Anda di halaman 1dari 17

BATU SALURAN KEMIH

(UROLITHIASIS)

Diajukan untuk memenuhi tugas kepaniteraan


Departemen Ilmu Kedokteran Radiologi

Oleh:
Vira Rahma Kumala
4151211449

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
JUNI 2022
A. DEFINISI
Batu saluran kemih atau biasa disebut urolithiasis merupakan pembentukan batu
pada traktus urinarius yang meliputi batu ginjal (nefrolithiasis), ureter
(ureterolithiasis), buli-buli atau vesica urinaria (vesikolithiasis), dan uretra
(uretrolithiasis). Pembentukan batu ini diklasifikasikan berdasarkan etiologi yaitu
infeksi, non-infeksi, kelainan genetik dan obat-obatan.1
Batu yang terbentuk merupakan endapan-endapan mineral. Batu saluran kemih
tersusun atas Kalsium Oksalat (70%), Kalsium Fosfat/Magnesium-Ammonium Fosfat
(30%), serta Xanthin/Sistin (<5%). Urolithiasis adalah penyebab umum adanya
keluhan ditemukan darah dalam urin dan nyeri di abdomen, pelvis atau inguinal.2

B. EPIDEMIOLOGI
Di seluruh dunia, terdapat 1-12% penduduk yang menderita batu saluran kemih.
Penyakit ini merupakan tiga penyakit terbanyak di bidang urologi di samping infeksi
saluran kemih dan pembesaran prostat benigna.3 Di Amerika Serikat 5-10%
penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di seluruh dunia rata-rata terdapat 1-
12% penduduk yang menderita batu saluran kemih. Penyakit ini merupakan tiga
penyakit terbanyak di bidang urologi di samping infeksi saluran kemih dan
pembesaran prostat benigna.3 Sedangkan di Indonesia, masalah batu saluran kemih
masih menduduki kasus tersering di antara seluruh kasus urologi. Belum terdapat data
angka prevalensi batu saluran kemih nasional di Indonesia. Laki-laki lebih sering
terjadi dibandingkan perempuan yaitu 3:1 dengan puncak insiden terjadi pada usia
40-50 tahun.1

C. ETIOLOGI
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan
aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-
keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Pembentukan batu saluran
kemih memerlukan keadaan supersaturasi dalam pembentukan batu. Supersaturasi
terjadi jika substansi yang menyusun batu terdapat dalam jumlah besar dalam urin,
yaitu ketika volume urin dan kimia urin yang menekan pembentukan batu menurun.
Batu ginjal dapat terbentuk bila dijumpai satu atau beberapa faktor pembentuk kristal
kalsium dan menimbulkan agregasi pembentukan batu. Seseorang yang normal dapat
mengekskresikan nukleus kristal kecil. Inhibitor pembentukan batu dijumpai dalam
air kemih normal. Batu kalsium oksalat dengan inhibitor sitrat dan glikoprotein.
Beberapa promoter (reaktan) dapat memacu pembentukan batu seperti asam urat,
memacu batu kalsium oksalat.4
Proses perubahan kristal yang terbentuk pada tubulus menjadi batu masih belum
sejelas proses pembuangan kristal melalui aliran air kemih yang banyak.
Kemungkinan bahwa agregasi kristal menjadi cukup besar sehingga tertinggal dan
biasanya ditimbun pada duktus kolektikus akhir. Seiring berjalannya waktu timbunan
akan membsar. Pengendapan ini diperkirakan timbul pada bagian sel epitel yang
mengalami lesi. Kelainan ini kemungkinan disebabkan oleh kristal sendiri. Sekitar
80% pasien batu ginjal merupakan batu kalsium dan kebanyakan terdiri dari kalsium
oksalat. Jenis batu lainnya terdiri dari batu sistin, batu asam urat dan batu struvit.4

D. FAKTOR RISIKO
Secara epidemiologi, terdapat beberapa faktor yang mempermudah terbentuknya
batu saluran kemih, yaitu:
a) Faktor Intrinsik
 Herediter: Faktor keturnan yang diduga beberapa keluarga memiliki
kecenderungan memproduksi mukoprotein yang berlebihan pada traktus
urinariusnya, yang meningkatkan terjadinya urolitiasis
 Usia: paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
 Jenis kelamin: banyak terjadi pada pria dengan perbanding 3:1
b) Faktor Ekstrinsik
 Geografi: daerah stone belt
 Iklim dan temperatur: beberapa daerah memiliki risiko tinggi menderita
urolitiasis seperti yang beriklim tropis, pegunungan atau padang pasir.
 Asupan air: kurangnya asupan air atau tingginya kadar kalsium pada air
yang dikonsumsi
 Diet: diet tinggi purin, oksalat, dan kalsium
 Pekerjaan: sering djumpai pada individu dengan sedentary life
 Obat-obatan.
Gambar 1. Faktor risiko tinggi pembentukan batu1
E. KLASIFIKASI
Klasifikasi urolithiasis berdasarkan etiologi dibagi menjadi:

1. Urolithiasis Non-Infeksi
a. Kalsium oksalat
b. Kalsium fosfat
c. Asam urat
2. Urolithiasis Infeksi
a. Magnesium ammonium fosfat
b. Karbonat
c. Ammonium urat
3. Kelainan genetik
a. Sistin
b. Xanthin
4. Obat-obatan5

Klasifikasi berdasarkan diameter ukurannya secara dua dimensi dibagi menjadi


<5mm, 5-10 mm, 10-20 mm, dan >20 mm. Sedangkan berdasarkan posisi anatominya
kalkuli dibagi menjadi: calyx superior, medius, atau inferior; pelvis renalis; ureter
proksimal, medius, dan distal; dan vesica urinaria.5
Klasifikasi berdasarkan gambaran radiologis dibagi menjadi tiga yaitu: radiopak,
radiopak lemah dan radiolusen. Yang bersifat radiopak yaitu: kalkuli kalsium oksalat
dihidrat, kalsium oksalat monohindrat, dan kalsium phospat. Radiopak lemah yaitu
magnesium amonium phospat, apatite, dan sistin. Radiolusen yaitu kalkuli asam urat,
ammonium urat, xanthin, 2,8-dihidroksiadenin, batu karena obat-obatan.5

F. KOMPOSISI BATU
Batu saluran kemih pada umunya mengandung unsur: kalsium oksalat atau
kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthin, sistin, silikat
dan senyawa lainnya.3 Lebih dari 85% pada laki-laki dan lebih dari 70% pada
perempuan batu tersebut mengandung kalsium terutama kalsium oksalat. Terdapat
beberapa keadaan yang mempermudah terjadinya supersaturasi atau kristalisasi zat-
zat yang relatif tidak larut dalam urin, yaitu hiperkalsuria, hiperurikosuria,
hiperoksaluria, hipersitraturia, hipomagnesuria, sistinuria, dan xanthinuria.4
1. Batu Kalsium
Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat atau
campuran dari kedua unsur tersebut. Faktor terjadinya baru tersebut adalah:
a. Hiperkalsiuria
Kelainan ini dapat menyebabkan hematuri tanpa ditemukan pembentukan
batu. Hematuri diduga disebabkan kerusakan jaringan lokal yang dipengaruhi
oleh agregasi kristal kecil. kadar kalsium di dalam urin lebih besar dari 250-
300 mg/24 jam.
Hiperkalsiuria idiopatik terdiri dari tiga bentuk:
a) Hiperkalsiuria absortif
Ditandai dengan adanya kenaikan absorpsi kalsium dari lumen usus. Merupakan
yang paling banyak ditemui.
b) Hiperkalsiuria puasa
Ditandai dengan kelebihan kalsium yang diduga berasal dari tulang
c) Hiperkalsiuria ginjal
Diakibatkan kelainan reabsorbsi kalsium di tubulus ginjal
b. Hipositraturia
Suatu penurunan eksresi inhibitor pembentukan kristal dalam air kemih, khususnya
sitrat. Sitrat pada lumen tubulus akan mengikat kalsium membentuk larutan
kompleks yang tidak terdisosiasi. Salah satu faktor utama yang dapat membatasi
eksresi sitrat adalah asupan protein. Selain sitrat, kekurangan inhibitor lain seperti
glikoprotein yang disekresi oleh sel epitel tubulus ansa Henle asenden seperti muko-
protein Temm-Horsfall dan nefrokalsin. Nefrokalsin muncul untuk mengganggu
pertumbuhan kristal dan memutus interaksi dengan larutan kristal lainnya.

c. Hiperurikosuria
Merupakan suatu peningkatan asam urat air kemih yang dapat memacu
pembentukan batu kalsium. Pada kebanyakan pasien dengan lebih ke arah diet
purin yang tinggi. Kadar asam urat di dalam urin yang melebihi 850 mg/24jam.
d. Hiperoksaluria
Merupakan kenaikan eksresi oksalat di atas normal. Eksresi oksalat air kemih
normal di bawah 45mg/hari (0.5 mmol/hari). Peningkatan kecil eksresi oksalat
menyebabkan perubahan cukup besar dan dapat memacu presipitasi kalsium
oksalat dengan derajat yang lebih besar dibandingkan kenaikan absolut ekskresi
kalsium. Absorbsi oksalat intestinal dan eksresi oksalat dalam air kemih dapat
meningkat bila kekurangan kalsium pada lumen intestinal untuk mengikat
oksalat. Tiga keadaan yang dapat menyebabkan kejadian ini yaitu : a) diet
kalsium rendah, biasanya tidak dianjurkan untuk pasien batu kalsium, b)
hiperkalsiuria disebabkan oleh peningkatan absorbsi kalsium intestinal c)
penyakit usus kecil atau akibat reseksi pembedahan yang mengganggu absorbsi
asam lemak dan absorbsi garam empedu.4
2. Batu Struvit
Batu ini disebut juga batu infeksi karena pembentukan batu ini diawali oleh
adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah kuman golongan
pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah
urin menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjasi amoniak. Kuman yang
termasuk pemecah urea adalah: Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter,
Pseudomonas dan Staphylococcus. Meskipun E coli banyak menimbulkan infeksi
saluran kemih namun kuman ini bukan termasuk pemecah urea.3
3. Batu Asam Urat
Merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih. Di antara 75-80% batu asam
urat terdiri atas asam urat murni dan sisanya merupakan campuran kalsium oksalat.
Penyakit batu asam urat banyak diderita oleh pasien-pasien penyakit gout, penyakit
mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan obat anti-kanker, dan yang banyak
mempergunakan obat urikosurik diantaranya sulfinpirazone, thiazide, dan salisilat.
Kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi protein mempunyai peluang yang
lebih besar untuk mendapatkan penyakit ini.3
4. Batu Jenis Lain
Batu sistin, batu xanthin, batu triamteren, dan batu silikat sangat jarang dijumpai. Batu
sistin didapatkan karena kelainan metabolisme sistin, yaitu kelainan dalam absorpsi sistin di
mukosa usus. Demikian batu xanthin terbentuk karena penyakit bawaan berupa defisiensi
enzim xanthin oksidase yang mengkatalisis perubahan hipoxanthin menjadi xanthin dan
xanthin menjadi asam urat. Pemakaian antasida yang mengandung silikat yang berlebihan
dan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan timbulnya batu silikat. 3
Selain itu, terdapat penyakit yang dapat meningkatkan kadar sistin dalam tubuh, yaitu
sistinuria. Sistinuria adalah penyakit herediter yang diturunkan yang ditandai oleh
gangguan absorpsi empat asam amino di tubulus, yaitu sistin, lisin, ornitin, dan
arginin. Tetapi hanya sistin yang dapat membentuk batu saluran kemih.4 Sedangkan,
xanthin sangat mudah larut di dalam urin sehingga batu xanthin sangat jarang
ditemukan. Xanthinuria disebabkan oleh defisiensi enzim xantin-oksidase.4

G. TEORI PEMBENTUKAN BATU


1. Teori Nukleasi
Teori ini menjelaskan bahwa pembentukan batu berasal dari inti batu yang
membentuk kristal atau benda asing. Inti batu yang terdiri dari senyawa jenuh yang
lama kelamaan akan mengalami proses kristalisasi sehingga pada urin dengan
kepekatan tinggi lebih beresiko untuk terbentuknya batu karena mudah sekali untuk
terjadi kristalisasi.3
2. Teori Matriks Batu
Matriks akan merangsang pembentukan batu karena memacu penempelan partikel
pada matriks tersebut. Pada pembentukan urin seringkali terbentuk matriks yang
merupakan sekresi dari tubulus ginjal dan berupa protein (albumin, globulin dan
mukoprotein) dengan sedikit hexose dan hexosamine yang merupakan kerangka
tempat diendapkannya kristal-kristal batu.3
3. Teori Inhibisi yang Berkurang
Batu saluran kemih terjadi akibat tidak adanya atau berkurangnya faktor inhibitor
(penghambat) yang secara alamiah terdapat dalam sistem urinaria dan berfungsi
untuk menjaga keseimbangan serta salah satunya adalah mencegah terbentuknya
endapan batu. Inhibitor yang dapat menjaga dan menghambat kristalisasi mineral
yaitu magnesium, sitrat, pirofosfat dan peptida. Penurunan senyawa penghambat
tersebut mengakibatkan proses kristalisasi akan semakin cepat dan mempercepat
terbentuknya batu (reduce of crystalize inhibitor). Batu saluran kemih pada umumnya
mengandung unsur: kalsium oksalat atau kalsium fosfat, asam urat, magnesium-
amonium-fosfat (MAP), xanthyn, dan sistin, silikat, dan senyawa lainnya. Data
mengenai kandungan/komposisi zat yang terdapat pada batu sangat penting untuk
usaha pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya batu residif.3
4. Teori Presipitasi-Kristalisasi
Perubahan pH urin akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urin. Urin yang
bersifat asam akan mengendap sistin, santin dan garam urat, urin alkali akan
mengendap garam-garam fosfat.3

H. GAMBARAN KLINIS
Keluhan pasien yang mengalami urolithiasis sangat bervariasi. Ada gejala yang
simptomatis maupun asimptomatis. Mulai dari tanpa keluhan, nyeri pinggang ringan
hingga berat (nyeri kolik), disuria, hematuria, retensi urin dan anuria. Nyeri kolik
terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat
dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu
menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal sehingga terjadi peregangan dari
terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri non kolik terjadi akibat
peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Apabila
didapatkan demam harus dicurigai suatu proses urosepsis dan hal ini merupakan
kedaruratan di bidang urologi. Selain itu harus diperiksa apakah ada tanda gagal
ginjal.1,3
Pada pemeriksaan fisik umum dapat ditemukan hipertensi, demam, anemia dan
syok. Selain itu pada pemeriksaan fisik urologi mungkin dapat ditemukan nyeri ketok
pada daerah kostovertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat
tanda-tanda gagal ginjal, retensi urin. Pemeriksaan pada bagian supra simfisis
didapatkan nyeri tekan, teraba batu dan buli terkesan penuh. Pada genitalia eksterna
dapat teraba batu di uretra, dan pada pemeriksaan colok dubur dapat teraba batu di
buli-buli pada palpasi bimanual.3
Lokasi dan karakteristik dari nyeri pada urolitiasis meliputi:
a. Di ureteropelvic: nyeri bersifat ringan sampai berat dirasakan lokasinya agak
dalam dalam regio flank tanpa penyebaran ke region inguinal, urgensi (dorongan
kuat untuk berkemih disertai dengan kandung kemih yang tidak nyaman dan
banyak berkemih), frekuensi (sering berkemih), disuria (nyeri saat berkemih) dan
stranguria (pengeluaran urin yang lambat dan nyeri akibat spasme uretra dan
kandung kemih).
b. Di ureter: nyeri yang mendadak, berat, nyeri di regio flank dan ipsilateral dari
abdomen bagian bawah, menyebar ke testes atau vulva, mual yang terus menerus
tanpa muntah.
a) Ureter bagian proksimal: nyeri menyebar ke regio flank atau area lumbar
b) Ureter bagian medius: nyeri menyebar ke anterior dan caudal
c) Uterer bagian distal: menyebar ke inguinal atau testes atau labia majora
c. Waktu melewati vesica ruinaria: paling sering asimptomatis, retensio urin
posisional

I. PATOFISIOLOGI
Batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang
sering mengalami hambatan aliran urin (stasis urin), yaitu pada sistem kalises atau
buli-buli. Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik
maupun anorganik yang terlarut di dalam urin. Kristal-kristal tersebur tetap berada
dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urin jika tidak ada keadaan-keadaan
tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling
mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan
mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga kristal menjadi lebih
besar. Meskipun ukurannya cukup besar, kristal ini masih rapuh dan belum mampu
untuk menyumbat saluran kemih. Oleh karena itu, agregat kristal akan menempel
pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal) membentuk plakat Randall,
dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu
yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih.3,6
Kondisi metastable dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam
urin, konsentrasi solut di dalam urin, laju aliran urin di dalam saluran kemih, atau
adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.
Proses patogenesis pembentukan tiap jenis batu relatif sama, tetapi suasana di dalam
saluran kemih yang memungkinkan terbentuknya jenis batu itu menjadi berbeda.
Dalam hal ini, misalnya batu asam urat mudah terbentuk dalam suasananya asam,
sedangkan batu magnesium amonium fosfat terbentuk karena urin bersifat basa.3,6

J. GAMBARAN RADIOLOGI
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis batu saluran kemih antara
lain pemeriksaan BNO (Blass Nier Overzicht), USG (Ultrasonography), IVP (Intra
Vena Pyelography), CT-SCAN, dan MRI. Pemeriksaan radiologi menggunakan BNO
berfungsi untuk melihat gambaran abdomen secara keseluruhan mulai dari
hemidiafragma hingga simfisis pubis untuk melihat sistem traktus urinarius dari nier
(ginjal) hingga blass (kandung kemih) sehingga dapat menentukan ukuran, bentuk
dan posisi serta dapat membedakan batu.7
Gambar 2. Gambaran radioopak membentuk pelvis renalis yang membesar.
Menandakan batu pada kalix mayor dan kalix minor. Gambar tersebut disebut Batu
Staghorn8

Gambar 3. Gambaran Batu Staghorn8


Pemeriksaan menggunakan USG merupakan teknik imaging dengan
menggunakan gelombang suara. Pada pemeriksaan ginjal dapat dilakukan untuk
menentukan volum massa ataupun organ tubuh tertentu dalam hal ini dapat berguna
untuk melihat ukuran batu pada saluran kemih. Apabila terdapat batu maka akan
tampak sebagai suatu massa yang berintesitas tinggi di daerah sinus ginjal, disertai
bayangan akustik (acoustic shadow) di belakangnya. Apabila batu adalah
penyebabnya maka dapat pula ditemukan gambaran pelebaran kalises atau pelvis
ginjal dan batu lebih mudah terlihat.7

Gambar 4. Gambaran Kalkulus Staghorn Pada Ginjal Kiri8

Gambar 5. Gambaran USG Vesica urinaria. (A) Terdapat kalkulus (panah tebal)
dengan gambaran acoustic shadow (panah tipis). (B) Kalkulus pada vesicoureteric
junction (panah tebal) dengan acoustic shadow9
Pemeriksaan menggunakan IVP dilakukan dengan kontras, menggunakan sinar X
untuk melihat struktur dan kelainan pada urethta salah satunya batu pada saluran
kemih. Pada hasil pemeriksaan akan tampak bayangan radioopak dikelilingi
bayangan lusen, lesi opak berbentuk bulat.7

Gambar 5. Gambaran Ureterolithiasis dengan udem pada Ureter Proksimal10


Pemeriksaan CT-SCAN dilakukan untuk melihat batu dengan resolusi kontras
yang baik dan memberikan detail anatomis yang tepat. Pemeriksaan menggunakam
CT-SCAN pada kasus urolithiasis dapat melihat gambaran batu pada saluran kemih.7

Gambar 6. Gambaran Batu Ginjal Pada Kedua Ginjal8


Gambar 7. Gambaran Kalkulus Pada Vesica Urinaria8

Gambar 8. Gambaran CT-Scan (a) menunjukan adanya kalkulus pada vesicouteric


junction kana (panah putih) (b) CT-KUB potongan sagittal pada pasien yang sama
menunjukan adanya hidronefrosis (panah merah) yang disebabkan kalkulus11
DAFTAR PUSTAKA

1. Noegroho BS, Daryanto B, Soebhali B, Kadar DD, Soebadi DM, Hamiseno


DW, et al. Panduan Penatalaksanaan Klinis Batu Saluran Kemih. Ikatan Ahli
Urologi ndonesia (IAUI). 2018. 62 p.

2. Stoppler M. Medical Definition of Urolithiasis [Internet]. 2021 [cited 2021 Jul


22]. Available from: https://www.medicinenet.com/urolithiasis/definition.htm

3. B. Purnomo B. Dasar-dasar Urologi. 3rd ed. Malang: Sagung Seto; 2016. 87–
101 p.

4. Sja’bani M. Batu Saluran Kemih. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed.
Jakarta Pusat: Interna Publishing; 2014. p. 2121–8.

5. Türk C, Skolarikos A, Neisius A. EAU Guidelines On Bladder Stones. InEAU


guidelines edn presented at the EAU annual congress Barcelona 2019.

6. Alelign T, Petros B. Kidney Stone Disease: An Update on Current Concepts.


Adv Urol. 2018;2018.

7. Malueka RG. Radiologi Diagnostik. Malueka RG, editor. Yogyakarta: Pustaka


Cendekia Press; 2007.

8. Knipe H. Urolithiasis [Internet]. Available from: https://radiopaedia.org

9. Masch WR, Cronin KC, Sahani DV, Kambadakone A. Imaging in urolithiasis.


Radiologic Clinics. 2017 Mar 1;55(2):209-24.

10 Ames CD, Older RA. Imaging in urinary tract obstruction. Braz J Urol. 2001
Jul;27:316-25.

11 Patel D, Patel U. Urolithiasis: the role of imaging. Trends in Urology & Men's
Health. 2012 May;3(3):25-8.

Anda mungkin juga menyukai