Imunologi Dasar FKUI Edisi 10
Imunologi Dasar FKUI Edisi 10
IMUNOLOGI I
engetahuan yang telah kita peroleh yang disebut variolasi. Selanjutnya cara
2
Bab I. Sejarah lmunologi
3
lmvno!ogi Dosor Edisi ke-10
menjadi ilmu utama. Transplantasi sumsum spesies ditemukan bursa dependen dan
tulang menjadi terapi efektif untuk Severe imunitas selular adalah timus dependen.
Combined Immunodeficiency dan penyakit Pada tahun 1959, James Gowans,
seJems. membuktikan bahwa limfosit sebetulnya
Tahun 1960 ditandai dengan Renais- disirkulasikan ulang. Pada tahun 1966,
sance imunologi selular dan sejak itu imu- Tzvee Nicholas Harris dan kawan-kawan
nologi memasuki era modem. Sekarang menunjukkan dengan jelas bahwa lim-
sudah dikenal berbagai cabang ilmu imu- fosit dapat membentuk antibodi.
nologi antara lain imunologi molekular Pada tahun 1966 dan 1967 Claman
(imunokimia, imunobiologi, imunogenetik), dkk, David dkk, serta Mitchison dkk
imunopatologi, imunologi tumor, imuno- menunjukkan bahwa sel T dan B bekerja
logi transplantasi, imunologi perbandingan, sama satu dengan lainnya dalam respons
imunotoksikologi, imunofarmakologi dan imun.
lainnya. Jelaslah bahwa imunologi hanya Berbagai fenomena seperti pengalihan
merupakan akhir dari awal dan menun- pembentukan satu antibodi ke jenis lain-
jukkan prospek yang cerah untuk masa nya tergantung pada sinyal dari sel T yang
mendatang. mengaktifkan sel B untuk mengubah lgM
Pada tahun 1948, Astrid Elsa Fagraeus ke lgG atau lgA. Sel B yang dirangsang
menemukan peran sel plasma dalam pem- oleh antigen tanpa sinyal sel T akan terns
bentukan antibodi. Teknik imunofluore- membentuk lgM. Antigen tersebut disebut
sensi yang dikembangkan Albert Coons timus independen, sedang yang lainnya
merupakan hal yang berharga untuk identi- memerlukan sel T sebagai antigen timus
fikasi antigen dalam jaringan dan sintesis dependen.
antibodi dalam sel individual. Mitchison dan kawan-kawan meng-
Dalam usaha mengimunisasi ayam gambarkan subset sel T yang menunjuk-
yang Bursa Fabricius-nya diangkat, Bruce kan aktivitas helper yaitu sel T helper.
Glick dkk tidak menemukan produksi Gershon dan Condo menggambarkan sel T
antibodi. Hal itu merupakan bukti pertama supresor.
bahwa pembentukan antibodi tergantung Baruj Benacerraf dan kawan-kawan
dari Bursa Fabricius. Robert A. Good segera menunjukkan peran produk gen histo-
mengenal arti penemuan tersebut dalarn kompatibilitas mayor dalam spesifisitas
terjadinya defisiensi imun pada anak. dan regulasi respons imun yang sel T
Minneapolis dan Miller membuktikan dependen.
peran timus dalam respons imun dan ber- Jeme menggambarkan teori jaring
bagai ahli mulai meneliti ekuivalen bursa imunitas bahwa antibodi dibentuk terhadap
pada manusia dan hewan lain. Pemben- spesifisitas idiopatik dari molekul anti-
tukan antibodi oleh sistem imun dari banyak bodi yang diikuti pembentukan antibodi
4
Bab I. Sejarah lmunologi
antiidiotipik yang menjelaskan proses tam- - Merrill Chase (Amerika 1905- ) me-
bahan imunoregulatori yang berarti dalam neliti hipersensitivitas antara lain hiper-
fungsi sistem imun. Postulat tersebut sensitivitas lambat dan dermatitis kontak
dibuktikan benar oleh berbagai penelitian - Philip Levine (Rusia-Amerika 1900-
Tonegawa dan kawan-kawan serta 1987) pionir dalam penelitian antigen
Leder dan kawan-kawan mengidentifikasi golongan darah, sistem MNP, transfusi
dan mengklon gen yang menyandi variabel dan transplantasi
dan diversitas konstan pada tempat antibodi - Jules Freund (Hongaria 1890- 1960)
diikat. meneliti pembentukan antibodi, ense-
Pada tahun 1975, George Kohler dan falomielitis alergik dan mengembang-
Cesar Milstein berhasil memproduksi kan ajuvan Freund
antibodi monoklonal dengan hibridisasi - Hans Zinsser (Amerika 1878-1940 me-
sel mutan mieloma dengan sel B yang nunjukkan perbedaan antara tuberkulin
memproduksi antibodi (teknik hibridoma). dan hipersensitivitas anafilaktik
Antibodi monoklonal merupakan produk - Max Theiler (Afrika Selatan 1899-
homogen yang banyak digunakan dalam 1972) mengembangkan vaksin terhadap
diagnosis di laboratorium. yellow f ever
Berikut adalah beberapa tokoh lain- - Gregory Shwartzman (1896-1965, Rusia-
nya yang memiliki peranan cukup penting Amerika) menggambarkan reaksi lokal
dalam perkembangan imunologi: dan sistemik setelah pemberian suntikan
- Michael Heidelberger (Amerikal 888- endotoksin bakteri
1991) adalah pendiri imunokemistri - Robin Coombs ( 1921- , Inggris) me-
- Arne W Tiselius (Swedia 1902- 1971) ngembangkan tes Coombs
mengembangkan teknik elektroforesis - Albert Hewett Coons (1912- 1978,
- Elvin Abraham Kabat (Amerika 1914- Amerika) mengembangkan teknik fluo-
2000) memisahkan imunoglobulin resensi antibodi
dengan elektroforesis - Pierre Grabar (1898- 1986, Ukraina)
- Henry Hallen Dale (lnggris 1875- mengembangkan imunoelektroforesis
1968) menemukan histamin dan dan fungsi pembawa antibodi
mengembangkan tes Shultz-Dale untuk - Milan Hasek (1925- 1985, Cekoslo-
anafilaksis wakia) meneliti peran toleransi imun
- William Dameshek (Rusia Amerika dan biologi transplantasi
1900-1969) menjelaskan anemia hemo- - Gustav Joseph Victor Nossal (1931-,
litik autoimun Australia) meneliti fungsi dan pem-
- Orjan Thomas Gunnersson Ouchterlony bentukan antibodi
(Swedia 1914- ) mengembangkan - Ernest Witchsky (1901-1969, Jerman-
teknik difusi ganda Amerika) meneliti transfusi
5
lmvnologi Dosor £disi ke-10
- Noel Richard Rose (1927-, Amerika) pionir dalam penelitian sistem HLA
meneliti tiroiditis autoimun dan imunogenetik dari histokompati-
- Peter Alfred Gorere (1897- 1961 , bilitas
Inggris) menemukan genetik trans- - Baruj Benacerraf (1920- , Amerika)
plantasi dan antigen H yang berhu- meneliti efek hipersensitivitas lambat,
bungan dengan penolakan tumor subset limfosit, MHC dan imunoge-
- Peter Brian Medawar (1915- 1987, netik Ir
Inggris) menemukan arti seminal dalam - Henry George Kunkel (1916-1983, Ame-
transplantasi rika) meneliti imunoglobulin, protein
mieloma dan Fragmen sebagai auto-
- Ray David Owen (1915- , Amerika)
antibodi (Fab)
meneliti konsep toleransi imun
- Astrid Elsa Fragraeus-Wallhom ( 1913-,
- Frank James Dixon (1920-, Amerika)
Swedia) menjelaskan bahwa imuno-
meneliti peran kompleks imun dalam
globulin disintesis dalam sel plasma
terjadinya penyakit
dan diekspresikan pada membran sel
- Niels Kay Jeme (1911-1994, Inggris) - Rosalyn Sussman Yalow (1921- ,
memberikan kontribusi dalam teori Amerika) menyempumakan teknik
selektif pembentukan antibodi, inter- radioimmunoassay, menemukan peran
aksi antara antibodi dan limfosit. antibodi dalam diabetes yang insulin
- David Wilson Talmage (1919 - , resisten
Amerika) mengembangkan teori selektif - JFSP Miller (1931 - ) membuktikan
dalam pembentukan antibodi peran timus pada imunitas
- Joshua Lederberg (1925- , Amerika) - Robert Alan Good (1922- 2003,
meneliti rekombinan genetik Amerika) meneliti ontogeni dan filogeni
- Jan Gosta Waldenstrom (1906-1996, respons imun yang terfokus pada peran
Swedia) menggambarkan makroglobu- timus dan Bursa Fabricius dan peran
linemia timus dalam edukasi lirnfosit
- Daniel Bovet (1907- 1992, Perancis) - James Gowans (1924- , Inggris) mem-
meneliti peran histamin pada alergi dan buktikan resirkulasi limfosit melalui
pengembangan antihistamin duktus torasikus dan fungsi limfosit
- Frank MacFarlane Burnet (1899-1985, - Rodney Robert Porter (1917- 1985,
Australia) menemukan toleransi imun Inggris) meneliti antibodi dan struktur,
didapat fragmen Fab dan Fe
- George Davis Snel (1903-1996, - Gerald Maurice Edelman (1929- ,
Amerika) meneliti struktur permukaan Amerika) menemukan antibodi yang
sel yang ditentukan secara genetik terdiri atas rantai ringan dan berat
- Jean Baptiste Gabriel ( 1916- , Perancis) - Richard K Greshan (1932- 1983) me-
6
Bab I. Sejarah lmuno/ogi
neliti peran Ts, digambarkan sebagai sub- Bidang imunologi sampai dengan saat
populasi limfosit yang menekan produksi ini terns berkembang dan penelitian di
antibodi oleh sel B clan menurunkan berbagai bidang masih terns dilakukan.
kemampuan sel T dalam respons imun (Lihat Apendiks G Perjalanan Imunologi
Dari Waktu ke Waktu)
- Kimishige Ishizaka (1925-, Amerika)
Selanjutnya akan dibahas mengenai
dan Terako Ishizaka menemukan lgE
spektrum imunologi klinis. Perkembangan
dan menjelaskan fungsinya
imunologi klinis pada mulanya hanya
- Georges JF Kohler (1946-1995, diminati dan dikembangkan oleh sedikit
Jerman) memproduksi antibodi mono- kelompok ahli dari beberapa bidang ke-
klonal melalui hibridisasi sel mieloma dokteran seperti ahli dalam bedah trans-
mutan dengan sel B (teknik hibridoma) plantasi dan praktek vaksinologi. Imuno-
- Cesar Milstein (1927-2002, Argen- logi klinis selanjutnya berkembang yang
tina) memproduksi antibodi monoklonal berhubungan dengan mikrobiologi sebagai
dengan hibridisasi sel mieloma mutan sisa dari era vaksin bakteri atau infeksi
dan sel B (teknik hibridoma) yang dapat menginduksi komplikasi imun
- Susumu Tonegawa (1939- , Jepang) seperti demam reumatik. Kemajuan pesat
meneliti gen imunoglobulin dan diver- dalam biologi selular dan genetika pada
sitas antibodi empat dekade yang akhir, telah memberi-
kan bayak informasi mengenai jenis sel
- E. Donnall Thomas dan Joseph E.
imun, reseptor, ligan, struktur subselular
Murray mengurangi penolakan organ
dan DNA. Model hewan telah pula banyak
oleh sistem imun tubuh. Merupakan
digunakan dan diutamakan mengingat
orang pertama yang berhasil melaku-
mudahnya untuk mengimplementasikan
kan transplantasi organ, dengan ginjal
eksperimen mengenai penyakit imun
dari kembar identik di Boston Amerika.
manusia misalnya pada tikus.
Dua tahun kemudian berhasil melalu-
Imunologi klinis selanjutnya banyak
kan transplantasi sumsum tulang
diminati berbagai ahli bidang medis lain-
- Rolf Zinkemagel ( 1944- ) dan Peter nya seperti penyakit dalam, kesehatan
Daherty (1940-) meneliti bagaimana sel anak dan beberapa bagian lainnya.
T melindungi tikus terhadap infeksi Masing-masing hanya mempelajari bagian
LCMV, menemukan bahwa sel CTL tertentu dari bidang imunologi yang
tikus terinfeksi virus hanya membunuh berhubungan dengan bidangnya sendiri-
sel sasaran terinfeksi yang mengeks- sendiri. Adanya kepentingan dan upaya
presikan MHC-1. Hal itu menunjuk- yang berbeda-beda, termasuk kurangnya
kan bahwa sel T tidak mengenal virus inisiatif untuk melakukan pendidikan
secara langsung, tetapi hanya mengenal imunologi, telah menimbulkan hambatan
dalam hubungannya dengan MHC. dalam pengakuan pendidikan yang diper-
7
/muno/ogi Dosor Edisi ke-10
8
IMUNOLOGI:
EVOLUSIDAN
KOMPARATIF
Daftar isi
1. Siklostoma
I. TAKSONOMI DAN HUBUNGAN
2. Tkan bertulang rawan
FILOGENETIK
3. lkan bertulang (teleost)
II. EVOLUSI IMUNOLOGI B. Reptil
C. Burung dan ayam
III. IMUNOLOGI TUMBUHAN
D . Mamalia
A. Fitoimunitas
I. Kelinci
B. Fitohemaglutinin
2. Anjing
IV. IMUNOLOGI INVERTEBRATA 3. Kucing
A. Analisa imunitas nonspesifik pada
4. Kuda
invertebrata
5. Babi
B. Prokariosit - bakteri
C. Spons 6. Kambing/domba
D. Cacing 7. Primata selain manusia
E. Serangga
VI. SIMPULAN EVOLUSI SISTEM IMUN
~ IMUNOLOGIVERTEBRATA
A. lkan Butir-butir penting
9
lmt1no!ogi Dosor Edisi ke-10
10
Bab 2. lmunologi: Evolusi don Komparatif
11
/mvno!ogi Dosor Edisi ke-10
Mamalia dengan
Dinosaurus
plasenta
Bu rung Marsupial
(tupai ,
kangguru)
Euriapsida Arkosaura
(ular, kadal) (buaya) Anuran
(katak)
Urodeles
(kadal air,
salamander)
( AMFIBI)
Osteoikties
(ikan bertulang)
Kondroikties
(hiu)
Siklostoma Artropoda
(lamprey, (serangga , kepiting ,laba-laba)
hagfish)
Anelida
Protokordata (cacing beruas)
(cu mi)
Hemikordata
Platihelmintes
(cacing pipih)
( DEUTEROSTOMA)
Kolenterata
(terumbu karang ,
ubur-ubur)
Protozoa
Gambar 2.1 Filogeni invertebrata dan vertebrata yang disederhanakan
12
Bab 2. lmunologi: Evo/usi dan Komparatif
13
/munologi Dosor Edis/ ke-10
Timus KGB
'· f''- I
~ ... th' Plak
. Ginjal GALT GALT '---. GALT ·, \:> : Peyer
T1mus ,
~~
Lim pa
Sstl
Lim pa
Lamprey Trout Katak Ayam Tikus
GALT
I Sumsum tulang
I KG6_
I Sentrum germinal 1
Teleostei Anura Aves Mamalia
Reptil
Amfibi
Osteoiktes
Agnata Gnatostomata
Vertebrata
14
Bab 2. lmunologi: Evolusi don Komparatif
15
/muno/ogi Oosor Edis/ ke-10
respons imun terjadi tanpa intervensi sel T mengunakan sel B dan T yang tergantung
dan B yang dogmatik. dari penyusunan ulang gen yang pada
invertebrata belum dapat dibuktikan.
A. Analisa imunitas nonspesifik pada Invertebrata memiliki berbagai
invertebrata mekanisme untuk mengenal dan mem-
berikan respons terhadap bahan nonself
Ada sejumlah alasan untuk menganalisa
meskipun tidak memiliki sistem imun
imunitas nonspesifik pada invertebrata.
limfoid, baik komponen selular maupun
1. Lebih banyak hal yang dapat di-
humoral. Respons imun internal inter-
pelajari dari invertebrata mengenai
vertebrata terdiri atas fagositosis, enkap-
ekspansi, evolusi imunitas yang telah
sulasi dan pembentukan nodul.
melindungi jutaan metazoa.
Pengenalan molekul pada berbagai
2. Oleh karena produk humoral asal
spesies berbeda. Beberapa faktor yang
organisme tersebut biasanya merupa-
berperan antara lain ~2-mikroglobulin,
kan bahan antibakterial poten, me-
CRP, peptida antibakterial, proteinase
kanisme imunitas alamiah, akan
serin, inhibitor proteinase, lektin tipe
lebih banyak dipahami, tidak hanya
C, komplemen, protein yang mengikat
pada invertebrata, tetapi juga yang
glikan dan beberapa peptida antibakterial.
menguntungkan sebagai sumber
Juga ditemukan bahan serupa sitokin
makanan dan obat. Hal itu sangat
yang ekuivalen dengan IL-1 dan IL-6
menguntungkan dan dapat merupa-
dan reseptor pada sel fagositik. Peptida
kan hal yang juga diperlukan dalam
opioid, alkaloid opioid dan neuropeptida
keseimbangan ekologi. Jadi sistem
lainnya dapat memodulasi kemotaksis
imun adalah esensial dalam arti
dan adhesi sel. Juga diproduksi sejumlah
global.
famili imunoglobulin seperti molekul
Salah satu analisa dini sistem imun adhesi dan reseptor untuk tirosin kinase.
invertebrata diperoleh dari imunitas Dalam famili imunoglobulin, hanya
transplantasi pada cacing tanah. Meng- humulin yang produksinya diinduksi
ingat invertebrata telah hidup berjuta- bakteri. Molekul efektor, peptida anti-
juta tahun, diduga bahwa sistem imun bakterial dibagi dalam beberapa famili
berfungsi sebagai strategi untuk hidup seperti lisozim, kreropin, kapesin atau
efektif, alamiah, nonadaptif, nonspesifik, defensin serangga dan peptida anti-
nonantisipasi, nonklonal dan nonkombi- bakterial yang kaya dengan prolin.
natorial. Hal itu merupakan hal yang Sel-sel invertebrata diduga memiliki
sebaliknya dari imunitas spesifik yang reseptor, namun sifatnya belum banyak
didapat yang diinduksi secara spesifik dan diketahui seperti halnya dengan reseptor
dapat diantisipasi. Sistem imun spesifik pada vertebrata yang berupa antibodi
16
Bab 2. lmunologi: Evolusi don Komparatif
17
lmunolo.gri Dosor Edisi ke-10
Mamalia
lmunoglobultn kelas lgM; lgG ,
JgA, lgD dan JgE lebih
berkembang
Bun.mg
Bursa Fabnsius
Pusat germil\81
lgM lgG lgA
SelT
<(
~
Reptil
" lgM <Ian lgG
Sel T
DJ
w A mfi bi
t-
o:: St.ms um tulang
KGB
w GALT
..-
.........., ~ .
"l
Jkan bertu lang
Kerjasama sel T dan B
'"'!:,.;;--- ~ .... .... SelNK
Sftokin
~
ID
~0
~
caelng Mo luska Antropoda Tunikata Ekinodermata
a; Sel khusus Tldak ada Jalur komplemen Sel induk SeJ fagostt
0
u Opsonin penolakan alternalif MHC Memori peoolak an laoour
DJ Lis in
w ....
'3
Aglubnm
Pengena\an
tandur
all.I -
Limfosrt Sitokin
Aglull!lln
t- ~ sew-antigen
Pengenalan antigen
. . . , . nonseW
0:: '5 Agregasi spesifik
w Spons Terumbu karang
> ."
:i:
18
Bab 2. lmunologi: Evolusi dan Komparatif
19
/muno!ogi Oosor Edisi ke-10
20
Bab 2. lmunologi: Evolusi don Komparatif
(IgM, lgA dan lgG yang disebut lgY). MIF, faktor kemotaktik, MSF, IL-1, IL-2
Perrnukaan sel T telah diidentifikasi dan TNF-a. Sel T, sel B, mikrofag (bukan
sama seperti yang ditemukan pada sel makrofag) dan sel polimorfonuklear, IgG,
T marnalia misalnya TCR, CD3, CD4, IgE, IgA, regio MHC-I dan MHC-II telah
CD5, CD6, CD8, CD28 dan CD45, IL- banyak digambarkan.
2-R. Sistem imun avian terutama rentan
terhadap leukosis avian, penyakit Marek 2. Anjing
dan IBD. Vaksin terhadap IBD dan Struktur dan fungsi sistem imun pada
penyakit lainnya pada ayam telah dapat
anjing adalah serupa dengan tikus dan
diperoleh.
manusia. Seperti halnya pada manusia
anj ing memiliki berbagai mekanisme
D. Mamalia resistensi untuk mencegah penyakit.
Mamalia membentuk IgD, dan lgG Kulit dan membran mukosa dan lg adalah
dan subkelasnya di samping lg lainnya sama namun imunitas selularnya berbeda
dan menunjukkan MHC yang berbeda. dari manusia. MHC pada anjing dikenal
Diversitas sudah lebih berkembang. sebagai DLA yang menyandi DLA-
Antibodi pada sel B, reseptor sel T 1 dan DLA-II. Sel NK, sel K dan sel Ts
dan spektrum sel (MHC), semuanya telah diketahui. Juga ditemukan beberapa
berkembang dari leluhur yang sama.
penyakit defisiensi 1mun herediter
Ada kesamaan antara sistem imun tikus
serta defisiensi imun didapat yang
dan manusia, sehingga tikus transgenik
berhubungan dengan defisiensi vitamin,
banyak digunakan dalam penelitian.
Tikus memiliki imunitas alamiah yang mineral, LES dan MHC DLA-A7.
kuat. Mamalia lain seperti ikan paus
dan hamster hanya memiliki sedikit poli- 3. Kucing
morfisme MHC. Sistem imun kucing serupa dengan
mamalia lainnya. Meskipun jaringan
1. Kelinci limfoid perifer dan timus pada kucing
Imunitas kelinci hampir sama dengan dapat disamakan dengan mamalia lain,
manusia, hanya dengan variasi minor. namun pada kucing ditemukan populasi
GALT pada kelinci terdiri atas apendiks, makrofag intravaskular pulmoner yang
plak peyer dan nodul limfatik difus. membuatnya rentan terhadap renjatan
Kelinci memiliki limpa dan timus septik atas peran TNF asal makrofag.
yang berkembang baik. Limfopoiesis Sekitar 40-45% limfosit darah perifer
terjadi di sumsum tulang dan sel matang adalah sel B, sedang 32-41 % adalah sel
menempati jaringan-jaringan dan organ. T. Dari sel darah perifer, 20% adalah
Sitokin yang telah diidentifikasi adalah sel null yang dianggap sebagai sel NK.
21
/munolo_ri Dosor Edis/ ke-10
Aktivitas sel Th dan Ts, IL-1, IL-2, IL- sumsum tulang merupakan sumber
6 dan IgA telah diketahui . Pada kucing, pembentukan sel T dan B. Perkem-
IgE dan IgD belum diidentifikasi secara bangan sel B terjadi di plak Peyer yang
formal. merupakan struktur tunggal di ileum
Respons lambat kurang kuat di- terminal. lg terdiri atas IgG 1, IgG2,
banding spesies lain. Reaksi granuloma IgM, IgA (serum dan sekretori) dan IgE.
terhadap tuberkulin adalah esensial se- Kolostrum mengandung kadar IgG 1
perti halnya pada mamalia lain. MHC yang sangat tinggi dan sedikit sekali IgA.
pada kucing disebut FLA yang tidak IgA dalam susu berasal dari plasma. Anak
polimorfik. Kurangnya polimorfi MHC kuda yang dilahirkan tidak membawa
memudahkan keberhasilan transplantasi lg dari induknya dan dilahirkan dengan
sumsum tulang. agamaglobulinemia. Namun IgG dalam
Kucing memiliki semua komponen jumlah besar asal induknya banyak
utama komplemen yang kadarnya sama ditemukan dalam air susu sebelum anak
dengan mamalia lain. Organ sasaran utama kuda dilahirkan. Air susu mengandung
anafilaksis pada kucing adalah paru yang juga berbagai faktor larut dan sel yang
ditimbulkan oleh penglepasan serotonin penting. T globulin adalah protein serum
dari sel mast sebagai mediator utama. yang diperoleh setelah hiperimunisasi
Dermatitis akibat gigitan kutu ada- yang merupakan subtipe IgG.
lah penyakit alergi kulit tersering pada
kucing. Golongan darah kucing diketahui 5. Babi
sebagai A dan B. Di Amerika serikat, Imunitas babi berbeda dari tikus dan
99% kucing tergolong Adan 1% B. manusia yang memiliki 4 jenis plak Peyer
Penyakit autoimun spontan seperti dan papila tonsil kecil yang menge-
anemia hemolitik, hipertiroidism , luarkan limfosit dari kelenjar limfoid
purpura trombositopenia, pemfigus langsung ke dalam sirulasi darah (tidak
vulgaris, pemfigus foliaseus, miastenia ke eferen limfe). Babi memiliki IgG,
gravis, LES dan AR dapat ditemukan IgA, IgE, IgM dan leukosit perifer seperti
pada kucing. Defisiensi imun jarang pada manusia. Babi juga memiliki sel
terjadi. Imunodefisiensi sekunder dapat NK, mengekspresikan molekul adhesi
disebabkan oleh infeksi FIV yang berupa E selektin, memproduksi sitokin
merupakan virus lenti yang menurunkan (IL-2, IL-4, IL-5 , IL-10, IL-12, GM-CSF
CD/ dan menyerupai AIDS. Penyakit dan G-CSF) dan faktor kemotaktik.
berakhir serupa AIDS.
6. Kambing/domba
4. Kuda Sudah ditemukan gen molekul MHC-I
Imunitas kuda serupa dengan ke- dan MHC-II, imunoglobulin dan sitokin.
banyakan spesies mamalia. Timus dan IgG serum lebih tinggi dibanding dengan
22
Bab 2. lmunologi: Evolusi don Komparatif
manusia. Tiga subset sel T utama adalah komplemen, namun mengandung se-
CD/ atau CD 8+, yang mengekspresikan jumlah molekul larut yang mengikat
apTR bersama Th3 dan molekul adhesi dan menghancurkan mikroba. Molekul
lainnya. tersebut antara lain protein serupa lektin
yang berikatan dengan hidrat arang di
7. Primata selain manusia sel dinding mikroba dan mengagluti-
Imunitas primata selain manusia me- nasikannya, serta sejumlah faktor litik
rupakan model terbaik untuk penelitian seperti lisozim yang juga diproduksi
banyak penyakit manusia, mengingat neutrofil organisme lebih tinggi.
kesamaan sistem imunnya dengan Fagosit pada beberapa invertebrata
manusia. Subset limfosit sama dengan dapat melepas sitokin yang menyerupai
pada manusia. Juga ada kesamaan dalam sitokin asal makrofag pada vertebrata.
MHC dan gen TCR. Berbagai studi Yang penting adalah bahwa semua
menunjukkan adanya petanda selular organsime multiselular mengekspresikan
dan molekular dari populasi limfosit, reseptor sel yang menyerupai Toll-like R yang
subset dan reseptomya, gen protein memberikan pertahanan nonspesifik. Jadi
MHC-1 dan MHC-11, imunoglobulin dan
pertahanan pada invertebrata diperankan
sitokin. Plak Peyer di ileum merupakan
sel-sel dan molekul yang bekerja sebagai
organ limfoid primer untuk limfopoiesis
sel B. Kadar lgG dalam serum lebih efektor pada imunitas nonspesifik pada
tinggi pada domba dibanding manusia. organsime lebih tinggi.
Tiga subset sel T utama adalah sel CD/, Invertebrata juga dapat menolak
CD 8+ dan sel T3. jaringan asing atau alograft. Pada ver-
tebrata, penolakan ini tergantung dari
respons imun spesifik. Penolakan ter-
VI. SIMPULAN EVOLUSI SISTEM sebut disebabkan oleh sel fagositik. Per-
IMUN bedaannya dari penolakan pada verte-
brata, adalah tidak adanya memori pada
Berbagai sel invertebrata memberi-
invertebrata. Sistem imun berkembang
kan respons terhadap bakteri dengan
mengurungnya dan kemudian meng- menjadi lebih khusus dengan evolusi.
hancurkannya. Hal tersebut menyerupai Misalnya ikan memproduksi satu jenis
fagositosis dan disebut amebosit fago- antibodi yang disebut IgM; pada arnfibi
sitik pada acelomat, hemosit pada jumlahnya menjadi 2 tipe dan 7-8 pada
molluscus dan artropod, coelomosit mamalia. Dengan bertambahnya jumlah
pada annelids dan leukosit darah pada antibodi, bertambah pula kemampuan
tunicate. Invertebrata tidak mengandung respons imunnya. Gambaran umum imunitas
limfosit yang antigen spesifik dan tidak nonspesifik dan spesifik pada invertebrata
memproduksi antibodi atau protein dan vertebrata terlihat pada Tabel 2.1.
23
/muno/ogi Oosor Edisi ke-10
24
Bab 2. lmunologi: Evolusi don Komparati(
Butir-butir penting
25
GAMBARAN UMUM BAB
SISTEM IMUN 3
Daftar Isi
A. Organ limfatik
27
lmuno/ogi Dasor Edisi ke-10
28
Bab 3. Gambaran Umum Sistem /mun
SISTEM IMUN
NONSPESIFIK
29
/munologi Dasar Edisi ke-10
lmunitas
spesifik
Positif : Negatif:
- Selalu siap - Tidak siap sampai
- Respons cepat terpajan alergen
- Tidak perlu ada - Respons lambat
pajanan sebelumnya
Positif:
Negatif: - Respons intens
- Dapat berlebihan - Perlindungan lebih
- Kekurangan memori baik pada pajanan
berikut
------,,
,,'
,
,, ..",
....
',,
,, ",
08 0 Sitokin
Gambar 3.2 Perbedaan utama imunitas nonspesifik dan spesifik
1 lmunitas spesifik I
~~...~- Sawar
epitel
~... ....
Limfosit B Antibodi
,.
Fagosit
•
Korn lemen
Sel NK ~:~..k
~l.~~~Ja_m~,~~~......,,/,~[~~~~.~~~~~H=a~~i~~~~~~,~~~-----'
•
0 6 12 1 3 5
Waktu sesudah infeksi
30
Bab 3. Gambaran Umum Sistem /mun
Molekul yang penting Lisozim , sitokin , komplemen , Antibodi , sitokin , mediator, molekul
APP Lisozim , CRP, kolektin , adhesi
molekul adhesi
Pembagian sistem imun dalam sistem saja. Sebenamya antara ke dua sistem ter-
imun nonspesifik dan spesifik hanya di- sebut terjadi kerja sama yang erat, yang
maksudkan untuk memudahkan pengertian satu tidak dapat dipisahkan dari yang lain.
31
lmunologi Dasar Edisi ke-10
32
Bab 3. Gambaran Umum Sistem /mun
keluarkan oleh gerakan silia. Polusi, asap tersebut sehingga memudahkan terjadinya
rokok, alkohol dapat merusak mekanisme infeksi oportunistik (Gambar 3.4 dan 3.5).
- - - Kulit
- peptide antimikroba
-asam lemak
dalam sebum
Kulit
baktol'I Lambung
jamLlr - pH a:sam
protozoa - enzim pencemaan
ea.elng - peptida antimikroba
- aliran cairan menuju
usus
Usus halus
- enzim pencemaan
- peptide antimi krobia I
- aliran cairan ke usus besar
Us us Usus besar
virus
- flora normal usus
bakteri
lkompetisi dengan mikroba asing)
protozoa
- cairanlfeses keluar dari rektum
cacing
--'-...::=::;...-'"------~ Urine
- pH a:sam
Udara yang kita hirup, kulit dan saluran cerna, mengandung banyak mikroba, biasanya berupa
bakteri dan virus, kadang jamur atau parasit. Sekresi kulit yang bakterisidal, asam lambung, mukus
dan silia di saluran napas membantu menurunkan jumlah mikroba yang masuk tubuh , sedang
epitel yang sehat biasanya dapat mencegah mikroba masuk ke dalam tubuh. Dalam darah
dan sekresi tubuh, enzim lisosom memusnahkan banyak bakteri dengan merusak dinding
selnya. lgA juga merupakan pertahanan permukaan mukosa, memusnahkan banyak bakteri
dengan merusak dinding selnya. lgA juga merupakan pertahanan permukaan mukosa. Flora
normal (biologis) terbentuk bila bakteri nonpatogenik menempati permukaan epitel. Flora tersebut
dapat melindungi tubuh melalui kompetisi dengan patogen untuk makanan dan tempat menempel
pada epitel serta produksi bahan antimikrobial. Penggunaan antibitoka dapat mematikan flora
normal sehingga bakteri patogenik dapat menimbulkan penyakit.
33
lmunologi Dasar Edisi ke-10
1m 10515
/ atau komen5al
Jaringan 4.. - ' - - - • • Jaringan
dalam
----- lokal
0 c?
Kliren5 O@
----.::::::::::____\ muko5iliar© •
" ""Li5ozom
____ Peptida antibakterial
Protein o ®
komplemen o• -... 0 ®
~0
Makrofag
Gambar 3.5 Mekanisme imunitas nonspesifik terhadap bakteri pada tingkat sawar fisik
seperti kulit atau permukaan mukosa
1. Bakteri yang bersifat simbiotik atau komensal yang ditemukan di kulit pada daerah terbatas
hanya menggunakan sedikit nutrien , sehingga kolonisasi mikroorganisme patogen sulit
terjadi
2. Kulit merupakan sawar fisik efektif dan pertumbuhan bakteri dihambat sehingga agen
patogen yang menempel akan di ham bat oleh pH rendah dari asam laktat yang terkandung
dalam sebum yang dilepas kelenjar keringat
3. Sekret dipermukaan mukosa mengandung enzim destruktif seperti lisozim yang
menghancurkan dinding sel bakteri
4. Saluran napas dilindungi oleh gerakan mukosiliar sehingga lapisan mukosa secara terus
menerus digerakkan menuju arah nasofaring
5. Bakteri ditangkap oleh mukus sehingga dapat disingkirkan dari saluran napas
6. Sekresi mukosa saluran napas dan saluran cerna mengandung peptida antimikrobial
yang dapat memusnahkan mikroba patogen
7 & 8. Mikroba patogen yang berhasil menembus sawar fisik dan masuk ke jaringan
dibawahnya dapat dimusnahkan dengan bantuan komplemen dan dicerna oleh fagosit.
34
Bab 3. Gambaran Umum Sistem /mun
35
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Antibodi diinduksi oleh infeksi sub- akut disebut juga APRP yang berperan
klinis (antara lain flora normal) dan kom- dalam pertahanan dini .
ponen dalam diit yang imunogenik. Anti- APRP diinduksi oleh sinyal yang
bodi dengan bantuan komplemen dapat berasal dari tempat cedera atau infeksi
menghancurkan membran lapisan LPS melalui darah. Hati merupakan tempat
dinding sel. Bila lapisan LPS menjadi lemah, sintesis APRP. Sitokin TNF-a, IL-1 , IL-6
lisozim, mukopeptida dalam serum dapat merupakan sitokin proinflamasi dan
masuk menembus membran bakteri dan berperan dalam induksi APRP.
menghancurkan lapisan mukopeptida. MAC
dari sistem komplemen dapat membentuk a. C-Reactive Protein
lubang-lubang kecil dalam sel membran
bakteri sehingga bahan sitoplasma yang CRP yang merupakan salah satu PFA,
mengandung bahan-bahan vital keluar termasuk golongan protein yang kadarnya
sel dan menimbulkan kematian mikroba dalam darah meningkat pada infeksi akut
(Lihat Bab 7. Komplemen). sebagai respons imunitas nonspesi:fik. Sebagai
opsonin, CRP mengikat berbagai mikro-
2. Protein fase akut organisme, protein C pneumokok yang
Selama fase akut infeksi, terjadi perubahan membentuk kompleks dan mengaktifkan
pada kadar beberapa protein dalam serum komplemen jalur klasik (Gambar 3.6).
yang disebut APP. Yang akhir merupakan Pengukuran CRP digunakan untuk menilai
bahan antimikrobial dalam serum yang aktivitas penyakit inflamasi. CRP dapat
meningkat dengan cepat setelah sistem meningkat 1OOx atau lebih dan berperan
imun nonspesifik diaktifkan. Protein yang pada imunitas nonspesifik yang dengan
meningkat atau menurun selama fase bantuan ca++ dapat mengikat berbagai
Perbaikan
Titer 100 -
CRP
10
0 2 4 6 8 10 12 14
hari
I CRP I IKomplemen I
" f ca++ I _
RQA,
\.J-W 0 .
psonisas1
.• ~
~
Gambar 3.6 C-Reactive Protein
36
Bab 3. Gambaran Umum Sistem /mun
molekul antara lain fosforilkolin yang faktor B dan fibrinogen yang juga berperan
ditemukan pada permukaan bakteri/ pada peningkatan laju endap darah akibat
jamur. Sintesis CRP yang meningkat me- infeksi, namun dibentuk jauh lebih lambat
ninggikan viskositas plasma dan laju endap dibanding dengan CRP. Secara keseluruhan,
darah. Adanya CRP yang tetap tinggi me- respons fase akut memberikan efek yang
nunjukkan infeksi yang persisten. menguntungkan melalui peningkatan resis-
b. Lektin tensi pejamu, mengurangi cedera jaringan
Lektin/kolektin merupakan molekul dan meningkatkan resolusi dan perbaikan
larut dalam plasma yang dapat mengikat cedera inflamasi (Tabel 3.3).
manan/manosa dalam polisakarida,
3. Mediator asal fosfo lipid
(karenanya disebut MBL) yang merupa-
kan permukaan banyak bakteri seperti Metabolisme fosfolipid diperlukan untuk
galur pneumokok dan banyak mikroba, produksi PG dan LTR. Keduanya me-
tetapi tidak pada sel vertebrata. Lektin ningkatkan respons inflamasi melalui
berperan sebagai opsonin, mengaktifkan peningkatan permeabilitas vaskular dan
komplemen (lihat Bab 7: Komplemen, vasodilatasi (Lihat Bab 13: Mekanisme
Aktivasi melaluijalur lektin). SAPmeng- Efektor, Bab 10. Inflamasi dan Bab 14.
ikat lipopolisakarida dinding bakteri dan Reaksi Hipersensitivitas).
berfungsi sebagai reseptor untuk fagosit.
4. Sitokin IL-1, IL-6, TNF-o.
c. Protein fase akut lain Selama terjadi infeksi, produk bakteri
Protein fase akut yang lain adalah al-anti- seperti LPS mengaktifkan makrofag
tripsin, amiloid serum A, haptoglobin, C9, dan sel lain untuk memproduksi dan me-
Tabel 3.3 Faktor antimikrobial nonantibodi dalam plasma
Faktor Aktivitas biologi
C3a Anafilatoksin, melepas histamin dari sel mast, menimbulkan kontraksi otot polos
C4a Seperti C3a, tetapi 1OOx lebih aktif
- Seperti C3a, juga sangat aktif menginduksi kemotaksis dan degranulasi
C5a
t neutrofil ; juga meningkatkan produksi superoksid neutrofil
C3b Opsonisasi
Fibronektin Glikoprotein yang meningkatkan adhesi sel; berfungsi sebagai opsonin
IFN Protein yang menginduksi produksi protein antivirus
Protein yang mengikat besi, mencegah mikroba memperoleh ion esensial untuk
Transferin
tumbuh
Mukopeptidase yang menghidrolisis peptidoglikan dinding sel bakteri; hilangnya
Lisozim
struktur, sel menjadi sensitif terhadap lisis osmotik
Sebagai opsonin, mengikat komponen dinding bakteri terutama fosforilkolin pada
CRP
S. pneumoni, juga mengaktifkan komplemen
37
lmunologi Dasar Edisi ke-10
lepas berbagai sitokin seperti IL-1 yang berperan dalam sistem irnun nonspesifik
merupakan pirogen endogen, TNF-a selular. Sel-sel sistem imun tersebut dapat
dan IL-6. Pirogen adalah bahan yang ditemukan dalam sirkulasi atau jaringan.
menginduksi demam yang dipacu baik Contoh sel yang dapat ditemukan dalam
oleh faktor eksogen (endotoksin asal sirkulasi adalah neutrofil, eosinofil, basofil,
bakteri negatif-Gram) atau endogen seperti monosit, sel T, sel B, sel NK, sel darah
IL-1 yang diproduksi makrofag dan
merah dan trombosit. Sel-sel tersebut
monosit. Ketiga sitokin tersebut disebut
dapat mengenal produk mikroba esensial
sitokin proinflamasi, merangsang hati
untuk mensintesis dan melepas sejumlah yang diperlukan untuk hidupnya. Contoh
protein plasma seperti protein fase akut sel-sel dalam j aringan adalah eosinofil, sel
antara lain CRP yang dapat meningkat mast, makrofag (Gambar 3.7), sel T, sel
1000 kali, MBL dan SAP. plasma dan sel NK. Komponen-komponen
sistem imun nonspesi:fik terlihat pada
D. Pertahanan selular Tabel 3.4. Fagosit, makrofag, sel NK dan
Fagosit, sel NK, sel mast dan eosinofil sel mast dibahas lebih lanjut dalarn Bab 4.
Kerusakan
} >-~~~~~~~~~
0
• Kapiler
C>
Neutrofil dan
fagosit lainnya
~ Ekstravasasi
Gambar 3.7. Pengerahan makrofag dan bahan antimikrobial dari sirkulasi darah
Bakteri yang masuk melalui Iuka memacu respons inflamasi yang mengerahkan bahan antimikrobial
dan fagosit (mula-mula neutrofil, kemudian makrofag dan monosit) ke tempat infeksi.
38
Bab 3. Gambaran Umum Sistem /mun
39
lmunologi Dasar Edisi ke-10
40
Bab 3. Gambaran Umum Sistem /mun
Iv. ORGAN DAN SISTEM Lll\1FATIK fase diferensiasi. Sel hematopoietik yang
diproduksi di sumsum tulang menembus
A. Organ limfatik dinding pembuluh darah dan masuk ke
Sejumlah organ limfoid dan jaringan dalam sirkulasi dan didistribusikan ke
limfoid yang morfologis dan fungsional berbagai bagian tubuh.
berlainan berperan dalam respons imun.
Organ limfoid tersebut dapat dibagi men- 2. Organ limfoid sekunder
jadi organ primer dan sekunder. Timus Limpa dan KGB merupakan organ limfoid
dan sumsum tulang adalah organ primer sekunder yang terorganisasi tinggi. Yang
yang merupakan organ limfoid tempat akhir ditemukan sepanjang sistem pem-
pematangan limfosit (Gambar 3.8). buluh limfe. Jaringan limfoid yang kurang
terorganisasi secara kolektif disebut MALT
1. Organ limfoid primer yang di~emukan di berbagai tempat di
tubuh. MALT meliputi jaringan limfoid
Organ limfoid primer atau sentral terdiri ekstranodul yang berhubungan dengan
atas sumsum tulang dan timus. Sumsum mukosa di berbagai lokasi, seperti SALT
tulang merupakan jaringan kompleks di kulit, BALT di bronkus, GALT di
tempat hematopoiesis dan depot lemak. saluran cema (meliputi Plak Peyer di usus
Lemak merupakan 50% atau lebih dari kecil, apendiks, berbagai folikel limfoid
kompartemen rongga sumsum tulang. dalam lamina propria usus), mukosa hidung,
Organ limfoid primer diperlukan untuk tonsil, mame, serviks uterus, membran
pematangan, diferensiasi dan proliferasi mukosa saluran napas atas, bronkus dan
sel T dan B sehingga menjadi limfosit yang saluran kemih. Organ limfoid sekunder
dapat mengenal antigen. Karena itu organ merupakan tempat SD mempresentasikan
tersebut berisikan limfosit dalam berbagai antigen yang ditangkapnya di bagian lain
41
lmunologi Dasar Edisi ke- 10
Limfosit diproduksi organ limfoid primer (sumsum tulang , yang tidak tergambar, dan pematangan
sel T di timus) bermigrasi ke organ limfoid sekunder dan jaringan (termasuk saluran limfe di
jaringan) untuk menghadapi infeksi mikroba . Timus dan sumsum tulang adalah organ primer.
Berbagai organ dan jaringan dengan struktur dan fungsi yang berbeda saling berhubungan
melalui pembuluh darah dan saluran limfe . Kebanyakan saluran limfe tubuh masuk ke dalam
duktus torasikus yang mengalirkan isinya ke vena subklavia kiri. Pembuluh yang membawa
limfe dari lengan kanan dan kepala bagian kanan bersatu dan membentuk duktus limfatikus kanan
dan masuk ke vena subklavia kanan. Tulang yang mengandung sumsum merupakan bagian dari
sistem limfoid. Sampel sumsum tulang biasa diambil dari krista iliaka atau sternum.
42
Bab 3. Gambaran Umum Sistem /mun
43
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Antigen
/
Saluran
Dada cer~ ( Usus )
menyusui
- , ( Plak Peyer)
Saluran }
napas )
KGB lewat
sal. limfe
Saluran
urogenital
~-----
_K_e_l-en_j_a~r Aliran darah
Gambar 3.9 Sistem lmun sekretori
liur
Tonsil {
Adenoid
KGB
Berhubungan
dengan
bronkus
Jaringan
difus dengan
Plak Peyer
Jaringan
limfoid - [
urogenital
MALT ditemukan di rongga nasal, tenggorokan, saluran napas, saluran cerna dan saluran kemih .
Sel imun yang diaktifkan dalam MALT akan kembali ke tempatnya di mukosa (homing).
44
Bab 3. Gambaran Umum Sistem /mun
45
lmunologi Dasar Edisi ke-10
yang berperan dalam presentasi antigen. rungan terjadinya irnunisasi oral dengan
Sel tersebut memiliki permukaan relatif antigen protein yang menginduksi toleransi.
besar dengan lipatan-lipatan mikro yang Induksi respons irnun terhadap antigen ter-
menempel pada mikroorganisme dan per- tentu di saluran cema, dapat menyebarkan
mukaan makromolekular (Gambar 3.11). lirnfosit ke jaringan mukosa lain seperti
Penangkapan antigen melewati sawar saluran napas atas dan bawah, saluran
usus terjadi di tempat-tempat yang dikenal kelenjar mame atau saluran genital untuk
sebagai daerah induktif oleh sel peng- selanjutnya memberikan respons terhadap
angkut khusus yang disebut sel M . Morfo- antigen setempat.
logi sel M unik karena adanya suatu Regio sentral plak Peyer diisi sel B.
kantong besar pada membran basolateral Seperti halnya dengan folikel lirnfoid di
yang berisikan limfosit dan makrofag. Sel lirnpa dan kelenjar getah bening, Plak Peyer
mengantarkan antigen dari lumen saluran juga mengandung sel CD4+. Beberapa sel
cema ke sel imun yang ditemukan dalam epitel yang menutupi plak Peyer me-
kantong tersebut secara terns menerus. ngandung sel M yang khusus. Plak Peyer
Limfosit atau makrofag yang menangkap merupakan agregat folikel lirnfoid di mukosa
antigen meninggalkan sel M untuk se- gastrointestinal yang ditemukan di seluruh
terusnya berpindah menuju folikel lirnfoid jejunum dan ileum (terbanyak di ileum
setempat (Gambar 3.12). terminal). Plak Peyer merupakan tempat
sel B prekursor yang dapat mengalihkan
v. Tonsil dan plak Peyer produksi IgA. Sel T naif juga terpajan
Jaringan limfoid mukosa seperti tonsil dengan alergen di Plak Peyer dan berkembang
faring dan folikel limfoid yang terisolasi, menjadi sel T memori yang kemudian
plak Peyer di usus kecil berperan pada fase bermigrasi ke mukosa lebih distal dan
tempat-tempat nonmukosal.
induksi respons imun. Di sekitar teng-
Limfosit B dan T di plak Peyer yang
gorok ditemukan 3 golongan tonsil yaitu
antigen reaktif, keluar melalui eferen
tonsil palatina, tonsil lingual dan tonsil
limfatik dan bermigrasi ke kelenjar getah
faringeal atau adenoid yang merupakan
bening mesenterik, lalu ke duktus torasikus
cincin jaringan limfoid sekitar faring
dan akhimya ke pembuluh darah. Selanjut-
yang disebut cincin Waldeyer. Tonsil
nya sel-sel tersebut mencari tempat- tempat
faring juga merupakan folikel lirnfoid tertentu (homing) di berbagai tempat ter-
mukosa yang analog dengan plak Peyer. utama di lamina propria berbagai jaringan
Respons irnun terhadap antigen oral mukosa saluran cema.
berbeda dari respons irnun terhadap antigen
di tempat lain. Perbedaan utama disebab- vi. Sistem imun mukosa difus
kan oleh adanya produksi kadar IgA yang Sistem imun mukosa difus terdiri atas
tinggi di jaringan mukosa dan kecende- limfosit intraepitel dan limfosit di lamina
46
Bab 3. Gambaran Umum Sistem /mun
A.
Lapisan otot
Sentrum germinativum
Plak Peyer
B.
Viii
Lumen usus
Kriptus
Drainase
limfatik l
47
lmunologi Dasar Edisi ke-10
A.
SelM
Makrofag
A.Sel M terletak di membran mukosa , memakan antigen dari lumen saluran cerna, saluran
napas dan saluran kemih . Antigen diangkut melewati sel dan dilepas ke kantong basolateral
yang besar.
B. Antigen diangkut melalui lapisan epitel oleh sel M ditempat induksi yang mengaktifkan
sel B di folikel limfoid sekitar. Sel B yang diaktifkan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang
memproduksi lgA, bermigrasi sepanjang jaringan submukosa. Lapisan epitel mukosa bagian
luar mengandung limfosit intraepitel yang banyak diantaranya adalah sel T.
propria. Limfosit intraepitel ditemukan dan CDS+ (CD4+ 2x lebih banyak CDS+),
dalam epitel mukosa dan di atas lamina juga sel B, terbanyak dengan ekspresi
propria. Sel-sel tersebut tersebar difus di IgM dan hanya sebagian kecil dengan
jaringan mukosa dan tidak memiliki struktur ekspresi IgA. Meskipun hanya sedikit
jelas seperti yang didapat pada sistem imun jumlah sel B yang ada di lamina propria,
mukosa yang terorganisasi. Limfosit intra- tetapi jumlah sel B tersebut dapat me-
epitel terbanyak adalah sel T (> 90%) yang ningkatkan produksi IgG dengan cepat
dapat berupa CDS+ atau CDS·. bila diperlukan.
Lamina propria terletak tepat di
bawah epitel yang struktumya longgar. B. Sistem limfatik-resirkulasi limfosit
Fungsi efektor lamina propria adalah sekresi Sirkulasi darah ada dibawah tekanan dan
antibodi terutama IgA yang diproduksi komponennya (plasma) masuk melalui
sejumlah besar sel plasma. IgA diangkut dinding kapiler yang tipis ke jaringan
dari lamina propria ke sel epitel melalui sekitar. Cairan ini disebut cairan inter-
reseptor imunoglobulin polimerik untuk stisial yang membasahi semua jaringan
selanjutnya disekresi ke lumen. Lamina dan sel. Bila cairan ini tidak dikembalikan
propria mengandung banyak sel CD4+ ke sirkulasi dapat terjadi edema, pem-
4S
Bab 3. Gambaran Umum Sistem /mun
49
lmunologi Dasar Edisi ke-10
/ Limfatik eferen
I
\
\
' '
Limfatik
'
Darah
I
I
I
........ ____ ,, I
Sel T naif
Sel B matang
Jaringan
Ruang
ekstravaskular
Sel T naif terbanyak dari darah masuk ke dalam korteks KGB dan dengan segera meninggalkan
kelenjar melalui limfatik eferen . Sel T naif yang mengenal antigen spesifik berdiferensiasi
menjadi sel T efektor sebelum kembali masuk dalam sirkulasi . Sel B disirkulasikan melalui jalur
yang sama seperti sel T. Sel B yang berpapasan dengan antigen spesifik akan berproliferasi
dan membentuk senter germinal.
50
Bab 3. Gambaran Umum Sistem /mun
51
lmunologi Dasar Edisi ke-10
52
Bab 3. Gambaran Umum Sistem /mun
Estrogen merangsang
sekresi lgA dan lgG
...--"'------'
Estrogen
mencegah
sel Tyang
dapat
menolak
janin
Gambar 3.15 Berbagai efek estrogen terhadap sel T dan B selama hamil
53
lmunologi Dasar Edisi ke-10
~ 10:1-
c
CIJ
3: 8:1 -
CIJ
·c
Cl..
c 6:1-
Q)
:Q
Cf)
c 4:1-
c
CIJ
OJ 2:1 -
c
'6
c
CIJ .....
-e
Q)
(/)
w
_J
~
CIJ Q)
<(
0::::
Cf)
Q)
Q.)
Cl. >. > .0 -
cQ) CIJ
..... CIJ Q)
·- Cl..
Cl.('.) 0:;:;
54
Bab 3. Gambaran Umum Sistem /mun
40°C. Terapi dengan meningkatkan suhu imunitas selular yang berarti. Respons anti-
pemah dilakukan terhadap infeksi gonokok bodi dapat tetap berfungsi, namun dengan
dan sifilis serebral sebelum ditemukan afinitas yang kurang. Fagositosis bakteri
antibiotik. biasanya normal, tetapi destruksi selular
terganggu.
E. Nutrisi Sebab defisiensi imun tersering di
Nutrisi yang buruk sudah jelas menurun- seluruh dunia adalah malnutrisi. Keku-
kan resistensi terhadap infeksi. Pada rangan protein dapat menimbulkan
hewan percobaan hal tersebut disertai leu- gangguan imunitas, menimbulkan atrofi
kopeni dan fagositosis yang menurun. dan mengurangnya sel di timus dan
Sebaliknya keadaan nutrisi yang buruk kelenjar limfoid serta hilangnya sel
dapat menyulitkan proliferasi virus se- limfoid di sekitar pembuluh darah limpa
hingga seseorang dengan nutrisi buruk yang meningkatkan infeksi oportunistik.
dapat lebih tahan terhadap infeksi virus Respons antibodi serum biasanya tidak
tertentu dibanding dengan orang yang terganggu pada malnutrisi protein-
nutrisinya lebih baik. Defisiensi spesifik kalori . Komplemen yang menurun dapat
seperti selenium, seng (Zn) atau vitamin mempengaruhi fagositosis.
B adalah imunosupresif. Alkohol juga
imunosupresif baik terhadap imunitas F. Flora bakteri normal
humoral maupun selular.
Flora bakteri normal di kulit dapat mem-
Parasit malaria memerlukan asam
produksi berbagai bahan antimikrobial
paraamino benzoat untuk perkembangan-
seperti bakteriosin dan asam. Pada waktu
nya dan pada malnutrisi zat ini berkurang
yang sama, flora normal berkompetisi dengan
atau tidak ada. Di lain pihak, nutrisi yang
patogen potensial untuk mendapatkan nutrisi
kurang baik sering disertai dengan sanitasi
buruk yang dapat meningkatkan infeksi. esensial. Di kulit manusia ditemukan
Peningkatan kerentanan pada subyek dengan sekitar 10 12 dan di usus sekitar 10 14 flora
infeksi dapat pula disebabkan oleh pola komensal. Mungkin kegunaan flora komen-
hidup dengan stres, pendidikan kesehatan sal tersebut adalah untuk menyingkirkan
yang kurang dan jumlah keluarga besar mikroba lain atau patogen. Bila flora
dalam rumah yang sempit. Kelenjar getah komensal di usus mati karena antibiotik,
bening yang atrofis dan penurunan 50% mikroba patogen dengan mudah meng-
sel T CD4+ dalam sirkulasi menurunkan ambil tempat flora komensal tadi.
55
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Butir-butir penting
D Fungsi utama sistem imun adalah D Imunitas selular dan humoral me-
membedakan antigen sendiri dari rupakan basil aktivitas berbagai jenis
antigen yang bukan sendiri sel, organ danjaringan diseluruh tubuh
yang terkoordinasi
D Makrofag dan neutrofil dikhususkan
untuk fagositosis dan degradasi antigen. D Sel B dan T merupakan populasi klon sel
Makrofagjuga mempunyai kemampuan yang dapat dibedakan melalui reseptor
untuk mempresentasikan antigen ke antigen dengan spesifitas yang unik
sel T
D Sel B mensintesis dan mengekspresi-
D SD merupakan populasi utama APC kan antibodi permukaan (BCR), dan
dan dalam bentuk imatur mampu me- sel T mensintesis dan mengekspresi-
nangkap antigen, menjadi matang dan kan TCR
bermigrasi ke KGB untuk mempre-
sentasikan antigen ke sel Th. Ada 3 jenis D Sel NK terbanyak tidak mensintesis
sel limfosit: B, T (terdiri atas beberapa reseptor antigen spesifik meskipun
subset: Th 1, Th2, Th3) dan NK subpopulasi yang kecil mensintesis
dan mengekspresikan reseptor sel T
D Untuk menimbulkan respons imun (NKT)
aktif terhadap antigen tertentu, se-
jumlah kecil klon sel B dan sel T D Organ limfoid primer adalah tempat
yang mengikat antigen dengan afini- limfosit berkembang dan menjadi
tas tinggi akan berproliferasi dan matang. Sel T diproduksi di sumsum
berdiferensiasi menjadi sel plasma tulang dan berkembang di timus
atau sel T yang diaktifkan. Proses ini sedang sel B diproduksi dan ber-
disebut seleksi klon kembang di sumsum tulang
56
SEL-SEL SISTEM BAB
IMUN NONSPESIFIK 4
Daftar Isi
I. ASAL SEL-SEL SISTEM IMUN 5. Faktor yang meningkatkan fagositosis
II. SISTEM FAGOSIT MAKROFAG 6. Fagosit frustrasi
A. Fagosit mononuklear III. FAGOSIT POLIMORFONUKLEAR
l. Monosit A. Neutrofil
2. Makrofag B. Eosinofil
B. Reseptor imunitas nonspesifik
IV. BASOFIL DAN SEL MAST
1. Molekul larut
2. Reseptor tidak larut V. SEL NK, SEL NULL, SELK
C. Proses fagositosis
VI. SEL DENDRITIK
1. Pencemaan dan pembentukan vakuol
A. Pembagian APC
2. Destruksi intraselular
B. Fungsi sel dendritik
3. Fagositosis oksigen dependen
C. Sel dendritik folikular
4. Produk yang dilepas fagosit
Butir-butir penting
57
lmunologi Dasar Edisi ke-10
58
Bab 4. Se/-se/ Sistem /mun Nonspesiftk
I. ASAL SEL-SEL SISTEM IMUN tiap populasi ada pembaharuan sel yang
mempertahankan jumlahnya. Pada
el-sel sistem imun berasal dari sel manusia hematopoiesis, pembentukan
B sekretori
Oo
0
;
limfosit "'l
fti\
~ --+
Pre-B
Sumsum
tulang
. . . . . . ~ ,,,'-+
~
+... ~
Sel plasma
~ Bmemori ~
~@ --....~· ~
Pre-monos it Monos it
~
Makrofag
Gambar 4.1 Perkembangan berbagai jenis limfosit asal sel induk yang pleuripoten
dalam sumsum tulang
Jalur perkembangan untuk sel NK digambar terpisah oleh karena diduga dapat berkembang baik
dalam timus maupun sumsum tulang.
59
lmunologi Dasar Edisi ke-10
hematopoiesis pada usia janin 3-7 bulan. putih per hari. Sistem tersebut diatur oleh
Sesudah itu diferensiasi sel induk dalam mekanisme yang kompleks.
sumsum tulang menjadi faktor utama dalam Kematian sel yang terprogram adalah
hematopoiesis dan waktu lahir hanya sedikit esensial pada mekanisme homeostasis. Sel
atau tidak ada hematopoiesis dalam hati dengan apoptosis biasanya menunjukkan
atau limpa (Gambar 4.2). perubahan morfologi jelas yang disebut
Hematopoiesis merupakan proses apoptosis. Pada manusia dewasa ada
yang berjalan terus, sel matang diproduksi sekitar 5 x 10 10 neutrofil dalam sirkulasi.
dengan kecepatan yang sama dengan ke- Sel tersebut hanya hidup 1 hari sebelum
matiannya. Kematian utama disebabkan kematian terprogram diawali. Jumlah sel
karena sel yang menjadi tua. Sel darah yang stabil dipertahankan oleh produksi
merah rata-rata hidup 120 hari sebelum neutrofil yang tetap. Kematian terprogram
dimakan dan dicema makrofag di limpa. juga berperan untuk mempertahankan jumlah
Berbagai limfosit mempunyai masa hidup progenitor hematopoietik yang benar untuk
antara satu hari untuk neutrofil, sampai 20- eritrosit dan berbagai jenis leukosit.
30 tahun untuk beberapa sel T. Untuk mem- Apoptosis juga berperan dalam proses
pertahankan ambang yang tetap, manusia imun seperti toleransi dan pemusnahan
harus memproduksi 3,7 x 10 11 sel darah sel oleh sel Tc atau sel NK.
Jan in Dewasa
Kranium , pelvis,
Hati dan
sternum , rusuk,
limpa
tulang punggung
I
Tulang
...........-panjang
60
Bab 4. Sel-se/ Sistem /mun Nonspesiflk
II. SISTEM FAGOSIT MAKROFAG dung granul yang berisikan enzim hidro-
litik. Beberapa granul berisikan pula
Istilah sistem fagosit makrofag, sistem laktoferin yang bersifat bakterisidal.
sel histiosit, sistem retikulo-histiosit dan
sistem RES adalah istilah lama yang me- A. Fagosit mononuklear
rupakan sebutan kolektif untuk semua
Sistem fagosit mononuklear terdiri atas
sel fagosit yang dapat hidup lama di
monosit dalam sirkulasi dan makrofag
seluruh jaringan tubuh. Sekarang sistem
dalam j aringan.
itu disebut sistem fagosit makrofag. Sel-
sel sistem imun nonspesifik terlihat pada 1. Monosit
Gambar 4.3).
Selama hematopoiesis dalam sumsum
Meskipun berbagai sel dalam tubuh tulang, sel progenitor granulosit/monosit
dapat melakukan fagositosis, tetapi sel utama berdiferensiasi menjadi premonosit yang
yang berperan dalam pertahanan non- meninggalkan sumsum tulang dan masuk
spesifik adalah sel mononuklear (monosit kedalamsirkulasi untukselanjutnya berdi-
dan makrofag) serta sel polimorfonuklear ferensiasi menjadi monosit matang dan
atau granulosit. Sel-sel ini berperan sebagai berperan dalam berbagai fungsi (Gambar
sel yang mengenal dan menangkap anti- 4.4). Monosit adalah fagosit yang didistri-
gen, mengolah dan selanjutnya mempre- busikan secara luas sekali di organ limfoid
sentasikannyake sel T. Monositdan makro- dan organ lainnya.
fag berasal dari sel asal hematopoietik yang Monosit berperan sebagai APC, me-
sama. Granulosit hidup pendek, mengan- ngenal, menyerang mikroba dan sel kanker
Jenis sel
@ @)
Neutrofil Makrofag
~ SD Sel NK
Monosit yang tidak tergambar di sini memiliki banyak kemampuan yang sama dengan
makrofag .
61
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Anti tumor
Anti viral
Presentasi limfosit
Fagositosis/ dan aktivasi limfosit
bakterisidal
Aktivasi Produksi
vaskulatur -,1--_. komponen
sel epitel komplemen
Modeling
dan perbaikan
Aktivasi sistemik jaringan
sebagai respons
terhadap infeksi
62
Bab 4. Sel-se/ Sistem /mun Nonspesiflk
© ~ (@
.... ....
Sel asal
sumsum
tulang
Monosit
darah
Makrofag
jaringan
Makrofag
diaktifkan
Fagosom--""'
Lisosom
Fagolisosom
••••
•••
Eksositosis material
yang dihancurkan
63
lmunologi Dasar Edisi ke-10
64
Bab 4. Sel-sel Sistem /mun Nonspesifik
65
lmunologi Dasar Edisi ke-10
66
Bab 4. Se/-se/ Sistem /mun Nonspesiflk
Pengenalan
mikroba,
mediator
67
lmunologi Dasar Edisi ke-10
IFN-y
Reseptor
toll-like
0 Reseptor
---- Q __....- IFN-y
Oksidase
fagosit
I 1NOS I Peningkatan
molekul MHC,
kostimulator
ROI
Molekul yang
diproduksi makrofag
yang diaktifkan
Fungsi efektor
makrofag yang
diaktifkan Remodeling
jaringan
68
Bab 4. Sel-se/ Sistem /mun Nonspesifik
TLR
CD11b/CD18 CD14 (reseptor LPS)
Reseptor
manosa
iii iii
IL-1 •··· : : : : ····• IL-8
! : i i Kemoatraktan
Pro-inflamasi IL-6 • ···' i i i neutrofil kuat
i i
[TNF ······' ! Mengaktifkan sel NK
L ....• IL-12
: dan mengarahan
! diferensiasi Th1
:........• Berbagai mediator lainnya :
PG
Gambar 4.9. Peran makrofag pada Radikal oksigen
pertahanan pejamu Nitrogen
69
lmunologi Dasar Edisi ke-10
1. Penarik@~ - Bakteri
y' Antibodi
3. Endositosis
~OO --Fagosom
~-~ Lisosom
4. Fusi fagosom-lisososm
Fagolisosom
5. Pemusnahan
6. Pencernaan
bergerak cepat dan sudah berada di tempat tosis. Contoh-contoh opsonin adalah
infeksi dalam 2-4 jam, sedang monosit lgG yang dikenal Fcy-R pada fagosit
bergerak lebih lambat dan memerlukan dan fragmen komplemen yang dikenal
waktu 7-8 jam untuk sampai di tempat oleh reseptor komplemen tipe 1 (CRl ,
tujuan. CD35) dan integrin Mac-1 pada leukosit
Antibodi seperti halnya dengan kom- (Gambar 4.11).
plemen (C3b) dapat meningkatkan fago- Antibodi seperti IgG yang dikenal
sitosis (opsonisasi). Opsonin adalah Fcy-R pada permukaan fagosit diikat
molekul besar yang diikat permukaan mikroba. Sinyal dari Fcy-R meningkat-
mikroba dan dapat dikenal oleh reseptor kan aktivitas makrofag untuk fagositosis
permukaan sel sistem fagosit makrofag, mikroba yang diopsonisasi dan meng-
sehingga meningkatkan efisiensi fagosi- hancurkannya. Destruksi mikroba intra-
70
Bab 4. Sel-sel Sistem /mun Nonspesiftk
Reseptor 0
komplemen TLR 2 lnteraksi dengan Fagosom
0
CD14
(dinding
sel bakteri) \
bakteri
, '
Fusi
Fagosom - lisosom o 00 D
~
Fagositosis Destruksi
TLR4 ·· Fagolisosom
patogen intraselular
(LPS)
Makrofag diaktifkan
scavenger
Penglepasan
mediator
, • proinflamasi
Sistemik Lokal Lokal Lokal Lokal
~
TNF-a,
IL-12 IL-8 IL-6 TNF-a, IL-1,
IL-1 ,
IL-6
Hali : produksi APP Diferensiasi sel T Pengerahan Aktivasi
Sumsum tulang : kemotaktik limfosit
mobilisasi neutrofil sel-sel PMN
Hipotalamus :demam
selular terjadi oleh karena di dalam sel mengandung bakteri atau bahan lain asal
fagosit, monosit dan polimorfonuklear, ekstraselular yang disebut fagosom. Dalam
terdapat berbagai bahan antimikrobial sel fagosit ditemukan kantong-kantong
seperti lisosom, hidrogen peroksida (H2 0 2) yang berisikan enzim yang disebut liso-
dan mieloperoksidase. Tingkat akhir fago- som. Lisosom bersatu dengan fagosom
sitosis adalah pencemaan protein, polisa- membentuk fagolisosom yang memung-
karida, lipid, dan asam nukleat di dalam kinkan terjadinya degradasi semua bahan
sel oleh enzim lisosom. Sel polimorfo- yang dimakan makrofag oleh enzim asal
nuklear lebih sering ditemukan pada infla- lisosom. (Gambar 4.12).
masi akut, sedang monosit pada infiamasi
kronik. 2. Destruksi intraselular
Di dalam fagolisosom, bahan yang ditelan
1. Pencernaan dan pembentukan vakuol
akan dicema enzim yang terkandung
Makrofag dan neutrofil mengekspresikan dalam granul lisosom. Isi granul lisosom
banyak reseptor permukaan yang dapat diperlukan untuk memecah/mencema bahan
menangkap dan menelan mikroba. Bila yang ditelan dan membunuh mikroba.
partikel sudah ditelan, membran menutup, Pembunuhan mikroba terjadi melalui
partikel digerakkan ke sitoplasma sel proses yang oksigen independen atau
dan terbentuk vesikel intraselular yang oksigen dependen.
71
lmunologi Dasar Edisi ke-10
* *
lntegrin Mac-1
/ Reseptor ~
~-r.:---++-- bang kai
_______
,___ ___. . ~
I
Mikroba dicerna
dalam fagosom
Fusi fagosom
dengan lisosom
mencerna
mikroba
Aktivasi fagosit l
Mikroba dimusnahkan
enzim lisosom
dalam fagosit
Mikroba yang
d ifagositosis
dimusnahkan
oleh NO dan ROI
Contoh beberapa reseptor nampak dalam gambar. Mikroba dimakan, dicerna, dibunuh oleh
enzim dan beberapa produk toksik yang diproduksi dalam fagolisosom dapat juga dilepas fagosit
dan membunuh mikroba ekstraselular (tidak tergambar).
72
Bab 4. Se/-se/ Sistem /mun Nonspesiftk
Pengenalan
I
Penangkapan Degradasi
Idengan perantara
Fagosom Enzim
I
ROI
I yang
lisosom
I termasuk I
termasuk
Anion superoksida
Berfusi dengan lisosom Laktoferin Hidrogen peroksida
I membentuk
Lisososim
Defensin
Hidroksid radikal
I
yang berfungsi
sebagai
Destruksi
73
lmunologi Dasar Edisi ke-10
lnflamasi Aktivitas
dan demam antimikroba
IL-1 , TNF-a, IL-6 Tergantung 0 2
IFN -~
Leukortrin H20 2, Or
PG OH , hipohalit
Faktor komplemen --
lndependen 0 2
Faktor pembekuan
NO
Aktivasi Lisozim
limfosit Hidrolase asam
Proses antigen Protein kationik
Laktoferin
Presentasi antigen
Produksi IL-1
Reorganisasi
jaringan
Faktor ang iogenesis
Faktor fibrognesis H202
Elastase, kolagenase , Hidrolase asam
hialuronidase C3a
Gambar 4.14 Peran makrofag yang diaktifkan dalam mengawali dan memperantarai
inflamasi kronis disertai perbaikan jaringan, pemusnahan mikroba dan sel tumor
Kerusakan dapat terjadi dalam salah rupakan bahan oksidatif poten untuk
satu fungsi tersebut dan menghambat mikroba. Bahan-bahan tersebut disebut
eliminasi mikroba (Gambar 4.15). ROI yang sangat toksik untuk bakteri
danjaringan, tetapi sangat tidak stabil, di-
3. Fagositosis oksigen dependen pecah dengan cepat menjadi H20 2 yang
Mikroorganisme dapat dibunuh melalui akhirnya dipecah katalase. Enzim kedua
produk respiratory burst oleh beberapa disebut INOS yang merupakan katalase
metabolit oksigen mikrobisidal yang di- dalam konversi arginin menjadi NO yang
lepas selama fagositosis. Yang disebut juga bersifat bakterisidal. Enzim ketiga
respiratory burst adalah proses yang adalah protease lisosom yang memecah
menghasilkan ROI. Bersamaan dengan protein mikroba.
Semua bahan mikrobisidal yang di-
terbentuknya fagolisosom, reseptor fagosit
produksi dalam lisosom dan fagolisosom
yang mengikat mikroba mengirimkan
merusak mikroba, tetapi tidak merusak
sinyal yang mengaktifkan beberapa enzim
fagosit itu sendiri. Bila reaksi inflamasi
dalam fagolisosom. Salah satu enzim,
yang terj adi kuat maka enzim yang sama
oksidase fagosit, terbentuk atas pengaruh dapat dilepas ke rongga ekstraselular se-
mediator inflamasi seperti LTB4, PAF dan hingga jaringan akan ikut rusak. Respons
TNF atau produk bakteri seperti peptida protektif pejamu menjadi berdampak
N-formilmetionil. Enzim ini mengubah negatif terhadap j aringan.
molekul oksigen menjadi anion super- Defek dalam sistem sitokrom
oksid, radikal bebas dan H20 2 yang me- dapat terjadi dalam neutrofil penderita
74
Bab 4. Sel-sel Sistem /mun Nonspesiflk
Aktivasi fagosit
I
+
Penglepasan
sitokin
+
Presentasi
antigen
I
+ +
Reaksi
inflamasi
sistemik
Pengerahan
neutrofil ,
reaksi akut lokal
Aktivasi
sel B dan T
l
...__ _._.~ Reaksi imun
spesifik
Gambar 4.15 Gambaran umum peran fagosit mononuklear pada respons imun
75
lmunologi Dasar Edisi ke-10
76
Bab 4. Sel-sel Sistem /mun Nonspesiflk
A . Neutrofil B
IL-8R
CR1 (CD35)
CD1 5
CR3 (CD11b/CD18)
Selektin L
CR4 (CD11c/CD18)
PECAM-1
(CD31)
FcyRlll (CD16)
FcyRll (CD32)
C. Eosinofil D
Granul
PECAM-1
(CD31)
FccRll (CD23)
FcyRll (CD32)
E. Basofil F
IL-8R
Granul
FccRI
IL-5Ra (C D1 25)
PECAM-1
(CD31) IL-3 R
A. Neutrofil: ditandai oleh sejumlah molekul adhesi , FcR dan reseptor untuk komplemen .
Granul primer atau azurofilik mengandung hidrolase, mieloperoksidase, elastase, katepsin
dan lisozim. Granul sekunder atau spesifik mengandung lisozim , kolagenase dan laktoferin
B. Neutrofil: gambaran nukleus ireguler
C. Eosinofil: mengekspresikan FcR untuk lgA, lgE dan lgG dan ligan untuk beberapa molekul
Cadhesi . Granulnya mengandung MBP dan peroksidase eosinofil
D. Eosinofil
E Degranulasi sebagai respons terhadap kompleks yang mengandung lgE. Granul basofil
mengandung histamin , protease netral , heparin, kondroitin sulfat dan TNF-a
F. Basofil
77
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Neutrofil yang bermigrasi pertama infeksi parasit dan dapat juga memakan
dari sirkulasi ke jaringan terinfeksi dengan kompleks antigen antibodi.
eepat dilengkapi dengan berbagai reseptor
seperti TLR 2, TLR 4 dan reseptor dengan
IV. BASOFIL DAN SEL MAST
pola lain. Neutrofil dapat mengenal
patogen seeara langsung. Ikatan dengan Jumlah sel basofil yang ditemukan dalam
patogen dan fagositosis dapat meningkat sirkulasi darah sangat sedikit, yaitu < 0,5%
bila antibodi atau komplemen yang ber- dari seluruh sel darah putih. Basofil di-
fungsi sebagai opsonin diikatnya. Tanpa duga juga dapat berfungsi sebagai fagosit,
bantuan antibodi spesifik, komplemen tetapi yang jelas sel tersebut melepas
dalam serum dapat mengendapkan fragmen mediator inflamasi. Sel mast adalah sel yang
protein di permukaan patogen sehingga dalam struktur, fungsi dan proliferasinya
memudahkan untuk diikat oleh neutrofil serupa dengan basofil. Bedanya adalah sel
dan fagositosis. Neutrofil menghaneurkan mast hanya ditemukan dalam j aringan yang
mikroba melalui jalur oksigen independen berhubungan dengan pembuluh darah dan
(lisozirn, laktoferin, ROI, enzim proteolitik, basofil dalam darah.
katepsin G dan protein kationik) dan Baik sel mast maupun basofil melepas
oksigen dependen. bahan-bahan yang mempunyai aktivitas
biologik, antara lain meningkatkan permea-
B. Eosinofil bilitas vaskular, respons inflamasi dan me-
ngerutkan otot polos bronkus. Granul-granul
Eosinofil merupakan 2-5% dari sel darah di dalam kedua sel tersebut mengandung
putih orang sehat tanpa alergi. Seperti histamin, heparin, leukotrin (dahulu SRS-
neutrofil, eosinofil juga dapat berfungsi A) dan ECF. Degranulasi dipaeu antara lain
sebagai fagosit. Eosinofil dapat pula di- oleh ikatan antara antigen dan IgE pada
rangsang untuk degranulasi seperti hal- permukaan sel. Peningkatan IgE ditemu-
nya dengan sel mast dan basofil serta kan pada reaksi dan penyakit alergi. Di
melepas mediator. Eosinofil mengandung lain pihak peningkatan kadar IgE sering
berbagai granul seperti MBP, ECP, EDN dihubungkan dengan imunitas terhadap
dan EPO yang bersifat toksik dan bila paras it.
dilepas, dapat menghaneurkan sel sasaran. Basofil dan sel mast yang diaktifkan
Eosinofil juga berperan pada imunitas juga melepas berbagai sitokin (Tabel 4.7)
parasit dan memiliki berbagai reseptor Sel mast memiliki reseptor untuk IgE dan
antara lain untuk IgE (Fee-RH dengan karenanya dapat diaktifkan oleh alergen
afinitas lemah) seperti halnya dengan yang spesifik. Selain pada reaksi alergi,
sel mast (Fee-RI) dengan afinitas kuat. sel mast juga berperan dalam pertahanan
Fungsi utama eosinofil adalah melawan pejamu, imunitas terhadap parasit dalam
78
Bab 4. Set-set Sistem /mun Nonspesifik
1. Mediator preformed
Amine : histamin , serotonin
Protease netral : triptase, protease kemotriptik 1 • '
.,,.£ -ih~~
P~oteoglikan: heparin , kondro.iti.n sulfat . !-·'ftHf~-::·~ 1 :
H1drolase asam : ~-heksosam1rndase , ~-glukororndase "'H!z!:!:· ::. ; :
Faktor kemotaktik ·~~tijl:.i.:
~:ff
?~· it·.."<ill!'W;:~:=...
2. Newly generated
Produk asam arakidonat
Leukotrin : LTC 4 , LTD4, LTE4 (dahulu SRS-A)
Produk siklooksigenase (PGD2)
PAF
usus dan invasi bakteri. Jumlahnya me- Kecuali melalui mekanisme IgE, sel
nurun pada sindrom imunodefisiensi. mast dapat pula diaktifkan dan melepas
Ada dua macam sel mast yaitu ter- mediator atas pengaruh PAF, C3a, C5a,
banyak sel mast jaringan dan sel mast mu- PGF2a, fosfolipase, kimotripsin dan
kosa. Yang pertama ditemukan sekitar pem- sengatan serangga. Bahan seperti adre-
buluh darah dan mengandung sejumlah nalin, ~-stimulan, PGEl, PGE2 dan ketotifen
histamin dan heparin. Penglepasan mediator menghambat degranulasi sedang berbagai
tersebut dihambat kromoglikat yang men- faktor nonimun seperti latihan jasmani,
cegah influks kalsium ke dalam sel. Se! tekanan, trauma, panas dan dingin dapat
mast golongan kedua ditemukan di saluran pula mengaktifkan dan degranulasi sel
cerna dan napas. Proliferasinya dipacu mast (Gambar 4.17).
IL-3 dan IL-4 dan ditingkatkan pada
infeksi parasit.
79
lmunologi Dasar Edisi ke-10
-Alergi ~
..... J Faktor genetik I ...... - Non alergi
- lmunologi l I - Non imun
_____1#·/
....._ Gejala
V. SEL NK, SEL NULL, SELK bantuan tambahan untuk aktivasinya. Sel
NK tidak memiliki petanda sel B atau sel
Limfosit terdiri atas sel B, sel T (Th, Tc/
T atau imunoglobulin permukaan. Sel NK
CTL, Tr) dan sel NK. Yang akhir adalah
juga bermigrasi ke organ limfoid perifer
golongan limfosit ketiga sesudah sel
seperti limpa dan kelenjar getah bening
T dan sel B. Jumlahnya sekitar 5-15% meskipun hanya merupakan sebagian
dari limfosit dalam sirkulasi dan 45% kecil dari sel T. Di semua bagian tubuh,
dari limfosit dalam jaringan. Sel NK sel null hanya hidup 5-6 hari .
berkembang dari sel asal progenitor yang Ciri-cirinya memiliki banyak sekali
sama dari sel B dan sel T, namun bukan sel sitoplasma (limfosit T dan B hanya se-
progenitor sel B dan sel T (Gambar 4.18). dikit mengandung sitoplasma), granul sito-
Istilah NK berasal dari kemampuannya plasma azurofilik, pseudopodia dan nukleus
yang dapat membunuh berbagai sel tanpa eksentris. Bila diaktifkan, berkembang
80
Bab 4. Set-set Sistem /mun Nonspesifik
Limfoid progenitor
_ _@ __
? IL-7
Sel NK
~ ~
' I '
menjadi sel limfosit dengan granul besar. protein sitotoksik. Sitotoksisitas serupa
Oleh karena itu sel NK sering pula di- diekspresikan oleh sel CTL/Tc yang juga
sebut LGL. Sel NK merupakan sumber mengandung perforin.
IFN-y yang mengaktifkan makrofag dan Sel NK mengenal dan membunuh
berfungsi dalam imunitas nonspesifik ter- sel terinfeksi atau sel yang menunjukkan
hadap virus dan sel tumor. transformasi ganas, tetapi tidak mem-
Sel NK mengandung perforin atau bunuh sel sendiri yang normal oleh
sitolisin, sejenis C9 yang dapat membuat karena dapat membedakan sel sendiri dari
lubang-lubang kecil (perforasi) pada sel yang potensial berbahaya. Hal tersebut
membran sel sasaran. Membran sel NK dimungkinkan oleh reseptomya berupa
mengandung protein (prolaktin) yang reseptor inhibitori dan reseptor aktivasi.
mengikat perforin, mencegah insersi dan Sel NK mengenal MHC-I yang di-
polimerasi dalam membran sehingga sel ekspresikan semua sel sehat dan tidak
NK sendiri terhindar dari efek perforin. oleh sel terinfeksi virus dan kanker.
Perforin/sitolisin dilepas setelah terjadi Reseptor yang diaktifkan dapat mengenal
kontak dan menimbulkan influks ion struktur yang ada pada sel sasaran yang
abnormal dan kebocoran metabolit rentan terhadap sel NK dan sel normal.
esensial dari sitoplasma. Pengaruh reseptor inhibitori akan
Sel NK juga mengandung dan me- dominan dan mengikat MHC-I yang
lepas granul-granul berisikan TNF-~ dan normal diekspresikan pada sel sehat.
protease serin yang disebut granzim, Reseptor aktivasi berperan dalam
contohnya fragmentin yang merupakan kemampuan sel NK untuk membunuh
81
fmunofogi Dasar Edisi ke- I 0
berbagai sasaran seperti sel tumor. imun, tetapi mungkin tidak dapat dikenal
lkatan ligan dengan reseptor tersebut sel CTL. Sel tumor dapat berkembang
memacu produksi sitokin yang mening- dan menjadi varian tumor yang secara
katkan migrasinya ke tempat infeksi genetik tidak stabil, dengan ekspresi
dan membunuh sel sasaran yang meng- MHC yang kurang pada permukaan
ekspresikan ligannya. sel, sehingga sel CD8+ tidak mampu
Sel NK yang memiliki reseptor akti- mengenalnya. Juga beberapa jenis virus
vasi dapat merupakan pembunuh poten dapat mengurangkan ekspresi molekul
sel terinfeksi virus, jamur dan tumor MHC-1 pada sel terinfeksi sebagai strategi
dengan direk, tanpa bantuan komplemen. untuk mencegah pembunuhan oleh sel
Fenomena itu disebut ADCC (Gambar CD8+. Sel NK dapat membunuh sel
4.19). Makrofag dan neutrofil juga dapat pejamu yang mengekspresikan molekul
berperan pada ADCC. MHC-1 abnormal. Dalam hal ini, sel NK
Pada umumnya tumor mengekspresi- dengan reseptor aktivasinya yang me-
kan antigen yang dapat dikenal sel sistem ngenal molekul MHC-1 abnormal pada
~
't \
Lisis
target
Penglepasan
enzim litik •• : cs::::~)
Gambar 4.19 ADCC
ADCC adalah fenomena antibodi yang melapisi sel sasaran dan dirusak oleh sel killer khusus. Sel yang
berperan dalam ADCC adalah sel NK, neutrofil dan eosinofil. Sel yang membunuh mengekspresikan
reseptor untuk Fe dari antibodi yang menutupi sel sasaran . Pengenalan sel sasaran yang dilapisi oleh
antibodi memaeu penglepasan enzim litik di tempat kontak melalui Fe. Pembunuhan sel sasaran dapat
juga melibatkan perforin yang merusakan membran . Melalui fungsi yang sama eosinofil dapat membunuh
parasit yang lebih besar.
82
Bab 4. Set-set Sistem /mun Nonspesifik
sel sasaran dapat membunuh sel tumor pematangan sel dendritik yang merupa-
dan memusnahkan sel terinfeksi virus kan sel koordinator imunitas nonspesifik
intraselular, sehingga dapat menying- dan spesifik. IFN-y juga merupakan mediator
kirkan sumber infeksi. (Gambar 4.20). poten aktivasi makrofag dan penting pada
Sel NK memproduksi IFN-y dan regulasi perkembangan Th (Tabel 4.8).
TNF-a yang merupakan dua sitokin pro- Dengan demikian sel NK juga bekerja
inflamasi poten dan dapat merangsang sama dengan imunitas spesifik.
A
Reseptor
/
~
~
Sel NK
memusnahkan
sel sasaran Gambar 4.20 Sel NK dapat membunuh
Sel NK Sel sasaran dengan sel pejamu yang mengekspresikan
penurunan ekspresi MHC-1 molekul MHC-1 abnormal
MHC-1/
~
~
kul MHC-1 dalam kadar normal
(puncak), reseptor inhibitor pada sel
NK mengikat MHC dan mencegah
sel NK membunuh sel sasaran. Bila
l Virus menginfeksi
sel sasa ran
Ekspresi
MHC-1
sel sasaran mengekspresikan MHC-1
dalam jumlah yang menurun (bawah),
reseptor inhibitor tidak memberikan
1 sinyal inhibitor dan sel NK membunuh
83
lmuno/ogi Dasar Edisi ke-10
Tabel 4.8 Produk sitotoksik utama yang dilepas sel NK yang diaktifkan
Produk Efek terhadap sel sasaran
Polimerisasi dalam membran sel , membentuk lobang-lobang sehingga
Perforin
sitosol keluar dan molekul toksik dapat masuk ke dalam sel
Protease serin Memecah protein dalam membran sel
Nuklease Memecah asam nukleat dalam sel
TNF Menekan sintesis protein dan menimbulkan produksi radikal bebas toksik
Ligan Fas Menginisiasi apoptosis melalui reaksi dengan CD95 protein Fas pada
membran sel sasaran; nuklease dalam sitosol sel diaktifkan dan
membunuh sel
84
Bab 4. Se/-sel Sistem /mun Nonspesifik
Sel induk
hematopoietik
1
©
Progen itor mieloid
bersama
Pematangan Diferensiasi
dan migrasi dan pematangan
Sedikitnya dikenal 4 jenis SD yaitu sel Langerhans, sel interstisial , SD asal monosit dan SD
asal plasmasitoid. Setiap SD berasal dari sel induk hematopoiesis yang berkembang melalui
berbagai jalur di banyak lokasi.
85
/munologi Dasar Edisi ke-10
Th, CTL dan selB. Aktivasi sel Th perlu melalui MHC-II atau ke sel T CDS+ me-
diatur dengan baik oleh karena respons lalui MHC-1, sehingga dapat mengaktif-
terhadap antigen dapat fatal. Salah satu kan sel CD4 dan sel CDS secara langsung.
pengamanan aktivasi sel Th tersebut Molekul CD4 dan CDS adalah koreseptor
adalah melalui TCR yang hanya mengenal sel Tyang mengikat bagian nonpolimorfik
dari molekul MHC secara bersamaan
antigen yang dipresentasikan melalui
dengan ikatan TCR dan residu polimorfik
MHC-II olehAPC seperti makrofag, sel B dan peptida. Berbagai jenis SD terlihat
dan SD. SD merupakanAPC paling efektif pada (Gambar 4.23).
karena letaknya yang strategis di tempat-
tempat mikroba dan antigen asing masuk A. Pembagian APC
tubuh serta organ-organ yang mungkin Sel dendritik merupakan APC paling
dikolonisasi mikroba. SD ditemukan di efektif dalam mengaktifkan sel T naif
kulit, epitel hampir semua organ, kelenjar dan mengawali respons sel T. Makrofag
limfoid sebagai sel interdigit, parakorteks dan sel B juga berfungsi sebagai APC,
sinus marginal limfatik aferen. tetapi terutama untuk sel Th CD4+
SD yang merupakan APC profesional yang sudah diaktifkan dibanding untuk
terpenting, mempresentasikan fragmen sel T naif. SD, makrofag dan sel B
peptida dengan bantuan molekul kostimu- mengekspresikan MHC II dan molekul
lator B7 yang secara terns menerus di- lainnya yang terlibat dalam stimulasi sel
ekspresikan dalam kadar tinggi dan dapat T dan sehingga dapat mengaktifkan sel
mempresentasikannya ke sel T. Kosti- T CD4+. Oleh karena itu ke tiga jenis
mulator atau koreseptor adalah protein sel tersebut disebut APC profesional,
permukaan sel yang meningkatkan sensi- meskipun SD merupakan satu-satunya
tivitas reseptor antigen terhadap antigen sel yang dikhususkan untuk menangkap
melalui ikatan dengan ligan yang sesuai dan mempresentasikan antigen dan
dan memfasilitasi aktivasi sinyal. APC mengawali respons sel T primer profil
mempresentasikan peptida ke sel T CD4+ respons yang terjadi (Gambar 4. 24).
S6
Bab 4. Sel-sel Sistem /mun Nonspesifik
~ ~
Aktivasi sel T naif: '
....~ ~t
r
Aktivasi sel T efektor:
aktivasi sel B dan
produksi antibodi
)
Antibodi
Ke 3 jenis APC untuk sel CD4+ berfungsi untuk mempresentasikan antigen pada berbagai
fase dan jenis respons imun . Sel T efektor mengaktifkan makrofag dan sel B melalui produksi
sitokin dan ekspresi molekul permukaan.
87
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Tabel4.12 FungsiberbagaiAPC
Antigen yang
Presentasi antigen Res pons
dicerna APC
Organ limfoid SD Presentasi ke sel T Sel T efektor: Aktivasi sel T naif,
perifer naif melalui kostimulator ekspansi dan diferensiasi klon
B7 pada SD dengan menjadi sel T efektor
ligannya CD28 pada sel
T naif
Organ limfoid Makrofag Presentasi ke sel T Mikroba dibunuh: Aktivasi sel T
perifer atau efektor efektor; aktivasi makrofag (CMI)
jaringan
nonlimfoid
Organ limfoid Sel B Presentasi ke sel T Antibodi : Aktivasi sel T efektor;
perifer atau efektor aktivasi sel B dan produksi
jaringan antibodi (imunitas humoral)
nonlimfoid
88
Bab 4. Se/-sel Sistem /mun Nonspesiftk
SD imatur pada
permukaan kulit
dan mukosa
IL-~
w
\ ;GE2
~IL-~~~
IFNY~\.
4
~ ~
Gambar 4. 24 APC (SD) pada penyakit atopi
protein MHC-II. Pada mekanisme presen- T naif tersebut melalui molekul MHC-II.
tasi silang, antigen eksogen dapat masuk Sementara SD meningkatkan ekspresi
sel melalui endositosis atau pinositosis MHC-II, molekul kostimulator yang di-
dan bereplikasi dalam sitosol. Antigen perlukan untuk mengaktifkan penuh sel
eksogen yang masuk sel dengan endosi- T naif. Meskipun ada perbedaan dalam
tosis atau pinositosis atau dengan meng- fungsi dan fenotip, semua SD dapat
mengekspresikan MHC-1 untuk dikenal
invasi sel dapat bereplikasi dalam sitosol.
sel Tc. Molekul B7 dari famili molekul
Antigen endogen dapat dihubungkan
kostimulator, CD80, CD86 dan CD40
ke dalam sitosol untuk diproses melalui
dapat mempengaruhi perilaku sel T
imunoproteosom. Pada jalan altematif,
(Gambar 4.25).
fragmen peptida pada antigen eksogen
disatukan dengan vesikel yang mengan- C. Sel dendritik folikular
dung molekul MHC-1 yang didaur ulang
SD folikular tidak dibentuk dalam
dan menempatkannya dalam lekukan untuk
sumsum tulang dan mempunyai ber-
mengikat antigen.
bagai fungsi yang berbeda dari SD yang
Selanjutnya SD meninggalkan tempat-
sudah disebut di atas. SD folikular tidak
nya di jaringan perifer, masuk ke dalam
darah, sirkulasi limfe dan bermigrasi ke mengekspresikan MHC-II dan karenanya
zona sel T di organ limfoid yang banyak tidak berfungsi sebagaiAPC untukaktivasi
mengandung sel T naif. SD mempresen- sel Th. Nama sel ini berdasarkan lokasinya
tasikan antigen yang diprosesnya ke sel yang eksklusif dalam kelenjar limfoid
89
/muno/ogi Dasar Edisi ke-10
Prekursor SD~
/@~
/ .,7oarah
Jaringan limfoid
Sel induk
sumsum
tulang SelT
naif aktif
Presentasi antigen
dengan struktur yang terorganisasi yang tinggi reseptor antibodi sehingga dapat
disebut folikel dan kaya dengan sel B. mengikat kompleks antigen antibodi
Meskipun tidak mengekspresikan MHC- secara efisien. Interaksi ini penting dalam
II, SD folikular mengekspresikan kadar pematangan dan diversifikasi sel B.
90
Bab 4. Sel-se/ Sistem /mun Nonspesifik
Butir-butir penting
D Vertebrata dilindungi oleh dua sistem D Progenitor sel induk dalam sumsum
imun yaitu imunitas nonspesifik yang tulangmerupakan prekursorprogenitor
sudah ada dan selalu siap sebelum mieloid dan limfoid sel yang kemu-
infeksi terjadi dan sistem imun spesifik dian berkembang menjadi sel dan
berperan dalam respons imun spesifik
yang diinduksi oleh infeksi dan me- dan nonspesifik. Sel mieloid terdiri
merlukan waktu beberapa hari sampai atas neutrofil, eosinofil, basofil, sel
minggu untuk memberikan respons mast, monosit, makrofag dan SD.
Progenitor limfoid berkembang men-
D Reseptor imunitas nonspesifik
jadi sel T, sel B dan sel NK
mengenal pola molekular patogen
yang merupakan motif molekular D Organ limfoid primer seperti sumsum
yang dapat ditemukan pada mikroba. tulang dan timus merupakan tempat
Reseptor imunitas spesifik mengenal utama limfopoiesis dan diferensiasi
detil spesifik struktur molekular limfosit. Organ limfoid sekunder
seperti limpa dan KGB merupakan
D Respons imunitas spesifik memiliki tempat proliferasi dan pematangan
memori yang tidak ditemukan pada limfosit yang dipacu antigen. MALT
imunitas nonspesifik adalah kumpulan agregat limfoid
D Peptida antimikrobial merupakan tempat APC di epitel mukosa
mempresentasikan antigen ke limfosit
efektor penting sistem imun non-
spesifik dan ditemukan pada beragam D Respons imun nonspesifik memberi-
spesies, dapat membunuh berbagai kan imunitas alamiah terhadap mikro-
mikroorganisme, sermg dengan orgamsme melalui fagositosis dan
merusak membran mikroba pemusnahan intraselular, pengerahan
sel inflamasi lain dan presentasi
D Sawar fisik dan mekanisme biokimiawi antigen. Leukosit yang berperan pada
merupakan pertahanan terdepan ter- imunitas nonspesifik berasal dari sel
hadap patogen asing. Setelah patogen mieloid. Sel ini terdiri atas sel fagosit,
masuk tubuh, komponen nonspesifik neutrofil, monosit, makrofagjaringan,
dan selular dikerahkan untuk melawan eosinofil dan sel NK. Sel-sel tersebut
infeksi merupakan sel pertahanan terdepan
terhadap patogen terbanyak
D Sel dan komponen nonspesifik ditemu-
kan sejak lahir dan merupakan per- D Neutrofil biasanya merupakan sel per-
tahanan nonspesifik terdepan untuk tama yang masuk di jaringan rusak.
melawan bahan asing Aktivasinyamenimbulkanrespiratory
91
lmunologi Dasar Edisi ke-10
burst dan melepas granul untuk me- merupakan contoh PRR penting.
ngontrol pertumbuhan bakteri. Sel Setiap TLR menemukan subset
mononuklear dan makrofag makan patogen khusus (virus, bakteri, jamur
organisme melalui mekanisme yang dan protozoa)
multipel yang dapat mengontrol dan
D Fagosit menggunakan berbagai strategi
menghancurkannya dalam fagosom
untuk membunuh patogen seperti
intraselular
protein sitolitik, peptida antimikrobial,
D Sel NK adalah limfosit granular besar penglepasan ROS dan RNS
yang membunuh sel sasaran melalui
D SD merupakan jembatan selular utama
ADCC atau lisis yang menggunakan
antara imunitas spesifik dan nonspesifik.
mekanisme melalui Fas atau perforin
Komponen mikrobial yang didapat
D Kemokin dan komplemen sangat di- selama respons nonspesifik melalui
perlukan untuk aktivasi fungsi imun SD dibawa dari tempat infeksi ke
nonspesifik. Defeknya dapat menim- kelenjar limfoid dan antigen mikroba
bulkan komplikasi klinis yang berat dipresentasikan melalui MHC ke sel T
D Sistem imun nonspesifik memiliki yang mengaktifkan sel T dan respons
PRR untuk menemukan infeksi. TLR imun spesifik
92
SEL-SEL SISTEM BAB
IMUN SPESIFIK 5
Daftar Isi
I. ANATOMI AKTIVASI LIMFOSIT b. Th2
II. RESEPTOR SEL c. Th9
III. SEL B d. Thl7
A. Pematangan sel B e. Th22
B. Reseptor sel B f. T folikular (Tfh)
I . lg permukaan 3. Sel T CD8+ (Cytotoxic Tl Cytolytic Tl
2. Reseptor Fe CTC
3. Reseptor C3 4. Se! Treg atau sel Ts
4. Reseptor Epstein Barr Virus 5. Sel Ta~ dan Ty8
5. Determinan antigenik 6. Sel NKT
imunoglobulin
V. PERBEDAAN SEL B DAN T
C. Aktivasi sel B
l. Aktivasi sel B yang T dependen VI. SELEKSI KLON
2. Aktivasi sel B yang T independen VII.HUBUNGAN ANTARA IMUNITAS
3. Peran komplemen CR21CR21 pada NONSPESIFIK DAN SPESIFIK
aktivasi sel B A. Interaksi antara sistem imun non
4. Pengalihan Imunoglobulin spesifik dan spesifik
IV. SELT B. Interaksi antara sel NK dan sel sistem imun
A. Pematangan sel T lain
B. Reseptor sel T C. Interaksi antara sel CD4+ dan CD8+
C. Molekul asesori
VIII. SINYAL TRANSDUKSI
D. Fungsi sel T
E. Subset sel T IX. CLUSTER OF DIFFERENTIATION
1. Se! T naif(sel Tvirgin) MOLECULE
2. Se! CD4+ asal berbagai sel T efektor
a. Thi Butir-butir penting
93
lmunologi Dasar Edisi ke-10
94
Bab 5. Se/-se/ Sistem /mun Spesifik
ebanyak 20% dari semua leukosit diferensiasi sel B. Pada imunitas selular,
95
lmunologi Dasar Edisi ke-10
aferen
Limfosit naif
Saluran dalam sirkulasi
limfatik bermigrasi ke KGB
eferen
Aktivasi limfosit
naif: ekspansi klonal
dan diferensiasi
menjadi efektor dan 'TN. Limfosit
limfosit memori i:::::> ~ memon
T efektor ~ Limfosit
M efektor
Antibodi
yang disekresi
T efektor dan
antibodi masuk
sirkulasi
A T memori
masuk sirkulasi
Sel T efektor
dan antibodi
memasuki
jaringan dan
mengeliminasi
antigen
Sel T naif dari timus dan sel B naif dari sumsum tulang masuk ke organ limfoid sekunder seperti
KGB dan limpa; diaktifkan oleh antigen dan berdiferensiasi menjadi sel efektor dan memori, yang
beberapa diantaranya bermigrasi ke jaringan perifer yang merupakan tempat infeksi.
96
Bab 5. Se/-sel Sistem /mun Spesiflk
Sel C04+ dan C08+ lebih mengenal antigen Jalur MHC memastikan bahwa MHC-11 mem-
asal vesikular dan sitosolik presentasikan peptida asal protein ekstraselular
yang dimakan APC dan diproses di vesikel ,
sedang MHC-1 mempresentasikan peptida asal
protein sitosolik; C04 dan COB masing-masing
mengikat regio polimorfik MHC-11 dan MHC-1
97
/munologi Dasar Edisi ke-10
98
Bab 5. Se/-se/ Sistem /mun Spesiflk
CD45R
(8220)
Petanda
permukaan
Selama fase perkembangan yang antigen independen, sel B imatur mengekspresikan lgM
membran di sumsum tulang. Sel-sel tersebut masuk ke dalam sirkulasi darah dan berkembang
menjadi sel B naif matang yang mengekspresikan baik mlgM dan mlgD. Hanya sekitar 10%
dari sel B potensial seluruhnya menjadi matang dan keluar dari sumsum tulang. Sel B naif di
perifer akan mati kecuali bila terpajan dengan protein antigen larut dan diaktifkan sel T. Sel B
yang diaktifkan berproliferasi dalam organ limfoid sekunder. Sel yang membawa mlg afinitas tinggi
akan berdiferensiasi menjadi sel plasma dan sel B memori yang dapat mengekspresikan berbagai
isotipe melalui pengalihan kelas. Gambar menunjukkan perkembangan sel B dalam tikus tetapi
prinsip umumnya juga berlaku pada manusia.
99
lmunologi Dasar Edisi ke-10
sumsum tulang untuk sel B dan timus menjadi sel progenitor B (pro-sel B)
untuk sel T. Oleh karena beberapa self- yang mengekspresikan transmembran
antigen tidak ditemukan dalam sumsum tirosin-fosfatase (CD45R). Proliferasi
tulang, sel B yang mengekspresikan dan diferensiasi pro-B menjadi prekursor
mlg spesifik untuk antigen tersebut, B memerlukan lingkungan mikro dari
tidak dapat disingkirkan oleh seleksi stroma sel sumsum tulang. Bila sel pro-B
negatif dalam sumsum tulang. Untuk dibiakkan in vivo, tidak akan tumbuh
mencegah terjadinya reaksi autoimun, menjadi sel yang matang, kecuali ada sel
diperlukan proses eliminasi atau yang sumsum tulang, yang akhir melepas IL-
menjadikan inaktif di jaringan limfoid 17 yang menolong proses perkembangan
perifer (lihat Bab 11 Toleransi imun dan sel.
Autoimunitas ). Pematangan progenitor sel B disertai
Sel B dan sel T berasal dari sel pre- modifikasi gen yang berperan dalam
kursor yang sama, diproduksi dalam diversitas produk akhir dan penentuan
sumsum tulang, termasuk pembentukan spesifisitas sel B. Pematangan dalam
reseptor. Pematangan sel B terjadi dalam sumsum tulang tidak memerlukan anti-
sumsum tulang, sedang progenitor sel gen, tetapi aktivasi dan diferensiasi sel
T bermigrasi ke dan menjadi matang di B matang di KGB perifer memerlukan
timus. Masing-masing sel berproliferasi antigen. Aktivasi sel B diawali dengan
terutama atas pengaruh sitokin IL-12 pengenalan antigen spesifik oleh reseptor
yang meningkatkan jumlah sel imatur permukaan. Antigen dan perangsang lain
(Gambar 5.3). termasuk Th yang merangsang proli-
Perkembangan sel B mulai dari sel ferasi dan diferensiasi klon sel B spesifik.
prekursor limfoid yang berdiferensiasi Dalam perkembangannya, sel B mula-
~ -KGB
- Limpa
- Jaringan limfoid
mukosa & kulit
Jalur Darah, -"' ~----~
selT limfe
Se! T matang ~
Timus Resirkulasi
100
Bab 5. Set-set Sistem /mun Spesiflk
mula memproduksi IgM atau isotipe lg asing, akan memacu 4 proses: proliferasi,
lain (seperti IgG), menjadi matang atau diferensiasi menjadi sel plasma yang
menetap sebagai sel memori (Gambar memproduksi antibodi, membentuk sel
5.4). Fase-fase pematangan sel B terlihat memori dan mempresentasikan antigen
pada (Gambar 5.5.) kesel T. ProliferasiselBmerupakansenter
germinal KGB. Seperti halnya dengan
TCR, BCR mengawali sinyal transduksi
B. Reseptor sel B
yang efeknya ditingkatkan oleh molekul
BCR yang mengikat antigen multivalen kostimulator yang kompleks.
SEL g
i
Sel limfoid@ Tidak ada
umsum
ulang
l Pengaturan ulang gen rantai berat lengkap
~ mlgM
1
Sel B imatur
1 Stimulasi antigen
SelBaktif ~
Diferensiasi
*
Organ
Sel plasma yang
limfoid mensekresi lgM
perifer lgM
Pengalihan kelas
Sel plasma
yang mensekresi
berbagai isotip
SelB
memori
dengan
berbagai lgG lgA lgE
variasi isoti
Gambar 5.4 Perkembangan sel B di sumsum tulang dan organ limfoid primer
mlgM dan mlgD menunjukkan ikatan dengan membran, sedang lgG, lgA dan lgE merupakan lg
yang dilepas.
101
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Ta hap
pematangan Sel induk Pro-8 Pre-8 8 imatur 8 matur
Proliferasi I I I I
Ekspresi Rag I I ~
Ekspresi TdT I I
Ada ribuan kopi yang identik pada dibentuk IgM dalam sitoplasma sel
permukaan sel B tunggal. BCR me- yang dapat digunakan sebagai ciri dari
rupakan kompleks protein transmembran sel pre-B. Dalam stadium selanjutnya,
yang terdiri atas mlg dan disulfida IgM bergerak ke arah membran sel dan
heterodimer yang disebut Ig-a/Ig-~. kemudian dijadikan reseptor monomerik
permukaan slgM. Sekarang sel dapat
Molekul heterodimer ini berhubungan
mengenal antigen untuk pertama kali
dengan molekul mlg yang berbentuk
(Tabel 5.5).
BCR (Gambar 5.6).
Kontak antara antigen dan sel B
1. lg permukaan muda ini tidak menimbulkan ekspansi
dan diferensiasi lebih lanjut. Dalam per-
Sel B termuda sudah ditemukan dalam kembangan selanjutnya, dibentuk IgD
hati janin dan sumsum tulang dan belum yang kemudian juga bergerak ke arah
mengekspresikan imunoglobulin atau membran sel. Sel yang sudah memiliki
petanda permukaan. Kebanyakan sel B IgM dan IgD sebagai reseptor dianggap
yang matang dan belum diaktifkan me- matang. Berbagai perkembangan respons
ninggalkan sumsum tulang. Mula-mula humoral terlihat pada Gambar 5.7.
102
Bab 5. Set-set Sistem /mun Spesiflk
Rantai lg-a memiliki ekor sitoplasma yang panjang yang mengandung 61 asam amino; ekor
lg-~ mengandung 48 asam amino. Kedua ekor tersebut cukup panjang untuk berinteraksi
dengan sinyal molekular interselular.
l 103
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Sel Th ,
Ekspansi
~*
~ Sekresi
antibodi
~
rangsangan lain
klon
Sel B matang
istirahat dalam
bentuk lgM ' dan Igo·
Sel B diaktifkan
' tat'.. ~
riiiii;\ J-
~~
Pematangan
af1nitas
Sel B
memori
104
Bab 5. Sel-se/ Sistem /mun Spesiflk
I 105
l
lmunologi Dasar Edisi ke-10
B. Determinan alotipik
C. Determinan idiotipik
Untuk setiap determinan, lokasi umum determinan dalam molekul antibodi terlihat di kiri dan 2
contoh digambar di tengah dan kanan .
A. Determinan isotipik adalah regio konstan yang membedakan setiap kelas lg dan subkelas
spesies
B. Determinan alotipik tidak jelas menunjukkan perbedaan asam amino oleh perbedaan alel
gen isotip. Perbedaan alotipik dapat ditemukan dengan membandingkan kelas antibodi
yang sama di antara berbagai perkawinan galur
C. Determinan idiotipik dibentuk oleh konformasi sekuens asam amino rantai berat dan
variabel regio rantai ringan untuk setiap antigen .Setiap determinan individu disebut idiotip
dan jumlah idiotop individu disebut idiotip.
106
Bab 5. Se/-se/ Sistem /mun Spesiflk
107
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Proliferasi sel B
Gambar 5.10 Urutan kejadian aktivasi sel B yang T dependen
Fase siklus sel B yang berinteraksi terlihat di bagian kanan . Sel B dapat mempresentasikan
antigen dan memacu sel T melepas sitokin yang menimbulkan aktivasi dan perkembangan sel
plasma. Produksi lgE dan eosinofilia adalah timus (T) dependen .
108
Bab 5. Se/-se/ Sistem /mun Spesiftk
- Peningkatan survival
- Proliferasi
Peningkatan ekspresi
B7-1/B7-2
Peningkatan ekspresi
reseptor sitokin (mis. IL-2R,
IL-4R, BAFF-R)
Peningkatan ekspresi
CCR? dan migrasi dari
folikel ke area sel T
Gambar 5.11 Respons fugsional yang diinduksi kompleks ikatan silang antigen-BCR
109
lmunologi Dasar Edisi ke-10
bakteri yang lebih merangsang sel B me- miliki kapsul luar yang mengandung poli-
lalui TLR dibanding BCR. Antigen tipe 2 sakarida (dan tidak protein) untuk dapat
adalah polisakarida kapsul yang mempunyai melawan fagositosis, komplemen dan sel
subunit multipel berulang dan merangsang T. Sel B yang T independen memproduksi
sel B melalui ikatan silang dengan beberapa antibodi terhadap bakteri tersebut. Sel B
BCR bersama (Gambar 5.12). demikian hanya memproduksi lg dengan
Sel B yang T independen lebih me- afinitas rendah yang mempunyai kecen-
milih hidup di tempat khusus seperti limpa derungan untuk bereaksi dengan antigen
dan peritoneum dibanding di KGB. Sel lain, misalnya, antibodi yang dipacu
B tersebut dirangsang oleh antigen non- sakarida asal bakteri dapat bereaksi silang
protein khusus. Beberapa bakteri misalnya dengan antigen sakarida asal permukaan
spesies pneumokok dan haemofilus me- sel darah merah.
*-
..
Antigen Pengenalan
antigen --~
~
~
• ~ ~ antigen
Proses / @ ~
@ CD4
~~
I,
~~ lgM
, 11 permukaan
MHCll
@ Pengenalan antibodi
silang dari
epitop karbohidrat
Sekresi lgM
Gambar 5.12 Respons sel B terhadap anti gen yang T dependen dan T independen
Th2 mengenal determinan antigen spesifik yang dipresentasikan MHC-11 dan memacu aktivasi
sel B yang membentuk pengalihan kelas isotip dan $ekresi antibodi (kiri) namun respons
T independen dapat terjadi terhadap epitop hidrat arang yang berulang dan panjang yang
merangsang anti bodi tetapi tidak menimbulkan pematangan respons antibodi.
110
Bab 5. Se/-se/ Sistem /mun Spesifik
Aktivasi Mikroba
komplemen
Pengenalan
oleh sel B CR2
CD19
Sinyal dari
kompleks
lg dan CR2
Aktivasi sel B
111
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Pengenalan
antigen Homeostasis I Memori I
0 7 14
Hari setelah pajanan Ag ==============:>
Gambar 5.14 Fase respons imun adaptif
Respons imun adaptif terdiri dari fase-fase yang berbeda jelas, terdiri dari fase pengenalan,
aktivasi limfosit dan eliminasi antigen (fase efektor). Respons imun menurun sementara
antigen merangsang limfosit untuk mati melalui apoptosis, sehingga homeostasis
dikembalikan dan limfosit antigen spesifik yang masih hidup berperan dalam memori. Lama
setiap fase dapat bervariasi. Prinsip ini berlaku baik untuk respons imun humoral (sel B)
maupun selular (sel T).
112
Bab 5. Sel-sel Sistem /mun Spesifik
co4·
coa·
~,~. ~
co4·
coa·
TCR.
~ negatit/
"'
coa·
positif '....~TCRap·
coa· ~ •
TCRaP rendah :
113
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Positif
Tahap Positif Sel T naif
Sel induk Pro-T Pre-T tunggal
pematangan ganda matang
(sel T imatur)
Proliferasi I I c=J
Ekspresi Rag c=i i==:J
Ekspresi TdT I I
Gen rantai p Gen rantai p,a Gen rantai p,a Gen rantai p,a
DNA non DNA non rekombinan rekombinan
TCR DA, rekombinan rekombinan
rekombinan rekombinan [V(D)J-C; [V(D )J-C; rantai [V(D)J -C; rantai [V(D)J-C; rantai
RMA (germ/ine) (germline)
rantai mRNA p mRNA p dan a mRNApdan a mRNA p dan a
Ekspresi Reseptor Pre-T TCR ap TCR ap TCR ap
Tidak ada Tidak ada
TCR (rantai pi pre-T a) membran membran membran
c-kit+ c-kit+ c-kit+ CD4+cDa- co4+cDa-
Petanda co4+cDa+
co44+ CD44+ CD44- atau CD4-coa+ atau CD4-cDa+
TCR/CD31o
permukaan co2s- CD2s+ CD2s+ TCR/CD3hi TCR/CD3hi
Sisi
anatomis
ISumsum tulang ll Timus 11 Perifer I
Aktivasi
Respons Seleksi positif (proliferasi dan
Tidak ada Tidak ada Tidak ada
terhadap Ag dan negatif
diferensiasi)
114
Bab 5. Se/-se/ Sistem /mun Spesifik
A. Sel Th C.
~R
APC
~ MHCI
• = Antigen yang
dipresentasikan
oleh MHC
B. Sel Tc
CD8
SelTh SelTc
115
lmunologi Dasar Edisi ke- 10
A.
rantai rantai
a p
B. TCR
CD4/CD8
Va VP Pengenalan
Koreseptor
CD3 CD3 asesori
Ca Cp
&0 y &
Sinyal
A. Struktur TCR adalah kompleks dan menunjukkan bentuk rantai yang mengikat antigen
yang predominan a dan ~· Sel T mengekspresikan TCR hanya dengan satu spesifisitas.
Kedua peptida trans membran memiliki 2 domain eksternal yang diikat dengan disulfida
B. TCR selalu diekspresikan yang berhubungan dengan kompleks CD3 yang diperlukan untuk
transduksi sinyal yang terdiri atas rantai y, 8 dan s beserta 2 rantai ~ · Th mengekspresikan
CD4 yang diperlukan untuk interaksi dengan APC, sedang Tc mengekspresikan koreseptor
CD8 (CHO =hidrat arang) .
116
Bab 5. Se/-se/ Sistem /mun Spesiflk
lg Permukaan
Limfosit B
Reseptor sel T
Daerah ikatan
antigen
,---JC--..
Regio variabel
Regio konstan
Limfosit T
APC
MHCI MHCll
Antigen
Gambar 5.19 Struktur dasar reseptor antigen pada permukaan sel B (BCR), sel T
(TCR) dan molekul MHC
117
lmunologi Dasar Edisi ke-10
nya dua sinyal kostimulator (B7) akan dengan APC terlihat pada Garnbar 5.20.
menirnbulkan anergi. Berbagai rnolekul
asesori yang berperan dalarn interaksi sel T D. Fungsi sel T
APC SelT
Koreseptor
CD4
Sinyal
aktivasi
\
CD40 CD154
Pasangan kostimulator
CD80/CD86 CD28 ,
B7.1/B7 .2 CTLA-4
Pasangan adhesi
CD58 CD2
ICAM-1 LFA-1
Sekresi sitokin
(IL-2 , IL-4 ,I FN-y ...)
lkatan antara kompleks MHC - peptida antigen (dipresentasikan APC) dan TCR menginduksi
sinyal aktivasi sel T. Molekul asesori meningkatkan aviditas antara sel T dan APC dengan
mengekspresikan molekul adhesi tambahan dan fungsi sinyal. Molekul adhesi seperti LFA-1
(CD11a/CD18) dan ICAM-1 berpasangan meningkatkan adhesi antara sel T dan APC serta
memacu sinyal kostimulor untuk aktivasi sel T. lnteraksi tersebutjuga memudahkan sel T untuk
mengenal antigen dalam konteks molekul MHC yang dipresentasikan APC . Selanjutnya sel T
memerlukan kostimulasi melalui ikatan CD8 dengan ligannya CD80 atau CD86 (B70 .1 atau
B70.2). Aktivasi penuh sel T menimbulkan produksi sitokin sel T dan respons proliferasi.
118
Bob 5. Sel-sel Sistem /mun Spesiflk
Sel T umumnya berperan pada inflamasi, membunuh mikroba dan sel CTL/Tc
aktivasi fagositosis makrofag, aktivasi yang membunuh sel terinfeksi mikroba/
dan proliferasi sel B dalam produksi virus dan menyingkirkan sumber infeksi
antibodi. Sel T juga berperan dalam (Gambar 5.21). Fungsi heterogen sel T
pengenalan dan penghancuran sel yang dan spesifisitas imunologi serum anti-sel
terinfeksi virus. Sel T terdiri atas sel T terlihat pada Tabel 5.7 dan 5.8.
Th yang mengaktifkan makrofag untuk E. Subset sel T
Netralisasi
mikroba,
Sel B fagositosis,
aktivasi
komplemen
Aktivasi
makrofag
I1nflamasi I
Sel Th
Aktivasi
(proliferasi &
diferensiasi)
sel B dan T
--5 e-l-Tc~I ~ +~
u n: : :
~@
~ Mem"'°'hk'o
4 ~·. · .__s_e_1t_er_in_fe_k_si~
mengekspresikan
antigen mikroba
~~ ~ Memusnahkan
Sel NK ~~ ~ ~~se_It_er_inf_ek_si_
Sel sasaran $:
119
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Sel T terdiri atas sel CD4+, CDS+, sel perifer. Sel naif yang terpajan dengan
T naif, NKT dan Tr/Treg/Ts/Th3 . Sel antigen akan berkembang menjadi sel
T naif yang terpajan dengan kompleks ThO yang selanjutnya dapat berkembang
antigen MHC dan dipresentasikan menjadi sel efektor Thl yang berperan
APC atau rangsangan sitokin spesifik, pada infeksi dan Th2 yang berperan pada
akan berkembang menjadi subset sel T alergi (Gambar 5.23).
berupa CD4+ dan CDS+ dengan fungsi Dewasa ini, paradigma Th 1 dan Th2
efektor yang berlainan. Paradigma lama diabaikan setelah ditemukannya berbagai
mengklasifikasikan T helper menjadi Thl sel T helper seperti Thl , 2, 9,17, 22 yang
dan Th2 (Gambar 5.22) . .Dari timus, sel masing-masing memiliki peran sendiri
T naif dibawa darah ke organ limfoid dalam proses inflamasi (Gambar 5.24).
1. Sel T naif (sel T virgin)
120
Bab 5. Sel-se/ Sistem /mun Spesiftk
(@ IY
zTP~si•
Alergen
Sel limfosit naif adalah sel limfosit ditangkap, diproses dan dipresentasikan
matang yang meninggalkan timus dan makrofag dalam konteks MHC-II ke sel
belum berdiferensiasi, belum pemah CD4+. Selanjutnya sel CD4+ diaktifkan
terpajan dengan antigen, menunjukkan dan mengekspresikan IL-2R disamping
molekul permukaan CD45RA. memproduksi IL-2 yang autokrin (melalui
ikatan dengan IL-R) dan merangsang sel
2. Sel CD4+, asal berbagai sel T efektor CD4+ untuk berproliferasi. Sel CD4+
Sel T efektor CD4 dibedakan dalam yang berproliferasi dan berdiferensiasi,
beberapa subset atas dasar sitokin yang berkembang menjadi beberapa subset
diproduksinya. Sel Th yang juga disebut yaitu TFH, Thl, Th2, Th9, Thl 7 dan
sel Tinducer merupakan subset sel T yang Th22. Sel CD4+ naif yang diaktifkan
diperlukan dalam induksi respons imun dan berdiferensiasi menjadi sel efektor
terhadap antigen asing. Antigen yang juga menjadi sel memori yang dapat
121
lmunologi Dasar Edisi ke-10
:.•• A.
• • nt1gen Sinyal
Bahan yang menstimulasi
respons imun nonspesifik if
J ~diferensiasi
~@ Vitamin mikromilieu ,
sitokin, histamin ,
adenosin , dan lainnya
Sitokin
I I i 1
IL-4 IL-4 TGF-p, IL-6 TNF-a, IL-6
diferensiasi : IL-21 IL-12 TGF-p IL-21 , IL-23
Sitokin
efektor:
© @® ©®©
IL-21
IL-4, IL-5, IL 13
IFN-y IL-25, IL-31 , IL-33
IL-6 IL-8 IL-17 A
IL- 9 IL-1?E IL-'22 IL-26 IL- 22
Presentasi Ag oleh SD ke sel T naif dan faktor lain (bahan2 yang dihasilkan respons imun non-
spesifik, vitamin, sitokin di lingkungan) menginduksi sel T untuk memproduksi IL dan diferen-
siasi menjadi Th1 , Th2 , Th9 , Th17, Th22 atau Th folikular (TFH). Subset sel T ini dapat men-
ingkatkan berbagai respons inflamasi sesuai dengan profil sitokin , respons terhadap kemokin
dan interaksi dengan sel lainnya.
menetap di organ limfoid atau bermigrasi IL-12 yang dilepas makrofag dan SD
ke kelenjar nonlimfoid. Sel T naif dapat menginduksi perkembangan Thl melalui
menetap di dalam organ limfoid seperti jalur yang STAT4 dependen, sedang IL-4
KGB untuk bertahun-tahun sebelum ter- yang terutama diproduksi sel T sendiri,
pajan dengan antigen atau mati. meningkatkan induksi Th2 melalui jalur
Setiap sel melepas sitokin subset yang STAT6 dependen. Faktor trans-
fenotipik yang memacu respons efektor. kripsi T-bet yang diproduksi sebagai
Sekresi sitokin juga memacu modulasi respons terhadap IFN-y meningkatkan
respons subset yang lain dan mencegah respons Th 1. GATA-3 sangat diperlukan
perkembangan fungsi altematif. untuk diferensiasi Th2.
IFN-y dan IL-12 yang diproduksi
a. Thl APC seperti makrofag dan sel dendritik
122
Bab 5. Sel-sel Sistem /mun Spesifik
Aktivasi sel T
Diferensiasi
sel T dini
Polarisasi oleh
sitokin , parakrin
dan autokrin
Diferensiasi penuh
menjadi polarisasi
subset Th1 dan Th2
Sitokin yang diproduksi oleh respons imun nonspesifik terhadap mikroba atau respons dini
imunitas spesifik mempengaruhi diferensiasi sel T naif CD4+ menjadi Th1 atau Th2 . IL-12 yang
diproduksi oleh makrofag yang diaktifkan dan SD menginduksi perkembangan sel Th1 melalui
jalur yang tergantung STAT4. IL-4 yang terutama diproduksi oleh sel T sendiri memudahkan
induksi Th2 sel melalui jalur yang tergantung STAT-6. Faktor transkripsi T-Bet yang diproduksi
sebagai respons terhadap IFN-y sebenarnya adalah respons Th1 , dan GATA-3 sangat
diperlukan untuk diferensiasi Th2 . Sitokin-sitokin lain yang mungkin berpengaruh terhadap
diferensiasi sel T tidak tergambar.
123
lmunologi Dasar Edisi ke-10
124
Bab 5. Set-set Sistem /mun Spesiflk
Tabel 5.10 Fungsi sel CD4• dan CDS• yang MHC dependen
Gambaran Jalur MHC-11 Jalur MHC-1
JenisAPC Sel dendritik, fagosit Semua sel dengan
mononuklear, sel B, sel endotel, nukleus
epitel timus
Respons sel T CD~ CD~
duksi antibodi. Kebanyakan sel Th adalah berperan dalam inflamasi asma yang
CD4+ yang mengenal kompleks antigen lebih melibatkan neutrofil dibandingkan
MHC-II yang dipresentasikan APC. Akti- eosinofil dan juga dalam autoimunitas,
vasi sel B oleh protein larut memerlukan infeksi berbagai bakteri dan fungus.
bantuan sel Th. lkatan antigen dengan sel (Gambar 5.26).
B-mlg tidak menimbulkan proliferasi dan
diferensiasi sel menjadi sel efektor tanpa e. Th22
bantuan interaksi dengan molekul mem- Sel Th22 dapat ditemukan pada
bran pada sel Th dan sitokin yang benar. lapisan epidermal dan berperan pada
penyakit infiamasi kulit. Strategi
c. Th9 pengobatan infiamasi kronis kulit
Th9 dihasilkan oleh IL-9 dengan bantuan masa depan ditujukan terhadap Th22.
sinyal TGF-~ dan diduga ikutberperan
dalam patofisiologi penyakit alergi f. T folikular (Tfh)
saluran napas (Gambar 5.25). Tfh adalah kelas efektor Th yang
mengatur perkembangan secara bertahap
d. Th17 imunitas sel B antigen spesifik. Sel Tfh
Paradigma Thl /Th2 dipertahankan sampai berfungsi khusus untuk perkembangan
beberapa tahun yang lalu waktu subset sel B. Pengetahuan mengenai fungsi
sel Th efektor CD4 ketiga yaitu Th 17 Tfh dalam sentrum germinativum serta
ditemukan. Sel Th 17 merupakan sel regulasi respons sel B memori terhadap
yang belum lama diidentifikasi dalam antigen merupakan hal yang dapat
tikus dan manusia. Sel tersebut terutama diperhatikan dalam riset untuk membuat
memproduksi famili IL-17 (IL-17 A dan vaksin potensial di masa depan
IL-17F)yang berperandalam pengerahan,
aktivasi dan migrasi neutrofil. Sel ini 3. Sel T CDS+ (Cytotoxic T!Cytolytic
125
lmunologi Dasar Edisi ke-10
y IL-4
®
IL-4 ' ( ( TGF-p
IL-4 ® TGF-p
IL-5 - l , , _. IL-9
IL-13 IL-10
1~ 1
tie® ® Gambar 5.25. Skema faktor-faktor yang
,,t ~ l
mengatur perkembangan dan ekspansi
i ll-5 t ll-9
1
i lr 3
@ .... t
IFN-y
LT-a
Makrofag
Sel NK
SelB
Bakteri intraselular
fungi, protozoa
Kelainan inflamatori kronis
Kelainan autoimun
@ .... 3
IL-4
IL-5
IL-9
IL-13
Eosinofil
Sel mast
Basofil
Sel B
Parasit ekstraselular . . . ( Kelainan atopik
J
@ .... c
IL-17A
IL-17F
IL-22
Neutrofil
Makrofag
SelB
Bakteri ekstraselular .... Kelainan inflamatori kronis
fungi Kelainan autoimun
126
Bab 5. Sel-sel Sistem /mun Spesiftk
Aktivasi ,
proliferasi &
Pasangan molekul
kostimulator & adhesi
-
diferensiasi
Penglepasan
LFA-1:1CAM-1 perforin
LFA-2:LFA-3 o dan granzim
.6> 00
o Saluran poliperforin
Kematian sel
Sel terinfeksi virus terinfeksi virus
127
lmunologi Dasar Edisi ke-10
TWEAK
Memacu apoptosis melalui mekanisme yang sama
TRAIL
Sitokin TNF-a Mengaktifkan kaspase di sel sasaran
128
Bab 5. Sel-se/ Sistem /mun Spesiftk
SelT
TCR
- Prokaspase-8
j
- - - Kaspase-8
, C)(Va:if) tlF
L rI . D Promosi
apoptos1s
Gambar 5.28 Dua jalur apoptosis sel T
.CJ Penglepasan
Bid yang sitokrom c
dipotong
Prokaspase-3 1
1T:_c,..§J-1 d
Kaspase-3
(aktif) Apoptosom I Apaf- 1
~ . c=)
Substrat Efektor Prokaspase-9
apoptosis apoptotik
aktif
l
Apoptosis
r-- ~o-
sit -l
Afinitas sedang
Afinitas tinggi terhadap antigen
terhadap antigen self
self
l • l
· ~ ~ Apoptosis
Up-regulasi
Foxp3
Gambar 5.29 Treg dibentuk dari
timosit di timus saat seleksi negatif
~ ;.,;;;::;;;:~:;· ~
Sel T reaksi terhadap antigen Sel Tr
untuk antigen yang dipajankan di timus
meningkatkan regulasi faktor transkripsi
Foxp3 dan menjadi sel Treg.
self
129
lmuno/ogi Dasar Edisi ke-10
Proliferasi dan
diferensiasi sel T Makrofag
APC teraktivasi
Res pons
normal
Sitokin imunosupresif
Supresi
Ts I Tr
130
Bab 5. Sel-sel Sistem /mun Spesiflk
Sel Treg
c04+co2s+Fo,p3 ®
IL-10
TGF-plinhibisi
[
CMI
/ IL-2
~
~
el __,.
IL-12
® IL-2
__,. IFN-?
TNF-a
Patogen intraselular
lmunopatologi:
Autoimunitas organ spesifik
~ ~IL-6 (iiii:\
Sel
~ ~IL-23~
IL-
_,.
2
el. ~ __,. IL- 17 Bakteri usus . ..
Cmooopatologoo artnb'
ILA
lmunopatologi :
T IL-10
TGF-!3 inhibisi
IL-13 -Alerg1
- Atop1
®
Gambar 5.31 Peran aktif Treg pada toleransi
131
lmunologi Dasar Edisi ke-1 0
132
Bab 5. Sel-se/ Sistem /mun Spesifik
..../ . /
~~""••/Reseptor
inhibisi
MHC-1 se/f-
peptida self
Sel NK tidak
diaktivasi,
tidak ada
pemusnahan sel
h Virus menghambat
~ ekspresi MHC-1
~
-@ • •
Sel terinfeksi virus
(MHC-1 negatif) Aktivasi sel NK,
pemusnahan
sel terinfeksi
133
/muno/ogi Dasar Edisi ke-10
134
Bab 5. Sel-se/ Sistem /mun Spesiftk
Sel memori merupakan sel B dan sel primer (Gambar 5.33). Akhimya, sel
T yang pemah dirangsang antigen dan B berkembang menjadi sel plasma. Sel
hidup lama. lgG ditemukan pada per- plasma jarang terlihat dalam sirkulasi
mukaan sel memori B yang berfungsi (kurang dari 0.2% seluruh jumlah
sebagai reseptor antigen dengan afinitas leukosit) dan biasanya terbatas pada
yang lebih besar dibanding dengan lgD organ limfoid sekunder dan jaringan.
dan lgM. Sel memori T memiliki molekul lmunoglobulin yang dibentuk sel plasma
CD45RO dan menunjukkan peningkatan dapat ditemukan dalam sitoplasma dan
molekul LFA-3 dan VLA-4. permukaan sel dengan teknik imuno-
Sel perawan yang belum dirangsang fluoresen. Biasanya sel B akan dirang-
antigen terpajan dengan antigen yang sang menjadi sel plasma yang memben-
dipresentasikan APC, akan berkembang tuk antibodi atas pengaruh antigen dan sel
menjadi sel efektor. Sebagian sel perawan T (T dependen). Sel B dapat pula mem-
beserta sel memori tersebut disebar ke bentuk antibodi atas rangsangan antigen
seluruh j aringan tubuh melalui sirkulasi tanpa bantuan sel T (T independen).
darah dan limfe sehingga dapat memantau Respons imun humoral dapat dicegah
jaringan tubuh terhadap serangan mikro- oleh urnpan balik antigen; ikatan kompleks
organisme. Proliferasi sel efektor dan sel antigen dan antibodi oleh reseptor F cy
memori tersebut di atas disebut respons mencegah sinyal BCR.
135
lmunologi Dasar Edisi ke-10
136
Bab 5. Se/-se/ Sistem /mun Spesiftk
~
Antigen
Reseptor I Diferensiasi •
antigen~ •
@ -. (9 ~
Sel efektor
Limfosit Proliferasi
naif
Diferensiasi llli @
Limfosit
memori
Gambar 5.33 Ekspansi klon limfosit primer dan sekunder terhadap rangsangan
antigen spesifik
137
lmunologi Dasar Edisi ke-10
dan mengerahkan respons imun spesifik merupakan koordinator dalam inisiasi dan
ke tempat infeksi. imunitas spesifik. IFN-y juga merupakan
LPS (produk mikroba), IFN (produk mediator poten dalam aktivasi makrofag
sel NK dan sel T), memacu transkripsi dan regulator perkembangan sel Th.
gen APC untuk memproduksi IL-12 yang Kemokin yang merupakan bagian dari
memacu diferensiasi sel CD4+ menjadi sitokin memiliki aktivitas kemotaktik dan
sel efektor Thl yang memproduksi IFN-y. mengerahkan sel spesifik ke tempat sel
Yang akhir meningkatkan fagositosis yang melepas sitokin. Sitokin selanjutnya
makrofag untuk membunuh mikroba dan berperan dalam komunikasi intraselular
merangsang sel B untuk memproduksi yang disebut penyampaian sinyal.
IgG yang bekerja sebagai opsonin dalam Seperti terlihat di atas ada interaksi
fagositosis. antara sistem multikomponen imunitas
Sistem imun nonspesifik dan spesifik spesifik dan nonspesifik yang melindungi
perlu bekerja bersama dalam interaksi pejamu dari invasi patogen yang dapat
dan sistem kooperasi yang sangat tinggi menimbulkan infeksi atau dari sel yang
yang menghasilkan respons kombinasi berubah dan dapat menimbulkan kanker
yang lebih efektif. Sistem imun nonspe- yang dapat ditimbulkan oleh tidak ada-
sifik bekerja dengan cepat dan sering di- nya kontrol sistem imun. Beberapa mani-
perlukan untuk merangsang sistem imun festasi klinis yang dapat terjadi karena
spesifik (Gambar 5.34 dan 5.35). disfungsi sistem imun adalah penyakit
alergi, penyakit autoimun, penyakit defi-
B. Interaksi antara sel NK dan sel siensi imun dan penolakan tandur serta
sistem imun lain penyakit Graft versus Host.
Sel NK memberikan pertahanan pertama
terhadap infeksi virus. Sasaran sel NK C. Interaksi antara sel CD4+ dan
adalah partikel virus. Lisis sel terinfeksi ens+
virus oleh sel NK menyingkirkan infeksi
Mikroba yang menginfeksi dan ber-
yang diperlukan sampai sistem imun
kembang biak dalam sitoplasma berbagai
spesifik seperti sel Tc dan antibodi dapat jenis sel, termasukselnonfagositik,kadang
bekerja. Kadang infeksi virus dapat di- tidak dapat disingkirkan oleh fagosit yang
singkirkan hanya oleh sel NK tanpa diaktifkan sel T melalui DTH. Satu-satu-
bantuan imunitas spesifik. Sel NK yang nya jalan untuk menyingkirkan infeksi
diaktifkan juga merupakan sumber ber- mikroba yang sudah menetap atau virus
bagai sitokin yang mengatur sel sistem yang berkembang biak dalam sitoplasma
imun lainnya. Sel NK dapat memproduksi berbagai sel adalah dengan jalan mem-
IFN-y dan TNF-a yang merupakan sitokin bunuh sel terinfeksi sendiri. Hal itu me-
imunoregulator poten. Sitokin tersebut rupakan fungsi CTL/Tc/CD8+. Semua sel
dapat merangsang pematangan SD yang bernukleus rentan terhadap infeksi virus.
138
Bab 5. Se/-se/ Sistem /mun Spesiftk
TLR Ligan
TLR1 ,2,6 LPS
positif-Gram
TLR3 dsRNA
TLR4 LPS
negatif-Gram
TLR5 Flagelin Maturasi sel T dan
diferensiasi fenotipik
TLR9 CpG DNA
tidak dimetilasi
IFN-y, IL-2 -
(. )
S~cR
Gambar 5.34 Hubungan antara imunitas nonspesifik dan spesifik
Patogen dikenal reseptor yang merupakan jembatan antara imunitas nonspesifik dan spesifik.
Pengenalan tersebut menimbulkan interaksi dan pematangan APC. Antigen yang diproses
APC dipresentasikan ke sel T naif yang disertai dengan penglepasan sitokin untuk membantu
perkembangan dan pematangan sel T (pematangan Th1 melalui IL-12). Terlihat reseptor Toi/-
like terlibat dalam pengenalan patogen.
Protein virus dalam sel terinfeksi dan kan makrofag untuk membunuh mikroba
sel tumor yang bermutasi dipresentasi- dalam vesikel. Sel CD8+ mengenal
kan ke sel CD8+ dalam bentuk kompleks antigen yang berasal dari sitoplasma dan
antigen-MHC-I. Berbagai jenis mikroba menyingkirkan mikroba dengan mem-
merangsang sel T yang memberikan bunuh sel terinfeksi Gambar 5.38.
respons proteksi yang berlainan terlihat
pada Gambar 5.36 dan 5.37.
Makrofag mencema mikroba yang VIII. SINYAL TRANSDUKSI
dimakannya dalam vesikel (fagosom), Reseptor permukaan sel seperti makrofag
namun beberapa mikroba dapat terlepas menerima sinyal awal yang mengaktifkan
dan masuk ke dalam sitoplasma. Sel respons imun nonspesifik yang kompleks.
CD4+ , mengenal antigen yang berasal Tahap selanjutnya adalah transmisi sinyal
dari mikroba vesikular dan mengaktif- ke interior sel atau sinyal transduksi yang
139
/munologi Dasar Edisi ke-10
PAMP
~)?
w
CRP
MBL
Protein
iikuti sekresi komplemen
itokin pemacu Fagositosis I Kerusakan
membran
nflamasi dan
emokin membunuh
l
patogen
Opsonisasi
meningkatkan • ( - - - - - - -
fagositosis
CRP, MBL, protein komplemen
lnisiasi alamiah respons mengaktifkan komplemen
imun spesifik
- PRR SD mengenali Komplemen menghancurkan
PAMP membran, memacu inflamasi,
- Antigen mikroba di menarik neutrofil dan sel lainny
presentasikan pada
MHC I dan II
- SD bermigrasi ke
KGB
- Presentasi dan
kostimulasi antigen
memulai respons
spesifik
SelT
Gambar 5.35 Efektor sistem imun nonspesifik sebagai respons terhadap infeksi
140
Bab 5. Se/-se/ Sistem /mun Spesiftk
A. B.
Fagosit dengan mikroba yang dimakan; Sel terinfeksi dengan
antigen mikroba dalam vesikel mikroba dalam sitoplasma
~4SelT
~
J ~ cos+
Efektor
~
, ·SelT
selT
co4+ (CTL)
(Th1)
cos+
I Sekresi sitokin I
(CTL)
rUe
~
l l Pemusnahan
sel terinfeksi
@ (j)
Aktivasi makrofag lnflamasi
~ pemusnahan
mikroba yang
dicerna
A. Sel co4+ dan cos+mengenal antigen peptida yang diikat masing-masing molekul MHC-11
dan MHC-1, memproduksi sitokin yang mengaktifkan fagosit untuk membunuh mikroba
dan menimbulkan reaksi inflamasi.
B. Sel T sitolitik cos+(CTL) mengenal peptida antigen mikroba dalam sitoplasma sel terinfeksi
yang diikat molekul MHC-1 dan membunuh sel tersebut.
141
lmunologi Dasar Edisi ke-10
lnduksi
res pons
Ekspansi dan
diferensiasi sel T
SelT Se IT
co4+efektor coa· (CTL)
(Th1)
- - ~- x x Sel T
~ ~
Pembuluh terdi ferensiasi
.
-
masuk sirkulasi
-
darah
Migrasi sel T ~.
~~
efektor & leukosit
lainnya ke Sel T efektor
tempat antigen bertemu alergen
di jaringan perifer
\
Aktivasi sel T
efektor
~
~
Fungsi efektor Aktivasi makrofag ~ CTL memusnahkan
selT pemusnahan mikroba sel sasaran
yang difagositosis
Gambar 5.37 Kerjasama antarsel CD4• dan cos· dalam menyingkirkan mikroba intraselular
142
Bab 5. Se/-se/ Sistem /mun Spesiflk
II
/.j IFN-y I·-... ....
- _....._.c...tt '\.
Mikroba hidup
dalam sitoplasma
- ·~
•· •
-------
Pemusnahan bakteri
dalam fagolisosom
Pemusnahan
sel terinfeksi
*
Gambar 5.38 lnteraksi antara co4• dan cos•
143
lmunologi Dasar Edisi ke- 10
kan dari ekspresi molekul membran yang atau nomor molekul. Istilah antigen di-
dapat ditentukan dengan menggunakan gunakan oleh karena dapat diproduksi
antibodi monoklonal yang spesifik untuk antibodi terhadapnya. Dalam buku ini
epitop tunggal antigen. Secara inter- dilaporkan 363 molekul CD, beberapa
nasional telah dibuat nomenklatur standar di antaranya ditemukan pada sel bukan
untuk antigen permukaan sel. Kelas lim- leukosit. Beberapa petanda CD yang
fosit dengan fungsi tertentu mengeks- umum digunakan untuk membedakan
presikan protein permukaan tertentu pula. fungsi subpopulasi limfosit terlihat pada
Molekul permukaan tersebut disebut Tabel 5.16.
antigen Cluster of Differentiation (CD)
144
Bab 5. Se/-se/ Sistem /mun Spesiftk
Butir-butir penting
D Respons imun diatur dengan baik yang molekul polimerik dengan epitop
memungkinkan terjadinya respons berulang tidak memerlukan sel T dan
yang memadai tanpa menimbulkan disebut timus independen
hi persensi ti vi tas.
D Aktivasi sel B adalah akibat proses
D Respons imun spesifik membedakan transduksi sinyal yang dipacu oleh
antara spesifitas self dan asing, me- ikatan dengan reseptor sel B yang
miliki daya memori dan adaptasi. akhirnya menimbulkan banyak per-
Imunitas humoral (sel B) mem- ubahan dalam sel antara lain per-
produksi antibodi yang menetralkan ubahan ekspresi gen spesifik
patogen dan toksin. Imunitas selular
D Aktivasi sel B dan T menunjukkan
(sel T) menyingkirkan orgamsme
banyak kesamaan, antara lain dalam
intraselular
pengelompokan fungsi subunit
D Sel B berkembang dalam sumsum reseptor, aktivasi membran yang
tulang. Aktivasi dan diferensiasinya berhubungan dengan protein, tirosin
diinduksi antigen di perifer. Sel B kinase dan pembentukan kompleks
yang diaktifkan dapat berkembang sinyal dan pengerahan sejumlah
menj adi sel plasma yangmemproduksi sinyal jalur transduksi
dan mensekresi antibodi atau sel B
D Sifat respons antibodi primer dan
memon
sekunder tidaklah sama. Respons
D Sel Pro B berkembang menjadi sel B pnmer memerlukan waktu yang
imatur yang mengekspresikan mlgM lebih panJang untuk membentuk
dengan spesifitas antigenik tunggal. antibodi. IgM merupakan antibodi
Sel selanjutnya berkembang menjadi pertama yang diproduksi dan diikuti
sel B naif dengan spesifitas tunggal dan oleh pengalihan perlahan ke kelas
mengekspresikan rnlgM dan rnlgD lain. Respons sekunder memerlukan
waktu yang lebih singkat dan respons
D Aktivasi dan diferensiasi sel B
berlangsung lebih lama. IgG dan
matang oleh antigen di perifer ·akan
isotip lainnya merupakan produk
mengaktifkan dan memacu diferensiasi
utama yang dilepas pada respons
sel B yang membentuk antibodi.
sekunder dibanding IgM dan rata-
Pada kebanyakan antigen, respons
rata afinitas antibodi yang diproduksi
tersebut memerlukan sel Th yang
lebih tinggi
disebut timus dependen. Respons
terhadap beberapa antigen seperti D Sel T terlibat dalam regulasi respons
produk dinding sel bakteri (LPS) dan imun dan imunitas selular
145
lmunologi Dasar Edisi ke-10
146
Bab 5. Se/-sel Sistem /mun Spesiflk
dan menjadi sel Tap. Sebagian kecil stimulator (sinyal 2) dari APC.
ditata gen TCRy8 dan menjadi sel Sinyal kostimulator pada umumnya
Ty8. Tirnosit terdini tidak memiliki diinduksi oleh interaksi antara
CD4 dan CDS dan dianggap se- molekul famili B7 pada membran
bagai sel negatif ganda. Selarna APC dengan CD2S pada Th. lkatan
perkembangannya sel timosit negatif CTLA-4 famili CD2S dengan B7
ganda terbanyak berkembang menj adi menghambat aktivasi sel T
sel T CD4+ CDS- ap atau CD4- CDS+
D Ikatan TCR dengan antigen peptida/
ap
MHC dapat menginduksi aktivasi
D Aktivasi sel T diawali oleh interaksi atau anerg1 klon. Ada atau tidak
antara kompleks TCR-CD3 dengan adanya sinyal kostimulator (sinyal
kompleks MHC peptida pada APC. 2) menentukan aktivasi yang terjadi
Aktivasi juga memerlukan aktivitas dari ekspansi atau anergi klon
molekul asesori seperti koreseptor CD4
D Sel T naif adalah sel dalam keadaan
dan CDS. Berbagai transduksi sinyal
istrirahat (Go) yang tidak terpajan
diaktifkan oleh ikatan dengan TCR
dengan antigen. Aktivasi sel naif
D Sel T yang mengekspresikan CD4 membentuk sel efektor dan sel T
mengenal antigen yang berhubungan memon. Yang akhir lebih mudah
dengan MHC-II dan umumnya bekerja diaktifkan dibanding dengan sel naif
sebagai Th; sel T yang rnengekspresi- dan berperan pada respons sekunder.
kan CDS mengenal antigen yang Sel efektor tidak hidup lama dan
diikat MHC-1 dan pada umumnya berperan sebagai Th, Tc atau Tdth
berfungsi sebagai Tc
D Thl 7 merupakan subset sel Th
D Apoptosis yaitu kematian sel ter- efektor disamping Thl dan Th2. Sel
program yang merupakan faktor kunci memproduksi IL-1 7 yang berperan
dalam regulasi ambanghematopoiesis dalam pengerahan, aktivasi dan
dan populasi sel migrasi neutrofil
D Disamping sinyal yang diperantarai D Treg atau Tr/Ts/Th3 berperan dalam
TCR dan berhubungan dengan toleransi oral, regulasi imunitas
molekul aseson (sinyal 1), akti- mukosa, melepas TGF dan IL-10
vasi sel T memerlukan sinyal ko- yang merupakan petanda supresi.
147
ANTIGEN DAN BAB
ANTI BODI 6
Daftar Isi
I. ANTIGEN D. Imunoglobulin D
A. Imunogenesitas dan antigenesitas E. Imunoglobulin E
B. Determinan antigen - Epitop dan paratop F. Superfamili imunoglobulin
C. Antiantibodi G. Fungsi efektor antibodi - transitosis
D.Mitogen - Petanda Fungsional H. Imunoglobulin serebrospinal
E. Pembagian antigen I. Efektor ADCC
F. Superantigen J. Pengalihan kelas
G.Aloantigen K. Interaksi antara antigen-antibodi
H.Toksin L. Antibodi monoklonal
M. Teori seleksi klon
II. ANTIBODI
N. Sel B hibridoma
A. Imunoglobulin G
B. Imunoglobulin A
Butir-butir pen ting
C. Imunoglobulin M
149
/munologi Dasar Edisi ke-10
150
Bab 6.Antigen dan Antibodi
Antigen Protein
di proses Hapten
-- /
..,..~"-
pembawa
Kompleks
antigen
MHC-11---'
151
/munologi Dasar Edisi ke-1 0
152
Bab 6.Antigen don Antibodi
dalam larutan, epitop yang dikenalnya bahan kimia seperti hidrat arang, protein
cenderung mudah ditemukan di permukaan dan asam nukleat (Gambar 6.3).
imunogen. Epitop sel T dari protein berbeda Determinan antigen bereaksi dengan
dalam peptida, biasanya berasal dari hasil tempat spesifik yang mengikat antigen
cema protein patogen oleh enzim yang di regio yang variabel pada molekul anti-
dikenal oleh TCR dalam kompleks dengan bodi yang disebut paratop. Epitop dapat
MHC (Tabel 6.2). juga bereaksi dengan TCR yang spesifik.
Epitop atau determinan antigen ada- Molekul antigen tunggal dapat memiliki
lah bagian dari antigen yang dapat mem- beberapa epitop. Epitop berinteraksi
buatkontak fisik denganreseptor antibodi, dengan regio yang mengikat antibodi
menginduksi pembentukan antibodi yang atau TCR. Regio antigen yang berikatan
dapat diikat dengan spesifik oleh bagian dengan MHC II disebut agretop.
dari antibodi atau oleh reseptor antibodi. Antigen poten alamiah terbanyak
Makromolekul dapat memiliki berbagai adalah protein besar dengan berat mo-
epitop yang masing-masing merangsang lekul lebih dari 40.000 Dalton dan
produksi antibodi spesifik yang berbeda. kompleks polisakarida mikrobial. Gliko-
Paratop ialah bagian dari antibodi yang lipid dan lipoprotein dapat juga bersifat
mengikat epitop atau TCR yang meng- imunogenik, tetapi tidak demikian halnya
ikat epitop pada antigen. Respons imun dengan lipid yang dimurnikan. Asam
dapat terjadi terhadap semua golongan nukleat dapat bertindak sebagai imunogen
153
lmuno/ogi Dasar Edisi ke-10
B.
Epitop
dalam penyakit autoimun tertentu, tetapi klon limfosit dengan spesifitas khusus.
tidak dalam keadaan normal. Glikoprotein (lektin) asal tanaman yaitu
konkanavalin A (con-A) dan PHA me-
C. Antiantibodi rupakan mitogen poten untuk sel T.
Di samping fungsinya sebagai antibodi,
antibodi dapat juga berfungsi sebagai E. Pembagian antigen
protein imunogen yang baik, dapat me- Antigen dapat dibagi menurut epitop,
macu produksi antibodi pada spesies lain spesifisitas, ketergantungan terhadap sel
atau autoantibodi pada pejamu sendiri. T dan sifat kimiawi:
Autoantibodi terutama diproduksi ter- 1. Pembagian antigen menurut epitop
hadap IgM misalnya yang ditemukan pada a. Unideterminan, univalen
AR dan disebut FR (faktor reumatoid). Hanya satu jenis determinan/epitop
pada satu molekul.
D. Mitogen - Petanda Fungsional
b. Unideterminan, multivalen
Mitogen dan lektin merupakan bahan Hanya satu jenis determinan tetapi
alamiah yang mempunyai kemampuan dua atau lebih determinan tersebut
mengikat dan merangsang banyak klon ditemukan pada satu molekul.
limfoid untuk proliferasi dan diferen- c. Multideterminan, univalen
siasi. Bahan-bahan tersebut merupakan Banyak epitop yang bermacam-
aktivator poliklonal yang dapat meng- macam tetapi hanya satu dari setiap
aktifkan banyakklon limfosit, bukanhanya macamnya (kebanyakan protein).
154
Bab 6.Antigen dan Antibodi
Unideterminan Hapten
univalen
Unideterminan Polisakarida
multivalen
Multideterminan Protein
univalen
155
lmunologi Dasar Edisi ke-10
156
Bab 6.Antigen dan Antibodi
semua sel T dalam darah dapat diaktif- eritrosit dan antigen histokompatibel
kan oleh satu molekul superantigen. dalam jaringan tandur yang merangsang
Efek superantigen terhadap sel T terlihat respons imun pada resipien yang tidak
setelah diikat TCR. Kualitas respons sel memilikinya.
T lebih cepat dan besar berupa produksi
sitokin seperti IL-2, IL-6, IL-8, TNF-a, H. Toksin
IFN-y, yang berperan dalam inflamasi,
Toksin adalah racun yang biasanya
dan menimbulkan ekspansi masif sel T
berupa imunogen dan merangsang pem-
reaktif spesifik dan sindrom klinis berupa
bentukan antibodi yang disebut antitoksin
DIC dan kolaps vaskular yang dikenal
dengan kemampuan untuk menetralkan
sebagai syok endotoksin, sindrom syok
efek merugikan dari toksin dengan meng-
toksin atau septik terutama melalui TNF -
ganggu sintesanya.
a. Superantigen telah digunakan sebagai
Toksin dapat dibagi sebagai berikut :
ajuvan untuk meningkatkan respons
1. Toksin bakteri, diproduksi oleh
imun terhadap antigen dalam imunisasi.
mikroorganisme penyebab tetanus,
Melalui MHC-I dan TCR, superantigen
difteri, botulism dan gas gangren,
mengarahkan sel Th untuk memberikan
termasuk stafilokok
sinyal ke sel B, makrofag, sel dendritik
2. Fitotoksin, foksin asal tumbuhan
dan sel sasaran lain (Gambar 6.5).
seperti risin dari minyak jarak,
korotein dan abrin yang merupakan
G. Aloantigen turunan bij i likoris indi an, Gerukia
Aloantigen adalah antigen yang di- 3. Zooto ks in, bis a yang berasal dari
temukan pada beberapa spesies tertentu ular, laba-laba, kalajengking, lebah
antara lain bahan golongan darah pada dan tawon.
Th
Vp p :---rcR
Peptida yang
Superantigen-((i tidak TCR spesifik
Superantigen
endogen diikat
\S
ff a
- MHC-11
membran '
APC
Gambar 6.5 lkatan silang (cross-linkage) antara TCR dan molekul MHC-11
157
lmuno/ogi Dasar Edisi ke-10
158
Bab 6.Antigen dan Antibodi
Rantai H
~:·b ~ s.s
S-S SH SH Rantai L
SH SH
Fe
Rantai H
Gambar 6.6 Struktur prototip lgG: struktur rantai dan ikatan disulfida
Struktur dasar antibodi dapat dipelajari dengan cara kimiawi dan enzimatik. Fragmen yang
diproduksi oleh pencernaan enzimatik (pepsin atau papain) atau yang diikat oleh ikatan
disulfida dengan merkapto etanol terlihat pada gambar. Unit dasar antibodi yang terdiri atas
2 rantai berat dan 2 rantai ringan yang identik, diikat menjadi satu oleh ikatan disulfida yang
dapat dipisah-pisah dalam berbagai fragmen.
159
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Regio Fab
mengenal
antigen
Kelaslg { ~
pada manusia ~
Regio Fe
Regio efektor
biologis
• slgA melindungi tubuh dari patogen • IgA dalam serum dapat mengagluti-
oleh karena dapat bereaksi dengan nasikan kuman, mengganggu motilitas-
molekul adhesi dari patogen potensial nya sehingga memudahkan fagositosis
sehingga mencegah adherens dankoloni- (opsonisasi) oleh sel polimorfonuklear
sasi patogen tersebut dalam sel pejamu • IgA sendiri dapat mengaktifkan kom-
• IgA dapat bekerja sebagai opsonin, oleh plemen melalui jalur altematif, tidak
karenaneutrofil,monositdanmakrofag seperti halnya dengan IgG dan IgM
memiliki reseptor untuk Fca (Fca-R) yang dapat mengaktifkan komplemen
sehingga dapat meningkatkan efek melalui jalur klasik. IgA sekretori
bakteriolitik komplemen dan menetra- (sigA) dalam bentuk polimerik menjadi
lisasi to ks in. IgA diduga juga berperan stabil oleh ikatan polipeptida rantai J
pada imunitas cacing pita (Gambar 6.8).
• Baik IgA dalam serum maupun dalam Molekul IgA yang polimerik dan
sekresi dapat menetralkan toksin atau rantai J dibentuk sel plasma di dalam
virus dan mencegah terjadinya kontak sel epitel lamina propria selaput lendir
antara toksin atau virus dengan sel alat (tidak oleh sel B). Pada saat IgA tersebut
sasaran dilepas ke dalam lumen saluran cema,
160
Bab 6.Antigen dan Antibodi
sel epitel juga melepas bagian sekretori lambung terdiri atas 80% lgA, 13% lgM
(secretory piece) untuk membentuk dan 7% IgG, yang semuanya berperan
slgA yang terlindung dari pencemaan pada imunitas setempat. IgM juga dapat
oleh enzim. Imunoglobulin dalam cairan dilindungi bagian sekretori dengan berat
161
lmuno/ogi Dasar Edisi ke-10
molekul 70.000 dalton sehingga dapat makrofag dan sel PMN yang berperan
berfungsi bila ada defisiensi slgA. dalam fagositosis. Peran slgA terlihat
Defisiensi IgA sering disertai dengan pada (Gambar 6.9).
adanya antibodi terhadap antigen makanan
dan inhalan pada alergi. Di dalam air susu C. Imunoglobulin M
ibu ditemukan slgA, di samping lakto- Nama M berasal dari makro-globulin
ferin, transferin, lisozim, lipid, lactoba- dan berat molekul lgM adalah 900.000
cillus promoting/actor, fagosit dan limfosit dalton. lgM mempunyai rumus bangun
yang berperan pada imunitas neonatus. pentamer dan merupakan imunoglobulin
Kadar IgA yang tinggi dalam serum terbesar. lgM merupakan lg paling efisien
ditemukan pada infeksi kronik saluran dalam aktivasi komplemen Ualur klasik).
napas dan cema, seperti tuberkulosis, Molekul-molekul IgM diikat oleh rantai
sirosis alkoholik, penyakit coeliac, kolitis J (joining chain) seperti halnya pada
ulseratif dan penyakit Crohn. Fungsi IgA lgA. Kebanyakan sel B mengekspresikan
serum dalam bentuk monomerik belum lgM pada permukaannya sebagai reseptor
banyak diketahui. IgA terdiri atas 2 sub- antigen. lgM dibentuk paling dahulu
kelas yaitu lgAl (93%) dan lgA2 (7%). pada respons imun primer terhadap ke-
Bila produksi IgA pada permukaan mukosa banyakan antigen dibanding dengan lgG.
diperhitungkan, maka lgA merupakan lgM juga merupakan lg yang predominan
lg terbanyak. Reseptor dengan afinitas diproduksi janin. Kadar lgM yang tinggi
tinggi untuk kelas lgA ditemukan pada dalam darah umbilikus merupakan
162
Bab 6.Antigen dan Antibodi
A.
B.
Daerah trans-
\ membran Rig
...•
lgA sekretori
A. Struktur lgA dimerik yang ditemukan dalam sekresi menunjukkan komponen sekretori yang
berfungsi sebagai proteksi molekul polimerik hasil proteolisis.
B. Diagram skematik menunjukkan pembentukan lgA sekretori oleh sel plasma mukosa. lgA
dimerik ini diikat oleh reseptor lg pada rantai J . Kompleks reseptor lg-lgA diangkut menuju
permukaan sel epitel untuk selanjutnya dilepas berupa lgA sekretori.
163
lmunologi Dasar Edisi ke-10
A gen
infeksi
Lumen
Permukaan
mukosa
Sel plasma
petunjuk adanya infeksi intrauterin. Bayi bodi ditemukan dalam darah. Dalam 2-3
yang baru dilahirkan hanya mengandung hari setelah suntikan toksoid kedua kali,
IgM 10% dari kadar lgM dewasa, kadar antibodi dalam darah meningkat
karena lgM ibu tidak dapat menembus tajam dan mencapai kadar maksimum
plasenta. Janin umur 12 minggu sudah yang jauh lebih tinggi dibanding dengan
mulai membentuk IgM bila sel B-nya
respons primer. Respons sekunder ditan-
dirangsang oleh infeksi intrauterin, seperti
dai oleh respons yang lebih cepat serta
sifilis kongenital, rubela, toksoplasmosis
dan virus sitomegalo. Kadar lgM anak lebih banyak produksi antibodi. Hal ter-
akan mencapai kadar IgM dewasa pada sebut disebabkan oleh adanya ekspansi
usia satu tahun (Gambar 6.10). sel memori akibat pemberian toksoid
Kebanyakan antibodi alamiah seperti pertama (Gambar 6 .11).
isoaglutinin, golongan darah AB, anti- Hal yang khas terjadi pada respons
bodi heterofil adalah lgM. lgM dapat sekunder: pembentukan imunoglobulin
mencegah gerakan mikroorganisme berlangsung lebih cepat dan untuk waktu
patogen, memudahkan fagositosis dan yang lebih lama, imunoglobulin men-
merupakan aglutinator poten antigen.
capai titer tinggi yang terutama terdiri
Bila seorang anak diimunisasi terhadap
atas lgG. Pada respons primer, timbulnya
produk bakteri seperti toksoid, akan di-
IgG didahului oleh IgM.
perlukan beberapa hari sebelum anti-
164
Bab 6.Antigen dan Antibodi
Lahir
lgM
100
ro
(/)
~
"O
lgG
O>
c:
1l 50
E
ro I1gA, lgD, lgEI
?ft.
------ ------
:'' .., __ _
_.\ --- --- ----
I
.
o...._------~~---
;' '
' ............
~~~---...~~~~__.
-3
...
0
Bayi
...
lbu
6 12
Usia(bulan)
18
E
2Q) PRIMER SEKUNDER I
, -. . '
,' Ab ' ..,
CJ)
,' total ......
E
ca II ' .. ,
ro
"O II ' .. ,
I ',
~
I
I
I
~ I
I
ca I
ro
"O
I
I
I
ca
::.::
I
,
I
165
Jmunologi Dasar Edisi ke-10
166
Bab 6.Antigen dan Antibodi
••
•••
.
A mmo
•• ••
• ••
e
vasoaktif
Gambar 6.12 Reaksi silang (cross-linking) antara antigen dan lgE menimbulkan
degranulasi sel mast
167
lmunologi Dasar Edisi ke-10
168
Bab 6.Antigen don Antibodi
-- Ag permukaan
~ lkatan Ab dengan
Ag dan FcR
Makrofag
A.
Fci;Rll l
Antigen
~ ~
permukaan
I
B.
Fci;RI
Cacing
169
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Pengalihan
isotip
Subkelas lgG
lgM lgE lg A
(lgG1 , lgG3)
170
Bab 6.Antigen don Antibodi
I
~
Sel B aktif
IL-4
IL-5 --rt ~~:~~~tau
(sentroblas)
~~~~~~~~~~
~~~IL-4
IL-5
Diferensiasi sitokin :
O
o ~ lgM
Proliferasi sitokin :
IL-2, IL-4 , IL-5 IL-2, IL-4, IL-5, IFN-y, TGF-13
punyai lebih dari satu determinan. Ke- menghasilkan aviditas lebih tingi. IgM
kuatan ikatan antibodi dengan epitop anti- mempunyai 10 ikatan antigen identik
gen keseluruhan disebut afiditas (Gambar yang secara teoritis dalam interaksi poli-
6.17). valen dapat mengikat secara simultan 10
Antigen monovalen atau epitop determinan dengan aviditas sangat tinggi.
masing-masing pada permukaan sel, Antibodi merupakan komponen imu-
akan berinteraksi dengan masing-masing nitas didapat yang melindungi tubuh
ikatan tunggal molekul antibodi . Meski- terhadap infeksi mikroorganisme dan
pun afinitas interaksi tersebutdapattinggi, produknya yang toksik. Oleh karena itu
aviditas keseluruhan adalah rendah. Bila interaksi antara antigen dan antibodi
ditemukan banyak determinan yang sangat penting dan banyak digunakan
cukup dekat pada permukaan sel, satu in vitro untuk tujuan diagnostik. Peng-
molekul IgG mengikat 2 epitop (interaksi gunaan reaksi in vitro antara antigen-
bivalen dengan satu molekul IgG) yang antibodi disebut serologi.
171
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Valensi Aviditas
interaksi interaksi
IMonovalen I IRendah I
Bivalen 1 1 1 Tinggi I
I
I
,.......-----.,
I r-=---i
Sangat
Polivalen tinggi
Interaksi antara antigen dan anti- Serum dengan kekuatan tinggi atau
bodi dapat menimbulkan berbagai akibat tidak diencerkan hanya sedikit atau tidak
antara lain presipitasi (bila antigen me- menunjukkan aglutinasi/ presipitasi. Hal
rupakan bahan larut dalam cairan garam itu disebut fenomen prozon disebabkan
fisiologik), aglutinasi (bila antigen me- oleh antibodi berlebihan. Cross/inking
rupakan bahan tidak larut/partikel-partikel atau reaksi silang antigen tidak terjadi
kecil), netralisasi (toksin) dan aktivasi akibat banyaknya antibodi. Setiap anti-
komplemen. Kebanyakan reaksi tersebut gen dapat diikat satu antibodi. Hal yang
terjadi oleh adanya interaksi antara antigen sama terjadi bila serum sangat diencer-
multivalen dan antibodi yang sedikitnya kan, juga hanya sedikit atau tidak menun-
memiliki 2 tempat ikatan per molekul. jukkan aglutinasi/presipitasi yang disebut
Titer antibodi adalah pengenceran fenomena pos-zona. Di antara fenomen
tertinggi yang menunjukkan aglutinasi prozon dan pos-zona, setiap molekul
atau presipitasi. Untuk menentukan titer antibodi bereaksi dengan antigen yang
antibodi, dibuat pengenceran serial serum membentuk kompleks besar. Zona ini
dan selanjutnya ditambahkan sejumlah disebut zona ekuivalen. Kadar antigen
antigen yang konstan dan campuran dan antibodi dalam zona ini merupakan
larutan tersebut diinkubasikan dan di- kadar relatif molekul-molekul yang dapat
periksa untuk aglutinasi/ presipitasi. membentuk kompleks (Gambar 6.18)
172
Bab 6.Antigen dan Antibodi
"C
0
==f1 ~~
~~ }-=
..c
+;;
c:
:e.en ~ 1
f I!!
a.
"""'\
B
..c:
e"'
..,
;:,
A c
Ekses Ekses
antibodi antigen
2 3 4 5 6 7 8 9
Penambahan jumlah antigen ---+
173
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Sel plasma yang diambil dari darah ditentukan. Setelah sel dipilih oleh
tidak akan tumbuh dalam biakan j aringan antigen paling sesuai, akan berproliferasi
dan akan mati dalam beberapa hari. Se- dan memproduksi klon sel yang akan
baliknya sel mieloma akan tumbuh terns terns menerns memproduksi antibodi
menerns dalam biakan jaringan. Satu yang sama.
sel plasma dan satu sel mieloma dapat Burnet mengemukakan konsep for-
difusikan menjadi satu sel yang disebut bidden clone untuk menerangkan auto-
hibridoma yang mempunyai sifat dari imunitas. Sel yang dapat memproduksi
ke 2 sel asalnya dan akan membentuk antibodi terhadap antigen normal sendiri
antibodi monoklonal. Dalam antibodi akan forbidden dan disingkirkan dalam
monoklonal semua molekulnya adalah masa hidup embrional. Selama perkem-
identik (Gambar 6 .19). bangan janin, klon yang bereaksi dengan
Antibodi monoklonal mernpakan antigen sendiri akan dihancurkan atau
bahan standar yang banyak digunakan ditekan. Aktivasi klon reaktif yang
dalam laboratorium untuk mengidentifi- ditekan oleh pajanan dengan antigen
kasi berbagai jenis sel, typing darah dan pada usia lebih lanjut, akan menginduksi
menegakkan diagnosis berbagai penyakit. penyakit autoimun.
Kemajuan sekarang telah memungkinkan
untuk memproduksi antibodi monoklonal
N. Sel B hibridoma
manusia melalui rekayasa genetika dalam
jumlah yang besar untuk digunakan Sel hibrid diproduksi melalui fusi sel
dalam terapi berbagai penyakit limpa yang melepas antibodi yang di-
imunisasi terhadap antigen tertentu
M. Teori seleksi klon dengan mutan sel mieloma dari spesies
tertentu yang tidak lagi melepas produk
Teori seleksi klon mernpakan teori proteinnya sendiri. Glikopolietilen di-
seleksi dalam pembentukan antibodi gunakan untuk fusi tersebut. Sel mutan
yang diusulkan Burnet. Postulasinya mieloma mernpakan sel imortal yang
ialah adanya sejumlah besar sel yang memproduksi antibodi monoklonal terns
memproduksi antibodi, dan masing- menerns. Sel mutan mieloma tersebut
masing mensintesis antibodi yang sudah disebut sel hibridoma.
174
Bab 6.Antigen don Antibodi
l l l
Campuran sel limpa, termasuk
beberapa yang menghasilkan
antibodi anti-X
t
Campuran sel
fusi dan tidak
terfusi
.--~
Hanya sel yang ~'Q": (·-··-.:
terfusi (hibridoma) F \ ... i,,._ "-... J
berkembang II~
Hibridoma menghasilkan
Ab monoklonal anti-X
175
/munologi Dasar Edisi ke-10
Butir-butir penting
176
KOMP LEMEN BAB
7
Daftar Isi
I
II. AKTIVASI KOMPLEMEN
A. Aktivasi komplemen jalur klasik
B. Aktivasi komplemen jalur altematif
C. Aktivasi komplemen jalur lektin
F.
G.
H.
I.
Lisis osmotik bakteri
Neutralisasi infeksi virus
Aktivitas sitolitik ADCC
Imunitas nonspesifik dan spesifik
V. REGULATOR - INHIBITOR
III. RESEPTOR KOMPLEMEN
KOMPLEMEN
IV. FUNGSI BIOLOGIS KOMPLEMEN
VI. DEFISIENSI KOMPLEMEN
A. Inflamasi
B. Pengerahan sel - kemokin
Butir-butir penting
C. Fagositosis - opsonin
177
lmunologi Dasar Edisi ke-10
178
Bab 7. Komplemen
179
lmunologi Dasar Edisi ke-10
LISIS KLIRENS
KOMPLEKS IMUN
Kompleksj l
Ag-Ab
Darah
- I - - J
Sel sasaran Fagosit Fagosit
Protein komplemen dalam serum dan yang diikat reseptor pada membran berperan dalam
sejumlah respons imun seperti lisis sel asing oleh antibodi (ADCC), opsonisasi antigen, bakteri
oleh fagosit, aktivasi respons inflamasi dan pembersihan kompleks imun dalam sirkulasi oleh
hati dan limpa.
180
Bab 7. Komplemen
Al<tivasi alternatif
jalur berakhir dalam produksi C3b. Pada sasaran yang cocok, seperti sel bakteri.
tingkat akhir dari semua jalur dibentuk Aktivasi jalur klasik dimulai dengan C 1
MAC (Gambar 7.3). yang dicetuskan oleh kompleks imun
antibodi dan antigen.
A. Aktivasi komplemen jalur klasik IgM yang memiliki lima F c mudah
diikat oleh C 1. Meskipun C 1 tidak mem-
Penggunaan istilah klasik berdasarkan pe- punyai sifat enzim, namun setelah ber-
nemuannya yang pertama kali, meskipun ikatan dengan Fc, dapat mengaktifkan C4
aktivasi jalur klasik terjadi sesudah jalur dan C2 yang selanjutnya mengaktifkan
lainnya. Aktivasi komplemen melalui C3. IgM dan IgGl, IgG2, IgG3 (IgM
jalur klasik dimulai dengan dibentuknya lebih kuat dibanding dengan IgG) yang
kompleks antigen-antibodi larut atau rnembentuk kompleks imun dengan anti-
dengan ikatan antibodi dan antigen pada gen, dapat mengaktifkan komplemen
181
lmunologi Dasar Edisi ke-10
C3a :
inflamasi
Tahap awal
C3b:
C3b opsonisasi &
diendapkan
fagositosis
pada mikroba
1~
@) c:::::o::=:>- EJ-YD() C5a :
inflamasi
Ta hap 0/) C5a
lam bat
Lis is
mikroba
melalui jalur klasik. Jalur klasik melibat- sator dalam reaksi berikutnya. Jadi sti-
kan 9 komplemen protein utama yaitu mulus kecil dapat menimbulkan reaksi
C 1-C9. Se lama aktivasi, protein-protein aktivasi komplemen berurutan. Lipid A
tersebut diaktifkan secara berurutan. dari endotoksin, protease, kristal urat,
Produk yang dihasilkan menjadi katali- polinukleotide, membran virus tertentu
182
Bab 7. Komplemen
183
lmunologi Dasar Edisi ke-10
C3 *
C3b
I
I }-c3
C3b
I
+
C5 konvertase
•
C5 • 11Ji C5b
Gambar 7.4. Jalur aktivasi komplemen dan faktor yang mengawali reaksi
184
Bab 7. Komplemen
kecil C3a dan C5a yang merupakan 7.6). C5a adalah kemoatraktan untuk
anafilatoksin yang dapat memacu degra- neutrofil yang juga merupakan anafila-
nulasi sel mast dan atau basofil melepas toksin. Makrofag yang diaktifkan me-
histamin. Histamin yang dilepas sel mast lepas berbagai mediator yang ikut ber-
atas pengaruh komplemen, meningkatkan peran dalam reaksi inflamasi.
permeabilitas vaskular dan kontraksi otot
polos dan memberikanjalan untuk migrasi
sel-sel leukosit dan keluamya plasma yang C. Fagositosis - opsonin
mengandung banyak antibodi, opsonin C3b dan C4b mempunyai sifat opsonin.
dan komplemen ke jaringan (Tabel 7.3
Opsonin adalah molekul yang dapat diikat di
dan Gambar 7 .5).
satu pihak oleh partikel (kuman) dan di lain
pihak oleh reseptomya pada fagosit sehingga
B. Pengerahan sel - kemokin
memudahkan fagositosis bakteri atau sel
Kemokin adalah molekul yang dapat me- lain. C3 yang banyak diaktifkan pada aktivasi
narik dan mengerahkan sel-sel fagosit. komplemen merupakan sumber opsonin
C3a, C5a dan C5-6-7 merupakan kemokin utama (C3b). Molekul C3b dalam bentuk
yang dapat mengerahkan sel-sel fagosit inaktif (iC3b), juga berperan sebagai opsonin
baik mononuklear maupun polimorfonu- dalam fagositosis oleh karena fagosit juga
klear ke tempat terjadi infeksi (Gambar memiliki reseptor untuk iC3b.
185
lmunologi Dasar Edisi ke- 10
~
,.--.....
Ke • C R2 C3d
KGB -
Lisis sel asing
Peningkatan
dan bakteri
respons imun Opsonisasi dan
~ t MAC fagosi tosis bakteri
C3d 5\ i
)"'"__K_o_m_.p._
f
le_m_e_n_ _,.(
. { ;b, C3bi
·~
Gambar 7.5 Fungsi biologis komplemen
186
Bab 7. Komplemen
Fungsi biologis komplemen adalah sitolisis direk, opsonisasi , aktivasi dan migrasi direk
leukosit, pembersihan kompleks imun dan peningkatan respons imun humoral. Berbagai
fragmen komplemen yang dilepas pada aktivasi jalur alternatif dan klasik ikut berperan dalam
pertahanan imun. Di samping penglepasan fragmen proteolitik, aktivasi komplemen baik jalur
klasik maupun alternatif dapat menimbulkan lisis (MAC) di permukaan sel bakteri.
Pemusnahan
C3b c3 .---1
Mediator
permeabilitas
vaskular
Eksudasi
Gambar 7.6 Strategi pertahanan berupa reaksi inflamasi akut yang diawali dengan aktivasi
komplemen jalur altematif oleh bakteri
187
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Bakteri Aktivasi
kompl~
emen CR1
FcR
gG C3b
Nukleus
188
Bab 7. Komplemen
IC5a(?C3a) I
I.Toksin bakteri !'-.,,, !
Makrofag
Membran basal
Ali ran
darah
Garn bar 7 .8 LPS dan komplemen yang merangsang makrofag dan induksi inflamasi akut
Neutrofil darah menempel pada molekul adhesi di sel endotel dan atas pengaruh faktor-faktor lain-
nya, bermigrasi ke jaringan dengan menembus membran basal.
memacu inflamasi dan dapat menimbul- dari kaskade komponen komplemen C5-
kan penyakit kompleks imun. Kompleks C9. Aktivasi komplemen yang terjadi di
besar tidak larut sulit untuk disingkirkan permukaan sel bakteri akan membentuk
dari jaringan. Sejumlah besar C3 yang MAC (gabungan C5, C6, C7, C8 dan C9)
diaktifkan dapat melarutkan kompleks dan akhimya menimbulkan lisis osmotik
tersebut. Seperti sudah disebut di atas, sel atau bakteri. C5 dan C6 memiliki
penderita dengan defisiensi komplemen aktivitas enzim yang memungkinkan C7,
C8 dan C9 memasuki membran plasma
berisiko tinggi terhadap penyakit yang
dari sel sasaran. Sekitar 10-16 molekul
ditimbulkan kompleks imun seperti LES.
C9 menimbulkan lubang-lubang kecil
dalam membran plasma dan mematikan
F. Lisis osmotik bakteri sel. MAC dapat secara langsung me-
Aktivasi C3 (jalur altematif, klasik dan nyerang patogen seperti halnya dengan
lektin) akan mengaktifkan bagian akhir perforin pada sel NK.
189
lmunologi Dasar Edisi ke-10
DA RAH
Kompleks imun
la rut
1 Aktivasi komplemen
l
Eritrosit
Hati
dan Gambar 7.9 Eliminasi kompleks imun
Lim pa dalam sirkulasi
190
Bab 7. Komplemen
191
lmuno/ogi Dasar Edisi ke-10
Memacu
fagositosis
...
Makrofag
Memacu
presentasi antigen
(spesifik)
Memacu
-----tl!lli• fagositosis
(nonspesifik)
Neutrofil
Memacu
- - -...lllli• sitotoksisitas
(nonspesifik)
Sel NK
Gambar 7.10 Peran komplemen yang mengatur mekanisme imunitas
nonspesifik dan spesifik
192
Bab 7. Komplemen
193
lmunologi Dasar Edisi ke-10
CR2 (CD21 ) C3d , C3dg*, Bagian dari koreseptor sel B, Sel B, SD folikular,
iC3b mengikat EBV beberapa sel T
194
Bab 7. Komplemen
Butir-butir penting
D Sistem komplemen terdiri atas sejurnlah sistem imun mengontrol baik respons
serum protein yang banyak diantaranya imun spesifik maupun nonspesifik
berada dalam bentuk inaktif D Oleh karena dapat merusak
D Aktivasi komplemen terjadi melalui sel pejamu, sistem komplemen me-
jalur klasik, altematif dan lektin yang merlukan mekanisme regulator baik
masing-masing memiliki awal yang pasif maupun aktif yang kompleks.
berbeda Defisiensi komplemen didapat akan
menimbulkan kerentanan terhadap
D Ketiga jalur tersebut akhimya me- infeksi yang bervariasi sampa1
nunjukkan urutan kejadian yang kerusakan jaringan yang ditimbulkan
sama yang menirnbulkan kompleks kompleks imun
molekular yang menimbulkan lisis sel
D Aktivasi komplemen melibatkan
D Jalur klasik diawali dengan ikatan sitolisis, opsonisasi dan fagositosis
antibodi dan sel sasaran; reaksi mikroba asing, aktivasi infiamasi dan
IgM dan subkelas IgG tertentu
m1gras1 direk leukosit, melarutkan
mengaktifkan jalur ini
dan membersihkan kompleks imun,
D Aktivasi jalur altematif dan lektin meningkatkan respons imun humoral
adalah antibodi independen. Jalur-
jalur ini diawali oleh reaksi protein D Aktivasi komplemen melepas ana-
komplemen dengan molekul per- filatoksin (C3a, C4a, dan C5a)
mukaan mikroba yang merupakan mediator penting
pada infiamasi, mengerahkan dan
D Dalam hubungannya dengan peran
mengaktifkan neutrodil, makrofag
dalam lisis sel, sistem komplemen
berperan dalam opsonisasi bakteri, dan sel lain
aktivasi infiamasi dan pembersihan D Aktivasi komplemen juga melepas
kompleks imun produk komplemen (C3b, C3bi dan
D Interaksi antara protein komplemen C4b) yang berperan sebagai opsonin
dan fragmen protein pada reseptor sel yang meningkatkan fagositosis.
195
KOMPLEKS HISTO- BAB
KOMPATI Bl LITAS 8
MAYOR
Daftar Isi
197
lmunologi Dasar Edisi ke-10
198
Bab 8. Kompleks Histokompatibilitas Mayor
199
lmunologi Dasar Edisi ke-10
gen transpor yang mencolok. Akhimya sebagai HLA- 1. Jenis molekul HLA ke-
penurunan ekspresi MHC-1, apapun dua (HLA-D) ditemukan pada MLC de-
sebabnya, akan memudahkan virus me- ngan menginkubasikan limfosit yang ber-
nyerang respons imun. Hal itu disebabkan asal dari dua orang yang berlainan.
karena menurunnya ekspresi kompleks Lokus HLA pada manusia ditemu-
antigen MHC-1 pada sel terinfeksi virus kan di lengan pendek kromosom 6.
untuk dapat dihancurkan oleh CTL. Di antara lokus HLA-B dan HLA-DR
Molekul MHC-1 diekspresikan pada ditemukan lokus lain yaitu MHC-Ill yang
semua permukaan sel dengan nukleus,
menyandi protein kelas 2 yang struktur
sedang MHC-II diekspresikan terutama
molekulnya tidak serupa dengan kelas 1
pada permukaan sel khusus seperti APC,
sel dendritik, makrofag, sel B, sel endotel atau kelas 2 (protein komplemen, TNF
dan sel epitel timus. dan limfotoksin). Regio kelas 1 terdiri
Lokus genetik yang menentukan atas HLA-A, HLA-B dan HLA-C. Regio
molekul HLA yang pertama ditemukan kelas 2 terdiri atas regio D yang dibagi
adalah HLA-A dan HLA-B, kemudian menjadi subregio HLA-DP, HLA-DQ
HLA-C yang sekarang digolongkan dan HLA-D (Gambar 8.1).
!Prociuk gen ! DR
a ~ B c A
I\ 1\ \\
'
ILokus gen j
DPa OPP DOa DQP DRa DRP B c A
Kromosom 6
'''
Re io MHC
DP DQ DR B c A
Kelas II L_ Kelas I __J
Gambar 8.1 Organisasi genetik lokus HLA dan produk gen yang berhubungan
Gen MHC manusia yang polimorfik dari lokus HLA menyandi molekul kelas I dan II terletak
di kromosom 6. Gen kelas I ditunjukkan sebagai a,b dan c masing-masing menyandi domain
polipeptida (a 1, a 2 dan a 3) yang berhubungan dengan invarian mikroglobulin ~· Gen kelas
II adalah DP, DQ dan DR yang masing-masing menyandi rantai individual rantai a dan ~ yang
berinteraksi dan memberikan tempat ikatan untuk antigen yang dipresentasikan.
200
Bab 8. Kompleks Histokompatibilitas Mayor
Kompleks
Kelas MHC
Regio
IA IE TNF-a
Produk gen H-2K Protein C H-3D H-2L*
ap ap TNF-p
*tidak ditemukan pada semua haplotip
Regio DP DQ DR C4,C2,BF B c A
Produk DP DQ DR TNF-a
Protein C HLA-A HLA-C HLA-A
gen ap ap ap TNF-p
MHC adalah kompleks H2 pada tikus dan kompleks HLA pada manusia. Pada kedua spe-
sies MHC diatur menjadi beberapa regio yang menyandi kelas I (warna merah muda), kelas
II (biru) dan kelas Ill {hijau). Produk gen kelas I dan II terlihat dalam gambar dan dianggap
sebagai molekul MHC klasik. Produk gen kelas Ill berupa komplemen (C), TNF-(X dan TNF-P
MHC-11 terdiri atas 2 rantai polipeptida yang disebut a dan p. Kedua rantai adalah polimorfik.
201
lmunologi Dasar Edisi ke-10
l
celah ikatan peptida -
ikatan
disulfida
L celah ikatan
peptida terbentuk
dari domain
a 1 dan P1
a 1 dan P, hom~ l og
dengan aoma1 n
konsta n lg
1 membran plasma
MHC-1 1
(sandi lokus D)
202
Bab 8. Kompleks Histokompatibilitas Mayor
banding dengan yang lainnya. Perbedaan D. Gerombol gen MHC pada tikus
antara MHC-I dan MHC-II terlihat pada dan manusia
Tabel 8.3.
Gen MHC-I (K, D, L, B, C, A) menyandi
antigen CD8+ disebut K, D, I pada tikus
C. Molekul MHC-111 dan A, B dan C pada manusia (Gambar
Pembentukan komponen beberapa 8.3). Gen yang menyandi protein MHC-
sitokin dan molekul lain ditentukan oleh II (IA,IE, DP, DQ, DR) yang mem-
molekul MHC-III. Sejumlah protein presentasikan antigen ke sel CD4+disebut
yang ekspresinya ditentukan molekul IA dan IE pada tikus dan DP, DQ dan DR
MHC-III antara lain adalah komponen pada manusia. Protein kelas II merupakan
komplemen (C2, C4), faktor B properdin hasil 2 gen yang menyandi rantai MHC-
atau Bf, TNF dan limfotoksin, beberapa a dan rantai MHC-~ . Protein MHC-III
jenis enzim, heat shock protein tertentu menyandi gen yang terletak dalam regio S,
dan molekul pembawa yang diperlukan tidak berfungsi dalam presentasi antigen
dalam proses antigen. kepada sel-sel T.
203
lmunologi Dasar Edisi ke-10
\°f C4B~:>\ A~
0
0
\ Kelas
Kelas II DQ 1I Bf
DP DR C2 C4A
1111 ~~ -= II
i- ~
\ - \ - - - - \ , Kelas I
TNF B C f /J
C...... ,.--··
seotmmec : ::::;;·· ;:·:·; :r::··;:
Gambar 8.3 MHC di kromosom 6
MHC-111 adalah komponen komplemen, TNF. MHC-1 dibagi dalam 3 golongan : A, B dan C.
Setiap golongan dikontrol oleh lokus gen MHC yang berbeda dalam kromosom 6.
III. MHC DALAM PENGENALAN masuk tubuh melalui kulit, epitel saluran
DAN PRESENTASI ANTIGEN cema dan napas. Antigen tersebut di-
Sedikitnya ada 3 cara antigen diproses tangkap, dimakan, diproses dijadikan
danjalur presentasi. peptida kecil oleh enzim lisosom, dibawa
APC keKGB (Gambar 8.4). Peptidakecil
a. Protein asal patogen ekstraselular di-
diikat molekul MHC-II dalam endosom
pecah, diproses melalui jalur eksogen
dan ditranspor ke permukaan sel APC
b. Protein yang diproduksi endogen
untuk dipresentasikan ke sel T CD4+.
(self-protein dan protein virus)
APC memiliki aktivitas kostimulator
di proses melalui jalur endogen
dan kadar MHC-II tinggi sehingga dapat
c. Lipid dan derivatnya diproses seperti
mengaktifkan sel Th naif (Tabel 8.4).
protein ekstraselular dalam endosom,
Fagositosis diawali dengan adhe-
bersama CDl , molekul serupa MHC
rens antigen pada membran makrofag.
dan dipresentasikan ke sel negatif
Kompleks antigen seperti sel bakteri
ganda atau sel T CD8 yang sering
atau virus cenderung menempel dengan
memiliki reseptor y8
baik dan cepat dimakan; protein ter-
isolasi dan bakteri dengan kapsul tidak
A. Jalur eksogen melalui MHC-11
menempel dengan baik dan lebih sulit
Antigen seperti mikroba, pada umumnya untuk dimakan. Fusi pseudopodia yang
204
Bab 8. Kompleks Histokompatibilitas Mayor
---- -
( Kulit
--
Saluran cerna '
'
Saluran napas
---- ~p'
jaringan
Jaringan
ikat
Ke KGB
KGB (}
~
··-·. . .. endotel, epitel timus
·'•
I Respons co4· cos·
Sumber protein antigen .. Protein endosomal/lisosomal
(biasanya yang dimakan
Protein sitosolik
(biasanya disintesis
dan berasal dari lingkungan dalam sel ; dapat masuk
ekstraselular) ke sitosol dari fagosom)
Enzim yang berperan dalam Protease endosom dan Proteosom sitosolik
pembentukan peptida lisosom (misalnya katepsin)
Tempat peptida berikatan Kompartemen khusus dalam Retikulum endoplasma
dengan MHC vesikel
Biologik lmunitas terhadap patogen Antivirus dan antikanker
intraselular dan protein asing
205
lmunologi Dasar Edisi ke-10
,- Ii
Penggabungan
MHC-11 dan -Ii
1f
Pembentukan
rantai MHC-11
sendiri
206
Bob 8. Kompleks Histokompotibilitos Mayor
I
Gambar 8.6 Peran molekul MHC pada pengenalan antigen oleh sel T
207
lmunologi Dasar Edisi ke-10
lnfeksi
. : ·...
...,!\·.!.?..- Presentasi ke
..
...,. : ~~ :.,.
virus ..:
..... ..
sel T cos+
.-
tt;,.,"" ~
\
Protein viral =
antigen endogen
Proteasom
... ..
(''"\
..
\
RER\..\
.\ .\ ,,............ ,'
l l I \
\ \\ \ \ \ ,
\\\\'\'-,\ /
\
I
l\
\\
I
f
\
\
1 '
t f Sintesis Penyusunan Hubungan
\ \'"'·' \ }. MHC-1 & MHC-1 & ~2 M peptida
\ \ ,,- . . . .~ \
I I \ f l
\ l \ li_L _____________________________________________________________ _
I
I
I
I
~
I
I
I I
U
I
I
I
I
I
I
l
I
l
I
I
I
~ •'"' 1 II f
r'
I
I
I
I I I 1 1 I I I
LJ •. : t.._: !_j
208
Bab 8. Kompleks Histokompatibilitas Mayor
Proteasom ( )
TAP
P,M 1 MHC-1
Kompleks MHC berjalan
melalui Golgi ke kompar-
1-------'----Peptida(<i\ temen jalur endositik
3
~
Rantai a MHC-1 mengikat
kalneksin , lalu p2M.
Kalneksin terurai.
l Kompleks Gog1
1 •
l Rantai invarian terurai
Kalnetikulin, tapasin dan ~: menyisakan fragmen
ERp57 berikatan . MHC CLIP
menangkap peptida, bahan
yang menyertainya terurai
l-'----------
~~~~~~n
4
l
CLIP@~'°
Antigen eksogen ditangkap,
diuraikan dan dimasukkan
ke kompartemen jalur
4 _ _ _ _ _.......__ _ ~
1 endositik
l Grf
plasma
MHC-1
/
Gambar 8.8 Presentasi antigen melalui jalur eksogen, endogen dan silang
Jalur APC yang terpisah digunakan untuk antigen endogen (hijau) dan eksogen (merah}.
Masuknya antigen ke dalam sel dan tempat antigen diproses menentukan apakah peptida
antigen bergabung dengan MHC-1 di RER atau di MHC-11 dalam kompartemen endositik.
209
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Proses hanya terjadi pada APC tertentu dan memungkinkan ikatan MHC-1 dan antigen yang
didapat oleh fagosit atau mekanisme endositik. Antigen dapat dimakan melalui setiap jalur dan
diproses untuk dijadikan peptida yang dapat diikat MHC-1. Tanda ? menunjukkan jalur yang
belum pasti dalam jalur MHC-1.
210
Bab 8. Kompleks Histokompatibilitas Mayor
Sel Th
TCR
Superantigen bakteri
Antigen renjatan toksik
Protein stafilokok
Enterotoksin klostridium
Molekul kelas II
- - Ekor sitoplasma
APC
Superantigen seperti enterotoksin dan toksin 1 stafilokok berperan dalam sindrom renjatan
toksik. Superantigen tidak diproses seperti biasa, tetapi dapat diikat langsung oleh TCR dan
MHC-11 yang menimbulkan proliferisasi dan diferensiasi menjadi efektor yang melepas IL-2,
TNF-a dan IL-1 ~· Karena sejumlah besar sel T yang memiliki domain V~ dapat mencapai
sampai 10% sel T, maka sejumlah besar sel T (tidak tergantung kepada spesifitas antigen)
dapat diaktifkan superantigen . Hal ini menimbulkan respons sistemik masif dengan gejala
seperti yang ditemukan pada renjatan septik seperti kerusakan jaringan berat dan gagal organ
multipel.
211
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Eosinofil
•••
Endotel
vaskular
Sito kin
•
Sel mast
""·· .
Mediat~r
lipid
........_____
•
•
Gambar 8.10 Komunikasi antara berbagai sel sistem imun
212
Bab 8. Kompleks Histokompatibilitas Mayor
213
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Hubungan antara HLA dan penyakit nyebab penyakit. Reaksi autoimun dapat
tidak hanya terbatas pada predisposisi, terjadi oleh kemiripan molekul. Hipotesis
tetapi juga berpengaruh terhadap progres ini ditunjang dari hasil observasi bahwa
penyakit. Hubungan dengan HLA ditemu- galur tertentu Sigela fleksner mengeks-
kan pada penderita seropositif HIV yang presikan plasmid yang mengandung
menunjukkan periode lama dan latensi se- urutan rangkaian 5 asam amino yang
belum berkembang menjadiAIDS penuh. identik dengan rangkaian pada alel
lnformasi mengenai hubungan HLA dan HLA-B27. Apakah rangsangan bakteri
penyakit dapat digunakan untuk menemu- ini menimbulkan spondilitis ankilosa
kan individu dengan risiko terhadap merupakan fokus penelitian dewasa ini.
penyakit tertentu untuk dapat digunakan Variasi kemiripan molekul diduga dapat
sebagai terapi pencegahan. menimbulkan reaksi silang antara epitop.
Bakteri Yersina pseudotuberkulosis dan
B. Hipotesis Risiko Relatif Klebsiela pneumoni menunjukkan epitop
Ada sejumlah hipotesis untuk menerang- yang bereaksi silang dengan HLA-B27.
kan hubungan antara penyakit tertentu Hipotesis lain merupakan kebalikan
dengan HLA (Gambar 8.11). dari hipotesis-hipotesis yang disampai-
HLA tertentu merupakan reseptor kan di atas. Dalam hipotesis ini, penyakit
untuk masuknya virus ke dalam sel. terjadi bila sistem imun toleran terhadap
Dalam hipotesis ini virus merupakan pe- epitop patogen, oleh karena epitop me-
2 14
Bab 8. Kompleks Histokompatibilitas Mayor
Reaksi Seleksi
silang determinan
Toleransi
Ketidakseimbangan Kesamaan
hubungan molekular
Ada risiko relatif untuk penyakit yang berhubungan dengan HLA bila alel HLA tertentu di-
turunkan. Sejumlah hipotesis telah diusulkan untuk menerangkan hubungan khusus antara
penyakit dengan alel tertentu.
nyerupai yang ada pada alel tertentu kecuali HLA-B8 , dapat mengikat
(HLA-DR27). Hipotesis ini berdasarkan peptida khusus dan tidak akan memberi-
penyakit yang disebabkan oleh tidak kan respons terhadap peptida antigen
adanya respons imun. itu. Gen yang menimbulkan penyakit
Peptida antigen tidak dapat dipresen- berhubungan dengan alel tertentu, jadi
tasikan ke sel T kecuali bila berhubungan bukanlah alel MHC sendiri yang menim-
dengan molekul MHC. Diduga penyakit bulkan penyakit. Bila 2 gen diturunkan
terjadi oleh karena alel HLA tertentu bersama, dapat diramalkan bahwa hal
tidak dapat mengikat peptida yang yang terjadi pada frekuensi tinggi adalah
pada keadaan normal akan membentuk secara kebetulan. Gen-gen tersebut di-
kompleks dengan alel lain dari MHC sebut linkage disequilibrium.
khusus itu. Misalnya semua alel HLA,
215
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Butir-butir penting
0 MHC adalah regio genetik yang luas, diikat oleh MHC-1 dan dipresentasi-
menyandi molekul MHC-I dan MHC- kan ke CD8 Tc
II serta protein-protein lain. Gen MHC
0 Antigen eksogen dimakan dan di-
sangat polimorfik, terdiri atas lebih
pecah dalam kompartemen endositik
250 alele MHC, menyandi molekul I
asidik dan kemudian diikat MHC-II
dan II yang berfungsi dalam presentasi
untuk dipresentasikan ke CD4 Th
antigen ke sel T dan molek:ul kelas III
dengan berbagai fungsi 0 Antigen peptida eksogen pada sel ter-
tentu dapat dipresentasikan olehMHC-I
0 GenMHCsangatberhubungandengan
melalui fagosom dalam proses yang
dan urnurnnya diturunkan sebagai unit
dikenal sebagai presentasi silang
tertentu dari orang tua. Unit-unit yang
berhubungan disebut haplotip 0 MHC-Umempresentasikanantigenke
CD4. MHC-II memiliki 2 rantai poli-
0 GenMHC adalahpolimorfik /ditemu-
peptida transmembran. Peptida diikat
kan berbagai jenis gen MHC
dalam kantong alel spesifik yang di-
0 MHC-I diekspresikan pada hampir bentuk oleh 2 rantai polipeptida
semua sel bemukleus; MHC-II hanya transmembran untuk dipresentasikan
terbatas pada sel B, makrofag dan sel dan dikenal oleh TCR
dendritik (umumnya pada SD/APC)
0 Berbagai degradasi antigen dan jalur
0 Pada umurnnya MHC-I mempresen- pengolahannya menimbulkan kompleks
tasikan antigen endogen yang sudah MHC-peptida sehingga peptida endo-
diproses ke CD8/Tc dan MHC-II gen bersatu dengan MHC-I dan peptida
mempresentasikan antigen eksogen eksogen dengan MHC-II
yang sudah diproses ke CD4 Th
0 MHC-I mengikat peptida antigen kecil
0 Antigen endogen dipecah menjadi (residu 8-10 asam amino). MHC-II
peptida dalam sitosol oleh proteosom, mengikat peptida yang lebih besar.
216
SITO KIN BAB
9
Daftar Isi
I. SIFAT UMUM SITOKIN 10.IL-25
11 . IL-25
II. ANTAGONIS SITOKIN
12. IL-31
III. FUNGSI SITOKIN 13 . IL=9
A. Efek biologis sitokin E. Sitokin lain
B. Sitokin pada hematopoiesis F. Sinyal transduksi sitokin
C. Sitokin pada imunitas nonspesifik G . Sitokin Thl dan Th2
1. TNF 1. Perkembangan subset T helper
2 . IL-1 ditentukan lingkungan sitokin
3. IL-6 2 . Profit sitokin T helper
4. IL-10 3. Keseimbangan T helper
5. IL-12 menentukan penyakit
6 . IFN tipe I H . Fungsi berbagai sitokin penting
7. IL-15 I. Penyakit yang berhubungan dengan
8. IL-18 sitokin
9. IL-33 1. Penyakit keseimbangan Thl-Th2
D .Sitokin pada imunitas spesifik 2. Syok septik
1. IL-2 3. Sitokin pada kanker limfoid dan
2 . IL-4 mieloid
3. IL-5 J. Sitokin dalam pengobatan
4 . IFN-y K . Kemokin
5. TGF-~
6. Limfotoksin IV. SIMPULAN EFEK SITOKIN DAN
7. IL-13 KEM OKIN
8. IL-16
9. IL-17 Butir-butir penting
217
lmunologi Dasar Edisi ke-10
218
Bab 9. Sitokin
219
/munologi Dasar Edisi ke-10
@)
~
Aktivasi
Proliferasi
Diferensiasi
Sel Th aktif
l
PLEIOTROPI
/ SelB
IL4 - ~ Proliferasi
IFN-y
Sel Th aktif
Timosit
Proliferasi
l
Sel mast (@
Makrofag
REDUNDANSI
~
Sel Th aktif
-
IL-2 -
IL-4
IL-5
-
SelB
Proliferasi
l
IL-12
SINERGI
lnduksi pengalihan
kelas ke lgE
l
Sel Th aktif
ANTAGONISME
Sel B ~
Sel Th aktif
Sel Th aktif
-
~
IL-4 -
IFN-y
JJ
SelB
Menghambat pengalihan
kelas ke lgE oleh induksi IL-4
l
IFN-y, TNF, IL-2
dan sitokin lainnya
juga mempunyai efek anti-neoplastik dan pun tidak mutlak. Hal tersebut disebab-
fungsi dalam hematopoiesis. kan karena sitokin yang sama dapat dipro-
Sitokin yang berperan pada imu- duksi selama reaksi imun nonspesifik dan
nitas nonspesifik dan spesifik umumnya spesifik. Berbagai sitokin yang diproduksi
diproduksi oleh berbagai sel dan bekerja dapat menunjukkan reaksi yang tumpang
terhadap sel sasaran yang berbeda, meski- tindih (Gambar 9.2).
220
Bab 9. Sitokin
l l l l l
I Proliferasi I Ekspresi I Ekspresi I Aktivitas I Diferensiasi
I Produksi IL-4 molekul MHC-11 sitotoksik I Produksi antibodi
dan IL-5 MHC-11 (! lgG2a; I lgE
I Aktivitas dan lgG1)
mikrobial
221
lmunologi Dasar Edisi ke-10
222
Bab 9. Sitokin
*
Sel NK
~
Mikroba
~ ~
~
~
~ /
** I>' ~
Y.
M"rnf•g (@- ~ SolTCW ~
~ ~
llnflamasil
Neutrofil ~ T IL-21L-4
~ Sol TCD8'~
' Jl i
~ ~~~ ~
Sols@
223
lmunologi Dasar Edisi ke-10
@ Selasal
@ .....-111 ~
Sel NK
Sel asal pluripoten
Sel B
1Q! SelT
Eritropoietin
@
Eritroid
w
Megakariosit Basofil CFU Eosinofil CFU
~GM-CFU
1 1
..
....
Eritrosit
®~®
®~®
Gambar 9.4 Berbagai sitokin pada pertumbuhan dan pematangan berbagai sel darah
C. Sitokin pada imunitas nonspesifik sitokin yang diperlukan untuk fungsi banyak
sel efektor (Gambar 9.5 dan Tabel 9.4).
Respons imun nonspesifik dini yang penting
terhadap virus dan bakteri berupa sekresi
224
Bab 9. Sitokin
lnflamasi
Promosi
sitokin dari
aktivasi
makrofag Hematopoiesis
225
lmunologi Dasar Edisi ke-1 0
226
Bab 9. Sitokin
I1nflamasi I
®. ©-.....©
'· ~ Aktivasi
makrofag
(ij) ~
Sel NK Sel T
Trombosis
I
E
:J
......
Q)
(/)
~
Makrofag
E
l
co
ro
-0
c
:i:
.9
·u;
......
co LPS
-0
co
~
Gambar 9.6 Peran sitokin pada imunitas nonspesifik terhadap mikroba yang
memproduksi LPS (endotoksin)
227
lmunologi Dasar Edisi ke-10
228
Bab 9. Sitokin
Pembuluh darah
Leukosit
Sumsum tulang
Trombus
.
@ .. Hati
'~
Aktivasi
Leukosit~
Gambar 9.7 Efek biologik TNF
Dalam kadar yang sedikit, TNF bekerja terhadap leukosit dan endotel yang menginduksi
inflamasi akut. Dalam kadar sedang, TNF bekerja terhadap efek sistemik inflamasi dan dalam
kadar yang tinggi, TNF menimbulkan kelainan patologis syok septik.
dritik yang diaktifkan. IL-10 mencegah selular dan merupakan induktor kunci dalam
ekspresi kostimulatori molekul MHC-II imunitas selular spesifik terhadap mikroba.
pada makrofag dan sel dendritik. Sumber utama IL-12 adalah fagosit mono
nuklear dan sel dendritik yang diaktifkan.
5. IL-12 Efek biologis IL-12 adalah merangsang
IL-12 merupakan mediator utama imunitas produksi IFN-y oleh sel NK dan sel T,
nonspesifik dini terhadap mikroba intra- diferensiasi sel T CD4+ menjadi sel Thl
229
lmuno/ogi Dasar Edisi ke-10
230
Bab 9. Sitokin
Makrofa~;;Y
CD40L
' / CD40
SelT
co4• naif ..---l-L
- 12---.1 SelT
I
_....., CD8+
~ ~~
I l \
~Th1' ~ NK ~
~
~ NK
~ SelT ~
CD~ j
Merangsang sekresi IFN-y
~
Peningkatan aktivitas
sitolitik
231
lmunologi Dasar Edisi ke-10
.................................. . .......................... .
.........
Rangsangan untuk
transkripsi gen IFN-y
Resepto dan produksi IL-12
LPS dan Sel T efektor
produk Aktivasi makrofag
(Th1 yang -+ pemusnahan
mikroba berdiferensiasi)
lainnya mikroba
Mikroba CD40
CD40L
Sel T NK T co4•
infeksi virus. Nama interferon berasal dari yang mengandung nukleus dan dilepas
kemampuannya dalam intervensi infeksi sebagai respons terhadap infeksi virus.
virus. Efek IFN Tipe I adalah proteksi IFN mempunyai sifat antivirus dan dapat
terhadap infeksi virus dan meningkatkan menginduksi sel-sel sekitar sel yang ter-
imunitas selular terhadap mikroba intra- infeksi virus menjadi resisten terhadap virus.
selular. IFN Tipe I mencegah replikasi virus, Di samping itu, IFN juga dapat meng-
meningkatkan ekspresi molekul MHC-1, aktifkan sel NK. Sel yang diinfeksi virus
merangsang perkembangan Th 1, men- atau menjadi ganas akan menunjukkan
cegah proliferasi banyak jenis sel antara perubahan pada permukaannya yang akan
lain limfosit in vitro (Gambar 9.11). dikenal dan dihancurkan sel NK. Dengan
IFN tipe I diproduksi oleh sel terinfeksi demikian penyebaran virus dapat dicegah.
virus dan makrofag (tidak tergambar). Produksi IFN diinduksi oleh infeksi
IFN Tipe I mencegah infeksi virus dan virus atau suntikan polinukleotida sintetik.
meningkatkan aktivitas CTL terhadap sel IFN dapat dibagi menjadi 2 tipe yaitu,
yang terinfeksi virus. Interferon meng- Tipe I dan Tipe II. Tipe I terdiri atas IFN-a
induksi ekspresi MHC-II di sel jaringan, yang disekresi makrofag dan leukosit lain
meningkatkan ekspresi F c-R pada makro- serta IFN-~ disekresi oleh fibroblas. IFN
fag dan aktivitas sel NK (Gambar 9.12). Tipe II adalah IFN-y yangjuga disebut IFN
Interferon adalah sitokin berupa gliko- imun, disekresi sel T setelah dirangsang
protein yang diproduksi makrofag yang oleh antigen spesifik. Efek proteksi IFN-y
diaktifkan, sel NK dan berbagai sel tubuh terjadi melalui reseptor di membran sel dan
232
Bab 9. Sitokin
I IFN tipe 1 I
••
Sel tidak ~ Reseptor
terinfeksi
•
IFN "' ' • Sel terinfeksi
'
Peningkatan ekspresi
MHC-1 pada sel yang
terinfeksi , pemusnahan
oleh CTL
233
lmunologi Dasar Edisi ke-10
A.
8.
Tanpa interferon
2)
DAI (tidak aktif)
2)
DAI (tidak aktif)
d~osfat
DAI (aktif)
~
DAI (terkunci dalam
keadaan tidak aktif)
l
Sintesis
protein virus
lnisiasi faktor 2
(tidak aktif)
l
Penghambatan
sintesis
protein virus
Gambar 9.12 Peran IFN tipe I pada respons imun nonspesifik terhadap infeksi virus
A. Tanpa IFN (atas) virus dapat menginfeksi sel pejamu dan bereplikasi di dalam sel
membentuk asam nukleat dan protein baru virus, menyebarkan pirogeni virus dari sel
terinfeksi ke sel pejamu lain. Bila IFN-1 diproduksi sebagai respons terhadap infeksi
(bawah), IFN berikatan dengan reseptor pada permukaan sel pejamu dan menghentikan
sintesis protein . Hal ini mencegah virus baru atau replikasi virus.
B. IFN bekerja melalui induksi sintesis protein DAI (kiri). DAI diinaktifkan bila berikatan
dengan dsRNA yang sering ditemukan dalam genom banyak virus. DAI aktif menimbulkan
fosforilase dan inaktivasi initiation factor 2 eukariosit (kanan). Beberapa virus seperti virus
adeno dan Epstein Barr mampu mencegah aktivitas DAI.
234
Bab 9. Sitokin
Rangsangan eksterna l
atau internal
l
+(j) I
N
T
E
IL-18
R
F
t
I
St res @!~ ~
E
R
0
N
*
Makrofag I SD y
NK
t
Bakteri/produknya
Sel dendritik
-i Survival
" 0 ~emotaksis~
-i Adhesi .,___
- Degranulasi
0 ~ThO
IFNy -
Sel N( i P
•
Ooo
.:
/
/
/
I
~Th2
" IL-5
IL-13
V ST2L
l
IL-4, IL-5, IL-13,
l
IL-6, IL-1 3,
IL-6, IL-8, IL-1p, IL-1 p, TN Fa,
GM-CSF PGD2, MCP-1
Histamin
235
lmunologi Dasar Edisi ke-10
236
Bab 9. Sitokin
IL-2
Sel T CD4
~ IL-4
naif ~
l* 1
-~
-( ~ ~ ~
Pengalihan isotip ke Perkembangan
lgE dan lgG1 (tikus), Mencegah dan ekspansi
lgG4 (manusia) aktivasi makrofag se1Th2
yang diinduksi IFN-y dan merupakan GF peran dalam hubungan antara aktivasi sel
untuk sel mast terutama dalam kombinasi T dan inflamasi eosinofil. IL-5 diproduksi
dengan IL-3. subset sel Th2 (CD4+) dan sel mast yang
diaktifkan (Gambar 9.18).
3. IL-5 Sel CD4+ yang berdiferensiasi men-
IL-5 merupakan aktivator pematangan jadi sel Th2 melepas IL-4 dan IL-5. IL-4
dan diferensiasi eosinofil utama dan ber- merangsang sel B untuk memproduksi lgE
237
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Peogalihao kelas ~
IL-5
~~
~ ~
/~~MHC-11
TCR ___.......... IFN-y + peptida
Gambar 9.17 Pengalihan kelas antibodi melalui interaksi antarsel Th/B dan sitokin
yang diikat sel mast. IL-4 juga bersifat fagosit dan mengaktifkan komplemen.
autokrin dan merupakan sitokin yang ber- Kedua proses tersebut meningkatkan
peran dalam diferensiasi sel Th2. IL-5 me- fagositosis mikroba yang diopsonisasi.
ngaktifkan eosinofil. Sitokin asal Th2 me- IFN-y dapat mengalihkan lg yang berparti-
rupakan antagonis efek aktivasi makrofag sipasi dalam eliminasi mikroba. IFN-y
atas pengaruh sitokin sel Th 1. mengaktifkan neutrofil dan merangsang
efek sitolitik sel NK (Gambar 9.19).
4. IFN-y
IFN-y mengaktifkan fagosit dan APC
IFN-y yang diproduksi berbagai sel sistem dan induksi pengalihan sel B (isotip anti-
imun merupakan sitokin utama MAC dan bodi yang dapat mengikat komplemen dan
berperan terutama dalam imunitas non- Fc-R pada fagosit, yang berbeda dengan
spesifik dan spesifik selular. IFN-y adalah isotip yang diinduksi IL-4), menginduksi
sitokin yang mengaktifkan makrofag untuk tidak langsung efek Th 1 atas peran pe-
membunuh fagosit. IFN-y merangsang
ningkatan produksi IL-12 dan ekspresi
ekspresi MHC-1 dan MHC-11 dan kosti-
reseptor.
mulator APC. IFN-y meningkatkan dife-
rensiasi sel CD4+ naif ke subset sel Thl
dan mencegah proliferasi sel Th2. IFN-y 5. TGF-~
bekerj a terhadap sel B dalam pengalihan Efek utama TGF-~ adalah mencegah proli-
subkelas lgG yang mengikat Fcy-R pada ferasi dan aktivasi limfosit dan leukosit lain.
238
Bab 9. Sitokin
Mikroba*
Se~
e
Eosinofil
.. Supresi aktivasi
. makrofag
Netralisasi
antibodi lgG
(manusia lgG4,
tikus lgG1)
1
Degranulasi Aktivasi
sel mast eosinofil
239
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Makrofag
@ IFN-y
i·
w
Aktivasi makrofag,
peningkatan aktivitas
Peningkatan
ekspresi MHC,
presentasi antigen
mikrobisidal
Perkembangan
sel Th1 efektor
Pengalihan isotip ke
opsonin dan antibodi
yang mengikat komplemen
240
Bab 9. Sitokin
-t Lalu lintas
-t Survival
-t Aktivasi ~ -t Permeabilitas
~ -t Sintesis a.I. TGF-P1
Sel epitel
/ \
P'oioflam"i miofibroblas
t Sintesis a.I. MCP-1, IL-6
Makrofag
-- t Kontraksi dengan
asetilkolin
- .J., Relaksasi dengan
t Produksi lgE( j ) P-agonis
meningkatkan Otot polos SN napas
pengalihan
- t Sintesis a.I. CCL 11
isotipe lgE Sel 8
berperan dalam meningkatkan reaksi infla- subset Th lain. Efeknya terlihat pada
masi yang sel T dependen bentuk lain. Gambar 9 .21 .
Perbandingan ciri-ciri sitokin yang
berperan pada imunitas nonspesifik dan E. Sitokin lain
spesifik terlihat pada Tabel 9. 7.
Beberapa sitokin lain telah dapat
diidentifikasi. Fungsi IL-19 belum
12. IL-31
diketahui dengan jelas. IL-21 homolog
IL-31 terutama diproduksi sel Th2 yang dengan IL-15, merangsang proliferasi
diaktifkan dan bekerja melalui IL-3 lR sel NK. IL-23 serupa dengan IL-12 dapat
yang diekspresikan pada sel monosit yang merangsang respons irnun selular (Lihat
diaktifkan, epitel dankeratinosit. Ekspresi Apendiks B). Sitokin lain seperti: IL-26,
IL-31 berlebihan dapat menimbulkan IL-27, IL-28, IL-29, IL-30, IL-32, , BCAF
gatal ,, alopesia, lesi kulit, hipereaktivitas juga dapat dilihat pada Apendiks B
bronkus, dermatitis dan alergi.
F. Sinyal transduksi sitokin
13. IL-9
Semua reseptor sitokin terdiri dari satu
IL-9 yang diproduksi sel T pertama kali atau lebih protein transmembran yang
digambarkan sebagai sitokin serupa IL-4, berfungsi untuk mengikat sitokin dan
IL-5, IL-13 yang diproduksi Th2. Temyata bagian sitoplasmanya berperan untuk
IL-9 diproduksi oleh Th9 yang merupakan mengawalijalur sinyal intraselular. Sinyal
241
lmunofogi Dasar Edisi ke-10
t CLCA, musin
(MUC2/MUC5AC )
~ IL-6, RANTES ,
Sel epitel G-CSF, MIP-1 a,
© IL-8, MCP-1,3,5
IL-8 , eotaksin
::~;::~.: ~ ~ S:o:m.pol_o_
s _ _..,
!t -- ~ ®
IL-8
t
Proliferasi dan
survival sel T
Maturasi dan
survival eosinofil
Neutrofil
----+ t Proliferasi dan survival ,
pematangan sel mast,
produksi IL-6
242
Bab 9. Sitokin
Dimerisasi reseptor
dengan perantaraan
sitokin; fosforilasi rantai
reseptor dengan
perantaraan Jak
Fosforilasi dengan
Pengerahan STAT perantaraan Jak
ke reseptor sitokin dan dimerisasi STAT
Translokasi
STAT ke nukleus
~
Protein STAT
aktif
243
/munologi Dasar Edisi ke-10
Domain TIR/jalur IRAK IL-1R dan IL-18R lkatan kinase famil i IRAK
dengan domain TIR, aktivasi
faktor transkripsi
Reseptor-berhubungan TGF-~-R. M-GFR, reseptor Aktivitas kinase intrinsik
dengan kinase sel induk dalam reseptor, aktivasi faktor
transkripsi
Sinyal protein G Reseptor kemokin Pertukaran GTP dan disosiasi
Ga-GTP asal Gbg , Ga GTP
mengaktifkan berbagai enzim
selular
244
Bab 9. Sitokin
Aktivasi sel T ++
Aktivasi sel B ++++
sel NK. Sumber IL-12, salah satu mediator menimbulkan diferensiasi menjadi sel Th2.
kunci dari diferensiasi Thl adalah makrofag Th2 lebih mudah berkembang dibanding
atau SD yang diaktifkan oleh bakteri Thl, meskipun ada IFN-y dan IL-12.
intraselular atau parasit intraselular lain
atau produk bakteri seperti LPS. Sitokin 2. Profil sitokin T helper
lain seperti IL-18, meningkatkan proliferasi Sitokin yang diproduksi subset Th 1 dan
dan produksi IFN-y oleh sel Thl yang Th2 memiliki dua ciri efek terhadap per-
sedang dan telah berdiferensiasi dan sel kembangan subset sel Th. Pertama me-
NK. Jadi jaring regulatori sitokin secara ningkatkan perkembangan subset yang
positif mengontrol sel Thl. memproduksinya. Kedua mencegah per-
Dewasa ini telah diketahui sitokin kembangan dan aktivitas subset sebaliknya
famili IL-12, IL-23 dan IL-27 yang ber- yang disebut regulasi silang.
peran dalam perkembangan Th 1. IL-
3. Keseimbangan Thelper menentukan
23 dan IL-27 mempunyai peran sama
dengan IL-12 yaitu pada diferensiasi subset pen ya kit
THI. Seperti halnya dengan THI yang me- Progres beberapa penyakit tergantung
merlukan IL-12 dan IFN-y, perkembangan dari keseimbangan subset Thl dan Th2.
Th2 tergantung dari IL-4. Pajanan sel T naif Contoh yang sudah dipelajari pada
dengan IL-4 pada awal respons imun, manusia adalah lepra yang ditimbulkan
245
lmunologi Dasar Edisi ke-10
(@
Makrofag Neutrofil SelB
l
Pengalihan
J 1 isotip
~
)~ )~ )~
Makrofag teraktivasi Neutrofil teraktivasi CTL teraktivasi Sel plasma memproduksi
(meningkatkan (meningkatkan (sitotoksik) isotip lg yang mampu
pemusnahan) pemusnahan) menjadi perantara ADCC
)~ )~ )~
;~)~
~K
Selsasara~
Gambar 9.23 Sitokin-sitokin yang dilepas sel Th1
246
Bab 9. Sitokin
Progenito
Sel mast
1 Proliferasi
diferensiasi
lgM
C
lgG2a ADCC
lgM lgM
lgG1 lgG1 Antigen
Pen ingkatan ikatan lgE
Penglepasan Penglepasan
komplemen dan lisis
mediator mediator
mikroorganisme yang
diopsonisasi
247
lmunologi Dasar Edisi ke-10
progresif, infeksi menyebar ke tulang unun adalah tipe Th l dengan DTH dan
dan tulang rawan dengan luas, ke saraf profil sitokin yang menunjukkan kadar
dan merusak jaringan. ' tinggi IL-2, IFN-y dan TNF-p. Pada bentuk
Perkembangan lepra tuberk:uloid atau lepromatus, ada respons Th2 dengan kadar
lepromatus tergantung dari keseimbangan tinggi IL-4, IL-5 dan IL-10. Profil sitokin ini
Thl-Th2. Pada bentuk tuberk:uloid, respons menerangkan menurunnya imunitas selular
248
Bab 9. Sitokin
Feedback positif
Sel CD4• naif yang diaktifkan antigen berproliferasi dan memproduksi IL-2. Bila proliferasinya
didominasi oleh lingkungan IL-12 akan menghasilkan populasi Th1 yang melepas sitokin
dengan ciri-ciri khas termasuk IFN-y. Lup umpan balik positif terjadi bila IFN-y yang diproduksi
Th1 merangsang SD atau makrofag yang menghasilkan lebih banyak IL-12. Bila lingkungan
didominasi oleh IL-4, populasi Th2 akan memproduksi sitokin dengan profil yang meningkatkan
aktivasi eosinofil dan sintesis berbagai kelas Ab. Sitokin utama yang diproduksi oleh setiap
subset secara positif mengatur subset yang memproduksinya dan mengatur secara negatif
subset lainnya.
dan peningkatan produksi antibodi serum. yang disebut vIL-10 yang diduga dapat
Pada AIDS juga ada perubahan menekan respons selular, sehingga me-
aktivitas subset sel Th. Pada penyakit dini, mungkinkan virus lebih bertahan hidup.
aktivitas sel Thl tinggi, namun dengan
progres penyakit, ditemukan respons serupa
2. Syok septik
pengalihan dari Thl ke Th2. Patogen juga
dapat mempengaruhi aktivitas subset Gangguan dalam jaring regulator kompleks
Th 1. Beberapa patogen lain juga dapat yang mengatur ekspresi sitokin dan resep-
mempengaruhi aktivitas subset sel Th. tomya dapat menimbulkan sejumlah
EBY memproduksi homolog IL-10 penyakit seperti renjatan septik yang
249
lmunologi Dasar Edisi ke-10
sering ditemukan dan potensial menye- rapa jenis kanker. Kadar IL-6 yang
babkan kematian. Meskipun antibiotika sangat tinggi dilepas oleh sel miksoma
sudah banyak digunakan, infeksi bakteri jantung (tumor jinak jantung), mieloma,
merupakan sebab utama renjatan septik sel plasmasitoma, kanker serviks dan
yang dapat berkembang dalam beberapa kandung kemih. Pada mieloma dan
jam pasca infeksi bakteri negatif-Gram plasmasitoma, IL-6 nampaknya berperan
tertentu seperti E. koli, K. pneumoni, P. autokrin yang merangsang proliferasi sel.
aeruginosa E. aerogenes dan N.meningi- Antibodi monoklonal IL-6 yang ditam-
tidis. Gejalanya berupa tekanan darah bahkan ke biakan sel mieloma in vitro
menurun, demam, diare dan pembekuan akan menghambat pertumbuhan sel. Se-
darah yang luas di berbagai organ.
baliknya tikus transgenik yang meng-
Renjatan diduga terjadi akibat endotoksin
ekspresikan IL-6 kadar tinggi menunjuk-
dinding bakteri yang berikatan dengan
kan proliferasi sel plasma masif yang di-
TLR pada SD dan makrofag yang memacu
sebut plasmasitosis yang fatal. Meskipun
produksi IL-1 dan TNF-a berlebihan dan
sel plasma tidak ganas, proliferasi sel
menimbulkan renjatan septik. Pening-
katan TNF-a dan IL-1 terj adi cepat pada plasma dengan kecepatan tinggi mugkin
sepsis dini sehingga netralisasi sitokin berperan pada terjadinya kanker.
tersebut sangat menguntungkan bila
J. Sitokin dalam pengobatan
dilakukan dalam proses dini.
Sejumlah mikroorganisme mempro- Dengan teknik rekombinan DNA, sitokin
duksi sejurnlah toksin yang bekerja sebagai dapat diproduksi dalam jumlah besar.
superantigen. Superantigen diikat molekul Sesuai dengan peranan biologisnya, maka
MHC-II dan TCR yang mengaktifkan sel sitokin dapat digunakan sebagai pengganti
T. lkatan yang unik ini memungkinkan komponen sistem imun yang imuno-
superantigen mengaktifkan sejumlah besar kompromais atau untuk mengerahkan sel-
sel T. Meskipun kurang dari 0,01 % sel T sel yang diperlukan dalam menanggulangi
memberikan respons terhadap antigen defisiensi imun primer atau sekunder, me-
konvensional, tetapi 5% atau lebih sel T dapat rangsang sel sistem imun dalam respons
memberikanrespons terhadap superantigen. terhadap tumor, infeksi bakteri atau virus
Superantigen bakteri berperan dalam yang berlebihan. Rekombinan anti-sitokin
berbagai penyakit seperti renjatan bakterial telah dapat diproduksi dan digunakan
toksik dan keracunan makanan. untuk mengontrol penyakit autoimun dan
keadaan dengan sistem imun yang terlalu
3. Sitokin pada kanker limfoid dan
aktif/patologik seperti alergi. Dewasa ini
mieloid sudah dapat diperoleh sitokin murni hasil
Kelainan pada produksi sitokin atau klon, antibodi terhadap sitokin dan reseptor
reseptomya berhubungan dengan bebe- sitokin yang larut, sehingga dimungkin-
250
Bab 9. Sitokin
251
lmunologi Dasar Edisi ke-10
252
Bab 9. Sitokin
Penginfusan kembali
- LJ --·
Biakan dengan
sitokin
Hasil : sel LAK
(Sel NK primer)
Reseksi
tumor -
Limfosit
terisolasi ---+
A
LJ Hasil: TIL
(Sel T CD8+, sel NK)
Biakan dengan IL-2
untuk pengaktifannya
Penginfusan kembali
253
lmunologi Dasar Edisi ke-10
gejala yang berhubungan dengan infeksi dan IL-13 yang berperan dalam respons
dan penyakit in:flamasi. Sel Th 1 ditandai humoral dan alergi. Tr memiliki memiliki
oleh produksi IFN-y dan terutama efek yang cenderung imunosupresif
berperan dalam imunitas selular. Sel dan ditandai oleh IL- 10 dan TGF-~ yang
serupa Th2 ditandai oleh sitokin yang diproduksinya (Gambar 9.27).
diproduksinya seperti IL-4, IL-5, IL-9
254
Bab 9. Sitokin
Pembuluh
darah
APR
~
@. .
Pengerahan
PMN
kemokin
'.:::!!!!!!J lmunosupresi
-I Ekspresi
VCAM-1
- Pengerahan
sel inflamasi
Sel mast
lmunitas humoral
dan alergi
Gambar 9.27. Efek sitokin dan kemokin
Sitokin berasal terutama dari fagosit mononuklear yang sang at penting dalam imunitas nonspesifik
dan spesifik. Gejala yang ditimbulkannya berhubungan dengan penyakit infeksi dan inflamasi.
Fenotipe respsons imun merupakan fungsi sitokin yang diproduksi sel Th yang bersangkutan.
Sel Th1 ditandai oleh produksi IFN-y yang berperan utama pada imunitas selular. Sitokin Th2
ditandai oleh produksi IL-4, IL-5, IL-9 dan IL-13 dan berperan pada respons humeral dan alergi.
Th3 memiliki kecenderungan imunosupresif dan ditandai oleh produksi IL-10 dan TGF-~.
255
lmunologi Dasar Edisi ke-10
D Sitokin adalah protein dengan berat D Sitokin hanya bekerja terhadap sel
molekul kecil yang diproduksi dan yang mengekspresikan reseptor ter-
dilepas berbagai jenis sel. Sitokin ber- hadapnya
peran utama dalam induksi dan regu- D Aktivitas sitokin tertentu diarahkan
lasi interaksi selular yang melibatkan terhadap sel spesifik melalui regulasi
sel inflamasi imun dan sistem hemato- profil reseptor sitokin sel
poietik
D Banyak sitokin dilepas sistem imun
D Dewasa ini sudah diketahui sekitar 40 nonspesifik seperti interferon tipe
jenis IL dan 200 protein dengan sifat I yang memiliki efek antivirus dan
sitokin TNF-a dan IFN-y yang menunjukkan
D Aktivitas biologis sitokin dapat berupa efek kuat terhadap sel dan organ lain
pleiotropik, redundancy, sinergi dan D Stimulasi Th oleh antigen dengan
antagonis kehadiran sitokin tertentu dapat me-
macu pembentukan subpopulasi Th
D Sudah diketahui lebih dari 200 jenis
seperti Thl dan Th2. Setiap subset
sitokin, terbanyak tergolong dalam
menunjukkan ciri dan profil sekresi
satu famili: hematopoietin, interferon,
sitokin yang berbeda
kemokin dan TNF
D Profil sitokin Thl menunjang respons
D Sitokin bekerja melalui ikatan dengan
imun yang melibatkan fagositosis,
reseptomya, terbanyak digolongkan
CTL dan sel NK untuk menyingkirkan
dalam superfamili reseptor imuno-
patogen intraselular. Sel Th2 mem-
globulin, reseptor kelas I dan kelas produksi sitokin yang mendukung
II, anggota reseptor famili TNF dan produksi isotip imunoglobulin khusus
reseptor kemokin dan respons IgE.
256
INFLAMASI BAB
10
Daftar Isi
257
lmunologi Dasar Edisi ke-10
258
Bab I 0. lnflamasi
nfl.amasi didefinisikan sebagai reaksi Patogen yang menembus sawar luar imu-
259
lmunologi Dasar Edisi ke-10
260
Bab I 0. lnflamasi
adhesi diatur oleh ekspresi pennukaan sel kan perjalanan proses infl.amasi dan kadang
yaitu molekul adhesi serta ligan/reseptor- menimbulkan kerusakan jaringan akibat
reseptomya. Ikatan leukosit dan SE diawali penglepasan oksigen reaktif. IL-1 dan TNF-
oleh ekspresi L-selektin pada permukaan a, juga endotoksin meningkatkan ekspresi
leukosit, P-selektin dan E-selektin pada molekul adhesi ICAM-1 dan VCAM-1
permukaan SE, dengan reseptomya berupa pada permukaan SE yang berinteraksi
hidrat arang. Interaksi ini memungkinkan dengan ligannya pada permukaan leukosit
terjadi marginasi leukosit sepanjang (ICAM-1 mengikat LFA-1 , VCAM-1
dinding vaskular di tempat infl.amasi. mengikat VLA-4). Perubahan produksi
Penglepasan mediator infl.amasi me- PGl2 dan endotelin mempunyai pengaruh
ningkatkan molekul adhesi baik pada sel terhadap perfusi (Tabel 10.1 dan 10.2).
infl.amasi (neutrofil, monosit) maupun pada
SE. Hal tersebut meningkatkan adhesi, C. Ekstravasasi leukosit
perubahan arus darah, marginasi dan Segera setelah timbul respons infl.amasi,
migrasi sel-sel seperti neutrofil, monosit berbagai sitokin dan mediator infl.amasi
dan eosinofil ke pus at inflamasi . Migrasi lainnya bekerja terhadap endotel pem-
sel-sel inflamasi tersebut juga diarahkan buluh darah lokal berupa peningkatan
oleh faktor-faktor kemotaktik yang di- ekspresi CAM. Neutrofil merupakan sel
produksi berbagai sel, mikroba, komplemen pertama yang berikatan dengan endotel
dan sel mast. pada infl.amasi dan bergerak keluar vaskular.
Sel-sel yang masuk ke tempat lesi Ekstravasasi neutrofil dapat dibagi dalam
akan melepas produknya yang menerus- 4 tahap: menggulir, aktivasi oleh rang-
261
lmunologi Dasar Edisi ke-10
262
Bab I 0. lnflamasi
endotel ke tempat infeksi. Monosit darah atas pengaruh sitokin yang diduga berperan
dan sel T yang diaktifkan menggunakan dalam pengerahan selektif monosit dari
mekanisme yang sama untuk bermigrasi sirkulasi ke tempat jaringan yang rusak.
ke tempat infeksi. Ekspresi ICAM-1 meningkat pada endotel
ICAM terdiri atas ICAM-1, ICAM- saluran napas, epitel konjungtiva dan
2 dan ICAM-3. ICAM-1 dan ICAM-2, hidung penderita alergi setelah dilakukan
E-selektin (ELAM-1) tidak ditemukan provokasi dengan alergen seperti tungau
pada sel endotel dalam keadaan normal. debu rumah.
Jumlahnya meningkat pada sel endotel LFA-1 merupakan ligan dari ICAM-1
yang diaktifkan oleh TNF-a, IL-1 atau (CD50 yang merupakan reseptor virus
endotoksin. SE yang dirangsang juga rino) dan ICAM-2. Sel-sel yang berperan
melepas peptide (IL-8) berat molekul dalam presentasi antigen seperti sel B,
rendah dengan sifat kemotaktik untuk APC, monosit-makrofag, mengekspresi-
leukosit, neutrofil. IL-8 juga mengaktif- kan banyak LFA-1. Ekspresi LFA-1 diting-
kan neutrofil di tempat infeksi bakteri dan katkan oleh mediator seperti C5a, LTB4,
selama sepsis. SE juga melepas MCP-1 PAF dan TNF-a.
263
lmunologi Dasar Edisi ke-10
(i @ @ ~·',
COXOXCJXo ..~: _ q
Endotel
Reseptor
•
kemokin
Kemokin atau
kemoatraktan
lainnya
2
lnteraksi selektin- Kemokin I kemo- lntegrin berikatan
musin membantu atraktan memacu kuat dengan ICAM
sel menggulir perubahan integrin
Sel menggulir atas pengaruh ikatan antara selektin dan endotel vaskular dengan musin pada
permukaan neutrofil. Kemokin atau kemoatraktan lain mengikat reseptor spesifik pada neutrofil
dan mengaktifkan jalur sinyal transduksi yang menghasilkan dalam perubahan konformasional
pada molekul integrin sehingga memungkinkan untuk menempel dengan kuat pada molekul
adhesi di permukaan sel endotel.
264
Bab I 0. lnflamasi
265
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Prosta~in
l Leukotnen
Histamin
TNF-a
Oksida nitrit
IL-1
I
(@
~
'
Makrofa
Enddtoksin
9
•• • ".°•. I
Sel mast ·.::· ....... C3a , C5a , C4a Mikroba
·.:. =·:
\ I ·.:.·\ Jalur klasik/
alternatif ,'
Eksdt~ksin
1
;'
.... lgE/Alergen Neuropeptida ,' Cairan,edema , eksudat
~, .... .. .. ,. -- (mengandung fibrinogen ,
...... • • • - - - • • •...... antibodi dan sebagainya)
melindungi daerah yang rusak
266
Bab I 0. lnflamasi
Gsam arakidonat
+ PAF menyebabkan
vasodilatasi , peningkatan
permeabilitas vaskular,
agregasi trombosit
( 5-lipoksigenase~ :
• ~iklo-oksigenasv
( 5-HPETE '
./ ~
~
::: t' endoperoksida)
t t
( LT~ ) tromboksan A2 prostasiklin (PGl:z)
menyebabkan menyebabkan
vasokonstriksi vasodilatasi
peningkatan agregasi menghambat
trombosit agregasi trombosit
'"'°koo"'"';,
brokokonstriksi,
peningkatan
permeabilitas
vaskular
1 L!°'
LTD4
i
LTE.i
•
LTB4
merangsang adhesi
leukosit ke
kemotaktik
endotel
t ' t
PG°"i PGE2 PGF2
meningkatkan vasodilatasi
dan permeabilitas vaskular
267
lmuno/ogi Dasar Edisi ke-10
268
Bab I 0. lnflamasi
~
~Mikroba
_ .... ~
O~acsa -•• ~
~
-•• ®--® Mikroba '
1
• •
269
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Kerusakan endotel
1
Aktivasi faktor
Hageman
~
Prekalikrein
' Kaskade
t aktif
pembekuan Sistem
" " f'b . l't'k
1 nno 1 1
I
1
t \. aktif
Trombin \.
Kal ikrein
I ' --1
Fibrinopeptides
+ bekuan fibrin
Plasmin
Bradikinin
tpermeabilitas vaskular
Vasodilatasi
Nyeri
Kininogen
'
Degradasi fibrin
t permeabilitas
vaskular
Kemotaksis
Aktivasi
komplemen
3. Sistem fibrinolitik
D. Sitokin
Pemindahan bekuan fibrin dari jaringan
cedera dapat dilakukan melalui sistem Sitokin diperlukan pada awal reaksi infl.a-
fibrinolitik. Produk akhir dari jalur ini masi dan untuk mempertahankan respons
adalah enzim plasmin bentuk aktif dari infl.amasi kronis. Makrofag memproduksi
plasminogen. Plasmin merupakan enzim berbagai sitokin dan efeknya terlihat pada
proteolitik poten, dapat memecah bekuan Tabel 10.4 dan efeknya terlihat pada Tabel
fibrin menjadi produk yang terdegradasi, 10.5.
270
Bab I 0. lnflamasi
Kalsium , fosfolipid
trombosit dan Tromboplastin
Kola gen kofaktor jaringan
koagulasi
Pembentukan
Si stem fibrin
intrinsik
~ :
Fibrinogen _ . . Fibrin
t
._
Plasm in
t Streptokinase
. . . . Tissue p/asminogen
activator
Plasminogen
A. Inflamasi lokal
Proses inflamasi akan berjalan sampai
antigen dapat disingkirkan (Gambar Inflamasi lokal memberikan proteksi dini
10.7) dan Tabel 10.6. Hal tersebut pada terhadap infeksi atau cedera jaringan.
271
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Efek sistemik:
Terhadap hipotalamus menimbulkan demam dan anoreksi
Merangsang sumsum tulang, mengerahkan neutrofil Uumlah
meningkat)
Terhadap hati untuk memproduksi APP (CRP, MBP dan SAP)
Terhadap lemak dan otot, pengaruh terhadap metabolisme protein
dan energi
Mengaktifkan fase awal respons imun spesifik
label 10.5 Efek redundan dan pleiotropik IL-1 , lNF-p dan IL-6
272
Bab I 0. lnflamasi
Inflamasi akut melibatkan baik respons rubahan vaskular yang terjadi dini di-
lokal dan sistemik. Reaksi lokal terdiri atas sebabkan oleh efek direk mediator enzim
tumor, rubor, kalor, dolor dan gangguan plasma seperti bradikinin dan fibrino-
fungsi. Bila darah keluar dari sirkulasi peptida yang menginduksi vasodilatasi
darah, kinin, sistem pembekuan dan dan peningkatan permeabilitas vaskular.
fibrinolitik diaktifkan. Banyak pe- Beberapa efek vaskular disebabkan
lnflamasi kronis ,
granuloma
273
lmunologi Dasar Edisi ke-10
efek anafilatoksin (C3a dan C5a) yang diperlukan untuk perbaikan jaringan.
menginduksi degranulasi sel mast yang Kegagalan dalam adhesi leukosit dapat
melepas histamin. Histamin menimbul- menimbulkan penyakit seperti terlihat
kan vasodilatasi dan kontraksi otot polos. pada defisiensi molekul adhesi .
PG juga berperan dalam vasodilatasi dan Respons inflamasi lokal disertai
peningkatan permeabilitas vaskular. dengan respons fase akut-sistemik. Respons
Dalam beberapa jam setelah awitan tersebut ditandai oleh induksi demam, pe-
perubahan vaskular, neutrofil menempel ningkatan sintesis honnon seperti ACTH
pada sel endotel dan bermigrasi keluar dan hidrokortison, peningkatan produksi
pembuluh darah ke rongga jaringan, me- leukosit dan APP di hati. Peningkatan
makan patogen dan melepas mediator suhu ( demam) mencegah pertumbuhan
yang berperan dalam res pons inflamasi. sejumlah kuman patogen dan nampaknya
Makrofag jaringan yang diaktifkan me- meningkatkan respons imun terhadap
lepas sitokin (IL-1, IL-6 dan TNF-a) patogen. CRP merupakan APP yang
yang menginduksi perubahan lokal dan kadamya dalam serum meningkat 1000
sistemik. Ketiga sitokin tersebut meng- kali selama respons fase akut.
induksi koagulasi dan IL-1 menginduksi
Berbagai efektor mekanisme sistem
ekspresi molekul adhesi pada sel endotel
imun nonspesifik biasanya tidak bekerja
seperti TNF-a yang meningkatkan ekspresi
sendiri-sendiri, tetapi terkoordinasi dalam
selektin-E, IL-1 menginduksi peningkatan
respons yang dikenal sebagai respons
ekskresi ICAM-1 dan VICAM-1. Neurofil,
inflamasi. Inflamasi dapat diartikan se-
monosit dan limfosit mengenal molekul
bagai pengatur untuk memobilisasi ber-
adhesi tersebut dan bergerak ke dinding
pembuluh darah dan selanjutnya ke bagai efektor sistem imun nonspesifik
Janngan. dan mengerahkannya ke tempat-tempat
IL-1 dan INF-a juga memacu makrofag yang membutuhkan. Infeksi atau cedera
dan sel endotel untuk memproduksi dapat memacu produksi peptida vaso-
kemokin yang berperan pada influks aktif yang berperan dalam peningkatan
neutrofil melalui peningkatan ekspresi penneabilitas vaskular dan enzim dari
molekul adhesi. IFN-y dan INF-a juga kaskade kinin dan plasmin yang dapat
mengaktifkan makrofag dan neutrofil, me- mengaktifkan kaskade komplemen. Kas-
ningkatkan fagositosis dan penglepasan kade plasmin penting dalam remodeling
enzirn ke rongga jaringan. Lama dan inten- matriks ekstraselular yang diperlukan
sitas inflamasi lokal akut perlu dikontrol pada penyembuhan Iuka. Akibat aktivasi
agar tidak terjadi kerusakan jaimgan. komplemen, sel-sel polimorfonuklear,
TGF-P membatasi respons inflamasi dan limfosit dan monosit dapat bennigrasi
memacu akumulasi dan proliferasi fibroblas dari sirkulasi masuk ke jaringan. Ekstra-
dan endapan matriks ekstraselular yang vasasi tersebut diatur oleh sitokin yang
274
Bab I 0. ln~amasi
diproduksi sel mast (diaktifkan oleh hasilkan sel mast setempat (diaktifkan
komplemen) dan makrofag (diaktifkan oleh komplemen) dan makrofag (diaktif-
oleh bakteri) (Gambar 10.8). kan produk bakteri) (Gambar 10.9).
Cedera atau infeksi mengaktifkan
kaskade plasmin dan kinin. Kaskade
B. Inflamasi akut
kinin menghasilkan peptida vasoaktif yang
meningkatkan permeabilitas endotel. Enzim Pada umurnnya respons in:flamasi akut
dari kaskade kinin juga mengaktifkan menunjukkan awitan yang cepat dan ber-
kaskade komplemen. Kaskade plasmin langsung sebentar. In:flamasi akut biasanya
penting dalam remodeling matriks ekstra-
disertai reaksi sistemik yang disebut respons
selular yang menyertai penyembuhan
fase akut yang ditandai oleh perubahan
Iuka. Enzim dari kaskade plasmin juga
mengaktifkan kaskade komplemen. Aktivasi cepat dalam kadar beberapa protein plasma.
komplemen menimbulkan migrasi ( ekstra- Reaksi dapat menimbulkan reaksi berantai
vasasi) leukosit seperti polimorfonuklear, dan rumit yang berdampak terjadinya vaso-
limfosit dan monosit, dan homing ke dilatasi, kebocoran vaskulator mikro dengan
tempat infeksi atau cedera. Ekstravasasi eksudasi cairan dan protein serta in:filtrasi
dan homing juga diatur sitokin yang di- lokal sel-sel in:flamasi.
Ku lit
0 Monosit
o@
O Neutrofil
o®
0 Limfosit
0
~
Jaringan ekstravaskular
Garn bar 10.8 Peran respons
inflamasi lokal
275
lmunologi Dasar Edisi ke-10
0 0
...
......
Kerusakan
endotel '
/ \ Plasmin
Bradikinin Fibrin )
Gambar 10.9 Sel dan mediator pada respons inflamasi akut lokal
Kerusakan jaringan memacu pembentukan produk komplemen yang berperan sebagai
opsonin , anafilatoksin dan faktor kemotaktik. Bradikinin dan fibrinopeptida yang diinduksi
kerusakan endotel memacu perubahan vaskular. Neutrofil pada umumnya merupakan leukosit
pertama yang bermigrasi ke jaringan diikuti monosit dan limfosit. Hanya sebagian interaksi
yang terlibat dalam ekstravasasi leukosit terlihat pada gambar.
276
Bab I 0. lnflamasi
277
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Aktivasi komplemen
(klasik dan alternatif)
( Autoimunitas )
278
Bab I 0. lnf/amasi
279
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Hipotalamus
l
(lewat hipofisa
n
ACTH
l
Korteks adrenal
U " - \ortikosteroid
IL-1 , TNF-u
Respons inflamasi APP:
lokal akut IL-6, LIF, OSM -CRP
- SAA
- Fibrinogen
- MBP
- Komponen komplemen
~~ Leukositosis
~~~ - (f sel darah putih)
Sumsum tulang
( f CSF oleh sel
stroma dan makrofag)
Gambar 10.11 Organ dan mediator yang terlibat pada respons akut sistemik
IL-1 . IL-6 dan TNF-a diproduksi oleh aktivasi makrofag di tempat inflamasi, penting dalam
menimbulkan efek fase akut.
280
Bab I 0. lnflamasi
bentukan dan mempertahankan granuloma. makrofag dan membentuk sel datia. Granu-
IFN-y dilepas sel T yang diaktifkan me- loma ditemukan pada reaksi terhadap gelas,
nimbulkan transformasi makrofag men- talk (bedak dan inisiator hipersensitivitas
jadi sel epiteloid dan sel multinuklear selular seperti M.tuberkulosis, M. lepra dan
(sel datia) yang merupakan fusi dari Histoplasma kapsulatum. Pembentukan
beberapa makrofag. granuloma akan mengisolasi fokus inflamasi
Infeksi bakteri kronis dapat memacu
yang persisten, membatasi penyebaran dan
pembentukan granuloma berupa agre-
memungkinkan fagosit mononuklear mem-
grat fagosit mononuklear dan sel plasma
presentasikan antigen ke limfosit yang ada
yang disebut DTH. Fagosit terdiri atas
monosit yang barn dikerahkan dengan di permukaan. Berbagai jenis inflamasi
sedikit makrofag yang sudah ada dalam akut dan kronis dan perbedaannya ter-
jaringan. Kadang-kadang ditemukan fusi lihat pada Tabel 10.9 dan 10.10.
281
lmunologi Dasar Edisi ke-10
E. Peran IFN-y dan TNF-a pada inisiasi respons in:flamasi kronis. Kedua
inflamasi kronis sitokin bersama menginduksi peningkatan
Sitokin terutama TFN-y clan TNF-a berperan yang lebih besar dari ICAM-1 , E-selektin
. .
pada infiamasi kronis. Thl, sel NK dan dan MHC-1 dibanding masmg-masmg
sel Tc melepas IFN-y, sementara makrofag sitokin sendiri.
yang diaktifkan melepas TNF-a. Anggota
famili glikoprotein (TNF-a dan TNF-~)
IV. TERMINASI - RESPONS
dilepas sel terinfeksi virus dan memberi-
PERBAIKAN
kan proteksi antivirus pada sel.sekitar.
IFN-a diproduksi leukosit, IFN-~ sering Respons in:flamasi akut dikontrol oleh
disebut interferon fibroblast, IFN-y hanya sitokin anti-inflamasi (IL-4, IL-10 dan
diproduksi sel T dan sel NK. IFN-y TGF-~), reseptor sitokin yang larut se-
menunjukkan sifat pleiotropik yang perti sIL-1, sTNF-aR, sIL-6R, sIL-12R
dapat dibedakan dari IFN-a dan IFN-~ produk sistem endokrin seperti kortiko-
dan berperan pada respons in:flamasi. Salah steroid, kortikotropin dan aMSH. Kortiko-
satu efek IFN-y adalah kemampuannya steroid dikenal sebagai anti-in:flamasi dan
mengaktifkan mikrofag. dapat mencegah produksi hampir semua
IFN-a merupakan sitokin utama yang mediator pro-in:flamasi dan aMSH, me-
dilepas makrofag yang diaktifkan. Endo- nurunkan suhu, sintesis IL-2 dan PG.
toksin memacu makrofag untuk mem- Kortikotropin mencegah aktivasi makrofag
produksi TNF-a. Yang akhir memiliki dan sintesis IFN-y.
sifat sitotoksik direk terhadap beberapa NP, somatostatin dan VIP menekan
sel tumor tetapi tidak terhadap sel normal. in:flamasi dengan mencegah proliferasi
TNF-a juga berperan dalam kehilangan dan migrasi sel. Bila fase in:flamasi sudah
material jaringan (seperti mengurus) yang dinetralkan oleh molekul anti-inflamasi,
merupakan ciri inflamasi kronis. TNF-a penyembuhan jaringan dimulai dengan
bekerja sinergistik dengan IFN-y dalam melibatkan berbagai sel seperti fibroblas
282
Bab I 0. lnflamasi
283
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Butir-butir penting
284
Bab I 0. lnflamasi
dalam banyak respons inflamasi akut pada umumnya digunakan untuk meng-
baik lokal maupun sistemik obati sakit dan inflamasi.
D Aktivasi makrofag jaringan dan degra- D Kulit dan membran mukosa merupa-
nulasi sel mast melepas sejumlah kan sawar anatomis yang sangat
mediator inflamasi dan beberapa di- efektif dalam proteksi terhadap infeksi.
antaranya menginduksi APR seperti Inflamasi meningkatkan permeabilitas
panas, leukositosis dan produksi vaskular, produksi mediator larut,
kortikosteroid serta APP komplemen, MBL, CRP dan antibodi
D Respons inflamasi kronis ditemukan sampai ke tempat infeksi. Inflamasi
pada penyakit alergi, autoimun, infeksi juga memacu migrasi dan sel antivirus
mikroba, transplantasi dan luka bakar. melalui ekstravasasi dan kemotaksis
Kortikosteroid dan sejumlah AINS ke daerah infeksi.
285
TOLERANSI IMUN BAB
11
Daftar Isi
I. TOLERANSJ SEL T C. Molekul pembawa nonimunogenik
A. Toleransi sentral D . Peran sel-sel asesori pada toleransi
B. Toleransi perifer VI. PENGAMANAN -PENCEGAHAN
l . Ignorance A. Peran set Tr pada toleransi perifer
2. Se! T autoreaktifyang dipisahkan B. Presentasi antigen
3. Anergi dan kostimulasi C. Eliminasi klon
II. TOLERANSI SEL B D . Reseptor set B
A. Toleransi sentral E. Reseptor set T
B. Toleransi perifer F. Jaring anti-idiotip
III. INERSIA DAN ANERGI VII. INDUKSI TOLERANSI
IV. REGULASI OLEH ANTIGEN DAN A. Antigen larut
ANTIBODI B. Rute fetal (atau neonatal)
A. Regulasi oleh antigen C. Toleransi oral - rute oral
B. Regulasi oleh antibodi D. APC, anti-MHC
V. TERMINASI TOLERANSI E. Dosis tinggi antigen
A. Berbagai cara manipulasi F. Bunuh diri
B. Kompleks antigen-antibodi
287
lmunologi Dasar Edisi ke-10
288
Bab 11 .Toleransi /mun
ahwa sistem imun dapat menyerang imunogen atau antigen terjadi hanya ter-
289
lmunologi Dasar Edisi ke- 10
"double negative"
Ti mus CD3
( Q ETCR
CD8
OCc;o,
CD8
Sel CD4 CD8
"double positive"
Seldengan
CD3
pengaturan
ulangTCR ~~CRup
nonproduktif ~ CD4
akan mengalami CD8
apoptosis
~~CRup
~ CD4
CD8
Sel T self-tolerant, dibatasi MHC
QECRao
CD8
Sel menuju ke perifer Sel menuju ke perifer
290
,
Bab I I. Toleransi /mun
merupakan sel T prekursor yang memiliki kembang menjadi cn4+cns+ yang se-
gen TCR yang tidak disusun dan tidak meng- lanjutnya berkembang menjadi CD4+cns-
ekspresikan CD4 atau CD8. atau CD4-CD8+ (positif tunggal) yang di-
Timosit mula-mula ditemukan di bagian susul dengan perkembangan TCR. Mula-
luar korteks. Gen TCR mulai disusun, mula timbul TCR~, kemudian TCRa
CD3, CD4, CD8 dan TCR diekspresikan. (Gambar 11.2).
Selama pematangannya, sel melewati korteks Toleransi sentral adalah induksi
ke medula; CD4-CD8· (negatif ganda) ber- toleransi saat lirnfosit berada dalam per-
Sumsum
tulang
©
Sel Pro-T
Timus - - - - -
Oihantarkan kedarah
dan organ perifer
©
Timosit dini ~ C~~R
~ C04
j
C03-, C04-, cos-
~
Keh;laogao CDB Sel T
mataog
Kehilangan C04
,
Afinitas rendah = survival
@
ogR
Sel masuk dalam timus menjadi sel T negatif untuk CD4, CD8, CD3 dan TCR. Pengaturan
kembali gen yang menyandi TCR memproduksi 3 jenis sel lain 1. CD:4aP TCR, 2. CD~ap TCR
dan 3. CD4CDSy8TCR. Mula-mula terjadi pengaturan ulang gen rantai p dan y. Bila fungsi
rantai p terbentuk, regulasi CD4 dan CD8 ditingkatkan dan gen rantai a disusun ulang . Sel T
dipilih positif bila TCR berfungsi dan dipilih negatif bila bereaksi terlalu kuat. Sebagian besar
timosit akan mengalami apoptosis melalui seleksi positif atau negatif.
291
lmunologi Dasar Edisi ke-10
IDaerah sasaran I
Interior mata
Testis
Otak Sawar
Anergi : ------------1----anafciriii-
kostimulasi kurang
Menerima sinyal
kematian
292
Bab I I. Toleransi /mun
Ill
Migrasi Meninggalkan
ke medula timus dalam
bentuk matang
SelT
"single positive"
CD4 atau CDS
Kegagalan perkembangan sel T dengan peptida/MHC
juga akan menuju kematian melalui apoptosis
l Kematian
oleh apoptosis
pada individu sehat. Kegagalan edukasi sel T terhadap protein jaringan spesifik
timus tersebut disebabkan oleh karena (misalnya tulang rawan, kolagen atau
banyak self-peptida tidak diekspresikan antigen SSP) dapat ditemukan pada
dalam jumlah yang cukup dalam timus orang normal. Pada beberapa hal, sel T
untuk dapat menginduksi seleksi negatif. Uuga sel B dalam sumsum tulang) yang
Kebanyakan peptida yang ditemukan self-reaktif dapat lolos dari seleksi negatif
dan diikat MHC dalam timus berasal dari dalam timus dan muncul di perifer.
bahan intraselular yang ada di mana-mana Toleransi perifer menginaktifkan sel-sel
dalam tubuh atau protein yang diikat tersebut yang dapat diartikan sebagai
membran atau dalam cairan ekstraselular. inaktivasi sel T (dan B) yang masih self-
Tidak semua self-antigen ditemukan reaktif di perifer (Gambar 11 .5).
dalam timus.Beberapa antigen spesi:fik:
untuk jaringan, misalnya insulin masih B. Toleransi perifer
diekspresikan di timus. Jadi toleransi
timus hanya diinduksi terhadap beberapa Regulasi fungsi sel T terus-menerus di-
(tidak semua) protein jaringan spesifik. perlukan meskipun sel T sudah meninggal-
Tidaklah mengherankan bila respons kan timus. Proses tersebut penting untuk
293
lmunologi Dasar Edisi ke-10
A. Toleransi sentral
~Prekursor
~limfoid
Klon limfosit
baru (imatur) /
i© © © ©':
:_ _______________________________ . ____________ ______________________ ______
ada dalam organ
limfoid generatif
Pematangan klon
~~
Toleransi sentral :
tidak spesifik untuk penghapusan limfosit spesifik
self antigen yang ada untuk self antigen yang ada
di organ generatif dalam organ generatif
Toleransi perifer :
penghapusan atau anergi
limfosit yang mengenali self
Respons imun antigen di jaringan perifer
terhadap antigen asing
A. Toleransi sentral terjadi oleh eliminasi limfosit yang memiliki reseptor terhadap antigen:
terjadi dalam organ limfoid primer/timus (sel T) dan sumsum tulang (sel B).
B. Toleransi perifer terjadi karena eliminasi limfosit yang memiliki reseptor terhadap antigen
self: terjadi dalam organ limfoid sekunder.
294
Bab I I .Toleransi /mun
mencegah putusnya toleransi bila sel T yang lolos dari seleksi primer. Jadi tubuh
terpajan dengan self-antigen yang tidak masih memiliki sistem kontrol kedua
ditemukan dalam timus. Toleransi perifer terhadap sel yang potensial autoreaktif
merupakan mekanisme yang di-perlukan yang dikenal sebagai toleransi perifer.
untukmempertahankan toleransi terhadap Ada mekansime yang dapat mencegah
antigen yang tidak ditemukan dalam toleransi perifer seperti ignorance, anergi
organ limfoid primer atau terjadi bila ada dan kostimulasi dan mekanisme regulasi
klon sel dengan reseptor afinitas rendah oleh sel Treg (Gambar 11.6 dan 11.7).
© Prekursor limfoid
~
~mfo•it ;m,tm
r\le
~
Apoptosis Perubahan Perkembangan
(penghapusan) reseptor Treg (hanya sel
(sel B) T CD4+)
295
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Mlffl!M
Sel T self reactive
Sel normal
!£0\ ~ - Ignorance
~ c~
Self peptida normal
lnflamasi/sel cedera
@Y; ~ - Anergi/
~
apoptosis
Self peptida
terpajan
Self peptida
dipresentasikan
.J ~ - Aktivasi sel T
c~
dan autoimunitas
B7
~ - Anergi/
c~
apoptosis
- Apoptosis
CTLA-4
296
Bab 11. To/eransi /mun
tidak pernah dipajankan dengan sel imun pajan dengan APC yang memiliki banyak
sehingga tidak akan terjadi reaksi imun. petanda pengenal (Tabel 11 . l ), sisa-sisa
Namun akibat infeksi atau cedera, antigen degradasi jaringan sendiri harus disingkir-
yang tidak pernah dikenal limfosit selama kan dan dihancurkan. Hal ini terjadi me-
perkembangannya, akan terpajan dengan lalui proses apoptosis (seperti disebut di
sel sistem imun yang akan memberikan atas ), yang dapat mencegah terse barn ya
respons. isi sel, serta sejumlah mekanisme
scavenger. Yang akhir melibatkan sistem
2. Sel T autoreaktif yang dipisahkan komplemen, ACP (seperti amiloid P dan
Self-antigen dan limfositjuga dipisahkan CRP dalam serum) dan sejumlah reseptor
olehjalur sirkulasi limfosit yang terbatas, pada fagosit. Defek komplemen dan
sehingga membatasi limfosit naif yang fagositosis dapat berhubungan dengan
tidak bebas bergerak ke jaringan limfoid autoimunitas.
sekunder dan darah (Gambar 11.8).
Distribusi molekul MHC-II ter- 3. Anergi dan kostimulasi
batas pada APC seperti SD, yang berarti Anergi dan kostimulasi merupakan meka-
bahwa molekul organ spesifik tidak di- nisme toleransi perifer yang lebih aktif.
presentasikan dengan kadar yang cukup Sel yang self-reaktif disingkirkan melalui
untuk menginduksi aktivasi sel T. Untuk apoptosis atau induksi anergi/keadaan
mencegah sejumlah besar self-antigen ter- tidak responsif. Untuk mengawali respons
t
( Jaringan perifer )
Migrasi ke dalam
jaringan tergantung
ekspresi molekul Via limfatik
adhesi oleh
endotel/limfosit
297
lmunologi Dasar Edisi ke-10
imun, sel CD4 naif memerlukan dua sinyal ekstraselular (melalui reaksi silang dengan
untuk diaktifkan: sinyal antigen spesifik BCR), akan meningkatkan sinyal melalui
melalui TCR dan sinyal kostimulator BCR untuk berhenti berkembang. Sel B
nonspesifik, biasanya sinyal dari CD8 tersebut akan menginisiasi proses untuk
yang mengikat famili B7 (CD80 atau 86). mengedit reseptor/memproduksi BCR
Stimulasi sel T tanpa molekul kostimu- dengan spesifisitas untuk dapat mengikat
lator juga menimbulkan kematian sel. antigen baru. Bila BCR tidak dapat di-
ubah dengan efektif, sel B imatur akan di-
singkirkan melalui apoptosis (Gambar 11.9)
II. TOLERANSI SEL B untuk mencegah timbulnya sel B autoreaktif
Prinsip seleksi dan eliminasi sel yang
A. Toleransi sentral
selfreaktif(seleksi negatif) pada toleransi
Sel B imatur yang merupakan sel terdini sel T berlaku juga untuk sel B. Sel B
dalam perkembangan sel, mengekspresi- yang self-reaktif dihancurkan dalam surnsurn
kan BCR. Seleksi terhadap sel B auto- tulang. Toleransi sentral sel B terjadi bila
reaktif mulai terjadi pada stadium ini sel B imatur terpajan dengan self-antigen
dan terjadi dalam sumsum tu lang. BCR yang multivalen dalam sumsum tulang.
berfungsi mengikat molekul ekstraselular Hal tersebut menimbulkan apoptosis atau
dan mengawali sinyal sitoplasmik yang spesifisitas baru yang disebut receptor editing.
antigen spesifik. Bila BCR tidak berikatan
dengan antigen, sinyal BCR tetap ada
B. Toleransi perifer
pada ambang basal dan sel memasuki fase
transisi untuk dilepas ke sirkulasi perifer. Seperti dengan sel T, sel B terus berfungsi
Sel B imatur yang terpajan dengan antigen dalam pengawasan perifer untuk memper-
298
Bab I I .Toleransi /mun
I NEKROSIS
Kromatin berkumpul
APOPTOSIS
Lilitan ringan
Organela membengkak
Kromatin mengumpul
Mitokondria
dan terjadi segregasi
menggelembung
Kondensasi sitoplasma
J
Fragmentasi nuklear
Menggelembung
Bentuk apoptotik
lnflamasi
tahankan toleransi. Meskipun sel B ter- ada proses pencegahan toleransi kedua
banyak yang meninggalkan sumsum tulang di perifer.
adalah toleran terhadap self-antigen, narnun Setelah meninggalkan sumsum tulang,
beberapa sel terlepas dari proses seleksi sel B yang relatif imatur, bermigrasi ke
negatif. Untuk mencegah autoimunitas, zona sel T luar dalam limpa. Se! B dengan
299
lmuno/ogi Dasar Edisi ke-10
seleksi negatif menempati limpa, di proses produksi dan melepas antibodi. Seperti
untuk induksi anergi, dicegah bermigrasi halnya dengan sel T, stimulasi kronis
sel ke folikel sel B dan apoptosis diting- kadar rendah antigen lebih cenderung me-
katkan. Siklus hidup sel B self-reaktif nimbulkan anergi, sedang stimulasi yang
dalam limpa adalah 1-3 hari. Namun meningkat dengan cepat, cenderung me-
beberapa sel B anergik self-reaktif masih nimbulkan aktivasi.
dapat mengikat antigen dengan aviditas
tinggi, berperan dalam respons terhadap III. INERSIA DAN ANERGI
antigen asing.
Proses hipermutasi somatik gen imu- Inersia adalah imunosupresi yang ber-
noglobulin pada sel B matang di sentrum hubungan dengan antigen histokompatibel
germinativum kelenjar limfoid juga mem- yang terjadi rnisalnya selama hamil, berupa
punyai potensi untuk membentuk auto- supresi reaktivitas imun ibu terhadap anti-
antibodi. Produksi antibodi self-reaktif gen histokompatibeljanin. Anergi adalah
adalah terbatas. Sel B yang mengenal menurunnya atau menghilangnya fungsi
antigen, tetapi tidak menerima bantuan sel B atau sel T (seperti terlihat pada
dari sel T akan menjadi anergik atau reaksi DTH-tes kulit dengan PPD, histo-
apoptosis dan tidak dapat berfungsi. Bila plasmin dan kandidin). Anergi diinduksi
sel T dan sel B keduanya mengenal antigen oleh pengenalan antigen tanpa adanya
asal patogen pada waktu dan lokasi yang kostimulator yang cukup dan dapat di-
sama, sel T akan memberikan bantuan induksi oleh mutasi antigen peptida
untuk sel B dan memacunya untuk mem- (Gambar 11.10).
300
Bab I I . Toleransi /mun
~+
Antigen
Respons imunogenik
imun
normal
Proliferasi dan
diferensiasi
IAnergi I
IToleransi I ~ ~A-n-ti-ge_n_ ~/
~+ tolerogenik .......... '$i Antigen
+ imunogenik --+
Tidak ada
respons
IKematian sel I
Gambar 11.10 Respons limfosit normal dan pada anergi
301
lmunologi Dasar Edisi ke-10
302
Bab I I. Toleransi /mun
303
lmunologi Dasar Edisi ke-10
!-~~- ~o-si_t___l
Afin itas rendah Afinitas sedang
terhadap antigen Afinitas tinggi terhadap antigen
self terhadap antigen self
self
'
~ s:1·;;~~~;h~:;.~-- ~
Sel T reaksi terhadap antigen Sel Tr
self
Gambar 11.12 Sel Tr dibentuk dari timosit selama seleksi negatif di timus
Timosit dengan afinitas intermediet untuk antigen yang ditemukan di timus, meningkatkan faktor
transkripsi Foxp 3 dan menjadi Tr yang berfungsi untuk mengontrol respons sel T self-reaktif
304
Bab I I .Toleransi /mun
Timus
KGB
CD . . .
\?&,{sj· ~ ~ IL2~~/
.. . . .0
\W.:enaS •
self antigen
IL-2
@
~
3
self antigen
ditimus ~ di jaringan perifer
Menghambat fungsi
efektor sel T
T efektor
APC
jaringan perifer atau timus mencegah MHC kadang mengikat dan mempresen-
perkembangan fungsi sel-sel efektor tasikan peptida sendiri.
(Gambar 11.14 dan 11.15).
C. Eliminasi klon
B. Presentasi antigen
Menurut teori Burnet dan Medawar
Secara teoritis, APC dapat menolak untuk (seleksi klon) interaksi antara antigen
mempresentasikan antigen sendiri ke sel dan klon imatur limfosit yang sudah
T, tetapi dalam kenyataannya, molekul mengekspresikan reseptor antigen akan
305
/munologi Dasar Edisi ke-10
Res pons
normal
Mencegah fungsi
sel T efektor
Supresi
menimbulkan toleransi. Hal ini dapat ini merupakan serupa eliminasi klon.
terjadi pada sel T dalam timus dan sel B Tetapi sel B mampu mengikat beberapa
dalam sumsum tulang. Tetapi ini tidak self-antigen (misalnya tiroglobulin) dan
mutlak, oleh karena temyata sel B dan sel ditemukan pada hewan normal. Adanya
T yang self-reaktif dapat ditemukan pada mutasi somatik dalam gen V mengubah
hewan normal. Afinitas terhadap antigen spesifisitas sel B, karena itu diperlukan
merupakan faktor penentu. baik toleransi perifer maupun toleransi
sentral.
D. Reseptor sel B
Reseptor sel B (lg) dapat dipenuhi E. Reseptor sel T
antigen yang tidak menimbulkan aktivasi Reseptor sel T hanya timbul bila di-
sel. Sel B janin dapat melepas lg, tetapi aktifkan atas pengaruh antigen spesifik
tidak mampu untuk mengikat antigen. Hal yang larut. Bila sel T dibiakkan tanpa
306
Bab I I. Toleransi /mun
T regulator
serum sendiri, terjadi bunuh diri yang me- AAI adalah antibodi terhadap regio ikatan
nunjukkan adanya faktor blokade dalam epitop dari antibodi asli. AAI tersebut dapat
serum. Beberapa superantigen seperti en- menurunkan regulasi respons imun dan
terotoksin stafilokok dapat membinasakan dapat mencegah epitop yang merupakan
atau menghilangkan semua klon sel T. pencetus efektif untuk proliferasi lirnfosit.
AAI telah dicoba pada pengobatan
F. Jaring anti-idiotip penyakit autoimun dan pada transplan-
Seperti halnya dengan sel Ts/Tr, AAI di- tasi. Sayangnya bahwa penekanan satu
temukan pada hew an dengan autoirnunitas idiotip memungkinkan antibodi yang lain
yang narnpaknya mengatur reaksi yang (terhadap antigen yang sama) menempati
terjadi. Apakah hal tersebut juga terjadi kedudukannya, sehingga kegunaannya
pada keadaan normal, belum diketahui. dewasa ini masih diperdebatkan.
307
/munologi Dasar Edisi ke-10
(R\ Limfosit
~matang
•
t - - - - Antigen
tolerogenik
*
Antigen
imunogenik
©r;:;::;..,
Ketidaksadaran
~j -.Ao.+-+f"X:'.. © ©~
Apoptosis
Proliferasi
Hal ini tergantung dari faktor seperti dosis dan jalur pajanan . Tolerogenik yang terjadi akibat
dilenyapkannya limfosit reaktif, biasanya terjadi melalui apoptosis atau induksi anergi . Pajanan
imunogenik menghasilkan aktivasi dan proliferasi limfosit reaktif.
308
Bab I I. Toleransi /mun
Sel T dan sel B yang lolos dari proses B. Toleransi sel T dapat diinduksi dalam
seleksi negatif (clonal abortion, clonal satu hari, sedang untuk sel B diperlukan
deletion), dapat menjadi autoreaktif. 10 hari. Di samping itu, untuk induksi
Pada umumnya toleransi lebih mudah sel B diperlukan l 00 kali lebih banyak
diinduksi pada sel imatur dibanding sel tolerogen dibanding sel T. Toleransi terjadi
matang dan toleransi dapat diinduksi lebih lama pada sel T dibanding sel B
dengan antigen dosis lebih kecil. Dosis yang berbanding 150 hari dengan 50-60
dan cara pemberian antigen sangat penting. hari. Bahan antigenik yang diinokulasikan
Sel B dapat juga menjadi anergik ter- kepada janin atau anak baru lahir akan
hadap antigen bila tidak mendapat cukup ditolerir yang berarti bahwa resipien akan
sinyal untuk diaktifkan dengan sempur- dapat mencegah manifestasi reaksi imun.
na dari sel T. Sel tersebut akan menekan
A. Antigen larut
produksi IgM permukaan sedang IgD
di pertahankan. Antigen Jarut pada umumnya tidak begitu
Menginduksi toleransi sel T lebih imunogenik dan lebih tolerogenik, oleh
mudah dan toleransinya lebih lama di- karena APC tidak dapat mempresentasi-
banding dengan sel B. Sel T yang matang kannya. Mungkin pula oleh karena resep-
dapat dibuat anergik, tergantung dari tor limfosit dan rangsangan sel T dicegah .
cara antigen dipresentasikan. Tidak
adanya sinyal kc-stimulator dari APC B. Rute fetal (atau neonatal)
dapat menginduksi toleransi . Toleransi
Toleransi dapat diinduksi dengan
sel T dapat diinduksi lebih cepat dan
inokulasi sel alogeneik ke neonatus atau
untuk waktu lebih lama dibanding sel
309
/munologi Dasar Edisi ke-10
janin in utero sebelum sistem imun resipien alihan IgA. Jumlah IgA sekretori yang besar
menjadi matang. Antigen tersebut diterima diproduksi sel B yang menempati lamina
sebagai self. Toleransi imunologik dapat propria dan plak Peyer. lgA dalam serum
diinduksi terhadap beberapa antigen larut diproduksi sel B di tempat lain dari tubuh.
dengan menyuntikannya dalam dos is rendah Toleransi oral diduga berkembang
ke neonatus atau ke hewan lain dengan dosis untuk memudahkan sistem imun saluran
yang lebih besar. Hal itu disebut toleransi cema terpajan dengan protein ekstemal
dosis kecil dan dosis besar. tanpa menirnbulkan sensitasi. Antigen
yang masuk saluran cema akan mernilih
menginduksi sel Th2 yang melepas
C. Toleransi oral - rute oral IL-4, IL-10 dan TGF-~. Sel lirnfosit
Tidak adanya respons oral merupakan ke- tersebut akan meninggalkan saluran
mampuan selektif sistem imun mukosa cema dan bermigrasi ke organ-organ yang
agar tidak memberikan respons imun ter- rnengandung antigen yang dimakan. Sel
hadap antigen dalam makanan dan mikro- Th2 yang dirangsang di ternpat tersebut
organisme. Pemberian antigen protein melepas sitokin anti-inflamasi. Antigen
oral dapat menekan sistem imun yang yang diabsorpsi melalui saluran cema,
pertama dilihat rnakrofag hati yang
berarti, baik humoral maupun selular.
selanjutnya menyingkirkan agregat yang
Anergi klon sel T terhadap antigen
imunogenik dan meninggalkan tolerogen
beberapa protein dapat diinduksi melalui
yang larut. Di samping itu, APC saluran
pemberian oral. Antigen yang dipresentasi-
cema, mungkin pula dikhususkan untuk
kan APC yang defisien dalam molekul
induksi toleransi.
kostimulator dapat menginduksi toleransi.
TGF-~ yang dilepas selama induksi tole- D. APC, anti-MHC
ransi oral dapat mencegah proliferasi
limfosit dan menginduksi pengalihan sel Hal yang rnenghambat fungsi APC seperti
B untuk produksi IgA. Lapisan epitel bantuan antibodi untuk molekul MHC,
tidak hanya merupakan sawar mekanis akan rnenurunkan irnunogenitas dan mem-
terhadap patogen, tetapi juga merupakan bantu terjadinya toleransi. Toleransi yang
ternpat untuk produksi IgA sekretori di terjadi melalui pernberian antibodi, di-
saluran cema dan napas. lgA tersebut sebut enhancement, berasal dari kemam-
juga berperan dalarn transpor pas if imunitas puan untuk meningkatkan perturnbuhan
dari ibu ke anak rnelalui air susu dan tumor, transplan dan sebagainya. Intervensi
kolostrurn. presentasi antigen dapat ditimbulkan sel
lg terbanyak yang diproduksi pada T yang tidak memerlukan APC. Antibodi
orang dewasa adalah IgA. Lirnfosit yang terhadap molekul MHC dapat menerang-
rnemproduksi IgA memasuki lamina pro- kan efek transfusi darah dalam rnernper-
pria. IL-5 dan TGF-~ memperantarai peng- baiki masa hidup transplan ginjal.
310
Bab I I .Toleransi /mun
Butir-butir penting
D Toleransi imun merupakan tidak adanya D Toleransi dapat terjadi pada sel B atau
respons spesifik terhadap antigen, T atau keduanya dan terjadi melalui
sedang respons lainnya bekerja baik mekanisme seperti apoptosis, anergi,
D Tujuan utama sistem llllun adalah ekses antigen dan pembentukan sel
membedakan sel tubuh sendiri dari Ts/Tr
yang bukan. Kegagalan tersebut akan D Bila BCRyang self reaktif diekspresi-
menimbulkan reaksi imun terhadap sel kan di sumsum tulang terjadi seleksi
dan organ pejamu dengan kemung- negatif dan sel yang self reaktif akan
kinan terjadinya penyakit autoimun disingkirkan dengan apoptosis atau
D Mekanisme untuk mencegah reakti- mengalami reseptor editing untuk mem-
vitas terhadap sel tubuh sendiri disebut produksi mlg yang nonself reaktif
toleransi, bekerja pada beberapa D Sel B reaktifyang berpapasan dengan
tahap. Toleransi sentral berfungsi self antigen di perifer akan dijadikan
untuk menyingkirkan sel T atau sel anergik
B yang self reaktif; toleransi perifer
menginaktifkan limfosit self reaktif D Seleksi positif dalam timus menying-
yang tetap bertahan hidup dalam kirkan sel T yang tidak mengenal MHC
proses skrining awal sendiri dan hal ini menjadi dasar restriksi
MHC. Seleksi negatif menyingkir-
D Faktor yang berperan dalam sifat, kan timosit yang mengekspresikan
intensitas dan lama fungsi imun reseptor untuk molekul MHC self
antara lain adalah usia, kadar hormon atau antigen self dengan MHC yang
neuroendokrin, HLA, dosis antigen dan menghasilkan toleransi.
lingkungan sitokin
311
AUTOIMUNITAS BAB
12
Daftar Isi
313
lmunologi Dasar Edisi ke-10
314
Bab 12.Autoimunitas
A
utoimunitas adalah respons imun wanita 10 kali lebih sering dibanding pria
terhad~p antigen jaringan sendiri (Gambar 12.1).
yang d1sebabkan oleh mekanisme
normal yang gagal berperan untuk mem-
pertahankan self-tolerance sel B, sel
I. KRITERIAAUTOIMUN
T atau keduanya. Penyakit autoimun Untuk membuktikan bahwa autoimunitas
adalah kerusakanjaringan atau gangguan merupakan sebab penyakit tertentu, di-
fungsi fisiologis yang ditimbulkan oleh perlukan sejumlah kriteria yang harus
respons autoimun. Perbedaaan tersebut
dipenuhi, seperti halnya postulat Koch
adalah penting, oleh karena respons imun
untuk penyakit infeksi mikroorgansime.
dapat terjadi tanpa disertai penyakit atau
Ada 6 butir yang diperlukan untuk menen-
penyakit yang ditimbulkan mekanisme
tukan kriteria autoimunitas (Tabel 12.1).
lain (seperti infeksi).
Bukti terbaik adanya autoimunitas
Dalam populasi, sekitar 3,5% orang
menderita penyakit autoimun, 94% dari pada manusia adalah transfer pasif IgG
jumlah tersebut berupa penyakit Grave melalui plasenta yang terjadi pada ke-
(hipertiroidism), diabetes melitus tipe hamilan trimester ketiga. Hal ini dapat
I, anemia pemisiosa, artritis reumatoid, menerangkan terjadinya penyakit auto-
tiroiditis, vitiligo, sklerosis multipel dan imun sementara pada janin dan neonatus
LES. Penyakit ditemukan lebih banyak (Tabel 12.2). Contoh beberapa penyakit
pada wanita (2,7 x dibanding pria), di- autoimun dan autoantigennya terlihat
duga karena peran hormon. LES mengenai pada Tabel 12.3.
LES I
Skleroderma I
Polimiositis
RA
Sindroma Sjogren I
Trombositopenia autoimun I
Miastenia gravis
Tirotoksikosis Grave I
Gambar 12.1 lnsidens penyakit autoimun yang meningkat pada wanita
315
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Tabel 12.2 Penyakit yang dapat diinduksi lgG dan dapat ditransfer melalui
plasenta
Antibodi maternal yang berperan Penyakit yang diinduksi pada neonatus
Horman yang merangsang tiroid Penyakit Grave neonatus
Molekul adhesi membran basal Pemfigoid neonatus
epidermal
Sel darah merah Anemia hemolitik
Trombosit Trombositopenia
Reseptor asetilkolin Miastenia gravis neonatus
Rodan La Lupus kulit neonatus dan heart block kongenital
komplit
316
Bab 12.Autoimunitas
317
lmunologi Dasar Edisi ke-10
III. PERAN GENETIK PADA gen tunggal dapat juga menimbulkan auto-
AUTOIMUNITAS imunitas. Studi keluarga atau kembar me-
nunjukkan kontribusi genetik dalam semua
Seperti halnya dengan penyakit kronis
penyakit autoimun dan autoimunitas sub-
yang kompleks, terjadi interaksi antara
faktor genetik dan lingkungan yang kritis klinis yang lebih sering ditemukan pada
dan penting dalam terjadinya penyakit anggota keluarga (Tabel 12.5).
autoimun. Kontribusi genetik pada penyakit Ciri kuat peran faktor genetik terlihat
autoimun hampir selalu melibatkan gen pada hubungan antara berbagai penyakit
multipel. Namun demikian defek sejumlah autoimun dan varian MHC (Tabel 12.6).
Tabel 12.5 Peran genetik pada autoimunitas-risiko meningkat pada saudara dengan penyakit
autoimun
Frekuensi Frekuensi Risiko Frekuensi Risiko Risiko
pen yak it penyakit meningkat pen ya kit meningkat meningkat
dalam pad a pad a pada subyek pada saudara pada subyek
populasi subyek kembar sakit kembar kembar
saudara
(%) dengan kembar yang (%) identik di- dibanding
saudara sakit* banding denga n
sakit (%) dengan populasi
saudara umumnya
bukan kembar
RA 8 Bx 30 3,5x 30x
IDDM 0,4 6 15x 34 5,7x 85,5x
Spondilosis
0,13 7 54x 52 7,1x 383x
ankilosis
Sklerosis
0, 1 2 20x 26 13x 260x
multipel
LES 0, 1 2 20x 24 12x 140x
* peningkatan ri siko pada saudara menunjukkan baik faktor genetik maupun lingkungan
318
Bab I2. Autoimunitas
Tabet 12.6 Mekanisme hubungan antara beberapa penyakit autoimun yang sering
ditemukan dengan MHC
Penya kit Hubungan MHC Spesifisitas molekul Hubungan dengan
patogenesis
RA DR4 + DR1 Sekuens 5 asam Tidakjelas
amino dalam ikatan
?Pengaruh ikatan
peptida di lekuk HLA-
peptida antigen
DR
dengan MHC
IDDM DR3 + DR4 Asam amino tunggal Seperti di atas
di posisi 57 dalam
rantai ~ dari HLA-DQ
Penyakit autoimun DR1*03 (dalam Tidak diketahui, Tidak jelas,
organ spesifik: OM hubungan dengan tetapi haplotip ini tetapi haplotip ini
tipe I, penyakit haplotip A 1 B8 DR3 berhubungan dengan berhubungan dengan
Addison , anemia Dq2) promotor polimorfisme TNF kadar tinggi dan
pernisiosa dalam gen TNF-a respons antibodi kuat
IV. FAKTOR IMUN YANG antigen. MBP yang dilepas oleh infeksi dan
BERPERAN PADA meningkat (oleh kerusakan sawar darah-
AUTOIMUNITAS otak/inflarnasi virus) akan mengaktifkan
sel B dan T yang irnunokompeten dan me-
A. Sequestered antigen n irnbulkan ensefalomielitis pasca infeksi.
In:flamasi jaringan dapat pula menirnbulkan
Sequestered antigen adalah antigen
perubahan struktur pada self antigen dan
sendiri yang karena letak anatominya,
tidak terpajan dengan sel B atau sel T pembentukan determinan baru yang dapat
dari sistem imun. Pada keadaan normal, memacu reaksi autoimun (Gambar 12.3).
sequestered antigen dilindungi dan tidak
ditemukan untuk dikenal sistem imun. B. Gangguan presentasi
Perubahan anatomik dalam jaringan
seperti inflamasi (sekunder oleh infeksi, Gangguan dapat terjadi pada presentasi
kerusakan iskemia atau trauma), dapat antigen, infeksi yang meningkatkan respons
memajankan sequestered antigen dengan MHC, kadar sitokin yang rendah (misalnya
TGF-~) dan gangguan respons terhadap
sistern imun yang tidak terjadi pada ke-
adaan normal (Gambar 12.2). Contohnya lL-2. Pengawasan beberapa sel autoreaktif
protein lensa intraokular, sperma dan diduga bergantung pada sel Ts atau Tr.
MBP. Uveitis pasca trauma dan orchitis Bila te1jadi kegagalan sel Ts atau Tr,
pasca vasektomi diduga disebabkan maka sel Th dapat dirangsang sehingga
respons autoimun terhadap sequestered menimbulkan autoimunitas. Respons imun
319
lmunologi Dasar Edisi ke- I0
Proses Autoimunitas
antigen / sel ular
friii>-+-If.*-+ @ ~( ~/)-!;.
~ Presentas1 '
Sinyal
@ ~I~I p
Sel pejamu
*
~(
ke sel T
Sekuestrasi Ag normal
Autoantibodi terhadap Ag tersebut
..... ~p ~(
II I
~-· {@ ~
Makrofag
aktif lnflamas1 dan DTH lokal
Sel plasma
~~
~ poliklonal
Seleksi timus normal nampaknya menghasilkan beberapa sel Th self reaktif. Kelainan dalam
proses ini dapat memproduksi sel Th self rea ktif lebih banyak. Aktivasi sel T reaktif ini terj adi
melalui berbagai cara, baik sebagai aktivasi poliklonal sel B yang menginduksi respons
autoimun yang menghasilkan kerusakan jaringan . Kemungkinan besar berbagai mekanisme
terlibat pada setiap penyakit autoimun .
320
Bab I2.Autoimunitas
Ag reaksi silang
dengan auto Ag
/ pada jaringan jantung
Reaksi silang
Ag/ko~pleks Ag - -
Peptida dari
Ag spesifik
D "-
m1kroba ~I Ag mikroba
~ ~ Thspesifik
~ -~ untuk Ag mikroba
I ~ selT
~Selplasma
~ ~ thdautoAg 1
f j~ }I., ,,,t;,~
321
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Tabel 12.7 Defek produksi sitokin atau sinyal yang dapat menimbulkan
autoimunitas
Sitokin atau protein Defek Dampak
TNF-a Ekspresi berlebihan IBD, artritis, vaskulitis
TNF-a Ekspresi yang kurang LES
Antagonis IL-1 R Ekspresi yang kurang Artritis
IL-2 Ekspresi berlebihan IBD
IL-7 Ekspresi berlebihan IBD
IL-10 Ekspresi berlebihan IBD
IL-2R Ekspresi berlebihan IBD
IL-10R Ekspresi berlebihan IBD
IL-3 Ekspresi berlebihan Sindrom demielinisasi
IFN-y Ekspresi berlebihan di kulit LES
TGF-p Ekspresi yang kurang Systemic wasting syndrome
dan IBD
TGF-pR pada sel T Ekspresi berlebihan LES
322
Bab 12. Autoimunitas
Tabel 12.8 Kemiripan molekular: antigen mikrobial dan auto antigen yang terlibat
Self antigen dengan Penyakit yang terjadi oleh kemiripan
Antigen mikroba
struktur mirip molekular*
M protein Antigen ditemukan pada Demam reuma
Streptokok grup A otot polos
Heat Shock Protein Protein self-heat shock Diduga berhubungan dengan beberapa
Bakteri penyakit autoimun namun belum terbukti
Protein nuklear B4 Dekarboksilasi glutamat IDDM
koksaksi sel pulau-pulau pankreas
Glikobakter Ganglioside dan glikolipid Sindrom Guillan-Barre
Kampilobakter berhubungan dengan
ieiuni mielin
* Pada umumnya, lebih mudah untuk membuktikan adanya kesamaan molekula r antara
mikroba dan self-antigen dibanding membuktikan kesamaan dalam patogenesis penyakit
323
lmunologi Dasar Edisi ke- 10
D Streptokok grup A
DQ
D
1 lnfeksi
I Antibodi I
~ // l\ ~ Reaksi silang
. ~\\I/~ I/ An dengan Ag
A) : ,te/ \ } . sel otot jantung
324
Bab 12.Autoimunitas
kerusakan dan penyakit demam reuma. tahun. Infeksi streptokok ditemukan pada
Penyakit menghilang bila bakteri dielimi- 28%, klamidia pada 1,5% dan pada satu
nasi dan tidak terjadi produksi antibodi. kasus masing-masing ditemukan infeksi
spesies mikoplasma, yersinia, HBV dan
b. Sindrom Reiter dan artritis reaktif tuberkulosis. Klinis berupa nodul terutama
Infeksi saluran cema oleh salmonela, pada ekstremitas bawah di permukaan
sigela atau kampilobakter dan saluran ekstensor, namun lesi dapat pula ditemu-
kencing oleh Klamidia trakomatis atau kan di kaki atau lengan bawah. Dapat
Ureaplasma urealitikum dapat memacu pula ditemukan sindrom Lofgren yang
sindrom Reiter yang berupa triad uretritis, terdiri atas eritema nodosum, limfadeno-
artritis dan uveitis. In:flamasi insersi tendon pati hilus bilateral dan poliartritis terutama
dan ligamen pada tulang merupakan ciri di pergelangan kaki seperti halnya juga
sindrom Reiter dan artritis reaktif. Pende- terlihat pada sarkoidosis. Berbagai infeksi
rita dengan artritis perifer asimetris, sakit yang berhubungan dengan eritema nodo-
tumit dan tendon akiles dapat merupakan sum terlihat pada Tabel 12.10.
ciri utama. Sel-sel infiamasi ditemukan
dalam cairan sinovia. d. Bakteri lain
Dua protein envelop Yersinia enterokolitis
c. Eritema nodosum
memiliki epitop yang sama dengan domen
Eritema nodosum biasanya terjadi pada ekstraselular reseptor TSH. Pada sindrom
orang dewasa usia antara 18 tahun - 33 Guillain-Barre, antibodi terhadap gang-
325
lmunologi Dasar Edisi ke-10
liosid manusia bereaksi silang dengan dan relaps sering terjadi setelah melahirkan.
endotoksin C. jejuni. Antibodi kolon Pengangkatan ovarium mencegah awitan
yang ditemukan pada kolitis ulseratif autoimunitas spontan pada hewan (ter-
bereaksi silang dengan E.coli. Antigen utama LES) dan pemberian estrogen mem-
dalam T.cruzi juga dapat bereaksi silang percepat awitan penyakit. Hormon hipofisa,
dengan antigen otot jantung dan susunan prolaktin menunjukkan efek stimulator
saraf perifer dan memacu beberapa lesi terutama terhadap sel T. Kadar prolaktin
imunopatologik seperti terlihat pada yang timbul tiba-tiba setelah kehamilan
penyakit Chagas (Tabel 12.11). berhubungan dengan kecenderungan ter-
jadinya penyakit autoimun seperti AR.
B. Hormon
Studi epidemiologi menemukan bahwa C. Obat
wanita lebih cenderung menderita penyakit Banyak obat berhubungan dengan efek
autoimun dibanding pria. Wanita pada samping berupa idiosinkrasi dan patoge-
umumnya juga memproduksi lebih ban yak nesisnya te1jadi melalui komponen auto-
antibodi dibanding pria yang biasanya imun (Gambar 12.6). Konsep autoimun
merupakan respons proinfalamasi Thl. melibatkan 2 komponen yaitu respons
Kehamilan sering disertai dengan mem- imun tubuh berupa respons autoagresif
buruknya penyakit terutama artritis reumatik dan antigen. Hal yang akhir sul it untuk di-
Virus
Koksaki B Miokard
Koksaki 8 Dekarboksilase asam glutamat
E8V gp 110 RA dengan epitop sel T Dw4
(DNAJ hsp E.koli)
Oktamer H8V Protein dasar mielin
Glikoprotein HSV Reseptor asetilkolin
Hemaglutinin campak SubsetselT
Gag p32 retrovirus! RNA U-1
326
Bab 12. Autoimunitas
~r'~(
,.
Self antigen
' TT
..1_
..1_T ..1_
'"
Autoantibodi '
Diproses ,
presentasi
~
keselT/
+
lmunokompeten
"" terhadap self antigen
Hapten obat atau •
bakteri atau virus
Gambar 12.6 Pembentukan atau mutasi genetik
autoantibodi
327
lmunologi Dasar Edisi ke-10
struktur radikal bebas self antigen yang duga dapat menimbulkan efek terhadap
meningkatkan imunogenesitas. sistem imun, baik in vitro maupun in
vivo dan kadang serupa autoimunitas
E. Oksigen radikal bebas
Tabel 12.13). Salah satu bentuk yang
Bentuk lain dari kerusakan fisis dapat sudah banyak diteliti antara lain adalah
mengubah irnunogenesitas self antigen reaksi terhadap silikon. Silikon adalah
terutama kerusakan self molekul oleh kristal nomnetal, elemen ringan dan
radikal bebas oksigen yang menimbulkan bentuk dioksidnya disebut silika. Pajanan
sebagian proses in:flamasi. Pernicu lainnya inhalasi debu silikon yang berhubungan
adalah stres psikologi dan faktor makanan. dengan pekerjaan dapat menimbulkan
penyakit yang disebut silikosis. Respons
F. Logam imun yang terjadi dapat berupa produksi
Berbagai logam seperti Zn, Cu, Cr, Pb, ANA, RF dan beberapa karyawan menun-
Cd, Pt, perak dan metaloid (silikon) di- jukkan gejala serupa LES atau sindrom
Tabel 12.13 Berbagai logam yang berhubungan dengan autoimunitas pada manusia
Jenis logam Jenis respons autoimun Penyakit
Kadmium Auto-Ab terhadap laminin1 Tidak dilaporkan
Krom Antibodi antinuklear Sindrom serupa LES, pemfigus
Tern bag a Autoimun terhadap SOM Tidak dilaporkan
Em as Auto-Ab anti-Ro, auto-Ab terhadap Penyakit ginjal autoimun .
trombosit, ANA trombositopenia autoimun , sindrom
serupa LES , pemfigus
Tim ah Autoantibodi lgM terhadap NF160 Tidak dilaporkan
dan MBP
Autoantibodi lgG terhadap NF-68
dan GFAP
Litium Autoantibodi terhadap tiroglobulin/ Penyakit autoimun tiroid , sindrom
peroksidase tiroid/sel parietal serupa LES
gaster/, ANA
Merkuri Autoantibodi terhadap fibrilarin/ Penyakit ginjal autoimun ,
laminin 1/ DNA/ tiroglobulin liken planus, penyakit serupa
skleroderma
Platinum ANA Tidak dilaporkan
Silikon ANA Penyakit serupa skleroderma
Perak Autoantibodi terhadap fibrilarin Tidak dilaporkan
Seng Sampai sekarang tidak dilaporkan Gerombol sklerosis multipel
328
Bab 12.Autoimunitas
kerusakan sel (llA) atau stimulasi reseptor atau blokade (llB) pada
beberapa penyakit ditemukan kedua mekanisme
329
lmunologi Dasar Edisi ke-10
untuk self protein yang menimbulkan (sirosis), kulit (sklerosis sistemik) dan
gangguan fungsi tanpa terjadinya ginjal (fibrosis interstisial dan glomerular).
inflamasi atau kerusakan jaringan. Feno- Untuk fibrosis tidak ada pengobatan yang
mena ini jelas terlihat pada autoimunitas efektif.
endokrin dengan autoantibodi yang me-
nyerupai atau menghambat efek hormon VII. DIAGNOSIS AUTOIMUNITAS
seperti TSH, yang menimbulkan aktifitas
berlebihan atau kurang dari tiroid . A. Antibodi dalam serum
Banyak akibat yang berat dan irever- Menemukan auto-antibodi dalam serum
sibel penyakit autoimun disebabkan oleh pada umumnya dilakukan dengan 4 cara
endapan matriks protein ekstraselular di yaitu RIA (Tabel 12.15), EUSA (Tabel
organ yang terkena. Proses fibrosis ini 12.16), imunofluoresensi , elektroforesis
dapat menimbulkan gangguan fungsi countercurrent. Imunofluoresensi merupa-
misalnya di paru (fibrosis paru), hati kan cara yang paling kurang sensitif. RIA
330
Bab I 2. Autoimunitas
memerlukan reagens mahal. ELISA meng- Jaringan hewan dapat digunakan bila
hindari penggunaan radioisotop, tetapi mengandung antigen sama dengan manusia,
memerlukan peralatan khusus. Elek- tetapi beberapa autoantigen terbatas
troforesis countercurrent mudah dikerja- pada jaringan manusia atau cell line
kan, murah, tetapi relatif insensitif.
manusia. Jaringan dibuat dengan kriostat
dan segera dibekukan (-20°C). Gambaran
B. l munofluoresensi
nuklear untukANAS berguna tetapi tidak
IFT digunakan untuk menemukan banyak diagnostik(Tabel 12.19).
autoantibodi dalam serum (Tabel 12.17
dan 12.18). Spesimen biopsi dapat diperiksa
dengan cara imunohistikimia. Endapan C. Pemeriksaan komplemen
imunoglobulin yang terjadi karena reaksi
Meskipun kadar kornplemen normal, namun
dengan organ atau antigen spesifik untuk
konsumsinya dapat diketahui dengan meng-
jaringan. Cara ini terutarna penting untuk
diagnosis penyakit antibodi basal mernbran ukur pecahan atau produk aktivasinya
glomerulus dan penyakit bulosa kulit. (Tabel 12.20).
Tabel 12.17 IFT indirek untuk antibodi nonorgan spesifik yang jarang
Autoantibodi Substrat khas Gamba ran Relevansi klinis
pewarnaan utama
ANA Human cell line (HEp2 Semua nukleus Tes skrining untuk
atau hati tikus) penyakit reumatik
Sentromer Hep2 Sentromer kromosom Sklerosis sistemik
manusia terbatas (sindrom
CREST)
SMA Lambung , hati, ginjal Otot polos mis. Hepatitis kronis aktif
tikus Membran mukosa,
Kerusakan hati
otot kelenjar
nonspesifik (lemah)
intergastrik dan tunika
media arteri
AMA Ginjal, hati, lambung Semua mitokondria Sirosis bilier primer
tikus terutama tubulus
distal ginjal
Antibodi endomisial Esofagus kera Sarkolemna fibril otot Penyakit coeliac,
polos) dermatitis
herpetiformis
ANCA Neutrofil manusia Sitoplasmik Granulomatosis
Wegener; poliarteritis
(cANCA)
mikroskopik
Perinuklear (pANCA) Banyak bentuk
vaskulitis
331
lmunologi Dasar Edisi ke- 10
Tabel 12.18 IFT indirek untuk antibodi organ spesifik yang sering
Autoantibodi Substrat khas Gamba ran Ditemukan klinis
pewarnaan utama (referensi
kasus)
Antibodi sel parital Lambung tikus Hanya sel parital Anemia pernisiosa
gaster
Antibodi adrenal Adrenal manusia Sel kortikal adrenal Penyakit Addison
idiopatik
Antibodi sel pulau Pankreas manusia Pulau sel- ~ pankreas IDDM
pankreas
Antibodi kul it Kulit manusia atau Semen interselular Pemfigus vulgaris
bibir kelinci intra-epidermal
Membran basal Pemfigoid bulosa
epidermal
332
Bab 12.Autoimunitas
Reinduksi anergi
(mis. beberapa Menghilangkan
terapi peptida) kostimulasi
,' (mis. antibodi
,,'
,, anti CD28)
333
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Butir-butir penting
334
MEKANISME BAB
EFEKTOR IMUN 13
Daftar Isi
I. MOLEKUL YANG DIKENAL SISTEM 3. Efektor Th I
IMUN DAN MOLEKUL PENGENAL 4. Interaksi antara Thi dan Th2
A. Pattern-Recognition Receptor 5. Sitokin subset Th l dan Th2
B. Molekul CD I
B. Efektor sel CTL
C. BCR dan TCR
I. Perkembangan efektor sel CTL
D. MHC
2. Molekul yang diekspresikan efektor
E. Molekul asesori
sel CTL
F. Reseptor dalam fungsi efektor
3. Mekanisme efektor CD8+ membunuh
G. Molekul adhesi
sel
II. EKSTRAVASASI LEUKOSIT DAN
RESIRKULASI LIMFOSIT VII. EFEKTOR SEL NK
III. SITOKIN A. Ciri sel NK dan sel Tc yang sama
A. Reseptor sitokin B. Cara sel NK dan CTL membunuh
B . Transduksi sinyal C. Reseptor aktivasi dan reseptor inhibitor
C. Sinyal TLR sebagai jalur transduksi selNK
sinyal yang khas D. SelNKT
D . Antagonis sitokin E. ADCC
335
lmunologi Dasar Edisi ke-10
336
Bab 13. Mekanisme E(ektor /mun
337
/munologi Dasar Edisi ke-10
338
Bab 13. Mekanisme Efektor /mun
melalui FcaR atau CD89 pada permukaan berikan sinyal yang cukup kuat untuk
sel mononuklear dan neutrofil dalam mengaktifkan sel T. Molekul asesori yaitu
aktivasi fagosit, inflamasi, penglepasan protein permukaan limfosit yang masih
mediator dan ADCC. Dalam darah normal diperlukan untuk ikatan kuat, pemberian
hanya sedikit ditemukan lgD dan lgE, oleh sinyal dan homing. Setiap molekul asesori
karena keduanya hanya berfungsi sebagai memiliki ligan untuk protein yang sesuai.
reseptor permukaan saja. Molekul asesori ditemukan pada semua
Sel T memiliki apTCR heterodimer sel, diperlukan untuk adhesi dan fungsi sel
(a atau p) dan y8TCR (heterodimer y dan 8). (Gambar 13.2).
aPTCR predominan pada dewasa, meskipun
10% sel T di epitel adalah tipe y8. Diversitas F. Reseptor dalam fungsi efektor
TCR ditemukan seperti halnya dengan BCR.
F cR berperan dalam fungsi efektor fagosit
dan sel NK. Ada 3 jenis Fey, yaitu Fcyl
D.MHC
pada makrofag dan neutrofil, Fcyll dengan
MHC berperan dalam imunitas-presentasi afinitas rendah untuk fagositosis pada
antigen peptida ke sel T. TCR hanya akan makrofag dan Fcylll pada sel NK. Ada
mengenal antigen sebagai kompleks peptida juga Fcyn yang berperan pada transfer IgG
antigen-MI-IC self yang disebut MHC melalui plasenta. lgc:R ditemukan pada
restriksi, oleh karena MHC membatasi ke- sel mast, basofil dan eosinofil yang dapat
mampuan sel T untuk mengenal antigen. memacu degranulasi. Fungsi lgaR masih
Peran MHC sudah banyak dibahas dalam belum banyak diketahui.
Bab 8 Kompleks Histokompatibilitas Mayor. Reseptor untuk komplemen (C3) di-
perlukan pada aktivasi komplemen, juga
E. Molekul asesori dalam fagositosis, ditemukan pada makrofag
lkatan TCR spesifik dengan antigen yang dan neutrofil. Reseptor untuk komplemen
di proses melalui jalur eksogen tidak mem- juga ditemukan pada sel darah merah
TcR
MHC- 1atau II
CD4atau CDS
(ICAM-1) CD54
(LFA-3) CD58 CD2
87-1 CD80 CTLA-4
(87-2) CD86 CD28
339
lmunologi Dasar Edisi ke-1 0
1340
Bab 13. Mekanisme Efektor /mun
341
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Neutrofil
atau
monosit
Kemokin menginduksi
perubahan konformasional dan
pengklusteran integrin
~
Sito kin •
Kemok in
o~
---~.
t
Peningkatan eksptresi
.I
:
Selektin E - - - - - - - •
t
I
I
I
I
I
I
t ..
VCAM-1 _____________________ !1
Selektin P----------• I
a. Endotel dalam keadaan istirahat hanya memiliki beberapa molekul adhesi. Subpopulasi
monosit dapat berikatan melalui CD11/CD18 dengan ICAM untuk mengisi populasi makrofag
jaringan. Hanya sedikit bahkan hampir tidak ada migrasi eosinofil.
b. Endotel yang mengalami inflamasi akan meningkatkan jumlah berbagai molekul adhesi ,
memungkinkan terjadinya transmigrasi neutrofil dan monosit.
342
Bab 13. Mekanisme E(ektor /mun
Limfosit
Monosit ~
/Ai. cm Semua leukosit
C049d/C029 ~CD18/CD11
VCAM-1 ----io - I CAM-1
343
lmunologi Dasar Edisi ke-10
adalah PRR pada leukosit dan sinyal akan dengan komponen jalur sinyal lainnya.
ditransduksi melalui interaksi molekul Selanjutnya terjadi fosforilase atas
intraselular spesifik. Mekanisme efektor pengaruh protein kinase dan kaskade
menghasilkan klirens mikroba yang masuk. enzim dipacu.
Sinyal berbagai sitokin berperan
C. Sinyal TLR sebagai jalur transduksi sebagai mediator dalam respons imun
sinyal yang khas dan berdampak pada berbagai sel seperti sel
epitel, sel limfosit, SD, sel mast, eosinofil.
TLR dan peranannya dalam imunitas
Reseptor sitokin mengawali penyampaian
nonspesifik barn diketahui belakangan
sinyal. Reseptor permukaan menerima
ini. Transduksi sinyal menghasilkan
sinyal awal yang mengaktitkan kompleks
induksi berbagai cm imunitas respons imun nonspesifik. Sitokin yang
nonspesifik seper-ti produksi sitokin diikat oleh reseptornya pada permukaan
inflamasi dan kemokin, produksi peptida sel memberikan sinyal transdllk?i intra-
antimikrobial dan sebagainya. Interaksi selular danjalur messenger kedua. Efeknya
sinyal dengan reseptor diawali dengan dapat autokrin, parakrin atau jarang
produk mikroba yang berikatan dengan endokrin. Protein STAT adalah golongan
bagian ekstraselular TLR. Di bagian faktor transkripsi yang meneruskan
sitoplasma, domain protein yang terpisah sinyal dari lingkungan ekstraselular ke
mengandung TIR yang berhubungan nukleus (Gambar 13.5).
344
Bab 13. Mekanisme E(ektor /mun
TLR
0 lkatan ligan ke TLR memacu
0 0 penggabungan My88 dengan domain
Ekstraselular TIR dan pembentukan kompleks
IRAK1/IRAK4
Sitoplasma
l
CJ( ~ Kompleks IRAK1-TRAF6 terpecah dan
LJL-J TAK1 (OFF) mengakt1fkan kompleks protein kinase TAK1
5a1 r-~~~~~~~~~~~
CJ MAPK
l
Disosiasi
l
Sito plasma
l
Nukleus
l
6b1)-~~~~~~~~~~~~---,
6a1>-~~~~~~~~~~~~--.
NFKB yang dilepas bertranslokasi dari Kaskade MAPK menyebabkan translokasi
sitoplasma ke nukleus, menjadi aktivator dari aktivator transkripsi dari sitoplasma ke
transkripsi gen yang NFKB dependen nukleus, yang akan mengaktifkan
transkripsi gen MAPK dependen
345
lmunologi Dasar Edisi ke-10
346
Bab 13. Mekanisme E(ektor /mun
347
lmunologi Dasar Edisi ke-10
menyingkirkan mikroba dalam sel, sel senngnya terjadi infeksi virus, bakteri
tumor yang menunjukkan modifikasi intraselular dan jamur, bahkan virus yang
genetik dan sering mengekspresikan anti- dilemahkan dalam vaksin dapat menim-
gen yang tidak khas untuk sel normal. bulkan infeksi yang mengancam nyawa.
Pentingnya imunitas selular terlihat Sel-sel efektor yang berperan pada
pada anak dengan sindrom DiGeorge imunitas nonspesifik adalah neutrofil,
yang dilahirkan tanpa timus dan tidak
makrofag dan pada imunitas spesifik
memiliki sel T yang pada umurnnya
adalah sel B, sel T dan NKT. Limfosit
dapat menangkal infeksi bakteri ekstra-
selular, tetapi tidak dapat menyingkirkan yang berperan pada respons imun spesifik
mikroba intraselular. Hal itu terlihat dari terlihat pad a Ta be I 13 .4.
348
Bab 13. Mekanisme Efektor /mun
Aktiva si
peningkatan
- kontrol
• Fungsi e patogen
·~
•
:e:or1~
Penglepasan
s1tokin dan
. Fagosit
Sel B memori
Gambar 13.6 Respons humoral , sel B mengenal antigen yang dipresentasikan sel T
349
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Netralisasi mikroba
dan toksin
Fagosit
Ospsonisasi dan
fagositosis mikroba
Antibodi
ADCC
~~ Reseptor
Fagositosis mikroba
yang diopsonisasi
dengan fragmen
komplemen (m is.C3b)
C3b
lnflamasi
350
Bab 13. Mekanisme Efektor /mun
351
lmunologi Dasar Edisi ke-10
lkatan kuat
A. Lemah - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - Konstanta
--...-----,~--"""'T"---""T'"---"T"""---,----,.----,-- disosiasi
(mol/L)
10 · • 10-s 10" 10
TCR Reseptor GF
Molekul adhesi
Antibodi
B.
Sel Th APC Sel Tc Sel sasaran
"\
CD2
• CD2
LFA-1
LFA-1
6g~ { ~ '°' {
CD3
p55lck
CD4 ~:/'"UIJOO""/c_-~ CDS
CD45R CD22 CD45R
CD28 87
352
Bab 13. Mekanisme Efektor /mun
antigen tetap berada dalam sel APC di IL-4, IL-5 dan IL-13 . IL-4 dan IL-13
kelenjar getah bening untuk waktu yang merangsang produksi IgE yang spesifik
lama dan dapat memberikan rangsangan untuk cacing dan merupakan opsonin.
antigen bertahun-tahun. IL-5 mengaktifkan eosinofil yang meng-
Reseptor sel T hanya mengenal ikat IgE yang melapisi pennukaan cacing
dan akan mengikat fragmen yang ber- melalui Fcc:-R. Eosinofil yang diaktifkan
hubungan dengan MHC dan karenanya melepas MBP dan MCP yang dapat me-
disebut MHC restricted. Reseptor Th CD4+ rusak cacing. Kebanyakan sel mast juga
hanya mengenal dan mengikat peptida mengekspresikan Fcc:-R dan diikat IgE
yang terutama berasal dari protein ekstra- pada permukaan cacing dan menimbulkan
selular yang ada dalam vesikel APC yang degranulasi. Isi granul sel mast mengan-
dipresentasikan antigen melalui molekul dung amin vasoaktif, sitokin seperti TNF
MHC-II, sedang reseptor CD8+/CTL me- dan mediator lipid yang menginduksi
ngenal peptida yang berasal dari sitosol inflamasi lokal. Respons tersebut adalah
yang dipresentasikan MHC-1 (lihat pem- untuk menyingkirkan infeksi cacing dan
bahasan dalam Bab 8 Kompleks Histo- dapat juga berperan terhadap beberapa
kompatibilitas Mayor). ektoparasit. Cacing terlalu besar untuk
dimakan dan lebih resisten terhadap akti-
1. Efektor Th2 pad a alergi
vitas mikrobisidal makrofag dibanding
Se! T CD4+ yang berdiferensiasi men- kebanyakan kuman dan virus. Dalam
jadi Th2, mensekresi IL-4 dan IL-5. IL-4 beberapa ha!, IL-4 diproduksi sel mast dan
merangsang sel B untuk memproduksi sel CD4+. Rangsangan selain sitokin yang
IgE yang berikatan dengan sel mast. IL- juga berperan dalam diferensiasi Th
4 juga merupakan sitokin autokrin untuk antara lain adalah jumlah antigen dan faktor
pertumbuhan dan diferensiasi Th2 sen- kostimulator yang diekspresikan pada sel
diri . Fungsi efektor utama sel Th2 ialah
APC (lihat Bab 15 Imunologi Infeksi).
reaksi imun yang terjadi melalui IgE, sel
mast dan eosinofil. IL-5 mengaktifkan
eosinofil sebagai respons yang diperlu- 3. Efektor Thl
kan terhadap cacing. Sitokin asal Th2 Sel CD4+ berdiferensiasi menjadi sel
juga menghambat aktivasi makrofag dan efektor Th 1 yang mensekresi IFN-y yang
reaksi Thl (Gambar 13.9). meningkatkan imunitas selular fagosit/
makrofag. Makrofag yang diaktifkan oleh
2. Efektor Th2 dan eosinofil pad a IFN-y yang dilepas Thl untuk membunuh
imunitas cacing mikroba yang dimakan, memacu inflamasi
Respons imun terhadap cacing sebagian dan memperbaiki jaringan yang rusak.
besar diperankan Th2 yang melepas Bila infeksi tidak dikendalikan sepenuh-
353
lmunologi Dasar Edisi ke-10
I @
Proliferasi dan
Se~ diferensiasi
fll-101
~ l
Th2
@
Supresi aktivasi
makrofag
Produksi lgG
yang menetralkan
(manusia lgG4 ,
tikus lgG1)
nya, makrofag yang diaktifkan dapat fagosit sebagai sel efektor (Gambar
merusak jaringan yang terjadi melalui 13.10).
produknya seperti enzim hidrolitik, Kerjasama antara sel T dan fagosit
ROI, NO dan sitokin proinflamasi. DTH merupakan kerja antarsel nonspesifik dan
kronis sering menimbulkan fibrosis yang spesifik yang terjadi melalui sitokin. Sel T
disebabkan sitokin dan GF yang dilepas merangsang fungsi dan memfokuskan efek
makrofag. Fungsi utama sel Thl adalah sel efektor irnunitas nonspesifik (fagosit) .
pertahanan terhadap infeksi mikroba Makrofag sebagai sel efektor pada DTH
intraselular yang akhimya mengaktifkan membunuh mikroba yang dimakan, ter-
354
Bab 13. Mekanisme E(ektor /mun
Mikroba~~
~
~
~
+I Proliferasi dan
diferensiasi
l Th1
@ ~
~
Aktivasi makrofag
(meningkatkan ILT, TNFI
pemusnahan mikroba)
Antibodi mengikat
komplemen dan
opsonin
Aktivasi neutrofil
Opsonisasi dan (meningkatkan
fagositosis pemusnahan mikroba)
CD4• yang berdiferensiasi menjadi Th1 melepas IFN-y, Limfotoksin (LT) dan TNF dan IL-2.
IFN-y meningkatkan fagositosis makrofag dan membunuh mikroba dalam fagolisosom dan
juga merangsang produksi lgG yang beperan sebagai opsonin ; LT dan TNF mengaktifkan
neutrofil dan merangsang inflamasi. IL-2 adalah GF autokrin yang disintesis oleh subset sel T
(tidak tergambar).
355
lmunologi Dasar Edisi ke-10
utama melalui produksi ROI, oksida nitrit, trofil yang diaktifkan dapat merusak
enzim lisosom, mediator lipid seperti PAF, jaringan normal. Produk tersebut tidak
prostaglandin, leukotrin dan sitokin ter- dapat membedakan jaringan sendiri dari
utama TNF, IL-1, kemokin. Efek kolektif mikroba (Gambar 13.11).
sitokin asal makrofag dan mediator lipid Kerusakan tersebut biasanya hanya
berupa inflamasi lokal yang mengandung sebentar dan akan menjadi normal kembali.
banyak neutrofil yang memakan dan meng- Namun bila makrofag yang diaktifkan
hancurkan mikroba. gaga! menyingkirkan mikroba, sitokin
Makrofag dan neutrofil yang di- dan GF akan terus menerus diproduksi.
aktifkan menyingkirkan jaringan mati Makrofag yang diaktifkan kadang mening-
untuk memudahkan penyembuhan se- katkan sitoplasma dan organel, menyerupai
telah infeksi terkontrol. Makrofag yang sel epitel yang disebut sel epiteloid. Sel-sel
diaktifkan j uga menginduksi perbaikan yang akhir bersatu menjadi sel raksasa
jaringan dengan mensekresi GF yang dengan ban yak nukleus, membentuk granu-
merangsang proliferasi fibroblas PDGF, loma. Yang akhir merupakan respons
sintesis kolagen (TGF-~) dan angioge- terhadap mikroba yang persisten seperti M.
nesis (GF fibroblas) yang menyingkir- tuberkulosis dan beberapa jamur. Jaringan
kan antigen dan menghentikan inflamasi. rusak yang diganti denganjaringan fibrosis
Produk yang dilepas makrofag dan neu- dapat mengganggu fungsi organ.
Pemusnahan mikroba
yang difagositosis
CD Makrofag dengan
40
CD 4 0L \ ~1kroba yang
\ d1m~kan
'
\,
-==1''B@
~· @
IFN-y
.. ..,,.... ~
.---- Reseptor
IFN-y
\
Efektor Sekresi sitokin Peningkatan ekspresi
Sel T co4+ (TNF, IL-1 , IL,12 MHC dan kostimulator
kemokin) (molekul 87)
356
Bab 13. Mekanisme Efektor /mun
Pada imunitas selular CD4+, makrofag 5. Sitokin subset Thl dan Th2
yang diaktifkan oleh interaksi CD40L- Respons imun terhadap patogen tertentu
CD40 dan IFN- y menunjukkan beberapa harus menginduksi sejumlah fungsi efektor
fungsi: membunuh mikroba, merangsang yang benar agar dapat menyingkirkan
in:flamasi dan meningkatkan kapasitas pe- agens penyakit atau produk toksik dari
nyaj ian antigen oleh sel. Makrofag juga pejamu. Netralisasi toksin bakteri larut
diaktifkan selama imunitas nonspesifik memerlukan antibodi, sedang respons
dan menunjukkan fungsi yang sama. terhadap virus atau bakteri intraselular
memerlukan sitotoksisitas selular atau
4. Interaksi antara Thl dan Th2 DTH. Perbedaan dalam gambaran sekresi
Sel CD4+ yang berdiferensiasi menjadi sitokin di antara subset sel Th merupa-
Th2 mensekresi IL-4 dan IL-5. IL-4 kan determinan respons imun yang akan
terjadi. Perkembangan subset Thl dan Th2
merangsang sel B untuk memproduksi
ditentukan milieu sitokin (Gambar 13.13).
antibodi seperti IgE yang berikatan dengan
Perkembangan subset Thl dan Th2
sel mast. IL-4 juga merupakan faktor per-
yang STAT dependen telah dibahas di
tumbuhan autokrin dan diferensiasi Th2.
Bab 5 Sel-sel Sistem Imun Spesifik.
IL-5 mengaktifkan eosinofil, yang penting
Lingkungan sitokin sewaktu antigen
pada pertahanan terhadap cacing. Sitokin
memacu diferensiasi sel Th menentukan
asal Th2 juga mencegah aktivasi makrofag
subset yang akan berkembang. IL-4 adalah
dan reaksi Thl (Gambar 13.12).
esensial untuk perkembangan respons
357
lmunologi Dasar Edisi ke-10
ftr\
/IL-iN~ ~\\ :~ ~O
~ T I TIL-5 IL-, ..
CTL
1
@
(\ 8 ~ \ ():
Sitotoksisitas
··:.: ..~•i
\...__)
~
¥
••
Sel mast
lgE
I ~
~
Eosinofil
lgG1 (tikus)
lgG4 (manusia)
MHC
NO Oz-
Th2, sedang IFN-y, IL-12 dan IL-18 kursor Tc (CTLp) untuk menunjukkan
semua diperlukan untuk perkembangan fungsinya yang irnatur. Hanya setelah sel
Th 1. Fungsi efektor sel Th terlihat pada CTLp diaktifkan, akan berkembang men-
Gambar 13.14. jadi CTL yang berfungsi dengan aktivitas
sitotoksik. Ambang untuk aktivasi CTL
B. Efektor sel CTL dari CTLp adalah tinggi dibanding dengan
1. Perkembangan efektor sel CTL sel T efektor lain dan memerlukan sedikit-
nya 3 sinyal berurutan (Gambar 13.15).
Sel T naif tidak dapat membunuh sel
sasaran dan karenanya juga disebut pre- • Sinyal antigen spesifik oleh kompleks
358
Bab 13. Mekanisme Efektor /mun
IL-4 Aktivasi
IL-5 sitokin
IL-6
IL-10
Sel Th1 mengaktifkan makrofag melalui produksi sitokin yang membantu destruksi
mikroorganisma intraselular. Sel Th 2 memacu diferensiasi dan merangsang sel B untuk
berproliferasi dan memproduksi imunoglobulin serta pengalihan isotip.
TCR setelah kompleks peptida-MHC- famili TNF dari protein membran yang
1 pada APC dikenal meliputi FasL pada sel CD8+, TNF-~ pada
• Transmisi sinyal kostimulator oleh sel Thl dan CD40L atau CD154 pada sel
interaksi CD28-B7 CTLp danAPC Th2.
• Sinyal yang diinduksi oleh interaksi Setiap populasi sel T efektor juga
antara IL-2 afinitas tinggi dengan melepas sejumlah molekul efektor larut
IL-2R yang menghasilkan proliferasi yang berbeda. Tc melepas sitotoksin
dan diferensiasi CTLp yang diaktifkan (perforin dan granzim) serta IFN-y dan
antigen menjadi CTL efektor. TNF-~. Subset Thl dan Th2 melepas
sitokin yang sebagian besar tidak
2. Molekul yang diekspresikan efektor tumpang tindih. Setiap molekul yang di-
sel CTL ikat membran atau dilepas mempunyai
Sel efektor mengekspresikan molekul peran penting dalam berbagai fungsi efekor
tertentu, baik yang diikat membran atau sel T. FasL, perforin dan granzim misalnya
larut yang tidak diekspresikan sel T naif. berperan dalam destruksi sel sasaran oleh
Molekul yang diikat membran tergolong CTL, TNF-~ yang diikat membran dan
359
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Untuk mengaktifkan CTLp, APC mungkin memerlukan interaksi dengan sel Th1 CD4+
sebelumnya atau bersamaan melalui presentasi antigen kelas II dan kostimulasi CD40-CD40L.
Pada interaksi dengan MHC-1 dan molekul kostimulator pada APC yang sudah diaktifkan , CTLp
mulai mengekspresikan IL-3R dan sejumlah kecil IL-2. CTLp kemudian menjadi CTL yang dapat
membunuh sel sasaran.
TNF-y larut dan GM-CSF meningkatkan yang menunjukkan antigen spesifik yang
aktivasi makrofag oleh sel Th 1 dan CD40L dikenal oleh CTL dalam konteks dengan
yang diikat membran dan IL-4, IL-5 dan molekul MHC-I (Gambar 13.16).
IL-6 larut berperan dalam aktivasi sel B
oleh sel Th2.
3. Mekanisme efektor CDs+ membunuh
CTL diproduksi oleh aktivasi sel Tc.
sel
Sel efektor ini memiliki kapasitas litik dan
sangat diperlukan dalam pengenalan dan Fase efektor respons CTL melibatkan
eliminasi sel yang berubah (sel terinfeksi urutan kejadian yang diatur dan dimulai
virus dan sel tumor) dan berbagai sel yang dengan ikatan sel sasaran dengan sel
genetik berbeda dalam reaksi penolakan yang menyerang. Studi biakan klon CTL
tandur. Pada umumnya, CTL dan CD8+ dilakukan untuk mengidentifikasi molekul
adalah MHC-I dependen. Oleh karena membran yang berperan dalam proses.
hampir semua sel tubuh mengekspresikan Aktivasi CTL menjadikan LFA-1 dengan
molekul MHC-I, CTL dapat mengenal dan afinitas rendah menjadi LFA-1 afinitas
menyingkirkan hampir setiap sel tubuh tinggi ; CTL menempel dan membentuk
360
Bab 13. Mekanisme E(ektor /mun
CTL
~-
/~~:~ul CTL
/ ositosis
TCR pada CTL berinteraksi dengan antigen yang diproses melalui MHC-1 pada sel sasaran
sesuai, menimbulkan pembentukan konjugat CTL-sel sasaran . Badan Golgi dan granul dalam
CTL mengatur tempatnya demikian rupa sehingga berada pada sisi kontak dengan sel sasaran
dan isi granul kemudian dikeluarkan melalui eksositosis. Setelah konjugat berdisosiasi, CTL
didaur ulang dan sel sasaran mati melalui apoptosis.
konjugat hanya dengan sasaran yang serin protease yang disebut granzim (atau
benar dan mempresentasikan kompleks :fragmentin). CTLp tidak mengandung
antigen-MHC-1. LFA-1 menetap dalam granul dan perforin. Pada aktivasi, timbul
keadaan afinitas tinggi hanya untuk 5- granul sitoplasma dan perforin. Perforin
10 menit dan kembali ke fase afinitas dan granzim dilepas dari granul pada ekso-
rendah. Hal ini memungkinkan disosiasi sitosis ke ruangan di tempat kontak kedua
CTL dari sel sasaran. sel. Lubang yang dibentuk perforin pada
Gambaran mikroskop elektron me- sel sasaran, memberikan jalan untuk granzirn
nunjukkan CTL mengandung granul yang dari vesikel masuk ke dalam sitoplasma
telah dapat diisolasi dan berperan dalam sel sasaran.
kerusakan sel sasaran. Analisa granul me- Beberapa CTL tidak menunjukkan
nunjukkan adanya protein yang dapat perforin dan granzim. Dalam ha! ini sito-
membuat lubang (perforin) dan beberapa toksitas terjadi melalui Fas. Fas merupa-
361
lmunologi Dasar Edisi ke-10
kan anggota famili TNF-R yang dapat dan tumor. Sel NK melepas sejumlah
mengirimkan sinyal mati bila diikat oleh sitokin dan berperan dalam regulasi
ligannya (FasL, anggota famili TNF). sistem imun nonspesifik dan spesifik
FasL ditemukan pada membran CTL dan (dibahas dalam Bab 4 Sel-sel Sistem
interaksi antara Fas pada sel sasaran dan imun nonspesifik). Terutama IFN-y yang
FasL memacu apoptosis. Eksperimen me- diproduksi sel NK mengaktifkan fungsi
nunjukkan bahwa dua mekanisme terjadi makrofag pada imunitas nonspesifik. IFN-
pada inisiasi apoptosis sel sasaran oleh y mempengaruhi pula Th l -Th2 yang me-
CTL: penghantaran protein sitotoksik nunjukkan efek terhadap ekspansi Th2
(perforin dan granzim) yang dilepas CTL dan stimulasi perkembangan Th 1 melalui
dan masuk sel sasaran dan interaksi antara induksi IL-21 oleh makrofag dan SD.
FsaL pada CTL dan FasR pada permukaan Aktivitas sel NK dirangsang IFN-a,
sel sasaran. IFN-~ dan IL-12. Pada infeki virus kadar
CDS+/CTL/Tc mengenal peptida sitokin tersebut meningkat cepat disertai
mikroba dalam sel terinfeksi melalui kom- dengan jumlah sel NK yang meningkat dan
pleks dengan MHC-I. Molekul adhesi mencapai puncak sekitar 3 hari. Se! NK
seperti integrin, menstabilkan ikatan CTL merupakan pertahanan terdepan terhadap
dengan sel terinfeksi. CTL diaktifkan dan infeksi virus, mengontrol replikasi virus
melepas (eksositosis) isi granul dan me- sebelum CTL diaktifkan, berproliferasi
nimbulkan lethal hit sel sasaran. Isi granul dan diferensiasi menjadi CT yang ber-
berupa perforin membentuk lubang-lubang fungsi pada sekitar hari ke 7.
kecil di membran sel sasaran dan granzim
dari CTL masuk sel sasaran. CTL juga me- A. Ciri sel NK dan sel Tc yang sama
lepas TNF yang menekan sintesis protein.
Aktivasi CTL akan meningkatkan ekspresi Sel NK mengekspresikan petanda per-
FasL pada permukaan sel terinfeksi mukaan yang juga ditemukan pada
(virus). Protein Fas pada membran CDS+/ monosit, granulosit dan beberapa diantara-
CTL/Tc bereaksi dengan FasL pada nya juga ditemukan pada sel T. Berbagai
membran sel sasaran yang meng1msias1 sel NK mengekspresikan molekul per-
apoptosis (Gambar 13.17). mukaan yang berbeda, mungkin merefleksi-
kan adanya subtipe atau fase-fase aktivasi
dan maturasi yang berbeda.
VII. EFEKTOR SEL NK B. Cara sel NK dan CTL membunuh
Sel NK merupakan limfosit dalam sirkulasi Sel NK membunuh sel tumor dan sel
dan berperan dalam pertahanan imun terinfeksi virus melalui proses yang sama
terhadap virus, patogen intraselular lainnya dengan CTL. Sel NK mengekspresikna
362
Bab 13. Mekanisme E(ektor /mun
Sel sasaran
terinfeksi
Pengenalan
antigen dan
pembentukan
konjugat
Aktivasi CTL
Eksositosis
granul CTL
• +
•
perforin --+
induksi apoptosis
pertama mati. Pembentukan
konjugat antara CTL dan sel
sasaran dan aktivasi CTL juga
l memerlukan interaksi antara
molekul asesori (LFA-1 ,
COB) pada CTL dan ligan
Polimerase spesifiknya pada sel sasaran
Granzim
perforin (tidak tergambar).
363
lmunologi Dasar Edisi ke-10
FasL dan dengan segera dapat meng- inhibitor seperti ILT/LT yang mengikat
induksi kematian sel yang mengrekspresi- molekul MHC-I. KlR dan reseptor serupa
kan Fas. Sitoplasma sel NK berisikan lektin dapat merupakan reseptor aktivasi
granul yang mengandung perforin dan atau inhibitor (Gambar 13.18).
granzim. Tidak seperti CTL yang harus
D. Sel NKT
diaktifkan terlebih dahulu sebelum granul
nampak, sel NK secara konstitutif adalah Sel NKT merniliki ciri CTL dan sel NK,
sitotoksik dan selalu mengandung granul mengekspresikan kompleks TCR yang
dalam sitoplasmanya. Setelah sel NK menunjukkan beberapa kesamaan kualitas
menempel dengan sel sasaran, terjadi dengan TCR. Sel NKT sering dianggap
degranulasi dengan penglepasan perforin sebagai bagian imunitas nonspesifk (lihat
dan granzim di tempat kontak kedua sel. Bab 4 Sel-sel sistem imun nonspesifik).
Peforin dan granzim diduga berperan • TCR pada sel NKT adalah invarian,
dalam induksi apoptosis seperti halnya dengan rantai TCRa dan TCR~,
pada CTL. kadang kombinasi yang disebut iNKT
atau invarian NKT
C. Reseptor aktivasi dan reseptor
• TCR pada sel NKT tidak mengenal
inhibitor sel NK
peptida yang diikat molekul MHC,
Sel NK memiliki dua jenis reseptor, yang tetapi lebih mengenal glikolipid yang
satu mengirimkan sinyal inhibitor dan dipresentasikan oleh molekul CD 1d
yang lain sinyal aktivator. Sel NK me- nonpolimorfik
miliki sinyal dan sejumlah reseptor sinyal • Sel NKT tidak membentuk sel memori
aktivasi dan sejumlah reseptor inhibitor. • Sel NKT tidak mengekspresikan petanda
Sel NK dapat membedakan sel hidup dari khas sel T, tetapi mengekspresikan
yang terinfeksi atau kanker melalui kese- ciri-ciri sel NK
imbangan antara reseptor aktivasi dan Kombinasi KlR-MHC mempengaruhi
reseptor inhibitor sinyal. Selanjutnya progresivitas penyakit dan juga berhu-
aktivasi sinyal dapat dihantarkan oleh bungan dengan gangguan reproduksi
faktor larut seperti siokin (JFN-a, JFN-~, seperti sering keguguran atau pre-eklamsi.
TNF-a, IL-12 dan IL-15).
Atas dasar ciri struktur, reseptor sel
E. ADCC
NK dapat dibagi dalam 2 kategori umum,
yang serupa lektin dan yang serupa Ig Sejumlah sel mengekspresikan reseptor
yang meliputi KIR yang mengikat HLA- membran potensial sitotoksik untuk regio
B dan HLA-C. Adajuga sejumlah reseptor Fe antibodi. Bila antibodi diikat sel sasaran
364
Bab 13. Mekanisme Efektor /mun
A.
Tidak ada
pemusnahan
B.
Pemusnahan
Gambar 13.18 Model sinyal pada aktivitas sitotoksik sel NK dibatasi pada
sel self yang diubah
Reseptor aktivasi pada sel NK berinteraksi dengan ligannya pada sel self normal dan yang sudah
berubah, memacu terjadinya sinyal aktivasi yang berdampak pada pemusnahan sel. Namun
demikian ikatan reseptor penghambat sel NK seperti inhibitor KIR dan CD94/NKG2 oleh MHC- I
menimbulkan hambatan sinyal yang melawan balik sinyal aktivasi. Ekspresi molekul kelas I pada
sel normal mencegah pemusnahannya oleh sel NK. Mengingat ekspresi sering berkurang pada
sel self yang diubah, maka pemusnahan sel menjadi predominan.
spesifik, sel yang memiliki F eR dapat berikatan dengan sel sasaran melalui FeR,
mengikat antibodi di regio Fe (jadi dengan menunjukkan peningktaan metabolisme:
sel sasaran) dan dapat menimbulkan lisis enzim litik dalam lisosom sitoplasm atau
pada sel sasaran. Meskipun sel sitotoksik granul meningkat. Penglepasan enzim
tidak spesifik untuk antigen, spesifisitas terjadi di tempat kontak melalui Fe me-
antibodi mengarahkannya ke sel sasaran. nimbulkan kerusakan sel sasaran. Monosit,
Jenis sitotoksisitas tersebut disebutADCC. makrofag dan sel NK yang diaktifkan
Berbagai sel yang dapat berperan dalam melepas TNF yang sitotoksik terhadap
ADCC adalah sel NK, makrofag, monosit, sel sasaran yang diikatnya. Sel NK dan
neutrofil dan eosinofil. eosinofil mengandung perforin dalam
ADCC tidak melibatkan komplemen. granul sitoplasmanya yang dapat merusak
Makrofag, neutrofil atau eosinofil yang membran seperti yang terjadi pada CTL
365
lmunologi Dasar Edisi ke-10
366
Bab 13. Mekanisme Efektor /mun
Butir-butir penting
0 Sistem imun selular terdiri atas 2 sel bunuh sel sasaran. Banyak dari sel
efektor antigen spesifik yaitu sel Tc/ tersebut mengikat regio Fe dari anti-
eTL/ ens+ dan sel T en4+ bodi pada sel sasaran dan kemudian
melepas enzim litik, perforin, atau
0 Dibanding dengan sel naif Th dan
TNF yang merusak membran sel
Tc, sel efektor lebih mudah diaktif-
sasaran, proses yang disebut ADee
kan, mengekspresikan molekul
adhesi kadar tinggi, menunjukkan 0 Sel NK berperan dalam lisis sel tumor
gambaran berbagai trafficking dan dan sel terinfeksi virus melalui pem-
memproduksi molekul efektor yang bentukan pori oleh perforin, mekanisme
I 0
larut dan mem bran
Fase pertama respons imun ens+
melibatkan aktivasi dan diferensiasi
0
sama seperti pada eTL
Ekspresi molekul MHC relatif tinggi
pada sel normal untuk melindungi
Tc/eTL/eDs+ (prekursor eTLp). dari efek membunuh sel NK.
Pembunuhan oleh sel NK diatur oleh
Detail proses aktivasi yang melibat-
keseimbangan sinyal positif yang
kan Th 1 belum banyak diketahui
terjadi oleh ikatan dengan reseptor
0 eTL menginduksi kematian sel me- yang diaktifkan dan sinyal negatif
lalui dua mekanisme, jalur perforin/ dari reseptor inhibitor
granzim danjalur Fas/FasL
0 Sel NKT memiliki ciri yang sama
0 Berbagai sel sitotoksik nonspesifik, dengan sel T dan sel NK; terbanyak
MHe independen (sel NK, neutrofil, mengekspresikan invarian eTL dan
eosinofil, makrofag) dapat juga mem- petanda umum sel NK.
367
REAKSI BAB
HI PERSENSITIVITAS 14
Daftar Isi
369
lmuno/ogi Dasar Edisi ke-10
370
Bab 14. Reaksi Hipersensitivitas
espons irnun, baik nonspesifik lalui aktivasi komplemen dan atau sel NKJ
A. Reaksi cepat
II. PEMBAGIAN REAKSI
Reaksi cepat terjadi dalam hitungan detik,
HIPERSENSITIVITAS
menghilang dalam 2 jam. Ikatan silang
MENURUT GELL DAN
antara alergen dan IgE pada perrnukaan
COOMBS
sel mast menginduksi penglepasan mediator
vasoaktif Manifestasi reaksi cepat berupa Reaksi hipersensitivitas oleh Robert
anafilaksis sistemik atau anafilaksis lokal. Coombs dan Philip HH Gell (1963) di-
bagi dalam 4 Tipe reaksi (Gambar 14.1)
B. Reaksi intermediet Pembagian Gell dan Coombs seperti
Reaksi intermediet terjadi setelah beberapa terlihat di atas dibuat sebelum analisis
jam dan menghilang dalam 24 jam. Reaksi yang mendetail mengenai subset dan fungsi
ini melibatkan pembentukan kompleks sel T diketahui. Berdasarkan penemuan-
imun IgG dan kerusakan jaringan me- penemuan dalam penelitian imunologi,
371
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Alergen ADCC
*Antige~
FcR
~~ w
untuk lgE Kompleks 3
I lgE alergen imun
• * * 0
••
I spesifik 3 •
;* Th1
tersensitasi
C3
/ Sel
' \ FcR sitotoksik Aktivasi
komplemen
Ag permukaan
/ Aktivasi
r ~ komplemen ..---::-
=---v----
~-..
Degranulasi Neutrofil
ar i""')Kompleks
~
A/
..imun
-
Reaksi lgE Reaksi kompleks Reaksi selular
mun
lkatan silang antara Ab terhadap Kompleks Ag-Ab Sel Th1 yang disen-
antigen dan lgE antigen permukaan mengaktifkan sitasi melepas
yang diikat sel mast sel menimbulkan komplemen dan sitokin (terlihat
dan basofil melepas destruksi sel respons inflamasi pada gambar)
mediator vasoaktif dengan bantuan melalui infiltrasi yang mengaktifkan
komplemen atau masif neutrofil makrofag atau sel
ADCC Tc yang berperan
dalam kerusakan
jaringan . Sel Th2
dan Tc menim-
bulkan respons
sama
Manifestasi khas: Manifestasi khas: Manifestasi khas: Manifestasi khas:
anafilaksis sistemik reaksi transfusi , reaksi lokal seperti dermatitis kontak,
dan lokal seperti eritroblastosis Arthus dan sistemik lesi tuberkulosis dan
rinitis, asma, urtikaria, fetalis , anemia seperti serum penolakan tandur
alergi makanan dan hemolitik autoimun sickness , vaskulitis
ekzem dengan nekrosis,
g lomeru lonefritis,
AR dan LES
372
Bab 14. Reaksi Hipersensitivitas
Tabel 14.1 Klasifikasi Gell dan Coombs yang dimodifikasi (Tipe I-VI)
Mekanisme Gejala Contoh
Tipe I: lgE Anafilaksis , urtikaria, Penisilin dan ~-laktam
angioedem , mengi, lain, enzim , antiserum,
hipotensi, nausea , muntah , protamin , heparin antibodi
sakit abdomen , diare monoklonal , ekstrak
alergen , insulin
Tipe II : Sitotoksik (lgG dan Agranulositos is Metamizol, fenotiazin
lgM)
Anemia hemolitik Penisilin , sefalosporin , ~
laktam, kinidin, metildopa
Trombositopenia Karbamazepin, fenotiazin ,
tiourasil , sulfonamid ,
antikonvulsan , kinin, kinidin ,
parasetol , sulfonamid , propil
tiourasil , preparat emas
Tipe Ill : Kompleks imun (lgG Panas , urtikaria, atralgia, ~-laktam , sulfonamid ,
dan lgM) limfadenopati fenitoin , streptomisin
Serum sickness Serum xenogenik, penisilin ,
globulin anti-timosit
Tipe IV. Hipersensitivitas Eksim Uuga sistemik) Penisilin , anestetik lokal ,
selular Eritema, lepuh , pruritus antihistamin topikal ,
neomisin , pengawet,
eksipien (lanolin, paraben),
desinfektan
Fotoalergi Salisilanilid (halogeneted) ,
asam nalidilik
Fixed drug eruption Barbiturat, kinin
Lesi makulopapular Penisilin , emas , barbiturat,
~-blocker
Tipe V. Reaksi granuloma Granuloma Ekstrak alergen, kolagen
la rut
Tipe VI. Hipersensitivitas (LE yang diinduksi obat?) Hidralazin, prokainamid
stimulasi Resistensi insulin Antibodi terhadap insulin
(lgG)
373
lmuno/ogi Dasar Edisi ke-10
+
~SyK'
Gambar 14.2 lkatan silang antara antigen
dan lgE yang mengaktifkan sel mast melalui
+ ••
•
Granul FceRI
PLA2
8
lnteraksi ikatan silang antara Fee-RI dan lgE
Degranulasi pada permukaan sel mast memacu aktivasi Syk.
Sinyal dari Syk dengan cepat ditransduksi
Histamin yang menimbulkan degranulasi, produksi
LT
Sitokin LT dan transkripsi gen sitokin/kemokin .
Kemokin Penglepasan mediator inflamasi tersebut
Sitokin berperan dalam gejala akut dan kronis
Kemokin penyakit alergi.
374
Bab 14. Reaksi Hipersensitivitas
Amin
Eosinofil
Pajanan dengan antigen mengaktifkan sel Th2 yang merangsang sel B berkembang menjadi
sel plasma yang memproduksi lgE. Molekul lgE yang dilepas diikat oleh FceR1 pada sel mast
dan basofil (banyak molekul lgE dengan berbagai spesifisitas dapat diikat FceR1 ). Pajanan
kedua dengan alergen menimbulkan ikatan silang antara antigen dan lgE yang diikat sel mast,
memacu penglepasan mediator farmakologis aktif (amin vasoaktif) dari sel mast dan basofil.
Mediator-mediator tersebut menimbulkan kontraksi otot polos, meningkatkan permeabilitas
vaskular dan vasodilatasi , kerusakan jaringan dan anafilaksis.
juga yang diaktifkan dapat memproduksi mukaan sel. Kadar cAMP dan cGMP dalam
mediator baru atau sekunder atau newly sel berpengaruh terhadap degranulasi. Pe-
generatedseperti LT dan PG (Gambar 14.4). ningkatan cAMP akan mencegah , sedang
peningkatan cGMP memacu degranulasi.
a. Histamin Penglepasan granul ini adalah fisiologik
Puncak reaksi Tipe I terjadi dalam 10-15 dan tidak menimbulkan lisis atau mati-
menit. Pada fase aktivasi terjadi perubahan nya sel. Degranulasi sel mast dapat pula
dalam membran sel mast akibat metilasi terjadi atas pengaruh anafilatoksin, C3a
fosfolipid yang diikuti oleh infiuks ca++ dan C5a.
yang menimbulkan aktivasi fosfolipase. Histamin merupakan komponen
Dalam fase ini energi dilepas akibat utama granul sel mast dan sekitar 10% dari
glikolisis dan beberapa enzim diaktifkan berat granul. Histamin yang merupakan
dan menggerakkan granul-granul ke per- mediator primer yang dilepas akan diikat
375
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Alergen
,
\
'
Mediator '-.
lipid ""' '
• . • Sitokin
Amin PG
••
•
Sitokin (mis.TNF) I
Protease LT
vasoaktif
l
Dilatasi
l
Kerusakan
l
Dilatasi
l
Kontraksi
l
lnflamasi
vaskular, (pengerahan
jaringan vaskular otot polos
kontraksi leukosit)
otot polos
376
Bab 14. Reaksi Hipersensitivitas
Factor
Hidrolase asam Degradasi matriks ekstraselular
PAF Agregasi dan degranulasi trombosit, kontraksi otot polos paru
NCA Kemotaksis neutrofil
BK-A Kalikrein : kininogenase
Proteoglikan Heparin, kondrotin sulfat, sulfat dermatan: mencegah
komplemen yang menimbulkan koagulasi (?)
Enzim Kimase, triptase, proteolisis
377
lmunologi Dasar Edisi ke-10
IL-3, IL-5, IL-6, IL-10. TGF-P Berbagai efek (dapat dilihat pada sitokin)
dan GM-CSF
IL4, PMN , demam
TNF-a Aktivasi monosit, eosinofi l, demam
FGF Fibrosis
Inhibitor protease Mencegah ki mase
Lipoksin Bronkokonstriksi
Leukotrin (LTC4 LTD4 LTE4) Kontraksi otot polos Uang ka lama), meningkatkan
permeabilitas, kemotaksis
Leukotrin 84, 15-HETE Sekresi mu kus
PAF Kemotaksis, (terutama eosinofil), bronkospasme
378
Bab 14. Reaksi Hipersensitivitas
lendir hidung, paru dan konjungtiva, tetapi yang dapat mengancam nyawa. Sel mast
hanya 10-20% masyarakat yang menderita dan basofil merupakan sel efektor yang
rinitis alergi dan sekitar 3%-10% yang melepas berbagai mediator. Reaksi dapat
menderita asma bronkial. IgE yang biasa- dipacu berbagai alergen seperti makanan
nya dibentuk dalam jumlah sedikit, segera (asal laut, kacang-kacangan), obat atau
diikat oleh sel mast/basofil. IgE yang sengatan serangga dan juga lateks, latihan
sudah ada pada permukaan sel mast akan jasmani dan bahan diagnostik lainnya.
menetap untuk beberapa minggu. Sensitasi Pada 2/3 pasien dengan anafilaksis, pemicu
dapat pula terjadi secara pas if bila serum spesifiknya tidak dapat diidentifikas i.
(darah) orang yang alergi dimasukkan ke
dalam kulit/sirkulasi orang normal. Reaksi c. Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid
alergi yang mengenai kulit, mata, hidung Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid ada-
dan saluran napas. lah reaksi sistemik umum yang melibat-
kan penglepasan mediator oleh sel mast
b. Reaksi sistemik - anafilaksis
yang terjadi tidak melalui IgE (Gambar
Anafilaksis adalah reaksi Tipe I yang 14.5). Mekanisme pseudoalergi merupakan
dapat fatal dan terjadi dalam beberapa mekanisme jalur efektor nonimun (Tabel
menit saja. Anafilaksis adalah reaksi hiper- 14.5). Secara klinis reaksi ini menyerupai
sensitivitas Gell dan Coombs Tipe I atau reaksi Tipe I seperti syok, urtikaria, bronko-
reaksi alergi yang cepat, ditimbulkan IgE spasme, anafilaksis, pruritus, tetapi tidak
379
lmunologi Dasar Edisi ke-1 0
Peningkatan n••i
permea bilitas .u:• :•
vas kular ~•
liOOtiillld ...========- ··~::~
Aktivasi langsung
sel mast
"lritan"
C3a ]
C5a -
--1----- -
Histamin
Kemokin
LT
PG
I Vasod ilatasi I
Konstriksi
bronkus
@
+ ke mungkin an
banya k ya ng lain
380
Bab 14. Reaksi Hipersensitivitas
jadi karena dibentuk antibodi jenis IgG Istilah sitolitik lebih tepat meng-
atau IgM terhadap antigen yang merupa- ingat reaksi yang terjadi disebabkan lisis
kan bagian sel pejamu. Reaksi diawali oleh dan bukan efek toksik (Gambar 14.6).
Antibodi tersebut dapat mengaktifkan
reaksi antara antibodi dan determinan
sel yang memiliki reseptor Fcy-R dan
antigen yang merupakan bagian dari juga sel NK yang dapat berperan sebagai
membran sel tergantung apakah kom- sel efektor dan menimbulkan kerusakan
plemen atau molekul asesori dan meta- melalui ADCC. Reaksi Tipe II dapat me-
bolisme sel dilibatkan (Gambar 14.6). nunjukkan berbagai manifestasi klinik.
381
lmunologi Dasar Edisi ke-10
k::::
Komplemen Lisis sel Anemia hemolitik
autoimun dingin
Miastenia gravis
Antigen Aktivasi komplemen
permukaan ikatan C3b Anemia hemolitik
sel =opsonisasi autoimun panas
,y-- fagositosis
ITP
Aktivasi komplemen
aktivasi neutrofil Sindrom Goodpasture
Kerusakan jaringan
Sel target
Gambar 14.6 Gejala klinis hipersensitivitas yang ditimbulkan oleh ikatan dengan sel
382
Bab 14. Reaksi Hipersensitivitas
383
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Antigen permukaan
Sel Antigen
sasaran permukaan Sel sasaran yang
dilapisi Ab lgG
Endapan kompleks imun dalam vaskular bed menimbulkan agregasi trombos it, aktivasi
komplemen yang disusul oleh infiltrasi PMN. Faktor yang dilepas oleh PMN yang diaktifkan
menimbulkan kerusakan pada jaringan serta gambaran patologi kerusakan akibat komplemen
(MAC) atau melalui lisis oleh penglepasan granul sitotoksik.
384
Bab 14. Reaksi Hipersensitivitas
1 neutrofil
F soaktifl
Meningkatkan Melepas
permeabilitas granul
Gambar 14.8 Kompleks imun dan vaskular
hipersensitivitas Tipe Ill vasodilatasi
385
lmunologi Dasar Edisi ke-10
yang timbul berupa kerusakan jaringan tidak terjadi. Reaksi Arthus di dalam
lokal dan vaskular akibat ak:umulasi cairan klinik dapat berupa vaskulitis.
(edem) dan SDM (eritema) sampai
nekrosis. Reaksi TipeArthus dapat terjadi b. Reaksi Tipe III sistemik - serum
intrapulmoner yang diinduksi kuman, sickness
spora jamur atau protein fekal kering
Antigen dalam jumlah besar yang masuk
yang dapat menimbulkan pneumonitis
ke dalam sirk:ulasi darah dapat membentuk
atau alveolitis atau Fanner's lung.
kompleks irnun. Bila antigen jauh ber-
C3a dan C5a (anafilatoksin) yang
lebihan dibanding antibodi, kompleks yang
terbentuk pada aktivasi komplemen, me-
dibentuk adalah lebih kecil yang tidak
ningkatkan penneabilitas pembuluh darah
mudah untuk dibersihkan fagosit sehingga
yang dapat menimbulkan edem. C3a
dapat menirnbulkan kerusakanjaringan Tipe
dan C5a berfungsi juga sebagai faktor
III di berbagai tempat. Dahulu reaksi Tipe
kemotaktik. Neutrofil dan trombosit
III sistemik demikian sering terlihat pada
mulai dikerahkan di tempat reaksi dan
pemberian antitoksin yang mengandung
menimbulkan stasis dan obstruksi total
serum asing seperti antitetanus atau
aliran darah. Sasaran anafilatoksin adalah
antidifteri asal k:uda (Gambar 14.11 ).
pembuluh darah kecil, sel mast, otot polos
Antibodi yang berperan biasanya
dan leukosit perifer yang menimbulkan
jenis lgM atau IgG. Komplemen yang
kontraksi otot polos, degranulasi sel mast,
diaktifkan melepas anafilatoksin (C3a,
peningkatan permeabilitas vask:ular dan
C5a) yang memacu sel mast dan basofil
respons tripe! terhadap k:ulit. Neutrofil
melepas histamin. Mediator lainnya dan
yang diaktifkan memakan kompleks imun MCF (C3a, C5a, CS, C6, C7) mengerah-
dan bersama dengan trombosit yang di- kan polimorf yang melepas enzim pro-
gumpalkan melepas berbagai bahan teolitik dan protein polikationik. Kompleks
seperti protease, kolagenase dan bahan imun lebih mudah untuk diendapkan di
vasoaktif. Akhimya terjadi perdarahan tempat-tempat dengan tekanan darah yang
yang disertai nekrosis jaringan setempat meninggi dan disertai putaran arus, misalnya
(Gambar 14.9 dan 14.10). dalam kapiler glomerulus, bifurkasi pem-
Dengan pemeriksaan imunofluoresen, buluh darah, pleksus koroid dan korpus
antigen, antibodi dan berbagai komponen silier mata. Pada LES, ginjal merupakan
komplemen dapat ditemukan di tempat tempat endapan kompleks imun. Pada
kerusakan pada dinding pembuluh darah. artritis reumatoid, sel plasma dalam sino-
Bila kadar komplemen atau jumlah granu- vium membentuk anti-IgG (FR berupa IgM)
losit menurun (pada hewan, kadar kom- dan membentuk kompleks imun di sendi.
plemen dapat diturunkan dengan bisa Beberapa penyakit kompleks imun ter-
kobra), maka kerusakan khas dari Arthus lihat pada Tabel 14.8.
386
Bab 14. Reaksi Hipersensitivitas
:, ~
'~ ·~
Neutr@ofil" -
r CR1
1
Jr
••
i
Kompleks imun
® Enzim litik
( Aktivasi
komplemen
Kerusakan @
jaringan
- - - - -
- - - - - -
-
- -
Gambar 14.9 Reaksi Arthus
Suntikan obat dapat memacu pembentukan kompleks imun (1) yang mengaktifkan komplemen
jalur klasik (2) Komplemen diikat sel mast (3) dan menimbulkan degranulasi dan oleh neutrofil
yang memacu kemotaksis (4) dan melepas enzim litik (5).
Komplemenjuga menimbulkan agre- vasoaktif yang dilepas sel mast dan trom-
gasi trombosit yang membentuk mikro- bosit menimbulkan vasodilatasi, pening-
trombi dan melepas amin vasoaktif. Bahan katan permeabilitas vaskular dan inflamasi.
387
lmunologi Dasar Edisi ke-10
¢$¢
Ag¢¢
+
IKomplemen I
/ Endapan ' ~A,....,k....,ti-va_s_i......,
- - - kompleks komplemen
Sel darah imun
me rah
~
!
+ 1<g:,1 -
PMN
IKemota ksis I
Pembuluh darah @"®
~ Diapedesis
@ ~.· lnflamas1
Perdarahan - - , •
~ ~
,, §
~
""
Gambar 14.10 Skema interaksi molekular, selular dan jaringan pada reaks i Arthus
Neutrofil dikerahkan dan menyingkirkan dan KGB yang dapat berupa vaskulitis
kompleks imun. Neutrofil yang terkepung sistemik (arteritis ), glomerulonefritis, dan
di jaringan akan sulit untuk menangkap artritis. Reaksi itu disebut reaksi Pirquet
dan makan kompleks, tetapi akan me- dan Schick
lepas granulnya (angry cell). Kejadian
Reaksi Herxheimer adalah serum
ini menimbulkan lebih banyak kerusakan
sickness (Tipe III) yang terjadi sesudah
jaringan. Makrofag yang dikerahkan ke
pemberian pengobatan terhadap penyakit
tempat tersebut melepas berbagai mediator
infeksi kronis (sifilis, tripanosomiasis dan
antara lain enzim-enzim yang dapat me-
rusak jaringan. Dalam beberapa hari - bruselosis). Bila mikroorganisme dihancur-
minggu setelah pemberian serum asing, kan dalam jumlah besar juga melepas se-
mulai terlihat manifestasi panas dan jumlah antigen yang cenderung bereaksi
gatal, bengkak-bengkak, kemerahan dan dengan antibodi yang sudah ada dalam
rasa sakit di beberapa bagian tubuh, sendi sirkulasi.
388
r Bab 14. Reaksi Hipersensitivitas
>
"- .... ....I
.... .... .... I
,,
,
;
;
....
l
c
Cll
..>c:
.... I
I
I
I
\ E
.._
:J
Q)
..>c: Ag bebas
~ \ I
I (f)
:J I E
(f)
"O
\ I
I .!!!
Cll
I
Ol
c
\ I
"O
.,.
I "O
.:.····~
Cll I 0
>- Kompleks I
I ..0
c ~
Q)
Ol
:;:;
c
dalam
sirkulasi
. \
I
Cll
.._
Cll
Cll I "O
~ ,'
Cll
;:!2,
0 :::.:::
Gambar 14.11 Hubungan antara pembentukan kompleks imun dan timbulnya gejala
pada serum sickness
Antigen dalam jumlah besar disuntikkan ke dalam kelinci pada hari 0. Bila antibodi yang
diproduksi membentuk kompleks dengan antigen yang diendapkan di ginjal, sendi dan kapiler.
Gejala serum sickness (daerah biru muda) berhubungan dengan puncak pembentukan
kompleks imun . Bila kompleks imun dibersihkan , antibodi bebas ditemukan dalam sirkulasi
(garis putus-putus) dan gejala serum sickness berkurang. Gejala serum sickness berupa
demam, lemah , vaskulitis sistemik (ruam) dengan edema dan eritema, limfadenopati, artritis
dan kadang glomerulonefritis.
D. Reaksi hipersensitivitas Tipe IV jadi melalui sel en4+ dan TCell Mediated
Cy tolysis yang terjadi melalui sel ens+
Baik en4+ maupun ens+ berperan dalam
(Gambar 14.12).
reaksi Tipe IV. Sel T melepas sitokin,
bersama dengan produksi mediator sito-
1. Delayed Type Hypersensitivity Tipe W
toksik lainnya menimbulkan respons infla-
masi yang terlihat pada penyakit kulit Reaksi Tipe IV merupakan hipersensi-
hipersensitivitas lambat. eontohnya derma- tivitas granulomatosis. Biasanya terjadi
titis kontak yang diinduksi oleh etilendi- terhadap bahan yang tidak dapat dising-
amine, neomisin, anestesi topikal, anti- kirkan dari rongga tubuh seperti talkum
histamin topikal dan steroid topikal. dalam rongga peritoneum dan kolagen
newasa ini Reaksi hipersensitivitas sapi dari bawah kulit. Ada beberapa fase
Tipe IV telah dibagi dalam nTH yang ter- pada respons Tipe IV yang dimulai dengan
389
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Makrofag
\~ ~
~ @ -~
-. Sel T CD4'
/7 •••
•
Gambar 14.12 CD4+
dan cos+ pada reaksi
hipersensitivitas Tipe IV
390
, Bab 14. Reaksi Hipersensitivitas
fase sensitasi yang membutuhkan 1-2 Berbagai APC seperti sel Langerhans
minggu setelah kontak primer dengan (SD di kulit) dan makrofag yang me-
antigen. Dalam fase itu, Th diaktifkan nangkap antigen dan membawanya ke
oleh APC melalui MHC-II. Reaksi khas kelenjar limfoid regional untuk dipresen-
DTH seperti respons imun lainnya mem- tasikan ke sel T. Sel T yang diaktifkan
punyai 2 fase yang dapat dibedakan yaitu pada umurnnya adalah sel CD4+terutama
fase sensitasi dan fase efektor (Gambar Thl , tetapi pada beberapa hal sel CD8+
14.13). dapat juga diaktifkan. Pajanan ulang
A. Fase sensitasi
Bakteri
Sekresi
sitokin
Sel T co4+
B. Fase efektor
Sel-sel APC : Sel-sel TOTH :
- Makrofag - Sel Th1 (umumnya)
- Sel Langerhans - Sel coa+ (kadang)
Makrofag teraktivasi
391
lmunologi Dasar Edisi ke-10
dengan antigen menginduksi sel efektor. aktifkan makrofag untuk memasang batasan
Pada fase efektor, sel Th I melepas ber- kuman dari paru, kuman diisolasi dalam
bagai sitokin yang mengerahkan dan lesi granuloma yang disebut tuberkel.
mengaktifkan makrofag dan sel infiamasi Enzim litik yang sering dilepas makrofag
nonspesi:fik lain. Gejala biasanya baru yang diaktifkan dalam tuberkel merusak
nampak 24 jam sesudah kontak kedua jaringan paru sehingga terjadi kerusakan
dengan antigen. Makrofag merupakan jaringan yang lebih besar dibanding
efektor utama respons DTH. Sitokin yang keuntungan yang diperoleh dari DTH.
dilepas sel Th I menginduksi monosit Granuloma terbentuk pada tuberkulosis,
menempel ke endotel vaskular, bermigrasi lepra, skistosomiasis, lesmaniasis dan
dari sirkulasi darah ke jaringan sekitar. sarkoidosis.
Infiuks makrofag yang diaktifkan
berperan pada DTH terhadap parasit dan 2. Sitokin yang berperan pada DTH
bakteri intraselular yang tidak dapat di- Di antara sitokin yang diproduksi, sel
temukan oleh antibodi. Enzim litik yang Thi berperan dalam menarik dan meng-
dilepas makrofag menimbulkan destruksi aktifkan makrofag ke tempat infeksi. IL-3
nonspesi:fik patogen intraselular yang hanya dan GM-CSF menginduksi hematopoiesis
menimbulkan sedikit kerusakanjaringan. lokal dari sel garis granulosit-monosit.
Pada beberapa ha!, antigen tidak mudah IFN-y dan TNF-P beserta sitokin asal
dibersihkan sehingga respons DTH me- makrofag (TNF-a dan IL- I) memacu
manjang dan dapat merusak jaringan sel endotel untuk menginduksi sejumlah
pejamu dan menimbulkan reaksi granu- perubahan yang memudahkan ekstravasasi
loma. Granuloma terbentuk bila makrofag sel seperti monosit dan sel nonspesi:fik lain.
terus menerus diaktifkan dan menempel Neutro:fil dan monosit dalam sirkulasi
satu dengan lainnya yang kadang berfusi menempel pada molekul adhesi sel endotel
membentuk sel datia multinuklear yang dan bergerak keluar dari vaskular me-
disebut sel datia. Sel datia tersebut men- nuju rongga jaringan. Neutro:fil nampak
dorong jaringan normal dari tempatnya, dini pada reaksi, memuncak pada 6 jam.
membentuk nodul yang dapat diraba dan In:filtrasi monosit terjadi antara 24-48 jam
melepas sejumlah besar enzim litik yang setelah pajanan dengan antigen. Monosit
merusakjaringan sekitar. Pembuluh darah yang masuk jaringan menjadi makrofag
dapat dirusak dan menimbulkan nekrosis yang ditarik ke tempat DTH oleh kemokin
jaringan. seperti MCP-1/CCL2. MIF mencegah
Respons terhadap M. tuberkulosis makrofag untuk bermigrasi keluar dari
merupakan respons DTH yang bermata lokasi reaksi DTH.
dua. Imunitas terhadap M. tuberkulsosis IFN-y dan TNF-P yang diproduksi
menimbulkan respons DTH yang meng- sel CD4+ Thi mengaktifkan makrofag
392
Bab 14. Reaksi Hipersensitivitas
lebih aktif berperan sel efektor dan sebagai disuntikkan ke kulit, akan menimbulkan
APC yang melepas IL-12. Yang akhir reaksi hipersensitivitas lambat Tipe IV.
menginduksi Th 1 dan lebih efektif mem- Yang berperan dalam reaksi ini adalah
produksi IFN-y yang menekan akti vitas sel limfosit CD4+ T. Setelah suntikan
sel Th2 dan mengaktifkan makrofag intrakutan ekstrak tuberkulin atau derivat
yang menginduksi inflamasi. Pada DTH, protein yang dimurnikan (PPD), daerah
kerusakanjaringan disebabkan oleh produk kemerahan dan indurasi timbul di tempat
makrofag yang diaktifkan seperti enzim suntikan dalam 12-24 jam. Pada individu
hidrolitik, oksigen reaktif intermediet, oksida yang pernah kontak dengan M. Tuber-
nitrat dan sitokin proinflamasi. IL-18 ada- kulosis, kulit bengkak terjadi pada hari
lah sitokin lain yang diproduksi makrofag ke 7-10 pasca induksi. Reaksi dapat di-
yang bersama IL-12 memacu Th 1 untuk pindahkan melalui sel T.
lebih banyak memproduksi IFN-y. Respons
yang sifatnya menetap itu merupakan c. Reaksi Jones Mote
pisau bermata dua antara respons proteksi
Reaksi Jones Mote adalah reaksi hiper-
yang menguntungkan dan respons yang
sensitivitas Tipe IV terhadap antigen
merusak yang ditandai oleh kerusakan
protein yang berhubungan dengan infiltrasi
Janngan.
basofil mencolok di kulit di bawah
dermis. Reaksi juga disebut hipersensi-
3. Manifestasi klinis reaksi Tipe IV
tivitas basofil kutan. Dibanding dengan
a. Dermatitis kontak hipersensitivitas Tipe IV lainnya, reaksi
Dermatitis kontak adalah penyakit CD4+ ini adalah lemah dan nampak beberapa
yang dapat terjadi akibat kontak dengan hari setelah pajanan dengan protein dalam
bahan tidak berbahaya, merupakan contoh jumlah kecil. Tidak terjadi nekrosis dan
reaksi DTH. Kontak dengan bahan seperti reaksi dapat diinduksi dengan suntikan
formaldehid, nikel, terpenting dan ber- antigen larut seperti ovalbumin dengan
bagai bahan aktif dalam cat ram but yang ajuvan Freund.
menimbulkan dermatitis kontak terjadi
melalui sel Thl terlihat pada (Gambar d T Cell Mediated Cytolysis (Penya kit
14.14.) ens+)
Dalam T Cell Mediated Cytolysis, ke-
b. Hipersensitivitas tuberkulin
rusakan terjadi melalui sel CD8+/CTL/Tc
Hipersensitivitas tuberkulin adalah bentuk yang langsung membunuh sel sasaran.
alergi bakterial spesifik terhadap produk Penyakit yang ditimbulkan hipersensiti-
filtrat biakan M. tuberkulosis yang bila vitas selular cenderung terbatas kepada
393
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Urushiol :
campuran senyawa
fenol, dikenal Pentadekilkatekol
sebagai katekol jenuh : suatu urushiol
·.·.·:
•• yang ditemukan dalam
kanal resin poison ivy
Sel Langerhans
(APC)
Makrofag
teraktivasi
Ali ran
Monos it
~dara~ ~ ~
Perkembangan reaksi DTH mengubah akibat pajanan ulang terhadap alergen kontak. 80-90%
masyarakat Amerika menunjukkan reaksi terhadap urushiol dalam poison ivy yang menembus
kulit (1) dan berikatan dengan self-protein yang selanjutnya ditelan sel Langerhans (SL). SL
mempresentasikan hapten-urushiol ke sel DTH yang melepas berbagai sitokin (2). Sekitar 48-
72 jam setelah pajanan, makrofag terkumpul di tempat kontak dan melepas enzim litik dan
menimbulkan ruam dan pustula spesifik (3).
Setelah kontak dengan antigen, sel Th disensitasi , berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi
sel DTH. Bila sel DTH yang disensitasi terpajan ulang dengan antigen sama, akan melepas
sitokin, menarik dan mengaktifkan makrofag yang berfungsi sebagai sel efektor dalam reaksi
hipersensitivitas .
394
Bab 14. Reaksi Hipersensitivitas
beberapa organ saja dan biasanya tidak sel dengan langsung. Pada banyak pe-
sistemik. Pada penyakit virus hepatitis, virus nyakit autoimun yang terjadi melalui
sendiri tidak sitopatik, tetapi kerusakan mekanisme selular, biasanya ditemukan
ditimbulkan oleh respons eTL terhadap baik sel en4+ maupun ens+ spesifik
hepatosit yang terinfeksi. untuk self-antigen dan kedua jenis sel
Sel ens+ yang spesifik untuk anti- tersebut dapat menimbulkan kerusakan
gen atau sel autologus dapat membunuh (Gambar 14.15 dan Tabel 14.9).
UTI -+ ~
Jaringan normal
Pemusnahan sel
dan cedera jaringan
A. Reaksi DTH, sel co4• (kadang juga CDS•) memberikan respons terhadap antigen jaringan
dengan melepas sitokin yang merangsang inflamasi dan mengaktifkan fagosit, sehingga
timbul kerusakan jaringan .
B. coa•/CTL/Tc dapat langsung membunuh sel jaringan dan menimbulkan penyakit.
395
lmunologi Dasar Edisi ke-10
E. Klasifikasi reaksi hiper sensitivitas yang membagi reaksi tipe IV menjadi tipe
menurut Gell dan Coombs yang IVa, IVb, IVc dan IVd (Gambar 14.16.)
dimodifikasi Klasifikasi ini digunakan terutama pada
pembagian reaksi alergi obat, yang
Klasifikasi hipersensitivitas menurut berdasarkan atas jenis sel yang terlibat
Gell dan Coombs telah dimodifikasi dalam patogenesis.
396
Tlpe I Tlpe II Tipe Ill Tipe IVa Tlpe IVb Tipe IVc Tlpe IVd
Reaktan
imun
I 1E
g
lgG lgG IFNy, TNFa
(Sel Th1)
IL-5, IL-4/IL-13
(sel Th2)
cfr:~~i~ 18
(CTL)
~~~~s~
(Sel T)
TmmTosit ~ <¥J
· ~
""""
/1'
IL-4 • Eo-
/
CXCL8 l' GM-
l IV ~ ~ :aksin
c IL-5
1 CTL (gP.)SF
Gambar 14.16 Klasifikasi reaksi obat menurut Gell dan Coombs yang dimodifikasi I ~
~
~-
VJ I s:
~ ~
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Butir-butir penting
0 Reaksi hipersensitivitas adalah reaksi 0 Reaksi Tipe III terjadi melalui pem-
infiamasi, dapat humoral atau selular bentukan kompleks imun yang
0 Reaksi cepat terjadi dalam hitungan mengaktifkan komplemen. Aktivasi
detik, menghilang dalam 2 jam, di- komplemen menghasilkan molekul
timbulkan oleh ikatan silang antara efektor yang menimbulkan vaso-
dilatasi lokal dan menarik neutrofil.
alergen dan IgE pada permukaan sel
Endapan kompleks imun di dekat
mast yang menginduksi penglepasan
antigen masuk dapat menginduksi
mediator vasoaktif
reaksi Arthus; akumulasi neutrofil
0 Reaksi intermediet terjadi setelah yang melepas enzim litik, aktivasi
beberapa jam dan menghilang dalam komplemen yang menimbulkan ke-
24 jam, melibatkan pembentukan rusakan jaringan setempat
kompleks imun IgG dan kerusakan
0 Dewasa ini Reaksi hipersensitivitas
jaringan melalui komplemen dan atau
Tipe IV (modifikasi Gell dan
sel NK/ADCC Coombs) telah dibagi dalam DTH
0 Reaksi lambat terlihat sampai sekitar yang terjadi melalui sel CD4+dan T
48 jam setelah terjadi pajanan dengan Cell Mediated Cy tolysis yang terjadi
antigen yang terjadi oleh aktivasi sel melalui sel CD8+
Th yang mengaktifkan sel efektor 0 Reaksi Tipe IV merupakan hipersen-
makrofag yang menimbulkan ke- sitivitas Tipe lambat yang dikontrol
rusakan j aringan sebagian besar oleh reaktivitas sel T
0 Histamin merupakan komponen terhadap antigen
utamagranulselmastyangmerupakan 0 Dalam T Cell Mediated Cytolysis, ke-
mediator primer, menunjukkan efek rusakan terjadi melalui sel CD8+/
melalui reseptomya (Hl, H2, H3 , CTL/Tc yang langsung membunuh
H4) dengan distribusi dan efek yang sel sasaran dan penyakit yang di-
berbeda timbulkannya cenderung terbatas
0 Reaksi Tipe TT terjadi bila antibodi kepada beberapa organ saja dan biasa-
bereaksi dengan determinan antigen nya tidak sistemik
pada permukaan sel yang menimbul- 0 Pada banyak penyakit autoimun yang
kan kerusakan sel atau kematian me- terjadi melalui mekanisme selular,
lalui lisis dengan bantuan komplemen biasanya ditemukan baik sel CD4+
atau ADCC. Reaksi transfusi dan maupun CD8+ spesifik untuk self-
penyakit hemolitik pada bayi baru antigen dan kedua jenis sel tersebut
lahir merupakan reaksi Tipe II dapat menimbulkan kerusakan.
398
IMUNOLOGI BAB
INFEKSI 15
Daftar Isi
I. IMUNOLOGI BAKTERI III. IMUNOLOGI JAMUR
A. Struktur bakteri A . Sel efektor pada infeksi jamur
B. Imunologi bakteri ekstraselular B. Imunitas nonspesifik
1. Imunitas nonspesifik C. Imunitas spesifik
2. Imunitas spesifik D. Penyakitjamur
C. Imunologi bakteri intraselular IV. IMUNOLOGI PARASIT
1. Imunitas nonspesifik A. Imunitas nonspesifik
2. Imunitas spesifik B . Imunitas spesifik
3. Strategi bakteri intraselular I . Respons imun yang berbeda
2. Infeksi cacing
II. IMUNOLOGI VIRUS 3. Filariasis
A. Struktur virus 4. Granuloma
B . Respons imun terhadap virus 5. Respons Thl dan Th2 pada infeksi
1. Imunitas nonspesifik humoral parasit
C. Mekanisme parasit mengh indar sistem
dan selular
imun
2. Imunitas spesifik
1. Pengaruh lokasi
C. CTL sebagai efektor
2. Parasit mengubah antigen
D. Mekanisme virus menghindar respons imun 3. Supresi sistem imun pejamu
E. Mutasi cirus dan transformasi sel pejamu 4. Resistensi
F. Inflamasi pada infeksi beberapa jenis virus 5. Hidup dalam sel pejamu
1. Virus herpes D . Malaria
2. Virus influenza E . Skistosomiasis
G. Virus yang dapat menginfeksi sel imun F. Sel mast pada infeksi cacing
H . Patogen mutakhir G. Eosinofil pada imunitas cacing
I. Virus Ebola H . Makrofag dan nitrit untuk membunuh
2. Virus West Nile paras it
3. SARS I. Se! CDS+ membunuh parasit protozoa
4. Virus burung H5Nl intrasitoplasmik
Butir-butir penting
399
lmunologi Dasar Edisi ke-10
400
Bab 15. lmunologi lnfeksi
P
Beberapa bakteri intraselular (dalam
satu sebab kematian utama di monosit, makrofag) seperti mikobakteri, L.
seluruh dunia (Gambar 15.1). monositogenes, S. tifi dan spesies brusela
Hampir semua patogen mempunyai fase dapat menghindari pengawasan sistem
ekstraselular yang dapat diserang oleh imun seperti antibodi. Dalam hal ini tubuh
antibodi . Mikroba ekstraselular dapat akan mengaktifkan sistem imun selular
ditemukan di permukaan sel epitel yang seperti respons CMI (CD4+, CD8+ dan
dapat diserang oleh IgA dan sel inflamasi sel NK). Bakteri yang dapat menernbus
nonspesifik. Bila patogen ada dalam pertahanan tubuh, akan dihadapkan
rongga intrastisial, darah atau limfe, dengan berbagai komponen sistem imun
maka upaya proteksi tubuh melibatkan (Gambar 15 .2).
makrofag dan antibodi.
A. Struktur bakteri
I. IMUNOLOGI BAKTERI
Menurut sifat patologik dinding sel, mikro-
Bakteri dari luar yang masuk tubuh (jalur organisrne dapat dibagi menjadi negatif-
eksogen) akan segera diserang sis tern imun Gram, positif-Gram, mikobakterium dan
nonspesifik berupa fagosit, komplernen, spirochaet. Permukaan bakteri dapat pula
APP atau dinetralkan antibodi spesifik dilapisi kapsul yang protektif. Protein dan
yang sudah ada dalam darah. Antibodi dan polisakarida yang ada dalam struktur tersebut
komplemen dapat juga berperan sebagai dapat merangsang sistem imun humoral
opsonin oleh karena fagosit memiliki F cy- tubuh untuk rnembentuk antibodi. Di luar
R dan C-R. Baik sel polimorfonuklear membran plasma, bakteri memiliki dinding
rnaupun rnakrofag rnemiliki Fca-R untuk sel yang terdiri atas mukopeptide yang di-
IgA. Sitokin inflamasi seperti IFN-y dapat sebut peptidoglikan. Bagian ini biasanya
meningkatkan ekspresi reseptor tersebut merupakan sasaran lisozim. Bakteri negatif-
dengan cepat. Pertahanan pejarnu terdiri Gram masih memiliki membran kedua yang
atas sarana-sarana untuk memerang1 mengandung protein dan lipopolisakarida/
patogen lokal (Tabel 15.1). LPS atau endotoksin (Gambar 15.3).
Tabel 15.1 Mekanisme pertahanan imun utama terhadap patogen
Jenis infeksi Mekanisme pertahanan imun utama
Bakteri Antibodi , kompleks imun dan sitotoksisitas
Mikobakteri DTH dan reaksi granulomatosa
Virus Antibodi (netralisasi), CTL dan Tdth
Protozoa DTH dan antibodi
Parasit cacing Antibodi (atopi, ADCC) dan reaksi granulomatosa
Jamur DTH dan reaksi granulomatosa
401
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Kardiovaskular
16,7 juta
Penyakit infeksi
'T""
Perlindungan fisik
(kulit)
Epidermis
=
1. Netralisasi t? 5. Makrofag
to ks in menghilangkan
bakteri
2. Opsonisasi
Fagositosis I 6. Aktivasi sel T I
3. Lisis dengan
perantaraan
komplemen
4. Vasodilatasi
Vasoper-
meabilitas
••
Gambar 15.2 lnfeksi bakteri
Pertahanan imun terhadap bakteri terdiri antara lain atas antibodi yang menetralkan toksin ,
opsonisasi organisme, aktivasi komplemen yang dapat melisiskan secara direk. Vasodilatasi
memungkinkan sel PMN , makrofag dan sel T bermigrasi ke tempat infeksi untuk membantu
mengontrol infeksi.
402
Bab 15. lmunologi lnfeksi
Bakteria positif-Gram
Polisakarida kapsular
Asam ltpoteikoik
Dinding sel Asam teikoik
Protein
dinding sel
Peptidoglikan
Mer:nbran
Dinding sel : struktur rinci sitoplasma
',, I • •
Membran_ ) ~~ (?Jl.D5J,l{
dalam ~l -- f~)~~f\'• f ~[
'.....,____),! I I
Polisakarida
kapsul Protein
403
lmunologi Dasar Edisi ke-10
"'
Lisis sel darah merah,
darah putih dan trombosit
Aktivator mitogenik
selT
/
Toksin dan hemolisin
404
Bab 15. lmunologi lnfeksi
kan efek toksin tetanus, difteri, sehingga dengan cepat menimbulkan gangguan
dapat mencegah kerusakanjaringan yang gastrointestinal.
ditimbulkannya. Mikroorganisme yang
B. Imunologi bakteri ekstraselular
mengandung lipid pada membran permu-
kaan seperti N.meningitidis negatif-Gram, Bakteri ekstraselular dapat hidup dan ber-
dapat dihancurkan oleh imunoglobulin kembangbiak di luar sel pejamu misalnya
dengan bantuan aktivasi komplemen. Pada dalam sirkulasi, jaringan ikat dan rongga-
akhir respons imun, semua bakteri dihan- rongga jaringan seperti lumen saluran napas
curkan fagosit. dan saluran cema. Banyak di antaranya me-
Stafilokok merupakan penyebab rupakan bakteri patogenik. Penyakit yang
penyakit oportunistik tersering di rumah ditimbulkan bakteri ekstraselular dapat
sakit dan masyarakat yang menimbulkan berupa infiamasi yang menimbulkan
pneumonia, osteomielits, artritis septik, destruksijaringan di tempat infeksi dengan
bakteremia, endokarditis dan infeksi membentuk nanah/infeksi supuratif seperti
kulit (Gambar 15.5). Makanan yang yang terjadi pada infeksi streptokok
mengandung enterotoksin S.aureus dapat (Gambar 15.6).
Pemusnahan
PMN dan makrofag
Leukosidin
Aktivasi sel T,
Toxic shock - Destruksi
kegagalan - Eksfolian
protein Uaringan) epidermis
multiorgan
Stafilokokus
1
Komponen
dinding sel
'
405
lmunologi Dasar Edisi ke-10
** (~_]
~~~~~~~~~~~~~~~~
*
• •r::r/
Bakteri
Toksin ./""
'\
• . *
• r::r
~r~r
~·
*
1. Netralisasi toksin Akt1vasi ""'
kompleme;~ \
C3b C3b
~Makcofag
2. Lisis dengan perantaraan
komplemen
®./ -
Ne,tcofil
~
- - - - -- ~ Makrofag
406
Bab 15. lmunologi /nfeksi
407
lmunologi Dasar Edisi ke-10
I Netralisasi I
Opsonisasi dan
fagositosis dengan
perantaraan FcR
Fagositosis bakteri
Sel Th (untuk yang dilapisis C3b
antigen protein)
I lnflamasi I
I Lisis bakteri
Berbagai
sitokin
---..
___...
~ A IRespons antibodi I
SelT / '--~~~ ~
APC CD4 + naif
Pr~entasi
antigen protein
'
"' ~ _ _ _..,.. @ I lnflamasi I
Gambar 15.7 Respons imun spesifik terhadap mikroba ekstraselular dan toksinnya:
produksi antibodi, aktivasi sel CD4+
Antibodi menetralkan dan menyingkirkan mikroba dan toksinnya melalui berbagai mekanisme.
Th2 memproduksi sitokin yang merangsang respons sel B, aktivasi makrofag dan inflamasi.
408
Bab 15. lmunologi lnfeksi
409
lmunologi Dasar Edisi ke-10
bunuh mikroba yang dimakan dan sel ditemukan pada infeksi lepra. Berbagai
Th2 yang mencegah aktivasi makrofag patogen dapat menghindari efek sistem
(Tabel 15.3). imun (Tabel 15.4 dan Gambar 15.8).
CD8+ memberikan respons terhadap
molekul MHC-I yang mengikat antigen 3. Strategi bakteri intraselular
sitosol dan membunuh sel terinfeksi. Per-
bedaan dalam respons sel T terhadap Respons imun yang um um terj adi pada
mikroba intraselular pada berbagai individu infeksi bakteri terlihat pada Tabel 15 .5.
merupakan determinan dalam perkem- Berbagai mikroba intraselular seperti M.
bangan penyakit dan gambaran klinis. Kese- tuberkulosis dapat mengembangkan ber-
imbangan antara subset tersebut dapat bagai strategi untuk menghindari eliminasi
mempengaruhi hasil dari infeksi, seperti oleh fagosit.
Bakteri intraselular
Mencegah pembentukan fagosom M. tuberkulosis
L. pneumofilia
ROI M. lepra
Membran fagosom rusak , masuk ke dalam L.monositogenes (hemolisin)
sitoplasma
410
Bab 15. lmunologi ln(eksi
Faktor
kemotaktik
komplemen
1. lnhibisi kemotaksis
2. Sekresi toksin
3. Hambatan jalur dengan
perantaraan komplemen
4. Memiliki kapsul luar yang
menghambat ikatan , fagositosis
)
5. lnhibisi fusi lisosom
6. Memiliki lapi san luar yang
ta han terhadap enzim degratif
7. Menghindar dari fagosom
8. Mematikan aktivasi sitokin
9. Aktivasi sitokin tidak benar
Patogen menghi ndari respons imun dengan berbagai mekanisme seperti lokasi dalam celah
yang protektif, memperoleh molekul pejamu , mengubah permukaan antigen dan memproduksi
fa ktor yang mencegah ata u mengarahkan respons imun yang efektif.
Tabel 15.5 Respons imun yang umum terjadi pada infeksi bakteri yang penting
lnfeksi Patogenesis Pertahanan umum
K. difteri Faringitis noninvasif toksin lmunoglobulin yang menetralisasi
V. kolera Enteritis noninvasif toksin lmunoglobulin yang menetralisasi &
mencegah adhesi
N. meningitidis Nasofaring Opsonisasi dan dibunuh oleh
7 bakteremi imunoglobulin dan C litik
7 meningitis
S. aureus lnvasif lokal dan toksik di kulit Opsonisasi oleh imunoglobulin dan
C, dibunuh oleh fagosit
M. tuberkulosis lnvasif toksik lokal hipersensitif Aktivasi makrofag oleh sel T
M. lepra lnvasif mengambil tempat Aktivasi makrofag oleh sel T
hipersensitif
411
/munologi Dasar Edisi ke-10
412
Bab 15. lmunologi ln(eksi
D Adenovindae
N
Po'k.sviridae. Kordopoksviridae
A
Papoviridae
ssDNA
Herpesvin.dae H~padnavirdae Parvoviridae
s;;RNA
.. -~·
. .' '.II .
" "'P'
Reoviridae
.' :~
~ ·, ."~;,,;
R
N
w
Toroviriliae Ortomiksoviridae Arenaviridae
Bimavindae
0
ssRNA
Togaviridae Ffaviviridae
Pikoma viridae
!·o?". --.·. \
\ .
\
"'·---- - _,,.,, .•
Retrovin"dae Rabdoviridae ..
. .....
~
l l J I I
Kafisivin·dae
' .
100nm Filo viridae
Struktur virus dari famili berbeda dibagi dalam 2 golongan atas dasar ada atau tidak adanya
envelop dan RNA atau DNA, double stranded (ds) atau single stranded (ss).
413
lmunologi Dasar Edisi ke-10
D.
Antibodi _ _ _ _ _,..
F
TCD4+
opsonisasi
dan aktivasi
komplemen
<l>
e
(§)
©
t@
..
h -i---•1
interferon -~ ',
•-'
@
'
sisitas 0 0
sel terinfeksi virus sel tetangga
IFN diproduksi oleh sel terinfeksi virus memiliki 3 efek penting . IFN-a dan IFN-~ menginduksi
lingkungan antiviral terhadap sel sekitar (mencegah transkripsi dan translasi virus). IFN-
Y mengaktifkan makrofag dan sel NK meningkatkan regulasi MHC. Sel NK membunuh sel
terinfeksi virus tanpa bantuan molekul MHC-1, tetapi melalui ADCC. Makrofag, fagosit
memakan virus dan fragmen sel dan memproduksi IFN . CDS+ menghancurkan peptida virus
yang dipresentasikan molekul MHC-1 yang juga merusak sel. CD4+ mengaktifkan makrofag dan
membantu pembentukan antibodi dan respons sel Tc.
414
Bab 15. lmunologi lnfeksi
Tabel 15.6 Mekanisme respons imun humoral dan selular terhadap virus
Jenis respons Molekul atau sel efektor Aktivitas
Humoral Antibodi (terutama lgA sekretori) Menghambat ikatan virus pada sel
pejamu , sehingga mencegah infeksi
atau reinfeksi
Antibodi lgG , lgM dan lgA Menghambat fusi envelop virus dengan
membran plasma sel pejamu
Antibodi lgG dan lgM Memacu fagositosis partikel virus
(opsonisasi)
Antibodi lgM Aglutinasi partikel virus
Komplemen yang diaktifkan oleh Mediator opsonisasi oleh C3b dan lisis
antibodi lgG atau lgM partikel envelop virus oleh MAC
virus melibatkan sel T dan sel B. Antigen ke dalam sel dan dapat menimbulkan
virus yang menginduksi antibodi dapat kerusakan sel dan penyakit melalui ber-
menetralkan virus dan sel T sitotoksik bagai mekanisme. Hal tersebut disebabkan
yang spesifik merupakan imunitas paling oleh replikasi virus yang mengganggu
efisien pada imunitas proteksi terhadap sintesis protein dan fungsi sel normal
virus (Gambar 15.12 dan 15.13). serta efek sitopatik virus. Vtrus nonsitopatik
Virus merupakan obligat intraselular dapat menimbulkan infeksi laten dan DNA
yang berkembang biak di dalam sel, virus menetap dalam sel pejamu dan
sering menggunakan mesin sintesis asam memproduksi protein yang dapat atau
nukleat dan protein pejamu. Dengan tidak mengganggu fungsi sel. Beberapa
reseptor permukaan sel, virus masuk virus penting terlihat pada Tabel 15.8.
415
lmunologi Dasar Edisi ke-10
-t)
· tipe
IFN I
\ Antibodi V
3¢
Perlindungan
}=
© jX
terhadap
-~
. __//
~¢
infeksi
Keadaan ~
Virus antiviral Netralisasi
~(a~ ... ~
SelNK ~
~ ~~~
Sel
Eradikasi
infeksi
terinfeksi Pemusnahan COB+ terinfeksi Pemusnahan
sel terinfeksi CTL sel terinfeksi
~
Kelas I
G> Ql cos+ TcTL bereaksi
(} U> CTL dengan antigen virus
Granzim CTL pada permukaan sel
+FAS
~CTL terinfeksi , perforin
menyebabkan lisis
pada sel terinfeksi
~CTL
CD Kelas II
Q ()) C04 + TorH bereaksi
Granzim , cTL dengan antigen virus
+FAS CV
)
IL-2
IFN-y
TNF-a
(@ 0
00
pada permukaan sel
terinfeksi virus, limfokin
menarik dan mengaktif-
kan fagositosis oleh
Gambar 15.13
Peran antibodi, sel
Tc dan sel Th pada
makrofag
imunitas virus
416
Bab 15. lmunologi lnfeksi
417
lmunologi Dasar Edisi ke-10
induksi lingkungan anti-viral. IFN-a dan cerna. Imunisasi oral terhadap virus polio
IFN-~ mencegah replikasi virus dalam bekerja untuk menginduksi imunitas
sel yang terinfeksi. mukosa tersebut.
Sel NK membunuh sel yang ter-
infeksi oleh berbagai jenis virus dan me- b. lmunitas spesifik selular
rupakan efektor irnunitas penting terhadap Virus yang berhasil masuk ke dalam sel,
infeksi dini virus, sebelum respons imun tidak lagi rentan terhadap efek antibodi.
spesifik bekerja. Sel NK mengenal sel
Respons imun terhadap virus intraselular
terinfeksi yang tidak mengekspresikan terutama tergantung dari sel CD8+/CTL
MHC-I. Untuk membunuh virus, sel yang membunuh sel terinfeksi . Fungsi
NK tidak memerlukan bantuan molekul fisiologik utama CTL ialah pemantauan
MHC-I. terhadap infeksi virus. Kebanyakan CTL
yang spesifik untuk virus mengenal
2. lmunitas spesifik antigen virus yang sudah dicerna dalam
a. Imunitas spesifik humoral sitosol, biasanya disintesis endogen yang
Respons imun terhadap virus tergantung berhubungan dengan MHC-1 dalam setiap
dari lokasi virus dalam pejamu. Antibodi sel yang bemukleus. Untuk diferensiasi
merupakan efektor dalam imunitas penuh, CD8+ memerlukan sitokin yang
spesifik humoral terhadap infeksi virus . diproduksi sel CD4+ Th dan kostimulator
Antibodi diproduksi dan hanya efektif yang diekspresikan pada sel terinfeksi.
terhadap virus dalam fase ekstraselular. Bila sel terinfeksi adalah sel jaringan dan
Virus dapat ditemukan ekstraselular pada bukan APC, sel terinfeksi dapat dimakan
awal infeksi sebelum virus masuk ke oleh APC profesional seperti sel dendritik
dalam sel atau bila dilepas oleh sel ter- yang selanjutnya memproses antigen virus
infeksi yang dihancurkan (khusus untuk dan mempresentasikannya bersama molekul
virus sitopatik). Antibodi dapat menetral- MHC-I ke sel CD8+naif di KGB. Sel yang
kan virus, mencegah virus menempel akhir akan berproliferasi secara masif yang
pada sel dan masuk ke dalam sel pejamu. kebanyakan merupakan sel spesifik untuk
Antibodi dapat berperan sebagai beberapa peptida virus. Se! CD8+ naif
opsonin yang meningkatkan eliminasi yang diaktifkan berdiferensiasi menjadi
partikel virus oleh fagosit. Aktivasi kom- sel CTL efektor yang dapat membunuh
plemen juga ikut berperan dalam me- setiap sel bemukleus yang terinfeksi. Efek
ningkatkan fagositosis dan menghancur- antivirus utama CTL adalah membunuh
kan virus dengan envelop lipid secara sel terinfeksi.
langsung. IgA yang disekresi di mukosa Patologi yang diinduksi virus merupa-
berperan terhadap virus yang masuk kan efek direk yang menimbulkan ke-
tubuh melalui mukosa saluran napas dan matian sel pejamu dan kerusakanjaringan.
418
Bab 15. lmuno/ogi lnfeksi
419
lmunologi Dasar Edisi ke-10
' ©
' ©-.©
'©
2. lnsersi genom (virus telanjang)
©. . . ©
~ ... o
sel pejamu oleh virus
©~ ©
rial genetik direk ke dalam sito-
plasma.
•• .... A~··~
~ C]) Klatrin
t.._
Fusi
~ Virus
Endosom C]) dalam
endosom
420
Bab 15. lmunologi ln(eksi
Respons ~u:o:I
0
Q
~ Matiatau
~ 0
0
lisis
I Penglepasan Ag viral Sekresi \ Aktivasi
dan partikel viral
sitokin \
Netralisasi
virus ee8o \!}!!!!!)
~
Sel tetangga yang ......_ o o
Sekresi
baru terinfeksi 1 ~ p
eng 1epasan:
Ab antiviral perforin, granzim,
Sel terinfeksi granulisin
mati
Kerusakan jaringan dapat diawali oleh respons terhadap antigen virus yang dilepas dan
antigen virus yang dipresentasikan MHC pada permukaan sel pejamu yang terinfeksi. Antigen
yang dilepas menimbulkan respons antibodi (kiri), diendapkan pada permukaan sel sasaran
terinfeksi dan destruksi selular dengan bantuan komplemen. Sel Th melepas sitokin yang
membantu sel Tc membunuh sel sasaran (kanan). Selama proses ini jaringan sekitar dapat
ikut rusak.
421
lmunologi Dasar Edisi ke-10
ikat beberapa sitokin seperti IFN-y, Beberapa jenis virus yang menun-
TNF, IL-1 dan IL-18 dan kemokin jukkan sifat onkogenik biasanya menun-
dan molekul-molekul tersebut dilepas jukkan sifat laten. Sel dari limfoma
oleh sel terinfeksi. Protein-protein yang Burkitt misalnya menunjukkan translokasi
mengikat sitokin-sitokin yang dilepas khas antara lengan panjang kromosom 8
berfungsi sebagai antagonis sitokin. dan 14 yang menunjukkan bahwa tumor
Vrrus sitomegalo memproduksi molekul
ditimbulkan oleh translokasi onkogen.
yang homolog dengan protein MHC-
Virus-virus yang dapat menimbulkan ke-
I dan dapat berfungsi kompetitif untuk
ganasan terlihat pada Tabel 15 .10.
mengikat dan mempresentasikan anti-
gen peptida. Virus Epstein-Barr mem- 1. Virus mengubah antigen (mutasi)
produksi protein homolog dengan Antigen yang merupakan sasaran
sitokin IL-10 (supresif untuk makrofag) antibodi atau sel T berjumlah sangat
sehingga dapat mencegah fungsi
besar yang terdiri atas galur yang ber-
makrofag dan CMI
beda genetiknya. Variasi antigen ter-
4. Virus dapat menginfeksi, membunuh sebut menjadikan virus dapat menjadi
atau mengaktifkan sel imunokompeten resisten terhadap respons imun yang
5. HIV dapat tetap hidup dengan meng- ditimbulkan oleh infeksi terdahulu,
infeksi dan mengeliminasi sel T CD4+ misalnya pandemi influenza. Juga di-
yang merupakan sel kunci regulator temukan sejumlah besar epitop virus
respons imun terhadap antigen protein. rino sehingga tidak memungkinkan
untuk melakukan vaksinasi spesifik
E. Mutasi virus dan transformasi sel terhadap virus tersebut. HIV-I yang
pejamu merupakan penyebab AIDS juga me-
nunjukkan sejumlah variasi antigen
Mutasi atau susunan baru gen proto-
onkogen dapat ditimbulkan karsinogen 2. Beberapa virus menghambat presen-
atau virus. Hal itu akan mengubah tasi antigen protein sitosolik yang
regulasi fungsi normal gen tersebut berhubungan dengan molekul MHC-I.
yang menjadikan onkogen yang poten. Akibatnya, sel terinfeksi virus tidak
Mutasi atau penyusunan ulang genetik dapat dikenal dan dibunuh sel CD8+/
proto-onkogen oleh karsinogen atau CTL. Sel NK mungkin masih akan
virus, dapat mengubah fungsi normal dapat membunuh sel terinfeksi dengan
yang diatur gen tersebut, mengkonversi- virus teradaptasi tersebut, mengingat
nya ke onkogen poten yang menimbul- sel NK dapat diaktifkan tanpa bantuan
kan kanker (Gambar 15.16) molekul MHC-I
422
Bab 15. lmunologi lnfeksi
Sel yang
ditransformasi
Sel normal
Onkogen viral
Mutagen , virus,
radiasi , dan predisposisi
Ekspresi genetik
1
I
Onkogen selular
423
lmunologi Dasar Edisi ke-10
424
Bab 15. lmunologi lnfeksi
2 lapisan lipid 2
..----Neuraminidase (NA)
...--- Hemaglutinin (HA)
- - -- M2 (ion channel)
M1 (Matriks protein)
Nukleokaspid (NP)
dilibatkan dalam sejumlah mutasi spontan jadi prevalen di seluruh dunia sampai
yang terjadi perlahan dan menghasilkan tahun 1957 waktu timbul subtipe H2N2.
perubahan minor pada HA dan NA. Yang akhir diganti oleh H3N2 pada
Antigenic shift ditimbulkan oleh adanya tahun 1968. Antigenik shift tahun 1977
perubahan yang cepat pada HA mungkin merupakan remerging kembalinya HlNl.
juga pada NA yang berbeda dari HA dan Antigenik shift tahun 1989 menimbulkan
NA pada virus yang ada sebelum epidemi H3N2 yang tetap dominan sampai bebe-
(Gambar 15.18) dan beberapa galur rapa tahun kemudian. Namun galur HlNl
influenza terlihat pada Tabel 15 .11. timbul kembali di Texas pada tahun 1995
dan vaksin influenza dewasa m1 me-
b. Epidemi yang disebabkan virus ngandung H3N2 dan HlNl .
influenza
G. Virus yang dapat menginfeksi sel imun
Virus influenza manusia pertama di-
isolasi pada tahun 1934 di beri nama Beberapa jenis virus dapat menginfeksi
subtipe HONl. Virus ini bertahan sampai atau menekan fungsi sel sistem imun.
1947 waktu terjadi antigenik shift yang Contoh terbaik adalah AIDS yang ditim-
melahirkan subtipe barn HlNl dan men- bulkan HIV-1 dan HIV-2 (Tabel 15.12)
425
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Antigenic
Gambar 15.18 Dua drift
mekanisme dalam terjadinya
variasi antigen permukaan Sel
virus influenza
A. Antigenic drift, akumulasi
)
titik mutasi yang dapat meng-
hasilkan varian protein yang
tidak dikenal lagi oleh antibodi B.
terhadap antigen asal. Influenza Influenza
manusia babi hutan
B. Antigenic shift dapat ter- Antigenic
~~
jadi melalui reassorment shift
seluruh aaRNA virion antara
manusia dan hewan yang
G==rJ
menginfeksi sel yang sama.
Hanya 4 dari 8 strand RNA
terlihat pada gambar.
426
Bab 15. lmunologi lnfeksi
Tabel 15.11 Beberapa galur influenza dengan subtipe hemaglutinin (H) dan
neuraminidase (N)
Spesies Galur virus Subtipe antigenik
Manusia A/Puerto Rico/8/34 HON1
A/Fort Monmouth/1/47 H1N1
A/Singapore/1 /57 H2N2
A/Hong Kong/1/68 H3N2
A/USSR/80/77 H1N1
A/Brazil/11 /78 H1N1
A/Bangkok/1 /79 H3N2
A/Taiwan/1 /86 H1N1
A/Shanghai/16/89 H3N2
A/Johannesburg/33/95 H3N2
A/Wuhan/359/95 H3N2
A/Texas/36/95 H1N1
A/Hong Kong/156/97 H5N1
Babi hutan A/Sw/lowa/15/30 H1N1
A/Sw/Taiwan/70 H3N2
Kuda A/Eq/Prague/1 /56 H7N7
A/Eq/Miami/1 /63 H3N8*
Bu rung A/Fow//Dutch/27 H7N7
A/Tern/South America/61 H5N3
A!Turkey/Ontario/68 H8N4
A/Chicken/Hong Kong/258/97 H5N1"
* H3N8 baru-baru ini menunjukkan kemampuannya menyebabkan penyakit serupa
flu pada anjing , pengalihan spesies terjadi tanpa pengaturan ulang gen
"sejak 2006, galur baru yang sangat berbahaya H5N1 telah menginfeksi sekitar 175
manusia dengan mortalitas 50% (pada saat tulisan ini dibuat)
427
lmunologi Dasar Edisi ke- 10
428
Bab 15. lmunologi lnfeksi
yang ditularkan ke manusia terutama di dalam tanah, vegetasi dan cairan tubuh.
Asia Tenggara. Pada tahun 2006 ditemu- Untuk hidupnya, jamur tidak tergantung
kan 175 kasus influenza avian galur H5Nl dari interaksi dengan pejamu mamalia.
dan menimbulkan mortalitas 50%. Pada Kebanyakan jamur tidak berbahaya,
setiap kasus ditemukan kontak dengan namun sebagian kecil spesies jamur dapat
burung domestik atau liar sebagai sumber menimbulkan penyakit pada manusia yang
infeksi. Belum ada bukti adanya transmisi disebut mikosis (Tabel 15.14). Penyakit
dari manusia ke manusia, namun rea- tersebut, bervariasi antara relatif infeksi
sortmen gen antara galur epidemi manusia superfisial biasa sampai penyakit sistemik
dan galur avian yang letal dapat menim- yangmembahayakan terutama pada pejamu
bulkan pandemi. Galur avian adalah imunodefisien. Hal tersebut tergantung
resisten terhadap beberapa obat yang biasa dari berbagai hal seperti kapsul yang sulit
sudah digunakan. dicema (kriptokok), resistensi terhadap
fagositosis (histoplasma) dan destruksi sel
polimorfonuklear (koksidiosis). Beberapa
III. IMUNOLOGI JAMUR jamur mengaktifkan komplemen melalui
jalur altematif, tetapi efeknya terhadap
Jamur adalah organsirne eukariotik, tidak kelangsungan hidupnya belum diketahui.
mengandung klorofil. Ada sekitar 100.000 Antibodi juga dapat ditemukan dan
spesies yang tumbuh sebagai saprofit (me- diduga mempunyai peran dalam respons
merlukan bahan organik untuk energi), imun terhadap jamur. Spesies jamur terdiri
tetapi dapat berguna dalam produksi atas molds, yeast dan fungi yang lebih
makanan seperti keju, anggur dan bir. Jamur tinggi. Fungi memiliki struktur dinding
biasa ditemukan dalam alam sebagai spesies sel kompleks yang terutama terdiri atas
yang hidup bebas dalam bahan organik mati, kitin polisakarida, glukan dan manan.
Virulensi ~y
Endogen
Primer
... '
:
Reaktivasi laten, organisme komensal
Pada dasarnya virulen , menginfeksi pejamu sehat
L
Oportunistik Virulensi rendah, biasanya menginfeksi subyek
~
-\~Ii! ltf!; imunokompromais
429
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Membran terdiri atas 2 lapisan yang banyakan jamur berupa molds dengan
mengandung sterol yang sebaliknya hife, tetapi beberapa ditemukan dalam
dengan kolesterol yang ditemukan pada bentuk uniselular yaitu sel yeast. Bebe-
membran eukariosit yang lebih tinggi. rapa jamur dapat mengubah morfologi-
Jamur mempunyai 2 bentuk, ragi (yeast) nya dan disebut dimorfik. Dalam fase repro-
yang uniselular dan kapang (mold) yang duksi, fungsi menunjukkan baik repro-
tumbuh bercabang yang disebut hife. duksi aseksual atau seksual. Reproduksi
Morfologi jamur terlihat pada Gambar aseksual meliputi pembentukan spora.
15.19. Yang paling patogenik adalah genus
Pertumbuhan jamur, pada umurnnya aspergilus dan genera dimorfik kriptokok
melibatkan 2 fase yaitu vegetatif dan dan histoplasma yang tumbuh sebagai
reproduksi. Dalam fase vegetatif, sel berupa jamur dalam alam atau sel dalam biakan
haploid dan membagi secara mitosis. Ke- tetapi dapat tumbuh bercabang dalam
It
Cl ll ~ 0 ".
~ c O o" ~
" " 0
" c "<
Blastokonidium Hifa koenositik Hifa septat Miselium
(blastospora) (tanpa septa) (dengan septa) uamur)
(ragi)
Konidium -
•
Makrokonidia Endospora
(dengan penglepasan (konidia ada dalam
spora konidia) kantong sporangium)
Pada umumnya jamur tumbuh melalu beberapa fase : vegetatif dan reproduktif. Dalam
fase vegetatif sel adalah haploid dan membagi diri dengan cara mitosis. Jamur terbanyak
ditemukan dalam bentuk mold dan hifa, tetapi beberapa jamur ditemukan dalam bentuk sel
ragi uniselular. Beberapa jamur dapat mengubah morfologinya yang disebut dimorfik. Dalam
fase reproduktif jamur mengalami reproduksi aseksual melepas spora .
430
Bab 15. lmunologi lnfeksi
jaringan manusia. Jamur superfisial sering kandida dan aspergilus. Jamur juga me-
menginfeksi kulit (kurap), rambut dan rangsang produksi sitokin seperti IL-1
kuku. lnfeksi jamur ini adalah kronis, dan TNF-a yang meningkatkan ekspresi
relatif tidak berat. Dalam golongan ini juga molekul adhesi di endotel setempat yang
termasuk infeksi membran mukosa oleh meningkatkan infiltrasi neutrofil ke tempat
Kandida albikans. Meskipun K. albikans infeksi. Neutrofil membunuh jamur yang
dapat ditemukan normal di mulut, vagina oksigen dependen dan oksigen independen
dan saluran cema, namun perturnbuhan yang toksik.
berlebihan dapat terjadi pada individu Makrofag alveolar berperan sebagai
dengan imunokompromais atau men- sel dalam pertahanan pertama terhadap
dapat antibiotik. Mikosis subkutan dapat spora jamur yang terhirup. Aspergilus biasa-
ditimbulkan oleh Iuka akibat tusukan nya mudah dihancurkan oleh makrofag
jarum dan ditandai oleh abses. alveolar, tetapi Koksidioides imunitis
Infeksi jamur terberat adalah infeksi dan Histoplasma kapsulatum dapat di-
sistemik seperti histoplasmosis, kriptoko- temukan pada orang normal dan resisten
kosis dan koksidiomikosis yang biasanya terhadap makrofag. Dalam hal ini makrofag
bermula sebagai infeksi paru dan diperoleh masih dapat menunjukkan perannya me-
melalui inhalasi spora dari jamur yang lalui aktivasi sel Thl untuk membentuk
hidup bebas. Kebanyakan infeksi tidak granuloma.Sel NK juga dapat melawan
menunjukkan gejala atau hanya berupa jamur melalui penglepasan granul yang
gejala influenza ringan, tetapi kadang mengandung sitolisin. Sel NKjuga dapat
menyebar ke jaringan lain dan sering membunuh secara langsung bila dirang-
fatal bila tidak diobati. Penyakit jamur sang oleh bahan asal jamur yang memacu
sistemik cenderung terjadi pada subyek makrofag memproduksi sitokin seperti
imunodefisien antara lain karena pem- TNF dan IFN-y yang mengaktifkan sel
berian dosis tinggi steroid, kemoterapi NK.
pada kanker, penderita dengan AIDS dan
kateter yang dipasang lama. B. Imunitas nonspesifik
Sawar fisik kulit dan membran mukosa,
A. Sel efektor pada infeksi jamur
faktor kimiawi dalam serum dan sekresi
Resistensi alamiah terhadap banyakjamur kulit berperan dalarn irnunitas nonspesifik.
patogen tergantung pada fagosit. Meski- Efektor utama imunitas nonspesifik ter-
pun dapat terjadi pembunuhan intraselular, hadap jamur adalah neutrofil dan rnakrofag.
jamur terbanyak diserang esktraseluar oleh Penderita dengan neutropenia sangat rentan
karena ukurannya yang besar. Neutrofil terhadap jamur oportunistik. Neutrofil
merupakan sel terefektif, terutama terhadap diduga melepas bahan fungisidal seperti
431
lmunologi Dasar Edisi ke-10
ROI dan enzim lisosom serta memakan morbiditas dan mortalitas penting pada
jamur untuk dibunuh intraselular. Galur manusia. Beberapa infeksi di antaranya
virulen seperti Kriptokok neoformans adalah endemik dan biasanya disebabkan
menghambat produksi sitokin TNF dan jamur yang ditemukan dalam lingkungan
IL-12 oleh makrofag dan merangsang yang sporanya terhirup manusia. lnfeksi
produksi IL-10 yang menghambat jamur sering disebut oportunistik yang
aktivasi makrofag. dapat menimbulkan penyakit berat pada
subyek imunokompromais.
C. Imunitas spesifik Dewasa ini ditemukan peningkatan
Imunitas nonspesifik kadang kurang efektif, infeksi jamur terutama pada subyek imuno-
tidak mampu membatasi pertumbuhan kompromais yang disebabkan AIDS,
jamur patogen. Tidak banyak bukti bahwa yang mendapat terapi terhadap kanker dan
antibodi berperan dalam resolusi dan penolakan transplantasi yang menekan
kontrol infeksi. CMI merupakan efektor sumsum tulang dan respons imun. Ber-
imunitas spesifik utama terhadap infeksi bagai jamur menginfeksi manusia dan
jamur. Histoplasma kapsulatum, parasit hidup dalam jaringan ekstraselular dan
intraselular fakultatif hidup dalam makro- dalam fagosit. Karena itu diperlukan
fag dan dieliminasi oleh efektor selular efektor ekstraselular dan intraselular. Me-
sama yang efektif terhadap bakteri nurut lokasi infeksi, jamur pada manusia
intraselular. CD4+ dan CD8+ bekerja dapat berupa:
sama untuk menyingkirkan bentuk
K. neoformans yang cenderung meng- • Jamur permukaan yang hidup dalam
kolonisasi paru dan otak pada pejamu komponen kulit yang mati, rambut
imunokompromais. dan kuku yang mengandung keratin
Infeksi kandida sering berawal pada • Jamur subkutan yang hidup sebagai
permukaan mukosa dan CMI diduga saprofit dan menimbulkan nodul kronik
dapat mencegah penyebarannya ke jaring- atau tukak
an. Pada semua keadaan tersebut, respons
• Jamur saluran napas yang berasal
Th 1 adalah protektif sedangkan respons
Th2 dapat merusak pejamu. lnflamasi dari saprofit tanah dan menimbulkan
granuloma dapat menimbulkan kerusakan infeksi paru subklinis atau akut
pejamu seperti pada infeksi histoplasma. • Kandida albikans yang menimbulkan
Kadang terjadi respons humoral yang dapat infeksi superfisial pada kulit dan
digunakan dalam diagnostik serologik, membran mukosa
namun efek proteksinya belum diketahui. Penyakit yang ditimbulkan jamur
dapat dibagi dalam 3 golongan klinis:
D. Penyakit jamur
mikosis superfisial, subkutan dan sistemik
lnfeksi jamur atau mikosis menunjukkan (Tabel 15.15).
432
Bab 15. lmunologi lnfeksi
Sistemik
H. kapsulatum lnfeksi paru
C. immitis Pneumonitis akut
C. albikans Penyakit bronkopulmoner
Esofagiitis
C. neoformans Meningitis, lesi paru pdat
A. fumigatus Aspergiloma
Abses serebral
lnfeksi mata
P. carinii Pneumonia
433
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Imunitas terhadap jenis atau spesies yang IFN-y yang diproduksi sel Thl diduga
satu tidak protektif terhadap yang lain. merupakan sitokin terpenting untuk mem-
Sistem imun nonspesifik dapat pro- bunuh parasit.
tektif terhadap malaria tertentu. Mereka Sel T, terutama sel Tc, dapat meng-
yang memilki antigen golongan darah hancurkan parasit intraselular, misalnya T.
Fy (a-b-) Duffy, imun terhadap P. vivax cruzi. Limfokin yang dilepas sel T yang
dan Hb sel darah merah pada anemia disensitasi dapat mengaktifkan makrofag
bulan sabit mencegah P. falsiparum ber- untuk meningkatkan ekspresi reseptor F c
kembang dalam sel. Tripanosoma terus- dan C3, berbagai enzim dan faktor lain
menerus menguji sistem imun dengan yang dapat meningkatkan sitotoksisitas.
memproduksi pirogen dan mantel antigen Peran humoral dan selular terhadap parasit
yang berubah-rubah/ mutasi sehingga sulit terlihat pada Tabel 15.16.
untuk dikenal dan dieliminasi sistem
imun. Toksoplasma melindungi diri dari A. Imunitas nonspesifik
sistem imun, dapat menutupi diri dengan Meskipun berbagai protozoa dan cacing
laminin dan matriks protein ekstraselular mengaktifkan irnunitas nonspesifik me-
yang mencegah fagositosis dan kerusakan lalui mekanisme yang berbeda, mikroba
oksidatif. Respons selular terhadap tokso- tersebut biasanya dapat tetap hidup dan
plasma nampak sangat efektif. Protozoa berkembang biak dalam pejamu oleh
lain seperti lesmania mempunyai predileksi karena dapat beradaptasi dan menjadi
untuk menginfeksi makrofag dan memerlu- resisten terhadap sistem imun pejamu.
kan respons selular untuk eradikasinya. Respons imun nonspesifik utama terhadap
434
Bab 15. lmunologi lnfeksi
protozoa adalah fagositosis, tetapi banyak karena patogen lebih besar dan tidak
parasit tersebut yang resisten terhadap efek bisa ditelan oleh fagosit (Gambar 15.20).
bakterisidal makrofag, bahkan beberapa di Pertahanan terhadap banyak infeksi
antaranya dapat hidup dalam makrofag. cacing diperankan oleh aktivasi sel Th2.
Fagosit juga menyerang cacing dan Cacing merangsang subset Th2 sel
melepas bahan mikrobisidal untuk mem- CD4+ yang melepas IL-4 dan IL-5. IL-
bunuh rnikroba yang terlalu besar untuk 4 merangsang produksi IgE dan IL-5
dimakan. Beberapa cacing mengaktifkan merangsang perkembangan dan aktivasi
komplemen melalui jalur altematif, tetapi eosinofil. IgE yang berikatan dengan per-
temyata banyak parasit memiliki lapisan mukaan cacing diikat eosinofil. Selanjut-
perrnukaan tebal sehingga resisten ter- nya eosinofil diaktifkan dan mensekresi
hadap mekanisme sitosidal neutrofil dan granul enzim yang menghancurkan parasit.
makrofag .. Banyak parasit temyata rne- Eosinofil lebih efektif dibanding
ngembangkan resistensi terhadap efek leukosit lain oleh karena eosinofil me-
lisis komplemen. ngandung granul yang lebih toksik diban-
ding enzim proteolitik dan ROI yang di-
B. Imunitas spesifik produksi neutrofil dan makrofag. Cacing
1. Respons imun yang berbeda dan ekstrak cacing dapat merangsang pro-
duksi IgE yang nonspesifik. Reaksi infla-
Berbagai protozoa dan cacing berbeda
dalam besar, struktur, sifat biokimiawi, masi yang ditimbulkannya diduga dapat
siklus hidup dan patogenisitasnya. Hal mencegah menempelnya cacing pada
itu menimbulkan respons imun spesifik mukosa saluran cema (Gambar 15.20).
yang berbeda pula. Infeksi cacing biasa- Parasit yang masuk ke dalam lumen
nya terjadi kronik dan kematian pejamu saluran cema, pertama dirusak oleh IgG,
akan merugikan parasit sendiri. Infeksi IgE dan juga mungkin dibantu oleh
yang kronik itu akan menimbulkan rang- ADCC. Sitokin yang dilepas sel T yang
sangan antigen persisten yang mening- dipacu antigen spesifik merangsang proli-
katkan kadar imunoglobulin dalarn sirku- ferasi sel goblet dan sekresi bahan mukus
lasi dan pembentukan kompleks imun. yang menyelubungi cacing yang dirusak.
Antigen-antigen yang dilepas parasit Hal itu memungkinkan cacing dapat dike-
diduga berfungsi sebagai mitogen poli- luarkan dari tubuh melalui peningkatan
klonal sel B yang T independen. gerakan usus yang diinduksi mediator sel
mast seperti LTD4 dan diare akibat pen-
2. Infeksi cacing cegahan absorbsi natrium yang tergan-
Respons pejamu terhadap infeksi cacing tung glukosa oleh histamin dan prosta-
pada umumnya lebih kompleks oleh glandin asal sel mast.
435
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Sel B
\ ~gE , reseptor
x= c cross-link
Aktivasi
sel mast/
basofil
- ECP
- Eosinophi/-derived neurotoxin - Histamin
- Major basic protein - Triptase , katepsin G
- Peroksidase eosinofil - IL-3 , IL-5 , GM-CSF
- Kolagenase eosinofil (me f aktivasi eosinofil)
- LTR - IL-4, IL-13
- PAF (me t respons Th2)
- LTR
- PAF
Respons imun terdiri atas komponen humeral lgE dan komponen selular.
Cacing biasanya terlalu besar untuk IgA/IgG dan melepas superoksida, oksida
fagositosis. Degranulasi sel mast/ basofil nitrit dan enzim yang membunuh cacing.
yang IgE dependen menghasilkan produksi IgE parasit diduga banyak ahli hanya
histamin yang menimbulkan spasme usus merupakan bagian dari peningkatan masif
IgE yang diinduksi IL-4 oleh sel Th2 dan
tempat cacing hidup. Eosinofil menempel
eksesnya diduga untuk memenhui IgER
pada cacing melalui IgG/IgA dan melepas
pada permukaan sel mast untuk dijadikan
protein kationik, MBP dan neurotoksin. refrakter terhadap rangsangan antigen
PMN dan makrofag menempel melalui parasit (Gambar 15.21dan15 .22).
4~6
Bab 15. lmunologi lnfeksi
Sel mast
Sel plasma
Makrofag
IFN-y
Kemotaksis
)
= =
Respons imun terhadap cacing diperankan oleh sel Th2 yang mengaktifkan eosinofil, basofil
dan sel mast untuk melepas mediator inflamasi dalam usaha membatasi aktivitas parasit dan
membunuhnya.
437
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Us us
Antigen
W - - - "~ .... --
__ .. . 0 --------.1
¥
. ···········-~
{ft) ISitokin I
~ ~
Merangsang
I
sel Goblet
I
I
I
t
I ~~~~;~ I -·-··- ~
'
I
I
'f
~®~~~~~~@
I
I
I
,. I
I
I • •• ••
I'
I
I
• •
t
1 ·1 ·1
•• •• •• •• • ••••
~
•
••• -'.I::~::=::>
Nematoda • •
Lumen usus
dari besar jumlah parasit dengan sedikit meningkat secara dramatis. Baik respons
gejala klinis sampai yang kronis dengan Th 1 dan Th2 terhadap antigen filaria
parasit yang sedikit ditemukan. Sifat sistem ditemukan pada individu yang imun
imun pada individu tersebut berbeda. terhadap infeksi ulang. Oleh karena itu
Dengan munculnya rnikrofilaria dalam kedua respons Th dianggap penting pada
darah, sitokin Th2 menjadi dominan, proteksi pejamu dan patogenesis filariasis
disertai dengan cepat menghilangnya (Gambar 15.23).
respons sel T dan peningkatan mencolok
dalam sintesis IgG4 spesifik parasit. 4. Granuloma
Induksi toleransi sel T terhadap parasit Pada beberapa infeksi, cacing tidak dapat
diduga terjadi dalam subset Thl. Pada dihancurkan oleh sistem imun dengan
individu yang sakit, toleransi dipatahkan cara-cara yang sudah disebut di atas.
dan respons terhadap Th 1 dan Th2 Dalam hal ini badan berusaha mengucil-
438
Bab 15. lmunologi ln(eksi
LaNa (mtkrofllarta)
berkembang da.lam
nyamuk
t ••-"'mo""
darah pertama
.
M1krofllaria masuk
aliran darah
............... ............
- Tl.a'lgkai bengkak
kan parasit dengan membentuk kapsul nuloma terlihat jelas di sekitar telur cacing
yang terdiri atas sel-sel inflamasi. Reaksi skistosoma di hati. Fibrosis yang berat yang
tersebut merupakan respons selular ter- berhubungan dengan CMI dapat merusak
hadap penglepasan antigen kronik se- arus darah vena di hati dan menimbulkan
tempat. Makrofag yang dikerahkan, me- hipertensi portal dan sirosis.
lepas faktor fibrogenik dan merangsang
pembentukan jaringan granuloma dan 5. Respons Thl dan Th2 pada infeksi
fibrotik. Hal tersebut terjadi atas pengaruh parasit
sel Th 1 dan defisiensi sel T akan mengu- Respons terhadap infeksi seperti pada les-
rangi kemampuan tubuh untuk membentuk mania berhubungan dengan respons Th 1
granuloma dan kapsuL Pembentukan gra- atau Th2. Pada infeksi parasit intraselular,
439
lmunologi Dasar Edisi ke-10
gambaran kedua respons tersebut ber- antigen baru sehingga antigen lama bukan
hubungan dengan prognosis baik dan lagi merupakan sasaran untuk eliminasi
buruk. Dalam menentukan perjalanan unun.
penyakit, peran Th 1 dan Th2 pada banyak Contoh lain dari variasi antigen
penyakit parasit lebih kompleks. parasit yang terjadi terns menerus dalam
antigen permukaan utamanya terlihat pada
Tbrucei dan T. rodesiensis. Variasi yang
C. Mekanisme parasit menghindar
terns menerus terjadi itu diduga ditimbul-
sistem imun
kan oleh adanya variasi yang terprogram
Parasit dapat menghindarkan diri dari dalam ekspresi gen yang menyandi anti-
respons imun pejamu melalui berbagai gen permukaan utama. Parasit lain menutupi
mekanisme sebagai berikut: dirinya dengan antibodi sehingga sistem
1. Pengaruh lokasi imun pejamu tidak mengenalnya.
Banyak parasit terlindung dari sistem 3. Supresi sistem imun pejamu
imun oleh karena letaknya yang secara
anatomis tidak terpajan dengan sistem Parasit seperti larva T. spiralis, skisto-
imun, misalnya parasit intraselular seperti soma dapat merusak sel limfoid atau
T. cruzi, lesmania, plasmodium, T. spiralis, jaringan secara langsung. Antigen yang
E. histolitika atau yang hidup dalam lumen dilepas parasit dalam jumlah besar dapat
saluran cema seperti cacing. juga mengurangi efek respons sistem
imun pejamu. Anergi sel T ditemukan
2. Parasit mengubah antigen pada skistosomiasis berat yang mengenai
Tripanosoma Afrika, dapat merubah hati dan limpa dan infestasi filaria . Meka-
antigen mantel permukaannya melalui nismenya belum jelas. Pada filariasis
proses yang disebut variasi antigenik. limfatik, infeksi kelenjar getah bening
Beberapa parasit malaria juga dapat me- merusak arsitektur kelenjar dan meng-
nunjukkan variasi tersebut. Ada dua bentuk akibatkan defisiensi imun. Defisiensi imun
variasi antigenik. Pertama, perubahan yang juga terjadi pada malaria dan tripano-
tergantung dari fase perkembangan. somiasis Afrika yang disebabkan oleh
Dalam fase pematangannya parasit produksi sitokin imunosupresif oleh
memproduksi antigen yang berbeda dari makrofag dan sel T yang diaktifkan dan
fase infektif, misalnya fase sporozoit defek dalam aktivasi sel T.
parasit malaria secara antigenik berbeda
dari merozoit yang berperan pada infeksi 4. Resistensi
kronis. Pada waktu respons imun ber- Parasit menjadi resisten terhadap respons
kembang terhadap infeksi sporozoit, imun selama menginfestasi pejamu. Larva
paras it berdiferensiasi, mengekspresikan skistosoma bergerak dari paru dan selama
440
Bab 15. lmuno/ogi ln(eksi
441
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Nyamuk menginfeksi
pejamu manusia
Si kl us \\
l
Siklus pejamu
nyamuk
eksoeritrosit
aseksual
Hati
anopeles
•
~·4:,
1
\
r•
Penglepasan merozoit
·~·
• /menginfeksisdm
8
1 1
Merozoit
•e •
• •
SOM
~
I
Tropozoit
,' menginvasi--•
SOM muda • • l(
••
,--S-i-kl_u_s""""'
• eritrosit
' ~G)
I •\ '- /
• :· • ----
Nyamuk menggigit • ~ 1
manusia dan
menelan gametosit •: • Merozoit
Pengle~asan
Oiferensiasi merozoid
menjadi gametosit
Siklus hidup malaria melibatkan pejamu manusia dan nyamuk (Anopeles). Manusia terinfeksi
oleh nyamuk pada saat nyamuk anopeles tersebut menghisap darah. Selanjutnya sporozoit
menginfeksi hepatosit. Skizon yang matang akan memecah hepatosit melepas merozoit yang
selanjutnya akan menginfeksi sel darah merah (dari tahap cincin trofozoit matang menjadi skizon).
Trofozoit dapat juga menjadi gametosit yang dapat dihisap nyamuk. Perkembangbiakan dalam
nyamuk menimbulkan sejumlah perubahan morfologi yang menghasilkan pembentukan sporozoit
yang diinfeksikan ke manusia, jadi melengkapi siklus hidupnya.
442
Bab 15. lmunologi lnfeksi
Antigen
malaria
~ Makrofag
Sel T "
CD4+
IFN-y _ A_k_tiv_a_s_i +
IL-2
~
~ -
Antigen
parasit
l
Mencegah parasit l t l
tahap hati dan darah Diseritropoesis Peningkatan sito- Gejala klinis lainnya :
Eritrofagositosis adheren eritrosit Sakit kepala
dengan parasit
l
Anemia
ke endotel vaskular
Demam, gemetar
Mialgia
l
Malaria serebral
Nausea
Hipotensi
Trombositopeni
Dia re
443
/munologi Dasar Edisi ke-10
Bila sitokin-sitokin tersebut diberikan me- F. Sel mast pad a infeksi cacing
lalui suntikan dapat menirnbulkan demam
Meskipun sudah diketahui bahwa sitokin
dan gejala nonspesifik malaria. Produksi
Th2 diperlukan untuk mengeluarkan cacing
TNF yang berlebihan diduga menim-
dari saluran cerna, namun untuk menen-
bulkan banyak komplikasi malaria yang
tukan jenis sel efektor yang menjadi
mengancam hidup seperti suhu tinggi,
sasaran sitokin tersebut masih sangat
hipoglikemi dan malaria serebral.
sulit. Dewasa ini diketahui ada jalur efektor
multipel yang memacu Th2 dalam usus
E. Skistosomiasis
dan bahwa kerentanan parasit terhadap
Meskipun kadar tinggi lgE dan eosinofil mekanisme pertahanan pejamu bervariasi.
merupakan gambaran kunci skistosoma Efektor Th2 adalah antibodi, eosinofil
manusia dan hewan, peranannya dalam dan sel mast. Namun pada hewan eksperi-
imunitas didapat belum jelas. Respons mental, baik antibodi maupun eosinofil
IgE pada infeksi manusia dapat protektif terbukti tidak diperlukan. Pada beberapa
bila dikombinasi dengan eosinofil yang infeksi (Trikinela spiralis) antibodi diperlu-
membunuh larva skistosoma melalui kan untuk pengeluaran cacing yang lebih
ADCC, tetapi apakah hal itu juga terjadi cepat.
in vivo belumjelas.
Sel mast mukosa diperlukan untuk
IL-4 yang merupakan sitokin Th2 me-
pengeluaran beberapa spesies seperti Stro-
ningkatkan sintesis IgE, sedang sitokin
ngiluides dan trikinela tetapi tidak pada
Th 1 menurunkan produksinya. Di samping
trikiuris dan nipostrongilus. Sel mast
itu IL-5 diperlukan untuk produksi eosi-
mengikat IgE pada permukaan parasit
nofil. IL-5 diproduksi dalam jumlah besar
melalui Fcc:-R dengan afinitas tinggi.
pada subyek yang resisten terhadap infeksi.
Peningkatan mencolok kadar IgE akibat
Infeksi skistosoma menimbulkan respons
infeksi dengan cacing saluran cema mungkin
inflamasi terhadap telor parasit yang ter- merupakan bagian penting dari degranu-
diri atas granuloma yang Thl dependen.
lasi sel mast yang terarah untuk melepas
Granuloma terdiri atas sel T, B, makrofag,
mediator atau merupakan epifenomen
fibroblas dan sejumlah besar eosinofil yang yang merupakan sebagian dari pening-
dapat mengucilkan telur. Pada eksperimen katan masif yang diinduksi IL-4 yang
dengan tikus, intensitas infeksi memacu diproduksi CD4+. Selain efek toksik,
terjadinya granuloma pada minggu ke 7-8. mediator tersebut juga memacu motilitas
Respons dini terhadap antigen telur ada- usus dan produksi glikoprotein musin
lah tipe Th 1 dan Th2 dengan pengalihan oleh sel goblet usus. Hipersekresi mukus
ke Th2 yang berlangsung lama (Gambar dapat mencegah kontak dan pengambilan
15 .26). nutrien oleh parasit. Jadi peningkatan
444
Bab 15. lmunologi lnfeksi
A. Pengerahan
Fibroblas
445
lmunologi Dasar Edisi ke-10
sekresi mukus dan peristalsis usus mungkin banyak ditemukan yaitu adanya fungsi
sudah cukup untuk mengeluarkan cacing. sitolitik terhadap fase larva parasit yang
(Gambar 15.27). berrnigrasi ke jaringan. Eosinofil diduga
Bila tidak ada sel mast, ha! sama juga diperlukan untuk menghancurkan
dapat terjadi terhadap fisiologi usus. Penge- larva yang masukjaringan.
luaran cacing lain seperti N. braziliensis H. Makrofag dan nitrit untuk mem-
tidak memerlukan sel mast dan lebih bunuh parasit
dependen atas produksi IL-13 dibanding Makrofag merupakan sel terpenting
IL-4. Hal ini mungkin disebabkan oleh yang memproduksi sitokin untuk mengon-
karena IL-13 merupakan pemicu induksi trol dan menyingkirkan parasit. NO yang
poten untuk hiperplasi sel goblet dan di- diproduksi makrofag nampaknya sangat
duga sekresi musin merupakan komponen berperan untuk membunuh parasit. NO
kunci untuk mengeluarkan N. braziliensis. adalah sitotoksik atau sitostatik untuk
malaria, lesrnania, T. cruzi, toxoplasma,
skistosoma dan fungus patogen Kriptokok
G. Eosinofil pada imunitas cacing
neoforrnans. IFN-y rnerupakan sitokin
Eosinofil merupakan petanda umum penting oleh karena dapat mengaktifkan
adanya infeksi cacing dan sudah lama respiratory burst yang menghasilkan
diduga bahwa sel tersebut sitotoksik dan NO. IFN-a dapat bekerja sinergistik dengan
diperlukan pada destruksi patogen multi- IFN-y dalarn rneningkatkan produksi NO
selular berukuran besar. Namun tidak dengan menginduksi sintase oksida nitrit
banyak bukti mengenai peran eosinofil (NOS). Sitokin TGF-~ dan IL-10 meng-
dalam pengeluaran cacing. Bukti yang hambat produksi NO oleh makrofag.
IL-4
IL-5 ....... J.
••• .,. Th2 ••• .,. IL-6 9""'
IL-9
IL-10
IL-13 ..... Eosinofil++
Cacing Cacing
ma ti
Gambar 15.27 Produksi lgE pada infeksi cacing dapat merupakan hanya
epifenomena
446
Bab 15. lmunologi lnfeksi
447
/muno/ogi Dasar Edisi ke-10
Butir-butir penting
448
Bab 15. lmunologi lnfeksi
449
IMUNOLOGI
TUMOR
Daftar Isi
451
lmunologi Dasar Edisi ke-10
I
ADCC Antibody Dependent Cell ICAM Intercellular Adhesion Molecule
(mediated) Cytotoxicity IFN Interferon
AFP Alpha Feta Protein IL Interleukin
ALL Acute Lymphoblastic Leukemia IT Imunoterapi
AML Acute Myeloid Leukemia
KGB Kelenjar Getah Bening
APC Antigen Presenting Cell
LAK Lymphokine Activated Killer
BCG Baccillus Calmette-Guerin
LFA Leucocyte Functioning Antigen
cALL Common Acute Lymphoblastic
Leukaemia LL Lymphoblastic Lymphoma
CAM Cell Adhesion Molecules LPCC Lymphoplasma Cytoid Cell
1CD Cluster of Differentiation MALT Mucosa! Associated Lymphoid
CEA Carcinoembryonic Antigen Tissue
CLL Chronic Lymphositic Leukemia MART Melanoma Antigen Recognized by
CMI Cellular Mediated Immunity Teel!
CML Chronic Myelogenous Leukemia MHC Mayor Histocompatibility
CSF Colony Stimulating Factor Complex
CTC Cytotoxic T cell (sel Tc) MM Mieloma Multipel
CTL Cytotoxic T Lymphocyte NK Natural Killer (cell)
DNA Deoxy Ribonucleic Acid PLL Polylymphocytic Leukemia
EBNA Epstein Barr Nuclear Antigen PSA Prostate Specific Antigen
EBV Virus Epstein Barr SD Sel dendritik
FasL Ligan Fas
Tc Tcytotoxic
FcR Fragment crystallizable receptor
TAA Tumor Associated Antigen
GM CSF Granulocyte Monocyte Colony
TATAs Tumor- Associated Transplantation
I Stimulating Factor
HBV Virus Hepatitis B Antigens
HCL Hairy Cell Leukemia TGF Tumor Growth Factor
HHV Human Herpes Virus TIL Tumor Infiltrating Leucocyte
1HLV Human Lymphotropic Virus TNF Tumor Necrosis Factor
HPV Human Papillomavirus Ts Sel T supresor
HSP Heat Shock Protein TSA Tumor Specific Antigen
HTLV Human T-cell Leukemia Virus TSTAs Tumor-Specific Transplantation
HTCL Human T Cell Leukemia Antigen
452
Bab 16. lmunologi Tumor
ematian oleh penyakit infeksi dan dibawa ke organ lain untuk seternsnya
453
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Sel yang awalnya normal (paling kiri), mengalami beberapa perubahan genetik dalam berbagai
tahap. Setiap perubahan genetik menimbulkan perubahan fenotip yang memudahkan pertum-
buhan menjadi tidak teratur, kecuali sinyal apoptosis, instabilitas genetik dan metastasis (menyebar
darijaringan asal ke jaringan pejamu yang letaknya jauh).
454
Bab 16. lmunologi Tumor
lamina
basalts
Pembuluh
darah
B. Masa sel tumor (tumor jinn lokal) D. Sel tumor menginvasi pembuluh
darah sehlngga terjadl metastasis
adalah intrinsik sedang lainnya berhu- jadi bertahap yang mengubah sel normal
bungan dengan sinyal yang diperoleh sel menjadi derivat klon yang sangat ganas.
dari lingkungan.
Tumor terjadi melalui proses trans- II. ANTIGEN TUMOR
formasi, bila sel mengalami perubahan
genetik dan mendapat kemampuan untuk Imunitas tumor ialah proteksi sistem imun
melepaskan diri dari mekanisme regulator terhadap timbulnya tumor. Meskipun ada-
seperti disebut di atas. Proses diduga ter- nya respons irnun alamiah terhadap tumor
455
lmunologi Dasar Edisi ke-10
dapat dibuktikan, namun imunitas sejati pada sel normal, dapat timbul oleh mutasi
hanya terjadi pada subset tumor yang sel tumor yang memproduksi protein sel
mengekspresikan antigen imunogenik, yang berubah. Proses protein terjadi dalam
misalnya tumor yang diinduksi virus sitosol dan menghasilkan peptida yang
onkogenik yang mengekspresikan antigen diikat MHC-I dan menginduksi CTL yang
virus. Berbagaijenis virus yang dilaporkan tumor spesifik (Gambar 16.3).
menunjukkan hubungan dengan tumor. TATA tidak unik untuk tumor, dapat
Identi:fikasi molekular antigen tumor merupakan protein yang diekspresikan
telah dapat memberikan berbagai infor- oleh sel normal selama perkembangan
masi mengenai respons imun terhadap fetal waktu sistem imun masih imatur dan
tumor dapat merupakan faktor kunci tidak dapat memberikan respons. Pada
dalam perkembangan imunoterapi anti- keadaan normal tidak diekspresikan pada
tumor. Antigen tumor yang unik dapat dewasa. Pada banyak hal, tumor tidak
digunakan sebagai molekul sasaran untuk menunjukkan antigen unik yang dapat
dikenal sistem imun untuk dihancurkan dikenal limfosit untuk diproses sebagai
secara spesifik. Antigen tersebut dapat antigen. Tumor dapat dikenal sistem imun
dibagi sesuai gambaran ekspresinya pada atas dasar perubahan kuantitatif dalam
sel tumor dan sel normal. ekspresi profil proteinnya. Antigen ter-
sebut tidak tumor spesi:fik, disebut TAA.
A. Tumor Specific Antigen
1. Antigen onkofetal adalah contoh TAA.
TSA atau TSTA merupakan antigen Antigen tersebut disandi oleh gen yang
sasaran ideal untuk terapi imun tumor. diekspresikan selama embriogenesis
Respons imun terhadap antigen demikian dan perkembangan janin, namun trans-
memberikan banyak harapan untuk dapat kripsional tenang pada dewasa. Genter-
menghancurkan sel tumor tanpa merusak sebut menyandi protein yang diduga
sel sehat. Contoh TSA adalah protein yang berperan dalam pertumbuhan cepat sel
diproduksi akibat mutasi satu atau lebih embrio dan diaktifkan kembali untuk
gen. Jenis TSA yang lain adalah protein fungsi yang sama pada tumor yang
dalam tumor yang diinduksi virus. TSA tumbuh cepat. Golongan antigen onko-
sangat menarik diti..'1jau dari imunoterapi, fetal juga diekspresikan testis normal,
meskipun sampai sekarang belum mem- dikenal sebagai antigen tumor testis,
berikan keuntungan yang jelas. paru, kepala, leher dan kandung
kencing. Dewasa ini dikenal lebih dari
50 jenis TAA dan banyak epitop yang
B. Tumor Associated Antigen
sudah dapat diidentifikasi sel T.
Ada 2 jenis antigen tumor yaitu TSTA 2. Jenis TAA lain adalah tissue-specific
dan TATA.Yang pertama tidak ditemukan differentiation antigen, protein yang
456
Bab 16. lmunologi Tumor
-.._MHC-1
Self peptide
berubah \
Gambar 16.3 Berbagai mekanisme yang berbeda menimbulkan TSTAs dan TATAs
457
lmunologi Dasar Edisi ke-1 0
458
Bab 16. lmunologi Tumor
Pada umumnya, destruksi sel tumor Jebih deletion sentral tidak lengkap dan limfosit
efisien bila sel tumor ada dalam suspensi. self-reaktif yang mengenal antigen tidak
Adanya destruksi tumor sulit dibuktikan diekspresikan dalam sumsurn tulang atau
pada tumor yang padat. timus, maka sistem imun biasanya tidak
responsif terhadap self-antigen oleh karena
B. lmunitas selular ada dalam keadaan anergi. Mengapa sel
Pada pemeriksaan patologi anatorni tumor, autoreaktif dipertahankan dalam keadaan
sering ditemukan infiltrat sel-sel yang ter- inaktif, tidaklah jelas. Diduga lirnfosit
diri atas sel fagosit mononuklear, limfosit, anergik tidak rnemberikan respons terhadap
sedikit sel plasma dan sel mast. Meskipun self-antigen dengan kadar yang dieks-
pada beberapa neoplasma, infiltrat sel presikan pada keadaan nonnal oleh sel
rnononuklear rnerupakan indikator untuk sehat, narnun responsif terhadap pening-
prognosis yang baik, tetapi pada umurnnya katan ekspresi antigen pada sel tumor .
tidak ada hubungan antara infiltrasi sel
dengan prognosis. Sistern irnun dapat 1.CTL
langsung menghancurkan sel tumor tanpa Banyak studi menunjukkan bahwa tumor
sensitasi sebelumnya. yang rnengekspresikan antigen unik dapat
Lirnfosit rnatang akan rnengenal TAA rnemacu CTL/Tc spesifik yang dapat
dalarn pejamu, meskipun TAA merupa- menghancurkan tumor (Garnbar 16.4 dan
kan self-protein yang disandi gen normal. 16.5). CTL biasanya mengenal peptida
Adanya lirnfosit yang self-reaktif narnpak- asal TSA yang diikat MHC-1. CTL tidak
nya berlawanan dengan self-tolerans.
selalu efisien, di samping respons CTL
Bila sel B dan T rnenjadi rnatang dalarn
tidak selalu terjadi pada tumor.
sumsum tulang dan timus, limfosit yang
terpajan dan berikatan dengan self-antigen 2. Sel NK
akan mengalami apoptosis. Narnun banyak
self-antigen tidak diekspresikan dalam Se! NK adalah limfosit sitotoksik yang
sumsum tulang atau tirnus. Oleh karena mengenal sel sasaran yang tidak antigen
459
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Granzim • : •
perforin • • •
·: :·
I
Gambar 16.4 Mekanisme destruksi tumor
oleh sel Tc
Destruksi sel tumor Apoptosis
Contoh
Se/lprote~
Ot ~
Sel pejamu normal
menunjukkan self
normal
Ag yang berhu-
bungan ciengan
, Ticiak acia
MHC
respons sel T
Protein ~~
mutan self ...._ 4
Berbagai mutan protein cialam
karsinogen atau tumor hewan
akibat inciuksi raciiasi ; berbagai
mutan protein cialam melanoma
----------------------------------------------------------- ------------------------------------------------
Prodok on~~
atau gen Prociuk onkogen : mutan Ras,
supresor
tumor mutan
Q
O •
, Q fusi protei n Bcr/Abl
Prociuk supresi gen tumor:
Sel tumor CD8+ mutan protein p53
mengekspresikan CTL
-------------------------··---------------------
berbagai Ag -~~~;;~·~:;~:;~·
tumor atau ekspresi
berlebihan
•o,
• 4
Q Ekspresi berlebihan : tirosinase ,
gp100, MART cialam melanoma
Penyimpangan ekspresi :
self protein CD8+ Ag kanker/testis (MAGE , BAGE)
-·---·-·---·---·---·-----·-·-------·---·-·-Qib .. ________.............................................................
Ag~
Virus Protein HPV E6 , E7 pacia
onkogenik @~ karsinoma serviks; protein
EBNA pacia limfoma yang
ciiinciuksi EBV
spesifik
CD8+ CTL
Antigen tumor yang ciapat ciikenal oleh CD8 tumor spesifik ciapat berupa se/fprotein hasil
mutasi , produk onkogenik, ekspresi berlebihan atau ekspresi selfprotein yang berlebihan atau
yang memproduksi virus onkogenik.
460
Bab 16. lmunologi Tumor
spesifik dan juga tidak MHC dependen. oksidatif seperti superoksid dan oksida
Diduga bahwa fungsi terpenting sel NK nitrit. Makrofagjuga melepas lNF-a yang
adalah antitumor. Sel NK mengekspresi- mengawali apoptosis. Diduga makrofag
kan FcR yang dapat mengikat sel tumor mengenal sel tumor melalui IgG-R yang
mengikat antigen tumor. Makrofag dapat
yang dilapisi antibodi dan dapat mem-
memakan dan mencema sel tumor dan
bunuh sel sasaran melalui ADCC dan
mempresentasikannya ke sel CD4+. Jadi
penglepasan protease, petlorin dan granzim. makrofag dapat berfungsi sebagai ini-
siator dan efektor imun terhadap tumor.
3. Makrofag Imunitas nonspesifik dan spesifik ter-
Makrofag memiliki enzim dengan hadap tumor terlihat pada Gambar 16.6
fungsi sitotoksik dan melepas mediator dan 16.7.
Mekanisme imun
.. .
Antigen tumor
/iarut
,$
9:t
Gambar 16.6 Supresi imun tumor
Bagian atas gambar menunjukkan respons imun potensial yang protektif. Sel NK dan makrofag
(Mak) berperan pada resistensi nonspesifik/ alamiah. Respons imun didapat nampak pada aktivasi
sel CTL (Tc), ADCC, komplemen yang diaktifkan antibodi, opsonin (C3b) dan faktor kemotaktik (C3a,
C5a) yang meningkatkan inflamasi melalui penglepasan histamin oleh sel mast, dan antibodi anti-
tumor yang dilabel radionuklide yang dapat mengantarkan radiasi ion ke tumor. Escape mechanism
tumor terlihat di bagian bawah gambar. Antigen tumor larut, dan kompleks tumor-antigen dapat mene-
tralkan mekanisme imun yang efektif seperti sel Ts, prostaglandin dan antibodi sehingga tidak dapat
mengaktifkan dan mensensitasi ADCC untuk membunuh tumor sasaran (enhanCing antibody).
461
lmuno/ogi Dasar Edisi ke-10
Respons imun spesifik dan nonspesifik berperan dalam respons imun terhadap tumor.
Makrofag dapat mencegah pertumbuhan tumor atau menimbulkan sitotoksisitas mungkin
melalui penglepasan TNF-a. Aktivasi komplemen juga dapat menimbulkan lisis sel tumor.
Sel CTL/CD8+ dapat menimbulkan lisis sel tumor in vitro. Banyak tumor dapat melawan
sitotoksisitas dengan mengurangi ekspresi MHC-1. Hal ini akan memajankannya dengan
sel NK. Sel T mengaktifkan sel Tc, makrofag dan sel NK, juga memproduksi TNF-~ yang
mencegah pertumbuhan tumor.
462
Bab 16. lmunologi Tumor
~
(ligan Fas), memacu
apoptosis sel Tc yang
menghancurkan sel
D. Memproduksi berbagai
sitokin yang mencegah
Antigen
va rian
... ·. ij)
respons imun .
: TGF-13
~
Apoptosis
E. Mengembangkan varian
antigen negatif
F. Memproduksi musin yang e Antigen tumor
menyamarkan antigen.
lnhibisi
463
lmunologi Dasar Edisi ke- 10
?'~
Sel prem1elo1d@
Leukemia sel T dewasa
(Leukemia limfositik
Sel induk kronik sel T}
pluripoten
Tmemori
~
~........
,, "+~+ -~B memori
Makroglobulinemia
Waldenstrom
Mieloma
Limfoma limfositik
I "'
kronis/non-Hodgkin
@ ---+ ® Monosit
Pre-monos it Leukemia monositik Makrofag
Hilus mediastinum
Aksila
Splenomegali
Limfoma usus
) )
464
Bab 16. lmunologi Tumor
Pada beberapa kasus teknik diagnostik Sternberg. Sel tersebut adalah sel B nukleat
histologis dan morfologis mungkin kurang besar dengan nukleolus eosinofilik.
adekuat untuk membedakan keduanya.
Sistem deteksi modem yang sensitif mampu 2. Limfo ma Non-Hodgkin
mengenali sel abnormal dalam darah
Limfoma Non-Hodgkin tersering ditemu-
perifer pada hampir 50% penderita
limfoma non Hodgkin. kan pada usia lanjut, walau dapat juga
ditemukan pada anak dan dewasa.
1. Limfoma Hodgkin Diagnosis memerlukan biopsi kelenjar
Limfoma Hodgkin yang juga dikenal se- limfoid. Limfoma Non-Hodgkin dibagi
bagai penyakit Hodgkin merupakan suatu sesuai asal sel (B atau T) dan fase ke-
penyakit yang khas, menyerang usia muda. matangan sel. Tabel klasifikasi WHO
Biopsi kelenjar limfoid merupakan ke- mengenai limfoma Non-Hodgkin terlihat
harusan untuk menemukan sel Reed- pada Tabel 16.3.
465
lmunologi Dasar Edisi ke-10
466
Bab 16. lmunologi Tumor
467
lmunologi Dasar Edisi ke-10
(Garn bar 16 .11 ). EBY dapat menirn bulkan koma Kaposi pada individu dengan imuno-
infeksi mononukleosis/glandular f ever, defisiensi. Keganasan sel T jarang terjadi.
limfoma dan karsinoma nasofaringeal. Bila terjadi sering disebabkan virus T
Limfoma yang dipacu EBY sering terjadi limfotropik (HLY 1), suatu retrovirus yang
pada penderita dengan imunodefisiensi
rnenyandi protein Tax dan menunjukkan
dan daerah malaria. EBY memproduksi
efek serupa dengan IL-2 (faktor perturn-
protein yang merangsang pertumbuhan sel
terinfeksi tidak terkontrol dan rnencegah buhan sel T). HLYl jarang terjadi di
apoptosis. negara berkembang. Berbagai virus yang
Infeksi virus lainnya seperti virus dapat menimbulkan keganasan terlihat
herpes 8 (HY8) dapat menimbulkan sar- pada Tabel 16.5.
/
/ 4. Pco"e'a'i ,., moooklooal
tanpa hambatan
3. Mengaktifkan gen bcl-2 mis: limfoma
untuk menghasilkan
protein bcl-2 yang
menghambat apoptosis
468
Bab 16. lmunologi Tumor
469
lmunologi Dasar Edisi ke- I 0
470
Bab 16. lmuno/ogi Tumor
~Ab limfoma B
; Langkah 1 ~~ + ©
, : ~ Sel limfoma B Sel mieloma manusia
,_ J
Langkah " ; \ , ( Fusi dan seleksi hibridoma
yang mensekresi AB limfoma B
)= ='- ).= ~
Ab monoklonal
limfoma B (Ab-1)
lnjeksi anti idiotip
Ab-2 pada penderita \.
"'-+ Sel limpa + sel mieloma tikus
FusiA Langkah 3
Langkah 5 -{ J.. ={ ~
U
Sekresi An-2 .ke
/ " -}= ~ )=
Sekres1Ab ke
idiotipe Ab-1 . . 1sot1p Ab-1
H1 bndoma Hibridoma
anti idiotip anti isotip
l Seleksi: ikatan pada l Langkah 4
- lg manusia normal +
+ Ab-1 monoklonal +
Gambar 16.12 Pengobatan limfoma sel B dengan antibodi monoklonal spesifik untuk
determinan idiotipik pada sel tumor
Oleh karena semua sel limfoma berasal dari sel B tu nggal yang mengalami transformasi , semuanya
mengekspresikan antibod i yang diikat membran (Ab-1) dengan idiotipe yang sama (spesifisitas antigen
sama ). Dalam prosedur tergambar, antibodi monoklonal anti-idiotipik diproduksi (tahap 1-4 ). Bila antibodi
anti-idiotipik disuntikkan ke penderita (tahap 5), akan diikat selektif ke sel B, yang menjadikannya rentan
terhadap lisis oleh antibod i dan komplemen .
471
lmunologi Dasar Edisi ke-10
A.
Gen
87
Transfeksi
sel tumor -+ Aktivasi CTL Destruksi tumor
dengan gen 87
8.
SD mempresentasikan
IL-2 antigen tumor
Gen
GM-CSF
GM-CSF
Sel tumor
ditransfeksi dengan -+ l SD -+ Aktivasi - Destruksi
gen GM-CSF CTL tumor
A.Sel tumor yang ditransfeksi dengan gen 87 mengekspresikan molekul kostimulator 87,
yang memungkinkan untuk memberikan sinyal aktivasi (1) dan sinyal kostimulator (2) ke CTL-
Ps. Hasil dari sinyal bersama, CTL-Ps berdiferensiasi menjadi sel efektor CTL yang dapat
merusak tumor. Sel yang ditransfeksi bekerja sebagai APC.
8. Transfeksi sel tumor dengan gen yang menyandi GM-CSF memungkinkan sel tumor melepas
GM-CSF kadar tinggi. Sitokin ini akan mengaktifkan SD dekat tumor, dan memungkinkannya
mempresentasikan antigen tumor ke sel Th dan CTL-Ps.
472
Bab 16. lmunologi Tumor
tinggi dan toksikuntuk sumsum tulang. Cara tersebut diharapkan akan dapat meng-
pemberian antibodi ini belum berhasil. induksi respons antitumor CTL yang
lebih baik. Pemberian SD yang ditransfeksi
4. Sitokin
dengan RNA asal sel tumor dapat meng-
Sitokin dapat meningkatkan respons imun induksi ekspansi sel T tumor spesifik. Cara
terhadap tumor. Isolasi dan mengklon ber- altematif menggunakan monosit CD4+
bagai gen sitokin dapat menghasilkan dari darah perifer yang menghasilkan SD
sitokin dalam jumlah besar. Berbagai atas pengaruh GM-CSF dan IL-4.
sitokin telah dievaluasi dalam terapi tumor
seperti IFN-a, IFN-~, IFN-y, IL-2, -IL-4, 7. Imunoterapi aktif
IL-6, IL-12, GM-CSF dan TNF. Kesulitan Imunoterapi aktif telah digunakan dalam
dalam terapi dengan sitokin ini adalah usaha mencegah anergi sel T. Anergi ter-
j aring sitokin yang sangat kompleks yang jadi bila antigen tumor dipresentasikan
sangat menyulitkan untuk mengetahui ke sel T tanpa bantuan molekul kostimu-
letak intervensinya yang tepat. lator. Jalan mudah untuk melakukan ha!
5. Peningkatan aktivitas APC itu ialah dengan menginfuskan sitokin.
IL-2 akan mengaktifkan sel T dan sel
Peningkatan aktivitas APC dapat me-
NK secara langsung. Namun IL-2 dapat
modulasi imunitas tumor. SD tikus yang
menimbulkan efek samping berat yaitu
dibiakkan dengan GM-CSF dan fragmen
kebocoran kapiler, edem dan hipotensi. Pem-
tumor yang diinfuskan kembali ke dalam
berian IFN sistemik, baik IFN-a dan
tikus mengaktifkan sel Th dan CTL spe-
IFN-~ meningkatkan ekspresi MHC-1. IFN
sifik untuk antigen tumor. Sejumlah ajuvan
seperti M. bovis (BCG) dan K. parvum juga menunjukkan efek anti-proliferasi
telah digunakan dalam booster imunitas terhadap sel tumor, meskipun pemberian
tumor. Ajuvan ini meningkatkan aktivasi sistemik memberikan efek samping.
makrofag, ekspresi berbagai sitokin, molekul
MHC-II dan molekul kostimulator B7. 8. Imunisasi dengan antigen virus
Makrofag yang diaktifkan merupakan Imunisasi dengan antigen virus berdasarkan
aktivator Th yang lebih baik, sehingga atas adanya beberapa jenis tumor (lim-
secara keseluruhan meningkatkan respons foma) yang ditimbulkan virus onkogenik.
humoral dan selular. Pada limfoma Burkitt sudah diusahakan
membuat vaksin untuk memacu sel Tc
6. Vaksinasi dengan SD efektor. Hal yang sama telah dilakukan
Beberapa sel dendritik imatur dapat mem- pada penderita dengan tumor serviles,
fagositosis antigen lebih efektif dibanding terhadap sel Tc yang merupakan efektor
sel dendritik matang. Pemberian sel imatur pada HPV Vaksinasi dalam pencegahan
473
/munologi Dasar Edisi ke-10
tumor serviks uteri yang disebabkan HPV kan dengan IL-2 untuk memperoleh
dibahas dalam Bab 19: Imunisasi. Vaksin- sel LAK sitotoksik yang diaktifkan.
vaksin tumor terlihat pada Tabel 16. 8. Se! tersebut tidak lain adalah sel NK,
jadi tidak mempunyai spesifisitas sel T,
B. Lymphokine Activated Killer cells tetapi hanya bereaksi dan membunuh
CTC/Tc dapat diaktifkan di luar tubuh dan sel tumor saja yang tidak atau sedikit
kemudian diinfuskan kembali dengan mengekspresikan MHC-1. Cara tersebut
atau tanpa IL-2. Limfosit perifer dibiak- menunjukkan toksisitas yang bermakna.
474
Bab 16. lmunologi Tumor
475
lmunologi Dasar Edisi ke-10
0 Sel tumor berbeda dari sel normal dimiliki semua tumor yang diinduksi
oleh perubahan dalam regulasi per- oleh virus yang sama
tumbuhan, sehingga memungkinkan- 0 Respons imun terhadap tumor
nya untuk berproliferasi tanpa batas, dapat berupa CTL, aktivitas sel NK,
sehingga dapat menginvasi jaringan makrofag yang menghancurkan tumor
sekitar dan menyebar ke jaringan dan destruksi oleh ADCC. Berbagai
lain faktor sitotoksik seperti TNF-a dan
0 Sel normal dapat ditransformasi in vitro TNF-~ membantu pemusnahan sel
dengan karsinogen kimia atau fisika tumor
dan virus. Sel yang ditransformasi 0 Tumor menggunakan berbagai strategi
menunjukkan perubahan sifat per- untuk menghindari respons imun
tumbuhan dan kadang-kadang dapat 0 Imunoterapi tumor eksperimental di-
menginduksi tumor bila disuntikkan lakukan dengan beberapa pendekatan,
ke dalam hewan diantaranya adalah enhancement sinyal
0 Protein yang menyandi proto-onko- kostimulator yang diperlukan untuk
gen terlibat dalam pengontrolan per- aktivasi sel T, rekayasa genetika sel
tumbuhan sel normal. Konversi proto- tumor yang melepas sitokin dan me-
onkogen menjadi onkogen merupakan ningkatkan intensitas respons imun;
kunci dalam induksi tumor manusia pen'ggunaan sitokin dalam terapi dan
terbanyak. Konversi dapat terjadi beberapa strategi untuk meningkatkan
oleh mutasi dalam onk:ogen, trans- aktivitas APC
duksi atau amplifikasi 0 Antibodi monoklonal dapat digunakan
0 Sejumlah leukemia dan limfoma sel T terhadap berbagai tumor. Antibodi
dan sel B berhubungan dengan trans- digunakan dalam bentuk yang tidak
lokasi proto-onk:ogen. Gen yang di- dimodifikasi atau diikat dengan toksin,
translokasi dapat berada dibawah bahan kemoterapeutik atau elemen
pengaruh enhancer atau promotor yang radioaktif
memudahkan terjadinya transkripsi 0 Elemen dalam menyusun strategi
0 Sel tumor mengekspresikan antigen vaksinasi terhadap tumor adalah iden-
tumor spesifik dan antigen umum tifikasi antigen tumor yang berarti,
yang berhubungan dengan tumor. mengembangkan strategi untuk pre-
Sebaliknya dari antigen tumor yang sentasi antigen · tumor yang efektif
diinduksi bahan kimia atau radiasi, dan pembentukan populasi sel Th
antigen tumor yang diinduksi virus atau Tc yang diaktifkan.
476
DEFISIENSI IMUN
Daftar lsi
477
lmunologi Dasar Edisi ke-10
478
Bab I 7. Deftsiensi /mun
479
lmunologi Dasar Edisi ke-10
lmunodefisiensi
(hiporeaktivitas)
Gangguan neutrofil
Defisiensi
- antibodi
- komplemen
Disfungsi sel T Autoimunitas :
- sistemik
- organ spesifik
Alergi dan asma
Patologi karena
pa tog en
lmunopato logi
(hipereaktivitas)
Penyakit imun dapat ditimbulkan oleh karena tidak adanya fungsi spesifi k defisiensi imun atau
aktivitas yang berlebihan (hipersensitivitas ).
adalah ruam kulit, diare, pertumbuhan kulosis yang sistemik pada beberapa kasus.
yang terganggu, hati dan limpa yang mem- Jenis kuman yang menimbulkan infeksi
besar, abses rekuren atau osteomielitis. tergantung dari komponen sistem imun
Pada defisiensi imun selular ditemu- yang defisien. lnfeksi yang berulang atau
kan penurunan resistensi terhadap virus. infeksi yang tidak umum merupakan
Vaksinasi BCG dapat menimbulkan tuber- petanda penting adanya defisiensi imun.
480
Bab I 7. Defisiensi /mun
Infeksi bakteri yang seringkali, menunjuk- dari penurunan jumlah atau adanya fungsi
kan adanya defek produksi antibodi yang abnormal fagosit. Infeksi sistemik oleh
sangat diperlukan dalam eradikasi organ- bakteri yang pada keadaan biasa menunjuk-
isme ekstraselular. Infeksi saluran napas kan virulensi rendah dan infeksi kulit
rekuren yang disebabkan pneumokok dan superfisial atau infeksi kuman piogenik
hemofilus dapat menimbulkan berbagai sering ditemukan pada defisiensi sel
kerusakan bronkus ireversibel seperti fagosit. Infeksi kuman piogenik yang
bronkiektasi. Otitis media yang rekuren rekuren sering ditemukan pada defisiensi
dan pneumoni oleh bakteri sering terjadi komplemen. Defek komplemen dapat
pada defisiensi sel B. Defek sel T atau memudahkan terjadinya meningitis me-
makrofag cenderung memudahkan infeksi ningokok.
mikroba intraselular seperti protozoa,
virus dan bakteri intraselular seperti miko- II. PEMBAGIAN DEFISIENSI
bakteri dan salmonela. IMUN
Derajat defisiensi sel T juga ter-
cermin dari infeksi mikobakteri. M. Defisiensi imun terdiri atas sejumlah
tuberkulosis adalah mikroba virulen dan penyakit yang menimbulkan kelainan
menimbulkan infeksi paru pada orang satu atau lebih sistem imun (Gambar 17.2
dengan imunokompeten. Pada imuno- dan Tabel 17.2).
defisiensi sel T ringan, mikobakteri yang Manifestasi defisiensi imun ter-
sama menyebar di luar paru. Defisiensi gantung dari sebab dan respons. Defisiensi
imun yang lebih berat akan memudahkan sel B ditandai oleh infeksi rekuren bakteri
penyebaran infeksi mikobakteri dengan dengan kapsel. Defisiensi sel T ditandai
virulensi ringan yang biasa ditemukan di oleh infeksi virus, jamur dan protozoa
lingkungan hidup misalnya M.avium atau yang rekuren. Defisiensi fagosit dengan
BCG yang digunakan dalam vaksin. ketidakmampuan untuk memakan dan men-
Kerentanan yang meningkat terhadap cerna patogen yang biasanya terjadi pada
infeksi jamur, protozoa, virus, reaktivasi infeksi bakteri yang rekuren. Penyakit
virus herpes laten sering berhubungan gangguan komplemen menunjukkan defek
dengan defisiensi sel T. Serangan cold- aktivasi jalur klasik, altematif dan lektin
sore atau zoster yang berulang menun- yang meningkatkan mekanisme spesifik.
jukkan adanya defisiensi imun ringan.
Virus herpes yang menginduksi tumor, A. Defisiensi imun nonspesifik
sarkoma Kaposi (infeksi virus) dan lirnfoma
1. Defisiensi komplemen
Hodgkin (virus Epstein-Barr) adalah ciri
disfungi sel T. Infeksi stafilokok, bakteri Defisiensi komponen atau fungsi kom-
negatif-Gram dan jamur merupakan ciri plemen berhubungan dengan peningkatan
481
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Defisiensi lmun
Defisiensi sel B Defisiensi sel T
lnfeksi bakterial rekuren lnfeksi virus, jamur dan protozoa berat
Agamaglobul inemia Bruton Defisiensi Sindrom bare lymphocyte
(gangguan perkembangan sel B) sel B dan T (tidak ada MHC-11)
Variasi umum - hipogamaglobulinemia SCIO Sindrom Omenn
(gangguan diferensiasi sel plasma) (gangguan pengaturan ulang gen TCR)
Sindroma hiper-lgM Sindrom DiGiorge
(gangguan pengalihan kelas) (aplasia timus)
Defisiensi sel fagosit Defisiensi komplemen
lnfeksi bakteri rekuren
lnfeksi bakteri rekuren
(gangguan klirens kompleks imun)
Penyakit granulomatosa kronik Defisiensi C 1, C2 atau C4
(tidak ada respiratory burst) (gangguan klirens kompleks imun)
Defisiensi adhesi leukosit Defisiensi C3 atau CS
(tidak ada ekstravasasi PMN ke jaringan) (hambatan jalur alternatif dan klasik)
Sindrom Chediak-Hedashi
C6, C7, C8 atau C9
(gangguan fungsi mikrotubulus dan fusi
(gangguan pembentukan dan fungsi MAC)
fagosom/lisosom yang berhubungan)
insidens infeksi dan penyakit autoimun dan negatif-Gram yang mungkin disebab-
seperti LES. Komponen komplemen di- kan oleh karena tidak adanya faktor kemo-
perlukan untuk membunuh kuman, opso- taktik, opsonisasi dan aktivitas bakterisidal.
nisasi, kemotaksis, pencegahan penyakit
autoimun dan eliminasi kompleks antigen a. Defisiensi komplemen kongenital
antibodi. Defisiensi komplemen dapat me-
nimbulkan berbagai akibat seperti infeksi Defisiensi komplemen biasanya menim-
bakteri yang rekuren dan peningkatan bulkan infeksi yang berulang atau penyakit
sensitivitas terhadap penyakit autoimun. kompleks imun seperti LES dan glomeru-
Kebanyakan defisiensi komplemen adalah lonefritis.
herediter.
Konsekuensi defisiensi komplemen i. Defisiensi inhibitor esterase Cl
tergantung dari komponen yang kurang. Defisiensi C 1 INH berhubungan dengan
Defisiensi C2 tidak begitu berbahaya. angioedem herediter, penyakit yang di
Hal tersebut mungkin disebabkan oleh tandai dengan edem lokal sementara
karena mekanisme jalur alternatif tidak tetapi seringkali. Defek terse but menim-
terganggu . Defisiensi C3 biasanya me-
bulkan aktivitas Cl yang tidak dapat
nimbulkan infeksi rekuren bakteri piogenik
dikontrol dan produksi kinin yang me-
482
Bab 17. Defisiensi /mun
ningkatkan permeabilitas kapilar. C2a dan napas dapat terkena dan menim-
dan C4a juga dilepas yang merang- bulkan edem laring yang fatal.
sang sel mast melepas histamin di ii. Defisiensi C2 dan C4
daerah dekat trauma yang berperan Defisiensi C2 dan C4 dapat menim-
pada edem lokal. Kulit, saluran cema bulkan penyakit serupa LES, mungkin
483
lmunologi Dasar Edisi ke-10
disebabkan kegagalan eliminasi kom- sirosis hati dan malnutrisi protein/ kalori.
pleks imun yang komplemen dependen. Pada anemia sel sabit ditemukan gangguan
aktivasi komplemen yang meningkatkan
iii. Defisiensi C3
risiko infeksi salmonela dan pneumokok.
Defisiensi C3 dapat menimbulkan
reaksi berat yang fatal terutama yang i. Defisiensi Clq,r,s
berhubungan dengan infeksi mikroba Defisiensi Clq,r,s terjadi bersamaan
piogenik seperti streptokok dan stafi- dengan penyakit autoimun, terutama
lokok. Tidak adanya C3 berarti fragmen pada penderita LES. Penderita ini sangat
kemotaktik CS tidak diproduksi . Kom- rentan terhadap infeksi bakteri. Penyakit
pleks antigen-antibodi-C3b tidak diendap- yang berhubungan dengan defisiensi
kan di membran dan terjadi gangguan C 1 adalah edem angioneurotik here-
opsomnasi. diter. Penderita tersebut tidak memiliki
inhibitor esterase C 1. Akibatnya ialah
iv. Defisiensi CS
efek C 1 terhadap C4 atau C2 berj alan
Defisiensi CS menimbulkan keren-
terus yang dapat mengaktifkan berbagai
tanan terhadap infeksi bakteri yang
berhubungan dengan gangguan kemo- bahan seperti plasmin dan peptida
yang vasoaktif. Hal ini menimbulkan
taksis .
edem lokal dalam berbagai alat tubuh
v. Defisiensi C6, C7 dan C8 yang dapat fatal bila terjadi dalam
Defisiensi C6, C7 dan C8 meningkat- larings. Danazol dan oksimetolon
kan kerentanan terhadap septikemi memacu sintesis inhibitor esterase
meningokok dan gonokok. Lisis me- C 1 pada penderita dengan edem
lalui jalur komplemen merupakan angioneurotik.
mekanisme kontrol utama dalam imu-
nitas terhadap neseria. Penderita dengan ii. Defisiensi C4
defisiensi protein tersebut menunjuk- Defisiensi C4 ditemukan pada bebe-
kan derajat infeksi neseria, sepsis, artritis rapa penderita LES.
yang lebih berat dan peningkatan DIC. iii. Defisiensi C2
Defisiensi C2 merupakan defisiensi
b. Defisiensi komplemen fisiologik
komplemen yang paling sering ter-
Defisiensi komplemen fisiologik hanya di- jadi. Defisiensi tersebut tidak menun-
temukan pada neonatus yang disebabkan jukkan gejala seperti telah dijelaskan
kadar C3 , CS dan faktor B yang masih terlebih dahulu dan terdapat pada pen-
rendah. derita LES.
c. Defisiensi komplemen didapat iv. Defisiensi C3
Defisiensi komplemen didapat disebab- Penderita dengan defisiensi C3 me-
kan oleh depresi sintesis, misalnya pada nunjukkan infeksi bakteri rekuren.
484
Bab I 7. Defisiensi /mun
485
lmunologi Dasar Edisi ke-10
486
Bab I 7. Deflsiensi /mun
mal), abses stafilokok, eksim kronis bakteri. Defisiensi sel T ditandai dengan
dan otitis media. Kemampuan neu- infeksi virus, j amur dan protozoa yang
trofil untuk menelan-memakan tidak rekuren. Defisiensi fagosit disertai oleh
menunjukkan kelainan, tetapi kemo- ketidakmampuan untuk memakan dan
taksis terganggu. Kadar lgE serum menghancurkan patogen, biasanya timbul
sangat tinggi dan dapat ditemukan dengan infeksi bakteri rekuren. Penyakit
eosinofilia. komplemen menunjukkan defek dalam
jalur aktivasi klasik, altematif dan atau
vi. Sindrom leukosit malas (lazy leucocyte) lektin yang meningkatkan mekanisme
Sindrom leukosit malas berupa ke- pertahanan pejamu spesifik.
rentanan terhadap infeksi mikroba
yang berat. Jumlah neutrofil menurun, a. Defisiensi imun primer sel B
respons kemotaksis (asal nama sindrom) Defisiensi sel B dapat berupa gang-
dan respons inflamasi terganggu. guan perkembangan sel B (Gambar 17.3).
Berbagai akibat dapat ditemukan seperti
vii. Defisiensi adhesi leukosit
tidak adanya satu kelas atau subkelas lg
Defisiensi adhesi leukosit merupa- atau semua lg. Penderita dengan defisiensi
kan penyakit imunodefisiensi yang semuajenis lgG lebih mudah menjadi sakit
ditandai dengan infeksi bakteri dan dibanding dengan yang hanya menderita
j amur rekuren dan gangguan pe- defisiensi kelas lg tertentu saja.
nyembuhan Iuka. Leukosit menunjuk- Pemeriksaan laboratorium yang
kan defek adhesi dengan endotel dan diperlukan adalah analisa jumlah dan
antar leukosit (agregrasi), kemotaksis fungsi sel B, imunoelektroforesis dan
dan aktivitas fagositosis yang buruk. evaluasi kuantitatif untuk menentukan
Efek sitotoksik neutrofil, sel NK dan kadar berbagai kelas dan subkelas lg.
sel T juga terganggu. lstilah agamaglobulinemia (tidak ada
lg sama sekali) sebenamya tidak benar
B. Defisiensi imun spesifik oleh karena pada defisiensi ini biasanya
masih ada kadar lg yang rendah terutama
Gangguan dalam sistem imun spesifik
lgG. Oleh karena itu sebaiknya disebut
dapat terjadi kongenital, fisiologik dan
hipogamaglobulinemia.
didapat.
i. X-linked hypogamaglobulinemia
1. Defisiensi kongenital atau primer Bruton pada tahun 1952 menggam-
Defisiensi imun spesifik kongenital barkan penyakit yang disebutnya
sangat jarang terjadi. Defisiensi sel B agamaglobulinemi Bruton yang X-
ditandai dengan infeksi rekuren oleh linked dan hanya terjadi pada bayi
487
lmunologi Dasar Edisi ke-10
©
SelTimatur r® T sitotoksik
CVI~
Sel B matang
@ ~
Sel B imatur Sel B primed
XLA Sindrom
Hiper lgM
Sel B matang
Terjadi mutasi
Gambar 17.3 Tahapan perkembangan sel B dan pengaruhnya pada defisiensi antibodi
488
Bab I 7. Deflsiensi /mun
489
lmunologi Dasar Edisi ke-10
yang lain adalah normal atau me- yang sangat rendah dapat membentuk
ningkat. Defisiensi lgA selektif di- antibodi (IgG atau lgE) terhadap lgA
temukan pada 1 dari 700 orang dalam dan menimbulkan sensitasi anafilaksis
masyarakat dan merupakan defisiensi pada resipien tanpa lgA. Terapi agresif
imun tersering. Klinis menunjukkan dengan antibiotik hams diberikan un-
gambaran infeksi sino-pulmoner dan tuk mengontrol infeksi.
gastrointestinal rekuren yang disebab- Defisiensi lgM selektif merupa-
kan virus atau bakteri. Hal tersebut kan hal yang jarang terjadi. Penderita
menunjukkan tidak adanya proteksi sering menunjukkan infeksi kuman
dari slgA pada permukaan membran yang mengandung polisakarida dalam
mukosa. Penderita juga menunjukkan
membran selnya seperti pneumokok
peningkatan insidens autoimun, ke-
dan influenza. Defisiensi l gG selektif
ganasan dan alergi. Anehnya ialah
lebih jarang ditemukan.
bahwa beberapa penderita di antara-
nya tetap sehat. Pengobatannya yaitu
dengan antibiotik spektrum luas. b. Defisiensi imun primer sel T
Prognosis pada umurnnya baik dan Penderita dengan defisiensi sel T konge-
penderita dapat mencapai usia lanjut.
nital sangat rentan terhadap infeksi virus,
Kadar serum lgA rendah, tetapi kadar
jamur dan protozoa. Oleh karena sel T
lgG, lgM adalah normal atau me-
juga berpengaruh terhadap aktivasi dan
ningkat. Ditemukan sel B yang mengan-
dung lgA, tetapi defek dalam kemam- proliferasi sel B, maka defisiensi sel T
puannya melepas lg. disertai pula dengan gangguan produksi lg
HGG sebaiknya tidak diberikan yang nampak dari tidak adanya respons
oleh karena penderita dengan kadar lgA terhadap vaksinasi (Gambar 17.4).
~~~~~;el
(
/ @ "'-
~ au~~~~al
Sel T imatur
X-/inked
\
~
©
T sitotoksik +
S~ng
~ ,• .,,;f SCIO ~ ~·
490
Bab I 7. Deflsiensi /mun
491
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Sel induk
7 I
®Neotmfil(Q) Mooo•U @ elPceB © selPceT
Agamaglobulir:_iemia
X-linked
HipogamaglobulinemiB:
umum variabel ·· "
__
- - Sindrom · e.
Hiper-lgM X-linked
/ ~
@ ~·
Sel plasma B memori
Gambar 17. 5 Defek kongenital yang mengganggu hematopoiesis atau fungsi set
sistem imun yang menimbulkan berbagai penyakit imunodefisiensi
Oranye = defisiensi fagosit; hijau = defisiensi humeral ; merah = defisiensi selular; ungu = kombinasi
defek imunodefisien yang mengenai lebih dari 1 garis keturunan .
dan protozoa terutama CMV, Pneumo- terlihat pada usia muda dan bila tidak
sistis karini dan kandida. Gejala mulai diobati jarang dapat hidup melebihi
492
Bab I 7. Deflsiensi /mun
usia satu tahun. Tidak adanya sel B dan penyakit dengan gambaran imun yang
T terlihat dari limfositopenia. Kepada sama. Semua penderita dengan sindrom
penderita dengan SCID tidak boleh ini rentan terhadap infeksi rekuren ber-
diberikan vaksin hidup/dilemahkan bagai mikroba. Imunitas sel T nam-
oleh karena dapat fatal. Bayi dapat pak jelas menurun. Defisiensi sel B
ditolong dengan transplantasi sumsum variabel dan kadar lg spesifik dapat
tulang (Gambar 17.6 dan Tabel 17.3). rendah, normal atau meningkat (dis-
gammaglobulinemia). Res pons antibodi
ii. Sindrom Nezelof terhadap antigen spesifik biasanya ren-
Sindrom Nezelof adalah golongan dah atau tidak ada.
Hipoplasi rambut Disgen esis retikular
kartilago (1/0,6%) Tidak diketahui/ (1/0,6%)
"' (11/6,5%)
Resesif autosomal "-
(16/9,4%)
RAG
(5/2 ,9%)
Defisiensi Jak-3
(11/6,5%)
493
lmunologi Dasar Edisi ke-10
494
Bab I 7. Deftsiensi /mun
barn dicapai pada usia sekitar 5 tahun. dan kualitas respons sel T makin ber-
Pada usia beberapa bulan pertama, bayi kurang. J umlah sel T memori meningkat
tergantung dari IgG ibu. tetapi semakin sulit untuk berkembang.
Susu ibu juga merupakan sumber Terutama sel CD8+ dan sel Th 1 sangat
proteksi pada usia dini dan mencegah menurun, diduga oleh karena aktivitas
infeksi paru dan saluran cema. Bayi yang apoptosis . Sitokin Th2, IL-6 meningkat
mendapat minuman botol, 60x lebih sedang IL-2 menurun (Gambar 17.7)
berisiko untuk menderita pneumonia Defisiensi selular sering disertai dengan
pada usia 3 bulan pertama. Bayi prematur meningkatnya kejadian kanker, kepekaan
lebih mudah mendapat infeksi oleh karena terhadap infeksi misalnya tuberkulosis,
lebih sedikit menerima imunoglobulin ibu Herpes zoster, gangguan penyembuhan
selama akhir-akhir kehamilan. infeksi dan fenomena autoimun. Penyakit
autoimun yang sering timbul pada usia
c. Usia lanjut lanjut disebabkan oleh penurunan aktivitas
Golongan usia lanjut lebih sering men- sel T. Pada usia 60 tahun, jaringan timus
dapat infeksi dibanding usia muda. Hal hampir seluruhnya diganti oleh lemak dan
ini disebabkan oleh karena terjadi atrofi edukasi sel T dalam timus hampir hilang.
timus dengan fungsi yang menurun. Jadi pejamu tergantung dari persediaan
Akibat involusi timus, jumlah sel T naif sel T yang sudah diproduksi sebelum-
Aktivitas NK
Cll Cll
-0 -0
Cll Cll
(/) (/)
..._
::J ::J
..._
Cll Cll
£ £
Ol Ol
c c
Cll Cll
>. >.
;<;: .......
c c
::> SelB ::>
0 60 120 0 60 120
Usia dalam tahun Usia dalam tahun
495
lmunologi Dasar Edisi ke-10
nya pada usia lebih muda. Juga dengan mengenai fungsi fagosit dan limfosit
mengurangnya rep ertoire, kemampuan yang dapat terjadi akibat infeksi HIV,
sel T pada usia lanjut untuk berkembang malnutrisi, terapi sitotoksik dan lainnya.
adalah terbatas . Hal itu akan menurunkan Defisiensi imun sekunder dapat mening-
respons CMI. Pada usia lanjut, imunitas katkan kerentanan terhadap infeksi opor-
humoral juga menurun yang terlihat dari tunistik. Faktor-faktor yang dapat me-
perubahan dalam kualitas respons antibodi nimbulkan defisiensi sekunder terlihat
yang mengena1: pada Tabel 17.4.
• Spesifisitas antibodi dari autoantigen
as mg 1. lnfeksi
• Isotipe antibodi dari IgG dan lgM lnfeksi dapat menimbulkan defisiensi
• Afinitas antibodi dari tinggi menjadi imun. Malaria dan rubela kongenital dapat
rendah berhubungan dengan defisiensi antibodi.
Hal tersebut disebabkan oleh menurun- Campak sudah diketahui berhubungan
nya kemampuan sel T untuk menginduksi dengan defek imunitas selular yang me-
pematangan sel B. Di samping itu terjadi imbulkan reaktivasi tuberkulosis. Hal-
penurunan produksi sel B dalam sumsum hal tersebut dapat terjadi bersama pada
tulang yang mengurangi kemajemukan penderita sakit berat. Campak dan virus
sel B, namun sel B yang sudah tua masih lain dapat menginfeksi tubuh dan meng-
menunjukkan respons terhadap mikroba induksi supresi DTH sementara. Jumlah
seumur hidup. sel T dalam sirkulasi dan respons limfosit
Sintesis imunoglobulin meningkat terhadap antigen dan mitogen menurun.
dan adanya pertumbuhan klon sel B dapat Hal yang sama dapat terj adi setelah
menimbulkan para-protein atau kega- imunisasi dengan campak. Pada bebe-
nasan sel B. Proses tersebut dipacu oleh rapa keadaan, infeksi virus dan bakteri
virus Epstein-Barr. Autoantibodi juga dapat menekan sistem imun. Kehilangan
lebih sering ditemukan pada usia lanjut. imunitas selular terjadi pada penyakit cam-
Menurunnya respons imun akan me- pak, mononukleosis, hepatitis virus, sifilis,
nurunkan pula respons terhadap vaksinasi, bruselosis, lepra, tuberkulosis milier dan
sehingga risiko infeksi pada usia lanjut paras it.
akan meningkat. Nutrisi buruk pada usia
lanjut cenderung menimbulkan defisiensi
2. Obat, trauma, tindakan kateterisasi
imun sekunder yang ringan namun berarti.
dan bedah
C. Defisiensi imun didapat atau Obat sering menimbulkan defisiensi imun
sekunder sekunder. Tindakan kateterisasi dan bedah
Imunodefisiensi didapat atau sekunder dapat menimbulkan imunokompromais.
sering ditemukan. Defisiensi tersebut Antibiotik dapat menekan sistem imun.
496
Bab 17. Deflsiens i /mun
497
lmunologi Dasar Edisi ke-10
imun dan menimbulkan defisiensi imun. nonnal. Pada diare (limfangiektasi intes-
Gaga! ginjal dan diabetes menimbulkan tinal, protein losing enteropaty) dan Iuka
defek fagosit sekunder yang mekanisme- bakar terjadi kehilangan protein.
nya belumjelas. Imunoglobulinjuga dapat
menghilang melalui usus pada diare . 6. Agamaglobu linemia dengan
timoma
5. Kehilangan imunoglobulin Agamaglobulinemia dengan timoma di-
Defisiensi imunoglobulin dapat terjadi sertai dengan menghilangnya sel B total
karena tubuh kehilangan protein yang dari sirkulasi. Eosinopenia atau aplasia
berlebihan seperti pada penyakit ginjal sel darah merah dapat pula menyertai
dan diare. Pada sindrom nefrotik terjadi agamaglobulinemia. Berbagai faktor pre-
kehilangan protein dan penurunan IgG disposisi yang dapat menimbulkan imuno-
dan IgA yang berarti, sedang IgM tetap kompromais terlihat pada Tabel 17.5.
498
Bab 17. Deftsiensi /mun
499
/munologi Dasar Edisi ke-10
dalam retrovirus seperti HIV dan virus terhadap antigen recall) dan uji invitro,
Sarkoma Rouse yang dapat digunakan aktivasi poliklonal sel B menimbulkan
RNA template untuk memproduksi hibrid hipergamaglobulinemia, antibodi yang
DNA. Transverse transcriptase diperlu- dapat menetralkan antigen gp I 20 dan
kan dalam teknik rekombinan DNA yang gp4 I diproduksi tetapi tidak mencegah
diperlukan dalam sintesis first strand progres penyakit oleh karena kecepatan
cDNA. mutasi virus yang tinggi, sel Tc dapat
Antigen p24 adalah core antigen mencegah infeksi (jarang) atau mem-
virus HIV, yang merupakan petanda ter- perlambat progres. Protein envelop
dini adanya infeksi HIV- I, ditemukan adalah produk yang menyandi gpI20,
beberapa hari-minggu sebelum ter- digunakan dalam usaha memproduksi
jadi serokonversi sintesis antibodi ter- antibodi yang efektif dan produktif oleh
hadap HIV- I. Antigen gp I 20 adalah peJamu.
glikoprotein permukaan HIV-I yang
mengikat reseptor CD4+ pada sel T dan
2. Siklus hidup HIV
makrofag. Usaha sintesis reseptor CD4+
ini telah digunakan untuk mencegah Siklus hidup HIV berawal dari' infeksi
antigen gpI20 menginfeksi sel CD4+. sel, produksi DNA virus dan integrasi ke
Gen envelop sering bermutasi. Hal dalam genom, ekspresi gen virus dan
tersebut menyebabkan perubahan sebagai produksi partikel virus. Virus menginfeksi
berikut: jumlah CD4 perifer menurun, sel dengan menggunakan glikoprotein
fungsi sel T yang terganggu terlihat envelop yang disebut gpI20 (I20kD gliko-
in vivo (gagal memberikan respons protein) yang terutama mengikat sel
500
Bab I 7. Deftsiensi /mun
CD4+ dan reseptor kemokin (CXCR4 dritik dalam darah dan organ limfoid.
dan CCR5) dari sel manusia. Oleh karena Antigen virus nukleokapsid, p24
itu virus hanya dapat menginfeksi dengan dapat ditemukan dalam darah selama
efisien sel CD4+. Makrofag dan sel fase ini. Fase ini kemudian dikontrol sel
dendritikjuga dapat diinfeksinya. T CD8+ dan antibodi dalam sirkulasi ter-
Setelah virus berikatan dengan reseptor hadap p42 dan protein envelop gpl20
sel, membran virus bersatu dengan mem- dan gp41. Efikasi sel Tc dalam mengontrol
bran sel pejamu dan virus masuk sitoplasma. virus terlihat dari menurunnya kadar virus.
Disini envelop virus dilepas oleh protease Respons imun tersebut menghancurkan
virus dan RNA menjadi bebas. Kopi DNA HIV dalam KGB yang merupakan reser-
dari RNA virus disintesis oleh enzim trans- voir utama HIV selama fase selanjutnya
kriptase dan kopi DNA bersatu dengan dan fase laten.
DNA pejamu. DNA yang terintegrasi di- Dalarn folikel limfoid, virus terkon-
sebut provirus. Provirus dapat diaktifkan, sentrasi dalam bentuk kompleks imun
sehingga diproduksi RNA dan protein yang diikat SD. Meskipun hanya kadar
virus. Sekarang virus mampu membentuk rendah virus diproduksi dalam fase
struktur inti, bermigrasi ke membran sel, laten, destruksi sel CD4+ berjalan terns
memperoleh envelop lipid dari sel pejamu, dalam kelenjar limfoid. Akhimyajumlah
dilepas berupa partikel virus yang dapat sel CD4+ dalarn sirkulasi menurun. Hal
menular dan siap menginfeksi sel lain. itu dapat memerlukan beberapa tahun.
Integrasi provirus dapat tetap laten dalarn Kemudian menyusul fase progresif kronis
sel terinfeksi untuk berbulan-bulan atau dan penderita menjadi rentan terhadap
tahun, sehingga tersembunyi dari sistern berbagai infeksi oleh kuman nonpato-
imun pejamu, bahkan dari terapi antivirus genik (Gambar 17.9).
(Gambar 17.8). Setelah HIV masuk ke dalam sel dan
terbentuk dsDNA, intergrasi DNA viral
3. Patogenesis
ke dalam genom sel pejamu membentuk
Virus biasanya masuk tubuh dengan provirus. Provirus tetap laten sampai
menginfeksi sel Langerhans di rnukosa kejadian dalarn sel terinfeksi rnencetus-
rektum atau mukosa vagina yang kemu- kan aktivasinya, yang rnengakibatkan
dian bergerak dan bereplikasi di KGB terbentuk dan penglepasan partikel virus.
setempat. Virus kemudian disebarkan rne- Walau CD4 berikatan dengan envelop
lalui virernia yang disertai dengan sindrom glikoportein HIV-1 , diperlukan reseptor
dini akut berupa panas, mialgia dan artralgia. kedua supaya dapat rnasuk dan terjadi
Pejamu rnernberikan respons seperti ter- infeksi. Galur tropik sel T HIV-1 meng-
hadap infeksi virus umumnya. Vrrus meng- gunakan koreseptor CXCR4, sedangkan
infeksi sel CD4+, makrofag dan sel den- galur tropik makrofag menggunakan CCR5.
501
lmunologi Dasar Edisi ke-10
b. Aktivasi provirus
ssRN A
Reverse
transcriptase
Hibrida
RN A-DNA
dsDNA HIV
c.
RAN TES
SelT
502
Bab I 7. Deftsiensi /mun
~
SelTC~
rnantarl<an
menuju KGB, '
limpa ~
lnfeksi terbentuk
dalam jaringan
limfoid, mis: KGB ' -® 1,
- ~
Peningkatan I
I replikasi virus
Penghancuran
AIDS jaringan limfoid;
Gambar 17 .9 Patogenesis deplesi sel T CD4+
penyakit HIV
503
lmunologi Dasar Edisi ke-1 0
Kedua reseptor ini merupakan reseptor Gejala klinis infeksi primer dapat
kemokin dan ligan normalnya dapat berupa demam, nyeri otot/sendi, lemah,
menghambat infeksi HIV ke dalam sel. mukokutan (ruam kulit, ulkus di mulut),
Subyek yang barn terinfeksi HIV dapat limfadenopati, neurologis (nyeri kepala,
disertai gejala atau tidak. Gejala utama nyeri belakang mata, fotofobia, meningitis,
berupa sakit kepala, sakit tenggorok, panas, ensefalitis) dan saluran cema (anoreksia,
ruam dan malese yang terjadi sekitar 2-6 nausea, diare, jamur di mulut). Gejala-
minggu setelah infeksi, tetapi dapat ter- gejala bervariasi dari ringan sampai berat
jadi antara 5 hari dan 3 bulan (Tabel 17.8 sehingga memerlukan perawatan di rumah
dan 17.9). sakit.
504
Bab I 7. Defisiensi /mun
Gambaran klinis dan manifestasi yang sensitif) dan hal tersebut dapat
patologik AIDS disebabkan primer oleh menetap untuk beberapa tahun. Sel CD4+
peningkatan kerentanan terhadap infeksi perlahan menurun selama masa klinis
dan beberapa jenis kanker. Penderita sering laten. Hal itu disebabkan oleh karena
diinfeksi mikroba intraselular seperti replikasi virus yang aktif dan destruksi
virus (CMV), P. karini, mikobakteri atipik sel T yang terjadi di jaringan limfoid.
yang pada keadaan normal dapat ditang- Menurunnya kadar sel CD4+ disertai
gulangi oleh sistem imun selular. Banyak peningkatan risiko infeksi dan komponen
mikroba tersebut ditemukan dalam ling- klinis HIV yang lain. Perubahan dalam
kungan tetapi tidak menginfeksi individu antigen p24 dan antibodi ditemukan pada
dengan sistem imun utuh. penderita dengan penyakit lanjut. Riwayat,
Virus yang ditularkan melalui darah perjalanan penyakit dan kelainan imun
(viremia plasma) ditemukan dini setelah HIV terlihat pada Gambar 17 .10, 17.11
terjadi infeksi yang dapat disertai gejala dan Tabel 17.10.
sistemik khas untuk sindrom HIV akut. Penderita AIDS Ianjut sering disertai
Virus menyebar ke organ limfoid, tetapi berat badan menurun yang disebabkan
virernia plasma menurun sampai kadar perubahan metabolisme dan kurangnya
sangat rendah (hanya ditemukan dengan kalori yang masuk tubuh. Demensia
esai yang menggunakan cara reverse dapat terjadi akibat infeksi mikroglia
transcriptase polymerase chain reaction (makrofag dalam otak).
Sindrom
Asimptomatik AIDS
viral akut
CTL
.!::
ro
....
ro
-0 CD4
E
ro
ro
-0
....
ro ------
Anti-p24
-0
~
ro
//
/
-- - - - - - - -
Ant1-gp120
//
Bulan 2 3 4 5 6 Tahun
Waktu pasca infeksi
505
lmunologi Dasar Edisi ke-10
1200
r- - Kemungkinan sindrom HIV akut
Diseminasi virus luas
Kematian
T 1000
- Penyebaran dalam organ limfoid
1
•
("") 800
\ . 1-=i
+
E
......
.... . .......
"·f; ...
Gejala
ro
E
··. .•
Vl
0""'" 600 ,' konstitusional 1:64 ~
u .
I
0.
ro
I-
·. .E
Qi
(/) 400 •·······...•··. . . . • 1:16
Q)
....
">
2
t=
200 " 1:4
···... ····• 0
6 12 5 10
Minggu Tahun
506
Bab I 7. Defisiensi /mun
bawah 200/mm 3 (normal 1500 sel/mm3) Dalam 3-6 minggu pasca infeksi, ditemu-
dan penderita menjadi rentan terhadap kan kadar antigen HIV p24 dalam plasma
infeksi dan disebut menderita AIDS . yang tinggi (Gambar 17.12).
507
lmunologi Dasar Edisi ke-10
ro
~
Cf)
~
c
Q)
Cf)
c
0
4- 8 2 - 12 2-3 0-1
minggu tahun tahun tahun
508
Bab 17. Defisiensi /mun
509
lmunologi Dasar Edisi ke-10
510
Bab I 7. Deflsiensi /mun
Hibrida
RNA-DNA
HIV
Fase-fase siklus replikasi virus yang diduga dapat dijadikan sasaran obat antivirus.
511
lmunologi Dasar Edisi ke-10
laten dalam sel. Bila diaktifkan, DNA cDNA atau mencegah prekursor protein
digunakan sebagai templat RNA yang virus membelah diri dalam protein yang
diperlukan untuk produksi virus. Virus diperlukan untuk membentuk virion barn
dilepas di permukaan sel dan envelop dan melengkapi pematangannya pada
virus dibentuk dari membran sel pejamu, virus infeksius. Reverse transcriptase
diubah oleh insersi glikoprotein virus. dapat dicegah tidak hanya oleh analog
Dewasa ini obat dengan aktivitas anti nukeloside tetapi juga oleh analog
HIV mencegah virus masuk, mencegah nukelotide dan bahan non-nukleoside.
tahap reverse transcription RNA ke
512
Bab I 7. Defisiensi /mun
513
IMUNO- BAB
FARMAKOLOGI 18
Daftar lsi
I. ANTIINFLAMASI NONSTEROID D. Anti aktivasi sel T
II. IMUNORESTORASI I. Siklosporin-A
A. ISG dan HSG 2. Takrolimus
B. Plasma 3. Rapamisin
C. Plasmaferesis E. Steroid
D. Leukoferesis I. Efek antiinftamasi
III. TERAPI PENGGANTI 2. Efek imunosupresi
(REPLACEMENn F. lmunosupresan la in
A. lmunoglobulin intravena I. D-penisilamin
B. lmunoglobulin intramuskular 2. Preparat emas
C. Imunoglobulin subkutan 3. Mepakrin dan hidroksiklorokin
D. Bahan lain 4. Sulfasalazin
IV. IMUNOSTIMULAN 5. Colchisin
A. Biologis 6. Dapson
I. Hormon timus G. Sitokin
2. Limfokin H. Antibodi monoklonal
3. Interferon VI. IMUNOSUPRESAN DALAM KLINIK
4. Antibodi monoklonal - TRANSPLANTASI
5. Transfer Factor I ekstrak leukosit
Vil. IMUNONUTRIEN
6. Lymphokine-Activated Killer cells
A. Vitamin (mikronutrien)
7. Bahan asal bakteri
I. Vitamin A
8. Bahan asal jamur
2. Vitamin D
B. Sintetik
3. Vitamin B6
I. Levamisol
4. Asam Folat
2. lsoprinosin
5. Vitam in 812
3. Muramil Dipeptida
6. Vitamin C
4. Biological Response Modifiers
7. Vitamin E
5. Hidroksiklorokin
B. Mineral (mikronutrien
6. Arginin
I. Selenium (Se)
7. Antioksidan
2. Seng (Zn)
8. Bahan-bahan lain
3. Tembaga (Cu)
V. IMUNOSUPRESAN
4. Besi (Fe)
A. Sitotoksik
C. Hubungan antara mikronutrien dan
B. Antimetabolit
kanker
C. Antiproliferatif
I. Azatioprin
Butir-butir penting
2. Mikofenolat mofetil
515
lmunologi Dasar Edisi ke- 10
516
Bab 18. lmunofarmakologi
0
bat yang diharapkan dapat me- Imunorestorasi dan imunostimulasi
ngembalikan dan memperbaiki disebut imunopotensiasi atau upregula-
sistem imun yang fungsinya ter- tion, sedangkan imunosupresi disebut down
ganggu atau untuk menekan fungsinya regulation.
yang berlebihan merupakan obat ideal.
Obat-obatan yang dapat mengembalikan
I. ANTIINFLAMASI NONSTEROID
ketidakseimbangan sistem imun disebut
imunomodulator. Obat yang sekaligus AINS mencegah siklooksigenase dalam
memperbaiki fungsi komponen sistem metabolisme prostaglandin. Fosfolipase A
imun yang satu (imunostimulator) dan me- memacu penglepasan asam arakidonat dari
nekan fungsi komponen yang lain (imuno- fosfolipid di membran sel. Asam araki-
supresan), dewasa ini belum ditemukan. donat merupakan substrat untuk produksi
Dalam buku ini akan dibahas obat- eikosanoid, leukotrin, tromboksan, pros-
obatan yang digolongkan sebagai berikut: tasiklin dan prostaglandin. Fase terpenting
• antiinflamasi nonsteroid dalam sintesis prostaglandin adalah produksi
• imunorestorasi PGH2 melalui oksigenase. Dua dari iso-
• imunostimulasi enzim tersebut telah diketahui, COXI dan
. .
• imunosupres1 COX2. COXI (Gambar 18.1) berperan
yyyyyyyyy
¢ 0d000000
Diversi rangsang
fisik,kimiawi ,
l
inflamasi dan Fosfolipase A2
mitogenik
Gambar 18.1 Pence-
gahan siklooksigenase - Asam
arakidonat
1 dan 2 oleh AINS Dengan
perantaraan
e- AINS
konvensional
- e Deng an
perantaraan
Berbagai bahan memacu
penglepasan asam araki-
Cox-1
AINS
Spesifik Cox-2 -
e -
Cox-2
517
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Q
Rangsang inflamasi
Rangsang fisiolog is 0 IL-1 0
• 0 '"folipid
Q~ l l ~(
'I
Fosfolipid A2 Glukokortikoid
l,-_,r.-. .-~-T--:===~coo-
1 ., ~CH3
(cox2)
/ t
Lipooksigenase
/ ' PG H
l
Glukokortikoid
(efek indirek)
/'
LTA4
1
Prostasilin
PG
~
TXA2
Kemotaksis
LTB4
LTC4, LTD4
Bronkokonstriksi
J Gangguan
Resistensi perifer lnflamasi :
Fungsi ginjal t Vasodilatasi Tukak florid ~pembentukan
Hiperalegesi Mediatort I
sel darah
Bronkodilatasi Protea set
Asma bronkial • Hamil,
menyusui
1. Mekanisme 2. Kontraindikasi
518
Bab 18. lmuno(armakologi
8
Steroid 1=====:>1 Fosfolipase A2 t=::>ll
Gambar 18.3 Aktivitas KS dan AINS pada metabol isme asam arakidonat
komponen sistem imun, seperti imunoglo- ISG maupun HSG dapat digunakan
bulin dalam bentuk ISG , HSG, plasma, untuk imunorestorasi. ISG dapat diberikan
plasmaferesis, leukoferesis, transplantasi secara IV dengan aman. Efek sampingnya
sumsum tulang, hati dan timus. Imunoglo- berupa menggigil, mual, muntah, pusing
bulin dapat digunakan sebagai imunores- dan sakit otot yang ringan yang dapat
torasi dan imunosupresi . dihilangkan dengan menghentikan atau
memperlambat pemberiannya. Reaksi
A. ISG dan HSG anafilaksis timbul bila terjadi kompleks
imun dari anti IgA yang dibentuk resipien
Imunoglobulin dapat diberikan sebagai
yang defisien IgA terhadap IgA yang ber-
imunorestorasi pada penderita dengan defi-
asal dari preparat ISG. Kompleks lgA-
siensi imun humoral, baik primer maupun
anti lgA dapat mengaktifkan komplemen
sekunder. Defisiensi imunoglobulin sekunder
melalui jalur klasik atau altematif.
dapat terjadi bila tubuh kehilangan lg dalam
Kompleks tersebut sering ditemukan segera
jumlah besar, misalnya pada sindrom setelah pemberian infus, tetapi segera meng-
nefrotik, limfangiektasi intestinal, derma- hilang tanpa disertai gejala. Antibodi
titis eksfoliatif dan Iuka bakar. Pada Iuka dapat dibentuk terhadap ~-lipoprotein yang
bakar yang luas, imunitas dapat terganggu berada dalam ISG. Pemberian intravena
dan penderita meninggal akibat sepsis hanya dilakukan pada penyakit yang berat
yang tidak dapat ditolong dengan pem- karena metabolisme ISG terjadi lebih
berian antibiotik. cepat dari pada biasanya.
519
/munologi Dasar Edisi ke-10
520
Bab 18. lmunofarmakologi
Tabel 18.2 Terapi pengganti untuk beberapa defisiensi imun primer dan sekunder
Jenis defisiensi Terapi pengganti
Antibodi lmunoglobulin (IV, SC)
a 1- antitripsin a 1-antitripsin
Komplemen Inhibitor C1-esterase
Fresh Frozen Plasma (inaktivasi virus)
lmunitas selular Transplantasi sumsum tulang (transplan sel
induk)
Transplantasi darah umbilikus
Transplan timus
SCID Transplantasi sumsum tulang (sel induk)
Transplantasi darah umbilikus
Transplan timus
Terapi gen
Sel darah merah
PEGylated-ADA
lmunoglobulin (IV, SC)
Sitokin (IL-2 , IFN-y)
Defek fagosit Transplantasi sumsum tulang (sel induk)
Transplantasi darah umbilikus
Transfusi granulosit
Sitokin (G-CSF, GM-CSF, IL-3)
521
lmunologi Dasar Edisi ke-10
IGIV hanya terdiri atas IgG dan Dosis dan efek samping
jaringan perifer yang dilindungi IgA
Dos is yang diberikan adalah 100-400
seperti mata, paru, saluran cema dan
mg/kg BB setiap 3-4 minggu pada
kemih tidak seluruhnya dilindungi
disfungsi imun primer. Pada penyakit
IGIV. Efek samping dapat terjadi berupa
saraf dan autoimun, diberikan 2 gram/
anafilaksis terutama pada penderita kg BB yang diberikan dalam jangka
dengan defisiensi IgA. Bila terjadi waktu 5 hari/bulan selama 3-6 bulan.
efek samping, dosis IGIV diturunkan. Pengobatan perawatan adalah 100-400
Pemberiannya kepada penderita dengan mg/kg setiap 3-4 minggu. IGIV dapat
DM perlu dipertimbangkan. Beberapa menimbulkan berbagai efek samping
IGIV diperoleh dalam kadar gula yang seperti sakit kepala, dermatitis (kulit
tinggi seperti sukrosa dan maltosa. IGIV telapak tangan dan kaki mengelupas ),
dapat diberikan kepada wanita hamil infeksi (HIV dan hepatitis vius asal
dan pada keguguran seringkali yang produk terkontaminasi), edem paru akibat
sebabnya tidak jelas, namun efeknya cairan berlebihan dan tekanan onkotik
masih kontroversial. koloid tinggi IGIV, alergi/ anafilaksis,
Mekanisme bagaimanaIGIV menekan kerusakan jaringan direk (hepatitis) yang
inflamasi belum jelas benar. Diduga ada ditimbulkan antibodi yang terkandung
berbagai mekanisme IGIV (Tabel 18.3). dalam IGIV, gagal ginjal akut, trombosis
vena dan meningitis aseptik.
522
Bab 18. lmunofarmakologi
1( .;_)": ·~·
'!.:
' ·. • ' ....· · Sindrom miastenia Lambert Eaton
• """' t
- '
. I
. ~ f'
Neuropati multifokal
,_.t · 1....
•
AR
• :~ • • • 1 • AR juvenil
Epilepsi intraktabel
523
lmunologi Dasar Edisi ke-10
524
Bab 18. lmunofarmakologi
525
lmunologi Dasar Edisi ke-10
seperti karsinoma kandung kencing yang hasilkan dari jamur. Bahan-bahan tersebut
merupakan tumor tersering ke-6. Tidak dapat meningkatkan fungsi makrofag.
digunakan bila ada defisiensi imun atau Dua preparat di antaranya yaitu krestin
tuberkulosis. dan lentinan telah banyak digunakan
dalam pengobatan kanker sebagai imuno-
b. Korinebakterium parvum stimulan nonspesifik.
Kuman K. parvum mati yang digunakan
sebagai imunostimulan mempunyai sifat B. Sintetik
mirip dengan BCG, digunakan sebagai
1. Levamisol
imunostimulator nonpesifik pada kega-
nasan. Efek samping yang ditimbulkan- Levamisol adalah derivat tetramizol, obat
nya adalah pusing, panas dan muntah. cacing yang dapat meningkatkan proliferasi
dan sitotoksisitas sel T serta mengembali-
c. Klebsiela dan brusela kan anergi pada beberapa penderita dengan
Dewasa ini telah pula dihasilkan bahan kanker (imunostimulasi nonspesifik). Anergi
asal kuman klebsiela dan brusela yang di- temyata berhubungan dengan prognosis.
duga mempunyai efek yang sama seperti Levamisol dapat meningkatkan efek anti-
BCG. gen, mitogen, lirnfokin dan faktor kemo-
taktik untuk merangsang limfosit, granu-
d. Bordetela pertusis losit dan makrofag.
B.pertusis penyebab batuk rejan, mem- Levamisol telah pula digunakan dalam
produksi LPF yang merupakan mitogen penanggulangan artritis reumatoid, penyakit
untuk sel T dan imunostimulan. virus dan LES. Dosis yang diberikan
ialah 2,5 mg/kg berat badan secara oral
e. Endotoksin untuk dua minggu berturut-turut setiap hari
Endotoksin atau LPS adalah komponen dan sesudah itu, kalau perlu masih dapat
dinding bakteri negatif-Gram seperti diberikan beberapa hari dalam seminggu.
E.koli, sigela dan salmonela yang dapat Levamisol meningkatkan efek fluorourasil
merangsang proliferasi sel B dan sel sebagai ajuvan pada terapi pasca reseksi
T serta mengaktifkan makrofag. Keter- kanker kolon. Efek sampingnya berupa
batasan penggunaannya terutama disebab- mual, muntah, urtikaria dan agranulositosis
kan karena sifatnya yang imunogenik sehingga pemberiannya hams dihentikan.
dan pirogenik.
2. Isoprinosin
8. Bahan asal jamur ISO adalah bahan sintetis yang mem-
Berbagai bahan seperti lentinan, krestin, punyai sifat antivirus dan juga mening-
glukan dan schizophyllan telah dapat di- katkan proliferasi dan toksisitas sel T
526
Bab 18. lmunofarmakologi
seperti halnya dengan levamisol. ISO di- limfotoksin, MAF dan faktor kemotaktik,
duga membantu produksi limfokin (IL-2) OAF dan sebagainya. Terapi biologik atau
yang berperan pada diferensiasi limfosit, bioterapi, menggunakan BRM untuk me-
makrofag dan peningkatan fungsi sel rangsang pemulihan kemampuan sistem
NK. Isoprinosin adalah imunostimulator imun dalam menyingkirkan penyakit dan
yang dapat meningkatkan sitotoksisitas atau infeksi. BRM seperti penyekat TNF
sel NK dan aktivitas sel T dan monosit. (enbrei/etanercept, kineret/anakinra, rituk-
Dosis yang biasa diberikan adalah san/rituximab) telah banyak digunakan
50 mg/kg berat badan yang dapat dinaik- pada pengobatan RA. TNF-a merupakan
kan sampai 1-4 g/hari bila diperlukan. sitokin utama yang berperan pada RA.
ISO telah dicoba diberikan selama dua Penyekat TNF mengikat TNF-a yang
tahun secara terns menerus tanpa menim- berperan dalam infl.amasi dan kerusakan
bulkan efek samping. Efek samping yang jaringan. Kineret adalah antagonis IL-1.
kadang-kadang ditemukan berupa pening- Yang akhir juga ditemukan dalam jumlah
katan kadar asam urat plasma. besar pada RA dan berperan dalam infl.a-
masi. Rituksan merupakan obat antikanker
3. Muramil Dipeptida yang telah banyak digunakan bersama
MDP adalah komponen aktif terkecil dari MTX dalam pengobatan RA dewasa.
dinding sel mikobakteri. Bahan tersebut
5. Hidroksiklorokin
telah dapat disintesis dan pada pemberian
oral dapat meningkatkan sekresi enzim Hidroksiklorokin adalah obat antimalaria,
dan monokin. Efeknya adalah langsung namun telah pula digunakan terhadap
dan tidak memerlukan limfokin atau penyakit jaringan ikat seperti LES dan
pengaruh lain. Bila diberikan bersama artritis reumatoid.
minyak dan antigen, MDP dapat mening-
katkan baik respons selular maupun 6. Arginin
humeral. MDP telah banyak digunakan Arginin adalah asam amino yang menun-
sebagai ajuvan yang diberikan dengan jukkan fungsi imunomodulasi, diperlu-
vaksin pada pengobatan tumor untuk kan untuk mempertahankan keseimbangan
mencegah rekurens tumor dan infeksi. nitrogen dan fungsi fisiologik pada manusia.
Pemberian arginin pada hewan percobaan
4. Biologic Response Modifier dapat meningkatkan ukuran timus, jumlah
BRM merupakan molekul dengan spek- limfosit dan respons mitogenik limfosit
trum luas yang dapat meningkatkan fungsi terhadap miogen dan antigen, meningkatkan
sistem imun pejamu misalnya sitokin, sintesis IL-2 dan melindungi involusi
IFN, CSF, TNF, GF untuk limfosit B, timus akibat trauma dan gangguan fungsi
527
lmunologi Dasar Edisi ke-10
528
Bab 18. lmunofarmakologi
Gambar 18.4
Tempat utama
lnhibisi sintesis purin - lnhibisi sinstesa DNA -
kerja intraselular azatioprin, MM Alkylating agents seperti
imunosupesan siklofosfamide
529
lmuno/ogi Dasar Edisi ke-10
makromolekul selular antara lain DNA, pesia, reaksi alergi (urtikaria, anafilaksis
RNA dan protein. pada pemberian intravena), memacu
Reaksi biokimia intraselular menim- produksi IgE dan merusak sel-sel yang
bulkan kematian sel. Oleh karena itu SP menekan respons alergi. SP seperti alky-
digolongkan sebagai obat sitotoksik. SP lating agent lainnya dapat merusak sel
dapat membunuh sel pada semua stadium sperma dan ovum. SP juga disertai dengan
masa hidup, selama fase istirahat atau risiko malformasi janin dan keganasan. SP
selama sel memproduksi DNA. SP mem- dapat pula menimbulkan komplikasi pada
punyai efek tertinggi terhadap sel yang jantung berupa miokarditis hemoragi dan
sedang membelah. Jadi SP bekerja se- pada paru-paru berupa pembengkakan
bagai irnunosupresan dengan membunuh endotel, eksudasi intra-alveolar, inflamasi
sel limfosit yang diaktifkan, juga sebagai interstisial, proliferasi fibroblas dan fibrosis.
depresan sumsum tulang. Oleh karena Sekresi hormon antidiuretik atas pengaruh
merusak DNA, SP dapat memacu terjadi- SP menimbulkan hiponatremia berat,
nya leukemia dan lirnfoma. kejang-kejang dan kematian mendadak.
SP yang diberikan setiap hari kepada SP menunjukkan efek terhadap berbagai
penderita dengan berbagai penyakit imun, penyakit nonmaligna seperti artritis reuma-
menimbulkan limfopenia yang tidak se- toid granulomatosis Wegener, LES, poli-
banding dengan granulositopenia. Dosis miositis, sindrom nefrotik idiopatik, poli-
rendah menurunkan jumlah limfosit tanpa artritis nodosa, vaskulitis, sklerosis multipel,
menimbulkan granulositopenia, tetapi penyakit inflamasi jantung dan dermato-
dosis tinggi menimbulkan lirnfopenia dan miositis.
granulositopenia. Dosis rendah yang di- Obat sitotoksik lainnya yang sudah
berikan terus menerus menunjukkan respons dikembangkan adalan 2-klorodeoksiade-
lebih baik terhadap imunitas selular diban- nosin (2-CDA, kladribin) dan fiudarabin.
ding pemberian bolus.
Kombinasi berbagai imunosupresan B. Antimetabolit
diberikan baik pada kanker maupun pada MTX adalah antagonis asam folat yang
penyakit imun. Azatioprin bersama predni- sudah digunakan untuk lebih dari 40
solon dan SP dapat bekerja sinergis dalam tahun yang semula dibuat sebagai anti
menginduksi toleransi. Efek sinergis tidak kanker. Dosis yang kecil telah digunakan
terlihat pada kombinasi metotreksat dan dalam pengobatan psoriasis dan artritis
SP. SP digunakan pada berbagai penyakit reumatoid. Struktur MTX adalah analog
nonmaligna. dengan asam folat. Asam folat dalam diit
Efek samping SP seperti alkylating direduksi oleh enzim menjadi dihidro-
agent lainnya adalah toksisitas terhadap folat (terpenting), tetrahidrofolat dan asam
kandung kemih (akrolein), nausea, alo- folat yang direduksi lainnya. Semua produk
530
Bab 18. lmunofarmakologi
tersebut berperan dalam reaksi biokimia depresi dan pusing. Efek lain berupa panas
seperti konversi homosistein menjadi dan poliartralgi, infeksi oportunistik seperti
metionin, metabolisme histidine, sintesis Pneumocystis carinii, herpes zoster luas
purin dan timidilat yang esensial untuk dan infeksi jamur. Osteoporosis setempat
sintesis DNA. Jadi MTX mencegah dapat terjadi dengan gejala klinis sakit
sintesis DNA dalam derajat lebih besar tulang berat dan fraktur nontrauma pada
dari sintesis RNA dan protein. In vitro anak. Toksisitas paru kronis dapat berupa
MTX mencegah proliferasi PMN. panas, batuk, sesak, hipoksemia dan in:filtrat
Dalam klinik MTX digunakan pada paru interstisial. Efek toksik hati jarang
pengobatan artritis reumatoid, artritis reuma- terjadi. Efek samping hati (sirosis dan
toid juvenil, polimiositis yang steroid fibrosis) yang terjadi pada psoriasis antara
resisten, dermatomiositis, sindrom Felty, lain disebabkan oleh konsumsi alkohol
sindrom Reiter, asma yang steroid depen- dan obat dosis tinggi. Pemberian asam
den, penyakit autoimun seperti sirosis folat dan folinic acid dapat mengurangi
bilier primer, IBD, sclerosing cholangitis efek samping gastrointestinal dan efek
dan sarkoidosis. samping hematologik. Efek-efek samping
Efek toksik yang paling sering terjadi membaik bila MTX dihentikan.
pada sistem gastrointestinal berupa anorek-
sia, nausea, muntah, diare, stomatitis yang
C. Antiproliferatif
membaik bila dosis diturunkan atau cara
pemberian oral dijadikan parenteral. Baik 1. Azatioprin
asam folat dan folinic acid dapat mengu- AZA semula dibuat untuk memperoleh
rangi efek gastrointestinal. Efek hematologik prodrug 6-merkaptopurin yang dilepas
seperti leukopenia terjadi pada 5% penderita lambat. Meskipun hal tersebut tidak ter-
artritis reumatoid yang mendapat dosis rendah bukti, tetapi AZA temyata memiliki sifat
yang pulih kembali bila obat dihentikan. seperti 6-merkaptopurin dengan toksisitas
Efek samping lainnya berupa gagal ginjal, yang kurang. AZA berinteraksi dengan
infeksi virus, reaksi kulit seperti urtikaria, senyawa yang mengandung sulfidril di
reaktivasi eritem yang ditimbulkan sinar dinding saluran cema, hati dan sel darah
UV, nodul reumatoid yang timbul pada merah. 6 Merkaptopurin diubah menjadi
penderita dengan artritis reumatoid meski- berbagai metabolit, terutama thioinosinic
pun artritisnya membaik. MTX merupakan acid dan 6-thioguanine nucleotides. Thio-
obat yang teratogenik. Aminopterin, obat inos inic acid mencegah sintesis purin
induk MTX digunakan sebagai obat untuk sehingga menekan sintesis DNA dan RNA
menginduksi abortus. Efek karsinogen dan merupakan antagonis replikasi sel.
MTX belum terbukti. Kegunaannya dalam klinik yaitu pada
Efek samping SSP berupa sakit transplantasi, artritis reumatoid, LES, IBD,
kepala, kelelahan, perubahan semangat,
53 l
lmunologi Dasar Edisi ke-10
penyakit saraf (miastenia gravis, skle- sintesis DNA atau merusak kromosom.
rosis multipel) dan penyakit lain dengan Obat yang diberikan per oral dipecah
fenomena autoimun. AZA sering diguna- dalam hati menjadi asam mikofenolat
kan bersama steroid yang efektif pada yang merupakan metabolit utama yang
pemfigus vulgaris, severe poly morphous biologis inaktif dan disekresi dalam urin.
light eruption, actinic reticuloid dan actinic Resirkulasi enterohepatik obat dapat
dermatitis kronis, tetapi tidak efektif ter- terjadi. Mungkinjugaaktivitas betagluku-
hadap pemfigoid bulosa. Pada anak dengan ronidase dirangsang oleh aktivasi limfosit
IDDM, kombinasi AZA dengan steroid dan monosit yang mengubah metabolit
menunjukkan efek baik. menjadi mikofenolat aktif di daerah peno-
Efek samping potensial AZA dapat lakan aktif atau inflamasi kronis. Miko-
berupa mielotoksik dan toksik terhadap fenolat mencegah respons proliferasi
hati dan gastrointestinal. Efek samping sel PMN oleh mitogen, MLR dan proli-
tersering berupa nausea, muntah dan ferasi otot polos. Efek akhir diperlukan
leukopenia yang terjadi pada 30% pem- pada pengobatan penolakan kronis alograf
berian AZA. Dosis yang lebih besar dari vaskular terutama alograf jantung. Dalam
2 mg/kg/hari menimbulkan efek toksik klinik MM digunakan pada transplantasi
terhadap hati berupa hepatitis aktif kronis. (ginjal, jantung, hati), artritis reumatoid
AZA dapat menimbulkan sindrom hiper- dan kondisi lain seperti psoriasis. Penekanan
sensitivitas berupa panas, mialgia, artralgia, fungsi sel T akan mempermudah peneri-
malaise, nausea, muntah, diare yang maan transplan dan menimbulkan anergi.
dapat disertai leukositosis dan eosinofilia. Dosis klinis 1-5 mg/kg berat badan tidak
Biopsi saluran cema menunjukkan infil- mengganggu respons humoral.
trasi eosinofil. Komplikasi lain akibat Efek samping MM berupa gastro-
imunosupresi ialah risiko infeksi dan intestinal seperti muntah, sakit perut dan
keganasan. diare. Depresi sumsum tulang jarang
terjadi dan efek terhadap ginjal dan hati
2. Mikofenolat mofetil belum banyak dilaporkan. MM dapat
menekan efek vaksinasi berbagai virus
Mikofenolat mofetil mencegah sintesis yang diperlukan sebagai pertahanan tubuh
purin dan proliferasi sel T dan B yang (aktivasi Tc). Jadi MM dapat mening-
diaktifkan. Bila diberikan dengan siklo- katkan risiko terhadap infeksi berbagai
sporin A, dapat mencegah penolakan virus seperti herpes, CMV, Epstein-Barr
akut tandur. MM adalah inhibitor inosin danjamur oportunistik. Obat serupa yang
monofosfat dihidrogenase yang berperan sedang dikembangkan adalah Bequinar
dalam sintesis guanosin dan tidak meng- dan leflunomide.
hambat enzim yang berperan dalam
532
Bab I8. lmunofarmakologi
Kalsineurin
I ~
~I lnhibisi 1i
Tahap 1 Tahap 2 ~transkripsi
gen
e I
Faktor 0
transkripsi
Pada tahap 2, kompleks CyA-Cyp berikatan dan mencegah kalsineurin, enzim kunci yang
berperan dalam translokasi faktortranskriptase dari sitoplasma ke nukleus . Gangguan tersebut
akan mencegah transkripsi untuk IL-2, IL-3, IL-4, IL-5 dan IFN-y.
533
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Ca++ bebas intraselular. Kedua obat baru pisah dari efeknya terhadap sistem imun.
menunjukkan efeknya setelah diikat oleh Pada umumnya, azatioprin dan siklosporin
reseptor dalam sel yang disebut imuno- bekerja terhadap sel T matang, sedang
fili n. Setelah berikatan, kompleks ini KS dan derivat jamur mencegah fungsi
akan bereaksi pada sasaran intraselular sel matang.
yang sama yaitu serine-threonines phos-
phatase yang disebut kalsineurin. Efek E. Steroid
sampingnya berupa toksisitas terhadap
1.Efek antiinflamasi
ginjal dan SSP. Oleh karena itu pem-
berian dalam jangka panjang hendaknya KS atau kortikosteroid adalah molekul
dibatasi. lipofilik yang ditemukan dalam darah
dan kebanyakan diikat oleh globulin dan
3. Rapamisin albumin. Molekul KS bebas menembus
membran sel dan selanjutnya berikatan
Rapamisin (sirolimus) adalah makrolida
dengan reseptor KS (KS-R) dalam sitosol
lain asal S. Higroskopis yang dapat
sel dengan nukleus. KS menunjukkan
mencegah sinyal transduksi melalui IL-2
efek anti-in:flamasi yang luas dan imuno-
dan sitokin lain. Oleh karena itu rapamisin
supresi. Efek anti-inflamasinya nampak
hanya mencegah sel-sel yang sudah di-
dalam berbagai tingkat terhadap produksi,
aktifkan. Rapamisin juga mencegah produksi
pengerahan, aktivasi dan fungsi sel efektor.
imunoglobulin dan bekerja sinergistis
KS memiliki efek antiinflamasi
dengan CsA dan mencegah degranulasi
paling efektif seperti terlihat pada Tabel
eosinofil.
Rapamisin yang diisolasi dari Strep- 18.6 Kegunaannya terbatas oleh efek
tomyces hygroscopicus dapat mencegah samping yang ditimbulkannya. Efeknya
proliferasi sel T. Seperti takrolimus, terhadap metabolisme otot, kulit, lemak,
rapamisin mengikat reseptor intraselular tulang dan perilaku diduga disebabkan
yang sama. Rapamisin mencegah jalur oleh efek reseptor KS melalui jalur yang
sinyal proliferasi selular yang tidak ter- berbeda dari jalur inflamasi. Usaha-
gantung dari kadar Ca. Rapamisin men- usaha untuk menemukan preparat KS
cegah proliferasi sel T yang IL-2 dependen yang lebih baik dengan efek samping yang
tanpa mencegah transkripsi gen. Mekanisme kurang masih terus dilakukan .
kerja berbagai imunosupresan terlihat Dewasa ini sudah tersedia berbagai
pada Gambar 18.6. preparat steroid dengan efek anti infla-
Efek berbagai obat imunopresif ter- masi dan sifat retensi garam yang ber-
hadap sistem imun dapat berupa peru- beda (Tabel 18.7 dan 18.8).
bahan jangka pendek atau perubahan yang KS memiliki sifat-sifat sebagai
lebih persisten. Efek antiinflamasinya ter- berikut: Mengubah jalur sirkulasi yang
534
Bab 18. lmunofarmakologi
APC
GO
I
Transkripsi
( CTLA41g ) gen sitokin
@) G1
FK506
Siklosporin
Rapamisin ,_
Leflunomid
I Transduksi
sinyal sitokin
Proliferasi
M G2 @. s
Sintesi s DNA
Azatioprin
( Deoksiperguanolin )
Mikofenolat mofetil
..-
menstabilkan lisosom
I
2. Memperbaiki fungsi reseptor adrenergik
3. Menurunkan viskositas mukus
4. Mencegah penglepasan mediator : LT dan PG
5. Menimbulkan neutrofilia, monositopenia, limfopenia
6. Efek terhadap CD4 > CD8; sel T > sel B
7. Menghambat fungsi sel NK
8. Mencegah ekspresi sitokin dan produksinya
535
lmun ologi Dasar Edisi ke-10
536
Bab 18. lmunofarmakologi
537
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Lipokortin 1 Fosfolipase A2
Endopeptidase 24.11 COX-2
lnhibisi protease leukosit sekretori NK-1 , H1 -R, dll
Reseptor ~ 2-adrenergik Kolagenase ,stromelisin
Gambar 18.7 Aktivitas IL-1b, TNF-a
farmakologis IL-2 < - > IL-13
Kemokin (RANTES)
glukokortikosteroid
538
Bab 18. lmunofarmakologi
~t.®
@ ~~~
CD4 Sel •logeoelk l
Ia 0
~1-@ IL-2 l •@
Ste mid
~
I\ Slklo,porio
Proliferasi
I
~ 1
AZA ' AZA
.....____~-"> ~ @
Gambar 18.8 Efek
farmakologis
beberapa jenis
imunosupresan
terhadap
Penolakan transplan penolakan
inflamasi penyakit usus, RA dan artritis sitokin dan reseptor sitokin larut yang
seronegatif. dapat digunakan dalam pengobatan
spesifik seperti penyakit autoimun. IL-2,
5. Colchicin IFN-a dan IFN-y dapat digunakan terhadap
Colchicin mencegah kemotaksis neutrofil. tumor tertentu dan G-CSF terhadap
jumlah sel PMN yang rendah akibat
6. Dapson kemoterapi atau iradiasi ( dibahas dalam
Dapson dapat mencegah adhesi neutrofil. Bab 9 Sitokin). IL-2 diproduksi sel CD4+
yang dirangsang, bekerja terhadap IL-2R
G. Sitokin (CD25), rnenginduksi ekspansi klon sel
Dewasa ini sudah dapat diperoleh sitokin T, sel B dan sel NK. IL-2 diberikan pada
murni hasil klon, antibodi terhadap sindrom irnunodefisiensi dengan produksi
539
lmunologi Dasar Edisi ke-10
540
Bab 18. lmunofarmakologi
( Hipertensi
Tukak lambung
Diabetes melitus
Supresi adrenal
Nekrosis aseptik
Patah tulang panggul
Osteoporosis
Hambatan pertumbuhan
pada anak
Meningkatkan risiko
infeksi Gambar 18.9 Efek samping
penggunaan KS lama
Gambar 18.10 Pengobatan biologis penyakit keganasan dengan IL-2 dan TNF
54 1
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Kompleks
trimolekular
542
Bab 18. lmunofarmakologi
Monositosis,
limfositosis dan
eosinofilia perifer
akibat gangguan
homing oleh a3-
integrin
543
lmunologi Dasar Edisi ke-10
544
Bab 18. lmuno(armako/ogi
545
lmuno/ogi Dasar Edisi ke-10
makanan, perokok dan penyakit tertentu, mengganggu baik sistem imun nonspesifik
selama hamil dan menyusui dan pada (regenerasi mukosa epitel) dan spesifik
usia lanjut. terhadap infeksi yang menimbulkan
gangguan kemampuan untuk melawan
A. Vitamin (mikronutrien) patogen ektraselular.
Vitamin antioksidan (C, E) dan trace Vitamin A berperan dalam regulasi
element seperti selenium, tembaga (Cu) fungsi imun, nonspesifik dan respons
dan seng (Zn) dapat melindungi jaringan selular dan humoral. Defisiensi vitamin
dari kerusakan oleh oksigen reaktif A pada anak cenderung meningkatkan
melalui regulasi faktor transkripsi dan resiko terjadinya penyakit saluran napas
produksi sitokin dan PG. Intake vitamin dan peningkatan derajat penyakit diare.
B6, folat, B12, C, E, selenium, tembaga, Suplementasi vitamin A menurunkan
seng dan besi (Fe) memacu respons derajat berat penyakit diare tetapi efek
yang sedikit terhadap pneumonia.
yang terjadi melalui sitokin Thl dan pen-
Pemberian vitamin A bersama Zn
cegahan pengalihan Thl ke Th2. Hal ini
meningkatkan risiko penyakit diare
meningkatkan respons imun nonspesifik.
dan infeksi saluran napas pada anak
Sistem imun pada manusia terlihat pada usia 6-15 bulan. Defisiensi vitamin
(Gambar 18.12). A disertai dengan penurunan fagosit
Pada umumnya intake vitamin- dan oxydative burst makrofag selama
vitamin dan mineral yang inadekuat inflamasi dan penurunan jumlah dan
dapat menurunkan fungsi sistem imun aktivitas sel NK. Vitamin A berperan
yang akhimya menimbulkan prediposisi dalam perkembangan dan diferensiasi
infeksi dan malnutrisi. Pada umumnya subset Th 1 dan Th2, mempertahankan
suplementasi imun dapat mengembalikan antibodi normal atas pengaruh Th2
status defisiensi sistem imun. Pandangan yang menekan produksi IL-12, TNF-a,
sekarang mengenai efek vitamin-vitamin dan IFN-y oleh Thl. Akibatnya adalah
(A, B6, B12, C, D, E dan folat) serta gangguan pertahanan terhadap patogen
mineral (selenium, seng, tembaga dan ekstraselular. Suplementasi vitamin A
besi) terhadap sistem imun terlihat pada dapat memperbaiki respons antibodi
Tabel-tabel 18.12, 18.13 dan 18.14. terhadap vaksin campak, meningkatkan
respons antibodi serum terhadap toksin
tetanus dan vaksin bakteri.
1. Vitamin A
Vitamin A berperan dalam sistem imun 1. Vitamin D
humoral dan selular dan memacu Th2 Vitamin D berhubungan dengankerentanan
yang memproduksi sitokin dengan yang meningkatterhadap infeksi olehkarena
profil antiinflamasi. Defisiensi vitamin A gangguan imunitas nonspesifik lokal dan
547
lmunologi Dasar Edisi ke-10
SISTEMIMUN
lmunitas nonspesifik
Faktornon- islem
spesifik lain komplemen
Enzim.APP,
transferin. dll lmunoglobulin
SelNK
Limfosit T
Tabel 18.12 Peran vitamin yang larut dalam air terhadap sistem imun
Peran pada sistem imun Efek defisiensi dan Suplementasi
Vit 86 Intake adekuat Suplementasi mengembalikan respons imun.
mempertahankan respons Th1 Pemberian IV dosis tinggi bermanfaat pada
pengobatan penderita dengan autoimunitas dan
HIV
Fol at Mempertahankan imunitas Suplementasi pada usia lanjut memperbaiki
nonspesifik (aktivitas sel NK) fungsi sistem imun pada umumnya
Pemberian dosis sangat tinggi dapat menimbulkan
gangguan sitotoksisitas sel NK
Vit 812 Sebagai imunomodulator pada Defisiensi vitamin 812 menimbulkan
imunitas selular (NK, COB• dan perbandingan abnormal tinggi dari CD4•/
limfosit T) COB•, menekan aktivitas sel NK, yang dapat
dikembalikan dengan pemberian vitamin 812 per
injeksi
VitC Peran dalam antimikrobial dan Mengganggu fungsi leukosit, menurunkan
aktivitas sel NK, proliferasi aktivitas sel NK dan proliferasi limfosit. Kadar
limfosit, kemotaksis dan vitamin C rendah pada usia lanjut dapat
respons DTH digunakan sebagai nilai prediksi terjadinya
penyakit dan mortalitas kardiovaskular
Suplementasi memperbaiki aktivitas
antimikrobial dan sel NK, kemotaksis, proliferasi
limfosit dan respons DTH (Th1)
548
Bab 18. lmunofarmakologi
I Tabel 18.13
VitA
Peran vitamin yang larut dalam lemak terhadap sistem imun
Peran dalam sistem imun
Peran dalam respons
antibodi dan selular, respons
anti inflamasi Th2
Efek defisiensi dan suplementasi
Suplementasi :
Menurunkan IFN-y, TNF-a; meningkatkan
sekresi IL-4, IL-5, IL-10 dan respons
Defisiensi mengganggu antibodi terhadap vaksin (Th2)
imunitas nonspesifik
Intake yang berlebihan menekan fungsi
(regenerasi sawar epitel
sel T dan kerentanan terhadap patogen
yang rusak oleh inflamasi)
Vit D Peran dalam proliferasi dan Defisiensi berhubungan dengan
diferensiasi sel. kerentanan terhadap infeksi yang
meningkat oleh gangguan imunitas
Semua sel sistem
nonspesifik dan DTH
imun kecuali sel B
mengekspresikan reseptor Suplementasi dengan diet tinggi kalsium
vit D mencegah efek penyakit progresif
(menekan respons Th1 meningkatkan
Meningkatkan imunitas non-
respons Th2)
spesifik (diferensiasi monosit
ke makrofag)
Vit E Antioksidan terpenting yang Defisiensi Vit E kadang mengganggu
larut dalam lemak, proteksi fungsi sel T dan DTH
terhadap membran lipid dari
Suplementasi pada individu sehat
kerusakan oksidatif
meningkatkan proliferasi sel T, perbaikan
Produksi faktor supresif imun CD4+/CD8+ dan stres oksidatif yang
yang menurun (PGE2 dalam menurun
makrofag)
Suplementasi pada usia lanjut
Mengoptimalkan dan memperbaiki fungsi sistem imun pada
meningkatkan respons imun umumnya
(Th1)
Disregulasi respons imun pada usia
lanjut disertai dengan kerentanan yang
meningkat terhadap infeksi dan mungkin
keganasan
549
lmunologi Dasar Edisi ke-10
550
Bab 18. lmunofarmako/ogi
551
/munologi Dasar Edisi ke-10
orang dewasa (1 -3 g/hari) dan pada anak vitamin E meningkatkan proliferasi limfosit
(20 mg/kgBB/hari) meningkatkan kemo- sebagai respons terhadap mitogen, me-
taksis neutrofil. Pemberian vitamin C ningkatkan produksi IL-2, sitotoksisitas
juga memperbaiki beberapa komponen sel NK dan aktivitas makrofag alveoli
respons imun seperti sel NK, proliferasi dan peningkatan resistensi terhadap bahan
limfosit, kemotaksis dan respons DTH. infeksi. Hal tersebut menunjukkan bahwa
Intake vitamin C dan seng yang vitamin E memacu respons sitokin Thl
adekuat adalah esensial untuk kesehatan, dan menekan respons Th2.
Nutrien tersebut berinteraksi dengan sistem
imun melalui bantuan respons imun dan
B. Mineral (mikronutrien)
memberikan proteksi antioksidan yang
diproduksi endogen terhadap spesies 1. Seleniu m (Se)
oksigen reaktif yang dibentuk endogen Selenium adalah esensial untuk respons
dalam res pons inflamasi (Tabel 18 .15) imun optimal spesifik dan nonspesifik.
Selanjutnya juga berperan dalam regulasi
7.Vitamin E dan fungsi antioksidan dan integritas
Vitamin E meningkatkan dan meng- membran serta proteksi terhadap ke-
optimalkan respons imun. Suplementasi rusakan DNA. Defisiensi selenium
552
Bab 18. lmunofarmako/ogi
menurunkan kadar IgM dan IgG, meng- jukkan penurunan yang bermakna dalam
ganggu kemotaksis neutrofil dan produksi respons sel T in vitro terhadap aktivasi
antibodi serta meningkatkan virulensi virus mitogenik dan peningkatan persentase
koksaki, peningkatan CD4+dan penurunan sel B dalam sirkulasi, tetapi tidak me-
CDS+ dan timosit. Disimpulkan bahwa nunjukkan efek terhadap persentase monosit
selenium berperan terhadap infeksi virus. neutrofil sel Th (CD4+ dan CDS+), sel
NK dan aktivitas fagosit neutrofil. Studi
2. Seng (Zn) yang memberikan tembaga untukjangka
Seng menunjukkan efek antioksidan in waktu 1S hari dosis 1,6 mg tembaga/hari,
vitro dan in vivo serta terlibat dalam per- kemudian diberikan 7 mg/hari selama
tahanan sitosolik terhadap stres oksidatif 129 hari dan diikuti 7,S mg selama 18 hari.
yang disebabkan ROS yang diproduksi Intake tembaga yang tinggi menurunkan
dan dilepas oleh makrofag yang diaktifkan. persentase neutrofil dalam sirkulasi,
Defisiensi Zn pada fibroblas paru-paru IL-2R, dan titer antibodi terhadap virus
manusia menginduksi stres okdsidatif influenza. Respons inflamasi rata-rata
dan meningkatkan kerusakan DNA. Pada yang diukur melalui IL-6 meningkat 2
manusia defisiensi Zn ditemukan pada kali selama suplementasi.
subyek dengan akrodermatitis entero-
hepatika, penyakit genetik malabsorpsi 1. Besi (Fe)
Zn dan terjadi pada penderita yang men- Fe diperlukan untuk regulasi gen, ikatan
dapat nutrisi parenteral tanpa Zn. Penderita dan transpor oksigen, regulasi diferen-
menunjukkan atrofi timus, gangguan siasi sel dan pertumbuhan sel, serta me-
respons proliferasi limfosit terhadap rupakan komponen enzim. Fe juga ter-
mitogen, defisien aktivitas hormon timus libat dalam regulasi produksi sitokin dan
(timolin), penurunan rasio CD4+/CD8+, proliferasi sel. Proliferasi sel T tergantung
penurunan aktivitas sel NK, sekresi dari Fe. Perbandingan CD4+ /CD8+ dalam
sitokin Th 1 dan sitotoksisitas monosit. darah menurun pada defisiensi besi,
Keadaan tersebut dapat dikoreksi dengan sedang jumlahnya tidak berubah. Defek
pemberian Zn yang cukup. Defisiensi Zn fagositosis makrofag sering ditemukan
seringkali terjadi pasca operasi. pada subyek dengan kelebihan Fe, oleh
karena itu pemberian Fe yang lama diduga
3.Tembaga (Cu)
dapat meningkatkan kerentanan terhadap
Tembaga berperan dalam perkembangan infeksi yang ditimbulkan oleh modulasi
dan perawatan sistem imun. Tembaga imunitas selular (Thl yang lebih ringan,
ditemukan juga dalam enzim. Studi pada Th2 yang meningkat), kemampuan patogen
subyek dengan asupan tembaga menun- untuk memusnahkan patogen intraselular
553
lmunologi Dasar Edisi ke-10
554
Bab 18. lmuno(armako/ogi
Butir-butir penting
555
lmunologi Dasar Edisi ke-10
556
IMUNISASI BAB
19
Daftar Isi
I. KEBERHASILAN VAKSINASI 3. Serum asal hewan
DALAM PROFILAKSIS IMUN
4. Antibodi heterolog versus antibodi
II. ANTIGEN DAN IMUNOGENISITAS
homo log
A. Imunogenisitas dan antigenisitas
5. Hal-ha! yang perlu diperhatikan pada
l . Imunogenisitas
pemberian globulin serum
2. Antigenisitas
Y. IMUNISASI AKTIF
3. Lokasi berbagai antigen yang
menginduksi imunitas A. Respons primer dan sekunder
B . Derajat imunogenisitas B. Perbedaan respons imun di berbagai
C. Antigen yang berubah bagian tubuh
D. Hapten VI . VAKSIN VIRUS
E. Ajuvan A. Vaksin Rubela
F. Besar molekul B. Vaksin Influenza
G. Rute imunisasi C. Vaksin Campak
H. Sifat pejamu D. Vaksin Poliomielitis
I. Dos is l. Vaksin virus mati (In-activated
J. Nomenklatur antigen Polio Vaccin, Salk)
K. Antigen sel T dependen dan sel 2. Vaksin virus hidup (Oral Polio Vaccin,
T independen Sabin)
L. Superantigen E. Vaksin Hepatitis B
M . Epitop F. Vaksin Hepatitis A
N . Antigen heterofil G. Vaksin Varisela
0 . Multivalensi H. Vaksin Retro
P. Vaksin kombinasi I. Vaksin Rabies
III. KLASIFIKASI VAK.SIN J. Vaksin Papiloma
IV. IMUNISASI PASIF VII . VAKSIN BAKTERI
A. Imunisasi pasif alamiah A. VaksinDOMI
1. Imunitas maternal melalui plasenta B. Vaksin Bacillus Calmette-Guerin
2. Imunitas maternal melalui C. Vaksin subunit
kolostrum l. Vaksin polisakarida
B. Imunisasi pasif buatan 2. Antitoksin (ekso- dan endo
l . Immune Serum Globulin nonspesifik toksin) - toksoid
(Human Normal lmmunoglobulin) 3. Vaksin peptida
2. Immune Serum Globulin soesifik D. Vaksin konjugat
557
lmunologi Dasar Edisi ke-10
558
Bab 19. lmunisasi
559
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Ta b·el 19 1 Garn baran p·enyak 1t 1nfeks 1 sebe l um dan ses udah vaks inas 1
Jumlah kasus I tahun Kasus pada tahun 2004
Sebelum vaksinasi Sesudah vaksinasi Reduksi (%)
Ca car 48.164 0 100
Difteri 175.885 0 100
Campak 503.282 378 99,99
Parotitis 152.209 236 99,85
Pertusis 147.271 18.957 87,13
Polio paralitik 16.316 0 100
Rubela 47.745 12 99,97
Tetanus 1.314 26 (kasus) 98,02
(kematian)
Hemofilus influenza
20.000 172 99,14
invasif
560
Bab 19. lmunisasi
lmunisasi
Alamiah Buatan
Pasif:
Pasif: Aktif:
antibodi via Aktif:
- antitoksin - toksoid
plasenta dan infeksi kuman
- antibodi - vaksinasi
kolostrum
561
lmuno/ogi Dasar Edisi ke-10
Riketsia
Typhus fever R.prowazek (mati dan dilemahkan)
Rocky Mt. Spotted fever R.rickettsii (mati)
Virus
Hepatitis B HBsAg mati
Influenza Seluruh atau split virus (dilemahkan)
Campak Dilemahkan
Mumps Dilemahkan
Polio Dilemahkan atau mati
Rabies Dilemahkan atau mati
Rube la Mati
Va rise la Dilemahkan
Antisera
Botulisme ISG asal manusia atau kuda
Difteri Serum asal kuda
Hepatitis A ISG
Hepatitis B HBIG atau ISG
Hipogamaglobulinemia ISG
Campak ISG
Rabies ISG , RIG , serum imun asal kuda
Rho (D) ISG vs Rho (D)
Tetanus TIG
Vaksinia VIG
Varisela-zoster VZIG
Serum antilimfosit Asalkuda
Black widow spider Anti-bisa asal kuda
Gigitan Coral spider Anti-bisa asal kuda
Gigitan Crotalid snake Anti-serum polivalen asal kuda
Malaria Sintetis (dalam percobaan)
562
Bab 19. lmunisasi
3. Lokasi berbagai antigen yang meng- netralisasi virus dan mencegah infeksi.
induksi imunitas Tidak semua antigen eksternal menginduksi
Vaksin yang sering digunakan terdiri atas respons protektif. Antibodi terhadap
antigen multipel yang masing-masing rnolekul hemaglutinin influenza lebih
dapat memiliki antigenisitas spesifik atau efektif dalam mencegah infeksi dibanding
epitop (Gambar 19.2) Mengingat antigen antibodi terhadap molekul neuraminidase.
permukaan merupakan komponen mikroba
pertarna yang berinteraksi dengan pejamu, B. Derajat imunogenisitas
antigen ekstemal biasanya merupakan Antigen harus merupakan bahan asing
antigen yang digunakan dalam vaksinasi. untuk pejarnu yang derajat antigenisitas-
Dalarn hal ini, respons humoral dan nya tergantung dari jarak filogenetik. Jadi
selular yang diinduksi vaksin menghasil-
serum kuda lebih imunogenik terhadap
kan produk yang rnenginaktifkan potensi
manusia dibanding serum kera. Komplek-
patogenik mikroba.
sitas kimia suatu molekul sangat berperan
Vrrus influenza merniliki antigen eks-
pada imunogenisitas. Keanekaragaman
ternal (hemaglutinin dan neuraminidase)
yang diekspresikan di perrnukaan virus kimia memungkinkan adanya berbagai
dan juga antigen internal (matriks protein epitop (unit untuk rangsangan antibodi).
atau nukleoprotein) yang tidak terpajan. Epitop yang lebih bervariasi lebih besar
Antigen internal menginduksi antibodi kemungkinannya seseorang akan rnern-
selama infeksi, narnun hanya antibodi berikan reaksi terhadap satu atau lebih
terhadap antigen eksternal yang dapat me- epitop.
2. Antibodi terhadap
antigen internal
~ 3. Antigen
internal
Dinding sel
Gambar 19.2 Diagram bakteri dengan lokasi berbagai antigen yang menginduksi imunitas
563
lmunologi Dasar Edisi ke-10
564
Bab 19. lmunisasi
565
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Hal ini dapat terjadi bila digunakan vaksin Antigen TI ditemukan dalam 2 bentuk:
virus yang dilemahkan. TI 1 dan TI 2. Antigen TI 1 seperti LPS
bakteri berfungsi seperti mitogen dan
I. Dosis mengaktifkan banyak sel B (aktivator
Dosis antigen diharapkan tidak meng- poliklonal sel B). Antigen TI 2 mempunyai
ganggu respons imun. Jumlah berlebihan banyak ulangan epitop dan bereaksi silang
atau dosis berulang akan mengganggu dengan banyak reseptor antigen pada sel
respons imun. Hal tersebut terutama ter- B, jadi memberikan sinyal proliferasi
jadi terhadap polisakarida. terhadap sel B spesifik. Antigen TI dapat
dijadikan sel T dependen bila dikonjugasi-
J. Nomenklatur antigen kan dengan antigen TD yang sudah ada.
Berbagai nama diberikan untuk antigen Keuntungan proses ini bahwa suntikan
sesuai asalnya seperti antigen kapsul, booster antigen TD merangsang produksi
antigen golongan darah, antigen transplan- imunoglobulin yang mencolok (respons
tasi atau sesuai komposisi kimia. Nama anamnestik), yang tidak terjadi pada
fungsional antigen seperti sel T dependen suntikan booster antigen TI.
atau sel T independen dan deskripsi sebagai
superantigen mungkin lebih banyak digu-
L. Superantigen
nakan dengan maksud untuk menerangkan
peranannya dalam respons imun. Molekul superantigen merupakan mitogen
sel T yang sangat poten. Mungkin lebih
K. Antigen sel T dependen dan sel T tepat kalau disebut supermitogen karena
in depend en dapat memacu mitosis sel CD4 tanpa
Kebanyakan antigen memerlukan bantuan bantuan dari APC. Superantigen diikat
sel T untuk menimbulkan respons imun. pada regio yang variabel dari rantai-f3
Antigen dengan komponen protein me- reseptor T dan sekaligus diikat molekul
rupakan prototipe antigen yang T dependen MHC-ll. Ikatan silang (cross-linking)
(TD). Hal ini berarti bahwa sel B yang itu merupakan sinyal kuat sekali untuk
sebenamya memproduksi lg tidak akan mitosis oleh karena molekul tersebut dapat
mampu berfungsi tanpa bantuan sel T. bereaksi dengan berbagai rantai-f3 dari
Bantuan tersebut berupa sitokin yang reseptor sel T.
dilepas sel T setelah kontak dengan Satu molekul superantigen dapat
antigen. Sebaliknya, polisakarida dan mengaktifkan sejumlah besar (sampai
molekul lain dengan tempat determinan 20%) dari semua sel T dalam darah perifer.
yang terbatas, dapat merangsang sel B Contoh superantigen adalah enterotoksin
untuk rnemproduksi lg tanpa memerlukan dan toksin sindrom syok yang diproduksi
bantuan sel T, jadi T independen (TI). Stafilokok aureus. Toksin tersebut dapat
566
Bab 19. lmunisasi
MHC-11 MHC-11
""'Peptida
antigen
irelevan
Gambar 19.3 Perbedaan antara stimulasi sel T oleh antigen normal (kiri) dan super-
antigen (kanan)
567
lmunologi Dasar Edisi ke-10
568
Bab 19. lmunisasi
569
lmunologi Dasar Edisi ke-10
570
Bab 19. lmunisasi
pada terapi atau dalam usaha pencegahan dibuktikan. Antibodi terhadap patogen
terhadap berbagai penyakit. nonalimentari seperti antitoksin tetanus,
difteri dan hemolisin anti-streptokok telah
A. Imunisasi pasif alamiah pula ditemukan dalam kolostrum. Limfosit
yang tuberkulin sensitif dapat juga ditransfer
1. Imunitas maternal melalui plasenta ke bayi melalui kolostrum, tetapi peranan-
Antibodi dalam darah ibu merupakan nya dalam transfer CMI belum diketahui.
proteksi pasif kepada janin. IgG dapat
B. Imunisasi pasif buatan
berfungsi antitoksik, antivirus dan antibak-
terial terhadap H. influenza B atau S. 1. Immune Serum Globulin nonspesifik
agalacti B. Ibu yang mendapat vaksinasi (Human Normal Immunoglobulin)
aktif akan memberikan proteksi pasif Imunisasi pasif tidak diberikan secara rutin,
kepada janin dan bayi. hanya diberikan dalam keadaan tertentu
kepada penderita yang terpajan dengan
2. Imunitas maternal melalui bahan yang berbahaya terhadapnya dan
kolostrum sebagai regimen jangka panjang pada
ASI mengandung berbagai komponen penderita dengan defisiensi antibodi.
sistem imun. Beberapa di antaranya berupa Jenis imunitas diperoleh segera setelah
Enhancement Growth Factor untuk suntikan, tetapi hanya berlangsung selama
bakteri yang diperlukan dalam usus atau masa hidup antibodi in vivo yang sekitar
faktor yang justru dapat menghambat 3 minggu untuk kebanyakan bentuk
tumbuhnya kuman tertentu (lisozim, lakto- proteksi oleh lg. Imunisasi pasif dapat
ferin, interferon, makrofag, sel T, sel B, berupa tindakan profilaktik atau terapeutik,
granulosit). Antibodi ditemukan dalam ASI tetapi sedikit kurang berhasil sebagai
dan kadamya lebih tinggi dalam kolostrum terapi . Tergantung dari isi dan kemumian
(ASI pertama segera setelah partus). antisera, preparat dapat disebut globulin
Daya proteksi antibodi kelenjar susu imun atau globulin imun spesifik.
tergantung dari antigen yang masuk ke Preparat dibuat dari plasma atau
dalam usus ibu dan gerakan sel yang di- serum yang dikumpulkan dari donor sehat
rangsang antigen. Antibodi terhadap mikro- atau plasenta tanpa memperhatikan sudah
organisme yang menempati usus ibu dapat atau belum divaksinasi/dalam atau tidak
ditemukan dalam kolostrum sehingga dalam masa konvalesen suatu penyakit.
selanjutnya bayi memperoleh proteksi ter- Preparat yang diperoleh harus bebas dari
hadap mikroorganisme yang masuk saluran virus hepatitis dan HIV atau AIDS, kadar
cema. Adanya antibodi terhadap enteropa- antibodi sekitar 25 kali (biasanya mengan-
togen (E. koli, S. tifi murium, Sigela, virus dung 16,5 g/dl globulin, terutama IgG),
polio, Coksaki dan Echo) dalam ASI telah stabil untuk beberapa tahun dan dapat men-
571
lmuno/ogi Dasar Edisi ke-10
572
Bab 19. lmunisasi
disebut sesuai dengan jenisnya misalnya penderita terpajan dengan anjing gila.
TIG, HBIG, VZIG dan RIG. Preparat dapat HRIG juga dapat diberikan bersamaan
pula diperoleh dalam jumlah besar dari hasil dengan imunisasi aktif oleh karena
plasmaferesis. (dibahas dalam Bab 18 antibodi dibentuk lambat. Karena tidak
Imunofarmakologi) tersedianya serum asal manusia, kadang
diberikan serum asal kuda.
a. Hepatitis B Immune Globulin
HBIG yang diperoleh dari pool plasma Konsep kunci RIG
manusia yang menunjukkan titer tinggi Diperoleh dalam 2 produk
antibodi HBsAg. HBIG juga dapat di- Seri vaksin diberikan pada waktu yang
berikan pada masa perinatal kepada anak sama di tempat berbeda
yang dilahirkan oleh ibu dengan infeksi Dosis diberikan sebanyak mungkin di
virus hepatitis B, para tenaga medis tempat Iuka
yang tertusuk jarum terinfeksi atau pada
mereka setelah kontak dengan seseorang e. Human Varicella-Zoster Immune
hepatitis B yang HBsAg positif. Globulin
HVIG dipilih oleh karena mengandung
b. ISG Hepatitis A antibodi dengan titer tinggi terhadap
virus varisela-zoster. Produk ini diguna-
Diberikan sebagai proteksi sebelum dan
kan sebagai profilaksis pada anak imu-
sesudah pajanan. Juga diberikan untuk
nodefisien untuk mencegah terjangkit
mencegah hepatitis A pada mereka yang
varisela, tetapi tidak menguntungkan
akan mengunjungi negara dengan preva-
untuk digunakan pada penderita dengan
lensi hepatitis A tinggi.
varisela aktif atau herpes zoster (shingles).
c. ISG Campak VZIG, juga diberikan kepada penderita
leukemia dengan risiko tinggi, 72 jam
ISG dapat diberikan sebelum vaksinasi
setelah terpajan dengan virus varisela.
dengan virus campak yang dilemahkan
kepada anak-anak yang imunodefisien. f. Antisera terhadap virus Sitomegalo
Antisera terhadap virus Sitomegalo di-
d. Human Rabies Immune Globulin
berikan secara rutin kepada mereka yang
HRIG yang diperoleh dari serum manusia mendapat transplan sumsum tulang untuk
yang hiperimun terhadap rabies (biasanya mengurangi reaktivasi virus bila diberikan
dokter hewan atau mahasiswa calon dokter obat imunosupresif dalam usaha mengu-
hewan). HRIG digunakan untuk mengobati rangi kemungkinan penolakan tandur.
573
lmunologi Dasar Edisi ke-10
574
Bab 19. lmunisasi
Tabel 19.9 Serum yang digunakan pada manusia untuk imunisasi pasif
Human lmmunog/obulin yang menggunakan kumpulan gamma globulin
Hepatitis A
Hepatitis B
Campak
Varisela
Human lmmunoglobulin yang menggunakan donor yang diimunisasi
Rabies (HRIG)
Tetanus (HTIG)
Varisela-zoster (HVIG)
Botulism
lmunoglobulin asal hewan yang diimunisasi
Tetanus
Rabies
Botulism
Difteri
Anti bisa ular, laba-laba dan kalajengking
kuda. Ada 4 fase dalam eliminasi anti- akan memberikan respons terhadap IgA
bodi heterolog ialah: pengenceran, kata- asal donor dengan membentuk anti IgA
bolisme, pembentukan kompleks imun yang dapat menimbulkan terjadinya ana-
dan eliminasi (Gambar 19.4 dan 19.5). filaksis.
575
lmunologi Dasar Edisi ke-10
''
'
E
''\ Antitoksin lgG asal kuda
:l
.....
Q)
\ dalam serum manusia
(/)
''
'
--
E
' \
\
\
\
\
Antitoksin lgG asal manusia
_____ ....
0 10 20 30 40 50
Hari
Gambar 19.4 Kadar antitoksin lgG asal manusia dan kuda dalam serum sesudah di-
berikan kepada manusia
-0
0 75
--- .... -...-.:.-: -"'.i#-P.- =r.-:"._,.._-......-__-_
Katabolisme
lgG kuda
.0
~ ......... ........
ro ................
·u;
ro
>
----- ...... ...... --- ........
~ 50
ro
c
Q)
(/)
.....
Q)
a..
25
7 14 21
Hari
576
Bab 19. lmunisasi
respons imun di tempat infeksi alamiah. Respons primer ditandai dengan lag phase
Vaksin yang dilemahkan diproduksi yang diperlukan sel naif untuk menjalani
dengan mengubah kondisi biakan mikro- seleksi klon, ekspansi klon dan diferen-
organisme dan dapat merupakan pembawa siasi menjadi sel memori dan sel plasma.
gen dari mikroorganisme lain yang sulit Kemampuan untuk memberikan respons
untuk dilemahkan. humeral sekunder tergantung dari adanya
BCG merupakan pembawa yang
sel B memori dan sel T memori. Aktivasi
baik untuk antigen yang memerlukan
kedua sel memori menimbulkan respons
imunitas sel CD4 dan salmonela sehingga
dapat memberikan imunitas melalui pem- antibodi sekunder yang dapat dibedakan
berian oral. Imunisasi intranasal telah dari res pons primer (Tabel 19 .10 dan
mendapat popularitas. Risiko vaksin yang Gambar 19.6).
dilemahkan ialah oleh karena dapat men-
j adi virulen kembali dan merupakan hal B. Perbedaan respons irnun di berbagai
yang berbahaya untuk subyek imuno- bagian tubuh
kompromais.
Ada perbedaan kadar antibodi dalam intra
A. Respons primer dan sekunder dan ekstra-vaskuler. slgA diproduksi se-
tempat di lamina propria di bawah membran
Kontak pertama dengan antigen eksogen mukosa saluran napas dan cema yang
menimbulkan respons humeral primer sering merupakan tempat kuman masuk.
yang ditandai dengan sel plasma yang slgA merupakan lg utama dalam sekresi
memproduksi antibodi dan sel B memori. hidung, bronkus, intestinal, saluran kemih,
577
lmunologi Dasar Edisi ke-10
E 100
~
c
-:::l
E 10
-
2Q)
(/) Res pons
E primer
.!!1
.§ 1.0
.0
<{
(/)
~
cQ)
0,1
(/)
§ lag
:::.::: Gambar19.6 Kadardan
O,Q1 t t
isotipe antibodi dalam
serum setelah imunisasi
1°Ag 2°Ag dengan antigen yang
Waktu pasca imunisasi pertama dan kedua
saliva, kolostrum dan empedu. Pemberian tempat virus masuk tubuh . Sintesis anti-
vaksin polio oral (Sabin) memacu produksi bodi sekretori lokal terbatas pada lokasi-
antipolio (slgA) dan ditemukan di dalam lokasi anatomis tertentu yang dirangsang
sekresi nasal dan duodenum, sedang langsung melalui kontak dengan antigen
pemberian vaksin mati parenteral (Salk) (Gambar 19.7).
tidak. Jelas bahwa sigA memberikan ke- IgG dan IgM dapat ditemukan dalam
untungan dan dapat mencegah virus di sekresi setempat. Hal ini berarti bahwa lg
128·
cu
Q) per oral dilemahkan
gi 32·
·c
~
,..--·-... //
0
(/)
cu
/ \/
c
<{
.Q>
-0
0
.0
:: I / \ n.,anasal mati
:.:::: // \ intramuskular
c
cu
L.. <2.
i . .......•............................
\ ma ti
2
F I I I I •
578
Bab 19. lmunisasi
serum dapat pula berperan pada imunitas antibodi terhadap virus dapat ditemukan in
ekstravaskuler. IgG dan IgM telah di- vitro sebagai berikut :
temukan pula dalam eksudat. Antibodi • menetralkan infektivitas virus dan
dalam cairan serebrospinal dibentuk di melindungi pejamu yang rentan
jaringan susunan saraf pusat oleh rang- • mengikat komplemen
sangan infeksi. Mekanisme yang menim- • mencegah adherens dan aglutinasi
bulkan perbedaan-perbedaan kadar lg di eritrosit oleh beberapa jenis virus
(haemaglutination inhibition)
berbagai tempat di tubuh belum dapat
diterangkan. IgG4 merupakan 3,5% dari IgG adalah antibodi yang terpenting
IgG dalam plasma tetapi merupakan 15% di antara antibodi antivirus, tetapi virus
dari IgG kolostrum. yang sudah diikat sel pejamu tidak dapat
dilepaskan lagi oleh antibodi. Efek
VI. VAKSIN VIRUS antivirus IgG in vivo meliputi :
IGIV hanya terdiri atas IgG dan
Respons antivirus adalah kompleks, oleh jaringan perifer yang dilindungi IgA seperti
karena ada beberapa faktor yang berperan mata, paru, saluran cema dan kencing tidak
seperti tempat virus masuk tubuh, tempat seluruhnya dilindungi IGIV Efek samping
virus melekat pada sel, aspek patogenesis dapat terjadi berupa anafilaksis terutama
infeksi virus, induksi interferon, respons pada penderita dengan defisiensi IgA. Bila
antibodi dan CMI. Virus influenza yang terjadiefeksamping,dosisIGIV diturunkan.
menginfeksi epitel pemapasan dan Pemberiannya kepada penderita dengan
berkembang intraselular dapat menyebar DMperludipertimbangkan.BeberapaIGIV
ke sel epitel berdekatan. diperoleh dalam kadar gula yang tinggi
Respons imun yang baik harus men- seperti sukrosa dan maltosa. IGIV dapat
cakup efek antibodi pada permukaan diberikan kepada wanita hamil dan pada
epitel. Efek ini dapat diperoleh dari IgA keguguran seringkali yang sebabnya tidak
lokal atau IgG dan IgM ekstravaskular jelas, namun efeknya masih kontroversial.
setempat. Infeksi virus seperti campak
atau polio, mulai di epitel mukosa saluran
Dosis dan efek samping
napas atau cema dan efek patogeniknya
yang utama terjadi setelah disebarkan Dosis yang diberikan adalah 100-400
melalui darah ke alat-alat tubuh lainnya. mg/kg BB setiap 3-4 minggu pada
Antibodi pada permukaan epitel akan disfungsi imun primer. Pada penyakit
mampu melindungi badan yang mencegah saraf dan autoimun, diberikan 2 gram/
virus masuk tubuh. Antibodi dalam kg BB yang diberikan dalam jangka
sirkulasi dapat menetralisasi virus yang waktu 5 hari/bulan selama 3-6 bulan.
masuk darah pada fase viremia. Respons Pengobatan perawatan adalah 100-400
579
lmunologi Dasar Edisi ke-10
mg/kg setiap 3-4 minggu. IGIV dapat Penggunaan IGIV dalam terapi
menimbulkan berbagai efek samping imunomodulasi dan penyakit autoimun
seperti sakit kepala, dermatitis (kulit terlihat pada Tabel 18.4 dan 18.5 IgG
telapak tangan dan kaki mengelupas), yang melalui fraksi Fab-nya berikatan
infeksi (HIV dan hepatitis virus asal dengan antigen virus pada permukaan sel
produk terkontaminasi), edem paru akibat
pejamu, juga berikatan dengan reseptor
cairan berlebihan dan tekanan onkotik
Fe pada makrofag, PMN atau sel NK.
koloid tinggi IGIV, alergi/anafilaksis,
kerusakan jaringan direk (hepatitis) yang Hal tersebut memudahkan sel-sel tadi
ditimbulkan antibodi yang terkandung memakan dan menghancurkan sel yang
dalam IGIV, gagal ginjal akut, trombosis terinfeksi virus (Tabel 19 .11 ).
vena dan meningitis aseptik.
580
Bab 19. lmunisasi
581
lmunologi Dasar Edisi ke-10
582
Bab 19. lmunisasi
(Amerika, Pasi:fik Barat dan Eropa), lihat pada Tabel 19 .12 dan 19 .13.
tetapi dilaporkan bahwa OPV dapat
menimbulkan efek samping berupa
E. Vaksin Hepatitis B
poliomielitis paralitik. Atas dasar
hal itu telah dikembangkan perbaikan Vaksin Hepatitis B terdiri atas partikel
dalam produksi vaksin yang dimatikan antigen permukaan hepatitis B yang di-
dari galur Sabin (Sabin- IPV/ S-IPV) inaktifkan (HBsAg) dan diabsorpsi dengan
yang lebih baik dibanding dengan IPV tawas, dimumikan dari plasma manusia/
konvensional yang diproduksi dari karier hepatitis. Vaksin ini dewasa ini
virus virulen. Efek samping S-IPV yang sudah diganti dengan vaksin rekombinan.
dilaporkan hanya berupa reaksi lokal. Vaksin rekombinan HBsAg (rHBsAg)
Oleh karena itu, banyak yang meng- diproduksi dengan rekayasa genetik galur
anjurkan untuk memberikan vaksinasi Saccharomyces cerevisiae yang mengan-
IPV-OPV secara berurutan. dung plasmid/gen untuk antigen HBsAg.
Vaksin ini diberikan oral sesuai dengan Produksi vaksin hepatitis B dari jamur
rute masuk alamiah virus. Sifat per- dengan teknik rekombinan, merupakan
lindungannya sistemik dan lokal. cara yang lebih mudah untuk mem-
produksi vaksin dalam jumlah besar dan
Ciri-ciri dan keuntungan serta ke- aman dibanding dengan yang diproduksi
rugian vaksin mati dan vaksin hidup ter- dari serum.
583
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Tabel 19.13 Keuntungan dan kerugian relatif vaksin hidup dan mati terlihat
Vaksin hidup Vaksin mati
Keuntungan Tunggal, dosis kecil Aman
Diberikan dengan rute alamiah Stabil (batch vaksin tunggal
Memacu imunitas lokal diketahui , demikian juga keamanan
dan efikasin a
Kerugian Kontaminasi virus onkogenik (?) Diperlukan dosis multipel dan
Menjadi virulen booster
lnaktivasi oleh perubahan cuaca Diberikan dengan suntikan - rute
Penyakit pada pejamu tidak alamiah
imunokompromais Diperlukan kadar antigen tinggi
Efisiensi variabel
H. Vaksin Retro
F. Vaksin Hepatitis A
Vaksin virus Retro dapat mencegah ke-
Vaksin Hepatitis A terdiri atas virus di-
matian pada bayi akibat diare. Vaksin
matikan yang cuk:up efektif, diberikan
mengandung 4 tipe antigen virus yang ber-
kepada orang dengan risiko misalnya
hubungan dengan penyakit pada manusia.
dalam perjalanan/mengunjungi negara
dengan risiko.
I. Vaksin Rabies
G. Vaksin Varisela Vaksin Rabies diperoleh dalam 2 bentuk
Vaksin Varisela digunakan untuk mencegah yaitu vaksin dimatikan untuk manusia
varisela, merupakan vaksin yang dile- dan vaksin hidup yang dilemahkan
584
Bab 19. lmunisasi
pada hewan. Ada 2 bentuk vaksin untuk (kanker hati), faktor risiko yang ber-
manusia yaitu yang dibiakk:an dalam hubungan dengan HPV bahkan lebih
embrio bebek yang memiliki beberapa tinggi. Risiko relatif adalah sekitar 10
efek ensefalitogenik dan yang dibiakk:an pada perokok dan kanker paru, 50 pada
dalam sel human diploid. Kadang kanker hati dan HBV, namun 300-400 pada
diperlukan bersamaan dengan RIG. kanker serviks dan HPV.
585
lmunologi Dasar Edisi ke-10
586
Bab 19. lmunisasi
587
lmunologi Dasar Edisi ke-10
588
Bab 19. lmunisasi
589
lmunologi Dasar Edisi ke-10
590
Bab 19. lmunisasi
hubungan dengan waktu paruh antibodi in dan tetanus sudah lama digunakan se-
vivo. Vaksinasi terhadap toksin diberikan bagai imunogen, tetapi hams ditoksifikasi
dalam bentuk toksoid. Yaitu toksin yang terlebih dahulu dengan formaldehid yang
sudah dihilangkan toksisitasnya, namun tidak merusak determinan imunogennya
tidak kehilangan determinan antigen. (Gambar 19.9). Contoh vaksin toksoid
Oleh karena itu toksoid dapat dipakai adalah sebagai berikut:
untuk memacu pembentukan antibodi
yang dapat menetralkan efek toksin. a. Antitoksin botulinum
Endotoksin adalah komponen dinding Antitoksin botulisme adalah polivalen,
sel dari beberapa bakteri negatif-Gram dibuat terhadap tiga tipe toksin (tipeA, B
(Bordetela pertusis, Streptokok piogenes dan E) yang diproduksi Klostridium botu-
dan spesies salmonela) yang dapat me- linum. Antitoksin asal hewan juga dapat
modulasi respons imun. Eksotoksin diperoleh, tetapi tidak diutamakan oleh
bakteri seperti yang diproduksi difteri karena risiko penyakit serum.
n Modifikasi
Sisi patogen
W ~ Epitop
591
/munologi Dasar Edisi ke-10
592
Bab 19. lmunisasi
593
lmunologi Dasar Edisi ke-1 0
)-
-<
Antigen ~ Oo0 0
.... ~
.,,...,_.__..,.,.
Proses oleh
APC Respons kuat sel B
Respons lemah sel T
tipe b yang diikat kovalen dengan toksoid Hib conjugate vaccine yang menjadi
tetanus sebagai protein pembawa. sangat efektif telah menurunkan 99%
Bayi yang hanya memberikan penyakit Hib yang berat pada anak-anak
respons buruk terhadap antigen kapsel di bawah usia 5 tahun di Amerika. Vaksin
yang tidak dikonjugasi, sekarang me- tersebut belum banyak digunakan di negara-
ningkatkan imunogenisitasnya dan vaksin negara lain karena harganya yang tinggi.
konjugat jelas memberikan perlindungan
yang lebih baik kepada bayi. Vaksin
VIII. VAKSIN HASIL REKAYASA
konjugat tersebut jelas mengaktifkan sel
Th, mengalihkan IgM ke IgG. Meskipun
A. Vaksin subunit multivalen
j enis vaksin ini dapat menginduksi sel
memori B untuk patogen, namun tidak Salah satu keterbatasan vaksin peptida
sel T spesifik. sintetik dan subunit polisakarida atau
vaksin protein adalah cenderung kurang
Konsep kunci vaksin pneumokok imunogenik. Di samping itu vaksin sub-
konjugat unit lebih cenderung memacu imunitas
Pneumakak menimbulkan banyak humoral dibanding selular. Oleh karena
kematian
itu diusahakan untuk membuat vaksin
Mengandung palisakarida kapsul dari 23
seratipe yang merupakan lebih dari 90%
peptida sintetik yang mengandung epitop
isalat darah imunodominan sel B dan T. Bila diingin-
Oasis tunggal dianjurkan pada semua kan respons CTL, peptida harus diproses
usia 65 tahun atau lebih dan dipresentasikan melalui MHC-I. Ber-
Oasis tunggal dianjurkan untuk galongan bagai teknik telah dikembangkan untuk
risika tringg i dan revaksinasi pada memperoleh vaksin multivalen yang dapat
keadaan tertentu
mempresentasikan kopi peptida yang mu)-
594
Bab 19. lmunisasi
~\&I~~ Anti~~
Epitop
selT sel B
•
()..-.-.:: .~
0----::: ~
~l ~
CY'/ \. 0
Lapisan bilayer
fosfolipid
Misel
ISCOM Liposom
,-
~1~ Endoplasma
a?~\;' --- retikulum
ISCOM Proteasom
595
lmunologi Dasar Edisi ke-10
jalan demikian, organisme yang relatif berian vaksin virus yang dilemahkan.
sederhana seperti bakteri a tau j amur dapat Pendekatan inijugadapatdilakukan untuk
diinduksi untuk memproduksi sejumlah memberikan proteksi humoral terhadap
besar protein manusia seperti hormon/ mikroba. Baik epitop sel B (bagian dari
insulin atau sitokin. Juga dapat disintesis antibodi yang mengikat agens infeksi),
protein asal agens infeksi seperti virus maupun epitop sel T (peptida yang mengikat
hepatitis untuk digunakan dalam vaksin molekul MHC-II untuk merangsang sel
(Gambar 19.12). CD4) dapat digunakan.
Rekayasa genetik memungkinkan Contoh vaksin rekombinan yang
untuk memilih dan mengambil segmen sudah lama digunakan adalah vaksin hepa-
gen bahan herediter DNA dari organisma titis B yang dibuat dengan memasukkan
tertentu dan mengkombinasikannya dengan gen segmen virus hepatitis B ke dalam
gen dari organisme kedua. Organisme gen sel ragi.
yang sederhana seperti bakteri dan jamur Yang menarik yaitu teknik yang
dapat diinduksi untuk memproduksi menyuntikkan DNA yang kemudian di-
sejumlah molekul protein manusia seperti ekspresikan oleh sel otot pejamu dengan
honnon (insulin) dan sitokin. Di samping efisiensi yang lebih besar dibanding
itu juga dapat diproduksi protein asal dengan yang diperoleh dalam biakan
patogen seperti virus hepatitis atau HIV sel. DNA dapat berintegrasi dengan kro-
untuk digunakan dalam vaksin. mosom DNA pejamu atau dipertahankan
Gen dapat diklon, DNA dapat untuk waktu yang lama dalam bentuk
disekuens dan protein rekombinan dapat episom. Antigen virus tidak hanya di-
diproduksi; komponen, struktur dan fungsi ekspresikan dalam sel otot, tetapi juga
sitem imun pada tahapan molekular dapat dalam SD di tempat suntikan. Sel otot
dipelajari. Keuntungan penggunaannya mengekspresikan MHC-I rendah, oleh
bebas dari fragmen-fragmen patogen yang karenanya SD lokal sangat diperlukan
tidak diinginkan atau berbahaya yang untuk respons antigenik vaksin DNA.
dapat menimbulkan efek samping seperti Beberapa sel tubuh akan memproses
halnya dengan vaksin konvensional. DNA dan selanjutnya DNA menginstruksi-
Epitop khusus yang protektif dapat kan sel-sel untuk mensintesis molekul
digunakan dalam vaksin. Bagian virulen antigen, melepas antigen yang dipresen-
tertentu dari rnikroba dapat digunakan tasikan di pennukaan selnya. Jadi sel tubuh
seperti glikoprotein D (glyD) virus sendiri menjadi pabrik yang mensintesis
herpes untuk merangsang CTL yang vaksin, antigen yang diperlukan untuk
menimbulkan proteksi dan tidak di- merangsang sistem imun. Penggunaan DNA
khawatirkan pejamu akan menjadi sakit yang menyandi antigen dapat digunakan
seperti yang mungkin terjadi pada pem- sebagai vaksin yang potensial.
596
Bab 19. lmunisasi
Ga ur DNA dari
' Plasmid (Cind n DNA)
dari bakteri
se1 penghasil sitokin
' ,
Gen sitokin
diselipkan
dalam plasmid
Plasmid hibrida
dimasuk:kan kembali
dalam bakteri
'
Bakteri menghasilkan
sitokin manusia
597
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Naked cDNA yang menyandi hema- menyandi antigen yang ditemukan dalam
glutinin virus influenza. dapat diinok:ulasi- newly emerging pathogen. Prosedur untuk
kan langsung ke dalam tubuh, melalui memproduksi vektor vaksin yang mem-
suntikan ke jaringan otot atau alat yang bawa gen asing dari patogen terlihat pada
menggunakan tekanan tinggi yang dapat Gambar 19.13.
memasukkan DNA langsung ke dalam sel.
Vaksin tersebut akan merangsang baik D. Sitokin, pembawa vaksin
produksi antibodi maupun respons CTL Menambahkan sitokin sebagai pembawa
yang spesifik untuk protein influenza. vaksin diduga akan merupakan cara efisien
Vaksin DNA memiliki beberapa ke- untuk mendapatkan lingk:ungan/milieu
untungan potensial dibanding vaksin sitokin yang benar dalam mengarahkan
tradisional yang menyangkut spesifisitas,
respons imun yang diharapkan. Efek sitokin
induksi Th 1 yang poten dan respons Tc
adalah untuk meningkatkan efisiensi sel
seperti yang terlihat pada vaksin yang
APC. IFN-y dan IL-4 meningkatkan
dilemahkan tetapi tanpa potensi menjadi
ekspresi molek:ul MHC-II. Penggunaan
virulen. Contoh vaksin naked DNA lain-
nya adalah vaksin terhadap malaria, herpes sitokin efektor tersebut sedang dipertim-
dan HIV yang masih dalam percobaan. bangkan sebagai ajuvan pada vaksinasi,
mengingat polarisasi sistem imun jalur
C. Vaksin vektor rekombinan Thl atau Th2 lebih menguntungkan pada
Vaksin vektor rekombinan adalah vaksin berbagai hal misalnya respons Thl di-
yang dibuat dengan menggunakan virus perlukan terhadap tuberk:ulosis sedang
atau bakteri yang dimodifikasi untuk respons Th2 diperlukan pada proteksi ter-
mengantarkan gen (sebagai vektor) yang hadap polio. Oleh karena respons Thl dan
menyandi antigen mikroba ke sel tubuh . Th2 saling mencegah, manipulasi respons
Vaksin vektor rekombinan merupakan tersebut membuka jalan untuk intervensi
strategi terhadap virus X. Vaksin eksperi- yang selektif.
mental ini dapat disamakan dengan vaksin
DNA, tetapi menggunakan virus yang
IX. VAKSIN TUMOR
diatenuasi untuk memasukkan DNA
mikroba ke sel tubuh. Vektor berarti virus Imunisasi yang membunuh sel tumor
yang digunakan sebagai pembawa. Virus atau antigen tumor dapat meningkatkan
yang diatenuasi dan berfungsi sebagai respons terhadap tumor. Identifikasi
vektor, berkembang biak dalam pejamu peptida yang dapat dikenal CTL tumor
dan mengekspresikan produk gen virus spesifik dan klon gen yang menyandi
patogen. Vaksin hidup yang diatenuasi antigen tumor spesifik yang dikenal CTL
digunakan dengan membawa gen yang merupakan kandidat untuk vaksin tumor.
598
Bab 19. lmunisasi
GenTK
Gen TK
I
Gen TK
GenTK
Virus vaksinia
Transfeksi \ f nfeksi
!
Rekombinasi homologus
!
Seleksi BUdr
Vaksin vektor
vaksinia rekombinan
Gambar 19.13 Produksi vaksin vektor vaksinia
Gen yang menyandi antigen yang diinginkan (biru) diinsersikan ke vektor plasmid yang
bersebelahan dengan promotor vaksin (merah) dan flanked di kedua belah sisi oleh gen
(hijau) kinase timidin vaksin (TK). Bila biakan sel diinkubasikan simultan dengan virus
vaksinia dan plasmid rekombinan, gen antigen dan promotor diinsersikan ke dalam genom
vaksin virus oleh rekombinasi homolog di tempat gen TK" nonesensial yang menghasilkan
virus rekombinan TK. Sel yang mengandung virus vaksinia rekombinan dipilih dengan
menambahkan bromodeoksiuridin (BUdr), yang membunuh sel TK+.
599
/munologi Dasar Edisi ke-10
Imunisasi dengan antigen tumor mumi sel normal terbanyak (Tabel 19 .16).
dan ajuvan masih dalam percobaan. Vaksin terhadap papiloma telah dibahas
Pengobatan kanker potensial dengan di atas dalam vaksin virus.
pendekatan imunologik sudah lama
merupakan harapan baru untuk para ahli
X. JADWALIMUNISASI
onkologi-imunologi. Hal itu terutama
disebabkan oleh karena pengobatan Mekanisme proteksi dipengaruhi berbagai
kanker dewasa ini tergantung dari obat faktor. Keadaan nutrisi , penyakit yang
yang membunuh sel yang membagi menyertai dan usia akan mempengaruhi
diri atau mencegah pembelahannya kadar globulin atau CMI. In utero, janin
yang menunjukkan efek samping berat biasanya terhindar dari antigen asing dan
terhadap sel yang sedang berproliferasi. infeksi mikroorganisme, meskipun patogen
Karenanya, pengobatan kanker disertai tertentu (rubela) dapat menginfeksi ibu
dengan morbiditas dan motalitas tinggi. dan merusak janin. Imunitas ibu melin-
Respons imun terhadap tumor dapat dungi janin dengan jalan mengeliminasi
tumor spesifik sehingga tidak merusak
600
Bab 19. lmunisasi
mikroba sebelum memasuki uterus, Pada umumnya bayi baru lahir me-
atau melindungi bayi baru lahir melalui nunjukkan respons imun yang lemah dan
antibodi transplasental atau air susu ibu meningkat efektif dengan usia. Bayi baru
(Tabel 19 .17). lahir sudah siap membentuk IgM dan dapat
Janin dan neonatus belum mem- memberikan respons terhadap toksoid,
punyai kelenjar getah bening yang ber- virus polio yang diberikan parenteral atau
kembang kecuali timus yang ukurannya polio yang dilemahkan dan diberikan oral.
pada waktu lahir sangat besar dibanding Pemberian vaksin pertusis (bakteri dirnati-
dengan badan. Janin dapat membentuk kan) segera setelah lahir, tidak memberi-
IgM pada gestasi 6 bulan. Kadar IgM kan respons protektif, bahkan dapat me-
kemudian perlahan-lahan meningkat nimbulkan toleransi terhadap vaksin
sampai sekitar 0, 1 mg/ml serum waktu sama yang diberikan di kemudian hari.
lahir yang berarti sekitar 10% dari kadar Antibodi ibu di samping memberi
IgM orang dewasa. perlindungan kepada bayi terhadap ber-
IgG didapatkan dalam janin pada bagai infeksi atau toksinnya, dapat pula
sekitar gestasi bulan ke 2 yang berasal mengurangi respons terhadap antigen.
dari ibu. Kadar lgG meningkat dan men- Misalnya, antibodi anti-campak asal ibu
capai puncaknya pada sekitar gestasi yang ada dalam kadar cukup pada bayi
bulan ke 4. Pada waktu lahir kadarnya sampai usia 1 tahun akan menghalangi
menjadi 10-12 mg/ml serum yang sedikit respons bayi tersebut terhadap vaksin.
lebih tinggi dari pada kadar lgG ibu. Maka vaksinasi campak sekarang dianjur-
Jadi janin mendapat persediaan IgG dari kan untuk diberikan kepada bayi usia 15
ibu yang bersifat antitoksik, antivirus bulan (tidak lagi pada usia 12 bulan) .
dan antibakterial. Kadar lg asal ibu ini Pemberian vaksin campak melalui per-
napasan tetap menimbulkan peningkatan
kemudian perlahan-lahan menurun bila
kadar antibodi, meskipun bayi masih
bayi mulai membuat antibodi sendiri, se-
mengandung antibodi asal ibu. Jadi
hingga lgG total pada usia 2-3 bulan hanya
hambatan produksi antibodi hanya terjadi
50% dari kadar waktu lahir (Gambar
bila rute pemberian adalah parenteral.
19.14).
601
lmunologi Dasar Edisi ke-10
1,5
lg A
16
12
E
cr,
E 8
0 3 6 9 3 6 9 12 2 4 6
Bulan Tahun
Gambar 19.1 4 Kadar imunoglobulin dalam serum sebelum dan sesudah lahir
602
JADWAL IMUNISASI 2010
REKOMENDASI IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA (IDAI)
Umur emberian
Jenis vaksin
BCG
Hepatitis B
Polio
I
Campak
HIB
Pneu·mokokus (PCV)
Influenza
Varisela
MMR ~
Tifoid ulangan tiap 3 tahun
Hepatitis A 2x, interval 6 - 12 bulan
Campak
tahun dianjurkan diberikan vaksin Td
Diberikan pada umur 9 bulan , vaksin ulangan diberikan pada umu r 5
°"
Q
0-
- 7 tahun . Program BIAS: disesuaikan dengan jadwal imunisasi
Kementrian Kesehatan :-0
3
c:
:,
c;;·
°'
0
(.;..)
Gambar 19.15. Jadwal imunisasi pada anak: rekomendasi IDAI 2010
~-
lmunologi Dasar Edisi ke-10
604
JADWAL IMUNISASI DEWASAYANG DIREKOMENDASIKAN OLEH PAPDl2011
lmunisasi primer diberikan dalam 3 dosis (bulan 0, 1, 7-13 , Tdap diberikan pada
Tetanus, difteri, pertusis
salah satu dosis dan Td pada dua dosis lainnya. Selanjutnya diberikan 1 dosis
{Td!Tdap)
booster Td setiap 10 tahun
Human Papiloma Virus I
3 dosis (bulan ke 0, 1 atau 2, 6)
HPV* (Kanker Leher Rahim)
Varicella (Cacar air) 2 dosis (0 , 4 - 8 minggu kemudian)
Typhoid (Demam Tifoid) 1 dosis untuk 3 tahun
Measles, Mumps, Rubella I
MMR (Campak, Gondongan, 1 atau 2 dosis
Campak Jerman)-
1 dosis tiap tahun
Influenza 1 dosis tiap tahun
(bagi yang menginginkan imunitas)
Pneumococcal (Pneumonia) 1 dosis
Hepatitis A 2 dosis (bulan ke 0, 6 - 12)
Hepatitis B 3 dosis (bulan ke 0, 1, 6)
Hepatitis A & B 3 dosis (bulan ke 0, 1, 6) I 4 dosis (hari ke 0, 7, 21 dan bulan ke 12)
Meningococcal (Meningitis) 1 dosis untuk 3 tahun
Gambar 19.16. Jadwal imunisasi pada dewasa: rekomendasi PAPDI 2011 °"
Cl
0-
:-0
3<:::
::i
0\ v;·
0 Cl
v-. ~.
lmunologi Dasar Edisi ke- 10
Program vaksinasi pada anak dan dewasa berbeda di berbagai negara yang tergantung dari insidens penyakit dan biaya vaksin .
Vaksin yang dilemahkan tidak diberikan kepada wanita ham ii atau subyek imunokompromais , kecuali campak kepada penderita AIDS .
Vaksi n pneumokok dan meningokok dianjurkan diberikan sebelum splenektomi.
Kombi nasi pemberian vaksin mati dan dilemahkan diberikan sebagai profilaksis pada pasca pajanan dengan rabies dan pada bayi
ba ru lahir yang dilahirkan ibu pengidap hepatitis B.
606
Bab 19. lmunisasi
aturan nasional dan intemasional. Vaksi- diperlukan bagi mereka yang melakukan
nasi terhadap kolera dan yellow f ever ibadah Haji/Urnroh sudah dijelaskan ter-
diperlukan untuk mereka yang akan me- lebih dahulu.
ngunjungi negara dengan endemi atau
epidemi. Penyakit-penyakit seperti polio- 7. Vaksin/kontrasepsi imunologis
mielitis, difteri, tetanus, tifoid, hepatitis A,
Kontrasepsi imunologis merupakan cara
tuberkulosis masih merupakan penyakit
untuk mencegah kehamilan. Vaksin yang
penting di berbagai negara sedang ber-
menginduksi antibodi dan respons imun
kembang (Tabel 19 .19). Sertifikat intema-
humeral terhadap hormon atau antigen
sional untuk yellow f ever berlaku untuk
garnet yang berperan pada reproduksi
10 tahun dan mulai berlaku 10 hari
telah dikembangkan. Vaksin tersebut
sesudah tanggal vaksinasi. Sebaliknya
dapat mengontrol fertilitas pada hewan
sertifikat vaksinasi kolera hanya berlaku
eksperimental. Vaksin ini masih dalam
untuk 6 bulan yang mulai berlaku 6 hari
tahap pengembangan.
sesudah vaksinasi primer. Vaksinasi yang
- ·1•1:1 :t1- . 1•1r. 1r.1• ll"- ;.,, ,,.... . . .,,,... .... ,,.. • 11.:... . 'l . • ••••• l~ l::ta 11r;1
Japanese
Yellow
Negara Difteri Hepatitis A Polio encephalitis Meningokok Rabies Tifoid
fever
virus
Afrika Tengah - v v - v v v v
Afrika Utara - v v - - v v -
Afrika Selatan - v v - - v v -
Afrika Barat - v v - v v v v
Afrika Timur - v - v - v v -
Asia Selatan - v - v - v v -
Asia Tenggara - v - v - v v -
Austral ia dan - v - - - v v -
Pasifik Selatan
Karibia - v - - - v v v
Amerika Tengah - v - - - v v v
dan Meksiko
Eropa timur v v - - - v v -
Eropa barat - v - - - v v -
Subkontinen India - v - v - v v -
Timur tengah - v - - v v v -
Soviet Union dulu v v - - - v v -
Amerika Selatan - v - - - v v v
temperate
Amerika Selatan - v - - - v v v
tropis
Catatan: daftar penyakit di atas direevaluasi secara berkala
607
lmunologi Dasar Edisi ke-10
608
Bab 19. lmunisasi
XI. HAL-HAL YANG PERLU Hal ini terutama berlaku untuk patogen
DIPERHATIKAN PADA yang hidup di permukaan mukosa atau
VAKSINASI yang masuk tubuh melalui mukosa sebagai
pertahanan tubuh. Imunitas mukosa timbul
A. Tempat pemberian vaksin bila patogen terpajan dengan sistem imun
Pemberian parenteral (ID, SK, IM) biasanya mukosa . Oleh karena itu vaksin yang
dilakukan pada lengan daerah deltoid dilemahkan dan diberikan oral atau
Tabel 19.21). intranasal, biasanya lebih efektif dalam
Vaksin hepatitis yang diberikan IM memacu imunitas setempat dan relevan
pada lengan terbukti memberikan respons dibanding dengan pemberian parenteral.
imun yang lebih baik dibanding dengan
pemberian intragluteal. Pemberian vaksin C. Imunitas humoral
polio parenteral (virus dimatikan) akan Imunitas humoral ditentukan oleh adanya
memberikan respons antibodi serum yang antibodi dalam darah dan cairan jaringan
lebih tinggi dibanding dengan vaksin hidup terutama IgG. Antibodi serum efektif ter-
oral, tetapi yang akhir menimbulkan hadap patogen yang masuk darah misal-
produksi lgA sekretori yang dapat mem- nya dalam stadium viremia/ bakteriemi.
berikan proteksi lokal. Beberapa vaksin Dengan demikian antibodi dapat men-
memberikan respons yang lebih baik bila
cegah patogen sampai di alat sasaran
diberikan melalui saluran napas dibanding
dan terjadinya penyakit. IgG juga penting
dengan parenteral (seperti virus campak
pada proteksi terhadap toksin dan bisa.
hidup) tetapi pemberian tersebut belum
dilakukan secara rutin.
D. Sistem efektor
B. Imunitas mukosa Sistem efektor ialah respons imun yang
Imunitas mukosa yaitu proteksi terhadap dapat membatasi penyebaran infeksi atau
infeksi epitel mukosa yang sebagian besar mengeliminasi patogen yang ditentukan
tergantung dari produksi dan sekresi IgA. oleh tempat patogen, intraselular atau
609
lmunologi Dasar Edisi ke-10
610
Bab 19. lmunisasi
e. Oleh karena suntikan vaksin polisaka- disebabkan karena kontaminasi dan reaksi
rida pneumokok berulang menimbul- alergi atau autoimun.
kan efek samping, maka hanya diberi-
kan sebagai suntikan tunggal yang meng- G. Stabilitas
gunakan 23 serotipe vaksin. Sindrom
Pada umumnya vaksin stabil selama satu
Guilain Barre dapat terjadi sebagai
tahun pada suhu 4°C sedangkan pada suhu
efek samping pemberian vaksin virus
influenza babi. Pemakaiannya masih 37°C hanya bertahan 2 sampai 3 hari.
diteruskan oleh karena efek samping
tersebut dianggap tidak berarti
XII. KONTRAINDIKASI
f. Mengingat beberapa virus seperti IMUNISASI
campak, influenza dan mumps ditum-
Kontraindikasi merupakan keadaan yang
buhkan dalam embrio ayam, maka
vaksin virus tersebut hendaknya tidak meningkatkan kemungkinan terjadinya
diberikan kepada mereka yang alergi efek berbahaya yang tidak diinginkan;
terhadap telur ayam (jarang sekali) bila ditemukan, vaksin hendaknya tidak
diberikan. Kontraindikasi yang benar
g. Vaksin influenza lengkap tidak memberi-
permanen untuk semua vaksin adalah
kan efek samping pada orang dewasa,
reaksi alergi berat/anafilaksis terhadap
tetapi pada usia di bawah 13 tahun di-
anjurkan untuk memberikan komponen- vaksin atau komponennya. Kebanyakan
nya terpisah-pisah (split vaccine) vaksin mengandung bufer dan eksipien,
bahan lain yang ditambahkan dalam
h. Beberapa vaksin mengandung bahan
manufaktur vaksin. Di samping itu
pengawet seperti organomercuric thime-
berbagai kontaminasi timbul dari peng-
rosal (mertiolat) atau antibiotik seperti
olahan; lateks asal stopper dapat masuk
neomisin atau streptomisin. Oleh karena
ke dalam tubuh penderita selama vaksin
itu pemberiannya tidak dianjurkan
pada mereka yang alergik terhadap disuntikkan. Baik eksipien, maupun
bahan/obattersebut kontaminan dapat menimbulkan reaksi
alergi . Kontraindikasi umum vaksinasi
1. Vaksin plasmid DNA dapat menimbul- dapat berupa absolut atau merupakan
kan toleransi atau autoimun pertimbangan khusus yang hams diper-
hatikan (Tabel 19.22 dan 19.23).
2. Keamanan vaksinasi
Bahaya vaksin yang dilemahkan dapat Vaksin dan autism
disebabkan karena proses melemahkan
bakteri/virus kurang memadai, terjadi Pada tahun 1998 di London dilaporkan
mutasi ke bentuk virulen dan kontaminasi. 12 anak dengan gangguan regresif dan
Bahaya vaksin yang dimatikan dapat pula enterokolitis kronis, menderita autism,
611
lmunologi Dasar Edisi ke-1 0
yang menurut orang tuanya berhubungan ambang mekanisme efektor imun yang
dengan pemberian vaksin MMR. Pada 8 adekuat dan sesuai, beserta populasi sel
anak awitan regresi saraf hanya bersifat memori yang dapat berkembang cepat pada
sementara Sesudah itu menyusul laporan kontak baru dengan antigen dan mem-
studi lain bahwa yang menimbulkan berikan proteksi terhadap infeksi. Kadang-
autism adalah vaksin indidual dan bukan kadang seperti pada polio diperlukan titer
vaksin campuran MMR. Namun oleh antibodi yang tinggi dalam darah dan
karena laporan itu tidak disertai kontrol, pada infeksi mikobakteria seperti tuber-
hubungan kausal tidak dapat ditentukan. kulosis imunitas selular yang mengaktif-
Kemudian dilaporkan berbagai hipotesis kan makrofag adalah yang paling efektif,
MMR yang menimbulkan autism. Studi- sedang pada infeksi virus influenza anti-
studi selanjutnya sesudah 1988, me-
bodi dan Tc memegang peranan penting.
nunjukkan bahwa jumlah anak dengan
Lokasi respons imun juga sangat
autism yang mendapat MMR adalah sama
penting misalnya pada kolera, yang me-
dengan jumlah anak dalam populasi.
Tidak ditemukan adanya kejadian merlukan antibodi dalam lumen untuk
autism pada berbagai interval sampai mencegah adherens dan kolonisasi di
usia satu tahun. Studi-studi lebih lanjut dinding saluran cema. Sejumlah kondisi
tidak ada yang menunjang bahwa MMR harus dipenuhi untuk memperoleh vaksin
menimbulkan autism. yang berhasil. Antigen harus dengan cepat
dapat dibaca, preparat harus stabil pada
XIII. KEBERHASILAN VAKSINASI penyimpanan, harga murah, mudah pem-
beriannya dan tentunya aman (Tabel 19.24).
Vaksinasi bertujuan untuk memberikan
imunitas yang efektif dengan menciptakan
612
Bab 19. lmunisasi
613
lmunologi Dasar Edisi ke-10
a. Reaksi alergi (lgE) berat, terjadi dalam hitungan menit dan memerlukan pertolongan medis
b. Vaksin mengandung eksipien, media residual dalam jumlah kecil sekali yang dapat menim-
bulkan reaksi yang berbeda dari satu dan lain manufaktur. Penderita dengan reaksi berat
terhadap lateks hendaknya tidak diberikan vaksin yang dikemas dengan tutup lateks
c. Vaksinasi pada penderita dengan gangguan respons imun memerlukan pertimbangan
khusus. Perbandingan risiko/keuntungan adalah kompleks Status imunodefisiensi berbeda
kualitatif dan kuantitatif. Respons imun mungkin suboptimal. Rekomendasi resmi dapat ber-
beda tergantung dari manufaktur
d. Bila dapat makan telor tanpa reaksi, kemungkinan terjadinya reaksi anafilaksis adalah kecil.
Reaksi terhadap telor atau bulu unggas dengan manifestasi alergi yang ringan atau lokal
tidak merupakan kontraindikasi. Tes kulit terhadap vaksin dapat dilakukan sesuai protokol.
e. Prociuk darah seperti IGIV, IGIM dan globulin hiperimun mengandung berbagai jenis an-
tibodi terhadap vaksin virus. Interval yang dianjurkan sebelum vaksinasi tergantung dari
produk.
Tabel 19.24 Faktor yang harus dipenuhi suatu vaksin yang baik
Faktor Persyaratan
Efektivitas Harus memacu ambang protektif sistem imun:
• ditempat yang sesuai
• relevan (Ab, Tc, Th1 , Th2)
• durasi adekuat
Ketersediaan Mudah dipersiapkan dalam jumlah besar atau mudah diperoleh
614
Bab 19. lmunisasi
Tabel 19.25 Kegunaan imunisasi dalam menilai produksi antibodi pada penderita
dengan infeksi rekuren
Spesifisitas Pre-imunisasi Pasca imunisasi Batas referensi
antibodi 45 minggu
Polisakarida
pneumokok
lgG total 4 8 80-100 IU/ml
lgG1 <1 2 30- 80 IU/ml
lgG2 <1 <1 45-100 IU/ml
Tetanus toksoid < 0.01 7,6* >0,85 IU/ml
Tabel 19.26 Ciri-ciri untuk memastikan bahan biologis yang ideal sebagai bahan
bioterorisme
Kemampuan menimbulkan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi
Transmisi potensial dari satu ke lain orang
Dosis infeksi yang rendah
Vaksin efektif tidak ada atau dalam persediaan sedikit
Tidak ada imunitas alamiah
Dapat diproduksi dalam jumlah besar
Stabil dalam lingkungan
Dapat menginduksi kepanikan oleh ketakutan infeksi
615
lmunologi Dasar Edisi ke-10
616
Bab 19. lmunisasi
Butir-butir penting
617
lmunologi Dasar Edisi ke-10
618
TRANSPLANTASI BAB
20
Daftar Isi
I. DASAR - DASAR TRANSPLANTASI III. PENCEGAHAN PENOLAKAN TANDUR
A. lstilah khusus A. Antigen Rhesus
B. Dasar genetik B. ABO Typing
I. Histokompatibel dan histoinkompatibel C. Cross-matching dan Tissue Typing
2. Antigen histokompatibilitas mayor I . Cross-matching
3. Antigen histokompatibilitas minor 2. Tissue Typing
4. Antigen histokompatibilitas non-MHC D. Seleksi penderita
C. Jaringan khusus IV. ORGAN/SEL YANG DAPAT
I. Jaringan yang sedikit mengekspresikan MHC DITRANSPLANTASIKAN
2. Sequestered antigen A. Ginjal
H. PENOLAKAN DAN REAKSIALLOGRAFT B. Jantung dan paru
A. Spesifisitas dan memori C. Hati
B. Mekanisme D. Komea
I. Peran selular E. Kulit
2. Peran antibodi F. Pankreas
C. Jenis penolakan G. Sumsum tulang
I. Penolakan hiperakut H. Sel punca
2. Penolakan akut I. Sel punca asal janin
a. Penolakan akut dini 2. Sel punca asal donor dewasa
b. Penolakan akut lambat V. XENOTRANSPLANTASI (NON-HUMAN)
3. Penolakan tersembunyi dan lambat VI. MEMPERPANJANG MASA HIDUP
4. Penolakan kronis ALLOGRAFT
D. Penyakit Graft versus Host dan Host versus Graft Butir-butir penting
619
lmunologi Dasar Edisi ke-10
620
Bab 20. Transplantasi
621
lmuno Iogi Dasar Ed.1s1· ke- JO
A utograft
Jsograft
20 1 lstilah
Gambar · . t alat
transplantas1 menuru
jaringan
Alfograft
Xenograft
622
Bab 20. Transplantasi
58/f
"" 1, ' Self
protein protein
Proteasom
~ ' Fragmen
Endoplasma ..._ _ 11"'" -.. peptida
retikulum ~ I ~
TAP·1 'Y TAP·2
Sitoplasma
Eksositosis
623
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Heterozigositas dan
Banyaknyalokus
meningkatkan ekspresi
co-dominance men ingkat-
kan jumlah ekspresi
antigen histokompatibel
antigen histokompabbel
pada permukaan sel
pada permukaan sel
'"---------~·/
I Kombinasi
co-dominance
heterozigositas
dan banyaknya
lokus sangat
meningkatkan
ekspresi antigen
histokompatibel
pada permukaan sel
624
Bab 20. Transplantasi
625
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Jaringan
donor
APCm
don~W
APC
pejamu
-------
~
Presentasi antigen
histokompatibilitas
donor ke sel T
©
pejamu
mula-mula terjadi invasi tandur oleh sel mencit menunjukkan bahwa bila tidak
limfosit dan monosit melalui pembuluh ada sel CD4+, allograft dapat diterima
darah. Reaksi inflamasi ini segera me- selamanya. Memang penolakan dapat
nimbulkan kerusakan pembuluh darah diperantarai sel CD4 tanpa adanya sel
yang diikuti nekrosis jaringan tandur CD8, mungkin karena sel CD4 kadang
(Gambar 20.5). potensial sitotoksik untuk sasaran MHC-
Reaksi penolakan ditimbulkan oleh II. Namun pada hewan utuh, sekresi
sel Th resipien yang mengenal antigen sitokin asal CD4 akan dikerahkan dan
MHC alogeneik dan memacu imunitas mengaktifkan CD8, sel B, sel NK dan
humoral (antibodi). Sel CTL/Tc juga makrofag yang semuanya mempunyai
mengenal antigen MHC alogeneik dan potensi dan peran dalam proses
membunuh sel sasaran melalui imunitas penolakan. Makrofag yang dikerahkan ke
selular. Namun sejumlah studi pada tempat tandur atas pengaruh limfokin asal
626
Bab 20. Transplantasi
Hari 7 - 10: Penyembuhan Hari 7-1 0: lnfiltrasi selular Hari 5-6: Trombosis dan nekrosis
Jaringan nekrotik
sel Th, akan menirnbulkan kerusakan, antigen pada sel tandur sasaran sehingga
serupa dengan yang terjadi pada reaksi juga rneningkatkan sitotoksisitas CD8.
hipersensitivitas tipe IV dari Gell dan Peran sel T pada penolakan allografi
Coombs/ DTH. Selanjutnya IFN-y yang terlihat pada Gambar 20.6, 20. 7 dan 20.8.
dilepas rnakrofag meningkatkan ekspresi
627
lmunologi Dasar Edisi ke- 10
@
/
IL-2 / I \
~ IL-2
:t:;::t:~·
~ ~~l ~
l
l \
i•rakt"AJ
Makrofag
" ID1
NIDI
F-lcs
pisila5if
~ Ekspresi y NK atau
Wiel \
Tandur
628
Bab 20. Transplantasi
cno) .§ti~ula~i
·~ ant1genik
Th 112
Makrofag
terakt:ivasi
~~ TCRu~ ¢
\ ·~ · ) - S1totoksisitas
C)
~/ ~~T~C:R~y~;--------~ n...
~
Se I teri nfeksi
virus
Gambar 20.7 Dasar selular hipersensitivitas sel Th1 yang mengaktifkan makrofag dan
sel T sitotoksik, sedang sel Th2 mengerahkan eosinofil
629
lmunologi Dasar Edisi ke-10
h. Makrofag
terakti vasi f. Perlekata n
trombosit
g. Komplemen
I
a.Se l T
tersensitasi e. Fagositosis sasaran
yang suda h diopso-
I
nisasi (:tC)
b . NK c.Sel NK dengan d . AD CC
kompleks Ag-Ab
' (Antibodi $Antigen "°' Antigen diproses -.J Dae rah ikatan Fe
a. Pemusnahan direk oleh sel Tc dan kerusakan jaringan indirek melalui penglepasan sitokin seperti IFN-y dan TNF
oleh sel Th1
b. Pemusnahan direk oleh sel NK, ditingkatkan oleh interferon
c. Pemusnahan spesifik oleh sel NK yang dilengkapi kompleks imun yang mengenal sel sasaran melalui antibodi
bebas dalam kompleks
d. Serangan oleh ADCC
e. Fagositosis sel sasaran yang dilapisi antibodi
f. Perlekatan trombosit dengan antibodi yang diikat permukaan endotel vaskular tandur yang membentuk
mikrotrombi
g. Sitotoksisitas melalui komplemen
h. Aktivasi makrofag nonspesifik oleh bahan seperti IFN-y dan mungkin C3b yang dapat sitotoksik untuk sel tandur
mungkin melalui efek ekstraselular TNF dan radikal 0 2 - yang dilepas di permukaan sel.
630
Bab 20. Transplantasi
631
lmunologi Dasar Edisi ke-10
~ c::::=;.-=-------------:k
1.Antibodipejamu
yang sudah ada -
dibawa ke tandur
ginjal
\
Tandur
- ~kapilor
-...---..,- .,,.~ ;
··
o·ind.1ng
en dot el
... gmjal
3. Hasil pemisahan komplemen menarik
nculTofil yang melepas enz.tm litik
dan aliran darah serta sel darah dan protein ruptur kapiler peritubular. Nampaknya
dalam urin. terjadi melalui hipersensitivtas selular
Pemeriksaan histologis menunjukkan yang terutama melibatkan CD8+ yang
infiltrasi limfosit dan monosit yang menyerang sel tandur yang ekspresi MHC-
diaktifkan. Reaksi akut terjadi melalui nya ditingkatkan oleh IFN. Antibodi tidak
aktivasi dan proliferasi sel T. Antibodi berperan dalam proses penolakan di sini.
berperan, tetapi juga sel CTL/Tc, Tdth
dan monosit/mak:rofag. Bila resipien se-
b. Penolakan akut lambat
belumnya sudah disensitasi antigen
donor, reaksi dapat terjadi dalam 2-5 hari. Penolakan terjadi mulai hari ke 11 pada
Penolakan akut dapat dihambat melalui penderita yang ditekan dengan prednison
imunosupresi misalnya serum antilimfosit, dan azathioprin. Mekanismenya mungkin
steroid dan lainnya. terjadi melalui hilangnya imunosupresi
oleh respons imun atau ditirnbulkan oleh
a. Penolakan akut dini ikatan lg (diduga spesifik untuk tandur)
Penolakan terjadi dalam 10 hari atau lebih, terhadap arteriol dan kapilar glomerulus
ditandai oleh infiltrasi padat selular dan dan komplemen yang dapat dilihat dengan
632
Bab 20.Transplantasi
633
lmuno/ogi Dasar Edisi ke-10
( j )Penolalcan kronlk
~ Respons sel B dan T
tertiadap antigen MHC
minor donor
Penolakan akut (bulan • lahun)
Respons sel T diarahkan
ke MHC donor atau
antigen jaringan (1 0 • 30 hari)
Garn bar 20.10 Mekanisme penolakan allograft (hiperakut, akut, kronis, reaksi GvH)
Penolakan jaringan oleh respons imun ditandai dengan respons yang cepat terhadap jaringan donor
dan keterlibatan mekanisme efektor.
A. Seperti pada penolakan hiperakut, antibodi preformed yang reaktif dengan endotel vaskular
mengaktifkan komplemen dan memacu trombosis intravaskular dan nekrosis dinding pembuluh
darah dengan cepat.
B. Pada penolakan akut, sel limfosit COB• berreaksi dengan aloantigen pada sel endotel dan sel
parenkim yang menimbulkan kerusakan . Antibodi aloreaktif yang terbentuk setelah transplantasi juga
berperan pada kerusakan vaskular.
C. Pada penolakan kronis dengan tandur arteri , kerusakan pada pembuluh darah memacu proliferasi
otot polos intima dan penyumbatan lumen. Lesi ini dapat ditimbulkan oleh reaksi DTH kronis terhadap
aloantigen dalam dinding pembuluh darah.
634
Bab 20.Transplantasi
635
lmunologi Dasar Edisi ke- 10
kan pada SDM, sel epitel dan sel endotel. akan menimbulkan koagulasi vaskular dan
Antibodi yang diproduksi resipien ter- kegagalan tandur yang segera.
hadap salah satu antigen tersebut dapat
ditemukan di jaringan tandur, sehingga C. Cross-matching dan Tissue Typing
akan dapat menimbulkan lisis sel
donor inkompatibel dengan bantuan 1. Cross-matching
komplemen. Pemeriksaan kompatibiltas Cross matching serum penderita harus
golongan darah ABO merupakan hal dilakukan untuk meyakinkan tidak
yang pertama harus dilakukan. Subyek mengandung antibodi yang preformed
dengan golongan A mempunyai antibodi terhadap antigen/HLA donor yang dapat
terhadap B, golongan B mempunyai anti- memacu penolakan hiperakut. Serum
bodi terhadap A, golongan 0 mempunyai asal resipien potensial dicampur dengan
antibodi terhadapA dan B sedang golongan limfosit donor dan dievaluasi untuk lisis
AB tidak mempunyai antibodi terhadap A dengan bantuan komplemen atau teknik
atau B. Transfusi golongan darah yang pewamaan imunofluoresen atau flow
tidak sama/cocok akan ditolak. cy tometry. Adanya sel mati atau positif
Hukum untuk transfusi dan trans- fluoresen berarti ada antibodi antidonor
plantasi darah dalam sistem ABO adalah yang dapat menimbulkan penolakan
sama (Tabel 20.6 dan 20.7). Oleh karena hiperakut. Hal ' ini berarti kontraindikasi
antigen ABO juga diekspresikan pada untuk menggunakan kombinasi donor-
endotel vaskular, maka bila organ padat resipien tersebut.
ditransplantasikan ke resipien yang ABO Antibodi monoklonal sudah dapat
inkompatibel, resipien akan membentuk digunakan untuk menemukan antigen yang
antibodi (isohemaglutinin) yang akan secara serologis sudah dapat ditentukan .
bereaksi dengan endotel donor. Hal ini Limfosit dari donor dan resipien yang
636
Bab 20. Transplantasi
637
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Tabel 20.8 Seleksi donor dan resipien yang diperlukan untuk memperoleh hasil
transplantasi yang baik
Asal orang hidup Donor memiliki dua ginjal yang berfungsi baik
Tidak menularkan penyakit
Tidak ada kelainan pembuluh darah
penyakit sistemik yang dapat mengganggu memiliki satu haplotip DR pun yang
fungsi ginjal. Walau sudah meninggal sama. Sel Th resipien akan memberikan
tetap harus dilakukan typing ABO dan res pons terhadap antigen donor sedang sel
HLA dengan mengambil spesirnen dari Th donor akan memberikan respons yang
KGB atau limpa sebagai sumber limfosit. sama terhadap antigen resipien dengan
Pada umumnya tandur tidak akan akibat matinya tandur. Kemungkinan
hidup bila donor dan resipien tidak antigen HLA dari 2 individu akan sama
63 8
Bab 20. Transplantasi
CD3 I CD19
I
HLAI I
I
I
I
I
I HLA II
I
I
I
I
I
I
•
Gambar 20.11 Ekspresi molekul HLA pada sel T dan B
Sel T seperti halnya dengan semua sel bernukleus dalam tubuh, mengekspresikan HLA-1 , tetapi tidak
konstitutif HLA-11 , yang sebaliknya dengan sel B yang mengekspresikan baik HLA-1 maupun MHC-
11. Oleh karena itu dalam sitotoksisitas atau cross match test, antibodi terhadap kelas I dan II dapat
dibedakan.
adalah sangat kecil (1 dalam 10 juta) dapat disimpan atau diubah in vitro
(Gambar 20.11). sebelurn tindakan.
A.Ginjal
IV. ORGAN/SEL YANG DAPAT Transplantasi ginjal dilakukan pada gagal
DITRANSPLANTASIKAN ginjal tingkat akhir dengan menggunakan
ginjal asal anggota keluarga atau
Untuk sejumlah penyakit, transplantasi mayat sebagai donor. Matching lokus
merupakan satu-satunya cara pengobatan. HLA-B dan HLA-DR sangat penting,
Organ-organ utama dan tandur sel yang sedang matching lokus HLA-A tidak
dapat ditransplantasikan dewasa ini terlihat memberikan keuntungan yang lebih bila
pada Gambar 20.12. Di samping itu resipien mendapat pengobatan dengan
kombinasi organ tertentu seperti jantung 1munosupresan seperti siklosporin.
dan paru atau ginjal dan pankreas dapat Adanya sensitasi terhadap antigen
ditransplantasikan secara simultan. donor yang sudah terjadi sebelum
Jaringan yang tersedia untuk trans- transplantasi juga penting diketahui oleh
plantasi dapat berasal dari berbagai karena dapat merugikan. Hal tersebut
sumber. Biasanya, diperoleh dari donor misalnya terjadi akibat transplantasi
hidup voluntir atau dari kadaver. Izin biasa- terdahulu yang menimbulkan antibodi
nya hams diperoleh melalui izin tertulis anti-HLA. Antibodi anti-HLAjuga dapat
donor sebelum meninggal atau melalui digunakan sebagai indikator dari adanya
persertujuan keluarga. Tergantung dari reaksi penolakan. Mereka yang sebelum
sifat jaringan, sel yang diberikan kadang transplantasi tidak mengandung anti-
639
/munologi Dasar Edisi ke-10
Komea
Dari 1enazah
Tidak diperlukan imunosuprcsi
47.000 kasus pada lahun 2005
Paru-paru Kullt
Dari donor yang mengalami Kebanyakan autologus (kasus Iuka bakar)
mall batang ota Tandur sementara dari jaringan dapat hidup
Prosedur baru saja di embangkan Tandur alogeneik jarang, perlu imunosupresi
Tahun 2005 . 1408 kasus
Sering 1ranspantas1 paruljantung
(33 kasus , 2005)
Oarah
Ditransfustkan dari donor hidup
Di perlukan kecoookan ABO dan Rh
Jantung Komplikasi sangat jarang
Dari donor yang mengalami Diperkirakan pemakaiannya
mati batang otak 14 juta unit per tahun
Pericocokan HLA ber9una
namun sering tidak mungkin
Risiko kerusakan A. korooer.
dlduga oleh antibodi pejamu Pankreas
2127 kasus pada tahun 2005 Danjenazah
Jumlah sel pulau cukup
540 kasus pada lahun 2005
Hatl Transplantas1 pankreasJginjal
Dari 1enazah meningkat pada kasus
lmplantasi bedah bmpleks diabetes lanjut
Resisten terhadap penolakan (903 pada tahun 2005)
hiperakul
Risiko GvHO
6444 kasus pada tahun 2005 Glnjal
Dari donor hidup atau jenazah
Pcncocokan ABO dan HLA bermanfaat
Sumsum tulang Biasanya dipetlukan imunosuprest
Asp1rasi jarum dari donor hid up Risiko GvHO rcndah
lmplantas1 dengan cara in1eksi IV 16.4 77 kasus pada tahun 2005
Perlu pencocokan ABO dan HLA
Penolakan jarang, tolapi risiko GvHO
640
Bab 20. Transplantasi
641
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Ha
Pcncemaan derigan
kolagtmase m0mbe-
baskan pulau dari
jarmgan sekitar ...
Senlrifu9asi men,gisolasi
pulau-pulau yang terutama
1engand ung sel al a dan beta Pulau-pulau me11elap
d1 sinusoid
Gambar 20.13 Prosedur yang digunakan untuk memanen (harvest) dan implan sel
pulau Langerhans
Pankreas dicerna oleh kolagenase untuk membebaskan pulau dari jaringan sekitar. Pulau selanjutnya
dimurnikan dengan sentrifuse gradien dan diinfuskan melalui kateter ke dalam vena portal hati, homing
dalam sinusoid hati.
642
Bab 20. Transplantasi
643
lmunologi Dasar Edisi ke-10
644
Bab 20. Transplantasi
645
Butir-butir penting
646
Bab 20. Transplantasi
647
PEMERIKSAAN BAB
PENUNJANG 21
IMUNOLOGI
Daftar Isi
I. SENSITIVITAS DAN SPESIFISITAS 9. lmmunodouble D!ffosion (ID Ouchterlony)
II. PEMERIKSAAN SISTEM IMUN I 0. Single Radial lmmunodouble Diffusion
HUM ORAL (Manci ni )
A. Pemeriksaan imunoglobulin dan protein 11. Rocket Electrophoresis
spesifik lain 12. lmmunoelectrophoresis
I. Serum 13. Countercurrent lmmuno Electrophoresis
2. Hemaglutinasi 14. Pemeriksaan kuantitas sel B
3. Reaksi presipitasi lll. PEMERIKSAAN LIMFOSIT
4. Pemeriksaan IgG, IgM, IgA dan protein A. Pemeriksaan kuantitas dan fenotipe
dengan elektroforesis l. Isolasi sel
5. Pemeriksaan antibodi terhadap antigen 2. Roset E
mikroba 3. Roset EA
B. Kemampuan memproduksi imunoglobulin B. Pemeriksaan fungsi
C. Pemeriksaan protein spesifik lain I. Transformasi limfosit T
1. Paraprotein 2. Leucocyte Migration Inhibition Test
2. Elektroforesis protein serum 3. Pemeriksaan sitotoksisitas
D. Urin 4. Uji proliferasi
E.CSP 5. Mixed Lymphocyte Culture (Reaction)
F. Pemeriksaan protein fase akut dan komplemen 6. Plaque Forming Cell
l Pemeriksaan protein fase akut IV. PEMERIKSAAN FUNGSI NEUTROFIL
2. Pemeriksaan komplemen dan kompleks imun DANMONOSIT
3. Pemeriksaan produk komplemen A. Rebuck skin window
4. Pemeriksaan kompleks imun B. Kemotaksis
G. Berbagai teknik pemeriksaan sistem imun C. Fagositosis
humoral khusus D. Pemeriksaan lain
E. Pemeriksaan fungsi neutrofil dan monosit
1. Radioimmunoassay
dalam berbagai tahap
2 . Radioallergosorbent Test
V. PEMERIKSAAN BIOPSI JARINGAN
3. Competition RIA A . Biopsi kulit
4. Radio Jmmunosorbent Test B. Biopsi ginjal
5. Sandwich RIA
VI. TISSUE TYPING
6. Jmmun oradiometric Assay
7. Enzyme Linked Immunosorbent Assay VIL IMMUNOBLOTTING
8. Fluorescence Immuno Assay Butir-butir penting
649
lmuno/ogi Dasar Edisi ke- 10
650
Bab 2 I. Pemeriksaan Penunjang lmunologi
erbagai pemeriksaan komponen ada yang salah, dan saya pikir tidak
651
lmunologi Dasar Edisi ke-10
riset dan klinis berdasarkan penggunaan yang berwama. Esai ini disebut ELISA.
antibodi. Di samping itu banyak teknik Oleh karena antibodi (monoklonal)
modem biologi molekular telah memberi- sudah dapat diproduksi terhadap setiap
kan banyak informasi berharga mengenai jenis makromolekul dan kimiawi kecil,
sistem imun. Semua metoda kuantitatif pemeriksaan yang berdasarkan teknik
imunokimiawi modern berdasarkan atas antibodi dapat digunakan terhadap setiap
antigen murni atau antibodi yang jumlah- molekul dalam larutan atau dalam sel.
nya dapat diukur dengan molekul indikator. Antibodi monoklonal adalah antibodi
Bila molekul indikator dilabel dengan homogen yang dihasilkan dari klon
radioisotop, esai disebut RIA. Bila molekul tunggal. Antibodi tersebut dapat disintesis
indikator diikat secara kovalen dengan di laboratorium dari hibridoma, yaitu sel
enzim, dengan spektrofotometer dapat yang dihasilkan dengan menyatukan dua
ditentukan secara kuantitatif kecepatan sel yang berlainan (Gambar 21.1). Dengan
konversi substrat jernih menjadi produk teknik imunofluoresensi yang mengguna-
---------- 0 Jalur
mieloma
\ H H H H H J
Seleksi hibrida menggunakan
I
Survivor
medium yang hanya memungkinka
hibrida bertahan
0 --~___,,'~~-~
Kultur
in vitro
,~ ~
Dibiakkan sebagai Gambar 21.1 Prinsip
tumor asitik produksi antibodi
~--~~~~~~~-~~~~-~~~~~~~--' monoklonal
652
Bab 2 I . Pemeriksaan Penunjang lmunologi
kan antibodi monoklonal, jumlah sel B, eksogen perlu diketahui pada infeksi ber-
sel T dan subset sel T, dapat dibedakan satu ulang seperti aktinomikosis, endokarditis
dari yang lainnya dan dihitung di bawah bakterial, mononukleosis infeksiosa, pe-
mikroskop fluoresen atau cell sorter. nyakit hati dan pemantauan imunoterapi.
Cell line yang memproduksi anti- Selanjutnya diperlukan juga untuk menge-
bodi yang diinginkan, monospesifik dan tahui gamopati monoklonal IgG, IgA atau
monoklonal telah dapat dikembangkan. IgM, membedakan perubahan sementara
Antibodi monoklonal (mAb) terhadap jenis yang terjadi karena Iuka bakar atau defi-
antigen yang diinginkan sudah dapat dibuat siensi imun primer, mengukur kadar IgA
dalam jumlah besar. mAb telah merupakan pada penderita dengan infeksi permukaan
reagens dalam riset dasar dan merniliki mukosa atau lgE pada penderita alergi.
nilai diagnostik dan aplikasi klinis. Kadar antibodi dalam cairan serebro-
spinal pada penderita dengan infeksi atau
A. Pemeriksaan imunoglobulin dan penyakit demielinisasi dan kadar heavy
protein spesifik lain atau light chain imunoglobulin dalam urin
1. Seru m pada penderita dengan mieloma multipel
perlu diketahui.
Pengukuran imunoglobulin adalah mutlak
Setiap laboratorium menentukan
untuk penderita dengan infeksi berulang
batasan referens sendiri untuk setiap
berat dan penyakit limfoproliferatif, untuk
protein, dan hal itu akan bervariasi ter-
membedakan defisiensi imun sementara
gantung dari cara, antisera yang digunakan
dari yang menetap dan dalam pemantauan
dan golongan etnik (Tabel 21.1). Batasan
pengobatan. Antibodi terhadap antigen
referens untuk kebanyakan protein
653
lmunologi Dasar Edisi ke-10
bervariasi dengan usia terutama anak; tinasi terjadi segera (Gambar 21.2).
tetapi 95% populasi normal akan Uj i Coombs indirek merupakan cara
menunjukkan nilai dalam batasan normal. untuk menemukan antibodi yang tidak
Penilaian IgG, IgM, IgA dan protein serum begitu efektif mengaglutinasikan sel darah
adalah esensial bila ada dugaan defisiensi merah. Mungkin pada permukaan sel ter-
imun dan penyakit limfoproliferatif. sebut tidak tersedia cukup antigen yang
dapat mengikat antibodi. Cara ini dapat
2. Hemaglutinasi pula dipergunakan untuk mencari antigen
HA merupakan cara untuk menemukan yang bukan berasal dari sel darah merah.
antibodi atas dasar aglutinasi sel darah Pada hemaglutinasi direk, antigen me-
merah. Sebagai antigen dapat digunakan rupakan komponen intrinsik sel darah
sel darah merah atau antigen yang merah. IgM dalam cairan biologis akan
mensensitasi sel darah merah. Uji Coombs diikat oleh antigen spesifik pada sel darah
direk merupakan cara untuk menemukan merah meskipun ada muatan negatif pada
antibodi yang dapat mengaglutinasikan sel sel darah merah oleh karena jarak potensial
darah merah dengan efektif. Bila antibodi maksimal antara dua tempat ikatan antigen
dicampur dengan sel darah merah, aglu- tidak dicegah.
Antibodi lgM
dalam serum
............
... ··..
.
...
Awan bermuatan negatif mengelilingi
sel darah merah yang belum diproses
dikenal sebagai "Potensial Zeta" Aglutinasi
654
Bab 2 I. Pemeriksaan Penunjang lmunologi
Aspergilus fumigatus
(aspergilosis)
Kandida albikans
(kandidiasis) ,'/
Mikropolispora faeni
(farmer's lung)
Albumin avian
(bird fancier 's lung)
Penderita mengandung antibodi presipitin terhadap albumin avian ; hal itu menunjukkan kemungkinan
adanya bird fanciers ' lung.
655
lmunologi Dasar Edisi ke-10
membentuk antibodi spesifik terhadap toksoid tetanus dan respons antibodi di-
- - --a+in+1tigen tertentu, merupakan cara paling ukur__dengan t_abung tes presipitasi.
sensitif untuk menemukan kelainan pada
C. Pemeriksaan protein spesifik lain
produksi antibodi. Antibodi tersebut biasa-
nya ditemukan dengan ELISA. Antibodi 1. Paraprotein
terhadap streptokok pneumoni ditemukan Sel B nonnal mensekresi molekul lg, baik
pada kebanyakan subyek dewasa normal, utuh atau berupa fragmen dan populasi
tetapi tidak pada subyek dengan defisiensi monoklonal sel B. Oleh karena itu sel
antibodi primer. Antibodi terhadap anti- B mempunyai kemampuan untuk mem-
gen virus umum juga dapat digunakan produksi Jg identik dalam jumlah besar.
bila ada riwayat pajanan dengan virus. Molekul identik tersebut menunjukkan
Juga bila subyek pemah diimunisasi, migrasi khas yang disebut paraprotein
perlu untuk diperiksakan antibodi terhadap pada elektroforesis baik dari darah atau
urin . Adanya paraprotein menunjukkan
toksoid tetanus, toksoid difteri dan virus
keganasan sel B seperti mieloma dan
polio. Bila kadar antibodi rendah, subyek
makroglobulinemia Waldenstrom.
diuji imun dengan antigen yang dimatikan
dan benar dan direevaluasi responsnya 2. Elektroforesis protein seru m
pada 4-6 minggu kemudian.
Elektroforesis protein serum dilakukan pada
semua sampel untuk pemeriksaan analisis
B. Kemampuan memproduksi
lg, agar paraprotein dapat diidentifikasi.
imunoglobulin
Kemampuan penderita membuat imuno- D. Urin
globulin dapat diperiksa dengan imunisasi Analisa imunoglobulin urin diperlukan
aktif, misalnya antigen bakteri seperti pada mieloma atau bila ditemukan M
656
Bab 2 I . Pemeriksaan Penunjang lmunologi
band serum. Pasien dengan kerusakan penyakit lain yang berhubungan dengan
ginjal mensekresi sejumlah besar rantai kerusakan jaringan dan infiamasi. Peme-
ringan bebas poliklonal dalam urin. riksaannya digunakan dalam pemantauan
Rantai ringan monoklonal bebas (protein aktivitas infiamasi suatu penyakit. Kadar-
Bence-Jones) tidak dapat ditemukan nya adalah khas sebagai berikut:
pada pengukuran rutin (protein total urin • lnfiamasi ringan/ infeksi virus: < 40 mg/1
dengan dipstik) . Satu-satunya tes yang • Infiamasi aktif/ infeksi bakteri:
dapat dipercaya untuk menemukan ada- 40-200 mg/l
nya proteinuria Bence Jones dilakukan • Infiamasi berat: infeksi bakteri invasif,
dengan tes yang terdiri atas 3 tahap: beberapa keganasan: dapat sampai
• Kadar dalam urin 500 mg/l.
• Elektroforesis untuk menunjukkan ada-
2. Pemeriksaan komplemen dan
nya M band
kompleks imun
• Imunofiksasi untuk menentukan band
monoklonal yang terdiri atas rantai Esai untuk komplemen dalam serum di-
ringan monoklonal atau K atau 'A bagi sebagai esai komponen individual
Ekskresi seluruh paraprotein oleh ginjal dan pengukuran imunokimiawi untuk C3
rusak hanya memberikan hasil positif dan C4 yang merupakan esai yang paling
semu, kecuali bila diperiksa rantai ringan berguna. Pengukuran komponen lainnya
monoklonal atau K atau 'A. jarang diperlukan, kecuali bila ada dugaan
defisiensi genetik dan kelainan esai fung-
sional. Inhibitor C 1 hams diukur bila di-
E.CSP duga ada angioedem herediter. Kadar kom-
Kadar IgG dan albumin dalam CSP plemen yang rendah lebih relevan secara
dapat diukur. Oleh karena albumin tidak klinis dibanding kadar tinggi. Oleh karena
disintesis dalam otak, hubungan antara semua komponen komplemen dapat ber-
lgG dan albumin - indeks IgG CSP - fungsi sebagai acute-phase reactant, sin-
memberikan indikasi indirek mengenai tesisnya meningkat pada infiamasi.
jumlah IgG yang disintesis dalam CSP Perubahan dalam kadar komplemen
oleh limfosit dalam otak. menunjukkan adanya proses penyakit.
Kadamya yang meningkat sering ditemu-
F. Pemeriksaan protein fase akut dan kan pada inflamasi akut dan infeksi yang
komplemen berhubungan dengan peningkatan AFP.
Pemeriksaan yang hanya dilakukan satu
1. Pemeriksaan protein fase akut kali hanya memberikan nilai terbatas, dan
CRP atau protein fase akut merupakan dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan
protein yang meningkat pada infeksi dan serial.
657
lmunologi Dasar Edisi ke-10
658
Bob 2 I . Pemeriksoon Penunjong lmunologi
Jalur bersama
fi nal
659
lmunologi Dasar Edisi ke-10
sejumlah penyakit infeksi antara lain endo- untuk digunakan di klinik sehingga banyak
karditis bakterial. Kerusakanjaringan yang peneliti telah mengembangkan teknik
dipicu kompleks imun disebabkan oleh antigen nonspesifik (Tabel 21.4).
in:flamasi yang mengaktifkan komplemen Dewasa ini banyak cara yang dapat
dan mengerahkan neutrofil yang melepas dikerjakan untuk menemukan kompleks
enzim lisosom (Gambar 21.5). imun dalam sirkulasi, tetapi tidak ada
Adanya kompleks imun dapat di- satu carapun yang ideal. Salah satu teknik
periksa dengan 2 cara sebagai berikut: yang sering digunakan adalah cara yang
a. Analisis spesimen jaringan untuk me- menggunakan cell line limfoma (sel Raji)
lihat komponen endapan kompleks (Gambar 21.6).
imun (imunoglobulin, komplemen dan Kerusakan jaringan oleh kompleks
kadang-kadang antigen) dengan teknik imun tidak selalu disertai dengan kompleks
irnun dalam sirkulasi. Penemuan kompleks
imunofluoresen
imun dalam serum berguna untuk menilai
b. Kompleks imun dalam serum atau cairan
dan memantau penyakit serta efek per-
tubuh lain
tukaran plasma. Bila kompleks imun di-
Kompleks imun dalam sirkulasi dapat duga berperanan pada suatu penyakit, maka
ditemukan dengan 2 cara, yaitu peme- sedapatnya dilakukan biopsi jaringan dan
riksaan antigen spesifik dalam kompleks kompleks imun diperiksa dengan teknik
dengan antibodi dan pemeriksaan antigen imunofluoresen. Pemeriksaan kompleks
nonspesifik. Oleh karena aneka ragam imun di dalam jaringan lebih bermakna
antigen dapat ditemukan dalam kompleks dibanding dengan pemeriksaan kompleks
imun, cara antigen spesifik sangat sulit imun dalam sirkulasi.
A. B. C.
tidak ada
kompleks
kompleks
imun bebas
••
.
•',
komplemen • I•
, •
komplemen
diikat
ind ikator
lisis sel
imun
A. Antigen dalam jumlah tertentu dimasukkan ke dalam tabung, kemudian ditambahkan serum
yang akan diperiksa, bila didapat antibodi yang cocok terhadap antigen , akan terbentuk
kompleks imun
B. Komplemen yang ditambahkan ke dalam tabung akan diikat kompleks imun
C. Ditambahkan sel indikator (sel darah merah). Bila masih ada komplemen yang tidak diikat
kompleks, sel darah merah akan dihancurkan .
660
Bab 2 I . Pemeriksaan Penunjang lmunologi
Tabel 21.4 Cara antigen nonspesifik untuk menemukan kompleks imun dalam
sirkulasi
Cara fisik • Ultrasentrifus
• Filtrasi gel
• Kriopresipitasi
• Presipitasi dengan glikol polietilin
• Nefelometri
Cara biologis • Reaksi presipitin
• lnhibisi aglutinasi partikel lateks yang dilapisi imunoglobulin
• Aktivasi anti-komplemen
• Radioassay Clq
• Uji ikatan Clq
• Uji ikatan konglutinin
Teknik selular • Uji agregasi trombosit
• lnhibisi fagositosis agregat dengan label
• lnhibisi pembentukan reset EAC
• Uji sel Raji
66 1
lmunologi Dasar Edisi ke-10
AqlAb Aq7Ab
Tambahkan se rum c AqlAb
c
~ c Aqj"Ab
yang mengandung c
kompleks 1mun AqlAb AqlAb
C' c
Sel Raj i dengan
reseptor komplemen
Tambahkan anti lg
~
dengan zat radioakt1f
Esai imun
I
----,
Kompetitif Nonkompetitif untuk memeriksa
I
I
untuk memeriksa bahan biologis
bahan biologis
I
Antigen atau antibodi
termasuk
I
Antibodi
ldikenal
sebagai
Antigen
l
dikenal
sebagai
662
Bab 2 I. Pemeriksaan Penunjang lmunologi
• Benda padat (plastik atau tabung reaksi) mula-mula disensitasi oleh antigen
• Sebagian antigen akan diabsorpsi sedang antigen yang bebas dicuci hingga bersih
• Antibodi kemudian ditambahkan dan akan diikat oleh antigen
• Antibodi yang berlebihan juga dicuci hingga bersih
• Antibodi yang diikat dapat ditemukan kembali dengan konyugat yang bertanda zat radioaktif
• Konyugat yang berlebihan dicuci hingga bersih
• Radioaktivitas yang diikat kemudian dapat dihitung dengan gamma counter.
1.
C> Antigen
2.
~gE
Sama seperti
pada RIA
3. hanya
konjugat
di sini
adalah
4. anti lgE*
5.
6.
•-'~ilgE•
Gambar 21.9 Radioallergosorbent Test
Cara-cara RAST sama dengan RIA, hanya pada RAST konyugat yang digunakan ialah konjugat
anti-lgE (anti-lgF) dan alergen diikat secara kovalen ke benda padat dari selulosa, sedang pada
RIA, antigen diikat secara non-kovalen. lkatan kovalen mengakibatkan lebih banyak alergen terikat
sehingga mampu menemukan kadar lgE yang rendah dalam serum .
663
lmunologi Dasar Edisi ke-10
benda padat. Antigen yang dicari dan Antibodi yang bebas kemudian disingkir-
antigen yang bertanda zat radioaktif akan kan dengan menambahkan antigen padat.
saling berebut zat radioaktif tempat pada Antibodi bertanda zat radioaktif yang
antibodi. Jumlah antigen bertanda yang di- diikat antigen dalam larutan selanjutnya
ikat antibodi merupakan ukuran untuk kadar diperiksa. Radioaktivitas larutan tersebut
antigen yang dicari (Gambar 21.10). adalah sebanding dengan jumlah antigen
yang dicari.
4. Radio Immunosorbent Test
RIST adalah C.RIA yang digunakan 7. Enzyme Linked Immunosorbent Assay
untuk menemukan IgE (Gambar 21.11 ).
ELISA digunakan untuk menemukan
5. Sandwich RIA antibodi. Dalam hal ini antigen mula-mula
diikat benda padat kemudian ditambah
Sandwich RIA digunakan untuk menemu-
antibodi yang akan dicari. Setelah itu di-
kan antigen atau antibodi. Antibodi yang
tambahkan lagi antigen yang bertanda
dicari berfungsi sebagai jembatan antara
enzim, seperti peroksidase dan fosfatase.
benda padat yang disensitasi dengan anti-
Akhirnya ditambahkan substrat kromo-
gen yang tidak bertanda zat radioaktif dan
genik yang bila bereaksi dengan enzim
antigen yang bertanda zat radioaktif.
dapat menimbulkan perubahan warna.
Perubahan warna yang terjadi sesuai dengan
6. Immunoradiometric Assay jumlah enzim yang diikat dan sesuai pula
IRMA adalah teknik untuk memeriksa dengan kadar antibodi yang dicari. Di-
antigen dengan cara menambahkan anti- banding dengan RIA, pada uji ELISA di-
bodi yang bertanda zat radioaktif. Antigen gunakan reagens yang lebih stabil, tetapi
tersebut akan mengikat sebagian antibodi. kurang sensitif(Gambar 21.12).
Campuran
Ag+ Ag*
Bahan padat
664
Bab 2 I. Pemeriksaan Penunjang lmunologi
<J>
Anti lgE
"' lgE*
Uji lgE
Benda padat mula-mula disensitasi dengan anti-lgE. Kemudian ditambahkan serum dengan
lgE yang akan dicari dan sejumlah lgE tertentu yang bertanda zat radioaktif (lgE'). Makin
banyak lgE dalam serum, makin sedikit lgE· yang diikat.
665
lmunologi Dasar Edisi ke-10
A B
c D
Radioallergosorbent test (RAST) Sandwich ELISA
Tambahkan Ag Tambahkan Ab
(alergen) dan cuci dan cuci ~Anhbodi
Tambahkan seru m uji .JUlil..
Tambahkan Ag uji
dan cuci lgE Ab .1Ul.P. ""-Antigen
dan cuci
Tambahkan ligan Tambahkan determinan
yang dilabel radio-
Ligan spesifik enzyme-tinl<.edAb
aktif, CUCI dan
terhadap lgE Ab pada Ag dan cuci
hitung
Tambahkan substrat
dan baca
A. Antigen diinkubasikan di plastik dan diabsorpsi dalam jumlah yang sedikit. Antigen yang
tidak diikat dicuci. Antibodi yang ditambahkan akan mengikat antigen, sedang antibodi yang
tidak diikat dicuci. Antibodi yang terikat antigen ditemukan dengan ligan yang dilabel
B. ELISA seperti RIA. Ligan mengikat antibodi dan ligan yang bebas dicuci , sedang ligan yang
diikat ditemukan dengan substrat yang atas pengaruh enzim memberikan warna
C. RAST yang mengukur lgE spesifik, adalah RIA dengan ligan yang bertanda zat radioaktif
dengan antibodi anti-lgE
D. Sandwich ELISA dan RIA. Dasarnya adalah sama seperti digambarkan dalam a. dan b.
kecuali antibodi terhadap antigen yang digunakan untuk menutupi plastik dan menangkap
antigen dari campuran . Enzim ke dua atau antibodi yang dilabel dengan radioisotop , yang
bereaksi dengan epitop pada antigen dan berbeda dari antibodi pertama , ditambahkan
untuk mengikat antigen .
666
Bab 2 I. Pemeriksaan Penunjang lmunologi
ditempatkan dalam sumur yang dibuat periksa, bila didapat antibodi yang
di plat agar. Lengkung presipitasi dapat cocok terhadap antigen, akan terbentuk
berupa 1 atau 3 bentuk. Pada antigen yang kompleks imun
identik akan menimbulkan lengkung yang B. Komp Iemen yang ditambahkan ke dalam
bersatu. tabung akan diikat kompleks imun
C. Ditambahkan sel indikator (sel darah
10. Single Radial Immunodouble merah). Bila masih ada komplemen
Diffusion (Mancini) yang tidak diikat kompleks, sel darah
Bila serum penderita mengandung antibodi merah akan dihancurkan
relevan, akan terbentuk garis presipitin
11. Rocket Electrophoresis
antara sumur. Cara ini sering digunakan
untuk mentes antibodi dalam serum ter- Cara elektroforesis adalah sama dengan
hadap ENA. Cara SRID digunakan untuk SRID dan digunakan untuk mengukur
mengukur antibodi maupun antigen secara antigen dengan menempatkannya dalam
kuantitatif. Antibodi yang akan diperiksa elektroforesis melalui agar yang mengan-
ditempatkan dalam sumur agar yang me- dung antibodi. Antigen bergerak dan
ngandung antigen. Gambaran cincin presi- membentuk presipitat seperti gambaran
pitasi yang terjadi sesuai dengan kadar rocket yang puncaknya sesuai dengan
antibodi. Sebaliknya antigen dapat diukur kadar antigen. (Gambar 21.13).
dengan menggunakan agar yang mengan-
dung antibodi 12. Immunoelectrophoresis
A. Antigen dalam jumlah tertentu di- IEP adalah teknik untuk memisahkan
masukkan ke dalam tabung, kemudian antigen dari campuran dalam medan listrik
ditambahkan serum yang akan di- yang diendapkan dengan antibodi.
Al1rus presipitasi
667
lmunologi Dasar Edisi ke-10
13. Countercurrent Immuno Electro- Sel darah merah biri-biri diikat oleh sel
phoresis B melalui reseptor F c dan C3 membentuk
roset. Proporsi leukosit yang membentuk
CIE digunakan menemukan antigen atau
roset memberikan perkiraan jumlah sel
antibodi dengan menempatkannya di
B yang pada keadaan normal merupakan
dalam medan listrik, yaitu elektroforesis
25% dari limfosit darah perifer manusia.
antigen dan antibodi terhadap satu dan
Selanjutnya jumlah sel B dapat dihitung
yang lain. Pada pH yang sesuai, antigen
dengan FCT.
yang relatif asam akan bergerak cepat ke
FCT adalah alat yang dapat meng-
anoda dan antibodi ke katoda dengan mem-
hitung serta membedakan sel satu dari
pertahankan kadar aslinya (Gambar 21.14).
yang lain. Sel dilabel dengan 2-3 bahan
14. Pemeriksaan kuantitas sel B fluoresen yang berbeda sehingga kadar
Sel yang berperan pada respons imun bahan pada permukaan (sesuai dengan
humoral dapat diperiksa atas dasar adanya jumlah sel limfosit dan granulosit) secara
reseptor pada permukaan sel B untuk simultan dapat diukur/dihitung. Sel di-
komponen Fe dari molekul imunoglo- periksa dalam larutan yang bergerak me-
bulin dan untuk komplemen C3. Sel darah lewati sinar dan dihitung berdasarkan
merah biri-biri yang dilapisi dengan sedikit banyaknya sinar yang dihambat atau
antibodi anti-sel darah merah biri-biri dipancarkan kembali. Setelah antibodi
dan komplemen (dalamjumlah non-litik) dilabel, sel-sel bergerak melalui sinar laser.
dicampur dengan leukosit darah perifer. Fotodeteksi mengukur jumlah fluoresen
(
\
Arah pergerakan Arah pergerakan
Antigen
Serum penderita antibodi antigen
positif
Garis presipitasi
kompleks imun spesifik
(
Serum penderita Antigen
neqatif
668
Bab 2 I. Pemeriksaan Penunjang lmunologi
yang dapat dilihat pada histogram yang populasi sel untuk studi yang lebih men-
rnenunjukkan proporsi sel nonfluoresen detail (Tabel 21.5).
dan fluoresen, sehingga limfosit, mono- Pemeriksaan kuantitatif sel B dan T
sit, granulosit dapat dibedakan. FCT dapat adalah esensial pada defisiensi imun dan
juga digunakan untuk menemukan ber- penyakit limfoproliferatiftertentu. Jumlah
bagai molekul intrasel seperti sitokin yang sel CD4+ dalam sirkulasi merupakan faktor
diproduksi sel dan fungsi neutrofil (fago- prognosis penting pada infeksi HIV, se-
sitosis) dengan menganalisa neutrofil yang bagai petanda untuk menilai progres
rnengandung bakteri berlabel (Gambar penyakit dan respons terhadap terapi
21.15). anti-HIV Antibodi monoklonal digunakan
Kuantitas sel B dan sel T serta untuk identifikasi sel B dan T perifer.
subsetnya perlu diketahui pada penderita Antisera mengenal antigen CD yang
defisiensi imun dan penyakit limfoproli- khas, tetapi tidak unik oleh sel dari garis
feratif, terutama leukemia. FCT dapat tertentu dan pada fase diferensiasi ter-
dengan cepat menganalisa sejumlah besar tentu. Sel diidentifikasi dan dihitung
sel dalam suspensi, dapat memberikan dengan FCT, yang mengukur fluoresensi
sidik jari sel. FACS memisahkan sub- yang dikeluarkan sel yang dilabel.
Limfosit
Fluoresen
Laser
Detektor
fluoresen
.•
Intensitas fluoresen ~
Tetesan mikro
/o Detektor pengukur
(forward scatter)
Monosit ,•
satu tetes untuk
tiap sel
Detektor granul~~5
® ,1' ®
( 900 scatter) © Limfosit
Granulosit
Granularitas
669
lmuno/ogi Dasar Edisi ke-10
Tabel 21.5 Nilai normal jumlah limfosit dan subsetnya pada berbagai golongan
usia
Jumlah sel pada berbagai golongan usia (x 109 sel/I (%)
Sel
< 1 tahun 1-6 tahun 7-17 tahun > 18 tahun
Li mfos it total 2.7 - 5,4 2.9 - 5.1 2.0 - 2.7 1.6 - 2.4
CD3 1.7 - 3.6 1.8 - 3.0 1.4 - 2.0 0.7 - 2.4
CD4 1.7 - 2.8 1.0 - 1.8 0,7-1.1 0.5 - 1.6
CDS 0.8 - 1.2 0,8 - 1,5 0.6 - 0.9 0.2 - 0.7
CD 19 0.5 - 1.5 0,7 - 1.3 0.3 - 0.5 0.03 - 0.3
Sel NK 0.3 - 0.7 0,2 - 0,6 0.2 - 0.3 0.2 - 0.4
670
Bab 2 I. Pemeriksaan Penunjang lmunologi
Plasma
Proses
Fico II
Ficoll
Darah didefibrinasi dengan butir-butir gelas, bekuan kemudian disingkirkan. Selanjutnya darah
diencerkan dengan medium biakan jaringan dan dimasukkan dengan hati-hati ke dalam tabung
reaksi di atas larutan Fico/I yang sudah mengisi setengah ta bung. Fico/I mempunyai berat jenis
lebih besar dibanding dengan limfosit, tetapi lebih kecil dibanding dengan sel darah merah .
Sesudah darah dengan Fico/I disentrifus, sel darah merah dan sel leukosit polimorfonuklear
akan turun membentuk endapan di dasartabung, sedang limfosit mengendap pada perbatasan
medium dan Fico/I. Selanjutnya lapisan limfosit dapat dibersihkan dari fagosit dengan jalan
menambahkan butir-butir besi, fagosit akan memakan butir besi dan kemudian diturunkan
dengan besi berani ke lapisan yang lebih bawah . Cara lain untuk memisahkan fagosit ialah
dengan menempatkan campuran limfosit-fagosit dalam sumur plastik. Fagosit kemudian akan
menempel pada dasar sumur, sedang limfosit tetap berada dalam larutan.
diisolasi, karena akan membentuk roset pada umurnnya masih dilakukan untuk
dengan sel darah merah yang sudah tujuan penelitian. Darah hams diterima
disensitasi dengan anti eritrosit (Gambar dalam EDTA beberapa jam setelah
21.17). Pemeriksaan jumlah dan fenotipe diambil untuk dikerjakan pada hari
limfosit dewasa ini dapat dilakukan yang sama. Pemeriksaan sel CD4+ serial
dengan FCT dan menggunakan panel diperlukan dalam memantau perjalanan
antibodi monoklonal terhadap CD untuk penyakit HIV.
menentukan subpopulasi limfosit dalam
darah. Dewasa ini sudah dimungkinkan B. Pemeriksaan fungsi
untuk mengukur sejumlah besar sitokin
1. Transformasi limfosit T
larut atau intraselular, molekul adhesi
permukaan atau reseptor dan messenger Fungsi neutrofil adalah esensial pada
RNA. Esai ini sudah dapat dikerjakan penderita dengan infeksi rekuren atau
dengan mudah dan tidak invasif, tetapi infeksi stafilokok berat atau infeksi jamur.
671
lmunologi Dasar Edisi ke-10
Antieritrosit --J-
Gambar 21.17 Roset populasi limfosit (E =eritrosit biri-biri)
Neutrofil dapat dipisahkan dari darah berubah menjadi sel blas dalam beberapa
dengan cara sedimentasi dan fungsinya hari. Proses ini disebut transformasi lim-
dipecah dalam beberapa seri. Fagositosis fosit (Tabel 21 .6). Tes yang banyak di-
yang terganggu dapat diperiksa dengan gunakan untuk mengukur fungsi limfosit
berbagai cara sebagai berikut: adalah tes transformasi limfosit. Darah
• Respons terhadap bahan kemotaktik yang diambil dicampur dengan heparin
(misalnya kompleks Ag-Ab) dalam dan diinkubasikan selama 3-5 hari dengan
serum segar. Kemampuan fagositosis beberapa mitogen. Pertumbuhan limfosit
dan membunuh mikroorgansime (rnisal- diperiksa dengan menginkorporasikan
nya stafilokok) atau partikel lateks,
Tabel 21.6 Fenotipe limfosit
tetesan minyak di bawah mikroskop. I
Petanda CD Populasi limfsoit
Kuman yang dibunuh dibuktikan dari I
yang sesuai
hasil biakan. CD3 Semua sel T
• Menilai fungsi enzim lisosom dilakukan CD4 SelTh
dengan reduksi zat wama (NBT). Ke- CD8 SelTc
gagalan mereduksi menunjukkan CD19 SelB
gangguan fagositosis . CD16/56 Sel NK
Bila limfosit diaktifkan oleh bahan CD25 Limfosit yang
diaktifkan
tertentu, beberapa limfosit kecil dalam
HLA-DR Sel B dan sel T yang
istirahat akan memberikan respons dengan
diaktifkan
672
Bab 2 I. Pemeriksaan Penunjang lmuno/ogi
673
lmunologi Dasar Edisi ke-10
674
Bab 2 I . Pemeriksaan Penunjang lmunologi
mitogen
3
H-timidin
----- ~-
3 hari
hi tung
675
lmunologi Dasar Edisi ke-10
676
Bab 2 I . Pemeriksaan Penunjang lmunologi
Migrasi
dengan bakteri yang dibunuh. Leukosit dan kadang-kadang antigen. Baik pada
diinkubasikan dengan organisme hidup jaringan yang rusak maupun yang sehat,
seperti S. aureus. Setelah diinkubasikan, dapat terjadi endapan kompleks irnun
sel dicuci dan disentrifus untuk menying- yang mengandung ketiga unsur tersebut.
kirkan organisme ekstraselular. Bakteri Jaringan biopsi untuk pemeriksaan imuno-
yang dimakan, tetapi tidak dibunuh se- fiuoresen tidak boleh difiksasi, tetapi
lanjutnya dibiakkan dengan melisiskan jaringan tersebut harus secepatnya di-
sel dengan air destilata untuk melepaskan kirirn ke laboratorium untuk dibuat sediaan
bakteri ke nutrinen agar. Bila fagositosis beku. Sebelum diwamai, sediaan harus di-
normal, jumlah kuman hidup akan me- cuci dengan larutan garam untuk mengu-
refieksikan kebalikan derajat kemampuan rangi fiuoresensi yang timbul dari jaring-
membunuh intraselular. an itu sendiri (fiuoresensi intrinsik). Teknik
tersebut sering digunakan pada pemeriksaan
jaringan kulit, ginjal dan sumsum tulang.
V. PEMERIKSAAN BIOPSI
JARINGAN A. Biopsi kulit
Jaringan biopsi dapat digunakan untuk Biopsi kulit diindikasikan pada pemerik-
pemeriksaan imunoglobulin, komplemen saan penyakit kulit dengan lepuh (pem-
677
lmunologi Dasar Edisi ke-10
678
Bab 2 I . Pemeriksaan Penunjang lmunologi
679
lmunologi Dasar Edisi ke-10
680
Bab 2 I. Pemeriksaan Penunjang lmunologi
Butir-butir penting
681