Anda di halaman 1dari 15

KIPBIPAXII UPI2022

MENGEJAR MASA DEPAN PENGEMBANGAN PROFESIONAL


PENGAJAR BAHASA INDONESIA PENUTUR ASING (BIPA)

Nurul Shofiah* 1, Elva Riezky Maharany2, Zulmy Faqihuddin Putera 3

Pusat Pengembangan Bahasa, Universitas Islam Negeri


Maulana Malik Ibrahim, Malang, Indonesia*1
Pusat Pengembangan Bahasa Asing dan Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing, Universitas
Islam Malang, Indonesia2
Politeknik Negeri Malang, Indonesia3

nurulshofiah@uin-malang.ac.id1*, elv@unisma.ac.id2 zulmyfaqihuddin@polinema.ac.id2

ABSTRAK

Seiring dengan meningkatnya tingkat teknologi, begitu pula perkembangan guru di abad 21
dengan tuntutan mutu pengajar BIPA sehingga lebih profesional dala pelaksanaan tugas dan
tanggung jawabnya. Berbagai permasalahan terkait pembelajaran dan pengajaran Bahasa
Indonesia bagi penutur asing, menujukkan bahwa betapa pentingnya upaya peningkatan
kualitas tenaga pengajar bipa. tulisan ini bertujuan memaparkan kebutuhan kompetensi
pengajar BIPA yang professional, mengidentifikasi bentuk pengembangan professional
pengajar BIPA yang sudah dilakukan, dan menganalisis tindak lanjut pengembangan
kompetensi pengajar bipa yang diperlukan. Pendekatan tulisan ini menggunakan sistematic
literature review (SLR). Database yang digunakan adalah aplikasi Perish or Publish (PoP).
Artikel yang sesuai dengan tujuan penelitian sebanyak 38 artikel. Hasil tinjauan menujukkan
bahwa pertama, kompetensi pengajar BIPA yang perlu dimiliki yakni kompetensi pedagogis,
profesional, sosial, kepribadian, keindonesiaan, serta lintas budaya. Kedua, model
pengembangan profesional pengajar BIPA. dapat berupa pengiriman pengajar keluar negeri,
kursus, dan pelatihan BIPA. Ketiga, diperlukan arah tindak lanjut Pengembangan Kompetensi
Pengajar BIPA yakni (1) penggunaan pendekatan dinamis (The dynamic approach) untuk
pengembangan professional, (2) mempertimbangkan keberlanjutan, intensif, kolaboratif, job
embaded, berbasis data, berfokus pada kelas, (4) memiliki standar ideal menyelenggarakan
pelatihan bagi calon pengajar BIPA, (4) perlunya keberlanjutan Evaluasi program
pengembangan profesional pengajar yang sudah dilakukan.

Kata Kunci: pengembangan profesional pengajar; pengajar BIPA; mutu pengajar

  
PENDAHULUAN
Program Bahasa Indonesia penutur asing (BIPA) merupakan program
pembelajaran keterampilan berbahasa Indonesia (berbicara, menulis, membaca, dan
mendengarkan) bagi penutur asing yang memiliki tujuan khusus di antaranya yaitu
untuk (1) berkomunikasi, (b) melanjutkan studi, serta (c) melatih kemahiran
berbahasa yang sudah didapatkan sebelumnya (Maharany et al., 2021; Wahyono &
Farahsani, 2017). Pengajaran program BIPA menjadi salah satu langkah penting
dalam meningkatkan eksistensi bahasa Indonesia di dunia internasional (Sutrisno et
al., 2021a). Berkaitan dengan hal tersebut, bahasa Indonesia telah diajarkan kepada
orang asing di berbagai institusi, baik di dalam maupun di luar negeri (Iskandar et al.,
2020). Berkembangnya peminat belajar Bahasa Indonesia, berdampak pada
meningkatnya kuantitas kebutuhan pengajar BIPA. Hal tersebut perlu diimbangi

1
KIPBIPAXII UPI2022

dengan penyamarataan kualitas pengajar sehinga proses pengajaran BIPA berorientasi


professional (Nasrullah, 2019).
Meningkatkan mutu pengajaran dan pembelajaran program BIPA tidak terlepas
dari peran pengajar BIPA. Hal tersebut sejalan Kusmiatun & Pratiwi (2019) yang
menjelaskan bahwa ujung tombak keberhasilan program BIPA sangat dipengaruhi
oleh kompetensi yang dimiliki tenaga pengajarnya. Kompetensi guru dan bagaimana
hal itu dapat dikembangkan merupakan isu inti dalam pembahasan kualitas dan
efektivitas pengajaran (Bourke et al., 2018; Torrance & Forde, 2016). Tingkat
kompetensi profesional yang tinggi diyakini mengarah pada praktik mengajar yang
efektif, yang kemudian menghasilkan peningkatan pembelajaran siswa (Kyriakides et
al., 2020).
Dalam pengajaran BIPA, seorang pengajar dikatakan sebagai pengajar BIPA
apabila telah memiliki pengalaman mengajar BIPA minimal 300 jam (Anggaran
Dasar/Anggaran Rumah Tangga APPBIPA Indonesia, 2015). Pengajaran BIPA tidak
hanya berfokus kepada pengajar yang mahir berbahasa asing, tetapi juga menguasai
ilmu pedagogi yang berfokus pada ilmu pembelajaran bahasa Indonesia (Sutrisno et
al., 2021b). Selain itu, pengajar BIPA juga dapat dikatakan sebagai duta bangsa,
sehingga pengetahuan budaya, nilai-nilai, adat, dan kebiasaan bangsa Indonesia juga
harus dikuasai dengan tepat. Hal penting lain yaitu pengiintegrasian budaya dalam
pengajaran BIPA (Arwansyah et al., 2017; Rohimah, 2018; Sukma dkk., 2021). Hal
tersebut menujukkan bahwa pengajar BIPA memiliki tantangan dan peluang untuk
menjalankan tugas dan tanggungjawabnya sehingga lebih professional. Oleh karena
itu, betapa pentingnya upaya peningkatan kualitas tenaga pengajar BIPA melalui
pengembangan professional pengajar.
Pengembangan professional adalah tentang bagaimana pengajar belajar, belajar
cara belajar, serta mengubah pengetahuan praktik mengajar untuk kepentingan siswa
mereka (Avalos, 2011). Pengembangan profesional Pengajar dianggap mekanisme
penting untuk memperdalam pengetahuan konten pengajar dan mengembangkan
praktik mengajar. Pengembangan profesional guru diperlukan agar sejalan dengan dan
untuk memenuhi kebutuhan profesional guru (Darling-Hammond, 2020; Kyriakides et
al., 2020). Hal tersebut sejalan dengan, Day (2017) yang menyatakan bahwa
pengembangan professional sebagai alat untuk meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan praktik pengajar. Kegiatan ini dapat mengacu pada kegiatan pelatihan di
tempat kerja mulai dari pelatihan formal, gaya kuliah hingga pendampingan dan
pembinaan.
Pengembangan profesi (PD) merupakan salah satu isu penting khususnya bagi
pengajar BIPA. Karena hanya sedikit program pengembangan professional yang
dievaluasi secara ketat, dan bukti efektivitasnya sangat beragam di antara program-
program tersebut (Popova et al., 2022), serta tidak banyak hasil penelitian dan kajian
literatur terkait pengembangan professional pengajar BIPA secara spesifik. Penelitian
lebih banyak pada ranah pemelajar BIPA dan strategi pembelajaran. Penelitian
terdahulu Nugraheni (2015) mengkaji tentang pengembangan program profesionalitas
dosen pengajar BIPA di Asean, akan tetapi hasil lebih berorientasi pada
Pengembangan program BIPA dengan menyarankan (1) pertemuan teknis berkala
antara penyelenggara, guru, dan peminat pengajaran BIPA; (2) penyelenggara
kongres BIPA setiap 3 atau 5 tahun sekali; (3) pembentukan organisasi profesi
spesialis BIPA; dan(4) Penerbitan jurnal ilmiah tentang BIPA. Kerja sama BIPA
secara internasional dewasa. Hasil ini munujukkan pengembangan profesionalitas
mengarah pada program BIPA bukan dosen pengajar BIPA.

2
KIPBIPAXII UPI2022

Oleh karena itu, tujuan pembahasan ini menjelaskan (1) kebutuhan Kompetensi
Pengajar BIPA yang professional, (2) mengidentifikasi bentuk pengembangan
professional pengajar BIPA yang sudah dilakukan, dan (3) menganalisis Tindak
Lanjut Pengembangan Kompetensi Pengajar BIPA yang diperlukan.

METODOLOGI PENELITIAN
Metode ini menggunakan pendekatan systematic literatur review (SLR). Objek
penelitian ini adalah pengajar BIPA. Mengambil pengajar BIPA sebagai objek
penelitian memiliki beberapa alasan sebagai berikut: Pertama, mutu pengajaran dan
pembelajaran program BIPA tidak terlepas dari peran pengajar BIPA. Kedua, Ada
peningkatan kuantitas kebutuhan pengajar BIPA. Sehingga perlu diimbaingi dengan
perlunya kualitas pengajar sehinga proses pengajaran BIPA berorientasi professional.
Ketiga, peningkatan kualitas tenaga pengajar BIPA yang dapat dilakukan dengan
pengembangan professional pengajar melalui pelatihan formal, gaya kuliah hingga
pendampingan, pembinaan, dll. Keempat, penelitian terdahulu tidak banyak
membahas upaya peningkatan kualitas pengajar BIPA.
Pada tahap kriteria inklusi dan eksklusi, kriteria ditentukan berdasarkan data
yang telah ditemukan. Kelayakan data tersebut dipilih untuk menjadi sumber data
penelitian yang tepat. Berikut ini adalah kriteria data yang akan dikatakan layak
menjadi sumber data penelitian yaitu, Pertama, ketentuan literatur yang digunakan
terdiri dari jurnal nasional dan internasional dengan tahun publikasi 2015 sampai
dengan 2022. Kedua, data yang digunakan hanya artikel jurnal (artikel ulasan, artikel
penelitian) dan artikel penelitian yang dapat diakses sepenuhnya yang berkaitan
dengan pengembangan profesionalitas guru dan pengembangan profesionalitas guru/
pengajar BIPA, dan komptensi pengajar BIPA.
Pada tahap pengumpulan data, kata kunci yang digunakan adalah "pengajar
BIPA" "pengembanagan professional” AND “Pengajar BIPA”, Database atau dataset
yang digunakan untuk penelitian kepustakaan adalah aplikasi Google Scholar in
Perish or Publish (PoP). Pada tahap pengumpulan data, kata kunci yang digunakan
adalah " pengajar BIPA " ditemukan sebanyak 778 artikel, dari kata kunci tersebut
yang relevan dengan tujuan penelitian sebanyak 38 artikel.

Tabel 1.
Jumlah Artikel yang diidentifikasi Setiap Kriteria

Strategi Pencarian Kriteria inklusi Jumlah artikel yang


disertakan
Memindai Publish or Ditulis dalam bahasa "pengembangan
perish (PoP) untuk indonesia dan Inggris dan professional” AND
menggunakan istilah diterbitkan antara tahun “Pengajar BIPA” ditemukan
pencarian 2015 sampai 2012 3 artikel
“pengajar BIPA” sebanyak
778 artikel
“Pengembangan
professional” ditemukan 800
artikel
“Teacher professional
development” ditemukan
sebanyak 430 artikel
Meneliti kemungkinan Berkaitan dengan 60
judul, abstrak dan teks pengembangan professional

3
KIPBIPAXII UPI2022

Strategi Pencarian Kriteria inklusi Jumlah artikel yang


disertakan
lengkap pengajar BIPA dan
ketersediaan teks lengkap
Penilaian kritis terhadap Penelitian kualitatif dan 45
artikel yang dianggap kuantitatif,
penting
sistematik literature review 15
'Cocok untuk pembahasan' 38

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kompetensi Pengajar BIPA
Pengajar BIPA menjadi fondasi utama dalam pengajaran BIPA dan rpresentasi
terdepan pada internasionalisasi bahasa Indonesia. Sehingga diperlukan standar
kompetensi pengajar untuk menjamin kualitas pengajar. Pada Rabu, 13 Juli 2022
SEAMEO QITEP in Language (SEAQIL)meluncurkan Standar Kompetensi Pengajar
(SKP) Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) secara daring. SKP tersebut
sebagai upaya SEAQIL untuk mendukung Kemendikbudristek dalam
mempromosikan dan mewujudkan bahasa Indonesia menjadi lingua franca di Asia
Tenggara. 
Standar Kompetensi Pengajar BIPA tersebut terdiri atas (Soehardjono et al.,
2022) (1) kompetensi pedagogis, (2) kompetensi profesional, (3) kompetensi sosial,
(4) kompetensi kepribadian, (5) wawasan keindonesiaan, dan (6) wawasan lintas
budaya. Standar kompetensi yang baku ini diharapkan dapat digunakan sebagai
instrumen untuk menjaga kualitas pengajar BIPA dalam lingkup nasional, regional,
maupun internasional.
Tabel 2.
Standar Komptensi Pengajar BIPA (Soehardjono et al., 2022)

Kompetensi Sub-Kompetensi
Kompetensi Pedagogis Menyusun kurikulum BIPA,
Menerapkan perangkat pembelajaran, pendekatan,
metode, dan teknik pembelajaran BIPA,
Menerapkan pembelajaran BIPA yang tepat sesuai
dengan karakteristik pemelajar BIPA,
Mengevaluasi pembelajaran BIPA

Kompetensi Profesional, Menerapkan kompetensi dan subkompetensi sesuai


dengan tujuan pembelajaran setiap kemahiran yang
diampu (menyimak, membaca, berbicara, menulis)
berdasarkan SKL Permendikbud No. 27 Tahun 2017
Menentukan perangkat pembelajaran yang diampu
secara tepat
Menerapkan materi keilmuan yang mendukung
pembelajaran BIPA
Meningkatkan profesionalitas secara berkelanjutan
melalui refleksi diri
Menerapkan kemampuan Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) dalam upaya pengembangan diri
Menerapkan keterampilan berbahasa Indonesia
dengan baik dan benar

4
KIPBIPAXII UPI2022

Kompetensi Sub-Kompetensi
Menerapkan hasil penelitian di dalam bidang ke-
BIPA-an dan publikasi ilmiah
Menggunakan bahasa asing, setidaknya bahasa
Inggris atau bahasa asing lain untuk mendukung
komunikasi sehari-hari dan pembelajaran.
Kompetensi Sosial Berinteraksi dengan pemelajar, sesama pengajar, dan
masyarakat
Bersikap inklusif dan objektif
Kompetensi Kepribadian Bersikap dewasa dan bertanggung jawab
Berperilaku konsisten dan taat asas
Bersikap arif
Berwibawa
Berakhlak mulia
Berperilaku sebagai teladan
Wawasan Keindonesiaan, Berwawasan positif dan komprehensif tentang
Indonesia
Wawasan Lintas Budaya. Berkemampuan baik dalam berkomunikasi dan
berdiplomasi
Cakap dalam hal budaya/seni tradisional dan/atau
kontemporer Indonesia
Cakap dalam hal budaya/seni tempatan di wilayah
penugasan/diaspora

Pertama, kompetensi pedagogis telah menjadi salah satu aspek penting untuk
diteliti karena berkaitan langsung dengan bagaimana pengajar menjalankan proses
belajar mengajar yang bertujuan untuk membantu siswa mempelajari target dalam
mencapai tujuan pembelajaran. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan pengajar
dalam mengajar Bahasa Indonesia penutur asing yang mencakup kemampuan mereka
dalam kaitannya dengan merancang rencana pelajaran, menyiapkan bahan ajar dan
media, menerapkan strategi pengajaran untuk mempromosikan
penghasilansiswa,mengevaluasi pembelajaran siswa serta melakukan refleksi
pengajaran (Irmawati et al., 2017).
Kedua, kompetensi profesional yang merupakaan kemampuan serta
keterampilan dasar seorang pengajar. Kedua hal tersebut haruslah dimiliki seorang
pengajar, sebab hal tersbeut mampu menguatkan materi pembelajaran secara luas dan
mendalam yang mencakup kurikulum beserta isinya (Hatta, 2018). Selanjutnya,
keterampilan dasar pengajar. Ketrampilan dasar seperti kemampuan penggunaan
bahasa asing pengajar dapat menjadi salah satu hambatan pengajaran dan
pembelajaran BIPA (Nugraheni, 2015). Hal tersebut menujukkan bahwa
menggunakan bahasa asing, setidaknya bahasa Inggris atau bahasa asing lain untuk
mendukung komunikasi sehari-hari dan pembelajaran sangat dibutuhkan. Pengajar
BIPA harus memiliki kemampuan komunikasi antar budaya, baik ketika beradaptasi
dengan lingkungan sekitar, maupun ketika mengajar BIPA (Okitasari, 2019).
Kurniawan & Jazadi (2021) hasil penelitiannya menujukkan bahwa pada tingkat awal
(A1), siswa cenderung menggunakan bahasa sendiri (bahasa asing) untuk
berkomunikasi selama proses pembelajaran. Oleh karena itu, seorang pengajar
khususnya yang ditempatkan dalam luar negeri harus memiliki kemampuan berbahasa
asing yang baik agar dapat mengajarkan materi, memberikan instruksi, dan
memberikan tugas kepada siswa. Namun, kompetensi berbahasa Inggris mungkin

5
KIPBIPAXII UPI2022

tidak menjadi pertimbangan utama di tingkat yang lebih tinggi karena guru mungkin
dominan menggunakan bahasa Indonesia dalam mengajar.
Ketiga, kompetensi sosial yang dalam pengajaran BIPA berkaitan dengan
kemampuan pengajar dalam berkomunikasi dengan pemelajar BIPA. Sehingga peran,
cara pandang, berpikir, bertindak menjadi tolak ukur penyelenggaraan proses belajar
mengajar yang efektif dan kreatif karena seorang pengajar menyimpan pesona yang
kuat dan memberi pengaruh terhadap orang lain (Hatta, 2018; Muspiroh, 2016).
Kompetensi sosial juga merupakan kemampuan pengajar dalam hal bergaul dan
berkomunikasi secara efektif, empatik dan santun dengan peserta didik. Pengajar juga
perlu bersikap kooperatif, bertindak objektif serta tidak diskriminatif terhadap
pemelajar karena pertimbangan agama, ras, jenis kelamin, kondisi fisik, latar
belakang keluarga serta status sosial ekonomi (Supena et al., 2018). Pengajar BIPA
perlu juga memiliki pengetahuan di bidang ke-BIPA-an, pengalaman mengajar orang
asing, serta pengetahun lintas budaya yang cukup. Hal itu disebabkan pemelajar BIPA
merupakan warga negara asing dari berbagai negara(Kusmiatun & Pratiwi, 2019).
Latar belakang kebudayaan pemelajar BIPA yang beragam perlu dipelajari karena
agar interaksi antara pemelajar, pengajar, dan masyarakat bisa sejalan. Hal ini
disebabkan perbedaan budaya antara Indonesia dan negara asal pemelajar BIPA
(Suyitno, 2017).
Kelima, kompetensi kepribadian pengajar berpengaruh pula terhadap kebiasaan
belajar siswa, motivasi belajar siswa, serta contoh baik bagi siswa serta dapat menjadi
contoh baik bagi siswa (Sarjana & Khayati, 2016). Kompetensi ini menjadi sumber
kekuatan, inspirasi, motivasi dan inovasi. Sehingga pembentukan kompetensi ini
menjadi mutlak dikembangkan oleh pengajar (Zola & Mudjiran, 2020). Pengajar yang
memiliki kepribadian yang mantap dan stabil harus mampu bertindak sesuai dengan
norma yang berlaku, yaitu norma sosial, agama, dan hukum (Lase et al., 2016). Hal
ini juga tercermin pada visi Ki Hadjar Dewantoro, bahwa pengajar memiliki sikap
kepribadian teladan seperti Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut
Wuri Handayani (di depan guru memberi contoh, di tengah memberi inisiatif, dan di
belakang memberi dorongan atau motivasi)
Keenam, wawasan keindonesiaan. Pengajar BIPA perlu memiliki wawasan yang
berkaitan dengan (1) menampilkan sikap positif tentang Indonesia, (2) menampilkan
wawasan yang komprehensif dan faktual tentang keindonesiaan sebagai duta bangsa,
yang bersumber dari pemahaman terhadap sejarah bangsa Indonesia, (3) menampilkan
sikap menghargai adat istiadat dan budaya sendiri serta orang lain, mematuhi aturan
hukum mengikat yang berlaku di Indonesia, termasuk di wilayah-wilayah yang
memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia, dan (4) menampilkan sikap
mendahulukan kepentingan bangsa dan masyarakat di atas kepentingan golongan.
Deskripsi subkompetensi ini menujukkan bahwa pengajar BIPA perlu memiliki rasa
cinta kepada negara Indonesia sehingga pembelajarannya mengarah pada
pembelajaran positif. Pengajar BIPA tidak hanya mengajarkan bahwa san budaya
akan tetapi juga mengemban amanah sebagai duta bangsa bangsa (Sukma dkk., 2021).
Apabila pengajar memiliki wawasan kebangsaan yang baik yakni pertahanan citra dan
kedaulatan diri bangsa maka pengajar mampu (1) menjadi duta bangsa melalui bahasa
dan budaya (2) menguatkan rasa percaya diri terhadap identitas bangsa (3)
mempertahankan dan mengembangkan bahasa demi bangsa (4) menguatkan pikiran
serta tindakan kreatif terhadap budaya asing (5) mengadaptasi hal tersebut dalam pola
pikir dan tindakan (Nugraheni, 2018). Sebaliknya pemahaman keindonesian yang
tidak tepat dapat menjadi ancaman yang dapat muncul kapan saja seperti gegar

6
KIPBIPAXII UPI2022

budaya, kekurangpahaman terhadap kearifan budaya, kekurangpahaman terhadap


nasionalisme, dan kekurangpahaman terhadap kesetiaan berbahasa indonesia.
Ketujuh, wawasan lintas budaya. Program pengajaran BIPA ini tidak hanya
dirancang untuk program pengajaran bahasa Indonesia tetapi pebelajar juga
diharapkan belajar tentang budaya masyarakat Indonesia sehingga mereka bisa
memahami bangsa Indonesia secara utuh. Dengan demikian, tujuan utama
program pengajaran BIPA yang luas adalah untuk belajar berbahasa dan
memahami budaya masyarakat Indonesia (Dwi et al., 2017; Rohimah, 2018).
Pemahaman lintas budaya menjadi dasar pengetahuan bagi pengajar dalam mencapai
keberhasilan tujuan pembelajaran. Pengajar dianjurkan memiliki kemampuan
komunikasi antarbudaya, perilaku budaya, pengetahuan budaya, dan benda-benda
budaya, sehingga siswa mampu berbahasa Indonesia sesuai dengan situasi dan
kondisinya. Di samping itu, juga mengenalkan budaya Indonesia kepada pelajar BIPA
sehingga dapat menumbuhkan sikap positif dan apreasiatif pelajar BIPA terhadap
budaya Indonesia yang dapat dilihat salah satunya dari materi yang diberikan
(Suyitno, 2017).

Model Pengembangan Profesional Pengajar BIPA


Pengembangan profesional pengajar (PPP) BIPA merupakan kegiatan untuk
mengembangkan keterampilan, pengetahuan, keahlian, dan karakteristik pengajar
BIPA. Kebutuhan program pengembangan profesional pengajar BIPA dapat
meningkatkan pembelajaran dan pengajaran BIPA. Hal tersebut diperkuat penyataan,
penting adanya sertifikasi resmi bagi pengajar BIPA guna menghasilkan tenaga
pengajar BIPA yang professional (Kusmiatun & Pratiwi, 2019). Banyak model dan
kerangka kerja PPP telah dikembangkan, dan telah memberikan banyak kontribusi
terhadap pengetahuan PPP yang ada (Philipsen et al., 2019). Pengembangan
profesional diklaim lebih bersifat efektif melibatkan pelatihan pengetahuan subjek
dan teknik pedagogis (Carl et al., 2015; Cordingley et al., 2015). Selanjutnya, Pada
konten, program pengembangan profesional yang berfokus pada pedagogi khusus
mata pelajaran cenderung paling efektif. Pengetahuan pedagogis umum—yaitu,
strategi luas manajemen dan organisasi kelas—dapat berkontribusi pada pembelajaran
siswa, mendorong perkembangan terkini dari berbagai instrumen observasi kelas
(Molina et al., 2018). Pada tabel 2, menujukkan temuan kegiatan pengembangan
professional pengajar BIPA yang sudah dilakukan sebagai berikut.

Tabel 3.
Temuan Model pengembangan profesionalitas Pengajar BIPA yang sudah dilakukan
di Indonesia

Model pengembangan Kompetensi yang Penulis (tahun)


dilakukan
Lokakarya, Bimtek Kusmiatun&Pratiwi (2021).
Short Course
Kegiatan nondegree
Program SAME-BIPA Hertiki (2017)
Pelatihan Model induktif Partisipatif Arono et al., (2021)
Seminar, diklat, dan lokakarya Soehardjono et al., (2022)
Pelatihan Guru/Pegiat BIPA Nugraheni (2018)
Pelatihan Metodologi Pengajaran BIPA Susanto (2020)
SEAQIL secara daring

7
KIPBIPAXII UPI2022

Model pelatihan yang selama ini dilakukan adalah pemberian materi secara
teoretis dan praktis. Tabel 2 menujukkan bahwa pertama, model pelatihan BIPA
sudah terselenggara di berbagai tempat dan oleh berbagai penyelenggara,
seperti badan bahasa, universitas atau lembaga penyelenggara BIPA, asosiasi,
dan lainnya. beberapa model lokakarya juga dilakukan, tetapi belum sepenuhnya
dapat menghasilkan karya yang dapat dimanfaatkan secara praktis dan
terdokumentasi. Model pelatihan ini menyesuaikan jenis materi yang akan disajikan
dan direncanakan dalam paket pelatihannya. (Kusmiatun&Pratiwi, 2021).
Pelaksanaan pelatihan dalam beberapa level dapat membantu para peserta dalam
mengidentifikasi kemampuan diri sehingga tahap pelatihan memang harus
direncanakan secara terstuktur dan jelas materinya. Pelatihan ini juga perlu memuat
urgensi kompetensi pedagogi dalam pengajaran sehingga dapat bersungguh-sungguh
berlatih dan mengasah kemampuannya di bidang pengajaran BIPA
Kedua, pengiriman para tenaga pengajar BIPA ke luar negeri difasilitasi oleh
Kemenristekdikti melalui program yang bernama SAME BIPA. Program SAME
BIPA bertujuan untuk mempersiapkan para tenaga pengajar BIPA sebagai
pengajar bahasa dan seni budaya Indonesia di luar negeri. Program tersebut
berlangsung selama 4 (empat) bulan. (Hertiki, 2017).
Ketiga, model pelatihan induktif partisipatif yang menekankan pada proses
pembelajaran atas dasar partisipasi aktif (keikutsertaan) mulai dari perencanaa,
pelaksanaan, hingga penilaian pembelajaran. Model pelatihan induktif partisipatif
yang dilakukan dalam pelatihan pengajar BIPA tingkat dasar telah dilakukan dengan
memperhatikan enam tahapan: (1) teknik dalam tahap pembinaan keakraban, teknik
yang dipergunakan pada tahap identifikasi, (2) teknik dalam tahap perumusan tujuan
dan diskusi kelompok (3) teknik pada tahap penyusunan program, (4) teknik yang
dipergunakan dalam proses pelatihan: penyajian materi atau ceramah, (5) diskusi
kelompok, penugasan individu, dan peer teaching, serta (6) teknik yang dapat
dipergunakan dalam penilaian proses pelatihan, hasil dan pengaruh kegiatan: respons
terinci, dan pengajuan pendapat tertulis (Arono et al., 2021).
Keempat, pelatihan guru/pegiat BIPA. Pelatihan tersebut pernah diselenggaran
oleh Lembaga BIPA di Universitas Pendidikan Indonesia. Materi yang diberikan
terkait dengan Ihwal pengajaran dan pengajar BIPA yaitu wawasan kebangsaan,
metodologi pembelajaran BIPA, kompetensi bahasa dan berbahasa, kompetensi sastra
dan bersastra, dasar pemilihan bahan ajar BIPA, media BIPA, evaluasi pembelajaran
BIPA, perencanaan pengajaran, dan praktik mengajar.
Kelima, Pelatihan Metodologi Pengajaran BIPA SEAQIL. Pelatihan yang
dilaksanakan secara daring tersebut bertujuan untuk memberikan penyegaran
pengetahuan melalui paparan materi dan forum serta berbagi praktik baik pengajaran
BIPA. Pengajar BIPA yang mengikuti pelatihan tersebut tidak hanya berasal dari
penyelenggara BIPA yang berada di bawah instansi pemerintah, tetapi juga berasal
dari lembaga kursus, perguruan tinggi, sekolah pendidikan kerja sama, Sekolah
Indonesia Luar Negeri (SILN), dan juga pengajar privat (Suranto, 2022).
Dari beberapa temuan, menujukkan bahwa belum adanya kajian yang
membahas evaluasi atau assessment dari pelatihan pengembangan professional bagi
pengajar yang sudah dilakukan. Setelah mengikuti kegiatan pengembangan
professional pengajar, yang perlu menjadi berubah adalah peningkatan kemampuan
pengajar, peningkatkan mutu pembelajaran, dan pemecahan permasalahan,
peningkatan mutu hasil belajar siswa. Akan tetapi konseptualisasi alternatif
menggambarkan pengembangan profesional sebagai perubahan atau peningkatan

8
KIPBIPAXII UPI2022

dalam praktisi tetapi belum tentu menujukkan keberhasilan dalam mencapai


pengembangan tersebut (McChesney & Aldridge, 2018). Evaluasi program
pengembangan professional bagi pengajar BIPA tersebut, memerlukan parameter
yang jelas dan perlu dikaji lebih lanjut. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan juga
secara lebih spesifik khusunya program pengembangan social yang dilakukan secara
daring dan luring dapat menjadi hasil temuan yang berbeda

Tindak Lanjut Pengembangan Kompetensi Pengajar BIPA


Berdasarkan tinjauan literatur yang ditemukan diperlukan arah tindak lanjut
Pengembangan Kompetensi Pengajar BIPA sebagai berikut. Pertama, penggunaan
pendekatan dinamis (The dynamic approach) untuk pengembangan profesional
pengajar. Pendekatan ini disarankan untuk membangun hubungan yang lebih kuat
antara educational effectiveness research dan peningkatan praktik (Gudeta, 2022).
Pendekatan ini didasarkan pada asumsi bahwa upaya peningkatan pengajar harus
bertujuan pada pengembangan keterampilan mengajar, yang secara empiris dikaitkan
dengan hasil belajar siswa yang positif (Darling-Hammond, 2020; Garet et al., 2016).
Dengan cara ini, pengembangan profesional dapat memiliki impact tidak hanya pada
keterampilan pengajar tetapi juga pada hasil belajar siswa. Selain itu, pendekatan
dinamis dapat didukung dengan kegiatan pelatihan dan pengembangan profesional
yang berfokus pada cara mengatasi pengelompokan spesifik faktor guru dalam
kaitannya dengan pembelajaran siswa.
Selanjutnya, penting untuk dilakukan evaluasi awal keterampilan guru untuk
mengidentifikasi prioritas perbaikan diperlukan untuk menyesuaikan isi pelatihan
dengan kebutuhan profesional masing-masing. (Christoforidou & Kyriakides, 2021).
Selain itu, DA mendorong peserta untuk terlibat dalam refleksi kritis yang sistematis
dan terbimbing tentang praktik pengajaran mereka. Oleh karena itu, refleksi dan
analisis kritis dianggap sebagai elemen penting dari proses pembuktian imtetapi pada
saat yang sama pengetahuan, keterampilan, serta kemampuan untuk bertindak
berdasarkan pemikiran kritis dianggap sebagai prasyarat praktik reflektif yang efektif
(Darling-Hammond, 2020; Kennedy, 2016) .
Kedua, pengembangan professional mempertimbangkan keberlanjutan,
intensif, kolaboratif, job embaded, berbasis data, berfokus pada kelas (Combs &
Sarah, 2016).
1. Berkelanjutan: berlangsung selama periode yang diperpanjang; lebih dari satu
hari atau satu kali lokakarya. Pp diklaim lebih bersifat effektif jika dipertahankan
dari waktu ke waktu (Carl et al., 2015; Cordingley et al., 2015; Walter & Briggs,
2012) Beberapa ulasan mengembangkan poin ini lebih lanjut dengan mengklaim
bahwa PP harus diatur dalam siklus atau ritme di mana konten ditinjau kembali
atau dikembangkan secara berulang(Sims & Fletcher-Wood, 2021).
2. Intensif: berfokus pada konsep, praktik, atau program yang bijaksana.
Pengembangan profesional intensif dapat dipahami sebagai keterlibatan
menyeluruh dengan masalah, konsep, atau program tertentu.

9
KIPBIPAXII UPI2022

Grafik 1.
Rata-rata Jam Aktivitas per Tahun menurut Standar Penilaian dan Dukungan
Guru Antar Negara Konsorsium (InTASC) ( seperti dikutip dalam Combs &
Sarah, 2016)
3. Kolaboratif: melibatkan banyak pendidik, pendidik dan pelatih atau sekelompok
peserta yang bergulat dengan konsep atau praktik yang sama dan di mana peserta
bekerja sama untuk mencapai pemahaman bersama. Pengembangan profesional
kolaboratif dapat dipahami sebagai: pembelajaran yang dibangun bersama oleh
dua atau lebih pendidik. Nilai co-construction adalah bahwa setiap peserta
menyumbangkan pengalaman dan pemikirannya sendiri. Dalam hal ini mereka
berdiskusi dengan isu-isu yang berkaitan dengan konten baru dan praktik
instruksional (Darling-Hammond et al., 2016)
4. Job-embaded: bagian dari pekerjaan instruksi yang berkelanjutan dan teratur dan
terkait dengan pengajaran dan pembelajaran yang berlangsung secara real time di
lingkungan belajar dan mengajar. terwujud dalam kegiatan beberapa team
professional yang menilai dan mencari solusi dari permasalahan yang terjadi
dalam pengajaran kemudian mempraktekkannya sebagai bagian dari siklus
perbaikan terusmenerus (Pacchiano et al., 2016). JEPD terdiri atas berbagai
macam bentuk kegiatan. Brown-Easton (Shaffer & Thomas-Brown, 2015)
mengidentifikasi format pelaksanaan JEPD yaitu: (1) Penelitian tindakan, (2)
Diskusi kasus, (3) Pelatihan, (4) Kelompok kritis, (5) Peningkatan data
assessment, (6) pengujian kerja peserta didik, (7) Implementasi rencana
pembelajaran, (8) Lesson study, (9) Mentoring, (10) Portofolio, (11) Komunitas
pembelajaran professional (PLCs), dan (12) Study groups. Berbagai kegiatan ini
tentunya membutuhkan komitmen dan peran serta dari stakeholders dalam dunia
pendidikan serta mengindikasikan bahwa JEPD merupakan sebuah model
pengembangan professional yang kolaboratif.
5. Berbasis data: berdasarkan data dan responsif terhadap informasi waktu nyata
tentang tren, kebutuhan peserta dan siswa mereka.
6. Berfokus pada kelas: terkait dengan praktik yang terjadi selama proses
pengajaran dan relevan dengan proses instruksional. Delapan standar InTASC
pertama, yang menekankan pembelajar dan pembelajaran, konten dan praktik
instruksional, berfungsi sebagai indikator kunci pembelajaran profesional yang
berfokus pada kelas (Combs & Sarah, 2016).

10
KIPBIPAXII UPI2022

Ketiga, apabila menyelenggarakan pelatihan bagi calon pengajar BIPA, suatu


lembaga harus memiliki standar ideal yang meliputi: 1) pelatih/pemateri yang
terferivikasi, memiliki sertifikat sebagai pelatih/pemateri, berpengalaman, dan
profesional dalam mengajar, 2) bentuk pelatihan dilakukan secara bertahap dan urut
sehingga peserta dapat menempatkan diri sesuai dengan kemampuannya dan materi
dalam pelatihan disesuaikan dengan jenis pelatihannya (untuk pemula atau lanjutan),
3) jumlah peserta yang ideal dalam sebuah pelatihan adalah tidak lebih dari 20 peserta
dengan jumlah jam ideal adalah 40 jam (Kusmiatun & Pratiwi, 2019). Hal itu
dianggap ideal karena waktu untuk kuliah teori dan praktik dapat seimbang dan semua
peserta memiliki kesempatan yang cukup longgar untuk bereksperimen di dalam
pengajaran.
Keempat. Evaluasi program pengembangan profesional pengajar. Literatur yang
ada menunjukkan bahwa berbagai teknik pengumpulan data dapat berkontribusi untuk
mengevaluasi dampak pengembangan profesional guru, seperti wawancara, observasi
kelas dan survei dapat memiliki kekuatan dan kelemahan. dan, meskipun
penggunaannya bukan tanpa kontroversi, penilaian tersebut telah dianggap sebagai
ukuran objektif yang memberikan analisis nilai tambah (Bryk, 2015). Teknik lain
seperti refleksi atau portofolio guru memberikan orasi yang lebih dalam tentang
pembelajaran profesional masing-masing guru (McChesney & Aldridge, 2018).
evaluasi pengembangan profesional dilihat secara formatif, bukan (semata-mata)
secara sumatif, sehingga temuan evaluasi dapat menginformasikan penyempurnaan
praktik pengembangan profesional yang sedang berlangsung, yang mengarah pada
peningkatan tingkat dampak pada pengajaran dan pembelajaran (Arbaugh et al.,
2016).
Tinjauan literatur menujukkan bahwa pengajar yang berpartisipasi dalam
pelatihan pengembangan professional memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam
pengajaran dibandingkan dengan yang tidak berpartisipasi. Selain itu, pelatihan juga
mampu bekontribusi dalam perubahan pengetahuan pengajar terhadap pengajaran
(DeLuca et al., 2013; Faraclas, 2018), sedangkan tinjauan tentang evaluasi dan
assessment dari pelatihan pengembangan professional bagi pengajar BIPA yang sudah
dilakukan belum ada. Sehingga Lembaga pengembangan professionaldapat
menidaklanjuti. Dalam konteks pemahaman evaluasi yang berfokus pada dampak,
tentang cara terbaik untuk mengevaluasi pengembangan profesional pengajar secara
umum juga masih diperdebatkan karena beberapa hambatan (lihat lebih lanjut
McChesney & Aldridge, 2018). Arah kedepan diharapkan juga ada tindak lanjut
diskusi tentang bagaimana berbagai pemangku kepentingan (peneliti, praktisi dan
pembuat kebijakan) dapat berkontribusi untuk meningkatkan evaluasi pengembangan
profesional guru dalam praktik

SIMPULAN
Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, pengajar diharapkan mengalami
peningkatan kompetensi setelah melaksanakan pengembangan professional pengajar
dengan model pengembangan profesional pengajar BIPA. Kompetensi pengajar BIPA
yang perlu dimiliki adalah kompetensi pedagogis, profesional, sosial, kepribadian,
keindonesiaan, serta lintas budaya. Pendekatan dinamis dinilai cocok untuk
mengembangkan profesional pengajar BIPA. Perlu pula pengembangan profesional
yang mempertimbangkan keberlanjutan yang intensif, kolaboratif, job embaded,
berbasis data serta berfokus pada kelas. Standar pengajar BIPA juga harus ideal
sebagai acuan untuk pengajar BIPA yang profesional. Peningkatan kompetensi
pengajar tersebut dilakukan untuk meningkatkan mutu pembelajaran, serta pemecahan

11
KIPBIPAXII UPI2022

permasalahan pembelajaran yang bermuara pada peningkatan mutu hasil belajar


pemelajar BIPA.
Bentuk model pengembangan professional pengajar BIPA dapat berupa
pengiriman pengajar ke luar negeri, kursus, dana pelatihan BIPA. Selanjutnya arah
tindak lanjut yang diperlukan yakni evaluasi program pengembangan profesional
pengajar perlu juga dilakukan untuk memberikan umpan balik terhadap proses
pengajaran BIPA yang telah dilakukan oleh pengajar. Kajian ini terbatas pada
pembahasan yang didasarkan pada literatur yang telah dipublikasikan melalui google
schoolar. Dalam hal ini, mungkin sekali terjadi bias apabila program pengembangan
profesionalitas pengajar BIPA sudah banyak dilakukan oleh lembaga pengembangan
profesional akan tapi tidak dipublikasikan melalui jurnal.

DAFTAR PUSTAKA

Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga APPBIPA Indonesia, (2015).


http://appbipa.or.id/unduh/AD-ART-Versi Afiliasi.pdf
Arbaugh, F., Marra, R., Lannin, J. K., Cheng, Y. W., Merle-Johnson, D., & Smith, R. (2016).
Supporting university content specialists in providing effective professional development: the
educative role of evaluation. Http://Dx.Doi.Org/10.1080/13664530.2016.1173577, 20(4), 538–
556. https://doi.org/10.1080/13664530.2016.1173577
Arono, A., Yunita, W., & Kurniawan, I. (2021). Kemampuan Mengajar Pengajar BIPA (Bahasa
Indonesia bagi Penutur Asing) dalam Pelatihan Tingkat Dasar se-Kota Bengkulu melalui Model
Induktif Partisipatif. Silampari Bisa: Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa Indonesia, Daerah,
Dan Asing, 4(1), 107–121. https://doi.org/10.31540/silamparibisa.v4i1.1248
Arwansyah, Y. B., Suwandi, S., & Widodo, S. T. (2017). REVITALISASI PERAN BUDAYA
LOKAL DALAM MATERI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR
ASING (BIPA). Proceedings Education and Language International Conference, 1(1).
http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/ELIC/article/view/1318
Avalos, B. (2011). Teacher professional development in Teaching and Teacher Education over ten
years. Teaching and Teacher Education, 27(1), 10–20.
https://doi.org/10.1016/J.TATE.2010.08.007
Bourke, T., Ryan, M., & Ould, P. (2018). How do teacher educators use professional standards in their
practice? Teaching and Teacher Education, 75, 83–92.
https://doi.org/10.1016/J.TATE.2018.06.005
Bryk, A. S. (2015). 2014 AERA Distinguished Lecture: : Accelerating How We Learn to Improve.
American Educational Research Assosiation, 44(9), 467–477.
https://doi.org/10.3102/0013189X15621543
Carl, J. D., Mary, B. B., & Deborah, W. H. (2015). Metasynthesis of in-service professional
development research: Features associated with positive educator and student outcomes.
Educational Research and Reviews, 10(12), 1731–1744. https://doi.org/10.5897/err2015.2306
Christoforidou, M., & Kyriakides, L. (2021). Developing teacher assessment skills: The impact of the
dynamic approach to teacher professional development. Studies in Educational Evaluation,
70(November 2020), 101051. https://doi.org/10.1016/j.stueduc.2021.101051
Combs, E., & Sarah, S. (2016). Bridging the gap. In Modern Plastics Worldwide (Vol. 86, Issue 3).
Cordingley, P., Higgins, S., Greany, T., Buckler, N., Coles-Jordan, D., Crisp, B. and, Saunders, L., &
Coe, R. (2015). Developing great teaching: Lessons from the international reviews into effective
professional development. Teacher Development Trust, 44(February), 1–21. educationnext.org
Darling-Hammond, L. (2020). Accountability in Teacher Education.
Https://Doi.Org/10.1080/01626620.2019.1704464, 42(1), 60–71.
https://doi.org/10.1080/01626620.2019.1704464
Darling-Hammond, L., Bae, S., Cook-Harvey, C. M., Lam, L., Mercer, C., Podolsky, A., & Stosich, E.
L. (2016). Research Report: Pathways to New Accountability Through the Every Student
Succeeds Act. http://learningpolicyinstitute.org/our-work/publications-resources/
Day, C. (2017). Competence-based education and teacher professional development. Technical and
Vocational Education and Training, 23, 165–182. https://doi.org/10.1007/978-3-319-41713-
4_8/COVER

12
KIPBIPAXII UPI2022

DeLuca, C., Chavez, T., Bellara, A., & Cao, C. (2013). Pedagogies for Preservice Assessment
Education: Supporting Teacher Candidates’ Assessment Literacy Development.
Http://Dx.Doi.Org/10.1080/08878730.2012.760024, 48(2), 128–142.
https://doi.org/10.1080/08878730.2012.760024
Dwi, R., Sari, P., Suwandi, S., & Slamet, S. Y. (2017). EKSKURSI SEBAGAI STRATEGI BELAJAR
BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING (BIPA) DALAM MASYARAKAT
EKONOMI ASEAN (MEA). Proceedings Education and Language International Conference,
1(1). http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/ELIC/article/view/1292
Faraclas, K. L. (2018). A Professional Development Training Model for Improving Co-Teaching
Performance. International Journal of Special Education, 33(3), 524–540.
Garet, M. S., Heppen, J. B., Walters, K., Parkinson, J., Smith, T. M., Song, M., Garrett, R., Yang, R.,
Borman, G. D., & Wei, T. E. (2016). Focusing on Mathematical Knowledge: The Impact of
Content-Intensive Teacher Professional Development. NCEE 2016-4010. ERIC.
https://eric.ed.gov/?id=ED569154
Gudeta, D. (2022). Professional development through reflective practice: The case of Addis Ababa
secondary school EFL in-service teachers. Cogent Education, 9(1).
https://doi.org/10.1080/2331186X.2022.2030076
Hatta, M. (2018). Empat Kompetensi Untuk Membangun Profesionalisme Guru.
Hertiki. (2017). Pengajaran Dan Pembelajaran Bipa Di Perguruan Tinggi Polandia. Jurnal Pendidikan
Bahasa Dan Sastra Indonesia, 6(2), 2–6. https://doi.org/10.15294/JPBSI.V6I2.20226
Irmawati, D., Widiati, U., & Cahyono, B. (2017). How Do Indonesian Professional English Teachers
Develop Their Pedagogical Competence in Teaching Implementation? Arab World English
Journal, 8(2), 293–307. https://doi.org/10.24093/awej/vol8no2.21
Iskandar, Patak, A. A., & Aziz, A. (2020). The Development of Culturally-Embedded Materials in the
Teaching of Indonesian for Foreigns Speakers (BIPA) at Universitas Negeri Makassar.
International Conference on Science …., 90–98. https://ojs.unm.ac.id/icsat/article/view/17574
Kennedy, M. M. (2016). How Does Professional Development Improve Teaching? Review of
Educational Research, 86(4), 945–980. https://doi.org/10.3102/0034654315626800
Kurniawan, F. I., & Jazadi, I. (2021). The English Speaking Competency and Challenges for BIPA
Teachers. Jo-ELT (Journal of English Language Teaching) Fakultas Pendidikan Bahasa & Seni
Prodi Pendidikan Bahasa Inggris IKIP, 8(2), 172–180. https://doi.org/10.33394/JO-
ELT.V8I2.4398
Kusmiatun, A., & Pratiwi, N. (2019). Reaktualisasi pelatihan ke-BIPA-an menuju penyelenggaraan
kelas bipa yang berkualitas. … Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi …, 134–149.
http://kipbipa.appbipa.or.id/unduh/prosiding_kipbipa11/1 Ari Kusmiyatun.pdf
Kyriakides, L., Creemers, B. P. M., Panayiotou, A., & Charalambous, E. (2020). Quality and equity in
education: Revisiting theory and research on educational effectiveness and improvement. In
Quality and Equity in Education: Revisiting Theory and Research on Educational Effectiveness
and Improvement. https://doi.org/10.4324/9780203732250
Lase, F., Th, S., & Pd, M. (2016). KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU PROFESIONAL. Pelita
Bangsa Pelestari Pancasila, 11(1).
https://pbpp.ejournal.unri.ac.id/index.php/JPB/article/view/3655
Maharany, E. R., Laksono, P. T., & Basori, B. (2021). Teaching BIPA: Conditions, opportunities, and
challenges during the pandemIC. SeBaSa, 4(2), 58–72. https://doi.org/10.29408/SBS.V4I2.3856
McChesney, K., & Aldridge, J. M. (2018). A review of practitioner-led evaluation of teacher
professional development. Https://Doi.Org/10.1080/19415257.2018.1452782, 45(2), 307–324.
https://doi.org/10.1080/19415257.2018.1452782
Molina, E., Farwa, S., Andrew, F., Carolina, H., Hurtado, M., Wilichowksi, T., & Pushparatnam, A.
(2018). Measuring Teaching Practices at Scale. Measuring Teaching Practices at Scale: Results
from the Development and Validation of the Teach Classroom Observation Tool.
https://doi.org/10.1596/1813-9450-8653
Muspiroh, N. (2016). PERAN KOMPETENSI SOSIAL GURU DALAM MENCIPTAKAN
EFEKTIFITAS PEMBELAJARAN. Edueksos : Jurnal Pendidikan Sosial Dan Ekonomi, 4(2).
https://doi.org/10.24235/EDUEKSOS.V4I2.655
Nasrullah, R. (2019). Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing (Bipa) Perspektif
Neuropsikolinguistik: Menguak Problematika Pengajaran …. In Researchgate.Net (Issue
September). Unpad Press.
https://www.researchgate.net/profile/Riki_Nasrullah/publication/335970066_PENGAJARAN_B
AHASA_INDONESIA_BAGI_PENUTUR_ASING_BIPA_PERSPEKTIF_NEUROPSIKOLIN
GUISTIK_MENGUAK_PROBLEMATIKA_PENGAJARAN_BIPA/links/

13
KIPBIPAXII UPI2022

5d86f398458515cbd1af4344/PENGAJARAN-BAHASA-INDONESIA-B
Nugraheni, A. S. (2015). Pengembangan program profesionalisme dosen pengajar Bahasa Indonesia
untuk Penutur Asing (BIPA) di ASEAN. Jurnal Pendidikan Dasar Islam, 7(1), 89–101.
https://jurnal.albidayah.id/index.php/home/article/view/157
Nugraheni, R. (2018). Laporan perjalanan pelatihan BIPA seri 1 : Fokus metodologi pembelajaran
BIPA. https://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-paper-9741-21_0130.pdf
Okitasari, I. (2019). Evaluasi laporan pelaksanaan tugas tenaga pengajar BIPA wilayah ASEAN 2 masa
tugas 2015-2018. Jurnal Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing (JBIPA), 1(2), 89.
https://doi.org/10.26499/jbipa.v1i2.1874
Pacchiano, D., Klein, R., Hawley, M. S., & Fund, O. of P. (2016). Job-Embedded Professional
Learning Essential to Improving Teaching and Learning in Early Education. Ounce of Prevention
Fund. http://search.ebscohost.com/login.aspx?
direct=true&db=eric&AN=ED570108&lang=es&site=ehost-live
Philipsen, B., Tondeur, J., Pareja Roblin, N., Vanslambrouck, S., & Zhu, C. (2019). Improving teacher
professional development for online and blended learning: a systematic meta-aggregative review.
Educational Technology Research and Development, 67(5), 1145–1174.
https://doi.org/10.1007/S11423-019-09645-8/FIGURES/8
Popova, A., Evans, D. K., Breeding, M. E., & Arancibia, V. (2022). Teacher Professional Development
around the World: The Gap between Evidence and Practice. The World Bank Research Observer,
37(1), 107–136. https://doi.org/10.1093/WBRO/LKAB006
Rohimah, D. F. (2018). INTERNASIONALISASI BAHASA INDONESIA DAN INTERNALISASI
BUDAYA INDONESIA MELALUI BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING (BIPA).
An-Nas, 2(2), 199–212. https://doi.org/10.36840/AN-NAS.V2I2.104
Sarjana, S., & Khayati, N. (2016). PENGARUH ETIKA, PERILAKU, DAN KEPRIBADIAN
TERHADAP INTEGRITAS GURU. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 1(3), 379–393.
https://doi.org/10.24832/JPNK.V1I3.450
Shaffer, L., & Thomas-Brown, K. (2015). Enhancing Teacher Competency through Co-Teaching and
Embedded Professional Development. Journal of Education and Training Studies, 3(3).
https://doi.org/10.11114/jets.v3i3.685
Sims, S., & Fletcher-Wood, H. (2021). Identifying the characteristics of effective teacher professional
development: a critical review. School Effectiveness and School Improvement, 32(1), 47–63.
https://doi.org/10.1080/09243453.2020.1772841
Soehardjono, A., Siagian, E. N. M., Utorodewo, N., F., Kharismawati, L. R. S., Mayani, L. A.,
Nyoman, R., Kusuma, P., Ningsih, R. Y., Rosida, E., Isnaniah, Sri, S., & Ningsih, S. (2022).
Standar Kompetensi Pengajar Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing. SEAMEO QITEP in
Language.
Supena, A., Nuraeni, S., Soedjojo, R. P., Maret, W., Paramita, D., Rasyidi, C., & C, S. D. (2018).
Pedoman penyelenggaraan pendidikan anak usia dini inklusif. In Direktorat Pendidikan Anak
Usia Dini (Issue 21, p. 30).
Suranto, G. (2022). SEAQIL Gelar lagi Pelatihan Metodologi Pengajaran BIPA. Info Publik.
https://infopublik.id/kategori/nasional-sosial-budaya/660483/seaqil-gelar-lagi-pelatihan-
metodologi-pengajaran-bipa?show=
Susanto, H. (2020). Buku Profesi Keguruan.
Sutrisno, B., Sulaeman, A., Fasikh, M., & Yundayani, A. (2021a). Kiat menjadi pegiat dan pengajar
bahasa indonesia bagi penutur asing: membidik potensi dan peluang. Jurnal Abdimas Prakasa
Dakara, 1(2), 89–95. https://doi.org/10.37640/JAPD.V1I2.1031
Sutrisno, B., Sulaeman, A., Fasikh, M., & Yundayani, A. (2021b). Kiat Menjadi Pegiat dan Pengajar
Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing: Membidik Potensi dan Peluang. Jurnal Abdimas Prakasa
Dakara, 1(2), 89–95. https://doi.org/10.37640/japd.v1i2.1031
Suyitno, I. (2017). Aspek budaya dalam pembelajaran bahasa indonesia bagi penutur asing (BIPA).
FKIP E-PROCEEDING, 55–70. https://jurnal.unej.ac.id/index.php/fkip-epro/article/view/4856
Torrance, D., & Forde, C. (2016). Redefining what it means to be a teacher through professional
standards: implications for continuing teacher education.
Https://Doi.Org/10.1080/02619768.2016.1246527, 40(1), 110–126.
https://doi.org/10.1080/02619768.2016.1246527
Wahyono, T., & Farahsani, Y. (2017). Penerapan pendekatan proses untuk meningkatkan keterampilan
berbicara bahasa indonesia bagi penutur asing. Aksis : Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra
Indonesia, 1(2), 204–220. https://doi.org/10.21009/AKSIS.010204
Walter, C., & Briggs, J. (2012). What professional development makes the most difference to teachers.
Oxford University Press., 27, 23.

14
KIPBIPAXII UPI2022

Zola, N., & Mudjiran, M. (2020). Analisis urgensi kompetensi kepribadian guru. Jurnal EDUCATIO:
Jurnal Pendidikan Indonesia, 6(2), 88–93. https://doi.org/10.29210/120202701

15

Anda mungkin juga menyukai