@Copy Right 2010 by Dr.
OY
a Memahami cara Penentuan Tekanan Formasi dan Gradien Rekah
dengan Metode D'eksponen
Dril-061 Penentuan Tekanan Formasi dan Gradien Rekah 1ee @
Pendahi
1.1, Deteksi Tekanan Pori Formasi
Berbagai metoda telah dikembangkan untuk mendeteksi tekanan formasi
yang lebih besar daripada gradien hidrostatik formasi normal (0,465 psi/ft atau 9
ppg berat lumpur). Metoda yang paling banyak digunakan adalah metoda Drilling
Rate, dimana metoda ini didasarkan pada perhitungan d-exponent.
Perbedaan tekanan yang besar antara tekanan hidrostatik lumpur
dengan tekanan formasi dapat menurunkan laju pemboran. Untuk
meningkatkan laju pemboran, densitas lumpur harus diturunkan. Dari sisi
tekanan formasi, adanya kenaikan tekanan formasi juga akan
meningkatkan laju pemboran. Perlu diingat juga bahwa laju penembusan
dipengaruhi oleh parameter lain seperti WOB, RPM, pembersihan lubang
sumur, litologi, sifat-sifat fluida, serta jenis dan keadaan pahat. Sehingga
perlu kiranya diperhitungkan parameter-parameter tersebut bersama-
sama agar perubahan-perubahan yang terjadi terhadap laju penembusan
benar-benar dapat menunjukkan adanya tekanan formasi abnormal.
Jordan dan Shirley memberikan suatu hubungan persamaan antara
beberapa parameter pemboran di atas yang di sebut dengan d'Eksponen.
Dengan mengamati perubahan harga d'Eksponen ini terhadap kedalaman
maka dapat diperkirakan adanya tekanan abnormal. Kenyataan ini dapat
digunakan untuk mendeteksi zona over-pressured, dengan menentukan
nilai d-exponent pada tiap kedalaman.
Jorden dan Shirley telah membuat suatu hubungan matematis
antara laju penembusan R, kecepatan putar rotary table N, berat pahat W,
dan diameter pahat D untuk digunakan dalam memperkirakan tekanan
pori formasi. Persamaan tersebut ialah :
op =kx pu? (OB
D
dimana
e = eksponen kecepatan putar meja putar terhadap laju
penembusan,
k kemudahan formasi untuk dibor (drillability)
RPM kecepatan putar rotary table, rpm
d eksponen berat pada pahat dan diameter pahat terhadap
laju penembusan
wos weight on bit, Ibs
D ameter bit, in
ROP laju penembusan, ft/hr
Pengembangan persamaan di atas dalam bentuk logaritmik memberikan
hubungan
(2)
2 Dril-061 Penentuan Tekanan Formasi dan Gradien Rekah(ape) [ny ih 240 by Or Sng Ru Rnd TE |
Dalam satuan lapangan, persamaan di atas menjadi
ROP.
60xkxRPM*
m( ioe |
log
.
10'xD sesso cose . (3)
persamaan di atas dikenal sebagai d'eksponen yang tidak berdimensi.
Baik harga suku ROP/60kRPM® dan suku 12WOB/10°D pada persamaan di atas
selalu lebih kecil dari satu, sehingga harga logaritma dari masing-masing adalah
negatif. Kemudian Jordan dan Shirley menyederhanakan pesamaan di atas
dengan mengasumsikan k sama dengan 1 dan e juga sama dengan 1
Persamaan di atas kemudian dimodifikasikan, dengan memasukkan pe-
ngaruh densitas lumpur, menjadi:
te 4 pn
pme
dimana:
dcorr = d-exponent terkoreksi
pm = densitas lumpur pada tekanan formasi normal (» 9 ppg)
pe = densitas lumpur pada saat sirkulasi, ppg
Jika harga dcorr diplot terhadap kedalaman, akan menunjukkan
peningkatan secara linier jika tekanan pori formasi normal, akan tetapi akan
berkurang secara tajam jika laju pemboran meningkat akibat peningkatan
tekanan pori formasi.
Dalam formasi yang terkompaksi normal, bertambahnya kedalaman
menyebabkan laju penembusan berkurang karena batuan semakin kompak
akibat bertambahnya tekanan overburden. Dengan demikian harga d'eksponen
bertambah. Pertambahan d’eksponen ini mengikuti suatu kecenderungan yang
disebut trend d'eksponen normal.
Tetapi jika suatu saat pemboran menembus formasi bertekanan abnormal
maka laju penembusan akan naik dengan tiba-tiba, meninggalkan trend laju
penembusan pada kedalaman sebelumnya. Perbedaan tekanan antara lubang
sumur dengan formasi yang kecil, bahkan negatif akan mengakibatkan batuan
yang sedang dibor semakin mudah terlepas, sehingga laju penembusan
bertambah. Disamping itu, pada zona bertekanan tinggi batuannya memiliki
porositas yang lebih tinggi, butiran batuan kurang rapat satu sama lainnya,
sehingga batuannya lebih mudah dibor. Jika dikaitkan dengan persamaan
d'eksponen, maka naiknya harga laju penembusan ROP akan mengakibatkan
turunnya harga d'eksponen.
Jika dibuat hubungan antara d'eksponen terhadap kedalaman, maka
perubahan harga d'eksponen yang mengindikasikan zona bertekanan abnormal
ini akan menunjukkan terjadinya penyimpangan ke kiri dari trend d'eksponen
normal (d'eksponen mengecil). Sebaliknya, bila diperoleh data d'eksponen yang
menunjukkan penyimpangan ke kanan (membesar) maka hal ini
mengindikasikan adanya zona bertekanan lebih rendah dari tekanan normal
(subnormal) dan berpotensi pada terjadinya lost circulation.
Sebagai contoh, dapat digunakan data-data yang terdapat pada Tabel 1
Dril-061 Penentuan Tekanan Formasi dan Gradien Rekah 3mre} ——_____@)
export uation
3 som
; ef som
F som
if
om fy wee
L_Gambar 1. Laju Pemboran vs Kedalaman ”
Plot antara laju pemboran terhadap kedalaman dapat dilihat pada Gambar
1 di atas , dimana terdapat penurunan laju pemboran dari 100 ft/hr pada
kedalaman 6000 ft menjadi kurang dari 20 ft/hr pada kedalaman 12800 ft.
Dril-061 Penentuan Tekanan Formasi dan Gradien Rekahgd) [esr ot en
€ abel 1. Data Tekanan Formasi dan d-exponent 7)
Depth, | Drilling | Weighton | Rotary | ItSize, | Mud Density,
feet | Rate,fthr | Bit, 1000 | Speed, | Inch Ibigal
Ibs RPM
6000 106.0 35, 120) 85 90
6500 103.0 35. 120) 85 90
7000 76.9 35 110 85 90
7500 66.0 35. 110 8.5 90
8000 445 30 110 85 94
8500 46.0 30 110 | 7.878 94
‘9000 39.4 30 110 | 7.875 94
‘9500 35.0 30, 110] 7.875 94
10000 30.8 30 110] 7.875 10.1
10200 26.3 30. 100 | 7.875 10.1
10400 247 30 100_| 7.875 10.1
10600 23.2 30 100 | 7.875 10.5
10800 21.8 30 90 7.875 11.4
11000 19.1 30, 90 7.875 1.4
11200 179 30 90 7.875 11.3
11400 16.8 30 90 7.875 11.6
11600 219) 35, 90 7.875 11.6
411800 20.6 35. 90 7.875 11.8
12000 20.6 35. 90 7.875 13.1
12200 20.0 35, 90 7.875 13.4
12400 18.0 35, 90 7.875 13.6
12600 18.0 35 90 7.875 14.2
12800 17.0 35 90 7.875 14.5
Dari date laju pemboran, RPM, WOB, diameter bit, dapat dihitung
besarnya d-exponent pada tiap kedalaman dengan menggunakan persamaan
(3). Dengan memasukkan data densitas lumpur yang digunakan, diasumsikan
bahwa densitas lumpur normal (rmn) adalah 9 ppg, dilakukan perhitungan d-
exponent terkoreksi menggunakan persamaan 4. Hasil perhitungan d-exponent
terkoreksi kemudian diplot terhadap kedalaman, seperti yang terlihat pada
Gambar 5.
Pada Gambar 2 tersebut terlihat harga dcorr meningkat secara linier
hingga kedalaman 10500 ft dan kemudian menurun secara tajam. Dari
kenyataan tersebut, dapat ditarik suatu garis lurus yang melewati titik-titik dcorr
sebelum kedalaman 10500 ft dan garis tersebut dinamakan garis d-exponent
normal (dnormal) dengan kemiringan garis adalah 0,000038, sehingga garis
tersebut mempunyai persamaan garis sebagai berikut:
normal = 0.000038 x depth + 1.23
Untuk menentukan besarnya tekanan pori formasi dapat digunakan
persamaan berikut:
dimana:
P= tekanan pori formasi ekivalen, ppg EMW
Gn = gradien hidrostatik normal, 9 ppg
Dril-061 Penentuan Tekanan Formasi dan Gradien Rekah 5mre} ——_____@)
Plot antara tekanan pori formasi terhadap kedalaman dapat dillhat pada
Gambar 3.
4000
D-Exporpt reste
000
0.000034 x Depin x |123
000
1000 os
v/
odo — 35000-7850
D-Exponent (Modified)
Data From Adam
{L cambar 2. D-Exponent Terkoreksi vs Kedalaman 7)
000
- Calculation Pore
Pressure Gradient
Depyh, fet
3
rr
Pore Pressure Gradient, Ibigal
6 Dril-061 Penentuan Tekanan Formasi dan Gradien RekahRudi Rubiandini R.S.-ITB
[_cambar 3. Tekanan Pori vs Kedalaman 7)
Paps rnc
Seperti telah dijelaskan di atas, d'eksponen merupakan suatu parameter
yang diturunkan dari persamaan laju penembusan pemboran, di mana trend nilai
d'eksponen terhadap kedalaman dapat mencerminkan perubahan tekanan
formasi batuan.
D'eksponen dihitung dengan menggunakan persamaan (3). Dengan
memplot d'eksponen terkoreksi terhadap kedalaman (Gambar 3), dan menarik
garis trend tekanan normal, maka dapat ditentukan tekanan formasi dalam
satuan EMW, seperti telihat pada Gambar 4.
Normal vs Depth
4_Gambar 4. Plot d-exponen terkoreksi terhadap kedalaman
Dril-061 Penentuan Tekanan Formasi dan Gradien Rekah 7EMA vs Depth
0 0 A
[L.cambar 5. Plot EMW dan berat lumpur terhadap kedalaman
Dari Gambar 4 dapat dilihat pada kedalaman 2100 m nilai d'eksponen
mulai menyimpang ke arah kiri, yang menandakan adanya formasi bertekanan
abnormal. Hal ini juga dapat dilihat pada plot EMW, yaitu pada kedalaman 2111
m EMW mulai bertambah. Namun kemudian terlihat bahwa tekanan ekuivalen
formasi terus naik hingga mencapai puncaknya pada kedalaman 2350 m, yaitu
sekitar 35 ppg. Hal ini tidak realistis, sebab seharusnya tekanan abnormal
formasi tidak mencapai harga ini. Biasanya tekanan abnormal hanya berkisar
antara 11 hingga 17 ppg. Selain itu dapat dilihat juga bahwa lumpur yang
digunakan saat pemboran tidak pernah mencapai nilai EMW dari d'eksponen
tadi. Berat lumpur maksimum hanya mencapai 15.2 ppg pada kedalaman 2500
m.
Kejadian yang menarik di sini_ialah pada interval kedalaman zona
abnormal (kurang lebih 2200 hingga 2700 meter) pemboran menggunakan bit
jenis PDC, berbeda dengan zona di atasnya, yaitu bit jenis three cone bit. Seperti
kita ketahui, pemboran dengan menggunakan PDC bit akan mempunyai laju
penetrasi yang sangat tinggi, bisa mencapai 6 hingga 30 kali pemboran dengan
three cone bit untuk kondisi yang sama.” Dengan demikian, perkiraan tekanan
formasi dengan menggunakan d'eksponen koreksi ini akan mengalami kesalahan
karena perbedaan sifat-sifat dari bit yang digunakan. Laju penetrasi yang tinggi
akibat penggunaan PDC Bit ini akan mengakibatkan nilai d'eksponen koreksi
bergeser lebih ke kiri (semakin kecil) (Gambar 4) walaupun seandainya tidak
terdapat perubahan tekanan formasi, sesuai persamaan (3). Pergeseran akibat
penggunaan POC bit ini dapat dilihat dengan jelas pada plot EMW terhadap
kedalaman (Gambar 5), yaitu pada kedalaman 2215 m_ terdapat
8 Dril-061 Penentuan Tekanan Formasi dan Gradien Rekahgd) [esr ot en ganna np a
pergeseran/peningkatan EMW secara drastis, dari sekitar 15 ppg menjadi sekitar
25 ppg.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa pada operasi pemboran
yang menggunakan dua jenis bit, yaitu three cone bit dan PDC bit, perhitungan
d'eksponen pada interval kedalaman yang menggunakan PDC Bit harus
dikoreksi, yaitu koreksi terhadap harga d’eksponen terkoreksi. Untuk melakukan
ini penulis menggunakan data dari dua buah sumur pada reservoar yang sama,
di mana pada zona abnormal masing-masing sumur menggunakan bit PDC
Penulis berusaha menyelaraskan perkiraan tekanan pori formasi (EMW) dengan
berat umpur yang dipakai pada saat itu dan juga dengan membandingkannya
dengan hasil perkiraan tekanan pori batuan di lapangan, sehingga dapat
ditentukan suatu koreksi terhadap harga d'eksponen terkoreksi
Hal lain yang patut dicermati ialah pada interval kedalaman di bawah zona
tekanan abnormal (di bawah 2760 m), terdapat juga kesalahan perhitungan EMW.
formasi, di mana EMW formasi pada zona ini lebih besar dari berat lumpur yang
digunakan pada kedalaman tersebut (Gambar 5), suatu hal yang tidak mungkin,
karena pemboran pada sumur ini bukan merupakan pemboran under balanced.
Kesimpulan yang dapat ditarik di sini ialah akibat perubahan ukuran bit (pada
interval ini ukuran bit jalah 8.5", sedangkan ukuran bit pada interval di atas
formasi bertekanan normal ialah 17.5"). jadi pada interval kedalaman di bawah
formasi tekanan abnormal tadi juga perlu dilakukan koreksi terhadap d'eksponen
terkoreksi akibat perubahan ukuran bit.
Setelah melakukan beberapa set perhitungan trial and error maka
diperoleh dua konstanta koreksi, yaitu masing-masing konstanta_koreksi
terhadap penggunaen bit PDC dan koreksi terhadap perubahan ukuran bit (dari
17.5" menjadi 15.5"). Ternyata konstanta koreksi terhadap bit PDC ialah sebesar
0.225. Artinya, pada interval kedalaman yang menggunakan bit PDC, nilai
d'eksponen terkoreksi perlu ditambahkan dengan 0.225. Angka ini ternyata
berlaku juga untuk sumur kedua, walaupun keduanya menggunakan bit PDC
dengan seri yang berbeda.
Sehingga persamaaan Dcorr yang telah dikoreksi terhadap penggunaan
PDC menjadi:
Dieorr=—2— vd 40.225
a
sessusssseeessussssseensunsansssansusssssesnssssenssssssassseseeseeees (6)
Hal yang sama juga dilakukan terhadap d'eksponen normal pada
kedalaman di bawah zona bertekanan abnormal (seksi 8.5"), yaitu dengan
menambahkan faktor Koreksi sebesar 0.35 pada d'eksponen terkoreksi, akibat
perubahan ukuran bit dari 17.5" menjadi 8.5", Selain itu, pada kedalaman bit
PDC juga perlu ditambahkan faktor koreksi (sebesar 0.2) karena pada kedalaman
ini juga terjadi perubahan ukuran bit (17.5" menjadi 15.5"). Angka koreksi ini
ternyata juga berlaku untuk sumur kedua. Untuk penggunaan yang lebih umum
dibuat persamaan yang dapat mendekati hubungan antara besarnya faktor
koreksi terhadap perubahan diameter bit, dengan asumsi hubungan antara
faktor koreksi dan perubahan diameter bit ialah linier.
F.=0.04|d,-4,] sssseneee AT)
Sehingga persamaan Deorr pada kedalaman yang mengalami perubahan
ukuran bit menja:
Dril-061 Penentuan Tekanan Formasi dan Gradien Rekah 9mre} ——_____@)
Dicorr=—2— xd 40.04
va
. (8)
Bila terdapat suatu interval kedalaman yang mengalami perubahan
ukuran bit dan juga menggunakan PDC maka kedua koreksi di atas harus
dilakukan. Plot d'eksponen koreksi yang telah dikoreksi terhadap perubahan tipe
dan ukuran bit dapat dilihat pada Gambar 6.
|[Lcambar 6. Plot d-exponen terkoreksi yang telah dikoreksi terhadap
—™ type bit PDC dan ukuran Bit
Hasil perhitungan-perhitungan di atas dapat dilihat pada Gambar 7 dan
7a. Dari Gambar tersebut dapat dilihat bahwa koreksi yang telah dilakukan
terhadap d'eksponen normal pada interval kedalaman pemboran yang
menggunakan PDC Bit dan kedalaman bit dengan ukuran 8.5" memberikan harga
EMW formasi yang sesuai dengan berat lumpur yang digunakan pada saat
pemboran.
10 Dril-061 Penentuan Tekanan Formasi dan Gradien Rekahgd) [esr ot en
‘ve beth
Gol
sal
tole
pets
eof
2am
2a
2a
2am
[_cambar 7. Plot EMW dan berat lumpur yang telah dikoreksi terhadap
™ tipe Bit PDC dan ukuran bit.
@ coo
' aes yee
au
es
1 cambar 7a, Plot EMW dan berat lumpur yang telah dikoreksi
~ terhadap tipe Bit PDC dan ukuran bit.
Dari hasil penjelasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa
koreksi sebagai berikut:
Dril-061 Penentuan Tekanan Formasi dan Gradien Rekah 11mre} ——_____@)
D eksponen koreksi untuk PDC bit:
Dicorr=F +0. 225
D eksponen koreksi untuk pergantian bit dari diameter 17.5" ke 8.5" :
Dieoi
= vd +4036
Mr
D eksponen koreksi untuk pergantian bit dari diameter 17.5" ke 15.5":
D'eorr=—2— xd +0.2
a
5.1 Gradien Rekah
5.1.1. Tekanan
Tekanan adalah suatu gejala alam yang terjadi pada setiap
benda di permukaan bumi ini, yang merupakan besarnya gaya yang
bekerja dalam setiap satuan luas, Secara empiris dapat dituliskan sbb
(9)
dimana
P = Tekanan, ML“T?
F = Gaya yang bekerja pada daerah luas ybs, MLT*
A = Luas permukaan yang menerima gaya, L?
Di lapangan biasanya gaya memakai satuan pounds, luas
dengan satuan inch* (square inch) maka tekanan dalam pounds per
square inch (psi).
Sedangkan tekanan hidrostatik adalah tekanan yang
diakibatkan oleh beban fluida yang ada diatasnya, secara empiris
dapat dituliskan sebagai berikut : (lihat Gambar 8).
xgxh
=gxh
dimana :
r= berat jenis, ML?
= percepatan gravitasi, LT?
gradien tekanan hidrostatis, ML-2T?
= ketinggian, L
g
y
h
12 Dril-061 Penentuan Tekanan Formasi dan Gradien Rekahgd) [esr ot en ganna np a
{_Gambar 8. Tekanan Hidrostatik”
5.1.2. Tekanan Overburden
Tekanan overburden adalah besarnya tekanan yang diakibatkan
oleh berat seluruh beban yang berada diatas suatu kedalaman
tertentu tiap satuan luas
Berat material se dim en=berat cairan
P,
Luas
Gradien tekanan overburden adalah menyatakan tekanan
overburden tiap satuan kedalaman.
(11)
Secara praktis dalam penentuan gradien tekanan overburden ini
selain dari analisa log juga dapat ditentukan sbb: (lihat Gambar 9)
be
ot
" is Depth
om fatormeter
Fo Pt. AVG. Buk Density
cy immer no
Ws [A Cross Seton se
ot (ior
bn
[Lcambar 9, Penentuan Gradien Tekanan Overburden®
Dril-061 Penentuan Tekanan Formasi dan Gradien Rekah 13dimana:
Gob = gradien tekanan overburden, psi/ft
li = ketebalan ke-i, ft
ri = berat jenis rata-rata ke-i, gr/ce
Dn = kedalaman, ft
Menurut Christman gradien tekanan overburden dapat
dinyatakan sebagai berikut:
433
(pw.D,,+pb.D,)
“ D (13)
dimana:
D = kedalaman, ft
Dwt etebalan cairan, ft
Db = ketebalan batuan (D-Dw), ft
Pw = berat jenis cairan, gr/cc
Ps = berat jenis rata-rata batuan, gr/cc
Besarnya gradien tekanan overburden yang normal biasanya
dianggap sebesar 1 psifft, yaitu diambil dengan menganggap berat
jenis batuan rata-rata sebesar 2,3 dari berat jenis air. Sedangkan
besarnya gradien tekanan air adalah 0,433 psi/ft maka gradien
tekanan overburden sebesar 2,3 x 0,433psi/ft = 1,0 psi/tt.
5.1.3. Tekanan Formasi Normal
Tekanan formasi adalah besarnya tekanan yang diberikan cairan
yang mengisi rongga formasi, secara hidrostatis untuk keadaan normal
sama dengan tekanan kolom cairan yang ada dalam dasar formasi
sampai ke permukaan.
Bila isi dari kolom yang terisi berbeda cairannya, maka besarnya
tekanan hidrostatiknya pun berbeda, untuk kolom air tawar diberikan
gradien tekanan hidrostatik sebesar 0,433 psi/ft dan untuk kolom air
asin gradien hidrostatiknya sebesar 0,465 psi/ft.
Penentuan dari tekanan formasi bisa dilakukan dari analisa log
atau dari data Drill Stem Test (DST).
5.1.4. Tekanan Rekah
Tekanan Rekah adalah tekanan hidrostatik formasi maksimum
yang dapat ditahan tanpa menyebabkan terjadinya pecah. Besarnya
gradien tekanan rekah dipengaruhi oleh besarnya_ tekanan
overburden, tekanan formasi dan kondisi kekuatan batuan.
Mengetahui gradien tekanan rekah sangat berguna ketika
meneliti kekuatan dasar selubung (casing), sedangkan bila gradien
tekanan rekah tidak diketahui maka akan mendapat kesukaran dalam
pekerjaan penyemenan dan penyelubungan sumur.
Selain dari hasil log, gradien tekanan rekah dapat ditentukan
dengan memakai prinsip leak-off test, yaitu memberikan tekanan
14
Dril-061 Penentuan Tekanan Formasi dan Gradien Rekahgd) [esr ot en ganna np a
sedikit-sedikit sedemikian rupa sampai terlihat tanda-tanda mulai
pecah, yaitu ditunjukkan dengan kenaikan tekanan terus menerus
kemudian tiba-tiba turun, Penentuan gradien tekanan rekah ini juga
bisa dari perhitungan, antara lain :
Hubbert and Willis, yang menganggap tekanan overburden
berpe-ngaruh efektif terhadap tekanan rekah.
P_A(Ps 2P
D3\D'D
dimana :
Pf = tekanan rekah, psi
Pob = Tekanan overburden, psi
P= Tekanan formasi, psi
D =kedalaman, ft
bila dianggap gradien tekanan overburden (Pob/D) adalah 1
psi/ft, maka persamaan (10) menjadi :
(14)
seers (15)
Mathews and Kelley, memberikan persamaan
“ = Je eotseetnse (16)
dimana,
Fr = gradien tekanan rekah, psi/ft
=Gambar 10. Matrix Stress Coefficient “
Kedua persamaan di atas menganggap gradien tekanan
overburden tetap untuk setiap kedalaman. Karena pada kenyataannya
Dril-061 Penentuan Tekanan Formasi dan Gradien Rekah 15mre} ——_____@)
tidak demikian maka timbul persamaan-persamaan lain yang lebih
memperhitungkan masalah kondisi batuan.
Pennebaker, menuliskan persamaan
F, 345 a
dimana :
(17)
_tekananmendatar
tekanantegak
Gambar 11)
Eaton, menulis persamaan :
K
perbandingan tekanan efektif (lihat
dimana,
= poisson's ratio (lihat Gambar 12)
perma
een
200
200
> HORIZONTAL STRESS
[_cambar 12, Perbandingan Tekanan Efektif ®
16 Dril-061 Penentuan Tekanan Formasi dan Gradien Rekah@Copy Right 2040 by Dr.-Ing.In. Rudi Rubiandini R.S.-ITB
DEPTH 1000 FT
O02 03 O05 06
POSSONS RATIO
=Gambar 12. Poisson's Ratio *
Selanjutnya dari persamaan Eaton ini dibuat suatu nomograph
untuk menentukan gradien tekanan rekah.
Harga faktor-faktor perbandingan yang mengindahkan kekuatan
batuan di atas bermacam-macam, maka W. L. Brister mendapatkan
harga rata-ratanya (Ka) sbb :
(3
atau dari grafik pada Gambar 13, sehingga kita mendapatkan
rumus akhir:
F. Bis )s
D \ D . ”
(21)
Sedangkan bila kejadiannya berada di bawah permukaan laut
maka harga-harga tersebut di atas perlu dikoreksi, hal ini dapat
diterangkan oleh Zamora sbb
F(D-D,)+85(D,)
D
F,
dimana :
Fc = gradien tekanan rekah yang telah dikoreksi
Dw= Ketinggian air laut
Dril-061 Penentuan Tekanan Formasi dan Gradien Rekah 17amma) ——___~@@)
10
2
‘TRUE VERTICAL DEPTYH, 1000
“
16
STRESS RATIO
==Gambar 13. Perbandingan Tekanan Rata-Rata”
18 Dril-061 Penentuan Tekanan Formasi dan Gradien Rekahgd) [esr ot en
6. Proyeksi Tekanan Formasi dan Gradien Rekah
Dari informasi offset well, termasuk resistivity, sonic dan radioaktif log,
informasi pemboran dan lumpur, bersamaan dengan interpretasi geologi, dapat
dipersiapkan suatu evaluasi tekanan formasi terhadap kedalaman. Dengan
informasi tekanan formasi terhadap kedalaman tersebut, gradien rekah dapat
ditentukan. Dual plot antara tekanan formasi dan gradien rekah terhadap
kedalaman dapat dibuat dalam skala linier untuk memudahkan memperoleh
interpolasi yang akurat.
1
i
;
i
L_Gambar 14, Contoh Proyeksi Tekanan Formast dan Gradien Rekah
Terhadap Kedalaman
Dril-061 Penentuan Tekanan Formasi dan Gradien Rekah 19i 0g TR] ap)
Latihan 1
No Depth | ROP (fth)| WOB | RPM | Densitas Bit. Dia Fracture
(ft) si (ppg) (in) Grad (ppg)
4 5000. 110.1 25 120 9 85 413
2 6000 93.2 25 120. 9 8.5 13.5
3 6500 90.9 30 400 9 85 13.8
4 7000 84 30 30, 9 8.5 14.5
5 7200 73.3 30 30 9 85 148
6 7400 40.7 20 110 9 85 14.9
7 7600 48 20 120 9 85 15.3
8 7800 50.6 20 130, 9 8.5 15.6
9 8000. 54.2 19 150 10.3 8.5 15.7
10 8200 55.8 18 140, 10.7 8.5 15.9
4 8400 57.9 20 140 113 85 16.4
12 8600 65.4 20 120 11.9 8.5 16.5
13 000. 57.1 21 120 15.8 85 16.7
14 9500 46 21 100, 14 8.5 16.9
15 10000 24.8 20 100 12 85 16.5
16 10500 27.1 22 100 10.2 85 16
17 11000 47.3 22 400 10 85 15.7
Berdasarkan data tabel di atas tentukanlah ;
1. Buatlah Plot EMW terhadap Kedalaman.
5. Tentukan selang kedalaman formasi bertekanan abnormal
3. Buatlah overlay untuk tekanan formasi dengan selang 1 ppg
4. Tentukan tekanan formasi maksimum
5. Tentukan pada kedalaman berape formasi rekah
20 Dril-061 Penentuan Tekanan Formasi dan Gradien Rekahgd) [esr ot en ganna np a
wos
D
ROP
deorr
rmn
rme
P
EMWGn
T
9
9
h
Gob
ii
ri
Dn
D
Dwt
Db
rw
rb
PF
Pob
P
D
Fe
Dw
DAFTAR PARAMETER DAN SATUAN
eksponen kecepatan putar meja putar terhadap laju penembusan
kemudahan formasi untuk dibor (drillability)
kecepatan putar rotary table, rpm
= eksponen berat pada pahat dan diameter pahat terhadap
laju penembusan
= weight on bit, Ibs
= diameter bit, in
laju penembusan, ft/hr
d-exponent terkoreksi
= densitas lumpur pada tekanan formasi normal (» 9 ppg)
= densitas lumpur pada saat sirkulasi, ppg
= tekanan pori formasi ekivalen, ppg
= gradien hidrostatik normal, 9 ppg
berat jenis, ML-3
percepatan gravitasi, (7-2
gradien tekanan hidrostatis, ML-2T-2
= ketinggian, L
= gradien tekanan overburden, psi/ft
= ketebalan ke-i
= berat jenis rata-rata ke-i, gr/cc
= kedalaman, ft
= kedalaman, ft
ketebalan batuan (D-Dw), ft
= berat jenis cairan, gr/cc
berat jenis rata-rata batuan, gr/ec
tekanan rekah, psi
= Tekanan overburden, psi
= Tekanan formasi, psi
= kedalaman, ft
= gradien tekanan rekah yang telah dikoreksi
= Ketinggian air laut
Dril-061 Penentuan Tekanan Formasi dan Gradien Rekah
21DAFTAR PUSTAKA
1. Alliquander, "Das Moderne Rotarybohren", VEB Deutscher Verlag Fuer
Grundstoffindustrie,Clausthal-Zellerfeld, Germany, 1986
5. Bradley H.B., "Petroleum Engineering Handbook", Third Printing, Society of Petroleum
Engineers, Richardson TX, 1987.
3. Azar J.J., "Drilling in Petroleum Engineering", Magcobar Drilling Fluid Manual
4. Moore PLL, "Drilling Practices Manual", Penn Well Publishing Company, Tulsa-Oklahoma,
1974.
5. McCray AW., Cole FW., "Oil Well Drilling Technology", The University of Oklahoma
Press,1979
6. nn., "Drilling", SPE Reprint Series no. 6a., SPE of AIME, Dallas-Texas, 1973.
7. Klozt, "Drilling Optimization”, halaman 6-9.
8. Rubiandini, Rudi, "Perhitungan Berbagai Metoda Pressure Control Dalam
Penanggulangan Well Kick’, Kolokium, Jurusan Teknik Perminyakan
Institut Teknologi Bandung, 1984.
22 Dril-061 Penentuan Tekanan Formasi dan Gradien Rekah