Anda di halaman 1dari 107

PERSPEKTIF HUKUM DAN PANCASILA

Dosen Pengasuh :

Dr. H. Sirman Dahwal, S.H., M.H.

Program Pascasarjana
Fakultas Hukum
Universitas Bengkulu
DESAIN INSTRUKSIONAL
PERSPEKTIF HUKUM DAN
PANCASILA
Apa yang akan dicapai?
1. Nasionalisme
2. Kebangsaan
3. Wawasan Nusantara
Membangun Karakter Profesional Ba

Membangun

Bersama untuk Dunia Akhirat


KITA ADALAH KHALIFAH ALLAH DI MUKA BUMI

‫إني جاعل في األرض‬


‫خليفة‬

Khalifah (Pemimpin Pengelola


Bumi)

Mengelola bumi

Memakmurkan bumi

Menciptakan keadilan

Mewujudkan kesejahteraan
Sesuai syari’ah Allah
TRANSFORMASI ILMU PENGETAHUAN

َ‫نَّل َْا ِسإا َن َما‬


ْ ‫ل َعم‬ َْ
EFEKTIVITAS PROSES PEMBELAJARAN
kurang serius
• Tidak mengerti

• Memahami, tetapi sedikit yang ingat


• Diingat, tetapi tidak bertahan lama

• Banyak yang diingat dan dipahami


• Pelajarannya berkesan, dipahami dan
bertahan lama (cognitive).
• Tetapi tidak melakukan
• Analisa, sintesa Menerima (affective)
• Melakukan (psikomotor)
• Mengajarkan pd orang lain (sosial)
Ranah Manhaj Tarbiyah
QS 2: 151, 3:164, 62:2
‫منكم يَتْلُو‬ ً‫رسوال‬
‫ءيايَت نَت‬ ‫َعلَي‬ KOGNITIF/ AL FAHM

‫ك ْم ك ْ م‬ AFEKTIF/ AL IKHLAS

‫وُيز‬
‫كي‬
‫كتَتب‬
‫وي م ل كم يال‬ P
ْ
E
‫ع‬ R
F
O
R
M
A
N
C
E/
A
L
‘A
M
A
L
‫ويالحكمة‬
Visualisasi Konsep: Makna keberadaan manusia

Allah

PENCIPT
A
Manusia

SDM RAHMAT
SDA
Pemakmur Alam Semesta
Kesejahteraan Umat
Manusia
SUKSES PRIBADI

IMAN
TAQWA
PROFESIONAL
ISTIQOMAH
PERSUASI

PATHOS

PERSUASI

ETHOS LOGOS
Perspektif Hukum dan Pancasila

• Perspektif adalah pandangan orientasi futuristik.


• Hukum itu bukan merupakan tujuan, akan tetapi
hanya merupakan jembatan, yang harus membawa
kita kepada ide yang dicita-citakan.
• Apabila kita berpegangan pada apa yang dikatakan di
atas, maka kita perlu terlebih dahulu mengetahui
masyarakat yang bagaimana yang dicita-citakan oleh
rakyat.
Lanjutan

• Baru setelah diketahui masyarakat yang bagaimana yang


dicita-citakan oleh bangsa Indonesia, dapatlah dicari sistem
hukum yang bagaimana yang dapat membawa rakyat kita ke
arah masyarakat yang dicita-citakan itu, dan politik hukum
yang bagaimana yang dapat menciptakan sistem hukum
nasional yang dikehendaki itu.
• Namun demikian, politik hukum itu tidak terlepas dari realita
sosial dan tradisional yang terdapat di negara kita, dan di lain
pihak, sebagai salah satu anggota masyarakat dunia, politik
hukum Indonesia tidak terlepas pula dari realita dan politik
hukum Internasional.
Faktor-Faktor Penentu

• Faktor-faktor penentu politik hukum nasional tidak


semata-mata ditentukan oleh apa yang kita cita-
citakan, atau tergantung pada kehendak
pembentuk hukum, praktisi atau teoritisi belaka,
akan tetapi ditentukan oleh perkembangan hukum
di lain-lain negara, serta perkembangan hukum
Internasional.
• Dengan kata lain, ada faktor-faktor di luar
jangkauan bangsa kita, yang ikut menentukan
politik hukum masa kini dan di masa yang akan
datang.
Masyarakat yang Dicita-citakan
Pembukaan UUD 1945 alinea keempat menyatakan, bahwa
tujuan pembentukan Negara Republik Indonesia adalah:
1. Melindungi segenab bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia,
2. Memajukan kesejahteraan umum,
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa,
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Semua itu harus dicapai berdasarkan filsafah PANCASILA.
Oleh Dr. Ir. Sunario Waluyo, dikatakan, bahwa : “Idaman
masyarakat adil makmur dalam kehidupan bangsa
Indonesia merupakan masalah pokok sepanjang sejarah”.
Adil-Makmur

• Adil makmur adalah dua pasangan yang tidak terlepaskan


dalam falsafah hidup dan merupakan tujuan hidupnya. Adil
merupakan tekanan utama dan selalu disebutkan di depan
kata makmur, adalah suatu penegasan dari prioritas yang
perlu didahulukan .
• Dengan kata lain, bahwa pembangunan nasional bertujuan
untuk mewujudkan suatu masyarakat adil makmur yang
merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dalam
wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang mardeka,
berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana
perikehidupan bangsa yang aman tenteram, tertib dan
dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang
mardeka, bersahabat, tertib dan damai.
Sistem Hukum Pancasila

• Ialah seperangkat kaedah-kaedah hukum dalam


berbagai lapangan hukum yang merupakan bagian
(unsur) dari padanya, yang bersumber dasar pada
Pancasila, yang satu sama lain berkait merupakan satu
persatuan paduan hukum dalam satu wawasan
nusantara wilayah negara Republik Indonesia.
• Unsur-unsur sistem Hukum Pancasila adalah kaidah-
kaidah hukum dalam berbagai lapangan hukum
(pidana, perdata, dagang, Internasional, hukum acara
dan lain sebagainya), yang dirumuskan berdasarkan
falsafah bangsa dan negara Pancasila.
Sifat Hukum Pancasila

• Karena sifatnya yang unik, maka sila pertama dari


Pancasila ialah Ketuhanan Yang Maha Esa adalah
merupakan prima causa dari sila-sila lain dan
merupakan sila dasar Negara Republik Indonesia
(Bab XI, Agama, Pasal 29 ayat (1) UUD 1945) serta
merupakan bagian integral dari keseluruhan sila-
sila menjadi satu kesatuan. Unsur-unsur tersebut
berkait satu sama lain merupakan satu kesatuan
bulat, utuh, kompak dan total, sehingga
merupakan satu kesatuan sistem yang kokoh.
Sistem Hukum Pancasila

• Dasar filsafat Sistem Hukum Pancasila adalah dasar


falsafah bangsa dan negara Indonesia ialah Pancasila.
Dasar falsafah hukum Barat yang individualisme,
materialisme dan rasionalisme tidak dapat dijadikan
landasan falsafah.
• Keunikan Pancasila yang bersumber dari keunikan sila
pertamanya karena keunikan Allah yang Maha Kuasa,
tidak cukup hanya dilayani dengan falsafah hukum
Barat. Karenanya dapat dimengerti kalau selain
menyebutkan sila-sila dari Pancasila pada alinea
keempat Pembukaan UUD 1945 mengatakan:
Lanjutan

• Pembukaan UUD 1945 mengatakan:


a. “Atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa dan
dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat
Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”
(Pembukaan UUD 1945 libur alinea 3).
b. Negara berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa (Bab XI,
Agama, Pasal 29 ayat (1) UUD 1945).
Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah
Negara Indonesia yang melindungi segenab bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka
disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia yang
terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia,
yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada:
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan
beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan dengan
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia”.
Pancasila

1. Ketuhanan Yang Maha Esa


2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan Sosial Bagi seluruh Rakyat Indonesia.
5 (lima) Asas Pokok (utama)
Nasional
• Asas Ketuhanan Yang Maha Esa
• Asas Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
• Asas Persatuan
• Asas Kedaulatan Rakyat
• Asas Keadilan sosial
• Kelima Asas tersebut dapat dikembangkan atau
diturunkan beberapa asas (derivasi) sehingga diperoleh
banyak asas, hal itu tergantung pada analisa dan
penjabaran yang konsisten dengan cita-cita nasional,
kepribadian dan tujuan yang akan dicapai yakni
masyarakat yang adil dan makmur dan berjiwa
Pancasila.
Pandangan Para Analis dan Penulis
Ketatanegaraan dan Politik
• Pembukaan UUD 1945 yang kita miliki adalah benar-
benar mengandung rumusan yang padat sekali, yang
secara konsepsional menyatakan dasar pandang kita
(national outlook) dan konsepsi kehidupan Nasional.
• Dasar pandang yang dimaksud dijabarkan dan
dioperasikan melalui kehidupan kenegaraan dan
kemasyarakatan, baik dalam lingkup nasional maupun
Internasional.
• Penjelasan UUD 1945 yang merupakan data otentik
menjelaskan adanya 4 (empat) pokok pikiran dalam
Pembukaan ini dengan sifat dan maknanya yang sangat
mendalam.
Pandangan…

• Jika Batang Tubuh dan Penjelasan UUD 1945 ini ditelaah


dengan seksama dan dihubungkan dengan Pembukaan
yang dijabarkannya, akhirnya sampai kita kepada
pengertian, bahwa benarlah sedemikian padatnya isi
Pembukaan itu, yang mengemukakan:
a. Ideologi Negara (state ideology), dan
b. Indentitas Bangsa (national identity), sebagai landasan
struktural sistem nasional.
c. Wahana Kenegaraan (organisasi, sistem dan mekanisme
pemerintahan), sebagai landasan struktural sistem
nasional.
d. Tujuan Nasional (nasional goal) sebagai landasan
operasional sistem nasional.
Faktor-faktor Penentu

• Keempat faktor ini saling-menjalin, dalam arti yang


satu menunjang yang lainnya, keempat-empatnya
menggambarkan identitas dan kepentingan nasional.
• Kita berkepentingan agar keempat faktor itu dapat
dipertahankan kelestariannya dan
kesinambungannya, jika ingin eksistensi dan identitas
kita tetap terpelihara dan berlanjut di tengah-tengah
pergaulan bangsa-bangsa di dunia.
• Simpulan: 1. Faktor internal, 2. Faktor eksternal.
Pancasila Pemersatu Bangsa

• Sebagai alat pemersatu, Pancasila sudah semestinya


mengandung persatuan, kesatuan di dalam diri
pribadinya sendiri serta pula mempunyai dasar yang
mengandung persatuan, kesatuan yang kokoh dan
kekal, agar supaya persatuan, kesatuan Indonesia
kokoh dan kekal juga.
• Sehubungan dengan itu, akan diuraikan sejarah dan
arti/istilah, serta susunan dari Pancasila, azas-azas
yang terkandung, makna dan kedudukan atau fungsi
Pancasila dalam sistem hukum kita.
Apakah itu Pancasila

Menurut Konsensus Nasional:


“Pancasila adalah merupakan perwujudan dari nilai-
nilai luhur bangsa Indonesia sendiri, tanpa adanya
masukan dari nilai-nilai dari luar”. Artinya adalah
segala sesuatu yang ada kaitannya dengan tatanan
nilai-nilai luhur bangsa (Pancasila) yang berhubungan
erat dengan kehidupan pribadi, masyarakat, antara
bangsa Indonesia dengan bangsa asing di mana
semuanya harus berdasarkan kepada Pancasila.
Tekad Bangsa

• Tekad bangsa Indonesia menjadikan Pancasila


sebagai landasan hidup bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara tercermin dalam pribadi bangsa
Indonesia sendiri. Misalnya dapat diketahui dalam
salah satu pituah Minang, seperti : Sacancing bak
besi, Saciok bak ayam, Ka lurah samo manurun, Ka
bukik samo mandaki, Ringan samo dijinjing, Barek
samo dipikul. Artinya satu tekad yang sama.
Tekad Bangsa Secara Nasional

Tercermin dalam perjuangan nasional:


1. Budi Utomo (1908),
2. Sumpah Pemuda (1928),
3. Proklamasi Kemerdekaan RI (1945),
4. Dll.
Zaman Orde Reformasi (2012/2013): SATU tekad
bangsa Indonesia menjadikan: Pancasila, UUD 1945,
NKRI, dan BHINNEKA TUNGGAL IKA.
Periode Pembicaraan Pancasila

a. Sebelum pendudukan Jepang.


b. Masa pendudukan Jepang.
c. Zaman Indonesia Mardeka.
Zaman Sebelum Pendudukan
Jepang
Bahwa Indonesia yang didiami oleh beraneka ragam
budaya (culture), suku (ethnic), agama (religius)
mulai dari Sabang s.d. Merauke mempunyai
kesamaan budaya yang dibawa oleh leluhur, yaitu:
1. Percaya kepada adanya kekuatan gaib atau Tuhan.
2. Mempunyai budi (karakter/watak) yang luhur.
3. Sejak dari awal mempunyai rasa kekeluargaan yang
tinggi.
4. Mempunyai rasa gotong royong, rasa kebersamaan,
rasa kesetiakawanan, rasa mufakat, dll.
Lanjutan

Nilai-nilai luhur nenek moyang kita itu dalam


perkembangan selanjutnya dibicarakan dalam
pembentukan dasar dan konsep negara Pancasila
yang dilakukan oleh para pemimpin bangsa
Indonesia, yang mewakili dari berbagai wilayah di
Indonesia, seperti : Jawa, Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi, dan Irian, Ambon, Bali, dll.
Zaman Pendudukan Jepang

Sebelum membicarakan pembentukan rumusan


Pancasila pada zaman pendudukan Jepang ini,
baiklah terlebih dahulu kita bahas satu per satu
makna yang terkandung dalam butir-butir Pancasila
yang dikaitkan dengan pituah adat Minangkabau,
sebagai contoh di bawah ini:
Makna Sila ke-1

Agama basandi syara’


Syara’ basandi Kitabullah.
Artinya, semuanya mempunyai aturan dalam
kehidupan yang ditempuh manusia tanpa ada
pengecualian. Semuanya percaya bahwa segala
sesuatu di dunia ini ada yang mengaturnya oleh yang
Maha Kuasa, Tuhan Yang Maha Esa.
Makna Sila ke-2

Tidak ada orang yang tidak berguna/terpakai, seperti:


- Orang buta, untuk penumbuk lesung/padi.
- Orang tuli, untuk palatuh bedil/senjata
- Orang lumpuh, untuk pa alau ayam
- Orang kaya, untuk tempat meminta
- Orang cadiak, untuk tempat bertanya
- Orang miskin, untuk tempat memberi
Makna Sila ke-3

• Ka bukik samo mandaki


• Ka lurah samo menurun
• Ka lubuk samo menyelam
• Ringan samo dijinjing
• Barek samo dipikul
Makna Sila ke-4

• Bulek air dek pembuluh,


• Bulek kato dek mufakat,
• Tatumbuk biduk dibelokkan,
• Tatumbuk kato dimufakatkan.
Makna Sila ke-5

• Rumah gadang sambilan ruang,


• Lumbung baririk di halaman,
• Sabuah banamo si bayang-bayang,
• Panenggang anak dagang lalu,
• Sabuah banamo si tinjau lauik,
• Panenggang ka orang jo kampung,
• Sabuah banamo lumbung baperang.
Nilai-nilai ini berkembang terus sampai berakhirnya
zaman pendudukan Jepang.
Zaman Jepang

• Sekedar untuk mengambil hati orang Indonesia,


Jepang membolehkan mengibarkan bendera merah
putih, dengan maksud untuk menghimpun kekuatan
mereka sendiri supaya bangsa Indonesia patuh
kepada Jepang.
• Akan tetapi kesempatan itu tidak disia-siakan oleh
para pemimpin kita untuk meneruskan perjuangan
kemerdekaan dengan mengadakan perjuangan di
sana sini, sehingga memaksa bangsa Jepang untuk
berunding secara serius dengan Indonesia waktu itu.
Zaman Jepang

• Pada waktu zaman Jepang ini didirikan suatu Badan


Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang anggotanya
62 orang, terdiri dari:
- Orang-orang Indonesia,
- Ditambah golongan China,
- dan beberapa orang Jepang.
Badan ini disingkat BPUPKI yang diketuai oleh Dr.
Rajiman Widiodiningrat. Tugasnya mempersiapkan
segala sesuatu yang berguna bagi Indonesia
mardeka.
BPUPKI

1. Sidang pertama tgl 29 Mei – 1 Juni 1945


2. Sidang kedua tgl 10 Juli – 17 Juli 1945.
Dalam Sidang pertama, membicarakan dasar negara
Indonesia. Berdasarkan konsep, masalah perumusan
dasar negara Indonesia itu, ada pendapat yang
dikemukakan oleh:
1. 29 Mei 1945 oleh M. Yamin – Lisan
2. 30 Mei 1945 oleh M. Yamin – Tertulis
3. 31 Mei 1945 oleh Dr. Soepomo
4. 1 Juni 1945 oleh Ir. Soekarno
Usulan Nama Pancasila

• Mereka mengusulkan dasar rumusan Pancasila


adalah segala sesuatu yang kami usulkan ini sebagai
landasan negara adalah merupakan dasar yang kami
gali dari nilai-nilai budaya bangsa kita sendiri.
• Menurut ahli sejarah, Prof. Nugroho Nutosusanto
dan Prof. Darji Darmo Diharjo, yang mengemukakan
rumusan Pancasila secara terkonsep adalah M. Yamin
(lisan dan tertulis) dan Ir. Soekarno (tertulis), serta
Panitia 9.
Rumusan M. Yamin (29 Mei 1945)- lisan

1. Pri kebangsaan
2. Pri kemanusiaan
3. Pri ketuhanan
4. Pri kerakyatan
5. Kesejahteraan sosial (keadilan sosial)
Pada waktu itu belum ada istilah Pancasila.
Rumusan M. Yamin (tertulis)

1. Ketuhanan Yang Maha Esa


2. Kebangsaan Kesatuan Indonesia
3. Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan ini dikemukakan oleh M. Yamin dihadapan sidang
pleno BPUPKI yang tertulis dalam naskah Pembukaan UUD
1945. Rumusan pertama (lisan) dan kedua (tertulis) pada
hakekatnya adalah sama. Hanya susunannya yang berbeda.
Bila dibandingkan dengan sila dari Pancasila dewasa ini, maka
dekat pula kesamaannya.
Rumusan Prof. Dr. Soepomo (31 Mei 1945)

• Beliau mengemukakan usul tentang rumusan dasar negara


adalah Pancasila. Akan tetapi istilah dasar negara seperti yang
disebutkan M. Yamin tidak beliau utarakan.
• Karena itulah kita tidak memberi rumusan Pancasila dari
rumusan Soepomo tersebut. Namun pada hakekatnya isi dari
rumusan itu sama dengan M. Yamin, antara lain Dr. Soepomo
menghendaki bahwa dasar negara kita adalah : “Persatuan,
kemanusiaan dengan moral yang luhur, keinsyafan keadilan
rakyat berlandasakan kedudayaan asli, moral rakyat yang
luhur yang dianjurkan oleh agama Islam, takluk kepada Tuhan
supaya tiap-tiap waktu ingat kepada Tuhan.
Rumusan Ir. Soekarno (1 Juni 1945)

Beliau mengemukakan dasar negara kelak bagi kemerdekaan


Indonesia adalah:
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau perikemanusiaan
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahteraan sosial
5. Ketuhanan yang berkebudayaan
Rumusan ini pada mulanya saya beri nama “Panca Dharma”.
Kemudian setelah dibisikkan oleh kawan saya (M. Yamin) saya
beri nama “Pancasila”. “Panca” berarti “lima”, dan “Sila”
artinya “dasar”. Berasal dari kata Jawa Kuno yaitu bahasa
sansekerta, yang pada mulanya berasal dari agama Hindu.
Lahirnya Pancasila

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Pancasila


lahir tanggal 1 Juni 1945. Rumusannya dibagi dalam
3 bentuk:
1. Secara lisan (M. Yamin)
2. Secara tertulis (M. Yamin)
3. Secara tertulis (Ir. Soekarno)
Ketiga rumusan tersebut adalah dalam status
rancangan, di mana belum mempunyai kekuatan
hukum yang mengikat dan belum berlaku di
Indonesia.
Lahirnya Pancasila
Setelah tanggal 1 Juni 1945, BPUPKI dipecah menjadi 2
panitia, yaitu :
1. Panitia UUD – ketua Ir. Soekarno
2. Panitia Ekonomi – ketua Drs. M. Hatta
Oleh Dr. Rajiman Widiodiningrat, M. Yamin dimasukkan ke
dalam panitia ekonomi. Namun, beliau tidak mau turut dalam
panitia tersebut, karena menurut beliau seharusnya masuk
dalam panitia UUD, oleh karena sebahagian konsep
Rancangan pembentukan Pancasila berasal dari pendapat
beliau (M. Yamin). Maka barulah beliau masuk setelah
berembuk antara Ir. Soekarno dengan Dr. Rajiman
Widiodiningrat (secara legal dan formal) barulah kemudian
dibicarakan masalah dasar negara Pancasila.
Panitia Kecil/Panitia 9

• Panitia UUD membentuk panitia kecil yang dinamakan


“Panitia 9”, yang terbentuk tanggal 22 Juni 1945.
Salah satu anggotanya adalah M. Yamin.
• Berdasarkan konsep sejarah rumusan Pancasila yang
terdapat dalam naskah UUD 1945, maka rumusan
Rancangan Pembukaan UUD 1945 sama dengan apa
yang dirumuskan pada tanggal 29 Mei 1945.
Kemudian barulah ditetapkan Rancangan tersebut
oleh Panitia 9.
Sidang Pleno Kedua (10 Juli – 17 Juli 1945)

Rancangan Pembukaan UUD 1945 dibicarakan dalam sidang


kedua. Tanggal 14 Juli 1945 Piagam Jakarta diterima sebagai
usul Rancangan tata UUD 1945/Pembukaan UUD 1945
dalam sidang BPUPKI.
Rumusan Pancasila dalam Piagam Jakarta adalah:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam
bagi pemeluknya;
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;
3. Persatuan Indonesia;
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan;
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kesimpulan

• Rumusan Pancasila pada zaman pendudukan Jepang


ada 4 macam:
• 1. Lisan – M. Yamin (29 Mei 1945)
• 2. Tertulis – M. Yamin (30 Mei 1945)
• 3. Tertulis – Ir. Soekarno ( 1 Juni 1945)
• 4. Piagam Jakarta – Panitia 9 (22 Juli 1945)
• Keempat rumusan ini statusnya adalah sebagai
rancangan. Belum mempunyai kekuatan hukum yang
mengikat.
Zaman Indonesia Mardeka (17 Agustus 1945)

• Sehari setelah Indonesia Mardeka, PPKI dalam


menetapkan sidangnya menghasilkan:
• 1. Menetapkan Pembukaan UUD 1945
• 2. Menetapkan Batang Tubuh UUD 1945
• 3. Mengangkat Presiden dan Wakil Presiden pertama
Indonesia.
• PPKI diketuai oleh Ir. Soekarno
Sistem Hukum Pancasila
(Nasional)
• Sistem Hukum Pancasila tidak dapat, dan tidak mungkin
meninggalkan hukum agama. Hukum agama sebagai
unsur dan sebagai bahan sistem hukum Pancasila dapat
sama-sama dengan hukum Adat dan hukum Barat.
• Hukum Barat (terutama Teknologi pengaturan
perundangannya) sangat perlu dimanfaatkan untuk
menciptakan hukum tertulis dalam upaya menjamin
kepastian hukum dalam sistem hukum Pancasila.
• Namun, perlu disadari bahwa ajaran hukum Barat yang
berfalsafah hukum yang sangat berbeda dengan
Pancasila tidak dapat begitu saja ditelan menjadi
peraturan perundang-undangan Nasional Indonesia.
Fungsi Hukum dalam Sistem Hukum Pancasila

a. Menciptakan tertib hukum berdasarkan Pancasila


dan UUD 1945;
b. Menciptakan kepastian hukum dalam tertib hukum
kehidupan bangsa dan negara Indonesia;
c. Mendorong dan mengusahakan tercapainya
kehidupan damai dan bahagia bagi manusia bangsa
dan negara Indonesia, yang berkeadilan.
Fungsi hukum Nasional Indonesia harus
menjabarkan rumusan dalam “Pembukaan” UUD
1945.
Fungsi Hukum Dalam Sistem Hukum Pancasila

• Pancasila mengakui adanya perbedaan agama dan


mengakui serta menghormati perbedaan, namun Pancasila
menghendaki persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
• Karena itu dalam Sistem Hukum Pancasila mestinya ada
norma yang berfungsi sebagai jembatan persatuan dalam
hal ada perbedaan hukum dan perbedaan kepentingan
hukum karena perbedaan keyakinan agama dan Hukum
Agama (misalnya: perkawinan campuran, toleransi dalam
pergaulan, dan sebagainya).
• Dalam hal hukum agama atau keyakinan agama tidak
mengatur (masalah hukum yang netral), maka Hukum Barat
(modern) dan Hukum Adat dapat segera diserap dalam
sistem hukum nasional.
Perspektif Sistem Hukum Pancasila

• Theori Reseptie Exit (Prof. Dr. Hazairin, SH) dan yang


berkembang menjadi Theori Receptie a Contrario (H.
Sayuti Thalib, SH) serta Theori keberadaan Hukum
Agama dalam Hukum Nasional yang ditunjukkan
oleh berbagai peraturan perundangan dan hukum
tidak tertulis dan ditaati dalam masyarakat (Zakat,
Puasa, BAZIS), praktek ketatanegaraan (Dep. Agama,
Upacara Agama dalam kegiatan Nasional) dan ajaran
agama sendiri memperkaya khazanah dan
memperkuat Sistem Hukum Pancasila.
Bentuk-bentuk Perspektif Hukum Pancasila

• UU No. 22/1946 jo UU No. 32/1954 ialah UU NTR.


• UUD Darurat No. 1/1951 jis UU No. 1/1961, PP No. 29/1957
yang kemudian diganti dan diperluas wilayah hukumnya
dengan PP No. 45/1957. Peraturan perundangan tersebut
di satu pihak menghapuskan peradilan adat dan swapraja,
di lain pihak mengembangkan Peradilan Agama.
• UU No. 13/1965 dan UU No. 14/1970. Tergambarkan dalam
kedua UU bahwa badan Peradilan Agama adalah
merupakan bagian integral dari sistem Peradilan Nasional
Indonesia yang merupakan sub sistem dari Sistem Hukum
Pancasila.
• UU No. 14 /1985 jo UU No.5/2004 (UU tentang MA)
melanjutkan keberadaan bidang Peradilan Agama di MA.
Bentuk-bentuk Perspektif Hukum Pancasila
• UU No. 5/1960 (UU Pokok Agraria) mendudukkan Hukum
Agama sehingga memberikan pengaturan dalam Pasal 5,
Pasal 14 ayat (1) dan Pasal 49 ayat (2) (penyediaan tanah
Pemerintah untuk tempat ibadah) dan Pasal 49 ayat (3)
(pengaturan perwakafan tanah milik dalam PP No. 28/1977.
(Lihat juga Kompilasi Hukum Islam tentang Perwakafan, dan
UU No. 41/2004 tentang Perwakafan.
• UU Pokok Agraria, di samping memasukkan sebagian
hukum Islam (wakaf) dalam sistem hukum agama Nasional,
juga mendudukkan Hukum Agama sebagai pertimbangan
dasar. (lihat isi Pasal 5 UU tersebut).
• UU No. 1/PNPS/1965 mengakui kenyataan agama-agama
yang dipeluk di Indonesia dan agama-agama tersebut
dilindungi dari penyalahgunaan dan penodaan agama.
Bentuk-bentuk Perspektif Hukum Pancasila
• UU No. 1/1974 tentang Perkawinan jo PP No. 9/1975,
mendudukkan hukum agama dalam azasi dan menentukan nilai
kesahan perkawinan berdasarkan agama (Pasal 2 ayat (1) UU No.
1/1974).
• UU No. 14/1970 jo UU No.35/1999 jo UU No.4/2004 jo UU
No.48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, tergambar bahwa,
“Peradilan dilakukan demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa”. Demikian pula KUHAP dalam Pasal 197 ayat (1).
• Jaksa, dalam melakukan kewajibannya dalam rangka menegakkan
hukum harus memperhatikan norma-norma keagamaan (Pasal 11
ayat (2) UU No. 15/1961).
• Demikian pula Polisi, dlm melakukan kewajibannya ”dengan
senantiasa mengindahkan norma-norma keagamaan…..” (Pasal 13
UU No. 13/1961 jo UU No.2/2002).
Bentuk-bentuk Perspektif Hukum Pancasila

• Agama yang ada Indonesia mempunyai kitab-kitab suci


yang di dalamnya banyak mengandung ajaran-ajaran
hukum berupa :
• Perintah (amar, to do its, action) (kewajiban)
• Larangan (nahi, forbiden, not to do its) (keharaman)
• Anjuran, sunnah,
• petunjuk, hudan, direction, dan
• Kebolehan (jaiz), will be.
• Di dalam berbagai bidang kegiatan terhadap manusia
pribadi dan bermasyarakat.
Perspektif Hukum Pancasila

• Hukum Perdata, Hukum Dagang, Hukum Pidana, Hukum


Tata Negara, Hukum Acara, Hukum Perburuhan, Hukum
Ekonomi, Hukum Internasional, Hukum Perang dan Damai,
Hukum Antar Agama, Dll.
• Hukum Perdata dalam Al-Qur’an, Hukum Islam mengatur
soal hukum pribadi (mukallaf, hijr, mumayyiz), Hukum
kekeluargaan (hukum perkawinan dan hukum kewarisan,
dll), Hukum Dagang (jual beli, sewa menyewa, pinjam
memimjam, utang piutang, gadai, dll).
• Hukum Pidana (pencurian, (Q.s. 5: 38), pembunuhan (Q.s.2:
178), berzina (Q.s. 24: 2), merampok dan merusak/teror
dihukum bunuh (Q.s. 5: 33) dan Qishash (pembunuhan dan
pencerdasan) yang harus diadili secara setimpal (Q.s. 2:
178), menuduh zina (Q.s. 24:4).
Perspektif Hukum Pancasila
• Hukum Ekonomi (tentang Hak Millik (Q.s. 59:7, Q.s. 18: 46, Q.s. 8:
28, Q.s. 64: 15), batasan terhadap Hak Milik bersifat kuantitatif dan
kualitatif dengan Lembaga Zakat dan Sadaqah ( Q.s. 9: 60, Q.s.2: 43,
Q.s. 9: 103).
• Tentang hakekat harta (Qs. 18:46, Q.s. 8: 28, Q.s. 84:15),
• Tentang kerja (amal saleh) (Q.s. 6: 132, Q.s. 18:30, Q.s. 6:135,
Q.s.11: 93, Q.s. 39: 39).
• Larangan riba (Q.s. 2: 275, 276, 278; Q.s.3: 170; Q.s. 4:161,
• Larangan menimbang curang (Q.s. 11: 83, 85, Q.s.83: 3),
• Larangan menumpuk harta (Q.s. 104:2).
• Islam menganjurkan untuk memanfaatkan waktu (the time), tenaga
(powerity), dan kemampuan (ability) untuk menghindarkan rugi (the
looze) dan meningkatkan produktifitas (Q.s. 103: 1-3).
Bidang Hukum Sosial

• Hakekatnya manusia adalah satu (Q.s.2: 213, Q.s.10: 19,


Q.s.11: 118, Q.s.21: 92), manusia yang lebih baik adalah
manusia yang bermanfaat kepada yang lain, yang
menghormati yang tua dan menyayangi yang lebih muda.
• Dalam Islam ada lembaga Ekonomi Islam:
- Sedaqah (Q.s. 9:60),
- Zakat (Q.s. 2:43, Q.s. 9: 103), UU No.38/1999 jo UU
No.23/2011,
- Infaq fi sabilillah (Q.s. 2:3),
- Hibah, serta wakaf (UU No.41/2004),
- Perbankan Islam (UU No.7/1992 dirubah dgn UU
No.10/1998 jo PP No.72/199 2), dll.
Bidang Hukum Perang dan Damai

• Dalam ikatan perjanjian, yang mengatur hubungan sosial


kenegaraan dengan diperkaya dengan diyat (pembayaran
ganti/tebusan kalau ada pelanggaran).
• Ajaran dan ketentuan hukum Islam yang termuat dalam Al-
Qur’an tersebut dilengkapi dengan Sunnah Rasul dan
dikembangkan ijtihad ulama/pemerintah/hakim yang
berupa peraturan perundang-undangan, kitab-kitab Hukum
Islam serta kumpulan yurisprudensi penerapan hukum
Islam dalam kondisi masyarakat tertentu.
• Ajaran Islam dan ketentuan hukum Islam, ada yang khusus
diperuntukkan untuk orang mukmin (orang beriman), ada
pula yang dimanfaatkan oleh orang non Islam. Karena sifat
hukum Islam yang universal berlaku bagi seluruh umat
manusia.
Sumber Tertib Hukum RI
Pancasila: Sumber dari segala sumber
hukum
• Sumber tertib hukum sesuatu negara atau yang biasa
dinyatakan sebagai “sumber hukum” adalah pandangan
hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita moral
yang meliputi suasana kejiwaan dan watak dari rakyat
negara yang bersangkutan.
• Sumber dari tertib hukum RI adalah pandangan hidup,
kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita moral yang
meliputi suasana kejiwaan serta watak dari bangsa
Indonesia, ialah cita-cita mengenai kemerdekaan individu,
kemerdekaan bangsa, perikemanusiaan, keadilan sosial,
perdamaian sosial dan mondial, cita-cita politik mengenai
sifat bentuk dan tujuan negara, cita-cita moral mengenai
kehidupan kemasyarakatan dan keagamaan sebagai
pengejawantahan daripada Budi Nurani Manusia.
Kedudukan atau Fungsi Pancasila

• 1. Sebagai dasar negara;


• 2. Sebagai sumber dari segala sumber hukum;
• 3. Sebagai falsafah bangsa dan negara; dan
• 4. Sebagai ideologi bangsa dan negara.
Pancasila: Sumber dari segala sumber hukum

• Pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta


cita-cita moral luhur yang meliputi suasana kejiwaan
serta watak dari bangsa Indonesia itu pada tanggal 15
Agustus 1945 telah dimurnikan dan dipadatkan oleh
Panitia Persiapan Kemerdekaan atas nama Rakyat
Indonesia, menjadi Dasar Negara RI yakni Pancasila;
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil Dan
Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan Yang
Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan Perwakilan, dan Keadilan Sosil Bagi
Seluruh Rakyat Indonesia.
Pancasila: Sumber dari segala sumber hukum

• Adapun perwujudan sumber dari segala sumber


hukum bagi RI adalah sebagai berikut:

• 1. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agsutus 1945


• 2. Dekrit Presiden 5 Juli 1959
• 3. UUD Proklamasi (UUD 1945)
• 4. Surat Perintah 11 Maret 1966
1. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945

• Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dinyatakan


oleh Bung Karno dan Bung Hatta atas nama Bangsa
Indonesia pada 17 Agustus 1945 adalah detik
penjebolan tertib hukum kolonial dan sekaligus detik
pembangunan tertib hukum nasional, tertib hukum
Indonesia.
• Sejarah perjuangan kemerdekaan Bangsa Indonesia
selama berabad-abad yang didorong oleh Amanat
Penderitaan Rakyat yang berjiwakan Pancasila
mencapai titik kulminasinya pada detik Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Tujuan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

• Untuk merealisasikan tujuannya, dengan membentuk


Negara Nasional yang bebas merdeka dan berdaulat
sempurna,
• Untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil
dan makmur berlandaskan Pancasila,
• Untuk ikut serta membentuk Dunia Baru yang damai
abadi, bebas dari segala penghidupan manusia oleh
manusia dan bangsa oleh bangsa.
Tujuan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

• Untuk mewujudkan Tujuan Proklamasi Kemerdekaan,


maka pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI
menetapkan UUD NKRI, terdiri dari Pembukaan dan
Batang Tubuhnya, dan atas dasar Aturan Peralihan III
UUD 1945 telah memilih Bung Karno dan Bung Hatta
berturut-turut, sebagai Presiden dan Wakil Presiden
Republik Indonesia yang pertama.
2. Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Dekrit Presiden/Pangti Angkatan Perang 5 Juli 1959


menetapkan: (a) Pembubaran Konstituante; (b) Berlakunya
kembali UUD 1945 dan tidak berlukunya lagi UUDS 1950; dan
(c) Pembentukan MPRS dan DPAS. Dekrit tersebut merupakan
sumber hukum bagi berlakunya kembali UUD 1945 sejak 5 Juli
1959, dikeluarkan atas dasar hukum darurat negara
(staatsnoodrecht), mengingat keadaan ketatanegaraan yang
membahayakan persatuan dan keselamatan negara, nusa dan
bangsa, serta merintangi pembangunan semesta, utk
mencapai masyarakat yang adil dan makmur, disebabkan
kegagalan Konstituante utk melaksanakan tugasnya
menetapakan UUD bagi bangsa dan negara RI.
Dekrit 5 Juli 1959
• Latar belakangnya yang lebih mendalam adalah akses-akses
pelaksanaan demokrasi liberal pada UUDS 1950 yang
sebenarnya bertentangan dengan jiwa Demokrasi
Terpimpin berlandaskan Pancasila.
• Meskipun Dekrit 5 Juli 1959 itu merupakan suatu tindakan
darurat, namun kekuatan hukumnya bersumber pada
dukungan seluruh rakyat Indonesia, terbukti persetujuan
DPR hasil Pemilihan Umum 1955 secara aklamasi pada tgl
22 Juli 1959.
• Dalam konsideran Dekrit 5 Juli 1959 ada ditegaskan, bahwa
Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai UUD 1945
dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan
konstitusi tersebut. Dengan demikian berdasarkan Dekrit 5
Juli 1959, maka berlakulah kembali UUD 1945.
3. UUD Proklamasi (UUD 1945)

• UUD 1945 sebagai perwujudan dari tujuan


Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, terdiri
dari Pembukaan dan Batang tubuhnya.
• a. Pembukaan; dan
• b. Batang Tubuh.
Pembukaan UUD 1945

a. Pembukaan UUD 1945 tidak lain adalah penuangan jiwa Proklamasi


Kemerdekaan 17 Agsutus 1945 ialah jiwa Pancasila sesuai dengan
penjelasan authentik UUD 1945 mengandung pokok-pokok pikiran
sebagai berikut:
1. “Negara” - begitu bunyinya - melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasarkan
persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Dalam pembukaan ini diterima aliran pengertian negara
persatuan, negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa
seluruhnya. Jadi, negara mengatasi segala paham golongan,
mengatasi segala paham perseorangan. Negara, menurut
pengertian “pembukaan” itu menghendaki persatuan, meliputi
segenap bangsa Indonesia seluruhnya. Itulah suatu dasar negara
yang tidak boleh dilupakan.
Pembukaan UUD 1945

2. Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi


seluruh rakyat
3. Pokok pikiran yang ketiga, yang terkandung dalam
“pembukaan”, ialah negara yang berkedaulatan rakyat,
berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan
perwakilan. Oleh karena itu, sistem negara yang
terbentuk dalam UUD harus berdasar atas kedaulatan
rakyat dan berdasar atas permusyawaratan perwakilan.
4. Pokok pikiran yang keempat, yang terkandung dalam
“pembukaan” ialah negara berdasarkan Ke-Tuhanan
Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil
dan beradab.
Pembukaan UUD 1945
b. Penyusunan Pembukaan UUD 1945 sesungguhnya dilandasi oleh
jiwa Piagam Jakarta 22 Juli 1945, sedangkan Piagam Jakarta itu
dilandasi pula oleh jiwa pidato Bung Karno pada tagl 1 Juni 1945,
yang kini terkenal sebagai “Pidato Lahirnya Pancasila”.
c. Pembukaan UUD 1945 sebagai pernyataan kemerdekaan yang
terperinci yang mengandung cira-cita luhur dari Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan yang memuat Pancasila sebagai
dasar negara, merupakan satu rangkaian dengan Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan oleh karena itu tidak dapat
diubah oleh siapa pun juga, termasuk MPR hasil Pemilu, yang
brdsrkn Pasal 3 dan UUD berwenang menetapkan dan mengubah
UUD krn mengubah isi Pembukaan berarti pembubaran Negara.
Dalam kedudukannya yang demikian itu tadi, maka
Pembukaan UUD 1945 merupakan dasar dan sumber hukum dari
Batang Tubuhnya.
Batang Tubuh UUD 1945

• Batang Tubuh UUD 1945 (yang asli-awal), terdiri dari 16


Bab dan terperinci dalam 37 pasal. Di samping itu ada
Aturan Peralihan yang terdiri dari 4 pasal dan Aturan
Tambahan yang terdiri dari 2 ayat.
• Karena Dekrit 5 Juli 1959 itu sudah mengandung
ketentuan-ketentuan peralihan sendiri, maka aturan-
aturan peralihan dan aturan-aturan tambahan yang
terdapat pada Batang Tubuh UUD 1945 tidak lagi
mempunyai kekuatan berlaku, kecuali Pasal II Aturan
Peralihan yang menyatakan, bahwa segala Badan
Negara dan peraturan yang ada masih berlaku selama
belum diadakan yang baru menurut UUD.
Batang Tubuh UUD 1945

Adapun ketentuan-ketentuan Peralihan dalam Dekrit 5


Juli 1959 itu ialah yang menyangkut pembentukan MPRS
dan DPAS. Hal ini berarti, bahwa sesudah terbentuknya
MPRS dan DPAS, telah terpenuhilah ketentuan-ketentuan
peralihan, sehingga semua Lembaga-lembaga Negara
Tertinggi harus melaksanakan tugas-tugas kewenangannya
berdasar UUD 1945.
Dalam pada itu isi daripada Batang Tubuh UUD 1945
dapat lebih dipahami dengan mendalami penjelasannya
yang authentik antara lain sebagai berikut:
a. UUD sebagian dari Hukum Dasar.
b. UUD menciptakan Pokok Pikiran yang terkandung dalam
“Pembukaan” dalam Pasal-pasalnya.
a. UUD sebagian dari Hukum Dasar

• UUD suatu negara ialah hanya sebagian dari


hukumnya dasar negara itu.
• UUD ialah hukum dasar yang tertulis,
• Sedang di samping UUD itu berlaku juga hukum
dasar yang tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar
yang timbul dan terpelihara dalam praktik
penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis.
UUD sebagaian dari Hukum Dasar

• Memang untuk menyelidiki hukum dasar (Droit constitutionel)


suatu negara, tidak cukup hanya menyelidiki pasal-pasal UUD
nya (lof constitutionelle) saja, akan tetapi harus menyelidiki
juga bagaimana prakteknya dan bagaimana suasana
kebatinannya (Geisthehen Hintergrund) dari UUD itu.
• UUD negara manapun tidak dapat dimengerti, kalau hanya
dibaca teksnya saja.
• Untuk mengerti sungguh-sungguh maksudnya UUD dari suatu
negara, kita harus mempelajari juga bagaimana terjadinya
teks itu, harus diketahui keterangan-keterangannya dan juga
harus diketahui dalam suasana apa teks itu dibikin. Dengan
demikian kita dapat mengerti apa maksudnya UU yang kita
pelajari, aliran-aliran pikiran apa yang menjadi dasar UU itu.
b. UUD menciptakan Pokok Pikiran terkandung
dalam “Pembukaan” dan Pasal-pasalnya.

• Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana


kebatinan dari UUD Negara Indonesia.
• Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum
(Rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara,
baik hukum yang tertulis (UU) maupun hukum yang
tidak tertulis.
• UUD menciptakan pokok-pokok pikiran ini dalam
pasal-pasalnya.
suatu di permukaan yang
kekuasaannya baik , , ,
maupun diatur oleh

Memiliki Sistem dan Aturan yang berlaku bagi


semua Individu
NEGARA Memiliki Sistem dan Aturan yang berlaku bagi
semua Individu serta berdiri secara independen

Syarat primer sebuah negara adalah memiliki


rakyat, memiliki wilayah, dan memiliki
pemerintahan yang berdaulat

Sedangkan syarat sekundernya adalah mendapat


pengakuan dari negara lain
TRIAS POLITIKA

LEGISLATIF

YUDIKATIF EKSEKUTIF

84
STRUKTUR KETATANEGARAAN RI
SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945

MPR

MA DPA PRESIDEN DPR BPK

8855
86
STRUKTUR KETATANEGARAAN RI
SETELAH PERUBAHAN UUD 1945

UUD 1945

MK MA KY PRESIDEN BPK DPR DPD MPR

Catatan:
Beberapa lembaga yang disebutkan dalam UUD 1945
• Suatu Komisi Pemilihan Umum
• Suatu Komisi Bank Sentral

87
RUMPUN LEGISLATIF

RUMPUN
YUDIKATIF
RUMPUN
EKSEKUTIF
8
PUTUSAN MK

Tanggal 14 September 2012 yang lalu, DPD RI mengajukan pengujian


Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3), serta Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU
P3) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (UUD 1945), yang diwakili oleh pimpinan DPD, yaitu Irman Gusman
(Ketua DPD), La Ode Ida (Wakil Ketua DPD), dan Gusti Kanjeng Ratu
Hemas (Wakil Ketua DPD).

Pada tanggal 27 Maret 2013 yang lalu, Mahkamah Konstistusi (MK)


mengabulkan permohonan uji materi (judicial review) DPD RI.

8899
PUTUSAN MK

Poin Penting Putusan Mahkamah Konstitusi adalah :

a. RUU dari DPD RI setara RUU dari Presiden dan RUU dari DPR RI.
b. Pembahasan RUU dilakukan oleh tiga pihak yang setara (tripartit), yaitu
Presiden, DPR RI (bukan fraksi-fraksi), dan DPD RI hingga tahap akhir
pembahasan tingkat II ketika DPD RI menyampaikan pendapat dalam rapat
paripurna DPR RI sebelum persetujuan. Dapat ditafsirkan, pembahasan
RUU di luar bidang tugas DPD RI dilakukan oleh Presiden dan DPR RI
antarlembaga (bipartit), bukan dilakukan antara Pemerintah dan fraksi-
fraksi DPR RI.
c. Penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dilakukan bersama tiga
lembaga, yaitu DPR RI, DPD RI, dan Presiden (tripartit)

90
4. Surat Perintah 11 Maret 1966

• Supersemar (Surat Perintah 11 Maret 1966) berisi


perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto
Menpangad, untuk atas nama Presiden/Panglima
Tertinggi ABRI/PBR mengambil segala tindakan
yang dianggap perlu, untuk menjamin keamanan
dan ketenangan serta kestabilan jalannya
Pemerintahan dan jalannya Revolusi, serta
menjamin kesehatan peribadi dan kewibawaan
Pimpinan Presiden/Pangti ABRI/PBR/Mandataris
MPRS, demi untuk keutuhan Bangsa dan Negara
RI dan melaksanakan dengan pasti segala ajaran
APR.
Supersemar

• Supersemar tersebut pada pokoknya menyatakan


kurang adanya kestabilan jalannya Pemerintahan dan
jalannya Revolusi, terganggunya keselamatan abadi
dan kewibawaan pimpinan Bung Karno yang dapat
mengakibatkan perpecahan Bangsa dan Negara RI dan
menyatakan adanya salah pengetrapan daripada ajaran
PBR.
• Semuanya itu pada hakekatnya berarti menyatakan
telah terjadinya penyimpangan-penyimpangan dan
penyelewengan-penyelewengan dari jiwa dan
ketentuan-ketentuan UUD 1945 berdasarkan Dekrit 5
Juli 1959.
Supersemar

• Maka dari itu, Supersemar merupakan dasar dan sumber


hukum bagi Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil
segala tindakan yang diperlukan guna mengamankan
pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, untuk
menegakkan Negara RI yang berdasar atas hukum dan
penyelenggaraan pemerintahannya berdasar atas sistem
konstitusi tidak atas dasar kekuasaan belaka.
• Dalam rangka itulah harus dilihat semua tindakan yang
telah diambil oleh Letnan Jenderal Soeharto, sebagai follow
up Surat Perintah 11 Maret 1966 seperti pembubaran PKI
dan ormas-ormasnya, pengamanan beberapa orang
Menteri pada tgl 18 Maret 1966 serta pada hari-hari
berikutnya, dan lain-lainnya lagi.
TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANGAN RI
MENURUT UUD 1945
A. Bentuk-bentuk Peraturan Perundangan
1. Bentuk-bentuk Peraturan Perundangan RI menurut
UUD 1945 ialah sbb:
- UUD RI 1945
- Ketetapan MPR
- UU/Perpu
- PP
- Kepres
- Peraturan-peraturan Pelaksanaan lainnya, seperti:
Peraturan Menteri, Instruksi Menteri, dllnya.
Bentuk-bentuk Peraturan Perundangan

2. Sesuai dengan sistem konstitusi seperti yang dijelaskan dalam


Penjelasan authentik UUD 1945, UUD RI 1945 adalah bentuk
peraturan perundangan yang tertinggi, yang menjadi dasar
dan sumber bagi semua peraturan perundangan bawahan
dalam negara RI.
3. Sesuai pula dengan prinsip negara hukum, maka setiap
peraturan perundangan harus berdasar dan bersumber
dengan tegas pada peraturan perundangan yang berlaku,
yang lebih tinggi tingaktnya.
Undang-Undang Dasar

• Ketentuan-ketentuan yang tercantum di


dalam pasal-pasal UUD adalah ketentuan-
ketentuan yang tertinggi tingkatnya yang
pelaksanaannya dilakukan dengan Ketetapan
MPR, Undang-Undang atau Keputusan
Presiden.
Ketetapan MPR

a. Ketetapan MPR yang memuat garis-garis besar dalam


bidang legislatif dilaksanakan dengan Undang-
undang.
b. Ketetapan MPR yang memuat garis-garis besar dalam
bidang eksekutif dilaksanakan dengan Keputusan
Presiden.
Undang-Undang

a. Undang-undang adalah untuk melaksanakan UUD


atau Ketetapan MPR.
b. Dalam hal ikhwal kepentingan yang memaksa,
Presiden berhak menetapkan peraturan-peraturan
sebagai pengganti undang-undang (Perpu);
1. Peraturan-peraturan itu harus mendapat persetujuan
DPR dalam persidangan yang berikut.
2. Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan
Pemerintah itu harus dicabut.
Peraturan Pemerintah

Peraturan Pemerintah adalah memuat aturan-aturan


umum untuk melaksanakan Undang-undang.

Keputusan Presiden

Keputusan Presiden berisi keputusan yang bersifat


khusus (einmalig) adalah untuk melaksanakan
ketentuan UUD yang bersangkutan, Ketetapan MPR
dalam bidang eksekutif atau Peraturan Pemerintah.
Peraturan-peraturan Pelaksanaan Lainnya

Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya, seperti:


- Peraturan Menteri,
- Instruksi Menteri,
- Peraturan Daerah Tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota,
(seperti: Pergub, Perwal, dan Perbub),
- Dan lain-lain-lainnya, harus dengan tegas berdasar
dan bersumber pada peraturan perundangan yang
lebih tinggi.
Daftar Bacaan

1. Prof. Dr. Hamid Darmadi, M.Pd., Urgensi Pendidikan Pancasila dan


Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi, Bandung: Alfabeta,
2013.
2. Dr. Ichtijanto, S.H., M.H., Hukum Islam dan Hukum Nasional, Jakarta: Ind-
Hill Co, 1990.
3. Iskandar Siahaan, Prakata Harmaily Ibrahim, Politik dalam Perspektif
Hukum, Jakarta: Ind-Hill Co, 1984.
4. K. H. Abdul Hamid, A. Shalahudin, Beni A. Saebani, Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegraan, Bandung: Pustaka Setia, 2012.
5. Prof. Mariam Darus Badrulzaman, S.H., Pembentukan Hukum
Nasional dan Permasalahannya, Bandung: Alumni, 1981.
6. Prof. Dr. M. Mahfud, MD, S.H., M.H., Politik Hukum di Indonesia, Jakarta:
LP3ES Indonesia, 1998.
7. ----- Pergulatan Politik dan Hukum Di Indonesia, Yogyakarta: Gama
Media, 1999.
8. ----- Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Jakarta: LP3ES,
2006.
Daftar Bacaan

7. Prof. M. Solly Lubis, S.H., Sistem Nasional, Bandung: Mandar Maju, 2002.
8. ----- Politik dan Hukum di Era Reformasi, Bandung: Mandar Maju, 2000.
9. Prof. Soepomo, Sistem Hukum di Indonesia Sebelum Perang Dunia II,
Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1987.
10. Prof. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem
Hukum Nasional, Bandung: Alumni, 1991.
11. Pandji Setijo, Pendidikan Pancasila Perspektif Sejarah Perjuangan
Bangsa Dilengkapi dengan Undang-Undang Dasar 1945 Hasil
Amandemen, Jakarta: Grasindo, 2010.
12. Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR Periode 2009-2014, Pilar
Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, Jakarta: Sekretariat
Jenderal MPR RI, 2013.
13. Prof. Drs. C.S.T. Kansil, S.H., Christine S.T. Kansil, S.H.,M.H. Empat Pilar
Berbangsa dan Bernegara, Jakarta: Rineka Cipta, 2011.
Skema Perspektif Hukum Pancasila
• Hukum Islam

• Hukum Adat Sistem Hukum Nasional

• Hukum Barat
Terima Kasih

Semoga Sukses

Wassalam

Anda mungkin juga menyukai