Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN DENGUE HEMORHAGIC FEVER (DHF) Konsep dasar A.

Pengertian Dengue Hemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus, sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh klien melalui gigitan nyamuk aides aegypty (betina). (Mansjoe, 1999 : 428). Demam berdarah dengue adalah penyakit demam acul yang disebabkan oleh empat serotipe. Virus dengue ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali, tanda-tanda kegagalan sirkulasi sampai timbulnya sengatan. Sebagai akibat dari kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian (Soegeng, 2002 : 45). Penyakit dengue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus arbovirus (arthopodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes (aedes albopictus dan aedes aegypty) Ngastiyah 1997.

B. Etiologi Virus dengue serotipe 1.2.3.4 yang ditularkan melalui vektor aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aede polynessiesis dan bebrapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe lain (Mansyur, 2000 : 419).

C. Pathofisiologi Fenomena patofisiologi yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan perembesan plasma darah yang mengakibatkan penurunan trombosit keruang ekstraseluler. Setelah virus dengue masuk kedalam tubuh pasien akasn mengalami keluhan dan gejala, karena viremia (proses penyakitnya) seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegel seluruh badan serta timbul bintik-bintik merah (peteki). Hiperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hepar dan pembesaran limpa. Hal tersebut terjadi karena meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin, serta aktivitas sistem kali yang berakibat ekstravasiasi cairan intravaskuler. (Hasan dan Alatas, 2000 : 618). Sebagai reaksi terhadap infeksi 1. Aktifitas sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafi laktosin yang menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler dan terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskuler. 2. Agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan kelainan fungsi trombosit sebagai akibat mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang. 3. Kerusakan sel endotel pemuluh darah akan merangsang atau mengaktivasi faktor diatas pembukaan. Ketiga faktor diatas menyebabkan :

1. Peningkatan permiabilitas kapiler 2. Kelainan hemostasis yang disebabkan oleh vaskulopoti trombositopeni dan koaqualopati (Mansjoer, 2000 : 419-420) Klasifikasi DHF menurut WHO (1975) adalah : a. Derajat I demam disertai gejala tidak khas, hanya terdapat manifestasi perdarahan (uji troniket, positif) b. Derajat II, seperti derajat I disertai perdarahan spontan dari kulit dan perdarahan lain. c. Derajat III ditemukan kegagalan sirkulasi darah dengan adanya nadi cepat dan lemah. Tekanan nadi dan tekanan darah yang tidak dapat diukur.

D. Pathway Gigitan nyamuk aedes aegypty

Virus dengue masuk tubuh Viremia Berkembang biak dalam darah Hepar Hepatomegali Proses imflamasi Suhu tubuh Perut terasa penuh Mual, muntah Nyeri abdomen Intake menurun Hipertermi Meningkatnya metabolisme

E. Manifestasi klinis a. Demam mendadak disertai dengan gejala lain seperti lemah, nafsu makan berkurang, muntah, nyeri pada anggota badan, pinggang, sendi kepala dan perut. Gejala tersebut menyerupai influenza biasa. b. Pada hari II/III demam muncul, bentuk perdarahan yang beraneka ragam dimulai dari yang ringan berupa perdarahan dibawah kulit. (petekie/ erimosis). Perdarahan gusi, sampai perdarahan yang hebat berupa muntah darah akibat perdarahan lambung melena dan juga hematuri. c. Selain perdarahan juga terjadi syok yang biasanya sijumpai pada saat demam telah menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan di tandai anak menjadi makin lemah, ujung jari, telinga , hidung teraba dingin, lembab, denyut nadi terasa cepat kecil dan tekanan darah menurun dengan tekanan sistosik 80 mmHg atau kurang (Ngastiyah, 1997 : 342-343). Menurut patokan dari WHO pada tahun 1975, diagnosa DBD harus berdasarkan adanya gejala klinik sebagai berikut : a. Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari (tanpa sebab jelas) b. Manifestasi perdarahan. Paling tidak terdapat uji turniket positif dan adanya salah satu bentuk perdarahan lain misalnya petekie, ekimosis, epitaksis, perdarahan gusi, milena atau hematomesis.

c. Pembesaran hati (sudah dapat diraba sejak permulaan sakit) d. Syok yang ditandai nadi lemah, cepat, disertai tekanan yang menurun menjadi 20 mmHg atau kurang) tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien menjadi gelisah, timbul sianosis disekitar mulut.

F. Pemeriksaan penunjang a. Darah lengkap hemokonsentrasi (hemotrokit meningkat 20% atau leih trombositropenia (100.000 mm3 atau kurang) leukosit biasanya terjadi leukopen karena berkurangnya limfosit pda saat peningkatan suhu pertama kali. Masa pembekuan darah dalam batas normal tetapi masa perdarahan biasanya memanjang, kimia darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia serta hipokloremia. SGOT, SGPT, Urem dan PH darah mungkin meningkat sedangkan reverse 41 kali meningkat b. Air seni mungkin ditemukan albuminuria ringan c. Sumsum tulang pada awal sakit, hiposeluler, kemudian menjadi hiper seluler pada hari ke-5 dengan gangguan maturasi sedangkan pada hari ke10 biasanya sdah kembali normal. d. Serologi : uji HI (Hemoglutinotion Inhibitun Test) untuk mengukur titer anti bodi penderita. e. Isolasi virus bahan yang diperiksa dari darah penderita jaringan-jaringan baik melalui biopsi maupun topsi (Soeparman, 1987).

G. Penatalaksanaan Penatalaksanaan DHF sebaiknya berdasarkan pada berat ringannya penyakit yang ditemukan antara lain : a. Kasus DBD yang diperkenankan berobat jalan. Jika hanya mengeluh panas, tapi keinginan makan dan minum masih baik. Untuk mengatasi panas diberikan obat panas parasetamol 10-15 mg/ kg BB. Setiap 3-4 jam diulang jika symtom panas masih nyata diatas38,5 cc. Obat panas salisilat tak dianjurkan karena mempunyai resiko perdarahan dan asidosis. Pada kasus DBD yang berobat jalan ini adalah yang menunjukkan manifestasi panas hari I di hari ke-2 tanpa menunjukkan penyakit lainnya. b. Kasus DBD derajat I dan II Pada hari ke-3-4 dan 5 dianjutkan rawat inap karena penderita ini mempunyai resiko terjadinya syok. Untuk mengantisipasi syok penderita disarankan diinfus cairan kristaloid dengan tetesan berdasarkan pada fase panas, penderita dianjurkan banyak minum air, hematokrit yang meningkat lebih dari 20% dari harga normal merupakan indikator adanya kebocoran plasma dan sebaiknya penderita dirawat diruang observasi di pusat dehidrasi selama waktu 12-24 jam c. Penatalaksanaan DBD derajat III/ IV

DSS

(Dengue

Shock

Sindroma)

termasuk

keperawatan

yang

membutuhkan penanganan secara cepat. Penggantian secara cepat plasma yang hilang digunakan larutan garam isotonik (RL, dekstro 5%/ 05% dalam larutan RL dan larutan normal dan garam faal) dengan jumlah 10-20 ml/kg/ 1jam. Pada kasus yang sangat berat dapat diberikan larutan koloid. (dextran dengan berat molekul 140.000 didalam larutan normal garam faal atau plasma) dapat diberikan dengan jumlahh 10-20 ml/kg/ jam. Soegeng, 2002 : 61-62)

H. Fokus Intervensi a. Kekurangan cairan berhubungan dengan peningkatan premeabilitas kapiler perdarahan dan demam (Suridi, 2001 : 53). Tujuan : anak menunjukkan tanda-tanda terpenuhinya kebutuhan cairan. Intervensi : a. Kekurangan cairan berhubungan dengan peningkatan

premeabilitas kapiler, perdarahan dan demam (Suridi, 2001 : 53). Intervensi : 1. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam 2. Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan turgor tidak elastis, ubun-ubun cekung, produksi urin menurun 3. Observsi dicatat intake, out put 4. Berikan hidrasi yang adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh.

5. Monitor nilai laborat 6. Pertahan intake dan out put yang adekuat 7. Monitor penilaian cairan melalui intravena. b. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan adanya

trombositopenia menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (Ngastiyah, 1997). Tujuan : perdarahan dengan segala manifestasinya tidak terjadi. Intervensi : 1. Kaji dan catat tanda-tanda vital 2. Kaji dan catat sirkulasi pada ekstremitas (suhu, kelembaban dan warna) 3. Observasi tanda-tanda perdarahan 4. Jelaskan pada klien atau keluarga untuk segera melaporkan jika terjadi tanda-tanda perdarahan. 5. Cek HB, HI dan trombosit perhari. 6. Perhatikan keluhan pasien, misalnya mata berkunang-kunang pusing sesak nafas. c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah tidak ada nafsu makan. (Doenges, 2001 : 426). Tujuan kebutuhan nutrisi terpenuhi, pasien mau menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan. Intervensi :

1. Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kwaltas intake nutrisi. 2. Berikan makanan dengan porsi kecil tetapi sering 3. Timbang BB tiap hari 4. Jelaskan pentingnya nutrisi bagi kesehatan tubuh 5. Kaji keluhan mual, sakit untuk menelan 6. Beri makanan yang mudah dicerna 7. Hidangkan makanan selagi hangat d. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus (Carpenito, 1998) Tujuan : anak menunjukkan suhu badan dalam batas normal Intervensi : 1. Ukur tanda-tanda vital 2. Anjurkan banyak minum 3. Jelaskan pentingnya tirah bening 4. Berikan kompres hangat 5. Berilah terapi untuk menurunkan suhu 6. Tingkatkan intake cairan 7. Anjurkan memakai pakaian kedap keringat e. Gangguan aktifitas sehari berhubungan dengan kondisi yang lemah Doenges, 2000) Tujuan : Kebutuhan aktifitas sehari-hari dapat terpenuhi, pasien mampu mandiri setelah bebas demam. Intervensi :

1. Kaji keluhan pasien 2. Kaji yang bisa dilakukan aktifitasnya sehari-hari dengan tingkat dan keterbatasan pasien seperti mandi, makan dan eliminasi. 3. Bantu pasien mandiri dengan perkembangan fisik 4. Beri penjelasan tentang hal-hal yang dapat membantu lakukan 5. Letakkan bel disebelah pasien.

KONSEP DASAR TUMBUH KEMBANG 1. Pengertian a. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran dan dimensi tingkat sel organ maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran panjang, umur, tulang dan keseimbangan metabolik. b. Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diidentifikasikan dari sel-sel tubuh, organ dan sistim organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masingmasing dapat memenuhi fungsinya termasuk juga perkembangan, emosi intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungan (Soetjiningsih, 1995). 2. Ciri-ciri Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Menurut soetjiningsih (19950 timbang anak yang sudah dimulai sejak konsepsi sampai dewasa dan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : a. Tumbuh adalah proses yang kontinyu sejak dari konsepsi sampai maturias atau dewasa yang dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan. b. Dalam periode tertentu, terdapat adanya masa percepatan atau masa perlambatan yang berlamaan diantara organ-organ c. Pola perkembangan anak adalah sama pada semua anak tetapi kecepatannya berbeda antara anak I dengan yang lain. d. Perkembangan erat hubungannya dengan nutrisi sistem susunan syaraf e. f. g. Aktifitas seluruh tubuh diganti respon individu yang khas Arah perkembangan anak adalah sefalokaudal Reflek primitif seperti reflek memegang akan menghilangkan sebelah gerakan volonler tercapai. 3. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan a. Faktor genetik

Faktor genetik merupakan modal dasar mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak termasuk faktor genetik antara lain adalah berbagai faktor bawaan yang normal dan patologik. Jenis kelamin, suku bangsa dan bahasa. b. Faktor lingkungan

Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapainya atau tindakan polensi bawaan. Lingkungan merupakan biospikososio yang mempengaruhi individu setiap hari mulai dari konsepsi sampai akhir hayatnya. Faktor lingkungan ini dibagi menjadi : 1. Faktor yang mempengaruhi anak pada waktu masalah dalam kandungan (Prenata) 2. Faktor lingkungan yang mempengaruhi tumbuh kembang anak setelah lahir (post natal) 4. Parameter Penilaian Pertumbuhan Fisik Ukuran antropometrik Dibedakan menjadi 2 kelompok yang meliputi : 1. Tergantung umur (age dependen) Kendala menelapkan umur anak 2. Tidak tergantung umur a. BB (Berat badan) Indikator yang terbaik untuk keadaan gizi merupakan saling sederhana b. Tinggi badan (TB) Ukuran tinggi badan meningkat terus berhenti umur 18-20 tahun c. Lingkar kepala (LK)

Pertumbuhan lingkar kepa cm, paling pesat 6 bulan pertama kehidupan, lahir 34 cm, 6 bulan 44 cm, 1 tahun 47 cm, 2 tahun 49 cm, dewasa 54 cm. d. Lingkar lengan atas (LILA) Menilai keadaan gizi pada kelompok prasekolah lahir 11 cm, 1 tahun 16 cm. (12,5 cm gizi buruk) 12,5-13,5 cm gizi kurang, 13,5 gizi baik. e. Lipatan kulit Untuk menilai keadaan gizi lebih obesitas f. Pertumbuhan gigi Waktu erupsi gigi tetap : molar 6-7 tahun, premolar 4-11 tahun, kaninus 10-12 tahun mola ke-II 12-16 tahun molar ke III 17-25 tahun. 5. Perkembangan Anak Usia Sekolah a. Karakteristik fisik 1. BB anak bertambah 2-4 kg/ tahun 2. Tinggi bertambah pada usia 8 tahun 3. Gigi susu telah tanggal, memiliki 10-11 gigi permanen b. Perkembangan motorik kasar 1. Usia 7-10 tahun aktifitas motorik kasar dibawah kendali ketrampilan kognitif dan kesadaran 2. Usia 10-12 tahun tingkat energi tinggi dan peningkatan aral dan kendali kemampuan. c. Perkembangan motorik halus

1.

Menujukkan peningkatan ketrampilan motorik halus karena bertambahnya mielin saraf

2.

Menunjukkan perbaikan ketrampilan dan koordinasi mata tangan.

3. 4.

Dapat menulis mengucapkan kata-kata saat 8 tahun Menunjukkan ketrampilan motorik halus yang sama dengan orang dewasa saat usia 12 tahun.

d.

Perkembangan kognitif (7-11 tahun) 1. Dapat melakukan pekerjaan, dapat melacak urutan kejadian sejak awal 2. Memahami konsep dulu, sekarang dan yang akan datang 3. Dapat menyebutkan waktu 4. Dapat menyebutkan obyek sesuai golongan dan sub golongan

e.

Perkembangan Bahasa 1. Memakai bahasa sebagai alat pertukaran verbal 2. Tidak beregosentris dalam orientasi, dapat mempertimbangkan pandangan lain 3. Memakai semua bagian pembicaraan, termasuk kata sifat kelerangan depan dalam dan kata penghubung

f.

Perkembangan Psikoseptual (tahap lalen) 1. Tugas perkembangan mentregasi terhadap pengalaman dan reaksi sosial yang lalu

2.

Ketrampilan koping umum, menggigit kuku, ketrampilan pemecahan identifikasi masalah bertambah, pengakalan, fantasi dan

3.

Peran ortu, peran utama dalam pendidikan anak tentang aturan dan moral yang mengatur perilaku seksual dan seksualitas dalam mempengaruhi jenis kelamin

g.

Perkembangan psikososial (industri VS inisiatif) 1. Tugas perkembangan : mengembangkan rasa keadekuatan terhadap kemampuan dan kompetisi pada saat kesempatan untuk belajar dan interaksi sosial bertambah 2. 3. Krisis perkembangan anak terhambat akibat rendah diri Bermain bersama teman sebaya cenderung memisahkan kedua lawan jenisnya 4. Peran keluarga dan orang tua menjadi figur yang kurang bermakna sebagai agen untuk spesialisasi.

h.

Perkembangan Moral 1. Pengertian moralitas anak ditentukan dengan aturan dan tata tertib dari luar 2. Hubungan dan kontak sosial anak dengan figur otoritas mempengaruhi pengertian benar atau salah 3. pengertian benar atau salah ketat dan kaku

i.

Perkembangan Kepercayaan (tahap dongen harfiah) 1. Kepercayaan anak sangat dipengaruhi oleh figur otoritas

2. Anak belajar membedakan yang natural dan supranatural 3. Anak mulai membentuk pengertian pribadi tentang Tuhan. (Cecily, 2002 : 555-558).

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito L.J.1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan (Terjemahan. Edisi II EGC. Jakarta

Beta L.C.2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri (Terjemahan Edisi III. EGC. Jakarta.

Doenges M.E.2000. Rencana Asuhan Keperawatan (Terjemahan). Edisi III EGC. Jakarta.

Ngastiyah 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta Hasan A. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I Balai penerbit FKUI. Jakarta. Mansjoer. 2000, Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III Jilid 2 Media Aesculapiur. Jakarta.

Soetjiningsih : 1995 Pertumbuhan dan Perkembangan. EGC. Jakarta. Supartini 2004. Buku Ajar Perawatan Anak. EGC. Jakarta. Soeparman 1987. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II Jilid Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

Soegiyanto 2002. Ilmu Penyakit Anak Diagnosa dan Penatalaksanaan. Edisi I Salemba Medika. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai