Anda di halaman 1dari 127

Jurnal Ilmiah Kependidikan

ProEdu Jurnal Ilmiah Kependidikan


diterbitkan oleh Gerakan Guru Membaca dan Menulis (G2M2)
bekerjasama dengan Pustaka Mahameru – Lumajang – Jawa Timur

i
Susunan Dewan Redaksi

Penanggung Jawab
Dr. Muhammad Dali, M. M.
(Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau)

Pemimpin Redaksi
Teddy Fiktorius, M. Pd.
(Pendiri Gerakan Guru Membaca dan Menulis-G2M2)

Dewan Penyunting/Pengarah Dewan Redaksi


Prof. Enok Maryani (Universitas Pendidikan Indonesia)
Windy, M. Pd. (Universitas Widya Dharma Pontianak)
Hendri Arulan, S. Pd. (Kepala Dinas Pendidikan Kota Batam)
Bakri Hasyim, S. Pd., M. M. Pub. (Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Karimun)
Muhd. Kudri, S. S., S. Pd. SD. (Ketua PGRI Kabupaten Karimun)
Dra. Maria Widiani, M. A.

Redaksi Pelaksana
Dr. Muliawiwin, M. Pd. (Kepala SMP Negeri 11 Tanjungpinang)
Drs. Edi Suwito (Kepala SMP Negeri 1 Senayang)
Jamalis, S. Pd. (Kepala SMP Negeri 1 Kepulauan Posek)
Sumini, S. Pd. (Kepala SD Negeri 007 Nongsa)
Enang Munandar, M. Pd. (Kepala SD Negeri 024 Galang)
Ria Murti, S. Pd. (Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah Bengkong)
Anita Yusnita, M. Pd. (Ketua KKG Kecamatan Sungai Beduk, Batam)
Aslinggawiyah Zulfah, S. Pd. (Kepala SDN 001 Bengkong)
Marwiyah, S.Pd. SD.
Nurmiati, S. S.
Heny Harini, S. Pd.
Ardelina, S. Pd.
Mochamad Ridho Mulki Prapangasta, S. Pd.
Erna Eliyana, S. Pd.

ii
Unit Produksi
PUSTAKA MAHAMERU
JL. Raya Kebonsari RT 10 RW 4 Yosowilangun – Lumajang – Jawa Timur

Alamat
Sekretariat G2M2 (Gerakan Guru Membaca dan Menulis)
Jalan Meranti gang Meranti 7 nomor 11
RT/RW 001/015
Kelurahan Darat Sekip
Kecamatan Pontianak Kota
Kota Pontianak, Kalimantan Barat
Kode pos 78117
HP 0852 4592 1881

ProEdu Jurnal Ilmiah Kependidikan diterbitkan oleh Gerakan Guru Membaca dan
Menulis (G2M2) 4 kali setahun, yakni setiap Januari, April, Juli, dan Oktober. ProEdu
Jurnal Ilmiah Kependidikan berisi tulisan yang diangkat dari hasil penelitian dan hasil
pemikiran di bidang pendidikan.

iii
Kata Pengantar

Puji Syukur senantiasa kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas
nikmat dan karunia-Nya kami dapat menerbitkan ProEdu Jurnal Ilmiah Kependidikan
tanpa ada kendala yang berarti. ProEdu Jurnal Ilmiah Kependidikan merupakan jurnal
yang dikelola oleh Gerakan Guru Membaca dan Menulis (G2M2) sebagai wadah bagi
guru, praktisi, pemerhati, dan peneliti pendidikan dalam memberi sumbangsih
terhadap khazanah intelektualitas dalam dunia pendidikan.

ProEdu Jurnal Ilmiah Kependidikan memuat hasil penelitian dan hasil pemikiran di
bidang pendidikan. Tulisan-tulisan yang disajikan merupakan potret nyata persoalan
dunia pendidikan di Indonesia yang tentunya dapat memperkaya telaah tentang dunia
pendidikan berdasarkan sudut pandang para pemangku kepentingan. Seperti halnya
jurnal-jurnal lainnya, kami memiliki harapan yang besar agar ProEdu Jurnal Ilmiah
Kependidikan menjadi sebuah wadah yang dapat memperluas cakrawala
intelektualitas tentang pendidikan di tanah air.

Pada tahap proses, kami menerima naskah beragaram topik dalam lingkup pendidikan.
Selanjutnya, naskah-naskah tersebut dikaji oleh para pakar dan praktisi di bidang
pendidikan. Hasil kajian disampaikan ke penulis untuk penyempurnaan lebih lanjut
guna memastikan optimalisasi kualitas naskah. Kami mengucapkan selamat dan
terima kasih kepada penulis yang artikelnya dapat diterbitkan pada edisi kali ini.
Ucapan terima kasih juga kami arahkan kepada mitra bestari:
1. Bapak Windy (Universitas Widya Dharma Pontianak)
2. Ibu Anak Agung Putu Agung Mediastari (Universitas Hindu Indonesia)
3. Ibu Ni Ketut Erawati (Universitas PGRI Mahadewa Indonesia)
4. Ibu Della Amrina Yusra (UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi)
5. Bapak Beny Probolinggo (Universitas Islam Zainul Hasan Probolinggo)

Akhir kata, kami menyadari bahwa tak ada gading yang tak retak. Begitu juga dengan
edisi kali ini yang tentunya masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharapkan saran dan masukan yang membangun dari para pembaca yang
budiman. Selamat membaca! Selamat berwisata literasi!

Pemimpin Redaksi

Teddy Fiktorius, M.Pd.

iv
Daftar Isi

Susunan Dewan Redaksi ~ ii

Kata Pengantar ~ iv

Daftar Isi ~ v

Penerapan Think Pair Square untuk Meningkatkan Kompetensi Biologi dan Ketuntasan
Belajar Siswa
Wresni Andaningsih (SMA Negeri 1 Sentani, Jayapura Papua) ~ 1

Meningkatkan Motivasi Belajar Peserta Didik dalam Mengidentifikasi Unsur


Pembangun Cerpen melalui Discovery Learning
Yurneni (SMP Negeri 3 Pelepat Ilir kabupaten Bungo, Jambi) ~ 9

Meningkatkan Motivasi Belajar Bahasa Inggris melalui Media Kahoot


Nur Rohmah (SMAN 1 Binjai Hulu, Kalimantan Barat) ~ 16

Meningkatkan Karakter Peserta Didik melalui Budaya Literasi Digital


Achmad Maulana (SMAN 1 Silat Hilir, Kalimantan Barat) ~ 23

The Effectiveness of Pre-Questioning in Improving Students’ Reading Comprehension


Achievement
Rustam Baba (SMPN 9 Satap Maiwa Kab. Enrekang, Sulawesi Selatan) ~ 30

Efektivitas Penggunaan Model Project Based Learning untuk Meningkatkan Hasil


Belajar Biologi
Retno Prihantini (SMAN 1 Bobotsari, Jawa Tengah) ~ 38

Penerapan Pendekatan Flipped Learning di Pedalaman pada Masa Pandemi Covid-19


Sudiman (Pengawas Sekolah, Dinas PPAD, Papua) ~ 46

Penguatan Pendidikan Karakter melalui Kegiatan Ektrakurikuler di Sekolah Dasar


Arifudin Soleh (SDN 021 Sagulung Kota Batam) ~ 54

Peningkatan Keterampilan Menulis Teks Pidato melalui Model Pembelajaran


Kontekstual
Widihastuti (SMPN 40 Batam, Kepulauan Riau) ~ 64

v
Pembelajaran Berdiferensiasi untuk Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Inggris
Peserta Didik
Urai Mimmi Variami Nurul Fitriarti (SMA Negeri 1 Pontianak, Kalimantan Barat) ~ 71

7 Prinsip Dasar PMI dan Tri Bakti PMR pada Ekstrakurikuler PMR dalam Meningkatkan
Kedisiplinan Peserta Didik
Arjunaiza (SMP Negeri 20 Batam, Kepulauan Riau) ~ 79

Penerapan Model Pembelajaran Inquiry untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Bahasa


Inggris pada Materi Teks Khusus untuk Iklan
I Nyoman Sudama (SMA Negeri 1 Kuta Selatan, Bali) ~ 86

Kontemplasi dan Paradigma Pembelajaran Abad 21


Muhammad Ikhwan Anshari (MTsN 6 Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan) ~ 93

Meningkatkan Hasil Belajar Mengajar IPA Terpadu pada Materi Indera Pendengaran
Manusia dengan Model Card Sort
Adro Irma (MTs USB Filial MTsN 1 Batam, Kepulauan Riau) ~ 100

Penggunaan Whatsapp dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran


Nani Hastiani (Pengawas Sekolah Madya Tk. MTs Kantor Kementerian Agama
Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan) ~ 106

Pedoman Pengajuan ~ 115

Profil ProEdu Jurnal Ilmiah Kependidikan ~ 119

Surat Keterangan Penerbitan ISSN dari LIPI ~ 120

vi
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

PENERAPAN THINK PAIR SQUARE UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI BIOLOGI


DAN KETUNTASAN BELAJAR SISWA

Wresni Andaningsih
SMA Negeri 1 Sentani, Jayapura Papua
wresniandaningsih@yahoo.co.id

Abstrak
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square (TPSq) dapat meningkatkan
kompetensi biologi dan ketuntasan belajar siswa kelas XII IPA-7 SMA Negeri 1 Sentani.
Untuk mencapai tujuan tersebut, diimplementasikan model pembelajaran kooperatif
tipe TPSq terhadap siswa yang berjumlah 33 orang. Objek penelitian adalah
kompetensi belajar biologi dan ketuntasan belajar siswa. Data kompetensi belajar dan
ketuntasan belajar biologi siswa dikumpulkan menggunakan tes prestasi belajar.
Selanjutnya, data yang terkumpul dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah diimplementasikan model pembelajaran
kooperatif tipe TPSq, terjadi peningkatan kompetensi atau hasil belajar biologi peserta
didik.
Kata Kunci: pembelajaran kooperatif, Think Pair Square, kompetensi biologi,
ketuntasan belajar

Abstract
This classroom action research aimed to determine the extent to which the application
of the Think Pair Square (TPSq) cooperative learning model could improve the
biological competence and mastery of learning in class XII IPA-7 SMA Negeri 1 Sentani.
To achieve this goal, the TPSq type of cooperative learning model was implemented for
33 students. The objects of research were the competence of learning biology and
mastery of student learning. Data on students' learning competence and completeness
in learning biology were collected using a learning achievement test. Furthermore, the
data collected in this study were analysed descriptively. The results showed that after
the implementation of the TPSq type of cooperative learning model, there was an
increase in the students’ competence or learning outcomes in the biology subject.
Keywords: cooperative learning, Think Pair Square, biological competence, mastery of
learning

PENDAHULUAN
Pengajaran sebagai suatu proses merupakan suatu sistem yang melibatkan
berbagai komponen, antara lain komponen pendidik (guru), siswa, materi, sumber
belajar, media pembelajaran, serta model pembelajaran. Komponen-komponen
tersebut saling berinteraksi antar sesama komponen. Keberhasilan pengajaran sangat
ditentukan manakala pengajaran tersebut mampu mengubah diri siswa. Tanggung
jawab keberhasilan pengajaran tersebut berada di tangan seorang pendidik. Artinya,
seorang pendidik harus berupaya semaksimal mungkin untuk mengatur proses
pembelajaran sedemikian rupa sehingga komponen-komponen yang diperlukan dalam
pengajaran tersebut dapat saling berinteraksi.

-1-
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

Kurikulum 2013 menuntut siswa secara mandiri menguasai kompetensi minimal


yang diprogramkan. Perlu dilakukan upaya agar hasil belajar siswa baik dan
ketuntasan belajar tercapai, yaitu dengan pemilihan metode dan strategi belajar yang
tepat, tidak hanya terpaku pada suatu metode seperti ceramah saja, mengingat
kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran sangat beragam. Alternatif yang
dapat ditempuh pendidik untuk menciptakan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif,
dan menyenangkan adalah merancang suatu model pembelajaran yang pada akhirnya
dapat meningkatkan kompetensi atau hasil belajar siswa.
Dalam upaya meningkatkan kompetensi atau hasil pembelajaran biologi yang
maksimal, maka pendidik perlu menerapkan berbagai model dan pendekatan
mengajar yang diramu dalam suatu metode atau model pembelajaran yang sesuai
dengan karakteristik mata pelajaran. Dari beberapa model pembelajaran yang
dikemukakan para pakar pendidikan IPA, dapat dilihat bahwa pemilihan dan
penerapan strategi pembelajaran yang digunakan mengalami pergeseran dari yang
mengutamakan pemberian informasi (pemberian konsep-konsep) menuju kepada
strategi yang mengutamakan siswa, yakni keterampilan-keterampilan berpikir yang
digunakan untuk memperoleh dan menggunakan konsep-konsep. Adanya pergeseran
pemilihan strategi ini otomatis peran pendidik di sekolah berubah, yaitu dari peran
yang hanya sebagai penyampai bahan pelajaran ke peran sebagai fasilitator atau dari
teacher centred ke student-centred.
Dari observasi awal yang dilaksanakan oleh penulis, diketahui bahwa sebagian
besar pendidik lebih suka memilih model ceramah dalam menyajikan pembelajaran di
kelas. Hal ini dapat dimaklumi karena model ceramah tidak memerlukan persiapan
yang khusus seperti misalnya LKS, media pembelajaran, setting tempat duduk siswa,
atau alat bantu lainnya.
Adapun masalah-masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut. 1)
motivasi belajar siswa rendah karena ada harapan akan dibantu oleh guru, 2)
kreativitas siswa cenderung menurun karena siswa sifatnya selalu menunggu petunjuk
atau penjelasan guru sehingga ide-ide inovatif siswa tidak akan berkembang secara
optimal, 3) lemahnya kemampuan berpikir kritis siswa karena siswa tidak terbiasa
dilatih menggunakan penalaran dan logikanya sendiri, dan 4) rendahnya pencapaian
kompetensi (hasil belajar) biologi siswa.
Terhadap rendahnya kualitas proses dan hasil belajar, seorang pendidik harus
mampu memilih metode atau model pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses
pembelajaran yang nantinya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Salah satu
alternatif yang dapat ditempuh adalah pemilihan model pembelajaran kooperatif tipe
Think Pair Square.
Pembelajaran kooperatif dengan pendekatan Think Pair Square (TPSq)
merupakan cara pendidik untuk memotivasi siswa agar lebih aktif berpikir mandiri
(think), kemudian berpasangan atau berdiskusi dengan satu kelompok yang telah
ditentukan (pair) dan berdiskusi dengan pasangan lain dalam satu kelompok untuk

-2-
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

permasalahan yang sama (square). Dengan penerapan pembelajaran tersebut di dalam


kelas akan tercipta suasana kooperatif dimana siswa akan saling berkomunikasi, saling
mendengarkan, saling berbagi, saling memberi dan menerima, yang mana keadaan
tersebut akan memupuk jiwa, sikap, dan perilaku yang memungkinkan adanya
ketergantungan yang positif.
Dengan penjelasan di atas, penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian
tindakan kelas yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square (TPSq) dapat meningkatkan
kompetensi biologi dan ketuntasan belajar siswa kelas XII IPA-7 SMA Negeri 1 Sentani.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas untuk memperbaiki atau
meningkatkan mutu pembelajaran di kelas. Penelitian ini dirancang dalam dua siklus.
Tiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan
tindakan, observasi/pengamatan, dan refleksi.
Subjek penelitian tindakan ini adalah peserta didik kelas XII IPA-7 SMA Negeri 1
Sentani tahun pelajaran 2019/2020 yang berjumlah 33 orang. Pemilihan subjek ini
dilakukan sesuai dengan tugas peneliti sebagai guru biologi di kelas XII IPA-7. Hal lain
yang dijadikan pertimbangan adalah pencapaian hasil belajar secara klasikal pada
semester sebelumnya relatif rendah, padahal mereka memiliki kemampuan dan
kemauan yang tidak berbeda jauh dari kelas XII IPA lainnya.
Tahapan penelitian yang meliputi empat komponen dilaksanakan pada siklus I
maupun siklus II. Penelitian berawal dari suatu masalah, yakni rendahnya hasil belajar
sehingga masalah ini kemudian diidentifikasi penyebabnya dan kemudian dilakukan
perencanaan, pelaksanaan, observasi kemudian dilanjutkan dengan refleksi. Tindakan
pada siklus I berupa penerapan model pembelajaran think pair square kepada siswa
dengan materi genetik secara tekhnis. Selanjutnya, dilakukan analisis terhadap
kemajuan-kemajuan yang dicapai siswa dan mengkaji penyebab terjadinya hambatan-
hambatan yang dialami dari tindakan yang dilakukan untuk dijadikan bahan
pertimbangan dalam merancang dan melaksanakan tindakan pada siklus berikutnya.
Kemajuan-kemajuan yang telah dicapai akan diberikan penguatan agar kondisi
tersebut dapat dipertahankan dan ditingkatkan. Sedangkan untuk kendala-kendala
yang muncul selama proses pembelajaran berlangsung akan dicarikan
solusi/alternatif pemecahannya sehingga pada siklus berikutnya dapat diminimalkan.
Pada siklus II, tindakan yang diberikan adalah memperbaiki kekurangan maupun
hambatan yang terjadi pada siklus I dalam penerapan model pembelajaran think pair
square dengan penekanan pada teknis pelaksanaan model pembelajaran think pair
square, serta penguatan perilaku positif pada siklus I agar tetap muncul dan semakin
menguat pada siklus II.

-3-
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

Data yang dikumpulkan adalah data mengenai pencapaian kompetensi biologi


(hasil belajar) dan ketuntasan belajar siswa yang diperoleh menggunakan lembar tes
prestasi belajar berupa nilai ulangan harian pada setiap akhir siklus.
Pengolahan data kriteria keberhasilan dilakukan dengan menganalisis secara
deskriptif dengan menentukan skor rata-rata kelas pada setiap pelaksanaan tindakan
kemudian membandingkan dengan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan
sebelumnya.

HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian yang diperoleh berupa nilai rata-rata ulangan harian dan
persentase ketuntasan siswa pada masing-masing siklus dengan penerapan model
pembelajaran think pair square (TPSq). Hasil yang diperoleh dari penerapan model
pembelajaran tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
Kompetensi biologi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kompetensi
pengetahuan. Pencapaian kompetensi pengetahuan biologi tersebut dinyatakan dalam
bentuk nilai yang diperoleh dari hasil ulangan harian yang dilaksanakan setelah
peserta didik mengikuti pembelajaran satu atau lebih kompetensi dasar (KD). Hasil
pencapaian tersebut selanjutnya akan dibandingkan dengan kriteria ketuntasan
minimal (KKM) yang telah ditetapkan.
Kompetensi biologi (hasil belajar) dan ketuntasan belajar siswa berupa nilai rata-
rata ulangan harian dan persentase ketuntasan yang diperoleh pada masing-masing
siklus dibandingkan dengan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan sebelumnya,
yaitu nilai minimal rata-rata ulangan harian dan persentase ketuntasan siswa secara
klasikal. Pada siklus I, hasil yang dicapai belum memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan karena persentase ketuntasan belum mencapai 85%, begitu juga nilai rata-
rata ulangan harian (masih dibawah kriteria yang telah ditetapkan sebesar 75)
sehingga pelaksanaan tindakan perlu dilanjutkan pada siklus II. Pada siklus II, ternyata
hasil penelitian ini telah mencapai kriteria yang telah ditetapkan, yaitu rata-rata nilai
ulangan harian dan persentase ketuntasan siswa secara klasikal telah mencapai
kriteria yang ditetapkan. Jadi, penelitian tindakan ini telah berhasil mencapai kriteria
keberhasilan setelah dilaksanakan dalam dua siklus.
Pencapaian kompetensi atau hasil belajar biologi dan ketuntasan belajar siswa
dipengaruhi oleh dunia fisik dan lingkungannya. Adanya warna baru dalam iklim
pembelajaran yang melibatkan siswa lebih aktif dan kreatif, menumbuhkan
kemandirian, tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat, dan keterlibatan belajar.
Pada aspek respons siswa dalam pembelajaran, respons yang ditunjukkan siswa
dengan penerapan pembelajaran Think Pair Square sangat baik. Antusiasme siswa
mengikuti pembelajaran cukup tinggi, yang dapat dilihat dari persentase kehadiran
siswa dalam setiap kali pertemuan sangat tinggi, berkurangnya siswa yang mengobrol
dalam pembelajaran, dan adanya kesempatan bagi setiap siswa untuk berpikir
mengenai jawaban mereka sendiri. Siswa menyatakan bahwa mereka sangat senang

-4-
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

karena diberi kesempatan mendiskusikan ide-ide mereka dengan siswa yang lebih
pandai, kemudian saling berbagi informasi dan saling mengoreksi pemahaman yang
mereka peroleh. Respons positif lainnya yang ditunjukkan siswa adalah adanya
peningkatan kepedulian dan kekompakan dalam pembelajaran serta terjadi
peningkatan komunikasi dalam pembelajaran antar sesama siswa dalam kelas yang
semula kondisi ini kurang terbangun.
Peningkatan hubungan membawa dampak positif terhadap psikologi siswa, di
mana mereka termotivasi untuk lebih giat belajar karena ingin menunjukkan kepada
lingkungannya bahwa mereka bisa dan ada kebanggaan bagi siswa apabila dalam
berdiskusi mendapatkan pengakuan dari teman-teman dan guru terutama mereka
yang selama ini merasa rendah diri dan tergolong siswa yang kurang aktif.

PEMBAHASAN
Dalam proses pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square (TPSq), di awal
pembelajaran siswa diatur untuk aktif menggali informasi-informasi yang akan
dipelajari di kelas. Pendidik memberi pengantar materi secara sekilas sehingga siswa
pun harus mulai mencari pemecahan sendiri atas materi secara komprehensif. Pada
saat pelaksanaan pembelajaran, siswa akan diberi stimulus untuk semakin aktif dalam
proses pembelajaran di mana siswa berdiskusi dengan pasangannya (pair) tentang apa
yang mereka pikirkan. Selanjutnya, setiap pasangan akan saling membantu dan
berkomunikasi dalam kelompoknya (square) tentang apa yang dibahas dan
dibicarakan. Selanjutnya di akhir pelaksanaan pembelajaran, siswa tetap aktif dengan
melaporkan hasil diskusi kepada seluruh kelas. Pada tahap ini siswa memberi masukan
terhadap proses refleksi maupun proses pembuatan kesimpulan akhir atas materi
yang telah dipelajari.
Secara garis besar, aktivitas siswa dalam pembelajaran tipe TPSq adalah
memberikan tanggapan atas pertanyaan atau masalah yang diajukan oleh pendidik.
Dilanjutkan dengan proses berpikir secara individu (think) mengenai pertanyaan atau
masalah yang diajukan guru dalam bentuk lembar kerja siswa (LKS), kemudian dari
proses berpikir secara individu tersebut ditindaklanjuti dengan melakukan proses
diskusi dengan rekan pasangannya ( pair) yang telah ditentukan pendidik sehingga
dapat saling bertukar pikiran dan menyepakati jawaban yang akan dijadikan bahan
diskusi kelompok (square), kemudian diakhiri dengan diskusi kelas dan penghargaan
kelompok.
Beberapa keunggulan dalam situasi belajar kelompok adalah bermanfaat
khususnya untuk mengajarkan aspek-aspek kognitif tingkat tinggi seperti analisis.
Adanya pasangan diskusi dalam penyelesaian tugas akan menimbulkan motivasi dan
mendapatkan rancangan untuk berpikir sehingga siswa dapat mengembangkan
kemampuannya dalam menguji ide dan pemahamannya sendiri. Dengan pembelajaran
kooperatif tipe TPSq, terbentuk suatu situasi belajar yang menyenangkan yang tentu
saja sangat mempengaruhi tingkat konsentrasi, kecepatan menyerap materi pelajaran,

-5-
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

jumlah pelajaran, dan kematangan pemahamannya. Optimalisasi partisipasi siswa


dalam kegiatan pembelajaran dan memberi kesempatan kepada siswa untuk
dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada siswa lain.
Slavin (2008) mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif mengandung
pengertian siswa belajar bersama, saling menyumbangkan pikiran, dan bertanggung
jawab terhadap pencapaian hasil belajar secara individu maupun kelompok.
Pembelajaran kooperatif menurut paham kontruktivis merupakan strategi belajar
dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya
berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok
harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran.
Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman
dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Sejalan dengan hasil penelitian Irianti (2018), pembelajaran dengan model TPSq
dilaksanakan melalui 4 tahapan yang meliputi berpikir (think), berpasangan (pair),
berempat (square), dan berbagi dalam kelas dapat meningkatkan aktivitas siswa.
Peningkatan terjadi disebabkan siswa yang biasa belajar dengan menggunakan metode
ceramah dan pendidik yang menjadi peran utama berganti menjadi pembelajaran yang
mengusahakan agar siswa menjadi lebih aktif sehingga siswa lebih memahami materi
yang akan diajarkan.
Berdasarkan penjelasan yang diuraikan di atas, berarti bahwa penerapan model
pembelajaran tipe TPSq di kelas dapat meningkatkan kompetensi biologi siswa.
Peningkatan kompetensi biologi siswa ini dapat ditingkatkan karena model
pembelajaran tipe TPSq memberikan beberapa dampak positif dalam proses
pembelajaran di kelas. Dampak positif yang berhasil dimunculkan dalam pembelajaran
adalah munculnya kesadaran siswa bahwa mereka memiliki potensi dan kemampuan
untuk memecahkan permasalahan yang diajukan.
Hal ini meningkatkan rasa percaya diri siswa dapat ditingkatkan. Rasa percaya
diri ini muncul ketika siswa dapat memecahkan permasalahan yang diberikan tanpa
dijelaskan oleh guru terlebih dahulu. Dengan tumbuhnya rasa percaya diri, maka akan
muncul kreativitas dan inovasi siswa dalam menyelesaikan permasalahan yang
diajukan. Menurut teori konstruktivisme, apabila peserta didik dapat menemukan
sendiri penyelesaian permasalahan yang diberikan, maka telah terjadi pembelajaran
yang bermakna. Pembelajaran yang bermakna akan mendorong siswa untuk dapat
meningkatkan kompetensi yang dimilikinya.
Adapun kendala yang dihadapi adalah respons yang berbeda dalam menangkap
stimulus sehingga akan berpengaruh terhadap hasil belajarnya. Untuk itu, diperlukan
pengulangan dan penguatan sehingga pemahaman siswa terhadap suatu konsep
semakin mantap. Kendala lainnya yang dihadapi adalah dibutuhkan waktu untuk
sosialisasi yang berulang agar setiap tahapan dapat berlangsung dengan baik.

-6-
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

KESIMPULAN
Penelitian ini memberikan wawasan yang berguna tentang bagaimana model
pembelajaran tipe TPSq dapat meningkatkan kompetensi biologi dan ketuntasan
belajar siswa. Peningkatan pencapaian kompetensi biologi dan ketuntasan belajar
siswa merupakan akibat logis yang disebabkan oleh dampak positif yang dimunculkan
oleh penerapan model pembelajaran kooperatif seperti munculnya sikap mandiri
siswa, motivasi belajar siswa meningkat, minat belajar meningkat, tumbuhnya rasa
percaya diri, dan meningkatnya kolaborasi siswa dalam pembelajaran. Penulis
menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair
Square (TPSq) dapat meningkatkan kompetensi biologi dan ketuntasan belajar siswa
kelas XII IPA-7 SMA Negeri 1 Sentani.

SARAN
Berdasarkan temuan-temuan dalam penelitian ini, penulis mengajukan beberapa
saran sebagai berikut. Pertama, model pembelajaran kooperatif tipe TPSq dapat
digunakan oleh para guru sebagai satu di antara metode pembelajaran untuk
meningkatkan kemandirian siswa dalam pembelajaran serta kolaborasi antar sesama
siswa. Kedua, model pembelajaran kooperatif tipe TPSq hendaknya dikembangkan
secara optimal oleh para guru dalam pembelajaran untuk menumbuhkan kreativitas
dan inovasi siswa dalam mengonstruksi pengetahuannya sendiri sehingga pada
akhirnya pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan bermakna.

DAFTAR PUSTAKA
Arki, A. dkk. (2017). Penerapan metode pembelajaran kooperatif Tipe Think Pair
Share untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI MIA2 SMA Negeri 3 Model
Takalar. Jurnal Chemica, 18(2): 71-79.
Isrok’atun dkk. (2018). Model-model pembelajaran matematika. Bandung: PT Bumi
Aksara.
Kemendikbud. (2016). Permendikbud No. 23 tentang standar penilaian. Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kemendikbud. (2016). Permendikbud No. 22 Tentang Standar Proses. Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kemendikbud. (2016). Permendikbud No. 24 Tentang Kompetensi inti dan
kompetensi dasar. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kemendikbud, Ditjen Dikdasmen, Dit. PSMA. (2017). Panduan penilaian untuk
pendidik dan satuan pendidikan. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Kurniasih, I. dkk. (2015). Ragam pengembangan model pembelajaran untuk
peningkatan profesionalitas guru. Jakarta: Kata Pena.

-7-
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

Marlena, N. dkk. (2015). Penerapan pembelajaran Think Pair Share (TPS) Untuk
meningkatkan hasil belajar dan respons mahasiswa pada materi konsep diri.
Hasil Penelitian. UNS Surabaya.
Rusman. (2018). Belajar dan pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan.
Jakarta: Prenada Media.
Slavin, R. E. (2008). Pembelajaran kooperatif teori, riset, dan praktik. Bandung: Nusa
Media.
Trianto. (2010). Mendesain model pembelajaran inovatif progresif, konsep, landasan,
dan implementasinya pada kurikulum tingkat satuan pendidikan. Jakarta:
Kencana.
Wina, S. (2005). Pembelajaran dalam implementasi kurikulum berbasis kompetensi.
Jakarta: Kencana.

-8-
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK DALAM MENGIDENTIFIKASI


UNSUR PEMBANGUN CERPEN MELALUI DISCOVERY LEARNING

Yurneni
SMP Negeri 3 Pelepat Ilir kabupaten Bungo, Jambi
Yurneni1995@gmail.com

Abstrak
Artikel ini merupakan laporan praktik baik yang penulis laksanakan di kelas IX.1 SMP
Negeri 3 Pelepat Ilir untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik dalam
mengidentifikasi unsur pembangun cerpen, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik
melalui model pembelajaran discovery learning. Penulis merancang dan menerapkan
model pembelajaran discovery learning ini dalam mata pelajaran bahasa Indonesia
karena model pembelajaran ini tepat dan mampu memotivasi peserta didik untuk
optimis dalam belajar. Model pembelajaran discovery learning ini bermanfaat untuk
membantu dan merangsang peserta didik dalam mengemukakan ide, gagasan, pikiran,
dan perasaan untuk menggali unsur-unsur yang ada dalam cerpen dan menumbuhkan
keaktifan, kreatif, dan keberanian dalam kegiatan pembelajaran. Berdasarkan praktik
pembelajaran melalui discovery learning dan pembelajaran HOTS, hampir 90%
peserta didik menyatakan senang dan bersemangat dalam belajar, artinya penerapan
model pembelajaran ini telah berhasil menunjukkan adanya peningkatan dari
pembelajaran-pembelajaran sebelumnya.
Kata Kunci: motivasi belajar, discovery learning, unsur pembangun cerpen

Abstract
This article is a report of good practice that the author carried out in class IX.1 of SMP
Negeri 3 Pelepat Ilir to increase students' learning motivation in identifying the
elements of short story building, namely intrinsic elements and extrinsic elements
through discovery learning model. The author designed and applied this discovery
learning model in the Indonesian language subject because this learning model was
appropriate and able to motivate students to be optimistic in learning. This discovery
learning model was useful to help and stimulate students in expressing ideas, thoughts,
and feelings to explore the elements in short stories and foster activeness, creativity,
and courage in learning activities. Based on the practice of learning through discovery
learning and HOTS-based learning, almost 90% of students expressed pleasure and
enthusiasm in learning, meaning that the application of this learning model succeeded
in showing an improvement from previous lessons.
Keywords: learning motivation, discovery learning, short story building elements

PENDAHULUAN
Cerita pendek (cerpen), sebagai suatu karya sastra, memiliki kekuatan utamanya,
yakni deskripsi peristiwa yang baik yang merupakan perpaduan antara tokoh, latar,
dan alur. Rangkaian peristiwa itulah yang kemudian membentuk genre cerpen
sehingga baik-buruknya suatu cerpen ditentukan pada penggambaran peristiwa yang
dilukiskan oleh pengarangnya. Untuk memahami teks cerpen, peserta didik perlu
memahami unsur intrinsik dan ekstrinsik.

-9-
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

Teks cerpen adalah salah satu jenis teks yang ada di dalam Kurikulum 2013 pada
mata pelajaran bahasa Indonesia untuk SMP di kelas IX. Diharapkan pendidik mampu
menguasai konsep dan pembelajarannya. Guru juga dituntut untuk mampu
menentukan materi ajar, pendekatan, dan model pembelajaran yang tepat supaya
Kompetensi Dasar yang harus dikuasai peserta didik dapat tercapai secara optimal.
Pada teks cerpen ini, terdapat empat Kompetensi Dasar (KD) yang mengacu pada
Permendikbud 37 Tahun 2018. Adapun Kompetensi Dasar yang dimaksud adalah (1)
3.5. Mengidentifikasi unsur pembangun karya sastra dalam teks cerita pendek yang
dibaca atau didengar, (2) 4.5. Menyimpulkan unsur-unsur pembangun karya sastra
dengan bukti yang mendukung dari cerita pendek yang dibaca atau didengar, (3) 3.6.
Menelaah struktur dan aspek kebahasaan cerita pendek yang dibaca atau didengar,
dan (4) 4.6. Mengungkapkan pengalaman dan gagasan dalam bentuk cerita pendek
dengan memperhatikan struktur dan kebahasaan.
Dalam konteks praktik baik yang dilaksanakan penulis, penulis hanya membahas
Kompetensi Dasar 3.5 dan 4.5 saja. Muatan utama yang diperhatikan adalah unsur
pembangun cerpen, yakni unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik dalam cerpen
adalah unsur yang ada di dalam cerpen itu sendiri, seperti tema, tokoh dan penokohan,
latar, alur atau plot, sudut pandang, amanat, dan gaya bahasa yang berfungsi untuk
memberikan kesan yang lebih menarik dengan menggunakan majas. Sedangkan, unsur
ekstrinsik adalah unsur yang berasal dari luar cerpen. Ada tiga hal pokok dalam unsur
ini, yaitu latar masyarakat, latar belakang pengarang, dan nilai-nilai yang terkandung
dalam cerpen.
Berdasarkan hasil observasi awal yang penulis lakukan di kelas IX.1 SMP Negeri
3 Pelepat Ilir, peserta didik belum mampu mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik
cerita pendek yang meliputi tema, tokoh/penokohan, latar, amanat, alur, dan sudut
pandang. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode pembelajaran yang dianggap tepat
dan mampu memotivasi peserta didik untuk optimis, yaitu model pembelajaran
discovery learning. Penulis merancang dan menerapkan model pembelajaran
discovery learning karena model pembelajaran ini tepat dan mampu memotivasi
peserta didik untuk optimis dalam belajar.

DESKRIPSI STRATEGI PEMECAHAN MASALAH


Definisi terkait model discovery learning adalah cara yang digunakan oleh
peserta didik untuk memahami konsep atau pengertian serta melalui proses intuitif
dengan cara melakukan observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, serta kesimpulan
sehingga pada akhirnya akan sampai dalam sebuah kesimpulan.
Selama ini, model pembelajaran yang diterapkan membuat peserta didik menjadi
pasif hanya secara terus-menerus menerima materi dari guru. Dengan terciptanya
model pembelajaran discovery learning, diharapkan peserta didik dapat berperan aktif
dalam memahami materi dengan cara mencari dan menginformasikan sendiri.

- 10 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

Model pembelajaran discovery learning dapat membantu peserta didik lebih


menguasai materi pembelajaran. Dalam pelaksanaannya, pendidik memberikan
penjelasan tentang apa, bagaimana, mengapa, dan manfaat belajar berorientasi pada
keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills-HOTS).
Pemahaman dan kesadaran akan pentingnya HOTS membuat peserta didik termotivasi
untuk mengikuti pembelajaran. Selain itu, kesadaran bahwa belajar bukan sekadar
menghafal teori dan konsep akan membuat peserta didik mau belajar dengan
berorientasi pada HOTS.
Pembelajaran yang telah dilakukan menunjukkan bahwa model pembelajaran ini
sangat bermanfaat untuk membantu dan merangsang peserta didik dalam
mengemukakan ide, gagasan, pikiran, dan perasaan untuk menggali unsur-unsur yang
ada dalam cerpen dan menumbuhkan keaktifan kreatif serta keberanian dalam
kegiatan pembelajaran. Berdasarkan praktik pembelajaran melalui discovery learning
dan pembelajaran HOTS yang digunakan pendidik, hampir 95% peserta didik
menyatakan senang dan terkesan dengan penerapan model ini dengan hasil
pembelajaran yang menunjukkan adanya peningkatan dari pembelajaran sebelumnya.

LANGKAH OPERASIONAL PEMECAHAN MASALAH


Cara yang digunakan dalam pelaksanaan praktik baik ini adalah dengan
menerapkan pembelajaran HOTS melalui model discovery learning. Berikut adalah
langkah-langkah yang dilakukan penulis.
Stimulation (pemberian rangsangan) yang meliputi kegiatan berupa 1) Peserta
didik membaca penggalan cerpen. 2) Peserta didik melakukan curah pendapat
berdasarkan penggalan cerpen yang dibaca. 3) Peserta didik merespons pertanyaan
membangun yang berkaitan dengan cerpen yang dibaca. 4) Peserta didik membaca
cerpen yang berjudul “Kelana Rindu” yang dibagikan pendidik.
Problem statement (identifikasi masalah) yang mencakup kegiatan berupa 1)
Peserta didik mengidentifikasi permasalahan yang terkait unsur-unsur pembangun
teks cerpen, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. 2) Permasalahan diarahkan supaya
menanyakan informasi apa saja dalam teks cerpen “Kelana Rindu” dan
menyimpulkannya. 3) Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, peserta didik
merumuskan masalah terkait dengan pengidentifikasian informasi dan penyusunan
simpulan yang tepat untuk teks cerpen.
Data collection (pengumpulan data) yang meliputi kegiatan berupa 1) Peserta
didik mengumpulkan informasi dan membaca dari berbagai sumber tentang unsur-
unsur pembangun cerpen. 2) Peserta didik mendata unsur intrinsik dan ekstrinsik
yang berhubungan dengan cerpen yang dibaca. 3) Peserta didik membaca dari
berbagai sumber tentang unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik serta bertanya pada
pendidik mengenai teknik menyimpulkan. 4) Mengidentifikasi hasil yang sudah
dikumpulkan atau didata untuk membuktikan kebenaran hipotesis sesuai dengan isi
cerpen.

- 11 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

Data processing (pengolahan data) yang merupakan tahap di mana peserta didik
mendiskusikan hasil dari kegiatan pengumpulan data untuk menjawab permasalahan
mengenai unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik pada LKPD 1.1. dan mendiskusikan
hasil dari kegiatan pengumpulan data untuk menjawab permasalahan mengenai
simpulan tentang unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik cerpen yang tersaji pada LKPD
1.1.
Verification (pembuktian) yang mencakup beberapa kegiatan, yakni 1) Peserta
didik mengutus salah satu anggota kelompok dari masing-masing kelompok untuk
mengunjungi kelompok lain, misalnya kelompok 1 mengunjungi kelompok 2, 3, 4, dan
5. 2) Masing-masing utusan kelompok kembali ke kelompok masing- masing dan
melaporkan hasil kunjungannya. 3) Peserta didik mendiskusikan hasil kunjungan
untuk membuktikan benar tidaknya hasil kerja kelompok. 4) Peserta didik
menyimpulkan hasil diskusi dengan mencatat dan merespons berdasarkan hasil
kunjungan.
Generalisation (menarik kesimpulan) yang merupakan tahap di mana peserta
didik mempresentasikan hasil kerjanya berdasarkan utusan kelompoknya masing-
masing dan ditanggapi oleh pendidik. Setelah itu, peserta didik menarik kesimpulan
yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua permasalahan yang
sama.

HASIL YANG DICAPAI


Hasil pencapaian yang dapat dilaporkan dari praktik baik ini diuraikan sebagai
berikut. Pertama, proses pembelajaran yang dilaksanakan dengan menerapkan model
discovery learning berlangsung dengan baik. Peserta didik aktif dalam mengerjakan
tugas kelompok tampak bersemangat dan termotivasi untuk berkomunikasi dalam
mengemukakan pendapat, baik dalam kelompok mereka masing-masing maupun
dalam tanya jawab ketika kelompoknya melaksanakan presentasi dan merefleksi
pembelajaran. Pembelajaran yang dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran
discovery learning ini meningkatkan motivasi peserta didik melakukan transfer of
knowledge. Setelah membaca cerpen, peserta didik terlebih dahulu memahaminya,
kemudian mengidentifikasi unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik cerpen tersebut
dalam kelompok masing-masing. Kegiatan dilanjutkan dengan berkunjung ke
kelompok lain untuk perbandingan hasil kerja kelompoknya dengan kelompok lain.
Kemudian, peserta didik berdiskusi kembali tentang hasil yang mereka peroleh dari
hasil kunjungan mereka, merevisi hasil kerja kelompok mereka jika ada yang kurang
pas, lalu masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka secara
bersama-sama dalam satu kelompok.
Kedua, dalam pembelajaran sebelumnya yang dilakukan penulis tanpa
berorientasi pada HOTS, suasana kelas cenderung sepi dan lebih ke suanana sangat
serius dan kaku. Peserta didik cenderung bekerja sendiri-sendiri untuk berlomba
menyelesaikan tugasnya tepat waktu sehingga mereka kebanyakan tertanam konsep

- 12 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

yang penting tugas selesai. Masalah hasil bagi mereka adalah urusan belakang. Berbeda
kondisinya dengan pelaksanaan praktik baik ini, pembelajaran berorientasi HOTS
dengan menerapkan model discovery learning. Dalam pembelajaran ini, pemahaman
peserta didik tentang unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik cerpen sangat baik. Mereka
lebih memahami tema, alur, latar, penokohan, amanat, sudut pandang, dan gaya
bahasanya. Mereka sudah termotivasi untuk bekerjasama dan bersemangat untuk
mendalaminya. Artinya mereka sudah aktif, kreatif, dan dapat berkomunikasi dengan
baik.
Ketiga, model discovery learning yang telah diterapkan dapat memberikan
motivasi kepada peserta didik untuk berperan aktif dalam mengidentifikasi unsur
intrinsik dan unsur ekstrinsik cerita pendek sehingga peserta didik dapat belajar
menemukan dengan cara stimulus (memberikan pertanyaan atau menganjurkan
peserta didik untuk mengamati cerita pendek), problem statement (memberikan
kesempatan kepada peserta didik sesuai dengan bahan pelajaran berupa cerita pendek
kemudian merumuskannya dalam bentuk jawaban dari soal yang diberikan pendidik),
data collection (memberikan kesempatan kepada peserta didik mengumpulkan
informasi), data processing (mengolah data yang telah diperoleh oleh peserta didik),
verifikasi (mengadakan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar
tidaknya jawaban peserta didik), dan generalisasi (mengadakan penarikan kesimpulan
dari materi unsur intrinsik dan ekstrinsik cerita pendek). Selama proses pembelajaran
berlangsung, peserta didik dilatih untuk berperan aktif dalam menemukan informasi
(jawaban) dengan atau tanpa bantuan pendidik. Peserta didik diberi bimbingan
singkat untuk menemukan jawabannya. Hasil akhir tetap ditemukan sendiri oleh
peserta didik. Selain itu, peserta didik juga dilatih untuk dapat berkomunikasi dengan
baik, misalnya bertanya jawab antara pendidik dan peserta didik, peserta didik dengan
peserta didik, dan mempresentasikan hasil pekerjaannya di depan kelas. Setelah
proses pelaksanaan pembelajaran selesai, kemudian dilanjutkan dengan pemberian
tes (post-test).
Adapun perolehan hasil analisis data post-test mengalami perbaikan. Hal ini
dilihat dari perolehan nilai terkecil sebesar 50 dan terbesar sebesar 94. Perolehan skor
50 sebanyak 3 orang (0,93%) dan skor 94 sebanyak 4 orang (0,12%) dengan
perolehan nilai rata-rata 71,26. Adapun tingkat keberhasilan sebesar 76%. Hasil yang
lebih baik diperoleh pada saat post-test adalah setelah menggunakan model discovery
learning dalam mengidentifikasi unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik cerita pendek.
Hal ini dapat dilihat dari peserta didik yang mudah menemukan unsur intrinsik dan
unsur ekstrinsik pada cerita pendek serta jawaban peserta didik yang dituangkan
bervariasi. Berdasarkan data hasil analisis keseluruhan pre-test dan post-test pada
mata pelajaran bahasa Indonesia dalam mengidentifikasi unsur pembangun cerita
pendek, maka terdapat perbedaan antara sebelum dan sesudah menggunakan metode
discovery learning dengan kenaikan sebesar 30,83%.

- 13 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

KENDALA DAN UPAYA PERBAIKAN


Kendala yang dihadapi saat pelaksanaan praktik baik ini adalah kenyataan di
lapangan bahwa pembelajaran mengidentifikasi unsur intrinsik dan ekstrinsik cerpen
kurang menarik bagi peserta didik. Ada beberapa permasalahan dalam pembelajaran
mengidentifikasi unsur-unsur tersebut, yaitu (1) Peserta didik kurang mampu
mengidentifikasi unsur intrinsik dan ekstrinsik cerpen yang dibacanya. (2) Peserta
didik kesulitan untuk mengemukakan ide dalam kelompok. (3) Peserta didik kurang
semangat belajar. (4) Peserta didik kurang percaya diri. (5) Peserta didik belum
mampu berkomunikasi dalam mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. (6)
Peserta didik enggan untuk bertanya atau menanggapi tentang unsur intrinsik dan
ekstrinsik cerpen. (7) Hasil belajar rendah.
Sumber permasalahan dalam pembelajaran tersebut adalah pembelajaran
masih bersifat konvensional, di mana kegiatan pembelajaran mengutamakan teori dan
yang lebih berperan adalah pendidik. Selain itu, pendekatan, metode, dan strategi yang
dilakukan pendidik kurang tepat serta pendidik belum mengoptimalkan media
pembelajaran. Jika keadaan ini terus terjadi, tujuan pembelajaran seperti yang
tertuang dalam standar kompetensi dan Kurikulum 2013 tidak akan pernah terwujud.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari praktik baik ini, penulis menarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut. Pertama, hasil analisis unsur intrinsik dan unsur
ekstrinsik cerpen peserta didik dalam memahami materi pembelajaran dengan
menggunakan metode discovery learning semakin baik. Kedua, pembelajaran dengan
model discovery learning layak dijadikan praktik baik yang berorientasi HOTS karena
dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam melakukan transfer
pengetahuan, berpikir kritis, dan pemecahan masalah.

SARAN
Berdasarkan kesimpulan yang ditarik dari praktik baik ini, penulis
mengemukakan beberapa saran relevan sebagai berikut. Pertama, pendidik
seharusnya tidak hanya mengajar dengan mengacu pada buku siswa dan buku guru,
tetapi harus berani melakukan inovasi pembelajaran yang kontekstual sesuai dengan
latar belakang peserta didik, situasi, dan kondisi lingkungan sekolah. Hal ini akan
membuat pembelajaran lebih bermakna. Kedua, peserta didik diharapkan mampu
menerapkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam belajar, tidak terbatas hafalan
teori. Kemampuan belajar dengan cara ini akan membantu peserta didik menguasai
materi secara lebih mendalam dan lebih tahan lama (tidak mudah lupa). Ketiga,
sekolah, terutama kepala sekolah, dapat mendorong pendidik lain untuk ikut
melaksanakan pembelajaran berorientasi HOTS. Dukungan positif sekolah, seperti
penyediaan sarana dan prasarana yang memadai dan kesempatan bagi penulis untuk

- 14 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

mendesiminasikan hasil praktik baik ini, akan menambah wawasan pendidik lain
tentang pembelajaran HOTS.

DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. (2018). Pengantar apresiasi karya sastra. Bandung: Sinar Baru.
Balai Bahasa Kemendikbud. (2017). Bahasa baku Indonesia. Jakarta: Balai Bahasa
kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Depdikbud. (2008). Tata bahasa baku bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Kemdikbud. (2018). Bahasa Indonesia SMP kelas IX. Jakarta: Pusat Kurikulum dan
Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.
Pusat Bahasa. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.
Madusari, E. A. dkk. (2009). Modul metodologi pembelajaran. Jakarta: PPPTK Bahasa.
Sayuti, S. A. (2002). Berkenalan dengan puisi. Yogyakarta: Gama Media.

- 15 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR BAHASA INGGRIS MELALUI MEDIA KAHOOT

Nur Rohmah
SMAN 1 Binjai Hulu, Kalimantan Barat
Rohmahn927@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk
mendeskripsikan semua respons terhadap penggunaan Kahoot yang diberikan peserta
didik lewat kuesioner yang diberikan. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala
Likert dengan 5 indikator, yaitu 1 (Sangat Tidak Setuju), 2 (Tidak Setuju), 3 (Netral), 4
(Setuju), dan 5 (Sangat Setuju). Jumlah populasi pada penelitian ini adalah 34 peserta
didik yang mendapatkan mata pelajaran bahasa Inggris pada semester ganjil, di mana
34 orang berasal dari kelas XI MIPA SMAN 1 Binjai Hulu. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa Kahoot menarik dan membantu dalam meningkatkan penguasaan terhadap
materi yang diberikan. Di samping itu, permainan ini dapat meningkatkan daya saing
peserta didik dan meningkatkan minat dan motivasi dalam belajar bahasa Inggris.
Kata Kunci: Kahoot, daya saing, minat dan motivasi belajar, bahasa Inggris

Abstract
This study applied a qualitative descriptive method that aimed to describe all
responses to the use of Kahoot given by students through a given questionnaire. The
measurement scale used was a Likert scale with 5 indicators, namely 1 (Strongly
Disagree), 2 (Disagree), 3 (Neutral), 4 (Agree), and 5 (Strongly Agree). The total
population in this study were 34 students who received English subjects in the odd
semester, of which 34 came from class XI MIPA SMAN 1 Binjai Hulu. The results showed
that Kahoot was interesting and helpful in improving the mastery of the material given.
In addition, this game could increase the competitiveness of students and increase
interest and motivation in learning English.
Keywords: Kahoot, competitiveness, interest and motivation in learning, English

PENDAHULUAN
Mata pelajaran bahasa Inggris yang diberikan kepada peserta didik kelas XI MIPA
SMAN 1 Binjai Hulu terdiri dari komponen membaca (Reading Skills), tata bahasa
(Grammatical Skills), dan berbicara (Speaking Skills) yang diberikan pada
pembelajaran selama 90 menit. Materi pelajaran diberikan secara terintegrasi agar
peserta didik mendapat keterampilan yang mereka perlukan selama belajar bahasa
Inggris. Terutama untuk membantu peserta didik dalam membaca buku teks, manual
atau instruksi dan dapat menulis dalam bahasa Inggris. Menurut Richards dan
Renandya (2002) tata Bahasa masih diperlukan dan dapat meningkatkan pemahaman
pemelajar dalam memahami suatu bahasa. Menurut Hermida (2009), kemampuan
membaca, menulis, dan presentasi lisan dapat mendukung kesuksesan peserta didik
selama masa studi mereka di perguruan tinggi.
Untuk pembelajaran memberi dan meminta saran (Asking and Giving
Suggestion) di kelas XI MIPA, peserta didik hanya mengerjakan latihan-latihan secara
tertulis dengan beberapa bentuk latihan seperti soal pilihan ganda, melengkapi

- 16 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

kalimat. dan membetulkan kata kerja dalam kurung. Namun demikian, berdasarkan
pengalaman penulis, metode ini dirasakan agak membosankan bagi peserta didik
karena terkesan monoton dan terjadi pengulangan-pengulangan.
Seiring dengan perkembangan zaman, penulis ingin memanfaatkan media
teknologi dalam proses belajar mengajar di kelas. Menurut Richard dan Renandya
(2002), materi struktur dapat diajarkan dengan berbagai macam cara dan dapat
meningkatkan minat pemelajar dalam memahami materi struktur ini. Dalam
penelitiannya, Wijayanti dkk. (2013) menemukan bahwa multimedia merupakan
pilihan pemelajar di sekolah. Oleh karena itu, penulis ingin memanfaatkan fasilitas
aplikasi Kahoot dan smartphone peserta didik. Peserta didik sudah banyak yang
memiliki smartphone atau telepon genggam. Dengan tersedianya jaringan internet dan
aplikasi Kahoot ini, penulis dapat menggunakan teknologi digital untuk pembelajaran
bahasa Inggris, khususnya pada pembelajaran Asking and Giving Suggestion.
Penggunaan teknologi ini dapat menciptakan suasana belajar yang lebih menarik,
menyenangkan, dan tidak membosankan sehingga dapat meningkatkan minat dan
motivasi dalam belajar sehingga memudahkan mereka dalam memahami materi yang
diberikan. Hal ini senada dengan Koesnandar (2006) bahwa penggunaan teknologi
membantu peserta didik memahami materi dengan lebih baik, membuat mereka
berpikir kritis, dan bereksploras. Penelitian pada bidang desain pendidikan telah
menunjukkan bahwa game-based learning atau pembelajaran berbasis permainan
adalah salah satu alat yang efektif dalam pengajaran terutama untuk menjaga motivasi
keberlanjutan belajar. Murti (2017) menyatakan bahwa diperlukan keanekaragaman
dan kreativitas dalam proses belajar mengajar agar suasana belajar lebih
menyenangkan dan nyaman sehingga pelajaran dapat dipahami lebih mudah.
Ada banyak metode berbasis online games yang dapat digunakan dalam
pengajaran dan salah satunya adalah “Kahoot Game” di mana dalam media ini, peserta
didik dapat mengerjakan latihan latihan secara daring. Berdasarkan latar belakang ini,
maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) Apakah media Kahoot
bermanfaat bagi peserta didik dalam mempelajari bahasa Inggris? (2) Bagaimana
media Kahoot dapat memotivasi peserta didik dalam mempelajari bahasa Inggris?
Berdasarkan permasalahan yang diteliti, tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui apakah media Kahoot bermanfaat bagi peserta didik dalam mempelajari
bahasa Inggris dan untuk mengetahui bagaimana media Kahoot dapat memotivasi
peserta didik dalam mempelajari bahasa Inggris.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk
mendeskripsikan semua respons yang diberikan peserta didik lewat kuesioner yang
diberikan. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala Likert dengan 5 indikator,
yaitu 1 (Sangat Tidak Setuju), 2 (Tidak Setuju), 3 (Netral), 4 (Setuju), dan 5 (Sangat
Setuju). Jumlah populasi pada penelitian ini adalah 34 peserta didik yang mendapatkan

- 17 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

mata pelajaran bahasa Inggris pada semester ganjil, di mana 34 orang berasal dari
kelas XI MIPA SMAN 1 Binjai Hulu.
Data diperoleh dari hasil pengisian kuesioner yang berisikan 25 pernyataan oleh
34 peserta didik semester ganjil kelas XI MIPA. Pernyataan dikelompokkan menjadi 3
bagian. Bagian pertama menanyakan pendapat mereka tentang media Kahoot. Bagian
yang kedua menanyakan manfaat dari Kahoot dan ketiga tentang kelemahan dari
Kahoot. Data selanjutnya adalah saran atau komentar yang disampaikan secara
tertulis.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Satu set kuesioner yang berisikan 23 pernyataan mengenai Kahoot! game
dibagikan kepada 34 orang peserta didik yang berasal dari kelas XI MIPA SMAN 1 Binjai
Hulu. Pernyataan kuesioner terbagi menjadi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok 1
berisikan pernyataan mengenai media Kahoot, kelompok 2 berisikan tentang
pernyataan manfaat dari media ini, dan kelompok 3 berisikan pernyataan tentang
kekurangan media ini. Selain ketiga kelompok pernyataan tersebut, peserta didik
diminta untuk memberikan pendapat atau pandangan mereka tentang media ini dan
penulis memasukkan bagian ini pada kelompok 4.

Setuju dan
No. Pernyataan
sangat setuju
1. Anda lebih senang bekerja dalam tim 85,7%
2. Dapat berkolaborasi dengan tim untuk menjawab 97,2%
pertanyaan
3. Sistem penilaian meningkatkan ambisi Anda untuk 91,4%
menjadi top scorer
4. Anda menyukai “kompetisi” yang terdapat di gim ini 94,3%
5. Anda merasa tertantang saat bermain gim ini 91,5%
6. Sistem penilaian meningkatkan ambisi anda untuk 91,4%
menjadi top scorer
7. Anda merasa senang ketika berada di posisi 5 teratas 94,3%
8. Kehilangan minat ketika tim anda tidak masuk posisi 5 40%
teratas
9. Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan di gim sesuai 51,5%
dengan topik yang telah diberikan
10. Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan di gim mudah 51,5%
11. Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan di gim 81,5%
bervariasi
Tabel 1. Media Pembelajaran Kahoot!

- 18 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

85,7% peserta didik setuju bahwa mereka mengerjakan soal Kahoot secara live
dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan media Kahoot walaupun ada
14.3 % memilih untuk mengerjakan soal challenge/sendiri. Mengingat jumlah kelas
yang agak besar (34 orang), maka peserta didik dibagi menjadi 12 kelompok yang
beranggotakan 2 orang per kelompok. Selanjutnya 97,2% setuju bahwa mereka dapat
berkolaborasi dengan timnya untuk menjawab soal-soal tersebut.
91,4% peserta didik setuju bahwa sistem penilaian Kahoot yang
memeringkatkan nilai peserta didik ke dalam 5 peringkat teratas menumbuhkan
ambisi mereka untuk menjadi yang terbaik. 94.3% peserta didik menyukai
karakteristik gim ini yang mengutamakan kompetisi di antara sesama peserta didik.
Karena sifatnya yang kompetitif, gim ini dapat membuat mereka tertantang untuk
menjawab soal-soal lebih cepat dan lebih akurat. Hanya 40 % peserta didik yang
menyatakan setuju bahwa mereka kehilangan minat ketika tim mereka tidak berhasil
masuk ke dalam peringkat lima teratas. Karena karakteristik gim ini adalah kompetisi,
mereka dituntut untuk melakukan yang terbaik sehingga ketika mereka tidak masuk
ke dalam ranking lima teratas, mereka merasa kecewa.
81,5% peserta didik menyatakan bahwa pertanyaan-pertanyaan yang diberikan
Kahoot sudah sesuai dengan topik pelajaran yang diberikan. Hal ini memungkin karena
Kahoot menyediakan berbagai macam latihan dalam jumlah yang besar sehingga
penulis dapat memilih latihan yang memang sesuai dengan materi pelajaran yang
diberikan pada saat itu. Hanya 51,5% peserta didik yang menyatakan bahwa
pertanyaan-pertanyaan yang diberikan mudah. Namun, selebihnya menganggap
bahwa latihan-latihan yang diberikan relatif susah karena level yang dipilihkan pada
waktu itu adalah antara intermediate dan advanced. Hal ini mengindikasikan bahwa
latihan-latihan yang dipilih harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan peserta
didik sehingga mereka dapat mengerjakan soal-soal dengan lebih baik.

No. Pernyataan Setuju dan


sangat setuju
12. Dapat berpartisipasi dengan aktif dalam menjawab 94,3%
pertanyaan
13. Ada kolaborasi dengan tim dalam menjawab pertanyaan 75,7%
14. Meningkatkan spirit dalam kerja tim 94,3%
15. Dapat menambah motivasi Anda dalam belajar bahasa 98,6%
Inggris
16. Dapat meningkatkan minat Anda dalam belajar bahasa 97,2%
Inggris
17. Dapat membantu dalam pemahaman materi yang telah 95,7%
diberikan

- 19 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

18. Dapat menambah pengetahuan anda tentang materi yang 92,8%


telah diberikan
19. Membuat pembelajaran tata bahasa bahasa Inggris lebih 94,7%
menyenangkan
Tabel 2. Manfaat Penggunaan Media Kahoot!

97,2% peserta didik menyatakan mereka dapat secara aktif berpartisipasi dalam
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan dan tidak dimonopoli oleh
seseorang dalam tim tersebut. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Sundqvist
and Sylvèn (2014) yang menemukan bahwa peserta didik menjadi lebih aktif dalam
belajar bahasa Inggris ketika mereka menggunakan media permainan dalam proses
belajar mereka. Mereka juga menyatakan setuju (94,3%) bahwa semangat untuk
bekerja sama dalam tim meningkat ketika menjawab soal-soal tersebut.
98,6% peserta didik menyatakan bahwa motivasi mereka untuk belajar bahasa
Inggris semakin meningkat seperti yang disebutkan oleh Sundqvist and Sylvèn (2014)
dalam penelitian mereka bahwa gim ini meningkatkan motivasi seluruh siswa dalam
belajar bahasa Inggris seperti yang disampaikan oleh Krista (2018) bahwa gim untuk
media pembelajaran ini dirancang dengan baik sesuai dengan kebutuhan dan tingkat
kemampuan peserta didik akan dapat meningkatkan motivasi dan keterlibatan peserta
didik dalam proses belajar sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kemampuan
mereka. Selanjutnya, 97,2% peserta didik setuju bahwa gim ini juga dapat
meningkatkan minat mereka untuk belajar bahasa Inggris.
95,7% peserta didik menyatakan bahwa aktivitas menjawab pertanyaan-
pertanyaan dalam gim ini membantu mereka dalam memahami materi yang sedang
dipelajari. Selanjutnya 92,8% peserta didik menyatakan bahwa pengetahuan mereka
tentang materi yang sedang dipelajari menjadi bertambah. 94,7 % peserta didik
menyatakan bahwa dengan adanya media pembelajaran daring ini membuat belajar
bahasa Inggris menjadi menyenangkan seperti yang disampaikan oleh Bora dan
Ahmed (2013) dalam penelitiannya bahwa sebagian besar responden mereka setuju
bahwa pembelajaran berbasis web membuat suasana belajar mereka terasa nyaman.

No. Pernyataan Setuju dan


sangat setuju
20. Koneksi jaringan internet kadang-kadang terputus 71,4%
21. Smartphone Anda tidak dapat terakses dengan internet 24,3%
dari awal
22. Smartphone Anda tidak dapat terhubung dengan gim 24,3%
kembali setelah koneksi internet terputus
23. Gim ini hanya membuang waktu belajar saja 7,1%
Tabel 3. Kekurangan Media Kahoot!

- 20 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

Salah satu kelemahan dari online games adalah ketika jaringan internet terputus
maka permainan terhenti seketika dan membutuhkan waktu beberapa saat untuk
terhubung kembali. 71,4% peserta didik setuju bahwa kadang-kadang jaringan
internet terputus sehingga mereka harus menunggu untuk dapat terhubung kembali.
Hanya 24,3% peserta didik setuju bahwa telepon genggam mereka tidak dapat
terakses dengan internet dari awal disebabkan adanya masalah dengan telepon
mereka. Namun, hal ini tidak menjadi masalah karena aktivitas ini dilakukan dalam
kelompok sehingga mereka dapat memilih telepon terbaik yang mereka miliki di
kelompok tersebut.
Dalam satu putaran permainan, kadang-kadang ada satu kelompok yang terputus
koneksi jaringan internetnya sehingga tidak dapat melanjutkan permainan seperti
yang dikemukan oleh 24,3 % peserta didik. Hanya 7,1 % peserta didik yang setuju
bahwa permainan gim daring hanya membuang waktu dan tidak mendapatkan
manfaat dari aktivitas ini.
Peserta didik merasakan manfaat dari penggunaan media Kahoot ini karena
membuat mereka menjadi lebih bersemangat untuk belajar bahasa Inggris. Mereka
juga menganggap bahwa media Kahoot adalah media yang efektif, menyenangkan, dan
tidak membosankan. Di samping itu, penggunaan media Kahoot ini dapat memicu
minat dan motivasi untuk terus belajar bahasa Inggris. Seperti yang disebutkan oleh
Arsyad (2013) bahwa dalam pembelajaran diperlukan media yang baik untuk
mendukung praktik pembelajaran dan media dapat membangkitkan keinginan dan
minat baru dan memberikan dorongan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar.
Mereka juga merasa bersemangat dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dan selalu
ingin berada di posisi paling atas. Mereka juga menambahkan bahwa mereka dapat
berkolaborasi dalam menjawab soal-soal yang ditampilkan sehingga dapat menjawab
pertanyaan dengan lebih cepat. Setelah menggunakan Kahoot, rasa ingin tentang tata
bahasa bahasa Inggris menjadi meningkat. Pada akhirnya, mereka dapat mengingat
kembali materi yang sudah diberikan setelah mengerjakan aktivitas ini.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengolahan data, dapat disimpulkan bahwa 1) penggunaan
media Kahoot dalam pembelajaran tata bahasa Inggris memberikan manfaat kepada
peserta didik di mana mereka dapat terbantu dalam mengingat kembali materi yang
telah diberikan, membuat mereka lebih bersemangat, merasa senang, tidak merasa
bosan, dan dapat berpartisipasi dengan aktif dalam mengerjakan latihan-latihan
materi tata bahasa Inggris. Di samping itu, mereka dapat berdiskusi dan berkolaborasi
dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ditayangkan di layar. Mereka juga
menyukai karakteristik Kahoot yang memunculkan kompetisi di antara para peserta
didik sehingga mereka tertantang untuk menjadi yang terbaik di kelas; dan 2)
penggunaan media Kahoot ini dapat menumbuhkan minat dan motivasi mereka dalam

- 21 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

belajar bahasa Inggris khususnya materi tata bahasa Inggris. Dengan peningkatan
minat dan motivasi ini, kemampuan bahasa Inggris mereka dapat ditingkatkan.

SARAN
Adapun saran yang dapat disampaikan untuk kajian selanjutnya adalah
menggunakan media Kahoot ini untuk pembelajaran keterampilan membaca dan kosa
kata sehingga kemampuan bahasa Inggris peserta didik dapat lebih ditingkatkan.
Selain itu, perlu dikaji apakah ada dampak negatif dari penggunaan media Kahoot ini
secara terus-menerus sehingga dapat diketahui sejauhmana Kahoot dapat
diaplikasikan dalam proses belajar mengajar di kelas.

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, A. (2013). Media pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Hermida, J. (2009). The importance of teaching academic reading skills in first-year
university courses. SSRN Electronic Journal 3. (online).
Koesnandar, A. (2006). Pengembangan software pembelajaran multimedia interaktif.
Teknodik No. 18/X.
Wijayanti, S. H. dkk. (2013). Pemanfaatan multimedia dalam pembelajaran bahasa
Indonesia di perguruan tinggi. Laporan Penelitian.

- 22 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

MENINGKATKAN KARAKTER PESERTA DIDIK MELALUI BUDAYA LITERASI DIGITAL

Achmad Maulana
SMAN 1 Silat Hilir, Kalimantan Barat
Ma7872368@gmail.com

Abstrak
Artikel ini bertujuan mengulas penerapan praktik baik untuk
menumbuhkembangkan budaya literasi digital peserta didik melalui pembudayaan
ekosistem literasi di SMAN 1 Silat Hilir agar mereka menjadi pembelajar sepanjang
hayat. Terdapat beberapa teknis konsep literasi di sekolah, antara lain secara harian,
mingguan, bulanan, dan semester. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menumbuhkan
minat baca peserta didik agar pengetahuan dapat dikuasai secara baik. Materi baca
berisi nilai-nilai budi pekerti, kearifan lokal, nasional, dan global yang disampaikan
sesuai perkembangan peserta didik. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi kegiatan
gerakan literasi sekolah ini menggunakan indikator pencapaian setiap tahapan.
Praktik baik ini menghasilkan budaya literasi digital yang meningkatkan minat baca
dan tulis bagi peserta didik dan guru sehingga mampu melahirkan berbagai karya
literasi yang memanfaatkan media sosial dan cetak sebagai sarana.
Kata Kunci : literasi digital, pembelajar sepanjang hayat, minat baca dan tulis

Abstract
This article aimed to review the application of good practices to develop a digital
literacy culture for students through cultivating a literacy ecosystem at SMAN 1 Silat
Hilir so that they became lifelong learners. There were several technical literacy
concepts in the school, including daily, weekly, monthly, and semester programs. This
activities were carried out to foster student interest in reading so that knowledge could
be mastered well. The reading material contained moral values, local, national, and
global wisdom that were delivered according to the development of students. The
implementation of monitoring and evaluating the activities of the school literacy
movement used achievement indicators for each stage. This good practice produced a
digital literacy culture that increased interest in reading and writing for students and
teachers so that they were able to produce various literacy works that used social
media and printed media as a means.
Keywords: digital literacy, lifelong learning, reading and writing interest

PENDAHULUAN
Perkembangan literasi sekarang ini semakin meningkat. Kemampuan peserta
didik dalam berliterasi bukan hanya saja dipengaruhi oleh perkembangan diri pribadi
peserta didik tersebut ,akan tetapi juga ditentukan oleh kompetensi yang dia miliki.
Pada dasarnya literasi bukan hanya sekadar membaca dan menulis saja, namun lebih
dari itu literasi merupakan buah pikiran dan perasaan seseorang yang dituangkan
dalam bentuk karya, cipta, dan pemikiran. Literasi adalah sebuah program yang sedang
digalakkan oleh pemerintah yang pelaksanaanya difokuskan kepada lembaga
pendidikan, salah satunya adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Silat Hilir.
Hal ini bertujuan secara sederhana agar masyarakat khususnya peserta didik memiliki
budaya membaca dan menuli

- 23 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

Sekolah sebagai salah satu pengembang program literasi haruslah memilih


beragam kegiatan yang dapat meningkatkan budaya literasi di sekolah tersebut. Hal ini
dimaksudkan agar literasi bukan lagi menjadi kegiatan yang membosankan bagi warga
sekolah terutama siswa, akan tetapi bagaimana kegiatan literasi itu dapat
meningkatkan kompetensi warga sekolah namun dalam bentuk yang menyenangkan.
Pengembangan program literasi dapat dilakukan dengan berbagai inovasi kegiatan
yang kreatif dan bersifat kekinian. Literasi tidak memiliki batasan, akan tetapi lebih
daripada itu literasi sangat luas, misalnya saja literasi digital. Hal ini merupakan
ketertarikan seseorang yang memiliki kemampuan dalam menggunakan, mengakses,
dan bahkan berkomunikasi dengan menggunakan teknologi sehingga mampu
berinteraksi dengan baik di tengah masyarakat.
Jika dilihat dari defenisi literasi digital, tentulah literasi satu ini sangat menarik
untuk diterapkan di sekolah mengingat siswa sekarang merupakan peserta didik
milenial yang memang melek teknologi. Akan tetapi, sayangnya penggunaan teknologi
bukanlah seperti halnya yang dimaksud oleh tujuan literasi digital. Saat ini masyarakat
Indonesia cenderung mengunakan teknologi digital hanya untuk kesenangan semata.
Tidak jarang pengguna sosial media menggunakan akunnya secara tidak bertanggung
jawab, berkomentar tidak bijak, dan cenderung menyalahkan. Dari satu sisi, memang
masyarakat telah mampu menggunakan teknologi, akan tetapi belum memiliki
keterampilan dan pengetahuan yang baik dalam penggunaanya sehingga manfaat dari
dunia digital tersebut belum termaknai dengan baik bagi penggunanya.
Peserta didik sebagai salah satu bagian dari sasaran kesuksesan program
pembelajaran abad 21, diharapkan mampu untuk menggunakan teknologi dengan baik
dan mengarah kepada hal yang positif. Abad ini memerlukan transformasi pendidikan
secara menyeluruh sehingga terbangun kualitas guru yang mampu memajukan
pengetahuan, pelatihan, ekuitas peserta didik, dan prestasi peserta didik tentu harus
dipersiapkan secepat mungkin dalam menggunakan teknologi. Literasi digital
merupakan salah satu program yang pas untuk mengusung pembelajaran pada era
industri 4.0. Bila masih ada guru yang tidak mampu melaksanakan tehnologi atau
berkomunikasi dengan menggunakan tehnologi, maka sangat memungkinkan tidak
akan terjadi perubahan dalam pembalajaran.
Saat ini pesserta didik telah mengenal teknologi, akan tetapi mereka masih
kurang melek digital. Artinya apa, peserta didik hanya mampu mengakses teknologi
tersebut, namun belum mampu menganalisis dengan baik, berpartisipasi dengan bijak,
mengelola dengan benar, dan bahkan belum mampu memunculkan komunikasi yang
efektif dan beretika. Kecenderungan peserta didik adalah untuk kesenangan semata,
bagaimana mereka menggunakan gadget untuk bermain gim, berpacu trendi di sosial
media bahkan berkomentar seenaknya tanpa memperhatikan norma-norma. Tentu hal
ini akan menjadi pengaruh buruk bagi perkembangan peserta didik nantinya terutama
dalam peningkatan kompetensi serta penanaman nilai-nilai karakter pada mereka.

- 24 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

Fenomena yang terjadi di SMAN 1 Silat Hilir kabupaten Kapuas Hulu adalah
kemampuan warga sekolah termasuk siswa dan guru dalam mengunakan teknologi
belumlah bermuara pada hal-hal yang bermanfaat, terutama dalam peningkatan
literasi digital di sekolah. Peserta didik dan guru cenderung menggunakan teknologi
hanya untuk kesenangan semata. Selain itu, kemampuan berkomunikasi peserta didik
dan guru belum terasah dengan baik. Hal ini terlihat dari bagaimana peserta didik dan
guru tersebut dalam mempersentasikan sesuatu cenderung belum seperti yang
diharapkan, apalagi kalau berbicara dihadapan orang banyak dan ditambah pula ada
kamera. Selain itu, minat baca dan tulis baik peserta didik mapun guru masih rendah.
Menulis bukanlah suatu budaya begitu juga membaca, padahal teknologi sekarang
memungkinkan untuk warga sekolah mengaskses beragam tulisan di media internet
namun mereka cenderung malas melakukan hal tersebut. Selanjutnya, kemampun
dalam menanggapi suatu dan memberi tanggapan terhadap sesuatu juga belum
terasah dengan baik. Hal ini terlihat dari komentar-komentar baik di dunia nyata
maupun dunia maya belumlah bijak. Mereka cenderung berkomentar seenaknya saja,
tidak memperhatikan norma dan etika.
Jika hal tersebut di atas dibiarkan begitu saja, maka penulis sebagai kepala
sekolah di SMAN 1 Silat Hilir kabupaten Kapuas Hulu merasa khawatir akan terjadi
kegagalan dalam penerapan literasi digital, serta guru dan peserta didik tidak memiliki
budaya yang baik dalam penggunaan teknologi. Selanjutnya karakter yang baik tentu
akan sulit diterapkan, maka dalam hal ini penulis membuat sebuah program sekolah
yang berjudul “Meningkatkan Karakter Peserta Didik Melalui Budaya Literasi Digital di
SMAN 1 Silat Hilir Kabupaten Kapuas Hulu”.

KONSEP STRATEGIS PELAKSANAAN PROGRAM


Menurut Davis & Shaw dalam Daryono (2017), literasi digital merupakan
bantuan yang menggunakan komputer untuk berhubungan dengan berbagai informasi
dan bacaan yang tidak berurut. Informasi ini berupa hipertekstual. Sedangkan Gilster
dalam Daryono (2017) mengatakan bahwa literasi digital adalah kemampuan untuk
memahami berbagai informasi yang disajikan dalam bentuk digital serta kemampuan
untuk menggunakan informasi tersebut baik untuk membaca maupun menulis sesuatu
yang berhubungan dengan informasi tersebut dan formatnya disesuaikan dengan
kebutuhan pada masanya.
Pendidikan karakter menurut Kertajaya dalam Muhdar (2013) merujuk pada
bagaimana seseorang memiliki sebuah bentuk sikap, berucap, bertindak, serta
merespons sesuatu yang menjadi ciri khas dirinya dan menjadi kebiasaan bagi
kepribadiannya. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah ciri khas
seseorang individu yang terkait dengan cara berpikir dan bersikap serta merespons
sesuatu dalam kehidupan interaksi sosial yang diwujudkan dengan tanggung jawab.
Untuk memudahkan berbagai akses yang diperlukan oleh masyarakat, teknologi
memang sangat diperlukan, namun tidak bisa dipungkiri pada kenyataannya teknologi

- 25 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

juga dapat menghadirkan efek negatif bagi penggunanya. Hal ini dikarenakan
ketidakseimbangan antara karakter yang dimiliki masyarakat dengan perkembangan
teknologi tersebut sehingga penyalahgunaan teknologi kerap terjadi. Untuk mengatasi
masalah tersebut diperlukan kemampuan yang baik dalam mengakses, menggunakan
serta memanfaatkan teknologi agar pembetukan karakter juga dapat dilakukan sejalan
dengan perkembangan zaman.
Budaya Literasi Digital di SMAN 1 Silat Hilir merupakan program yang sangat
penting untuk dilaksanakan, di mana sekolah dan kepala sekolah haruslah bijak dalam
menanggapi isu-isu global seperti teknologi digital. Kepala sekolah seyogyanya
memiliki kemampuan dalam mengembangkan program, dapat mempertimbangkan
baik dan buruk program tersebut, serta memiliki kompetensi dalam mengukur
kekuatan dan kelemahan yang ada di sekolah. Ketelitian inilah yang nantinya akan
menjadi salah satu indikator keberhasilan sekolah terutama dalam bidang literasi
digital. Budaya Literasi Digital yang dilaksanakan penulis mencakup tiga program
kegiatan, yaitu:1. Youtube, 2. Menulis Opini 3. Satu Minggu Satu Puisi.

PELAKSANAAN PROGRAM
Implementasi Kegiatan Youtube
Youtube merupakan kegiatan peserta didik yang diarahkan untuk membuat
video dokumentasi jurnalistik yang berisi tentang konten-konten budaya atau
ketertarikan terhadap suatu objek, tentu kegiatan ini disesuaikan dengan kondisi dan
keadaan fasilitas yang dimiliki oleh siswa dan sekolah. Kepala sekolah dan guru
merencanakan dan merancang bentuk kegiatan. Guru memberikan arahan bagaimana
cara membuat video melalui berbagai contoh atau pemodelan yang ditayangkan
kepada peserta didik. Kemudian peserta didik bersama guru merancang konten-
konten dan skenario video yang akan dibuat. Peserta didik dibagi atas beberapa
kelompok kecil yang terdiri dari 4 orang, satu orang nantinya akan berperan sebagai
pengarah, satu orang sebagai kameramen, satu orang sebagai pelaksana, dan satu
orang lagi berperan sebagai kontrol skenario. Setelah mereka mempersiapkan secara
matang, seperti peralatan yang akan digunakan, latar pengambilan gambar, personil,
dan waktu yang tepat, maka mereka melakukan pengambilan video dengan diawasi
oleh guru guna menghindari hal-hal yang tidak kita ingginkan.
Video yang telah dihasilkan kemudian diunggah ke akun Youtube masing-masing
peserta didik. Setiap video yang diunggah tersebut diinformasikan kepada seluruh
peserta didik untuk ditonton dan diberikan like dan subscribe atau peserta didik
diminta untuk memberikan komentar positif yang berkaitan dengan arah
pengembangan dan perbaikan. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk melatih
kemampuan public speaking bagi peserta didik, literasi, bekerja dalam tim, serta
melatih ketelitian peserta didik dalam menyiapkan sesuatu keperluan dalam
pelaksanaan kegiatan. Selain itu, juga melatih peserta didik dalam meningkatkan

- 26 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

kepercayaan diri, tanggung jawab, dan berani dalam bertindak serta mampu
menghargai hasil karya orang lain.

Implementasi Kegiatan Menulis Opini


Menulis opini merupakan kemampuan yang bijak dalam memberikan tanggapan
dan komentar terhadap suatu informasi. Kegiatan ini diawali dengan guru ataupun
siswa membuat sebuah pernyataan atau sebuah informasi baru atau opini yang
berkaitan dengan situasi dan isu-isu global yang perlu terlebih dahulu diberi batasan
kepada guru dan peserta didik sejauh mana mereka akan menulis konten tersebut.
Kemudian guru dan peserta didik menuliskan dengan sebaik mungkin opini yang
mereka buat dalam format yang telah disediakan. Selanjutnya tulisan tersebut
diunggah di media sosial mereka, yang nantinya tulisan tersebut dikomentari oleh
teman-temannya dengan bahasa yang positif dan bersifat membangun. Kumpulan
opini yang telah dibuat juga akan diterbitkan pada media cetak.

Implementasi Kegiatan Satu Minggu Satu Puisi


Kepala sekolah menyusun program bersama guru. Kegiatan ini dilaksanakan satu
kali dalam seminggu. Sasaran dari program adalah guru dan peserta didik. Kegiatan ini
dilakukan satu kali dalam satu minggu. Kegiatan mana diawali dengan guru melakukan
pemodelan bagaimana membuat puisi yang sederhana. Baik peserta didik dan guru
setiap minggu menulis satu puisi. Penulisan puisi ini dimulai dari membimbing dan
membina guru dalam penulisan puisi. Selanjutnya, guru melatih dan membimbing
peserta didik untuk menulis puisi. Puisi yang ditulis adalah hasil karya sendiri. Puisi
ditulis dalam sebuah buku tulis yang disediakan khusus oleh peserta didik dan guru.

HASIL YANG DICAPAI


Implikasi Kegiatan Youtube
Dari pelaksanaan kegiatan Youtube, didapatlah hasil sebagai berikut. 1)
Meningkatnya kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi dan public speaking .
2) Meningkatnya kemampuan literasi peserta didik. 3. Meningkatnya kemampuan
peserta didik dalam bekerja bersama tim. 4) Dihasilkannya youtuber yang memiliki
konten edukasi. 5) Tertanamnya sikap positif seperti tanggung jawab, percaya diri,
menghargai orang lain, dan berani dalam mengambil tindakan.

Implikasi Kegiatan Menulis Opini


Dari kegiatan Menulis Opini ini, diperoleh hasil sebagai berikut. 1) Terkumpulnya
tulisan opini peserta didik dan guru. 2) Meningkatnya kemampuan literasi tulis dan
baca bagi peserta didik dan guru. 3) Diterbitkannya opini guru pada media cetak. 4)
Terlatihnya kemampuan guru dan peserta didik dalam memberikan komentar yang
bijak terhadap suatu informasi. 5) Tertanamnya karakter positif bagi peserta didik dan

- 27 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

guru terutama dalam hal merespons suatu informasi dan menggunakan teknologi
secara bijak.

Implikasi Kegiatan Satu Minggu Satu Puisi


Hasil dari kegiatan Satu Minggu Satu Puisi adalah 1) Meningkatnya kemampuan
peserta didik dan guru dalam membuat puisi. 2) Terkumpulnya karya puisi peserta
didik dan guru dalam bentuk buku dan portofolio. 3) Terlatihnya kemampuan guru dan
peserta didik dalam pemilihan kosa kata dan diksi pada pembuatan puisi. 4)
Diterbitkannya buku kumpulan puisi yang telah memiliki ISBN.

KESIMPULAN
Menggunakan teknologi sebagai media literasi dan memiliki kemampuan yang
bijak dalam penggunaan teknologi merupakan sebuah program literasi digital yang
dilakukan di SMAN 1 Silat Hilir. Melalui program yang inovatif ini diharapkan peserta
didik dan guru dapat menggunakan teknologi secara bijak dan menjadikan literasi
digital sebagai budaya di sekolah. Budaya literasi digital di SMAN 1 silat Hilir telah
memberikan hasil positif dalam pelaksanaanya. Hasil tersebut di antaranya adalah
meningkatnya kemampuan literasi digital baik guru maupun siswa. Selain itu juga
tertanamnya nilai karakter seperti percaya diri, menghargai orang lain, berkomentar
dengan bijak, serta berani dalam bertindak. Tidak hanya itu, budaya literasi digital
telah meningkatkan minat baca dan tulis bagi peserta didik dan guru sehingga mampu
melahirkan berbagai karya literasi yang memanfaatkan media sosial dan cetak sebagai
sarana.

SARAN
Berdasarkan hasil positif yang telah dihasilkan dari praktik baik ini, penulis
memaparkan beberapa saran sebagai berikut. 1) Untuk kepala sekolah, lebih
meningkatkan inovasi program terhadap pengembangan budaya literasi, terutama
literasi digital. 2) Untuk guru, agar mampu menjadi pelaksana program yang
mengarahkan peserta didik kepada nilai-nilai yang lebih baik. 3) Untuk tim pelaksana
program sekolah, agar lebih memperhatikan analisis kebutuhan sekolah dan
administrasi program sekolah. 4) Untuk dinas pendidikan, agar terus memberikan
bimtek dan sosialisasi tentang pengelolaan program sekolah. 5) Untuk pemerintah,
agar memfasilitasi sekolah khususnya dalam bidang pengelolaan program pemenuhan
kebutuhan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.

- 28 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

DAFTAR PUSTAKA
Daryono. (2017). Literasi informasi digital: Sebuah tantangan bagi pustakawan.
Jakarta: TIK.
Muhdar, H.M. (2013). Pendidikan karakter menuju SDM paripurna. Jurnal Pen
Alulum, 13(1): 103-128.
Suyanto. (2010). Aktualisasi pendidikan karakter. Direktorat Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah.

- 29 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

THE EFFECTIVENESS OF PRE-QUESTIONING IN IMPROVING STUDENTS’ READING


COMPREHENSION ACHIEVEMENT

Rustam Baba
SMPN 9 Satap Maiwa Kab. Enrekang, Sulawesi Selatan
rustambaba@rocketmail.com

Abstract
This research aimed to find out the effectiveness of using pre-questioning in improving
students’ reading comprehension achievement at the ninthgrade students of SMPN 2
Maiwa Enrekang regency. The researcher employed a true experimental design
applying pre-test and post control group design. The population of the research was 60
students and simple random sampling was applied to classify experimental and control
groups. The experimental group consisted of 30 students, while there were 30 students
in the control group. The findings of the research revealed that using pre-questioning
in reading comprehension could improve the students’ reading comprehension
achievement.
Keywords: efectiveness, pre-questioning, reading comprehension

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan penggunaan pre-questioning
dalam meningkatkan prestasi pemahaman membaca pada siswa kelas IX SMPN 2
Maiwa Kabupaten Enrekang. Peneliti menggunakan desain eksperimen sejati dengan
menerapkan pre-test and post control group design. Populasi penelitian ini adalah 60
siswa dan simple random sampling diterapkan untuk mengklasifikasikan kelompok
eksperimen dan kontrol. Kelompok eksperimen terdiri dari 30 siswa, sedangkan
kelompok kontrol ada 30 siswa. Temuan penelitian mengungkapkan bahwa
menggunakan pra-pertanyaan dalam pemahaman membaca dapat meningkatkan
prestasi pemahaman membaca siswa.
Kata kunci: keefektifan, pra-pertanyaan, pemahaman bacaan

INTRODUCTION
Reading comprehension is an interactive mental process between a reader’s
linguistic knowledge, knowledge of the world, and knowledge about a given topic.
While reading, the reader constructs various representations of the text that are
important for comprehension. Field (2002) argues that those representations include
the surface code (the extract word of the text), the text code (main ideas representing
the meaning of the text), and the mental models (the way in which information is
represented in mind) that are embedded in the text.
According to Nunan (2003), reading comprehension is a fluent process of
combining information from the text and the existing schemata to understand the
meaning. Therefore, reading for comprehension or meaning is one primary purpose
for reading. It is one of the skills in reading that requires the students to comprehend
the whole parts of text. In comprehending the text, students have to know the way of
text is organised. Without understanding the organisation of text, the students will get
difficulties in having complete comprehension of texts.

- 30 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

Based on the prior observation at SMPN 2 Maiwa Enrekang regency, it was found
that the rate of students’ score in reading skill was only about 60%. It was lower than
the minimal mastery criteria of reading 70%. So, the researcher would like to find out
a way to improve the students’ ability in reading comprehension. This research was
applied to the ninth grade students of SMPN 2 Maiwa.
Brown (2001) points out that to comprehend a text the readers should be able to
manage every part of the text because it is easy to gain the comprehension in reading
when the readers are able to organise the text. Sometimes, they may find forms of pre-
questioning and it is important for them to comprehend a reading text with having
knowledge in general view of the text. Theoretically, pre-questioning itself can build
the students’ interest and motivation before students read the whole text. Moreover,
the students can predict what will be discussed on the text. In line with this study,
students may improve their reading comprehension if they know about pre-
questioning and it is very important to understand about pre-questioning in order to
get good comprehension in reading.
Based on the explanation above, the researcher is interested to find out the
effectiveness of treatment with pre-questioning and without pre-questioning on
students’ reading comprehension achievement and conclude that the pre-questioning
consists of some questions provided before the students read the whole text. The
effectiveness here is related to the reading comprehension achivement of the students
after being taught using pre-questioning. The differences score between pre test and
post test for both groups, experimental and control groups is considered as the effect
of the treatment.

METHODOLOGY
In this research, the researcher uses the true experimental design that applies the
Pretest-Posttest Control Group Design. The design is formulated as follows.

E = 𝑂1 𝑋1 𝑂2
-------------------------------------
C = 𝑂1 𝑋2 𝑂2
(Gay, 1987:227)
Where:
E : Experimental group (Using Pre-Questioning)
C : Control group (Conventional technique)
𝑂1 : Pre-test
𝑂2 : Post-test
𝑋1 : New treatment (Using Pre-Questioning)
𝑋2 : Conventional technique

- 31 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

The population of the research is the ninth grade students of SMPN 2 Maiwa in. It
consists of three parallel classes, namely class IX A with 19 students, IX B with 21
students, and class IX C with 20 students, totalling 60 students as the population of the
research. From the number of population, the reseacher applies simple random
sampling to determine experimental and control groups. The experimental group
consists of 30 students and the control group comprises 30 students.
In collecting the data, the researcher utilises two kinds of instruments, namely
reading comprehension test and questionnaire. The test applied is pre-test and post-
test. The students in both groups are tested by the researcher. The aim of pre-test is to
find out the prior of students’ reading comprehension skill before giving them some
treatment, while the post-test aims at finding out the students’ reading comprehension
skill after giving five times of treatments (teaching using pre-questioning technique).
The reading comprehension test consists of 5 essay texts in a report form which
are divided into 20 questions of multiple choice. The materials are adapted from
various text books and some are modified by the researcher. A questionnaire is used
to collect the data on the students’ attitude toward the use of pre-questioning
technique for experimental group only. The data is collected at the end of the post-test.
The students are asked to indicate their attitude toward the use of pre-questioning
technique by guided questions with the scales of strongly agree, agree, undecided,
disagree, and strongly disagree.

FINDINGS
The data obtained from the experimental and control groups are divided into two
categories, namely quantitative and qualitative analysis. They are presented as follows.
The pre-test result of the students for experimental and control groups is
tabulated as follows.
Experimental Control
No. Classification Range
F % F %
1. Very good 86-100 0 0 0 0
2. Good 71-85 2 6.66 2 6.66
3. Fair 56-70 12 40 11 36.66
4. Poor 41-55 15 50 16 53.33
5. Very poor ≤40 1 3.33 1 3.33
Total 30 100 30 100
Table 1. Pre-test Results for Experimental and Control Groups

The table above shows the comparison between the students’ achievement on the
pre-test in both experimental and control groups. None of the students is in very good
category, two students are categorizsed good, and 12 students are in fair category in
the experimental group, while there are 11 students in the control group. Most of the

- 32 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

students’ scores are in poor category, namely 15 for experimental group and 16
students for the control group.
The post-test result of the students for experimental and control groups is
tabulated as follows.

Experimental Control
No. Classification Range
F % F %
1. Very good 86-100 2 6.66 0 0
2. Good 71-85 9 30 3 10
3. Fair 56-70 16 53.33 12 40
4. Poor 41-55 3 10 15 50
5. Very poor ≤40 0 0 0 0
Total 30 100 30 100
Table 2. Post-test Results for Experimental and Control Groups

Based on the table above, we can see that there is a significant difference of
students’ score classification between experimental and control groups. The table
shows that there are two students (6.66%) in very good classification in the
experimental group, but none of the students gets the highest category in the control
group, 9 students (30%) are in good category in the experimental group, but only 3
students (10%) are in good category for the control group. Most of the students are in
fair category in the experimental group, while in the control group, most of the students
are in poor category, and none of the students is in very poor category for both
experimental and control groups.

Group Mean score Standard Deviation


Experimental 55.33 9.39
Control 54.83 9.44
Table 3. The Mean Score and Standard Deviation of the Students’ Pre-test.

After calculating the result of the students’ pre-test, the mean and the standard
deviation for both groups are presented. The table above shows that the mean score
obtained by the students in experimental group (55.33) is not significantly different
with the control group (54.83). In order to know whether or not the mean difference
of both groups is statistically significant at the level of significance 5% (0.005), degree
of freedom (𝑛1 + 𝑛2 – 2) is 58, the result of calculation is shown as follows

Variable t-test value t-table value


Pre-test 0.19 2.000
Table 4. The t-test of the Students’ Pre-test

- 33 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

The table above shows that the t-test value (0.19) is smaller than the t-table value
of the students’ pre-test (2.000). Based on the result above, there is not significant
difference between the two mean scores.
Having included the students’ pre-test, the next test to be analysed is post-test.
The following is the table that describes the mean score and standard deviation of the
students’ post-test in both groups.

Group Mean Score Standard Deviation


Experimental 67.50 10.55
Control 57.83 10.22
Table 5. The Mean Score and Standard Deviation of the Students’ Post-test
The table above shows that the mean score obtained the students in experimental
group (67.50) is greater than control group (57.83). It appears that the mean scores of
the post-test obtained by the students in both groups are different. In order to know
whether or not the mean difference of both groups is statistically significant at the level
of significance 5% (0.005), degree of freedom (𝑛1 + 𝑛2 – 2) is 58, the result of
calculation is shown as follow.

Variable t-test value t-table value


Post-test 3.46 2.000
Table 6. The t-test of the Students’ Post-test

The table shows that the t-test value (3.46) is greater than the t-table value
(2.000). Based on this result, it is concluded that the difference of both means is
statistically significant.
The analysis of result of the students’ interest from the questionnaire can be seen
in the table below.

Experimental Group
Category Score
Freq. %
Strongly Interested 84–100 16 53.33
Interested 68–83 12 40
Neutral 52–67 2 6.67
Less Interested 36–51 0 0
Un-interested 20–35 0 0
Total 30 100
Table 7. The Result of Questionnaire Analysis toward the Use of Pre-questioning in
Learning Reading Comprehension

- 34 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

Based on the table above, for experimental group the researcher finds out that
there are 16 students (53.33%) who are in strongly interested category, 12 students
(40%) are in interested category, and 2 students (6.67%) are in neutral category. None
of the students is in less interested and un-interested categories. The mean score is 82.
It means that students’ respond toward the use of pre-questioning technique is in
interested category.
From these findings, the researcher proves that the use of pre-questioning
technique in teaching reading comprehension to the ninth grade students of SMP
Negeri 2 Maiwa has a significant influence in improving the students’ reading
comprehension skill although teaching reading through the conventional method
(without pre-questioning) has influenced the students’ reading achievement.
Nevertheless, the mean score of the result of student reading achievement in post-test
at the control group is lower than experimental group. It shows that the control group
is only 57.83, while the experimental class is 67.50. And the students’ interest toward
the use of pre-questioning in learning reading comprehension skill is in interested
category.

DISCUSSION
The result gives description that treatment with pre-questioning and without
pre-questioning have significant effects on the students’ reading comprehension
achievement. In brief, pre-questioning has significant effects on the students’ reading
comprehension achievement. The students in experimental group can get a good score
because they are prepared well before reading the main text. In this case, they have
already had prior knowledge and general comprehension about the text. This is in line
with the statement pointed out by Harmer (1985) that pre-questioning before reading
is to confirm expectations.
The researcher also finds out that pre-questioning technique has some
advantages in teaching and learning reading comprehension as follows. First, by using
pre-questioning, the students can get the same information related to the text that they
are going to study. They will suit them with their own prior knowledge before reading
the real text. It can help them in understanding the text in general and can predict the
content of the text. So, they can answer the questions better than those who are taught
without pre-questioning. Second, the students are motivated to read and know more
about the text because they have connected the pre-questions with their prior
knowledge and they are eager to prove their prediction about the text.
These findings support an opinion from Brown (2001) who claims that 1)
Teacher questions give students the opportunity to produce language comfortably
without having to risk initiating language themselves. It is very scary for the students
to have to initiate conversation or topics for discussion. 2) Teacher questions can serve
to initiate a chain reaction of students’ interaction among themselves. 3) Teacher
questions giving immediate feedback about students’ comprehension. 4) Teacher

- 35 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

questions provide students with opportunities to find out what they think. As they are
nudged into responding to questions about, they can discover what their own opinions
and reactions are. This self-discovery can be especially useful for a pre-reading activity.
From the result of questionnaire analysis, the students’ interest toward the use
of pre-questioning in learning reading comprehension skill is categorised interested
category with mean score 82. This data also indicates that there is a positive correlation
between students’ reading comprehension achievement with students’ interest. This
finding supports an opinion from Brown (2001). He states that using pre-questioning
can build the students’ interest and motivation, and their cognitive factors. Pre-
questioning is very useful to activate the schemata, thus the students can predict what
will be faced by them in the reading text.

CONCLUSION
Based on the findings and the discussion presented, the researcher concludes
that 1) pre-questioning is effective in improving the students’ reading comprehension
achievement of the ninth grade students at SMPN 2 Maiwa. 2) The students are
interested in attending reading classroom that applies pre-questioning. In other words,
there is a positive correlation between students’ reading comprehension achievement
and students’ interest and motivation.

RECOMMENDATION
To improve the reading comprehension skill, one way that the teacher of English
can use is pre-questioning technique. English teachers should be able to attract
students’ interest by giving interesting technique in teaching. The teachers must be
able to facilitate their students by using various strategies and approaches in order that
the students can enjoy learning in reading comprehension activity.
The researcher also hopes that there will be many researchers who are interested
in studying and also applying some other methods in teaching reading effectively in the
future. Subsequently, teachers can have many scientific sources to apply in their
learning process in the classroom and also can enrich knowledge about language
teaching and learning.

REFERENCES
Brown, H Douglas. 2001. Teaching by Principles. San Francisco: Addison Wesley
Longman, Inc.
Field, J. 2002. Psycolinguistics: A resource book for students. London: Routledge
Gay, L.R. 1987. Educational Research: Competencies for Analysis and Application. Ohio;
Merrill Publishing Company.
Harmer, Jerremy. 1985. The Practice of English Language Teaching. New York:
Longman, Inc.

- 36 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

http://ezinearticles.com/?The-Importance-Of-Reading&id=354498. Retrieved on
May 28, 2012
http://www.readingresource.net/teachingreading.html. Retrieved on May 28, 2012
Mahdalena, Leny. 2007. Effects of pre-questioning on reading comprehension
achivement. Palangkaraya University.
Nunan, David. 1991. Language Teaching Methodology. New York: Prentice hall
Nunan, David. 2003. Practical English Language Teaching. New York, NY: McGraw-Hill
PPs Universitas Muhammadiyah Parepare. 2010. Pedoman Penulisan Tesis Program
Studi Pendidikan Bahasa Inggris. Parepare.
Singer. 1985. Theoretical Models and Process of Reading . Barkeley: University of
California
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. CV. Alfabeta Bandung
The Reading Matrix. 2011. An International On line Journal. Vol. 11 No. 2 April 2002
The Reading Matrix. 2011. An International On line Journal. Vol. 8 No. 2 September
2008
Ur, Penny. 1996. A course in Language Teaching. New York ; Cambridge University
Press.
Williams, Eddie. 1984. Reading in the Language Classroom. London: Macmillan
Publisher.

- 37 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MODEL PROJECT BASED LEARNING UNTUK


MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI

Retno Prihantini
SMAN 1 Bobotsari, Jawa Tengah
retnobocary@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas model Project Based Learning
dalam meningkatkan hasil belajar biologi. Jenis penelitian yang digunakan pra-
eksperimen dengan desain One-Group Pretest Posttest Design. Populasi penelitian
adalah seluruh siswa kelas XII sejumlah 175 siswa. Pengambilan sampel dilakukan
dengan teknik random sampling. Kelas XII A2 terpilih sebagai sampel penelitian
berjumlah 34 siswa. Metode pengumpulan data menggunakan nilai pretest dan
postest. Analisis data menggunakan uji normalitas, uji gain, dan uji t. Hasil penelitian
menunjukkan nilai rata-rata pretest 55,37 dan nilai rata-rata posttest 80,29. Hal ini
berarti hasil belajar siswa mengalami peningkatan sebesar 24,92. Besar rata-rata uji
gain 0.60 termasuk dalam kriteria sedang. Tingkat efektivitas sebesar 60%. Hasil uji t-
test, 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 17,9296 ≥ 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 1,99656 dan sig. (2 tailed) equal variances, = 0,001 < 0,05.
Ketuntasan belajar posttest sebesar 85,29%. Disimpulkan bahwa model Project Based
Learning efektif untuk meningkatkan hasil belajar biologi bagi siswa kelas XII SMA
Negeri 1 Bobotsari.
Kata kunci: project based learning, hasil belajar, biologi

Abstract
This study aimed to determine the effectiveness of the Project Based Learning model
in improving biology learning outcomes. The type of research used was pre-
experimental with One-Group Pretest Posttest Design. The research population was all
175 students of class XII. Sampling was done by random sampling technique. Class XII
A2 was selected as the research sample totalling 34 students. The data collection
method used pretest and posttest scores. Data analysis used normality test, gain test,
and t test. The results showed the average value of the pretest was 55.37 and the
average value of the posttest was 80.29. This meant that student learning outcomes
increased by 24.92. The average gain of 0.60 was included in the medium criteria. The
effectiveness rate was 60%. The results of the t-test, 17.9296 1.99656 and sig. (2 tailed)
equal variances, = 0.001 < 0.05. Posttest learning completeness was 85.29%. It was
concluded that the Project Based Learning model was effective in improving biology
learning outcomes for class XII students of SMA Negeri 1 Bobotsari.
Keywords: Project Based Learning, learning outcomes, biology

PENDAHULUAN
Mewabahnya virus Covid-19 merubah wajah kondisi kegiatan belajar mengajar
(KBM). Seluruh jenjang pendidikan 'dipaksa' bertransformasi untuk beradaptasi
secara tiba-tiba untuk melakukan pembelajaran dari rumah melalui media daring
(Atsani, 2020). Walaupun demikian, pendidik harus memastikan kegiatan belajar
mengajar tetap berjalan meskipun siswa berada di rumah. Seperti yang disampaikan
Khamid (2019), Baalwi (2020), dan Riza (2020) bahwa bekerja dari rumah dapat

- 38 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

dilakukan dengan memanfaatkan teknologi daring seperti media sosial (WhatsApp,


Facebook, dan Instagram) atau media lain seperti Google Classroom, Google Form,
Zoom, dan lain sebagainya.
Banyak kendala dihadapi oleh pihak sekolah, guru, siswa, dan para orang tua
dalam pembelajaran daring. Salah satunya adalah kebiasaan anak yang akan lebih
fokus belajar hanya jika pembelajaran dihadiri secara langsung. Hal ini tentunya sangat
mempengaruhi hasil belajar siswa (Busyra, 2020). Pembelajaran daring tentunya akan
kurang bermakna tanpa sinergitas strategi dan metode pembelajaran yang tepat. Salah
satu pendekatan pembelajaran yang dapat mengoptimalkan pembelajaran daring
adalah pembelajaran berbasis proyek. Pembelajaran ini memfasilitasi peserta didik
untuk mempelajari konsep secara mendalam dan dapat meningkatkan hasil belajar
(Kurniawan, 2020). Penerapan ataupun pengembangan model PjBL (Project Based
Learning) sebelum dan saat pandemi dapat meningkatkan hasil belajar, motivasi, dan
kemampuan berpikir kritis bagi peserta didik.
Dalam konteks pengajaran yang dilaksanakan oleh penulis, salah satu mata
pelajaran biologi kelas XII semester ganjil yang perlu mendapat perhatian adalah
materi pertumbuhan dan perkembangan pada tanaman. Pada materi tersebut,
terdapat kompetensi dasar (KD) yang menuntut siswa untuk menguasai materi dan
dapat merencanakan sekaligus melaksanaan suatu percobaan. Kompetensi ini tidak
saja mengisyaratkan siswa untuk memiliki kemampuan kognitif (K3) tetapi juga
kemampuan soft skill, yaitu terampil (K4) dalam merancang, melakukan, dan membuat
laporan penelitian (Soeryono, 2020). Tuntutan pembelajaran yang unik dan kompleks
ini menyebabkan siswa kesulitan belajar.
Selain itu, pembelajaran daring yang umumnya hanya satu arah menyebabkan
siswa kurang tertarik. Jika siswa diajak untuk ikut aktif dalam proses pembelajaran,
maka siswa akan merasa menjadi objek bukan subjek. Selama ini model pembelajaran
Project Based Learning (pembelajaran berbasis proyek) juga belum diterapkan oleh
guru pengampu sebagai peneliti. Melihat karakter materi dan kondisi pandemi
tersebut, maka model pembelajaran PjBL dipandang efektif untuk digunakan pada
mata pelajaran biologi, khususnya materi Pertumbuhan dan Perkembangan.
Pembelajaran berbasis proyek adalah model pembelajaran yang menggunakan
proyek sebagai inti pembelajaran. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian,
interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar
(Susanto, 2015). Model pembelajaran Project Based Learning awalnya dikembangkan
oleh The George Lucas Education Foundation dan Dopplet, dengan langkah-langkah
pembelajaran berdasarkan beberapa fase sebagai berikut (Kemdikbud, 2014: 34).

- 39 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

1. Penentuan 2. Menyusun 3. Menyusun jadwal


pertanyaan mendasar perencanaan proyek

6. Pengevaluasian 5. Pengujian Hasil 4. Pengawasan


Pengalaman Kemajuan Proyek

Gambar 1. Langkah-langkah Model Pembelajaran PjBL

Langkah-langkah model pembelajaran PjBL dapat dijelaskan sebagai berikut.


Penentuan pertanyaan mendasar dilakukan dimulai dengan pertanyaan esensial pada
saat pembelajaran, yaitu pertanyaan yang dapat memberi penugasan siswa dalam
melakukan suatu aktivitas. Siswa secara kolaboratif bersama guru menyusun
perencanaan proyek (project design). Dengan demikian, siswa diharapkan akan
merasa memiliki atas proyek tersebut. Guru dan siswa kemudian menyusun jadwal
kegiatan penyelesaian proyek. Selama tahap tersebut, guru dapat melakukan
pemantauan kemajuan belajar dan pengerjaan proyek di luar kelas. Guru
bertanggungjawab untuk memantau kegiatan siswa selama menyelesaikan proyek.
Pemantauan dilakukan dengan cara memfasilitasi siswa pada setiap proses.
Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam mengukur ketercapaian
standar kompetensi, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing-masing siswa,
memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai siswa, dan
membantu guru dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya. Pada akhir proses
pembelajaran, guru dan siswa melakukan refleksi terhadap kegiatan dan hasil proyek
yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun
kelompok.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan tujuan untuk mengatahui efektivitas penggunaan model project based learning
untuk meningkatkan hasil belajar biologi bagi siswa SMAN 1 Bobotsari Semester 1
tahun 2020.

METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan untuk penelitian ini adalah pra-eksperimen.
Metode penelitian One-Group Pretest-Posttest Design ini dilakukan terhadap satu
kelompok tanpa adanya kelompok kontrol. Hasil perlakuan dapat diketahui lebih
akurat karena dapat membandingkan keadaan sebelum diberi perlakuan. Penelitian
ini disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai, yaitu menguji keefektifan model
Project Based Learning untuk meningkatkan hasil belajar biologi.
Di dalam rancangan ini, dilakukan tes sebanyak dua kali, yaitu sebelum diberi
perlakuan (pre-test) dan sesudah diberi perlakuan (post-test). Pre-test (O1) diberikan
pada kelas eksperimen. Setelah pembelajaran biologi menggunakan model Project

- 40 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

Based Learning (X), peneliti memberikan post-test (O2). Adapun pola penelitian
metode One-Group Pretest-Posttest Design menurut Hardani (2020) adalah sebagai
berikut.

Nilai pre-test (sebelum diberi Nilai post-test (setelah


perlakuan) Perlakuan diberi perlakuan
O1 X O2
Tabel 1. Desain Penelitian One-Group Pretest-Posttest Design

Penelitian ini dilakukan di SMAN 1 Bobotsari. Adapun waktu penelitian ini


dilaksanakan mulai semester ganjil tahun pelajaran 2020/2021, tepatnya pada tanggal
19 Juli 2020-10 Agustus 2020. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas
XII MIPA SMAN 1 Bobotsari yang berjumlah 175 siswa. Pengambilan sampel pada
penelitian ini menggunakan teknik random sampling melalui undian. Kelas yang
terpilih menjadi kelas sampel adalah siswa XII MIPA2 SMAN 1 Bobotsari.
Peneliti mengidentifikasi dua variabel yang saling bersangkutan dalam penelitian
ini, yaitu 1) Penggunaan model Project Based Learning sebagai variabel bebas (X). 2)
Hasil belajar biologi sebagai variabel terikat (Y). Penelitian ini dilakukan melalui tiga
tahapan. Tahap persiapan mencakup kegiatan 1) melakukan kajian pustaka. Peneliti
mencari dan mengumpulkan teori-teori yang relevan dengan penelitian ini. 2)
Membuat dan menyusun seluruh instrumen penelitian. 3) Mengajukan surat izin
penelitian kepada tempat penelitian, yaitu SMA Negeri 1 Bobotsari. 4) Menganalisis
soal pre-test awal. 5) Pengambilan sampel penelitian untuk diambil datanya.
Selanjutnya adalah tahap pelaksanaan yang mencakup kegiatan 1) melaksanakan
pre-test untuk mengukur kemampuan awal siswa. 2) Melaksanakan pembelajaran
pada kelas yang dijadikan sampel penelitian menggunakan model Project Based
Learning dalam pembelajaran biologi pada materi Pertumbuhan dan Perkembangan.
3) Melaksanakan post-test untuk mengukur kemampuan siswa setelah melaksanakan
pembelajaran pada kelas yang dijadikan sampel penelitian.
Terakhir adalah tahap pengolahan data, yaitu dengan 1) mengolah dan
menganalisis data penelitian, 2) mengidentifikasi peningkatan prestasi belajar dan
konsistensi ilmiah siswa dalam pemecahan masalah, dan 3) memberikan kesimpulan
dan saran berdasarkan hasil pengolahan data.
Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan tes hasil
belajar berupa tes awal (pre-test) dan tes akhir (post-test). Teknik analisis data
digunakan peneliti sebagai panduan dalam menganalisis data hasil penelitian dalam
kegiatan pembelajaran biologi materi Pertumbuhan dan Perkembangan. Data yang
diperoleh dari proses dan hasil pembelajaran dianalisis secara kuantitatif dengan
langkah sebagai berikut.

- 41 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

Analisis pertama dengan Uji Validitas Soal Pilihan Ganda sehingga dapat
diketahui valid atau tidaknya butir soal tersebut. Butir soal yang tidak valid akan
dibuang dan yang valid selanjutnya akan digunakan dalam penelitian. Analisis kedua
dengan Uji Reabilitas Soal Pilihan Ganda. Reliabilitas dicari dengan rumus yang
ditemukan oleh Kuder dan Richardson, yakni rumus K-R 20.
Analisis ketiga adalah Uji Normalitas nilai pre-test dan post-test diuji
menggunakan Kolmogorov Smirnov test 1 sample, yang merupakan pengujian untuk
mengetahui tingkat kesesuaian antara distribusi observasi dengan distribusi teoritis
tertentu. Analisis keempat adalah Uji N-Gain untuk mengetahui efektivitas model
Project Based Learning dalam pembelajaran Biologi. Analisis keempat, yakni Uji
Hipotesis yang peneliti gunakan untuk penelitian ini adalah Uji-t berpasangan (paired
t-test).

HASIL PENELITIAN
Hasil pre-test maupun post-test setelah diujikan menggunakan 40 soal objektif
yang mewakili seluruh materi Pertumbuhan dan Perkembangan mendapatkan hasil
sebagai berikut. Hasil pre-test dari 34 siswa mendapat nilai tertinggi sebesar 85, nilai
terendah sebesar 30, rata rata 55,37, jumlah siswa yang tuntas sejumlah 8, dan jumlah
siswa yang tidak tuntas sejumlah 26. Hasil post-test dari 34 siswa mendapat nilai
tertinggi sebesar 97,5, nilai terendah sebesar 45, rata rata sebesar 80,29, jumlah siswa
yang tuntas sejumlah 29, dan jumlah siswa yang tidak tuntas sejumlah 5.
Uji Validitas Butir Soal dilaksanakan dengan jumlah peserta uji coba N = 150 dan
taraf signifikan 5% didapat rtabel = 0,134. Item soal dikatakan valid jika rhitung > 0,134
(rhitung lebih besar dari 0,134). Berdasarkan pengukuran ternyata di antara 40 soal
yang diujikan terdapat 28 soal valid karena rhitung > 0,134 (rhitung lebih besar dari
0,134). Sedangkan 12 soal yang lain kurang valid karena r hitung < 0,134 (rhitung lebih
kecil dari 0,134), yaitu yang bernomor 5, 9, 10, 11, 12, 16, 17, 19, 22, 31, 37, dan 40.
Jumlah soal valid sejumlah 28, yaitu yang bernomor 1, 2, 3, 4, 6, 8, 13, 14, 15, 18, 20, 21,
23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 32, 33, 34, 35, 36, 38, dan 39.
Uji reabilitas soal dilaksanakan hanya pada soal yang valid (n) sejumlah 28 butir
soal. Dengan rumus K-R20 ditemukan data sebagai berikut. (n) 28, maka n-1 = 27. ∑pq
/ jumlah hasil perkalian p dan q = 4,86. Standar deviasinya (S) =15,3, sehingga dalam
rumus r11 tersebut diperoleh 0,71. Nilai 0,71 dikategorikan bahwa butir soal itu
reabilitasnya tinggi sehingga layak digunakan.
Uji Kolmogorov-Smirnov digunakan untuk menguji normalitas soal pre-test
maupun post-test. Dengan rumus Dmax = |F(Z)-F(X)|. Dmax soal pre-test =0,1359. Harga
Dkritis dengan Standar Deviasi = 12,57 dan taraf signifikansi 5%, Dkritis: 0,2607.
Uji normalitas soal post-test dengan rumus yang sama diperoleh Dmax = |F(Z)-
F(X)| = 0,1116. Harga Dkritis dengan Standar Deviasi = 14,13 dan taraf signifikansi 5%,
maka diperoleh Dkritis : 0,2607.

- 42 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

Hasil uji peningkatan hasil belajar dengan rumus Analisis nilai N-gain score
diperoleh nilai 0,6025. Keefektifan hasil belajar diukur dengan cara N-Gain score x 100
= 0,4856 x 100 = 60,25.
Uji Hipotesis yang peneliti gunakan untuk penelitian ini adalah Uji-t berpasangan
(paired t-test) mendapatkan hasil 𝑡ℎ𝑖𝑡 =17,9296, 𝑡𝑡𝑎𝑏 = 1,99656.

PEMBAHASAN
Hasil penelitian yang telah dilakukan mengungkapkan hasil kemampuan awal
rata-rata siswa adalah sebesar 55,37 dengan hasil terendah 30 dan hasil tertinggi 85.
Setelah diberikan pre-test, kemudian kelas eksperimen tersebut diberikan perlakuan
berupa pembelajaran dengan menggunakan model model Project Based Learning.
Telah diketahui uji normalitas uji normalitas soal pretes/D max =0,1359. Standar
Deviasi = 12,57 dan taraf signifikansi 5%, dan Dkritis: 0,2607. Jika Dmax < Dkritis = normal.
Jika Dmax > Dkritis = tidak normal. Jadi jika Dmax = 0,1359 dan Dkritis = : 0,2607, maka
dapat disimpulkan bahwa data tersebut berdistribusi normal.
Uji normalitas soal postes diperoleh Dmax = 0,1116. Harga Dkritis dengan Standar
Deviasi = 14,13 dan taraf signifikansi 5%, maka diperoleh Dkritis : 0,2607. Jadi jika Dmax
= 0,1116 dan Dkritis = : 0,2607. Jika Dmax < Dkritis = normal. Jika Dmax > Dkritis = tidak
normal. Jadi jika Dmax = 0,1116 dan Dkritis = : 0,2607, maka dapat disimpulkan bahwa
data tersebut berdistribusi normal.
Hasil uji peningkatan hasil belajar kelas eksperimen berupa pengujian hipotesis
dengan rumus Analisis nilai N-gain score diperoleh nilai 0,6025. Untuk mengukur
keefektifan hasil belajar diukur dengan cara N-Gain score x 100 = 0,4856 x 100 =
60,25. Kategori (Klasifikasi) N-Gain termasuk kategori sedang. Kategori Keefektifan N-
Gain, maka berada pada bagian efektif.
Uji Hipotesis dengan Uji-t berpasangan (paired t-test) mendapatkan hasil 𝑡ℎ𝑖𝑡
=17,9296, 𝑡𝑡𝑎𝑏 = 1, jadi artinya 𝑡ℎ𝑖𝑡 > 𝑡𝑡𝑎𝑏 → berbeda secara signifikan (𝐻0 ditolak)
sedang H1 diterima. Artinya ada pengaruh antara penggunaan model Project Based
Learning dengan hasil belajar siswa.
Setelah diberikan perlakuan, kelas eksperimen diberikan post-test yang
bertujuan untuk mengetahui kemampuan akhir siswa setelah diberikan sebuah
perlakuan. Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pembelajaran
dengan menggunakan model Project Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar.
Hal ini dapat ditunjukkan dengan selisih nilai rata rata pre-test dan post-test diketahui
sebesar 24,92. Ketuntasan belajar kelas eksperimen post-test sebesar 85,29% lebih
tinggi dari ketuntasan pre-test 23,53%.
Mengacu pada batas ketuntasan yang ditetapkan SMAN 1 Bobotsari secara
klasikal, yaitu sebesar 85%, maka proses pembelajaran dengan menggunakan model
Project Based Learning dikatakan berhasil. Selain itu, rata-rata nilai post-test siswa
mampu mencapai KKM yang ditetapkan sekolah, yaitu sebesar 80,29 di mana nilai
tersebut lebih besar dibanding nilai batas ketuntasan, yaitu 70. Hasil dari nilai post-

- 43 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

test adalah menggunakan penghitungan N-gain score terbukti penggunaan model


Project Based Learning cukup efektif dengan memperoleh tingkat efektivitas sebesar
60,25. Hal ini lebih diperkuat dengan hasil uji independent sample t-test, yaitu 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔
= 17,9296 ≥ 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 1,99656 dan sig. (2 tailed) equal variances, = 0,001 < 0,05.
Penggunaan model Project Based Learning merupakan salah satu model
pembelajaran yang setidaknya dapat membantu siswa dalam meningkatkan hasil
belajar. Hal ini sesuai dengan landasan teori dalam penelitian yang menjelaskan bahwa
model Project Based Learning membuat siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pengujian data bahwa skor rata-rata hasil belajar
biologi siswa lebih atau sama dengan nilai KKM, yaitu 70, rata-rata gain ternormalisasi
minimal berada pada kategori sedang, dan terjadi ketuntasan secara klasikal 85%,
maka peneliti menyimpulkan bahwa penggunaan model Project Based Learning dapat
meningkatkan hasil belajar, khususnya pada mata pelajaran biologi materi
Pertumbuhan dan Perkembangan di SMAN 1 Bobotsari.

SARAN
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian di atas, maka peneliti mengajukan
beberapa saran sebagai berikut. Pertama, model pembelajaran Project Based Learning
(PjBL) dapat dijadikan salah satu model pembelajaran pilihan dalam mata pelajaran
biologi materi Pertumbuhan dan Perkembangan. Kedua, dalam konteks implementasi,
diperlukan persiapan yang matang dalam penerapan model pembelajaran Project
Based Learning (PjBL) agar sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Ketiga, tidak
semua materi dapat diterapkan dalam model pembelajaran Project Based Learning
(PjBL), guru perlu mengombinasikan dengan berbagai metode lain sebagai pendukung
dan memilih materi yang sesuai.

DAFTAR PUSTAKA
Atsani, K. H. & Lalu, G. M. Z. (2020). Transformasi media pembelajaran pada masa
pandemi Covid-19. Al-Hikmah: Jurnal Studi Islam, 1(1): 83-92.
Baalwi, M. A. (2020). Kendala guru dalam proses pembelajaran online selama masa
pandemi ditinjau dari kemampuan information technology (IT) guru. Jurnal
Pendidikan Lintang Songo, 3(2):38-45.
Busyra, L. S. (2020). Kinerja mengajar dengan sistem work from home (WFH) pada
guru di SMK Purnawarman Purwakarta IQ (Ilmu Al-qur’an). Jurnal Pendidikan
Islam, 3(01): 1-18.
Khamid dkk. (2020). Explorative study on the impact of work from home (WFH) on
the performance of GPAI Semarang District In Covid-19 pandemic situation.
Jurnal Ilmiah Pendidikan Islam, 2(2): 67-80.

- 44 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

Kurniawan, A., Zainal, A., & Rumansyah. (2020). Pembelajaran online berbasis proyek:
Salah satu solusi kegiatan belajar mengajar di tengah pandemi Covid-19. JIPP
Jurnal Ilmiah Profesi Pendidikan, 5(1).
Nurhadi, Zikri F., Kurniawan, & Achmad, W. (2017). Kajian tentang efektivitas pesan
dalam komunikasi. Jurnal Komunikasi Universitas Garut, 3(1).
Riza, M., Kartono, & Susilaningsih, E. (2020). Kajian project-based learning pada
kondisi sebelum dan pada saat pandemi Covid-19 berlangsung. Semarang.
Seminar Nasional Pascasarjana.
Soeryono, B. (2020). Peningkatan kemampuan meneliti dan menyusun laporan
penelitian melalui project-based learning (pjbl) tanam pada materi pertumbuhan
dan perkembangan. https://jgdd.kemdikbud.go.id
Susanto, A. (2013). Teori belajar dan pembelajaran di sekolah dasar. Jakarta. Kencana.

- 45 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

PENERAPAN PENDEKATAN FLIPPED LEARNING DI PEDALAMAN PADA MASA


PANDEMI COVID-19

Sudiman
Pengawas Sekolah, Dinas PPAD, Papua
Sudiman19@gmail.com

Abstrak
Artikel ini adalah laporan praktik baik yang penulis laksanakan kepada para guru dan
kepala sekolah binaannya melalui pendekatan Flipped Learning yang disosialisaikan
melalui In-House Training. Pengumpulan data menggunakan wawancara dengan guru
yang kemudian dideskripsikan secara kualitatif. In-House Training tentang Flipped
Learning yang diikuti oleh guru-guru dan kepala sekolah dari 3 (tiga) sekolah sebanyak
32 orang. Praktik ini memberikan solusi terhadap pelaksanaan proses belajar di masa
pandemi dengan temuan bahwa siswa merasa senang datang ke sekolah untuk
menerima modul pelajaran, mempelajari secara mandiri, dan kemudian
mengonfirmasikan pemahamannya kepada guru. Disimpulkan bahwa pendekatan
Flipped Learning efektif untuk mengatasi proses pembelajaran pada masa pandemi
Covid-19.
Kata kunci: flipped learning, in-house training, modul pelajaran, pandemi Covid-19

Abstract
This article is a report of a good practice that the author carried out to the teachers and
principals of his target schools through the Flipped Learning approach which was
socialised through In-House Training. Data collection used interviews with teachers
which were then described qualitatively. In-House Training on Flipped Learning was
attended by 32 teachers and principals from 3 (three) schools. This practice provided
a solution to the implementation of the learning process during the pandemic with the
finding that students felt happy coming to school to receive lesson modules, study
independently, and then confirm their understanding to the teachers. It was concluded
that the flipped learning approach was effective in overcoming the learning process
during the Covid-19 pandemic.
Keywords: flipped learning, in-house training, lesson modules, Covid-19 pandemic

PENDAHULUAN
Revolusi Pendidikan di Indonesia pada tahun 2020 dicanangkan oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dengan 6 (enam) episode, yang
diawali episode 1 dengan diterbitkannya Surat Edaran Mendikbud nomor 14 tahun
2019 tentang RPP satu lembar. Kemudian Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia
pada bulan Maret 2020 menghentikan ujian sekolah yang sedang berlangsung pada
jenjang SMA/SMK dan juga menghentikan ujian sekolah pada jenjang SMP dan SD.
Revolusi di dunia pendidikan terjadi, di mana ujian sekolah dan ujian nasional
dibatalkan.
Selanjutnya, penyederhanaan RPP dan perbaikan sistem penerimaan peserta
didik baru (PPDB) juga dilaksanakan dengan beracuan pada Surat Edaran Mendikbud
Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat

- 46 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

Penyebaran Coronavirus Disease (Covid-19), yang menyatakan bahwa berkenaan


dengan penyebaran Covid-19, seluruh peserta didik dari semua jenjang diwajibkan
belajar dari rumah. Kemudian, edaran Nomor 15 tahun 2020 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Belajar dari Rumah dalam Masa Penyebaran Covid-19 bertujuan
untuk memastikan pemenuhan hak layanan pendidikan, melindungi dari dampak
buruk Covid-19, mencegah penyebaran dan penularan, dan memastikan pemenuhan
dukungan psikososial. Lebih lanjut, untuk mendukung keterlaksanaan persiapan
adaptasi kebiasaan baru dan juga belajar secara daring dan luring, maka Mendikbud
menerbitkan payung hukum untuk perubahan pengelolaan dana BOS regular, yaitu
Permendikbud Nomor 19 Tahun 2020.
Penulis, seorang pengawas sekolah, memantau keterlaksanaan episode 1 yang
mampu diterjemahkan oleh sekolah binaan yang ada di daerah pedalaman Papua di
Kabupaten Jayapura di Distrik Kaureh dan Yapsi. Terdapat 3 (tiga) sekolah jenjang
SMA yang menjadi sekolah binaan penulis. Distrik Kaureh dan Yapsi termasuk ke
dalam zona hijau, dan menurut juru bicara Gugus tugas percepatan penangan Covid-
19 Kabupaten Jayapura Khairul Lee, bahwa sekolah yang berada di zona hijau boleh
melaksanakan pembelajaran tatap muka dengan mematuhi protokol kesehatan dan
mengacu kepada peraturan dari instansi terkait, yaitu Dinas Pendidikan.
Sekolah SMA di distrik Kaureh dan Yapsi sejak Maret–Juni 2020 melaksanakan
belajar dari rumah dengan moda luar jaringan. Peserta didik datang ke sekolah dengan
protokol kesehatan untuk mengambil lembar kerja dan mengumpulkan hasil kerja
tugas seminggu sekali. Kemudian pada pertengahan Juli–Desember 2020 sekolah ini
melaksanakan pembelajaran tatap muka dengan durasi 4 (empat) jam pelajaran
dengan sistem bergantian. Detailnya adalah hari Senin dan Rabu untuk kelas X, Selasa
dan Jumat untuk kelas XI, serta Kamis dan Sabtu untuk kelas XII.
Ternyata pola tersebut dinilai kurang efektif karena guru hanya memiliki 45
(empat puluh lima) menit untuk menjelaskan materi ajar dan peserta didik kurang
mampu memahami materi ajar yang dimaksudkan. Setelah dievaluasi, diputuskan
untuk dicarikan alternatif lain agar dapat memberikan pengalaman pembelajaran yang
lebih bermakna bagi peserta didik dan guru juga memiliki banyak waktu untuk
memantau tingkat pemahaman peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran.
Sejak Januari 2021, SMA yang berada di Distrik Kaureh dan Yapsi sudah
melaksanakan pembelajaran tatap muka dengan mengacu pada Keputusan Bersama
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri
Dalam Negeri Republik Indonesia 04/kb/2020 nomor 737 tahun 2020 nomor
hk.01.08/menkes/7093/2020 nomor 420-3987 tahun 2020 tentang panduan
penyelenggaraan pembelajaran pada tahun ajaran 2020/2021 dan tahun akademik
2020/2021 di masa pandemi covid-19. Pada implementasinya, sekolah yang
melaksanakan belajar tatap muka dengan protokol kesehatan memiliki durasi berada
di sekolah hanya 4 (empat) jam pelajaran dan setiap jam pelajaran adalah 45 (empat
puluh lima) menit. Dengan durasi 4 (empat) jam pelajaran dengan mata pelajaran

- 47 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

tertentu yang dipilih, maka pembelajaran sangat dirasakan bahwa proses


pembelajaran kurang efektif.
Penulis memiliki gagasan untuk mengenalkan pendekatan pembelajaran Flipped
Learning kepada seluruh guru binaanya, maka diundanglah seluruh kepala sekolah
binaan yang terdiri 4 (empat) kepala sekolah, yaitu kepala SMA YPPK Asisi berada di
Kota Sentani distrik Sentani, kepala SMAN 1 Kaureh distrik Kaureh, kepala SMAN
Kaureh distrik Yapsi, dan kepala SMA Persiapan Bumi Sahaja distrik Yapsi, dan
menyepakati untuk melaksanakan In-House Training dengan moda tatap muka untuk
3 (tiga) sekolah di pedalaman Papua dan moda daring untuk sekolah di kota.
Adapun rumusan landasan pelaksanaan praktik baik ini adalah apakah
pendekatan Flipped Learning efektif untuk proses pembelajaran pada masa pandemi
untuk sekolah di pedalaman? Apakah pendekatan Flipped Learning mudah dipahami
oleh guru? Apakah pendekatan Flipped Learning mudah dipahami oleh peserta didik?
Praktik baik ini bertujuan untuk meningkatkan efektifitas proses pembelajaran
di sekolah pada masa pendemi dengan menggunakan pendekatan Flipped Learning.
Kemudian, diharapkan bahwa guru-guru mampu menguasai dan memahami
penerapan pendekatan Flipped Learning di sekolahnya dan peserta didik merasa
nyaman dengan penerapan pendekatan pembelajaran Flipped Learning.

LANDASAN STRATEGIS PRAKTIK BAIK


Pendekatan Flipped Learning disosialisaikan melalui In-House Training.
Pengumpulan data menggunakan wawancara dengan guru yang kemudian
dideskripsikan secara kualitatif. Setelah 9 (sembilan) bulan guru dan kepala sekolah di
pedalaman menyesuaikan diri untuk peningkatan kompetensinya. Akhirnya pada awal
Januari 2021, penulis dengan langkah pasti menentukan pendekatan yang tepat, yaitu
dengan memilih flipped learning atau kelas terbalik, yang diajarkan oleh pengawas
pembina sebagai tindak lanjut dari evaluasi selama pembelajaran di luar jaringan yang
hanya 4 (empat) jam pelajaran setiap hari dengan banyak hal yang tidak dapat
dilakukan dengan maksimal.
Kelas terbalik adalah strategi pembelajaran dan jenis pembelajaran
campuran yang difokuskan pada keterlibatan siswa dan pembelajaran aktif. Hal ini
memberikan kesempatan yang lebih baik kepada guru untuk menangani siswa dengan
kemampuan yang beragam, kesulitan siswa, dan preferensi belajar yang dibedakan
selama waktu di dalam kelas. Green dan Scheel (2011) dalam penelitiannya
mengungkapkan sebuah temuan yang berimplikasi pada pembelajaran yang efektif.
Dengan materi pembelajaran yang sama, namun perlakuan yang berbeda, di mana
kelas yang satu diajarkan dengan pendekatan kelas terbalik, sedangkan kelas yang lain
diajarkan secara pendekatan tradisional, yaitu tatap muka di kelas, selama 20(dua
puluh) minggu hasilnya peserta didik di kelas terbalik memiliki hasil penilaian yang
mengungguli kelas tradisional.

- 48 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

Peserta didik aktif di rumah untuk mempelajari materi ajar yang sudah dikemas
dalam bentuk tutorial atau langkah-langkah pengerjaannya. Tutorial ini disusun oleh
guru dalam bentuk modul atau video. Setelah itu, peserta didik membawa pulang dan
membaca atau menonton di rumah berulang-ulang. Keesokan harinya ketika masuk
sekolah kembali, peserta didik ini mengonfirmasi pemahamannya atau hasil kerjanya
di depan gurunya atau di dalam kelas melalui kegiatan diskusi, mengajukan
pertanyaan, atau mempraktikkan apa yang menjadi tagihan dari modul atau video yang
dibaca atau ditonton di rumah.
Praktik di atas sejalan dengan pendapat Yonanta (2018) yang mendefinisikan
kelas terbalik sebagai metode pembelajaran di mana peserta didik diberikan sumber
belajar oleh guru di luar kelas sehingga peserta didik dapat mempelajari materi
tersebut di rumah sebelum materinya diajarkan oleh guru. Di dalam kelas, peserta
didik hanya mengaplikasikan, menemukan, dan mendiskusikan masalah yang muncul
dari materi tersebut. Lebih spesifik, Khoirotunnisa dkk (2020) mengungkapkan bahwa
flipped classroom mengharuskan siswa menonton video pembelajaran di rumah untuk
menemukan sendiri konsep materi pelajaran sesuai dengan kecepatan masing-masing.
Pada saat di kelas, siswa lebih siap dalam menerima pelajaran. Argumentasi ini senada
dengan Farida dkk (2019) yang menyampaikan bahwa flipped classroom adalah seni
mengajar (pedagogi) di mana peserta didik mempelajari materi pembelajaran melalui
sebuah video di rumah atau sebelum datang ke kelas, sedangkan kegiatan di kelas akan
lebih banyak digunakan untuk diskusi kelompok dan saling tanya jawab.
Penulis berpendapat bahwa flipped learning atau kelas terbalik adalah peserta
didik belajar materi ajar di rumah bersumber dari apa yang telah diberikan oleh guru
dalam bentuk tutorial modul, video pembelajaran, Powerpoint, dan pada saat berada
di kelas guru dan peserta didik berdiskusi, tanya jawab atau mengerjakan tugas atau
proyek yang sesuai dengan apa yang telah dipelajari pada hari sebelumnya.

HASIL PENELITIAN
Penulis melaksanakan In-House Training (IHT) tentang pengenalan pendekatan
belajar Flipped Learning pada bulan Januari 2021 di SMAN Kaureh yang diikuti oleh
seluruh guru dari SMAN 1 Kaureh, SMAN Kaureh, dan SMA Persiapan Bumi Sahaja yang
berjumlah 38 orang guru. Pelaksanaan IHT dilakukan selama 1 hari. Setelah IHT, guru-
guru dituntut untuk mulai menyusun modul atau video pembelajaran atau video
tutorial yang berisi materi ajar yang mudah dan menarik untuk dibaca dan ditonton.
Tidak ada tugas di rumah, melainkan tugas peserta didik adalah hanya membaca atau
mempelajari materi ajar yang ada di modul, tutorial praktik, atau video pembelajaran,
dan pada saat bertemu di sekolah meskipun hanya berlangsung 45 menit.
Guru dan peserta didik aktif untuk menggali tingkat pemahaman peserta didik
tentang materi ajar yang telah di terima, baik dengan cara mengerjakan 1-2 soal atau
mempraktikkan apa yang sudah dipelajari sebelumnya. Dengan kata lain, guru
mengonfirmasi tingkat pemahaman peserta didik. Jika menemukan peserta didik yang

- 49 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

mengalami kesulitan dalam memahami materi ajar, guru wajib mendampingi peserta
didik tersebut sampai paham.
Hasil dari IHT yang telah dilaksanakan mengungkapkan bahwa para guru dapat
memahami pendekatan Flipped Learning dan siap untuk mempraktikkan di kelasnya.
Tugas kepala sekolah adalah memastikan setiap guru mempraktikan pendekatan
Flipped Learning serta memberikan penjelasan kepada 6 orang guru yang tidak hadir
pada saat IHT.
Pada bulan Februari 2021, penulis datang kembali dan meminta umpan balik dari
guru-guru dan juga kepala sekolah tentang efektifitas pendekatan Flipped Learning di
sekolahnya masing-masing. Hasil yang dapat dikumpulkan dari 32 orang guru yang
telah mengikuti IHT dan siap mempraktikkan di kelasnya dipaparkan sebagai berikut.
Untuk SMAN Kaureh, dari 13 orang guru, baru 8 orang guru yang mempraktikkan di
kelasnya dan semuanya mengemukakan kepuasannya menggunakan pendekatan
flipped learning karena peserta didik begitu hadir di kelas mereka saling berdiskusi
antara peserta didik dan guru memberi penguatan tentang apa yang sudah dikuasai
oleh peserta didik. Sementara 5 orang guru lainnya belum mempraktikkan di kelasnya
dengan alasan belum selesai membuat modul atau video tutorial atau video
pembelajarannya. Ada juga yang menyampaikan bahwa mereka belum paham cara
membuat modul materi ajar, video tutorial, atau video pembelajaran, atau Powerpoint.
Untuk SMAN 1 Kaureh, dari 13 orang guru yang mengikuti IHT, 10 orang guru
sudah mempraktkkan di kelas dan kesan mereka sangat mengesankan karena peserta
didik semangat datang ke sekolah karena tidak ada tugas. Setelah bertemu dengan
guru di sekolah, mereka saling menunjukkan hasil belajarnya dengan cara saling
mengajar teman dalam kelasnya berdasarkan apa yang telah dipelajari di rumah. Guru
berperan memberi penguatan atas prestasi belajar peserta didik dan melakukan
latihan soal bersama-sama. Satu orang guru yang tidak hadir saat IHT juga sudah
mengikuti jejak teman guru dengan membuat Powerpoint yang di-print, lalu diberikan
kepada peserta didiknya untuk dibaca di rumah. Pada saat datang ke sekolah, mereka
berdiskusi dengan peserta didik dan guru, sementara 3 orang guru yang belum
mempraktikkan dengan alasan belum mampu membuat modul materi ajar yang
sederhana.
Untuk SMA Persiapan Bumi Sahaja, guru yang hadir dalam IHT adalah sejumlah
6 orang dan semuanya sudah mempraktikkan flipped learning, dan semuanya sangat
terkesan dengan pendekatan baru ini sehingga mereka mengajak 2 orang temannya
yang tidak ikut IHT untuk mengikuti jejaknya membuat modul sederhana terkait
materi ajar yang akan diajarkan pada minggu mendatang dan peserta didik wajib
mengambil modul tersebut dan mempelajari atau membaca di rumah terlebih dahulu.
Pada aspek efektifitas penerapan Flipped Learning di mata peserta didik, penulis
menggali informasi dari peserta didik di tiga sekolah tersebut terkait pengalaman
belajar mereka pada bulan Maret 2021 setelah guru menggunakan pendekatan Flipped
Learning. Terdapat 3 (tiga) pertanyaan sederhana, yakni (1) Apakah peserta didik

- 50 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

merasakan adanya perubahan cara guru mengajar selama masa pandemi? (2) Apakah
peserta didik merasa terbebani dengan gaya guru mengajar dengan cara yang baru?
(3) Apakah peserta didik merasa senang dengan cara guru mengajar saat ini?
Dari setiap sekolah, penulis mencari 15 orang peserta didik dari lintas tingkatan
kelas. Setiap tingkat kelas diwakili oleh 5 orang peserta didik yang diambil secara acak,
yaitu dengan metode arisan, di mana siswa yang mendapat nomor 1-5 adalah yang
menjawab pertanyaan yang penulis berikan. Hasil yang diperoleh dari SMAN Kaureh,
SMAN 1 Kaureh, dan SMA Persiapan Bumi Sahaja menunjukkan bahwa semua
responden (45 orang peserta didik) memiliki respons yang sama, yakni (1) mereka
merasakan adanya perubahan cara guru mengajar selama masa pandemi. (2) Mereka
tidak merasa terbebani dengan gaya guru mengajar dengan cara yang baru. (3) Mereka
merasa senang dengan cara guru mengajar saat ini.
Berdasarkan hasil respons peserta didik dari ketiga sekolah binaan di pedalaman
ini, maka dapat dipahami jika pendekatan Flipped Learning sangat efektif digunakan
pada masa pandemi Covid-19 bahkan pada masa adaptasi kebiasaan baru.

PEMBAHASAN
Pendekatan pembelajaran Flipped Learning menjadi salah satu jalan keluar yang
dapat digunakan untuk proses pembelajaran di masa pandemi Covid-19, baik
dilakukan dengan cara dalam jaringan maupun luar jaringan, bahkan dengan cara
campuran antara dalam jaringan dan luar jaringan. Penulis juga melihat beberapa
keuntungan yang dialami oleh peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran
menggunakan flipped learning, yaitu peserta didik belajar sesuai dengan gaya belajar,
kecepatan atau irama, dan juga kemampuan masing-masing dengan waktu dan
kesempatan yang fleksibel. Di samping itu, peserta didik diajarkan untuk bertanggung
jawab, mandiri, berusaha mencari tahu, dan menyimpulkan tentang materi ajar yang
dipelajari baik melalui video pembelajaran maupun Powerpoint, atau modul tutorial.
Sedangkan bagi guru, dalam menyusun materi ajar berupa video pembelajaran,
guru dapat memanfaatkan channel youtube atau aplikasi video maker atau sejenisnya
untuk merekam dirinya dalam menyampaikan materi ajar kepada peserta didik dan
guru memiliki waktu yang lebih banyak untuk melihat karakter dan motivasi peserta
didik dalam mengikuti proses pembelajaran, dari pada fokus pada pemahaman
pengetahuan setiap peserta didik.
Pelaksanaan IHT di SMAN Kaureh seharusnya diikuti oleh seluruh guru dan
kepala sekolah binaan yang berjumlah 38 orang. Akan tetapi, pada saat pelaksanaan
yang hadir 32 orang dan 6 orang guru berhalangan hadir dengan berbagai alas an. IHT
dilaksanakan dalam satu hari dan selebihnya diberikan tugas mandiri untuk menyusun
modul tutorial, Powerpoint, atau video pembelajaran, yang hasilnya akan langsung
digunakan pada pertemuan minggu berikutnya. Terdapat banyak guru yang bertanya
pada saat IHT berlangsung, satu di antaranya adalah bagaimana cara menyusun modul
materi ajar, Powerpoint materi ajar, atau video pembelajarannya. Menjawab

- 51 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

pertanyaan tersebut, penulis memberikan contoh modul yang mudah diunduh dari
internet, Powerpoint yang mudah dibuat oleh guru kemudian di-print dan di bagikan
kepada peserta didik, atau merekam diri sendiri yang sedang menjelaskan materi ajar
dengan aplikasi video maker atau aplikasi yang mudah diunduh dari internet.
Peserta didik yang mengikuti proses pembelajaran pada minggu berikutnya
merasa heran karena guru-guru tidak mengajar pada saat tatap muka tetapi
memberikan kepada mereka modul atau meminta unduhan dari WhatsApp guru
tentang video pembelajaran. Guru kemudian meminta peserta didik untuk pulang guna
membaca dan menonton video pembelajaran, lalu membuat pertanyaan bagi yang
kurang paham dan membuat kesimpulan dari apa yang dipelajari dari modul atau
video pembelajarana tersebut. Para peserta didik pun merasa senang karena mereka
tidak mengerjakan tugas atau soal.
Hampir semua mata pelajaran memberikan modul atau video pembelajaran
sesuai dengan mata pelajarannya. Para peserta didik merasa tidak terbebani dengan
cara belajar yang baru ini. Mereka saling memberikan informasi terkait apa yang suda
dibaca dari modul atau ditonton dari video pembelajaran sehingga sebelum kelas tatap
muka dimulai, para peserta didik sudah terlebih dahulu berdiskusi dengan teman
sekelasnya. Hal ini menghidupkan proses pembelajaran di masa pandemi Covid-19.
Peserta didik yang semula masih sering membolos karena takut dengan
banyaknya tugas yang akan diberikan oleh guru akhirnya masuk sekolah lagi karena
mendengar dari teman-temannya bahwa proses pembelajarannya tidak memberatkan
peserta didik, tetapi sebaliknya sangat menyenangkan karena hanya disuruh untuk
menonton video pembelajaran yang dapat ditonton berulang-ulang sesuai keinginan
peserta didik jika belum memahami maksud dan tujuan dari materi ajar yang sedang
dipelajarinya.
Pada proses implementasi, karakteristik peserta didik dapat dipantau oleh guru.
Setelah mengikuti proses pembelajaran menggunakan pendekatan flipped learning,
guru dapat menuliskan beberapa karakter baik yang dilakukan oleh peserta didik,
antara lain rajin, mandiri, bertanggungjawab, berani berpendapat, rasa ingin tahu,
kreatif, inovatif, kerjasama, dan solidaritas. Di samping itu, guru mampu mengenali
kompetensi peserta didik dengan baik, yaitu peserta didik yang memiliki tingkat
pengetahuan dengan kategori baik, cukup, dan kurang.

KESIMPULAN
Pendekatan Flipped Learning sangat efektif untuk proses pembelajaran pada
masa pandemi Covid-19 di pedalaman Papua karena sangat mudah dipahami oleh guru
dan juga mudah untuk diterapkan dalam proses pembelajaran sesuai mata
pelajarannya. Selain itu, guru memiliki beberapa keuntungan dalam melakukan
pengamatan dan penilaian, serta menguntungkan peserta didik karena mampu
menumbuhkan rasa ingin tahu. Pada akhirnya, konsep peserta didik pemelajar,

- 52 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

gerakan literasi, dan karakter pancasila dapat terwujud sesuai harapan kita bersama,
yaitu merdeka belajar.

SARAN
Berdasarkan kesimpulan yang disajikan, penulis merekomendasikan agar
pendekatan Flipped Learning dapat diterapkan secara efektif untuk proses
pembelajaran pada masa pandemi Covid-19 tidak hanya di pedalaman Papua, namun
juga daerah-daerah lainnya sesuai kondisi dan kebutuhan masing-masing sekolah.

DAFTAR PUSTAKA
Anis, U. K. & Boedy, I. (2020). Pengaruh model pembelajaran flipped classroom tipe
traditional flipped berbantuan video terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa
pada materi bangun ruang sisi datar. Jurnal Pendidikan Edutama, 7(2): 17-23.
Brigitta, V. Y. (2018). Kelas terbalik untuk pelajaran matematika. Publikasi Ilmiah,
http://people_usd.ac.id/-ydkristanto/.
Heri, N. D. (2016). Pengembangan model pembelajaran matematika berbasis flipped
classroom pada siswa kelas xi SMKN 1 Gedangsari Gunungkidul, Tesis,
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri
Kesehatan, dan Menteri dalam Negeri Republik Indonesia nomor 04/kb/2020
nomor 737 tahun 2020 nomor hk.01.08/menkes/7093/2020 nomor 420-3987
tahun 2020 tentang panduan penyelenggaraan pembelajaran pada tahun ajaran
2020/2021 dan tahun akademik 2020/2021 di masa pandemi coronavirus
disease 2019 (Covid-19).
Liani, N. dkk. (2020). Pengaruh model pembelajaran flipped classroom terhadap
kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Jurnal Untirta, X: 215-225.
Permendikbud Nomor 19 Tahun 2020 tentang alokasi dana BOS dukung kurangi
penularan Covid-19.
Ratna, F. dkk. (2019). Pengembangan model pembelajaran flipped classroom dengan
taksonomi bloom pada mata kuliah sistem politik Indonesia. Jurnal Teknologi
Pendidikan, 07(02): 104-122.
Surat Edaran Mendikbud Nomor 14 Tahun 2019 tentang Penyederhanaan RPP.
Surat Edaran Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Kebijakan
Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Disease (Covid-19).
Surat Edaran Mendikbud Nomor 15 tahun 2020 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Belajar Dari Rumah dalam Masa Penyebaran Corona Virus
Disease (Covid-19).

- 53 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI KEGIATAN EKTRAKURIKULER DI


SEKOLAH DASAR

Arifudin Soleh
SDN 021 Sagulung Kota Batam
belimbingmanis3@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses kegiatan ekstrakurikuler
beserta faktor pendukung dan faktor penghambat yang dilaksanakan di Sekolah Dasar
Negeri 006 Sekupang Kota Batam. Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif dengan
metode studi kasus. Teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Data dianalisis melalui reduksi data, display data, dan penarikan
kesimpulan. Teknik pemeriksaan keabsahan data menggunakan triangulasi sumber
dan teknik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Kegiatan ekstrakurikuler di SD
Negeri 006 Sekupang Kota Batam terdiri dari 17 ekstrakurikuler yang terlaksana dari
28 ekstrakurikuler yang dicanangkan. (2) Nilai-nilai karakter yang terkandung dalam
setiap kegiatan ekstrakurikuler terbagi dalam 4 komponen, yaitu olah hati, olah pikir,
olahraga, dan olah rasa. (3) Faktor pendukung berupa tersedianya sarana yang sesuai
dengan kebutuhan ekstrakurikuler peserta didik. (4) Hambatan pada kegiatan
ekstrakurikuler terdiri dari 4 faktor, yaitu dana, penguasaan peserta didik, disiplin
waktu, dan alokasi waktu.
Kata kunci: ekstrakurikuler, faktor pendukung dan faktor penghambat, nilai-nilai
karakter

Abstract
This study aimed to describe the process of extracurricular activities along with the
supporting and inhibiting factors carried out at the 006 Sekupang State Elementary
School, Batam City. The research approach was qualitative with case study method.
Data collection techniques were done through observation, interviews, and
documentation. Data were analysed through data reduction, data display, and drawing
conclusions. The technique of checking the validity of the data used triangulation of
sources and techniques. The results showed that (1) extracurricular activities at SD
Negeri 006 Sekupang Batam City consisted of 17 extracurricular activities carried out
from 28 extracurricular activities that were planned. (2) The character values
contained in each extracurricular activity were divided into 4 components, namely
heart, thought, exercise, and taste. (3) The supporting factors were the availability of
facilities that were in accordance with the extracurricular needs of students. (4) The
barriers to extracurricular activities consisted of 4 factors, namely funding, student
mastery, time discipline, and time allocation.
Keywords: extracurricular, supporting and inhibiting factors, character values

PENDAHULUAN
Indonesia mengalami berbagai macam persoalan yang mengancam keutuhan dan
masa depan bangsa. Pemuda, pelajar, dan mahasiswa yang diharapkan menjadi tulang
punggung bangsa telah terlibat dengan penyalahgunaan obat terlarang, pelecehan
seksual, geng motor, dan rendahnya rasa hormat terhadap orang tua dan pendidik.
Contoh-contoh tersebut erat kaitannya dengan kualitas pendidikan dan sumber daya

- 54 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

manusia, serta menunjukan betapa rendah dan rapuhnya pondasi moral dan spiritual
kehidupan bangsa. Selain itu, kesibukan dan aktivitas orang tua saat ini relatif tinggi
mengakibatkan kurangnya perhatian orang tua terhadap anaknya. Di samping itu,
pergaulan di lingkungan sekitar dan media elektronik dapat mempengaruhi pola
kehidupan.
Untuk menjawab fenomena yang terjadi di Indonesia, Kementerian Pendidikan
Nasional Republik Indonesia berupaya memberikan solusi dengan mengaktualisasikan
program penguatan pendidikan karakter. Program penguatan pendidikan karakter ini
diperkuat dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2017 untuk
memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir,
dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga,
dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).
Mulyasa (2015) berpendapat bahwa kunci sukses untuk melahirkan generasi penerus
bangsa lebih diarahkan pada pembentukan karakter dan kompetensi peserta didik.
Salah satu upaya tersebut adalah melalui penerapan full day school.
Pada tahun 2016, Pemerintah Kota Batam menetapkan Sekolah Dasar Negeri 006
Sekupang sebagai sekolah rujukan yang mengembangkan pendidikan karakter melalui
proses pembelajaran, kegiatan pembiasaan, dan kegiatan ekstrakurikuler, dan
menerapkan full day school. Nilai-nilai karakter yang dikembangkan di Sekolah Dasar
Negeri 006 Sekupang adalah melalui proses pembiasaan dalam rangka pengembangan
karakter bersinergi pada kegiatan pembelajaran di kelas dan dalam kegiatan
ekstrakurikuler.
Penguatan pendidikan karakter merupakan upaya untuk memperkuat karakter
peserta didik sehingga kegiatan yang telah dilaksanakan dapat ditumbuhkan kembali.
Artinya setiap kegiatan yang dilaksanakan bermakna dan nilai-nilai pendidikan
karakter tumbuh pada individu peserta didik. Menurut Dahliyana (2017), penguatan
pendidikan karakter perlu dilaksanakan mengingat dunia pendidikan yang secara
filosofis dipandang dan diharapkan sebagai alat atau wadah untuk mencerdaskan dan
membentuk watak manusia agar lebih baik (humanisasi) sudah mulai bergeser. Hal
tersebut terjadi salah satunya disebabkan kurang siapnya dunia pendidikan untuk
mengikuti perkembangan zaman yang begitu cepat, padahal pendidikan seharusnya
menjadi alternatif untuk mengatasi dan mencegah krisis karakter bangsa.
Melalui penguatan pendidikan karakter, diharapkan peserta didik mampu secara
mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya serta mempersonalisasi
nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari hari.
Sulistyowati (2012) menyatakan bahwa pendidikan karakter memiliki tiga fungsi
utama, yaitu pengembangan, perbaikan dan penyaringan. Pendidikan karakter dapat
diimplemantasikan melalui kegiatan pembelajaran, pembiasaan, dan kegiatan
ekstrakurikuler.

- 55 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

Tujuan program Penguatan Pendidikan Karakter (2016) adalah tumbuhnya nilai-


nilai pembentukan karakter bangsa secara massif dan efektif melalui implementasi
nilai-nilai utama Gerakan Nasional Revolusi Mental (religius, nasionalis, mandiri,
gotong-royong, dan integritas) yang akan menjadi fokus pembelajaran, pembiasaan,
dan pembudayaan. Dengan demikian, pendidikan karakter bangsa dapat mengubah
perilaku, cara berpikir, dan cara bertindak sehingga seluruh bangsa Indonesia menjadi
lebih baik dan berintegritas. Ungkapan tersebut sesuai dengan pendapat Santosa
dalam Asep Dahliana (2017) bahwa kegiatan ekstrakurikuler sebagai penguatan
pendidikan karakter diharapkan masalah menurunnya moral bangsa dapat diatasi
melalui penguatan pendidikan karakter. Selanjutnya Ayi Darmana (2016) berpendapat
bahwa Manusia akan menjadi baik (berkarakter), beriman, dan bersyukur jika sudah
memfungsikan hati nurani.
Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mendeskripsikan gambaran umum proses
kegiatan yang dilaksanakan oleh masing-masing kelompok ekstrakurikuler di Sekolah
Dasar Negeri 006 Sekupang Kota Batam. (2) Mendeskripsikan nilai pendidikan
karakter yang terkandung di dalam proses kegiatan masing-masing kelompok
ekstrakulikuler. (3) Menganalisis faktor-faktor pendukung dalam pelaksanaan
pendidikan karakter pada kegiatan ekstrakurikuler. (4) Menganalisis hambatan-
hambatan dalam pelaksanaan pendidikan karakter pada kegiatan ekstrakurikuler.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode penelitian ini
menggunakan penelitian studi kasus. Melalui metode penelitian studi kasus ini,
peneliti berharap dapat mendeskripsikan nilai-nilai karakter melalui kegiatan
ekstrakurikuler yang dilaksanakan di SD Negeri 006 Sekupang.
Lokasi penelitian ini adalah SDN 006 Sekupang Kota Batam yang beralamat di
Jalah Gajah Mada Kelurahan Tiban Baru Kecamatan Sekupang Kota Batam. Sekolah
tersebut merupakan sekolah unggulan di Kota Batam. Tempat atau lokasi yang dipilih
peneliti merupakan suatu bagian di mana aktivitas dan kegiatan tersebut berlangsung.
Adapun yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah warga sekolah yang ada di SD
Negeri 006 Sekupang Kota Batam yang mencakup (1) Kepala Sekolah, (2) Ketua Divisi
Kurikulum, (3) Ketua Divisi Kesiswaan, (4) Pembina ekstrakurikuler, (5) Peserta
Didik.
Instrumen penelitian yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data adalah
alat perekam suara dan kamera telepon genggam, dan pedoman wawancara. Alat
perekam digunakan agar tidak ada informasi yang terlewatkan selama wawancara,
sedangkan pedoman wawancara yang digunakan untuk mengingatkan peneliti
mengenai aspek-aspek yang harus digali agar apa yang diteliti sesuai dengan tujuan
penelitian. Pedoman wawancara digunakan untuk memudahkan peneliti
mengkategorikan dalam menganalisis data.

- 56 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

Teknik pengolahan data yang dilakukan peneliti setelah data diperoleh dari hasil
observasi, hasil wawancara, hasil dokumentasi, dan hasil catatan lapangan dianalisis.
Pengolahan data dan analisis data dilakukan dengan cara mengumpulkan data melalui
proses penyusunan data, mengkategorikan data, dan mencari kaitan isi dari berbagai
data-data yang ditemukan di lapangan dengan maksud untuk mendapatkan makna
atau kesimpulan. Data yang diperoleh dan dikumpulkan dari responden melalui hasil
observasi, hasil wawancara, studi dokumentasi, catatan lapangan, selanjutnya
dideskripsikan dalam bentuk laporan.

HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi, terungkap bahwa SD
Negeri 006 Sekupang Kota Batam menerapkan sistem full day school, (5 hari
pembelajaran). Kegiatan pembelajaran untuk kelas I sampai dengan kelas III dimulai
pukul 07.00-13.00 WIB, dilanjutkan dengan kegiatan ekstrakurikuler sesuai minat
bakat. Kegiatan ekstrakurikuler untuk kelas I sampai kelas III dilaksanakan pada pukul
13.00-14.00 WIB. Kegiatan pembelajaran untuk kelas tinggi seperti kelas IV sampai
kelas VI dilaksanakan pukul 07.00-14.00 WIB, dilanjutkan dengan kegiatan
ekstrakurikuler. Untuk kelas IV dan kelas V, kegiatan ekstarakurikuler dilaksanakan
pada pukul 14.00-15.00 WIB, sedangkan untuk kelas VI dilaksanakan kegiatan
pemantapan guna persiapan untuk menghadapi ujian nasional. Jumlah kegiatan
ekstrakurikuler adalah 28 kegiatan, tetapi yang terlaksana 17 kegiatan
ekstrakurikuler.
Setiap ekstrakurikuler yang dilaksanakan di SD Negeri 006 Sekupang
mengandung nilai-nilai yang berbeda-beda antara ekstrakurikuler yang satu dengan
ekstrakurikuler yang lainnya. Setiap kegiatan mengandung nilai utama Penguatan
Pendidikan Karakter (PPK). Melalui hasil catatan lapangan bahwa nilai-nilai utama
pendidikan karakter terkandung pada masing-masing kegiatan ekstrakurikuler, di
antaranya religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas. Selanjutnya
nilai-nilai utama penguatan pendidikan karakter pada kegiatan ekstrakurikuler
dikelompokan ke dalam harmonisasi olah hati, olah pikir, olah raga, dan olah
rasa/karsa. Berikut ini adalah gambaran nilai-nilai pendidikan karakter yang
terkandung pada masing-masing kegiatan ekstrakurikuler di SD Negeri 006 Sekupang.

Jenis Nilai Utama Nilai Karakter yang


No Entitas
Ekstrakurikuler PPK dikembangkan
1 Olah hati 1. Membaca Al- Religius, Religius, disiplin, rasa
Qur’an dan integritas, dan ingin tahu, percaya diri,
Hafalan ayat- mandiri gemar membaca, dan
ayat pendek tanggung jawab
2. Pramuka Religius, Religius, cinta tanah air,
nasionalisme, rasa ingin tahu, disiplin,
gotong kerjasama, semangat

- 57 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

royong, kebangsaan, mandiri,


mandiri, dan peduli sosial, peduli
integritas lingkungan, dan tanggung
jawab
3. UKS Gotong Gotong royong, tanggung
royong dan jawab, peduli sosial, peduli
nasionalis lingkungan, komunikatif,
dan tanggung jawab
4. Penghijauan Religius, Religius, peduli sosial,
gotong peduli lingkungan, kerja
royong, dan sama, kerja keras, dan
nasionalis cinta tanah air,
2 Olah pikir 1. Cerdas cermat Integritas dan Gemar membaca, rasa
mandiri ingin tahu, menghargai
prestasi, dan disiplin
2. Catur Integritas dan Rela berkorban, kerja
mandiri keras, disiplin, dan
tanggung jawab
3 Olah raga 1. Atletik Gotong Kerja keras, disiplin, kerja
royong, sama, menghargai
integritas, dan prestasi, semangat
nasionalisme kebangsaan, dan tanggung
jawab
2. Futsal Gotong Kerja keras, disiplin, kerja
royong dan sama, dan tanggung jawab
nasionalisme
3. Voli Gotong Kerja keras, disiplin, kerja
royong, sama, menghargai
integritas, dan prestasi, semangat
nasionalisme kebangsaan, dan tanggung
jawab
4 Olah rasa/ 1. Tari Integritas, Disiplin, kerja sama,
karsa tradisional mandiri, dan kreatif, rasa ingin tahu,
nasionalisme semangat kebangsaan, dan
tanggung jawab
2. Musik Integritas, Kerja sama, mandiri,
tradisional mandiri, dan gotong royong, kreatif,
nasionalisme semangat kebangsaan, dan
tanggung jawab
3. Seni Integritas dan Semangat kebangsaan,
Suara/olah nasionalisme rasa ingin tahu, kerja
vokal keras, disiplin, semangat
kebangsaan, dan tanggung
jawab
4. Seni lukis Integritas, Rasa ingin tahu, kerja
mandiri, dan keras, kreatif, disiplin,
nasionalisme menghargai prestasi
semangat kebangsaan, dan
tanggung jawab

- 58 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

5. Kaligrafi Religius, Religius, mandiri, pantang


mandiri, dan meyerah, kreatif, dan tidak
integritas mudah putus asa
6. Keterampilan Mandiri, Peduli lingkungan,
Anyaman gotong pantang meyerah, kreatif,
royong, dan gotong royong, kerja sama,
Integritas dan tanggung jawab
7. Keterampilan Mandiri, Peduli lingkungan, rasa
kerang- nasionalisme, ingin tahu, komunikatif,
kerangan dan integritas dan kreatif
8. Drumband Integritas, Nasionalis, kerja keras,
gotong kerja sama, gotong royong,
royong, gemar membaca, disiplin,
mandiri, integritas, rasa ingin tahu
integritas, dan ,dan tanggung jawab
Nasionalis
Tabel 1. Nilai Karakter pada Masing-masing Ekstrakurikuler

Dari kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan di SD Negeri 006 Sekupang,


ditemukan beberapa hambatan maupun pendukung. Berikut adalah tabel faktor
pendukung dan faktor hambatan yang ada pada kegiatan ekstrakurikuler.

Jenis Faktor
No Faktor Penghambat
Ekstrakurikuler Pendukung
1 Membaca Al- Prasarana -
Qur’an dan Hafalan dan sarana
ayat-ayat pendek terpenuhi
Pramuka Prasarana Adanya kerusakan pada kelengkapan
dan sarana pramuka seperti tenda. Hal ini karena
terpenuhi usia tenda yang sudah using.
UKS Prasarana -
dan sarana
terpenuhi
Penghijauan Prasarana Peserta didik merasa lelah melakukan
dan sarana kegiatan mengolah tanah dan menata
terpenuhi tanaman. Selain itu, peserta didik
kurang fokus terhadap kegiatan yang
dilakukan. Di sisi lain, waktu yang
diberikan relatif minim, yakni hanya
satu jam dalam sekali kegiatan.
2 Cerdas cermat Prasarana Peralatan seperti bel cerdas cermat
dan sarana mengalami kerusakan.
terpenuhi
Catur Prasarana Sekolah telah menyediakan peralatan
dan sarana permainan catur, tetapi tidak cukup,
terpenuhi peserta didik kurang focus, dan
pembina kurang handal.

- 59 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

3 Atletik Prasarana Peserta didik masih belum


dan sarana menghargai waktu, serta peserta
terpenuhi mengalami kejenuhan terhadap
kegiatan yang dilakukan.
Futsal Prasarana Lapangan futsal yang disediakan
dan sarana sekolah tidak dilindungi peredam
terpenuhi cedera dan atap.
Voli Prasarana Banyak peserta didik yang mampu
dan sarana untuk bermain voli tidak dapat
terpenuhi mengikuti ekstrakurikuler voli karena
pilihan minat bakat satu peserta didik
hanya satu kegiatan ekstrakurikuler.
Hal ini mengakibatkan kurangnya
pemain inti. Di sisi lain, pembina atau
pelatih kurang konsisten dalam
melaksanakan tugas, dan waktu yang
disediakan terlalu singkat.
4 Tari tradisional Prasarana Properti tari kurang memadai karena
dan sarana termakan usia, serta peserta didik
terpenuhi yang terlambat untuk berkumpul
sehingga mengurangi waktu,
sementara waktu yang disediakan
sekolah hanya satu jam.
Musik tradisional Prasarana Pelatih tidak semuanya dapat
dan sarana memainkan alat musik sehingga ada
terpenuhi alat musik seperti piano yang tidak
dapat dimanfaatkan dan jadwal yang
terlalu singkat hanya satu jam
Seni Suara/olah Prasarana -
vokal dan Sarana
terpenuhi
Seni lukis Prasarana Peserta didik terkadang kesulitan
dan Sarana membuat objek atau temanya,
terpenuhi sedangkan dari orang tua terkadang
kurang memotivasi anaknya.
Kaligrafi Prasarana Timbul rasa jenuh pada diri siswa dan
dan sarana alat yang digunakan juga terbatas.
terpenuhi
Keterampilan Orang tua -
Anyaman menyiapkan
kebutuhan
anyaman
Keterampilan Orang tua Kesulitan dengan bahan yang akan
kerang-kerangan menyiapkan digunakan.
kebutuhan
kerang-
kerangan

- 60 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

Drumband Prasarana Alat-alat drumband banyak yang tidak


dan sarana layak pakai.
terpenuhi
Tabel. 2 Faktor Pendukung dan Penghambat pada Masing-masing Ekstrakurikuler

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa sarana prasarana untuk kebutuhan
ekstrakurikuler dapat terpenuhi, sementara ada beberapa hambatan yang terjadi pada
ekstrakurikuler. Hambatan pada kegiatan ekstrakurikuler terdiri dari 4 faktor, yaitu
dana, penguasaan peserta didik, disiplin waktu, dan alokasi waktu.

PEMBAHASAN
Ada lima nilai utama karakter yang dikembangkan pada kegiatan ekstrakurikuler
yang dilaksanakan di SD Negeri 006 Sekupang. Hal ini sesuai dengan konsep dasar
penguatan pendidikan karakter (2016), yaitu religius, nasionalis, mandiri, gotong
royong, dan integritas yang saling berkaitan. Landasan kegiatan ekstrakurikuler yang
dilaksnakan di SD Negeri 006 Sekupang sudah sesuai dengan Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Permendikbud) No 62 Tahun 2014
tentang Kegiatan Ekstrakurikuler pada Pendidikan Dasar dan Menengah, khususnya
Pasal 1 ayat 1, bahwa kegiatan ekstrakurikuler dilaksanakan di luar jam pelajaran
sesuai dengan bakat minat peserta didik.
SD Negeri 006 Sekupang mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler sebagai
wadah guna mengembangkan bakat peserta didik. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Nur (2012) yang menyatakan bahwa kegiatan merupakan salah satu media yang
potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik.
Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk
membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan
minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan
atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah.
Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan
rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik.
Melalui ekstrakurikuler, peserta didik memiliki kreativitas dalam
mengembangkan kemampuan potensi dirinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Nur
(2012) bahwa kegiatan ekstrakurikuler berfungsi untuk mengembangkan
kemampuan dan kreativitas peserta didik sesuai dengan potensi, bakat, dan minat
mereka, untuk mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial peserta
didik, mengembangkan suasana rileks dan menyenangkan bagi peserta didik yang
menunjang proses perkembangan, dan mengembangkan kesiapan karir peserta didik.
Pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler di SD Negeri 006 Sekupang dimulai dari
penyusunan perencanaan kegiatan ekstrakurikuler oleh masing-masing pembina
ekstrakurikuler. Penyusunan program ekstrakurikuler sudah sesuai dengan
Permendikbud No 62 Tahun 2014 Pasal 5 ayat (1), yakni satuan pendidikan wajib

- 61 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

menyusun program kegiatan ekstrakurikuler yang merupakan bagian dari Rencana


Kerja Sekolah.
Ekstrakurikuler di SD Negeri 006 Sekupang memiliki kesesuaian dengan
Lampiran Permendiknas No. 39 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan (2008)
nomor 4 poin h dan f, yaitu membentuk klub sains, seni dan olahraga,
menyelenggarakan lomba dan pertandingan olahraga. Ekstrakurikuler bidang seni dan
budaya memiliki keseuaian dengan lampiran Permendiknas N0. 39 Tahun 2008
tentang Pembinaan Kesiswaan, No 6 poin a, yaitu meningkatkan kreativitas dan
keterampilan dalam menciptakan suatau barang menjadi lebih berguna.
Kegiatan ekstrakurikuler berfungsi membantu mengembangkan peserta didik
sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat. Melalui kegiatan ekstrakurikuler,
peserta didik dapat mengembangkan kepribadian. Menurut Hendri (2016), fungsi
kegiatan ekstrakurikuler mencakup (1) Pengembangan, yaitu fungsi kegiatan
ekstrakurikuler untuk mengembangkan kemampuan dan kreativitas peserta didik
sesuai dengan potensi, bakat, dan minat mereka. (2) Sosial, yaitu fungsi kegiatan
ekstrakurikuler untuk mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial
peserta didik. (3) Rekreatif, yaitu fungsi kegiatan ekstrakurikuler untuk
mengembangkan suasana rileks dan menyenangkan bagi peserta didik yang
menunjang proses perkembangan. (4) Persiapan karir, yaitu fungsi kegiatan
ekstrakurikuler untuk mengembangkan kesiapan karir peserta didik.
Untuk mendukung program penguatan pendidikan karakter, sekolah telah
memenuhi kebutuhan peralatan sebagai penunjang efektivitas kegiatan
ekstrakurikuler dan pemenuhan pendidik sebagai pelatih dalam kegiatan
ekstrakurikuler. Pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan merupakan bentuk
kerjasama antara pemerintah, sekolah, dan orang tua siswa. Hal ini sesuai dengan
Undang-undang Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Bab XII Pasal 45 ayat 1,
bahwa setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan
prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan
perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, dan kejiwaan peserta didik.
Dengan demikian, kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan tambahan yang
memberikan banyak manfaat khususnya bagi peserta didik juga memberikan
kontribusi yang besar bagi sekolah karena melalui ekstrakurikuler sekolah akan lebih
dikenal kalayak ramai. Peran pendidik, tenaga pendidik, dan orang tua menjadi kunci
keberhasilan kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan di sekolah.

KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa 1) kegiatan
ekstrakurikuler di SD Negeri 006 Sekupang Kota Batam terdiri dari 17 ekstrakurikuler
yang terlaksana dari 28 ekstrakurikuler yang dicanangkan dan dilaksanakan di luar
jam pembelajaran, yaitu pada pukul 13.00-14.00 WIB untuk kelas rendah dan pukul
14.00-15.00 WIB untuk kelas tinggi. 2) Nilai-nilai karakter yang terkandung dalam

- 62 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

setiap kegiatan ekstrakurikuler terbagi dalam 4 komponen yaitu olah hati, olah pikir,
olahraga, dan olah rasa.

SARAN
Berdasarkan kesimpulan yang ditarik dalam penelitian ini, penulis
merekomendasikan beberapa saran sebagai berikut. Pertama, tersedianya prasana
yang memadai dan sarana yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik perlu
diperhatikan secara berkelanjutan untuk menjamin keberlangsungan ekstrakurikuler.
Kedua, faktor dana yang menjadi hambatan hendaknya dicarikan solusi dengan
menggandeng keterlibatan para pemangku kepentingan terkait.

DAFTAR PUSTAKA

Dahliyana, A. (2017). Penguatan pendidikan karakter melalui kegiatan ekstrakurikuler


di sekolah. Jurnal Sosioreligi, 15(1).
Darmana, A. (2016). Internalisasi nilai tauhid dalam pembelajaran sains. Jurnal
Pendidikan Islam, 66(XVII).
Lampiran Permendiknas. (2008). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 39
Tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan.
Lestari, P. & Sukanti. (2016). Membangun karakter siswa melalui kegiatan
intrakurikuler, ekstrakurikuler, dan hidden curriculum. Jurnal Penelitian, 10(1).
Mulyasa, E. (2015). Pengembangan dan implementasi kurikulum 2013. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Peraturan Presiden. (2017). Salinan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87
Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter.
Permendikbud. (2014). Permendikbud Nomor 62 Tahun 2014 tentang Kegiatan
Ekstrakurikuler pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
Sulistyowati, E. (2012). Implementasi kurikulum pendidikan karakter. Yogyakarta:
Citra Aji Pratama.
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.

- 63 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS TEKS PIDATO MELALUI MODEL


PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

Widihastuti
SMPN 40 Batam, Kepulauan Riau
widihastuti506@gmail.com

Abstrak
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan menulis
teks pidato siswa kelas IX.7 SMP Negeri 40 Batam, Kepulauan Riau. Subjek penelitian
ini adalah siswa kelas IX.7 SMP Negeri 40 Batam sejumlah 44 anak yang terdiri dari 17
siswa laki-laki dan 27 siswa perempuan. Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Kriteria
keberhasilan penelitian ini adalah minimal 85% siswa kelas IX.7 sudah mampu
mencapai nilai KKM yang telah ditetapkan, yaitu 76 dan rata-rata nilai teks persuasif
yang dicapai siswa kelas IX.7 sudah di atas 76. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa
implementasi model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan keterampilan
menulis teks pidato persuasif pada siswa kelas IX.7 SMP Negeri 40 Batam.
Kata kunci: keterampilan menulis, teks pidato, pembelajaran kontekstual

Abstract
This classroom action research aimed to improve the speech writing skill of the class
IX.7 students of SMP Negeri 40 Batam, Riau Islands. The subjects of this study were 44
students of class IX.7 SMP Negeri 40 Batam consisting of 17 male students and 27
female students. Data analysis in this study used qualitative and quantitative
descriptive analysis methods. The criteria for the success of this research were that at
least 85% of students in class IX.7 were able to achieve the passing score that had been
set, which was 76 and the average score of persuasive texts achieved by class IX.7
students was above 76. The results of the study concluded that the implementation of
the contextual learning model could improve the skill of writing persuasive speech
scripts in class IX.7 students of SMP Negeri 40 Batam.
Keywords: writing skills, speech text, contextual learning

PENDAHULUAN
Pembelajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya adalah membelajarkan peserta
didik tentang keterampilan berbahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai tujuan
dan fungsinya. Menurut Atmazaki (2013), mata pelajaran bahasa Indonesia bertujuan
agar peserta didik memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien
sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis, menghargai dan
bangga menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara,
memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk
berbagai tujuan, menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan
kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial, menikmati dan
memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, budi pekerti,
serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, dan menghargai dan

- 64 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia


Indonesia.
Untuk mengimplementasikan tujuan mata pelajaran bahasa Indonesia tersebut,
maka pembelajaran bahasa Indonesia dalam kurikulum 2013 disajikan dengan
menggunakan pendekatan berbasis teks. Teks dapat berwujud teks tertulis maupun
teks lisan. Teks merupakan ungkapan pikiran manusia yang lengkap yang di dalamnya
memiliki situasi dan konteks. Dengan kata lain, belajar bahasa Indonesia tidak sekadar
memakai bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi, tetapi perlu juga
mengetahui makna atau bagaimana memilih kata yang tepat yang sesuai tatanan
budaya dan masyarakat pemakainya.
Menulis adalah salah satu keterampilan dasar yang ada dalam pelajaran bahasa
Indonesia. Pelajaran-pelajaran yang lain pun erat kaitannya dengan menulis. Menurut
Yunus dan Suparno (2008), menulis dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan
penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai
medianya. Pesan adalah isi atau muatan yang terkandung dalam suatu tulisan. Tulisan
merupakan sebuah simbol atau lambang bahasa yang dapat dilihat dan disepakati
pemakainya. Dengan demikian, dalam komunikasi tulis paling tidak terdapat empat
unsur yang terlibat, yaitu penulis sebagai penyampai pesan, pesan atau isi tulis, saluran
atau media berupa tulisan, dan pembaca sebagai penerima pesan.
Keterampilan menulis juga sangat penting dalam dunia pendidikan. Segala
kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari keterampilan ini. Setiap kompetensi dasar
dalam jenjang pendidikan pasti terdapat keterampilan menulis, tidak terkecuali dalam
jenjang pendidikan di tingkat SMP. Keterampilan menulis terdapat dalam kompetensi
dasar yang salah satunya adalah KD 3.3. Mengidentifikasi gagasan, pikiran, pandangan,
arahan atau pesan dalam pidato persuasif tentang permasalahan aktual yang didengar
dan dibaca, 3.4. Menelaah struktur dan ciri kebahasaan pidato persuasif tentang
permasalahan aktual yang didengar dan dibaca. Teks yang terdapat dalam KD tersebut
adalah teks pidato.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru mata pelajaran Bahasa
dan Sastra Indonesia SMP Negeri 40 Batam kelas IX.7, kemampuan menulis teks pidato
siswa kelas tersebut masih kurang. Siswa masih kesulitan untuk menyusun teks pidato
yang baik dan benar. Hal ini dibuktikan dengan nilai siswa yang masih berada di bawah
rata-rata KKM sekolah, yaitu 76.
Melihat permasalahan yang muncul, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
menulis teks pidato pada siswa SMP Negeri 40 Batam kelas IX.7 perlu mendapatkan
perhatian. Untuk itu, perlu adanya inovasi dalam menciptakan interaksi pembelajaran
yang kondusif dengan mencari metode pembelajaran yang tepat. Oleh karena itu,
penelitian ini bermaksud menerapkan strategi pembelajaran yang akan membantu
siswa terampil dalam menulis teks pidato.
Berdasarkan wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti di SMP Negeri 40
Batam kepada walikelas IX.7SMP Negeri 40 Batam, peneliti memperoleh keterangan

- 65 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

bahwa pembelajaran akan lebih mudah dan menyenangkan apabila sumber belajar
adalah berdasarkan pengalaman sehari-hari siswa. Dalam artian bahwa pembelajaran
yang dilakukan di kelas bersumber pada hal-hal yang pernah dialami siswa secara
langsung. Oleh karena itu, peneliti berdiskusi dengan walikelas IX.7SMP Negeri 40
Batam. Peneliti dan guru kelas IX.7SMP Negeri 40 Batam sepakat memilih pendekatan
kontekstual sebagai solusi untuk meningkatkan keterampilan menulis teks pidato
siswa kelas IX.7SMP Negeri 40 Batam.

METODE PENELITIAN
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IX.7 SMP Negeri 40 Batam. Jumlah
seluruh siswa kelas IX.7 adalah 44 anak terdiri dari 17 siswa laki-laki dan 27 siswa
perempuan. Objek penelitian ini adalah meningkatkan keterampilan menulis teks
pidato persuasif siswa kelas IX.7SMP Negeri 40 Batam melalui model pembelajaran
kontekstual pada pembelajaran bahasa Indonesia.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian tindakan kelas. Penelitian ini
merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan yang sengaja dimunculkan dan
terjadi di kelas dengan tujuan untuk peningkatan mutu pembelajaran di kelas.
Penelitian tindakan kelas ini merupakan penelitian tindakan kelas kolaboratif.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif
kualitatif dan kuantitatif. Tujuan analisis ini adalah untuk membuat gambaran secara
sistematis data yang faktual dan akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan antar
fenomena yang diselidiki atau diteliti.
Peningkatan keterampilan menulis teks pidato siswa kelas IX.7SMP Negeri 40
Batam dikatakan berhasil apabila memenuhi kriteria sebagai berikut. (1) Minimal 85%
siswa kelas IX.7 sudah mampu mencapai nilai KKM yang telah ditetapkan, yaitu 76. (2)
Rata-rata nilai teks persuasif yang dicapai siswa kelas IX.7 sudah di atas 76.

HASIL PENELITIAN
Deskripsi Data Pra Siklus
Dalam pelaksanaan, pembelajaran diawali dengan guru memberi salam kepada
siswa kemudian dilanjutkan dengan mengabsen siswa. Setelah mengabsen siswa, guru
memberitahukan mata pelajaran dan kompetensi dasar, yaitu mengidentifikasi
gagasan, pikiran, pandangan, arahan, atau pesan dalam pidato persuasif tentang
permasalahan aktual yang didengar dan dibaca. Pada awal pembelajaran, guru juga
memberi apersepsi berupa pertanyaan yang berkaitan dengan teks pidato.
Hasil tes pada pra siklus mencapai nilai rata-rata70,66, di mana diketahui hanya
22 siswa (50%) siswa mencapai kategori tuntas dan 22 siswa (50%) siswa mencapai
kategori belum tuntas. Nilai rata-rata kelas pada pra siklus masih berada di bawah
KKM SMP Negeri 40 Batam pada mata pelajaran bahasa Indonesia, yaitu 70,66 atau di
bawah KKM yang ditetapkan, yakni sebesar 76. Nilai rata-rata tersebut belum
maksimal sehingga perlu diadakan tindakan pada siklus I agar keterampilan menulis

- 66 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

teks pidato pada siswa lebih maksimal.


Pengambilan data melalui observasi bertujuan untuk mengetahui perilaku siswa
selama proses pembelajaran menulis teks pidato dengan metode ceramah.
Pengamatan dilakukan pada siswa kelas IX.7 yang berjumlah 44 siswa. Ada tiga aspek
yang diamati, yaitu menjawab dan mengajukan pertanyaan, memperhatikan
penjelasan guru, dan antusiasme siswa dalam pembelajaran.
Setelah diadakan tindakan dengan menggunakan model pembelajaran
kontekstual dalam menulis teks pidato pada pra siklus, peneliti bersama guru sebagai
kolaborator melakukan analisis dan evaluasi hasil perlakuan tindakan. Refleksi ini
dilakukan secara bertahap dan berulang untuk memperbaiki dan menyempurnakan
kegiatan yang telah dilakukan sebelumnya. Kegiatan refleksi yang dilakukan
didasarkan pada pencapaian indikator keberhasilan penelitian. Tujuan dari refleksi ini
adalah untuk mengetahui pelaksanaan tindakan dan mengamati terjadinya
peningkatan hasil dan proses belajar menuju ke pencapaian tujuan. Oleh karena itu,
refleksi untuk pra siklus dapat dibaca baik secara proses maupun produk.

Deskripsi Data Siklus I


Hasil tes pada siklus I mencapai nilai rata-rata 72,98. Masih ada siswa yang belum
mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), yaitu 76. Pada siklus I ini, diketahui
hanya 28 siswa (63,64%) mencapai kategori tuntas dan 16 siswa (36,35%) mencapai
kategori belum tuntas. Nilai rata-rata kelas pada siklus I belum berada di atas KKM,
yaitu72,98 atau di bawah KKM yang ditetapkan, yakni sebesar 76. Nilai rata-rata
tersebut belum maksimal sehingga perlu diadakan tindakan pada siklus II agar
keterampilan menulis teks pidato pada siswa lebih maksimal.
Pengambilan data melalui observasi bertujuan untuk mengetahui perilaku siswa
selama proses pembelajaran menulis teks pidato dengan model pembelajaran
kontekstual. Pengamatan dilakukan pada siswa kelas IX.7 yang berjumlah 44 siswa.
Ada tiga aspek yang diamati, yaitu menjawab dan mengajukan pertanyaan,
memperhatikan penjelasan guru, dan antusiasme siswa dalam pembelajaran.
Setelah diadakan tindakan dengan menggunakan model pembelajaran
kontekstual dalam menulis teks pidato pada siklus I, peneliti bersama guru sebagai
kolaborator melakukan analisis dan evaluasi hasil perlakuan tindakan. Refleksi ini
dilakukan secara bertahap dan berulang untuk memperbaiki dan menyempurnakan
kegiatan yang telah dilakukan sebelumnya. Kegiatan refleksi yang dilakukan
didasarkan pada pencapaian indikator keberhasilan penelitian. Dalam refleksi siklus I
ini, peneliti dan guru berdiskusi mengenai pembelajaran menulis teks pidato
menggunakan model pembelajaran kontekstual . Guru mengungkapkan siswa lebih
tertarik dalam proses pembelajaran, aktif, dan bersemangat. Selain itu, hasil tulisan
deskripsi siswa juga meningkat. Namun, dari hasil pemantauan dan evaluasi yang
dilakukan oleh peneliti bersama guru kolaborator, dalam menerapkan langkah-
langkah model pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran menulis teks pidato,

- 67 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan.

Deskripsi Data Siklus II


Pada hasil tes pada siklus II, diperoleh nilai rata-rata 84,11. Setelah diadakan
siklus II, seluruh siswa sudah memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), yaitu 76.
Diketahui bahwa ada 12 siswa (27,27%) yang masuk dalam rentang skor 89-100. Pada
rentang skor 76–88, terdapat32 siswa (72,73%), dan tidak ada siswa yang mempunyai
skor di rentang 64–75 ataupun di bawah nilai 64.
Pengambilan data melalui observasi bertujuan untuk mengetahui perilaku siswa
selama proses pembelajaran menulis teks pidato dengan model pembelajaran
kontekstual. Pengamatan dilakukan pada siswa kelas IX.7 yang berjumlah 44 siswa.
Ada tiga aspek yang diamati, yaitu menjawab dan mengajukan pertanyaan,
memperhatikan penjelasan guru, dan antusiasme siswa dalam pembelajaran.
Setelah adanya implementasi tindakan-tindakan mulai dari siklus I sampai siklus
II, peneliti bersama guru kolaborator mengevaluasi semua tindakan yang sudah
dilakukan. Berdasarkan hasil diskusi antara peneliti dan guru kolaborator, penerapan
model pembelajaran kontekstual dalam praktik menulis teks pidato menunjukkan
peningkatan dari segi proses dan hasil yang cukup berarti.
Peningkatan secara proses dapat dilihat dengan adanya peningkatan kualitas
pembelajaran dari awal siklus I hingga akhir siklus II, yaitu siswa lebih antusias dan
aktif dalam mengikuti pembelajaran. Adanya peningkatan perubahan perilaku siswa
menuju ke arah yang lebih baik daripada pada saat siklus I. Hal tersebut ditandai
dengan perilaku siswa yang awalnya masih ada beberapa yang pasif menjadi lebih
aktif, berani bertanya, berani berpendapat, dan semangat mengikuti pelajaran setelah
dilakukan tindakan. Pada siklus ini siswa tidak lagi mengalami kesulitan dan kendala
dalam memahami objek, siswa lebih mudah menuangkan dan mengembangkan ide
menjadi teks pidato dengan menerapkan model pembelajaran kontekstual siswa juga
tepat waktu dalam mengumpulkan tugas. Dengan adanya pengalihan media, dari
media gambar ke media objek langsung pada pelaksanaan siklus II memberikan
dampak yang cukup signifikan pada peningkatan segi proses maupun hasil.
Peningkatan tersebut dapat dilihat pada siklus II, siswa yang tuntas dalam kegiatan
belajar menulis teks pidato adalah 44 siswa atau mencapai 100%. Secara klasikal, nilai
rata-rata kelas meningkat menjadi 84,11 dibanding siklus I.
Berdasarkan data hasil rekapitulasi observasi pra siklus, siklus I dan siklus II,
dapat dilihat bahwa proses belajar siswa mengalami peningkatan. Pada pra siklus, nilai
rata-rata aktivitas siswa hanya 10, sedangkan pada siklus I dapat dilihat bahwa nilai
rata-rata hasil observasi mencapai 11,91. Nilai rata-rata observasi mengalami
peningkatan pada siklus II, yaitu 13,30.

- 68 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

Nilai
Keterangan
No. Aspek yang Diamati Siklus Siklus
Pra Siklus
I II
1. Keberanian 137 167 184 Ada Peningkatan
2. Perhatian 145 173 203 Ada Peningkatan
Antusiasme dalam
3. 158 184 198 Ada Peningkatan
Pembelajaran
Jumlah 440 524 585 Ada Peningkatan
Rata-rata 10 11,91 13,30 Ada Peningkatan
Tabel 1. Hasil Rekapitulasi Observasi Siklus I dan Siklus II

PEMBAHASAN
Permasalahan yang diungkapkan dalam penelitian ini adalah bagaimana model
pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan keterampilan menulis teks pidato
siswa kelas IX.7SMP Negeri 40 Batam. Melihat permasalahan tersebut, peneliti
menggunakan model pembelajaran kontekstual yang bertujuan untuk meningkatkan
keterampilan menulis siswa kelas IX.7 dalam menulis teks pidato, serta meningkatkan
aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran.
Pembahasan ini berdasarkan hasil tes dan non tes siklus I dan siklus II. Hasil
penelitian membuktikan bahwa model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan
hasil belajar menulis teks pidato pada siswa kelas IX.7SMP Negeri 40 Batam. Pada
siklus I, diketahui bahwa siswa dalam menulis teks pidato masih mengalami kesulitan
dalam mengembangkan ide ke dalam bentuk karangan. Terlihat pada hasil tes siklus I
masih ada 16 siswa (36,36%) yang belum tuntas, yaitu memperoleh nilai rata-rata
kelas sebesar 72,98.
Berdasarkan kekurangan pada siklus I, tindakan siklus II diperbaiki. Pada siklus
II, nilai rata-rata yang diperoleh mencapai 84,11. Ini berarti terjadi peningkatan nilai
dari 72,98 menjadi 84,11. Pada siklus II, tidak ada siswa yang belum tuntas (0%),
artinya semua siswa mengalami tuntas belajar pada siklus II dan memperoleh nilai
≥76 yang merupakan KKM SMP Negeri 40 Batam pada mata pelajaran bahasa
Indonesia.
Pada siklus II ini, guru/peneliti menjelaskan kembali langkah-langkah menulis
teks pidato. Pada siklus II, siswa mengerjakan tes menulis teks pidato dengan tema
“pendidikan”. Hasil rata-rata pengamatan aktivitas siswa saat pembelajaran
mengalami peningkatan. Rata-rata siklus I sebesar 11,91 dan pada siklus II meningkat
menjadi 13,30.
Pembahasan yang telah dipaparkan di atas membuktikan bahwa penerapan
model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan keterampilan menulis teks
pidato siswa kelas IX.7SMP Negeri 40 Batam sesuai dengan rumusan masalah yang ada

- 69 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

dan tujuan penelitian yang diajukan. Hasil penelitian tersebut telah membuktikan
bahwa hasil penelitian tersebut sesuai hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini,
yaitu penerapan model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan keterampilan
menulis teks pidato siswa kelas IX.7SMP Negeri 40 Batam. Berdasarkan hasil tes, hasil
aktivitas siswa dan hasil performa guru pada setiap siklusnya mengalami peningkatan,
sesuai dengan indikator keberhasilan yang dipakai peneliti dalam penelitian ini.
Dengan demikian, terbuktilah bahwa model pembelajaran kontekstual dapat
meningkatkan keterampilan menulis teks pidato pada siswa kelas IX.7 SMP Negeri 40
Batam dengan tercapainya indikator keberhasilan.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap data yang telah
dikumpulkan melalui penelitian ini dapat disimpulkan bahwa melalui implementasi
Model Pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan keterampilan menulis teks
pidato persuasif pada siswa kelas IX.7 SMP Negeri 40 Batam.

SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka peneliti menyarankan
beberapa hal demi keberhasilan dalam pembelajaran bahasa Indonesia materi teks
persuasif sebagai berikut. Pertama, agar guru kelas menggunakan pendekatan yang
lebih variatif dalam pembelajaran bahasa Indonesia materi teks persuasif. Kedua, agar
guru memanfaatkan potensi lokal di sekitar siswa (kontekstual dan menarik) sebagai
sumber ide dan gagasan. Ketiga, agar sekolah dapat mengembangkan lebih lanjut
penggunaan model pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran bahasa Indonesia
di SMP.

DAFTAR PUSTAKA
Arif, R. (2009). Memahami pendidikan dan ilmu pendidikan. Yogyakarta: LaksBang
Mediatama.
Djamarah & Zain. (2016). Strategi belajar mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Dwi, S. dkk. (2008). Ilmu pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Hamzah, B. U. (2011). Teori motivasi dan pengukurannya: Analisis di Bidang
pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Nurhadi. (2012). Pendekatan kontekstual (Contextual teaching and learning). Jakarta.
Depdiknas Dirjen Dikdasmen.
Rita, E. E. dkk. (2008). Perkembangan peserta didik. Yogyakarta: UNY Press.
Wina, S. (2016). Strategi pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Syarif, E. dkk. (2009). Pembelajaran menulis. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional.

- 70 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN


BERBAHASA INGGRIS PESERTA DIDIK

Urai Mimmi Variami Nurul Fitriarti


SMA Negeri 1 Pontianak, Kalimantan Barat
mhimhie@gmail.com

Abstrak
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan bahasa
Inggris peserta didik di kelas XI MIPA 9 SMAN 1 Pontianak yang meliputi keterampilan
berbicara, menyimak, membaca, dan menulis dengan menerapkan pendekatan
pembelajaran berdiferensiasi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif
yang menggunakan instrumen observasi dan wawancara serta catatan refleksi peserta
didik. Hasil akhir yang tergambar dari penelitian ini adalah meningkatnya
keterampilan bahasa Inggris peserta didik serta munculnya keberanian dan
kepercayaan diri peserta didik dalam menggunakan bahasa Inggris. Hal ini dibuktikan
dari produk yang dikumpulkan oleh peserta didik dalam bentuk teks, poster, video ,
puisi, dan produk lainnya.
Kata Kunci: keterampilan bahasa Inggris, pembelajaran berdiferensiasi

Abstract
This classroom action research aimed to improve the students’ English skills in class XI
MIPA 9 SMAN 1 Pontianak which included speaking, listening, reading, and writing
skills by applying a differentiated learning approach. This study applied a descriptive
qualitative method by using observation and interview instruments as well as student
reflection notes. The final result depicted from this research was the increase in
students' English skills and the emergence of students' courage and confidence in using
English. This was evidenced by the products collected by students in the form of texts,
posters, videos, poems, and other products.
Keywords: English skills, differentiated learning

PENDAHULUAN
Pembelajaran bahasa Inggris SMA di dalam Kurikulum 2013 memiliki tujuan
pengajaran untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik
secara aktif di dalam empat keterampilan berbahasa, yaitu listening, speaking, reading,
dan writing. Keterampilan ini diharapkan dapat digunakan dalam kehidupan peserta
didik sehari-hari untuk menghadapi perubahan global yang terjadi di tantangan Era
Revolusi 4.0.
Berubahnya sistem pembelajaran dari tatap muka menjadi tatap maya memaksa
semua bagian di pendidikan menerima perubahan dan mengubah pola mengajar guru
dalam memanfaatkan teknologi untuk dengan tujuan memenuhi kebutuhan belajar
peserta didik sesuai minat, potensi, dan keterampilan yang dimiliki. Hal ini dipandang
perlu dan mendesak mengingat jika tidak demikian, pembelajaran dan pengajaran
tidak akan berjalan dengan efektif dan bermakna.
Pada pembelajaran Bahasa dan Sastra Inggris di kelas XI SMAN 1 Pontianak,
masih ditemukan peserta didik dengan keterampilan berbahasa yang membutuhkan

- 71 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

bantuan serta tidak percaya diri. Metode pengajaran yang tidak maksimal dan
berorientasi pada teacher-centred menjadikan keterampilan mereka kurang
terbimbing secara baik.
Berdasarkan hal tersebut, pembelajaran berdiferensiasi dianggap tepat untuk
membantu peserta didik mengembangkan keterampilan mereka sesuai minat dan
kebutuhan belajar sebagaimana yang telah dipaparkan oleh beberapa peneliti
pendidikan (Tomlinson, 2001; Tim Ahli Kemdikbud; 2020, Munro, 2010; Munro, 2011;
Munro, 2012, Pardedes, 2017; Suwartiningsih, 2020). Beranjak dari pemikiran ini,
penulis tertarik untuk melaksanakan sebuah penelitian tindakan kelas yang bertujuan
untuk meningkatkan keterampilan bahasa Inggris peserta didik di kelas XI MIPA 9
SMAN 1 Pontianak yang meliputi keterampilan berbicara, menyimak, membaca, dan
menulis dengan menerapkan pendekatan pembelajaran berdiferensiasi.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian tindakan kelas dalam model
Kemmis dan Taggart (1988) yang memiliki dua siklus dengan fase perlakuan
perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Penelitian dilaksanakan di kelas XI
MIPA 9 SMAN 1 Pontianak yang berisi 38 peserta didik beralamat di jalan Gusti Johan
Idrus Kota Pontianak. Kelas ini dipilih karena merupakan satu di antara 6 kelas yang
diasuh oleh peneliti dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Inggris dan memiliki
tingkat keterampilan berbahasa Inggris bervariasi. Penelitian tindakan kelas ini
dilaksanakan selama tiga bulan yang dimulai dari tanggal 5 Januari-22 Maret 2021 di
semester genap tahun pelajaran 2020/2021 pada materi Hortatory Exposition text.
Teknik pengumpulan data dengan menggunakan observasi, catatan lapangan guru,
wawancara, dan dokumentasi kegiatan.
Pada penelitian siklus 1, peneliti memulai kegiatan penelitian dengan melakukan
observasi awal, yaitu dengan cara mengamati proses belajar, keterampilan berbahasa
Inggris yang ditunjukkan oleh peserta didik dan wawancara dengan peserta didik.
Selanjutnya, peneliti membuat perencanaan dengan melakukan diskusi bersama rekan
sejawat untuk menemukan strategi yang tepat dalam pemecahan masalah yang
ditemukan di kelas. Rancangan asesmen diagnostik awal dan rencana pelaksanaan
pembelajaran dibuat pada tahap ini. Asesmen diagnostik awal bertujuan untuk
memperoleh informasi tingkat kemampuan peserta didik dalam menggunakan bahasa
Inggris dalam pembelajaran, latar belakang perolehan bahasa Inggris, kesiapan, minat,
dan gaya belajar mereka dalam pembelajaran. Pengumpulan data dilakukan secara
intensif pada tahap pelaksanaan penelitian. Setelah data diperoleh, maka peneliti
kemudian melakukan refleksi yang akan digunakan sebagai data siklus 2.
Pada siklus 2, penyesuaian strategi mengajar dilakukan. Wawancara, observasi,
dan dokumentasi juga terus dilakukan dengan tujuan memperoleh data yang lebih
akurat. Pada pelaksanaannya, peserta didik diminta untuk memperbanyak sumber
informasi, melakukan diskusi, menemukan makna kata, dan menyiapkan produk yang

- 72 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

akan dipaparkan. Di akhir kegiatan siklus 2, peneliti melakukan refleksi untuk melihat
pengaruh pembelajaran berdiferensiasi yang diterapkan di kelas. Adapun indikator
keberhasilan penelitian tindakan ini adalah apabila keterampilan berbahasa Inggris
peserta didik terlihat dan semakin meningkat menuju arah perbaikan.

HASIL PENELITIAN
Pada observasi awal, ditemukan hanya beberapa peserta didik saja yang mau
membuka kamera dan terlibat aktif dalam diskusi ringan mengenai materi, sementara
yang lainnya akan membuka saat namanya dipanggil atau diberi pertanyaan. Pada saat
pemberian tujuan pembelajaran, beberapa peserta didik terlihat kurang antusias,
malah cenderung muram setelah mendengar keterampilan berbahasa yang harus
mereka capai. Wawancara singkat dilakukan untuk menggali informasi penyebab
kurangnya minat mereka dan beberapa peserta didik mengungkapkan bahwa mereka
memerlukan waktu yang panjang dalam mengerjakan tugas mengingat tugas-tugas
dari mata pelajaran lain juga sudah sangat banyak dan menyita waktu mereka. Selain
itu mereka juga merasa terbebani karena harus mengerjakan tugasnya secara individu.
Hasil lainnya adalah kurangnya penguasaan kosa kata dan kurang terlatihnya
keterampilan mereka dalam berbahasa Inggris selama pembelajaran daring.
Di tahap perencanaan 1, peneliti melakukan diskusi terkait data yang diperoleh
dari observasi awal untuk menemukan strategi yang tepat dalam pemecahan masalah
yang ditemukan di kelas. Perencanaan pembuatan asesmen diagnostik awal dalam
bentuk google form dilakukan mencakup data pribadi peserta didik, latar belakang
keluarga, minat mereka terhadap pembelajaran bahasa Inggris, keterampilan yang
mereka kuasai, serta keterampilan apa yang ingin mereka tingkatkan. Penyusunan
rencana pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan isi pertanyaan dan
diperkirakan akan memenuhi kebutuhan peserta didik juga dilakukan pada tahap ini.
Pada tahap pelaksanaan, berdasarkan survei pada bagian daya dukung, diperoleh
hasil bahwa semua peserta didik memiliki daya dukung yang sangat besar dari latar
belakang keluarga (pekerjaan dan pendidikan orang tua) dan fasilitas yang dimiliki
(ketersediaan gawai dan jaringan internet yang baik). Pada pertanyaan sosial
emosional yang berkenaan dengan pembelajaran daring, didapatkan hasil 16 orang
senang belajar daring, 8 orang merasa biasa saja, dan 14 orang tidak senang. Alasan
secara garis besarnya adalah anak yang senang belajar daring menyatakan mereka
sudah terbiasa dengan pembelajaran daring serta sudah memiliki keterampilan dasar
dalam berbahasa Inggris dan terbantu dengan adanya video dan materi yang telah
diberikan. Anak yang merasa biasa saja menyatakan bahwa kegiatan pembelajaran
daring terkadang menyenangkan dan terkadang kurang terstruktur jika dibandingkan
dengan belajar secara tatap muka. Sedangkan anak yang tidak senang dengan belajar
daring menyatakan bahwa kegiatan daring kurang interaktif dan membosankan
karena hanya di rumah.

- 73 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

Hambatan yang teridentifikasi dan sangat mengganggu adalah gangguan pada


jaringan, kurangnya kosa kata, tidak terlalu paham jika daring, rasa kantuk yang
mengganggu, dan rasa bosan. Guru meminta mereka menuliskan solusi yang mereka
lakukan untuk mengatasi hambatan yang terjadi. Yang menyatakan mengalami
gangguan jaringan akan menjawab membeli kuota internet, namun ada juga peserta
didik yang tidak melakukan apa-apa. Bagi yang kurang kosa kata, menyatakan
berusaha untuk belajar memahaminya dan yang merasa kantuk, akan mencuci muka
atau mandi. Untuk mengetahui profil belajar, 25 peserta didik menyatakan menyukai
belajar berkelompok dan berdiskusi dengan alasan mereka bisa berbagi dan mencari
ide-ide baru. 2 peserta didik menyatakan menyukai belajar kelompok dan individu,
tergantung tugas dan perasaan mereka saat belajar. Sedangkan 11 peserta didik
lainnya menyukai belajar individu karena merasa lebih mudah mengekspresikan diri
dalam tugas, tidak perlu mengurus orang lain, lebih tenang, dan lebih mandiri.
Pada pertanyaan keterampilan dasar yang dikuasai dan alasannya, diperoleh
bahwa 3 orang menyatakan menguasai Listening, 4 orang menguasai Speaking, 13
orang menguasai Reading, 6 orang menguasai Writing, 4 orang menguasai semua
keterampilan dengan baik, 2 orang menguasai Reading dan Speaking, 3 orang
menguasai Reading dan Writing, 2 orang hanya menguasai keterampilan secara rata-
rata, dan 3 orang menguasai Reading dan Listening. Beberapa alasan yang diberikan
mengenai bagaimana mereka memperoleh keterampilan tersebut adalah melalui
bermain gim, menonton film berbahasa Inggris dengan menggunakan subtitle bahasa
Inggris, berlatih membaca, menulis dan menonton konten berbahasa Inggris, membaca
artikel berbahasa Inggris, mendengarkan musik, dan berkirim surat dengan teman
yang berada di luar negeri.
Pada keterampilan yang ingin ditingkatkan, tiga orang ingin meningkatkan
keterampilan Listening, sebelas orang ingin meningkatkan keterampilan Speaking,
satu orang ingin meningkatkan keterampilan Reading, dua orang ingin meningkatkan
keterampilan Writing, dan dua puluh satu orang ingin meningatkan semua
keterampilan menjadi lebih mahir. Oleh karena itu, bantuan yang banyak mereka
butuhkan untuk meningkatkan keterampilan mereka adalah berlatih dengan
menggunakan bahasa Inggris yang terbimbing baik dari guru maupun mendapat
teman berlatih dari rekan sejawat.
Langkah selanjutnya adalah mengelompokkan peserta didik berdasarkan minat
mereka. Pembelajaran berdiferensiasi yang diterapkan berdasarkan minat dalam
proses, konten, dan produk. Peserta didik diminta untuk mengamati beberapa teks
Hortatory Exposition yang sudah disiapkan oleh guru. Dari hasil pengamatan, meski
semua peserta didik sepertinya sibuk membaca, namun tidak semua bisa memahami
dan menjelaskan ulang isi bacaan. Oleh karena itu, guru meminta peserta didik untuk
memahami makna per paragraf terlebih dahulu dan membimbing keterampilan
Speaking mereka. Telaah fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan dilakukan
pada kegiatan ini. Pertanyaan pancingan sekitar isi bacaan kurang disambut secara

- 74 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

antusias oleh peserta didik. Pemberian konsep materi dilakukan saat ini. Selanjutnya,
peserta didik menyimak cermat pemaparan konsep materi dan membuat catatan
materi guna dipaparkan di akhir pembelajaran sebagai simpulan belajar. Terlihat,
peserta didik kurang memiliki kepercayaan diri di saat harus memaparkan ringkasan
karena takut membuat kesalahan. Hasil pengamatan kemudian dijadikan catatan
untuk perbaikan di siklus 2.
Di siklus 2, peneliti melakukan diskusi lanjutan dengan rekan sejawat dan
menambahkan kegiatan belajar yang mendorong dan memotivasi peserta didik lebih
aktif dengan memberikan pertanyaan HOTS, meminta peserta didik untuk lebih
banyak bereksplorasi dalam pencarian sumber belajar (proses), memberi bantuan
dengan mengenalkan kosa kata asing yang sesuai dengan topik yang mereka pilih,
melatih peserta didik untuk terus menggunakan bahasa Inggris selama proses belajar
hingga menjadi sebuah praktik baik di sekolah. Meminta peserta didik untuk
menentukan topik yang mereka minati dan membuat alur berpikir untuk karya yang
akan mereka angkat (konten). Mereka juga diminta untuk menentukan sendiri bentuk
karya yang akan mereka hasilkan sesuai dengan minat dan potensi yang mereka miliki
(produk). Peneliti juga melakukan wawancara kepada beberapa peserta didik yang
dilihat masih memerlukan bantuan dalam mengembangkan keterampilan berbahasa
Inggrisnya.
Pada pelaksanaan siklus 2, guru memberikan pertanyaan-pertanyaan pancingan
seperti “Why do the people think that throwing garbage in any places is a simple
action?”, “If you were a leader in your place, what would you do to make your society
realise that throwing gabage in any places is a harmful act?” Kosa kata yang
berhubungan dengan topik bacaan juga diberikan dan diolah dalam kalimat yang
diulang agar peserta didik mampu mengingat dan memproses makna kata tersebut dan
mengolahnya menjadi kalimat yang baru. Diskusi yang diterapkan dalam pembelajaran
diusahakan dilakukan dalam situasi bersyarat, yaitu tetap menggunakan bahasa
Inggris. Guru akan selalu merespons pertanyaan menggunakan bahasa Inggris, apabila
ada peserta didik yang bertanya menggunakan bahasa Indonesia, guru akan
mengarahkan peserta didik untuk mengubah kalimat tersebut menjadi bahasa Inggris.
Latihan dan pembiasaan menggunakan bahasa Inggris membantu peserta didik meraih
kepercayaan diri.
Peserta didik juga kemudian diminta untuk lebih banyak bereksplorasi dalam
pencarian sumber belajar dan menuangkan intisari bacaan ke dalam alur berpikir bagi
karya mereka. Diharapkan sumber bacaan berasal lebih dari tiga sumber bacaan yang
berbeda baik audio, video, atau teks. Peserta didik melakukan diskusi sesuai topik dan
produk yang mereka minati berupa teks, poster, komik, video, dan puisi. Penilaian
dilakukan berdasarkan produk dan keterampilan berbahasa. Produk yang dihasilkan
harus memenuhi struktur teks dan unsur kebahasaaan. Penilaian keterampilan
berdasarkan keterampilan berbicara mereka. Meskipun dalam proses belajar mereka
berkelompok, namun hasil akhir tetap berbentuk individu.

- 75 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

Dari hasil pantauan, guru dapat melihat bahwa di siklus 2 ini peserta didik
semakin termotivasi dan terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar seperti diskusi
dalam pencarian sumber informasi, pemahaman sumber yang diperoleh, penentuan
topik, penentuan bentuk karya, dan juga penilaian yang akan dilibatkan. Peserta didik
juga banyak melontarkan pertanyaan sehubungan dengan materi dan karya yang
mereka buat. Penggunaan bahasa Inggris dalam diskusi juga sudah lebih banyak
digunakan oleh peserta didik. Kebebasan memilih sumber, topik, dan bentuk karya
serta motivasi yang dilakukan secara terus-menerus oleh guru membuat peserta didik
memiliki kepercayaan diri saat mengungkapkan ide dan pertanyaan mereka
menggunakan bahasa Inggris. Pada saat unjuk kerja, peserta didik sudah terlihat
tampil dengan percaya diri membawakan hasil kerja mereka. Hal ini disebabkan
mereka memahami apa yang mereka sampaikan dan termotivasi untuk melakukan
yang terbaik dari diri mereka. Wawancara sederhana dilakukan untuk mengetahui
hambatan yang dihadapi dalam penguasaan materi dan pengerjaan tugas. Dari hasil
wawancara diperoleh bahwa mereka memerlukan bimbingan dan motivasi untuk
menumbuhkan kepercayaan diri dalam menggunakan bahasa Inggris sehingga
menjadi sebuah kebiasaan baik bagi mereka. Refleksi dilakukan di akhir kegiatan
untuk mengetahui perasaan dan pengalaman belajar mereka.

PEMBAHASAN
Pendekatan pembelajaran berdiferensiasi dilakukan oleh guru untuk
meningkatkan keterampilan berbahasa Inggris peserta didik yang terlihat menurun
selama masa pandemi yang menggunakan pembelajaran daring. Dengan penerapan
pendekatan ini diharapkan guru mampu melihat kebutuhan belajar peserta didik
sehingga materi yang diajarkan meski memiliki satu tema namun mengandung banyak
cara untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kebebasan yang diberikan kepada peserta
didik untuk lebih mengeskplorasi potensi diri mereka disertai dengan bimbingan yang
menyeluruh dari guru akan membuat peserta didik menyadari kemampuan diri dan
tantangan yang mereka miliki. Dari hal tersebut, tingkatan berpikir tingkat tinggi
mereka juga terasah sehingga mereka mampu menemukan pemecahan masalah dari
hambatan yang mereka temui.
Pada siklus 1, penerapan pembelajaran berdiferensiasi dimulai dengan
dilakukannya asesmen diagnostik awal yang masih bersifat non kognitif untuk
mengetahui daya dukung bagi peserta didik dalam belajar baik yang berasal dari
keluarga maupun diri sendiri. Hasilnya adalah semua orang tua peserta didik memiliki
aset daya dukung yang tinggi, namun belajar secara tatap muka juga sangat diharapkan
untuk mengatasi hambatan belajar yang dihadapi seperti bosan, tidak bisa beraktifitas
aktif, dan lainnya. Rencana pelaksanaan pembelajaran yang diterapkan juga bersifat
fleksibel dan dapat diubah apabila ditemukan hal-hal yang bersifat sebagai
penghambat keberhasilan peserta didik dalam berkembang. Bantuan berupa

- 76 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

pertanyaan HOTS diberikan untuk membimbing peserta didik yang masih bersikap
pasif dalam diskusi maupun dalam kegiatan mengananlisis teks.
Pada siklus 2, pertanyaan-pertanyaan HOTS dan motivasi semakin sering
diberikan untuk membuat peserta didik terbiasa dan merasa nyaman dalam belajar.
Pencarian informasi dari banyak sumber yang berupa teks, audio maupun video sesuai
topik yang mereka minati dilakukan secara aktif. Begitu juga dengan diskusi dan
ekspresi yang ditunjukkan oleh peserta didik. Pengenalan kosa kata yang sesuai
dengan topik yang mereka minati juga sangat membantu peserta didik memproses
informasi yang mereka dapatkan. Bantuan langsung bagi peserta didik yang masih
menggunakan bahasa Indonesia juga diberikan dengan cara memberikan kata kunci
dari kalimat ekspresi mereka. Peserta didik terlihat lega dan bersedia dibantu serta
mengulang kalimat yang dimaksud dengan menggunakan bahasa Inggris.
Dikarenakan topik yang mereka diskusikan adalah hal yang diminati dan
ditambah dengan referensi bacaan yang bervariasi, keaktifan peserta didik di siklus 2
ini jauh lebih meningkat dari siklus 1. Begitu juga dengan produk yang ingin dibuat
berdasarkan minat dan profil belajar mereka. Guru melihat pada tahap ini, penggunaan
bahasa Inggris semakin meningkat. Seandainya ada peserta didik yang menggunakan
bahasa Indonesia, itu hanya sebatas kata atau frasa, bukan kalimat. Dari refleksi
peserta didik ditemukan bahwa mereka menyukai kegiatan belajar yang telah mereka
lakukan meskipun menyita waktu pembelajaran. Dari pembahasan yang dipaparkan,
maka pembelajaran berdiferensiasi mampu meningkatkan keterampilan berbahasa
Inggris peserta didik kelas XI MIPA 9 SMAN 1 Pontianak.

KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan
pembelajaran berdiferensiasi yang berfokus pada minat dalam kegiatan belajar di
proses, konten dan produk, mampu meningkatkan keterampilan berbahasa Inggris
peserta didik di kelas 11 MIPA 9 SMAN 1 Pontianak. Hal ini dibuktikan dengan adanya
peningkatan yang ditunjukkan pada saat proses pembelajaran berlangsung.

SARAN
Guru harus lebih mendalami strategi pendekatan pembelajaran berdiferensiasi
agar bisa membantu peserta didik mengembangkan keterampilan mereka sesuai
kebutuhan belajar mereka. Selain itu, melakukan kolaborasi pembelajaran bersama
rekan sejawat yang serumpun baik yang berasal dari satu sekolah maupun dari sekolah
yang berbeda akan memperkaya wawasan dan strategi guru dalam mengolah
pendekatan pembelajaran ini. Diharapkan penelitian yang dilakukan ini bisa menjadi
salah satu sumber informasi untuk penelitian lanjutan yang serupa baik untuk mata
pelajaran yang sama maupun yang berbeda.

- 77 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

DAFTAR PUSTAKA
Anggito, A. &. (2018). Metodologi penelitian kualitatif. Jawa Barat: CV Jejak.
IIsmajli, H. M. (2018). Differentiated instruction: Understanding and applying
interactive strategies to meet the needs of all the students. International Journal
of Instruction, 207-218.
Kemmis, S. &. (2014). The action research planner. Victoria: Deakin University Press.
Munro, J. (2010). Using the Victorian Essential Learning Standards to differentiate
pedagogy for gifted and talented learners. Sydney.
Nasional, K. P. (2021). Modul 2.1 pembelajaran berdiferensiasi pendidikan guru
penggerak. Jakarta.
Paredes, J. (2017). The effect of differentiated instruction strategies in the learning of
vocabulary, grammar, and reading among EFL learners. Modern Journal of
Language Teaching Methods, 7(3).
Purwanto, N. (2017). Psikologi pendidikan. Bandung: Rosda.
Rustiyarso & Wijaya, T. (2020). Panduan dan aplikasi penelitian tindakan kelas.
Yogyakarta: Noktah.
Sugiyono. (2008). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suwartiningsih. (2021). Penerapan pembelajaran berdiferensiasi untuk meningkatkan
hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA pokok bahasan tanah dan
keberlangsungan kehidupan di kelas IXb semester genap SMPN 4 Monta tahun
pelajaran 2020/2021 . Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Indonesia (JPPI).
Tomlinson, C. A. (2003). How to differentiate instruction in mixed-ability classrooms.
in C. A. Tomlinson, how to differentiate instruction in mixed-ability classrooms.
Virginia, USA: Association for Supervision and Curriculum Development (ASCD).

- 78 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

7 PRINSIP DASAR PMI DAN TRI BAKTI PMR PADA EKSTRAKURIKULER


PMR DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN PESERTA DIDIK

Arjunaiza
SMP Negeri 20 Batam, Kepulauan Riau
arjunaiza75@gmail.com

Abstrak
Artikel ini adalah hasil kajian literatur yang penulis lakukan pada topik kajian berupa
ekstrakurikuler Palang Merah Remaja (PMR) sebagai upaya untuk meningkatkan
kedisiplinan peserta didik. Kajian ini dilatarbelakangi oleh upaya peningkatan
disiplin terhadap peserta didik baik saat di dalam lingkungan sekolah maupun di luar
lingkungan sekolah. Kegalauan peserta didik akibat permasalahan yang ditimbulkan
dari latar belakang keluarga yang broken home ataupun pengaruh teknologi yang
memberikan dampak negatif terhadap perkembangan psikologis peserta didik,
masih menjadi dilema di dalam dunia pendidikan. Ekstrakurikuler PMR menawarkan
solusi terhadap permasalahan yang dialami peserta didik. Dari kajian literatur serta
perkembangan yang diperoleh setelah peserta didik mengikuti ekstra kurikuler PMR,
diketahui bahwa peserta didik yang mengamalkan nilai esensial di dalam butir-butir
7 Prinsip Dasar Gerakan PMI dan Tri Bakti PMR di dalam kehidupan sehari-hari,
terbukti dapat meningkatkan kedisiplinan dan rasa percaya diri.
Kata Kunci: ekstrakurikuler, PMR, kedisiplinan, rasa percaya diri

Abstract
This article is the result of a literature review that the author conducted on the topic
of the study in the form of the Youth Red Cross (PMR) extracurricular as an effort to
improve student discipline. This study is motivated by efforts to increase discipline
of students both inside the school environment and outside the school environment.
The confusion of students due to problems caused by a broken home family
background or the influence of technology that has a negative impact on the
psychological development of students is still a dilemma in the world of education.
PMR extracurricular offers solutions to problems experienced by students. From the
literature review and the developments obtained after the students took part in the
PMR extra-curricular activities, it is known that the students who practice the
essential values in the 7 Basic Principles of the PMI Movement and the Tri Bakti PMR
in their daily lives, are proven to be able to improve their discipline and sense of
belonging. self-confident.
Keywords: extracurricular, PMR, discipline, self-confidence

PENDAHULUAN
Salah satu bentuk pendidikan karakter di dalam peningkatan pengembangan
minat bakat peserta didik adalah kegiatan ekstrakurikuler. Merujuk pada peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 62 tahun 2014
tentang kegiatan ekstrakurikuler pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah
(Pasal 2), dinyatakan bahwa kegiatan ekstrakurikuler diselenggarakan dengan tujuan
untuk mengembangkan potensi, bakat, minat, kemampuan, kepribadian, kerjasama,
dan kemandirian peserta didik secara optimal dalam rangka mendukung pencapaian

- 79 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

tujuan pendidikan nasional. Beranjak dari elaboasi di atas, maka semakin nyata
pentingnya kedudukan ekstrakurikuler di sekolah. Trianto (2013) menjelaskan bahwa
fungsi kegiatan ekstrakurikuler adalah untuk mengembangkan kemampuan dan rasa
tanggung jawab sosial peserta didik. Kegiatan tersebut juga bersifat rekreatif, yaitu
untuk mengembangkan sifat rileks dan menyenangkan peserta didik. Di samping itu,
ekstrakurikuler juga dinilai sebagai fase persiapan karier, yaitu untuk
mengembangkan kesiapan karier peserta didik.
Bermula di bangku sekolah, sistematika kehidupan dapat ditata dengan baik
apabila kita dapat memilih berdasarkan prioritas. Sejak dini kita harus
memperkenalkan kepada anak-anak kita untuk melakukan yang terbaik di dalam
setiap hal. Di dalam memilih bangku di kelas, misalnya. Kita menanamkan pada anak
kita bahwa duduk paling depan, kita bisa mendengarkan semua apa yang disampaikan
guru kepada kita. Sebaliknya, jika duduk di belakang, kita tidak dapat mendengar
pembicaraan guru dengan jelas. Hal ini berakibat kita akan memilih untuk mengobrol
dengan teman sebangku. Jika kita konsisten mendengarkan setiap kata yang diucapkan
seorang guru, dengan sendirinya akan terekam di otak kita, sehingga tanpa mengulangi
pelajaran di rumah pun, kita bisa mendapatkan nilai ulangan yang baik karena memori
kita telah mencerna ucapan guru tanpa gangguan.
Dalam pemilihan bidang ekstrakurikuler, prioritas juga harus ada di tangan
peserta didik. Sebagian besar peserta didik memilih kegiatan ekstrakurikuler yang
banyak permainan atau yang mengasyikkan. Di samping itu, ada juga karena ikut-
ikutan teman. Oleh karenanya, pada saat memperkenalkan ekstrakurikuler pada anak
didik kita, haruslah diberitahukan bahwa kita harus punya kemampuan dan
mengetahui tujuan serta manfaatnya ke depan sehingga anak didik pun bisa
menyesuaikan kemampuannya untuk mencapai tujuan tersebut. Sekiranya ekstrakurikuler
tersebut bisa membuat masa depan lebih baik, tetapi kita tidak punya kemampuan di bidang
tersebut, janganlah dipaksakan untuk terjun ke dalam ekstrakurikuler tersebut. Dalam
hal ini, contohnya olah raga. Ekstrakurikuler olah raga hanya mampu dilakukan oleh
anak yang sehat jasmani dan rohani. Janganlah memaksakan seoarang anak didik
terjun ke dalam olah raga jika mengidap suatu penyakit yang mengkhawatirkan.
Untuk ekstrakurikuler Palang Merah Remaja (PMR), penulis menyatakan bahwa
ekstrakurikuler ini dapat diikuti oleh setiap peserta didik, baik yang punya penyakit
tertentu ataupun yang sehat jasmani dan rohaninya. Studi kasus di lapangan, pada
awalnya seorang pembina PMR keberatan menerima seorang peserta didik dengan kondisi
kesehatan yang tidak baik, penderita diabetes yang ketergantungan dengan suntik insulin.
Tetapi karena kemauan datang dari peserta didik itu sendiri, ia mau menghafalkan dan
mengamalkan 7 Prinsip Sikap Dasar PMI dan Tri Bakti PMR sehingga menumbuhkan rasa
percaya diri yang tinggi pada dirinya. Dia mahir melakukan keterampilan ilmu kesehatan
sederhana. Peserta didik tersebut bisa menerapkan disiplin ilmu yang diperoleh di PMI
untuk sekolah. Bahkan kegiatan PMR ini justru membuat kesehatannya lebih baik
dibandingkan sebelumnya ketika harus terkurung di rumah dan merasakan kesakitan.

- 80 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

Berangkat dari eksplorasi awal di latar belakang ini, penulis tertarik untuk
memaparkan hasil kajian literatur yang penulis lakukan pada topik kajian berupa
ekstrakurikuler Palang Merah Remaja (PMR) sebagai upaya untuk meningkatkan
kedisiplinan peserta didik.

METODE PENELITIAN
Kajian literatur dari berbagai sumber referensi yang dapat dipercaya diterapkan
oleh penulis guna menggali kebenaran ilmiah terkait ekstrakurikuler Palang Merah
Remaja (PMR) sebagai upaya untuk meningkatkan kedisiplinan peserta didik. Penulis
mengawali pembahasan dengan kondisi sebelum dan sesudah adanya kegiatan
ekstrakurikuler PMR di sekolah, kemudian memaparkan upaya dalam menyelesaikan
permasalahan yang timbul terkait bagaimana mengembangkan minat peserta didik
terhadap ekstrakurikurikuler PMR sehingga kedisiplinan peserta didik dapat ditingkatkan
di seluruh lingkungan sekolah.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Sebelum Adanya Ekstrakurikuler PMR
Ketatnya peraturan sekolah untuk mendisiplinkan peserta didik justru menciptakan
suasana yang mencekam di sekolah. Menjaga hubungan guru dan peserta didik agar tidak
terlalu rapat juga merupakan hal yang mencekam jiwa peserta didik. Hal ini membuat jiwa
peserta didik menjadi terbelenggu.

Perkembangan Teknologi
Pesatnya perkembangan teknologi di dunia digital menyebabkan ilmu pengetahuan
terkuak secara nyata. Ilmu kepalangmerahan yang dahulunya milik dunia perang, yakni
menolong korban perang dan bagian kemiliteran, perlahan-lahan mulai merambah dunia
pendidikan. Dirasa perlu bagi setiap jenjang pendidikan untuk memiliki dokter-dokter
kecil di sekolah, yang dibutuhkan pada saat pelaksanaan Upacara Bendera.
Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, masyarakat semakin
menyadari bahwa PMR tidak hanya berkutat di lingkungan sekolah saja, tetapi sudah
berkiprah secara internasional. Salah satunya melalui kegiatan Jumpa Bakti
Gembira PMR (JUMBARA PMR) di Palm Spring, Nongsa, Batam. PMI mengundang
anggota PMR dari negara Singapura. Berbagai pagelaran seni dari anggota PMR di
berbagai wilayah Kepulauan Riau disajikan. Terdapat juga kegiatan bersifat
kemanusiaan, seperti donor darah, yang digelar pada acara tersebut. Kegiatan PMR
ini telah memperkenalkan pada dunia bahwa PMR bisa diandalkan untuk memberi
bantuan kemanusiaan. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa kurangnya minat peserta
didik terhadap kegiatan ekstrakurikuler PMR menjadi polemik terhadap penciptaan
kedisiplinan peserta didik. Walau demikian, ekstrakurikuler PMR tetap selalu eksis
dengan rentetan kegiatan dan berusaha untuk mencuri perhatian peserta didik yang
belum bergabung.

- 81 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

Keajaiban Otak Kanan


Penulis memaparkan juga bahwa kreativitas yang tercipta pada jiwa peserta didik,
tidak lepas dari pengaruh otak kanan. Menurut Pink (2019), menjalani hidup yang
sehat, bahagia, dan sukses bergantung pada kedua belahan otak. Tapi perbedaan cara
kerja kedua otak menghasilkan metafora bagaimana manusia menavigasi kehidupan
mereka. Beberapa orang lebih nyaman dengan pemikiran logis dan berurutan, seperti
komputer. Ini adalah bentuk pemikiran karakteristik otak kiri. Pemikiran ini berkuasa di
Era Informasi. Orang-orang lainnya lebih nyaman dengan pemikiran holistik, intuitif, dan
non linear. Ini adalah bentuk pemikiran karaktristik otak kanan. Pemikiran ini kurang
dianggap di Era Informasi.
Tapi secara perlahan, kehidupan mulai berubah. Pemikiran gaya otak kiri yang dulu
menjadi pengemudi dan pemikiran gaya otak kanan adalah penumpangnya. Sekarang,
pemikiran gaya otak kanan tiba-tiba mengambil alih kemudi, menancapkan gas dan
menentukan ke mana kita mengarah dan bagaimana kita akan sampai ke sana. Seiring
perkembangan zaman, arahan pemikiran otak kiri, harus didampingi enam kemampuan
penting arahan pemikiran otak kanan, yaitu desain, cerita, simfoni, empati, bermain, dan
arti. Hal ini berarti bahwa tidak hanya mencipta (otak kiri) tapi yang paling penting saat
ini adalah mendesain (otak kanan). Tidak hanya berargumen (otak kiri), tapi harus bisa
bercerita (otak kanan). Tidak hanya fokus (otak kiri), tapi juga harus menampilkan
estetika (otak kanan). Tidak hanya logika (otak kiri), tapi juga harus empati (otak kanan).
Tidak hanya serius (otak kiri), tapi juga ceria (otak kanan). Tidak hanya berorientasi pada
keberlimpahan harta (otak kiri), tapi juga harus ada namakn dalam keberlimpahan harta,
yaitu sedekah.
Setelah berkecimpung di dalam kegiatan belajar yang penuh argumen dan
keseriusan, pada waktunya peserta didik harus diarahkan pada pemikiran otak kanan
dalam bentuk ekstrakurikuler. Maka ekstrakurikuler yang paling pas untuk peserta didik
yang memenuhi enam kemampuan penting arahan otak kanan adalah ekstrakurikuler
PMR. Di dalam PMR ada kegiatan mendesign, bercerita ( story telling), simfoni, empati,
bermain, dan berarti. Semua kegiatan tersebut tergabung pada kegiatan tahunan PMR,
yaitu Kemah Karya PMR. Kegiatan kemanusiaan yang diagendakan sebagai kegiatan
bulanan PMR mengandung pemikiran otak kanan, yaitu empati dan arti, yaitu dalam
bentuk mengumpulkan dana sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan sosial
(empati) dari hasil penjualan karya seni peserta didik PMR, kemudian dana ini disalurkan
ke Panti Asuhan sebagai bentuk sumbangan sosial yang menyebabkan hidup menjadi
penuh arti.
Sesungguhnya hal yang sangat diharapkan pada kondisi peserta didik saat di
sekolah adalah peserta didik bisa menikmati saat belajar di sekolah dengan serius tapi
menyenangkan. Tidak melulu dihadang oleh peraturan yang bersifat militer sehingga
pemikiran peserta didik tidak terbuka, melainkan akan membeku.

- 82 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

Nilai Essensial PMR


Di dalam organisasi PMR, dikenal adanya tujuh prinsip dasar gerakan internasional
palang merah yang terdiri dari Kemanusiaan, Kesamaan, Kesukarelaan, Kemandirian,
Kesatuan, Kenetralan, dan Kesemestaan. Ketujuh nilai ini harus dihafalkan oleh siswa
yang bergabung di PMR. Selanjutnya, selalu dikumandangkan pada apel PMR yang
dilaksanakan di setiap akhir latihan rutin PMR. Setiap anggota harus tidak hanya
menghafalkan saja, tapi harus mengamalkan isi dari tujuh prinsip tersebut.
Jika diuraikan satu per satu, nilai-nilai yang terkandung di dalam prinsip dasar
gerakan internasional palang merah adalah sebagai berikut. Kemanusiaan berarti
setiap anggota Palang Merah harus menjunjung tinggi nilai kemanusiaan di dalam
setiap tindakan. Kesamaan berarti tidak membedakan ras, agama, dan suku bangsa di
dalam melakukan pertolongan terhadap sesama. Kesukarelaan berarti tidak ada
paksaan dari pihak manapun di dalam melaku kan pertolongan. Kemandirian berarti
anggota PMR harus bisa mandiri di dalam bersikap, artinya tidak suka
menggantungkan diri pada orang lain. Kesatuan berarti anggota PMR harus menjaga
persatuan dan kesatuan antar anggota PMR. Kenetralan berarti anggota PMR di dalam
memberikan bantuan harus bersifat netral (tidak berpihak). Kesemestaan berarti
anggota PMR bekerja untuk seluruh masyarakat yang membutuhkan di seluruh dunia.

Tri Bakti PMR


Selain tujuh prinsip dasar gerakan internasional palang merah, setiap anggota
di dalam organisasi PMR juga harus mengamalkan Tri Bakti PMR yang menyatakan
(1) meningkatkan keterampilan hidup sehat, (2) berkarya dan berbakti di
masyarakat, dan (3) mempererat persahabatan nasional dan internasional.
Pelaksanaan butir-butir Tri Bakti PMR di dalam kehidupan sehari-hari dapat dijelaskan
sebagai berikut.
Pertama, Meningkatkan Keterampilan Hidup Sehat. Melalui latihan rutin oleh
Pembina sebaya, para anggota diajarkan keterampilan hidup sehat yang kemudian
diharapkan mereka menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Adakalanya
anggota PMR diundang untuk mendapatkan pelatihan tentang kesehatan yang
diberikan oleh Dinas Kesehatan di PUSKESMAS terdekat. Kedua, Berkarya dan
Berbakti di Masyarakat. Di dalam kegiatan tertentu, biasanya di dalam agenda Kemah
Karya, diselipkan acara Bakti Sosial dalam bentuk gotong royong di daerah
pemukiman yang terdekat dengan area Kemah Karya. Ketiga, Mempererat
Persahabatan Nasional dan Internasional. Organisasi Palang Merah Remaja (PMR)
mengagendakan sebuah kegiatan yang bernama JUMBARA PMR (Jumpa Bhakti
Gembira) PMR yang salah satunya bertujuan untuk mempererat persahabatan nasional
dan internasional. Di dalam Jumbara ini, diundang anggota PMR dari dalam negeri dan
luar negeri untuk saling bertukar ilmu dan bersilaturrahmi. Menghadirkan pentas seni
dari berbagai daerah masing-masing, juga melakukan donor darah, serta
mengadakan kegiatan peduli lingkungan.

- 83 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

Pendidikan Karakter melalui Kegiatan Ekstrakurikuler PMR


Menurut Lickona (2013), pembangunan karakter bangsa yang menjadi
perhatian pemerintah sepatutnya disambut baik dan dirumuskan langkah-langkah
sistematis dan komprehensif untuk implementasinya dalam proses pendidikan.
Ekstra kurikuler PMR merupakan salah satu wadah yang tepat di dalam pembinaan
karakter dalam mengembangkan disiplin dan potensi diri peserta didik. Karena di
samping mempelajari tentang pengobatan, juga mampu menggerakkan hati peserta
didik untuk membantu sesama. Dimas (2019) menyatakan bahwa kegiatan positif
PMR yang dilakukan peserta didik di sekolah dapat membantu peserta didik untuk
mengasah sikap kepercayaan diri. Percaya diri menjadi kunci bahwa peserta didik
mempercayai kemampuan dirinya saat membantu orang lain. Tanpa adanya sikap
kepercayaan diri, peserta didik tidak akan tergerak hatinya untuk membantu orang
lain. Selain itu, dapat membentuk kepribadian berempati dengan orang lain.
Kemampuan sosialisai ini sangat dibutuhkan apabila melihat orang asing yang
mengalami kecelakaan dan membutuhkan pertolongan. Di dalam kegiatan
ekstrakurikuler ini, keanggotaan PMR memiliki tingkatan tersendiri sesuai dengan
jenjang kependidikan.

Pengembangan Strategis
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis berusaha untuk meningkatkan jumlah
peserta didik yang mengikuti ekstrakurikuler PMR untuk meningkatkan kedisiplinan
secara menyeluruh di sekolah melalui kegiatan-kegiatan berikut ini. (1) Membuat
bazar ekstrakurikuler. Setelah pengumuman hasil Penerimaan Peserta Didik Baru,
maka kegiatan rutin tahunan yang diadakan sekolah adalah Kegiatan Masa Orientasi
Siswa (MOS) di awal tahun pelajaran sekolah. Pada bazar tersebut, setiap anggota PMR
harus menyumbangkan hasil kreasinya untuk dijual pada bazar tersebut. (2)
Mengampanyekan efek negatif narkoba dan pergaulan bebas dengan membagikan
brosur di kantin sekolah sebagai muara pertemuan seluruh peserta didik. (3)
Menyebarkan poster pentingnya hidup sehat di setiap kelas. Salah seorang anggota
PMR yang ditunjuk, memasuki kelas belajar, saat pergantian jam belajar, dan
membagikan poster pentingnya Hidup Sehat untuk ditempelkan di dinding kelas. (4)
Memajang foto-foto kegiatan PMR di Majalah Dinding Sekolah. Apabila anggota PMR
telah menyelesaikan suatu kegiatan, maka foto kegiatan harus dipajang pada mading
PMR. (5) Memajang piala-piala hasil kejuaraan yang diikuti peserta didik saat
mengikuti perlombaan yang diadakan oleh PMI untuk anggota PMR. (6) Memajang
karya seni anggota PMR di lemari pajangan PMR. (7) Menekankan pada peserta didik
bahwa anggota PMR adalah laki-laki dan perempuan. Hal ini disebabkan dari tahun ke
tahun keanggotaan PMR selalu diisi oleh perempuan sehingga terjadi miskomunikasi
terhadap peserta didik laki-laki tentang keanggotaan di dalam PMR. (8) Mengadakan
kegiatan Outbond Lintas Alam untuk meningkat rasa cinta pada tanah air. (9)

- 84 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

Mengadakan Latihan Gabungan dengan sekolah lain di akhir Minggu dengan cara
menginap di sekolah yang ditunjuk sebagai tempat latihan.

KESIMPULAN
Tingginya krisis masalah kedisiplinan peserta didik dapat diatasi dengan
bergabung di dalam keanggotaan PMR. Keanggotaan PMR berlaku untuk laki-laki dan
perempuan. Keanggotaan PMR ada di setiap jenjang Pendidikan SD, SMP, dan SMA
sehingga peserta didik yang berkecimpung di dalam ekstrakurikuler PMR dapat juga
melanjutkan tingkatan ilmu yang diperoleh di dalam ekstrakurikuler ini. Nilai essensial
di dalam 7 Sikap Dasar Palang Merah Indonesia (PMI) dan di dalam Tri Bakti PMR
menyebabkan anggota PMR sadar akan pentingnya arti kebersamaan, empati, dan
sosialisasi, yang menanamkan rasa saling membutuhkan antara satu individu dengan
individu lainnya. Pada akhirnya, penulis memiliki keyakinan bahwa ekstrakurikuler
Palang Merah Remaja (PMR) adalah pilihan yang tepat bagi peserta didik yang ingin
meningkatkan kedisiplinan dan rasa percaya diri serta inteligensi yang tinggi.

SARAN
Berdasarkan kesimpulan yang ditarik, penulis mengemukakan rekomendasi
bahwa mengadakan kegiatan ekstrakurikuler PMR di sekolah adalah hal yang
mendesak. Lebih spesifik, kegiatan ini diharapkan dapat dilaksanakan di seluruh
jenjang pendidikan, yakni SD, SMP, dan SMA peserta didik yang berkecimpung di
dalam ekstrakurikuler PMR dapat melanjutkan tingkatan ilmu yang diperoleh di
dalam ekstrakurikuler ini.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Standar Nasional Pendidikan. (2014). Kegiatan ekstrakurikuler pada
pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Jakarta: Badan Standar Nasional
Pendidikan
Lickona, T. (2012). Educating for character. Jakarta: Bumi Aksara.
Pink, D. (2019). A whole new mind: pemikiran yang benar-benar komplit. Jakarta:
Gramedia.

- 85 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI


BELAJAR BAHASA INGGRIS PADA MATERI TEKS KHUSUS UNTUK IKLAN

I Nyoman Sudama
SMA Negeri 1 Kuta Selatan, Bali
nyomansudama65@gmail.com

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan prestasi belajar bahasa Inggris
Penelitian ini mengambil objek pada kelas XI MIPA 2 Semester II tahun pelajaran
2018/2019. Data peningkatan prestasi belajar diperoleh lewat pemberian tes dan
dianalisis secara deskriptif. Perolehan data hasil penelitian ini berupa meningkatnya
perolehan data awal yang baru mencapai 66,28 dengan ketuntasan belajar 42% pada
siklus I naik menjadi 70,19 dengan ketuntasan belajar 61%, dan pada siklus II naik
menjadi77,83 dengan ketuntasan belajar 94%. Hasil tersebut membuktikan
keberhasilan penelitian ini sehingga peneliti berkesimpulan bahwa penerapan model
pembelajaran inquiry dalam pelaksanaan proses pembelajaran mampu meningkatkan
prestasi belajar bahasa Inggris peserta didik pada materi teks khusus untuk iklan.
Kata kunci: prestasi belajar, ketuntasan belajar, model pembelajaran inquiry

Abstract
The purpose of this study was to improve learning achievement in English. This study
took the object of class XI MIPA 2 Semester II of the 2018/2019 academic year. Data on
improving learning achievement was obtained through giving tests and analysed
descriptively. The data obtained from this study were in the form of increasing initial
data acquisition which only reached 66.28 with 42% learning completeness in the first
cycle increasing to 70.19 with 61% learning completeness, and in the second cycle
increasing to 77.83 with 94% learning completeness. These results proved the success
of this study so that the researcher concluded that the application of the inquiry
learning model in the implementation of the learning process was able to improve
students' English learning achievement in special text materials for advertisements.
Keywords: learning achievement, learning mastery, inquiry learning model

PENDAHULUAN
Bahasa adalah salah satu alat komunikasi yang penting bagi kehidupan manusia.
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat melepaskan diri dari bahasa.
Definisi bahasa adalah rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara
sadar. Jadi, dapat diartikan bahwa bahasa merupakan suatu alat yang terdiri dari kata
atau kumpulan kata-kata yang digunakan untuk menyatakan suatu keinginan atau
perasaan, harapan, permintaan, dan lain-lain kepada orang lain. Bahasa memiliki
fungsi yang banyak dan sangat menentukan bagi perkembangan siswa. Misalnya,
fungsi bahasa sebagai alat komunikasi yang akan menentukan siswa untuk memiliki
pengetahuan dan keterampilan berbahasa serta akan memudahkan untuk
berkomunikasi dengan orang-orang di sekitarnya.

- 86 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

Bahasa juga bermanfaat untuk membantu perkembangan siswa dalam


berhubungan dan beradaptasi dengan lingkungan sosialnya. Begitu pula fungsi bahasa
sebagai pengantar pendidikan, pemahaman anak dan pengenalan anak serta
keterampilan anak dalam berbahasa akan dapat bermanfaat dalam proses pendidikan
secara optimal. Seiring dengan perkembangan zaman, kemajuan ilmu dan teknologi
menuntut setiap orang untuk terus-menerus melakukan usaha peningkatan diri.
Penguasaan bahasa asing menjadi salah satu aspek penting sebagai modal utama
keunggulan sumber daya manusia berkualitas. Bahasa Inggris perlu untuk dipelajari
karena bahasa Inggris merupakan bahasa internasional.
Rendahnya prestasi belajar bahasa Inggris diduga karena kurangnya siswa
memahami materi yang diajarkan sehingga diperlukan suatu model yang mampu
merangsang kemampuan berpikir siswa pada kelas XI MIPA 2 semester II. Rendahnya
prestasi siswa ditunjukkan dari nilai rata-rata kelas siswa, yakni hanya 66,28 dengan
ketuntasan belajar 42%. Penulis tertarik untuk melakukan sebuah upaya peningkatan
prestasi belajar dengan menerapkan model pembelajaran Inquiry di dalam kelas.
Gulo (2002) menyatakan bahwa model inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan
belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari
dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, dan analitis sehingga mereka dapat
merumuskan sendiri penemuan dengan penuh percaya diri. Sasaran utama kegiatan
pembelajaran inkuiri adalah (1) keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses
kegiatan belajar, (2) keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan
pembelajaran, dan (3) mengembangkan sikap percaya diri siswa tentang apa yang
ditemukan dalam proses inkuiri.
Melalui pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna, siswa akan lebih
mampu memahami pembelajaran yang akan berdampak pula pada peningkatan
prestasi belajarnya. Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran
dari kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan
prestasinya bila dilihat dari perilakunya, baik dalam bentuk perilaku penguasaan
pengetahuan keterampilan berpikir maupun kemampuan motorik (Sukmadinata,
2005).
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah model pembelajaran
Inquiry dapat meningkatkan prestasi belajar bahasa Inggris pada materi teks khusus
untuk iklan siswa kelas XI MIPA 2 semester II tahun pelajaran 2018/2019 SMA Negeri
1 Kuta Selatan. Dari rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk
meningkatkan prestasi belajar bahasa Inggris pada materi teks khusus untuk iklan
siswa kelas XI MIPA 2 semester II tahun pelajaran 2018/2019 SMA Negeri 1 Kuta
Selatan. Untuk hal tersebut, maka hipotesis yang diajukan adalah langkah-langkah
model pembelajaran Inquiry dapat meningkatkan prestasi belajar bahasa Inggris pada
materi teks khusus untuk iklan siswa kelas XI MIPA 2 semester II tahun pelajaran
2018/2019 SMA Negeri 1 Kuta Selatan.

- 87 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

METODE PENELITIAN
SMA Negeri 1 Kuta Selatan menjadi tempat lokasi penelitian, khususnya pada
kelas XI MIPA 2.
Adapun rancangan penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut.

Gambar 1. Alur Penelitian Tindakan Kelas (Suharsimi Arikunto, Suhardjono, Supardi,


2007: 74)

Dalam penelitian ini, yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas XI MIPA
2 Semester II Tahun Pelajaran 2018/2019 SMA Negeri 1 Kuta Selatan berjumlah 36
orang dengan rincian laki-laki 20 orang dan perempuan 16 orang. Untuk
mengumpulkan data penelitian ini, digunakan tes prestasi belajar bahasa Inggris. Tes
dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur prestasi belajar Bahasa Inggris Siswa
Kelas XI MIPA 2 Semester II SMA Negeri 1 Kuta Selatan setelah penerapan model
pembelajaran Inquiry. Tes dalam penelitian berupa tes tulis yang berupa tes objektif.
Tes tersebut berupa butir-butir soal sesuai dengan materi yang telah diajarkan.
Metode yang digunakan untuk menganalisis data hasil penelitian ini adalah
metode deskriptif. Untuk data kuantitatif dianalisis dengan mencari mean, median,
modus, membuat interval kelas, dan melakukan penyajian dalam bentuk tabel dan
grafik. Kriteria keberhasilan pelaksanaan tindakan ini adalah siswa dinyatakan
berhasil apabila prestai belajar siswa mencapai sama dengan atau lebih dari nilai 67
sesuai tuntutan KKM yang ditetapkan oleh sekolah dengan persentase hasil belajar
siswa secara klasikal sama dengan atau lebih dari 85% dengan kategori “Baik”.

HASIL PENELITIAN
Pada deskripsi awal, pelaksanaan yang dilakukan dalam kegiatan awal diperoleh
data berupa, ada 15 orang (42%) dari 36 orang siswa di kelas XI MIPA 2 Semester II

- 88 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

Tahun Pelajaran 2018/2019 memperoleh nilai di atas KKM. Sedangkan, 21 orang


(58%) mendapat nilai di bawah KKM.
Pada siklus 1, hasil yang didapat dari kegiatan perencanaan meliputi menyusun
RPP mengikuti alur model pembelajaran Inquiry serta menyiapkan bahan-bahan
pendukung pembelajaran seperti media pembelajaran, alat evaluasi, materi
pembelajaran dan buku paket. Tahap pelaksanaan tindakan mencakup kegiatan
berupa kegiatan pendahuluan (siswa difasilitasi gambar tentang topik materi),
kegiatan inti (siswa ditugaskan mengerjakan LKS secara berdiskusi dengan anggota
kelompok heterogen dan dilanjutkan dengan mempresentasikan hasil diskusi), dan
kegiatan penutup (menyimpulkan, evaluasi, refleksi, dan pemberian PR). Pada tahap
observasi, hasil yang diperoleh dari tes prestasi belajar dapat dijelaskan antara lain:
dari 36 siswa yang diteliti, ada 22 orang siswa (61%) memperoleh penilaian di atas
dan sesuai KKM, artinya mereka sudah mampu menerima dan mengaplikasikan materi
yang diajarkan. Sedangkan, 14 siswa (39%) memperoleh nilai di bawah KKM.

No. Interval Nilai Tengah Frekuensi Absolut Frekuensi Relatif


1. 58-62 60 8 22%
2. 63-67 66 6 17%
3. 68-72 70 7 19%
4. 73-77 75 7 19%
5. 78-82 80 7 19%
6. 83-87 85 1 3%
Total 36 100%
Tabel 1. Data Kelas Interval Siklus I

8 7 7
10 6 7

5 1

0
NILAI

58-62 63-67 68-72

Gambar 2. Histogram Prestasi Belajar Bahasa Inggris Siswa pada Siklus I

Pada siklus 2, kegiatan perencanaan meliputi menyusun RPP mengikuti alur


model pembelajaran Inquiry dan menyiapkan bahan-bahan pendukung pembelajaran
seperti media pembelajaran, alat evaluasi, materi pembelajaran, dan buku paket. Fase
pelaksanaan tindakan mencakup kegiatan pendahuluan (siswa difasilitasi gambar

- 89 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

tentang topik materi), kegiatan inti (siswa ditugaskan mengerjakan LKS secara
berdiskusi dengan anggota kelompok heterogen dan dilanjutkan mempresentasikan
hasil diskusi), dan kegiatan penutup (menyimpulkan, evaluasi, refleksi, dan pemberian
PR). Pada proses pengamatan, hasil yang diperoleh dari tes prestasi belajar dapat
dijelaskan sebagai berikut. Dari 36 siswa yang diteliti, ternyata hasilnya sudah sesuai
dengan harapan. Dari perkembangan tersebut, diketahui 34 siswa sudah mampu untuk
melakukan apa yang disuruh dengan baik sehingga dari hasil penelitian tersebut dapat
disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Inquiry sudah mencapai indikator
keberhasilan dan penelitian pada siklus II tidak melanjutkan ke siklus berikutnya dan
dihentikan pada siklus II.

No. Interval Nilai Tengah Frekuensi Absolut Frekuensi Relatif


1. 65-69 67 4 11%
2. 70-74 72 6 17%
3 75-79 77 5 14%
4. 80-84 82 14 39%
5. 85-89 87 6 17%
6. 90-94 92 1 3%
Total 36 100%
Tabel 2. Data Kelas Interval Siklus II

14
20 6 6
4 5
1

0
NILAI

65-69 70-74 75-79 80-84 85-89 90-94

Gambar 2. Histogram Prestasi Belajar Bahasa Inggris Siswa pada Siklus II

Kegiatan awal, di mana model pembelajaran yang digunakan tidak menentu,


termasuk pula metode ajar yang digunakan hanya sekadar saja membuat nilai siswa
pada mata pelajaran bahasa Inggris rendah dengan rata-rata 66,28 dan masih jauh dari
kriteria ketuntasan minimal pada mata pelajaran ini, yaitu 42%. Setelah dilakukan
perencanaan yang lebih matang menggunakan model pembelajaran Inquiry yang
dilanjutkan dengan pelaksanaannya di lapangan yang benar sesuai teori yang ada dan
dibarengi dengan pemberian tes secara objektif, akhirnya terjadi peningkatan dari nilai
rata-rata awal 66,28 menjadi rata-rata70,19 pada siklus I. Demikian juga terjadi
peningkatan dari nilai rata-rata siklus I meningkat menjadi77,83 pada siklus II.

- 90 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

PEMBAHASAN
Kegiatan awal menghasilkan nilai rata-rata siswa sebesar 66,28. Hasil tersebut
jauh di bawah KKM mata pelajaran bahasa Inggris di SMA Negeri 1 Kuta Selatan. Hasil
yang sangat rendah ini diakibatkan peneliti pada awalnya mengajar belum
menggunakan model-model pembelajaran yang direkomendasi oleh ahli-ahli dunia.
Peneliti lebih banyak berceramah dan kegiatan siswa hanya mendengar dan mencatat
saja. Setelah dicek perolehan nilai siswa, ada banyak siswa memperoleh nilai di bawah
KKM. Hasil ini sangat mengejutkan sehingga peneliti sebagai guru di SMA Negeri 1 Kuta
Selatan merasa terpanggil untuk memperbaiki proses pembelajaran. Hal tersebut
membuat peneliti mencoba model Inquiry.
Dengan pelaksanaan pembelajaran yang telah diperbaiki pada siklus I, ternyata
hasil yang diperoleh sudah mencapai rata-rata70,19. Namun, rata-rata tersebut masih
juga di bawah indikator keberhasilan penelitian yang diharapkan walaupun dalam
pelaksanaannya peneliti telah berupaya secara maksimal seperti memotivasi siswa,
memberi penekanan-penekanan, memberi arahan-arahan, dan lain sebagainya.
Kelemahan yang ada justru pada belum mampunya peneliti memahami secara
mendalam kebenaran dari teori model pembelajaran bahasa Inggris.
Kelemahan-kelemahan yang masih tersisa pada pelaksanaan penelitian di siklus
I diperbaiki agar diperoleh hasil yang lebih maksimal. Untuk itu, pada siklus II
diupayakan proses pembelajaran berjalan lebih baik dengan membuat perencanaan
yang lebih matang, merumuskan tujuan, mengorganisasi materi lebih baik, dan
mengupayakan agar materi berhubungan dengan kehidupan siswa sehari-hari. Setelah
melakukan perencanaan yang matang, berlanjut dengan melakukan pembelajaran
yang lebih maksimal dengan giat memberi motivasi, giat memberi arahan-arahan,
menuntun agar siswa giat belajar, serta memberi contoh soal yang lebih banyak. Model
Inquiry diupayakan dalam pembelajaran mengikuti langkah-langkah secara teori yang
benar. Pelaksanaan yang sudah maksimal pada siklus II ini mampu meningkatkan
prestasi belajar peserta didik mencapai nilai rata-rata77,83 dengan ketuntasan belajar
94%. Ternyata nilai tersebut sudah melampaui indikator keberhasilan penelitian yang
diusulkan. Berikut peningkatan yang ditunjukkan dalam setiap siklus.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat dikatakan terjadi peningkatan
prestasi belajar bahasa Inggris dari kegiatan awal hingga siklus 2. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Inquiry dapat meningkatkan presatasi
belajar bahasa Inggris pada Materi Teks Khusus untuk Iklan Siswa Kelas XI MIPA 2
Semester II SMA Negeri 1 Kuta Selatan Tahun Pelajaran 2018/2019.

SARAN
Dalam melaksanakan proses pembelajaran, penggunaan model pembelajaran
Inquiry semestinya menjadi pilihan mengingat model ini telah terbukti dapat

- 91 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

meningkatkan kerjasama, berkreasi, bertindak aktif, bertukar informasi,


mengeluarkan pendapat, bertanya, berdiskusi, berargumentasi dan lain-lain.
Selanjutnya, untuk adanya penguatan-penguatan, diharapkan bagi peneliti lain untuk
melakukan penelitian lanjutan guna verifikasi data hasil penelitian.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S., Suhardjono, & Supardi. (2006). Penelitian tindakan kelas. Jakarta: Bumi
Aksara.
Gulo. (2002). Strategi belajar mengajar. Jakarta:Grasindo.
Syaodih, S. Nana. (2007). Metode penelitian pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

- 92 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

KONTEMPLASI DAN PARADIGMA PEMBELAJARAN ABAD 21

Muhammad Ikhwan Anshari


MTsN 6 Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan
ikhwan.biologi@gmail.com

Abstrak
Artikel ini merupakan kajian literatur yang bertujuan untuk memberikan penelaahan
tentang kontemplasi dan paradigma pembelajaran pada abad 21. Artikel ini mengupas
konsep dan prinsip pembelajaran abad 21 dalam rangka mengembangkan kompetensi
guru dan peserta didik. Lebih rinci, artikel kajian ini mengeksplorasi kompetensi yang
harus dimiliki oleh guru dan siswa, di mana proses belajar mengajar beorientasi pada
konsep dan prinsip pembelajaran abad 21. Hasil kajian menyimpulkan bahwa
kontemplasi dan paradigma pembelajaran abad 21 perlu diimplementasikan dalam
proses pembelajaran untuk meraih keberhasilan pendidikan generasi di masa depan.
Kata Kunci: kontemplasi, paradigma, pembelajaran abad 21

Abstract
This article is a literature review that aims to provide a review of contemplation and
learning paradigms in the 21st century. This article explores the concepts and
principles of 21st century learning in order to develop the competence of teachers and
students. In more detail, this article explores the competencies that must be possessed
by teachers and students, in which the teaching and learning process is oriented to the
concepts and principles of 21st century learning to achieve educational success for
future generations.
Keywords: contemplation, paradigm, 21st century learning

PENDAHULUAN
Pesatnya kemajuan teknologi, informasi, dan komunikasi pada abad 21 menjadi
suatu tantangan bagi para guru dan tenaga pendidik untuk melakukan akselerasi untuk
dapat mengoperasionalkan komponen teknologi tersebut dan menerapkannya di
dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di kelas. Kemajuan teknologi informasi
telah memberikan dukungan yang positif dalam pemerolehan ilmu pengetahuan bagi
setiap individu baik guru maupun siswa. Konsekuensinya, guru dituntut mampu
mengembangkan pendekatan dan strategi pembelajaran yang didukung oleh
komponen teknologi pembelajaran. Selain itu, terdapat ketersediaan informasi yang
secara global mengenai dunia pendidikan.
Guru profesional abad 21 harus mampu menjadikan dirinya sendiri sebagai
pembelajar sepanjang karir untuk peningkatan efektifitas proses pembelajaran siswa
seiring dengan kemajuan teknologi yang memberikan daya dukung terhadap media
dan sarana pembelajaran. Selain itu, guru abad 21 harus mampu membangun
kerjasama terhadap rekan sejawat maupun terhadap rekan seprofesi serta saling
berbagi informasi sebagai upaya menghadapi kompleksipitas tantangan sekolah dan
pengajaran. Guru abad 21 melakukan transfer pengetahuan berlandaskan standar
profesional mengajar untuk menjamin kualitas pembelajaran dan memiliki

- 93 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

komunikasi yang baik secaral efektif dengan orang tua siswa untuk mendukung
pengembangan sekolah.
Di abad ke-21 ini, pendidikan menjadi semakin penting karena lebih
berorientasi untuk memberikan jaminan bagi peserta didik agar memiliki
keterampilan belajar dan berinovasi, keterampilan menggunakan teknologi dan
media informasi, serta dapat bekerja, dan dapat mandiri dengan dengan berbekal
keterampilan untuk hidup (life skills). Sahin (2009) menjelaskan bahwa karena
informasi dan teknologi penting bagi masyarakat baru, keterampilan belajar baru
terjadi sesuai kebutuhan dari masyarakat baru. Oleh karena itu, dalam beberapa tahun
terakhir, pendidik di hampir setiap level fokus pada peningkatan kualitas siswa,
keterampilan berpikir tingkat tinggi dan penguasaan teknologi. Untuk mengatasi
tuntutan abad ke-21, para siswa perlu tahu bagaimana menggunakan pengetahuan dan
keterampilan melalui berpikir kritis, menerapkan pengetahuan pada situasi baru,
menganalisis informasi, memahami ide-ide baru, berkomunikasi, berkolaborasi,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
Siswa saat ini beruntung memiliki alat belajar yang didukung oleh teknologi
canggih, memungkinkan mereka untuk menemukan, memperoleh, dan bahkan
menciptakan pengetahuan lebih cepat daripada pendahulunya. Teknologi
memungkinkan akses ke informasi, interaksi sosial yang konstan, dan konten digital
yang mudah dibuat dan dibagikan. Dalam pengaturan ini, pendidik dapat
memanfaatkan teknologi untuk menciptakan lingkungan yang menarik dan pribadi
untuk memenuhi kebutuhan pendidikan yang muncul dari generasi ini. Tidak lagi
belajar harus satu ukuran untuk semua atau terbatas pada ruang kelas. Peluang yang
diberikan oleh teknologi harus digunakan untuk membayangkan kembali pendidikan
abad ke-21, dengan fokus pada mempersiapkan siswa untuk menjadi pembelajar
seumur hidup.
Siswa di abad ke-21 belajar di ruang kelas global dan tidak harus terbatas dalam
ruang kelas. Mereka lebih cenderung mencari informasi dengan mengakses Internet
melalui ponsel dan komputer atau mengobrol dengan teman di situs jejaring sosial.
Demikian pula, banyak guru memantau dan menerbitkan tugas melalui ruang kelas
virtual sehingga siswa dan guru dapat mengakses informasi di luar kelas. Pembelajaran
abad ke-21 berarti menjadikan masa lalu sebagai landasan untuk membantu kita
menavigasi masa depan kita. Merangkul model pembelajaran abad ke-21
membutuhkan pertimbangan unsur-unsur yang dapat terdiri dari perubahan semacam
itu: menciptakan pelajar yang mengambil risiko intelektual, mengembangkan disposisi
belajar, dan memelihara komunitas sekolah di mana setiap orang adalah pembelajar.
Pembelajaran abad ke-21 berarti bahwa siswa menguasai konten sambil
memproduksi, mensintesis, dan mengevaluasi informasi dari berbagai mata pelajaran
dari berbagai sumber. Siswa mampu mengembangkan dan mendemonstrasikan
kreativitas, komunikasi, dan kolaborasi. Mereka menunjukkan literasi digital dimana
alat virtual dan sumber perangkat lunak tersedia untuk kegiatan pembelajaran tanpa

- 94 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

batas untuk siswa dari segala usia, kapan saja dan di mana saja. Pembelajaran dengan
keadaan seperti ini menuntut guru mempersiapkan diri dengan baik untuk
memanfaatkan dunia maya bagi kemajuan dalam pembelajaran secara kognitif.
Abad ke-21 merupakan awal milenium ketiga. Pada milenium ini, dunia
melakukan banyak perubahan termasuk dalam bidang pendidikan. Perubahan sistem
dan kebijakan ini seiring dengan adanya perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi saat ini yang terjadi sangat pesat. Hal ini menuntut perubahan cara
pembelajaran baik oleh pendidik maupun peserta didik dalam proses pembelajaran.
Dengan demikian, dirasa perlu untuk memahami bagaimana paradigma pembelajaran
pada abad 21.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah kajian literatur yang bertujuan untuk memberikan
penelaahan tentang kontemplasi dan paradigma pembelajaran pada abad 21. Artikel
ini mengupas konsep dan prinsip pembelajaran abad 21 dalam rangka
mengembangkan kompetensi guru dan peserta didik. Lebih rinci, artikel kajian ini
mengeksplorasi kompetensi yang harus dimiliki oleh guru dan siswa, di mana proses
belajar mengajar beorientasi pada konsep dan prinsip pembelajaran abad 21.

PRINSIP POKOK PEMBELAJARAN ABAD 21


Pembelajaran semestinya berpusat pada siswa
Pengembangan pembelajaran seyogyanya menggunakan pendekatan
pembelajaran yang berpusat pada siswa. Siswa ditempatkan sebagai subyek
pembelajaran yang secara aktif mengembangkan minat dan potensi yang
dimilikinya. Siswa tidak lagi dituntut untuk mendengarkan dan menghafal materi
pelajaran yang diberikan guru, tetapi berupaya mengkonstruksi pengetahuan dan
keterampilannya, sesuai dengan kapasitas dan tingkat perkembangan berpikirnya,
sambil diajak berkontribusi untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang terjadi
di masyarakat.

Pembelajaran bersifat kolaboratif


Siswa harus dibelajarkan untuk bisa berkolaborasi dengan orang lain.
Berkolaborasi dengan orang-orang yang berbeda dalam latar budaya dan nilai-nilai
yang dianutnya. Dalam menggali informasi dan membangun makna, siswa perlu
didorong untuk bisa berkolaborasi dengan teman-teman di kelasnya. Dalam
mengerjakan suatu proyek, siswa perlu dibelajarkan bagaimana menghargai
kekuatan dan talenta setiap orang serta bagaimana mengambil peran dan
menyesuaikan diri secara tepat dengan mereka.

- 95 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

Pembelajaran harus memiliki konteks


Pembelajaran tidak akan banyak berarti jika tidak memberi dampak terhadap
kehidupan siswa di luar sekolah. Oleh karena itu, materi pelajaran perlu dikaitkan
dengan kehidupan sehari-hari siswa. Guru mengembangkan metode pembelajaran
yang memungkinkan siswa terhubung dengan dunia nyata. Guru membantu siswa
agar dapat menemukan nilai, makna, dan keyakinan atas apa yang sedang
dipelajarinya serta dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-harinya. Guru
melakukan penilaian kinerja siswa yang dikaitkan dengan dunia nyata.

Satuan pendidikan harus terintegrasi dengan masyarakat


Dalam upaya mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang bertanggung
jawab, sekolah seyogyanya dapat memfasilitasi siswa untuk terlibat dalam
lingkungan sosialnya. Misalnya, mengadakan kegiatan pengabdian masyarakat, di
mana siswa dapat belajar mengambil peran dan melakukan aktivitas tertentu
dalam lingkungan sosial. Siswa dapat dilibatkan dalam berbagai pengembangan
program yang ada di masyarakat, seperti program kesehatan, pendidikan,
lingkungan hidup, dan sebagainya. Selain itu, siswa perlu diajak pula mengunjungi
panti-panti asuhan untuk melatih kepekaan empati dan kepedulian sosialnya.

KOMPETENSI MENGAJAR ABAD 21


Nessipbayeva (2012) mengutip kebijakan Department of Education at Davidson
College dalam mempersiapkan pendidik pada masa depan dengan kerangka kerja
sebagai berikut

Guru Menunjukkan Kepemimpinan


Guru memimpin di kelas dengan mengevaluasi kemajuan siswa menggunakan
berbagai tujuan pengukuran data pengukuran; menggambar data yang sesuai untuk
mengembangkan kelas dan rencana pembelajaran; menjaga ruang kelas yang aman
dan tertib yang memfasilitasi pembelajaran siswa; dan manajemen positif dari
perilaku siswa, komunikasi yang efektif untuk meredakan dan merendahkan perilaku
mengganggu atau berbahaya, dan teknik pengasingan dan pengendalian yang aman
dan tepat.
Guru menunjukkan kepemimpinan di sekolah dengan terlibat dalam kegiatan
pembelajaran profesional kolaboratif dan kolegial; mengidentifikasi karakteristik
atau elemen penting dari rencana perbaikan sekolah; dan menampilkan kemampuan
untuk menggunakan data yang sesuai untuk mengidentifikasi bidang-bidang
kebutuhan yang harus ditangani dalam rencana peningkatan sekolah.
Guru memimpin profesi mengajar dengan berpartisipasi dalam pengembangan
profesional dan aktivitas pertumbuhan dan mengembangkan hubungan dan jaringan
profesional.
Guru mengadvokasi sekolah dan siswa dengan menerapkan dan mematuhi

- 96 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

kebijakan dan praktik yang secara positif mempengaruhi pembelajaran siswa dan
menunjukkan standar etika yang tinggi.

Guru Membangun Lingkungan Yang Penuh Hormat Untuk Beragam Populasi Siswa
Guru memberikan lingkungan di mana setiap anak memiliki hubungan yang
positif dan memupuk dengan orang dewasa yang peduli dengan mempertahankan
lingkungan belajar yang positif dan mendidik.
Guru merangkul keragaman di komunitas sekolah dan di dunia dengan
menggunakan bahan atau pelajaran yang melawan stereotip dan mengakui kontribusi
dari semua budaya; menggabungkan berbagai sudut pandang dalam instruksi; dan
memahami pengaruh keanekaragaman dan instruksi perencanaan yang sesuai.
Guru memperlakukan siswa sebagai individu dengan mempertahankan
lingkungan belajar yang menyampaikan harapan tinggi setiap siswa. Guru
menyesuaikan pengajaran mereka untuk kepentingan siswa dengan kebutuhan khusus
dengan bekerja sama dengan spesialis dan menggunakan sumber daya untuk
mendukung kebutuhan belajar khusus semua siswa; dan menggunakan strategi
penelitian yang terverifikasi untuk menyediakan kegiatan pembelajaran yang efektif
bagi siswa dengan kebutuhan khusus. Guru bekerja secara kolaboratif dengan keluarga
siswa dan orang dewasa penting lainnya dengan berkomunikasi dan berkolaborasi
dengan rumah dan komunitas untuk kepentingan siswa.

Guru Mengetahui Konten yang Mereka Ajarkan


Guru mengembangkan dan menerapkan pelajaran berdasarkan kursus studi
yang efektif dengan mengintegrasikan instruksi keaksaraan yang efektif di seluruh
kurikulum dan di seluruh area konten untuk meningkatkan pembelajaran siswa. Guru
menghargai konten yang sesuai dengan spesialisasi pengajaran mereka dengan
menunjukkan tingkat pengetahuan konten yang sesuai dalam spesialisasi mereka dan
mendorong siswa untuk menyelidiki area konten untuk memperluas pengetahuan
mereka dan memuaskan keingintahuan alami mereka.
Guru menunjukkan bahwa mereka mengenali keterkaitan bidang konten atau
disiplin dengan mendemonstrasikan pengetahuan tentang subjek mereka dengan
menghubungkannya dengan disiplin lain dan mengaitkan kesadaran global tentang
subjek. Guru membuat instruksi mereka relevan untuk siswa dengan
mengintegrasikan keterampilan abad ke-21 dan konten dalam instruksi.

Guru Memfasilitasi Pembelajaran untuk Siswa


Guru menunjukkan bahwa mereka tahu cara di mana pembelajaran berlangsung
dan tingkat perkembangan intelektual, fisik, sosial, dan emosional siswa mereka yang
sesuai dengan mengidentifikasi tingkat perkembangan siswa individu dan instruksi
perencanaan yang sesuai dan menilai dan menggunakan sumber daya yang dibutuhkan
untuk mengatasi kekuatan dan kelemahan siswa. Guru merencanakan instruksi yang

- 97 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

sesuai untuk siswa mereka dengan berkolaborasi dengan rekan kerja untuk memantau
kinerja siswa dan membuat instruksi responsif terhadap perbedaan budaya dan
kebutuhan belajar individu.
Guru menunjukkan ketajaman dan keserbagunaan mereka dengan menggunakan
berbagai metode dan materi yang sesuai dengan kebutuhan semua siswa. Guru
menampilkan kesadaran mereka tentang potensi teknologi untuk meningkatkan
pembelajaran dengan mengintegrasikan teknologi ke dalam instruksi mereka untuk
memaksimalkan pembelajaran siswa. Guru membantu siswa tumbuh sebagai individu
yang berpikir dengan mengintegrasikan instruksi khusus yang membantu siswa
mengembangkan kemampuan untuk menerapkan proses dan strategi untuk berpikir
kritis dan pemecahan masalah. Guru membantu siswa untuk bekerja dalam tim dan
mengembangkan kualitas kepemimpinan dengan mengatur tim belajar untuk tujuan
mengembangkan kerja sama dan kepemimpinan siswa.
Guru mencapai muridnya dengan terbaik dengan menggunakan berbagai metode
untuk berkomunikasi secara efektif dengan semua murid dan secara konsisten
mendorong dan mendukung siswa untuk mengartikulasikan pemikiran dan ide dengan
jelas dan efektif. Guru paling baik menilai apa yang telah dipelajari siswa dengan
menggunakan beberapa indikator, baik formatif maupun sumatif, untuk memantau
dan mengevaluasi kemajuan siswa dan untuk menginformasikan instruksi dan
memberikan bukti bahwa siswa mencapai pengetahuan, keterampilan, dan disposisi
abad ke-21.

Guru Merefleksikan Latihan Siswa


Guru menganalisis pembelajaran siswa dengan menggunakan data untuk
memberikan ide tentang apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pembelajaran
siswa. Guru menghubungkan pertumbuhan profesional dengan sasaran profesional
mereka dengan berpartisipasi dalam kegiatan yang direkomendasikan untuk
pembelajaran dan pengembangan profesional. Guru berfungsi secara efektif dalam
lingkungan yang kompleks dan dinamis dengan menggunakan berbagai pendekatan
penelitian yang diverifikasi untuk meningkatkan pengajaran dan pembelajaran

KESIMPULAN
Di abad ke 21 ini, pendidikan menjadi semakin penting karena lebih
berorientasi untuk memberikan jaminan bagi peserta didik agar memiliki
keterampilan belajar dan berinovasi, keterampilan menggunakan teknologi dan
media informasi, serta dapat bekerja, dan dapat mandiri dengan berbekal
keterampilan untuk hidup. Berdasarkan deskripsi ini, maka proses pembelajaran di
abad 21 harus memenuhi kopsep dan prinsip pembelajaran abad 21 itu sendiri. Konsep
dan prinsip pembelajaran abad 21 ini harus kita implementasikan dari sekarang, di
mana dalam pelaksanaan proses pembelajaran, guru harus menyiapkan diri dengan
baik dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran. Ketiga

- 98 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

aspek ini merupakan komponen dasar yang sangat berperan dalam mengembangkan
kompetensi siswa di abad 21.

SARAN
Penulis meyakini bahwa adanya kesiapan kompetensi abad 21 pada diri pendidik
akan memberikan pengaruh yang positif, di mana guru akan mampu
menyelenggarakan proses pembelajaran berdasarkan konsep dan prinsip
pembelajaran abad 21 yang telah dikonsepkan oleh sejumlah organisasi dan lembaga
pendidikan dunia. Kondisi ini akan berdampak secara signifikan terhadap
pengembangan kompetensi siswa abad 21 itu sendiri. Guru hendaknya melaksanakan
tugasnya berlandaskan standar profesional mengajar untuk menjamin mutu
pembelajaran dan terlaksananya keefektifan proses pembelajaran siswa terutama
dalam mengoptimalkan potensi aktualisasi peserta didik dalam suatu proses
pembelajaran yang dinamis, efesien, dan efektif.

DAFTAR PUSTAKA

Griffin & McGaw. (2012). Assesment and teaching of 21 st century skill. Netherlands:
Springer.
Mu’minah & Arifin. (2019). Implementasi STEM dalam pembelajaran abad 21. Seminar
Nasional Pendidikan Universitas Majalengka.
Murti, K. E. (2015). Pendidikan abad 21 dan implementasinya dalam pembelajaran di
sekolah menengah kejuruan (SMK). Jurnal Kurikulum 2013 SMK, 1:1-23.
Nessipbayeva. (2012). The competencies of the modern teacher: Pre-Service and in-
service teacher training. Kazakhtan: Univercity Almaty.
Ormiston, M. (2011). Creating a digital-rich classroom: Teaching & learning in a web
2.0 world. Solution Tree Press.
Sahin, M. C. (2009). Instructional design principles for 21st century learning skill.
Procedia Social and Behavioral Sciences .
Trilling & Fadel (2009). 21st century skills: Learning for life in our times. Washington:
American Psychological Association.

- 99 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MENGAJAR IPA TERPADU PADA MATERI INDERA


PENDENGARAN MANUSIA DENGAN MODEL CARD SORT

Adro Irma
MTs USB Filial MTsN 1 Batam, Kepulauan Riau
adroirma697@gmail.com

Abstrak
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk menguji penerapan metode
pembelajaran Card Sort untuk meningkatkan hasil belajar pada materi indera
pendengaran manusia pada kelas VIIIA MTs Nurul Huda Nahdlatul Wathan Kota Batam
tahun pelajaran 2017/2018. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIIIA MTs Nurul
Huda Nahdlatul Wathan Tanjung Riau kota Batam yang terdiri dari 22 orang dengan
komposisi 13 orang laki-laki dan 9 orang perempuan yang memiliki latar belakang
ekonomi dan sosial yang berbeda. Teknik pengumpulan data dalam penelitian
tindakan kelas ini adalah dengan mengadakan post-test setelah pelaksanaan proses
pembelajaran siklus I dan siklus II selesai. Teknik observasi digunakan untuk
mengetahui aktivitas belajar siswa dalam diskusi kelompok. Catatan observasi
dipergunakan untuk mengetahui tingkat keaktifan siswa, sedangkan evaluasi
dilakukan untuk mengukur peningkatan prestasi belajar siswa. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penerapan metode pembelajaran Card Sort dapat meningkatkan
hasil belajar pada materi indera pendengaran manusia.
Kata Kunci: card sort, hasil belajar, keaktifan siswa

Abstract
This classroom action research aimed to test the application of the Card Sort learning
method to improve learning outcomes on the human sense of hearing material in class
VIIIA MTs Nurul Huda Nahdlatul Wathan Batam City int the 2017/2018 academic year.
The subjects of this study were students of class VIIIA MTs Nurul Huda Nahdlatul
Wathan Tanjung Riau, Batam city, which consisted of 22 people with a composition of
13 boys and 9 girls who had different economic and social backgrounds. The technique
of collecting data in this classroom action research was to hold a post-test after the
implementation of the learning process in cycle I and cycle II was complete.
Observation technique was used to determine student learning activities in group
discussions. Observation notes were used to determine the level of student activity,
while evaluation was carried out to measure the increase in student achievement. The
results showed that the application of the Card Sort learning method could improve
learning outcomes in the human sense of hearing material.
Keywords: card sort, learning outcomes, student activity

PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan proses interaksi yang mendorong terjadinya belajar
(Dimyati dan Mudjiono, 2002). Oleh karena itu, berbicara soal pendidikan selalu dekat
dengan pembelajaran. Dengan belajar diharapkan manusia berubah menjadi lebih baik
khususnya dalam perbuatannya. Belajar dilakukan dengan melalui aktivitas, praktik,
dan pengalaman sehingga di sekolah ada istilah kegiatan belajar mengajar.

- 100 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

Salah satu upaya dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia adalah


menuntut para guru dan siswa untuk lebih kreatif dan inovatif dalam proses
pembelajaran di sekolah. Pembelajaran diarahkan pada tuntutan kreativitas siswa
(student learning), bukan lagi bersumber dari guru (teacher learning) dan guru
berperan besar sebagai fasilitator yang mengatur pembelajaran yang bermakna dan
efektif.
Sebagai guru IPA terpadu, penulis mengidentifikasi beberapa kendala pada materi
Indra Pendengaran Manusia. Kendala-kendala tersebut dapat menimbulkan proses
belajar kurang efektif dan rendahnya hasil belajar siswa. Hal ini disebabkan oleh (1)
banyak siswa tidak tertarik untuk mengikutinya Materi Indera Pendengaran manusia
karna guru sering menggunakan metoda ceramah dan diskusi kelompok secara
menoton. (2) Peserta didik sulit untuk memahami literatur materi Indera Pendengaran
Manusia disebabkan karena materi tersebut banyak berbahasa latin dan organ dalam
sistem pendengaran manusia tidak dapat dilihat oleh panca indra. (3) Hasil belajar
siswa dengan menggunakan metode ceramah dan diskusi kelompok mendapat hasil
tidak memuaskan atau di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
Beranjak dari pemaparan di atas, penulis tertarik untuk melaksakan penelitian
tindakan kelas yang bertujuan untuk menguji penerapan metode pembelajaran card
sort pada materi indera pendengaran manusia pada kelas VIIIA MTs Nurul Huda
Nahdlatul Wathan Kota Batam tahun pelajaran 2017/2018.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di MTs Nurul Huda Nahdlatul Wathan Tanjung Riau, yang
beralamat di jalan Bathin Yahya Tanjung Riau Kecamatan Sekupang kota Batam
Kepulauan Riau. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIIIA MTs Nurul Huda
Nahdlatul Wathan Tanjung Riau kota Batam yang terdiri dari 22 orang, 13 orang laki-
laki dan 9 orang perempuan yang memiliki latar belakang ekonomi dan sosial yang
berbeda.
Metode penelitian tindakan kelas ini menggunakan Model Kurt Lewin yang
terdiri dari dua siklus. Setiap siklus terdiri empat komponen, yakni (1) perencanaan,
(2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) Refleksi. Pada penelitian tindakan kelas ini,
peneliti menggunakan media kuesioner berupa tes tulisan untuk mengetahui
penguasaan konsep materi dan angket untuk mengetahui persepsi siswa terhadap
proses belajar mengajar yang sedang berlangsung.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian tindakan kelas ini adalah dengan
mengadakan post-test setelah pelaksanaan proses pembelajaran siklus I dan siklus II
selesai. Teknik observasi digunakan untuk mengetahui aktivitas belajar siswa dalam
diskusi kelompok. Catatan observasi dipergunakan untuk mengetahui tingkat
keaktifan siswa, sedangkan evaluasi dilakukan untuk mengukur peningkatan prestasi
belajar siswa. Data yang diperoleh pada setiap kegiatan observasi dari setiap siklus,
dianalisis secara deskriptif dengan mempresentase secara lebih ringkas, sederhana

- 101 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

dan mudah dimengerti. Teknik persentase untuk melihat kecenderungan yang terjadi
dalam proses pembelajaran kegiatan analisis meliputi (1) tingkat partisipasi siswa
atau keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, dengan kategori tinggi, sedang, dan
rendah. (2) Hasil belajar siswa berupa nilai ulangan harian untuk KD. (3) Tingkat
keberhasilan menggunakan model Card Sort, dengan kategori berhasil, kurang
berhasil, dan tidak berhasil.

HASIL PENELITIAN DAN PENELITIAN


Pada hasil aktivitas siswa sebelum tindakan (pra sikus I), setelah menganalisis
hasil observasi aktivitas siswa sebelum tindakan, dapat diketahui bahwa siswa yang
terlibat aktif berjumlah 12 siswa (54%), siswa yang mengajukan pertanyaan
berjumlah 11 siswa (50%), dan siswa yang menjawab pertanyaan berjumlah 4 siswa
(18%), serta rata-rata keterlibatan siswa mencapai 41%. Dari data di atas, dapat
disimpulkan bahwa keterlibatan siswa secara keseluruhan tergolong rendah. Untuk
itu, peneliti melakukan langkah-langkah perbaikan pada pertemuan berikutnya.
Sebelum memulai siklus I, peneliti memberikan pre-test (test awal), tes tersebut
bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam menguasai materi
tersebut. Hasil tes awal menunjukkan bahwa dari 22 siswa yang mengikuti tes, yang
dinyatakan tuntas hanya 7 siswa (31,8%) dan siswa yang tidak tuntas sejumlah 15
siswa (68,2%).
Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa siswa memiliki pengetahuan sangat
rendah pada materi sistem pendengaran pada manusia. Inilah hasil pengumpulan data
sebelum tindakan, yang mana data ini penulis jadikan sebagai acuan untuk
memperbaiki kekurangan-kekuranagan pada pertemuan selanjutnya.
Pada siklus 1, dalam tahap-tahap perencanaan, langkah-langkah yang dilakukan
adalah sebagai berikut. (1) Peneliti menganalis Standar Kompetensi (SK) dan
Kompetensi Dasar (KD) 3.11. (2) Peneliti membuat Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) berdasarkan kurikulum dan silabus mata pelajaran IPA di kelas
VIII A pada materi Indera Pendengaran Manusia. (3) Peneliti mempersiapkan lembar
kegiatan siswa (LKS) yang berisi langkah-langkah pembelajaran yang sesuai dengan
materi sistem pendengaran pada manusia. (4) Peneliti membuat alat evaluasi yang
berkaitan dengan materi pembelajaran dan mempersiapkan bentuk penugasan yang
berupa membaca dan menulis ringkasan materi yang akan dipelajari pada pertemuan
berikutnya. (5) Peneliti mempersiapkan rancangan penilaian yang berupa lebar unjuk
kerja siswa dan partisipasi siswa dalam diskusi kelompok dengan model Card Sort
pada materi sistem pendengaran pada manusia. (6) Peneliti mempersiapkan lembaran
observasi teman sejawat untuk melihat aktivitas guru dalam kegiatan proses
pembelajaran di kelas.
Pada tahap pelaksanaan, setelah disusun RPP dan disiapkan instrumen penelitian
yang dibutuhkan, peneliti melaksanakan proses pembelajaran di kelas yang dijadikan

- 102 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

subjek penelitian. Pada siklus I, proses pembelajaran dilaksanakan dua kali pertemuan.
Satu kali pertemuan dilalui selama 2 jam pelajaran (2x40 menit)
Pada tahap pengamatan, hal-hal yang diamati adalah (1) Keterlibatan siswa
dalam mengambil bagian dalam unjuk kerja kelompok pada saat menempelkan materi
pada kartu rincian ketempat kartu induk yang berisi materi judul yang berhubungan
dengan mekanisme perdengaran pada manusia. (2) Kemampuan siswa
bertanggungjawab terhadap hasil kerja kelompoknya dalam mempertahankan
kerjanya pada diskusi kelompok. (3) Kemampuan siswa membuat pertanyaan dan
menjawab pertanyaan yang diajukan oleh temannya.
Data tersebut menunjukkan bahwa pada siklus I pertemuan 1, tingkat partisipasi
siswa rata-rata dalam proses pembelajaran adalah 55% dengan keterlibat aktif siswa
sebesar 73%, yang mengajukan pertanyaan sebesar 55 %, dan yan menjawab
pertanyaan sebesar 36%. Hasil pengamatan hasil aktivitas siswa tersebut
menunjukkan belum banyak siswa yang terlibat. Hal ini disebabkan karna baru
permulaan awal diterapkannya model Card Sort. Setelah pengamatan unjuk kerja
siswa selesai, maka diadakanlah tes akhir. Tes ini diadakan bertujuan untuk melihat
sejauh mana kemampuan siswa dapat menyerap materi pembelajaran dengan
menggunakan model Card Sort yang melibatkan turor sebaya dengan temannya.
Hasil post-test pada siklus I menunjukkan bahwa dari 22 siswa yang mengikuti
tes, yang dinyatakan tuntas hanya 17 siswa (77%) dan siswa yang tidak tuntas
sejumlah 5 siswa (23%). Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa siswa sudah
memiliki pengetahuan yang memadai atau sedang pada materi sistem pendengaran
pada manusia. Dari data diatas maka peneliti memutuskan untuk memperbaiki proses
pembelajaran pada siklus II.
Pada tahap refleksi, berdasarkan data hasil pengamatan terhadap pelaksanaan
proses pembelajaran pada siklus I pertemuan ke 1 dan pertemuan ke 2, terdapat
temuan-temuan sebagai berikut. (1) Tingkat partisipasi dalam terlibat aktif siswa
masih sedang. (2) Tingkat keterlibatan siswa dalam mengajukan pertanyaan masih
sedang. (3) Tingkat partisipasi siswa dalam menjawab pertanyaan dalam diskusi
kelompok masih sedang.
Pada siklus II, langkah-langkah yang dilakukan sama dengan siklus I. Rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang digunakan adalah sama dengan siklus I. Namun
perlu ditingkatkan lagi partisipasi siswa dalam ikut terlibat aktif dalam unjuk kerja
pada materi sistem indera pendengaran dan siswa harus meningkatkan partisipasi
dalam mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan dalam diskusi kelompok
ditingkatkan agar sesuai dengan yang diharapkan.
Pada tahap perencanaan, siklus II dilaksanakan sesuai dengan rencana, yaitu
pada tanggal 14 April 2018. Pada pertemuan ini, siswa berjumlah 22 orang dan
pengamat kolaborator sejumlah 1 orang. Pada siklus ini, proses pembelajaran mengacu
ke RPP. Pada tahap pelaksanaan, selama 65 menit dalam unjuk kerja dan diskusi
kelompok yang terdiri dari 4 kelompok, siswa melaksanakan kegiatan dengan model

- 103 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

Card Sort, siswa membahas materi Indera Pendengaran Manusia dan 10 menit terakhir
digunakan guru dan siswa untuk membuat kesimpulan dan mengarahkan siswa dalam
merangkum kegiatan yang sedang berlangsung.
Pada tahap pengamatan, pengamatan dilakukan berupa kolaborasi dengan
teman sejawat. Instrumen yang digunakan berupa lembar observasi yang telah
disiapkan pada siklus I. Aspek yang dinilai adalah keterlibatan siswa, partisipasi siswa
dalam bertanya, dan partisipasi siswa dalam menjawab pertanyaan yang mengacu
kepada rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Kegiatan pada siklus II terdiri dari
2 kali pertemuan, di mana pertemuan ke-3 terdiri dari 2x40 menit dan pertemuan yang
ke-4 terdiri atas 3x40 menit. Pada pertemuan ini, guru memberi penguatan dan
memberi penghargaan kepada seluruh siswa yang terlibat aktif dalam proses
pembelajaran.
Pada siklus II, 22 siswa dibagik ke dalam 4 kelompok. Guru tetap memberi materi
berupa lembar kegiatan siswa (LKS) kepada masing-masing ketua kelompok.
Kemudian, ketua kelompok sebagai tutor sebaya bagi anggota kelompoknya dan
membagikan kartu rincian yang berisi materi sistem indera pendengaran. Semua
anggota kelompok terlibat aktif untuk mencari kartu induk yang akan ditempelkan
kartu rincian. Semua siswa antusias dan bergembira dalam melaksanakannya dan
semua siswa peduli serta bertanggung jawab dalam unjuk kerja proses pembelajaran.
Guru dan kolaborator memperhatikan dan membimbing siswa yang belum mencapai
kesempurnaan dalam proses belajar yang sedang berjalan.
Pada tahap refleksi, berdasarkan data hasil pengamatan terhadap pelaksanaan
proses pembelajaran pada siklus ini, terdapat temuan-temuan sebagai berikut. (1)
Tingkat partisipasi siswa terlihat mengalami kemajuan, keinginan siswa untuk terlibat
aktif mencapai 22 orang, mengajukan pertanyaan 17 orang dan menjawab pertanyaan
17 orang dan pelaksanaannya sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran. (2)
Keterlibatan seluruh siswa sudah tampak kekompakan antar sesama siswa dalam
kelompoknya, masing-masing ketua kelompok bertanggung jawab terhadap
anggotanya.
Pada tahap pengamatan di siklus II pertemuan ke 4, seluruh siswa bertambah
semangat, bergembira, dan kekompakan sangat terlihat antara ketua kelompok
dengan anggota kelompoknya dan kerjasamanya sangat tampak sekali sehingga
seluruh siswa bertanggung jawab dalam proses pembelajaran.
Pada tahap refleksi, berdasarkan hasil laporan guru teman sejawat dan hasil
penelitian dengan menggunakan model Card Sort bagi siswa kelas VIII A MTs Nahdlatul
Wathan Tanjung Riau Kota Batam, tingkat kemampuan siswa terlihat mengalami
kemajuan dan kerja sama kelompoknya sangat baik. Oleh karena itu, peneliti
menyimpulkan bahwa penelitian ini tidak perlu dilanjutkan pada siklus III.

- 104 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

KESIMPULAN
Berdasarkan analisis terhadap data hasil penelitian tindakan kelas ini, dapat
disimpulkan bahwa penerapan model Card Sort dapat meningkatkan partisipasi siswa
dalam pembelajaran IPA pada materi Indera Pendengaran pada manusia di kelas VIII
A MTs Nahdlatul Wathan Tanjung Riau Kota Batam Tahun pelajaran 2017/2018
semester genap.
Adapun peningkatan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran dapat terlihat
sebagai berikut. (1) Keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran cukup
tinggi karena telah mencapai criteria ketuntasan minimal yaitu seluruh siswa terlibat
aktif. (2) Siswa mampu membuat pertanyaan sangat tinggi yaitu 77,2%, karena
melampaui kriteria ketuntasan minimal. (3) Frekuensi jumlah siswa yang menjawab
pertanyaan tinggi karena melebihi kriteria ketuntasan minimal (75%), yaitu 77,2%.

SARAN
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang peneliti lakukan, dapat
dikemukakan saran-saran sebagai berikut. (1) Pembelajaran IPA hendaknya
bervariasi sehingga hasil pembelajaran dapat lebih maksimal. (2) Guru hendaknya
selalu aktif dalam melibatkan siswa dengan menggunakan teman sejawat dalam
diskusi kelompok. (3) Pemilihan materi perlu disesuaikan dengan model pembelajaran
yang ada agar dalam proses pembelajaran terlihat menarik.

DAFTAR PUSTAKA
Fatah. (2008). Card sort: Model pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Gerlach & Ely. (1990). Strategi pembelajaran. Jakarta: Yudhistira.
Gropper, Wiryawan, & Noorhadi (1998). Strategi pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Kozma & Sanjaya. (2007). Strategi pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Masnur, M. (2011). Melaksanakan penelitian tindakan kelas itu mudah. Jakarta:
Bumi Aksara.Miftahul, H. (2018). Solatif: Solusi siswa aktif. Sidoarjo: Media Prestasi.
Sally, dkk. (2017). IPA terpadu SMP kelas VIII. Jakarta: Yudhistira.
Sukardi. (2011). Metodologi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Wijaya, K. & Dedi, D. (2010). Mengenal penelitian tindakan kelas. Jakarta: Indeks
Permata Putri Media.

- 105 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

PENGGUNAAN WHATSAPP DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN

Nani Hastiani
Pengawas Sekolah Madya Tk. MTs Kantor Kementerian Agama Kabupaten Hulu
Sungai Tengah, Kalimantan Selatan
nanihastiani68@gmail.com

Abstrak
Artikel ini adalah laporan praktik baik yang penulis laksanakan kepada guru-guru
binaannya. Praktik baik ini mengeksplorasi penggunaan WhatsApp untuk
mengembangkan pembelajaran yang inovatif dan sesuai kemampuaan siswa agar
“belajar dari rumah” menjadi lebih mudah dan menyenangkan bagi siswa. Hasil praktik
baik menyimpulkan bahwa penerapan WhatsApp dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran secara daring karena fitur-fitur yang dimiliki WhatsApp sangat lengkap
dan canggih. Hal ini memungkinkan guru untuk berdiskusi tentang pembelajaran
dengan siswa, antar siswa, bahkan juga dapat saling membagikan konten berupa pesan
tertulis maupun suara, gambar, grafik, video, dan dokumen dengan hemat data. Guru
dapat berkreasi seinovatif mungkin sehingga dapat menyajikan konten pembelajaran
digital yang berkualitas melalui WhatsApp kepada siswa.
Kata Kunci: WhatsApp, pembelajaran, inovatif, kualitas pembelajaran

Abstract
This article is a good practice report that the author has carried out for his fostered
teachers. This good practice explored the use of WhatsApp to develop innovative and
student-appropriate learning to make “learning from home” easier and more enjoyable
for students. The results of good practice concluded that the application of WhatsApp
could improve the quality of online learning because the features that WhatsApp had
were very complete and sophisticated. This allowed teachers to discuss learning with
students and even share content in the form of written and voice messages, images,
graphics, videos, and documents in a data-efficient manner. Teachers could be as
innovative as possible so that they could present quality digital learning content via
WhatsApp to students.
Keywords: WhatsApp, learning, innovative, learning quality

PENDAHULUAN
WHO menetapkan virus Corona (Covid-19) dapat dikategorikan sebagai
pandemi. Alasannya, karena virus tersebut telah menyebar semakin luas di seluruh
dunia. Tenaga pendidik dan peserta didik di seluruh dunia merasakan betul dampak
yang luar biasa dari wabah virus corona yang pertama kali muncul di China. Akibat
pandemi yang sudah menyebar ke 156 negara itu, banyak sekolah-sekolah terpaksa
diliburkan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) merespons dengan
kebijakan belajar dari rumah melalui pembelajaran daring dan disusul peniadaan Ujian
Nasional. Program Belajar dari Rumah merupakan bentuk
upaya Kemendikbud membantu terselenggaranya pendidikan bagi semua kalangan
masyarakat di masa darurat Covid-19. Untuk mencegah penyebaran Covid-19,

- 106 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

beberapa daerah menghentikan sementara proses pembelajaran di


sekolah/madrasah, seperti di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, semua siswa diwajibkan
untuk belajar dari rumah.
Siswa belajar dari rumah dan guru mengajar dari rumah adalah fakta yang tetap
harus mengutamakan tanggung jawab guru dalam menanamkan konsep pengetahuan
kepada siswa agar siswa dapat memahami pembelajaran dari guru dengan mudah
walaupun tidak dilakukan secara tatap muka. Di sisi lain, diperlukan juga peran aktif
orang tua agar dapat membantu tugas siswa dengan mudah tidak hanya tentang
pembelajaran kognitif. Banyak siswa yang protes akan banyaknya tugas dari guru,
sedangkan mereka belum terlalu memahami materi pembelajaran. Kejenuhan yang
dialami guru dan siswa karena pembelajaran terkesan monoton dan tidak menarik.
Guru kesulitan untuk memenuhi standar kualitas pembelajaran sehingga mutu
pendidikan menjadi berkurang.
Guna menyajikan pembelajaran dari rumah yang bermakna, diperlukan strategi
yang jitu. Satu di antaranya adalah penggunaan WhatsApp Messenger. WhatsApp
Messenger adalah aplikasi pesan untuk ponsel cerdas. Pembelajaran bisa dilakukan
dengan memanfaatkan aspek digital berupa WhatsApp. Dengan menerapkan aspek
digital, maka guru dan siswa dapat mendukung program pemerintah untuk bekerja
dan belajar dari rumah, tanpa harus mengurangi esensi dan kualitas dari pembelajaran
itu sendiri.
Penulis selaku pengawas sekolah memberikan ide-ide tersebut dan berdiskusi
serta membimbing para guru binaan mengenai penggunaan WhatsApp untuk
mengembangkan pembelajaran yang inovatif dan sesuai kemampuaan siswa agar
belajar dari rumah ini menjadi lebih mudah dan menyenangkan bagi siswa.

LANDASAN STRATEGIS
Setiap sekolah memiliki teknik dan cara yang berbeda-beda dalam
pelaksanaannya. Ada yang mengirim tugas melalui grup WhatsApp kelas,
memanfaatkan aplikasi pembelajaran daring, bahkan ada juga pembelajaran live di
media sosial. Hanya saja mulai muncul keluhan tentang pelaksanaan belajar di rumah,
seperti pengaduan yang diterima Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Menurut Komisioner KPAI Retno Listyarti, orang tua mengeluhkan beratnya
penugasan dari guru yang harus dikerjakan dengan waktu sempit. Padahal banyak
tugas yang harus dikerjakan dari guru yang lain. Anak-anak menjadi kelelahan dan
tertekan.
Pendidik harus memastikan kegiatan belajar mengajar tetap berjalan meskipun
peserta didik berada di rumah. Solusinya, pendidik dituntut mendesain media
pembelajaran sebagai inovasi dengan memanfaatkan media daring. Hal ini sesuai
dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia terkait Surat Edaran
Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat
Penyebaran Covid-19.

- 107 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

Sistem pembelajaran dilaksanakan melalui perangkat personal computer (PC)


atau laptop yang terhubung dengan koneksi jaringan internet. Pendidik dapat
melakukan pembelajaran bersama di waktu yang sama menggunakan grup di media
sosial seperti WhatsApp (WA), telegram, Instagram, aplikasi Zoom ataupun media
lainnya sebagai media pembelajaran. Dengan demikian, pendidik dapat memastikan
peserta didik mengikuti pembelajaran dalam waktu bersamaan meskipun di tempat
yang berbeda. Pendidik pun dapat memberi tugas terukur sesuai dengan tujuan materi
yang disampaikan kepada peserta didik. Kondisi pandemi Covid-19 ini mengakibatkan
perubahan yang luar biasa, termasuk bidang pendidikan. Seolah seluruh jenjang
pendidikan 'dipaksa' bertransformasi untuk beradaptasi secara tiba-tiba drastis untuk
melakukan pembelajaran dari rumah melalui media daring.
Pendidikan merupakan hal krusial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pendidikan
yang baik dan berkualitas merupakan hak rakyat Indonesia (UUD 1945 pasal 31). Akan
tetapi, hal ini menjadi sulit untuk dipenuhi ketika dunia berada pada masa pandemi
Covid-19. Work from home, social distancing, Pembatasan Sosial Berskala Besar,
belajar dan beribadah di rumah menjadi beberapa agenda pemerintah untuk memutus
penyebaran Covid-19 ini. Oleh karena itu, pembelajaran tatap muka menjadi hal yang
sulit untuk dilakukan. Kegiatan belajar dan mengajar harus dilakukan jarak jauh untuk
menghindari kontak semaksimal mungkin. Hal ini dapat dilakukan dengan
memanfaatkan peran teknologi yang semakin berkembang.
Menurut Munir (2017), dengan memanfaatkan perkembangan teknologi
khususnya, pendidikan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Dalam rangka
menghadapi era baru, guru perlu memanfaatkan secara bijaksana teknologi yang
sesuai. Di samping itu, guru masih juga dituntut agar mampu 1) memotivasi siswa
menghadapi tantangan masa depan, 2) membantu siswa mengelola waktu dan tugas,
3) membangun kecakapan social dan emosional siswa, 4) membimbing dan
memberikan contoh kecakapan hidup, 5) menyajikan situasi personal dan dikenal
siswa, 6) membantu siswa menggali dan mengembangkan keterampilan berpikir
tingkat tinggi, dan 7) mengambil tanggung jawab demi menjamin hasil belajar
siswa (Setyosari, 2015).
Seiring dengan perkembangan teknologi berikut infrastruktur penunjangnya,
upaya peningkatan kualitas pembelajaran dapat dilakukan melalui pemanfaatan
teknologi tersebut dalam suatu sistem yang dikenal dengan Pembelajaran Digital
(digital learning). Pembelajaran digital berperan sebagai salah satu alternatif dalam
dunia pendidikan yang dapat memberikan layanan dan sumber pembelajaran yang
mudah dan cepat diakses (Munir, 2017). Pembelajaran digital merupakan suatu sistem
yang dapat memfasilitasi siswa untuk bisa belajar lebih luas, lebih banyak, dan
bervariasi. Melalui fasilitas yang disediakan oleh sistem tersebut, siswa dapat belajar
kapan dan di mana saja tanpa terbatas oleh jarak, ruang, dan waktu. Materi
pembelajaran yang dipelajari lebih bervariasi, tidak hanya dalam bentuk verbal,
melainkan lebih bervariasi seperti teks, visual, audio, dan gerak. Dengan demikian,

- 108 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

pembelajaran digital tersebut menjadi salah satu solusi yang sangat tepat dalam
menyelesaikan permasalahan kegiatan belajar mengajar di zaman pandemi Covid-19
ini. Hal ini sejalan dengan pendapat Kitao (Munir, 2017), setidak-tidaknya ada 3
potensi atau fungsi pembelajaran digital yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan
sehari-hari, yaitu sebagai alat komunikasi, alat mengakses informasi, dan alat
pendidikan atau pembelajaran.
Model pembelajaran digital dan juga konten digital dikembangkan untuk
mengatasi kesenjangan pendidikan dan untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Kompetensi digital dibangun agar sumber daya manusia khususnya pengajar dan
siswa menguasai teknologi digital. Pembelajaran digital dikembangkan menuju
terwujudnya sistem pendidikan terpadu yang dapat membangun konektivitas antar
komponen yang ada dalam pendidikan sehingga pendidikan menjadi lebih dinamis
dan fleksibel bergerak dalam mengadakan komunikasi guna memperoleh dan meraih
peluang-peluang yang ada untuk pengembangan pendidikan. Tentunya semua ini
harus diikuti oleh kesiapan seluruh komponen sumber daya manusia baik dalam
cara berpikir, orientasi, perilaku, sikap dan sistem nilai yang mendukung
pemanfaatan pembelajaran digital untuk kemaslahatan manusia (Munir, 2017).

STRATEGI PEMECAHAN MASALAH


Mengenalkan dan membiasakan “Pembelajaran Digital” bagi guru dan siswa
melalui pemanfaatan media sosial WhatsApp secara maksimal sebagai media dan
sarana kegiatan pembelajaran digital dilaksanakan oleh penulis selaku pengawas di
sekolah binaannya, yakni (1) MTsN 3 Hulu Sungai Tengah dengan 36 orang guru mata
pelajaran dan 227 orang siswa dengan 9 rombongan belajar. (2) MTsN 7 Hulu Sungai
Tengah dengan 42 orang guru mata pelajaran dan 408 orang siswa dengan 12
rombongan belajar. (3) MTsN 11 Hulu Sungai Tengah dengan 27 orang guru mata
pelajaran dan 176 orang siswa dengan 6 rombongan belajar. (4) MTsN 14 Hulu Sungai
Tengah dengan 18 orang guru mata pelajaran dan 89 orang siswa dengan 3 rombongan
belajar. (5) MTsS Mualimin Barabai dengan 28 orang guru mata pelajaran dan 93 orang
siswa dengan 4 rombongan belajar. (6) MTsS Darul Inabah Banua Asam dengan 23
orang guru mata pelajaran dan 109 orang siswa dengan 5 rombongan belajar. (7) MTsS
Ismaili Kambat Selatan dengan 14 orang guru mata pelajaran dan 76 orang siswa
dengan 3 rombongan belajar.
Kegiatan strategis lainnya yang dilaksanakan oleh penulis mencakup kegiatan (1)
mensosialisasikan program pembelajaran digital menggunakan WhatsApp melalui
grup WhatsApp sebagai alternatif solusi bagi para guru dalam memenuhi tuntutan
mutu kualitas pendidikan khususnya pada era pandemi Covid-19 ini. (2) peneliti
memberikan bimbingan dan berdiskusi dengan para guru tentang ide-ide inovatif dan
kreatif dalam mengisi pembelajaran digital melalui WhatsApp yang sesuai dengan
mapel bidang para guru. (3) Bagi para guru yang agak tertinggal dalam kemajuan
IPTEK khususnya pembelajaran digital menggunakan WhatsApp, penulis membimbing

- 109 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

mereka agar menyesuaikan diri dengan hal tersebut. (4) Penulis membimbing guru
agar dapat membuat konten digital untuk dibagikan melalui Whatshapp. Konten digital
tersebut harus berkualitas, dapat memudahkan dan menyenangkan siswa dalam
proses serta evaluasi KBM. Hal ini dapat mengurangi kejenuhan dan kesulitan siswa
dalam menguasai materi pembelajaran. (5) Guru wajib melaporkan konten digital,
yaitu lewat WhatsApp yang diberikan kepada siswa beserta hasil perkembangan dalam
setiap kegiatan serta hasil penilaiannya.
Pada tahap sosialisasi, kegiatan ini dilakukan agar para guru memahami maksud
dari pembelajaran digital melalui WhatsApp sebagai solusi dari pelaksanaan KBM
secara daring. Penulis memberikan penjelasan dan bimbingan untuk menguasai aspek-
aspek digital terutama aplikasi WhatsApp yang dapat digunakan dalam proses
pelakasanaan KBM secara daring tersebut. Penulis juga membimbing guru agar dapat
menghadirkan pembelajaran seinovatif dan sekreatif mungkin bagi siswa.
Menurut Munir (2017), komponen dalam desain pembelajaran digital yang dapat
diterapkan dalam pembelajaran digital adalah (1) Desain atau pemilihan alat/sarana
pengelolaan pembelajaran digital. (2) Perencanaan dan pengorganisasian program
pembelajaran digital. (3) Pemasangan atau penempatan materi. (4) Penggunaan
strategi interaktif belajar dan mengajar yang tepat. (5) Penerapan prinsip
pembelajaran orang dewasa. (6) Mempertimbangkan pembelajaran di mana
pembelajar dapat mengarahkan cara belajarnya sendiri dan menggunakan pendekatan
pembelajaran yang terpusat pada pembelajar. (7) Menggunakan penilaian
pembelajaran yang autentik. (8) Menyediakan pembelajaran yang berorientasi pada
sistem digital dan teknologi pelatihan. (9) Menyediakan informasi tentang
infrastruktur yang sesuai dan mendukung kegiatan pembelajaran.
Pembelajaran digital dapat dilakukan secara lebih efektif dan memberikan
manfaat dibandingkan dengan pembelajaran konvensional secara tatap muka
langsung jika strategi pembelajarannya benar dan tepat. Berikut adalah contoh
strategi pembelajaran digital yang juga bisa diterapkan dengan strategi
pembelajaran yang menimbulkan kebermaknaan.
Ice breaker dan Opener. Kegiatan ini bertujuan untuk mengkondisikan
pembelajar untuk fokus pada pembelajaran. Ice breaker artinya memecahkan es, yang
mengandung makna bahwa siswa terkadang jenuh, tidak perhatian, tidak fokus, atau
tidak bergairah dalam belajar sehingga pengajar perlu melakukan tindakan dengan
memberikan tindakan untuk membuat pembelajar aktif melalui sedikit permainan
guna memperlihatkan sesuatu yang menarik siswa. Dalam pembelajaran digital juga
diperlukan, dalam hal ini siswa ditayangkan beberapa gambar, atau aktivitas yang
membuat perhatian terfokus dan siap untuk belajar.
Student Expedition. Ketika siswa akan belajar melalui web, tujuan yang akan
dicapai dan materi pembelajaran yang akan dipelajari sudah disajikan terlebih dulu.
Materi pembelajaran yang harus dipelajari oleh siswa ini semacam peta konten. Jika
siswa dihadapkan pada sejumlah tantangan dalam belajar, maka kecenderungannya

- 110 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

mereka termotivasi untuk terus belajar dan mencapai tujuan tertinggi atau target akhir
dari pembelajaran tersebut. Pada bagian ini juga tersaji kegunaan dan cara-cara
menggunakan web semacam petunjuk utuk menggunakan web ini sehingga tujuan
dapat tercapai. Disajikan pula daftar aktivitas yang akan dilakukan oleh pembelajar
selama belajar melalui web tersebut.
PCT (Purposive Creative Thinking). Kegiatan ini mengidentifikasi konflik atau
masalah-masalah dalam kegiatan belajar yang dihadapi oleh siswa yang dapat
dipecahkan oleh siswa sendiri melalui fasiltas yang ada, misalnya discussion forum
atau chatting.
P2P (Peer to Peer Interaction). Kegiatan ini merupakan metode koperatif dalam
kegiatan pembelajaran digital. Hal ini ada kaitannya dengan kegiatan sebelumnya,
yaitu upaya untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh siswa yang
dicarikan solusinya melalui diskusi forum.
Streaming Expert. Tidak semua masalah yang dihadapi oleh siswa dapat
dipecahkan sendiri atau berdiskusi dengan teman lain, namun diperlukan juga
pendapat dari para ahli/pakar ( expert) melalui kegiatan video conference atau
sekedar melihat video yang sudah tersedia di digital learning (video streaming).
Pada kegiatan ini, dimungkinkan juga terjadi diskusi antara siswa dengan
ahli/pakar. Jika web menggunakan sistem syncronus, maka hal ini sangat mungkin
terjadi.
Mental Gymnastic. Siswa melakukan kegiatan brainstorming, yaitu kegiatan
curah pendapat yang bertujuan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sudah
digariskan. Siswa mengumpulkan sejumlah topik yang menarik perhatiannya untuk
kemudian didiskusikan dan disampaikan kepada pembelajar yang lainnya.
Dari sekian banyak software dan aplikasi yang dikembangkan hingga saat ini,
terdapat satu aplikasi yang sangat cocok untuk digunakan sebagai media pembelajaran
digital antara guru dengan siswa, yaitu WhatsApp. Aplikasi ini selalu mengalami
perkembangan lebih baik, banyak diminati, dan digunakan oleh hampir semua orang.
WhatsApp merupakan aplikasi berbasis mobile phone dan web yang terintegrasi
dengan berbagai aplikasi yang digunakan untuk berkomunikasi dengan pengguna
lainnya, mulai dari pendidikan, bisnis, sampai pada hiburan. WhatsApp tidak hanya
untuk chatting (obralan teks) dan broadcast pesan berantai saja, melainkan lebih ke
kolaborasi aplikasi (collaboration applications) dan berbagi informasi (information
sharing) lebih ditonjolkan sehingga tujuan dari e-learning benar-benar bisa
dimanfaatkan (Prajana, 2017).
Konten-konten digital yang dapat dibuat oleh para guru bisa berupa pesan
tertulis maupun suara, video pembelajaran, video tutorial, slide show, lembar kerja
bagi siswa, gambar, grafik, dan lain-lain. Konten-konten tersebut dapat dibagikan
kepada siswa melalui aplikasi grup WhatsApp (Sahidillah & Miftahurrisqi, 2019).
Siswa juga dapat berdiskusi dengan sesama teman maupun guru serta dapat

- 111 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

memberikan feedback kepada guru melalui aplikasi tersebut sehingga kegiatan


pembelajaran secara online tersebut masih bisa terkontrol dengan baik.
Dengan kemajuan teknologi tersebut, maka sektor pendidikan dapat berjalan
dengan baik meskipun berada di tengah pandemi COVID-19 ini. Hal ini sejalan dengan
hasil penelitian oleh Pangestika (2018) bahwa pemanfaatan media sosial WhatsApp
berpengaruh terhadap penyebaran informasi pembelajaran. Penelitian lain oleh
Kamila (2019) dan Muhasim (2017) mengemukakan bahwa pembelajaran via
WhatsApp bermanfaat terhadap motivasi belajar siswa.
Dalam konteks praktik baik, penulis menerapkan kegitan yang mencakup (1)
sosialisasi terhadap para guru agar memahami maksud dari pembelajaran digital
melalui WhatsApp sebagai solusi dari pelaksanaan KBM secara daring. (2) Penulis
memberikan penjelasan dan bimbingan untuk menguasai aspek-aspek digital
terutama aplikasi-aplikasi yang dapat digunakan dalam proses pelakasanaan KBM
secara daring melalui WhatsApp tersebut. (3) Penulis membimbing guru agar dapat
menghadirkan pembelajaran seinovatif dan sekreatif mungkin bagi siswa. (4) Penulis
membimbing guru agar dapat menghadirkan pembelajaran yang mudah dan
menyenangkan dilaksanakan siswa di rumah. (5) Penulis membimbing para guru agar
jika pembelajaran tersebut memerlukan bahan atau referensi, maka bahan atau
referensi tersebut harus mudah diperoleh siswa. (6) Penulis membimbing para guru
agar setiap tugas atau konten digital yang diberikan pada siswa agar mendapat
feedback dari siswa sebagai bukti bahwa siswa telah melaksanakan pembelajaran dari
rumah. Selain itu, hal ini juga dilakukan agar hasil pembelajaran tetap baik dan terukur.
Langkah-langkah tersebut memerlukan kerjasama yang baik antara pengawas, kepala
madrasah, dan para guru agar pembelajaran tetap terlaksana dengan baik meski harus
secara daring melalui WhatsApp.
Pembelajaran melalui WhatsApp (teknologinya) tentunya memerlukan biaya,
seperti untuk alatnya (HP atau laptop), paket data, dan lain-lain. Hal ini akan menjadi
kendala bagi kegiatan pembelajaran digital khususnya untuk kawasan pedesaan di
mana masyarakatnya banyak yang termasuk pada tingkat ekonomi menengah ke
bawah. Bagi siswa yang kesulitan mendapatkan paket data, sinyal internet, atau
bahkan kesulitan memliki HP/laptop harus bisa dimaklumi oleh madrasah. Adapun
proses pembelajaran dapat dilakukan dengan meminta bantuan teman yang rumahnya
dekat mengingat pembelajaran via WhatsApp ini dapat diikuti kapanpun dan di
manapun, selama dokumen yang dibagikan guru tidak terhapus pada WhatsApp
tersebut.
Setelah dilaksanakan, pembelajaran digital secara daring melalui WhatsApp ini
memberikan hasil yang baik. Guru tetap dapat berinovasi dan berkreasi menghadirkan
pembelajara yang mudah dan menyenangkan. Siswa terlihat dapat mengikuti
pembelajaran dengan baik, mudah, dan menyenangkan serta hasil evaluasi belajar pun
menunjukkan hasil yang baik.

- 112 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

KESIMPULAN
PenerapanWhatsApp dapat meningkatkan kualitas pembelajaran secara daring
karena fitur-fitur yang dimiliki WhatsApp sangat lengkap dan canggih. Hal ini
memungkinkan guru untuk berdiskusi tentang pembelajaran dengan siswa, antar
siswa, bahkan juga dapat saling membagikan konten berupa pesan tertulis maupun
suara, gambar, grafik, video, dan dokumen dengan hemat data. Guru dapat berkreasi
seinovatif mungkin sehingga dapat menyajikan konten pembelajaran digital yang
berkualitas melalui WhatsApp kepada siswa. Hasil yang diperoleh guru-guru adalah
berupa keterampilan tentang inovasi pembelajaran digital melalui WhatsApp. Guru
tetap dapat menggali dan mengembangkan potensi diri untuk berinovasi dalam
pembelajaran ketika bahkan kegiatan belajar mengajar dilaksanakan secara daring
melalui WhatsApp.

SARAN
Walaupun telepon genggam dan WhatsApp sudah menjadi hal yang lumrah
digunakan oleh masyarakat sekarang ini, masih ada orang-orang yang tidak
menggunakan kedua hal tersebut, misalya guru-guru senior yang terlihat kurang
menguasai HP android, tidak terbiasa menggunakan laptop, atau bahkan siswa dari
kalangan kurang mampu yang jangankan untuk membeli HP android, untuk mengisi
paket data pun mereka kesulitan. Permasalahan tersebut patut diperhitungkan. Untuk
guru senior yang gaptek, bisa dibimbing atau diajari oleh rekan yang lebih profesional
dalam hal pembuatan konten digital. Sedangkan untuk siswa, bisa diarahkan untuk
mengikuti pembelajaran digital via WhatsApp tersebut dari teman yang rumahnya
berdekatan.

DAFTAR PUSTAKA
Anshori, S. (2016). Strategi pembelajaran di era digital (tantangan profesionalisme
guru di era digital). Prosiding Temu Ilmiah Nasional Guru (Ting) VIII.
Universitas Terbuka Convention Centre.
Kamila, H. P. (2019). Pengaruh pemanfaatan media sosial WhatsApp terhadap motivasi
belajar bahasa Indonesia di SMP Islam Al Wahab Jakarta tahun pelajaran
2018/2019. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Uin Syarif Hidayatullah Jakarta.
Muhasim. (2017). Pengaruh teknologi digital terhadap motivasi belajar peserta didik.
Palapa: Jurnal Studi Keislaman dan Ilmu Pendidikan, 5(2): 53-77.
Munir. (2017). Pembelajaran digital. Bandung: Alfabeta.
Prajana, A. (2017). Pemanfaatan aplikasi WhatsApp dalam media pembelajaran di UIN
Ar-Raniry Banda Aceh. Cyberspace: Jurnal Pendidikan Teknologi Informasi,
1(2): 122-133.
Sahidillah, M. W & Miftahurrisqi, P. (2019). WhatsApp sebagai media literasi digital
siswa. Varia Pendidikan, 31(1): 52-57.

- 113 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 4 OKTOBER 2021

Setyosari, P. (2015). Peran teknologi pembelajaran dalam transformasi pendidikan di


era digital. Seminar Nasional Teknologi Pendidikan UM.

- 114 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 3 JULI 2021

PEDOMAN PENGAJUAN

1. Naskah tidak boleh mengandung informasi identitas apa pun untuk tinjauan
sejawat (blind peer review). Namun, informasi berupa nama penulis, afiliasi
organisasi/institusi, dan alamat surel harus diberikan pada lembar terpisah.
2. Naskah harus:
a. diketik dalam format dokumen MS Word;
b. memiliki 1,5 spasi, kecuali abstrak, kata kunci, dan referensi yang harus diketik
spasi tunggal;
c. menggunakan Cambria Math, ukuran 12;
d. memiliki margin tiga sentimeter di semua sisi (Teks disejajarkan pada margin
kiri dan kanan.);
e. memiliki abstrak yang terdiri dari maksimal 150 kata; dan
f. memiliki panjang maksimal 12 halaman di kertas A4.
3. Gaya penulisan harus sesuai, akademis, dan jelas. Bahasa naskah harus bahasa
Indonesia atau bahasa Inggris.
4. Artikel penelitian harus mencakup bagian-bagian berikut: judul, abstrak, kata
kunci, bagian utama, dan referensi.
a. Judul: Judul harus jelas dan ringkas (maksimal 15 kata). Hindari singkatan dan
formula.
b. Abstrak: Abstrak harus antara 100-150 kata yang mencerminkan fokus utama
artikel: tujuan, metode, temuan yang relevan, dan kesimpulan. Abstrak tidak
boleh mengandung singkatan atau referensi.
c. Kata kunci: Kata kunci berjumlah 5-10 kata.
d. Bagian Utama: Naskah harus memiliki bagian-bagian penting ini: pendahuluan,
metode, hasil penelitian, pembahasan, dan kesimpulan.
1) Pendahuluan: Pendahuluan harus ringkas. Pastikan retorika mencakup
bagian ini: (1) membangun celah penelitian; (2) mengidentifikasi celah; (3)
menempati celah; dan (4) menyatakan tujuannya.
2) Metode: Bagian metode harus menggambarkan subjek, prosedur,
instrumen, dan desain. Bukti reliabilitas dan validitas instrumen yang
digunakan juga harus disajikan.
3) Hasil Penelitian dan Pembahasan: Dalam membahas temuan-temuan
penelitian, penulis harus mengeksplorasi signifikansi hasil dari
penelitiannya. Dengan mengutip literatur yang relevan, ia harus
menunjukkan dalam bagian ini bagaimana penelitian terhubung dengan
atau menyimpang dari tubuh literatur yang ada.
4) Kesimpulan: Kesimpulan utama harus jelas dan ringkas. Bagian kesimpulan
harus mencakup saran dan rekomendasi berdasarkan temuan penelitian
serta implikasi pedagogis dari penelitian ini.
e. Referensi: Penulis bertanggung jawab untuk memastikan bahwa informasi
dalam setiap entri referensi lengkap dan akurat. Semua sumber yang dikutip

- 115 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 3 JULI 2021

(primer atau sekunder) dalam naskah harus dirujuk dengan benar; karenanya,
harus ada korespondensi antara sumber yang dikutip dan yang ditemukan
dalam daftar referensi.
5. APA Citation Style 6th Edition harus digunakan dalam menulis referensi dan
kutipan.
6. Naskah harus merupakan karya asli, belum pernah diterbitkan sebelumnya di
tempat lain, saat ini tidak sedang ditinjau, dan tidak akan dikirim ke jurnal lain saat
sedang dipertimbangkan untuk diterbitkan oleh ProEdu Jurnal Ilmiah
Kependidikan.
7. Hak cipta dari sebuah manuskrip yang diterbitkan tetap menjadi milik penulisnya.
8. Artikel dikirim ke fiktoriusteddy@gmail.com dengan subjek surel “ProEdu”.
9. Segala sesuatu yang berkaitan dengan lisensi mengutip atau menggunakan
perangkat lunak komputer untuk produksi naskah atau hal-hal lain yang berkaitan
dengan hak kekayaan intelektual yang dilakukan oleh penulis artikel, bersama
dengan konsekuensi hukum yang mungkin timbul karena mereka, adalah tanggung
jawab penuh penulis artikel.

Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi 0852 4592 1881 atau
fiktoriusteddy@gmail.com

- 116 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 3 JULI 2021

SUBMISSION GUIDELINES

1. The manuscript should not contain any identifying information for blind peer
review. However, the writer’s name, organisation/institutional affiliation, and
email address should be provided on a separate sheet.
2. The manuscript should:
a. be in MS Word document format;
b. be 1.5 lines-spaced, except the abstract, keywords, tables, and references, which
should be typed single-spaced;
c. be typed using Cambria Math, size 12;
d. have three-centimetre margin on all sides (The text is justified or aligned to both
the left and the right margins.);
e. have an abstract composed of maximum of 150 words; and
f. have the length maximum of 12 pages on A4 paper.
3. The writing style should be appropriate, academic, and clear. The language of the
manuscript should be Indonesian or English.
4. The research article should include the following parts: title, abstract, keywords,
main body, and references. Divide the article into clearly defined sections.
a. Title: The title should be clear and concise (maximum of 15 words). Avoid
abbreviations and formulae.
b. Abstract: The abstract must be between 100-150 words reflecting the main
focus of the article: the objective, method, relevant findings, and conclusion. The
abstract should not contain any undefined abbreviations or unspecified
references.
c. Keywords: Provide 5-10 words to facilitate locating keyword searches of the
article in the future.
d. Main Body: The manuscript should have these essential parts: introduction,
method, results, discussion, and conclusion.
1) Introduction: The introduction should be succinct. Make sure that the
following basic rhetorical moves are included in this section: (1) establish a
niche; (2) identify a gap; (3) occupy the gap; and (4) state the purpose.
2) Method: The method section should describe the subjects, procedures,
instruments, and design. Provide sufficient details to allow the context of the
work to be thoroughly understood by readers, i.e., clearly describe the
context and participants or subjects along with strategies used to gather and
analyse data. Evidence of reliability and validity of the instruments used
should also be presented.
3) Results and Discussion: In discussing the findings of the study, the author
should explore the significance of the results of his or her work. By citing
relevant literature, he or she should show in this section(s) how the study
connects with or deviates from the already published body of existing
literature.

- 117 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 3 JULI 2021

4) Conclusion: The main conclusions should be clear and concise. The


conclusion section should include suggestions and recommendations based
on the research findings as well as pedagogical implications of the study.
e. References: The author is responsible for ensuring that information in each
reference entry are complete and accurate. All quoted or cited sources (primary
or secondary) in the manuscript should be properly referenced; hence, there
should be one-to-one correspondence between the cited or quoted sources and
the ones found in the reference list.
5. The APA Citation Style 6th Edition should be used in writing references and
citations.
6. The manuscript should be an original work, has not been previously published
elsewhere, is not currently being reviewed, and will not be submitted to another
journal while it is being considered for publication by ProEdu Jurnal Ilmiah
Kependidikan. Should the author/s wish to withdraw the paper from further
consideration by the journal, a withdrawal request should be sent to the editor.
7. The copyright of a manuscript published by the journal remains with its author/s.
The author/s may republish his or her work upon the condition that ProEdu Jurnal
Ilmiah Kependidikan is acknowledged as the original publisher.
8. Articles are sent to fiktoriusteddy@gmail.com with the mail subject “ProEdu”.
9. Everything related to licensing of citing or using computer software for the
production of manuscripts or other matters relating to intellectual property rights
carried out by article writers, along with the legal consequences that may arise due
to them, are the full responsibility of the writers of the article.

For further information, kindly contact 0852 4592 1881 or fiktoriusteddy@gmail.com

- 118 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 3 JULI 2021

Profil ProEdu
Jurnal Ilmiah Kependidikan

Visi
Memberi sumbangsih terhadap khazanah intelektualitas dalam dunia pendidikan

Misi
1. Menyediakan wadah bagi guru, praktisi, pemerhati, dan peneliti pendidikan
dalam upaya untuk memberi kontribusi bagi pengembangan mutu pendidikan
di Indonesia
2. Mewujudkan peningkatan kompetensi profesional guru, praktisi, pemerhati,
dan peneliti pendidikan pada aspek penulisan ilmiah
3. Membentuk budaya membaca dan menulis ilmiah yang berkelanjutan

Penjelasan singkat tentang ProEdu


ProEdu Jurnal Ilmiah Kependidikan diterbitkan oleh Gerakan Guru Membaca dan
Menulis (G2M2) 4 kali setahun, yakni setiap Januari, April, Juli, dan Oktober. ProEdu
Jurnal Ilmiah Kependidikan berisi tulisan yang diangkat dari hasil penelitian dan hasil
pemikiran di bidang pendidikan yang disajikan dalam bahasa Indonesia maupun
bahasa Inggris. ProEdu Jurnal Ilmiah Kependidikan diharapkan menjadi wadah bagi
guru, praktisi, pemerhati, dan peneliti pendidikan dalam memberi sumbangsih
terhadap khazanah intelektualitas dalam dunia pendidikan.
Tulisan-tulisan yang disajikan merupakan potret nyata persoalan dunia
pendidikan di Indonesia yang tentunya dapat memperkaya telaah tentang dunia
pendidikan berdasarkan sudut pandang para pemangku kepentingan. Hal ini
menunjukkan bahwa guru maupun pemangku kepentingan lainnya mampu
menghasilkan karya yang dapat memberi kontribusi bagi pengembangan mutu
pendidikan di Indonesia.
Pada tahap proses, kami menerima naskah beragaram topik dalam lingkup
pendidikan. Selanjutnya, naskah-naskah tersebut dikaji oleh para pakar dan praktisi di
bidang pendidikan. Hasil kajian disampaikan ke penulis untuk penyempurnaan lebih
lanjut guna memastikan optimalisasi kualitas naskah. Seperti halnya jurnal-jurnal
lainnya, kami memiliki harapan yang besar agar ProEdu Jurnal Ilmiah Kependidikan
menjadi sebuah wadah yang dapat memperluas cakrawala intelektualitas tentang
pendidikan di tanah air.

- 119 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 3 JULI 2021

Surat Keterangan Penerbitan ISSN


ProEdu Jurnal Ilmiah Kependidikan
Nomor: 0005.27160076/JI.3.1/SK.ISSN/2020.01
Hal. : SK Penerbitan ISSN no. 2716-0076

- 120 -
PROEDU JURNAL ILMIAH KEPENDIDIKAN – ISSN 2716-0076 – VOL. 2 NO. 3 JULI 2021

- 121 -

Anda mungkin juga menyukai