Anda di halaman 1dari 16
PERATURAN KEPALA BADAN RESERSE KRIMINAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENANGANAN PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA KE DALAM LEMBAGA REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN RESERSE KRIMINAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika memberikan kewajiban menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial bagi pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika sebagai bentuk pengobatan dan/atau perawatan serta dalam rangka mendukung keberhasilan upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika; b. bahwa Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika menyatakan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang sedang menjalani proses peradilan dapat ditempatkan dalam lembaga rehabilitasi yang penempatannya merupakan kewenangan penyidik, Mengingat -2- penuntut umum, atau hakim sesuai dengan tingkat pemeriksaan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Standar Operasional Prosedur Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi; Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5062); MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN KEPALA BADAN RESERSE — KRIMINAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENANGANAN PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA KE DALAM LEMBAGA REHABILITASI. -3- BABI KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Polri adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis. Korban Penyalahgunaan Narkotika adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan narkotika. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Penyidik adalah pejabat Polri yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Penyelidik adalah pejabat Polri yang diberi wewenang oleh undang- undang untuk melakukan penyelidikan. Penyidik Pembantu adalah pejabat Polri yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan. Atasan Penyidik adalah Pejabat Polri yang berperan selaku penyidik, dan secara struktural membawahi langsung penyidik/penyidik pembantu. alte 10. Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan Pecandu Narkotika dari ketergantungan narkotika. 11. Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental, maupun sosial agar mantan Pecandu Narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat. 12. Institusi Penerima Wajib Lapor yang selanjutnya disingkat IPWL adalah pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah. Pasal 2 Standar Operasional Prosedur ini bertujuan sebagai pedoman dalam melakukan langkah-langkah memberikan jaminan kepada tersangka untuk mendapatkan rehabilitasi pada proses penyidikan secara yuridis dan sesuai prosedur yang dapat dipertanggungjawabkan, sehingga terwujudnya pola tindak yang sama bagi penyidik/penyidik pembantu. Pasal 3 Prinsip-prinsip dalam penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi: a. legalitas, yaitu penanganan permintaan rehabilitasi dalam proses penyidikan dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan; b. profesional, yaitu penanganan rehabilitasi oleh penyidik dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang pada proses penyidikan sesuai kemampuan dan kompetensi yang dimiliki; c. prosedural, yaitu proses penanganan permintaan rehabilitasi dalam proses penyidikan dilaksanakan sesuai mekanisme dan tata cara yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; -5- transparan, yaitu proses penanganan permintaan rehabilitasi dalam proses penyidikan dilakukan secara terbuka yang dapat diketahui perkembangan penangannya oleh masyarakat; akuntabel, yaitu proses penanganan permintaan rehabilitasi dalam. proses penyidikan dapat dipertanggungjawabkan; dan efektif dan efisien, yaitu proses penanganan permintaan rehabilitasi dalam proses penyidikan dilakukan secara cepat, tepat, murah dan tuntas. BAB II PROSEDUR PENGAJUAN REHABILITASI Pasal 4 Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika dapat mengajukan hak untuk memperoleh rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, berdasarkan: a. b. QQ) (2) (3) inisiatif sendiri atau keluarga; dan permohonan dari penyidik. Pasal 5 Pengajuan rehabilitasi berdasarkan inisiatif sendiri atau keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a dilaksanakan dalam bentuk wajib lapor melalui pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi sebagai IPWL. Pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi sebagai IPWL ditetapkan oleh: a. Menteri yang membidangi urusan kesehatan, untuk rehabilitasi medis; atau b. Menteri yang membidangi urusan sosial, untuk rehabilitasi sosial. Pelaksanaan rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. -wwewrwwrwr err err rrr (1) (2) (3) (4) q) 2) -6- Pasal 6 Pengajuan rehabilitasi berdasarkan permobonan dari penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, diberikan bagi Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika: a. _ yang tertangkap tangan/hasil kegiatan razia; atau b. yang sedang dalam proses penyidikan. Tertangkap tangan/hasil kegiatan razia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dengan ketentuan: a. _ hasil tes urine positif dan tidak ada barang bukti; atau b. _ hasil tes urine positif dan barang bukti tertentu ada padanya. Barang bukti dalam jumlah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (°) huruf b merupakan jumlah paling banyak untuk pemakaian dalam 1 (satu) hari. Pengajuan rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Tim Asesmen Terpadu, setelah penyidik yang menangani perkara menerima permohonan tertulis dari keluarga atau penasihat hukum. BAB III PROSEDUR PENERIMAAN DAN PELAKSANAAN Pasal 7 Guna pelaksanaan dan pemrosesan pengajuan _rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, Atasan Penyidil menunjuk petugas pelaksana melalui Surat Perintah. Petugas pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. _ penyidik dan penyidik pembantu pada: 1. Dittipidnarkoba Bareskrim Polri; 2. Ditresnarkoba Polda; dan 3. Satnarkoba Polres; b. penyidik Polri yang ditunjuk sebagai anggota Tim Asesmen ‘Terpadu. verrvrer re (3) q) (2) @) (4) Q) (2) ae Petugas pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertugas menerima, meneliti, dan memproses laporan permohonan pengajuan rehabilitasi dari Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang diajukan kepada penyidik yang menangani perkara. Pasal 8 Sebelum disampaikan kepada petugas pelaksana, persetujuan atas permohonan pengajuan rehabilitasi dari Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang tertangkap tangan/hasil kegiatan razia atau dalam proses penyidikan, harus melalui proses gelar perkara. Gelar nerkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menentukan dapat atau tidaknya permohonan pengajuan rehabilitasi diteruskan ke tahap asesmen. Apabila hasil gelar perkara tidak merekomendasikan untuk meneruskan permohonan pengajuan rehabilitasi ke tahap asesmen, penyidik yang menangani perkara melaporkan kepada petugas pelaksana dan melanjutkan proses perkaranya. Apabila hasi! gelar perkara merekomendasikan untuk meneruskan permohonan pengajuan rehabilitasi ke tahap asesmen, penyidik yang menangani perkara melaporkan kepada petugas pelaksana untuk diteruskan kepada Atasan Penyidik. Pasal 9 Petugas pelaksana setelah menerima laporan permohonan pengajuan rehabilitasi dari penyidik, meneruskan kepada Atasan Penyidik untuk dilakukan penelitian kelengkapan administrasi. Administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. permohonan tertulis untuk dilakukan rehabilitasi dari keluarga atau penasihat hukum Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; b. _ rekomendasi dari hasil gelar perkara; c. _ berita acara pemeriksaan tersangka dan saksi; -8 d. _ hasil test kit urine/pemeriksaan laboratoris; dan fe. barang bukti dalam jumlah tertentu (apabila tertangkap tangan/ hasil razia dengan barang bukti ada padanya). (3) Setelah melakukan penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Atasan Penyidik membuat surat pengantar permintaan asesmen kepada Tim Asesmen Terpadu. (4) Surat pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilampirkan dengan: a. _ berkas perorangan, meliputi: 1. KTP atau kartu identitas Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; 2 kartu keluarga; surat permohonan untuk dilakukan rehabilitasi dari keluarga atau penasihat hukum; dan 4. surat pernyataan kesanggupan untuk direhabilitasi dari Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; b. _ berkas proses penyidikan, meliputi: laporan polisis surat perintah tugas; surat perintah penyidikan; berita acara penggeledahan; berita acara penangkapan; berita acara penyitaan; berita acara pembungkusan/penyegelan barang bukti; berita acara pemeriksaan saksi; ep RAN ansynn berita acara pemeriksaan tersangka; dan 10. rekomendasi gelar perkara. Pasal 10 (1) Pengajuan permintaan asesmen kepada Tim Asesmen Terpadu dilakukan dalam waktu 3 x 24 jam setelah dilakukan penangkapan. (2) (3) (4) Q) 2) (3) 4) s@)c Permintaan asesmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dengan tembusan kepada Kepala BNN setempat sesuat dengan tempat kejadian perkara. ; Apabila jangka waktu 3 x 24 jam sebagaimana dimaksud ayat (1) terlewati, permintaan diajukan kepada Tim Dokter melalui IPWL- Dalam hal di suatu wilayah belum tersedianya IPWL, dapat dimintakan rekomendasi dari Tim Dokter di lingkungan Polri atau ‘Tim Dokter yang telah ditunjuk oleh Dinas Kesehatan. BAB IV TIM ASESMEN TERPADU Pasal 11 Tim Asesmen Terpadu terdiri dari: a. tim dokter yang meliputi dokter dan psikolog, yang telah memiliki sertifikasi asesor dari Kementerian Kesehatan; dan b. tim hukum yang terdiri dari unsur Polri, BNN, Kejaksaan, dan Kementerian Hukum dan HAM. Tim hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b khusus untuk penanganan tersangka anak, melibatkan Balai Pemasyarakatan. ‘Tim Asesmen Terpadu bertugas: a. Tim Dokter, melakukan asesmen dan analisis medis, psikososial serta merekomendasi rencana terapi dan rehabilitasi; dan b. ‘Tim Hukum, melakukan analisis dalam kaitan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika dan penyalahgunaan Narkotika dengan berkoordinasi pada instansi yang menangani perkara atau Lembaga Pemasyarakatan setempat. Tim Asesmen Terpadu berwenang: a, melakukan analisis sebagai Pecandu Narkotika, Korban Penyalahgunaan Narkotika atau pengedar narkotika atas permintaan Penyidik, Jaksa Penuntut Umum, Hakim, Kepala Lembaga Pemasyarakatan, atau Kepala Balai Pemasyarakatan; yvpuvuvvvvuwvuyy a (5) (1) (2) (3) q) -10- b. menentukan kriteria tingkat keparahan penggunaan Narkotika sestiai dengan jenis kandungan yang dikonsumsi, situasi dan kondisi ketika ditangkap dan/atau tertangkap tangan pada termpat kejadian perkara atau dalam Lembaga Pemasyarakatan; dan c. merekomendasi rencana terapi dan rehabilitasi terhadap Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika. ‘Tata kerja Tim Asesmen Terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 12 ‘Tim Asesmen Terpadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), secara berjenjang di bawah koordinasi: a. BNN; b. _ BNN Provinsi; dan c. BNN Kabupaten/Kota. Tim Asesmen Terpadu diusulkan oleh masing-masing . pimpinan instansi terkait di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota dan ditetapkan oleh Kepala BNN, Kepala BNN Provinsi, dan Kepala BNN Kabupaten/Kota. Unsur Polri yang dilibatkan selaku tim hukum dalam Tim Asesmen Terpadu sekurang-kurangnya: a. Kasubdit pada Dittipidnarkoba Bareskrim Polri, untuk Tim ‘Asesmen Terpadu tingkat Mabes Polri; b. Kasubdit pada Ditresnarkoba Polda, untuk Tim Asesmen ‘Terpadu tingkat Polda; dan cc. Kasat pada Satnarkoba Polres, untuk Tim Asesmen Terpadu tingkat Polres. Pasal 13 Dalam hal di wilayah tertentu belum terbentuk Tim Asesmen Terpadu, dapat dibentuk Tim Asesmen Terpadu sementara di tingkat Polda dan Polres. (2) (3) QQ) (2) (3) (4) eae Tim Asesmen Terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beranggotakan sebagai berikut: a. ketua dijabat oleh Dirresnarkoba Polda untuk tingkat Polda, dan Kasatnarkoba Polres untuk tingkat Polres; b. tim dokter, beranggotakan paling sedikit 2 (dua) orang, terdiri dari dokter Polri/PNS Polri sebagai asesor/tersertifikasi oleh Pusdokkes Polri, yang memiliki kemampuan medis dan kejiwaan; dan c. _ tim hukum, beranggotakan paling sedikit 2 (dua) orang, terdiri dari anggota Polri fungsi Wassidik Resnarkoba dan Kejaksaan. Tim Asesmen Terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Kapolda untuk tingkat Polda dan Keputusan Kapolres untuk tingkat Polres. BAB V PROSEDUR TINDAK LANJUT HASIL REKOMENDASI Pasal 14 Tim Asesmen Terpadu menyampaikan hasil rekomendasi kepada penyidik, dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) hari terhitung sejak permohonan disampaikan. Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas hasil asesmen dan analisis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) dan bersifat rahasia. Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk Surat Keterangan yang ditandatangani oleh Ketua Tim Asesmen Terpadu. Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi: a. peran tersangka sebagai: 1. pecandu dengan tingkat ketergantungannya terhadap narkotika; 2. pecandu merangkap sebagai pengedar atau terlibat dalam jaringan peredaran gelap narkotika; dan d wvvvvuKwvwnKwwyy wv vgs -12- 3. Korban Penyalahgunaan Narkotika; rencana rehabilitasi sesuai dengan tingkat ketergantungan narkotika. Pasal 15 Dalam hal hasil rekomendasi Tim Asesmen Terpadu menyatakan tidak dapat dilakukan rehabilitasi, petugas pelaksana: melaporkan kepada atasan penyidik dan kepada Dirtipidnarkoba/ a. Dirresnarkoba/Kasatnarkoba; meneruskan hasil rekomendasi Tim Asesmen Terpadu kepada penyidik yang menangani perkara, untuk: ils 2. dilakukan penahanan dan melanjutkan proses penyidikan; dan membuat surat pengantar kepada Kejaksaan _ perihal pelimpahan berkas perkara dilampiri hasil rekomendasi Tim Asesmen Terpadu, apabila berkas perkara dilanjutkan untuk dilakukan pemeriksaan pada tingkat pengadilan; mencatat hasil rekomendasi Tim Asesmen Terpadu pada register khusus permohonan rehabilitasi. Pasal 16 Dalam hal hasil rekomendasi Tim Asesmen Terpadu menyatakan dapat dilakukan rehabilitasi, petugas pelaksana: melaporkan kepada atasan penyidik dan kepada Dirtipidnarkoba/ Dirresnarkoba/Kasatnarkoba; meneruskan hasil rekomendasi Tim Asesmen Terpadu kepada a. penyidik yang menangani perkara, untuk: 1. tidak melakukan penahanan, dan terhadap Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang sudah dilakukan penahanan dapat dibantarkan penahanannya dan dilanjutkan proses penyidikannya; membuat surat pengantar kepada lembaga rehabilitasi dengan melampirkan: ise a) _berkas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4); b) surat keterangan hasil rekomendasi dari Tim Asesmen Terpadu; . ©) fotokopi KTP/kartu identitas dan fotokopi kartu keluarga yang akan direhabilitasi; d) surat persetujuan keluarga di atas kertas bermeterai. Pasal 17 Dalam hal di kewilayahan belum terdapat lembaga rehabilitasi milik pemerintah, petugas pelaksana meneruskan hasil rekomendasi Tim ‘Asesmen Terpadu kepada penyidik yang menangani perkara, untuk membuat svrat pengantar kepada lembaga rehabilitasi swasta/orangtua pemohon dalam rangka mendapatkan konseling secara pribadi. Pasal 18 V Dalam hal hasil rekomendasi Tim Asesmen Terpadu menyatakan pemohon memiliki keterkaitan dengan jaringan peredaran gelap narkotika namun barang bukti yang disita jumlahnya di bawah ketentuan yang ditetapkan, terhadap Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika dilakukan penahanan dan disidik sesuai peraturan perundang-undangan. BAB VI PROSEDUR PENEMPATAN DAN PELIMPAHAN Pasal 19 (1) Penempatan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi merupakan kewenangan penyidik setelah menerima surat keterangan hasil rekomendasi dari ‘Tim Asesmen Terpadu. (2) Penempatan ke dalam lembaga rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi Berita Acara Penempatan di lembaga rehabilitasi. wwewwvw eevee vvrvyr ~~~ weuvvvvvse (3) QQ) (2) (3) qq) (2) -14- Penempatan ke dalam lembaga rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat’ (1) dilaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat dengan tembusan Kepala Kejaksaan setempat, untuk mendapatkan penetapan dengan melampirkan rekomendasi hasil asesmen Tim Asesmen Terpadu. Pasal 20 Penyerahan Pecandu Narkotike dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi dilakukan oleh penyidik dengan didampingi oleh pihak keluarga dan pihak BNN/BNNP/BNNK sesuai pada tingkat perkara dan Berita Acara Tersangka. Penyerahan .Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada jam kerja administratif lembaga rehabilitasi yang ditunjuk, dengan’ melampirkan rekomendasi rencana terapi rehabilitasi dari Tim Asesmen Terpadu. Serah terima ke dalam lembaga rehabilitasi yang ditunjuk disertai dengan pemberian informed consent (persetujuan setelah mendapat informasi dari pihak lembaga rehabilitasi) dari Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika, disaksikan oleh penyidik dan pihak keluarga. Pasal 21 _ Keamanan dan pengawasan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang ditempatkan dalam’ lembaga rehabilitasi, dilaksanakan oleh lembaga rehabilitasi yang memenuhi standar keamanan tertentu serta dalam pelaksanaannya dapat berkoordinasi dengan pihak Polri. Selama proses penyidikan perkara berjalan, penyidik melakukan koordinasi dengan pihak lembaga rehabilitasi dalam hal proses pengiriman dan penjemputan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika dalam tindak pidana narkotika. pewwuwvwvuvvuvvuvvvvwvvvuvvwvvw ww = QQ) 2) Q (2) -15- Pasal 22 Slama Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika menjalani rehabilitasi di lembaga rehabilitasi yang ditunjuk, terhadap perkara pidana tetap dilakukan proses penyidikan sampai dinyatakan P.21 oleh penuntut umum. Selama Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika menjalani rehabilitasi di lembaga rehabilitasi yang ditunjuk, proses penyerahan tahap Il berupa pelimpahan tersangka dan barang bukti dapat diserahkan di tempat rehabilitasi. Pasal 23 Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang telah selesai menjalani rehabilitasi, diserahkan kembali oleh lembaga rehabilitasi kepada instansi yang menitipkan dengan disertai resume akhir kegiatan terapi rehabilitasi. Dalam rangka pengawasan dan pengendalian, petugas pelaksana berkoordinasi dengan penyidik yang menangani perkara dan yang menangani permohonan rehabilitasi dari Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika, untuk melaporkan kepada atasan penyidik secara periodik data sebagai berikut: ‘a. hasil asesmen dari Tim Asesmen Terpadu terhadap Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang mengajukan rehabilitasi; b, jumlah dan identitas lengkap Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang akan direhabilitasi; ¢. rencana/lama Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika menjalani rehabilitasi; d. perkembangan perkara Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang sudah diproses tahap II. -16- BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 24 Peraturan Kabareskrim Polri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 16 November 2016 KEPALA BADAN RES#RSE KRIMINAL POLRI, Disahkan di Jakarta pada tanggal 21 Desenber 2016 REGISTRASI SETYM POLRI NOMOR 13 TAHUN 2016

Anda mungkin juga menyukai