
yang menguntungkan dan respons yang
sensitivitas Tipe IV terhadap antigen
merusak yang ditandai oleh kerusakan
protein yang berhubungan dengan infiltrasi
Janngan.
basofil mencolok di kulit di bawah
dermis. Reaksi juga disebut hipersensi-
3. Manifestasi klinis reaksi Tipe IV
tivitas basofil kutan. Dibanding dengan
a. Dermatitis kontak hipersensitivitas Tipe IV lainnya, reaksi
Dermatitis kontak adalah penyakit CD4+ ini adalah lemah dan nampak beberapa
yang dapat terjadi akibat kontak dengan hari setelah pajanan dengan protein dalam
bahan tidak berbahaya, merupakan contoh jumlah kecil. Tidak terjadi nekrosis dan
reaksi DTH. Kontak dengan bahan seperti reaksi dapat diinduksi dengan suntikan
formaldehid, nikel, terpenting dan ber- antigen larut seperti ovalbumin dengan
bagai bahan aktif dalam cat ram but yang ajuvan Freund.
menimbulkan dermatitis kontak terjadi
melalui sel Thl terlihat pada (Gambar d T Cell Mediated Cytolysis (Penya kit
14.14.) ens+)
Dalam T Cell Mediated Cytolysis, ke-
b. Hipersensitivitas tuberkulin
rusakan terjadi melalui sel CD8+/CTL/Tc
Hipersensitivitas tuberkulin adalah bentuk yang langsung membunuh sel sasaran.
alergi bakterial spesifik terhadap produk Penyakit yang ditimbulkan hipersensiti-
filtrat biakan M. tuberkulosis yang bila vitas selular cenderung terbatas kepada

393
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Toksikodendron radikans (Poison Ivy)

Urushiol :
campuran senyawa
fenol, dikenal Pentadekilkatekol
sebagai katekol jenuh : suatu urushiol

·.·.·:
•• yang ditemukan dalam
kanal resin poison ivy

Sel Langerhans
(APC)
Makrofag
teraktivasi

Ali ran
Monos it
~dara~ ~ ~

Gambar 14.14 Sensitivitas kontak

Perkembangan reaksi DTH mengubah akibat pajanan ulang terhadap alergen kontak. 80-90%
masyarakat Amerika menunjukkan reaksi terhadap urushiol dalam poison ivy yang menembus
kulit (1) dan berikatan dengan self-protein yang selanjutnya ditelan sel Langerhans (SL). SL
mempresentasikan hapten-urushiol ke sel DTH yang melepas berbagai sitokin (2). Sekitar 48-
72 jam setelah pajanan, makrofag terkumpul di tempat kontak dan melepas enzim litik dan
menimbulkan ruam dan pustula spesifik (3).
Setelah kontak dengan antigen, sel Th disensitasi , berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi
sel DTH. Bila sel DTH yang disensitasi terpajan ulang dengan antigen sama, akan melepas
sitokin, menarik dan mengaktifkan makrofag yang berfungsi sebagai sel efektor dalam reaksi
hipersensitivitas .

394
Bab 14. Reaksi Hipersensitivitas

beberapa organ saja dan biasanya tidak sel dengan langsung. Pada banyak pe-
sistemik. Pada penyakit virus hepatitis, virus nyakit autoimun yang terjadi melalui
sendiri tidak sitopatik, tetapi kerusakan mekanisme selular, biasanya ditemukan
ditimbulkan oleh respons eTL terhadap baik sel en4+ maupun ens+ spesifik
hepatosit yang terinfeksi. untuk self-antigen dan kedua jenis sel
Sel ens+ yang spesifik untuk anti- tersebut dapat menimbulkan kerusakan
gen atau sel autologus dapat membunuh (Gambar 14.15 dan Tabel 14.9).

A. Hipersensitivitas lambat lnflamasi I


_ _..,.,I . . . . . . .
, . Sitokin
® f/!7-
~
Ced era
APC/
Ag jaringan AvU jaringan

UTI -+ ~
Jaringan normal

B. Sitolisis dengan perantaraan sel T

Pemusnahan sel
dan cedera jaringan

Gambar 14.15 Mekanisme penyakit yang terjadi melalui sel T

A. Reaksi DTH, sel co4• (kadang juga CDS•) memberikan respons terhadap antigen jaringan
dengan melepas sitokin yang merangsang inflamasi dan mengaktifkan fagosit, sehingga
timbul kerusakan jaringan .
B. coa•/CTL/Tc dapat langsung membunuh sel jaringan dan menimbulkan penyakit.

395
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Tabel 14.9 Contoh-contoh penyakit yang diinduksi sel T


Penya kit Spesifisitas sel T Penyakit pada Model hewan
patogenik manusia
Diabetes insulin Antigen pulau Ya, spesifisitas Model pada tikus
dependen (Tipe I) Langerhans (insulin, sel T tidak transgenik
asam glutamat terbukti
dekarboksilase dll)
Artritis reumatoid Antigen dalam sinovium Ya, spesifisitas Artritis diinduksi
sendi tidak jelas sel T dan peran kolagen , dan lainnya
antibodi tidak
jelas
Sklerosis multipel, MBP, protein proteolipid Ya, selT EME diinduksi oleh
EME mengenal imunisasi dengan
antigen mielin antigen mielin SSP;
model TCR transgenik
Neuritis perifer Protein P2 asal mielin Sindrom Gullain- Diinduksi oleh
saraf perifer Barre imunisasi dengan
antigen mielin saraf
perifer
Miokarditis Miosin ? Diinduksi oleh
ekseperimental imunisasi dengan
autoimun miosin
lnfeksi Antigen mikobakteri atau Granuloma dan
lainnya menginduksi fibrosis , inflamasi
respons sel T dan menimbulkan
makrofag kerusakan
jaringan
Bahan kimia Reaksi DTH Dermatitis kontak

E. Klasifikasi reaksi hiper sensitivitas yang membagi reaksi tipe IV menjadi tipe
menurut Gell dan Coombs yang IVa, IVb, IVc dan IVd (Gambar 14.16.)
dimodifikasi Klasifikasi ini digunakan terutama pada
pembagian reaksi alergi obat, yang
Klasifikasi hipersensitivitas menurut berdasarkan atas jenis sel yang terlibat
Gell dan Coombs telah dimodifikasi dalam patogenesis.

396
Tlpe I Tlpe II Tipe Ill Tipe IVa Tlpe IVb Tipe IVc Tlpe IVd

Reaktan
imun
I 1E
g
lgG lgG IFNy, TNFa
(Sel Th1)
IL-5, IL-4/IL-13
(sel Th2)
cfr:~~i~ 18
(CTL)
~~~~s~
(Sel T)

. Antigen larut Antigen larut Antigen yang Antigen larut


Antigen . yang dipresen- yang dipresen- berhubungan yang dipresen-
Antigen I Antigen larut I ~erhubungaln A~tigen tasikan sel atau tasikan sel atau dengan sel atau tasikan sel atau
fngan ts~ arut stimulasi sel T stimulasi sel T stimulasi sel T stimulasi sel T
a au ma n s langsung langsung langsung langsung
Sel FcR Akt. .
Aktivasi SeIF c R 1vas1 . . .
Sel efektor I
se 1 mas
t
I (fagosit NK)
· IKomplemen
Kompleks 1mun
makrofag
~~~~4-~~~~~-+-~~~~
I Eosinof1I I Sel Tc I Neutrof1I

TmmTosit ~ <¥J
· ~
""""
/1'
IL-4 • Eo-
/
CXCL8 l' GM-
l IV ~ ~ :aksin
c IL-5
1 CTL (gP.)SF

f{!jJ ""~* ~~ 't_,~~) '


~ , :(~ ("y
~ Sitokin ,
mediator
inflamasi
lF<
Sitokin,
mediator
inflamasi °'
a
· · A · Reaksi Asma kronik, o-
Contoh Rinitis alerg1, nem1a S . RA kronik DK, eksantema AGEP ~
reaksi asma hemolitik, . erum tuberkulin , eksantema makulopapular '. :::o
. -
h1per f'I k, · trombo- sickness, DK makulopapular dan bulosa Penyakit ('b
ana 1a sis k . Arth .. · B h t a
sensitivitas sistemik sitopenia rea si us (bersama IVc) de.nga.I"!
eos1nof1l1a
hepat1t1s e ce
i~
-o:
('b

Gambar 14.16 Klasifikasi reaksi obat menurut Gell dan Coombs yang dimodifikasi I ~
~

~-
VJ I s:
~ ~
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Butir-butir penting
0 Reaksi hipersensitivitas adalah reaksi 0 Reaksi Tipe III terjadi melalui pem-
infiamasi, dapat humoral atau selular bentukan kompleks imun yang
0 Reaksi cepat terjadi dalam hitungan mengaktifkan komplemen. Aktivasi
detik, menghilang dalam 2 jam, di- komplemen menghasilkan molekul
timbulkan oleh ikatan silang antara efektor yang menimbulkan vaso-
dilatasi lokal dan menarik neutrofil.
alergen dan IgE pada permukaan sel
Endapan kompleks imun di dekat
mast yang menginduksi penglepasan
antigen masuk dapat menginduksi
mediator vasoaktif
reaksi Arthus; akumulasi neutrofil
0 Reaksi intermediet terjadi setelah yang melepas enzim litik, aktivasi
beberapa jam dan menghilang dalam komplemen yang menimbulkan ke-
24 jam, melibatkan pembentukan rusakan jaringan setempat
kompleks imun IgG dan kerusakan
0 Dewasa ini Reaksi hipersensitivitas
jaringan melalui komplemen dan atau
Tipe IV (modifikasi Gell dan
sel NK/ADCC Coombs) telah dibagi dalam DTH
0 Reaksi lambat terlihat sampai sekitar yang terjadi melalui sel CD4+dan T
48 jam setelah terjadi pajanan dengan Cell Mediated Cy tolysis yang terjadi
antigen yang terjadi oleh aktivasi sel melalui sel CD8+
Th yang mengaktifkan sel efektor 0 Reaksi Tipe IV merupakan hipersen-
makrofag yang menimbulkan ke- sitivitas Tipe lambat yang dikontrol
rusakan j aringan sebagian besar oleh reaktivitas sel T
0 Histamin merupakan komponen terhadap antigen
utamagranulselmastyangmerupakan 0 Dalam T Cell Mediated Cytolysis, ke-
mediator primer, menunjukkan efek rusakan terjadi melalui sel CD8+/
melalui reseptomya (Hl, H2, H3 , CTL/Tc yang langsung membunuh
H4) dengan distribusi dan efek yang sel sasaran dan penyakit yang di-
berbeda timbulkannya cenderung terbatas
0 Reaksi Tipe TT terjadi bila antibodi kepada beberapa organ saja dan biasa-
bereaksi dengan determinan antigen nya tidak sistemik
pada permukaan sel yang menimbul- 0 Pada banyak penyakit autoimun yang
kan kerusakan sel atau kematian me- terjadi melalui mekanisme selular,
lalui lisis dengan bantuan komplemen biasanya ditemukan baik sel CD4+
atau ADCC. Reaksi transfusi dan maupun CD8+ spesifik untuk self-
penyakit hemolitik pada bayi baru antigen dan kedua jenis sel tersebut
lahir merupakan reaksi Tipe II dapat menimbulkan kerusakan.

398
IMUNOLOGI BAB
INFEKSI 15
Daftar Isi
I. IMUNOLOGI BAKTERI III. IMUNOLOGI JAMUR
A. Struktur bakteri A . Sel efektor pada infeksi jamur
B. Imunologi bakteri ekstraselular B. Imunitas nonspesifik
1. Imunitas nonspesifik C. Imunitas spesifik
2. Imunitas spesifik D. Penyakitjamur
C. Imunologi bakteri intraselular IV. IMUNOLOGI PARASIT
1. Imunitas nonspesifik A. Imunitas nonspesifik
2. Imunitas spesifik B . Imunitas spesifik
3. Strategi bakteri intraselular I . Respons imun yang berbeda
2. Infeksi cacing
II. IMUNOLOGI VIRUS 3. Filariasis
A. Struktur virus 4. Granuloma
B . Respons imun terhadap virus 5. Respons Thl dan Th2 pada infeksi
1. Imunitas nonspesifik humoral parasit
C. Mekanisme parasit mengh indar sistem
dan selular
imun
2. Imunitas spesifik
1. Pengaruh lokasi
C. CTL sebagai efektor
2. Parasit mengubah antigen
D. Mekanisme virus menghindar respons imun 3. Supresi sistem imun pejamu
E. Mutasi cirus dan transformasi sel pejamu 4. Resistensi
F. Inflamasi pada infeksi beberapa jenis virus 5. Hidup dalam sel pejamu
1. Virus herpes D . Malaria
2. Virus influenza E . Skistosomiasis
G. Virus yang dapat menginfeksi sel imun F. Sel mast pada infeksi cacing
H . Patogen mutakhir G. Eosinofil pada imunitas cacing
I. Virus Ebola H . Makrofag dan nitrit untuk membunuh
2. Virus West Nile paras it
3. SARS I. Se! CDS+ membunuh parasit protozoa
4. Virus burung H5Nl intrasitoplasmik
Butir-butir penting

399
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Daftar singkatan yang digunakan dalam bab ini


ADCC Antibody Dependent Cell LTD Leukotrin D
(mediated) Cytotoxicity LPS Lipopolisakarida
AIDS Acquired immune Deficiency MAC Membrane Attack Complex
Syndrome MBP Myelin Basic Protein
APC Antigen Presenting Cell MHC Mayor Histocompatibility
APP Acute Phase Protein Complex
BALB Bagg Albino (tikus penelitian) NA Neuraminidase
CD Cluster of Differentiation
NCF Neutrophil Chemotactic Factor
CMI Cell Mediated Immunity
NK Natural Killer (cell)
CMV Cytomegalo Virus
NO Oksida Nitrit
CTC Cytotoxic T Cell
NOS Sintase Oksida Nitrit
CTL Cytotoxic T Lymphocyte
DNA Deoxy Ribonucleic Acid NP Neuropeptida
DTH Delayed Type Hypersensitivity NS Non structural
EBY Virus Epstein Barr PAF Platelet Activating Factor
ECF Eosinophil Chemotactic Factor PMN Polymorfonuclear
ECP Eosinophil Cationic Protein PPD Purified Protein Derivative
EVP Emerging Viral Pathogen PPOM Penyakit Paru Obstruksi Menahun
Fe Fragment crystallizable RNA Ribonucleic Acid
FcR Fragment crystallizable receptor ROI Reactive Oxygen Intermediate
GF Growth Factor RSV Respiratory Syncytial Virus
GF-R Growth Factor Receptor SOM Sel Darah Merah
GM-CSF Granulocyte Monocyte Colony SSP Susunan Saraf Pusat
Stimulating Factor SARS Severe Acute Respiratory
HIV Human Imunodeficiency Virus Syndrome
HA Hemaglutinin TAP Transporter Associated with
HHSV Human Herpes Simplex virus Antigen Processing
HSY Human Herpes Virus Tc T cytotoxic, T sitotoksik
HTCL Human T Cell Leukaemia TCR Reseptor sel T
HTLV Human T Lymphocyte Virus Tdth T delayed type hypersensitivity
IFN Interferon TLR Toll Like Receptor
KGB Kelenjar Getah Bening TNF Tumor Necrosing Factor

400
Bab 15. lmunologi lnfeksi

enyakit infeksi merupakan salah

P
Beberapa bakteri intraselular (dalam
satu sebab kematian utama di monosit, makrofag) seperti mikobakteri, L.
seluruh dunia (Gambar 15.1). monositogenes, S. tifi dan spesies brusela
Hampir semua patogen mempunyai fase dapat menghindari pengawasan sistem
ekstraselular yang dapat diserang oleh imun seperti antibodi. Dalam hal ini tubuh
antibodi . Mikroba ekstraselular dapat akan mengaktifkan sistem imun selular
ditemukan di permukaan sel epitel yang seperti respons CMI (CD4+, CD8+ dan
dapat diserang oleh IgA dan sel inflamasi sel NK). Bakteri yang dapat menernbus
nonspesifik. Bila patogen ada dalam pertahanan tubuh, akan dihadapkan
rongga intrastisial, darah atau limfe, dengan berbagai komponen sistem imun
maka upaya proteksi tubuh melibatkan (Gambar 15 .2).
makrofag dan antibodi.
A. Struktur bakteri
I. IMUNOLOGI BAKTERI
Menurut sifat patologik dinding sel, mikro-
Bakteri dari luar yang masuk tubuh (jalur organisrne dapat dibagi menjadi negatif-
eksogen) akan segera diserang sis tern imun Gram, positif-Gram, mikobakterium dan
nonspesifik berupa fagosit, komplernen, spirochaet. Permukaan bakteri dapat pula
APP atau dinetralkan antibodi spesifik dilapisi kapsul yang protektif. Protein dan
yang sudah ada dalam darah. Antibodi dan polisakarida yang ada dalam struktur tersebut
komplemen dapat juga berperan sebagai dapat merangsang sistem imun humoral
opsonin oleh karena fagosit memiliki F cy- tubuh untuk rnembentuk antibodi. Di luar
R dan C-R. Baik sel polimorfonuklear membran plasma, bakteri memiliki dinding
rnaupun rnakrofag rnemiliki Fca-R untuk sel yang terdiri atas mukopeptide yang di-
IgA. Sitokin inflamasi seperti IFN-y dapat sebut peptidoglikan. Bagian ini biasanya
meningkatkan ekspresi reseptor tersebut merupakan sasaran lisozim. Bakteri negatif-
dengan cepat. Pertahanan pejarnu terdiri Gram masih memiliki membran kedua yang
atas sarana-sarana untuk memerang1 mengandung protein dan lipopolisakarida/
patogen lokal (Tabel 15.1). LPS atau endotoksin (Gambar 15.3).
Tabel 15.1 Mekanisme pertahanan imun utama terhadap patogen
Jenis infeksi Mekanisme pertahanan imun utama
Bakteri Antibodi , kompleks imun dan sitotoksisitas
Mikobakteri DTH dan reaksi granulomatosa
Virus Antibodi (netralisasi), CTL dan Tdth
Protozoa DTH dan antibodi
Parasit cacing Antibodi (atopi, ADCC) dan reaksi granulomatosa
Jamur DTH dan reaksi granulomatosa

401
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Kardiovaskular
16,7 juta
Penyakit infeksi

'T""

Penyakit keganasan Gambar 15.1 Penyakit


7,1 juta
infeksi - penyebab kematian
utama di seluruh dunia
Asma dan PPOM
3 juta

Perlindungan fisik
(kulit)

Epidermis
=

1. Netralisasi t? 5. Makrofag
to ks in menghilangkan
bakteri
2. Opsonisasi
Fagositosis I 6. Aktivasi sel T I
3. Lisis dengan
perantaraan
komplemen

4. Vasodilatasi
Vasoper-
meabilitas
••
Gambar 15.2 lnfeksi bakteri

Pertahanan imun terhadap bakteri terdiri antara lain atas antibodi yang menetralkan toksin ,
opsonisasi organisme, aktivasi komplemen yang dapat melisiskan secara direk. Vasodilatasi
memungkinkan sel PMN , makrofag dan sel T bermigrasi ke tempat infeksi untuk membantu
mengontrol infeksi.

402
Bab 15. lmunologi lnfeksi

Bakteria positif-Gram
Polisakarida kapsular
Asam ltpoteikoik
Dinding sel Asam teikoik
Protein
dinding sel
Peptidoglikan
Mer:nbran
Dinding sel : struktur rinci sitoplasma
',, I • •

Bakteria negatif-Gram Matriks protein


Pili Rantai sisi 0
Lipid A
Membran,
luar j
Fosfolipid
Peri- Peptidoglika n
plasma
-- ,. .-. ~("'( :

Membran_ ) ~~ (?Jl.D5J,l{
dalam ~l -- f~)~~f\'• f ~[
'.....,____),! I I
Polisakarida
kapsul Protein

Gambar 15.3 Arsitektur bakteri positif-Gram dan negatif-Gram

Struktur prominen sering terlibat mukosa yang tahan terhadap fagositosis.


dalam respons imun. Semua bakteri me- Protein tersebut dapat menimbulkan reaksi
miliki membran sitoplasma dalam dan selular berat. Antigennya bereaksi silang
dinding sel yang terdiri atas peptidoglikan dengan otot j an tung (demam reuma) dan
sekitar membran sitoplasma. Antigen yang membentuk kompleks imun yang me-
tersering digunakan untuk diagnosis rusak ginjal. Streptokok A patogen untuk
imunologik dan antibodi protektif di- saluran cema, mempunyai reseptor untuk
temukan di permukaan luar yang dapat sel epitel mukosa. Ikatan antara mikro-
segera berinteraksi dengan efektor sistem organisme dengan sel epitel tersebut dapat
imun seperti antibodi. dicegah oleh imunoglobulin. Protein M.
Streptokok dibagi menurut sifat hemo- streptokok dapat dinetralkan oleh anti-
lisis eksotoksin ( a , ~,y) dan menurut bodi. Banyak bakteri yang menimbulkan
antigen dinding sel (golongan A-Q). berbagai efek patologik melalui LPS
Golongan A hemolitik beta yang paling yang merupakan komponen dinding sel
patogen, memiliki kapsul yang terdiri atas bakteri negatif-Gram dan merupakan
protein M dan menempel pada membran aktivator poten makrofag.

403
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Streptokok A (S. piogenes) merupa- dan merangsang produksi sitokin yang


kan patogen terpenting dalam klinik menimbulkan penyakit, merusak fagosit,
yang menyebabkan infeksi farings, demam jaringan setempat, SSP dan sebagainya
reuma akut, penyakit jantung dan sendi yang dapat merupakan sebab kematian.
(non supuratif), glomerulonefritis) dan Protein-protein tersebut sering disebut
menimbulkan scarlet fever dengan toksin agresin yang membantu penyebaran bakteri
pirogenik yang menimbulkan ruam khas. dan menghancurkan jaringan.
Salah satu toksin pirogenik merupakan Patogenisitas beberapa infeksi bakteri
superantigen. To ks in lainnya (a, b dan noninvasif yang hid up di dalam sel per-
c) bila dilepas menimbulkan edem dan mukaan seperti difteri dan V. kolera
miositis dengan nekrosis dan fasiitis yang memproduksi eksotoksin bergantung
(Gambar 15.4). pada kemampuan pejamu untuk mem-
Eksotoksin secara aktif disekresi bakteri produksi imunoglobulin yang dapat
positif-Gram (sigela dan kolera). Ekso- menetralkannya. Tetapi patogenisitas ke-
toksin bersifat sitotoksik dan membunuh banyakan bakteri tidak hanya bergantung
sel dengan berbagai mekanisme bio- pada toksinnya saja, sehingga bakteri sen-
kimiawi. Eksotoksin dapat mengganggu diri hams dimusnahkan. Antibodi yang
fungsi normal sel tanpa membunuhnya dibentuk terhadap toksin dapat menetral-
lnflamasi dan aktivasi imun
r- Melarutkan
Apoptosis \ fibrin dalam
menghambat
fagositosis
'-
l
bekuan dan trombus
Memungkinkan penyebaran
dalam jaringan subkutan
~
l
Streptokinase /
Toksin eritrogenik (fibrinolisin)
(toksin pirogenik) Hialuronidase

Toksemia, ' .\ / Streptodornase Depolimerisasi


ruam kuht ---+ (DNAase) _,.. DNA dalam
jaringan nekrotik
Nekrosis .,.__ Eksotoksin 8 .,.__ Q __r-Q, ---+ Peptidase _,.. Menghambat
Janngan '--Cx:f5Y ~ C5a anafilatoksin
Streptokok komplemen
- - - - - ---+ Kapsul , Menghambat
'- protein M fagositosis ,
/ " memungkinkan
Streptolisin O,S Eksotoksin , ikatan
superantigen ke jaringan
/ (eksotoksin A)

"'
Lisis sel darah merah,
darah putih dan trombosit
Aktivator mitogenik
selT
/
Toksin dan hemolisin

Gambar 15.4 Mekan isme patogenik S. piogenes

404
Bab 15. lmunologi lnfeksi

kan efek toksin tetanus, difteri, sehingga dengan cepat menimbulkan gangguan
dapat mencegah kerusakanjaringan yang gastrointestinal.
ditimbulkannya. Mikroorganisme yang
B. Imunologi bakteri ekstraselular
mengandung lipid pada membran permu-
kaan seperti N.meningitidis negatif-Gram, Bakteri ekstraselular dapat hidup dan ber-
dapat dihancurkan oleh imunoglobulin kembangbiak di luar sel pejamu misalnya
dengan bantuan aktivasi komplemen. Pada dalam sirkulasi, jaringan ikat dan rongga-
akhir respons imun, semua bakteri dihan- rongga jaringan seperti lumen saluran napas
curkan fagosit. dan saluran cema. Banyak di antaranya me-
Stafilokok merupakan penyebab rupakan bakteri patogenik. Penyakit yang
penyakit oportunistik tersering di rumah ditimbulkan bakteri ekstraselular dapat
sakit dan masyarakat yang menimbulkan berupa infiamasi yang menimbulkan
pneumonia, osteomielits, artritis septik, destruksijaringan di tempat infeksi dengan
bakteremia, endokarditis dan infeksi membentuk nanah/infeksi supuratif seperti
kulit (Gambar 15.5). Makanan yang yang terjadi pada infeksi streptokok
mengandung enterotoksin S.aureus dapat (Gambar 15.6).

Pemusnahan
PMN dan makrofag

Leukosidin

Aktivasi sel T,
Toxic shock - Destruksi
kegagalan - Eksfolian
protein Uaringan) epidermis
multiorgan
Stafilokokus

1
Komponen
dinding sel
'

Pem icu kaskade


komplemen

Gambar 15.5 Patogenesis spesies stafilokok

405
lmunologi Dasar Edisi ke-10

** (~_]
~~~~~~~~~~~~~~~~

*
• •r::r/
Bakteri

Toksin ./""
'\
• . *
• r::r
~r~r

*
1. Netralisasi toksin Akt1vasi ""'
kompleme;~ \
C3b C3b

~Makcofag
2. Lisis dengan perantaraan
komplemen

3. Opson isasi dan


fagositosis

®./ -
Ne,tcofil
~
- - - - -- ~ Makrofag

Gambar 15.6 Antibodi sebagai efektor pada infeksi bakteri ekstraselular


1. Antibodi menetralisasi toksin bakteri. 2. Aktivasi komplemen pada permukaan bakteri
menimbulkan lisis . 3. Antibodi dan produk hasil aktivasi komplemen C3a mengikat bakteri ,
berperan sebagai opsonin yang meningkatkan fagositosis . 4. C3a dan C5a yang dilepas oleh
aktivasi komplemen dengan bantuan antibodi , memacu degranulasi sel mast lokal, melepas
mediator yang menimbulkan vasodilatasi dan ekstravasasi limfosit dan neutrofil. 5. Produk
komplemen lain adalah kemotaktik untuk neutrofil dan makrofag .

406
Bab 15. lmunologi /nfeksi

1. Imunitas nonspesifik rapa minggu-bulan setelah infeksi ter-


kontrol. Demam reuma merupakan sekuela
Komponen imunitas nonspesifik utama ter-
infeksi faring oleh beberapa streptokok
hadap bakteri ekstraselular adalah kom-
hemolitik-p. Antibodi yang diproduksi
plemen, fagositosis dan respons infiamasi.
terhadap protein dinding bakteri (M-
Bakteri yang mengekspresikan manosa protein) dapat bereaksi silang dengan
pada permukaannya, dapat diikat lektin protein sarkolema dan miosin miokard
yang homo log dengan C 1q, sehingga akan yang dapat diendapkan di jantung dan
mengaktifkan komplemen melalui jalur akhirnya menimbulkan infiamasi (karditis)
lektin, meningkatkan opsonisasi dan Glomerulonefritis pasca infeksi strep-
fagositosis. Di samping itu MAC dapat tokok merupakan sekuela infeksi strep-
menghancurkan membran bakteri. Produk tokok di kulit atau tenggorok oleh serotipe
sampingan aktivasi komplemen berperan streptokok-P yang lain. Antibodi terhadap
dalam mengerahkan dan mengaktifkan bakteri tersebut membentuk kompleks
leukosit. Fagositjuga mengikat bakteri me- dengan antigen bakteri dan diendapkan
lalui berbagai reseptor permukaan lain di glomerulus ginjal yang menimbulkan
seperti Toll-like receptor yang semuanya nefritis .
meningkatkan aktivasi leukosit dan fago-
sitosis. Fagosit yang diaktifkan juga me- b. Sitokin
lepas sitokin yang menginduksi infiltrasi Respons utama pejamu terhadap bakteri
leukosit ke tempat infeksi . Sitokin juga ekstraselular adalah produksi sitokin oleh
menginduksi panas dan sintesis APP. makrofag yang diaktifkan yang menim-
bulkan infiamasi dan syok septik. Toksin
2. Imunitas spesifik
seperti superantigen mampu mengaktif-
a. Humoral kan banyak sel T sehingga menimbulkan
Antibodi merupakan komponen imun produksi sitokin dalam jumlah besar dan
protektif utama terhadap bakteri ekstra- kelainan klinikopatologi seperti yang ter-
selular yang berfungsi untuk menyingkir- jadi pada syok septik.
kan mikroba dan menetralkan toksinnya
melalui berbagai mekanisme. Th2 mem- C. Imunologi bakteri intraselular
produksi sitokin yang merangsang respons
Ciri utama bakteri intraselular adalah ke-
sel B, aktivasi makrofag dan infiamasi
mampuannya untuk hidup bahkan berkem-
(Gambar 15.7 dan Tabel 15.2).
Komplikasi lambat respons imun bang biak dalam fagosit. Mikroba tersebut
humoral dapat berupa penyakit yang mendapat tempat tersembunyi yang tidak
ditimbulkan antibodi. Contohnya infeksi dapat ditemukan oleh antibodi dalam
streptokok di tenggorok atau kulit yang sirkulasi, sehingga untuk eliminasinya
menimbulkan manifestasi penyakit bebe- memerlukan mekanisme imun selular.

407
lmunologi Dasar Edisi ke-10

I Netralisasi I
Opsonisasi dan
fagositosis dengan
perantaraan FcR

Fagositosis bakteri
Sel Th (untuk yang dilapisis C3b
antigen protein)

I lnflamasi I
I Lisis bakteri
Berbagai
sitokin
---..
___...
~ A IRespons antibodi I
SelT / '--~~~ ~
APC CD4 + naif

*i-H - 1 FN-,1- .... -


Aktivasi makrofag
fagositosis dan
pemusnahan bakteri

Pr~entasi
antigen protein
'
"' ~ _ _ _..,.. @ I lnflamasi I

Gambar 15.7 Respons imun spesifik terhadap mikroba ekstraselular dan toksinnya:
produksi antibodi, aktivasi sel CD4+
Antibodi menetralkan dan menyingkirkan mikroba dan toksinnya melalui berbagai mekanisme.
Th2 memproduksi sitokin yang merangsang respons sel B, aktivasi makrofag dan inflamasi.

1. Imunitas nonspesifik direk atau melalui aktivasi makrofag


Efektor imunitas nonspesifik utama ter- yang memproduksi IL-12, sitokin poten
hadap bakteri intraselular adalah fagosit yang mengaktifkan sel NK. Se! NK mem-
dan sel NK. Fagosit menelan dan men- produksi IFN-y yang kembali mengaktifkan
coba menghancurkan mikroba tersebut, makrofag dan meningkatkan daya mem-
namun mikroba dapat resisten terhadap bunuh bakteri dan memakan bakteri. Jadi
efek degradasi fagosit. Bakteri intra- sel NK memberikan respons dini, dan terjadi
selular dapat mengaktifkan sel NK secara interaksi antara sel NK dan makrofag.

408
Bab 15. lmunologi lnfeksi

Tabel 15.2 Contoh-contoh mikroba patogen


Mikroba Penyakit pada manusia Mekanisme patogenesis
S. aureus lnfeksi kulit dan jaringan lnfeksi kulit, inflamasi akut yang diinduksi
lunak, abses paru toksin; kematian sel ditimbulkan toksin yang
membentuk lobang-lobang
Sistemik: sindrom Sistemik: enterotoksin (superantigen) -
syok toksik, keracunan diinduksi produksi sitokin oleh sel T yang
makanan menimbulkan nekrosis kulit, syok, diare
Streptokok Pneumonia, meningitis lnflamasi akut yang diinduksi oleh bahan
piogenes dinding sel; pneumolisin seperti streptolisin O
(Pneumokok)
E. koli lnfeksi saluran kencing, Toksin menunjukkan efek terhadap epitel
gastroenteritis, syok saluran cerna dan menimbulkan peningkatan
septik sekresi klorida dan air; endotoksin (LPS)
merangsang sekresi sitokin oleh makrofag

V. kolera Di are Toksin kolera yang merangsang sel epitel


melepas klorida dan air
K. tetani Tetanus Toksin tetanus diikat ujung saraf motorik
di tempat hubungan saraf-otot dan
menimbulkan kontraksi otot ireversibel
N.meningitis Meningitis lnflamasi akut dan penyakit sistemik yang
(meningokok) ditimbulkan endotoksin paten
K. difteri Difteri Toksin difteri

2. Imunitas spesifik yang terjadi pada DTH terhadap protein


Proteksi utama respons imun spesifik ter- PPD M.tuberkulosis. Sel CD4+ dan CD8+
hadap bakteri intraselular berupa imunitas bekerja sama dalam pertahanan terhadap
selular. Seperti telah dibahas dalam bab- mikroba.
bab sebelumnya, imunitas selular terdiri Bakteri intraselular seperti Listeria
atas 2 tipe reaksi, yaitu sel CD4+ Thl monositogenes dimakan makrofag dan dapat
yang mengaktifkan makrofag (DTH) yang hidup dalam fagosom dan masuk dalam
memproduksi IFN-y dan sel CD8+/CTL, sitoplasma. CD4+ memberikan respons ter-
yang memacu pembunuhan mikroba hadap peptida antigen-MHC-Il asal bakteri
serta lisis sel terinfeksi. intravesikular, memproduksi IFN-y yang
Makrofag yang diaktifkan sebagai mengaktifkan makrofag untuk menghan-
respons terhadap mikroba intraselular curkan mikroba dalam fagosom. Sel CD4+
dapat pula membentuk granuloma dan naif dapat berdiferensiasi menjadi sel
menimbulkan kerusakan j aringan seperti Th 1 yang mengaktifkan fagosit untuk mem-

409
lmunologi Dasar Edisi ke-10

bunuh mikroba yang dimakan dan sel ditemukan pada infeksi lepra. Berbagai
Th2 yang mencegah aktivasi makrofag patogen dapat menghindari efek sistem
(Tabel 15.3). imun (Tabel 15.4 dan Gambar 15.8).
CD8+ memberikan respons terhadap
molekul MHC-I yang mengikat antigen 3. Strategi bakteri intraselular
sitosol dan membunuh sel terinfeksi. Per-
bedaan dalam respons sel T terhadap Respons imun yang um um terj adi pada
mikroba intraselular pada berbagai individu infeksi bakteri terlihat pada Tabel 15 .5.
merupakan determinan dalam perkem- Berbagai mikroba intraselular seperti M.
bangan penyakit dan gambaran klinis. Kese- tuberkulosis dapat mengembangkan ber-
imbangan antara subset tersebut dapat bagai strategi untuk menghindari eliminasi
mempengaruhi hasil dari infeksi, seperti oleh fagosit.

label 15.3 Peran lh1 dan lh2 terhadap infeksi


lnfeksi Respons Hasil
Lesmania mayor Kebanyakan galu r tikus : => Perbaikan
lh 1
BALB/c tikus: lh2 => Penyebaran infeksi

M. lepra Beberapa penderita: Th1 => Tuberku loid

Beberapa penderita: Th1 => Lepra lepromatosa Uumlah


bakteri tingg i)
defektif atau Th2 dominan

label 15.4 Mekanisme bakteri menghindari efektor imun


Mekanisme menghindari efektor imun Contoh
Bakteri ekstraselular
Variasi antigenik N. gonorea, E.koli , S.tifi
Pencegahan aktivasi komplemen Banyak bakteri
Resistensi terhadap fagos it Pneumokok
RO I Stafilokok katalase positif

Bakteri intraselular
Mencegah pembentukan fagosom M. tuberkulosis
L. pneumofilia
ROI M. lepra
Membran fagosom rusak , masuk ke dalam L.monositogenes (hemolisin)
sitoplasma

410
Bab 15. lmunologi ln(eksi

Faktor
kemotaktik
komplemen
1. lnhibisi kemotaksis
2. Sekresi toksin
3. Hambatan jalur dengan
perantaraan komplemen
4. Memiliki kapsul luar yang
menghambat ikatan , fagositosis

)
5. lnhibisi fusi lisosom
6. Memiliki lapi san luar yang
ta han terhadap enzim degratif
7. Menghindar dari fagosom
8. Mematikan aktivasi sitokin
9. Aktivasi sitokin tidak benar

Gambar 15.8 Mekanisme patogen menghindari efek sistem imun

Patogen menghi ndari respons imun dengan berbagai mekanisme seperti lokasi dalam celah
yang protektif, memperoleh molekul pejamu , mengubah permukaan antigen dan memproduksi
fa ktor yang mencegah ata u mengarahkan respons imun yang efektif.

Tabel 15.5 Respons imun yang umum terjadi pada infeksi bakteri yang penting
lnfeksi Patogenesis Pertahanan umum
K. difteri Faringitis noninvasif toksin lmunoglobulin yang menetralisasi
V. kolera Enteritis noninvasif toksin lmunoglobulin yang menetralisasi &
mencegah adhesi
N. meningitidis Nasofaring Opsonisasi dan dibunuh oleh
7 bakteremi imunoglobulin dan C litik
7 meningitis
S. aureus lnvasif lokal dan toksik di kulit Opsonisasi oleh imunoglobulin dan
C, dibunuh oleh fagosit
M. tuberkulosis lnvasif toksik lokal hipersensitif Aktivasi makrofag oleh sel T
M. lepra lnvasif mengambil tempat Aktivasi makrofag oleh sel T
hipersensitif

411
/munologi Dasar Edisi ke-10

II. IMUNOLOGI VIRUS cegah infeksi pejamu atau memacu pem-


bunuhan virus bebas dengan bantuan
Vlflls menginfeksi dan membelah diri dalam komplemen. Infeksi sel pejamu oleh
sel pejamu dan mampu mengarahkan mesin virus akan menimbulkan produksi protein
sel untuk mensitesis partikel infeksius baru. virus dalam sel terinfeksi. Beberapa dari
Luas infeksi dan patologi tergantung dari protein virus tersebut diproses dan dipre-
jumlah virion yang menginfeksi pejamu sentasikan ke sel Tc/CTC melalui MHC-
dan kerusakan fisik dan trauma yang
I. lnfeksi dapat juga menginduksi produksi
berhubungan dengan proses infeksi.
berlebihan protein pejamu seperti protein
respons stres atau mengubah produksi atau
A. Struktur virus
peptide yang diikat MHC-I yang meng-
Struktur virus terdiri atas kapsid yang akibatkan matinya sel terinfeksi oleh sel
melindungi bahan genetik. Bahan genetik Tc atau sel NK. Akhirnya, protein envelop
dan kapsid disebut nukleokapsel. Peran virus diekspresikan pada membran sel
kapsid adalah melindungi bahan genetik yang terinfeksi sehingga sel menjadi
virus terhadap nuklease asal pejamu. sasaran ADCC atau dihancurkan melalui
Kapsid terdiri atas subunit protein yang bantuan komplemen (Gambar 15 .11).
dijadikan bentuk sederhana dan khas ber- Antibodi berperan terhadap virus
bentuk heliks, isometrik atau berbentuk
ekstraselular dan imunitas selular terhadap
kerucut dengan kekecualian kapsid virus
virus intraselular. Antibodi lokal dan
pox yang memiliki struktur yang lebih
sistemik dapat mencegah penyebaran
kompleks (Gambar 15.9).
virus atau virus sitolitik yang dilepas dari
Pada beberapa virus, kapsid di-
sel pejamu yang barn dibunuhnya. Anti-
selubungi oleh lapisan ganda fosfolipid
bodi sendiri pada umurnnya tidak cukup
yang diperoleh dari sel pejamu bila virus
untuk mengontrol virus yang dilepas dari
membentuk budding (Gambar 15.10).
Envelop memberikan proteksi terhadap permukaan sel terinfeksi, oleh karena
protease. Envelop virus dapat berasal dari dapat menyebar ke sel bersebelahan tanpa
sitoplasma atau membran nukleus sel terpajan dengan antibodi (Tabel 15.6).
pejamu. Replikasi virus herpes terjadi Beberapa j enis virus dapat menghindarkan
dalam nukleus tetapi nukleokapsid di- diri dari efek sistem imun, bahkan dapat
bentuk atau diasembel di luar nukleus. menginfeksi sistem irnun (Tabel 15.7).
Bila virus melepaskan diri dari sel, akan
membentuk envelop. Pada beberapa B. Respons imun terhadap virus
virus, protein sel pejamu ditemukan pada Vlflls merupakan organisme obligat, urnurn-
permukaan envelop virus . nya terdiri atas potongan DNA atau RNA
Antigen envelop virus dapat dijadi- yang diselubungi mantel dari protein atau
kan sasaran antibodi yang dapat men- lipoprotein. Respons irnun terhadap protein

412
Bab 15. lmunologi ln(eksi

Dengan envelop Tanpa envelop


dsDNA dsDNA

D Adenovindae
N
Po'k.sviridae. Kordopoksviridae
A
Papoviridae

ssDNA
Herpesvin.dae H~padnavirdae Parvoviridae

s;;RNA

.. -~·
. .' '.II .
" "'P'
Reoviridae

.' :~

~ ·, ."~;,,;

R
N
w
Toroviriliae Ortomiksoviridae Arenaviridae
Bimavindae

0
ssRNA

Togaviridae Ffaviviridae
Pikoma viridae
!·o?". --.·. \
\ .
\
"'·---- - _,,.,, .•

Retrovin"dae Rabdoviridae ..
. .....
~
l l J I I
Kafisivin·dae

' .
100nm Filo viridae

Gambar 15.9 Morfologi virus

Struktur virus dari famili berbeda dibagi dalam 2 golongan atas dasar ada atau tidak adanya
envelop dan RNA atau DNA, double stranded (ds) atau single stranded (ss).

413
lmunologi Dasar Edisi ke-10

D.

Gambar 15.10 Res pons pejamu terhadap


antigen virus
c. B.

partikel virus bebas



II <l> © (§)
~
opsonisasi

Antibodi _ _ _ _ _,..

F
TCD4+
opsonisasi
dan aktivasi
komplemen

<l>
e
(§)
©
t@
..
h -i---•1
interferon -~ ',

•-'
@
'

sisitas 0 0
sel terinfeksi virus sel tetangga

Gambar 15.11 Respons imun terhadap virus

IFN diproduksi oleh sel terinfeksi virus memiliki 3 efek penting . IFN-a dan IFN-~ menginduksi
lingkungan antiviral terhadap sel sekitar (mencegah transkripsi dan translasi virus). IFN-
Y mengaktifkan makrofag dan sel NK meningkatkan regulasi MHC. Sel NK membunuh sel
terinfeksi virus tanpa bantuan molekul MHC-1, tetapi melalui ADCC. Makrofag, fagosit
memakan virus dan fragmen sel dan memproduksi IFN . CDS+ menghancurkan peptida virus
yang dipresentasikan molekul MHC-1 yang juga merusak sel. CD4+ mengaktifkan makrofag dan
membantu pembentukan antibodi dan respons sel Tc.

414
Bab 15. lmunologi lnfeksi

Tabel 15.6 Mekanisme respons imun humoral dan selular terhadap virus
Jenis respons Molekul atau sel efektor Aktivitas
Humoral Antibodi (terutama lgA sekretori) Menghambat ikatan virus pada sel
pejamu , sehingga mencegah infeksi
atau reinfeksi
Antibodi lgG , lgM dan lgA Menghambat fusi envelop virus dengan
membran plasma sel pejamu
Antibodi lgG dan lgM Memacu fagositosis partikel virus
(opsonisasi)
Antibodi lgM Aglutinasi partikel virus
Komplemen yang diaktifkan oleh Mediator opsonisasi oleh C3b dan lisis
antibodi lgG atau lgM partikel envelop virus oleh MAC

Selular IFN-y yang disekresi Th atau Tc Aktivitas antiviral direk

CTL Memusnahkan sel self yang terinfeksi


virus
Sel NK dan makrofag Memusnahkan sel terinfeksi virus
melalui ADCC

Tabel 15.7 Contoh virus yang menginfeksi sistem imun


Sel Virus Dampak
Limfosit B EBV Transformasi dan aktivasi poliklonal sel B
Limfosit T Campak Replikasi dalam sel T aktif
HTCL-1 Limfoma sel T/leukemia
HIV-1 dan 2 AIDS
Makrofag Dengue
Lassa
Marburg-Ebola
J Demam berdarah akibat virus

virus melibatkan sel T dan sel B. Antigen ke dalam sel dan dapat menimbulkan
virus yang menginduksi antibodi dapat kerusakan sel dan penyakit melalui ber-
menetralkan virus dan sel T sitotoksik bagai mekanisme. Hal tersebut disebabkan
yang spesifik merupakan imunitas paling oleh replikasi virus yang mengganggu
efisien pada imunitas proteksi terhadap sintesis protein dan fungsi sel normal
virus (Gambar 15.12 dan 15.13). serta efek sitopatik virus. Vtrus nonsitopatik
Virus merupakan obligat intraselular dapat menimbulkan infeksi laten dan DNA
yang berkembang biak di dalam sel, virus menetap dalam sel pejamu dan
sering menggunakan mesin sintesis asam memproduksi protein yang dapat atau
nukleat dan protein pejamu. Dengan tidak mengganggu fungsi sel. Beberapa
reseptor permukaan sel, virus masuk virus penting terlihat pada Tabel 15.8.

415
lmunologi Dasar Edisi ke-10

lmunitas nonspesifik lmunitas spesifik

-t)
· tipe
IFN I

\ Antibodi V

Perlindungan
}=
© jX
terhadap

-~
. __//


infeksi

Keadaan ~
Virus antiviral Netralisasi

~(a~ ... ~
SelNK ~
~ ~~~
Sel
Eradikasi
infeksi
terinfeksi Pemusnahan COB+ terinfeksi Pemusnahan
sel terinfeksi CTL sel terinfeksi

Gambar 15.12 lmunitas nonspesifik dan spesifik pada virus

Antibodi terhadap virus


Berikatan pada reseptor
virus dan menghambat
ikatan dengan sel

~
Kelas I
G> Ql cos+ TcTL bereaksi
(} U> CTL dengan antigen virus
Granzim CTL pada permukaan sel
+FAS
~CTL terinfeksi , perforin
menyebabkan lisis
pada sel terinfeksi

~CTL
CD Kelas II
Q ()) C04 + TorH bereaksi
Granzim , cTL dengan antigen virus
+FAS CV

)
IL-2
IFN-y
TNF-a
(@ 0
00
pada permukaan sel
terinfeksi virus, limfokin
menarik dan mengaktif-
kan fagositosis oleh
Gambar 15.13
Peran antibodi, sel
Tc dan sel Th pada
makrofag
imunitas virus

416
Bab 15. lmunologi lnfeksi

Tabel 15.8 Beberapa virus penting


Kelas virus Agen viral Manifestasi klinis
Virus respiratori Parainfluenza Faringitis dan koriza
Rinovirus Tonsilitis dan inflamasi virus
SARS Demam dan mialgia
RSV
Eksantem anak Parotitis Eksantem
Rubela dan rubeola Makula seperti ruam
Eritema infeksiosum
Cacar air
Vi rus poks Vi rus cacar variola Lesi papulovesikular
Enterovirus Virus polio Meningitis
Koksaki Eksantem dan miokarditis
Hepatitis Hepatitis A-E Difungsi hati , karsinoma
hepatoselular
Virus herpes HSV-1, HSV-2, CMV, EBV, varisela Lepuh , sariawan
zoster Mononukleosis
Limfoma
Rabdovirus Rabies lnfeksi SSP akut
Lyssa virus
Papovirus Virus Papiloma manusia Lesi kutan atau mukosa
Retrovirus HIV-1 dan H IV-2 AIDS, leukemia
HTLV
Arbovi rus Virus Dengue Demam berdarah
Virus Yellow fever Ensefalitis dan meningitis
Japanese encephalitis
Virus West Nile
Prion Prion Ensefalopati bentuk span
Agen viral baru Ebola Demam berdarah
Hantavirus Gangguan paru

1. Imunitas nonspesifik humoral dan terinfeksi. Infeksi banyak virus disertai


selular produksi RNA yang merangsang sel ter-
, Prinsip mekanisme imunitas nonspesifik infeksi untuk sekresi IFN tipe 1, mungkin
terhadap virus adalah mencegah infeksi. melalui ikatan dengan TLR. IFN Tipe I
Efektor yang berperan adalah IFN tipe mencegah replikasi virus dalam sel ter-
I dan sel NK dan yang membunuh sel infeksi dan sel sekitarnya yang meng-

417
lmunologi Dasar Edisi ke-10

induksi lingkungan anti-viral. IFN-a dan cerna. Imunisasi oral terhadap virus polio
IFN-~ mencegah replikasi virus dalam bekerja untuk menginduksi imunitas
sel yang terinfeksi. mukosa tersebut.
Sel NK membunuh sel yang ter-
infeksi oleh berbagai jenis virus dan me- b. lmunitas spesifik selular
rupakan efektor irnunitas penting terhadap Virus yang berhasil masuk ke dalam sel,
infeksi dini virus, sebelum respons imun tidak lagi rentan terhadap efek antibodi.
spesifik bekerja. Sel NK mengenal sel
Respons imun terhadap virus intraselular
terinfeksi yang tidak mengekspresikan terutama tergantung dari sel CD8+/CTL
MHC-I. Untuk membunuh virus, sel yang membunuh sel terinfeksi . Fungsi
NK tidak memerlukan bantuan molekul fisiologik utama CTL ialah pemantauan
MHC-I. terhadap infeksi virus. Kebanyakan CTL
yang spesifik untuk virus mengenal
2. lmunitas spesifik antigen virus yang sudah dicerna dalam
a. Imunitas spesifik humoral sitosol, biasanya disintesis endogen yang
Respons imun terhadap virus tergantung berhubungan dengan MHC-1 dalam setiap
dari lokasi virus dalam pejamu. Antibodi sel yang bemukleus. Untuk diferensiasi
merupakan efektor dalam imunitas penuh, CD8+ memerlukan sitokin yang
spesifik humoral terhadap infeksi virus . diproduksi sel CD4+ Th dan kostimulator
Antibodi diproduksi dan hanya efektif yang diekspresikan pada sel terinfeksi.
terhadap virus dalam fase ekstraselular. Bila sel terinfeksi adalah sel jaringan dan
Virus dapat ditemukan ekstraselular pada bukan APC, sel terinfeksi dapat dimakan
awal infeksi sebelum virus masuk ke oleh APC profesional seperti sel dendritik
dalam sel atau bila dilepas oleh sel ter- yang selanjutnya memproses antigen virus
infeksi yang dihancurkan (khusus untuk dan mempresentasikannya bersama molekul
virus sitopatik). Antibodi dapat menetral- MHC-I ke sel CD8+naif di KGB. Sel yang
kan virus, mencegah virus menempel akhir akan berproliferasi secara masif yang
pada sel dan masuk ke dalam sel pejamu. kebanyakan merupakan sel spesifik untuk
Antibodi dapat berperan sebagai beberapa peptida virus. Se! CD8+ naif
opsonin yang meningkatkan eliminasi yang diaktifkan berdiferensiasi menjadi
partikel virus oleh fagosit. Aktivasi kom- sel CTL efektor yang dapat membunuh
plemen juga ikut berperan dalam me- setiap sel bemukleus yang terinfeksi. Efek
ningkatkan fagositosis dan menghancur- antivirus utama CTL adalah membunuh
kan virus dengan envelop lipid secara sel terinfeksi.
langsung. IgA yang disekresi di mukosa Patologi yang diinduksi virus merupa-
berperan terhadap virus yang masuk kan efek direk yang menimbulkan ke-
tubuh melalui mukosa saluran napas dan matian sel pejamu dan kerusakanjaringan.

418
Bab 15. lmuno/ogi lnfeksi

Hampir semua virus tanpa envelop me- D. Mekanisrne virus rnenghindari


nimbulkan infeksi akut dan kerusakan. respons irnun
Lisis sel terjadi selama terjadi replikasi Virus dapat menghindarkan diri dari peng-
dan penyebaran virus ke sel sekitar. Ke- awasan sistem imun melalui berbagai
rusakan patologi sebetulnya sering lebih mekanisme sebagai berikut (Tabel 15. 9):
merupakan akibat res pons imun aktif ter-
1. Virus mengubah antigen (mutasi)
hadap antigen virus dan epitopnya pada
Antigen yang merupakan sasaran
permukaan sel terinfeksi (Gambar 15.14
antibodi atau sel T berjumlah sangat
dan 15.15).
besar yang terdiri atas galur yang ber-
beda genetiknya. Variasi antigen ter-
C. CTL sebagai efektor sebut menjadikan virus dapat menjadi
Infeksi virus hepatitis B pada pejamu resisten terhadap respons imun yang
imunokompromais tidak menimbulkan ditimbulkan oleh infeksi terdahulu,
sakit, namun subyek terinfeksi menjadi misalnya pandemi influenza. Juga di-
karier yang dapat menularkan infeksi temukan sejumlah besar epitop virus
ke subyek sehat. Hati penderita dengan rino sehingga tidak memungkinkan
hepatitis akut dan kronik aktif mengandung untuk melakukan vaksinasi spesifik
terhadap virus tersebut. HIV-I yang
sejumlah besar sel CD8+/ CTL yang MHC-I
merupakan penyebab AIDS juga me-
dependen dan virus hepatitis spesifik yang
nunjukkan sejumlah variasi antigen
dapat diisolasi dari jaringan biopsi dan
dibiakkan in vitro. 2. Beberapa virus menghambat presen-
Infeksi persisten oleh beberapa jenis tasi antigen protein sitosolik yang
berhubungan dengan molekul MHC-
virus seperti hepatitis B, akan mem-
I. Akibatnya, sel terinfeksi virus tidak
bentuk kompleks imun dalam sirkulasi
dapat dikenal dan dibunuh sel CD8+/
yang terdiri atas antigen virus dan anti-
CTL. Sel NK mungkin masih akan
bodi spesifik. Kompleks tersebut diendap-
dapat membunuh sel terinfeksi dengan
kan di dinding pembuluh darah dan me- virus teradaptasi tersebut, mengingat
nimbulkan vaskulitis sistemik. sel NK dapat diaktifkan tanpa bantuan
Beberapa virus memiliki urutan asam molekul MHC-I
amino yangjuga ditemukan pada antigen 3. Beberapa jenis virus memproduksi
jaringan sendiri. Kemiripan tersebut me- molekul yang mencegah imunitas
nimbulkan respons terhadap antigen sendiri nonspesifik dan spesifik. Virus pox
dan penyakit autoimun. menyandi molekul yang dapat meng-

419
lmunologi Dasar Edisi ke-10

C]) 1. Translokasi (virus telanjang)

' ©
' ©-.©

2. lnsersi genom (virus telanjang)

©. . . Gambar 15.14 Mekanisme infeksi

©. . . ©
~ ... o
sel pejamu oleh virus

Virus memasuki sel pejamu setelah


l menempel pada sel tersebut melalui
berbagai cara :
~
1. Translokasi, virus menembus
3. Fusi membran (virus dengan envelop) membran sel yang utuh.
2. lnsersi genom, virus yang me-
©. . . nempel menginjeksikan mate-

©~ ©
rial genetik direk ke dalam sito-
plasma.

' © 3. Fusi membran, isi genom virus


dimasukkan ke dalam sitolasma
'© sel pejamu .
4. Endositosis yang diatur oleh
4. Endositosis dan endosom reseptor permukaan yang meng-
C]) (virus dengan envelop) ikat dan transpor melalui klatrin,
kadang menimbulkan fusi ke

' © ~ (]) dalam endosom intraselular.

•• .... A~··~
~ C]) Klatrin
t.._

Fusi
~ Virus
Endosom C]) dalam
endosom

420
Bab 15. lmunologi ln(eksi

Respons ~u:o:I
0
Q
~ Matiatau
~ 0
0
lisis
I Penglepasan Ag viral Sekresi \ Aktivasi
dan partikel viral
sitokin \

Netralisasi
virus ee8o \!}!!!!!)
~
Sel tetangga yang ......_ o o
Sekresi
baru terinfeksi 1 ~ p
eng 1epasan:
Ab antiviral perforin, granzim,
Sel terinfeksi granulisin
mati

+ komponen Antibody mediated


komplemen cell cytotoxicity

Gambar 15.15 Kerusakan patologis imun oleh infeksi virus

Kerusakan jaringan dapat diawali oleh respons terhadap antigen virus yang dilepas dan
antigen virus yang dipresentasikan MHC pada permukaan sel pejamu yang terinfeksi. Antigen
yang dilepas menimbulkan respons antibodi (kiri), diendapkan pada permukaan sel sasaran
terinfeksi dan destruksi selular dengan bantuan komplemen. Sel Th melepas sitokin yang
membantu sel Tc membunuh sel sasaran (kanan). Selama proses ini jaringan sekitar dapat
ikut rusak.

Tabel 15.9 Mekanisme evasi virus


Mekanisme evasi imun Contoh
Variasi antigenik Influenza, virus rino , HIV
Pencegahan proses antigen Herpes simpleks, CMV
Blokade transpor TAP Vaksinia
Menghilangkan molekul MHC-1 dari Virus poks (IL-1)
retikulum endoplasmik
Produksi reseptor sitokin homolog Vaksinia, virus poks (IL-1 , IFN-y)
Produksi sitokin imunosupresif Virusa Epstein Barr (IL-10)
lnfeksi sel imunokompteen HIV

421
lmunologi Dasar Edisi ke-10

ikat beberapa sitokin seperti IFN-y, Beberapa jenis virus yang menun-
TNF, IL-1 dan IL-18 dan kemokin jukkan sifat onkogenik biasanya menun-
dan molekul-molekul tersebut dilepas jukkan sifat laten. Sel dari limfoma
oleh sel terinfeksi. Protein-protein yang Burkitt misalnya menunjukkan translokasi
mengikat sitokin-sitokin yang dilepas khas antara lengan panjang kromosom 8
berfungsi sebagai antagonis sitokin. dan 14 yang menunjukkan bahwa tumor
Vrrus sitomegalo memproduksi molekul
ditimbulkan oleh translokasi onkogen.
yang homolog dengan protein MHC-
Virus-virus yang dapat menimbulkan ke-
I dan dapat berfungsi kompetitif untuk
ganasan terlihat pada Tabel 15 .10.
mengikat dan mempresentasikan anti-
gen peptida. Virus Epstein-Barr mem- 1. Virus mengubah antigen (mutasi)
produksi protein homolog dengan Antigen yang merupakan sasaran
sitokin IL-10 (supresif untuk makrofag) antibodi atau sel T berjumlah sangat
sehingga dapat mencegah fungsi
besar yang terdiri atas galur yang ber-
makrofag dan CMI
beda genetiknya. Variasi antigen ter-
4. Virus dapat menginfeksi, membunuh sebut menjadikan virus dapat menjadi
atau mengaktifkan sel imunokompeten resisten terhadap respons imun yang
5. HIV dapat tetap hidup dengan meng- ditimbulkan oleh infeksi terdahulu,
infeksi dan mengeliminasi sel T CD4+ misalnya pandemi influenza. Juga di-
yang merupakan sel kunci regulator temukan sejumlah besar epitop virus
respons imun terhadap antigen protein. rino sehingga tidak memungkinkan
untuk melakukan vaksinasi spesifik
E. Mutasi virus dan transformasi sel terhadap virus tersebut. HIV-I yang
pejamu merupakan penyebab AIDS juga me-
nunjukkan sejumlah variasi antigen
Mutasi atau susunan baru gen proto-
onkogen dapat ditimbulkan karsinogen 2. Beberapa virus menghambat presen-
atau virus. Hal itu akan mengubah tasi antigen protein sitosolik yang
regulasi fungsi normal gen tersebut berhubungan dengan molekul MHC-I.
yang menjadikan onkogen yang poten. Akibatnya, sel terinfeksi virus tidak
Mutasi atau penyusunan ulang genetik dapat dikenal dan dibunuh sel CD8+/
proto-onkogen oleh karsinogen atau CTL. Sel NK mungkin masih akan
virus, dapat mengubah fungsi normal dapat membunuh sel terinfeksi dengan
yang diatur gen tersebut, mengkonversi- virus teradaptasi tersebut, mengingat
nya ke onkogen poten yang menimbul- sel NK dapat diaktifkan tanpa bantuan
kan kanker (Gambar 15.16) molekul MHC-I

422
Bab 15. lmunologi lnfeksi

Sel yang
ditransformasi
Sel normal
Onkogen viral

Mutagen , virus,
radiasi , dan predisposisi
Ekspresi genetik
1

I
Onkogen selular

Protein esensial pengontrol pertumbuhan Ek''"''


GF
GF-R
Sinyal transduksi 1. Protein hiperaktif,
Faktor intranuklear yang diubah kual itatif
Regulasi kematian sel terprogram 2. Perubahan kuantitatif
(amplifikasi atau
translokasi gen )
menimbulkan peningkatan/
penurunan ambang produk

Gambar 15.16 Konversi proto-onkogen menjadi onkogen


Konversi proto-onkogen dapat menimbulkan mutasi yang menghasilkan produk gen yang kualitatif
berbeda , atau amplifikasi atau translokasi DNA, yang meningkatkan atau menurunkan ekspresi
produk gen .

Tabel 15.10 Virus dan keganasan


Maligna Virus
Leukemia sel T tertentu Human T cell Leukemia Virus (HTLV-1)
Karsinoma serviks Herpes simpleks (Tipe 2)
Virus papiloma manusia
Limfoma Burkit Virus Epstein-Barr
Karsinoma nasofaring Virus Epstein-Barr
Kanker kulit Virus papiloma
Karsinoma hepatoselular Hepatitis B
Hepatitis C
Sarkoma Kaposi HIV-8

423
lmunologi Dasar Edisi ke-10

3. Beberapa jenis virus memproduksi kan virus yang menimbulkan sarkoma


molekul yang mencegah imunitas kaposi yang ditemukan pada infeksi HIV
nonspesifik dan spesifik. Virus pox fase lanjut.
menyandi molekul yang dapat meng-
2. Virus influenza
ikat beberapa sitokin seperti IFN-y,
TNF, IL-1 dan IL-18 dan kemokin Virus influenza menyerang saluran napas
dan molekul-molekul tersebut dilepas bagian atas dan saluran napas utama pada
oleh sel terinfeksi. Protein-protein manusia, kuda, burung, babi dan anjing
yang mengikat sitokin-sitokin yang laut. Pandemi influenza pemah terjadi
dilepas berfungsi sebagai antagonis pada tahun 1918-1919 yang membunuh
sitokin. Virus sitomegalo mempro- sekitar 20 - 50 juta populasi dunia.
duksi molekul yang homolog dengan Struktur virus influenza terlihat pada
protein MHC-I dan dapat berfungsi Gambar 15.17.
kompetitif untuk mengikat dan mem-
a. Variasi antigen
presentasikan antigen peptida. Virus
Epstein-Barr memproduksi protein Ada 3 tipe dasar influenza A,B dan C yang
homo log dengan sitokin IL-10 (supresif dapat diberdakan dari nukleoprotein dan
untuk makrofag) sehingga dapat men- matriks proteinnya. Tipe A merupakan tipe
cegah fungsi makrofag dan CMI tersering berperan pada panderni, terutama
pada manusia, tipe B menimbulkan
4. Vlflls dapat menginfeksi, membunuh
penyakit pada manusia dan tidak pada
atau mengaktifkan sel imunokompeten
hewan dan dapat menimbulkan epidemi.
5. HIV dapat tetap hidup dengan meng- Tipe C hanya menimbulkan penyakit
infeksi dan mengeliminasi sel T CD4+ ringan pada manusia. Variasi antigenik
yang merupakan sel kunci regulator dalam hemaglutinin dan neuraminidase
respons imun terhadap antigen protein. membedakan subtipe tipe A.
Sifat yang dapat membedakan virus
F. lnflamasi pada infeksi beberapa influenza adalah variabilitas. Virus
jenis virus dapat mengubah antigen permukaannya
secara lengkap sehingga respons imun
1. Virus herpes terhadap infeksi virus yang disebabkan
Virus herpes meliputi delapan anggota, oleh epidemi yang lalu sedikit atau tidak
antara lain varisela zoster yang dapat memberikan proteksi terhadap epidemi
menimbulkan infeksi laten, kadang me- virus berikutnya. Dua mekanisme yang
netap selama hidup. Contoh-contoh virus berbeda dapat menimbulkan variasi
herpes adalah CMV, EBV dan HHSV7 antigen dalam HA dan NA: antigenic
dan HHSV8. Yang akhir diduga merupa- drift dan antigenic shift. Antigenic drift

424
Bab 15. lmunologi lnfeksi

2 lapisan lipid 2
..----Neuraminidase (NA)
...--- Hemaglutinin (HA)
- - -- M2 (ion channel)

M1 (Matriks protein)

Protein sel terinfeksi


(NS1)

Nukleokaspid (NP)

Gambar 15.17 Struktur virus influenza

Envelop dilapisi tonjolan-tonjolan neuraminidase dan hemaglutinin . Lapisan dalam matriks


protein mengelilingi nukleokapsid yang terdiri atas 8 molekul ssRNA yang berhubungan
dengan nukleoprotein. 8 benang RNA menyandi 10 protein .

dilibatkan dalam sejumlah mutasi spontan jadi prevalen di seluruh dunia sampai
yang terjadi perlahan dan menghasilkan tahun 1957 waktu timbul subtipe H2N2.
perubahan minor pada HA dan NA. Yang akhir diganti oleh H3N2 pada
Antigenic shift ditimbulkan oleh adanya tahun 1968. Antigenik shift tahun 1977
perubahan yang cepat pada HA mungkin merupakan remerging kembalinya HlNl.
juga pada NA yang berbeda dari HA dan Antigenik shift tahun 1989 menimbulkan
NA pada virus yang ada sebelum epidemi H3N2 yang tetap dominan sampai bebe-
(Gambar 15.18) dan beberapa galur rapa tahun kemudian. Namun galur HlNl
influenza terlihat pada Tabel 15 .11. timbul kembali di Texas pada tahun 1995
dan vaksin influenza dewasa m1 me-
b. Epidemi yang disebabkan virus ngandung H3N2 dan HlNl .
influenza
G. Virus yang dapat menginfeksi sel imun
Virus influenza manusia pertama di-
isolasi pada tahun 1934 di beri nama Beberapa jenis virus dapat menginfeksi
subtipe HONl. Virus ini bertahan sampai atau menekan fungsi sel sistem imun.
1947 waktu terjadi antigenik shift yang Contoh terbaik adalah AIDS yang ditim-
melahirkan subtipe barn HlNl dan men- bulkan HIV-1 dan HIV-2 (Tabel 15.12)

425
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Antigenic
Gambar 15.18 Dua drift
mekanisme dalam terjadinya
variasi antigen permukaan Sel
virus influenza
A. Antigenic drift, akumulasi
)
titik mutasi yang dapat meng-
hasilkan varian protein yang
tidak dikenal lagi oleh antibodi B.
terhadap antigen asal. Influenza Influenza
manusia babi hutan
B. Antigenic shift dapat ter- Antigenic

~~
jadi melalui reassorment shift
seluruh aaRNA virion antara
manusia dan hewan yang

G==rJ
menginfeksi sel yang sama.
Hanya 4 dari 8 strand RNA
terlihat pada gambar.

H. Patogen mutakhir lnfeksi yang meloncat di antara spesies


Patogen mutakhir adalah emerging pathogen menemukan pejamu yang cocok pada
yang sering dilaporkan karena terjadi men- manusia. Contoh-contoh EVP terlihat
dadak dan menimbulkan dampak ekonomi pada Tabel 15 .13.
dan sosial yang besar. Patogen ini biasanya
sangat virulen dan berasal zoonotik. 1. Virus Ebola
Contoh-contoh patogen mutakir yang Beberapa penyakit fatal telah dilaporkan
banyak dilaporkan sejak 1970 adalah antara lain yang disebabkan oleh virus
HIV Wabah yang sering terjadi disebut Ebola dan Legionela pneumofilia penyebab
penyakit infeksi emerging. Hal ini dapat penyakit legionela. Wabah Ebola pertama
dimengerti karena bakteri dapat menye-
dilaporkan di Afrika pada tahun 1976 dan
suaikan diri dengan hampir semua
telah mendapat perhatian karena beratnya
lingkungan, sehingga dapat pula di-
mengerti bahwa bakteri dapat rnenahan dan progres penyakit yang cepat yang
efek obat antirnikroba. menimbulkan kematian segera setelah
EVP adalah virus yang rnerupakan timbul gejala. Virus Ebola terutama me-
emerging pathogen dan telah menim- nimbulkan panas dengan perdarahan yang
bulkan dampak buruk terhadap ekonomi berat dan kematian pada 50% penderita-
dan sosial. Patogen tersebut biasanya nya. Terutama Legioner adalah penyakit
sangat virulen dan sering berupa zoonotik. pneumonia virulen.

426
Bab 15. lmunologi lnfeksi

Tabel 15.11 Beberapa galur influenza dengan subtipe hemaglutinin (H) dan
neuraminidase (N)
Spesies Galur virus Subtipe antigenik
Manusia A/Puerto Rico/8/34 HON1
A/Fort Monmouth/1/47 H1N1
A/Singapore/1 /57 H2N2
A/Hong Kong/1/68 H3N2
A/USSR/80/77 H1N1
A/Brazil/11 /78 H1N1
A/Bangkok/1 /79 H3N2
A/Taiwan/1 /86 H1N1
A/Shanghai/16/89 H3N2
A/Johannesburg/33/95 H3N2
A/Wuhan/359/95 H3N2
A/Texas/36/95 H1N1
A/Hong Kong/156/97 H5N1
Babi hutan A/Sw/lowa/15/30 H1N1
A/Sw/Taiwan/70 H3N2
Kuda A/Eq/Prague/1 /56 H7N7
A/Eq/Miami/1 /63 H3N8*
Bu rung A/Fow//Dutch/27 H7N7
A/Tern/South America/61 H5N3
A!Turkey/Ontario/68 H8N4
A/Chicken/Hong Kong/258/97 H5N1"
* H3N8 baru-baru ini menunjukkan kemampuannya menyebabkan penyakit serupa
flu pada anjing , pengalihan spesies terjadi tanpa pengaturan ulang gen
"sejak 2006, galur baru yang sangat berbahaya H5N1 telah menginfeksi sekitar 175
manusia dengan mortalitas 50% (pada saat tulisan ini dibuat)

Tabel 15.12 Virus-virus yang menginfeksi sel sistem imun


Sel Virus Dampak
SelB Virus Epstein-Barr Transformasi dan aktivasi sel B
poliklonal
Sel T Campak Replikasi sel T yang diaktifkan
Human T-cel/ /eukemia virus 1 Limfoma/leukemia sel T
Virus imunodefisiensi 1 dan 2 Sindrom defisiensi imun didapat
Makrofag Dengue Viral haemorrhagic fever
Lassa
Marburg-Ebo/a

427
lmunologi Dasar Edisi ke- 10

Tabet 15.13 Beberapa EVP


Virus Famili lnfeksi Reservoir zoonotik
Ebola Filoviride Demam berdarah Kemungkinan primata
Marburg Filoviride Demam berdarah Kemungkinan kera
hijau Afrika
Lassa Arenaviride Demam berdarah Pengerat
African swine fever lridoviride Warthog dan Kutu
Virus morbili, equine Param iksoviride Ensefalitis, penyakit
Kuda
(Virus Nipah) pernapasan
Hantavirus Bunyaviride Gangguan paru Pengerat
Lisavirus, kelelawar Rabdoviride Penyakit serupa rabies Ke lelawar
SARS Koronaviride Gangguan paru Bu rung

2. Virus West Nile adanya tragedi dan ansietas akibat penyakit


Pada tahun 1999 virus West Nile ditemu- ini, penyakit ini dinamakan SARS.
kan dan diisolasi di Uganda dan tidak SARS kemudian berkembang ke ber-
ditemukan di luar Afrika dan Asia Barnt bagai negara. Dewasa ini sebab SARS
sampai 1999. Selanjutnya ditemukan di sudah diketahui yaitu virus korona. Se-
New York. Pada tahun 2006 dilaporkan betulnya virus korona sudah dikenal untuk
infeksi virus West Nile di hampir semua beberapa tahun tetapi penyakit yang ditim-
negara bagian di Amerika yang terjadi bulkannya pada manusia hanya bentuk
dengan cepat dalam waktu pendek. Virus ringan berupa flu biasa. Varian mutakhir
West Nile adalah golongan virus Flavi dari virus ini sebelurnnya tidak ditemukan
yang disebarkan oleh serangga seperti pada manusia.
nyamuk. Reservoir virus yang tersering Sesudah diketahui kasus SARS per-
adalah burung terutama burung gagak. tama, temyata virus SARS ditemukan
Virus dapat menembus sawar darah otak juga pada kucing dan kelelawar sebagai
sehingga menimbulkan ensefalitis atau reservoir primer. Yang merupakan per-
meningitis berat dan fatal. tanyaan dewasa ini adalah bagaimana
virus dari hewan dapat menjangkiti
3. SARS manusia dan dapat menyebar dengan
cepat pada manusia.
Bulan November 2002, di provinsi Guan
Dong Cina timbul pneumonia atipis yang
tidak dapat diterangkan. Dalam beberapa 4. Virus burung H5Nl
bulan kemudian penyakit timbul di tujuh Virus avian H5Nl merupakan ancaman
propinsi lainnya dan menunjukkan resistensi untuk pandemi. Sejak 1997 ditemukan
terhadap pengobatan yang ada. Karena wabah influenza terbanyak pada ayam

428
Bab 15. lmunologi lnfeksi

yang ditularkan ke manusia terutama di dalam tanah, vegetasi dan cairan tubuh.
Asia Tenggara. Pada tahun 2006 ditemu- Untuk hidupnya, jamur tidak tergantung
kan 175 kasus influenza avian galur H5Nl dari interaksi dengan pejamu mamalia.
dan menimbulkan mortalitas 50%. Pada Kebanyakan jamur tidak berbahaya,
setiap kasus ditemukan kontak dengan namun sebagian kecil spesies jamur dapat
burung domestik atau liar sebagai sumber menimbulkan penyakit pada manusia yang
infeksi. Belum ada bukti adanya transmisi disebut mikosis (Tabel 15.14). Penyakit
dari manusia ke manusia, namun rea- tersebut, bervariasi antara relatif infeksi
sortmen gen antara galur epidemi manusia superfisial biasa sampai penyakit sistemik
dan galur avian yang letal dapat menim- yangmembahayakan terutama pada pejamu
bulkan pandemi. Galur avian adalah imunodefisien. Hal tersebut tergantung
resisten terhadap beberapa obat yang biasa dari berbagai hal seperti kapsul yang sulit
sudah digunakan. dicema (kriptokok), resistensi terhadap
fagositosis (histoplasma) dan destruksi sel
polimorfonuklear (koksidiosis). Beberapa
III. IMUNOLOGI JAMUR jamur mengaktifkan komplemen melalui
jalur altematif, tetapi efeknya terhadap
Jamur adalah organsirne eukariotik, tidak kelangsungan hidupnya belum diketahui.
mengandung klorofil. Ada sekitar 100.000 Antibodi juga dapat ditemukan dan
spesies yang tumbuh sebagai saprofit (me- diduga mempunyai peran dalam respons
merlukan bahan organik untuk energi), imun terhadap jamur. Spesies jamur terdiri
tetapi dapat berguna dalam produksi atas molds, yeast dan fungi yang lebih
makanan seperti keju, anggur dan bir. Jamur tinggi. Fungi memiliki struktur dinding
biasa ditemukan dalam alam sebagai spesies sel kompleks yang terutama terdiri atas
yang hidup bebas dalam bahan organik mati, kitin polisakarida, glukan dan manan.

Tabel 15.14 Klasifikasi penyakitjamur


.l
Daerah infeksi Superfisial Epidermis, tidak ada inflamasi :l:
·- --
Kutan i~ Kulit, rambut, kuku
J• ¥

Subkutan Luka, biasanya ada inflamasi


Dalam atau .'
t. '
Paru, visera abdomen, tulang, SSP

sistemik
Rute infeksi Eksogen
....- .
" Lingkungan, lewat udara, kutan atau perkutan

Virulensi ~y
Endogen
Primer
... '
:
Reaktivasi laten, organisme komensal
Pada dasarnya virulen , menginfeksi pejamu sehat
L
Oportunistik Virulensi rendah, biasanya menginfeksi subyek
~
-\~Ii! ltf!; imunokompromais

429
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Membran terdiri atas 2 lapisan yang banyakan jamur berupa molds dengan
mengandung sterol yang sebaliknya hife, tetapi beberapa ditemukan dalam
dengan kolesterol yang ditemukan pada bentuk uniselular yaitu sel yeast. Bebe-
membran eukariosit yang lebih tinggi. rapa jamur dapat mengubah morfologi-
Jamur mempunyai 2 bentuk, ragi (yeast) nya dan disebut dimorfik. Dalam fase repro-
yang uniselular dan kapang (mold) yang duksi, fungsi menunjukkan baik repro-
tumbuh bercabang yang disebut hife. duksi aseksual atau seksual. Reproduksi
Morfologi jamur terlihat pada Gambar aseksual meliputi pembentukan spora.
15.19. Yang paling patogenik adalah genus
Pertumbuhan jamur, pada umurnnya aspergilus dan genera dimorfik kriptokok
melibatkan 2 fase yaitu vegetatif dan dan histoplasma yang tumbuh sebagai
reproduksi. Dalam fase vegetatif, sel berupa jamur dalam alam atau sel dalam biakan
haploid dan membagi secara mitosis. Ke- tetapi dapat tumbuh bercabang dalam

It

Cl ll ~ 0 ".
~ c O o" ~
" " 0
" c "<
Blastokonidium Hifa koenositik Hifa septat Miselium
(blastospora) (tanpa septa) (dengan septa) uamur)
(ragi)

Konidium -

Makrokonidia Endospora
(dengan penglepasan (konidia ada dalam
spora konidia) kantong sporangium)

Gambar 15.19 Morfologi jamur

Pada umumnya jamur tumbuh melalu beberapa fase : vegetatif dan reproduktif. Dalam
fase vegetatif sel adalah haploid dan membagi diri dengan cara mitosis. Jamur terbanyak
ditemukan dalam bentuk mold dan hifa, tetapi beberapa jamur ditemukan dalam bentuk sel
ragi uniselular. Beberapa jamur dapat mengubah morfologinya yang disebut dimorfik. Dalam
fase reproduktif jamur mengalami reproduksi aseksual melepas spora .

430
Bab 15. lmunologi lnfeksi

jaringan manusia. Jamur superfisial sering kandida dan aspergilus. Jamur juga me-
menginfeksi kulit (kurap), rambut dan rangsang produksi sitokin seperti IL-1
kuku. lnfeksi jamur ini adalah kronis, dan TNF-a yang meningkatkan ekspresi
relatif tidak berat. Dalam golongan ini juga molekul adhesi di endotel setempat yang
termasuk infeksi membran mukosa oleh meningkatkan infiltrasi neutrofil ke tempat
Kandida albikans. Meskipun K. albikans infeksi. Neutrofil membunuh jamur yang
dapat ditemukan normal di mulut, vagina oksigen dependen dan oksigen independen
dan saluran cema, namun perturnbuhan yang toksik.
berlebihan dapat terjadi pada individu Makrofag alveolar berperan sebagai
dengan imunokompromais atau men- sel dalam pertahanan pertama terhadap
dapat antibiotik. Mikosis subkutan dapat spora jamur yang terhirup. Aspergilus biasa-
ditimbulkan oleh Iuka akibat tusukan nya mudah dihancurkan oleh makrofag
jarum dan ditandai oleh abses. alveolar, tetapi Koksidioides imunitis
Infeksi jamur terberat adalah infeksi dan Histoplasma kapsulatum dapat di-
sistemik seperti histoplasmosis, kriptoko- temukan pada orang normal dan resisten
kosis dan koksidiomikosis yang biasanya terhadap makrofag. Dalam hal ini makrofag
bermula sebagai infeksi paru dan diperoleh masih dapat menunjukkan perannya me-
melalui inhalasi spora dari jamur yang lalui aktivasi sel Thl untuk membentuk
hidup bebas. Kebanyakan infeksi tidak granuloma.Sel NK juga dapat melawan
menunjukkan gejala atau hanya berupa jamur melalui penglepasan granul yang
gejala influenza ringan, tetapi kadang mengandung sitolisin. Sel NKjuga dapat
menyebar ke jaringan lain dan sering membunuh secara langsung bila dirang-
fatal bila tidak diobati. Penyakit jamur sang oleh bahan asal jamur yang memacu
sistemik cenderung terjadi pada subyek makrofag memproduksi sitokin seperti
imunodefisien antara lain karena pem- TNF dan IFN-y yang mengaktifkan sel
berian dosis tinggi steroid, kemoterapi NK.
pada kanker, penderita dengan AIDS dan
kateter yang dipasang lama. B. Imunitas nonspesifik
Sawar fisik kulit dan membran mukosa,
A. Sel efektor pada infeksi jamur
faktor kimiawi dalam serum dan sekresi
Resistensi alamiah terhadap banyakjamur kulit berperan dalarn irnunitas nonspesifik.
patogen tergantung pada fagosit. Meski- Efektor utama imunitas nonspesifik ter-
pun dapat terjadi pembunuhan intraselular, hadap jamur adalah neutrofil dan rnakrofag.
jamur terbanyak diserang esktraseluar oleh Penderita dengan neutropenia sangat rentan
karena ukurannya yang besar. Neutrofil terhadap jamur oportunistik. Neutrofil
merupakan sel terefektif, terutama terhadap diduga melepas bahan fungisidal seperti

431
lmunologi Dasar Edisi ke-10

ROI dan enzim lisosom serta memakan morbiditas dan mortalitas penting pada
jamur untuk dibunuh intraselular. Galur manusia. Beberapa infeksi di antaranya
virulen seperti Kriptokok neoformans adalah endemik dan biasanya disebabkan
menghambat produksi sitokin TNF dan jamur yang ditemukan dalam lingkungan
IL-12 oleh makrofag dan merangsang yang sporanya terhirup manusia. lnfeksi
produksi IL-10 yang menghambat jamur sering disebut oportunistik yang
aktivasi makrofag. dapat menimbulkan penyakit berat pada
subyek imunokompromais.
C. Imunitas spesifik Dewasa ini ditemukan peningkatan
Imunitas nonspesifik kadang kurang efektif, infeksi jamur terutama pada subyek imuno-
tidak mampu membatasi pertumbuhan kompromais yang disebabkan AIDS,
jamur patogen. Tidak banyak bukti bahwa yang mendapat terapi terhadap kanker dan
antibodi berperan dalam resolusi dan penolakan transplantasi yang menekan
kontrol infeksi. CMI merupakan efektor sumsum tulang dan respons imun. Ber-
imunitas spesifik utama terhadap infeksi bagai jamur menginfeksi manusia dan
jamur. Histoplasma kapsulatum, parasit hidup dalam jaringan ekstraselular dan
intraselular fakultatif hidup dalam makro- dalam fagosit. Karena itu diperlukan
fag dan dieliminasi oleh efektor selular efektor ekstraselular dan intraselular. Me-
sama yang efektif terhadap bakteri nurut lokasi infeksi, jamur pada manusia
intraselular. CD4+ dan CD8+ bekerja dapat berupa:
sama untuk menyingkirkan bentuk
K. neoformans yang cenderung meng- • Jamur permukaan yang hidup dalam
kolonisasi paru dan otak pada pejamu komponen kulit yang mati, rambut
imunokompromais. dan kuku yang mengandung keratin
Infeksi kandida sering berawal pada • Jamur subkutan yang hidup sebagai
permukaan mukosa dan CMI diduga saprofit dan menimbulkan nodul kronik
dapat mencegah penyebarannya ke jaring- atau tukak
an. Pada semua keadaan tersebut, respons
• Jamur saluran napas yang berasal
Th 1 adalah protektif sedangkan respons
Th2 dapat merusak pejamu. lnflamasi dari saprofit tanah dan menimbulkan
granuloma dapat menimbulkan kerusakan infeksi paru subklinis atau akut
pejamu seperti pada infeksi histoplasma. • Kandida albikans yang menimbulkan
Kadang terjadi respons humoral yang dapat infeksi superfisial pada kulit dan
digunakan dalam diagnostik serologik, membran mukosa
namun efek proteksinya belum diketahui. Penyakit yang ditimbulkan jamur
dapat dibagi dalam 3 golongan klinis:
D. Penyakit jamur
mikosis superfisial, subkutan dan sistemik
lnfeksi jamur atau mikosis menunjukkan (Tabel 15.15).

432
Bab 15. lmunologi lnfeksi

Tabel 15.15 Beberapa contoh jamur yang menginfeksi manusia


lnfeksi Manifestasi klinis
Supefisial
T. rubrum Ringworm
Kaki atlet
C. albikans Vulvovaginitis
Ora/thrush
Subkutan
S. schenskii Tukak, abses

Sistemik
H. kapsulatum lnfeksi paru
C. immitis Pneumonitis akut
C. albikans Penyakit bronkopulmoner
Esofagiitis
C. neoformans Meningitis, lesi paru pdat
A. fumigatus Aspergiloma
Abses serebral
lnfeksi mata
P. carinii Pneumonia

IV. IMUNOLOGI PARASIT infeksi parasit bersifat kronis yang di-


sebabkan oleh imunitas nonspesifik lemah
Istilah pejamu mati, patogen mati adalah dan kemampuan parasit untuk bertahan
istilah dalam parasitologi. Parasit me- terhadap imunitas spesifik. Di samping
rupakan organsime yang berlindung dalam itu banyak antibiotik dan obat antiparasit
atau di organisme dan mendapatkan ke- tidak efektif lagi untuk membunuh parasit.
untungan dari pejamu. Golongan parasit
Masyarakat yang hidup di daerah endemik
berupa protozoa (malaria, tripanosoma,
berulang-ulang terpajan sehingga memerlu-
toksoplasma, lesmania dan amuba), cacing,
kan kemoterapi berulang kali yang sulit
ektoparasit (kutu, tungau) menunjukkan
dilakukan.
peningkatan angka morbiditas dan morta-
Vaksin terhadap parasit juga belum
litasnya yang bermakna terutama di negara-
berkembang. Vaksinasi terhadap protozoa
negara yang sedang berkembang. Sekitar 30%
sulit memberikan proteksi. Hal tersebut
populasi dunia diduga terinfeksi parasit.
diduga karena diperlukan faktor humoral
Parasit berinteraksi dengan pejamu
(IgG diduga berperan penting) dan
dalam berbagai cara seperti simbiosis'.
mutualisme. Banyak parasit mempunyai selular. Pada malaria, antibodi diduga
siklus hidup kompleks yang sebagian ter- protektif yang dapat mencegah merozoit
jadi di dalam tubuh manusia. Kebanyakan (fase darah) memasuki sel darah merah.

433
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Imunitas terhadap jenis atau spesies yang IFN-y yang diproduksi sel Thl diduga
satu tidak protektif terhadap yang lain. merupakan sitokin terpenting untuk mem-
Sistem imun nonspesifik dapat pro- bunuh parasit.
tektif terhadap malaria tertentu. Mereka Sel T, terutama sel Tc, dapat meng-
yang memilki antigen golongan darah hancurkan parasit intraselular, misalnya T.
Fy (a-b-) Duffy, imun terhadap P. vivax cruzi. Limfokin yang dilepas sel T yang
dan Hb sel darah merah pada anemia disensitasi dapat mengaktifkan makrofag
bulan sabit mencegah P. falsiparum ber- untuk meningkatkan ekspresi reseptor F c
kembang dalam sel. Tripanosoma terus- dan C3, berbagai enzim dan faktor lain
menerus menguji sistem imun dengan yang dapat meningkatkan sitotoksisitas.
memproduksi pirogen dan mantel antigen Peran humoral dan selular terhadap parasit
yang berubah-rubah/ mutasi sehingga sulit terlihat pada Tabel 15.16.
untuk dikenal dan dieliminasi sistem
imun. Toksoplasma melindungi diri dari A. Imunitas nonspesifik
sistem imun, dapat menutupi diri dengan Meskipun berbagai protozoa dan cacing
laminin dan matriks protein ekstraselular mengaktifkan irnunitas nonspesifik me-
yang mencegah fagositosis dan kerusakan lalui mekanisme yang berbeda, mikroba
oksidatif. Respons selular terhadap tokso- tersebut biasanya dapat tetap hidup dan
plasma nampak sangat efektif. Protozoa berkembang biak dalam pejamu oleh
lain seperti lesmania mempunyai predileksi karena dapat beradaptasi dan menjadi
untuk menginfeksi makrofag dan memerlu- resisten terhadap sistem imun pejamu.
kan respons selular untuk eradikasinya. Respons imun nonspesifik utama terhadap

Tabel 15.16 Respons imun terhadap parasit yang menimbulkan penyakit


Mekanisme imunitas protektif
Paras it Penyakit
utama
Protozoa
Plasmodium Malaria Antibodi dan CDS•/ CTL
Lesmania Lesmaniasis (mukokutan , Th1 co4• mengaktifkan makrofag
diseminasi) untuk membunuh parasit yang
dimakan
Tripanosoma Tripanosomiasis Afrika Antibodi
Entamoeba histolitika Amebiasis Antibodi , fagositosis
Metazoa
Skistosoma Skistosomiasis ADCC atas peran eosinofil ,
makrofag
Filaria Filariasis CMI ; peran antibodi?

434
Bab 15. lmunologi lnfeksi

protozoa adalah fagositosis, tetapi banyak karena patogen lebih besar dan tidak
parasit tersebut yang resisten terhadap efek bisa ditelan oleh fagosit (Gambar 15.20).
bakterisidal makrofag, bahkan beberapa di Pertahanan terhadap banyak infeksi
antaranya dapat hidup dalam makrofag. cacing diperankan oleh aktivasi sel Th2.
Fagosit juga menyerang cacing dan Cacing merangsang subset Th2 sel
melepas bahan mikrobisidal untuk mem- CD4+ yang melepas IL-4 dan IL-5. IL-
bunuh rnikroba yang terlalu besar untuk 4 merangsang produksi IgE dan IL-5
dimakan. Beberapa cacing mengaktifkan merangsang perkembangan dan aktivasi
komplemen melalui jalur altematif, tetapi eosinofil. IgE yang berikatan dengan per-
temyata banyak parasit memiliki lapisan mukaan cacing diikat eosinofil. Selanjut-
perrnukaan tebal sehingga resisten ter- nya eosinofil diaktifkan dan mensekresi
hadap mekanisme sitosidal neutrofil dan granul enzim yang menghancurkan parasit.
makrofag .. Banyak parasit temyata rne- Eosinofil lebih efektif dibanding
ngembangkan resistensi terhadap efek leukosit lain oleh karena eosinofil me-
lisis komplemen. ngandung granul yang lebih toksik diban-
ding enzim proteolitik dan ROI yang di-
B. Imunitas spesifik produksi neutrofil dan makrofag. Cacing
1. Respons imun yang berbeda dan ekstrak cacing dapat merangsang pro-
duksi IgE yang nonspesifik. Reaksi infla-
Berbagai protozoa dan cacing berbeda
dalam besar, struktur, sifat biokimiawi, masi yang ditimbulkannya diduga dapat
siklus hidup dan patogenisitasnya. Hal mencegah menempelnya cacing pada
itu menimbulkan respons imun spesifik mukosa saluran cema (Gambar 15.20).
yang berbeda pula. Infeksi cacing biasa- Parasit yang masuk ke dalam lumen
nya terjadi kronik dan kematian pejamu saluran cema, pertama dirusak oleh IgG,
akan merugikan parasit sendiri. Infeksi IgE dan juga mungkin dibantu oleh
yang kronik itu akan menimbulkan rang- ADCC. Sitokin yang dilepas sel T yang
sangan antigen persisten yang mening- dipacu antigen spesifik merangsang proli-
katkan kadar imunoglobulin dalarn sirku- ferasi sel goblet dan sekresi bahan mukus
lasi dan pembentukan kompleks imun. yang menyelubungi cacing yang dirusak.
Antigen-antigen yang dilepas parasit Hal itu memungkinkan cacing dapat dike-
diduga berfungsi sebagai mitogen poli- luarkan dari tubuh melalui peningkatan
klonal sel B yang T independen. gerakan usus yang diinduksi mediator sel
mast seperti LTD4 dan diare akibat pen-
2. Infeksi cacing cegahan absorbsi natrium yang tergan-
Respons pejamu terhadap infeksi cacing tung glukosa oleh histamin dan prosta-
pada umumnya lebih kompleks oleh glandin asal sel mast.

435
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Sel B
\ ~gE , reseptor
x= c cross-link

Aktivasi
sel mast/
basofil

- ECP
- Eosinophi/-derived neurotoxin - Histamin
- Major basic protein - Triptase , katepsin G
- Peroksidase eosinofil - IL-3 , IL-5 , GM-CSF
- Kolagenase eosinofil (me f aktivasi eosinofil)
- LTR - IL-4, IL-13
- PAF (me t respons Th2)
- LTR
- PAF

Gambar 15.20 Respons imun cacing

Respons imun terdiri atas komponen humeral lgE dan komponen selular.

Cacing biasanya terlalu besar untuk IgA/IgG dan melepas superoksida, oksida
fagositosis. Degranulasi sel mast/ basofil nitrit dan enzim yang membunuh cacing.
yang IgE dependen menghasilkan produksi IgE parasit diduga banyak ahli hanya
histamin yang menimbulkan spasme usus merupakan bagian dari peningkatan masif
IgE yang diinduksi IL-4 oleh sel Th2 dan
tempat cacing hidup. Eosinofil menempel
eksesnya diduga untuk memenhui IgER
pada cacing melalui IgG/IgA dan melepas
pada permukaan sel mast untuk dijadikan
protein kationik, MBP dan neurotoksin. refrakter terhadap rangsangan antigen
PMN dan makrofag menempel melalui parasit (Gambar 15.21dan15 .22).

4~6
Bab 15. lmunologi lnfeksi

Sel mast

Sel plasma

Makrofag

IFN-y

Kemotaksis
)

= =

Gambar 15.21 Respons imun terhadap cacing

Respons imun terhadap cacing diperankan oleh sel Th2 yang mengaktifkan eosinofil, basofil
dan sel mast untuk melepas mediator inflamasi dalam usaha membatasi aktivitas parasit dan
membunuhnya.

3. Filariasis dapat diendapkan di dinding pembuluh


Filariasis limfatik dan sumbatan salur- darah dan glomerulus ginjal yang menim-
an limfe oleh parasit menimbulkan CMI bulkan vaskulitis dan nefritis. Penyakit
kronis, fibrosis dan akhimya limfedema kompleks imun dapat terjadi pada skisto-
berat. Investasi persisten parasit kronis soma dan malaria. Filariasis limfatik
sering disertai pembentukan kompleks menunjukkan gambaran klinis dengan
antigen parasit dan antibodi spesifik yang spektrum luas pada berbagai pejamu, mulai

437
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Us us

Antigen
W - - - "~ .... --
__ .. . 0 --------.1
¥
. ···········-~
{ft) ISitokin I

~ ~
Merangsang
I
sel Goblet
I
I
I
t

I ~~~~;~ I -·-··- ~
'
I
I
'f

~®~~~~~~@
I
I
I
,. I
I
I • •• ••
I'
I
I
• •
t

1 ·1 ·1
•• •• •• •• • ••••
~

••• -'.I::~::=::>
Nematoda • •
Lumen usus

Kerusakan metabolik Ekspulsi

Gambar 15.22 Pengeluaran cacing dari usus

dari besar jumlah parasit dengan sedikit meningkat secara dramatis. Baik respons
gejala klinis sampai yang kronis dengan Th 1 dan Th2 terhadap antigen filaria
parasit yang sedikit ditemukan. Sifat sistem ditemukan pada individu yang imun
imun pada individu tersebut berbeda. terhadap infeksi ulang. Oleh karena itu
Dengan munculnya rnikrofilaria dalam kedua respons Th dianggap penting pada
darah, sitokin Th2 menjadi dominan, proteksi pejamu dan patogenesis filariasis
disertai dengan cepat menghilangnya (Gambar 15.23).
respons sel T dan peningkatan mencolok
dalam sintesis IgG4 spesifik parasit. 4. Granuloma
Induksi toleransi sel T terhadap parasit Pada beberapa infeksi, cacing tidak dapat
diduga terjadi dalam subset Thl. Pada dihancurkan oleh sistem imun dengan
individu yang sakit, toleransi dipatahkan cara-cara yang sudah disebut di atas.
dan respons terhadap Th 1 dan Th2 Dalam hal ini badan berusaha mengucil-

438
Bab 15. lmunologi ln(eksi

Nyamuk menggigit manusia

Larva masuk saluran hmfa.


berkembang meojadi cacing
dewasa yang menghambat
ahran darah (lerjadi ELEFANTIASIS)

LaNa (mtkrofllarta)
berkembang da.lam
nyamuk

t ••-"'mo""
darah pertama

.
M1krofllaria masuk
aliran darah
............... ............
- Tl.a'lgkai bengkak

Gambar 15.23 Siklus filariasis limfatik

kan parasit dengan membentuk kapsul nuloma terlihat jelas di sekitar telur cacing
yang terdiri atas sel-sel inflamasi. Reaksi skistosoma di hati. Fibrosis yang berat yang
tersebut merupakan respons selular ter- berhubungan dengan CMI dapat merusak
hadap penglepasan antigen kronik se- arus darah vena di hati dan menimbulkan
tempat. Makrofag yang dikerahkan, me- hipertensi portal dan sirosis.
lepas faktor fibrogenik dan merangsang
pembentukan jaringan granuloma dan 5. Respons Thl dan Th2 pada infeksi
fibrotik. Hal tersebut terjadi atas pengaruh parasit
sel Th 1 dan defisiensi sel T akan mengu- Respons terhadap infeksi seperti pada les-
rangi kemampuan tubuh untuk membentuk mania berhubungan dengan respons Th 1
granuloma dan kapsuL Pembentukan gra- atau Th2. Pada infeksi parasit intraselular,

439
lmunologi Dasar Edisi ke-10

gambaran kedua respons tersebut ber- antigen baru sehingga antigen lama bukan
hubungan dengan prognosis baik dan lagi merupakan sasaran untuk eliminasi
buruk. Dalam menentukan perjalanan unun.
penyakit, peran Th 1 dan Th2 pada banyak Contoh lain dari variasi antigen
penyakit parasit lebih kompleks. parasit yang terjadi terns menerus dalam
antigen permukaan utamanya terlihat pada
Tbrucei dan T. rodesiensis. Variasi yang
C. Mekanisme parasit menghindar
terns menerus terjadi itu diduga ditimbul-
sistem imun
kan oleh adanya variasi yang terprogram
Parasit dapat menghindarkan diri dari dalam ekspresi gen yang menyandi anti-
respons imun pejamu melalui berbagai gen permukaan utama. Parasit lain menutupi
mekanisme sebagai berikut: dirinya dengan antibodi sehingga sistem
1. Pengaruh lokasi imun pejamu tidak mengenalnya.
Banyak parasit terlindung dari sistem 3. Supresi sistem imun pejamu
imun oleh karena letaknya yang secara
anatomis tidak terpajan dengan sistem Parasit seperti larva T. spiralis, skisto-
imun, misalnya parasit intraselular seperti soma dapat merusak sel limfoid atau
T. cruzi, lesmania, plasmodium, T. spiralis, jaringan secara langsung. Antigen yang
E. histolitika atau yang hidup dalam lumen dilepas parasit dalam jumlah besar dapat
saluran cema seperti cacing. juga mengurangi efek respons sistem
imun pejamu. Anergi sel T ditemukan
2. Parasit mengubah antigen pada skistosomiasis berat yang mengenai
Tripanosoma Afrika, dapat merubah hati dan limpa dan infestasi filaria . Meka-
antigen mantel permukaannya melalui nismenya belum jelas. Pada filariasis
proses yang disebut variasi antigenik. limfatik, infeksi kelenjar getah bening
Beberapa parasit malaria juga dapat me- merusak arsitektur kelenjar dan meng-
nunjukkan variasi tersebut. Ada dua bentuk akibatkan defisiensi imun. Defisiensi imun
variasi antigenik. Pertama, perubahan yang juga terjadi pada malaria dan tripano-
tergantung dari fase perkembangan. somiasis Afrika yang disebabkan oleh
Dalam fase pematangannya parasit produksi sitokin imunosupresif oleh
memproduksi antigen yang berbeda dari makrofag dan sel T yang diaktifkan dan
fase infektif, misalnya fase sporozoit defek dalam aktivasi sel T.
parasit malaria secara antigenik berbeda
dari merozoit yang berperan pada infeksi 4. Resistensi
kronis. Pada waktu respons imun ber- Parasit menjadi resisten terhadap respons
kembang terhadap infeksi sporozoit, imun selama menginfestasi pejamu. Larva
paras it berdiferensiasi, mengekspresikan skistosoma bergerak dari paru dan selama

440
Bab 15. lmuno/ogi ln(eksi

migrasi tersebut mengembangkan tegumen Imunitas terhadap malaria falsiparum


yang resisten terhadap kerusakan oleh terjadi sangat perlahan. Studi pada tikus
komplemen dan eTL. nasar biokimiawi- menunjukkan peran respons Thl dan Th2
nya belum diketahui. meskipun berbeda, namun sangat penting
dalam mengontrol penyakit. Antibodi ber-
5. Hidup dalam sel pejamu peran dalam imunitas terhadap sporozoit
yang disuntikkan ke nyamuk yang dapat
Protozoa menghindari respons imun dengan
mencegah infeksi hepatosit. Sel ens+
memilih hidup dalam sel pejamu atau
dapat menghancurkan parasit yang sudah
dengan mengembangkan kista yang
ada dalam sel hati. Produksi IFN-y oleh
resisten terhadap efektor imun. Beberapa
sel ens+ lebih berperan untuk mengon-
cacing hidup dalam lumen saluran cema
trol replikasi parasit dibanding aktivasi
dan terlindung dari efektor eMI. Parasit
lisis direk. niduga bahwa sel Th1Cn4+
kadang juga melepaskan tutup antigen-
yang memproduksi IFN-y juga berperan
nya, spontan atau setelah berikatan dengan
dalam mengontrol fase hati. Namun siklus
antibodi sehingga menjadikannya resisten
eritrosit lebih memerlukan perhatian. Pada
terhadap efektor sistem imun. eontoh
parasit yang menghindar sistem imun fase ini parasit berkembang dan menyertai
terlihat pada Tabel 15 .1 7. gejala penyakit. Sel Thl memproduksi
sitokin proin:fiamasi yang memacu aktivasi
D. Malaria makrofag dan destruksi sel darah merah
terinfeksi. nengan progres infeksi, sel Th2
Ada sekitar 150 spesies Plasmodium, 4
memacu produksi antibodi spesifik, yang
diantaranya diketahui dapat menginfeksi
manusia yaitu Plasmodium falsiparum, menghambat reinvasi sel darah lebih
vivax, ovale dan malariae. Siklus hidupnya banyak. Antibodi berperan dalam destruksi
cukup kompleks, termasuk perubahan sel darah terinfeksi melalui aktivasi kom-
morfologis baik dalam pejamu manusia plemen dan memacu makrofag untuk
dan nyamuk/Anopeles (Gambar 15.24). memakannya melalui Fc-R.

label 15. 17 Evasi imun oleh parasit


Mekanisme imun Contoh
Variasi antigenik Tripanosoma, Plasmodium
Resistensi didapat terhadap Skistosoma
komplemen , CTL
lnhibisi respons imun pejamu Filaria (sekunder pada obstruksi
limfatik), tripanosoma
Penghancuran antigen Entamuba

441
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Nyamuk menginfeksi
pejamu manusia

Si kl us \\

l
Siklus pejamu
nyamuk
eksoeritrosit
aseksual

Hati

anopeles


~·4:,
1
\
r•
Penglepasan merozoit
·~·
• /menginfeksisdm
8
1 1

Merozoit
•e •
• •
SOM

~
I
Tropozoit
,' menginvasi--•
SOM muda • • l(
••
,--S-i-kl_u_s""""'
• eritrosit
' ~G)
I •\ '- /
• :· • ----
Nyamuk menggigit • ~ 1

manusia dan
menelan gametosit •: • Merozoit
Pengle~asan
Oiferensiasi merozoid
menjadi gametosit

Gambar 15.24 Siklus hidup plasmodium (malaria)

Siklus hidup malaria melibatkan pejamu manusia dan nyamuk (Anopeles). Manusia terinfeksi
oleh nyamuk pada saat nyamuk anopeles tersebut menghisap darah. Selanjutnya sporozoit
menginfeksi hepatosit. Skizon yang matang akan memecah hepatosit melepas merozoit yang
selanjutnya akan menginfeksi sel darah merah (dari tahap cincin trofozoit matang menjadi skizon).
Trofozoit dapat juga menjadi gametosit yang dapat dihisap nyamuk. Perkembangbiakan dalam
nyamuk menimbulkan sejumlah perubahan morfologi yang menghasilkan pembentukan sporozoit
yang diinfeksikan ke manusia, jadi melengkapi siklus hidupnya.

442
Bab 15. lmunologi lnfeksi

Pada P. falsiparum, terjadi produksi sitokin proin:flamasi TNF-a yang menim-


sitokin Th 1 berlebihan. Meskipun hal itu bulkan kerusakan otak. IL-10 sangat
diperlukan pada infeksi parasit, tetapi esensial untuk dapat mencegah kerusakan
sering disertai dengan komplikasi berbahaya jaringan otak yang lebih berat.
yang dapat mengancam maut pada malaria Sel darah merah yang terinfeksi P.
serebral. Malaria serebral, semula diduga falciparurn, menempel pada endotel venul
disebabkan sel darah merah dengan parasit kecil dan menimbulkan penyumbatan
yang menempel ke vaskulatur otak dan mikrovaskular. Parasit yang dihancurkan
menimbulkan hambatan fisik yang me- dapat memacu produksi IL-1 dan TNF
ngurangi oksigen ke otak. Meskipun dalam kadar tinggi. NO yang diproduksi
adherens parasit merupakan faktor penting oleh endotel otak sebagai respons terhadap
dalam terjadinya kerusakan jaringan, kadar IL-1 dan TNF dalam kadar tinggi
dewasa ini dianggap bahwa penghan- dapat menimbulkan gejala serebral melalui
curan parasit dalam otak menimbulkan hambatan neurotransmisi (Gambar 15.25).

Antigen
malaria

~ Makrofag

Sel T "
CD4+
IFN-y _ A_k_tiv_a_s_i +
IL-2
~
~ -
Antigen
parasit

Ambang rendah l Ambang tinggi


""-"""'"'--.l
TNF _____..........
r
Proteksi
IL-1
Patologi

l
Mencegah parasit l t l
tahap hati dan darah Diseritropoesis Peningkatan sito- Gejala klinis lainnya :
Eritrofagositosis adheren eritrosit Sakit kepala
dengan parasit
l
Anemia
ke endotel vaskular
Demam, gemetar
Mialgia

l
Malaria serebral
Nausea
Hipotensi
Trombositopeni
Dia re

Gambar 15.25 TNF dan malaria berat

443
/munologi Dasar Edisi ke-10

Bila sitokin-sitokin tersebut diberikan me- F. Sel mast pad a infeksi cacing
lalui suntikan dapat menirnbulkan demam
Meskipun sudah diketahui bahwa sitokin
dan gejala nonspesifik malaria. Produksi
Th2 diperlukan untuk mengeluarkan cacing
TNF yang berlebihan diduga menim-
dari saluran cerna, namun untuk menen-
bulkan banyak komplikasi malaria yang
tukan jenis sel efektor yang menjadi
mengancam hidup seperti suhu tinggi,
sasaran sitokin tersebut masih sangat
hipoglikemi dan malaria serebral.
sulit. Dewasa ini diketahui ada jalur efektor
multipel yang memacu Th2 dalam usus
E. Skistosomiasis
dan bahwa kerentanan parasit terhadap
Meskipun kadar tinggi lgE dan eosinofil mekanisme pertahanan pejamu bervariasi.
merupakan gambaran kunci skistosoma Efektor Th2 adalah antibodi, eosinofil
manusia dan hewan, peranannya dalam dan sel mast. Namun pada hewan eksperi-
imunitas didapat belum jelas. Respons mental, baik antibodi maupun eosinofil
IgE pada infeksi manusia dapat protektif terbukti tidak diperlukan. Pada beberapa
bila dikombinasi dengan eosinofil yang infeksi (Trikinela spiralis) antibodi diperlu-
membunuh larva skistosoma melalui kan untuk pengeluaran cacing yang lebih
ADCC, tetapi apakah hal itu juga terjadi cepat.
in vivo belumjelas.
Sel mast mukosa diperlukan untuk
IL-4 yang merupakan sitokin Th2 me-
pengeluaran beberapa spesies seperti Stro-
ningkatkan sintesis IgE, sedang sitokin
ngiluides dan trikinela tetapi tidak pada
Th 1 menurunkan produksinya. Di samping
trikiuris dan nipostrongilus. Sel mast
itu IL-5 diperlukan untuk produksi eosi-
mengikat IgE pada permukaan parasit
nofil. IL-5 diproduksi dalam jumlah besar
melalui Fcc:-R dengan afinitas tinggi.
pada subyek yang resisten terhadap infeksi.
Peningkatan mencolok kadar IgE akibat
Infeksi skistosoma menimbulkan respons
infeksi dengan cacing saluran cema mungkin
inflamasi terhadap telor parasit yang ter- merupakan bagian penting dari degranu-
diri atas granuloma yang Thl dependen.
lasi sel mast yang terarah untuk melepas
Granuloma terdiri atas sel T, B, makrofag,
mediator atau merupakan epifenomen
fibroblas dan sejumlah besar eosinofil yang yang merupakan sebagian dari pening-
dapat mengucilkan telur. Pada eksperimen katan masif yang diinduksi IL-4 yang
dengan tikus, intensitas infeksi memacu diproduksi CD4+. Selain efek toksik,
terjadinya granuloma pada minggu ke 7-8. mediator tersebut juga memacu motilitas
Respons dini terhadap antigen telur ada- usus dan produksi glikoprotein musin
lah tipe Th 1 dan Th2 dengan pengalihan oleh sel goblet usus. Hipersekresi mukus
ke Th2 yang berlangsung lama (Gambar dapat mencegah kontak dan pengambilan
15 .26). nutrien oleh parasit. Jadi peningkatan

444
Bab 15. lmunologi lnfeksi

A. Pengerahan
Fibroblas

Gambar 15.26 Diferensiasi sel Th1/Th2 yang diinduksi telor S. mansoni


Pola sitokin Th2 yang disekresi dan protektif pada skistosomiasis hanya terjadi bila cacing dewasa mulai
mengeluarkan telur. Namun , respons imun yang membenuk granuloma sekitar telur sangat kompleks
dan melibatkan interaksi dinamis antara subset sel Th1 dan berbagai sel inflamasi, seperti makrofag dan
eosinofil yang diaktifkan.
A. Respons terhadap telur yang sel T dependen diawali oleh respons Th1 dan Th2. TNF-a diproduksi
oleh sel T yang spesifik terhadap telur dan makrofag yang dikerahkan ke tempat, merupakan sitokin
kunci dalam perkembangan granuloma yang penuh .
B. Dengan waktu, respons inflamasi keseluruhan menghilang dan granuloma seluruhnya menjadi Th2
dependen. Antigen larut telur yang dilepas perlahan dapat mengalihkan respons ke arah Th2 . Di
antara antigen-antigen tersebut, trisakarida Lewis yang merangsang (panah) subset spesifik sel B
untuk berproliferasi dan memproduksi sejumlah besar IL-10. IL-10 menurunkan ekspresi molekul
kostimulator pada APC dan merupakan sitokin yang paling berperan untuk menurunkan modulasi
besar granuloma yang dapat terjadi dengan waktu.

445
lmunologi Dasar Edisi ke-10

sekresi mukus dan peristalsis usus mungkin banyak ditemukan yaitu adanya fungsi
sudah cukup untuk mengeluarkan cacing. sitolitik terhadap fase larva parasit yang
(Gambar 15.27). berrnigrasi ke jaringan. Eosinofil diduga
Bila tidak ada sel mast, ha! sama juga diperlukan untuk menghancurkan
dapat terjadi terhadap fisiologi usus. Penge- larva yang masukjaringan.
luaran cacing lain seperti N. braziliensis H. Makrofag dan nitrit untuk mem-
tidak memerlukan sel mast dan lebih bunuh parasit
dependen atas produksi IL-13 dibanding Makrofag merupakan sel terpenting
IL-4. Hal ini mungkin disebabkan oleh yang memproduksi sitokin untuk mengon-
karena IL-13 merupakan pemicu induksi trol dan menyingkirkan parasit. NO yang
poten untuk hiperplasi sel goblet dan di- diproduksi makrofag nampaknya sangat
duga sekresi musin merupakan komponen berperan untuk membunuh parasit. NO
kunci untuk mengeluarkan N. braziliensis. adalah sitotoksik atau sitostatik untuk
malaria, lesrnania, T. cruzi, toxoplasma,
skistosoma dan fungus patogen Kriptokok
G. Eosinofil pada imunitas cacing
neoforrnans. IFN-y rnerupakan sitokin
Eosinofil merupakan petanda umum penting oleh karena dapat mengaktifkan
adanya infeksi cacing dan sudah lama respiratory burst yang menghasilkan
diduga bahwa sel tersebut sitotoksik dan NO. IFN-a dapat bekerja sinergistik dengan
diperlukan pada destruksi patogen multi- IFN-y dalarn rneningkatkan produksi NO
selular berukuran besar. Namun tidak dengan menginduksi sintase oksida nitrit
banyak bukti mengenai peran eosinofil (NOS). Sitokin TGF-~ dan IL-10 meng-
dalam pengeluaran cacing. Bukti yang hambat produksi NO oleh makrofag.

Hanya fraksi kecil yang


ditujukan terhadap cacing

IL-4
IL-5 ....... J.
••• .,. Th2 ••• .,. IL-6 9""'

IL-9
IL-10
IL-13 ..... Eosinofil++
Cacing Cacing
ma ti

Gambar 15.27 Produksi lgE pada infeksi cacing dapat merupakan hanya
epifenomena

446
Bab 15. lmunologi lnfeksi

Jalur NO penting dalam pembunuhan I. Sel CDS+ membunuh parasit


cacing ekstraselular. Kebanyakan larva protozoa intrasitoplasmik
cacing dapat dibunuh in vitro oleh makrofag Seperti halnya dengan virus, antigen
yang diaktifkan IFN-y. Banyak parasit dapat banyak protozoa (misalnya T. cruzi)
melawan serangan oksidatif dengan ber- dapat diolah melalui jalur presentasi
bagai strategi. Larva skistosoma terutama antigen endogen. Oleh karena itu me-
rupakan sasaran untuk sel CD8+. Sel ini
mencegah respons Th 1. Makrofag yang
menentukan resistensi terhadap infeksi
diaktifkan oleh sitokin Thl dapat mem-
primer dan sekunder T. cruzi. Kebalikan-
bunuh larva yang tidak tergantung pada nya, lesmania hidup dalam kompartemen
antibodi. NO reaktif yang diproduksi oleh endolisosomal yang tidak dapat dicapai
makrofag yang diaktifkan atas pengaruh untuk dipresentasikan oleh MHC-I. Sel
IFN diduga berperan. CD8+ bukanlah pemeran utama dalam
imunitas lesmania.

447
/muno/ogi Dasar Edisi ke-10

Butir-butir penting

D Respons sistem imun nonspesifik D Banyak bakteri memproduksi toksin


merupakan pertahanan awal terhadap yang digunakan sebagai faktor virulen
patogen. Pertahanan tersebut berupa primer, menginduksi kerusakan pato-
sawar fisik antara lain kulit dan logis pada jaringan pejamu. Toksin
produksi komponen komplemen non- dapat berfungsi untuk menciptakan
spesifik, fagosit dan sitokin tertentu kolonisasi yang produktif dan bekerja
sebagai respons terhadap infeksi ber- dengan merusak membran sel pejamu
bagai patogen melalui pencegahan sintesis protein
D Respons terhadap infeksi awal dapat sel pejamu dan mengaktifkan mes-
dibagi dalam beberapa fase . Fase sanger sekunder yang mengganggu
pertama adalah respons dini dan fungsi sel pej amu
respons nonspesifik yang diperankan D Respons imun terhadap infeksi
oleh sel efektor dan molekul yang bakteri ekstraselular pada umurnnya
mengenal mikroba. Fase selanjutnya diperankan antibodi. Antibodi dapat
juga adalah primer, nonspesifik yang menghancurkan bakteri dengan ban-
menemukan organisme, ditandai oleh tuan komplemen, menetralkan toksin
pengerahan fagosit profesional dan dan berperan sebagai opsonin untuk
sel NK ke tempat infeksi meningkatkan fagositosis. Pertahanan
D Bakteri dibagi menurut struktur morfo- tubuh terhadap bakteri intraselular
logi, aktivitas metabolik dan faktor terutama tergantung pada respons sel
lingkungan yang diperlukan untuk TCD4+
hidup. Bakteri positif-Gram disebut D Respons imun terhadap infeksi virus
demikian oleh karena menunjukkan melibatkan kedua komponen humoral
pewamaan khas di lapisan luar pepti- dan selular. Virus bermutasi dengan
doglikan dengan asam teikoik dan cepat dan dapat menghindari respons
lipoteikoik; negatif-Gram menun- antibodi (humoral)
jukkan komponen peptidoglikan ti pis D Awai replikasi virus diawali oleh me-
sekitar daerah periplasma dan juga nempel dan masuknya partikel virus
membran luar dengan lipoproteinnya ke dalam sel pejamu, diikuti oleh
D Spesies bakteri lain seperti miko- replikasi bahan genetik dan produksi
bakteri memiliki glikolipid unik yang protein (polimerase dan protein struk-
memberikan penampilan seperti lilin tural) yang diperlukan untuk mem-
dan keuntungan biologis yang khas bentuk virion dengan nukleokapsid
selama menginfeksi pejamu yang matang

448
Bab 15. lmunologi lnfeksi

D Virion yang dibentuk barn dilepas Protozoa menghindari respons imun


dari sel pejamu dengan pembentukan melalui berbagai mekanisme
di permukaan sel melalui budding D Penyakit jamur atau mikosis jarang
atau melalui lisis sel pejamu berat pada individu sehat tetapi me-
D Kerusakan jaringan sekitar dapat di- rupakan persoalan besar pada individu
sebabkan langsung oleh respons imun dengan imunodefisiensi. Baik imunitas
atau usaha untuk membatasi replikasi spesifik dan nonspesifik mengontrol
dan penyebaran virus infeksi jamur
D Strategi replikasi yang multipel dan D Cacing adalah parasit yang besar
berbeda-beda, tergantung dari tipe dan yang pada keadaan normal tidak
bahan genetik yang dikandung dalam berkembang biak dalam sel. Karena
virus beberapa dari organisme ini ditemu-
D Interferon adalah bagian respons imun kan pada individu, pajanan cacing
alamiah dari pejamu yang protektif dengan sistem imun adalah terbatas
cepat, yang ditujukan terhadap invasi sehingga hanya diinduksi imunitas
virus derajat rendah. Pada umurnnya cacing
D Patologi berhubungan langsung dengan
diserang dengan bantuan antibodi
kemampuan hidup virus dalam sel
D Patogen emerging dan reemerging
dan dengan replikasi
terdiri dari beberapa patogen barn
D Respons humoral dan selular
berperan pada imunitas terhadap dan lainnya yang sudah dipikirkan
infeksi protozoa. Pada umurnnya anti- terlebih dahulu serta sudah dapat
bodi humoral efektif terhadap fase dikontrol dalam praktek kesehatan
hidup protozoa dalam darah, tetapi masyarakat. Faktor-faktor yang ber-
bila protozoa sudah menginfeksi sel peran adalah peningkatan perjalanan
pejamu, diperlukan imunitas selular. dan padatnya populasi.

449
IMUNOLOGI
TUMOR

Daftar Isi

I. ASAL DAN TERMINOLOGI 8. Mikosis fungoides


A. Transformasi sel maligna 9. Mieloma multipel
B. Tumor penyakit gen J 0. Gamopati monoklonal
II. ANTIGEN TUMOR 11. Makroglobulinemia Waldenstrom
A. Tumor Specific Antigen 12. Krioproteinemia
B . Tumor Associated Antigen B. Keganasan yang disebabkan virus
ill. RESPONS IMUN TERHADAPTUMOR VI. IMUNODIAGNOSIS
A. Imunitas humoral VII. PENDEKATAN TERAPI PADA
B. Imunitas selular TUMOR
l.CTL A. lmunoterapi
2. Se! NK J. Antibodi monoklonal
3. Makrofag 2. Manipulasi sinyal kostimulator
IY. USAHA TUMOR MENGHINDAR untuk meningkatkan imunitas
SISTEMIMUN 3. lmunotoksin
4. Sitokin
V. KEGANASAN SISTEM IMUN
5. Peningkatan aktivitas APC
A. Penyakit limfoproliferatif
6. Vaksinasi dengan SD
I . Limfoma Hodgkin
7. Imunoterapi aktif
2. Limfoma Non-Hodgkin
8. Imunisasi dengan antigen virus
3. Limfoma angioimunoblastik
B. Lymphokine Activated Killer Cells
4. Limfoma/leukemia sel T dewasa
C. Tumor Infiltrating Ly mphocyte
5. Leukemia limfositik kronis
D. Macrophage Activated Killer Cells
6. Hairy Cell Leukaemia (HCL)
E. Terapi gen
7. Common Acute Lymphoblastic
Leukemia Butir-butir penting

451
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Daftar singkatan yang digunakan dalam bah ini

I
ADCC Antibody Dependent Cell ICAM Intercellular Adhesion Molecule
(mediated) Cytotoxicity IFN Interferon
AFP Alpha Feta Protein IL Interleukin
ALL Acute Lymphoblastic Leukemia IT Imunoterapi
AML Acute Myeloid Leukemia
KGB Kelenjar Getah Bening
APC Antigen Presenting Cell
LAK Lymphokine Activated Killer
BCG Baccillus Calmette-Guerin
LFA Leucocyte Functioning Antigen
cALL Common Acute Lymphoblastic
Leukaemia LL Lymphoblastic Lymphoma
CAM Cell Adhesion Molecules LPCC Lymphoplasma Cytoid Cell
1CD Cluster of Differentiation MALT Mucosa! Associated Lymphoid
CEA Carcinoembryonic Antigen Tissue
CLL Chronic Lymphositic Leukemia MART Melanoma Antigen Recognized by
CMI Cellular Mediated Immunity Teel!
CML Chronic Myelogenous Leukemia MHC Mayor Histocompatibility
CSF Colony Stimulating Factor Complex
CTC Cytotoxic T cell (sel Tc) MM Mieloma Multipel
CTL Cytotoxic T Lymphocyte NK Natural Killer (cell)
DNA Deoxy Ribonucleic Acid PLL Polylymphocytic Leukemia
EBNA Epstein Barr Nuclear Antigen PSA Prostate Specific Antigen
EBV Virus Epstein Barr SD Sel dendritik
FasL Ligan Fas
Tc Tcytotoxic
FcR Fragment crystallizable receptor
TAA Tumor Associated Antigen
GM CSF Granulocyte Monocyte Colony
TATAs Tumor- Associated Transplantation
I Stimulating Factor
HBV Virus Hepatitis B Antigens
HCL Hairy Cell Leukemia TGF Tumor Growth Factor
HHV Human Herpes Virus TIL Tumor Infiltrating Leucocyte
1HLV Human Lymphotropic Virus TNF Tumor Necrosis Factor
HPV Human Papillomavirus Ts Sel T supresor
HSP Heat Shock Protein TSA Tumor Specific Antigen
HTLV Human T-cell Leukemia Virus TSTAs Tumor-Specific Transplantation
HTCL Human T Cell Leukemia Antigen

452
Bab 16. lmunologi Tumor

ematian oleh penyakit infeksi dan dibawa ke organ lain untuk seternsnya

K di negara maju telah menurun


dan tumor telah menjadi
sebab kematian kedua setelah penyakit
berproliferasi. Dalam hal ini, tumor primer
di satu fihak menirnbulkan tumor sekunder
di tempat lain.
jantung. Tumor dapat dianggap sebagai Tumor dibagi menurut sel embrionik
penyakit yang ditimbulkan ekspansi pro- asalnya. Pada kebanyakan hal (> 80%)
gresif sel asal progenitor tunggal yang karsinoma, tumor berasal dari jaringan
dapat melepaskan diri dari pengawasan endodermal atau ektodermal seperti kulit
regulator pembagian sel dan mekanisme atau epitel organ internal dan kelenjar.
homeostasis yang normal. Lebih dari 100 Tumor terbanyak kolon, payudara, prostat
jenis dan subtipe tumor dapat ditemukan dan paru adalah karsinoma. Leukemia dan
dalam organ spesifik. Dewasa ini, tumor lirnfoma adalah tumor ganas sel hemato-
merupakan sebab kematian yang sangat poietik sumsum tulang dan di Amerika Serikat
berarti di negara-negara industri. mernpakan sekitar 9% dari kejadian tumor.
Leukemia berproliferasi sebagai sel tunggal,
I. ASAL DAN TERMINOLOGI sedang lirnfoma cenderung tumbuh sebagai
masa tumor. Sarkoma yang merupakan sekitar
Keseirnbangan antara jumlah sel yang
1% insidens tumor diAmerika Serikat., berasal
diproduksi tubuh dan yang mati, pada ke-
dari jaringan ikat mesodermal seperti tulang,
banyakan organ danjaringan hewan dewasa
dipertahankan dengan baik. Berbagai jenis lemak dan tulang rawan.
sel matang dalam tubuh memiliki masa Tumor terjadi lebih sering pada orang
dengan supresi sistem imun dibanding
hidup tertentu. Keseirnbangan antara jumlah
sel yang diproduksi dan yang mati diawasi dengan orang normal. Prevalensi tumor
sistem pengontrol yang baik. Kadang per- pada orang yang mendapat radiasi adalah
tumbuhan sel tidak dapat dikontrol, sel 100 kali lebih besar di banding dengan
membentuk klon yang berkembang dan orang normal. Pada kebanyakan organ dan
menirnbulkan tumor atau neoplasma. jaringan hewan dewasa, keseimbangan
Tumor yang tumbuhnya tidak terns antara perbaikan dan kematian sel diper-
menerns dan tidak menginvasi jaringan tahankan. Berbagai jenis sel matang tubuh
sehat sekitarnya secara luas disebut tidak memiliki masa hidup tertentu; bila sel
ganas (benigna). Tumor yang terns tumbuh tersebut mati, sel baru diproduksi oleh
dan menjadi progresif invasif disebut proliferasi dan diferensiasi berbagai sel
ganas (maligna). Istilah tumor adalah asal. Kadang timbul sel yang tidak lagi
spesifik untuk tumor yang ganas. Tumor memberikan respons terhadap mekanisme
ganas cenderung bermetastasis, gerombol kontrol hidup sel normal. Sel tersebut
sel tumor kecil dapat terlepas dari tumor, menjadi klon sel yang menjadi besar,
menginvasi pembuluh darah atau lirnfe membentuk tumor atau neoplasma.

453
lmunologi Dasar Edisi ke-10

A. Transformasi sel maligna Morfologi dan sifat pertumbuhan sel


normal dalam biakan dapat diubah dengan
Transformasi adalah perubahan yang di-
bahan kimiawi karsinogen, iradiasi dan
turunkan dalam sel dan dilakukan dengan
virus tertentu. Pada beberapa kasus, bila
manipulasi di laboratorium :
sel tersebut disuntikkan ke dalam hewan
1. Transformasi limfosit, rangsangan
menunjukkan proses transformasi maligna
limfosit dalam keadaan istrirahat
dan sering menunjukkan sifat in vitro yang
dengan lektin, antigen atau limfokin,
sama dengan sel tumor (Gambar 16.1
akan menimbulkan transformasi yang
dan 16.2).
berupa pembelahan sel, proliferasi
dan diferensiasi
B. Tumor penyakit gen
2. Transformasigenetikdapatdilakukan
Dewasa ini telah diketahui adanya se-
dengan DNA. Pneumokok hidup yang
jumlah kerusakan dalam mekanisme mole-
non- virulen dapat dijadikan virulen
kular yang mengatur proliferasi dan homeo-
dengan DNA asal pnewnokok mati
stasis pada hampir semua jenis sel. Pada
3. Sel dapat menunjukkan transfor- keadaan normal, pertumbuhan sel diper-
masi neoplastik dalam biakan dan tahankan seirnbang oleh berbagai regulator
memperoleh kemampuan untuk ber- yang mengatur kecepatan sel membagi diri,
proliferasi yang tidak terbatas. diferensiasi dan mati. Beberapa regulator

Mutasi: Mutasi: - Kehilangan CAM


- Reseptor faktor - Siklus sel regulator - Produksi matiks
pertumbuhan - Mutasi tambahan protease berlebihan
- Protein kinase

Sel normal ··-·~ sel Mutan,


neoplastik
Tumor jinak
(tidak stabil
Tumor ganas
(metastasis)
(disregulasi secara genetik)
pertumbuhan,
h iperproliferatif)

Gambar 16.1 Berbagai tahap dalam proses tumorigenesis

Sel yang awalnya normal (paling kiri), mengalami beberapa perubahan genetik dalam berbagai
tahap. Setiap perubahan genetik menimbulkan perubahan fenotip yang memudahkan pertum-
buhan menjadi tidak teratur, kecuali sinyal apoptosis, instabilitas genetik dan metastasis (menyebar
darijaringan asal ke jaringan pejamu yang letaknya jauh).

454
Bab 16. lmunologi Tumor

A. Sel tumor yang pertama kall


dlmodlfikasl
C. Sel tumor invaslf

lamina
basalts

Pembuluh
darah

B. Masa sel tumor (tumor jinn lokal) D. Sel tumor menginvasi pembuluh
darah sehlngga terjadl metastasis

Gambar 16.2 Pertumbuhan dan metastasis tumor


A. Sel tunggal menunjukkan perubahan sifat perkembangan di jaringan
B. Proliferasi sel yang berubah membentuk masa sel tumor lokal atau jinak
C. Sel menjadi progresif dan invasif menyebar ke lamina basal di bawahnya. Tumor sekarang
disebut maligna (ganas)
D. Tumor ganas menunjukkan metastasis dengan penglepasan gerombol sel tumor kecil dari
tumor dan dibawa oleh darah dan limfe ke tempat lain di tubuh .

adalah intrinsik sedang lainnya berhu- jadi bertahap yang mengubah sel normal
bungan dengan sinyal yang diperoleh sel menjadi derivat klon yang sangat ganas.
dari lingkungan.
Tumor terjadi melalui proses trans- II. ANTIGEN TUMOR
formasi, bila sel mengalami perubahan
genetik dan mendapat kemampuan untuk Imunitas tumor ialah proteksi sistem imun
melepaskan diri dari mekanisme regulator terhadap timbulnya tumor. Meskipun ada-
seperti disebut di atas. Proses diduga ter- nya respons irnun alamiah terhadap tumor

455
lmunologi Dasar Edisi ke-10

dapat dibuktikan, namun imunitas sejati pada sel normal, dapat timbul oleh mutasi
hanya terjadi pada subset tumor yang sel tumor yang memproduksi protein sel
mengekspresikan antigen imunogenik, yang berubah. Proses protein terjadi dalam
misalnya tumor yang diinduksi virus sitosol dan menghasilkan peptida yang
onkogenik yang mengekspresikan antigen diikat MHC-I dan menginduksi CTL yang
virus. Berbagaijenis virus yang dilaporkan tumor spesifik (Gambar 16.3).
menunjukkan hubungan dengan tumor. TATA tidak unik untuk tumor, dapat
Identi:fikasi molekular antigen tumor merupakan protein yang diekspresikan
telah dapat memberikan berbagai infor- oleh sel normal selama perkembangan
masi mengenai respons imun terhadap fetal waktu sistem imun masih imatur dan
tumor dapat merupakan faktor kunci tidak dapat memberikan respons. Pada
dalam perkembangan imunoterapi anti- keadaan normal tidak diekspresikan pada
tumor. Antigen tumor yang unik dapat dewasa. Pada banyak hal, tumor tidak
digunakan sebagai molekul sasaran untuk menunjukkan antigen unik yang dapat
dikenal sistem imun untuk dihancurkan dikenal limfosit untuk diproses sebagai
secara spesifik. Antigen tersebut dapat antigen. Tumor dapat dikenal sistem imun
dibagi sesuai gambaran ekspresinya pada atas dasar perubahan kuantitatif dalam
sel tumor dan sel normal. ekspresi profil proteinnya. Antigen ter-
sebut tidak tumor spesi:fik, disebut TAA.
A. Tumor Specific Antigen
1. Antigen onkofetal adalah contoh TAA.
TSA atau TSTA merupakan antigen Antigen tersebut disandi oleh gen yang
sasaran ideal untuk terapi imun tumor. diekspresikan selama embriogenesis
Respons imun terhadap antigen demikian dan perkembangan janin, namun trans-
memberikan banyak harapan untuk dapat kripsional tenang pada dewasa. Genter-
menghancurkan sel tumor tanpa merusak sebut menyandi protein yang diduga
sel sehat. Contoh TSA adalah protein yang berperan dalam pertumbuhan cepat sel
diproduksi akibat mutasi satu atau lebih embrio dan diaktifkan kembali untuk
gen. Jenis TSA yang lain adalah protein fungsi yang sama pada tumor yang
dalam tumor yang diinduksi virus. TSA tumbuh cepat. Golongan antigen onko-
sangat menarik diti..'1jau dari imunoterapi, fetal juga diekspresikan testis normal,
meskipun sampai sekarang belum mem- dikenal sebagai antigen tumor testis,
berikan keuntungan yang jelas. paru, kepala, leher dan kandung
kencing. Dewasa ini dikenal lebih dari
50 jenis TAA dan banyak epitop yang
B. Tumor Associated Antigen
sudah dapat diidentifikasi sel T.
Ada 2 jenis antigen tumor yaitu TSTA 2. Jenis TAA lain adalah tissue-specific
dan TATA.Yang pertama tidak ditemukan differentiation antigen, protein yang

456
Bab 16. lmunologi Tumor

Sel normal /Self peptide

-.._MHC-1

Self peptide
berubah \

Mutasi menghasilkan peptida Ekspresi gen emrbionik Ekspresi protein


baru dalam MHC-1 (TSTA) tidak benar (TATA} normal berlebihan (TATA}

Gambar 16.3 Berbagai mekanisme yang berbeda menimbulkan TSTAs dan TATAs

diekspresikan pada sel yang menjadi penderita dengan berbagai neoplasma.


tumor dan ekspresinya ditemukan Kadar CEA yang meningkat (di atas
terns sesudah transformasi neoplastik. 2,5 mg/ml) ditemukan dalam sirku-
Jadi antigen tersebut menunjukkan lasi penderita tumor kolon, tumor
asal jaringan tumor. pankreas, beberapa jenis tumor
a. Melanoma differentiating antigen paru, tumor payudara dan lambung.
gp 100 CEA telah pula ditemukan dalam
Gen tersebut menyandi protein yang darah penderita nonneoplastik seperti
berfungsi dalam jalur biosintesis ernfisema, kolitis ulseratif, pankrea-
melanin sel kulit dan juga dieks- titis, peminum alkohol dan perokok
presikan oleh banyak tumor mela-
d. AFP ditemukan dengan kadar tinggi
noma dengan pigmen
dalam serum fetus normal, eritro-
b. PSA diekspresikan jaringan prostat blastoma testis dan hepatoma.
normal dan dengan tumor
c. Carcinoembryonic Antigen
CEA yang dapat dilepas ke dalam Jenis-jenis antigen yang dikenal sel T
sirkulasi, ditemukan dalam serum terlihat pada Tabel 16.1 .

457
lmunologi Dasar Edisi ke-1 0

label 16. 1 Antigen Tumor


Jenis antigen Contoh antigen tumor
Produk onkogen, gen Onkogen: mutasi Ras (-10% karsinoma manusia), p2.10 produk Ber/
supresor tumor Abl disusun ulang (CML). Ekspresi berlebihan Her-2/neu (mame dan
karsinoma lain)
Gen supresor tumor: mutasi p53 (ditemukan dalam -50% tumor
manusia)
Mutasi gen selular P91 a mutasi dalam mastositoma tikus, berbagai protein mutasi dalam
tidak terlibat dalam melanoma dikenal CTL
tumorigenesis
Produk gen yang Antigen kanker/testis diekspresikan pada melanoma dan banyak
tenang dalam jaringan karsinoma; normal diekspresikan terutama di testis dan plasenta
terbanyak
Produk gen ekspresi Tirosinase, gp100, mART dalam melanoma (normal diekspresikan
berlebihan dalam melanosit)
Produk virus onkogenik Virus papiloma protein E6 dan E? (karsinoma serviks)
Protein EBNA-1 EBV (limfoma berhubungan dengan EBV, karsinoma
nasofaringeal)
Antigen SV40 T (tumor roden yang diinduksi SV40)
Antigen onkofetal Antigen karsinoembrionik (CEA) pada banyak tumor, juga
diekspresikan di hati dan jaringan lain selama inflamasi
Glikolipid dan GM2, GD2 pada melanoma
glikoprotein
Diferensiasi antigen Antigen prostat spesifik
yang normal ditemukan Petanda limfosit: CD10, CD20, lg isotip pada sel B
dalam jaringan asal

III. RESPONS IMUN TERHADAP dan makrofag (opsonisasi) atau dengan


TUMOR jalan mencegah adhesi sel tumor. Pada
penderita tumor sering ditemukan
A. Imunitas humoral
kompleks imun, tetapi pada kebanyakan
Meskipun imunitas selular pada tumor tumor sifatnya masih belum jelas. Anti-
Jebih banyak berperan dibanding imunitas bodi diduga lebih berperan terhadap sel
humoral, tetapi tubuh membentuk juga yang bebas (leukemia, metastase tumor)
antibodi terhadap antigen tumor. Anti- dibanding tumor padat. Hal tersebut
bodi tersebut temyata dapat menghan- mungkin disebabkan karena antibodi mem-
curkan sel tumor secara langsung bentuk kompleks imun yang mencegah
atau dengan bantuan komplemen atau sitotoksisitas sel T. Efektor imun humoral
melalui sel efektor ADCC. Yang akhir dan selular yang dapat menghancurkan sel
memiliki reseptor Fe misalnya sel NK tumor in vitro terlihat pada Tabel 16.2.

458
Bab 16. lmunologi Tumor

t b Efektor sistem imun humoral dan


a e1 16·2 selular pada destruksi tumor
A. Mekanisme humoral
1. Lisis oleh antibodi dan komplemen
2. Opsonisasi melalui antibodi dan komplemen
3. Hilangnya adhesi oleh antibodi
B. Mekanisme selular
1. Destruksi oleh sel CTL/Tc
2. Destruksi oleh sel NK
3. Destruksi oleh makrofag

Pada umumnya, destruksi sel tumor Jebih deletion sentral tidak lengkap dan limfosit
efisien bila sel tumor ada dalam suspensi. self-reaktif yang mengenal antigen tidak
Adanya destruksi tumor sulit dibuktikan diekspresikan dalam sumsurn tulang atau
pada tumor yang padat. timus, maka sistem imun biasanya tidak
responsif terhadap self-antigen oleh karena
B. lmunitas selular ada dalam keadaan anergi. Mengapa sel
Pada pemeriksaan patologi anatorni tumor, autoreaktif dipertahankan dalam keadaan
sering ditemukan infiltrat sel-sel yang ter- inaktif, tidaklah jelas. Diduga lirnfosit
diri atas sel fagosit mononuklear, limfosit, anergik tidak rnemberikan respons terhadap
sedikit sel plasma dan sel mast. Meskipun self-antigen dengan kadar yang dieks-
pada beberapa neoplasma, infiltrat sel presikan pada keadaan nonnal oleh sel
rnononuklear rnerupakan indikator untuk sehat, narnun responsif terhadap pening-
prognosis yang baik, tetapi pada umurnnya katan ekspresi antigen pada sel tumor .
tidak ada hubungan antara infiltrasi sel
dengan prognosis. Sistern irnun dapat 1.CTL
langsung menghancurkan sel tumor tanpa Banyak studi menunjukkan bahwa tumor
sensitasi sebelumnya. yang rnengekspresikan antigen unik dapat
Lirnfosit rnatang akan rnengenal TAA rnemacu CTL/Tc spesifik yang dapat
dalarn pejamu, meskipun TAA merupa- menghancurkan tumor (Garnbar 16.4 dan
kan self-protein yang disandi gen normal. 16.5). CTL biasanya mengenal peptida
Adanya lirnfosit yang self-reaktif narnpak- asal TSA yang diikat MHC-1. CTL tidak
nya berlawanan dengan self-tolerans.
selalu efisien, di samping respons CTL
Bila sel B dan T rnenjadi rnatang dalarn
tidak selalu terjadi pada tumor.
sumsum tulang dan timus, limfosit yang
terpajan dan berikatan dengan self-antigen 2. Sel NK
akan mengalami apoptosis. Narnun banyak
self-antigen tidak diekspresikan dalam Se! NK adalah limfosit sitotoksik yang
sumsum tulang atau tirnus. Oleh karena mengenal sel sasaran yang tidak antigen

459
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Granzim • : •
perforin • • •
·: :·
I
Gambar 16.4 Mekanisme destruksi tumor
oleh sel Tc
Destruksi sel tumor Apoptosis

Contoh

Se/lprote~
Ot ~
Sel pejamu normal
menunjukkan self
normal
Ag yang berhu-
bungan ciengan
, Ticiak acia
MHC
respons sel T

Protein ~~
mutan self ...._ 4
Berbagai mutan protein cialam
karsinogen atau tumor hewan
akibat inciuksi raciiasi ; berbagai
mutan protein cialam melanoma
----------------------------------------------------------- ------------------------------------------------
Prodok on~~
atau gen Prociuk onkogen : mutan Ras,
supresor
tumor mutan
Q
O •
, Q fusi protei n Bcr/Abl
Prociuk supresi gen tumor:
Sel tumor CD8+ mutan protein p53
mengekspresikan CTL
-------------------------··---------------------
berbagai Ag -~~~;;~·~:;~:;~·
tumor atau ekspresi
berlebihan
•o,
• 4
Q Ekspresi berlebihan : tirosinase ,
gp100, MART cialam melanoma
Penyimpangan ekspresi :
self protein CD8+ Ag kanker/testis (MAGE , BAGE)
-·---·-·---·---·---·-----·-·-------·---·-·-Qib .. ________.............................................................

Ag~
Virus Protein HPV E6 , E7 pacia
onkogenik @~ karsinoma serviks; protein
EBNA pacia limfoma yang
ciiinciuksi EBV
spesifik
CD8+ CTL

Gambar 16.5 Antigen tumor yang dikenal sel T

Antigen tumor yang ciapat ciikenal oleh CD8 tumor spesifik ciapat berupa se/fprotein hasil
mutasi , produk onkogenik, ekspresi berlebihan atau ekspresi selfprotein yang berlebihan atau
yang memproduksi virus onkogenik.

460
Bab 16. lmunologi Tumor

spesifik dan juga tidak MHC dependen. oksidatif seperti superoksid dan oksida
Diduga bahwa fungsi terpenting sel NK nitrit. Makrofagjuga melepas lNF-a yang
adalah antitumor. Sel NK mengekspresi- mengawali apoptosis. Diduga makrofag
kan FcR yang dapat mengikat sel tumor mengenal sel tumor melalui IgG-R yang
mengikat antigen tumor. Makrofag dapat
yang dilapisi antibodi dan dapat mem-
memakan dan mencema sel tumor dan
bunuh sel sasaran melalui ADCC dan
mempresentasikannya ke sel CD4+. Jadi
penglepasan protease, petlorin dan granzim. makrofag dapat berfungsi sebagai ini-
siator dan efektor imun terhadap tumor.
3. Makrofag Imunitas nonspesifik dan spesifik ter-
Makrofag memiliki enzim dengan hadap tumor terlihat pada Gambar 16.6
fungsi sitotoksik dan melepas mediator dan 16.7.
Mekanisme imun

.. .
Antigen tumor
/iarut

,$
9:t
Gambar 16.6 Supresi imun tumor

Bagian atas gambar menunjukkan respons imun potensial yang protektif. Sel NK dan makrofag
(Mak) berperan pada resistensi nonspesifik/ alamiah. Respons imun didapat nampak pada aktivasi
sel CTL (Tc), ADCC, komplemen yang diaktifkan antibodi, opsonin (C3b) dan faktor kemotaktik (C3a,
C5a) yang meningkatkan inflamasi melalui penglepasan histamin oleh sel mast, dan antibodi anti-
tumor yang dilabel radionuklide yang dapat mengantarkan radiasi ion ke tumor. Escape mechanism
tumor terlihat di bagian bawah gambar. Antigen tumor larut, dan kompleks tumor-antigen dapat mene-
tralkan mekanisme imun yang efektif seperti sel Ts, prostaglandin dan antibodi sehingga tidak dapat
mengaktifkan dan mensensitasi ADCC untuk membunuh tumor sasaran (enhanCing antibody).

461
lmuno/ogi Dasar Edisi ke-10

Gambar 16.7 Respons imun pada tumor

Respons imun spesifik dan nonspesifik berperan dalam respons imun terhadap tumor.
Makrofag dapat mencegah pertumbuhan tumor atau menimbulkan sitotoksisitas mungkin
melalui penglepasan TNF-a. Aktivasi komplemen juga dapat menimbulkan lisis sel tumor.
Sel CTL/CD8+ dapat menimbulkan lisis sel tumor in vitro. Banyak tumor dapat melawan
sitotoksisitas dengan mengurangi ekspresi MHC-1. Hal ini akan memajankannya dengan
sel NK. Sel T mengaktifkan sel Tc, makrofag dan sel NK, juga memproduksi TNF-~ yang
mencegah pertumbuhan tumor.

Iv. USAHA TUMOR Sel tumor tidak mengekspresikan


MENGHINDAR SISTEM IMUN molekul untuk mengaktifkan sel T terutama
MHC-II atau molekul adhesi ICAM-1
Kebanyakan tumor timbul pada individu
atau LFA3 . Banyak tumor hanya meng-
yang tidak imunokompromais. Hal itu
ekspresikan sedikit MHC-1 yang menim-
berarti bahwa tumor sendiri memiliki
mekanisme untuk menghindarkan diri bulkan resistensi terhadap sel Tc. Tumor lain
dari imunitas nonspesifik dan spesifik. mengekspresikan FasL yang menginduksi
Diduga ada berbagai mekanisme sehingga apoptosis limfosit yang menginfiltrasi
sel tumor tidak dapat dipresentasikan dan jaringan dengan tumor. Tumor sendiri dapat
diproses oleh karena tidak memiliki melepas berbagai faktor imunosupresif
molekul B7 (CD80) (Gambar 16.8) dan seperti TGF-P yang merupakan sitokin
CD86 sebagai molekul kostimulator. imunosupresif poten .

462
Bab 16. lmunologi Tumor

Gambar 16.8 Mekanisme


bagaimana tumor melepaskan
diri dari respons destruksi CD28
;
,
,,
;
sistem imun
,, ,
A. Sel tumor tidak memiliki 87 tidak ada

molekul kostimulator seperti


87
B. Kurang mengekspresikan
MHC-1
C. Mengekspresikan Fasl Musin G\ MHC tidak ada

~
(ligan Fas), memacu
apoptosis sel Tc yang
menghancurkan sel
D. Memproduksi berbagai
sitokin yang mencegah
Antigen
va rian
... ·. ij)
respons imun .
: TGF-13

~
Apoptosis
E. Mengembangkan varian
antigen negatif
F. Memproduksi musin yang e Antigen tumor

menyamarkan antigen.
lnhibisi

V. KEGANASAN SISTEM IMUN Tumor sistem imun dapat dibagi men-


jadi limfoma atau leukemia. Perbedaan
Transformasi maligna sel dapat terjadi secara tradisional antara leukemia
dengan hilangnya ekspresi MHC-I. Hal dan limfoma adalah bahwa limfoma
itu dapat berhubungan dengan mening- berproliferasi sebagai tumor padat dalam
katnya potensi metastasis dan diduga jaringan limfoid seperti sumsum tulang,
karena menurunkan kemungkinan sel KGB (Gambar 16.10) atau timus.
ganas untuk dikenal sel T, tetapi tidak Contohnya limfoma Hodgkin dan non-
oleh sel NK. 60% tumor mame dengan Hodgkin. Leukemia cenderung berproli-
metastase tidak mengekspresikan MHC-I. ferasi sebagai sel tunggal dan ditemukan
dari peningkatan jumlah sel dalam darah
A. Penyakit limfoproliferatif atau kelenjar limfe. Leukemia dapat ber-
Transformasi maligna sel limfoid dapat kembang dalam jaringan limfoid atau
menimbulkan sejumlah penyakit limfopro- mieloid. Pada limfoma sel abnormal hanya
liferatif seperti leukemia limfosistik ditemukan dalam jaringan (terutama
kronis, limfoma, rnieloma multipel, makro- kelenjar limfoid dan limpa) namun ada
globulinemia Waldenstrom dan beberapa tumpang tindih antara leukemia dan
jenis krioglobulinemia. (Gambar 16.9) limfoma.

463
lmunologi Dasar Edisi ke- 10

Leukemia mieloid kronik

~-------+ @se1 mieloid


Leukemia mieloid
kronik krisis sel blast
Limfoma T, leukemia
,,,,
limfoblaslik sel T akut
~ S1ndromSezary
M1kos1s fungo1des

?'~
Sel prem1elo1d@
Leukemia sel T dewasa
(Leukemia limfositik
Sel induk kronik sel T}
pluripoten
Tmemori

~
~........
,, "+~+ -~B memori
Makroglobulinemia
Waldenstrom
Mieloma

Leukemia limfoblastik ~ ~ multipel


Pre-B

Limfoma limfositik
I "'
kronis/non-Hodgkin

@ ---+ ® Monosit
Pre-monos it Leukemia monositik Makrofag

Gambar 16.9 Jalur diferensiasi leukosit pada berbagai keganasan

Hilus mediastinum
Aksila

Splenomegali

Limfoma usus

) )

Gambar 16.10 Distribusi KGB pada


limfoma

464
Bab 16. lmunologi Tumor

Pada beberapa kasus teknik diagnostik Sternberg. Sel tersebut adalah sel B nukleat
histologis dan morfologis mungkin kurang besar dengan nukleolus eosinofilik.
adekuat untuk membedakan keduanya.
Sistem deteksi modem yang sensitif mampu 2. Limfo ma Non-Hodgkin
mengenali sel abnormal dalam darah
Limfoma Non-Hodgkin tersering ditemu-
perifer pada hampir 50% penderita
limfoma non Hodgkin. kan pada usia lanjut, walau dapat juga
ditemukan pada anak dan dewasa.
1. Limfoma Hodgkin Diagnosis memerlukan biopsi kelenjar
Limfoma Hodgkin yang juga dikenal se- limfoid. Limfoma Non-Hodgkin dibagi
bagai penyakit Hodgkin merupakan suatu sesuai asal sel (B atau T) dan fase ke-
penyakit yang khas, menyerang usia muda. matangan sel. Tabel klasifikasi WHO
Biopsi kelenjar limfoid merupakan ke- mengenai limfoma Non-Hodgkin terlihat
harusan untuk menemukan sel Reed- pada Tabel 16.3.

Tabel 16.3 Klasifikasi Limfoma Non-Hodgkin menu rut WHO


Sel B Sel T Derajat berat
Leukemia limfositik kronik sel B Rendah
Limfoma zone marg inal ekstra Rendah
nodal sel B dari jenis MALT
Limfoma folikular Rendah
Limfoma sel mantel Bervariasi
Limfoma difus sel B besar Tingg i
Limfoma anaplastik sel besar Tinggi
Limfoma sel T periferal , tidak Tingg i
sebaliknya
Jarang (< 5% dari semua limfoma)
Limfoma Burkitt Tingg i, risiko
penyakit SSP
bermakna
Limfoma limfoblastik prekursol sel T Tinggi , risiko
penyakit SSP
bermakna
Mikosis fung ioides /Sindrom Bervariasi
Sezary
Limfoma angioimunoblastik Tinggi
Leukem ia/limfoma sel T dewasa Tingg i, risiko
penyakit SSP
bermakna

465
lmunologi Dasar Edisi ke-10

3. Limfoma angioimunoblastik 7. Common A cute Lymphoblastic


Sering ditemukan adanya anemia hemo- Leukemia
litik autoimun dan hipergamaglobulinemia. cALL berasal dari sel B yang berkembang
Histologi kelenjar limfoid menunjukkan menjadi sel plasma dan sangat agresif.
adanya infiltrat campuran limfoid dengan
Tanpa terapi, cALL dapat menimbulkan
pembentukan pembuluh darah kecil.
kematian dalam beberapa minggu setelah
4. Limfoma/leukemia sel T dewasa diagnosis ditegakkan. Mieloma berasal
Leukemia jenis ini sering ditemukan dari sel plasma matang, tumbuh perlahan,
di Karibia dan Jepang. Ditimbulkan melepas imunoglobulin monoklonal dan
oleh virus HTCL tipe 1 yang ditandai penderita dapat hidup bertahun-tahun
dengan proliferasi CD4 yang aktif meng- tanpa terapi.
ekspresikan CD25.
8. Mikosis fungoides
5. Leukemia limfositik kronis
Mikosis fungoides merupakan limfoma
Tes diagnostik dilakukan dengan pheno- sel T kulit yang khas mengenai pria
typing limfosit. Pada 9S% kasus ditemu- usia pertengahan. Sel ganas adalah sel T
kan sel yang berasal dari sel B (B-CLL). CD4 dengan nukleus yang menunjukkan
Sel tersebut menunjukkan ekspresi CDS gambaran yang tidak normal. Meskipun
yang biasa ditemukan pada antigen pan- definisi mikosis fungoides terbatas pada
T (CD 19+, CDs+). Beberapa sel tersebut
kulit namun dapat menjadi sistemik yang
juga ditemukan pada neonatus dan bebe-
ditandai dengan limfadenopati, spleno-
rapa penyakit autoimun.
megali dan leukemia yang disebut sindrom
6. Hairy Cell Leukaemia (HCL) Sezary.

HCL merupakan penyakit limfoprolife-


9. Mieloma multipel
ratif sel B yang lain yang cenderung di-
temukan pada usia lanjut. Lebih banyak Mieloma multipel (MM) ditemukan ter-
ditemukan pada pria dibanding wanita. utama pada usia di atas 70 tahun, lebih
Sering ditemukan pansitopenia dan sel banyak pada pria dibanding wanita. Dalam
limfoid dengan penampilan "hairy" yang serum ditemukan paraprotein yaitu suatu
ditimbulkan oleh proyeksi sitoplasma halus imunoglobulin abnormal yang diproduksi
yang banyak. Fibrosis sumsum tulang klon sel B yang ganas. Mieloma IgG
dapat terjadi dan limfosit menunjukkan merupakan yang terbanyak (3 7%), lgA
ekspresi molekul adhesi CDl lc yang (27%), IgD (1 ,S%) dan IgM (0,2%) dan IgE
abnormal. (0,1%).

466
Bab 16. lmunologi Tumor

10. Gamopati monoklonal 12. Krioproteinemia


Gamopati monoklonal adalah istilah yang Krioprotein (termasuk krioglobulin dan
digunakan untuk menggambarkan para- kriofibrinogen) merupakan serum protein
protein yang tidak memiliki ciri para- abnormal yang akan diendapkan pada suhu
protein ganas. Diduga bahwa stimulasi di bawah normal. Protein ini selanjutnya
imun menimbulkan proliferasi selektif akan membentuk kompleks imun dan
klon sel B. secara parsial mengaktifkan jalur kom-
plemen klasik. Kadar C4 serum yang
11.Makroglobulinemia Waldenstrom rendah disertai C3 normal merupakan
temuan yang khas pada krioproteinemia,
Merupakan suatu penyakit yang umum-
yang terjadi sebagai akibat aktivasi jalur
nya terjadi pada usia sangat lanjut, yaitu
klasik yang tidak sempurna pada fase cair.
di atas 80 - 90 tahun. Namun kini mulai
banyak ditemukan pada usia yang lebih
B. Keganasan yang disebabkan virus
muda. Penyakit ini ditandai dengan per-
kembangan paraprotein IgM. Perbandingan Virus herpes dan virus retro menginfeksi
klinis antara mieloma multipel dan makro- sel tanpa menimbulkan sitolisis atau mem-
globulinemia Waldenstrom terlihat pada bunuhnya. Virus dapat memacu pertum-
Tabel 16.4. buhan sel terinfeksi yang tidak terkontrol

Tabel 16.4 Perbandingan klinis antara mieloma multipel


dan makroglobulinemia Waldenstrom
Mieloma multipel Makroglobulinemia
Waldenstrom
Lesi tulang litik +++
Nyeri tulang +++
Fraktur patologis ++
Anemia +++ ++
lnfeksi rekuren ++
Hiperkalsemia ++
Gagal ginjal ++
Trombositopeni +
Leukopeni +
Neuropati + +
Limfadenopati + +++
Hepatosplenomegali + +++
Hiperviskositas + +++

467
lmunologi Dasar Edisi ke-10

(Garn bar 16 .11 ). EBY dapat menirn bulkan koma Kaposi pada individu dengan imuno-
infeksi mononukleosis/glandular f ever, defisiensi. Keganasan sel T jarang terjadi.
limfoma dan karsinoma nasofaringeal. Bila terjadi sering disebabkan virus T
Limfoma yang dipacu EBY sering terjadi limfotropik (HLY 1), suatu retrovirus yang
pada penderita dengan imunodefisiensi
rnenyandi protein Tax dan menunjukkan
dan daerah malaria. EBY memproduksi
efek serupa dengan IL-2 (faktor perturn-
protein yang merangsang pertumbuhan sel
terinfeksi tidak terkontrol dan rnencegah buhan sel T). HLYl jarang terjadi di
apoptosis. negara berkembang. Berbagai virus yang
Infeksi virus lainnya seperti virus dapat menimbulkan keganasan terlihat
herpes 8 (HY8) dapat menimbulkan sar- pada Tabel 16.5.

1. lnfeks i v irus 2. Translokasi


Memicu proliferasi selama proliferasi
limfosit

/
/ 4. Pco"e'a'i ,., moooklooal
tanpa hambatan
3. Mengaktifkan gen bcl-2 mis: limfoma
untuk menghasilkan
protein bcl-2 yang
menghambat apoptosis

Gambar 16.11 Virus pada imunopatogenesis limfoma

Tabel 16.5 Hubungan virus dan tumor pada manusia


Jen is virus Tumor yang ditimbulkan
Virus papiloma Tumor kulit
HTLV-1 Leukemia I limfoma sel T dewasa
HHV-8 dan HIV-1 Sarkoma Kapos i
Herpes simpleks Ka rsinoma serviks
tipe 2/HPV
Hepatitis B, C Karsinoma hati
EBV Limfoma Burkitt dan karsinoma nasofaring

468
Bab 16. lmunologi Tumor

VI. IMUNODIAGNOSIS nya yang berbeda baik dalam sifat maupun


dalam jurnlah dibanding orang normal.
Imunodiagnosis tumor dapat dilakukan Petanda tumor mempunyai sifat anti-
dengan 2 tujuan yaitu menemukan antigen gen yang lemah. Adanya antibodi mono-
spesifik terhadap sel tumor dan meng- klonal telah banyak membantu dalam
ukur respons imun pejamu terhadap sel imunodiagnosis sel tumor dan produk-
tumor (Tabel 16.6). nya. Sampai sekarang, imunodiagnosis
Sel tumor dapat ditemukan dalam tumor belum dapat dipraktekkan untuk
sitoplasma. Ciri-ciri suatu tumor dapat di- menemukan tumor dini, tetapi mem-
tentukan dari sitoplasma, permukaan sel punyai arti penting di klinik dalam me-
atau produk yang dihasilkan atau dilepas- mantau progres atau regresi tumor tertentu.

Tabel 16.6 lmunodiagnosis tumor


A. Deteksi sel tumor dan produknya dengan cara imunologik
1. Protein mieloma Bence-Jones (misalnya tumor sel plasma)
2. AFP pada tumor hati
3. Antigen karsinoembrionik (CEA pada tumor gastrointestinal}
4. Deteksi imunologik petanda sel tumor lain (enzim dan hormon)
5. Deteksi antigen tumor spesifik (dalam sirkulasi atau dengan
immunoimaging)
B. Deteksi respons imun anti-tumor
1. Antibodi antitumor
2. CMI antitumor

VII. PENDEKATAN TERAPI Basil imunoterapi yang ideal adalah


PADA TUMOR eradikasi spesifik tumor dengan keru-
sakan minimal terhadap sel normal pejamu.
Meskipun pengobatan tumor seperti Namun, seperti diketahui dari definisi,
operasi, kemoterapi, radiasi telah mening- sel tumor dapat melepaskan diri dari
katkan masa hidup penderita, manipulasi pengenalan imunologik. Kemajuan justru
terjadi akibat sistem imun penderita yang
respons imun terhadap tumor untuk me-
tidak dapat mengontrolnya. Untuk imuno-
ningkatkan destruksi tumor, merupakan
terapi efektif diperlukan pengertian
hal yang penting. Mengontrol tumor
mengapa sistem imun telah gagal membe-
dengan cara-cara imunologis berperan rikan respons terhadap tumor dan bagai-
dalam eradikasi tumor primer, metas- mana strategi manipulasi sistem imun
tasis, dan residu yang tertinggal setelah dapat dikembangkan untuk memperoleh
regimen terapi konvensional. respons imun yang potensial.

469
lmunologi Dasar Edisi ke- I 0

Dalarn 20 tahun terakhir berbagai 2. Manipulasi sinyal kostimulator


usaha telah dilakukan untuk mengobati untuk meningkatkan imunitas
tumor dengan cara imunologik. BCG
Imunitas tumor dapat ditingkatkan dengan
dan K. parvum telah lama digunakan dalam
memberikan sinyal kostimulator yang di-
usaha imunoterapi nonspesifik, namun
perlukan untuk mengaktifkan prekursor
tidak menunjukkan keberhasilan yang
CTL (CTL-Ps). Bila CTL-Ps tikus di-
diharapkan.
inkubasikan dengan sel melanoma in
vitro, terjadi pengenalan antigen, tetapi
A. Imunoterapi tanpa sinyal kostimulator, CTL-Ps tidak
1. Antibodi monoklonal berproliferasi menjadi sel efektor CTL.
Bila sel melanoma ditransfeksi dengan
Imunoterapi (IT) pasif yang mengguna-
gen yang menyandi ligand B7, CTL-Ps
kan antibodi monoklonal (mAb) untuk
berdiferensiasi menjadi CTL efektor.
menghancurkan sel ganas telah dicoba,
Hasil penemuan tersebut memberikan
namun tidaklah spesifik. Anti-CD20 adalah
kemungkinan bahwa B7 sel tumor yang
mAb yang banyak digunakan dalam onko-
ditransfeksi dapat digunakan untuk
logi. mAb membunuh sel tumor melalui
induksi respons CTL in vivo.
apoptosis atau aktivasi komplemen,
Oleh karena antigen melanoma me-
ADCC atau fagositosis. Sebagai contoh
miliki sejumlah berbagai tumor, diduga
CD20 diekspresikan pada sel B normal
dapat dibuat panel cell line melanome
dan sel limfoma. Infus anti-CD20 dapat
B7 yang ditransfeksi untuk ekspresi
mengurangi atau menyembuhkan 50%
antigen tumor dan HLA. Antigen tumor
limfoma sel B. Anti-CD20 menghancurkan
(a) yang diekspresikan tumor penderita
sel B ganas melalui aktivasi komplemen
dapat ditentukan, selanjutnya penderita
dan sitotoksisitas selular, serta menginduksi
dapat divaksinasi dengan cell line B7 yang
apoptosis sel B.
ditransfeksi dan diiradiasi yang meng-
Anti-CD20 telah pula dikonjugasikan
ekspresikan antigen tumor yang sama
dengan bahan radioaktif untuk mengan-
(Gambar 16.13).
tarkan dosis tinggi radioaktiflangsung ke
tempat tumor. Anti-CD20 juga merusak
3. Imunotoksin
sel normal dan bila dilabel dengan bahan
radioaktif dapat juga digunakan untuk Imunoterapi dengan mAb terhadap TAA
mengetahui luas penyebaran limfoma telah dicoba bersama toksin yang dapat
dalam tubuh (Gambar 16.12). Antigen mencegah proses selular atau bersama
tumor potensial yang sudah digunakan radioisotop yang membantu membunuh
pada imunoterapi tumor terlihat pada DNA dan melepas partikel dengan energi
Tabel 16.7. tinggi . Namun dosis yang diperlukan

470
Bab 16. lmuno/ogi Tumor

~Ab limfoma B
; Langkah 1 ~~ + ©
, : ~ Sel limfoma B Sel mieloma manusia

,_ J
Langkah " ; \ , ( Fusi dan seleksi hibridoma
yang mensekresi AB limfoma B

)= ='- ).= ~
Ab monoklonal
limfoma B (Ab-1)
lnjeksi anti idiotip
Ab-2 pada penderita \.
"'-+ Sel limpa + sel mieloma tikus

FusiA Langkah 3

Langkah 5 -{ J.. ={ ~
U
Sekresi An-2 .ke
/ " -}= ~ )=
Sekres1Ab ke
idiotipe Ab-1 . . 1sot1p Ab-1
H1 bndoma Hibridoma
anti idiotip anti isotip
l Seleksi: ikatan pada l Langkah 4
- lg manusia normal +
+ Ab-1 monoklonal +

Gambar 16.12 Pengobatan limfoma sel B dengan antibodi monoklonal spesifik untuk
determinan idiotipik pada sel tumor
Oleh karena semua sel limfoma berasal dari sel B tu nggal yang mengalami transformasi , semuanya
mengekspresikan antibod i yang diikat membran (Ab-1) dengan idiotipe yang sama (spesifisitas antigen
sama ). Dalam prosedur tergambar, antibodi monoklonal anti-idiotipik diproduksi (tahap 1-4 ). Bila antibodi
anti-idiotipik disuntikkan ke penderita (tahap 5), akan diikat selektif ke sel B, yang menjadikannya rentan
terhadap lisis oleh antibod i dan komplemen .

Tabel _ Antibo~i monoklonal yang sudah digunakan dalam pengobatan tumor


16 7
manus1a
Digunakan untuk
Nam a Nama dagang lzin penggunaan
mencegah
Rituximab Rituksan Limfoma non-Hodgkin 1997
Trasttuzumab Herseptin Tumor payudara 1998
Gemtuzumab Milotarg AML 2000
Ozogamisin
Alemtuzumab Kam pat Cll 2001
lbritumomab Zevalin Limfoma non-Hogkin 2002
Tiuksetan
Tositumomab Beksar Limfoma non-Hodgkin 2003
Cetuksimab Erbituks Tumor kolorektal , tumor 2004, 2006
leher dan kepala
Bevasizumab Avastin Tumor kolorektal 2004

471
lmunologi Dasar Edisi ke-10

A.

Gen
87

Transfeksi
sel tumor -+ Aktivasi CTL Destruksi tumor
dengan gen 87

8.
SD mempresentasikan
IL-2 antigen tumor

Gen
GM-CSF

GM-CSF
Sel tumor
ditransfeksi dengan -+ l SD -+ Aktivasi - Destruksi
gen GM-CSF CTL tumor

Gambar 16.13 Penggunaan sel tumor yang ditransfeksi untuk


imunoterapi pada tumor

A.Sel tumor yang ditransfeksi dengan gen 87 mengekspresikan molekul kostimulator 87,
yang memungkinkan untuk memberikan sinyal aktivasi (1) dan sinyal kostimulator (2) ke CTL-
Ps. Hasil dari sinyal bersama, CTL-Ps berdiferensiasi menjadi sel efektor CTL yang dapat
merusak tumor. Sel yang ditransfeksi bekerja sebagai APC.
8. Transfeksi sel tumor dengan gen yang menyandi GM-CSF memungkinkan sel tumor melepas
GM-CSF kadar tinggi. Sitokin ini akan mengaktifkan SD dekat tumor, dan memungkinkannya
mempresentasikan antigen tumor ke sel Th dan CTL-Ps.

472
Bab 16. lmunologi Tumor

tinggi dan toksikuntuk sumsum tulang. Cara tersebut diharapkan akan dapat meng-
pemberian antibodi ini belum berhasil. induksi respons antitumor CTL yang
lebih baik. Pemberian SD yang ditransfeksi
4. Sitokin
dengan RNA asal sel tumor dapat meng-
Sitokin dapat meningkatkan respons imun induksi ekspansi sel T tumor spesifik. Cara
terhadap tumor. Isolasi dan mengklon ber- altematif menggunakan monosit CD4+
bagai gen sitokin dapat menghasilkan dari darah perifer yang menghasilkan SD
sitokin dalam jumlah besar. Berbagai atas pengaruh GM-CSF dan IL-4.
sitokin telah dievaluasi dalam terapi tumor
seperti IFN-a, IFN-~, IFN-y, IL-2, -IL-4, 7. Imunoterapi aktif
IL-6, IL-12, GM-CSF dan TNF. Kesulitan Imunoterapi aktif telah digunakan dalam
dalam terapi dengan sitokin ini adalah usaha mencegah anergi sel T. Anergi ter-
j aring sitokin yang sangat kompleks yang jadi bila antigen tumor dipresentasikan
sangat menyulitkan untuk mengetahui ke sel T tanpa bantuan molekul kostimu-
letak intervensinya yang tepat. lator. Jalan mudah untuk melakukan ha!
5. Peningkatan aktivitas APC itu ialah dengan menginfuskan sitokin.
IL-2 akan mengaktifkan sel T dan sel
Peningkatan aktivitas APC dapat me-
NK secara langsung. Namun IL-2 dapat
modulasi imunitas tumor. SD tikus yang
menimbulkan efek samping berat yaitu
dibiakkan dengan GM-CSF dan fragmen
kebocoran kapiler, edem dan hipotensi. Pem-
tumor yang diinfuskan kembali ke dalam
berian IFN sistemik, baik IFN-a dan
tikus mengaktifkan sel Th dan CTL spe-
IFN-~ meningkatkan ekspresi MHC-1. IFN
sifik untuk antigen tumor. Sejumlah ajuvan
seperti M. bovis (BCG) dan K. parvum juga menunjukkan efek anti-proliferasi
telah digunakan dalam booster imunitas terhadap sel tumor, meskipun pemberian
tumor. Ajuvan ini meningkatkan aktivasi sistemik memberikan efek samping.
makrofag, ekspresi berbagai sitokin, molekul
MHC-II dan molekul kostimulator B7. 8. Imunisasi dengan antigen virus
Makrofag yang diaktifkan merupakan Imunisasi dengan antigen virus berdasarkan
aktivator Th yang lebih baik, sehingga atas adanya beberapa jenis tumor (lim-
secara keseluruhan meningkatkan respons foma) yang ditimbulkan virus onkogenik.
humoral dan selular. Pada limfoma Burkitt sudah diusahakan
membuat vaksin untuk memacu sel Tc
6. Vaksinasi dengan SD efektor. Hal yang sama telah dilakukan
Beberapa sel dendritik imatur dapat mem- pada penderita dengan tumor serviles,
fagositosis antigen lebih efektif dibanding terhadap sel Tc yang merupakan efektor
sel dendritik matang. Pemberian sel imatur pada HPV Vaksinasi dalam pencegahan

473
/munologi Dasar Edisi ke-10

tumor serviks uteri yang disebabkan HPV kan dengan IL-2 untuk memperoleh
dibahas dalam Bab 19: Imunisasi. Vaksin- sel LAK sitotoksik yang diaktifkan.
vaksin tumor terlihat pada Tabel 16. 8. Se! tersebut tidak lain adalah sel NK,
jadi tidak mempunyai spesifisitas sel T,
B. Lymphokine Activated Killer cells tetapi hanya bereaksi dan membunuh
CTC/Tc dapat diaktifkan di luar tubuh dan sel tumor saja yang tidak atau sedikit
kemudian diinfuskan kembali dengan mengekspresikan MHC-1. Cara tersebut
atau tanpa IL-2. Limfosit perifer dibiak- menunjukkan toksisitas yang bermakna.

Tabet 16. 8 Vaksin tumor


Asal vaksin Bah an Model hewan Uji klinis
Tumor yang Sel tumor yang Melanoma , kanker Melanoma, kanker
dimatikan dimatikan + ajuvan kolon da.n lainnya kolom
Bahan lisis sel tumor Sarkoma Melanoma
+ ajuvan
Tumor antigen Antigen melanoma Melanoma Melanoma
murni
HSP Beraneka ragam Melanoma , kanker
renal , sarkoma
APC profesional SD diisi penuh Melanoma, limfoma Melanoma , limfoma
dengan antigen sel B, sarkoma non-Hodgki n, kanker
...!~~-?-~------------------------------------------------------------------------P.'.9_~-~~!~.!~!-~-~ ~~~~------------
SD yang ditransfeksi Melanoma , kanker Berbagai karsinoma
dengan penyandian kolon
gen antigen tumor
Terbuat dari sitokin Sel tumor yang Kanker renal , Melanoma, sarkoma ,
dan kosti mulator ditransfeksi dengan sarkoma, leukemia lainnya
·--~i_!?.~~~-~-~~~-~-~-~_§_! _________~-~~-§-'- -~~~~~!_P.~~-~------------------------------------------------
APC yang Melanoma, kanker
ditransfeksi dengan renal , lainnya
gen sitokin dan
dipenuhi dengan
antigen tumor
DNA lmunisasi dengan Melanoma Melanoma
penyandi pasmid
antigen tumor
Vektor vira l Adenovirus, penyandi Melanoma, Melanoma
antigen tumor sarkoma
vaksinia ± sitokin

474
Bab 16. lmunologi Tumor

C. Tumor In.filtrating Lymphocyte diperoleh sangat sitotoksik dan fagositik,


namun nonspesifik.
Pada pemeriksaan histologi tumor padat
ditemukan infiltrasi sel. TIL tersebut ter- E. Terapi gen
utama terdiri atas makrofag dan limfosit
yang berupa sel NK dan CTL. Seperti Terapi gen ditujukan untuk melokasikan
halnya dengan LAK, TIL diperoleh dari sitokin ke tempat yang diperlukan. Bila
penderita dengan tumor, diaktifkan dengan sitokin hanya ditujukan ke tempat tumor,
IL-2. TIL adalah limfosit CD8+ yang di- akan mengurangi efek samping sistemik.
peroleh dari tumor penderita yang bebe- Cara ini dilakukan dengan mengangkat
rapa di antaranya spesifik untuk tumor. sel tumor lalu dilakukan transfeksi dengan
Cara yang juga menginfuskan kembali gen sitokin. Bila sel tersebut diinfuskan
ke penderita dengan atau tanpa IL-2 ini kembali sel tumor tersebut akan men-
menunjukkan toksisitas yang berarti. sekresi sitokin seperti IL-2 ataun IFN-y,
sehingga dapat mengaktifkan sel T. Bila
D. Macrophage Activated Killer Cells
sel T sudah memberikan respons terhadap
Pendekatan lain yaitu menggunakan sitokin transfected cell dan menjadi sel memori
dan makrofag yang diaktifkan. Monosit akan mempunyai kemampuan membunuh
diisolasi dari darah perifer penderita dengan sel untuk waktu yang lama. Sampai
tumor, dibiakkan in vitro dengan sitokin sekarang cara itu belum menunjukkan
(IFN-y) yang mengaktifkan sel dan mening- hasil efektif, baik yang diberikan sendiri
katkan sitotoksisitas sebelum diinfuskan atau yang diberikan bersamaan dengan
kembali ke penderita. Meskipun sel yang kemoterapi, radioterapi atau operasi.

475
lmunologi Dasar Edisi ke-10

0 Sel tumor berbeda dari sel normal dimiliki semua tumor yang diinduksi
oleh perubahan dalam regulasi per- oleh virus yang sama
tumbuhan, sehingga memungkinkan- 0 Respons imun terhadap tumor
nya untuk berproliferasi tanpa batas, dapat berupa CTL, aktivitas sel NK,
sehingga dapat menginvasi jaringan makrofag yang menghancurkan tumor
sekitar dan menyebar ke jaringan dan destruksi oleh ADCC. Berbagai
lain faktor sitotoksik seperti TNF-a dan
0 Sel normal dapat ditransformasi in vitro TNF-~ membantu pemusnahan sel
dengan karsinogen kimia atau fisika tumor
dan virus. Sel yang ditransformasi 0 Tumor menggunakan berbagai strategi
menunjukkan perubahan sifat per- untuk menghindari respons imun
tumbuhan dan kadang-kadang dapat 0 Imunoterapi tumor eksperimental di-
menginduksi tumor bila disuntikkan lakukan dengan beberapa pendekatan,
ke dalam hewan diantaranya adalah enhancement sinyal
0 Protein yang menyandi proto-onko- kostimulator yang diperlukan untuk
gen terlibat dalam pengontrolan per- aktivasi sel T, rekayasa genetika sel
tumbuhan sel normal. Konversi proto- tumor yang melepas sitokin dan me-
onkogen menjadi onkogen merupakan ningkatkan intensitas respons imun;
kunci dalam induksi tumor manusia pen'ggunaan sitokin dalam terapi dan
terbanyak. Konversi dapat terjadi beberapa strategi untuk meningkatkan
oleh mutasi dalam onk:ogen, trans- aktivitas APC
duksi atau amplifikasi 0 Antibodi monoklonal dapat digunakan
0 Sejumlah leukemia dan limfoma sel T terhadap berbagai tumor. Antibodi
dan sel B berhubungan dengan trans- digunakan dalam bentuk yang tidak
lokasi proto-onk:ogen. Gen yang di- dimodifikasi atau diikat dengan toksin,
translokasi dapat berada dibawah bahan kemoterapeutik atau elemen
pengaruh enhancer atau promotor yang radioaktif
memudahkan terjadinya transkripsi 0 Elemen dalam menyusun strategi
0 Sel tumor mengekspresikan antigen vaksinasi terhadap tumor adalah iden-
tumor spesifik dan antigen umum tifikasi antigen tumor yang berarti,
yang berhubungan dengan tumor. mengembangkan strategi untuk pre-
Sebaliknya dari antigen tumor yang sentasi antigen · tumor yang efektif
diinduksi bahan kimia atau radiasi, dan pembentukan populasi sel Th
antigen tumor yang diinduksi virus atau Tc yang diaktifkan.

476
DEFISIENSI IMUN

Daftar lsi

I. GAMBARAN UMUM DEFISIENSI IMUN 2. Siklus hidup HIV


3. Patogenesis
II. PEMBAGIAN DEFISIENSI IMUN
4. Serologi
A. Defisiensi imun nonspesifik
1. Defisiensi komplemen III. DIAGNOSIS
2. Defisiensi interferon dan lisozim A. Antibodi mikrobial dalam pemeriksaan
3. Defisiensi sel NK defisiensi imun
4. Defisiensi sistem fagosit B . Pemeriksaan in vitro
B. Defisiensi imun spesifik
IV. PENGOBATAN
1. Defisiensi kongenital atau primer
A. Garis umum
2. Defisiensi imun spesifik fisiologik
B. Tujuan pengobatan
C. Defisiensi imun didapat atau sekunder
C. Pemberian globulin gama
1. Infeksi
D . Pemberian sitokin
2. Obat, trauma, tindakan, kateterisasi
E. Transfusi
dan bedah
F. Transplantasi
3. Penyinaran
G. Obat antivirus
4. Penyakit berat
H. Vaksinasi
5. Kehilangan imunoglobulin
I. Terapi genetik
6. Agamaglobulinmia dengan timoma
J. Terapi potensial
D. Acquired Immune Deficiency Syndrome
1. Struktur HIV Butir-butir pen ting
l

477
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Daftar singkatan yang digunakan dalam bah ini


ACID Acquired Combined HGG Human Gamma Globulin
Immunodeficiency JAK Janus kinase
ADA Adenosin deaminase KGB Kelenjar Getah Bening
AIDS Acquired Immune Deficiency KMK Kandidiasis Mukokutan Kronik
Syndrome LES Lupus Eritematosus Sistemik
APC Antigen Presenting Cell MAC Membrane Attack Complex
ATP Adenosin Trifosfat MHC Mayor Histompatibility Complex
AZT Azatioprin MIF Macrophage Inhibiting Factor
BCG Bacillus Calmette Guerin MIP Monocyte Inflammatory Protein
CGD Chronic Granulomatous Disease NADPH Nicotinamide Adenine
CIINH Inhibitor esterase C 1 Dinucleotide Phosphate Dehydro-
CMI Cellular Mediated Immunity genase
CMV Cytomegalo Virus NBT Nitroblue-tetrazolium
CTL Cytotoxic T Lymphocyte NK Natural Killer (cell)
CVH Common Variable PHA Phytohaemagglutinin
Hypgammaglobulinemia PMN Polimorfonuklear
CVID Common Variable RAG Recombinase Activating Genes
Immunodeficiency RANTES Regulated by Activation, Normal
DIC Disseminated Intravascular
T cell Expressed and Secreted
Coagulation
RNA Ribonucleic Acid
DMP Defisiensi Mieloperoksidase
SCH Sindrom Chediak-Higashi
DNA Deoxyrebo Nukleic Acid
DTH Delayed Type Hypersenitivity SCID Severe Combined Immunodeficiency
EBY Virus Epstein Barr Disease
ELISA Enzyme Linked Immunosorbent TCR Reseptor sel T
Assay TNF Tumor Necrosis Factor
I GvH Graft versus Host Tr T regulator
I
G6PD G/ucose-6-Phosphote
Dehydrogenase
Ts
WAS
T supresor
Wiskott-Aldrich Syndrome
Human Imunodeficiency Virus XLA X-linked Agammaglobulinemia

478
Bab I 7. Deftsiensi /mun

ntergitas sistem imun adalah esensial I. GAMBARAN UMUM

I untuk pertahanan terhadap infeksi


mikroba dan produk toksiknya. Defek
salah satu komponen sistem imun dapat
DEFISIENSI IMUN

Adanya defisiensi imun harus dicurigai


menimbulkan penyakit berat bahkan fatal bila ditemukan tanda-tanda klinis sebagai
yang secara kolektif disebut penyakit berikut: .
defisiensi imun. Secara umum, penyakit • Peningkatan kerentanan terhadap infeksi
defisiensi imun dapat dibagi menjadi dan jenis infeksinya tergantung dari
kongenital dan didapat. Defisiensi imun komponen sistem imun yang defektif
kongenital atau primer merupakan defek • Penderita dengan defisiensi imun juga
genetik yang meningkatkan kerentanan rentan terhadap jenis kanker tertentu
terhadap infeksi yang sering sudah ber- • Defisiensi imun dapat terjadi akibat
manifestasi pada bayi dan anak, tetapi defek pematangan limfosit atau aktivasi
kadang secara klinis baru ditemukan pada atau dalam mekanisme efektor imunitas
usia lebih lanjut. Defisiensi imun didapat nonspesifik dan spesifik
atau sekunder timbul akibat malnutrisi, • Yang merupakan paradoks adalah
kanker yang menyebar, pengobatan de- bahwa imunodefisiensi tertentu ber-
ngan imunosupresan, infeksi sel sistem hubungan dengan peningkatan insidens
imun yang nampak jelas pada infeksi virus autoimunitas. Mekanismenya tidak jelas,
HIV, yang merupakan sebab AIDS. diduga berhubungan dengan defisiensi
Pada tahun 1953 untuk pertama kali sel Tr.
Bruton menemukan hipogamaglobuli-
Defisiensi imun primer relatif jarang
nemia pada anak usia 8 tahun yang me-
dan yang sekunder lebih sering terjadi
miliki riwayat sepsis dan artritis lutut
dan disebabkan berbagai faktor sesudah
sejak usia 4 tahun yang disertai dengan
lahir. Penyakit defisiensi imun tersering
serangan-serangan otitis media, sepsis
mengenai limfosit, komplemen dan fagosit
pneumokok dan pneumonia. Analisa elek-
seperti terlihat pada Tabel 17.1 dan Gambar
troforesis protein serum tidak menunjuk-
17 .1. Awitan gejala klinis penyakit defi-
kan fraksi globulin gama. Anak tersebut
siensi kongenital biasanyajarang di bawah
tidak menunjukkan respons imun terhadap
usia 3-4 bulan, karena ada efek proteksi
imunisasi dengan tifoid dan difteri.
dari antibodi maternal. Organ tubuh yang
Defisiensi imun tersebut merupakan salah
sering terkena adalah saluran napas yang
satu jenis defisiensi jaringan limfoid yang
diserang bakteri piogenik atau jamur.
dapat timbul pada pria maupun wanita
IgA yang defisien dapat mengakibatkan
dari berbagai usia dan ditentukan oleh faktor
infeksi kronik saluran napas. Gejala lain
genetik atau timbul sekunder karena faktor
yang dapat terjadi pada defisiensi imun
lain.

479
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Tabel 17.1 Gangguan fungsi sistem imun yang umum


Gangguan fungsi
Penyakit yang menyertai
sistem imun
Defisiensi
SelB lnfeksi bakteri rekuren seperti otitis media, pneumonia rekuren
SelT Kerentanan meningkat terhadap virus, jamur dan protozoa
lnfeksi sistemik oleh bakteri yang dalam keadaan biasa mempunyai
Fagosit virulensi rendah , infeksi bakteri piogenik
Komplemen lnfeksi bakteri , autoimunitas
Disfungsi
SelB Gamopati monoklonal
Peningkatan sel Ts yang menimbulkan infeksi dan penyakit
Sel T limfoproliferatif
Fagosit Hipersensitivitas, beberapa penyakit autoimun
Komplemen Edem angioneurotik akibat tidak adanya inhibitor esterase C1

lmunodefisiensi
(hiporeaktivitas)

Gangguan neutrofil
Defisiensi
- antibodi
- komplemen
Disfungsi sel T Autoimunitas :
- sistemik
- organ spesifik
Alergi dan asma
Patologi karena
pa tog en
lmunopato logi
(hipereaktivitas)

Gambar 17.1 lmunodefisiensi dan disfungsi

Penyakit imun dapat ditimbulkan oleh karena tidak adanya fungsi spesifi k defisiensi imun atau
aktivitas yang berlebihan (hipersensitivitas ).

adalah ruam kulit, diare, pertumbuhan kulosis yang sistemik pada beberapa kasus.
yang terganggu, hati dan limpa yang mem- Jenis kuman yang menimbulkan infeksi
besar, abses rekuren atau osteomielitis. tergantung dari komponen sistem imun
Pada defisiensi imun selular ditemu- yang defisien. lnfeksi yang berulang atau
kan penurunan resistensi terhadap virus. infeksi yang tidak umum merupakan
Vaksinasi BCG dapat menimbulkan tuber- petanda penting adanya defisiensi imun.

480
Bab I 7. Defisiensi /mun

Infeksi bakteri yang seringkali, menunjuk- dari penurunan jumlah atau adanya fungsi
kan adanya defek produksi antibodi yang abnormal fagosit. Infeksi sistemik oleh
sangat diperlukan dalam eradikasi organ- bakteri yang pada keadaan biasa menunjuk-
isme ekstraselular. Infeksi saluran napas kan virulensi rendah dan infeksi kulit
rekuren yang disebabkan pneumokok dan superfisial atau infeksi kuman piogenik
hemofilus dapat menimbulkan berbagai sering ditemukan pada defisiensi sel
kerusakan bronkus ireversibel seperti fagosit. Infeksi kuman piogenik yang
bronkiektasi. Otitis media yang rekuren rekuren sering ditemukan pada defisiensi
dan pneumoni oleh bakteri sering terjadi komplemen. Defek komplemen dapat
pada defisiensi sel B. Defek sel T atau memudahkan terjadinya meningitis me-
makrofag cenderung memudahkan infeksi ningokok.
mikroba intraselular seperti protozoa,
virus dan bakteri intraselular seperti miko- II. PEMBAGIAN DEFISIENSI
bakteri dan salmonela. IMUN
Derajat defisiensi sel T juga ter-
cermin dari infeksi mikobakteri. M. Defisiensi imun terdiri atas sejumlah
tuberkulosis adalah mikroba virulen dan penyakit yang menimbulkan kelainan
menimbulkan infeksi paru pada orang satu atau lebih sistem imun (Gambar 17.2
dengan imunokompeten. Pada imuno- dan Tabel 17.2).
defisiensi sel T ringan, mikobakteri yang Manifestasi defisiensi imun ter-
sama menyebar di luar paru. Defisiensi gantung dari sebab dan respons. Defisiensi
imun yang lebih berat akan memudahkan sel B ditandai oleh infeksi rekuren bakteri
penyebaran infeksi mikobakteri dengan dengan kapsel. Defisiensi sel T ditandai
virulensi ringan yang biasa ditemukan di oleh infeksi virus, jamur dan protozoa
lingkungan hidup misalnya M.avium atau yang rekuren. Defisiensi fagosit dengan
BCG yang digunakan dalam vaksin. ketidakmampuan untuk memakan dan men-
Kerentanan yang meningkat terhadap cerna patogen yang biasanya terjadi pada
infeksi jamur, protozoa, virus, reaktivasi infeksi bakteri yang rekuren. Penyakit
virus herpes laten sering berhubungan gangguan komplemen menunjukkan defek
dengan defisiensi sel T. Serangan cold- aktivasi jalur klasik, altematif dan lektin
sore atau zoster yang berulang menun- yang meningkatkan mekanisme spesifik.
jukkan adanya defisiensi imun ringan.
Virus herpes yang menginduksi tumor, A. Defisiensi imun nonspesifik
sarkoma Kaposi (infeksi virus) dan lirnfoma
1. Defisiensi komplemen
Hodgkin (virus Epstein-Barr) adalah ciri
disfungi sel T. Infeksi stafilokok, bakteri Defisiensi komponen atau fungsi kom-
negatif-Gram dan jamur merupakan ciri plemen berhubungan dengan peningkatan

481
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Defisiensi lmun
Defisiensi sel B Defisiensi sel T
lnfeksi bakterial rekuren lnfeksi virus, jamur dan protozoa berat
Agamaglobul inemia Bruton Defisiensi Sindrom bare lymphocyte
(gangguan perkembangan sel B) sel B dan T (tidak ada MHC-11)
Variasi umum - hipogamaglobulinemia SCIO Sindrom Omenn
(gangguan diferensiasi sel plasma) (gangguan pengaturan ulang gen TCR)
Sindroma hiper-lgM Sindrom DiGiorge
(gangguan pengalihan kelas) (aplasia timus)
Defisiensi sel fagosit Defisiensi komplemen
lnfeksi bakteri rekuren
lnfeksi bakteri rekuren
(gangguan klirens kompleks imun)
Penyakit granulomatosa kronik Defisiensi C 1, C2 atau C4
(tidak ada respiratory burst) (gangguan klirens kompleks imun)
Defisiensi adhesi leukosit Defisiensi C3 atau CS
(tidak ada ekstravasasi PMN ke jaringan) (hambatan jalur alternatif dan klasik)
Sindrom Chediak-Hedashi
C6, C7, C8 atau C9
(gangguan fungsi mikrotubulus dan fusi
(gangguan pembentukan dan fungsi MAC)
fagosom/lisosom yang berhubungan)

Gambar 17.2 Defisiensi imun primer

insidens infeksi dan penyakit autoimun dan negatif-Gram yang mungkin disebab-
seperti LES. Komponen komplemen di- kan oleh karena tidak adanya faktor kemo-
perlukan untuk membunuh kuman, opso- taktik, opsonisasi dan aktivitas bakterisidal.
nisasi, kemotaksis, pencegahan penyakit
autoimun dan eliminasi kompleks antigen a. Defisiensi komplemen kongenital
antibodi. Defisiensi komplemen dapat me-
nimbulkan berbagai akibat seperti infeksi Defisiensi komplemen biasanya menim-
bakteri yang rekuren dan peningkatan bulkan infeksi yang berulang atau penyakit
sensitivitas terhadap penyakit autoimun. kompleks imun seperti LES dan glomeru-
Kebanyakan defisiensi komplemen adalah lonefritis.
herediter.
Konsekuensi defisiensi komplemen i. Defisiensi inhibitor esterase Cl
tergantung dari komponen yang kurang. Defisiensi C 1 INH berhubungan dengan
Defisiensi C2 tidak begitu berbahaya. angioedem herediter, penyakit yang di
Hal tersebut mungkin disebabkan oleh tandai dengan edem lokal sementara
karena mekanisme jalur alternatif tidak tetapi seringkali. Defek terse but menim-
terganggu . Defisiensi C3 biasanya me-
bulkan aktivitas Cl yang tidak dapat
nimbulkan infeksi rekuren bakteri piogenik
dikontrol dan produksi kinin yang me-

482
Bab 17. Defisiensi /mun

Tabel 17.2 Pembagian defisiensi imun


Defisiensi imun nonspesifik
A. Defisiensi komplemen
1. Defisiensi komplemen kongen ital
2. Defi siensi komplemen fisiologik
3. Defi siensi komplemen didapat
B. Defisiensi interferon dan lisozim
1. Defisiensi interferon kongenital
2. Defisiensi interferon dan lisozim didapat
C. Defisiensi sel NK
1. Defisiensi kongenital
2. Defisiensi didapat
D. Defisiensi sistem fagosit
1. Defisiensi kua ntitatif
2. Defisiensi kualitatif
Defisiensi imun spesifik
A. Defisiensi kongenital atau primer
B. Defisiensi imun fisiologik
1. Keham ilan
2. Usia tahun pertama
3. Usia lanjut
C. Defisiensi didapat atau sekunder
1. Malnutrisi
2. lnfeksi
3. Obat, trauma , tindakan kateterisasi dan bedah
4. Penyinaran
5. Penyakit berat
6. Kehilangan lg/leukosit
7. Stres
8. Agamaglobul inemia dengan timoma
D.AIDS

ningkatkan permeabilitas kapilar. C2a dan napas dapat terkena dan menim-
dan C4a juga dilepas yang merang- bulkan edem laring yang fatal.
sang sel mast melepas histamin di ii. Defisiensi C2 dan C4
daerah dekat trauma yang berperan Defisiensi C2 dan C4 dapat menim-
pada edem lokal. Kulit, saluran cema bulkan penyakit serupa LES, mungkin

483
lmunologi Dasar Edisi ke-10

disebabkan kegagalan eliminasi kom- sirosis hati dan malnutrisi protein/ kalori.
pleks imun yang komplemen dependen. Pada anemia sel sabit ditemukan gangguan
aktivasi komplemen yang meningkatkan
iii. Defisiensi C3
risiko infeksi salmonela dan pneumokok.
Defisiensi C3 dapat menimbulkan
reaksi berat yang fatal terutama yang i. Defisiensi Clq,r,s
berhubungan dengan infeksi mikroba Defisiensi Clq,r,s terjadi bersamaan
piogenik seperti streptokok dan stafi- dengan penyakit autoimun, terutama
lokok. Tidak adanya C3 berarti fragmen pada penderita LES. Penderita ini sangat
kemotaktik CS tidak diproduksi . Kom- rentan terhadap infeksi bakteri. Penyakit
pleks antigen-antibodi-C3b tidak diendap- yang berhubungan dengan defisiensi
kan di membran dan terjadi gangguan C 1 adalah edem angioneurotik here-
opsomnasi. diter. Penderita tersebut tidak memiliki
inhibitor esterase C 1. Akibatnya ialah
iv. Defisiensi CS
efek C 1 terhadap C4 atau C2 berj alan
Defisiensi CS menimbulkan keren-
terus yang dapat mengaktifkan berbagai
tanan terhadap infeksi bakteri yang
berhubungan dengan gangguan kemo- bahan seperti plasmin dan peptida
yang vasoaktif. Hal ini menimbulkan
taksis .
edem lokal dalam berbagai alat tubuh
v. Defisiensi C6, C7 dan C8 yang dapat fatal bila terjadi dalam
Defisiensi C6, C7 dan C8 meningkat- larings. Danazol dan oksimetolon
kan kerentanan terhadap septikemi memacu sintesis inhibitor esterase
meningokok dan gonokok. Lisis me- C 1 pada penderita dengan edem
lalui jalur komplemen merupakan angioneurotik.
mekanisme kontrol utama dalam imu-
nitas terhadap neseria. Penderita dengan ii. Defisiensi C4
defisiensi protein tersebut menunjuk- Defisiensi C4 ditemukan pada bebe-
kan derajat infeksi neseria, sepsis, artritis rapa penderita LES.
yang lebih berat dan peningkatan DIC. iii. Defisiensi C2
Defisiensi C2 merupakan defisiensi
b. Defisiensi komplemen fisiologik
komplemen yang paling sering ter-
Defisiensi komplemen fisiologik hanya di- jadi. Defisiensi tersebut tidak menun-
temukan pada neonatus yang disebabkan jukkan gejala seperti telah dijelaskan
kadar C3 , CS dan faktor B yang masih terlebih dahulu dan terdapat pada pen-
rendah. derita LES.
c. Defisiensi komplemen didapat iv. Defisiensi C3
Defisiensi komplemen didapat disebab- Penderita dengan defisiensi C3 me-
kan oleh depresi sintesis, misalnya pada nunjukkan infeksi bakteri rekuren.

484
Bab I 7. Defisiensi /mun

Pada beberapa penderita disertai 4. Defisiensi sistem fagosit


dengan glomerulonefritis kronik. Fagosit dapat menghancurkan mikroorga-
v. Defisiensi CS-CS nisme dengan atau tanpa bantuan kom-
Penderita dengan defisiensi CS sampai plemen. Defisiensi fagosit sering disertai
C8 menunjukkan kerentanan yang dengan infeksi berulang. Kerentanan
meningkat terhadap infeksi terutama terhadap infeksi piogenik berhubungan
langsung dengan jumlah neutrofil yang
nesena.
menurun. Risiko infeksi meningkat bila
vi. Defisiensi C9 jumlah fagosit turun sampai di bawah
Defisiensi C9 sangat jarang ditemu- 500/mm3 . Meskipun defek terutama me-
kan. Anehnya penderita tersebut tidak ngenai fagosit, defisiensi fagosit juga
menunjukkan tanda infeksi rekuren, terjadi pada PMN.
mungkin karena lisis masih dapat
terjadi atas pengaruh C8 tanpa C9
a. Defisiensi kuantitatif
meskipun terjadi secara perlahan. Neutropenia atau granulositopenia dapat
disebabkan oleh penurunan produksi atau
2. Defisiensi interferon dan lisozim peningkatan destruksi. Penurunan produksi
neutrofil dapat disebabkan oleh pemberian
a. Defisiensi interferon kongenital depresan sumsum tulang (kemoterapi
Defisiensi interferon kongenital dapat
pada kanker), leukemia, kondisi genetik
menimbulkan infeksi mononukleosis
yang menimbulkan defek dalam perkem-
yang fatal.
bangan semua sel progenitor dalam
b. Defisiensi interferon dan lisozim sumsum tulang termasuk prekursor
didapat mieloid (disgenesis retikular).
Defisiensi interferon clan lisozim dapat Peningkatan destruksi neutrofil dapat
ditemukan pada malnutrisi protein/ merupakan fenomena autoimun akibat
kalori. pemberian obat tertentu (kuinidin, oksa-
silin). Hipersplenisme dengan ciri destruksi
3. Defisiensi sel NK fungsi limpa yang berlebihan dapat me-
a. Defisiensi kongenital nimbulkan defisiensi elemen darah perifer.
Defisiensi sel NK kongenital telah di- Asplenia (kongenital), tindakan bedah atau
temukan pada penderita dengan osteo- destruksi keganasan atau anemia sel sabit
petrosis (defek osteoklas dan monosit). dapat meningkatkan risiko infeksi ter-
Kadar IgG, IgA dan kekerapan auto- utama septikemia oleh Streptokok pneu-
antibodi biasanya meningkat. moni dan enterobakteria.

b. Defisiensi didapat b. Defisiensi kualitatif


Defisiensi sel NK yang didapat terjadi Defisiensi kualitatif dapat mengenai fungsi
akibat imunosupresi atau radiasi. fagosit seperti kemotaksis, menelan/ me-

485
lmunologi Dasar Edisi ke-10

makan dan membunuh mikroba intra- NADPH tidak dibentuk peroksidase


selular. yang diperlukan untuk membunuh
i. Chronic Granulomatous Disease kuman intraselular.
CGD adalah infeksi rekuren berbagai iii. Defisiensi mieloperoksidase
mikroba, baik negatif-Gram (escheri-
Pada beberapa penderita dengan DMP
chia, serratia, klebsiela) maupun positif-
ditemukan infeksi mikroba rekuren
Gram (stafilokok). CGD biasanya me-
terutama K.albikans dan S.aureus.
rupakan penyakit X-linked resesif yang
Enzim tersebut ditemukan pada neu-
terjadi pada usia 2 tahun pertama.
trofil normal. Peroksidase ditemukan
Pada CGD ditemukan defek neutrofil
dalam granul sitoplasma dan dilepas
dan ketidakmampuan membentuk pe-
ke fagosom melalui proses degra-
roksid hidrogen atau metabolit oksigen
nulasi yang diikuti dengan fagositosis.
toksik lainnya.
Pada DMP proses tersebut terganggu
ii. Defisiensi Glucose-6-phosphate sehingga kemampuan membunuh
dehydrogenase neutrofil terganggu.
Defisiensi G6PD adalah penyakit imu- iv. Sindrom Chediak-Higashi
nodefisiensi yang X-linked dengan SCH sangat jarang ditemukan, ditandai
gambaran klinis seperti CGD. Pada dengan infeksi rekuren, piogenik,
defisiensi ini, juga ditemukan anemia terutama streptokok dan stafilokok.
hemolitik. Penyakit diduga disebab- Prognosisnya buruk dan kebanyakan
kan oleh defisiensi generasi NADPH. penderita meninggal pada usia anak.
Gejalanya mulai terlihat pada usia di Neutrofil mengandung lisosom besar
bawah dua tahun berupa kerentanan abnormal yang dapat bersatu dengan
yang tinggi terhadap kuman yang fagosom tetapi terganggu dalam ke-
biasanya mempunyai virulensi rendah mampuan melepas isinya, sehingga
seperti S. epidermidis, Seratia marsesen proses menelan, memakan dan meng-
dan aspergilus. Kelainan klinis yang hancurkan mikroba terlambat. Pada
ditemukan yaitu limfadenopati, hepato- SCH ditemukan neutrofil dengan kemo-
splenomegali dan KGB yang terus me- taksis dan kemampuan membunuh yang
ngeluarkan cairan. Infeksi akut dan abnormal dengan aktivitas sel NK
kronik selain di KGB, juga terjadi di dan kadar enzim lisosom menurun.
kulit, saluran cema, hati dan tulang. Konsumsi oksigen dan produksi
Dalam keadaan normal, fagositosis peroksid hidrogen adalah normal.
akan mengaktifkan oksidase NADPH v. Sindrom Job
yang diperlukan untuk pembentukan Sindrom Job berupa pilek yang
peroksidase. Pada defisiensi oksidase berulang (tidak terjadi inflamasi nor-

486
Bab I 7. Deflsiensi /mun

mal), abses stafilokok, eksim kronis bakteri. Defisiensi sel T ditandai dengan
dan otitis media. Kemampuan neu- infeksi virus, j amur dan protozoa yang
trofil untuk menelan-memakan tidak rekuren. Defisiensi fagosit disertai oleh
menunjukkan kelainan, tetapi kemo- ketidakmampuan untuk memakan dan
taksis terganggu. Kadar lgE serum menghancurkan patogen, biasanya timbul
sangat tinggi dan dapat ditemukan dengan infeksi bakteri rekuren. Penyakit
eosinofilia. komplemen menunjukkan defek dalam
jalur aktivasi klasik, altematif dan atau
vi. Sindrom leukosit malas (lazy leucocyte) lektin yang meningkatkan mekanisme
Sindrom leukosit malas berupa ke- pertahanan pejamu spesifik.
rentanan terhadap infeksi mikroba
yang berat. Jumlah neutrofil menurun, a. Defisiensi imun primer sel B
respons kemotaksis (asal nama sindrom) Defisiensi sel B dapat berupa gang-
dan respons inflamasi terganggu. guan perkembangan sel B (Gambar 17.3).
Berbagai akibat dapat ditemukan seperti
vii. Defisiensi adhesi leukosit
tidak adanya satu kelas atau subkelas lg
Defisiensi adhesi leukosit merupa- atau semua lg. Penderita dengan defisiensi
kan penyakit imunodefisiensi yang semuajenis lgG lebih mudah menjadi sakit
ditandai dengan infeksi bakteri dan dibanding dengan yang hanya menderita
j amur rekuren dan gangguan pe- defisiensi kelas lg tertentu saja.
nyembuhan Iuka. Leukosit menunjuk- Pemeriksaan laboratorium yang
kan defek adhesi dengan endotel dan diperlukan adalah analisa jumlah dan
antar leukosit (agregrasi), kemotaksis fungsi sel B, imunoelektroforesis dan
dan aktivitas fagositosis yang buruk. evaluasi kuantitatif untuk menentukan
Efek sitotoksik neutrofil, sel NK dan kadar berbagai kelas dan subkelas lg.
sel T juga terganggu. lstilah agamaglobulinemia (tidak ada
lg sama sekali) sebenamya tidak benar
B. Defisiensi imun spesifik oleh karena pada defisiensi ini biasanya
masih ada kadar lg yang rendah terutama
Gangguan dalam sistem imun spesifik
lgG. Oleh karena itu sebaiknya disebut
dapat terjadi kongenital, fisiologik dan
hipogamaglobulinemia.
didapat.
i. X-linked hypogamaglobulinemia
1. Defisiensi kongenital atau primer Bruton pada tahun 1952 menggam-
Defisiensi imun spesifik kongenital barkan penyakit yang disebutnya
sangat jarang terjadi. Defisiensi sel B agamaglobulinemi Bruton yang X-
ditandai dengan infeksi rekuren oleh linked dan hanya terjadi pada bayi

487
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Kausa genetik belum diketahui.


Faktor lingkungan juga penting.

©
SelTimatur r® T sitotoksik
CVI~
Sel B matang

@ ~
Sel B imatur Sel B primed

XLA Sindrom
Hiper lgM
Sel B matang

Terjadi mutasi

Gambar 17.3 Tahapan perkembangan sel B dan pengaruhnya pada defisiensi antibodi

laki-laki. Penyakit jarang terjadi umurnnya adalah H.influenza dan


(1 / 100.000), biasanya nampak pada S.pneumoni. Sering pula ditemukan
usia 5-6 bulan sewaktu lgG asal ibu sindrom malabsorbsi oleh karena
mulai menghilang. Pada usia tersebut, G.lamblia yang bermanifestasi dalam
bayi mulai menderita infeksi bakteri saluran cema. Antibiotik biasanya tidak
berulang. Pemeriksaan imunologi me- menolong. Pemberian lgG yang
nunjukkan tidak adanya lg dari semua periodik memberikan hasil yang efektif
kelas lg. Darah, sumsurn tulang, limpa untuk 20-30 tahun. Prognosisnya
dan KGB tidak mengandung sel B. buruk dan biasanya diakhiri dengan
Kerusakan utama adalah oleh karena penyakit paru kronik.
pre-sel B yang ada dalam kadar
normal tidak dapat berkembang men- ii. Hipogamaglobulinemia sementara
jadi sel B yang matang. Hipogamaglobulinemia sementara
Bayi dengan defisiensi sel B men- dapat terjadi pada bayi bila sintesis
derita otitis media rekuren, bronkitis, terutama lgG terlambat. Sebabnya
septikerni, pneurnoni, artritis, meningitis tidak jelas, tetapi dapat berhubungan
dan dermatitis. Kuman penyebab pada dengan defisiensi sementara dari sel

488
Bab I 7. Deflsiensi /mun

Th. Penyakit ditemukan pada bayi kemampuan memproduksi dan atau


melalui masa hipogamaglobulinemia melepas lg mengalarni gangguan. Kadar
antara usia 6-7 bulan. Banyak bayi lg serum menurun seiring dengan
menderita infeksi saluran napas rekuren memberatnya penyakit. Fungsi CMl
pada masa tersebut. Beberapa bayi biasanya baik, tetapi kadang juga
mengalami perkembangan yang ter- defektif.
lambat dalam sintesis lgG. Bayi sering CVH dapat mengenai pria maupun
menderita infeksi kuman piogenik wanita, sebabnya belum diketahui.
positif-Gram (kulit, selaput otak atau Penyakit dapat timbul setiap saat,
saluran napas) . Keadaan membaik biasanya antara usia 15-35 tahun.
sendiri, biasanya pada usia 16-30 bulan. Penderita menunjukkan peningkatan
Terapinya adalah pemberian antibiotik, kerentanan terhadap infeksi kuman
gama globulin atau keduanya. piogenik. Selain itu sering ditemukan
Pada usia 5-6 bulan kadar lgG pula penyakit autoimun. Seperti hal-
yang berasal dari ibu mulai menurun nya dengan penyakit Bruton, kadar
dan bayi mulai memproduksi lgG semua kelas lg sangat menurun. Beda-
sendiri. Kadang-kadang bayi tidak nya adalah bahwa penderita dengan
mampu memproduksi lgG dengan CVH mengandung sel B tetapi tidak
cukup meskipun kadar lgM dan lgA mampu berkembang menjadi sel plasma
normal. Hal tersebut disebabkan oleh yang memproduksi lg. Beberapa pen-
karena sel T yang belum matang. Pada derita menunjukkan kelebihan sel Ts
beberapa bayi ditemukan kelebihan yang mengganggu respons sel B.
sel Ts. Gangguan dapat berlangsung Pengobatan CVH adalah dengan
beberapa bulan sampai 2 tahun. Pe- memberikan lg bila disertai infeksi
nyakit ini tidak X-linked dan dapat yang terns menerus atau berulang
dibedakan dari penyakit Bruton kali. Beberapa penderita dapat hidup
oleh karena pada yang akhir tidak di- sampai usia 70-80 tahun. Wanita dengan
temukan lgG dan sel B dalam darah. penyakit tersebut dapat hamil dan me-
Pemberian lg hanya diberikan bila lahirkan bayi dengan normal meski-
terjadi infeksi berat yang rekuren. pun tidak ada lgG yang dialihkan ke
anak.
iii. Common Variable Hypogammaglo-
bulinemia iv. Defisiensi Imunoglobulin yang
CVH menyerupai hipogamaglobuli- selektif (disgamaglobulinemia)
nemia Bruton. Penyakit berhubungan Defisiensi lg yang selektif(disgamaglo-
dengan insidens autoimun yang tinggi. bulinemia) adalah penurunan kadar
Meskipun jumlah sel B dan lg normal, satu atau lebih lg, sedang kadar lg

489
lmunologi Dasar Edisi ke-10

yang lain adalah normal atau me- yang sangat rendah dapat membentuk
ningkat. Defisiensi lgA selektif di- antibodi (IgG atau lgE) terhadap lgA
temukan pada 1 dari 700 orang dalam dan menimbulkan sensitasi anafilaksis
masyarakat dan merupakan defisiensi pada resipien tanpa lgA. Terapi agresif
imun tersering. Klinis menunjukkan dengan antibiotik hams diberikan un-
gambaran infeksi sino-pulmoner dan tuk mengontrol infeksi.
gastrointestinal rekuren yang disebab- Defisiensi lgM selektif merupa-
kan virus atau bakteri. Hal tersebut kan hal yang jarang terjadi. Penderita
menunjukkan tidak adanya proteksi sering menunjukkan infeksi kuman
dari slgA pada permukaan membran yang mengandung polisakarida dalam
mukosa. Penderita juga menunjukkan
membran selnya seperti pneumokok
peningkatan insidens autoimun, ke-
dan influenza. Defisiensi l gG selektif
ganasan dan alergi. Anehnya ialah
lebih jarang ditemukan.
bahwa beberapa penderita di antara-
nya tetap sehat. Pengobatannya yaitu
dengan antibiotik spektrum luas. b. Defisiensi imun primer sel T
Prognosis pada umurnnya baik dan Penderita dengan defisiensi sel T konge-
penderita dapat mencapai usia lanjut.
nital sangat rentan terhadap infeksi virus,
Kadar serum lgA rendah, tetapi kadar
jamur dan protozoa. Oleh karena sel T
lgG, lgM adalah normal atau me-
juga berpengaruh terhadap aktivasi dan
ningkat. Ditemukan sel B yang mengan-
dung lgA, tetapi defek dalam kemam- proliferasi sel B, maka defisiensi sel T
puannya melepas lg. disertai pula dengan gangguan produksi lg
HGG sebaiknya tidak diberikan yang nampak dari tidak adanya respons
oleh karena penderita dengan kadar lgA terhadap vaksinasi (Gambar 17.4).

~~~~~;el
(
/ @ "'-
~ au~~~~al
Sel T imatur

X-/inked
\

~
©
T sitotoksik +
S~ng
~ ,• .,,;f SCIO ~ ~·

Sel ind" -@ ---• ~j:ng !~~~i~~t


Sel B imatur Sel B primed Sel B matang pematangan
'--~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~___.selT

490
Bab I 7. Deflsiensi /mun

i. Aplasi timus kongenital (sindrom ii. Kandidiasis Mukokutan Kronik


DiGeorge) KMK adalah infeksi jamur biasa yang
Penyebab sindrom DiGeorge adalah nonpatogenik seperti K. albikans pada
defisiensi sel T dengan sebab yang kulit dan selaput lendir yang disertai
tidak diketahui. Penderita tidak atau dengan gangguan fungsi sel T yang
sedikit memiliki sd T dalam darah, selektif. Penderita menunjukkan imu-
KGB dan limpa. Defisiensi tersebut nitas selular yang normal terhadap
disebabkan oleh defek dalam perkem- mikroorganisme selain kandida dengan
bangan embrio dari lengkung faring ke- imunitas humoral yang normal. Jumlah
3 dan 4, yang terjadi pada sekitar 12 limfosit total normal, tetapi sel T me-
minggu sesudah gestasi. Baik kelenjar nunjukkan kemampuan yang kurang
timus maupun kelenjar paratiroid ter- untuk memproduksi MIF dalam
kena. Bayi menunjukkan gejala hipo- respons terhadap antigen kandida,
kalsemi selama 24 jam pertama sesudah
meskipun respons terhadap antigen
lahir yang sering disertai dengan ke-
lain normal. Reaksi kulit lambat/
lainan jantung dan ginjal kongenital.
DTH terhadap kandida juga negatif.
Sindrom Di George tidak diturun-
Transplantasi timus memberikan
kan. Bayi dengan sindrom DiGeorge
basil yang bervariasi. Penderita perlu
juga menunjukkan infeksi kronik
diobservasi sejak awitan disfungsi
oleh virus, bakteri, jamur, protozoa
endokrin, terutama penyakit Addison
dan mikobakteria rekuren. Hipoparati-
roidism dapat menimbulkan tetani hipo- yang merupakan sebab utama ke-
kalsernia. Penampilan muka berubah, matian. Penyakit tersebut mengenai
berbentuk mulut ikan dengan telinga pria dan wanita terutama anak. KMK
letak rendah. biasanya disertai disfungsi berbagai
Meskipun sel B, sel plasma dan kelenjar endokrin seperti adrenal
kadar lg dalam serum normal, banyak dan paratiroid. Respons antibodi dan
penderita dengan sindrom DiGeorge antifungal terhadap kandida adalah
tidak mampu membentuk antibodi normal.
setelah vaksinasi. Pengobatannya ialah
transplantasi dengan timus fetal. Per- c. Defisiensi kombinasi sel B dan sel
baikan terjadi dengan timbulnya sel T yang berat
T satu minggu kemudian. Timus fetal
i. Severe Combined Immunodeficiency
yang digunakan hendaknya tidak lebih
tua dari 14 minggu agar dapat meng- Disease
hindari reaksi GVH yang terjadi bila SCID adalah defisiensi kombinasi sel
limfosit matang diberikan ke donor B dan sel T yang berat (Gambar 17.5).
yang imunodefisien. Prognosisnya Penderita dengan SCID rentan ter-
buruk bila tidak diobati. hadap infeksi virus, bakteri, jamur

491
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Sel induk

(R\ Progenitor Progenitor~~


~ mieloid ~
limfoid

7 I
®Neotmfil(Q) Mooo•U @ elPceB © selPceT
Agamaglobulir:_iemia
X-linked

HipogamaglobulinemiB:
umum variabel ·· "

__
- - Sindrom · e.
Hiper-lgM X-linked

/ ~

@ ~·
Sel plasma B memori

Gambar 17. 5 Defek kongenital yang mengganggu hematopoiesis atau fungsi set
sistem imun yang menimbulkan berbagai penyakit imunodefisiensi

Oranye = defisiensi fagosit; hijau = defisiensi humeral ; merah = defisiensi selular; ungu = kombinasi
defek imunodefisien yang mengenai lebih dari 1 garis keturunan .

dan protozoa terutama CMV, Pneumo- terlihat pada usia muda dan bila tidak
sistis karini dan kandida. Gejala mulai diobati jarang dapat hidup melebihi

492
Bab I 7. Deflsiensi /mun

usia satu tahun. Tidak adanya sel B dan penyakit dengan gambaran imun yang
T terlihat dari limfositopenia. Kepada sama. Semua penderita dengan sindrom
penderita dengan SCID tidak boleh ini rentan terhadap infeksi rekuren ber-
diberikan vaksin hidup/dilemahkan bagai mikroba. Imunitas sel T nam-
oleh karena dapat fatal. Bayi dapat pak jelas menurun. Defisiensi sel B
ditolong dengan transplantasi sumsum variabel dan kadar lg spesifik dapat
tulang (Gambar 17.6 dan Tabel 17.3). rendah, normal atau meningkat (dis-
gammaglobulinemia). Res pons antibodi
ii. Sindrom Nezelof terhadap antigen spesifik biasanya ren-
Sindrom Nezelof adalah golongan dah atau tidak ada.
Hipoplasi rambut Disgen esis retikular
kartilago (1/0,6%) Tidak diketahui/ (1/0,6%)
"' (11/6,5%)
Resesif autosomal "-
(16/9,4%)
RAG
(5/2 ,9%)

Defisiensi Jak-3
(11/6,5%)

Gambar 17.6 Penyebab SCIO


Defisiensi
Oistribusi defek genetik pada 170 IL-7 Ra.
kasus SCIO selama 35 tahun. (1 7/10%) Artemis
(2/1,2%)

Fenotipe selular yang berhubungan dengan defek


Tabel 17·3 genetik pada SCIO
Fenotip limfosit
1-----=----- Jenis SCIO
T B NK
+ Defi siensi rantai IL-2Ry X-linked
Defisiensi JAK-3
Defisiensi CD45
+ + Defisiensi rantai IL-7Pa
Defisiensi rantai CD38
Defisiensi adendonsi deaminase
+ Defisiensi RAG1 atau RAG2
Defisiensi artemis

493
lmunologi Dasar Edisi ke-10

iii. Sindrom Wiskott-Aldrich kadang IgG. Penyakit tirnbul pertama


WAS menunjukkan trombositopeni, pada anak di bawah usia 2 tahun dan
ekzem dan infeksi rekuren oleh berhubungan dengan infeksi sinopul-
mikroba, IgM serum rendah, kadar moner berulang. Pada penderita yang
IgG normal sedang IgA dan lgE lebih tua dapat timbul karsinoma.
meningkat. Isohemaglutinin ditemu- v. Defisiensi adenosin deaminase
kan dalam jumlah sedikit atau tidak
Adenosin deaminase tidak ditemukan
ada. Jumlah sel B normal, tidak mem-
dalam semua sel. Hal ini berbahaya
berikan respons terhadap antigen poli-
oleh karena bila hal itu terjadi, kadar
sakarida untuk memproduksi antibodi.
bahan toksik berupa ATP dan deoksi-
Imunitas sel T biasanya baik pada
ATP dalam sel limfoid akan meningkat.
fase dini, tetapi mengurang dengan
progres penyakit. 2. Defisiensi imun spesifik fisiologik
WAS mengenai usia muda dengan
a. Kehamilan
gejala trombositopenia, eksim dan
infeksi rekuren. Sering terjadi perda- Defisiensi imun selular dapat ditemukan
rahan dan infeksi bakteri yang rekuren pada kehamilan. Keadaan ini mungkin
dan menimbulkan otitis media, me- diperlukan untuk kelangsungan hidup
ningitis serta pneumoni akibat kadar fetus yang merupakan allograft dengan
lgM yang rendah dalam serum. Hal antigen paternal. Hal tersebut antara lain
ini mungkin disebabkan oleh karena disebabkan karena terjadinya peningkatan
penderita tidak mampu memberikan aktivitas sel Ts atau efek supresif faktor
respons terhadap antigen polisaka- humoral yang dibentuk trofoblast. Wanita
rida, di samping ada kerentanan ter- hamil memproduksi lg yang meningkat
hadap leukemia. Pengobatannya adalah atas pengaruh estrogen. IgG diangkut
dengan antibiotik dan transplantasi melewati plasenta oleh reseptor Fe pada
sumsum tulang. akhir hamil 10 minggu.

iv. Ataksia telangiektasi b. Usia tahun pertama


AT adalah penyakit autosomal resesif Sistem imun pada anak usia satu tahun
mengenai saraf, endokrin dan sistem pertama sampai usia 5 tahun masih belum
vaskular. Ciri klinisnya berupa gerakan matang. Meskipun neonatus menunjukkan
otot yang tidak terkoordinasi (stag- jumlah sel T yang tinggi, semuanya
gering gait) dan dilatasi pembuluh berupa sel naif dan tidak memberikan
darah kecil (telangiektasi) yang jelas respons yang adekuat terhadap antigen.
dapat dilihat di sklera mata, limfopenia, Antibodi janin disintesis pada awal
penurunan lgA, lgE dan kadang- minggu ke 20, tetapi kadar lgG dewasa

494
Bab I 7. Deftsiensi /mun

barn dicapai pada usia sekitar 5 tahun. dan kualitas respons sel T makin ber-
Pada usia beberapa bulan pertama, bayi kurang. J umlah sel T memori meningkat
tergantung dari IgG ibu. tetapi semakin sulit untuk berkembang.
Susu ibu juga merupakan sumber Terutama sel CD8+ dan sel Th 1 sangat
proteksi pada usia dini dan mencegah menurun, diduga oleh karena aktivitas
infeksi paru dan saluran cema. Bayi yang apoptosis . Sitokin Th2, IL-6 meningkat
mendapat minuman botol, 60x lebih sedang IL-2 menurun (Gambar 17.7)
berisiko untuk menderita pneumonia Defisiensi selular sering disertai dengan
pada usia 3 bulan pertama. Bayi prematur meningkatnya kejadian kanker, kepekaan
lebih mudah mendapat infeksi oleh karena terhadap infeksi misalnya tuberkulosis,
lebih sedikit menerima imunoglobulin ibu Herpes zoster, gangguan penyembuhan
selama akhir-akhir kehamilan. infeksi dan fenomena autoimun. Penyakit
autoimun yang sering timbul pada usia
c. Usia lanjut lanjut disebabkan oleh penurunan aktivitas
Golongan usia lanjut lebih sering men- sel T. Pada usia 60 tahun, jaringan timus
dapat infeksi dibanding usia muda. Hal hampir seluruhnya diganti oleh lemak dan
ini disebabkan oleh karena terjadi atrofi edukasi sel T dalam timus hampir hilang.
timus dengan fungsi yang menurun. Jadi pejamu tergantung dari persediaan
Akibat involusi timus, jumlah sel T naif sel T yang sudah diproduksi sebelum-

Aktivitas NK
Cll Cll
-0 -0
Cll Cll
(/) (/)

..._
::J ::J
..._
Cll Cll
£ £
Ol Ol
c c
Cll Cll
>. >.
;<;: .......
c c
::> SelB ::>

0 60 120 0 60 120
Usia dalam tahun Usia dalam tahun

Gambar 17.7 Hubungan beberapa parameter imunologis dengan usia

495
lmunologi Dasar Edisi ke-10

nya pada usia lebih muda. Juga dengan mengenai fungsi fagosit dan limfosit
mengurangnya rep ertoire, kemampuan yang dapat terjadi akibat infeksi HIV,
sel T pada usia lanjut untuk berkembang malnutrisi, terapi sitotoksik dan lainnya.
adalah terbatas . Hal itu akan menurunkan Defisiensi imun sekunder dapat mening-
respons CMI. Pada usia lanjut, imunitas katkan kerentanan terhadap infeksi opor-
humoral juga menurun yang terlihat dari tunistik. Faktor-faktor yang dapat me-
perubahan dalam kualitas respons antibodi nimbulkan defisiensi sekunder terlihat
yang mengena1: pada Tabel 17.4.
• Spesifisitas antibodi dari autoantigen
as mg 1. lnfeksi
• Isotipe antibodi dari IgG dan lgM lnfeksi dapat menimbulkan defisiensi
• Afinitas antibodi dari tinggi menjadi imun. Malaria dan rubela kongenital dapat
rendah berhubungan dengan defisiensi antibodi.
Hal tersebut disebabkan oleh menurun- Campak sudah diketahui berhubungan
nya kemampuan sel T untuk menginduksi dengan defek imunitas selular yang me-
pematangan sel B. Di samping itu terjadi imbulkan reaktivasi tuberkulosis. Hal-
penurunan produksi sel B dalam sumsum hal tersebut dapat terjadi bersama pada
tulang yang mengurangi kemajemukan penderita sakit berat. Campak dan virus
sel B, namun sel B yang sudah tua masih lain dapat menginfeksi tubuh dan meng-
menunjukkan respons terhadap mikroba induksi supresi DTH sementara. Jumlah
seumur hidup. sel T dalam sirkulasi dan respons limfosit
Sintesis imunoglobulin meningkat terhadap antigen dan mitogen menurun.
dan adanya pertumbuhan klon sel B dapat Hal yang sama dapat terj adi setelah
menimbulkan para-protein atau kega- imunisasi dengan campak. Pada bebe-
nasan sel B. Proses tersebut dipacu oleh rapa keadaan, infeksi virus dan bakteri
virus Epstein-Barr. Autoantibodi juga dapat menekan sistem imun. Kehilangan
lebih sering ditemukan pada usia lanjut. imunitas selular terjadi pada penyakit cam-
Menurunnya respons imun akan me- pak, mononukleosis, hepatitis virus, sifilis,
nurunkan pula respons terhadap vaksinasi, bruselosis, lepra, tuberkulosis milier dan
sehingga risiko infeksi pada usia lanjut paras it.
akan meningkat. Nutrisi buruk pada usia
lanjut cenderung menimbulkan defisiensi
2. Obat, trauma, tindakan kateterisasi
imun sekunder yang ringan namun berarti.
dan bedah
C. Defisiensi imun didapat atau Obat sering menimbulkan defisiensi imun
sekunder sekunder. Tindakan kateterisasi dan bedah
Imunodefisiensi didapat atau sekunder dapat menimbulkan imunokompromais.
sering ditemukan. Defisiensi tersebut Antibiotik dapat menekan sistem imun.

496
Bab 17. Deflsiens i /mun

Tabel 17.4 Faktor-faktor yang dapat menimbulkan defisiensi imun sekunder


Faktor Komponen yang kena
Proses penuaan lnfeksi meningkat, penurunan respons terhadap vaksinasi ,
penurunan respons sel T dan 8 serta perubahan dalam
kualitas respons imun
Malnutrisi Malnutrisi protein-kalori dan kekurangan elemen gizi tertentu
(besi , seng/Zn); sebab tersering defisiensi imun sekunder
Mikroba imunosupresif Contohnya: malaria , virus, campak, terutama HIV;
mekanismenya melibatkan penurunan fungsi sel T dan APC
Obat imunosupresif Steroid
Obat sitotoksik/iradiasi Obat yang banyak digunakan terhadap tumor, juga membunuh
sel penting dari sistem imun termasuk sel induk, progenitor
neutrofil dan limfosit yang cepat membelah dalam organ limfoid
Tumor Efek direk dari tumor terhadap sistem imun melalui
penglepasan molekul imunoregulator imunosupresif ( TNF- ~)

Trauma lnfeksi meningkat, diduga berhubungan dengan penglepasan


molekul imunosupresif seperti glukokortikoid
Penyakit lain seperti
diabetes Diabetes sering berhubungan dengan infeksi
Lain-lain Depresi, penyakit Alzheimer, penyakit celiac, sarkoidosis ,
penyakit limfoproliferatif, makroglobulinemia Waldenstrom ,
anemia aplastik, neoplasia

Obat sitotoksik, gentamisin, amikain, Sebabnya tidak jelas, mungkin karena


tobramisin dapat mengganggu kemotaksis penglepasan faktor yang menekan respons
neutrofil. Tetrasiklin dapat menekan imu- 1mun.
nitas selular. Kloramfenikol dapat me-
nekan respons antibodi, sedangkan rifam- 3. Penyinaran
pisin dapat menekan baik imunitas humo- Penyinaran dosis tinggi menekan seluruh
ral maupun selular. Jumlah neutrofil yang jaringan limfoid, sedang dosis rendah
berfungsi sebagai fagosit dapat menurun dapat menekan aktivitas sel Ts secara
akibat pemakaian obat kemoterapi, anal- selektif.
gesik, antihistarnin, antitiroid, antikonvulsi,
penenang dan antibiotik. Steroid dalam 4. Penyakit berat
dosis tinggi dapat menekan fungsi sel T Defisiensi imun didapat bisa terjadi
dan infl.amasi. akibat berbagai penyakit yang menyerang
Penderita yang mendapat trauma (Iuka jaringan limfoid seperti penyakit Hodgkin,
bakar atau tindakan bedah besar/ mayor) rnieloma multipel, leukemia dan limfo-
akan kurang mampu menghadapi patogen. sarkoma. Uremia dapat menekan sistem

497
lmunologi Dasar Edisi ke-10

imun dan menimbulkan defisiensi imun. nonnal. Pada diare (limfangiektasi intes-
Gaga! ginjal dan diabetes menimbulkan tinal, protein losing enteropaty) dan Iuka
defek fagosit sekunder yang mekanisme- bakar terjadi kehilangan protein.
nya belumjelas. Imunoglobulinjuga dapat
menghilang melalui usus pada diare . 6. Agamaglobu linemia dengan
timoma
5. Kehilangan imunoglobulin Agamaglobulinemia dengan timoma di-
Defisiensi imunoglobulin dapat terjadi sertai dengan menghilangnya sel B total
karena tubuh kehilangan protein yang dari sirkulasi. Eosinopenia atau aplasia
berlebihan seperti pada penyakit ginjal sel darah merah dapat pula menyertai
dan diare. Pada sindrom nefrotik terjadi agamaglobulinemia. Berbagai faktor pre-
kehilangan protein dan penurunan IgG disposisi yang dapat menimbulkan imuno-
dan IgA yang berarti, sedang IgM tetap kompromais terlihat pada Tabel 17.5.

Tabel 17.5 Hal-hal yang menimbulkan imunokompromais


Faktor predisposisi Efek terhadap sistem Jenis infeksi
imun
Obat atau sinar X pada lmunitas selular dan lnfeksi paru , bakteremi ,
imunosupresi, resipien humeral menurun infeksi jamur, saluran
alograf ginjal, sumsum kencing
tulang, jantung) dan terapi
kanker
Virus imunosupresif (rubela, Replikasi virus dalam sel lnfeksi bakteri sekunder
herpes, EBV, virus hepatitis, limfoid yang menimbulkan Protozoa pad a Al DS
HIV) gangguan fungsi sel
Tumor Replacement sel sistem Bakteremi , pneumoni , infeksi
imun saluran kencing
Malnutrisi Hipoplasi limfoid Campak, tuberkulosis, infeksi
Limfosit dalam sirkulasi saluran napas dan cerna
menu run
Kemampuan fagositosis
menurun
Rokok, inhalasi partikel lnflamasi paru , endapan lnfeksi saluran napas ,
(silika, spora jamur) kompleks imun terhadap respons alergi
spora jamur

Penyakit endokrin kronik Kemampuan fagositosis lnfeksi stafilokok,


(diabetes) menurun tuberkulosis, infeksi saluran
napas, bakteriemi
Defisiensi imun primer lmunitas selular dan/
humeral menurun

498
Bab 17. Deftsiensi /mun

D. Acquired Immune Deficiency yaitu sekitar 40,3 juta penduduk dunia


Syndrome hidup dengan AIDS. Terbanyak dari mereka
Beberapa jenis virus dapat mengganggu hidup di Sahara, Afrika dan Asia Tenggara.
respons imun dengan menekan fungsi Di Arnerika Utara dan Eropa Barat sekitar
sistem imun atau dengan menginfeksi 75% dari mereka yang terkena adalah pria,
sedang di Sub-Sahara Afrika, sekitar 57%
sel sistem imun (Tabel 17.6). Contoh
adalah wanita (Tabel 17.7).
fenomen yang baik adalah AIDS.
AIDS adalah penyakit yang dise-
1. Struktur HIV
babkan oleh virus yang disebut HIV Pada
umurrmya AIDS disebabkan HIV-1 dan Struktur virus HIV-1 terdiri atas 2 untaian
' RNA identik yang merupakan genom
beberapa kasus seperti di Afrika tengah
disebabkan HIV-2 yang merupakan virus yang berhubungan dengan p 17
homolog HIV-1. Keduanya merupakan dan p24 berupa inti polipeptida. Semua
virus lenti yang menginfeksi sel CD4+ T komponen tersebut diselubungi envelop
yang memiliki reseptor dengan afinitas membran fosfolipid yang berasal dari sel
tinggi untuk HIV, makrofag dan jenis pejamu. Protein gp120 dan gp41 yang
sel lain. Transmisi virus terjadi melalui disandi virus ditemukan dalam envelop.
cairan tubuh yang terinfeksi seperti Retrovirus HIV terdiri dari lapisan envelop
hubungan seksual, homoseksual, peng- luar glikoprotein yang mengelilingi
gunaan jarum yang terkontaminasi, trans- suatu lapisan ganda lipid. Kelompok
fusi darah atau produk darah seperti antigen internal menjadi protein inti dan
hemofili dan bayi yang dilahirkan ibu penunjang.
dengan HIV. Perkiraan distribusi kasus RNA-directed DNA polymerase (reverse
AIDS diseluruh dunia per Desember 2005 transcriptase) adalah polimerase DNA

Tabel 17.6 Contoh-contoh virus yang menginfeksi sel sistem imun


Sel Virus Aki bat
Sel B Virus Epstein-Barr Transformasi dan aktivasi
sel B poliklonal
Sel T Campak Replikasi sel T yang
diaktifkan
Virus-1 sel leukemi manusia Limfoma sel T/leukemi
HIV AIDS
Makrofag Dengue Virus demam berdarah
Lassa
Marburg-Ebola

499
/munologi Dasar Edisi ke-10

Tabet 17.7 Penyebaran HIV/AIDS di dunia


Negara Jumlah
Amerika Utara 1.200.000
Karibia 350 .000
Amerika Latin 1.800.000
Afrika Utara/Timur Teng ah 510.000
Afrika Sub-Sahara 25.800.000
Eropa Barat 720.000
Eropa Timur/Asia Tengah 1.600.000
Asia Selatan dan Tenggara 7.400.000
Asia Timur 870.000
Oseania 74.000
Australia dan Seland ia Baru 15.000

dalam retrovirus seperti HIV dan virus terhadap antigen recall) dan uji invitro,
Sarkoma Rouse yang dapat digunakan aktivasi poliklonal sel B menimbulkan
RNA template untuk memproduksi hibrid hipergamaglobulinemia, antibodi yang
DNA. Transverse transcriptase diperlu- dapat menetralkan antigen gp I 20 dan
kan dalam teknik rekombinan DNA yang gp4 I diproduksi tetapi tidak mencegah
diperlukan dalam sintesis first strand progres penyakit oleh karena kecepatan
cDNA. mutasi virus yang tinggi, sel Tc dapat
Antigen p24 adalah core antigen mencegah infeksi (jarang) atau mem-
virus HIV, yang merupakan petanda ter- perlambat progres. Protein envelop
dini adanya infeksi HIV- I, ditemukan adalah produk yang menyandi gpI20,
beberapa hari-minggu sebelum ter- digunakan dalam usaha memproduksi
jadi serokonversi sintesis antibodi ter- antibodi yang efektif dan produktif oleh
hadap HIV- I. Antigen gp I 20 adalah peJamu.
glikoprotein permukaan HIV-I yang
mengikat reseptor CD4+ pada sel T dan
2. Siklus hidup HIV
makrofag. Usaha sintesis reseptor CD4+
ini telah digunakan untuk mencegah Siklus hidup HIV berawal dari' infeksi
antigen gpI20 menginfeksi sel CD4+. sel, produksi DNA virus dan integrasi ke
Gen envelop sering bermutasi. Hal dalam genom, ekspresi gen virus dan
tersebut menyebabkan perubahan sebagai produksi partikel virus. Virus menginfeksi
berikut: jumlah CD4 perifer menurun, sel dengan menggunakan glikoprotein
fungsi sel T yang terganggu terlihat envelop yang disebut gpI20 (I20kD gliko-
in vivo (gagal memberikan respons protein) yang terutama mengikat sel

500
Bab I 7. Deftsiensi /mun

CD4+ dan reseptor kemokin (CXCR4 dritik dalam darah dan organ limfoid.
dan CCR5) dari sel manusia. Oleh karena Antigen virus nukleokapsid, p24
itu virus hanya dapat menginfeksi dengan dapat ditemukan dalam darah selama
efisien sel CD4+. Makrofag dan sel fase ini. Fase ini kemudian dikontrol sel
dendritikjuga dapat diinfeksinya. T CD8+ dan antibodi dalam sirkulasi ter-
Setelah virus berikatan dengan reseptor hadap p42 dan protein envelop gpl20
sel, membran virus bersatu dengan mem- dan gp41. Efikasi sel Tc dalam mengontrol
bran sel pejamu dan virus masuk sitoplasma. virus terlihat dari menurunnya kadar virus.
Disini envelop virus dilepas oleh protease Respons imun tersebut menghancurkan
virus dan RNA menjadi bebas. Kopi DNA HIV dalam KGB yang merupakan reser-
dari RNA virus disintesis oleh enzim trans- voir utama HIV selama fase selanjutnya
kriptase dan kopi DNA bersatu dengan dan fase laten.
DNA pejamu. DNA yang terintegrasi di- Dalarn folikel limfoid, virus terkon-
sebut provirus. Provirus dapat diaktifkan, sentrasi dalam bentuk kompleks imun
sehingga diproduksi RNA dan protein yang diikat SD. Meskipun hanya kadar
virus. Sekarang virus mampu membentuk rendah virus diproduksi dalam fase
struktur inti, bermigrasi ke membran sel, laten, destruksi sel CD4+ berjalan terns
memperoleh envelop lipid dari sel pejamu, dalam kelenjar limfoid. Akhimyajumlah
dilepas berupa partikel virus yang dapat sel CD4+ dalarn sirkulasi menurun. Hal
menular dan siap menginfeksi sel lain. itu dapat memerlukan beberapa tahun.
Integrasi provirus dapat tetap laten dalarn Kemudian menyusul fase progresif kronis
sel terinfeksi untuk berbulan-bulan atau dan penderita menjadi rentan terhadap
tahun, sehingga tersembunyi dari sistern berbagai infeksi oleh kuman nonpato-
imun pejamu, bahkan dari terapi antivirus genik (Gambar 17.9).
(Gambar 17.8). Setelah HIV masuk ke dalam sel dan
terbentuk dsDNA, intergrasi DNA viral
3. Patogenesis
ke dalam genom sel pejamu membentuk
Virus biasanya masuk tubuh dengan provirus. Provirus tetap laten sampai
menginfeksi sel Langerhans di rnukosa kejadian dalarn sel terinfeksi rnencetus-
rektum atau mukosa vagina yang kemu- kan aktivasinya, yang rnengakibatkan
dian bergerak dan bereplikasi di KGB terbentuk dan penglepasan partikel virus.
setempat. Virus kemudian disebarkan rne- Walau CD4 berikatan dengan envelop
lalui virernia yang disertai dengan sindrom glikoportein HIV-1 , diperlukan reseptor
dini akut berupa panas, mialgia dan artralgia. kedua supaya dapat rnasuk dan terjadi
Pejamu rnernberikan respons seperti ter- infeksi. Galur tropik sel T HIV-1 meng-
hadap infeksi virus umumnya. Vrrus meng- gunakan koreseptor CXCR4, sedangkan
infeksi sel CD4+, makrofag dan sel den- galur tropik makrofag menggunakan CCR5.

501
lmunologi Dasar Edisi ke-10

b. Aktivasi provirus

ssRN A
Reverse
transcriptase
Hibrida
RN A-DNA

dsDNA HIV

c.
RAN TES

SelT

Gambar 17.8 Sel sasaran infeksi HIV dan aktivasi pro-virus


A. Setelah HIV masuk ke dalam sel dan membentuk dsDNA, terjadi integrasi DNA virus dengan genom
sel pejamu yang membentuk provirus
1. gp120 HIV berikatan dengan CD4 pada sel sasaran
2. Domain fusigenik pada gp41 dan CXCR-4 memfasilitasi fusi
3. Nukleokapsin memasuki sel
4. Genom virus dan enzim dilepas setelah dikeluarkan dari core protein
S. Reverse transcriptase virus mengkatalisasi reverse transkripase ssRNA, membentuk hibrida
RNA-DNA
6. Kisi-kisi RNA asli dipecah oleh ribonuklease H diikuti sintesis DNA sekunder memasuki dsDNA
HIV
7. dsDNA virus ditranslokasikan ke nukleus dan diintegrasi ke DNA kromosom pejamu oleh enzim
integrasi virus
B. Provirus tetap laten sampai kejadian dalam sel terinfeksi memacu aktivasi virus, yang membentuk
dan melepas partikel virus
1. Faktor transkripsi merangsang transkripsi DNA provirus ke dalam ssRNA genom sesudah diproses
beberapa mRNA
2. mRNA virus diekspor ke sitoplasma
3a. Kromosom sel pejamu berfungsi mengkatalisasi sintesis protein prekursor virus
3b. Protease virus diikat prekursor ke protein virus
4. ssRNA HIV dan protein bersatu dibawah membran sel pejamu , tempat diinsersikan gp41 dan
gp120
Sa. Budding membran yang keluar membentuk envelop virus
Sb. Partikel virus yang dilepas melengkapkan pematangan protein prekursor yang diikat oleh protease
virus dari partikel virus .
C. Meskipun CD4 diikat envelop glikoprotein HIV-1 , reseptor kedua masih diperlukan untuk masuk
dan menimbulkan infeksi sel. Galur HIV-1 yang tropik untuk sel T, menggunakan koreseptor CXR4,
sedang galur yang tropik untuk makrofag menggunakan CCRS. Keduanya merupakan reseptor untuk
kemokin , dan ligan normalnya dapat mencegah infeksi sel oleh HIV

502
Bab I 7. Deftsiensi /mun

~
SelTC~

rnantarl<an
menuju KGB, '
limpa ~

lnfeksi terbentuk
dalam jaringan
limfoid, mis: KGB ' -® 1,
- ~

Sindrom HIV akut,


penyebaran infeksi
ke seluruh tubuh ~
fl '
:t~ ~
anti HIV spesifik HIV
Respons imun
I I Kontrol parsial
I replikasi virus I

I Masa klinis laten


I '
lnfeksi kronik;
virus terjebak dalam jaringan
limfoid oleh SD folikular;
ambang produksi virus rendah

lnfeksi mikrobial '


lainnya; . . .
sitokin

Peningkatan I
I replikasi virus

Penghancuran
AIDS jaringan limfoid;
Gambar 17 .9 Patogenesis deplesi sel T CD4+
penyakit HIV

503
lmunologi Dasar Edisi ke-1 0

Kedua reseptor ini merupakan reseptor Gejala klinis infeksi primer dapat
kemokin dan ligan normalnya dapat berupa demam, nyeri otot/sendi, lemah,
menghambat infeksi HIV ke dalam sel. mukokutan (ruam kulit, ulkus di mulut),
Subyek yang barn terinfeksi HIV dapat limfadenopati, neurologis (nyeri kepala,
disertai gejala atau tidak. Gejala utama nyeri belakang mata, fotofobia, meningitis,
berupa sakit kepala, sakit tenggorok, panas, ensefalitis) dan saluran cema (anoreksia,
ruam dan malese yang terjadi sekitar 2-6 nausea, diare, jamur di mulut). Gejala-
minggu setelah infeksi, tetapi dapat ter- gejala bervariasi dari ringan sampai berat
jadi antara 5 hari dan 3 bulan (Tabel 17.8 sehingga memerlukan perawatan di rumah
dan 17.9). sakit.

Tabel 17 .8 Perjalanan penyakit pada HIV


1. Transmisi virus
2. lnfeksi HIV primer (sindrom retroviral akut) 2 - 6 minggu
3. Serokonversi
4. lnfeksi kronik asimptomatik (5 - 10 tahu n)
5. lnfeksi kronik simptomatik
6. AIDS (CD4 < 200/mm 3 ), infeksi oportunistik
7. lnfeksi HIV lanjut (CD4 <50/mm 3 )

Tabel 17.9 Ciri klinis infeksi HIV


Fase Penyakit Ciri klinis
Penyakit HIV akut Demam , sakit kepala, sakit tenggorok dengan faring itis ,
limfadenopati umum , ruam
Periode klinis laten Jumlah sel CD4• menurun
AIDS lnfeksi oportuni stik:
Protozoa (T. kri ptosporid ium )
Bakteri (M. avium, nokardia, salmonela)
Jamur (kandida, K. neoformans, H. kapsulatu m,
pneumocystis)
Virus (CMV, herpes simpleks, varisela-zoster)
Tumor:
Limfoma (EBV-li mfoma yang berhubungan dengan sel B)
Sarkoma Kapos i
Ensefalopati
Wasting syndrome

504
Bab I 7. Defisiensi /mun

Gambaran klinis dan manifestasi yang sensitif) dan hal tersebut dapat
patologik AIDS disebabkan primer oleh menetap untuk beberapa tahun. Sel CD4+
peningkatan kerentanan terhadap infeksi perlahan menurun selama masa klinis
dan beberapa jenis kanker. Penderita sering laten. Hal itu disebabkan oleh karena
diinfeksi mikroba intraselular seperti replikasi virus yang aktif dan destruksi
virus (CMV), P. karini, mikobakteri atipik sel T yang terjadi di jaringan limfoid.
yang pada keadaan normal dapat ditang- Menurunnya kadar sel CD4+ disertai
gulangi oleh sistem imun selular. Banyak peningkatan risiko infeksi dan komponen
mikroba tersebut ditemukan dalam ling- klinis HIV yang lain. Perubahan dalam
kungan tetapi tidak menginfeksi individu antigen p24 dan antibodi ditemukan pada
dengan sistem imun utuh. penderita dengan penyakit lanjut. Riwayat,
Virus yang ditularkan melalui darah perjalanan penyakit dan kelainan imun
(viremia plasma) ditemukan dini setelah HIV terlihat pada Gambar 17 .10, 17.11
terjadi infeksi yang dapat disertai gejala dan Tabel 17.10.
sistemik khas untuk sindrom HIV akut. Penderita AIDS Ianjut sering disertai
Virus menyebar ke organ limfoid, tetapi berat badan menurun yang disebabkan
virernia plasma menurun sampai kadar perubahan metabolisme dan kurangnya
sangat rendah (hanya ditemukan dengan kalori yang masuk tubuh. Demensia
esai yang menggunakan cara reverse dapat terjadi akibat infeksi mikroglia
transcriptase polymerase chain reaction (makrofag dalam otak).

Sindrom
Asimptomatik AIDS
viral akut

CTL

.!::
ro
....
ro
-0 CD4
E
ro
ro
-0
....
ro ------
Anti-p24
-0
~
ro
//
/
-- - - - - - - -
Ant1-gp120

//
Bulan 2 3 4 5 6 Tahun
Waktu pasca infeksi

Gambar 17.10 Riwayat alami infeksi HIV-1

505
lmunologi Dasar Edisi ke-10

1200
r- - Kemungkinan sindrom HIV akut
Diseminasi virus luas
Kematian

T 1000
- Penyebaran dalam organ limfoid
1

("") 800
\ . 1-=i

\ Masa laten klinis


Penyakit
oportunistik 1:256 i
I
E

+
E
......
.... . .......
"·f; ...
Gejala
ro
E

··. .•
Vl
0""'" 600 ,' konstitusional 1:64 ~
u .
I
0.
ro
I-
·. .E
Qi
(/) 400 •·······...•··. . . . • 1:16
Q)
....
">
2
t=
200 " 1:4

···... ····• 0
6 12 5 10
Minggu Tahun

Gambar 17.11 Perjalanan klinis penyakitAIDS

4. Serologi ciptakan reservoir baru. Bila CTL berhasil


Penderita AIDS membentuk antibodi menghancurkan sel terinfeksi, virus akan
dan menunjukkan respons CTL terhadap dilepas dan menginfeksi lebih banyak sel.
antigen virus. Namun respons tersebut tidak Satu sampai tiga minggu pasca infeksi,
mencegah progres penyakit. CTL juga ditemukan respons imun spesi:fik HIV
tidak efektif membunuh virus oleh karena berupa antibodi terhadap protein gp 120
virus mencegah sel terinfeksi untuk meng- dan p24. Juga ditemukan sel T sitotoksik
ekspresikan MHC-1. Antibodi terhadap yang HIV spesi:fik. Dengan adanya
glikoprotein envelop seperti gp 120 respons imun adaptif tersebut, viremia
dapat inefektif, oleh karena virus cepat menurun dan klinis tidak disertai gejala.
memutasikan regio gp120 yang merupa- Hal itu berlangsung 2-12 tahun. Dengan
kan sasaran antibodi. Respons imun HIV menurunnya jumlah sel CD4+, penderita
justru dapat meningkatkan penyebaran menunjukkan gejala klinis. Antibodi HIV
penyakit. Virus yang dilapisi antibodi spesi:fik dan sel T sitotoksik menurun,
dapat berikatan dengan Fc-R pada sedang p24 meningkat. Perjalanan infeksi
makrofag dan sel dendritik di kelenjar HIV ditandai oleh beberapa fase yang
limfoid, sehingga meningkatkan virus berakhir dalam de:fisiensi imun. Jumlah
masuk ke dalam sel-sel tersebut dan men- sel CD4+ dalam darah mulai menurun di

506
Bab I 7. Defisiensi /mun

label 17.10 Kelainan imun pada infeksi HIV


Ta hap Kelainan khas yang ditemukan
Struktur kelenjar limfoid
Dini lnfeksi dan destruksi SD; kerusakan beberapa struktur
Lam bat Kerusakan luas dan nekrosis jaringan ; SD folikular dan senter germinal hilang ;
tidak mampu menangkap antigen atau menolong aktivasi sel T dan B
Th
Dini Tidak ada respons proliferasi in vitro terhadap antigen spesifik
Lam bat Jumlah sel Th menurun dan berhubungan dengan aktivitasnya; tidak ada respons
terhadap mitogen sel T atau aloantigen
Produksi antibodi
Dini Peningkatan produksi lgG dan lgA nonspesifik, tetapi penurunan sintesis lgM
Lam bat Tidak ada proliferasi sel B spesifik untuk HIV-1; tidak ditemukan antibodi terhadap
anti HIV pada beberapa penderita; peningkatan jumlah sel B dengan CD21 yang
rendah dan peningkatan sekresi imunoglobulin
Produksi sitokin
Dini Peningkatan ambang beberapa sitokin
Lam bat Pengalihan produksi sitokin dari Th1 ke Th2
Hipersensitivitas lambat
Dini Penurunan kapasitas proliferasi Th 1 yang sangat bermakna dan penurunan
reaktivitas tes kulit
Lam bat Respons DTH dieliminasi; reaktivitas tes kulit sama sekali tidak ada
Tc
Dini Reaktivitas normal
Lam bat Penurunan tetapi bukan hilangnya aktivitas CTL yang disebabkan oleh gangguan
kemampuan untuk menghasilkan CTL dari sel Tc

bawah 200/mm 3 (normal 1500 sel/mm3) Dalam 3-6 minggu pasca infeksi, ditemu-
dan penderita menjadi rentan terhadap kan kadar antigen HIV p24 dalam plasma
infeksi dan disebut menderita AIDS . yang tinggi (Gambar 17.12).

507
lmunologi Dasar Edisi ke-10

ro
~
Cf)

~
c
Q)
Cf)
c
0

4- 8 2 - 12 2-3 0-1
minggu tahun tahun tahun

Virus infeksius dalam plasma


CTL spesifik HIV
Antibodi terhadap HIV env
Antibodi terhada HIV 24

Gambar 17.12 Serologi AIDS

III. DIAGNOSIS terhadap antigen virus yang umum juga


dapat digunakan bila ditemukan ada
A. Antibodi mikrobial dalam peme- riwayat terpajan dengan virus. Demikian
riksaan defisiensi imun juga, bila seseorang diimunisasi, sebaiknya
Penemuan antibodi mikrobial telah di- diperiksa untuk antibodi terhadap toksoid
gunakan dalam diagnosis infeksi. Anti- tetanus, toksoid difteri dan virus polio.
bodi terhadap mikroba merupakan juga Bila kadar antibodi rendah, sebaiknya
bagian penting dalam pemeriksaan defi- individu tersebut <lites dengan imunisasi
siensi imun. Kemampuan untuk mem- terhadap antigen mati dan responsnya
produksi antibodi merupakan cara paling dievaluasi 4-6 minggu kemudian
sensitif untuk menemukan gangguan
dalam produksi antibodi. Antibodi ter- B. Pemeriksaan in vitro
sebut biasanya ditemukan dengan esai Sel B dapat dihitung dengan flo w
ELISA. cytometry yang menggunakan antibodi
Antibodi terhadap S. pneumoniae terhadap CD19, CD20 dan CD22. Sel T
ditemukan pada hampir semua orang dapat dihitung dengan flo w cytometry
dewasa sehat, tetapi tidak pada individu yang menggunakan antibodi mono-
dengan defisiensi imun primer. Antibodi klonal terhadap CD23 atau CD2, CDS ,

508
Bab 17. Defisiensi /mun

CD7, CD4 dan CD8. Penderita dengan B. Tujuan pengobatan


defisiensi sel T hanya hiporeaktif atau
Tujuan pengobatan penderita dengan
tidak reaktif terhadap tes kulit dengan
penyakit defisiensi imun umurnnya
antigen tuberkulin, kandida, trikofiton,
adalah untuk mengurangi kejadian dan
streptokinase/streptodomase dan virus
dampak infeksi seperti menjauhi subyek
parotitis. Produksi sitokinnya berkurang
dengan penyakit menular, memantau
bila dirangsang dengan PHA atau rnitogen
penderita terhadap infeksi, menggunakan
nonspesifik yang lain. antibiotik/antivial yang benar, imunisasi
Tes in vitro dilakukan dengan uji fiksasi aktif atau pasif bila memungkinkan dan
komplemen dan fungsi bakterisidal, reduksi memperbaiki komponen sistem imun
NBT atau stimulasi produksi superoksida yang defektif dengan transfer pasif atau
yang memberikan nilai enzim oksidatif transplantasi.
yang berhubungan dengan fagositosis aktif
dan aktivitas bakterisidal. C. Pemberian globulin gama
Globulin gama diberikan kepada pen-
IV. PENGOBATAN derita dengan defisiensi lg tertentu (tidak
pada defisiensi lgA).
A. Garis umum
D. Pemberian sitokin
Pengobatan penderita dengan defisiensi
imun antara lain adalah dengan meng- Pemberian infus sitokin seperti IL-2, GM-
gunakan antibiotik/antiviral yang tepat, CSF, M-CSF dan IFN-y kepada subyek
pemberian pooled human immunoglo- dengan penyakit tertentu .
bulin yang teratur. Transplantasi sumsum
tulang dari donor dan resipien yang me- E. Tran sfusi
miliki hubungan genetik yang cocok
Transfusi diberikan dalam bentuk neu-
telah dilakukan dengan hasil yang baik
trofil kepada subyek dengan defisiensi
pada beberapa kasus. Transplantasi timus
fagosit dan pemberian limfosit autologus
fetal telah pula dilakukan pada aplasi
yang sudah menjalani transfeksi dengan
ti.mus. Komplikasi yang dapat terjadi akibat
gen adenosin deaminase (ADA) untuk
transplantasi yaitu bila jaringan transplan-
mengobati ACID.
tasi menyerang sel pejamu- Gra.ft Versus-
Host (GVH) reaction. Iradiasi kelenjar
F. Transplantasi
getah bening total kadang memberikan
hasil yang Iebih baik di.banding iradiasi Transplantasi timus fetal atau stem cell
seluruh tubuh dalam mengontrol reaksi dari sumsum tulang dilakukan untuk
GVH. memperbaiki kompetensi imun.

509
lmunologi Dasar Edisi ke-10

G. Obat antivirus sudah dapat menimbulkan resistensi ter-


hadap inhibitor protease.
Ada beberapa strategi yang dapat di-
gunakan dalam pengembangan obat
H. Vaksinasi
efektif. Siklus virus HIV menunjukkan
beberapa titik rentan yang diduga dapat Pengembangan vaksin untuk mencegah
dicegah obat antiviral. Ada 2 jenis obat penyebaran AIDS merupakan penelitian
antivirus yang digunakan untuk meng- yang diprioritaskan para ahli imunologi.
obati infeksi HIV dan AIDS. Analog Dewasa ini vaksinasi terhadap AIDS masih
nukleotide mencegah aktivitas reverse belum dapat dikembangkan. Tabel 17 .11.
transcriptase seperti timidine-AZT, dideok-
sinosin dan dideoksisitidin yang dapat I. Terapi genetik
mengurangi kadar RNA HIV dalam Terapi gen somatik menunjukkan harapan
plasma. Biasanya obat-obat tersebut dalam terapi penyakit genetik. Prosedur
tidak berhasil menghentikan progres tersebut antara lain dilakukan dengan
penyakit oleh karena timbulnya bentuk menyisipkan gen normal ke populasi sel
mutasi reverse transkriptase yang resisten yang terkena penyakit. Hasil sementara
terhadap obat. Inhibitor protease virus menunjukkan bahwa limfosit T perifer
sekarang digunakan untuk mencegah mempunyai kemampuan terbatas untuk
proses protein prekursor menjadi kapsid berproliferasi. Untuk pengobatan jangka
virus matang dan protein core. panjang akan diperlukan penyisipan gen
Terapi dewasa ini menggunakan ke sel asal sumsum tulang yang pleuri-
kombinasi tiga obat yang terdiri atas poten. Namun hal tersebut masih sulit
protease inhibitor dengan 2 inhibitor reverse untuk dilakukan dan diperlukan studi
transcriptase yang terpisah. Hal itu di- lebih lanjut.
gunakan untuk menurunkan kadar RNA
virus dalam plasma menjadi sangat rendah J. Terapi potensial
untuk lebih dari satu tahun. Perlu peng- AIDS disebabkan oleh berbagai virus
amatan terhadap kemungkinan terjadinya varian retrovirus HIV yang tergolong
resistensi. Resistensi terhadap inhibitor virus lenti, oleh karena menimbulkan
protease dapat terjadi setelah pemberian penyakit dengan perkembangan lambat.
beberapa hari. Resistensi terhadap zido- Virus merupakan virus RNA yang me-
vudin (atau azidotimidin) dapat terjadi miliki enzim unik, reverse transcriptase
setelah pemberian beberapa bulan. Untuk yang diperlukan untuk sintesis dsDNA
resistensi terhadap zidovudin, diperlu- sepsifik dari genom viral RNA (Gambar
kan tiga sampai 4 mutasi dalam reverse 17.13). DNA barn diintegrasikan dalam
trankriptase virus, tetapi satu mutasi saja gen om sel terinfeksi dan banyak yangtetap

510
Bab I 7. Deflsiensi /mun

Tabel 17.11 Mengapa vaksin HIV/AIDS sulit dikembangkan?


Vaksin klasik menyerupai imunitas alamiah terhadap reinfeksi yang umumnya terlihat
pada individu yang sembuh dari infeksi ; tidak ada penderita AIDS yang sembuh
Vaksin terbanyak melindungi penyakit, tidak terhadap infeksi; infeksi HIV dapat tetap
laten untuk waktu yang lama sebelum menimbulkan AIDS
Vaksin terbanyak melindungi selama beberapa tahun terhadap virus dengan sedikit
sekali perubahan ; HIV1 menunjukkan mutasi dengan kecepatan tinggi dan efisien
memilih bentuk mutan yang dapat menghindari respons imun
Vaskin yang paling efektif yang dimatikan atau dilemahkan ; HIV1 yang dimatikan tidak
mengandung antigenisitas dan vaksin hidup meningkatkan isu keamanannya
Vaksin terbanyak melindungi infeksi yang sering ditemukan; HIV dapat ditemukan J_
sehari-hari oleh subyek risiko tinggi
Vaksin terbanyak melindungi infeksi melalui permukaan mukosa saluran napas dan
cerna; infeksi HIV terbanyak terjadi melalui saluran genital
Vaksin terbanyak diuji untuk keamanan dan efikasi pada hewan sebelum dicoba pada
relawan manusia ; tidak ada model hewan yang sesuai untuk HIV/AIDS pada waktu ini

Hibrida
RNA-DNA

HIV

Gambar 17.13 Terapi potensial HIV

Fase-fase siklus replikasi virus yang diduga dapat dijadikan sasaran obat antivirus.

511
lmunologi Dasar Edisi ke-10

laten dalam sel. Bila diaktifkan, DNA cDNA atau mencegah prekursor protein
digunakan sebagai templat RNA yang virus membelah diri dalam protein yang
diperlukan untuk produksi virus. Virus diperlukan untuk membentuk virion barn
dilepas di permukaan sel dan envelop dan melengkapi pematangannya pada
virus dibentuk dari membran sel pejamu, virus infeksius. Reverse transcriptase
diubah oleh insersi glikoprotein virus. dapat dicegah tidak hanya oleh analog
Dewasa ini obat dengan aktivitas anti nukeloside tetapi juga oleh analog
HIV mencegah virus masuk, mencegah nukelotide dan bahan non-nukleoside.
tahap reverse transcription RNA ke

D Defisiensi imun menimbulkan keren- D Defsiensi sel T ditandai oleh infeksi


tanan terhadap penyakit yang ter- rekuren virus, jamur atau protozoa
gantung dari hilangnya fungsi imun D Defisiensi fagosit yang disertai
D Penyakit defisiensi imun ditimbulkan ketidakmampuan untuk memakan
defek kongenital atau didapat dari dan menghancurkan patogen biasanya
limfosit, fagosit dan mediator imu- terjadi dengan infeksi bakteri rekuren
nitas nonspesifik dan spesifik
D Penyakit defisiensi komplemen me-
D Defisiensi imun terjadi akibat ke- nunjukkan defek dalam jalur klasik,
gagalan satu atau lebih komponen
alternatif dan lektin yang mening-
sistem imun. Defisiensi imun primer
katkan mekanisme pertahanan pejamu
ditemukan pada waktu lahir; sekunder
spesifik
atau didapat timbul karena berbagai
sebab setelah lahir D Defek gen yang mendasari defisiensi
imun primer dapat dibagi secara tepat.
D Penyakit defisiensi imun disertai oleh
peningkatan kerentanan terhadap D Defek genetik dalam molekul me-
infeksi yang sifatnya tergantung dari libatkan transduksi sinyal atau komu-
komponen yang defek nikasi selular yang ditemukan pada
D Defisiensi imun dapat dibagi menurut banyak defisiensi imun
jenis sel yang terlibat dan dapat me- D Defisiensi imun limfoid mengenai sel
ngenai sel garis limfoid atau mieloid T, sel B, NK atau semua sel tersebut.
atau keduanya Kegagalan perkembangan timus me-
D Defisiensi sel B ditandai oleh infeksi ni mbulkan defisiensi imun berat dan
bakteria dengan kapsel rekuren dapat mengganggu perkembangan

512
Bab I 7. Defisiensi /mun

normal sel B oleh karena kurangnya 0 Imunodefisiensi sekunder disebabkan


kerjasama selular oleh infeksi atau cedera; tersering
0 Imunodefisiensi mieloid ditimbulkan HIVIAIDS yang disebabkan virus
oleh gangguan fungsi fagsosit. Pen- retro HIV-1
derita menunjukkan kerentanan 0 Infeksi HIV-1 disebarkan melalui
infeksi bakteri yang meningkat kontak seksual, transfer darah dan
0 SCID selalu melibatkan disfungsi sel dari ibu ke anak
T dan menimbulkan berbagai defek 0 . Infeksi HIV menimbulkan gangguan
garis limfoid, biasanya fatal
fungsi imun berat yang ditandai
0 Defisiensi imunoglobulin selektif me- dengan menurunnya sel CD4+ dan
rupakan bentuk yang lebih ringan dan kematian akibat infeksi oportunistik
terjadi akibat defek dalam defisiensi
0 Pengobatan infeksi HIV dengan obat
jenis sel dari garis keturunan yang
antiretrovirus dapat menurumkan
lebih tinggi
jumlah virus dan perbaikan infeksi,
0 Imunodefisiensi dapat diobati dengan
tetapi penyakit belum dapat disembuh-
mengganti protein, sel atau gen yang
kan
rusak atau hilang. Pemberian imuno-
0 Usaha untuk mengembangkan vaksin
globulin manusia merupakan peng-
HIV/AIDS belum berhasil.
obatan yang umum

513
IMUNO- BAB
FARMAKOLOGI 18
Daftar lsi
I. ANTIINFLAMASI NONSTEROID D. Anti aktivasi sel T
II. IMUNORESTORASI I. Siklosporin-A
A. ISG dan HSG 2. Takrolimus
B. Plasma 3. Rapamisin
C. Plasmaferesis E. Steroid
D. Leukoferesis I. Efek antiinftamasi
III. TERAPI PENGGANTI 2. Efek imunosupresi
(REPLACEMENn F. lmunosupresan la in
A. lmunoglobulin intravena I. D-penisilamin
B. lmunoglobulin intramuskular 2. Preparat emas
C. Imunoglobulin subkutan 3. Mepakrin dan hidroksiklorokin
D. Bahan lain 4. Sulfasalazin
IV. IMUNOSTIMULAN 5. Colchisin
A. Biologis 6. Dapson
I. Hormon timus G. Sitokin
2. Limfokin H. Antibodi monoklonal
3. Interferon VI. IMUNOSUPRESAN DALAM KLINIK
4. Antibodi monoklonal - TRANSPLANTASI
5. Transfer Factor I ekstrak leukosit
Vil. IMUNONUTRIEN
6. Lymphokine-Activated Killer cells
A. Vitamin (mikronutrien)
7. Bahan asal bakteri
I. Vitamin A
8. Bahan asal jamur
2. Vitamin D
B. Sintetik
3. Vitamin B6
I. Levamisol
4. Asam Folat
2. lsoprinosin
5. Vitam in 812
3. Muramil Dipeptida
6. Vitamin C
4. Biological Response Modifiers
7. Vitamin E
5. Hidroksiklorokin
B. Mineral (mikronutrien
6. Arginin
I. Selenium (Se)
7. Antioksidan
2. Seng (Zn)
8. Bahan-bahan lain
3. Tembaga (Cu)
V. IMUNOSUPRESAN
4. Besi (Fe)
A. Sitotoksik
C. Hubungan antara mikronutrien dan
B. Antimetabolit
kanker
C. Antiproliferatif
I. Azatioprin
Butir-butir penting
2. Mikofenolat mofetil

515
lmunologi Dasar Edisi ke- 10

Daftar singkatan yang digunakan dalam bab ini


AINS Antii n:flamasi Nonsteroid KS-R Reseptor Kortikosteroid
ALG Anti-Ly mphocy te Globulin LAK Lymphocyte Activated Killer
ANA Antinuclear Antibody LDA Leucocyte Differentiation Antigen
AR Artritis reumatoid LES Lupus Eritematosus Sistemik
AZA Azatioprin LPF Ly mphocytosis Promotion Factor
BRM Biologic Response Modifier LPS Lipopolisakarida
BCG Bacillus Calmette Guerin LIB Leukotrin B
CDA Chlorodeoks iadenos in LTC Leukotrin C
CGD Chronic Granulomatous Disease LTD Leukotrin D
cox Cyclooxigenase MAF Macrophage Activating Factor
CSF Colony Stimulating Factor MDP Murami l Dipeptida
CTL Cytotoxic T Lymphocyte MGF Macrophage Growth Factor
CTLA Cytotoxic T Lymphocyte Antigen MHC Major Histocompatibility Complex
CLL Chronic Ly mphoblasticLeucemia MLR Mixed Lymphocyte Reaction
DBPCT Double Blind Placebo Controlled Study MM Mikofenolat Mofetil
DTH Delayed Type Hypersensitivity MTX Metotreksat
G-CSF Granulocyte Colony Stimulating NK Natural Killer (cell)
Factor OAF Osteoblast Activating Factor
GM -CSF Granulocyte Monocyte Colony PAF Platelet Activating Factor
Stimulating Factor PPD Purified Protein Derivative
GF Growth Factor PG Prostaglandin
GRE Glucocorticoid Responsive Element PGE Prostaglandin E
GvHD Grafi versus Host Disease PGH2 Prostag landin H2
HSG Hyperimmune Serum Globulin PHA Phy tohemaglutinine
IBD Infectious Bursa/ Disease PMN Po li morfonuk lear
IDDM Insulin Dep endent Diabetes Mellitus RCT Randomized Controlled Trial
IGIV lmunoglobu li n intravena ROS Reactive Oxygen Species
IGIM lmunoglobu lin intramusku lar SCID Severe Combined Immunodeficiency
IGIV Intravenous Im munoglobul in SK Siklosporin
IGSK Imunoglobul in subkutan SP Siklofosfamid
IGSK Imunoglobulin intramusku lar SSP Susunan Saraf Pusat
ISG Immune Serum Globulin TF Transf er Factor
ISO lsoprinosin TNF Tum or Necrosis Factor
KS Kortikosteroid TX Tromboksan

516
Bab 18. lmunofarmakologi

0
bat yang diharapkan dapat me- Imunorestorasi dan imunostimulasi
ngembalikan dan memperbaiki disebut imunopotensiasi atau upregula-
sistem imun yang fungsinya ter- tion, sedangkan imunosupresi disebut down
ganggu atau untuk menekan fungsinya regulation.
yang berlebihan merupakan obat ideal.
Obat-obatan yang dapat mengembalikan
I. ANTIINFLAMASI NONSTEROID
ketidakseimbangan sistem imun disebut
imunomodulator. Obat yang sekaligus AINS mencegah siklooksigenase dalam
memperbaiki fungsi komponen sistem metabolisme prostaglandin. Fosfolipase A
imun yang satu (imunostimulator) dan me- memacu penglepasan asam arakidonat dari
nekan fungsi komponen yang lain (imuno- fosfolipid di membran sel. Asam araki-
supresan), dewasa ini belum ditemukan. donat merupakan substrat untuk produksi
Dalam buku ini akan dibahas obat- eikosanoid, leukotrin, tromboksan, pros-
obatan yang digolongkan sebagai berikut: tasiklin dan prostaglandin. Fase terpenting
• antiinflamasi nonsteroid dalam sintesis prostaglandin adalah produksi
• imunorestorasi PGH2 melalui oksigenase. Dua dari iso-
• imunostimulasi enzim tersebut telah diketahui, COXI dan
. .
• imunosupres1 COX2. COXI (Gambar 18.1) berperan

yyyyyyyyy
¢ 0d000000
Diversi rangsang
fisik,kimiawi ,
l
inflamasi dan Fosfolipase A2
mitogenik
Gambar 18.1 Pence-
gahan siklooksigenase - Asam
arakidonat
1 dan 2 oleh AINS Dengan
perantaraan
e- AINS
konvensional
- e Deng an
perantaraan
Berbagai bahan memacu
penglepasan asam araki-
Cox-1
AINS
Spesifik Cox-2 -
e -
Cox-2

donat dari membran sel


atas peran fosfolipase
A2 . Aktivasi Cox-1 dan Perawatan
Cox-2 memicu konversi integritas jaringan
gastrointestinal
asam arakidonat menjadi
berbagai mediator lipid
yang berperan pada
inflamasi dan berbagai lnflamasi
proses lainnya.

517
lmunologi Dasar Edisi ke-10

dalam produksi PG yang menunjukkan menunjukkan efek antiinflamasi dan men-


fungsi fisiologik sebagai berikut : cegah efek fisiologik atas pengaruh COXl
• Regulasi resistensi perifer dan ams (Gambar 18.2 dan 18.3) Efek antiinflamasi
darah ginjal serta eliminasi sodium diperlukan pada pengobatan inflamasi sendi
• Sitoproteksi mukosa lambung dengan akut dan kronis. Penggunaan AINS untuk
meningkatkan ams mukus dan men- mencegah efek COXl dapat menimbulkan
cegah sekresi asam efek samping bempa kerusakan mukosa
lambung dan tukak, gagal ginjal dan gang-
• Meningkatkan sensitivitas reseptor sakit
guan tekanan darah pada subyek tertentu.
• Bronkodilatasi
COX2 diinduksi monosit, makrofag,
sel endotel dan sinoviosit oleh rangsang II. IMUNORESTORASI
inflamasi. Endotoksin atau IL-2 mening- Imunorestorasi ialah suatu cara untuk
katkan sintesis PG selama respons infla- mengembalikan fungsi sistem imun yang
masi. Siklooksigenase yang dicegah AlNS terganggu dengan memberikan berbagai

Q
Rangsang inflamasi
Rangsang fisiolog is 0 IL-1 0
• 0 '"folipid

Q~ l l ~(
'I
Fosfolipid A2 Glukokortikoid

l,-_,r.-. .-~-T--:===~coo-
1 ., ~CH3
(cox2)
/ t
Lipooksigenase

/ ' PG H
l
Glukokortikoid
(efek indirek)
/'
LTA4

1
Prostasilin
PG
~
TXA2
Kemotaksis
LTB4
LTC4, LTD4
Bronkokonstriksi

J Gangguan
Resistensi perifer lnflamasi :
Fungsi ginjal t Vasodilatasi Tukak florid ~pembentukan
Hiperalegesi Mediatort I
sel darah
Bronkodilatasi Protea set
Asma bronkial • Hamil,
menyusui
1. Mekanisme 2. Kontraindikasi

Gambar 18.2 Mekanisme kerja AINS

518
Bab 18. lmuno(armakologi

Fosfolipid membran sel

8
Steroid 1=====:>1 Fosfolipase A2 t=::>ll

Asam arakidonat ( PAF J

[ 5-lipooksigenase F+- ~ Siklooksigenase J AINS

5-HPETE I. . . .._...~ Endoperoksida:


- prostasiklin
-TXA2
-PG

Gambar 18.3 Aktivitas KS dan AINS pada metabol isme asam arakidonat

komponen sistem imun, seperti imunoglo- ISG maupun HSG dapat digunakan
bulin dalam bentuk ISG , HSG, plasma, untuk imunorestorasi. ISG dapat diberikan
plasmaferesis, leukoferesis, transplantasi secara IV dengan aman. Efek sampingnya
sumsum tulang, hati dan timus. Imunoglo- berupa menggigil, mual, muntah, pusing
bulin dapat digunakan sebagai imunores- dan sakit otot yang ringan yang dapat
torasi dan imunosupresi . dihilangkan dengan menghentikan atau
memperlambat pemberiannya. Reaksi
A. ISG dan HSG anafilaksis timbul bila terjadi kompleks
imun dari anti IgA yang dibentuk resipien
Imunoglobulin dapat diberikan sebagai
yang defisien IgA terhadap IgA yang ber-
imunorestorasi pada penderita dengan defi-
asal dari preparat ISG. Kompleks lgA-
siensi imun humoral, baik primer maupun
anti lgA dapat mengaktifkan komplemen
sekunder. Defisiensi imunoglobulin sekunder
melalui jalur klasik atau altematif.
dapat terjadi bila tubuh kehilangan lg dalam
Kompleks tersebut sering ditemukan segera
jumlah besar, misalnya pada sindrom setelah pemberian infus, tetapi segera meng-
nefrotik, limfangiektasi intestinal, derma- hilang tanpa disertai gejala. Antibodi
titis eksfoliatif dan Iuka bakar. Pada Iuka dapat dibentuk terhadap ~-lipoprotein yang
bakar yang luas, imunitas dapat terganggu berada dalam ISG. Pemberian intravena
dan penderita meninggal akibat sepsis hanya dilakukan pada penyakit yang berat
yang tidak dapat ditolong dengan pem- karena metabolisme ISG terjadi lebih
berian antibiotik. cepat dari pada biasanya.

519
/munologi Dasar Edisi ke-10

B. Plasma plasma dipisahkan dan mengembalikan


Infus plasma segar telah diberikan sejak fraksi yang kaya dengan sel darah merah
tahun 1960 dalam usaha memperbaiki dalam plasma donor. Perbaikan pada
sistem imun. Keuntungannya ialah karena plasmaferesis diduga karena plasma yang
semua jenis imunoglobulin dapat di- dipisahkan mengandung banyak antibodi
berikan dalam jumlah besar tanpa yang dapat merusak jaringan atau sel
menimbulkan rasa sakit. Efek samping misalnya pada:
yang dapat terj adi ial ah penulara-Hll-''v-ili+<ru~s.,___•_ __.m
. . . .i.a..,s,...,te~n_._..i....._a
. ~gF>"r._..aLJ<v_...is....·-"-
an.. ,_t. .,_ibvcoU'dU.,1·.___..,te'--lr-'"h""a.ud.a\J--
ap -
dan reaksi anafilaksis. Antigen memacu reseptor asetilkolin
produksi berbagai antibodi, masing- • sindrom Goodpasture: auto-antibodi ter-
masingdengan spesifisitas sendiri. Valensi hadap membran basal glomerulus ginjal
antigen adalah sama dengan jumlah total • anemia hemolitik autoimun
epitop yang dimiliki antigen. Pada keadaan tersebut pembentukan
antibodi berjalan terus; oleh karena itu
C. Plasmaferesis plasmaferesis hanya memberikan per-
Plasmaferesis dilakukan dengan mengambil baikan sementara. Plasmaferesis dapat
darah, plasma dipisahkan dan fraksi yang dilakukan pada pengobataan hipervisko-
mengandung banyak sel darah merah di- sitas dalam kedaaan darurat. Efek plasma-
kembalikan. Sebaliknya pada exchange feresis terhadap berbagai penyakit terlihat
plasma dilakukan dengan mengambil darah, pada Tabel 18.1.

Tabel 18.1 Efek plasmaferesis terhadap berbagai penyakit


Si stem Penya kit Keuntungan/indikasi
Ginjal Sindrom Goodpasture Pengobatan pilihan pada
kasus berat
Glomerulonefritis progresif cepat
LES
Penyakit saraf Miastenia gravis Hanya pada kasus berat
Sindrom Guillan Barre Efek sama dengan IVIG
Penyakit hematologis lsoimunisasi pada kehamilan Ya
Purpura trombositopenia Tidak
trombotik
Penyakit limfoproliferatif Makroglobulinemia Waldenstrom
Mieloma Ya-untuk hiperviskositas
Penyakit aglutinin dingin
Krioglobul inemia

520
Bab 18. lmunofarmakologi

D. Leukoferesis IGSK tidak boleh diberikan IV, tetapi


IGIV dapat diberikan SK.
Pemisahan leukosit secara selektif dari
penderita telah pula dilakukan dalam usaha
terapi pada artritis reumatoid yang tidak A. lmunoglobulin intravena
memberikan respons dengan cara-cara
IGIV diberikan sebagai plasma protein
yang sudah ada.
dalam terapi pengganti (IgG) sebagai
pengganti protein plasma (IgG) pada
III. TERAPI PENGGANTI penderita dengan kemampuan produksi
(REPLACEMENI) antibodi yang menurun atau tidak ada. Hal
Pemberian antibodi dalam profilaksis itu dimaksudkan untuk mempertahankan
dan pengobatan infeksi sudah diberikan kadar antibodi yang adekuat untuk men-
pada tahun 1890 oleh von Behring dan cegah infeksi dan pada beberapa keadaan
Kitasato dalam pencegahan tetanus dan klinis lain seperti defisiensi imun primer,
difteri. Imunoglobulin dapat diberikan sekunder dan penyakit autoimun (Tabel
IV, IM dan SK bahkan oral. IGIM dan 18.2).

Tabel 18.2 Terapi pengganti untuk beberapa defisiensi imun primer dan sekunder
Jenis defisiensi Terapi pengganti
Antibodi lmunoglobulin (IV, SC)
a 1- antitripsin a 1-antitripsin
Komplemen Inhibitor C1-esterase
Fresh Frozen Plasma (inaktivasi virus)
lmunitas selular Transplantasi sumsum tulang (transplan sel
induk)
Transplantasi darah umbilikus
Transplan timus
SCID Transplantasi sumsum tulang (sel induk)
Transplantasi darah umbilikus
Transplan timus
Terapi gen
Sel darah merah
PEGylated-ADA
lmunoglobulin (IV, SC)
Sitokin (IL-2 , IFN-y)
Defek fagosit Transplantasi sumsum tulang (sel induk)
Transplantasi darah umbilikus
Transfusi granulosit
Sitokin (G-CSF, GM-CSF, IL-3)

521
lmunologi Dasar Edisi ke-10

IGIV hanya terdiri atas IgG dan Dosis dan efek samping
jaringan perifer yang dilindungi IgA
Dos is yang diberikan adalah 100-400
seperti mata, paru, saluran cema dan
mg/kg BB setiap 3-4 minggu pada
kemih tidak seluruhnya dilindungi
disfungsi imun primer. Pada penyakit
IGIV. Efek samping dapat terjadi berupa
saraf dan autoimun, diberikan 2 gram/
anafilaksis terutama pada penderita kg BB yang diberikan dalam jangka
dengan defisiensi IgA. Bila terjadi waktu 5 hari/bulan selama 3-6 bulan.
efek samping, dosis IGIV diturunkan. Pengobatan perawatan adalah 100-400
Pemberiannya kepada penderita dengan mg/kg setiap 3-4 minggu. IGIV dapat
DM perlu dipertimbangkan. Beberapa menimbulkan berbagai efek samping
IGIV diperoleh dalam kadar gula yang seperti sakit kepala, dermatitis (kulit
tinggi seperti sukrosa dan maltosa. IGIV telapak tangan dan kaki mengelupas ),
dapat diberikan kepada wanita hamil infeksi (HIV dan hepatitis vius asal
dan pada keguguran seringkali yang produk terkontaminasi), edem paru akibat
sebabnya tidak jelas, namun efeknya cairan berlebihan dan tekanan onkotik
masih kontroversial. koloid tinggi IGIV, alergi/ anafilaksis,
Mekanisme bagaimanaIGIV menekan kerusakan jaringan direk (hepatitis) yang
inflamasi belum jelas benar. Diduga ada ditimbulkan antibodi yang terkandung
berbagai mekanisme IGIV (Tabel 18.3). dalam IGIV, gagal ginjal akut, trombosis
vena dan meningitis aseptik.

Ta be I 18.3 Mekanisme dan kegunaan IGIV


Mencegah FcR
Membentuk kompleks imun, selanjutnya berinteraksi dengan FcR pada SD, sehingga
dapat mencegah inflamasi, mengurangi derajat berat penyakit autoimun (AR, LES,
sklerosis multipel, miastenia gravis, pemfigus, polimiositis, dermatomiositis, granulomatosis
Wegener, sindrom Churg-Strauss, polineuropati dan inflamasi kronis polineuropati dengan
demielinisasi
Antibodi dalam jumlah besar merangsang sistem komplemen pejamu, mempercepat
eliminasi semua antibodi, termasuk yang berbahaya
Mencegah reseptor IG pada sel sistem imun (makrofag) sehingga menurunkan kerusakan
sel atau regulasi fagositosis makrofag
Bereaksi dengan sejumlah reseptor membran pada sel T, sel B dan monosit yang berperan
pada autoreaktivitas dan menginduksi toleransi terhadap jaringan sendiri
Menurunkan kapasitas sel T, produksi TNF, IL-10, sehingga menurunkan inflamasi SSP
Dapat digunakan pada penyakit Kawasaki dan HIV pada anak

522
Bab 18. lmunofarmakologi

Penggunaan IGIV dalam terapi B. Imunoglobulin intramuskular


imunomodulasi dan penyakit autoimun IGIM merupakan imunoglobulin yang
terlihat pada Tabel 18.4. (dibahas juga dapat diberikan satu kali seminggu se-
dalam Bab 19 Imunisasi)

Tabel 18.4 IGIV dalam terapi imunomodulasi


Efikasi + pada studi random Trombositopeni imun

,-• - · .,, I.• •\ ~· ri--+•-·


•~
Sindrom Guillain-Barre
. -~,.!~:·: r,
'!-- : . · Polineuropati inflamasi kronis demielinisasi
...t:· '.
: ' : Penyakit Kawasaki
.... .
•, t ·; ' •, - Dermatomiositis
"-<; • - I

1( .;_)": ·~·
'!.:
' ·. • ' ....· · Sindrom miastenia Lambert Eaton
• """' t
- '
. I
. ~ f'

Neuropati multifokal

Tidak efektif Sindrom fatig kronis (fatig pasca virus)

,_.t · 1....

AR

• :~ • • • 1 • AR juvenil

Menjanjikan pada studi open Vaskulitis sistemik


tria//jumlah sedikit
Asma steroid dependen

" "'·,.' Koagulopati yang diinduksi antibodi anti-


• ! faktor VIII

Miastenia gravis dalam krisis

Epilepsi intraktabel

523
lmunologi Dasar Edisi ke-10

hingga tidak memerlukan pemberian A. Biologis


infus di rumah sakit. Reaksi yang tidak
1. Hormon timus
diinginkan terjadi pada 20% penderita.
Se! epitel timus memproduksi beberapa
jenis hormon yang berfungsi dalam pe-
C. Imunoglobulin subkutan
matangan sel T dan modulasi fungsi sel
Imunoglobulin juga dapat diberikan sub-
T yang sudah matang. Hormon timus
kutan. IGSK menggunakan larutan 16%
ditemukan dalam darah dan kadamya
dari imunoglobulin.
menurun pada berbagai penyakit imun,
usia lanjut atau bila timus diangkat. Ada
D. Bahan lain
empat jenis hormon timus, yaitu timosin
Bahan-bahan lain yang dapat diberikan alfa, timostimulin, timopoetin dan faktor
sebagai replacement diantaranya : humoral timus. Keempat jenis hormon ter-
• Inhibitor C 1-esterase untuk sebut diperoleh dari sapi dan telah dapat
defisiensi inhibitor C 1-esterase disintesis dengan rekayasa genetik. Semua-
• al-antitripsin untuk defisiensi al- nya mempunyai sifat memperbaiki fungsi
antitripsin sistem imun (imunostimulasi nonspesifik)
pada usia lanjut, kanker, autoimunitas dan
IV. IMUNOSTIMULAN pada imunosupresi sistem imun akibat
pengobatan. Bahan-bahan tersebut mening-
Imunostimulasi atau imunopotensiasi ada-
lah cara memperbaiki fungsi sistem imun katkan jumlah, fungsi dan reseptor sel T
dengan menggunakan imunostimulan dan beberapa aspek imunitas selular. Efek
yaitu bahan yang merangsang sistem sampingnya dapat berupa reaksi alergi
imun. (Tabel 18.5). lokal atau sistemik.

Tabel 18.5 Bahan imunostimulasi atau imunopotensiasi


A. Biologis B. Sintetik
1. Horman timus 1. Levamisol
2. Limfokin 2. lsoprinosin
3. Interferon 3. MOP
4. Antibodi monoklonal 4. BRM
5. Transfer Factor I ekstrak 5. Hidroksiklorokin
leukosit 6. Arginin
6. Sel LAK 7. Antioksidan
7. Asal bakteri 8. Bahan-bahan lain
8. Asal jamur

524
Bab 18. lmunofarmakologi

2. Limfokin 4. Antibodi monoklonal


Antibodi monoklonal diperoleh dari fusi
Limfokin disebut juga interleukin atau
dua sel yaitu sel yang dapat membentuk
sitokin, diproduksi limfosit yang diaktif-
antibodi dan sel yang dapat hidup terus
kan dan memiliki peran penting dalam
menerus dalam biakan sehingga antibodi
respons imun selular. Contohnya ialah
tersebut dapat diproduksi dalam jumlah
MAF, MGF, T-cell GF atau IL-2, CSF
yang besar. Antibodi monoklonal dapat
dan IFN-y. Beberapa jenis limfokin seperti mengikat komplemen, membunuh sel
IL-2 dan TNF yang diproduksi makrofag tumor manusia dan tikus in vivo.
telah dapat disintesis dengan rekayasa
genetik. Bahan tersebut dapat menyembuh- 5. Transfer Factor I ekstrak leukosit
kan beberapa tumor pada tikus. Gangguan Berbagai ekstrak leukosit yaitu Dialysed
sintesis IL-2 ditemukan pada kanker, Leukocyte Extract dan Transfer Factor
penderita AIDS, usia lanjut dan auto- (TF) telah digunakan dalam imunostimulasi
imunitas. pada penyakit-penyakit sebagai berikut:
• kandidiasis mukokutan kronik
3. Interferon • koksidiodomikosis
• lepra lepromatosa
Ada tiga jenis interferon yaitu alfa, beta
• tuberkulosis
dan gama. INF-a diproduksi leukosit, IFN-
• vaksinia gangrenosa (melalui
p oleh sel fibroblas yang bukan limfosit transfusi leukosit)
dan IFN-y atau interferon imun oleh sel T
yang diaktifkan. Semua jenis interferon 6. Lymphokine-Activated Killer cells
dapat menghambat replikasi virus DNA
LAK cells adalah sel T sitotoksik syngeneic
dan RNA, sel normal, sel ganas serta
yang dihasilkan in vitro dengan me-
memodulasi sistem imun.
nambahkan sitokin seperti IL-2 ke sel-
Interferon dalam dosis tinggi dapat
sel seseorang yang kemudian diinfuskan
menghambat proliferasi sel B dan sel kembali. Prosedur tersebut merupakan
T sehingga menurunkan respons imun imunoterapi terhadap keganasan.
selular dan humoral. Pada dosis rendah,
interferon merangsang sistem imun dengan 7. Bahan asal bakteri
meningkatkan aktivitas membunuh sel a. Bacillus Calmette Guerin
NK, makrofag, sel T dan mengatur pro-
BCG adalah Mikobakterium bovis hidup
duksi antibodi. Efek samping pemberian yang dilemahkan dan dapat mengaktifkan
interferon adalah sindrom flu (meriang, sel T, memperbaiki produksi limfokin dan
malaise dan mialgia), emesis, diare, leuko- mengaktifkan sel NK. BCG digunakan
peni, trombositopeni dan aritmia. sebagai profilaksis pada tumor rekuren

525
lmunologi Dasar Edisi ke-10

seperti karsinoma kandung kencing yang hasilkan dari jamur. Bahan-bahan tersebut
merupakan tumor tersering ke-6. Tidak dapat meningkatkan fungsi makrofag.
digunakan bila ada defisiensi imun atau Dua preparat di antaranya yaitu krestin
tuberkulosis. dan lentinan telah banyak digunakan
dalam pengobatan kanker sebagai imuno-
b. Korinebakterium parvum stimulan nonspesifik.
Kuman K. parvum mati yang digunakan
sebagai imunostimulan mempunyai sifat B. Sintetik
mirip dengan BCG, digunakan sebagai
1. Levamisol
imunostimulator nonpesifik pada kega-
nasan. Efek samping yang ditimbulkan- Levamisol adalah derivat tetramizol, obat
nya adalah pusing, panas dan muntah. cacing yang dapat meningkatkan proliferasi
dan sitotoksisitas sel T serta mengembali-
c. Klebsiela dan brusela kan anergi pada beberapa penderita dengan
Dewasa ini telah pula dihasilkan bahan kanker (imunostimulasi nonspesifik). Anergi
asal kuman klebsiela dan brusela yang di- temyata berhubungan dengan prognosis.
duga mempunyai efek yang sama seperti Levamisol dapat meningkatkan efek anti-
BCG. gen, mitogen, lirnfokin dan faktor kemo-
taktik untuk merangsang limfosit, granu-
d. Bordetela pertusis losit dan makrofag.
B.pertusis penyebab batuk rejan, mem- Levamisol telah pula digunakan dalam
produksi LPF yang merupakan mitogen penanggulangan artritis reumatoid, penyakit
untuk sel T dan imunostimulan. virus dan LES. Dosis yang diberikan
ialah 2,5 mg/kg berat badan secara oral
e. Endotoksin untuk dua minggu berturut-turut setiap hari
Endotoksin atau LPS adalah komponen dan sesudah itu, kalau perlu masih dapat
dinding bakteri negatif-Gram seperti diberikan beberapa hari dalam seminggu.
E.koli, sigela dan salmonela yang dapat Levamisol meningkatkan efek fluorourasil
merangsang proliferasi sel B dan sel sebagai ajuvan pada terapi pasca reseksi
T serta mengaktifkan makrofag. Keter- kanker kolon. Efek sampingnya berupa
batasan penggunaannya terutama disebab- mual, muntah, urtikaria dan agranulositosis
kan karena sifatnya yang imunogenik sehingga pemberiannya hams dihentikan.
dan pirogenik.
2. Isoprinosin
8. Bahan asal jamur ISO adalah bahan sintetis yang mem-
Berbagai bahan seperti lentinan, krestin, punyai sifat antivirus dan juga mening-
glukan dan schizophyllan telah dapat di- katkan proliferasi dan toksisitas sel T

526
Bab 18. lmunofarmakologi

seperti halnya dengan levamisol. ISO di- limfotoksin, MAF dan faktor kemotaktik,
duga membantu produksi limfokin (IL-2) OAF dan sebagainya. Terapi biologik atau
yang berperan pada diferensiasi limfosit, bioterapi, menggunakan BRM untuk me-
makrofag dan peningkatan fungsi sel rangsang pemulihan kemampuan sistem
NK. Isoprinosin adalah imunostimulator imun dalam menyingkirkan penyakit dan
yang dapat meningkatkan sitotoksisitas atau infeksi. BRM seperti penyekat TNF
sel NK dan aktivitas sel T dan monosit. (enbrei/etanercept, kineret/anakinra, rituk-
Dosis yang biasa diberikan adalah san/rituximab) telah banyak digunakan
50 mg/kg berat badan yang dapat dinaik- pada pengobatan RA. TNF-a merupakan
kan sampai 1-4 g/hari bila diperlukan. sitokin utama yang berperan pada RA.
ISO telah dicoba diberikan selama dua Penyekat TNF mengikat TNF-a yang
tahun secara terns menerus tanpa menim- berperan dalam infl.amasi dan kerusakan
bulkan efek samping. Efek samping yang jaringan. Kineret adalah antagonis IL-1.
kadang-kadang ditemukan berupa pening- Yang akhir juga ditemukan dalam jumlah
katan kadar asam urat plasma. besar pada RA dan berperan dalam infl.a-
masi. Rituksan merupakan obat antikanker
3. Muramil Dipeptida yang telah banyak digunakan bersama
MDP adalah komponen aktif terkecil dari MTX dalam pengobatan RA dewasa.
dinding sel mikobakteri. Bahan tersebut
5. Hidroksiklorokin
telah dapat disintesis dan pada pemberian
oral dapat meningkatkan sekresi enzim Hidroksiklorokin adalah obat antimalaria,
dan monokin. Efeknya adalah langsung namun telah pula digunakan terhadap
dan tidak memerlukan limfokin atau penyakit jaringan ikat seperti LES dan
pengaruh lain. Bila diberikan bersama artritis reumatoid.
minyak dan antigen, MDP dapat mening-
katkan baik respons selular maupun 6. Arginin
humeral. MDP telah banyak digunakan Arginin adalah asam amino yang menun-
sebagai ajuvan yang diberikan dengan jukkan fungsi imunomodulasi, diperlu-
vaksin pada pengobatan tumor untuk kan untuk mempertahankan keseimbangan
mencegah rekurens tumor dan infeksi. nitrogen dan fungsi fisiologik pada manusia.
Pemberian arginin pada hewan percobaan
4. Biologic Response Modifier dapat meningkatkan ukuran timus, jumlah
BRM merupakan molekul dengan spek- limfosit dan respons mitogenik limfosit
trum luas yang dapat meningkatkan fungsi terhadap miogen dan antigen, meningkatkan
sistem imun pejamu misalnya sitokin, sintesis IL-2 dan melindungi involusi
IFN, CSF, TNF, GF untuk limfosit B, timus akibat trauma dan gangguan fungsi

527
lmunologi Dasar Edisi ke-10

sel T, meningkatkan reaksi hipersensiti- dapat meningkatkan respons imun


vitas lambat dan respons imun antitumor. selular dan humoral
Arginin adalah esensial untuk timosin, c. Tuftsin yang diberikan secara paren-
timopentin dan tuftsin menunjukkan efek teral dapat meningkatkan fungsi
terhadap berbagai sel dan molekul sistem makrofag, sel NK dan granulosit
imun dan diduga memiliki potensi sebagai d. Maleic anhydride, divinyl ether copo-
obat di masa mendatang pada penderita lymer yang diberikan secara parenteral
imunokompromais. dapat meningkatkan fungsi makrofag
dan sel NK
7. Antioksidan e. 6-phenyl-pyrimidol yang diberikan
Sistem imun tergantung dari kese- secara oral dapat meningkatkan fungsi
imbangan antara radikal bebas dan status makrofag dan sel NK.
antitoksin dan tubuh. Pajanan orang dewasa f. Fluorokuinolon menunjukkan efek
sehat dengan kadar tinggi oksidan menu- bakterisidal dan juga efek terhadap
runkan respons sistem imun. Pajanan dengan fungsi imun tertentu, seperti mening-
kadar rendah antioksidan dalam diit juga katkan aktivitas transkripsi sel T
menurunkan respons imun seperti hiper- untuk sintesis IL-2 dan IFN-y
sensitivitas lambat.
Peningkatan stres oksidan dan disfungsi
imun ditemukan pada artritis reumatoid, V. IMUNOSUPRESAN
usia lanjut dan perokok. Radikal bebas
akan menimbulkan kerusakan lipid dan Imunosupresi merupakan suatu tindakan
komponen selular lainnya. Jadi suplemen untuk menekan respons imun. Kegunaan-
antioksidan diperlukan untuk menghilang- nya di klinik terutama pada transplantasi
kan stres oksidatif dan memperbaiki fungsi dalam usaha mencegah reaksi penolakan
imun. Peningkatan antioksidan dapat diperlu- dan berbagai penyakit inflamasi yang me-
nimbulkan kerusakan. Penyakit-penyakit
kan golongan usia lanjut untuk memper-
autoimun memiliki beberapa ciri yang
tahankan respons hipersensitivitas lambat.
sama yaitu kerusakan jaringan akibat
inflamasi. Kerusakan imun berperan dalam
8. Bahan-bahan lain
patogenesis penyakit, kronisitas, progresif
Berbagai bahan lain yang telah digunakan dan relaps.
secara eksperimental di klinik diantara-
nya adalah: Obat imunosupresi mempunyai sifat-sifat
a. Azimexon dan ciamexon yang diberi- sebagai berikut :
kan secara oral dapat meningkatkan • Sitotoksik
respons imun selular • Antimetabolit
b. Bestatin yang diberik~at"I'S"'e~c""'at'""ar-n01,..,arr!--• ~A......,,.n.....
ti"'"'p.....r o.,_.l. ,.i£,. . .....
era.....t1..,.·[_ _ _ __ _ __ _ __

528
Bab 18. lmunofarmakologi

• Antiaktivasi sel T A. Sitotoksik


Obat-obat imunosupresi digunakan SP atau sitoksan dan klorambusil merupa-
pada penderita yang akan menjalani kan alkylating agent yang semula dibuat
transplantasi dan penyakit autoimun sebagai analog nitrogen mustard dalam
oleh karena kemampuannya yang dapat pengobatan kanker. Dewasa ini SP
menekan respons imun. Kegunaannya banyak digunakan dalam pengobatan
sering dikombinasikan dengan steroid penyakit imun sebagai kemoterapi kanker
dalam usa-ha mengurangi dosis steroid dan pada transplantasi sumsum tulang.
yang diperlukan (steroid sparing agent). SP dapat membunuh sel pada setiap
Komplikasi utama dari penggunaan siklus perkembangannya dan lebih toksik
yang lama adalah imunosupresif dan terhadap sel yang sedang berproliferasi.
mielosupresif yang berupa kerentanan SP diberikan oral atau intravena setiap
terhadap keganasan. hari dalam dosis kecil atau dosis besar
Ada beberapa golongan imuno- intermiten. Oleh karena efek toksiknya,
supresan dan efeknya terhadap sistem SP hanya diberikan pada penyakit berat.
imun dapat berupa perubahan jalur sel SP diabsorpsi baik oleh usus dan
sistem imun yang sementara dan efek metabolismenya terjadi di hati. Atas
yang lebih persisten terhadap fungsi pengaruh oksidase dan sistem sitokrom
sel individual. Efek antiin:ftamasinya P-450 dijadikan senyawa 4-hidroksi yang
dapat dipisahkan dari efeknya terhadap masuk ke dalam plasma dan dapat me-
sistem imun. Pada umurnnya, azatioprin nembus membran dan masuk ke dalam sel.
dan siklofosfamida bekerja terhadap pe- Bahan aktif utama SP ialah metabolitnya
matangan sel, sedang KS dan derivat berupa phosphoramide mustard dan akro-
asal jamur mencegah fungsi sel matang lein. Phosphoramide merupakan alkylating
(Gambar 18.4). agent yang mengikat silang (cross-link)
lnhibisi kalsineurin -
lnhibisi transkripsi gen Siklosporin , FK506
sitokin - kortikosteroid

Gambar 18.4
Tempat utama
lnhibisi sintesis purin - lnhibisi sinstesa DNA -
kerja intraselular azatioprin, MM Alkylating agents seperti
imunosupesan siklofosfamide

529
lmuno/ogi Dasar Edisi ke-10

makromolekul selular antara lain DNA, pesia, reaksi alergi (urtikaria, anafilaksis
RNA dan protein. pada pemberian intravena), memacu
Reaksi biokimia intraselular menim- produksi IgE dan merusak sel-sel yang
bulkan kematian sel. Oleh karena itu SP menekan respons alergi. SP seperti alky-
digolongkan sebagai obat sitotoksik. SP lating agent lainnya dapat merusak sel
dapat membunuh sel pada semua stadium sperma dan ovum. SP juga disertai dengan
masa hidup, selama fase istirahat atau risiko malformasi janin dan keganasan. SP
selama sel memproduksi DNA. SP mem- dapat pula menimbulkan komplikasi pada
punyai efek tertinggi terhadap sel yang jantung berupa miokarditis hemoragi dan
sedang membelah. Jadi SP bekerja se- pada paru-paru berupa pembengkakan
bagai irnunosupresan dengan membunuh endotel, eksudasi intra-alveolar, inflamasi
sel limfosit yang diaktifkan, juga sebagai interstisial, proliferasi fibroblas dan fibrosis.
depresan sumsum tulang. Oleh karena Sekresi hormon antidiuretik atas pengaruh
merusak DNA, SP dapat memacu terjadi- SP menimbulkan hiponatremia berat,
nya leukemia dan lirnfoma. kejang-kejang dan kematian mendadak.
SP yang diberikan setiap hari kepada SP menunjukkan efek terhadap berbagai
penderita dengan berbagai penyakit imun, penyakit nonmaligna seperti artritis reuma-
menimbulkan limfopenia yang tidak se- toid granulomatosis Wegener, LES, poli-
banding dengan granulositopenia. Dosis miositis, sindrom nefrotik idiopatik, poli-
rendah menurunkan jumlah limfosit tanpa artritis nodosa, vaskulitis, sklerosis multipel,
menimbulkan granulositopenia, tetapi penyakit inflamasi jantung dan dermato-
dosis tinggi menimbulkan lirnfopenia dan miositis.
granulositopenia. Dosis rendah yang di- Obat sitotoksik lainnya yang sudah
berikan terus menerus menunjukkan respons dikembangkan adalan 2-klorodeoksiade-
lebih baik terhadap imunitas selular diban- nosin (2-CDA, kladribin) dan fiudarabin.
ding pemberian bolus.
Kombinasi berbagai imunosupresan B. Antimetabolit
diberikan baik pada kanker maupun pada MTX adalah antagonis asam folat yang
penyakit imun. Azatioprin bersama predni- sudah digunakan untuk lebih dari 40
solon dan SP dapat bekerja sinergis dalam tahun yang semula dibuat sebagai anti
menginduksi toleransi. Efek sinergis tidak kanker. Dosis yang kecil telah digunakan
terlihat pada kombinasi metotreksat dan dalam pengobatan psoriasis dan artritis
SP. SP digunakan pada berbagai penyakit reumatoid. Struktur MTX adalah analog
nonmaligna. dengan asam folat. Asam folat dalam diit
Efek samping SP seperti alkylating direduksi oleh enzim menjadi dihidro-
agent lainnya adalah toksisitas terhadap folat (terpenting), tetrahidrofolat dan asam
kandung kemih (akrolein), nausea, alo- folat yang direduksi lainnya. Semua produk

530
Bab 18. lmunofarmakologi

tersebut berperan dalam reaksi biokimia depresi dan pusing. Efek lain berupa panas
seperti konversi homosistein menjadi dan poliartralgi, infeksi oportunistik seperti
metionin, metabolisme histidine, sintesis Pneumocystis carinii, herpes zoster luas
purin dan timidilat yang esensial untuk dan infeksi jamur. Osteoporosis setempat
sintesis DNA. Jadi MTX mencegah dapat terjadi dengan gejala klinis sakit
sintesis DNA dalam derajat lebih besar tulang berat dan fraktur nontrauma pada
dari sintesis RNA dan protein. In vitro anak. Toksisitas paru kronis dapat berupa
MTX mencegah proliferasi PMN. panas, batuk, sesak, hipoksemia dan in:filtrat
Dalam klinik MTX digunakan pada paru interstisial. Efek toksik hati jarang
pengobatan artritis reumatoid, artritis reuma- terjadi. Efek samping hati (sirosis dan
toid juvenil, polimiositis yang steroid fibrosis) yang terjadi pada psoriasis antara
resisten, dermatomiositis, sindrom Felty, lain disebabkan oleh konsumsi alkohol
sindrom Reiter, asma yang steroid depen- dan obat dosis tinggi. Pemberian asam
den, penyakit autoimun seperti sirosis folat dan folinic acid dapat mengurangi
bilier primer, IBD, sclerosing cholangitis efek samping gastrointestinal dan efek
dan sarkoidosis. samping hematologik. Efek-efek samping
Efek toksik yang paling sering terjadi membaik bila MTX dihentikan.
pada sistem gastrointestinal berupa anorek-
sia, nausea, muntah, diare, stomatitis yang
C. Antiproliferatif
membaik bila dosis diturunkan atau cara
pemberian oral dijadikan parenteral. Baik 1. Azatioprin
asam folat dan folinic acid dapat mengu- AZA semula dibuat untuk memperoleh
rangi efek gastrointestinal. Efek hematologik prodrug 6-merkaptopurin yang dilepas
seperti leukopenia terjadi pada 5% penderita lambat. Meskipun hal tersebut tidak ter-
artritis reumatoid yang mendapat dosis rendah bukti, tetapi AZA temyata memiliki sifat
yang pulih kembali bila obat dihentikan. seperti 6-merkaptopurin dengan toksisitas
Efek samping lainnya berupa gagal ginjal, yang kurang. AZA berinteraksi dengan
infeksi virus, reaksi kulit seperti urtikaria, senyawa yang mengandung sulfidril di
reaktivasi eritem yang ditimbulkan sinar dinding saluran cema, hati dan sel darah
UV, nodul reumatoid yang timbul pada merah. 6 Merkaptopurin diubah menjadi
penderita dengan artritis reumatoid meski- berbagai metabolit, terutama thioinosinic
pun artritisnya membaik. MTX merupakan acid dan 6-thioguanine nucleotides. Thio-
obat yang teratogenik. Aminopterin, obat inos inic acid mencegah sintesis purin
induk MTX digunakan sebagai obat untuk sehingga menekan sintesis DNA dan RNA
menginduksi abortus. Efek karsinogen dan merupakan antagonis replikasi sel.
MTX belum terbukti. Kegunaannya dalam klinik yaitu pada
Efek samping SSP berupa sakit transplantasi, artritis reumatoid, LES, IBD,
kepala, kelelahan, perubahan semangat,

53 l
lmunologi Dasar Edisi ke-10

penyakit saraf (miastenia gravis, skle- sintesis DNA atau merusak kromosom.
rosis multipel) dan penyakit lain dengan Obat yang diberikan per oral dipecah
fenomena autoimun. AZA sering diguna- dalam hati menjadi asam mikofenolat
kan bersama steroid yang efektif pada yang merupakan metabolit utama yang
pemfigus vulgaris, severe poly morphous biologis inaktif dan disekresi dalam urin.
light eruption, actinic reticuloid dan actinic Resirkulasi enterohepatik obat dapat
dermatitis kronis, tetapi tidak efektif ter- terjadi. Mungkinjugaaktivitas betagluku-
hadap pemfigoid bulosa. Pada anak dengan ronidase dirangsang oleh aktivasi limfosit
IDDM, kombinasi AZA dengan steroid dan monosit yang mengubah metabolit
menunjukkan efek baik. menjadi mikofenolat aktif di daerah peno-
Efek samping potensial AZA dapat lakan aktif atau inflamasi kronis. Miko-
berupa mielotoksik dan toksik terhadap fenolat mencegah respons proliferasi
hati dan gastrointestinal. Efek samping sel PMN oleh mitogen, MLR dan proli-
tersering berupa nausea, muntah dan ferasi otot polos. Efek akhir diperlukan
leukopenia yang terjadi pada 30% pem- pada pengobatan penolakan kronis alograf
berian AZA. Dosis yang lebih besar dari vaskular terutama alograf jantung. Dalam
2 mg/kg/hari menimbulkan efek toksik klinik MM digunakan pada transplantasi
terhadap hati berupa hepatitis aktif kronis. (ginjal, jantung, hati), artritis reumatoid
AZA dapat menimbulkan sindrom hiper- dan kondisi lain seperti psoriasis. Penekanan
sensitivitas berupa panas, mialgia, artralgia, fungsi sel T akan mempermudah peneri-
malaise, nausea, muntah, diare yang maan transplan dan menimbulkan anergi.
dapat disertai leukositosis dan eosinofilia. Dosis klinis 1-5 mg/kg berat badan tidak
Biopsi saluran cema menunjukkan infil- mengganggu respons humoral.
trasi eosinofil. Komplikasi lain akibat Efek samping MM berupa gastro-
imunosupresi ialah risiko infeksi dan intestinal seperti muntah, sakit perut dan
keganasan. diare. Depresi sumsum tulang jarang
terjadi dan efek terhadap ginjal dan hati
2. Mikofenolat mofetil belum banyak dilaporkan. MM dapat
menekan efek vaksinasi berbagai virus
Mikofenolat mofetil mencegah sintesis yang diperlukan sebagai pertahanan tubuh
purin dan proliferasi sel T dan B yang (aktivasi Tc). Jadi MM dapat mening-
diaktifkan. Bila diberikan dengan siklo- katkan risiko terhadap infeksi berbagai
sporin A, dapat mencegah penolakan virus seperti herpes, CMV, Epstein-Barr
akut tandur. MM adalah inhibitor inosin danjamur oportunistik. Obat serupa yang
monofosfat dihidrogenase yang berperan sedang dikembangkan adalah Bequinar
dalam sintesis guanosin dan tidak meng- dan leflunomide.
hambat enzim yang berperan dalam

532
Bab I8. lmunofarmakologi

D. Anti aktivasi sel T digunakan dalam klinik. Efeknya seperti


siklosporin A yang mencegah transkripsi
1. Siklosporin-A gen sitokin IL-2, IL-3 , IL-4, IL-5 , GM-
Siklosporin-A yang disebut Siklosporin CSF, IFN-y dan TNF-a baik dari sel
yang merupakan metabolit jamur diisolasi mononuklear atau sel mast. Karenanya
dari jamur Tolypocladium infiatum Garns mencegah penglepasan histamin yang
dapat mencegah imunitas humoral dan IgE dependen dari sel mast dan karena-
selular. Dewasa ini SK banyak digunakan nya mempunyai peran dalam pengobatan
untuk mencegah penolakan pada trans- as ma.
plantasi antara lain sumsum tulang, dan Takrolimus (FK506) diisolasi dari
sekarang sudah berkembang pemakaiannya mikroorganisme asal tanah dan dapat
pada beberapa kasus autoimun sistemik dan mencegah aktivasi sel T aloreaktif. FK506
topikal. Siklosporin hanya menjadi aktif digunakan untuk mencegah penolakan
bila diikat dengan reseptomya intraselular pada transplantasi hati dan sedang dicoba
(siklofilin) dan mencegah terutama akti- pada pencegahan dan pengobatan GvHD
vasi beberapa sitokin (Gambar 18.5). (transplantasi sumsum tulang).
Sikloporin dan takrolimus menunjuk-
2. Takrolimus
kan efek yang sama terhadap aktivasi
FK506 adalah suatu makrolida yang di- limfosit. Keduanya mencegah sinyaljalur
produksi S. tsukubaensis, sudah lama transduksi dengan meningkatkan kadar

Kalsineurin

I ~
~I lnhibisi 1i
Tahap 1 Tahap 2 ~transkripsi
gen

e I
Faktor 0
transkripsi

Gambar 18.5 Mekanisme imunosupresi siklosporin.

Pada tahap 2, kompleks CyA-Cyp berikatan dan mencegah kalsineurin, enzim kunci yang
berperan dalam translokasi faktortranskriptase dari sitoplasma ke nukleus . Gangguan tersebut
akan mencegah transkripsi untuk IL-2, IL-3, IL-4, IL-5 dan IFN-y.

533
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Ca++ bebas intraselular. Kedua obat baru pisah dari efeknya terhadap sistem imun.
menunjukkan efeknya setelah diikat oleh Pada umumnya, azatioprin dan siklosporin
reseptor dalam sel yang disebut imuno- bekerja terhadap sel T matang, sedang
fili n. Setelah berikatan, kompleks ini KS dan derivat jamur mencegah fungsi
akan bereaksi pada sasaran intraselular sel matang.
yang sama yaitu serine-threonines phos-
phatase yang disebut kalsineurin. Efek E. Steroid
sampingnya berupa toksisitas terhadap
1.Efek antiinflamasi
ginjal dan SSP. Oleh karena itu pem-
berian dalam jangka panjang hendaknya KS atau kortikosteroid adalah molekul
dibatasi. lipofilik yang ditemukan dalam darah
dan kebanyakan diikat oleh globulin dan
3. Rapamisin albumin. Molekul KS bebas menembus
membran sel dan selanjutnya berikatan
Rapamisin (sirolimus) adalah makrolida
dengan reseptor KS (KS-R) dalam sitosol
lain asal S. Higroskopis yang dapat
sel dengan nukleus. KS menunjukkan
mencegah sinyal transduksi melalui IL-2
efek anti-in:flamasi yang luas dan imuno-
dan sitokin lain. Oleh karena itu rapamisin
supresi. Efek anti-inflamasinya nampak
hanya mencegah sel-sel yang sudah di-
dalam berbagai tingkat terhadap produksi,
aktifkan. Rapamisin juga mencegah produksi
pengerahan, aktivasi dan fungsi sel efektor.
imunoglobulin dan bekerja sinergistis
KS memiliki efek antiinflamasi
dengan CsA dan mencegah degranulasi
paling efektif seperti terlihat pada Tabel
eosinofil.
Rapamisin yang diisolasi dari Strep- 18.6 Kegunaannya terbatas oleh efek
tomyces hygroscopicus dapat mencegah samping yang ditimbulkannya. Efeknya
proliferasi sel T. Seperti takrolimus, terhadap metabolisme otot, kulit, lemak,
rapamisin mengikat reseptor intraselular tulang dan perilaku diduga disebabkan
yang sama. Rapamisin mencegah jalur oleh efek reseptor KS melalui jalur yang
sinyal proliferasi selular yang tidak ter- berbeda dari jalur inflamasi. Usaha-
gantung dari kadar Ca. Rapamisin men- usaha untuk menemukan preparat KS
cegah proliferasi sel T yang IL-2 dependen yang lebih baik dengan efek samping yang
tanpa mencegah transkripsi gen. Mekanisme kurang masih terus dilakukan .
kerja berbagai imunosupresan terlihat Dewasa ini sudah tersedia berbagai
pada Gambar 18.6. preparat steroid dengan efek anti infla-
Efek berbagai obat imunopresif ter- masi dan sifat retensi garam yang ber-
hadap sistem imun dapat berupa peru- beda (Tabel 18.7 dan 18.8).
bahan jangka pendek atau perubahan yang KS memiliki sifat-sifat sebagai
lebih persisten. Efek antiinflamasinya ter- berikut: Mengubah jalur sirkulasi yang

534
Bab 18. lmunofarmakologi

APC

GO

I
Transkripsi
( CTLA41g ) gen sitokin

@) G1
FK506
Siklosporin

Rapamisin ,_
Leflunomid
I Transduksi
sinyal sitokin

Proliferasi
M G2 @. s
Sintesi s DNA

Azatioprin
( Deoksiperguanolin )
Mikofenolat mofetil

Gambar 18.6 Mekanisme kerja berbagai imunosupresan

Tabel 18.6 Efek kortikosteroid terhadap inflamasi


1. Anti-inflamasi
menghambat permeabilitas vaskular
menghambat motilitas makrofag
menghambat motilitas neutrofil
I•
menghambat aktivasi komplemen . .: .

..-
menstabilkan lisosom
I
2. Memperbaiki fungsi reseptor adrenergik
3. Menurunkan viskositas mukus
4. Mencegah penglepasan mediator : LT dan PG
5. Menimbulkan neutrofilia, monositopenia, limfopenia
6. Efek terhadap CD4 > CD8; sel T > sel B
7. Menghambat fungsi sel NK
8. Mencegah ekspresi sitokin dan produksinya

535
lmun ologi Dasar Edisi ke-10

Tabel 18.7 Sifat farmakologis berbagai preparat steroid


Sifat anti- Sifat retensi Waktu paruh
Jenis preparat Dosis setara
inflamasi garam (men it)
Hidrokortison 1.0 2.00 2+ 90
Kortison 0.8 25.00 2+ 30
Prednison 4.0 5.00 1+ 60
Prednisolon 4.0 5.00 1+ 200
Metilprednisolon 5.0 4.00 0 180
Triamsinolon 5.0 4.00 0 300
Betametason 20-30 0.60 0 100-300
Deksametason .: 20930 0.75 0 100-300

Tabel 18.8 Efek KS terhadap sistem imun


Efek Mekanisme
Trafik sel t Neutrofil dalam darah Dilepas dari sumsum tu lang ,
..J, Monosit dalam darah tetapi tidak diangkut ke jaringan
Apoptosis sel CD4 dan Th1 , Th2,
..J, Limfosit terutama sel T ..J, CD4 sekuesterasi Tc dalam sumsum
tu lang
Fungsi sel Makrofag Stabilisasi membran
..J, Proses antigen ..J, Pematangan monosit menjadi
..J, Sitokin (produksi IL-1 , IL-6, makrofag
TNF-a)
..J, Kemotaksis
..J, Aktivitas bakterial
..J, Aktivas i sel T Pencegahan transkripsi sitokin
(IL-1 , IL-2, IL-3, IL-4, IL-6, IFN-y)
..J, Ekspresi molekul adhesi
..J, Fungsi sel endotal ..J, Aktivitas sintitase Oksida Nitrit
..J, Fungi sel NK
Efek terhadap ..J, Sintesis PG Mencegah fosfolipase A2 dan
inflamasi enzim siklooksigenase

menimbulkan akumulasi leukosit di Menunjukkan efek terhadap makrofag,


tempat inflamasi menurunkan produksi IL-1 dan
• Menurunkan jumlah limfosit, monosit, ekspresi MHC-II, ekspresi IgE-R dan
eosinofil dan basofil dalam sirkulasi kemampuan pemusnahan intraselular
kecuali PMN • Menghambat produksi IL-6 dan
Menghambat pengerahan limfosit TNF-a, leukotrin, PG, PAF, elastase,
dengan menekan produksi sitokin kolagenase dan Histamine Releasing
Thl dan Th2 Factor oleh makrofag

536
Bab 18. lmunofarmakologi

• Menghambat pembentukan oksida karena banyak sel, jalur dan mekanisme


nitrit dan kebocoran mikrovaskular yang sama digunakan kedua sistem ter-
• Menunjukkan efek terhadap sel mast sebut. KS mempengaruhi redistribusi sel B
dan basofil secara tidak langsung. Meng- dan T matang dari sirkulasi ke limpa dan
hambat produksi faktor pertumbuhan sumsum tulang. Aktivasi dan proliferasi
sel mast, IL-3, IL-4 dan GM-CSF oleh sel T dihambat KS melalui hambatan
limfosit, sehingga secara tidak langsung produksi IL-2 dan IL-2R dan sitokin lain
menghambat aktivasi sel mast. yang berperan pada ekspansi klon.
Melalui mekanisme yang sama, men- Sel B dihambat KS pada fase imatur,
cegah pertumbuhan, diferensiasi dan dan sel plasma lebih resisten terhadap KS.
aktivasi basofil dengan menurunkan KS tidak banyak menunjukkan pengaruh
produksi IL-3, IFN-y dan GM-CSF. terhadap respons rangsangan antigen/
• Menghambat migrasi dan kemotaksis imunisasi. KS efektif terhadap penyakit
basofil. KS menghambat pengerahan autoimun yang sel T dependen seperti
eosinofil melalui pencegahan produksi tiroiditis Hashimoto, berbagai kelainan
PAF dan leukotrin oleh sel lain. Secara kulit, polimiositis, beberapa penyakit
tidak langsung reumatik, hepatitis aktif dan IBD. Penyakit
• Mencegah priming dan meningkatkan humoral terutama ITP, miastenia gravis,
apoptosis eosinofil melalui penurunan menunjukkan respons yang kurang ter-
produksi IL-3, IL-5 dan GM-CSF oleh hadap pemberian KS. Beberapa minggu
makrofag dan sel T. KS menghambat akan diperlukan untuk menurunkan
metabolisme asam arakidonat (PG, produksi antibodi.
tromboksan, leukotrin) dan PAF. Aktivitas farmakologis KS adalah
• Mencegah permeabilitas mikrovaskular meningkatkan sintesis protein antiin:fla-
melalui berbagai mekanisme seperti masi dan menurunkan sintesis protein
mencegah produksi mediator vaso- proin:flamasi (Gambar 18.7) Stimulasi
dilator, dan respons endotel terha9ap sintesis protein anti-in:flamasi terjadi me-
mediator tersebut. Peningkatan per- lalui ikatan tempat-tempat dengan GRP
meabilitas vaskular merupakan bagian yang terletak dalam DNA. Kompleks
penting dari inflamasi. KS-reseptor menginduksi aktivasi trans-
• Dapat mencegah produksi sintetase kripsi gen yang menyandi protein anti-
oksida nitrit yang berperan dalam in:flamasi. Dalam pencegahan sintesis
peningkatan relaksasi endotel. protein anti-in:flamasi ada 2 mekanisme
molekular:
2. Efek imunosupresi
a. Mekanisme direk yang mengikat
Membedakan efek antiin:flamasi dari kompleks KS-R pada tempat GRE-
efek imunosupresi KS adalah sulit oleh yang terletak dalam DNA, menim-

537
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Lipokortin 1 Fosfolipase A2
Endopeptidase 24.11 COX-2
lnhibisi protease leukosit sekretori NK-1 , H1 -R, dll
Reseptor ~ 2-adrenergik Kolagenase ,stromelisin
Gambar 18.7 Aktivitas IL-1b, TNF-a
farmakologis IL-2 < - > IL-13
Kemokin (RANTES)
glukokortikosteroid

bulkan represi gen yang menyandi sebagai irnunosupresan. Di masa mendatang


protein transkriptase untuk protein sudah dipikirkan penggunaan prostaglan-
pro-inflamasi din, prokarbazin, oksiuran, miridazol dan
b. Mekanisme indirek yang mungkin lebih antibodi monoklonal anti sel T.
penting, melibatkan interaksi kompleks
1. D-penisilamin
KS-R dengan sasaran gene transcrip-
tion factor seperti AP-1 dan NF-KB, D-penisilamin mencegah proliferasi sel
mencegah transcription coding untuk T, mengganggu kemotaksis dan fung si
sintesis protein proinflamasi. oksidatif neutrofil , menurunkan fungsi
APC
Efek imunosupresan KS dan beberapa
obat terlihat pada Gambar 18.8.
2. Preparat emas
KS menirnbulkan banyak efek samping
yang kompleks (Tabel 18.9 dan Gambar Preparat emas mengganggu ekspresi
18.9). Untuk mengurangi efek samping molekul adhesi pada endotel.
tersebut perlu diperhatikan ketentuan-
ketentuan umum dan strategi terapi KS 3. Mepakrin dan hidroksikJorokin
sistemik seperti induksi, konsolidasi, Mepakrin dan hidroksiklorokin diduga
tapering, dan kalau perlu dosis perawatan. mengganggu produksi sitokin dan enzim
lisosom granulosit.
F. Imunosupresan lain
Radiasi , drainase duktus torasikus dan 4. Sulfasalazin
pemberian interferon dosis tinggi telah di- Sulfasalazin menunjukkanaktivitas irnuno-
gunakan secara eksperimental dalam klinik supresi yang ringan, digunakan pada

538
Bab 18. lmunofarmakologi

~t.®
@ ~~~
CD4 Sel •logeoelk l
Ia 0

~1-@ IL-2 l •@
Ste mid

~
I\ Slklo,porio

Proliferasi
I
~ 1
AZA ' AZA

.....____~-"> ~ @
Gambar 18.8 Efek
farmakologis
beberapa jenis
imunosupresan
terhadap
Penolakan transplan penolakan

inflamasi penyakit usus, RA dan artritis sitokin dan reseptor sitokin larut yang
seronegatif. dapat digunakan dalam pengobatan
spesifik seperti penyakit autoimun. IL-2,
5. Colchicin IFN-a dan IFN-y dapat digunakan terhadap
Colchicin mencegah kemotaksis neutrofil. tumor tertentu dan G-CSF terhadap
jumlah sel PMN yang rendah akibat
6. Dapson kemoterapi atau iradiasi ( dibahas dalam
Dapson dapat mencegah adhesi neutrofil. Bab 9 Sitokin). IL-2 diproduksi sel CD4+
yang dirangsang, bekerja terhadap IL-2R
G. Sitokin (CD25), rnenginduksi ekspansi klon sel
Dewasa ini sudah dapat diperoleh sitokin T, sel B dan sel NK. IL-2 diberikan pada
murni hasil klon, antibodi terhadap sindrom irnunodefisiensi dengan produksi

539
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Tabel 18.9 Efek samping Kortikosteroid


Dosis tinggi yang diberikan lama
Sindrom Cushing
Supresi aksis Hipotalamus Pituitari Adrenal
Berat badan meningkat
Gangguan semangat
Penyembuhan Iuka yang terganggu
Risiko infeksi meningkat
Hipokalsiuri
Katabolisme protein meningkat
Dosis tinggi kumulatif
Osteoporosis
Katarak kapsuler posterior
Atrofi kulit
Gangguan pertumbuhan (anak)
Aterosklerosis
Eksaserbasi oleh terapi, dosis dependen
Hipertensi
lntoleransi glukosa
Ulkus peptikum
Akne vulgaris
Kadang-kadang, biasanya dosis dependen
Nekrosis avaskular
Miopati
Perlemakan hati
Hirsutisme
Kadang-kadang yang tidak dapat diramalkan
Psikosis
Lipomatosis
Alergi steroid
Pseudotumor serebri
Glaukoma
Pankreatitis

IL-2 yang defektif seperti HIV, keganasan H. Antibodi monoklonal


atau infeksi dengan respons imun yang Antibodi dapat digunakan dalam imuno-
lemah (Gambar 18.10). supresi. Sensitasi dapat dicegah dengan

540
Bab 18. lmunofarmakologi

. . . .~----- Gangguan psikologis


-.P.-----Atrofi kulit
_.,___ _ _ _ Katarak
...,_ _ _ __ Akne
"Ji!" Hirsutisme
~ '- .;;:;.._ _ _ Miopati proksimal

( Hipertensi

Tukak lambung
Diabetes melitus
Supresi adrenal

Nekrosis aseptik
Patah tulang panggul

Osteoporosis
Hambatan pertumbuhan
pada anak

Gangguan penyembu han


Iuka

Meningkatkan risiko
infeksi Gambar 18.9 Efek samping
penggunaan KS lama

Pengobatan biolog is penyakit keganasan

Meningkatkan respons pejamu Pemusnahan sel keganasan

Nonspesifik Spesifik Spesifik


Nonspesifik
IL-2 Vaksin tumor Ab monoklonal
TNF
IFN-a spesifik ± toksin

Gambar 18.10 Pengobatan biologis penyakit keganasan dengan IL-2 dan TNF

54 1
lmunologi Dasar Edisi ke-10

menggunakan antibodi yang dapat me- Adalimurnab (Humira) antibodi ter-


nyingkirkan antigen. Contohnya adalah hadap TNF-a
penggunaan antibodi anti-D pada inkom- • Alemtuzumab (MabCampath) adalah
patibilitas golongan darah Rhesus. Se- antibodi monoklonal anti CD52 yang
j umlah antibodi monoklonal telah dikem- dapat merupakan antibodi litik dengan
bangkan untuk mencegah interaksi antara sasaran terutama sel B. Digunakan pada
APC, sel T dan sel B (Gambar 18.11) limfoma sel B dan penyakit limfo-
ALG merupakan imunosupresan aktif proliferativ sel B (EBY)
baik untuk sel B maupun sel T (Tabel • Rituximab (MabThera) adalah anti-
18.11 ). Berbagai antibodi monoklonal bodi monoklonal anti CD20, diguna-
misalnya terhadap LDA dapat menekan kan pada limfoma sel B Non Hodgkin,
imunitas spesifik dan nonspesifik seperti dapat menimbulkan sindrom lisis tumor
CD3 dan CD8. masif dengan penglepasan sitokin
Dengan diketahuinya peranan sitokin • Omalizumab (Xolair), merupakan anti-
dan reseptomya yang larut, telah pula bodi terhadap lg Fe yang mencegah
dipikirkan untuk menggunakan imuno- ikatan FcR dengan afinitas tinggi
supresan/antibodi rnonoklonal terhadap • Basiliximab (Simulect) merupakan anti-
reseptor sitokin larut untuk rnernpenga-
bodi yang mengikat rantai a pada IL-
ruh i respons imun (Tabel 18.10) :
2R yang mencegah proliferasi sel T
• lnfliximab (Remicab) rnerupakan anti-
bodi monoklonal terhadap TNF-a , • Daclizumab (Zenapax) adalah antibodi
menginduksi ANA, digunakan pada monoklonal yang mengikat rantai g
terapi RA, spondilitis ankilosis IL-2R yang mencegah proliferasi sel T

Kompleks
trimolekular

Gambar 18.11 Sasaran antibodi mono-


klonal sebagai bahan imunosupresan

542
Bab 18. lmunofarmakologi

Tabel 18.10 Antibodi monoklonal sebagai imunosupresan


Kegunaan dalam
Antibodi Sasaran Komentar Efek samping
klinik
Anti-limfosit Sel T dan B Penolakan tandur Dibuat melalui Serum sickness,
globulin imunisasi kelinci/ keganasan meningkat
kuda dengan sel
limfoid manusia
Anti-CD52 Limfosit dan Menekan sel T Pada AR, limfopeni
(CAMPATH-IH) monos it dalam sumsum CD4 yang
tulang dalam memanjang
usaha mencegah
GvH ,CLL, AR
Anti-CD23 Semua sel T Mencegah lnduksi penglepasan Keganasan
matang penolakan tandur sitokin yang
ginjal dan jantung menimbulkan
demam, menggigil,
meningisme dan
hipotensi
Anti-CD4 Terutama sel Th RA Anti-CD4 tikus yang CD4 dalam sirkulasi
imunogenik pada menurun beberapa
manusia bu Ian
Anti-TNF TNF RA, penyakit Hasil baik terbukti Tuberkulosis,
(lnfliksimab) Crohn yang dari DBPCT histoplasmosis
resisten terhadap
imunosupresan
konvensional
CTLA4-lg SelT Lupus tikus Fusi protein terdiri Tidak diketahui
atas bagian luar
CTLA4 dan Fcg
tikus
Anti-CD40L Sel T yang Lupus tikus lmunodefisiensi Percobaan pada
diaktifkan tanpa CD40L manusia dihentikan
oleh karena terjadi
trombosis pada
resipien
Anti-CD20 SelB Limfoma sel B Terbukti baik pada lg serum menurun
(Rituksimab) limfoma , dan sementara
penyakit autoimun
Anti-CD49d-CD29 a4-integrin Penyakit Crohn , Terbukti baik pada Leukoensefalopati
(anti-a4-lntegrin , MS DB PCT multifokal yang
Natalizumab) berhubungan dengan
virus JC

Monositosis,
limfositosis dan
eosinofilia perifer
akibat gangguan
homing oleh a3-
integrin

543
lmunologi Dasar Edisi ke-10

• Gemtuzumab (Mylotarg) adalah anti- mekanisme yang belum banyak dike-


bodi monoklonal terhadap antigen tahui misalnya pemberian IGIV dan
CD33 yang dipresentasikan pada sel antibodi monoklonal yang dapat me-
blast leukemia mieloid dan sel mieloid nekan, meningkatkan atau mengubah
normal. respons imun, yang tergantung dari
• Anti CD 154 mencegah ikatan CD 154 spesifisitas dan keadaan klinisnya
pada sel T yang diaktifkan dengan • Ada beberapa golongan obat irnuno-
CD40 pada sel B dan APC supresif. Efeknya terhadap sistem irnun
• Trastuzumab antibodi terhadap GF dapat merupakan perubahan tidak
reseptor epidermal Her2, mencegah lama dan persisten
dan menurunkan reseptor. Digunakan • Pada umurnnya, azatioprin dan siklo-
pada terapi kanker mamae dan meta- fosfamid bekerja terhadap pematangan
stasis yang mengekspresikan Her-2 sel, sedang steroid dan derivat asal
berlebihan jamur bekerja dengan mencegah ter-
• Abciximab (ReoPro) adalah antibodi hadap fungsi sel matang sistem imun
monoklonal yang mengikat reseptor • Kortikosteroid menirnbulkan perubahan
glikoprotein trombosit, hanya diberi- dalam trafik sel dalam 2 jam setelah
kan satu kali sebagai tambahan pada pemberian, tetapi tidak nampak lagi
pengobatan heparin dan aspirin pada setelah 24 jam
penderita dengan risiko tinggi untuk • Pengaruh KS terhadap fungsi sel
mencegah komplikasi trombosis bervariasi yang tergantug atas spesies,
• OKT3 (muromonab-CD3)merupakan dosis dan waktu. Efek utamanya adalah
antibodi terhadap rantai e CD3 sel T. terhadap makrofag dalam istirahat
Digunakan pada terapi penolakan • Mengurangnya pengolahan antigen
alograft oleh makrofag diduga menurunkan
• Digoxin-specific antibody (Digibind) respons antibodi primer yang terlihat
adalah fragmen Fab terhadap digoksin, setelah pemberian KS
digunakan untuk mengobati keracunan • Siklosporin berasal dari metabolitjamur,
digoksin. tidak menunjukkan efek terhadap
• Untuk sel yang hiperaktif dan dapat limfosit, tetapi menekan baik imunitas
merusak jaringan sendiri diperlukan humoral maupun selular. Efek utama-
imunosupresi. Contohnya diperlukan nya mencegah produksi IL-12, jadi
dalam penanganan transplantasi dan tergantung dari proliferasi sel CD4+
penyakit autoimun yang sering meng- • Siklopsorin banyak digunakan untuk
ancam nyawa memperpanJang hidup tandur dan
• Beberapa cara manipulasi imun me- dalam penyakit autoimun yang terjadi
nunjukkan keuntungan klinis melalui melalui sel Th

544
Bab 18. lmuno(armako/ogi

• Rapamisin (sirolimus) juga berasal dari • Antibodi monoklonal menunjukkan


jamur; digunakan bersama siklopsorin potensi besar dalam diagnosis dan
dan S menunjukkan hasil baik dalam pengobatan
mencegah penolakan tandur
• Antibodi dapat digunakan dalam
VI. IMUNOSUPRESAN DALAM
terapi pengganti, juga untuk menekan
KLINIK-TRANSPLANTASI
respons 1mun.
• IFN-y dapat mengaktifkan makrofag
Bila resipien alograft memiliki sistem
dan menunjukkan efek baik pada
imun yang berfungsi baik, transplantasi
kondisi dengan gangguan fungsi
akan hampir selalu menimbulkan peno-
makrofag misalnya lepra, leisma-
niasis dan CGD lakan. Strategi dalam praktek klinis dan
Imunomodulasi dapat dilakukan dengan model eksperimental untuk mencegah
memberikan IGIV; IGIV adalah esen- atau melambatkan terjadinya penolakan
sial untuk penderita dengan defisiensi adalah menggunakan imunosupresan dan
antibodi primer dan hipogamaglobu- meminimalkan kekuatan reaksi alogeneik
linemia sekunder terutama yang di- spesifik. Tujuan utama transplantasi
induksi infeksi HIV dan penderita adalah menginduksi toleransi spesifik
dengan keganasan limfoproliferatif
donor, sehingga tandur dapat hidup tanpa
• Pada tromositopenia idiopatik akut,
imunosupresi nonspesifik. Imunosupresi
peningkatan jumlah trombosit terjadi
dalam beberapa jam setelah pemberian merupakan pendekatan umum dalam usaha
IGIV dalam infus, tetapi hanya mencegah dan menangani penolakan
sementara; pada penyakit lain, efek tandur. Beberapa imunosupresan yang
IGIV adalah lama digunakan terlihat pada Tabel 18.11

545
lmuno/ogi Dasar Edisi ke-10

Tabel 18.11 Berbagai imunosupresan yang digunakan di klinik


Obat Mekanisme kerja
Siklosporin dan FK- Menghentikan produksi sitokin sel T melalui pencegahan aktivasi
500 faktor transkripsi NFAT
Azatioprin Menghentikan proliferasi prekursor limfosit
Mikofenolat mofetil Menghentikan proliferasi limfosit dengan mencegah sintesis
nukleotid guanin dalam limfosit
Rapamisin Menghentikan proliferasi limfosit dengan mencegah sinyal IL-2
GKS Menekan inflamasi dengan mencegah penglepasan sitokin oleh
makrofag
Antibodi monoklonal Menurunkan sel T dengan mengikat CD3 dan memacu fagositosis
anti-CD3 atau lisis oleh komplemen (digunakan untuk mengobati penolakan
akut)
Antibodi anti-IL2 R Mencegah proliferasi sel T dengan menghalangi ikatan IL-2 dan
(CD25) menurunkan sel T yang diaktifkan dan mengekspresikan CD25
CTLA-4-lg Mencegah aktivasi sel T dengan menghalangi ikatan kostimulator
87 dengan sel T CDS (dalam percobaan klinis)
Anti ligan CD40 Mencegah aktivasi makrofag dan endotel dengan menghalangi
ikatan ligan sel T CD40 dengan CD40 (dalam percobaan klinis)

VII. IMUNONUTRIEN Mikronutrien adalah trace mineral


dan vitamin yang diperlukan sebagai nutrien
Nutrisi buruk untuk jangka waktu lama
esensial bagi organisme. Trace mineral di-
dapat menghilangkan sel lemak yang sebut juga trace element. Asupan vitamin
biasanya melepas honnon leptin yang yang adekuat dan trace element diperlukan
merangsang sistem imun. Nutrisi buruk sistem imun agar dapat berfungsi efisien .
dapat menimbulkan defisiensi imun ringan Defisiensi mikronutrien ini dapat meng-
yang disertai dengan kadar leptin rendah. ganggu respons sistem imun nonspesifik
Anak dengan malnutrisi protein/kalori dan spesifik dan menimbulkan disregulasi
menunjukkan atrofi timus dan jaringan keseimbangan respons imun. Hal ter-
limfoid sekunder, depresi respons sel T sebut dapat menimbulkan kerentanan
terhadap mitogen dan sel alogeneik, pengu- terhadap infeksi yang meningkatkan
rangan sekresi limfokin, gangguan respons morbiditas dan mortalitas. Infeksi sendiri
terhadap uji kulit hipersensitivitas tipe meningkatkan defisiensi mikronutrien
lambat dan antigen lingkungan seperti oleh karena intake yang kurang. Peng-
PPD dan kandida. Kerentanan yang me- gunaan dan perubahan jalur mekanisme-
n ingkat terhadap infeksi pada malnutrisi nya juga akan meningkatkan kehilangan
sering membaik setelah diberikan diet yang bahan ini. Intake yang kurang terjadi
cukup . pada individu dengan penyakit gangguan
Bab 18. lmunofarmakologi

makanan, perokok dan penyakit tertentu, mengganggu baik sistem imun nonspesifik
selama hamil dan menyusui dan pada (regenerasi mukosa epitel) dan spesifik
usia lanjut. terhadap infeksi yang menimbulkan
gangguan kemampuan untuk melawan
A. Vitamin (mikronutrien) patogen ektraselular.
Vitamin antioksidan (C, E) dan trace Vitamin A berperan dalam regulasi
element seperti selenium, tembaga (Cu) fungsi imun, nonspesifik dan respons
dan seng (Zn) dapat melindungi jaringan selular dan humoral. Defisiensi vitamin
dari kerusakan oleh oksigen reaktif A pada anak cenderung meningkatkan
melalui regulasi faktor transkripsi dan resiko terjadinya penyakit saluran napas
produksi sitokin dan PG. Intake vitamin dan peningkatan derajat penyakit diare.
B6, folat, B12, C, E, selenium, tembaga, Suplementasi vitamin A menurunkan
seng dan besi (Fe) memacu respons derajat berat penyakit diare tetapi efek
yang sedikit terhadap pneumonia.
yang terjadi melalui sitokin Thl dan pen-
Pemberian vitamin A bersama Zn
cegahan pengalihan Thl ke Th2. Hal ini
meningkatkan risiko penyakit diare
meningkatkan respons imun nonspesifik.
dan infeksi saluran napas pada anak
Sistem imun pada manusia terlihat pada usia 6-15 bulan. Defisiensi vitamin
(Gambar 18.12). A disertai dengan penurunan fagosit
Pada umumnya intake vitamin- dan oxydative burst makrofag selama
vitamin dan mineral yang inadekuat inflamasi dan penurunan jumlah dan
dapat menurunkan fungsi sistem imun aktivitas sel NK. Vitamin A berperan
yang akhimya menimbulkan prediposisi dalam perkembangan dan diferensiasi
infeksi dan malnutrisi. Pada umumnya subset Th 1 dan Th2, mempertahankan
suplementasi imun dapat mengembalikan antibodi normal atas pengaruh Th2
status defisiensi sistem imun. Pandangan yang menekan produksi IL-12, TNF-a,
sekarang mengenai efek vitamin-vitamin dan IFN-y oleh Thl. Akibatnya adalah
(A, B6, B12, C, D, E dan folat) serta gangguan pertahanan terhadap patogen
mineral (selenium, seng, tembaga dan ekstraselular. Suplementasi vitamin A
besi) terhadap sistem imun terlihat pada dapat memperbaiki respons antibodi
Tabel-tabel 18.12, 18.13 dan 18.14. terhadap vaksin campak, meningkatkan
respons antibodi serum terhadap toksin
tetanus dan vaksin bakteri.
1. Vitamin A
Vitamin A berperan dalam sistem imun 1. Vitamin D
humoral dan selular dan memacu Th2 Vitamin D berhubungan dengankerentanan
yang memproduksi sitokin dengan yang meningkatterhadap infeksi olehkarena
profil antiinflamasi. Defisiensi vitamin A gangguan imunitas nonspesifik lokal dan

547
lmunologi Dasar Edisi ke-10

SISTEMIMUN

lmunitas nonspesifik

Faktornon- islem
spesifik lain komplemen

Sawar epitel dan Limfosil B


fungsi digestif

Enzim.APP,
transferin. dll lmunoglobulin
SelNK

Limfosit T

T CD8+ silotoksik IFN-y, TNF-<1, TNF-p


Merangsang
Th1 CD4+ IFN-y, ll-2 imunitas selular
dan fagosilosis
T c04+ regulator ll-10, TNF-p
Merangsang
ll-4, -5, -10. -13 imunilas humoral
dan eosinofil

Gambar 18.12 Sistem imun pada manusia

Tabel 18.12 Peran vitamin yang larut dalam air terhadap sistem imun
Peran pada sistem imun Efek defisiensi dan Suplementasi
Vit 86 Intake adekuat Suplementasi mengembalikan respons imun.
mempertahankan respons Th1 Pemberian IV dosis tinggi bermanfaat pada
pengobatan penderita dengan autoimunitas dan
HIV
Fol at Mempertahankan imunitas Suplementasi pada usia lanjut memperbaiki
nonspesifik (aktivitas sel NK) fungsi sistem imun pada umumnya
Pemberian dosis sangat tinggi dapat menimbulkan
gangguan sitotoksisitas sel NK
Vit 812 Sebagai imunomodulator pada Defisiensi vitamin 812 menimbulkan
imunitas selular (NK, COB• dan perbandingan abnormal tinggi dari CD4•/
limfosit T) COB•, menekan aktivitas sel NK, yang dapat
dikembalikan dengan pemberian vitamin 812 per
injeksi
VitC Peran dalam antimikrobial dan Mengganggu fungsi leukosit, menurunkan
aktivitas sel NK, proliferasi aktivitas sel NK dan proliferasi limfosit. Kadar
limfosit, kemotaksis dan vitamin C rendah pada usia lanjut dapat
respons DTH digunakan sebagai nilai prediksi terjadinya
penyakit dan mortalitas kardiovaskular
Suplementasi memperbaiki aktivitas
antimikrobial dan sel NK, kemotaksis, proliferasi
limfosit dan respons DTH (Th1)

548
Bab 18. lmunofarmakologi

I Tabel 18.13

VitA
Peran vitamin yang larut dalam lemak terhadap sistem imun
Peran dalam sistem imun
Peran dalam respons
antibodi dan selular, respons
anti inflamasi Th2
Efek defisiensi dan suplementasi
Suplementasi :
Menurunkan IFN-y, TNF-a; meningkatkan
sekresi IL-4, IL-5, IL-10 dan respons
Defisiensi mengganggu antibodi terhadap vaksin (Th2)
imunitas nonspesifik
Intake yang berlebihan menekan fungsi
(regenerasi sawar epitel
sel T dan kerentanan terhadap patogen
yang rusak oleh inflamasi)
Vit D Peran dalam proliferasi dan Defisiensi berhubungan dengan
diferensiasi sel. kerentanan terhadap infeksi yang
meningkat oleh gangguan imunitas
Semua sel sistem
nonspesifik dan DTH
imun kecuali sel B
mengekspresikan reseptor Suplementasi dengan diet tinggi kalsium
vit D mencegah efek penyakit progresif
(menekan respons Th1 meningkatkan
Meningkatkan imunitas non-
respons Th2)
spesifik (diferensiasi monosit
ke makrofag)
Vit E Antioksidan terpenting yang Defisiensi Vit E kadang mengganggu
larut dalam lemak, proteksi fungsi sel T dan DTH
terhadap membran lipid dari
Suplementasi pada individu sehat
kerusakan oksidatif
meningkatkan proliferasi sel T, perbaikan
Produksi faktor supresif imun CD4+/CD8+ dan stres oksidatif yang
yang menurun (PGE2 dalam menurun
makrofag)
Suplementasi pada usia lanjut
Mengoptimalkan dan memperbaiki fungsi sistem imun pada
meningkatkan respons imun umumnya
(Th1)
Disregulasi respons imun pada usia
lanjut disertai dengan kerentanan yang
meningkat terhadap infeksi dan mungkin
keganasan

549
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Tabel 18.14 Peran beberapa trace element terhadap sistem imun


Peran dalam sistem imun Efek defisiensi dan suplementasi
Selenium Esensial untuk respons Defisiensi menimbulkan virus bermutasi menjadi lebih virulen
imun optimal (spesifik dan
nonspesifik) Suplementasi pada usia lanjut yang berhubungan dengan
defek proliferasi sel (sel NK dan aktivitas sitotoksik) mencegah
peningkatan kerentanan terhadap inflamasi dan keganasan
Seng (Zn) Esensial untuk proliferasi Defisiensi meningkatkan stres oksidatif dan kerentanan terhadap
sel terutama sel sistem imun kerusakan oksidatif DNA meningkat, menurunkan keseimbangan
(spesifik dan nonspesifik) dengan menekan respons Th1 (penurunan IFN-y dan IL-2,
gangguan aktivitas sel NK, penurunan fungsi makrofag, penurunan
aktivitas Tc, DTH) sedang respons Th2 tidak terganggu

Meningkatkan kerentanan terhadap infeksi terutama pada anak

Suplementasi pada usia lanjut memperbaiki sistem imun yang


terganggu
Suplementasi dengan dos is tinggi (lebih dari 100 mg/hari menekan
produksi IFN-y dan fungsi sel T
Tembaga (Cu) Peran dalam enzim kunci Intake yang hampir cukup menurunkan proliferasi sel T dan
dalam pertahanan terhadap meningkatkan sel B dalam sirkulasi , tetapi tidak ada efek terhadap
ROS dan mempertahankan kadar IL-2R pada neutrofil , aktivitas sel NK
keseimbangan anti oksidan
intraselular Tidak ada peningkatan insidens infeksi

Suplementasi (7 mg/hari) pada usia lanjut menurunkan persentase


neutrofil dalam sirkulasi , IL-2R dalam serum dan antibodi terhadap
influenza dan meningkatkan respons inflamasi rata-rata (IL-6)
Besi (Fe) Esensial untuk diferensiasi. Defisiensi menurunkan sekresi sitokin (IFN-y, TNF-a., IL-2) dan
pertumbuhan sel , komponen menurunkan aktivitas sel NK, prolifertai sel T, respons DTH ,
enzim yang diperlukan untuk mengganggu aktivitas bakterisidal makrofag , menurunkan rasion
fungsi sel imun (dalam sintesis CD4•/CD8+ dengan ekspansi relatif CDa· dan sedikit peningkatan
DNA) IL-1 0 yang menunjukkan adanya defisiensi nonspesifik dan
spesifik (menekan respons Th1 ), penurunan Th2 yang terbatas.
Terlibat dalam regulasi
produksi dan efek sitokin. Th1 lebih sensitif terhadap defisiensi dibanding Th2 karena
ekspresi reseptor transferin yang lebih rendah dan persediaan
besi yang sedikit lebih kurang

Defisiensi menguntungkan untuk melawan infeksi karenanya


Fe mungkin berbahaya bila diberikan selama infeksi atau ada
keganasan. Hanya sedikit bukti bahwa suplementasi besi
oral pada subyek defisiensi mencegah respons imun atau
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi terbanyak.Mungkin
dengan kekecualian HIV, malaria dan pneumonia

Defisiensi tidak mempengaruhi imunitas sel B

Kelebihan Fe dapat menekan fungsi imun (Th1) dengan


mencegah aktivitas sitokin regulatori (IFN-y, IL-2 , IL-12) yang
menimbulkan pengalihan ke rasio CD4•tcDa• dengan ekspansi
CDB• , penurunan aktivitas sel NK yang meningkatkan kerentanan
terhadap infeksi

Kelebihan Fe tidak mengganggu aktivitas sel B. Menarik Fe dengan


kelasi pada penderita dengan kelebihan besi meningkatkan
respons Th1

550
Bab 18. lmunofarmako/ogi

respons selular yang antigen spesifik. 4. Asam Folat


Vitamin D berperan dalam penyakit auto- Studi aktivitas sel NK dilakukan pada
imun yang terjadi melalui Thl , men- 60 individu sehat, usia > 70 tahun, yang
cegah pematangan SD dan menurunkan disamping diet teratur, mendapat formula
produksi IL-12 (imunostimulan) dan nutrisi khusus selama 4 bulan a.I. 400
meningkatkan IL-10 (imusupresif). Studi µg asam folat, 120 U vitamin Edan 3,S
yang memberikan 50 µg vitamin D/hari µg vitamin B21. Sitotoksisitas sel NK
(2000 IU) selama 9 bulan menunjukkan meningkat pada individu yang mendapat
efek terhadap kadar sitokin inflamasi suplemen dan menurun pada individu
pada pria dengan gagal jantung. Kadar yang tidak mendapat suplemen. Kesim-
serum TNF-a (proinflamasi) menurun pulan adalah bahwa suplemen nutrisi
dengan pemberian vitamin D dan kadar folat meningkatkan imunitas nonspesifik
IL-10 (anti inflamasi) meningkat 43% dan dapat memberikan proteksi terhadap
dibanding dengan plasebo. Kesimpulan infeksi pada usia lanjut (p = 0,02).
studi adalah bahwa vitamin D mem-
berikan proteksi terhadap jantung dan 5.Vitamin B12
aterosklerosis yang merupakan presipitat
Vitamin B 12 telah diteliti pada pasien
gaga] jantung dan dosis vitamin D yang
usia lanjut (36-S3 tahun) dengan anemia
lebih tinggi meningkatkan efek regulator pernisiosa atau anemia megaloblastik pasca
sistem imun. gastrektomi dengan penurunan jumlah
limfosit CDS dan sebagian CD4 dan
3. Vitamin B6 aktivitas sel NK. Suntikan vitamin B12,
Peningkatan vitamin B6 terhadap proli- 500 µg/hari selama 2 minggu menurunkan
ferasi limfosit dan kadar IL-2 telah diteliti perbandingan CD4+/CDS+ menjadi sama
pada wanita yang mengkonsumsi diit dengan yang ditemukan pada kontrol.
tetap yang mengandung 1 mg vitamin B6/ Aktivitas sel NK yang menurun dapat di-
hari untuk 7 hari yang diteruskan dengan kembalikan, tetapi tidak sampai seperti
3x14 hari perioda intake vit 1,5, 2.1 dan yang ditemukan pada kontrol. Kesimpulan
2.7 mg vitamin B6/hari . Proliferasi lim- adalah bahwa vitamin Bl2 bekerja se-
fosit sebagai respons terhadap PHA me- bagai imunomodulator terhadap imunitas
ningkat bermakna 35% oleh intake 2,1 selular terutama sel CDS+ dan sel NK.
mg/hari dibanding dengan 1,5mg/hari.
Dengan intake lebih tinggi tidak ditemu- 6. Vitamin C
kan peningkatan lagi. Kesimpulan studi Vitamin C merupakan stimulan fungsi
adalah bahwa vitamin B6 meningkatkan Jeukosit terutama migrasi neutrofil dan
proliferasi limfosit (p<0,05 ; r = 0,757). monosit. Pemberian suplementasi pada

551
/munologi Dasar Edisi ke-10

orang dewasa (1 -3 g/hari) dan pada anak vitamin E meningkatkan proliferasi limfosit
(20 mg/kgBB/hari) meningkatkan kemo- sebagai respons terhadap mitogen, me-
taksis neutrofil. Pemberian vitamin C ningkatkan produksi IL-2, sitotoksisitas
juga memperbaiki beberapa komponen sel NK dan aktivitas makrofag alveoli
respons imun seperti sel NK, proliferasi dan peningkatan resistensi terhadap bahan
limfosit, kemotaksis dan respons DTH. infeksi. Hal tersebut menunjukkan bahwa
Intake vitamin C dan seng yang vitamin E memacu respons sitokin Thl
adekuat adalah esensial untuk kesehatan, dan menekan respons Th2.
Nutrien tersebut berinteraksi dengan sistem
imun melalui bantuan respons imun dan
B. Mineral (mikronutrien)
memberikan proteksi antioksidan yang
diproduksi endogen terhadap spesies 1. Seleniu m (Se)
oksigen reaktif yang dibentuk endogen Selenium adalah esensial untuk respons
dalam res pons inflamasi (Tabel 18 .15) imun optimal spesifik dan nonspesifik.
Selanjutnya juga berperan dalam regulasi
7.Vitamin E dan fungsi antioksidan dan integritas
Vitamin E meningkatkan dan meng- membran serta proteksi terhadap ke-
optimalkan respons imun. Suplementasi rusakan DNA. Defisiensi selenium

Tabel 18.15 Peran vitamin C dan Zn dalam pertahanan tubuh


Pertahanan Vitamin C Seng
Sawar ku lit dan mukosa Sintesis kolagen Proliferasi sel
(mempertahankan tebal )
(meningkatkan kekuatan )
Neutrofil dan makrofag Memperbaki motilitas dan
kemotaksis
Meningkatkan membunuh
Perbaikan fagositosis
keseluruhan
Limfosit Proliferasi sel ind uk
Diferensiasi sel B dan T
lnteraksi sel T dan sel B
Limfosit B Produksi antibodi
Limfosit T Proliferasi Proliferasi dan respons
yang benar
Destruksi sel jaringan
terinfeksi dan tumor
Interferon Meningkatkan produksi

552
Bab 18. lmunofarmako/ogi

menurunkan kadar IgM dan IgG, meng- jukkan penurunan yang bermakna dalam
ganggu kemotaksis neutrofil dan produksi respons sel T in vitro terhadap aktivasi
antibodi serta meningkatkan virulensi virus mitogenik dan peningkatan persentase
koksaki, peningkatan CD4+dan penurunan sel B dalam sirkulasi, tetapi tidak me-
CDS+ dan timosit. Disimpulkan bahwa nunjukkan efek terhadap persentase monosit
selenium berperan terhadap infeksi virus. neutrofil sel Th (CD4+ dan CDS+), sel
NK dan aktivitas fagosit neutrofil. Studi
2. Seng (Zn) yang memberikan tembaga untukjangka
Seng menunjukkan efek antioksidan in waktu 1S hari dosis 1,6 mg tembaga/hari,
vitro dan in vivo serta terlibat dalam per- kemudian diberikan 7 mg/hari selama
tahanan sitosolik terhadap stres oksidatif 129 hari dan diikuti 7,S mg selama 18 hari.
yang disebabkan ROS yang diproduksi Intake tembaga yang tinggi menurunkan
dan dilepas oleh makrofag yang diaktifkan. persentase neutrofil dalam sirkulasi,
Defisiensi Zn pada fibroblas paru-paru IL-2R, dan titer antibodi terhadap virus
manusia menginduksi stres okdsidatif influenza. Respons inflamasi rata-rata
dan meningkatkan kerusakan DNA. Pada yang diukur melalui IL-6 meningkat 2
manusia defisiensi Zn ditemukan pada kali selama suplementasi.
subyek dengan akrodermatitis entero-
hepatika, penyakit genetik malabsorpsi 1. Besi (Fe)
Zn dan terjadi pada penderita yang men- Fe diperlukan untuk regulasi gen, ikatan
dapat nutrisi parenteral tanpa Zn. Penderita dan transpor oksigen, regulasi diferen-
menunjukkan atrofi timus, gangguan siasi sel dan pertumbuhan sel, serta me-
respons proliferasi limfosit terhadap rupakan komponen enzim. Fe juga ter-
mitogen, defisien aktivitas hormon timus libat dalam regulasi produksi sitokin dan
(timolin), penurunan rasio CD4+/CD8+, proliferasi sel. Proliferasi sel T tergantung
penurunan aktivitas sel NK, sekresi dari Fe. Perbandingan CD4+ /CD8+ dalam
sitokin Th 1 dan sitotoksisitas monosit. darah menurun pada defisiensi besi,
Keadaan tersebut dapat dikoreksi dengan sedang jumlahnya tidak berubah. Defek
pemberian Zn yang cukup. Defisiensi Zn fagositosis makrofag sering ditemukan
seringkali terjadi pasca operasi. pada subyek dengan kelebihan Fe, oleh
karena itu pemberian Fe yang lama diduga
3.Tembaga (Cu)
dapat meningkatkan kerentanan terhadap
Tembaga berperan dalam perkembangan infeksi yang ditimbulkan oleh modulasi
dan perawatan sistem imun. Tembaga imunitas selular (Thl yang lebih ringan,
ditemukan juga dalam enzim. Studi pada Th2 yang meningkat), kemampuan patogen
subyek dengan asupan tembaga menun- untuk memusnahkan patogen intraselular

553
lmunologi Dasar Edisi ke-10

berkurang. Fe terlibat langusng dalam Defisiensi vitamin E, C, A dan P-


pertahanan imunositotoksik dengan mem- karoten berhubungan dengan tanda-tanda
produksi radikal toksik hidroksil oleh sistem imun yang kompromis, kejadian
neutrofil dan makrofag. tumor serta menurunnya sel NK, respons
limfosit yang menurun terhadap mitogen,
gangguan fungsi makrofag, aktivitas fago-
C. Hubungan antara mikroinutrien dan
sitosis dan produksi sitokin yang me-
kanker
nurun (IL, TNF). Gangguan fungsi imun
Studi epidemiologi menunjukkan hubungan dan komponennya dapat dikembalikan
antara proteksi terhadap kanker dan diet dengan asupan nutrien yang defisien.
yang mengandung kadar tinggi mikro- Hal yang dapat disimpulkan mengenai
nutrien antioksidan seperti vitamin C, mikronurien adalah bahwa asupan yang in-
P-karoten, vitamin E, selenium, vitamin adekuat dapat menurunkan imunitas yang
A, kalsium dan folat. Beberapa mikro- merupakan faktor predisposisi infeksi dan
nutrien diduga lebih berperan dibanding malnutrisi. Nutri si spesifik berpengaruh
mikronutrien tunggal. terhadap respons imun, menginduksi disre-
Vitamin E, C, P-karotin dan selenium gulasi koordinasi respons imun terhadap
bekerja sebagai antioksidan yang mengontrol infeksi bila ditemukan defisiensi dan
aktivitas pro-oksidatif sejumlah fagosit, persediaan nutrisi yang berlebih . Defi-
mencegah kerusakan oksidatif jaringan siensi dapat menjadikan patogen yang
tanpa menimbulkan ancaman untuk pe- tidak berbahaya menjadi virulen. Jadi
vitamin dan mikroelemen diperlukan
jamu. Efek antioksidan bekerja dengan
pada dosis yang benar untuk fungsi
menyingkirkan radikal bebas, merangsang
sistem imun yang optimal. Data yang
sintesis sitokin (IL, TNF) sebagai respons
ada menunjukkan bahwa vitamin (A, D,
terhadap pajanan dengan mitogen yang
E, B6, B12, folat dan C), mikronutrien
selanjutnya memacu ekspansi limfosit dalam
(Selenium, Zn, tembaga dan Fe) berperan
fungsi normal dan mencegah kanker (Th, dalarn respons imun, sedang peran vitamin
Tc). Vitamin E berperan dalam pence- dan mikronutrien yang lain terhadap
gahan oksidasi PUFA dan mempertahan- sistem imun dewasa ini masih terbatas.
kan integritas membran. Melalui efek Mikronutrien berdampak terhadap respons
antioksidannya, vitamin E membatasi imun melalui mekanisme regulatori dife-
aktivitas siklooksigenase yang menurun- rensiasi prekursor sel T menj adi populasi
kan penurunan produksi PGE (supresor sel Th 1 (profil sitokin proinflamasi) atau
imun) dan mengurangi resiko kanker. Th2 (profil sitokin anti-inflamasi).

554
Bab 18. lmuno(armako/ogi

Butir-butir penting

0 Ada 2 cara pendekatan utama yang 0 GKS memiliki efek antiinflamasi


dimungkinkan untuk mengoreksi ke- paling efektif. Kegunaannya ter-
lainan imun yaitu imunosupresi dan batas oleh efek samping yang di-
imunopotensiasi timbulkannya. Efeknya terhadap
0 IVIG dapat digunakan pada penyakit metabolisme otot, kulit, lemak, tulang
autoimun. Efeknya adalah mencegah dan perilaku diduga disebabkan oleh
FcR pada fagosit, produksi sitokin, efek reseptor GKS melalui jalur yang
inaktivasi autoantibodi patogen, berbeda dari jalur inflamasi
mencegah produksi autoantibodi oleh 0 Membedakan efek antiinflamasi dari
sel B dan menurunkan proliferasi efek imunosupresi GKS adalah sulit
sel T. MG digunakan sebagai terapi oleh karena banyak sel,jalur dan meka-
primer pada beberapa defisiensi imun nisme yang sama digunakan kedua
primer dan sekunder dan sebagai sistem tersebut. GKS mempengaruhi
imunomodulasi redistribusi sel B dan T matang dari
0 BCG digunakan sebagai profilaksis sirkulasi ke limpa dan surnsum
pada tumor rekuren seperti tulang. Aktivasi dan proliferasi sel
karsinoma kandung kencing yang T dihambat GKS rnelalui hambatan
merupakan tumor tersering ke-6. produksi IL-2 dan IL-2R dan sitokin
Tidak digunakan bila ada defisiensi lain yang berperan pada ekspansi klon
imun atau tuberkulosis. 0 Antibodi terhadap sitokin dan reseptor
0 GKS banyak digunakan untuk men- sitokin larut dapat digunakan dalam
cegah penolakan pada transplantasi pengobatan spesifik seperti penyakit
autoimun. IL-2, IFN-a dan IFN-y di-
antara lain sumsum tulang, dan
gunakan terhadap tumor tertentu dan
sekarang sudah berkembangpemakai-
G-CSF terhadap jumlah sel PMN
annya pada beberapa kasus autoimun
yang rendah akibat kernoterapi atau
sistemik dan topikal. Siklosporin
radiasi.
hanya menjadi aktifbila diikat dengan
0 IL-2 diberikan pada sindrom irnuno-
reseptornya intraselular (siklofilin)
defisiensi dengan produksi IL-2 yang
dan mencegah terutama aktivasi
defektif seperti HIV, keganasan atau
beberapa sitokin. Imuosupresan lain infeksi dengan respons imun yang
yang digunakan untuk mencegah lemah
penolakan tandur adalah azatioprin, 0 Sejumlah antibodi rnonoklonal telah
mikofenolat, rapamisin, GKS, anti- dikembangkan untuk rnencegah inter-
bodi monoklonal, aksi antara APC, sel T dan sel B

555
lmunologi Dasar Edisi ke-10

D Mikronutrien adalah trace mineral imun sehingga meningkatkan keren-


atau trace element dan vitamin yang tanan terhadap infeksi, morbiditas
diperlukan sebagai nutrien esensial dan mortalitas
bagi organisme D Asupan mikronutrien yang kurang ter-
D Defisiensi mikronutrien dapat meng- jadi pada infeksi, gangguan makanan,
ganggu respons sistem imun non- perokok dan penyakit tertentu, selama
spesifik dan spesifik dan menimbulkan hamil dan menyusui dan pada usia
disregulasi keseimbangan respons lanjut.

556
IMUNISASI BAB
19
Daftar Isi
I. KEBERHASILAN VAKSINASI 3. Serum asal hewan
DALAM PROFILAKSIS IMUN
4. Antibodi heterolog versus antibodi
II. ANTIGEN DAN IMUNOGENISITAS
homo log
A. Imunogenisitas dan antigenisitas
5. Hal-ha! yang perlu diperhatikan pada
l . Imunogenisitas
pemberian globulin serum
2. Antigenisitas
Y. IMUNISASI AKTIF
3. Lokasi berbagai antigen yang
menginduksi imunitas A. Respons primer dan sekunder
B . Derajat imunogenisitas B. Perbedaan respons imun di berbagai
C. Antigen yang berubah bagian tubuh
D. Hapten VI . VAKSIN VIRUS
E. Ajuvan A. Vaksin Rubela
F. Besar molekul B. Vaksin Influenza
G. Rute imunisasi C. Vaksin Campak
H. Sifat pejamu D. Vaksin Poliomielitis
I. Dos is l. Vaksin virus mati (In-activated
J. Nomenklatur antigen Polio Vaccin, Salk)
K. Antigen sel T dependen dan sel 2. Vaksin virus hidup (Oral Polio Vaccin,
T independen Sabin)
L. Superantigen E. Vaksin Hepatitis B
M . Epitop F. Vaksin Hepatitis A
N . Antigen heterofil G. Vaksin Varisela
0 . Multivalensi H. Vaksin Retro
P. Vaksin kombinasi I. Vaksin Rabies
III. KLASIFIKASI VAK.SIN J. Vaksin Papiloma
IV. IMUNISASI PASIF VII . VAKSIN BAKTERI
A. Imunisasi pasif alamiah A. VaksinDOMI
1. Imunitas maternal melalui plasenta B. Vaksin Bacillus Calmette-Guerin
2. Imunitas maternal melalui C. Vaksin subunit
kolostrum l. Vaksin polisakarida
B. Imunisasi pasif buatan 2. Antitoksin (ekso- dan endo
l . Immune Serum Globulin nonspesifik toksin) - toksoid
(Human Normal lmmunoglobulin) 3. Vaksin peptida
2. Immune Serum Globulin soesifik D. Vaksin konjugat

557
lmunologi Dasar Edisi ke-10

VIII. VAKSfN HASIL REKAYASA XI. HAL-HAL YANG PERLU DIPER-


A. Yaksin subunit multivalen HATIKAN PADA VAKSfNASI
B. Vaksin DNA dan naked DNA A. Tempat pemberian vaksin
C. Vaksin vektor rekombinan B. Imunitas mukosa
D. Sitokin, pembawa vaksin C. lmunitas humoral
IX. VAKSfN TUMO R D. Sistem efektor
X. JADWAL IMUNISASI E. Lama proteksi
A. Imunisasi pada anak F. Bahaya vaksinasi dan keamanan
B. Imunisasi pada dewasa 1. Bahaya vaksinasi
C. Imun isasi pada golongan khusus 2. Keamanan vaksinasi
1. Usia di atas 60 tahun G. Stabilitas
2. Penyakit kronis
XII. KONTRAfNDIKASI IMUNISASI
3. Risiko pekerjaan
4. Rubela seronegatif XIII. KEBERHASILAN YAKSINASI
5. Golongan risiko lain
XIV. IMUNISASI DALAM PENILAIAN
6. Imunisasi dalam perjalanan
7. Vaksin/kontrasepsi imunologis RESPONS HUMORAL
8. Vaksinasi pada penderita dengan XV. BIOTERORISME
tandur
9. Wanita hamil dan yang menyusui Butir-butir penting
I 0. Lain-lain

558
Bab 19. lmunisasi

Daftar singkatan yang digunakan dalam bab ini

ADCC Antibody Dependent Cytotoxicity JGIV Imunoglobulin Intravena


Cell
lPV Inactivated Polio Vaccine
AIDS Acquired Immunodeficiency Disease
JSCOM Immunostimulating Complex
APC Antigen Presenting Cell
ISG Immune Serum Globulin
BCG Bacillus Calmette-Guerin
KGB Kelenjar Getah Bening
CAM Cellular Adhesion Molecule
MHC Major Histocompatibility Complex
CD Cluster of Differentiation
MMR Measles, Mumps, Rubella
CMI Cell Mediated Immunity
NK SelNK
CMV Cytomegalo Virus
NM Neisseria meningitidis
CTL Cytotoxic T Ly mphocyte
OPV Oral Polio Vaccine
DOMI Diseases ofthe Most Impoverished
PMN Polimorfonuklear
DNA Deoxy Ribonucleic Acid
PPJ Program Pengembangan Imunisasi
DTH Delayed Typ e Hyp ersensitivity
RIG Rabies Immune Globulin
DPT Difteri Pertusi s Tetanus
RSV Respiratory Sy ncytial Virus
DT Difteri Tetanus
SA Superantigen
EPJ Expanded Program on Immunisation
TCR Reseptor sel T
HBIG Hepatitis B Immune Globulin
TD T dependent
HBV Hepatitis B Virus
TI T indep endent
HIV Human Immunodeficiency Virus
TIG Tetanus Immune Globulin
HRIG Human Rabies Immune Globulin TIP Trombositopeni Idiopatik
HNl Human Normal Immunoglobulin TNF Tumor Necrosis Factor
HPV Human Papilloma Virus VIG Vaccinia Immune Globulin

HTlG Human Tetanus Immune Globulin vz Varisela zoster

HVZIG Human Varicella-Zoster Immune VZIG Varicella Zoster Immune Globulin


Globulin YF Yellow f ever
IGIM Jmunoglobulin Intramuskular

559
lmunologi Dasar Edisi ke-10

munisasi atau vaksinasi adalah pro- I. KEBERHASILAN VAKSINASI

I sedur untuk meningkatkan derajat


imunitas, memberikan imunitas pro-
tektif dengan menginduksi respons
DALAM PROFILAKSIS
IMUN

memori terhadap patogen tertentu/toksin Imunisasi merupakan kemajuan yang besar


dengan menggunakan preparat antigen dalam usaha imunoprofilaksis serta me-
nonvirulen/nontoksik. Imunitas perlu nurunkan prevalensi penyakit. Cacar yang
dikembangkan untuk jenis antibodi/sel merupakan penyakit yang sangat ditakuti,
efektor imun yang benar. Antibodi yang berkat imunisasi masal, sekarang telah
diproduksi oleh imunisasi harus efektif dapat dilenyapkan dari muka dunia ini
terutama terhadap mikroba ekstraselular (Tabel 19 .1 ). Demikian pula dengan polio
dan produknya (toksin). Antibodi men- yang dewasa ini sudah dapat dilenyapkan di
cegah adherens mikroba masuk ke dalam banyak negara. IgG biasanya efektif dalam
sel untuk menginfeksinya, atau efek yang darah, juga dapat melewati plasenta dan
merusak sel dengan menetralkan toksin memberikan imunitas pas if kepada j anin.
(difteri, klostridium) . IgA berperan pada Adanya transfer pasif terse but dapat me-
permukaan mukosa, mencegah virus/ rugikan oleh karena lg maternal dapat
bakteri menempel pada mukosa (efek polio menghambat imunisasi yang efektif pada
oral). Mengingat respons imun yang kuat bayi. Jadi sebaiknya imunisasi pada neo-
baru timbul beberapa minggu, imunisasi natus ditunggu sampai antibodi ibu meng-
aktif biasanya diberikan jauh sebelum hilang dari darah anak. Antibodi yang di-
pajanan dengan patogen. berikan pasif menunjukkan efek yang sama.

Ta b·el 19 1 Garn baran p·enyak 1t 1nfeks 1 sebe l um dan ses udah vaks inas 1
Jumlah kasus I tahun Kasus pada tahun 2004
Sebelum vaksinasi Sesudah vaksinasi Reduksi (%)
Ca car 48.164 0 100
Difteri 175.885 0 100
Campak 503.282 378 99,99
Parotitis 152.209 236 99,85
Pertusis 147.271 18.957 87,13
Polio paralitik 16.316 0 100
Rubela 47.745 12 99,97
Tetanus 1.314 26 (kasus) 98,02
(kematian)
Hemofilus influenza
20.000 172 99,14
invasif

560
Bab 19. lmunisasi

Imunitas selular (sel T, makrofag) II. ANTIGENDANIMUNOGENI-


yang diinduksi vaksinasi adalah esensial SITAS
untuk mencegah dan eradikasi bakteri,
protozoa, virus, dan jamur intraselular. A. Imunogenisitas dan antigenisitas
Oleh karena itu vaksinasi hams diarah-
kan untuk menginduksi baik sistem imun 1. Imunogenisitas
humeral maupun selular, respons CD4 Imunogenisitas merupakan sifat dasar
atau CD8, respons Thl atau Th2 sesuai bahan tertentu (imunogen). Imunogen ada-
dengan yang dibutuhkan. Untuk infeksi lah bahan yang menginduksi respons imun.
cacing dipilih induksi imunitas Th2 Respons imun ditandai dengan induksi sel
yang memacu produksi IgE, sedang untuk B untuk memproduksi lg dan aktivasi sel
proteksi terhadap mikobakteri dipilih T yang melepas sitokin.
respons Th 1 yang mengaktifkan makrofag
(DTH). Imunisasi pasif dengan sel, dewasa
2. Antigenisitas
m1 tidak dapat dilakukan oleh karena
dapat menimbulkan imunitas transplantasi Antigenisitas adalah kemampuan suatu
terhadap sel asal donor dengan histokom- bahan (antigen) untuk menginduksi respons
patibilitas yang berbeda. Imunisasi dapat imun yang dapat bereaksi dengan reseptor
terjadi secara alamiah dan buatan (aktif antigen tersebut yang diproduksi sel B
dan pasit), terlihat pada (Gambar 19.1 ). (antibodi) dan reseptor antigen pada per-
Berbagai vaksin dan serum mukaan sel T. Imunogenisitas dan anti-
Uuga asal hewan) yang digunakan pada genisitas sering digunakan dan diartikan
manusia terlihat pada Tabel 19.2. sama.

lmunisasi

Alamiah Buatan

Pasif:
Pasif: Aktif:
antibodi via Aktif:
- antitoksin - toksoid
plasenta dan infeksi kuman
- antibodi - vaksinasi
kolostrum

Gambar 19.1 Terjadinya imunitas spesifik

561
lmuno/ogi Dasar Edisi ke-10

Tabel 19.2 Vaksin dan serum yang digunakan pada manusia


VAKSIN JENIS
Bakteri
Antraks Antigen dalam alum yang diperoleh dari infiltrat biakan
Kolera V. kolera mati
H. influenza Polisakarida tipe b
M. meningitis Polisakarida, gol A. C. V. W. dari N. meningitis
Pertusis B. pertusis mati
Pes Yersinia pestis (dilemahkan, digunakan di beberapa bagian dunia)
Pneumokok Polisakarida dari 23 serotipe S.pneumoniae
Tetanus Toksoid
Tuberkulosis BCG dilemahkan
Tifoid S.tifi mati
Botulisme Toksoid (penggunaan terbatas pada peneliti laboratorium)
Bruselosiss B.abortus (dilemahkan) strain 19

Riketsia
Typhus fever R.prowazek (mati dan dilemahkan)
Rocky Mt. Spotted fever R.rickettsii (mati)

Virus
Hepatitis B HBsAg mati
Influenza Seluruh atau split virus (dilemahkan)
Campak Dilemahkan
Mumps Dilemahkan
Polio Dilemahkan atau mati
Rabies Dilemahkan atau mati
Rube la Mati
Va rise la Dilemahkan
Antisera
Botulisme ISG asal manusia atau kuda
Difteri Serum asal kuda
Hepatitis A ISG
Hepatitis B HBIG atau ISG
Hipogamaglobulinemia ISG
Campak ISG
Rabies ISG , RIG , serum imun asal kuda
Rho (D) ISG vs Rho (D)
Tetanus TIG
Vaksinia VIG
Varisela-zoster VZIG
Serum antilimfosit Asalkuda
Black widow spider Anti-bisa asal kuda
Gigitan Coral spider Anti-bisa asal kuda
Gigitan Crotalid snake Anti-serum polivalen asal kuda
Malaria Sintetis (dalam percobaan)

562
Bab 19. lmunisasi

3. Lokasi berbagai antigen yang meng- netralisasi virus dan mencegah infeksi.
induksi imunitas Tidak semua antigen eksternal menginduksi
Vaksin yang sering digunakan terdiri atas respons protektif. Antibodi terhadap
antigen multipel yang masing-masing rnolekul hemaglutinin influenza lebih
dapat memiliki antigenisitas spesifik atau efektif dalam mencegah infeksi dibanding
epitop (Gambar 19.2) Mengingat antigen antibodi terhadap molekul neuraminidase.
permukaan merupakan komponen mikroba
pertarna yang berinteraksi dengan pejamu, B. Derajat imunogenisitas
antigen ekstemal biasanya merupakan Antigen harus merupakan bahan asing
antigen yang digunakan dalam vaksinasi. untuk pejarnu yang derajat antigenisitas-
Dalarn hal ini, respons humoral dan nya tergantung dari jarak filogenetik. Jadi
selular yang diinduksi vaksin menghasil-
serum kuda lebih imunogenik terhadap
kan produk yang rnenginaktifkan potensi
manusia dibanding serum kera. Komplek-
patogenik mikroba.
sitas kimia suatu molekul sangat berperan
Vrrus influenza merniliki antigen eks-
pada imunogenisitas. Keanekaragaman
ternal (hemaglutinin dan neuraminidase)
yang diekspresikan di perrnukaan virus kimia memungkinkan adanya berbagai
dan juga antigen internal (matriks protein epitop (unit untuk rangsangan antibodi).
atau nukleoprotein) yang tidak terpajan. Epitop yang lebih bervariasi lebih besar
Antigen internal menginduksi antibodi kemungkinannya seseorang akan rnern-
selama infeksi, narnun hanya antibodi berikan reaksi terhadap satu atau lebih
terhadap antigen eksternal yang dapat me- epitop.

2. Antibodi terhadap
antigen internal

~ 3. Antigen
internal

Dinding sel

1. Antibodi menempel Plasmalema


pada komponen
permukaan bakteri

Gambar 19.2 Diagram bakteri dengan lokasi berbagai antigen yang menginduksi imunitas

563
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Protein merupakan imunogen poten E. Ajuvan


oleh karena protein dibentuk oleh 20 Ajuvan adalah bahan yang berbeda dari
asam amino atau lebih yang dapat me- antigen yang ditambahkan ke vaksin untuk
rupakan epitop khusus. Konjugat protein meningkatkan respons imun, aktivasi sel T
dengan molekul biologik lain (gliko-
melalui peningkatan akumulasi APC di
protein) juga merupakan antigen baik.
tempat pajanan antigen dan ekspresi ko-
Kebanyakan polisakarida merupakan
stimulator dan sitokin oleh APC. Ajuvan
antigen lemah atau bahkan nonantigenik.
diikat antigen dalam vaksin, menolong
Polisakarida biasanya terdiri atas bebe-
antigen tetap di tempat suntikan dan meng-
rapa monosakarida dan tidak memiliki
antarkan antigen ke KGB tempat respons
cukup keanekaragaman kimia untuk me-
imun terjadi. Ajuvan harus memiliki
nunjukkan imunogenisitas. Asam nukleat
sifat-sifat sebagai berikut:
dalam bentuk mumi dianggap nonimuno-
• Membuat depot antigen dan melepas
genik. Tetapi bila diikat oleh protein dasar,
antigen sedikit demi sedikit sehingga
asam nukleat dapat berperan sebagai
memperpanjang pajanan antigen
imunogen.
dengan sistem imun
Mempertahankan integritas antigen
C. Antigen yang berubah
• Mempunyai sasaran APC
Antigen dapat dirubah secara artifisial dan • Menginduksi CTL/Tc
antibodi yang diproduksinya akan berhu- • Memacu respons imun dengan afinitas
bungan dengan epitop yang berubah. tinggi
Epitop dapat dihilangkan, ditambahkan Mempunyai kapasitas untuk mengin-
atau dirubah. tervensi sistem imun yang selektif
(sel B dan sel T)
D. Hapten
Cara umum untuk meningkatkan jumlah Berbagai mikroba dan preparat sintetis
epitop ialah dengan menambahkan bahan memiliki sifat ajuvan. Contoh-contohnya
yang disebut hapten ke antigen yang adalah emulsi air/minyak, produk bakteri,
sudah ada. Hapten adalah molekul kecil komponen polimer dan detergen yang
nonimunogenik yang dapat menambah- digunakan sendiri atau dicampur dengan
kan epitop baru (spesifitas baru) bila di- yang lain. Alum (garam aluminium) dan
konjugasikan dengan antigen yang ada. kalsium banyak digunakan. Ajuvan yang
Antibodi terhadap epitop baru akan bereaksi dewasa ini sering digunakan adalah lipid
dengan hapten bebas, tetapi juga dengan A yang sudah diproses untuk menurunkan
tempat hapten-epitop pada antigen yang toksisitasnya. Komponen bakteri lain
dirubah. yang digunakan adalah muramildipeptida,

564
Bab 19. lmunisasi

suatu bahan asal tuberkel kuman berupa G. Rute imunisasi


emulsi minyak/air. Produk bakteri seperti
Pemberian SK atau IM merupakan rute
B pertusis yang dimatikan dalam DPT
tersering dan terbaik dalam vaksinasi
berfungsi sebagai ajuvan untuk toksoid
aktif a tau pas if untuk menginduksi respons
di samping sebagai vaksin sendiri. Peng- antibodi. Suntikan IV akan dapat mengu-
gunaan sitokin (IL-1 dan IL-2) sebagai rangi respons imun. Imunoglobulin di-
ajuvan masih dalam eksperimen. Antigen
suntikkan IV kepada penderita dengan
pada liposom dari fosfolipid (masih defisiensi imun humoral seperti hipo-
eksperimental) dapat digunakan dalam gamaglobulinemia Bruton. Pemberian oral
sistem penghantaran khusus. Di samping digunakan untuk imunisasi polio (Sabin)
ajuvan, vaksin juga mengandung antibiotik galur (strain) virus yang dilemahkan yang
untuk mencegah kontaminasi bakteri dapat berkembang dalam mukosa usus
selama produksi, pengawet untuk vial kecil. Subyek yang diimunisasi akan me-
yang multidose steril setelah dibuka ngeluarkan virus dalam tinja, yang dapat
atau stabilisator untuk mempertahankan disebarkan ke orang lain di samping meng-
potensi vaksin pada suhu yang sedikit imunisasinya. Pemberian intranasal meng-
kurang dari optimal. Ajuvan Freund in- induksi sistem imun yang menyerupai
complete adalah ajuvan yang mengandung pajanan alamiah terhadap patogen yang
minyak mineral yang dicampur dengan disebarkan melalui udara dan dapat mem-
antigen dalam air. Dapat meningkatkan berikan keuntungan oleh karena memberi-
respons imun humoral tetapi tidak selular. kan respons berupa produksi slgA.
Ajuvan mikobakterium menggunakan
suspensi mikobakterium yang mati dan H. Sifat pejamu
dikeringkan antara lain M. tuberkulosis . Berbagai faktor mempengaruhi respons
Campman dengan antigen meningkatkan terhadap imunisasi seperti faktor endogen
terutama imunitas selular. berupa usia, genetik, kesehatan umum dan
faktor eksogen berupa infeksi intenniten,
F. Besar molekul
status gizi dan medikasi. Defisiensi vitamin
Besar molekul penting dalam menentukan A dapat mengurangi daya pertahanan
kemampuan menginduksi respons imun. pejamu. Untuk keberhasilan imunisasi,
Molekul besar biasanya lebih imunogenik resipien hams ada dalam keadaan imuno-
oleh karena memberikan kesempatan men- kompeten. Mereka yang kurang imuno-
jadi Jebih kompleks (lebih banyak epitop kompeten seperti ada infeksi, defek here-
yang beranekaragam). Molekul yang tidak diter atau mendapat pengobatan dengan
dapat dipecah seperti partikel polistiren obat imunosupresif, tidak hanya menun-
atau asbestos tidak imunogenik oleh jukkan respons imun buruk, tetapi juga
karena tidak dapat diproses oleh fagosit. menunjukkan risiko dari bahan vaksin.

565
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Hal ini dapat terjadi bila digunakan vaksin Antigen TI ditemukan dalam 2 bentuk:
virus yang dilemahkan. TI 1 dan TI 2. Antigen TI 1 seperti LPS
bakteri berfungsi seperti mitogen dan
I. Dosis mengaktifkan banyak sel B (aktivator
Dosis antigen diharapkan tidak meng- poliklonal sel B). Antigen TI 2 mempunyai
ganggu respons imun. Jumlah berlebihan banyak ulangan epitop dan bereaksi silang
atau dosis berulang akan mengganggu dengan banyak reseptor antigen pada sel
respons imun. Hal tersebut terutama ter- B, jadi memberikan sinyal proliferasi
jadi terhadap polisakarida. terhadap sel B spesifik. Antigen TI dapat
dijadikan sel T dependen bila dikonjugasi-
J. Nomenklatur antigen kan dengan antigen TD yang sudah ada.
Berbagai nama diberikan untuk antigen Keuntungan proses ini bahwa suntikan
sesuai asalnya seperti antigen kapsul, booster antigen TD merangsang produksi
antigen golongan darah, antigen transplan- imunoglobulin yang mencolok (respons
tasi atau sesuai komposisi kimia. Nama anamnestik), yang tidak terjadi pada
fungsional antigen seperti sel T dependen suntikan booster antigen TI.
atau sel T independen dan deskripsi sebagai
superantigen mungkin lebih banyak digu-
L. Superantigen
nakan dengan maksud untuk menerangkan
peranannya dalam respons imun. Molekul superantigen merupakan mitogen
sel T yang sangat poten. Mungkin lebih
K. Antigen sel T dependen dan sel T tepat kalau disebut supermitogen karena
in depend en dapat memacu mitosis sel CD4 tanpa
Kebanyakan antigen memerlukan bantuan bantuan dari APC. Superantigen diikat
sel T untuk menimbulkan respons imun. pada regio yang variabel dari rantai-f3
Antigen dengan komponen protein me- reseptor T dan sekaligus diikat molekul
rupakan prototipe antigen yang T dependen MHC-ll. Ikatan silang (cross-linking)
(TD). Hal ini berarti bahwa sel B yang itu merupakan sinyal kuat sekali untuk
sebenamya memproduksi lg tidak akan mitosis oleh karena molekul tersebut dapat
mampu berfungsi tanpa bantuan sel T. bereaksi dengan berbagai rantai-f3 dari
Bantuan tersebut berupa sitokin yang reseptor sel T.
dilepas sel T setelah kontak dengan Satu molekul superantigen dapat
antigen. Sebaliknya, polisakarida dan mengaktifkan sejumlah besar (sampai
molekul lain dengan tempat determinan 20%) dari semua sel T dalam darah perifer.
yang terbatas, dapat merangsang sel B Contoh superantigen adalah enterotoksin
untuk rnemproduksi lg tanpa memerlukan dan toksin sindrom syok yang diproduksi
bantuan sel T, jadi T independen (TI). Stafilokok aureus. Toksin tersebut dapat

566
Bab 19. lmunisasi

menginduksi sel T untuk memproduksi protein atau liposakarida dengan ukuran


sejumlah besar sitokin seperti IL-1 dan yang sama. Epitop adalah bagian antigen
TNF yang menimbulkan patologijaringan yang dapat diikat antibodi. Epitop dapat
lokal seperti terlihat pada infeksi stafi- linier atau konfonnasional dan menentu-
lokok (Gambar 19.3). kan spesifisitas molekul antigen. Antigen-
Tidak seperti pada antigen normal antigen yang memiliki satu atau lebih
yang harus diproses dan dipresentasikan epitop yang sama disebut antigen dengan
oleh APC, SA yang tetap utuh dapat reaksi silang. Efektivitas merangsang
mengikat bagian nonpolimorfik dari respons imun berbagai epitop antigen
molekul protein MHC-II dan rantai ~ tidak sama. Epitop imunodominan adalah
dari TCR famili rantai Vs. Beberapa epitop yang mendominasi respons lg.
superantigen mengikat molekul adhesi
(CAM) dan rantai ~ pada TCR. N. Antigen heterofil
Antigen heterofil kadang diartikan sinonirn
M. Epitop dengan antigen heterogenetik yang ditemu-
Imunogen dan antigen memiliki gerombol kan secara luas di banyak pohon filogenetik.
unik dari golongan kimia yang berperan Antigen tersebut berperan pada reaksi
untuk merangsang sel B atau T. Deter- silang. Antibodi terhadap suatu antigen
minan antigenik tersebut disebut epitop. dapat menunjukkan reaksi terhadap
Epitop terdiri atas 4-5 asam amino dari antigen lain yang tidak berhubungan.

Aktivasi sel T Aktivasi sel T


oleh Ag konvensional oleh superantigen

MHC-11 MHC-11

""'Peptida
antigen
irelevan

Gambar 19.3 Perbedaan antara stimulasi sel T oleh antigen normal (kiri) dan super-
antigen (kanan)

567
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Hal itu dapat terjadi bila kedua antigen P. Vaksin kombinasi


memiliki epitop yang sama.
Vaksin kombinasi terdiri atas dua atau
0 . Multivalensi lebih imunogen terpisah yang disatukan
Antigen multivalen yaitu molekul antigen dalam produk tunggal. Misalnya DPT,
yang mengandung sejumlah epitop yang trivalen virus polio mati (IPV) dan
berbeda. Setiap molekul antibodi bereaksi OPV. Untung rugi penggunaan vaksin
dengan satu epitop. kombinasi terlihat pada Tabel 19.3.

label 19.3 Untung-rugi penggunaan vaksin kombinasi


Keuntungan potensial Kerugian potensial
Jumlah dan risiko suntikan , cedera kurang lmunogenisitas kura ng
Sakit dan ansietas kurang Reaktogenisitas dan kesulitan bila terjadi
efek samping
Kepatuhan meningkat Kepatuhan menurun
Waktu persiapan kurang
Biaya pemberian kurang Biaya pemberian lebih
Penyimpanan lebih mudah

III. KLASIFIKASI VAKSIN bahan (seluruh sel atau komponen spe-


sifik) asal patogen seperti toksoid yang
Vaksin dapat dibagi menjadi vaksin hidup
diinaktifkan tetapi tetap imunogen
dan vaksin mati. Vaksin hidup dibuat
(Tabel 19.4). Ciri-ciri umum vaksin
dalam pejamu, dapat menimbulkan
penyakit ringan , dan menimbulkan ma ti dan h idup terlihat pada Tabel 19 .5.
respons imun seperti yang terjadi pada Keuntungan dan kerugian vaksin hidup
infeksi alamiah. Vaksin mati merupakan dan vaksin mati terlihat pada Tabel 19.6.

568
Bab 19. lmunisasi

Ta be I 19.4 Klasifikasi vaksin


Hidup - diatenuasikan Mati - diinaktifkan
Patogen Komponen
Seluruh Subunit Rekayasa
Bakteri Virus Rekayasa Toksoid Rekombinan
agens dimurnikan subunit
BCG Ade no Influenza Antraks Difteri Pertusis (aselular) Hib konju gat Hepatitis B
Campak (intranasal) Ko lera USP Tetanu s Hib (polisakarida) Pneumokok (antigen
Mumps Kolera (parenteral ) Kolera WC/rBS konjugat permukaan)
Polio Virus Rota Kolera WC/rBS (oral) Meningokok Penyakit Lyme
Rubela Tifoid (oral) Influenza (vaksin konjugat (OspA)
Yellow (Ty21 a-oral) Hepatitis A slit)
fever Hepatitis B Meningokok
(asal plasma) (polisakarida)
Influenza Pneum okok
(seluruh viru s) (polisakarida)
Pes Tifoid Vi
Polio (I PV) (polisakarid a)
Rabies
Tifoid
(parenteral)

Ta be I 19.5 Ciri-ciri umum vaksin hidup dan mati


Ciri Vaksin hidup Vaksin mati
Respons imun Humoral dan selu lar Biasanya humoral
Dos is Satu kali biasanya cukup Diperlukan beberapa dosis
Ajuvan Tidak perlu Biasanya diperlukan
Rute pemberian SK, oral , intranasal SK atau IM
Lama imunitas Potensial seumur hidup Biasanya diperlukan dosis
booster
Transmisi dari satu ke lain Mungkin Tidak mungkin
orang
lnaktivasi oleh antibodi Dapat terjadi Tidak terjad i
yang didapat
Penggunaan pada pejamu Dapat menimbulkan penyakit Tidak dapat menimbulkan
imunokompromais penyakit
Penggunaan pada Teoritis kerusakan janin dapat Teoritis kerusakan janin tidak
kehamilan terjad i terjadi
Penyimpanan Perlu khusus untuk Perlu khusus untuk
mempertahankan vaksin hidup mempertahankan stabilitas
sifat kimiawi dan fisis
Pemberian simultan di Dapat dilakukan Dapat dilakukan
beberapa tempat
Interval antara pemberian Diperlukan interval minimum Diperlukan interval minimum
vaksin yang sama secara
berurutan
Interval antara pemberian Diperlukan interval minimum Tidak diperlukan interval
vaksin yang berbeda minimum

569
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Tabel 19.6 Klasifikasi vaksin


Jenis vaksin Penya kit Keuntungan Kerugian
Vaksin hidup Campak, parotitis , Respons imun kuat, Memerlukan alat
Polio (Sabin), sering seumur hidup pendingin untuk
Virus rota , rubela , dengan beberapa dosis menyimpan dan
varisela, yellow dapat berubah
fever, tuberkulosis menjadi bentuk
virulen
Vaksin mati Kolera, influenza , Stabil , aman dibanding Respons imun
hepatitis A, pes, vaksin hidup, tidak lebih lemah
polio (Salk), rabies memerlukan alat dibanding vaksin
pendingin hidup, biasanya
diperlukan suntikan
booster
Toksoid Difteri , tetanus Respons imun dipacu
untuk mengenal toksin
bakteri
Subunit (eksotoksin Hepatitis B, Antigen spesifik Sulit untuk
yang diinaktifkan) pertusis, S. menurunkan dikembangkan
pneumoni kemungkinan efek
samping
Konjugat H. influenza tipe B, Memacu sistem imun
S. pneumoni bayi untuk mengenal
kuman tertentu
DNA Dalam uji klinis Respons imun humoral Belum diperoleh
dan selular kuat, relatif
tidak mahal untuk
manufaktur
Vektor rekombinan Dalam uji klinis Menyerupai infeksi Belum diperoleh
alamiah , menghasilkan
respons imun kuat

IV. IMUNISASI PASIF dilakukan sebagai imunisasi aktif pada


anak. Antiserum kuda telah digunakan
Imunisasi pasif terjadi bila seseorang secara luas di waktu yang lalu tetapi
menerima antibodi atau produk sel dari penggunaannya sekarang lebih terbatas
orang lain yang telah mendapat imunisasi oleh karena bahaya penyakit serum.
aktif. Transfer sel yang kompeten imun Imunitas pasif dapat diperoleh melalui
kepada pejamu yang sebelurnnya imun antibodi dari ibu atau dari globulin gama
inkompeten, disebut transfer adoptif. Imu- homolog yang dikumpulkan. Beberapa
nisasi aktif menginduksi respons imun. serum mengandung titer tinggi antibodi
Pencegahan sebelum terjadi pajanan biasa terhadap patogen spesifik dan digunakan

570
Bab 19. lmunisasi

pada terapi atau dalam usaha pencegahan dibuktikan. Antibodi terhadap patogen
terhadap berbagai penyakit. nonalimentari seperti antitoksin tetanus,
difteri dan hemolisin anti-streptokok telah
A. Imunisasi pasif alamiah pula ditemukan dalam kolostrum. Limfosit
yang tuberkulin sensitif dapat juga ditransfer
1. Imunitas maternal melalui plasenta ke bayi melalui kolostrum, tetapi peranan-
Antibodi dalam darah ibu merupakan nya dalam transfer CMI belum diketahui.
proteksi pasif kepada janin. IgG dapat
B. Imunisasi pasif buatan
berfungsi antitoksik, antivirus dan antibak-
terial terhadap H. influenza B atau S. 1. Immune Serum Globulin nonspesifik
agalacti B. Ibu yang mendapat vaksinasi (Human Normal Immunoglobulin)
aktif akan memberikan proteksi pasif Imunisasi pasif tidak diberikan secara rutin,
kepada janin dan bayi. hanya diberikan dalam keadaan tertentu
kepada penderita yang terpajan dengan
2. Imunitas maternal melalui bahan yang berbahaya terhadapnya dan
kolostrum sebagai regimen jangka panjang pada
ASI mengandung berbagai komponen penderita dengan defisiensi antibodi.
sistem imun. Beberapa di antaranya berupa Jenis imunitas diperoleh segera setelah
Enhancement Growth Factor untuk suntikan, tetapi hanya berlangsung selama
bakteri yang diperlukan dalam usus atau masa hidup antibodi in vivo yang sekitar
faktor yang justru dapat menghambat 3 minggu untuk kebanyakan bentuk
tumbuhnya kuman tertentu (lisozim, lakto- proteksi oleh lg. Imunisasi pasif dapat
ferin, interferon, makrofag, sel T, sel B, berupa tindakan profilaktik atau terapeutik,
granulosit). Antibodi ditemukan dalam ASI tetapi sedikit kurang berhasil sebagai
dan kadamya lebih tinggi dalam kolostrum terapi . Tergantung dari isi dan kemumian
(ASI pertama segera setelah partus). antisera, preparat dapat disebut globulin
Daya proteksi antibodi kelenjar susu imun atau globulin imun spesifik.
tergantung dari antigen yang masuk ke Preparat dibuat dari plasma atau
dalam usus ibu dan gerakan sel yang di- serum yang dikumpulkan dari donor sehat
rangsang antigen. Antibodi terhadap mikro- atau plasenta tanpa memperhatikan sudah
organisme yang menempati usus ibu dapat atau belum divaksinasi/dalam atau tidak
ditemukan dalam kolostrum sehingga dalam masa konvalesen suatu penyakit.
selanjutnya bayi memperoleh proteksi ter- Preparat yang diperoleh harus bebas dari
hadap mikroorganisme yang masuk saluran virus hepatitis dan HIV atau AIDS, kadar
cema. Adanya antibodi terhadap enteropa- antibodi sekitar 25 kali (biasanya mengan-
togen (E. koli, S. tifi murium, Sigela, virus dung 16,5 g/dl globulin, terutama IgG),
polio, Coksaki dan Echo) dalam ASI telah stabil untuk beberapa tahun dan dapat men-

571
lmuno/ogi Dasar Edisi ke-10

capai puncaknya dalam darah sekitar 2 hari Konsep kunci HBIG


setelah pemberian IM (beberapa preparat Periode inkubasi lama dapat mencegah
cukup aman bila diberikan IV). Meskipu n pasca pajanan
sekarang dalam klinik sering diberika n Digunakan sebagai tambahan terhadap
globulin gama imun asal manusia, teta pl vaksinasi aktif
antibodi heterolog seperti antitoks m Diberikan dalam 12 jam sesudah bayi lahir
dari ibu HbsAg positif
----u~fteri dan antilimfosit-~serum--asaLkud .,\ /
Dapat mengganggu vaksin virus hidup
masih juga digunakan.
• ISG digunakan untuk imunisasi pasif Konsep urnurn penggunaan IG irnun terlihat
terhadap berbagai penyakit atau untuk pada Tabel 19.7. IGIV dapatmenirnbulkan
perawatan penderita imunokompro- berbagai efek samping yang terlihat pada
mais dan pada keadaan tertentu Tabel 19.8.
• ISG diberikan kepada penderita purpura
TIP. Dosis tinggi lgG diperlukan untuk 2. Immune Serum Globulin spesifik
dapat mencegah reseptor Fe pada Plasma atau serum yang diperoleh dari
fagosit, terjadinya fagositosis dan donor yang dipilih sesudah imunisasi atau
rusaknya trombosit akibat ADCC booster atau konvalesen dari suatu penyakit,

Tabel 19.7 Konsep Umum Globulin lmun


Dibuat dari plasma yang dikumpulkan asal ribuan donor
Produk dapat hiperimun , tetapi semua poliklonal
IGIM diindikasikan untuk pencegahan hepatitis Adan campak
IGIV diindikasikan untuk terapi pengganti dan untuk beberapa kondisi noninfeksi
Dapat menurunkan efikasi vaksin hidup yang diatenuasikan

Tabel 19.8 Efek samping IVIG


Gejala Sindrom klinis Kelainan laboratoirum
Sakit kepala Migren Hiperglikemi
Dem am Meningitis aseptik Pseudohiponatremi
Meriang Ensefalopati Transaminase hati meningkat
Mialgia Artritis kompleks imun Leukopenia
Nausea Anemia hemolitik Neutropenia
Muntah Gagal ginjal Proteinuria
1aK1Kara1 uve1fls
Hipertensi Anafilaksis
Strok
Gata I Emboli paru
Alopes ia Gagal jantung
Miokarditis alergi

572
Bab 19. lmunisasi

disebut sesuai dengan jenisnya misalnya penderita terpajan dengan anjing gila.
TIG, HBIG, VZIG dan RIG. Preparat dapat HRIG juga dapat diberikan bersamaan
pula diperoleh dalam jumlah besar dari hasil dengan imunisasi aktif oleh karena
plasmaferesis. (dibahas dalam Bab 18 antibodi dibentuk lambat. Karena tidak
Imunofarmakologi) tersedianya serum asal manusia, kadang
diberikan serum asal kuda.
a. Hepatitis B Immune Globulin
HBIG yang diperoleh dari pool plasma Konsep kunci RIG
manusia yang menunjukkan titer tinggi Diperoleh dalam 2 produk
antibodi HBsAg. HBIG juga dapat di- Seri vaksin diberikan pada waktu yang
berikan pada masa perinatal kepada anak sama di tempat berbeda
yang dilahirkan oleh ibu dengan infeksi Dosis diberikan sebanyak mungkin di
virus hepatitis B, para tenaga medis tempat Iuka
yang tertusuk jarum terinfeksi atau pada
mereka setelah kontak dengan seseorang e. Human Varicella-Zoster Immune
hepatitis B yang HBsAg positif. Globulin
HVIG dipilih oleh karena mengandung
b. ISG Hepatitis A antibodi dengan titer tinggi terhadap
virus varisela-zoster. Produk ini diguna-
Diberikan sebagai proteksi sebelum dan
kan sebagai profilaksis pada anak imu-
sesudah pajanan. Juga diberikan untuk
nodefisien untuk mencegah terjangkit
mencegah hepatitis A pada mereka yang
varisela, tetapi tidak menguntungkan
akan mengunjungi negara dengan preva-
untuk digunakan pada penderita dengan
lensi hepatitis A tinggi.
varisela aktif atau herpes zoster (shingles).
c. ISG Campak VZIG, juga diberikan kepada penderita
leukemia dengan risiko tinggi, 72 jam
ISG dapat diberikan sebelum vaksinasi
setelah terpajan dengan virus varisela.
dengan virus campak yang dilemahkan
kepada anak-anak yang imunodefisien. f. Antisera terhadap virus Sitomegalo
Antisera terhadap virus Sitomegalo di-
d. Human Rabies Immune Globulin
berikan secara rutin kepada mereka yang
HRIG yang diperoleh dari serum manusia mendapat transplan sumsum tulang untuk
yang hiperimun terhadap rabies (biasanya mengurangi reaktivasi virus bila diberikan
dokter hewan atau mahasiswa calon dokter obat imunosupresif dalam usaha mengu-
hewan). HRIG digunakan untuk mengobati rangi kemungkinan penolakan tandur.

573
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Konsep kunci IGIV pada virus . Konsep kunci TIG


sitomegalo lndikasi hanya bila vaksinasi tidak lengkap
CMV merupakan sebab infeksi utama atau tidak diketahui
penderita dengan transplantasi Selalu gunakan dalam hubungan dengan
Risiko tertinggi bila donor seropositif dan vaksin (atau di tempat terpisah) untuk
profilaksis
resipien seronegatif
Dapat merupakan bagian dari regimen
CMV-IGIV menurunkan penyakit CMV untuk pengobatan penyakit
primer pada 50% penderita dengan trans-
plantasi ginjal i. Vaccinia Immune Globulin
Menunjukkan keuntungan sedang pada
transplantasi organ padat lain VIG yang diberikan kepada penderita
Keuntungan pada transplantasi sumsum dengan eksim atau imunokompromais
tulang tidak jelas yang terpajan dengan vaksinia dan pada
Kobinasi dengan antivirus mungkin mem- anggota tentara.
berikan keuntungan tambahan
3. Serum asal hewan
g. Antibodi Rhogam Serum asal hewan seperti anti bisa ular
Antibodi Rhogam terhadap antigen tertentu, laba-laba, kalajengking yang
RhD, diberikan dalam usaha mencegah beracun digunakan untuk mengobati
imunisasi oleh eritrosit fetal yang Rh+. mereka yang digigit. Bahayanya ialah
Rho (DJ-Immune Globulin (RhoGAM) penyakit serum. Serum yang digunakan
adalah preparat asal manusia, diberikan pada manusia terlihat pada Tabel 19.9.
kepada wanita Resus negatif dalam 72
jam sesudah melahirkan, keguguran atau 4. Antibodi heterolog versus antibodi
aborsi dengan bayi/j anin Resus positif. homolog
Maksudnya ialah mencegah sensitasi ibu Antibodi heterolog asal kuda dapat
terhadap kemungkinan sel darah merah menimbulkan sedikitnya 2 jenis hipersen-
janin yang Resus-positif. Juga diberikan sitivitas yaitu reaksi tipe I atau tipe III
selama trimester terakhir (16 minggu) (penyakit serum atau kompleks imun).
kepada prima gravida Resus-negatif. Kalau perlu dapat dilakukan desensitisasi
pada seseorang terhadap reaksi tipe I
h. Tetanus Immune Globulin
dengan memberikan dosis kecil secara
TIG adalah antitoksin yang diberikan se- perlahan-lahan dan berulang-ulang dalam
bagai proteksi pasif setelah menderita Iuka. waktu beberapa jam. Efek antibodi manusia
Biasanya diberikan IM dengan toksoid yang homolog diharapkan lebih lama di-
tetapi pada lengan yang sebaliknya. banding dengan antibodi heterolog dari

574
Bab 19. lmunisasi

Tabel 19.9 Serum yang digunakan pada manusia untuk imunisasi pasif
Human lmmunog/obulin yang menggunakan kumpulan gamma globulin
Hepatitis A
Hepatitis B
Campak
Varisela
Human lmmunoglobulin yang menggunakan donor yang diimunisasi
Rabies (HRIG)
Tetanus (HTIG)
Varisela-zoster (HVIG)
Botulism
lmunoglobulin asal hewan yang diimunisasi
Tetanus
Rabies
Botulism
Difteri
Anti bisa ular, laba-laba dan kalajengking

kuda. Ada 4 fase dalam eliminasi anti- akan memberikan respons terhadap IgA
bodi heterolog ialah: pengenceran, kata- asal donor dengan membentuk anti IgA
bolisme, pembentukan kompleks imun yang dapat menimbulkan terjadinya ana-
dan eliminasi (Gambar 19.4 dan 19.5). filaksis.

5. Hal-hal yang perlu diperhatikan


pada pemberian globulin serum V. IMUNISASI AKTIF

Biasanya preparat globulin diberikan IM Dalam imunisasi aktif untuk menda-


mengingat pemberian IV dapat menimbul- patkan proteksi dapat diberikan vaksin
kan reaksi anafilaksis. lg (IgG 1, IgG2, hidup/dilemahkan atau yang dimatikan.
IgG3 dan IgM) dapat mengaktifkan kom- Vaksin yang baik hams mudah diperoleh,
plemen dan melepas anafilatoksin melalui murah, stabil dalam cuaca ekstrim dan
jalur klasik, sedang IgG4 dan IgA menim- nonpatogenik. Efeknya harus tahan lama
bulkan hal yang sama melalui jalur alter- dan mudah direaktivasi dengan suntikan
natif. Preparat baru adalah aman untuk booster antigen. Baik sel B maupun sel T
pemberian IV. diaktifkan oleh imunisasi.
Keunikan kontraindikasi pemberian Keuntungan dari pemberian vaksin
Immunoglobulin yaitu pada defisiensi hidup/dilemahkan ialah terjadinya repli-
IgA kongenital. Sistem imun penderita kasi mikroba sehingga menimbulkan
ini tidak pernah mengenal IgA, sehingga pajanan dengan dosis lebih besar dan

575
lmunologi Dasar Edisi ke-10

''
'
E
''\ Antitoksin lgG asal kuda
:l
.....
Q)
\ dalam serum manusia
(/)
''
'
--
E
' \
\
\
\
\
Antitoksin lgG asal manusia

_____ ....
0 10 20 30 40 50
Hari

Gambar 19.4 Kadar antitoksin lgG asal manusia dan kuda dalam serum sesudah di-
berikan kepada manusia

\-,__ _Pengenceran lgG manusia

-0
0 75
--- .... -...-.:.-: -"'.i#-P.- =r.-:"._,.._-......-__-_
Katabolisme
lgG kuda

.0
~ ......... ........
ro ................
·u;
ro
>
----- ...... ...... --- ........
~ 50
ro
c
Q)
(/)
.....
Q)
a..
25

7 14 21
Hari

Gambar 19.5 Pengenceran, katabolisme, pembentukan kompleks imun dan eliminasi


antibodi heterolog

576
Bab 19. lmunisasi

respons imun di tempat infeksi alamiah. Respons primer ditandai dengan lag phase
Vaksin yang dilemahkan diproduksi yang diperlukan sel naif untuk menjalani
dengan mengubah kondisi biakan mikro- seleksi klon, ekspansi klon dan diferen-
organisme dan dapat merupakan pembawa siasi menjadi sel memori dan sel plasma.
gen dari mikroorganisme lain yang sulit Kemampuan untuk memberikan respons
untuk dilemahkan. humeral sekunder tergantung dari adanya
BCG merupakan pembawa yang
sel B memori dan sel T memori. Aktivasi
baik untuk antigen yang memerlukan
kedua sel memori menimbulkan respons
imunitas sel CD4 dan salmonela sehingga
dapat memberikan imunitas melalui pem- antibodi sekunder yang dapat dibedakan
berian oral. Imunisasi intranasal telah dari res pons primer (Tabel 19 .10 dan
mendapat popularitas. Risiko vaksin yang Gambar 19.6).
dilemahkan ialah oleh karena dapat men-
j adi virulen kembali dan merupakan hal B. Perbedaan respons irnun di berbagai
yang berbahaya untuk subyek imuno- bagian tubuh
kompromais.
Ada perbedaan kadar antibodi dalam intra
A. Respons primer dan sekunder dan ekstra-vaskuler. slgA diproduksi se-
tempat di lamina propria di bawah membran
Kontak pertama dengan antigen eksogen mukosa saluran napas dan cema yang
menimbulkan respons humeral primer sering merupakan tempat kuman masuk.
yang ditandai dengan sel plasma yang slgA merupakan lg utama dalam sekresi
memproduksi antibodi dan sel B memori. hidung, bronkus, intestinal, saluran kemih,

Tabel 19.10 Perbandingan respons antibodi primer dan sekunder


Respons primer Respons sekunder
Sel B yang terlibat Sel B naif Sel B memori
Masa lag setelah pemberian Umumnya 4 - 7 hari Biasanya 1 - 3 hari
antigen
Masa respons puncak 7 - 10 hari 3 - 5 hari
Besarnya puncak respons Bervariasi tergantung antigen Biasanya 100 - 1000 kali
antibodi lebih tinggi dibanding
respons primer
lsotip yang dihasilkan lgM predominan pada awal lgG predominan
res pons
Antigen Timus dependen dan timus Timus dependen
independen
Afinitas antibodi Rend ah Tinggi

577
lmunologi Dasar Edisi ke-10

E 100
~
c
-:::l

E 10

-
2Q)
(/) Res pons
E primer
.!!1
.§ 1.0
.0
<{
(/)

~
cQ)
0,1
(/)

§ lag
:::.::: Gambar19.6 Kadardan
O,Q1 t t
isotipe antibodi dalam
serum setelah imunisasi
1°Ag 2°Ag dengan antigen yang
Waktu pasca imunisasi pertama dan kedua

saliva, kolostrum dan empedu. Pemberian tempat virus masuk tubuh . Sintesis anti-
vaksin polio oral (Sabin) memacu produksi bodi sekretori lokal terbatas pada lokasi-
antipolio (slgA) dan ditemukan di dalam lokasi anatomis tertentu yang dirangsang
sekresi nasal dan duodenum, sedang langsung melalui kontak dengan antigen
pemberian vaksin mati parenteral (Salk) (Gambar 19.7).
tidak. Jelas bahwa sigA memberikan ke- IgG dan IgM dapat ditemukan dalam
untungan dan dapat mencegah virus di sekresi setempat. Hal ini berarti bahwa lg

128·
cu
Q) per oral dilemahkan
gi 32·
·c
~
,..--·-... //
0
(/)
cu
/ \/
c
<{
.Q>
-0
0
.0
:: I / \ n.,anasal mati
:.:::: // \ intramuskular
c
cu
L.. <2.
i . .......•............................
\ ma ti
2
F I I I I •

Gambar 19.7 Respons lgA 0 1 2 3 4 12 24


lokal terhadap vaksin polio Bulan pasca imunisasi dengan vaksin polio

578
Bab 19. lmunisasi

serum dapat pula berperan pada imunitas antibodi terhadap virus dapat ditemukan in
ekstravaskuler. IgG dan IgM telah di- vitro sebagai berikut :
temukan pula dalam eksudat. Antibodi • menetralkan infektivitas virus dan
dalam cairan serebrospinal dibentuk di melindungi pejamu yang rentan
jaringan susunan saraf pusat oleh rang- • mengikat komplemen
sangan infeksi. Mekanisme yang menim- • mencegah adherens dan aglutinasi
bulkan perbedaan-perbedaan kadar lg di eritrosit oleh beberapa jenis virus
(haemaglutination inhibition)
berbagai tempat di tubuh belum dapat
diterangkan. IgG4 merupakan 3,5% dari IgG adalah antibodi yang terpenting
IgG dalam plasma tetapi merupakan 15% di antara antibodi antivirus, tetapi virus
dari IgG kolostrum. yang sudah diikat sel pejamu tidak dapat
dilepaskan lagi oleh antibodi. Efek
VI. VAKSIN VIRUS antivirus IgG in vivo meliputi :
IGIV hanya terdiri atas IgG dan
Respons antivirus adalah kompleks, oleh jaringan perifer yang dilindungi IgA seperti
karena ada beberapa faktor yang berperan mata, paru, saluran cema dan kencing tidak
seperti tempat virus masuk tubuh, tempat seluruhnya dilindungi IGIV Efek samping
virus melekat pada sel, aspek patogenesis dapat terjadi berupa anafilaksis terutama
infeksi virus, induksi interferon, respons pada penderita dengan defisiensi IgA. Bila
antibodi dan CMI. Virus influenza yang terjadiefeksamping,dosisIGIV diturunkan.
menginfeksi epitel pemapasan dan Pemberiannya kepada penderita dengan
berkembang intraselular dapat menyebar DMperludipertimbangkan.BeberapaIGIV
ke sel epitel berdekatan. diperoleh dalam kadar gula yang tinggi
Respons imun yang baik harus men- seperti sukrosa dan maltosa. IGIV dapat
cakup efek antibodi pada permukaan diberikan kepada wanita hamil dan pada
epitel. Efek ini dapat diperoleh dari IgA keguguran seringkali yang sebabnya tidak
lokal atau IgG dan IgM ekstravaskular jelas, namun efeknya masih kontroversial.
setempat. Infeksi virus seperti campak
atau polio, mulai di epitel mukosa saluran
Dosis dan efek samping
napas atau cema dan efek patogeniknya
yang utama terjadi setelah disebarkan Dosis yang diberikan adalah 100-400
melalui darah ke alat-alat tubuh lainnya. mg/kg BB setiap 3-4 minggu pada
Antibodi pada permukaan epitel akan disfungsi imun primer. Pada penyakit
mampu melindungi badan yang mencegah saraf dan autoimun, diberikan 2 gram/
virus masuk tubuh. Antibodi dalam kg BB yang diberikan dalam jangka
sirkulasi dapat menetralisasi virus yang waktu 5 hari/bulan selama 3-6 bulan.
masuk darah pada fase viremia. Respons Pengobatan perawatan adalah 100-400

579
lmunologi Dasar Edisi ke-10

mg/kg setiap 3-4 minggu. IGIV dapat Penggunaan IGIV dalam terapi
menimbulkan berbagai efek samping imunomodulasi dan penyakit autoimun
seperti sakit kepala, dermatitis (kulit terlihat pada Tabel 18.4 dan 18.5 IgG
telapak tangan dan kaki mengelupas), yang melalui fraksi Fab-nya berikatan
infeksi (HIV dan hepatitis virus asal dengan antigen virus pada permukaan sel
produk terkontaminasi), edem paru akibat
pejamu, juga berikatan dengan reseptor
cairan berlebihan dan tekanan onkotik
Fe pada makrofag, PMN atau sel NK.
koloid tinggi IGIV, alergi/anafilaksis,
kerusakan jaringan direk (hepatitis) yang Hal tersebut memudahkan sel-sel tadi
ditimbulkan antibodi yang terkandung memakan dan menghancurkan sel yang
dalam IGIV, gagal ginjal akut, trombosis terinfeksi virus (Tabel 19 .11 ).
vena dan meningitis aseptik.

Tabel 19.11 Vaksin virus


Kelas vaksin Virus Cata tan
Virus vaksin hidup Adenovirus lmunisasi aktif menggunakan galur tidak
Cacar air virulen yang dilemahkan. Efektif memacu
Campak respons antibodi dan limfosit sitotoksik
Parotitis
Polio (Vaksin Sabin)
Rotavirus
Rubela
Ca car
Demam kuning
Virus vaksin mati Hepatitis A lmunisasi aktif menggunakan partikel virus
Influenza panas atau kimia yang tidak aktif. Vaksinasi
Polio ( Vaksin Salk) dapat dikombinasikan dengan virus lainnya
Rabies (polivalen)
Vaksin subunit Adenovirus lmunisasi aktif menggunakan protein yang
dimurnikan
Vaksin polipeptida Hepatitis B lmunisasi aktif menggunakan sintesis urutan
protein polipeptida
Vaksin DNA HIV Penelitian; bermanfaat untuk memacu
(hanya evaluasi) Influenza respons Tc
Antibodi pasif Hepatitis A Penyuntikan antibodi yang dimurnikan hasil
Hepatitis B dari sumber lainnya. Hanya sementara dan
Campak hanya sedikit bermanfaat diberikan setelah
Parotitis awitan penyakit
Rabies
RSV
Rubela
Varisela zoster

580
Bab 19. lmunisasi

A. Vaksin Rubela B. Vaksin Influenza


Vaksin Rubela (German measles) mengan- Penyakit influenza disebabkan virus
dung virus yang dilemahkan atau di- farnili Ortomiksoviride, yang terdiri
matikan, berasal dari virus dengan anti- atas virus Tipe A, B dan C berdasarkan
gen tunggal yang ditumbuhkan dalam hernaglutinin perrnukaan (H) dan antigen
biakan Human Diploid Cell Line. Kepada neuraminidase (N). Wabah influenza
wanita yang seronegatif perlu diberikan sebetulnya terjadi setiap tahun, rneskipun
imunisasi sebelum pubertas dengan virus berat dan besamya bervariasi. Virus A
yang dilemahkan. Hal tersebut diperlukan paling sering menimbulkan epidemi/pan-
mengingat rubela dapat menimbulkan derni dan virus B kadang menimbulkan
malformasi pada janin. Guru-guru wanita, epiderni/pandemi regional. Virus C hanya
perawat dan dokter rumah sakit anak rnenirnbulkan infeksi sporadis yang ringan.
dapat terpajan dengan rubela. Juga staf 90% kernatian oleh influenza terjadi pada
para medis yang bekerja di klinik ante-
usia 65 tahun atau lebih. Wabah terbesar
natal dapat terinfeksi dan menularkannya
disebabkan influenza A oleh karena
kepada ibu-ibu harnil muda. Kepada
antigennya yang dapat berubah. Wabah
rnereka yang seronegatif perlu diberikan
oleh influenza B tidak begitu berat oleh
vaksinasi. Vaksin tidak boleh diberikan
karena antigennya lebih stabil.
kepada wanita yang sedang hamil. Bila
Dalam alam, antigen virus tipe A
vaksin diberikan kepada wanita yang
dapat mengalami dua jenis perubahan/
belurn rnengandung, dianjurkan untuk
tidak harnil dahulu selama 2 bulan. rnutasi yaitu antigenic drift bila mutasi
tersebut terjadi perlahan dan antigenic
shift yang terjadi rnendadak. Virus B
Konsep kunci MMR
lebih stabil dibanding virus A dan hanya
Pembenaran pemberian vaksin meas/es:
ensefalitis, pneumonia, kematian menirnbulkan antigenic drift. Adanya
Pembenaran pemberian vaksin mumps: antigenic drift/shift tersebut memungkin-
parotitis, orkitis, meningoensefalitis, kan virus untuk lolos dari pengawasan
kehilangan pendengaran
sistern irnun pejarnu, sehingga manusia
Pembenaran pemberian vaksin rubela:
sindrom kongenital rubela selalu rentan terhadap infeksi virus untuk
Terdiri atas 3 virus hidup yang diatenuasi seumur hidupnya. Antibodi yang dibentuk
Dua dosis diperlukan untuk meyakinkan terhadap infeksi terdahulu, tidak lagi dapat
proteksi mengenal virus penyebab infeksi barn.
Dapat diberikan kepada penderita Oleh karena itu komposisi vaksin disesuai-
dengan alergi telur kan setiap tahun dengan antigenic drift I
Transmisi horizontal virus dalam vaksin
shift yang ada.
tidak terjadi
Ada dua jenis vaksin yaitu yang di-
matikan, diinaktitkan dalam formalin atau

581
lmunologi Dasar Edisi ke-10

propiolakton (parenteral) dan yang hidup/ C. Vaksin Campak


dilemahkan (oral/ nasal). Yang dilemahkan
Vaksin campak adalah vaksin hidup
dapat terdiri atas seluruh virion (seluruh
yang dilemahkan dari galur virus dengan
partikel virus) yang mempunyai imuno-
antigen tunggal yang dibiakkan dalam
genisitas baik, tetapi efek samping besar.
embrio ayam. MMR adalah vaksin yang
Vaksin split particle menggunakan fragmen
dimatikan dan diberikan dalam suntikan
partikel virus (mengandung RNA dan
protein M) dengan imunogenisitas baik tunggal, untuk pencegahan penyakit
dan efek samping yang kurang. Vaksin campak, mumps (gondong) dan rubela.
subunit mempunyai bentuk mirip dengan
split vaccin dengan imunogenisitas kurang D. Vaksin Poliomielitis
dan efek samping sedikit. Vaksin diberikan
Vaksin poliomielitis diperoleh dalam 2
kepada golongan di atas 60 tahun, penderita
bentuk yaitu vaksin virus mati dan vaksin
penyakit kardiovaskuler dan golongan
virus hidup (oral) sebagai berikut:
dengan risiko. Tipe A, B atau disrupted
(split) virus ditumbuhkan dalam embrio
a yam. 1. Vaksin virus mati (Inactivated Polio
Vaccin, Salk)
Konsep kunci Influenza Vaksin Salk diproduksi dari virus yang
Menimbulkan sekitar 20.000 kematian/ ditumbuhkan dalam biakan (ginjal kera)
tahun di Amerika Serikat yang kemudian diinaktifkan dengan
Diinaktifkan , vaksin subvirion yang formalin atau sinar ultraviolet. Vaksin
diformulasikan adalah galur prevalen
tersebut memberikan imunitas terhadap
Waktu optimal untuk vaksinasi sebelum paralisa atau penyakit sistemik, tetapi
musim dingin
tidak terhadap infeksi intestinal oleh
Vaksinasi pada semua dewasa usia ;:: 50
tahun
polio. Diberikan sebelum vaksin Sabin
Dianjurkan vaksinasi pada semua anak dikembangkan.
usia 6-23 bulan 2. Vaksin virus hidup (Ora/Polio Vaccin,
Golongan dengan risiko tinggi hendaknya Sabin)
divaksinasi setiap tahun
Pertama vaksinasi usia.::: 8 tahun, Vaksin Sabin dibuat dari virus yang
menggunakan 2 dosis juga ditumbuhkan dalam biakan (ginjal
Vaksin influenza tidak dapat kera, Human Diploid Cells) yang di-
menimbulkan flu lemahkan dan memberikan proteksi
Vaksin hidup sudah ada terhadap infeksi intestinal dan penyakit
paralisa.
Meskipun OPV telah berhasil mem-
bebaskan berbagai negara dari polio

582
Bab 19. lmunisasi

(Amerika, Pasi:fik Barat dan Eropa), lihat pada Tabel 19 .12 dan 19 .13.
tetapi dilaporkan bahwa OPV dapat
menimbulkan efek samping berupa
E. Vaksin Hepatitis B
poliomielitis paralitik. Atas dasar
hal itu telah dikembangkan perbaikan Vaksin Hepatitis B terdiri atas partikel
dalam produksi vaksin yang dimatikan antigen permukaan hepatitis B yang di-
dari galur Sabin (Sabin- IPV/ S-IPV) inaktifkan (HBsAg) dan diabsorpsi dengan
yang lebih baik dibanding dengan IPV tawas, dimumikan dari plasma manusia/
konvensional yang diproduksi dari karier hepatitis. Vaksin ini dewasa ini
virus virulen. Efek samping S-IPV yang sudah diganti dengan vaksin rekombinan.
dilaporkan hanya berupa reaksi lokal. Vaksin rekombinan HBsAg (rHBsAg)
Oleh karena itu, banyak yang meng- diproduksi dengan rekayasa genetik galur
anjurkan untuk memberikan vaksinasi Saccharomyces cerevisiae yang mengan-
IPV-OPV secara berurutan. dung plasmid/gen untuk antigen HBsAg.
Vaksin ini diberikan oral sesuai dengan Produksi vaksin hepatitis B dari jamur
rute masuk alamiah virus. Sifat per- dengan teknik rekombinan, merupakan
lindungannya sistemik dan lokal. cara yang lebih mudah untuk mem-
produksi vaksin dalam jumlah besar dan
Ciri-ciri dan keuntungan serta ke- aman dibanding dengan yang diproduksi
rugian vaksin mati dan vaksin hidup ter- dari serum.

Tabel 19.12 Ciri-ciri vaksin rnati dan hidup


Ciri Vaksin hidup dilemahkan Vaksin mati
Ambang Tinggi : replikasi mikroba (menyerupai Rendah: mikroba tidak menun-
imunitas yang infeksi alamiah) jukkan replikasi , imunitas
diinduksi pendek
Respons selular Baik: antigen diproses dan Buruk
dipresentasikan dengan molekul MHC
lmunitas lokal Mahal untuk produksi dan Buruk
pemberiannya
Harga Mahal untuk produksi dan pemberian Lebih murah
Kembali menjadi Tidak tahan panas Tidak (karenanya baik untuk
virulen penderita dengan imuno-
kompromais dan hamil)
Stabilitas Tidak tahan panas Tahan panas
Risiko Mungkin (mis. virus dalam medium
kontaminasi cair)

583
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Tabel 19.13 Keuntungan dan kerugian relatif vaksin hidup dan mati terlihat
Vaksin hidup Vaksin mati
Keuntungan Tunggal, dosis kecil Aman
Diberikan dengan rute alamiah Stabil (batch vaksin tunggal
Memacu imunitas lokal diketahui , demikian juga keamanan
dan efikasin a
Kerugian Kontaminasi virus onkogenik (?) Diperlukan dosis multipel dan
Menjadi virulen booster
lnaktivasi oleh perubahan cuaca Diberikan dengan suntikan - rute
Penyakit pada pejamu tidak alamiah
imunokompromais Diperlukan kadar antigen tinggi
Efisiensi variabel

Konsep kunci vaksin tiepatitis B mahkan, biasan ya tidak diberikan kepada


Menimbulkan banyak kematian anak-anak sampai IgG asal ibu hilang
Merupakan strategi vaksinasi pertama (sekitar usia 15 bulan). Varisela yang di-
terhadap bentuk kanker hepatoselular lemahkan diberikan kepada penderita
Dibuat dengan rekombinasi yang dengan leukemia lirnfositik ak:ut.
menggunakan sel-sel jamur untuk
Konsep kunci vaksin varisela
memproduksi HbsAg
Varisela sering menimbulkan kematian
Vaksin Hep.B tidak dapat diganti , kecuali
yang dapat dicegah sesuai vaksinasi
untuk 2 dosis pada dewasa
yang dianjurkan pada anak
Sering diberikan bersama (tempat
Tidak mencegah seluruh varisela , tetapi
berbeda) dengan HBIG sebagai
dapat mencegah penyakit berat
profilaksis pasca pajanan
Penurunan mencolok penyakit setelah
Dosis booster tidak dianjurkan untuk
vaksin dipasarkan
subyek sehat
Mungkin dapat digunakan sebagai
Booster diperlukan untuk penderita
profilaksis pasca pajanan
dengan dialisis

H. Vaksin Retro
F. Vaksin Hepatitis A
Vaksin virus Retro dapat mencegah ke-
Vaksin Hepatitis A terdiri atas virus di-
matian pada bayi akibat diare. Vaksin
matikan yang cuk:up efektif, diberikan
mengandung 4 tipe antigen virus yang ber-
kepada orang dengan risiko misalnya
hubungan dengan penyakit pada manusia.
dalam perjalanan/mengunjungi negara
dengan risiko.
I. Vaksin Rabies
G. Vaksin Varisela Vaksin Rabies diperoleh dalam 2 bentuk
Vaksin Varisela digunakan untuk mencegah yaitu vaksin dimatikan untuk manusia
varisela, merupakan vaksin yang dile- dan vaksin hidup yang dilemahkan

584
Bab 19. lmunisasi

pada hewan. Ada 2 bentuk vaksin untuk (kanker hati), faktor risiko yang ber-
manusia yaitu yang dibiakk:an dalam hubungan dengan HPV bahkan lebih
embrio bebek yang memiliki beberapa tinggi. Risiko relatif adalah sekitar 10
efek ensefalitogenik dan yang dibiakk:an pada perokok dan kanker paru, 50 pada
dalam sel human diploid. Kadang kanker hati dan HBV, namun 300-400 pada
diperlukan bersamaan dengan RIG. kanker serviks dan HPV.

Konsep kunci RIG Risiko infeksi HPV - kanker serviks


Wanita Usia muda (terutama 20-24 tahun)
Penyakit pada manusia sering fatal
Jumlah pasangan
Transmisi melalui pajanan dengan saliva Hubungan seksual dan usia muda
hewan Pola hidup pasangan
lnkubasi yang panjang memungkinkan Kebiasaan merokok
untuk vaksinasi pasca pajanan Penggunaan kontrasepsi
Pasangan tidak disunat
RIG diberikan pasca pajanan bersama
Pria Usia muda (terutama 25-29 tahun)
vaksin kecua li bila sudah diberikan Jumlah pasangan
vaksinasi sebelumnya Tidak disunat
Profilaksis pasca pajanan hampir 100%
efektif bila dilakukan dengan benar
Dewasa ini sudah diketahui lebih
Penderita dengan risiko tinggi dibenarkan
dari 100 tipe HPV dan sekitar 35 yang
untuk mendapat vaksinasi pasca pajanan
menginfeksi saluran kencing. HPV ter-
J. Vaksin Papiloma penting adalah tipe 16 dan 18 yang ber-
hubungan dengan sekitar 70% semua
Kanker serviks merupakan kanker nomor kasus kanker serviks dan adenokarsinoma
dua tersering pada wanita, sekitar 10% serviks. Kutil genital (kondiloma akumi-
dari semua kanker wanita yang ada. Kini nata pada wanita dan pria)) disebabkan
sudah diketahui bahwa risiko tinggi virus infeksi HPV, tersering Tipe 6 dan 11.
tipe papiloma merupakan penyebab Jesi Dewasa ini telah dikembangkan vaksin
prekanker dan kanker serviks rahim. terhadap virus penyebab yang sudah di-
Infeksi HPV kronis dianggap merupakan ketahui ini, serupa dengan vaksinasi HBV
fase intermediat terjadinya kanker serviks untuk mencegah kanker hati. Vaksin ter-
invasif. Tidak ada jenis kanker lain pada sebut mengandung Tipe 6, 11 , 16 dan
manusia yang memiliki hubungan sebab 18 yang dapat mencegah infeksi HPV
akibat yang sangat jelas dengan virus 16 dan 18 dengan risiko tinggi dan kutil
seperti pada HPV (Gambar 19.8). genital yang seringkali disebabkna HPV
Bila dibandingkan dengan faktor Tipe 6 dan 11. Vaksin HPV dapat ditole-
risiko kanker lain pada manusia seperti ransi dengan baik, imunogenik dan
merokok (kanker paru), infeksi HBV efektif pada kebanyakan infeksi HPV.

585
lmunologi Dasar Edisi ke-10

lnfeksi Progresi lnvasi


lnfeksi
Servi ks
normal
HPV
pad a
........ Pre-
kanker
serviks
Klirens Regresi

Sitologi ringan dan/atau


kelainan histologis

Gambar 19.8 Riwayat alamiah infeksi HPV dan kanker serviks

Vaksin menunjukkan potensi pencegahan bermanfaat bagi kesehatan wanita dan


proporsi substansial kasus kanker serviks. kesehatan masyarakat pada umumnya.
Vaksinasi dianjurkan sebelum usia 20
tahun untuk mencegah kanker serviks
VII. VAKSIN BAKTERI
dan diberikan 3 kali.
Respons imun antibakterial meliputi lisis
Bagaimana vaksin diberikan
- - - - - -
melalui antibodi dan komplemen, opso-
Diberikan 3x suntikan nisasi, fagositosis yang diaktifkan dengan
Selama periode 6 bulan eliminasi bakteri di hati, limpa dan sel-
Jadwal vaksin 0 - 2 - 6 bulan sel dari sistem fagosit makrofag. Yang
berperan pada opsonin dan fagositosis
bakteri negatif-Gram adalah IgG dan
Kelompok utama risiko ini adalah pen-
IgM saja atau komponen komplemen
derita yang imunokompromais seperti
C3b. Aktivasi komplemen melalui jalur
penderita infeksi HIV, penyakit auto-
altematif dapat dirangsang secara non-
imun dan yang mendapat terapi imuno-
spesifik oleh endotoksin lipopolisakarida
kompromais. Hubungan antara HPV dan
(dinding bakteri negatif-Gram) atau oleh
kanker serviks yang baru ditemukan
polisakarida dari kapsul bakteri negatif-
50 tahun yang lalu diharapkan dapat
Gram dan bakteri positif-Gram yang
dipatahkan dalam waktu dekat, sehingga
mengaktifkan C3 . Jalur altematif ini me-

586
Bab 19. lmunisasi

nimbulkan penglepasan molekul kemo-


~

taktik C3a, C5a dan opsonin C3b. Kunci konsep BCG


Aktivasi jalur altematif juga melepas Sekitar 3 bilyun penduduk dunia
faktor adherens imun dari CS, 6, 7, 8, 9 menderita tuberkulosis
Vaksinasi pada bayi diberikan di hampir
yang bakteriolitik. Oleh karena proses
semua negara
opsonin dan fagositosis bakteri terjadi Vaksin dapat mencegah penyakit berat
dalam limpa, penderita pasca splenek- pada anak, tetapi tidak mengontrol
tomi sangat rentan terhadap bakteri pen ya kit
yang memiliki kapsul. Pada jalur klasik Vaksin juga digunakan dalam
penanganankankerkandungkencing
IgM berperan dalam lisis bakteri negatif-
Gram. CMI juga berperan pada bakteri
C. Vaksin subunit
yang hidup intraselular seperti M.
tuberkulosis. Vaksin subunit adalah vaksin yang terdiri
atas makromolekul spesifik asal patogen
A. Vaksin DOMI yang dimumikan. Ada 3 bentuk umum
Akhir-akhir ini telah banyak dicurahkan vaksin yang digunakan:
perhatian terhadap penyakit-penyakit - Vaksin eksotoksin atau toksoid
infeksi yang menimpa negara-negara - Vaksin polisakarida kapsel
sedang berkembang seperti kolera, Vaksin antigen protein rekombinan
demam tifoid dan sigela yang merupakan Banyak risiko yang berhubungan
DOMI. Program DOMI dikembangkan di dengan penggunaan vaksin mikroba yang
berbagai negara antara lain di Indonesia diatenuasi atau mati dapat dicegah dengan
melalui transfer teknologi untuk mem- memberikan vaksin yang hanya mengan-
produksi vaksin Vi dan vaksin kolera dung makromolekul mumi spesifik asal
yang sekaligus dapat mengurangi beban patogen. Vaksin subunit adalah vaksin
sigelosis. yang hanya menggunakan bagian dari
antigen yang terbaik untuk merangsang
B. Vaksin Bacillus Calmette-Guerin sistem imun. Kadang digunakan epitop,
Vaksin BCG adalah vaksin galur Miko- bagian spesifik antigen yang dikenal dan
bakterium bovis yang dilemahkan dan diikat zat anti atau sel T. Oleh karena
digunakan pada manusia terhadap pen- vaksin subunit ini hanya mengandung
cegahan tuberkulosis di hampir seluruh antigen esensial, kemungkinan terjadi-
penjuru dunia. BCG tidak diberikan secara nya reaksi yang tidak diinginkan sangat
rutin di Amerika oleh karena dianggap tes sedikit. Vaksin subunit dapat mengan-
kulit tidak dapat digunakan sebagai tanda dung 1-20 antigen atau lebih. Vaksin
pajanan dengan kuman tuberkulosis. subunit diproduksi melalui pemurnian

587
lmunologi Dasar Edisi ke-10

biokimiawi fraksi mikroba atau dengan Contoh-contoh vaksin polisakarida ada-


teknologi rekombinan. Oleh karena vaksin lah sebagai berikut :
subunit tidak mengandung bahan replikasi
aktif, tidak menunjukkan risiko infeksi a. Vaksin pneumokok
dan juga tidak mengandung asam nukleat Dahulu vaksin dibuat dari seluruh
mikroba sehingga tidak karsinogenik. mikroba yang diinaktifkan. Kapsel
Vaksin dapat juga menggunakan polisakarida H. influenza merupakan
DNA hasil rekayasa dan vaksin disebut faktor virulen mikroba. Komponen yang
vaksin subunit rekombinan. Contoh larut dari kapsel mikroba menunjukkan
vaksin subunit adalah vaksin toksoid, respons protektifyang tipe spesifik. Vaksin
vaksin kapsel polisakarida bakteri, B . polisakarida yang sekarang digunakan me-
pertusis dan S. pneumoni, glikoprotein lindungi resipien dengan meningkatkan
virus, protein patogen yang dibuat dengan fagositosis. Vaksin pneumokok terdiri atas
teknik rekombinan dan peptida sintetik. polisakarida kapsul 23 tipe antigen Strep-
Vaksin subunit dapat menggunakan satu tokok pneumoni dan dianjurkan untuk
atau lebih komponen patogen penyebab golongan tertentu seperti usia di atas 60
tahun, penyakit paru kronis atau mereka
penyakit.
tanpa limpa. Vaksin memberi perlindungan
Vaksin subunit tidak menimbulkan
sampai 90% terhadap galur pneumokok
infeksi dan lebih sedikit kemungkinan mem-
yang dapat menjangkiti manusia.
berikan reaksi yang tidak diinginkan atau
komplikasi saraf dibanding dengan vaksin
Konsep kunci vaksin pneumokok
yang mengandung seluruh B. pertusis.
konjugat
Imunogensitas peptida dapat ditingkatkan
Pneumokok sering menimbulkan meningitis
dengan menjadikannya ISCOM, dengan bakterial , bakteremi dan pneumonia pada
lipid yang dapat membawa peptida ke sito- anak
plasma sel dendritik untuk selanjutnya di- Bakteri yang menjadi resisten terhadap
presentasikan melalui molekul MHC-1 ke antibiotik menjadi sering ditemukan
sel T. Tiga bentuk utama yang merupakan Membantu respons antibodi bayi yang
komponen atau subunit patogen sasaran buruk terhadap vaksin pneumokok poli-
yang digunakan dewasa ini adalah poli- sakarida
sakarida kapsul, eksotoksin atau toksoid Mengandung serotip 4, 68, 9V, 14, 18C,
dan protein antigen rekombinan. 19F dan 23E yang merupakan 80% sebab
penyakit invasif pada bayi
1. Vaksin polisakarida Dianjurkan vaksinasi pada usia 23 bulan
Vaksin polisakarida (disebut juga vaksin atau lebih muda
konjugat) dibuat dari polisakarida kapsul lmunisasi selektif dianjurkan pada usia 24
bakteri, terdiri atas dinding polisakarida sampai 59 bulan
bakteri yang merupakan vaksin sub-unit.

588
Bab 19. lmunisasi

b. Vaksin Hernofilus influenza yang sangat virulen.


Vaksin Hemofilus influenza berupa Pada musim haji di Tanah Suci
polisakarida tipe b (Hib) yang dikonju- berkumpul jutaan jemaah dari berbagai
gasi dengan toksoid atau protein. Vaksin negara, salah satunya dari Afrika yang me-
tidak memberikan perlindungan terhadap rupakan daerah endemis NM. Jemaah haji
infeksi H.influenza tanpa kapsul. Hidrat yang pada umumnya belum mempunyai
arang yang dimurnikan (poliribitol) kekebalan terhadap NM akan berisiko
secara antigenik sangat buruk untuk anak untuk tertular NM dari jemaah haji asal
di bawah dua tahun dan imunigenisitas negara lain seperti Afrika. Tahun 1987 NM
hanya diperoleh bila diikat protein menimpajemaah haji dari berbagai negara
pembawa. Vaksin diberikan kepada yang juga menimbulkan 40 kematian
anak-anak usia 2-3 tahun di pusat-pusat pada jemaah asal Indonesia. Semenjak
penitipan anak-anak (day-care center) tahun 1988 pemerintah Arab Saudi me-
dan penderita sesudah splenektomi. wajibkan vaksinasi NM terhadap seluruh
jemaah haji/umroh/TKI. Kematian oleh
Konsep kunci vaksin Hib NM terbanyak disebabkan oleh sero-
-
Hib merupakan sebab penting kematian grup W 135 • Vaksin yang dianjurkan untuk
meningitis bakterial diberikan dewasa ini adalah serogrup
Peningkatan penyakit invasif dapat A,C, W 135 dan Y yang diberikan subkutan,
diturunkan > 90% melalui vaksinasi paling lambat 2 minggu sebelum tiba
universal di Tanah Suci yang akan memberikan
Konjugat Hib menurunkan karier kekebalan selama 2 sampai 3 tahun.
nasofaring
Diperoleh dalam berbagai kombinasi d. Lyme disease
c. Vaksin Neseria rneningitidis Ly me disease adalah penyakit yang dise-
Vaksin NM terdiri atas beberapa babkan spiroket. Infeksi terjadi melalui
golongan polisakarida, digunakan untuk gigitan sejenis serangga yang terinfeksi.
mencegah infeksi mening1t1s pada Vaksin terdiri atas protein permukaan
anggota tentara dan anak-anak di negara- Borelia burgdorferi yang dimurnikan.
negara dengan risiko tinggi. Vaksin
e. Vaksin S. pneurnoni
terdiri atas membran hidrat arang dari 4
galur: A, C, Y dan W-135. Pada manusia Vaksin polivalen yang dibuat dari kapsul
ada 2 jenis genus neseria patogen yaitu polisakarida beberapa galur Streptokok
NM dan N. gonokok (NG). Di Indonesia pneumoni, diberikan kepada penderita
infeksi NM amat jarang sehingga belum penyakit kardiovaskuler, sesudah splenek-
diketahui kekebalan terhadap NM. tomi, anemia sel sabit, kegagalan ginjal,
Serogrup A dan C merupakan antigen sirosis alkohol dan diabetes melitus.

589
lmunologi Dasar Edisi ke-10

f. Vaksin S. tifi (Typhim Vi) 2. Antitoksin (ekso- dan endotoksin)


- toksoid
Vaksin S. tifi (I'yphim Vi) berupa vaksin
polisakarida dan pemberian booster tidak Vaksin toksoid digunakan hanya bila
menimbulkan respons peningkatan. Untuk toksin bakteri merupakan penyebab utama
meningkatkan respons, dibuat vaksin penyakit. Toksin biasanya diinaktifkan
konjugasi dengan menggabungkan poli- dengan formalin dan disebut toksin yang
sakarida S. tifi dengan protein. Vaksin detoksifikasi atau toksoid sehingga aman
demam tifoid klasik dibuat dari seluruh untuk digunakan dalam vaksin.
sel yang dimatikan. Vaksin tersebut mudah Banyak bakteri dalam usaha mening-
didapat dan murah, tetapi tidak ditolerir katkan penyebarannya, melepas molekul
dengan baik. Vaksin ini diberikan paren- toksik (eksotoksin) yang merusak j aringan
teral, diperoleh dari kapsul polisakarida sekitar atau menunjukkan efeknya di
S.tifi. Biasanya diberikan kepada anak jaringan yang jauh (tetanus). Yang ber-
usia 6 bulan dalam 2 dosis dengan jarak 4 peran pada respons imun antitoksin
minggu. Vaksin efektif pada 55-75% dan adalah lgG, meskipun lgA dapat pula
berlangsung untuk 3 tahun. menetralisasi eksotoksin seperti entero-
Dewasa ini sudah dikembangkan toksin V. kolera. Toksin itu berikatan
vaksin yang dilemahkan (galur Ty21a), kuat dengan jaringan alat sasaran dan
yang dapat digunakan secara oral dalam biasanya tidak dapat dilepaskan lagi
4 dosis pada dewasa dan anak berusia di dengan pemberian antitoksin. Oleh karena
atas 6 tahun yang memberikan proteksi itu pada penyakit-penyakit yang meka-
selama 5 tahun. Pemberian vaksin ini nismenya terjadi melalui eksotoksin, pem-
kontraindikasi pada penderita yang berian segera antitoksin sangat diperlu-
minum antibiotika dan penderita HIV. kan agar kerusakan yang ditimbulkannya
(lebih banyak toksin berikatan dengan
Konsep kunci vaksin tifoid jaringan) dapat dicegah. Pada percobaan
Penyakit yang lama ditandai oleh dengan kelinci, antitoksin yang diberikan
bakteremia, demam tinggi, ruam , satu jam sebelurn suntikan toksin difteri
splenomegali dan pansitopeni
dapat memberikan proteksi lengkap,
lnfeksi terjadi melalui air dan makanan tetapi antitoksin yang diberikan antara 1-2
Perjalanan ke daerah endemik merupakan jam sesudah suntikan toksin tidak efektif
risiko
(Tabel 19.14).
Sudah diperoleh vaksi n hidup dan vaksin
yang diinaktifkan Antitoksin terdiri atas antibodi yang
lndikasi vaksinasi: perjalanan, kontak menetralisasi (antiserum) yang spesifik ter-
dengan karier atau karyawan laboratorium hadap toksin. Biasanya diproduksi dengan
imunisasi pada manusia (sukarelawan),
kuda dan lembu. Efikasi antitoksin ber-

590
Bab 19. lmunisasi

Tabel 19 .14 Proteksi terhadap dift~ri dan ~ubu.ngannya


dengan waktu pembenan ant1toksm
Hari Jumlah kasus % mortalitas
225 0
2 1.441 4,2
3 1,6 11 ,2
4 1.276 17,3
5 (atau lebih) 1.645 18,7

hubungan dengan waktu paruh antibodi in dan tetanus sudah lama digunakan se-
vivo. Vaksinasi terhadap toksin diberikan bagai imunogen, tetapi hams ditoksifikasi
dalam bentuk toksoid. Yaitu toksin yang terlebih dahulu dengan formaldehid yang
sudah dihilangkan toksisitasnya, namun tidak merusak determinan imunogennya
tidak kehilangan determinan antigen. (Gambar 19.9). Contoh vaksin toksoid
Oleh karena itu toksoid dapat dipakai adalah sebagai berikut:
untuk memacu pembentukan antibodi
yang dapat menetralkan efek toksin. a. Antitoksin botulinum
Endotoksin adalah komponen dinding Antitoksin botulisme adalah polivalen,
sel dari beberapa bakteri negatif-Gram dibuat terhadap tiga tipe toksin (tipeA, B
(Bordetela pertusis, Streptokok piogenes dan E) yang diproduksi Klostridium botu-
dan spesies salmonela) yang dapat me- linum. Antitoksin asal hewan juga dapat
modulasi respons imun. Eksotoksin diperoleh, tetapi tidak diutamakan oleh
bakteri seperti yang diproduksi difteri karena risiko penyakit serum.

Eksotoksin patogenik Preparat aman (toksoid)

n Modifikasi

Sisi patogen

W ~ Epitop

Gambar 19.9 Modifikasi toksin

591
/munologi Dasar Edisi ke-10

Konsep kunci antitoksin botulinum torum di negara-negara dengan tindakan


Toksin botulinum merupakan salah satu obstetri yang kurang steril.
toksin yang sangat paten
Penya kit pad a bayi disebabkan oleh d. Difteri, pertusis dan tetanus
pertumbuhan C. dalam usus Difteri, pertusis dan tetanus DPT adalah
Penularan melalui makanan disebabkan produk polivalen yang mengandung
oleh toksin yang sudah dibentuk
toksoid Korinebakteri difteri, Bordetela
Penyakit tidak ditularkan dari satu ke lain
orang pertusis dan Klostridium tetani yang
Tes hipersensitivitas diperlukan sebelum dimatikan (Tabel 19.15).
serum kuda diberikan
Antitoksin kuda tidak diindikasikan untuk 3. Vaksin peptida
penyakit pada bayi
Peptida sintetik adalah vaksin subunit
Antitoksin hendaknya segera diberikan
setelah diagnosis ditegakkan yang hanya mengandung epitop dari
antigen protektif. Bagian lain dari protein
b. Antitoksin difteri yang menimbulkan efek supresif terhadap
Antitoksin difteri dibuat pada kuda sistem imun, efek toksik atau bereaksi
dengan menyuntikkan toksoid Korine- silang dengan protein endogen sudah di-
bakterium difteri. Toksoid adalah ekso- hilangkan. Kebanyakan peptida meng-
toksin yang diolah dengan formaldehid induksi respons imun yang potensinya
yang merusak patogenisitasnya tetapi tergantung dari jenis MHC. Hasil yang
tetap antigenik. optimal hanya dapat diperoleh pada
sebagian populasi (Gambar 19.10).
c. Antitoksin tetanus
Antitoksin tetanus terdiri atas globulin D. Vaksin konjugat
imun asal manusia yang spesifik terhadap Keterbatasan vaksin polisakarida adalah
toksin Klostridium tetani. Antitoksin asal ketidakmampuannya untuk mengaktifkan
hewan juga dapat diperoleh tetapi tidak sel Th. Polisakarida yang merupakan
diutamakan oleh karena risiko penyakit lapisan dinding luar bakteri akan meng-
serum. Enzim eksotoksin seperti lesitinase halangi respons imatur imun bayi dan
dari bakteri Cl. perfringens atau bisa ular anak untuk mengenal antigen . Salah satu
dapat dinetralisasi antibodi. Adanya akti- cara untuk melibatkan sel Th secara direk
vitas antitoksin IgG berarti bahwa ibu yang adalah menkonjugasikan antigen poli-
cukup diimunisasi, dapat memindahkan sakarida dengan protein pembawa. Contoh-
antitoksin kepada janin dan dapat mem- nya adalah vaksin untuk pneumokok, H.
berikan proteksi pada hari-hari pertama/ influenza tipe b (Rib) penyebab utama
minggu sesudah lahir. Hal tersebut di- meningitis bakterial pada anak di bawah
perlukan dalam pencegahan tetanus neona- usia 5 tahun yang terdiri atas polisakarida

592
Bab 19. lmunisasi

Tabel 19.15 Berbagai vaksin dan toksoid


Tipe antigen Virus Bakteri Rickettsia
Organisme normal Vaksinia (cowpox)
Heterolog
Organisme Campak BCG Riketsia
dilemahkan Rubela Tifoid (baru) (R.prowazek)
Polio (Sabin) Y.pestis
Yellow fever Bruselosis
Varisela-zoster
Influenza
Rabies
Cacar
Ade no
Organisme Rabies Pertusis Riketsia
dimatikan Polio (Salk) Tifoid (R. prowazek)
Influenza Kolera (R.tickettsii)
Hepatitis A
Hepatitis B
HBsAg
Ensefalitis (Japan)
Rube la
Fragmen subselular
Toksoid (toksin dilemahkan) Difteri
Tetanus
Kapsul polisakarida Kolera (baru)
Meningokok
Hemofilus influenza
Pneumokok
Hemofilus
Tifoid
Antigen permukaan Hepatitis B B. pertusis
(Subunit) Influenza Influenza
Hepatitis B N.meningitidis
S. pneumoni
Rekombinan Hepatitis B
Kombinasi MMR DPT atau DT
Konjugat H. influenza
Toksoid Tetanus
Difteri
Botulisme
Memacu produksi
antibodi dan respons
selular,
Vaksin DNA Masih dalam penelitian Mudah dibuat

593
lmunologi Dasar Edisi ke-1 0

)-
-<
Antigen ~ Oo0 0
.... ~
.,,...,_.__..,.,.
Proses oleh
APC Respons kuat sel B
Respons lemah sel T

Gambar 19.10 Va ks in Peptida

tipe b yang diikat kovalen dengan toksoid Hib conjugate vaccine yang menjadi
tetanus sebagai protein pembawa. sangat efektif telah menurunkan 99%
Bayi yang hanya memberikan penyakit Hib yang berat pada anak-anak
respons buruk terhadap antigen kapsel di bawah usia 5 tahun di Amerika. Vaksin
yang tidak dikonjugasi, sekarang me- tersebut belum banyak digunakan di negara-
ningkatkan imunogenisitasnya dan vaksin negara lain karena harganya yang tinggi.
konjugat jelas memberikan perlindungan
yang lebih baik kepada bayi. Vaksin
VIII. VAKSIN HASIL REKAYASA
konjugat tersebut jelas mengaktifkan sel
Th, mengalihkan IgM ke IgG. Meskipun
A. Vaksin subunit multivalen
j enis vaksin ini dapat menginduksi sel
memori B untuk patogen, namun tidak Salah satu keterbatasan vaksin peptida
sel T spesifik. sintetik dan subunit polisakarida atau
vaksin protein adalah cenderung kurang
Konsep kunci vaksin pneumokok imunogenik. Di samping itu vaksin sub-
konjugat unit lebih cenderung memacu imunitas
Pneumakak menimbulkan banyak humoral dibanding selular. Oleh karena
kematian
itu diusahakan untuk membuat vaksin
Mengandung palisakarida kapsul dari 23
seratipe yang merupakan lebih dari 90%
peptida sintetik yang mengandung epitop
isalat darah imunodominan sel B dan T. Bila diingin-
Oasis tunggal dianjurkan pada semua kan respons CTL, peptida harus diproses
usia 65 tahun atau lebih dan dipresentasikan melalui MHC-I. Ber-
Oasis tunggal dianjurkan untuk galongan bagai teknik telah dikembangkan untuk
risika tringg i dan revaksinasi pada memperoleh vaksin multivalen yang dapat
keadaan tertentu
mempresentasikan kopi peptida yang mu)-

594
Bab 19. lmunisasi

tipel atau campuran peptida ke sistem yang menggunakan teknologi DNA,


imun. Protein membran berbagai patogen hasil rekayasa molekul antigen mikroba
seperti virus influenza, campak, hepatitis tertentu. Vaksin DNA terdiri atas
B dan HIV telah digabung yang disebut plasmid bakteri yang mengandung DNA
vaksin subunit multivalen dan dewasa yang menyandi protein antigen, dapat
ini sedang dinilai dalam studi klinis memacu baik imunitas humoral maupun
(Gambar 19.11). selular. Melalui rekayasa genetik, segmen
dari bahan herediter/DNA dari satu
B. Vaksin DNA dan naked DNA jenis organsime dapat dikombinasikan
Vaksin subunit rekombinan adalah vaksin dengan gen organisme kedua. Dengan
r,

a. b. Antigen membran yang diekstrasikan detergen .'Ir;'· .


atau pept1da ant1genik
Detergen + Quil A Fosfolipid ' Detergen
- + c::J +
Epitop

~\&I~~ Anti~~
Epitop
selT sel B

()..-.-.:: .~
0----::: ~
~l ~
CY'/ \. 0
Lapisan bilayer
fosfolipid
Misel

ISCOM Liposom

Matriks solid - kompleks Ab-Ag

c . Penghantaran ISCOM antigen ke dalam sel

,-

~1~ Endoplasma
a?~\;' --- retikulum
ISCOM Proteasom

Gambar 19.11 Vaksin subunit multivalen


A. Kompleks matriks-antibodi-antigen padat dapat dibuat vaksin yang mengandung peptida
sintetis yang mewakili epitop sel T dan sel B.
B. Mice/le protein , liposom dan kompleks yang memacu sistem imun (ISCOMs) dapat dibuat
dengan mengekstraksi antigen atau peptida antigen dalam mice/le dan liposom, r,esidu
hidrofolik antigen diarahkan keluar dalam ISCOM, ekor asam lemak yang panjang dari
lapisan detergen eksternal berdekatan dengan residu hidrofobik dari molekul. · -:-··

595
lmunologi Dasar Edisi ke-10

jalan demikian, organisme yang relatif berian vaksin virus yang dilemahkan.
sederhana seperti bakteri a tau j amur dapat Pendekatan inijugadapatdilakukan untuk
diinduksi untuk memproduksi sejumlah memberikan proteksi humoral terhadap
besar protein manusia seperti hormon/ mikroba. Baik epitop sel B (bagian dari
insulin atau sitokin. Juga dapat disintesis antibodi yang mengikat agens infeksi),
protein asal agens infeksi seperti virus maupun epitop sel T (peptida yang mengikat
hepatitis untuk digunakan dalam vaksin molekul MHC-II untuk merangsang sel
(Gambar 19.12). CD4) dapat digunakan.
Rekayasa genetik memungkinkan Contoh vaksin rekombinan yang
untuk memilih dan mengambil segmen sudah lama digunakan adalah vaksin hepa-
gen bahan herediter DNA dari organisma titis B yang dibuat dengan memasukkan
tertentu dan mengkombinasikannya dengan gen segmen virus hepatitis B ke dalam
gen dari organisme kedua. Organisme gen sel ragi.
yang sederhana seperti bakteri dan jamur Yang menarik yaitu teknik yang
dapat diinduksi untuk memproduksi menyuntikkan DNA yang kemudian di-
sejumlah molekul protein manusia seperti ekspresikan oleh sel otot pejamu dengan
honnon (insulin) dan sitokin. Di samping efisiensi yang lebih besar dibanding
itu juga dapat diproduksi protein asal dengan yang diperoleh dalam biakan
patogen seperti virus hepatitis atau HIV sel. DNA dapat berintegrasi dengan kro-
untuk digunakan dalam vaksin. mosom DNA pejamu atau dipertahankan
Gen dapat diklon, DNA dapat untuk waktu yang lama dalam bentuk
disekuens dan protein rekombinan dapat episom. Antigen virus tidak hanya di-
diproduksi; komponen, struktur dan fungsi ekspresikan dalam sel otot, tetapi juga
sitem imun pada tahapan molekular dapat dalam SD di tempat suntikan. Sel otot
dipelajari. Keuntungan penggunaannya mengekspresikan MHC-I rendah, oleh
bebas dari fragmen-fragmen patogen yang karenanya SD lokal sangat diperlukan
tidak diinginkan atau berbahaya yang untuk respons antigenik vaksin DNA.
dapat menimbulkan efek samping seperti Beberapa sel tubuh akan memproses
halnya dengan vaksin konvensional. DNA dan selanjutnya DNA menginstruksi-
Epitop khusus yang protektif dapat kan sel-sel untuk mensintesis molekul
digunakan dalam vaksin. Bagian virulen antigen, melepas antigen yang dipresen-
tertentu dari rnikroba dapat digunakan tasikan di pennukaan selnya. Jadi sel tubuh
seperti glikoprotein D (glyD) virus sendiri menjadi pabrik yang mensintesis
herpes untuk merangsang CTL yang vaksin, antigen yang diperlukan untuk
menimbulkan proteksi dan tidak di- merangsang sistem imun. Penggunaan DNA
khawatirkan pejamu akan menjadi sakit yang menyandi antigen dapat digunakan
seperti yang mungkin terjadi pada pem- sebagai vaksin yang potensial.

596
Bab 19. lmunisasi

Sel yang meng'hasilkan sitokin Bakteri

Ga ur DNA dari
' Plasmid (Cind n DNA)
dari bakteri
se1 penghasil sitokin

Gen sitokin dipotong Plasmid dipotong


ke:1uar dari DNA sehingga tert:>uka

' ,
Gen sitokin
diselipkan
dalam plasmid

Plasmid hibrida
dimasuk:kan kembali
dalam bakteri

'
Bakteri menghasilkan
sitokin manusia

Gambar 19.12 Vaksin hasil rekayasa

597
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Naked cDNA yang menyandi hema- menyandi antigen yang ditemukan dalam
glutinin virus influenza. dapat diinok:ulasi- newly emerging pathogen. Prosedur untuk
kan langsung ke dalam tubuh, melalui memproduksi vektor vaksin yang mem-
suntikan ke jaringan otot atau alat yang bawa gen asing dari patogen terlihat pada
menggunakan tekanan tinggi yang dapat Gambar 19.13.
memasukkan DNA langsung ke dalam sel.
Vaksin tersebut akan merangsang baik D. Sitokin, pembawa vaksin
produksi antibodi maupun respons CTL Menambahkan sitokin sebagai pembawa
yang spesifik untuk protein influenza. vaksin diduga akan merupakan cara efisien
Vaksin DNA memiliki beberapa ke- untuk mendapatkan lingk:ungan/milieu
untungan potensial dibanding vaksin sitokin yang benar dalam mengarahkan
tradisional yang menyangkut spesifisitas,
respons imun yang diharapkan. Efek sitokin
induksi Th 1 yang poten dan respons Tc
adalah untuk meningkatkan efisiensi sel
seperti yang terlihat pada vaksin yang
APC. IFN-y dan IL-4 meningkatkan
dilemahkan tetapi tanpa potensi menjadi
ekspresi molek:ul MHC-II. Penggunaan
virulen. Contoh vaksin naked DNA lain-
nya adalah vaksin terhadap malaria, herpes sitokin efektor tersebut sedang dipertim-
dan HIV yang masih dalam percobaan. bangkan sebagai ajuvan pada vaksinasi,
mengingat polarisasi sistem imun jalur
C. Vaksin vektor rekombinan Thl atau Th2 lebih menguntungkan pada
Vaksin vektor rekombinan adalah vaksin berbagai hal misalnya respons Thl di-
yang dibuat dengan menggunakan virus perlukan terhadap tuberk:ulosis sedang
atau bakteri yang dimodifikasi untuk respons Th2 diperlukan pada proteksi ter-
mengantarkan gen (sebagai vektor) yang hadap polio. Oleh karena respons Thl dan
menyandi antigen mikroba ke sel tubuh . Th2 saling mencegah, manipulasi respons
Vaksin vektor rekombinan merupakan tersebut membuka jalan untuk intervensi
strategi terhadap virus X. Vaksin eksperi- yang selektif.
mental ini dapat disamakan dengan vaksin
DNA, tetapi menggunakan virus yang
IX. VAKSIN TUMOR
diatenuasi untuk memasukkan DNA
mikroba ke sel tubuh. Vektor berarti virus Imunisasi yang membunuh sel tumor
yang digunakan sebagai pembawa. Virus atau antigen tumor dapat meningkatkan
yang diatenuasi dan berfungsi sebagai respons terhadap tumor. Identifikasi
vektor, berkembang biak dalam pejamu peptida yang dapat dikenal CTL tumor
dan mengekspresikan produk gen virus spesifik dan klon gen yang menyandi
patogen. Vaksin hidup yang diatenuasi antigen tumor spesifik yang dikenal CTL
digunakan dengan membawa gen yang merupakan kandidat untuk vaksin tumor.

598
Bab 19. lmunisasi

Pemacu / Ag penyandi DNA


vaksinia - -.-....--- dari patogen

GenTK
Gen TK
I

Celah dan ikatan

Gen dari patogen

Gen TK
GenTK

Virus vaksinia

Transfeksi \ f nfeksi

Sel kultur jaringan

!
Rekombinasi homologus

!
Seleksi BUdr

Vaksin vektor
vaksinia rekombinan
Gambar 19.13 Produksi vaksin vektor vaksinia
Gen yang menyandi antigen yang diinginkan (biru) diinsersikan ke vektor plasmid yang
bersebelahan dengan promotor vaksin (merah) dan flanked di kedua belah sisi oleh gen
(hijau) kinase timidin vaksin (TK). Bila biakan sel diinkubasikan simultan dengan virus
vaksinia dan plasmid rekombinan, gen antigen dan promotor diinsersikan ke dalam genom
vaksin virus oleh rekombinasi homolog di tempat gen TK" nonesensial yang menghasilkan
virus rekombinan TK. Sel yang mengandung virus vaksinia rekombinan dipilih dengan
menambahkan bromodeoksiuridin (BUdr), yang membunuh sel TK+.

599
/munologi Dasar Edisi ke-10

Imunisasi dengan antigen tumor mumi sel normal terbanyak (Tabel 19 .16).
dan ajuvan masih dalam percobaan. Vaksin terhadap papiloma telah dibahas
Pengobatan kanker potensial dengan di atas dalam vaksin virus.
pendekatan imunologik sudah lama
merupakan harapan baru untuk para ahli
X. JADWALIMUNISASI
onkologi-imunologi. Hal itu terutama
disebabkan oleh karena pengobatan Mekanisme proteksi dipengaruhi berbagai
kanker dewasa ini tergantung dari obat faktor. Keadaan nutrisi , penyakit yang
yang membunuh sel yang membagi menyertai dan usia akan mempengaruhi
diri atau mencegah pembelahannya kadar globulin atau CMI. In utero, janin
yang menunjukkan efek samping berat biasanya terhindar dari antigen asing dan
terhadap sel yang sedang berproliferasi. infeksi mikroorganisme, meskipun patogen
Karenanya, pengobatan kanker disertai tertentu (rubela) dapat menginfeksi ibu
dengan morbiditas dan motalitas tinggi. dan merusak janin. Imunitas ibu melin-
Respons imun terhadap tumor dapat dungi janin dengan jalan mengeliminasi
tumor spesifik sehingga tidak merusak

Ta be I 19.16 Vaksin Tumor


Jenis vaksin Preparat vaksin Model hewan Percobaan klinis
Vaksin tumor mati Sel tumor mati + ajuvan Melanoma, kanker Melanoma, kanker
Lisat sel tumor + ajuvan kolon , Sarkoma kolon
Antigen tumor Antigen melanoma Melanoma Melanoma
murni Heat stroke protein Berbagai jenis Melanoma, kanker
ginjal, sarkoma
Va ks in APC SD yang dipenuhi dengan Melanoma, limfoma sel Melanoma , limfoma
profesional antigen tum or B, sarkoma non-Hodgkin , kanker
prostat, lain-lain
SD ditransfeksi dengan gen Melanoma, kanker Berbagai karsinoma
yang menyandi antigen kolon
tumor
Vaksin sitokin dan Sel tumor ditransfeksi Kanker ginjal , sarkoma , Melanoma, sarkoma ,
yang ditingkatkan dengan sitokin atau gen B? leukemi sel B, kanker yang lain
kostimulator paru
APC ditransfeksi dengan Melanoma, kanker
gen sitokin dan diisi penuh ginjal, yang lain
dengan antigen tumor
Vaksin DNA lmunisasi dengan plasmid Melanoma Melanoma
yang menyandi antigen
tumor
\
·'-· ·~ '" ""deno , vaksinia ;-~:;; ~ A.... 1....,n .... °"""'".:I ~ ....... 1~ .... ..- .... ~Aol..,nt1m::o

menyandi antigen tumor:!:


sitokin

600
Bab 19. lmunisasi

mikroba sebelum memasuki uterus, Pada umumnya bayi baru lahir me-
atau melindungi bayi baru lahir melalui nunjukkan respons imun yang lemah dan
antibodi transplasental atau air susu ibu meningkat efektif dengan usia. Bayi baru
(Tabel 19 .17). lahir sudah siap membentuk IgM dan dapat
Janin dan neonatus belum mem- memberikan respons terhadap toksoid,
punyai kelenjar getah bening yang ber- virus polio yang diberikan parenteral atau
kembang kecuali timus yang ukurannya polio yang dilemahkan dan diberikan oral.
pada waktu lahir sangat besar dibanding Pemberian vaksin pertusis (bakteri dirnati-
dengan badan. Janin dapat membentuk kan) segera setelah lahir, tidak memberi-
IgM pada gestasi 6 bulan. Kadar IgM kan respons protektif, bahkan dapat me-
kemudian perlahan-lahan meningkat nimbulkan toleransi terhadap vaksin
sampai sekitar 0, 1 mg/ml serum waktu sama yang diberikan di kemudian hari.
lahir yang berarti sekitar 10% dari kadar Antibodi ibu di samping memberi
IgM orang dewasa. perlindungan kepada bayi terhadap ber-
IgG didapatkan dalam janin pada bagai infeksi atau toksinnya, dapat pula
sekitar gestasi bulan ke 2 yang berasal mengurangi respons terhadap antigen.
dari ibu. Kadar lgG meningkat dan men- Misalnya, antibodi anti-campak asal ibu
capai puncaknya pada sekitar gestasi yang ada dalam kadar cukup pada bayi
bulan ke 4. Pada waktu lahir kadarnya sampai usia 1 tahun akan menghalangi
menjadi 10-12 mg/ml serum yang sedikit respons bayi tersebut terhadap vaksin.
lebih tinggi dari pada kadar lgG ibu. Maka vaksinasi campak sekarang dianjur-
Jadi janin mendapat persediaan IgG dari kan untuk diberikan kepada bayi usia 15
ibu yang bersifat antitoksik, antivirus bulan (tidak lagi pada usia 12 bulan) .
dan antibakterial. Kadar lg asal ibu ini Pemberian vaksin campak melalui per-
napasan tetap menimbulkan peningkatan
kemudian perlahan-lahan menurun bila
kadar antibodi, meskipun bayi masih
bayi mulai membuat antibodi sendiri, se-
mengandung antibodi asal ibu. Jadi
hingga lgG total pada usia 2-3 bulan hanya
hambatan produksi antibodi hanya terjadi
50% dari kadar waktu lahir (Gambar
bila rute pemberian adalah parenteral.
19.14).

Kadar sesudah partus (mg/di)


Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4
lg A 200 200 80 200
lgG 45 35 16 1000
lgM 125 65 30 120

601
lmunologi Dasar Edisi ke-10

lgG lgM , lgA

1,5
lg A
16

12
E
cr,
E 8

0 3 6 9 3 6 9 12 2 4 6
Bulan Tahun

Gambar 19.1 4 Kadar imunoglobulin dalam serum sebelum dan sesudah lahir

A. Imunisasi pada anak parenteral polisakarida kapsul bakteri


seperti H. influenza tipe B, berbagai N.
Imunisasi biasanya dimulai pada anak meningitidis dan S. pneumoni. Hal ini
dengan memberikan toksoid difteri dan disebabkan oleh karena bayi tidak mem-
tetanus, kuman B. pertusis yang dimati-
berikan respons terhadap antigen T inde-
kan dan polio (Sabin) tipe 1,2,3, oral.
penden, meskipun mampu membentuk
Adanya 10 12 sel limfosit dalam tubuh
IgM cukup dini. Dengan jalan menyatu-
diduga tidak akan berkompetisi dan akan
kan antigen tersebut dengan antigen yang
memberikan respons imun yang baik
T dependen seperti toksoid difteri atau
terhadap semua antigen . Meskipun ada
tetanus, diharapkan akan dapat meningkat-
dugaan bahwa virus hidup akan mencegah
kan respons terhadap polisakarida.
respons imun terhadap vaksin virus hidup
yang diberikan beberapa hari kemudian,
tetapi dalam praktek hal ini tidaklah Jadwal imunisasi tidaklah sama untuk
begitu berarti. Jadi pemberian vaksin semua negara. Hal itu disesuaikan dengan
campak dan rubela secara berurutan akan keadaan negara masing-masing.
memberikan respons protektif terhadap
virus tersebut. Ikatan Dokter Anak Indonesia pada tahun
Anak usia di bawah umur dua tahun 2010 telah merekomendasikan Jadwal
menunjukkan ketidakmampuan imun untuk imunisasi pada anak seperti terlihat pada
membentuk antibodi terhadap pemberian Gambar 19.15 .

602
JADWAL IMUNISASI 2010
REKOMENDASI IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA (IDAI)
Umur emberian
Jenis vaksin

BCG
Hepatitis B
Polio
I

Campak
HIB
Pneu·mokokus (PCV)
Influenza
Varisela
MMR ~
Tifoid ulangan tiap 3 tahun
Hepatitis A 2x, interval 6 - 12 bulan

Vaksin Keterangan Vaksin Keterangan


BCG BCG Optimal diberikan pada umur 2 - 3 bulan. Bila vaksin BCG Pneumokokus Dapat diberikan pada umur 2, 4, 6, 12-15 bulan. Pada umur 7 - 12
akan diberikan sesudah umur 3 bulan , perlu dilakukan uji tuberkulin . (PCV) bulan , diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan ; pada umur > 1
tahun diberikan 1 kali , namun keduanya perlu dosis ulangan 1 kali
Bila uji tuberkulin pra-BCG tidak dimungkinkan , BCG tidak
pada umur 15 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir.
dimungkinkan, BCG dapat diberikan , namun harus diobservasi Pada anak umur di alas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali
dalam 7 hari. Bila ada reaksi lokal cepat di tempat suntikan perlu Varisela Dapat diberikan setelah umur 12 bu Ian, terbaik pada umu r >12
dievaluasi lebih lanjut (diagnostik TB) tahun , perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu
Hepatitis B Pertama diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir MMR Dapat diberikan pada umur 12 bulan, apabila belum mendapat
Polio OPVO diberikan pada kunjungan pertama . Bayi yang lahir di RB/RS vaksin campak umur 9 bulan . Selanjutnya MMR ulangan diberikan
diberikan vaksin OPV saat bayi dipulangkan untuk menghindari pada umur 5 - 7 tahun
transmisi virus vaksin kepada bayi lain. Selanjutnya dapat diberikan Influenza Diberikan pada umur;, 6 bulan setiap tahun . Pada umur < 9 tahun
vaksi n OPV atau IPV yang mendapat vaksin influenza pertama kalinya harus mendapat
2 dosis dengan interval minimal 4 minggu
DTP Diberikan pada umur >6 minggu. Dapat diberikan vaksin DTwP atau
HPV Jadwal vaksin HPV bivalen 0 , 1, 6 bulan ; vaksin tetravalen 0 , 2 , 6
DTaP atau kombinasi dengan Hepatitis B atau Hib. Ulangan DTP bulan . Dapat diberikan mulai umur 10 tahun
umur 18 bulan dan 5 bulan. Program BIAS: disesuaikan dengan
jadwal imunisasi Kementrian Kesehatan. Untuk anak umur diatas 7

Campak
tahun dianjurkan diberikan vaksin Td
Diberikan pada umur 9 bulan , vaksin ulangan diberikan pada umu r 5
°"
Q
0-
- 7 tahun . Program BIAS: disesuaikan dengan jadwal imunisasi
Kementrian Kesehatan :-0
3
c:
:,
c;;·
°'
0
(.;..)
Gambar 19.15. Jadwal imunisasi pada anak: rekomendasi IDAI 2010
~-
lmunologi Dasar Edisi ke-10

B. lmunisasi pada dewasa diberikan kepada karyawan labora-


torium dan petugas kesehatan. Imuno-
Imunisasi pada usia dewasa dapat diberikan
globulin hepatitis B dengan titer tinggi
sebagai imunisasi ulangan atau pertama.
Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam dapat memberikan proteksi pasif
Indonesia (PAPDI) merekomendasikan sementara pada karyawan yang men-
imunisasi pada orang dewasa seperti dapat luka kulit yang berhubungan
terlihat pada Gambar 19 .16 dengan bahaya transmisi hepatitis B.
Imunisasi profilaksis dilakukan dengan
antigen sintetis atau yang diperoleh
C. Imunisasi pada golongan kh usus
dengan teknik rekombinan DNA di-
1. Usia di atas 60 tahun anjurkan untuk petugas kesehatan,
Pada usia di atas 60 tahun terjadi penu- petugas berbagai lembaga (kontak
runan respons imun yang sekunder. Usia dengan kelompok berisiko tinggi,
lanjut menunjukkan respons baik terhadap narapidana) dan penderita yang sering
polisakarida bakteri, sehingga pemberian menerima transfusi darah
vaksin polisakarida pneumokok dapat
meningkatkan antibodi dengan efektif. b. Vaksin antraks dianjurkan untuk mereka
Virus influenza dapat merusak epitel per- yang bekerja dengan kulit dan tulang
napasan dan memudahkan infeksi pneu- binatang. Vaksinasi serupa diberikan
monia bakterial. Oleh karena itu vaksin terhadap bruselosis dan leptopsirosis
influenza juga dianjurkan untuk diberikan meskipun nilai proteksinya terhadap
kepada golongan usia di atas 60 tahun. ke dua penyakit yang akhir belum
terbukti
2. Penyakit kronis
c. Vaksin rabies diberikan kepada dokter
Vaksin pneumokok dan vaksin virus hewan, mahasiswa calon dokter hewan.
influenza yang diinaktifkan/dilemahkan
dianjurkan untuk diberikan kepada pen-
4. Rubela seronegatif
derita dengan anemia sel sabit, penyakit
Hodgkin, mieloma multipel, penyakit Kepada mereka dengan rubela sero-
kardiovaskuler kronik, penyakit meta- negatif perlu diberikan imunisasi sebelum
bolik kronik/diabetes melitus dan ke- pubertas dengan vaksin yang dilemahkan.
gagalan ginjal (Tabel 19.18). Pada golongan dengan imunokompromais
(HIV, penderita transplantasi sumsum
3. Risiko pekerjaan tulang) dan kanker dianjurkan untuk
a. Imunisasi terhadap berbagai infeksi diberikan vaksin pneumokok, influenza,
seperti hepatitis B, Q f ever, pes, hepatitis Adan B, Hemofilus influenza B
tularemia dan tifoid dianjurkan untuk dan varisela.

604
JADWAL IMUNISASI DEWASAYANG DIREKOMENDASIKAN OLEH PAPDl2011

lmunisasi primer diberikan dalam 3 dosis (bulan 0, 1, 7-13 , Tdap diberikan pada
Tetanus, difteri, pertusis
salah satu dosis dan Td pada dua dosis lainnya. Selanjutnya diberikan 1 dosis
{Td!Tdap)
booster Td setiap 10 tahun
Human Papiloma Virus I
3 dosis (bulan ke 0, 1 atau 2, 6)
HPV* (Kanker Leher Rahim)
Varicella (Cacar air) 2 dosis (0 , 4 - 8 minggu kemudian)
Typhoid (Demam Tifoid) 1 dosis untuk 3 tahun
Measles, Mumps, Rubella I
MMR (Campak, Gondongan, 1 atau 2 dosis
Campak Jerman)-
1 dosis tiap tahun
Influenza 1 dosis tiap tahun
(bagi yang menginginkan imunitas)
Pneumococcal (Pneumonia) 1 dosis
Hepatitis A 2 dosis (bulan ke 0, 6 - 12)
Hepatitis B 3 dosis (bulan ke 0, 1, 6)
Hepatitis A & B 3 dosis (bulan ke 0, 1, 6) I 4 dosis (hari ke 0, 7, 21 dan bulan ke 12)
Meningococcal (Meningitis) 1 dosis untuk 3 tahun

Gambar 19.16. Jadwal imunisasi pada dewasa: rekomendasi PAPDI 2011 °"
Cl
0-

:-0
3<:::
::i
0\ v;·
0 Cl
v-. ~.
lmunologi Dasar Edisi ke- 10

label 19.18 lmunisasi dasar yang dianjurkan pada golongan khusus


Usia dan golongan Vaksin yang diberikan Keterangan
Penyakit kronis Pneumokok Anemia sel sabit, penyakit Hodgkin, multipel
mieloma, penyakit kardiovaskuler kronik,
penyakit metabolik kronik/ diabetes melitus,
gagal ginjal
Golongan imuno- Pneumokok Pengidap HIV, AIDS , transplantasi sumsum
kompromais Hepatitis Adan B, tulang , kanker
H. influenza B, Varisela
Pekerjaan Hep.B, Q fever, pes, tularemia, Karyawan laboratorium, petugas
tifoid kesehatan
lmunoglobulin imun hepatitis B Petugas kesehatan yang mendapat Iuka
kulit yang berhubungan dengan bahaya
transm isi
Antraks, bruselosis, leptospirosis Pekerja yang berhubungan dengan kulit,
tulang hewan
Rabies Dokter hewan, mahasiswa calon dokter hewan

Rubela Karyawan yang banyak kontak dengan


ibu hamil (perawat, petugas kesehatan )
yang seronegatif
Tidak boleh diberikan kepada wanita hamil
Dalam perjalanan Kolera, Japanese B encephalitis, Mengunjungi negara endemi/epidemi
hepatitis A, tifoid
Poliomielitis, difteri, tetanus , Masih merupakan penyakit penting di
tifoid , hepatitis A negara berkembang
N.Meningitis, virus influenza Calon jemaah haji/umroh

Risiko penularan, Influenza , hepatitis A, tifoid ,


pajanan MMR, tetanus
Risiko lain Vaksin sesuai Bayi lahir dari ibu penderita hepatitis
dan atau pengidap HIV/AIDS, keluarga
penderita kontak dengan penderita
hepatitis akut atau kronis adiksi obat,
aktivitas seksual tinggi

Program vaksinasi pada anak dan dewasa berbeda di berbagai negara yang tergantung dari insidens penyakit dan biaya vaksin .
Vaksin yang dilemahkan tidak diberikan kepada wanita ham ii atau subyek imunokompromais , kecuali campak kepada penderita AIDS .
Vaksi n pneumokok dan meningokok dianjurkan diberikan sebelum splenektomi.
Kombi nasi pemberian vaksin mati dan dilemahkan diberikan sebagai profilaksis pada pasca pajanan dengan rabies dan pada bayi
ba ru lahir yang dilahirkan ibu pengidap hepatitis B.

5. Golongan risiko lain atau kronis, memerlukan vaksinasi yang


Golongan dengan aktivitas seksual yang sesuai.
tinggi, penyalahgunaan obat suntik adiktif,
bayi lahir dari ibu pengidap penyakit 6. Imunisasi dalam perjalanan
hepatitis/AIDS, keluarga yang kontak Wisatawan yang terpajan dengan bahaya
dengan penderita teri nfeks i hepatitis akut infeksi perlu mengetahui peraturan-per-

606
Bab 19. lmunisasi

aturan nasional dan intemasional. Vaksi- diperlukan bagi mereka yang melakukan
nasi terhadap kolera dan yellow f ever ibadah Haji/Urnroh sudah dijelaskan ter-
diperlukan untuk mereka yang akan me- lebih dahulu.
ngunjungi negara dengan endemi atau
epidemi. Penyakit-penyakit seperti polio- 7. Vaksin/kontrasepsi imunologis
mielitis, difteri, tetanus, tifoid, hepatitis A,
Kontrasepsi imunologis merupakan cara
tuberkulosis masih merupakan penyakit
untuk mencegah kehamilan. Vaksin yang
penting di berbagai negara sedang ber-
menginduksi antibodi dan respons imun
kembang (Tabel 19 .19). Sertifikat intema-
humeral terhadap hormon atau antigen
sional untuk yellow f ever berlaku untuk
garnet yang berperan pada reproduksi
10 tahun dan mulai berlaku 10 hari
telah dikembangkan. Vaksin tersebut
sesudah tanggal vaksinasi. Sebaliknya
dapat mengontrol fertilitas pada hewan
sertifikat vaksinasi kolera hanya berlaku
eksperimental. Vaksin ini masih dalam
untuk 6 bulan yang mulai berlaku 6 hari
tahap pengembangan.
sesudah vaksinasi primer. Vaksinasi yang

- ·1•1:1 :t1- . 1•1r. 1r.1• ll"- ;.,, ,,.... . . .,,,... .... ,,.. • 11.:... . 'l . • ••••• l~ l::ta 11r;1

Japanese
Yellow
Negara Difteri Hepatitis A Polio encephalitis Meningokok Rabies Tifoid
fever
virus
Afrika Tengah - v v - v v v v
Afrika Utara - v v - - v v -
Afrika Selatan - v v - - v v -
Afrika Barat - v v - v v v v
Afrika Timur - v - v - v v -
Asia Selatan - v - v - v v -
Asia Tenggara - v - v - v v -
Austral ia dan - v - - - v v -
Pasifik Selatan
Karibia - v - - - v v v
Amerika Tengah - v - - - v v v
dan Meksiko
Eropa timur v v - - - v v -
Eropa barat - v - - - v v -
Subkontinen India - v - v - v v -
Timur tengah - v - - v v v -
Soviet Union dulu v v - - - v v -
Amerika Selatan - v - - - v v v
temperate
Amerika Selatan - v - - - v v v
tropis
Catatan: daftar penyakit di atas direevaluasi secara berkala

607
lmunologi Dasar Edisi ke-10

8. Vaksinasi pada penderita dengan wanita hamil hendaknya hanya mendapat


tandur vaksinasi bila vaksin diduga tidak akan
menimbulkan efek samping, risiko untuk
Pada subyek dengan imunokompromais,
penyakit tinggi dan infeksi merupakan
berbagai mikroba menimbulkan infeksi
risiko untuk ibu dan bayi. Menunggu
yang lebih berat di banding dengan in di vi du
pemberian vaksin sampai trimester ke 2
nomal. Oleh karena itu bila memungkin-
atau ke 3, bila mungkin dapat mengurangi
kan imunisasi diberikan kepada golongan
imunokompromais. Imunisasi dengan virus keresahan teratogenisitas. Sangat sedikit
hidup dapat menimbulkan penyakit yang vaksin yang sudah diuji pada wanita hamil
berhubungan dengan vaksin tersebut dan Sekitar 2% bayi yang dilahirkan men-
karenanya vaksin tersebut tidak diberikan. derita cacat, dan beberapa ibunya pernah
Subyek/anak yang belum diimunisasi, mendapat vaksinasi selama hamil. Vaksin
hendaknyamemperoleh imunisasi sebelum hidup dianjurkan untuk tidak diberikan
dilakukan transplantasi. Vaksin mati tidak kepada ibu hamil. Thu yang mendapat
bereplikasi dan karenanya tidak menim- vaksin MMR atau varisela, hendaknya
bulkan penyakit yang berhubungan menunggu satu bulan untuk hamil. Tidak
dengan vaksin. Oleh penggunaan imuno- diketahui ada risiko untuk pemberian
supresan, respons imun menjadi tidak vaksinasi pasif. Pen:berian vaksinasi ter-
adekuat sehingga memerlukan booster masuk vaksin hidup tidak merupakan
yang multipel. kontraindikasi untuk ibu yang sedang
menyusui, kecuali variola. Vaksinasi
9. Wanita hamil dan yang menyusui tetanus dan influenza mati banyak dianjur-
kan untuk diberikan kepada ibu hamil.
Meskipun secara teontls, pemberian
vaksin kepada wanita hamil dapat berisiko,
10. Lain-lain
sebetulnya tidak terbukti adanyahubungan
direk antara vaksin (bahkan vaksin hidup) Risiko lain pada golongan tertentu terlihat
dengan defek pada bayi. Namun demikian, pada Tabel 19.20.

Tabel 19.20 Risiko lain pada golongan tertentu


Kondisi/keadaan Risiko dan perhatian khusus dan
Diatesis perdarahan Gunakan vaksin IM dengan hati-hati
Pemberian aspirin jangka panjang Vaksin influenza mati
Pengguna obat terlarang Hepatitis A dan B
Bayi prematur lkuti jadwal vaksinas i
Jangan turunkan dosis
Senter titipan anak Hepatitis A, B, influenza

608
Bab 19. lmunisasi

XI. HAL-HAL YANG PERLU Hal ini terutama berlaku untuk patogen
DIPERHATIKAN PADA yang hidup di permukaan mukosa atau
VAKSINASI yang masuk tubuh melalui mukosa sebagai
pertahanan tubuh. Imunitas mukosa timbul
A. Tempat pemberian vaksin bila patogen terpajan dengan sistem imun
Pemberian parenteral (ID, SK, IM) biasanya mukosa . Oleh karena itu vaksin yang
dilakukan pada lengan daerah deltoid dilemahkan dan diberikan oral atau
Tabel 19.21). intranasal, biasanya lebih efektif dalam
Vaksin hepatitis yang diberikan IM memacu imunitas setempat dan relevan
pada lengan terbukti memberikan respons dibanding dengan pemberian parenteral.
imun yang lebih baik dibanding dengan
pemberian intragluteal. Pemberian vaksin C. Imunitas humoral
polio parenteral (virus dimatikan) akan Imunitas humoral ditentukan oleh adanya
memberikan respons antibodi serum yang antibodi dalam darah dan cairan jaringan
lebih tinggi dibanding dengan vaksin hidup terutama IgG. Antibodi serum efektif ter-
oral, tetapi yang akhir menimbulkan hadap patogen yang masuk darah misal-
produksi lgA sekretori yang dapat mem- nya dalam stadium viremia/ bakteriemi.
berikan proteksi lokal. Beberapa vaksin Dengan demikian antibodi dapat men-
memberikan respons yang lebih baik bila
cegah patogen sampai di alat sasaran
diberikan melalui saluran napas dibanding
dan terjadinya penyakit. IgG juga penting
dengan parenteral (seperti virus campak
pada proteksi terhadap toksin dan bisa.
hidup) tetapi pemberian tersebut belum
dilakukan secara rutin.
D. Sistem efektor
B. Imunitas mukosa Sistem efektor ialah respons imun yang
Imunitas mukosa yaitu proteksi terhadap dapat membatasi penyebaran infeksi atau
infeksi epitel mukosa yang sebagian besar mengeliminasi patogen yang ditentukan
tergantung dari produksi dan sekresi IgA. oleh tempat patogen, intraselular atau

label 19.21 Tempat pemberian vaksin


Usia lntramuskular Subkutan
0 - 12 bulan Anterolateral paha Bagian berlemak paha anterolateral
bagian atas
12 - 36 bulan Anterolateral paha Bagian berlemak anterolateral paha
atas kecuali bila deltoid atau bagian atas luar triseps lengan
cukup berkembang
36 bulan dan lebih tua Deltoid Bagian atas luar triseps lengan

609
lmunologi Dasar Edisi ke-10

ekstraselular. Untuk membunuh virus yang mendapat pengobatan steroid.


intraselular dibutuhkan sel T CD8+. Vaksin dapat menimbulkan penyakit
Imunitas tersebut dapat dipacu oleh dan kematian oleh karena orang ter-
vaksin virus hidup/dilemahkan, yang sebut tidak dapat mengontrol virus
selanjutnya mengaktifkan sel-sel efektor meskipun dilemahkan. Dalam hal-hal
melalui presentasi oleh APC dengan tertentu virus yang dilemahkan dapat
bantuan molekul MHC-I ke sel T. Sel berubah menjadi virus yang virulen
CD4+/Thl diperlukan untuk mengontrol dan menimbulkan paralise (polio). Atas
patogen yang hidup dalam makrofag. dasar hal tersebut banyak orang lebih
Vaksin yang dibutuhkan harus dapat me- menyukai pemberian vaksin dimatikan
rangsang imunitas selular/makrofag. Anti- yang diberikan parenteral. Hal ini juga
bodi IgG, IgA dan lainnya, kadang-kadang merupakan sebab mengapa ada yang
efektif dalam mengontrol patogen yang menganjurkan pemberian imunisasi polio
disebarkan oleh infeksi ulang. dalam 2 suntikan dengan IPV disusul
dengan satu kali pemberian OPV
E. Lama proteksi b. Virus yang dilemahkan hendaknya
Lama proteksi sesudah vaksinasi ber- tidak diberikan kepada wanita yang
variasi yang tergantung dari patogen dan mengandung oleh karena bahaya ter-
jenis vaksin. Imunitas terhadap toksin hadap janin
tetanus yang terutama tergantung dari IgG c. Di antara vaksin yang dimatikan,
dan sel B yang memproduksinya, dapat B.pertusis kadang-kadang menimbul-
berlangsung 10 tahun atau lebih. Sebalik- kan efek samping yaitu ensefalopati
nya, imunitas terhadap kolera tergantung pada bayi. Meskipun demikian, peng-
dari IgA dan respons imun spesifik sel T, gunaannya masih diteruskan meng-
melemah setelah 3-6 bulan. Imunitas juga ingat risiko penyakit yang lebih besar.
tergantung dari tempat infeksi dan jenis Vaksin pertusis tidak dianjurkan untuk
respons imun yang efektif terhadapnya. bayi dengan riwayat kejang-kejang
d. Toksoid tetanus dan difteri dapat me-
F. Bahaya vaksinasi dan keamanan nimbulkan hipersensitivitas lokal. Oleh
1. Bahaya vaksinasi karena efeknya dapat berlangsung 10
tahun, maka pemberian booster harus
a. Ada beberapa bahaya yang berhubung- diawasi dan dosis yang diberikan
an dengan pemberian vaksin. Vaksin hendaknya disesuaikan dengan reaksi
virus yang dilemahkan (campak, rubela, yang terjadi. Hipersensitivitas terhadap
polio oral, BCG) dapat menimbulkan toksoid difteri meningkat dengan usia.
penyakit progresif pada penderita yang Dosis dewasa adalah jauh lebih kecil
imunokompromais atau pada penderita dari dosis anak

610
Bab 19. lmunisasi

e. Oleh karena suntikan vaksin polisaka- disebabkan karena kontaminasi dan reaksi
rida pneumokok berulang menimbul- alergi atau autoimun.
kan efek samping, maka hanya diberi-
kan sebagai suntikan tunggal yang meng- G. Stabilitas
gunakan 23 serotipe vaksin. Sindrom
Pada umumnya vaksin stabil selama satu
Guilain Barre dapat terjadi sebagai
tahun pada suhu 4°C sedangkan pada suhu
efek samping pemberian vaksin virus
influenza babi. Pemakaiannya masih 37°C hanya bertahan 2 sampai 3 hari.
diteruskan oleh karena efek samping
tersebut dianggap tidak berarti
XII. KONTRAINDIKASI
f. Mengingat beberapa virus seperti IMUNISASI
campak, influenza dan mumps ditum-
Kontraindikasi merupakan keadaan yang
buhkan dalam embrio ayam, maka
vaksin virus tersebut hendaknya tidak meningkatkan kemungkinan terjadinya
diberikan kepada mereka yang alergi efek berbahaya yang tidak diinginkan;
terhadap telur ayam (jarang sekali) bila ditemukan, vaksin hendaknya tidak
diberikan. Kontraindikasi yang benar
g. Vaksin influenza lengkap tidak memberi-
permanen untuk semua vaksin adalah
kan efek samping pada orang dewasa,
reaksi alergi berat/anafilaksis terhadap
tetapi pada usia di bawah 13 tahun di-
anjurkan untuk memberikan komponen- vaksin atau komponennya. Kebanyakan
nya terpisah-pisah (split vaccine) vaksin mengandung bufer dan eksipien,
bahan lain yang ditambahkan dalam
h. Beberapa vaksin mengandung bahan
manufaktur vaksin. Di samping itu
pengawet seperti organomercuric thime-
berbagai kontaminasi timbul dari peng-
rosal (mertiolat) atau antibiotik seperti
olahan; lateks asal stopper dapat masuk
neomisin atau streptomisin. Oleh karena
ke dalam tubuh penderita selama vaksin
itu pemberiannya tidak dianjurkan
pada mereka yang alergik terhadap disuntikkan. Baik eksipien, maupun
bahan/obattersebut kontaminan dapat menimbulkan reaksi
alergi . Kontraindikasi umum vaksinasi
1. Vaksin plasmid DNA dapat menimbul- dapat berupa absolut atau merupakan
kan toleransi atau autoimun pertimbangan khusus yang hams diper-
hatikan (Tabel 19.22 dan 19.23).
2. Keamanan vaksinasi
Bahaya vaksin yang dilemahkan dapat Vaksin dan autism
disebabkan karena proses melemahkan
bakteri/virus kurang memadai, terjadi Pada tahun 1998 di London dilaporkan
mutasi ke bentuk virulen dan kontaminasi. 12 anak dengan gangguan regresif dan
Bahaya vaksin yang dimatikan dapat pula enterokolitis kronis, menderita autism,

611
lmunologi Dasar Edisi ke-1 0

Tabel 19.22 Kontraindikasi umum vaksinasi


Kontraind ikasi absolut Penyakit akut sistemik dengan demam
Reaksi saraf terhadap vaksin terdahulu terutam a
pertusis, baik lokal , berat dan sistemik
Pertimbangan khusus Riwayat kerusakan serebral terdokumentasi wa ktu
neonatus (kejang-kejang , epilepsi)
Anak dengan kelainan saraf
Penderita dengan imunosupresi-primer atau sekunder
Kehami lan
Alergi te lur-beberapa vaksin dibuat dalam telur ayam

yang menurut orang tuanya berhubungan ambang mekanisme efektor imun yang
dengan pemberian vaksin MMR. Pada 8 adekuat dan sesuai, beserta populasi sel
anak awitan regresi saraf hanya bersifat memori yang dapat berkembang cepat pada
sementara Sesudah itu menyusul laporan kontak baru dengan antigen dan mem-
studi lain bahwa yang menimbulkan berikan proteksi terhadap infeksi. Kadang-
autism adalah vaksin indidual dan bukan kadang seperti pada polio diperlukan titer
vaksin campuran MMR. Namun oleh antibodi yang tinggi dalam darah dan
karena laporan itu tidak disertai kontrol, pada infeksi mikobakteria seperti tuber-
hubungan kausal tidak dapat ditentukan. kulosis imunitas selular yang mengaktif-
Kemudian dilaporkan berbagai hipotesis kan makrofag adalah yang paling efektif,
MMR yang menimbulkan autism. Studi- sedang pada infeksi virus influenza anti-
studi selanjutnya sesudah 1988, me-
bodi dan Tc memegang peranan penting.
nunjukkan bahwa jumlah anak dengan
Lokasi respons imun juga sangat
autism yang mendapat MMR adalah sama
penting misalnya pada kolera, yang me-
dengan jumlah anak dalam populasi.
Tidak ditemukan adanya kejadian merlukan antibodi dalam lumen untuk
autism pada berbagai interval sampai mencegah adherens dan kolonisasi di
usia satu tahun. Studi-studi lebih lanjut dinding saluran cema. Sejumlah kondisi
tidak ada yang menunjang bahwa MMR harus dipenuhi untuk memperoleh vaksin
menimbulkan autism. yang berhasil. Antigen harus dengan cepat
dapat dibaca, preparat harus stabil pada
XIII. KEBERHASILAN VAKSINASI penyimpanan, harga murah, mudah pem-
beriannya dan tentunya aman (Tabel 19.24).
Vaksinasi bertujuan untuk memberikan
imunitas yang efektif dengan menciptakan

612
Bab 19. lmunisasi

Tabel 19.23 Kontraindikasi dan perhatian untuk pemberian vaksinasi seterusnya


Kontraindikasi Perhatian
Vaksin Keadaan Alasan Keadaan Alasan
Semua vaksin Reaksi alergi berat• Anafilaksis Penyakit akut sedang-berat
atau anafilaksis Alergi lateks
terhadap vaksin atau
komponennyab komponennya

BCG Defisiensi imun atau Penyakit oleh


supresi imun• vaksin bakteri -
hid up

DtaP Ensefalopati dalam 7 Ensefalopati Demam > 40.5°C, episode


ha rid rekuren hiporesponsif hipotonik
atau terus-terus menangis
> 3 hari
Penyakit saraf Kesulitan Kejang dalam 3 hari
membedakan
penyakit dari
reaksi vaksin
DTaP, DT atau Td Sindrom Guillain-Barre
- - dalam 6 minggu pemberian
vaksin tetanus
Hep-A - - Hamil
Hep-B Alergi terhadap jamur Anafilaksis Berat badan < 2000 g
roti kecuali ibu HbsAg positif
Hib konjugat Usia < 6 minggu lnduksi toleransi
imun
-
Influenza yang Alergi telur" Anafilaksis Sindrom Guillain-Barre
diinaktifkan dalam 6 minggu pemberian
vaksin influenza
IPV Alergi terhadap Anafilaksis Hamil
neomisin, streptomisin
atau polimiksin B
MMR Hamil Mungkin efek Terakhir mendapat produk lnaktivasi vaksin
terhadap janin dari darah yang mengandung hid up
vaksin hidup antibodi•
Defisiensi imun atau Penyakit dari Riwayat trombositopeni Trombositopeni
supresi imun• vaksin hidup atau purpura trombositopni rekuran
Alergi terhadap Anafilaksis Tuberkulosis atau tes kulit Eksaserbasi
neomisin atau gelatin positif penyakit
Tifoid (Ty21 a oral) Defisiensi imun atau Penyakit dari Terapi antibiotik lmunogenisitas
supresi imun• vaksin hidup buruk
Varisela Defisiensi imun atau Penyakit dari Terakhir mendapat produk lnaktivasi vaksin
supresi imun vaksin hidup darah yang mengandung hid up
antibodi•
Alergi terhadap Anafilaksis -
-
neomisin atau gelatin
Tuberkulosis yang Eksaserbasi -
-
tidak diobati penyakit
YF Alergi telur" Anafilaksis - -
Defisiensi imun atau Ensefalitis -
-
supresi imun•
Usia < 4 bulan Ensefalitis - -

613
lmunologi Dasar Edisi ke-10

a. Reaksi alergi (lgE) berat, terjadi dalam hitungan menit dan memerlukan pertolongan medis
b. Vaksin mengandung eksipien, media residual dalam jumlah kecil sekali yang dapat menim-
bulkan reaksi yang berbeda dari satu dan lain manufaktur. Penderita dengan reaksi berat
terhadap lateks hendaknya tidak diberikan vaksin yang dikemas dengan tutup lateks
c. Vaksinasi pada penderita dengan gangguan respons imun memerlukan pertimbangan
khusus. Perbandingan risiko/keuntungan adalah kompleks Status imunodefisiensi berbeda
kualitatif dan kuantitatif. Respons imun mungkin suboptimal. Rekomendasi resmi dapat ber-
beda tergantung dari manufaktur
d. Bila dapat makan telor tanpa reaksi, kemungkinan terjadinya reaksi anafilaksis adalah kecil.
Reaksi terhadap telor atau bulu unggas dengan manifestasi alergi yang ringan atau lokal
tidak merupakan kontraindikasi. Tes kulit terhadap vaksin dapat dilakukan sesuai protokol.
e. Prociuk darah seperti IGIV, IGIM dan globulin hiperimun mengandung berbagai jenis an-
tibodi terhadap vaksin virus. Interval yang dianjurkan sebelum vaksinasi tergantung dari
produk.

Tabel 19.24 Faktor yang harus dipenuhi suatu vaksin yang baik
Faktor Persyaratan
Efektivitas Harus memacu ambang protektif sistem imun:
• ditempat yang sesuai
• relevan (Ab, Tc, Th1 , Th2)
• durasi adekuat
Ketersediaan Mudah dipersiapkan dalam jumlah besar atau mudah diperoleh

Stabilitas Stabil pada cuaca ekstrim sekalipun , diutamakan tidak memerlukan


alat pendingin
Harga Terjangkau , apa yang murah di negara maju, mungkin mahal di
negara yang sedang berkembang
Keamanan Tidak ada kontaminasi

XIV. IMUNISASI DALAM toksoid difteri dan polio dapat diketahui.


PENILAIAN RESPONS Bila kadar antibodinya rendah, pada
HUM ORAL penderita dapat dilakukan tes imunisasi
Antibodi terhadap antigen virus umum dengan bakteri mati dan responsnya
dapat digunakan untuk mengetahui riwayat dievaluasi 4-6 minggu kemudian. Tes
adanya pajanan terhadap antigen virus. imunisasi dapat digunakan dalam peni-
Demikian pula, bila seseorang pemah laian produksi antibodi pada penderita
mendapat imunisasi, maka adanya anti- dengan infeksi rekuren (Tabel 19.25).
bodi misalnya terhadap toksoid tetanus,

614
Bab 19. lmunisasi

Tabel 19.25 Kegunaan imunisasi dalam menilai produksi antibodi pada penderita
dengan infeksi rekuren
Spesifisitas Pre-imunisasi Pasca imunisasi Batas referensi
antibodi 45 minggu
Polisakarida
pneumokok
lgG total 4 8 80-100 IU/ml
lgG1 <1 2 30- 80 IU/ml
lgG2 <1 <1 45-100 IU/ml
Tetanus toksoid < 0.01 7,6* >0,85 IU/ml

XV. BIOTERORISME terlihat pada Tabel 19 .26.


Kuman antraks yang merupakan
Bioterorisme adalah penglepasan bahan
kuman aerobik positif-Gram dengan
biologis berbahaya yang disengaja untuk
ukuran besar, membentuk spora dan
mengintimidasi rakyat-pemerintahan
toksin merupakan salah satu bahan senjata
(nama biowarfare lebih cocok). Hal
biologis yang sering dipakai . Antraks per
tersebut mencuat di tahun 1990 dengan
inhalasi atau per kutan harus dibedakan
adanya dugaan bahwa beberapa negara
dari penyakit lainnya; ciri-cirinya terlihat
mempunya1 program pengembangan
pada Tabel 19.27. Bahan-bahan lain yang
bioweapon. Kriteria untuk menentukan
dianggap potensial mengancam terlihat
bahwa bahan biologis tertentu memiliki
pada Tabel 19.28 .
sifat untuk menyerang dengan efektif

Tabel 19.26 Ciri-ciri untuk memastikan bahan biologis yang ideal sebagai bahan
bioterorisme
Kemampuan menimbulkan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi
Transmisi potensial dari satu ke lain orang
Dosis infeksi yang rendah
Vaksin efektif tidak ada atau dalam persediaan sedikit
Tidak ada imunitas alamiah
Dapat diproduksi dalam jumlah besar
Stabil dalam lingkungan
Dapat menginduksi kepanikan oleh ketakutan infeksi

615
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Ta be I 19.27 Ciri-ciri klinis antraks - per inhalasi


Bifasik
Prodromal seperti flu , lama beberapa jam sampai beberapa hari dengan demam. Malese , sesak,
batuk tidak produktif, sakit kepala , muntah , menggigil, lemas, sakit perut, sakit dada
Fase kedua : panas , sesak , strider, diaforesis, sianosis , syok
Mediastinum melebar, infiltrat paru dan efusi pleura
Toraks hemoragis, limfadenitis dan mediastinitis
Tidak ada bronkopneumoni khas
Disertai meningitis hemoragis
Mortalitas 50% dengan terapi antibiotik dan perawatan suportif

Ta be I 19.28 Agens bioterorisme potensial


Kategori Ciri Penyakit/kondisi Ag ens
A Prioritas tertinggi - Antraks - Antraks
- Mudah menyebar atau - Botulism - Toksin Cl. Botulinum
ditularkan dari satu ke lain orang - Pes - Y. pestis
- Mortalitas tinggi - Cacar (smallpox) - Virus variola
- Potensial terhadap impak - Tularemia - F. tularensis
kesehatan masyarakat - Viral Haemorrhagic - Virus polio, arena,
- Potensial untuk membuat publik
bunya , flavi
fever
panik dan merusak keadaan
sosial
- Memerlukan perhatian khusus
untuk membuatnya
B Prioritas kedua - Bruselosis - Spesies brusela
- Mudah menyebar - Toksin epsilon - Cl. Perfingens
- Morbiditas sedang dan mortalitas - Bahan yang - Spesies salmonela ,
rendah mengancam E.koli, shigela
- Memerlukan ketrampilan spesifik keamanan makanan - C.mallei
untuk diagnosis dan pemantauan - Glander - P. mallei
- Melioidosis - pseudomallei
- Psitakosis - Cl. Psittaci
- Q . fever - C.burneti
- Enterotoksin B - Risinus komunis asal
- Titus biji kastor
- Virus ensefalitis - aureus
- Ancaman - R. prowazek
kebersihan air - Virus alfa
- V. kolera
c - Dapat digunakan pada waktu Penyakit infeksi Virus nipah, hanta
mendatang emerging
- Mudah diproduksi dan
disebarkan
- Mortalitas dan morbiditas tinggi
- lmpak kesehatan umum utama

616
Bab 19. lmunisasi

Butir-butir penting

D Status imun dapat diinduksi oleh D Antigen harus merupakan bahan


imunisasi aktif atau pasif. Imunisasi asmg untuk peJamu yang derajat
pasif jangka pendek dapat diinduksi antigems1tasnya tergantung dari
oleh transfer antibodi yang preform ed. jarak filogenetik. Jadi serum kuda
Infeksi atau vaksinasi memberikan lebih imunogenik terhadap manusia
imunisasi aktif jangka panjang dibanding serum kera.
D Imunisasi aktif adalah timbulnya anti- D Dalam imunisasi aktif untuk
bodi sebagai respons terhadap rang- mendapatkan proteksi dapat diberikan
sangan antigen vaksin hidup/dilemahkan atau yang
D Imunisasi pasif adalah transfer proteksi dimatikan. Vaksin yang baik harus
melalui antibodi yang sudah terjadi mudah diperoleh, murah, stabil dalam
yang diproduksi oleh individu lain cuaca ekstrim dan nonpatogenik.
D Tiga jenis vaksin yang umum pada Efeknya harus tahan lama dan mudah
waktu m1 yang digunakan pada direaktivasi dengan suntikan booster
manusia: vaksin hidup (avirulen), di- antigen. Baik sel B maupun sel T
inaktifkan (mati) atau makromolekul diaktifkan oleh imunisasi.
yang dimumikan D Ajuvan adalah bahan yang berbeda
D Antibodi yang diproduksi oleh dari antigen yang ditambahkan
imunisasi harus efektif terutama ke vaksin untuk meningkatkan
terhadap mikroba ekstraselular dan respons imun, aktivasi sel T melalui
produknya (toksin). peningkatan akumulasi APC di
tempat paJanan antigen, ekspresi
D Vaksin toksoid digunakan hanya bila
kostimulator dan sitokin oleh APC.
toksin bakteri merupakan penyebab
D Antigen protein yang menyandi
utama penyakit. Toksin biasanya
plasmid DNA dari patogen meng-
diinaktifkan dengan formalin dan
induksi baik imunitas humoral mau-
disebut toksin yang detoksifikasi
pun selular; vaksin DNA terhadap
atau toksoid sehingga aman untuk
berbagai penyakit sedang dalam
digunakan dalam vaksin.
percobaan pada manusia
D Mengingat respons 1mun yang
D Imunisasi dengan vaksin subunit atau
kuat baru timbul beberapa minggu,
vaksin hidup meningkatkan produksi
imunisasi aktif biasanya diberikan
antibodi, proteksi jangka panJang
jauh sebelum paJanan dengan
dan respons selular yang diarahkan
patogen.
terhadap infeksi virus berikutnya

617
lmunologi Dasar Edisi ke-10

0 Pemberian SK atau IM merupakan memproduksinya, dapat berlangsung


rute tersering dan terbaik dalam 10 tahun atau lebih. Sebaliknya,
vaksinasi aktif atau pasif untuk imunitas terhadap kolera tergantung
menginduksi respons antibodi. dari IgA dan respons imun spesifik sel
0 Kanker serviks merupakan penyebab T yang melemah setelah 3-6 bulan.
kematian terbesar pada wanita 0 Vaksin virus yang dilemahkan
(campak, rubela, polio oral, BCG)
0 Kanker serviks berhubungan erat
dapat menimbulkan penyakit
dengan HPV
progresif pada penderita yang imuno-
0 Pencegahan HPV dapat dilakukan kompromais atau pada penderita yang
dengan vaksinasi mendapat pengobatan steroid.
0 Sejumlah kondisi harus dipenuhi untuk 0 Virus yang dilemahkan hendaknya
memperoleh vaksin yang berhasil tidak diberikan kepada wanita hamil
seperti efektif, preparat stabil pada karena berbahaya terhadap janin
penyimpanan, harga murah, mudah 0 Mengingat beberapa virus seperti
diberikan dan tentunya aman. campak, influenza dan mumps
0 Lama proteksi sesudah vaksinasi ditumbuhkan dalam embrio ayam,
bervariasi yang tergantung dari maka vaksin virus terse but hendaknya
patogen dan jenis vaksin. Imunitas tidak diberikan kepada mereka yang
terhadap toksin tetanus yang terutama alergi terhadap telur ayam (jarang
tergantung dari IgG dan sel B yang sekali).

618
TRANSPLANTASI BAB
20
Daftar Isi
I. DASAR - DASAR TRANSPLANTASI III. PENCEGAHAN PENOLAKAN TANDUR
A. lstilah khusus A. Antigen Rhesus
B. Dasar genetik B. ABO Typing
I. Histokompatibel dan histoinkompatibel C. Cross-matching dan Tissue Typing
2. Antigen histokompatibilitas mayor I . Cross-matching
3. Antigen histokompatibilitas minor 2. Tissue Typing
4. Antigen histokompatibilitas non-MHC D. Seleksi penderita
C. Jaringan khusus IV. ORGAN/SEL YANG DAPAT
I. Jaringan yang sedikit mengekspresikan MHC DITRANSPLANTASIKAN
2. Sequestered antigen A. Ginjal
H. PENOLAKAN DAN REAKSIALLOGRAFT B. Jantung dan paru
A. Spesifisitas dan memori C. Hati
B. Mekanisme D. Komea
I. Peran selular E. Kulit
2. Peran antibodi F. Pankreas
C. Jenis penolakan G. Sumsum tulang
I. Penolakan hiperakut H. Sel punca
2. Penolakan akut I. Sel punca asal janin
a. Penolakan akut dini 2. Sel punca asal donor dewasa
b. Penolakan akut lambat V. XENOTRANSPLANTASI (NON-HUMAN)
3. Penolakan tersembunyi dan lambat VI. MEMPERPANJANG MASA HIDUP
4. Penolakan kronis ALLOGRAFT
D. Penyakit Graft versus Host dan Host versus Graft Butir-butir penting

619
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Daftar singkatan yang digunakan dalam bah ini


ADCC = Antigen Dependent Cellular Cytotoxicity ICAM-1 = Intercellular Adhesion Moleule
CMI = Cellular Mediated Immunity LFA-l = Lymphocyte Function Associated antigen
CTL = Cytotoxic T Lymphocyte MHC = Mayor Histocompatibility Complex
DTH = Delayed T cell Hypersensitivity SDM = Sel Darah Merah
GvHD = Graft versus HostDisease TCR = T Cell Receptor
HLA = Human Leucocyte Antigen

620
Bab 20. Transplantasi

mampuan untuk mengganti teknik antiseptik dan antibiotik, telah


au memperbaiki jaringan yang dapat mengurangi risiko infeksi, sedang
sak, atau bahkan seluruh bagian typing jaringan dan obat imunosupresif
tubuh, merupakan impian dari para dokter. telah dapat meningkatkan keberhasilan
Transplantasi adalah memindahkan alat transplantasi.
atau jaringan tubuh dari satu ke orang lain. Transplantasi melibatkan ketentuan-
Hal tersebut merupakan tindakan pilihan ketentuan yang kadang menimbulkan
bila suatu alat atau jaringan tubuh yang persoalan etis pada beberapa individu.
vital rusak dan tidak dapat diperbaiki Kadang kebiasaan agama dan kultural
lagi akibat proses penyakit. Hukum melarang untuk menjadi donor atau
transplantasi adalah bahwa tandur akan resipien dan bahkan kadang transfusi
diterima bila resipien dan donor memiliki darah, sehingga kebutuhan untuk donasi
gen histokompatibilitas tertentu yang organ jauh melebihi persediaan.
sama. Autograft dan isograft biasanya
memberikan hasil yang baik, sedang
allograft sering ditolak. I. DASAR-DASAR
Diantara hambatan-hambatan yang TRANSPLANTASI
memerlukan penanganan antara lain
A. Istilah khusus
adalah mengontrol infeksi, matching
genetik antara donor dan pejamu dan Istilah khusus pada tranplantasi disebut
pengertian proses imun mengenai menurut alat jaringan tubuh yang
perkembangan bahan yang dapat men- dicangkokkan dari donor ke res1p1en
cegah sistem imun. Kemajuan dalam (Tabet 20.l dan Gambar 20.1).

Tabel 20 .1 lstilah transplantasi


lstilah baru lstilah lama Arti
Autograft Autograft Memakai Janngan sendiri , misalnya kulit
sehat untuk menggantikan kulit dengan Iuka
bakar atau pembuluh darah yang sehat untuk
menggantikan arteri koroner yang tersumbat
/sograftlsyngeneic /sograft Transfer jaringan antara individu yang genetik
identik, mis. antara kembar yang monozigot
(genetik identik)
Allograftlal/ogeneic Homograft Donor dan resipien dari spesies sama , tetapi
genetik tidak identik
Xenograftlxenogeneic Heterograft Donor dan resipien dari spesies berbeda
(misalnya tikus dan manusia)

621
lmuno Iogi Dasar Ed.1s1· ke- JO

A utograft

Jsograft

20 1 lstilah
Gambar · . t alat
transplantas1 menuru
jaringan

Alfograft

Xenograft

622
Bab 20. Transplantasi

B. Dasar genetik ·tandur (Gambar 20.2). Jaringan yang


1. Histokompatibel dan histoinkompatibel menunjukkan perbedaan antigenik ber-
makna, disebut histoinkompatibel dan
Jaringan dengan sifat antigenik sama di-
menginduksi penolakan tandur.
sebut histokompatibel, tidak menginduksi
respons imun dan menimbulkan penolakan
Lipid lapis ganda

58/f
"" 1, ' Self
protein protein

Proteasom

~ ' Fragmen
Endoplasma ..._ _ 11"'" -.. peptida
retikulum ~ I ~
TAP·1 'Y TAP·2
Sitoplasma

Kalneksin MHC· 1 Kalr&tikufin Mikro


globulin il2

Eksositosis

pMHC-1 m&19andung rragmen molekul yang disandi


normal oleh sel dapat oorfungsi sebagai antigen
hislokompatibel

Gambar 20.2 Antigen histokompatibel


Fragmen pepida hasil degradasi proteosom molekul sitoplasma dan inkorporasi selanjutnya dengan
molekul MHC dalam retikulum endoplasma dapat ditemukan di permukaan semua sel dengan nukleus.

623
lmunologi Dasar Edisi ke-10

2. Antigen histokompatibel mayor tunggal (heterozigot atau hemizigot)


Gen histokompatibel adalah gen yang atau 2 kopi (homozigot). Jadi individu
menentukan apakah tandur dapat heterozigot pada lokus MHC tertentu
diterima. Banyak lokus gen yang (mis. Hl a/Hl b) akan secara simultan
dapat menolak tandur, tetapi yang mengekspresikan kedua molekul Hl a
terpenting adalah gen MHC. Dengan dan H 1b pada permukaan sel yang sama.
kekecualian beberapa lokus yang Hal yang sama terjadi untuk lokus
ekspresinya kurang diketahui , produk histokompatibilitas lain misalnya H2a,
gen MHC diekspresikan dalam kopi H2b, H3", H3b (Gambar 20 .3).
,,-----------------------~

Heterozigositas dan
Banyaknyalokus
meningkatkan ekspresi
co-dominance men ingkat-
kan jumlah ekspresi
antigen histokompatibel
antigen histokompabbel
pada permukaan sel
pada permukaan sel
'"---------~·/

I Kombinasi
co-dominance
heterozigositas
dan banyaknya
lokus sangat
meningkatkan
ekspresi antigen
histokompatibel
pada permukaan sel

Gambar 20.3 Antigen histokompatibel

624
Bab 20. Transplantasi

3. Antigen histokompatibel minor 2. Sequestered antigen


Antigen histokompatibel minor biasanya Komea dan lensa mata tidak memper-
lebih lemah dibanding antigen MHC dan oleh pasokan aliran limfe sehingga tidak
diduga merupakan antigen yang dijadikan terjadi proses pengenalan dan penolakan.
sasaran pada penolakan dengan awitan Contoh sequestered antigen lainnya
lambat. Contohnya antara lain golongan adalah testis dan selaput otak.
nonABO dan antigen yang berhubungan
dengan kromosom seks. II. PENOLAKAN DAN REAKSI
ALLOGRAFT
4. Antigen histokompatibel non-
MHC A. Spesifisitas dan memori
Antigen histokompatibel non-MHC Penolakan allograft terjadi dengan
tidak banyak diketahui, kecuali bahwa spesifisitas dan memori dan kecepatan
ha! itu meliputi molekul yang disandi penolakannya bervariasi menurut
oleh sejumlah besar gen yang tersebar jaringan terlibat. Pada umumnya, tandur
di antara kromosom (termasuk X dan kulit ditolak lebih cepat dibanding
Y). Pada prinsipnya setiap fragmen jaringan lain seperti ginjal dan jantung.
peptida yang dibawa ke permukaan sel Proses keberhasilan atau kegagalan
dan dipresentasikan atau ke MHC-I atau tandur terlihat pada Gambar 20.4.
MHC-II dapat berperan sebagai antigen Tandur dari donor singeneik dengan
histokompatibel. Fragmen demikian cepat diterima resipien dan mendapat
dapat berasal dari protein sitosolik atau vaskularisasi dan berfungsi normal.
dari debris sel yang dimakan atau dirusak Tandur yang berasal dari donor alogeneik
fagosit. Yang penting adalah bahwa akan diterima untuk sementara dan men-
molekul disandi dalam sel donor dan dapat vaskularisasi, tetapi selanjutnya
tidak berasal dari bahan infeksi. akan terjadi penolakan yang lamanya
tergantung dari derajat inkompatibilitas.
C. Jaringan khusus B. Mekanisme
Sistem imun yang berperan pada proses
1. Jaringan yang sedikit
penolakan adalah sistem imun yang juga
mengekspresikan MHC
berperan terhadap mikroba.
Beberapa jaringan tandur alogeneik
seperti hati, hanya menimbulkan 1. Peran selular
reaksi lemah. Hal tersebut disebabkan Reaksi penolakan pada umumnya ber-
karena jaringan hati hanya sedikit langsung sesuai respons CMI. Gejala
mengekspresikan molekul MHC . timbul sesudah terjadi vaskularisasi;

625
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Jaringan
donor

APCm
don~W
APC
pejamu

-------
~
Presentasi antigen
histokompatibilitas
donor ke sel T

©
pejamu

Pengenalan langsung Pengenalan tidak


(Hanya dapat terjadi langsung
bila APC donor
dan sel T pejamu
memiliki beberapa
gen MHC yang sama)

Gambar 20.4 Pengenalan direk dan indirek

mula-mula terjadi invasi tandur oleh sel mencit menunjukkan bahwa bila tidak
limfosit dan monosit melalui pembuluh ada sel CD4+, allograft dapat diterima
darah. Reaksi inflamasi ini segera me- selamanya. Memang penolakan dapat
nimbulkan kerusakan pembuluh darah diperantarai sel CD4 tanpa adanya sel
yang diikuti nekrosis jaringan tandur CD8, mungkin karena sel CD4 kadang
(Gambar 20.5). potensial sitotoksik untuk sasaran MHC-
Reaksi penolakan ditimbulkan oleh II. Namun pada hewan utuh, sekresi
sel Th resipien yang mengenal antigen sitokin asal CD4 akan dikerahkan dan
MHC alogeneik dan memacu imunitas mengaktifkan CD8, sel B, sel NK dan
humoral (antibodi). Sel CTL/Tc juga makrofag yang semuanya mempunyai
mengenal antigen MHC alogeneik dan potensi dan peran dalam proses
membunuh sel sasaran melalui imunitas penolakan. Makrofag yang dikerahkan ke
selular. Namun sejumlah studi pada tempat tandur atas pengaruh limfokin asal

626
Bab 20. Transplantasi

(a) Penerimaan autograf (b) Penolakan pertama (c) Penolakan kedua

Hari 3 - 7: Revaskularisasi Hari 3-7: Revaskularisasi Hari 3-4: lnfiltrasi selular

Hari 7 - 10: Penyembuhan Hari 7-1 0: lnfiltrasi selular Hari 5-6: Trombosis dan nekrosis

Jaringan nekrotik

Hari 12 - 14: Pulih Hari 10-1 4: Trombosis dan nekrosis

Kerusaka n pembuluh darah

Gambar 20.5 Diagram proses keberhasilan atau kegagalan tandur


(a) Penerimaan autograft terjadi lengkap dalam 12 sampai 14 hari
(b) Penolakan pertama mulai terjadi pad a hari 7 sampai 10 setelah dilakukan transplantasi dengan
penolakan total pad a hari 10-14
(c) Penolakan sekunder allograft mulai terjadi pada hari 3-4, dengan penolakan total pada hari 5-6.
lnfiltrat selular yang menyerang al/ograft (b,c) mengandung limfosit, fagosit dan sel inflamasi lain.

sel Th, akan menirnbulkan kerusakan, antigen pada sel tandur sasaran sehingga
serupa dengan yang terjadi pada reaksi juga rneningkatkan sitotoksisitas CD8.
hipersensitivitas tipe IV dari Gell dan Peran sel T pada penolakan allografi
Coombs/ DTH. Selanjutnya IFN-y yang terlihat pada Gambar 20.6, 20. 7 dan 20.8.
dilepas rnakrofag meningkatkan ekspresi

627
lmunologi Dasar Edisi ke- 10

@
/
IL-2 / I \
~ IL-2
:t:;::t:~·

~ ~~l ~
l
l \
i•rakt"AJ
Makrofag

" ID1
NIDI
F-lcs
pisila5if

~ Ekspresi y NK atau

Wiel \

Tandur

Gambar 20.6 Sel T berperan dalam penolakan al/ograft


Baik sel CD4• dan CDs+ dilibatkan dalam penolakan allograft. Bila sel cos• saja disingkirkan, tidak
menunjukkan efek terhadap masa hid up tandur dan tandur dilepas pada kecepatan yang sama seperti pada
kontrol (tikus , 15 hari). Menyingkirkan co4• saja , meningkatkan masa hidup tandur dari 15 hari menjadi
30 hari. Bila sel CD4• dan cos· disingkirkan, masa hidup tandur menjad i 60 hari. Studi ini menunjukkan
bahwa baik sel CD4• maupun cos• berperan dalam penolakan dan kerja sama antara CD4• dan CDs+
mempercepat penolakan tandur.
Tikus dengan cos• yang disingkirkan (dengan antibodi monoklonal anti-CDS (merah) menunjukkan sedikit
perbedaan dengan tikus yang tidak mendapat pengobatan (hitam). Pengobatan dengan monoklonal anti-
CD4 (biru) memperbaiki masa hidup tandur, dan pengobatan dengan antibodi anti-CD4 dan anti-CDS
memperpanjang masa hidup tandur paling dramatis (hijau)

628
Bab 20. Transplantasi

cno) .§ti~ula~i
·~ ant1genik
Th 112
Makrofag
terakt:ivasi

~~ TCRu~ ¢
\ ·~ · ) - S1totoksisitas
C)
~/ ~~T~C:R~y~;--------~ n...
~
Se I teri nfeksi
virus

Gambar 20.7 Dasar selular hipersensitivitas sel Th1 yang mengaktifkan makrofag dan
sel T sitotoksik, sedang sel Th2 mengerahkan eosinofil

629
lmunologi Dasar Edisi ke-10

h. Makrofag
terakti vasi f. Perlekata n
trombosit

g. Komplemen

I
a.Se l T
tersensitasi e. Fagositosis sasaran
yang suda h diopso-

I
nisasi (:tC)

b . NK c.Sel NK dengan d . AD CC
kompleks Ag-Ab

' (Antibodi $Antigen "°' Antigen diproses -.J Dae rah ikatan Fe

Gambar 20.8 Mekanisme destruksi sel sasaran

a. Pemusnahan direk oleh sel Tc dan kerusakan jaringan indirek melalui penglepasan sitokin seperti IFN-y dan TNF
oleh sel Th1
b. Pemusnahan direk oleh sel NK, ditingkatkan oleh interferon
c. Pemusnahan spesifik oleh sel NK yang dilengkapi kompleks imun yang mengenal sel sasaran melalui antibodi
bebas dalam kompleks
d. Serangan oleh ADCC
e. Fagositosis sel sasaran yang dilapisi antibodi
f. Perlekatan trombosit dengan antibodi yang diikat permukaan endotel vaskular tandur yang membentuk
mikrotrombi
g. Sitotoksisitas melalui komplemen
h. Aktivasi makrofag nonspesifik oleh bahan seperti IFN-y dan mungkin C3b yang dapat sitotoksik untuk sel tandur
mungkin melalui efek ekstraselular TNF dan radikal 0 2 - yang dilepas di permukaan sel.

630
Bab 20. Transplantasi

2. Peran antibodi dan perdarahan interstisial dalam j aringan


Sel alogenik dapat dihancurkan melalui tandur sehingga mengurangi aliran darah ke
hipersensitivitas Tipe II yang melibatkan seluruhjaringan (Tabel 20.2). Sel alogeneik
antibodi humoral. dapat dihancurkan oleh hipersensitivitas
tipe II yang melibatkan antibodi humoral.
C. Jenis Penolakan Resipien menderita demam, me-
nunjukkan leukositosis dan memproduksi
1. Penolakan hiperakut
sedikit urin dengan berbagai elemen selular
Penolakanhiperakutterjadi dalam beberapa seperti eritrosit atau tidak sama sekali.
menit sampai beberapa jam sesudah Tahapan penolakan hiperakut terlihat
transplantasi, ditandai oleh lambatnya pada Gambar 20.9. Dewasa ini belum ada
gerakan SDM dan timbulnya mikrotrombi pengobatan terhadap penolakan hiperakut,
dalam glomerulus yang disebabkan oleh karena antibodi sudah ada dalam resipien.
inkompatibilitas darah. Hal itu terjadi
pada individu yang sudah mengandung 2. Penolakan akut
antibodi terhadap tandur/antigen donor,
Penolakan akut terlihat pada resipien yang
akibat transplantasi atau transfusi darah
sebelumnya tidak disensitasi terhadap
atau kehamilan sebelumnya. tandur. Hal ini merupakan penolakan
Tidak seperti tandur lain, ginjal meng- umum yang sering dialami resipien yang
ekspresikan antigen ABO pada endotel menerima tandur yang mismatch atau
pembuluh darahnya. Jadi bila donor mem- allografi dan pengobatan imunosupresif
punyai golongan darah lain dari resipien, yang kurang. Penolakan biasanya terjadi
antibodi akan menimbulkan reaksi sekitar 10 hari setelah transplantasi.
hipersensitivitas Tipe 2, mengaktifkan Penolakan akut disertai pembesaran ginjal
komplemen yang menimbulkan edem yang disertai rasa sakit, penurunan fungsi

Tabel 20.2 Penolakan hiperakut, akut dan kronik


Jenis penolakan Waktu penolakan Sebab/mekanisme Pencegahan
Hiperakut Beberapa jam Antibodi yang sudah Pemeriksaan cross-
ada (anti-ABO dan/ match sel donor
atau anti-HLA) dan serum resipien ,
kompatibilitas ABO
Akut Minggu-bulan CMI , cos+, co4+ Matching HLA dari
donor dan resipien ,
terapi anti penolakan
Kronik Bulan-tahun CMI (Cos+, antibodi Matching HLA
terhadap antigen
jaringan)

631
lmunologi Dasar Edisi ke-10

(~ 2. Antibod• mcngikat antigen kap1ler ginjal


I dan mengaktifkan komplomen (C")

~ c::::=;.-=-------------:k
1.Antibodipejamu
yang sudah ada -
dibawa ke tandur
ginjal
\

Tandur
- ~kapilor
-...---..,- .,,.~ ;
··
o·ind.1ng
en dot el

... gmjal
3. Hasil pemisahan komplemen menarik
nculTofil yang melepas enz.tm litik

4. E11ZJm lilik neutrofil merusak sel endotel.


trombos1t melokat pada jaringan yang
cedera . menimbulkan l>endungan vas ular

Gambar 20.9 Tahapan penolakan hiperakut tandur ginjal

dan aliran darah serta sel darah dan protein ruptur kapiler peritubular. Nampaknya
dalam urin. terjadi melalui hipersensitivtas selular
Pemeriksaan histologis menunjukkan yang terutama melibatkan CD8+ yang
infiltrasi limfosit dan monosit yang menyerang sel tandur yang ekspresi MHC-
diaktifkan. Reaksi akut terjadi melalui nya ditingkatkan oleh IFN. Antibodi tidak
aktivasi dan proliferasi sel T. Antibodi berperan dalam proses penolakan di sini.
berperan, tetapi juga sel CTL/Tc, Tdth
dan monosit/mak:rofag. Bila resipien se-
b. Penolakan akut lambat
belumnya sudah disensitasi antigen
donor, reaksi dapat terjadi dalam 2-5 hari. Penolakan terjadi mulai hari ke 11 pada
Penolakan akut dapat dihambat melalui penderita yang ditekan dengan prednison
imunosupresi misalnya serum antilimfosit, dan azathioprin. Mekanismenya mungkin
steroid dan lainnya. terjadi melalui hilangnya imunosupresi
oleh respons imun atau ditirnbulkan oleh
a. Penolakan akut dini ikatan lg (diduga spesifik untuk tandur)
Penolakan terjadi dalam 10 hari atau lebih, terhadap arteriol dan kapilar glomerulus
ditandai oleh infiltrasi padat selular dan dan komplemen yang dapat dilihat dengan

632
Bab 20.Transplantasi

IFT. Endapan lg di dinding vaskular timbulnya intoleransi terhadap sel T.


menginduksi agregrasi trombosit dalam Kadang timbul sesudah pemberian imuno-
kapilar glomerulus yang menimbulkan supresan dihentikan. Infeksi yang ada akan
gaga! ginjal akut. Kerusakan yang terjadi mempermudah timbulnya penolakan yang
oleh antibodi melalui ADCC, perlu pula kronik (Gambar 20.10).
dipertimbangkan. Gejala gaga! ginjal terjadi perlahan
dan progresif. Pemeriksaan histologik
3. Penolakan tersembunyi dan lambat
menunjukkan proliferasi sejurnlah besar sel
Penolakan tersembunyi dan lambat disertai mononuklear yang memacu terutama sel
endapan lg dan C3 subendotel di membran T. Mekanisme penolakan tidakjelas, tetapi
basal glomerulus, mungkin ditimbulkan sesudah transplantasi, respons memori
oleh kompleks imun atau pembentukan (dan primer) yang menimbulkan produksi
kompleks dengan antigen larut asal ginjal antibodi dan imunitas selular terhahap
yang dicangkokkan. HLA yang memerlukan waktu lama dapat
Efek dan interaksi antara faktor selular berperan. Antigen transplantasi minor juga
dan humoral pada penolakan tandur adalah dapat memacu respons imun yang cukup
cukup kompleks. Ringkasan mekanisme berarti dan menimbulkan penolakan. Oleh
postulat terlihat pada Tabel 20.3. karena kerusakan sudah terjadi, pengobatan
dengan imunosupresi saat ini tidak banyak
berguna.
4. Penolakan kronis
Penolakan kronis menimbulkan hilang-
nya fungsi organ yang dicangkokkan
D. Penyakit Graft versus Host dan Host
secara perlahan dalam beberapa bulan-
versus Graft
tahun sesudah organ berfungsi normal. Penyakit Graft versus Host ialah keadaan
Hal itu disebabkan oleh sensitivitas yang yang terjadi bila sel yang imunokompeten
timbul terhadap antigen tandur atau oleh asal donor (pada transplantasi sumsum

Tabel 20 .3 Mekanisme utama pada penolakan berbagai tandur


Organ/ jaringan Mekanisme
Darah Antibodi (isohemaglutinin)
Ginjal Antibodi , CMI (sel T)
Jantung Antibodi , CMI (sel T)
Ku lit CMI (sel T)
Sumsum tulang CMI (sel T)
-
Korn ea Biasanya diterima kecuali bila ada vaskularisasi , CMI (sel T)
HLA-DR Sel B dan sel T yang diaktifkan

633
lmuno/ogi Dasar Edisi ke-10

( j )Penolalcan kronlk
~ Respons sel B dan T
tertiadap antigen MHC
minor donor
Penolakan akut (bulan • lahun)
Respons sel T diarahkan
ke MHC donor atau
antigen jaringan (1 0 • 30 hari)

Garn bar 20.10 Mekanisme penolakan allograft (hiperakut, akut, kronis, reaksi GvH)

Penolakan jaringan oleh respons imun ditandai dengan respons yang cepat terhadap jaringan donor
dan keterlibatan mekanisme efektor.
A. Seperti pada penolakan hiperakut, antibodi preformed yang reaktif dengan endotel vaskular
mengaktifkan komplemen dan memacu trombosis intravaskular dan nekrosis dinding pembuluh
darah dengan cepat.
B. Pada penolakan akut, sel limfosit COB• berreaksi dengan aloantigen pada sel endotel dan sel
parenkim yang menimbulkan kerusakan . Antibodi aloreaktif yang terbentuk setelah transplantasi juga
berperan pada kerusakan vaskular.
C. Pada penolakan kronis dengan tandur arteri , kerusakan pada pembuluh darah memacu proliferasi
otot polos intima dan penyumbatan lumen. Lesi ini dapat ditimbulkan oleh reaksi DTH kronis terhadap
aloantigen dalam dinding pembuluh darah.

634
Bab 20.Transplantasi

tulang) ditransfusikan kepada res1p1en di antara berbagai individu berbeda.


dengan supresi sistem imun atau bila Reaksi penolakan dapat dikurangi
transfusi darah segar diberikankepadaanak dengan menggunakan anggota keluarga
atau neonatus yang imunokompromais sebagai donor, tissue typing dan obat
dan menimbulkan reaksi selular (CMI) di imunosupresi. Reaksi imun yang menim-
berbagai tempat. Sel leukosit donor yang bulkan penolakan tandur bersifat spesifik
terdapat dalam jaringan tandur dan dapat yang disertai memori. Allograft kulit
bermigrasi ke luar dari tandur dan masuk pada manusia biasanya ditolak dalam 10-
ke dalam sistem limfoid resipien disebut 14 hari, tetapi bila allograft kedua dari
sel passenger. individu yang sama dicangkokkan lagi,
Tanda dari respons GvH adalah resipien akan menolaknya lebih cepat,
pembesaran kelenjar getah bening, limpa, biasanya dalam 5-7 hari.
hati, diare, kemerahan di kulit, rambut
A. Antigen Rhesus
rontok, berat badan menurun dan akhirnya
meninggal. Kematian diduga terjadi Antigen Rhesus pada permukaan SDM
karena destruksi sel pejamu dan jaringan berupa protein. Seseorang dengan SDM
akibat respons CMI yang berlebihan Rh- yang terpajan dengan SDM Rh+ akan
terhadap banyak sel sasaran pada pejamu memproduksi antibodi yang beberapa
yang memiliki antigen MHC-I. Respons diantaranya adalah isotip IgG. Tipe
GvH ini lebih mudah terjadi bila sebelum antigen Rh yang ditentukan sebelum
transplantasi atau transfusi tidakdiusahakan transfusi dan reaksi transfusi yang
untuk menyingkirkan semua sel T matang berhubungan dengan Rh dapat mencegah
yang imunokompeten (Tabel 20.4). reaksi transfusi resipien Rh- dengan
darah Rh+ (Tabel 20.5).
III. PENCEGAHAN PENOLAKAN
TANDUR B. ABO Typing
Antigen golongan darahABO diekspresi-
Golongan darah dan molekul MHC

Tabel 20.4 Ciri-ciri penyakit Graft vs Host


Ciri Akut Kronik
Awitan Ce pat Lamb at
Sistem yang paling sering Kulit, saluran cerna Kulit, paru
terkena
Mekanisme Respons sel T lmunoglobulin
Patologi lnfiltrat selular dan kerusakan Kerusakan vaskular dan fibrosis
sel epitel
Pengobatan lmunosupresi Tidak ada

635
lmunologi Dasar Edisi ke- 10

Tabel 20.5 Genotipe individu Rh


Lokus D Lokus C dan E Fenotipe Rh
(Alele D atau d) (Alele C atau c dan E atau e)

DD Semua kombinasi Rh+


C+E , C + c, e + E atau c + e
Dd Semua kombinasi Rh+
C+E, C + c, e + E atau c + e
de Semua kombinasi Rh-
C+E, C + c, e + E atau c + e

kan pada SDM, sel epitel dan sel endotel. akan menimbulkan koagulasi vaskular dan
Antibodi yang diproduksi resipien ter- kegagalan tandur yang segera.
hadap salah satu antigen tersebut dapat
ditemukan di jaringan tandur, sehingga C. Cross-matching dan Tissue Typing
akan dapat menimbulkan lisis sel
donor inkompatibel dengan bantuan 1. Cross-matching
komplemen. Pemeriksaan kompatibiltas Cross matching serum penderita harus
golongan darah ABO merupakan hal dilakukan untuk meyakinkan tidak
yang pertama harus dilakukan. Subyek mengandung antibodi yang preformed
dengan golongan A mempunyai antibodi terhadap antigen/HLA donor yang dapat
terhadap B, golongan B mempunyai anti- memacu penolakan hiperakut. Serum
bodi terhadap A, golongan 0 mempunyai asal resipien potensial dicampur dengan
antibodi terhadapA dan B sedang golongan limfosit donor dan dievaluasi untuk lisis
AB tidak mempunyai antibodi terhadap A dengan bantuan komplemen atau teknik
atau B. Transfusi golongan darah yang pewamaan imunofluoresen atau flow
tidak sama/cocok akan ditolak. cy tometry. Adanya sel mati atau positif
Hukum untuk transfusi dan trans- fluoresen berarti ada antibodi antidonor
plantasi darah dalam sistem ABO adalah yang dapat menimbulkan penolakan
sama (Tabel 20.6 dan 20.7). Oleh karena hiperakut. Hal ' ini berarti kontraindikasi
antigen ABO juga diekspresikan pada untuk menggunakan kombinasi donor-
endotel vaskular, maka bila organ padat resipien tersebut.
ditransplantasikan ke resipien yang ABO Antibodi monoklonal sudah dapat
inkompatibel, resipien akan membentuk digunakan untuk menemukan antigen yang
antibodi (isohemaglutinin) yang akan secara serologis sudah dapat ditentukan .
bereaksi dengan endotel donor. Hal ini Limfosit dari donor dan resipien yang

636
Bab 20. Transplantasi

Tabel 20.6 Hukum sistem ABO dan transfusi


Resipien golongan lsohemaglutinin
Donor yang baik Komentar
ABO ada
0 Anti-A, Anti-B Tipe 0 Donor universal
A Anti-B TipeAatau 0
B Anti -A Tipe B atau 0
AB Tidak ada Tipe A, Tipe B atau Resipien universal
tipe 0

Tabel 20.7 Hukum sistem ABO dan transpantasi


Fenotipe Genotipe lsohemaglutinin % Fenotipe
A AAatauAO Anti-B 40
Uj ·--"
B BB atau BO Anti-A 10
0 00 Anti-Adan anti-B 45
AB AB Tidak ada 5

tergolong antigen kelas I dan II direaksikan D. Seleksi penderita


dengan satu seri antibodi. Reaksi tersebut Kriteria seleksi penderita untuk trans-
dapat menentukan tipe serologi dari setiap plantasi bervariasi di antara berbagai
antigen transplantasi pada sel. senter. Usia lanjut, sepsis berat, osteo-
porosis, kecenderungan perdarahan atau
2. Tissue Typing kontraindikasi lainnya terhadap dosis
Tissue typing adalah identifikasi antigen tinggi steroid menjadikan penderita
MHC. MHC-I (HL-A, HLA-B dan HL-C) sulit diterima sebagai resipien potensial
yang diekspresikan pada semua sel dengan (Tabel 20.8). MHC merupakan induktor
terkuat dari reaksi penolakan yang
nukleus tubuh. MHC-I menentukan
terjadi melalui sel T. Masa hidup tandur
antigen permukaan semua sel dalam tubuh
ditentukan oleh banyaknya spesifisitas
yang merniliki nukleus yang dapat menjadi
yang dimiliki bersama oleh donor dan
sasaran penolakan pada transplantasi
resipien (Tabel 20.9).
atas pengaruh sel CTL/Tc, antibodi dan
Khusus untuk donor hidup harus
komplemen. MHC-II diekpresikan pada dilakukan evaluasi penyakit jantung,
segolongan sel yang lebih terbatas seperti keganasan, infeksi kronis dan diabetes.
APC, sel B dan sel T yang diaktifkan. Jika menggunakan donor yang sudah
MHC-II merupakan antigen yang meng- meninggal, sebaiknya tidak menggunakan
aktifkan sel Th dan antigen terpenting mereka yang menderita infeksi penyakit
pada penolakan tandur. menular, penyakit ginjal, keganasan atau

637
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Tabel 20.8 Seleksi donor dan resipien yang diperlukan untuk memperoleh hasil
transplantasi yang baik
Asal orang hidup Donor memiliki dua ginjal yang berfungsi baik
Tidak menularkan penyakit
Tidak ada kelainan pembuluh darah

Asal orang mati Fungsi ginjal baik


Tidak ada infeksi (sepsis klinis, HIV)
Tidak ada keganasan atau penyakit sistemik (diabetes,
hipertensi)
Seleksi respien ABO kompatibel (tidak identik)

Reaksi silang serum dengan sel T donor negatif

HLA mirip sebanyak mungkin

Tabel 20.9 Transplantasi umum


Trans plan Keterangan
Ginjal Hidup atau dari jenazah , makin sedikit ketidaksesuaian MHC angka
keberhasilannya meningkat, harus ABO kompatibel
Jantung Matching penting , namun seringkali waktu yang terbatas menjadi
penyulit
Ha ti Tidak ada bukti bahwa matching mempengaruhi masa hidup tandur,
penolakan tidak seagresif organ lainnya
Tandur kulit Kebanyakan bersifat autologus, tetapi allograft dapat digunakan pada
-
penderita Iuka bakar
Tandur kornea Matching (MHC II ) hanya diperlukan bila tandu r sebelumnya
te rvaskularisasi
Sel punca Respons Host vs Graft atau Graft vs Host mungkin terjadi . Transplan
-
harus dicocokkan dengan baik dan diberikan terapi anti penolakan. Sel
imun pejamu dirusak oleh iradiasi sebelum transplantasi (mencegah
host vs graft). Sel T dihilangkan dari tandur (mencegah respons Graft
vs Host) dengan menggunakan antibodi monoklonal dan komplemen

penyakit sistemik yang dapat mengganggu memiliki satu haplotip DR pun yang
fungsi ginjal. Walau sudah meninggal sama. Sel Th resipien akan memberikan
tetap harus dilakukan typing ABO dan res pons terhadap antigen donor sedang sel
HLA dengan mengambil spesirnen dari Th donor akan memberikan respons yang
KGB atau limpa sebagai sumber limfosit. sama terhadap antigen resipien dengan
Pada umumnya tandur tidak akan akibat matinya tandur. Kemungkinan
hidup bila donor dan resipien tidak antigen HLA dari 2 individu akan sama

63 8
Bab 20. Transplantasi

CD3 I CD19
I
HLAI I
I
I
I
I
I HLA II
I
I
I
I
I
I

Gambar 20.11 Ekspresi molekul HLA pada sel T dan B

Sel T seperti halnya dengan semua sel bernukleus dalam tubuh, mengekspresikan HLA-1 , tetapi tidak
konstitutif HLA-11 , yang sebaliknya dengan sel B yang mengekspresikan baik HLA-1 maupun MHC-
11. Oleh karena itu dalam sitotoksisitas atau cross match test, antibodi terhadap kelas I dan II dapat
dibedakan.

adalah sangat kecil (1 dalam 10 juta) dapat disimpan atau diubah in vitro
(Gambar 20.11). sebelurn tindakan.
A.Ginjal
IV. ORGAN/SEL YANG DAPAT Transplantasi ginjal dilakukan pada gagal
DITRANSPLANTASIKAN ginjal tingkat akhir dengan menggunakan
ginjal asal anggota keluarga atau
Untuk sejumlah penyakit, transplantasi mayat sebagai donor. Matching lokus
merupakan satu-satunya cara pengobatan. HLA-B dan HLA-DR sangat penting,
Organ-organ utama dan tandur sel yang sedang matching lokus HLA-A tidak
dapat ditransplantasikan dewasa ini terlihat memberikan keuntungan yang lebih bila
pada Gambar 20.12. Di samping itu resipien mendapat pengobatan dengan
kombinasi organ tertentu seperti jantung 1munosupresan seperti siklosporin.
dan paru atau ginjal dan pankreas dapat Adanya sensitasi terhadap antigen
ditransplantasikan secara simultan. donor yang sudah terjadi sebelum
Jaringan yang tersedia untuk trans- transplantasi juga penting diketahui oleh
plantasi dapat berasal dari berbagai karena dapat merugikan. Hal tersebut
sumber. Biasanya, diperoleh dari donor misalnya terjadi akibat transplantasi
hidup voluntir atau dari kadaver. Izin biasa- terdahulu yang menimbulkan antibodi
nya hams diperoleh melalui izin tertulis anti-HLA. Antibodi anti-HLAjuga dapat
donor sebelum meninggal atau melalui digunakan sebagai indikator dari adanya
persertujuan keluarga. Tergantung dari reaksi penolakan. Mereka yang sebelum
sifat jaringan, sel yang diberikan kadang transplantasi tidak mengandung anti-

639
/munologi Dasar Edisi ke-10

Komea
Dari 1enazah
Tidak diperlukan imunosuprcsi
47.000 kasus pada lahun 2005

Paru-paru Kullt
Dari donor yang mengalami Kebanyakan autologus (kasus Iuka bakar)
mall batang ota Tandur sementara dari jaringan dapat hidup
Prosedur baru saja di embangkan Tandur alogeneik jarang, perlu imunosupresi
Tahun 2005 . 1408 kasus
Sering 1ranspantas1 paruljantung
(33 kasus , 2005)
Oarah
Ditransfustkan dari donor hidup
Di perlukan kecoookan ABO dan Rh
Jantung Komplikasi sangat jarang
Dari donor yang mengalami Diperkirakan pemakaiannya
mati batang otak 14 juta unit per tahun
Pericocokan HLA ber9una
namun sering tidak mungkin
Risiko kerusakan A. korooer.
dlduga oleh antibodi pejamu Pankreas
2127 kasus pada tahun 2005 Danjenazah
Jumlah sel pulau cukup
540 kasus pada lahun 2005
Hatl Transplantas1 pankreasJginjal
Dari 1enazah meningkat pada kasus
lmplantasi bedah bmpleks diabetes lanjut
Resisten terhadap penolakan (903 pada tahun 2005)
hiperakul
Risiko GvHO
6444 kasus pada tahun 2005 Glnjal
Dari donor hidup atau jenazah
Pcncocokan ABO dan HLA bermanfaat
Sumsum tulang Biasanya dipetlukan imunosuprest
Asp1rasi jarum dari donor hid up Risiko GvHO rcndah
lmplantas1 dengan cara in1eksi IV 16.4 77 kasus pada tahun 2005
Perlu pencocokan ABO dan HLA
Penolakan jarang, tolapi risiko GvHO

Gambar 20.12 Transplantasi yang umum dilakukan

HLA, tetapi kemudian mengandungnya, B. Jantung dan paru


menunjukkan masa hidup yang
Meskipun HLA matching dapat meng-
rendah (12%). Sebaliknya, mereka yang
untungkan pada transplantasi jantung
sebelumnya menunjukkan anti-HLA dan
dan paru, namun hal tersebut sering
kemudian tidak menunjukkannya lagi,
tidak sempat dilakukan. Masa hidup
mempunyai masa hidup tinggi (100%).
satu tahun mencapai 80% pada penderita
IL-2 dalam serum dapat pula digunakan
yang ditangani dengan baik. Penolakan
sebagai petanda dari penolakan.
dini jantung yang menunjukkan adanya

640
Bab 20. Transplantasi

peningkatan ekspresi MHC-1 dapat Tempat komea tersebut terlindung


diukur dari perubahan elektrokardiogram dari aliran limfe sehingga biasanya
dan biopsi miokard. Adanya perubahan tidak mempunyai kapiler (s equestered
tersebut menunjukkan diperlukannya antigen). Bila terjadi vaskularisasi
dosis imunosupresan yang lebih tinggi. (misalnya akibat trauma) maka risiko
penolakan bertambah. Matching HLA-
C. Hati
DR mempunyai keuntungan dan
Hati merupakan imunogen yang lemah imunosupresan yang menggunakan tetes
dan masa hidup satu tahun melebihi steroid juga diperlukan untuk mencegah
70%. Mismatch HLA sering tidak praktis penolakan.
dan tidak menunjukkan keuntungan Komea diperoleh dari kadaver
pula, tetapi anti-HLA pada resipien dapat donor. Resipien yang menerima donor
menimbulkan kerusakan saluran empedu. komea dari kadaver tidak memerlukan
Transplantasi hati telah menunjukkan HLA typing atau imunosupresif
kemajuan pada 10 tahun yang akhir. Ahli sistemik karena penolakan komea tidak
bedah hati menghadapi persoalan khusus terjadi kecuali bila tandur menjadi
seperti kecenderungan perdarahan tervaskularisasi.
resipien dengan gagal hati dan kesulitan
teknik bedah yang diperlukan untuk E. Kulit
resirkulasi hati yang ditransplantasikan. Tranplantasi kulit terbanyak dilakukan
Namun dibanding dengan transplan organ dengan jaringan autologus, namun
lain, imunosuporesan yang diperlukan dalam keadaan luka bakar yang berat
memberikan masa hidup yang lebih lama kadang digunakan tandur kulit asing
(Tabel 20.10). yang disimpan dalam keadaan beku di
bank organ/jaringan.Tandur ini tidak
D. Kornea mengandung elemen selular hidup dan
Transplantasi komea sangat efektif tidak tumbuh pada pejamu, hanya me-
dan berhasil untuk waktu yang lama. rupakan sebagai penutup biologis. Tandur

Tabel 20.10 Masa hidup penderita pada berbagai jenis transplantasi


Actuarial survival at
Organ 1 tahun 2 tahun 3 tahun 4 tahun 5 tahun
Hati 70% 50%
Paru tunggal 75% > 50%
Jantung dan 65% 55%
paru
Pankreas 90-95% 65%

641
lmunologi Dasar Edisi ke-10

ditinggalkan untuk beberapa hari tetapi F. Pankreas


pada umumnya diganti. Tandur kulit Transplantasi pankreas menunjukkan
alogenik murni rnenggunakan kulit yang keberhasilan yang pada penderita OM
hidup dari donor hidup. Penolakan dapat
menormalkan ambang insulin. Akhir-
dicegah dengan irnunosupresan. Hal ini
akhir ini tingkat keberhasilan 1 tahun
sebetulnya tidak diinginkan oleh karena
korban dengan Iuka bakar berisiko tinggi tranplantasi pankreas dilaporkan 55%.
mengalami infeksi dan pengurangan Transplantasi tidak perlu menggunakan
imunosupresan meningkatkan risiko seluruh pankreas. Hanya dengan men-
terse but. transplantasikan pulau-pulaunya saja,
fungsi pankreas dapat kembali normal.
Prosedur yang digunakan untuk me man en
dan implan sel pulau Langerhans terlihat
pada Gambar 20.13.

Ha

Pcncemaan derigan
kolagtmase m0mbe-
baskan pulau dari
jarmgan sekitar ...

Senlrifu9asi men,gisolasi
pulau-pulau yang terutama
1engand ung sel al a dan beta Pulau-pulau me11elap
d1 sinusoid

•• / Plilau- pulau yang dimumi an dttransplantas1kan lewat


Pulau-pulau a eter e V.porta hatL rnasu ke sinuso id hati. tempat
rnumi p ulau-pulau te.rsebut menetap

Gambar 20.13 Prosedur yang digunakan untuk memanen (harvest) dan implan sel
pulau Langerhans

Pankreas dicerna oleh kolagenase untuk membebaskan pulau dari jaringan sekitar. Pulau selanjutnya
dimurnikan dengan sentrifuse gradien dan diinfuskan melalui kateter ke dalam vena portal hati, homing
dalam sinusoid hati.

642
Bab 20. Transplantasi

G. Sumsum tulang biji besi magnetik yang dilapisi antibodi),


Hal yang ideal adalah bila donor dan meskipun tindakan tersebut tidak selalu
res1p1en ABO kompatibel dan MHC meningkatkan keberhasilan.
identik, tetapi kemungkinan bahwa 2 Sel T yang aloreaktif mengerahkan
sibling akan memperoleh pasangan sel-sel efektor peJamu ke tempat
haplotip identik hanya terjadi pada 1 transplantasi yang biasanya terjadi dalam
dari 4. Indikasi transplantasi sumsum 4 minggu (GvHD akut). Organ yang
tulang terlihat pada Tabel 20.11. dijadikan sasaran adalah hati (terutama
Sumsum tulang sangat imunogenik epitel bilier), kulit dan saluran cerna.
dan donor terbaik adalah saudara kembar Reaksi kronis dapat terjadi kemudian,
yang HLA identik. Kompatibilitas ABO biasanya menyusul GvHD akut yang
tidaklah terlalu penting, oleh karena responsif terhadap peningkatan dosis
sel darah merah sudah disingkirkan imunosupresan, akhirnya resipien sering
dari sumsum tulang dan sel asal tidak menjadi sangat rentan terhadap infeksi/
menunjukkan antigen ABO. Resipien virus oportunistik.
sudah mendapat iradiasi total dan
H. Sel punca
atau dosis tinggi imunosupresan
sebelum dilakukan transplantasi untuk Transplantasi sel punca dilakukan pada
mengurangi risiko penolakan GvHD. defisiensi imun, aplasia hematologis dan
Pada transplantasi sumsum tulang selalu untuk mengganti sumsum tulang pada
ada risiko terjadinya komplikasi berupa penderita yang mendapat pengobatan
agresif seperti leukemia. Masa hidup
GvHD, mengingat sumsum tulang
berbeda yang tergantung dari berat dan
mengandung sel T matang. Oleh karena
jenis penyakit yaitu 70% pada anemia
itu selalu diusahakan untuk menurunkan
aplastik dan 10-50% pada leukemia.
jumlah sel T tersebut (misalnya melalui

Tabel 20.11 Keadaan klinis yang memerlukan transplantasi sumsum tulang


Anemia Penya kit Defisiensi imun Tumor
metabolik
Anemia Fanconi Penyakit Gaucher Disgenesis retikular Leukemia
Anemia aplastik Talasemia Kombinasi berat limfoblastik akut
osteopetrosis Penyakit Leukemia mieloid
Inborn error of granulomatosa kronis akut
metabolism Sindrom Wisskott- Leukemia mieloid
Aldrich kronis
Severe combined Leukemia limfositik
immunodefiiency kronis
Defisiensi ligan CD40

643
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Transplantasi sel punca yang menjanjikan 2.Selpunca asaldonor dewasa


pengobatan cara baru menunjukkan
Transplantasi sel punca hematopoietik
harapan untuk memperoleh regenerasi
asal sumsum tulang, darah perifer
Janngan yang rusak sehingga akan
atau darah umbilikus merupakan satu-
menguntungkan untuk berbagai cedera
satunya cara untuk kemungkinan
seperti Iuka bakar, cedera sumsum tulang
sembuh pada penderita dengan berbagai
dan berbagai penyakit lainnya (artritis,
penyakit. Seperti dengan transplantasi
diabetes, penyakit kardiovaskular dan
umumnya, penolakan sering terjadi,
saraf seperti penyakit Alzheimer dan
tetapi transplantasi sel punca dapat
Parkinson).
menimbulkan komplikasi unik yang
1. Sel punca asal janin fatal karena sel imunokompe'ten s~bagai
tandur mengenal pejamu sebagai asing
Kemampuan transfer sel punca yang dan menimbulkan serangan imun.
sehat yang dapat self-renewing dan Aplikasi primemya sampai saat ini adalah
memproduksi sel baru dan/atau jaringan penggunaan sel punca hematopoietik
merupakan hal yang menguntungkan pada transplantasi sumsum tulang.
pada berbagai cedera (mis. Iuka bakar, Sel punca embrionik memiliki
cedera korda spinalis) dan penyakit- kapasitas regenerasi yang lebih luas,
penyakit seperti artnt1s reumatoid, namun kegunaannya pada manusia
DM, penyakit kardiovaskular, penyakit masih terbatas oleh pertimbangan
Alzheimer dan Parkinson. Hal ini me- praktis dan etis. Sebenamya, setiap ke-
rupakan terapi baru pada beberapa hal, lainan sumsum tulang dapat dikoreksi
tetapi pada ha! lain merupakan kelanjutan dengan transplantasi sel punca sehat
dari terapi sebelurnnya. Transplantasi misalnya bila tidak ada kelainan sel
pulau Langerhans telah digunakan untuk (anemia aplastik) dan keganasan atau
mengobati DM, tetapi sel yang ditrans- defek fungsi. Risiko transplantasi adalah
plantasikan menunjukkan umur terbatas. tinggi dan keberhasilannya tergantung
Transplantasi sel punca dapat mem- dari keseimbangan antara berat penyakit
perbaharui sel-sel sehingga dapat me- terhadap risiko prosedur.
rupakan terapi pengganti potensial
yang permanen. Sel punca embrionik
memiliki kemampuan yang lebih luas V. XENOTRANSPLANTASI
untuk regenerasi yang terbukti pada (NON-HUMAN)
eksperimen dengan hewan; tetapi peng-
Kurangnya jumlah organ yang tersedia,
gunaannya pada manusia masih terbatas
berarti bahwa sejumlah penderita akan
oleh pertimbangan praktis dan etis.
meninggal dalam proses menunggu

644
Bab 20. Transplantasi

organ donor. Mortalitasnya adalah 6% libatkan antibodi dan komplemen


pada mereka yang menunggu untuk yang menimbulkan reaksi penolakan
transplantasi ginjal dan 14% untuk hiperakut. Di sampmg itu ada
transplantasi jantung. kekhawatiran bahwa xenotransplantasi
Sumber altematif untuk organ donor mempunyai risiko penyebaran patogen
telah difokuskan pada xenotransplantasi. dari donor ke resipien. Patogen potensial
Sejumlah besar primata bukan manusia dapat menimbulkan penyakit yang
(simpanse dan babon) dapat merupakan disebut xenozoonosis yang fatal untuk
donor bagi manusia. Transplantasi dini manusia, misalnya virus tertentu seperti
dari ginjal simpanse ke manusia sudah famili HIV-1 yang ditemukan pada
dilakukan pada tahun 1964. Sesudah simpanse, dan HIV-2 dan herpes-B
itu ada percobaan sporadis untuk men- pada beberapa primata yang dapat me-
cangkokkan ginjal, hati, jantung dan nimbulkan kematian pada manusia.
sumsum tulang dari primata ke manusia, Di samping itu juga ada kekhawatiran
namun tidak ada yang berhasil dengan terjadinya rekombinasi antara virus
baik. Penelitian untuk menggunakan primata dengan varian manusia yang
organ telah diperluas ke spesies lain menimbulkan agens penyakit barn.
dan penggunaan donor babi dilaporkan
memberikan beberapa keuntungan,
VII. MEMPERPANJANG MASA
meskipun masih terbatas dengan
HIDUP ALLOGRAFT
berbagai persoalan.
Pada xenotranplantasi terjadi peno- Upaya untuk memperpanjang masa hidup
lakan imun yang sangat kuat walau allograft kebanyakan dilakukan dengan
kepada resipien sudah diberikan imuno- menggunakan farmakoterapi.
supresan poten. Respons utama me-

645
Butir-butir penting

D Penolakan tandur adalah respons ada ketidakcocokan genetik antara


imun dengan spesi:fitas, memori dan donor dan resipien
pengenalan self/nonself. Ada 3 jenis D Komplikasi utama transplantasi
reaksi penolakan utama: hiperakut sumsum tulang adalah reaksi Graft vs
diperankan oleh antibodi terhadap Host, terjadi atas pengaruh limfosit
antigen tandur yang sudah ada pada yang terkandung dalam sumsum
pejamu, akut yang terjadi melalui donor
peran Th dan atau CTL dan kronis
D Genetic match (s imilarity/disparity)
yang melibatkan komponen selular
antara donor dan pejamu merupakan
dan humeral
faktor yang sangat penting untuk
D Kecocokan antara resipien dan tandur menentukan keberhasilan transplantasi
potensial donor dinilai dengan typing
D Gen histokompatibilitas menyandi
golongan darah dan antigen MHC-1
antigen histokompatibel. Diantaranya
danMHC-II
adalah molekul MHC-1 dan MHC-11
D Proses penolakan tandur dapat yang disandi dalam MHC
dibagi dalam fase sensitasi, saat sel T
D Tandur yang ditempatkan dalam
dirangsang dan fase efektor pada saat
lokasi anatomis normal disebut tandur
tandur diserang
ortotopik, yang ditempatkan di tempat
D Penolakan tandur dapat ditekan oleh lain dari normalnya disebut tandur
bahan imunosupresif nonspesi:fik atau heterotopik
oleh x-iradiasi limfoid total
D Penolakan kronis berjalan paling
D Pendekatan eksperimental yang lambat dan paling lemah, terjadi
menggunakan antibodi mono- khas, bila donor dan resipien berbeda
klonal memungkinan untuk me- hanya dalam histokompatibilitas non-
lakukan imunosupresi spesi:fik. MHC. Penolakan akut terjadi lebih
Antibodi ini dapat bekerja dengan cepat dibanding penolakan kronis
menyingkirkan populasi sel reaktif (2-4 minggu). Penolakan hiperakut
dan mencegah sinyal kostimulator merupakan penolakan paling cepat,
yang menimbulkan anergi sel reaktif diawali dan selesai dalam beberapa
khusus
hari setelah transplantasi, biasa-
D Tempat-tempat tertentu dalam tubuh nya sebelum tandur yang di-
seperti komea mata, otak, testis dan transplantasikan menunjukkan
uterus tidak menolak tandur me ski pun hubungannya dengan vaskulatur

646
Bab 20. Transplantasi

resipien. Penolakan set kedua adalah positif, antibodi anti Rh maternal


penolakan tandur yang lebih cepat dapat melewati sawar plasenta dan
dari sebelumnya, yaitu bila penderita berikatan dengan SDM janin. Hal ini
memperoleh jenis tandur yang sama akan menimbulkan penyakit hemolitik
dengan sebelumnya pada bayi baru lahir
D Toleransi imun spesifik melibatkan D Graft versus Host Disease dapat timbul
pencegahan yang selektif dari respons dari 2 sumber dalam sumsum tulang
antigen tertentu atau sekelompok yang ditransplantasikan: sel punca dan
antigen. Supresi imun (imunosupresi) sel T matang yang ada dalam sumsum
adalah pencegahan respons imun tulang. Yang akhir menimbulkan risiko
yang luas dan umum tanpa spesifitas. paling berat dalam terjadinya GvHD,
terutama limfosit dan APC tetapi risiko dapat dicegah dengan
D Ketidakcocokan ABO dapat me- menyingkirkannya dari sumsum tulang
nimbulkan kerusakan masif SDM yang akan diinfuskan
yang ditransfusikan dan bila sangat D Jaringan yang tersedia untuk trans-
berat dapat menimbulkan reaksi plantasi dapat berasal dari berbagai
transfusi, disebut reaksi hemolitik sumber, pada umumnya diperoleh
akut yang terjadi dalam 24 jam setelah dari sukarelawan donor hidup atau
transfusi. kadaver
D Individu Rhesus negatif yang terpajan D Kekurangan organ yang tersedia dan
dengan SDM Rhesus positif akan kritis untuk transplantasi diharapkan
membentuk antibodi dan beberapa akan dapat ditangani di masa depan
diantaranya adalah isotipe IgG. Bila dengan menggunakan donor bukan
ibu Rhesus negatif dan janin Rhesus manusia (xenotransplantasi).

647
PEMERIKSAAN BAB
PENUNJANG 21
IMUNOLOGI
Daftar Isi
I. SENSITIVITAS DAN SPESIFISITAS 9. lmmunodouble D!ffosion (ID Ouchterlony)
II. PEMERIKSAAN SISTEM IMUN I 0. Single Radial lmmunodouble Diffusion
HUM ORAL (Manci ni )
A. Pemeriksaan imunoglobulin dan protein 11. Rocket Electrophoresis
spesifik lain 12. lmmunoelectrophoresis
I. Serum 13. Countercurrent lmmuno Electrophoresis
2. Hemaglutinasi 14. Pemeriksaan kuantitas sel B
3. Reaksi presipitasi lll. PEMERIKSAAN LIMFOSIT
4. Pemeriksaan IgG, IgM, IgA dan protein A. Pemeriksaan kuantitas dan fenotipe
dengan elektroforesis l. Isolasi sel
5. Pemeriksaan antibodi terhadap antigen 2. Roset E
mikroba 3. Roset EA
B. Kemampuan memproduksi imunoglobulin B. Pemeriksaan fungsi
C. Pemeriksaan protein spesifik lain I. Transformasi limfosit T
1. Paraprotein 2. Leucocyte Migration Inhibition Test
2. Elektroforesis protein serum 3. Pemeriksaan sitotoksisitas
D. Urin 4. Uji proliferasi
E.CSP 5. Mixed Lymphocyte Culture (Reaction)
F. Pemeriksaan protein fase akut dan komplemen 6. Plaque Forming Cell
l Pemeriksaan protein fase akut IV. PEMERIKSAAN FUNGSI NEUTROFIL
2. Pemeriksaan komplemen dan kompleks imun DANMONOSIT
3. Pemeriksaan produk komplemen A. Rebuck skin window
4. Pemeriksaan kompleks imun B. Kemotaksis
G. Berbagai teknik pemeriksaan sistem imun C. Fagositosis
humoral khusus D. Pemeriksaan lain
E. Pemeriksaan fungsi neutrofil dan monosit
1. Radioimmunoassay
dalam berbagai tahap
2 . Radioallergosorbent Test
V. PEMERIKSAAN BIOPSI JARINGAN
3. Competition RIA A . Biopsi kulit
4. Radio Jmmunosorbent Test B. Biopsi ginjal
5. Sandwich RIA
VI. TISSUE TYPING
6. Jmmun oradiometric Assay
7. Enzyme Linked Immunosorbent Assay VIL IMMUNOBLOTTING
8. Fluorescence Immuno Assay Butir-butir penting

649
lmuno/ogi Dasar Edisi ke- 10

Daftar singkatan yang digunakan dalam bah ini


AIDS Acquired Immunodeficiency LES Lupus Eritematosus Sistemik
Syndrome LMI Leucocyte Migration Inhibition
AFP Alpha Feta Protein Test
AMA Antibodi antimitokondria LTB Leukotrin B
APC Antigen Presenting Cell MLC Mrxed Lymphocyte Culture
AR Artritis Reumatoid MLCR Mixed Lymphocyte Culture
CD Cluster ofDifferentiation Reaction
CGD Chronic Granulomatous Disease MLR Mixed Lymphocy te Reaction
CIE Countercurrent Immuno MHC Mayor Histocompatibility
Electrophoresis Complex
CSP Cairan Serebrospinal NBT Nitroblue tetrazolium
EAC Erythrocyte Antibody Complex
NK Natural Killer (sel)
EDTA Etilen diam in tetra asetat
PCR Pattern Cognition Receptor
ELISA Enzyme Linked Immunosorbent
PFC Plaque Forming Cell
Assay
EMIT Enzyme Multiplied Immunoassay PHA Fitohemaglutinin
ENA Extractable Nuclear Antigen PMA Phorbol Miristat Asetat
FACS Fluoresence Activated Cell Sorters PPD Purified Protein Derivative
FCT Flow Cytometry RAST Radio Allergosorbent Test
FIA Fluorescence Immunoassay RIA Radio immunoassay
FPIA Fluorescence Polarization RIST Radio Immunosorbent Test
Immunoassay SDS-PAGE Sodium Dedecyl Sulfate
HA Hemaglutinasi
Polyacry lamide Gel Electrophoresis
HIV Human Imunodeficiency Virus
SPN Supematan
HLA Human Leucocyte Antigen
IEP SRID Single Radial Immunodouble
Immunoelectrophoresis
IRMA Immunoradiometric Assay Diffussion

650
Bab 2 I. Pemeriksaan Penunjang lmunologi

erbagai pemeriksaan komponen ada yang salah, dan saya pikir tidak

B sistem imun telah dapat dikerja-


kan. Pada umumnya, biaya yang
diperlukan untuk pemeriksaan tersebut
akan mempercayai saya bila tes itu
tidak dilakukan.

masih sangat tinggi. Oleh karena itu


I. SENSITIVITAS DAN
seorang klinikus perlu mengetahui dasar
SPESIFISITAS
beberapa teknik pemeriksaan imunologi,
agar dapat memilih jenis pemeriksaan Tes laboratorium berbeda dalam sensiti-
yang diperlukan. Ada pemeriksaan yang vitas dan spesifisitas. Untuk memperoleh
mutlak untuk diagnosis atau peman- hasil optimal, setiap hasil esai di atas
taun penyakit, beberapa pemeriksaan cutt off point dianggap positif tidak
diperlukan dalam subklasifikasi penyakit ada penderita dengan penyakit yang
dengan komplikasi yang bervariasi dan menunjukkan hasil tes negatif (basil
pemeriksaan yang hanya dilakukan dalam negatif semu) dan sedikit mungkin indi-
penelitian khusus saja. vidu tanpa penyakit yang menunjukkan
Dr Richard Asher sekitar 50 tahun tes positif (positif semu). Sensitivitas suatu
yang lalu memberikan gambaran mengenai tes adalah proporsi penderita dengan
alasan-alasan permintaan dokter untuk peme- penyakit yang menunjukkan tes positif.
riksaan laboratorium sebagai berikut: Hasil negatif adalah tes yang sangat sen-
• Saya memilih tes ini karena bila sesuai sitif dan dapat digunakan untuk menying-
dengan pendapat saya, maka saya akan kirkan penyakit relevan. Tes hendaknya
percaya, dan bi la tidak, saya tidak akan negatif pada individu sehat dan yang
mempercayamya menderita penyakit lain, tetapi dengan
• Saya tidak mengerti tes ini dan saya gambaran klinis sama.
tidak mengetahui gambaran normalnya, Spesifisitas tes adalah proporsi indi-
namun tes ini sedang menjadi suatu tren vidu tanpa penyakit tertentu dengan tes
• Bila atasan saya menanyakan apakah negatif. Tes positif hanya terbatas pada
anda sudah melakukan tes ini atau itu, penyakit yang dipermasalahkan dan tes
saya ingin menjawab "ya", karenanya dengan spesifisitas tinggi, seperti AMA
saya mintakan tes sebanyak mungkin digunakan untuk memastikan diagnosis
agar tidak tertangkap basah tidak me- klinis.
lakukan suatu tes
• Saya tidak tahu apa yang saya cari,
II. PEMERIKSAAN SISTEM
tetapi melalui tes ini mungkin saya
IMUN HUMORAL
akan menemukan sesuatu
• Saya mintakan tes ini oleh karena saya Banyak teknik laboratorium yang di-
ingin meyakinkan pasien saya, tidak gunakan secara rutin dalam laboratorium

651
lmunologi Dasar Edisi ke-10

riset dan klinis berdasarkan penggunaan yang berwama. Esai ini disebut ELISA.
antibodi. Di samping itu banyak teknik Oleh karena antibodi (monoklonal)
modem biologi molekular telah memberi- sudah dapat diproduksi terhadap setiap
kan banyak informasi berharga mengenai jenis makromolekul dan kimiawi kecil,
sistem imun. Semua metoda kuantitatif pemeriksaan yang berdasarkan teknik
imunokimiawi modern berdasarkan atas antibodi dapat digunakan terhadap setiap
antigen murni atau antibodi yang jumlah- molekul dalam larutan atau dalam sel.
nya dapat diukur dengan molekul indikator. Antibodi monoklonal adalah antibodi
Bila molekul indikator dilabel dengan homogen yang dihasilkan dari klon
radioisotop, esai disebut RIA. Bila molekul tunggal. Antibodi tersebut dapat disintesis
indikator diikat secara kovalen dengan di laboratorium dari hibridoma, yaitu sel
enzim, dengan spektrofotometer dapat yang dihasilkan dengan menyatukan dua
ditentukan secara kuantitatif kecepatan sel yang berlainan (Gambar 21.1). Dengan
konversi substrat jernih menjadi produk teknik imunofluoresensi yang mengguna-

---------- 0 Jalur
mieloma

\ H H H H H J
Seleksi hibrida menggunakan
I
Survivor
medium yang hanya memungkinka
hibrida bertahan

( Supernatan esai untuk antibodi )

Penghasilan antibodi positif

Esai kembali SPN


untukAb
Klon positif

0 --~___,,'~~-~
Kultur
in vitro
,~ ~
Dibiakkan sebagai Gambar 21.1 Prinsip
tumor asitik produksi antibodi
~--~~~~~~~-~~~~-~~~~~~~--' monoklonal

652
Bab 2 I . Pemeriksaan Penunjang lmunologi

kan antibodi monoklonal, jumlah sel B, eksogen perlu diketahui pada infeksi ber-
sel T dan subset sel T, dapat dibedakan satu ulang seperti aktinomikosis, endokarditis
dari yang lainnya dan dihitung di bawah bakterial, mononukleosis infeksiosa, pe-
mikroskop fluoresen atau cell sorter. nyakit hati dan pemantauan imunoterapi.
Cell line yang memproduksi anti- Selanjutnya diperlukan juga untuk menge-
bodi yang diinginkan, monospesifik dan tahui gamopati monoklonal IgG, IgA atau
monoklonal telah dapat dikembangkan. IgM, membedakan perubahan sementara
Antibodi monoklonal (mAb) terhadap jenis yang terjadi karena Iuka bakar atau defi-
antigen yang diinginkan sudah dapat dibuat siensi imun primer, mengukur kadar IgA
dalam jumlah besar. mAb telah merupakan pada penderita dengan infeksi permukaan
reagens dalam riset dasar dan merniliki mukosa atau lgE pada penderita alergi.
nilai diagnostik dan aplikasi klinis. Kadar antibodi dalam cairan serebro-
spinal pada penderita dengan infeksi atau
A. Pemeriksaan imunoglobulin dan penyakit demielinisasi dan kadar heavy
protein spesifik lain atau light chain imunoglobulin dalam urin
1. Seru m pada penderita dengan mieloma multipel
perlu diketahui.
Pengukuran imunoglobulin adalah mutlak
Setiap laboratorium menentukan
untuk penderita dengan infeksi berulang
batasan referens sendiri untuk setiap
berat dan penyakit limfoproliferatif, untuk
protein, dan hal itu akan bervariasi ter-
membedakan defisiensi imun sementara
gantung dari cara, antisera yang digunakan
dari yang menetap dan dalam pemantauan
dan golongan etnik (Tabel 21.1). Batasan
pengobatan. Antibodi terhadap antigen
referens untuk kebanyakan protein

Tabel 21 .1 Nilai normal imunoglobulin serum


Usia lgG (g/I) lgA (g/I) lgM(g/I)
Waktu lahir 5.2 - 18.0 < 0,02 0,02 - 0,2
0 - 2 minggu 5.0 - 17.0 0,01 - 0,08 0,05 - 0,2
2 - 6 minggu 3.9 - 13.0 0,02 - 0, 15 0,08 - 0,4
6 - 12 minggu 2. 1 -7 .7 0,05 - 0,4 0,15-0,7
3 - 6 bulan 2.4 - 6.8 0,1 - 0,5 0,2 - 1.0
6 - 9 bu lan 3.0 - 9.0 0,1 5-0,7 0,4 - 1.6
9 - 12 bulan 3.0 - 10.9 0,2 - 0, 7 0,6 ''_ 2,1
1 - 2 tahun 3,1 - 13.8 0,3 - 1,2 0,5 - 2,2
2 - 3 tahun 3.7 - 15.8 0,3 - 1,3 0,5 - 2,2
3 - 6 tahun 4.9-16.1 0,4 - 2.0 0,5 - 2.0
6-12tahun 5,4 - 16, 1 0,5 - 2.5 0,5 - 1.8
> 12 tahun 7.0 - 16.0 0,8 - 4.7 0,5 - 3.0

653
lmunologi Dasar Edisi ke-10

bervariasi dengan usia terutama anak; tinasi terjadi segera (Gambar 21.2).
tetapi 95% populasi normal akan Uj i Coombs indirek merupakan cara
menunjukkan nilai dalam batasan normal. untuk menemukan antibodi yang tidak
Penilaian IgG, IgM, IgA dan protein serum begitu efektif mengaglutinasikan sel darah
adalah esensial bila ada dugaan defisiensi merah. Mungkin pada permukaan sel ter-
imun dan penyakit limfoproliferatif. sebut tidak tersedia cukup antigen yang
dapat mengikat antibodi. Cara ini dapat
2. Hemaglutinasi pula dipergunakan untuk mencari antigen
HA merupakan cara untuk menemukan yang bukan berasal dari sel darah merah.
antibodi atas dasar aglutinasi sel darah Pada hemaglutinasi direk, antigen me-
merah. Sebagai antigen dapat digunakan rupakan komponen intrinsik sel darah
sel darah merah atau antigen yang merah. IgM dalam cairan biologis akan
mensensitasi sel darah merah. Uji Coombs diikat oleh antigen spesifik pada sel darah
direk merupakan cara untuk menemukan merah meskipun ada muatan negatif pada
antibodi yang dapat mengaglutinasikan sel sel darah merah oleh karena jarak potensial
darah merah dengan efektif. Bila antibodi maksimal antara dua tempat ikatan antigen
dicampur dengan sel darah merah, aglu- tidak dicegah.

Sel darah merah + bahan biologis (antibodi)

Antibodi lgM
dalam serum

............
... ··..
.
...
Awan bermuatan negatif mengelilingi
sel darah merah yang belum diproses
dikenal sebagai "Potensial Zeta" Aglutinasi

Gambar 21.2 Hemaglutinasi direk dengan lgM

654
Bab 2 I. Pemeriksaan Penunjang lmunologi

3. Reaksi presipitasi 4. Pemeriksaan IgG, IgM, IgA dan


Presipitasi dapat terjadi bila antibodi protein dengan elektroforesis
(biasanya lgG atau lgM) bereaksi dengan Kadar total lg dalam serum biasanya di-
antigen yang larut. Bila reaksi terjadi dengan lakukan dengan nefelometer. lg yang me-
bantuan medium/agar, akan terbentuk ninggi ditemukan pada berbagai penyakit
lengkung/garis presipitasi. Presipitin ditemu- (Tabel 21 .2).
kan pada penderita dengan alveolitis eks-
5. Pemeriksaan antibodi terhadap
trinsik, infeksi saluran napas oleh Kandida
antigen mikroba
albikans dan farm er :S lung. Pada bird
fancier :S lung disease juga dibentuk anti- Penemuan antibodi terhadap mikroba telah
bodi presipitin lgG dan antigennya ditemu- digunakan dalam diagnosis infeksi untuk
kan dalam urin, bulu dan tinja burung. waktu lama. Dalam diagnosis penyakit
Tes presipitasi dilakukan dengan cara akut, peningkatan titer antibodi (biasanya
Ouchterlony, insensitif tetapi murah di- 4x lipat) hams dapat ditunjukkan dalam
banding dengan imunoesai. Ekstrak antigen paired sera yang diambil dengan perbedaan
relevan ditempatkan di sumur luar dan waktu 2 minggu. Bila diperlukan jawaban
serum penderita di sumur sentral. Setelah cepat, adanya titer tinggi, lgM spesifik
beberapa hari, hasil diperiksa untuk menunjukkan adanya infeksi primer.
presipitasi yang dibentuk oleh antibodi Adanya antibodi juga penting dalam
dengan antigen (Gambar 21.3). penelitian defisiensi imun. Kemampuan

Aspergilus fumigatus
(aspergilosis)

Kandida albikans
(kandidiasis) ,'/

Mikropolispora faeni
(farmer's lung)

Albumin avian
(bird fancier 's lung)

Gambar 21.3 Penemuan antibodi presipitin pada alveolitis ekstrinsik alergik

Penderita mengandung antibodi presipitin terhadap albumin avian ; hal itu menunjukkan kemungkinan
adanya bird fanciers ' lung.

655
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Tabel 21.2 Peningkatan lg dalam serum


lsotipe meni ngkat Keadaan dengan peningkatan isotipe
lgG Penyakit jaringan ikat, tiroiditis Hashimoto, hepatitis kron is aktif,
sarkoid, Al OS
lg A lnfeksi gastrointestinal/ saluran napas, penyakit Crohn, penyakit
coe/iac, penyakit hati oleh alkohol , AR, spondilitis ankilosis
lgM lnfeksi akut virus, sirosis bilier primer, limfoma , malaria,
tripanosomiais
lgG dan lgA lnfeksi saluran napas kronis (bronkiektasi/tuberkulosis)
lgG dan lgM LES , lepra, hepatitis aktif kronis
lgG , lgA dan lgM lnfeksi bakteri kronis (endokarditis, osteomielitis, abses dalam ,
empiem , sarkoid)

membentuk antibodi spesifik terhadap toksoid tetanus dan respons antibodi di-
- - --a+in+1tigen tertentu, merupakan cara paling ukur__dengan t_abung tes presipitasi.
sensitif untuk menemukan kelainan pada
C. Pemeriksaan protein spesifik lain
produksi antibodi. Antibodi tersebut biasa-
nya ditemukan dengan ELISA. Antibodi 1. Paraprotein
terhadap streptokok pneumoni ditemukan Sel B nonnal mensekresi molekul lg, baik
pada kebanyakan subyek dewasa normal, utuh atau berupa fragmen dan populasi
tetapi tidak pada subyek dengan defisiensi monoklonal sel B. Oleh karena itu sel
antibodi primer. Antibodi terhadap anti- B mempunyai kemampuan untuk mem-
gen virus umum juga dapat digunakan produksi Jg identik dalam jumlah besar.
bila ada riwayat pajanan dengan virus. Molekul identik tersebut menunjukkan
Juga bila subyek pemah diimunisasi, migrasi khas yang disebut paraprotein
perlu untuk diperiksakan antibodi terhadap pada elektroforesis baik dari darah atau
urin . Adanya paraprotein menunjukkan
toksoid tetanus, toksoid difteri dan virus
keganasan sel B seperti mieloma dan
polio. Bila kadar antibodi rendah, subyek
makroglobulinemia Waldenstrom.
diuji imun dengan antigen yang dimatikan
dan benar dan direevaluasi responsnya 2. Elektroforesis protein seru m
pada 4-6 minggu kemudian.
Elektroforesis protein serum dilakukan pada
semua sampel untuk pemeriksaan analisis
B. Kemampuan memproduksi
lg, agar paraprotein dapat diidentifikasi.
imunoglobulin
Kemampuan penderita membuat imuno- D. Urin
globulin dapat diperiksa dengan imunisasi Analisa imunoglobulin urin diperlukan
aktif, misalnya antigen bakteri seperti pada mieloma atau bila ditemukan M

656
Bab 2 I . Pemeriksaan Penunjang lmunologi

band serum. Pasien dengan kerusakan penyakit lain yang berhubungan dengan
ginjal mensekresi sejumlah besar rantai kerusakan jaringan dan infiamasi. Peme-
ringan bebas poliklonal dalam urin. riksaannya digunakan dalam pemantauan
Rantai ringan monoklonal bebas (protein aktivitas infiamasi suatu penyakit. Kadar-
Bence-Jones) tidak dapat ditemukan nya adalah khas sebagai berikut:
pada pengukuran rutin (protein total urin • lnfiamasi ringan/ infeksi virus: < 40 mg/1
dengan dipstik) . Satu-satunya tes yang • Infiamasi aktif/ infeksi bakteri:
dapat dipercaya untuk menemukan ada- 40-200 mg/l
nya proteinuria Bence Jones dilakukan • Infiamasi berat: infeksi bakteri invasif,
dengan tes yang terdiri atas 3 tahap: beberapa keganasan: dapat sampai
• Kadar dalam urin 500 mg/l.
• Elektroforesis untuk menunjukkan ada-
2. Pemeriksaan komplemen dan
nya M band
kompleks imun
• Imunofiksasi untuk menentukan band
monoklonal yang terdiri atas rantai Esai untuk komplemen dalam serum di-
ringan monoklonal atau K atau 'A bagi sebagai esai komponen individual
Ekskresi seluruh paraprotein oleh ginjal dan pengukuran imunokimiawi untuk C3
rusak hanya memberikan hasil positif dan C4 yang merupakan esai yang paling
semu, kecuali bila diperiksa rantai ringan berguna. Pengukuran komponen lainnya
monoklonal atau K atau 'A. jarang diperlukan, kecuali bila ada dugaan
defisiensi genetik dan kelainan esai fung-
sional. Inhibitor C 1 hams diukur bila di-
E.CSP duga ada angioedem herediter. Kadar kom-
Kadar IgG dan albumin dalam CSP plemen yang rendah lebih relevan secara
dapat diukur. Oleh karena albumin tidak klinis dibanding kadar tinggi. Oleh karena
disintesis dalam otak, hubungan antara semua komponen komplemen dapat ber-
lgG dan albumin - indeks IgG CSP - fungsi sebagai acute-phase reactant, sin-
memberikan indikasi indirek mengenai tesisnya meningkat pada infiamasi.
jumlah IgG yang disintesis dalam CSP Perubahan dalam kadar komplemen
oleh limfosit dalam otak. menunjukkan adanya proses penyakit.
Kadamya yang meningkat sering ditemu-
F. Pemeriksaan protein fase akut dan kan pada inflamasi akut dan infeksi yang
komplemen berhubungan dengan peningkatan AFP.
Pemeriksaan yang hanya dilakukan satu
1. Pemeriksaan protein fase akut kali hanya memberikan nilai terbatas, dan
CRP atau protein fase akut merupakan dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan
protein yang meningkat pada infeksi dan serial.

657
lmunologi Dasar Edisi ke-10

C3 dan C4 meningkat ditemukan rendah, berarti ada aktivasi melalui jalur


pada reaksi fase akut dan inflamasi kronis altematif saja. Pengukuran C3 dan C4
yang rendah dapat ditemukan pada pen- akan membantu dalam pemantauan peng-
derita dengan LES, terutama yang di- obatan penderita glomerulonefritis dan
sertai dengan kelainan ginjal. C3 rendah vaskulitis. Kadar yang rendah biasanya
ditemukan pada penderita dengan glome- menjadi normal pada remisi.
rulonefritis membranoproliferatif atau Uji fiksasi komplemen merupakan
lipodistrofi parsial yang disertai dengan cara untuk menemukan antigen atau
faktor nefritis C3. Kadarnya menjadi antibodi yang hanya bereaksi bila ada
normal pada konvalesensi, disertai dengan komplemen. Antibodi dicampur dengan
glomerulonefritis pasca infeksi streptokok antigen dan komplemen. Komplemen
akut. C4 rendah ditemukan pada penderita akan diikat kompleks antigen-antibodi.
dengan angioedem herediter, krioglobuli- Bila komplemen tidak diikat, maka
nemia atau defisiensi genetik C4. komplemen akan ditemukan bebas dalam
Komponen-komponen komplemen larutan. Adanya komplemen bebas tersebut
lainnya seperti C3d (hasil degradasi C3), dapat diperlihatkan dengan menambahkan
CHI (uji fungsi), Cl esterase inhibitor sel darah merah dan hemolisin. Lisis sel
(kadamya yang rendah < 0, 14g/l) ditemu- darah merah akan terjadi atas pengaruh
kan pada 85% penderita dengan angioedem komplemen yang bebas tadi. Untuk
herediter, Cl esterase inhibitor (esai fungsi) mengerti perubahan komplemen pada
untuk melihat aktivitasnya (sekitar 15% penyakit, hendaknya dipertimbangkan
penderita dengan angioedem herediter komponen komplemen dalam 3 golongan,
menunjukkan nilai normal) dan C 1q komponen dini jalur klasik, komponen dini
hanya dilakukan pada keadaan spesifik jalur altematif dan komponen lambat yang
tertentu. umum pada keduajalur (Gambai· 20.4).
Defisiensi komplemen dapat dibagi Dalam praktek, C4 dan C3 yang
menjadi primer yang ditentukan faktor rendah dengan faktor B normal, me-
genetik dan sekunder yang dapat disebab- nunjukkan dugaan adanya hanya akti-
kan penggunaan komplemen dalam vasi jalur klasik. Bila C4, C3 dan faktor B
interaksi antigen-antibodi . Kadar C3 dan rendah, jalur altematif mungkin diaktif-
C4 rendah tetapi faktor B normal, me- kan, baik melalui jalur umpan balik atau
nunjukkan aktivasi komplemen hanya simultan. Ambang C4 normal dengan
terjadi melalui jalur klasik. Bila kadar kadar C3 dan faktor B rendah, menunjuk-
C3 , C4 dan faktor B semuanya rendah, kan adanya aktivasi j alur altematif saja.
kemungkinan besar juga terjadi aktivasi Pengukuran serial C3 dan C4 ber-
melalui jalur altematif. Tetapi bila kadar manfaat pada pemantauan perkembangan
C4 normal dengan kadar C3 dan faktor B penyakit atau pengobatan pada beberapa

658
Bob 2 I . Pemeriksoon Penunjong lmunologi

Gambar 21.4 Aktivasi komplemen


jalur klasik dan alternatif
Jalur
alternatif

Jalur bersama
fi nal

bentuk glomerulonefritis, LES dan (C3NeF) merupakan antibodi terhadap


vaskulitis. Bila awalnya rendah, biasa- C3 aktifyang menstabilkanjalur konver-
nya kembali ke normal pada saat remisi. tasi alternatif C3 dan memungkinkan pe-
Pemeriksaan komplemen rutin hanya mecahan C3 lebih lanjut. C3NeF diduga
sedikit berarti pada penyakit inflamasi ada pada penderita yang mengalami
kronik lainnya (Tabel 21 .3). ambang C3 rendah yang sebabnya tidak
dapat diterangkan, umumnya pada penyakit
3. Pemeriksaan produk komplemen ginjal atau infeksi rekuren.
Walau ambang komplemen normal, namun
aktivasinya dapat diketahui dengan meng- 4. Pemeriksaan kompleks imun
ukur komponennya, misalnya pada syok Kompleks imun berperan pada berbagai
endotoksin yang menggunakan aktivasi penyakit seperti artritis reumatoid, glome-
j alur alternatif C3. Faktor nefritik C3 rulonefritis, poliartritis, demam reuma dan

Tabel 21.3 lnterpretasi perubahan komplemen pada penyakit


Ambang komplemen
C4 Cl Faktor B Jalur aktivitas Contoh
Jalur klasik LES
Jalur klas ik dan alternatif Bakteriemi negatif-Gram
Jalur alternatif Beberapa kasus LES
Jalur klasik sampai C4 Angioedem herediter
dan C2 saja (defisiensi Inhibitor C1 )
t t t Sintesis komponen lnflamasi akut dan kroris
meningkat

659
lmunologi Dasar Edisi ke-10

sejumlah penyakit infeksi antara lain endo- untuk digunakan di klinik sehingga banyak
karditis bakterial. Kerusakanjaringan yang peneliti telah mengembangkan teknik
dipicu kompleks imun disebabkan oleh antigen nonspesifik (Tabel 21.4).
in:flamasi yang mengaktifkan komplemen Dewasa ini banyak cara yang dapat
dan mengerahkan neutrofil yang melepas dikerjakan untuk menemukan kompleks
enzim lisosom (Gambar 21.5). imun dalam sirkulasi, tetapi tidak ada
Adanya kompleks imun dapat di- satu carapun yang ideal. Salah satu teknik
periksa dengan 2 cara sebagai berikut: yang sering digunakan adalah cara yang
a. Analisis spesimen jaringan untuk me- menggunakan cell line limfoma (sel Raji)
lihat komponen endapan kompleks (Gambar 21.6).
imun (imunoglobulin, komplemen dan Kerusakan jaringan oleh kompleks
kadang-kadang antigen) dengan teknik imun tidak selalu disertai dengan kompleks
irnun dalam sirkulasi. Penemuan kompleks
imunofluoresen
imun dalam serum berguna untuk menilai
b. Kompleks imun dalam serum atau cairan
dan memantau penyakit serta efek per-
tubuh lain
tukaran plasma. Bila kompleks imun di-
Kompleks imun dalam sirkulasi dapat duga berperanan pada suatu penyakit, maka
ditemukan dengan 2 cara, yaitu peme- sedapatnya dilakukan biopsi jaringan dan
riksaan antigen spesifik dalam kompleks kompleks imun diperiksa dengan teknik
dengan antibodi dan pemeriksaan antigen imunofluoresen. Pemeriksaan kompleks
nonspesifik. Oleh karena aneka ragam imun di dalam jaringan lebih bermakna
antigen dapat ditemukan dalam kompleks dibanding dengan pemeriksaan kompleks
imun, cara antigen spesifik sangat sulit imun dalam sirkulasi.

A. B. C.

tidak ada
kompleks
kompleks
imun bebas
••
.
•',
komplemen • I•
, •
komplemen
diikat
ind ikator
lisis sel
imun

Gambar 21.5 Uji Fiksasi Komplemen

A. Antigen dalam jumlah tertentu dimasukkan ke dalam tabung, kemudian ditambahkan serum
yang akan diperiksa, bila didapat antibodi yang cocok terhadap antigen , akan terbentuk
kompleks imun
B. Komplemen yang ditambahkan ke dalam tabung akan diikat kompleks imun
C. Ditambahkan sel indikator (sel darah merah). Bila masih ada komplemen yang tidak diikat
kompleks, sel darah merah akan dihancurkan .

660
Bab 2 I . Pemeriksaan Penunjang lmunologi

Tabel 21.4 Cara antigen nonspesifik untuk menemukan kompleks imun dalam
sirkulasi
Cara fisik • Ultrasentrifus
• Filtrasi gel
• Kriopresipitasi
• Presipitasi dengan glikol polietilin
• Nefelometri
Cara biologis • Reaksi presipitin
• lnhibisi aglutinasi partikel lateks yang dilapisi imunoglobulin
• Aktivasi anti-komplemen
• Radioassay Clq
• Uji ikatan Clq
• Uji ikatan konglutinin
Teknik selular • Uji agregasi trombosit
• lnhibisi fagositosis agregat dengan label
• lnhibisi pembentukan reset EAC
• Uji sel Raji

G. Berbagai teknik pemeriksaan teknik pemeriksaan untuk menentukan


sistem imun humoral khusus antibodi atau antigen dengan mengguna-
kan reagens bertanda zat radioaktif
1. Radioimmunoassay
(Gambar 21 .8 ).
RIA digunakan dalam diagnosis untuk
menemukan antigen tunggal atau antibodi 2. Radioallergosorbent Test
dalam cairan biologis. Esai tersebut dapat
RAST merupakan cara RIA yang khusus
kompetitif dan nonkompetitif (Gambar
digunakan untuk menemukan antibodi
21.6 dan 21.7). Esai imun biasanya meng-
spesifik IgE. Dalam teknik ini antigen
gunakan fase padat untuk mengikat atau
mula-mula diikat benda padat dari
antigen atau antibodi . Bila antibodi yang
selulosa. IgE yang diikat kemudian dapat
diikat dengan fase padat, absorpsi terjadi
ditemukan dengan anti-IgE yang ber-
melalui regio Fe sehingga fraksi Fab
tanda radioaktif (Garn bar 21.9).
bebas untuk mengikat antigen. IgG dapat
diikat oleh fase padat dengan sebelumnya
3. Competition RIA
melapisi protein A oleh karena yang akhir
mengikat fraksi F c dari hampir semua IgG C.RIA adalah cara RIA k:lasik untuk
(1 ,2 dan 4). Protein A diisolasi dari dinding menemukan antigen. Dalam ha! ini
sel beberapa galur Streptokok aureus. antigen yang dicari (Ag) bersama-sama
Kadar antigen atau antibodi spesifik dengan sejumlah antigen tertentu yang
dalam larutan dapat diperiksa dengan bertanda zat radioaktif (Ag*) direaksikan
RIA atau ELISA. RIA merupakan suatu dengan antibodi (Ab) yang diikat oleh

66 1
lmunologi Dasar Edisi ke-10

AqlAb Aq7Ab
Tambahkan se rum c AqlAb
c
~ c Aqj"Ab
yang mengandung c
kompleks 1mun AqlAb AqlAb
C' c
Sel Raj i dengan
reseptor komplemen

Tambahkan anti lg
~
dengan zat radioakt1f

Hitung rad ioakt1V1tas untuk


--+ menilai j umlah kompleks
1mun dalam serum

Gambar 21.6 Uji Raji untuk


menemukan kompleks imun
dalam sirkulasi

Esai imun

I
----,
Kompetitif Nonkompetitif untuk memeriksa
I
I
untuk memeriksa bahan biologis
bahan biologis

I
Antigen atau antibodi
termasuk
I
Antibodi

ldikenal
sebagai
Antigen

l
dikenal
sebagai

EMIT FPIA RIA Esai imun Esai imun


tak langsung antibodi sandwich

Gambar 21.7 Klasifikasi esai imun

Esai imun dapat dibagi sebagai kompetitif dan nonkompetitif.

662
Bab 2 I. Pemeriksaan Penunjang lmunologi

• Benda padat (plastik atau tabung reaksi) mula-mula disensitasi oleh antigen
• Sebagian antigen akan diabsorpsi sedang antigen yang bebas dicuci hingga bersih
• Antibodi kemudian ditambahkan dan akan diikat oleh antigen
• Antibodi yang berlebihan juga dicuci hingga bersih
• Antibodi yang diikat dapat ditemukan kembali dengan konyugat yang bertanda zat radioaktif
• Konyugat yang berlebihan dicuci hingga bersih
• Radioaktivitas yang diikat kemudian dapat dihitung dengan gamma counter.

1.
C> Antigen

2.

~gE
Sama seperti
pada RIA
3. hanya
konjugat
di sini
adalah
4. anti lgE*

5.

6.
•-'~ilgE•
Gambar 21.9 Radioallergosorbent Test

Cara-cara RAST sama dengan RIA, hanya pada RAST konyugat yang digunakan ialah konjugat
anti-lgE (anti-lgF) dan alergen diikat secara kovalen ke benda padat dari selulosa, sedang pada
RIA, antigen diikat secara non-kovalen. lkatan kovalen mengakibatkan lebih banyak alergen terikat
sehingga mampu menemukan kadar lgE yang rendah dalam serum .

663
lmunologi Dasar Edisi ke-10

benda padat. Antigen yang dicari dan Antibodi yang bebas kemudian disingkir-
antigen yang bertanda zat radioaktif akan kan dengan menambahkan antigen padat.
saling berebut zat radioaktif tempat pada Antibodi bertanda zat radioaktif yang
antibodi. Jumlah antigen bertanda yang di- diikat antigen dalam larutan selanjutnya
ikat antibodi merupakan ukuran untuk kadar diperiksa. Radioaktivitas larutan tersebut
antigen yang dicari (Gambar 21.10). adalah sebanding dengan jumlah antigen
yang dicari.
4. Radio Immunosorbent Test
RIST adalah C.RIA yang digunakan 7. Enzyme Linked Immunosorbent Assay
untuk menemukan IgE (Gambar 21.11 ).
ELISA digunakan untuk menemukan
5. Sandwich RIA antibodi. Dalam hal ini antigen mula-mula
diikat benda padat kemudian ditambah
Sandwich RIA digunakan untuk menemu-
antibodi yang akan dicari. Setelah itu di-
kan antigen atau antibodi. Antibodi yang
tambahkan lagi antigen yang bertanda
dicari berfungsi sebagai jembatan antara
enzim, seperti peroksidase dan fosfatase.
benda padat yang disensitasi dengan anti-
Akhirnya ditambahkan substrat kromo-
gen yang tidak bertanda zat radioaktif dan
genik yang bila bereaksi dengan enzim
antigen yang bertanda zat radioaktif.
dapat menimbulkan perubahan warna.
Perubahan warna yang terjadi sesuai dengan
6. Immunoradiometric Assay jumlah enzim yang diikat dan sesuai pula
IRMA adalah teknik untuk memeriksa dengan kadar antibodi yang dicari. Di-
antigen dengan cara menambahkan anti- banding dengan RIA, pada uji ELISA di-
bodi yang bertanda zat radioaktif. Antigen gunakan reagens yang lebih stabil, tetapi
tersebut akan mengikat sebagian antibodi. kurang sensitif(Gambar 21.12).

Campuran
Ag+ Ag*

Bahan padat

Ab spesifik Ag dan Ag* berkompetisi

Garn bar 21.10 Competition Radioimmunoassay

664
Bab 2 I. Pemeriksaan Penunjang lmunologi

A Benda padat lgE*

<J>

Anti lgE
"' lgE*

Uji lgE

Gambar 21.11 Radioimmunosorbent Test

Benda padat mula-mula disensitasi dengan anti-lgE. Kemudian ditambahkan serum dengan
lgE yang akan dicari dan sejumlah lgE tertentu yang bertanda zat radioaktif (lgE'). Makin
banyak lgE dalam serum, makin sedikit lgE· yang diikat.

8. Fluorescence Immuno Assay penderita. Cara indirek lebih banyak di-


gunakan untuk menemukan antibodi. Pada
Dengan menggunakan mikroskop fluoresen
cara ini, serum penderita direaksikan dengan
dan antibodi yang dilabel dengan molekul
sel atau jaringan,-kemudian ditambahkan
:fluoresen, potongan/seksi jaringan dapat
anti antibodi yang bertanda fluoresen dan
diperiksa untuk sel yang mengekspresikan
diperiksa di bawah mikroskop ultraviolet.
antigen spesifik. Teknik direk dan indirek
Cara ini dapat segera memberikan hasil.
dapat mengevaluasi secara kualitatif dan
Kadang terdapat :fluoresen intrinsik yang
kuantitatif berbagai sel yang berhubungan
berasal dari bahan yang diperiksa.
dengan molekul pada waktu yang sama.
Ada bermacam-macam cara FIA. 9. Immunodouble Diffusion (ID Ouch-
Cara langsung digunakan untuk menemu- terlony)
kan antigen, imunoglobulin atau kom- Cara Ouchterlony digunakan untuk mem-
plemen, yang melekat pada sel jaringan bedakan antigen dalam campuran. Reaktan

665
lmunologi Dasar Edisi ke-10

A B

Radloimmunoassay (RIA) Enzyme-linked immunoabsorbant assay


Tambahkan Ag Tambahkan Ag
dan cucl '-Antigen
dan cuci
Tamba hkan Ab uji Tamba hkan Ab uji
> "-Ab
dan cuci dan cuci
Tambahkan ligan
yang dilabel radio-
aktif, cuci dan
?--=\ Ligan
Tambahkan liga n
dan cuci

hitung / Tambahkan substrat


plastik dan baca

c D
Radioallergosorbent test (RAST) Sandwich ELISA

Tambahkan Ag Tambahkan Ab
(alergen) dan cuci dan cuci ~Anhbodi
Tambahkan seru m uji .JUlil..
Tambahkan Ag uji
dan cuci lgE Ab .1Ul.P. ""-Antigen
dan cuci
Tambahkan ligan Tambahkan determinan
yang dilabel radio-
Ligan spesifik enzyme-tinl<.edAb
aktif, CUCI dan
terhadap lgE Ab pada Ag dan cuci
hitung
Tambahkan substrat
dan baca

Gambar 21.12 Gambaran RIA, ELISA, RAST dan Sandwich ELISA

A. Antigen diinkubasikan di plastik dan diabsorpsi dalam jumlah yang sedikit. Antigen yang
tidak diikat dicuci. Antibodi yang ditambahkan akan mengikat antigen, sedang antibodi yang
tidak diikat dicuci. Antibodi yang terikat antigen ditemukan dengan ligan yang dilabel
B. ELISA seperti RIA. Ligan mengikat antibodi dan ligan yang bebas dicuci , sedang ligan yang
diikat ditemukan dengan substrat yang atas pengaruh enzim memberikan warna
C. RAST yang mengukur lgE spesifik, adalah RIA dengan ligan yang bertanda zat radioaktif
dengan antibodi anti-lgE
D. Sandwich ELISA dan RIA. Dasarnya adalah sama seperti digambarkan dalam a. dan b.
kecuali antibodi terhadap antigen yang digunakan untuk menutupi plastik dan menangkap
antigen dari campuran . Enzim ke dua atau antibodi yang dilabel dengan radioisotop , yang
bereaksi dengan epitop pada antigen dan berbeda dari antibodi pertama , ditambahkan
untuk mengikat antigen .

666
Bab 2 I. Pemeriksaan Penunjang lmunologi

ditempatkan dalam sumur yang dibuat periksa, bila didapat antibodi yang
di plat agar. Lengkung presipitasi dapat cocok terhadap antigen, akan terbentuk
berupa 1 atau 3 bentuk. Pada antigen yang kompleks imun
identik akan menimbulkan lengkung yang B. Komp Iemen yang ditambahkan ke dalam
bersatu. tabung akan diikat kompleks imun
C. Ditambahkan sel indikator (sel darah
10. Single Radial Immunodouble merah). Bila masih ada komplemen
Diffusion (Mancini) yang tidak diikat kompleks, sel darah
Bila serum penderita mengandung antibodi merah akan dihancurkan
relevan, akan terbentuk garis presipitin
11. Rocket Electrophoresis
antara sumur. Cara ini sering digunakan
untuk mentes antibodi dalam serum ter- Cara elektroforesis adalah sama dengan
hadap ENA. Cara SRID digunakan untuk SRID dan digunakan untuk mengukur
mengukur antibodi maupun antigen secara antigen dengan menempatkannya dalam
kuantitatif. Antibodi yang akan diperiksa elektroforesis melalui agar yang mengan-
ditempatkan dalam sumur agar yang me- dung antibodi. Antigen bergerak dan
ngandung antigen. Gambaran cincin presi- membentuk presipitat seperti gambaran
pitasi yang terjadi sesuai dengan kadar rocket yang puncaknya sesuai dengan
antibodi. Sebaliknya antigen dapat diukur kadar antigen. (Gambar 21.13).
dengan menggunakan agar yang mengan-
dung antibodi 12. Immunoelectrophoresis
A. Antigen dalam jumlah tertentu di- IEP adalah teknik untuk memisahkan
masukkan ke dalam tabung, kemudian antigen dari campuran dalam medan listrik
ditambahkan serum yang akan di- yang diendapkan dengan antibodi.

Al1rus presipitasi

standar belum diketahul

Gambar 21.13 Rocket Electrophoresis

667
lmunologi Dasar Edisi ke-10

13. Countercurrent Immuno Electro- Sel darah merah biri-biri diikat oleh sel
phoresis B melalui reseptor F c dan C3 membentuk
roset. Proporsi leukosit yang membentuk
CIE digunakan menemukan antigen atau
roset memberikan perkiraan jumlah sel
antibodi dengan menempatkannya di
B yang pada keadaan normal merupakan
dalam medan listrik, yaitu elektroforesis
25% dari limfosit darah perifer manusia.
antigen dan antibodi terhadap satu dan
Selanjutnya jumlah sel B dapat dihitung
yang lain. Pada pH yang sesuai, antigen
dengan FCT.
yang relatif asam akan bergerak cepat ke
FCT adalah alat yang dapat meng-
anoda dan antibodi ke katoda dengan mem-
hitung serta membedakan sel satu dari
pertahankan kadar aslinya (Gambar 21.14).
yang lain. Sel dilabel dengan 2-3 bahan
14. Pemeriksaan kuantitas sel B fluoresen yang berbeda sehingga kadar
Sel yang berperan pada respons imun bahan pada permukaan (sesuai dengan
humoral dapat diperiksa atas dasar adanya jumlah sel limfosit dan granulosit) secara
reseptor pada permukaan sel B untuk simultan dapat diukur/dihitung. Sel di-
komponen Fe dari molekul imunoglo- periksa dalam larutan yang bergerak me-
bulin dan untuk komplemen C3. Sel darah lewati sinar dan dihitung berdasarkan
merah biri-biri yang dilapisi dengan sedikit banyaknya sinar yang dihambat atau
antibodi anti-sel darah merah biri-biri dipancarkan kembali. Setelah antibodi
dan komplemen (dalamjumlah non-litik) dilabel, sel-sel bergerak melalui sinar laser.
dicampur dengan leukosit darah perifer. Fotodeteksi mengukur jumlah fluoresen

(
\
Arah pergerakan Arah pergerakan
Antigen
Serum penderita antibodi antigen
positif

Garis presipitasi
kompleks imun spesifik
(
Serum penderita Antigen
neqatif

Gambar 21.14 Countercurrent lmmunoelectrophoresis

668
Bab 2 I. Pemeriksaan Penunjang lmunologi

yang dapat dilihat pada histogram yang populasi sel untuk studi yang lebih men-
rnenunjukkan proporsi sel nonfluoresen detail (Tabel 21.5).
dan fluoresen, sehingga limfosit, mono- Pemeriksaan kuantitatif sel B dan T
sit, granulosit dapat dibedakan. FCT dapat adalah esensial pada defisiensi imun dan
juga digunakan untuk menemukan ber- penyakit limfoproliferatiftertentu. Jumlah
bagai molekul intrasel seperti sitokin yang sel CD4+ dalam sirkulasi merupakan faktor
diproduksi sel dan fungsi neutrofil (fago- prognosis penting pada infeksi HIV, se-
sitosis) dengan menganalisa neutrofil yang bagai petanda untuk menilai progres
rnengandung bakteri berlabel (Gambar penyakit dan respons terhadap terapi
21.15). anti-HIV Antibodi monoklonal digunakan
Kuantitas sel B dan sel T serta untuk identifikasi sel B dan T perifer.
subsetnya perlu diketahui pada penderita Antisera mengenal antigen CD yang
defisiensi imun dan penyakit limfoproli- khas, tetapi tidak unik oleh sel dari garis
feratif, terutama leukemia. FCT dapat tertentu dan pada fase diferensiasi ter-
dengan cepat menganalisa sejumlah besar tentu. Sel diidentifikasi dan dihitung
sel dalam suspensi, dapat memberikan dengan FCT, yang mengukur fluoresensi
sidik jari sel. FACS memisahkan sub- yang dikeluarkan sel yang dilabel.

Limfosit

Fluoresen

Laser
Detektor
fluoresen
.•
Intensitas fluoresen ~

Tetesan mikro
/o Detektor pengukur
(forward scatter)
Monosit ,•
satu tetes untuk
tiap sel
Detektor granul~~5
® ,1' ®
( 900 scatter) © Limfosit
Granulosit

Granularitas

Gambar 21.15 Flow Cytometry

669
lmuno/ogi Dasar Edisi ke-10

Tabel 21.5 Nilai normal jumlah limfosit dan subsetnya pada berbagai golongan
usia
Jumlah sel pada berbagai golongan usia (x 109 sel/I (%)
Sel
< 1 tahun 1-6 tahun 7-17 tahun > 18 tahun
Li mfos it total 2.7 - 5,4 2.9 - 5.1 2.0 - 2.7 1.6 - 2.4
CD3 1.7 - 3.6 1.8 - 3.0 1.4 - 2.0 0.7 - 2.4
CD4 1.7 - 2.8 1.0 - 1.8 0,7-1.1 0.5 - 1.6
CDS 0.8 - 1.2 0,8 - 1,5 0.6 - 0.9 0.2 - 0.7
CD 19 0.5 - 1.5 0,7 - 1.3 0.3 - 0.5 0.03 - 0.3
Sel NK 0.3 - 0.7 0,2 - 0,6 0.2 - 0.3 0.2 - 0.4

III. PEMERIKSAAN LIMFOSIT limfosit perifer manusia membentuk roset.


Antibodi monoklonal terhadap diferen-
Ada dua eara untuk: menilai limfosit, yaitu siasi sel T dan sel B dewasa ini sudah
dengan memeriksa kuantitas dan fungsi sel. banyak digunakan untuk: menilai subkelas
Berbagai uji seperti transformasi limfosit, sel T dan perbandingan antara sel T dan sel
LMI, produksi sitokin, pemeriksaan sito- B seperti pada penderita dengan AIDS.
toksisitas, uj i proliferasi dan lainnya
yang sudah disebut terlebih dahulu dapat 1. Isolasi sel
dilakukan dengan FACS.
Fieoll digunakan untuk mengisolasi limfosit
dari darah (Gambar 21.16).
A. Pemeriksaan kuantitas dan fenotipe
Neutropenia atau limfositopenia yang 2. Roset E
berat dapat diketahui dengan mudah
melalui pemeriksaan jumlah dan hitung Sel T manusia memiliki reseptor untuk
jenis leukosit. 75% - 80% limfosit dalam sel darah merah biri-biri. Bila kedua sel
sirkulasi perifer adalah sel T, oleh karena tersebut dieampur, maka akan terbentuk
itu bi la jumlah limfosit perifer ditemukan roset.
normal, kemungkinan adanya defisiensi
limfosit T tidak besar. Limfosit T dalam 3. Roset EA
darah perifer dapat diperiksa seperti yang Sel T dapat dibedakan dari sel B yang
dilakukan pada sel B, tetapi hanya meng- tidak membentuk roset pada gradien
gunakan sel darah merah biri-biri saja, Fieoll. Cara lain untuk menunjukkan roset
tanpa antibodi dan komplemen. Sel T yaitu dengan menggunakan reseptor lain
memiliki reseptor untuk sel darah merah yang ada pada permukaan sel T, misal-
biri-biri dan akan membentuk roset bila nya reseptor untuk Fe dari IgG (Fe-Fey).
kedua sel dieampur. Antara 40% dan 60% Sel-sel tersebut dapat diidentifikasi dan

670
Bab 2 I. Pemeriksaan Penunjang lmunologi

Plasma
Proses

Fico II

Ficoll

Gambar 21.16 Pemisahan limfosit dengan Fico/I isopaque

Darah didefibrinasi dengan butir-butir gelas, bekuan kemudian disingkirkan. Selanjutnya darah
diencerkan dengan medium biakan jaringan dan dimasukkan dengan hati-hati ke dalam tabung
reaksi di atas larutan Fico/I yang sudah mengisi setengah ta bung. Fico/I mempunyai berat jenis
lebih besar dibanding dengan limfosit, tetapi lebih kecil dibanding dengan sel darah merah .
Sesudah darah dengan Fico/I disentrifus, sel darah merah dan sel leukosit polimorfonuklear
akan turun membentuk endapan di dasartabung, sedang limfosit mengendap pada perbatasan
medium dan Fico/I. Selanjutnya lapisan limfosit dapat dibersihkan dari fagosit dengan jalan
menambahkan butir-butir besi, fagosit akan memakan butir besi dan kemudian diturunkan
dengan besi berani ke lapisan yang lebih bawah . Cara lain untuk memisahkan fagosit ialah
dengan menempatkan campuran limfosit-fagosit dalam sumur plastik. Fagosit kemudian akan
menempel pada dasar sumur, sedang limfosit tetap berada dalam larutan.

diisolasi, karena akan membentuk roset pada umurnnya masih dilakukan untuk
dengan sel darah merah yang sudah tujuan penelitian. Darah hams diterima
disensitasi dengan anti eritrosit (Gambar dalam EDTA beberapa jam setelah
21.17). Pemeriksaan jumlah dan fenotipe diambil untuk dikerjakan pada hari
limfosit dewasa ini dapat dilakukan yang sama. Pemeriksaan sel CD4+ serial
dengan FCT dan menggunakan panel diperlukan dalam memantau perjalanan
antibodi monoklonal terhadap CD untuk penyakit HIV.
menentukan subpopulasi limfosit dalam
darah. Dewasa ini sudah dimungkinkan B. Pemeriksaan fungsi
untuk mengukur sejumlah besar sitokin
1. Transformasi limfosit T
larut atau intraselular, molekul adhesi
permukaan atau reseptor dan messenger Fungsi neutrofil adalah esensial pada
RNA. Esai ini sudah dapat dikerjakan penderita dengan infeksi rekuren atau
dengan mudah dan tidak invasif, tetapi infeksi stafilokok berat atau infeksi jamur.

671
lmunologi Dasar Edisi ke-10

Antieritrosit --J-
Gambar 21.17 Roset populasi limfosit (E =eritrosit biri-biri)
Neutrofil dapat dipisahkan dari darah berubah menjadi sel blas dalam beberapa
dengan cara sedimentasi dan fungsinya hari. Proses ini disebut transformasi lim-
dipecah dalam beberapa seri. Fagositosis fosit (Tabel 21 .6). Tes yang banyak di-
yang terganggu dapat diperiksa dengan gunakan untuk mengukur fungsi limfosit
berbagai cara sebagai berikut: adalah tes transformasi limfosit. Darah
• Respons terhadap bahan kemotaktik yang diambil dicampur dengan heparin
(misalnya kompleks Ag-Ab) dalam dan diinkubasikan selama 3-5 hari dengan
serum segar. Kemampuan fagositosis beberapa mitogen. Pertumbuhan limfosit
dan membunuh mikroorgansime (rnisal- diperiksa dengan menginkorporasikan
nya stafilokok) atau partikel lateks,
Tabel 21.6 Fenotipe limfosit
tetesan minyak di bawah mikroskop. I
Petanda CD Populasi limfsoit
Kuman yang dibunuh dibuktikan dari I
yang sesuai
hasil biakan. CD3 Semua sel T
• Menilai fungsi enzim lisosom dilakukan CD4 SelTh
dengan reduksi zat wama (NBT). Ke- CD8 SelTc
gagalan mereduksi menunjukkan CD19 SelB
gangguan fagositosis . CD16/56 Sel NK
Bila limfosit diaktifkan oleh bahan CD25 Limfosit yang
diaktifkan
tertentu, beberapa limfosit kecil dalam
HLA-DR Sel B dan sel T yang
istirahat akan memberikan respons dengan
diaktifkan

672
Bab 2 I. Pemeriksaan Penunjang lmuno/ogi

timidin. Mitogen yang sering digunakan 2. Leucocyte Migration Inhibition Test


adalah fitohemaglutinin (PHA), phorbol Uji LMI lebih mudah dikerjakan di-
miristat asetat (PMA) dan anti-CD3. Trans- banding dengan pemeriksaan transfor-
formasi dapat juga dilakukan dengan masi sel. Limfosit akan melepas ber-
antigen spesifik yang diduga mensensitasi bagai limfokin bila dicampur dengan
penderita (mis. tuberkulin). PHA merang- antigen yang sudah mensensitasikannya.
sang sebagian besar sel T, sedang antigen Salah satu limfokin yang disebut faktor
hanya akan mensensitasi limfosit yang LMI, akan menghambat gerakan neutrofil
sudah tersensitasi terhadap antigen ter- dan derajat hambatan gerakan yang dapat
tentu. Yang akhir biasanya hanya mengenai diukur in vitro sesuai dengan produksi
sebagian kecil limfosit. Transformasi limfokin. Tes LMI menggunakan leukosit
derajat rendah menunjukkan adanya sistem perifer manusia. Pencegahan migrasi di-
imun selular yang terganggu, sedang sebabkan oleh limfokin yang diproduksi
peningkatan transformasi dengan adanya limfosit yang disensitasi antigen. Nilai tes
antigen spesifik dapat terjadi pada keadaan ini sama dengan tes transformasi.
hipersensitivitas tertentu, misalnya alergi
obat. Respons proliferatif dapat diukur 3. Pemeriksaan sitotoksisitas
dengan menginkorporasikan timidin Aktivitas sitotoksik limfosit dapat diukur
radioaktif. Bahan yang digunakan untuk dengan membiakannya bersama sel sasaran
merangsang transformasi biasanya ada 4 yang sudah dilabel misalnya 51Cr. Bila
jenis (Tabel 21 .7) limfosit membunuh sel tersebut, kromium

Tabel 21.7 Tes jalur aktivasi limfosit T


Bahan yang
digunakan Spesifitas Pajanan
Contoh Jalur aktivasi
untuk respons sebelumnya
merangsang
Antigen PPD dari TBC TcR Spesifik Ya
Mitogen asal PHA Nonspesifik Tidak
tumbuhan
Ab monoklonal Anti CD3 Kompleks TcR/ Nonspesifik Tidak
CD3
Forbol ester dan PMAdan Tranduksi Nonspesifik Tidak
ionofor kalsium ionomisin sinyal distal ke
kompleks TcR/
CD3

673
lmunologi Dasar Edisi ke-10

akan dilepas. Radioaktif yang dilepas 5. Mixed Lymphocyte Culture


dapat diukur yang sederajat dengan (Reaction)
aktivitas sitotoksisitas sel. Sitotoksisitas MLC/MLCR adalah uji proliferasi untuk
yang antibodi dan komplemen dependen mengetahui adanya sel T yang memberi-
juga dapat diukur seperti di atas. Dapat kan respons terhadap sel yang alogeneik.
pula digunakan zat wama seperti tripan Hal tersebut dilakukan untuk memberi-
blue dan ethidium bromide yang lebih kan kelengkapan informasi pada tissue
sederhana yang dilepas sel yang mati. Se! typing, yaitu untuk mengetahui apakah
hidup diukur secara kuantitatif dengan sel dari resipien akan bereaksi dengan
mikroskop. molekul HLA kelas 2 donor. Dalam hal
ini antigennya dapat berupa limfosit
4. Uji proliferasi dari donor yang sudah diiradiasi agar
Uji proliferasi dilakukan untuk menge- tidak dapat berproliferasi. Selain sebagai
tahui apakah sel T dapat memberikan antigen, limfosit di sini juga berfungsi
sebagai APC.
respons terhadap antigen (Gambar 21.18).
Sel T yang akan diperiksa dibiakkan
6. Plaque Forming Cell
dengan antigen dan kehadiran APC yang
PFC dilakukan untuk menghitung sel
singeneik. Setelah 3 hari, prekursor
B yang membentuk antibodi . Se! yang
asam nukleat yang dilabel radioaktif
akan diperiksa, dibiakkan bersama sel
(misalnya 3H timidin) ditambahkan ke
darah merah yang sudah disensitasi dengan
biakan. Bila ada sel yang berproliferasi,
antigen (misalnya hemaglutinin). Antigen
prekursor akan diambil sel dan sel dalam
spesifik yang diikat sel darah merah akan
biakan kemudian diperiksa. Jumlah bahan
merangsang sel B yang memproduksi
radioaktif yang diikat dapat diukur. lnkor- antibodi. Setelah ditambahkan kom-
porasi yang tinggi menunjukkan adanya plemen, sel darah merah akan hancur dan
sel yang bereaksi/memberikan respons meninggalkan daerah yang terang (plak)
terhadap antigen. sekitar setiap sel B.

674
Bab 2 I . Pemeriksaan Penunjang lmunologi

mitogen
3
H-timidin
----- ~-

3 hari
hi tung

Gambar 21.18 Uji Proliferasi limfosit

IV. PEMERIKSAAN FUNGSI B. Kemotaksis


NEUTROFIL DAN MONOSIT Kemotaksis diperiksa dengan meng-
ukur gerakan sel ke arah kemoatraktan
A. Rebuck skin window (endotoksin). Sel yang akan diperiksa
Akumulasi neutrofil dan monosit di tempat ditempatkan di sebelah yang satu dari
inflamasi bergantung pada daya tarik filter milipor sedang bahan kemotaktik
faktor kemotaktik dan kemampuan sel (C5a, LTB4) di sebelah yang lain.
untuk bergerak ke arah kemoatraktan. Sesudah inkubasi, filter tadi diangkat, di-
Proses tersebut disebut kemotaksis. Kedua fiksasi dan diwarnai. Jarak sel yang ber-
komponen tadi dapat diketahui dengan gerak dapat dilihat di bawah mikroskop
membuat goresan minimal pada kulit. biasa.
Cepatnya sel dikerahkan ke tempat goresan
tersebut dapat dinilai dengan mengum- C. Fagositosis
pulkan sel-sel pada gelas penutup yang Fagositosis yang terganggu dapat di-
diletakkan di atas tempat goresan. Waktu periksa dengan berbagai cara sebagai
tertentu dan jenis sel yang ditemukan berikut: respons terhadap bahan kemo-
memberikan petunjuk mengenai respons taktik (misalnya kompleks Ag-Ab) dalam
inflamasi. serum segar. Fagositosis diperiksa dengan

675
lmunologi Dasar Edisi ke-10

menginkubasikan fagosit dengan butir bunuh organisme yang ditumbuhkan


inert seperti lateks atau bakteri (misal- secara standar di laboratorium
nya stafilokok). Bahan yang dimakan NBT/ respiratory oxidative burst: tes
fagosit dapat dilihat di bawah mikroskop NBT mulanya digunakan untuk me-
dan kuman yang dibunuh dibuktikan meriksa penyakit granulomatosa kronis;
dengan basil biakan. Fungsi enzim lisosom pemeriksaan tersebut dewasa ini lebih
dapat dinilai dengan reduksi zat wama banyak diganti dengan flo w cytometry.
(NBT). Kegagalan mereduksi zat yang
• Molekul adhesi (CD15 , CD18): tidak
menunjukkan gangguan fagositosis di-
ditemukan pada defisiensi tipe 1
temukan pada penyakit granulomatus
dan 2.
kronik.

D. Pemeriksaan lain Tes neutrofil adalah esensial pada


penderita dengan infeksi rekuren berat
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan
oleh stafilokok atau jamur. Neutrofil dapat
ialah uji aktivitas enzim intraselular dan
dipisahkan dari darah dengan meng-
uji NBT, kemiluminesen dan esai protein.
gunakan cara sedimentasi dan sifat-sifat
fungsinya dipecah ke dalam berbagai seri
E. Pemeriksaan fungsi neutrofil dan tahap penting dan sifat fungsinya dapat
monosit dalam berbagai tahap dipecah menj adi beberapa tahap kunci
(Gambar 21.19).
Pemeriksaan defek neutrofil dikerjakan
Protein permukaan berperan dalam
bila ada riwayat infeksi kulit rekuren,
adhesi dengan endotel vaskular (famili
gingivitis kronis dan infeksi bakteri atau
~2-integrin/CD18). Petanda tersebut me-
jamur yang rekuren dan dalam. Jumlah
rupakan petanda aktivasi sel yang dapat
absolut neutrofil dalam darah tepi bisa
diukur. Kemotaksis atau gerakan sel ke
diketahui dengan mudah dari jumlah dan
arah atraktan (biasanya peptida f-Met-
hitung jenis sel darah putih . Bila jumlah
Leu-Phe) dapat diukur. Kemampuan serum
neutrofil normal, dilakukan pemeriksaan
penderita untuk memproduksi faktor
sebagai berikut:
kemotaktik dapat diperiksa dengan meng-
Hitung jumlah neutrofil secara serial inkubasikan serum segar dengan endo-
setiap 3 hari selama satu bulan untuk toksin. Fagositosis dapat diperiksa dengan
menyingkirkan neutropenia siklis menginkubasikan fagosit dengan partikel
• Kemotaksis mungkin defektif pada inert seperti lateks, jamur atau bakteri.
hiper-IgE dan sindrom infeksi rekuren Partikel intraselular dapat diperiksa dengan
• Fagositsosis dan killing biasanya di- mikroskop. Aktivitas enzim intraselular
nilai bersamaan asupan dengan mem- (respiratory burst) dapat pula diukur

676
Bab 2 I . Pemeriksaan Penunjang lmunologi

( Fungsi Pemeriksaan 1 Catatan

Adhesi Ekspresi CD11b/CD18 Terganggu pada


defisiensi adhesi leukosit

Migrasi

Kemotaksis Kemotaksis: - Defek derajat 1 jarang


ikut - metode "leading fronf' - Defek derajat 2 terlihat pada
• - dibawah agarose infeksi, Iuka bakar dan trauma
- menyelinap

Fagositosis Opsonisasi dan fagositosis Bermanfaat untuk mendeteksi


Kandida albikans atau defek serum pada opsonisasi
.. -melekuk
Sakaromises serevise

Respiratory burst - Tes NBT - Defek derajat 1 : CGD


- Kemiluninesen - Defek derajat 2 terlihat pada
- Reduksi dehidrorodamin infeksi , Iuka bakar, trauma dan
(dengan flow cytometry) malnutrisi
- Esai pemusnahan bakteri

Gambar 21.19 Pemeriksaaan berbagai tahap fungsi neutrofil

dengan bakteri yang dibunuh. Leukosit dan kadang-kadang antigen. Baik pada
diinkubasikan dengan organisme hidup jaringan yang rusak maupun yang sehat,
seperti S. aureus. Setelah diinkubasikan, dapat terjadi endapan kompleks irnun
sel dicuci dan disentrifus untuk menying- yang mengandung ketiga unsur tersebut.
kirkan organisme ekstraselular. Bakteri Jaringan biopsi untuk pemeriksaan imuno-
yang dimakan, tetapi tidak dibunuh se- fiuoresen tidak boleh difiksasi, tetapi
lanjutnya dibiakkan dengan melisiskan jaringan tersebut harus secepatnya di-
sel dengan air destilata untuk melepaskan kirirn ke laboratorium untuk dibuat sediaan
bakteri ke nutrinen agar. Bila fagositosis beku. Sebelum diwamai, sediaan harus di-
normal, jumlah kuman hidup akan me- cuci dengan larutan garam untuk mengu-
refieksikan kebalikan derajat kemampuan rangi fiuoresensi yang timbul dari jaring-
membunuh intraselular. an itu sendiri (fiuoresensi intrinsik). Teknik
tersebut sering digunakan pada pemeriksaan
jaringan kulit, ginjal dan sumsum tulang.
V. PEMERIKSAAN BIOPSI
JARINGAN A. Biopsi kulit
Jaringan biopsi dapat digunakan untuk Biopsi kulit diindikasikan pada pemerik-
pemeriksaan imunoglobulin, komplemen saan penyakit kulit dengan lepuh (pem-

677
lmunologi Dasar Edisi ke-10

figoid/pemfigus ), dermatitis herpetiformis, namun penemuan tersebut tidak spesifik


LES dan vaskulitis. Dianjurkan untuk di- untuk tiap bentuk vaskulitis.
lakukan biopsi perilesi oleh karena lesi
yang ditimbulkan oleh irrftamasi dapat B. Biopsi ginjal
mengubah gambaran imunofluoresen. Diag-
nosis vaskulitis ditunjang oleh ditemukan- Pemeriksaan biopsi ginjal berguna untuk
nya imunoglobulin dan komponen kom- identifikasi endapan imunoglobulin dan
plemen di dinding pembuluh darah dermal, komplemen di glomerulus (Tabel 21.8).

Tabel 21 .8 Penemuan imunofluoresen pada biopsi ginjal


Penya kit Penemuan
Anti-membran glomerulus (penyakit Linear: endapan lgG, C3 dan fibrin sepanjang
Goodpasteure) membran basal glomerulus
Sindrom Henoch Schonlein Mesangial : lgA, lgG , C3, fib rin
Nefropati lgA Mesangial : lgA, lgG , C3 dan fi brin
Glomerulonefritis membran Granular: lgG , lgA, lgM , C3q, C3 dan C4
Glomerulonefritis Variabel; lgM , C3, C4
mesangioproliferati f
Glomerulonefritis mesangiokapilar Granular: C3 .±. lmunoglobulin
Glomerulonefriti s mesangiokapilar Mesangial dan membran basal: C3
(Tipe II )/ penyakit endapan padat
Glomerulonefritis progresif cepat Granular: lgG , lgM , C3 dan fi brin
Skleroderma Variabel : lgG , C3, fibri n
LES Granular: lgG , lgA, lgM, C1q , C3, C4

VI. TISSUE TYPING dan resipien untuk typing dengan sel B


(mengekspresikan HLA-I dan HLA-II)
Ada beberapa cara untuk menentukan disatukan dengan antibodi sitotoksik.
derajat parity atau disparity antara antigen Antibodi yang diikat HLA akan meng-
pada transplantasi. Salah satu cara ialah aktifkan komplemen yang dapat meng-
menggunakan berbagai antisera sitotoksik hancurkan sel B secara direk. Hal tersebut
(biasanya mAb) terhadap HLA seseorang. dapat diskor secara mikroskopis. Dengan
HLA ditemukan pada semua sel jaringan menggunakan panel antibodi, HLA typing
tubuh, tetapi kadar antigen HLAyang ter- dapat dilakukan hampir terhadap semua
tinggi ditemukan pada limfosit perifer. alele. Alele adalah salah satu bentuk gen
Pada sistem HLA tidak ditemukan ada- yang ada pada lokus kromosom tertentu.
nya antibodi HLA alamiah seperti halnya Banyak laboratorium yang meng-
pada sistem ABO darah. Darah donor gunakan teknik reaksi amplifikasi PCR

678
Bab 2 I . Pemeriksaan Penunjang lmunologi

untuk HLA typing. Teknik ini menentu- Kom plernen


kan urutan nukleotide gen HLA. Teknik
ini juga digunakan untuk menentukan
polimorfisme dalam HLA-D yang berhu-
bungan dengan kerentanan terhadap pe-
nyakit tertentu. Cara pemeriksaan yang
sering dilakukan ialah cara serologik dan
teknik MLC. Oleh karena molekul MHC
terdapat pada permukaan sel, maka anti-
gen tersebut akan dikenal oleh sel-sel Anti HLA-88

dari orang-orang yang secara alogeneik


Trypan blue
berbeda. Dewasa ini telah dapat dibuat
antisera terhadap antigen tersebut. Typing
dikerjakan dengan menambahkan antisera
dengan spesifisitas tertentu, misalnya anti Gambar 21 .20 Tissue typing : serologik
HLA-B8 kepada sel yang akan ditentukan
(biasanya limfosit). Penambahan kom- tidak merupakan hal yang banyak meng-
plemen akan membunuh sel yang dapat untungkan oleh karena ekspresi HLAyang
diperlihatkan dengan tripan blue. Zat lemah dari sel hati.
wama tersebut hanya akan diabsorpsi oleh MLC/MLR adalah teknik untuk typing
sel yang mati saja (Gambar 21.20). sel dengan membiakkan limfosit dari dua
Typing dapat juga dilakukan dengan orang atau lebih secara bersamaan. Hanya
MLR yang terutama mengidentifikasi sel-sel yang berbeda dalam spesifisitas
antigen HLA-D. Dalam hal ini biasanya MHC yang akan dirangsang untuk mem-
typing cell berupa cell-line yang mengan- belah diri. Cara ini dapat dilakukan dengan
dung HLA-D homozygous yang sudah di- menggunakan sel-sel yang dapat saling
berikan obat untuk mencegah proliferasi, merangsang (two ways MLC) atau hanya
kemudian dicampur dengan darah/limfosit dengan menggunakan satu pihak sel
resipien yang potensial dan dibiakkan yang merangsang yang lainnya (one way
untuk 3-5 hari . Bila resipien tidak me- MLC). Dalam hal yang terakhir, hanya
ngandung HLA typing cell, akan berpro- sel yang dirangsang saja yang akan ber-
liferasi sebagai respons terhadap HLA proliferasi (Gambar 21.21).
asing, oleh karena akan dieliminasi oleh Dalam MLR, leukosit dari donor
seleksi negatif dalam tirnus. Dengan meng- dan resipien dibiakkan bersama untuk
gunakan panel typing cell, dapat ditentukan beberapa hari. Leukosit donor mengandung
tipe HLA donor dan resipien. Matching sel T yang dapat dirangsang untuk ber-
HLA untuk transplantasi hati, nampaknya proliferasi atas pengaruh antigen resipien.

679
lmunologi Dasar Edisi ke-10

tes serologi hanya memerlukan beberapa


Sel Dw3 .7 Sel Dw4 .7
jam. Jadi penggunaan MLR atau tes
serologi ditentukan oleh waktu yang ter-
sedia untuk mencangkokkan a lat sesudah
diangkat dari donor. Pada transplantasi
alat asal donor hidup, hasil MLR dapat
ditunggu dan hal ini tidak dapat dilaku-
kan pada donor mati .
Pada contoh gambar, sel Dw 3.7 yang
Transforma si dan Tidak ada reaksi
diuji bereaksi terhadap sel stimulator
proliferasi (cell typing) Dw 4.4, tetapi sel Dw 4.7
memiliki haplotipe yang sama dengan sel
Gambar 21.21 Tissue typing: MLC . stimulator tidak menunjukkan respons
Hal ini juga berlaku untuk leukosit
resipien yang akan berproliferasi dengan VII. IMMUNOBLOTTING
adanya aloantigen dari sel donor. Proli- Immunoblotting digunakan untuk meme-
ferasi tersebut diukur dengan bahan radio- riksa molekul dalam campuran biokimiawi
aktif seperti 3H-Timidin. Makin besar yang kompleks. Analisa Western blot di-
derajat proliferasi, makin banyak bahan gunakan untuk menentukan kuantitas
radioaktif yang diikat. Bahan radioaktif relatif dan berat molekul protein dalam
yang diikat oleh DNA dapat diukur dan campuran protein atau molekul lain.
jumlah tersebut sebanding dengan derajat
Campuran pertama kali dipisahkan secara
respons proliferasinya.
analitikal, biasanya dengan SDS-PAGE,
Uji serologi menentukan antigen
agar posisi akhir berbagai protein dalam
spesifik dari MHC donor dan resipien.
gel merupakan fungsi dari besar molekul-
MLR mengukur seluruh kecocokan dan
nya, ditransfer ke matriks lain dan molekul
tidak kecocokan antara sel donor dan
resipien, suatu parameter yang sangat yang diinginkan ditemukan dengan cara
penting pada transplantasi . Makin kuat ELISA atau RIA. Esai ini sering diguna-
MLR (proliferasi makin besar), makin kan untuk menentukan adanya antibodi
tinggi tingkat ketidakcocokan antara terhadap bahan infeksi (HIV) dalam serum
donor dan resipien. Sebaliknya MLR penderita. Immunoblotting dapat juga di-
yang tidak menimbulkan proliferasi me- gunakan untuk menganalisa susunan DNA
nunjukkan kecocokan lengkap atau ada- pada gen tertentu . DNA yang sudah di-
nya histokompatibilitas antara donor dan isolasi, diekstraksi, dijadikan fragmen-
resipien. Histokompatibilitas ditemukan fragmen kecil dengan bantuan enzim.
pada MLR antara sel-sel kembar identik. Enzim yang berbeda menghasilkan fragmen
MLR adalah prosedur yang lama DNA yang berbeda. Untuk tujuan analisa,
dan memerlukan beberapa hari, sedang digunakan enzim tertentu.

680
Bab 2 I. Pemeriksaan Penunjang lmunologi

Butir-butir penting

0 Interaksi antara antibodi dan antigen membentuk presipitat Ag-Ab. Elektro-


merupakan dasar dari banyak esa1 foresis dapat dikombinasi dengan
diagnostik kualitatif dan kuantitatif presipitasi dalam gel dengan teknik
0 Dalam sistem biakan sel in vitro, imunoelektroforesis
populasi limfosit dapat dipelajari 0 Interaksi antara partikel antigen dan
secara cermat. Sistem biakan dapat aglutinin (antibodi yang menimbulkan
berupa biakan primer limfoid, cell aglutinasi) menimbulkan endapan
line klon limfosit dan sel limfoid yang dapat dilihat dengan mata yang
hibrid. Tidak seperti biakan primer, merupakan dasar dari imuno-esai
cell line merupakan biakan yang yang sederhana, cepat dan sensitif
imortal dan homogen 0 Mikroskopi fluoresen menggunakan
0 Teknik biokimiawi dapat merupakan antibodi berlabel dengan molekul
alat untuk melabel protein sistem fluoresen dapat digunakan untuk mem-
imun yang penting. Melabel dengan perlihatkan antigen pada atau dalam
antibodi seperti biotin dan avidin sel
dapat menentukan dengan tepat 0 ELISA tergantung dari reaksi substrat
ambang respons antibodi. Elektro- enzim yang menimbulkan hasil reaksi
foresis gel merupakan alat yang berwama. ELISA yang menggunakan
mudah untuk memisahkan dan me- kerniluminesen sebagai pengganti reaksi
nentukan berat molekul protein kromogenik merupakan imuno-esai
0 Kemampuan untuk mengidentifikasi, paling sensitif yang ada
mengklon dan menentukan urutan 0 Western Blotting, campuran protein
gen sistem imun dengan mengguna- dipisahkan oleh elektroforesis; ke-
kan teknik rekombinan DNA, merupa- mudian protein band secara elektro-
kan kemajuan besar dalam studi foretik di transfer ke nitroselulose dan
aspek respons imun. diidentifikasi dengan antibodi ber-
0 Interaksi antigen-antibodi tergantung label atau antigen berlabel
dari 4 jenis interaksi nonkovalen: ikatan 0 Flow cytometry merupakan teknologi
hidrogen, ikatan ion, interaksi hidro- yang sangat kuat untuk analisis kuan-
fobik dan interaksi van der Waals titatif dan memilih populasi sel ber-
0 Interaksi antara antigen larut dan label dengan satu atau lebih antibodi
antibodi yang dapat memacu presi- fluoresen.
pitasi dalam medium cair atau gel

681

Anda mungkin juga menyukai