AC
Nama : Nabila Puan Maharani
NIM : 08061282126079
Kelompok : 8 (Cut Nyak Dien)
Pegawai Kimia Farma Lalai dalam Tanggung Jawab
Dewasa ini, industri farmasi berkembang pesat baik sebagai pemasok obat
maupun pendistribusi, Salah satu perusahaan farmasi tersebut adalah Kimia Farma
yang merupakan perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia yang didirikan
oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1817. Kimia Farma berperan besar menjadu
perusahaan dengan pelayanan kesehatan terintegrasi di Indonesia.
Kimia Farma tentu memiliki pegawai yang telaten dan berdedikasi tinggi
dalam bekerja karena mereka tidak mungkin mempekerjakan pegawai yang lala.
Kenyatannya sangat berbanding terbalik. Kimia Farma memecat oknum pegawai
yang ditetapkan sebagai tersangka kasus penggunaan alat rapid test antigen
COVID-19 bekas atau daur ulang oleh Kepol
pegawai itu diketahui menjalankan aksi curangnya di Bandara Kualanamu, Deli
in Daerah Sumatera Utara. Oknum,
Serdang, Sumatera Utara yang diberitakan oleh IDN Times bulan April lalu,
Mirisnya, pelakunya berjumlah lebih dari satu orang. Kepolisian Daerah
Sumatra Utara menetapkan lima orang tersangka pada kasus penggunaan antigen
bekas di Bandara Kualanamu. Para tersangka bekerja sebagai seorang manajer di
Laboratorium Kimia Farma Medan, sebagai kurir yang membawa stik swab bekas
untuk didaur ulang, sebagai costumer service, sebagai admin di laboratorium Kimia
Farma Medan, dan sebagai admin hasil swab di Bandara Kualanamu. Kelimanya
adalah warga Sumatra Selatan.
Para pegawai yang tak bertanggung jawab ini ternyata melancarkan aksinya
sejak setahun yang Jalu atau tahun 2020. Mereka mendaur ulang stik yang
digunakan untuk alat swab antigen. Stik yang sudah digunakan tersebut dicuci dan
dikemas untuk digunakan kembali dalam tes swab di Bandara Kualanamu, Stik
swab tersebut dicuci menggunakan alkohol sampai dikira cukup bersih dan dikemas
kembali,Penggunaan alat swab tes antigen bekas ini merupakan tindakan berbahaya
karena dapat menimbulkan kesalahan deteksi bahkan penularan penyakit. Swab
stick yang digunakan untuk mengambil sampel dalam hidung atau tenggorokan saat
melakukan tes COVID-19 ini tidak untuk penggunaan daur ulang dan tidak boleh
digunakan ulang untuk kebutuhan apapun. Selain bisa menimbulkan hasil tes yang
tidak akurat, para abli mengatakan penggunaan alat swab bekas ini berpotensi
‘memindahkan virus dari alat bekas ke orang yang diperiksa. Namun hingga saat ini
belum ada laporan penularan COVID-19 dari alat swab bekas.
Penggunaan alat swab antigen harus memenuhi beberapa indikator, yaitu
memiliki izin edar dari Kementerian Kesehatan, memenuhi rekomendasi WHO,
mendapat rekomendasi Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat
(FDA), diirekomendasikan Badan Obat-obatan Eropa (EMA), tes antigen lain
dengan spesifitas > 97% dan sensitivitas > 80% sesuai kriteria Badan Penelitian dan
Pengembangan Kemenkes. Setelah memenuhi indikator-indikator tersebut, alat
swab antigen itu harus benar-benar baru atau pertama kali dipakaiSebelum
‘menjalani tes, peserta tes swab antigen juga berhak untuk meminta petugas untuk
memperlihatkan merek alat, tanggal kedaluwarsa, dan izin edar yang ada pada
kemasan.
‘Tindakan yang dilakukan oleh oknum petugas layanan Rapid Test Kimia
Farma tersebut sangat bertentangan dengan Standard Operating Procedure (SOP)
perusahaan. Hal ini juga bertentangan tentang kode etik yang seharusnya
dijalankan, Kode etik adalah suatu sistem norma, nilai & juga aturan profesional
tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar & baik & apa yang tidak
benar & tidak baik bagi profesional. Kode
benar atau salah, perbuatan apa yang harus
dihindari.
menyatakan perbuatan apa saja yang
Jakukan & perbuatan apa yang harus
Kelalaian pegawai tersebut tidak hanya merugikan pihak perusahaan seperti
Kimia Farma, tetapi juga merugikan masyarakat. Masyarakat akan merasa tidak
aman dan lepas kepercayaan terhadap tenaga kerja farmasi, Masyarakat hanya bisa
betharap kepada pemerintah di masa pandemi ini, beberapa dari mereka bahkan
tidak dapat membedakan alat swab baru dan bekas pakai